penelitian intonasi ujaran ayya dalam bahasa sibolga

Upload: habieber-agih

Post on 14-Jul-2015

303 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN Dalam linguistik dikenal dua cara yang terpisah untuk mengkaji bunyi bahasa: fonetik, yaitu kajian dan analisa sehubungan dengan artikulasi, transmisi, dan persepsi bunyi-bunyi tertentu; dan fonologi, yaitu kajian dan analisis tentang pemanfaatan pelbagai macam bunyi bahasa oleh bahasa-bahasa dan pemanfaatan sistem-sistem untuk mengontraskan ciri-ciri bunyi (sistem fonologis) yang terdapat dalam bahasa-bahasa tersebut. Fonetik dan fonologi mempelajari pokok masalah atau aspek yang sama dalam bahasa, yaitu bunyi bahasa sebagai hasil artikulasi yang dapat didengar, tetapi keduanya mengadakan pendekatan dari sudut pandang yang berlainan. Fonetik itu umum (yaitu mempelajari bunyi bahasa tanpa mengacu kepada fungsi bunyi bahasa itu dalam bahasa tertentu), deskriptif dan dapat diklasifikasikan. Sedangkan fonologi itu khusus (menyangkut sebuah atau beberapa bahasa tertentu) dan fungsional. Fonologi senantiasa memfokuskan sebuah bahasa sebagai sebuah sistem komunikasi dalam teori dan prosedur analisisnya. Fonologi termasuk dalam subkajian dalam ilmu inguistik yang mempelajari tentang sistem bunyi suatu bahasa secara spesifik dan lebih khusus. Dalam fonologi sendiri, masih terdapat dua subkajian yang lebih di khususkan lagi, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik adalah studi fonologi yang mengkaji tentang bagaimana suara itu dihasilkan (produksi), persepsi suara, dan sifat fisis bunyi itu. Selain itu, ilmu suara ini juga meliputi bagaimana suara-suara itu dikombinasikan, diorganisir, dan menyampaikan maksud bahasa tersebut. Tidak semua bentuk bunyi bahasa yang ada di dunia ini dapat diartikulasikan oleh alat ucap manusia. Tidak semua bentuk bunyi bahasa yang ada di dunia ini dapat diartikulasikan oleh alat ucap manusia. 1.1 Latar Belakang Makna ujaran sebenarnya menjadi objek kajian dalam pragmatik, seperti halnya semantik yang membahas masalah makna. Akan tetapi pragmatik lebih mengkhususkan pada kajian makna dalam bahasa lisan. Seperti diketahui bahwa

1

ujaran merupakan komunikasi manusia yang berbentuk lisan, maka makna ujaran merupakan tergantung pada persepsi pendengar ketika mendengarkan ujaran tersebut. Makna yang ditangkap pendengar terhadap suatu ujaran bergantung pada intonasi, nada dan tekanan suara ketika mengucapkan ujaran. Untuk kata-kata sama tertentu dapat menyiratkan makna yang berbeda ketika diucapkan dengan intonasi, nada dan tekanan yang berbeda.Oleh sebab itulah hal ini juga dapat dibahas dalam fonetik karena inti dari fonetik adalah identifikasi sifat-sifat bunyiyang bisa digunakan oleh manusia dalam bahasa.. Setiap bahasa daerah memiliki ujaran-ujaran interjeksi unik yang hanya ada pada bahasa daerah tersebut dan membuatnya berbeda dari bahasa-bahasa daerah lain. Seperti Bahasa Sibolga yang digunakan oleh masyarakat yang tinggal di beberapa daerah pesisir pantai barat Sumatera terutama di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Walaupun penutur bahasa ini tidak sebanyak penutur Bahasa Minangkabau yang masih memiliki kemiripan dengan Bahasa Sibolga, namun penelitian tentang ujaran interjeksi bahasa tetap menarik untuk dilakukan. Di samping untuk mempelajari kembali fenomena-fenomena bahasa juga sebagai usaha untuk mempertahankan keeksisan bahasa itu sendiri. Kembali ke masalah kajian fonetik yang berhubungan dengan pendeskripsian ujaran, selanjutnya akan dibahas penelitian mengenai Intonasi dan Durasi Interjeksi Ayya dalam Bahasa Sibolga Sebagai Penentu Makna. 1.2 Permasalahan Interjeksi ayya dalam Bahasa Sibolga yang dituturkan dengan cara yang berbeda akan ditangkap oleh pendengar dengan makna yang berbeda pula. Hal ini bergantung pada aspek fonetis berupa fitur suprasegmental , seperti nada, intonasi, tekanan, dan durasi. Perbedaan makna yang tersirat dari ucapan penutur yang ditangkap oleh pendengar sangat dipengaruhi oleh dua fitur suprasegmental yang dianggap sangat menonjol dan memberi pengaruh, yaitu intonasi dan durasi. Melalui pernyataan di atas dapat dirumuskan dua permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini. Permasalahan yang dimaksud adalah:1. Apakah ketaksaan makna tanggapan ujaran /ayya/ ditentukan oleh naik

