perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i PERAMBATAN CAHAYA PADA PANDU GELOMBANG MAKRO BERBENTUK TRAPESIUM Disusun oleh : DWI SETIAWAN M0206028 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari, 2011

Upload: vuongnhu

Post on 16-Dec-2016

235 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PERAMBATAN CAHAYA PADA PANDU GELOMBANG MAKRO

BERBENTUK TRAPESIUM

Disusun oleh :

DWI SETIAWAN

M0206028

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Januari, 2011

Page 2: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D. Drs. Hery Purwanto, M.Sc.

NIP. 19680508 199702 1 001 NIP. 19590518 198703 1 002

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :

Hari : Senin

Tanggal : 3 Januari 2011

Anggota Tim Penguji :

1. Drs. Cari, M.A., M.Sc., Ph.D. (...........................................)

NIP. 19610306 198503 1 001

Disahkan oleh:

Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ketua Jurusan Fisika

Drs. Harjana, M.Si., Ph.D.

NIP. 19590725 198601 1 001

Page 3: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Perambatan Cahaya Pada Pandu Gelombang Makro Berbentuk Trapesium

Oleh :

Dwi Setiawan

M0206028

Saya dengan ini menyatakan bahwa isi intelektual skripsi ini adalah hasil

kerja saya dan sepengetahuan saya, hingga saat ini skripsi ini tidak berisi materi yang

telah dipublikasikan dan ditulis oleh orang lain, atau materi yang telah diajukan

untuk mendapatkan gelar di Universitas Sebelas Maret Surakarta maupun di

lingkungan perguruan tinggi lainnya, kecuali yang telah dituliskan dalam daftar

pustaka skripsi ini. Semua bantuan dari berbagai pihak baik fisik maupun psikis,

telah saya cantumkan dalam bagian ucapan terimakasih skripsi ini.

Surakarta, Januari 2011

Penulis

Dwi Setiawan

Page 4: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERAMBATAN CAHAYA PADA PANDU GELOMBANG MAKRO

BERBENTUK TRAPESIUM

DWI SETIAWAN

Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Tulisan ini berisi kajian tentang perambatan cahaya pada pandu

gelombang makro berbentuk trapesium. Penelitian dibagi menjadi dua tahap.

Tahap yang pertama adalah tahap pengkajian perambatan cahaya secara

matematis. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mencari kaitan antara panjang

kolektor, kemiringan kolektor, lebar kolektor dan indeks bias kolektor terhadap

numerical aperture (NA). Dari kajian kajian ini diperoleh bahwa persamaan

umum pemantulan ke-i pada kolektor surya berbentuk trapesium adalah

dengan adalah sudut puncak kolektor,

dan adalah sudut yang terbentuk oleh sisi kolektor terhadap garis yang tegak

lurus sumbu kolektor. Selain itu juga diperoleh persamaan umum untuk

menghitung panjang kolektor minimum yang diperlukan agar sinar datang dengan

sudut datang tertentu i) dapat merambat didalam kolektor tanpa melewati sudut

kritis c) adalah untuk n genap (n=2,4,6,...) dan

untuk m ganjil (m=3,5,7,...). Dengan persamaan dan

X dapat diperoleh NA secara matematis.

Setelah kajian secara matematik dilakukan, tahap berikutnya adalah

menguji hasil tersebut secara eksperimen. Sampel untuk eksperimen ini dibuat

dari PMMA (polymethyl methacrylate). Pada tahap eksperimen penelitian ini

dibagi menjadi lima tahap yaitu pengukuran absorbasi PMMA, pengukuran

reflektansi PMMA, pengukuran indeks bias PMMA, pengukuran NA secara

eksperimen, dan membandingkan NA hasil eksperimen dengan hasil perhitungan

secara teori. Pada eksperimen yang pertama diperoleh kurva absorbansi dari

Pada eksperimen yang kedua diperoleh kurva

reflektansi PMMA untuk mode gelombang Tranverse Electric (TE) dan

Tranverse Magnetic (TM). Pada eksperimen yang ketiga diperoleh indeks bias

PMMA. Pada eksperimen yang keempat diperoleh NA kolektor untuk setiap

variasi panjang kolektor dengan variasi sudut kemiringan kolektor 83°, 85° dan

87°. Variasi panjang yang digunakan adalah 5,25cm, 6cm, 6,5cm dan 7cm. Dari

hasil eksperimen diperoleh hasil NA yang hampir sama dengan hasil perhitungan

matematis

Kata kunci : kolektor surya, absorbansi, reflektansi, indeks bias, NA.

Page 5: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PROPAGATION OF THE LIGHT ON MACROWAVEGUIDE

TRAPEZIFORM

DWI SETIAWAN

Physics Department, Mathematic and Science Faculty, Sebelas Maret University

ABSTRACT

This research is content study about propagation of the light on

macrowaves trapeziform. This research divided become two phases. The first

phase is study about propagation of the light on mathematics. This phase aim to

get relations between collector lenght, collector skewness, collector wide, and

refraction index collector on numerical aperture (NA). The result of this research

show that the general formula of reflection for-i on solar collector organized as

trapeziform is is top angle

collector, and is angle formed by collector side to perpendicular line of

collector axis. In the other side, general formula for calculating minimum

collector length in order to the light come with certain incidence angle i)

creeping on collector without across critis angle

for even n (n=2,4,6,...), and

for odd m (m=3,5,7,...). By using formula dan X can

be got mathematical NA.

After this research had done on mathematics, the next phase examined the

result in a experiment. The sample for this experiment is made of PMMA. The

phase this experiment divided become five phases. There are measuring PMMA

absorbance, measuring PMMA reflectance, measuring PMMA refraction index,

ce

until ent can be got

PMMA reflectance curve for wave mode TE and TM. Where as for the third

experiment can be got PMMA refraction index, and for the fourth experiment can

be got collector NA for every collector length variation with collector skewness

angle variation 83°, 85° and 87°. Length variation that used is 5,25cm, 6cm,

6,5cm and 7cm. The result of this research is obtained result NA which much the

same to with result of mathematical calculation.

Keyword : Solar collector, Absorbance, Reflectance, Rrefraction Index, NA.

Page 6: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

MOTTO

I can be what I wanna

(Penulis)

Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan

sporadic, namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari

sebuah desain holistic yang sempurna. Menerima kehidupan berarti

menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apa pun terjadi karena

kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan.

(Harun Yahya)

Page 7: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan dengan rasa syukurku kepada Allah SWT dan Nabi

Muhammad SAW, serta ucapan terimakasih kepada :

Ayah dan Ibu, yang telah memberikan cinta dan pengorbanannya selama ini

yang tidak mungkin dapat aku membalasnya.

Adikku .

Almamaterku Universitas Sebelas Maret, tempat menimba semua pengalaman

dan ilmu.

Fisika FMIPA Angkatan 2006.

Pembaca yang budiman.

Page 8: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan laporan skripsi dengan judul Perambatan Cahaya

Pada Pandu Gelombang Makro Berbentuk Trapesium .

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan laporan

penelitian ini, penulis mengalami berbagai macam kendala karena keterbatasan

kemampuan penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan

laporan skripsi ini tidak bisa lepas dari bantuan berbagai pihak. Dengan rasa tulus

ikhlas penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta : Bapak dan Ibu. Terima kasih untuk semua kasih sayang,

pengorbanan, semangat yang telah diberikan sehingga penulis bisa seperti

sekarang ini.

2. Drs. Harjana, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

3. Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D dan Drs. Hery Purwanto, M.Sc selaku dosen

pembimbing I dan dosen pembimbing II yang selalu membimbing,

memotivasi dan mengarahkan penulis dalam mengerjakan skripsi.

4. Drs. Eng. Budi Purnama selaku pembimbing akademik yang banyak

memberikan, arahan, rancangan dalam proses belajar..

5. Bapak dan Ibu dosen serta staff di Jurusan Fisika FMIPA UNS.

6. Keluarga besar UPT Laboratorium Pusat FMIPA UNS, yang banyak

membantu dalam proses pengerjaan skripsi dan memberikan kemudahan

dalam pemakaian alat percobaan.

7. Team Optik 2010 : Dewan, Nanang, dan Mas Wawan terima kasih untuk

motivasi, semangat dan bantuan yang diberikan selama mengerjakan skripsi.

8. Teman-teman fisika angkatan 2006 (OG)

Page 9: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

9. Adik tingkat angkatan 2007-2010 teruslah berjuang

10. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik atas kebaikan

dan bantuan yang telah kalian berikan. Semoga laporan penelitian ini dapat

memberi manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Januari 2011

Penulis

Page 10: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN ................................................................. iii

ABSTRAK ................................................................................................ iv

ABSTRACT ............................................................................................. v

MOTTO .................................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii

KATA PENGANTAR ............................................................................. viii

DAFTAR ISI ........................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 3

1.3. Batasan Masalah ................................................................... 4

1.4. Tujuan Penelitian .................................................................. 4

1.5. Manfaat Penelitian ................................................................ 4

1.6. Sistematika Penulisan ........................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6

2.1. Pemantulan Teratur Pada Cermin Datar ................................ 6

2.2. Hukum Snellius ...................................................................... 6

2.3. Pemantulan Internal Total ..................................................... 7

2.4. Pemantulan Oleh Cermin Berputar ....................................... 8

2.5. Pandu Gelombang .................................................................. 9

2.6. Tingkat Numerik (Numerical Aperture (NA)) ...................... 10

2.7. Gelombang Elektromagnetik ................................................ 12

2.8. Polarisasi Cahaya ................................................................... 15

Page 11: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

2.9. Polarisasi karena Pemantulan dan Pembiasan ....................... 15

2.10. Reflektansi Dan Transmitansi ............................................. 16

2.11. Absorbansi .......................................................................... 18

2.12. PMMA (Polymethyl Metacrylate) ............................................ 20

BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................... 22

3.1. Waktu dan Tempat ................................................................ 22

3.1.1. Tempat Penelitian ........................................................ 22

3.1.2. Waktu Penelitian ......................................................... 22

3.2. Alat dan Bahan ...................................................................... 22

3.2.1. Alat Penelitian ............................................................ 22

3.2.2. Bahan Penelitian ........................................................ 22

3.3. Prosedur Penelitian ............................................................... 24

3.3.1. Kajian Matematis ........................................................ 24

3.3.2. Pembuatan Program dengan Borland Delphi 7.0 ........ 25

3.3.3. Persiapan alat dan bahan ............................................. 25

3.3.4. Pengukuran Absorbansi .............................................. 26

3.3.5. Pengukuran Reflektansi .............................................. 26

3.3.6. Pengukuran Indeks Bias .............................................. 28

3.3.8. Pengukuran Numerical Aperture (NA) ....................... 28

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 30

4.1. Kajian Matematis .................................................................. 30

4.1.1. Penurunan Persamaan Pemantulan ke-i ...................... 32

4.1.2. Penurunan Persamaan Panjang Kolektor .................... 37

4.1.3. Pembuatan Program .................................................... 42

4.2. Kajian Eksperimen ................................................................ 45

4.2.1. Pembuatan Sampel ...................................................... 45

4.2.2. Pengukuran Absorbansi PMMA ................................. 46

4.2.3. Pengukuran Reflektansi PMMA ................................. 48

4.2.4. Pengukuran Indeks Bias PMMA ................................ 49

4.2.6. Pengukuran NA (Numerical Aperture) ....................... 51

Page 12: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 55

5.1. Simpulan .............................................................................. 55

5.2. Saran .................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 56

LAMPIRAN ............................................................................................ 59

Lampiran I .................................................................................... 59

Lampiran II .................................................................................. 70

Page 13: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Pemantulan pada cermin datar ..................................................... 6

