perilaku penemuan informasi pada penderita parkinson...

26
Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson Achmad Eko Ratno Abstrak Penyakit parkinson merupakan penyakit yang mengganggu kerja otak karena penderita kekurangan dopamine, kekurangan dopamine di otak manusia tidak mudah untuk dikenali. Penyakit parkinson tidak didiagnosis dengan tes darah melainkan dengan gejala-gejala yang menyebabkan hilangnya dopamine. Yang mungkin termasuk gejalanya yaitu gemetar pada tangan, kekakuan- kekakuan otot, serta kelainan pada gerakan. Selain gejala motorik, parkinson juga bisa menyebabkan penderitanya mengalami penurunan fungsi kognitif, seperti demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia. Dalam menemukan informasi terkait pengobatan penyakit parkinson, penderita khususnya di Indonesia mengalami berbagai kendala. Yang pertama yaitu hanya sedikit rumah sakit di Indonesia yang secara khusus menangani pengobatan penyakit Parkinson, mulai dari terapi pengobatan hingga tindakan medis yang lain. Bahkan ketersediaan obat Parkinson di Indonesia masih sangat sedikit, jika dibandingakan dengan negara-negara di Eropa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan informasi penderita parkinson terdiri dari lima faktor, yaitu kebutuhan informasi mengenai penyakit yang dideritanya, kebutuhan informasi mengenai fasilitas kesehatan yang tersedia, kebutuhan informasi mengenai perawatan tubuhnya, kebutuhan informasi mengenai pengelolaan mental pada dirinya, dan kebutuhan informasi mengenai gizi dan makanan yang baik untuk dikonsumsi dirinya. Proses yang dilalui penderita parkinson pada saat mencari informasi yaitu starting, chaining, browsing, differentiating, monitoring, extracting, verifying, dan ending. Hambatan yang dilalui penderita parkinson pada saat mencari informasi yaitu hambatan personal, peran terkait, dan lingkungan. Kata kunci: perilaku penemuan informasi, kebutuhan informasi, penyakit parkinson, penderita parkinson.

Upload: domien

Post on 06-Feb-2018

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson

Achmad Eko Ratno

Abstrak

Penyakit parkinson merupakan penyakit yang mengganggu kerja otak

karena penderita kekurangan dopamine, kekurangan dopamine di otak manusia

tidak mudah untuk dikenali. Penyakit parkinson tidak didiagnosis dengan tes

darah melainkan dengan gejala-gejala yang menyebabkan hilangnya dopamine.

Yang mungkin termasuk gejalanya yaitu gemetar pada tangan, kekakuan-

kekakuan otot, serta kelainan pada gerakan. Selain gejala motorik, parkinson juga

bisa menyebabkan penderitanya mengalami penurunan fungsi kognitif, seperti

demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia.

Dalam menemukan informasi terkait pengobatan penyakit parkinson,

penderita khususnya di Indonesia mengalami berbagai kendala. Yang pertama

yaitu hanya sedikit rumah sakit di Indonesia yang secara khusus menangani

pengobatan penyakit Parkinson, mulai dari terapi pengobatan hingga tindakan

medis yang lain. Bahkan ketersediaan obat Parkinson di Indonesia masih sangat

sedikit, jika dibandingakan dengan negara-negara di Eropa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan informasi penderita

parkinson terdiri dari lima faktor, yaitu kebutuhan informasi mengenai penyakit

yang dideritanya, kebutuhan informasi mengenai fasilitas kesehatan yang tersedia,

kebutuhan informasi mengenai perawatan tubuhnya, kebutuhan informasi

mengenai pengelolaan mental pada dirinya, dan kebutuhan informasi mengenai

gizi dan makanan yang baik untuk dikonsumsi dirinya. Proses yang dilalui

penderita parkinson pada saat mencari informasi yaitu starting, chaining,

browsing, differentiating, monitoring, extracting, verifying, dan ending. Hambatan

yang dilalui penderita parkinson pada saat mencari informasi yaitu hambatan

personal, peran terkait, dan lingkungan.

Kata kunci: perilaku penemuan informasi, kebutuhan informasi, penyakit

parkinson, penderita parkinson.

Page 2: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

ABSTRACT

Parkinson's disease is a disease that interferes with the brain works

because sufferers lack dopamine, dopamine deficiency in the human brain are not

easy to identify. Parkinson's disease is not diagnosed with blood tests but rather

with symptoms that cause a loss of dopamine. Which may include symptoms that

is shaking the hands, stiffness-muscle stiffness, as well as abnormalities in

movement. In addition to the motor symptoms of parkinson's, also can cause the

sufferer experiencing a decline in cognitive functions, such as dementia, anxiety,

depression, a change in the way the talk, as well as insomnia.

In finding related information treatment of parkinson's disease sufferers,

particularly in Indonesia experienced various constraints. The first one that is only

a few hospitals in Indonesia that specifically deal with the treatment of

Parkinson's disease, ranging from therapy treatment to other medical actions.

Even Parkinson's drug availability in Indonesia is still very little, compared to

other countries in Europe.

The results showed that the information needs of parkinson's sufferers

consists of five factors, namely the needs information about the disease he

suffered, the need for information about the available health facilities, the need for

information on the care of his body, the need for information on the management

of the mental on her, and the need for information about nutrition and good food

to be consumed him. The process undertaken at a time when searching for

information that is starting, chaining, browsing, differentiating, monitoring,

extracting, verifying, and ending. Parkinson’s sufferers barriers at the searching

information that is personal barriers, role related, and environmental.

Keywords: information seeking behavior, information needs, parkinson’s disease,

parkinson's sufferers.

Page 3: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

Pendahuluan

Pada saat ini, informasi merupakan sesuatu yang penting bagi kehidupan

manusia dalam menunjang kegiatan mereka setiap harinya. Informasi ini berguna

sebagai petunjuk maupun kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan dalam hidupnya.

Misalnya seseorang yang bekerja sebagai wartawan, tentunya setiap hari orang itu

akan memerlukan informasi mengenai berita yang akan diliputnya. Begitu pula

dengan orang yang sedang menderita sebuah penyakit parkinson, tentunya mereka

akan melakukan berbagai cara untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya.

Salah satu caranya yaitu dengan mencari informasi dengan bertanya ke dokter,

orang-orang yang sudah menderita penyakit parkinson, ataupun mencari informasi

sendiri melalui sumber informasi yang lain, seperti buku dan juga internet.

Meskipun penyakit parkinson pada saat ini belum ditemukan obatnya, deteksi dini

sangat berguna untuk mencegah penyakit berkembang dan mengakibatkan

dampak yang lebih parah.

Dalam bukunya Lieberman (2003)1 mengatakan penyakit parkinson bukan

penyakit menular melainkan penyakit kronis yang mengakibatkan ketidakstabilan

seperti penyakit Diabetes. Penyakit Diabetes adalah penyakit yang terjadi pada

kelenjar di dalam tubuh yang disebabkan oleh tubuh penderita kekurangan insulin,

kekurangan insulin ini berasal dari tingginya gula darah sehingga penyakit

Diabetes mudah untuk dikenali dan mudah untuk mendiagnosanya. Sedangkan

penyakit Parkinson merupakan penyakit yang mengganggu kerja otak karena

penderita kekurangan dopamine, kekurangan dopamine di otak manusia tidak

mudah untuk dikenali. Penyakit Parkinson tidak didiagnosis dengan tes darah

melainkan dengan gejala-gejala yang menyebabkan hilangnya dopamine. Yang

mungkin termasuk gejalanya yaitu gemetar pada tangan, kekakuan-kekakuan otot,

serta kelainan pada gerakan. Selain gejala motorik, parkinson juga bisa

menyebabkan penderitanya mengalami penurunan fungsi kognitif, seperti

demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia.

Dari data yang dirilis oleh World Health Organization (WHO, 2006),2

penyakit Parkinson memiliki tingkat kejadian kira-kira sekitar 4,5-19 per 100.000

penduduk per tahun. Variasi yang luas dalam perkiraan kejadian mungkin

mencerminkan perbedaan dalam metodologi dan penetapan kasus serta distribusi

usia populasi sampel. Apabila tingkat usia sudah disesuaikan diperoleh angka

yang lebih realistis dan berkisar dari 9.7-13,8 per 100.000 penduduk per tahun.

Selain itu, telah lama diakui bahwa sebagian kecil pasien telah mengalami

penyakit ini dari usia dini. Pasien yang menderita penyakit Parkinson sebelum

umur 40 tahun umumnya dinamakan sebagai “early-onset”, yaitu mereka yang

menderita mulai dari umur 21-40 disebut “young-onset”. Sedangkan mereka yang

menderita sebelum usia 20 tahun disebut “ juvenile Parkinsonis”.

1 Abraham Lieberman with Marcia McCall, 100 Question & Answer about Parkinson Disease,

Jones and Bartlett Publishers, Massachusets, 2003, hlm. 2. 2 WHO, “Neurological Disorders: Public Health Challenges”, WHO diakses dari

http://www.who.int/mental_health/publications/neurological_disorders_ph_challenges/en/, pada

tanggal 8 September 2015 pukul 20.31

Page 4: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

Dalam harian kompas (2013)3 jumlah penderita parkinson di Indonesia

diperkirakan meningkat 75 ribu setiap tahun, tetapi belum ada data resmi yang

memuat jumlah penderita Parkinson secara keseluruhan. Di RSCM Jakarta,

penyakit ini masuk dalam 10 peringkat penyakit paling sering diderita. Dan setiap

bulannya ada 40 sampai 50 kunjungan pasien Parkinson, dan ada 3 kasus baru.

