outline - forda-mof. · pdf filepasar trasional dan alfamart di kphp way pisang desa ......
TRANSCRIPT
27/07/2012
1
Tantangan Pembangunan KPH Dalam Aspek Organsasi dan tenurial
TIM PUSPIJAK
OUTLINE
I. Pendahuluan
II. Isu Permasalahan di KPH
III. Hasil Penelitian
A. Organisasi KPH
B. Permasalahan Tenurial
IV. Penutup
27/07/2012
2
ORGANISASI
TENURIAL
Institusi pengelola kawasan (KPH)
PENDAHULUAN
Progres KPH
27/07/2012
3
ISU PERMASALAHAN DI BEBERAPA KPH No Aspek KPH Way Terusan KPH Dampelas Tinombo KPH Batu Tegi
A Permasalahan
1 Kebijakan pemanfaatan hutan tdk
sesuai fungsinya
tumpang tindih dgn
Transmigrasi .
Dinamika perpu yang
cepat
mobilisasi sumb dana
lambat
Perbedaan persepsi antar
Kab
HL mrpk cost center, dan
kurang kontribusinya dlm
PAD
2 Kelembagaan struktur organisasi
belum sempurna
belum ada aturan
pendukung organisasi
Keterbatasan SDM
baik dalam jumlah
maupun kualifikasi
lemahnya kapasitas
kelembagaan
Melibatkan sektor lain shg
perlu koordinasi intensif
3 Sosial/Lingkungan Belum ada sapras
Tingkat ketergan masy
terhadap hutan tinggi.
Land tenure
Perambah hutan
Konflik kepent antar
pihak
Keberadaan kebun
masyarakat
B Persepsi stakeholder tentang pembangunan KPH
Program KPH yang dibangun oleh pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi laju kerusakan hutan, dapat
membantu pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan yang lebih terencana dan terarah hingga ke unit wilayah
terkecil. Keberadaan hutan baik sebagai fungsi produksi (kayu/non kayu) maupun sebagai fungsi lindung/penyangga
kehidupan bagi masyarakat sekitar hutan dan masyarakat pada umumnya harus dipertahankan. Diharapkan melalui
KPHP ini konflik yang terjadi terutama dalam hal penguasaan lahan dapat diatasi, disamping itu kebijakan yang
dikeluarkan oleh pusat hendaknya memperhatikan kondisi wilayah dan biofisik serta kesiapan daerah (SDM,
pendanaan).
HASIL PENELITIAN
A. ORGANISASI KPH
B. TENURIAL
27/07/2012
4
• Struktur organisasi memiliki kesamaan dalam pembagian kerja, wewenang, rentang kendali dan departemenisasi.
Tetapi terdapat perbedaan dalam pengelompokkan ”jenis/nama departemenisasi”.
• Kesamaan design organisasi KPH ini dapat dikelompokkan pada karakteristik ”struktur organisasi fungsional”.
• Kelebihan :
• Sesuai untuk lingkungan yang stabil.
• Dapat mencapai efisiensi pada setiap bidang/bagian.
• Sesuai untuk organisasi kecil hingga sedang.
• Mampu mencapai sasaran fungsi. Kelemahan :
Respon organisasi terhadap perubahan lingkungan agak lambat (misal : perubahan kebijakan).Pengambilan keputusan menumpuk pada top management.Pandangan terhadap sasaran organisasi agak terbatas, karena masing-masing bagian terfokus pada bagiannya saja
UPTD KPH
A. ORGANISASI : KONDISI KPH SAAT INI
Organisasi belum mengacu pada aspek operasional managemen
•Arahan pusat masih global
Respon & Pemahaman daerah minim
•Kesiapan daerah kurang : infrastruktur, kewenangan dan pendanaan
Bentuk KPH : Profit center/cost center ??
