kajian semiotik sajak kupu malam dan biniku karya chairil anwar

61
Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam dan Biniku karya Chairil Anwar KUPU MALAM SEBAGAI SIMBOL WANITA JALANG PADA SAJAK KUPU MALAM DAN BINIKU KARYA CHAIRIL ANWAR1 Oleh: Arni Yanti2 Abstrak Tulisan ini mengkaji sajak “Kupu Malam dan Biniku” karya Chairil Anwar secara semiotik. Tujuan kajian semiotik sajak ini adalah untuk mendapatkan makna sajak sepenuhnya. Sajak merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna dan bersistem sehingga pemberian makna akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan penggalian makna dari setiap kata-kata dalam sajak tersebut. Metode semiotic dalam analisis ini dilakukan dengan cara menganalisis bahasa yang dimulai dengan menganalisis aspek sintaksis, menganalisis aspek semantik, kemudian menganalisis aspek pragmatik yang terdapat dalam sajak “Kupu Malam dan Biniku” karya Chairil Anwar. Kata Kunci: analisis, bahasa, semiotik, sintaksis, semantik, pragmatik. 1. Pendahuluan Puisi sebagai karya seni puitis, mengandung nilai keindahan yang khusus. Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait; dengan bunyi: persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, dan orkestrasi; dengan pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, sarana retorika, unsur-unsur ketatabahasaan, gaya bahasa, dan sebagainya. Dalam mencapai kepuitisan itu penyair memepergunakan banyak cara sekaligus, secara bersamaan untuk mendapatkan jaringan efek puitis yang sebanyak-banyaknya (Altenbernd, 1970:4-5), yang lebih besar daripada pengaruh beberapa komponen secara terpisah penggunaannya. Antara unsur pernyataan (ekspresi), sarana kepuitisan, yang satu dengan lainnya saling membantu, saling memperkuat dengan kesejajarannya ataupun pertentangannya, semuanya itu untuk mendapatkan kepuitisan seefektif mungkin, seintensif mungkin. Alat untuk menyampaikan perasaan dan pikiran sastrawan adalah bahasa. Penyair tampaknya mempergunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa sehari- 1 Makalah ini disusun sebagai pengganti Ujian Akhir Semester 3 dalam mata kuliah Kajian Puisi Indonesia yang diampu oleh Drs. H. Ma’mur Saadie, M.Pd. dan Rudi Adi Nugroho, M. Pd. 2 Penulis adalah mahasiswa Prodi S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Upload: habib-boyguys

Post on 09-Jul-2016

141 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam dan Biniku karya Chairil AnwarKUPU MALAM SEBAGAI SIMBOL WANITA JALANG PADA SAJAK KUPU MALAM DAN BINIKU KARYA CHAIRIL ANWAR1

Oleh:Arni Yanti2

Abstrak

Tulisan ini mengkaji sajak “Kupu Malam dan Biniku” karya Chairil Anwar secara semiotik. Tujuan kajian semiotik sajak ini adalah untuk mendapatkan makna sajak sepenuhnya. Sajak merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna dan bersistem sehingga pemberian makna akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan penggalian makna dari setiap kata-kata dalam sajak tersebut. Metode semiotic dalam analisis ini dilakukan dengan cara menganalisis bahasa yang dimulai dengan menganalisis aspek sintaksis, menganalisis aspek semantik, kemudian menganalisis aspek pragmatik yang terdapat dalam sajak “Kupu Malam dan Biniku” karya Chairil Anwar.

Kata Kunci: analisis, bahasa, semiotik, sintaksis, semantik, pragmatik.

1. Pendahuluan

Puisi sebagai karya seni puitis, mengandung nilai keindahan yang khusus. Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait; dengan bunyi: persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, dan orkestrasi; dengan pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, sarana retorika, unsur-unsur ketatabahasaan, gaya bahasa, dan sebagainya. Dalam mencapai kepuitisan itu penyair memepergunakan banyak cara sekaligus, secara bersamaan untuk mendapatkan jaringan efek puitis yang sebanyak-banyaknya (Altenbernd, 1970:4-5), yang lebih besar daripada pengaruh beberapa komponen secara terpisah penggunaannya. Antara unsur pernyataan (ekspresi), sarana kepuitisan, yang satu dengan lainnya saling membantu, saling memperkuat dengan kesejajarannya ataupun pertentangannya, semuanya itu untuk mendapatkan kepuitisan seefektif mungkin, seintensif mungkin.

Alat untuk menyampaikan perasaan dan pikiran sastrawan adalah bahasa. Penyair tampaknya mempergunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa sehari-

1 Makalah ini disusun sebagai pengganti Ujian Akhir Semester 3 dalam mata kuliah Kajian Puisi Indonesia yang diampu oleh Drs. H. Ma’mur Saadie, M.Pd. dan Rudi Adi Nugroho, M. Pd.2 Penulis adalah mahasiswa Prodi S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI Angkatan 2009 dengan NIM. 0908790hari. Hal ini disebabkan bahasa sehari-hari belum cukup dapat melukiskan apa yang dialami jiwanya (Slametmuljana, 1956:5). Dalam puisi belum cukup bila hanya dikemukakan maksudnya saja, yang dikehendaki penyair ialah supaya siapa yang membaca dapat turut merasakan dan mengalami seperti apa yang dirasakan dan dialami penyair.

Penggunaan bahasa seseorang (parole) merupakan penerapan sistem bahasa (langue) yang ada (Culler,

Page 2: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

1977:8), dan penggunaan bahasa penyair sekaligus penerapan konvensi puisi yang ada (Culler, 1977:116). Namun penerapan ini tidak selalu sesuai dengan sistem bahasa maupun konvensi puisi yang ada sebab hal ini dipengaruhi situasi penggunaan. Setiap penulis melaksanakan ‘tandatangan’nya sendiri yang khusus dalam cara penggunaan bahasanya, yang membedakannya dari karya penulis lain (Lodge, 1967:50). Maka hal ini sering menyebabkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari sistem norma bahsa yang umum. Dalam puisi penyimpangan dari sistem tata bahsa normatif sering terjadi. Maksudnya untuk mendapatkan efek puitis, untuk mendapatkan ekspresivitas.

Sastra merupakan karya (imajinatif) yang bermedium bahasa, maka tanda-tanda yang utama dalam karya sastra itu adalah tanda-tanda kebahasaan meskipun ada konvensi ketandaan sastra yang lain yang merupakan konvensi tambahan. Konvensi tambahan itu diantaranya: perulangan, persajakan, tipografi, pembagian baris sajak, pembaitan, persejajaran, makna kiasan karena konteks dalam struktur, yang semuanya itu menimbulkan makna dalam karya sastra. 

Adapun latar belakang penulis memilih sajak “Kupu Malam dan Biniku” karena penulis merasa tertarik pada makana yang terkandung dalam sajak ini, terutama dari judulnya. Kupu malam yang identik dengan wanita tuna susila yang disandingkan dengan kata bini atau istri. Dari judulnya menggambarkan hubungan antara seorang istri dengan penjualan diri seorang wanita atau dengan perselingkuhan seorang istri terhadap suami, layaknya sikap wanita tuna susila yang dapat berhubungan dengan beberapa lelaki yang berbeda.

Sajak “Kupu Malam dan Biniku” karya Chairil Anwar mengangkat tema tentang kehidupan percintaan tokoh aku yang dikhianati oleh istrinya. Kesedihan dan ketidakpercayaan tokoh aku akan penipuan istrinya, istri yang sudah tujuh tahun bersamanya. Berikut isi sajaknya:

Kupu Malam dan Biniku

Sambil berselisih lalu mengebu debu.

Kupercepat langkah. Tak noleh ke belakangNgeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang

Barah ternganga

Melayang ingatan ke binikuLautan yang belum terdugaBiar lebih kami tujuh tahun bersatu

Page 3: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Barangkali tak setahukuIa menipuku.Maret 1943

Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada tataran penelitian semiotik yang mencoba melakukan penelitian terhadap karya sastra (sajak) untuk mendalami makna secara penuh. Berkaitan dengan hal ini, teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik.

2. Kajian Pustaka

2. 1 Semiotik Karya Sastra

Semiotik berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan kebudaya¬an itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memun¬gkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada (di¬ukan) konvensi- konvensi tambahan dan meneliti ciri-ciri (sifat-sifat) wacana yang mempunyai makna (Pradopo, 2005:119).

Menurut pandangan semiotik, setiap tanda terdiri dari dua aspek, yaitu penanda (hal yang menandai sesuatu) dan petanda (referent yang diacu atau dituju oleh tanda tertentu). 

Tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan menjadi tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang antara tanda dengan acuannya ada hubungan kemiripan dan biasa disebut metafora. Contoh ikon adalah potret. Bila ada hubungan kedekatan eksistensi, tanda demikian disebut indeks. Contoh indeks adalah tanda panah petunjuk arah bahwa di sekitar tempat itu ada bangunan tertentu. Simbol adalah tanda yang diakui keberadaannya berdasarkan hukum konvensi. Contoh simbol adalah bahasa tulisan.

Selanjutnya dikatakan Pradopo (2005) bahwa dalam penelitian sastra dengan pende¬katan semiotik, tanda yang berupa indekslah yang paling banyak dicari (diburu), yaitu berupa tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat (dalam pengertian luasnya). 

Semiotik merupakan lanjutan dari penelitian strukturalisme. Hubungan antara semiotik dan strukturalisme adalah sebagai berikut. ”Keterangan ini akan menjelaskan bagaimana sebenarnya hubungan antara semiotik dan strukturalisme.(a) Semiotik digunakan untuk memberikan makna kepada tanda-tanda sesudah suatu penelitian struktural.(b) Semiotik hanya dapat dilaksanakan melalui penelitian strukturalisme yang memungkinkan kita menemui tanda-tanda yang dapat memberi makna (Junus, 1988: 98).

Lebih lanjut Junus (1988: 98) menjelaskan bahwa pada (a) semiotik merupakan lanjutan dari strukturalisme. Pada (b) semiotik memerlukan untuk memungkinkan ia bekerja. Pada (a), semiotik seakan apendix ’ekor’, kepada strukturalisme. Tapi tidak demikian halnya pada (b). Untuk menemukan tanda, sesuai dengan pengertian sebagai ilmu mengenai tanda. Semiotik tidak dapat memisahkan diri dari strukturalisme, ia memerlukan strukturalisme . dan sekaligus, semiotik juga menolong memahami

Page 4: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

suatu teks secara strukturalisme.”

2.2 Tujuan Kajian Semiotik

Inti tujuan semiotik adalah memahami makna yang terdapat dalam suatu karya sastra. Menganalisis sajak adalah usaha untuk menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Makna sajak adalah arti yang timbul oleh bahasa yang disusun berdasarkan struktur sastra menurut konvensinya, yaitu arti yang bukan semata-mata hanya arti bahasa, melainkan berisi arti tambahan berdasarkan konvensi sastra yang bersangkutan. 

3. Metode Penelitian

Langkah mengkaji sajak berdasarkan semiotik dalam penelitian ini dimulai dengan menganalisis struktur suatu karya sastra. Kemudian menjadikan unsur-unsur itu sebagai simbol, simbol-simbol tersebut dideskripsikan berdasarkan konteksnya. Kemudian dilakukan klasifikasi berdasarkan deskripsi tadi dan ditafsirkan maknanya.

4. Analisis Semiotik Sajak “Kupu Malam dan Biniku”

Si aku yang sembari berjalan setelah adanya pertikaian yang terasa halus sekali, mempercepat langkahnya tanpa memalingkan muka ke belakang, tanpa mempedulikan siapapun. Si aku takut dan khawatir terhadap luka atau penderitaannya yang telah terbuka bukan untuk pertama kalinya terlihat oleh orang lain di luar sana. Luka dan penderitaannya semakin parah, bengkak bernanah dan terbuka lebar, memperlihatkan rasa sakit yang dialami si aku begitu dalam. Di perjalanan yang sulit ini, pikiran si aku teringat pada bini(istri)nya, teringat akan kelakuan istrinya yang benar-benar telah menyakiti hati si aku. Si aku tak menyangka bahwa kehidupan rumah tangganya bisa menjadi seperti ini, istrinya telah tega begitu menyakiti hati si aku. Meskipun mereka sudah bersama-sama menjalin hubungan pernikahan selama tujuh tahun lamanya. Mungkin tak banyak yang diketahui si aku mengenai istrinya, bahwa ternyata istrinya telah tega mengkhianati pernikahan mereka. Istrinya telah tega menipu si aku.

Sajak ini berjudul ”Kupu Malam dan Biniku”. Kupu malam maksudnya kupu-kupu malam artinya wanita tunasusila atau pelacur. Penyair bermaksud menceritakan tokoh wanita yang berkelakuan layaknya wanita tunasusila. Tokoh wanita yang dimaksud penyair adalah tokoh bini atau istrinya sendiri yang telah mengkhianatinya, berselingkuh atau berhubungan dengan lelaki lain, dan bukan untuk pertama kalinya sseperti dijelaskan pada bait kedua baris dua ”Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang”, sekali lagi, berarti bukan untuk pertama kalinya si istri melakukan perbuatan tercela seperti ini. Hal ini membuat istrinya terlihat layaknya seorang wanita tuna susila di mata penyair atau tokoh aku.

Tanda-tanda semiotik untuk kesedihan dan kekecewaan di dalam sajak ini ialah kata: berselisih, ngeri..luka, ...sekali lagi, barah ternganga, lautan yang belum terduga, tak setahuku, menipuku. Dapat dikatakan, ini merupakan salah satu sajak Chairil anwar yang memang pada umumnya bersuasana murung, suram, dan sedih.

Dalam hal bunyi, yang dominan dalam sajak ini adalah bunyi vokal u dan a yang semuanya ini memberi kesan gambaran suasana yang berat dan sedih, sesuai dengan suasana kesakitan dan penderitaan yang

Page 5: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

memang digambarkan dalam sajak ini. Begitu juga persajakan atau rima akhir, selain untuk kemerduan dan kelancaran ekspresi yang memebuat liris serta untuk memeperkeras arti yang terdapat dalam sajak ini.

Sambil berselisih lalu mengebu debu.

........................

Barah ternganga

Melayang ingatan ke binikuLautan yang belum terdugaBiar lebih kami tujuh tahun bersatu

Barangkali tak setahukuIa menipuku.

Untuk ekspresivitas dan kepadatan, dalam sajak ini terdapat penyimapangan dari tata bahasa normatif:

Sambil berselisih lalu mengebu debu.

Kupercepat langkah. Tak noleh ke belakangNgeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang

Barah ternganga

.........................Biar lebih kami tujuh tahun bersatu

hal ini dilakukan supaya ekspresivitasnya tidak hilang karena tidak padat dan tidak berirama.

Dalam sajak ini dipergunakan beberapa citraan, seperti citra penglihatan dan citra gerakan. ” Kupercepat langkah. Tak noleh ke belakang” suatu gerakan digambarkan melaui citra gerakan, si aku bergerak berjalan dengan cepat, tanpa menoleh ke belakang. Begitu juga adanya citra visual atau citra penglihatan, ” Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang. Barah ternganga”, gambarana luka si aku yang semakin parah, barah ”bengkak bernanah”, semakin terbuka lebar, semakin terlihat luka yang sedang di derita oleh tokoh aku.

