pengaruh permainan terapeutik terhadap kecemasan...
TRANSCRIPT
MANUSKRIP
PENGARUH PERMAINAN TERAPEUTIK TERHADAP KECEMASAN, KEHILANGAN KONTROL,
DAN KETAKUTAN ANAK PRASEKOLAH SELAMA DIRAWAT DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK
PROPINSI LAMPUNG
Oleh Ida Subardiah P
0706195554
MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, (JULI 2009)
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
TESIS
PENGARUH PERMAINAN TERAPEUTIK TERHADAP KECEMASAN, KEHILANGAN KONTROL,
DAN KETAKUTAN ANAK PRASEKOLAH SELAMA DIRAWAT DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK
PROPINSI LAMPUNG
Oleh Ida Subardiah P
0706195554
MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, (JULI 2009)
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
TESIS
PENGARUH PERMAINAN TERAPEUTIK TERHADAP KECEMASAN, KEHILANGAN KONTROL,
DAN KETAKUTAN ANAK PRASEKOLAH SELAMA DIRAWAT DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK
PROPINSI LAMPUNG
Tesis ini diajukan sebagai salah stu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan
Oleh Ida Subardiah P 0706195554
MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN ANAK PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, (JULI 2009)
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
viii
UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN Tesis, Juli 2009 Ida Subardiah P
Pengaruh Permainan Terapeutik Terhadap Kecemasan, Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan Anak Prasekolah Selama Dirawat Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Propinsi Lampung
xvii + 148 hal + 11 tabel + 3 skema + 3 grafik + 10 lampiran
ABSTRAK
Permainan terapeutik merupakan salah satu intervensi keperawatan yang diberikan pada anak yang dirawat di rumah sakit (hospitalisasi). Hospitalisasi menimbulkan stress bagi anak yang merupakan gangguan terhadap terpenuhinya kebutuhan emosional anak, yang perlu penanganan sedini mungkin karena akan berdampak pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Perawat dibutuhkan peranannya dalam mengatasi respon hospitalisasi ini. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh permainan terapeutik terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan anak prasekolah selama dirawat di rumah sakit. Penelitian ini menggunakan desain kuasi - eksperimen, dengan pretest-posttest non-equivalent control group design bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan pada anak prasekolah sebelum dan setelah dilakukan permainan terapeutik selama dirawat di rumah sakit pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Populasi penelitian ini adalah semua anak prasekolah yang dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Jumlah sampel 60 anak (30 anak kelompok intervensi dan 30 kelompok kontrol). Analisis pengaruh permainan terapeutik terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan anak prasekolah selama dirawat menggunakan uji t independent. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan rata-rata penurunan kecemasan pada kelompok intervensi dan kontrol (p=0,002), ada perbedaan rata-rata penurunan kehilangan kontrol pada kelompok intervensi dan kontrol (p=0,001), dan ada perbedaan rata-rata penurunan ketakutan pada kelompok intervensi dan kontrol (p= 0,009), artinya permainan terapeutik berpengaruh terhadap penurunan kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan pada anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit. Rekomendasi penelitian ini perlu adanya penetapan program bermain yang terstruktur yang didukung oleh pimpinan rumah sakit khususnya di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Kata kunci : Permainan terapeutik, kecemasan, kehilangan kontrol, ketakutan, anak prasekolah Daftar Pustaka : 66 (1978-2008)
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
ix
UNIVERSITAS INDONESIA MASTER PROGRAM IN NURSING SCIENCE MAJORING IN PEDIATRIC NURSING POST GRADUATE PROGRAM-FACULTY OF NURSING Thesis, July 2009 Ida Subardiah P The Impact of Therapeutic Play Toward Preschool Anxiety, Lost of Control, and Fears
During Hospitalization in Dr. H. Abdul Moeloek in the Lampung Province
xvii + 148 pages + 11 tables + 3 schemes + 3 graphics + 10 appendices
ABSTRACT
Therapeutic play was one of the nursing intervention for children whom stayed in the hospital. Hospitalization caused stress for children. It is a disturbance of fulfilling children emotional needs which should be handled as early as possible because it might influence children’s growth and development. Nursing care lays an important role to overcome this problems. The purpose of this study was to identify the impact of therapeutic play toward anxiety, loss of control, and fears of pre school children during hospitalization. This study employed a quasi experiment design with pretest posttest non-equivalent control group design. The purpose of the study was to identify the differences between anxiety, lost of control, and fears for pre school children before and after therapeutic play in the intervention and control group. Population of this studywere all pre school children which were cared at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek in the Lampung Province. The sampel of this study was 60 children (30 of them were in to intervention group and 30 of them were control group). Independent t-test was employed to analyze the impact of giving therapeutic play toward anxiety, lost of control, and fears for pre school children. Result of this study indicated that there were differences onthe average of anxiety reduction in the intervention and control group (p = 0.002). There were also differences on average reduction of lost of control in the intervention and control group (p = 0.001). This study also found that there were differences on average reduction of fears in the intervention and control group (p = 0.009). It means that therapeutic play has an impact on reduction of anxiety, lost of control, and fears among pre school children at hospital. From this study, it is recommended that an hospital is required to plan a structured therapeutic play program which was supported by hospital leader, especially at Dr. H. Abdul Moeloek hospital in Lampung Province . Keywords: therapeutic play, anxiety, lost of control, fear, pre school children References: 66 (1978-2008)
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Permainan Terapeutik Terhadap Kecemasan, Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan Anak
Prasekolah Selama Dirawat Di RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung “.
Tesis ini disusun sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Keperawatan
Kekhususan Anak pada Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Selama proses penyusunan laporan tesis ini, peneliti banyak mendapatkan dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti
mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada:
1. Dewi Irawaty, M.A., Ph. D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
2. Krisna Yetti, SKp., M. App. Sc., selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia dan .Koordinator Mata Ajar Tesis yang telah
memberikan pengarahan tentang penyusunan tesis. .
3. Yeni Rustina, SKp., M. App. Sc., sebagai pembimbing I yang telah memberikan ide,
bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan tesis.
4. Dewi Gayatri, SKp., M. Kes., sebagai pembimbing II yang juga telah memberikan
bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan tesis.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
vii
5. Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N, yang telah banyak memberikan masukan dalam
penyusunan tesis ini.
6. Dessie Wanda, S.Kp., M.N, yang juga telah banyak memberikan masukan dalam
penyusunan tesis ini.
7. Direktur RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung beserta staf.
8. Seluruh dosen pada Program Pasca Sarjana FIK UI beserta staf yang telah membantu
selama proses pendidikan.
9. Teristimewa keluarga yang selalu memberikan dukungan moril dan materil selama
mengikuti pendidikan.
10. Rekan-rekan mahasiswa angkatan pertama Program Magister Keperawatan
Khususan Anak 2007 yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam
penyusunan tesis.
11. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tesis, yang tanpa mengurangi rasa
hormat tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan dan kebaikan serta dukungan yang telah diberikan kepada
peneliti mendapatkan ridho dan pahala dari Allah SWT. Akhir kata peneliti
mengharapkan masukan, saran, dan kritik yang bersifat membangun, dan semoga
penelitian ini nantinya akan memberikan manfaat bagi perkembangan keperawatan anak
di Indonesia, khususnya di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Amin.
Depok, Juli 2009
Peneliti
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
xii
DAFTAR ISI Hal
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN ORISINILITAS iv
KATA PENGANTAR v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii
ABSTRAK viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR SKEMA xv
DAFTAR GRAFIK xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian 9
D. Manfaat Penelitian 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Usia Prasekolah 12
B. Hospitalisasi 30
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
xii
C. Permainan Terapeutik 44
D. Penelitian Terkait Permainan Terapeutik 53
E. Aplikasi Teori Caring Pada Anak Yang Dirawat 57
F. Kerangka Teori 62
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep 63
B. Hipotesis Penelitian 65
C. Definisi Operasional 65
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian 69
B. Populasi dan Sampel 72
C. Tempat Penelitian 75
D. Waktu Penelitian 75
E. Etika Penelitian 75
F. Alat Pengumpulan Data 77
G. Prosedur Pengumpulan Data 80
H. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 84
I. Pengolahan Data 88
J. Analisis Data 90
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
xii
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat 93
B. Uji Homogenitas Variabel Potensial Perancu 103
C. Analisis Bivariat 107
BAB VI PEMBAHASAN
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi 116
B. Keterbatasan Penelitian 145
C. Implikasi Hasil Penelitian 145
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 147
\ B. Saran 148
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
xiv
DAFTAR TABEL Hal
1. Tabel 2.1 Tiga Pola Umum Temperamen Anak 30 2. Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
65
3. Tabel 4.1 Tiga Pola Umum Temperamen Anak
79
4. Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Anak Prasekolah yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei - Juni 2009 (n1 = n2 = 30)
94
5. Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pengalaman Dirawat, Temperamen , dan Dukungan Keluarga Pada Anak Prasekolah Yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei - Juni 2009 (n1 = n2 = 30)
95
6. Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan Usia Anak Prasekolah yang Dirawat Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei – Juni 2009 (n1 = n2 = 30)
103
7. Tabel 5.4 Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan Jenis Temperamen Anak, Ketersediaan Dukungan, dan Pengalaman Dirawat Pada Anak Prasekolah yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinisi Lampung Mei-Juni 2009 (n1= n2 = 30)
104
8. Tabel 5.5 Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Sebelum Permainan Terapeutik Pada Anak Prasekolah yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinisi Lampung Mei-Juni 2009 (n1= n2 = 30)
106
9. Tabel 5.6 Perbandingan Rata-Rata Perubahan Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan terhadap Cidera Menurut Tahap Pengukuran Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei - Juni 2009 (n1 = n2 = 30)
108
10. Tabel 5.7 Perbandingan Selisih Rata-Rata Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan terhadap Cidera Sebelum dan Setelah Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei - Juni 2009 (n1 = n2 = 30)
112
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
xiv
11. Tabel 5.8 Perbandingan Rata-Rata Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan
Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Pada anak Prasekolah Yang Dirawat Setelah Permainan Terapeutik Pada kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei -Juni 2009 (n1 = n2 = 30)
114
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
xv
DAFTAR SKEMA
Hal
1. Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian
62
2. Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 64
3. Skema 4.1 Bentuk Rancangan Penelitian
70
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
xvi
DAFTAR GRAFIK
Hal
1. Grafik 5.1 Grafik Distribusi Skor Kecemasan Perpisahan Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Sebelum dan Setelah Pemberian Permainan Terapeutik
97
2. Grafik 5.2 Grafik Distribusi Skor Kehilangan Kontrol Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Sebelum dan Setelah Pemberian Permainan Terapeutik
99
3. Grafik 5.3 Grafik Distribusi Skor Ketakutan Terhadap Cidera Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Sebelum dan Setelah Pemberian Permainan Terapeutik
101
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan generasi penerus bangsa yang perlu dipersiapkan demi
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa yang akan datang. Menurut hasil
sensus penduduk tahun 2000 proporsi jumlah anak dan remaja yang berusia 0 - 14
tahun mencapai hampir 30% dari jumlah total penduduk, dan dengan penambahan
jumlah anak yang berusia antara 15 - 18 tahun, jumlah anak secara keseluruhan
mencapai lebih 1/3 jumlah total penduduk Indonesia (Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2004). Jumlah anak yang sedemikian besar, menempatkan
peranan anak menjadi penting, semua menaruh harapan agar anak-anak dapat
tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa yang sehat fisik, mental, dan sosial,
akan tetapi anak merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap berbagai
masalah, diantaranya adalah masalah kesehatan.
Sehat dan sakit yang dialami anak adalah akibat dinamika komplek dari faktor
lingkungan, sosial, budaya, politik, dan ekonomi, sehingga tidak ada intervensi
tunggal yang secara sukses memotong siklus morbiditas dan mortalitas anak.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
2
Kualitas hidup anak akan tercapai apabila kesejahteraan anak terjamin.
Kesejahteraan anak dipengaruhi oleh pola asuh, gaya hidup, pola penyakit,
lingkungan, dan pelayanan kesehatan (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000;
Markum, 1999; Soetjiningsih, 1998). Pelayanan kesehatan yang diberikan pada anak
mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Pelayanan kesehatan yang diberikan pada anak yang sakit, yaitu berupa upaya
pengobatan dan perawatan, diantaranya adalah perawatan anak di rumah sakit, yang
dikenal sebagai istilah hospitalisasi. Hospitalisasi merupakan suatu proses karena
suatu alasan tertentu mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani
terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Hospitalisasi
menimbulkan stress bagi anak karena pada masa tersebut banyak hal yang baru
ditemukan oleh anak dan hal ini merupakan stressor tersendiri. Menurut
Hockenberry dan Wilson (2007), stressor dari hospitalisasi meliputi kecemasan
terhadap perpisahan dari orang tua dan yang dicintai; ketakutan karena
ketidaktahuan; kehilangan kontrol dan otonomi; cidera tubuh yang mengakibatkan
ketidaknyamanan, nyeri, dan mutilasi; ketakutan akan kematian.
Pada anak sakit yang dirawat di rumah sakit akan menemukan tantangan-tantangan
yang harus dihadapinya, yaitu mengatasi masalah perpisahan, penyesuaian terhadap
lingkungan dan orang-orang yang merawatnya, berhubungan dengan anak yang sakit
lainnya, dan prosedur-prosedur tindakan keperawatan dan pengobatan yang
diterimanya. Kondisi-kondisi tersebut membuat anak menjadi takut dan cemas,
sehingga bila tidak segera ditangani maka anak akan melakukan penolakan terhadap
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
3
perawatan dan pengobatan yang diberikan. Keadaan ini akan berpengaruh pada
lamanya hari rawat, memperberat kondisi anak, dan bahkan dapat menyebabkan
kematian pada anak.
Kecemasan dan ketakutan pada anak yang dirawat juga merupakan gangguan
terhadap terpenuhinya kebutuhan emosional anak, yang perlu penanganan sedini
mungkin karena akan berdampak pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Berdasarkan hasil penelitian Douglas (1975, dalam Niven, 2002), bahwa jumlah
perawatan dan lamanya perawatan di rumah sakit selama usia prasekolah dapat
menyebabkan kesulitan, kemampuan membaca buruk, kenakalan, dan riwayat
pekerjaan tidak stabil pada usia remaja akhir. Penelitian ini selanjutnya direplikasi
oleh Quiton dan Rutter (1976), didapatkan bahwa tidak terdapat konsekwensi
psikologis pada perawatan di rumah sakit yang kurang dari seminggu, tetapi
perawatan di rumah sakit yang berulang-ulang berkaitan dengan beberapa
penyimpangan dikemudian hari. Hewen (1996), menyebutkan pula hal yang serupa,
yaitu bahwa anak-anak yang dirawat lebih dari 2 minggu memiliki resiko gangguan
bahasa dan perkembangan keterampilan kognitif, namun menurut Hockenberry dan
Wilson (2007) reaksi anak terhadap hospitalisasi bersifat individual dan sangat
tergantung pada usia perkembangan, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem
pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya.
Pada perkembangan anak usia prasekolah (usia 3-6 tahun), disebutkan dalam
Muscari (2005), bahwa pengalaman anak pada usia ini umumnya perasaan takut
lebih dominan dibandingkan dengan periode usia lainnya, dan menurut Hockenberry
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
4
dan Wilson (2007), anak prasekolah berespon baik terhadap antisipasi perpisahan
dan penjelasan yang konkrit, namun hayalan ketakutan pada usia ini berkembang.
Anak usia prasekolah memiliki cara berfikir magis, sehingga menganggap sakit
merupakan suatu hukuman dan kondisi ini didukung pula oleh keterbatasan anak
terhadap pengetahuan mengenai tubuhnya. Perawat dan keluarga dibutuhkan
peranannya dalam mengatasi respon hospitalisasi ini sehingga mendukung proses
pengobatan dan perawatan anak selama menjalani hospitalisasi.
Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan dukungan bagi anak dan
keluarga guna mengurangi respon stress anak terhadap hospitalisasi. Intervensi untuk
meminimalkan respon stress terhadap hospitalisasi menurut Hockenberry dan
Wilson (2007), dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: meminimalkan pengaruh
perpisahan, meminimalkan kehilangan kontrol dan otonomi, mencegah atau
meminimalkan cidera fisik, mempertahankan aktivitas yang menunjang
perkembangan, menggunakan bermain, memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak,
mendukung anggota keluarga, mempersiapkan anak untuk dirawat di rumah sakit.
Profesi kesehatan dapat menggunakan bermain untuk membantu menurunkan
kecemasan anak, sebagaimana disebutkan oleh Ron (1993) bahwa bermain dapat
digunakan sebagai alat untuk mengurangi stress dan kecemasan yang berhubungan
dengan hospitalisasi. Bermain yang dimaksud di sini adalah permainan terapeutik
(therapeutic play). Permainan terapeutik adalah upaya melanjutkan perkembangan
normal yang memungkinkan anak berespon lebih efektif terhadap situasi yang sulit
seperti pengalaman pengobatan. Sifat permainan terapeutik merupakan permainan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
5
bentuk yang kecil, berfokus pada bermain sebagai mekanisme perkembangan dan
peristiwa yang kritis seperti hospitalisasi. Permainan terapeutik ini terdiri dari
aktivitas-aktivitas yang tergantung dengan kebutuhan perkembangan anak maupun
lingkungan, dan dapat disampaikan dalam berbagai bentuk yang diantaranya adalah
pertunjukan wayang interaktif, seni ekspresi atau kreatif, permainan wayang atau
boneka, dan lain-lain permainan yang berorientasi pengobatan (Koller, 2008b).
Penelitian tentang manfaat dari pelaksanaan permainan terapeutik banyak dilakukan
diantaranya oleh Rae, et al. (1989), Ron (1993), William, Lopez, dan Lee (2004),
dan Koller (2008b). Hasil yang didapat dari penelitian-penelitian ini yaitu permainan
terapeutik dapat menurunkan ketakutan terhadap rumah sakit pada anak yang
dirawat dengan penyakit akut (Rae, et al, 1989), merupakan faktor utama untuk
pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan dapat digunakan sebagai terapi
untuk membantu anak menghadapi stress lingkungan ketika dirawat (Ron, 1993),
dan menurunkan kecemasan secara signifikan pada pre dan post operasi (William,
Lopez, & Lee, 2004). Sementara itu Koller (2008b) mengidentifikasi bahwa
permainan terapeutik dapat menurunkan stress fisiologis dan psikologis.
Rekomendasi dari beberapa penelitian ini adalah masih membutuhkan penelitian
lebih lanjut guna mendukung nilai permainan terapeutik, replikasi penelitian
diharapkan menggunakan sampel yang besar dan penelitian selanjutnya diarahkan
pada pilihan-pilihan bermain yang berpihak pada anak jika merefleksikan
kebutuhan anak.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
6
Berbeda dengan hasil penelitian tersebut di atas, pada penelitian yang dilakukan oleh
Belyea (1985) menyimpulkan bahwa pada kelompok anak prasekolah yang
menerima permainan terapeutik dengan bentuk permainan jarum suntik tidak
menurunkan kecemasan secara signifikan. Kondisi ini dimungkinkan karena
penggunaan sampel yang kecil, adanya kontak dengan peneliti yang dapat
mempengaruhi perilaku anak yang diobservasi, validitas dan reliabelitas dari
instrumen pengukuran masih dipertanyakan. Peneliti ini juga merekomendasikan
pada repilaksi penelitian selanjutnya untuk menggunakan sampel yang besar dan
perlu adanya data awal kecemasan yang sama pada anak baik pada kelompok kontrol
maupun kelompok intervensi.
Penelitian tentang manfaat permainan terapeutik juga dilakukan di Indonesia,
diantaranya oleh Suparto (2002), dan Purwandari, Mulyono, dan Sucipto (2007).
Hasil yang didapatkan dari penelitian-penelitian ini adalah adanya perubahan
perilaku yang positif setelah permainan terapeutik dengan jenis permainan mewarnai
gambar (Suparto, 2002), dan menurunkan kecemasan perpisahan pada anak
prasekolah setelah permainan terapeutik dengan jenis permainan pengobatan dan
pohon keluarga (Purwandari, Mulyono, & Sucipto, 2007). Rekomendasi dari kedua
penelitian ini adalah perlu adanya pengelompokan anak berdasarkan usia, pilihan
intervensi berdasarkan tingkat kepandaian anak, media yang digunakan harus dikaji
lebih jauh dan dimodifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di Indonesia,
dan penggunaan sampel yang cukup besar.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
7
Konsep bermain merupakan bagian penting dalam keperawatan. Pelaksanaan
permainan terapeutik untuk anak di rumah sakit dilakukan oleh perawat dan tidak
membutuhkan tenaga spesialis untuk melakukannya. Sebagaimana disebutkan pula
dalam penelitian Ron (1993), bahwa beberapa rumah sakit Unit Kingdom tidak
mempekerjakan tenaga spesialis untuk melakukan permainan dan perawat anak
mampu melaksanakan peran penting tersebut.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Propinsi Lampung pada tanggal 19-21 Januari 2009 didapatkan
hasil bahwa rumah sakit tersebut memiliki 3 (tiga) ruang perawatan anak yang
terdiri dari kelas I, II, dan III. Rata-rata perbulannya merawat 139 anak dalam 6
bulan terakhir, dengan variasi penyakit akut dan kronis. Usia anak yang dirawat di
ruangan tersebut juga bervariasi dari usia 1 bulan hingga usia 18 tahun dan usia anak
prasekolah rata-rata perbulannya dirawat 28 anak (20,1 %) dengan rata-rata lama
rawat 6 hari. Hasil wawancara yang dilakukan terhadap orang tua didapatkan hasil
bahwa dalam melakukan perawatan orang tua turut berperan dalam perawatan anak
seperti menyuapi, memandikan, dan membantu memberikan rasa aman dan nyaman
bagi anak mereka. Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap anak prasekolah
menunjukan perilaku kecemasan pada prosedur tindakan yang akan dilakukan oleh
perawat dan petugas laboratorium, anak menunjukkan perilaku menangis bahkan
menjerit, menolak didekati dan tidak kooperatif. Hal ini terutama terjadi pada anak
yang baru pertama kali menjalani perawatan.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
8
Atraumatic care merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kondisi anak yang
demikian. Salah satu caranya adalah dengan melaksanakan permainan terapeutik
yang terintegrasi dalam intervensi keperawatan yang diberikan kepada anak.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara didapatkan pula informasi bahwa
pada ketiga ruang perawatan anak tersebut belum tersedia fasilitas bermain dan
program bermain. Pelaksanaan bermain di ruang rawat anak tersebut dilakukan
hanya oleh mahasiswa yang sedang berpraktik, yaitu mahasiswa DIII Keperawatan
maupun SI Keperawatan, namun permainan tersebut hanya bersifat rekreasional.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh permainan terapeutik terhadap kecemasan, kehilangan kontrol,
dan ketakutan anak prasekolah selama dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Propinsi Lampung.
B. Rumusan Masalah
Hospitalisasi merupakan kondisi yang menimbulkan stress bagi anak. Kecemasan
dan ketakutan yang dialami anak merupakan gangguan terhadap terpenuhinya
kebutuhan emosional anak, yang perlu penanganan sedini mungkin karena akan
berdampak pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengalaman anak
pada usia prasekolah (3-6 tahun) umumnya berupa perasaan takut yang lebih
dominan dibandingkan dengan periode usia lainnya, dan anak prasekolah memiliki
cara berfikir magis serta memiliki keterbatasan terhadap pengetahuan mengenai
tubuhnya.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
9
Anak prasekolah yang dirawat di ruang anak RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
menunjukan perilaku kecemasan pada prosedur tindakan yang akan dilakukan oleh
perawat dan petugas laboratorium, anak menunjukan perilaku menangis bahkan
menjerit, menolak didekati dan tidak kooperatif. Hal ini terutama terjadi pada anak
yang baru pertama kali menjalani perawatan. Permainan terapeutik yang terintegrasi
dalam intervensi keperawatan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kondisi
tersebut, namun pada ruang perawatan anak tersebut belum memiliki fasilitas untuk
bermain dan program bermain.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka peneliti ingin mengetahui ”bagaimana pengaruh
permainan terapeutik terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan anak
prasekolah selama dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh permainan terapeutik
terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan pada anak prasekolah
selama dirawat di rumah sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan pada anak
prasekolah sebelum dilakukan permainan terapeutik selama dirawat di rumah
sakit pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
10
b. Mengidentifikasi kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan pada anak
prasekolah setelah dilakukan permainan terapeutik selama dirawat di rumah
sakit pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
c. Mengidentifikasi perbedaan kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan
pada anak prasekolah sebelum dan setelah dilakukan permainan terapeutik
selama dirawat di rumah sakit pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.
d. Mengidentifikasi perbedaan kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan
pada anak prasekolah sebelum dan setelah dilakukan permainan terapeutik
selama dirawat di rumah sakit antara kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikasi
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam melakukan asuhan
keperawatan pada anak prasekolah yang dirawat sehingga dapat mengurangi
atau menghilangkan dampak dirawat di rumah sakit.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi anak dan keluarga
yang mengalami perawatan di rumah sakit.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
11
2. Manfaat Keilmuan
a. Memberikan gambaran dan informasi tentang pengaruh permainan
terapeutik terhadap respon anak prasekolah yang di rawat di rumah sakit.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam praktik keperawatan anak
yang dirawat di rumah sakit.
3. Manfaat Metodelogi
Penelitian ini dapat menambah jumlah penelitian tentang permainan terapeutik
terhadap respon anak yang dirawat di rumah sakit dan dapat menjadi landasan
untuk penelitian selanjutnya dengan pendekatan yang berbeda.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan pustaka akan dipaparkan teori dan konsep serta penelitian terdahulu yang
terkait dengan masalah penelitian sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini. Uraian
tinjauan pustaka meliputi tinjauan tentang: konsep anak usia prasekolah, konsep
hospitalisasi, konsep permainan terapeutik, penelitian terkait, dan aplikasi teori
keperawatan.
A. Anak Usia Prasekolah
1. Pengertian Anak Usia Prasekolah
Anak usia prasekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar 2-6 tahun,
ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita,
dapat mengatur diri dalam buang air (toilet training), dan mengenal beberapa hal
yang dianggap berbahaya (mencelakakan dirinya) (Yusuf, 2005, hlm. 162).
Pengertian yang serupa juga disebutkan oleh Perry dan Potter (2005), bahwa
usia anak prasekolah merupakan masa kanak-kanak awal, yaitu berada pada usia
3 sampai 6 tahun, namun dalam Hockenberry dan Wilson (2007) disebutkan usia
prasekolah adalah anak yang berusia 3 sampai 5 tahun.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
13
Di Indonesia, batasan anak usia prasekolah umumnya merujuk pada Peraturan
Pemerintah nomor 27 tahun 1990 tentang pendidikan prasekolah, yaitu usia 4-6
tahun. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, penulis menggunakan batasan
usia anak prasekolah adalah anak yang berusia 4 tahun hingga anak berusia 6
tahun sebagai kriteria dalam penelitian ini.
2. Perkembangan Anak Prasekolah
Perkembangan menurut Hurlock (1998), diartikan sebagai serangkaian
perubahan yang progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan
pengalaman, dan perkembangan juga diartikan sebagai perubahan secara
kualitatif. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa perkembangan bukan sekedar
penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan
kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur
dan fungsi yang kompleks. Dalam penelitian ini difokuskan pada perkembangan
anak usia prasekolah yaitu yang meliputi :
a. Perkembangan Biologis
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan
berikutnya. Pertumbuhan tubuh yang meningkat baik menyangkut ukuran
berat dan tinggi, maupun kekuatannya memungkinkan anak untuk dapat
lebih mengembangkan keterampilan fisiknya, dan eksplorasi terhadap
lingkungannya dengan tanpa bantuan orangtuanya. Perkembangan sistem
syaraf pusat memberikan kesiapan kepada anak untuk lebih dapat
meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap tubuhnya (Yusuf, 2005,
hlm.163).
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
14
Pada anak usia prasekolah, pertumbuhan fisik melambat dan stabil, dengan
penambahan berat badan rata-rata 2-3 kg pertahun, dan tinggi badan rata-rata
6,5-9 cm pertahun serta bagian perut anak menjadi rata dan tubuh menjadi
langsing, tetapi kuat (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000; Hockenberry &
Wilson, 2007). Pertumbuhan otak anak pada usia 5 tahun sudah mencapai
75% dari ukuran dewasa, dan 90% pada usia 6 tahun. Pada usia ini juga
terjadi pertumbuhan ”myelinization” secara sempurna. Myelin ini membantu
transmisi impul-impul syaraf secara cepat, yang memungkinkan
pengontrolan terhadap kegiatan-kegiatan motorik lebih seksama dan efisien
(Yusuf, 2005).
Perkembangan motorik kekuatannya meningkat dan mengalami perbaikan
yang merupakan persiapan kemampuan belajar, seperti berjalan, berlari dan
melompat. Pertumbuhan otot maupun tulang masih jauh dari kematangan
sehingga pada aktivitas yang berlebihan dan pekerjaan yang terlalu keras
dapat menyebabkan cidera jaringan. Postur tubuh yang baik, latihan, nutrisi
dan istirahat yang adekuat adalah utama untuk perkembangan yang optimal
dari sistem muskuloskletal (Hockenberry & Wilson, 2007).
Kemampuan motorik anak prasekolah menurut Yusuf (2005) dapat
digambarkan sebagai berikut :
1) Usia 3-4 tahun
Kemampuan motorik kasar yang dimiliki anak berupa: naik dan turun
tangga; meloncat dengan dua kaki; dan melempar bola, sedangkan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
15
kemampuan motorik halus yang dimiliki anak berupa: menggunakan
krayon; menggunakan benda/alat, dan meniru bentuk (meniru gerakan
orang lain).
2) Usia 4-6 tahun
Kemampuan motorik kasar yang dimiliki anak berupa: meloncat;
mengendarai sepeda anak; menangkap bola; dan bermain olahraga,
sedangkan kemampuan motorik halus yang dimiliki anak berupa:
menggunakan pensil; menggambar; memotong dengan gunting; dan
menulis huruf cetak.
Selain itu menurut Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000), bahwa anak
yang terlalu aktif, secara motorik terlalu awal akan meningkatkan resiko
mengalami cidera, sehingga orangtua dengan anak-anak demikian diharapkan
mendapatkan bimbingan mengenai kebutuhan pengamanan di rumah dan
pengawasan terus menerus. Orangtua umumnya khawatir terhadap kondisi
anak yang demikian terkait dengan kemungkinan ”hiperaktivitas”.
b. Perkembangan Psikososial
Perkembangan psikososial anak usia prasekolah menurut Erikson berada
pada fase sense initiative, dimana anak pada tahap ini giat belajar, mereka
bermain, bekerja dan hidup, dan merasa mampu menyelesaikan dan puas
terhadap aktivitas mereka (Hockenberry & Wilson, 2007). Konflik muncul
ketika anak melampaui keterbatasan kemampuan mereka dan anak
mengembangkan perasaan bersalah dan selanjutnya timbul kecemasan dan
ketakutan ketika orangtua membuat mereka merasa bahwa imajinasi dan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
16
aktivitasnya tidak dapat diterima atau tidak sesuai dengan harapan orangtua
(Hockenberry & Wilson, 2007; Muscari, 2005). Orangtua dapat
menggunakan cerita untuk membantu imajinasi yang menyenangkan,
meningkatkan keahlian berbahasa, mendorong anak untuk mengungkapkan
perasaan dan mengekpresikan emosinya, dan menggunakan bermain sebagai
wahana yang terbaik dalam menyalurkan marah atau frustasi (Hockenberry &
Wilson, 2007).
Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa usia prasekolah, yaitu :
1) Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap
membahayakan (Yusuf, 2005, hlm.167). Pengalaman anak selama
periode usia prasekolah umumnya perasaan takut lebih dominan
dibandingkan dengan periode usia lain, dimana rasa takut ini mudah
muncul dan berasal dari tindakan dan penilaian orangtua, namun pada
umumnya rasa takut terjadi pada kondisi seperti: kegelapan; ditinggal
sendiri, terutama pada saat menjelang tidur; binatang, terutama binatang
yang besar; hantu; mutilasi tubuh, nyeri, dan objek serta orang-orang
yang berhubungan dengan pengalaman yang menyakitkan (Muscari,
2005). Pada mulanya reaksi anak terhadap rasa takut adalah panik;
kemudian menjadi lebih khusus seperti lari, menghindar, dan
bersembunyi, menangis dan menghindari situasi yang menakutkan
(Hurlock, 1998, hlm. 116). Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung
melalui tahapan sebagai berikut: mula-mula tidak takut, karena anak
belum sanggup melihat kemungkinan bahaya yang terdapat dalam objek;
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
17
timbul rasa takut setelah mengenal adanya bahaya; dan rasa takut bisa
hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindar dari bahaya
(Yusuf, 2005, hlm. 167-168).
2) Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat hayalan, yang tidak ada
objeknya, dan muncul mungkin dari situasi-situasi yang dihayalkan,
berdasarkan pengalaman yang diperoleh, buku-buku bacaan/komik, radio
atau film (Yusuf, 2005, hlm. 168).
3) Marah, merupakan perasaan tidak senang, atau benci terhadap orang lain,
diri sendiri, atau objek tertentu, yang merupakan reaksi terhadap situasi
frustasi yang dialami sebagai akibat dari kekecewaan atau perasaan tidak
senang karena adanya hambatan dalam pemenuhan keinginan, yang
diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata kasar), atau nonverbal
(seperti mencubit, memukul, menendang, dan merusak) (Yusuf, 2005).
4) Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang
dipandang telah merebut kasih sayang dari seseorang yang telah
mencurahkan kasih sayang kepadanya, dan perasaan ini biasanya dikuti
dengan ketegangan yang dapat diredakan dengan reaksi-reaksi berikut:
agresif atau permusuhan terhadap saingan; regresif, yaitu perilaku
kekanak-kanakan, seperti mengompol atau menghisap jempol; sikap tidak
peduli; dan menjauhkan diri dari saingan (Yusuf, 2005).
5) Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, yaitu perasaan yang positif,
nyaman, karena terpenuhinya keinginannya, dan anak
mengungkapkannya dengan tersenyum, tertawa, bertepuk tangan,
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
18
melompat-lompat, atau memeluk benda atau orang yang membuatnya
bahagia (Hurlock, 1998; Yusuf, 2005).
6) Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian, atau
perlindungan terhadap orang lain, hewan atau benda, dimana perasaan ini
berkembang berdasarkan pengalamannya yang menyenangkan (Yusuf,
2005).
7) Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya,
dimana hal ini terjadi akibat perlakuan orangtua yang menakut-nakuti
sebagai cara orangtua menghukum, atau menghentikan perilaku anak
yang tidak disukai (Yusuf, 2005).
8) Ingin tahu (curiosity), yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala
sesuatu atau objek-objek, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik
(Yusuf, 2005, hlm. 169). Reaksi pertama anak terhadap keingintahuan
adalah dalam bentuk penjelajahan sensomotorik, kemudian sebagai akibat
tekanan sosial atau hukuman, ia bereaksi dengan bertanya, dimana masa
bertanya ini dimulai pada usia 3 tahun dan mencapai puncaknya pada usia
sekitar 6 tahun (Hurlock, 1998; Yusuf, 2005).
c. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif anak usia prasekolah menurut Piaget berada pada
fase praoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menyelesaikan
kegiatan-kegiatan secara mental yang logis, mereka hanya dapat berfikir satu
ide pada satu waktu dan tidak dapat berfikir untuk semua bagian pada waktu
yang menyeluruh (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000; Hockenberry &
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
19
Wilson, 2007; Yusuf, 2005). Fase ini ditandai dengan berkembangnya
representasional, atau “symbolic function”, yaitu kemampuan menggunakan
sesuatu untuk mereprensentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan
menggunakan simbol (kata-kata, gesture/bahasa gerak, dan benda) (Yusuf,
2005, hlm. 165).
Berfikir secara simbolik dipandang lebih maju dari berfikir pada fase
sensorimotor, namun kemampuan berfikir ini masih mengalami
keterbatasan. Yusuf (2005, hlm. 166) mengemukakan keterbatasan yang
menandai fase praoprasional ini adalah sebagai berikut:
1) Egosentrisme, yang maksudnya bukan “selfishness” (egois), atau arogan
(sombong), namun merujuk kepada: deferensiasi diri, lingkungan orang
lain yang tidak sempurna; dan kecendrungan untuk mempersepsi,
memahami dan menafsirkan sesuatu berdasarkan sudut pandang sendiri.
Salah satu implikasinya, anak tidak dapat memahami persepsi konseptual
orang lain, seperti anak sedang memegang sebuah buku secara tegak dan
menunjuk dalam satu gambar yang ada di dalamnya sambil bertanya ke
ibunya “gambar apa ini?” Dia tidak menyadari bahwa ibunya yang
menghadap kepadanya, tidak bisa melihat gambar tersebut dari arah
belakang buku tersebut.
2) Kaku dalam berfikir (rigidity of thought). Salah satu karakteristik berfikir
praoperasional adalah kaku (frozen). Salah satu contohnya, berfikir itu
bersifat centration (memusat), yaitu kecendrungan berfikir atas dasar satu
dimensi, baik mengenai objek maupun peristiwa, dan tidak menolak
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
20
dimensi-dimensi lainnya. Contohnya, Piaget memperlihatkan dua gelas
yang berisi cairan yang sama tingginya. Kepada anak ditanyakan apakah
kedua gelas berisi jumlah cairan yang sama, dengan mudahnya anak
itupun menjawab. Berikutnya kepada anak diminta untuk menuangkan
sendiri salah satu isi dari kedua gelas itu ke gelas lain yang lebih pendek
dan lebih besar. Kepada anak ditanyakan ulang, mana yang lebih banyak
isinya: gelas yang semula atau gelas yang baru. Anak menjawab bahwa
jumlah cairan di gelas yang semula lebih banyak, karena permukaan
cairannya lebih tinggi. Di sini terlihat kemampuan anak yang terpusat
hanya pada satu dimensi persepsi, yaitu tinggi.
3) Semilogical reasoning. Anak-anak mencoba untuk menjelaskan
peristiwa-peristiwa alam yang misterius, yang dialaminya dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satu pemecahannya dalam menjelaskannya
itu dianalogikan dengan tingkah laku manusia. Matahari dan bulan
dipandang seperti manusia, mereka hidup dan suka lelah.
d. Perkembangan Moral
Teori perkembangan moral menurut Kohelberg (1968, dalam Hockenberry &
Wilson, 2007, hlm. 646) disebutkan bahwa perkembangan moral didasarkan
pada perkembangan kognitif dan meliputi 3 tahapan besar, yaitu
prekonvensional, konvensional, dan postkonvensional. Selain itu juga Yusuf
(2005) membahas tentang perkembangan moral pada anak usia prasekolah
yang menyebutkan hal-hal sebagai berikut :
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
21
1) Pada periode usia prasekolah ini anak telah memiliki dasar tentang sikap
moralitas terhadap kelompok sosialnya yang diperoleh dari pengalaman
berinteraksi dengan orang lain, sehingga anak belajar memahami konsep-
konsep baik buruk dan benar salah. Berdasarkan pemahaman ini maka
anak harus dilatih mengenai bagaimana mereka harus bertingkah laku
dengan memberikan penjelasan tentang alasannya.
2) Penanaman disiplin dengan disertai alasan, diharapkan self-control atau
self discipline (kemampuan mengendalikan diri, atau mendisiplinkan diri
berdasarkan kesadaran diri) dapat berkembang pada anak.
3) Pada anak usia prasekolah ini juga berkembang kesadaran sosial anak,
yang meliputi sikap simpati, “generosity” (murah hati), atau sikap
“altruism”, yaitu kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain.
e. Perkembangan Spiritual
Perkembangan spiritual pada anak-anak dipengaruhi oleh tingkat kognitif
mereka yang terungkap dalam kemampuan berbahasa (Hockenberry &
Wilson, 2007; Yusuf, 2005). Selain itu juga, menurut Fosarelli (2003, dalam
Hockenberry & Wilson, 2007, hlm. 647) bahwa pengetahuan anak tentang
kepercayaan dan ketuhanan dipelajari dari kenyataan yang ada di lingkungan
mereka, biasanya kepercayaan dan prakteknya terbentuk dari orangtua.
Perkembangan dari suara hati adalah sangat kuat untuk perkembangan
spiritual. Pada usia ini anak mempelajari benar dari kesalahan dan
pembenaran untuk menghindari hukuman. Perbuatan salah mendukung
perasaan bersalah, dan anak prasekolah biasanya salah mengartikan bahwa
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
22
sakit adalah hukuman. Mengobservasi tradisi relegius dan berpartisipasi
dalam masyarakat relegius dapat membantu anak terlindungi dari periode
penuh stress, seperti sakit, dirawat di rumah sakit dan kejadian trauma
lainnya (Hockenberry & Wilson, 2007, hlm. 647).
Selanjutnya menurut Yusuf (2005, hlm. 176-177), kesadaran beragama pada
anak usia prasekolah ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sifat keagamaannya bersifat reseptif (menerima) meskipun banyak
bertanya.
2) Pandangan ketuhanannya bersifat anthropormorph (dipersonifikasikan).
3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam)
meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai
kegiatan ritual.
4) Hal ketuhanan dipahamkan secara idiosyncritic (menurut khayalan
pribadinya) sesuai dengan taraf berfikirnya yang masih bersifat
egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
f. Perkembangan Body image
Perkembangan body image pada anak usia prasekolah berkembang
mengikuti perkembangan kognitif dan kemampuan berbahasa. Sebagaimana
disebutkan dalam Hockenberry dan Wilson (2007) bahwa bermain pada
anak usia prasekolah memiliki peran yang signifikan dalam perkembangan
body image. Anak prasekolah dengan meningkatnya perkembangan bahasa
dan kognitif mengakui pengalaman yang menyenangkan dan tidak
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
23
menyenangkan, mengakui perbedaan warna kulit dan identitas suku, serta
rentan untuk belajar berprasangka. Anak prasekolah juga menyadari arti kata
seperti cantik atau buruk dan merefleksikan pendapat mengenai
pengalamannya. Selanjutnya Hockenberry dan Wilson (2007) juga
menjelaskan bahwa anak sejak usia 5 tahun, dapat membandingkan ukuran
mereka dengan kelompoknya dan menyadari besar atau pendek, khususnya
jika berhubungan dengan yang besar atau yang kecil untuk usia mereka, dan
ini sesuai dengan satu penelitian yang dilaporkan oleh Davison dan Birch
(2001, dalam Hockenberry & Wilson, 2007, hlm. 647) bahwa terdapat
pandangan negatif antara status berat badan dan konsep diri pada anak
perempuan yang berusia 5 tahun.
Lebih lanjut, Hockenberry dan Wilson (2007, hlm 647) juga menyebutkan
meskipun perkembangan body image terus berlanjut namun anak prasekolah
memiliki keterbatasan pengertian dan sedikit pengetahuan tentang anatomi
sehingga mengalami gangguan akibat pengalaman yang menakutkan,
khususnya yang berkenaan dengan gangguan integritas kulit (seperti injeksi
atau pembedahan). Anak prasekolah takut darah akan keluar jika kulit
mengalami kerusakan, dan juga memiliki keyakinan penting untuk
menggunakan pembalut untuk mencegah bagian dalam keluar setelah cidera.
g. Perkembangan Seksual
Perkembangan seksual selama usia prasekolah adalah penting untuk identitas
seksual (Hockenberry & Wilson, 2007). Selanjutnya Hockenberry dan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
24
Wilson (2007) mengatakan bahwa perkembangan identitas jenis kelamin
diakui, kesopanan dan ketakutan terhadap mutilasi menjadi suatu perhatian.
Anak presekolah mengidentifikasi jenis kelamin yang sama dengan orangtua
serta mempraktekan dan mencontoh orangtua seperti cara berpakaian,
mengasuh, perawatan, disiplin dan berjalan yang penekanannya pada
beberapa aspek perilaku berorientasi jenis kelamin. Selain itu Hockenberry
dan Wilson (2007), juga menjelaskan anak prasekolah memiliki kemampuan
berbahasa dan kognitif yang lebih baik daripada anak usia todler sehingga
mereka mampu meneliti identitas jenis kelamin. Meningkatnya penelitian
menunjukan bahwa identifikasi gender tidak semata-mata faktor biologi atau
genetik tetapi utamanya akibat faktor psikologi post natal yang kompleks.
h. Perkembangan Sosial
Anak usia prasekolah perkembangan sosialnya menjadi lebih luas
dibandingkan dengan tahap usia sebelumnya, hal ini sesuai dengan pendapat
Yusuf (2005, hlm. 171) yang menyebutkan bahwa anak usia prasekolah
khususnya sejak mereka berusia 4 tahun, perkembangan sosialnya sudah
tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman
sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah:
1) Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga
maupun dalam lingkungan bermain.
2) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada aturan.
3) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
25
4) Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau teman-teman
sebaya.
Selain itu juga, Yusuf (2005) menjelaskan bahwa perkembangan sosial anak
sangat dipengaruhi oleh iklim sosio-psikologis keluarganya, sehingga apabila
di lingkungan keluarga tercipta suasana yang harmonis, saling
memperhatikan, saling membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas
keluarga, terjalin komunikasi antar anggota keluarga, maka anak akan
memiliki kemampuan penyesuaian sosial dalam hubungan dengan orang
lain.
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan seorang anak karena
bahasa memiliki pengaruh yang besar terhadap komunikasi dan interaksi
sosial, dan bahasa merupakan barometer yang kritis dari perkembangan
kognitif maupun emosi (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000; Hockenberry &
Wilson, 2007). Kemampuan berbahasa terus berkembang dengan pesat pada
kelompok anak usia prasekolah.
Adapun perkembangan bahasa anak usia prasekolah oleh Yusuf (2005, hlm.
170) dapat diklasifikasikan ke dalam dua tahap yaitu sebagai berikut :
1) Masa usia 2-2,6 tahun yang bercirikan:
a) Anak sudah bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
b) Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan, misalnya
burung pipit lebih kecil dari burung perkutut, anjing lebih besar dari
kucing.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
26
c) Anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, dimana, dan dari
mana.
d) Anak sudah banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan yang
berakhiran.
2) Masa usia 2,6- 6 tahun yang bercirikan:
a) Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak
kalimatnya
b) Tingkat berfikir anak sudah maju, anak banyak menanyakan soal
waktu, sebab akibat melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, kemana,
mengapa, dan bagaimana.
Berkaitan dengan bahasa sebagaimana telah disebutkan di atas, Hockenberry
dan Wilson (2007) menyebutkan bahwa anak prasekolah mengatasi
kecemasan mereka dengan marah. Anak prasekolah mudah berhubungan
dengan orang-orang yang tidak dikenal dan mentoleransi dengan cepat
perpisahan dengan orangtua sedikit atau tanpa protes, meskipun
sesungguhnya masih membutuhkan perlindungan orangtua, penentram hati,
bimbingan, dan persetujuan, khususnya ketika memasuki prasekolah atau
sekolah dasar dan dirawat (hospitalisasi). Perpisahan yang lama, seperti pada
keadaan sakit dan hospitalisasi adalah hal yang sulit, namun anak praskolah
dapat berespon baik terhadap antisipasi perpisahan dan penjelasan yang
konkrit. Anak prasekolah dapat mengatasi dengan mengubah kegiatan rutin
sehari-hari lebih baik dari todler tetapi mungkin hanyalan ketakutan
berkembang. Anak prasekolah meningkatkan keamanan dan kenyamanan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
27
dengan menggunakan objek yang dikenal seperti mainan, boneka, atau foto
anggota keluarga.
Perkembangan sosial anak selain dipengaruhi oleh kemampuan bahasa juga
dipengaruhi oleh temperamen anak. Tempramen adalah gaya berperilaku
atau bagaimana berperilaku dari apa atau mengapa perilaku itu (Wong,
2004). Temperamen pada masa kanak-kanak dan khususnya pada anak usia
prasekolah dijaga kestabilannya karena mempengaruhi penyesuaian diri pada
situasi kelompok dan kemampuan adaptasi pada situasi baru (Hockenberry
& Wilson, 2007). Temperamen anak dapat diketahui melalui pengkajian,
dimana Chess dan Thomas (1992, dalam Wong, 2004, hlm. 114) telah
mengidentifikasi sembilan variabel temperamen sebagai berikut :
1) Tingkat aktivitas-tingkat aktivitas anak.
Skor dalam hal gerakan selama tidur, makan, bermain, berpakaian,
memegang, menggapai, merangkak, bejalan, dan siklus tidur-bangun.
Aktivitas tinggi merujuk pada aktivitas motorik tinggi, seperti lebih
menyukai berlari atau tidak mampu duduk diam. Aktivitas rendah
merujuk pada aktivitas motorik rendah, seperti lebih menyukai membaca
atau permainan tenang lain dan mampu untuk tetap duduk untuk periode
lama.
2) Ritmisitas-fungsi anak yang dapat diperkirakan dan/atau tidak dapat
diperkirakan. Skor dalam hal siklus tidur-bangun, lapar, makan, pola, dan
jadwal eleminasi. Ritmisitas tinggi merujuk pada anak dengan kebiasaan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
28
tubuh teratur. Ritmisitas rendah merujuk pada anak dengan kebiasaan
tubuh tidak teratur.
3) Mendekat-menarik diri – respon awal dari anak terhadap stimulus baru.
Skor dalam hal respon terhadap makanan baru, mainan, individu, atau
pengalaman, seperti hari pertama sekolah. Mendekat merujuk pada
respon positif yang utama, seperti tersenyum, berkata-kata, dan
mendekati stimulus. Menarik diri merujuk pada respon negatif yang
utama, seperti rewel, menangis, dan menjauh atau menolak stimulus.
4) Kemampuan adaptasi – kemampuan anak untuk beradaptasi atau
menyesuaikan rutinitas pada situasi baru yang sesuai. Skor dalam hal
kemudahan penyesuaikan diri pada situasi baru atau perubahan situasi
(serupa dengan mendekat-menarik diri) tetapi ditekankan pada lebih dari
sifat respons awal. Kemampuan adaptasi tinggi menunjukan kemampuan
untuk tetap dalam ketenangan. Kemampuan adaptasi rendah menunjukan
ketidak mampuan untuk menyesuaikan dengan mudah.
5) Intensitas – tingkat energi respon, tidak menghargai kualitas atau
arahnya. Skor dalam hal reaksi terhadap stimulus sensori, objek
lingkungan, dan kontak sosial. Intensitas tinggi merujuk pada reaksi
perilaku seperti menangis keras atau tertawa sebagai respon terhadap
stimulus, seperti menerima mainan baru. Intensitas rendah merujuk pada
reaksi perilaku seperti merengek atau menjatuhkan diri untuk bereaksi
terhadap stimulus.
6) Ambang – berapa banyaknya rangsangan diperlukan sebelum anak
beraksi pada situasi yang ada. Skor dalam hal tingkat rangsangan sensori
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
29
yang diperlukan sebelum anak berespon. Ambang rendah menunjukan
intensitas tinggi untuk rangsangan ringan seperti bangun karena suara
yang halus. Ambang tinggi menunjukan intensitas tinggi sampai sedang
pada rangsangan kuat, seperti kurangnya ketidaknyamanan dengan popok
basah.
7) Alam perasaan – jumlah kebahagiaan, perilaku senang sebagai lawan dari
ketidakbahagiaan, menangis, perilaku merengek. Skor dalam hal respon
terhadap rangsangan sensori, objek lingkungan, dan kontak sosial. Alam
perasaan positif merujuk pada anak yang secara umum senang dan
kooperatif. Alam perasaan negatif merujuk pada anak yang secara umum
rewel dan mengeluh.
8) Perhatian – menetap – lama waktu yang mana aktivitas yang diberikan
dilakukan oleh anak dan kelanjutan aktivitas meskipun ada hambatan.
Skor dalam hal kemampuan anak untuk melanjutkan aktivitas, seperti
membaca buku, atau mencoba mengembangkan keterampilan tanpa
menyerah. Perhatian lama – sangat menetap merujuk pada seorang anak
yang dapat memperhatikan untuk periode waktu yang lama dan terus
bekerja pada proyek atau bermain meskipun ada hambatan, seperti
orangtua mengatakan padanya untuk berhenti atau seseorang
menghentikan aktivitasnya. Perhatian singkat – kurang menetap merujuk
pada anak yang mempunyai kesulitan memperhatikan dan mudah
menyerah.
9) Distraksibilitas – keefektifan rangsangan luar dalam mengalihkan
perilaku atau perhatian anak. Distraksibilitas rendah merujuk pada anak
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
30
yang tidak mudah dialihkan perhatiannya. Distraksibilitas tinggi merujuk
pada anak yang mudah dialihkan perhatiannya.
Selanjutnya disebutkan pula oleh Wong (2004) bahwa temperamen anak
mengikuti 3 pola umum, yaitu mudah, sulit, dan lambat untuk memanas,
yang dapat dilihat dari enam variabel temperamen, yaitu aktivitas, ritmisitas,
mendekat/menarik diri, kemampuan adaptasi, intensitas, dan alam perasaan,
sebagaimana tergambar dalam table di bawah ini :
Tabel 2.1 Tiga Pola Umum Temperamen Anak
Pola
Temperamen (% dari anak)
Variabel Temperamen Aktivitas Ritmisitas Mendekat/
Menarik diri
Kemampuan adaptasi
Intensitas Alam perasaan
Mudah (40%) Sedang Tinggi Mendekat Tinggi Rendah Positif Sulit (10 %) Tinggi Rendah Menarik
diri Rendah Tinggi Negatif
Lambat untuk memanas (15%)
Rendah Sedang Menarik diri
Rendah Rendah Negatif
Sumber: Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Donna L. Wong, 2004
B. Hospitalisasi
1. Pengertian
Hospitalisasi adalah masuknya seorang penderita ke dalam rumah sakit, atau
masa selama di rumah sakit (Dorland, 2000). Pendapat lain yang serupa dari
beberapa literatur menyebutkan bahwa hospitalisasi merupakan suatu proses
yang menyebabkan seorang anak dirawat di rumah sakit, apakah secara
terencana, akibat kegawatan atau trauma, dimana kondisi ini membuat anak-
anak pada semua usia dan keluarganya mengalami stress, dan melakukan proses
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
31
adaptasi terhadap lingkungan yang baru (Ball & Bindler, 2003; Gunarsa, 1992;
Hockenberry & Wilson, 2007).
2. Stressor dan Respon Anak Usia Prasekolah terhadap Hospitalisasi
Anak mengalami kerentanan terhadap krisis dari penyakit dan hospitalisasi,
dimana hal ini menurut Hockenberry dan Wilson (2007, hlm. 1047),
disebabkan karena :
a. Stress adanya perubahan status kesehatan dan perubahan lingkungan rutin.
b. Anak-anak memiliki sejumlah keterbatasan terhadap koping mekanisme
untuk mengatasi stress.
Stress akibat hospitalisasi dan keadaan sakit, serta pengobatan menurut
Rudolph, Hoffman, dan Rudolph (2006) sering kali sulit dipisahkan, bahkan pada
kenyataan dampak tersebut dapat sinergis dan tidak sekedar aditif.
Hospitalisasi hampir secara universal mengakibatkan stress. Stress tersebut
disebabkan oleh berbagai faktor yang berkaitan meliputi: perpisahan dari
orangtua dan yang dicintainya; perubahan rutinitas; kondisi tidak familiar dengan
orang serta lingkungan sekitarnya; takut karena ketidaktahuan; kehilangan
kontrol dan autonomi; cidera tubuh yang mengakibatkan ketidaknyamanan,
nyeri yang berkaitan dengan keadaan sakit serta pengobatannya, dan mutilasi;
serta takut akan kematian (Hockenberry & Wilson, 2007; Rudolph, Hoffman, &
Rudolph 2006). Respon anak terhadap krisis ini menurut Hockenberry dan
Wilson (2007) dipengaruhi oleh usia perkembangan; pengalaman sebelumnya
terhadap sakit; kemampuan koping yang dimiliki; keseriusan diagnosa; dan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
32
adanya support sistem. Selanjutnya hasil penelitian Koller (2008a) menunjukkan
bahwa faktor temperamen anak dan tingkat kecemasan anak dan orangtua secara
signifikan lebih berpengaruh terhadap respon hospitalisasi anak.
Stressor dan respon anak usia prasekolah terhadap hospitalisasi adalah sebagai
berikut :
a. Cemas Perpisahan
Kecemasan merupakan perkembangan yang normal sesuai dengan tingkatan
perkembangan anak. Ketidakinginan anak berpisah dari orang yang
merawat/orang terdekat merupakan hal yang normal, seperti pada anak
dengan gangguan kesehatan. Beberapa tingkat kecemasan perpisahan
terhadap orang yang terdekat menandai anak prasekolah, yang dalam
beberapa kasus kecemasan tersebut akan hilang dalam 3-4 menit setelah
kehadiran orangtua/orang terdekat. Kecemasan perpisahan umumnya
menurun pada usia antara 2 dan 3 tahun (Watkins, 2004).
Perpisahan disebutkan pula dalam Hockenberry dan Wilson (2007)
merupakan faktor penyebab terjadinya cemas pada anak yang dirawat, sebab
pada masa ini anak mempunyai ketergantungan yang besar terhadap
orangtua. Fase kecemasan perpisahan ini juga menurut Hockenberry dan
Wilson ( 2007) terdiri dari beberapa fase, yaitu :
1) Fase protes
Pada fase ini hasil observasi terhadap bayi yang lebih tua didapatkan:
anak menangis, menjerit, mencari orang tua dengan menggunakan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
33
pandangan mata, berpegangan kuat dengan orangtuanya, menghindari
dan menolak kontak dengan orang yang tidak dikenal. Selanjutnya hasil
observasi perilaku selama anak todler didapatkan: anak menggunakan
kata-kata keras (seperti; pergi); menyerang fisik (seperti memukul,
menendang, menggigit, mencakar); berusaha berlari untuk menemukan
orangtuanya; berusaha agar orangtua tetap tinggal bersamanya; protes,
seperti menangis, biasanya terus menerus dan berhenti bila anak telah
lelah, peningkatan protes terhadap pendekatan orang yang tak dikenal;
perilaku mungkin menetap dari beberapa jam hingga beberapa hari.
2) Fase putus asa (despair)
Pada fase ini ditemukan kondisi anak sebagai berikut: tidak aktif;
menghindari terhadap orang lain; depresi, sedih, berhenti menangis; tidak
interest terhadap lingkungan; tidak komunikatif; mengalami penurunan
perilaku (seperti, menghisap jempol, penggunaan empeng, penggunaan
botol, mengompol); anak akan menolak untuk makan, minum dan
beraktifitas; perilaku ini berakhir dalam jangka waktu yang bervariasi.
3) Fase menolak/menyesuaikan diri (Denial/Detachment)
Fase ini biasanya terjadi setelah mengalami perpisahan yang lama dengan
orangtua/jarang terlihat di dalam perawatan anak, dengan menunjukan
perilaku sebagai berikut: anak kelihatan berusaha terbiasa dengan
kehilangan; menjadi interest pada sekelilingnya; bermain dengan yang
lain, memperlihatkan hubungan yang baru (berinteraksi dengan orang
asing atau keluarga yang merawat); tampak bahagia, perilaku yang
respresentatif terhadap penyesuaian diri yang supervisial dari kehilangan.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
34
Perilaku yang ditimbulkan ini menunjukan kepasrahan dan bukan tanda
dari kesenangan atau kepuasan hati. Pada fase inilah anak mulai mau
menerima rasa perpisahan dengan orangtua atau keluarganya.
Respon kecemasan karena perpisahan pada anak yang dirawat sebagaimana
yang telah disebutkan di atas tergantung pada tingkat usia perkembangan.
Lebih lanjut dijelaskan dalam Hockenberry dan Wilson ( 2007) bahwa anak
prasekolah interpersonalnya lebih baik dari anak todler, sehingga mereka
dapat mentoleransi periode perpisahan dari orangtua dan lebih cendrung
untuk mengembangkan kedekatan pengganti pada orang dewasa lain yang
signifikan. Stress terhadap penyakit, bagaimanapun biasanya membuat
mereka kurang terlindungi dengan adanya perpisahan, sebagai akibatnya
mereka menampilkan perilaku kecemasan perpisahan, perilaku protes lebih
halus/tidak terlihat dan pasif daripada anak yang lebih muda. Anak
prasekolah dapat menampilkan perilaku kecemasan perpisahan dengan
menolak makan, sulit tidur, dengan diam-diam menangisi orangtuanya, terus-
menerus menanyakan kapan mereka akan berkunjung, mereka akan
mengekspresikan marahnya secara langsung dengan menangis, memukul
anak lain atau menolak bekerjasama selama aktivitas perawatan. Perawat
yang sensitif dibutuhkan terhadap tanda-tanda yang kurang nyata terhadap
kecemasan perpisahan untuk pendekatan intervensi.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
35
b. Kehilangan Kontrol (Loss of control)
Kehilangan kontrol umumnya berhubungan dengan kekurangmampuan
menyadari keterbatasan dan perilaku yang dihasilkan berasal dari emosi
yang meluap-luap (Griffin,1990). Kehilangan kontrol menyebabkan perasaan
tidak berdaya sehingga dapat memperdalam kecemasan dan ketakutan
(Monaco, 1995).
Kehilangan kontrol dalam hal ini, menurut Hockenberry dan Wilson ( 2007)
merupakan salah satu dari faktor stress yang dirasakan pada anak yang
dirawat. Kehilangan kontrol akan meningkatkan persepsi terhadap ancaman
dan dapat mempengaruhi kemampuan koping anak. Anak prasekolah juga
mengalami kehilangan kontrol sebagai akibat dari pembatasan fisik,
perubahan rutinitas dan ketergantungan. Kehilangan kontrol dalam kontek
perasaan mereka adalah faktor penting yang mempengaruhi persepsi dan
reaksi mereka terhadap perpisahan, nyeri, penyakit dan hospitalisasi.
Egosentrik dan pemikiran magis membatasi kemampuan berfikir mereka
untuk memahami kejadian karena mereka memandang semua pengalaman
dari persepektif mereka. Sebagai contoh: anak prasekolah menganggap
proses penyakit dan dirawat merupakan suatu hukuman. Respon terhadap
pemikiran anak biasanya merasa malu, bersalah dan takut.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
36
c. Cidera Fisik dan Nyeri
Rumah sakit merupakan tempat yang menyebabkan kecemasan. Sumber
utama kecemasan tersebut adalah perasaan takut. Perasaan takut timbul
karena sesuatu yang menyebabkan nyeri (Monaco, 1995).
