absorbent dressing spongejournal.unair.ac.id/download-fullpapers-jft6d3a30f175full.pdf · menyerap...

24
Absorbent Dressing Sponge Berbasis Alginat-Kitosan Berkurkumin Untuk Luka Derajat Eksudat Sedang-Besar Arindha Reni Pramesti 1 , Dyah Hikmawati 2 , Nanik Siti Aminah 3 1 Program Studi S1 Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga 2 Staf Pengajar Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga 3 Staf Pengajar Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Email : [email protected] Abstract It had been synthesized an absorbent dressing sponge made from alginate, chitosan, and curcumin. The method employed in this study was freeze dry technique for 24 hours at temperature of -80 0 C and continued drying in lyophilizer for 24 hours. The result is characterized by use of FTIR, absorb test with PBS solution (Phospate Buffer Saline) pH 7,4; moisture test with electronic moisture balance, and cytotoxicity test with MTT assay. In vivo test was carried out on mice for 3 days and made the histological preparation. The result of FTIR verified that alginate absorption, chitosan, curcumin which was shown by the emerged of characterized absorption band, namely hydroxyl group (-OH) and primary amine (-NH 2 ) from chitosan, O-Na from alginate, and C=C aromatic from curcumin. Sponge which possess good absorption and unbroken when absorb PBS solution should compose from alginate:chitosan 1:2 in comparison, 0:4, and 1:4 with each absorption percentage 2547%, 2066%, and 1749% respectively. All of them also point out result non-toxic on MTT assay with cell percentage lives is more than 100%. The result of moisture test and observation of histopathological anatomy on alginate:chitosan sponge 0:4, 1:4, and 1:2 are consistent where the more moisture percentage the better reepithelialization and collagen density. High water content will moist the area around the wound, as a result it will fasten the process

Upload: duongdung

Post on 08-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Absorbent Dressing Sponge Berbasis Alginat-Kitosan Berkurkumin Untuk

Luka Derajat Eksudat Sedang-Besar

Arindha Reni Pramesti1, Dyah Hikmawati2, Nanik Siti Aminah3

1 Program Studi S1 Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga

2 Staf Pengajar Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga

3 Staf Pengajar Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga

Email : [email protected]

Abstract

It had been synthesized an absorbent dressing sponge made from alginate,

chitosan, and curcumin. The method employed in this study was freeze dry

technique for 24 hours at temperature of -800C and continued drying in lyophilizer

for 24 hours. The result is characterized by use of FTIR, absorb test with PBS

solution (Phospate Buffer Saline) pH 7,4; moisture test with electronic moisture

balance, and cytotoxicity test with MTT assay. In vivo test was carried out on

mice for 3 days and made the histological preparation. The result of FTIR verified

that alginate absorption, chitosan, curcumin which was shown by the emerged of

characterized absorption band, namely hydroxyl group (-OH) and primary amine

(-NH2) from chitosan, O-Na from alginate, and C=C aromatic from curcumin.

Sponge which possess good absorption and unbroken when absorb PBS solution

should compose from alginate:chitosan 1:2 in comparison, 0:4, and 1:4 with each

absorption percentage 2547%, 2066%, and 1749% respectively. All of them also

point out result non-toxic on MTT assay with cell percentage lives is more than

100%. The result of moisture test and observation of histopathological anatomy

on alginate:chitosan sponge 0:4, 1:4, and 1:2 are consistent where the more

moisture percentage the better reepithelialization and collagen density. High water

content will moist the area around the wound, as a result it will fasten the process

of wound healing. Alginate:chitosan sponge 0:4, 1:4, and 1:2 contained 42,9% ,

32,7%, dan 20,4% moisture which the reepithelialization percentage is 100%,

100%, and 88% with level of the collagen density are very close, close, and

medium density. Sponge from alginate:chitosan 0:4 in comparison is potential

used for absorbent dressing sponge.

Key words: absorbent dressing sponge, alginate, chitosan, curcumin

Abstrak

Telah dilakukan sintesis absorbent dressing sponge berbahan alginat,

kitosan, dan kurkumin. Metode yang dilakukan adalah dengan teknik freeze dry

selama 24 jam pada suhu -800C dan dilanjutkan pengeringan dalam lyophilizer

selama 24 jam. Hasilnya dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, uji absorb

dengan larutan PBS (Phospate Buffer Saline) pH 7,4, uji kadar air dengan

electronic moisture balance, dan uji sitotoksisitas dengan MTT assay. Uji in vivo

dilakukan pada mencit selama 3 hari dan dibuat preparat histologinya. Hasil

analisis data FT-IR membuktikan serapan alginat, kitosan, kurkumin ditunjukkan

dengan munculnya pita serapan khas yaitu adanya gugus hidroksil (-OH) dan

amina primer (-NH2) dari kitosan, O-Na dari alginat, dan C=C aromatik dari

kurkumin. Sponge yang memiliki daya absorb baik dan tidak hancur ketika

menyerap cairan PBS adalah sponge dengan perbandingan alginat:kitosan 1:2 ,

0:4, dan 1:4 dengan persentase absorb masing-masing 2547%, 2066%, dan 1749%.

Ketiganya juga menunjukkan hasil tidak toksik pada uji MTT dengan persentase

sel hidup lebih dari 100%. Hasil uji kadar air dan pengamatan histopatologi

anatomi pada sponge alginat:kitosan 0:4, 1:4, dan 1:2 bersesuaian, dimana

semakin banyak persentase kadar airnya maka re-epitelisasi dan kepadatan

kolagen yang terbentuk makin bagus karena lingkungan luka lembab

mempercepat proses penyembuhan luka. Sponge alginat:kitosan 0:4, 1:4, dan 1:2

memiliki persentase kadar air 42,9%, 32,7%, dan 20,4%. Persentase re-

epitelisasinya masing-masing 100%, 100%, dan 88% dengan tingkat kepadatan

kolagen sangat rapat, rapat, dan kerapatannya sedang. Sponge dengan

perbandingan alginat:kitosan 0:4 berpotensi digunakan sebagai absorbent

dressing sponge.