Gambar 2. 2. Sinar datang dari medium rapat ke medium renggang ................ 7

Gambar 2. 3. Jalannya sinar saat melewati dua medium berbeda dengan sudut

datang berbeda .............................................................................. 8

Gambar 2. 4. Pemantulan oleh cermin yang dirotasi sebesar ......................... 8

Gambar 2. 5. Bound rays dan unbound rays pada fiber optik ........................... 9

Gambar 2. 6. Pemantulan sempurna pada fiber optik yang menyebabkan bound

rays ............................................................................................... 10

Gambar 2. 7. Sudut penerimaan pada fiber optik .............................................. 11

Gambar 2. 8. Kapasitas cahaya pada serat optik ............................................... 11

Gambar 2. 9. Spektrum gelombang elektromagnetik ........................................ 13

Gambar 2. 10. Gelombang elektromagnetik yang merambat pada arah x ......... 14

Gambar 2. 11. Gejala polarisasi ......................................................................... 15

Gambar 2. 12. Polarisasi karena pemantulan dan pembiasan ............................ 16

Gambar 2. 13. Polarisasi mode TE dan mode TM ............................................ 17

Gambar 3.1. Alat-alat yang digunakan untuk penelitian kajian perambatan cahaya

pada pandu gelombang makro berbentuk segitiga ....................... 23

a. Sumber sinar laser merah .......................................................... 23

b. Photo Receiver .......................................................................... 23

c. Power meter .............................................................................. 23

d. Meja putar berkala derajat ........................................................ 23

e. Sampel segitiga .......................................................................... 23

f. Sumber sinar laser hijau ........................................................... 23

g. Alat polish ................................................................................. 23

h. Polish dengan grit 100, 1000, 2400 dan 4000 .......................... 23

Gambar 3.2. Diagram alir penelitian perambatan cahaya pada pandu gelombang

makro berbentuk segitiga ............................................................. 24

Gambar 3.3. Meja putar berskala derajat untuk mengukur reflektansi ............. 27

Gambar 3.4. Skema pengambilan data reflektansi sampel ................................. 27

Page 14: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

Gambar 3.5. Skema pengukuran NA sampel ..................................................... 29

Gambar 4. 1. Skema jalannya sinar didalam kolektor surya ............................. 30

Gambar 4. 2. Penyederhanaan sampel dengan menghilangkan persegi AKLM

....................................................................................................... 31

Gambar 4. 3. Penyederhanaan sampel dengan menganggap garis cermin ..... 31

Gambar 4. 4. Skema pemantulan pada setengah sampel ................................... 32

Gambar 4. 5. Bentuk kolektor dikembalikan ke bentuk semula ........................ 36

Gambar 4. 6. Skema pemantulan sinar pada setengah sampel untuk mencari

panjang sampel minimum.............................................................. 37

Gambar 4. 7. Bentuk kolektor dikembalikan ke bentuk semula untuk mencari

....................................................................................................... 41

Gambar 4. 8. Flowchart program ....................................................................... 44

Gambar 4. 9. Tampilan program untuk menghitung NA Sampel ..................... 45

Gambar 4. 10. (a). Spektrum cahaya matahari .................................................. 46

Gambar 4. 11. (b). Grafik Absorbansi PMMA ................................................. 46

Gambar 4. 12. Grafik Reflektansi PMMA ......................................................... 48

Gambar 4. 13. Grafik Reflektansi PMMA mode TM dari 50°-60° ................... 50

Page 15: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1. Tabel perencanaan awal sampel dan hasil pengukuran ................... 45

Tabel 4. 2. Tabel NA untuk masing-masing sampel .. ....................................... 51

Page 16: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Kajian Matematis . .......................................................................... 59

1. Script program untuk menghitung NA dengan Borland Delphi 7.0 .... 59

Lampiran II. Kajian Eksperimen ....................................................................... 70

1. Data Absorbansi PMMA ...................................................................... 70

2. Data Reflektansi PMMA ...................................................................... 85

3. Data Reflektansi TM PMMA Sudut 50°-60° ....................................... 87

Page 17: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah energi merupakan masalah yang sangat sensitif saat ini. Kenaikan

harga BBM menimbulkan dampak yang sangat luas di masyarakat karena bahan

bakar ini merupakan kebutuhan dasar manusia sehingga ketersediaannya sangat

diperlukan. Ketergantungan masyarakat terhadap minyak bumi sangatlah besar,

baik untuk kebutuhan rumah tangga, transportasi, industri maupun sebagai sumber

energi lainnya, sehingga terus dicari dan diburu kendati harganya selalu

melambung tinggi. Kebutuhan masyarakat akan energi minyak bumi jika

dibandingkan dengan kebutuhan akan energi dari sumber yang lain menempati

proporsi terbesar sebagai sumber energi penduduk, yakni mencapai 54,4%,

disusul gas bumi 26,5%. Konsekuensinya beban anggaran yang memberatkan

negara karena biaya subsidi harus terus diluncurkan untuk mempertahankan harga

jual yang terjangkau oleh konsumen. Pencabutan subsidi BBM walaupun

diimbangi dana kompensasi, sampai saat ini masih sangat terasa dampaknya di

masyarakat. Pemberian subsidi langsung tunai (SLT) pada masyarakat ternyata

belum bisa menyelesaikan masalah, bahkan banyak terjadi ketidakpuasan di

masyarakat (Atmojo, 2006).

Cadangan minyak bumi Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 9 miliar

barel dengan tingkat produksi mencapai 500 juta barel per tahun. Jika tidak

ditemukan cadangan baru, maka minyak bumi kita akan habis 18 tahun lagi.

Adapun kondisi cadangan gas alam kita diperkirakan mencapai 182 triliun kaki

kubik dengan ektraksi 3 triliun kaki kubik per tahun atau masih tersisa sekitar 61

tahun mendatang. Untuk mengatasi masalah BBM tersebut, perlu dilakukan

langkah-langkah diversifikasi energi (Atmojo, 2006).

Salah satu solusi yang dilirik sekelompok peneliti untuk mencari solusi

alternatif mengatasi krisis energi yang terjadi di Indonesia adalah pemanfaatan

energi matahari. Pemanfaatan sumber energi matahari sebagai sumber energi

terbarukan diperkirakan akan memberikan prospek yang lebih baik untuk

Page 18: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

menggantikan sumber energi fosil di masa mendatang dikarenakan letak strategis

wilayah Indonesia yang memungkinkan energi matahari dapat diterima sepanjang

tahun secara kontinyu dalam jumlah yang cukup besar dan energi matahari ini

juga tidak menimbulkan polusi (Priyadi, 2008).

Pada beberapa tahun terakhir teknologi hybrid kolektor sel surya mulai

banyak dikaji oleh para peneliti. Kajian teknologi hybrid kolektor sel surya

merupakan penggabungan teknologi kolektor surya dan teknologi sel surya. Sel

surya merupakan elemen aktif (semikonduktor) yang memanfaatkan efek

fotovoltaik untuk merubah energi matahari menjadi energi listrik. Energi thermal

yang dihasilkan dari kolektor surya diubah menjadi energi listrik dan disimpan

dalam sel surya untuk dapat digunakan sewaktu-waktu dan pada berbagai aplikasi

(Priyadi, 2008).

Untuk dapat mengoptimalkan energi yang dihasilkan, maka diperlukan

suatu teknologi kolektor surya. Energi matahari yang diterima oleh kolektor surya

tidak dapat langsung dikonversikan menjadi energi listrik, tetapi untuk

mengkonversikan energi matahari menjadi energi listrik digunakan alat lain yang

disebut sel surya (solar cell).

Posisi teknologi kolektor surya saat ini masih menggunakan kolektor

yang berbentuk parabola (Khalsa dan Andrade, 2008). Bentuk kolektor seperti ini

masih mempunyai kelemahan yaitu memerlukan lintasan (tracker) untuk

mengikuti gerak semu matahari (Sarker, dkk., Tudorache dan Kreindler, 2010).

Untuk mengatasi masalah ini dilakukan penelitian suatu kolektor yang dibuat dari

PMMA (polymethyl methacrylate) dengan bentuk menyerupai kerucut. Sehingga

cahaya yang masuk dari sisi atas yang lebar, dapat difokuskan pada sisi bawah

yang menciut. Pola perambatan cahaya dalam kolektor ini berbeda dengan yang

terjadi dalam fiber optik.

Prinsip pemantulan cahaya pada waveguide berbentuk silinder (fiber optic)

mempunyai kemanfaatan yang sangat besar dalam dunia modern (Kown, dkk.,

2006; Xu, dkk., 2008; Li, dkk., 2010). Dalam bentuk taperpun, fiber optic

mempunyai banyak aplikasi (Minkovich, dkk., 2006; Gravina, dkk., 2009). Solar

trapper merupakan aplikasi lain divais optic yang prinsip kerjanya sama dengan

Page 19: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

fiber taper yaitu cahaya dipantulkan secara berulang dalam fiber sebelum akhirnya

lolos kembali ke athmosfer. Dalam penelitian divais optic yang berupa kolektor

surya ini akan dikembangkan. Fungsi yang diharapkan adalah kemampuan dari

divais tersebut sebagai pengumpul cahaya (kolektor surya).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendesain model kolektor surya

dari PMMA berbentuk trapesium sehingga dapat digunakan untuk pengumpulan

energi matahari. Untuk mencapai tujuan ini maka penelitian ini dilakukan dengan

meliputi kegiatan untuk menentukan indeks bias PMMA, menentukan koefisien

absorbansi dan reflektansi dari PMMA, menentukan dan membandingkan nilai

numerical aperture (NA) dari pendekatan secara matematis dengan eksperimen.

1.2. Perumusan Masalah

Pola perambatan cahaya dalam kolektor surya bebentuk trapesium berbeda

dengan yang terjadi dalam fiber optik. Pada fiber optik, kedua sisi bidang

pantulnya sejajar, sehingga dapat dengan mudah dihitung NAnya. Berbeda pada

kolektor berbentuk trapesium pada penelitian ini, dimana kedua sisi bidang

pantulnya tidak sejajar. Dalam kolektor berbentuk trapesium ini cahaya masuk

dari sisi atas yang lebar difokuskan pada sisi bawah yang menciut, sehingga akan

diperoleh masalah yang lebih komplek. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu

dilakukan penelitian yang berkaitan dengan kolektor surya. Permasalahan-

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Mengukur besaran-besaran yang berkaitan dengan NA (indeks bias, panjang

kolektor, lebar kolektor, dan sudut kemiringan kolektor),

2. Berapakah koefisien absorbsi dan reflektansi PMMA,

3. Berapakah nilai numerical aperture (NA) PMMA, dan

4. Bagaimana perbandingan NA dari hasil eksperimen dengan pendekatan

secara matematis.

Page 20: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

1.3. Batasan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada:

1. Pajang gelombang sinar yang digunakan dalam penelitian ini adalah laser

hijau dengan

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah PMMA.

3. Pola perambatan yang diteliti adalah pola perambatan 2 dimensi.

4. Bentuk kolektor surya yang digunakan adalah bentuk trapesium dengan

kemiringan ±83°, ±85°, dan ±87° dengan variasi panjang 5,25cm, 6cm,

6,5cm, dan 7cm.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan persamaan matematis untuk menghitung NA pada kolektor surya

berbentuk trapesium.

2. Menentukan koefisien absorbansi dan reflektansi dari PMMA.

3. Menentukan indeks bias PMMA.

4. Menentukan dan membandingkan nilai NA dari pendekatan secara matematis

dengan eksperimen.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Dapat memberikan informasi mengenai indeks bias, koefisien absorbsi dan

refleksi dari PMMA.

2. Dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah energi yang dikumpulkan oleh

sel surya.