Ketakutan akan cidera dan nyeri tubuh terjadi pada rata-rata anak. Perawat
dalam merawat anak harus memberikan perhatian terhadap kerusakan tubuh
dan respon nyeri yang berbeda untuk setiap tahap perkembangan. Pada tahap
praoperasional (2-7 tahun), anak memandang nyeri sebagai hukuman akibat
kesalahan yang dilakukannya, hal ini sesuai dengan pemikiran magis anak.
Rasa nyeri selain menimbulkan ketakutan juga menimbulkan gangguan tidur
pada anak, sehingga pada tahap ini anak membutuhkan orang yang dapat
mengatasi nyerinya (Hockenberry & Wilson, 2007; Muscari, 2005).
Konflik psikoseksual anak pada kelompok usia ini membuat mereka rentan
terhadap cidera tubuh. Gangguan prosedur, rasa sakit atau tanpa sakit, adalah
ancaman bagi anak prasekolah, dimana konsep integritas tubuh masih sedikit
berkembang. Anak prasekolah dapat bereaksi terhadap injeksi dengan
menghindari jarum untuk nyeri. Mereka takut terhadap pungsi yang tidak
tertutup (Hockenberry & Wilson 2007).
Perhatian terhadap mutilasi adalah tinggi selama periode usia ini. Kehilangan
beberapa bagian tubuh merupakan ancaman, tetapi ketakutan anak laki-laki
dikebiri sebagai komplikasi pengertian mereka terhadap pembedahan dan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
37
prosedur pengobatan pada area genitalia, seperti sirkumsisi, perbaikan
hipospadia atau epispadia, sistoskopi atau kateterisasi. Keterbatasan
pengertian dari fungsi tubuh juga meningkatkan kesulitan dalam mengerti
bagaimana atau mengapa bagian tubuh diikat. Contoh pemberitahuan anak
prasekolah terhadap tonsil mereka dapat diartikan sebagai hilangnya suara
mereka, atau penis terikat dapat diartikan memotongnya. Pengertian kata-
kata yang dapat membuat anak bingung dan takut (Hockenberry & Wilson
2007, Muscari, 2005).
Respon terhadap nyeri sama dengan anak todler, walaupun ada beberapa
perbedaan nyata. Respon anak prasekolah lebih baik pada persiapan
intervensi, seperti penjelasan dan distraksi, daripada anak-anak yang lebih
muda. Agresi fisik dan verbal lebih spesifik dan bertujuan langsung, bahkan
merupakan pertahanan diri, anak prasekolah dapat mendorong orang yang
dianggapnya bersalah ke jalan, mencoba melindungi dengan perlengkapan,
atau mengunci dirinya di tempat yang aman. Ekspresi verbal terlihat nyata
pada perkembangan terhadap stress. Mereka dapat menyerang dengan
verbal abuse, seperti ” pergi atau saya benci kamu”. Mereka juga dapat
menggunakan kecerdikan dengan mencoba membujuk seseorang untuk
memperlambat aktivitas. Umumnya meminta ”saya pergi ke kamar mandi”
(Hockenberry & Wilson, 2007).
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
38
Respon anak prasekolah terhadap hospitalisasi yang muncul secara umum
menurut Muscari (2005, hlm. 68) adalah sebagai berikut :
a. Mekanisme pertahanan anak usia prasekolah adalah regresi. Mereka akan
bereaksi terhadap perpisahan dengan regresi dan menolak untuk bekerjasama
b. Perasaan kehilangan kendali karena mereka mengalami kehilangan kekuatan
mereka sendiri.
c. Takut terhadap cidera tubuh dan nyeri yang mengarah pada rasa takut
terhadap mutilasi dan prosedur yang menyakitkan.
d. Keterbatasan pengetahuan mengenai tubuh meningkatkan rasa takut yang
khas; sebagai contoh, takut terhadap kastrasi (dicetuskan oleh enema,
pengukuran suhu rektal, dan kateter) dan takut bahwa kerusakan kulit (misal :
jalur intravena dan prosedur pengambilan darah) akan menyebabkan bagian
dalam tubuhnya menjadi bocor.
e. Anak menginterpretasikan hospitalisasi sebagai hukuman dan perpisahan
dengan orang tua sebagai kehilangan kasih sayang.
3. Manfaat Hospitalisasi
Hospitalisasi dapat menyebabkan stress pada anak, tetapi juga bermanfaat untuk
menyembuhkan anak dari sakit (Hockenberry & Wilson, 2007). Manfaat lain
dari hospitalisasi bagi anak menurut Hockenberry dan Wilson (2007) adalah
memberikan kesempatan kepada anak untuk mengatasi stress dan merasa
kompeten dalam menghadapi kondisi tersebut, dan lingkungan rumah sakit juga
menyediakan pengalaman sosialisasi baru bagi anak-anak yang dapat
memperluas hubungan interpersonal. Manfaat psikologis selain diperoleh anak
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
39
juga diperoleh keluarga sebagaimana disebutkan oleh Kirkby dan Whelan (1996,
dalam Hockenberry & Wilson, 2007, hlm. 1066) bahwa pada beberapa keluarga
yang mengalami stress akibat anak yang sakit, hospitalisasi atau kedua-duanya
dapat memperkuat perilaku koping keluarga dan memunculkan strategi koping
baru. Manfaat psikologis ini menurut Hockenberry & Wilson (2007) perlu
ditingkatkan dengan melakukan berbagai cara, diantaranya adalah :
a. Membantu mengembangkan hubungan orangtua dengan anak
Krisis akibat sakit atau hospitalisasi dapat menyadarkan orangtua lebih cepat
terhadap kebutuhan anak. Rumah sakit memberikan kesempatan kepada
orangtua untuk mempelajari lebih banyak tentang pertumbuhan dan
perkembangan anak dan orangtua dibantu untuk memahami anak- anak
bereaksi terhadap stress, seperti regresi dan agresi. Orangtua tidak hanya
lebih baik dalam mendukung anak untuk siap menghadapi pengalaman di
rumah sakit, tetapi juga memperoleh pengertian bagaimana mendampingi
anak setelah pemulangan, dan dapat mengoreksi dirinya tentang praktek
pengasuhan yang telah dilakukan selama ini.
b. Menyediakan kesempatan belajar
Sakit dan hospitalisasi menyediakan kesempatan yang baik untuk anak dan
anggota keluarga yang lain untuk belajar tentang tubuh mereka dan profesi
kesehatan. Anak dapat belajar tentang penyakit, dan orangtua dapat belajar
tentang kebutuhan anak untuk kemandirian, kenormalan, pendekatan
keterbatasan, serta anak dan orangtua dapat menemukan support sistem yang
baru dari staf rumah sakit. Penyakit dan hospitalisasi juga dapat membantu
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
40
anak-anak yang lebih besar dalam memilih pekerjaan. Anak-anak sering
memiliki kesan terhadap dokter dan perawat yang negatif atau positif
sehingga pengalaman yang berbeda terhadap profesional kesehatan tersebut
dapat mempengaruhi keputusan pemilihan bekerja dalam bidang kesehatan.
c. Meningkatkan penguasaan diri (self-mastery)
Pengalaman krisis seperti penyakit atau hospitalisasi dapat mensukseskan
dan mematangkan koping anak, sehingga kondisi ini dapat memberikan
kesempatan untuk meningkatkan penguasaan diri anak. Pada anak-anak yang
lebih muda memiliki kesempatan melakukan pengujian terhadap fantasi dan
ketakutan yang realitas. Mereka akan menyadari bahwa pada kenyataannya
mereka tidak ditinggalkan, dimutilasi, atau dihabisi, tetapi pada kenyataannya
mereka dicintai, dirawat, dan diobati dengan penuh perhatian. Pada anak-
anak yang lebih tua, hospitalisasi dapat memberikan kesempatan dalam
pengambilan keputusan, kemandirian, dan kepercayaan diri. Mereka bangga
memiliki pengalaman hidup dan dapat merasa diri terhormat akan
kemampuan yang mereka miliki. Perawat dapat memfasilitasi seperti
perasaan bahwa anak berkuasa atas dirinya sendiri dengan menekankan pada
aspek kemampuan diri anak dan tidak terlalu menekankan ketidak koopratif
atau perilaku negatif anak lainnya.
d. Menyediakan lingkungan sosialisasi
Hospitalisasi dapat menawarkan kesempatan kepada anak-anak untuk
penerimaan sosial. Anak-anak yang mungkin mengalami gangguan secara
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
41
fisik dan berbeda dalam beberapa hal dari anak seusianya mungkin akan
menemukan kelompok sosial yang menerima mereka. Kondisi ini,
bagaimanapun tidak sepontan terjadi, perawat dapat membentuk lingkungan
untuk mendukung kelompok anak-anak, sehingga dapat menolong anak
memperoleh teman baru dan belajar lebih tentang mereka. Perawat juga
membantu membentuk hubungan dengan anggota tim kesehatan yang
signifikan, seperti dokter, perawat, spesialis child life, atau pekerja sosial,
sehingga dapat mempertinggi penyesuaian diri anak pada beberapa area
kehidupan. Orangtua juga dapat menemukan kelompok sosial yang baru yang
memiliki masalah yang sama. Mereka menemukan bagimana rumah sakit
atau klinik dan mendiskusikan penyakit dan penatalaksanaan anak-anak
mereka. Perawat dapat mendorong kelompok sosial ini untuk berdiskusi
bersama-sama tentang keprihatinan dan perasaan mereka, serta mendorong
orangtua untuk membantu dan mendukung kesembuhan anaknya.
4. Dampak Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah
Pengaruh perawatan anak pada perkembangan anak tergantung pada sejumlah
faktor yang saling berhubungan, diantaranya adalah sifat-sifat anak, keadaan
perawatan, dan keluarga. Perawatan anak yang berkualitas tinggi dapat
mempengaruhi perkembangan intelektual anak dengan baik terutama pada anak-
anak dari populasi yang kurang beruntung (mengalami sakit dan dirawat di
rumah sakit) (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Pada anak yang sakit
dirawat di rumah sakit akan menemukan tantangan-tantangan yang harus
dihadapinya, yaitu mengatasi masalah perpisahan, penyesuaian terhadap
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
42
lingkungan dan orang-orang yang merawatnya, berhubungan dengan anak yang
sakit lainnya, dan prosedur-prosedur tindakan keperawatan dan pengobatan yang
diterimanya. Kondisi-kondisi ini menyebabkan anak menjadi takut dan cemas.
Cemas merupakan reaksi atas situasi baru dan berbeda. Perasaan cemas dan takut
adalah suatu hal yang normal, namun perlu menjadi perhatian bila rasa cemas itu
semakin kuat dan terjadi lebih sering dengan konteks yang berbeda (Admin,
2007). Pada anak yang sakit (organis) dirawat di rumah sakit akan menimbulkan
kegoncangan psikis (diantaranya adalah emosi), dan sebaliknya ketegangan
yang dialami dapat menimbulkan hambatan kefaalan (psikofisiologik) dan lebih
lanjut menimbulkan psikosomatik. Kondisi ini harus segera di atasi agar tidak
menimbulkan reaksi-reaksi negatif dan tidak rasional atau tercekam pada
khawatiran yang berlebihan (overanxious) (Gunarsa, 1992).
Perawatan anak di rumah sakit dapat berdampak jangka pendek, dan jangka
panjang (Niven, 2002). Dampak jangka pendek berupa ketakutan dan kecemasan
sehingga bila tidak ditangani segera maka anak akan melakukan penolakan
terhadap perawatan dan pengobatan yang diberikan. Keadaan ini akan
berpengaruh terhadap lamanya hari rawat, memperberat kondisi anak, dan
bahkan dapat menyebabkan kematian pada anak.
Terkait dengan kondisi tersebut di atas, penelitian menunjukan bahwa
hospitalisasi berdampak negatif terhadap tidur pada anak dan orangtua baik
secara kualitas maupun kuantitasnya (AASM, 2008). Hal yang sama juga
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
43
disebutkan dalam penelitian Meltzer (2008, dalam AASM, 2008) bahwa tidur
merupakan gangguan yang signifikan pada anak yang mengalami hospitalisasi
khususnya pada anak-anak yang lebih kecil dan malam pertama dirawat. Tidur
juga menurut Meltzer (2008, dalam AASM, 2008) merupakan hal yang utama
bagi kesehatan dan upaya kesembuhan anak. Selanjutnya penelitian yang
dilakukan oleh Rocha, Rocha, dan Martins (2006), menyebutkan bahwa
hospitalisasi berpengaruh terhadap status nutrisi anak. Anak beresiko terhadap
masalah nutrisi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang diperoleh
dan yang dibutuhkan, hal ini dapat meningkatkan kejadian infeksi dan
memperburuk kondisi malnutrisi.
Ketakutan dan kecemasan ini juga merupakan gangguan terhadap terpenuhinya
kebutuhan emosional, yang perlu juga dilakukan penanganan sedini mungkin
karena akan berdampak pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Beberapa hasil penelitian menemukan dampak jangka panjang dari anak sakit
yang dirawat diantaranya yaitu : menyebabkan kesulitan, kemampuan membaca
buruk, kenakalan, dan riwayat pekerjaan tidak stabil pada usia remaja akhir
(Douglas 1975, dalam Niven, 2002); memiliki resiko gangguan bahasa dan
perkembangan keterampilan kognitif (Hewen, 1996); menurunkan kemampuan
intelektual dan sosial, dan menurunkan fungsi imun (Levy, 2006), namun
menurut Hockenbery dan Wilson (2007) reaksi anak terhadap hospitalisasi
bersifat individual.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
44
Berdasarkan hal tersebut di atas, mengingat hospitalisasi dapat berdampak
penting pada jangka pendek maupun jangka panjang pada anak, maka perawat
harus peka dan mengetahui dampak tersebut, serta mampu membantu
mengurangi atau menghilangkan perasaan nyeri dan kecemasan selama
hospitalisasi pada anak.
C. Permainan Terapeutik
1. Konsep Bermain
a. Pengertian Bermain
Bermain merupakan suatu proses yang tidak terpisahkan dalam sepanjang
kehidupan anak. Soetjiningsih (1998, hlm. 105) menyebutkan bahwa, bagi
anak bermain merupakan seluruh aktivitas anak termasuk bekerja,
kesenangannya, dan merupakan metode bagaimana mereka mengenal dunia.
Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anak
memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental, dan
perkembangan emosinya.
b. Fungsi dan Keuntungan Bermain
Bermain memiliki beberapa fungsi penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak sebagaimana disebutkan dalam Wong (2004, hlm. 270)
yang menyebutkan bahwa fungsi bermain adalah sebagai berikut :
1) Perkembangan sensorimotor, meliputi: memperbaiki keterampilan
motorik kasar dan halus serta koordinasi; meningkatkan perkembangan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
45
semua indra; mendorong eksplorasi pada sifat fisik dunia; dan
memberikan pelempiasan kelebihan energi.
2) Perkembangan intelektual, yaitu dengan memberikan sumber-sumber
yang beraneka ragam untuk mempelajari: eksplorasi dan manipulasi
bentuk, ukuran, tekstur, dan warna; pengalaman dengan angka, hubungan
yang renggang, dan konsep abstrak; kesempatan untuk mempraktekan
dan memperluas kemampuan berbahasa; memberikan kesempatan untuk
melatih pengalaman masa lalu dalam upaya mengasimilasinya ke dalam
persepsi dan hubungan baru; membantu anak memahami dunia di mana
mereka hidup dan membedakan antara fantasi dan realita.
3) Perkembangan sosial dan moral yang meliputi: mengajarkan peran orang
dewasa, termasuk peran seks; memberikan kesempatan untuk menguji
hubungan; mengembangkan keterampilan sosial; mendorong interaksi
dan perkembangan sikap yang positif terhadap orang lain; menguatkan
pola perilaku yang telah disetujui dan standar normal.
4) Kreatifitas, yaitu berupa: memberikan saluran ekspresif untuk ide dan
minat yang kreatif; memungkinkan fantasi dan imajinasi; meningkatkan
perkembangan bakat dan minat khusus
5) Kesadaran diri, yaitu meliputi: memudahkan perkembangan identitas diri;
mendorong pengaturan perilaku sendiri; memungkinkan pengujian pada
kemampuan sendiri; memberikan perbandingan antara kemampuan
sendiri dan kemampuan orang lain; memungkinkan kesempatan untuk
belajar bagaimana perilaku sendiri dapat mempengaruhi orang lain.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
46
6) Nilai terapeutik, yaitu meliputi: memberikan pelapasan stress dan
ketegangan; memungkinkan ekspresi emosi dan pelepasan impuls yang
tidak dapat diterima dalam bentuk yang secara sosial dapat diterima;
mendorong percobaan dan pengujian situasi yang menakutkan dengan
cara yang aman; dan memudahkan komunikasi verbal tidak langsung dan
non verbal tentang kebutuhan, rasa takut dan keinginan.
Beberapa keuntungan yang dapat diambil dalam bermain dijelaskan dalam
Soetjiningsih (1998, hlm. 109) sebagai berikut: membuang ekstra energi;
mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh, seperti tulang, otot dan
organ-organ; aktifitas yang dilakukan dapat meningkatkan nafsu makan; anak
belajar mengontrol diri; berkembangnya berbagai keterampilan yang akan
berguna sepanjang hidupnya; meningkatkan daya kreatifitas; mendapat
kesempatan menemukan arti dari benda-benda disekitar anak; merupakan
cara untuk mengatasi kemarahan, kekhawatiran, irihati dan kedukaan;
kesempatan untuk belajar bergaul dengan anak lainnya; kesempatan menjadi
pihak yang kalah ataupun yang menang di dalam bermain; kesempatan
belajar mengikuti aturan-aturan; dan dapat mengembangkan kemampuan
intelektualnya.
Berdasarkan beberapa fungsi dan keuntungan bermain tersebut di atas maka
anak yang dirawat di rumah sakit sangat membutuhkan bermain untuk
melanjutkan proses perkembangan mereka meskipun dalam kondisi sakit dan
merupakan salah satu cara dalam menghadapi tantangan yang ditemukan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
47
pada saat mereka dirawat, sebagaimana yang disebutkan pula oleh
Hockenbery dan Wilson (2007, hlm. 1063), yaitu :
1) Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak dan merupakan
cara yang efektif untuk pengaturan stress pada anak yang mengalami
perawatan, karena penyakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis
dan biasanya mengalami stress yang sangat besar.
2) Bermain merupakan hal yang utama bagi kesehatan mental, emosional,
dan sosial anak. Kebutuhan bermain tidak dapat dihentikan meskipun
anak dalam kondisi sakit ataupun dirawat.
c. Bermain Di Rumah Sakit
Beberapa fungsi bermain di rumah sakit, yaitu: menyediakan hiburan;
membantu anak merasa lebih aman terhadap lingkungan yang asing;
mengurangi stress perpisahan dan perasaan rindu; menghilangkan ketegangan
dan mengekspresikan perasaan; mendorong interaksi dan mengembangkan
sikap yang positif terhadap orang lain; memberikan pengalaman terhadap ide
yang kreatif; memfasilitasi pencapaian tujuan terapeutik; menempatkan anak
pada posisi yang berperan aktif dan memberikan mereka kesempatan untuk
memilih (Hockenbery & Wilson, 2007, hlm. 1063).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bermain di rumah sakit,
diantaranya adalah bahwa anak-anak yang sakit dan dirawat memiliki tingkat
energi yang lebih rendah dari anak yang sehat; tipe fasilitas permainan
berbeda untuk masing-masing kelompok umur dimana pada kelompok anak
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
48
bayi dan todler lebih membutuhkan keamanan dari bermain sedangkan pada
kelompok anak sekolah dan remaja lebih memperhatikan manfaat dari
aktivitas kelompok; dan menyediakan tempat khusus bermain untuk setiap
kelompok usia (Hockenbery & Wilson, 2007).
d. Permainan Pada Anak Usia Prasekolah
Karekteristik permainan dibedakan berdasarkan tingkat perkembangan anak
dan pilihan mainan juga disesuaikan dengan keterampilan, kemampuan dan
minat anak. Variasi tipe permainan yang khas pada periode anak usia
prasekolah, adalah permainan assosiatif, kelompok bermain yang
aktivitasnya sama tetapi tanpa pengaturan yang kaku. Anak-anak prasekolah
juga umumnya menggunakan tipe permainan fantasi atau permainan
informal yang isi permainannya bersifat fantasi seperti meniru kehidupan
sosial/mempelajari peran sosial, dengan karekteristik aktivitasnya spontan
terhadap pembentukan konsep dan ide konstan yang beralasan. Tipe
permainan ini dapat mengembangkan perhatian anak pada teman-teman
bermain, berbagi dan bekerjasama (Hockenbery & Wilson, 2007; Wong,
2004).
Ada beberapa macam permainan anak sebagaimana disebutkan oleh Abu
Ahmadi (1977, dalam Yusuf, 2005, hlm. 172), yaitu:
1) Permainan fungsi (permainan gerak), seperti meloncat-loncat, naik dan
turun tangga, berlari-lari, bermain tali, dan bermain bola.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
49
2) Permainan fiksi, seperti menjadikan kursi sebagai kuda, main sekolah-
sekolahan, dagang-dagangan, perang-perangan, dan masak-masakan.
3) Permainan reseptif atau apresiatif, seperti mendengarkan cerita atau
dongeng, melihat gambar, atau melihat orang melukis.
4) Permainan membentuk (konstruksi), seperti membuat kue dari tanah liat,
membuat gunung pasir, membuat kapal-kapalan dari kertas, membuat
gerobak dari kulit jeruk, membentuk bangunan rumah-rumahan dari
potongan-potongan kayu (plastik) dan membuat senjata dari pelepah daun
pisang.
5) Permainan prestasi, seperti sepak bola, bola voli, tenes meja, dan bola
basket.
2. Konsep Permainan Terapeutik
a. Pengertian Permainan Terapeutik
Permainan terapeutik merupakan permainan untuk menghadapi ketakutan
dan keprihatinan pengalaman kesehatan pada anak yang dirawat, yang
biasanya dilakukan oleh perawat (Ball & Bindler, 2003; Hockenbery &
Wilson, 2007). Permainan terapeutik ini berada pada bentuk yang kecil,
berfokus pada bermain sebagai mekanisme perkembangan dan peristiwa
yang kritis seperti hospitalisasi (Koller, 2008b).
b. Manfaat Permainan Terapeutik
Manfaat permainan terapeutik adalah menurunkan stress psikologis dan
fisiologis yang merupakan tantangan bagi anak dalam menghadapi
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
50
pengobatan dan manfaat jangka panjang membantu perkembangan respon
perilaku lebih positif untuk menggambarkan pengalaman pengobatan
(Koller, 2008b).
c. Tehnik Permainan Terapeutik untuk Anak Usia Prasekolah
Perawat dapat menggunakan intervensi permainan terapeutik untuk
menurunkan stress akibat ketakutan dengan menggunakan bermacam-macam
permainan (Ball & Bindler, 2003). Adapun tehnik permainan yang dapat
diberikan pada anak prasekolah menurut Ball dan Bindler (2003), yaitu
sebagai berikut :
1) Cerita
a) Pengkajian meliputi: apa yang dapat disusun anak tentang sebuah
gambar; menganalisis isi dan petunjuk emosi yang ada dalam cerita;
apa yang dapat diceritakan anak tentang pengalaman penting di dalam
kelompok anak-anak lain.
b) Intervensi meliputi: membaca atau menyusun cerita untuk
menjelaskan penyakit, hospitalisasi, atau aspek spesifik lain tentang
perawatan kesehatan, termasuk di dalamnya emosi seperti ketakutan
2) Menggambar
a) Pengkajian meliputi: lakukan test Goodenough Draw-A-Person untuk
mengevaluasi tingkat koognitif; pertimbangkan fokus utama, ukuran
dan penempatan item dalam gambar, warna yang digunakan, ada atau
tidak adanya hambatan fisik, dan perasaan emosi secara umum;
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
51
lakukan Gellert Index untuk mempelajari pengetahuan anak tentang
tubuh dan fungsinya sebelum perencanaan pengajaran.
b) Intervensi meliputi: Gunakan gambar anak atau outline dari tubuh
untuk menjelaskan keperawatan, prosedur atau kondisi; menyediakan
kesempatan untuk anak menggambar gambarnya atau pilihannya atau
topik langsung seperti sebuah foto keluarga anak atau pertemuan
perawat kesehatan; tanyakan pada anak: “Ceritakan kepada saya
tentang gambar mu” Sebagai tanda emosi anak: “Anak ini harus
menjadi takut terhadap mesin x-ray yang besar”
3) Musik
a) Pengkajian meliputi: observasi tipe musik yang dipilih dan pengaruh
permainan musik terhadap perilaku.
b) Intervensi meliputi: dorong orangtua dan anak untuk membawa tape
favorit ke rumah sakit untuk mengurangi stress; tape dimainkan
selama test dan prosedur; orangtua dapat merekam suara mereka
sebagai permainan bayi dan anak yang lebih muda selama perpisahan;
selama anak dirawat dalam waktu yang lama dapat mengirim
rekaman kepada sibling atau teman sekelasnya, dan merekam
kembali respon mereka; pada waktu bermain anak diberikan
kesempatan memainkan intrumen atau menyanyi.
4) Wayang
a) Pengkajian meliputi: wayang dapat mengajukan pertanyaan kepada
anak yang lebih muda, siapa yang biasanya lebih mungkin menjawab.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
52
b) Intervensi meliputi: menyelenggarakan drama singkat yang lucu
untuk mengajarkan anak informasi kebutuhan kesehatan.
5) Permainan dramatik
a) Pengkajian meliputi: menyediakan boneka atau perlengkapan
pengobatan dan analisis peran yang diberikan untuk boneka dari
masing-masing anak, demonstrasi perilaku dari boneka dalam
permainan anak, dan tampak jelas emosi.
b) Intervensi meliputi: menyiapkan boneka dan peralatan sesuai
permainan; keamanan dijamin dengan melakukan supervisi secara
tertutup ketika perlengkapan digunakan; respon emosional dan
perilaku ditunjukan; gunakan boneka dan perlengkapannya seperti
pembalut, nebulizer, peralatan intra venus, dan stetoskop untuk
menjelaskan keperawatan; gunakan boneka dengan masalah yang
sama dengan anak; sediakan mainan yang membantu pengalaman
perkembangan emosi, seperti ketokan papan dan melepaskan anak
panah ke dalam rumah.
6) Binatang kesayangan
a) Pengkajian meliputi: Menyediakan pet terapi; menonton interaksi
antara anak dan binatang.
b) Intervensi meliputi: menunjukan respon emosi anak; memfasilitasi
sentuhan dan memukul binatang.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
53
D. Penelitian Terkait Pemberian Permainan Terapeutik
Penelitian yang terkait tentang manfaat permainan terapeutik dan juga yang
berkaitan dengan masalah penelitian ini banyak dilakukan baik di luar negeri
maupun di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di luar negeri diantaranya oleh Rae,
et al. (1989), William, Lopez, dan Lee (2004), dan Koller (2008b).
Rae, et al. (1989) melakukan penelitian tentang dampak psikososial dari permainan
pada anak yang dirawat di rumah sakit, yang bertujuan untuk membandingkan
dampak bermain terhadap kemampuan adaptasi psikososial anak yang dirawat. Pada
penelitian tersebut sampel yang digunakan sebanyak 46 orang anak yang dirawat
dengan penyakit akut, dengan menggunakan desain eksperimen yaitu dengan
membandingkan 3 intervensi dan satu kontrol. Bentuk intervensi yang digunakan
berupa permainan terapeutik, permainan yang bersifat mengalihkan perhatian,
dukungan verbal, dan tanpa intervensi. Hasil dari penelitian didapatkan adanya
penurunan yang signifikan ketakutan terhadap rumah sakit.
Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh William, Lopez, dan Lee (2004), yaitu
tentang pengaruh permainan terapeutik terhadap kondisi praoperasi anak
prasekolah pada hari pelaksanaan pembedahan, yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh permainan terapeutik pada hari pelaksanaan pembedahan. Pada penelitian
tersebut sampel yang digunakan sebanyak 203 orang anak yang akan dilakukan
pembedahan, dan menggunakan desain eksperimen. Bentuk intervensi yang
digunakan adalah pemberian permainan terapeutik pada kelompok eksperimen dan
informasi rutin pada kelompok kontrol. Hasil dari penelitian didapatkan adanya
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
54
penurunan kecemasan yang signifikan pada pra dan paska operasi dan menunjukan
respon emosional negatif pada saat anestesi pada kelompok eksperimen
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Sementara itu, Donna Koller pada tahun 2008 yang lalu dari Reasearch Institute
Hospital for Sick Children Toronto, Ontario, Canada, melakukan penelitian
permainan terapeutik untuk anak di rumah sakit yang merupakan evidence-based
practice. Penelitian dilakukan didasarkan pada pengulangan ketersediaan penelitian
dari tahun 1960 hingga Desember 2006 dengan menggunakan mesin pencari yaitu:
PsychoINFO, yang mencatat literatur dari psikologi dan berhubungan dengan
disiplin-disiplin ilmu seperti pengobatan, psikiater, keperawatan, psikologi, dan
pendidikan; MEDLINE, yang berfokus pada literatur biomedikal; CINAHL, yang
berfokus pada kumpulan indek keperawatan dan literatur kesehatan, dimana
literaturnya berhubungan dengan keperawatan dan profesi kesehatan. Hasil
penelusuran tersebut dilakukan seleksi dengan hasil akhir didapatkan 10 penelitian
(9 kuantitatif dan 1 kualitatif). Anak-anak yang masuk dalam penelitian ini berusia 3
hingga 12 tahun dan dirawat dengan berbagai alasan, termasuk pembedahan gigi,
kateterisasi jantung, dan tonsilektomi. Delapan penelitian kuantitatif menggunakan
desain random eksperimental untuk menguji pengaruh permainan terapeutik, dan
satu penelitian menggunakan desain deskriptif dari wawancara tentang bermain.
Satu penelitian kualitatif menguji proses bermain ketika anak-anak menggunakan
seni ekspresi. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa permainan terapeutik dapat
menurunkan stress fisiologis dan psikologis anak dalam menghadapi pengobatan
dan permainan terapeutik juga membantu perkembangan respon perilaku lebih
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
55
positif untuk menggambarkan pengalaman pengobatan. Hasil penelitian ini juga
merekomendasikan penelitian selanjutnya diarahkan pada pilihan-pilihan bermain
yang berpihak pada anak jika evidence practice adalah merefleksikan kebutuhan
anak.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa penelitian permainan terapeutik
tidak hanya dilakukan di luar negeri tetapi juga di Indonesia. Penelitian tentang
manfaat permainan terapeutik yang dilakukan di Indonesia, diantaranya oleh Suparto
(2002), dan Purwandari, Mulyono, dan Sucipto (2007).
Hardjono Suparto pada tahun 2002 dari SMF Ilmu Keperawatan Anak FK.
Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya melakukan penelitian tentang mewarnai gambar
sebagai metoda penyuluhan untuk anak yang merupakan studi pendahuluan pada
program pemulihan anak sakit IRNA anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Penelitian
ini dilakukan menggunakan studi eksperimental (pre dan post), dengan sampel 10
anak yang sedang dirawat di bangsal anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku gambar yang berisi situasi dan
kondisi selama perawatan di rumah sakit, termasuk mengenai prosedur diagnostik
dan terapi, yang merupakan modifikasi buku standar dari Assosiasi Rumah Sakit di
Australia. Observasi terhadap perilaku yang nampak mengenai agresivitas, depresi,
hiperaktif, emosi, sosialisasi, menggunakan lembar data observasi anak yang
dikeluarkan oleh Bagian Psikologi Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa mewarnai buku
bergambar dengan materi mengenai situasi dan kondisi rumah sakit merupakan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
56
terapi permainan yang ekspresif dan kreatif yang dapat digunakan sebagai media
penyuluhan untuk anak, karena dapat memberikan perubahan perilaku yang positif
tanpa melihat diagnostik serta berat ringannya penyakit utama yang dideritanya.
