pendekatan semiotik

Upload: luvt-ilyn

Post on 02-Jun-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Pendekatan Semiotik

    1/7

  • 8/10/2019 Pendekatan Semiotik

    2/7

    kata kucing sebagai penanda, tidaklah dikaitkan dengan kucing sebagai seekor binatang,

    tetapi dikaitkan dengan konsep yang ada dalam batin atau ingatan manusia (Nasution,

    2008:110).

    Barthes mengembangkan pandangan Saussure itu pada tingkatan-tingkatan proses

    penandaan. Penandaan adalah (Barthes, 2012:43), tindakan mengikat penanda dengan

    petanda, tindakan yang hasilnya adalah tanda. Selanjutnya Barthes (2012:27-50),

    menyatakan, dalam termenilogi Saussurean, penanda dan petanda merupakan komponen dari

    tanda. Untuk menguji sebuah tanda secara sendiri, yakni berurusan hanya pada hubungan

    antara penada dengan petanda, merupakan abstraksi yang semena. Tanda bukan lagi menurut

    komposisisnya, tetapi dengan memperhitungkan hal-hal yang menjadi latar keberadaannya.

    Ini merupakan perkara nilai. Nilai berhubungan erat dengan konsep bahasa.

    Menurut Nasution (2008:110), semiotika mempertimbangkan kode dan sekaligus

    memperlihatkan adanya sistem. Sistem itu bisa saja terbentuk dari sistem yang ada pada

    penulis dan pembaca. Hal inilah yang terkadang membuat pemahaman terhadap sebuah karya

    sastra menjadi tidak sama, bahkan tidak wajar.

    Pandangan semiotika bukan hanya dapat menghubungkan sistem dalam karya itu

    sendiri, tetapi juga dengan sistem di luarnya, dengan sistem dalam kehidupan. Namun, hal itu

    tergantung pada kesanggupan seorang pembaca untuk menghubungkannya, tentu saja

    kesanggupan pembaca untuk memahami kehidupan itu sendiri. Semua itu tentu saja dibantu

    oleh ilmu bantu lainnya, seperti pendekatan intertekstual.

  • 8/10/2019 Pendekatan Semiotik

    3/7

    2. Pendekatan Struktural

    Pendekatan struktural adalah suatu metode atau cara pencarian terhadap suatu fakta yang

    sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di

    luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula kepada hubungan antar unsurnya.Struktural merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat

    berdiri sendiri di luar struktural itu.

    3. Pendekatan Pragmatik

    Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin

    memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra. Prakmatik sastra

    adalah cabang penelitian yang kearah kegunaan sastra, yakni kajian sastra yang berorientasi

    pada kegunaan karya sastra bagi pembaca. (Endraswara, 2011:115)

    Tiga ranah penelitian prakmatik, yaitu: Pertama, menitik beratkan teks dan

    potensinya untuk memungkinkan dan memanipulasi suatu produk makna. Teks sastra adalah

    fenomena yang dikonkretkan oleh pembaca. Kedua, dalam proses pembaca tekss, paling

    penting adalah imajinasi-imajinasi mental yang terbentuk tatkala menyusun sebuah objek-objek estetis yang kosesif dan konsisten. Ketiga, melalui struktus sastra yang komunikatif

    diteliti kondisi-kondisi yang memungkinkan muncul dan mengatur interaksi antara teks dan

    pembaca. (Endraswara, 2011:116)

    Munculnya pendekatan pragmatik bertolak dari teori resepsi sastra dalam khasanah

    pemahaman karya sastra yang merupakan reaksi terhadap kelemahan-kelemahan yang

    terdapat pada pendekatan struktural. Sebab pendekatan struktural ternyata tidak mampu

    berbuat banyak dalam upaya membantu seseorang dalam menangkap dan memberi makna

    karya sastra. Pendekatan struktural hanya dapat menjelaskan lapis permukaan dari teks sastra

    karena hanya berbicara tentang struktur atau interalasi unsur-unsur dalam karya sastra.

    Banyak segi lain yang diperlukan untuk lebih menjelaskan makna karya sastra. Untuk dapat

    menangkap segi-segi lain itu para pakar mengemukakan sebuah pendekatan baru, yaitu

    pendekatan pragmatik.

    Definisi lain mengatakan bahwa pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian

    sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima,

    memahami, dan menghayati karya sastra. Pembaca memiliki peranan yang sangat penting

  • 8/10/2019 Pendekatan Semiotik

    4/7

    dalam menentukan sebuah karya yang merupakan karya sastra atau bukan. Horatius dalam

    art poetica menyatakan bahwa tujuan penyair ialah berguna atau memberi nikmat, ataupun

    sekaligus memberikan manfaat dalam kehidupan. Dari pendapat inilah dimulai pendekatan

    pragmatik, (Wahyudi Siswanto, 2008: 181-191).

    Pendekatan pragmatis memberikan perhatian utama pada peran pembaca. Pendekatan

    pragmatik adalah pendekatan yang memandang puisi sebagai sesuatu yang dibangun untuk

    mencapai efek-efek tertentu pada audience (pembaca atau pendengar), baik berupa efek

    kesenangan estetik ataupun ajaran/pendidikan maupun efek-efek yang lain. Pendekatan ini

    cenderung menilai puisi berdasarkan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan tersebut.

