modul enterohepatik qq
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Modul ini mempelajari tentang dasar-dasar patogenesis penyakit
Pancreohepatobilier. Dalam modul ini juga dipelajari pemeriksaan-pemeriksaan yang
mendukung suatu diagnose penyakit Pancreohepatobilier, penatalaksanaan kelainan
tersebut dan aspek-aspek yang berhubungan dengan promosi, prevensi dan
rehabilitasi pada penyakit Pancreohepatobilier.
Buku penuntun ini diberikan pada mahasiswa yang mengambil mata kuliah
penyakit Pancreohepatobilier pada semester III. Pada modul ini mahasiswa
diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan timbul pada kasus-
kasus yang akan banyak dijumpai pada masyarakat dan melihat hubungan antara
disiplin ilmu yang terkait serta dampak psikososial yang terjadi akibat kelainan
tersebut.
Dengan adanya skenario-skenario dalam modul ini diharapkan akan
mendorong mahasiswa untuk belajar dan mencari jawaban dengan pendekatan ilmiah.
Sebelum menggunakan modul ini, mahasiswa diharapkan membaca Tujuan
Pembelajaran Umum ( TPK ) dan Tujuan Pembelajaran Khusus ( TPK ) sehingga
tidak terjadi penyimpangan pada diskusi dan tujuan serta dapat dicapai kompetensi
minimal yang diharapkan. Bahan untuk diskusi dapat diperoleh dari bacaan yang
tercantum di akhir modul. Kuliah pakar akan diberikan atas permintaan mahasiswa
yang berkaitan dengan penyakit ataupun penjelasan dalam pertemuan konsultasi
antara peserta kelompok diskusi mahasiswa dengan tutor atau ahli yang
bersangkutan. Penyusun mengharapkan buku ini dapat membantu mahasiwa dalam
memecahkan masalah Pancreohepatobilier yang disajikan.
1
SASARAN PEMBELAJARAN
SASARAN PEMBELAJARAN UMUM
Pada akhir modul XII Pancreohepatobilier, mahasiswa semester III FK
UNAYA diharapkan mampu melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, menegakkan diagnose, penatalaksanaan terapetik dan preventif secara
rasional, holistic dan professional terhadap penyakit Pancreohepatobilier.
SASARAN PEMBELAJARAN KHUSUS
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis pasien penyakit
Pancreohepatobilier secara efektif (SL)
Mampu melakukan informed consent secara lisan dan tulisan (SL)
Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien secara psikis sebelum
dilakukannya pemeriksaan fisik (SL)
Mahasiswa mampu menggali dan mencatat rekam medis pasien (SL)
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik (SL)
Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menganalisa pemeriksaan penunjang
yang dibutuhkan dalam rangka menegakkan diagnose (T & K)
Membuat permintaan pemeriksaan penunjang secara tertulis (SL)
Mahasiswa mampu menjelaskan terapi secara rasional terhadap penyakit
Pancreohepatobilier dan sistem peresepan. (T&K)
Mahasiswa mampu menjelaskan tindakan prevensi terhadap penyakit
Pancreohepatobilier. (T & K)
Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan penatalaksanaan
kegawatdaruratan pada Pancreohepatobilier. (T & K)
Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi, fisiologi, histologi dan fungsi
normal organ-organ yang berhubungan dengan sistem Pancreohepatobilier. (T
& K & P)
Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi, dan pathogenesis penyakit
Pancreohepatobilier.(T & K)
Mahasiswa mampu membuat diagnosa banding dan menegakkan diagnosa
berdasarkan evidence based medicine. (T & K)
Mahasiswa mampu menjelaskan monitoring dan evaluasi dari
penatalaksanaan penyakit Pancreohepatobilier. (T & K)
Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga
secara holistik, komprehensif, koordinatif, kolaboratif, dan bersinambung
dalam mengelola penyakit Pancreohepatobilier dan masalah pasien. ( T & K)
2
AREA KOMPETENSI YANG HARUS DICAPAI MAHASISWA
NoArea
Kompetensi
Kompetensi
inti
Kompenen
kompetensiSasaran penunjang
1 Komunikasi
efektif
Mampu
menggali dan
bertukar
informasi
(verbal dan
non verbal )
dengan
pasien/ pada
semua usia,
anggota
keluarga,
masyarakat,
kolega dan
profesi lain
Berkomunikasi
dengan pasien
serta anggota
keluarganya
1. Memberikan salam
2. Memberikan situasi yang nyaman
bagi pasien (teori dan skillslab)
3. Menunjukkan sikap simpati dan dapat
dipercaya (teori dan skillslab)
4. Mendengarkan dengan aktif (penuh
perhatian dan memberi waktu yang
cukup pada pasien untuk
menyampaikan keluhannya dan
menggali permasalahan pasien
5. Menyimpulkan kembali masalah
pasien. kekhawatiran, maupun
harapannya (skillslab)
6. Memelihara dan menjaga harga diri
pasien, hal-hal yang bersifat pribadi,
dan kerahasiaan pasien sepanjang
waktu (teori)
7. Memperlakukan pasien sebagai mitra
sejajar dan meminta persetujuannya
dalam memutuskan suatu terapi dan
tindakan (persetujuan dalam
pemeriksaan fisik)
Mengumpulka
n informasi
1. Mampu menggunakan open- maupun
close-ended question dalam menggali
informasi (move from open to closed
question properly
2. Meminta penjelasan pada pasien pada
statement yang kurang dimengerti
3. Menggunakan penalaran klinik dalam
penggalian riwayat penyakit pasien
sekarang, riwayat keluarga, atau
riwayat kesehatan masa lalu
4. Melakukan penggalian data secara
runtut dan efisien
3
5. Tidak memberikan nasihat maupun
penjelasan yang prematur saat masih
mengumpulkan data-data
Memahami
perspektif
pasien
1.Menghargai kepercayaan pasien
terhadap segala sesuatu yang
menyangkut penyakitnya
2.Melakukan eksplorasi terhadap
kepentingan pasien, kekhawatirannya,
dan harapannya
3.Melakukan fasilitasi secara profesional
terhadap ungkapan emosi pasien
(marah, takut, malu, sedih, bingung,
eforia, maupun pasien dengan
hambatan komunikasi mis. Bisu-tuli,
gangguan psikis)
4.Mampu merespon verbal dan non
verbal dari pasien secara profesional
5.Memperhatikan faktor
biopsikososiobudaya dan norma-
norma setempat untuk menetapkan dan
mempertahankan terapi paripurna dan
hubungan dokter pasien yang
profesional
6.Menggunakan bahasa yang santun dan
dapat dimengertinoleh pasien
(termasuk bahasa daerah setempat),
serta sesuai tingkat pendidikan pasien;
ketika menyampaikan pertanyaan,
meringkas informasi, menjelaskan
hasil diagnosa, pilihan penanganan
serta prognosis.
Memberi
Penjelasan dan
informasi
1.Mempersiapkan perasaan pasien untuk
menghindari rasa takut dan stres
sebelum melakukan pemeriksaan fisik
(sehubungan dengan PE dan first aid)
2.Memberi tahu adanya rasa sakit atau
tidak nyaman yang mungkin timbul
selama pemeriksaan fisik atau
tindakannya. (sehubungan dengan PE
4
dan first aid)
3.Memberi penjelasan dengan benar,
jelas, lengkap, dan jujur tentang tujuan,
keperluan, manfaat dan risiko prosedur
diagnostik dan tindakan medis (terapi,
operasi, rujukan) sebelum dikerjakan.
