perkembangan peradilan indonesia dari zaman kolonial sampai masa kemerdekaan_agung yuriandi
TRANSCRIPT
PERKEMBANGAN PERADILAN INDONESIA DARI ZAMAN KOLONIAL
SAMPAI DENGAN KEMERDEKAAN
Oleh :AGUNG YURIANDI
Sekolah Pasca SarjanaUniversitas Sumatera Utara
Medan2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“das recht wird nicht gemacht, aber ist und wird dem Volke”
maksudnya hukum itu tidak dibuat melainkan tumbuh bersama
masyarakat, seperti yang dikatakan oleh Friedrich Karl von Savigny
mengenai hukum.1 Hukum berasal dari jiwa masyarakat/ volkgeist yang
kegunaannya adalah seperti yang diungkapkan oleh Mochtar
Kusumaatmadja, yaitu : Hukum adalah seperangkat azas dan kaidah
yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat dan meliputi juga
lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan berlakunya kaidah
tersebut dalam kenyataan.2
1 Zulkarnain. Kritik Terhadap Pemikiran Hukum Mazhab Sejarah. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Medan. 2003. h. 4.
2 Mochtar Kusumaatmadja. Pengertian Hukum. http://72.14.235.132/search?q=cache:cjgzpBYStpwJ:fikriinformationcenter.files.wordpress.com/2008/09/pengertian-hukum2.ppt+pengertian+hukum&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id. 2008.
1
Selanjutnya hukum memerlukan perangkatnya untuk dapat
menegakkan hukum itu sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Friedman
dalam bukunya The Legal System, yaitu3 :
1. Substansi hukum adalah norma-norma hukum (peraturan-
peraturan) yang dihasilkan dari produk hukum;
2. Struktur hukum adalah kelembagaan yang diciptakan sistem
hukum yang memungkinkan pelayanan dan penegakan hukum;
dan
3. Budaya hukum adalah ide-ide, sikap, harapan, pendapat, dan nilai-
nilai yang berhubungan dengan hukum (bisa positif/ negatif).
Yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai struktur
hukum itu sendiri atau disebut juga dengan perangkat hukum di Indonesia
terdiri dari : badan peradilan, badan penegak hukum yaitu kepolisian, dan
kejaksaan. Peradilan di Indonesia berfungsi untuk mendapatkan keadilan
setelah tidak berhasil menempuh atau menggunakan jalur-jalur atau
upaya-upaya hukum lainnya.4
B. Metode Penulisan
Pendekatan yang dilakukan dalam penulisan “Perkembangan
Peradilan Indonesia dari Zaman Kolonial sampai dengan Kemerdekaan”
adalah menggunakan pendekatan desktriptif normatif.
3 Mahmul Siregar. Modul Perkuliahan Teori Hukum. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 2008.
4 Sudikno Mertokusumo. Kemandirian Hakim ditinjau dari Struktur Lembaga Kehakiman. www.sudiknoartikel.blogspot.com. 2008.
2
C. Permasalahan
Permasalahan yang timbul dalam penulisan makalah ini, adalah
bagaimana perkembangan peradilan Indonesia sejak masa kolonial
sampai dengan masa kemerdekaan.
BAB II
PERKEMBANGAN PERADILAN INDONESIA SEJAK MASA
KOLONIAL SAMPAI DENGAN MASA KEMERDEKAAN
A. Masa Kerajaan
Jika berbicara mengenai peradilan Indonesia maka kita tidak
terlepas dari hukum itu sendiri dan perkembangannya. Pertama sekali
yang akan dibahas adalah mengenai sejarah hukum yang berlaku di
Indonesia. 5
Masa Kerajaan di Indonesia, peradilan dipegang sepenuhnya oleh
raja dikarenakan tidak adanya pemisahan kekuasaan seperti yang
dimaksud oleh Montesquieu dalam “trias politica6” – nya. Seluruh badan
negara seperti : eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan; legislatif
sebagai pembuat undang-undang/ peraturan; dan yudikatif sebagai
badan peradilan, dipegang oleh kekuasaan raja yang absolut.7
5 Satya Arinanto. Catatan Perkuliahan Politik Hukum. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 2008.
6 Montesquieu. Trias Politica. Wikipedia. 2008. Pemisahan kekuasaan juga disebut dengan istilah trias politica adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau sekelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak.