Dalam mencari informasi terkait pengobatan penyakit parkinson, penderita

khususnya di Indonesia mengalami berbagai kendala. Yang pertama yaitu hanya

sedikit rumah sakit di Indonesia yang secara khusus menangani pengobatan

penyakit Parkinson, mulai dari terapi pengobatan hingga tindakan medis yang

lain. Bahkan ketersediaan obat Parkinson di Indonesia masih sangat sedikit, jika

dibandingakan dengan negara-negara di Eropa. Hal ini senada dengan data dari

WHO (2006)4, bahwa di dunia secara keseluruhan hanya terdapat 60,6% obat

Parkinson. Dengan rincian yang paling sedikit sekitar 12,75% ada di Afrika, dan

79,1% di Eropa.

Hal yang sama terjadi pada tempat untuk rehabilitasi, yang merupakan

aspek penting dari pengobatan Parkinson. Ketersediaan tempat rehabilitasi di

dunia ini hanya 18,8% di Afrika, 88,1% terdapat di Eropa. Bahkan penyebaran

ahli saraf yang menangani secara khusus penyakit ini juga tidak merata, hanya ada

ahli saraf dengan perbandingan 0,03 per 100.000 penduduk di Afrika, dan untuk

Asia Tenggara hanya terdapat 0,07 per 100.000 penduduk. Hal ini sangatlah

timpang apabila dibandingkan dengan keberadaan ahli saraf di Eropa, yaitu sekitar

4,84 per 100.000 penduduk.

Satu-satunya rumah sakit di Indonesia yang menangani penyakit Parkinson

secara serius mulai dari rehabilitasi hingga operasi hanya terdapat di Surabaya,

yaitu di National Hospital. Tetapi lagi-lagi ada kendala yang dihadapi oleh para

penderita Parkinson yaitu biaya yang besar apabila melakukan tindakan operasi

untuk menyembuhkan penyakitnya. Selain itu, Penyakit Parkinson secara tidak

langsung akan menyebabkan kualitas hidup penderitanya akan menurun, karena

dilihat dari gejalanya yang tidak hanya mengganggu sistem motorik tetapi juga

bisa mengganggu mereka dalam bersosialisasi. Hendrik (2013)5, dalam

penelitiannya menunjukkan bahwa proporsi depresi sekitar 37% yang dialami

oleh penderita penyakit Parkinson berkorelasi dengan rendahnya kualitas hidup

mereka. Ismawati et.al (2013)6 terdapat hubungan yang bermakna antara derajat

3 Lusia Kus Anna, “Ayo Lebih Peduli Parkinson”, Kompas diakses dari

http://health.kompas.com/read/2013/04/12/1332361/Ayo..Lebih.Peduli.Parkinson, pada tanggal 9

September 2015 pukul 22.05 4 WHO, “Neurological Disorders: Public Health Challenges”, WHO diakses dari

http://www.who.int/mental_health/publications/neurological_disorders_ph_challenges/en/, pada

tanggal 8 September 2015 pukul 20.31

5 Lussy Natalia Hendrik, “Depresi Berkorelasi Dengan Rendahnya Kualitas Hidup Penderita

Parkinson”, UNUD diakses dari http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-813-

1924760038-tesis%20dr.%20lussy.pdf, pada tanggal 8 September 2015 pukul 21.15 6 Ismawati, et al. “Hubungan Derajat Klinis dan Gangguan Kognitif Pada Penderita Parkinson

Dengan Menggunakan Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MOCA-INA)”, UNHAS

diakses dari

Page 5: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

klinis penyakit Parkinson dan gangguan kognitif. Aspek fungsi kognitif yang

paling sering mengalami gangguan pada penderita penyakit Parkinson adalah

fungsi eksekutif/visuospasial dan fungsi atensi.

Pihak rumah sakit selaku penanggung jawab dalam memberikan informasi

yang dibutuhkan pasien ataupun masyarakat belum sepenuhnya menjalankan

tanggung jawabnya dengan baik. Dalam memberikan penyuluhan mengenai

penyakit-penyakit yang dialami masyarakat, pihak rumah sakit masih terbatas

memberikan penyuluhan pada penyakit-penyakit yang umumnya sudah diketahui.

Untuk penyuluhan penyakit yang masih awam didengar masyarakat, seperti

penyakit parkinson masih belum dilakukan secara berkelanjutan. Padahal,

pemahaman sedari awal sangat dibutuhkan bagi penderita parkinson agar bisa

menghambat perkembangan penyakit parkinson supaya tidak menjadi lebih parah

lagi.

Tidak hanya itu, lembaga-lembaga informasi seperti perpustakaan kurang

menyediakan mengenai literatur-literatur yang membahas penyakit parkinson,

baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Menurut Susatia (2016)7, kurangnya

informasi tentang penyakit parkinson membuat pasien sering terlambat mendapat

penanganan. Padahal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik yang menjamin bahwa

informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi

dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan

nasional. Jika dilihat dari kejadian di atas, penderita parkinson seakan dihadapkan

oleh realita yang seharusnya tidak terjadi. Di mana mereka yang seharusnya

berhak mendapatkan informasi mengenai penyakit parkinson secara jelas dan

akurat dan sudah diatur dalam Undang-Undang terkendala dengan minimnya

informasi yang ada di lembaga-lembaga informasi. Penderita parkinson harus

mengeluarkan tenaga ekstra demi mendapatkan informasi mengenai penyakitnya

guna menjaga kelangsungan hidupnya.

Hal ini yang semakin mendorong peneliti melakukan penelitian guna

mengetahui sejauh mana penderita Parkinson khususnya di Surabaya mencari

informasi, hingga tindakan nyata yang dilakukan untuk mengobati penyakitnya

dengan tantangan-tantangan yang ada saat ini.

Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan masalah yang nantinya akan

menjadi pokok pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran perilaku penemuan informasi pada penderita

Parkinson di Surabaya?

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9625/Hubungan%20Derajat%20Klinis.p

df?sequence=1, pada tanggal 9 September 2015 pukul 21.45 7 Frandy Susatia, “4 Fakta Penting Tentang Penyakit Parkinson”, Detik diakses dari

http://health.detik.com/read/2016/04/27/100047/3197537/763/4-fakta-penting-tentang-penyakit-

parkinson pada tanggal 10 Januari 2017.

Page 6: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

Kebutuhan Informasi

Kebutuhan informasi merupakan suatu keadaan di mana seseorang merasa

kekurangan sebuah informasi mengenai masalah yang sedang dihadapi dan

mendorong seseorang itu untuk mengumpulkan informasi agar dapat

mempermudah dalam memecahkan masalahnya. Hal ini senada dengan Nicholas

(2000)8 yang menyatakan bahwa kebutuhan informasi timbul ketika seseorang

menyadari adanya jurang atau jarak antara pengetahuan yang sudah dimiliki

dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Wilson(1999)9 menjelaskan bahwa

konteks kebutuhan informasi individu terdiri dari 3 tahapan, yaitu:

1. Kebutuhan Informasi Personal

Menurut Eysenck et.al. (dalam Wilson:1999)10

, secara psikologis

konteks kebutuhan individu dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling

utama yang akan dipenuhi oleh seseorang, jadi seseorang akan

mengabaikan kebutuhan-kebutuhan yang lain sebelum

kebutuhan fisiologinya terpenuhi.

b. Kebutuhan akan rasa nyaman/afektif

Kebutuhan afektif akan muncul setelah terpenuhinya

kebutuhan fisiologis seseorang. Pada dasarnya setiap orang

akan membutuhkan rasa aman dan nyaman dalam hidupnya,

dan dalam tahap ini seseorang akan berusaha memenuhi

kebutuhan mengenai informasi terkait lingkungan di

sekitarnya.

c. Kebutuhan kognitif

Kebutuhan ini muncul paling akhir, yaitu ketika semua

kebutuhan di atas sudah terpenuhi. Kebutuhan kognitif bisa

diartikan sebagai kebutuhan untuk mengetahui, memahami dan

mengeksplorasi lingkungannya.

2. Kebutuhan Informasi terkait Peran Sosial

Kebutuhan informasi terkait peran sosial merupakan kebutuhan

yang lebih luas ruang lingkupnya jika dibandingkan dengan kebutuhan

personal. Kebutuhan ini akan muncul apabila seseorang berada di dalam

sebuah lingkungan dan memiliki peran dalam lingkungan tersebut. Praba

8 Nicholas, David. (2000). Assessing information needs: tools, techniques and concepts for the

internet age. 2nd ed. London: Aslib 9 Wilson, T. D. 1999. Models In Information Behaviour Research. Disajikan dalam The Jurnal of

Documentation, Vol. 55. No. 3. Hlm. 252. Terdapat dalam

http://informationR.net/tdw/publ/papers/1999jdoc.html. Diakses pada 28 Oktober 2015. 10 Wilson, T. D. 1999. Models In Information Behaviour Research. Disajikan dalam The Jurnal of

Documentation, Vol. 55. No. 3. Hlm. 252. Terdapat dalam

http://informationR.net/tdw/publ/papers/1999jdoc.html. Diakses pada 28 Oktober 2015.

