perkerasan kaku

33
BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PERKERASAN BETON II.1. UMUM Tanah saja biasanya tidak cukup untuk kuat dan tahan, tanpa adanya deformasi yang berarti terhadap beban roda berulang. Untuk itu perlu adanya suatu lapis tambahan yang terletak antara tanah dan roda, atau lapis paling atas dari badan jalan. Lapis tambahan ini dibuat dari bahan khusus yang terpilih (yang lebih baik), yang selanjutnya disebut lapis keras/perkerasan (pavement) , (Sulaksono, SW, ITB, 2000) . Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repet isi beban lalu-lintas sehingga tanah tadi tidak mengalami deformasi yang berarti (Croney, D, 1977). Perkerasan atau struktur p erkerasan didefenisikan s ebagai struktur yan g terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik (Basuki, H, 1986). Jadi, perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar ( subgrade),  yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas (NAASRA, 1987). Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang b ekerja di atas nya. Kinerja perkerasan jalan dilihat dari kemampuan perkerasan itu menerima  beban berulang yang bekerja di atasnya. Setiap kali muatan lewat, terjadi deformasi pada permukaan perkerasan. Apabila muatan ini berlebihan atau lapisan Universitas Sumatera Utara

Upload: didik-adrianto

Post on 10-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

test

TRANSCRIPT

  • BAB II

    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA

    PERKERASAN BETON

    II.1. UMUM

    Tanah saja biasanya tidak cukup untuk kuat dan tahan, tanpa adanya

    deformasi yang berarti terhadap beban roda berulang. Untuk itu perlu adanya

    suatu lapis tambahan yang terletak antara tanah dan roda, atau lapis paling atas

    dari badan jalan. Lapis tambahan ini dibuat dari bahan khusus yang terpilih (yang

    lebih baik), yang selanjutnya disebut lapis keras/perkerasan (pavement),

    (Sulaksono, SW, ITB, 2000).

    Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang dibuat

    untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban lalu-lintas

    sehingga tanah tadi tidak mengalami deformasi yang berarti (Croney, D, 1977).

    Perkerasan atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri

    dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki

    kualitas yang baik (Basuki, H, 1986). Jadi, perkerasan jalan adalah suatu

    konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi

    untuk menopang beban lalu lintas (NAASRA, 1987).

    Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan

    aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman

    untuk memikul beban yang bekerja di atasnya.

    Kinerja perkerasan jalan dilihat dari kemampuan perkerasan itu menerima

    beban berulang yang bekerja di atasnya. Setiap kali muatan lewat, terjadi

    deformasi pada permukaan perkerasan. Apabila muatan ini berlebihan atau lapisan

    Universitas Sumatera Utara

  • pendukung tersebut kehilangan kekuatannya, pengulangan beban menyebabkan

    terjadinya gelombang atau retakan yang akan berlanjut kepada kualitas keamanan

    dan kenyamanan dalam berkendara (fungsional) dan akhirnya mengakibatkan

    keruntuhan pada badan jalan itu sendiri (struktural/wujud perkerasan).

    Bilamana indeks daya layan jalan (present serviceability index) dari suatu

    perkerasan jalan beton/kaku mencapai tingkat yang tidak dapat

    dipertanggungjawabkan lagi (pt = 2.5 untuk jalan raya utama/arteri, pt = 2.0 untuk

    jalan lalu lintas rendah), perkerasan dapat dibuat kembali (konstruksi ulang), di

    daur-ulang (recycling) atau dapat dilakukan penambahan lapis tambah/pelapisan

    ulang (overlay) di atas perkerasan jalan yang sudah ada (Oglesby, CH, dkk).

    Menurut Yoder, E. J dan Witczak (1975), Pada umumnya jenis konstruksi

    perkerasan jalan ada 2 jenis :

    Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

    Yaitu pekerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.

    Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

    Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland cement) sebagai

    bahan pengikat.

    Selain dari dua jenis perkerasan tersebut, di Indonesia sekarang dicoba

    dikembangkan jenis gabungan rigid-flexible pavement atau composite pavement,

    yaitu perpaduan antara perkerasan lentur dan kaku. Dan tipe inilah yang dibahas

    dalam tugas akhir ini yaitu pelapisan ulang campuran beraspal (AC) di atas

    perkerasan beton.

    Universitas Sumatera Utara

  • II.2. STRUKTUR PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

    Perkerasan kaku/beton didefinisikan sebagai perkerasan yang

    menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton

    dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis

    pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

    Perkerasan kaku adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat dimana

    saat pembebanan berlangsung perkerasan tidak mengalami perubahan bentuk,

    artinya perkerasan tetap seperi kondisi semula sebelum pembebanan berlangsung

    (Basuki, H, 1986). Sehingga dengan sifat ini, maka dapat dilihat apakah lapisan

    permukaan yang terdiri dari pelat beton tersebut akan pecah atau patah.

    Perkerasan kaku ini biasanya terdiri 2 lapisan yaitu:

    Lapisan permukaan (surface course) yang dibuat dengan pelat beton

    Lapisan pondasi (base course)

    Susunan lapisan pada perkerasan kaku umumnya seperti pada gambar

    dibawah ini :

    Gambar 2.1. Struktur Perkerasan Kaku

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.2. Perkerasan Jalan Beton

    Universitas Sumatera Utara

  • Lapisan pondasi atau kadang-kadang juga dianggap sebagai lapisan

    pondasi bawah jika digunakan dibawah perkerasan beton karena beberapa

    pertimbangan yaitu untuk kendali terhadap pumping, kendali terhadap system

    drainase (drainase bawah perkerasan), kendali terhadap kembang-susut yang

    terjadi pada tanah dasar, untuk mempercepat pekerjaan konstruksi, serta menjaga

    kerataan tanah dasar (AASHTO 93).

