pendahuluan buku karst (draf)

13
Draf Pendahuluan Buku Karst Ulasan terhadap Khoun Xe – Citatah – Tasikmalaya – Gombong Selatan untuk disajikan di bagian awal dan difungsikan untuk mengikat berbagai narasi bentang alam karst, gua, dan penelusuran gua dari lokasi-lokasi yang berbeda. Berbagai rujukan yang digunakan dalam tulisan ini disebutkan sumbernya dalam badan teks serta catatan kaki. * Gagasan penulisan buku ini dipicu oleh laporan ekspedisi Gua Sungai Raksasa Dunia yang dilakukan oleh tim Palawa Unpad. Pertanyaan penting yang diajukan oleh ekspedisi tersebut yaitu apa makna keberadaan gua dan kawasan karst 1 bagi keberlangsungan hidup. Hal yang dipersoalkan melalui pertanyaan di atas secara luas mengarah pada pembicaraan mengenai lingkungan hidup yang, di dalam UU No.32 Tahun 2009, didefinisikan sebagai, “… kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.” Meskipun gua tidak hanya terbentuk di kawasan karst namun di Indonesia dan juga negara-negara lain gua karst jauh lebih banyak dibandingkan gua non-karst 2 . Fakta tersebut sedikitnya dapat memberi gambaran mengapa penelusuran gua yang umum dilakukan didominasi oleh penelusuran gua di kawasan karst. Indonesia memiliki bentang karst yang sangat luas, 3 namun seiring bergulirnya waktu terus mengalami perusakan masif yang disebabkan oleh beroperasinya industri yang ekstraktif.Salah satu yang paling dekat dengan Bandung yaitu kawasan karst Citatah (formasi Togogapu dan Rajamandala). Riset yang dilakukan KRCB 4 memberi informasi betapa kondisi Citatah sudah sangat 1 Karst adalah 1) Karst is a formation in the earth’s surface generally characterized by the closed depression, surface drainage, and caves. This area is formed mainly by rock dissolutions,mostly limestone. Karst area formed by dissolution of rock occurs lithologically, especially other carbonate rocks, covering dolomite, evaporite deposits, such as gypsum and halite, in silica deposits, such as sandstone and quartz, and in basalt and granite, a condition of which may tend to be in cave formation.Irawati Yuniat dalam “Protection and Managemen of Karst Regions in Indonesia”.2) Nama Kars berasal dari kata Kras (bahasa Jerman) yang berarti batu karang. Istilah kars pertama kali diperkenalkan oleh Cvijic (1893) untuk mendeskripsikan plato daerah di laut Adriatic Yugoslavia. Kars merupakan proses pelarutan batuan yang berhubungan dengan proses pelapukan batuan dan sumbangannya ke pengurangan massa batuan/tanah, khususnya dalam proses akhir dari siklus fluvial. Pada daerah tertentu pelarutan menjadi suatu proses dominan pada perkembangan land- form. Pada perkembangan selanjutnya istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan suatu lahan yang mempunyai pola drainase khas, yang dikontrol oleh pelarutan. Kemudian istilah tersebut dipersempit oleh Summerfield, 1970 dalam Sweetings, 1973 menjadi daerah dengan batu gamping yang memiliki sistem drainase yang jarang, solum tanah tipis dan keberadaannya hanya pada beberapa tempat, cekungan tertutup dan sistem drainase bawah permukaan. Pada akhirnya kars didefinisikan oleh Ford dan Williams (1989) bahwa kars adalah sebuah medan dengan kondisi hidro logi yang khas sebagai akibat dari batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. [Oki Oktariadi dalam, “Klasifikasi kars untuk kawasan lindung dan kawasan budi daya: Studi Kasus Kars Bukit Bulan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi”, Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 1 April 2011: 1 – 19] 4) Karst adalah bentang alam yang terbentuk akibat pelarutan air pada batugamping dan/atau dolomit [Permen ESDM 17/2012]. 5) Karst berasal dari kata bahasa Slavia yaitu Krs artinya batu, dan karst nama tempat gersang di daerah batugamping di negara Yugoslavia yaitu Kota Trieste, memperlihatkan bentang alam alam pada batugamping yang khas, disebabkan oleh proses pelarutan secara alamiah. 6) lihat juga laman situs cave.or.id (http://caves.or.id/arsip/glossary/karst) 2 Lihat Irawati Yuniat dalam “Protection and Management of Karst Regions in Indonesia”, 2013. 3 Berdasarkan survey Bappenas 2003 diketahui luasan bentang karst Indonesia sejumlah 15.400.000 ha. Lihat Irawati Yuniat dalam “Protection and Managemen of Karst Regions in Indonesia”, 2013. 4 Sebutkan judul buku atau makalah…

Upload: mirza-ahmadhevicko

Post on 21-Jul-2016

58 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Bagian pendahuluan ini membicarakan perihal ekspedisi dan persoalan karst di Indonesia.

TRANSCRIPT

Page 1: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

Draf Pendahuluan Buku Karst Ulasan terhadap Khoun Xe – Citatah – Tasikmalaya – Gombong Selatan untuk disajikan di bagian awal dan difungsikan untuk mengikat berbagai narasi bentang alam karst, gua, dan penelusuran gua dari lokasi-lokasi yang berbeda. Berbagai rujukan yang digunakan dalam tulisan ini disebutkan sumbernya dalam badan teks serta catatan kaki. * Gagasan penulisan buku ini dipicu oleh laporan ekspedisi Gua Sungai Raksasa Dunia yang dilakukan oleh tim Palawa Unpad. Pertanyaan penting yang diajukan oleh ekspedisi tersebut yaitu apa makna keberadaan gua dan kawasan karst1 bagi keberlangsungan hidup. Hal yang dipersoalkan melalui pertanyaan di atas secara luas mengarah pada pembicaraan mengenai lingkungan hidup yang, di dalam UU No.32 Tahun 2009, didefinisikan sebagai, “… kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.” Meskipun gua tidak hanya terbentuk di kawasan karst namun di Indonesia dan juga negara-negara lain gua karst jauh lebih banyak dibandingkan gua non-karst2. Fakta tersebut sedikitnya dapat memberi gambaran mengapa penelusuran gua yang umum dilakukan didominasi oleh penelusuran gua di kawasan karst. Indonesia memiliki bentang karst yang sangat luas,3 namun seiring bergulirnya waktu terus mengalami perusakan masif yang disebabkan oleh beroperasinya industri yang ekstraktif.Salah satu yang paling dekat dengan Bandung yaitu kawasan karst Citatah (formasi Togogapu dan Rajamandala). Riset yang dilakukan KRCB4 memberi informasi betapa kondisi Citatah sudah sangat

