pemfigus vulgaris
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tubuh manusia terdiri dari beberapa organ yang membentuk sistem
kerjanya masing-masing. Ada beberapa sistem kekebalan tubuh manusia yang
sangat penting peranannya antara lain sistem perkemihan, sistem integumen /
kulit, sistem pernapasan, sistem pencernaan, dan sistem lainnya.
Pemphigus berasal dari bahasa yunani yaitu kata pemphix yang artinya
gelembung atau bula, pemhigus vulgaris adalah penyakit autoimune berupa
bula yang bersifat kronik, dapat mengenai membran mukosa maupun kulit
dan ditemukannya antibodi IgG yang bersirkulasi dan terikat pada permukaan
sel karatimosit, menyebabkan tingbulnya suatu reaksi pemisahan sel-sel
epidermis diakibatkan karena tidak adanya kohesi antara sel-sel epidermis,
proses ini disebut akantolisis dan akhirnya terbentuknya bula di suprabasal.
Pemphigus vulgaris merupakan kelainan kulit berlepuh yang diawali
dengan adanya vesikel dengan dasar yang eritematus. Pemphigus vulgaris
sangat jarang (1/1000000) merupakan penyakit lepuh autoimun
intraepidermal. Penyakit ini menyerang kulit dan selaput lendir, serta
berpotensi mengancam kehidupan. Pemphigus vulgaris ditemukan terutama
dalam masyarakat keturunan Yahudi Ashkenazi dan umumnya timbul usia 60
tahun
Pemphigus vulgaris tersebar di seluruh dunia, dapat mengenai semua
ras, frekuensi hampir sama pada laki-laki dan perempuan. Pemphigus
vulgaris merupakan bentuk yang seringdijumpai kira-kira 70% dari semua
kasus pemphigus, biasanya pada usia 50-60 tahun dan jarang pada anak-
anak. Insiden pemphigus vulgaris bervariasi antara 0,5-3,2 kasus per 100.000
dan pada keturunan yahudi khususnya Ashkenazi jewish insidennya
meningkat
1.2. Rumusan Masalah
1. apa pengertian dari Pemfigus Vulgaris ?
1
2. Apa penyebab dari Pemfigus Vulgaris ?
3. Apa tanda gejala Pemfigus Vulgaris ?
4. Bagaimana pencegahan penyakit Pemfigus Vulgaris ?
5. Bagaimana Penatalaksanaan penyakit Pemfigus Vulgaris ?
6. Bagaimana Asuhan keperawatan Pemfigus Vulgaris ?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Pemfigus Vulgaris
2. Mengetahui penyebab dari Pemfigus Vulgaris
3. Mengetahui tanda gejala Pemfigus Vulgaris
4. Mengetahui pencegahan penyakit Pemfigus Vulgaris
5. Mengetahui Penatalaksanaan penyakit Pemfigus Vulgaris
6. Mengetahui Asuhan keperawatan Pemfigus Vulgaris
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Fisiologi Kulit
Gambar 1. Anatomi kulit
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar
menutupi dan melindungi permukaan tubuh, berhubungan dengan selaput
lendir yang melapisi rongga – rongga, lubang – lubang masuk. Pada
permukaan kulit bermuara kelenjar keringant dan kelenjar mukosa. Kulit
terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan subkutan (Syaifudin,
2006).
a. Epidermis
Epidermis terdiri dari beberapa lapisan sel yaitu :
(1) Stratum koneum
Selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah
mati, dan mengandung zat keratin.
(2) Stratum lusidum
Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah se – sel
sudah banyak yang kehilangan inti dan butir – butir sel telah
menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat
di telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperi
suatu pita yang bening, batas – batas sel sudah tidak begitu terlihat.
3
(3) Sratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel – sel pipih seperti kumparan. Sel – sel
tersebut terdapat hanya 2 – 3 lapis yang sejajar dengan permukaan
kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir – butir yang disebut
keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh
karena banyaknya butir – butir stratum granulosum.