    Fungsi dari lapisan pondasi atau pondasi bawah adalah :

    Menyediakan lapisan yang seragam, stabil dan permanen

    Menaikkan harga Modulus Reaksi Tanah Dasar (Modulus of Subgrade

    Reaction = k) menjadi Modulus Reaksi Komposit (Modulus of Composite

    Reaction)

    Melindungi dari gejala pumping pada daerah sambungan, retakan dan ujung

    samping perkerasan

    Mengurangi terjadinya keretakan pada pelat beton

    Menyediakan lantai kerja

    Pada perkerasan kaku ini, lapisan pondasi bisa ada atau tidak ada pada

    suatu struktur perkerasan, sebab bila kondisi tanah dasar atau tanah asli baik

    maka pelat beton ini dapat langsung diletakkan diatas tanah dasar atau tanah asli.

    Lapisan beton dibuat untuk memikul beban yang bekerja diatasnya, dan

    meneruskannya ke lapisan pondasi. Lapisan pondasi diharapkan mampu

    mendukung lapisan permukaan dan meneruskannya ke tanah dasar (subgrade).

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.3. Struktur Perkerasan Kaku

    Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elasitisitas yang

    tinggi, akan mendistribusikan beban terhadap bidang area tanah yang cukup luas,

    sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari slab

    beton sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan

    perkerasan diperoleh dari lapisan-lapisan tebal pondasi bawah, pondasi dan

    lapisan permukaan. Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas

    struktur yang menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam

    merencanakan perkerasan jalan beton semen Portland adalah kekuatan beton itu

    sendiri (AASHTO 93).

    Tegangan-tegangan yang terjadi pada pelat perkerasan beton adalah :

    1. Tegangan akibat pembebanan oleh roda (lalu lintas)

    Pembebanan ujung

    Pembebanan pinggir

    Pembebanan tengah

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Tegangan akibat perubahan temperatur dan kadar air. Tegangan ini

    mengakibatkan :

    Pengembangan

    Penyusutan

    Lipatan atau lentingan (wrap)

    3. Tegangan akibat timbulnya gejala pumping

    Gejala pumping ini dapat diatasi dengan menggunakan lapisan pondasi bawah

    pada perkerasan beton.

    Gambar 2.4. Pembebanan pada Pelat Beton

    Universitas Sumatera Utara

  • [ ]

    +

    ++

    +++=

    25,075,0

    75,0

    10

    46,8

    7

    10

    1001810

    42,1863,215

    132,1'log)32,022,4(

    )1(10624,11

    5,15,4log

    06,0)1(log35,7log

    kE

    DxJx

    DxCSxp

    Dx

    PSI

    DSZw

    c

    dctR

    Di Indonesia, perencanaan perkerasan jalan beton umumnya menggunakan

    metoda AASHTO dan PCA (Portland Cement Association).

    Metoda AASHTO dalam perencanaan perkerasan kaku menggunakan

    parameter-parameter sebagai berikut :

    Analisa lalu lintas : mencakup umur rencana, lalu lintas harian rata-rata,

    pertumbuhan lalu lintas tahunan, vehicle damage factor, Equivalent

    Single Axle Load (ESAL).

    Terminal serviceability

    Initial serviceability

    Serviceability loss

    Realiability

    Standar deviasi normal

    CBR dan Modulus reaksi tanah dasar

    Modulus elastisitas beton, fungsi dari kuat tekan beton

    Flexural strength / Modulus rupture

    Drainage coefficient

    Load transfer coefficient

    Dengan demikian, dapatlah ditentukan tebal pelat beton dengan rumus

    dibawah ini :

    Universitas Sumatera Utara

  • Menurut NAASRA, ada 5 jenis perkerasan kaku, yaitu :

    Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan.

    Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan.

    Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan.

    Perkerasan beton semen dengan tulangan serat baja (fiber).

    Perkerasan beton semen pratekan.

    Tugas akhir ini hanya membahas pelapisan ulang campuran beraspal (AC)

    diatas perkerasan beton bersambung tanpa tulangan.

    II.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA

    PERKERASAN BETON

    Jalan direncanakan memiliki umur rencana pelayanan tertentu sesuai

    dengan kebutuhan dan kondisi lalu lintas, misalnya umur rencana 10 - 20 tahun,

    dengan harapan dalam kurun waktu tersebut jalan masih mampu melayani lalu

    lintas dengan tingkat pelayanan pada kondisi yang mantap. Untuk itu, diperlukan

    adanya upaya pemeliharaan dan peningkatan jalan selama umur rencana tersebut.

    Namun demikian, seiring berjalannya waktu pertumbuhan suatu wilayah

    terus meningkat sehingga beban lalu lintas yang diterima oleh suatu perkerasan

    akan bertambah bahkan melebihi, dan akan menyebabkan penurunan tingkat

    kemampuan pelayanan jalan tersebut. Akibat pengaruh beban lalu lintas dan

    lingkungan seperti halnya perkerasan lentur, perkerasan beton juga akan

    mengalami penurunan kinerja, baik dari segi fungsional maupun segi struktural

    (NAASRA, 1987).

    Universitas Sumatera Utara

  • Menurut NAASRA (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

    perkerasan beton diantaranya adalah faktor beban dan lalu lintas, faktor tanah

    dasar, kekuatan beton, material, dan faktor lingkungan. Menurut Huang (2004),

    faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja perkerasan beton adalah lalu-lintas dan

    pembebanan, lingkungan, material, reliability, dan sistem manajemen perencanaan

    perkerasan. Hampir sama dengan diatas, Yoder dan Witczak (1975) juga

    menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perkerasan beton antara

    lain adalah beban lalu-lintas, faktor tanah dasar, faktor lingkungan (drainase

    jalan), dan material.