atau turunnya alir nada pada rentang antara silabel /ay/ dengan silabel /ya/?

2

2. Bagaimanakah kontur nada pada masing-masing makna ujaran /ayya/? 1.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas dapat dinyatakan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Membuktikan bahwa ketaksaan makna tanggapan ujaran /ayya/

ditentukan oleh naik atau turunnya alir nada pada rentang antara silabel /ay/ dengan silabel /ya/.2. Mendeskripsikan kontur nada pada masing-masing ujaran /ayya/

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN2.1

Intonasi

3

Seperti yang diungkapkan oleh Lodge (2009: 7), mempelajari detail halus dalam performa fonetis dapat membantu kita memahami bagaimana bahasa bekerja dalam banyak bentuk. Lodge (2009: 110) menjelaskan lebih lanjut bahwa detail halus yang dimaksud di sini adalah ciri-ciri suprasegmental, yaitu titi nada (pitch), stres atau penekanan (stress), durasi atau rentang waktu (duration), suku kata (syllables), dan ritme atau irama (rhythms). Salah satu dari ciri-ciri tersebut, yaitu pitch, dapat membentuk intonasi apabila variasi-variasinya dirakit dalam serangkaian ujaran (t Hart, Collier, dan Cohen, 1990: 10). Dalam percakapan lisan, penggunaan pola intonasi tertentu bisa membantu penutur menyampaikan sikapnya terhadap apa yang dia katakan kepada rekan bicaranya (Lodge, 2009: 4). Rekan bicaranya pun dapat menangkap sikap tersebut dengan mengenali pola intonasi ini. Intonasi adalah ciri-ciri tonal yang membawa informasi linguistik pada tingkat kalimat (Lehiste, 1970: 95). Ciri-ciri tonal ini merupakan salah satu cara vokal yang bisa digunakan dalam menyampaikan sebuah pesan dari pembicara kepada pendengar (t Hart, et al., 1990: 2). Intonasi dapat 398). Gussenhoven (2004: 24) juga mengungkapkan bahwa intonasi telah diklaim mempunyai makna emosi atau sikap. Pernyataan Cook mendukung hal tersebut. Menurutnya, dalam bidang musik, pitch diketahui membawa makna afektif yang dipahami oleh pendengar normal (yang kemampuan musiknya tidak terasah), dan, dalam bidang ujaran manusia, informasi seperti itu secara potensial penting dalam menyampaikan keadaan-keadaan emosional sebagai bagian yang tersirat dari pesan verbal (Cook, 2002: 104). Menurut Harimurti Kridalaksana (2008: 3), makna afektif adalah makna yang menunjukkan perasaan (emotif). Gussenhoven (2004: 82) menjabarkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan mengenai bagian akhir ujaran yang berhubungan dengan emosi atau sikap yang dimaksud itu. Uldall (1964 dalam Gussenhoven, digunakan untuk menandai sikap atau perasaan penutur, sebagaimana yang disebut attentive intonation oleh Malmberg (1957:

4

2004: 82) menemukan bahwa pendengar mengasosiasikan akhiran yang menanjak dengan mengalah dan menyenangkan. Penelitian yang dilakukan oleh Rietveld, Haan, Heijmans, and Gussenhoven (2002 dalam Gussenhoven, 2004: 82) juga menunjukkan bahwa akhiran kontur lebih digunakan untuk menunjukkan makna afektif dalam bahasa Belanda. Pada tingkat afektif, sebagian besar bahasa menggunakan panjang untuk menambah derajat tekanan yang diberikan kepada ide tertentu tapi bahasabahasa ini berbeda dalam cara panjang mana yang digunakannya (Malmberg, 1974: 370). Halim (1974: 98) pun menuturkan bahwa penutur dan pendengar bisa dengan sangat mudah mengubah pola intonasinya untuk mengekspresikan emosinya dengan menggunakan penanda pitch yang bermarkah; yaitu dengan menaikkan atau menurunkan interval antara tingkat pitch-nya. Jadi, apakah penutur bahasa Indonesia menggunakan akhiran yang menanjak dan panjang untuk menunjukkan makna afektif tertentu merupakan hal yang perlu diteliti lebih lanjut. 2.2 Interjeksi Interjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati pembicara. Untuk memperkuat rasa hati seperti rasa kagum, sedih, heran, dan jijik, orang memakai kata tertentu di samping kalimat yang mengandung maksud pokok. Di bawah ini diberikan beberapa jenis interjeksi dan contohnya. 1. Interjeksi kejijikan : bah, cih, cis, ih, idih (idiih) Contoh:a.

Bah, segera kau keluar dari kamar ini juga! Cih, tidak tahu malu ! Maunya ditraktir orang melulu! Cis, gua muak lihat muka lu ! Dasar cowok enggak tau diri! Ih, mulutmu bau amat, sih! Nggak pernah disikat, 'kali! Idih, WC-nya bau pesing banget ! Jijik, ah!

b. c. d.

2. Interjeksi kekesalan atau kecewa: brengsek, sialan, buset (busyet) ,

keparat, celaka. Contoh:

5

a. Brengsek, disuruh ngebantuin malah ngomel! b. Sialan, baru mau tidur sudah dibangunin! c. Buset, aku dimarahi guru gara-gara kamu! d. Keparat, dompet saya kecopetan di pasar! e. Celaka, kopornya ketinggalan di lobi bandara!2. Interjeksi kekaguman atau kepuasan: aduh (duh), aduhai, amboi, asyik,

wah. Contoh: a. Aduh, cantik sekali kamu malam ini! b. Aduhai, indah sekali pemandangan di sini! c. Amboi, akhirnya sampai juga kita dengan selamat! d. Asyik, nikmatnya kita duduk-duduk di pantai yang sepi ini. e. Wah, goyang dangdut penyanyi itu benar-benar seksi! 2. Interjeksi kesyukuran: syukur, alhamdulillah, untung Contoh: a. Syukur, kamu dapat diterima pada perusahaan itu! b. Alhamdulillah, keluarga saya luput dari kecelakaan itu. c. Untung, waktu terjadi kerusuhan itu toko kami tidak dijarah. 2. Interjeksi harapan : insya Allah, mudah-mudahan, semoga Contoh: a. Insya Allah, saya akan datang ke pesta pernikahanmu! b. Mudah-mudahan Anda tiba dengan selamat di tanah air! c. Semoga cita-citamu lekas tercapai! 2. Interjeksi keheranan : aduh, aih, ai, lo, duilah, eh, oh, ah Contoh: a. Aduh, kamu kok suka gonta ganti pacar! b. Aih, kurus amat kamu sekarang ini ! Lagi diet? c. Ai, tasnya keren banget! Merek apa, sih? d. Lo, masa nggak kenal lagi! Kamu 'kan teman sekolahku di SMP. e. Duilah, begitu saja kamu tidak bisa! f. Eh, aku heran dia bisa lulus ujian. Pada hal jarang belajar! g. Oh, saya baru tahu kalau kamu sudah menikah

