knsep keperawatn perioperatif
DESCRIPTION
bahan kuliahTRANSCRIPT
Keperawatan Periopratif
1. Konsep keperawatan periopratif
a. Pengertian keperawatan periopratif
Adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien. Dan gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan, praopratif, intraopratif, pascaopratif. Masing-masing dari
setiap fase ini dimulai dan berakhir pada waktu tertentu dalam urutan dan
peristiwa yang membentuk pengalaman bedah, dan masing-masing
mencakup rentang prilaku dan aktivitas keperawatn yang luas yang
dilakukan oleh perawat dengan mengunakan proses keperawatn dan
standard praktik keperawatan. ( smeltzer, suzanne C. 2001;426 )
b. Tujuan menurut ( Potter, Pery. 2005;1793 )
1. Diagnostik eksplorasi untuk memperkuat diagnosis dokter, mungkin
termasuk pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan diagnostik lebih
lanjut.
2. Ablatif eksisi atau pengangkatan bagian tubuh yang menderita
penyakit.
3. Paliatif menghilangkan atau mengurangi intensitas gejala penyakit;
tidak akan menyembuhkan penyakit.
4. Rekontruksi mengembalikan fungsi atau penampilan jaringan yang
mengalami trauma atau malfungsi.
5. Transplantasi dilakukan untk mengganti organ atau struktur yang
mengalami malfungsi.
6. Konstruktif mengembalikan fungsi yang hilang atau berkurang akibat
anomali kongenital.
1. Keperawatan Perioperatif
Keperawatan perioperative adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman dari fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. Kata “perioperative” adalah suatu istilah
gabungan yang mencakup 3 fase pengalaman pembedahan:
a. Fase praoperatif (sebelum operasi)
Fase ini dimulai ketika pasien intervensi pembedahan dibuat dan
berahir pada saat pasien berada di meja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan dalam fase ini terdiri dari pengkajian dasar pasen di tatanan
klinik atau di rumah, anamnesa (wawancara) praoperatif,
mempersiapkann pasen untuk anestesi dan pembedahan (Smeltzer & Bare,
2002).
Sebelum melakukan prosedur pembedahan, klien harus
menandatangani informed consent, yang biasanya disediakan oleh
institusi. Formulir persetujuan ini melindungi klien dari mendapatkan
prosedur pembedahan yang tidak mereka inginkan atau tidak mereka
pahami. Informed consent ini juga melindungi rumah sakit dan
professional kesehatan dari tuntutan klien atau keluarganya bahwa
persetujuan tidak diterima. Informed consent menjadi bagian pencatatan
klien dan diikutsertakan ke ruang operasi bersama klien (Kozier, 2010).
Menurut Madjid A, Dkk ( 2011 ), Tujuan perawatan pra operatif adalah :a. Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien, memberikan
penyuluhan tentang tindakan anastesi.b. Mengkaji, merencanakan dan memenuhi kebutuhan pasienc. Mengetahui akibat tindakan anastesi yang akan dilakukand. Mengaatisipasi dan menanggulangi kesulitan yang mungkin timbul
Informed consent praoperatif harus terdiri dari:
1) Sifat dan tujuan pembedahan
2) Nama dan kualifikasi tenaga yang melakukan pembedahan
3) Risiko, termasuk kerusakan jaringan, kecacatan, atau bahkan kematian
4) Kemungkinan keberhasilan
5) Tindakan alternatif lain yang mungkin
6) Hak klien untuk menolak persetujuan atau menarik kembali
persetujuan nantinya (Kozier, 2010).
Informed consent hanya mungkin jika klien memahami informasi yang
diberikan, yaitu berbicara dengan bahasa yang dipahami dan dalam
keadaan sadar, kompeten secara mental, dan tidak dalam keadaan sedasi.
Informed consent ini tidak dapat diberikan oleh anak kecil (Kozier, 2010).
b. Fase intraoperative (dalam proses pembedahan).
Fase ini dimulai sejak pasen memasuki departemen bedah dan
berakhir di ruang recovery room (ruang pemulihan). Lingkup tindakan
keperawatan selama fase ini meliputi pemasangan infus (IV), memberikan
medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh dan
menjaga keselamatan pasien selama proses pembedahan (Smeltzer &
Bare, 2002).
Menurut Majid A, Dkk ( 2011 ),Tujuannya adalah : Mengupayakan fungsi vital pasien selama anastesi berada dalam kondisi optimal agar pembedahan dapat berjalan lancar dengan baik.