Penelitian ini merekomendasikan perlunya pengelompokan anak berdasarkan usia
karena berperan dalam menentukan pilihan intervensi yang tepat berkaitan dengan
tingkat kepandaian yang berbeda, dan intervensi yang dilakukan untuk mengatasi
kecemasan dan stress dengan memakai media buku bergambar yang telah disesuai
dengan kondisi di Indonesia dan harus di test validitas dan reliabilitas terlebih
dahulu.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Haryati Purwandari, dkk pada tahun
2007, tentang terapi bermain untuk menurunkan kecemasan perpisahan pada anak
prasekolah yang mengalami hospitalisasi di ruang Aster RSU Prof. Margono
Soekarjo Purwakerto. Penelitian dilakukan menggunakan kuasi eksperimen dengan
dua kelompok pre dan post test. Sampel yang digunakan sebanyak 40 anak yaitu 20
anak pada kelompok intervensi dan 20 anak pada kelompok kontrol yang memenuhi
kriteria inklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah anak usia 3-6 tahun,
dirawat di ruang Aster RSU Prof. Margono Soekarjo Purwakarta, diagnosa penyakit
tidak dibedakan, lama rawat minimal 3 hari perawatan, anak berada dalam taraf
proses penyembuhan, bersedia dan koopratif mengikuti terapi bermain. Instrumen
penelitian menggunakan dua jenis kuesioner, yaitu kuesioner tentang karekteristik
responden dan kuesioner tentang tingkat kecemasan yang telah dilakukan uji
validitas dengan korelasi Product Moment dan uji reliabilitas dengan Alpha
Cronbach, dengan hasil valid dan reliabel. Bentuk intervensi terapi bermain yang
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
57
digunakan berupa permainan pengobatan dan pohon keluarga. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan gambaran faktor yang mempengaruhi respon anak terhadap
hospitalisasi diantaranya adalah usia; pengalaman dirawat dan sistem pendukung;
dan kegiatan terapi bermain secara statistik bermakna terhadap penurunan
kecemasan perpisahan pada anak prasekolah. Penelitian ini selanjutnya
merekomendasikan perlunya penggunaan sampel yang cukup besar sehingga dapat
mewakili populasi.
E. Aplikasi Teori Caring pada Anak yang Dirawat
Anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan
bangsa, yang memiliki peran strategis dan mempunyi ciri dan sifat khusus. Anak-
anak perlu dipersiapkan demi kelangsungan suatu bangsa dan negara, baik untuk saat
ini maupun di masa yang akan datang, melalui peningkatan kesejahteraan anak
(Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004). Kesejahteraan anak dapat
diperoleh dengan adanya jaminan dan kesempatan bagi anak untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, dan berahlak mulia
sebagaimana tertuang dalam UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan
anak. Pertumbuhan perkembangan anak yang optimal dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang berperan
tersebut dapat meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Keluarga
Anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara normal membutuhkan bantuan
dan dukungan dari orang tua dan lingkungan. Pada tahap ini anak masih peka
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
58
terhadap gangguan yang dapat mengakibatkan pertumbuhan yang tidak optimal,
perkembangan yang tidak sesuai, dan perubahan perilaku yang jelek (Behrman,
Kliegman, & Arvin, 2000). Anak memiliki kebutuhan dasar untuk tumbuh dan
berkembang, secara umum disebutkan oleh Titi (1993, dalam Soetjiningsih,
1998) kebutuhan dasar anak tersebut meliputi kebutuhan fisik-biomedis,
emosi/kasih sayang, dan stimulasi mental, dimana kebutuhan ini dapat diperoleh
dari keluarga dan lingkungan.
Selanjutnya Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000) menekankan bahwa, tenaga
kesehatan dalam melakukan keperawatan terhadap anak harus
mempertimbangkan dukungan yang diberikan oleh orangtua dan lingkungan
lewat pertanyaan dan pengamatan. Pengamatan yang melibatkan higiene anak
dan tingkat perhatian serta tanggapan anak secara umum. Pertanyaan yang
mencakup hal-hal sebagai berikut: bagaimana tanggapan orangtua terhadap
kebutuhan anak; bagaimana nada suara orangtua yang sedang berinteraksi
dengan anak; dengan istilah yang bagaimana orangtua menjelaskan perihal
anaknya; jika anak mulai menangis atau terganggu, bagaimana tanggapan
orangtua; apakah orangtua selalu memperhatikan anak atau tidak; apakah anak
kelihatan tertekan atau nampak gelisah yang tidak beralasan; apakah terdapat
jalinan persahabatan yang cukup luas mendukung anak; apakah keluarga dalam
keadaan tertekan, seperti dalam kondisi sakit atau kehilangan pekerjaan.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
59
2. Penyakit
Penyakit merupakan salah satu penyebab gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak bahkan merupakan penyebab kematian (Behrman,
Kliegman, & Arvin 2000; Soetjiningsih, 1998). Anak yang sakit membutuhkan
perawatan dan pengobatan, baik dilakukan dengan cara rawat jalan atau rawat
inap yang dikenal dengan hospitalisasi. Anak yang menderita penyakit menahun
menurut Soetjiningsih (1998), akan terganggu tumbuh kembangnya,
pendidikannya, dan juga dapat mengalami stress.
3. Perawatan Kesehatan
Perawatan kesehatan yang teratur menurut Soetjiningsih (1998, hlm. 7), tidak
saja kalau anak sakit, tetapi pemeriksaan kesehatan dan penimbangan anak
secara rutin setiap bulan, akan menunjang pada tumbuh kembang anak. Anak
yang sakit membutuhkan perawatan, dan apabila dirawat di rumah sakit, peranan
perawat menjadi sangat penting karena merupakan lingkungan yang terdekat
dengan anak dan mempengaruhi keberhasilan dalam kesembuhan anak tanpa
menimbulkan dampak yang tidak diinginkan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya akibat dirawat.
Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan didasarkan pada kemampuan
intelektual, sikap dan keterampilan yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dipertanggunggugatkan. Perawat juga melakukan asuhan keperawatan secara
komprehensif dengan mengintegrasikan konsep keperawatan anak dengan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
60
kondisi yang sedang dihadapi oleh anak. Adapun teori keperawatan yang akan
diintegrasikan pada masalah anak prasekolah yang dirawat/yang mengalami
masalah dalam hospitalisasi adalah konsep Theory of Caring dari Kristen M.
Swanson.
Theory of Caring dari Kristen M. Swanson, dapat menyediakan kerangka kerja
untuk menemukan kebutuhan fisik dan psikologis anak yang berada di praktik
klinik. Pada penerapannya, perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
guna memenuhi kebutuhan anak prasekolah yang mengalami masalah
hospitalisasi meyakini nilai-nilai caring. Nilai-nilai caring tersebut berupa upaya
memahami nilai-nilai yang diyakini oleh anak dengan memperhatikan perasaan
yang dirasakannya (seperti kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol,
dan ketakutan terhadap cidera), serta berkomitmen dan bertanggungjawab
membantu permasalahan yang dihadapi oleh anak.
Swanson (1993, dalam Tomey & Alligood, 2006) mengidentifikasi 4 konsep
sentral yang dibahas menjadi 5 konsep utama yang dapat diaplikasikan, yaitu :
1. Maintaining belief (Mempertahankan Keyakinan)
Perawat menumbuhkan keyakinan kepada anak prasekolah dalam
menghadapi masa penuh stress akibat hospitalisasi, mengakui kemampuan
anak dalam menghadapinya, dan mengembangkan rasa optimisme yang
realistik, melalui pemberian permainan terapeutik. Selanjutnya perawat juga
meyakinkan anak prasekolah bahwa perawat dan orangtua akan selalu berada
disamping anak bila dibutuhkan.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
61
2. Knowing (Mengetahui)
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan memiliki pengetahuan
untuk memahami anak prasekolah, sehingga dengan pengetahuannya perawat
dapat melakukan pengkajian terhadap kebutuhan fisik dan psikologis anak
secara teliti dengan menghindari pembuatan asumsi, berfokus pada
kepentingan pemberian perawatan, serta melibatkan anak dalam pemberian
asuhan keperawatan.
3. Being with (Kesediaan)
Perawat dalam melakukan perawatan terhadap anak prasekolah juga
menunjukan kesediaannya secara menyeluruh, baik secara emosional
maupun secara fisik dihadapan anak dan saling berbagi perasaan tanpa
perawat merasakan simpati tetapi empati. Tindakan tersebut salah satunya
adalah menemani anak pada saat bermain.
4. Doing for (Memelihara/Mengurus)
Perawat melakukan perawatan untuk memenuhi kebutuhan anak, yang
meliputi antisipasi kebutuhan, memberikan hiburan, dan selalu menjaga
martabat anak.
5. Enabling (Memberikan Alternatif)
Perawat dalam melakukan keperawatan berusaha memfasilitasi anak dalam
menghadapi masalah yang dihadapinya, yaitu masalah akibat hospitalisasi.
Perawat juga memberikan informasi, penjelasan, dukungan, alternatif
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
62
pemecahan, dan umpan balik. Alternatif pemecahan masalah akibat
hospitalisasi yang dapat dipilih diantaranya adalah permainan terpeutik.
F. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan teoritis yang telah diuraikan pada studi kepustakaan maka
secara sistematis kerangka teori pada penelitian ini dapat digambarkan dalam skema
sebagai berikut :
Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian
\
Dikutip dari: Ball dan Bindler, (2003); Koller, (2008); Hockenbery dan Wilson, (2007); Muscari, (2001); Tomey dan Alligood, (2006)
Theory of Caring Dari Kristen M.Swanson
Caring : Permainan Terapeutik
Hospitalisasi Yang mempengaruhi reaksi anak terhadap hospitalisasi: - Usia anak - Pengalaman terhadap
sakit - Sistem pendukung yang
tersedia - Tempramen anak - Kecemasan anak
Anak Prasekolah Sakit
Reaksi anak terhadap hospitalisasi - Kecemasan perpisahan - Perasaan kehilangan kontrol - Ketakutan terhadap cidera
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
63
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS DAN
DEFINISI OPERASIONAL
Pada bab ini akan dijelaskan tentang kerangka konsep penelitian, hipotesis, dan definisi
operasional. Kerangka konsep penelitian diperlukan sebagai acuan dalam melaksanakan
suatu penelitian, yang dikembangkan dari tinjauan teori yang telah dibahas sebelumnya.
Gambaran mengenai variabel-variabel penelitian dapat juga diperoleh dari kerangka
konsep. Hipotesis penelitian merupakan pernyataan sementara yang akan diuji
kebenarannya sebagai suatu petunjuk dalam mengidentifikasi dan menginterpretasikan
suatu hasil penelitian. Definisi operasional merupakan definisi variabel yang diteliti
berdasarkan karakteristik yang diamati untuk memperjelas maksud dari suatu penelitian
yang dilakukan.
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep akan menjelaskan tentang variabel-variabel yang dapat diukur
dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
64
1. Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecemasan, kehilangan kontrol, dan
ketakutan yang dialami oleh pasien anak prasekolah yang dirawat di rumah
sakit.
2. Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah permainan terapeutik pada pasien
anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit.
3. Variabel perancu (confounding variable)
Variabel perancu dalam penelitian ini adalah usia anak, temperamen anak, sistem
pendukung yang tersedia, dan pengalaman dirawat sebelumnya.
Adapun skema kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:
Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independent Variabel Dependent
Variabel counfonding
Kelompok kontrol : Tanpa permainan terapeutik
Kecemasan perpisahan Kehilangan kontrol Ketakutan terhadap cidera
1. Usia anak 2. Temperamen anak 2. Sistem pendukung yang tersedia 3. Pengalaman dirawat sebelumnya
Kelompok intervensi : Permainan terapeutik
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
65
B. Hipotesis Penelitian
Pemberian permainan terapeutik berpengaruh terhadap kecemasan perpisahan,
perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah
yang dirawat di rumah sakit.
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Independen Pemberian permainan terapeutik
Penatalaksanaan perawatan pasien anak yang dirawat di rumah sakit dengan pemberian tindakan yang mempunyai efek mengurangi atau menghilangkan respon anak terhadap kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol dan ketakutan terhadap cidera selama dirawat
Pemberian permainan terapeutik pada kelompok intervensi sebanyak 3 kali.
1: untuk perawatan pasien anak yang dirawat di rumah sakit, yang diberikan permainan terapeutik. 2: untuk perawatan pasien anak yang dirawat di rumah sakit, yang belum diberikan permainan terapeutik.
Nominal
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
66
Dependen Kecemasan perpisahan Kehilangan kontrol Ketakutan terhadap cidera
Tanda-tanda atau gejala yang tampak saat anak dirawat di rumah sakit berupa respon perasaan anak terhadap sesuatu yang dibayangkan akan terjadi pada dirinya. Tanda-tanda atau gejala yang tampak saat anak dirawat di rumah sakit berupa respon yang ditimbulkan dari perasaan malu, bersalah, dan tidak berdaya, sebagai akibat dari kehilangan kemampuan yang biasa dimilikinya. Tanda-tanda atau gejala yang tampak saat anak dirawat di rumah sakit berupa respon perasaan takut anak terhadap
Melakukan observasi terhadap perilaku yang ditampilkan oleh anak yang didapatkan dari hasil pengamatan dan orangtua dengan menggunakan lembar observasi yang terdiri dari 15 item Melakukan observasi terhadap perilaku yang ditampilkan oleh anak yang didapatkan dari pengamatan dan orangtua dengan menggunakan lembar observasi yang terdiri dari 10 item Melakukan observasi terhadap perilaku yang ditampilkan oleh anak yang didapatkan dari
Menjumlahkan hasil ukur yang dinyatakan dalam skor (15-60), dengan asumsi terjadi peningkatan kecemasan apabila terdapat peningkatan skor.
Menjumlahkan hasil ukur yang dinyatakan dalam skor (10-40), dengan asumsi terjadi peningkatan perasaan kehilangan kontrol apabila terdapat peningkatan skor. Menjumlahkan hasil ukur yang dinyatakan dalam skor (18-72), dengan asumsi terjadi peningkatan
Interval Interval Interval
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
67
Perancu Temperamen anak Sistem pendukung yang tersedia
tindakan yang akan dilaksanakan, yaitu berupa tindakan pengobatan dan perawatan Tampilan perilaku anak saat berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Ketersediaan dukungan terhadap anak berupa kehadiran dan keterlibatan orang tua/keluarga yang terdekat dalam perawatan anak di rumah sakit selama 24 jam.
pengamatan dan orangtua dengan menggunakan lembar observasi yang terdiri dari 18 item Melakukan observasi terhadap perilaku yang ditampilkan oleh anak dalam empat sampai dengan enam minggu terakhir yang didapatkan dari orangtua dengan menggunakan format observasi yang terdiri dari 12 item Melakukan observasi terhadap ketersediaan dukungan terhadap anak yang dilakukan oleh perawat, dengan menggunakan lembar observasi yang terdiri dari 7 item
ketakutan terhadap cidera apabila terdapat peningkatan skor. Temperamen anak berdasarkan penetapan kriteria yang dikategorikan sebagai: 1: mudah 2: sulit 3: lambat 1: untuk ketersediaan dukungan, bila hasil skor pengukuran > 25 (mean). 2: untuk kurang ketersediaan dukungan, bila hasil skor pengukuran ≤ 25 (mean)
Ordinal Nominal
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
68
Pengalaman dirawat sebelumnya Usia anak
Pengalaman dirawat sebelumnya pada saat usia anak lebih dari 3 tahun Usia anak saat ini yang dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir
Melakukan pengkajian terhadap pengalaman anak sebelumnya dengan menggunakan pertanyaan yang terdapat dalam lembar observasi respon perilaku anak yang dirawat di rumah sakit Melakukan pengkajian terhadap usia anak dengan menggunakan pertanyaan yang terdapat dalam lembar observasi respon perilaku anak anak yang dirawat di rumah sakit
1: untuk pengalaman dirawat pada saat usia lebih dari 3 tahun 2: untuk pengalaman dirawat pada usia kurang dari 3 tahun/tidak pernah Hasil pengukuran yang dinyatakan dalam tahun
Nominal Interval
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
69
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuasi-eksperimen. Desain kuasi-
eksperimen merupakan desain penelitian yang bertujuan menguji hubungan sebab
akibat (Burns & Grove, 2003). Desain ini memfasilitasi pencarian hubungan sebab
akibat dalam situasi dimana kontrol secara sempurna tidak memungkinkan untuk
dilakukan. Kekuatan untuk mencapai tujuan tergantung dari luasnya efek treatment
eksperimen (variabel independen) terhadap subjek dengan sengaja atau terencana
yang dapat dideteksi dengan pengukuran variabel dependen.
Desain kuasi-eksperimen dalam penelitian ini menggunakan tipe nonequivalent
control group design dengan pre dan post test. Disain kuasi-eksperimen tipe
nonequivalent control group design dengan pre dan post test merupakan suatu desain
yang melakukan perlakuan pada dua atau lebih kelompok kemudian diobservasi
sebelum dan sesudah implementasi, dimana kelompok tersebut terbagi menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi yang tidak mendapatkan
perlakuan yang sama, serta kedua kelompok tersebut tidak dipilih secara random
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
70
(Polit & Hungler, 1999). Dalam Penelitian ini, kelompok kontrol tidak mendapatkan
perlakuan (permainan terapeutik) sedangkan kelompok intervensi mendapat
perlakuan.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh permainan terapeutik pada anak
prasekolah yang dirawat di rumah sakit terhadap kecemasan perpisahan, perasaan
kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera. Adapun bentuk rancangan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Skema 4.1 Bentuk Rancangan Penelitian
Pre test Kelompok Intervensi Post test
Keterangan :
O1 : Kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap
cidera sebelum dilakukan pemberian permainan terapeutik pada kelompok
intervensi
O1
O3
Intervensi Permainan Terepeutik
O2
O4
Dibandingkan O1 – O2 = Y1 O3 – O4 = Y2 Y1 – Y2 = Z1 Kelompok Kontrol
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
71
O2 : Kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap
cidera setelah dilakukan pemberian permainan terapeutik pada kelompok
intervensi
O3 : Kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap
cidera sebelum dilakukan pemberian permainan terapeutik pada kelompok
kontrol
O4 : Kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap
cidera setelah dilakukan pemberian permainan terapeutik pada kelompok
kontrol
Y1 : Perubahan kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan
terhadap cidera sebelum dan sesudah dilakukan pemberian permainan
terapeutik pada kelompok intervensi
Y2 : Perubahan kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan
terhadap cidera sebelum dan sesudah dilakukan pemberian permainan
terapeutik pada kelompok kontrol
Z1 : Perbedaan perubahan kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan
ketakutan terhadap cidera sebelum dan sesudah dilakukan pemberian
permainan terapeutik pada kelompok intervensi dengan perubahan kecemasan
perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera
sebelum dan sesudah dilakukan pemberian permainan terapeutik pada
kelompok kontrol
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
72
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak prasekolah yang dirawat di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung pada bulan Mei –Juni 2009
2. Sampel
Perhitungan besar sampel minimal yang akan digunakan berdasarkan hasil
perhitungan uji hipotesis beda rata-rata berpasangan dengan derajat kemaknaan
5%, kekuatan uji 90% dan uji hipotesis dua sisi (Ariawan, 1998).
Rumus :
2 σ² [Z 1- �/2 + Z 1- ß ]² n =
( µ1 - µ2 ) ²
Keterangan :
σ² = standar deviasi dari beda dua rata-rata berpasangan dari penelitian
terdahulu
µ1 = rata – rata pada keadaan sebelum intervensi dari penelitian
terdahulu
µ2 = rata – rata pada keadaan setelah intervensi dari penelitian
terdahulu
Z 1- �/2 = nilai Z pada derajat kemaknaan 1,96 bila � : 5%
Z 1- ß = nilai Z pada kekuatan uji 1,28 bila kekuatan uji 90%
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
73
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Brandt (1999) tentang manfaat
terapi bermain pada anak-anak dengan jumlah sampel masing-masing untuk
kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah 13 anak didapatkan standar
deviasi kelompok kontrol 5.7 dan kelompok intervensi 7,9, yang selanjutnya
berdasarkan hasil perhitungan didapatkan perkiraan standar deviasi dari beda dua
rata-rata berpasangan adalah 6,9. Pada penelitian tersebut juga didapatkan hasil
pengukuran rata-rata masalah perilaku sebelum intervensi 62, dan rata-rata
masalah perilaku setelah intervensi adalah 56.
Berdasarkan rumus di atas dan merujuk pada hasil penelitian Brandt (1999)
tersebut maka besar sampel minimal yang diperlukan adalah sebagai berikut:
2 . (6,9)² [1,96 + 1,28]²
n = ( 62 – 56)² = 27,7 Pada penelitian, sampel yang digunakan dapat saja memiliki kemungkinan untuk
terjadi drop out. Untuk mencegah kejadian tersebut perhitungan besar sampel
ditambah 10%, sehingga besar sampel minimal adalah 30 anak pada masing-
masing kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Jadi total jumlah sampel
minimal yang akan dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 60 anak.
Penentuan kriteria sampel dibutuhkan untuk membantu mengurangi bias hasil
penelitian, terutama terhadap variabel-variabel kontrol atau perancu yang
mempunyai pengaruh terhadap variabel yang diteliti. Kriteria sampel menurut
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
74
Sastroasmoro dan Ismael (2002) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu inklusi dan
eksklusi.
Kriteria inklusi merupakan prasyarat umum yang harus dipenuhi subyek
sehingga dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastroasmoro & Ismael, 2002).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi :
1. Pasien anak yang dirawat di ruang Alamanda, Aster dan Kemuning.
2. Pasien anak yang baru masuk (hari kedua).
3. Pasien anak berusia 4 – 6 tahun.
4. Pasien anak dengan penyakit akut.
5. Pasien anak bersedia ikut serta dalam permainan terapeutik.
6. Orangtua menandatangani informed consent.
Kriteria eksklusi adalah subyek yang memenuhi kriteria inklusi namun tidak
dapat diikutsertakan dalam penelitian, dikarenakan berbagai sebab
(Sastroasmoro & Ismael, 2002). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi:
1. Pasien anak yang memiliki keterbatasan aktivitas karena terpasang beberapa
alat invasif
2. Pasien anak yang bedrest total
3. Pasien anak yang belum melewati fase krisis
Pemilihan subyek sampel yang dilakukan adalah sesuai dengan kriteria inklusi
dan eksklusi yang telah ditentukan. Proses menentukan subyek penelitian, yang
mendapat perlakuan dan yang merupakan kontrol berdasarkan waktu, yaitu
menggunakan rumah sakit dan ruang perawatan yang sama tetapi dengan waktu
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
75
pelaksanaan yang berbeda pada setiap kelompok, guna mengurangi kesenjangan
sosial yang timbul di antara subyek sampel penelitian. Pengambilan subyek
penelitian juga dilakukan dengan cara consecutive sampling, sebagaimana yang
disebutkan oleh Sastroasmoro (2002) yaitu dengan cara semua subyek yang
datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukan dalam penelitian sampai
jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.
C. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung
karena rumah sakit tersebut merawat pasien anak cukup banyak sehingga dapat
memudahkan proses penelitian ini terutama dalam pengambilan sampel. Selain itu,
di rumah sakit tersebut juga belum ada program terapi bermain untuk anak.
D. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 4 minggu yaitu pada tanggal 7 Mei – 8
Juni 2009.
E. Etika Penelitian
Peneliti dalam melakukan penelitian berupaya memenuhi pertimbangan etik. Ada
tiga prinsip etik yang utama sebagaimana disebutkan dalam Polit dan Hungler
(1999), yaitu :
1. The Principle of Beneficience/Prinsip Kemanfaatan
Responden berhak mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan dan
kerugian, dan peneliti harus menjamin agar responden terlindungi dari
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
76
eksploitasi dan semua usaha untuk meminimalkan bahaya/kerugian dari suatu
penelitian, serta memaksimalkan manfaat dari penelitian. Penerapan prinsip The
Principle of Beneficience dalam penelitian ini, peneliti berupaya memenuhi hak
responden sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Penelitian ini tidak
menimbulkan bahaya atau kerugian apapun pada responden, bahkan hasil yang
diperoleh akan bermanfaat untuk anak dan keluarga, serta berguna untuk
pengembangan pelayanan keperawatan anak di rumah sakit.
2. The Principle of Respect for Human Dignity/Prinsip Menghormati Martabat
Manusia
Hak ini berdasarkan prinsip etik yang menghormati setiap individu. Responden
sebagai individu, memiliki otonomi dan hak membuat keputusan secara sadar
dan dipahami dengan baik, bebas dari paksaan untuk berpartisipasi atau tidak
dan atau menarik diri dari penelitian. Penerapan prinsip The Principle of Respect
for Human Dignity, peneliti dalam penelitian ini memberikan kebebasan pada
anak dan keluarga untuk menentukan keikutsertaannya dalam penelitian tanpa
adanya paksaan. Persetujuan responden untuk terlibat dalam penelitian ini
dilakukan melalui proses informed consent, yang bertujuan agar responden dapat
membuat keputusan yang dipahami dengan benar berdasarkan informasi yang
tersedia dalam dokumen informed consent. Informasi yang diberikan kepada
responden adalah sebagaimana seperti yang disebutkan oleh Basuki (2000), yaitu
meliputi: keterangan mengenai penelitian yang akan dilaksanakan, manfaat yang
akan diperoleh oleh calon subyek penelitian dan bagi masyarakat, dan resiko-
resiko yang mungkin akan terjadi pada penelitian yang bersangkutan.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
77
3. The Principle of Justice/Prinsip Kadilan
Setiap individu memiliki hak yang sama untuk dipilih terlibat dalam penelitian
tanpa diskriminasi, dan mendapatkan penanganan yang sama dengan
menghormati seluruh persetujuan yang telah disepakati, serta peneliti juga
memberikan penanganan terhadap masalah yang mungkin muncul selama
individu berpartisipasi dalam penelitian. Selain itu individu juga berhak untuk
dihargai tentang apa yang mereka lakukan dan apa yang dilakukan terhadap
mereka, dan peneliti merahasiakan informasi yang didapat hanya untuk
kepentingan penelitian. Penerapan prinsip The Principle of Justice, peneliti
selama kegiatan penelitian berusaha menjaga kerahasiaan dengan cara nama
responden tidak dicantumkan dan sebagai gantinya peneliti menggunakan nomor
responden, serta semua informasi yang diperoleh dijaga kerahasiaannya
termasuk keterlibatan responden dalam penelitian. Selanjutnya responden yang
terlibat dalam kelompok kontrol (tanpa perlakuan) setelah selesai penelitian
diberikan perlakuan yang sama dengan kelompok intervensi.
Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
F. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar
observasi. Lembar observasi tentang kecemasan perpisahan, ketakutan terhadap
cidera, dan perasaan kehilangan kontrol, dikembangkan dan dimodifikasi dari Ulfa
(2000) dan teori yang dikemukan oleh Hockenberry dan Wilson (2007) tentang
stressor dan respon anak usia prasekolah terhadap hospitalisasi. Sedangkan lembar
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
78
observasi tentang temperamen anak dikembangkan dan dimodifikasi dari Carey dan
McDevitt (1978, dalam Wong 2004). Selanjutnya lembar observasi tentang sistem
pendukung yang tersedia dirancang sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada teori
yang dikemukakan oleh Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000) dan lembar
pengkajian pengalaman dirawat sebelumnya dan usia anak juga dirancang sendiri
oleh peneliti dengan mengacu pada teori pertumbuhan dan perkembangan anak dari
Hockenberry dan Wilson (2007) dan Muscari (2005). Lembaran observasi dan
pengkajian terebut dapat dilihat pada lampiran 3, 4 ,5 dan 6.
Lembar observasi tentang kecemasan perpisahan dan ketakutan terhadap cidera
(lampiran 3), terdiri dari 33 item respon perilaku anak yang meliputi bagian A, B,
dan C (15 item) untuk instrumen kecemasan perpisahan dan bagian D dan E (18
item) untuk instrumen ketakutan terhadap cidera. Respon anak dinilai dengan skala
likert, yaitu selalu (SL) = 1, sering (SR) = 2, kadang-kadang (KD) = 3, tidak pernah
(TP) = 4 untuk penilaian pernyataan positif dan untuk pernyataan negatif adalah
sebaliknya. Pernyataan positif ditemukan pada item 1, 2, 6, 11,12, 15, 20, 22, 24,
28, 29, 30, dan 33, selebihnya adalah pernyataan negatif.
Lembar observasi tentang kehilangan kontrol (lampiran 4) yang meliputi bagian A
dan B, terdiri dari 10 item respon perilaku anak. Respon anak dinilai dengan skala
likert, yaitu selalu (SL) = 1, sering (SR) = 2, kadang-kadang (KD) = 3, tidak pernah
(TP) = 4 untuk penilaian pernyataan positif dan untuk pernyataan negatif adalah
sebaliknya. Pernyataan positif ditemukan pada item 2, 3, 8, dan 10, selebihnya
adalah pernyataan negatif.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
79
Lembar observasi temperamen anak (lampiran 5), terdiri dari 12 item yang
meliputi: pernyataan tentang aktivitas dapat ditemukan pada item no. 4, 6, 9;
pernyataan tentang ritmisitas dapat ditemukan pada item no. 11; pernyataan tentang
menarik diri/mendekat dapat ditemukan pada item no. 3 dan 12; pernyataan tentang
kemampuan adaptasi dapat ditemukan pada item no. 8 dan 10; pernyataan tentang
intensitas dapat ditemukan pada item no. 1 dan 7; pernyataan tentang alam perasaan
dapat ditemukan pada item no. 2 dan 5. Respon anak ini dinilai dengan
menggunakan skala likert, yaitu selalu (SL) = 4, sering (SR) = 3, kadang-kadang
(KD) = 2, tidak pernah (TP) = 1. Pada item pernyataan aktivitas dan ritmisitas
dilakukan pengkategorian sebagai berikut: SL/SR sebagai tinggi, KD sebagai
sedang, dan TP sebagai rendah. Pada item pernyataan menarik diri/medekat,
kemampuan adaptasi, intensitas, dan alam perasaan dilakukan pengkategorian
sebagai berikut: SL/SR sebagai tinggi/positif/mendekat, KD/TP sebagai
rendah/negatif/ menarik diri. Kriteria temperamen yang ditetapkan adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Tiga Pola Umum Temperamen Anak
Pola
Tempramen
Variabel tempramen Aktivitas Ritmisitas Mendekat/
Menarik diri
Kemampuan adaptasi
Intensitas Alam perasaan
Mudah Sedang Tinggi Mendekat Tinggi Rendah Positif Sulit Tinggi Rendah Menarik
diri Rendah Tinggi Negatif
Lambat untuk memanas
Rendah Sedang Menarik diri
Rendah Rendah Negatif
Sumber: Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Donna L. Wong, 2004
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
80
Lembar observasi ketersediaan dukungan keluarga (lampiran 6), terdiri dari 7 item.