    II.3.1. Faktor Beban dan Lalu Lintas

    Secara umum, untuk semua jenis perkerasan, kondisi lalu lintas yang akan

    menentukan pelayanan adalah :

    Jumlah sumbu yang lewat

    Beban sumbu

    Konfigurasi sumbu

    Untuk semua jenis perkerasan, penampilan dipengaruhi terutama oleh

    kendaraan berat.

    a. Konfigurasi Sumbu dan ekivalensi

    Kerusakan akibat kendaraan tergantung pada :

    Jarak sumbu

    Jumlah roda/sumbu ban

    Beban sumbu

    Universitas Sumatera Utara

  • Untuk kebutuhan perencanaan, kendaraan yang diperhitungkan adalah 4

    jenis yaitu :

    Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)

    Sumbu tunggal roda ganda (STRG)

    Sumbu tandem roda ganda (SGRG)

    Sumbu triple roda ganda (STrRG)

    b. Lajur Rencana

    Pembangunan lapisan perkerasan yang baru atau pelapisan tambahan

    akan dilaksanakan pada 2 lajur atau lebih yang kemungkinan bisa

    berada kebutuhannya terhadap ketebalan lapisan, tetapi untuk

    praktisnya akan dibuat sama. Untuk itu dibuat lajur rencana yaitu lajur

    yang menerima beban terbesar.

    c. Umur Rencana

    Umur rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan

    harus diperbaiki atau ditingkatkan pelayanannya. Perbaikan terdiri dari

    pelapisan ulang, penambahan, atau peningkatan.

    Beberapa tipikal usia rencana :

    Lapisan perkerasan aspal baru 20 25 tahun

    Lapisan perkerasan kaku baru 20 40 tahun

    Lapisan tambahan (aspal 10 15 tahun), (batu pasir 10 20 tahun).

    d. Angka Pertumbuhan Lalu Lintas

    Jumlah lalu lintas akan bertambah baik pada keseluruhan usia rencana

    atau pada sebagian masa tersebut. Angka pertumbuhan lalu lintas dapat

    ditentukan dari hasil survai untuk setiap proyek.

    Universitas Sumatera Utara

  • Dengan demikian, Lalu lintas yang padat dan berulang dengan muatan

    yang berlebih (overload) yang diterima oleh struktur perkerasan beton akan

    berpengaruh terhadap kinerja perkerasan beton itu sendiri, pengaruhnya antara

    lain :

    a. Keamanan

    Ditentukan oleh besarnya gesekan adanya kontak ban dengan

    permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh

    bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan, dan kondisi cuaca.

    b. Wujud Perkerasan (Structural Pavement)

    Berhubungan dengan kondisi fisik dari jalan tersebut seperti adanya

    retak-retak, amblas, alur, gelombang, defleksi (penurunan), kerusakan

    pada sambungan dan sebagainya.

    c. Fungsi Pelayanan (Functional Performance)

    Berhubungan dengan bagaimana perkerasan tersebut memberikan

    pelayanan kepada pemakai jalan. Kenyamanan berkendara (riding

    quality) merupakan penggambaran dari wujud perkerasan dan fungsi

    pelayanan.

    II.3.2. Faktor Tanah Dasar (Subgrade)

    Tanah dasar yang umumnya adalah berupa tanah asli, galian ataupun

    berupa tanah timbunan yang memiliki kekuatan dan stabilitas yang tidak kuat.

    Sehingga harus dilakukan perbaikan setempat dengan cara pemadatan sampai

    kepadatan tertentu ataupun dengan stabilisasi dengan bahan campuran tertentu

    yang telah dipilih (Yoder, E.J. and Witczak, M.W, 1975). Agar dapat menahan

    beban lalu-lintas yang bekerja diatasnya, maka digunakan prinsip perkerasan yaitu

    Universitas Sumatera Utara

  • dengan membangun sistem lapisan perkerasan diatasnya, dimana lapisan yang

    paling atas memiliki kekuatan bahan yang paling tinggi. Tujuannya agar lapisan

    perkerasan tersebut mampu menahan beban yang bekerja dan mengurangi

    tegangan yang terjadi pada tanah dasar. Sifat dari masing-masing jenis tanah

    tergantung dari tekstur, kepadatan, kadar air kondisi lingkungan dan lain

    sebagainya.

    Kekuatan tanah dasar secara langsung mempengaruhi tebal perkerasan.

    Semakin kuat tanah dasar, maka semakin tipis tebal lapisan perkerasan yang

    dibutuhkan. Sebaliknya apabila semakin lemah stabilitas tanah dasar, maka

    semakin tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan.

    Dalam perencanaan suatu jalan baru, lapisan tanah dasar sangat

    diperhatikan, apakah tanah dasar tersebut nantinya dapat menahan/menopang

    lapisan perkerasan di atasnya (NAASRA, 1987). Maka untuk itu, sebelum

    pengerjaan lapisan pondasi dilakukan dulu uji pengukuran daya dukung subgrade

    dengan :

    California Bearing Ratio (CBR)

    Parameter Elastis (hanya untuk perkerasan lentur)

    Modulus Reaksi Tanah Dasar (k).

    Hal ini bertujuan untuk mengestimasi nilai daya dukung subgrade yang

    akan digunakan dalam perencanaan.