Sebelum dilakukan tindakan anastesia, perawat anastesia wajib :a. Melakukan pemeriksaan kembali nama,data,diagnosis dan rencana
operasi pasienb. Mengenalkan pasien kepada dokter spesialis anastesiologi, dokter
bedah, asisten dokter dan perawat instrumen.c. Memberikan dukungan moril, menjelaskan tindakan induksi yang
akan dilakukan dan menjelaskan fasilitas yang ada disekitar meja ops
d. Memasang alat pemantau ( EKG dan alat lain sesuai kebutuhan )e. Mengatur posisi pasien bersama perawat bedahf. Mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilakukan
Selama tindakan anastesi perawat wajib :
a. Mencatat semua tindakan anastesib. Berespon dan mendokumentasikan semua perubahan fungsi vital
tubuhc. Berespon dan melaporkan pada dokter spesialis anastesiologi bila
terdapat tanda-tanda kegawatand. Melaporkan kepada dokter yang melakukan pembedahan tentang
perubahan fungsi vital tubuh pasien yang diberikan anastesiae. Mengatur dosis obat anastesia atas pelimpahan wewenang dokterf. Menanggulangi keadaan gawat darurat
Pengakhiran anastesia. Memantau TTVb. Menjaga airwayc. Menyiapkan alat-alat dan obat-obatan untuk pengakhiran anastesiad. Melakukan pengakhiran anastesia atau ekstubasi sesuai dengan
kewenangan yang diberikan
Perawat intraoperatif adalah anggota tim bedah yang penting, berperan
sebagai advokat klien, mempertahankan keselamatan, dan mengkaji
secara kontinu kebutuhan klien dan tim bedah.
1) Jenis anestesia
Anestesia digolongkan menjadi anestesi umum dan regional.
Agens anestesia biasanya diberikan oleh ahli anestesia atau perawat
anestesia. Anestesia umum adalah menghilangkan semua sensasi dan
kesadaran. Dibawah pengaruh anestesia umum, refleks protektif
seperti batuk dan refleks gag hilang. Anestesia umum bekerja dengan
memblok pusat kesadaran di otak sehingga terjadi amnesia
(kehilangan memori), analgesia (insesibilitas terhadap nyeri), hipnosis
(tidur palsu), dan relaksasi (mengurangi ketegangan pada beberapa
bagian tubuh). Anestesia biasanya diberikan melalui infusi intravena
atau dengan inhalasi gas melalui masker atau melalui slang endotrakea
yang dimasukkan ke dalam trakea.
Anestesia umum memiliki keunggulan tertentu. Karena klien tidak
sadar, bukan sadar dan terjaga, fungsi pernapasan dan jantung teratur.
Kerugian utama anestesia umum adalah mendepresi fungsi sistem
pernapasan dan sirkulasi. Beberapa klien menjadi lebih khawatir
terhadap anestesia umum dibandingkan pembedahannya sendiri. Hal
ini sering terjadi karena mereka takut kehilangan kapasitas
mengendalikan tubuh mereka sendiri.
Anestesia regional adalah pemutusan sementara transmisi impuls
saraf ke dan dari area atau bagian tubuh tertentu. Klien kehilangan
sensasi pada satu area tubuh, tetapi masih tetap sadar. Beberapa teknik
digunakan.
a) Anestesia topikal (permukaan) diberikan langsung ke kulit atau
membran mukosa, permukaan kulit yang terbuka, luka, dan luka
bakar. Agens topikal yang paling sering digunakan adalah lidokain
(Xylocaine)bdan benzokain. Anestetik topikal cepat diabsorpsi dan
bekerja cepat.
b) Anestesia lokal (infiltrasi) diinjeksikan ke area tertentu dan
digunakan untuk prosedur pembedahan minor seperti penjahitan
luka kecil atau prosedur biopsi. Lidokain atau tetrakain 0,1% dapat
digunakan.
c) Blok saraf adalah teknik menginjeksi agens anestesia ke dalam dan
sekitar saraf atau kelompok kecil saraf yang memberikan sensasi
ke area kecil pada tubuh. Blok mayor melibatkan berbagai saraf
atau pleksus (mis., blok pleksus brakialis menimbulkan anestesia
lengan); blok minor melibatkan saraf tunggal (mis., saraf fasial).
d) Blok intravena (blok Bier) paling sering digunakan untuk
prosedur-prosedur yang melibatkan, pergelangan tangan, dan
tangan. Torniket oklusif dipasang pada ekstremitas untuk
mencegah infiltrasi dan absorpsi agens intravena yang diinjeksikan
di luar ekstremitas yang terlibat.
e) Anestesia spinal disebut juga blok subaraknoid (SAD). Prosedur
ini memerlukan tindakan pungsi lumbal melalui salah satu ruang
antara lumbal 2 (L2) dan sakrum (S1). Agens anestetik
diinjeksikan ke dalam ruang subaraknoid disekitar korda spinalis.