(sehubungan dengan PE dan first aid)
4.pertanyaan dengan jujur, memberi
konsultasi, atau menganjurkan rujukan
untuk permasalahan Menjawab yang
sulit
5.Memastikan dan mengkonfirmasikan
bahwa informasi dan pilihan-pilihan
tindakan telah dipahami oleh pasien
6.Memberikan waktu yang cukup kepada
pasien untuk merenungkan kembali
serta berkonsultasi sebelum membuat
persetujuan
7.Memastikan kesinambungan pelayanan
yang telah dibuat dan disepakati
2 Ketrampilan
Klinis
Melakukan
prosedur
klinis sesuai
masalah,
kebutuhan
pasien, dan
sesuai
kesenangann
ya
Memperoleh
dan mencatat
informasi yang
akurat serta
penting tentang
pasien dan
keluarganya.
1. Menggali dan merekam
dengan jelas keluhan-keluhan yang
disampaikan, riwayat penyakit saat ini,
riwayat medis, riwayat keluarga, riwayat
sosial serta riwayat lain yang relevan.
Melakukan
prosedur klink
dan
laboratorium
1. Memilih prosedur klinis dan
laboratorium sesuai dengan masalah
pasien
2. Melakukan prosedur klinis dan
laboratorium sesuai kebutuhan pasien
dan kewenangannya.
3. Melakukan pemeriksaan fisik
dengan cara yang seminimal mungkin
menimbulkan rasa sakit dan
ketidaknyamanan bagi pasien
4. Melakukan pemeriksaan fisik
5
sesuai dengan masalah pasien
5. Menemukan tanda-tanda fisik dan
membuat rekam medis dengan jelas dan
benar
6. Mengidentifikasi, memilih dan
menentukan pemeriksaan laboratorium
yang sesuai
7. Membuat permintaan
pemeriksaan laboratorium penunjang
8. Menentukan pemeriksaan
penunjang untuk tujuan penapisan
penyakit
10. Memilih dan melakukan ketrampilan
terapetik, serta tindakan prevensi sesuai
dengan kewenangannya.
Melakukan
prosedur
kedaruratan
medis
1. Menentukan keadaan
kedaruratan klinis
2. Memilih prosedur kedaruratan
klinis sesuai kebutuhan pasien atau
menetapkan rujukan
3. Melakukan prosedur
kedaruratan klinis secara benar dan etis,
sesuai dengan kewenangannya
4. Mengevaluasi dan melakukan
tindak lanjut
3 Landasan
Ilmiah Ilmu
Kedokteran
Mengidentifi
kasi,
menjelaskan,
dan meranca
ng
penyelesaian
masalah
kesehatan
secra ilmiah
menurut ilmu
kedokteran
kesehatan
mutakhir
untuk
Menerapkan
konsep-konsep
dan prinsip-
prinsip ilmu
biomedik,
klinik,
perilaku, dan
ilmu kesehatan
masyarakat
sesuai dengan
pelayanan
kesehatan
tingkat primer
1. Menjelaskan (C5) prinsip-prinsip
ilmu kedokteran dasar yang
berhubungan dengan terjadinya
masalah kesehatan, beserta patogenesis
dan patofisiologinya.
2. Menjelaskan (C5) masalah
kesehatan baik secara molekular
maupun selular melalui pemahaman
mekanisme normal dalam tubuh.
3. Menjelaskan (C5) faktor-faktor
non biologis yang berpengaruh
terhadap masalah kesehatan.
4. Mengembangkan (C5) strategi
untuk menghentikan sumber penyakit,
6
mendapat
hasil yang
optimal.
poin-poin patogenesis dan
patofisiologis, akibat yang ditimbulkan,
serta resiko spesifik secara efektif.
5. Menjelaskan berbagai pilihan
yang mungkin dilakukan dalam
penanganan pasien.
6. Menjelaskan indikasi pemberian
obat, cara kerja obat, waktu paruh,
dosis, serta penerapannya pada keadaan
keadaan klinik.
7. Menjelaskan kemungkinan
terjadinya interaksi obat dan efek
samping.
8. Mengidentifikasi perubahan
proses patofisiologi setelah pengobatan.
9. Menjelaskan prinsip-prinsip
pengambilan keputusan dalam
mengelola masalah kesehatan.
Merangkum
dari interpretasi
anamnesis,
pemeriksaan
fisik, uji
laboratorium
dan prosedur
yang sesuai
1. menjelaskan (patofisiologi atau
terminology lainnya), data klinik dan
laboratorium untuk menentukan
diagnosis pasti
2. Menjelaskan alasan hasil
diagnosa dengan mengacu pada
evidence-based medicine.
Menentukan
efektifitas
suatu tindakan
1. Menjelaskan bahwa kelainan
dipengaruhi oleh tindakan
2. Menjelaskan parameter dan
indikator keberhasilan pengobatan
3. Menjelaskan perlunya evaluasi
lanjutan pada penanganan penyakit
7
4 Pengelolaan
masalah
kesehatan
Mengelola
masalah
kesehatan
pada
individu,
keluarga,
ataupun
masyarakat
secara
komprehensif
, holistik,
bersinambun
gan,
koordinatif,
dan
kolaboratif,
dalam
konteks
pelayanan
kesehatan
tingkat
primer
Mengelola
penyakit,
keadaan sakit
dan masalah
pasien sebagai
individu yang
utuh, bagian
dari keluarga
dan
masyarakat.
1. Menginterpretasikan data-data
klinis dan merumuskannya menjadi
diagnosis sementara dan diagnosis
diferensialnya.
2. Mampu menjelaskan
penyebab, patogenesis, serta
patofisiologi suatu penyakit.
3. Mengidentifikasi berbagai
pilihan cara pengelolaan yang sesuai
penyakit pasien.
4. Memilih dan menerapkan
strategi pengelolaan yang paling tepat
berdasarkan prinsip kendali biaya dan
kendali mutu, manfaat, keadaan pasien
serta sesuai pilihan pasien.
5. Mengelola masalah kesehatan
secara mandiri dan bertanggung jawab
sesuai dengan tingkat kewenangannya *
6. Memberi alasan strategi
pengelolaan pasien yang dipilih
berdasarkan patofisiologi, patogenesis,
farmakologi, faktor psikologis, sosial,
dan faktor-faktor lain yang sesuai.
7. Membuat instruksi tertulis
secara jelas, lengkap, tepat, dan dapat
dibaca.
8. Menulis resep obat secara rasional
(tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis,
tepat frekwensi dan cara pemberian,
serta sesuai dengan kondisi pasien),
jelas, lengkap, dan dapat dibaca;
9. Mengidentifikasi berbagai indikator
keberhasilan pengobatan, memonitor
perkembangan penanganan,
memperbaiki dan mengubah terapi
dengan tepat.
10. Memprediksi, memantau,
mengenali kemungkinan adanya
interaksi obat dan efek samping,
8
memperbaiki dan mengubah terapi
dengan tepat.
11. Menerapkan prinsip-prinsip
pelayanan dokter keluarga secara
holistik, komprehensif, koordinatif,
kolaboratif, dan bersinambung dalam
mengelola penyakit dan masalah
pasien.
12. Mengidentifkasi peran
keluarga pasien, pekerjaan, dan
lingkungan sosial sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya
penyakit serta sebagai faktor yang
mungkin berpengaruh terhadap
pertimbangan terapi.