Kata kunci : absorbent dressing sponge, alginat, kitosan, kurkumin

Pendahuluan

Dressing (balutan) luka merupakan suatu material yang digunakan untuk

menutupi luka. Tujuan dari penutupan luka ini adalah untuk melindungi luka dari

infeksi eksternal sampai penyembuhan alami terjadi dan dari gesekan dengan

pakaian (Johnson, 2004). Pemilihan dressing (balutan) yang tepat merupakan hal

yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih dressing

(balutan luka) yang optimal antara lain jika luka kering maka harus dilembabkan,

jika luka memiliki eksudat yang luas maka cairan harus diserap, jika luka

memiliki jaringan nekrotik atau debris asing maka jaringan tersebut harus dibuang,

dan jika luka mengalami infeksi maka harus diterapi dengan antibiotik (Medika

Jurnal Kedokteran Indonesia, 2010).

Absorbent dressing merupakan balutan untuk menyerap eksudat luka

karena prinsip perawatan luka adalah menciptakan kondisi lembab bukan basah

(Pangayoman, 2009). Absorbent dressing konvensional yang masih dipakai

hingga sekarang adalah kasa sedangkan Absorbent dressing modern antara lain

yang berjenis hidrokoloid dan natrium alginat (Medika Jurnal Kedokteran

Indonesia, 2010). Kasa memiliki beberapa kelemahan di antaranya

mengkondisikan lingkungan luka dari basah menjadi kering. Hal ini menyebabkan

epitel yang terbentuk menempel pada kasa sehingga saat kasa diambil

menimbulkan rasa sakit. Penggunaan Absorbent dressing modern seperti natrium

alginat diharapkan dapat mengurangi ketidaknyamanan tersebut karena natrium

alginat berubah menjadi gel ketika menyerap eksudat sehingga tidak menempel

pada epitel kulit. Selain itu, penggantian balutan natrium alginat dapat dilakukan

selama 3-4 hari sekali karena alginat bersifat antimikroba sedangkan jika

menggunakan kasa perlu penggantian setiap hari untuk menghindari timbulnya

infeksi (Ovington, 2002). Balutan luka dari natrium alginat saat ini masih diimpor

dari luar negeri. Harga alginat cukup tinggi sehingga menyebabkan harga balutan

luka natrium alginat mahal. Bahan baku alginat berasal dari rumput laut coklat

(Sargasum sp.) yang melimpah di Indonesia (Mutia, 2009).

Kitosan merupakan senyawa kimia yang merupakan derivate atau turunan

dari senyawa kitin. Kitin umumnya diisolasi dari kerangka hewan invertebrata

misalnya cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan laut

yang bercangkang lainnya. Kitosan bersifat non toksik, biokompatibel,

biodegradabel, dan polikationik dalam suasana asam dan dapat membentuk gel

apabila kontak dengan air karena adanya ikatan silang yang terjadi dalam struktur

(Sembiring, 2011).

Respon tubuh setelah mengalami luka adalah terjadi proses inflamasi atau

peradangan. Saat peradangan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen

yang membahayakan jaringan dan mencegah agen menyebar lebih luas. Agen

yang membahayakan ini misalnya kuman, bakteri, mikroba, dan lain-lain yang

dapat menghambat proses penyembuhan luka. Optimalisasi proses penyembuhan

luka dapat dibantu dengan penambahan agen terapi. Agen terapi ini berupa zat

atau bahan yang berfungsi menghambat pertumbuhan kuman, mikroba, jamur,

bakteri, dan lain-lain. Salah satu agen terapi yang dapat digunakan adalah

kurkumin. Kurkumin merupakan salah satu senyawa yang terkandung dalam

temulawak atau kunyit. Kurkumin bersifat anti imflamatori, anti imunodefisiensi,

anti virus, anti bakteri, anti jamur, anti oksidan, anti karsinogenik dan anti infeksi

(Kristina, 2009).

Struktur kitosan maupun alginat memiliki kecenderungan untuk

membentuk muatan ionik. Alginat yang bersifat polianion (bermuatan negatif) dan

kitosan yang bersifat polikation (bermuatan positif) akan membentuk

polielektrolit komplek ketika dicampur. Polielektrolit komplek ini dapat

mempercepat penyerapan cairan karena sisi ionik dari alginat maupun kitosan

memiliki potensi besar untuk menarik molekul air dengan pembentukan ikatan

hidrogen (Meng et.al., 2010).

Hasil penelitian Dai, et al. (2009) yang membuat sponge alginat-kitosan

berkurkumin didapatkan hasil apabila komposisi alginat lebih besar daripada

kitosan menghasilkan sponge yang kurang bagus daya absorbsinya dibandingkan

dengan yang komposisi kitosannya lebih banyak. Pada penelitian tersebut Dai

menggunakan dua jenis polimer untuk membentuk ikatan kimia yang komplek.

Pada penelitian ini akan dibuat lebih banyak variasi komposisi antara alginat-

kitosan serta dibuat yang hanya berkomposisi alginat dan kitosan saja. Hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui variasi penyerapan yang terjadi serta memilih

sponge mana yang bagus antara campuran atau tidak berupa campuran alginat-

kitosan.

Metode Penelitian

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium alginat dari

LIPI, kurkumin PureBulk, kitosan yang di beli dari IPB (Institut Pertanian Bogor),

sel fibroblas BHK-21 untuk uji MTT, Phospate buffer saline (PBS) untuk uji

kemampuan absorb, aquades untuk melarutkan natrium alginat, asam asetat untuk

melarutkan kitosan, etanol untuk melarutkan kurkumin.

