permudaan alami hutan di satuan pengelolaan …digilib.unila.ac.id/23543/3/skripsi tanpa bab...

61
PERMUDAAN ALAMI HUTAN DI SATUAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL (SPTN) WILAYAH III KUALA PENET TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (SKRIPSI) Oleh DWI RAHAYU DAMAYANTI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2016

Upload: vukien

Post on 09-Apr-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERMUDAAN ALAMI HUTAN DI SATUAN PENGELOLAAN TAMANNASIONAL (SPTN) WILAYAH III KUALA PENET

TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

(SKRIPSI)

Oleh

DWI RAHAYU DAMAYANTI

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG2016

ABSTRAK

PERMUDAAN ALAMI HUTAN DI SATUAN PENGELOLAAN TAMANNASIONAL (SPTN) WILAYAH III KUALA PENET

TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

Oleh

DWI RAHAYU DAMAYANTI

Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Kuala Penet Resort

Margahayu merupakan bagian dari Kawasan Taman Nasional Way Kambas

(TNWK). SPTN Wilayah III Kuala Penet sebagai daerah penyangga TNWK yang

terus dipertahankan agar tetap memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang

sangat tinggi dalam susunan struktur dan komposisi jenis tertentu. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis, struktur tegakan, dan kondisi

permudaan alam sebagai gambaran kinerja suksesi tegakan pada SPTN Wilayah

III Kuala Penet. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2015

dengan kegiatan analisis vegetasi menggunakan metode pengambilan sampel garis

berpetak sebagai cara untuk mendapatkan data primer, berupa: spesies tegakan,

jumlah spesies, diameter batang dan tinggi total pohon. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat 32 jenis tumbuhan pada kawasan SPTN Wilayah III

Kuala Penet Resort Margahayu. Indeks Nilai Penting (INP), menunjukkan bahwa

Dwi Rahayu Damayanti

terdapat jenis tumbuhan yang paling dominan, yaitu berasan, kopen, puspa,

sempu, sonokeling, dan tiga urat sedangkan jenis belimbingan, bungur, keteja,

keruing, mahoni, tutup, dan waru memiliki tingkat penguasaan rendah diantara 32

jenis tumbuhan yang ditemukan dalam penelitian. Struktur tegakan secara

horizontal menunjukkan bahwa secara umum tegakan didominansi oleh tumbuhan

dengan diameter <10 cm dan semakin menurun untuk kelas diameter 10—<20 cm

sampai >60 cm. Sedangkan struktur tegakan vertikal menunjukkan bahwa

tegakan didominansi oleh stratum C sebanyak 28 jenis, diikuti stratum D (22)

jenis, stratum E (18) jenis, dan stratum B satu jenis. Kondisi permudaan alam di

SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu menunjukkan kondisi hutan

normal, karena tingkat kerapatan tegakan didominansi oleh fase semai, diikuti

pancang, tiang, dan pohon dengan bentuk kurva menyerupai huruf “J” terbalik.

Kata kunci: Komposisi Jenis, Permudaan Alam, SPTN, Struktur Tegakan, TNWK

ABSTRACT

(NATURAL REGENERATION FOREST NATIONAL PARKMANAGEMENT UNIT (NPMU) REGION III KUALA PENET

WAY KAMBAS NATIONAL PARK)

By

DWI RAHAYU DAMAYANTI

National Park Management Unit (SPTN) Region III Kuala Penet Resort

Margahayu is part of the National Park Way Kambas (TNWK). SPTN Region III

Kuala Penet as the buffer area TNWK are maintained to keep a diversity of plants

is very high in the composition of the structure and composition of a certain type.

This study aims to determine the species composition, stand structure and

condition of natural regeneration as a performance snapshot succession of stands

in Region III SPTN Kuala Penet. The study was conducted from August to

September 2015 with the activities of the vegetation analysis using sampling

methods terraced lines as a way to obtain primary data, such as: the species

stands, the number of species, stem diameter and a height of trees. The results

showed that there are 32 species in the region Region III SPTN Kuala Penet

Resort Margahayu. Importance Value Index (IVI), shows that there are plant

species that is most dominant, berasan, kopen, sempu, sonokeling and tiga urat,

Dwi Rahayu Damayanti

whereas the type belimbingan, bungur, keteja, keruing mahoni, tutup, and waru

have low mastery level. Horizontal stand structure indicate that in general stands

dominated by plants with a diameter <10 cm and adiameter decreases to stand 10-

<20 cm to>60 cm. While the vertical stand structure indicate that the stratum C

stands were dominated by as many as 28 species, followed by stratum D (22)

types, stratum E (18) types, and the stratum B one types. The condition of Natural

regeneration in SPTN Region III Kuala Penet Resort Margahayu showed that the

condition of the forest was normal because the density was dominated by the

seedling phase, followed by phases of saplings and poles with the curves shape

resembles the letter "J" reversed.

Keywords: Assisted Natural Regeneration, Composition Type, SPTN, StandStructure,TNWK

PERMUDAAN ALAMI HUTAN DI SATUAN PENGELOLAAN TAMANNASIONAL (SPTN) WILAYAH III KUALA PENET

TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

Oleh

Dwi Rahayu Damayanti

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA KEHUTANAN

Pada

Program Studi KehutananFakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2016

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gisting pada tanggal 01 Februari

1992. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara

dari pasangan Bapak Zainal Abidin (Alm) dan Ibu

Danisah. Jenjang pendidikan penulis dimulai pada tahun

1998 di Sekolah Dasar Negeri 2 Kota Agung (kelas 1),

pindah studi ke Sekolah Dasar Negeri 1 Rajabasa Lama

(kelas 2-6) lulus pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Labuhan

Ratu tamat pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Labuhan Ratu dan

menyelesaikannya pada tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai

mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui

jalur Ujian Masuk Lokal.

Pada tahun 2013, penulis melakukan KLK (Kuliah Lapangan Kehutanan) di

Puslitbanghut Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, CIFOR dan

Kebun Raya Bogor. Kemudian pada tahun 2015, penulis melaksanakan Kuliah

Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Purwa Negara Kecamatan Negara

Batin Kabupaten Way Kanan. KKN bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu yang

dimiliki selama masa perkuliahan untuk dapat membantu masyarakat menghadapi

permasalahan yang ada pada masyarakat. Tahun 2014 penulis melakukan Praktek

Umum selama satu bulan di KPH Randublatung BKPH Ngeliron.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata

kuliah Ilmu Ukur Tanah tahun 2013 dan dalam organisasi penulis pernah menjadi

anggota utama Himasylva (Himpunan Mahasiswa Kehutanan).

Saya persembahkan karya kecil ini untuk Bapak Zainal Abidin (Alm),

Ibu Danisah tercinta serta kakakku Lisda Rahmawati, S.Pd.I dan

adikku Arif Rahman. Terima kasih atas doa, motivasi, dukungan dan

kasih sayang yang tak pernah putus serta tak pernah lelah menanti

keberhasilanku. Serta teman-teman yang telah membantu dalam

penelitian ini.

ii

SANWACANA

Assalamualaikum wr. wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena penulis dapat

menyelesaikan skripsi berjudul “Permudaan Alami Hutan di Satuan Pengelolaan

Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Kuala Penet Taman Nasional Way

Kambas”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad

SAW, dengan harapan di hari akhir akan mendapatkan syafaatnya.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan saran berbagai pihak,

untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada.

1. Bapak Drs. Afif Bintoro, M.P., sebagai pembimbing utama penulis dan juga

pembimbing akademik atas bimbingan, arahan, dan motivasi yang telah

diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

2. Bapak Trio Santoso, S.Hut., M.Sc., selaku Pembimbing kedua penulis, yang

telah memberikan dukungan, arahan, dan bimbingan.

3. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Pembahas yang telah memberikan

arahan, nasehat, bimbingan, dan masukan.

4. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

iii

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas

Lampung atas ilmu yang telah diberikan.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

7. Bapak Ir. Dulhadi, selaku Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas yang

telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

8. Bapak Antonius Vevri, S.Si., M.Sc., selaku kepala Seksi III Kuala Penet yang

telah memberikan izin tempat penelitian penulis.

9. Bapak Suwanto, selaku pembimbing lapang yang telah banyak membantu dari

awal hingga akhir penelitian.

10. Seluruh Staf Pegawai Balai Taman Nasional Way Kambas yang telah mem-

berikan fasilitas bagi penulis selama pelaksanaan penelitian.

11. Bapak dan Ibu, atas kasih sayang, doa dan dukungan moril maupun materiil

yang selama ini diberikan kepada penulis.

12. Arif Lukman Fauzun yang telah memberikan motivasi kepada penulis.

13. Teman-teman angkatan 2011 yang penulis sayangi atas kebersamaannya mulai

dari langkah awal di kehutanan hingga sekarang, serta atas canda dan tawa

yang akan selalu terkenang manis oleh penulis.

14. Agustin Arisandi Mustika, Anisa Awalul Khoiriah, Erwin, Husen Hariadi dan

Indri Firdilasari atas bantuan dan kerjasamanya selama melakukan penelitian.

15. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat

disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah

diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun

iv

untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat

bagi para pembaca.

Wassalamualaikum wr. wb.

Bandar Lampung, Juli 2016Penulis,

Dwi Rahayu Damayanti

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI............................................................................................ v

DAFTAR TABEL ................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii

I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1A. Latar Belakang ............................................................................. 1B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 3D. ManfaatPenelitian ........................................................................ 3E. Kerangka Pemikiran..................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5A. Taman Nasional Way Kambas..................................................... 5B. Hutan............................................................................................ 6C. Fungsi Hutan ................................................................................ 7D. Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan...................................... 8E. Penyebaran Pohon dan Permudaan Alam .................................... 9F. Analisis Vegetasi ......................................................................... 12

1. Komposisi Jenis ..................................................................... 122. Struktur Tegakan.................................................................... 14

III. METODE PENELITIAN ................................................................ 18A. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 18B. Alat dan Bahan Penelitian............................................................. 19C. Batasan Penelitian ......................................................................... 19D. Jenis Data ...................................................................................... 19

1. Data Primer............................................................................... 192. Data Sekunder .......................................................................... 20

E. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 201. Data Primer............................................................................... 202. Data Sekunder .......................................................................... 21

F. Analisis Data ................................................................................. 221. Komposisi dan Tingkat Penguasaan Spesies .......................... 222. Struktur Tegakan..................................................................... 23

vi

Halaman

a. Struktur Tegakan Horizontal............................................ 23b. Struktur Tegakan Vertikal................................................ 23

3. Permudaan Alam.................................................................... 25

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................... 26A. Letak dan Luas............................................................................ 26B. Hidrologi ..................................................................................... 27C. Topografi..................................................................................... 28D. Geologi dan Tanah...................................................................... 29E. Iklim dan Curah Hujan................................................................ 30F. Suhu dan Kelembaban ................................................................ 31G. Flora ............................................................................................ 31H. Vegetasi Hutan............................................................................ 33I. Pengelolaan Taman Nasional...................................................... 34J. Sejarah Kerusakan atau Perambahan Di Taman Nasional.......... 35

1. Pemukiman Liar.................................................................... 362. Penebangan Liar.................................................................... 363. Perburuan Liar ...................................................................... 374. Pencurian Getah Meranti (Shorea leprosula) ....................... 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 38A. Hasil Penelitian ............................................................................ 38

1. Komposisi dan Tingkat Penguasaan Spesies ......................... 382. Struktur Tegakan.................................................................... 39

a. Struktur Tegakan Horizontal............................................ 39b. Struktur Tegakan Vertikal................................................ 40

3. Permudaan Alam.................................................................... 42B. Pembahasan.................................................................................. 45

1. Komposisi dan Tingkat Penguasaan Spesies ......................... 452. Struktur Tegakan.................................................................... 47

a. Struktur Tegakan Horizontal............................................ 47b. Struktur Tegakan Vertikal................................................ 48

3. Permudaan Alam.................................................................... 51

VI. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 54A. Simpulan ..................................................................................... 54B. Saran ........................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 56

LAMPIRAN ............................................................................................ 60Tabel 4-12 .......................................................................................... 61-69Gambar 9-18....................................................................................... 70-74

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi dan tingkat penguasaan spesies di SatuanPengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III KualaPenet Resort Margahayu .................................................................. 38

2. Jumlah spesies pada setiap stratum di Satuan PengelolaanTaman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet ResortMargahayu ....................................................................................... 41

3. Kerapatn tegakan pada setiap fase pertumbuhan di SatuanPengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah III KualaPenet Resort Margahayu .................................................................. 42

4. Analisis tegakan pada fase semai..................................................... 61

5. Analisis tegakan pada fase pancang................................................. 62

6. Analisis tegakan pada fase tiang ...................................................... 63

7. Analisis tegakan pada fase semai .................................................... 64

8. Komposisi dan tingkat penguasaan di Pengelolaan TamanNasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu ........ 65

9. Kerapatan permudaan alam pada setiap fase pertumbuhandi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah IIIKuala Penet Resort Margahayu ....................................................... 67

10. Jumlah spesies pada fase pertumbuhan ........................................... 69

11. Nilai INP pada setiap fase pertumbuhan ......................................... 69

12. Daftar setiap spesies yang ditemukan di Satuan PengelolaanTaman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet ResortMargahayu........................................................................................ 69

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Peta kerja Taman Nasional Way........................................................ 6

2. Lokasi penelitian di Resort Margahayu TamanNasional Way Kambas....................................................................... 18

3. Bentuk dan letak petak ukur penelitian tiap fasepertumbuhan berdasarkan metode garis berpetak.............................. 21

4. Peta administrasi Kabupaten Lampung Timur................................... 27

5. Struktur tegakan berdasarkan hubungan antara kelasdiameter dengan jumlah pohon dilokasi penelitian............................ 40

6. Jumlah spesies pada setiap stratum di Satuan PengelolaanTaman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet ResortMargahayu ......................................................................................... 42

7. Perbandingan kerapatan tegakan pada setiap fasepertumbuhan ...................................................................................... 44

8. Kerapatan tegakan pada setiap fase pertumbuhan ............................. 53

9. Lokasi penelitian di Satuan Pengelolaan TamanNasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet ResortMargahayu ......................................................................................... 70

10. Permudaan semai yang ada di Satuan Pengelolaan TamanNasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu .......... 70

11. Permudaan pancang yang ada di Satuan Pengelolaan TamanNasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu .......... 71

12. Permudaan tiang yang ada di Satuan Pengelolaan TamanNasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu .......... 71

ix

Gambar Halaman

13. Permudaan pohon yang ada di Satuan Pengelolaan TamanNasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu .......... 72

14. Kondisi plot pengamatan di lokasi penelitian .................................... 72

15. Pengukuran diameter pohon .............................................................. 73

16. Pengukuran tinggi pohon dengan alat haga meter ............................. 73

17. Tajuk pohon di Satuan Pengelolaan Taman Nasional(SPTN) wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu ......................... 74

18. Salah satu pohon yang ada di Satuan PengelolaanTaman Nasional (SPTN) wilayah III Kuala Penet ResortMargahayu ......................................................................................... 74

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Taman Nasional Way Kambas (TNWK) adalah satu dari dua kawasan konservasi

yang berbentuk Taman Nasional di Propinsi Lampung selain Taman Nasional

Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 670/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999, kawasan TNWK

mempunyai luas lebih kurang 125.631,31 ha. Kawasan Taman Nasional Way

Kambas (TNWK) dalam bentuk alamiah aslinya mempunyai keanekaragaman

jenis tumbuhan sangat tinggi dari berbagai tipe habitat yang luas tersebar di

seluruh kawasan TNWK dengan berbagai tipe vegetasi.

Jenis tegakan yang dapat dijumpai adalah meranti (Shorea sp.), sempur (Dillenia

excelsa), merawan (Hopea sp.), kayu minyak (Dipterocarpus retusus), merbau

(Instia palembanica), jabon (Anthocepalus chinesis), dan puspa (Schima

wallichii). Tipe vegetasi hutan rawa atau daerah yang selalu basah ditumbuhi oleh

nibung (Oncosperma tigilaria), gelam (Melaleuca spp.), rotan (Calamus sp.),

palem merah (Cytostachys lakka), rengas (Gluta renghas), dan jenis-jenis rumput

rawa (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).

Selain itu terdapat tanaman reboisasi seperti sonobrit (Dalbergia eusetifolia),

lamtorogung (Leuacena leucocephala), kaliandra (Caliandra sp.), dan jambu

2

monyet (Anacardium occidentale) di daerah bekas pemukiman yang terletak di

bagian tepi kawasan (zona penyangga).

Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Kuala Penet Resort

Margahayu merupakan bagian dari TNWK yang mempunyai keanekaragaman

jenis tumbuhan yang sangat tinggi. Jenis-jenis tumbuhan yang ada di SPTN

Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu diperlukan sebagai informasi dan data

di dalam penelitian yang sesuai dengan judul yaitu permudaan alam.

Permudaan alam hutan adalah peremajaan hutan secara alami yang komponennya

terdiri dari tingkat semai, pancang, dan tiang. Proses permudaan alam hutan

merupakan aspek ekologi yang cukup besar peranannya terhadap pembentukan

struktur tegakan hutan dan komposisi jenis tumbuhannya.

Permudaan alam hutan di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu

tersusun atas tingkat semai, pancang, dan tiang. Untuk mengetahui kondisi

tegakan serta keberlanjutan regenerasi permudaannya di zona pemanfaatan

terbatas, yaitu dengan melihat struktur tegakan dan komposisi jenis yang ada di

SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah penelitian ini adalah

1. Bagaimana komposisi jenis yang terdapat di Satuan Pengelolaan Taman

Nasional (SPTN) Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu.

3

2. Bagaimana struktur tegakan yang terdapat di SPTN Wilayah III Kuala Penet

Resort Margahayu.

