perkawinan (hukum islam)

Upload: invitejoker

Post on 08-Apr-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    1/18

    PEMBAHASAN

    PERKAWINAN (HUKUM ISLAM)

    A. Perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang

    Perkawinan

    a.1. Dasar Perkawinan

    Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

    seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

    (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

    Esa.

    Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat

    menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pada asasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh

    mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai

    seorang suami.

    Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri

    lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

    Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, maka pemohon

    wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat

    tinggalnya.

    Pengadilan yang dimaksud hanya memberikan izin kepada seorang

    suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:

    a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri

    b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

    disembuhkan

    c. istri tidak dapat melahirkan keturunan

    Untuk dapat mengajukan permohonan ke pengadilan harus dipenuhi

    syarat-syarat sebagai berikut:

    a. adanya perjanjian dari istri/istri-istri

    b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-

    keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka

    c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri

    dan anak-anak mereka

    3

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    2/18

    Perjanjian yang dimaksud tidak diperlukan bagi suami apabila

    istri/istri-istrinya tidak mungkin dimintai perjanjiannya dan tidak dapat

    menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya

    selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebabsebab lainnya

    yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

    a.2. Syarat-Syarat Perkawinan

    Perkawinan harus didasarkan atas perjanjian kedua calon mempelai.

    Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21

    (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya. Dalam hal

    seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam keadaan tidakmampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua

    yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan

    kehendaknya. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam

    keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh

    dari wali, orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan

    lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat

    menyatakan kehendaknya. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara-orang-

    orang tersebut atau salah seorang atau lebih di antara mereka tidak

    menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat

    tinggal orang yang akan melaksanakan perkawinan atas permintaan orang

    tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang

    tersebut.

    Perkawinan hanya dapat diizinkan jika pihak pria sudah mencapai

    umur 19 tahun dan wanita mencapai umur 16 tahun.

    Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang

    lain dan bercerai lagi, maka di antara mereka tidak boleh dilangsungkan

    perkawinan lagi sepanjang hukum masing-masing agamanya dan

    kepercayaannya menentukan lain.

    Sebelum perkawinan berlangsung harus dilakukan terlebih dahulu:

    a. pemberitahuan (aangifte) tentang kehendak akan kawin kepada

    Pegawai Pencatatan Sipil (Ambtenaar Burgerlijke Stand), yaitu

    pegawai yang nantinya akan melangsungkan perkawinan

    4

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    3/18

    b. pengumuman (afkondiging) oleh pegawai tersebut tentang akan

    dilangsungkan pernikahan itu.

    a.3. Larangan Perkawinan

    Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

    a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau

    pun ke atas

    b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu

    antara saudara, antara seorang dengan saudara yang tua dan

    antara seorang dengan saudara neneknya

    c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, danibu/bapak tiri

    d. Berhubungan susuan yaitu orang tua susuan, anak susuan,

    saudara susuan, dan bibi/paman susuan

    e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau

    kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari

    seorang

    f. Mempunyai hubungam yang oleh agamanya atau peraturan lain

    yang berlaku, dilarang kawin.

    a.4. Batalnya Perkawinan

    Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi

    syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

    Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu:

    a. para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau

    istri

    b. suami atau istri

    c. pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan bekum

    diputuskan

    d. pejabat yang ditunjuk dan setiap orang yang mempunyai

    kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan

    tersebut tetapi hanya setelah perkawinan itu diputus.

    5

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    4/18

    Barangsiapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah

    satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat

    mengajukan pembatalan perkawinan yang baru.

    Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada pengadilan

    dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau di tempat

    tinggal kedua suami istri, suami atau istri.

    Perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatat

    perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang

    dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan

    pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari

    suami atau istri, jaksa dan suami atau istri.

    Hak untuk membatalkan oleh suami atau istri berdasarkan alasanyang telah dikemukakan sebelumnya, gugur apabila mereka telah hidup

    bersama sebagai suami istri dan dapat memperlihatkan akta perkawinan

    yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan

    perkawinan harus diperbaharui supaya sah.

    Seorang suami atau istri apat mengajukan permohonan pembatalan

    perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang

    melanggar hukum.

    Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan

    perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah

    sangka mengenai diri suami atau istri.

    Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah Keputusan Pengadilan

    mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat

    berlangsungnya perkawinan.