7 Sunarmi. Modul Perkuliahan Sejarah Hukum. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 2008.
3
Sebelum abad ke-7, Indonesia pada saat itu menggunakan hukum
adat asli pada daerah masing-masing. Dengan pengetua adat yang
menjadi hakim pada saat itu. Kepala Adat/ Suku, kampung, desa atau
apapun juga namanya berkewajiban untuk menyelesaikan perselisihan
dan menjatuhkan hukuman, yang pada umumnya didampingi oleh
beberapa orang yang disegani pada daerah tertentu sebagai
penasehatnya.8
Pada abad VII sampai dengan abad XIV, Indonesia pada saat itu
menggunakan hukum adat yang ditambah dengan hukum agama Hindu.
Dikarenakan Hindu sudah mulai masuk ke Indonesia. Dalam hal peradilan
Indonesia telah terjadi pemisahan di antara peradilan raja dengan
peradilan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat tertentu, yang terdiri dari :
perkara pradata (perkara yang menjadi urusan peradilan raja); dan
perkara padu (perkara yang tidak menjadi urusan peradilan raja). Perkara
pradata pada umumnya adalah perkara yang dapat membahayakan
mahkota, membahayakan keamanan dan ketertiban negara, sedangkan
perkara padu yaitu perkara yang mengenai kepentingan rakyat
perseorangan. Hukum agama Hindu merupakan hukum yang
melegitimasi kekuasaan raja. Raja adalah penjelmaan dari paham
negara. Perkara-perkara yang tidak ditangani oleh raja diadili oleh pejabat
negara yang disebut dengan jaksa. Menurut filsafat hukum Hindu, raja
bukan saja merupakan lambang negara, akan tetapi negara sendiri.9
8 Muhammad Arifin. Peradilan di Indonesia. Pradnya Paramita. Cet. III. Jakarta Pusat. 1978. h. 9.
9 Ibid. h. 14 – 17.
4
Pada abad XIV sampai dengan abad XVII, hukum di Indonesia
dipengaruhi oleh hukum agama Islam selain agama Hindu dan hukum
adat. Dengan masuknya agama Islam ke Indonesia, maka tata hukum di
Indonesia mengalami perubahan juga. Hukum Islam pada akhirnya tidak
saja menggantikan kedudukan hukum Hindu. Peradilan pada masa ini
terletak di serambi Mesjid Agung. Perkara-perkara pada urusan
pengadilan ini disebut kisas. Pimpinan pengadilan, meskipun pada
prinsipnya masih di tangan raja tetapi dilakukan peralihan oleh raja ke
tangan Penghulu, yang dibantu oleh beberapa alim ulama sebagai
anggotanya. Hal ini menyimpang dari hukum Islam dimana menurut
hukum Islam yang menjadi hakim itu hanya satu orang saja disebut
dengan kadhi. Pengadilan Surambi ini merupakan suatu majelis yang
mengambil keputusan dengan cara musyawarah. Musyawarah untuk
mencapai mufakat adalah hukum asli. Pemutusan perkara diputuskan
oleh Raja yang berdasarkan usulan dari Pengadilan Surambi tadi.
