penelitian tentang aspek hukum pelaksanaan aborsi bagi korban perkosaan 2004

96

Upload: bagus

Post on 13-Jul-2016

18 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

TRANSCRIPT

Page 1: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004
Page 2: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

LAPORAN AKHIR PENELITIANTENTANG

ASPEK HUKUM PELAKSANAANABORSIAKIBATPERKOSAAN

Disusun Oleh TimDi bawah Pimpinan

Dr. Mien Rukmini, S.H., M.S.

BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONALDEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA

Page 3: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004
Page 4: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

PENELITIAN TENTANG ASPEK HUKUMPELAKSANAAN ABORSI AKIBAT PERKOSAAN

Editor:Syaiful Watni, S.H.

Nursalam Sianipar, S.H.Theodrik Simorangkir, S.H., M.H.

Sutriya

;-::::-:;ouSTAKAAN HUKUMPUSAT DOKUMENENIAi.; L r;; !~1 ~0RMASI HUKUM NASIOt-!Al

BPHN DEP. HUKUt¥! C).'! ~AM -NO. !NDUK I?(J. o'}_Cf_ -·-···

I}

- II.·.-----

TANG GAL 2- <1-o (..o

NJ. KELAS I+ I 2-61./0I C£:!_t/rt/'~D~AH

~'('..·;py KE I -fAn·

~~-,.. ...'

-<"''>·-....,-

BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONALDEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA

Page 5: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004
Page 6: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

KATA PENGANTAR

Masalah "Aborsi" dan hukumnya merupakan permasalahan yang tak kunjung tuntas dibicarakan. Karena dalam kenyataannya perkembangan teknologi dan budaya manusia makin lama makin banyak merubah moral dan prilaku manusia dan karena itu aborsi makin banyak dilakukan manusia; di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia.

Penulisan yang dipimpin oleh Dr. Mien Rukmini, S.H., M.S., ini melihat bagaimana upaya pemerintah untuk menyelesaikan persoalan pelaku aborsi akibat perkosaan, mengingat sampai saat ini masih terdapat ketidakpastian hukum pidana yang mengatur masalah tersebut, artinya masih adanya kesimpangsiuran interpretasi yang akibatnya terhadap dualisme pandangan terhadap aturan aborsi yang ada sekarang, dan pada akhimya akan dapat menyulitkan dalam penegakan hukumnya.

Kepada Ketua Tim dan Anggota-anggotanya yang telah berpartisipasi dalam melakukan penelitian ini kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, Juli 2004

--Romli Atmasasmita, S.H., LL.M.

Page 7: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004
Page 8: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

KATAPENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT penyusunan laporan akhir Penelitian Hukum Tentang "Aspek Hukum Pelaksanaan Aborsi Akibat Perkosaan" sebagaimana ditugaskan Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Nomor: Gl-HP.Ol.03-41, tanggal 15 April 2002, dapat diselesaikan dengan baik.

Laporan Penelitian ini memuat berbagai masalah hukum berkaitan dengan perbuatan aborsi yang melibatkan berbagai pihak dalam pelaksanaannya serta penanggulangan pelaksanaan aborsi yang timbul akibat perkosaan dalam hukum positif di Indonesia.

Penyusunan laporan tim penelitian dapat berhasil dilaksanakan berkat bantuan dan kerjasama yang baik antara anggota tim serta responden dari pihak/instansi yang telah memberikan informasi kepada tim khususnya dr. Kartono Mohamad selaku Nara Sumber, untuk itu kami mengucapkan terima kasih.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk memimpin pelaksanaan penelitian ini.

Tim menyadari, bahwa hasil penyusunan Tim ini belum sempuma, untuk itu kami mohon maaf, kritik ataupun saran untuk perbaikan akan kami terima.

Jakarta, November 2002Penelitian Aspek Hukum Pelaksanaan

Aborsi Akibat PerkosaanKetua,

ttd.Dr. Mien Rukmini, S.H., M.S.

v

Page 9: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004
Page 10: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

DAFTARISI

HimKATAPENGANTAR.........................................................................................vDAFTARISI.................................................................................................XII

BAB I PENDAHULUAN.................................................................A. Latar Belakang Penelitian.......................................................................1

B. Identifikasi Masalah.............................................. ... ... ........9C. Tujuan Penelitian.................................................... ................9D. Kontribusi Penelitian..............................................................10E. Kerangka Pemikiran..............................................................10F. Metode Penelitian....................................................................13G. Waktu dan Lokasi Penelitian............................... .. ........ .......16H. Sistematika Laporan Penelitian.............................................16

BAB II TINJAUAN TEORITIS..............................................................18A. Pengertian Aborsi..................................................................18B. Macam-macam Aborsi...........................................................20C. Aborsi Akibat Perkosaan.................................... .. ..............22D. Cara Pelaksanaan Aborsi.......................................................23E. Sejarah Singkat Aborsi......................................... ...............25F. Aborsi Sebagai Masalah Etis Sosial.................... ............ .....28G. Aborsi dari Sudut Pandang Hukum.........................................30

BAB III HASIL PENELITIAN................................................................35A. Data Yuridis.........................................................................35

1. Masalah Hukum Apa Yang Muncul Dari AborsiYang Timbul Akibat Perkosaan......................................35

2. Bagaimana Hukum Pidana Indonesia Menang-gulagi Aborsi yang Timbul Akibat Perkosaan...............39

3. Kebijakan Hukum Yang Bisa Dilakukan UntukMenanggulangi Persoalan Aborsi Karena Perko-saan....................................................................................47

VII

Page 11: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

B. Data Empiris ............................................................ 53

I. Pandangan Psikolog........................................... 532. Lembaga Bantuan Hukum ................................. 543 . Kriminolog ........................................................ 554. Kejaksaan ........................................................... 565. Hakim ............................................................ 576. Kepolisian .......................................................... 597. Dokter Kandungan . .. . .. ... .. . . .. .. ..... .. . .. .. .. .. ... .. .. .. .. 61

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN ................................. 62

1 . Pandangan Psikolog ................................................. 622. Lembaga Bantuan Hukum....................................... 653. Kriminolog ............................................................... 674 . Kejaksaan .. ..... .. ............ .......... ... ............................ ... 705. Hakim....................................................................... 716. Kepolisian ........................................................ ........ 717. Dokter Kandungan .... ............ ................................ ... 73

BAB V PENUTUP ...................................................................... 79

a. Kesimpulan .............................................................. 79b. Saran.................................................................... 79

DAFfARPUSTAK.A..................................................................... 81

XIII

Page 12: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

BABIPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Aborsi,1 atau lebih sering disebut dengan istilah "pengguguran janin " merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan. Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku aborsi banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku juga terhadap masyarakat luas. Abdul Bari Saifuddin pada saat itu menjabat Ketua Umum PB POGI (Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia), pada acara pengukuhanjabatan guru besamya di Universi-tas Indonesia mengungkapkan,

"bahwa setiap tahun ada sekitar 50 (lima puluh) juta wanita melakukan aborsi di dunia. Angka 50 (limapuluh) juta ini diperkirakan akan terus meningkat di berbagai negara, termasuk di Indonesia, lebih-lebih sebagai akibat meningkatnya angka-angka kehamilan di luar nikah".2

Kehamilan di luar nikah memiliki korelasi dengan kasus aborsi, artinya aborsi itu dilakukan karena kondisi kehamilan yang diproduk melalui ikatan pergaulan adultry, baik yang bermodus promiskuitas (hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan) maupun karena "kumpul kebo" (samen Ieven).

I. Aborsi Provocatus adalah istilah latin yang secara resmi di pakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seorang perempuan hamil. Namun perlu diperhatikan untuk peristilahan ini bahwa aborsi provocatus harus dibedakan dengan aborsi spontaneus, di mana kandungan seseorang perempuan hamil dengan spontan gugur. Jadi perlu dibedakan antara "aborsi yang disengaja dan aborsi spontan. Dalam bahwa Indonesia yang pertarna kita sebut 'pengguguran kandungan", sedangkan yang kedua dinamai "keguguran". Untuk rnenunjukkan pengguguran kandungan, istilah yang paling populer sekarang adalah "aborsi", yang tentunya dibentuk berdasarkan kata lnggris abortion. Lihat K bertens, Aborsi sebagai Masa/ah Erika. PT Grarnedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2002, hal. I

2. Abd. Wahid, Modus-Modus Kejahatan Modern, Tarsi to, Jakarta, I 993, hal. I 2.

Page 13: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Hal demikian semakin meresahkan masyarakat, terutama mereka (keluarga) yang memiliki anak gadis (remaja/belum menikah)3 • Berbagai hasil penelitian memperlihatkan bahwa aborsi banyak dilakukan oleh anak gadis (remaja/belum menikah)/ "dengan penyebab yang bervariasi, mulai dari alasan tidak mampu merawat bayi sampai kepada ketidakrnampuan ekonomi.4

Dapat dirinci bahwa faktor yang mendorong seseorang melakukan aborsi adalah:1. Kondisi usia masih muda atau menurutnya belum layak memiliki anak,

2. Malu diketahui oleh orang tua atau keluarga dan masyarakat,3. Pria yang menghamilinya tidak bertanggungjawab (kabur),4. Masih sekolah,5. Kondisi ekonomi yang tidak mencukupi,6. Janin yang dikandung dari kasus perkosaan,7. Dorongan dari keluarga (orang tua) atau lainnya.5

3. Menurut majalah Time tanggal9 Desember, pelaku aborsi di beberapa negara di Luar Indo-nesia dilakukan oleh para remaja, misalnya di Amerika Serikat, bahwa tingkat kehamilan perseribu rernaja 10 (5 diantaranya digugurkan), Inggris 4,5 (1,75 di gugurkan), Kanada4,5 (I ,8 digugurkan ), Perancis 4,5 (I ,8 digugurkan), Swedia 3,5 (2, I digugurkan) dan BeIanda I ,5 (0,5 digugurkan). Di Amerika Serikat sekitar 80% anak sekolah telah rnelakukan hubungan seks. Menurut Catatan Biro Pusat Statisrik keluarga dan Pelayanan Sosial di Amerika,jumlahanak haram telah rnencapai 4 (empat)juta setiap tahun (Lihat harian media Dakwah, Oktober 1992). Di Indonesia seperti yang diungkapkan oleh Harian Pelita Tanggal4 Februari 1992, praktek aborsi dikalangan rernajajuga cukup memprihatinkan, misalnya Kepolisian Daerah Surnatera yang berhasil rnembongkar praktek aborsi yang dilakukan oleh perawat wanita Dinas Kesehatan Kota (DKK) temyata konsumennya banyak yang pelajar SL T A dan rnahasiswa yang kehamilannya dihasilkan dan hubungan seks di luar nikah. Begitu pula hasil pelacakan majalah Editor 29 Agustus 1992, bahwa khusus untuk kota Jakarta saja ada 5000 (lima ribu) orang yang melakukan aborsi, 48% umur 20 tahun keatas, 46% umur 16-19 tahun dan 5,5% umur 12 -13 tahun setiap bulannya. Sedangkan di Bali tahun 1990 ada seratus rernaja perbulannya yang melakukan aborsi.

4. Helly P Sutjipto dan Fatorrachrnan dari Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada pemah meneliti tentang "Sikap Rernaja terhadap Aborsi". Responden diambil dari rernaja belum menikah (14- 24 tahun) sebanyak 1.435 orang. Pandangannya terhadap kehamilan diluar nikah, 73,7% (pria) dan 76,8% (wanita) menyetujui jan in yang dikandung tetap dipelihara hidup-hidup, setuju digugurkan sebanyak 6,4% (pria) dan I 0,7% (wanita).Tetapi secara general terungkap besamya toleransi rernaja pada aborsi dengan alasan seperti tidak rnampu merawat bayi (23,1%), umur ibu masih terlalu muda (25,1%). pria yang menghamilinya tidak bertanggung jawab (29, I %), pemerkosaan (54,8%). ekonomi yang tidak mencukupi dan caJon ibunya masih sekolah (34,32%). Uraian lengkap mengenai hasil penelitian ini bisa dilihat di Tempo, 2 Juni, tahun 1990.

2

Page 14: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Terdapat kecenderungan cukup tinggi untuk melakukan aborsi yang disebabkan perbuatan pemerkosaan karena janin yang dikandung cenderung tidak dikehendaki untuk dilahirkan.

Aborsi, di beberapa negara masih merupakan wacana yang dilematis dan mengundang banyak perdebatan, apakah aborsi merupakan kejahatan atau sebaliknya sebagai sesuatu hak yang harus dilindungi oleh hukum. Nafis Sadik selaku Direktur EksekutifNFPA (badan PBB untuk Dana Kependudukan) pada penutupan Konferensi Kependudukan Asia Pasific ke 4 di Nusa Dua Bali mengatakan bahwa PBB tidak pemah mereko-mendasi aborsi (aborsi) sebagai bagian dari metode family planning. Namun demikian PBB juga tidak pemah bisa secara tegas-tegas melarang anggotanya yang melakukan praktek aborsi, karena belum adanya kesepakatan hukum yang melarang atau memperbolehkannya.6 Profesi medis sendiri dengan tegas menolak aborsi. 7

Kontroversi itu setidaknya dilatar belakangi persoalan berikut:

1. Pengaruh ajaran agama yang masih kuat berakar yang pada umumnya memberikan landasan normatif mengenai aspek proteksi terhadap eksistensi janin dan sekaligus menentang keras adanya praktek aborsi;

2. Pengakuan bahwa aborsi itu termasuk metode pengendalian fertilitas (pembiakan angka kelahiran umat manusia) yang tertua dan amat pragtis-pragmatis di muka bumi. Bahkan menurut Newsletter edisi Agustus 1992, dipaparkan bahwa aborsi itu merupakan metode terbanyak yang dilakukan manusia.

3. Kondisi modem atas gaya hidup manusia (human life style) yang sudah terseret oleh gelombang doktrin tipikal sekuler yang

5. Abd. Wahid, Modus-Modus Kejahatan Modern. Op., C'it. hal. 15.6. Lihat dalam Harian Pel ita, September 1992.7. Di Amerika suara para dokter berkurnandang dengan lebih jelas sejak mereka, berhimpun dalam

organisasi profesi yang resmi. Misalnya American Medical Association (AMA) yang didirikan pada tahun 1847, dalam muktamamya yang perdana mengeluarkan pernyataan anti aborsi yang keras. Sikap anti aborsi ini menandai juga ikatan-ikatan doker yang terbentuk di negara-negara lain dan dapat dimengerti mereka berdampak kuat alas kebijakan ncgara masing-masing. Lihat K Bertens, Aborsi sebagai Masalah Etika, Op., Cit, hal, 5.

3

Page 15: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

memperbolehkan aborsi dengan dalih-dalih yang klise, seperti demi pengembangan karier wanita, usia masih muda, mengancam prestise dari status sosiallainnya;

4. Praktek aborsi ilegal yang mengakibatkan kematian bagi ibu. Misalnya saja untuk Albania dan Bangladesh 50% kematian ibu terjadi karena tindak aborsi.8

Jika dirinci menurut status negara maju dan berkembang maka tidak semua negara maju yang disurvei membolehkan atau melegalkan aborsi dengan hampir semua indikasi justifikasi, kecuali indikasi atas dasar permintaan, yang baru mencapai 67 %. Sebaliknya ada 38 negara berkembang yang telah mengizinkan aborsi dengan alasan lebih dari satu. Untungnya dari 43 (87 %) negara berkembang membolehkan aborsi dengan alasan untuk menyelamatkan jiwa, hanya 13% yang membo-lehkan dengan alasan sosial ekonomi. Lebih jauh hanya 5% negara berkembang membolehkan aborsi atas permintaan pasien.

Negara-negara yang membolehkan aborsi dengan alasan untuk menyelamatkan jiwa ibu (kehidupan wanita) seperti Afghanistan, Bangladesh, Brunei Darusalam, Angola, Antigua, Barbuda, Benin, Brazil, Bostwana dan Dominika. Bahkan di Bangladesh, aborsi dipandang sebagai bagian dari regulasi menstruasi wanita (Program KB) dan boleh di lakukan sepanjang masa gestasi (usia kehamilan tidak lebih dari enam bulan). Sekalipun demi keselamatanjiwa, akan tetapi secara for-mal aborsi tetap dilarang di beberapa negara, seperti Chili, Afrika Tengah dan Mesir, Sedangkan ada sepuluh negara yang secara formal membolehkan aborsi atas permintaan pasien. Negara kategori ini adalah Albania, Austria, Belarus, Bulgaria, Canada, Cina, Kuba, Cekoslovakia, Denmark dan Estonia.

Apabila ditelusuri perilaku aborsi berkaitan erat dengan posisi wanita yang cenderung sering menjadi korban dari perilaku kekerasan seksual, baik di kalangan keluarga, atau orang-orang dekat mereka. Pelecehan seksual dan pemerkosaan merupakan dorongan mengapa seorang wanita melakukan tindakan aborsi. Khusus terhadap tindak aborsi yang teijadi

8. Abd. Wahid, Modus-Modus Kejohoton Modern, Op. Cit. hal. 9.

4

Page 16: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

karena pemerkosaan, hampir dipastikan bahwa si wan ita dan keluarganya tidak menghendaki kelahiran bayi karena berbagai alasan. Misalnya aib keluarga, pribadi dan lingkungan sekitar. Pelecehan seksual atau pemerkosaan bisa tetjadi dalam lingkungan paling tersembunyi sekalipun bahkan dalam lingkungan keluarga, di mana yang lebih mengenaskan pelakunya adalah mereka yang seharusnya berada pada posisi pelindung kaum perempuan, yaitu ayah kandungnya, paman atau kakeknya.

Di Amerika Serikat yang merupakan negara maju dengan segala perangkat hukurnnya ternyata masalah pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak-anak (sexual child abuse) masih merupakan persoalan besar, dan ini secara umum dikenal sebagai tragedi rumah tangga yang tersembunyi. Dalam laporan yang dikutip dari buku "kekerasan seksual pada anak dan remaja" terungkap data yang mendukung pemyataan tersebut sebagai berikut

1. Diperkirakan 25% wanita dewasa pemah mengalami pelecehan seksual semasa kecilnya.

2. Diperkirakan 40% pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur ini adalah orang tuanya sendiri, seperti ayah kandung, ayah tiri atau ayah angkat.

3. Diperkirakan 80% si pelaku adalah orang yang dikenal oleh si korban, misalnya orang tuanya, kakaknya, pamannya, ternan-ternandekat dari kedua orang tuanya dan tetangganya.9

·

Perilaku kekerasan atau kejahatan yang terjadi terhadap anak perempuan dalam keluarga oleh masyarakat pada umurnnya sering tidak dilihat sebagai suatu kejahatan. Kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga hingga saat ini sering diartikan sebagai urusan intern keluarga itu sendiri, dan bahkan seringkali dipahami bahwa apa yang dilakukan tersebut dalam rangka mendidik anak-anak mereka. 10 Jika demikian persoalannya maka bukan tidak mungkin apabila kejadian-kejadian

9. M. Muntaji Billah, Kekerasan Seksua/pada Anak-Anakdan Remaja, LAKDESDAM, 1977, hal. 34.

I 0. Lita Pumarna, Kekerasan Terhadap Anak Perempuan. jumal Perempuan, Edisi 16, Yayasan Jumal Perempuan, 2001, hal. 39.

5

Page 17: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

seperti pemerkosaan terhadap anak perempuan yang dilakukan oleh anggota keluarga terdekat juga dianggap sebagai sesuatu permasalahan dalam keluarga, dan tidak ada kaitannya dengan masyarakat atau pemerintah. Sebagai ilustrasi bisa diangkat apa yang terjadi pada Dina, gadis berusia 15 tahun yang mengaku diperkosa oleh paman-pamannya sejak berusia 9 tahun. Simak apa yang dituturkan dalam wawancara dengan Radio Jurnal Perempuan,

"Waktu itu Dina masih kecil terus adik bapaknya yang bemama Daniel menodai Dina, ia sering mengancam Dina dengan pisau, kalau Dina ngadu Dina akan dibunuh katanya, lalu yang nomor 2 Hendri yang melakukannya siang hari waktu ia pulang kerja dia juga mengancam Dina akan dibinuh kalau ngadu". 11

Menurut Rita Serena Kolibonso, Direktur Eksekutif Mitra Perempuan, Yayasan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan "Jika pelaku memiliki hubungan keluarga dengan korban, apalagi ia adalah ayah korban sendiri, makin sulit untuk menjangkau korban apalagi memprosesnya secara hukum. Orang tua cendrung menjaga korban untuk tidak menjalani proses hukum. Ibu korbanjuga sulit diharapkan untuk membantu karena takut kepada suami dan keluarga. Padahal dalam proses hukum seorang anak yang berusia kurang dari 12 tahun harus didampingi orang tua atau wali." Situasi diperparah dengan idiologi jaga praja, atau menjaga ketat kerahasiaan keluarga, khususnya dalam budaya jawa "membuka aib dalam keluarga berarti membuka aib diri sendiri ", situasi demikian menurut Harkristuti Harkrisnowo dalam berbagai kesempatan menyebabkan tingginya the dark number karena tidak dilaporkan. 12 Padahal dampak dari perilaku yang demikian memang cenderung merusak mental korban bahkan seringkali mengalami keterbelakangan mental. Misalnya seorang anak TK berusia lima tahun diperkosa tetangganya, anak tersebut memerlukan waktu berbulan-bulan untuk bisa bekerja sama dengan bantuan konseling psikologi dan psikiatri. Setelah bisa diajak kerja sama pun tidak pulih seperti semu1a.

II. Radio Jumal Perempuan, "Pemerkosaan Terhadap Anak Perempuan '"No. 33, 2000. 12. Kompas 18 Oktober 2000, dalam artikel "Jangan Kirimi Aku Bunga ··.

6

Page 18: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Ada perubahan perilaku suka menggunting rambut dan menolak memakai rok. 13

Bahkan dampak lain adalah aborsi apabila perbuatan itu meng-hasilkan janin yang dikandug oleh si korban.