    Meskipun suatu pembatalan itu pada asasnya bertujuan untuk

    mengembalikan keadaan seperti pada waktu perbuatan itu belum terjadi

    tetapi dalam hal suatu perkawinan dibatalkan tidak boleh kitaberanggapan

    seolah-olah tidak pernah terjadi suatu perkawinan karena terlalu banyak

    kepentingan dari berbagai pihak yang harus dilindungi. Karena itu,

    keputusan tidak berlaku surut terhadap:

    a. anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Jika sudah

    dilahirkan anak-anak dari perkawinan tersebut, maka anak-anak

    ini tetap mempunyai kedudukan sebagai anak yang sah

    6

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    5/18

    b. suami atau istri yang bertindak dengan itikad baik. Pihak yang

    berlaku jujur tetap memperoleh dari perkawinan itu hak-hak yang

    semstinya didapat sebagai suami atau istri dalam perkawinan

    yang dibatalkan itu

    c. orang-orang ketiga lainnya. Juga orang-orang ketiga yang berlaku

    jujur tidak boleh dirugikan karena pembatalan perkawinan itu.

    a.5. Perjanjian Perkawinan

    Jika seorang yang hendak kawin mempunyai benda-benda yang

    berharga atau mengharapkan akan memperoleh kekayaan maka adakalanya

    diadakan perjanjian perkawinan (huwelijksvoorwaarden). Perjanjian yangdemikian ini menurut undang-undang harusdiadakan sebelum perkawinan

    dilangsungkan dan harus diletakkan dalam suatu akta notaris.

    Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak

    atas perjanjian bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan

    oleh Pegawai Pencatat Perkawinan setelah mana isinya berlaku juga

    terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

    Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-

    batas hukum, agama dan kesusilaan. Perjanjian tersebut berlaku sejak

    perkawinan dilangsungkan.

    Selama perkawinan berlangsung, perjanjian tersebut tidak dapat

    diubah kecuali bila dari kedua belah pihak ada perjanjian untuk mengubah

    dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

    Mengenai bentuk dan isi perjanjian tersebut, sebagaimana halnya

    dengan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, kepada kedua belah pihak

    diberikan kemerdekaan seluas-luasnya kecuali satu dua larangan yang

    termuat dalam undang-undang dan asal saja tidak melanggar ketertiban

    umum atau kesusilaan.

    Suatu perjanjian perkawinan misalnya, hanya dapat menyingkirkan

    suatu benda saja (misalnya satu rumah) dari percampuran kekayaan, tetapi

    dapat juga menyingkirkan segala percampuran. Undang-undang hanya

    menyebutkan dua contoh perjanjian yang banyak terpakai, yaotu perjanjian

    percampuran laba-rugi (gemeenschap van winst en verlies) dan perjanjian

    percampuran penghasilan (gemeenschap van vruchten en inkomsten).

    7

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    6/18

    a.6. Pencegahan Perkawinan

    Perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi

    syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

    Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis

    keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali, pengampu

    dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.

    Kepada beberapa orang oleh undang-undang diberikan hak untuk

    mencegah atau menahan (stuiten) dilangsungkannya perkawinan, yaitu:

    a. suami atau istri serta anak-anak dari suatu pihak yang hendak

    kawin

    b. orang tua kedua belah pihak

    c. jaksa (officier van justitie)Mereka berhak juga mencegah berlangsungnya perkawinan apabila

    salah seorang dari calon mempelai beada di bawah pengampuan sehingga

    dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi

    calon mempelain yang lainnya yang mempunyai hubungan dengan orang-

    orang tersebut.

    Barangsiapa karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah

    satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan, dapat

    mencegah perkawinan yang baru.

    Pencegahan perkawinan diajukan kepada pengadilan dalam daerah

    hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan

    juga kepada pegawai pencatat perkawinan. Kepada calon-calon mempelai

    diberitahukan mengenai permohonan pencegahan perkawinan oleh pegawai

    pencatat perkawinan.

    Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan putusan pengadilan

    atau dengan menarik kembali permohonan pencegahan pada pengadilan oleh

    yang mencegah. Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan

    belum dicabut.

    Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan

    atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya

    pelanggaran meskipun tidak ada pencegahan perkawinan.

    Surat-surat yang harus diserahkan diserahkan kepada Pegawai

    Pencatatan Sipil agar ia dapat melangsungkan perkawinan:

    a. surat kelahiran masing-masing calon mempelai

    8

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    7/18

    b. surat pernyataan dari Pegawai Pencatatan Sipil tentang adanya

    izin orang tua, izin mana juga dapat diberikan dalam surat

    perkawinan sendiri yang akan dibuat itu

    c. proses verbal dari mana ternyata perantaraan hakim dalam hal

    perantaraan ini dibutuhkan

    d. surat kematian suami atau istri atau putusan perceraian

    perkawinan lama

    e. surat keterangan dari Pegawai Pencatatan Sipil yang menyatakan

    telah dilangsungkan pengumuman dengan tiada perlawanan dari

    sesuatu pihak

    f. dispensasi dari presiden atau Menteri Kehakiman dalam hal ada

    suatu larangan untuk kawin.a.7. Monogami

    Monogami adalah sistem perkawinan yang hanya membolehkan

    seorang laki-laki mempunyai satu istri pada jangka waktu tertentu.