(4) Sratum spinosum/stratum akantosum
Lapisan sratum spinosum/stratum akantosum merupakan laisan
yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5 – 8
lapisan. Sel – selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di
bawah mikroskop sel – selnya terdiri dari sel yang bentuknya
poligonal (banyal sudut) dan mempunyai tanduk (spina). Disebut
akantosum karena sel – selnya berduri. Ternyata spina dan tanduk
tersebut adalah hubungan antara sel yang lain yang
disebut intercelular bridges atau jembatan interseluler.
(5) Stratum basal/geminatifum
Stratum basal/geminatifum disebut basal karena sel – selnya
terletak di bagian basal. Stratum germatifum menggantikan sel –
sel yang diatasnya dan merupakan sel – sel induk. Bentuknya
silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat
butir – butir yang halus disebut butir melanin warna. Sel tersebut
seperti pagar (palidase) di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu
membran yang disebut membran basalis. Sel – sel basalis dengan
membran basalis merupakan batas bawah dari epidermis dengan
dermis. Ternyata batas ini tidak datar tetapi bergelombang. Pada
waktu kerium menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papila
kori (papila kulit), dan epidermis menonjol ke arah korium.
Tonjolan ini disebut rete ridges atau rete pegg (prosessus
interpapilaris).
4
b. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan
epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan
dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai
patokan adalah mulainya terdapat sel lemak.
Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas , pars papilaris
(stratum papilar) dan bagian bawah, retikularis (stratum retikularis).
Batas antara pars papilaris dan pars retikularis adalah bagian bawahnya
sampai ke subkutis. Baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri
dari jaringan longgar yang tersusun dari serabut – serabut yaitu serabut
kolagen, serabut elastis, dan serabut retikulus.
Serabut ini saling beranyaman dan masing – masing mempunyai
tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk memberikan kekuatan pada
kulit, serabut elastis, memberikan kelenturan pada kulit, dan retikulus,
terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan
kekuatan pada alai tersebut.
c. Subkutan
Subkutis terdiri dari kumpulan – kumpulan sel – sel lemak dan di
antara gerombolan ini berjalan serabut – serabut jaringan ikat dermis. Sel
– sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak di pinggir,
sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus
adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap – tiap tempat dan juga
pembagian antara laki – laki dan perempuan tidak sama (berlainan).
Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock breaker atau pegas bila
tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau
untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk
kecantikan tubuh. Di bawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru
terdapat otot.
2.2. Definisi Pemfigus Vulgaris
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai
dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm)
5
pada kulit yang tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan
vagina) (Brunner, 2002)
Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun terbuka kronik,
menyerang kulit dan membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan
bula intra spidermal akibat proses ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan
secara imunopatologi ditemukan antibody terhadap komponen dermosom
pada permukaan keratinosis jenis Ig I, baik terikat mupun beredar dalam
sirkulasi darah ( Djuanda:2001, hal :186)
Pemfigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan timbulnya sebaran
gelembung secara berturut-turut yang mengering dengan meninggalkan
bercak-bercak berwarna gelap, dapat diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan
umumnya mempengaruhi keadaan umum si penderita. (Laksman: 1999,
hal:261).
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang
merupakan kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher
disertai lesi berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu
atau beberapa bulan (Dorland, 1998)
Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari
epidermis klit dan membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune
disorder” yaitu system imun memproduksi antibody yang menyerang spesifik
pada protein kulit dan membrane mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaks
yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis (akantolisis) satu
sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya
perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum
diketahui.
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang
merupakan kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher
disertai lesi berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu
atau beberapa bulan. Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit
yang ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran
(misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membrane mukosa
(misalnya mulut dan vagina). (Muttaqin, 2011)
6
Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang
kulit dan membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh
biasanya terjadi di mulut, idung, tenggorokan, dan genital . Pada penyakit
pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis klit dan
membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune disorder” yaitu
system imun memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein
kulit dan membrane mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaksi yang
menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis (akantolisis) satu sama
lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya
perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum
diketahui.