3. Bagaimana kondisi permudaan hutan alam di SPTN Wilayah III Kuala Penet

Resort Margahayu.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui.

1. Komposisi jenis di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu,

2. Struktur tegakan yang terdapat di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort

Margahayu, dan

3. Kondisi permudaan alam di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut.

1. Data ini menjadi informasi tentang permudaan hutan alam di Resort

Margahayu, SPTN Wilayah III Kuala Penet.

2. Sebagai bahan pertimbangan pengelola TNWK untuk dasar mengelola tegakan

hutan yang lebih baik lagi.

E. Kerangka Pemikiran

Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan perwakilan ekosistem hutan

dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak

belukar, dan hutan pantai di Sumatera (Balai Taman Nasional Way Kambas,

4

2006). Hutan rawa air tawar dan padang alang-alang membentang luas di setiap

wilayah TNWK. Hampir di setiap wilayah yang berbatasan dengan sungai besar

akan dijumpai tipe vegetasi rawa air tawar dan padang alang-alang. Sedangkan

vegetasi hutan pantai terletak di bagian timur wilayah TNWK dari ujung selatan

(Kuala Penet-Lampung Timur) hingga ke utara (Bratasena-Lampung Tengah).

Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) III Kuala Penet merupakan salah

satu wilayah Taman Nasional Way Kambas (TNWK) yang tersusun atas beberapa

zona. Zona pemanfaatan hingga zona inti dapat dijumpai di wilayah ini. Namun

saat ini belum tersedia data yang menginformasikan vegetasi penyusun hutan di

zona pemanfaatan, baik struktur tegakan, komposisi, dan gambaran permudaannya

yang menggambarkan tentang permudaan hutan secara alami atau hanya ada

generasi tuanya, sehingga perlu dilakukan penelitian.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data permudaan tingkat semai,

pancang meliputi jumlah individu, nama spesies. Sedangkan tingkat tiang dan

pohon meliputi jumlah individu, nama spesies, diameter batang, dan tinggi total

pohon. Kemudian untuk mengetahui struktur tegakan, data yang dikumpulkan

yaitu data tinggi setiap individu pohon. Sementara itu untuk mengetahui

komposisi jenis data yang dikumpulkan terdiri dari Kerapatan (K), Kerapatan

Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi (D), Dominansi

Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP). Informasi yang diharapkan dapat

untuk mengungkap permudaan alam, struktur, dan komposisi tegakan yang ada di

SPTN III Kuala Penet Resort Margahayu Taman Nasional Way Kambas.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Taman Nasional Way Kambas

Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun

1936 oleh Residen Lampung, Mr. Rock Maker, yang kemudian dikukuhkan oleh

Pemerintah Hindia Belanda melalui Surat Penetapan Gubernur Belanda No. 14

Stdbld 1937 No. 38 tanggal 26 Januari 1937 (Balai Taman Nasional Way

Kambas, 2006).

Berdasarkan aspek ekologi kawasan dan kondisi tutupan lahan yang kondisinya

relatif baik memberikan kontribusi terhadap kualitas lingkungan hidup. Taman

Nasional Way Kambas yang berada pada posisi low land memiliki fungsi filtrasi

terhadap material yang terbuang ke arah laut. Selain itu, panjang pantai Way

Kambas lebih kurang 60% dari panjang pantai wilayah Kabupaten Lampung

Timur, memiliki potensi ikan yang cukup baik. Demikian juga untuk potensi

lainnya, khususnya objek wisata alam. Adanya berbagai potensi yang dimiliki

oleh TNWK, Pemerintah Kabupaten Lampung Timur menempatkan pada posisi

penting sebagai daerah tujuan wisata utama di Kabupaten Lampung Timur. Peta

Kerja Taman Nasional Way Kambas dapat dilihat pada Gambar 1.

6

Gambar 1. Peta Kerja Taman Nasional Way Kambas (Sumber: Balai TamanNasional Way Kambas, 2010).

B. Hutan

Hutan adalah kumpulan pohon-pohon yang tumbuh pada lapangan yang cukup

luas dan kerapatannya sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan iklim

mikro (setempat) serta keadaan ekologis (lingkungan) yang berbeda diluarnya

(Dengler, 1930 dalam Suginingsih, 2008). Sedangkan menurut pengertian dalam

Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mendefinisikan hutan

adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam

hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang

satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kehutanan adalah

system pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil

hutan yang diselenggarakan secara terpadu.

7

C. Fungsi Hutan

Hutan merupakan faktor penting yang ikut menentukan keadaan iklim serta

lingkungan hidup global. Salah satu eksistensi dari hutan, memainkan peranan

yang besar dalam proses pembersihan udara, serta mengurangi pemanasan bumi

yang diakibatkan aneka polusi, akibat kemajuan industri negara maju. Bila

pengelolaan hutan dilakukan secara bijaksana dengan menjaga kelestariannya,

maka akan terjadi keseimbangan lingkungan hidup dan stabilitas iklim secara

global. Kehadiran hutan memberikan fungsi yang penting yang menjadi penentu

bagi perlindungan ruang hidup manusia dan bagi dasar alamiah kegiatan

perekonomian Indonesia (Soemarwoto dkk, 1992).

Berdasarkan fungsi utama hutan, Indriyanto (2008) menyebutkan hutan di

Indonesia dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu hutan lindung, hutan produksi,

dan hutan konservasi.

1. Hutan lindung adalah kawasan yang mempunyai fungsi pokok sebagai per-

lindungan sistem peyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah

banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara

kesuburan tanah. Apabila hutan lindung diganggu, maka hutan tersebut akan

kehilangan fungsinya sebagai pelindung, bahkan akan menimbulkan bencana

alam, seperti banjir, erosi, maupun tanah longsor. Namun, ada di antara hutan

lindung karena keadaan alamnya memungkinkan dalam batas-batas tertentu

masih dapat dipungut hasilnya dengan tidak mengurangi fungsinya sebagai

hutan lindung.

8

2. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok mem-

produksi hasil hutan. Hasil utama dari hutan produksi berupa kayu, sedangkan

hasil hutan lainnya disebut hasil hutan nirkayu yang mencakup rotan, bambu,

tumbuhan obat, rumput, bunga, buah, biji, kulit kayu, daun lateks, resin, dan

zat ekstraktif lainnya berupa minyak.

3. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang

mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa

serta ekosistemnya. Hutan konservasi dikelompokkan menjadi tiga jenis

berdasarkan fungsinya, yaitu hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan

taman buru.

D. Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan

Struktur tegakan dan komposisi jenis merupakan dua hal yang harus diketahui

dalam memahami dinamika suatu hutan (Shugart dan West, 1981 dalam

Favrichon, 1998). Untuk mengetahui komposisi jenis disuatu daerah, maka di

perlukan sifat-sifat suatu jenis seperti penyebaran, fisiologi dan bentuk reproduksi

(Sugden, 1983).

Komposisi jenis merupakan suatu variasi jenis tumbuhan penyusun suatu

komunitas dari komposisi jenis ini dapat diketahui jenis-jenis tumbuhan utama

penyusun suatu tegakan maupun jenis-jenis yang jarang ditemukan. Richard

(1966) menggunakan istilah komposisi jenis untuk menyatakan keberadaan jenis-

jenis pohon di dalam hutan.

9

Pengetahuan komposisi jenis dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam

pengelolaan hutan. Samingan (1976) menjelaskan dalam rangka pemanfaatan

hutan perlu diketahui komposisi jenis pada tingkat pancang, tiang, dan pohon.

Selain itu, Soerianegara dan Indrawan (1984) mengemukakan bahwa pentingnya

mengetahui komposisi. Selanjutnya dikatakan bahwa komposisi hutan alam

merupakan salah satu aspek ekologi yang penting bagi pengetahuan pengelolaan

hutan.

Tegakan atau tegakan hutan merupakan suatu areal hutan beserta pepohonan yang

mendapat pemeliharaan sama. Menurut Baker et al. (1979) yang dikutip oleh

Indriyanto (2008) tegakan dapat didefinisikan sebagai suatu unit pengelolaan

hutan agak homogen dan dapat dibedakan secara jelas dengan tegakan di

sekitarnya oleh umur, komposisi jenis, struktur hutan, tempat tumbuh, dan

keadaan geografinya. Berdasarkan komposisi jenisnya, tegakan hutan dapat

dibagi menjadi dua, yaitu tegakan murni dan campuran.

1. Tegakan murni adalah tegakan hutan yang memiliki pohon dominan dan pohon

kodominan berjenis sama dalam jumlah lebih besar atau sama dengan 90%.

2. Tegakan campuran adalah tegakan hutan yang memiliki pohon dominan dan

pohon kodominan dengan jenis berbeda dalam jumlah lebih besar dari 10%.

E. Penyebaran Pohon dan Permudaan Alam

Penyebaran permudaan baik pada tingkat semai, pancang, maupun tiang berbagai

jenis pohon tergantung pada jenis individu pada fase pohon tersebut beradaptasi

dengan lingkungannya. Permudaan alam adalah pengadaan tegakan baru dalam

10

peremajaan hutan secara alami, tanpa dilakukan campur tangan manusia.