Edwin M. Schur menyebutkan bahwa aborsi merupakan perbuatan yang sulit untuk dideteksi karena itu masuk kepada apa yang olehnya diistilahkan dengan "kejahatan tanpa korban". Pengistilahan itu didasarkan pada pandangan bahwa baik pelaku kejahatan dan korban masing-masing membutuhkan, sehingga masing-masing merasa tidak dirugikan, seperti dijelaskan olehnya,

"Pertama-tama pantas dicatat bahwa kejahatan tanpa korban ini selalu berlangsung lewat transaksi yang langsung, dan biasanya tidak ada satu orang pun yang dapat mengadukan 'kejahatan ini pada hukum". Penting pula diperhatikan bahwa disini unsur kerugian atau penderitaan (kalau memang ada) selalu menimpa diri sipelaku sendiri, dan tidak pernah menimpa orang lain. Juga disini pendapat umum masih terbelah mengenai sikap apa yang seharusnya diambil oleh hukum untuk menghadapi kejahatan macam ini. Sekalipun studi kejahatan tanpa korban yang pemah penulis kerjakan itu hanya terbatas mengenai tigajenis saja (yaitu penggugguran kandungan, homoseks dan pecandu narkotika), namunjelas bahwa masih banyak lagi yang bisa dimasukan dalam kategori ini. Dapat disebutkan antara lain, pelacuran, perjudian, dan berbagai macam pelanggaran di bidang seks."14

Persoalan aborsi merupakan persoalan yang cukup rumit, di Indo-nesia masih terdapat pandangan yang simpang siur meskipun KUHPidana telah memuat aturan (beberapa pasal) mengenai aborsi demikian pula dalam Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, baik karena persoalan perselisihan pandangan terhadap beberapa aturan mengenai aborsi juga persoalan aborsi itu sendiri. 1s

13. Kornpas, 27 Oktober 2000.14. Edwin M Schur, Law and Society. New York, Random House, 1967, hal. 127-135.15. Bagi pandangan yang menyetujui aborsi, pendekatan hak adalah jalur pemikiran yang paling banyak

ditempuh. Mereka menekankan babwa perempuan hamil mempunyai hak untuk menguasai tubuhnya sendiri. Perempuan berhak untuk mengambil keputusan mau

7

Page 19: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Namun bukan itu persoalan yang hendak dikedepankan dalam penelitian ini, penelitian ini bermaksud untuk mengkaji secara mendalam aspek hukum yang muncul dari perilaku aborsi yang diakibatkan oleh pemerkosaan. Karena pada posisi demikian pelaku aborsi adalah pelaku tindak pidana yang sekaligus merupakan korban dari perilaku tindak pidana lain dan secara prinsip kedua tindak pidana itu berdiri sendiri dalam KUHPidana.

Tidak dipungkiri pemerkosaan merupakan kejadian yang amat traumatis untuk wanita yang menjadi korban. Banyak korban perkosaan membutuhkan waktu lama untuk mengatasi pengalaman ini, dan mungkin ada juga yang tidak pemah lagi dalam keadaan normal seperti sebelumnya. Jika perkosaan itu mengakibatkan kehamilan, maka pengalaman traumatis akan bertambah besar.

Apakah pemerkosaan bisa dijadikan alasan agar si wanita itu bisa melakukan aborsi, apakah pemerkosaan bisa dijadikan alasan medik atau terapeutik, persoalan ini merupakan persoalan yang harus dijawab, harus diakui sejauh ini hukum belum bisa menjelaskan fenomena itu sehingga mampu melindungi korban lebih baik. Misalnya sebuah polemik muncul ketika pada saat sesudah terjadinya kerusuhan Mei 1998 di Jakarta dan Solo, timbul diskusi dalam masyarakat tentang boleh tidaknya dilakukan aborsi bagi korban pemerkosaan yang menjadi hamil akibat peristiwa-peristiwa yang mengerikan itu. Berita Ikatan Dokter Indo-

melanjutkan kehamilannya atau sebaliknya, mau menghentikannya orang lain tidak boleh ikut campur. Jika argumentasi ini dikemukakan dengan cara ekstrem, hak atas aborsi ini sering dimengerti sebagai hak mutlak. Tetapijikaargumentasi ini dikemukakan lebih moderat, hak atas aborsi bisa dipertimbangkan lagi terhadap faktor-faktor lain. Pandangan lain menyangkut hakjanin bukan saja ibu hamil yang mempunyai hak,janin dalam kandunganpun mempunyai hak, yaitu hak untuk hidup. Argumentasi ini banyak dipakai untuk menolak aborsi. Di Amerika Serikat sendiri saat ini muncul apa yang disebut dengan gerakan pro life, yang menekankan hak jan in untuk hidup, bagi mereka yang mengaborsi jan in sama dengan pembunuhan. Kedua ada gerakan pro choice, mengedepankan pilihan si perempuan rnau melanjutkan kehamilannya atau mengakhirinya dengan aborsi. Kedua aliran ini bersifat ekstreem. Ada juga yang berkornentar tidak jelasnya peraturan serta beberapa peraturan pelaksana yang bel urn ada menyebabkan persoalan aborsi tidak bisa diselesaikan secara tuntas sebagai contoh misalnya masih terdapatnya perbedaan menafsirkan terhadap perbuatan aborsi medical is dan kriminalis. Lihat K. Bertens, Aborsi Sebagai Masalah Etikn. Op. Cit. hal. 26-31.

8

Page 20: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

nesia (BID!) menyikapi diskusi itu dengan sebuah pemyataan dari ketua Umum PB IDI bahwa aborsi pada wanita hamil akibat tindak pemerkosaan hanya dapat dilakukan bilamana terdapat indikasi medis dan aborsi tanpa indikasi medis tetap dilarang. Tetapi hal itu justru menjadi polemik berkepanjangan yang tidak bisa diselesaikan hingga sekarang, karena indikasi medis itu sepenuhnya berada pada ahli-ahli kedokteran baik kandungan, kejiwaan, dan lain sebagainya.

Tetapi hal yang sangat menarik disini persoalan hukum apa yang bisa muncul, atau dapatkan pemerkosaan dikategorikan a tau indikasikan sebagai alasan terapeutik untuk melakukan aborsi, karena persoalan psikologi si wanita, aspek hukum apa saja yang muncul serta bagaimana upaya penanggulangannya merupakan fokus utama akan dari penelitianllll.

B. Identifikasi Masalah

Bertitik tolak dari Jatar belakang penelitian di atas untuk memudahkan pokok kajian selanjutnya akan dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Masalah hukum apa yang bisa muncul dari perbuatan aborsi karena pemerkosaan.

2. Bagaimana Hukum Pidana Positif di Indonesia menanggulangi perilaku aborsi yang timbul karena pemerkosaan.

3. Kebijakan hukum yang bagaimana yang bisa dilakukan untuk menanggulangi persoalan aborsi karena pemerkosaan terutama dikaitkan dengan upaya pembaharuan hukum pi dana menyongsong RUU Pidana baru.

C. Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan sebagai berikut;

1. Mengetahui dan memahami lebih mendalam tentang masalah hukum apa yang bisa muncul dari perilaku aborsi karena pemerkosaan.

2. Memahami bagaimana hukum pidana positif di Indonesia menanggulangi perilaku Aborsi yang timbul karena pemerkosaan;

9

Page 21: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

3. Sekaligus menemukan model kebijakan hukum yang bagaimana yang bisa dilakukan (pembentuk undang-undang) untuk menang-gulangi persoalan aborsi karena pemerkosaan terutama dikaitkan dengan upaya pembaharuan hukum pidana menyongsong RUU KUHPidana baru.

D. Kontribusi Penelitian a. Kontribusi Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai berbagai persoalan hukum diseputar perilaku Aborsi karena pemerkosaan, pengaturan hukumnya serta kebijakan penanggulangan dan perlindungan hukum yang bisa diberikan yang mudah-mudahan dapat memperkaya khasanah pemikiran mengenai aspek hukum dan aborsi karena pemerkosaan, kaitainnya dengan upaya pembaharuan hukum pidana.

b. Kontribusi PraktisPenelitian ini diharapkan memiliki kontribusi praktis bagi para

akademisi, pengambil kebijakan, pembuat peraturan perundang-undangan, atau bagi aparatur penegak hukum. Bagi masyarakat, bisa diperoleh informasi mengenai aspek hukum diseputar aborsi provocatus karena pemerkosaan.

E. Kerangka PemikiranAborsi terdiri dari dua macam;

1. Aborsi spontan (spontaneus aborsi), ialah aborsi yang tidak disengaja. Aborsi ini bisa saja terjadi karena penyakit, kecelakaan atau lain sebagainya.

2. Aborsi yang disengaja (aborsi provocatuslinduced provocation) yang terdiri dari dua macam yaitu :

a. Aborsi artificial therapicus, yakni aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis. Misalnya jika kehamilan diteruskan bisa membahayakan jiwa si calon ibu, karena

10

Page 22: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

misalnya penyakit-penyakit yang berat, antara lain TBC, ginjal, darah tinggi akut, dan lain sebagainya.

b. Aborsi provocatus kriminalis, ialah aborsi yang dilakukan tanpa dasar indikasi medis, Misalnya aborsi yang dilakukan untuk meniadakan basil hubungan seks di luar perkawinan a tau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki. 16

Aborsi bukanlah perbuatan yang dengan begitu saja muncul dan bisa terjadi atau dilakukan oleh seseorang, namun aborsi merupakan proses konstruksi, 17 yaitu perbuatan di mana melibatkan ban yak pihak dan banyak faktor. Apabila kita gambarkan maka aborsi karena pemerkosaan adalah ~ebagai berikut:

~- - - - - ~ Masyarakat ~ - - - - - IJ IPelaku Pihak lain:

Pemerkosaan Korban/Pelaku I. Melakukan aborsi2. MembantuI • • IAborsi

I l IAturan Pidana

16. Masjfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia. Bina llmu, Surabaya, 1986, hal, 39.

17. Ini merupakan pandangan Kriminologi Kritis yang berpendapat bahwa fenomena kejahatan sebagai konstruksi sosial, artinya manakala masyarakat mendefinisikan tindakan tertentu sebagai kejahatan, maka orang-orang tertentu dan tindakan-tindakan yang mungkin pada waktu itu tertentu memenuhi batasan sebagai kejahatan. Ini berarti bahwa kejahatan dan penjahat bukanlah fenomena yang berdiri sendiri yang dapat diidentifikasikan dan dipelajari secara objektif oleh ilmuwan sosial, sebab dia ada hanya karena hal itu dinyatakan sebagai demikian oleh masyarakat. Oleh karenanya kriminologi kritis mempelajari proses-proses di mana kumpulan tertentu dari orang-orang dan tindakan-tindakan ditunjuk sebagai kriminal pada waktu dan tempat tertentu. Kriminologi kritis bukan sekedar mempelajari perilaku dari orang-orang yang didefinisikan sebagai kejahatan, akan tetapi juga dari perilaku dari agen-agen kontrol sosial (aparat penegak hukum), di samping mempertanyakan dijadikannya tindakan tertentu sebagai kejahatan. Artinya dalam proses ini konteks kejahatan haruslah di lihat sebagai keseluruhan proses kriminalisasi, yakni proses yang didefinisikan orang dantindakan tertentu sebagai kejahatan. Lihat I.S Susanto, Kriminologi. Fakultaa Hukum Uni-versitas Diponegoro, Semarang, 1995, hal. 7.

II

Page 23: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Dalam proses konstruksi itu setiap aktor terlibat secara aktif dalam membentuk peristiwa aborsi, yaitu untuk dapat terjadi aborsi dalam perkosaan harus ada pemerkosa, korban yang diperkosa, janin yang diaborsi, serta pelaku aborsi atau yang membantu melakukan. Proses konstruksi tersebut membentuk pula dimensi hukum yang berbeda, bahwa setiap tindakan hukum yang dij atuhkan harus mempertimbangkan persoalan yang terjadi di belakang tindakan tersebut, artinya apakah tindakan itu bisa- dikategorikan sebagai perbuatan yang oleh hukum justru tidak dianggap sebagai perbuatan pi dana, atau justru sebaliknya. Karena hukum menjadi san gat tidak adil apabila tindakan yang diambil oleh hukum menyamaratakan perbuatan tanpa pengecualian.

Regulasi mengenai aborsi ( di Indonesia) telah dirumuskan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu dalam pasal 299, 346, 348, dan pasal349. Dalam pasal-pasal tersebut secara tegas dinyatakan bahwa aborsi dilarang, tanpa ada pengecualian. Tetapi dalam penjelasan pasal 10 Kode Etik Kedokteran Indonesia 1983 dijelaskan bahwa, larangan pengguguran kandungan tidak mutlak sifatnya, dan dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, yaitu sebagai satu-satunya jalan untuk menolong ibu. Hal ini sesuai apabila dikaitkan dengan sifat ajaran materii1, bahwa suatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya karena berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan juga berdasarkan asas-asas keadilan atau asas hukum yang tidak tertulis dan bersifat umum yang mengandung unsur-unsur negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani dan terdakwa tidak mendapat untung. 18

Apabila dilihat aturan pidana dari beberapa pasal yang sudah disebutkan di atas maka perbuatan aborsi provocatus kriminalis saja yang dapat dikenai pidana, sedangkan perbuatan aborsi medica/is a tau terapeutik merupakan pengecualian sebagaimana dijelaskan dalam undang-undang kesehatan tahun 1992, dalam Pasal 15, bahwa aborsi karena alasan medis untuk pertama kali dimungkinkan. Namun hal ini masih terbatas mengigat peraturan pelaksananya mengenai masalah

18. Lihat Yurisprudensi Mahkamah Agung R.l Nomor 42 K!Kr 1965 tangga1 8 Januari 1966dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Rl Nomor81 K/Kr 1973 tangga130 Maret 1977).

12

Page 24: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

ini bel urn dibuat. Pasal 15 dari undang-undang kesehatan tersebut secara eksplisit hanya mengakui bahaya maut si ibu sebagai alasan melakukan aborsi, bukan kerugian serius untuk kesehatannya, karena dalam penjelasannya dikatakan "Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu, ibu hamil dan atau janinnya terancam bahaya maut".

Persoalan yang cukup krusial sejauh ini berkembang interpretasi mengenai indikasi medis tersebut, seperti yang diupayakan oleh Asosiasi kedokteran Dunia (WMA) dengan Statement on Therapeutic Abortion (Oslo, Norway, 1970). Deklarasi Oslo ini dimungkinkan karena definisi luas dalam Konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1946 tentang kesehatan sebagai "keadaan kesejahteraan fisik, Psikis dan sosial yang menyeluruh". Dengan demikian setiap kehamilan yang tidak diinginkan dapat diakhiri dengan atau atas dasar indikasi terapeutik.

F. Metode PenelitianDan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para penulis mengenai

pengertian metode penelitian, kami cendrung memilih pendapat Robert R Mayer dan Ernest Greenwood yang mengemukakan bahwa metode penelitian adalah suatu pendekatan umum ke arah fenomena yang telah dipilih oleh peneliti untuk diselidiki. Selanjutnya dikemukakan bahwa dengan demikian metode penelitian merupakan sejenis logika yang mengarahkan penelitian. 19

Perumusan demikian sesuai dengan hakekat penelitian sebagai suatu bidang penemuan informasi lewat prosedur tertentu atau lewat prosedur terstandar. Dengan prosedur tertentu itu diharapkan orang lain dapat mengikuti, mengulangi atau memeriksa kembali kesahihan (validitas) dan keterandalan (reabilitas) informasi yang diteliti.

19. Lihat Sutan Zanti Arbi dan Wayan Ardhana, Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial.Pustekkom Dikbud dan CV Rajawali, 1984, hal 80 yang merupakan terjemahan dari 'The Design of'Social Policy", tulisan Robert P Mayer dan Ernest Greenwood. Lihat pula dalam Barda fylawawi Arief, 'Kebijakan LegislatifDalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara. penerbit Universitas Diponegoro Semarang. 1994, hal. 61.

13

Page 25: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

1. Pendekatan PermasalahanPeninjauan terhadap berbagai persoalan hukum mengenai aborsi

provocatus karena pemerkosaan, terutama dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang lebih mengedepankan aspek yuridis dari penelitian ini. Pendekatan ini ditunjang dan dilengkapi pula dengan pendekatan yuridis-empiris. 20

Penggw}aan bermacam-macam pendekatan yang demikian kiranya sesuai dengan penelitian ini yang ingin melihat/mengungkap hakekat aborsi karena pemerkosaan terutama kaitannya dengan upaya perlindungan korban kejahatan dan pembaharuan hukum pidana generasi barn, hal ini penting mengingat produk hukum merupakan instrumen kebijakan yang mampu menjangkau ke depan serta memberikan solusi a tau alternatif pemecahan persoalan. Di samping itu pendekatan yang dikemukakan di atas kiranya sesuai pula dengan kecendrungan penelitian hukum masa kini yang menurut Sunaryati Hartono, tidak lagi dapat menggunakan hanya satu pendekatan atau metode penelitian. Ditegaskan selanjutnya oleh Sunaryati Hartono bahwa untuk meneliti satu fenomena sosial seringkali dibutuhkan kombinasi berbagai metode penelitian walaupun selalu bertitik tolak dan didominasi oleh satu disiplin ilmu.21

Pendekatan yuridis-normatif merupakan pendekatan utama dalam penenelitian ini, karena yang menjadi pusat perhatian utama dalam penelitian ini adalah- -persoalan hukum mengenai aborsi karena pemerkosaan, perlindungan hukumnya dan juga kebijakan hukum pidana guna mengantisipasi persoalan terse but masa mendatang. Memasukan a tau merumuskan suatu kebijakan yang dilandasi suatu latar belakang falsafah, nilai-nilai kultural, konsepsi-konsepsi, ajaran-ajaran atau teori-teori tertentu, bahkanjuga dilatarbelakangi oleh penemuan-penemuan empiris, ke dalam produk peraturan perundang-undangan, jelas merupakan suatu pekerjaan atau kegiatan yang bersifat teknik yuridis

20. Menurut Soetjono Soekanto, llmu hukum empiris merupakan pendukung atau penunjang bagi i1mu hukum normatif, 1ihat Soetjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV Rajawa1i, Jakarta, 1982, ha 1. 128.

21. Periksa Sunaryati Hartono, Kembali ke Metode Penelitian Hukum. Faku1ktas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, 1984, hal. 34.

14

Page 26: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

dan sistematis.22 Bahkan sekalipun kebijakan dan hasil-hasil penelitian empiris yang ingin dituangkan dalam produk perundang-undangan itu bersifat non-yuridis.

Pendekatan yuridis-empiris, juga dipandang perlu untuk pendalaman di samping sebagai pelengkap pendekatan yuridis normatif.

2. Metode Pengumpulan DataJenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data yang

diperoleh langsung dari masyarakat (data Primer) dan yang diperoleh dari kepustakaan (data sekunder). Namun karena penelitian ini lebih bersifat penelitian hukum normatif, maka lebih menitik beratkan penelitian pada data sekunder, sedangkan data primer lebih bersifat penunjang.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari sumber primer berupa aturan perundang-undangan dan yurisprudensi,23 dan dari sumber sekunder berupa dokumen atau risalah peraturan perundang-undangan, konsep rancangan peraturan perundang-undangan, sumber-sumber hukum, hasil-hasil penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya baik nasional maupun intemasional, pendapat para ahli hukum dari ensiklopedi.24

22. Sunaryati Hartono, Ibid, hal. 39. Dikemukakan " ... jika falsafah atau doktrin ini harus dituangkan ke dalam suatu produk yuridis (perundang-undangan) maka mau tidak mau harus kembali menggunakan pemikiran normatif yuridis-dogmatis".

23. Lihat antara lain Ervin H Pollack. Fundamental of Legal Research. Brooklyn: The Foun-dation Prees, 1967, hal. 3; Sunarjati Hartono, Op., Cit., haJ 28 dengan menunjuk juga pendapat Morris L Cohen; Legal Research in a Nutshell. 1978, hal. 6 dan JM Jacobstein and Roy M Mersky. Legal Research Illustrated 1977, hal 5; Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum. Ghalia Indonesia, 1982, hal. 24; Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif. CV Rajawali, Jakarta, 1985, hal. 14.

24. Yang termasuk sumber sekunder menurut Ervin H. pollack op., cit., hal. I 0 ialah; (a) other - state of foreign sources, (b) books of search (antara lain encyclopedias), © books of indeks dan (d) opinions of legaJ experts. Morris L Cohen., op., Cit., hal 6-7 antara lain menyebutkan histories and surveys of Law, constitutional convention and document. For-eign and comparative reports and studies, text, commentaries. Monographs, Encyclope-dias; J. M. Jacobstein and R.M. Mersky, Op., Cit., haJ 5 memasukan; (a) writings of law-yers, dan (b) the publications of law reform organization; Ronny Hanitijo S, Op., Cit. hal 25 dan Soerjono Soekanto, op. Cit, hal. 15 menyebut; (a) rancangan peraturan perundang-

15

Page 27: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

3. Metode AnalisisAnalisis dapat dirumuskan sebagai suatu proses penguraian secara

sistematis dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu.25 Bertitik tolak dari pengertian yang demikian, maka erat kaitannya antara metode analisa dengan pendekatan masalah.

Penguraian sistematis terhadap gejala atau data yang diperoleh dalam penelitian ini, dimulai pertama-tama dengan menyajikan data yang sejauh mungkin dikemukakan secara kualitatif. Data yang diperoleh itu kemudian dianalisa secara kualitatif dengan penguraian secara desicriptif analisis dan preskriptif. Analisa kualitatif ini dilakukan secara deskriptif dan preskriptif, karena penelitian ini tidak termasuk mengungkapkan atau melukiskan data sebagaimana adanya tetapi juga bermaksud melukiskan realitas kebijakan sebagaimana diharapkan.

Dalam melakukan analisa kualitatif yang bersifat deskriptif dan preskriptif ini, penganalisaan bertitik tolak dari analisa yuridis sistematis yang untuk pendalamannya dikaitkan atau dilengkapi dengan analisa yuridis empiris, analisa historis dan komparatif.

G. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini diperkirakan akan memakan waktu selama kurang lebih enam bulan dari mulai pengumpulan data sampai kepada basil analisis dalam bentuk pelaporan, dengan lokasi penelitian meliputi wilayah /kota Jakarta dan Bandung.

H. Sistematika Laporan PenelitianPenelitian ini memiliki sistematika sebagai berikut:Pada Bah I akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian yaitu berisi

uraian tantang alasan penelitian dilakukan, pentingnya penelitian

undangan, (b) hasil karya ilmiah para sarjana, dan (cO hasil-hasil penelitian. Berbeda dengan Ervin H Pollack dan Morris L Cohen di atas Soerjono Soekanto op., hal. 19 dan 41, memasukan ensiklopedia sebagai bahan hukum tertier.

25. Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Op. Cit. hal. 37.26. Sunaryati Hartono, Op. Cit., hal. 38.

16

Page 28: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

serta tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Dalam Jatar belakang itu diuraikan pula identifikasi permasalaban sebingga dibarapkan pokok babasan tentang persoalan yang akan dibabas menjadi jelas fokus kajiannya, di samping itu diuraikan secara rinci mengenai metodologi yang dipergunakan dalam penelitian ini, bagaimana mengumpulkan data, melakukan analisis sampai kepada cara penguraian yang akan dilakukan.

Pada Bah selanjutnya yaitu, Bah II diuraikan tentang heberapa tinjauan teoritis/kepustakaan yang menunjang terbadap persoalan a tau pokok kajian penelitian ini, yaitu tentang pengertian aborsi, macam ahorsi, cara melakukan ahorsi, sampai kepada hagaimana pengaturan ahorsi di dalam bukum pidana positif di Indonesia.

Pada Bah III, diuraikan basil penelitian dan analisis, yaitu merupakan uraian sitematis terbadap pokok kajian yang tercantum dalam identifikasi masalab. Bah IV diuraikan analisa penelitian.