Page 6: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Dari uraian di atas tampak adanya koherensi yang kuat dalam sajak ini antara unsur-unsurnya: kiasan, gaya, citraan, bunyi, kepdatan, ekspresivitas, persajakan dan rima akhir. Semuanya membentuk suasana kesakitan dan penderitaan yang dialami tokoh si aku dalam sajak ”Kupu Malam dan Biniku” ini.

5. Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam sajak ”Kupu Malam dan Biniku” karya Chairil Anwar ini berisi tentang kisah percintaan tokoh aku yang gagal akibat pengkhianatan istrinya. Semua unsur yang terdapat dalam sajak ini secara koherensi membentuk gambaran suasana kesakitan dan penderitaan yang dirasakan oleh tokoh aku.

Daftar Pustaka

Junus, U. 1988. Karya Sebagai Sumber Makna: Pengantar Strukturalisme. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.Pradopo, D.R. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerpannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Teeuw, A. 1997. Citra manusia dalam Karya sastra Pramoedya Ananta Toer. Jakarta: Pustaka Jaya.Winfrid North. 1990. Handbook of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press.Pradopo, Djoko Rachmat. 2009. Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

BLOG II

TEORI SEMIOTIK

Sistem Tanda (Semiotik)

Semiotik (semiotic) adalah teori tentang pemberian ‘tanda’. Secara garis besar semiotik digolongkan menjadi tiga konsep dasar, yaitu semiotik pragmatik (semiotic pragmatic), semiotik sintatik (semiotic syntactic), dan semiotik semantik (semiotic semantic) (Wikipedia,2007).

Semiotik Pragmatik (semiotic pragmatic)

Semiotik Pragmatik menguraikan tentang asal usul tanda, kegunaan tanda oleh yang menerapkannya, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikan, dalam batas perilaku subyek.

Page 7: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Dalam arsitektur, semiotik prakmatik merupakan tinjauan tentang pengaruh arsitektur (sebagai sistem tanda) terhadap manusia dalam menggunakan bangunan. Semiotik Prakmatik Arsitektur berpengaruh terhadap indera manusia dan perasaan pribadi (kesinambungan, posisi tubuh, otot dan persendian). Hasil karya arsitektur akan dimaknai sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya, hasil persepsi tersebut kemudian dapat mempengaruhi pengamat sebagai pemakai dalam menggunakan hasil karya arsitektur. Dengan kata lain, hasil karya arsitektur merupakan wujud yang dapat mempengaruhi pemakainya.

Semiotik Sintaktik (semiotic syntactic)

Semiotik Sintaktik menguraikan tentang kombinasi tanda tanpa memperhatikan ‘makna’nya ataupun hubungannya terhadap perilaku subyek. Semiotik Sintaktik ini mengabaikan pengaruh akibat bagi subyek yang menginterpretasikan. Dalam arsitektur, semiotik sintaktik merupakan tinjauan tentang perwujudan arsitektur sebagai paduan dan kombinasi dari berbagai sistem tanda. Hasil karya arsitektur akan dapat diuraikan secara komposisional dan ke dalam bagian-bagiannya, hubungan antar bagian dalam keseluruhan akan dapat diuraikan secara jelas.

Semiotik Semantik (semiotic semantic)

Semiotik Sematik menguraikan tentang pengertian suatu tanda sesuai dengan ‘arti’ yang disampaikan. Dalam arsitektur semiotik semantik merupakan tinjauan tentang sistem tanda yang dapat sesuai dengan arti yang disampaikan. Hasil karya arsitektur merupakan perwujudan makna yang ingin disampaikan oleh perancangnya yang disampaikan melalui ekspresi wujudnya. Wujud tersebut akan dimaknai kembali sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya. Perwujudan makna suatu rancangan dapat dikatakan berhasil jika makna atau ‘arti’ yang ingin disampaikan oleh perancang melalui rancangannya dapat dipahami dan diterima secara tepat oleh pengamatnya, jika ekspresi yang ingin disampaikan perancangnya sama dengan persepsi pengamatnya. 

TEORI SEMIOTIK

C.S Peirce

Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan

Page 8: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek.Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.

Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.

Contoh: Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang mengomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai icon wanita muda cantik dan menggairahkan.

Ferdinand De Saussure

Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut. 

Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.

Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified).

Page 9: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).

Roland Barthes

Teori ini dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Yusita Kusumarini,2006).

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.

Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure.

Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.

Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon beringin yang keramat” akhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos.

Page 10: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Baudrillard Baudrillard memperkenalkan teori simulasi. Di mana peristiwa yang tampil tidak mempunyai asal-usul yang jelas, tidak merujuk pada realitas yang sudah ada, tidak mempunyai sumber otoritas yang diketahui. Konsekuensinya, kata Baudrillard, kita hidup dalam apa yang disebutnya hiperrealitas (hyper-reality). Segala sesuatu merupakan tiruan, tepatnya tiruan dari tiruan, dan yang palsu tampaknya lebih nyata dari kenyataannya (Sobur, 2006).

Sebuah iklan menampilkan seorang pria lemah yang kemudian menenggak sebutir pil multivitamin, seketika pria tersebut memiliki energi yang luar biasa, mampu mengerek sebuah truk, tentu hanya ‘mengada-ada’. Karena, mana mungkin hanya karena sebutir pil seseorang dapat berubah kuat luar biasa. Padahal iklan tersebut hanya ingin menyampaikan pesan produk sebagai multivitamin yang memberi asupan energi tambahan untuk beraktivitas sehari-hari agar tidak mudah capek. Namun, cerita iklan dibuat ‘luar biasa’ agar konsumen percaya. Inilah tipuan realitas atau hiperealitas yang merupakan hasil konstruksi pembuat iklan. Barangkali kita masih teringat dengan pengalaman masa kecil (entah sekarang masih ada atau sudah lenyap) di pasar-pasar tradisional melihat atraksi seorang penjual obat yang memamerkan hiburan sulap kemudian mendemokan khasiat obat di hadapan penonton? Padahal sesungguhnya atraksi tersebut telah ‘direkayasa’ agar terlihat benar-benar manjur di hadapan penonton dan penonton tertarik untuk beramai-ramai membeli obatnya.

J. Derrida

Derrida terkenal dengan model semiotika Dekonstruksi-nya. Dekonstruksi, menurut Derrida, adalah sebagai alternatif untuk menolak segala keterbatasan penafsiran ataupun bentuk kesimpulan yang baku. Konsep Dekonstruksi –yang dimulai dengan konsep demistifikasi, pembongkaran produk pikiran rasional yang percaya kepada kemurnian realitas—pada dasarnya dimaksudkan menghilangkan struktur pemahaman tanda-tanda (siginifier) melalui penyusunan konsep (signified). Dalam teori Grammatology, Derrida menemukan konsepsi tak pernah membangun arti tanda-tanda secara murni, karena semua tanda senantiasa sudah mengandung artikulasi lain (Subangun, 1994 dalam Sobur, 2006: 100). Dekonstruksi, pertama sekali, adalah usaha membalik secara terus-menerus hirarki oposisi biner dengan mempertaruhkan bahasa sebagai medannya. Dengan demikian, yang semula pusat, fondasi, prinsip, diplesetkan sehingga berada di pinggir, tidak lagi fondasi, dan tidak lagi prinsip. Strategi pembalikan ini dijalankan dalam kesementaraan dan ketidakstabilan yang permanen sehingga bisa dilanjutkan tanpa batas.

Sebuah gereja tua dengan arsitektur gothic di depan Istiqlal bisa merefleksikan banyak hal. Ke-gothic-annya bisa merefleksikan ideologi abad pertengahan yang dikenal sebagai abad

Page 11: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

kegelapan. Seseorang bisa menafsirkan bahwa ajaran yang dihantarkan dalam gereja tersebut cenderung ‘sesat’ atau menggiring jemaatnya pada hal-hal yang justru bertentangan dari moral-moral keagamaan yang seharusnya, misalnya mengadakan persembahan-persembahan berbau mistis di altar gereja, dan sebagainya.

Namun, Ke-gothic-an itu juga dapat ditafsirkan sebagai ‘klasik’ yang menandakan kemurnian dan kemuliaan ajarannya. Sesuatu yang klasik biasanya dianggap bernilai tinggi, ‘berpengalaman’, teruji zaman, sehingga lebih dipercaya daripada sesuatu yang sifatnya temporer.Di lain pihak, bentuk gereja yang menjulang langsing ke langit bisa ditafsirkan sebagai ‘fokus ke atas’ yang memiliki nilai spiritual yang amat tinggi. Gereja tersebut menawarkan kekhidmatan yang indah yang ‘mempertemukan’ jemaat dan Tuhan-nya secara khusuk, semata-mata demi Tuhan. Sebuah persembahan jiwa yang utuh dan istimewa.

Dekonstruksi membuka luas pemaknaan sebuah tanda, sehingga makna-makna dan ideologi baru mengalir tanpa henti dari tanda tersebut. Munculnya ideologi baru bersifat menyingkirkan (“menghancurkan” atau mendestruksi) makna sebelumnya, terus-menerus tanpa henti hingga menghasilkan puing-puing makna dan ideologi yang tak terbatas.Berbeda dari Baudrillard yang melihat tanda sebagai hasil konstruksi simulatif suatu realitas, Derrida lebih melihat tanda sebagai gunungan realitas yang menyembunyikan sejumlah ideologi yang membentuk atau dibentuk oleh makna tertentu. Makna-makna dan ideologi itu dibongkar melalui teknik dekonstruksi. Namun, baik Baurillard maupun Derrida sepakat bahwa di balik tanda tersembunyi ideologi yang membentuk makna tanda tersebut.

Umberto Eco

Stephen W. Littlejohn (1996) menyebut Umberto Eco sebagai ahli semiotikan yang menghasilkan salah satu teori mengenai tanda yang paling komprehensif dan kontemporer. Menurut Littlejohn, teori Eco penting karena ia mengintegrasikan teori-teori semiotika sebelumnya dan membawa semiotika secara lebih mendalam (Sobur, 2006).

Eco menganggap tugas ahli semiotika bagaikan menjelajahi hutan, dan ingin memusatkan perhatian pada modifikasi sistem tanda. Eco kemudian mengubah konsep tanda menjadi konsep fungsi tanda. Eco menyimbulkan bahwa “satu tanda bukanlah entitas semiotik yang dapat ditawar, melainkan suatu tempat pertemuan bagi unsur-unsur independen (yang berasal dari dua sistem berbeda dari dua tingkat yang berbeda yakni ungkapan dan isi, dan bertemu atas dasar hubungan pengkodean”. Eco menggunakan “kode-s” untuk menunjukkan kode yang dipakai sesuai struktur bahasa. Tanpa kode, tanda-tanda suara atau grafis tidak memiliki arti apapun, dan

Page 12: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

dalam pengertian yang paling radikal tidak berfungsi secara linguistik. Kode-s bisa bersifat “denotatif” (bila suatu pernyataan bisa dipahami secara harfiah), atau “konotatif” (bila tampak kode lain dalam pernyataan yang sama). Penggunaan istilah ini hampir serupa dengan karya Saussure, namun Eco ingin memperkenalkan pemahaman tentang suatu kode-s yang lebih bersifat dinamis daripada yang ditemukan dalam teori Saussure, di samping itu sangat terkait dengan teori linguistik masa kini.

Ogden & Richard

Teori Semiotika C. K. Ogden dan I. A. Richard merupakan teori semiotika trikotomi yang dikembangkan dari Teori Saussure dan Teori Barthes yang didalamnya terdapat perkembangan hubungan antara Petanda (signified) dengan Penanda (signifier) dimana Penanda kemudian dibagi menjadi dua yaitu Peranti (Actual Function/Object Properties) dan Penanda (signifier) itu sendiri. Petanda merupakan Konotasi dari Penanda, sedangkan Peranti merupakan Denotasi dari Penanda. Pada teori ini Petanda merupakan makna, konsep, gagasan, sedang Penanda merupakan gambaran yang menjelaskan peranti, penjelasan fisik obyek benda, kondisi obyek/benda, dan cenderung (tetapi tidak selalu) berupa ciri-ciri bentuk, ruang, permukaan dan volume yang memiliki suprasegmen tertentu (irama, warna, tekstur, dsb) dan Peranti merupakan wujud obyek/benda/fungsi aktual (Christian).

Semiotika Teks

Pengertian teks secara sederhana adalah “kombinasi tanda-tanda” (Piliang, 2003). Dalam pemahaman yang sama, semua produk desain (termasuk arsitektur dan interior) dapat dianggap sebagai sebuah teks, karena produk desain tersebut merupakan kombinasi elemen tanda-tanda dengan kode dan aturan tertentu, sehingga menghasilkan sebuah ekspresi bermakna dan berfungsi (Yusita Kusumarini,2006). Dalam menganalisis dengan metode semiotika, pada prinsipnya dilakukan dalam dua tingkatan analisis, yaitu : Analisis tanda secara individual (jenis tanda, mekanisme atau struktur tanda), dan makna tanda secara individual.Analisis tanda sebagai sebuah kelompok atau kombinasi (kumpulan tanda yang membentuk teks), biasa disebut analisis teks.Untuk menganalisis tanda secara individual dapat digunakan model analisis tipologi tanda, struktur tanda, dan makna tanda (Piliang, 2003). Analisis tipologi tanda tersebut menggunakan teori semiotik pengelompokan tanda Charles Sanders Peirce. Sedangkan dalam hal analisis struktur tanda menggunakan teori semiotik Ferdinand de Saussure. Kemudian dalam menganalisis makna tanda dapat dilakukan dengan menggabungkan hasil analisis tipologi tanda dan struktur tanda. Gabungan analisis keduanya (tipologi tanda dan struktur tanda) akan menghasilkan makna tanda yang lebih kuat (Yusita

Page 13: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Kusumarini,2006). 