Pencegahan
Penyakit dan
Keadaan Sakit
1. Mengidentifikasi, memberi alasan,
menerapkan dan memantau strategi
pencegahan tertier yang tepat
berkaitan dengan penyakit pasien,
keadaan sakit atau permasalahannya
2. Mengidentifikasi, memberikan alasan,
menerapkan dan memantau strategi
pencegahan sekunder yang tepat
berkaitan dengan pasien dan
keluarganya.
3. Mengidentifikasi, memberikan alasan,
menerapkan dan memonitor kegiatan
strategi pencegahan primer yang
tepat, berkaitan dengan pasien,
anggota keluarga dan masyarakat.
4. Mengidentifikasi peran keluarga
pasien, pekerjaan, dan lingkungan
sosial sebagai faktor resiko terjadinya
penyakit dan sebagai faktor yang
mungkin berpengaruh terhadap
pencegahan penyakit.
6 Mawas diri
dan
Melakukan
praktik
Menerapkan
mawas diri
1. Menyadari kemampuan dan
keterbatasan diri berkaitan dengan
9
Pengembang
an diri
kedokteran
dengan
penuh
kesadaran
atas
kemampuan
dan
keterbatasan
nya.
Mengatasi
masalah
emosional,
personal,
kesehatan,
dan
kesejahteraan
yang dapat
mempengaru
hi profesinya
Belajar
sepanjang
hayat
Merencanaka
n,
menerapkan,
dan
memantau
perkembanga
n profesi
secara
berkesinamb
ungan
praktik kedokterannya dan
berkonsultasi bila diperlukan
Mempraktekka
n
BelajarSepanja
ng hayat
1. Mengikuti kemajuan ilmu
pengetahuan yang baru.
2. Menunjukkan sikap kritis
terhadap praktik kedokteran berbasis
bukti (Evidence-Based Medicine).
10
7 Etika, moral,
profesionalis
me dan
medikolegal
Berperilaku
profesional
dalam
praktik
kedokteran
serta
mendukung
kebijakan
kesehatan
Bermoral dan
beretika serta
memahami
isu-isu etik
maupun
aspek
medikolegal
dalam
praktik
kedokteran
Menerapkan
program
keselamatan
pasien
Memiliki sifat
professional
1. Menjaga kerahasiaan dan
kepercayaan pasien
2. Menunjukkan kepercayaan dan
hormat menghormati dalam hubungan
dokter dan pasien
3. Menunjukkan rasa empati dengan
pendekatan yang menyeluruh
4. Mempertimbangkan masalah
pembiayaan dan hambatan lain dalam
memberikan pelayanan kesehatan serta
dampaknya
5. Mempertimbangkan aspek etis
dalam penanganan pasien sesuai
standar profesi.
6. Mengenal alternatif dalam
menghadapi pilihan etis yang sulit
7. Menganalisis secara sistematik
dan mempertahankan pilihan etik dalam
pengobatan setiap individu pasien
Berprilaku
professional
dalam bekerja
sama
1. Menghormati setiap orang tanpa
membedakan status sosial
2. Menunjukkan pengakuan bahwa
tiap individu mempunyai kontribusi dan
peran yang berharga, tanpa memandang
status sosial
3. Berperan serta dalam kegiatan
yang memerlukan kerja sama dengan
para petugas kesehatan lainnya.
4. Mempertimbangkan aspek etis
dan moral dalam hubungan profesional
dengan petugas kesehatan lain, serta
bertindak profesional
11
DAFTAR MASALAH YANG SERING DIJUMPAI
Dalam melaksanakan praktik kedokteran, dokter berangkat dari keluhan
atau masalah pasien atau masalah klien. Melalui penelusuran riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan, serta karakteristik pasien, keluarga
dan lingkungannya, dokter melakukan analisis terhadap masalah kesehatan
tersebut untuk kemudian menentukan tindakan dalam rangka penyelesaian
masalah tersebut.
Daftar ini berisikan masalah, keluhan atau gejala yang banyak dijumpai
pada tingkat pelayanan kesehatan primer berdasarkan alasan yang membawa
pasien atau klien mendatangi dokter atau pelayanan kesehatan. Selama
pendidikan dokter, mahasiswa perlu dipaparkan pada berbagai masalah, keluhan
atau gejala tersebut, serta perlu dilatih bagaimana menyelesaikan masalah
tersebut. Semakin banyak terpapar oleh berbagai jenis masalah, keluhan atau
gejala yang akan dijumpai di pelayanan kesehatan primer, lulusan dokter
diharapkan memiliki kemampuan penyelesaian masalah yang lebih baik.
Daftar masalah ini dibagi menjadi dua, yaitu daftar masalah individu dan
daftar masalah komunitas. Daftar masalah individu perlu dikuasai oleh lulusan
dokter, karena merupakan masalah dan keluhan yang paling sering dijumpai pada
tingkat pelayanan kesehatan primer. Daftar masalah individu berisikan keluhan,
gejala maupun hal-hal yang membuat individu sebagai pasien atau klien
mendatangi dokter atau institusi pelayanan kesehatan.
Daftar masalah komunitas berisikan daftar masalah yang dirasakan oleh
masyarakat di sekitar tempat dokter praktik dan berpotensi dapat menimbulkan
masalah kesehatan di ingkat individu, keluarga dan masyarakat. Daftar ini tidak
menunjukkan urutan prioritas masalah kesehatan.
DAFTAR PENYAKIT
Daftar Penyakit merupakan penyakit-penyakit yang dipilih menurut beban
penyakit yang timbul berdasarkan perkiraan data kesakitan, data kematian serta case
fatality rate di indonesia pada tingkat pelayanan primer, tingkat keseriusan problem
yang ditimbulkan dan efeknya terhadap individu, keluarga dan masyarakat. Lulusan
dokter yang akan berkerja di tingkat pelayanan primer harus mempunyai tingkat
kemampuan yang memadai agar mampu merujuk, membuat diagnosis yang tepat,
memberi penanganan awal atau penanganan tuntas.
No Nama Penyakit SKDI Pindah Ke
Modul
12
Gastrointestinal
Liver
Fatty liver 4
Hepatitis A 4
Uncomplicated Hepatitis B 4
Active hepatitis C 2
Chirrosis Hepatis 2
Amoebic Liver abscess 4
Liver failure 2
Gall bladder, bile duct and pancreas
Chole(docho)lithiasis 2
Acute cholecystitis 3A
Hydrops of gall bladder 2
Empyema of gall bladder 2
Pancreatitis 2
Neoplasma
Liver - Hepatoma
Liver cell adenoma 2
Hepatocellular carcinoma 2
Cholangiocarcinoma 2
Pancreas
Carcinoma of the pancreas 2
Tingkat kemampuan dibagi menjadi 4 tingkatan :
Tingkat Kemampuan 1
Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit
ini ketika membaca literatur. Dalam korespondensi, ia dapat mengenal gambaran
klinik ini, dan tahu bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini
mengindikasikan overview level. Bila menghadapi pasien dengan gambaran
klinik ini dan menduga penyakitnya, Dokter segera merujuk.
Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk
pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti
sesudahnya.
13
Tingkat Kemampuan 3
3A.Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan
dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan
(bukan kasus gawat darurat).
3B .Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan
dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan
(kasus gawat darurat).
Tingkat Kemampuan 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan
dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.