Permudaan alam terdiri dari (Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, 1993):

1. Permudaan tingkat semai adalah permudaan yang tingginya 0,3 m—1,5 m.

2. Permudaan tingkat pancang adalah permudaan yang berukuran tinggi lebih dari

1,5 m dengan diameter kurang dari 10 cm.

3. Permudaan tingkat tiang adalah pohon muda yang berdiameter 10—19 cm.

Proses permudaan alam pada hutan yang masih utuh belum banyak diteliti,

berbagai jenis pohon masing-masing memerlukan keadaan lingkungan yang

berbeda. Berbagai masalah pelaksanaan regenerasi alam hutan tropika basah

(Richard, 1966) antara lain:

1. Umur rata-rata berbagai jenis pohon dalam berbagai lapisan (strata) hutan

sebelum mati secara alami.

2. Struktur dan penyebaran kelas umur jenis pohon yang berkuasa (dominan).

3. Riap pertumbuhan pohon tersebut pada berbagai fase mulai dari semai,

pancang, tiang, pohon muda, dan pohon tua.

4. Kematian alami yang terbesar pada umur tertentu yang disebabkan persaingan

tumbuh.

5. Kemungkinan terjadinya perubahan susunan jenis pohon di hutan tropika

basah.

Pertumbuhan dan perkembangan permudaan pada dasarnya berbeda dari satu

tempat ke tempat lainnya, sesuai dengan karakteristik dan tingkat keberadaan

tegakan hutan. Permudaan alam merupakan salah satu aspek ekologi hutan yang

cukup besar peranannya terhadap pembentukan struktur tegakan hutan, karena

11

akan menentukan tingkat pertumbuhan dan perkembangan tegakannya sesuai

dengan perubahan dimensi ruang dan waktu pada komunitas atau vegetasi hutan

yang bersangkutan (Whitmore, 1975).

Pola penyebaran vegetasi termasuk salah satu aspek yang penting dari ekologi dan

merupakan sifat dasar dari suatu organisme. Bentuk sebaran organisme mengikuti

3 pola yaitu pola acak (random), berkelompok (agregat), dan teratur (uniform).

Pola penyebaran secara acak disebabkan oleh keseragaman faktor lingkungan dan

atau pola tingkah laku yang tidak selektif, sedangkan penyebaran tidak acak

disebabkan oleh pembatas faktor-faktor lingkungan (Ludwig & Reynold, 1988).

Dengan demikian tumbuhan mempunyai toleransi yang sangat nyata dengan hal

tempat tumbuh dalam hal penyebaran jenis, kerapatan, dan dominasinya. Jenis

tumbuhan yang dominan merupakan jenis yang telah mampu menyesuaikan diri

terhadap pengaruh faktor lingkungan yang ada pada habitatnya (Soerianegara dan

Indrawan, 1984).

Dominasi suatu jenis terhadap jenis-jenis lain di dalam tegakan dapat dinyatakan

berdasarkan besaran sebagai berikut.

1. Banyaknya individu dan kerapatan.

2. Persen penutup tajuk dan luas bidang dasar (basal area).

3. Volume.

4. Biomassa.

5. Indeks nilai penting.

12

Jenis dominan merupakan jenis yang mempunyai indeks nilai penting tertinggi di

dalam lingkungan yang ditempati. Nilai indeks penting relatif tersebut merupakan

suatu pendekatan nilai penguasaan ekologis suatu jenis terhadap lingkungan

komunitasnya. Besarnya nilai tersebut dapat berdasarkan satu atau lebih dari

nilai-nilai frekuensi kerapatan, luas bidang dasar batang ataupun luas penutupan

tajuknya (Whittaker, 1975).

F. Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi

vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan.

Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan

tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter, dan

tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan

tersebut. Berdasarkan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif

tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.

Greigh-Smith (1983), dalam Heriyanto (2003), menyatakan bahwa dengan

analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan

komposisi suatu komunitas tumbuhan.

1. Komposisi Jenis

Untuk mengetahui komposisi tumbuhan pada berbagai tipe hutan dapat dilakukan

dengan analisis vegetasi sehingga diperoleh besaran Indeks Nilai Penting (INP)

dari setiap fase pertumbuhan. Nilai INP merupakan hasil penjumlahan dari

13

dominansi relatif, kerapatan relatif, dan frekuensi relatif untuk fase pohon, tiang,

dan pancang. INP untuk fase semai berupa penjumlahan kerapatan relatif dengan

frekuensi relatif untuk fase semai (Kuswanda dan Antoko, 2008).

a. Densitas

Densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume, dengan

kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang.

Istilah yang mempunyai arti sama dengan densitas dan sering digunakan untuk

kepentingan analisis komunitas tumbuhan adalah kerapatan yang diberi notasi

K (Indriyanto, 2006).

b. Frekuensi

Menurut Kusmana (1997) frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak

contoh tempat ditemukannya spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat.

Biasanya frekuensi dinyatakan dalam besaran presentase. Apabila pengamatan

dilakukan pada petak-petak contoh, makin banyak petak contoh yang di

dalamnya ditemukan suatu spesies, berarti makin besar frekuensi spesies

tersebut. Sebaliknya, jika semakin sedikit petak contoh yang di dalamnya

ditemukan suatu spesies, makin kecil frekuensi spesies tersebut.

c. Luas Penutupan

Luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi

oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Luas penutupan dapat

dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk atau luas bidang dasar

(Indriyanto, 2006).

14

d. Indeks Nilai Penting

Indeks nilai penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif

yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi spesies-spesies dalam

suatu komunitas tumbuhan spesies-spesies yang dominan dalam suatu

komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga

spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang

paling besar (Indriyanto, 2006).

Terbukanya kanopi merupakan titik kritis bagi permudaan alam dari banyak

jenis tumbuhan yang membentuk tajuk hutan. Cahaya matahari yang langsung

menembus lantai hutan dapat mempengaruhi pertumbuhan jenis-jenis

tumbuhan, terutama tumbuhan dengan tingkat yang rendah (pancang, semai).

Pembukaan kanopi di hutan akan menyajikan satu atau beberapa habitat bagi

jenis tumbuhan pionir karena permudaan dan per-tumbuhan dibatasi oleh

adanya naungan.

Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak

pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara

(1978) petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun

berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak

2. Struktur Tegakan

Pengertian struktur vegetasi dapat berlainan tergantung kepada tujuan penggunaan

istilah tersebut. Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) menyatakan struktur

vegetasi adalah organisme dalam ruang dan individu-individu yang membentuk

15

suatu tegakan dengan elemen-elemen primer seperti bentuk hidup, stratafikasi dan

penutupan tajuk. Struktur tegakan dapat ditinjau dari dua arah yaitu struktur

tegakan vertikal dan horizontal. Struktur tegakan vertikal oleh Richard (1966)

dinyatakan sebagai sebaran jumlah pohon dalam berbagai tajuk, sedangkan Husch

et al. (1982) menyatakan bahwa struktur tegakan horizontal merupakan istilah

untuk menggambarkan sebaran jenis pohon dengan dimensinya, yaitu diameter

pohon dalam suatu kawasan hutan.

Struktur tegakan hutan secara umum dicirikan oleh kerapatan pohon, penutupan

atau luas bidang dasar tegakan, penyebaran kelas diameter maupun penyebaran

jenis dalam ruang. Suhendang (1985) dalam Rahayu (2006) menyatakan bahwa

struktur tegakan hutan merupakan hubungan fungsionil antara kerapatan pohon

dengan diameternya. Oleh karenanya, struktur tegakan akan dapat dipakai untuk

menduga kerapatan pohon pada berbagai kelas diameternya apabila dugaan

parameter struktur tegakan dan jumlah pohon secara total diketahui.

Menurut Vickery (1984) yang dikutip oleh Indriyanto (2006) stratifikasi atau

pelapisan tajuk merupakan susunan tetumbuhan secara vertikal di dalam suatu

komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Stratifikasi pada ekosistem hutan

hujan tropis terkenal dan lengkap. Menurut Indriyanto (2006) stratifikasi yang

terdapat pada hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi lima stratum berurutan dari

atas ke bawah, yaitu.

a. Stratum A (A-storey) yaitu lapisan tajuk hutan paling atas yang di bentuk oleh

pohon-pohon yang tingginya lebih dari 30 m.

16

b. Stratum B (B-storey) yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh

pohon-pohon yang tingginya mencapai 20—30 m.

c. Stratum C (C-storey) yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh

pohon-pohon yang tingginya mencapai 4—20 m.

d. Stratum D (D-storey) yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh

spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1—4 m. Pada stratum ini

juga dibentuk oleh spesies-spesies pohon yang masih muda atau dalam fase

anakan (seedling) terdapat palma-palma kecil, herba besar, dan paku-pakuan

besar.

e. Stratum E (E-storey) yaitu tajuk paling bawah (lapisan kelima dari atas) yang

dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan penutup tanah (ground cover) yang

tingginya 0—1 m. Keanekaragaman spesies pada stratum E lebih sedikit

dibandingkan dengan stratum lainnya.