    II.3.3. Material Perkerasan

    Material perkerasan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori sehubungan

    deangan sifat dasarnya, akibat beban lalu lintas (NAASRA 87) yaitu :

    Universitas Sumatera Utara

  • Material berbutir lepas

    Material berbutir terdiri atas kerikil atau batu pecah yang mempunyai

    gradasi yang dapat menghasilkan kestabilan secara mekanis dan dapat

    dipadatkan. Dapat pula ditambah zat aditif untuk menambah kestabilan

    tanpa menambah kekakuan.

    Material terikat

    Merupakan material yang dihasilkan dengan menambah semen, kapur,

    atau zat cair lainnya dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan bahan

    yang terikat dengan kuat tarik.

    Aspal

    Aspal adalah kombinasi bitumen dan agregat yang dicampur,

    dihamparkan dan dipadatkan selagi panas untuk membuat lapisan

    perkerasan. Kekuatan/kekakuan aspal diperoleh dari gesekan antara

    partikel agregat, viskositas bitumen pada saat pelaksanaan dan kohesi

    dalam massa dari bitumen dan adhesi antara bitumen dan agregat. Ini

    hanya terjadi pada perkerasan lentur.

    Beton semen

    Merupakan agregat yang dicampur dengan semen PC secara basah.

    Agregat dengan gradasi baik yang digunakan dalam material perkerasan

    jalan akan memberikan dampak yang baik dalam menopang beban lalu

    lintas, mengurangi keretakan pada lapisan permukaan perkerasan.

    Jadi, material yang digunakan untuk perkerasan haruslah diperhatikan

    dengan baik sebelum digunakan untuk campuran beton. Pilihlah agregat dengan

    gradasi baik untuk mendapatkan pelayanan jalan beton yang lebih lama.

    Universitas Sumatera Utara

  • II.3.4. Kekuatan Beton

    Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan semen PC secara

    basah. Lapisan beton semen dapat digunakan sebagai lapisan pondasi bawah pada

    perkerasan kaku maupun perkerasan lentur, dan sebagai lapisan pondasi atas pada

    perkerasan kaku.

    a. Beton Pondasi Bawah

    Untuk pondasi bawah pada perkerasan lentur, beton mempunyai

    kelebihan kemampuan untuk ditempatkan dengan dituangkan begitu

    saja pada area dengan kondisi tanah dasar yang jelek (poor subgrade)

    tanpa digilas. Untuk maksud perencanaan struktur, karakteristik penting

    yang harus diketahui dan dievaluasi adalah modulus, angka Poisson dan

    penampilan pada saat pembebanan ulang.

    Beton digunakan untuk dipakai keperluan pondasi bawah

    mempunyai kuat tekan 28 hari minimum 5 Mpa jika menggunakan

    campuran abu batu (flyash) dan 7 Mpa jika tanpa abu batu.

    b. Beton Pondasi Atas

    Perkerasan kaku dapat didefinisikan sebagai perkerasan yang

    mempunyai alas/dasar atau landasan beton semen.

    Prinsip parameter perencanaan untuk perencanaan beton

    didasarkan pada kuat lentur 90 hari. Kuat lentur rencana beton 90 hari

    dianggap estimasi paling baik digunakan untuk menentukan tebal

    perkerasan. Dalam praktek, kuat lentur rencana beton 90 hari cukup

    memadai untuk konstruksi perkerasan jalan jika diambil 3.5 4 Mpa.

    Universitas Sumatera Utara

  • Tipikal hubungan untuk mengubah kuat tekan beton 28 hari ke

    kuat lentur 90 hari untuk beton yang menggunakan agregat pecah,

    menurut NAASRA adalah :

    F28 = 0.75 C28

    F90 = 1.1 F28 = 0.83 C28

    Dimana :

    F28 = Kuat lentur beton 28 hari (Mpa)

    F90 = Kuat lentur beton 90 hari (Mpa)

    C28 = Kuat tekan rencana beton 28 hari (Mpa)

    Alternatif yang mudah untuk dan banyak digunakan benda uji

    tarik silinder sampai terbelah atau uji tarik tidak langsung (Brazilian

    test), yang juga digunakan pada pengendalian mutu. Tipikal hubungan

    untuk mengubah kuat belah ke kuat lentur menurut NAASRA, sebagai

    berikut :

    F28 = 1.3 S28

    Dimana :

    S28 = Kuat belah beton 28 hari (Mpa)

    Kuat tekan karakteristik beton pada usia 28 hari untuk

    perkerasan jalan dengan beton bertulang harus tidak kurang dari 30

    Mpa.

    Menurut SNI T-15-1991-03 :

    Besarnya Modulus Keruntuhan Lentur Beton (fr), yaitu :

    fr = 0.7 fc , (Mpa) untuk beton normal

    Universitas Sumatera Utara

  • 1) Jika fct sudah ditentukan, maka fc diganti 1.8 fct

    Dengan ketentuan 1.8 fct < fc fr = 1.26 fct (Mpa).

    2) Jika fct tidak ditentukan, maka fr harus dikalikan dengan angka

    sebagai berikut :

    Untuk Beton Ringan Total :

    fr = (0.75) 0.7 fc fr = 0.525 fc (Mpa)

    Untuk Beton Ringan Berpasir :

    fr = (0.85) 0.7 fc fr = 0.595 fc (Mpa)

    dimana :

    fc = Kuat tekan karakteristik beton pada usia 28 hari

    fct = Kuat tarik belah rata-rata beton ringan

    fc , fct Mpa

    Menurut ACI 318-83 :

    Untuk Beton Ringan Total :

    fct = 0.417 fc (Mpa)

    Untuk Beton Ringan Berpasir :

    fct = 0.473 fc (Mpa)

    Untuk keperluan praktis dalam perencanaan, harga-harga di bawah

    ini dapat digunakan :

    Untuk Beban Normal :

    fct = 0.556 fc (Mpa)

    fr = 0.62 fc (Mpa)

    Universitas Sumatera Utara

  • fr = 1.115 fc (Mpa)

    Pengujian yang dilakukan :

    a. Untuk menentukan Modulus Keruntuhan Lentur Beton (Modulus of

    Rupture) dilakukan dengan standar ASTM C78 75 atau AASHTO

    T97 76 (1982) Flexural Strength of Concrete menggunakan

    balok (simple beam) beton dengan Pembebanan Tiga Titik.

    b. Untuk menentukan kuat tarik belah beton, dilakukan dengan standar

    ASTM C496 71 atau AASHTO T198 74 (1982) Splitting

    Tensile Strength menggunakan contoh silinder beton.