Topic tree
14
FORMAT KEGIATAN BELAJAR
15
PancreohepatobilierEmbriologi,Anatomi,
Histologi
Fisiologi dan Biokimia
Infeksi
Keganasan
Penyakit pankreas dan empedu
Aktifitas belajar dirancang dalam bentuk PBL (Problem Based Learning) dengan
beberapa aktivitas belajar dipersiapkan untuk mencapai kompetensi pada modul ini
berupa :
1. Kuliah pakar
2. Diskusi Tutorial
3. Skill Lab
4. Praktikum
5. Belajar Mandiri
6. Konsultasi Pakar
Ad. 1. Kuliah Pakar
Kuliah pakar diberikan oleh seseorang yang dianggap memiliki kompetensi
akademik dalam bidang yang menjadi topic masalah yang dibahas dalam diskusi dan
tutorial. Kuliah pakar seminggu dapat berlangsung 2-5 kali, diruang kuliah. Kuliah
pakar ini dikemas dalam bentuk komunikasi dua arah. Kuliah pakar akan sangat
membantu mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan yang didapatkanya melalui
proses belajar mandiri, praktikum maupun diskusi.
Kuliah – kuliah dalam modul XII ini adalah :
No Judul Kuliah Bagian Pemberi Kuliah
1. Embriologi,Anatomi dan
histologi pankreas, hepar
dan kandung empeduAnatomi
dr. Fachrizal Hariadi
dr. Ade Kiki Riezky
2. Kelainan Kongenital
pankreas, hepar dan
empedu.Penyakit Dalam
dr. Paisal, M.Biomed
3. Fungsi pankreas,hepar dan
kandung empedu,
Siklus enterohepatik dan
metabolisme bilirubin.
Penyakit Dalam dr. Arif Fadillah, Sp.PD-FINASIM
4. Penyakit Infeksi Hepar 1
(IPD) Penyakit Dalamdr. Syamsu Umar, Sp.PD-
FINASIM
5 Penyakit Infeksi Hepar 2
( IKA)Ilmu Kesehatan
Anakdr. Rusdi Andid, Sp.A
6. Pemeriksaan laboratorium
pada gangguan pankreas,
Patologi Klinik dr. Husna, Sp.PK
16
hepar dan kandung empedu.
7. Penyakit degeneratif heparPenyakit Dalam
dr. Syamsu Umar, Sp.PD-
FINASIM
8. Keganasan pada heparPenyakit Dalam dr. Marna, Sp.PD
9. Penyakit pankreasPenyakit Dalam
dr. Arif Fadillah, Sp.PD-FINASIM
10. Penyakit kandung empeduPenyakit Dalam
dr. Marna, Sp.PD
11. Pleno blok 12Penyakit Dalam
dr. Arif Fadillah, Sp.PD-FINASIM
Ad. 2 Diskusi Tutorial
Pra tutorial
1. Mempelajari dengan seksama modul ini termasuk TPU dan TPK
2. Jika ada materi yang tidak jelas mohon ditanyakan pada dosen pengampu
(nama, no telfon setiap dosen pengampu terlampir)
3. Membuat rencana pembelajaran
4. Membuat tabulasi penyakit penyakit yang menyebabkan produksi kurang dan
menghubungkannya dengan kata kunci
5. Mengecek kelengkapan ruang tutorial
Tutorial tahap 1
1. Membantu mahasiswa menunjuk ketua dan sekertaris kelompok
2. Memfasilitasi diskusi agar berjalan sesuai urutannya yaitu :
Menyusun kata kunci
Membahas TPU dan TPK
Membuat daftar pertanyaan sebanyak banyaknya yang diarahkan ke
TPK
Menjawab pertanyaan-pertanyaan
Membuat tabulasi penyakit penyakit yang menyebabkan kencing
kurang dan menghubungkannya dengan kata kunci
Membuat tujuan pembelajaran selanjutnya
Membagi tugas pencarian informasi berdasarkan jenis penyakit yang
menimbulkan kencing kurang
3. Melakukan penilaian untuk mahasiswa dan menandatanganinya
4. Mengecek kehadiran mahasiswa dan menandatangani daftar hadirnya
5. Mengingatkan mahasiswa agar pertemuan selanjutnya masing masing sudah
mengisi lembaran kerja
17
Tutorial tahap 2
1. Mengecek apakah mahasiswa datang dengan membawa lembaran kerjanya
2. Memfasilitasi diskusi agar berjalan sesuai urutannya yaitu :
Melaporkan informasi tambahan yang baru diperolehnya
Mahasiswa mendiskusikan satu persatu penyakit yang bergejala
utama produksi kencing kurang, etiologinya, patomekanismenya,
cara mendiagnosis (anamnesis, inspeksi, palpasi perkusi dan
auskultasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaannya.
Mahasiswa menganalisa kembali tabulasi yang dibuat berdasarkan
setiap penyakit dan kata kunci.
Mengurutkan penyakit mulai dengan diagnosis terdekat sampai
diagnosis yang terjauh
Tutor menanyakan beberapa pertannyaan mendasar yang perlu
diketahui mahasiswa dan mendiskusikannya
Mahasiswa membuat tujuan pembelajaran selanjutnya dengan
mencatat pertanyaan yang belum terjawab untuk dicari pada
perpustakaan, ditanyakan langsung kepada dosen pengampu atau
ditanyakan dalam diskusi panel.
3. Membuat penilaian terutama saat mahasiswa melaporkan informasi yang
diperoleh.
4. Mengecek kehadiran mahasiswa dan menandatangani daftar hadirnya
Saat Panel Diskusi
1. Wajib mengikuti diskus panel
2. Membuat penilaian pada penampilan, cara menjawab, isi jawaban dan lain-
lain pada mahasiswa yang melapor atau menjawab pertanyaan.
Setelah satu Seri Tutorial Selesai
1. Mengumpulkan semua absensi kelompok di Koordinator PBL
2. Membuat penilaian ahir: dari semua nilai
3. Memeriksa laporan mahasiswa bersama nara sumber
Tugas dan Kewajiban Mahasiswa
Tugas Untuk Mahasiswa
1. Setelah membaca dengan teliti skenario di atas, mahasiswa mendiskusikannya
dalam satu kelompok diskusi yang terdiri dari 12-15 orang, dipimpin oleh seorang
ketua dan sekretaris yang dipilih oleh mahasiswa sendiri. Ketua dan sekretaris ini
sebaiknya berganti-ganti pada setiap kali diskusi. Diskusi kelompok ini bisa
dipimpin oleh tutor atau secara mandiri
2. Melakukan aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan
menggunakan buku ajar, majalah, slide, tape atau video, dan internet, untuk
mencari informasi tambahan.
18
3. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa tutor), melakukan curah pendapat
bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa dan atau mensintese informasi
dalam menyelesaikan masalah.
4. Melakukan penilaian atas pelaksanaan tutorial pada umunya dan kinerja tutor
5. Melakukan penilaian atas kinerja mahasiswa lain dalam kelompoknya.
6. Berkonsultasi pada nara sumber yang ahli pada permasalahan dimaksud untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam (tanya pakar).
7. Mengikuti kuliah khusus (kuliah pakar) dalam kelas untuk masalah yang belum
jelas atau tidak ditemukan jawabannya..
8. Melakukan praktikum di laboratorium Anatomi dan Histologi.
9. Melakukan latihan di Laboratorium Keterampilan Klinik
Dalam semua aktivitas mahasiswa diharuskan memakai Name tag dan mematuhi
semua tata tertib yang ada.
PROSES PEMECAHAN MASALAH
Dalam diskusi kelompok, mahasiswa memecahkan problem yang terdapat dalam
skenario ini, dengan melakukan 7 langkah di bawah ini :
1. Klarifikasi isitilah yang tidak jelas dalam skenario di atas dan tentukan minimal 5
kata kunci.