Alat-alat yang digunakan yaitu Lyophilizer, freezer, loyang, magnetic

stirrer, sentrifuse, neraca digital, beker glass, spatula, aluminium foil, pisau,

penggaris / pengukur.

Pembuatan Sponge

Sponge dibuat dari percampuran bubuk natrium alginat, kitosan, dan

kurkumin yang telah dilarutkan dengan pelarut masing-masing yaitu natrium

alginat dilarutkan dalam aquades, kitosan dilarutkan dengan asam asetat, dan

kurkumin dilarutkan dengan etanol. Masing-masing larutan dicampur dan di aduk

dengan magnetic stirrer agar homogen kemudian disentrifus untuk memisahkan

residu dan supernatan. Residunya diambil untuk dijadikan sponge. Residu ini

kemudian dituang ke dalam loyang persegi panjang dengan tinggi sekitar 0,5 cm.

Loyang di simpan dalam freezer dengan kisaran suhu -800C sampai -1000C

selama ± 24 jam dan setelah 24 jam dalam freezer, sampel dikeluarkan dan

langsung di lyophilizer selama 24 jam dengan suhu sekitar -1050C dan tekanan

dalam miliTorr (Dai, et. al, 2009). Komposisi percampuran alginat-kitosan-

kurkumin dapat dilihat pada Tabel I.

Tabel I. Variasi Sponge

No. Sponge Alginat: Kitosan Kurkumin No. Sponge Alginat: Kitosan Kurkumin

1. A0C4 0 : 4 Tetap 6. A4C1 4 : 1 Tetap

2. A1C2 1 : 2 Tetap 7. A3C1 3 : 1 Tetap

3. A1C3 1 : 3 Tetap 8. A2C1 2 : 1 Tetap

4. A1C4 1 : 4 Tetap 9. A4C0 4 : 0 Tetap

5. A2C2 2 : 2 Tetap

Penelitian Scharstuhl et.al., 2009 menunjukkan bahwa pada konsentrasi

kurkumin 5µM fibroblast banyak yang hidup sehingga pada penelitian ini juga

menggunakan konsentrasi kurkumin sebesar 5µM. Konsentrasi tersebut dibuat

dengan cara melarutkan 1,84 mg kurkumin dalam 1 liter etanol. Kemudian dalam

masing – masing sampel digunakan 1 ml kurkumin yang mempunyai konsentrasi

5µM.

Karakterisasi

Uji FTIR dengan FT-IR Jasco 4200 type A, uji kemampuan absorb sponge

dengan larutan phosphate buffer saline (PBS) pH 7,4, uji kadar air dengan

electronic moisture balance Shimadzu Libror EB-280 MOC, pengamatan preparat

uji histopatologi anatomi dengan mikroskop Olympus Optical Japan, pembacaan

uji sitotoksisitas MTT assay dengan Elisa Reader.

Hasil Dan Pembahasan

Hasil pembuatan absorbent dressing sponge tampak pada gambar 1. Bubuk

natrium alginat, kitosan, dan kurkumin yang menjadi bahan utama pembuatan

absorbent dressing sponge sebelumnya di uji FT-IR pada daerah serapan 4000-

400. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4.

Gambar 1. Absorbent Dressing Sponge

Gambar 2. Spektrum FTIR sponge A1C2 (Perbandingan alginat:kitosan 1:2)

Sponge A1C2 gugus C=C aromatik yang merupakan bagian dari kurkumin

muncul pada pita daerah serapan 1548,56 cm-1. Pita serapan gugus karbonil yang

merupakan gugus dari alginat dan kurkumin terlihat pada bilangan gelombang

1644,02 cm-1. Gugus hidroksi (O-H) terdapat dalam ketiga bahan yaitu alginat,

kitosan, dan kurkumin. Pita serapan gugus tersebut ditemukan pada nilai bilangan

gelombang 3442,31 cm-1. Pita serapan gugus C-O dan O-Na berada pada bilangan

gelombang 1035,59 cm-1 dan 1421,28 cm-1. Sedangkan gugus amida primer (NH2)

tertutupi oleh pita gugus hidroksi yang melebar karena adanya ikatan hidrogen

antar molekul.

Gambar 3. Spektrum FTIR sponge A0C4 (Perbandingan alginat:kitosan 0:4)

Data spektra FTIR sponge A0C4, pita serapan gugus karbonil nampak

pada bilangan gelombang 1650,77 cm-1 . Gugus karbonil merupakan gugus dari

kurkumin. Pita serapan gugus C-C alifatik nampak pada bilangan gelombang

2919,17 cm-1. Gugus hidroksi (O-H) yang merupakan gugus dari kitosan muncul

pada nilai bilangan gelombang 3427,85 cm-1, sedangkan pita serapan gugus NH2

tertutupi oleh pita serapan gugus hidroksi yang melebar karena adanya ikatan

hidrogen antar molekul.

Gambar 4. Spektrum FTIR sponge A1C4 (Perbandingan alginat:kitosan 1:4)

Data spektra FTIR sponge A1C4, pita serapan gugus karbonil yang

merupakan gugus dari kurkumin dan alginat muncul pada daerah serapan 1627,63

cm-1. Pita serapan gugus C-O dan O-Na nampak pada bilangan gelombang

1028,84 cm-1 dan 1404,89 cm-1. Gugus hidroksi (O-H) muncul pada pita daerah

serapan 3442,31 cm-1. Gugus hidroksi merupakan gugus yang terdapat dalam

alginat, kitosan, dan kurkumin. Pita serapan gugus NH2 tertutupi oleh pita serapan

gugus hidroksi yang melebar karena adanya ikatan hidrogen antar molekul.