1 Karst adalah 1) Karst is a formation in the earth’s surface generally characterized by the closed depression, surface drainage, and caves. This area is formed mainly by rock dissolutions,mostly limestone. Karst area formed by dissolution of rock occurs lithologically, especially other carbonate rocks, covering dolomite, evaporite deposits, such as gypsum and halite, in silica deposits, such as sandstone and quartz, and in basalt and granite, a condition of which may tend to be in cave formation.Irawati Yuniat dalam “Protection and Managemen of Karst Regions in Indonesia”.2) Nama Kars berasal dari kata Kras (bahasa Jerman) yang berarti batu karang. Istilah kars pertama kali diperkenalkan oleh Cvijic (1893) untuk mendeskripsikan plato daerah di laut Adriatic Yugoslavia. Kars merupakan proses pelarutan batuan yang berhubungan dengan proses pelapukan batuan dan sumbangannya ke pengurangan massa batuan/tanah, khususnya dalam proses akhir dari siklus fluvial. Pada daerah tertentu pelarutan menjadi suatu proses dominan pada perkembangan land- form. Pada perkembangan selanjutnya istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan suatu lahan yang mempunyai pola drainase khas, yang dikontrol oleh pelarutan. Kemudian istilah tersebut dipersempit oleh Summerfield, 1970 dalam Sweetings, 1973 menjadi daerah dengan batu gamping yang memiliki sistem drainase yang jarang, solum tanah tipis dan keberadaannya hanya pada beberapa tempat, cekungan tertutup dan sistem drainase bawah permukaan. Pada akhirnya kars didefinisikan oleh Ford dan Williams (1989) bahwa kars adalah sebuah medan dengan kondisi hidro logi yang khas sebagai akibat dari batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. [Oki Oktariadi dalam, “Klasifikasi kars untuk kawasan lindung dan kawasan budi daya: Studi Kasus Kars Bukit Bulan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi”, Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 1 April 2011: 1 – 19] 4) Karst adalah bentang alam yang terbentuk akibat pelarutan air pada batugamping dan/atau dolomit [Permen ESDM 17/2012]. 5) Karst berasal dari kata bahasa Slavia yaitu Krs artinya batu, dan karst nama tempat gersang di daerah batugamping di negara Yugoslavia yaitu Kota Trieste, memperlihatkan bentang alam alam pada batugamping yang khas, disebabkan oleh proses pelarutan secara alamiah. 6) lihat juga laman situs cave.or.id (http://caves.or.id/arsip/glossary/karst)

2Lihat Irawati Yuniat dalam “Protection and Management of Karst Regions in Indonesia”, 2013. 3 Berdasarkan survey Bappenas 2003 diketahui luasan bentang karst Indonesia sejumlah 15.400.000 ha. Lihat Irawati Yuniat dalam

“Protection and Managemen of Karst Regions in Indonesia”, 2013. 4 Sebutkan judul buku atau makalah…

Page 2: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

memprihatinkan dan jika tidak diperhatikan bukan mustahil jika akan menimbulkan bencana alam. Sebetulnya sudah sejak tahun 1997, International Union for Conservation of Nature (IUCN)5 mengukuhkan karst sebagai kawasan yang lingkungannya harus dilestarikan. Meski demikian secara praktis tidak dapat serta merta berbagai usaha dan aktivitas yang merusak bentang karst dapat distop, bahkan sampai saat ini berbagai usaha perusakan justru terus tumbuh subur bagaikan jamur di musim penghujan. Kenyataan bahwa kawasan karst sebagai sumber daya alam yang tidak terbarukan (nonrenewable) yang jika sekali rusak tidak dapat dipulihkan (irretrievable) tidak menjadi ingatan yang darinya dapat diambil pelajaran.Sesungguhnya karst sangatlah peka terhadap segala macam perubahan lingkungan. Keanekaragaman hayati dan non hayati kawasan karst merupakan unsur penting penyusun keanekaan bumi (geodiversity).6 Menyoal karst tidak dapat lepas dari pembicaraan mengenai air, mengingat dalam proses karstifikasi7 air menjadi salah satu entitas yang mutlak sangat berperan. Andiani MT dalam salah satu makalahnya menulis, “Karst memiliki nilai strategis yakni sebagai wadah terbentuknya airtanah, selain sumber bahan baku industri semen, sumber pengembangan pariwisata serta aspek sosial dan pengetahuan lainnya.”8Air di kawasan karst hadir sebagai isu sentral.9Karakter bentang karst yang menyerupai spons menyebabkan air hujan yang turun segera lenyap terserap dan sangat sedikitnya aliran sungai permukaan.Berbagai cara diupayakan oleh penduduk kawasan karst untuk mendapatkan air.

“Bagi warga sekitar Bandung tak sulit untuk mengenali kawasan karst, karena tinggal menuju arah ke Cianjur maka kita akan melewati daerah Padalarang yang kaya oleh perbukitan batu gamping atau kapur,” demikian tulis Bayu Bharuna, “namun hanya di beberapa tempat yang masih terlihat utuh, seperti Pasir Pabeasan dan Pawon.”10Para penelusur gua yang memasuki lorong-lorong gua di kawasan Citatah hampir selalu mendapatkan lorong kering atau gua fosil.Hal tersebut menjadi indikasi betapa sistem sungai bawah tanah dan perguaan di Citatah sudah mengalami perubahan dan perusakan.Meskipun sudah berada dalam kondisi rusak namun upaya pelestarian tetap relevan dan diperlukan,baik untuk kebutuhan ilmiah maupun sosial masyarakat menuju terwujudnya suatu kehidupan yang lebih baik bagi seluruh makhluk hidup dan alam secara harmonis dan berkesinambungan.

5Watson, J., Hamilton-Smith, E., Gillieson, D. Dan Kiernan, K (eds). 1997. Guidelines for Cave and Karst Protection. World Commission on Protected Areas Working Group on Cave and Karst Protection: IUCN

6Samodra, Hanang dalam “Manajemen Karst Baru Sebatas Wacana”, Kompas, Selasa 08 Juli 2003. 7 Karstifikasi, proses pelarutan, proses korosi batuan secara kimia oleh air pada batuan gamping, gipsum, batugaram atau batuan lain yang

mudah larut yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya fenomena karst baik di permukaan maupun bawah permukaan bumi (Summerfield, 1991). Dalam buku Karst Glosarium Indonesia (Adji, 2010) via laman glosarium situs cave.or.id (http://caves.or.id/arsip/glossary/karstifikasi) diakses Maret 2014.