    Selain itu, pendekatan ini menekankan strategi estetik untuk menarik dan mempengaruhi

    tanggaan-tanggapan pembacanya kepada masalah yang dikemukakan dalam puisi. Dua

    pembaca yang sama akan menerima pesan yang berbeda walaupun mereka dihadapkan pada

    puisi yang sama (Damono, 1983).

    Untuk melihat penerapan penelitian pragmatik sastra adalah manakala titik berat kritik

    berorientasi pada pembaca. Dalam hal ini, karya sastra menunjukkan adanya konsep efek

    komunikasi sastra yang sering dirumuskan dengan istilah docare (memberikan ajaran),

    delectare (memberikan kenikmatan), dan movere (menggerakkan pembaca). (Endraswara,

    2011:117)

  • 8/10/2019 Pendekatan Semiotik

    5/7

    4. PENGERTIAN PENDEKATAN MIMESIS (MIMETIK)Pandangan pendekatan mimetik ini adalah adanya anggapan bahwa

    puisi merupakan tiruan alam atau penggambaran dunia dan kehidupan

    manusia di semesta raya ini. Sasaran yang dieliti adalah sejauh mana puisimerepresentasikan dunia nyata atau sernesta dan kemungkinan adanya

    intelektualitas dengan karya lain. Hubungan antara kenyataan dan rekaan

    dalam sastra adalah hubungan dialektis atau bertangga. Mimesis tidak

    mungkin tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak mungkin tanpa mimesis. Takaran

    dan perkaitan antara keduanya dapat berbeda menurut kebudayaannya,

    Menurut jenis sastra. Zaman kepribadian pengarang, tetapi yang satu

    tanpa yang lain tidak mungkin dan, catatan terakhir perpaduan antara

    kreasi dan mimesis tidak hanya berlaku dan benar untuk penulis sastra.

    Tak kurang pentingnya untuk pembaca, dia pun harus sadar bahwa

    menyambut karya sastra mengharuskan dia untuk memadukan aktivitas

    mimetik dengan kreatif mereka. Pemberian makna pada karya sastra

    berarti perjalanan bolak-balik yang tak berakhir antara dua kenyataan dan

    dunia khayalan. Karya sastra yang dilepaskan dan kenyataan kehilangan

    sesuatu yang hakiki, yaitu pelibatan pembaca dalam eksistensi selaku

    manusia. Pembaca sastra yang kehilangan daya imajinasi meniadakansesuatu yang tak kurang esensial bagi manusia, yaitu alternatif terhadap

    eksistensi yang ada dengan segala keserbakekurangannya atau lebih

    sederhana berkat seni, sastra khususnya, manusia dapat hidup dalam

    perpaduan antara kenyataan dan impian, yang kedua-duanya hakiki untuk

    kita sebagai manusia.

    Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh

    pandangannya mengenai konsep ide-ide yang kemudian mempengaruhi

    bagaimana pandangannya mengenai seni. Plato menganggap ide yang

    dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna

    dan tidak dapat berubah. Ide merupakan dunia ideal yang terdapat pada

    manusia. Ide oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio,

    tidakmungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. Ide bagi

    Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah, misalnya ide

    mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan

    dalam bentuk segitiga yang terbuat dan kayu dengan jumlah lebih dan satu

  • 8/10/2019 Pendekatan Semiotik

    6/7

    idea mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah tetapi segitiga yang

    terbuat dan kayu bisa berubah (Bertnens l979:13).

    Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep Idea tersebut, Plato

    sangatmemandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yangberjudul Republik bagian kesepuluh. Bahkan ia mengusir seniman dan

    sastrawan dan negerinya. Karenamenganggap seniman dan sastrawan

    tidak berguna bagi Athena, mereka dianggap hanya akan meninggikan

    nafsu dan emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimesis yang

    dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan

    tentang kenyataan dan tetap jauh dan kebenaran. Seluruh barang

    yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya merupakan duplikat dari ide,

    sehingga hal tersebut tidak akan pernah sesempurna bentuk aslinya

    (dalam ide-ide mengenai barang tersebut). Sekalipun begitu bagi Plato

    seorang tukang lebih mulia dan pada seniman atau penyair. Seorang

    tukang yang membuat kursi, meja, lemari dan lain sebagainya mampu

    menghadirkan Idea ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca indra,

    sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang

    dapat disentuh panca indra (seperti yang dihasilkan tukang), mereka oleh

    Plato hanya dianggap menjiplak dan jiplakan (Luxemberg:16).

    Menurut Plato mimesis hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak

    pernahmenghasilkan kopi sungguhan, mimesis hanya mampu

    menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimesis yang dilakukan oleh

    seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap

    dunia ideal. (Teew.1984:220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa

    seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual

    seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan seperti yang

    telah dijelaskan di muka. Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan

    nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio (Teew.

    1984:221).

  • 8/10/2019 Pendekatan Semiotik

    7/7