Berdasarkan hasil uji FT-IR menunjukkan bahwa ketiga bahan (alginat,

kitosan, kurkumin) sudah tercampur dalam sponge. Hal ini dapat dilihat dari

munculnya gugus fungsi alginat, kitosan, dan kurkumin dalam sponge. Gugus

fungsi alginat yaitu karbonil muncul pada rentang bilangan gelombang 1765-1645

cm-1 , O-H pada rentang 3650-3200 cm-1 , C-O pada rentang 1260-970 cm-1 , dan

O-Na pada sekitar 1431 cm-1. Sedangkan gugus serapan khas dari kitosan adalah

hidroksi (O-H) dan amina primer (NH2). O-H muncul pada rentang bilangan

gelombang 3650-3200 cm-1, pita serapan gugus NH2 tertutup oleh pita serapan

gugus hidroksi yang melebar karena karena adanya ikatan hidrogen antar molekul

air yang ikatannya dapat dilihat pada Gambar 2.12. Kurkumin memiliki gugus

khas yang tidak terdapat dalam alginat dan kitosan yaitu C-H aromatik dan C=C

aromatik. Namun kedua gugus ini kadang muncul dan kadang tidak. Hal ini

karena kadar kurkumin yang diberikan terlalu kecil yaitu sebesar 5µM sehingga

hanya 0,5% kurkumin yang terdapat dalam sponge.

Kemampuan Absorb

Kemampuan absorb sponge menunjukkan banyaknya cairan yang dapat

terserap didalam sponge dihitung dengan rumus E = x 100% , We

menunjukkan berat sponge yang telah menyerap PBS dan Wo adalah berat mula-

mula. Dilakukan pengulangan sebanyak 3X dan rata-ratanya yang digunakan.

Hasilnya dapat dilihat berupa grafik pada Gambar 5 dan teksturnya terlihat pada

Gambar 6.

Gambar 5. Grafik Kemampuan Absorb Sponge

Absorbent Dressing Sponge yang baik adalah yang dapat menjaga

lingkungan luka tetap lembab dan mengabsorb eksudat dengan menyimpan cairan

luka di dalam sponge untuk mencegah terjadinya maserasi (Coloplast wound

dressings, 2010). Maserasi adalah mekanisme pelunakan jaringan oleh kondisi

basah yang berkepanjangan sehingga sel akan melemah dan epidermis menjadi

mudah terkikis (Carpenito, 2009).

Gambar 6. Tekstur sponge setelah diuji dengan larutan PBS pH 7,4

Gambar 7. Tekstur kering dan tekstur basah sponge setelah menyerap larutan PBS

(Phosphate Buffer Saline)

Hasil uji kemampuan absorb diperoleh 3 sponge yang memiliki

kemampuan absorb dan tekstur yang bagus setelah di uji dengan larutan PBS pH

7,4. Ketiga sponge tersebut yaitu A1C2, A0C4, dan A1C4 dengan perbandingan

alginate:kitosan 1:2; 0:4; 1:4 yang masing-masing nilai persentase absorb sebesar

2546%, 2066%, dan 1749%. Ketiga sampel tersebut memiliki perbandingan

komposisi kitosan yang lebih besar daripada alginat. Sponge A2C2 yang memiliki

perbandingan alginat kitosan seimbang menghasilkan sponge yang hancur.

Sedangkan sponge A3C1, A4C0, dan A4C1 yang memiliki perbandingan

komposisi alginat lebih besar daripada kitosan menghasilkan sponge yang lembek

dan tidak berubah menjadi gel setelah dimasukkan dalam PBS pH 7,4.

Cepatnya proses absorb sponge (30 detik) ketika menyerap cairan PBS

(phosphate buffer saline) disebabkan karena sponge membentuk polielektrolit

komplek karena alginat yang bersifat polianion (bermuatan negatif) dan kitosan

yang bersifat polikation (bermuatan positif) mempercepat penyerapan cairan

karena sisi ionik dari alginat maupun kitosan memiliki potensi besar untuk

menarik molekul air dengan pembentukan ikatan hidrogen (Meng, et.al., 2010).

Namun, rapuhnya sponge yang memiliki komposisi alginat lebih besar daripada

kitosan disebabkan karena berdasarkan foto SEM (Scanning Electron

Microscopy) pori-pori alginat lebih besar dari pada kitosan yaitu diameter pori

alginat sebesar 50-150 µm (Sams, 2009) sedangkan diameter pori kitosan sebesar

500 nm (Erna, 2011) dan ketika dicampur akan timbul serabut-serabut (Dai, et al.,

2009). Pori-pori alginat yang besar menyebab dinding-dinding pembatas pada

alginat lebih sedikit sehingga ketika terbentuk sponge, serabut-serabut pada

sponge yang komposisi alginatnya lebih besar tidak dapat menahan cairan dengan

baik karena sedikitnya dinding pembatas yang dapat menopang serabut untuk

menyimpan cairan. Hal tersebut menyebabkan sponge yang memiliki komposisi

alginat lebih besar menghasilkan struktur yang lembek dan hancur.

Kadar Air

Untuk mengetahui berapa persentase kandungan air yang terdapat dalam

sponge maka dilakukan uji kadar air. Untuk menghitung persentase kadar air

digunakan rumus : % kadar air = x 100%. Wo menunjukkan berat

awal sponge dan W menunjukkan berat akhir setelah pemanasan. Persentase kadar

air dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II. Persentase Kadar Air.

Jenis Sponge % Kadar Air

Sponge A0C4 42,9

Sponge A1C2 20,4

Sponge A1C4 32,7

Sponge A0C4 yang memiliki perbandingan alginat:kitosan 0:4 memiliki

kadar air paling tinggi dengan persentase 42,9%. Tingginya kadar air pada sponge

yang memiliki perbandingan kitosan lebih besar daripada alginat disebabkan

karena adanya ikatan hidrogen yang terjadi antara kitosan dengan air yang

digunakan sebagai media untuk pengenceran asam asetat. Kitosan memiliki sifat

mampu mengikat air, hal ini didukung oleh adanya gugus polar (C-O) dan non

polar (C-H dan C-C) pada kitosan. Sesuai dengan rumus kimianya, kitosan lebih

banyak memiliki gugus O-H daripada alginat sehingga kemampuan membentuk

ikatan hidrogen dengan molekul air lebih besar. Ikatan hidrogen ini menyebabkan

kandungan air dalam sponge masih tinggi walaupun sudah di uapkan dengan

proses lyophilizer.