Namun, dalam hal ini raja tidak pernah mengambil keputusan yang
menyimpang atau bertentangan dengan nasehat tersebut, dimana
Pengadilan Surambi mempunyai kewibawaan di mata rakyat.10
Pada abad XVII – 1819, sistem peradilan Indonesia berubah dari
sistem hukum agama Islam ke sistem hukum agama Hindu yang tidak
terlepas dari hukum adat masing-masing daerah. Terjadinya perebutan
kekuasaan inilah yang menyebabkan perubahan sistem peradilan
tersebut berubah juga.11
10 Ibid. h. 17 – 18. 11 Ibid. h. 18 – 19.
5
B. Masa Kolonial Belanda
Pada masa zaman pemerintah Hindia – Belanda (1600-an – 1942),
Indonesia dibagi menjadi 2 (dua) daerah, yaitu12 :
1. Daerah langsung; dan
Daerah langsung yang diperintah oleh Belanda lebih sempit
daerahnya dibandingkan dengan daerah yang tidak langsung yang
diperintah oleh raja-raja. Pada daerah tidak langsung terdapat
peradilan, sebagai berikut :
a. Landraad;
b. Raad van Justitie;
c. Hooggerechtshof (HGH);
2. Daerah tidak langsung.
Pada daerah tidak langsung terdapat peradilan, sebagai berikut :
a. Peradilan gubernemen;
b. Peradilan swapraja (oleh Raja).
Ada tiga pengadilan pemerintah untuk orang Indonesia :
Pengadilan Distrik (kewedanan) untuk perkara ringan; Pengadilan
Kabupaten untuk perkara-perkara lebih besar; dan akhirnya Landraad di
setiap ibukota kabupaten. Ke landraad – lah semua perkara pidana dan
perdata yang penting-penting di antara orang Indonesia dan orang-orang
yang dimasukkan ke dalam status Indonesia diajukan. Pada akhirnya
semua ketua Landraad adalah ahli hukum yang berpendidikan, tetapi
sampai tahun 1920 – an mereka semuanya juga orang Belanda, suatu
12 Sanwani. Catatan Perkuliahan Sejarah Hukum. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 2008.
6
unsur yang sebenarnya mencerminkan pemerintahan langsung. Dengan
kata lain Landraad bertindak sebagai Pengadilan Negeri.13
Raad van Justitie juga bertindak sebagai pengadilan pada tingkat
banding sedangkan Hooggerechtshof, bertindak sebagai pengadilan pada
tingkat kasasi untuk perkara-perkara orang pribumi yang diadili oleh
Landraad.14
Pengadilan Swapraja yang ada dan dikelola oleh raja-raja, sultan-
sultan dan atau pangeran-pangeran. Untuk daerah-daerah yang tidak
diperintah langsung oleh pemerintah Hindia Belanda juga didapati
beragam bentuk beda penyelesaian sengketa lain seperti yang lazim
disebut Pengadilan Desa (Desa Rechtspraak).15
Landraad merupakan pengadilan tingkat pertama bagi Golongan
Bumiputera dan Raad van Justitie merupakan tingkat kedua, sedangkan
bagi Golongan Eropa pengadilan tingkat pertamanya adalah Raad van
Justitie.16
Pada pengadilan RvJ (Raad van Justitie) itu dipekerjakan seorang
advokat-fiskal, yang dalam perkara pidana menjadi penuntut umum, akan
tetapi di dalam perkara sipil bertindak sebagai anggota biasa. Jadi, badan
pengadilan dalam tingkat pertama dan terakhir untuk pegawai-pegawai
Belanda dilakukan pada pengadilan ini; badan pengadilan appel buat
13 Sunarmi. Op. cit. 14 Sunarmi. Op. cit. 15 Sunarmi. Op. cit. 16 Sunarmi. Op. cit.
7
penduduk kota yang minta bandingan atas keputusan-keputusan dari
schepenbank17 dilakukan juga pada pengadilan ini.18
Dualisme Tata Cara Peradilan Indonesia
Dualisme badan peradilan telah berjalan selama bertahun-tahun
lamanya penggolongan penduduk dan penggolongan hukum yang
mempengaruhi peradilan.19
Untuk Eropa, tingkat peradilannya, yaitu20 :
a. Hooggerechtshof (HGH); dan
b. Raad van Justitie (RvJ).
Untuk orang pribumi, tingkat peradilannya yaitu21 :
a. Districtgerecht;
b. Regentschapsgerecht;
c. Landraad;
d. Rechtbank van Ommegang; dan
e. Rechtspraak ter Politierol.
Peradilan Indonesia dibenahi agar dapat memperluas kewenangan
peradilan Belanda dengan menarik sedikit demi sedikit kewenangan raja-
raja yang berkuasa.22 Keruwetan hukum yang ada di Indonesia bukan
hanya pada substansi hukum melainkan peradilannya juga.