Sikap orangtua dinilai dengan skala likert, yaitu selalu (SL) = 4, sering (SR) = 3,
kadang-kadang (KD) = 2, tidak pernah (TP) = 1 untuk penilaian pernyataan positif
dan untuk penilaian pernyataan negatif adalah sebaliknya. Pernyataan positif
ditemukan pada item 1, 3, 5, 6, dan 7, selebihnya adalah pernyataan negatif.
Pengkajian pengalaman dirawat sebelumnya dan usia anak terdapat dalam lembar
observasi respon perilaku anak yang dirawat di rumah sakit (lampiran 3).
G. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dikumpulkan oleh peneliti dan asisten
peneliti yang telah lulus pelatihan dan bekerjasama dengan perawat ruangan, anak
dan keluarganya. Prosedur pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Prosedur administrasi
a. Permohonan ijin penelitian yang ditujukan pada Direktur RSUD Dr. H.
Abdul Moeleok Propinsi Lampung sebagai tempat penelitian
b. Sosialisasi penelitian kepada kepala bidang keperawatan, kepala Satuan
Medik Fungsional (SMF) Anak, dan kepala ruang serta perawat yang
bertugas di ruangan tempat penelitian dilaksanakan, tentang maksud, tujuan
dan prosedur penelitian
2. Pemilihan asisten penelitian
Penelitian ini melibatkan perawat ruangan sebanyak 1 (satu) orang sebagai
asisten penelitian dimana tempat penelitian dilaksanakan. Asisten dalam
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
81
penelitian ini sebelumnya direncanakan sebanyak 3 (tiga) orang namun karena
beberapa alasan sehingga yang digunakan hanya 1 (satu) orang. Dengan adanya
keterbatasan jumlah asisten penelitian ini, maka peneliti juga ikut serta dalam
pengambilan data dan pemberian intervensi permainan terapeutik.
Pemilihan asisten penelitian dilakukan melalui kerjasama dengan kepala
ruangan. Adapun kriteria asisten penelitian ini adalah perawat yang
berpendidikan minimal DIII keperawatan yang telah mempunyai pengalaman
merawat pasien anak minimal 1 tahun dan telah lulus pelatihan pengambilan data
dan pemberian permainan terapeutik yang dilakukan oleh peneliti. Pelatihan
terhadap asisten penelitian dilakukan selama 2 hari, yaitu
a. Hari pertama, kegiatan yang dilakukan adalah menjelaskan instrumen
pengumpulan data dan melakukan uji coba pengumpulan data
b. Hari kedua, kegiatan yang dilakukan adalah menjelaskan permainan
terapeutik dan uji coba melakukan permainan terapeutik
3. Prosedur Pelaksanaan
a. Persiapan
1) Melakukan penentuan waktu sampel akan diambil sebagai kelompok
kontrol dan kelompok intervensi.
2) Memilih pasien anak yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan
responden.
3) Responden yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia mengikuti
penelitian diminta menandatangani lembar persetujuan (informed
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
82
consent), setelah mendapatkan penjelasan tentang tujuan, manfaat,
prosedur penelitian serta hak dan kewajibannya terlebih dahulu (lampiran
2). Dalam hal ini yang menandatangani adalah orangtua/wali si anak.
4) Peneliti memberitahukan kepada kepala ruangan dan perawat yang
bertugas di ruangan tersebut tentang pasien yang menjadi responden
dalam penelitian
b. Pelaksanaan penelitian
1) Pengumpulan data
Pelaksanaan pengumpulan data dibagi menjadi 2 tahap, yaitu :
a) Pada akhir minggu pertama hingga akhir minggu ke- 3 (tiga) bulan
Mei 2009 peneliti bersama asisten penelitian melakukan pengambilan
data untuk kelompok intervensi.
b) Pada awal minggu ke- 4 (empat) bulan Mei hingga awal minggu ke-
2 (dua) bulan Juni 2009 peneliti bersama asisten penelitian
melakukan pengambilan data untuk kelompok kontrol.
Peneliti dan asisten penelitian melakukan pengumpulan data pada
responden kelompok kontrol dan kelompok intervensi (pengukuran
pertama) pada hari ke- 2 (dua) anak dirawat dengan cara :
a) Mengobservasi kecemasan perpisahan dan ketakutan terhadap cidera,
dengan menggunakan lembar observasi yang dilakukan oleh peneliti
atau asisten peneliti (lampiran 3).
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
83
b) Mengobservasi perasaan kehilangan kontrol pada anak dengan
menggunakan lembar observasi yang dilakukan oleh peneliti atau
asisten peneliti (lampiran 4).
c) Melakukan pengkajian terhadap temperamen anak dengan
menggunakan lembar observasi orangtua terhadap anak, dimana
orangtua terlebih dahulu memperoleh penjelasan bagaimana
menggunakan lembar observasi tersebut (lampiran 5).
d) Melakukan pengkajian terhadap sistem pendukung yang tersedia
dengan menggunakan lembar observasi yang dilakukan oleh peneliti
atau asisten peneliti (lampiran 6).
e) Melakukan pengkajian terhadap usia anak dan pengalaman dirawat
sebelumnya dengan menggunakan pertanyaan yang terdapat dalam
lembar observasi respon perilaku anak yang dirawat di rumah sakit.
2) Peneliti melakukan intervensi pemberian permainan terapeutik hanya
terhadap kelompok intervensi secara individual/berkelompok. Kelompok
intervensi adalah pasien anak yang dirawat yang memperoleh tindakan
pemberian permainan terapeutik. Peneliti memberikan permainan
terapeutik sebanyak 3 kali selama 2 hari yaitu hari ke- 2 (dua) dan ke- 3
(tiga) dengan menggunakan jenis permainan membuat boneka jari,
meregangkan balon karet dan bernyanyi yang mengacu pada program
bermain yang dibuat oleh peneliti dan dimodifikasi dari Hart, et al.
(1992). Ketiga permainan tersebut diberikan secara berurutan, yaitu pada
hari ke- 2 (dua) anak diberikan permainan membuat boneka jari, dan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
84
pada hari ke- 3 (tiga) anak diberikan permainan meregangkan balon karet
dan bernyanyi.
c. Evaluasi akhir
Evaluasi dilakukan setelah pelaksanaan pemberian intervensi permainan
terapeutik pada kelompok intervensi (pengukuran kedua) pada hari ke- 3
(tiga) dan ke- 4 (empat) oleh peneliti atau asisten penelitian. Evaluasi
dilakukan terhadap kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan
melakukan penilaian kembali terhadap kecemasan perpisahan, perasaan
kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera, dengan menggunakan
format observasi (lampiran 3 dan 4).
H. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas dan reliabilitas instrumen menentukan kualitas data. Validitas mempunyai
arti sejauhmana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data dan reliabilitas
adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran tetap
konsisten bila dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan
alat ukur yang sama (Hastono, 2007).
Ada 3 tipe pendekatan utama untuk menilai validitas menurut Fraenkel dan Wallen
(1993), yaitu content-related validity, criterion-related validity, dan construct-
related validity.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
85
Pada penelitian ini validitas akan dicapai dengan cara :
1. Content-related validity (Validitas isi)
Validitas isi menurut Fraenkel dan Wallen (1993) adalah validitas yang
berhubungan dengan isi dan format instrumen. Validitas isi ini meliputi: format
instrumen yang digunakan, isi format konsisten dengan definisi variabel dan
pengukuran dari subyek yang diukur, bersifat komprehensif, dan isi poin/
pertanyaan cukup mewakili variabel yang akan diukur. Beberapa pakar di
lapangan yang menguasai topik penelitian tersebut dibutuhkan untuk menilai
seberapa jauh poin dan instrumen keseluruhan mewakili area isi yang telah
ditetapkan. Selanjutnya dijelaskan pula oleh Fraenkel dan Wallen (1993), bahwa
aspek lain yang perlu diperhatikan dalam format instrumen adalah kejelasan
tulisan, tipe ukuran tulisan, kecukupan tempat penulisan jika dibutuhkan,
ketepatan bahasa dan kejelasan petunjuk. Validitas isi ini menurut Dempsey dan
Dempsey (2002) ada subtipenya yaitu face validity (validitas muka). Face
validity adalah validitas yang ditentukan melalui inspeksi terhadap poin-poin
untuk melihat apakah instrumen mengandung poin penting yang mengukur
variabel di area isi.
Peneliti untuk memenuhi validitas ini ada beberapa hal yang telah dilakukan,
yaitu :
a. Peneliti menulis definisi apa yang akan diukur dan menggambarkan apa
yang akan diukur. Adapun definisi yang akan diukur dalam penelitian ini
adalah permainan terapeutik, kecemasan perpisahan, kehilangan kontrol,
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
86
ketakutan terhadap cidera, temperamen anak, sistem pendukung yang
tersedia, pengalaman dirawat sebelumnya, dan usia anak.
b. Menetapkan alat ukur yang sesuai dengan apa yang akan diukur yaitu berupa
lembar observasi (lampiran 3, 4, 5 dan 6) untuk mengukur sikap /respon anak
dan keluarga selama hospitalisasi
c. Membuat instrumen sesuai dengan aspek-aspek yang akan diukur serta
memperhatikan format instrumen yang dibuat, yaitu meliputi kejelasan
tulisan, kejelasan bahasa, dan petunjuk.
d. Peneliti melakukan konsultasi dengan ahlinya hingga instrumen tersebut
dinyatakan telah mewakili variabel yang akan diukur.
2. Criterion-related validity (Validitas standar terkait)
Validitas standar terkait menurut Dempsey dan Dempsey (2002), mengacu pada
hubungan instrumen pengukuran dengan beberapa kriteria ekternal yang sudah
dikenal atau instrumen valid lainnya. Selanjutnya menurut Dempsey dan
Dempsey (2002), menyebutkan bahwa kriteria validitas standar terkait ada 2
bentuk, yaitu: validitas prediktif dan validitas konkuren. Validitas prediktif
digunakan untuk memprediksi tingkat kesempurnaan yang dilakukan oleh
seseorang di masa mendatang, sedangkan validitas konkuren adalah suatu
pengukuran terhadap seberapa baik korelasi instrumen dengan instrumen lain
yang memang valid.
Peneliti untuk memenuhi validitas ini yang telah dilakukan adalah dengan
membandingkan antara kriteria dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
87
lapangan, yaitu respon anak dan orangtua terhadap hospitalisasi, pengalaman
dirawat sebelumnya, dan temperamen anak.
3. Construct-related validity (Validitas konstruksi)
Validitas konstruksi adalah ketepatan alat ukur untuk menilai ciri atau keadaan
subyek yang diukur, berdasarkan teori atau hipotesis yang dibangun (Budiharto,
2008). Validitas konstruksi menurut Fraenkel dan Wallen (1993), meliputi
prosedur yang luas, dimana didalamnya juga termasuk validitas isi dan validitas
standar terkait. Langkah-langkah untuk mencapai validitas konstruksi menurut
Fraenkel dan Wallen (1993), yaitu: variabel didefinisikan dengan jelas, hipotesis
didasarkan pada teori yang mendasar, dan hypotesis diuji secara logika dan
empiris.
Peneliti untuk memenuhi validitas ini adalah dengan cara instrumen yang sudah
dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori
respon anak dan dukungan orangtua selama hospitaliasi, dan temperamen anak,
selanjutnya dikonsultasikan kepada ahlinya (pembimbing dan psikolog) dan
disesuaikan dengan pengalaman empiris di lapangan.
Cara pengujian reliabilitas menurut Hastono (2007), disebutkan bahwa pada
dasarnya pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Repeat measure atau ukur ulang, yaitu pertanyaan ditanyakan pada responden
berulang pada waktu yang berbeda dan kemudian dilihat apakah ia tetap
konsisten dengan jawabannya.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
88
2. One shot atau diukur sekali saja, yaitu melakukan pengukuran hanya sekali dan
kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain.
Jenis-jenis reliabilitas juga disebutkan pula oleh Dempsey dan Dempsey (2002),
diantaranya adalah dengan menggunakan interrater reliability.
Pada penelitian ini, reliabilitas dilakukan dengan melakukan uji interrater reliability,
yaitu dengan cara 3 (tiga) orang calon pengumpul data (peneliti, keluarga responden,
dan perawat ruangan) secara independen melakukan pengamatan dan mencatat hasil
observasinya dengan menggunakan format yang sama. Hasil pengamatan dari ketiga
calon pengumpul data tersebut dilakukan analisis hubungan dengan menggunakan
uji Anova, yang hasilnya bila nilai p uji Anova mendekati 1 maka instrumen tersebut
dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan di antara calon pengumpul data
(reliabel). Pada uji interrater reliability pada ketiga orang calon responden tersebut
didapatkan hasil p uji Anova untuk masing-masing lembar observasi tentang
kecemasan perpisahan= 0,89, ketakutan terhadap cidera= 0,8, kehilangan kontrol=
0,97, temperamen anak= 0,81, dan dukungan keluarga= 0,88. Berdasarkan hasil p uji
Anova tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
diantara ketiga calon pengumpul data tersebut sehingga ketiga-tiganya dapat
digunakan sebagai pengumpul data, namun berdasarkan beberapa pertimbangan dari
peneliti maka keluarga responden dikeluarkan sebagai calon pengumpul data.
I. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan sebelum data dianalisis. Tahapan pengolahan data
menurut Hastono (2007) adalah sebagai berikut :
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
89
1. Editing
Editing data dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh sudah
lengkap, jelas, relevan dan konsisten, dengan cara mengoreksi data yang telah
diperoleh. Pada tahap editing ini sesuai dengan yang telah disebutkan di atas
maka peneliti melakukan pengecekan terhadap isian lembar observasi apakah
pertanyaan/pernyataan telah semua terisi jawaban.
2. Coding
Coding merupakan pemberian kode pada setiap variabel untuk mempermudah
peneliti dalam melakukan analisis data dan mempercepat pada saat entry data.
Pada tahapan ini peneliti melakukan pengkode-an terhadap variabel sebagai
berikut :
a. Variabel permainan terapeutik dilakukan koding 1 = perawatan pasien anak
yang dirawat di rumah sakit yang diberikan permainan terapeutik, 2 =
perawatan pasien anak yang dirawat di rumah sakit yang belum diberikan
permainan terapeutik.
b. Variabel temperamen anak dilakukan koding 1 = mudah, 2 = sulit, 3 =
lambat.
c. Variabel pengalaman dirawat sebelumnya dilakukan koding 1 = pengalaman
dirawat pada saat usia lebih dari 3 tahun, 2 = pengalaman dirawat pada usia
kurang dari 3 tahun/tidak pernah.
d. Variabel jenis kelamin dilakukan koding 1 = jenis kelamin laki-laki, 2 = jenis
kelamin perempuan.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
90
3. Prosessing
Pemerosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari lembar observasi
ke paket program komputer. Pada tahapan ini yang dilakukan peneliti adalah
memasukan data dengan lengkap dan sesuai dengan koding dan tabulating ke
dalam paket program komputer dengan tujuan untuk melakukan analisis sesuai
dengan tujuan penelitian.
4. Cleaning data
Cleaning data (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data
yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Pada tahap ini yang
dilakukan peneliti adalah melakukan pengecekan kembali terhadap kemungkinan
data yang hilang adalah dengan cara melakukan list dari variabel yang ada dan
pengecekan kemungkinan adanya kesalahan pengkodingan.
J. Analisis Data
Data dianalisis dalam bentuk analisis univariat dan bivariat sebagai berikut :
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendiskripsikan karekteristik masing-masing
variabel yang diteliti, yaitu umur, jenis kelamin, pengalaman dirawat
sebelumnya, temperamen anak, dukungan yang diperoleh anak, kecemasan
terhadap perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera.
Hasil analisis data berupa distribusi frekwensi dan persentasi dari masing-masing
variabel yang meliputi mean, median, dan standar deviasi.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
91
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesa yang telah dirumuskan
yaitu apakah ada penurunan kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol,
dan ketakutan terhadap cidera antara pasien anak yang dirawat di rumah sakit
yang diberikan permainan terapeutik (kelompok intervensi) dengan yang tidak
diberikan permainan terapeutik (kelompok kontrol), dan apakah ada perbedaan
yang bermakna terhadap dua kelompok tersebut, serta apakah ada perbedaan
usia anak, temperamen anak, sistem pendukung yang tersedia, dan pengalaman
dirawat sebelumnya pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Analisis
bivariat menggunakan uji sesuai jenis datanya. Adapun uji analisis bivariat yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Uji t dependent digunakan untuk mengetahui apakah ada penurunan
kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap
cidera yang bermakna antara sebelum dan sesudah intervensi pemberian
permainan terapeutik pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
b. Uji t independent digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang
bermakna antara usia anak pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi,
dan apakah ada perbedaan yang bermakna antara kecemasan perpisahan,
perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera pada kelompok
kontrol dan kelompok intervensi sebelum dan setelah periode pemberian
permainan terapeutik. Selanjutnya juga uji ini digunakan untuk mengetahui
apakah ada perbedaan yang bermakna selisih skor kecemasan perpisahan,
perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera sebelum dan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
92
setelah pemberian permainan terapeutik antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi.
c. Uji chi square digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang
bermakna antara jenis kelamin, jenis temperamen, pengalaman dirawat
sebelumnya, dan dukungan yang dimiliki anak pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi sebelum periode pemberian permainan terapeutik.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
93
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini memaparkan secara lengkap hasil penelitian pengaruh permainan terapeutik
terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan anak prasekolah selama dirawat
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Jumlah responden pada penelitian
ini sebanyak 60 responden anak yang menderita penyakit akut terbagi dalam dua
kelompok, yaitu 30 kelompok intervensi dan 30 kelompok kontrol. Data yang
didapatkan dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat sebagai berikut:
A. Analisis Univariat
Tujuan dari analisis ini adalah menjelaskan atau mendeskriptifkan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti yaitu umur, jenis kelamin, pengalaman dirawat
sebelumnya, temperamen anak, dukungan yang diperoleh anak, kecemasan terhadap
perpisahan, ketakutan terhadap cidera, dan perasaan kehilangan kontrol.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
94
1. Karakteristik Responden
a. Usia
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Anak Prasekolah yang Dirawat di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei - Juni 2009 (n1 = n2 = 30)
Umur Mean SD Minimal-Maksimal 95% CI
4,77 0,83 4 - 6
4,55 - 4,98
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata usia anak prasekolah yang dirawat
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung adalah 4,77 tahun,
dengan standar deviasi 0,83. Umur termuda 4 tahun dan umur tertua 6 tahun.
Hasil estimasi interval menyimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata usia
anak prasekolah berada di antara 4,45 – 4,98 tahun.
b. Jenis Kelamin, Pengalaman Dirawat Sebelumnya, Temperamen, dan
Dukungan Keluarga
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, pengalaman dirawat
sebelumnya, temperamen, dan dukungan keluarga dapat dilihat pada tabel
berikut.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
95
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pengalaman Dirawat,
Temperamen , dan Dukungan Keluarga Pada Anak Prasekolah yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei – Juni 2009
(n1 = n2 = 30)
No Variabel Kontrol (n=30)
Intervensi (n=30)
Total
n (%) n (%) n (%) 1. Jenis kelamin
- Laki-laki - Perempuan Total
20 (66,7%) 10 (33,3%)
20 (66,7%) 10 (33,3%)
40 (66,7%) 20 (33,3%) 60 (100%)
2. Pengalaman dirawat
- Pernah - Tidak pernah Total
8 (26,7%) 22 (73,3%)
10 (33,3%) 20 (66,7%)
18 (30%) 42 (70%)
60 (100%)
3. Temperamen - Mudah - Sulit - Lambat Total
16 (53,3%) 7 (23,3%) 7 (23,3%)
18 (60%)
7 (23,3%) 5 (16,7%)
34 (56,7%) 14 (23,3%)
12 (20%) 60 (100%)
4. Dukungan Keluarga
- Tersedia - Kurang tersedia Total
22 (73,3%) 8 (26,7%)
19 (63,3%) 11 (36,7%)
41 (68,3%) 19 (31,7%) 60 (100%)
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa jenis kelamin anak prasekolah yang dirawat
pada kelompok kontrol dan intervensi adalah sama. Paling banyak anak
berjenis kelamin laki-laki 66,7%, sedangkan anak berjenis kelamin
perempuan 33,3%.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
96
Anak prasekolah dengan pengalaman dirawat sebelumnya (setelah usia 3
tahun) pada kelompok intervensi dan kontrol hampir merata. Sebagian besar
anak prasekolah yang dirawat tidak pernah mengalami perawatan pada usia
lebih dari usia 3 tahun sebanyak 70%, sisanya 30% anak sebelumnya pernah
mengalami perawatan pada usia lebih dari 3 tahun.
Temperamen anak prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi dan
kontrol hampir merata. Paling banyak anak prasekolah yang dirawat
bertemperamen mudah 56,7%, sedangkan sisanya adalah anak yang
bertemperamen sulit dan lambat masing-masing 23,3% dan 20%.
Berdasarkan dukungan keluarga yang diperoleh oleh anak prasekolah yang
dirawat pada kelompok intervensi dan kontrol hampir merata. Sebagian besar
anak cukup tersedia mendapat dukungan dari keluarga 68,3%, sisanya
sebesar 31,7% anak prasekolah yang dirawat kurang mendapatkan dukungan
dari keluarga.
2. Rata-Rata Skor Kecemasan Perpisahan, Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan
Terhadap Cidera
Distribusi rata-rata skor kecemasan perpisahan, kehilangan kontrol, dan
ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah yang dirawat di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Propinsi Lampung dapat dilihat pada grafik berikut.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
97
a. Distribusi Skor Kecemasan Perpisahan Pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol Sebelum dan Setelah Pemberian Permainan Terapeutik
Grafik 5.1 Distribusi Skor Kecemasan Anak Prasekolah Pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung
Mei-Juni 2009 (n1=n2=30)
0
10
20
30
40
50
60
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Responden Ke-
Skor
Kec
emas
anCemas KlpIntervensiSebelumCemas KlpIntervensiSetelahCemas KlpKontrolSebelumCemas KlpKontrolSetelah
Grafik 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata ada penurunan skor kecemasan
perpisahan pada kelompok intervensi setelah pemberian permainan
terapeutik, sedangkan pada kelompok kontrol tidak.
Hal tersebut dibuktikan dengan hasil perhitungan statistik yang
menunjukkan bahwa rata-rata skor kecemasan perpisahan anak prasekolah
yang dirawat pada kelompok intervensi sebelum pemberian permainan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
98
terapeutik adalah 36,37, dengan standar deviasi 8,48. Hasil estimasi interval
menyimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata skor kecemasan perpisahan
anak prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi sebelum pemberian
permainan terapeutik berada di antara 33,20 - 39,53. Sedangkan rata-rata
skor kecemasan perpisahan anak prasekolah yang dirawat pada kelompok
intervensi setelah pemberian permainan terapeutik adalah 29,93, dengan
standar deviasi 5,52. Hasil estimasi interval menyimpulkan bahwa 95%
diyakini rata-rata skor kecemasan perpisahan anak prasekolah yang dirawat
pada kelompok intervensi setelah pemberian permainan terapeutik berada di
antara 27,87 - 31,99.
Selanjutnya didapatkan pula dari hasil pengujian statistik bahwa rata-rata
skor kecemasan perpisahan anak prasekolah yang dirawat pada kelompok
kontrol sebelum periode pemberian permainan terapeutik adalah 36,83,
dengan standar deviasi 9,20. Hasil estimasi interval menyimpulkan bahwa
95% diyakini rata-rata skor kecemasan perpisahan anak prasekolah yang
dirawat pada kelompok kontrol sebelum periode pemberian permainan
terapeutik berada di antara 33,40 - 40,27. Sedangkan rata-rata skor
kecemasan perpisahan anak prasekolah yang dirawat pada kelompok kontrol
setelah periode pemberian permainan terapeutik adalah 36,43, dengan standar
deviasi 9,17. Hasil estimasi interval menyimpulkan bahwa 95% diyakini
rata-rata skor kecemasan perpisahan anak prasekolah yang dirawat pada
kelompok kontrol setelah periode pemberian permainan terapeutik berada
diantara 33,01 - 39,86 .
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
99
b. Distribusi Skor Kehilangan Kontrol Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Sebelum dan Setelah Pemberian Permainan Terapeutik
Grafik 5.2 Distribusi Skor Kehilangan Kontrol Anak Prasekolah Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol yang Dirawat
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei-Juni 2009 (n1=n2=30)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Responden Ke-
Skor
Keh
ilang
an K
ontr
olKontrol KlpIntervensiSebelum Kontrol KlpIntervensiSetelahKontrol KlpKontrolSebelumKontrol KlpKontrolSetelah
Grafik 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata ada penurunan skor kehilangan
kontrol pada kelompok intervensi setelah pemberian permainan terapeutik,
sedangkan pada kelompok kontrol cendrung mengalami peningkatan skor.
Hal tersebut dibuktikan dengan hasil perhitungan statistik yang
menunjukkan bahwa rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol pada anak
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
100
prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi sebelum pemberian
permainan terapeutik adalah 25,47, dengan standar deviasi 4,19. Hasil
estimasi interval menyimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata skor perasaan
kehilangan kontrol pada anak prasekolah yang dirawat pada kelompok
intervensi sebelum periode pemberian permainan terapeutik berada di antara
23,90 - 27,03. Sedangkan rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol pada
anak prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi setelah pemberian
permainan terapeutik adalah 22,93, dengan standar deviasi 4,23. Hasil
estimasi interval menyimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata skor perasaan
kehilangan kontrol pada anak prasekolah yang dirawat pada kelompok
intervensi setelah permainan terapeutik berada di antara 21,36 - 24,51.
Selanjutnya didapatkan pula dari hasil pengujian statistik bahwa rata-rata
skor perasaan kehilangan kontrol pada anak prasekolah yang dirawat pada
kelompok kontrol sebelum periode pemberian permainan terapeutik adalah
25,70, dengan standar deviasi 5,65. Hasil estimasi interval menyimpulkan
bahwa 95% diyakini rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol pada anak
prasekolah yang dirawat pada kelompok kontrol sebelum periode permainan
terapeutik berada di antara 23,59 - 27,81. Sedangkan rata-rata skor perasaan
kehilangan kontrol pada anak prasekolah yang dirawat pada kelompok
kontrol setelah periode pemberian permainan terapeutik adalah 27,10, dengan
standar deviasi 5,05. Hasil estimasi interval menyimpulkan bahwa 95%
diyakini rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol pada anak prasekolah
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
101
yang dirawat pada kelompok kontrol setelah periode pemberian permainan
terapeutik berada di antara 25,21 - 28,99.
c. Distribusi Skor Ketakutan Terhadap Cidera Pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol Sebelum dan Setelah Pemberian Permainan Terapeutik
Grafik 5.3 Distribusi Skor Ketakutan Terhadap Cidera
Anak Prasekolah Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Propinsi Lampung Mei-Juni 2009 (n1=n2=30)
0
10
20
30
40
50
60
70
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28
Responden Ke-
Skor
Ket
akut
an
Takut KlpIntervensiSebelumTakut KlpIntervensiSetelahTakut KlpKontrolSebelumTakut KlpKontrolSetelah
Grafik 5.3 menunjukkan bahwa rata-rata ada penurunan skor ketakutan
terhadap cidera pada kelompok intervensi setelah pemberian permainan
terapeutik, sedangkan pada kelompok kontrol tidak.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
102
Hal tersebut dibuktikan dengan hasil perhitungan statistik yang
menunjukkan bahwa rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada anak
prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi sebelum pemberian
permainan terapeutik adalah 41,73, dengan standar deviasi 7,34. Hasil
estimasi interval menyimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata skor
ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah yang dirawat pada kelompok
intervensi sebelum pemberian permainan terapeutik berada di antara 38,99 -
44,48. Sedangkan rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada anak
prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi setelah pemberian
permainan terapeutik adalah 35,30, dengan standar deviasi 6,57. Hasil
estimasi interval menyimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata skor ketakutan
terhadap cidera pada anak prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi
setelah pemberian permainan terapeutik berada di antara 32,85 - 37,75.
Selanjutnya didapatkan pula dari hasil pengujian statistik bahwa rata-rata
skor ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah yang dirawat pada
kelompok kontrol sebelum periode pemberian permainan terapeutik adalah
42,23, dengan standar deviasi 11,34. Hasil estimasi interval menyimpulkan
bahwa 95% diyakini rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada anak
prasekolah yang dirawat pada kelompok kontrol sebelum periode pemberian
permainan terapeutik berada di antara 38,00 - 46,47. Sedangkan rata-rata skor
ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah yang dirawat pada kelompok
kontrol setelah periode pemberian permainan terapeutik adalah 41,77 dengan
standar deviasi 11,10. Hasil estimasi interval menyimpulkan bahwa 95%
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
103
diyakini rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah yang
dirawat pada kelompok kontrol setelah periode pemberian permainan
terapeutik berada di antara 37,62 - 45,91.
B. Uji Homogenitas Variabel Potensial Perancu
Uji homogenitas dilakukan untuk menguji kesetaraan penyebaran variabel potensial
perancu. Pengujian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa perubahan kecemasan
perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera terjadi bukan
karena variasi responden tetapi karena pengaruh dari permainan terapeutik. Hasil
pengujian yang telah dilakukan memiliki homogenitas yang signifikan, dan secara
rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.
1. Hasil Uji Homogenitas Pada Variabel Usia
Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan Usia Anak Prasekolah yang Dirawat di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei – Juni 2009 (n1 = n2 = 30)
Usia Kelompok n Mean SD SE p Value Intervensi
Kontrol 30 30
4,77 4,77
0,86 0,82
0,16 0,15
1,00
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa rata-rata usia anak pada kelompok kontrol
maupun intervensi adalah 4,77 tahun. Analisis selanjutnya menunjukan bahwa
variabel usia antara kelompok kontrol dan intervensi menunjukkan kesetaraan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
104
atau dengan kata lain tidak ada perbedaan yang bermakna (p value = 1,00, α =
0,005).
2. Hasil Uji Homogenitas Pada Variabel Jenis Kelamin, Jenis Temperamen,
Ketersediaan Dukungan, dan Pengalaman Dirawat Sebelumnya
Tabel 5.4 Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan Jenis Kelamin, Temperamen Anak,
Ketersediaan Dukungan, dan Pengalaman Dirawat Pada Anak Prasekolah yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei-Juni 2009
(n1= n2 = 30)
No Variabel Kontrol Intervensi p Value 1. Jenis Kelamin
- Laki-laki - Perempuan
20 (66,7%) 10 (33,3%)
20 (66,7%) 10 (33,3%)
1,00
2. Temperamen - Mudah - Sulit - Lambat
16 (53,3%) 7 (23,3%) 7 (23,3%)
18 (60%) 7 (23,3%) 5 (16,7%)
0,79
3. Dukungan - Tersedia - Kurang tersedia
22 (73,3%) 8 (26,7%)
19 (63,3%) 11 (36,7%)
0,58
4. Dirawat - Pernah - Tidak pernah
8 (26,7%) 22 (73,3%)
10 (33,3%) 20 (66,7%)
0,78
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata jenis kelamin pada kelompok kontrol
maupun kelompok intervensi adalah laki-laki. Analisis selanjutnya menunjukkan
bahwa variabel jenis kelamin anak antara kelompok kontrol dan kelompok
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
105
intervensi menunjukan kesetaraaan atau dengan kata lain tidak ada perbedaan
yang bermakna (p value = 1,00, α = 0,05).