Page 7: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

(2007)11

menyatakan bahwa setiap individu memiliki kecenderungan

untuk menyesuaikan pencarian informasi mereka menurut konteks sosial

dalam sebuah sistem sosial.

3. Kebutuhan Informasi terkait Lingkungan

Kebutuhan ini timbul karena peran yang diwujudkan oleh individu

dalam lingkungannya. Kebutuhan informasi terkait lingkungan yang

dibutuhkan individu dalam menunjang perannya, yaitu kebutuhan

informasi terkait lingkungan kerja, kebutuhan informasi terkait lingkungan

sosial-budaya, kebutuhan informasi terkait lingkungan ekonomi-politik,

serta kebutuhan informasi terkait lingkungan fisik.

Perilaku Penemuan Informasi

Perilaku penemuan Informasi (Information Seeking Behaviour)

merupakan sebuah proses pemenuhan kebutuhan informasi sebagai upaya untuk

menjembatani kesenjangan informasi yang dimilikinya. Dalam upaya ini,

seseorang dapat saja berinteraksi dengan sistem informasi hastawi (misalnya,

surat kabar, majalah, perpustakaan), atau yang berbasis komputer.12

11 Praba, C. et al. 2007. What is Enough/ Satisficing Information Needs, Journal of Documentation. 63,I:74-8. Tersedia pada http://www.oclc.org/publication/archive/2008praba-satisficing.pdf. Diakses pada 18 April 2016. 12 Wilson, T. D. 1999. Models In Information Behaviour Research. Disajikan dalam The Jurnal of

Documentation, Vol. 55. No. 3. Hlm. 252. Terdapat dalam

http://informationR.net/tdw/publ/papers/1999jdoc.html. Diakses pada 28 Oktober 2015.

Page 8: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

Gambar I.3 Model Perilaku Penemuan Informasi Wilson-Ellis13

Terdapat beberapa model yang menjelaskan perilaku penemuan informasi,

salah satunya adalah model perilaku informasi Ellis yang menjelaskan bahwa

perilaku lebih mudah ditelusuri daripada kognisi, dan pendekatan perilaku lebih

feasible daripada model kognitif dalam information retrieval. Ellis melakukan

studi terhadap pola perilaku penemuan informasi pada kalangan ilmuan sosial.

Penelitian tersebut menghasilkan pola perilaku informasi di kalangan ilmuan

sosial yang terdiri dari beberapa butir, yaitu:14

1. Starting: cara awal yang dilakukan untuk menemukan informasi, misalnya

mengenali referensi yang dapat digunakan sebagai titik awal (starting

point) dalam penelitian.

2. Chaining: merangkai kutipan atau bentuk lain dari hubungan referensial

antara materi atau sumber yang telah diketahui.

3. Browsing: mencari informasi dalam bidang-bidang yang menarik. Ini tidak

hanya mencakup kegiatan membaca jurnal atau daftar isi saja, namun juga

referensi serta abstrak dari sebuah literatur.

4. Differentiating: memanfaatkan perbedaan yang telah diketahui dalam

sumber informasi sebagai cara untuk memilah informasi yang diperoleh.

5. Monitoring: mengikuti perkembangan informasi terbaru mengenai subyek

yang dicari secara teratur pada beberapa sumber terpilih, seperti jurnal,

majalah, surat kabar, buku, katalog.

6. Extracting: aktifitas mengidentifikasi secara selektif yang berkaitan

dengan sumber khusus dan mengenali materi yang relevan dari sumber

informasi.

7. Verifying: memeriksa kembali tingkat akurasi informasi.

8. Ending: mengakhiri pencarian informasi dan melakukan kegiatan lain

setelah mendapatkan informasi yang dicari

Ellis menyatakan bahwa delapan butir di atas saling berkaitan untuk

membentuk aneka pola pencarian-informasi, dan seringkali bukan merupakan

tahapan-tahapan yang teratur.

Hambatan dalam Mencari Informasi

Wilson menambahkan unsur hambatan dalam model perilaku informasi

atas hambatan personal (terkait dengan faktor kognitif, psikologis, fisiologis,

demografi, interpersonal atau terkait dengan peran) dan hambatan dari

lingkungan yaitu hambatan dalam masalah waktu, budaya yang berlaku, dan yang

berkaitan dengan karakteristik sumber informasi. Hambatan-hambatan yang

dikemukakan Wilson (2000)15

adalah sebagai berikut :

13 Case, Donald O. 2007. Looking for Information A Survey of Research on Information Seeking,

Needs, and Behavior Second Edition. Hlm. 123 14 Ellis, David. 1993. Modeling the Information Seeking Patterns of Academic Researchers: A

Grounded Theory Approach dalam Library Quarterly Vol. 63. No. 4, hlm. 468-486 15 Wilson, T. D. 2000. Human Information Behaviour Information Science. Vol. 3. No. 2.Terdapat

pada http://inform.nu/Articles/Vol3/v3n2p49-56.pdf. Diakses pada 15 April 2016.

Page 9: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

1. Hambatan Personal

Disonansi kognitif

Disonansi kognitif adalah gangguan yang terkait motivasi

individu dalam berperilaku. Konsep ini mengemukakan bahwa adanya

kognisi yang sedang berkonflik membuat individu merasa tidak

nyaman, akibatnya mereka akan berupaya memecahkan konflik tersebut

dengan satu atau beberapa jalan penyelesaian.16

Tekanan selektif

Individu cenderung terbuka dengan gagasan yang sejalan

dengan minat, kebutuhan, dan sikap mereka. Secara sadar atau

tidak sadar manusia sering menghindari pesan yang berlawanan

dengan pandangan dan prinsip mereka.

Karakteristik emosional

Hambatan ini berkaitan dengan kondisi emosional dan

mental seseorang ketika menemukan informasi.

Jenis kelamin

Jenis kelamin biasanya mempengaruhi hambatan dalam

perilaku pencarian informasi. Antara lelaki dan perempuan

memiliki cara pencarian yang berbeda.

Hambatan fisiologis

Hambatan ini dapat berupa cacat fisik dan mental, baik

karena bawaan lahir atau karena faktor lain.

2. Hambatan terkait Peran Sosial

Tingkat pendidikan dan basis pengetahuan

Hambatan dalam hal bahasa ditemui dalam beberapa

penelitian perilaku penemuan informasi. Semakin rendahnya

pendidikan maka semakin rendah juga tingkat penguasaan pencarian

informasi mereka.

Variabel demografi

Perilaku penemuan informasi dipengaruhi oleh atribut social

kelompok (karakteristik dan status social ekonominya). Atribut ini

berpengaruh pada metode-metode yang digunakan dalam

menemukan informasi.

16 Feber, T. et.al. 2006. Virtual Reference in Academic environment in an Academic: Quantitatif

and Kualitatif Analisis of Users: Information Need and Information Seeking Behaviour.

Interdisciplinary University of Nort Texas. Annual Conference 200, Atlanta, GA.

Page 10: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

Hambatan interpersonal

Penelitian yang menyebutkan bahwa mahasiswa beralasan

bahwa pustakawan tidak mampu memuaskan kebutuhan mereka,

karena mereka kurang memahami keinginan pengguna. Adanya

kesenjangan pengetahuan antara komunikan dan komunikator dapat

menjadi salah satu alasan terjadinya gangguan dalam komunikasi

interpersonal.

3. Hambatan terkait Lingkungan

Keterbatasan waktu

Terbatasnya waktu dapat menjadi hambatan dalam

penemuan informasi, aktivitas yang padat memungkinkan

berkurangnya waktu untuk menemukan informasi yang dibutuhkan.

Hambatan geografis

Jauhnya sumber informasi dari lokasi juga menjadi

penghambat dalam kegiatan pencarian informasi seseorang.

Hambatan yang berkaitan dengan karakteristik sumber informasi

Teknologi baru, seperti internet, bagi sebagian orang juga

dianggap masih menyimpan kekurangan, antara lain: menyajikan

informasi yang terlalu banyak, namun dinilai kurang relevan. Tidak

menutup kemungkinan mereka yang sering menggunakan internet

pun mengalami kendala serupa.

Konsep

1. Kebutuhan Informasi

Dalam konteks kebutuhan informasi para penderita penyakit parkinson

dipengaruhi oleh faktor personal, peran sosial, dan juga lingkungan. Adapun

informasi-informasi yang dibutuhkan para penderita penyakit parkinson,

diantaranya:

a. Kebutuhan informasi personal

a) Kebutuhan Fisiologis

b) Kebutuhan Afektif

c) Kebutuhan Kognitif

b. Kebutuhan informasi terkait dengan peran sosial

c. Kebutuhan informasi terkait dengan lingkungan

a) Kebutuhan informasi terkait lingkungan kerja,

b) Kebutuhan informasi terkait lingkungan sosial-budaya,

c) Kebutuhan informasi terkait lingkungan ekonomi-politik,

d) Kebutuhan informasi terkait lingkungan fisik.

2. Perilaku Penemuan Informasi

Dalam indikator ini, merupakan kegiatan yang dilakukan oleh penderita

penyakit parkinson untuk memenuhi kebutuhan informasi yang diperlukan.