2. Identifikasi masalah penting dalam skenario di atas, dengan membuat pertanyaan
mendasar.
3. Analisa problem-problem tersebut dengan brain storming menjawab pertanyaan-
pertanyaan di atas.
4. Urutkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas.
5. Tentukan tujuan pembelajaran selanjutnya yang ingin dicapai oleh mahasiswa
atas kasus di atas.
Langkah 1 sd 5 dilakukan dalam diskusi pertama bersama tutor.
6. Cari informasi tambahan tentang kasus di atas di luar kelompok tatap muka.
Langkah 6 dilakukan dengan belajar sendiri-sendiri atau diskusi berkelompok
tidak dengan tutor.
7. Laporkan hasil diskusi dan sintesis informasi-informasi yang baru ditemukan.
Langkah 7 dilakukan dalam kelompok diskusi dengan tutor. Bila pada pelaporan
masih ada pertanyaan-pertanyaan yang masih membutuhkan informasi baru maka
proses 6 diulangi lagi dan seterusnya.
Penjelasan : Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada
informasi yang diperlukan untuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6
bisa diulangi, dan selanjutnya dilakukan lagi langkah 7.
Kedua langkah diatas bisa diulang-ulang di luar tutorial, dan setelah informasi
dirasa cukup maka pelaporan dilakukan dalam diskusi akhir, yang biasanya
19
dilakukan dalam bentuk diskusi panel dimana semua pakar duduk bersama untuk
memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum jelas.
Jadwal Kegiatan
Sebelum dilakukan pertemuan antara kelompok mahasiswa dan tutor,
mahasiswa dibagi menjadi kelompok-kelompok diskusi yang terdiri dari 10-15 orang
tiap kelompok.
1. Pertemuan pertama dalam kelas besar dengan tatap muka satu arah untuk
penjelasan dan tanya jawab. Tujuan : menjelaskan tentang modul dan cara
menyelesaikan modul, dan membagi kelompok diskusi. Pada pertemuan pertama
buku modul dibagikan.
2. Pertemuan kedua : diskusi tutorial 1 dipimpin oleh mahasiswa yang terpilih
menjadi ketua dan penulis kelompok, serta difasilitasi oleh tutor Tujuan :
* Memilih ketua dan sekretaris kelompok,
* Brain-storming untuk proses 1 – 5,
* Pembagian tugas
3. Pertemuan ketiga: diskusi tutorial 2 seperti pada tutorial 1. Tujuan: untuk
melaporkan informasi baru yang diperoleh dari pembelajaran mandiri dan
melakukan klasifikasi, analisa dan sintesa dari semua informasi.
4. Anda belajar mandiri baik sendiri-sendiri. Tujuan: untuk mencari informasi baru
yang diperlukan.
5. Diskusi mandiri; dengan proses sama dengan diskusi tutorial. Bila informasi telah
cukup, diskusi mandiri digunakan untuk membuat laporan penyajian dan laporan
tertulis. Diskusi mandiri bisa dilakukan berulang-ulang diluar jadwal.
6. Pertemuan keempat: diskusi panel dan tanya pakar. Tujuan: untuk melaporkan
hasil analisa dan sintese informasi yang ditemukan untuk menyelesaikan masalah
pada skenario. Bila ada masalah yang belum jelas atau kesalahan persepsi, bisa
diselesaikan oleh para pakar yang hadir pada pertemuan ini. Laporan penyajian
dibuat oleh kelompok dalam bentuk sesuai urutan yang tercantum pada buku kerja.
7. Masing-masing mahasiwa kemudian diberi tugas untuk menuliskan laporan tentang
salah satu penyakit yang memberikan gambaran seperti pada skenario yang
didiskusikan pada kelompoknya. Laporan ditulis dalam bentuk laporan
penyajian dan laporan lengkap.
8. Pertemuan terakhir: laporan kasus dilakukan dalam kelas besar oleh masing-
masing mahasiswa.
Ad. 3. Skill Lab
Skill Lab dilakukan di ruangan skill lab yang terkait dengan modul VIII, dimana
setiap kelompok akan di bimbing oleh 1 orang instruktur yang telah ditunjuk. Skill
lab dalam modul VIII terdiri sebanyak 9 kali dimana sklil lab dimulai pada minggu
20
kedua modul VIII berjalan (setiap minggu 3 kali pertemuan). Dan berakhir padan
minggu ke empat modul VIII berjalan.
Minggu Materi Skill Lab Jenis Waktu KLP
II Pemeriksaan fisik
abdomen
Demo
Belajar
Mandiri
Evaluasi
2x50 menit 10 Klp
IIIPemeriksaan kimia
urin
Demo
Belajar
Mandiri
Evaluasi
2x50 menit 10 Klp
IV
Pembacaan foto BNO dan
barium enema
Demo
Belajar
Mandiri
Evaluasi
2x50 menit 10 Klp
Ad. 4. Praktikum
Praktikum dilakukan di laboratorium yang terkait dengan modul VIII dan
bertujuan untuk membantu mahasiswa memahami topik-topik dalam blok ini.
Praktikum-praktikum dalam modul ini adalah :
No Materi Praktikum Waktu Laboratorium Kelompok
1. Sel Hepar,pankreas 2 x 50 menit Histologi 10 kelompok (A&B)
2. Evaluasi 2 x 50 menit Histologi 10 kelompok (A&B)
3. Hepar 2 x 50 menit Anatomi 10 kelompok (A&B)
4. Pancreas dan empedu 2 x 50 menit Anatomi 10 kelompok (A&B)
5. Evaluasi 2 x 50 menit Anatomi 10 kelompok (A&B)
Ad. 5. Belajar Mandiri
Pada format belajar mandari ini diharapkan mahasiswa mampu untuk
mencari, memahami, mensitesa serta merekontruksi pengetahuan yang baru diperoleh
dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Belajar mandiri terdiri dari 50
dari total waktu belajar, yaitu 20-25 jam dalam seminggu (waktu belajar seminggu 45
21
jam). Belajar mandiri merupakan format utama dalam PBL. Topik-topik yang perlu
dipelajari secara mandiri dapat dilihat pada topik tree.
Ad. 6. Konsultasi Pakar
Konsultasi pakar bertujuan untuk membantu mahasiswa yang menghadapi
kesulitan dalam memahami materi yang ada maupun tidak terdapat dalam materi
kuliah. Konsultasi pakar dapat dilakukan dengan membuat janji dengan pakar untuk
waktu konsultasi yang diketahui oleh pihak Medical Education Unit (MEU).
Tim Pakar dalam modul ini adalah :
No Nama Bagian HP
1. Dr. Syamsu Umar, Sp.PD Ilmu Penyakit Dalam 085263716745
2. Dr. Arif Fadillah, Sp.PD Ilmu Penyakit Dalam 08126914937
3. Dr. Marna,S Ismi, Sp.PD Ilmu Penyakit Dalam
4. Dr. Husna, Sp. PK Patologi Klinik 081270292863
5. Dr. T. Farizal Fadil, Sp.B Ilmu Bedah 0811685626
6. Dr. Paisal M.Biomed Biokimia 085277898089
PENILAIAN
Modul ini mempunyai kompentensi sedang dengan penilaian :
1. Nilai proses 40% teridir atas
a. Tutorial 20 %
b. Skill Lab 15 %
c. Praktikum 5 %
2. Nilai Ujian Akhir Modul 60%
Bagian utama yang terlibat :
1. Ilmu Penyakit dalam
2. Anatomi
3. Histologi
4. Fisiologi
5. Farmakologi
22
UNIT PEMBELAJARAN 1
SKENARIO 1. : “KOIN UNTUK BILQIS”
Billy seorang mahasiswa tahun kedua di FK-Unaya, sedang membaca berita
tentang pengumpulan koin untuk pengobatan BIlqis, bayi yang mengalami atresia
bilier. Dalam berita dijelaskan bahwa karena mengalami kelainan kongenital tersebut
kulit Bilqis terlihat kuning, matanya juga kuning, perutnya membesar. Untuk
pengobatannya diperlukan tindakan operasi dengan biaya yang besar, sedangkan
orang tua Bilqis tidak mampu.