Anestesia spinal sering kali dikategorikan rendah, sedang, dan
tinggi. Spinal rendah (blok pelana atau kaudal) digunakan terutama
untuk pembedahan pada area perineum atau rektum. Spinal sedang
(di bawah tingkat umbilikus-T10) dapat digunakan untuk bedah
perbaikan hernia atau apendektomi, dan spinal tinggi (sampai
sejajar puting susu-T4) dapat digunakan untuk pembedahan seperti
seksio sesaria.
f) Anestesia epidural (peridural) adalah injeksi agens anestesia ke
dalam ruang epidural, area di dalam kolumna spinalis, tetapi di
luar dura meter (Kozier, 2010).
Sedasi sadar dapat digunakan tunggal atau digabungkan
dengan anestesia regional untuk beberapa uji diagnostik dan prosedur
pembedahan. Sedasi sadar bertujuan meminimalkan depresi tingkat
kesadaran sehingga klien tetap memiliki kemampuan untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas dan berespons dengan tepat
terhadap perintah (Kost (1999) didalam Kozier (2010)). Narkotik
intravena seperti morfin atau fentanil (Sublimaze) dan agens
antiansietas seperti diazepam (Valium) atau midazolam (Versed)
biasanya digunakan untuk menginduksi amnesia, tetapi
memungkinkan pembalikan efek segera dan pengembalian aktivitas
kehidupan sehari-hari yang cepat. Prosedur seperti endoskopi, insisi
dan drainase abses, dan bahkan balon angioplasti dapat dilakukan di
bawah pengaruh sedasi sadar (Kozier, 2010).
c. Fase pascaoperatif (setelah pembedahan).
Fase ini dimulai dengan masuknya pasien ke recovery room (ruang
pemulihan) sampai dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau
di rumah. Lingkup keperawatan mencakup rentan aktivitas yang luas
selama periode ini (Smeltzer & Bare, 2002).
Peran perawat selama fase pascaoperatif sangat penting terutama
untuk pemulihan klien. Anestesia menghambat kemampuan klien untuk
berespons terhadap stimulus lingkungan dan untuk membantu mereka
sendiri, meskipun derajat kesadaran klien mungkin akan sangat beraneka
ragam. Selain itu, pembedahan itu sendiri dapat menyebabkan trauma
pada tubuh dengan mengganggu mekanisme protektif dan homeostatis.
Perawat pada ruang pemulihan memiliki kemampuan khusus untuk
merawat klien yang menjalani pemulihan dari pengaruh anastesia dan
pembedahan. Jika telah stabil, klien dikembalikan ke ruang perawatan
atau, pada kasus klien bedah sehari, dikembalikan ke area pembedahan
sehari sebelum dipulangkan.
Kembalinya refleks klien, seperti menelan dan gag, menandakan
pengaruh anestesia beragam, tergantung jenis agens anestesia yang
digunakan, dosis, dan respons individu terhadap agens tersebut. Perawat
harus membangunkan klien dengan memanggil nama mereka, dan dengan
nada suara normal secara berulang-ulang memberi tahu klien bahwa
pembedahan sudah selesai dan mereka sudah berada di ruang perawatan
pasca-anestetik (PACU) (Kozier, 2010).
Jika sudah stabil, klien kembali ke ruang perawatan atau, pada kasus
bedah rawat jalan, ke area bedah sehari. Klien biasanya pulang dari PACU
jika:
1) Mereka sadar dan orientasi
2) Mereka mampu mempertahankan jalan napas bersih dan mampu napas
dalam dan batuk dengan bebas
3) Tanda vital telah stabil
4) Refleks protektif (mis., gag, menelan) telah aktif
5) Mereka mampu menggerakkan keempat ekstremitas
6) Asupan dan haluaran urine adekuat (setidaknya 30 ml/jam)
7) Klien afebril atau kondisi febril yang telah ditangani
8) Balutan luka telah kering dan utuh; tidak ada drainase berlebih
(Kozier, 2010).
2. Indikasi dan Klasifikasi Pembedahan
Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi (Smeltzer & Bare,
2002), diantaranya adalah :
a. Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi
b. Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami
inflamasi
c. Reparatif : Memperbaiki luka multiple
d. Rekonstruktif/Kosmetik : Mammoplasty, atau bedah platik
e. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah,
Contoh: pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk
mengkomponsasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan.