    Pembuatan undang-undang tidak berhasil menghapukan poligami,

    tetapi hanya berhasil untuk menetapkan bahwa pada asasnya dalam suatu

    perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, jadi hanya

    berhasil mencapai asas monogami.

    Ini merupakan suatu perbedaan penting di KUH Perdata, yang

    sebagaimana diketahui menganut monogami mutlak, yang dapat dibaca

    dalam pasal 27 yang berbunyi: Dalam waktu yang sama seorang laki-laki

    hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya,

    seorang perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya. Dari

    ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa kalau dua orang sudah terikat dalam

    perkawinan maka tiap perkawinan kedua adalah batal demi hukum.

    Dianutnya asas monogami mengndung arti bahwa masih ada

    kemungkinan bagi seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri apabila

    ia telah mendapat dispensasi.

    Adapun yang memberikan dispensasi ini adalah Pengadilan Agama,

    karena yang menurut hukumnya boleh ber-poligami adalah orang Islam.

    Namun, undang-undang mempersulit dispensasi itu. Menurut pasal 4

    UU Perkawinan, pengadilan hanya memberikan izin kepada seorang suami

    yang akan beristri lebih dari seorang apabila:

    a. istri tidak dapat menjalakan kewajiban sebagai istri

    9

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    8/18

    b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

    disembuhkan

    c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.

    UU Perkawinan membuat cukup banyak rintangan untuk melakukan

    poligami. DI samping itu diterangkan dalam pasal 279 KUH Pidana yang

    mengancam suami yang kawin lagi sedang ia tahu bahwa perkawinannya

    sendiri merupakan halangan yang sah, dengan hukuman selama paling lama

    5 (lima) tahun penjara. Yang dimaksudkan adalah seorang suami yang kawin

    lagi secara gelap. Tindak pidana ini dinamakan penggelapan kedudukan

    perdata.

    10

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    9/18

    B. Perkawinan dalam Hukum Islam

    b.1. Dasar Perkawinan

    Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad

    yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah

    dan melaksanakannya merupakan ibadah.

    Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga

    yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

    Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut Hukum Islam

    sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang

    perkawinan.

    Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam makasetiap perkawinan harus dicatat. Pencatatan perkawinan dilakukan oleh

    Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 22

    Tahun1946 jo Undang-undang No.32 Tahun 1954.

    Setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah

    pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Perkawinan yang dilakukan di luar

    pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.

    Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat

    oleh Pegawai Pencatat Nikah. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan

    dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.

    b.2. Peminangan

    Peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak

    mencari pasangan jodoh tapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat

    dipercaya. Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih

    perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.

    Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah

    rajiah, haram dan dilarang untuk dipinang. Dilarang juga untuk meminang

    seoarang wanita yang sedang dipinang oleh pria lain selama pinangan pria

    tersebut belum putus atau belum ada penolakkan dari pihak wanita.

    Putus pinangan pihak pria karena adanya pernyataan tentang

    putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminang

    telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang.

    11

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    10/18

    Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas

    memutuskan hubungan peminangan. Kebebasan memutuskan hubungan

    peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan

    agama dan kebiasaan setempat sehingga terbina kerukunan dan saling

    menghargai.

    b.3. Rukun dan Syarat Perkawinan

    b.3.1. Rukun

    Untuk melaksanakan perkawinan harus ada:

    a. calon suami

    b. calon istric. wali nikah

    d. dua orang saksi

    e. ijab dan kabul

    b.3.2. Calon Mempelai

    Perkawinan hanya boleh dilakukan oleh calon mempelai yang telah

    mencapai umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No.1

    Thaun 1974 tentang perkawinan, yakni calon suami sekurang-kurangnya

    berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.

    Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus

    mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4), dan

    (5) UU No.1 tahun 1974.

    Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai.

    b.3.3. Wali Nikah

    Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi

    bagi calon mempelai wanita ynag bertindak untuk menikahkannya. Yang

    bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat

    Hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh.

    Wali nikah terdiri dari:

    a. wali nasab

    b. wali hakim

    12

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    11/18

    Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan.

    Kelompok disesuaikan dengan susunan kekerabatan dengan calon mempelai

    wanita.Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah,

    kakek dari pihak ayah dan seterusnya.

    Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara

    laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.

    Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung

    ayah, saudara seayah, dan keturunan laki-laki mereka.

    Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-

    laki seayah kakek, dan keturunan laki-laki mereka.

    Wali hakim adalah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama

    atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untukbertindak sebagai wali nikah. Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali

    nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya

    atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau enggan.

    b.3.4. Saksi Nikah

    Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah.

    Setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi.

    Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah adalah seorang

    laki-laki muslim, adil, aqil baligh, tidak terganggu ingatan, dan tidak tuna

    rungu atau tuli. Saksi harus hadir menyaksikan secara langsung akad nikah

    serta menandatangani Akta Nikah pada waktu dan di tempat akad nikah

    dilangsungkan.

    b.3.5. Akad Nikah

    Akad nikah adalah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan

    kabul yang diucapkan olah mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua

    orang saksi.

    Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas

    beruntun dan tidak berselang waktu. Akad nikah dilaksanakan sendiri secara

    pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan. Wali nikah dapat mewakilkan

    kepada orang lain.

    Yang berhak mengucapkan kabul adalah calon mempelai pria secara

    pribadi.

    13

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    12/18

    b.4. Mahar

    Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon

    mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak

    bertentangan dengan hukum Islam.

    Penentuan mahar berdasarkan asaskesederhanaan dan kemudahan

    yang dianjurkan oleh ajaran Islam. Mahar diberikan langsung kepada calon

    mempelai wanita dan sejak itu menjadi hak pribadinya. Penyerahan mahar

    dilakukan dengan tunai.

    b.5. Perjanjian Perkawinan

    Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinandalam bentuk:

    a. taklik talak

    b. perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan Hukum Islam.

    Taklik talak ialah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria

    setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta Nikah berupa janji talak

    yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di

    masa yang akan datang.

    Isi taklik tidak boleh bertentangan dengan Hukum Islam.

    Apabila keadaan yang disyaratkan dalam taklik talak betul-betul

    terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh-

    sungguh jatuh, istri harus mengajukan persoalannya ke Pengadilan Agama.

    Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan

    pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan

    tidak dapat dicabut kembali.

    b.6. Pencegahan Perkawinan

    Pencegahan perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu

    perkawinan yang dilarang Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan.

    Pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami atau calon istri

    yang akan melangsungkan perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat untuk

    melangsungkan perkawinan menurut Hukum Islam dan Peraturan

    Perundang-undangan.

    14

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    13/18

    Yang dapat mencegah perkawinan adalah para keluarga dalam garis

    keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu

    dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang bersangkutan.

    Ayah kandung yang tidak pernah melaksanakan fungsinya sebagai

    kepala keluarga tidak gugur hak kewaliannya untuk mencegah perkawinan

    yang akan dilakukan oleh wali nikah yang lain.

    Pencegahan perkawinan dapat dilakukan oleh suami atau istri yang

    masih terikat dalam perkawinan dengan salah seorang calon istri atau calon

    suami yang akan melangsungkan perkawinan.

    Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan menarik kembali

    permohonan pencegahan pada Pengadilan Agama oleh yang mencegah atau

    dengan putusan Pengadilan Agama.

    b.7. Batalnya Perkawinan

    Perkawinan batal apabila:

    a. Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan

    akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun

    salah satu dari keempat istrinya itu dalam iddah talak raji.

    b. Seorang menikahi bekas istrinya yang telah diliannya.

    c. Seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali

    talak olehnya kecuali bila istri tersebut pernah menikah dengan

    pria lain yang kemudian bercerai lagi bada al dukhul dari pria

    tersebut dan telah habis masa iddahnya.

    d. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai

    hubungan darah semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu

    yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 UU No.1 Tahun

    1974.

    e. Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan

    dari istri atau istri-istrinya.

    Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:

    a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan

    Agama.

    b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih

    menjadi istri pria lain yang mafqud.

    15

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    14/18

    c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari

    suami lain.

    d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan

    sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 7 UU NO. 1 Tahun

    1974.

    e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh

    wali yang tidak berhak.

    f. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

    Yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah:

    a. Para keluarga dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah

    dari suami atau istri.

    b. Suami atau istri.c. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan

    menurut undang-undang.

    d. Para pihak yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan

    syarat perkawinan menurut Hukum Islam dan Peratuarn

    Perundang-undangan.