Untuk menganalisis tanda secara kelompok atau kombinasinya (analisis teks), tidak hanya sebatas menganalisis tanda (jenis, struktur, dan makna) tetapi juga termasuk pemilihan tanda yang dikombinasi dalam kelompok atau pola yang lebih besar (teks) yang mengandung representasi sikap, ideologi, atau mitos tertentu (latar belakang kombinasi tanda). Ada beberapa model dan prinsip analisis teks, salah satunya yang diajukan oleh Thwaites (Piliang, 2003). Prinsip dasar analisis teks adalah polisemi (keanekaragaman makna sebuah penanda). Konotasi tanda berkaitan dengan kode nilai, makna sosial, dan berbagai perasaan, sikap, atau emosi. Tiap teks adalah kombinasi sintagmatik tanda-tanda yang melalui kode sosial tertentu menghasilkan konotasi tertentu (metafora dan metonimi menjadi bagian dari kombinasi tanda). Konotasi yang berbeda bergantung pada posisi sosial pembaca dan faktor lain yang mempengaruhi cara berpikir dan menafsirkan teks. Konotasi yang diterima luas secara sosial akan menjadi denotasi (makna teks yang dianggap benar). Denotasi merepresentasikan mitos budaya, kepercayaan, dan sikap yang dianggap

BIDANG TERAPAN SEMIOTIK

Pada prinsipnya jumlah bidang terapan semiotika tidaklah terbatas. Bidang semiotika ini sendiri bisa berupa proses komunikatif yang tampak lebih alamiah dan spontan hingga pada sistem budaya yang lebih kompleks.19 bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai bahan kajian ilmiah Semiotika menurut Eco (1979:9-14), antara lain :

1. Semiotika binatang (zoomsemiotic)2. Tanda – tanda bauan (olfactory signs)3. Komunikasi rabaan (tactile communication)4. Kode – kode cecapan (code of taste)5. Paralinguistik (paralinguistics)6. Semiotika medis (medical semiotics)7. Kinesik dan proksemik (kinesics and proxemics)8. Kode – kode musik (musical codes)9. Bahasa – bahasa yang diformalkan (formalized languages)10. Bahasa tertulis, alfabet tidak dikenal, kode rahasia (written languages, unknown

alphabets, secret codes)11. Bahasa alam (natural languages)12. Komunikasi visual (visual communication)13. Sistem objek (system of objects)

Page 14: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

14. Struktur alur (plot structure)15. Teori teks (text theory)116. Kode – kode budaya (culture codes)17. Teks estetik (aesthetic texts)18. Komunikasi Massa (mass comunication)19. Retorika (rhetoric)

Pada komunikasi, bidang terapan semiotika pun tidak terbatas. Adapun beberapa contoh aplikasi semiotika di antara sekian banyak pilihan kajian semiotika dalam domain komunikasi antara lain :

1. MEDIA

Mempelajari media adalah adalah mempelajari makna dari mana asalnya, seperti apa, seberapa jauh tujuannya, bagaimanakah ia memasuki materi media, dan bagaimana ia berkaitan dengan pemikiran kita sendiri.Dalam konteks mediamassa, khusunya media cetak kajian semiotika adalah mengusut ideologi yang melatari pemberitaan.

Untuk teknik – teknik analisnya sendiri, secara garis besar yang diterapkan adalah :1. Teknik kuantitatif

Teknik ini adalah teknik yang paling dapat mengatasi kekurangan dalam objektivitas, namun hasilnya sering kurang mantap. Ciri – ciri yang dapat di ukur dinyatakan sebagai tanda merupakan titik tolak penelitian ini.Menurut Van Zoest, 19993:146-147), hasil analisis kuantitatif selalu lebih spektakuler namun sekaligus selalu mengorbankan ketahanan uji metode – metode yang digunakan.

2. Teknik kualitatifPada analisis kualitatif, data – data yang diteliti tidak dapat diukur secara matematis. Analisis ini sering menyerang masalah yang berkaitan dengan arti atau arti tambahan dari istilah yang digunakan.

Tiga pendekatan untuk menjelaskan media (McNair, 1994, dalam Sudibyo, 2001:2-4)

1. Pendekatan Politik-Ekonomi

Pendekatan ini berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan – kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media.

2. Pendekatan Organisasi

Bertolak belakang dengan pendekatan politik-ekonomi, pendekatan ini menekankan bahwa isi media diasumsikan dipengaruhi oleh kekuatan – kekuatan eksternal di luar diri pengelola media.

Page 15: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

3. Pendekatan Kulturalis

Merupakan pendekatan politik-ekonomi dan pendekatan organisasi. Proses produksi berita dilihat sebagai mekanisme yang rumit yang melibatkan faktor internal media. Media pada dasarnya memang mempunyai mekanisme untuk menentukan pola dan aturan oragnisasi, tapi berbagai pola yang dipakai untuk memaknai peristiwa tersebut tidak dapat dilepaskan dari kekuatan – kekuatan politik-ekonomi di luar media.Secara teoritis, media massa bertujuan menyampaikan informasi dengan benar secara efektif dan efisien. Namun, pada praktiknya apa yang disebut sebagai kebenaran ini sangat ditentukan oleh jalinan banyak kepentingan.

Terdapat pemilahan atas fakta atau informasi yang dianggap penting dan yang dianggap tidak penting, serta yang dianggap penting namun demi kepentingan survival menjadi tidak perlu disebar luaskan. Media menyunting bahkan menggunting realitas dan kemudian memolesnya menjadi suatu kemasan yang layak disebar luaskan.

Tiga zona dalam teori media menurut Berger dan Luckman :1. Orders and practices of signification = Tatanan dan praktik – praktik signifikasi.2. Orders and practises of power = Tatanan dan praktik – praktik kekuasaan.3. Orders and practises of production = Tatanan dan praktik – praktik produksi.

Praktik – praktik kekuasaan media memiliki banyak bentuk ( John B. Thomson, 1994) antara lain:

 Kekuasaan Ekonomi —— dilembagakan dalam industri dan perdagangan. Kekuasaan Politik ——— dilembagakan dalam aparatur negara Kekuasaan Koersif ——– dilembagakan dalam organisasi militer dan paramiliter.

2. Periklanan

Dalam perspektif semiotika iklan dikaji lewat sistem tanda dalam iklan, yang terdiri atas 2 lambang yakni lambang verbal (bahasa) dan lambang non verbal (bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan).Dalam menganalisis iklan, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain (Berger) :

 Penanda dan petanda Gambar, indeks, simbol Fenomena sosiologi Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk Desain dari iklan Publikasi yang ditemukan dalam iklan dan khayalan yang diharapkan oleh publikasi

tersebut.

Page 16: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Lain halnya dengan model Roland Barthes, iklan dianalisis berdasarkan pesan yang dikandungnya yaitu :

o Pesan Linguistik ————————– Semua kata dan kalimat dalam iklano Pesan yang terkodekan —————— Konotasi yang muncul dalam foto iklano Pesan ikonik yang tak terkodekan —– Denotasi dalam foto iklan

3. Tanda NonVerbal

Komunikasi nonverbal adalah semua tanda yang bukan kata – kata dan bahasa.

Tanda – tanda digolongkan dalam berbagai cara : Tanda yang ditimbulkan oleh alam yang kemudian diketahui manusia melalui

pengalamannya. Tanda yang ditimbulkan oleh binatang Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, bersifat verbal dan nonverbal.

Namun tidak keseluruhan tanda – tanda nonverbal memiliki makna yang universal. Hal ini dikarenakan tanda – tanda nonverbal memiliki arti yang berbeda bagi setiap budaya yang lain.Dalam hal pengaplikasian semiotika pada tanda nonverbal, yang penting untuk diperhatikan adalah pemahaman tentang bidang nonverbal yang berkaitan dengan benda konkret, nyata, dan dapat dibuktikan melalui indera manusia.

Pada dasarnya, aplikasi atau penerapan semiotika pada tanda nonverbal bertujuan untuk mencari dan menemukan makna yang terdapat pada benda – benda atau sesuatu yang bersifat nonverbal. Dalam pencarian makna tersebut, menurut Budianto, ada beberapa hal atau beberapa langkah yang perlu diperhatikan peneliti, antara lain :

 Langkah Pertama ——- Melakukan survai lapangan untuk mencari dan menemukan objek penelitian yang sesuai dengan keinginan si peneliti.

 Langkah Kedua ———- Melakukan pertimbangan terminologis terhadap konsep –konsep pada tanda nonverbal.

 Langkah Ketiga ———- Memperhatikan perilaku nonverbal, tanda dan komunikasi terhadap objek yang ditelitinya.

 Langkah Keempat —– Merupakan langkah terpenting —– menentukan model semiotika yang dipilih untuk digunakan dalam penelitian. Tujuan digunakannya model tertentu adalah pembenaran secara metodologis agar keabsahan atau objektivitas penelitian tersebut dapat terjaga.

4. Film

Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika.

Page 17: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Van Zoest—– film dibangun dengan tanda semata – mata. Pada film digunakan tanda – tanda ikonis, yakni tanda – tanda yang menggambarkan sesuatu. Gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya.Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Yang paling penting dalam film adalah gambar and suara. Film menuturkan ceritanya dengan cara khususnya sendiri yakni, mediumnya, cara pembuatannya dengan kamera dan pertunjukannya dengan proyektor dan layar.

Sardar & Loon ——– Film dan televisi memiliki bahasanya sendiri dengan sintaksis dan tata bahasa yang berbeda. Film pada dasarnya bisa melibatkan bentuk – bentuk simbol visual dan linguistik untuk mengkodekan pesan yang sedang disampaikan.Figur utama dalam pemikiran semiotika sinematografi hingga sekarang adalah Christian Metz dari Ecole des Hautes Etudes et Sciences Sociales (EHESS) Paris. Menurutnya, penanda (signifant) sinematografis memiliki hubungan motivasi atau beralasan dengan penanda yang tampak jelas melalui hubungan penanda dengan alam yang dirujuk. Penanda sinematografis selalu kurang lebih beralasan dan tidak pernah semena.

5. Komik Kartun Karikatur

Sebelum memasuki pembahasan, terlebih dahulu kita ketahui apa yang dimaksud dengan komik, kartun, serta karikatur.Komik adalah cerita bergambar dalam majalah,surat kabar, atau berbentuk buku yang pada umumnya mudah dicerna dan lucu. Komik sendiri dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu, comic strips dan comic book. Komik bertujuan utama menghibur pembaca dengan bacaan ringan, cerita rekaan yang dilukiskan relatif panjang dan tidak selamanya mengangkat masalah hangat meskipun menyampaikan moral tertentu. Bahasa komik adalah bahasa gambar dan bahasa teks.

Kartun adalah sebuah gambar lelucon yang muncul di media massa, yang hanya berisikan humor semata, tanpa membawa beban kritik sosial apapun. Pada dasarnya, kartun mengungkapkan masalah sesaat secara ringkas namun tajam dan humoristis sehingga tidak jarang membuat pembaca senyum sendirian.

Karikatur adalah deformasi berlebihan atas wajah seseorang, biasanya orang terkenal, dengan mempercantiknya dengan penggambaran ciri khas lahiriyahnya untuk tujuan mengejek (Sudarta,1987). Empat teknis yang harus diingat sebagai karikatur adalah, harus informatif dan komunikatif, harus situasional dengan pengungkapan yang hangat, cukup memuat kandungan humor, harus mempunyai gambar yang baik. Semula karikatur hanya merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangannya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar – gambar lucu dan menarik bahkan tidak jarang membuat orang yang dikritik justru tersenyum.

Page 18: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Tommy Christomy ——— Secara formal proses semiosis yang paling dominan dalam kartun adalah gabungan atau proposisi (visual dan verbal) yang dibentuk oleh kombinasi tanda argumen indexical legisign.Untuk menganalisis kartun atau komik-kartun, seyogyanya kita menempatkan diri sebagai kritikus agar secara leluasa dapat melakukan penilaian dan memberi tafsiran terhadap komik-kartun tersebut.

Setiawan —— Komik-kartun penuh dengan perlambangan – perlambangan yang kaya akan makna. Selain dikaji sebagai teks, secara kontekstual juga dilakukan yakni dengan menghubungkan karya seni tersebut dengan situasi yang sedang menonjol di masyarakat. Dalam pandangan Setiawan hal ini di maksudkan untuk menjaga signifikasi permasalahan dan sekaligus menghindari pembiasan tafsiran

6. Sastra

Santosa —— Dalam lapangan sastra, karya sastra dengan keutuhannya secara semiotik dapat dipandang sebagai sebuah tanda. Sebagai suatu bentuk, karya sastra secara tulis akan memiliki sifat kerungan. Dimensi ruang dan waktu dalam sebuah cerita rekaan mengandung tabiat tanda-menanda yang menyiratkan makna semiotika.

Aminudin —— Wawasan semiotika dalam studi sastra memiliki tiga asumsi : Karya sastra merupakan gejala komunikasi yang berkaitan dengan pengarang, wujud sastra

sebagai sistem tanda, dan pembaca. Karya sastra merupakan salah satu bentuk pengunaan sistem tanda (system of signs) yang

memiliki struktur dalam tata tingkat tertentu. Karya sastra merupakan fakta yang harus direkonstruksikan pembaca sejalan dengan dunia

pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya.

Sasaran kajian sastra secara ilmiah bukan pada wujud konkret wacananya, melainkan pada metadiscourse atau bentuk dan ciri kewacanaan yang tidak teramati secara konkret

Junus —– Pradopo —- Penelitian sastra dengan pendekatan semiotika sesungguhnya merupakan lanjutan dari pendekatan strukturalisme. Strukturalisme tidak dapat dipisahkan dengan semiotika karena karya sastra merupakan struktur tanda – tanda yang bermakna. Tanpa memperhatikan sistem tanda dan maknanya, serta konvensi tanda, struktur karya sastra atau karya sastra tidak dapat dimengerti secara optimal.Dalam penelitian sastra dengan menggunakan pendekatan semiotika, tanda yang berupa indekslah yang paling banyak dicari, yaitu berupa tanda – tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat.

Preminger ——- Studi semiotika sastra adalah usaha untuk menganalisis sistem tanda – tanda. Oleh karena itu, peneliti harus menentukan konvensi – konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.

Page 19: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

7. Musik

Sistem tanda musik adalah oditif. Bagi semiotikus musik, adanya tanda – tanda perantara, yakni, musik yang dicatat dalam partitur orkestra, merupakan jalan keluar. Hal ini sangat memudahkan dalam menganalisis karya musik sebagai teks. Itulah sebabnya mengapa penelitian musik semula terutama terarah pada sintaksis. Meski demikian, semiotika tidak dapat hidup hanya dengan mengandalkan sintaksis karena tidak ada semiotika tanpa semantik juga tidak ada semiotika musik tanpa semantik musik.

Aart van Zoest —– Tiga kemungkinan dalam mencari denotatum musik ke arah isi tanggapan dan perasaan :

 Untuk menganggap unsur – unsur struktur musik sebagai ikonis bagi gejala – gejala neurofisiologis pendengar,

 Untuk menganggap gejala – gejala struktural dalam musik sebagai ikonis bagi gejala – gejala struktural dunia penghayatan yang dikenal.

 Untuk mencari denotatum musik ke arah isi tanggapan dan perasaan yang dimunculkan musik lewat indeksial.

Untuk menganalisi musik tentu juga diperlukan disiplin lain, misalnya ethnomusicology dan antropologi. Dalam ethnomusicology, musik dipelajari melalui aturan tertentu yang dihubungkan dengan bentuk kesenian lainnya termasuk bahasa, agama, dan falsafah.Diposkan oleh o_N_o   di 09.45 

15 KOMENTAR:

1.

arpegio 5 September 2009 05.36

bung jun,sy lg tertatik mempelajari semiotika musik,,walaupun agak bingung2 jg seeh..bkin postingan khuhus ttg semiotika musik dong..mkasih

Balas

2.

ami_icas_jkt 29 Desember 2010 07.50

aku copy artikel ni buat bhn tmbhn ya..thx..tp ko reffensiny ga trcantum ya...

Page 20: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Balas

3.