Menurut Kadri dkk (1992) yang dikutip oleh Indriyanto (2008) klasifikasi pohon

dalam sebuah hutan sangat berguna untuk keperluan pengelolaan hutan itu sendiri.

Klasifikasi pohon dapat didasarkan pada ukuran pohon atau posisi tajuk di dalam

hutan. Berdasarkan posisi tajuknya klasifikasi pohon Kraft dibedakan menjadi 5

kelas (Indriyanto, 2008).

a. Pohon dominan (dominant trees) adalah pohon yaitu pohon yang tajuknya

menonjol paling atas dalam hutan sehingga mendapat cahaya matahari penuh.

Tajuk pohon tumbuh meninggi di atas tingkat kanopi yang umum. Terkadang

terdapat pada tegakan seumur meskipun lebih sering terdapat pada tegakan

tidak seumur yang kondisinya tidak sempurna. Pohon dominan ukurannya

17

paling besar dibandingkan dengan pohon-pohon lain karena kemampuan

bersaing dengan pohon lain cukup besar.

b. Pohon kodominan (codominant trees) adalah pohon yang tidak setinggi pohon

dominan, tetapi masih mendapatkan cahaya penuh dari atas meskipun cahaya

dari samping terganggu oleh pohon dominan. Pohon kodominan bersama

dengan pohon dominan merupakan penyusun kanopi atau tajuk utama suatu

tegakan hutan.

c. Pohon tengahan (intermediate tress) adalah pohon yang tajuknya menempati

posisi lebih rendah dibandingkan pohon dominan dan pohon kodominan.

d. Pohon tertekan (suppressed tress) adalah pohon yang sama sekali ternaungi

oleh pepohonan lain dalam suatu tegakan hutan, sehingga tidak menerima

cahaya yang cukup baik dari atas maupun dari samping.

e. Pohon mati (dead tress) adalah pepohonan yang mati atau dalam proses

kematian. Lambat laun sejumlah besar pohon akan mengalami tekanan dan

akhirnya mati pada tegakan hutan yang memiliki permudaan banyak, tetapi

tidak dikelola dengan baik.

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2015

di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu Taman Nasional Way

Kambas. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Lokasi Penelitian di Resort Margahayu Taman Nasional Way KambasDengan Skala 1:25.000.

19

B. Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kompas, kamera, tali

plastik, patok kayu, hagameter, meteran, dan alat tulis. Bahan yang dipergunakan

sebagai objek penelitian ini berupa permudaan hutan yang ada di SPTN Wilayah

III Kuala Penet Resort Margahayu di zona pemanfaatan TNWK seluas 361 ha.

Sampel penelitian terdiri dari plot untuk penelitian masing-masing fase per-

tumbuhan.

C. Batasan Penelitian

Batasan dari penelitian ini adalah

1. Penelitian dilakukan sesuai kondisi tegakan hutan yang ada di SPTN Wilayah

III Resort Margahayu, yaitu pohon dan permudaannya.

2. Objek penelitian yang diamati yaitu permudaan yang mencakup tingkat semai,

pancang, dan tiang.

3. Lokasi penelitian dilakukan di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort

Margahayu dengan luas 361 ha.

D. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer pada penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung di

lapangan. Data primer yang diambil adalah spesies tegakan, jumlah spesies,

diameter batang (dbh), dan tinggi total pohon.

20

2. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini merupakan data penunjang yang berupa peta

TNWK, status kawasan, deskripsi kawasan, potensi flora, fauna, tanah, topografi,

hidrologi, iklim, dan literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara observasi. Observasi

dilakukan di zona pemanfaatan Resort Margahayu. Penelitian dilakukan dengan

analisis vegetasi menggunakan metode garis berpetak yaitu dengan cara

melompati satu atau lebih petak-petak pada jarak tertentu dengan jarak yang sama.

Luas sampel yang diambil sebesar 361 ha dengan intensitas sampling 0,5% yang

terdiri dari 45 petak ukur, untuk penelitian tiap fase pertumbuhan.

Luas masing-masing plot 20 m x 20 m untuk penelitian fase pohon, 10 m x 10 m

untuk permudaan tiang, 5 m x 5 m untuk permudaan pancang, 2 m x 2 m untuk

permudaan semai. Tata letak petak ukur disusun secara sistematis dengan jarak

antar garis rintis 200 m dan jarak antar petak ukur dalam satu garis rintis 100 m.

21

Gambar 3. Bentuk dan letak petak ukur penelitian tiap fase pertumbuhanberdasarkan metode garis berpetak (Indriyanto, 2006).

Keterangan: Petak A = berukuran 20 m x 20 m untuk penelitian pohon.Petak B = berukuran 10 m x 10 m untuk penelitian tiang.Petak C = berukuran 5 m x 5 m untuk penelitian pancang.Petak D = berukuran 2 m x 2 m untuk penelitian semai.

2. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini berupa data penunjang penelitian menggunakan

metode studi pustaka yang digunakan untuk mencari, menganalisis, mengumpul-

kan, dan mempelajari buku-buku, tulisan umum dan literatur lainnya.

dst sampai plot ke- 45

200 m

22

F. Analisis Data

Setelah data terkumpul, dilakukan analisis data sebagai berikut.

1. Komposisi dan Tingkat Penguasaan Spesies

Untuk menganalisis komposisi dan tingkat penguasaan spesies dilakukan

penghitungan dengan rumus-rumus sebagai berikut

a. Kerapatan

Kerapatan (K) jumlah individu per unit luas atau per unit volume.

Penghitungan kerapatan dapat diketahui berdasarkan rumus berikut.

Ki = Jumlah individu untuk spesies ke – iLuas seluruh petak contoh

KRi = Kerapatan spesies k –i x 100%Kerapatan seluruh spesies

b. Frekuensi

Penghitungan frekuensi setiap jenis tumbuhan dapat diketahui dengan

menggunakan rumus sebagai berikut.

Fi = Jumlah petak contoh ditemukan suatu spesies ke – iJumlah seluruh petak contoh

FRi = Frekuensi spesies ke – i x 100%Frekuensi seluruh petak contoh

c. Luas penutupan (C)

Penghitungan luas penutupan setiap jenis tumbuhan

Ci = Total luas basal area spesies ke – iLuas seluruh petak contoh

CRi = Penutupan suatu spesies ke – i x 100%Penutupan seluruh spesies

d. Indeks Nilai Penting

Penghitungan INP untuk fase pohon, tiang, dan pancang, digunakan rumus:

23

INP= KR + FR + CR

Sedangkan penghitungan INP untuk fase semai digunakan rumus:

INP= KR+FR

Tingkat penguasaan spesies diklasifikasikan menjadi 3 yaitu tinggi/dominan,

sedang, rendah/tidak dominan. Penghitungan tingkat penguasaan spesies

digunakan rumus sebagai berikut.

Interval klas (I) = INP tertinggi – INP terendah3

Keterangan :

Tinggi (dominan) jika INP> (INP terendah + 2I)

Sedang jika INP= (INP terendah + I) – (INP terendah + 2I)

Rendah (tidak dominan) jika INP< (INP terendah + I).

Semakin tinggi nilai kenekaragaman menunjukkan ekosistem tersebut semakin

baik. Sebaliknya, semakin kecil nilai ini mengindikasikan ekosistem sangat

rentan terhadap gangguan hama penyakit.

2. Struktur Tegakan

a. Struktur tegakan horizontal

Husch et al. (1982) menyatakan bahwa struktur tegakan horizontal merupakan

istilah untuk menggambarkan sebaran jenis pohon dengan dimensinya, yaitu

diameter pohon dalam suatu kawasan hutan.

b. Stuktur tegakan vertikal

Struktur tegakan vertikal hutan hujan tropis biasa menunjukan stratifikasi dari

beberapa tingkatan, misalnya A, B, C, D, dan E. Stratum D dan E merupakan

24

tumbuhan bawah dan herba yang hidup dalam naungan pohon-pohon yang

besar.

Menurut Indriyanto (2006) stratifikasi tajuk diklasifikasikan berdasarkan stratum-

stratum yang dibagi menjadi 5 stratum sebagai berikut.

a. Stratum A (A-storey) yaitu lapisan tajuk hutan yang tingginya lebih dari 30 m.

b. Stratum B (B-storey) yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang tingginya

mencapai 20—30 m.

c. Stratum C (C-storey) yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang tingginya

mencapai 4—20 m.

d. Stratum D (D-storey) yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang tingginya

1—4 m.

e. Stratum E (E-storey) yaitu lapisan kelima dari atas yang tingginya 0—1 m.