Pada Bah V, diuraikan kesimpulan akhir yang diperoleb dari basil penelitian sekaligus merupakanjawahan peneliti terbadap persoalan yang diteliti. Di samping kesimpulan diuraikan pula saran, yaitu heberapa masukan yang pada dasamya merupakan persoalan.

Susunan Organisasi Pelaksana:K e t u a Dr. Mien Rukmini, S.H.,MS.

Sekretaris Liestiarini Wulandari, S.H.

Anggota 1. Eko Suparmiyati, S.H.

2. Subaryo, S.H.3. Tongam R. Silahan, S.H.4. AriefRudianto, SAg.

Asisten 1. Susilo Budi

2. Facbrudin BantamPengetik 1. Komari

2. Mamo

17

Page 29: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

BABIITINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian AborsiAborsi Provocatus merupakan istilah latin yang secara resmi dipakai

dalam kalangan kedokteran dan hukum, maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seorang perempuan hamil dengan spontan gugur. Secara medis, aborsi ialah penghentian dan pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum janin bisa hidup di luar kandungan (viabiliti). Umur janin bisa hidup di luar kandungan ini ada yang memberi batas 20 minggu, tetapi ada pula yang memberi batas 24 minggu.

Dimaksud dengan "pengeluaran ", bahwa keluamya janin itu dilakukan secara sengaja oleh campur tangan manusia, baik melalui alat mekanik, obat atau cara lainnya. Oleh karena janin itu dikeluarkan secara sengaja dengan campur tangan manusia, maka aborsi jenis ini biasanya dinamai dengan nama "procured abortion " atau aborsi provocatus atau aborsi yang disengaja. Menurut A, Rosenfeld/S. !den, dikatakan

"Dipandang dari segi medis-teknis, aborsi paling mudah dilakukan dalam trisemester pertama kehamilan, dan metode yang paling banyak dilakukan adalah kuret isap (suction curettage) ... Dari 12-20 minggu biasanya dipakai metode dilatasi (dilation and evacua-tion) Cara ini hanya bisa dilakukan oleh klinikus yang terampil. Metode lain yang ban yak dipergunakan setelah minggu ke 20 adalah instillation abortion di mana cairan yang mematikan si fetus disuntikan ke dalam rongga amnion, lalu isi rahim dikeluarkan secara alami. Aborsi trisemester kedua ke atas biasanya dilakukan dalam rumah sakit agar setiap komplikasi yang timbul segera dapat ditangani. 27

27. A. Rosenfeld. S. !den, Abortion. dalam W. Reich (ed). Encyclopedia of Bioethics, revised edition, New York, MacMillan, 1995, vol.l, hlm. 1-2.

18

Page 30: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Menurut Ensiklopedi Indonesia, di jelaskan bahwa Aborsi diartikan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram. 28 Sardikin Ginasaputra, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memberikan pengertian, bahwa aborsi sebagai pengakhiran masa kehamilan atau basil konsepsi (pembuahan) sebelumjanin dapat hidup di luar kandungan. 29

Saifullah, pakar Hukum Islam menyatakan bahwa yang dimaksud dengan aborsi adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan atau basil konsepsi (pembuaban) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. 30

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, untuk bisa dikatakan telab terjadi aborsi, setidak tidaknya ada tiga unsur yang barus dipenubi;

1. Adanya embrio (janin), yang merupakan basil pembuahan antara sperma dan ovum, dalam rabim;

2. Pengguguran itu adakalanya tetjadi dengan sendirinya, tetapi lebih sering disebabkan oleb perbuatan manusia.

3. Keguguran itu terjadi sebelum waktunya, artinya sebelum masa kelabiran tiba.

Dalam istilab Islam yaitu dari istilab Fiqh (af-t 'bir al-jiqh), aborsi diistilabkan bermacam-macam yaitu, Isqath, 31 Ijhadh, 32 Ilqa, 34 dan

28. Ensiclopedi Indonesia I, Aborsi, lkhtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1980 him. 60.29. Masjfuk Zuhdi, Masail Fighiyah, CV, Haji Masagung, 1989, him. 7430. Saifullah, Aborsi dan Permasalahannya, Suatu Kajian Hukum Islam. daiam bukunya, Chuzaimah T.

Yanggo, Hafiz Ansyary AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer. Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), Jakarta, 2002, him. 129.

31. Disebutkan dalam Ibn· Abidin. Hasyiyat Ibn· abidin Juz 3. Musthafa ai-Babi ai -Haiabi, Mesir, 1966., him. 176.

32. Terdapat daiam Imam Ai-Ghazali, lhya · Ulum ai-Din Juz 2. Musthafa ai-Babi ai -Haiabi, Mesir, 1939, him. 53

33. Disebutkan dalam ai-Bahawati,Kasysyafal-Qina. Juz I. Maktab ai-Nashr ai Haditsat, Rtyadh, him. 220.

34. Disebutkan daiam Damad Afandi, Majma' ai-Anhar fi Syarh - Multaqa a/ abhar Juz 7. Mathba'at ai Amirat, i328 H, him. 650

19

Page 31: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Inzal. 35 Kelima kata tersebut menurut Abdullah bin Abd ai-Mukhsin al-Thariqi, mengandung pengertian yang berdekatan, sehingga salah satu di antaranya dapat digunakan untuk menyatakan tindakan Aborsi. 36

B. Macam-macam AborsiSecara umum, pengguguran kandungan dapat dibagi dalam dua macam,

yaitu pengguguran spontan (spontaneous aborsi) dan pengguguran buatan atau disengaja (aborsi provocatus), meskipun secara terminologi banyak macam aborsi yang bisa dijelaskan. Krismaryanto, menguraikan berbagai macam aborsi,37 yang terdiri dari;1. Aborsi!Pengguguran Procured Abortion/Aborsi Provocatusllnduced

Abortion, yaitu penghentian basil kehamilan dari rahim sebelum janin bisa hidup di luar kandungan (viabiliti).

2. Miscarriage /Keguguran. Yaitu berhentinya kehamilan sebelum bayi bisa hidup di luar kandungan tanpa campur tangan manusia.

3. Aborsi Therapeutic/Medica/is. Adalah penghentian kehamilan dengan indikasi medis untuk menyelamatkan nyawa ibu, atau menghindarkan si ibu dari kerusakan fatal pada kesehatan/tubuhnya yang tidak bisa dikembalikan (irriversible) lagi.

4. Aborsi Kriminalis. Adalah penghentian kehamilan sebelumjanin bisa hidup di luar kandungan dengan alasan-alasan lain, selain therapeutik, dan dilarang oleh hukum.

5. Aborsi Eugenetik, adalah penghentian kehamilan untuk menghindari kelahiran bayi yang cacat atau bayi yang mempunyai penyakit ginetis. Eugenisme adalah ideologi yang diterapkan untuk mendapatkan keturunan hanya yang unggul saja.

6. Aborsi langsung - tak langsung. Aborsi langsung, adalah tindakan (intervensi medis) yang tujuannya secara langsung ingin membunuh

35. Disebutkan dalam Ibn' Abidin, Hasyiyat Ibn 'Abidin Juz /, hlm. 302.36. Saifullah, Aborsi dan Permasalahannya, Op. Cit, hlm. 130.37. C'.B. Kusmaryanto, Kontriversi Aborsi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2002. him. 11-18.

20

Page 32: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

janin yang ada dalam rakhim sang ibu. Sedangkan aborsi tak langsung ialah suatu tindakan (intervensi medis) yang mengakibat-kan aborsi, meskipun aborsinya sendiri tidak dimaksudkan dan bukan menjadi tujuan dalam tindakan itu.

7. Selective Abortion, adalah penghentian kehamilan karena janin yang dikandung tidak memenuhi kriteria yang diinginkan. Aborsi ini banyak dilakukan wanita yang mengadakan "Pre natal diag-nosis" yakni diagnosis janin ketika ia masih ada di dalam kandungan.

8. Embryo reduction (pengurangan embryo). Pengurangan jan in dengan menyisakan satu a tau dua janin saja, karena dikhawatirkan mengalami hambatan perkembangan, atau bahkan tidak sehat perkembangannya.

9. Partial Birth Abortion, merupakan istilah politislhukum yang dalam istilah medis dikenal dengan nama dilation and extraction. Cara ini pertama-tama adalah dengan cara memberikan obat-obatan ke pada wanita hamil, tujuan agar cervix (leher rahim) terbuka secara prematur. Tindakan selanjutnya adalah menggunakan alat khusus, dokter memutar posisi bayi, sehingga yang keluar lebih dulu ialah kakinya. Lalu bayi itu ditarik ke luar, tetapi tidak seluruhnya, agar kepala bayi tersebut tetap berada dalam tubuh ibunya. Ketika di dalam itulah dokter menusuk kepala bayi dengan alat yang tajam. Dan menghisap otak dibayi sehingga sibayi mati. Sesudah bayi itu mati baru bayi itu dikeluarkan semuanya. Proses macam ini dilakukan untuk menghindari masalah hukum, sebab kalau bayi itu dibunuh sesudah lahir, maka pelakunya akan dihukum. Akan tetapi karena pembunuhan tersebut dilakukan sebelum bayi lahir dan ketika lahir bayi itu sudah dalam keadaan mati, maka sang pelaku bebas dari hukuman pembunuhan.Menurut Saifullah,38 aborsi dapat dibagi dalam dua macam yaitu:

1. Aborsi Spontan, yaitu pengguguran tidak sengaja dan terjadi tanpa tindakan apapun. Pengguguran dalam bentuk ini lebih sering terjadi

38. Saifullah, Aborsi dan Permasalahannya. Op., Cit him. 131-132.

21

Page 33: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

karena faktor di luar kemampuan manusia, seperti pendarahan dan kecelakaan. Pengguguran seperti ini tidak menimbulkan akibat hukum.

2. Aborsi Buatan, yaitu pengguguran yang terjadi sebagai akibat dari suatu tindakan. Di sini campur tangan manusia nampakjelas. Aborsi dalam bentuk kedua ini dapat dibedakan dalam dua macam yaitu:

a. Aborsi Artificialis Therapicus, yaitu pengguguran yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis. Dalam istilah lain dapat disebutkan sebagai tindakan mengeluarkan janin dari rakhim sebelum masa kehamilan. Hal ini dilakukan sebagai penyelamatan terhadap jiwa ibu yang terancam hila kelangsungan kehamilan dipertahankan, karena pemeriksaan medis menunjukkan gejala seperti itu.

b. Aborsi provocatus Crimina/is, adalah pengguguran yang dilakukan tanpa dasar indikasi medis. Misalnya, aborsi yang dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks di luar perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidakdikehendaki. 39 Menstrual regulation (pengaturan menstruasi) bisa dimasukan ke dalam aborsi jenis ini. Pengaturan menstruasi biasanya dilaksanakan bagi wanita yang merasa terhambat waktu menstruasi, dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoris temyata positif dan mulai mengandung. Dalam keadaan demikin wanita yang terlambat menstruasinya meminta kepada dokter untuk membereskan janinya.40

C. Aborsi Akibat PerkosaanSetelah mengetahui makna aborsi secara umum, apa yang disebut dengan

aborsi akibat perkosaan, hal ini bukan merupakan istilah teknis ilmu pengetahuan, aborsi ini adalah aborsi yang dilakukan karena janin yang dikandungnya merupakan hasil dan tindakan atau perbuatan

39. Masjfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga di Indonesia .. Bina Ilmu, Surabaya, 1986. him. 39.40. Lihat Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah. Op. Cit., him. 75.

22

Page 34: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

pemerkosaan, dengan kata lain ada ras tidak menghendaki adanya bayi hasil perkosaan terse but. Apa yang dimaksud dengan perkosaan. Dalam kamus Inggris Webster Dictionary, diberikan istilah perkosaan sebagai berikut "Rape; violate; force a person to submit unwillingly to sexual intercourse"41

Kata perkosa (to rape) adalah kata kerja, yaitu intinya tentang perbuatan hubungan seksual disertai dengan pemaksaan dan yang diperkosa tidak menghendaki perbuatan itu dilakukan. Hukum Pi dana Indonesia masih menganut arti pemaksaan dalam perkosaan sebagai pemaksaan fisik, dalam arti harus terjadi kekerasan fisik. Tanpa adanya kekerasan fisik, maka bagi hukum Indonesia bukan perkosaan. Tindak pidana perkosaan ini diatur dalam Pasal 285 KUHPidana yang menyatakan

"Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun".

Di beberapa negara maju, pengertian perkosaan sudah mendapat-kan penafsiran yang lebih luas, dengan memasukan unsur pemaksaan psikis sebagai unsurpemaksaan dan tidak diperlukan adanya kekerasan fisik sebagai syarat, jadi kekerasan psikis dapat juga sebagai unsur perkosaan. Berdasarkan uraian di atas maka jelas apa yang dimaksud dengan aborsi yang timbul dari tindakan perkosaan.

D. Cara Pelaksanaan AborsiUntuk melakukan aborsi (pengguguran kandungan), banyak cara yang dapat

ditempuh, di antaranya dengan cara menggunakanjasa ahli

41. Dalam istilah Kamus Krimino/ogi. yang disusun oleh Soedjono Dirjosisworo, him. 187 Rape dijelaskan sebagai berikut hubungan seks dengan wanita, bukan istri orang tersebut, dengan paksa dan bertentangan dengan kehendak wan ita itu. Aspek penting dalam kejahatanini adalah bukti bahwa di bawah usia tertentu, seorang wanita dilindungi hukum sebagai tidak mampu untuk memberikan pertimbangannya.

23

Page 35: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

medis di rumah-rumah sakit.42 Cara seperti ini pada umumnya dilakukan oleh wanita-wanita yang hidup di negara-negara tempat pengguguran diizinkan atau tidak dikenakan ancaman tuntutan kejahatan. Tetapi di beberapa negara yang melarang aborsi atau tidak dapat memperoleh bantuan ahli media untuk menggugurkan kandungan, dijumpai jutaan wanita yang harus menyerahkan diri ke tangan para dukun, atau karena putus asa mereka mencoba menggugurkan sendiri kandungannya dengan memakai alat-alat yang kasar. 43

Penggunaanjasa dukun yang tidak memiliki keahlian hukum dalam pengguguran kandungan, biasanya menggunakan cara-cara kasar dan keras, seperti memijat beberapa bagian tertentu, perut dan pinggul misalnya, dan tubuh wanita yang akan digugurkan kandungannya. Sedangkan pengguguran yang dilakukan secara medis di beberapa rumah sakit, biasanya menggunakan metode berikut:I. Curattage & Dilatage (C&D)2. Mempergunakan alat khusus untuk memperlebar mulut rahim

kemudianjanin di kiret (di-curet) dengan alat seperti sendokkecil.3. Aspirasi, yaitu penyedotan isi rahim dengan pompa kecil.4. Hysteronomi (operasi). 44

42. Sepanjang sejarah manusia, aborsi dan juga infanticide (pembunuhan anak kecil) sering ditemukan diberbagai tempat dan kebudayaan. Tetapi secara umum dapat dikatakan, dulu aborsi hampir selalu dipraktekan di luar profesi medis atau di pinggiran profesi medis : oleh dukun atau profesional medis yang tidak resmi, sepertii bidan. Salah satu alasan adalah bahwa kondisi kehamUan yang normal saat itu tidak dilihat sebagai wilayah profesi medis. Profesi medis senain dengan tegas menolak aborsi, suara para dokter berkumandang dengan lebih jehis sejak mereka berl)impun_ dalam organisasi resmi. Misalnya American Medical Association (AMA) yang didin1ciln -pada 1847. Sikap anti aborsi menandai pula ikatan-ikatan dokter yang terbentuk di nagara-negara lain yang dapat dimengerti mereka berdampak kuat atas kebijakan ne_gara masing-masing. Peraturan hukum -anti aborsi di banyak negara baru disusu11 selama abad ke-19. Di Amerika Serikat, sebelum tahun 1800 tidak satu negara bagianpun yang memiliki peraturan melarang aborsi Lihar Mary Anne Warren, The Abor-tion Struggle in America, Bioethics 3, nr. 4, 1989, hlm. 320-332.

43. Erik Eckholm dan Kathleen Newlan, Wa,Uta, Kesehatan dan Ke/uarga Berencana. teljemahan Masri Maris danNy. Sukarto, Slnae Haflipan, Jakarta, 1984, hlm. 26-27.

44. Masjfuk Zuhdi, Op. Cit, hal. }4.

24

Page 36: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Metode aborsi yang masih agak baru adalah pil aborsi atau RU-486 yang ditemukan di Perancis dan mulai dipakai di sana sejak I 988. Nama kimianya adalah "mifepristone ", Selain di Perancis, pil aborsi ini dipakai lagi di 11 negara lain dan 15 negara UNI Eropa. Sesudah masa pertimbangan lama sekali, di Amerika Serikat pil aborsi ini baru disetujui olehfood and Drug Administration pada tahun 2000. Tetapi pemakaian metode ini tidak sama populer di semua negara. Di Belanda banyak kritik atas metode ini, karena dinilai mahal dan mempunyai banyak efek samping yang tidak enak untuk si perempuan, seperti rasa sakit, rasa mual dan pendarahan. Namun diakui bahwa sistim ini lebih menjamin privacy bagi si perempuan, karena ia tidak perlu ke klinik untuk menjalani prosedur bedah.

E. Sejarah Singkat Aborsi1. Jaman Kuno

Sepanjang sejarah umat man usia, aborsi dan juga Infanticide (pembunuhan anak kecil) sering ditemukan di berbagai tempat dan kebudayaan. Masalah aborsi bukanlah masalah yang baru. Ia sudah ada sejak zaman purba/kuno, yang membedakannya hanyalah kadamya yang semakin lama semakin subur, searah dengan perkembangan teknologi yang semakin memudahkan pelaksanaan aborsi dengan resiko kematian ibu yang semakin becil.

Ramuan obat-obatan untuk menggugurkan kandungan sudah dikenal sejak jaman kekaisaran China kuno, yakni jaman Kaisar Shan Nung, yang hidup sekitar tahun 2000 sebelum (SM). Rumus ramuan obat-obatan yang diramu dan shuh-yin (mencuri) itu dapat ditemukan dalam arsip perpustakaan kekaisaran. Dipercaya bahwa praktik aborsi itu sudah dipraktekan sebelum kaisar Shan Nung. 45

Pada masa yang sangat tua tedapat beberapa undang-undang yang mengatur tentang persoalan janin /aborsi, misalnya dalam

45. C.B. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi. Gramedia Widiasarana Indonesia, Op., Cit, him. 19.

25

Page 37: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Undang-undang Hamurabi,46 Undang-Undang Assiria,47 atau ada juga yang dikenal dengan "Sumpah Asap "48 yang salah satu pasalnya menyebutkan, "Janganlah membunuh orang dengan getah akar-akaran. Janganlah memberikan obat kepada wanita yang mengandung anak haram untuk menggugurkannya".49

Masyarakat Yunani kuno juga mengenal dengan baik perbuatan aborsi. Naskah paling kuno yang tersimpan dan kebudayaan Yunani Kuno berasal dan abad 5 SM. Dalam naskah yang berjudul, Ei Zoon to kata gastros, (yang ada dalam uterus adalah makhluk hidup) yang. ditulis oleh PSIUie Galue, dalam naskah itu antara lain dikatakan,

"dengan sesungguhnya dan dengan hukum dan dalam lingkupnya, kita akan menunjukkan bahwa embrio itu adalah makhluk hidup ... Dua anggota legislatif, Licurgo dan Solone telah menulis dalam dua bab tulisannya. Mereka mengatakan dengan jelas dan dengan dasar yang kuat tak terbantahkan mengenai embrio. Jika seandainya embrio ini bukanlah makhluk hidup, maka dua anggota legislatif itu tidak perlu membuat undang-undang yang menghukum mereka yang kedapatan bersalah melakukan aborsi. Oleh karena embrio itu makhluk hidup, maka mereka mengajukan hukuman".50

46. Undang-undang Aborsi yang paling tua adalah Undang-Undang Hamurabi, yaitu seorang Raja Babilonia (sekarang lrak) yang berkuasa dari tahun 1792-1750 SM. Kitab Undang-undang Hamurabi terdiri dari atas 282 ayat, yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan berpolitik pada waktu itu. Dalam ayat 209 dan 210 undang-undang itu dikatakan, "Jika seseorang memukul seseorang perempuan yang sedang mengalami keguguran ia harus membayar denda I 0 shekels perak oleh karena kematian fetus itu. Jika wanita itu meninggal, maka anak perempuan yang memukul itu juga harus dibunuh ". Undang-undang terse but nampaknya dibuat, pertama-tama bukan untuk melindungi hak hidup janin, tetapi untuk melindungi hak ayah yang berasa dirugikan oleh karena kematian janin tersebut.

47. Dengan jelas dalam Undang-Undang itu dtsebutkan bahwa wan ita yang melakukan aborsi dihukum dengan hukuman cambuk dan mayatnya tidak boleh dikubur.

48. Sumpah ini terdapat pada bagian akhir"Buku Asph, Dokter" yang ditulis oleh Asaph Judaeus, yang juga dikenal dengan nama Asaph ben Berachyahu, seorang dokter yahudi yang berasal dari Syiria atau Mesopotamia. Ia hidup kira-kira pada abad 6 SM. Bunyi sumpah tersebut ada banyak kemiripannya dengan Sumpah Hypocrates.

49. C.B. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi. ibid, him. 21.SO. C. B. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi. ibid, him. 21.

26

Page 38: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Dari beberapa Filsuf jaman Yunani Kuno itupun ditemukan beberapa hal mengenai aborsi, misalnya Plato (427 SM- 347 SM),51

ataujuga Aristoteles (384- 322 SM). 52 pendek kata, bahwa sejak jaman lampau aborsi sudah menjadi kajian berbagai ahli, sehingga keberadaanya bukanlah hal yang asing.

2. Jaman ModernPada masa berikutnya di kenai beberapa nama yang memiliki kaitan

dengan persoalan aborsi, misalnya Henry de Bracton yang merupakan orang pertama menulis hukum sipil mengenai aborsi. Ia adalah salah seorang hakim dari raja lnggris Hendrik III. Ia wafat tahun 1268. Juga, pada tahun 1644, di Inggris diterbitkanInstitutes ofthe Laws ofEngland karya Sir Edward Coke ( 1552-1634), yang dalam buku tersebut dijelaskan bahwa, aborsi yang dilakukan sebelum adanya pergerakan janin, maka perbuatan itu sama sekali bukan tindak kriminal, sedangkan kalau dilakukan sesudah ada pergerakan janin, itu hanya pelanggaran kecil saja.