17 Muhammad Arifin. Op. cit. Schepenbank adalah suatu badan pengadilan untuk segala penduduk kota yang merdeka (bukan budak) dari bangsa apapun, kecuali pegawai-pegawai kumpeni dan serdadu-serdadu kumpeni.
18 Muhammad Arifin. Op. cit. 19 Sunarmi. Op. cit. 20 Sunarmi. Op. cit. 21 Sunarmi. Op. cit. 22 Sunarmi. Op. cit.
8
C. Masa Pendudukan Jepang
Pada tahun 1942 – 1945, setelah pulau Jawa dikuasai oleh Jepang
maka dikeluarkanlah peraturan Balatentara Jepang tanggal 8 Maret 1942
No. 1, dalam mana ditentukan bahwa buat sementara segala undang-
undang dan peraturan-peraturan dari Pemerintah Hindia Belanda dahulu
terus berlaku, asal tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan
Balatentara Jepang.23
Dengan Undang-Undang No. 14 tahun 1942 ditetapkan “Peraturan
Pengadilan Pemerintah Balatentara Dai-Nippon”. Dengan peraturan ini
didirikan pengadilan-pengadilan sipil, yang akan mengadili perkara-
perkara pidana dan perdata. Disamping pengadilan-pengadilan itu
dibentuk juga Kejaksaan.24
Pengadilan-pengadilan sipil tersebut, antara lain25 :
1. Gunsei Hooin (Pengadilan Pemerintah Balatentara) berlaku untuk
semu penduduk Hindia Belanda;
2. Semua Badan Pengadilan dari Pengadilan dari Pemerintah Hindia
Belanda, kecuali Residentiegerecht yang dihapus berdasarkan
Undang-Undang No. 14 tahun 1942 diganti namanya :
a. Landraad menjadi Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri);
b. Landgerecht menjadi Keizai Hooin (Hakim Kepolisian);
c. Regentscahgerecht menjadi Ken Hooin (Pengadilan
Kabupaten);
23 Muhammad Arifin. Op. cit. 24 Muhammad Arifin. Op. cit.25 Annida Ramasari. Badan Peradilan Zaman Hindia Belanda dan Jepang.
http://annida.harid.web.id/?p=354. 2008.
9
d. Districtsgerecht menjadi Gun Hooin (Pengadilan
Kewedanan).
3. Berdasarkan Undang-Undang No. 34 tahun 1942 (Osamu Seirei
No. 3), dibentuk :
a. Kootoo Hooin (Pengadilan Tinggi); dan
b. Saikoo Hooin (Pengadilan Agung).
Akan tetapi di dalam Pasal 14 Undang-Undang No. 34 tahun 1942
ditentukan bahwa apel kepada dua badan pengadilan tersebut
untuk sementara waktu tidak diperkenankan.
Seluruh peraturan perundang-undangan tentang peradilan dan
pengadilan di zaman pendudukan Jepang itu, yang amat dirasakan oleh
segenap penduduk dari segala lapisan dan golongan, adalah kenyataan
bahwa sesungguhnya tidak ada keadilan, oleh karena tidak ada
kebebasan dan kemerdekaan. Setiap waktu orang dapat ditangkap oleh
polisi rahasia Jepang dan orang yang ditangkap itu tidak diserahkan ke
pengadilan. Kalau tidak dibunuh, ia terus ditutup dengan tidak pernah
diperiksa oleh pengadilan.26
D. Masa Kemerdekaan
Pada masa kemerdekaan Indonesia wilayah peradilan terbagi 3
(tiga), yaitu27 :
1. Daerah yang dikuasai Republik;
26 Muhammad Arifin. Op. cit. 27 Muhammad Arifin. Op. cit.
10
Dengan Undang-Undang No. 19 tahun 1948 tentang Badan-
Badan Pengadilan dalam Daerah Republik Indonesia, peradilan di
Indonesia terdiri dari :
a. Peradilan Umum;
b. Peradilan Tata Usaha Pemerintahan; dan
c. Peradilan Ketentaraan.
