pergantian kedudukan ahli waris menurut hukum islam · pdf fileseseorang dengan meninggalkan...

1

Click here to load reader

Upload: nguyendat

Post on 28-Mar-2018

221 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERGANTIAN KEDUDUKAN AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM · PDF fileseseorang dengan meninggalkan cucu yang orangtuanya telah meninggal terlebih dahulu. Cucu ini ... Institut Agama Islam

PERGANTIAN KEDUDUKAN AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAMALAH satu konsep pembaharuan HukumKewarisan Islam dalam Kompilasi HukumIslam (KHI) adalah diberikannya hakseorang ahli waris yang telah meninggal

dunia kepada keturunannya yang masih hidup. Aturanini tercantum dalam Pasal 185 KHI yang bunyi lengkapnyaadalah sebagai berikut:

(1) Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahuludari pada si pewaris, maka kedudukannyadapat digantikan oleh anaknya, kecuali merekayang tersebut dalam Pasal 173.

(2) Bagian ahli waris pengganti t idak bolehmelebihi dari bagian ahli waris yang sederajaddengan yang diganti.

Dil ihat dari tujuannya, pembaharuan hukumkewarisan tersebut dimaksudkan untuk menyelesaikanmasalah dan menghindari sengketa. Dalam kaitannyadengan hal ini, Soepomo dalam bukunya bahkanmengatakan bahwa munculnya institusi pergantiantempat didasarkan pada aliran pemikiran bahwa hartabenda dalam keluarga sejak semula memang disediakansebagai dasar material keluarga dan turunannya. Jikaseorang anak meninggal sedang orangtuanya masihhidup, anak-anak dari orang yang meninggal duniatersebut akan menggantikan kedudukan bapaknyasebagai ahli waris harta benda kakeknya.

Namun demikian, KHI juga memberi batasan bahwa harta yang didapat oleh sang cucu bukanlahkeseluruhan dari harta yang seharusnya didapat sangayah, melainkan hanya 1/3 bagiannya saja. Walaupundemikian, dalam pembaharuan yang terjadi dibeberapa Negara musl im lainnya sepert i Mesir ,Tunisia dan Pakistan, dalam konteks ini sang cucu bisaberlaku menghabiskan seluruh warisan ayahnya yangberalih kepadanya karena sang ayah sudah meninggaldunia terlebih dahulu.

Sebaliknya, di dalam kitab-kitab Fiqih Mawaris(Faraidh), khususnya kitab-kitab fiqih klasik, ketentuanahli waris pengganti seperti demikian tidak dijumpai,kecuali hanya dalam menentukan besarnya bagian ahliwar is dzawi l arham bagi madzhab Ahlut Tanz i lapabila tidak dijumpai ahli waris dzawil furud danahli waris ashabah.

Sebelum dilakukan pembahasan lebih jauh, tulisanini akan melihat makna dari penggantian tempat ahliwaris dari berbagai sudut. Istilah penggantian tempatdalam bahasa Belanda disebut dengan plaatsvervulling.Penggantian tempat dalam hukum waris disebut denganpenggantian ahli waris, yaitu meninggal dunianyas e s e o r a n g d e n g a n m e n i n g g a l k a n c u c u y a n gorangtuanya telah meninggal terlebih dahulu. Cucu inimenggantikan posisi orangtuanya yang telah meninggaluntuk mendapatkan warisan dari kakek atau neneknya.Besarnya bagian yang seharusnya diterima oleh cucuadalah sejumlah bagian yang seharusnya diterimaorangtuanya jika mereka masih hidup.

Menurut Alyasa’ Abubakar, dosen pascasarjanaInstitut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry Banda Aceh,istilah penggantian tempat ini hanya dikenal dalamhukum barat (BW) dan hukum adat namun tidak dikenaldalam hukum Islam. Walaupun demikian, denganadanya pembaharuan penafsiran hukum waris ini, istilahpenggantian tempat pun kini sudah dibukukan dalamKompilasi Hukum Islam, yang kini digunakan dalam setiappenyelesaian sengketa di Mahkamah Syar’iyah.