Keterbatasan bentuk UPTD (anggaran, SDM,ketidaksesuaian struktur organisasi dan pelaksanaan kegiatan mengacu pada Dishut
KONDISI KPH SAAT INI
27/07/2012
5
Implementasi Permendagri 61 tahun 2010 KPH Berbentuk SKPD
Skor KPH
Banjar 87
Skor KPH
Lalan 92
Skor > 70
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan perubahan organisasi dari UPTD menjadi SKPD
Eksternal Internal
Politik/hukum Sosbud Organisasi lain terkait
Tujuan organisasi, Visi dan misi
Struktur organisasi
Kepemim pinan
Sumberdaya fisik Pendanaan
1. PP6/2007 j0 PP3/2008
2. Permendagri 61/2010
3. PP 41/2007
Perubahan tata nilai masyarakat
Interaksi dgn organisasi lain
Hutan lestari, ekonomi berkelanjutan
Hirarki, SDM
Kesamaan persepsi
Kelengkapan sarpras
Bentuk masih UPTD
Kepentingan politik dan ekonomi daerah
Kehutanan urusan pilihan, berdasarkan pertimbangan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah.
Masalah tenurial baik masyarakat atau pemegang IUPHHK
Sinkronisasi kegiatan KPH dengan UPT pusat, pemda, pemegang ijin, masyarakat
Belum operasional sepenuhnya, baru persiapan dlm organisasi UPTD
Keterbatasan kewenangan dalam pengelolaan kawasan (Dinas hanya sbg regulator)
Terbatas-nya SDM yang profesional
Masih ditemukan perbedaan persepsi
Ketergantungan pada pusat msh cukup tinggi dlm pengadaan sarpras, karena keterbatasan daerah dalam pendanaan
Untuk menjadi KPH mandiri masih membutuhkan waktu yang lama.
Dengan satker sendiri maka KPH lebih leluasa mengelola pendanaan (dibanding UPTD)
27/07/2012
6
Tantangan pembangunan KPH menjadi SKPD
Permasalahan dalam transisi UPTD KPH menjadi SKPD baru adalah : Pembahasan oleh DPRD tentang pembentukan lembaga lain (KPH) tergantung kebijakan politis daerah, urusan kehutanan sebagai pilihan.
Salah satu tantangan adalah bagaimana meyakinkan DPRD untuk membentuk organisasi KPH yang disertai komitmen daerah, kebijakan politis daerah yang mendukung dan naskah akademik yang komprehensif (kerjasama dengan universitas dan instansi terkait).
Apabila organisasi diharapkan untuk dapat membiayai organisasi sendiri, perlu upaya yang kuat mengingat tingkat relasinya yang cukup rendah dan terikat dengan peraturan yang cukup rigid.
Proses Pembentukan SKPD KPH
Usulan Pembentukan SKPD Baru
Penentuan kelayakan (periksa draft) Biro Organisasi & Hukum
Pembahasan oleh DPRD
Dishut melengkapi berkas dengan referensi/dasar
hukum dan naskah akademik
Penentuan kelayakan (periksa draft kembali)
Studi Banding (DPRD)
LAYAK
PENGESAHAN PERDA
TIDAK LAYAK
27/07/2012
7
B. Tenurial dan KPH
• KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok
dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan
lestari.
• Tenurial : sistem tentang hak-hak dan kelembagaan yang
menata, mengatur dan mengelola akses dan penggunaan
lahan. Karakteristik tenurial berkaitan sebagai penyebab
permasalahan konflik lahan, diantaranya berhubungan
dengan tata-kelola (governance) dan kepastian lahan
• Ridell (1987) dalam Ichwandi (2003) memaknai sistem tenurial
sebagai sekumpulan atau serangkaian hak-hak, “tenure system is a bundle of rights”. Pada setiap sistem tenurial,
masing-masing hak sekurang-kurangnya mengandung 3
komponen, yaitu subyek hak, obyek hak, dan jenis haknya
KONFLIK TENURIAL
Pemerintah
Swasta Masyarakat
Konflik Sumberdaya hutan
Konflik sumberdaya hutan/alam
atl penjarahan, pencurian kayu
dan hasil hutan lainnya
Konflik sosial/etnis, antara
pendatang dan penduduk asli.