Mari Cinta Bahasa Kita 12 Juni 2011 23.40

wow artikelnya mantappp surantap...kebetulan aku lagi ada tugas dari asdosku..btw, aku punya tugas tentang analisis naskah drama dengan teori semiotika ini. jelaskan dong cara kerjanya atau contoh yang berkaitan dengan penerapan teori semiotika terhadap karya sastra...okoh ya...artikel semiotik riffaternya juga dong diposting..ok..trimzz

Balas

BLOG III

PENGENALAN PENDEKATAN STRUKTUR SEMIOTIKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan sastra sekarang ini sangat pesat dan keluar dari kaidah-kaidah penulisan yang ada. Banyak hal-hal baru yang muncul dan tidak sesuai dengan konvensi-konvensi. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai pendekatan semiotik dalam analisis puisi.

Studi sastra bersifat semiotik merupakan usaha untuk menganalisis karya sastra, di sini sajak khususnya, sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Dengan melihat variasi-variasi di dalam struktur sajak atau hubungan dalam (internal) antara unsur-unsurnya akan dihasilkan bermacam-macam makna.

Semiotik seperti yang diungkapkan oleh Rachmat Djoko Pradopo yaitu bahwa bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Medium karya sastra bukanlah bahan yang bebas (netral) seperti bunyi pada seni musik ataupun warna pada lukisan. Warna cat sebelum digunakan dalam lukisan masih bersifat netral, belum mempunyai arti apa-apa sedangkan kata-kata (bahasa) sebelum dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat (bahasa) atau ditentukan oleh konvensi-konvensi masyarakat. Lambang-lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti oleh konvensi masyarakat. Bahasa itu merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi (perjanjian) masyarakat. Sistem ketandaan itu disebut dengan semiotik. Begitu pula ilmu yang mempelajari sistem tanda-tanda itu disebut semiotika (2009:121).

Page 21: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memahami pendekatan struktur semiotik dalam analisis puisi dan aplikasinya.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan semiotik?

2. Bagaimana untuk memahami analisis semiotik?

3. Siapakah tokoh dalam teori semiotik?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Semiotik

Semiotik (semiotics) berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda atau sign. Tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif, mampu menggantikan suatu yang lain (stand for something else) yang dapat dipikirkan atau dibayangkan (Broadbent, 1980).

A.Teew (1984: 6) mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakan menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun. Menurut Pradopo (2005: 121), semiotik merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi (perjanjian masyarakat). Lambang-lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti konvensional masyarakat. Teori semiotik tidak terlepas dari kode-kode untuk member makna terhadap tanda yang ada dalam karya sastra. Kode-kode merupakan objek semiotik sebab kode-kode itu merupakan sistem-sistem yang mengatasi dan menguasai pengirim dan penerima tanda atau manusia pada umumnya (Pradopo, 1995: 26).

Teori semiotik memperhatikan segala faktor yang ikut memainkan peranan dalam komunikasi, seperti faktor pengirim tanda, penerimaan tanda, dan struktur tanda itu sendiri. Berdasarkan penjelasan diatas diketahui karya sastra itu merupakan struktur bermakna. Hal ini mengingat bahwa karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Dalam usaha menangkap, memberi, dan memahami makna yang terkandung didalam karya sastra, pembacalah yang sangat berperan. Karya sastra tidak akan mempunyai makna tanpa ada pembaca yang memberikan makna kepadanya.

B. Analisis Semiotik

Menganalisis sajak itu bertujuan memahami makna sajak. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Karya sastra itu merupakan struktur yang bermakna. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa.

Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Medium karya sastra bukanlah bahan yang bebas (netral) seperti bunyi pada seni musik ataupun warna pada lukisan. Warna cat sebelum digunakan dalam lukisan masih bersifat netral, belum mempunyai arti apa-apa, sedangkan kata-kata (bahasa)

Page 22: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

sebelum dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat (bahasa) atau ditentukan oleh konvensi masyarakat. Lambang-lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti oleh konvensi masyarakat. Bahasa itu merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi (perjanjian) masyarakat. Sistem ketandaan itu disebut semiotik atau semiologi.

C. Teori Semiotik

Teori semiotik dipaparkan oleh dua tokoh yang hidup sezaman, namun mereka tidak pernah bertemu, bekerja secara terpisah yakni seorang ahli linguistik yaitu Ferdinand De Saussure (1857-1913) dan seorang ahli filsafat bermadhab Anglo Amerika yang bernama Charles Sander Peirce (1839-1913). Saussure menyebut ilmu tersebut dengan istilah semiologi dan Peirce menyebutnya semiotik.

1. Ferdinand De Saussure

Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nilai yang terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.

Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).

2. Charles Sander Peirce

Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.

Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.

Page 23: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Contoh: Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang mengkomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai icon wanita muda cantik dan menggairahkan.

Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat).

· Ikon

Ikon (iconic sign) adalah segala sesuatu yang dapat dikaitkan dengan sesuatu yang lain. Hubungannya terletak pada persamaan atau kemiripan. Tanda ikonik dapat mengungkapkan sesuatu karena antara penanda dan petanda memiliki keserupaan atau kemiripan wujud ataupun kualitas-kualitas tertentu. Ikon adalah ungkapan ‘tanda’ suatu objek berdasarkan persepsi imajinatif yang mengaitkan objek tersebut dengan objek lain yang belum tentu ada. Contohnya adalah foto, yang mewakili gambar aslinya, miniatur atau patung yang mirip dengan yang aslinya. Karena terdapat kesamaan di antara penanda dan petanda, maka ikon adalah qualisign (kualitas tanda), maka proses semiotis ini dinamakan oleh Peirce dengan firstness.

Zoest mengurai ikon dalam tiga macam perwujudan: 1) ikon spasial atau topologis, yang ditandai dengan adanya kemiripan antara ruang atau profil dan bentuk teks dengan apa yang diacunya; 2) ikon relasional atau diagramatik, di mana terjadi kemiripan antara hubungan dua unsur tekstual dengan hubungan dua unsur acuan; dan 3) ikon metafora, di sini bukan lagi dilihat adanya kemiripan antara tanda dan acuan, namun antara dua acuan, artinya dua acuan dengan tanda yang sama (Dahana, 2001: 22; Sobur, 2004: 158).

· Simbol

Simbol (symbolic sign) menekankan pada kesepakatan, kebiasaan atau konvensi masyarakat yang melandasi hubungan arbitrer antara penanda dan petanda. Karena tanda simbolis sepenuhnya didasarkan pada kesepakatan masyarakat, maka masyarakat dalam lingkup yang berbeda sangat mungkin memahami tanda dengan makna yang berbeda.

Simbol adalah ungkapan ‘tanda’ suatu objek berdasarkan konsep tertentu, biasanya asosiasi terhadap suatu gagasan umum. Sebagai contoh, tugu Monas tidak terdapat relasi yang serupa ataupun logis dengan kota Jakarta, namun tugu ini dijadikan simbol kota Jakarta. Atau contoh lain misalnya mengangguk yang berarti setuju atau mengiyakan, menggeleng berarti tidak, tidak terdapat hubungan apapun dengan arti yang dimaksud. Kesemuanya itu berdasarkan kesepakatan. Peirce mengungkapkan (Sobur, 2004: 159), istilah simbol sehari-hari lazim disebut kata (word), nama (name), dan label (label).

· Indeks

Indeks (indexical sign) menunjukan pada sesuatu, bukan berdasarkan pada kemiripan tetapi lebih menekankan pada keterkaitan logisnya atau hubungan kausalitasnya (sebab-akibat). Indeks adalah ungkapan ‘tanda’ atau representasi suatu objek akibat hubungan dinamis antara objek yang diterima secara fisik dan mempengaruhi perasaan atau ingatan seseorang dalam pembentukan persepsinya. Contohnya asap menunjukkan adanya api. Indeks adalah tanda yang sifatnya tergantung dari keberadaannya suatu denotasi, sehingga dalam terminologi Peirce merupakan suatu secondness.

Page 24: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Bahasa yang merupakan sistem tanda yang kemudian dalam karya sastra menjadi mediumnya itu adalah sistem tanda tingkat pertama. Dalam ilmu tanda-tanda atau semiotik, arti bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertama itu disebut meaning (arti). Karya sastra itu juga meupakan sistem tanda yang berdasarkan konvensi masyarakat (sastra). Karena sastra (karya sastra) merupakan sistem tanda yang lebih tinggi (atas) kedudukannya dari bahasa, maka disebut sistem semiotik tingkat kedua.

Meskipun sastra itu dalam sistem semiotik tingkatannya lebih tinggi daripada bahasa, namun sastra tidak dapat lepas pula dari sistem bahasa. Hal ini disebabkan oleh apa yang telah dikemukakan, yaitu bahasa itu sudah merupakan sistem tanda yang mempunyai arti berdasarkan konvensi tertentu.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari secara sistematik tanda-tanda dan lambang-lambang

Tokoh dalam aliran semiotik yaitu Ferdinand De Saussure yang membagi semiotik menjadi 2 bagian yaitu penanda dan petanda. Sedangkan menurut Charles Sander Peirce tanda terbagi menjadi 3 yaitu simbol, ikon, dan indeks.

Simbol à hubungan tanda dengan objek karena ada kesepakatan.

Indeks à hubungan tanda dengan objek karena ada hubungan sebab-akibat.

Ikon à hubungan tanda dengan objek karena serupa.

Sumber:anniunni.blogspot.com/2012/08/pendekatan-struktural-semiotik

SEMIOTIK SASTRA

Semiotik adalah teori tentang tanda, ada pula yang mengatakan bahwa ini adalah teori tentang gaya bahasa. A. Teew ( 1984 : 6 ) mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindakan komunikasi dan kemudian disempurnakan menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki, untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas dalam masyarakat.

Semiotik merupakan bahasa yang mencerminkan bahasa sastra yang estetis, sistematis dan memiliki pluralitas makna ketika dibaca oleh pembaca dalam memberi pemahaman terhadap teks karya sastra.

Semiotik terbagi atas tiga konsep, yaitu :

Semiotik pragmatik, berkaitan dengan asal - usul tanda, kegunaan tanda dalam penerapan, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikannya. Semiotik pragmatik ini dalam batas perilaku objek.Semiotik sintaktik, adalah kombinasi tanda tanpa memperhatikan maknanya ataupun hubungannya terhadap perilaku subjek.Semiotik semantik, adalah tanda dalam " arti " yang disampaikan.

Wawasan semiotik dalam studi sastra ( Amminudin ) :

Karya sastra merupakan gejala konsumsi yang berkaitan dengan pengarang, wujud sastra sebagai sistem tanda, dan pembaca.

Page 25: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Karya sastra merupakan salah satu bentuk penggunaan sistem tanda yang memiliki struktur dalam tata tingkat tertentu.Karya sastra merupakan fakta yang harus direkrontruksikan pembaca sejalan dengan dunia pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya.

Teori semiotik

Charles Sander Pierce ( 1839 - 1913 ), mengemukakan tentang teori segitiga makna :

Tanda ( sign ), adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan meripakan sesuatu yang merujuk ( merepresentasi ) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda terbagi menjadi tiga yaitu simbol, ikon, dan indeks. Simbol adalah tanda yang muncul dari kesepakatan atau konvensi - konvensi bahasa. Ikon adalah tanda - tanda yang muncul dari perwakilan fisik. Indeks adalah tanda yang muncul dari hubungan sebab akibat. Dalam penelitian sastra dengan menggunakan pendekatan semiotik, tanda berupa indeks yang paling banyak dicari, yaitu berupa tanda-tanda yang menunjukan hubungan sebab - akibat.Interpretant atau penggunaan tanda, adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.Objek, adalah konteks sosial yang menjdi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.

Ferdinad De Sausure, mengemukakan pembagian tanda menjadi :

Penanda ( Signifer ) adalah tanda yang dapat dilihat dari bentuk fisikPertanda ( Signifed ) adalah makna yang terungkap melalui konsep fungsi atau nilai - nilai yang terkandung.

Rolan Barthes, membagi tanda menjadi dua yaitu :

Denotasi, yaitu tingkat pertanda yang menjelaskan hubungan penanda dan pertanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti.Konotasi, yaitu tingkat pertanda menjelaskan hubungan penanda dan pertanda yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.

Kelebihan semiotik dalam menelaah karya sastra :

Memperindah karya sastraMengetahui keindahan karya sastraDalam penelitian analisisnya lebih spesifik dan komperhensifMemberikan pemahaman makna dari simbolik baru dalam membaca karya sastraKita pembaca minimal mengetahui dua makna yaitu makna bahasa secara literlag dan maksna simbolik ( global ).

Kelemahan semiotik dalam menelaah karya sastra :

Kurang memperhatikan struktur, mengabaikan unsur intrinsikMemerlukan banyak dukungan ilmu bantu lain seperti linguistik, sosiologi, psikologi, dllPerlu kematangan konsep luas tentang sastra wawasan luas, dan teorinyaPeranan peneliti sangat penting, ia harus jeli, teliti, dan menguasai materi yang akan diteliti secara totalitas, karena kalau tidak itu tidak terpenuhi maka makna yang ada dalam teks cenderung kurang tereksplor untuk diketahui oleh pembaca, justru cenderung menggunakan subjektifitasnya yang menampilkan itu semua dan itu sangat risjan untuk meneliti dengan teori ini.

Page 26: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Sumber: bastraindonesia.blogspot.com

(Bagi siapapun yang hendak menambahkan, saya akan merasa senang sekali, salam berbagi)

Jember,

APiC. 2013.MENGENAL TEORI SASTRA DAN STUDI SASTRA

Tulisan ini hanya merupakan pengantar yang saya sarikan dari berbagai sumber untuk mereka yang meminati sastra . Sebagai pengantar, tentu saja tulisan ini masih bersifat permukaan. Namun, mudah-mudahan bisa membantu—paling tidak—untuk membekali para penulis dari sisi keilmuan.

Pengertian Teori Sastra

Secara umum, yang dimaksudkan dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati. Teori berisi konsep atau uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari sudut pandang tertentu. Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya atau dibantah kesahihannya pada objek atau gejala yang diamati tersebut.

Menurut Rene Wellek dan Austin dalam buku Theory of Literature tahun 1993, hal 37-46, dalam wilayah sastra perlu terlebih dahulu ditarik perbedaan antara sastra di satu pihak dengan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra di pihak lain. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif. Sedangkan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, kriteria yang dapat diacu dan dijadikan titik tolak dalam telaah di bidang sastra. Sedangkan studi terhadap karya konkret disebut kritik sastra dan sejarah sastra. Ketiganya berkaitan erat sekali. Tidak mungkin kita menyusun teori sastra tanpa kritik sastra dan sejarah sastra. Tak mungkin pula menyusun sejarah sastra tanpa teori sastra dan kritik sastra, juga tak mungkin menyusun kritik sastra tanpa sejarah sastra dan teori sastra. Teori sastra jelas hanya dapat disusun berdasarkan studi langsung terhadap karya sastra. Kriteria, skema, kategori tidak dapat diciptakan secara in vacuo alias tanpa pijakan.