Begitu juga dengan kejaksaan dalam peradilan umum diatur dalam
Pasal 11 Undang-Undang No. 19 tahun 1948 tentang Badan-
Badan Pengadilan dalam Daerah Republik Indonesia, terdiri dari :
a. Kejaksaan Negeri;
b. Kejaksaan Tinggi; dan
c. Kejaksaan Agung.
Pada masa itu sudah dapat dilihat bahwa peradilan Indonesia
sudah lebih lengkap, terbukti dengan sudah adanya badan
Peradilan dan Kejaksaan.
2. Daerah yang dikuasai Belanda; dan
Belanda datang lagi ke Indonesia dengan masuknya tentara
Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA)28, maka di dalam hal
pengadilan pertama yang dibuat oleh NICA adalah landrechter-
landrechter buat mengadili perkara-perkara pidana sipil. Akan
tetapi karena timbul kebutuhan secara mendesak untuk
mengadakan pengadilan yang harus menyelesaikan perkara
28 Wikipedia. NICA. http://id.wikipedia.org/wiki/NICA. 2008. NICA adalah tentara sekutu yang ditugasi untuk mengkontrol daerah yang sekarang disebut Indonesia setelah Jepang menyerah kalah Perang Dunia II pada pertengahan 14 Agustus 1945.
11
perdata, terutama di lapangan hubungan kekeluargaan, berhubung
dengan banyaknya orang-orang niat bercerai, yang hendak
mengakui anak atau mengesahkan anak dan sebagainya, maka
diusahakan supaya segera dibentuk badan-badan pengadilan
perdata. Dualisme pengadilan pada masa itu sudah dihapuskan,
karena Belanda mengadakan keseragaman di dalam
penyelenggaraan peradilan.
3. Daerah negara-negara bagian.
Tujuan politik Belanda adalah melumpuhkan kekuatan
Republik Indonesia kesatuan dan mengisolir Republik sama sekali,
maka di beberapa daerah didirikan negara-negara bagian, yang
masing-masing mengatur pengadilannya sendiri-sendiri, yaitu :
a. Negara Bagian Pasundan;
Ada 2 (dua) macam pengadilan pada Negara Bagian
Pasundan, yaitu : Pengadilan Negara dan Pengadilan
Tinggi.
b. Negara Sumatera Timur; dan
Ada 2 (dua) macam pengadilan pada Negara Bagian
Sumatera Timur, yaitu : Pengadilan Negara dan Mahkamah
Negara.
c. Negara Indonesia Timur.
Ada 4 (empat) macam pengadilan pada Negara Indonesia
Timur, yaitu : Negorijrechtbanken, Districtsgerechten,
Pengadilan Negara, dan Mahkamah Justitie.
12
Republik Indonesia Serikat tidak lama berdiri, sehingga tidak
berkesempatan untuk mengatur lebih jauh apa yang perlu
diadakan di lapangan kehakiman. Pada tahun 1950, Republik
Indonesia Serikat dibubarkan dan diganti dengan Republik
Indonesia Kesatuan.
Berikut ini dapat dilihat penerapan hukum dan masa kekuasaan
yang digunakan dari sebelum abad ke VII sampai dengan tahun 2008
melalui bagan kemajemukan hukum indonesia dari sebelum abad ke vii
sampai dengan tahun 2008.29
29 Satya Arinanto. Op. cit.
13
Abad VII
Abad XIV
Abad XVII
1819 1848
1854
1855
1870
1890
1900
1940
1945
1949
1990
1998
2008
HK. ADAT
HK. ADAT ASLI +
HK.
HK. ADAT ASLI +
HK..
HK. ADAT ASLI + HK. HINDU +
HK. ISLAM + HK.
KRISTEN +
Dalam periode sekitar 130 tahun (1819 – 1949), pemerintah Belanda memberlakukan ± 7.000 peraturan di wilayah Hindia Belanda;
Menurut penelitian Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), pada sekitar tahun 1992 masih tersisa sekitar 400 peraturan kolonial yang masih berlaku; dan
Pada saat ini jumlah tersebut semakin berkurang.