    Kalau ditinjau dari metoda AASHTO, Perkerasan beton yang kaku dan

    memiliki modulus elasitisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban terhadap

    bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas

    struktur perkerasan diperoleh dari slab beton itu sendiri. Karena yang paling

    penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka

    faktor yang paling diperhatikan dalam merencanakan perkerasan jalan beton

    semen portland adalah kekuatan beton itu sendiri (AASHTO 93).

    Kekuatan beton harus di uji terlebih dahulu di laboratorium dengan

    menggunakan benda uji silinder (15 x 30) cm. Kuat tekan beton fc ditetapkan

    sesuai dengan spesifikasi pekerjaan. Di Indonesia saat ini umumnya digunakan fc

    = 350 kg/cm2 untuk pelat beton sedangkan untuk beton pondasi bawah (wet lean

    concrete) juga demikian dengan menggunakan silinder fc = 105 kg/cm2. Dan

    modulus rupture / flexural strength (Sc) = 45 kg/cm2 atau 640 psi.

    Fc digunakan untuk penentuan parameter modulus elastisitas beton (Ec).

    Universitas Sumatera Utara

  • II.3.5. Kondisi Drainase Perkerasan

    Kondisi drainase perkerasan dilihat dari mutu drainase yaitu berapa lama

    air dapat dikeluarkan/dibebaskan dari pondasi perkerasan. Pendekatannya ini

    dilihat pada saat hujan. Makin lama air keluar dari perkerasan, maka kondisi

    perkerasan sangat jelek (poor) dan sebaliknya (AASHTO 93). Hal ini sangat

    diperhatikan dalam perencanaan tebal pelat beton dengan meninjau coefficient

    drainage (Cd).

    Quality of drainage Water removed within

    Excellent

    Good

    Fair

    Poor

    Very poor

    2 jam

    1 hari

    1 minggu

    1 bulan

    Air tidak terbebaskan

    Tabel 2.1. Quality of Drainage

    Drainase permukaan perkerasan, ketidak-cukupan drainase permukaan

    perkerasan erat kaitannya dengan rendahnya kekesatan. Hal ini disebabkan karena

    kehilangan friction sebagai akibat adanya film air di permukaan perkerasan ketika

    hujan turun. Ketidakcukupan drainase permukaan dapat dideteksi bila diamati

    disaat hujan turun.

    Kemungkinan penyebabnya adalah :

    Alur (grooving) permukaan perkerasan sudah aus atau dimensi alurnya

    kurang memadai

    Akibat kurang memadainya superelevasi

    Universitas Sumatera Utara

  • Akibat terjadinya kerusakan amblas

    II.3.6. Faktor Lingkungan

    Kondisi lingkungan yang mencakup kelembaban (curah hujan dan iklim),

    temperatur, dan kondisi drainase mempengaruhi keawetan kekuatan tiap lapisan

    pada perkerasan tersebut (Huang, Y.H, 2004). Kondisi lingkungan seperti curah

    hujan dan temperatur sangat mempengaruhi kualitas bahan perkerasan. Pada

    kondisi curah hujan yang tinggi dan temperatur yang berubah-ubah dapat

    mengurangi keawetan bahan lebih cepat dari masa umur layan yang direncanakan.

    Kelembaban

    Kelembaban secara umum berpengaruh terhadap penampilan

    perkerasan, sedangkan kekakuan / kekuatan material yang lepas dan

    tanah dasar, tergantung dari kadar air materialnya. Kelembaban sangat

    erat kaitannya dengan curah hujan dam iklim.

    Maka dari itu, untuk wilayah yang curah hujannya tinggi perencanaan

    suatu jalan baru harus menjadi perhatian seperti sistem drainase jalan.

    Suhu Lingkungan

    Suhu lingkungan berpengaruh cukup besar pada penampilan permukaan

    perkerasan jika digunakan pelapisan permukaan dengan aspal, karena

    karakteristik dan sifat aspal yang kaku dan regas pada temperatur

    rendah dan sebaliknya akan lunak dan visko elastis pada suhu tinggi.

    Pada perkerasan beton, temperatur tinggi juga akan berpengaruh besar,

    terutama pada saat pelaksanaan konstruksi.

    Universitas Sumatera Utara

  • II.3.7. Kriteria Suatu Perkerasan Jalan untuk di Lapis Tambah (overlay)

    Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya atau telah mencapai

    indeks permukaan akhir yang diharapkan perlu diberikan lapis ulang untuk dapat

    kembali mempunyai nilai kekuatan, nilai keamanan dan kenyamanan dalam

    menopang kembali beban lalu lintas yang bekerja di atasnya untuk jangka waktu

    yang lebih panjang lagi. Sebelum melakukan lapis ulang, perlu dilakukan terlebih

    dahulu survai kondisi permukaan dan survai kelayakan struktural konstruksi

    perkerasan.

    a. Survai Kondisi Permukaan Perkerasan

    Berhubungan dengan kinerja fungsi pelayanan (functional performance)

    jalan tersebut. Survai ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan

    (rideability) permukaan jalan saat ini. Bagaimana perkerasan tersebut memberikan

    pelayanan kepada pengguna jalan. Survai ini dilakukan secara visual ataupun

    dengan bantuan alat mekanis. Survai secara visual meliputi :

    Penilai kondisi lapisan permukaan jalan, dapat dikelompokkan menjadi

    : baik, kritis atau rusak.