Konflik lahan karena tumpang tindih
penggunaan lahan, penyerobotan
Sengketa dan perladangan liar.
27/07/2012
8
Land Tenure Di Kawasan KPHL Di Kabupaten Lampung Selatan
Pemukiman dan kebun masyarakat di KPHL Batu serampok
Kondisi Tenurial Desa Neglasari, Kec Ketibung (KPHL Batu Serampok)
• Merupakan kawasan hutan lindung
• 1142 ha, penduduk 3923 jiwa
• Desa Pemekaran 1958 dari desa Karang Naja
• Pembukakan hutan pertama 1958
• Sejak 1960 masy sudah membayar PBB
• Total PBB = Rp 18 juta,- (2010)
• Kondisi Areal : pemukiman penduduk dan lahan garapan usaha kebun (sawit 30 %, karet 10 %, cokelat 15 %, ternak
• Terdapat Usaha Tambang Batu Pasir (PT. SORENTO). Batu Andesit
• Jenis pohon yg disukai masyarakat : medang, sengon, jati, waru, mindi, bayur, mahoni, acasia, duren, bungur. Jenis asli : Merbau
• Terdapat sarana pendidikan (SD 3 buah, MI 2 buah, SMP 2 buah)
27/07/2012
9
Land Tenure Di Kawasan KPHL Di Kabupaten Lampung Selatan
Pasar trasional dan Alfamart di KPHP Way Pisang
Desa Sripendowo, Kec Ketapang
Kondisi Tenurial Desa Seripendowo, Kec Ketapang : KPHP Way Pisang
• Kawasan Hutan 540 ha, dibuka 1973
• 1976 termasuk desa Karang Tengah, 1991 berdiri desa Seripendowo (SK Gubernur 1990an)
• Penduduk 2952 jiwa, masy lokal
• 75 % berupa kebun sawit
• Batas2 masih dipelihara
• Berupa pemukiman dan pasar
• Masy bayar PBB sejak lama, 1054 SPt senilai Rp 12,8 juta,- (2010)
27/07/2012
10
DASAR HUKUM DAN PERATURAN TTG KAWASAN
HUTAN
• UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN ---- Kawasan Hutan (Produksi, Lindung, Konservasi), sebelumnya UU No 5 tahun 1967
• UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1994 TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI --- Fungsi Kawasan Konservasi
Alternatif Solusi
Pendekatan dengan mengembangkan program HTR, HKm, Hutan Desa, dan program kolaboratif masyarakat lainnya yang dapat mengembalikan fungsi kawasan hutan sebagai penyangga kehidupan, pola usaha dan teknik pengelolaan lahannya harus merupakan pola dan tehnik tenaman campuran seperti agroforestry dan sylvopasture.
Untuk kasus di propinsi lampung, dimana kawasan hutan pada umumnya sudah lama diokupasi oleh masyarakat bahkan sudah terbentuknya ratusan desa definitive didalam kawasan hutan, maka diperlukan adanya program untuk membentuk “Konsep Desa Hutan”. Karena konsep Desa Hutan ini merupakan desa yang terbentuk karena tekanan penduduk dan inisiatif PEMDA Kabupaten Lampung Selatan yang didasarkan pada PERDA.
• Konsep Desa Hutan harus dijabarkan dalam bentuk fungsi dan peran hutan dan kawasan hutan dilihat dari aspek ekologis (konservasi dan lindung), fungsi ekonomi (produksi) dan fungsi social budaya
27/07/2012
11
FORTAM Metode Tahapan Kegiatan Data an informasi IInformasi Luaran/sasaran
Penelitian
Desk study
Deskripsi
Pemilihan areal study (lokasi) SK Menhut, SK Gubernur, SK
Bupati
Wilayah konflik tenurial
Konsultasi
wawancara
Sejarah penggunaan dan
pemanfaatan kawasan oleh :
pemegang ijin, masyarakat
Laporan :
Ditplan, BUK, PHKA
Risalah penggunaan kawasan
Dokumentasi
Pengumpulan data
dan informasi
Analisis perkembangan
penggunaan dan pemanfataan
kawasan
Dokumen
Perusahaan, Dinas Kehutanan,
Dinas Perindag, BPN
Produksi
Kelembagaan
Tenaga kerja
Pembiayaan
1
2
3
4
5
6
Survey lapangan
wawancara
Analisis sebab akibat land
tenure
Statistik Kehutanan
Perusahaan
Dishut
Desa/ Tokoh masyarakat
LSM
Kondisi kawasan, pemanfaatan
lahan oleh masyarakat/
perusahaan, Perda
Survey lap.