Kemudian masalah aborsi berkembang menjadi persoalan pro dan kontra, banyak orang mempermasalahkannya tetapi ada juga yang memperbolehkan. Namun secara umum dapat dikatakan, dulu aborsi hampir selalu dipraktekan di luar profesi medis atau dipinggiran profesi medis; oleh dukun a tau oleh profesional medis yang tidak resmi, seperti bidan. Salah satu alasan adalah bahwa kondisi kehamilan yang normal saat itu tidak dilihat sebagai wilayah profesi medis. Para dokter menangani orang sakit dan ibu hamil tidak dianggap sebagai orang sakit. Pengasuhan ibu hamil ditanggung oleh bidan atau dukun beranak. Baru dalam abad ke

51. Dalam salah satu buku yang ditulis Plato yaitu Republik V. No. 461 c, Plato menyatakan agar anak yang dikandung oleh karena incest harus digugurkan. Masih dalam buku Plato, Theaetetus, yang di dalamnya dimuat dialog antara Socrates, Theodorus dan Theaetetus, di dalam buku itu Socrates menjelaskan bahwa salah satu tugas dari dukun beranak ialah melakukan pengguguran kandungan dengan memberikan ramuan atau obat-obatan, karena dialah yang paling tahu mengenai itu. Socrates mengetahui dengan baik karena dia sendiri dukun beranak yang diturunkan ibunya.

52. Dalam Bukunya Politic VII, 13335b, Aristoteles menganjurkan agar Aborsi dipakai sebagai sarana untuk mengontrol jumlah kelahiran. Akan tetapi aborsi ini hanya boleh dilakukan sebelum nyawa/jiwa masuk ke dalam janin.

27

Page 39: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

19 kehamilan mulai diterima sebagai kondisi medis yang perlu ditangani oleh dokter. 53

Profesi medis sendiri dengan tegas meno1ak aborsi. Suara para dokter berkumandang dengan lebihjelas sejak mereka berhimpun dalam organisasi-organisasi profesi yang resmi. Misalnya Ameri-can Medical Association (AMA) yang didirikan pada 1847, dalam muktamamya yang perdana mengeluarkan pemyataan anti aborsi yang keras. Sikap anti aborsi itu menandaijuga ikatan-ikatan dokter yang terbentuk di negara-negara lain dan dapat dimengerti mereka berdampak kuat atas kebijakan negara masing-masing.

Peraturan hukum anti aborsi di banyak negara baru disusun selama abad ke- 19. Di Amerika Serikat, sebelum 1800 tidak satu negara bagianpun yang memiliki peraturan yang melarang aborsi. 54

Jika selama abad ke -19 undang-undang anti aborsi mulai dibentuk, alasan utamanya adalah kebijakan kependudukan, bukan pertimbangan moral yang eksplisit, walaupun pandangan profesi kedokteran ikut mendorong ke arab itu. Sekitar 1900 semua negara bagian Amerika Serikat mempunyai peraturan anti- aborsi yang ketat, demikian juga di hampir semua negara dunia Barat yang lain.

Deklarasi jenewa tetap mempertahankan tradisi anti-aborsi dengan menegaskan :I will maintain the utmost respect for humanlife from the time of conception. Kata-kata terakhir ini (from thetime ofconception) pada 1983 oleh Majelis Umum WMA di Venezia diubah menjadi 'from its beginning'. Mengapa perubahan itu terjadi, karena WMA tidak mau ikut campur dalam diskusi tentang permulaan kehidup_an m~musia yang saat itu sedang berlangsung.

F. Aborsi Sebagai Masalah Etis-SosialAborsi bukan merupakan masalah etika kedokteran saja, yang sebatas

hubungan dokter dengan pasiennya. Masalah ini juga mempunyai

53. K. Bertens, Aborsi sebagai Masalah Etika. Op,Cit, hlm. 4-5.54. Mary Anne Warren, The Abortion Struggle in America. Bioethics 3,1989 nr. 4 hlm. 320-322.

28

Page 40: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

dampak jauh lebih luas, yaitu menyangkut masyarakat. Tidak bisa dikatakan secara sederhana bahwa aborsi adalah hak si perempuan yang tengah hamil, apakah janinnya di gugurkan a tau tidak. Sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh manusia yang hidup bermasyarakat, banyak kontroversi yang berkembang mempersoalkan aborsi.

Di Amerika Serikat aborsi mengemuka menjadi masalah sosial yang berdampak cukup besar terhadap perkembangan politik di negara tersebut. Misalnya berkembangnya apa yang disebut dengan Polarisasi "Pro Life dan Pro Choice" terhadap aborsi. Legalisasi aborsi yang dilaksanakan pada tahun 1973, temyata tidak memecahkan masalah, tetapi justru memicu polarisasi keras dan bengis dalam masyarakat Amerika Serikat. Gerakan Pro Life menekankan hakjanin untuk hidup. Bagi mereka, mengaborsi janin sama dengan pembunuhan (murder). Gerakan Pro Choice mengedepankan pilihan si perempuan mau melanjutkan kehamilannya atau mengakhirinya dengan aborsi. Bagi mereka, perempuan mempunyai hak untuk memilih antara dua kemungkinan ini.

Polarisasi antara pandangan pro life dan pro choice merupakan suatu fenomena yang khas, polarisasi ini mewamaijuga diskusi tentang aborsi di banyak negara lain. Dalam kampanye pemilu presiden tahun 2000 di Amerika Serikat, George Bush Jr. Memihak pada pro life, sedangkan lawannya AI Gore memihak pada pro choice.

Dalam perkembangannya kedua gerakan ini sering muncul dalam publikasi besar-besaran serta kegiatan-kegiatan unjuk rasa, bahkan sampai kepada tindakan kekerasan. Sejak tahun 1973 sering terjadi bahwa klinik yang mempraktekan aborsi secara legal diserang oleh kelompok-kelompok pro life.

Pandangan pro life terutama didukung oleh kelompok-kelompok keagamaan khususnya yang berorientasi fundamentalis. Sementara pandangan pro choice lebih banyak dianut oleh kelompok-kelompok feministis dan oleh mereka yang berorientasi sekuler. Agama hampir selalu cenderung anti aborsi, karena percaya bahwa kehidupan menusia diciptakan oleh Tuhan. Tetapi itu tidak berarti bahwa agama selalu harus membiarkan diri terjebak dalam polarisai antara pro life dan pro choice.

29

Page 41: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Aborsi pada dasamya berkaitan erat dengan nilai kehidupan manusia dalam masyarakat, yaitu man usia sebagai makluk sosial, yang senantiasa melakukan interaksi dan relasi dengan manusia lainnya. Dalam perspektif itu aborsi adalah pelanggaran terhadap hak hidup dan kehidupan itu sendiri. Masyarakat dalam menjalin komunikasi selalu didasarkan kepada kelayakan, kepatutan a tau nilai-nilai yang mereka setujui dan dianggap baik. Setiap perbuatan yang bertujuan untuk melanggar niai-nilai a tau norma-norma tersebut biasanya mendapat cercaan atau sanksi dari masyarakat yang bersangkutan. Dalam perkembangan yang sangat pesat (teknologi informasi) masyarakat menjadi sangat kritis untuk menilai perbuatan yang mana yang sesuai dan yang mana tidak sesuai. Kepekaan itu biasanya ditentukan pula oleh kehidupan yang mempengaruhi masyarakat tersebut, biasanya masyarakat yang menolak aborsi adalah masyarakat agarnis.

G. Aborsi dari Sudut Pandang Hokum1. Aborsi dan Kejahatan

Apa yang dimaksud dengan kejahatan ? makna kata ini sangat beragam, bahkan beberapa aliran dalam krirninologi memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap pengertian ini. ss Narnun dipahami bahwa kejahatan adalah perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan hukurn, yang terhadap perbuatan ini bisa dikenakan pidana. 56

55. Misalnya suatu pendapat Songer yang rnenyatakan, bahwa kejahatan dari sudut forrnil adalah suatu perbuatan yang oleh masyarakat (dalam hal ini negara) diberi pidana. Ditinjau lebih dalam sampai intinya, suatu kejahatan merupakan bagian dan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan. Lihat W A. Songer, Pengantar tentang Kriminologi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, him. 21. Menurut Parson Kejahatan adalah suatu aksi yang melanggar hukum dan dapat dihukum atas perbuatannya dengan hukuman penjara denda, hukuman mati dan lainnya. Lihat Noach, Simandjuntak, Pasaribu, Krimino/ogi, Tarsito, Sandung, 1984, him. 45. Sagi aliran kriminologi klasik kejahatan didefinisikan sebagai setiap pelanggaran terhadap ·perbuatan yang dilarang undang-undang pidana. Sedangkan dalam pandangan kriminologi Positive, perbuatan jahat bertolak dari pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor yang berada di luar kontrolnya yang berupa faktor biologik maupun kultural. Sedangkan bagi pandangan kriminologi kriris kejahatan merupakan suatu proses, suatu konstruksi yang memiliki hubungan dengan sistem komunikasi. Lihat I.S. Susanto, Krominologi, Fakultas Hukum UNDIP Semarang, 1995, him. 2-12.

56. Lihat Pendapat Mezger, dalam Sukunya Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, FH UNDIP Semarang.

30

Page 42: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Dalam pandangan hukum pi dana di Indonesia, tindakan aborsi tidak selalu merupakan perbuatan jahat atau merupakan tindak pidana, hanya aborsi provocatus criminalis saja yang dikategorikan sebagai suatu perbuatan tindak pi dana, ada pun aborsi yang lainnya terutama yang bersifat spontan dan medicalis, bukan merupakan suatu tindak pidana.

Aborsi tidak merupakan suatu cara untuk membunuh kehidupan manusiawi. Tidak perlu dipakai macam-macam eufemisme untuk menyembunyikan kenyataan itu. Tetapi membunuh bukanlah merupakan suatu larangan mutlak, kadang-kadang timbul keadaan eksepsional di mana membunuh dapat dibenarkan. l'idak mengherankan bahwa hal tersebut terjadi pula dalam kehamilan merupakan situasi manusiawi yang amat unik, selama sembilan bulan dua insan mengalami simbiosis begitu erat, sehingga yang satu Uanin) sama sekali tergantung pada yang lain (ibu).

Aborsi dalam keperluan untuk tindakan medis memang diperkenankan, namun demikian tindakan medis tersebut tidak berarti bahwa kehidupan manusia yang satu dikorbankan kepada kehidupan manusia yang lain. Sebab hal itu tidak pemah diperbo-lehkan,jika terjadi di luar kemauan dari yang bersangkutan. Dalam indikasi medis, terdapat suatu dilematis. Menurut pemikiran etika dalam situasi seperti itu sebaiknya berpegang pada prinsip the lesser evil : dari dua hal yang jelek, dan harus dipilih yang kurang jelek. Dari pada ibu maupunjanin akan mati atau salah satu dari mereka akan mati, kita memilih bahwa ibu akan hidup, karena itu mau tidak mau janin harus diaborsi. Bahkan dalam undang-undang kesehatan aborsi untuk kepentingan medis diperkenankan.

Makna kejahatan dalam aborsi sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang dianut dalam suatu masyarakat tertentu. Misalnya dibeberapa negara barat aborsi sudah dianggap bukan merupakan perbuatanjahat, baik yang bersifat medikalis atau bukan. Misalnya di antara negara-negara modem, hanya Canada yang mendekrimi-nalisasi aborsi secara radikal. Artinya larangan aborsi dicoret begitu saja dari hukum pidana.57 Masyarakat memang memiliki penilaian

57. Lihat M. Berer, Making Aborties Safe: a Matter of Good Public Health Policy and Prac-tice··. Bulletin of the World Health Organization, 78,2000. him. 583.

31

Page 43: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

tertentu untuk persoalan ini. Dalam banyak hal melarang aborsi secara mutlak memang tidak memecahkan masalah, karena pada dasamya masyarakat membutuhkan aborsi. menolak aborsi adalah suatu yang sangat dilematis. Di negara-negara yang sekarang sudah melegalisasi aborsi, dulu juga tejadi demikian. Barang yang dibutuhkan tidak tersedia secara resmi, akan mengakibatkan pasar gelap.

2. Aborsi Menurut Kitab Undang-Undang Hokum Pidana Indo-nesia

Di Indonesia aborsi diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang terpisah, misalnya dalam KUHPidana yang menjelaskan bahwa segala macam aborsi dilarang, dengan tanpa pengecualian, sebagaimana diatur dalam pasal- pasal sebagai berikut:Pasal 29 KUHPidana:( 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wan ita a tau

menyuruh seorang wanita supaya diobati dengan memberitahu atau menerbitkan pengharapan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat gugur kandungannya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya empat puluh lima ribu rupiah.

(2) Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan, atau melakukan kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan atau kalau ia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidana dapat ditambah sepertiganya.

(3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.

Pasal 346 KUHPidanaWanita yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya, atau menyuruh orang lain menyebabkan itu dipidana penjara selama-/amanya empat tahun.

32

Page 44: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Pasal347 KUHPidana

(1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur a tau mali kandungan seorang wanila tidak dengan izin wanita ilu, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua be/as lahun.

(2) Jika perbualan ilu berakibal wan ita ilu mali, ia dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima be/as lahun.

Pasal 348 KUHPidana

(1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur alau mali kandungan seorang wanila dengan izin wanila ilu, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima lahun enam bulan.

(2) Jika perbualan ilu berakibal wanila ilu mali, ia dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lujuh lahun.

Pasal 349 KUHPidana

( 1) Bila seorang dokter, bidan alau juru obal membanlu kejahalan lersebul dalam pasal 346, alau bersalah me/akukan alau membantu salah salu kejahatan diterangkan dalam pasa/347 dan 348, maka pidana yang dilenlukan dalam pasal ilu dapal dilambah sepertiganya dan dapal dicabut haknya melakukan pekerjaannya yang dipergunakan untuk menjalakan kejahatan itu.

Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum, menurut KUHPidana dalam kasus aborsi ini adalah:a) Pelaksana aborsi, yakni tenaga medis atau dukun atau orang lain

dengan hukuman maksimal4 tahun ditambah sepertiganya dan bisa juga dicabut hak untuk berpraktek.

b) Wanita yang mengugurkan kandungannya, dengan hukuman maksimal 4 tahun.

c) Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi itu dihukum dengan hukuman yang bervariasi.

33

Page 45: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

3. Aborsi Menurut Undang-Undang Kesehatan (UU No. 23 Tahun 1992)

Undang-undang Kesehatan mengatur mengenai masalah aborsi yang secara substansial berbeda dengan KUHPidana. Dalam undang-undang tersebut aborsi diatur dalam pasal 15. Menurut undang-undang ini aborsi dapat dilakukan apabila ada indikasi medis.Pasal 15 UU No. 23 tahun 1992(1) Da/am keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa

ibu hamil dan a tau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud da/am ayat(1) hanya dapat dilakukan:

(3) Berdasarkan indikasi media yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.a. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.

b. dengan persetujuan ibu hami/ yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.

c. pada sarana kesehatan tertentu.Dalam penjelasan resmi dari ayat 1 itu dikatakan:

Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan a/asan apapun dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusi/aan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya, dapat diambil tindakan medis tertentu.

34

Page 46: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

BAB IIIHASIL PENELITIAN

A. Data Yuridis

1. Masalah Hukum Apa yang Muncul dari Aborsi yang Timbul Akibat Perkosaan

Dalam hukum positiflndonesia, seperti yang sudah dijelaskan pada bagian awal aborsi yang dilarang adalah yang bersifat criminalis sedangkan yang bersifat medicalis atau terapeuti:cus diizinkan (diperbolehkan). Persoalannya sekarang bagaimana dengan aborsi yang timbul akibat perkosaan. Apakah dia bersifat kriminal atau medical.

Apabila melihat pengaturan dalam KUHPidana maka semua perbuatan atau tindakan aborsi dilarang tanpa terkecuali. Sedangkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 I 1992, dinyatakan. bahwa untuk alasan medik aborsi tersebut diperkenankan, namun untuk halldalam hal aborsi itu dilakukan karena janin basil perkosaan masih bersifat polemik, karena persoalan itu tidak diatur secara jelas dalam hukum pidana positif, baik menurut KUHPidana ataupun UU No. 23 Tahun 1992. Pandangan yang berkembang saat itu hanyalah sebatas interpretasi dan argumen keilmuan, serta pandangan-pandangan yang masih bersifat saran.

Ada persoalan yangmencul berkaitan dengan pengaturan aborsi dalam hukum positif, yaitu disatu sisi aborsi dilarang dalam berbagai bentuknya ( diatur dalam KUHPidana ), di sisi lain diatur pula dalam UU Kesehatan (UU No. 23 I 92). Kedua-duanya saat itu masih berlaku. Apabila UU No. 23 tahun 1992 itu merupakan ketentuan khusus, maka ketentuan tersebut dimaksudkan untuk menyimpangi ketentuan yang KUHPidana, namun apakah seluruh pasal yang mengatur masalah aborsi atau hanya pasal-pasal tertentu. Atau apakah dengan berlakunya UU kesehatan khususnya Pasal 15 dengan demikian KUHPidana mengenai Aborsi otomatis tidak berlaku, persoalan ini memerlukan penjelasan yang cukup panjang.

35

Page 47: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Namun pada prinsipnya dapat dikemukakan bahwa dalam dua peraturan itu hanya ada dua jenis aborsi yaitu yang bersifat criminalis dan medicalis, sedangkan untuk aborsi akibat perkosaan tidak diuraikan secara jelas.

Untuk melihat persoalan itu secara lebih mendalam khususnya berkenaan dengan aborsi.akibat perkosaan, perlu melihat beberapa hal yang menarik dalam 'beberapa pasal di KUHPidana:

I. Kejahatan aborsi sering terjadi karena ada dua faktor yaitu; Pertama adanya seorang wanita yang bersedia untuk digugurkan kandungannya. Kedua, adanya orang lain yang mau melakukan atau membantu pengguguran kandungan.

2. bahwa apabila dianalisis dari pasal346 s/d 349 dapat disimpul-kan, yang mengugurkan kandungan bisa oleh siwanita itu sendiri, bisajuga oleh orang lain. kalau oleh orang lain diatur dalam pasal349. Statusnya sebagai orang yang membantu, pidananya dapat ditambah 1/3 sebagai pemberatan, maka hak untuk menjalankan praktek bisa dicabut. Di sini nampak adanya unsur penyertaan yang menyimpang dari pasal 56, jo. 57 KUHPidana, sehingga dikatakan pembantuan dalam pasal349 dinyatakan sebagai pembantu yang berdiri sendiri.

3. dari rangkaian pasal-pasal tadi dljelaskan apakah janin yang digugurkan itu, dalam keadaan hidup atau mati. Namun dalampraktek yang dianut janin yang digugurkan harus /masih dalam keadaan hidup. Juga rentetan pasal-pasal tersebut tidak menyebutkan atau menjelaskan cara yang dipakai untuk mengugurkan kandungan, sehingga cara-cara yang dipakai untuk menggugurkan kandungan, cara-cara terse but diperoleh hakim saat mengadili, yaitu bisa dengan suntikan obat, atau ramuan, dengan diurut, dan lain-lain.

4. Terdapatnya hal-hal yang meringankan, apabila pengguguran kandungan dilakukan atas persetujuan si wanita atau si ibu.

5. kalu kita mati pasal 356 KUHPidana, terdapat ketidakadilan di dalam penuntutan, karena yang selalu dituntut adalah pihak ke - 3 yang disuruh ·oleh si wanita untuk menggugurkan

36

Page 48: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

kandungan, sedangkan si wanita sendiri yang menyuruhnya tidak pemah diajukan sebagai terdakwa.

Sedangkan di dalam UU No. 23 tahun 1992, terdapat beberapa hal yang bisa diuraikan, yaitu sebagai berikut:

I. Aborsi hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat sebagai cara untuk menyelamatkan ibunya. Jadi, aborsi yang dilakukan oleh karena alasan lain, jelas-jelas dilarang. Alasan lain ini misalnya; bayi cacat, jenis kelaminnya tidak sesuai dengan yang diinginkan orang tuanya, kehamilan tidak dikehendaki, (bisa termasuk perkosaan), incest, gagal KB dan lain sebagainya.

2. Yang sering disebut-sebut sebagai indikasi medis, sebenamya tidak secara langsung disebutkan oleh UU itu, akan tetapi tafsir pasal15 ayat 1 itu kemudian diperluas menjadi indikasi medis. Namunjelas bahwa tafsir dan kontroversi pasal15 ayat 1 itu sangat aneh, sebab disitu berarti bahwa kemungkinan indikasi medis itu untuk menyelamatkan janin. Padahal basil akhir aborsi adalah kematian janin, bukan untuk menyelamatkan janin. Indikasi medis ini sangat terbatas, yakni hanya boleh dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan ibu (dan anaknya). Indikasi medis yang tidak membahayakan nyawa ibu, tidak boleh menjadi alasan untuk menggugurkan kandungan, sebab la tidak membahayakan nyawa ibu.

3. Indikasi medis itu tidak sama dengan indikasi kesehatan. Oleh karena itu alasan demi kesehatan baik ibu maupunjanin tidak boleh menjadi alasan untuk aborsi, misalnya lbu yang mengan-dung dan kesehatannya terganggu, akan tetapi gangguan ini tidak mengancam nyawanya, maka ini tidak boleh menjadi alasan untuk melakukan aborsi.

4. Rumusan undang-undang ini dirasakan tidak mencukupi untuk menyelesaikan masalah aborsi dewasa ini sebab UU kesehatan ini tidak sejalan dengan KUHPidana. Dalam KUHPidana segala macam aborsi dilarang, sedangkan dalam UU Kesehatan aborsi medicalis/terapiticus bisa dilakukan. Padahal kedua-duanya masih berlaku di Indonesia.

37

Page 49: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Perumusan aborsi dalam Undang-undang Kesehatan masih tidakjelas. Pada umumnya secara medis aborsi didefinisikan sebagai pengeluaran hasil pembuahan (kehamilan) dan rahim sebelumjanin bisa hidup di luar kandungan. Dengan definisi ini yang dikeluarkan akan mati Pengeluaran janin yang terjadi pada umur sesudah itu dan janinnya mati, maka tidak disebut aborsi, tetapi disebut pembunuhan bayi sedangkan kalau bayinya hidup maka disebut kelahiran immature, premature a tau bahkan mature.

Kalau pasal 15 ayat 1 di atas mau ditafsirkan sebagai aborsi, maka maknanya bertentangan satu sama lain, dalam pengertian aborsi,janin pasti mati, karena kalau tidak mati maka tidak terjadi aborsi. Padahal dalam ayat di atas disebutkan bahwa untuk menyelamatkanjiwa ibu hamil dan ataujaninnya, dapat diadakan tindakan medis tertentu. Perumusan dan atau di atas mengisyaratkan bahwa aborsi bisa dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan janinnya. Logisnya, kalau toh ibu danjaninnya bisa diselamatkan, maka tidak perlu diadakan aborsi atau bahkan tidak terjadi aborsi. Atau kalau untuk menyelamatkan janinnya dengan mengorbankan ibunya maka ini juga bukan aborsi.

Kembali kepada persoalan pokok dalam Undang-undang No. 23 tahun 1992 itu aborsi yang timbul karena perkosaan tidak diatur secara khusus (paling tidak, tidak disebut secara khusus), oleh karena itu secara interpretatif masih dimungkinkan adanya pandangan, bahwa tindakan aborsi akibat perkosaan masukan ke dalam tindakan medik, hal itu bersangkut paut dengan berbagai pandangan terhadap aborsi tersebut. Misalnya persoalan medik itu tidak hanya fisik tetapi juga psikis. Terlebih lagi interpretasi yang dilakukan para sarjana terhadap pasal 15 dalam UU No. 23/ 1992 masih beragam.