1840
Masa Liberalisme (1840 –
Terjadi revolusi
Eropa dan Belanda
memberla
Pemberlakuan RR
Pemberlakuan IS
Pemberlakuan
Agrarisch
Masa Politik Etis
(1890 –
Pasca 1900Pra 1900Masa Kekuasaan Kelompok Universalis Ms. Kekuasaan
Klp. Liberal Partikuler
Masa Dekolonisasi & Orde
Masa Reformasi –
Pasca
Proklamasi :
Pemberla
Pasal II Aturan Peralihan UUD ’45 (sebelum perubahan) : Segala badan negara
dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini;
Bagan 1. KEMAJEMUKAN HUKUM DI INDONESIA SEBELUM ABAD VII - 2008
14
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan ini, sebagai
berikut :
- Pada zaman kerajaan, peradilan dilaksanakan oleh raja yang
berkuasa yang dibantu dengan para pejabat kerajaan yang
berkuasa di daerah-daerah;
- Pada zaman kolonial Belanda, peradilan dilaksanakan dengan
keberpihakan kepada Belanda yang memiliki kepastian hukum,
keadilan, dan kemanfaatan tetapi dalam hal ini Belanda-lah yang
berkuasa. Pemberlakuan hukum belum merata karena hukum
positif tidak diterapkan untuk seluruh masyarakat tetapi hanya
kepada orang-orang Eropa dan Pribumi yang melakukan tunduk
sukarela;
- Pada zaman pendudukan Jepang, peradilan dilaksanakan dengan
tidak adanya kebebasan dan kemerdekaan. Setiap waktu orang
yang bersalah tidak diadili melainkan dibunuh oleh tentara Jepang;
- Pada zaman kemerdekaan, peradilan terbagi dalam tiga daerah
yaitu : daerah yang dikuasai Republik; daerah yang dikuasai
Belanda; dan daerah negara bagian. Setiap daerah berlainan
dalam sistem peradilannya; dan
15
- Badan peradilan sudah ada sejak zaman kerajaan di Indonesia,
namun sistem, peraturan, dan perangkatnya saja yang memiliki
perbedaan;
B. Saran
Hukum yang baik adalah hukum yang berasal dari jiwa masyarakat
(volkgeist) seperti apa yang dikatakan oleh Friedrich Karl von Savigny
mengenai hukum.
Menurut penulis akan lebih baik apabila peradilan di Indonesia
tetap dilaksanakan dengan menggunakan sistem hukum adat. Dengan
demikian perkara yang masuk ke pengadilan dapat berkurang secara
signifikan. Dikarenakan sudah diselesaikan oleh Ketua Adat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muhammad. Peradilan di Indonesia. Pradnya Paramita. Cet. III. Jakarta Pusat. 1978.
Arinanto, Satya. Catatan Perkuliahan Politik Hukum. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 2008.
Kusumaatmadja, Mochtar. Pengertian Hukum. http://72.14.235.132/search?q=cache:cjgzpBYStpwJ:fikriinformationcenter.files.wordpress.com/2008/09/pengertian-hukum2.ppt+pengertian+hukum&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id. 2008.
Mertokusumo, Sudikno. Kemandirian Hakim ditinjau dari Struktur Lembaga Kehakiman. www.sudiknoartikel.blogspot.com. 2008.
Montesquieu. Trias Politica. Wikipedia. 2008.
Ramasari, Annida. Badan Peradilan Zaman Hindia Belanda dan Jepang. http://annida.harid.web.id/?p=354. 2008.
Sanwani. Catatan Perkuliahan Sejarah Hukum. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 2008.
Siregar, Mahmul. Modul Perkuliahan Teori Hukum. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 2008.
Sunarmi. Modul Perkuliahan Sejarah Hukum. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 2008.
Wikipedia. NICA. http://id.wikipedia.org/wiki/NICA. 2008.
Zulkarnain. Kritik Terhadap Pemikiran Hukum Mazhab Sejarah. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Medan. 2003.
17