Histopatologi Anatomi (HPA)

Uji histopatologi anatomi dilakukan dengan sebelumnya melakukan

perlakuan pada mencit. Mencit diberi perlakuan dengan luka insisi selama 3 hari.

Setelah 3 hari kulit mencit disayat dan dibuat preparat agar dapat dilihat

strukturnyadimikroskop.

Parameter yang diamati adalah % re-epitelisasi dan kepadatan kolagen.

Kedua parameter ini memegang peran penting dalam penyembuhan luka. Re-

epitelisasi merupakan proses perbaikan sel-sel epitel kulit sehingga luka akan

tertutup. Semakin cepat terjadi re-epitelisasi akan membuat sktruktur epidermis

dan kulit mencapai keadaan normal. Sedangkan kolagen merupakan protein utama

yang menyusun komponen matriks ekstra seluler dan merupakan protein

terbanyak yang ditemukan dalam tubuh manusia. Persentase re-epitelisasi dapat

dihitung dengan menggunakan rumus: Re-epitel= X

100%

Tabel III. Persentase Re-epitelisasi.

Sponge Panjang Luka (mm)

Reepitelisasi Total TertutupEpitel

Kontrol 1,38 0,67 49%

A1C2 0,82 0,72 88%

A0C4 0,82 0,82 100%

A1C4 0,51 0,51 100%

Gambar 8. Re-epitelisasi kulit mencit hari ke 3. Garis putus-putus menunjukkan

daerah luka. Kontrol (Alkohol), sponge A1C2 (alginat:kitosan 1:2), A0C4

(alginat:kitosan 0:4), dan A1C4 (alginat:kitosan 1:4)

Dapat dilihat pada Tabel III bahwa persentase re-epitelisasi pada kulit

mencit yang diberi sponge lebih besar daripada yang hanya diberi alkohol.

Tingginya persentase re-epitelisasi pada luka yang ditutupi sponge dibandingkan

kontrol A1C2 A0C4 A1C4

dengan kontrol disebabkan karena adanya kandungan kurkumin pada sponge.

Kurkumin merupakan senyawa metabolit sekunder golongan fenolik yang

berfungsi sebagai antibakteri, antiinflamasi, dan antioksidan sehingga

mempercepat penutupan luka. Sebagai antiinflamasi, kurkumin berfungsi untuk

membatasi pelepasan mediator inflamasi sehingga terjadi pembatasan jumlah sel

inflamasi yang bermigrasi ke jaringan perlukaan. Selanjutnya reaksi inflamasi

akan berlangsung lebih singkat dan proses proliferasi dapat segera terjadi. Sebagai

antioksidan, gugus hidroksil pada kurkumin mengakibatkan radikal bebas menjadi

tidak aktif sehingga aktivasi terhadap mediator inflamasi oleh radikal bebas dapat

dihambat (Indraswary, 2011).

Kepadatan kolagen dihitung dengan menggunakan parameter skoring.

Parameter skoring histopatologi untuk kepadatan kolagen (berdasarkan

perhitungan 1 lapang pandang, pada objek perbesaran 1000x) (Novriansyah,

2008)

+0 = Tidak ditemukan adanya serabut kolagen pada daerah luka.

+1 = Kepadatan serabut kolagen pada daerah luka rendah.

+2 = Kepadatan serabut kolagen pada daerah luka sedang.

+3 = Kepadatan serabut kolagen pada daerah luka rapat.

+4 = Kepadatan serabut kolagen pada daerah luka sangat rapat.

Hasil skoring kepadatan kolagen antara kontrol dan sponge dapat dilihat pada

Tabel IV.

Tabel IV. Skor Penilaian Kepadatan Kolagen

Sampel Skor Kepadatan Kolagen

Kontrol +1

A1C2 +2

A0C4 +4

A1C4 +3

Gambar 9. Kepadatan kolagen (tanda panah) kulit mencit hari ke 3 pada

perbesaran 400X. Kontrol (Alkohol), sponge A1C2 (alginat:kitosan 1:2), A0C4

(alginat:kitosan 0:4), dan A1C4 (alginat:kitosan 1:4)

Gambar 10. Kepadatan kolagen (tanda panah) kulit mencit hari ke 3 pada

perbesaran 1000X. Kontrol (Alkohol), sponge A1C2 (alginat:kitosan 1:2), A0C4

(alginat:kitosan 0:4), dan A1C4 (alginat:kitosan 1:4)

Kepadatan kolagen yang berbeda antara luka yang ditutupi sponge dengan

kontrol diduga karena adanya kurkumin dalam sponge. Interaksi antara kurkumin

dan kolagen akan membentuk ikatan hidrogen yang dapat meningkatkan

kerapatan kolagen (Fathima, 2009). Sintesis kolagen umumnya dimulai pada hari

ke 3 setelah luka dan berlangsung cepat sekitar minggu ke 2-4.

Sitotoksisitas (MTT Assay)

Uji sitotoksisitas dilakukan pada sponge A1C2, A0C4, dan A1C4 dengan

menggunakan sel fibroblas BHK-21. Untuk menghitung persentase sel hidup

dapat digunakan rumus : sel hidup= X 100%. Jika

persentase sel hidup lebih kecil dari 100% maka material dikatakan bersifat toksik

(Harsas, 2008). Data persentase sel hidup disajikan dalam Tabel V.

kontrol A1C2 A0C4 A1C4

Tabel V. Persentase Sel Hidup

Pengulangan Sel Hidup (%)

Sponge A1C2 104

Sponge A0C4 103

Sponge A1C4 106

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa persentase sel hidup dari ketiga sponge

besarnya diatas 100%. Hal ini menunjukkan bahwa alginat, kitosan, dan kurkumin

yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan absorbent dressing sponge aman

digunakan pada kulit karena biokompatibel dengan sel fibroblas.