Namun karena ketidakjelasan dan tidak diaturnya aborsi akibat perkosaan pandangan para sarjana lebih cenderung memasukan aborsi jenis ini masih sebagai suatu tindak pi dana, artinya apabila dilakukan perbuatan tersebut dapat dipidana. Dengan demikian akan banyak persoalan yang muncul, tcrutama mengenai jaminan kepastian atau legalisasi dan perbuatan tersebut, karena pandangan hukum pidana kita masih berlandaskan kepada asas Legalitas.

38

Page 50: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

2. Bagaimana Hokum Pidana Indonesia Menanggulangi Aborsi yang Timbul Akibat Perkosaan

Persoalan ini menarik untuk dikaji secara lebih mendalam terutama mengenai bagaimana peraturan pi dana, mengatur masalah aborsi yang timbul akibat perkosaan, serta bagaimana penang-gulangannya. Harus diakui dalam hukum positiftidak diatur secara khusus bagaimana penanggulangan aborsi jenis ini, sebagaimana yang telah diuraikan pada pokok bahasan sebelumnya, dengan kata lain baik dalam KUHPidana ataupun UU Kesehatan, aborsi akibat perkosaan tidak dapat diindikasikan kepada persoalan kesehatan atau persoalan medik, namun apakah demikian ? untuk menjawab persoalan ini terlebih dulu harus dipahami bagaimana realitas aborsi berkembang, terutama dalam berbagai disiplin pengetahuan serta pandangan berbagai kalangan terhadap persoalan ini;

1. Pandangan yang Menentanga. Pendapat Ahli Kedokteran (Biologis & Psikologis)

Wanita yang diperkosa harus diberi simpati dan empati terhadapnya, sebab wanita tersebut menanggung penderitaan yang sangat besar, yang seringkali di luar batas daya kemampuannya, oleh karena itu perhatian, pengertian dan kasih sayang dan keluarga serta orang lain menjadi sangat penting dalam proses penyembuhan luka batin, psikologis dan fisik wanita bersangkutan.

Ketika di negara kita terjadi kasus pemerkosaan masal, banyak orang berteriak supaya undang-undang tentang aborsi diubah, dan kasus perkosaan dimasukan sebagai alasan sah untuk melakukan aborsi. Alasannya bermacam ragam antara lain bisa disebutkan di sini.

Wanita yang diperkosa mengalami penderitaan luar dalam, baik secara fisik maupun secara psikis. Kejadian perkosaan itu menimbulkan trauma yang sangat mendalam. Adalah tidak fair untuk memberi be ban tambahan dengan lahirnya anak hasil perkosaan tersebut. Apalagi dalam kasus ini, wan ita jelas tidak

39

Page 51: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya, sebab si wanita itu tidak bebas, ia tidak mempunyai pilihan, karena dipaksa menjadi objek nafsu bejat si laki-laki. Oleh karena itu supaya wanita bisa hidup tenang dan bahagia maka anak hasil perkosaan itu harus diaborsi. Tapi apakah itu memadai sebagai suatu alasan.

Untuk melihat persoalan ini lebih jelas dapat dilakukan suatu analogi sebagai berikut, untuk bisa tenang dan bahagia seseorang perlu uang, namun apakah kebutuhan untuk mendapatkan uang itu lalu memberikan hak kepada anda untuk membunuh orang kaya yang punya uang ban yak ? .

Peristiwa perkosaan memang merupakan peristiwa tragis, yang akan menjadi trauma psikis dan fisik yang berlangsung lama. Pelaku perkosaan memang layak untuk memperoleh atau mendapatkan hukuman yang layak atau penjara yang seberat-beratnya, sebab telah merusak masa depan orang lain yang tidak bersalah. Dalam salah satu pandangan yang dikemu-kakan oleh para dokter mengenai persoalan ini menyatakan,

memang benar bahwa anak yang berada dalam kandungan tersebut membawa bagian dari ayah biologis yang telah memperkosa ibu si anak, tetapi jangan lupa bahwa separuhnya adalah bagian dari ibunya. Akan tetapi yang lebih penting dari hal ini ialah bahwa si anak tidak ambil bagian dalam kejahatan yang dilakukan oleh ayah biologisnya, dan karena itu dia tidak bisa dituntut untuk ikut bertanggung jawab atas kejahatan yang dibuat oleh ayah biologisnya.

Dan perspektif biologis dan psikologis, meskipun anak hasil perkosaan itu membawa faktor genetis dari ayahnya, akan tetapi dia bukanlah ayahnya. Demikian juga, dia tidak akan otomatis mewarisi karakter ayahnya, sebab karakter bukanlah permasalahan genetis, tetapi lebih merupakan pendidikan, dan interaksi dengan lingkungan hidupnya, oleh karena itu si anak adalah manusia lain, yang berbeda dari ayah biologisnya.

40

Page 52: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Motivasi paling banyak bagi mereka yang ingin mengugur-kan kandungan basil perkosaan adalah supaya wanita itu bisa kembali tenang, bisa melupakan pengalaman mimpi buruknya, kembali bahagia, dan masa depannya menjadi cerah kembali. Dilihat dari segi tujuan atau motivasinya, tidak ada satupun alasan untuk menentangnya, bahkan kita harus mendukung.

Pemyataan bahwa keberadaan anak akan mengingatkan horor perkosaan harus diakui, bahwa hal ini bisa benar, bahkan dalam beberapa kasus si anak dipandang sebagai simbol horor tersebut. Situasi ini tentu saja sangat tidak mengenakan, dan membuat tekanan psikologis yang sangat besar bagi wanita yang mengalami perkosaan, dan juga keluarga yang terlibat secara emosional. Argumentasi di atas, temyata di sangkal oleh satu pandangan yang dikemukakan oleh seorang psikolog,

pengalaman horor yang demikian itu tidak bisa menjadi alasan yang sah untuk membunuh orang lain, karena anak itu adalah darah dagingnya. Hubungan antara si wanita dengan pemerkosa, tidak bisa menjadi faktor satu-satunya yang menentukan dalam menilai suatu keadaan. Dalam hal ini faktor yang paling tinggi adalah hormat atas kehidupan yang sekali dilanggar (dibunuh) tidak bisa diulang untuk dihidupkan kembali.

Pandangan itu diperkuat oleh pendapat psikolog lainnya yang menyatakan,

ingatan akan peristiwa horor tersebut itu sangat bisa dimengerti peristiwa ini adalah peristiwa tragis yang mempengaruhi emosi psikis wanita yang mengalami perkosaan. Oleh karena itu jalan yang harus ditempuh adalah penyembuhan emosi dan psikis dari wanita itu dengan pendampingan konseling psikologis dan rohaniah. Sarna seperti halnya penyakit lainnya, kalau ingin secara sembuh total harus diobati persis di dalam penyebab sakit itu, bukan dalam gejala/simptomnya. Demikian pula ingatan akan peristiwa horor ini, adalah ketidak seimbangan psikologis yang harus ditangani. Menggugurkan kan-

41

Page 53: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

dungan hanya akan menambah beban psikologis yang baru lagi. Suatu hari ketika secara psikologis ia menjadi nor-mal kembali, si wanita akan kembali merasa bersalah karena telah membunuh anaknya sendiri yang tidak bersalah. Aborsi hanya akan menambah beban psikologis baru.

b. Pandangan dan sudut sosial kemasyarakatan (Sosiologis)Banyak orang berpandangan rasialis, orang dipandang

menurut asal-usul dan bukan berdasarkan kualitas pribadinya Sikap rasialis memandang orang lain berdasarkan asal-usul wama kulit (kuning, atau putih), keluarganya dan lain-lain. Padahal seseorang menjadi demikian bukan kesalahannya dan bukan pula pilihannya. Pandangan rasialis yang merasa dirinya lebih unggul dari yang lain berdasarkan ras a tau suku tertentu tentu saja merupakan pandangan tanpa dasar. Asal-usul seseorang tidaklah menentukan martabat pribadinya, apalagi nilai instrinsik dia sebagai manusia. 58 Menurut pandangan ini dikatakan,

Harga diri manusia dan keunggulannya sebagai pribadi ditentukan dalam tindakan dan sebagaimana dia berinteraksi dengan sesamanya manusia, yang sama-sama bermartabat dan bemilai. Sedangkan martabatnya sebagai manusia ada bersama dengan adanya manusia, dan hilang bersamaan dengan hilangnya manusia itu. Membangunkan citra diri dilakukan dengan cara bertindak baik, adil dan jujur di tengah bangsa dan angkatan yang bengkok hatinya.59

58. Meskipun harus diakui menurut pandangan-pandangan sosiologis persoalan keturunan, lingkungan sangat mempengaruhi peritaku seseorang dapat bertindak, karena setiap individu akan dibentuk melalui proses konstruksi yang oleh Peter L Berber disebut dengan proses konstruksi sosial. lihat bukunya "Tafsir Sosial atas Kenyataan" LP3ES, 1990. Kebanyakan ahli sosiologi dan sebagaian besar adalah ahli kebudayaan berpandangan bahwa faktor-faktor keturunan asal-usul, akan berpengaruh terhadap cara dan perilaku atau pemahaman seseorang akan hidup.

59. CB. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi, Op. Cit, Him. 172.

42

Page 54: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Menurut pandangan ini, seorang anak yang lahir dari hasil perkosaan tidaklah menurunkan martabat diri anak tersebut, anak itu sama seperti dengan anak-anak lainnya. Dia tidak dapat dihukum sebagai anak haram, apalagi anakjadah yang berkurang nilai dan martabat pribadinya sebagai manusia, anak itu tidak bersalah dan dia memiliki martabat yang sama dengan yang lainnya. Masalah sebenarnya, bukanlah kandungan itu sendiri, tetapi sikap dan tingkah laku masyarakat yang diproyeksikan kepada wanita itu, secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat menciptakan suasana sedemikian rupa, sehingga memojokkan wanita tersebut. Oleh karena itu menurut pandangan ini aborsi terhadap anak hasil perkosaan tidaklah dapat dibenarkan.

3. Pandangan Bukum a. Hukum Islam.

Islam menganut pandangan bahwa setiap bayi yang lahir ke dunia adalah suci dari segala noda dan dosa. Pengguguran berarti merusak dan menghancurkan janin, cal on manusia yang dimuliakan Allah, karena ia berhak survive dan lahir dalam keadaan hidup, sekalipun melalui hubungan yang tidak sah. Sebagaimana dikatakanRasulullah Saw. "Setiapanakdilahirkan berdasarkanjitrah. Kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak menjadi Yahudi, Nasrani

Maka jelas dari perspektif moral keislaman tindakanpengguguran kandungan merupakan tindakan yang merusak kemuliaan manusia yang dianugrahkan Allah, bahkan menurut Imam AI Ghazali dikatakan bahwa peJ?.gguguran kandungan itu seperti praktek kaum jahiliyah yang menguburkan setiap balita perempuan yang lahir.61

Para ulama sepakat untuk mengharamkan pengguguran kandungan yang dilakukan pada waktujanin sudah diberi nyawa (najkh al-ruh) perbuatan itu dipandang sebagai tindak pidana

60. Hadist Riwayat Muslimdari Abu Hurairah, Imam Muslim, Shahih MuslimJuz XIV, Mathba'al al Mishiyyat, Mesir, him. 207.

61. Saifullah, Aborsi dan permasalahannya, Op. Cit, him. 138.

43

Page 55: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

dalam Islam, karena pengguguran seperti itu sama dengan pembunuhan terhadap man usia yang telah sempurna wujudnya. Sedangkan terhadap pengguguran kandungan di mana bayi telah diberi nyawa, para ulama berbeda pendapat.62

Pada prisnsipnya pengguguran kandungan dalam Islam dilarang, namun demikian para jumhur ulama mazhab dan ulama kontemporer diantaranya Mahmoud Syaltout, dan Yusuf al- Qadrhawi. Memperbolehkan pengguguran dalam keadaan terpaksa guna menyelamatkan jiwa si ibu. Dengan kata lain jumhur ulama membolehkan pelaksanaan aborsi therapicus, guna menyelamatlanjiwa si ibu. Namun hal demikian itu hanya diperkenankan apabila kehamilan terjadi secara sah, artinya kehamilan yang terjadi kerena hubungan seksual suami istri yang sah. Namun bagaimana apabila hubungan itu tidak sah.?Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi mengatakan, haram menggugurkan kandungan yang terjadi karena hubungan seksual di luar nikah. Keharaman ini berlaku dalam keadaan apapun (termasuk aborsi akibat perkosaan).63

b. Hokum Pi dana Positif IndonesiaSeperti di jelaskan · pada bah sebelumnya, bahwa dalam

KUHPidana, aborsi dalam berbagai bentuknya adalah dilarang,

62. Pandangan itu dapat diuraikan scbagai berikut:a. Golongan pertama, golongan yang mcngharamkan pengguguran pada setiap tahap-tahap pertumbuhan

janin scbelum dibcri nyawa. Pcndapat ini dikcmukakan olch scbagai ulama Hanafiah sebagian ulama malikiyah, Imam AI Ghazali dan Ibn -al-Jauzi.

b. Kcdua, Go Iongan yang membolchkan penguguran pada salah satu tahap dan mclarang pada tahap-tahap yang lain. Atau melarang pada salah satu tahap dan memperbolchkan pada tahap-tahap lainnya yaitu scbagai bcrikut:I. makruh pada tahap al-nuthfat dan haram pada tahap at- alaqat dan al -mudhghat. Dalam mazhab

AI- syafi'iyah discbut scbagai makruh tanzih, dcngan syarat pcngguguran kandungan itu atas izin suami.

2. Bolch pada tahap al-nuthfat dan haram pada tahap al-alaqat scrta al-mudhghat.3. Bolch pada tahap al-muthfat dan al-alaqat, tctapi haram pada tahap al-mudhghat.

c. Golongan kctiga, yang mempcrbolchkan pcngguguran pada setiap tahap dari tahap-tahap scbclum pcmberian nyawa. lni adalah pendapat yang sangat kuat dikalangan ulama Hanafiyah.

63. Saifullah, Aborsi dan Permasalahannya, ibid, 143.

44

Page 56: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

baik menurut Pasal299, 346, 348 dan 349 KUHPidana, tanpa terkecuali setiap pengguguran kandungan dianggap sebagai tindak pidana. Sedangkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992, aborsi yang bersifat medicalis di perkenan-kan.

Penanggulangan kehamilan akibat perkosaan dengan cara pengguguran kandungan dilihat dari sudut pandang hukum pidana sampai saat itu masih dikategorikan sebagai tindak kjahatan, meskipun dilakukan oleh dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan dengan indikasi medik (lex genera/i). 64

Pengguguran kandungan menurut ketentuan UU No. 23 tahun 1992, tersebut hanya boleh diperbolehkan dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkanjiwa ibu hamil. Penjelasan lebih 1anjut mengenai indikasi medis : suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan pengguguran kandungan, sebab kalau tidak ibu hamil terancam bahaya maut. Menurut pendapat mereka ini mereka menafsirkan pasal 15 dengan menyatakan,

dimaksud dengan kondisi yang benar-benar mengharuskan dilakukan tindakan pengguguran kandungan, adalah secara fisik ibu hamil, terancam bahaya maut, hila tidak dilakukan pengguguran kandungan. 65

2. Pandangan yang MendukungPandangan yang mendukung terhadap aborsi yang diakibatkan

perkosaan memang masih sedikit, apabila dibandingkan dengan yang menentang. Pandangan ini pada awalnya dipicu oleh peristiwa setelah kerusuhan bulan Mei 1998 di Jakarta dan Solo. Berita Ikatan Dokter menyikapi diskusi itu dengan sebuah pemyataan dari ketua Umum PB IDI bahwa aborsi pada wanita hamil akibat perkosaan hanya dapat dilakukan bilamana terdapat indikasi medis, dan aborsi

64. Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran. Mandar Maju, Bandung, 2001, him. 7865. Wila Chandrawila Supriadi. Hukum Kedokteran, ibid, him. 78-79.

45

Page 57: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

tanpa indikasi medis tetap dilarang, dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Indonesia, Sumpah Dokter Indonesia, dan UU Kesehatan.66

Menurut pandangan salah seorang ahli etika, dikatakan,pernyataan itu (di atas) tidak perlu dimengerti sebagai larangan mutlak untuk aborsi dalam kasus perkosaan, tetapi bisa berartijuga bahwa dalam kasus seperti itupun indikasi medis dapat diterapkan (dan bukan saja dalam kasus gangguan fisik seperti kangkerrahim dan lain sebagainya). Adanya indikasi medis di sini hanya bisa dipastikan oleh dokter, khususnya Psikiater.

Pendapat terhadap legalisasi aborsi yang timbul akibat perkosaan muncul juga dari ahli hukum (pi dana) yang menyatakan pandangannya, ketika menafsirkan pasa115 UU No. 23 tahun 1992, menurut pendapat itu,

bahwa yang dimaksud dengan kondisi yang benar-benar mengharuskan dilaksanakannya pengguguran kandungan adalah secara fisik ataupun secara psikis ibu hamil terancam bahaya maut hila pelaksanaan pasa115 UU No. 23 tahun 1992 menyeoabkan ketidakpastian hukum, sebab banyak tenaga kesehatan menjadi takut melakukan tindakan pengguguran kandungan bila tidak berdasarkan indikasi medik secara fisik.

Apabila kita mengacu pendapat di dalam ensiklopedi yang banyak diambil dari pandangan-pandangan barat, yang menjadi pertimbangan pengguguran kandungan buatan terapeutik, bukan hanya fisik dan psikis, bahkan sosial. Berbicara tentang pertim-bangan sosial, maka pertimbangan ekonomi, budaya dapat menjadi dasar dirakukannya pengguguran kandungan. Jelas menurut pandangan ini bahwa karena wanita yang diperkosa mendapat tekanan psikis yang sangat berat dari masyarakat yang ditujukan terhadap dirinya, maka aborsi akibat perkosaan di perkenankan untuk dilaksanakan. ·

66. Berita lkatan Dokter Indonesia- BIOI, 25 Agustus, 1998.

46

Page 58: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Dari kedua pandangan yang dikemukakan di atas, baik pandangan yang menolak ataupun yang mendukung, dapat diambil kesimpulan bahwa temyata pengaturan ten tang aborsi masih san gat interpretatif,67

karena minimnya pengaturan mengenai bagaimana pelaksanaan aborsi di Indonesia. Dengan hanya beberapa ketentuan dalam KUHPidana serta satu pasal dalam UU Kesehatan, temyata bel urn cukup. Terlebih lagi aplikasi terhadap pasal 15 UU Kesehatan tidak didukung (belum) peraturan pelaksana yang dijanjikan dalam pasal 15 ayat (3) ternyata belum juga keluar. Bagaimana penanggulangan aborsi akibat perkosaan dalam kondisi demikian maka peran yurisprudensi menjadi sangat penting, karena selama ini wacana itu berkembang terns terutama perkembangan hukum yang muncul dari barat. Yurisprudensi mengenai aborsi dengan kasus karena perkosaan memang diperlukan, karena dengan demikian dapat ditarik suatu pandangan hukum yang mengarah kepada jaminan kepastian. Selama itu belum terjadi akan sulit menanggulangi persoalan ini, karena baik pelaku aborsi sebagai korban perkosaan menanggung berbagai persoalan yang cukup berat, terutama tekanan psikis dari masyarakat. Secara interpretatif, pandangan dalam islampun dapat dipergunakan sebagai rujukan dalam masalah ini, karena pada dasamya Islam tidaklah menetapkan aturan secara rigid, namun adaptif dan cukup fleksibel.

3. Kebijakan Hokum yang bisa Dilakukan Untuk Menang-gulangi Persoalan Aborsi Karena Perkosaan Terutama Dikaitkan dengan Upaya Pembaharuan Hokum Pidana Menyongsong RUU KUHPidana Baru

Apabila ditelaah sebagaimana di kemukakan pada bahasan di atas, bahwa aturan hukum mengenai aborsi sangat minim, padahal kasus aborsi di Indonesia bukanlah kasus yang kecil, tetapi cukup besar dan sangat mencengangkan.

67. Jika aborsi dapat dibenarkan karena indikasi terapeutik, masalahnya bel urn selesai, karena indikasi ini dapat di interpretasikan dengan cara yang berbeda-beda. Kehamilan dan persalinan selalu membawa resiko. Di kota-kota besar di Indonesia di mana tersedia fasilitas medis yang lumayan baik, masih kita den gar tentang kasus ibu rneninggal waktu bersalin, apalagi dipedesaan di mana fasilitas itu tidak ada atau transportasi ke rumah sakit memakan waktu

47

Page 59: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Data yang diperoleh menunjukan kenaikan mencolokjumlah aborsi di Indonesia dari tahun ke tahun. Menurut Budi Sampumo dari bagian Forensik FKUI, mengatakan bahwa di Jakarta pada tahun 1997 setiap harinya ada sekitar I 00 kasus aborsi, namun temyata menurut Kompas, pada tahun 1984 di Jakarta saja sudah terjadi sekitar 250 kasus aborsi di sengaja setiap hari.68

Menurut Khofifah Indar Parawansa, ketika masih menjadi Menteri Negara Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Ketua BKKBN, mengungkapkan, bahwa di Indonesia aborsi dilakukan oleh 2 juta orang tiap tahun. Dari jumlah itu sebanyak 750 ribu dilakukan oleh remaja puteri yang belum menikah69 • Sedangkan menurut Azrul Azwar, pengurus harian PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) jumlah aborsi pertahun di Indone-sia pada tahun 2000 terdapat sekitar 2,3 juta.70 Pada tahun berikutnya terjadi kenaikan cukup besar, sebab menurut pakar seks Boyke Dian Nugraha setiap tahunjumlah wanita yang melakukan aborsi sebanyak 2,5 juta.71

Sebuah penelitian yang telah dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia pada tahun 2000 memperlihatkan bahwa di Indonesia terjadi 43 aborsi per 100 kelahiran hidup atau lebih dari 30% dari kehamilan. Disampaikan pula bahwa sebagian besar aborsi adalah yang disengaja, terutama di kota-kota. Ada 78% wanita perkotaan dan 40% di pedesaan melakukan aborsi dengan sengaja. 72

yang cukup lama. Soal interpretasi ini menjadi lebih rumit lagi dalam kasus kerugian untuk kesehatan si ibu. Belum tentu semua dokter dan semua rumah sakit dalam hal ini akan mengikuti kebijakan yang sarna. Jadi, indikasi terapeutik selalu bisa diinterpretasikan dengan lebih luas atau lebih sempit.

68. Kompas 30 November 1997.69. Kompas, 28 Maret 2000.70. Kompas, 28 Agustus 200071. Media Indonesia, 13 Oktober 200 I.72. Media Indonesia, 7 Agustus 2001, hasil penelitian itu dilaksanakan oleh Pusat Penelitian

Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia beketja sarna dengan Universitas Atmadjaya. Fakultas Kedokteran Udayana, kelompok Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Ul, Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), hasil ini dibacakan dalam seminar pada tanggal 6 Agustus 2001.