Adapun indikator yang digunakan untuk menggambarkan perilaku penemuan

informasi penderita penyakit parkinson adalah sebagai berikut:

Page 11: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

- Starting: penderita parkinson merasa dirinya memulai proses penemuan

informasi dengan bertanya pada teman atau keluarga.

- Chaining: kegiatan yang dilakukan penderita penyakit parkinson dalam

mengikuti rangkaian sitasi, pengutipan atau bentuk-bentuk perujukan

antar dokumen lainnya.

- Browsing: kegiatan yang dilakukan penderita penyakit parkinson dalam

mencari informasi pada sumber-sumber informasi yang relevan.

- Differentiating: kegiatan yang dilakukan penderita penyakit parkinson

untuk mengetahui perbedaan informasi yang diperoleh dari sumber-

sumber informasi sebagai cara untuk memilah informasi yang diperoleh.

- Monitoring: kegiatan yang dilakukan penderita penyakit parkinson dalam

mengikuti perkembangan informasi terbaru mengenai subyek yang

mereka cari pada beberapa sumber informasi terpilih.

- Extracting: kegiatan yang dilakukan penderita penyakit parkinson dalam

menggali di suatu sumber untuk mengambil materi/informasi yang

dianggap penting.

- Verifying: kegiatan yang dilakukan penderita penyakit parkinson dalam

memeriksa kembali tingkat akurasi informasi.

- Ending: mengakhiri pencarian informasi dan melakukan kegiatan lain

3. Hambatan dalam Menemukan Informasi

a. Hambatan personal

- Disonansi kognitif

- Tekanan selektif

- Karakteristik emosional

- Jenis kelamin

- Hambatan fisiologis

b. Peran Sosial

- Tingkat pendidikan dan basis pengetahuan

- Variabel demografi

- Hambatan interpersonal

c. Lingkungan

- Keterbatasan waktu

- Hambatan geografis

- Hambatan yang berkaitan dengan karakteristik sumber informasi

Metode dan Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif

deskriptif dan menggunakan pendekatan survey dan pengamatan. Metode

penelitian ini dipilih agar peneliti bisa mendapatkan yang spesifik untuk

menjawab rumusan masalah yang diteliti mengenai gambaran perilaku informasi

penderita parkinson di Surabaya, lokasi penelitian ini berada di RSUD Dr.

Soetomo dan Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. Alasan peneliti memilih kedua

rumah sakit ini karena memiliki variasi penyakit yang beragam dibanding rumah

sakit lain yang ada di Surabaya. Selain itu, kedua rumah sakit ini merupakan

rujukan terakhir apabila rumah sakit lain atau rumah sakit yang lebih kecil tidak

sanggup untuk melakukan tindakan medis terhadap pasien. Dan juga baik RSUD

Page 12: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

Dr. Soetomo dan RUMKITAL Dr. Ramelan adalah rumah sakit yang bertipe

rumah sakit pendidikan sehingga bisa membantu dalam proses penelitian ini.

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita penyakit parkinson yang

ada di Surabaya, khususnya yang berobat di RSUD Dr. Seotomo dan

RUMKITAL Dr. Ramelan. Penelitian ini menggunakan metode pengambilan

sampel purposive sampling dengan pertimbangan agar sampel yang dipilih oleh

peneliti relevan dengan desain penelitian. Adapun kriteria sampel yang diinginkan

oleh peneliti, adalah:

a. Penderita Penyakit Parkinson

b. Bisa berkomunikasi secara lisan/tulisan

Pembahasan

Dalam pembahasan, peneliti akan menganalisa antara temuan data yang

diperoleh di lapangan dengan menggunakan teori utama, yaitu teori dari TD

Wilson & David Ellis dan ditambah dengan pendapat para ahli lain sebagai

pendukung dalam analisis ini. Dengan melakukan analisis tersebut akan disajikan

data-data pendukung yang didapat dari observasi di lapangan maupun observasi

dalam bentuk studi pustaka, sehingga hasil analisa yang ditampilkan mampu

menjelaskan keadaan yang terjadi secara teoritik dan sistematis.

Kebutuhan Informasi

Kebutuhan informasi merupakan suatu keadaan di mana seseorang merasa

kekurangan sebuah informasi mengenai masalah yang sedang dihadapi dan

mendorong seseorang itu untuk mengumpulkan informasi agar dapat

mempermudah dalam memecahkan masalahnya. Hal ini senada dengan (Nicholas,

2000:20)17

yang menyatakan bahwa kebutuhan informasi timbul ketika seseorang

menyadari adanya jurang atau jarak antara pengetahuan yang sudah dimiliki

dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Kesenjangan informasi juga terjadi

pada para responden, hal ini terlihat pada tabel III.2 diperoleh hasil 43.3%

responden menyatakan setuju bahwa responden memerlukan informasi mengenai

sejarah penyakit parkinson. Ini dikarenakan kebanyakan para responden tidak

mengetahui apapun mengenai penyakit parkinson, jadi para responden

memerlukan informasi itu untuk mengenal penyakit parkinson secara umum.

Pada tabel III.4 diperoleh hasil 66.7% responden menyatakan setuju

bahwa responden membutuhkan informasi mengenai gejala penyakit parkinson.

Menurut Mechanic (dalam Muzaham, 1995)18

pemahaman mengenai gejala

penyakit dapat dikenali karena adanya tanda-tanda penyimpangan dan gejala

17 David Nicholas, assesing information needs: tools, techniques and concepts for the internet age, second edition, (London: Aslib, 2000) hlm 20. 18 Fauzi Muzaham, Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press, 1995), Cet. 1, hlm. 55.

Page 13: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

penyakit yang dirasakan. Selain itu, informasi ini juga bisa digunakan oleh

reponden untuk memahami akibat-akibat yang mungkin timbul dari gejala

penyakit parkinson.

Tabel III.5 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang

kebutuhan informasi mengenai tahapan-tahapan penyakit parkinson, di mana

diperoleh hasil 66.7% responden menyatakan setuju dengan pernyataan itu.

Informasi mengenai tahapan-tahapan penyakit parkinson ini sangat berguna bagi

responden dalam memahami akibat-akibat yang mungkin timbul dari gejala

penyakit parkinson karena dalam tahapan-tahapan ini responden bisa

memperkirakan kemungkinan akibat dari gejala penyakit, baik jangka pendek

maupun jangka panjang pada dirinya.

Setelah mengenali penyebab, gejala dan tahapan-tahapan penyakit

parkinson. Responden akan melakukan tindakan pertama dalam menangani

penyakit parkinson, tindakan pertama yang dilakukan adalah penanganan yang

bisa dilakukan sendiri oleh responden seperti mengurangi beban pikiran yang bisa

membuat penderita merasa stres atau tertekan. Hal ini bisa dilihat pada tabel III.6

yang berisi pernyataan tentang kebutuhan informasi mengenai penanganan

penyakit parkinson. Di mana diperoleh hasil 60% responden menyatakan sangat

setuju dengan pernyataan itu. Selain digunakan sebagai tindakan pertama dalam

menangani penyakit parkinson, informasi ini juga bisa digunakan para responden

dalam merencanakan tindakan selanjutnya.

Informasi pertama yang dikumpulkan oleh para responden adalah mencari

informasi tentang tempat berobat atau mengenai rumah sakit yang bisa menangani

penderita parkinson. Ketersediaan rumah sakit sebagai tempat berobat sangatlah

penting bagi responden karena tidak semua rumah sakit di Surabaya bisa

menangani penderita parkinson. Hal ini sesuai dengan tabel III.7 diperoleh hasil

53.3% responden menyatakan sangat setuju bahwa responden sangat

membutuhkan informasi mengenai rumah sakit yang dijadikan rujukan berobat

penyakit parkinson.

Selain informasi mengenai rumah sakit, informasi mengenai dokter

spesialis yang menangani penyakit parkinson juga diperlukan oleh responden.

Sesuai pada tabel III.8 yang berisi pernyataan tentang kebutuhan informasi

mengenai dokter yang menangani penyakit parkinson, di mana diperoleh hasil

43.3% responden menyatakan setuju dengan pernyataan itu. Hal ini dikarenakan

responden merasa bisa bebas datang ke tempat praktek dokter untuk konsultasi

mengenai penyakitnya apabila jam buka pelayanan rumah sakit sudah berakhir.

Dan juga kepercayaan seseorang tehadap dokter sangatlah tinggi, apalagi jika

mengenai kesehatan. Silver (1963)19

pada penelitian tentang pendekatan tim

terhadap kesehatan keluarga di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sebagian

besar pasien tidak mau mengemukakan masalah emosional pada orang yang tidak

19 G. Silver, Family Medical Care (Cambridge: Harvard University Press, 1963)

Page 14: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

bersangkut-paut dengan kedokteran. Mereka lebih ingin menyampaikan langsung

pada dokter dibandingkan dengan pekerja sosial.

Tabel III.13 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang

kebutuhan informasi mengenai gizi yang diperlukan oleh penderita parkinson, di

mana diperoleh hasil 70% responden menyatakan setuju dengan pernyataan itu.