Klasifikasi pohon berdasarkan posisi tajuk adalah (Indriyanto, 2008).

a. Pohon dominan adalah pohon-pohon dengan tajuk lebar di atas lapisan tajuk,

menerima sinar matahari dari atas dan sebagian dari samping.

b. Pohon kodominan adalah pohon-pohon dengan tajuk besar pada lapisan tajuk,

menerima sinar matahari langsung dari atas dan sebagian dari samping.

c. Pohon tengahan adalah pohon dengan bagian besar tajuk di bawah lapisan

tajuk atau terjepit, menerima sebagian sinar matahari dari atas dan sebagian

kecil atau tidak sama sekali dari samping.

d. Pohon tertekan adalah pohon dengan tajuk dinaungi pohon besar dan tidak

menerima sinar matahari sepenuhnya, baik dari atas maupun dari samping.

Pohon mati adalah pepohonan yang mati atau dalam proses kematian.

25

3. Permuadaan Alam Hutan

Proses permudaan alam hutan merupakan aspek ekologi yang cukup besar

peranannya terhadap pembentukan struktur dan komposisi jenis tegakan hutan.

Permudaan alam terdiri dari tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon yang

menggambarkan suatu kerapatan pada setiap fase pertumbuhan.

Menurut Whitmore (1975) bahwa permudaan alam dalam komunitas hutan salah

satunya dipengaruhi oleh kemampuan jenis tersebut untuk masuk kedalam tingkat

pancang dari tingkat semai. Tingginya kekayaan jenis pada tingkat pancang ini

merupakan hal yang sangat baik karena permudaan tingkat pancang inilah yang

akan menggantikan permudaan tingkat pohon dan tingkat tiang. Permudaan

tingkat pohon dan tingkat tiang umumnya diisi oleh jenis-jenis pohon pionir yang

berumur pendek dan setelah pohon tersebut mati, maka permudaan tingkat

pancang yang akan menggantikan dan mendominasi kawasan tersebut.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas

Secara administrasi TNWK terletak di Kabupaten Lampung Timur dengan daerah

penyangga yang berbatasan dengan Kabupaten Tulang Bawang, Lampung Tengah

dan Lampung Timur, 10 Kecamatan dan 37 Desa. TNWK terletak diwilayah

bagian timur Propinsi Lampung, antara 4º37’—5º16’ Lintang Selatan dan 105º54’

Bujur Timur atau dengan UTM 9.420.000—9.490.000 dan 560.000—600.000.

Berdasarkan hasil pengukuran dan pengukuhan batas kawasan oleh Sub Balai

Inventarisasi dan Pemetaan Hutan (SBIPH), luas kawasan TNWK adalah

125.621,30 ha yang terbagi menjadi tiga wilayah Seksi Pengelolaan Taman

Nasional (SPTN) antara lain sebagai berikut.

1. SPTN Wilayah I Way Kanan, terdiri dari Resort Pengelolaaan Taman Nasional

(RPTN) Kuala Kambas, RPTN Wako dan RPTN Way Kanan.

2. SPTN Wilayah II Bungur, terdiri dari RPTN Toto Projo, RPTN Umbul Salam,

RPTN Rantau Jaya Ilir, dan RPTN Cabang.

3. SPTN Wilayah III Kuala Penet, terdiri dari RPTN Kuala Penet, RPTN

Margahayu, RPTN RPTN Bunder dan RPTN Susukan Baru.

Wilayah TNWK secara keseluruhan masuk kedalam administrasi Kabupaten

Lampung Timur dengan proporsi luas wilayah sekitar 30% dari luas total

27

kabupaten tersebut. Luas TNWK telah dilakukan secara menyeluruh dengan

jumlah total pal batas 514 buah (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).

Berikut peta administrasi Kabupaten Lampung Timur dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Peta administrasi Kabupaten Lampung Timur.

B. Hidrologi

Daerah aliran sungai Taman Nasional Way Kambas termasuk ke dalam sub-DAS

Kambas-Jepara. Sungai-sungai yang terdapat di dalam kawasan dan sekitarnya

umumnya beraliran lambat, hal tersebut dimungkinkan dengan posisi dataran pada

ketinggian kawasan antara 0—50 mdpl. Berdasarkan aliran sungai, terdapat tiga

kelompok aliran besar sungai yang semuanya bermuara di Laut Jawa.

28

1. Daerah selatan kelompok sungai yang aliran airnya bergabung dengan Sungai

Penet

2. Daerah tengah kelompok sungai yang bergabung dengan Sungai Way Kanan

dan Wako

3. Daerah utara yaitu kelompok sungai yang alirannya bergabung dengan Sungai

Pegadungan yang berada di sebelah utara.

Sebagian besar kondisi sungai yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas

merupakan aliran semi-permanen. Sedangkan, beberapa sungai yang memiliki

aliran permanen yaitu Way Kanan, Wako, Way Penet, dan Way Pegadungan.

Selain itu, aliran sungai tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang surut laut (Balai

Taman Nasional Way kambas, 2006).

C. Topografi

Pada umumnya kondisi topografi Taman Nasional Way Kambas relatif datar dan

sedikit bergelombang dibagian timur dengan ketinggian 0—50 mdpl. Daerah

yang mempunyai ketinggian 50 m adalah sekitar wilayah Resort Pengelolaan

Taman Nasional Susukan Baru dan Plang Hijau. Bagian timur kawasan TNWK

merupakan daerah lembah yang terpotong oleh sungai-sungai yang menyebabkan

terbentuknya topografi bergelombang. Pada saat musim hujan, lembah-lembah ini

biasanya terisi oleh air dan pada bagian lembah yang agak dalam air menggenang

sepanjang tahun. Daerah ini dapat dijumpai pesisir garis pantai di sekitar Kuala

Penet (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).

29

D. Geologi dan Tanah

Kawasan TNWK merupakan kawasan rawa terbesar di dataran bagian Timur

Sumatera dan mempunyai komposisi geologi yang masih muda. Daerah rawa

yang ada di pedalaman sekitar lima sampai 20 km dari pantai kemungkinan terjadi

pada beberapa ratus sampai beberapa ribu tahun yang lalu.

Perkembangan utama pelapisan tanah atau latosol kemungkinan terjadi pada masa

25.000 sampai 18.000 tahun lalu ketika tinggi permukaan laut 120 m di bawah

tinggi permukaan laut sekarang. Sebelumnya semua dataran Sunda termasuk

Malaya, Sumatera, Jawa dan Borneo merupakan satu dataran besar yang

dipisahkan oleh sungai-sungai yang panjang dan luas dari pegunungan tinggi

sampai Laut Cina. Selanjutnya sekitar 18.000 tahun yang lalu permukaan laut

mulai meningkat membanjiri dataran Sunda dan memisahkan dataran besar

dengan laut yang luas menjadi pulau-pulau seperti sekarang ini.

Selanjutnya erosi pegunungan dan penggenangan air pada pantai memegang

peranan penting dalam perkembangan rawa-rawa dan sekitar 12.000 sampai 8.000

tahun yang lalu permukaan laut naik menjadi pada level sekarang dan mungkin

beberapa meter lebih tinggi tepian sungai dan bukit pasir di pesisir menghalangi

sungai dan menyebabkan pengendapan dari lempung sungai dan lempung laut

menyebabkan pertumbuhan yang cukup luas di bagian Timur Sumatera.

Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Penelitian Tanah tahun 1979, jenis tanah

yang berada pada Kawasan TNWK didominasi oleh kombinasi podsolik coklat

kuning, podsolik merah kuning, asosiasi aluvial, hidromorf dan glei humus

30

lacustrin. Daerah sungai terisi oleh aluvial hidromorf dan regosol pasir coklat

keabuan. Jenis tanah podsolik merah kuning dapat ditemukan di daerah yang

berdrainase baik, sedangkan podsolik coklat kuning menunjukkan daerah yang

berdrainase kurang baik. Tanah di kawasan TNWK telah mengalami dua kali

perubahan fisik yang penting.

Pertama pada tahun 1883, letusan Gunung Krakatau menyebarkan lebih dari lima

cm abu vulkanik di atas seluruh areal bagian selatan kawasan. Kedua, akibat

kegiatan logging di seluruh kawasan TNWK sekitar 20—30 tahun terakhir

menyebabkan terjadinya degradasi tanah. Penggunaan peralatan berat telah

mengubah kapasitas penyimpanan air, kandungan humus dan tingkat penyerapan

air oleh tanah (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).

E. Iklim dan Curah Hujan

Curah hujan di musim kemarau dari April—Mei dan Oktober—November sangat

bervariasi, sedangkan dimusim penghujan hanya sedikit variasinya. Selama

musim kemarau, seluruh kawasan menerima curah hujan rata-rata sekitar 2.000

mm per tahun, yang berarti sedikit dibawah rata-rata curah hujan dikawasan

pegunungan Sumatera yang berkisar 4.500—5.000 mm per tahun. Rata-rata curah

hujan pada periode antara 1975—1984 adalah 2.496 mm per tahun. Curah hujan

maksimum adalah 3.448 m dan minimum adalah 1.548 mm pada tahun 1977.