6

h. Ah, saya tidak kira kalau kamu pandai bahasa Korea. 2. Interjekasi kekagetan: astaga, astagafirullah, masyaallah, masa, alamak, gila (gile) Contoh: a. Astaga, mahal amat baju ini! Nggak sanggup beli, deh! b. Astagafirullah, seluruh keluarganya dibantai perampok? c. Masyallah, pamanmu punya bini muda lagi? d. Masa, si Ria udah hamil? Kan dianya belon menikah. e. Alamak, dandanan cewek-cewek bachiguro itu serem banget f. Gile, dia bisa abisin bir selusin sendirian tapi nggak mabuk! 2. Interjeksi ajakan : ayo, yuk, mari Contoh : a. Ayo,, siapa mau ikut minum-minum ke kedai minum? b. Yuk, kita pergi barengan ke Shibuya! c. Mari, dicoba kuenya. Jangan malu-malu! 2. Interjeksi panggilan : hai, he, hei, eh, halo (alo) Contoh : a. Hai, kapan kamu datang dari Tokyo? b. He, di mana si Alya tinggal sekarang? c. Hei, tolong beliin gua rokok sebungkus! d. Eh, mau ikut nggak ngedugem malam ini! e. Halo, apa kabar, sayang!2. Interjeksi marah atau makian: goblok, tolol, sontoloyo

Contoh: a. Goblok, sudah diajarin juga nggak ngerti-ngerti. b. Tolol, kopinya bukan diisi gula tapi garam! c. Sontoloyo, kerjaan segampang ini nggak becus! Perlu diperhatikan bahwa banyak dari interjeksi itu dipakai dalam bahasa lisan atau bahasa tulis berbentuk percakapan. Pada bahasa tulis yang tidak merupakan percakapan, khususnya yang bersifat formal, interjeksi jarang dipakai. 1.1 Interjeksi dalam Bahasa Sibolga

Secara semantis, interjeksi mengungkapkan rasa hati pembicara seperti rasa kagum, sedih, dan heran. Dalam Bahasa Sibolga, untuk menyatakan betapa

7

cantiknya seseorang, misalnya, kita tidak hanya berkata, Rancak bana anak gadi tu ya, tetapi diaawali dengan kata seru atau interjeksi ayya yang mengungkapkan perasaan kagum kita. Dengan demikian, kalimat Ayya, rancak bana anak gadi tu ya, tidak hanya menyatakan fakta tetapi juga rasa hati pembicara. Secara sintaksis, interjeksi tidak bertalian dengan unsur kalimat yang lain. Interjeksi mampu hadir secara mandiri dalam tutur tidak memerlukan pendampingan konstituen lainnya. Interjeksi ayya memiliki beberapa makna yang akan diketahui dengan intonasi nada dan durasi ujaran tersebut walaupun interjeksi tersebut tidak bergabung dengan konstituen lain. Namun dalam bahasa tulisan, makna ujaran tersebut diketahui jika ia berdampingan dengan konstituen lain. Contoh:. a. Ayya! Rancak bana pemandangannyo. (bermakna kagum) (Amboi! Indah sekali pemandangannya) b. Ayya! Tagigik ambo lado. (bermakna kesakitan) (Aduh! Aku gak sengaja mengigit cabe) c. Ayya! Mangapo balun siap juo yang ambo suruh tadi? (bermakna kesal) (Aduh! Mengapa pekerjaan yang saya suruh tadi belum juga selesai?) d. Ayya! Datang aya kau. Lakke mandi. (bermakna terkejut) (Aduh! Ayahmu sudah datang. Ayo cepat mandi) Selain interjeksi ayya masih ada beberapa interjeksi lain dalam Bahasa Sibolga, diantaranya, oi, hoi, eh, heh, dll. 1.1 Makna

Makna sebagai objek kajian dalam semantik dan pragmatik merupakan persoalan bahasa yang sangat erat keterkaitan dan keterikatannya dengan segala segi kehidupan manusia sangat erat. Untuk dapat memahami makna atau arti, kita perlu menoleh kembali pada teori yang dikemukakan oleh Fredinand de Saussure (dalam Chaer, 2009: 29) yaitu mengenai tanda linguistik (leksem). Menurut de Saussure setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yyaitu (1) yang diartikan (signified), (2) yang mengartikan (signifier). Yang diartikan (signified) tidak lain daripada konsep atau