Informasi ini digunakan oleh responden sebagai pedoman dalam menentukan gizi

apa saja yang diperlukan bagi dirinya karena pada umumnya penyakit parkinson

menghasilkan perubahan negatif dalam status gizi penderita. Bagi para penderita

parkinson, penting untuk menjaga status gizi yang baik dan mengambil diet

seimbang kaya serat dan harus menjaga asupan air minum. Dan juga, responden

mungkin juga bisa terserang osteoporosis, di mana pencegahannya bisa banyak

mengonsumsi asupan vitamin D dan kalsium. Satu hal lain yang perlu untuk

diperhatikan adalah asupan protein, baik hewani dan nabati. Menurut Husni

(2015)20

akan terjadi kompetisi di usus antara protein dengan levodopa (yaitu obat

yang paling umum diberikan pada penderita parkinson) dan bisa memisahkan

asupan protein pada saat minum obat itu.

Informasi mengenai gizi akan berkaitan dengan makanan-makanan yang

dianjurkan bagi penderita parkinson karena dalam setiap makanan terdapat gizi-

gizi yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi, tidak semua makanan bisa

dikonsumsi oleh orang yang menderita parkinson. Maka dari itu, diperlukan juga

pemahaman informasi mengenai makanan-makanan yang di dalamnya terkandung

gizi-gizi yang diperlukan bagi penderita parkinson. Sesuai pada tabel III.14 yang

berisi pernyataan tentang kebutuhan informasi mengenai makanan yang baik

dikonsumsi oleh penderita parkinson, di mana diperoleh hasil 73.3% responden

menyatakan setuju dengan pernyataan itu. Dalam penelitiannya Hope (2012)21

mengatakan mengonsumsi buah berry seperti stroberi, blueberry, blackcurrant dan

blackberry dapat membantu melindungi terhadap penyakit Parkinson. Hope juga

menambahkan bahwa bagi pria yang mengonsumsi buah berry secara berkala

dapat mencegah perkembangan penyakit parkinson sekitar 40%.

Perilaku Penemuan Informasi

Starting:

Seorang manusia akan memiliki suatu alasan ketika mengerjakan atau

melakukan sesuatu. Seperti seseorang akan makan apabila dirinya merasa lapar

dan akan tidur jika dirinya mengantuk. Dalam indikator ini, berisi tentang analisis

20 Amin Husni “Diet Seperti Ini Disarankan untuk Pasien Parkinson”, Detik diakses dari

https://health.detik.com/read/2015/03/18/152809/2862522/763/diet-seperti-ini-disarankan-untuk-pasien-parkinson , pada tanggal 11 September 2016

21 Jenny Hope, Eating berries can cut men's risk of Parkinson's by 40% (London: Solo Syndication, a division of Associated Newspapers Ltd, 2012) diakses dari http://search.proquest.com/docview/964150500?accountid=170128 pada tanggal 15 Desember 2016

Page 15: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

mengenai alasan atau awalan ketika responden mencari informasi tentang

penyakit parkinson. Tabel III.15 merupakan tabel kuesioner yang berisi

pernyataan tentang alasan mencari informasi karena mengganggu dalam

mengurus anak, di mana diperoleh hasil 53.3% responden menyatakan setuju

dengan pernyataan itu. Sunarti (2004)22

menjelaskan pengasuhan anak adalah

proses merawat, memelihara, mengajarkan dan membimbing anak, yang

merupakan aplikasi bagaimana orang tua membimbing anak agar dapat menjalani

kehidupan dengan baik. Dengan kewajiban seperti itu membuat orang tua

melakukan segalanya demi melihat perkembangan tumbuh anaknya. Oleh karena

itu, dengan keterbatasan dalam mengasuh anak karena adanya penyakit parkinson

yang dideritanya mendorong responden untuk memulai pencarian informasi

terhadap penyakit parkinson. Dengan tujuan, agar responden bisa menimalisir

perkembangan penyakit parkinson, serta bisa membimbing anaknya untuk

memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Tabel III.17 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang

alasan mencari informasi karena mengganggu pekerjaan, di mana diperoleh hasil

40% responden menyatakan setuju dengan pernyataan itu. Pada dasarnya, setiap

orang akan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya maupun kebutuhan

keluarganya. Hal ini yang mendorong responden dalam mencari informasi karena

penyakit parkinson dianggap sudah mengganggu responden dalam bekerja.

Menurut McReynolds (2001)23

, bekerja adalah alat pengukur bahwa diri

seseorang itu sehat. Jika seseorang tidak bisa bekerja karena sebuah penyakit,

orang itu akan selalu memikirkan penyakitnya dan bisa stress karena penyakit itu

terutama bagi penderita penyakit-penyakit yang belum bisa disembuhkan seperti

penykait parkinson. Ketika sebuah penyakit sudah menggangu responden pada

saat bekerja, maka akan berdampak pula pada produktivitas yang menurun saat

melakukan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan tabel III.18 yang berisi pernyataan

tentang alasan mencari informasi karena produktivitas saat bekerja menurun, di

mana diperoleh hasil 40% menyatakan setuju dengan pendapat itu.

Menurut Susatia, (2016)24

mengatakan bahwa penyakit parkinson bisa

menyebabkan keseimbangan terganggu sehingga penderita mudah goyah dan

terjatuh pada saat berjalan. Kecemasan yang berlebih, depresi dan pola tidur. Hal

ini sesuai dengan tabel III.22 dan tabel III.24. Tabel III.22 berisi penyataan

tentang alasan mencari informasi karena membuat malu, di mana diperoleh hasil

40% menyatakan setuju dengan pernyataan itu. Tabel III.24 merupakan tabel

kuesioner yang berisi pernyataan tentang alasan mencari informasi karena

membuat tidak percaya diri, di mana diperoleh hasil 43.3% responden

menyatakan setuju dengan pernyataan itu.

Chaining:

22 Euis Sunarti, Mengasuh Dengan Hati (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004) 23 Connie J. McReynolds, The Meaning of Work in the Lives of People Living with HIV Disease and AIDS (Rehabilitation Counseling Bulletin, 2001) hlm. 104 24 Jawa Pos, 12 April 2016, hlm. 19.

Page 16: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

Menurut Ellis (1993)25

chaining merupakan kegiatan mengikuti rangkaian

sitasi, pengutipan atau bentuk-bentuk perujukan antar dokumen lainnya. Dalam

artian responden membuat catatan-catatan kecil untuk membantu dalam proses

penemuan informasi. Seperti pada tabel III.25 yang berisi pernyataan tentang

proses chaining, yaitu responden membuat catatan kecil agar tidak kebingungan

dalam mencari informasi. Di mana diperoleh hasil 50% responden menyatakan

setuju dengan pernyataan itu. Orang mencari informasi karena didasari oleh

kebingungan yang ada di dalam dirinya, agar tidak menambah kebingungan ketika

mencari informasi responden perlu mencatat apa saja informasi yang

diperlukannya sehingga bisa meminimalisir kebingungan yang ada dalam dirinya.

Serta tabel III.26 yang berisi pernyataan tentang proses chaining, yaitu responden

membuat catatan kecil sebagai dasar dalam menentukan informasi yang dicari. Di

mana diperoleh hasil 43.3% responden menyatakan setuju dengan pernyataan itu.

Responden membuat catatan kecil sebagai dasar apa saja informasi yang akan

dicarinya, mereka akan lebih mudah mengakses dan menentukan sumber

informasi yang akan dipakai karena mereka dari awal sudah menentukan

informasi yang akan dicari.

Browsing – Monitoring – Extracting – Verivying:

Tabel III.31 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang

proses browsing, yaitu responden bertanya ke para ahli sebagai media dalam

mencari informasi penyakit parkinson dengan alasan bahwa responden merasa

para ahli bisa menjawab semua pertanyaan mengenai penyakit parkinson. Di

mana diperoleh hasil 53.3% responden menyatakan setuju dengan penyataan itu.

Hal ini mendorong responden dalam memperbaharui perkembangan informasi

penyakit parkinson melalui konsultasi dengan para ahli, di mana pada tabel III.39

diperoleh hasil 46.7% responden menyatakan sangat setuju bahwa mereka

memperbaharui perkembangan informasi penyakit parkinson melalui konsultasi

dengan para ahli. Dalam memantau perkembangan informasi ini, responden akan

mendapatkan informasi yang akan dicarinya. Hal ini sesuai dengan tabel III.44

yang berisi pernyataan tentang proses extracting, yaitu responden sudah

mendapatkan informasi penyakit parkinson melalui konsultasi dengan para ahli.

Di mana diperoleh hasil 46.7% responden menyatakan setuju dengan pernyataan

itu. Tabel III.49 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang proses

verifying, yaitu responden mengecek kembali kebenaran informasi penyakit

parkinson yang telah didapatkan melalui konsultasi dengan para ahli. Di mana

diperoleh hasil 40% responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan itu.

Karena kepercayaan responden kepada dokter sangatlah tinggi, jadi mereka tidak

melakukan pengecekan kembali terhadap informasi yang telah didapatkannya.