3. Dapat digunakan untuk mendesain model kolektor bentuk kerucut yang dapat

mengumpulkan cahaya secara optimal.

Page 21: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

1.6. Sistematika Penulisan

Laporan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan.

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB III Metode Penelitian

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB V Simpulan dan saran

Pada Bab I dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan

masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika

penulisan skripsi. Bab II tentang dasar teori. Bab ini berisi teori dasar dari

penelitian yang dilakukan. Bab III berisi metode penelitian yang meliputi waktu,

tempat dan pelaksanaan penelitian, alat dan bahan yang diperlukan, serta langkah-

langkah dalam penelitian. Bab IV berisi tentang hasil penelitian dan

analisa/pembahasan yang dibahas dengan acuan dasar teori yang berkaitan dengan

penelitian. Bab V berisi simpulan dari pembahasan di bab sebelumnya dan saran-

saran untuk pengembangan lebih lanjut dari skripsi ini.

Page 22: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemantulan Teratur Pada Cermin Datar

Pada permukaan benda yang rata seperti cermin datar, cahaya dipantulkan

membentuk suatu pola yang teratur. Sinar-sinar sejajar yang datang pada

permukaan cermin dipantulkan sebagai sinar-sinar sejajar pula (Gambar 2.1).

Akibatnya cermin dapat membentuk bayangan benda. Pemantulan semacam ini

disebut pemantulan teratur.

Gambar 2. 1. Pemantulan pada cermin datar

2.2. Hukum Snellius

Kecepatan cahaya pada jenis material yang berbeda akan berbeda pula.

Besar kecilnya kecepatan cahaya dalam medium ini ditentukan oleh indeks bias

dari masing-masing material. Perbandingan antara kecepatan cahaya di udara

dengan kecepatan cahaya di medium tertentu disebut indeks bias. Indeks bias

dapat ditulis dalam persamaan:

(2.1)

Dengan adalah indeks bias medium, adalah kecapatan cahaya diudara, dan

adalah kecepatan cahaya didalam medium.

Hukum dasar tentang pemantulan yaitu sinar datang, sinar pantul, dan

garis normal terletak pada satu bidang datar, besar. Sudut sinar datang (yang

1)) nilainya sama dengan sudut sinar

Sinar datang

Sinar pantul

Bidang pantul

Page 23: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

1)). Hukum ini disebut dengan

hukum refleksi. Secara matematis dinyatakan dengan:

(2.2)

Hukum dasar tentang pembiasan yang dikemukakan oleh Willebrord

Snellius, yaitu sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang

datar. Indeks bias medium pertama dikalikan dengan sinus sudut datang

sama dengan indeks bias medium kedua dikalikan dengan sinus sudut bias.

Hukum ini disebut dengan hukum refraksi atau hukum Snellius. Secara matematis

dinyatakan dengan:

(2.3)

Dengan adalah indeks bias medium pertama, adalah indeks bias medium

kedua, adalah sudut datang, dan adalah sudut bias.

Mengacu pada hukum Snellius, jika sinar datang dari medium rapat

dengan membentuk sudut menuju mendium renggang maka sinar akan

dibiaskan menjauhi garis normal membentuk sudut (Gambar 2.2).

2.3. Pemantulan Internal Total

Sesuai dengan hukum Snellius, apabila sinar datang dari medium rapat ke

medium renggang, maka sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal. Semakin

besar sudut datangnya, maka sudut bias juga akan semakin besar, hingga sampai

pada sudut datang tertentu (sinar datang nomor 4 pada Gambar 2.3) sinar yang

Gambar 2. 2. Sinar datang dari medium rapat ke medium renggang

Garis Normal

Sinar datang

Sinar bias

Page 24: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

dibiaskan akan membentuk sudut terhadap normal. Sudut datang pada

keadaan seperti ini disebut dengan sudut kritis .

Gambar 2. 3. Jalannya sinar saat melewati dua medium berbeda dengan sudut

datang berbeda

Sudut kritis hanya terjadi jika sinar datang dari medium rapat ke medium

yang lebih renggang. Besarnya sudut kritis dinyatakan sebagai berikut:

(2.4)

Apabila sudut datang sinar datang dari medium rapat ke medium renggang

diperbesar melebihi sudut kritis, maka sinar akan dipantulkan seluruhnya ke

medium yang sama (medium rapat). Peristiwa seperti ini disebut pemantulan

internal total (Total Internal Reflection)(Rambe,2003). Pada penelitian ini

persamaan (2.4) akan digunakan sebagai acuan yaitu apabila sudut pantul lebih

kecil dari sudut kritisnya maka sinar akan dibiaskan keluar kolektor.

2.4. Pemantulan Pada Cermin Yang Diputar

Gambar 2. 4. Pemantulan oleh cermin yang dirotasi sebesar

Gambar 2.4 merupakan pola pemantulan yang terjadi pada cermin yang

diputar. Sebuah cermin datar, dengan sudut sinar datang adalah . Sebelum

cermin dirotasi sudut datang sama dengan sudut pantul yaitu . Jika cermin

n2 < n1

n2

n1 1

1

2

3

4

5

2

Page 25: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

dirotasi sebesar terhadap normal, dengan demikian sudut garis normal juga

akan bergeser sebesar . Dengan sinar datang yang tetap sama seperti saat

sebelum dirotasi, maka sudut datang akan menjadi dan sudut sinar pantul

akan menjadi . Perbedaan akhir antara sudut pantul saat sebelum cermin

dirotasi dengan setelah cermin dirotasi adalah . Jadi, untuk sinar datang tetap,

jika cermin dirotasi sebesar , maka sudut pantul akan bergeser sejauh yang

searah dengan pergeseran cermin.

2.5. Pandu Gelombang

Pandu gelombang adalah sebuah alat yang dapat digunakan untuk

mengarahkan atau memandu perambatan radiasi elektromagnetik sepanjang

lintasan tertentu. Gelombang elektromagnetik bisa saja merambat di udara, seperti

gelombang radio, tetapi untuk tujuan-tujuan tertentu gelombang perlu dipandu

untuk meminimalisasikan loss wave dari suatu pemancar ke receiver.

Contoh dari pandu gelombang ini adalah pandu gelombang pada fiber

optik. Konsep perambatan cahaya pada fiber optik ini dapat ditinjau secara optik

geometri. Dalam tinjauan ini terdapat dua tipe sinar dapat merambat sepanjang

fiber optik, yaitu sinar meridian dan sinar skew. Sinar meredian merupakan sinar

yang merambat memotong sumbu fiber optik, sedangkan sinar skew merupakan

sinar yang merambat tidak melalui sumbu fiber optik. Sinar-sinar meridian

dibedakan menjadi bound dan unbound ray (Gambar 2.5).

Gambar 2. 5. Bound rays dan unbound rays pada fiber optik (Palais, 2002)

Konsep pandu gelombang optik ini didasarkan pada hukum Snellius untuk

perambatan cahaya pada media transparan. Pemandu gelombang optik dibentuk

dari dua lapisan utama, yaitu core (inti) dan cladding (selimut). Indeks bias core

Unbound rays

Selimut (Cladding) (n2)

Inti (Core) (n1)

Sinar datang

Bound rays

Selimut (Cladding) (n2)

Page 26: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

harus lebih besar dari indeks bias cladding . Dengan menerapkan konsep

sudut kritis seperti pada persamaan (2.4) yang dapat ditulis ulang:

(2.4)

Maka pada Gambar 2.5 terlihat unbound rays dibiaskan keluar dari inti,

sedangkan bound rays dipantulkan dan merambat sepanjang inti dengan

menganggap bahwa permukaan batas antara inti dan kulit sempurna. Secara

umum sinar-sinar meredian mengikuti hukum pemantulan dan pembiasan. Bound

rays di dalam fiber optik disebabkan oleh pemantulan sempurna, dimana agar

peristiwa tersebut dapat terjadi maka sinar yang memasuki fiber optik harus

memotong perbatasan core-cladding dengan sudut lebih besar dari sudut kritis

, sehingga sinar dapat merambat sepanjang fiber optik dengan lintasan zig-

zag, seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2. 6. Pemantulan sempurna pada fiber optik yang menyebabkan bound

rays (Palais, 2002)

Sudut adalah sudut maksimum sinar yang memasuki serat agar sinar dapat

tetap merambat sepanjang serat (dipandu), sudut ini disebut sudut tangkap

(acceptance angle).

2.6. Tingkat Numerik (Numerical Aperture (NA))

Numerical Aperture merupakan parameter yang merepresentasikan sudut

penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih bisa diterima danmerambat

didalam inti fiber (Gambar 2.7). Sudut penerimaan ini dapat beraneka macam

tergantung kepada karakteristik indeks bias inti dan selubung serat optik.

Selimut (Cladding) (n2)

Inti (Core) (n1)

Gelombang

Datang Selimut (Cladding) (n2)

Page 27: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Gambar 2. 7. Sudut penerimaan pada fiber optik

Jika sudut datang berkas cahaya lebih besar dari NA atau sudut kritis maka

berkas tidak akan dipantulkan kembali ke dalam serat melainkan akan menembus

cladding dan akan keluar dari serat. Semakin besar NA maka semakin banyak

kapasitas cahaya yang diterima oleh serat (Gambar 2.8).

Gambar 2. 8. Kapasitas cahaya pada serat optik

Dengan memperhatikan gambar 2.7 dan dengan menggunakan hukum Snellis

maka diperoleh hubungan:

(2.5)

karena , maka persamaan (2.5) menjadi

(2.6)

dengan menggunakan relasi trigonometri , maka

persamaan (2.6) dapat dinyatakan dalam bentuk:

(2.7)

dengan

sehingga

(2.8)

NA Kecil

NA Besar

n0

Kerucut penerimaan

sudut kritis

max)

sudut datang

n0

n1 > n2

n2 Pembungkus (Cladding)

Inti Fiber (Fiber Core)

n1

Reflektansi

96%

4%

1 2

Page 28: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

maka

(2.9)

Hubungan antara sudut penerimaan dan indeks bias ketiga media (core,

cladding, udara) dinyatakan dengan Numerical Aperture (Supadi dkk, 2006).

(2.10)

jika indeks bias udara

(2.11)

Dengan NA adalah Numerical Aperture, 1n adalah Indeks bias cladding, 2n adalah

Indeks bias core. Sudut adalah sudut maksimum sinar yang memasuki serat

optik agar sinar dapat tetap merambat sepanjang serat optik (dipandu).

2.7. Gelombang Elektromagnetik

Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat

walau tidak ada medium. Gelombang elektromagnetik meliputi cahaya tampak,

gelombang radio, sinar-x, sinar gamma, ultraviolet, infra merah, dan mikro

gelombang.

Gambar 2.9 menunjukkan spektrum gelombang elektromagnetik dengan

berbagai interval frekuensi dan panjang gelombang. Cahaya tampak (Visible

Light) adalah spektrum gelombang elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh

mata manusia. Panjang gelombang terpendek dalam spektrum tampak ini

bersesuaian dengan cahaya violet/ungu dan yang terpanjang

bersesuaian dengan cahaya merah . Gelombang elektromagnetik

yang memiliki panjang gelombang lebih kecil dari spektrum cahaya tampak

disebut sinar ultra violet, dan gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang

gelombang lebih besar dari cahaya tampak disebut gelombang infra merah.

Energi elektromagnetik dipancarkan atau dilepaskan, oleh semua masa di

alam semesta pada level yang berbeda-beda. Semakin tinggi level energi dalam

suatu sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari energi yang

dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya. Perbedaan karakteristik energi

gelombang digunakan untuk mengelompokkan energi elektromagnetik.