Kemampuan absorbent dressing sponge dalam menyimpan cairan luka

adalah faktor penentu lamanya sponge dapat dipakai. Kemampuan ini

menunjukkan persentase absorbnya. Material yang digunakan untuk absorbent

dressing sponge juga tidak boleh tertinggal pada luka saat sponge di ambil,

menjaga tingkat kelembaban kulit sehingga merangsang pembentukan epitel, dan

tidak toksik (Thomas, 2007).

Berdasarkan dari lima uji dapat dinyatakan bahwa di antara tiga sponge

yang memiliki daya absorb baik (sponge A1C2, sponge A0C4, sponge A1C4)

sponge A0C4 dengan perbandingan alginate:kitosan 0:4 memiliki persentase re-

epitelisasi dan kepadatan kolagen yang besar. Sebagai absorbent dressing selain

dari sisi daya serap juga harus memperhatikan proses penyembuhan karena tujuan

sebagai wound dressing adalah untuk mempercepat penyembuhan luka. Sponge

A0C4 juga menunjukkan sifat tidak toksik dan kadar airnya tinggi. Hal ini

menciptakan lingkungan luka lembab (moist wound healing) sehingga proses

oksigenasi berjalain baik. Permeabilitas gas dalam balutan merupakan faktor yang

penting dalam penutupan luka dimana pertukaran oksigen dan karbondioksida

mempunyai efek terhadap konsentrasi oksigen di jaringan luka yang akhirnya

mempengaruhi proses penyembuhan luka secara seluler.

Kesimpulan

Berdasarkan data hasil pengamatan maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Absorbent Dressing Sponge berhasil dibuat dan yang memiliki persentase

daya absorb baik adalah sponge dengan perbandingan alginat:kitosan 1:2, 0:4,

1:4 dengan nilai absorb 2546%, 2066%, dan 1749%.

2. Hasil FTIR menunjukkan bahan baku sudah sesuai dengan gugus fungsinya

dan ketiga bahan sudah tercampur dalam sponge dengan munculnya pita

serapan karbonil, C-O dan O-Na yang merupakan pita serapan dari alginat.

Gugus hidroksil (O-H) dan amina primer (NH2) dari kitosan. Gugus C-H

aromatik dan C=C aromatik dari kurkumin. Hasil MTT assay menunjukkan

sponge bersifat tidak toksik dengan persentase sel hidup ≥ 100%. Uji kadar

air menunjukkan besarnya persentase kadar air untuk sponge dengan

perbandingan alginat:kitosan 0:4, 1:4, dan 1:2 adalah 42,9%, 32,7%, dan

20,4% dan persentase re-epitelisasinya adalah 100%, 100%, dan 88%. Nilai

kepadatan kolagennya adalah sangat rapat, rapat, dan kepadatan sedang.

3. Sponge dengan perbandingan alginat:kitosan 0:4 berpotensi digunakan

sebagai absorbent dressing sponge karena daya absorbnya tinggi 2066%,

persentase re-epitelisasi 100% dengan kepadatan kolagen sangat rapat. Kadar

airnya 42,9% sehingga menciptakan lingkungan luka yang lembab dan

mempercepat proses penyembuhan luka.

Daftar Pustaka

A World Union of Wound Healing Societies. 2007. Wound Exudate and The Role

of Dressings. London: Medical Education Partnership Ltd.

Anggrianti, Padmi. 2008. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol 70% Buah Kemukus

(Piper cubeba L.) Terhadap Sel HeLa. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas

Muhammadiyah. Surakarta.

Anonim. Universitas Sumatra Utara. http://repository.usu.ac.id/. Diakses tanggal

17 Desember 2011

Anonim. Bab 6 Ikatan Atom dan susunan Atom. http://www.biomed.ee.itb.ac.id/.

Diakses tanggal 28 Desember 2011

Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Alih bahasa : andry hartono,

Brahmn U. Pendit, Dwi Widiarti. Jakarta : EGC.

Cahyono, JB Suharjo B. 2007. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik. Dalam Dexa

Media Jurnal Kedokteran dan Farmasi No. 3 Vol. 20, Juli-September.

http://www.dexa-medica.com/. Diakses tanggal 26 Desember 2011.

Dai, Mei, Xiu Ling Zheng, Xu Xu, XiangYe Kong, XingYi LI, Gang Guo, Feng

Luo, Xia Zhao, Yu Quan Wei, and Zhiyong Qian. 2009. Research Article :

Chitosan-Alginate Sponge : Preparation and Application in Curcumin

Delivery for Dermal Wound healing in Rat. Journal of Biomedicine and

Biotechnology Volume 2009, Article ID 595126, 8 pages.

Donati, I, Sergio Paoletti. 2009. Material Properties of Alginates. Department of

Life Sciences, University of Trieste. Italy.

Febram, Bayu P., Ietje Wientarsih, dan Bambang Pontjo P. 2010. Aktivitas

Sediaan Salep Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon (Musa paradisiaca var

sapientum) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus

albinus). Majalah Obat Tradisional Edisi 15 Hal. 121-137.

Ferrell, Betty R., Nessa Coyle. 2010. Oxford Textbook of Palliative Nursing. New

York:Oxford University Press. Inc.

GEMA. 2011. Industri Hilir Rumput laut. Edisi XXXII-Maret.

http://www.kemenperin.go.id/. Diakses tanggal 27 Desember 2011

Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat Edisi 2. alih

bahasa : Bertha Sugiarto. Jakarta : ECG.