Rata-rata dalam satu periode, musim kemarau adalah tiga bulan, sedangkan

musim penghujan adalah delapan bulan. Bulan Agustus dan September adalah

musim kemarau terburuk. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson,

31

kawasan TNWK dan sekitarnya termasuk dalam tipe iklim B dengan musim

kemarau secara umum berlangsung selama dua bulan, dapat berlangsung sampai

enam bulan (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).

F. Suhu dan Kelembaban

Suhu dan kelembaban berbeda satu dengan yang lain, tergantung pada tipe

vegetasi. Terdapat sedikit variasi musim baik pada musim kemarau maupun

musim penghujan pada daerah hutan primer, namun pada kawasan terbuka seperti

alang-alang dan hutan sekunder terjadi variasi yang cukup tinggi. Demikian juga

untuk variasi suhu hariannya, pada siang hari suhu relatif lebih tinggi di-

bandingkan di malam hari. Suhu yang tinggi ini menyebabkan vegetasi alang-

alang cepat berkurang kandungan airnya sehingga mudah sekali terbakar (Balai

Taman Nasional Way Kambas, 2006).

G. Flora

Kawasan TNWK memiliki spektrum ekosistem yang besar, didalamnya terdapat

formasi-formasi hutan yang terdiri dari lima tipe ekosistem utama yaitu hutan

dataran rendah, ekosistem rawa, hutan payau/mangrove, pantai dan ekosistem

riparian. Selain itu, dapat pula dijumpai suatu daerah dengan dominasi vegetasi

alang-alang dan semak belukar (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2006).

1. Hutan hujan dataran rendah pada tipe ekosistem ini, dapat dijumpai jenis-

jenis antara lain seperti neriung (Trema orientalis), Malotus paniculatus,

32

beringin hutan (Ficus fistula), Shorea sp., sempur (Dillenia exelsa), keruing

(Dipterocarpus sp.), puspa (Schima wallichii), dan Adina polycephala.

2. Hutan Pantai: ekosistem hutan pantainya ditandai adanya tumbuhan antara

lain jenis Cyperus sp, Fimbristylism sp, dan Ipomea pescaprae. Ke arah

daratan dapat ditemukan asosiasi baringtonia, termasuk cemara pantai

(Casuarina equisetifollia), ketapang (Terminalia catapa), nyamplung

(Callophyllum inophylum), kelapa (Cocos nucifera) pandan (Pandanus

tectorius) dan Widelia biflora.

3. Hutan Mangrove: pada daerah dengan tipe ekosistem hutan mangrove

didominasi oleh jenis api-api (Avicennia officinalis), Rhizophora dan

Bruguiera. Pada batas antara hutan mangrove dan batas tertinggi pasang

surut dari estuaria sungai-sungai besar, didominasi oleh jenis nipah (Nypa

fruticans). Sementara di sekitar sungai lainnya dapat dijumpai kelompok

nibung (Oncosperma tigillarium).

4. Hutan Rawa: pada tipe ekosistem hutan rawa dapat dijumpai sebagian jenis-

jenis vegetasi yang ada di daerah kering. Beberapa jenis yang khas di sini

antara lain Melaleuca leucadendron, merbau (Intsia palembanica), rengas

(Gluta renghas), pulai (Alstonia skolaris), Randia patulata, mahang

(Macaranga sp.) dan Scleria purpurescens. Selain itu di daerah ini juga

dapat dijumpai jenis-jenis palem antara lain Aren (Arenga pinnata), Licuala

sp, serdang (Livistonia rotundifolia) dan Metroxylon elatum.

5. Hutan Riparian: pada tipe ekosistem hutan riparian jenis-jenis yang biasa

dijumpai antara lain Ficus retusa, rengas (Gluta renghas) dan waru (Hibiscus

tiliaceus).

33

6. Hutan Sekunder: di hutan sekunder jenis floranya didominasi oleh jenis

damar (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), sempur (Dillenia excelsa)

dan puspa (Schima wallichii).

H. Vegetasi Hutan

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa

jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Vegetasi di suatu tempat akan

berbeda dengan vegetasi di tempat lain karena berbeda pula faktor lingkungannya.

Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai

dengan keadaan habitatnya. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari

susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan seperti.

1. Mempelajari tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaannya.

2. Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah

adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali

permudaan pohon hutan, padang rumput atau alang-alang dan vegetasi semak

belukar.

I. Pengelolaan Taman Nasional

Berdasarkan wilayah pemangkuan pengelolaan, Kuala Penet termasuk ke dalam

Wilayah Resort Pengelolaan Taman Nasional/RPTN Kuala Penet, Seksi

Pengelolaan Taman Nasional/SPTN Wilayah III Kuala Penet.

Terkait Rencana Strategis Tahun 2010—2014. TNWK memiliki kegiatan

pengelolaan taman nasional. Pengelolaan yang dapat dilakukan di antaranya

34

dengan menerapkan teknik silvikultur. Penerapan teknik silvikultur di TNWK

perlu mendapatkan penyesuaian dengan konsep pembangunan taman nasional.

Konsep pembangunan taman nasional yang dimaksud merupakan konsep

pembangunan terpadu yang menyeluruh. Konsep tersebut perlu memper-

timbangkan seluruh komponen sumber daya alam dan ekosistemnya serta

komponen masyarakat yang berada di sekitarnya. Hal tersebut dilakukan untuk

memadukan aspek manfaat dan kepentingan taman nasional.

1. Penyusunan rencana pelaksanaan pengadaan dan pemeliharaan tanaman di

SPTN Wilayah III Kuala Penet

2. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman di dalam pengelolaan tanaman taman

nasional

a. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman dalam reboisasi lahan terdegradasi.

b. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman di hutan pendidikan lingkungan.

c. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman di pembibitan masyarakat sekitar

kawasan TNWK.

d. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman di areal bekas kebakaran hutan.

3. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman terkait dengan pengelolaan satwa liar di

TNWK.

4. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman terkait dengan tarif pelayanan

pengunjung.

5. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman dalam upaya perlindungan dan

pengamanan hutan.

6. Pengadaan dan pemeliharaan tanaman terkait dengan pembinaan dan

pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan.

35

J. Sejarah Kerusakan atau Perambahan di Taman Nasional

Perambahan lahan hutan, pencurian sumberdaya alam hayati dan permukiman liar

merupakan permasalahan utama yang dihadapi oleh pihak pengelola kawasan

TNWK dan merupakan ancaman sangat serius bagi kelestarian ekosistem

kawasan. Kasus pelanggaran dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang

berarti, dimana pada tahun 1998 hanya ditemukan lima kasus menjadi 120 kasus

pada tahun 2004. Penebangan liar menempati posisi pertama dari sejumlah kasus

pelanggaran (147 kasus) sejak tahun 1998 sampai dengan 2004. Perladangan liar

dari penelitian Arief (2001), diketahui terdapat enam desa yang melakukan

kegiatan perambahan kawasan yaitu Desa Bumi Jawa, Taman Endah, Raja Basa

Lama, Labuhan Ratu Enam, Rantau Jaya Udik, dan Sukadana, dimana empat desa

terakhir adalah desa tua yang sudah tercantum namanya pada peta Sumatera tahun

1901. Kegiatan perambahan dilakukan oleh penduduk dari desa tersebut dengan

tujuan meningkatan taraf hidup mereka yang relatif di bawah garis kemiskinan

dan keadaan luasan lahan di desa mereka yang sudah tidak memadai lagi.

Kegiatan perladangan di dalam kawasan juga dipicu oleh adanya konflik lahan

yang menurut anggapan masyarakat bahwa lahan di dalam kawasan adalah milik

adat.

Kegiatan perambahan yang dilakukan dalam kawasan secara langsung maupun

tidak langsung akan berpengaruh terhadap luasan habitat badak Sumatera.

Apabila badak Sumatera masih dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu,

kegiatan perambahan juga akan berdampak pada jumlah populasi, demografi dan

perilaku. Hal tersebut disebabkan karena badak sumatera merupakan satwa yang

36

sangat sensitif terhadap keberadaan manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan

upaya menghambat perladangan agar tidak terus meluas dan menghentikannya

bila memungkinkan, sehingga habitat meluas kembali dan populasi badak

Sumatera dapat bertahan dalam jangka waktu lama.

1. Permukiman Liar

Di dalam kawasan ditemukan dua lokasi permukiman liar yang termasuk besar

dan relatif sudah semi permanen oleh masyarakat nelayan, yaitu di daerah Resort

Wako dan Kuala Kambas. Areal permukiman tersebut tepatnya berada di daerah

Kuala Kambas dengan luas ±106 hektar. Permukiman liar terbesar dijumpai di

daerah Sekapuk dengan luas areal diperkirakan 100 ha dengan jumlah

permukiman mencapai 150 Kepala Keluarga (KK). Luas areal permukiman liar di

daerah Kuala Kambas relatif kecil, tetapi jumlah permukimannya relatif cukup

besar, yaitu sebanyak 71 KK. Sedangkan di daerah Kuala Wako dan Wako

Gubuk luasannya relatif sangat kecil, yaitu masing-masing dua dan satu hektar,

dengan jumlah pemukim masing-masing 25 dan 15 KK (Arief, 2001).