48

Page 60: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Jumlah ini cukup mengejutkan, sebab jumlah ini jauh melebihi jumlah aborsi yang terjadi di negara liberal seperti Amerika, yang sejak tahun 1990, cenderung stabil, berjumlah sekitar 1,5 juta tiap tahun, padahaljumlah penduduk Amerika lebih banyak dari Indo-nesia.

Di sisi lain Sudraji Sumapraja seorang ahli kebidanan dan kandungan dari Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia menyatakan, sebagian besar (99, 7 %) pelakunya adalah ibu rumah tangga yang sudah menikah.73 Sedangkan menurut Brian Affandi, Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) mengatakan,

pelaku aborsi 89% adalah ibu-ibu yang menikah. Sedangkan jumlah mereka yang bel urn menikah hanya 11%. Dari 11% yang belum menikah itu terdiri atas 45% yang akan menikah dan 55% belum berencana untuk menikah".74 Adapun umur rata-rata yang melakukan aborsi di Jakarta dan Bandung, 51% berkisar antara usia 20 -29 th. 34% berusia 30 - 46 tahun dan 15% berusia di bawah 20 tahun. Dengan biaya pelakaanaan aborsi beraneka ragam. Biaya di kota Jakarta dan Bandung pada tahun 90-an berkisar mulai 500.000, sampai dengan 2 juta, sekarang ini biaya pengguguran kandungan bisa ada yang mencapai 10 juta rupiah tergantung kepada usia kandungan. Semakin muda usia kandungan biasanya semakin murah.

Masalah aborsi menjadi semakin kompleks, karena banyak aborsi dilakukan secara ilegal dan sangat sulit dikontrol, baik yang ditangani oleh dokter atau tenaga medis tradisional (dukun). Pada posisi demikian penegakan hukumnyapun menjadi cukup sulit, karena begitu banyak angka-angka kegiatan aborsi tetapi hanya sedikit (mungkin tidak ada) yang bisa ditangani oleh hukum. Inilah suatu fenomena yang disebut oleh Edwin M Schur dengan istilah "Kejahatan tanpa korban" (Crimes Without Victim).

73. Kompas, 30 November 1997.74. Kompas, 7 Desember 1997.

49

Page 61: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Menyikapi persoalan ini sudah saatnya diambil kebijakan yang diharapkan mampu menyelesaikan persoalan aborsi di Indonesia. Mengingat terbatasnya aturan hukum pi dana yang mengatur aborsi maka sudah sepatutnya apabila dilakukan upaya pembaharuan menyeluruh untuk persoalan ini. Peraturan pidana berkenaan dengan aborsi harus segera diperbaiki, baik melalui cara membuat peraturan perundang-undangan yang lengkap tentang aborsi, ke depan menyongsong RUU KUHPidana baru, tidak ada salahnya apabila masalah aborsi akbat perkosaan dimasukan pula. Pembenahan itupun harus termasuk pembenahan sistem penegakannya, karena aborsi bukan persoalan yang sepele tetapi sudah merupakan persoalan sosial kemasyarakatan dan dampaknya sangat memprihatinkan seperti diperlihatkan melalui angka-angka di atas.

Khusus mengenai aborsi akibat perkosaan, harus dipertim-bangkan pula untuk diatur secara khusus sebagai suatu jenis aborsi di luar dari macam-macam aborsi bersifat criminal atau medicalis. Karena dalam persoalan aborsi akipat perkosaan ada persoalan sosial dan budaya, yaitu bagaimana pelaku aborsi mendapat tekanan-tekanan dari masyarakat sekitar, si wanita diperlakukan tidak sebagaimana mestinya, dicemooh, pendek kata dihukum dan dikucilkan dari pergaulan sosialnya, hal ini menimbulkan pukulan batin yang sangat berat, bahkan mungkin saja si wanita strees sehingga ingatannya terganggu, karena secara kedokteran /psikologi hal itu bisa terjadi. Aborsi akibat perkosaan tidak saja menimbulkan traumatik /siksaan psikis yang sangat mendalam, juga ada unsur siksaan sosial dan kemasyarakatan. Pendek kata si wanita tidak dapat melakukan hubungan atau kegiatan sosial kemasyarakatan sebagaimana mestinya.

Suatu pandangan atau interpretasi yang sangat luas tentang aborsi mengenai indikasi terapeutik dikembangkan oleh Asosiasi Kedokteran Dunia (WMA) dengan Statement on Therapeutic Abor-tion (Oslo, 1970). Deklarasi Oslo ini dimungkinkan karena defenisi luas dalam Konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (1946) tentang kesehatan sebagai "keadaan kesejahteraan fisik, psikis, dan sosial yang menyeluruh". Dengan demikian setiap kehamilan yang

50

Page 62: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

tidak dinginkan dapat diakhiri atas dasar indikasi terapeutik. Sebab perempuan yang tidak menginginkan kehamilannya pasti tidak dalam keadaan kesejahteraan psikis dan sosial, walaupun kesejahteraan fisiknya dalam keadaan tetap prima.

Namun demikian upaya untuk pembaharuan itu harus hati-hati, karena dalam proses itu berkaitan erat dengan apa yang di istilah dalam hukum pidana sebagai kegiatan kriminalisasi, atau scbaliknya yaitu tindakan untuk memperbaharui yaitu tadinya dianggap suatu perbuatan kriminal menjadi perbuatan yang diperkenankan oleh hukum (dekriminalisasi). Dalam kegiatan itu harus diperhatikan hal sebagai berikut:1. Keseimbangan sarana-sarana yang digunakan dalam hubungannya

dengan basil yang ingin dicapai;2. Analisa biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam

hubungannya dengan tujuan-tujuan yang dicari;3. Penilaian atau penaksiran tujuan-tujuan yang ingin di cari itu dalam

kaitannya dengan prioritas-prioritas lainnya dalam pengalokasian sumber daya manusia;

4. pengaruh sosial dan kriminalisasi dan dekriminalisasi yang berkenaan dengan a tau dipandang dari pengaruh-pengaruhnya yang sekunder.75

Dalam proses itu harus diperhatikan pula upaya untuk memasukan perubahan nilai-nilai dalam masyarakat, artinya proses

75. Lihat, M. CherifBassiouni, Substantive Criminal Law. Charles Thomas, Publisher, Springtied, Illionis, USA, 1978, him. 82. "the decision to criminalize or decriminalize should be basedon certain policy factors which take into account a variety of factors, including:I. the proportionality of the means used in relationship to the out come abtained.2. the cost analysis of the outcomes obtained in relationship to the objectives sought;3. an appraisal of the objectives sought in relationship to other priorities in the allocation of human

power, and4. the social impact of criminalization and decriminalization in terms of its secondary effects.Secara keseluruhan hal ini dikutip pula dalam catatan kaki oleh Barda Nawawi Anef dalambukunya, Kebijakan Legis Iatifdalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pi dana Penjara.UNDIP Semarang, him. 37.

51

Page 63: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

kriminalisasi dan dekriminalisasi hams peka terhadap nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dengan kata lain tujuan yang ingin dicapai oleh hukum pidana itu hams diperhatikan benar-benar yaitu:I. pemeliharaan tertib masyarakat2. perlindungan warga masyarakat dari kejahatan ,kemgian atau

bahaya-bahaya yang tak dapat dibenarkan yang dilakukan oleh orang lain,

3. memasyarakatkan kembali (resosialisasi) para pelanggar hukum4. memelihara atau mempertahankan integritas pandangan-pandangan

dasar tententu mengenai keadilan so sial, martabat kemanusiaan dan keadilan individu.

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa dalam melakukan kebijakan hukum pidana diperlukan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy-oriented approach) yang lebih bersifat pragmatis dan rasional, dan juga pendekatan yang berorientasi pada nilai (value-judgement approach). Hanya saja antara pendekatan kebijakan dan pendekatan yang berorientasi pada nilaijangan terlalu dilihat sebagai suatu dichotomy, karena dalam pendekatan-kebijakan sudah sehamsnya juga dipertimbangkan faktor-faktor lain. Sehubungan dengan hal ini Roeslan Saleh menyatakan:

Kehamsan rasionalitas itu bakanlah berarti bahwa pertim-bangan-pertimbangan etis dalam hukum pidana dapat ditinggalkan saja. Juga syarat rasional adalah suatu syarat moral. Jadi rasionalitas jangan sampai dikaburkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang bersifat etis. Batas-batas etis itu haruslah sebaik-baiknya dan seteliti-telitinya dimmuskan. Di dalam batas-batas dari apa yang secara etis dapat diterima hamslah diambil keputusan-keputusan yang rasional itu. 76

76. Roeslan Saleh, Pikiran-pikiran tentang Pertanggungjawab Pidana. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, him. 44.

52

Page 64: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Dalam persoalan aborsi akibat perkosaan, harus diperhatikan betul bagaimana keadaan korban, serta bagaimana perlindungan korban tersebut, hal ini tidak mudah mengingat pandangan-pandangan tentang masalah ini masih bersifat polemik, ada yang mendukung ada pula yang menolak, tetapi hal yang pasti bahwa aborsi akibat perkosaan harus diatur secara lebih khusus mengingat cukup besar dampak yang ditimbulkan dari persoalan tersebut.

B. Data EmpirisSejalan dengan tujuan penelitian yaitu untuk mangetahui dan memahami

lebih mendalam ten tang masalah hukum yang bisa muncul dari aborsi akibat perkosaan, pada bagian ini akan diuraikan beberapa hasil penelitian yang diperoleh dari responden baik melalui kuesioner maupun wawancara.

Data penelitian diperoleh dan responden berbagai instansi terkait dan juga menurut pandangan para pakar ilmu hukum. Responden berasal dari kalangan praktisi seperti. Dokter Kandungan, Polisi, Jaksa, Hakim, Psikolog, LBH dan Kriminolog. Sedangkan lokasi penelitian dilakukan di wilayah Jakarta dan Bandung.

1. Pandangan PsikologSebagai psikolog, pernah menangani seseorang yang hendak melakukan

aborsi. Persoalan yang menjadi penyebab melakukan aborsi, faktornya sangat majemuk, tidak hanya pra marital tetapi juga intra marital abortion. Pada dasamya (dalam setiap kasus) kehadiran bayi dapat menimbulkan masalah yang lebih besar seperti putus sekolah, aib keluarga, ekonomi tidak mendukung, orang tua di bawah umur dan lain-lain.

Khusus aborsi yang diakibatkan karena perkosaan sangat jarang. Dalam kenyataannya "real/true rape" di Indonesia sangat sedikit/hampir tidak ada. Kalaupun teijadi perkosaan, kemungkinan kehamilan sangat kecil.

Psikolog berpandangan, babwa jika terjadi kasus aborsi akibat perkosaan bisa dikategorikan sebagai alasan medis. Mengingat bay1

53

Page 65: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

atau janin basil perkosaan tersebut tidak dikehendaki oleh korban perkosaan.

Dalam hal terdapat alasan psikologis (dalam arti psiko-sosial) sudah seharusnya menjadi pertimbangan dilakukannya aborsi, sedangkan aturan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan kurang diketahui.

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap korban perkosaan, kurang diketahui. Hal ini dikarenakan, tugas psikolog banyak men-dengarkan keluhan yang berkaitan dengan hal ikhwa 1 dari janin yang dikandungnya.

Namun demikian, sekalipun aborsi di Indonesia tidak dibenarkan secara hukum, pemyataan dalam Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan khususnya pasal 15 dapat berarti bahwa aborsi tidak dilarang secara mutlak karena adanya alasan kemanusiaan yang menyangkut keselamatan jiwa ibu. Karena mengandung alasan kemanusiaan lain untuk mengijinkan diambilnya tindakan aborsi.

Di negara berkembang seperti di Indonesia, alasan-alasan sosial ekonomi yang menjadi latar belakang dilakukannya aborsi dirasakan sama mendesaknya dengan alasan-alasan medis. Hal ini disebabkan karena masalah aborsi ini berkaitan erat dengan beherapa masalah lain, misalnya masalah kependudukan, masalah hukum dan budaya (perkosaan, hubungan incest, hubungan pranikah dan sebagainya). Dalam hal sikap terhadap pelaku aborsi, beberapa faktor yang diduga dapat berpengaruh adalah faktor usia, jenis kelamin, agama dan tingkat pendidikan.2. Lembaga Bantuan Hukum

Dalam memberikan bantuan hukum, lembaga pemah menangani klien yang telah melakukan aborsi. Pelaku biasanya melakukan aborsi, karena desakan pacar atau keluarga yang tidak menginginkan kehamilan a tau janin dari pasangan yang bel urn menikah ini. Mengingat keadaan atau kondisi pihak perempuan yang hamil, seperti masih sekolah menyebabkan pilihan aborsi merupakan altematif utama demi menjaga status/nama baik yang bersangkutan dan keluarganya.

54

Page 66: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Khusus aborsi karena perkosaan, tidak pemah dilaporkan. Aborsi · yang tetjadi lebih dialami perempuan yang sudah mengenal pasangannya (pacar), namun ada juga aborsi yang dilakukan ibu rumah tangga atas seijin suaminya karena berbagai faktor rumah tangga (perekonomian dan kesehatan ibu).

Dalam satu tahun kurang dari 10 (sepuluh) pelapor yang melakukan aborsi dan dari alasan mereka memperlihatkan bahwa dilaporkannya kegiatan yang telah dilakukan ( aborsi), mereka telah mencari jalan aman/ medis memilih dokter yang ahli dibidang kedokteran kandungan.

Secara khusus, lembaga ini mengakui bahwa aborsi dapat dilakukan oleh wanita yang mengalami perkosaan sebagai alasan medis dan alasan psikologis. Mengingat kondisi kejiwaan yang dialami perempuan yang diperkosa sangat tertekan, terlebih lagi kondisi kejiwaannya belum siap untuk hamil.

Dari peraturan kesehatan, berkenaan dengan aborsi, aspek psikologis dipandang tidak memadai. Padahal aspek ini sangat berperan penting bagi korban perkosaan yang tidak menghendaki janin yang dikandung-nya. Sedangkan dari perlindungan hukum, korban perkosaan belum mendapatkan perlindungan yang memadai. Hal ini mengakibatkan banyak yang tidak terungkap oleh aparat terkait.

3. KriminologKalangan kriminolog berpendapat bahwa seseorang yang melakukan

aborsi karena perkosaan termasuk golongan aborsi medi-kalis. Namun kalangan lain ada yang berpendapat bahwa pelaksanaan aborsi ini juga termasuk persoalan baru, seperti adanya penularan HIVI AIDS terhadap korban perkosaan sehingga mengganggu kesehatannya. Di samping itu kondisi psikologis korban juga sangat berpengaruh terhadap pengguguran kandungan.

Dari segi perlindungan, korban perkosaan yang hamil belum mendapatkan perlindungan yang memadai. Mengingat sanksi terhadap korban dirasakan menjadi beban yang sangat merugikan, hal ini menyebabkan kondisi kejiwaan yang menyebabkan kesehatan terganggu. Selain pengaturan dalam KUH Pidana, dirasakan pengaturan dalam

55

Page 67: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Undang-Undang Kesehatan kurang memadai bagi perlindungan korban perkosaan yang melakukan aborsi.

Perlindungan hukum yang dapat dilakukan terhadap korban yang kemudian hamil, antara lain dihapuskan pidana bagi yang melakukannya serta diberikan ganti rugi terhadap korban. Dalam hal ini adanya aborsi prochoice bagi korban. Hal yang seharusnya diatur dalam peraturan tersebut di samping masalah perlindungan korban, syarat melakukan aborsi serta kesehatan reproduksi.

Bentuk peraturan yang perlu mengatur tentang pelaksanaan aborsi, selain dalam peraturan yang sudah ada, bentuk Undang-Undang merupakan solusi. Kondisi penegakan hukum dalam menangani persoalan aborsi di samping ada yang berpendapat cukup bagus tetapi di lain pihak dianggap kurang bagus.

Walaupun jarang menangani persoalan aborsi, namun dalam prakteknya masalah aborsi selalu ada dalam masyarakat. Terlebih karena adanya perkosaan sehingga antisipasi awal diaborsi pada korban sering dilakukan korban dan keluarganya.4. Kejaksaan

Seseorang yang melakukan aborsi karena perkosaan dapat dikategorikan ke dalam golongan atau persoalan baru, namun pendapat lain berpandangan termasuk golongan aborsi medikalis.

Perkosaan sebagai penyebab aborsi yang dilakukan wanita, pada dasarnya merupakan kondisi psikologis sehingga dilakukan karena kondisi kejiwaannya sangat tertekan juga dikarenakan hukum tidak mengatur hal terse but.

Terlebih lagi perlindungan bagi korban perkosaan sebagaimana diatur dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan kurang memadai, bahkan tidak ada perlindungan sama sekali menurut pendapat aparat lainnya.

Memberikan perlindungan hukum dapat dilakukan dengan penindakan tegas terhadap pelaku kejahatan atau dapat diberikan ganti rugi terhadap korban.

56

Page 68: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Perlindungan lain dapat berupa pengaturan mengenai syarat-syarat melaksanakan aborsi secara tegas diatur, sehingga pengaturan secara tersendiri sangat perlu. Hal tersebut dapat dituangkan dalam bentuk Undang-undang agar menjadi aturan tertinggi.

Namun demikian kondisi penegakan hukum di Indonesia khusus mengenai persoalan aborsi kurang bagus, walaupun pendapat lain cukup bagus. Perbedaan pandangan ini karena cara pandang yang berbeda satu dan lainnya.

Khusus kejaksaan, melakukan kegiatan setelah mendapatkan perlimpahan dari instansi kepolisian,jadi tidak dapat membuat dokumen atas kasus aborsi yang terjadi tanpa dilakukan penyidikan oleh aparat polisi. Dalam prakteknya,jarang sekali kasus aborsi yang terjadi akibat perkosaan muncul kepermukaan, sehingga instansi kejaksaanpun tidak pernah menangani kasus tersebut.5. Hakim

Untuk menunjang data yang diperoleh dari kepustakaan mengenai aborsi karena perkosaan, untuk itu dilakukan wawancara dengan menggunakan quisioner terhadap 5 (lima) orang hakim yaitu 3 (tiga) orang hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan 2 (dua) orang hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Adapun pendapat/pandangan, para hakim mengenai aborsi karena perkosaan, meliputi :a. Kategori permasalahan aborsi karena perkosaan.

Berdasarkan hasil penelitian, walaupun dalam pelaksanaan aborsi karena persoalan medik dan aborsi sebagai perbuatan kejahatan, namun apabila seseorang melakukan aborsi karena perkosaan dapat dikategorikan ke dalam golongan persoalan medik atau sebagai perbuatan kejahatan masih terdapat perbedaan pendapat diantara para hakim. Beberapa hakim berpendapat bahwa aborsi karena perkosaan dikategorikan sebagai persoalan baru, namun sebagian lagi berpendapat dikategorikan dengan persoalan kriminal dan persoalan medikal.

57

Page 69: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

b. Perkosaan bisa dikategorikan sebagai alasan medis.

Berdasarkan basil penelitian, mengenai perkosaan dapat dikategorikan sebagai alasan medis dalam hal wanita tersebut hendak melakukan aborsi masih terdapat perbedaan persepsi di antara para hakim.

Menurut pendapat beberapa hakim bahwa perkosaan tidak bisa dikategorikan sebagai alasan medis dalam hal wanita tersebut hendak melakukan aborsi karena hal itu hanyalah kondisi psikologis yang dapat rilengakibatkan kondisi kejiwaan sipasien terganggu atau tertekan. Tetapi hakim lainnya menganggap bahwa perkosaan dapat dijadikan alasan untuk melakukan aborsi dengan alasan hukum tidak mengatur persoalan tersebut terdapat yurisprudensi yang menjelaskan persoalan itu.

c. Perlindungan korban pemerkosaan yang mengakibatkan kehamilan pada korban dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan pi dana.

Berdasarkan basil penelitian, mengenai perlindungan korban pemerkosaan yang mengakibatkan kehamilan pada korban dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan pidana masih bel urn memadai a tau bel urn ada yang mengatur secara jelas. Para hakim berpendapat bahwa perlindungan hukum yang bisa dilakukan terhadap korban perkosaan yang kemudian hamil adalah menindak tegas pelaku kejahatan dan pemberian ganti rugi terhadap korban.

d. Muatan hukum dalam Undang-Undang Kesehatan yaitu UU No. 23 Tahun 1992 mengenai persoalan aborsi.

Berdasarkan basil penelitian, Keberadaan Undang-undang Kesehatan yaitu UU No. 23 Tahun 1992 mengenai persoalan aborsi kurang memadai dan perlu diperbaiki. Untuk itu, menurut pendapat para hakim bahwa seharusnya ditambahkan dalam undang-undang itu mengenai persoalan perlindungan korban, syarat-syarat melaksanakan aborsi, dan tatacara aborsi.

58

Page 70: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

e. Hal Pelaksanaan Ahorsi.Berdasarkan basil penelitian, para hakim herpendapat bahwa perlu

dihuat peraturan yang tersendiri dalam bentuk Undang-undang.

f. Kondisi penegakan hukum terhadap ahorsi karena perkosaan.Mengenai kondisi penegakan hukum mengenai persoalan aborsi di

Indonesia saat ini, para hakim berpendapat masih memprihatinkan atau kurang hagus.

g. Kasus yang menyangkut aborsi dengan alasan hahwa korhan diahorsi karena perkosaan.

Menurut para hakim hahwa mereka helum pemah mengadili kasus yang menyangkut aborsi dengan alasan hahwa korhan diaborsi karena diperkosa.

h. Kedudukan hukum pelaksanaan ahorsi karena perkosaan.Mengenai kedudukan hukum pelaksaan ahorsi akihat

pemerkosaan, para hakim herpendapat dan memheri saran hahwa perlu diherikan perlindungan hukum kepada korhan dan diatur dengan tegas Undang-Undang, mencari jalan keluar yang lehih hermartahat dengan memheri ganti rugi hagi korhan, perlu dipertimhangkan ahorsi karena perkosaan dengan alasan medik karena kondisi kejiwaan yang menyehahkan kesehatan sikorhan terganggu, dan para dokter pelaku ahorsi karena perkosaan harus mendapat perlindungan hukum.

6. KepolisianDari basil penelitian lapangan tentang aspek hukum pelaksanaan Ahorsi

Akihat Perkosaan terhadap aparat polisi yang dijadikan responden, semuanya tidak pemah menangani kasus perkosaan, sehingga responden tidak tabu kalau perkosaan itu hamil atau tidak, tetapi semua responden mengatakan tidak setuju hila korhan akihat perkosaan yang kemudian hamil melakukan tindakan ahorsi

Sedangkan semua responden hila menemukan korhan perkosaan yang hamil dan herusaha melakukan ahorsi mencegah atau tidak setuju,

59

Page 71: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

karena hal itu sama dengan membunuh dan hal itu bertentangan dengan hukum dan juga norma agama, kecuali aborsi dilaksanakan demi alasan medis atau menyelamatkan korban tersebut. Untuk dokter yang ikut membantu dalam proses aborsi ada dua pendapat, yang pertama tetap ditangkap dan diproses menurut sesuai hukum tanpa kecuali, sedangkan pendapat yang lain selama tindakan dokter tersebut untuk menolong/ menyelamatkan atau atas dasar indikasi medis terhadap korban, maka tindakan itu bisa dipertanggungjawabkan di depan hukum.