Gruendemann, Barbara J., Fernsebner, Billie. 2005. Buku Ajar Keperawatan

Perioperatif, Vol. 1. Alih bahasa : Brahm U. Pendit ..[et al.]. Jakarta : EGC.

Hargono, Abdullah, Sumantri, Indro. 2008. Pembuatan Kitosan Dari Limbah

Cangkang Udang Serta aplikasinya Dalam Mereduksi Kolesterol Lemak

kambing. Reaktor, Vol. 12 No. 1, Juni, Hal. 53-57.

http://jreaktor.undip.ac.id/. Diakses tanggal 17 Desember 2011.

Harsas, Nadhia Anindhita, 2008, Efek Pemberian Graft Tulang Berbentuk

Pasta dengan Berbagai Komposisi dan Konsentrasi terhadap Viabilitas

Sel Osteoblas, In Vitro, Jakarta : Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Indonesia.

Indraswary, Recita. 2011. Efek Konsentrasi Ekstrak Buah Adas (Foeniculum

vulgare Mill.) Topikal Pada Epitelisasi Penyembuhan Luka Gingiva Labial

Tikus Sprague Dawley In Vivo. Jurnal Majalah Ilmiah Sultan Agung Vol.

XLIX, Juli 20011 (Edisi Khusus FKG).

Johnson, Ruth, and Wendy Taylor. 2004. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Alih

bahasa : Sari Kurnianingsih, Monica Ester. Jakarta : ECG.

Juniantito, Vetnizah, Prasetyo, Bayu F. 2006. Aktivitas Sediaan Gel Dari Ekstrak

Lidah Buaya (Aloe barbadensis Mill.) Pada Proses Persembuhan Luka

Mencit (Mus musculus albinus). J.II Pert.Indon. Vol. 11(1).

http://repository.ipb.ac.id/. Diakses tanggal 21 Desember 2011

Junianto. Rendemen dan Kualitas Algin Hasil Ekstraksi Alga (Sargassum sp.) dari

Pantai Selatan Daerah Cidaun Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan Universitas Padjajaran. Bandung. http://isjd.pdii.lipi.go.id/.

Diakses tanggal 26 Desember 2011.

Knoor, D. 1984. Use of Chitinous Polymer In Food – A Challenge For Food

Research & Development. Food Tech, 38 : 85-97.

Kozier, B., Erb, Glenora, Berman, A., Snyder, S. 2009. Buku Ajar Praktik

Keperawatan Klinis Edisi 5. Alih bahasa : Eny Meiliya, esti Wahyuningsih,

Devi Yulianti. Jakarta : EGC.

Kristina, Natalini Nova, Noveriza R., Syahid, S.F., Rizal, M. 2009. Peluang

Peningkatan kadar Kurkumin Pada Tanaman Kunyit dan Temulawak. Balai

Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. http://balittro.litbang.deptan.go.id/.

Diakses tanggal 25 desember 2011

Lai, Hui L., Asad Abu’Khalil, Duncan Q.M. Craig. 2002. The Preparation and

Characterisation of Drug-Loaded Alginate and Chitosan Sponges.

International Journal of Pharmaceutics. www.sciencedirect.com.

Lee, Kuen Yong, David J. Mooney. 2011. Alginate: Properties and biomedical

applications. Elsevier. www.elsevier.com/locate/ppolysci

Matsjeh, 2004. Sintesis Flavonoid: Potensi Metabolit Sekunder Aromatik Dari

Sumber Daya Alam nabati Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan guru

Besar dalam Ilmu Kimia. Universitas Gajah Mada.

Medika Jurnal Kedokteran Indonesia. 2010. Penatalaksanaan Berbagai Jenis

Luka menggunakan Dressing. Edisi No. 09 Vol. XXXVI.

http://www.jurnalmedika.com/. Diakses tanggal 26 Desember 2011

Medika Jurnal Kedokteran Indonesia. 2010. Pemilihan Dressing yang Tepat

Selamatkan Kaki Diabetes. Edisi No 12 Vol XXXVI.

http://www.jurnalmedika.com/. Diakses tanggal 30 Desember 2011.

Meizarini, Asti. 2005. Sitotoksisitas bahan Restorasi Cyanoacrylate Pada Variasi

Perbandingan Powder dan Liquid Menggunakan MTT Assay. Majalah

Kedokteran Gigi (Dental Journal). Vol. 38. No. 1 Januari 2005:20-24

Meng, X., Feng Tian, Jian Yang, Chun-Nian He, Nan Xing, Fang Li. 2010.

Chitosan and Alginate Polyelectrolyte Complex Membranes and Their

Properties for Wound Dressing Application. Springer Science+Business

Media.

Merck. Curcumin untuk sintesis | Merck Chemicals Indonesia. http://www.merck-

chemicals.com/ . Diakses tanggal 17 Desember 2011.

Morison, Moya J., 2003. Manajemen Luka. Alih bahasa : Tyasmono A.F. Jakarta :

EGC.

Mutia, Theresia. 2009. Peranan Serat Alam Untuk Bahan Baku Tekstil Medis

Pembalut Luka (Wound Dressing). Bandung : Balai Besar Tekstil.

Novriansyah, Robin. 2008. Perbedaan Kepadatan Kolagen Di Sekitar Luka Insisi

Tikus Wistar Yang Dibalut Kasa Konvensional dan Penutup Oklusif

Hidrokoloid Selama 2 dan 14 Hari. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister

Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Bedah

Universitas Diponegoro Semarang.

http://eprints.undip.ac.id/28847/1/Robin_Novriansyah_Tesis.pdf. Diakses

tanggal 3 Juli 2012.

Nunamaker, Elizabeth A., Erin K. Purcell, Daryl R. Kipke. 2006. In Vivo Stability

and Biocompatibility of Implanted Calcium Alginate Disks. Wiley

InterScience. www.interscience.wiley.com.