2.3. Etiologi (Smeltzer Dan Bars, 2002, Hal:1879)
1. Genetik
2. Obat-obatan
Kadang-kadang pemphigus vulgaris disebabkan oleh obat-obatan tertentu,
meskipun hal ini jarang terjadi. Obat-obatan yang dapat menyebabkan
kondisi ini meliputi:
- Obat yang disebut penicillamine, yang menghilangkan bahan-bahan
tertentu dari darah (chelating agent)
- Obat tekanan darah yang disebut ACE inhibitor
3. Disease association pemfigus (penyakit autoimun) terjadi pada pasien
dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya myasthenia gravis dan
thymoma. Dimana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi yang
menyerang protein tertentu di permukaan kulit dan selaput lendir. Antibodi
ini menimbulkan suatu reaksi yang menyebabkan pemisahan sel-
sel epidermiskulit (akantolisis). Penyebab yang pasti dari pembentukan
antibodi yang melawan jaringan tubuhnya sendiri, tidak diketahui.
4. Secondary disease. Sebagai penyakit penyerta seperti neoplasma
5. Pada neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari
antibody sang ibu.
7
6. Umur Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60
tahun.
2.4. Manifestasi Klinik
Gejala klinis pemfigus vulgaris biasanya didahului dengan keluhan subyektif
berupa malaise, anoreksia, subfebris, kulit terasa panas dan sakit serta sulit
menelan. Rasa gatal (pruritus) jarang didapat. Kelainan kulit ditandai dengan
bula derdinding kendor yang timbul di atas kulit normal atau pada selaput
lendir. Lebih dari setengan penderita pemfigus vulgaris didapatkan lesi pada
mukosa mulut yang akan diikuti beberapa bulan kemudian dengan lesi kulit.
Bila bula itu pecah akan menimbulkan erosi yang akan terasa nyeri dan akan
meluas ke bibir menyebabkan terjadinya fisura dengan krusta di atasnya. Bila
lese mengenai faring, akan timbul kerusakan menelan karena sakitnya. Selaput
lendir lain juga dapat terkena, seperti konjungtiva, hidung, vulva penis, dan
mukosa rektum atau anus. Daerah predileksi biasanya mengenai muka, badan,
daerah yang terkena tekanan, lipat paha dan aksila. Bula berdinding kendor
mula – mula berisi cairan jernih yang kemudian menjadi keruh (seropurulen)
atau hemoragik. Dinding bula mudah pecah dan menimbulkan daerah – daerah
erosi yang luas (denuded area), basah, mudah berdarah, dan tertutup krusta.
Bila terjadi penyembuhan, lesi meninggalkan bercak – bercak
hiperpigmentasitanpa jaringan parut. Daerah – daerah erosi pada tubuh dan
mulut menimbulkan bau yang merangsang dan tidak sedap. Tanda
dariNikolsky dapat ditemukan dengan cara kulit yang terlihat normal akan
terkelupas apabila ditekan dengan ujung jari secara hati – hati atau isi bula
yang masih utuh melebar bila kita lakukan hal yang sama (bulla spread
phenomenon). Hal ini menunjukkan kohesi antara sel – sel epidermis telah
hilang.
Tanda dan gejala pemfigus :
1. Pemfigus Vulgaris
a. Kulit berlepuh, Ø 1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit
yang terkelupas, erosi
b. Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
8
c. Tanda nikolsky (vesikel dan bula) ada
d. Kelamin, mukosa mulut 60%
e. Biasanya usia 30-60 tahun
f. Bau specifik
2. Pemfigus Eritematosus
a. Biasanya pada usia 60-70 tahun
b. Lesi awal : daerah wajah, kulit kepala, punggung, seluruh tubuh
berupa bercak, eritematosa batas tegas ( seperti kupu-kupu pada wajah)
, krusta sifatnya kronis residif
c. Dinding bula kendur, mudah pecah, erosif yang dikelilingi dasar
eritematosa, krusta dan skuama krusta basah, bau khas
d. Tanda nikolsky ada
e. Mukosa mulut terkena
3. Pemfigus Bullosa
a. Biasanya usia 50-70 tahun
b. Dinding bula tegang berisi cairan jernih/ hemoragic diatas kulit yang
tampak normal atau eritema
c. Diameter bula bervariasi
d. Lesi mulut / genitalis ( 20 – 40 %)
e. Tidak ada tanda nikolsky
4. Pemfigus Vegetans