8 Ir. Andiani MT dalam “Sebaran Batu Gamping dan Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst” disampaikan di IPB, Bogor, 13 November 2013 9Hanang Samodra dalam “Manajemen Karst Baru Sebatas Wacana”, Kompas, Selasa 08 Juli 2003. 10“Pencagaran Kawasan Karst”

Page 3: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

Ihwal kerusakan lingkungan karst juga mendorong peneliti biota gua dari LIPI, Cahyo Rahmadi, untuk menyatakan pendapatnya. Menurutnya, “Salah satu yang menjadi soal adalah masalah lingkungan karst yang kian lama kian terpojok dan tergerus oleh aktivitas manusia untuk alasan pembangunan dan kemajuan ekonomi bangsa.”11 Citatah menjadi sorotannya saat menyoal tentang kerusakan kawasan, selain Citeureup, Bayah, Tuban, Gresik, Rembang, dan Grobogan.Kerusakan yang terjadi di kawasan karst Citatah, khususnya, dapat dilacak sampai ke zaman kolonial Belanda. Budi Brahmantyo pernah menyatakan bahwa, “dulunya [di Citatah] banyak sekali sistem sungai permukaan yang berasal dari ataupun yang masuk ke dalam gua atau sistem sungai bawah tanah; saat ini semua hilang, dan masyarakat tempatan yang paling dikorbankan.” Secara luas hal tersebut berhubungan dengan salah kelola dan atau buruknya manajemen.Mengalirnya sungai-sungai permukaan dan bawah tanah di kawasan Citatah yang dahulu kala menjadi pemandangan yang biasa, kini tinggal cerita. Perjalanan menelusuri Gua Khoun Xe merupakan satu upaya untuk melihat bagaimana kondisi kawasan karst yang masih sehat dan lestari. Kelestarian tersebut antara lain berkat peran serta masyarakat yang tinggal di kawasan karst (man in karst) dalam menjaga dan memperlakukan kawasan karst atau lingkungan sekitar gua. Sudah sejak tahun 2009, tim caving Palawa Unpad membidik Gua Khoun Xe. “Saat membaca informasi tentang Gua Khoun Xe di National Geographic News, sejak itulahcaving ke sana menjadi obsesi tersendiri. Gua raksasa tersebut adalah tempat mengalirnya terusan sungai bawah tanah dari Sungai Xe Bang Fai yang merupakan anak sungai dari Sungai Mekong yang melewati perbatasan Republik Lao dan Vietnam.Kisaran rata-rata debit air pada gua ini mencapai 200 M3/detik. Berdasarkan hal ini, gua ini dijuluki sebagai gua sungai bawah tanah terbesar di dunia.”12 Ban Non Phing merupakan desa terdekat dari Gua Khoun Xe (Tham Nam Lot), jaraknya kurang lebih 300 meter dari mulut gua. Masyarakat sekitar menyebut gua ini dengan namaTham Nam Lot. Nama ini berasal dari kata “Nam” yang berarti sungai dan “Lot” yang berarti lorong.Daerah ini mulai dihuni sejak para sesepuh mendapat wangsit roh leluhur untuk mencari wilayah baru karena wabah penyakit yang menyerang penduduk desa.Ban Non Phing juga menyimpan peristiwa perang saudara dan salah satu daerah jatuhan UXO atau unexploded ordnance dalam sejarah Republik Laos, ketika Perang Vietnam meletus.13

Tim bertolak dari Jakarta ke Vientiane, Ibukota Republik Rakyat Demokratik Laos.Perjalanan sepanjang lebih dari 350 km dari Vientiane harus ditempuh untuk dapat sampai di Desa Ban Non Phing.Desa tersebut masuk wilayah distrik Boulapha, Provinsi Khammouane.Khammoune, nama salah satu provinsi di Laos, memiliki banyak kawasan karst. Salah satunya yang berada di daerah Boulapha di mana terdapat gua sungai bawah tanah raksasa yang menjadi tujuan kami.

11Rahmadi, Cahyo dalam “Karst Jawa Kian Terancam”, http://biotagua.org/2011/07/04/karst-jawa/ diakses Februari 2014.

12“Tim Asia Pertama ke Gua-Sungai Khoun Xe” 13 “Orang-orang Makong”

Page 4: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

Distrik Boulapha merupakan bagian negara RRD Laos yang berbatasan langsung dengan negara Vietnam.Kondisi daerah yang dilalui saat menuju Thakhek kebanyakan berupa lahan datar.Persawahan dan perkebunan menjadi mayoritas penggunaan lahan di setiap sisi jalan menuju Thakhek. Bukitan karst terus mengiringi bus sepanjang jalan ke arah Selatan, bagai penyambutan dan sebuah ucapan selamat datang bagi mereka yang akan menginjakkan kaki di kota Thakhek.

Selain dari kota Vientiane di Laos, Thakhek juga dapat dicapai dari Thailand, yaitu melalui kota kecil Nakhon Phanom. Sebagian anggota tim ekspedisi Palawa Unpad menggunakan jalur ini untuk mencapai Thakhek. Jarak antara Bangkok- Nakhon Phanom sepanjang 727 km ditempuh dengan waktu 10 jam dengan bis malam yang bertingkat. Perjalanan lanjutan dari Nakhon Phanom menuju Thakhek memakan waktu sekitar dua jam dengan melewati imigrasi darat kedua negara dan Friendship Bridge yang menjembatani wilayah kedua negara itu dari aliran Sungai Mekong.

Sepanjang perjalanan menuju Boulapha yang jaraknya 168 km dari kota Thakek, kami disajikan pemandangan indah berupa tebing (tower karst) di sisi kanan dan kiri jalan. Di Boulapha segala perizinan dan urusan administratif diselesaikan.Perjalanan menuju Ban Non Phing dilanjutkan.Mobil yang kami sewa harus melaju perlahan dan ekstra hati-hati karena jalur yang ditempuh begitu kecil, terjal, dan berlumpur.

Sekilas tidak ada yang terlalu istimewa di Ban Non Phing, desa kecil di wilayah Propinsi Khammouane, Lao PDR, yang berbatasan langsung dengan Vietnam.Sama seperti pada umumnya wilayah pedesaan, waktu terasa berjalan lambat di sini.Tidak ada ingar-bingar suara kendaraan.Hewan ternak seperti babi dan kerbau, tampak bebas berkeliaran.Anjing terlelap nyaman di kolong rumah-rumah kayu tempat tinggal penduduk desa. Sesekali terdengar suara traktor yang melintas atau sepeda motor, satu-satunya alat transportasi yang ada di sini. Meski terpencil dan tanpa listrik, sinyal telepon seluler sudah mencapai Ban Non Phing.Desa ini dikelilingi oleh tebing karst yang memanjang dan menyerupai punggung raksasa.Titik tertinggi wilayah desa ini berada di puncak tebing Hinamno.Tidak seperti kesan kawasan karst yang biasanya dikenal sebagai daerah gersang dan berdebu, lingkungan sekitar tebing karst di sini masih terjaga kesejukannya.Tebing-tebing batu tersebut masih ditumbuhi pohon rimbun yang memberi rasa teduh dan sejuk.