Rata-rata temperamen anak pada kelompok kontrol maupun intervensi adalah
mudah. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa variabel temperamen anak
antara kelompok kontrol dan intervensi menunjukan kesetaraan atau dengan kata
lain tidak ada perbedaan yang bermakna (p value = 0,79, α = 0,05).
Rata-rata anak yang dirawat memiliki ketersediaan dukungan keluarga pada
kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Analisis selanjutnya
menunjukkan bahwa variabel dukungan keluarga pada kelompok kontrol dan
intervensi menunjukkan kesetaraan atau dengan kata lain tidak ada perbedaan
yang bermakna (p value = 0,58, α = 0,05).
Rata-rata anak yang dirawat tidak memiliki pengalaman dirawat pada usia lebih
dari 3 tahun. Analisis selanjutnya menunjukan bahwa variabel pengalaman
dirawat sebelumnya pada kelompok kontrol dan intervensi menunjukkan
kesetaraan atau dengan kata lain tidak ada perbedaan yang bermakna (p value =
0,78, α = 0,05).
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
106
3. Hasil Uji Homogenitas Pada Variabel Kecemasan Perpisahan, Perasaan
Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Sebelum Permainan
Terapeutik.
Tabel 5.5 Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan Kecemasan Perpisahan, Perasaan
Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Sebelum Permainan Terapeutik Pada Anak Prasekolah yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Propinsi Lampung Mei-Juni 2009 (n1= n2 = 30)
No Variabel N Mean SD SE p Value 1. Kecemasan
- Intervensi - Kontrol
30 30
36,37 36,83
8,47 9,20
1,55 1,68
0,84
2. Kehilangan kontrol - Intervensi - Kontrol
30 30
25,47 25,70
4,19 5,65
0,76 1,03
0,86
3. Ketakutan - Intervensi - Kontrol
30 30
41,73 42,23
7,34
11,34
1,34 2,07
0,84
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata skor kecemasan perpisahan pada
kelompok intervensi sebelum dilakukan permainan terapeutik adalah 36,37
dengan standar deviasi 8,47, sedangkan skor kecemasan perpisahan pada
kelompok kontrol sebelum periode pemberian permainan terapeutik adalah
36,83 dengan standar deviasi 9,20. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ada
kesetaraan/tidak ada perbedaan yang signifikan skor kecemasan perpisahan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
107
sebelum dilakukan permainan terapeutik pada kelompok kontrol dan intervensi
(p value = 0,84, α = 0,05).
Rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol pada kelompok intervensi sebelum
dilakukan permainan terapeutik adalah 25,47 dengan standar deviasi 4,19,
sedangkan skor perasaan kehilangan kontrol pada kelompok kontrol sebelum
periode pemberian permainan terapeutik adalah 25,70 dengan standar deviasi
5,65. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ada kesetaraan/ tidak ada
perbedaan yang signifikan skor perasaan kehilangan kontrol sebelum dilakukan
permainan terapeutik pada kelompok kontrol dan intervensi (p value = 0,86, α =
0,05).
Rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada kelompok intervensi sebelum
dilakukan permainan terapeutik adalah 41,73 dengan standar deviasi 7,34,
sedangkan skor ketakutan terhadap cidera pada kelompok kontrol sebelum
periode pemberian permainan terapeutik adalah 42,23 dengan standar deviasi
11,34. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ada kesetaraan/tidak ada
perbedaan yang signifikan skor ketakutan terhadap cidera sebelum dilakukan
permainan terapeutik pada kelompok kontrol dan intervensi (p value = 0,84, α =
0,05).
C. Analisis Bivariat
Analisis bivariat akan menguraikan ada tidaknya penurunan kecemasan perpisahan,
perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
108
yang dirawat di rumah sakit pada kelompok intervensi (mendapatkan permainan
terapeutik) dan pada kelompok kontrol (tidak mendapat permainan terapeutik), serta
apakah ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok tersebut.
1. Perbedaan Rata-Rata Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan Kontrol,
dan Ketakutan Terhadap Cidera Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tabel 5.6 Perbandingan Rata-Rata Perubahan Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan
Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Menurut Tahap Pengukuran Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei - Juni 2009 (n1 = n2 = 30)
No Variabel Kelompok Pengukuran Mean SD t df p Value
1. Kecemasan Perpisahan
Intervensi
Kontrol
Sebelum Setelah
Perbedaan Sebelum Setelah
Perbedaan
36,37 29,93 6,43 36,83 36,43 0,40
8,48 5,52 7,51 9,20 9,17 3,20
4,69
0,68
29 0,000*
0,49
2. Kehilangan Kontrol
Intervensi
Kontrol
Sebelum Setelah
Perbedaan Sebelum Setelah
Perbedaan
25,47 22,93 2,53 25,70 27,10 -1,40
4,19 4,23 3,80 5,65 5,05 3,19
3,65 -2,40
29 0,001* 0,023*
3. Ketakutan Intervensi
Kontrol
Sebelum Setelah
Perbedaan Sebelum Setelah
Perbedaan
41,73 35,30 6,43 42,23 41,77 0,47
7,34 6,57 5,77 11,34 11,10 3,73
6,10
0,68
29 0,000*
0,49
Ket: * bermakna/signifikan pada α = 0.05
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
109
Tabel 5.6 menunjukkan rata-rata skor kecemasan perpisahan anak prasekolah
sebelum dilakukan permainan terapeutik pada kelompok intervensi 36,37,
dengan standar deviasi 8,48 dan setelah dilakukan permainan terapeutik
didapatkan rata-rata skor kecemasan perpisahan 29,93, dengan sandar deviasi
5,52. Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara
rata-rata skor kecemasan sebelum dan setelah pemberian permainan terapeutik
atau dengan kata lain secara signifikan bahwa permainan terapeutik dapat
menurunkan rata-rata kecemasan perpisahan sebesar 6,43 (p value = 0,000, α =
0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan rata-rata skor kecemasan
perpisahan anak prasekolah sebelum periode permainan terapeutik 36,83, dengan
standar deviasi 9,20 dan setelah periode permainan terapeutik didapatkan rata-
rata skor kecemasan perpisahan 36,43, dengan standar deviasi 9,17. Analisis
lebih lanjut menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata
skor kecemasan perpisahan pada periode sebelum dan setelah pemberian
permainan terapeutik pada kelompok kontrol atau dengan kata lain tidak ada
penurunan yang signifikan kecemasan perpisahan tanpa pemberian permainan
terapeutik (p value = 0,49, α = 0,05).
Tabel 5.6 juga menunjukkan rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol anak
prasekolah sebelum dilakukan permainan terapeutik pada kelompok intervensi
25,47, dengan standar deviasi 4,19 dan setelah dilakukan permainan terapeutik
didapatkan rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol 22,93, dengan sandar
deviasi 4,23. Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan yang bermakna
antara rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol sebelum dan setelah pemberian
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
110
permainan terapeutik atau dengan kata lain secara signifikan bahwa permainan
terapeutik dapat menurunkan rata-rata perasaan kehilangan kontrol sebesar 2,53
(p value = 0,001, � = 0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan rata-
rata skor perasaan kehilangan kontrol anak prasekolah sebelum periode
permainan terapeutik 25,70, dengan standar deviasi 5,65 dan setelah periode
permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol
27,10, dengan standar deviasi 5,05. Analisis lebih lanjut menunjukkan ada
perbedaan yang bermakna antara rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol
sebelum dan setelah periode pemberian permainan terapeutik pada kelompok
kontrol berupa peningkatan skor sebesar 1,40 atau dengan kata lain terjadi
peningkatan perasaan kehilangan kontrol secara signifikan tanpa pemberian
permainan terapeutik (p value = 0,023, α = 0,05).
Selanjutnya pada tabel 5.6, menunjukkan rata-rata skor ketakutan terhadap
cidera anak prasekolah sebelum dilakukan permainan terapeutik pada kelompok
intervensi 41,73, dengan standar deviasi 7,34 dan setelah dilakukan permainan
terapeutik didapatkan rata-rata skor ketakutan terhadap cidera 35,30, dengan
standar deviasi 6,57. Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan yang
bermakna antara rata-rata skor ketakutan terhadap cidera sebelum dan setelah
pemberian permainan terapeutik atau dengan kata lain secara signifikan bahwa
permainan terapeutik dapat menurunkan rata-rata ketakutan terhadap cidera
sebesar 6,43 (p value = 0,000, α = 0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol
didapatkan rata-rata skor ketakutan terhadap cidera anak prasekolah sebelum
periode pemberian permainan terapeutik 42,23, dengan standar deviasi 11,34 dan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
111
setelah dilakukan intervensi permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor
ketakutan terhadap 41,77, dengan standar deviasi 11,10. Analisis lebih lanjut
menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata skor ketakutan
terhadap cidera pada periode sebelum dan setelah pemberian permainan
terapeutik atau dengan kata lain tidak ada penurunan yang signifikan ketakutan
terhadap cidera dengan tanpa pemberian permainan terapeutik (p value = 0,049,
α = 0,05).
2. Perbedaan Selisih Rata-Rata Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan
Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Sebelum dan Setelah Pemberian
Permainan Terapeutik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Perbandingan selisih rata-rata skor kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan
kontrol ,dan ketakutan terhadap cidera sebelum dan setelah pemberian permainan
terapeutik dilakukan untuk memberikan gambaran ada tidaknya penurunan atau
peningkatan dari kondisi tersebut sebagai pengaruh dari pemberian permainan
terapeutik, yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
112
Tabel 5.7 Perbandingan Selisih Rata-Rata Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Sebelum dan Setelah Intervensi Pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei -Juni 2009
(n1 = n2 = 30)
No Variabel Mean SD SE t df p Value
1. Kecemasan Perpisahan - Intervensi - Kontrol
6,43 0,40
7,513,20
1,370,58
4,05
39,19
0,000*
2. Kehilangan Kontrol - Intervensi - Kontrol
2,53 1,40
3,803,19
0,690,58
4,34
58
0,000*
3. Ketakutan Terhadap Cidera - Intervensi - Kontrol
6,43 0,47
5,773,73
1,050,68
4,76
58
0,000*
Ket: * bermakna/signifikan pada α = 0.05
Rata-rata selisih skor kecemasan perpisahan anak prasekolah selama dirawat di
rumah sakit sebelum dan setelah periode pemberian permainan terapeutik pada
kelompok intervensi adalah 6,43 dengan standar deviasi 7,51, sedangkan pada
kelompok kontrol adalah 0,40 dengan standar deviasi 3,20. Hasil analisis lebih
lanjut didapatkan bahwa ada perbedaan yang signifikan selisih rata-rata skor
kecemasan perpisahan anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit sebelum dan
setelah periode pemberian permainan terapeutik pada kelompok intervensi dan
kontrol (p= 0,000, α = 0,05)
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
113
Dan juga didapatkan selisih rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol anak
prasekolah selama dirawat di rumah sakit sebelum dan setelah periode pemberian
permainan terapeutik pada kelompok intervensi adalah 2,53 dengan standar
deviasi 3,80, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 1,40 dengan standar
deviasi 3,19. Hasil analisis lebih lanjut didapatkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan selisih rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol pada anak
prasekolah selama dirawat di rumah sakit sebelum dan setelah periode pemberian
permainan terapeutik pada kelompok intervensi dan kontrol (p= 0,000, α = 0,05)
Selanjutnya, didapatkan pula rata-rata selisih skor ketakutan terhadap cidera
anak prasekolah selama dirawat di rumah sakit sebelum dan setelah pemberian
permainan terapeutik pada kelompok intervensi adalah 6,43 dengan standar
deviasi 5,77, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 0,47 dengan standar
deviasi 3,73. Hasil analisis lebih lanjut didapatkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan selisih rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah
selama dirawat di rumah sakit sebelum dan setelah pemberian permainan
terapeutik pada kelompok intervensi dan kontrol (p = 0,000, α = 0,05).
3. Perbedaan Rata-Rata Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan
Kontrol, dan Ketakutan terhadap Cidera Setelah Permainan Terapeutik Pada
kelompok Kontrol dan Intervensi
Gambaran ada tidaknya penurunan atau peningkatan dari kecemasan perpisahan,
perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera selain dilihat dari
selisih perbedaan antara skor sebelum dan setelah pemberian permainan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
114
terapeutik dapat juga diketahui melalui perbedaan rata-rata skor setelah periode
pemberian permainan terapeutik sebagaimana terlihat pada tabel berikut.
Tabel 5.8 Perbandingan Rata-Rata Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan
Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Pada anak Prasekolah Yang Dirawat Setelah Permainan Terapeutik Pada kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei -Juni 2009 (n1 = n2 = 30)
No Variabel Kelompok Mean SD t df p Value 1 Kecemasan
Perpisahan Intervensi Kontrol
29,93 36,43
5,52 9,17
3,33 47,59 0,002*
2 Kehilangan Kontrol
Intervensi Kontrol
22,93 27,10
4,23 5,05
3,46 58 0,001*
3 Ketakutan Terhadap Cidera
Intervensi Kontrol
35,30 41,77
6,57 11,10
2,74 47,09 0,009*
Ket: * bermakna/signifikan pada α = 0.05
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa rata-rata skor kecemasan perpisahan setelah
dilakukan permainan terapeutik pada kelompok intervensi adalah 29,93 dengan
standar deviasi 5,52, sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan
permainan terapeutik adalah 36,43 dengan standar deviasi 9,17. Analisis lebih
lanjut menunjukkan ada perbedaan yang bermakna/signifikan rata-rata skor
kecemasan perpisahan pada kelompok yang dilakukan permainan terapeutik
dengan yang tidak dilakukan (p value = 0,002, α = 0.05)
Tabel 5.8 juga menunjukkan bahwa rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol
setelah dilakukan permainan terapeutik pada kelompok intervensi adalah 29,93
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
115
dengan standar deviasi 4,23, sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan permainan terapeutik adalah 27,10 dengan standar deviasi 5,05.
Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan yang bermakna/signifikan rata-
rata skor perasaan kehilangan kontrol pada kelompok yang dilakukan permainan
terapeutik dengan yang tidak dilakukan (p value = 0,001, α = 0.05)
Selanjutnya Tabel 5.8 menunjukkan bahwa rata-rata skor perasaan ketakutan
terhadap cidera setelah dilakukan permainan terapeutik pada kelompok
intervensi adalah 35,30 dengan standar deviasi 6,57, sedangkan pada kelompok
kontrol yang tidak dilakukan permainan terapeutik adalah 41,77 dengan standar
deviasi 11,10. Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan yang
bermakna/signifikan rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada kelompok
yang dilakukan permainan terapeutik dengan yang tidak dilakukan (p value =
0,009, α = 0.05)
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
116
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini, akan menguraikan pembahasan yang meliputi interpretasi dan diskusi hasil
yang telah dijelaskan dalam bab terdahulu, dengan berlandaskan literatur-literatur yang
terkait dan penelitian yang telah ada sebelumnya. Pada bab ini juga, akan memaparkan
keterbatasan penelitian selama pelaksanaan penelitian dan implikasi hasil penelitian
yang dapat digunakan dalam pelayanan keperawatan, keilmuan keperawatan, dan
pendidikan profesi keperawatan.
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi
Interpretasi hasil penelitian dijelaskan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu
mengidentifikasi pengaruh permainan terapeutik terhadap kecemasan, kehilangan
kontrol, dan ketakutan anak prasekolah selama dirawat di rumah sakit.
1. Karakteristik Responden
Responden di dalam penelitian ini berjumlah 60 orang anak prasekolah yang
terbagi atas 2 kelompok yaitu kelompok intervensi yang diberikan permainan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
117
terapeutik dan kelompok kontrol yang tidak diberikan permainan terapeutik.
Masing-masing kelompok terdiri dari 30 anak prasekolah.
Hasil analisis uji homogenitas terhadap variabel potensial perancu, yang meliputi:
usia, jenis kelamin, pengalaman dirawat sebelumnya, temperamen anak,
dukungan yang diperoleh anak, kecemasan terhadap perpisahan, ketakutan
terhadap cidera, dan perasaan kehilangan kontrol, menunjukkan kesetaraan antara
kelompok kontrol dan intervensi. Hal ini sesuai dengan pendapat Polit dan
Hungler (2001), bahwa hasil penelitian dikatakan valid jika karekteristik
respondennya tidak ada perbedaan yang bermakna. Pendapat serupa juga
disebutkan oleh Notoatmodjo (2003), bahwa pada penelitian kuasi – eksperimen
dengan rancangan pre post test design, jika pada awalnya kedua kelompok
mempunyai sifat yang sama, maka perbedaan hasil penelitian setelah diberikan
intervensi dapat disebut sebagai pengaruh dari intervensi yang diberikan.
a. Usia Anak
Responden penelitian ini pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi
berusia antara 4-6 tahun dengan rata-rata usia anak 4,77 ± 0,83 tahun. Tidak
ada perbedaan yang signifikan rata-rata usia anak pada kedua kelompok
tersebut ( p value = 1,00). Dengan demikian dapat disimpulkan usia anak
pada kedua kelompok setara/homogen. Hal ini juga mengindikasikan bahwa
pengaruh usia anak terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan
telah dapat dikontrol.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
118
Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan pada penelitian Brandt (1999).
Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan metode kuasi –
eksperimen untuk mengidentifikasi keefektifan terapi bermain sebagai
metode intervensi untuk anak dengan masalah emosional dan perilaku.
Penelitian ini dilakukan pada anak usia 4-6 tahun dan didapatkankan rata-rata
usia anak pada kelompok kontrol 5,72 dan pada kelompok intervensi 5,38.
Sementara itu, penelitian Salmon dan Pereira (2002) yang mengidentifikasi
kontribusi dari usaha kontrol (menggambarkan ketidakmampuan anak
memfokuskan perhatian) dan koping/distress orangtua terhadap peningkatan
koping perilaku anak dan distress selama voiding cystourethrogram (VCUG),
menemukan kisaran usia anak 2-7 tahun dengan rata-rata usia 45,47 ± 15,33
bulan.
Selanjutnya, penelitian Sabino dan Almeida (2006) dengan menggunakan
desain deskriptif yang bertujuan mengevaluasi karakteristik nyeri dan
perubahannya, ditujukan kepada anak penderita kanker yang dirawat sebelum
dan setelah pemberian permainan terapeutik. Penelitian ini dilakukan pada
anak usia 3-9 tahun, dan rata-rata usia responden yang terbanyak adalah usia
3-4 tahun sebanyak 7 ( 43,7%).
Rata-rata usia anak pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan rata-rata
usia anak pada penelitian lain, karena pada penelitian ini usia anak yang
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
119
digunakan pada rentang yang tidak jauh berbeda. Terkait dengan hal ini pula,
Koller (2008a) dalam penelitiannya dengan menggunakan review literatur
menyebutkan bahwa beberapa penelitian menemukan tidak ada hubungan
antara usia dengan respon hospitalisasi dan sebaliknya beberapa penelitian
menemukan bahwa anak yang lebih muda lebih mungkin mengalami
kecemasan dan ketakutan dibandingkan dengan anak yang lebih tua.
Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa perlu adanya pengkajian
lebih lanjut terhadap hal-hal yang mungkin mempengaruhi kemampuan anak
dalam menghadapi hospitalisasi selain usia anak.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin anak dalam penelitian ini sebagian besar adalah laki-laki
sebanyak 20 orang (66,7%) pada masing-masing kelompok kontrol dan
intervensi. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin anak
pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi (p value = 1,00). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin anak antara kedua
kelompok setara/homogen dan hal ini juga mengindikasikan bahwa pengaruh
jenis kelamin terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan telah
dapat dikontrol.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian-penelitian yang telah disebutkan
di atas. Penelitian Brandt (1999) ditemukan mayoritas jenis kelamin anak
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
120
adalah perempuan, yaitu 18 (62,06%) dan laki-laki 11 (37,9%), dan pada
penelitian Salmon dan Pereira (2002) juga ditemukan jumlah yang hampir
sama antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, yaitu 15 (46,9%) laki-laki
dan 17 (53,12%) perempuan. Sementara itu penelitian Sabino dan Almeida
(2006) didapatkan jumlah yang sama antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan, yaitu 8 (50%).
Rata-rata distribusi jenis kelamin anak pada penelitian ini sedikit berbeda
dengan distribusi jenis kelamin pada ketiga (3) penelitian lain tersebut, hal ini
menurut asumsi peneliti dimungkinkan karena cara pengambilan sampel yang
tidak random sehingga tidak mampu melakukan pengontrolan.
Berdasarkan Penelitian Tiedman dan Clatworthy (1990, dalam Koller, 2008a)
disebutkan bahwa anak laki-laki cendrung lebih pencemas dari anak
perempuan ketika masuk, pemulangan, dan paska pemulangan. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Rennick, et al. (2002) menyebutkan bahwa
anak perempuan lebih pencemas dari anak laki-laki. Sementara itu penelitian
Koller (2008a) menyebutkan bahwa berdasarkan beberapa hasil penelitian
terdahulu disimpulkan perbedaan jenis kelamin tidak terbukti memunculkan
perbedaan perilaku, fokus perhatian, dan strategi pada koping anak.
Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa ada faktor lain yang
mempengaruhi respon anak terhadap hospitalisasi selain jenis kelamin anak
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
121
dan usia, namun faktor yang mungkin tersebut peneliti asumsikan pula akan
saling mempengaruhi.
c. Pengalaman Dirawat Sebelumnya
Responden dalam penelitian ini sebagian besar tidak pernah dirawat pada usia
3 tahun lebih, yaitu 22 (73,3%) pada kelompok kontrol dan 20 (66,7%) pada
kelompok intervensi. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak yang
memiliki pengalaman dirawat sebelumnya pada usia lebih dari 3 tahun dengan
anak yang tidak, pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi ( p value =
0,78). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada tidaknya pengalaman
dirawat sebelumnya pada usia 3 tahun lebih antara kedua kelompok
setara/homogen dan hal ini juga mengindikasikan bahwa pengaruh
pengalaman dirawat sebelumnya pada usia lebih dari 3 tahun terhadap
kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan telah dapat dikontrol.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Salmon dan Pereira (2002), yang
memasukan variabel pengalaman sebelumnya terhadap sakit, yaitu dengan 11
(34,4%) anak yang berpengalaman tidak diutamakan untuk dilakukan voiding
cystoutehrogram (VCUG), 7 (21,9%) anak berpengalaman 1 kali terhadap
VCUG, 4 (12,5%) anak berpengalaman 2 kali terhadap VCUG, 5 (15,6%)
anak berpengalaman 3 kali atau lebih, dan 5 (15,6%) anak tidak berkenan
dilakukan VCUG.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
122
Temuan ini juga sejalan dengan penelitian Purwandari, Mulyono, dan Sucipto
(2007). Penelitian tersebut menggunakan metode kuasi – eksperimen untuk
mengidentifikasi dampak terapi bermain untuk menurunkan kecemasan
perpisahan pada anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi, menemukan
rata-rata pengalaman anak dirawat sebelumnya pada kelompok kontrol adalah
sebagai berikut: pengalaman dirawat 1 kali ada 8 (40%), 2 kali ada 5 (25%),
dan lebih dari 3 kali ada 7 (35%). Selanjutnya pada kelompok intervensi
ditemukan sebagai berikut: pengalaman dirawat 1 kali ada 8 (40%), 2 kali
ada 2 (10%), 3 kali ada 1 (5%) dan lebih dari 3 kali ada 9 (45%).
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, peneliti berasumsi bahwa
peneliti memasukan variabel pengalaman dirawat sebelumnya pada penelitian
karena diasumsikan akan mempengaruhi respon anak terhadap hospitalisasi.
Pengalaman dirawat sebelumnya dapat memberikan gambaran kepada anak
terhadap apa yang akan dialaminya sehingga akan mempengaruhi respon
anak, seperti pengalaman yang menyakitkan (prosedur invasif) dan
pengalaman kemampuan menghadapi kondisi stress tersebut, namun peneliti
juga berasumsi bahwa variabel pengalaman dirawat sebelumnya juga akan
dipengaruhi oleh variabel lain, seperti kemampuan koping anak.
d. Temperamen Anak
Responden dalam penelitian ini sebagian besar bertemperamen mudah baik
pada kelompok kontrol maupun pada kelompok intervensi yaitu ada 16
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
123
(53,3%) anak pada kelompok kontrol dan 18 (60%) anak pada kelompok
intervensi. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara temperamen anak pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi (p value = 0,79). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa temperamen anak pada kedua kelompok
setara/homogen dan hal ini juga mengindikasikan bahwa pengaruh
temperamen anak terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan
telah dapat dikontrol.
Temuan ini pula sejalan dengan penelitian Chen, et al. (2000) yang bertujuan
untuk mengevaluasi hubungan antara sensitivitas nyeri dan distress anak
selama lumbar pungsi, dan menurunkan distress lumbar pungsi. Pada
penelitian ini untuk menilai temperamen anak digunakan Sensitivity
Temperament Inventory for Pain (STIP). Sensitivity Temperament Inventory
for Pain (STIP) terdiri dari 4 faktor yang meliputi sensasi/toleransi nyeri,
tampak sensitif, keluhan/laporan dari tanda-tanda, dan memusatkan sensasi,
yang terdiri dari 35 item dengan skala pengukuran 4 dari yang disukai hingga
yang tidak disukai.
Penelitian Salmon dan Pereira (2002) melakukan penelitian dengan
menggunakan Children’s Behavior Questionnaire (CBQ) dalam menilai
temperamen anak. Children’s Behavior Questionnaire (CBQ) adalah
pengukuran temperamen berdasarkan laporan orang tua berupa reaksi tipikal
anak dalam sejumlah situasi, dan instrumen tersebut menggunakan skala
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
124
pengukuran 7, yaitu dari skor 1 yang berarti tidak ekstrim hingga skor 7 yang
berarti benar-benar ekstrim.
Pengukuran temperamen pada kedua penelitian tersebut tidak jauh berbeda
dengan peneliti gunakan, namun pada penelitian ini skor temperamen anak
dikategorikan menjadi mudah, sulit, dan lambat berdasarkan kriteria,
sedangkan pada kedua penelitian tersebut tidak dikategorikan. Peneliti
berasumsi pengukuran temperamen yang dilakukan sama-sama untuk
mengetahui sifat dasar anak yang akan mempengaruhi anak dalam
menghadapi kondisi stress hospitalisasi.
Berdasarkan pengertiannya, temperamen menurut Suryabrata (2002) adalah
aspek kejiwaan dari pada kepribadian yang dipengaruhi oleh jasmani dan
dibawa sejak lahir, dan karenanya sukar untuk diubah dari pengaruh luar.
Koller (2008b) juga menyebutkan hal yang sama, bahwa temperamen
merupakan suatu perilaku atau reaksi yang menetap pada individu dan
berpola stabil pada setiap waktu, kegiatan dan suasana.
Pada penelitian Carson, Council, dan Gravley (1991) menyebutkan bahwa
anak-anak yang berespon lebih baik terhadap hospitalisasi memiliki mood
yang positif, lebih dapat memperkirakan, lebih mudah teralihkan perhatian,
lebih mudah didekati, dan menyesuaikan diri sehingga kurang aktif terhadap
stimuli.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
125
e. Dukungan yang Diperoleh Anak
Responden dalam penelitian ini sebagian besar memiliki dukungan keluarga
yang cukup baik pada kelompok kontrol maupun pada kelompok intervensi,
yaitu 22 (73,3%) pada kelompok kontrol dan 19 (63,3%) pada kelompok
intervensi. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak yang memiliki
dukungan keluarga yang cukup dengan yang kurang mendapatkan dukungan
pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi ( p value = 0,58). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ketersediaan dan kurang ketersediaan
dukungan keluarga terhadap anak pada kedua kelompok setara/homogen dan
hal ini juga mengindikasikan bahwa pengaruh ketersediaan dukungan
terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan telah dapat dikontrol.
Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian Purwandari, Mulyono, dan
Sucipto (2007), yang menemukan dukungan keluarga pada kelompok kontrol
berupa dukungan dari ibu/bapak sebanyak 13 (65%), dukungan dari
kakek/nenek sebanyak 3 (15%), dan dukungan dari anggota keluarga yang
lain sebanyak 4 (20%). Selanjutnya dukungan pada kelompok intervensi
berupa dukungan dari kakek/nenek sebanyak 19 (95%), dan dukungan dari
anggota keluarga lain sebanyak 1 (5%).
Temuan ini pula didukung oleh penelitian Ardiningsih, Yektiningsih, dan
Purwandari (2006). Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi
analitik dengan korelasi Product Moment dengan pendekatan cross sectional
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
126
yang bertujuan menguji hubungan dukungan informasional dengan
kecemasan perpisahan anak usia prasekolah. Penelitian ini menemukan rata-
rata anak memperoleh dukungan informasional kurang baik ada sebanyak
63,3 % dan dukungan informasional baik ada sebanyak 36,7% .
Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti berasumsi bahwa dukungan
keluarga meliputi dukungan yang diperoleh dari semua anggota keluarga baik
ibu/bapak, kakek/nenek, dan anggota keluarga lain. Dukungan tersebut
meliputi dukungan informasional maupun dukungan fisik secara nyata. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Friedman (1998) yang menyebutkan bahwa
salah satu dukungan yang diberikan keluarga adalah dukungan informasional
yang dapat berupa pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan
untuk mengatasi suatu masalah.
Selanjutnya peneliti juga berasumsi berdasarkan pengamatan selama
penelitian ditemukan bahwa dukungan keluarga berupa kehadiran orang tua
pada pelaksanaan prosedur tindakan tidak hanya berdampak memberikan
kenyamanan sehingga anak mau bekerjasama dalam prosedur tindakan,
namun anak juga dapat menjadi lebih ekspresif dalam protes terhadap
prosedur tindakan tersebut dan ini peneliti yakini bahwa anak menjadi merasa
lebih nyaman dalam mengekspresikan stressnya ketika didampingi oleh orang
tuanya.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
127
2. Kecemasan Perpisahan
Hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok anak prasekolah yang
diberikan permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor kecemasan perpisahan
sebelum pemberian permainan teraputik 36,37, dan setelah pemberian permainan
terapeutik skor kecemasan perpisahan menurun menjadi 29,93. Hal ini berarti
terjadi penurunan kecemasan perpisahan pada anak prasekolah yang dirawat di
rumah sakit setelah pemberian permainan terapeutik pada kelompok anak
prasekolah yang diberikan permainan terapeutik, yang dapat dilihat pada rata-rata
penurunan skor kecemasan perpisahan 6,43. Penurunan kecemasan perpisahan
pada kelompok ini bermakna secara statistik (p value = 0,000, α = 0,05) yang
artinya bahwa ada pengaruh pemberian permainan terapeutik terhadap penurunan
kecemasan perpisahan.
Sedangkan hasil penelitian yang didapatkan pada kelompok anak prasekolah yang
tidak diberikan permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor kecemasan
sebelum periode pemberian permainan terapeutik 36,83 dan setelah periode
pemberian permainan terapeutik skor kecemasan perpisahan sedikit mengalami
penurunan, yaitu 36,43. Hal ini berarti terjadi sedikit penurunan kecemasan
perpisahan pada anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit setelah periode
pemberian permainan terapeutik pada kelompok anak yang tidak diberikan
permainan terapeutik, yang dapat terlihat pada rata-rata penurunan skor
kecemasan perpisahan 0,40, tetapi penurunan kecemasan ini tidak bermakna
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
128
secara statistik (p value = 0,49, α = 0,05) yang artinya bahwa penurunan
kecemasan tidak terjadi tanpa adanya pemberian permainan terapeutik .