Billy jadi penasaran dengan berita tentang penyakit yang dialami Bilqis, dia
bertekad untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana pembentukan organ
tersebut, serta hubungannya dengan hati dan pankreas. Kebetulan Billy akan
menjalani modul yang sesuai dengan topik yang dibacanya itu. Bagaimana anda
menjelaskan hal diatas berdasarkan proses pembentukan dan struktur organnya?
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pembelajaran, mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan embriologi pankreas, hepar dan kandung empedu
2. Menjelaskan anatomi pankreas, hepar dan kandung empedu.
3. Menjelaskan gambaran histologi pankreas, hepar dan kandung empedu
4. Menjelaskan kelainan kongenital pada pankreas, hepar dan empedu.
23
TEORI
HATI
Embriologi
Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3mm yang
timbul di daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati, bagian
kaudal menjadi pankreas, sedangkan bagian sisanya menjadi kandung empedu.
Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya kelak jadi sel hati, tumbuh saluran
empedu yang bercabang-cabang seperti pohon di antara sel hati tersebut.
Anatomi
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat 1,2-1,8 kg atau kurang lebih
25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan
atas abdomen danmerupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat
kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V dan batas
bawah menyerong ke atas iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati
berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta
hepatis. Hati terbagi dalam 8 segmen dengan fungsi yang berbeda.
Hati terdiri atas ;
Lobus dekstra
Lobus sinistra
Lobus caudatus
Lobus quadratus
Pembuluh darah yang memperdarahi hati, yaitu arterinya adalah arteria
hepatica propria, cabang truncus coeliacus, berakhir dengan cabang menjadi ramus
dexter dan sinister yang masuk ke dalam porta hepatis, sedangkan venanya adalah
vena portae hepatis yang bercabang dua menjadi cabang terminal yaitu ramus dexter
dan sinister yang masuk porta hepatis di belakang arteri. Venae hepaticae (3 buah
atau lebih) muncul dari pars posterior hepatis dan bermuara ke dalam vena cava
inferior.
Hati menghasilkan banyak cairan limfe, sekitar 1/3-1/2 jumlah seluruh cairan
limfe tubuh. Pembuluh limfe meninggalan hati dan masuk ke dalam sejumlah
kelenjar limfe yang ada dan masuk ke dalam sejumlah kelenjar limfe yang ada di
dalam porta hepatis. Pembuluh eferen berjalan ke nodi coeliaci. Beberapa pembuluh
limfe berjalan dari area nuda melalui diafragma ke nodi lymphoidei mediastinales
posterior.
24
Persarafan pada hati berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis membentuk
plexus coelicus. Truncus vagalis anterior mempercabangkan banyak rami hepatica
yang berjalan langsung ke hati.
Histologi
Tiap-tiap sel hati atau hepatosit (hepato = hati dan cyte = sel) dapat
melaksanakan fungsinya kecuali aktivitas fagositik yang dilaksanankan oleh
makrofag residen yang dikenal dengan sel Kupffer. Hati tersusun menjadi unit-unit
fungsional yang dikenal dengan lobulus hati dengan diameter 0,8-2 mm dan hati
mengandung sekitar 50.000-100.000, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang
terdiri atas hepatosit berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentral.
Di antara lembaran hepatosit terdapat kapiler yang disebut dengan sinusoid yang
merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel Kupffer
yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan
benda asing.
Unit fungsional hepar adalah asinus Rappaport, yang berpusat di trias porta
dan diperfusi oleh pembuluh aferen yang meluas dari trias melintasi zona dengan
kandungan O2 dan nutrient yang semakin menurun menuju ke perifer mikrosirkulasi
di sekitar vena terminalis sentralis. Zona sentral (periporta) asinus (zona 1 dan 2)
sangat aktif dalam proses oksidatif penghasil energi sehingga mempunyai
kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glutation yang lebih baik dibandingkan
zona 3, sedangkan daerah perivenula di perifer (zona 3) lebih bergantung pada
glikolisis dan paling rentan terhadap cidera iskemik atau toksik.
Parenkim hepar mengandung beberapa jenis sel seperti hepatosit (sekitar
60%), sel Kupffer, dan sinusoid dilapisi oleh sel endotel gepeng (hampir berdiameter
1 mikrometer) dengan tonjolan protoplasmik halus yang banyak ditembus oleh
fenestra tempat lewatnya plasma untuk berkontak langsung dengan hepatosit di ruang
subendotel di ruang subendotel Disse (ruang perisinusoidal). Jutaan ruang Disse
menghubungkan pembuluh limfe di dalam septum interlobularis dan jika ada cairan
di dalam ruangan ini maka akan dikeluarkan melalui aliran limfatik. Liposit (sel
Ito/sel Stellata/perisit) penyimpan lemak terdapat di ruang Disse.
Di dalam septum terdapat venula porta kecil yang terutama dari vena saluran
pencernaan melalui vena porta. Dan dari venula ini darah mengalirkan ke sinusoid
hati gepengdan bercabang yang terletak di antara lempeng-lempeng hati dan
kemudian ke vena sentralis. Arteriol hati juga ditemukan di dalam septum
interlobularis. Arteriol ini menyuplai darah arteri ke jaringan septum di antara lobulus
yang berdekatan, dan banyak arteriol kecil juga mengalir langsung ke sinusoid hati.
25
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi bagian
perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu
yang dinamakan kanalikuli empedu (kanalikulus biliaris) yang berjalan di antara
lembaran hepatosit dan mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang
memisahkan lobulus hati yang berdekatan. Kanalikulus biliaris bermuara ke dalam
duktus biliaris intralobulus, dan duktus-duktus ini bergabung melalui duktus biliaris
intralobulus untuk membentuk duktus hepatikus kiri dan kanan. Duktus-duktus
hepatikus bersatu di luar hati untuk membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus
sistikus bermuara ke kandung empedu, sedangkan duktus hepatikus bersatu dengan
duktus sistikus untuk membentuk duktus koledokus (duktus biliaris komunis). Duktus
koledokus masuk ke dalam duodenum di papilla duodenum. Orifisiumnya dikelilingi
oleh sfingter Oddi, dan duktus ini biasanya bersatu dengan duktus pankeartikus
mayor tepat sebelum masuk ke dalam duodenum.
Kandung Empedu ( Vesica Biliaris )
Vesica Biliaris adalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada
permukaan bawah ( facies visceralis ). Vesica Biliaris mempunyai kemampuan
menampung empedu sebanyak 30 – 50 ml dan menyimpannya, serta memekatkan
empedu dengan cara mengabsorbsi air. Untuk mempermudah deskripsinya, vesica
biliaris di bagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus vesicae biliaris
berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawahmargo inferior hepar,penonjolan ini
merupakan tempat fundus bersentuhan dengan dinding anterior abdomen setinggi
ujung kartilago costalis IX dextra. Corpus vesicae biliaris terletak dan berhubungan
dengan facies visceralis hepar dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum vesicae
biliaris melanjutkan diri sebagai ductus cysticus, yang berbelok kedalam omentum
minus dan bergabung dengan sisi kanan ductus hepaticus communis untuk
membentuk ductus choledochus.