Diskusi (FGD)
Wawancara
Studi perkembangan kondisi
lahan di lapangan
(desa/dukuh)
Monografi desa, dokumentasi
lapangan, dokumen BPN,
Peraturan terkait, tingkat konflik
tenurial (strata 1, 2,3,4)
Okupasi (pertambangan,
perkebunan, pemukiman),
Desa definitive, kebun, usaha lain
dalam kawasan
FGD
Rumusan Kebijakan
Pilihan alternative pemanfaatan
dan penggunanaan kawasan
kedepan
Sasaran pilihan Kebijakan Konsep Desa Hutan
Penyelesaian/saran konflik lahan
HTR, HKM, Hutan Desa
PENUTUP
Bentuk organisasi KPH saat ini adalah UPTD Dinas Kehutanan, yang mempunyai keterbatasan dalam anggaran, kewenangan pelaksanaan kegiatan, SDM baik
kuantitas maupun kualitas dan ketidaksesuaian struktur organisasi dengan peraturan terkait. Struktur organisasi yang memadai untuk pengelolaan hutan lestari harus
disesuaikan dengan PP 3 tahun 2008 dan NSPK organisasi KPH(P6/2010).
Permendagri No 61 tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi Dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di
Daerah, menyatakan bahwa organisasi KPHP dan KPHL merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Peluang SKPD yang memungkinkan adalah Lembaga Teknis
Daerah (LTD) dan “Lembaga lain”.
KPH tidak dapat berbentuk Lembaga Teknis Daerah apabila skor besaran organisasi ( PP41/2007) sudah menunjukkan nilai yang maksimal. Namun demikian KPH dapat
berbentuk “Lembaga Lain” sesuai pasal 45 pada PP41/2007 melalui beberapa tahapan proses pembentukan SKPD baru di daerah.
Kebijakan politis daerah dan urusan kehutanan sebagai pilihan merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk mencapai transformasi kelembagaan KPH dari bentuk
UPTD menjadi SKPD. Sehingga diperlukan adanya komitmen daerah untuk mendukung pembentukan organisasi KPH dari UPTD menjadi SKPD sebagai evaluasi
draft rancangan peraturan bersama antara Kemenhut dan Kemendagri
27/07/2012
12
PENUTUP
Masalah tenurial di lokasi penelitian KPH di Lampung Selatan sudah berlangsung sejak lama dengan didudukinya kawasan hutan oleh pemukiman serta fasum,
fasos dan pusat perbelanjaan dalam bentuk desa definitive. Hal ini terjadi karena tidak koordinasi antara kementerian Kehutanan sebagai penguasan
kawasan dengan pihak penerbit sertifikasi tanah. Permasalahan tenurial sampai saat ini masih berlangsung.
Untuk mengatasi permasalahan kawasan hutan di wilayah propinsi Lampung diperlukan kebijakan yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat lokal.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam jangka pendek oleh Kementerian Kehutanan adalah : dengan menjadikan lahan kawasan hutan
menjadi lahan garapan dengan program HTR, HKM atau Hutan Desa dengan pendekatan agroforestry dan silvopasture (khusus untuk kawasan hutan
produksi yang telah ada pemukiman dan peternakan) serta melakukan tata batas ulang kawasan
Khusus untuk kawasan yang sudah diokupasi masyarakat berupa desa definitive, diperlukan adanya rekonstruksi konsep “Desa Hutan”.
Terima Kasih