Penelusuran Gua Khoun Xe siap dilakukan. Dibutuhkan waktu setidaknya 15 menit menggunakan mobil dan 45 menit berjalan kaki dari basecamp untuk tiba di downstream entranceGua Khoun Xe.

“Ok, let's go!” ajak Mee begitu Songthew berhenti di batas hutan. Kami bergegas bangkit dan sigap berjalan sambil menopang perahu karet dan kayak, menuruni jalanan berpasir di pinggir Xe Bang Fai. Di depan sana, kubah batu setinggi sekurangnya seratus meter, yang merupakan gerbang Khoun Xe, berdiri sedikit condong, bagai sedang melambaikan tangannya dari kejauhan. Untuk sejenak kami seperti terpaku di depan kilauan mentari pagi, sinarnya memantul di warna hijau aliran Xe Bang Fai. Kami mengingat dua tim gabungan Amerika Utara dan Perancis yang telah menjadi para pendahulu.14

14 Gua Khoun Xe ditelusuri oleh tim yang dipimpin John Pollack pada tahun 2006; dan ia kembali lagi di tahun 2008 untuk memetakan gua tersebut. Publikasinya dapat dibaca di NGI edisi ….

Page 5: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

“Prittttt!!!!” terdengar suara peluit komando tanda kami harusbersegera mendayung maju melawan arus mistik Xe Bang Fai. Tidak semudah yang dibayangkan, derasnya aliran air dan jeram yang terbentuk memaksa kami mendayung penuh tenaga untuk mencapai lower entrance. Jarak tempuh menuju danau, tepat di seberang lower entrance, sekitar dua ratus meter. Penamaan “Jeram Sabaidee” tampaknya mewakili sambutan pertama Khoun Xe kepada kami. Ya, sabaidee adalah kata sapa yang lazim diucapkan masyarakat Laos.”15 Satu kayak maju terlebih dahulu ke mulut lower entrance, sementara anggota tim yang lain di atas perahu dan kayaknya masing-masing menunggu di danau. Pada beberapa bagian perahu dan kayak tiup harus dipanggul naik turun bongkahan atap yang runtuh. Selama empat hari penelusuran tim menjelajah lorong sejarak 7.5 km hingga mencapai upper entrance. Secara keseluruhan tim ekspedisi membutuhkan 17 hari pergi sampai pulang kembali ke tanah air. Selain penelusuran gua tim ekspedisi pun melakukan pengamatan etnografis terhadap masyarakat sekitar. Retno Gita menulis, “Orang Makong, penghuni Ban Non Phing termasuk ke dalam sub-etnik Lao Theung, kelompok etnis besar Lao yang menghuni kaki pegunungan. Dalam bahasa Lao, non berarti danau, dan ping berarti pacet. Setiap hujan tiba di bulan Mei-September, air Xe Bang Fai meninggi dan menyeret pacet-pacet kecil di atas tanah Ban Non Phing. Penduduk Ban Non Phing lebih sering menyebut sungai ini dengan kata Nam Lot, nama yang sama dengan cara mereka menyebut Gua Khoun Xe. Nam Lot menjadi sumber air bersih utama penghuni Ban Non Phing, yang menjadikannya suatu tabu untuk membuang sampah dan kotoran, termasuk buang air kecil dan air besar, ke dalam jernihnya Xe Bang Fai. Dari sini, air kehijauan Xe Bang Fai mengalir melewati jantung Provinsi Khammouane dan Savannakhet di Selatan, sebelum bermuara dan menyatu di Sungai Mekong.” Cerita rakyat (folklore) yang hidup di masyarakat ternyata berperan penting dalam membentuk perspektif masyarakat terhadap gua, dan hal tersebut berdampak positif bagi kelestariannya.Tidak hanya itu, konsep bersahabat dengan alam juga diinternalisasi melalui kurikulum pendidikan. Hal tersebut terlihat di Ban Non Phing dan salah satunya ternyatakan melalui kegiatan rutin mengerjakan proyek bercocok tanam di bantaran Sungai Xe Bang Fai.Kami beruntung berkesempatan melihat langsung bagaimana para siswa umur sekolah dasar dan gurunya yang belia terjun ke lapangan bersama menanam untuk selanjutnya merawat dan memanennya. Berbagai catatan, foto, dan footage film menjadi oleh-oleh ekspedisi yang sesampainya di tanah air segera diolah sehingga dapat disampaikan kepada berbagai pihak di berbagai kesempatan. Melalui koran, majalah, radio, dan media online narasi ekspedisi disebar-luaskan. Penelusuran gua di negeri tetangga diposisikan sebagai pembanding yang dapat menginspirasi khalayak dalam negeri untuk memberi perhatian terhadap karst dan fungsinya bagi kehidupan.

15 “Penelusuran Gua-Sungai Raksasa”