Sebaliknya tidak mungkin ada kritik sastra tanpa satu ser pertanyaan , suatu sistem pemikiran, acuan, dan generalisasi. Di sini muncul dilema yang sukar diatasi. Kita selalu membaca dengan sejumlah konsep yang sudah jadi di kepala kita. Prakonsespsi ini kemudian selalu diubah dan diperbaiki setelah membaca karya sastra. Proses ini bersifat dialektis, teori dan praktik saling mempengaruhi.

Ada pula yang mencoba membedakan sejarah sastra dari teori sastra dan kritik sastra. F.W. Bateson, misalnya, mengatakan bahwa sejarah sastra menunjukkan A berasal dari B, sedangkan kritik sastra menunjukkan A lebih baik dari B. Hubungan yang pertama dapat dibuktikan, sedangkan yang kedua bergantung pada pendapat dan keyakinan. Tetapi perbedaan semacam ini sulit dipegang. Tidak ada satu pun fakta dalam sejarah sastra yang sepenuhnya netral.

Sementara Jan van Luxemburg dkk. (1986) menggunakan istilah ilmu sastra dengan pengertian yang mirip dengan pandangan Wellek & Warren mengenai teori sastra. Menurut mereka, ilmu sastra adalah ilmu yang mempelajari teks-teks sastra secara sistematis sesuai dengan fungsinya di dalam masyarakat. Tugas ilmu sastra adalah meneliti dan merumuskan sastra secara umum dan sistematis. Teori sastra merumuskan kaidah-kaidah dan konvensi-konvensi kesusastraan umum.

Page 27: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Ruang LingkupRuang lingkup sastra (literature) adalah kreativitas penciptaan, sedangkan ruang lingkup studi sastra (literary studies) adalah ilmu dengan sastra sebagai objeknya. Sastra, dengan demikian berfokus pada kreativitas, sedangkan studi sastra berfokus pada ilmu. Pertanggungjawaban studi sastra adalah logika ilmiah. Karena ruang lingkup sastra adalah kreativitas penciptaan, maka karya sastra (puisi, drama, novel, cerpen) adalah sastra. Namun, karena kritik sastra juga merupakan kreativitas dalam menanggapi karya sastra dan masalah kreativitas penciptaan lain dalam sastra, maka kritik sastra dalam bentuk esai tidak lain adalah sastra juga. Kritik sastra yang benar harus berlandaskan pada logika yang dapat dipertanggungjawabkan. Apakah dasar kritik sastra hanya akal sehat semata atau teori sastra tertentu bukan masalah, selama logika dalam kritik sastra itu memenuhi kriteria logika dalam arti yang sebenarnya. Logika sebagai sebuah ilmu, sementara itu adalah metode dan prinsip untuk membedakan antara pemikiran yang baik (benar) dan pemikiran yang jelek (tidak benar). Makna sastra dan studi sastra dengan demikian dapat bertumpang-tindih.

Cabang Studi Sastra

Dalam studi sastra dikenal tiga cabang, yaitu (1) Teori Sastra, yakni kaidah-kaidah untuk diterapkan dalam analisis karya sastra. (2) Kritik sastra, adalah penerapan kaidah-kaidah tertentu dalam analisis karya sastra. (3) Sejarah sastra adalah sejarah perkembangan sastra.

Tiga cabang tersebut saling terkait dan semuanya bersumber pada sastra, khususnya karya sastra sendiri.Karya sastra adalah (karya) seni. Karena itu, tiga cabang studi sastra itu bersifat seni pula. Teori sastra adalah teori yang mengenai karya sastra yang bersifat seni sastra. Kritik sastra adalah kritik terhadap karya sastra yang bersifat seni sastra. Sejarah sastra adalah sejarah sastra yang bersifat seni sastra pula. Sementara itu, teori sastra kadang-kadang pula dinamakan critical theory karena untuk melakukan kritik sastra dengan menerapkan teori sastra, seseorang dituntut untuk mempunyai kemampuan untuk berpikir kritis.

Lima Cabang Studi SastraKecuali tiga genre yang sudah disebutkan tadi, studi sastra juga memiliki lima cabang sastra, yaitu:1. Sastra umum2. Sastra nasional3. Sastra regional4. Sastra dunia5. Sastra bandinganLima pembagian studi sastra di atas mencakupi tiga cabang studi sastra, yakni teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Setiap macam studi sastra yang lima tersebut dengan demikian dapat dikaji dengan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Atau dengan kata lain, teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra dapat diterapkan pada sastra umum, sastra nasional, sastra regional, sastra dunia, dan sastra bandingan.

a. Sastra UmumSastra pada umumnya tidak dikaitkan dengan bangsa, negara, atau wilayah geografi tertentu.

Page 28: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Karena tidak terkait dengan bagsa, negara, atau wilayah geografi tertentu, sastra umum berkaitan dengan gerakan-gerakan internasional, sebagai mana misalnya poetics dan teori sastra.

Poeetics Aristoteles dan teori sastra strukturalisme, misalnya, menyebar ke seluruh dunia dan diaplikasikan juga di seluruh dunia. Sastra umum, dengan demikian, kadang-kadang juga dinamakan sastra universal, yaitu sastra yang nilai-nilainya ada dan dapat diterapkan di seluruh dunia. Sastra umum, sekali lagi, juga dapat bermakna poetics dan teori sastra. Makna teori sastra sudah jelas, yaitu kaidah-kaidah untuk diterapkan dalam karya sastra. Sedangkan Poetics atau puitika adalah ilmu mengenai:

(1) Keberhasilan sastrawan dalam menciptakan karya sastra. Sastrawan yang mampu menulis karya sastra yang baik memiliki kemampuan puitik yang tinggi, sedangkan yang tidak mampu menulis karya sastra yang baik, kemampuan puitikanya rendah.

(2) Keberhasilan pembaca dalam menghayati karya sastra. Pembaca yang mampu menghayati karya sastra dengan baik adalah pembaca yang kemampuan puitikanya tinggi , sebaliknya, yang tidak mampu menghayati karya sastra yang baik adalah pembaca yang kemampuan puitikanya rendah.

b. Sastra NasionalYaitu sastra bangsa atau negara tertentu, misalnya sastra Indonesia, sastra Arab, sastra Inggris, sastra Cina, sastra Perancis, dan lain-lain. Tempat seorang sastrawan dalam konteks sastra nasional pada umumnya tidak ditentukan oleh bahasa karya sastra sang sastrawan, tetapi oleh kewarganegaraannya. Sastrawan berkebangsaan Amerika yang menulis dalam bahasa Yiddish, seperti Isaac Bashevis Singer, juga dianggap sastrawan sastra Amerika.

c. Sastra RegionalSastra dari kawasan geofrafi tertentu yang mencakup beberapa negara, baik yang mempergunakan bahasa yang sama maupun yang mempergunakan bahasa yang berbeda, seperti sastra ASEAN (sastra negara-negara anggota ASEAN), sastra nusantara (sastra berbahasa melayu, Indonesia, Malaysia, Singapura), sastra Arab (yang mencakupi negara-negara di kawasan teluk dan timur tengah).

d. Sastra DuniaSastra yang reputasi pada sastrawannya dan karya-karyanya diakui secara internasional. Sebuah karya sastra dapat dianggap sebagai karya sastra besar dan diakui secara internasional manakala karya sastra itu ditulis dengan bahasa yang baik, dan dengan matlamat untuk menaikkan harkat dan derajat manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Pemikiran mengenai sastra dunia sangat mempengaruhi konsep sastra bandingan, khususnya pada tahap-tahap awal.

Istilah sastra dunia awalnya dipakai oleh Johann Wolgang von Goethe (1749-1832), seorang sastrawan dan pemikir Jerman. Dia sangat menguasai karya-karya besar sastra dalam bahasa aslinya, khususnya bahasa Inggris, Perancis, dan Itali. Perhatiannya kepada dunia Timur juga sangat besar, antara lain pada dunia Islam dan Cina.

e. Sastra BandinganSastra bandingan pada awalnya datang dari studi bandingan ilmu pengetahuan, kemudian diikuti oleh lahirnya studi bandingan agama. Setelah studi bandingan agama lahir, lahir pulalah sastra

Page 29: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

bandingan. Karena itu, sastra bandingan relatif masih muda, sebelum abad kesembilan belas, tampak adanya sastra bandingan.

Istilah sastra bandingan pertama kali muncul di Eropa ketika batas berbagai negara di Eropa mengalami perubahan, dan karena itu menimbulkan pemikiran mengenai kebudayaan nasional dan sastra nasional. Apalagi, pada waktu itu perhatian orang-orang Eropa terhadap Amerika mencapai tahap-tahap yang penting. Masalah kebudayaan nasional, jati diri bangsa, dan sastra nasional juga muncul di negara-negara bekas jajahan. Sementara itu, untuk memahami diri sendiri seseorang perlu menengok ke luar dan membandingkan dirinya dengan keadaan di luar dirinya. Karena itu, tumbuh lagi sastra bandingan yang membandingkan karya-karya bekas jajahan dengan bekas penjajah dan juga antara sesama negara yang pernah dijajah.

FORMALISME RUSIA

Pada umumnya Formalisme Rusia dianggap sebagai pelopor bagi tumbuh dan berkembangnya teori-teori strukturalisme. Munculnya Formalisme Rusia tidak dapat dipisahkan dari gerakan Futurisme. Antara tahun 1910-1915 di Italia dan Rusia muncul gerakan avant garde yang dikenal sebagai gerakan Futurisme (masa depan). Secara nihilistis mereka menolak dan memberontak terhadap tradisi dan kebudayaan. Mereka memuja zaman modern dengan mesin-mesin yang bergerak cepat karena berperan dalam membebaskan rakyat tertindas. Gerakan ini sangat radikal sehingga mendorong ke arah kekerasan dan perang. Di Rusia ada kaitan gerakan ini dengan Revolusi Bolsyevik, di Italia dengan Fasisme.

Menurut kaum futuris Rusia seperti Mayakovski dan Pasternak, sastra hendaknya menyesuaikan diri dengan zaman modern yang bergerak cepat dan bentuknya tidak mengenal ketenangan, baik dalam tema (teknik dan mesin) maupun dalam bentuknya (otonomi bahasa dan seni). Kaum futuris inilah yang mendorong studi sastra dengan meneliti ciri kesastraan dalam teks sastra secara otonom. Formalisme Rusia juga timbul sebagai reaksi terhadap aliran positivisme pada abad ke-19 yang terlalu memperhatikan data-data biografis dalam studi ilmiah dan cenderung menganggap yang ilahi sebagai yang absolut. Mereka menawarkan materialisme abad mesin sebagai wilayah puisi yang mendukung revolusi. Para seniman (yakni kaum proletar) menduduki peranan sebagai penghasil kerajinan tangan (produk puisi dianggap kerja teknis). Bagi mereka, seniman benar-benar seorang pembangun dan ahli teknik, seorang pemimpin dan seorang pemuka. Aliran formalisme Rusia hidup di antara tahun 1915-1930 dengan tokoh-tokohnya seperti Roman Jakobson, Sjklovsky, Eichenbaum, dan Tynjanov. Pada tahun 1930 keadaan politik (komunisme) mengakhiri kegiatan mereka. Beberapa orang dari kelompok ini termasuk Rene Wellek dan Roman Jakobson beremigrasi ke Amerika Serikat. Di sana mereka mempengaruhi perkembangan new criticism selama tahun 1940-1950.

Perlu diperhatikan bahwa para formalis Rusia bukan merupakan sebuah kelompok yang homogen dan kompak pandangannya. Namun demikian fokus utama mereka adalah meneliti teks-teks yang dianggap sebagai teks kesusastraan. Adapun unsur yang khas itu adalah bentuk baru yang menyimpang dari bentuk 

Page 30: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

bahasa biasa. Otomatisme didobrak sehingga pembaca merasa heran dan asing terhadap bentuk menyimpang itu dan membuatnya memandang kenyataan dengan cara baru. Bahasa sehari-hari disulap, dimanipulasi dengan berbagai teknik metrum, irama, sintaksis, struktur gramatikal, dan sebagainya.

Para formalis membuat sejumlah besar analisis tentang karya-karya sastra untuk merumuskan pengertian dan dalil-dalil umum mengenai karya sastra. Beberapa pokok gagasan, istilah dan dalil utama formalisme antara lain sebagai berikut.

1. Defamiliarisasi dan DeotomatisasiMenurut kaum formalis, sifat kesastraan muncul sebagai akibat penyusunan dan penggubahan bahan yang semula bersifat netral. Para pengarang menyulap teks-teks dengan efek mengasingkan dan melepaskannya dari otomatisasi. Proses penyulapan oleh pengarang ini disebut defamiliarisasi, yakni teknik membuat teks menjadi aneh dan asing. Istilah defamiliarisasi dikemukakan oleh Sjklovski untuk menyebut teknik bercerita dengan gaya bahasa yang menonjol dan menyimpang dari biasanya. Dalam proses penikmatan atau pencerapan pembaca, efek deotomatisasi dirasakan sebagai sesuatu yang aneh atau defamiliar. Proses defamiliarisasi itu mengubah tanggapan kita terhadap dunia. Dengan teknin penyingkapan rahasia, pembaca dapat meneliti dan memahami sarana-sarana (bahasa) yang dipergunakan pengarang. Teknik-teknik itu misalnya menunda, menyisipi, memperlambat, memperpanjang, atau mengulur-ulur suatu kisah sehingga menarik perhatian karena tidak dapat ditanggapi secara otomatis.

2. Teori NaratifDengan menerima konsep struktur, kaum formalis Rusia memperkenalkan dikotomi baru antara struktur (yang terorganisasi) dengan bahan material (yang tak terorganisir), menggantikan dikotomi lama antara bentuk dan isi. Jadi struktur sebuah teks sastra mencakup baik aspek formal maupun semantik. Kaum formalis Rusia memberikan perhatian khusus terhadap teori naratif. Untuk kepentingan analisis teks naratif, mereka menekankan perbedaan antara cerita, alur, dan motif Menurut mereka, yang sungguh-sungguh bersifat kesusastraan adalah alur, sedangkan cerita hanyalah bahan mentah yang masih membutuhkan pengolahan pengarang. Motif merupakan kesatuan terkecil dalam peristiwa yang diceritakan. Alur adalah penyusunan artistik motif-motif sebagai akibat penerapan penyulapan terhadap cerita. Alur bukan hanya sekedar susunan peristiwa melainkan juga sarana yang dipergunakan pengarang untuk menyela dan menunda penceritaan. Digresi-digresi, permainan-permainan tipograifs, pemindahan bagian-bagian teks serta deskripsi-deskripsi yang diperluas merupakan sarana yang ditujukan untuk menarik dan mengaktifkan perhatian pembaca terhadap novel-novel. Cerita itu sendiri hanya merupakan rangkaian kronologis dari peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

3. Analisis MotifSecara sangat umum, motif berarti sebuah unsur yang penuh arti dan yang diulang-ulang di dalam satu atau sejumlah karya. Di dalam satu karya, motif merupakan unsur arti yang paling kecil di dalam cerita. Pengertian motif di sini memperoleh fungsi sintaksis. Bila motif itu dibaca dan direfleksi maka pembaca melihat motif-motif itu dalam keseluruhan dan dapat menyimpulkan satu motif dasarnya. Bila motif dasar tadi dirumuskan kembali secara metabahasa, maka kita akan menjumpai tema sebuah karya.