Tabel III.34 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang

proses browsing, yaitu responden memanfaatkan media cetak (koran, buku, jurnal,

25 Ellis, David. 1993. Modeling the Information Seeking Patterns of Academic Researchers: A

Grounded Theory Approach dalam Library Quarterly Vol. 63. No. 4, hlm. 468-486

Page 17: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

majalah, dll) dalam mencari informasi penyakit parkinson dengan alasan bahwa

responden merasa media cetak bisa dijadikan sumber informasi yang bisa

dipercaya. Di mana diperoleh hasil 60% responden menyatakan setuju dengan

pernyataan itu. Hal ini mendorong responden dalam memperbaharui

perkembangan informasi penyakit parkinson melalui media cetak, terlihat pada

tabel III.42 yang berisi pernyataan tentang proses monitoring, yaitu responden

memperbaharui perkembangan informasi penyakit parkinson melalui media cetak

(koran, buku, majalah, jurnal, dll). Di mana diperoleh hasil 50% responden

menyatakan setuju dengan pernyataan itu. Dalam memantau perkembangan

informasi ini, responden akan mendapatkan informasi yang akan dicarinya. Hal

ini sesuai pada tabel III.47 yang berisi pernyataan tentang proses extracting, yaitu

responden sudah mendapatkan informasi penyakit parkinson melalui media cetak

(koran, buku, majalah, jurnal, dll). Di mana diperoleh hasil 40% responden

menyatakan setuju dengan pernyataan itu. Pada Tabel III.52 yang berisi

pernyataan tentang proses verifying, yaitu responden mengecek kembali

kebenaran informasi penyakit parkinson yang telah didapatkan melalui media

cetak (koran, buku, majalah, jurnal, dll). Di mana diperoleh hasil 50% responden

menyatakan setuju dengan pernyataan itu. Responden merasa perlu untuk

mengecek kembali kebenaran informasi yang telah didapatkan melalui media

cetak karena informasi yang tersedia di media cetak berasal dari berbagai sumber

dan tingkat keakuratan informasinya masih belum teruji.

Tabel III.35 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang

proses browsing, yaitu responden memanfaatkan perpustakaan sebagai media

mencari informasi penyakit parkinson dengan alasan bahwa responden merasa

perpustakaan adalah tempat dari seluruh informasi yang tersedia dan tingkat

keakuratannya bisa dipercaya. Di mana diperoleh hasil 43.3% responden

menyatakan sangat setuju dengan pernyataan itu. Hal ini mendorong responden

dalam memperbaharui perkembangan informasi penyakit parkinson melalui

perpustakaan , seperti yang terjadi pada tabel III.43 yang berisi pernyataan tentang

proses monitoring, yaitu responden mengunjungi perpustakaan untuk

memperbaharui perkembangan informasi penyakit parkinson. Di mana diperoleh

hasil 36.7% responden menyatakan sangat setuju dengan pernyataan itu. Dalam

memantau perkembangan informasi ini, responden akan mendapatkan informasi

yang akan dicarinya. Hal ini terlihat pada tabel III.48 yang berisi pernyataan

tentang proses extracting, yaitu responden sudah mendapatkan informasi penyakit

parkinson ketika mengunjungi perpustakaan. Di mana diperoleh hasil 43.3%

responden menyatakan sangat setuju dengan pernyataan itu. Tabel III.53

merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang proses verifying, yaitu

responden mengecek kembali kebenaran informasi penyakit parkinson yang telah

didapatkan ketika mengunjungi perpustakaan. Di mana diperoleh hasil 36.7%

responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan itu. Responden merasa

bahwa perpustakaan adalah pusat informasi yang terpercaya, oleh karena itu

mereka tidak melakukan pengecekan kembali informasi yang sudah

didapatkannya.

Page 18: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

Differentiating:

Ellis mengatakan bahwa differentiating adalah pemilahan, menggunakan

ciri-ciri di dalam sumber informasi sebagai patokan untuk memeriksa kualitas

isi/informasi. Tabel III.36 \yang berisi pernyataan tentang proses differentiating,

yaitu responden membandingkan isi informasi yang sudah didapatkan. Di mana

diperoleh hasil 53.3% responden menyatakan setuju dengan pernyataan itu.

Karena banyaknya informasi yang sudah didapatkan dari berbagai sumber, maka

responden perlu membandingkan informasi-informasi mana yang sama dan tidak

berlainan sehingga tersaring informasi yang bisa digunakan dalam pemenuhan

kebutuhan informasinya. Dari perbandingan informasi tersebut, responden bisa

melihat mana saja sumber-sumber informasi yang valid dan dapat dipertanggung

jawabkan. Seperti yang dijelaskan pada tabel III.37 yang berisi pernyataan tentang

proses differentiating, yaitu responden menilai sumber-sumber informasi yang

menyediakan informasi tentang penyakit parkinson. Di mana diperoleh hasil 60%

responden menyatakan setuju dengan pernyataan itu. Pada tabel III.38 yang berisi

pernyataan tentang proses differentiating, yaitu responden membandingkan

informasi yang sudah diperoleh dengan keadaan saat ini. Di mana diperoleh hasil

53.3% responden menyatakan sangat setuju dengan pernyataan itu. Selain

membandingkan informasi beserta sumbenya, responden juga membandingkan

informasi yang sudah didapatkan dengan keadaannya saat ini. Hal ini berguna

sebagai tolak ukur sejauh mana penyakit parkinson ini menyerang dirinya.

Ending:

Menurut Ellis, ending adalah proses mengakhiri pencarian informasi dan

melakukan kegiatan lain setelah mendapatkan informasi yang dicari. Tabel III.54

yang berisi pernyataan tentang proses ending, yaitu responden merasa sudah

cukup mengumpulkan informasi yang dicari. Di mana diperoleh hasil 53.3%

responden menyatakan setuju dengan pernyataan itu. Karena sudah

mengumpulkan informasi yang sesuai dengan apa yang dicarinya, responden akan

melanjutkan pengobatan dengan perasaan yang lebih tenang dibandingkan

sebelumnya. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan pada tabel III.55 yaitu

responden masih kebingungan dan ingin mengulangi pencarian informasi. Di

mana diperoleh hasil 46.7% responden menyatakan tidak setuju dengan

pernyataan itu.

Hambatan dalam Mencari Informasi

Dalam melakukan sesuatu dalam hidup, seseorang pasti akan menemukan

hambatan dalam melakukan hal itu. Tidak terkecuali bagi responden, dalam

mencari informasi mengenai penyakit parkinson. Responden dihadapkan dengan

realita-realita yang terjadi di Indonesia, seperti minimnya informasi mengenai

penyakit parkinson, fasilitas kesehatan yang menangani penyakit parkinson, serta

informasi-informasi lain yang berkaitan dengan penyakit parkinson. Wilson

Page 19: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

(2000)26

menambahkan unsur hambatan dalam model perilaku informasi atas

hambatan personal (terkait dengan faktor kognitif, psikologis, fisiologis,

demografi, interpersonal atau terkait dengan peran) dan hambatan dari lingkungan

yaitu hambatan dalam masalah waktu, budaya yang berlaku, dan yang berkaitan

dengan karakteristik sumber informasi.

Menurut Wilson, disonansi kognitif adalah gangguan yang terkait motivasi

individu dalam berperilaku. Konsep ini mengemukakan bahwa adanya kognisi

yang sedang berkonflik membuat individu merasa tidak nyaman, akibatnya

mereka akan berupaya memecahkan konflik tersebut dengan satu atau beberapa

jalan penyelesaian. Dalam tabel III.56 yang berisi pernyataan tentang hambatan

dalam mencari informasi karena responden tidak ada yang mendampingi dalam

proses pencarian informasi, di mana diperoleh hasil 40% responden menyatakan

setuju dengan pernyataan itu. Salah satu dukungan moral yang sangat dirasakan

oleh responden adalah pendampingan saat berobat. Dari hal itu, responden bisa

merasakan bahwa mereka tidak sendirian ketika menderita sebuah penyakit.

Selain itu, responden juga merasa bahwa orang di sekitarnya menyediakan waktu

untuk melayani dan mendengarkan mereka dalam menyampaikan perasaannya.

Tabel III.57 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang hambatan

dalam mencari informasi karena responden tidak mendapat persetujuan dari

keluarga, di mana diperoleh hasil 56.7% responden tidak setuju dengan

pernyataan itu. Muzaham (1995)27

, dukungan sosial sangat diperlukan bagi

seorang pasien karena pasien memperoleh persetujuan dari keluarga dan juga dari

teman-temannya untuk melakukan suatu tindakan kesehatan. Dukungan ini yang

dirasakan responden sebagai pemicu semangat untuk tetap percaya bahwa mereka

akan sembuh, meskipun obat dari penyakit parkinson masih belum ditemukan.

Selain itu, responden juga memerlukan saran tindakan dari anggota keluarga serta

teman-temannya. Tabel III.58 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan

tentang hambatan dalam mencari informasi karena responden tidak mendapat

persetujuan dari teman, di mana diperoleh hasil 53.3% responden tidak setuju

dengan pernyataan itu. Tabel III.59 merupakan tabel kuesioner yang berisi

pernyataan tentang hambatan dalam mencari informasi karena responden merasa

tidak ada penderita parkinson lainnya yang melakukan proses pencarian

informasi, di mana diperoleh hasil 50% responden menyatakan setuju dengan

pernyataan itu. Menurut Aini (2015)28

, penderita lain yang senasib diperlukan

karena penderita yang senasib dengan dirinya saling memberikan dukungan satu

sama lain. Dukungan tersebut bisa berupa dukungan moril saat satu diantara

mereka ada yang sedang drop selain itu, dukungan yang biasanya diberikan oleh

penderita lain yang senasib adalah dukungan informasi.