Page 6: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

Langkah lanjutan dari ekspedisi juga mengambil wujud sebuah seminar, pameran foto gua, dan pemutaran film dokumenter di PSBJ FIB Unpad,16 Bukittunggul17, Wisma Antara18; serta sebuah diskusi bertajuk Sarasehan Geologi Populer di auditorium Badan Geologi19. Paparan para ahli dalam seminar20, kembali menegaskan bahwa karst memiliki banyak potensi manfaat bagi pemerintah dan masyarakat sekitar, baik untuk usaha, pendidikan, maupun pariwisata.Meski demikian fakta-fakta keberadaan karst di berbagai penjuru daerah menunjukkan kawasan karst di Indonesia menghadapi ancaman besar.Salah satu yang terbesar datang dari perusahaan semen. Izin pendirian perusahaan tambang yang terus diterbitkan tentu dengan berbagai perhitungan berikut argumen yang mengiringinya dan di sisi lain tidak bisa diabaikan kerusakan lingkungan serta penurunan kualitas kesehatan masyarakat yang juga terus terjadi. Jika peta sebaran karst Indonesia dibuka maka akan segera terlihat betapa dari ujung Aceh sampai Papua berbagai kawasan karst kita sedang menghadapi ancamannya yang paling kuat. Berbagai upaya yang mengarah pada pencagaran yang dipahami sebagai pengelolaan dan pemanfaatan berkelanjutan terhadap kawasan karst sewajarnya untuk terus disebar-luaskan agar kemajuan dan terciptanya lingkungan yang lebih baik dapat diwujudkan.Hal yang demikian juga meliputi karst di Jawa. Kiranya benar ungkapan yang menyatakan, “Jawa adalah kunci, mungkin itu yang pas untuk menggambarkan bagaimana Jawa menjadi magnet segala macam investasi karena semuanya ada di sini.”21 Kerusakan bentang karst di Jawa menjadi cermin atas potensi rusaknya kawasan karst lainnya yang ada di luar Jawa, begitu pun keberhasilan pengelolaan karst di Jawa akan menjadi cerminan harapan positif untuk kawasan karst lainnya. Wilayah Selatan Tasikmalaya misalnya, juga terdiri atas bentang karst yang luas. Secara geografis wilayah tersebut terbagi ke dalam tiga region: Cikatomas, Sodonghilir, dan Karangnunggal. Ratusan mulut gua, doline, bukit karst, dan penampakan khas bentang karst lainnya ada di wilayah ini. Palawa Unpad juga melakukan survei terhadap gua-gua di kawasan tersebut22, utamanya di region Cikatomas, di antaranya Gua Ciodeng, Gua Cikaret, Gua Curug, Gua Surupan, Gua Cigerendong, Gua Hulukuya,Gua Babakan, Gua Legok Liang, Gua Pasir Pilar, Gua Kerud, Gua Kalajengking, Gua Lalay, Gua Pasanggrahan 1, Gua Pasanggrahan 2, Gua Surupan, Gua Cidadap, Gua Sumuran,

16 ”Seminar Nasional Konservasi Karst untuk Keberlangsungan Lingkungan Hidup”, Universitas Padjadjaran, Sabtu (31/3/2012), lihat juga Kompas, “Mencari Solusi Kawasan Karst”, Stefanus.

17Syukuran 30 tahun Palawa Unpad, (24/3/2012). 18 Jakarta, 12 Juni 2012 19Bandung, 4 Desember 2013 20 ”Seminar Nasional Konservasi Karst untuk Keberlangsungan Lingkungan Hidup”, Universitas Padjadjaran, Sabtu (31/3/2012), lihat juga

Kompas, “Mencari Solusi Kawasan Karst”, Stefanus. 21Cahyo Rahmadi dalam “Karst Jawa Kian Terancam”, http://biotagua.org/2011/07/04/karst-jawa/ diakses Februari 2014. 22 Bersama tim GeoMagz, Badan Geologi (29 Agustus – 1 September 2013) dan Tim Pengembaraan Palawa Unpad (7-13 November 2013)

Page 7: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

Gua Picung, dan Gua Liang Landak.Karst Tasikmalaya Selatan termasuk kawasan yang masih sehat dan belum tersentuh oleh perusahaan tambang.Kegiatan dilakukan mengiringi kampanye yang masih terus bergulir. Di Desa Neglasari --Kecamatan Pancatengah, yang termasuk ke dalam region Cikatomas, Tasikmalaya Selatan-- setidaknya terdapat 13 mulut gua yang tersebar di tiga dusun yaitu Dusun Sempur, Dusun Pasanggrahan, dan Dusun Kiara Koneng. Di sana kami melakukan serangkaian kegiatan berupa penelusuran, pemetaan, dan pendataan lingkungan gua. Pada 21 September 2013, kami melakukan pendataan lokasi mulut gua dengan hasil data primer berupa koordinat geografis mulut gua (entrance).Pada 13--15 Oktober 2013, kami menggali dan mengumpulkan pandangan masyarakat mengenai gua melalui wawancara dengan warga desa dan dilanjutkan dengan pengambilan sampel air.Lebih dari 30 orang responden berhasil diwawancarai.Hasil yang kami dapatkan melalui wawancara berupa deskripsi pemanfaatan gua bagi masyarakat dan pandangan tentang keberadaan gua tersebut23.Kegiatan berlanjut pada 7--13 November 2013 dengan aktivitas penelusuran dan pemetaan dilangsungkan. Salah satu gua yang paling menarik (yang kami telusuri) adalah Gua Babakan –berada di Dusun Kiara Koneng.Mulut gua berada tidak jauh dari permukiman warga. Selama berkegiatan di Dusun Kiara Koneng kami sempat mewawancarai sembilan orang responden yang terdiri dari warga sekitar dan dari beragam golongan seperti petani, pejabat formal, tokoh sosial, dan pemilik tanah dari lokasi mulut Gua Babakan berada. Sebagian besar warga dusun merupakan orang asli Dusun Kiara Koneng yang tinggalsejak lahir, tumbuh, kembang di sana; hanya satu di antara sembilan responden yang merupakan pendatang. Sepanjang tahun air yang mengalir keluar dari Gua Babakan tidak pernah kering, tidak pernah henti mengalir memberikan manfaat bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya.Inilah sumber air utama penduduk tempatan.Selain untuk keperluan keseharian rumahtangga, air Gua Babakan juga dimanfaatkan untuk kolam ikan dan irigasi persawahan.Saat sumur-sumur mengering di musim kemarau, keberadaan Gua Babakan semakin kentara dan menunjukkan eksistensinya. Tidak dapat diketahui secara pasti siapa yang pertama kali menamakan dan sejak kapan “gua itu” dinamakan Gua Babakan, namun setidaknya menurut penuturan warga tempatan sudah sejak tiga generasi mereka mengenal bahwa “gua itu” bernama Gua Babakan. Melalui perbincangan kami mengetahui bahwa “babakan” diartikan sebagai “berada di bawah” atau “terpencil” dan “terpencar-pencar”. Gua Babakan memiliki lorong yang relatif besar dan terpanjang di antara 13 gua yang kami telusuri. Gua ini memiliki lorong berair sepanjang hampir 300 meter. Di dalam terdapat chamber (ruangan di dalam gua yang lebih besar dibandingkan lorongnya) yang cukup besar. Di chamber tersebut juga terdapat air terjun setinggi kurang lebih 3 meter. Di gua ini kami juga melakukan pengambikan

23Selanjutnya sampel air yang diambil diuji di laboratorium ekologi Universitas Padjadjaran yang menghasilkan keluaran berupa indeks kualitas air.