Page 31: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Misalnya dalam cerita Panji dijumpai tema cinta sejati mengatasi segala rintangan. Bila berkaitan dengan berbagai karya (pendekatan historis-komparatif), sebuah kesatuan semantis yang selalu muncul dalam karya-karya itu. Misalnya motif pencarian seorang ayah atau kekasih (motif Panji yang dijumpai dalam berbagai cerita di Asia Tenggara), atau motif Oedipus, dan sebagainya.Boris Tomashevsky menyebut motif sebagai satuan alur terkecil. Ia membedakan motif terikat dengan motif bebas. Motif terikat adalah motif yang sungguh-sungguh diperlukan oleh cerita, sedangkan motif bebas merupakan aspek yang tidak esensial ditinjau dari sudut pandang cerita. Meskipun demikian, motif bebas justru secara potensial merupakan fokus seni karena memberikan peluang kepada pengarang untuk menyisipkan unsur-unsur artistik ke dalam keseluruhan alurnya.

4. Fungsi Puitik dan Objek EstetikIstilah fungsi mengacu pada penempatan suatu karya sastra dalam suatu modul komunikasi yang meliputi relasi antara pengarang, teks, dan pembaca. Isitlah ini muncul sebagai reaksi terhadap studi sastra Formalisme yang terlalu terpaku pada aspek sarana kesusastraan tanpa menempatkannya dalam konteks tertentu. Menurut Jakobson, dalam setiap ungkapan bahasa terdapat sejumlah fungsi, misalnya fungsi referensial, emotif, konatif, dan puitik, yang berkaitan dengan beberapa faktor seperti konteks, juru bicara, pengarang, penerima, pembaca, dan isi atau pesan bahasa itu sendiri. Dalam pemakaian bahasa sastra, fungsi puitis paling dominan. Pesan bahasa dimanipulasi secara fonis, grafis, leksikosemantis sehingga kita menyadari bahwa pesan yang bersangkutan harus dibaca sebagai karya sastra.Jan Mukarovsky, seorang ahli strukturalisme Praha, memperkenalkan istilah “objek estetik” sebagai lawan dari istilah “artefak”. Artefak adalah karya sastra yang sudah utuh dan tidak berubah. Artefak itu akan menjadi objek setetik bila sudah dihayati dan dinikmati oleh pembaca. Dalam pengalaman pencerapan pembaca, karya sastra dapat memiliki arti yang berbeda-beda tergantung pada harapan pembacanya.

Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kita kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis.

NEW CRITICISM

New criticism merupakan aliran kritik sastra di Amerika Serikat yang berkembang antara tahun 1920-1960. Istilah new criticism pertama kali dikemukakan oleh John Crowe Ransom dalam bukunya The New Criticism (1940) dan ditopang oleh I.A. Richard dan T.S. Eliot. Sejak Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren menerbitkan buku Understanding Poetry (1938), model kritik sastra ini mendapat perhatian yang luas di kalangan akademisi dan pelajar Amerika selama dua dekade. Penulis new criticism lainnya yang penting adalah: Allen Tate, R.P. Blackmur, dan William K. Wimsatt, Jr. (Abrams, 1981: 109-110).Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap kritik sastra sebelumnya yang terlalu fokus pada aspek-aspek kehidupan dan psikologi pengarang serta sejarah sastra. Para new criticism menuduh ilmu dan teknologi menghilangkan nilai perikemanusiaan dari masyarakat dan menjadikannya berat sebelah. Menurut 

Page 32: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

mereka, ilmu tidak memadai dalam mencerminkan kehidupan manusia. Sastra dan terutama puisi merupakan suatu jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan lewat pengalaman. Tugas kritik sastra adalah memperlihatkan dan memelihara pengetahuan yang khas, unik dan lengkap seperti yang ditawarkan kepada kita oleh sastra agung (Van Luxemburg dkk, 1988: 52-54).

Sekalipun para new criticism tidak selalu kompak, mereka sepakat dalam memandang karya sastra sebagai sebuah kesatuan organik yang telah selesai, sebuah gejala estetik yang telah melepaskan kondisi subjektifnya pada saat karya itu diselesaikan. Hanya dengan menganalisis susunan dan organisasi sebuah karya sastra, dapat diperlihatkan inti karya seni itu menurut arti yang sesungguhnya. Menurut T.S. Eliot, sebuah puisi pertama-tama adalah puisi, bukan sesuatu yang lain, suatu objek yang otonom dan lengkap.

Para new criticism menganggap berbagai model kritik yang berorientasi kepada aspek-aspek di luar karya sastra sebagai suatu kesalahan besar. Orientasi kepada maksud pengarang disebut sebagai suatu penalaran yang sesat. Makna sebuah puisi juga jangan dikacaukan dengan kesan yang diperoleh pembaca karena kita dapat terjerumus dalam struktur sintaksis dan semantiknya. Untuk mengetahui arti itu kita harus mempergunakan pengetahuan kita mengenai bahasa dan sastra. Sejauh hidup pengarangnya dapat dipergunakan sejauh dapat menerangkan makna kata-kata khusus yang dipergunakan dalam karyanya. Selain itu, pemahaman terhadap konteks penggunaan bahasa sangat ditekankan. Menurut mereka, komponen dasar karya sastra, baik lirik, naratif, maupun dramatik adalah kata-kata, citraan/imagi, dan simbol-simbol, bukan watak, pemikiran, atau pun plot. Elemen-elemen linguistik ini sudah diorganisasikan di seputar sebuah tema sentral dan mengandung tensi atau maksud, ironi dan paradoks dalam strukturnya yang merupakan muara pertemuan berbagai impuls dan kekuatan yang berlawanan.Pandangan-pandangan kaun new critics, bagaimanapun tetap berguna karena mermpertajam pengertian kita terhadap puisi yang terkadang sukar dipahami. Meskipun demikian, pandangan mereka terlalu mengutamakan puisi daripada jenis sastra lainnya menyebabkan teori sastra mereka dipandang kurang utuh. Mereka juga menyadari bahwa tidak hanya the words on the page yang mengemudikan tafsiran mereka melainkan juga cita-cita dan praduga-praduga mereka telah ikut berperan di dalamnya (Van Luxemburg dkk. 1986: 54).

Cara Kerja New Criticism

Kendati pemikir dan praktisi new criticism banyak, dan diantara mereka pasti ada silang pendapat, pada hakikatnya cara kerja mereka sama, yaitu:

1. Close reading, yakni mencermati karya sastra dengan teliti dan mendetail-kalau perlu baris demi baris, kata demi kata, dan kalau perlu sampai ke akar akar katanya. Tanpa close reading, bagian-bagian kecil puisi mungkin akan terlepas dari pengamatan, padahal, semua bagian, sekecil apa pun, akan merupakan bagian yang tidak munkin dipisahkan dari puisi yang well-wrought. Begitu sebuah detail puisi ditemukan tidak mempunyai makna dan tidak mempunyai fungsi, maka mutu estetika puisi ini tidak mungkin dijamin.

2. Empiris, yakni penekanan analisis, pada observasi, bukan pada teori. Tokoh-tokoh new criticism memang pernah menyatakan bahwa new criticism adalah sebuah teori satra, namun karena new criticism mempunyai cara kerja sistematis sebagiamana halnya teori sastra lain, maka new criticism 

Page 33: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

mau tidak mau diakui sebagai sebuah teori sastra. Dalam sejarah teori dan kritik sastra, new criticism selalu menempati urutan pertama.

3. Otonomi a). Karya sastra adalah sesuatu yang mandiri dan berdiri sendiri, tidak tergantung pada unsur-unsur lain, termasuk kepada penyair/penulisnya sendirib). Kajian sastra adalah sebuah kajian yang mandiri dan berdiri sendiri, tidak tergantung pada kajian-kajian lain, seperti sejarah, filsafat, biografi, psikologi, dan sebagainya.

Otonomi merupakan ciri khas mutlak kajian intrinsik. Kendati teori-teori berikut tidak tertutup kemungkinan untuk mempertimbangkan unsur ekstrinsik karya sastra, setiap kajian tidak mungkin lepas dari nilai-nilai intrinsik karya sastra itu sendiri. Karena itulah, new criticism tetap hidup, masuk ke berbagai teori lain, kendati secara resmi sudah tutup buku pada tahun 1960-an. Salah satu pengaruh new criticism pada teori sastra dapat dilihat misalnya pada formalisme rusia dan strukturalisme. Kedua teori ini mengambil gagasan otonomi new criticism kendati salah satu ciri penting strukturalisme adalah kajian-kajian ekstrinsiknya. Meskipun demikian, dapat diperkirakan dengan tepat bahwa tanpa rintisan new criticism maka formalisme rusia dan strukturalisme akan lahir terlambat, dan mungkin pula akan berbeda dengan formalisme rusia dan struktualisme sekarang.

4. Concreteness. Apabila karya sastra dibaca, maka karya satra menjadi konkrit atau hidup. Dalam sajak penyair romantik Jhon Keats, “ode to melancholy”, misalnya, baris then glut thy sorrow on a morning terasa benar-benar hidup. Kata glut menimbulkan kesan kerakusan yang benar-benar konkrit. Sebagaimana halnya konsep otonomi, maka konkrit new criticism juga diambil oleh formalisme Rusia dan strukturalisme.

5.Bentuk (form): titik berat kajian new criticism adalah bentuk (form) karya sastra, yaitu keberhasilan penyair atau penulis dalam diksi (pemilihan kata), imagery (metaphor, simile, onomatopea, dan sebagainya), paradoks, ironi, dan sebagainya. Bagi new criticism, bentuk karya sastra menentukan isi karya sastra.Karena bentuk memegang peran penting, maka titik berat perhaitan new criticism adalah konotasi, bukan denotasi. Makna denotatif kursi, misalnya, adalah kursi, sedangkan makna konotatifnya mungkin kedudukan atau kekuasaan. Kata-kata rebutan kursi, misalnya, mungkin mempunyai makna rebutan kekuasaan, dan sama sekali bukan rebutan tempat duduk. Konotasi,dengan demikian, memberi ruang kepada metafora, simbol, dan lain-lain di luar makna harfiah sebuah kata, rangkaian kata, atau kalimat. Kata glut, dengan makna denotatif rakus, dapat mempunyai makna lain sesuai dengan konteksnya dalam rangkaian kata atau kalimat tertentu. Puisi, memang, tidak lain adalah sebuah dunia metafora.Titik berat kajian new criticism pada bentuk (form) akhirnya juga dipergunakan oleh formalisme rusia dan strukturalisme. Istilah form mengacu pada bentuk, dan bentuk karya sastra itu pulalah yang menjadi salah satu titik penting formalisme yang pertama tidak lain adalah new criticism kendati new criticism tidak menamakan diri dengan istilah form. Struktur dalam strukturalisme juga tidak dapat memisahkan diri dari makna form, salah satu titik berat strukturalisme.

bersambung................BLOG 5

Page 34: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

ANALISIS STRUKTURAL SEMIOTIK PUISI CHAIRIL ANWAR YANG BERTEMA PERCINTAAN

MAKALAHANALISIS STRUKTURAL SEMIOTIK PUISI CHAIRIL ANWARYANG

BERTEMA PERCINTAANDiajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Puisi

Dosen Pengampu: Abdul wachid,S.S.,M.Hum.

Disusun Oleh :

NAMA : RINDIT SETIAWAN

NIM : 08003124

KELAS : B

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS AHMAD DAHLANYOGYAKARTA

2010PENDAHULUAN

A .LATAR BELAKANG MASALAHPerkembangan sastra sekarang ini sangat pesat dan keluar dari kaidah-

kaidah penulisan yang ada. Banyak hal-hal yang baru yang muncul dan tidak sesuai dengan konvensi-konvensi. Oleh karena itu dalam pembicaran ini dicoba untuk menerapkan teori-teori dalam menganalisis sajak Indonesia untuk turut mengembangkan studi sastra dan kesusastraan Indonesia.Salah satu penyair pada era 45 yaitu Chairil Anwar yang sering di sebut sebagai pelopor angkatan 45 dengan corak dan gaya penulisan sajaknya yang terlepas, bebas dan tidak terikat pada konvensi-konvensi yang ada pada masa itu. Teori struktural dan semiotik dewasa ini merupakan salah satu teori sastra yang terbaru disamping teori estetika resepsi dan dekonstruksi. Akan tetapi, teori ini belum banyak dimanfaatkandalam bidang kritik sastra di Indonesia.

Studi sastra bersifat semiotik merupakan usaha untuk menganalisis karya sastra, di sini sajak khususnya, sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Dengan melihat variasi-variasi di dalam struktur sajak atau hubungan dalam (internal) antara unsur-unsurnya akan dihasilkan bermacam-macam makna.

Page 35: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Semiotik seperti yang diungkapkan oleh Rachmat Djoko Pradopo yaitu bahwa bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan,yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Medium karya sastra bukanlah bahan yang bebas (netral) seperti bunyi pada seni musik ataupun warna pada lukisan. Warna cat sebelum digunakan dalam lukisan masih bersifat netral, belum mempunyai arti apa-apa sedangkan kata-kata (bahasa) sebelum dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat (bahasa) atau ditentukan oleh konvensi-konvensi masyarakat. Lambang-lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti oleh konvensi masyarakat. Bahasa itu merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi (perjanjian) masyarakat. Sistem ketandaan itu disebut dengan semiotik. Begitu pula ilmu yang mempelajari sistem tanda-tandaiti disebut semiotika (2009:121).

Sedangkan struktural dalam sajak atau karya sasatra yang menganggap bahwa sebuah karya sastra adalah sebuah struktur. Struktur di sini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem,yang di antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik,saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan-kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri,melainkan hal-hal itu saling berkaitan,saling terikat,dan saling bergantung (2009:118).

Dalam makalah ini, penulis mengambilsalah satu puisi karya Chairil Anwar yang berjudul “Penerimaan” dalm bukunya “Deru Campur Debu”yang akan dianlisias secara struktural semiotik.B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah tentang “Analisis Struktural dan Semiotik Terhadap Puisi Chairil Anwar” adalah untuk:

1. Untuk memahami aspek-aspek kepuitisan dan makna sajak secara struktural dan semiotik terhadap puisi ”Penerimaan” karya Chairl Anwar.

2. Untuk mengetahui apa saja gaya bahasa, simbol, citraan, majas dan unsur-unsur kepuitisan yang terdapat dalam “Penerimaan” karya Chairil Anwar.

3. Untuk mengetahui kesamaan tema dalam kumpulan puisi-puisi Chiril Anwar.C. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana unsur-unsur yang terkandung dalam puisi “Penerimaan”karya Chairil Anwar dalam bukunya yang berjudul “Deru Campur Debu”.