    Penilaian terhadap keamanan dan kenyamanan, dapat dikelompokan

    menjadi : nyaman, kurang nyaman dan tidak nyaman. Kenyamanan dan

    keamanan berkendara merupakan penggambaran fungsi pelayanan.

    Ditentukan oleh besarnya gesekan adanya kontak ban dengan

    permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh

    bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan

    (kerataan/gelombang/kekasaran), dan kondisi cuaca.

    Universitas Sumatera Utara

  • Baik atau tidaknya kinerja suatu perkerasan jalan beton ditinjau dari

    kemampuan-layananan (Serviceability) jalan beton itu sendiri. Kinerja

    perkerasan diramalkan pada angka sebagai berikut :

    Percent of people pt

    Stating unacceptable

    12

    55

    85

    3.0

    2.5

    2.0

    Tabel 2.2. Terminal Serviceability (pt)

    Initial serviceability : po = 4.5

    Terminal serviceability index (jalan utama) : pt = 2.5

    Terminal serviceability (jalan lalu lintas rendah) : pt = 2.0

    Total loss of serviceability : PSI = po - pt

    Parameter diatas merupakan parameter yang berkembang untuk

    menyatakan tingkat kemampuan pelayanan jalan atau skala dari tingkat

    kenyamanan atau kinerja dari jalan dan bisa juga sebagai nilai kemunduran

    jalan secara fungsional yang dapat diperoleh dari hasil pengukuran dengan

    bantuan alat roughometer (kekasaran/kerataan) (AASHTO 93).

    Kinerja jalan dari segi fungsional secara umum tidak menjadi patokan

    suatu jalan itu untuk di overlay. Suatu perkerasan jalan itu sudah seharusnya di

    overlay lebih berdasarkan tinjuan kondisi strukturalnya.

    Universitas Sumatera Utara

  • b. Survai Kelayakan Struktural Konstruksi Perkerasan (Structural Pavement)

    Survai kelayakan structural konstruksi perkerasan jalan dapat dilakukan

    dengan 2 cara yaitu :

    Pemeriksaan secara destruktif

    Pemeriksaan ini tidak lazim digunakan untuk mengevaluasi kinerja

    perkerasan karena dalam pemeriksaannya cara ini mengambil sampel

    dari jalan tersebut sehingga dapat merusak lapisan perkerasan dari

    jalan lama.

    Pemeriksaan secara non-destruktif

    Pemeriksaan dengan alat yang diletakkan di atas permukaan jalan

    sehingga tidak berakibat rusaknya konstruksi perkerasan jalan.

    Diantaranya melakukan pengujian lendutan (deflection) dan transfer

    beban (load transfer) dengan menggunakan alat FWD (Falling

    Weight Deflectometer).

    1. Lendutan (Deflection)

    Pengukuran lendutan dilakukan pada jejak roda luar dengan

    menempatkan sensor pada 0, 12, 24, dan 36 inchi dari pusat beban. Alat uji

    seperti FWD dianjurkan untuk mengukur lendutan dengan beban berat dan

    beban sebesar 9000 lbs (4,1 Ton). Plat beban yang digunakan berbentuk

    lingkaran dengan jari-jari 5.9 inchi atau 15 cm. Pada metoda AASHTO,

    pengukuran lendutan dilakukan untuk mengetahui kekuatan struktur

    perkerasan eksisting seperti modulus reaksi tanah dasar (k) dan modulus

    elastisitas pelat beton (Ec). Selain itu nilai k dan Ec juga dapat ditentukan

    dari nilai CBR subgrade.

    Universitas Sumatera Utara

  • Untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan (JRCP =

    Jointed Reinforced Concrete Pavement), ukuran lendutan dengan

    menggunakan alat FWD mendekati 0.02 inchi (0.005 mm) (AASHTO 93).

    Apabila nilai lendutan yang diperoleh lebih besar dari yang telah ditentukan

    berarti jalan tersebut mengalami penurunan kondisi perkerasan dan perlu

    dilakukan pelapisan ulang yang bertujuan untuk meningkatkan lagi

    pelayanan jalan itu dari segi struktural. Hasil lendutan yang diperoleh

    merupakan gambaran dari kondisi struktural perkerasan eksisting.

    Gambar 2.5. Titik-titik Pengujian Lendutan pada Perkerasan Beton

    Pada perkerasan beton, hasil dari pengujian lendutan tidaklah

    berpengaruh penting dalam perencanaan overlay karena hasilnya terlalu

    kecil dan kurang mencerminkan kondisi struktural perkerasan , tetapi

    pengujian yang lebih penting dari lendutan adalah load transfer.

    Universitas Sumatera Utara

  • a

    l

    2. Transfer Beban (Load Transfer)

    Metoda AUSTROADS dan Asphalt Institute tidak memperhitungkan

    nilai lendutan dan transfer beban (load transfer) dari sambungan pelat

    perkerasan, nilai modulus reaksi tanah dasar (k) ditentukan berdasarkan nilai

    CBR. Sedangkan AASHTO justru memperhitungkannya (AASHTO, 1993).

    Untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan, pengukuran

    nilai load transfer pada sambungan dilakukan pada sisi luar jejak roda

    sebagai representatif sambungan melintang dan pada temperatur lingkungan

    lebih kecil dari 800 F (270 C). Penempatan pelat beban dilakukan pada satu

    sisi dari sambungan dengan tepi pelat menyentuh sambungan. Lendutan di

    ukur pada titik tengah pelat beban dan pada 12 inci dari titik tengah.

    Nilai load transfer yang diperoleh dari nilai lendutan pada titik

    pengujian di tengah pelat dan pada sambungan merupakan gambaran dari

    penyebaran beban yang diterima setiap sambungan pelat tersebut. Jika nilai

    load transfer yang diperoleh mendekati 100 %, berarti penyebaran beban

    dari sambungan tersebut bagus, tetapi jika nilainya lebih kecil maka

    penyebaran beban pada sambungan jelek (AASHTO 93).

    Load transfer efficiency dapat didefinisikan dengan rumus dibawah ini :

    Efficiency (%) = x 100 %

    Dimana : a = lendutan di awal (mendekati) slab beton

    l = lendutan di akhir (menjauhi) slab beton

    Universitas Sumatera Utara

  • Transfer Beban (%) Koefisien Load Transfer (J) Kriteria

    > 70 3.2 Baik

    50 70 3.5 Sedang

    < 50 4.0 Buruk

    Tabel 2.3. Koefisien Load Transfer J

    Shoulder Asphalt Tied PCC

    Load transfer devices Yes No Yes No

    Pavement type

    1. plain jointed & jointed

    reinforced

    2. CRCP

    3.2

    2.9 3.2

    3.8 4.4

    N/A

    2.5 3.1

    2.3 2.9

    3.6 4.2

    N/A

    Pendekatan penetapan parameter load transfer :

    Joint dengan dowel : J = 2.5 3.1 (AASHTO 93 hal II-26)

    Untuk overlay design : J = 2.2 2.6 (AASHTO 93 hal III-132)

    Jadi, pelapisan ulang (overlay) untuk perkerasan beton bersambung tanpa

    tulangan load transfer koefisiennya (J) harus berkisar antara 2.5 3.1.

    Gambar 2.6. Skema Load Transfer

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Survai Kondisi Lapisan Permukaan Perkerasan Eksisting

    Berhubungan dengan kondisi fisik dari jalan tersebut. Penilaian

    tingkat kerusakan yang terjadi baik secara kaulitas maupun kuantitas.

    Penilain terhadap kerusakan jalan dilihat dari adanya retak-retak (cracks),

    deformasi (deformation), lobang (pothole), gelombang, defleksi

    (penurunan), gompal (spalling), ketidakcukupan drainase permukaan

    perkerasan (joint seal defects), kerusakan bagian tepi slab (edge drop-off)

    serta kerusakan pada pengisi sambungan, dll.

    Menurut Dirjen Perhubungan RI yang dikutip dari KapanLagi.com

    (17/5/2008) mengatakan : secara umum suatu perkerasan jalan yang layak

    di overlay di lihat dari kondisi struktural perkerasan itu sendiri yaitu kondisi

    lapisan permukaannya, apakah telah mengalami retak-retak yang banyak,

    berlobang dan terjadi amblas di-antar sambungan perkerasan. Ini terlebih

    dahulu disurvai dan dilaporkan dalam bentuk form.

    Senada dengan pernyataan diatas Master Theses from Magister

    Teknik Sipil ITB, Kadiar Yunas (12/12/2007) yang dikutip dari ITB Central

    Library juga mengatakan : pengoverlay-an suatu perkerasan beton selain

    dengan melakukan dengan pengujian lendutan juga dilakukan survai kondisi

    lapisan permukaan perkerasan secara visual. Semua kerusakan di catat dan

    di analisa. Masyarakat melihat suatu jalan dari tampilan permukaan

    perkerasannya saja. Jadi, overlay juga dipengaruhi oleh pandangan visual

    dari manusia itu sendiri, apakah jalan masih aman dan nyamankan di lalui .

    Penurunan kondisi lapisan permukaan perkerasan eksisting dilihat

    dari segi struktural perkerasan yang diukur selama survai kondisi untuk

    Universitas Sumatera Utara

  • perkerasan beton bersambung tanpa tulangan. Contoh diambil pada

    umumnya pada jalur kendaraan berat yang digunakan untuk memperkirakan

    banyaknya kerusakan.

    a. Retak (Cracks)

    Retak yang terjadi pada perkerasan beton berdasarkan pada tekanan yang

    terjadi pada lapisan permukaan beton. Keretakan juga disebabkan oleh

    kegagalan struktural yang terjadi akibat hilangnya daya dukung

    yangdisertai kerusakan/pecahnya material pada permukaan perkerasan

    (Yoder, E.J. and Witczak, M.W, 1975).

    Keretakan pada perkerasan beton antara lain adalah :

    Retak Refleksi (Reflection Cracks)

    Seperti retak memanjang memanjang (longitudinal crack), retak

    diagonal (diagonal crack) atau retak yang menyerupai kotak.

    Retak ini disebabkan oleh material dan disain yang kurang cocok pada

    awal perencanaan.

    Retak Susut (Shrinkage Craks)

    Retak ini disebabkan oleh penyusutan campuran beton umumnya pada

    selama pelaksanaan.

    Retak Membelok (Warping Cracks)

    Retak yang terjadi pada tengah pelat (center slab) membentuk arah

    memanjang seperti longitudinal cracks. Retak ini disebabkan oleh

    tekanan yang sangat berat di atas tengah pelat (Yoder, E.J. and

    Witczak, M.W, 1975).