Menurut responden, bahwa sistem hukum di Indonesia belum mengatur tentang aborsi yang diakibatkan oleh perkosaan dan semua responden sangat setuju apabila aborsi yang diakibatkan oleh perkosaan diatur secara khusus dengan Undang-undang ataupun peraturan pemerintah lainnya asalkan secara khusus, karena selama ini yang diatur dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hanya masalah aborsi saja bukan aborsi yang diakibatkan oleh perkosaan.

Dalam hal pelaksanaan aborsi yang diakibatkan karena perkosaan ada dua perbedaan pendapat, ada yang menyatakan perlu diatur oleh undang-undang tersendiri dan ada juga yang tidak perlu, karena beralasan bahwa tindakan aborsi baik yang dilakukan karena perkosaan maupun tidak itu tetap melanggar hukum dan dalam hal ini telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (KUHP). Aspek hukum yang terkait dengan aborsi perkosaan dari data yang didapat dari responden adalah berkaitan dengan hukum pidana dan hukum adat yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat di mana korban dan terdakwa bertempat tinggal.

Perlindungan korban perkosaan yang mengakibatkan kehamilan menurut responden sebagian besar menyatakan sangat kurang memadai dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan pidana yang ada di Indonesia, sehingga banyak korban yang tidak mau melaporkan kasusnya ke aparat polisi, baik karena malu maupunjustru merugikan di pihak korban.

Responden menghendaki agar dalam peraturan perundang-undangan yang akan dibuat ditambahkan tentang perlunya dibuat pasal-pasal tersendiri masalah perlindungan terhadap korban perkosaan.

60

Page 72: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

7. Dokter KandunganSebagai dokter kandungan maupun bidan dibidang persalinan yang

membantu persalinan, yang peneliti datangi semuanya menyatakan belum pemah melakukan aborsi. Namun kalau pasien datang sendiri meminta supaya kadungannya digugurkan ada namun tetap oleh responden hal tersebut tidak dikabulkan, kemudian dari data yang diperoleh tentang adanya pasien yang datang meminta kandungannya digugurkan dalam satu tahun rata-rata I sampai I 0 orang pasien.

Mengenai apakah responden pemah melakukan penolakan terhadap permohonan aborsi, semua responden yang didatangi menyatakan selalu menolak permohonan terse but, responden menyatakan sebagai berikut:I) Indikasi kesehatan tidak jelas2) Prosedur formal tidak dilalui3) Kondisi ibu danjaninnya tetap sehat4) Pertimbangan formal5) Pertimbangan hukum.

Namun ada responden yang menyatakan pemah melakukan aborsi, terhadap pasien, hal tersebut dilakukan karena untuk pertolongan pasien itu sendiri karena pasien itu datang sudah dalam keadaan pendarahan. Temyata diketahui bahwa pasien tersebut meminum ramuan-ramuan sehingga mengakibatkan keguguran yang akhimya sama dokter tersebut dikuret.

Kemudian mengenai pasien menolak untuk diaborsi pada saat dokter menyarankan untuk diaborsi, belum pemah melakukan. Dari responden yang diwawancarai, terjadi sebaliknya yaitu pasien yang datang untuk diperiksa secara lengkap melalui USG atau pemeriksaan apakah yang intinya untuk mengetahui janinnya sehat a tau tidak apabila tidak pasien tersebut bersedia untuk diaborsi. Dari basil wawancara tersebut didapat keterangan bahwa pemeriksaan itu dilakukan pasien karena mengingat usia hampir40 tahun meskipun itu kehamilan pertama.

Terhadap pertanyaan apakah pernah melakukan aborsi yang diakibatkan perkosaan, dari responden yang sudah didatangi menyatakan bahwa pemah kasus aborsi akibat perkosaan.

61

Page 73: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

BABIVANALISA HASIL PENELITIAN

1. Pandangan Psikolog

Pada dasamya peristiwa perkosaan dalam arti umum sangat jarang terjadi atau sangat kecil jumlahnya. Biasanya perkosaan yang terjadi dikerenakan ada hubungan tertentu antara korban dan pelaku, seperti misalnya hubungan ayah dan anak, dengan ternan atau dengan pacar. Sedangkan perkosaan dalam arti tidak ada hubungan/kenal dengan pelaku sangat jarang terjadi.

Peristiwa perkosaan itu sendiri, adanya ruda paksa terhadap korban, dimana terjadinya kehamilan sangat kecil. Di samping itu tidak setiap kehamilan mudah terjadi karena korban sebagian besar melakukan perlawanan atau berontak sehingga penetrasi lebih kecil terjadi.

Dalam hal terjadi perkosaan, maka korban mempunyai hak untuk dilindungi baik secara hukum maupun di lingkungan sosialnya. Namun untuk diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan (KUHP) mengenai perkosaan yang berakibat kehamilan dan dilakukan aborsi oleh yang bersangkutan, tidak terlalu diperlukan. Apalagi jika terjadinya peristiwa aborsi tersebut hanya disebabkan kasus kecil saja seperti kasus Mei 1998. Untuk kasus tertentu memang perlindungan terhadap korban perkosaan sangat diperlukan, mengingat beban yang ditanggung oleh yang bersangkutan. Sakiranya diperlukan aturan maka alangkah baiknya jika dibuat yurisprudensi, sehingga ada acuan putusan untuk kasus serupa.

Aborsi lebih banyak dilakukan oleh kalangan ibu rumah tangga, diantaranya kerena kegagalan Keluarga Berencana. Sedangkan untuk kasus akibat perkosaan terjadi aborsi karena dikehendaki oleh yang bersangkutan, atau karena lingkungan sosial yang tidak mendukung kehamilan. Jadi terjadi aborsi atau tidak tergantung dari kehendak yang bersangkutan, apakah akan diteruskan atau tidak kehamilannya. Pihak

62

Page 74: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

luar yang secara langsung/tidak langsung mempengarui aborsi adalah faktor budaya, di mana terdapat 2 standar yakni di dunia globalisasi adanya perkembangan bidang media massa dan nilai norma-norma yang hidup di lingkungan yang bersangkutan yang berperan terjadinya tindakan aborsi akibat perkosaan.

Korban perkosaan melakukan aborsi, dikarenakan juga adanya peraturan-peraturan yang secara tidak langsung mempengaruhinya. Seperti peraturan di sekolah yang melarang siswinya bersekolah dalam keadaan hami 1, keluarga yang memegang tradisi adat sehingga kehamilan tersebut dianggap aib keluarga, dan peraturan-peraturan lain yang dinilai tidak memperlihatkan adanya perlindungan terhadap si korban sendiri.

Menurut seksolog dan androlog. Prof .Dr.dr. Wimpie Pangkahila Sp and FAACS, sebanyak 60 persen aborsi yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh remaja. Angka yang sedemikian tinggi ini bisa menjadi indikasi adanya parubahan persepsi remaja terhadap masalah seks. Disisi lain, pengetahuan remaja tentang masalah seks temyata belum maju dengan masih banyaknya sa1ah pengertian dan masih dipercayanya beberapa mitos.

Lebih lanjut disebutkan di Indonesia ada 2.5 juta aborsi, di mana 1.5 juta diantaranya adalah aborsi yang dilakukan remaja. Aborsi di kalangan remaja bisa terjadi karena rasa takut pada orang tua dan masyarakat sekelilingnya, serta karena peraturan sekolah.

Adapun cara-cara melakukan aborsi saat ini sudah mengacu pada cara-cara klinis, sehingga secara kesehatan bisa dianggap aman, padahal aborsi di kalangan remaja dapat berakibat pada menurunnya kesuburan wan ita.

Salah satu cara untuk mengurangi tingkat aborsi pada remaja, yakni menyeimbangkan ketimpangan antara persepsi dan pengetahuan akan masalah-masalah seksual, perlu pendidikan seks, terutama melaluijalan formal sekolah.

Secara hukum, aborsi tertuang dalam Pasal 15 Undang-undang Kesehatan, walaupun hanya diperuntukkan bagi alasan menyelamatkan

63

Page 75: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

jiwa ibu namun praktek aborsi tetap betjalan. Terlebih kehamilan akibat perkosaan seringkali dipandang sebagai penderitaan ganda bagi wanita yang mengalaminya.

Penderitaan ganda yangdialami korban perkosaan selain mengalami trauma emosional dan fisik, korban juga harus menanggung beban kehamilan yang tidak diinginkan. Untuk mengurangi beban penderitaan korban, banyak orang berpendapat bahwa aborsi dengan alasan perkosaan masih dapat diterima.

Berdasarkan basil penelitian Sara Kirsti, disebutkan bahwa alasan utama dilakukannya aborsi oleh para wanita antara lain yang menyangkut kondisi fisik calon bayi dan dapat berpengaruh besar terhadap kesejahteraan masa depan anak. Jika janin yang dikandung memiliki kemungkinan besar akan lahir dalam keadaan cacat atau menderita penyakit yang cukup parah, maka sebagian besar dari subyek penelitian cenderung memiliki untuk menghentikan kehamilan. Terlebih kehamilan yang diakibatkan karena perkosaan dan incest.

Wanita yang mengalami kondisi-kondisi tersebut cenderung dipersepsi sebagai korban tindak pemerkosaan dan kekerasan. Kehamilan tersebut dipandang dapat merusak nama baik wanita yang bersangkuta.Ii, sehingga mereka membenarkan kondisi-kondisi tersebut sebagai alasan untuk menghentikan kehamilan.

Lebih lanjut"besar subyek penelitiannya menyebutkan bahwa hak milik dan hak untuk membuat keputusan atas janin terletak pada pihak wanita dan pasangannya.

Jadi pada prinsipnya wanita dengan kehamilan yang tidak diinginkan selalu mencarijalan keluar dengan abortus. Sepanjang kehidupan, dan masih berlangsung sampai sekarang ini dibeberapa negara dengan hukum antiabortus yang. ketat, beberapa wanita sering mempertaruhkan jiwanya menghadapi bahaya abortus ilegal, pada situasi yang jauh dari ideal. Padahal aborsi dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi fisik maupun psikis wanita yang mengalami, seperti adanya kemungkinan rifeksi, mandul, timbulnya rasa bersalah, depresi dan sebagainya.

64

Page 76: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Aborsi dengan latar belakang alasan medis untuk menyelamatkan jiwa ibu umumnya cukup diakui masyarakat sebagai hal yang dapat dibenarkan, mengingat tindakan tersebut mengandung konsekuensi positif yang bemilai tinggi. Sedangkan aborsi akibat perkosaan dapat terjadi tergantung dan kehendak korban/keluarga terdekat apakah akan menggugurkan janin atau akan mempertahankannya, Psikolog hanya memberikan solusi setelah masing-masing pihak memutuskan jalan yang terbaik bagi semuanya.

Tentunya dipandang dari sudut hukum, tindakan aborsi merupakan tindakan yang dilarang. Hukum yang ada dipandang sudah cukup memadai, namun apabila dibuat aturan tersendiri bel urn perlu karena hakim dapat memutuskan dengan yurisprudensi. Hal ini dikarenakan jarang kasus aborsi akibat perkosaan muncul dipengadilan, sehingga pengaturan secara khusus belum diperlukan.

2. Lembaga Bantuan Hukum

Pengaturan mengenai aborsi akibat perkosaan di dalam KUHPidana dan Undang-undang Kesehatan, bagi lembaga ini masih kurang luas jangkauannya. Hal ini dikarenakan pada saat ini, perkosaan sangat luas, beraneka ragam jenisnya karena dapat juga terjadi di luar pengertian peraturan tersebut.

Mengingat hal tersebut, menyebabkan banyak korban perkosaan yang tidak menginginkan kehamilan/janinnya mencari jalan keluamya dengan menggugurkan kandungan di praktek-praktek medis terselubung. Pilihan aman dan tidak aman bagi korban perkosaan yang melakukan aborsi dipacu karena peraturan yang adajelas-jelas melarang perbuatan tersebut.

Mereka menganggap jika melakukan aborsi di tempat umum, jelas-jelas akan ditolak oleh dokter yang menanganinya. Sehingga tidak ada pilihan lain kecuali mancari praktek-praktek terselubung di luar tempat-tempat yang seharusnya. Di mana aspek medis, dalam masyarakat dikenal pula adanya praktek dukun pijit (beranak) yang bersedia mengel\larkan janin yang dikandungnya, walaupun resiko keamanan jiwa yang

65

Page 77: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

bersangkutan tidak terjamin. Namun hal ini selalu menjadi resiko bagi mereka yang akan melakukan aborsi.

Hal ini sangat sering terjadi disebabkan aturan yang ada, jelas melarang perbuatan aborsi. Pihak lembaga berpendirian sebaiknya tidak dilarang perbuatan aborsi itu bagi siapapun pelakunya. Mengingat seseorang memiliki hak atas tubuh dan alat reproduksinya. Jadi jika seseorang tidak menginginkan kehamilan ditubuhnya, merupakan hak asasinya yang harus dihormati dan dilindungi.

Di luar Indonesia, ada beberapa negara yang membolehkan aborsi yang dilakukan akibat perkosaan (misal: Thailand). Hal ini memberikan perlindungan kepada siapapun yang hendak melakukan aborsi, tanpa membedakan apakah sudah memihak a tau belum, yang penting aborsi dilakukan secara aman/medis dan dilakukan oleh orang yang pro-fesional.

Jadi menurut lembaga ini pengaturan selanjutnya, sebaiknya diatur di bidang kesehatan khusus aborsi yang dapat dilakukan dan dibolehkan bagi perempuan yang hamil, Dengan adanya pengaturan tersebut setiap wanita mempunyai pilihan yang aman untuk melakukan aborsi.

Apabila aborsi merupakan pelanggaran hukum dan dijatuhi sanksi sebagaimana diatur dalam KUHPidana Pasal 299, 346, 348 dan 349 dan aturan tentang aborsi sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan khususnya Pasal 15 dan Pasal80, maka akan semakin banyak perempuan yang hamil tidak menginginkan kehamilannya untuk menggugurkan kandungan secara sembunyilgelap.

Pertentangan hal tersebut masih merupakan pertentangan di dunia intemasional, di mana terjadi antara kelompok Pro-life dan pro-choice mulai dari konferensi intemasional sekelas Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Cairo (1994), Konferensi Dunia IV mengenai Perempuan dan Pembangunan di Beijing ( 1995), dan Beijing Plus 5 di New York (Juni 2002) dan sebagainya.

Kedua kelompok ini memiliki alasan sendiri yang pada dasamya bertumpu pada diktum kemanusiaan. Keduanya memiliki sarana untuk mencapai kelompoknya, lewat film, selebaran, brosur, buku, majalah

66

Page 78: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

dan lainnya. Keduanya memiliki teorinya sendiri, bahkan keduanya berada bersama dalam satu aliran feminisme. Di mana kelompok pro-aborsi merupakan kelompok paling keras bersuara mengenai otonomi tubuh yang memberikan hak pada perempuan untuk meneruskan kehamilannya.

Hal ini menunjukkan bahwa masalah aborsi tidak berdiri-sendiri, tetapi menjadi bagian dari seluruh persoalan kesehatan reproduksi perempuan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan reproduksi perempuan sebagai sesuatu keadaan sejahtera yang utuh, mencakup fisik, mental dan sosial dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, baik fungsi maupun prosesnya.

Lebih lanjut disebutkan bahwa menanggulangi akibat dari aborsi yang tidak aman sebagai masalah yang serius sudah cukup lama menjadi komitmen yang disepakati Indonesia dalam ICPD 1994.

Berdasarkan hal tersebut, lembaga bantuan hukum menyarankan agar aborsi tidak dilarang oleh hukum sehingga para perempuan yang hamil dapat dengan mudah melakukan aborsi aman. Namun demikian agar tidak menjadi masalah dikemudian hari, penyelenggaraan aborsi yang aman harus dilakukan oleh instansi yang berwenang melakukan dan ditangani oleh dokter profesional yang ditunjuk dan mempunyai ijin resmi. Sedangkan syarat-syarat boleh tidaknya dilakukan aborsi oleh perempuan hamil, dokter yang merekomendasikannya.

Dengan tidak dilarangnya aborsi maka perlindl!ngan terhadap korban dapat terlaksana, tentunya dengan memfasilitasi rumah sakit yang ditunjuk. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan mempunyai hak untuk kesehatan reproduksinya.

3. KriminologAborsi sebagai akibat kehamilan yang tidak diinginkan karena perkosaan

merupakan aborsi medikalis, hal ini disebabkan alasan yang mengakibatkan kondisi korban untuk melakukannya. Namun dalam kenyataan sehari-hari aborsi medikalis yang dilakukan dokter hanya ditujukan kepada ibu rumah tangga.

67

Page 79: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Aborsi baru dapat dilakukan apabila diperlukan tindakan medis untuk menyelamatkan jiwa ibu.

Meskipun sebagian besar agama serta hukum di Indonesia dianggap sebagai perbuatan terlarang, namun dari beberapa media, terlihat adanya kecenderungan peningkatan praktik aborsi di Indonesia.

Tidak semua wanita yang melakukan aborsi, menghentikan kehamilannya ke tenaga medis (bidang, dokter spesialis), melainkan mencoba cara sendiri seperti memakai berbagai obat-obatan dan ramuan atau menemui dukun pijat. Bahkan di Sulawesi Selatan misalnya, praktek pengguguran kandungan dilakukan dukun dengan memasukan batang alang-alang ke dalam vagina atau di Sulawesi Utara yang menggunakan tangkai daun singkong karet yang dimasukkan ke dalam vagina. Kedua cara itu menyebabkan robeknya placenta sehingga air ketuban dapat keluar danjanin bisa mati di dalam.

Sebenarnya tindakan-tindakan tersebut sangat diragukan efektifitasnya, bahkan menimbulkan bahaya bagi si ibu. Pembahasan mengenai aborsi bukan sekedar mamahami boleh atau tidaknya melakukan aborsi, dan bukan soal alasan-alasan mengapa aborsi dilakukan, melainkan berkaitan dengan persoalan yang lebih mendasar lagi yaitu tingkat kematian perempuan.

Aborsi dalam Undang-undang Kesehatan diatur dalam Pasal 15, pada undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkanjiwa ibu hamil dan ataujaninnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Sedangkan tindakan medis tertentu adalah meliputi semua jenis tindakan untuk menghentikan kehamilan mulai dari aborsi hingga tindakan operasi. Namun, dalam penjelasannya Undang-undang tersebut menyatakan bahwa aborsi dilarang dangan alasan apapun juga. Terlebih lagi dengan penekanan bahwa hal tersebut bertentangan dengan norma hukum, norma agama bahkan norma kesopanan. Dengan demikian, adanya penjelasan atas Undang-undang tersebut justru menenggelamkan pentingnya upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil.

Akan tetapi sebenarnya, seketat apapun persyaratan aborsi diberlakukan, hila kebutuhan untuk melakukan aborsi sudah bulat, maka diijinkan atau tidak, orang tetap akan melakukannya.

68

Page 80: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Hal ini menyebabkan, kerap ditemui kenyataan aborsi diberlakukan, hila kebutuhan untuk melakukan aborsi sudah bulat, maka diijinkan atau tidak, orang tetap akan melakukannya. Hal ini menyebabkan, kerap ditemui kenyataan orang yang melakukan aborsi.

Kaitannya dengan korban perkosaan yang kemudian hamil, walau jarang ditemukan kasus yang terungkap namun kemungkinan dilakukan aborsi dapat saja terjadi. Menurut istilah aborsi ini termasuk aborsi provocatus yaitu aborsi yang disengaja. Aborsi yang disengaja bisa dilakukan dengan tujuan hak individualis (bukan untuk tujuan pengobatan), misalnya dengan alasan sosiallekonomilbudaya/psikologis.

Melakukan aborsi tetap saja membawa resiko bagi perempuan, namun yang paling penting adalah mengusahakan untuk melakukan tindakan dengan cara yang paling baik aman. Aborsi di Indonesia masih menjadi isu kontroversial, salah satu pendapat mengatakan bahwa penyebab tingginya angka aborsi adalah karena persoalan ketidak jelasan legalitasnya. Jika suatu negara memperbolehkan (melegalkan) aborsi maka tingkat aborsi dapat sedemikian rupa ditekan.

Sebagai perbandingan di beberapa negara di Eropa seperti Swiss, Belanda di mana pemerintahnya melegalkan aborsi yang disertai pemberian layanan informasi tentang kesehatan sejak usia remaja, pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, sarana pelayanan medis yang baik, kemudahan-kemudahan untuk mendapatkan alat kontrasepsi, berdampak langsung pada rendahnya tindakan aborsi, Kalaupun ada yang masih melakukan, hanya terjadi di kalangan pendatang di mana aborsi dianggap tindakan melawan hukum. Terlebih di negara-negara tersebut kesadaran masyarakatnya akan upaya pencegahan kehamilan dan kesadaran akan akibat dari aborsi juga sangat baik. Namun di negara Cina, Vietnam, di mana aborsi juga diperbolehkan (legal hukumnya) angka aborsinya justru tinggi. Demikianjuga di In-donesia, meskipun tidak ada angka yang pasti mengenai hal ini (karena terbatasnya penelitian dan kejadian aborsi sering tidak dilaporkan) aborsi tetap saja dikatakan tinggi.

Dari berbagai gambaran di atas, kita dapat melihat bahwa yang penting hanya pada legalitas aborsi, tapi bagaimana kita dapat

69

Page 81: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

menyiapkan sarana pelayanan yang bermutu dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat untuk mengatasi permintaan aborsi.

4. Kejaksaan

Pihak kejaksaan dalam melaksanakan tugas, jarang menerima laporan dari Kepolisian, khususnya kasus aborsi yang dilakukan wanita akibat perkosaan. Kasus yang banyak dilaporkan berkaitan dengan perkosaan dan pelecehan sex di mana korbannya a tau pelakunya masih di bawah umur.

Mengenai boleh a tau tidaknya aborsi dilakukan, disamping hukum pidana telah mengaturnya, hukum agamapun sangat berperan. Namun demikian kondisi kejiwaan (psikologis) yang terjadi pada korban akibat perkosaan, menjadi alasan dalam menjatuhkan hukuman. Alasan yang membolehkan aborsi pada dasamya hanya alasan yang dibuat oleh manusia. Dilihat dari aspek kesehatan terdapat batasan dilakukannya aborsi, akan tetapi tidakjelas aborsi yang bagaimana. Hal inilah yang sering dijadikan alasan mengapa mereka melakukan aborsi.

Pada prinsipnya, sebagaimana disebutkan dalam Alquran Surat An Nisa dikatakan mengenai janin yang ditiupkan rub di usia 40 hari. Menurut pandangannya, bahwa di atas usia tersebut, sudah termasuk aborsi.