8

makna dari sesuatu tanda bunyi. Sedang yang mengartikan (signifier) itu tidak lain daripada bunyi-bunyi itu, yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Jadi dengan kata lain setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk/mengacu kepada suatu referen yang merupakan unsur luarbahasa (ekstralingual). Dalam kajian tindak tutur (speech act) dikenal adanya makna lokusi, ilokusi dan perlokusi. Yang dimaksud dengan makna lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran, makna harfiah, atau makna apa adanya. Sedangkan yang dimaksud dengan makna ilokusi adalah makna seperti yang dipahami oleh pendengar. Sebaliknya yang dimaksud dengan makna perlokusi adalah makna seperti yang diinginkan oleh penutur.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Prosedur Untuk mendapatkan ujaran /ayya/ dilakukan dengan merekam suara langsung dengan komputer. Langkah pertama mengaktifkan mikrofon di komputer kemudian membuka program Praat. Untuk perekaman dilakukan dengan mengklik new kemudian memilih record mono sound, klik record kemudian mengucapkan interjeksi /ayya/, lalu klik stop dan selanjutnya mengklik to list. Maka suara yang telah direkam akan muncul di daftar Praat Object.

3.1.1 Perekaman Suara

9

Kemudian untuk memudahkan proses selanjutnya perlu dilakukan mengganti nama file dengan mengklik rename di bagian bawah daftar (list). Untuk membersihkan data dilakukan dengan memilih ujaran yang diperlukan saja, sehingga perlu dilakukan pembuangan sisa ujaran yang tidak diperlukan dengan mengklik edtt maka muncul gambar. Selanjutnya blok suara yang dibutuhkan, kemudian klik file kemudian extract selection. Maka muncul sound entitled di daftar Praat. Seperti tadi perlu diganti nama file untuk memudahkan proses selanjutnya dengan mengklik rename. 3.1.2 Segmentasi Tahap selanjutnya adalah segmentasi. Pada tahap ini, data yang yang sudah bersih diberi tanda batas-batas silabenya. Hasil tahap segmentasi akan menampilkan sinyal suara beserta silabenya. Untuk melakukan segmentasi dilakukan dengan mengklik label & segment lalu pilih To Text Grid kemudian OK. Maka muncullah di daftar textgrid untitled. Jika perlu ubah nama file dengan cara yang sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Kemudian blok bersamaan file suara yang telah dibersihkan tadi (sound entitled) dan textgridnya, lalu edit. Setelah muncul gambar maka dilakukan proses mencari batas antara bunyi /ay/ dan /ya/. Proses ini dilakukan untuk memotong data menjadi bagian-bagian suku kata/bunyi kata. Setelah selesai tutup gambar. Untuk memindahkan gambar ke dokumen, klik draw. Maka gambar muncul di Praat Picture, lalu klik file kemudian pilih copy to clipboard. Selanjutnya paste di dokumen (MsWord).

10

Gambar 1. Segmentasi sinyal suara ujaran /ayya/ dalam bentuk gelombang bunyi.

Untuk mendapatkan gambar segmentasi sinyal ujaran dalam bentuk pitchtier dilakukan dengan prosedur berikut. Pertama-tama, blok file suara di daftar Praat object, lalu pilih To manipulation, kemudian edit. Setelah muncul gambar, klik pitch kemudian pilih stylize pitch (2st). Setelah itu, tutup gambar, lalu klik extract pitch tier. Untuk memunculkannya bersamaan dengan segmentasi suku kata, klik draw, lalu blok textgrid, kemudian klik draw. Untuk menyalin ke dokumen, telah dijelaskan sebelumnya pada tahap segmentasi.