Menurut Smeltzer & Bare (2002) urgensi dilakukan tindakan pembedahan,
maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
a. Kedaruratan/Emergency
Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam
jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan
hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka
tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas.
b. Urgen
Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan
dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau
batu pada uretra.
c. Diperlukan
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan
dalam bebeapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa
obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak.
d. Elektif
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak
dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh :
perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.
e. Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada
pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya
terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik.
Prinsip Pencegahan Infeksi
Sepanjang semua fase pengalaman bedah, prioritas utama bagi semua tenaga
adalah pencegahan komplikasi pasien, yang termasuk melindungi pasien dari infeksi.
Kemungkinan infeksi menurun tajam dengan kepatuhan yang ketat terhadap prinsip
asepsis selama persiapan praoperatif pasien, tentunya juga dalam prosedur bedah, dan
penyembuhan luka bedah (Brunner & Suddarth, 2001).
Untuk memberikan kondisi pembedahan yang sebaik mungkin, ruang operasi
terletak di bagian rumah sakit yang bebas dari bahaya seperti partikel, debu, polutan
lain yang mengkontaminasi, radiasi dan kebisingan. Bahaya listrik, alat
konduktivitas, pintu keluar darurat yang bebas hambatan, dan gudang peralatan dan
gas-gas anesthesia diperiksa secara periodic oleh Negara bagian dan Joint Commision
of The Accreditation Healthcare Organization (JCAHO).
Menurut Brunner & Suddarth (2001), praktik bedah, asepsis mencegah
kontaminasi luka bedah. Meskipun infeksi luka pascaoperatif mungkin disebabkan
oleh flora normal kulit atau infeksi yang sudah ada sebelumnya, tenaga ruang operasi
memiliki tanggung jawab tentang penggunaan prinsip asepsis untuk meminimalkan
risiko. Berikut prinsip asepsis yang dijalankan dalam praktik:
1. Praoperatif. Semua material bedah - segala instrument, jarum, suture, pakaian,
sarung tangan, penutup, dan larutan yang mungkin dapat kontak dengan luka
bedah dan jaringan yang terpajan – harus disterilkan sebelum digunakan dalam
pembedahan. Selain itu, ahli bedah, asisten bedah, dan perawat harus
mempersiapkan diri dengan scrub tangan dan lengan mereka menggunakan sabun
dan air dan mengenakan gaun lengan panjang serta sarung tangan steril. Kepala
dan rambut ditutup dengan penutup kepala, dan masker dipakai menutupi mulut
dan hidung untuk meminimalkan kemungkinan bakteri dari saluran napas atas
memasuki luka.
Kulit pasien, pada area yang lebih luas dari pemajanan yang diperlukan
selama perjalanan pembedahan, juga membutuhkan pembersihan yang sangat
cermat sekali menggunakan agens antiseptic. Bagian tubuh pasien yang lain
ditutup dengan kain steril.
2. Intraoperatif. Selama pembedahan, personel yang telah melakukan scrub dan
mengenakan pakaian operasi hanya menyentuh benda-benda yang telah disteril.
Personel yang tidak melakukan scrub dilarang menyentuh atau mengkontaminasi
apa saja yang steril.
3. Pascaoperatif. Setelah pembedahan, luka dilindungi dari kemungkinan
kontaminasi dengan memasang balutan steril. Selanjutnya, luka dibersihkan
dengan normal salin dan menggunakan antiseptic saat membersihkan dan
mengganti balutan luka. Perawatan tertentu dilakukan untuk melindungi luka
yang belum sembuh agar tidak kontak dengan segala yang tidak steril.
Bila infeksi sudah terjadi di jaringan, maka diresepkan antimikroba spesifik
untuk memusnahkan mikroorganisme penyerang dan dilakukan pemanasan atau
pemasangan drainase untuk membantu tubuh menghilangkan organism. Mungkin
ada baiknya untuk menyingkirkan dan menghancurkan mikroorganisme yang
sudah berada dalam jaringan dengan membersihkan, atau melakukan debridemen,
devitalisasi jaringan. Untuk mencegah infeksi selanjutnya dari sumber-sumber
eksternal, teknik aseptic yang ketat harus dipatuhi selama pengobatan.
4. Kontrol Lingkungan. Implementasi prinsip asepsis membutuhkan penjagaan yang
sangat teliti di ruang operasi. Lantai dan permukaan horizontal dibersihkan secara
teratur dengan sabun dan air atau detergen germisida, dan peralatan yang disteril
diinspeksi secara teratur untuk memastikan pengoperasian dan performa yang
optimal.
Sebelum dipaket, linen, kain dan larutan yang digunakan disteril; instrument
yang digunakan dibersihkan dan distrerilkan di unit dekat ruang operasi.