Page 8: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

sampel air.Selain melakukan pemetaan, kami juga melakukan pendokumentasian biota gua yang ditemukan di dalam gua. Berhasil dipetakan 13 gua dengan panjang keseluruhan 1030,33 meter. Peta-peta ini berfungsi sebagai data, baik untuk internal perhimpunan maupun sebagai data sekunder bagi penelusur dan peneliti lain yang berminat memasuki gua-gua pada kawasan ini. Selain peta, dari pengujian sampel air yang dilakukan, kami menghasilkan informasi yang menjadi keluaran dari analisis kualitas sampel air. Hasil dari pengujian sampel menunjukan bahwa air pada kawasan ini dapat digunakan oleh warga layak untuk mandi, mencuci, dan dikonsumsi.Tentunya air dapat dikonsumsi setelah melalui beberapa langkah pengolahan. Pada 21 Desember 2013, setelah data-data ini kami dapat dan analisis selesai dilakukan, selanjutnya kami melakukan pemaparan hasil dari rangkaian kegiatan yang telah kami lakukan kepada warga Desa Neglasari. Pemaparan tentang gua dan lingkungannya yang kami sampaikan disambut dengan baik oleh warga.Acara berlangsung dalam suasana kesadaran bahwa “kami mungkin salah dan Anda mungkin benar, dan melalui sebuah upaya kita mungkin akan semakin mendekati kebenaran.”24 Pertanyaan-pertanyaan dan tanggapan, terutama mengenai gua dan pemanfaatannya, baik dari warga seputar gua maupun tim ekspedisi silih berganti tersampaikan di dalam forum.

Kang Muchsin, ketua Karangtaruna, menyampaikan harapannya, ke depan gua-gua di Desa Neglasari dapat dijadikan sebagai tempat wisata. Ia mengaku mendengar harapan yang sama pada umumnya warga yang mencita-citakan Desa Neglasari dapat berkembang sebagai desa wisata. Bagi Kang Muchsin, dengan terwujudnya desa wisata secara otomatis taraf kesejahteraan hidup warga akan menjadi lebih baik. Meski demikian manfaat primer yang telah dirasakan penduduk terhadap keberadaan karst dan fenomena bawah permukaan yang ada yaitu terkait dengan ketersediaan sumber air yang langsung berguna dalam keseharian. Jika warga berharap mengaktualkan potensi wisata yang ada di sana, sebagaimana yang dinyatakan oleh responden wawancara, namun seyogyanya hal tersebut tidak sampai mengganggu keseimbangan kawasan/ lingkungan geologi25, mengingat posisi air yang berada pada tingkat prioritas yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan ekonomi melalui berbagai usaha seperti pertambangan atau bahkan wisata alam yang dikelola serampangan. Palawa Unpad berharap semakin banyak orang yang sadar akan pentingnya keberadaan gua dan potensi yang terkandung di dalamnya. Di dalam makalah bertajuk “Pengelolaan dan Pemanfaatan yang Berkelanjutan”26, Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc menyajikan beberapa fakta penting mengenai kawasan karst. Menurutnya, hanya (1)

24Karlina Supeli dalam Pidato Kebudayaan 2013, disampaikan di Teater Jakarta, kompleks TIM 25lingkungan geologi adalah segenap bagian kulit bumi yang mempengaruhi secara langsung terhadap kondisi dan keberadaan masyarakat;

batuan (termasuk tanah), bentang alam, dan air merupakan faktor geologi yang mendukung keberlanjutan manusia untuk mempertahankan hidup. (Lihat Oki Oktariadi dan Edi Tarwedi dalam, “Klasifikasi kars untuk kawasan lindung dan kawasan budi daya: Studi Kasus Kars Bukit Bulan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi”, Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 1 April 2011: 1 – 19)

26Disampaikan dalam acara kurus Saintifik Karst Exploration II, Lawalata IPB Bogor, 2013.

Page 9: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

15% dari sekitar 154,000 km2 kawasan karst di Indonesia terdapat di dalam kawasan konservasi; (2) Tidak satu pun kawasan konservasi yang ditetapkan berdasarkan keberadaan ekosistem karstnya; (3) Masih banyak kawasan karst di Indonesia yang berada di luar kawasan konservasi; (4) Karst yang cukup ekstensif banyak di temukan di Taman Nasional; (5) Karakteristik dan keunikan ekosistem karst dengan sistem drainase bawah tanahnya memberikan kendala tertentu jika mengikuti pola penetapan zonasi yang selama ini digunakan dalam pengelolaan Taman Nasional. Wilayah Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, juga memiliki kawasan perbukitan karst, yang secara geologis dikenal sebagai kawasan karst Gombong Selatan. Bentang alam karst Gombong Selatan merupakan kegelkarst, yaitu bentang alam yang meliputi bukit-bukit kerucut yang berlereng terjal dengan lekuk- lekuk tertutup (cockpit) di sela-selanya (Samodra27, 2001:49 via Anggareni, 200528) yang luas dan menyimpan banyak gua-gua di bawah permukaannya.Pendataan yang dilakukan Pemda Kebumen menunjukkan setidaknya tidak kurang dari 270 mulut gua ditemukan di Gombong Selatan29. Tinjauan arkeologis di kawasan karst Gombong Selatan pernah dilakukan oleh Anggareni (2005).Studi yang dilakukannya berfokus pada kemungkinan adanya penghunian prasejarah di kawasan karst Gombong Selatan. Menurutnya, “Bila ditinjau dari ukuran dan morfologinya, Gua Banteng di Desa Karangsari dan Gua Jatijajar di Desa Jatijajar merupakan gua-gua besar yang ideal untuk dihuni.” Hasil analisis terhadap temuan artefaktual dan ekofaktual memberi petunjuk bahwa manusia penghuni Gua Jatijajar dan Gua Banteng juga melakukan aktivitas pembuatan alat dan mengeksploitasi sumberdaya lingkungan. “Aktivitas pembuatan alat dari batu dan tulang ditunjukkan oleh keberadaan lancipan tulang, artefak batu (serpih dan limbah) disertai dengan batu pemukul yang menunjukkan kerusakan.” Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa, “jenis bahan dan tipe artefak yang ditemukan di kawasan karst Gombong Selatan memiliki kemiripan dengan temuan artefak dari gua-gua di karst Gunungsewu mengindikasikan bahwa teknologi di kedua kawasan berada pada tingkat yang sejajar pada suatu masa.”

Salah satu kekhasan bentang permukaan kawasan karst ini antara lainconical hills yang unik, sedangkan di bawah permukaannya gua-gua natural yang indah menawan tersimpan. Beberapa gua di kawasan ini telah dimanfaatkan sebagai tujuan wisata umum, di antaranya Gua Jatijajar dan Gua Petruk, belakangan beberapa gua lainnya mulai dijadikan tujuan wisata minat khusus, mengingat tingkat kesulitan penelusurannya, seperti Gua Barat, Gua Macan, Gua Liyah, Gua Banyu, dan Gua Surupan.