11

500

Gambar 2. Segmentasi sinyal suara ujaran /ayya/ dalam bentuk pitchtier 3.1.3 Stilisasi Tahap stilisasi bertujuan untuk memiliki titik-titik nada yang signifikan, artinya kalau dihilangkan sudah tidak sama dengan aslinya. Hal ini berguna agar ujaran yang diperoleh dapat dipersepsi dengan baik oleh responden. Rekaman ujaran distilisasi sebanyak 6 (enam) kali dengan menaikkan pitch pada titik pertama, titik kedua dan titik ketiga (seperti terlihat pada gambar 3, gambar 4 dan gambar 5) secara teratur sebesar 4 semiton. Kemudian ujaran /ayya/ juga distilisasi sebanyak 6 (enam) kali dengan menurunkan pitch pada titik pertama, titik kedua dan titik ketiga (seperti terlihat pada gambar 6, gambar 7 dan gambar 8) secara teratur sebesar 4 semiton.

12

800

Gambar 3. Stilisasi pola alir nada menaik pada titik pertama suku kata /ay/ dengan suku kata /ya/

800

Gambar 4. Stilisasi pola alir nada menaik pada titik kedua suku kata /ay/ dengan suku kata /ya/

13

800

Gambar 5. Stilisasi pola alir nada menaik pada titik ketiga suku kata /ay/ dengan suku kata /ya/

300Gambar 6. Stilisasi pola alir nada menurun pada titik pertama suku kata /ay/ dengan suku kata /ya/

14

300Gambar 7. Stilisasi pola alir nada menurun pada titik kedua suku kata /ay/ dengan suku kata /ya/

300

15

Gambar 8. Stilisasi pola alir nada menurun pada titik ketiga suku kata /ay/ dengan suku kata /ya/ 3.2 Responden Responden yang dilibatkan dalam uji persepsi ini berjumlah 5 orang yang terdiri dari 3 orang wanita dan 2 orang pria dengan latar belakang berbeda. Usia responden berkisar antara 17-35 tahun yang keseluruhannya merupakan penutur asli Bahasa Sibolga. Responden yang dipilih tidak memiliki cacat pada organ pendengaran. 3.3 Instrumen Penelitian Instrumen pertama dalam penelitian uji persepsi ini adalah rangkaian rekaman ujaran /ayya/ asli dan modifikasi dari hasil penaikan dan penurunan pitch sebanyak (6) enam kali pada titik pertama, titik kedua dan titik ketiga. Instrumen selanjutnya adalah lembar kerja uji persepsi yang akan diisi oleh setiap responden (seperti terlihat pada tabel 1). Uji Persepsi dilakukan dengan memperdengarkan ujaran asli dan ujaran modifikasi ke[ada responden masing-masing 3 kali melalui komputer. Responden mendengarkan melalui headset Ujaran asli diletakkan di nomor 1. Sebelum diperdengarkan, kepada responden telah dijelaskan dulu tata cara mengisi lembar kerja uji persepsi, yaitu dengan memberi tanda contreng () pada kolom yang disediakan sesuai dengan makna yang ditangkap pendengar. Sistem penomoran untuk ujaran asli dan modifikasi adalah sebagai berikut:

No. Urut 300 adalah ujaran asli Untuk ujaran modifikasi, angka pertama menunjukkan penurunan (ditunjukkan dengan angka 2) atau penaikan (ditunjukkan dengan angka 1). Angka kedua menunjukkan titik pertama (ditunjukkan dengan angka 1), titik kedua (ditunjukkan dengan angka 2) atau titik ketiga (ditunjukkan dengan angka 3). Sedangkan angka ketiga menunjukkan penaikan atau penurunan pitch 4 semiton (ditunjukkan dengan angka 1), 8 semiton (ditunjukkan dengan angka 2), 12 semiton (ditunjukkan dengan angka 3), 16 semiton (ditunjukkan dengan angka 4), 20 semiton (ditunjukkan dengan angka 5) atau 24 semiton (ditunjukkan dengan angka 6). Seperti terlihat pada gambar 9.

16

LEMBAR KERJA UJI PERSEPSI

No. Ujara n 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.