Page 29: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Gambar 2. 9. Spektrum gelombang elektromagnetik (Serway, 2004)

Gelombang EM yang merambat sebagai gelombang planar memiliki sifat-

sifat sebagai berikut (Viridi, 2010):

1. Perubahan medan listrik dan medan magnetik terjadi pada saat yang

bersamaan, sehingga kedua medan memiliki harga maksimum dan minimum

pada saat yang sama dan pada tempat yang sama.

2. Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang transversal yang arah

medan listrik dan medan magnetik saling tegak lurus dan keduanya tegak

lurus terhadap arah rambat gelombang (Gambar 2.10).

3. Gelombang elektromagnetik mengalami peristiwa pemantulan, pembiasan,

interferensi, dan difraksi. Juga mengalami peristiwa polarisasi karena

termasuk gelombang transversal.

Page 30: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

4. Cepat rambat gelombang elektromagnetik hanya bergantung pada sifat-sifat

listrik dan magnetik medium yang ditempuhnya.

Gambar 2. 10. Gelombang elektromagnetik yang merambat pada arah x

(Pedrotti, 1993)

Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang

gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik. Gelombang EM

merambat dalam vakum dengan laju . Hubungan antara frekuensi dan panjang

gelombang , secara matematis adalah:

(2.12)

Dengan adalah kecepatan cahaya, adalah frekuensi gelombang, dan adalah

panjang gelombang.

Di mana di dalam vakum ,

Dengan

Energi gelombang elektromagnetik terbagi sama dalam bentuk medan

magnetik dan medan listrik. Solusi terbaik dari gelombang bidang

elektromagnetik yang berjalan sinusoidal, dimana amplitud E dan B berubah

terhadap x dan t sesuai dengan persamaan:

(2.13)

(2.14)

Page 31: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

2.8. Polarisasi Cahaya

Polarsasi adalah peristiwa terserapnya sebagian atau seluruh arah getar

gelombang. Gejala polarisasi hanya dapat dialami oleh gelombang transversal

saja, sedangkan gelombang longitudinal tidak mengalami gejala polarisasi.Gejala

polarisasi dapat digambarkan dengan gelombang yang terjadi pada tali yang

dilewatkan pada celah. Apabila tali digetarkan searah dengan celah maka

gelombang pada tali dapat melewati celah tersebut (Gambar 2.11(a)). Sebaliknya

jika tali digetarkan dengan arah tegak lurus celah maka gelombang pada tali tidak

bisa melewati celah tersebut tersebut (Gambar 2.11(b)).

Gambar 2. 11. Gejala polarisasi

Bila dalam gelombang EM, medan listrik hanya berosilasi pada satu

sumbu saja (sebagai konsekuensinyamedan magnetik juga hanya berosilasi pada

satu sumbu saja) maka polarisasi jenis ini dinamakan polarisasi linier. Terdapat

pula polarisasi berbentuk lingkaran di mana arah medan listrik dan medan

magnetik berosilasi tidak hanya pada satu sumbu tetapi pada bidang yang tegak

lurus arah penjaran dan membentuk bola seperti lingkaran. Jenis polarisasi yang

paling umum adalah polarisasi acak, di mana pada suatu waktu tidak dapat

ditentukan ke mana arah osilasi medan listrik atau magnetiknya (Viridi, 2010).

2.9. Polarisasi karena Pemantulan dan Pembiasan

Peristiwa pemantulan dan pembiasan dapat menyebabkan terjadinya

polarisasi (Gambar 2.12). Ketika cahaya jatuh pada bidang batas antara dua

medium dengan membentuk sudut datang terhadap garis normal, sebagian

sinar akan dipantulkan dengan sudut pantul ( = ) dan sebagian lagi akan

dibiaskan dengan sudut bias . Jika sinar bias dan sudut pantul membentuk sudut

Page 32: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

90° yang secara matematis , maka sinar pantul terpolarisasi linier.

Sudut datang yang menghasilkan sinar pantul terpolarisasi disebut sudut polarisasi

atau sudut Brewster ( .

Gambar 2. 12. Polarisasi karena pemantulan dan pembiasan

Hukum Snellius untuk menyatakan pembiasan adalah:

Oleh karena

Maka

Sehingga hukum Snellius diatas menjadi:

(2.15)

Persamaan (2.15) disebut dengan hukum Brewster. Dalam penelitiaaan ini

persamaan (2.15) akan digunakan untuk mencari indek bias PMMA dengan

mengunakan metode reflektansi.

2.10. Reflektansi Dan Transmitansi

Pada proses pemantulan dan pembiasan, cahaya dapat terpolarisasi

sebagian atau seluruhnya oleh refleksi. Perbandingan intensitas cahaya yang

dipantulkan dengan cahaya yang datang disebut reflektansi (R), sedangkan

perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan cahaya datang disebut

Sinar datang Sinar pantul

Sinar bias

Garis Normal

Page 33: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

transmitansi (T). Fresnel menyelidiki dan merumuskan suatu persamaan koefisien

refleksi dan koefisien transmisi yang dihasilkan oleh pemantulan dan pembiasan

(Pedrotti, 1993).

Jenis polarisasi dengan medan listrik tegak lurus bidang datang dan

medan magnet sejajar bidang datang disebut transverse electric (TE).Sebaliknya

jika medan listrik sejajar bidang datang maka jenis polarisasi ini disebut

transverse magnetic (TM). Polarisasi TE yaitu polarisasi dimana vektor medan

listrik berada pada bidang yang tegak lurus arah perambatan gelombang.Polarisasi

TM yaitu polarisasi dimana vektor medan magnetik berada pada bidang yang

tegak lurus arah perambatan gelombang (Gambar 2.13).

Gambar 2. 13. Polarisasi mode TE dan mode TM

Transmitansi dari bahan dapat dicari dengan membandingkan intensitas

sinar laser setelah melalui bahan dengan intensitas sinar laser sebelum

mengenai bahan .

(2.16)

Transmitansi juga dapat dikaitkan dengan koefisien absorbansi suatu bahan.

Keterkaitan antara koefisien absorbsi dan transmitansi digambarkan oleh

persamaan (2.17):

(2.17)

Dimana adalah Transmitansi, adalah koefisien absorbsi , dan adalah

ketebalan bahan

Sedangkan Reflektansi (R) didefinisikan sebagai perbandingan antara

intensitaspemantulan dengan intensitas sumber yang dapat ditulis:

(2.18)

Arah rambat

gelombang

Arah rambat

gelombang

TE

TM

Page 34: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Pada penelitian ini persamaan (2.18) akan digunakan untuk menghitung

Reflektansi PMMA untuk mode TE dan TM. Untuk metode kedua dengan

menggunakan sudut datang dan sudut bias didapatkan nilai koefisien refleksi (r)

dan koefisien tansmisi(t) sebagai berikut:

(2.19)

(2.20)

(2.21)

(2.22)

Sedangkan untuk nilai koefisien refleksi (r) dan koefisien tansmisi(t) sebagai

fungsi sudut datang dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:

(2.23)

(2.24)

(2.25)

(2.26)

Dimana adalah sudut gelombang datang, dan adalah indeks bias relatif

.Sampai di persamaan koefisien refleksi dan transmitansi diatas

sehingga dapat di ambil suatu komentar bahwa pada penelitian ini tidak

menggunakan selinder dengan dinding dalam cermin karena tiap pantulan energi

akan hilang sebesar .

2.11. Absorbansi

Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan bentuk interaksi antara

gelombang cahaya/foton dengan atom/molekul. Absorbsi terjadi saat foton masuk

Page 35: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

bertumbukan langsung dengan atom-atom pada material dan menyerap energinya

pada elektron atom. Foton mengalami perlambatan dan akhirnya berhenti,

sehingga pancaran sinar yang keluar dari material berkurang dibandingkan saat

masuk material. Abrobsi hanya terjadi ketika selisih kedua tingkat energi elektron

tersebut bersesuaian dengan energi cahaya datang.

(2.27)

Absorbansi menyatakan banyaknya cahaya yang diserap oleh bahan dari

total cahaya yang dilewatkan pada bahan tersebut. Absorbansi merupakan

logaritma kebalikan dari transmitansi, sehingga dalam persamaan matematis dapat

dituliskan:

(2.28)

Dimana adalah Absorbansi, adalah Transmitansi, adalah Intensitas cahaya

keluar , dan adalah Intensitas cahaya masuk .

Persamaan (2.28) juga dapat dituliskan:

(2.29)

Dengan mensubtitusikan persamaan (2.17) ke persamaan (2.28) besarnya

intensitas cahaya setelah melewati bahan dapat dituliskan :

(2.30)

Dari persamaan (2.30) dapat diturunkan persamaan yang menyatakan koefisien

absorbsi suatu bahan yang dihubungkan dengan transmitansi, yaitu:

(2.31)

Dimana adalah koefisien absorbsi , dan adalah ketebalan bahan ,

dan adalah Transmitansi.

Dengan mensubtitusikan persaman (2.17) ke persamaan (2.29) sehingga diperoleh

hubungan antara Absorbansi , koefisien absorbsi , dan ketebalan bahan

yang dituliskan dengan persamaan:

(2.32)

Dimana adalah koefisien absorbsi , dan adalah ketebalan bahan ,

dan adalah Absorbansi.

Page 36: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

2.12. PMMA (Polymethyl Metacrylate)

Polymethyl metacrylate atau yang biasa dikenal dengan acrylic adalah

polimer yang mengkilap dengan struktur teratur. PMMA dibentuk melalui

polimerisasi dari monomer methyl metacrylate (MMA) yang direaksikan dengan

benzoil perosida (BPO). MMA adalah cairan bening dan substansi transparansi

yang tinggi sedangkan BPO bebentuk serbuk. PMMA mempunyai kerapatan 1.19

g/cm3, dan mempunyai serapan air yang sangat rendah, indeks biasnya diantara

1,49 1,51. PMMA adalah satu dari jenis termoplastik yang paling keras dan juga

memiliki daya tahan kekerasan yang sangat tinggi. PMMA murni bening dan

tidak berwarna, memiliki Mn (molecule number average) sebesar 25.800, Mw

(molecule weight average) sebesar 75.000, Tg (glass transition temperature)

sebesar 1140°C (Puspita, 2010).

Karakteristik utama material PMMA adalah warnanya yang bening

transparan. Tidak hanya transparan, PMMA juga sedikit sekali menyerap sinar

yang melalui material tersebut. Disinilah letak perbedaan optis yang utama antara

kaca dan acrylic. Walaupun bening, kaca menyerap sinar yang masuk sehingga

semakin tebal kaca tersebut maka semakin sedikit sinar yang melewatinya.

Sehingga dapat disimpulkan semakin tebal kaca maka sifat transparannya semakin

berkuarang. Sedangkan pada acrylic, penyerapan sinar yang terjadi demikian kecil

sehingga walaupun ketebalannya bertambah, sifat transparasinya tidak banyak

berpengaruh.

Perbedaan yang lain antara kaca dan acrylic adalah:

1. Kaca lebih bersifat getas dibanding acrylic. Acrylic lebih bersifat elastis,

sehingga secara teknis dapat bertahan pada hentakan tekanan dinamik air.

2. Kaca akan berlumut, sedangkan acrylic tidak.

3. Acrylic memiliki daya tahan terhadap cuaca yang sangat tinggi. Sinar

matahari tidak mudah mengubah acrylic menjadi kuning, atau membuatnya

hancur.

Page 37: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

PMMA memiliki banyak manfaat. Pemanfaatan PMMA dibidang optik,

antara lain PMMA banyak digunakan sebagai POF (platic optical fiber), sebagai

bahan dasar lensa-lensa, sebagai solar konsentrator, sebagai bahan lapisan tipis.

Dalam pemanfaatannya sebagai POF, PMMA digunakan sebagai bahan core (inti)

fiber optik.