Syahrizal, Dosen Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry,dalam disertasinya mengenai Penggantian Ahli Warisdalam Hukum Islam mengatakan bahwa jika dikaji secaramendalam, kitab fiqih klasik sebenarnya juga memberipeluang adanya pemberian saham waris kepada cucuwalaupun konteksnya tidak sama dengan konteks hukumadat. Dalam disertasinya Syahrizal juga menyatakanpendapat Professor di bidang hukum, Ismuha, yangmenjelaskan bahwa dalam kitab fiqih terdapat istilahpenggantian tempat ahli waris namun dengan bentuk

ANDA DAN HUKUM DALAM KESEHARIAN - 67

Rubrik ini dipublikasikan atas kerjasama Harian Serambi INDONESIA dengan IDLO

Semua artikel dalam seri ini dapat ditemukan pada website IDLOdi http://www.idlo.int/bandaacehawareness.HTM

penggantian yang berbeda dengan apa yang terdapatdalam hukum adat. Selain itu, masih menurut Ismuhaseperti dikutip Syahrizal, hak ahli waris pengganti punt i d a k t e n t u s a m a d e n g a n y a n g d i g a n t i . D i amencontohkannya dalam Khulasah Ilmu Faraidh karyaAmin al-Asyi dan Nihayat al-Muhtaj karya ar-Ramly.

Dalam kitab Nihayat al-Muhtaj, ar-Ramly menuliskanbahwa cucu lak i - lak i dar i anak lak i - lak i dapatmenggantikan ayahnya yang telah meninggal duniaterlebih dahulu, sedangkan cucu dari anak perempuantidak mungkin. Cucu dari anak laki-laki baru dapatmenggantikan orangtuanya apabila pewaris tidakmeninggalkan anak laki-laki lain yang masih hidup.Namun demikian, jika anak laki-laki lain masih ada, cucutersebut tidak mendapatkan apa-apa.

Selain itu, sebut Syahrizal, satu-satunya pendapatyang mengatakan adanya penggantian tempat dalamhukum Islam adalah Hazairin. Pendapatnya hanyalahsekedar untuk menggugah para ahli hukum baik ahlihukum Islam maupun ahli-ahli hukum lain agar maumengka j i dan mene l i t i l eb i h l an j u t pe rsoa lanpenggantian tempat ini.

Hazairin memberikan penafsiran tentang adanyapenggantian ahli waris dalam hukum Islam denganmengambil dalil Ayat 33 Surah an-Nisa tersebut, yangmenurut terjemahan Departemen Agama RI berbunyi:“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yangditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikanpewaris-pewarisnya (ahli waris). Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah sumpah setia dengan mereka,m a k a b e r i l a h k e p a d a m e r e k a b a h a g i a n n y a .Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”

Secara bebas Hazairin menerangkan bahwa teksAyat 33 Surah an-Nisa mengandung makna bahwa Al-lah mengadakan mawali untuk si fulan dari hartapeninggalan orangtua dan keluarga dekat (serta allazina‘aqadat aymanukum) dan bahwa untuk itu berikanlahkepada mawali itu (hak yang menjadi) bagiannya.

Fulan d ianggap sebagai ahl i war is , karenadiiringkan dengan kata walidan dan aqrabun yangmenjadi pewaris. Apabila yang menjadi pewaris adalahorangtua (ayah atau ibu), ahli waris adalah anak danatau mawali anak, demikian menurut Hazairin.. Jika anak-anak itu masih hidup, tentu merekalah yang secaraserta merta mengambil warisan berdasarkan Ayat 11Surah an-Nisa.

Di Indonesia, khususnya di Aceh, yang kehidupanhukum adatnya sangat kental dengan hukum Islam,kondisi ini memang menjadi persoalan yang masihdiperdebatkan. Sebagian ulama, termasuk di Aceh,masih menolak adanya pembaharuan seperti yangtertera dalam KHI dengan alasan bahwa isti lahpenggantian tempat ini tidak ditemukan secara tegasdalam ayat-ayat Al-Quran dan hadist Nabi yangmenerangkan tentang hukum faraidh (hukum kewarisan). Namun demikian, mereka yang menerima keberadaanpembaruan penafsiran ini mendasarkan pada bahwaIs lam juga membawa n i la i kead i lan , ukhuwah,persamaan, menjunjung tinggi anak yatim. Karenaalasan inilah mereka menganggapnya sebagai suatuyang penting untuk dipraktekkan di Indonesia.

Meski demikian, sebut Syahrizal, walau di dalamhukum adat di Aceh tidak dikenal dengan penggantianahli waris, pada prakteknya banyak juga ahli waris yangmemberikan sedikit atau sebagian hartanya untuk anak-anak yatim yang ditinggalkan orangtuanya tadi.