2. Penebangan Liar

Penebangan liar di dalam kawasan TNWK merupakan salah satu bentuk ancaman

terbesar kelestarian habitat badak Sumatera dan ekosistem hutan. Kegiatan

tersebut umumnya dijumpai hampir di seluruh kawasan dengan intensitas terbesar

di daerah sebelah barat dan utara kawasan. Aktivitas penebangan liar dilakukan

oleh masyarakat dengan tujuan sebagai sumber bahan bakar kayu, bahan

37

bangunan yang digunakan sendiri (seperti rumah, bagang, kapal) dan tujuan

komersial.

3. Perburuan liar

Perburuan liar merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat

guna memenuhi kebutuhan protein hewaninya. Namun demikian di lapangan

ditemukan aktivitas perburuan liar tersebut dilakukan untuk pemenuhan hobi

berburu oleh oknum TNI dan anggota masyarakat tertentu yang berasal jauh dari

kawasan taman nasional. Jenis satwa yang umumnya diburu oleh masyarakat

adalah rusa, babi dan mentok rimba. Namun demikian di lapangan ditemukan

juga jenis jerat untuk memburu harimau, gajah sumatera dan badak sumatera.

4. Pencurian Getah Meranti (Shorea leprosula)

Pencurian getah meranti merupakan salah satu sumber gangguan yang tingkatnya

dapat dikatakan relatif sedang terhadap habitat dan populasi badak sumatera. Hal

tersebut bukan disebabkan karena jumlah getah yang diambil, melainkan teknik

pengambilan yang didahului oleh pembakaran agar lebih mudah memperoleh

getahnya. Dampak dari pembakaran tersebut di atas dapat menjadi ancaman

terhadap kelestarian habitat badak sumatera, karena dalam beberapa kasus pelaku

pengambilan getah meninggalkan begitu saja lokasi pengambilan tanpa terlebih

dahulu memadamkan api. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu sering

terjadinya kebakaran dalam kawasan.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan sebagai berikut.

1. Terdapat 32 spesies tumbuhan di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort

Margahayu, dengan INP yang menunjukkan bahwa jenis berasan, kopen,

puspa, sempu, sonokeling, dan tiga urat mendominasi dalam kawasan,

sedangkan jenis belimbingan, bungur, keteja, mahoni, tutup, dan waru

memiliki tingkat penguasaan paling rendah.

2. Struktur tegakan secara horizontal menunjukkan bahwa tegakan didominansi

oleh tumbuhan dengan diameter <10 cm dan semakin berkurang pada

diameter 10-<20 cm sampai>60 cm. Sedangkan struktur tegakan vertikal

menunjukkan bahwa tegakan didominansi oleh stratum C sebanyak 28 jenis,

diikuti stratum D (22) jenis, stratum E (18) jenis, dan stratum B satu jenis.

3. Kondisi permudaan alam di SPTN Wilayah III Kuala Penet Resort Margahayu

menunjukkan kondisi hutan normal, karena tingkat kerapatan didominansi

oleh fase semai, diikuti pancang, tiang dan pohon dengan bentuk kurva

menyerupai huruf “J” terbalik.

55

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai permudaan alami hutan

sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan atas kebijakan dan kegiatan

pengelolaan di TNWK.

2. Diperlukan kegiatan reboisasi dan rehabilitasi dengan mengutamakan jenis-

jenis endemik yang dapat bermanfaat sebagai pakan alami bagi satwa dalam

TNWK.

3. Kegiatan evaluasi kondisi permudaan alam dan tegakan harus dilakukan secara

berkala untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan

konservasi di TNWK.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Buku. Kanisius. Yogyakarta. 180 p.

Balai Taman Nasional Way Kambas. 2006. Zonasi Taman Nasional Way Kambas.Buku. Taman Nasional Way Kambas. Lampung Timur. 13 p.

_____________________________. 2010. Rencana Pengelolaan danPengembangan Objek Wisata di Taman Nasional Way Kambas. LaporanBalai Taman Nasional Way Kambas. Kerjasama Balai Taman Nasional WayKambas dan Unila. Bandar Lampung. 68 p.

_____________________________. 2011. Rencana Strategi Taman NasionalWay Kambas Tahun 2010-2014. Lampung.

Direktorat Jendral Pengusahaan Hutan. 1993. Pedoman dan Petunjuk TeknisTebang Pilih Tananam Indonesia (TPTI) Pada Hutan Alam Daratan.Departemen Kehutanan. Jakarta.

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Buku. Bumi Aksara. Jakarta.208 p.

Favrichon, V. 1998. Modelling the dynamics and species composition of atropical mixed-species uneven-aged natural forest: effect of alternativecutting regimes. Forest Science. 44 (1): 113 – 124.

Harianja, H. C. 2012. Potensi Permudaan Alam Eboni (Diospyros celebica bakh.)di Kawasan Hutan Palanro Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros. Skripsi.Universitas Hasanuddin. Makassar. 53 p.

Heriyanto, N.M. dan R. Garsetiasih. 2007. Komposisi jenis dan struktur tegakanhutan rawa gambut di kelompok hutan sungai belayan-sungai kedangkepala, Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur. Info Hutan IV (2): 213-221.

Heriyanto, N.M. 2003. Komposisi dan struktur tegakan hutan bekas terbakar diBerau, Kalimantan Timur. Buletin Penelitan Hutan. 639: 21-31.

Hidayat, S. 2014. Kondisi vegetasi hutan lindung Sesaot, Kabupaten LombokBarat, Nusa Tenggara Barat, sebagai informasi dasar pengelolaan kawasan.Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacaea. 3 (2): 97-105.

58

Husch, B., C.I. Miller and T.W. Beers. 1982. Forest Mensuration. 3rd ed. BukuThe Roland Press Co. New York. 402 p.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 198 p.

_________. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta.233 p.

Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Buku. Institut Pertanian Bogor.Bogor. 55 p.

Kusmana, C. dan S. Susanti. 2015. Komposisi dan struktur tegakan hutan alamdi Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Jurnal Silvikultur Tropika.5 (3): 210-217.

Kuswanda, W. dan B.S. Antoko. 2008. Keanekaragaman jenis tumbuhan padaberbagai tipe hutan untuk mendukung pengelolaan zona rimba di TamanNasional Batang Gadis. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.5 (4): 337-354.

Ludwig, J. A. and J. F. Reynold. 1988. Statisticale Ecology A Primer On MethodsComputing. Buku. John Willey and Sons. New York. 13-40 p.

Meyer, H.A., A.B. Recknagel and D.D. Stevenson. 1952. Forest ManagementSecond Edition. Buku. The Ronald Press Company. New York. 290 p.

Mueller-Dombois, D. and H. Ellenberg 1974. Aims and Methods of VegetationEcology. Buku. John Wiley and Sons. New York. 547 p.

Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. (Diterjemahkan olehTjahjono Samingan dan B. Srigandono). Buku. Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta. 697 p.

Pratiwi, Y.Y. 2014. Komposisi dan Struktur Tegakan Zona Pemanfaatan TerbatasSPTN1 Way Kanan, Taman Nasional Way Kambas. Skripsi. UniversitasLampung. Lampung. 63 p.

Rahayu, W. 2006. Suksesi Vegetasi di Gunung Papandayan Pasca LetusanTahun 2002. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 103 p.

Richards, P. W. 1966. The Tropical Rain Forest and Ecological Study. Buku.Cambridge University Press. New York. 575 p.

Samingan, T. 1976. Pemantapan metode pendugaan hasil potensial hutan didalam rangka kelestarian pemungutan hasil hutan. Bulletin PERSAKI XIII.(1): 3-9.

Soemarwoto, O., M. Soerjani, W. Yatim, A.P.S. Sagala dan Skephi, A.H. 1992.

59

Melestarikan Hutan Tropika: Permasalahan, Manfaat, dan Kebijakannya.Buku. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 187 p.

Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1984. Ekologi Hutan Indonesia. Buku. InstitutPertanian Bogor. Bogor. 136 p.

___________________________. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Buku. InstitutPertanian Bogor. Bogor. 123 p.

___________________________. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Buku. InstitutPertanian Bogor. Bogor. 126 p.

Suginingsih. 2008. Bahan Ajar Silvika. Buku. UGM. Yogyakarta. 136 p.

Sugden, A.M. 1983. Determinants of spesies composition in some isolatedneotropical cloud forest. Tropical Rain Forest : Ecology and Management.2 : 43-56.

Suwardi, A. B., E. Mukhtar dan S. Syamsuardi. 2013. Komposisi jenis dancadangan karbon di hutan tropis dataran rendah, Ulu Gadut, SumateraBarat. Berita Biologi. 12 (2): 169—176.

Whitmore, T.C. 1975. Tropical Rain Forests of the Far East ( Capter Two ForestStructure). Edisi 1. Buku. Oxford University Press. London. 376 p.

Whittaker, R, H. 1975. Communities and Ecosystem Second Edition. Buku. Mac.Millan Publishing. New York. 385 p.