D. TEORI DAN METODE

Page 36: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Menganalisis sajak itu bertujuan memahami makna sajak. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Karya sastra itu merupakan struktur yang bermakna. Karya sastra itu merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotic atau ketandaan yang mempunyai arti, medium karya sastra bukanlah bahan yang bebas (netral). Teori yang digunakan dalam analisis makalah ini menggunakan teori menurut Riffaterre. Teks atau puisi menurut Michael Riffaterre adalah pemikiran yang dibakukan melalui mediasi bahasa. Dalam semiotik,Riffaterre memperlakukan semua kata menjadi tanda. Langkah-langkah dalam memahami sebuah teks dalam hal ini puisi menurut Michael Riffaterre ada 4, yaitu:

1. Pembaca harus menemukan kata kunci atau matriks yang terdapat dalam sebuah sajak atau teks.

2. Pembaca juga harus melakukan pembacaan secara heuristik, yaitu sesuai dengan kompetensi bahasa dan struktur kebahasaannya.

3. Seorang pembaca dituntut untuk melakukan pembacaan hermeneutik yaitu pembacaan pada tingkat makna.

4. Seorang pembaca harus menemukan hubungan intertekstualitas antara karya sastra tersebut. Seorang pembaca harus mencari sumber teks atau yang lazim disebut hipogram dan harus mencari model dan varian.Untuk memahami sebuah teks harus mencari unsur-unsur yang ada di dalamnya yaitu

unsur-unsur estetik dan unsur-unsur ekstra estetik yang terdapat dalam sebuah karya sastra.untuk mengetahui unsur kepuitisan dan makna luar yang terkandung dalam teks puisi, penulis mengguakan teori strukturalisme. Sedangkan untuk memaknai atau memberi makna dalam setiap sajak penulis menggunakan teori semiotoc. Semiotik adalah teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory (semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki) ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya

Page 37: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.

Metode yand digunakan dalam menganalisis puisi ini yaitu dengan menganalisis sajak-sajak kedalam unsur-unsur yang memperhatihan hubungan keseluruhan unsur-unsur yang ada.Kemudian setiap unsur sajak diberi makna yang sesuai dengan konvensi puisi.setelah itu memaknai keseluruhan teks puisi berdasarkan analisis tersebut. Studi sastra bersifat semiotik merupakan usaha untuk menganalisis karya sastra, di sini sajak khususnya, sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Dengan melihat variasi-variasi di dalam struktur sajak atau hubungan dalam (internal) antara unsur-unsurnya akan dihasilkan bermacam-macam makna.

PEMBAHASANA. ANALISIS STRUKTUR KEPUITISAN

Ada kriteria dalam menganalisis struktur kepuitisan yaitu:1. Pilihan Kata

Kata-kata di dalam sajak adalah kata-kata yang sama sekali berbeda dengan teks dalam bentuk yang lain. Kata-kata dalam sajak memiliki peran sangat esensial karena ia tidak saja harus mampu menyampaikan gagasan, tetapi juga dituntut untuk mampu menggambarkan imaji sang penyair dan memberikan impresi ke dalam diri pembacanya, karena itu kata-kata dalam puisi lebih mengutamakan intuisi, imajinasi, dan sintesis. Pilihan kata yang tedadap dalam puisi “Penerimaan” karya Chairil Anwar:

PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembaliDengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagiBak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembaliUntukku sendiri tapi

Page 38: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

(Deru Campur Debu,1959:36)

Pilihan kata yng digunakan seorang Chairil Anwar sangat indah, karena kata-kata yang digunakan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami misalnya dalam sajak yang berjudul “Penerimaan”. Selain itu penyusunan kata-katanya sangat tepat dan pemilihan untuk pembentukan sebuah sajak memperhatikan kesesuaiaan kata yang digunakan serta penyusunan antar kata sangat indah.

2. Bahasa Kiasan Bahasa kiasan merupakan alat yang dipergunakan penyair untuk mencpai spek kepuitisan atau sebuah kata yang mempunyai arti secara konotatif tidak secara sebenarnya. Dalam penulisan sebuah sajak bahasa kiasan ini digunakan untuk memperindah tampilan atau bentuk muka dari sebuah sajak. Basasa kiasan dipergunakan untukmemperindah sajak-sajak yang ditulis seorang penyair. Bahasa sajak ang tedapat dalampuisi “Penerimaan” karya Chairil Anwar adalah sebagai berikut:

a) RepetisiRepetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Dalam sajak terdapat dalam:Kalau kau mau ku terima kau kembali...Kalau kau mau kuterima kembali...

b) Simile atau PersamaanSimile atau Persamaan adalahperbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal lain. Dalam sajak terdapat dalam:..Bak kembang sari sudah terbagi...

c) PesonifikasiPersonifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah hidup. Dalam sajak terdapa dalam:...Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

3. Citraan

Page 39: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

 Citraan adalah satuan ungkapan yang dapat menimbulkan hadirnya kesan keindrawian atau kesan mental tertentu. Unsur citraan dalam sebuah puisi merupakan unsur yang sangat penting dalam mengembangkan keutuhan puisi, sebab melaluinya kita menemukan atau dihadapkan pada sesuatu yang tampak konkret yang dapat membantu kita dalam menginterpretasikan dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh dan tuntas. Citraan dalam puisi terdapat 7 jenis citraan, yaitu citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan gerak, citraan perabaan, citraan penciuman, citraan pencecapan, dan citraan suhu. Penggunaan citraan dalam puisi melibatkan hampir semua anggota tubuh kita, baik alat indra maupun anggota tubuh, seperti kepala, tangan, dan kaki.Untuk dapat menemukan sumber citraan yang terdapat dalam puisi, pembaca harus memahami puisi dengan melibatkan alat indra dan anggota tubuh untuk dapat menemukan kata-kata yang berkaitan dengan citraan. Dalam sajak “Penerimaan” citraan yang digunakan misalnya yaitu citraan penglihatan tedapat dalam”aku msih tetap sendiri, sedangkan dengan cermin aku enggan berbagi. Cermin dapat dilihat dengan indera mata sehingga menggunakan citraan penglihatan.

4. Sarana RetorikaSarana retorik pada dasarnya merupakantipu muslihat piiran yang

mempergunakan susunan bahasa yang khas sehingga pendengar erasa dituntut untuk berpikir. Dalam menyampaikan sebuah ide atau gagasan Chairil Anwar cenderung pada aliran realisme dan ekspresionis.5. Hubungan Intertekstual “Penerimaan” dengan “Kusangka”

Untuk mendapat makna penuh sebuah sajak, tidak boleh melupakan hubungan sejarahnya, bik dengan keseluruhan sajak-sajak peyair sendiri, sajak-sajak sesamanya, maupun dengan sajak sastra zaman sebelumnya( Teeuw, 1983: 65). Dibawah ini sajak-sajak nya, yaitu sajak “Penerimaan” karya Chairil Anwar dan “Kusangka” karya Amir Hamzah.

PENERIMAANKalau kau mau kuterima kau kembaliDengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagiBak kembang sari sudah terbagi

Page 40: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembaliUntukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.(Deru Campur Debu,1959:36)

KUSANGKAKusangka cempaka kembang setangakaiTeryata melur telah diseri.......Hatiku remuk mengenangka iniWasangka dan was-was silih berganti.Kuharap cempaka baharu kembangBelum tahu sinar matahari.......Rupanya teratai patah kelopakDihinggapi kumbang berpuluh kali.Kupohonkan cempakaHarum mula terserak.......Melati yang adaPandai tergeletak.......Mimpiku seroja terapung di payaTeratai putih awan angkasa......Rupanya mawar mengandung lumpurKaca piring bunga renungan......Igauanku subuh, impianku malamKuntum cempaka putih bersih......Kulihat kumbang keliling berlaguKelopakmu terbuka menerima cembu.Kusangka hauri bertudung lingkupBulu mata menyangga panah AsmaraRupanya merpati jangan dipetikKalau dipetik menguku segera(Buah Rindu, 1959:19)

Sajak Chairil Anwar merupakan penyimpangan terhadap konsep estetik Amir Hamzah yang masih meneruskan konsep estetik sastra lama. Pandangan romantik Amir Hamzah ditentang dengan pendangan realistiknya. Sajak “Kusangaka” mennjukkan kesejajaran gagasan yang digambarkan dalam enam sajak tersebut. Amir Hamzah menggunakan ekspresi romantik secara metaforis-alegoris,

Page 41: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

membandingkan gadis dengan bunga. Pada bait terakhir dimetamorkan sebagai bidadari (hauri) dan merpati.

Dari keenam bait tersebut disimpulkan bahwa si aku mencintai gadis yang disangka murni, tetapi ternyata sesungguhnya sudah tidak murni lagi. Sudah dijamah oleh pemuda lain/ suda tidak perawan lagi (‘Rupanya teratai patah kelopak/Dihinggapi kumbang berpuluh kali’. Kulihat kumbang keliling berlagu/kelopakmu terbuka menerima cembu’). Hal itu menimbulkan kekeewaan dan menyebabkan hati si aku remuk. Wasangka dan was-was silih berganti(bait 1). Dengan demikian, si aku tidak mau bersama gadis yang sudahtidak murni lagi, sebab akan terkena kuku “merpati” itu (bait 7).

Gadis yang masih murni (disangka murni) diumpamakan cempaka kembang(bait 1), baharu kembang belum terkena sinar matahari(bait 2), cempaka harum(bait 3), seroja terapung di paya putih seperti awan(bait 4), dan seperti bidadari (hauri) bertudung lingkup yang bulu matanya menambah panah asmara(bait 6).

Gambaran tersebut bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya yang sangat menyakitkan basi si aku dan sangat kecewa setelah mengetahui kisah yang sebenarnya. Gambaran gadis tersebut sudah tidak murni lagi diumpamakan melur telah diseri(bait 1), teratai patah kelopak dihingapi kumbang berpuluh kali(bait 2), merpati yang pandai bergelak(bait 3), mawar yang mengandung lumpur(bait 4), dan merpati yang mengaku segera(bait 6).

Jadi yang menanggapi masalah tersebut si aku merasa kecewa karena pikiran romantik bahwa gadis yang dicintainya itu harus masih murni dan tetap murni, setia pada si aku, tidak boleh menerima cinta orang lain, namun kenyataan berlainan. Tidak sesuai dengan keinginan si aku. Sikap romantik digambarkan dengan bahasa yang indah, mengambil objek dari alam sebagai perumpamaan, sehingga seperti natural.

Sebaliknya Chairil Anwar, dalam sajaknya itu menampilkan tampak yang lain dalam mendiskripsikan atau menanggapi gadis yang sudah tidak murni lagi. Sangat berlawanan dengan apa yang ditampilkan oleh Amir Hamzah. Ia berpandangan realistik, si aku au menerima kembali wanita(kekasihnya, istrinya) yang barang kali telah berselingkuh dengan laki-laki lain. Si aku mau menerima kembali asal mau kembali kepada si aku tanpa da rasa curiga. Si aku masih sendiri, tidak mencari wanita lain sebagai pasangan hidupnya karena masih menunggu kembalinya wanita yang dicintainya itu.

Si aku mengetahui bahwa gadis yang dicintainya sudah tidak murni lag, sudah seperti bunga yang sarinya terbagi, yaitu sudah dihinggapi kumbang lain. Wanita itu jika ingin mau diterima kembali harus berani bertemu dengan si aku dan jangan malu untuk menemui si aku. Digambarkan “Djangan tunduk! Tantang aku

Page 42: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

dengan berani”. Si aku pun tetap menerima dengan sepenuh hati walaupun wanita itu sudah tidak perawan lagi.

Chairil Anwar membandingkan wanita dengan bunga(kembang). Wanita yang sudah tidak murni digambarkan sebagai bunga yang sarinya sudah terbag i(bak kembang sari yang sudah terbagi). Ini hampir sama dengn perumpamaan yang dilakukan Amir Hamzah: “Rupanya teratai patah kelopak/dihinggapi kumbang berpuluh kali dan kulihat kumbang keliling berlaga”. Sedangkan Chairil Anwar :”Kutau kau bukan yang dulu lagi/ bak kembang sari sudah terbagi”. Numun Chairil Anwar tetap menggunakan bahasa keseharian dalam pengungkapan dan menggunakan gaya eksresif yang padat.B. ANALISIS SEMIOTIK

Studi sastra bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti. Dengan melihat variasi-variasi didalam struktur dalam atau hubungan dalamnya, akan dihasilkan bermacam-macam arti. Analisis semiotik itu tidak dapat dipisahkan dari analisis struktural, dan sebaliknya. Tugas semiotik puisi adalah membuat eksplisit asumsi-asumsi implisit yang menguasai produksi arti dalam puisi.

Dalam sajak”Penerimaan” karya Chairil Anwar merupakan ungkapan perasaan yang dirasakan oleh penyair. Puisi itu dapat dianalisis sebagai berikut: si aku memberi harapan kepada gadis si aku bila ingin kembali boleh saja. Si aku menerima sepenuh hati bila gadis itu mau kembali lagi pada kehidupan si aku. Si aku tidak mencari gadis lain sebagai pendamping hidupnya karena masih menunggu kepulangan kekasihnya.

Si aku masih sendiri tidak akan mencari yang lain dan tetap menunggu walaupun sudah mengetahui bahwa gadis yang dicintainya sudah tidak perawan lagi atau sudah selingkuh dengan laki-laki lain. Itu digambarkan dengan kalimat” Kutahu kau bukan yang dulu lagi bak kembang sari sudah terbagi”. ini menggunakan metafora-metafora yang sangat indah dangan menggambarkan perempuan yang tidak perawan dengan kembang sari sudah terbagi.

Si aku memberi harapan kepada gadis si aku bila ingin kembali tidak usah malu dan harus mau menemui si aku. Tidak usah takut untuk menemui si aku. Si aku pun tetap menerima apapun yang sudah terjadi dan menerima dengan mutak: jangan mendua lagi, bahkan bercermin pun si aku enggan berbagi. Digambarkan dalam bait ke-5 yan berbunyi “Sedangkan dengan cermin aku enggan berbagi”. Dalam kalimat ini menggunakan citraan penglihatanC. KESAMAAN DALAM PUISI-PUISI CHAIRIL ANWAR YANG

BERTEMA PERCINTAAN

Page 43: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Didalam kumpulan puisi Chairil anwar banyak sekali persamaan tema. Misalnya tema tentang percintaan. Chairil anwar menggambarkan rasa cinta dengan banyak pilihan kata yang digunakan sesuai dengan pilihan kata yang lain.

SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangiKau depanku bertudung sutra senjaDi hitam matamu kembang mawar dan melatiHarum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tibaMeriak muka air kolam jiwaDan dalam dadaku memerdu laguMenarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbukaSelama matamu bagiku menengadahSelama kau darah mengalir dari lukaAntara kita Mati datang tidak membelah...

Dalam puisi sajak putih dgamberkan gdis ai aku pada suatu senja hari yang indah ia duduk dihadapan si aku. Ia besandar yang pada saat itu ada warna pelangi yaitu langit senja yang indah penuh dengan macam-macam warna. Gadis itu bertudun g sutra diwaktu haru sudah senja. Sedangkan rambut gadis itu yang harum ditiup angin tampak seperti sedang bersenda gurau, dan dalam mata gadis yang hitam kelihatan bunga mawar dan melati yang mekar. Mawar dan melati yang mekar menggambarkan sesuatu yang indah dan menarik . biasanya mawar itu berwarna merah yang menggambarka cinta dan melati putih menggambarkan kesucian. Jadi dalam mata si gadis tampak cinta yang tulus, menarik, dan mengikat. Suasana pada saat itu bsangat menyenangkan, menarik,m penuh keindahan yang memduat si aku haru dengan semua itu.