Patah Titi atau Putoh TutuWakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU)

Aceh, Tgk Daud Zamzami, menerangkan bahwa tidakada alasan untuk memberi tafsiran lebih jauh tentangpenggantian kedudukan ahli waris jika memang tidakterdapat penjelasan yang tegas didalam Al-Quran. Selainitu, dalam hukum adat di Acehpun tidak terdapat aturana d a n y a p e n g g a n t i a n

kedudukan ahli waris. Aceh memegang hukum adat yangkental dengan hukum Islam. Dalam hukum adat di Acehdisebutkan bahwa jika seorang anak meninggal dunia,putuslah hubungan kewarisan yang dimiliki olehorangtua si anak yang sudah meninggal tadi dengankeberadaan cucu (dalam hal ini hubungan kewarisankakek dan cucu). Hak waris seorang cucu ini akan terhijaboleh keberadaan saudara laki dan perempuan si anakyang meninggal. Istilah ini menurut Tgk Daud Zamzamidikenal dengan istilah Patah Titi atau Putoh Tutu atauHijab. Di sini, sang ayah berlaku sebagai titi alias jembatanpenghubung antara kakek dan cucu. Ketika sang ayahmen ingga l , t e rpu tus lah hubungan ( khususnyahubungan penyebab kewarisan) antara kakek dan cucu.

Kendat i demik ian, Is lam te tap memandangkemuliaan dan keadilan bagi cucu atau anak yatim yangtelah ditinggalkan oleh orangtuanya tadi, antara laindengan memberikan atau menyisihkan sedikit bagiandari harta warisan tersebut kepada sang anak yatim.Selain itu, dalam aturan adat Aceh, sang kaum ulamayang menjadi saksi dalam pembagian warisan tersebutpun akan mendapat sedikit bagian yang dikenal denganistilah hak raheung. Pemberian yang diberikan kepadaanak yatim tersebut (kepada cucu ) dan ulama inibukanlah disebut warisan, tetapi hibah.

Sejumlah ulama di Aceh masih menganut ajaranfaraidh patah titi dengan berdasarkan pada kitab-kitabf iq ih k las ik . Oleh karena i tu , wajar lah j ika adapersengketaan perwarisan terkait dengan penggantiank e d u d u k a n a h l i w a r i s d i A c e h y a n g s a n g a tjarang d ise lesaikan lewat ja lur hukum formal d iMahkamah Syar ’ i yah .

Hingga saat ini masih dipraktekkan sistem patah titiini di Aceh. Penyelesaian kasus ini biasanya dilakukansecara adat dan agama dengan mengumpulkanorangtua kampung, ulama dan kaum kerabat. Dengand e m i k a n n a m p a k b a h w a s e d i k i t s e k a l i y a n gmenye lesa i kannya d i Pengad i l an Agama a tauMahkamah Syar’iyah. Pada kenyataannya, tidak sedikitanak yatim yang kini diasuh oleh kakek dan neneknyakarena orangtua mereka meninggal akibat musibahgempa dan tsunami yang melanda Aceh pada tahun2004 lalu.

Terkait dengan penyelesaian sengketa kewarisan,sepanjang tahun 2007 Mahkamah Syar’iyah ProvinsiAceh telah menangani 125 kasus kewarisan dan 292kasus penetapan ah l i war is (bukan penetapanpenggantian ahli waris). Namun demikan, dalam kasusyang berkaitan dengan patah titi ini, dengan sendirinyaMahkamah Syar’iyah akan menerapkan ketentuan Pasal185 KHI, yaitu menghapus lembaga patah titi yangdikenal oleh masyarakat Aceh yang sekaligus mengakuicucunya sebagai ahli waris pengganti bagi ayahnya yangtelah meninggal dunia lebih dahulu dari pada kakek/neneknya.

Minimnya penanganan kasus penggantian ahliwar is d i Mahkamah Syar ’ iyah, sebut Syahr iza l ,dikarenakan masih minimnya sosialisasi tentangp e n g g a n t i a n a h l i w a r i s . P a d a k e n y a t a a n n y a ,penggantian ahli waris merupakan suatu pembaharuanhukum Islam yang cukup besar di Indonesia. Jikaaturan hukum in i d isos ia l isas ikan dengan baik ,pemahaman patah t i t i t idak lagi mencuat dalamkehidupan masyarakat Aceh

Selain itu, pemahaman masyarakat akan kasus inipun masih sangat terbatas. Tgk. Daud Zamzamimengatakan bahwa masyarakat tidak terlalu memahamiaturan-aturan yang ada dalam Kompilasi Hukum Islamdan juga tidak terlalu memahami ajaran-ajaran yang adadalam kitab fiqih. Masyarakat hanya akan bertanyakepada guru-guru mereka, dalam hal ini ulama, jikamereka mendapatkan kesulitan.

S