Nurdayani, titik. 2011. Makalah Revisi Teknologi Kosmetik. Departemen Farmasi

Program Ekstensi FMIPA Universitas Indonesia. Depok.

http://www.scribd.com/. Diakses tanggal 26 Desember 2011

Ovington, Liza G. 2002. Hanging Wet-to-Dry Dressings Out to Dry Advances in

Skin & Wound Care : The Journal for Prevention and Healing.

Pangayoman, Roys A. 2009. Perawatan Luka. RS. Immanuel; RS Santosa

International. Bandung. http://www.docstoc.com. Diakses tanggal 30

Desember 2011.

Parirokh, M., Sara Askarifard, Shahla Mansouri, Ali A. Haghdoost, Maryam

Raoof, Mahmoud Torabinejad. 2009. Effect of Phosphate Buffer Saline On

Coronal Leakage of Mineral Trioxide Aggregate. Journal of Oral Science.

Protocols Online. 2010. Phosphate Buffered Saline. http://protocolsonline.com.

Diakses tanggal 19 Januari 2012.

Putri, Kartika Hastarina. 2011. Pemanfaatan Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.)

Sebagai Serbuk Minuman Pelangsing Tubuh. Skripsi. Departemen

Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Rachadini, Novianita. 2007. Uji sitotoksisitas Ekstrak Serbuk Kayu Siwak

(Salvadora persica) Pada Kultur Sel Dengan Menggunakan Esei MTT.

Proposal. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Surabaya.

Romanelli, M., K. Vowden, D. Weir. 2010. Exudate Management Made Easy.

www.woundsinternational.com.

Scharstuhl, A., H.A.M. Mutsaers, S.W.C Pennings, W.A. Szarek, F.G.M Russel,

F.A.D.T.G Wagener. 2009. Curcumin-Induced Fibroblast Apoptosis and In

Vitro Wound Contraction Are Regulated By Antioxidants and Heme

Oxygenase : Implications for Scar Formation. Journal Cellular and

Molecular Medicine Vol. 13, No.4. Blackwell Publishing.

Sembiring, Bagem Br., Ma’mun, Ginting, Edi Imanuel. Pengaruh Kehalusan

Bahan dan Lama Ekstraksi Terhadap Mutu Ekstrak Temulawak (Curcuma

xanthorriza Robx). Balai Penelitian tanaman Obat dan Aromatik.

http://balittro.litbang.deptan.go.id/. Diakses tanggal 25 Desember 2011.

Sembiring, F. 2011. Gliserolisis Antara Minyak Kelapa. Universitas Sumatra

Utara. repository.usu.ac.id/. diakses tanggal 30 Desember 2011.

Sharma, Chandra P., Paul, Willi. 2004. Chitosan and Alginate Wound Dressings :

A Short Review. Division of Biosurface Technology, Biomedical Technology

Wing Institute for Medical Sciences & Technology. Poojappura,

Thiruvananthapuram. http://medind.nic.in/. Diakses tanggal 26 Desember

2011.

Situngkir, Janner. 2008. Pembuatan dan Karakterisasi Fisikokimia Bahan Cetak

Gigi Palsu Kalsium Alginat. Tesis. Program Studi Kimia Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/.

Diakses tanggal 27 Desember 2011.

Stevens, P.J.M., Bordui, F., Van der Weyde, J.A.G. 1999. Ilmu Keperawatan.

Jilid 2. Jakarta : EGC.

Staff UB Modul Praktikum Lab. Pemuliaan Tanaman Universitas Brawijaya.

2012. Modul 5 Uji Mutu Fisik dan Kadar Air.

http://labpemuliaantanaman.staff.ub.ac.id/files/2012/03/modul-5.-uji-mutu-

fisik-dan-kadar-air.pdf. Diakses tanggal 16 Juli 2012.

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Sussman, Geoff. 2009.Wound Care Module. Wound Research Wound Foundation

of Australia.

Takeuchi, Yoshito. 2009. Metoda Spektroskopik. http://www.chem-is-try.org/.

Diakses tanggal 17 Desember 2011.

Tarigan, Rosina, Pemila, Uke. 2007. Perawatan Luka Moist Wound Healing.

Program Magister Ilmu keperawatan FMIPA Universitas Indonesia. Depok.

Tranggono, Retno Iswari, Latifah, Fatma. 2007. Buku Pegangan Ilmu

Pengetahuan Kosmetik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Triyono, Bambang. 2005. Perbedaan Tampilan Kolagen Di Sekitar Luka insisi

Pada Tikus Wistar Yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain

dan Yang Tidak Diberi Levobupivakain. Tesis. Program Magister Biomedik

dan PPDS I Universitas Diponegoro Semarang.

University of Leeds. 2010. The Histology Guide. Faculty of Biological Sciences.

http://histology.leeds.ac.uk. Diakses tanggal 25 November 2011.

White R., Keith F. Cutting. 2006. Modern Exudate Management : A Review of

Wounds Treatments. World Wide Wounds. www.worldwidewounds.com

Wound Essentials. 2008. Wound Exudate : What It Is And How To Manage It.

www.wounds-uk.com. Diakses tanggal 17 Januari 2012.

Yulianto, Kresno. 2007. Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap

Viskositas Natrium Alginat Yang Diekstrak dari Sargassum duplicatum J.G.

Agardh (Phaeophyta). UPT Loka Pengembangan Kompetensi SDM

Oseanografi Pulau Pari. LIPI. http://elib.pdii.lipi.go.id/. Diakses tanggal 27

Desember 2011

Yuliati, Anita. 2005. Viabilitas Sel Fibroblas BHK-21 Pada Permukaan Resin

Akrilik Rapid Heat Cured. Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal). Vol.

38. No. 2 April-Juni 2005:68-72