Page 38: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sub Laboratorium Optik Jurusan Fisika

Fakultas MIPA Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, mulai bulan September 2010

sampai dengan Desember 2010.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain (Gambar 3.1) :

1. Power Meter Model 1815-C

2. Large Area Visible Photo Receiver Model 2031

3. Sinar laser He-Ne merah (632 nm)

4. Sinar laser hijau (532 nm)

5. Spektrophotometer UV-VIS-NIR

6. Meja Putar berskala derajat

7. Alat Polish

8. Polish dengan grit 100, 1000, 2400 dan 4000

9. Gergaji

10. Wadah sampel

3.2.2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain :

1. Polymethyl metacrylate (Acrylic)

2. Air kran/PAM

Page 39: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Gambar 3.1. Alat-alat yang digunakan untuk penelitian kajian perambatan cahaya

pada pandu gelombang makro berbentuk trapesium (a) Sumber sinar laser merah,

(b) Photo Receiver, (c) Powermeter, (d) Meja putar berkala derajat,

(e) Sampel trapesium, (f) Sumber sinar laser hijau, (g) Alat polish, dan

(h) Polish dengan grit 100, 1000, 2400 dan 4000

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(g) (h)

100

2400 4000

1000

Page 40: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

3.3. Prosedur Penelitian

Seperti telah disebut di bagian pendahuluan, kerja dalam penelitian ini ditujukan

untuk membuat kolektor surya dengan bentuk trapesium. Dengan melihat pola

perambatan cahaya pada fiber optik, pada kolektor surya ini ada hubungan antara

sudut kemiringan kolektor dengan sudut penerimaan (NA). Untuk mencapai

tujuan di atas kegiatan penelitian ini di bagi menjadi dua tahap yaitu kajian secara

matematis dan kajian secara eksperimen. Gambar 3.2 adalah diagram alir dari

kegiatan penelitian ini.

Gambar 3.2. Diagram alir penelitian perambatan cahaya pada pandu gelombang

makro berbentuk trapesium

Keterangan secara mendetil dari masing-masing langkah adalah sebagai berikut:

3.3.1. Kajian Matematis

Kajian matematis dalam penelitian ini dilakukan dengan mencari

keterkaitan antara kemiringan kolektor dengan NA. Pada tahapan ini dicari

persamaan untuk menentukan besarnya sudut pada pemantulan ke-i i). Sudut-

sudut tersebut dihubungkan dengan sudut datang sinar saat sebelum

memasuki model kolektor. Pada tahap kajian matematis ini juga dicari persamaan

Pembuatan sampel

Pengukuran reflektansi

Pengukutan indeks bias

Perhitungan dan Pengukuran NA masing-masing sampel

Pengukuran absorbansi

Pengkajian secara matematis

Pembuatan Program dengan Borland Delphi 7.0

Page 41: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

i) juga

mempengaruhi panjang kolektor surya (x) yang dibutuhkan agar semua sinar

dapat dipantulkan. Dengan menggunakan persamaan besar sudut pada pemantuan

ke-i dan persamaan panjang kolektor surya (x) dapat diperoleh NA secara

matematis.

3.3.2. Pembuatan Program dengan Borland Delphi 7.0

Pada tahapan ini dibuat program untuk menghitung NA dengan

menggunakan persamaan-persamaan matematis yang diperoleh pada tahapan

kajian matematis. Pembuatan program ini ditujukan untuk mempermudah

perhitungan NA secara matematis. Software pembuat program yang digunakan

pada penelitian ini adalah Borland Delphi 7.0.

3.3.3.Persiapan alat dan bahan

Pada tahap ini dilakukan persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam

eksperimen. Bahan yang dibutuhkan diantaranya Polymethyl metacrylate atau

yang biasa dikenal dengan acrylic. Alat yang digunakan dalam penelitian ini ada

beberapa macam, yaitu photo receiver sebagai sensor cahaya, powermeter sebagai

alat pengukur intensitas cahaya, spectrophotometer UV-VIS-NIR sebagai alat

pengukur absorbansi, meja putar berskala derajat sebagai alat pengukur

reflektansi, indeks bias, dan NA masing-masing sampel.

Pada penelitian ini digunakan model eksperimen berbentuk trapesium.

Model trapesium ini akan divariasi pada sudut kakinya (sudut kemiringan), dan

akan divariasi pada ketinggian/panjang trapesium. Sehingga akan diperoleh

beberapa sampel dengan variasi sudut kemiringan dan panjang trapesium.

Model trapesium dibuat dari bahan acrylic dengan ketebalan

yang diproduksi oleh PT. Astari Niagara Internasional. Acrylic dipotong dengan

bentuk trapesium dengan variasi sudut kemiringan 83°, 85°, dan 87° masing-

masing dengan variasi ketinggian 5,25cm, 6cm, 6,5cm dan 7cm. Karena dalam

proses pemotongan menggunakan gergaji yang menghasilkan potongan yang

kasar, maka harus dihaluskan dengan cara dipolish. Proses polish dilakukan secara

bertahap, yaitu dimulai dari grid 100, 1000, 2400 dan diakhiri dengan grid 4000.

Page 42: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Dikarenakan jika langsung ke grid tinggi, maka akan dibutuhkan waktu yang

lama. Proses polish diawali dengan meletakan kertas polish ke alat polish dengan

perekat berupa magnet. Pada proses polish ini di gunakan air sebagai media

pelarut untuk menghilangkan dan membuang kotoran bekas polish dari sampel

sehingga proses polish menjadi lebih cepat dan lebih baik.

3.3.4. Pengukuran Absorbansi

Pengukuran absorbansi pada penelitian ini dengan menggunakan 1 buah

sampel trapesium. Alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi adalah

Ultra Violet Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 1061 PC (Spektro-

photometer UV-VIS-NIR). Dari pengukuran ini dapat diketahui seberapa besar

cahaya yang diserap oleh sampel. Panjang gelombang yang digunakan pada

pengukuran absorbansi ini adalah 200nm-1000nm. Data yang diperoleh dari

pengukuran menggunakan alat UV-VIS-NIR Spectrophometer adalah data

absorbansi. Data absorbansi ini masih di pengaruhi oleh ketebalan. Untuk

memperoleh koefisien absorbansi yang tidak berpengaruh pada ketebalan maka

data absorbansi yang masih dipengaruhi oleh ketebalan dibagi dengan ketebalan

sampel yang digunakan pada saat pengukuran, seperti pada persamaan (2.32) pada

tinjauan pustaka.

(2.32)

Dengan tebal sampel yang digunakan pada pengukuran absorbansi pada penelitian

ini adalah 4,75mm. Kemudian data yang didapat dibuat grafik hubungan antara

koefisien absorbsi dengan panjang gelombang dengan menggunakan software

Origin Pro 8.

3.3.5. Pengukuran Reflektansi

Pengukuran reflektansi pada penelitian ini dengan menggunakan satu buah

sampel trapesium. Sebagai landasan terdapat suatu meja putar berskala derajat

yang akan digunakan untuk memvariasi sudut (Gambar 3.3).

Page 43: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Laser He-Ne

Polarisator

Photoreceiver

Powermeter

Sampel

Gambar 3.3. Meja putar berskala derajat untuk mengukur reflektansi

Pada penelitian ini, proses pengukuran nilai reflektansi PMMA adalah

dengan melewatkan sinar dari leser laser He-Ne 632nm terlebih dahulu ke

polarisator, kemudian diarahkan sampel PMMA. Dari sampel PMMA ini

selanjutnya sinar akan dipantulkan kembali oleh sampel PMMA kemudian diukur

intensitas sinar pantulnya dengan menggunakan powermeter. Pengambilan data

intensitas dilakukan terhadap variasi sudut datang. Variasi sudut datang yang

digunakan adalah dari 1° dan 90° dengan perubahan pergeseran sudut sebesar 1°.

Untuk hasil yang lebih akurat, maka posisi lampu laser dibuat tetap. Skema proses

pengambilan data digambarkan seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Skema pengambilan data reflektansi sampel

Page 44: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Nilai reflektansi akan diperoleh dengan membandingkan intensitas sinar

pantul dengan intensitas sumber, seperti yang telah disebutkan dalam tinjauan

pustaka pada persamaan (2.18) :

(2.18)

Pengukuran reflektansi dilakukan pada mode TE dan mode TM. Data

antara sudut sinar datang dan intensitas sinar pantul ini dimasukkan dalam grafik.

Pembuatan grafik dilakukan dengan menggunakan Software Origin Pro 8.

3.3.6. Pengukuran Indeks Bias

Pengukuran Indeks bias dapat dilakukan dengan menggunakan reflektansi

mode TM. Untuk mendapatkan indeks bias yang lebih teliti dilakukan pengukuran

ulang reflektansi pada rentang sudut 50°-60° dengan ketelitian 0,167°. Data

reflektansi ini dibuat grafik dengan menggunakan software Origin Pro 8. Indeks

bias ditunjukkan oleh nilai tangen dari sudut datang sinar laser yang memberikan

nilai intensitas terkecil. Indeks bias dihitung dengan menggunakan persamaan

sudut Brewster yang secara matematis dapat dituliskan:

(2.15)

Dimana p adalah sudut datang sinar laser yang memberikan nilai intensitas

terkecil, n2 adalah indeks bias sampel, dan n1 adalah indeks bias udara (n1=1).

Pada penelitian ini akan dicari indeks bias PMMA dengan cara mencari nilai p.

Setelah p didapatkan, maka dapat digunakan persamaan (2.15) untuk menghitung

indeks bias PMMA.

3.3.7. Pengukuran Numerical Aperture (NA)

Numerical Aperture merupakan parameter yang merepresentasikan sudut

penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih bisa diterima dan merambat

didalam kolektor surya. Secara matematis, besar sudut penerimaan (NA) sampel

trapesium dapat dihitung dalam kaitannya dengan indek bias bahan, panjang

sampel, lebar sampel, sudut kemiringan sampel .

Page 45: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Gambar 3.5. Skema pengukuran NA sampel

Gambar 3.5 adalah skema pengambilan data NA sampel. Dalam penelitian

ini langkah untuk menentukan NA adalah dengan cara meletakkan sampel diatas

meja putar berskala derajat, kemudian menyinari masing masing sampel dengan

laser dan dicari sudut maksimum dimana sinar masih merambat dalam didalam

sampel hingga keluar dari ujung sisi yang lain. Laser yang digunakan pada

penelitian ini adalah laser -

nm). Pengambilan data NA dilakukan pada 3 titik untuk setiap sampel, yaitu pada

pusat sampel dan dua titik yang lain adalah seperempat dari lebar kolektor yang

berada disebelah kiri dan kanan pusat kolektor. Penggunaan dua laser ini

dimaksudkan agar dapat mewakili spektrum cahaya yang sampai ke bumi yang

dipancarkan oleh matahari. Data NA untuk setiap laser dari masing-masing

sampel dimasukkan kedalam tabel dan dibandingkan dengan NA hasil

perhitungan secara matematis.

Laser

NAKanan

NAKiri

Sampel

Laser

Page 46: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, tahapan yang pertama yaitu kajian

matematis sedangkan tahap yang kedua yaitu eksperimen. Kajian matematis

dalam penelitian ini dilakukan dengan mencari keterkaitan antara kemiringan

kolektor dengan NA. Sedangkan pada tahap eksperimen terdiri dari beberapa

tahapan, yaitu: menentukan karakteristik absorbansi dan reflektansi PMMA,

menentukan indeks bias PMMA, dan menentukan besarnya NA untuk setiap

model kolektor surya, kemudian membandingkan besar NA dari perhitungan

matematis dan hasil eksperimen.