Selanjutnya, hasil penelitian didapatkan pula bahwa rata-rata skor kecemasan
setelah periode pemberian permainan terapeutik berbeda secara signifikan pada
kelompok anak yang diberikan permainan terapeutik dan kelompok yang tidak
diberikan permainan terapeutik, dan perbedaan ini bermakna secara statistik (p
value = 0,002, α = 0,05).
Kondisi tersebut sejalan dengan beberapa literatur dan penelitian terkait yang
membahas tentang kecemasan perpisahan pada anak yang mengalami perawatan
di rumah sakit. Perpisahan merupakan faktor penyebab terjadinya cemas pada
anak yang dirawat, sebab pada masa ini anak mempunyai ketergantungan yang
besar terhadap orangtua karena kondisi stress terhadap penyakit yang membuat
anak merasa kurang terlindungi dengan adanya perpisahan (Hockenberry &
Wilson 2007). Selanjutnya hal yang serupa juga disebutkan oleh Rudolph,
Hoffman, dan Rudolph (2006), bahwa kecemasan perpisahan merupakan salah
satu masalah yang menyakitkan bagi anak terutama pada anak usia 6 bulan dan 4
tahun dikarenakan imaturitas fisik, sosial, serta kognitif dan kedekatan serta
ketergantungan terhadap orang tua. Pernyataan tersebut juga didukung oleh
pernyataan hasil penelitian terdahulu yaitu Goslin (1978), yang menyatakan
beberapa penelitian mendukung anggapan bahwa anak antara usia 6 bulan dan 4
tahun rentan terhadap gangguan (hospitalisasi). Kecemasan perpisahan dari
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
129
orangtua merupakan stressor utama, tetapi adanya gangguan emosional
sebelumnya terhadap rumah sakit dan tingkat perkembangan kognitif anak
merupakan faktor yang signifikan.
Permainan terapeutik adalah upaya melanjutkan perkembangan normal yang
memungkinkan anak berespon lebih efektif terhadap situasi yang sulit seperti
pengalaman pengobatan (Koller, 2008b). Selanjutnya disebutkan dalam Wong
(2004), bahwa bermain memiliki nilai teraputik, dimana anak dapat
mengkomunikasikan rasa takut dan kecemasannya, serta mengekspresikan
ketegangan yang dirasakan baik secara verbal atau non verbal. Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa permainan terapeutik dapat
menurunkan kecemasan perpisahan pada anak prasekolah yang di rawat di rumah
sakit. Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwandari,
Mulyono, dan Sucipto (2007) yang menyimpulkan bahwa permainan terapeutik
secara statistik bermakna terhadap penurunan kecemasan perpisahan pada anak
prasekolah.
Hal ini sesuai dengan kondisi yang peneliti temukan pada saat penelitian. Dalam
penelitian ini, peneliti mendapatkan anak prasekolah sulit bekerjasama dalam
program perawatan dan pengobatannya, tidak mau ditinggal oleh orang
tua/keluarga terdekat, dan selalu menangis/mengekspresikan ketegangan pada saat
staf rumah sakit masuk ke ruang perawatan dan mendekati anak. Peneliti
mengasumsikan kondisi ini dimungkinkan karena anak prasekolah mengalami
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
130
stress terhadap penyakitnya sehingga anak merasa tidak nyaman untuk
ditinggalkan oleh orangtua/orang terdekat, dan lingkungan rumah sakit serta staf
yang bertugas tidak dikenal oleh anak, terlebih staf rumah sakit dan mahasiswa
yang bertugas sering melakukan kunjungan secara serentak/beramai-ramai.
Kondisi tersebut membuat kecemasan terhadap perpisahan dengan orang
tua/keluarga terdekat meningkat, terlebih pada anak prasekolah perasaan
kecemasan sedang berkembang. Kecemasan menurut Yusuf (2005), adalah suatu
perasaan takut yang bersifat hayalan, yang tidak ada objeknya, dan muncul
mungkin dari situasi-situasi yang dihayalkan berdasarkan pengalaman yang
diperoleh, buku-buku bacaan/komik, radio atau film.
Pada saat penelitian, permainan terapeutik mampu memfasilitasi perasaan yang
dirasakan oleh anak secara verbal dan non verbal, sehingga dapat diketahui
gambaran penyebab kecemasan perpisahan yang dirasakan oleh anak sehingga
perawat dapat memfasilitasi penurunan kecemasan tersebut. Hal ini didukung oleh
kemampuan yang telah dimiliki oleh anak prasekolah, yaitu sebagaimana yang
disebutkan dalam Hockenberry dan Wilson (2007) bahwa anak prasekolah
dapat berespon baik terhadap antisipasi perpisahan dan penjelasan yang konkrit.
3. Kehilangan Kontrol
Hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok anak prasekolah yang
diberikan permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor perasaan kehilangan
kontrol sebelum pemberian permainan terapeutik 25,47, dan setelah pemberian
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
131
permainan terapeutik skor perasaan kehilangan kontrol menurun menjadi 22,93.
Hal ini berarti terjadi penurunan perasaan kehilangan kontrol pada anak
prasekolah yang dirawat di rumah sakit setelah pemberian permainan terapeutik
pada kelompok yang diberikan permainan terapeutik, yang dapat dilihat pada rata-
rata penurunan skor perasaan kehilangan kontrol 2,53. Penurunan perasaan
kehilangan kontrol pada kelompok ini bermakna secara statistik (p value = 0,001,
α = 0,05) yang artinya bahwa ada pengaruh pemberian permainan terapeutik
terhadap penurunan perasaan kehilangan kontrol.
Sedangkan hasil penelitian yang didapatkan pada kelompok anak prasekolah yang
tidak diberikan permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor perasaan
kehilangan kontrol sebelum periode pemberian permainan terapeutik 25,70 , dan
setelah periode pemberian permainan terapeutik skor perasaan kehilangan kontrol
mengalami peningkatan, yaitu 27,10. Hal ini berarti terjadi peningkatan perasaan
kehilangan kontrol pada anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit setelah
periode pemberian permainan terapeutik pada kelompok anak yang tidak
diberikan permainan terapeutik, yang dapat terlihat pada rata-rata peningkatan
skor perasaan kehilangan kontrol yaitu 1,40. Peningkatan perasaan kehilangan
kontrol bermakna secara statistik (p value = 0, 023, α = 0,05) yang artinya
bahwa dengan tanpa pemberian permainan terapeutik dapat terjadi peningkatan
perasaan kehilangan kontrol.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
132
Selanjutnya, hasil penelitian didapatkan pula bahwa rata-rata skor perasaan
kehilangan kontrol setelah periode pemberian permainan terapeutik berbeda
secara signifikan pada kelompok anak yang diberikan permainan terapeutik dan
kelompok anak yang tidak diberikan permainan terapeutik, dan perbedaan ini
bermakna secara statistik (p value = 0,001, α = 0,05).
Kondisi tersebut sejalan dengan beberapa literatur dan penelitian terkait yang
membahas tentang perasaan kehilangan kontrol pada anak yang mengalami
perawatan di rumah sakit. Kehilangan kontrol merupakan salah satu dari faktor
stress yang dirasakan pada anak yang dirawat. Faktor yang menyebabkan
perasaan kehilangan kontrol menurut Hockenberry dan Wilson (2007) adalah
adanya pembatasan fisik, perubahan rutinitas dan ketergantungan. Kondisi
tersebut membuat anak merasa kehilangan kemampuan untuk menguasai dirinya
dan merasa tergantung dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Hewen (1996) bahwa anak menjadi lebih tertekan ketika suatu hal terjadi dan
merubah kebiasaan rutin, sehingga karena keterbatasan pengalaman anak
mengalami kesulitan menghadapi kondisi tersebut. Penelitian yang dilakukan
oleh Coyne (2006) mengidentifikasi rentang ketakutan dan perhatian anak yang
dirawat di rumah sakit salah satunya adalah perasaan kehilangan kontrol diri
terhadap rutinitas rumah sakit.
Kehilangan kontrol dalam konteks perasaan anak prasekolah menurut
Hockenberry dan Wilson (2007) adalah faktor penting yang mempengaruhi
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
133
persepsi dan reaksi anak terhadap perpisahan, nyeri, penyakit dan hospitalisasi.
Selanjutnya Hockenberry dan Wilson (2007) menyebutkan bahwa egosentrik
dan pemikiran magis membatasi kemampuan berfikir anak untuk memahami
kejadian karena anak memandang semua pengalaman dari persepektif mereka,
sehingga terkadang anak prasekolah menganggap proses penyakit dan dirawat
merupakan suatu hukuman. Respon terhadap pemikiran anak biasanya merasa
malu, bersalah dan takut. Penelitian yang dilakukan oleh Coyne (2006) juga
menjelaskan bahwa anak membutuhkan informasi yang cukup untuk kebutuhan
penyesuaian diri anak.
Permainan terapeutik menurut Rudolph, Hoffman, dan Rudolph (2006), dapat
digunakan membuat anak mengubah perasaan tidak berdaya serta pasif menjadi
kesadaran akan kemampuan aktif. Pendapat tersebut juga serupa dengan pendapat
Dorfman, Meyer, Dorfan, dan Morgan (2004) yang menyatakan bahwa klien
dalam kondisi krisis atau memiliki pengalaman trauma biasanya merasa
kehilangan kontrol, dimana permainan terapeutik dapat memberikan kesempatan
kepada klien untuk berkuasa terhadap dirinya dan terapis berusaha meningkatkan
peran klien.
Hal ini sesuai dengan kondisi yang peneliti temukan pada saat penelitian. Dalam
penelitian ini, peneliti mendapatkan anak prasekolah sulit bekerjasama dalam
program perawatan dan pengobatannya bahkan meskipun anak mau bekerjasama
namun tampak keterpaksaan dan pasrah tak berdaya, anak tampak sangat
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
134
ketergantungan dengan orangtua/orang terdekat dan tidak mau ditinggal, anak
selalu menangis/mengekspresikan ketegangan pada saat staf rumah sakit
mengajak anak bercakap-cakap, terkadang anak mau diajak bicara tetapi suara
yang dikeluarkan tidak seperti biasa dan menghindari kontak mata. Kondisi ini
dimungkinkan karena anak prasekolah merasa tidak berdaya terhadap penyakitnya
yang mengharuskannya untuk membatasi aktifitas/mengalami keterbatasan
aktifitas, menghadapi rutinitas program perawatan dan pengobatan yang
terkadang tidak memberikan kenyamanan dan bahkan tak jarang menimbulkan
rasa nyeri sehingga anak merasa tidak mampu/kesulitan mengatasi kondisi
tersebut.
Perkembangan psikososial anak prasekolah menurut Erik Erikson dengan alasan
tertentu dapat menjadi kurang dependen, dan mengalami konflik antara initiative
dan guilt (Yusuf, 2005). Pada fase initiative ini, anak giat belajar, bermain,
bekerja dan hidup, dan merasa mampu menyelesaikan dan puas terhadap
aktivitasnya, namun pada kondisi ini apabila konflik muncul maka anak
mengalami guilt (perasaan bersalah) (Hockenberry & Wilson 2007). Kondisi
inilah yang sering muncul pada saat anak prasekolah mengalami perawatan di
rumah sakit.
Pada saat penelitian didapatkan bahwa permainan terapeutik mampu
memfasilitasi perasaan yang dirasakan oleh anak secara verbal dan non verbal.
Perawat memfasilitasi perasaan anak dengan cara mendorong anak untuk
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
135
mengungkapkan perasaannya, pendapatnya atau keinginanya, serta memfasilitasi
perasaan anak untuk berkuasa atas dirinya sendiri dengan menekankan pada
aspek kemampuan diri anak dan tidak terlalu menekankan ketidak koopratif atau
perilaku negatif anak lainnya.
4. Ketakutan Terhadap Cidera
Hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok anak prasekolah yang
diberikan permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor ketakutan terhadap
cidera sebelum pemberian permainan teraputik 41,73, dan setelah pemberian
permainan terapeutik skor ketakutan terhadap cidera menurun menjadi 35,30. Hal
ini berarti terjadi penurunan ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah
yang dirawat di rumah sakit setelah pemberian permainan terapeutik pada
kelompok anak prasekolah yang diberikan permainan terapeutik, yang dapat
dilihat pada rata-rata penurunan skor ketakutan terhadap cidera 6,43. Penurunan
ketakutan terhadap cidera pada kelompok ini bermakna secara statistik (p value =
0,000, α = 0,05) yang artinya bahwa ada pengaruh pemberian permainan
terapeutik terhadap penurunan ketakutan terhadap cidera.
Sedangkan hasil penelitian yang didapatkan pada kelompok anak prasekolah yang
tidak diberikan permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor ketakutan terhadap
cidera sebelum periode pemberian permainan terapeutik 42,23, dan setelah
periode pemberian permainan terapeutik skor ketakutan terhadap cidera
mengalami penurunan, yaitu 41,77. Hal ini berarti terjadi penurunan ketakutan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
136
terhadap cidera pada anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit setelah periode
pemberian permainan terapeutik pada kelompok anak yang tidak diberikan
permainan terapeutik, yang dapat terlihat pada rata-rata penurunan skor ketakutan
terhadap cidera 0,47. Penurunan ketakutan terhadap cidera ini tidak bermakna
secara statistik (p value = 0,49 , α = 0,05) yang artinya tidak terdapat penurunan
ketakutan terhadap cidera tanpa permainan terapeutik. Selanjutnya, hasil
penelitian didapatkan pula bahwa rata-rata skor ketakutan terhadap cidera setelah
periode pemberian permaian terapeutik berbeda secara signifikan antara
kelompok anak yang diberikan permainan terapeutik dan kelompok anak yang
tidak diberikan permainan terapeutik, dan perbedaan ini bermakna secara statistik
(p value = 0,009, α = 0,05).
Kondisi tersebut sejalan dengan beberapa literatur dan penelitian terkait yang
membahas tentang ketakutan terhadap cidera pada anak yang mengalami
perawatan di rumah sakit. Rumah sakit merupakan tempat yang menyebabkan
kecemasan. Sumber utama kecemasan tersebut adalah perasaan takut. Perasaan
takut timbul karena sesuatu yang menyebabkan nyeri (Monaco, 1995).
Ketakutan akan cidera dan nyeri tubuh terjadi pada rata-rata anak. Konflik
psikoseksual menurut Hockenberry dan Wilson (2007) pada anak usia
prasekolah membuat anak rentan terhadap ketakutan cidera tubuh. Selanjutnya
Hockenberry dan Wilson (2007) juga menyebutkan bahwa gangguan prosedur,
rasa sakit atau tanpa sakit, adalah ancaman bagi anak prasekolah, dimana konsep
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
137
integritas tubuh masih sedikit berkembang, sedangkan perkembangan body image
berkembang mengikuti perkembangan kognitif dan kemampuan berbahasa.
Berdasarkan kondisi inilah pada umumnya perasaan takut anak prasekolah lebih
dominan dibandingkan dengan periode usia lain.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulfa (2000) menunjukkan bahwa pada anak
prasekolah dengan penyakit yang lebih berat dan sering menjalani prosedur
invasif lebih mengalami ketakutan yang signifikan. Takut menurut Yusuf
(2005), adalah suatu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap
membahayakan. Selanjutnya menurut Yusuf (2005) rasa takut terhadap sesuatu
berlangsung melalui tahapan sebagai berikut: mula-mula tidak takut, karena anak
belum sanggup melihat kemungkinan bahaya yang terdapat dalam objek; timbul
rasa takut setelah mengenal adanya bahaya; dan rasa takut bisa hilang kembali
setelah mengetahui cara-cara menghindar dari bahaya.
Permainan terapeutik diyakini mampu membantu mengatasi kondisi stress anak
yang mengalami perawatan. Permainan terapeutik didefinisikan sebagai suatu
bentuk permainan yang memungkinkan anak terlepas dari kecemasan yang
disebabkan oleh situasi yang abnormal untuk usia anak, biasanya mengancam
(seperti hospitalisasi), dan digunakan sewaktu-waktu anak mengalami kesulitan
memahami atau mengatasi pengalaman yang dihadapi (Sabino & Almeida, 2006).
Penelitian yang mendukung pernyataan tersebut salah satunya adalah penelitian
yang dilakukan oleh Martins, et al. pada tahun 2001, melaporkan bahwa anak-
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
138
anak yang mendapatkan permainan terapeutik akan lebih kooperatif pada saat
dilakukan tindakan pemasangan infus. Anak-anak memahami mengapa tindakan
tersebut dilakukan, dapat mengekspresikan perasaannya, lebih kooperatif dengan
keluarga, dan memiliki hubungan baik dengan anak-anak lain yang sedang
menjalani perawatan.
Hal ini sesuai dengan kondisi yang peneliti temukan pada saat penelitian. Peneliti,
dalam penelitian ini mendapatkan anak prasekolah sulit bekerjasama dalam
program perawatan dan pengobatannya seperti anak menolak untuk dilakukan
tindakan dengan cara meronta-ronta, menangis dan menjerit-jerit, serta memaki
dan bahkan terkadang memukul staf rumah sakit yang akan melakukan perawatan
dan pengobatan. Anak prasekolah juga terkadang menolak tindakan perawatan
dan pengobatan meskipun tindakan tersebut tidak membuat anak merasakan nyeri.
Pada saat penelitian, permainan terapeutik mampu memfasilitasi perasaan yang
dirasakan oleh anak secara verbal. Perawat memfasilitasi perasaan anak dengan
cara mendorong anak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapatnya atau
keinginanya. Pada saat bermain perawat memberikan dukungan kepada anak
melalui cerita dan diskusi yang digunakan untuk mengurangi rasa takut anak
terhadap rutinitas rumah sakit (prosedur perawatan dan pengobatan). Hal ini
sesuai dengan pendapat Yang (2004), bahwa dengan teori kognitif, bermain peran
dan bercerita dapat digunakan mengurangi stress dan kecemasan pada anak.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
139
5. Permainan Terapeutik
Rata-rata skor kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan
terhadap cidera setelah pemberian permainan terapeutik berbeda secara signifikan
pada kelompok yang diberi permainan terapeutik dengan kelompok yang tidak
diberi permainan terapeutik, dan perbedaan ini bermakna secara statistik (p value
<0,05).
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa perawatan anak selama di
rumah sakit merupakan sumber stress bagi anak yang dirawat. Stressor tersebut
meliputi kecemasan terhadap perpisahan, ketakutan terhadap cidera, dan perasaan
kehilangan kontrol. Peneliti berasumsi banyak upaya yang dapat dilakukan oleh
perawat untuk mengurangi dampak dari stress hospitalisasi tersebut diantaranya
adalah dengan pemberian permainan terapeutik yang terintegrasi dalam intervensi
keperawatan yang diberikan kepada anak.
Permainan terapeutik yang diberikan pada saat penelitian sebanyak 3 permainan,
yaitu permainan boneka jari, meregangkan balon karet, dan bernyanyi. Pada saat
permainan boneka jari anak prasekolah tampak kooperatif dan mengekspresikan
perasaan takutnya. Anak prasekolah sebagian besar mengatakan takut di injeksi
karena jarumnya besar, takut dengan darah yang keluar pada saat pengambilan
sampel darah dan pelaksanaan pemasangan IVFD, dan anak takut tubuhnya bocor
dan mengeluarkan darah sehingga anak menolak dan marah bila plester penutup
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
140
bekas injeksi atau pengambilan sampel darah dilepas. Peneliti memfasilitasi
perasaan anak tersebut dengan memberikan penjelasan-penjelasan dan contoh-
contoh yang konkrit sehingga anak mengerti dan memahami.
Selanjutnya, pada permainan meregangkan balon karet anak prasekolah juga
tampak kooperatif dan senang, perawat memfasilitasi kemarahan/kekesalan anak
dengan meminta anak untuk meregangkan balon karet sesuai dengan kemampuan.
Dan pada permainan bernyanyi, anak selain tampak kooperatif, anak juga tampak
rileks, senang dan menikmati.
Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian dari Rae, et al. (1989)
yang menyebutkan bahwa permainan terapeutik dapat menurunkan ketakutan
terhadap rumah sakit pada anak yang dirawat dengan penyakit akut. Selanjutnya
penelitian dari Zahr (1998), juga menyebutkan bahwa permainan terapeutik dapat
menurunkan kecemasan dan anak akan lebih kooperatif, serta signifikan
menurunkan tekanan darah. Sementara Koller (2008b) juga mengidentifikasi
bahwa permainan terapeutik dapat menurunkan stress fisiologis dan psikologis.
Peneliti berasumsi bahwa permainan terapeutik memfasilitasi anak
mengekspresikan perasaannya termasuk kecemasan, ketakutan, dan perasaan
kehilangan kontrol. Pada pelaksanaannya permainan terapeutik tidak
membutuhkan tenaga khusus, perawat yang memberikan asuhan keperawatan
terhadap anak dapat melakukannya. Sebagaimana disebutkan juga dalam
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
141
penelitian Ron (1993) bahwa beberapa rumah sakit Unit Kingdom tidak
mempekerjakan tenaga spesialis untuk melakukan permainan dan perawat anak
mampu melakukan peran penting tersebut.
Pengertian permainan terapeutik dan manfaatnya sebagaimana telah disebutkan
pada penjelasan terdahulu, terbukti membantu mengatasi stress anak selama
dalam perawatan. Pada saat pelaksanaan permainan terapeutik, anak dapat
mengekspresikan perasaan, pendapat dan keinginannya, sedangkan perawat dapat
memahami apa yang dirasakan oleh anak sehingga perawat dapat memfasilitasi
kebutuhan anak.
Reaksi anak terhadap hospitalisasi bersifat individual, diantaranya dipengaruhi
oleh usia perkembangan, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem
pendukung yang tersedia, dan temperamen anak (Hockenberry & Wilson, 2007;
Koller, 2008a). Pada penelitian ini variabel tersebut telah dilakukan uji
kesetaraan antara kelompok anak yang mendapatkan permainan terapeutik dan
tidak mendapatkan permainan terapeutik, sehingga diharapkan tidak
mempengaruhi hasil penelitian.
Pada penelitian ini juga ditemukan beberapa anak prasekolah mengalami
penurunan kecemasan perpisahan dan ketakutan terhadap cidera setelah dilakukan
perawatan selama 3-4 hari meskipun tidak diberikan permainan terapeutik.
Peneliti berasumsi ada beberapa alasan yang mendasari kemungkinan terjadinya
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
142
penurunan tersebut pada kelompok anak yang tidak memperoleh permainan
terapeutik, diantaranya adalah:
a. Anak prasekolah yang dirawat pada kelompok tersebut dalam kondisi
semakin membaik dan prosedur tindakan perawatan/pengobatan yang diterima
semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan temuan pada saat penelitian bahwa
anak prasekolah, seiring dengan membaiknya kondisi anak maka tindakan
invasif yang diberikan kepada anak semakin sedikit jumlahnya, seperti
pemasangan IVFD diganti hanya pemasangan stopper sebagai akses
memasukan obat dan obat yang diberikan secara injeksi berganti dengan obat
secara oral.
Hal ini sejalan dengan Penelitian Saylor, et al. (1987) yang menyebutkan
bahwa sejumlah prosedur invasif adalah prediktor kuat terhadap distress
psikologi anak, dimanifestasikan dengan gejala depresi, kecemasan, ketakutan
dan post traumatik. Selanjutnya Penelitian Rennick, et al. (2002) juga
menyebutkan bahwa sejumlah prosedur invasif yang diterima oleh anak
mempengaruhi tingkat stress, pengalaman kecemasan, dan ketakutan selama
anak dirawat, dan temuan ini menyebutkan pula perlu adanya perhatian
terhadap anak yang lebih muda dan anak dengan penyakit berat yang
mendapatkan beberapa prosedur invasif.
Berdasarkan hal tersebut peneliti mengasumsikan bahwa perkembangan
penyakit anak akan mempengaruhi jumlah dan frekwensi prosedur invasif
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
143
yang akan diterima oleh anak, dan ini akan mempengaruhi stress yang
dirasakan anak khususnya ketakutan dan kecemasan terhadap perpisahan.
Seiring dengan perbaikan kondisi anak maka dimungkinkan prosedur invasif
yang diterima akan berkurang, sehingga stress/ketakutan anak juga akan
menurun.
b. Rasa takut anak prasekolah berada pada tahapan rasa takut menghilang setelah
anak mengetahui cara-cara menghindar dari bahaya (ketakutan terhadap
prosedur), sebagai contoh: anak akan memeluk orangtuanya saat akan
dilakukan tindakan penyuntikan, anak melakukan tehnik relaksasi dengan cara
meniup atau mengeluarkan suara saat dilakukan tindakan penyuntikan.
Kondisi tersebut peneliti asumsikan bahwa anak telah beradaptasi sesuai
dengan kondisi yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusuf
(2005) yang telah disebutkan terdahulu bahwa rasa takut yang dirasakan anak
dapat menghilang setelah mengetahui cara-cara menghindar dari bahaya/
kondisi yang menjadi sumber ketakutannya. Peneliti juga berasumsi dengan
berkurangnya rasa takut maka akan diikuti pula dengan penurunan kecemasan
terhadap perpisahan, hal ini dimungkinkan karena kondisi stress terhadap
penyakit yang membuat anak merasa kurang terlindungi dengan adanya
perpisahan menurun.
c. Anak prasekolah menerima komunikasi terapeutik dari perawat yang
melakukan perawatan terhadapnya sehingga anak merasakan kenyamanan dan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
144
percaya diri. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sieh dan
Brenti (1997), bahwa komunikasi terapeutik merupakan segala bentuk
komunikasi yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan klien atau
menghilangkan distres psikologis. Komunikasi terapeutik ini ditunjukan
dengan empati, rasa percaya, validasi dan perhatian. Selanjutnya perhatian
yang tulus menurut Potter dan Perry (2005) adalah metode yang kuat untuk
mendapatkan kepercayaan. Perawat menunjukan sensitivitas dan memahami
kebutuhan klien serta membantu memfasilitasinya. Berdasarkan hal tersebut
maka peneliti berasumsi bahwa dengan komunikasi terapeutik akan tercipta
hubungan interpersonal antara perawat dan anak dengan maksud membantu
memecahkan masalah yang dihadapi oleh anak, dalam hal ini adalah masalah
ketakutan terhadap cidera dan kecemasan perpisahan.
Penelitian ini membuktikan bahwa permainan terapeutik terbukti lebih dapat
menurunkan kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan
anak terhadap cidera bila dibandingkan dengan tanpa permainan terapeutik. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rae, et al. (1989) yang
membandingkan permainan terapeutik, permainan yang bersifat mengalihkan
perhatian, dukungan verbal, dan tanpa intervensi, yang hasilnya menunjukan
bahwa permainan terapeutik lebih dapat menurunkan ketakutan terhadap rumah
sakit pada anak yang dirawat dengan penyakit akut.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
145
B. Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan yang peneliti temukan selama melakukan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Adanya keikutsertaan peneliti dalam pengambilan data sekaligus pemberi
intervensi maka diduga kemungkinan adanya hasil pengukuran yang diperoleh
mengalami bias. Hal ini dimungkinkan karena adanya kontak antara responden
dan peneliti yang dapat mempengaruhi perilaku anak.
2. Instrumen penelitian yang digunakan dirasakan belum optimal meskipun telah
dilakukan upaya validitas dan reliabilitas.
C. Implikasi Hasil Penelitian
1. Implikasi Terhadap Pelayanan Keperawatan
Implikasi penelitian ini terhadap pelayanan keperawatan adalah penelitian ini
telah membuktikan bahwa permainan terapeutik pada anak prasekolah yang
menjalani perawatan efektif menurunkan stress selama anak dirawat di rumah
sakit, dan lebih efektif lagi apabila dalam memberikan pelayanan keperawatan
tenaga yang bertugas melaksanakan komunikasi terapeutik. Komunikasi
terapeutik merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan permainan terapeutik.
Dengan demikian intervensi pemberian permainan terapeutik dapat dimasukan
dalam program pelayanan kesehatan anak di rumah sakit khususnya di Rumah
Sakit Umum Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
146
2. Implikasi Terhadap Keilmuan Keperawatan
Penelitian ini telah membuktikan bahwa dengan permainan terapeutik dapat
menurunkan stress anak di rumah sakit. Penelitian ini juga menjawab Theory of
Caring dari Kristen M. Swanson, bahwa dalam pemberian pelayanan keperawatan
berusaha menemukan kebutuhan fisik dan psikologis klien dalam hal ini anak
prasekolah yang sedang mendapat asuhan dengan melakukan penerapan nilai-nilai
caring. Nilai-nilai caring tersebut berupa upaya memahami nilai-nilai yang
diyakini oleh anak dengan memperhatikan perasaan yang dirasakannya (seperti
kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap
cidera), serta berkomitmen dan bertanggungjawab membantu permasalahan yang
dihadapi oleh anak. Implikasi selanjutnya bahwa penelitian ini memberikan
peluang bagi ilmu keperawatan untuk semakin mengembangkan permainan
terapeutik dan komunikasi terapeutik khususnya pada anak.
3. Pendidikan Profesi Keperawatan
Aplikasi pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dalam memberikan
pelayanan keperawatan pada anak tidak hanya untuk mengatasi masalah fisiologis
tetapi juga psikologis. Hal ini diawali dari pembelajaran di institusi pendidikan.
Pendidikan keperawatan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dari
peserta didik untuk melakukan pemberian asuhan keperawatan pada anak, dengan
penekanan pada atraumatik care melalui permainan terapeutik dan komunikasi
terapeutik.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
147
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis dan hasil pembahasan, maka dikemukakan beberapa simpulan dan
saran sebagai berikut :
A. Simpulan
1. Karekteristik dari 60 responden, meliputi: rata-rata usia anak 4,77 tahun,
sebagian besar (66,7%) berjenis kelamin laki-laki, tidak pernah mengalami
perawatan pada usia 3 tahun lebih (70%), bertemperamen mudah (56,7%), dan
memiliki ketersediaan dukungan dari keluarga yang cukup (68,3%).
2. Penurunan kecemasan perpisahan pada anak prasekolah setelah pemberian
permainan terapeutik pada kelompok intervensi lebih besar dibandingkan dengan
kelompok kontrol (p value = 0,002; α = 0,05).
3. Penurunan perasaan kehilangan kontrol pada anak prasekolah setelah pemberian
permainan terapeutik pada kelompok intervensi lebih besar dibandingkan dengan
kelompok kontrol (p value = 0,001; α = 0,05).
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
148
4. Penurunan ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah setelah permainan
terapeutik pada kelompok intervensi lebih besar dibandingkan dengan kelompok
kontrol (p value = 0,009; α = 0,05).
B. Saran
1. Bagi Layanan Keperawatan
Permainan terapeutik dapat diandalkan bermanfaat menurunkan stress selama
hospitalisasi, dan komunikasi terapeutik merupakan bagian yang tidak
terpisahkan. Berdasarkan penelitian ini diharapkan:
a. Kepada perawat yang memberikan pelayanan keperawatan kepada anak
diharapkan mampu melaksanakan permainan terapeutik yang tidak
terpisahkan dengan aktivitas rutin perawatan sehari-hari serta penggunaan
komunikasi terapeutik yang benar dalam berkomunikasi dengan anak.
b. Kepada manager keperawatan di tatanan pelayanan kesehatan untuk
membuat program bermain yang di dalamnya termasuk permainan terapeutik
dan bukan hanya permainan yang bersifat rekreasional saja. Pengetahuan
perawat tentang pendekatan terhadap anak dalam memberikan pelayanan
keperawatan yang meliputi permainan terapeutik dan komunikasi terapeutik
perlu ditingkatkan melalui pelatihan in house training sehingga semua
tenaga perawatan yang memberikan pelayanan keperawatan pada anak
tersosialisasikan. Selanjutnya untuk menambah dan meningkatkan
pengetahuan orang tua tentang pentingnya bermain bagi anak perlu dilakukan
pembuatan media berupa leaflet.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
149
c. Kepada pihak manager rumah sakit untuk dapat menyediakan ruangan
khusus yang dapat digunakan untuk melakukan aktivitas bermain bagi anak
dengan alat-alat permainan yang sederhana.