No. Urut Modifikasi 100 111 112 113 114 115 116 121 122 123 124 125 126 131 132 133 134 135 136 211 212 213 214 215 216 221 222 223 224 225 226 231 232 233 234 235 236

Kagum

Kesal

Kesakitan

Terkejut

Tabel 1 Lembar kerja uji persepsi

17

0

0

0 4/8/12/16/20/24 semiton Titik pertama/kedua/ketiga Penaikan / penurunan

Gambar 9. Sistem penomoran

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

18

Berdasarkan uji persepsi yang dilakukan terhadap 5 (lima) responden diperoleh data sebagai berikut:

No. Ujara n 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.

No. Urut Modifikasi

Kagum (%)

Kesal (%)

Kesakitan (%)

Terkejut (%)

100 40 60 111 40 20 20 20 112 80 20 113 20 40 40 114 20 20 60 115 20 20 60 116 20 40 40 121 40 40 10 122 60 40 123 40 60 124 20 80 125 40 20 40 126 60 20 20 131 60 20 20 132 20 20 60 133 40 60 134 40 60 135 40 60 136 60 40 211 80 20 212 20 60 20 213 80 20 214 80 20 215 80 20 216 60 40 221 100 222 100 223 40 40 20 224 40 60 225 40 60 226 20 80 231 20 40 40 232 20 60 20 233 60 40 234 60 40 235 20 60 20 236 60 40 Data di atas menjelaskan bahwa untuk ujaran asli responden lebih

dominan memilih jawaban terkejut. Pada titik pertama, penaikan pitch sebesar 4 semiton dan 8 semiton ditanggapi responden dengan jawaban kagum, dimana angka yang lebih signifikan terdapat pada jawaban kagum. Responden kembali19

memilih jawaban terkejut pada modifikasi penaikan pitch sebesar 16 dan 20 semiton. Namun ketika dinaikkan lagi menjadi 24 semiton didapat jawaban berimbang antara jawaban kesakitan dan terkejut. Untuk bunyi ujaran yang dimodifikasi pada titik kedua, penaikan 4 semiton ditanggapi responden dengan memberikan pilihan jawaban berimbang antara kagum dan kesakitan. Pada penaikan sebesar 8 semiton, jawaban terbanyak adalah kagum. Namun saat dinaikkan lagi sebesar 12 dan 16 semiton responden lebih dominan pada jawaban terkejut. Jawaban berimbang didapat juga pada modifikasi penaikan 20 semiton pada titik kedua ini, akan tetapi dominasi jawaban berubah menjadi kagum. Selanjutnya untuk modifikasi pada titik ketiga, lebih dominan responden memilih jawaban terkejut yaitu pada modifikasi penaikan pitch sebesar 8 semiton, 12 semiton, 16 semiton dan 20 semiton dengan jumlah persentase yang sama yaitu sebanyak 60 %. Sedangkan pada penaikan 24 semiton didapat sebanyak 60 % untuk jawaban kagum. Kemudian untuk modifikasi penurunan pitch pada titik pertama, didapat sebanyak 80 % responden menjawab kesal pada penaikan 4 semiton, 8 semiton 12 semiton, 16 semiton, 20 semiton dan 60 % pada penurunan 24 semiton. Ada beberapa responden yang memberikan jawaban lain yaitu 20 % untuk jawaban terkejut pada penurunan 4 semiton, 8 semiton dan 12 semiton. Responden yang menjawab kagum sebanyak 20 % yaitu pada penurunan 8 semiton. Sisa lainnya ada pada jawaban kesakitan tepatnya masing-masing 20 % pada penaikan 8 semiton dan 12 semiton serta 40 % pada penaikan 24 semiton. Pada modifikasi penurunan pitch titik kedua, masing-masing 80 % responden memilih jawaban kagum pada penurunan 4 semiton dan 8 semiton. Sementara pada saat modifikasi penurunan 12 semiton diperdengarkan responden memberikan jawaban berimbang pada jawaban kagum dan kesakitan yaitu masing-masing sebanyak 40 %. Untuk suara yang semakin diturunkan lagi responden dominan memilih jawban kesakitan, yaitu masing-masing 60 % pada peurunan 12 semiton dan 16 semiton. Sedangkan sisa responden memilih jawaban kagum. Hal ini berbeda dengan suara yang mengalami penurunan 24 semiton pada titik kedua ini. Angka yang lebih signifikan yaitu sebanyak 80 % responden memilih jawaban kesakitan dan sisanya 20 % persen pada jawaban kagum.