    Keputusan pembatalan perkawinan tidak dapat berlaku surut

    terhadap:

    a. perkawinan yang batal karena salah satu dari suami atau istri

    murtad

    b. anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut

    c. pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan

    beritikad baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan

    mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

    Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum

    antara anak dengan orang tuanya.

    b.8. Kawin Hamil

    Seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawini dengan pria yang

    telah menghamilinya. Perkawinan dengan wanita hamil di luar nikah dapat

    dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan

    dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan

    perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

    16

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    15/18

    Selama seseorang masih dalam keadaan ihram, tidak boleh

    melangsungkan perkawinan dan juga tidak boleh bertindak sebagai wali

    nikah.

    Apabila terjadi perkawinan dalam keadaan ihram, atau wal nikahnya

    masih berada dalam ihram maka perkawinannya tidak sah.

    b.9. Poligami

    Poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak

    memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.

    Beristri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya

    sampai empat orang istri. Syarat utama beristri lebih dari satu adalah suamiharus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

    Apabila syarat yang utama tersebut tidak mungkin dipenuhi maka

    suami dilarang beristri lebih dari seorang.

    Suami yang hendak beristri lebih dari seorang harus mendapat izin

    dari Pengadilan Agama. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua,

    ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai

    kekuatan hukum.

    Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami

    yang akan beristri lebih dari seorang apabila:

    d. istri tidak dapat menjalakan kewajiban sebagai istri

    e. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

    disembuhkan

    f. istri tidak dapat melahirkan keturunan.

    Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi:

    a. adanya persetujuan istri

    b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan

    hidup istri-istri dan anak-anak mereka.

    17

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    16/18

    C. Larangan Perkawinan dalam Hukum Islam

    Dilarang melangsungkan perkawinan antra seorang pria dengan

    seorang wanita disebabkan:

    1. karena pertalian nasab:

    a. dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang

    menurunkannya atau keturunannya

    b. dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu

    c. dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya.

    2. karena pertalian kerabat semenda:

    a. dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas

    istrinya

    b. dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannyac. dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya,

    kecuali putusnya hubungan pekawinan dengan bekas istrinya

    itu qobla al dukhul

    d. dengan seorang wanita bekas istri keturunannya.

    3. karena pertalian sesusuan:

    a. dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut

    garis lurus ke atas

    b. dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis

    lurus ke bawah

    c. dengan seorang wanita saudara sesusuan dan kemenakan

    sesusuan ke bawah

    d. dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan

    ke atas

    e. dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.

    Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan

    seorang wanita karena keadaan tertentu:

    a. karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu

    perkawinan dengan pria lain

    b. seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan

    pria lain

    c. seorang wanita yang tidak beragama Islam.

    Seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang

    mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan istrinya:

    18

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    17/18

    a. saudara kandung, seayah atau seibu serta keturunannya

    b. wanita dengan bibinya atau kemenakannya.

    Larangan tersebut berlaku meskipun istri-istrinya telak ditalak raji

    tetapi masih dalam masa iddah.

    Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang

    wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang istri yang

    keempat-empatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam iddah

    talak raji ataupun salah seorang di antara mereka masih terikat tali

    perkawinan sedang yang lainnya dalam masa iddah talak raji.

    Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria:

    a. dengan seorang wanita bekas istrinya yang ditalak tiga kali

    b. dengan seorang wanita bekas istrinya yang dilian.Larangan melangsungkan perkawinan dengan istri yang telah ditalak

    tiga kali gugur kalau istri tersebut telah kawin dengan pria lain kemudian

    perkawinan tersebut putus bada dukhul dan telah habis masa iddahnya.

    Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan

    seorang pria yang tidak beragama Islam.

    Di dalam Al Quran, Surat IV (An Nisaa), terdapat beberapa hukum

    perkawinan, yakni:

    (Ayat 22): Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah

    dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.

    Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk

    jalan (yang ditempuh).

    (Ayat 23): Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-

    anakmu yang perempuan; saudara-saudarmu yang perempuan; saudara-

    saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;

    anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak

    perempuan dari saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui

    kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak

    istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri;

    tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu ( dan sudah kamu

    ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan

    bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam

    perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada

    19

  • 8/7/2019 Perkawinan (Hukum Islam)

    18/18

    masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

    Penyayang.

    (Ayat 24): dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang

    bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan

    hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi

    kamuselain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk

    dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nimati

    (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan

    sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu

    terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menetukan

    mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

    (Ayat 25): Dan barangsiapa di antara kamu (orang merdeka) yangtidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman,

    ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu

    miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari

    sebahagian yang lain., karena itu kawinilah mereka ndengan seizin tuan

    mereka dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang

    merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan

    (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila

    mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan

    pernuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman

    wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu,

    adalah bagi orang-orang yang takut kepada kesulitan menjaga diri (dari

    perbuatan zina) di antaramu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah

    Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

    20