.
2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Pendidikan keperawatan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peserta
didiknya dalam melakukan pemberian asuhan keperawatan anak dengan
menggunakan pendekatan atraumatik care melalui permainan terapeutik dan
komunikasi terapeutik. Peningkatan kemampuan tersebut harus didukung dengan
mempersiapkan peserta didik dengan materi-materi yang berhubungan dengan
pendekatan terhadap anak, yaitu permainan terapeutik dan komunikasi
terapeutik.
3. Bagi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut
pada penelitian serupa dan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
keefektifan permainan terapeutik pada anak yang dirawat di rumah sakit.
Selanjutnya pada penelitian lebih lanjut juga diharapkan untuk menghindari bias
hasil pengukuran, maka keikutsertaan peneliti dalam pengambilan data sekaligus
pemberian intervensi semaksimal mungkin dihindari, validitas dan reliabilitas
instrumen yang digunakan sudah lebih optimal lagi dengan melihat keterwakilan
dari masing-masing karekteristik variabel yang diteliti serta untuk meningkatkan
generalisasi dari hasil penelitian ini, disarankan untuk melakukan penelitian
yang sejenis dengan menggunakan desain randomized clinical trial (RCT).
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2007). Anak juga bisa cemas, http://www.gayahidupsehatoneline.com/mod,php?mod=publisher&op=printarticle&artid=23, diperoleh tanggal 3 Februari 2009
American Academy of Sleep Medicine (AASM). (2008). Sleep is poor among
hospitalized pediatric patient and their parents, http://esciencenews.com/articles/2008/06/10/sleep.poor.among.hospitalized.pediatric.patients.and.their.parents, diperoleh 15 April 2009
Ardiningsih, F., Yektiningtyastuti, & Purwandari, H. (2006). Hubungan antara dukungan
informasional dengan kecemasan perpisahan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah, http://74.125.95.132/search?q=cache:VRadAq_uASsJ:ojs.lib.unair.ac.id/index.php/SJN/article/view, diperoleh tanggal 3 Februari 2009
Ariawan, I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jakarta:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2004). Program Nasional Bagi Anak
Indonesia (PNBAI) 2015, Jakarta Ball, J.W., & Bindler, R.C. (2003). Pediatric nursing: Caring for children. (3rd edition).
New Jersey: Pearson Education Inc Basuki, B. (2000). Aplikasi metode kasus kontrol. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Behrman, E.R., Kliegman, R., & Arvin, A.M. (2000). Ilmu kesehatan anak. Volume 1.
Edisi 15 (Prof. DR.dr. A. Samik Wahab, SpA(K)., dkk. Penerjemah). Jakarta: EGC
Belyea, A.M. (1985). The Effect of needle play on pre-school children’s anxiety
concerning injection, http://digital.library.unt.edu/permalink/meta-dc-2184:1, diperoleh 25 Februari 2009
Brandt, M.A. (1999). An Investigation of the efficacy of play therapy with young
children, http://digital.library.unt.edu/permalink/meta-dc-2184:1, diperoleh 25 Februari 2009
Budiharto. (2008). Metodelogi penelitian kesehatan: Dengan contoh bidang ilmu
kesehatan gigi. Jakarta: EGC
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Burns, N., & Grove, S. K. (2003). Understanding nursing research. (3rd edition). Philadelphia: W.B. Sounders Company
Carson, D.K., Council, J.R., & Gravley. J.E. (1991). Temperament and family
characteristics as predictor of children’s reactions to hospitalization, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1869618, diperoleh 29 Juni 2009
Chen, E., Craske, M. G., Katz, E. R., Schwartz, E., & Zeltzer, L. K. (2000). Pain-
sensitive temperament: Does it predict procedural distress and responsto psychological treatment among children with cancer?, http://jpepsy.oxfordjournals.org/cgi/content/full/25/4/269/FIGI. diperoleh 29 Juni 2009
Coyne, I. (2006). Children’s experiences of hospitalization,
http://chc.sagepub.com/cgi/content/abstract/10/4/326. Diperoleh 15 April 2009 Dorland, W.A. (2000). Dorland’s illustrated medical dictionary. (29th edition).
Philadelphia:W.B Saunders Company Dorfan, R.A., Dorfan, M., Meyer, P., & Morgan, M. L. (2004). Paradigma of clinical
social work: Emphasis on diversity. (volume 3). New York: Brunner-Routledge Dempsey, P.A, & Dempsey, A.D. (2002). Riset keperawatan: Buku ajar dan latihan.
Edisi 4 ( Palupi Widyastuti, SKM. Penerjemah). Jakarta: EGC Fraenkel, J.E, & Wallen, N.E. (1993). How to design and evaluate research in
education. (2nd editon). Singapora: McGraw-Hill.Inc Friedman, M.M. (1998). Keperawatan keluarga: Teori dan praktik. Edisi 3. (Ina Debora
R.L & Drs. Yoakim Asy. Penerjemah). Jakarta: EGC Goslin, E.R. (1978). Hospitalization as a life crisis for the preschool child,
http://www.springerlink.com/content/g41x15m938883p44/. Diperoleh 15 April 2009
Griffin, J.B. (1990). Loss of control,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/picrender.fcgi?book=cm&part=A5676&globname=&blobtype=pdf. Diperoleh 15 April 2009
Gunarsa, S.D. (1992). Pendekatan psikologis terhadap anak yang dirawat dan sikap
orangtua, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/42_PendekatanPsikologisthdpAnakyangdirawatdansikapOrTu81.pdf/42_PendekatanPsikologisthdpAnakyangdirawatdansikapOrTu81.htmltiistai, 3. helmikuuta 2009, diperoleh tanggal 3 Februari 2009
Hart, R. P.L., Mather, J.F., Slack., & Powel, M.A. (1992). Therapeutic play activities for
hospitalized children. St Louis: Mosby Year Book
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia Hewen, L. (1996). Belajar merawat di bangsal anak. Jakarta: EGC Hockenberry, J.M., & Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care of infants and children.
(8th edition). Canada: Mosby Company Hurlock, E.B. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Edisi 5. (Dra. Istiwidayati & Drs. Soedjarwo. Penerjemah). Jakarta: Penerbit Airlangga
Koller, D. (2008a). Child life assesment: Variabeles associated with a child’s ability to
cope with hospitalization, http://www.ministryhealth.org/MinistryHealth/TermosfUse.nws, diperoleh 5 Januari 2009
. (2008b). Therapeutic play in pediatric health care: The essence of child life
practice, http://www.ministryhealth.org/MinistryHealth/TermosfUse.nws, diperoleh 5 Januari 2009
Levy, Z.K. (2006). Nursing the child who is alone in the hospital,
http://www.findarticles.com/p/articles/mi_mOFSZ/is_3_32/ai_n17213847/, diperoleh 15 April 2009
Markum, A.H. (1999). Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid 1. Jakarta: Fakultas Ilmu
Kedokteran Universitas Indonesia Martins, M.R., C.A. Rebeiro, R.I. de Borba., & C.V. da Silva. (2001). Protocol for the
preparation of preschool children to venous puncture using therapeutic play, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12046567, diperoleh 18 Juni 2009
Monaco, J.E. (1995). Coping with your child’s hospitalization,
http://findarticles.com/p/articles/mi_m0816/is_n5_v16/ai_18094529/tell, diperoleh 15 April 2009
Muscary, M.E. (2005). Panduan belajar keperawatan pediatrik. Edisi 3. (Alfrina Hany,
S.Kep. Penerjemah). Jakarta: EGC Niven, N. (2002). Psikologi kesehatan: Pengantar untuk perawat dan professional
kesehatan lain. Edisi 2. (Agung Waluyo, S.Kp., MSc. Penerjemah). Jakarta: EGC
Notoatmodjo, S. (2003). Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah. Jakarta
Polit, D.F., & Hungler, B. P. (1999). Nursing research: Prinsiples and methods. ( 6th
edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins ________________________ (2001). Essential of nursing rsearch: methods, appraisal
and utilization. St. Louis: Mosby Year Book Inc Potter, A.P., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,
proses, & praktik. Edisi 4. (Yasmin Asih, dkk. Penerjemah). Jakarta: EGC Purwandari, H., Mulyono,W., & Sucipto, U. (2007). Terapi bermain untuk menurunkan
kecemasan perpisahan pada anak pra sekolah yang mengalami hospitalisasi. Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jendral Soedirman Purwokerto (Tidak dipublikasikan)
Rae, A.W., Worchel, F.F., Upchurch, J., Sanner, J.H., & Daniel, C.A. (1989). The
psychososial impact of play on hospitalized child, http://jpepsy.oxfordjournals.org/cgi/content/abstract/14/4/617, diperoleh 5 januari 2009
Rennick, J.E., Johnston, C.C., Dougherty, G., Platt, R., & Ritchie, J.A. (2002).
Children’s psychological responses after critical illness and exposure to invasive technology, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12055495, diperoleh 19 Juni 2009
Ron, M. A. C. (1993). Play as therapy for hospitalized child,
http://www3.interscience.wiley.com/journal/119309776/abstract, diperoleh 5 januari 2009
Rocha, G.A., Rocha, E.J.M., & Martins, C.V. (2006). The effect of hospitalization on
the nutritional status of children, http://psychiatry.jwatch.org/cgi/content/full/1997/301/1, diperoleh 15 April 2009
Rudolph, A.M., Hoffman, J.I.E., & Rudolph, C.D. (2006). Buku ajar pediatri Rudolph.
Volume 1. (Samik Wahab, dkk. Penerjemah). Jakarta: EGC Sabino, M.B.M., & Almeida, F.A. (2006). Therapeutic play as a pain relief strategy for
children with cancer, http://apps.enistein.br/revista/arquivos/pdf/einsteinvol4n3_196.pdf, diperoleh 25 Februari 2009
Salmon, K., & Pereira, J.K. (2002). Predicting children’s response to an invasive
medical investigation: The influence of effortful control and parent behavior, http://jpepsy.oxfordjournals.org/cgi/content/full/27/3/227, diperoleh 29 Juni 2009
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2002). Dasar-dasar metodelogi penelitian klinis. Edisi
2. Jakarta: CV Sagung Seto Sastroasmoro, S. (2002). Pemilihan subyek penelitian, dalam Sastroasmoro, S., &
Ismael, S., Dasar-dasar meodelogi penelitian klinis (hlm. 75). Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto
Saylor, C.F., Pallmeyer, T.P., Finch, A.J., Eason, L., Trieber, F., & Folger, C. (1987).
Predictors of psychological distress in hospitalized pediatric patients, http://journals.Iww.com/jaacap/Abstract/1987/0300/predictors_of_psichological_distress_in.20.aspx , diperoleh 19 Juni 2009
Sieh, A., & Brenti, L.K. (1997). The nurse communicates. Philadelphia: WB Sounders
Company Soetjiningsih. (1998). Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC Sugiyono. (2007). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: CV
ALFABETA Suparto, H. (2002). Mewarnai gambar sebagai metode penyuluhan untuk anak: Studi
pendahuluan pada program pemulihan anak sakit IRNA Anak RSUD Dr. Soetomo Surbaya, http://www.pediatrik.com/isiO3.php?page=html&hkategori=karya%20Ilmiah&dikektori, diperoleh 2 februari 2009
Suryabrata. S. (2002). Psikologi kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theorists and their work. (6th edition).
St Louis: Mosby Inc Ulfa, H. (2000). Pengaruh terapi bermain terhadap penurunan kecemasan pada anak
prasekolah di IRNA II D2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Universitas Gajah Mada Yogyakarta (Tidak dipublikasikan)
Undang – Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Jakarta Watkins, C. (2004). Separation anxiety in young children,
http://www.baltimorespsych.com/separation_anxiety.htm, diperoleh 14 April 2009
William, H.C., Lopez, V., & Lee, T.L. (2004). Effects of preoperative therapeutic play
on outcomes of school-age children undergoing day surgery, http://www3.interscience.wiley.com/journal/114265454/abstract, diperoleh 5 Januari 2009
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Wong, D.L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Edisi 4. (Monica Ester,
S.Kp. Penerjemah). Jakarta: EGC Yusuf, S. (2005). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya Yang, M.W., & Chin, C.C. (2004). Assisting a hospitalized preschool child’s stress from
acut lymphocyte leukemia through play, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed15614670, diperoleh 19 Juni 2009
Zahr, L.K. (1998). Therapeutic play for hospitalized preschoolers in Libanon,
http://findarticles.com/p/articles/mi_mOFSZ/Is-n5-v23, diperoleh 19 Juni 2009
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Lampiran 1
PENJELASAN TENTANG PENELITIAN
Judul Penelitian : Pengaruh Permainan Terapeutik Terhadap Kecemasan,
Kehilangan Kontrol, Dan Ketakutan Anak Prasekolah
Selama Dirawat Di Ruang Anak RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Propinsi Lampung Tahun 2009
Peneliti : Ida Subardiah P/0706195554
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari beserta anak yang dirawat diminta kesediaannya
berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi ini sepenuhnya sukarela, sehingga
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat memutuskan untuk berpartisipasi atau menolak
kapanpun dikehendaki tanpa adanya konsekwensi.
Jika Bapak/Ibu/Saudara/Saudari beserta anak menyetujui untuk ikut serta dalam
penelitian ini, peneliti akan membagi dalam dua kelompok yaitu kelompok intervensi
yang mendapatkan permainan terapeutik dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan
permainan terapeutik. Bapak/Ibu/Saudara/Saudari beserta anak yang masuk dalam
kelompok intervensi, kegiatan yang dilakukan adalah Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
bersama peneliti akan melakukan penilaian terhadap perilaku anaknya dengan
menggunakan lembar observasi yang tersedia, dan kemudian anak tersebut diberikan
permainan terapeutik sebanyak 3 kali, yang selanjutnya dilakukan penilaian kembali
terhadap perilaku anak tersebut dengan menggunakan lembar observasi yang telah
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
digunakan sebelumnya oleh Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dan peneliti.
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari beserta anak yang masuk dalam kelompok kontrol, kegiatan
yang dilakukan adalah sama dengan kelompok intervensi, namun anak tidak diberikan
permainan terapeutik sebagaimana yang dilakukan pada anak kelompok kontrol.
Penelitian ini tidak menimbulkan resiko apapun, sehingga bila merasa tidak nyaman
selama menjadi responden, maka Bapak/Ibu/Saudara/Saudari beserta anak dapat
mengundurkan diri dari penelitian ini.
Peneliti berjanji akan menjunjung tinggi dan menghargai hak
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari beserta anak dengan cara menjamin kerahasiaan identitas
dan data yang diperoleh dari pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian laporan
hasil penelitian.
Hasil penelitian ini, jika Bapak/Ibu/Saudara/Saudari menyetujui, akan peneliti berikan
kepada Bapak/Ibu/Saudara/Saudari, institusi pendidikan dimana peneliti sedang belajar,
dan institusi pelayanan kesehatan tempat anak dirawat.
Jika Bapak/Ibu/Saudara/Saudari beserta anak menyetujui untuk terlibat dalam penelitian
ini, maka diminta untuk menandatangani surat persetujuan yang menandakan bahwa
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari beserta anak telah memahami informasi tentang penelitian
ini.
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah membaca, dan mendengarkan penjelasan,
serta mendapatkan jawaban atas pertanyaan kami tentang manfaat penelitian ini, maka
kami memahami tujuan dan manfaat penelitian ini bagi anak yang mengalami
perawatan di rumah sakit. Kami mengerti bahwa penelitian ini akan menjunjung tinggi
hak-hak kami sebagai responden, dan kami berhak untuk menolak berpartisipasi jika
pada suatu saat penelitian ini akan merugikan kami.
Kami sangat memahami bahwa keikutsertaan kami sebagai responden dalam penelitian
ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan kesehatan anak yang dirawat di rumah
sakit. Dengan menandatangani persetujuan ini, berarti kami telah menyatakan secara
sukarela berpartisipasi dengan sungguh-sungguh dalam penelitian ini.
Tanda Tangan Responden Tanggal :
Tanda Tangan Saksi Tanggal :
Tanda Tangan Peneliti Tanggal :
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Lampiran 3
LEMBAR OBSERVASI RESPONDEN
RESPON PERILAKU ANAK YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT
(KECEMASAN PERPISAHAN DAN KETAKUTAN TERHADAP CIDERA)
A. Identitas Responden
Nama Anak (Inisial) :
Umur/ Jenis Kelamin :
Tanggal Masuk :
Pernah dirawat pada usia lebih dari 3 tahun : ya □ tidak □
B. Petunjuk Pengisian
Beri tanda (v) pada kolom yang tersedia sesuai dengan pengamatan anda terhadap
respon perilaku yang muncul pada anak selama 24 jam dirawat.
Keterangan pengisian :
1. SL : Jika anak selalu (antara 76 -100%) menunjukan respon perilaku tersebut
2. SR : Jika anak sering (antara 56 -75%) menunjukan respon perilaku tersebut
3. KD: Jika anak kadang-kadang (antara 26-50%) menunjukan respon perilaku
tersebut
4. TP : Jika anak tidak pernah ( antara 0-25%) menunjukan respon perilaku
Tersebut
No. Responden:
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
No
Respon Perilaku Anak
Respon Anak
SL SR KD TP
A. Selama dalam perawatan, reaksi anak :
1. Anak mau diberi makan
2. Anak mudah ditidurkan
3. Anak dengan diam-diam menangisi
orangtuanya
4. Anak terus menerus menanyakan kapan orang
tua/keluarganya akan berkunjung
5. Anak mengekspresikan marahnya dengan
menangis/memukul anak lain/menolak
bekerjasama selama aktivitas perawatan
B. Pada saat perawat masuk ke ruangan tempat
anak dirawat, reaksi anak :
6. Anak tetap bermain/makan/minum, ekspresi
wajah tenang/wajar
7. Anak segera mendekati orangtuanya
8. Anak memegangi orangtuanya atau keluarga
yang ada didekatnya
9. Anak menghisap ibu jari tangannya atau
meremas-remas tangannya
C. Ketika perawat mendekati anak, reaksi anak :
10. Anak memegangi lengan atau tangan orangtua
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
serta merapatkan tubuhnya
11. Anak diam
12. Ekspresi wajah anak tenang/wajar
13. Anak segera membelakangi
perawat/menyelimuti tubuh atau
mukanya/berpura-pura tidur
14. Anak mengajak orangtuanya untuk pulang
15. Anak mau ditinggal sendiri
D. Ketika perawat membawa alat-alat
pemeriksaan/tindakan dan mendekati Anak,
reaksi anak:
16. Anak menangis
17. Anak menjerit
18. Anak membentak perawat
19. Anak memegang orangtuanya atau
merapatkan dirinya dengan orangtuanya
20. Anak menyapa perawat
21. Anak menanyakan alat apa yang dibawa perawat
22. Anak menerima perawat dengan ramah
23. Anak menanyakan prosedur apa yang akan
dilakukan perawat
24. Anak bersikap wajar tetapi tetap pada
aktifitasnya
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
E. Perilaku anak pada saat perawat melakukan
tindakan keperawatan
25. Anak menendang-nendangkan kakinya
26. Anak menangis kuat dan menjerit-jerit
27. Anak memukul atau mencakar perawat
28. Anak membiarkan tangan perawat yang
memegangnya
29. Anak membiarkan tangannya, kaki serta
anggota tubuhnya yang lain yang akan
dilakukan pemeriksaan/tindakan
30. Anak diam/tenang pada saat dilakukan
pemeriksaan/tindakan
31. Anak mengeluh sakit kepala/sakit perut/ingin
ke kamar kecil/hal-hal yang dapat menunda
pelaksanaan pemeriksaan/tindakan
32. Anak menanyakan kepada perawat tentang
tindakan yang akan dilakukan sakit atau tidak
33. Anak mempersilahkan perawat melakukan
tindakan terhadapnya
Bandar Lampung, 2009
Observer,
( )
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Lampiran 5
LEMBAR OBSERVASI TEMPERAMEN ANAK
(LAPORAN ORANGTUA)
A. Identitas Responden
Nama Anak (Inisial) :
Umur :
Jenis Kelamin :
Tanggal Masuk :
Nama Penilai :
Hubungan Dengan Anak :
Tanggal penilaian :
B. Petunjuk Pengisian
1. Pertimbangkan hanya kesan dan observasi anda sendiri tentang anak anda pada
4-6 minggu terakhir sebelum masuk rumah sakit
2. Nilai setiap pertanyaan secara mandiri. Jangan berusaha untuk menunjukan
gambaran konsisten anak
3. Beri tanda (v) pada kolom yang tersedia sesuai dengan pengamatan anda
terhadap respon perilaku yang muncul pada anak.
4. Keterangan pengisian :
a. SL : Jika anak selalu (antara 76-100%) menunjukan respon perilaku tersebut
b. SR : Jika anak sering (antara 51-75%) menunjukan respon perilaku tersebut
No. Responden:
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
c. KD : Jika anak kadang-kadang (antara 26-50%) menunjukan respon perilaku
tersebut
d. TP : Jika anak tidak pernah ( 0-25%) menunjukan respon perilaku tersebut
No
Tempramen Anak
Sikap Anak
SL SR KD TP
1. Anak murung selama lebih dari
beberapa menit bila diingatkan atau
diterapkan disiplin
2. Anak tampak tidak mendengar bila
terlibat dalam aktivitas yang
disukainya
3. Anak dapat dibujuk untuk tidak
melakukan aktivitas yang dilarang
4. Anak lari mendahului bila sedang
berjalan dengan orangtua
5. Anak tertawa atau tersenyum ketika
bermain
6. Anak bergerak lamban ketika bekerja
dengan suatu proyek atau aktivitas
7. Anak berespon secara hebat terhadap
hal yang tidak disetujui
8. Anak memerlukan waktu untuk
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
menyesuaikan agar terbiasa dengan
perubahan di sekolah atau di rumah
9. Anak menikmati permainan yang
melibatkan berlari atau melompat
10. Anak lamban dalam menyesuaikan
diri terhadap perubahan aturan rumah
tangga
11. Anak melakukan buang air (mising)
pada waktu yang kira-kira sama
setiap harinya
12. Anak ingin mencoba hal-hal baru
Bandar Lampung, 2009
Observer,
( )
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Lampiran 6
LEMBAR OBSERVASI DUKUNGAN KELUARGA
A. Identitas Responden
Nama Anak (Inisial) :
Umur :
Jenis Kelamin :
Tanggal Masuk :
B. Petunjuk Pengisian
Beri tanda (v) pada kolom yang tersedia sesuai dengan yang anda lakukan terhadap
anak selama 24 jam anak dirawat.
Keterangan pengisian :
1. SL : Jika anak selalu ( antara 76 -100%) menunjukan respon perilaku tersebut
2. SR : Jika anak sering ( antara 51-75%) menunjukan respon perilaku tersebut
3. KD : Jika anak kadang-kadang ( antara 26-50 %) menunjukan respon perilaku
tersebut
4. TP : Jika anak pernah ( antara 0-25 %) menunjukan respon perilaku tersebut
No
Dukungan Keluarga
Sikap Keluarga
SL SR KD TP
1. Orangtua/orang terdekat menjelaskan kepada anak
alasan dirawat di rumah sakit
2. Orangtua/orang terdekat tidak mengunjungi anak
No. Responden:
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
3. Orangtua/orang terdekat menunggui anak selama
anak dirawat
4. Orangtua tidak berada disamping anak saat
dilakukan tindakan/pemerikasaan
5. Orangtua memberikan semangat saat anak
dilakukan pemeriksaan atau tindakan
6. Orangtua/orang terdekat membantu anak
memenuhi kebutuhan makan/minum/buang air
7. Orangtua/orang terdekat terlibat dalam pemberian
perawatan anak (seperti pada saat pemasangan
infus)
Bandar Lampung, 2009
Responden,
( )
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Lampiran 4
LEMBAR OBSERVASI RESPON KEHILANGAN KONTROL PADA ANAK
YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT
A. Identitas Responden
Nama Anak (Inisial) :
Umur :
Jenis Kelamin :
Tanggal Masuk :
B. Petunjuk Pengisian
Beri tanda (v) pada kolom yang tersedia sesuai dengan pengamatan anda terhadap
respon perilaku yang muncul pada anak selama 24 jam dirawat.
Keterangan pengisian :
1. SL : Jika anak selalu (antara 76 -100 % ) menunjukan respon perilaku tersebut
2. SR : Jika anak sering (antara 56 -75%) menunjukan respon perilaku tersebut
3. KD: Jika anak kadang-kadang (antara 26-50%) menunjukan respon perilaku
tersebut
4. TP : Jika anak tidak pernah (antara 0-25%) menunjukan respon perilaku tersebut
No
Respon Perilaku Anak
Respon Anak
SL SR KD TP
A. Selama dalam perawatan, sikap anak :
1. Anak meminta orangtua /perawat untuk
memenuhi kebutuhannya
No. Responden:
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
2. Anak mau melakukan aktivitas sendiri
3. Anak mau ditinggalkan orangtua / keluarga
terdekat
4. Anak mengeluh/mengatakan bosan
B. Saat perawat mengajak anak bercakap-cakap,
reaksi anak :
5. Anak diam tanpa mengeluarkan kata sepatah
katapun/hanya menatap/menangis
6. Anak hanya menatap perawat dengan ekspresi
tegang
7. Anak berkata pelan, yang diucapkan sedikit
dan menghindari kontak mata
8. Suara anak jelas seperti biasa
9. Anak tidak berespon atau anak asyik
menggigit
kuku tangannya
10. Anak mau mengikuti instruksi dokter,
perawat dan petugas kesehatan lainnya
Bandar Lampung, 2009
Responden,
( )
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
LAMPIRAN
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Prosedur Intervensi
Bermain Meregangkan Balon Karet
Kelompok usia : 3 - 6 tahun
Rasio klien/ staf : 5 : 1
Hari Pelaksanaan : Hari ke-3 dirawat
Waktu bermain : 5 menit
Tujuan : Menyalurkan marah, agresif dan frustrasi anak dengan
meregangkan balon karet
Pengamanan : Gunakan balon yang panjang
Keterampilan yang diperlukan: Menarik dengan dua tangan atau dengan bantuan
Peralatan : Balon karet panjang 1 buah
Implementasi:
1. Tunjukkan cara meregangkan balon dengan kedua tangan atau dengan bantuan
2. Adakan lomba meregangkan balon karet
3. Picu anak untuk mengikuti lomba peregangan
4. Berikan reward (pujian) pada setiap anak karena berani mengikuti lomba
5. Berikan pujian pada anak yang mampu meregangkan balon karet lebih panjang
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Prosedur Intervensi
Bermain dengan Boneka Jari
Kelompok usia : 3 - 6 tahun
Rasio klien/ staf : 1 : 1
Hari Pelaksanaan : Hari ke-2 dirawat
Waktu bermain : 15 menit
Tujuan : Menyalurkan marah, agresif dan frustrasi anak dengan cara
membuat boneka jari dan memainkannya
Pengamanan : Jangan menggunakan kertas yang berbau tajam dan berbahaya
bagi anak
Keterampilan yang diperlukan : Menggambar dan menempel
Peralatan : Kertas lipat, pensil warna dan perekat/lem
Implementasi:
1. Membahas alasan dilakukannya permainan membentuk boneka
2. Tunjukkan dan bimbing anak secara bertahap dan pelan-pelan untuk proses pembuatan
boneka yang dimulai dari menggambar mata dan mulut
3. Setelah anak mampu mengikuti sampai selesai, lanjutkan untuk menggambar rambut, baju,
dsb, lalu dilanjutkan dengan menempel
4. Setelah boneka jadi, mainkan boneka bersama anak, tanyakan siapa yang dimaksud dalam
bonekanya dan fasilitasi anak dalam mengekspresikan perasaan dan pengalamannya
5. Minta anak untuk menceritakan perasaannya tentang permainan boneka yang ia lakukan
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Prosedur Intervensi
Bermain Kegembiraan Bernyanyi
Kelompok usia : 3 - 6 tahun
Rasio klien/ staf : 10 : 2
Hari Pelaksanaan : Hari ke-3 dirawat
Waktu bermain : 30 menit
Tujuan : Menurunkan tegangan/relaksasi, bergembira
Pengamanan : Kotak lagu sudah dipersiapkan sebelumnya
Keterampilan yang diperlukan : Dapat mengenali gambar dan mengetahui judul lagu yang ada
di kartu
Peralatan : Kotak dan kartu lagu bergambar
Implementasi:
1. Buatlah kotak khusus untuk menyimpan kartu lagu bergambar
2. Buatlah sebuah kartu dengan menuliskan judul lagu di atasnya dan sebuah gambar yang
berkaitan dengan lagu tersebut dibaliknya, Contoh: untuk lagu “Kuku Ruyuk” gunakan
gambar ayam jantan
3. Simpan kartu dalam kotak
4. Perlihatkan kartu pada anak
5. Tanyakan judul lagu
6. Nyanyikan lagu bersama-sama
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Lampiran 7
PROSEDUR PERMAINAN TERAPEUTIK
Dimodifikasi dari :
Hart, R. P.L., Mather, J.F., Slack., & Powel, M.A. (1992). Therapeutic play
activities for hospitalized children. St Louis: Mosby Year Book
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Lampiran 8
KEGIATAN PELAKSANAAN PENELITIAN
No
Kegiatan Waktu
Februari 2009
Maret 2009
April 2009
Mei 2009
Juni 2009 Juli 2009
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41 Penyusunan
proposal
2 Ujian proposal 3 Pengurusan
perizinan penelitian
3 Pengambilan data/intervensi
4 Analisa dan penafsiran data
5 Penulisan laporan
6 Ujian hasil penelitian
7 Perbaikan tesis pertama
8 Penulisan draft artikel untuk publikasi
8 Sidang tesis 9 Perbaikan tesis
kedua
11 Pengumpulan laporan (Tesis)
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009
Lampiran 10
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Ida Subardiah Pelitawati
Tempat/Tanggal lahir : Rangkasbitung, 20 Februari 1971
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Perawat
Alamat Rumah : Jl. Pakis Blok P. No. 8. Kelurahan Beringin Raya Kecamatan
Kemiling Tanjungkarang Bandar Lampung
Alamat Institusi : RSUD Dr. H.n Abdul Moeloek Propinsi Lampng Jl. Dr. Rivai no.6 Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung
Riwayat Pendidikan : 1. SD Xaverius Tanjungkarang Bandar Lampung Tahun 1983 2. SMP Negeri 5 Tanjungkarang Bandar Lampung Tahun 1986 3. SMA Negeri 3 Tanjungkarang Bandar Lampung Tahun 1989 4. AKPER Negeri Tanjungkarang Bandar Lampung Tahun 1993 5. S1 Keperawatan Universitas Indonesia Tahun 2003 6. Ners Universitas Indonesia Tahun 2004
Riwayat Pekerjaan : Perawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung tahun 1993 – Sekarang
Pengaruh Permainan..., Ida Subardiah P, FIK UI, 2009