Pada 1 Januari 2014 tim penelusuran gua (caving) Palawa bertolak dari Bandung ke Gombong

27Samodra, Hanang. 2001. Nilai Strategis Kawasan Kars di Indonesia, Pengelolaan dan Perlindungannya. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

28 “Penelusuran Potensi Arkeologis di Kawasan Karst Gombong Selatan” dalam Humaniora Vol 17 No.2 Juni 2005 29Angka yang berbeda disajikan oleh ASC dan Wisnu Aji.ASC mencatat 122 gua, sedangkan Rasyid Wisnu Aji (Nilai Ekonomi Total Kawasan Karst Gombong Selatan, Desa Candirenggo, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, 2012) menulis jumlah 182 gua.

Page 10: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

Selatan. Kegiatan yang berlangsung sampai 5 Januari 2014 antara lain menelusuri dua gua berkarakter sungai bawah tanah aktif, yakni Gua Barat dan Gua Surupan.

Gua Barat terletak di Dusun Palamarta, Desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen.Gua Barat memiliki beberapa lubang masuk.Untuk menelusuri Gua Barat kami menjadikan rumah kediaman Pak Nur sebagai basecamp kegiatan.Sebuah kamar khusus untuk tamu yang datang menelusuri Gua Barat dibangun menempel ke rumah kediaman salah seorang anak Pak Nur, Mas Wat (Fathun Mubarak), begitu kami memanggilnya.

Gua Barat merupakan aliran sungai bawah tanah dengan debit air yang besar.Masyarakat empat desa memanfaatkan air yang keluar dari dalamnya.Di sekitar lubang masuk Gua Barat terdapat beberapa gua lainnya, di antaranya Gua Asrep I dan Asrep II, Gua CB, serta Gua Jombret. Lokasi menarik lain di sekitar Gua Barat yaitu sebuah telaga yang berada di Desa Redisari. Telaga tersebut merupakan hilir aliran air dari dalam Gua Barat.Penduduk sekitar juga mengambil air untuk kebutuhan keseharian mereka dari sini selain dari pipa-pipa dan selang yang menjulur sampai jauh ke dalam gua.

Setelah cukup mendokumentasikan kondisi lorong Gua Barat, selanjutnya giliran Gua Surupan yang kami telusuri.Panjang lorong Gua Surupan tidak sampai sepertiga dari panjang lorong Gua Barat. Berdasarkan peta hasil survei tahun 2003, panjang lorong gua 782 m. Meskipun lorong Gua Surupan tidak sepanjang Gua Barat namun ada keistimewaan yang unik, di antaranya bentukan lorong, berbagai ornament, air terjun, dan danau. Lorong gua tersebut tembus dan langsung berhadapan dengan pemandangan Laut Selatan. Air dari dalam gua mengalir laju dan jatuh membentuk air terjun berketinggian sekitar 30 meter. Tidak jauh dari tempat jatuhan air terjun, aliran sungai segera bermuara masuk ke laut.

Panorama menawan bawah permukaan karst Gombong Selatan yang dihiasi beragam jenis dan bentuk ornament gua (speleothem) seperti stalagtit, stalagmit, sodastraw, goursdam, rimstone, colloum dan lain sebagainya sering membuat penelusur enggan beranjak keluar, terbuai dengan keindahan natural yang tercipta melalui kesabaran proses ribuan tahun. Tidak mustahil keterbuaian semacam itu dapat melahirkan lengah yang memicu musibah di dalam penelusuran gua sehingga karenanya penelusur berkewajiban untuk selalu menjaga kesadarannya.Dokter Ko, salah seorang speleologist, pernah mengatakan bahwa “penelusur gua sejati selalu menyadari, bahwa setiap musibah dalam gua senantiasa menimbulkan kerepotan. Itulah sebabnya, ia bersikap hati-hati dan waspada akan segala kemungkinan yang terjadi, antara lain dengan mengikuti pemeo: sedia payung sebelum mendung.”30

Peralatan termasuk hal yang selalu diperhatikan baik-baik dalam aktivitas penelusuran gua. Bermacam varian medan, seperti lorong vertikal, lorong horizontal, lorong berair, lorong berarus deras, lorong berlumpur dalam,atap lorong yang rendah, ruangan yang dipenuhi air, dan lain sebagainya yang akan ditemukan di dalam gua menuntut penelusur gua menguasai berbagai teknik dan pengetahuan, termasuk dalam hal praktis menggunakan peralatan yang tepat secara benar.

30 Ko, King Tjoen, “Sedia Payung Sebelum Mendung, Pemeo Gua yang Dilupakan”

Page 11: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

Pengetahuan dasar tentang peralatan dan fungsi serta cara kerja alat-alat penelusuran gua mutlak dikuasai dan terus dilatih.

Menyinggung peralatan penelusuran gua, untuk memudahkan dapat digolongkan pada peralatan personal dan peralatan tim.Adapun yang tergolong peralatan personal di antaranya: pakaian terusan (coverall), helm, sepatu boot, sarung-tangan, thermoblanket, lampu senter, lampu karbid, lilin dan korek api beserta cadangannya, juga seperangkat alat single rope technique atau yang lazim disingkat SRT untuk penelusuran lorong vertikal dan atau penggunaan teknik-teknik penelusuran yang memakai media tali dan ransel khusus yang biasanya berbentuk tabung dan berbahanPVC sehingga tidak rentan sobek saat terkena gesekan dengan permukaan gua; sedangkan yang termasuk peralatan tim antara lainsegala perlatan yang digunakan untuk memasang lintasan (rigging), termasuk tali kernmantel dan juga tangga baja. Untuk gua sungai bawah tanah berarus deras, berbadan besar, dan dalam diperlukan juga pelampung dan perahu karet, baik dari jenisperahu sungai (riverboat), kano, maupun kayak-tiup.Selain berperahu di dalam kegelapan, dapat pula ditemukan kondisi medan yang membutuhkan peralatan selam yang lengkap atau sekadar snorkeling untuk melintasinya.

Adalah bijak jika perihal keselamatan yang menjadi perhatian tidaklah hanya keselamatan diri “si penelusur gua” tetapi juga seyogyanya meliputi keselamatan gua berikut dengan lingkungannya.Tidak hanya berkutat di sisi antroposentris, tetapi juga mengarusutamakan sisi speleosentris-nya.Karst Gombong Selatan tidak luput dari ancaman perusakan.Salah satu yang paling utama adalah dari pabrik semen.Wacana pendirian pabrik semen mengemuka setelah Kepmen ESDM No.961.K/40/MEM/ 2003 tentang penetapan kawasan karst Gombong Selatan dinyatakan tidak berlaku.