26 Wilson, T. D. 2000. Human Information Behaviour Information Science. Vol. 3. No. 2.Terdapat

pada http://inform.nu/Articles/Vol3/v3n2p49-56.pdf. Diakses pada 9 November 2016. 27 Fauzi Muzaham, Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press, 1995), Cet. 1, hlm. 83. 28

Ratih Noer Aini dan Satiningsih, Ketahanan Psikologis Pada Perempuan Penderita Kanker Payudara, (Surabaya: Jurnal Penelitian Psikologi, 2015)

Page 20: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

Menurut Wilson, karakteristik emosional adalah hambatan yang berkaitan

dengan kondisi emosional dan mental seseorang ketika menemukan informasi.

Tabel III.61 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang hambatan

dalam mencari informasi karena responden merasa ketakutan, di mana diperoleh

hasil 43.3% responden menyatakan setuju dengan pernyataan itu. Tabel III.62

merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang hambatan dalam

mencari informasi karena responden merasa penyakit parkinson tidak akan

berdampak pada dirinya, di mana diperoleh hasil 56.7% responden menyatakan

setuju dengan pernyataan itu. Hal ini senada dengan Muzaham (1995)29

yang

menjelaskan bahwa kepercayaan seseorang bahwa keadaan yang sedang

dialaminya tidak akan membawa akibat buruk bagi jiwanya. Tabel III.63

merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang hambatan dalam

mencari informasi karena responden merasa tidak memiliki penyakit, di mana

diperoleh hasil 43.3% responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan itu.

Pada dasarnya, responden secara sadar mengungkapkan bahwa dirinya sedang

menderita suatu penyakit. Maka dari itu, sebagian besar responden menyatakan

tidak setuju dengan pernyataan di atas. Tabel III.64 merupakan tabel kuesioner

yang berisi pernyataan tentang hambatan dalam mencari informasi karena

responden merasa malu, di mana diperoleh hasil 43.3% responden menyatakan

setuju dengan pernyataan itu. Hal ini terjadi karena beban psikologis yang terjadi

dari suatu kejadian yang dialami responden, rasa malu muncul akibat gejala-gejala

yang dirasakan oleh responden dan menghambat dalam proses penemuan

informasi serta tindakan pengobatan secara berkelanjutan.

Hambatan fisiologis merupakan hambatan yang dapat berupa cacat fisik

dan mental, baik karena bawaan lahir atau karena faktor lain. Tabel III.66

merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang hambatan dalam

mencari informasi karena responden merasa kesulitan berbicara, di mana

diperoleh hasil 46.7% responden menyatakan setuju dengan pernyataan itu. Tabel

III.67 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang hambatan dalam

mencari informasi karena responden merasa kesulitan berjalan, di mana diperoleh

hasil 53.3% responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan itu. Tabel

III.68 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang hambatan dalam

mencari informasi karena responden merasa keseimbangan badannya berkurang,

di mana diperoleh hasil 43.3% responden menyatakan setuju dengan pernyataan

itu. Tabel III.69 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan tentang

hambatan dalam mencari informasi karena responden merasa kesulitan berdiri, di

mana diperoleh hasil 56.7% responden menyatakan tidak setuju dengan

pernyataan itu. Tabel III.70 merupakan tabel kuesioner yang berisi pernyataan

tentang hambatan dalam mencari informasi karena responden merasa bergantung

kepada orang lain, di mana diperoleh hasil 63.3% responden menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan itu. Pernyataan-penyataan di atas sesuai dengan gejala-

gejala yang dirasakan oleh para penderita parkinson, yaitu tremor atau gemetar

yang menyerang dalam kondisi istirahat. Berikutnya rigidity (kekakuan) sehingga 29

Fauzi Muzaham, Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press, 1995), Cet. 1, hlm. 83.

Page 21: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

berjalan seperti robot. Kekakuan juga sering terjadi pada wajah. Lalu akinesia¸

yaitu jalan melambat. Dan yang keempat adalah postural inability, yaitu

keseimbangan terganggu sehingga penderita mudah goyang dan terjatuh ketika

berjalan.

Penutup

Penelitian perilaku penemuan informasi pada penderita parkison menghasilkan

tiga unsur penting yaitu kebutuhan informasi yang memicu kegiatan pencarian

informasi, proses yang dilalui pada saat melakukan pencarian informasi, serta

hambatan-hambatan yang dihadapi pada saat melakukan pencarian informasi.

Ketiga unsur tersebut menghasilkan sebuah model perilaku penemuan informasi.

Melalui hasil penelitian yang telah dilakukan dengan pernyataan yang diajukan

melalui kuesioner, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kebutuhan informasi penderita parkinson

Penderita parkinson memiliki kebutuhan informasi yang terbagi menjadi

lima faktor, yaitu:

Kebutuhan informasi penderita parkinson mengenai penyakit yang

dideritanya di mana sebagian besar penderita parkinson membutuhkan

informasi itu karena keterbatasan informasi yang dimiliki. Sekitar

(63.3%) penderita parkinson membutuhkan informasi mengenai

penyebab terserang penyakit parkinson karena berguna dalam

memahami asal penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi atau

menghasilkan gejala penyakit parkinson. dan sekitar (66.7%)

penderita parkinson membutuhkan informasi mengenai gejala

penyakit parkinson yang digunakan untuk memahami akibat-akibat

yang mungkin timbul dari gejala penyakit parkinson.

Kebutuhan informasi penderita parkinson mengenai fasilitas kesehatan

yang tersedia di mana sebagian besar penderita parkinson

membutuhkan informasi itu karena keterbatasan informasi yang

dimiliki. Sekitar (53.3%) penderita parkinson sangat membutuhkan

informasi mengenai rumah sakit yang dijadikan rujukan untuk

penyakit parkinson. Hal ini dikarenakan tidak semua rumah sakit yang

ada di Surabaya bisa menangani penderita parkinson. dan sekitar

(43.3%) penderita parkinson membutuhkan informasi mengenai

dokter yang menangani penyakit. Hal ini dikarenakan responden

merasa bisa bebas datang ke tempat praktek dokter untuk konsultasi

mengenai penyakitnya apabila jam buka pelayanan rumah sakit sudah

berakhir. Dan juga kepercayaan seseorang tehadap dokter sangatlah

tinggi, apalagi jika mengenai kesehatan.

Kebutuhan informasi penderita parkinson mengenai perawatan

tubuhnya di mana sebagian besar penderita parkinson membutuhkan

informasi itu karena keterbatasan informasi yang dimiliki. Sekitar

(56.7%) penderita parkinson membutuhkan informasi mengenai ahli

fisioterapi yang dapat memulihkan keadaan fisiknya karena penyakit

parkinson bisa berdampak pada keterbatasan gerak yang dialami

penderitanya dan sekitar (40%) penderita parkinson membutuhkan

Page 22: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

informasi mengenai kegiatan yang memperlambat perkembangan

penyakit parkinson. Kegunaan dari informasi ini yaitu untuk melatih

otot tetap kuat serta meningkatkan fleksibilitas dan pergerakan otot

responden. Serta membantu responden untuk lebih mandiri karena

bisa melakukan olahraga sendiri sesuai dengan kondisi yang sedang

dialami oleh responden.

Kebutuhan informasi penderita parkinson mengenai pengelolaan

mental pada dirinya di mana sebagian besar penderita parkinson

kurang membutuhkan informasi itu. Untuk informasi dalam

memotivasi dirinya sendiri diperoleh data yang berlawanan di mana

diperoleh hasil, sekitar (40%) penderita parkinson tidak membutuhkan

informasi untuk memotivasi dirinya sendiri, dan sekitar (40%) lainnya

membutuhkan informasi itu karena keterbatasan informasi yang

dimiliki. Hal ini terjadi karena perbedaan keadaan mental yang

dialami oleh penderita parkinson pada saat itu. Sekitar (36.7%)

penderita parkinson tidak membutuhkan informasi mengenai penderita

lain yang sembuh dalam mengobati penyakit parkinson. Responden

merasa tidak semua penderita lainnya merasakan apa yang sedang dia

rasakan dan juga tidak banyak informasi mengenai responden yang

sembuh dalam mengobati penyakit parkinson karena dari

perkembangan informasi terakhir belum ditemukan obat yang bisa

menyembuhkan penyakit parkinson secara total.

Kebutuhan informasi penderita parkinson mengenai gizi dan makanan

yang baik untuk dikonsumsi dirinya di mana sebagian besar penderita

parkinson membutuhkan informasi itu. Sekitar (70%) penderita

parkinson membutuhkan informasi mengenai gizi yang diperlukan

oleh dirinya karena keterbatasan informasi yang dimiliki. Informasi

ini digunakan oleh responden sebagai pedoman dalam menentukan

gizi apa saja yang diperlukan bagi dirinya karena pada umumnya

penyakit parkinson menghasilkan perubahan negatif dalam status gizi

penderita. Dan sekitar (73.3%) penderita parkinson membutuhkan

informasi mengenai makanan yang baik dikonsumsi karena

keterbatasan informasi yang dimiliki. Informasi mengenai gizi akan

berkaitan dengan makanan-makanan yang dianjurkan bagi penderita

parkinson karena dalam setiap makanan terdapat gizi-gizi yang

terkandung di dalamnya. Akan tetapi, tidak semua makanan bisa

dikonsumsi oleh orang yang menderita parkinson. Maka dari itu,

diperlukan juga pemahaman informasi mengenai makanan-makanan

yang di dalamnya terkandung gizi-gizi yang diperlukan bagi penderita

parkinson.