Dalam pertemuan ke dua insan itu sepi menyanyi, malam dalam doa tiba yang menggambarka tidak ada percakapan dari keduanya. Mereka hanya dian tanpa ada sepatah kata yang diucapkan seperti hanya ketika waktu berdoa. Hanya kata hati yang berkata dan tidak keluar suara. Kesepian itu mengakibatkan jiwa si aku bergerak seperti hanya permukaan kolam yang terisa air yang beriak tertiup angin. Dalam keadaan diam tanpa kata itu, didalam dada si aku terdengar lagu yang merdu yang menggambarkan kegembiraan. Rasa kegembiraan itu digambarkan dengan menari seluruh aku.

Page 44: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Hidup dari hidupku, pintu terbuka menggambarkan bahwa si aku merasa hidupnya penuh dengan kemungkinan dan ada jalan keluar serta masih ada harapan yna pasti bisa diwujudkan selam gadis kekasihnya masih menengadahkan mukanya ke si aku. Ini merupakan kiasan bahwa si gadis masih mencintai s aku, mau memandang kemuka si aku, bahkan juga isyarat untuk mencium dario si aku. Keduanya masih bermesraan dan saling mencintai.

Begitu juga hidup si aku penuh harapan selama si gadis masih hidup wajar, dikiaskan dengan darahnya yang masih mengalir dan luka, sampai kematioan tiba pun keduanya masih mencintai, dan tidak akan terpisahkan. Sajak merupakan kiasan suara hati si penyair, suara hati si aku. Putih mengiaskan ketulusa kejujuran, dsan keihklasan. Jadi sajak putih berarti suara hati si aku yang sangat tulus dan jujur.

Tanda-tanda semiotik untuk kegembiraan dan kebahagiaan di dalam sajak ini adalah kata: tari, warna pelangi, sutra senja, memerdu l;agu, menari-neri, pintu terbuka. Jadi, sajak ini bersuasana gembira. Namun biasanya sajak Chairil Anwar bersuasana murung, suram dan sedih. Puisi tidak hanya menyampaikan informasi saja, namun diperlukan kepadatan dan ekspresifitas, karena hanya inti pernyataan yang dikemukakan. Karena hal ini, maka sajak penyimpangan dari tata bahasa normatif seperti:

Hidup dari hidupku, pintu terbukaSelama matamu bagiku menengadahSelama kau darah mengalir dari lukaAntara kita Mati datang tidak membelah…..

Bila diucapkan secara normatif, maka ekspresifitasnya hilang karena tidak padat dan tidak berirama. “Pintu akan selalu terbuka bagi hidup dan hidupku. Selama matamu menengadah bagiku. Selama darah masih mengalir jika engkau terluka. Antara kita sampai kematian datang kita tidak membelah(berpisah). Dalam sajak ini pengertian abstrak dapat menjadi kongret karena digunakan citraan-citraan dan gerak yang digabung dengan metafora.

Rasa sayangnya itu juga digambarkan dalam puisi Chairil Anwar yang berjudul “Penerimaan”. Dalam puisi itu digambarkan bahwa si aku masih bisa menerima si gadis yang telah berselingkuh dengan orang lain. Si aku menerima dengan rasa penuh keihklasan dari si gadis yang telah mau kembali kepelukannya. Terlalu sayangnya si aku, si aku menerima dengan lapang dada tentang apa yang telah diperbuat oleh si gadis dengan orang lain.

Dalam puisi “Sajak Putih” banyak digunakan bahasa-bahasi kiasan. “Tari warna pelangi” merupakan bahasa kiasan personifikasi yang menggambarkan benda mati dapat digambarkan seolah-olah hidup. “ rambutmu mengalun bergelut sernda” juga menggunakan bahasa kiasan personifikasi. Selain itu ada kesamaan dalam penggunaan citraan-citraan agar mempunyai makna yang kongret, serta menggunakan metafora-metafora.

Page 45: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

SENJA DI PELABUHAN KECIL

Ini kali tidak ada yang mencari cintadi antara gudang, rumah tua, pada ceritatiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlautmenghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elangmenyinggung muram, desir hari lari berenangmenemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerakdan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalanmenyisir semenanjung, masih pengap harapsekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalandari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekapDalam puisi ”Senja di Pelabuhan Kecil” diatas, terasa bahwa penyair sedang

dicengkeram perasaan sedih yang teramat dalam. Tetapi seperti pada puisi-puisi Chairil Anwar yang lain, kesedihan yang diungkapkan tidak memberikan kesan cengeng atau sentimental. Dalam kesedihan yang amat dalam, penyair ini tetap tegar. Demikian pula pada puisinya diatas. Di dalamnya tak satu pun kata ”sedih” diucapkannya, tetapi ia mampu berucap tentang kesedihan yang dirasakannya. Pembaca dibawanya untuk turut erta melihat tepi laut dengan gudang-gudang dan rumah-rumah yang telah tua. Kapal dan perahu yang tertambat disana. Hari menjelang malam disertai gerimis. Kelepak burung elang terdengar jauh. Gambaran tentang pantai ini sudah bercerita tentang suatu yang muram, di sana seseorang berjalan seorang diri tanpa harapan, tanpa cinta, berjalan menyusur semenanjung.

Satu ciri khas puisi-puisi Chairil Anwar adalah kekuatan yang ada pada pilihan kata-katanya. Seperti juga pada puisi diatas, setiap kata mampu menimbulkan imajinasi yang kuat, dan membangkitkan kesan yang berbeda-beda bagi penikmatnya. Pada puisi diatas sang penyair berhasil menghidupkan suasana, dengan gambaran yang hidup, ini disebabkan bahasa yang dipakainya mengandung suatu kekuatan, tenaga, sehingga memancarakan rasa haru yang dalam. Inilah kehebatan Chairil Anwar, dengan kata-kata yang biasa mampu menghidupkan imajinasi kita. Judul puisi tersebut, telah membawa kita pada suatu situasi yang khusus. Kata senja berkonotasi pada suasana yang remang pada pergantian petang dan malam, tanpa hiruk pikuk orang bekerja.

Page 46: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Pada bagian lain, gerimis mempercepat kelam, kata kelam sengaja dipilihnya, karena terasa lebih indah dan dalam daripada kata gelap walaupun sama artinya. Setelah kalimat itu ditulisnya, ada juga kelepak elang menyinggung muram, yang berbicara tentang kemuraman sang penyair saat itu. Untuk mengungkapkan bahwa hari-hari telah berlalu dan berganti dengan masa mendatang, diucapkan dengan kata-kata penuh daya: desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Penggambaran malam yang semakin gelap dan air laut yang tenang, disajikan dengan kata-kata yang sarat akan makna, yakni: dan kini tanah dan air hilang ombak. Puisi Chairil Anwar ini hebat dalam pilihan kata, disertai ritme yang aps dan permainan bunyi yang semakin menunjang keindahan puisi ini, yang dapat kita rasakan pada bunyi-bunyi akhir yang ada pada tiap larik.

Di dalam puisi ini juga digambarkan rasa cinta namun dalam bentuk kesedihan yang mendalam yang dialami oleh si aku namun si aku tetap tegar menghadapinya. Si aku dalam keadaan muram , penuh kegelisahan, dan tidak sempurna dengan kehidupannya. Si aku sedang mancari cintanya yang hilang. Suasana pada saat itu gerimas yang menambah rasa kesedihan dari si aku.

CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.angin membantu, laut terang, tapi terasaaku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,di perasaan penghabisan segala melajuAjal bertahta, sambil berkata:"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!Perahu yang bersama 'kan merapuh!Mengapa Ajal memanggil duluSebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

Page 47: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Dalam kegiatan menganalisis arti, kita berusaha memberi makna pada bunyi, suku kata, kata, kelompok kata, kalimat, bait, dan pada akhirnya makna seluruh puisi.

Bait I “Cintaku jauh di pulau” berarti. Kekasih tokoh aku (gadis manis) berada di suatu tempat yang jauh. “Gadis manis sekarang iseng sendiri” artinya sang kekasih tersebut adalah seorang gadis yang manis yang menghabiskan waktu sendirian (iseng) tanpa kehadiran tohoh aku.

Pada bait II, si tokoh aku menempuh perjalanan jauh dengan perahu karena ingin menjumpai atau menemui kekasihnya. Ketika itu cuaca sangat bagus dan malam ketika bulan bersinar, namun hati si aku merasa gundah karena rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya.

Bait III menceritakan perasaan si aku yang semakin sedih karena walaupun air terang, angin mendayu, tetapi pada perasaannya ajal telah memanggilnya (Ajal bertahta sambil berkata : “Tujukan perahu ke pangkuanku saja”).

Bait IV menunjukkan si aku putus asa. Demi menjumpai kekasihnya ia telah bertahun-tahun berlayar, bahkan perahu yang membawanya akan rusak, namun ternyata kematian menghadang dan mengakhiri hidupnya terlebih dahulu sebelum ia bertemu dengan kekasihnya.

Bait V merupakan kekhawatiran si tokoh aku tentang kekasihnya, bahwa setelah ia meninggal, kekasihnya itupun akan mati juga dalam penantian yang sia-sia. Setelah kita menganalisis makna tiap bait, kita pun harus sampai pada makna lambang yang diemban oleh puisi tersebut. Kekasih tokoh aku adalah kiasan dari cita-cita si aku yang sukar dicapai. Untuk meraihnya si aku harus mengarungi lautan yang melambangkan perjuangan. Sayang, usahanya tidak berhasil karena kematian telah menjemputnya sebelum ia meraih cita-citanya. Dalam puisi tersebut terasa perasaan-perasaan si aku : senang, gelisah, kecewa, dan putus asa. Kecuali itu ada unsur metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam puisi di atas, unsur metafisis tersebut berupa ketragisan hidup manusia, yaitu meskipun segala usaha telah dilakukan disertai sarana yang cukup, bahkan segalanya berjalan lancar, namun manusia seringkali tak dapat mencapai apa yang diidam-idamkannya karena maut telah menghadang lebih dahulu. Dengan demikian, cita-cita yang hebat dan menggairahkan akan sia-sia belaka.Dalam puisi ini juga menggunakan citraan-citraan. Hal itu terdapat dalam “Perahu melancar, bulan memancar,”. Citraan yang digunakan adalah citraan penglihatan karena perahu melancar dan bulan memancar hanya bisa dilihat. Jadi citraannya adalah citraan penglihatan. Citraan visual digunakan dalam:“Ajal bertakhta, sambil berkata:"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Page 48: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

....Mengapa Ajal memanggil dulu…Dalam puisi “Cintaku jauh di pulau” juga menggunakan bahasa sajak. Bahasa sajak yang digunakan adalah:

1. Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah hidup.…angin membantu, laut terang, tapi terasa…Di air yang tenang, di angin mendayu,…Mengapa Ajal memanggil dulu…

2. Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan melebih-lebihkan.…Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!Perahu yang bersama 'kan merapuh!....kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.…Dari kesemuaan puisi Chairil Anwar tersebut mempunyai persamaan dalam

tema yaitu tentang percintaan. Namun hanya berbeda dalam penggunaan pilihan kata-kata. Selain itu berbeda dalam perasaan hati si aku. Perasaan berbeda karana hidup seseorang tidak akan sama perasaannya. Kadang sedih dan kadang pula hidup bahagia. Begitui juga halnya si aku.

PENUTUPKESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam sajak “Penerimaan” karya Chairil Anwar dianalis dengan kajian struktural semiotik. Untuk menganslisisnya terdapat gaya bahasa yang digunakan yaitu:

a. Pilihan kata

Kata-kata di dalam sajak adalah kata-kata yang sama sekali berbeda dengan teks dalam bentuk yang lain. Kata-kata dalam sajak memiliki peran sangat esensial karena ia tidak saja harus mampu menyampaikan gagasan, tetapi juga dituntut untuk mampu menggambarkan imaji sang penyair dan

Page 49: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

memberikan impresi ke dalam diri pembacanya, karena itu kata-kata dalam puisi lebih mengutamakan intuisi, imajinasi, dan sintesis.

b. Bahasa Kiasan

Bahasa kiasan merupakan alat yang dipergunakan penyair untuk mencpai spek kepuitisan atau sebuah kata yang mempunyai arti secara konotatif tidak secara sebenarnya. Dalam penulisan sebuah sajak bahasa kiasan ini digunakan untuk memperindah tampilan atau bentuk muka dari sebuah sajak. Basasa kiasan dipergunakan untukmemperindah sajak-sajak yang ditulis seorang penyair. Bahasa sajak ang tedapat dalampuisi “Penerimaan” karya Chairil Anwar adalah sebagai berikut:

1) RepetisiRepetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.

2) Simile atau PersamaanSimile atau Persamaan adalahperbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal lain.

3) PesonifikasiPersonifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah hidup.

c. Citraan

Citraan adalah satuan ungkapan yang dapat menimbulkan hadirnya kesan keindrawian atau kesan mental tertentu. Unsur citraan dalam sebuah puisi merupakan unsur yang sangat penting dalam mengembangkan keutuhan puisi, sebab melaluinya kita menemukan atau dihadapkan pada sesuatu yang tampak konkret yang dapat membantu kita dalam menginterpretasikan dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh dan tuntas.

d. Sarana Retorika

Sarana retorik pada dasarnya merupakantipu muslihat piiran yang mempergunakan susunan bahasa yang khas sehingga pendengar erasa dituntut untuk berpikir. Dalam menyampaikan sebuah ide atau gagasan Chairil Anwar cenderung pada aliran realisme dan ekspresionis.

e. Intertekstual

Page 50: Kajian Semiotik Sajak Kupu Malam Dan Biniku Karya Chairil Anwar

Sajak “Penerimaan” karya Chairil Anwar mempunyai kesamaan dengan sajak “Kusangka” karya Amir Hamzah, namun ada juga perbedaan-perbedaan dalam mengekspresikannnya. Perbedaan itu terdapat dalam mengapresiasikan seorang perempuan yang terdapat dalam sajak itu.

Puisi Chairil anwar biasanya bercerita keadaan yang muram, sedih, pilu, namun ada juga sajak yang berisi perasaan si aku dalam keadaan yang gembira, bahagia, dan senang. Dalam puisi Chairil anwar yang bertema percintaan, tokoh si aku merasa senang maupun sedih. Kesamaan itu dapat dilihat dari penggunaan kata atau pilihan kata yang terdapat dalam sajak.

DAFTAR PUSTAKAAnwar,Chairil. Deru Campur Debu. Jakarta : Dian Rakyat, 2006.Pradopo, Rahmat Djoko. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Pradopo,Rachmat Djoko. Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2009.

Sayuti. Suminto A. Perkenalan dengan Puisi. Yogyakarta:Gama Media, 2002.

Wachid BS, Abdul. Analisis Struktural Semiotik. Yogyakarta : Cinta Buku, 2009.