20

Akhirnya analisis data pada modifikasi penurunan pitch pada titik ketiga. Dominan responden memilih jawaban kesakitan. Masing sebanyak 60 % yang merespon dengan memilih jawaban ini pada penurunan 8 semiton, 12 semiton, 16 semiton 20 semiton dan 24 semiton. Sementara pada penurunan 4 semiton didapat jumlah berimbang untuk jawaban kesakitan dan terkejut. Sisa jawaban pada penrunan sebesar 4 semiton ini ada pada jawaban kesal. Responden menjawab terkejut masing-masing sebanyak 40 % pada saat mendengarkan rekaman suara modifikasi penurunan pitch sebesar 8 semiton, 12 semiton dan 24 semiton di titik ketiga ini. Sementara itu masing-masing sebanyak 20 % responden memilih jawaban kesal pada penurunan 4 semiton dan 8 semiton, jawaban terkejut pada penurunan 4 semiton dan 20 semiton, dan jawaban kagum pada penurunan 20 semiton.

500Gambar 10(a) Kontur nada kagum Dari data hasil uji persepsi juga dapat digambarkan gambar sinyal suara ujara /ayya/ yang bermakna kagum, kesal, kesakitan dan terkejut (seperti pada gaambar 9, 10, 11 dan 12)

21

500Gambar 10(b) Kontur nada kagum

500Gambar 11(a) Kontur nada kesal

22

500Gambar 11(b) kontur nada kesal

300Gambar 12 Kontur nada kesakitan

23

500Gambar 13 Kontur nada terkejut

24

BAB V KESIMPULAN Intonasi adalah kerja sama antara nada, tekanan, durasi, dan penghentiuanpenghentian yang menyertai suatu tutur dari awal sampai penghentian terakhir. Intonasi bukan gejala tunggal, tetapi perpaduan antar bermacam-macam gejala yang meliputi tekanan, nada, durasi, penghentian. Dengan mempelajari ciri-ciri suprasegmental dalam performa fonetis dapat membantu kita memahami bagaimana bahasa bekerja dalam banyak bentuk. Ciriciri suprasegmental yaitu titi nada (pitch), stres atau penekanan (stress), durasi atau rentang waktu (duration), suku kata (syllables), dan ritme atau irama (rhythms). Ujaran /ayya/ dalam Bahasa Sibolga menunjukkan ciri-ciri interjeksi yang biasanya muncul pada awal kalimat tuturan. Interjeksi hanya muncul dalam komunikasi lisan dan dapat mengandung makna walaupun tanpa dihubungkan dengan ujaran lain. Interjeksi /ayya/ dapat mengungkapkan perasaan, sikap dan emosi penutur pada saat mengucapkan ujaran tersebut. Dari hasil perolehan dan analisis data pada penelitian ini disimpulkan bahwa: 1. Ungkapan /ayya/ dengan kontur intonasi tertentu dapat menunjukkan makna kagum, kesal, kesakitan dan terkejut. 2. Makna kagum ditunjukkan pada modifikasi penurunan pitch pada titik kedua sebesar 4 semiton dan 8 semiton. 3. Makna kesal ditunjukkan pada modifikasi penurunan pitch pada titik pertama sebesar 12 semiton, 12 semiton, 16 semiton dan 20 semiton. 4. Makna kesakitan ditunjukkan pada modifikasi penurunan pitch pada titik kedua sebesar 24 semiton.5. Makna terkejut ditunjukkan pada modifikasi penaikan pitch pada titik

kedua sebesar 16 semiton. 6. Perbedaan makna terjadi kebanyakan pada perubahan pitch pada titik kedua ujaran /ayya/.

25