4.1. Kajian Matematis

Pada tahapan kajian matematis dicari persamaan untuk menentukan

besarnya sudut pada pemantulan ke-i i). Sudut-sudut tersebut dihubungkan

dengan sudut datang i) sinar saat sebelum memasuki model kolektor. Selain itu,

juga dicari persamaan untuk panjang model kolektor surya (h). Besarnya sudut

datang i) juga mempengaruhi panjang kolektor surya (h) yang dibutuhkan agar

semua sinar dapat dipantulkan.

Gambar 4. 1. Skema jalannya sinar didalam kolektor surya

L K

S

A

B

C

M

N

Page 47: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Gambar 4.1. menjelaskan tentang jalannya sinar saat didalam kolektor

surya. Dari gambar 4.1. jika dilakukan penurunan persamaan besar sudut pantul

ke-i atau panjang kolektor akan menemui masalah yang cukup komplek. Maka

untuk mempermudah penurunan persamaan akan dilakukan beberapa tahapan:

1. Tahapan yang pertama adalah menghilangkan terlebih dahulu persegi AKLM.

Karena KL//AM maka:

(4.1)

Gambar 4. 2. Penyederhanaan sampel dengan menghilangkan persegi AKLM

2. Tahapan yang kedua adalah menggangap dan serta

garis S adalah garis sumbu tengah kolektor yang menerangkan bahwa

kolektor surya berbentuk simetris sehingga kolektor dapat dibagi menjadi dua

bagian yang sama. Dengan menganggap garis S sebagai cermin dan dengan

menggambil sampel sebelah kiri maka akan diperoleh (gambar 4.3):

Gambar 4. 3. Penyederhanaan sampel dengan menganggap garis S cermin

O

A

B

C

M

S

A

B

S

C

Page 48: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Dengan memperhatikan gambar 4.1 dan karena KL//AM maka:

(4.2)

4.1.1. Penurunan Persamaan Pemantulan ke-i

Gambar 4. 4. Skema pemantulan pada setengah sampel

Dengan memperhatikan dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga

adalah 180°, maka:

(4.3)

Sehingga diperoleh:

(4.4)

Karena B1 dan B2 membentuk sudut siku-siku, maka:

(4.5)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.4), ke persamaan (4.5) diperoleh:

(4.6)

O

Page 49: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Dengan memperhatikan jumlah sudut dalam segitiga adalah

180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka:

(4.7)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.6) ke persamaan (4.7) diperoleh:

(4.8)

Karena C1 dan C2 membentuk sudut siku-siku, maka:

(4.9)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.8) ke persamaan (4.9) diperoleh:

(4.10)

Dengan memperhatikan dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga adalah

180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka:

(4.11)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.4) dan persamaan (4.10) ke persamaan

(4.11), diperoleh:

(4.12)

Karena D1 dan D2 membentuk sudut siku-siku, maka:

(4.13)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.12) ke persamaan (4.13) diperoleh:

(4.14)

Dengan memperhatikan dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga adalah

180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka:

(4.15)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.8) dan persamaan (4.14) ke persamaan

(4.15) diperoleh:

(4.16)

Karena E1 dan E2 membentuk sudut siku-siku, maka:

(4.17)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.16) ke persamaan (4.17) diperoleh:

(4.18)

Page 50: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Dengan memperhatikan dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga adalah

180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka:

(4.19)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.12) dan persamaan (4.18) ke persamaan

(4.19) diperoleh:

(4.20)

Karena F1 dan F2 membentuk sudut siku-siku, maka:

(4.21)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.20) ke persamaan (4.21) diperoleh:

(4.22)

Dengan memperhatikan EFG dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga adalah

180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka:

(4.23)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.16) dan persamaan (4.22) ke persamaan

(4.23) diperoleh:

(4.24)

Karena G1 dan G2 membentuk sudut siku-siku, maka:

(4.25)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.24) ke persamaan (4.25) diperoleh:

(4.26)

Dengan memperhatikan FGH dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga adalah

180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka:

(4.27)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.20) dan persamaan (4.26) ke persamaan

(4.27) diperoleh:

(4.28)

Karena H1 dan H2 membentuk sudut siku-siku, maka:

(4.29)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.28) ke persamaan (4.29) diperoleh:

(4.30)

Page 51: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Dengan memperhatikan GHI dan mengingat jumlah sudut dalam segitiga adalah

180°, dan besar sudut datang sama dengan sudut pantul maka:

(4.31)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.24) dan persamaan (4.30) ke persamaan

(4.31) diperoleh:

(4.32)

Karena I1 dan I2 membentuk sudut siku-siku, maka:

(4.33)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.32) ke persamaan (4.33) diperoleh:

(4.34)

Dengan memperhatikan gambar 4.4 dengan dikaitkan dengan gambar 4.2

maka pemantulan sebenarnya hanya terjadi pada C, E, G, dan I. Sementara

B, D, F, dan H merupakan sudut pemantulan yang terjadi karena

menganggap sumbu S sebagai cermin. Jadi B, D, F, dan H tidak akan

terbentuk pada saat sinar memasuki kolektor. Maka yang akan diambil sebagai

sampel persamaan dalam proses penurunan bersar sudut pantul ke-n hanya C,

E, G, dan I. Dari perhitungan diperoleh :

(4.10) Pemantulan ke 1

(4.18) Pemantulan ke 2

(4.26) Pemantulan ke 3

(4.34) Pemantulan ke 4

Dari persamaan (4.10), (4.18), (4.26), dan (4.34) terdapat keterkaitan

antara persamaan yang satu dengan persamaan lainnya. Keterkaitan itu memenuhi

hubungan persamaan:

(4.35)

Dengan , dan i menunjukkan besar sudut pantul ke-i. Persamaan i

pada persamaan (4.35) adalah persamaan untuk menentukan besar sudut pantul

ke-i.

Page 52: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Dengan mengembalikan bentuk kolektor kebentuk semula dengan

melepaskan cermin dan mengembalikan persegi AKLM maka dan dapat

dihubungkan dengan sudut datang i dan sudut bias r.

Gambar 4. 5. Bentuk kolektor dikembalikan ke bentuk semula

Dengan menggunakan hukum Snellius tentang pembiasan, maka dari Gambar 4.5

diperoleh:

(4.36)

Karena dan r membentuk sudut 90°, maka:

(4.37)

Dengan memperhatikan dan mengingat persamaan sinus dalam segitiga

diperoleh:

(4.38)

Dengan memperhatikan dan mengingat hukum pemantulan maka:

(4.39)

Sehingga

(4.40)

Dengan memsubtitusikan persamaan (4.40) ke persamaan (4.2), diperoleh:

(4.41)

Dari beberapa perhitungan diatas dan dengan menuliskan kembali

persamaan untuk menentukan besar sudut pantul ke-i, maka:

(4.35)

A

K L N

M

Page 53: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Dengan

(4.40)

(4.41)

(4.36)

Dengan adalah persamaan untuk menentukan besar sudut pantul ke-i, adalah

sudut kemiringan kolektor surya, dan i r adalah sudut

sinar bias, adalah sudut yang terbentuk oleh sinar terhadap garis yang tegak

ut yang dibentuk oleh sinar terhadap

sisi kolektor.

4.1.2. Penurunan Persamaan Panjang Kolektor

Gambar 4. 6. Skema pemantulan sinar pada setengah sampel untuk mencari

panjang sampel minimum

O

a

c

b

d

e

f

Page 54: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Dengan memperhatikan Gambar 4.6, maka sebelum melangkah ke proses

penurunan, terlebih dahulu harus mengingat fungsi sinus dalam trigonometri.

Salah satu fungsi sinus yang sering dipakai dalam proses penurunan persamaan:

n dan cosinus, maka:

(4.42)

(4.43)

, maka:

(4.44)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.8) dan persamaan (4.43) ke persamaan

(4.44) diperoleh:

(4.45)

Dengan memperhatikan dan mengingat fungsi cosinus, maka:

(4.46)

(4.47)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.4), persamaan (4.12) dan persamaan

(4.45) ke persamaan (4.47) diperoleh:

(4.48)

Dengan memperhatikan DCC' dan mengingat fungsi cosinus, maka:

(4.49)

Dengan

(4.50)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.8), persamaan (4.16) dan persamaan

(4.48) ke persamaan (4.50) diperoleh:

(4.51)

Page 55: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Dengan memperhatikan DEE' dan mengingat fungsi cosinus, maka:

(4.52)

Kerena besaran panjang tidak mungkin bernilai negatif, maka tanda negatif

diabaikan, sehingga persamaan (4.46) menjadi:

(4.53)

Dengan memperhatikan

(4.54)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.12), persamaan (4.20) dan persamaan

(4.51) ke persamaan (4.54) diperoleh:

(4.55)

Kerena besaran panjang tidak mungkin bernilai negatif, maka tanda negatif

diabaikan, sehingga persamaan (4.55) menjadi:

(4.56)

Dengan memperhatikan FEE' dan mengingat fungsi cosinus, maka:

(4.57)

Dengan

(4.58)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4.16), persamaan (4.24) dan persamaan

(4.56) ke persamaan (4.58) diperoleh:

(4.59)

Kerena besaran panjang tidak mungkin bernilai negatif, maka tanda negatif

diabaikan, sehingga persamaan (4.59) menjadi:

(4.60)

Dengan memperhatikan FGG' dan mengingat fungsi cosinus, maka:

(4.61)

Page 56: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Dari beberapa perhitungan diatas,persamaan (4.42), persamaan (4.46), persamaan

(4.49), persamaan (4.53), persamaan (4.57), persamaan (4.61) secara berurutan

dapat ditulis ulang :

Dari persamaan (4.46), (4.53), dan (4.57) terdapat keterkaitan

antara persamaan yang satu dengan persamaan lainnya. Keterkaitan itu memenuhi

hubungan persamaan:

(4.62)

Dengan Xn adalah jarak vertikal dari sudut pantul ke-(n-1) hingga berpotongan

dengan garis S yang berfungsi sebagai sumbu kolektor, dan n adalah

Dan dari persamaan (4.49) dan (4.57) juga terdapat keterkaitan dan

antara persamaan yang satu dengan persamaan lainnya. Keterkaitan itu memenuhi

hubungan persamaan:

(4.63)

Dengan Xm adalah jarak vertikal dari perpotongan sinar terhadap garis S yang

berfungsi sebagai sumbu kolekor hingga sudut pantul ke-(m-2), dan m

Dengan memperhatikan gambar 4.5 diperoleh bahwa untuk setiap

i. Dengan demikian dapat

Page 57: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

sebanyak 2i. Secara matematis hasil ini dapat dituliskan

(4.64)

Dengan mengembalikan bentuk kolektor ke bentuk semula dengan

melepaskan cermin S dan mengembalikan persegi AKLM maka dapat dicari

panjang awal yang dibutuhkan (X0) dari saat sinar masuk kolektor hingga saat

sinar dipantulkan pertama kali oleh kolektor.

Dari Gambar 4.7. hal yang harus diperhatikan adalah nilai Z0. Jika sinar

mengenai sisi sebelah kanan dari garis S (garis tengah kolektor) maka Z0 bernilai

positif. Sebaliknya jika sinar mengenai sisi sebelah kiri dari garis S maka Z0

bernilai negatif.

Gambar 4. 7. Bentuk kolektor dikembalikan ke bentuk semula untuk mencari X0

Dengan memperhatikan (Gambar 4.7) dan mengingat persamaan

sinus, maka:

(4.65)

Page 58: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Dengan y adalah jarak yang ditempuh sinar mulai saat memasuki kolektor hingga

terpantul oleh sisi kolektor, r0 adalah setengah dari lebar kolektor bagian atas atau

jarak dari tepi kolektor bagian atas dengan sumbu kolektor S, dan Z0 adalah jarak

jatuh sinar pada kolektor bagian atas dengan sumbu kolektor S.