    Universitas Sumatera Utara

  • b. Scaling (Sisik)

    Adalah kerusakan pada tekstur permukaan perkerasan, dimana hal ini

    disebabkan oleh masuknya unsur-unsur lain ke dalam campuran agregat

    seperti lumpur (silt) atau tanah liat (clay), sehingga menyebabkan lapisan

    permukaan beton kurang rata karena adanya agregat yang muncul

    menyerupai sisik (Yoder, E.J. and Witczak, M.W, 1975).

    c. Deformasi (Deformation)

    Adalah penurunan permukaan perkerasan sebagai akibat terjadinya retak

    atau pergerakan diantara slab. Kerusakan deformasi (NAASRA, 1987)

    antara lain adalah :

    Pemompaan (pumping)

    Adalah peristiwa keluarnya air disertai butiran-butiran tanah dasar

    melalui sambungan dan retakan atau pada bagian pinggir perkerasan,

    akibat gerakan lendutan atau gerakan vertikal pelat beton karena beban

    lalu lintas, setelah adanya air bebas yang terakumulasi di bawah pelat

    beton. Pumping dapat mengakibatkan terjadinya rongga di bawah pelat

    beton sehingga menyebabkan rusak/retaknya pelat beton.

    Patahan (faulting)

    Perbedaan elevasi antara slab akibat penurunan pada sambungan atau

    retakan.

    Amblas (depression)

    Penurunan permanen permukaan slab dan umumnya terletak di

    sepanjang retakan atau sambungan. Kerusakan ini dapat menimbulkan

    Universitas Sumatera Utara

  • terjadinya genangan air dan seterusnya masuk melalui sambungan atau

    retakan.

    Rocking

    adalah fenomena, dimana terjadi pergerakan vertikal pada sambungan

    atau retakan yang disebabkan oleh beban lalu lintas.

    d. Kerusakan pada bagian tepi perkerasan (edge drop-off)

    Penurunan bagian tepi perkerasan adalah penurunan yang terjadi pada

    bahu yang berdekatan dengan tepi slab. Disebabkan oleh drainase bahu

    yang kurang baik dan material pada bahu yang tidak stabil.

    e. Drainase permukaan perkerasan (surface drainage)

    Ketidak-cukupan drainase di daerah permukaan perkerasan erat kaitannya

    dengan rendahnya kekesatan. Hal ini disebabkan oleh karena kehilangan

    friction sebagai akibat adanya film air di permukaan perkerasan ketika

    hujan turun.

    f. Lubang (pothole)

    Adalah pelepasan mortar dan agregat pada bagian permukaan perkerasan

    membentuk cekungan dengan kedalaman 15 mm dan tidak

    memperlihatkan pecahan-pecahan yang bersudut seperti pada gompal.

    g. Kerusakan pada pengisi sambungan

    Disebabkan oleh pengausan dan pelapukan bahan pengisi, kualitas bahan

    yang rendah, kurangnya kelekatan (adhesi) bahan pengisi terhadap

    dinding sambungan dan terlalu banyak / tidak cukup bahan pengisi di

    dalam sambungan.

    Universitas Sumatera Utara

  • Dengan demikian, suatu perkerasan jalan mengalami hal-hal diatas atau melebihi

    dari ketentuan yang telah ditetapkan maka perkerasan jalan telah siap untuk

    direhabilitasi bertujuan untuk meningkatkan kembali pelayanan jalan tersebut

    yaitu dengan melakukan lapis ulang (overlay).

    Universitas Sumatera Utara

  • II.3.8. Summary Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perkerasan Beton

    Faktor-faktor yang

    mempengaruhi

    kinerja perkerasan

    beton

    Menurut

    AASHTO 93 NAASRA 87 Yoder, E.J. and

    Witczak, M.W. 75

    Croney 77

    Faktor beban dan

    lalu lintas

    Overload, beban berulang,

    pembebanan yang tidak

    rata di pelat beton

    Overload, beban berulang,

    pembebanan yang tidak

    rata di pelat beton

    Overload dan beban

    berulang

    Overload dan beban

    berulang

    Faktor tanah dasar

    (sugbrade)

    Kekuatan tanah dasar

    secara langsung

    mempengaruhi tebal

    perkerasan. Semakin kuat

    tanah dasar, maka semakin

    tipis tebal lapisan

    perkerasan yang

    dibutuhkan. Sebaliknya

    apabila semakin lemah

    stabilitas tanah dasar, maka

    semakin tebal lapisan

    Kekuatan tanah dasar

    secara langsung

    dipengaruhi oleh kondisi

    tanah pada lapisan tanah

    dasar tersebut.

    Tanah asli, galian

    ataupun timbunan

    harus distabilisasi

    untuk mendapatkan

    nilai daya dukung

    tanah yang baik.

    -

    Universitas Sumatera Utara

  • perkerasan yang

    dibutuhkan.

    Material perkerasan Beton dengan agregat

    bergradasi baik

    Beton dengan agregat

    bergradasi baik

    Beton dengan agregat

    bergradasi baik

    -

    Kekuatan beton Pengujian di laboratorium

    Fc = 350 kg/cm2

    Sc = 640 psi

    Pengujian di laboratorium

    dengan kuat tekan beton

    28 hari.

    - -

    Kondisi drainase

    perkerasan

    Berapa lama air dapat

    dikeluarkan/dibebaskan

    dari pondasi perkerasan

    (mutu drainase).

    - - -

    Faktor lingkungan Kondisi cuaca, iklim,

    curah hujan dan

    kelembaban

    Kondisi cuaca, iklim,

    curah hujan, temperatur

    dan kelembaban

    Temperatur dan muka

    air tanah (kelembaban)

    Kelembaban, suhu,

    curah hujan dam iklim

    Universitas Sumatera Utara