Material-material steril yang dibungkus sendiri-sendiri digunakan bila diperlukan
material individual tambahan.
Banyak ruang operasi yang dilengkapi dengan system aliran udara laminar
yang menyaring bakteri dan debu dengan presentasi tinggi. Aslinya, system ini
menggunakan filter penyaring partikel udara dengan efisiensi tinggi untuk
membuang lebih dari 99% partikel udara yang berukuran 0,3µm atau lebih.
Aliran laminar juga mempertukarkan udara dengan lebih efektif – sekitar 200 kali
perjam – jika dibandingkan dengan penyejuk udara, yang mempertukarkan udara
12 kali perjam.
Selain semua kewaspadaan ini, kontaminasi luka pascaoperatif mungkin
terjadi selama pembedahan tetapi muncul setelah beberapa hari atau minggu
berbentuk infeksi insisional atau abses. Pengawasan rutin dan dengan teknik
aseptic yang baik dalam praktik perawatan harus secara terus-menerus ditekankan
untuk menurunkan risiko kontaminasi dan infeksi.
Peraturan dasar asepsis bedah
Menurut Brunner & Suddarth (2001), peraturan dasar asepsis bedah terdiri
dari:
1. Umum
a. Permukaan atau benda steril dapat bersentuhan dengan permukaan atau benda
lain yang steril dan tetap steril; kontak dengan benda tidak steril pada
beberapa titik membuat area streil terkontaminasi.
b. Jika terdapat keraguan tentang sterilisasi pada perlengkapan atau area, maka
dianggap tidak steril atau terkontaminasi.
c. Apapun yang steril untuk satu pasien (terbuka di baki steril atau meja dengan
perlengakapan steril) dapat digunakan hanya pada pasien ini. Perlengkapan
steril yang tidak dipakai harus dibuang atau disterilkan kembali jika akan
digunakan kembali
2. Personel
a. Personel scrub tetap dalam area prosedur bedah, jika personel scrub
meninggalkan ruang operasi, status sterilnya hilang. Untuk kembali kepada
pembedahan, orang ini harus mengikuti lagi prosedur scrub, pemakaian gown
dan sarung tangan.
b. Hanya sebagian kecil dari tubuh individu scrub dianggap steril: dari bagian
depan pinggang sampai daerah bahu, lengan bawah dan sarung tangan. Untuk
itu, tangan yang mengenakan sarung tangan harus berada di depan antara
bahu dan garis pinggang.
c. Pada beberapa ruang operasi, suatu pelindung khusus yang menutupi gaun
dipakai, yang memperluas area steril.
d. Perawat instrumentasi dan semua personel yang tidak scrub tetap berada pada
jarak aman untuk menghindari kontaminasi di area steril.
3. Penutup/Draping
a. Selama menutup meja atau pasien, penutup steril dipegang dengan baik di
atas permukaan yang akan ditutup dan diposisikan dari depan ke belakang.
b. Hanya sebagian atas dari pasien atau meja yang ditutupi dianggap steril;
penutup yang menggantung melewati pinggir meja adalah tidak steril.
c. Penutup steril tetap dijaga dalam posisinya dengan menggunakan penjepit
atau perekat agar tidak berubah selama prosedur bedah.
d. Robekan atau bolongan akan memberikan akses kepermukaan yang tidak
steril di bawahnya, menjadikan area ini tidak steril. Penutup yang demikian
harus diganti.
4. Pelayanan peralatan steril
a. Pak peralatan dibungkus atau dikemas sedemikian rupa sehingga mudah
untuk dibuka tanpa risiko mengkontaminasi isinya.
b. Peralatan steril, termasuk larutan, disorongkan ke bidang steril atau diberikan
ke orang yang berscrub sedemikian rupa sehingga kesterilan benda atau
cairan tetap terjaga.
c. Tepian pembungkus yang membungkus peralatan steril atau bagian bibir
botol terluar yang mengandung larutan tidak dianggap steril.
d. Lengan tidak steril perawatan instrumentasi tidak boleh menjulur di atas area
steril. Artikel steril akan dijatuhkan ke atas bidang steril, dengan jarak yang
wajar dari pinggiran area steril.
5. Larutan
a. Larutan steril dituangkan dari tempat yang cukup tinggi untuk mencegah
sentuhan tidak sengaja pada basin atau mangkuk wadah steril, tetapi tidak
terlalu tinggi sehingga menyebabkan cipratan. (Bila permukaan steril menjadi
basah, maka dianggap terkontaminsi).
Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.
Kozier, Barbara. 2010. Fundamental Keperawatan, vol 2. Jakarta: EGC.