a. pada usia lebih muda dibandingkan dengan pemfigus vulgaris
b. lesi awal dimukosa mulut berbulan-bulan
c. lesi kulit : lokasi inter triginose, wajah, kepala, hidung, extremitas,
selluruh tubuh berupa bula kendur, mudah pecah, erosi vegetans, bau
amis, hiperpigmentasi
d. tanda nikolsky ada
9
2.5. Patofisiologi
Semua proses pemfigus sifat yang khas yaitu:
P r oses akontolisis
Adanya antibody Ig G terhadap antigen diterminan yang ada pada
permukaan keratinosis yang sedang berdeferensiasi. Sebagian besar pasien,
pada mulanya ditemukan dengan testoral yang tampak sebagai erosi – erosi
yang bentuknya ireguler yang terasa nyeri, mudah berdarah dan sembuh
lambat. Bula pada kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah
daerah erosi yang lebar serta nyeri disertai dengan pembentukan krusta dan
pembesaran cairan. Bau yang menususk dan khas akan memancar dari bula
dan yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang meminimalkan
terjadinya pembentukan lepuh/ pengelupasan kulit yang normal ( tanda
nikolsky ). Kulit yang erosi sembuh dengan lambah sehingga akhirnya daerah
tubuh yang terkena sangat luas. Sekunder infeksi disertai dengan terjadinya
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sering terjadi akibat kehilangan
cairan dan protein ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminemia sering
dijumpai kalau proses penyakit mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan
membran mukosa yang luas. ( smeltzer dan Bars:2002, hal 1880)
10
11
Penyakit autoimunObat-obatan
genetik
PEMFIGUS
Menimbulkan bula pada kulit
Meninggalkan erosi dan bau busuk
Lesi kulit Mengalami penekanan
Kehilangan cairan dan protein
Penampakan kulit yang tidak baik
Mengenai reseptor nyeri
Kulit mengelupas Hilangnya cairan jaringan
Gangguan body image
Gangguan rasa nyaman nyeri
Takut beraktifitas
Sembuh lambat
Kerusakan / gangguan
integritas kulit
Resiko tinggi infeksi
Barier proteksi kulit dan membran
mukosa hilang
meluas
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Intoleransi aktifitas
Terjadi kekakuan
sendi
Bedrest lama
Decubitus
2.6. Komplikasi
1. Malignansi dari penggunaan imunosupresif biasanya ditemukan pada
pasien yang mendapat terapi immunosupresif.
2. Growth retardation, ditemukan pada anak yang menggunakan
immunosupresan dan kortikosteroid.
3. Supresi sumsum tulang Dilaporkan pada pasien yang menerima
imunosupresant. Insiden leukemia dan lymphoma meningkat pada
penggunaan imunosupresif jangka lama.
4. Osteoporosis. Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Erosi kulit yang luas,
kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan
cairan dan natrium klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala
sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan harus diatasi dengan
pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau
proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas.
2.7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan visula oleh dermatologis.
b. Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bula dab membuan apusan untuk
diperiksa di bawah mikroskop atau pemeriksanaan immunofluoresent.
c. Tzank test, apusan dari dasar bula yang menunjukkan akantolisis.
b. Nikolsky’s sign positif bila dilakukan penekanan minimal akan terjadi
pembentukan lepuh dan pengelupasan kulit.
2.8. Penatalaksanaan
1. Pemfigus vulgaris
a. Umum
- Perbaiki keadaan umum
- Atasi keseimbangan cairan ( input atau output ), elektrolit, tanda-
tanda vital
12
b. Sistemik
- Kortikosteroid : Prednison 60-150 mg/hr
( tergantung berat ringannya penyakit
- Tapering off disesuaikan dengan kondisi
klinis dan kadar IgG dalam darah sampai dosis pemeliharaan
- Dapat dikombinasikan kortikosteroid dan
sitostatika (Azotlapin 1-3 mg/kg BB ) untuk sparing efek.