2. Proses yang dilalui penderita parkinson pada saat menemukan informasi

Starting; merupakan pemicu penderita parkinson dalam melakukan

kegiatan pencarian informasi, yaitu (40%) penderita parkinson merasa

terganggu karena penyakitnya pada saat melakukan kegiatan rumah

Page 23: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

tangga. Serta (40%) penderita parkinson juga merasa bahwa penyakit

parkinson membuat dirinya malu.

Chaining; upaya yang dilakukan penderita parkinson untuk

mempermudah dalam mencari informasi yaitu (43.3%) penderita

parkinson membuat catatan kecil sebagai dasar dalam menentukan

informasi yang dicari. Serta (43.3%) penderita parkinson juga

menggunakan catatan kecil sebagai pengingat mengenai apa yang

akan dicari.

Browsing; aktifitas yang dilakukan penderita parkinson pada tahap ini

yaitu mencari informasi melalui sumber-sumber informasi yang

mereka pilih. Misalnya, (53.3%) penderita parkinson mencari

informasi melalui konsultasi dengan para ahli. Serta (66.7%) penderita

parkinson memanfaatkan internet dalam mencari informasi.

Differentiating; merupakan upaya yang dilakukan penderita parkinson

untuk membandingkan informasi yang sudah ditemukan. Sekitar

(53.3%) penderita parkinson melakukan pembandingan isi informasi

yang sudah ditemukan dan (53.3%) penderita parkinson juga

membandingkan informasi yang diperoleh dengan keadaan mereka

saat ini.

Monitoring; usaha yang dilakukan penderita parkinson dalam

memantau perkembangan informasi penyakitnya melalui sumber-

sumber informasi yang mereka pilih. Sekitar (50%) penderita

parkinson memperbaharui perkembangan informasi mengenai

penyakitnya melalui media cetak (koran, buku, majalah, jurnal, dll).

Dan juga (36.7%) penderita parkinson memperbaharui perkembangan

informasi mengenai penyakitnya dengan berkunjung ke perpustakaan.

Extracting; aktifitas yang dilakukan penderita parkinson karena sudah

mendapatkan informasi yang dicari, sekitar (46.7%) penderita

parkinson mendapatkan informasi yang dicari melalui konsultasi

dengan para ahli. Dan sekitar (43.3%) penderita parkinson

mendapatkan informasi yang dicari pada saat berkunjung ke

perpustakaan.

Verifying; usaha yang dilakukan penderita parkinson untuk memeriksa

kembali kebenaran informasi yang telah didapatkan melalui sumber-

sumber informasi yang sudah dipilih. Dalam indikator ini terdapat

penemuan yang menarik yaitu (40%) penderita parkinson tidak

mengecek kebenaran informasi yang didapatkan melalui konsultasi

dengan para ahli. Hal ini disebabkan oleh kepercayaan penderita

parkinson yang sangat tinggi kepada para ahli. Untuk sumber-sumber

informasi yang lain, penderita parkinson melakukan memeriksa

kembali kebenaran informasi yang sudah diperoleh. Misalnya, (70%)

penderita parkinson memeriksa kembali kebenaran informasi yang

didapatkan melalui internet.

Ending; yaitu proses yang terjadi pada saat mengakhiri pencarian

informasi. Sekitar (53.3%) penderita parkinson menyatakan sudah

cukup mengumpulkan informasi yang dicari dan melanjutkan

Page 24: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

pengobatannya. Karena sudah mengumpulkan informasi yang sesuai

dengan apa yang dicarinya, responden akan melanjutkan pengobatan

dengan perasaan yang lebih tenang dibandingkan sebelumnya.

3. Hambatan penderita parkinson pada saat mencari informasi

Hambatan penderita parkinson pada saat mencari informasi terbagi

menjadi tiga, yaitu:

Hambatan personal yang dialami oleh penderita parkinson pada saat

mencari informasi yaitu (40%) penderita parkinson tidak ada yang

mendampingi dalam mencari informasi. Dan sekitar (43.3%) penderita

parkinson merasa malu sehingga menghambat dalam proses pencarian

informasi.

Hambatan terkait peran sosial yang dialami oleh penderita parkinson

pada saat mencari informasi yaitu (56.7%) penderita parkinson merasa

tidak memahami informasi yang telah ditemukan. Dan sekitar (46.7%)

penderita parkinson tidak bisa memahami informasi dari bahasa asing.

Hambatan lingkungan yang dialami oleh penderita parkinson pada

saat mencari informasi yaitu (50%) penderita parkinson merasa tidak

mempunyai waktu untuk mencari informasi pada saat bekerja. Dan

sekitar (46.7%) penderita parkinson merasa kebingungan dengan

banyaknya informasi yang berlainan.

Referensi

Aini, R. N. (2015). Ketahanan Psikologis Pada Perempuan Penderita Kanker

Payudara. Character: Jurnal Penelitian Psikologi., 3(3).

Anna, Kus Lusia. (2013) “Ayo Lebih Peduli Parkinson”. Jakarta: Kompas.

diakses dari

http://health.kompas.com/read/2013/04/12/1332361/Ayo..Lebih.Peduli.Parkinson,

pada tanggal 9 September 2015 pukul 22.05

Case, Donald O. (2007). Looking for Information A Survey of Research on

Information Seeking, Needs, and Behavior Second Edition. Hlm. 123.

Ellis, David. (1993). Modeling the Information Seeking Patterns of Academic

Researchers: A Grounded Theory Approach dalam Library Quarterly Vol. 63. No.

4, hlm. 468-486

Feber, T. et.al. (2006). Virtual Reference in Academic environment in an

Academic: Quantitatif and Kualitatif Analisis of Users: Information Need and

Information Seeking Behaviour. Interdisciplinary University of Nort Texas.

Annual Conference 200, Atlanta, GA.

Hendrik, Lussy Natalia. (2013). “Depresi Berkorelasi Dengan Rendahnya

Kualitas Hidup Penderita Parkinson”.Bali: UNUD diakses dari

http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-813-1924760038-

tesis%20dr.%20lussy.pdf, pada tanggal 8 September 2015 pukul 21.15

Page 25: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

Hope, Jenny. (2012). Eating berries can cut men's risk of Parkinson's by 40%

London: Solo Syndication, a division of Associated Newspapers Ltd diakses dari

http://search.proquest.com/docview/964150500?accountid=170128 pada tanggal

15 Desember 2016

Husni, Amin. (2015) “Diet Seperti Ini Disarankan untuk Pasien Parkinson”,

Jakarta: Detik diakses dari

https://health.detik.com/read/2015/03/18/152809/2862522/763/diet-seperti-ini-

disarankan-untuk-pasien-parkinson , pada tanggal 11 September 2016

Ismawati, et al. (2013). “Hubungan Derajat Klinis dan Gangguan Kognitif Pada

Penderita Parkinson Dengan Menggunakan Montreal Cognitive Assesment versi

Indonesia (MOCA-INA)”. Makassar: UNHAS diakses di

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9625/Hubungan%20Der

ajat%20Klinis.pdf?sequence=1, pada tanggal 9 September 2015 pukul 21.45

Liebermen, Abraham., McCall, Marcia. (2003). 100 Question & Answer about

Parkinson Disease. Massachusetts: Jones and Bartlett Publishers.

McReynolds, Connie J. (2001) The Meaning of Work in the Lives of People Living

with HIV Disease and AIDS. Rehabilitation Counseling Bulletin

Muzaham, Fauzi. (1995). Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Jakarta:

Universitas Indonesia (UI-Press).

Nicholas, D. (2003). Assessing information needs: tools, techniques and concepts

for the internet age. Routledge.

Praba, C. et al. (2007). What is Enough/ Satisficing Information Needs, Journal of

Documentation. 63,I:74-8. Tersedia pada

http://www.oclc.org/publication/archive/2008praba-satisficing.pdf. Diakses pada

18 November 2016.

Silver, G. (1963). Family Medical Care. Cambridge: Harvard University Press.

Sunarti, E. (2004). Mengasuh dengan hati. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Susatia, Frandy. (2016) “4 Fakta Penting Tentang Penyakit Parkinson”. Jakarta:

Detik. diakses dari

http://health.detik.com/read/2016/04/27/100047/3197537/763/4-fakta-penting-

tentang-penyakit-parkinson pada tanggal 10 Januari 2017.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan

informasi publik

Page 26: Perilaku Penemuan Informasi pada Penderita Parkinson ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7bbfb368befull.pdf · demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia

WHO. (2006). “Neurological Disorders: Public Health Challenges”: WHO.

Diakses dari

http://www.who.int/mental_health/publications/neurological_disorders_ph_challe

nges/en/ pada tanggal 8 September 2015 pukul 20.31

Wilson, T.D. (1999), “Models in information behaviour research” dalam Journal

of Documentation, vol 55 no. 33, hal. 259 – 270. Diakses dari

http://www.informationr.net/tdw/publ/papers/1999JDoc.html, pada tanggal 28

Oktober 2015 pukul 09.37

Wilson, T. D. (2000). Human Information Behaviour Information Science. Vol. 3.

No. 2.Terdapat pada http://inform.nu/Articles/Vol3/v3n2p49-56.pdf. Diakses pada

15 November 2016.