Empedu yang dihasilkan hepatosit akan dieksresikan ke dalam kanalikuli dan
selanjutnya di tampung dalam suatu saluran kecil empedu yang terletak di dalam sel
hati yang secara perlahan akan membentuk saluran yang lebih besar lagi. Saluran
kecil ini memiliki epitel kubis yang dapat mengembang secara bertahap bila saluran
empedu membesar.Saluran empedu intrahepatik secara perlahan menyatu membentuk
saluran yang lebih besaryang dapat menyalurkan empedu ke delapan segmen hati. Di
dalam segmen hati kanan, gabungan cabang-cabang ini membentuk sebuah saluran di
anterior dan posterior yang kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus
kanan . pada beberapa orang duktus hepatikus kana berada + 1cm di luar hati. Duktus
ini kemudian bergabung dengan 3 segmen dari segmen hati kiri (duktus hepatikus
kiri) menjadi duktus hepatikus komunis.Setelah penggabungan dengan duktus
26
cistikus dari katung empedu, duktus hepatikus menjadi duktus koledokus. Pada
beberapa keadaan, dinding duktus koledokus berkembang menjadi besar dan
lumennya melebar sampai mencapai ampula. Basanya panjang duktus koledokus
sekitar 7cm dengan diameter berkisar antara 4-12mm. Kandung empedu memerima
suplai darah terbesar dari jalinan pembuluh darah cababg arteri hepatika
kanan.Kandung empedu dapat menampung + 50ml cairan empedu dengan ukuran
panjang 8-10cm dan terdiri atas fundus, korpus dan kolum. Lapisan mukosanya
membentuk cekungan kecil dekat denagn kolum yang disebut kantong Hartman yang
bisa menjadi tempat tertimbunnnya batu empedu.
Peritoneum meliputi seluruh bagian fundus vesicae biliaris dan
menghubungkan corpus dan collum vesicae biliaris dengan facies visceralis hepar.
27
UNIT PEMBELAJARAN 2
SKENARIO 2. : KENAPA ADIKKU KUNING?
Jeni mahasiswa FK-Unaya sangat gembira, karena ibunya baru saja
melahirkan adiknya yang nomor tiga melalui operasi SC. Pada hari yang kedua, kulit
adiknya terlihat kuning, sehingga ibunya sangat khawatir. Jeni menanyakan keadaan
adiknya pada dokter yang merawat, apakah ada kemungkinan kelainan pada hepar,
pankreas atau kandung empedu adiknya. Menurut dokter, jika ikterik terjadi pada hari
2-3, ini masih dianggap fisiologis. Jeni disarankan oleh dokter tersebut membaca
lebih lanjut tentang metabolism bilirubin dan siklus enterohepatik. Dokter juga
mengatakan bahwa adik Jeni akan tetap diobservasi, nanti kalau perlu akan
dilakukan pemeriksaan kadar birubin darah. Jeni jadi sedikit lega dan menyampaikan
hal tersebut pada ibunya. Bagaimana anda menjelaskan hal diatas ?
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pembelajaran, mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan fungsi pankreas, hati dan empedu secara umum
2. Menjelaskan metabolisme bilirubin
3. Menjelaskan siklus enterohepatik
4. Menjelaskan enzim-enzim yang terdapat dalam sistem pankreohepatobilier
5. Menjelaskan proses terjadinya ikterus
28
TEORI
FISIOLOGI HATI
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Sirkulasi vena porta yang
menyuplai 75% dari suplai asinus memegang peranan penting dalam fisiologi hati,
terutama dalam hal metabolism karbonhidrat, protein dan asam lemak. Telah
dibuktikan bahwa pada zona-zona hepatosit yang memperoleh oksigenasi yang lebih
baik ( zona I ) mempunyai kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glutation yan
glebih baik dibandingkan dengan zona 3.
Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskeresi empedu. Hati
mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per hari kedalam usus halus. Unsure utama
empedu adalah air (97%), elektrolit, gram empedu. Walaupun bilirubin (pigmen
empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak mempunyai
peran aktif, tetapi penting sebagai indicator penyakit hati dan saluran empedu, karena
bilirubin dapat member warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan
dengannya.
Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan
disimpan di hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini disuplai glukosa secara
konstan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhui kebutuhan tubuh. Sebagian
glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya
diubah menjadi glikogen ( yang disimpan dalam otot) atau lemak ( yang disimpan
dalam jaringan subkutan).
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah menghasilkan protein plasma berupa
albumin ( yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotic koloid)
protrombin, fibrinogen, dan factor bekuan lainnya.Fungsi hati dalam metabolisme
lemak adalah menghasilkan lipoprotein, kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetad.
FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU
Vesica biliaris berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. Vesica biliaris
mempunyai kemampuan untuk memekatkan empedu dan untuk membantu proses
ini, mukosa vesica biliaris mempunyai lipatan – lipatan permanen yang saling
berhubungan sehingga permukaannya tampak seperti sarang tawon. Sel - sel toraks
yang terletak pada permukaan mukosa mempunyai banyak vili
Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan
parsial vesica biliaris. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak
kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormone kolesistokinin dari
tunica mukosa duodenum. Lalu hormone masuk ke dalam darah dan menimbulkan
29
kontraksi vesica biliaris. Pada saat yang bersamaan, otot polos yang terletak pada
ujung distal ductus choledochus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan
masuknya empedu yang pekat ke dalam duodenum. Garam – garam empedu di
dalam cairan empedu penting untuk mengemulsikan lemak di dalam usus serta
membantu pencernaan dan absorbs lemak.
Sesaat setelah empedu diekskresi oleh oleh hepatosit, empedu tersebut akan
mengalami modifikasi pada saat melalui saluran billiaris. Modifikasi tersebut
meliputi, penarikan air melalui proses osmosis paraseluler ke dalam empedu,
pemisahan glutation menjadi asam amino yang dapat diabsorsi kembali ( seperti
glukosa dan beberapa asam organic), dan skresi bikarbonat dan ion-ion klorida secara
aktif kedalam empedu oleh mekanisme yang bergantung pada regulator
transmembran fibrosis sistik (RTFC).
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit 500 – 1500 mil per hari. Diluar waktu
makan, empedu disimpan untuk sementara ddalam kandung empedu dan disini
mengalami pemekatan sekitar 50 %. Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor
yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter
koledokus. Dalam keadaan puasa empedu yang diproduksi akan di alih alirkan ke
dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter
berelaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu –
waktu seperti disemprotkan karena secara intemiten tekanan saluran empedu akan
lebih tinggi daripada tahanan sfingter. Kolesistokinin ( CCK ) hormone sel APUD (
amine precursor uptake and decarboxylation cell ) dari selaput lendir usus halus,
dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik didalam lumen
usus . hormone ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung
empedu. Dengan demikian CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi
kandung empedu setelah makan.
SEKRESI EMPEDU
Empedu dibentuk oleh semua sel hati dan terdiri dari air, garam – garam
empedu, bilirubin, kolesterol, asam lemak, lesitin dan elektrolit. Kecuali air,
substansi yang paling banyak terdapat diempedu adalah garam – garam empedu.