Dengan memperhatikan dan mengingat fungsi cosinus, maka:

(4.66)

Dengan X0 adalah jarak tegak lurus dari tempat jatuhnya sinar saat sinar mulai

memasuki kolektor .

Nilai Z0 disini menyesuaikan posisi saat sinar jatuh pada kolektor bagian

atas hingga memasukan kolektor. Z0 akan bernilai positif jika sinar datang jatuh di

sebelah kanan sumbu S, dan Z0 akan bernilai negatif jika sinar datang jatuh di

sebelah kiri sumbu S. Sehingga saat sinat datang jatuh disebalah kanan sumbu S

akan mengakibatkan panjang X0 yang lebih besar dibanding dengan saat sinar

datang jatuh di sebelah kiri sumbu S.

Dengan memperhatikan dan mengingat fungsi tangen, maka:

(4.67)

Dengan Z1 adalah bilangan yang merepresentasikan jarak tegak lurus horizontal

atas sisi kolektor terdekat, dan adalah sudut

kemiringan kolektor.

Dengan memperhatikan Gambar 4.7, maka dan dengan

mensubtitusikan dari persamaan (4.67) maka diperoleh:

(4.68)

Dengan r adalah jarak tegak lurus dari sumbu S , dan

adalah sudut kemiringan kolektor.

4.1.3. Pembuatan Program

Pembuatan program pada penelitian ini menggunakan software Borland

Delphi 7.0. Pembuatan program ditujukan untuk mempermudah proses

perhitungan besar sudut pantul ke-i dan panjang kolektor X secara matemetis.

Page 59: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Pembuatan program ini didasarkan pada persamaan-persamaan yang diperoleh

pada kajian matematis yaitu pada subbab 4.1.1 dan subbab 4.1.2. Besar sudut

pantul ke-i dan panjang kolektor X akan digunakan untuk perhitungan NA secara

matematis. Proses penghitungan NA secara matematis didasarkan pada

persyaratan yaitu Pemantulan akan terjadi sepanjang kolektor surya dengan

syarat sudut pantul ke-i ( i) lebih besar dari sudut kritisnya c). Jika i bernilai

c

c ) dan besar sudut pemantulan ke-i ( i) dinyatakan sebagai

berikut:

(2.4)

dan (4.35)

Selain sudut kemiringan dan panjang kolektor surya dan terdapat faktor

lain yang mempengaruhi NA suatu kolektor surya. Faktor tersebut adalah indeks

bias material inti, indeks bias material selimut, lebar atas kolektor, dan jarak jatuh

sinar dari pusat kolektor. Ketika sinar jatuh pada sisi kiri kolektor maka jarak

jatuh sinar dari pusat kolektor akan bernilai negatif. Sebaliknya jika cahaya jatuh

pada sisi kanan kolektor maka jarak jatuh sinar dari pusat kolektor bernilai positif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi NA kolektor surya berbentuk trapesium

tersebut akan menjadi masukkan-masukkan pada program. Sehingga akan

diperoleh hasil akhir berupa NA dengan arah putar kiri dan kanan.

Untuk mengefisienkan penggunaan waktu maka dalam program

ditambahkan sebuah masukkan yaitu akurasi perhitungan yang menyatakan

keakuratan data yang diperoleh. Semakin kecil akurasi yang dimasukkan maka

ketelitian hasil NA yang diperoleh akan semakin teliti sebaliknya semakin besar

akurasi yang dimasukkan maka ketelitian hasil NA yang diperoleh akan semakin

buruk. Jika akurasi yang dimasukkan kecil maka proses perhitungan NA akan

menghabiskan waktu lebih lama tetapi akan memperoleh hasil NA yang lebih

akurat. Untuk mempermudah pembuatan program maka di buat flowchart seperti

pada gambar 4.8. Pada gambar 4.9 merupakan gambar yang memperlihatkan

tampilan program untuk menghitung NA.

Page 60: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Gambar 4. 8. Flowchart program

Start

Masukkan: Panjang kolektor dan akurasi perhitungan

Indeks bias medium 1 dan Indeks bias medium 2

Sudut kemiringan kolektor dan Lebar atas kolektor

Jarak jatuh sinar dari pusat kolektor (dikiri pusat (-) dan dikanan pusat (+))

Tidak

Ya

genap

Tidak

Ya

Finish

Tidak

Ya

Dengan hitung

Tidak

Keluaran:

Ya

Page 61: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Gambar 4. 9. Tampilan program untuk menghitung NA Sampel

4.2. Kajian Eksperimen

4.2.1. Pembuatan Sampel

Kolektor surya yang dibuat dalam penelitian ini mempunyai bentuk dasar

yang dalam 2 dimensi berbentuk trapesium sama kaki. Corong dua dimensi dipilih

karena kesederhanaan dalam cara pengujian sudut penerimaannya. Tabel 4.1

adalah perbandingan antara sampel hasil perencanaan dengan sampel jadi.

Tabel 4. 1. Tabel Perencanaan awal sampel dan hasil penghitungan ulang

Sampel

Kemiringan Sudut Lebar Atas Kolektor Panjang Kolektor

Perencanaan

Awal

Hasil

Pengukuran

Perencanaan

Awal

Hasil

Pengukuran

Perencanaan

Awal

Hasil

Pengukuran

A1

A2

A3

B1

B2

B3

C1

C2

C3

D1

D2

D3

Page 62: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Dari tabel 4.1 terdapat perbedaan dimensi sampel antara pada saat

perencanaan dengan hasil jadi sampel. Perbedaan tersebut dikarenakan sangat

sulit membuat sampel dengan desain sama persis dengan pada saat perencanaan

awal. Masalahnya adalah keadaan kekasaran permukaan sampel yang kadang

untuk meratakannya harus melebihi ukuran yang direncanakan.

4.2.2. Pengukuran Absorbansi PMMA

Kejadian yang mungkin ketika cahaya merambat dalam materi dua

diantaranya adalah sebagaian cahaya akan diserap dan sebagian yang lain akan

diteruskan. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui seberapa besar bagian

cahaya yang diserab dan diteruskan oleh kolektor surya.

200 300 400 500 600 700 800 900 1000

0

2

4

6

8

10

12

14

16

(Ab

s/t

).ln

(10

)

Panjang Gelombang

Gambar 4. 10. (a). Spektrum cahaya matahari (Pedrotti, 1993),

(b). Grafik Absorbansi PMMA

(a)

(b)

Page 63: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Gambar 4.10.(a) merupakan grafik spektrum radiasi matahari yang

dipancarkan dari panjang gelombang 200nm sampai 2600nm. Pada grafik 4.10.(a)

terdapat grafik spektrum radiasi yang dipancarkan matahari dengan grafik

spektrum radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Dari grafik

4.10.(a) terlihat bahwa tidak semua radiasi yang di pancarkan matahari sampai ke

permukaan bumi. Hal tersebut dikarenakan di atmosfer ada interaksi antara

gelombang yang masuk ke bumi saat dengan partikel-partikel udara di atmosfer.

Absorbansi PMMA adalah suatu bentuk interaksi antara gelombang

cahaya dengan molekul penyusun PMMA. Gambar 4.10.(b) merupakan grafik

hasil pengukuran koefisien absorbansi PMMA menggunakan UV-VIS-NIR

Spectrophometer. Dengan keterbatasan alat ukur absorbansi yang digunakan yaitu

hanya mampu mengukur absorbansi maksimum pada rentang panjang gelombang

200 nm hingga 1000 nm maka pada penelitian ini karakterisasi absorbansi PMMA

hanya dilakukan pada rentang panjang gelombang 200 nm hingga 1000 nm.

Dari Gambar 4.10.(b) dapat dilihat bahwa panjang gelombang 206nm-

292nm koefisien absorbansi berkisar antara 1,000-15,198 sedangkan pada panjang

gelombang 292,5nm-1000nm koefisien absorbansi kurang dari 1,000. Dengan

menggunakan hubungan antara absorbansi dan transmitansi seperti dalam bab

tinjauan pustaka (persamaan (2.29)):

(2.29)

Maka dari persamaan (2.29) dapat diturunkan persamaan untuk menghitung

transmitansi berdasarkan pada absorbansinya.

(4.69)

Dengan A adalah absorbansi, dan T adalah transmitansi.

Dengan menggunakan persamaan (4.69) dapat diketahui sekitar 90% cahaya akan

ditransmisikan oleh PMMA.

Dengan mengkaitkan spektum radiasi matahari yang sampai ke bumi

dengan absorbansi PMMA maka PMMA yang digunakan harus mampu

mentransmisikan sebagian besar spektrum radiasi yang diterima pada permukaan

Page 64: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

bumi. Dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa PMMA sedikit sekali

menyerap cahaya dan banyak mentransmisikan cahaya sehingga baik digunakan

sebagai kolektor surya.

4.2.3. Pengukuran Reflektansi PMMA

Pengukuran reflektansi PMMA ditujukan untuk mengetahui karakteristik

refleksi dari bahan PMMA. Hasil pengukuran reflektansi PMMA disajikan dalam

Gambar 4.11.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1,0

1,1

Re

fle

kta

nsi

Sudut

TE

TM

Gambar 4. 11. Grafik Reflektansi PMMA

Gambar 4.11 adalah grafik reflektansi PMMA terhadap sudut datang yang

dilakukan pada dua metode pengukuran yaitu mode TE (transverse electric) dan

Mode TM (tranverse magnetic). Mode TE adalah mode dimana sinar laser

diletakkan pada posisi vertikal sedangkan mode TM adalah mode dimana sinar

laser diletakkan pada posisi horizontal. Pada mode TE gelombang yang dapat

melewati polarizer adalah medan listriknya saja sedangkan pada mode TM yang

dapat melewati polarizer adalah medan magnetnya saja. Dari Gambar 4.11 terlihat

bahwa reflektansi mode TM selalu berada dibawah mode TE. Hasil ini

bersesuaian dengan grafik reflektansi seperti yang dilakukan oleh peneliti lain

(Kawate, 2007; New England Board of Higher Education, 2004).

Pada penelitian ini setelah sinar laser dipantulkan oleh sample PMMA

kemudian sinar laser diteruskan melewati photoreceiver. Didalam photoreceiver

sinar laser tadi diubah menjadi pulsa-pulsa energi listrik yang selanjutnya

Page 65: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

ditransmisikan ke powermeter dan diukur dayanya. Dari daya listrik yang terukur

pada powermeter selanjutnya dapat dihitung intensitasnya dengan menggunakan

persamaan:

(4.70)

Dengan I adalah intensitas (watt/m2), P adalah daya listrik (watt) dan A adalah

luasan (m2). Untuk mendapatkan nilai reflektansi dapat dilakukan dengan

menggunakan persamaan reflektansi berkaitan dengan intensitas sesuai dengan

tinjauan pustaka pada persamaan (2.18) yaitu:

(2.18)

Dengan R adalah Reflektansi, I adalah Intensitas sinar yang dipantulkan, dan I0

adalah Intensitas sinar mula-mula.

Pada Gambar 4.11 terlihat bahwa nilai reflektansi untuk mode TE semakin

meningkat jika sudut datang semakin besar. Peningkatan intensitas tidak linier

akan tetapi membentuk lengkungan seperti grafik eksponensial. Mula mula

untuk sudut 1° nilai reflektansi adalah 0,079 kemudian meningkat seiring dengan

penambahan sudut datang hingga reflektansi 1 pada sudut 90°. Untuk nilai

reflektansi Mode TM pada gambar 4.11 menunjukkan bahwa nilai reflektansi

PMMA akan terus turun dari sudut 1° dengan nilai reflektansi 0,086 hingga sudut

56° dengan nilai reflektansi 0,002. Tetapi setelah melewati sudut 57° dengan nilai

reflektansi 0,004, nilai reflektansi PMMA mengalami peningkatan yang signifikan

hingga sudut 90°. Berdasarkan grafik juga terlihat bahwa nilai reflektansi

minimum PMMA untuk mode TE sebesar 0,079, terjadi pada sudut 10.