Adanya pandangan dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menginginkan pengaturan dibolehkannya aborsi akibat perkosaan, tergantung pertimbangan pemerintah. Apakah akan dilakukan pengaturan sacara khusus, ataukah cukup dengan pengaturan yang sudah ada, pihak Pemerintah yang akan menilai. Walaupun kasus aborsi banyak terjadi, namunjarang terungkap pelaku ataupun korban yang tertangkap aparat Kepolisian, karena sering ditutup-tutupi kasusnya oleh yang bersangkutan.

Dari sudut pandang yang membolehkan aborsi, merupakan pandangan nilai-nilai budaya barat yangmemangberbeda, baikkultur, pola tingkah laku, maupun nilai-nilai agama. Jadi dengan pandangan boleh a tau tidaknya melakukan aborsi akibat perkosaan, dapat dilihat

70

Page 82: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

dari kadar keimanan seseorang, seperti halnya main judi, makan daging babi, dan sebagainya.

Pelaksanaan hal tersebut tentu saja harus didukung oleh aturan yang lengkap, karena hal itu merupakan benteng yang kokoh, sehingga tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran di kemudian hari.

5. HakimBerdasarkan hasil penelitian, aborsi karena perkosaan merupakan hal yang

baru dan belum ada kasusnya. Aborsi karena perkosaan perlu dipertimbangkan dengan memperhatikan perlindungan hukum si korban dan perlindungan hukum terhadap si dokter yang melakukan aborsi.

Berdasarkan hasil penelitian, aborsi karena perkosaan bel urn jelas pengaturannya. Untuk itu perlu diatur tebih jelas dalam persoalan aborsi dengan melakukan perubahan UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan atau membuat peraturan tersendiri dalam hal pelaksanaan aborsi.

6. KepolisianDalam dunia kedokteran, ada beberapa macam aborsi, yang pertama aborsi

spontan atau lazimnya disebut keguguran, ini bisa terjadi karena penyakit, kecelakaan ataupun sebab lainnya atau dengan kata lain aborsi yang tidak disengaja. Sedangkan aborsi yang disengaja dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu yang pertama aborsi artificial therapicus, yakni aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis, dan yang kedua, aborsi provocatus kriminalis, yaitu aborsi yang dilakukan tanpa dasar indikasi medis.

Aborsi dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh ibu-ibu maupun gadis remaja dan dilakukan kapan saja tanpa pandang bulu. Perbuatan aborsi melibatkan banyak pihak dan ban yak fakfor, setiap faktor terlibat secara aktif dan membentuk realitas, yaitu baik pada korban perkosaan, pelaku perkosaan maupun mereka yang melakukan/membantu proses aborsi. Keadaan ini membentuk dimensi hukum yang berbeda, bahwa setiap tindakan hukum yang dijatuhkan harus mempertimhangkan

71

Page 83: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

persoalan yang terjadi di belakang tindakan tersebut, artinya apakah tindakan itu bisa dikatagorikan sebagai perbuatan yang oleh hukum dianggap perbuatan pi dana a tau seba 1iknya, karena hukum akan sangat tidak adil apabila suatu tindakan yang dilakukan disamaratakan tanpa perkecualian.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu dalam pasal 299, 346, 348 dan 349, secara tegas melarang aborsi secara mutlak, artinya tidak ada pengecualian. Tetapi dalam penjelasan pasal 10 kode etikkedokeran Indonesia tahun 1983, dijelaskanpula bahwa larangan pengguguran kandungan tidak mutlak sifatnya, dan dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, yaitu sebagai satu-satunya jalan untuk menolong ibu, demikian juga d~lam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 15 disebutkan bahwa aborsi karena alasan medis untuk pertama kalinya dimungkinkan.

Pada saat ini aborsi banyak dilakukan oleh anak gadis (remaja! belurn menikah) dengan alasan yang bervariasi, mulai dari alasan tidak mampu merawat bayi, karena malu, sampai dengan alasan kemampuan ekonomi yang tidak mencukupi. Lebih-lebih bila kehamilan itu di akibatkan oleh perkosaan, kecenderungan untuk melakukan aborsi lebih kuat karena biasanya janin yang dikandung cenderung tidak dikehendaki untuk dilahirkan.

Untuk saat inipun dokter ataupun pihak yang membantu dalam proses aborsi tidak lagi berpedoman pada penjelasan pasal 10 kode etik kedokteran 1983 maupun pasal15 UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, tetapi di karenakan alasan materi/uang semata, dan proses aborsi yang dilakukan oleh gadis (remaja/belum menikah) dan dokter yang membantu, dilakukan secara sembunyi-sembunyi, karena dalam proses aborsi ini memang i1egal dalam arti bukan karena alasan medis, tetapi karena alasan-alasan tertentu yang telah dilakukan di atas. Sehingga diperlukan suatu tindakan hukum, terutama oleh aparat kepolisian.

Kesulitan dalam melakukan tindakan hukum diperparah lagi dengan sikap keluarga korban perkosaan, karena umumnya keluarga maupun masyarakat tidak dilihat sebagai suatu kejahatan apabila pe 1akunya

72

Page 84: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

masih keluarga sendiri. Kekerasan atau kejahatan dalam hal ini perkosaan yang dilakukan oleh anggota keluarga hingga saat ini sering diartikan sabagai urusan intern keluarga itu sendiri, dan bahkan seringkali dipahami oleh orang tua korban untuk menjaga korban supaya tidak menjalani proses hukum jika pelakunya salah satu dari anggota keluarga, di samping takut pada suami atau keluarga,juga menjaga ketat kerahasiaan keluarga.

Tindakan hukum baru dapat dilakukan, bila dalam proses aborsi terjadi suatu kesalahan, misalnya si pasienlkorban meninggal. tetapi hila proses aborsi itupun akan tertutup rapat-rapat dan kejahatan inipun sulit untuk dilacak ataupun dijangkau oleh aparat kepolisian, kecuali ada pengaduan.

Aparat kepolisian sangat mengharapkan adanya undang-undang yang secara tegas membedakan antara aborsi biasa mampun aborsi yang diakibatkan oleh perkosaan dengan segala sanksinya dan juga memuat pasal yang memberikan perlindungan terhadap korban perkosaan dan juga janin yang dikandung bila si korban hamil. Aparat juga sangat mengharapkan kepada lkatan Dokter Indonesia untuk memberikan pengawasan yang lebih ketat kepada para anggotanya, agar tidak terjadi praktek-praktek aborsi yang tidak ada indikasi medis, dan polisi juga mengharapkan peran keluarga maupun masyarakat agar membantu, setiap tindak kejahatan baik yang dilakukan oleh ke 1uarga sendiri maupun suatu tindak kejahatan yang terjadi di masyarakat untuk segera melaporkan kepada Kantor Polisi terdekat. Sebab tanpa bantuan dan peran dari keluarga maupun masyarakat, polisi tidak bisa berbuat apa-apa bila kejahatan itu terjadi dalam keluarga.

7. Dokter KandunganDi bidang kedokteran istilah keguguran atau Aborsi provocatus lebih

populer dengan sebutan aborsi (pengguguran kandungan), kasus-kasus keguguran sering terdengan di masyarakat namun yang diproses sampai ditingkat pengadilan hanya sedikit sekali. Hal tersebut tidak terlepas dari sulitnya para penegak hukum dalam mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menyeret para pelaku aborsi kemeja hijau. Kesulitan

73

Page 85: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

para panegak bukum dalam mencari dan mengumpulkan bukti-bukti di lapangan terse but juga berpengaruh pada upaya penegakan hukum di Indonesia. Banyak pelaku aborsi di Indonesia yang lolos dari jeratan hukum karena tidak didukung bukti permulaan yang cukup.

Abortus provocatus yang dilakukan secara perseorangan oleh wanita hamil yang bersangkutan pada saat usia kehamilan masih muda dengan cara meminum berbagai macam ramuan tradisional atau obat peluntur haid, hampir tidak berbekas sama sekali. Sebab yang keluar dari rahim wanita tersebut hanyalah darah atau gumpalan darah mirip seperti darah yang keluar saat haid.

Jika ditinjau dan segi medis, tidak ada batasan pasti kepada kandungan bisa digugurkan. Kandungan seorang perempuan bisa digugurkan kapan saja sepanjang ada indikasi medis untuk menggugurkan kandungan itu.

Misalnya jika diketahui anak yang akan lahir mengalami cacat berat atau si ibu menderita penyakit jantung yang akan sangat berbahaya sekali untuk keselamatanjiwanya pada saat melahirkan nanti, Sekalipun janin itu sudah berusia lima bulan atau enam bulan, pertimbangan medis masih memperbolehkan dilakukan abortus provocatus.

Biasanya dalam praktek kedokteran, pertimbangan utama tetap pada diri ibu. Dengan demikian nyawanya lebih berharga daripada nyawa anak yang dikandungnya.Meski demikian, tidak menutup kemungkinan dokter berpendapat sebaliknya dengan tetap mengacu pada kemungkinan pasien dan keluarganya. Bahkan seringkali dokter harus mengambil jalan tengah, berusaha menyelamatkan keduanya, ibu dan anaknya. Sebab pada dasamya tidak diperbolehkan manusia menghilangkan nyawa manusia lainnya. Yang berhak menghilangkan atau mencabut nyawa itu hanya Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pada dasamya aborsi yang dilakukan secara perorangan atau dalam bidang kedokteran disebut abortus provocatus bukanlah hal yang rumit untuk dilakukan karena dapat dilakukan sendiri oleh perempuan yang bersangkutan tanpa bantuan orang lain. Upaya-upaya yang bersangkutan tanpa bantuan orang lain. Upaya-upaya yang lazim

74

Page 86: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

dilakukan adalah minum berbagai macam obat atau jamu, naik kuda/ sepeda secara berlebihan. Upaya-upaya seperti itu efektif dilakukan pada kandungan minggu ke-5 sampai minggu ke-1 0, yaitu jika yang bersangkutan sudah pasti haidnya terlambat, merasa mual dipagi hari dan merasa pasti hamil. Upaya-upaya ini tidak berpengaruh besar terhadap fisik si ibu karena fisik ibu jauh lebih kuat dari fisik em brio yang ada dalam kandungan.

Kandungan kehamilan yang tidak diinginkan menimbulkan kepanikan yang luar biasa pada wanita yang bersangkutan, sehingga ia mau menghalalkan segala cara untuk melenyapkan kehamilan terse but. Apabila setelah upaya yang dilakukan sendiri gagal total. Pada kasus yang lazinn terjadi di Indonesia, si wanita tersebut mendatangi orang yang bisa menggugurkan kandungannya dan biasa melakukan pekerjaan seperti sehari-harinya. Cara-cara yang dilakukan biasanya jauh lebih mengerikan dibanding upaya pengguguran-pengguguran yang dilakukan sendiri oleh wanita yang bersangkutan, karena dilakukan dengan kekerasan atau dengan bantuan Alat.

Banyak juga wanita mengalami keguguran kandungan yang diakibatkan berbagai penyakit yang dideritanya seperti sipilis, malaria atau inteksi yang disertai dengan demam tinggi. Penyakit-penyakit tersebut dapat menyebabkan embrio muda dalam rahim itu tidak dapat bertahan terus menerus dan berkembang sebagaimana mestinya. Abortus juga dapat terjadi karena kelalaian manusia, contohnya ibu hamil kurang hati-hati menjaga kandungannya, artinya sudah tahu hamil tetapi melakukan pekerjaan yang menyiksa fisik dan mengakibatkan kelelahan tubuh. Kelelahan ini dapat juga menjadi faktor utama penyebab keguguran terutama pada saat kandungan masih muda.

Keguguran juga sering terjadi karena wanita hamil yang bersangkutan mengalami kecelakaan, bentuk-bentuk kecelakaan yang sering kali mampu menggugurkan kandungan adalah tabrakan, jatuh terpeleset atau benturan keras pada perut ibu hamil terse but. Benturan keras yang terjadi pada perut hamil membuat kandungan mengalami kontraksi yang menyebabkan keluamya janin dari tubuh wanita hamil yang bersangkutan. Kadangkala benturan-benturan keras yang terjadi

75

Page 87: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

di perut ibu hamil menyebabkan ketuban pecah (ketuban adalah cairan dalam rahim yang melindungi janin hila terjadi benturan goncangan akan pecah). Pecahnya ketuban diikuti dengan kononstrasi rahim akan mampu mendorong keluarnya janin dari tubuh ibu hamil yang bersangkutan, meskipun umumya belum mencukupi untuk dilahirkan. Pada kandungan yang berusia lebih dari tujuh bulan, pecahnya ketuban dapat ditangani secara medis untuk menyelamatkan ibu maupunjaninnya dengan melakukan operasi caesar untuk mengangkat janin yang telah mempunyai harapan hidup, Tapi pada kandungan yang berusia kurang enam bulan, peristiwa terse but biasanya harus direlakan sebagai suatu kecelakaan janin yang tidak mempunyai harapan hidup, untuk itu direlakan gugur, sekalipun demikian sang ibu harus tetap menjalani perawatan medis untuk memulihkan kondisi fisiknya.

Se 1anjutnya mengenai Aborsi akibat perkosaan, dari segi medis perkosaan adalah pemaksaan hubungan kelamin seorang pria kepada wanita. Konsekuensi dari perkosaan adalah terjadinya kehamilan, Kehamilan pada korban perkosaan oleh wanita korban perkosaan yang bersangkutan maupun keluarganya jelas tidak diinginkan. Hal terse but menyebabkan wanita korban perkosaan menolak keberadaan janin yang tumbuh dalam rahimnya.

Seorang korban perkosaan tidak akan merasa berdosa sekalipun telah menggugurkan kandungannya, karena korban perkosaan menganggap bahwa janin yang ada diperutnya merupakan sumber malapetaka yang harus dibuang jauh-jauh. Oleh karena itu wanita korban perkosaan harus segera mendapat pendampingan dan dukungan moral terutama dari keluarga. Pendampingan dan dukungan moral dari pihak-pihak yang bersimpati, kemudian adanya kesempatan dan tempat untuk menumpahkan segala perasaannya serta tindakan-tindakan medis darurat dapat meringankan a tau mencegah trauma psikis korban.

Pendapat Nara Sumber, dr. Kartono Mohamad (Mantan Ketua IDI) berkaitan dengan aborsi pada prinsipnya sama dengan kegiatan pembedahan, memberi suntikan, transkripsi dan sebagainya yang dilakukan untuk menolong seseorang agar terbebas dari penyakit dan mencegah komplikasi seorang pasien. Seperti halnya amputasi yang

76

Page 88: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

dilakukan kepada seseorang, merupakan hal yang tidak mengenakan, karena harus menghilangkan bagian tubuh untuk menghindari hal yang lebih jauh berbahaya bagi kesehatannya misal kanker pada kaki.

Seorang dokter akan memandang aborsi seperti hal tersebut, karena cara konvensional sudah tidak bisa menolong dan bisa memberikan efek samping kepada perempuan tersebut, lain hainya dengan pandangan ahli hukum, terutama tim yang membuat Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (R-KUHP), yang memandang abortus sabagai suatu tindakan kriminal di mana dokter yang menolong perempuan tersebut dapat dituduh melakukan tindak pi dana. Dalam hal ini profesi dokter seperti diikat tangannya, sehingga sulit melakukan profesinya sebagai dokter yang harus menolong pasiennya.

Banyaknya praktek aborsi, dari segi sosiologis lebih sering tetjadi karena keinginan si perempuan yang hamil, karena bel urn ada aturan hukumnya maka dampak praktek-praktek illegal yang membuat tarif semaunya dan sangat mahal.

Terdapat beberapa alasan, mengapa dilakukan aborsi, antaralain:1. Si perempuan tidak siap untuk hamil dikarenakan beberapa faktor (misalnya:

masih sekolah, tingkat ekonomi sulit).

2. Adanya kegagalan alat kontrasepsi Keluarga Berencana (Pemakai pil KB sekitar 20 juta orang, dan 5% dari peserta KB tersebut seringkali gagal).

3. Adanya kontrak kerja (selama 3 tahun pertama tidak boleh hamil bagi karyawati perusahaan tertentu).

4. Akibat perkosaan (incest sering terjadi).5. Adanya penyakit bawaan yang berbahaya (misal: Thalasemia Down

Syndrome, dan sebagainya)6. Ketidaktahuan dari remaja akan kehamilan,

Bagi perempuan yang melakukan aborsi akibat perkosaan mengalami berbagai macam sanksi yang dialami, baik dari ternan,

77

Page 89: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

lingkungan maupun keluarga. Terlebih lagi stigma ejekan yang harus diderita hingga usia kandungan mencapai 9 bulan lamanya merupakan penderitaan yang sangat sulit dihadapinya.

Oleh karena itu, dalam Pasal tentang Aborsi di Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (R-KUHP) yang akan datang sebaiknya aborsi akibat perkosaan dibolehkan dan pasal yang ada sekarang diharapkan diganti dengan yang baru. Demikian pula Pasal 15 UU Kesahatan (UU No. .23 Tahun 1992), sebaiknya dicabut, mengingat tidak sesuai dengan penjelasannya, sehingga Peraturan Pelaksanaannya tidak jalan.

Berdasarkan hal tersebut, kiranya sudah saatnya Pemerintah berkewajiban melindungi perempuan dari praktek aborsi yang tidak aman dan tidak menyamakan aborsi dengan pembunuhan. Oleh sebab itu dengan adanya aturan tentang aborsi, maka praktek-praktek illegal tidak akan terjadi dan pemerintah menentukan persyaratan yang harus dipenuhi seperti Dokter, Bidan yang ahli dan terlatih, sarana yang memenuhi syarat, dan sebagainya. Sehingga perempuan yang hamil tidak berisiko terhadap alat reprod~ksinya.

78

Page 90: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

BABVPENUTUP

A. Kesimpulan1. Ketidalipastian hukum, akan muncul dalam aborsi akibat perkosaan,

karena tidakjelasnya aturan hukum pidana yang mengatur masalah tersebut, artinya masih adanya kesimpang siuran interpretasi yang akibatnya terdapat dualisme pandangan terhadap aturan aborsi yang ada sekarang, pada prinsipnya hal terse but akan cukup menyulitkan dalam penegakan hukumnya.

2. Karena masih terbatasnya aturan mengenai aborsi, bahkan untuk aborsi akibat perkosaan tidak ada ketentuan yang bisa dijadikan acuan, sehingga penanggulangan aborsi akibat perkosaan akan mengalami hambatan pada tahap implementasi di lapangan.

3. Berbagai kebijakan hukum bisa diambil diantaranya dikeluarkannya aturan mengenai aborsi (pada umumnya) secara lengkap dan sistematis, secara khusus aborsi akibat perkosaan harus diatur, baik dalam aturan yang berada diluar KUHPidana atau RUU KUHPidana, ataupun diatur secara rinci di dalam RUU KUHPidana, apakah perbuatan tersebut merupakan perbuatan tindak pidana atau tidak hal itu menipakan persoalan lain, namun kejelasan atau diaturnya persoalan demikian paling tidak, tidak akan membingungkan penegak hukum.

B. Saran1. Apa yang dibahas dalam penelitian ini hanyalah satu sisi dari banyak segi

mengenai aborsi, oleh karena itu untuk melengkapi penelitian ini disararikan pula dilakukan penelitian dari berbagai disiplin ilmu, sehingga masukannya bersifat lebih konprehensif dan terarah.

2. Perlunya dipertimbangkan, disamping indikasi medik, pertimbangan sosial dan budaya dimasukan ke dalam alasan-alasan aborsi, mengingat terjadinya perubahan fundamental masyarakat terutama

79

Page 91: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

menyangkut tata nilai dan kebutuhan global, sehingga aborsi akibat perkosaan bisa memperoleh tempat yang layak di mata masyarakat Indonesia.

3. Untuk mendukung dan menunjang hal di atas, perlu dilakukan penelitian yang lebih komprehensif, terutama menyangkut sikap masyarakat terhadap jenis aborsi akibat perkosaan, karena apabila akan melakukan kriminalisasi atau dekriminalisasi, pendekatan nilai, sosial dan filosofis menjadi sangat penting, yaitu legalisasi secara yuridis, faktual dan moral

4. Sebaiknya Pasal 15 Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kasehatan dicabut mengingat bunyinya tidak sesuai dengan penjelasannya, sehingga Peraturan Pelaksanaannya tidakjalan.

5. Pasal tentang Aborsi akibat perkosaan dalam Rancangan Undang-Undang KUHPidana sebaiknya diatur dan diperbolehkan, sehingga perempuan terlindungi dari praktek-praktek yang tidak aman dan ilegal.

80

Page 92: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

DAFfAR PUSTAKA

Abd. Wahid, Modus-Modus Kejahatan Modem, Tarsito, Jakarta, 1993.

Al-Bahawati, Kasysyaful al-Qina, Juz I, Maktab al-Nashr al Haditsat, Riyadh.

A. Rosenfeld, S. Men, Abortion, dalam W. Rrich ( ed) Encyclopedia of Bioethks, revised edition, NewYoi-K MacMillan, 1995, vol. 1.

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legis/atif Dalam Penanggu/angan Kejahatan dengan Pidana Penjara, penerbit Universitas DiponegoroSemarang, 1994.

C.B. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi, Gramedia Widiasarana Indo-nesia, Jakarta, 2002.

Damad Afandi, Majma' al-Anhar fi Syarh - Multaqa a/ -abhor Juz 2,Mathba'at al Amirat, 1328 H.

Edwin M Schar, Law and Society, New York, Random House, 1967.Erik Eckholm dan Kathleen Newlan, Wanita, Kesehatan dan Keluarga

Berencana, terjemahan Masri Maris danNy. Sukarto, Sinar Harapan, Jakarta, 1984

Ervin H Pollack, Fundamental ofLegal Research, Brooklyn, The Foun-dation Frees, 1967.

Ibn' Abidin, Hasyiyat Ibn' Abidin Juz 3, Musthafa al-Babi al -Halabi, Mesir, 1966.

Imam Al-Ghazali, Ihya 'Ulum al-Din Juz 2, Musthafa al-Babi al-Halabi, Mesir, 1939.

I.S Susanto, Kriminologi, Fakultas Hukum Universitas DiponegoroSemarang, 1995.

JM Jacobstein and Roy M Mersky, Legal Research Illustrated, 1977Kompas 18 Oktober 2000, dalam artike1 "Jangan Kirimi Aku Bunga" Kompas 27

Oktober 2000

81

Page 93: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004

Harian Media Dakwah, Oktober 1992Harian Pe1ita tanggal4 Februari 1992.Harian Pelita, September 1992.

Berita Ikatan Dokter Indonesia- BIOI, 25 Agustus, 1998. Kompas, 30 November 1997Kompas, 28 Maret 2000.Kompas, 28 Agustus2000Media Indonesia, 13 Oktober 2001.Media Indonesia, 7 Agustus 2001,Kompas, 30 November 1997.Kompas, 7 Desember 1997.

82

Page 94: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004
Page 95: Penelitian Tentang Aspek Hukum PElaksanaan Aborsi Bagi Korban Perkosaan 2004