- Antibiotika bila ada infeksi sekunder
- KCL 3x500 mg/ hari
- Anabolik ( Anabolene 1x1 tablet/ hari )
c. Topikal
- Eksudatif : kompres
- Darah erosif : - Silver sulfadiazine
- Krim antibiotik bila ada infeksi
- Kortikosteroid lemah untuk lesi yang tidah
eksudatif
2. Pemfigus Eritematosus
a. umum
- Pengawasan keadaan umum, tanda vital, input atau output cairan
dan elektrolit
- Diet lunak, TKTP, rendah garam
b. Sistemik
- Kortikosteroid : prednison 60-100 mg/hr ( tergantung berat
ringannya penyakit)
- Kombinasi kortikosteroid dan azatioprin (1-2 mg/kg BB)
- Antibiotik : bila terdapat infeksi sekunder
- Anbolik ( anabolene 1x1 tb/ hari)
c. Topikal
- Untuk lesi basah : kompres
- Untuk lesi erosif : mupirocin
13
- Untuk lesi berskuama : kompres hidrokortison 2,5 %, lanalcin 10
%, vaselin albumin 100
3. Pemfigus bulosa
a. umum
- Pengawasan keadaan umum, tanda vital
- Diet TKTP
- Hindari infeksi sekunder (K/P) infus untuk mengantisipasi gangguan
cairan dan elektrolit
b. Sistemik
- Prednison 40-80 mg/hr, bila tampak perbaikan tapering off
- DDS 200-300 mg/hari
- Dapat diberikan gabungan prednison dengan imunosupresan lain
- MTX 20-30 mg/ minggu interval 12 jam diberikan saat prednison
dosis 400 mg
- Azatioprin 50-150 mg/hr setelah 3-4 minggu kemudian dilakukan
alternate day
- Anbolik bila ada infeksi sekunder
- CTM 3x1 tablet sehari ( bila gatal)
c. Topikal
- Untuk lesi basah : kompres rivanol
- Untuk lesi erosi kering : kortikosteroid topikal
- Antibiotik topikal
- Bula besar : aspirasi
4. Pemfigus vegetans
a. Umum
- Pengawasan keadaan umum, tanda vital, input output cairan dan
elektrolit
- Diet lunak, TKTP, rendah garam
b. Sistemik
14
- Prednison 60-150 mg/hr, tapering off sesuai dengan kondisi klinis
sampai dosis pemeliharaan
- Antibiotik bila ada infeksi sekunder
- Alternate dapseon 100-200 mg/hari
- KCL 2x500 mg (k/p)
- Anabolik (anabolene 1x1 tablet sehari)
c. Topikal
- Betadine gargle untuk kumur
- Bibir kenalog in arabase
- Garamicin krim atau fucidine krim 2xsehari untuk daerah erosif
- Untuk krusta : kompres salep antibiotik
- Mandi PK / 10.000
2.9. Pencegahan
Pencegahan penyakit ini masih belum diketahui. Namun pencegahan ditujukan
kepada pola hidup sehat dan tidak mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan,
karena dari beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa golongan obat yang
menjadi faktor pencetus pemfigus vulgaris.
2.10. Prognosis
a. Jika tidak diobati
Sebelum pengobatan dengan steroid menjadi tersedia, hingga 8 dari 10 orang
dengan PV meninggal dalam satu tahun atau lebih dari penyakit awal.
Penyebab kematian adalah infeksiserius yang sering dikombinasikan dengan
dehidrasi, yang dengan mudah terjadi jika Anda memiliki area luas baku kulit.
(Setelah PV tidak diobati adalah sedikit seperti memiliki lukabakar pada kulit
yang meluas, dengan risiko akibat infeksi dan dehidrasi.)