Sedangkan untuk mode TE sebesar 0,002 dan terjadi pada sudut 56°. Jika

dibandingkan antara kurva reflektansi TE dan TM terlihat bahwa nilai reflektansi

TE lebih kecil dari pada TM ketika sudut datang < 5°.

4.2.4. Pengukuran Indeks Bias PMMA

Pengukuran indeks bias terhadap bahan PMMA dilakukan untuk

mengetahui perbedaan indeks bias PMMA dengan indeks bias udara. Perbedaan

indeks bias udara dengan PMMA merupakan syarat utama agar pemanduan

Page 66: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

cahaya dalam kolektor surya dapat terjadi. Pengukuran indeks bias telah dilakukan

terhadap PMMA dengan menggunakan metode reflektansi. Hasil pengukuran

reflektansi PMMA untuk pengukuran indeks bias disajikan dalam Gambar 4.12.

50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60

0,002

0,004

0,006

0,008

0,010

0,012

0,014R

efle

kta

nsi

Sudut datang

TM

Gambar 4. 12. Grafik Reflektansi PMMA mode TM dari 50°-60°

Pada Gambar 4.11 terlihat nilai reflektansi untuk mode TM memiliki nilai

terendah terendah pada rentang sudut 50° hingga 60°. Untuk mendapatkan hasil

yang lebih teliti, maka pengukuran kembali dilakukan pada rentang sudut 50°

hingga 60° dengan peningkatan sudut datang sebesar 0,167°, lebih teliti dibanding

sebelumnya dengan peningkatan sudut datang sebesar 1°. Pada gambar 4.12.

terlihat bahwa grafik reflektansi PMMA untuk rantang sudut datang dari 50°

hingga 60° berbentuk cekung. Nilai refelektansi PMMA terendah adalah 0,002

terjadi pada sudut 56,333°. Seteleah melewati sudut 56,333° nilai reflektansi

mode TM ini akan terus naik secara signifikan hingga sudut 60°

Dengan mengingat hukum Brewster tentang pemantulan dan pembiasan

yang secara matematis dapat dituliskan :

(2.29)

Dengan p adalah sudut reflektansi terkecil mode TM, n2 adalah indeks bias

medium 1 yang dalam penelitian ini adalah PMMA dan n1 adalah indeks bias

medium 2 yang dalam penelitian ini adalah udara.

Page 67: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Dengan p adalah 56,333°, n1 adalah 1 maka dapat dihitung indeks bias

PMMA (n2). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh indeks bias untuk PMMA

adalah 1,501. Nilai ini bersesuaian dengan yang ada diliteratur pembuat PMMA

(www.an-internasional) yang menyebutkan bahwa indeks bias PMMA berkisar

antara 1,49-1,51 bergantung pada komposisi bahan .

4.2.5. Pengukuran NA (Numerical Aperture)

Numerical Aperture merupakan parameter yang merepresentasikan sudut

penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih bisa diterima dan merambat

didalam kolektor surya. Uji sudut penerimaan ini ditujukan untuk mengetahui

seberapa besar sudut datang cahaya yang masih bisa diterima dan merambat dari

ujung yang satu ke ujung yang lainnya. Hasil pengukuran NA untuk setiap sampel

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4. 2. Tabel NA untuk masing-masing sampel

Sampel Sinar

Datang

Arah

Putar

Numerical Aperture

Matemetis

A1

Tengah Kanan 18,143 18,083 18,467

Kiri 18,143 18,117 18,517

1 Kanan 21,705 21,683 21,767

Kiri 12,310 12,300 12,350

2 Kanan 12,310 12,317 12,367

Kiri 21,705 21,700 21,800

A2

Tengah Kanan 17,464 17,450 17,517

Kiri 17,464 17,467 17,550

1 Kanan 20,860 20,667 21,067

Kiri 11,376 11,333 11,400

2 Kanan 11,376 11,383 11,433

Kiri 20,860 20,733 21,150

A3

Tengah Kanan 12,260 12,250 12,300

Kiri 12,260 12,233 12,283

1 Kanan 18,188 18,167 18,250

Kiri 6,293 6,300 6,333

2 Kanan 6,293 6,283 6,317

Kiri 18,188 18,150 18,233

Page 68: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

B1

Tengah Kanan 39,974 39,950 40,133

Kiri 39,974 39,933 40,117

1 Kanan 40,359 40,250 40,817

Kiri 34,177 34,133 34,300

2 Kanan 34,177 34,150 34,317

Kiri 40,359 40,267 40,833

B2

Tengah Kanan 32,549 32,550 32,683

Kiri 32,549 32,517 32,667

1 Kanan 33,892 33,817 34,300

Kiri 26,735 26,683 26,817

2 Kanan 26,735 26,717 26,867

Kiri 33,892 33,800 34,283

B3

Tengah Kanan 29,898 29,883 30,017

Kiri 29,898 29,867 30,000

1 Kanan 35,210 35,167 35,350

Kiri 24,551 24,550 24,650

2 Kanan 24,551 24,517 24,617

Kiri 35,210 35,183 35,350

C1

Tengah Kanan 54,964 54,833 55,617

Kiri 54,964 54,850 55,633

1 Kanan 54,964 54,833 55,617

Kiri 51,092 51,033 52,417

2 Kanan 51,092 51,050 52,433

Kiri 54,964 54,833 55,600

C2

Tengah Kanan 52,966 52,917 53,233

Kiri 52,966 52,917 53,217

1 Kanan 55,327 55,200 56,000

Kiri 47,082 47,050 47,300

2 Kanan 47,082 47,033 47,283

Kiri 55,327 55,183 55,967

C3

Tengah Kanan 46,015 46,000 46,233

Kiri 46,015 45,983 46,217

1 Kanan 51,484 51,433 51,733

Kiri 41,459 41,400 41,917

2 Kanan 41,459 41,417 41,950

Kiri 51,484 51,417 51,717

D1

Tengah Kanan 12,069 12,050 12,100

Kiri 12,069 12,067 12,117

1 Kanan 18,057 18,050 18,100

Kiri 6,042 6,033 6,050

2 Kanan 6,042 6,033 6,067

Kiri 18,057 18,067 18,117

Page 69: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

D2

Tengah Kanan 29,522 29,500 29,633

Kiri 29,522 29,517 29,633

1 Kanan 34,169 34,100 34,600

Kiri 23,891 23,883 23,983

2 Kanan 23,891 23,867 23,967

Kiri 34,169 34,083 34,583

D3

Tengah Kanan 48,421 48,367 48,633

Kiri 48,421 48,383 48,650

1 Kanan 53,802 53,750 54,067

Kiri 47,995 47,900 48,550

2 Kanan 47,995 47,883 48,533

Kiri 53,802 53,750 54,067

Dari Tabel 4.2. terdapat perbedaan NA antara panjang gelombang merah

(632nm) dan panjang gelombang hijau (532nm). Perbedaan tersebut dikarenakan

peristiwa dispersi cahaya seperti yang terjadi didalam prisma. Dispersi cahaya

terjadi karena setiap panjang gelombang memiliki indeks bias yang berbeda-beda.

Semakin kecil panjang gelombangnya semakin besar indeks biasnya. Perbedaan

antara panjang gelombang merah dan panjang gelombang hijau hanya terjadi

ketika sinar masuk pertama kali ke dalam sampel macrowaveguide dengan ujung

yang lebar, dan pada saat sinar keluar macrowaveguide dengan ujung yang lebih

kecil. Sedangkan proses pemantulan yang terjadi didalam macrowaveguide antara

panjang gelombang hijau dan panjang gelombang merah tetap sama.

Dari Tabel 4.2 juga terdapat perbedaan kecil antara NA hasil pengukuran

dengan panjang gelombang merah dan hijau dengan NA hasil perhitungan secara

teori. Perhitungan secara teori dengan menggunakan sebuah program yang telah

dibuat dengan mengunakan Borland Delphi 7.0. Dalam perhitungan secara teori

menggunakan indeks bias PMMA hasil pengukuran menggunakan panjang

gelombang

hampir sama. Perbedaan terdapat

antara NA hasil

dengan hasil perhitungan NA secara teori. Perbedaan tersebut dikarenakan proses

penghitungan NA secara teori menggunakan indeks bias PMMA hasil pengukuran

Page 70: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Pada penelitian ini terdapat perbedaan kecil antara NA hasil perhitungan

secar teori dengan hasil eksperimen. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa

faktor antara lain: pertama sampel 2 dimensi yang dibuat tidak benar benar

simetris, kemungkinan ada sedikit perbedaaan sudut kemiringan antara kedua

sisinya. Kedua perlu ketelitian dalam mengamati skala saat melakukan

pengukuran terhadap lebar atas macrowaveguide dan sudut kemiringan

macrowaveguide. Pada saat pengukuran NA garis tengah sampel tidak benar-

benar sejajar dengan arah sinar datang pada saat sinar datang tepat tegak lurus

terhadap sampel.

Meskipun terdapat perbedaan antara hasil eksperimen dan hasil

perhitungan secara teori namun perbedaan itu sangat kecil hanya seperseratus

sehingga dapat dikatakan hasil NA antara teori dan eksperimen sama.

Page 71: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat di ambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Berdasarkan kajian matematis, besarnya sudut pantul ke-i yang terbentuk

pada kolektor berbentuk trapesium dengan kemiringan sudut adalah

. Selain itu juga diperoleh persamaan

umum untuk menghitung panjang kolektor minimum yang diperlukan agar

sinar datang dengan sudut datang tertentu i) dapat merambat didalam

kolektor tanpa melewati sudut kritis c) adalah

untuk n genap (n=2,4,6,...) dan untuk m ganjil

(m=3,5,7,...). Penentuan NA secara matematis didasarkan pada i dan X .

2. Berdasarkan grafik absorbansi, PMMA (acrylic) baik digunakan sebagai

kolektor surya, karena sedikit sekali menyerap cahaya dan banyak

menstransmisikan cahaya ( ± 90% ).

3. Berdasarkan grafik reflektansi pada PMMA, baik untuk mode TE maupun

mode TM menunjukkan trend yang hampir sama. Untuk mode TE nilainya

reflektansinya terus mengalami kenaikan seiring pertambahan sudut datang

hingga 90°, tetapi pda mode TM, nilai reflektansi akan mengalami penurunan

terlebih dahulu hingga sudut datang 56,333°, kemudian mengalami kenaikan

hingga sudut 90°.

4. Besarnya indeks bias PMMA dapat dicari dengan menggunakan metode

reflektansi khusus pada sudut datang 50° sampai 60°. Dari grafik reflektansi

PMMA pada sudut datang 50° sampai 60° nilai reflektansi terkecil pada sudut

datang 56,333° yang berarti besarnya indeks bias untuk PMMA adalah 1,501.

Page 72: perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

5. Dari tabel perbandingan NA secara matematis dan eksperimen diperoleh hasil

yang hampir sama. Hal ini menunjukkan kebenaran hasil perhitungan secara

matematis.

5.2. Saran

Saran untuk penelitian berikutnya adalah memberikan sebuah inovasi pada

kolektor surya, misalkan dengan menambahkan sebuah persegi pada bagian atas

kolektor surya yang berbentuk trapesium sehingga akan diperoleh nilai NA yang

lebih besar. Lebih banyak melakukan variasi sudut kemiringan kolektor dan

panjang kolektor agar diperoleh kolektor surya yang dapat mengumpulkan cahaya

secara optimum.