Hal tersebut seolah merespon tidak berlakunya kembali Kepmen yang secara jelas berupaya melindungi kawasan tersebut. Thomas Suryono,salah seorang peneliti gua dari Acintyacunyata Speleological Club Yogyakarta (ASC Yogyakarta), menyatakan bahwa rencana beroperasinya pabrik semen di Gombong mengancam keberadaan 122 gua yang ada di sana.” Ia dan rekan-rekan peneliti gua lainnya sudah melakukan penelitian di lokasi yang diproyeksikan akan menjadi areal tambang. Simpulan yang dihasilkannya sungguh mengejutkan. Menurutnya, jika diteruskan tiga empat tahun lagi, Kabupaten Kebumen akan mengalami krisis air bersih.

Batu gamping yang merupakan bahan utama pembuatan semen, fosfat guano yang dapat digunakan untuk pupuk, serta batu lintang, menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya aktivitas penambangan dan kerusakan kawasan karst. Hal ini juga berarti mengancam kelestarian lingkungan, ketersediaan air bagi masyarakat, dan bahkan merusak deposit gua-gua yang mengandung temuan arkeologis, dan laboratorium ilmu pengetahuan lainnya serta berdaya jual tinggi dari sudut pariwisata.

Simpulan dari studi yang dilakukan oleh Wisnu Aji31 layak menjadi perhatian.Kawasan karst Gombong Selatan, Desa Candirenggo, memiliki karakteristik potensi sumberdaya yang berupa pemanfaatan guna langsung yang terdiri dari batu gamping sebagai bahan baku semen, kapur tohor,

31Rasyid Wisnu Aji, Nilai Ekonomi Total Kawasan Karst Gombong Selatan, Desa Candirenggo, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Skripsi S1 Unsoed, 2012

Page 12: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

kayu dari hutan jati; potensi pemanfaatan guna tidak langsung yang terdiri dari sumberdaya air, kelelawar sebagai pengendali hama; potensi pemanfaatan guna pilihan seperti hutan sebagai penyerap karbon, kawasan karst sebagai cagar alam, potensi pemanfaatan nilai warisan yaitu estetika atau keindahan gua; dan juga potensi pemanfaatan nilai keberadaan yaitu terdapatnya keanekaragaman biota gua. Berbagai karakteristik potensi yang terungkap memberi sinyal halus betapa di di level tertentu terdapat kesaling-hubungan yang berkait kelindan di antara potensi satu dengan yang lainnya. Melalui sinyal tersebut manusia sebagai pengelola sewajarnya memahami dan memperlakukan kawasan karstGombong Selatan sebagai satu kesatuan organik dan sistemik yang tidak dapat dipisahkan dalam pemanfaatannya.

Terlihat beberapa kesamaan dalam hal bagaimana masyarakat berinteraksi dengan gua dan mengambil manfaat atas keberadaannya. Salah satu yang mengemuka yakni dalam hal pemenuhuan kebutuhan masyarakat akan sumber air. Masyarakat Ban Non Phing, Cikatomas, Candirenggo, dan Palamarta —untuk menyebut sedikit contoh— memiliki ikatan yang sangat erat dengan kelestarian bentang alam karst, tempat di mana mereka hidup. Dalam hal tersebut dapatlah disebutkan bahwa urusan air bagi masyarakat di kawasan karst berada pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan ekonomi, dan tentu akan menjadi ideal jika keduanya dapat berjalan seiring sejalan. Solusi? Membuat kebijakan dan langkah operasional yang partisipatif dan emansipatif.Ekowisata menjadi salah satu alternatif.Salah satu konsep menarik yang belakangan semakin sering disosialisasikan yaitugeopark atau tamanbumi.Konsep tersebut diartikan sebagai pengembangan kepariwisataan yang didasarkan pada tiga pilar yakni keragaman geologi, keragaman biologi, dan keragamanbudaya.Lebih dari itu, paradigma pengelolaannya pun berpijak pula pada aspek pendidikan, pemberdayaan ekonomi lokal, dan perlindungan lingkungan32.Meski disebut belakangan, namun sisi perlindungan lingkungan itulah yang senyatanya berada di puncak piramida prioritas.Melalui tamanbumi, masyarakat juga akan dipandu untuk menggali dan mengembangkan ragam varian dari ekonomi kreatif sehingga menjauhi perilaku ekonomi yang bersifat ekstraktif terhadap alam. Di sisi lain kiranya perlu dilakukannya moratorium izin tambang baru di kawasan karst sampai dengan dapat diselesaikannyasebuah peta besar potensi kawasan karst Indonesia secara menyeluruh33. Di antara berbagai langkah yang perlu diambil untuk menuju ke arah perbaikan sebagaimana tersebut di atas salah satu yang sangat diperlukan dalam jangka waktu dekat yaitu survei speleologi (yang di dalamnya meliputi riset) menyeluruh terhadap bentang karst Indonesia yang meliputi zona permukaan (surface) dan bawah tanah (subsurface) sehingga informasi terkait hal eksokarst dan endokarst dapat terkumpul dan dimanfaatkan melangkah ke fase berikutnya.Mengingat manajeman dan atau pengelolaan kawasan selalu mengandaikan adanya sebuah atau beberapa analisis terpadu maka survei speleologi basis pijakan untuk mengeluarkan kebijakan sehingga tidak melahirkan sesal

32 Ir. Andiani MT dalam “Sebaran Batu Gamping dan Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst” disampaikan di IPB, Bogor, 13 November 2013

33Wawancara dengan Budi Brahmantyo oleh Eno Gita dan Godi Utama, FIB Unpad 2012.

Page 13: Pendahuluan Buku Karst (DRAF)

di hari yang kemudian.

Ikhtiar untuk memaksimalkan pemanfaatan ilmu pengetahuan masih tetap relevan untuk diajukan sebagai langkah menuju jalan keluar, meski demikian kita pun seyogyanya sadar betapa, “ilmu punya batasnya dalam berhadapan dengan misteri hidup. Tapi sikap mudah bersembunyi dalam pernyataan saleh dan terdengar suci bisa menjadi tanda malas berpikir. Bukankah bencana akibat salah kelola lingkungan lalu sering cepat-cepat dianggap sebagai akibat Tuhan yang sedang murka?”34

Mirza Ahmad

34 Karlina Supeli dalam Pidato Kebudayaan 2013, disampaikan di Teater Jakarta, kompleks TIM