b. Dengan pengobatan
Dengan pengobatan, lepuh biasanya sembuh dan berhenti membentuk, dan
risiko kematian jauhberkurang. Banyak pasien dengan PV dapat memiliki
periode panjang remisi (penyakit tidak aktif). Namun, pengobatan tidak selalu
bekerja dengan baik dan efek samping dari pengobatankadang-kadang bisa
15
serius. Hari-hari ini, sekitar 1 dari 10 orang dengan PV meninggal
karenakondisi mereka atau sebagai akibat dari efek samping yang berat dari
pengobatan
2.11. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian fokus
1. Biodata
Umur : biasanya pada usia pertengahan sampai dewasa muda
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama : nyeri karena adanya pembentukan bula dan erosi
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat alergi obat, riwayat penyakit
keganasan ( neoplasma ), riwayat penyakit lain, Riwayat hipertensi
3. pola kesehatan fungsional Gordon yang terkait
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Kehilangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan dan protein
ketika bula mengalami ruptur
b. Pola persepsi sensori dan kognitif
Nyri akibat pembentukan bula dan erosi
c. Pola hubungan dengan orang lain
Terjadinya perubahan dalam berhubungan dengan orang lain karena
adanya bula atau bekas pecahan bula yang meninggalkan erosi yang
lebar
d. Pola persepsi dan konsep diri
Terjadinya gangguan body image karena adanya bula/ bula pecah
meninggalkan erosi yang lebar serta bau yang menusuk
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Tingkat kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital :
TD : Dapat meningkat/ menurun
N : Dapat meningkat/ menurun
16
RR : Dapat meningkat/ menurun
S : Dapat meningkat/ menurun
Kepala : Kadang ditemukan bula
Dada : Kadang ditemukan bula
Punggung : Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
Ekstremitas : Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
5. Pemeriksaan penunjang
b. Klinis anamnesis dan pemeriksaan kulit : ditemukan bula
c. Laborat darah : hipoalbumin
d. Biopsi kulit : mengetahui kemungkinan maligna
e. Test imunofluorssen : didapat penurunan imunoglobulin
II. Diagnosa Keperawatan
1. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan dan protein
2. gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit,
pecahnya bula
3. resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier proteksi kulit
dan membran mukosa
4. gangguan atau kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bula
dan daerah kulit yang terbuka
5. intoleransi aktfitas berhubungan dengan kelemahan fisik, kekakuan sendi
6. ganguan body image berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak
baik
III. Intervensi
1. Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit Berhubungan Dengan
Kehilangan Cairan Dan Protein
Tujuan
Pemenuhan volume cairan yang optimal dan elektrolit seimbang
Intervensi
17
a. Pantau TTV, haluaran cairan urine dan waspada terhadap
tanda-tanda hipovolemia
R: hipovolemia merupakan resiko utama yang harus segera
ditangani
b. Pantau haluaran urine setiap 1 jam sekali dan menimbang BB
setiap hari
R: dapat memberikan informasi tentang status cairan
c. Pertahankan pemberian cainan infus dan atur tetesan sesuai
dengan program
R: pemberian cairan yang adekuat guna mempertahankan
keseimbangan cairan
d. Naikkan kepala dan tinggikan ekstremitas
R: peninggian akan meningkatkan aliran darah vena
e. Hitung balance cairan
R: dapat memberikan informasi tentang input-output cairan.
2. Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri Berhubungan Dengan Lesi Pada Kulit,
Pecahnya Bula
Tujuan
Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi
a. Periksa daerah yang terkena dan terlibat
R: pemahaman tentang luasnya dan karakteristik kulit untuk
memudahkan menyusun intervensi
b. Kendalikan faktor-faktor iritan ( kelembaban, suhu, sabun ringan,
batasi pakaian, cuci linen)
R: rasa nyeri diperburuk ileh panas, bahan kimia dan fisik
c. Kaji skala nyeri
R: mengetahui perkembangan penyakit
d. Berikan tindakan kenyamanan dasar, seperti pijatan daerah atau
area yang tidak sakit dan perubahan posisi sesering mungkin
18
R: meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan
kelelahan umum
e. Ajarkan manajemen stres seperti relaksasi nafas dalam dan
distraksi
R: meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol yang
menurunkan ketergantungan pada obat
f. Kolaburasi pemberian analgetik
R: untuk mengurangi nyeri
3. Resiko Tinggi Infeksi Berhubungan Dengan Hilangnya Barier Proteksi
Kulit Dan Membran Mukosa
Tujuan
Tidak terjadi infeksi
Intervensi
a. Implementasi teknik isolasi yang tepat sesuai indikasi
R: menurunkan resiko terkontaminasi silang atau terpajan pada
flora bakteri multiple
b. Tekankan pentingnya teknik mencuci tangan yang baik
untuk semua individu yang kontak dengan pasien
R: mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi
c. Awasi atau batasi pengunjung bila perlu dan jelaskan
prosedur isolasi terhadap pengunjung bila perlu
R: mencegah kontamiasi silang dari pengunjung
d. Periksa luka setiap hari, perhatikan atau catat perubahan
penampakan bau atau kuntitas
R: mengidentifikasi adanya penyembuhan dan memberikan deteksi
dini adanya infeksi.
e. Rawat luka dengan teknik aseptik
R: menurunkan resiko infeksi
19
4. Gangguan Atau Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan Dengan Rupture
Bula Dan Daerah Kulit Yang Terbuka
Tujuan
Pemeliharaan integritas kulit
Intervensi
a. Kompres yang basah dan sejuk atau therapi rendaman
R : dapat mengurangi rasa nyeri
b. Setelah dimandikan kulit segera dikeringkan dengan hati-hati dan
taburi dengan bedah yang tidak mengiritasi
R : jumlah bedak yang cukup banyak mungkin diperlukan untuk
menjaga agar kulit pasien tidak lengket dengan sprei
c. Jangan menggunakan plester
R: dapat menimbulkan pecahnya bula sehingga perlu diberikan
perban.
5. Intoleransi Aktfitas Berhubungan Dengan Kelemahan Fisik, Kekakuan
Sendi
Tujuan
Toleran terhadap aktifitas
Intervensi
a. Kaji tingkat aktifitas pasien
R: untuk mengetahui tingkat ADL pasien
b. Anjurkan pasien untuk menghemat energi
R: untuk mengurangi energi
c. Bantu pemenuhan ADL
R: agar tidak terjadi ADL
d. Monitor TTV
R: aktifitas banyak dapat meningkatkan nadi
e. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
R: istirahat dapat memulihkan energi
20
6. Gangguan Body Image Berhubungan Dengan Penampakan Kulit Yang
Tidak Baik
Tujuan
Pengembangan penerimaan diri
Intervensi
a. Kaji adanya gangguan citra diri ( menghindar, kontak mata
kurang)
R: gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit yang tampak
nyata
b. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan emosi
R: pasien butuh pengalaman didengarkan dan dipahami
c. Motivasi pasien untuk bersosialisasi dengan orang lain
R: meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi
d. Motivasi supaya pasien memperbaiki citra tubuh
R: meningkatkan kepercayaan diri
21
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun terbuka kronik,
menyerang kulit dan membran mukosa yang secara histologik ditandai
dengan bula intra spidermal akibat proses ukontolisis (pemisahan sel-sel intra
sel) dan secara imunopatologi ditemukan antibody terhadap komponen
dermosom pada permukaan keratinosis jenis Ig I, baik terikat mupun beredar
dalam sirkulasi darah. Disebabkan oleh penyakit autoimun, genetik dan obat-
obatan lain. Gejala klinis pemfigus vulgaris biasanya didahului dengan
keluhan subyektif berupa malaise, anoreksia, subfebris, kulit terasa panas dan
sakit serta sulit menelan. Rasa gatal (pruritus) jarang didapat. Pencegahan
penyakit ini masih belum diketahui. Namun pencegahan ditujukan kepada
pola hidup sehat dan tidak mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan,
karena dari beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa golongan obat
yang menjadi faktor pencetus pemfigus vulgaris. Sebelum pengobatan dengan
steroid menjadi tersedia, hingga 8 dari 10 orang dengan PV meninggal dalam
satu tahun atau lebih dari penyakit awal. Penyebab kematian adalah
infeksiserius yang sering dikombinasikan dengan dehidrasi, yang dengan
mudah terjadi jika Anda memiliki area luas baku kulit.
22
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Kinkin S. 2008. Tampil Cantik Dengan Perawatan Sendiri. Jakarta:
Gramedia pustaka utama
Brunner and suddath. 2001; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doengoes Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta
Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Mansjoer, Arif, Dkk, 1999; Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Medikal Aesculapis
Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Tan,Drs. H. T dan Drs. Kirana Rahardja. 2010. Obat-obat Sederhna Untuk
Gangguan Sehari-hari. Jakarta: Elex media Komputindo.
Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Media Aesculapius.
23