Garam empedu disintesis di hati dari kolesterol yang disalurkan ke hati dari usus
halus atau disintesis secara langsung oleh hati dalam proses metabolisme lemak.
Semua sel hati ikut serta dalam membuat empedu dan masing – masing sel
mensekresikan empedunya kedalam kanalikulus biliaris kecil yang mengelilingi
semua sel. Kanalikulus mengalirkan isinya secara progresif ke duktus – duktus yang
lebih besar yang akhirnya menyatu menjadi duktus hepatikus dan duktus biliaris
30
komunis. Duktus – duktus ini mengalirkan empedu ke kandung empedu untuk
disimpan atau secara langsung ke dalam usus. Garam empedu berfungsi dalam
pencernaan lemak dan dalam keadaan normal didaur ulang setelah digunakan di usus
halus. Tanpa empedu, sampai 40 % lemak didalam makanan tidak diserap oleh usus
dan keluar melalui tinja. Penyerapan vitamin larut lemak diusus halus juga akan
terpengaruh. Dalam waktu kurang dari seminggu akan tampak defisiensi vitamin K.
tanpa vitamin K yang adekuat, koagulasi darah akan cepat terganggu.
Empedu berperan dalam membantu pencernaan dan absorsi lemak, ekskresi
metabolit hati dan produk sisa seperti kolesterol, bilirubin dan logam berat. Sekresi
empedu membetuhkan aktivitas hepatosit(sumber empedu primer) dan kolangiosit
yang terletak sepanjang duktus empedu. Epitel bilier berperan dalam menghasilkan
40% dari 600 ml produksi empedu setiap hari.
Asam-asam empedu dibentuk dari kolesterol di dalam hepatosit, diperbanyak
pada struktur cincin hidroksilasi dan bersifat larut dalam air akibat konjugasi dengan
glisin, taurin dan sulfat. Asam empedu mempunyai kegunaan seperti deterjen dalam
mengelumasi lemak, membantu kerja enzim pancreas dan penyerapan lemak
intraluminal. Konjugasi garam-garam empedu selanjutnya direabsorsi oleh transfor
aktif spesifik dalam ileum terminalis, walaupun sekitar 20% empedu intestinal
dikonjugasi oleh bakteri dalam kolon dan 50% akan direabsorsi kembali.
Bilirubin, suatu pigmen kuning dengan sebuah struktur tetrapirol yang tidak
larut dalam air berasal dari sel-sel yang telah hancur(75%), katabolisme protein-
protein hem lain (22%) dan inaktivasi eritropoesis sumsum tulang (3%). Bilirubin
yang tidak terkonjugasi akan ditransfort kedalam sirkulasi sebagai sebuah kompleks
dengan albumin, walaupun sejumlah kecil dialirkan ke dalam sirkulasi secara
terpisah. Bilirubin larut lemak akan diubah menjadi larut air oleh hati melalui
beberapa langkah yang terdiri atas fase pengambilan spesifik, konjugasi dan ekskresi.
Sebenarnya bilirubin terkonjugasi tidak direabsorsi dari duktus bilaris atau usus
melainkan pada kolon. Kolon dapat mengkonjugasi bilirubin dan mengkonversi
menjadi tetrapirol larut air yang dikenal sebagai urobilinogen. Kira-kira setengah dari
uroblinogen akan direabsorsi dan diekresi oleh ginjal dan dikeluarkan bersama feses
sebagai sterkobilin.
IKTERUS
Kata ikterus ( jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus
yang ringand apat dilihat paling awal pada sklera mata, dan kalau ini terjadi
konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL ( 34 sampai 43 umol/L). Jika
31
ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya
sudah mencapai 7mg%.
Tahapan metabolisme bilirubin terbaru terbagi 5 yaitu:
1. Fase pembentukan bilirubin
2. Transpor plasma
3. Liver uptake
4. Konjugasi
5. Ekskresi bilier
Fase Prahepatik
Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau 4mg per
kg berat badan terbentuk setiap harinya, 70-80% berasal dari pemecahan sel
darah yang telah matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labelled
bilirubin) datang dari protein hem lainnya yang berada terutama di dalam
sumsum tulang dan hati. Sebagian produk hem di pecah menjadi besi dan
produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim
lain biliverdine reduktase, mengubah biliverdine menjadi bilirubin. Tahapan
ini terjadi terutama dalam sel sistem retikuloendotelial. Peningkatan hemolisis
sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan
bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin meningkat pada beberapa
kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang
penting.
Transport Plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak
terkonjugasi ini transpornya dalam p[lasma terikat dengan albumin dan tidak
dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni.
Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan
seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan bersama
albumin.
Fase Intrahepatik
Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara
rinci dan pentingya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum
jelas. Pengambilan bilirubin melalui transpor yang aktif berjalan cepat, namun
tidak termasuk pengambilan albumin.
Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami
konjugasi dengan asama glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida atau
bilirubin konjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini dikatalisasi oleh enzim
mikrosomal glukuronil-transferase menghasilkan bilirubin yang larut air.
32
Fase Pascahepatik
Eksresi Bilirubin. Bilirubin terkonjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus
bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi
proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men”dekonjugasi” dan
mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian
besar kedalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan
dikeluarkan kembali kedalam empedu dan dalam jumlah kecil dapat mencapai
air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi
tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini menerangkan warna airseni yang gelap
yang khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin
tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.
Karenanya bilirubin tak terkonjugasi dapat melewati barier darah otak atau
masuk ke dalam plasenta.
33
UNIT PEMBELAJARAN 3
SKENARIO 3. : “BU DINI SAKIT HATI”
Bu Dini datang ke puskesmas dengan keluhan utama mata kuning sejak 3 hari
yang lalu. Dari anamnesis yang dilakukan dokter puskesmas diketahui bahwa
seminggu sebelumnya Bu Dini mengalami demam ringan yang naik turun. Selain itu
ia juga mengeluh mual, muntah dan nyeri pada ulu hati serta tidak ada keluhan gatal
pada kulit, warna BAB kuning seperti biasa. Dokter menanyakan apakah ada anggota
keluarga atau teman Bu Dini yang mengalami penyakit yang sama dalam beberapa
minggu terakhir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal,
sklera ikterik, konjungtiva tidak anemis, hepar teraba 2 jari dibawah arkus costarum.
Agar bisa memastikan penyakit Bu Dini, Dokter merujuknya ke laboratorium
klinik untuk pemeriksaan darah dan urin rutin, faal hepar serta HbsAg. Dokter
menganjurkan agar Bu Dini dirawat inap agar bisa istirahat dan dietnya disesuaikan
dengan kondisi Bu Dini, disamping diberikan obat. Bu Dini jadi khawatir dan
menanyakan pada dokter, apakah penyakit yang dialaminya ini berbahaya dan apakah
dia bisa segera sembuh? Bagaimana anda menjelaskan apa yang dialami Bu Dini?
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pembelajaran, mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan epidemiologi penyakit infeksi pada hati
2. Menjelaskan faktoresiko dan etiologi penyakit infeksi pada hati
3. Menjelaskan jenis penyakit infeksi pada hati
4. Menjelaskan patogenesis penyakit infeksi pada hati
5. Menjelaskan gambaran klinis penyakit infeksi pada hati
6. Menjelaskan cara menegakkan diagnosis penyakit infeksi pada hati
(anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang)
7. Menjelaskan diagnosis banding penyakit infeksi pada hati
8. Menjelaskan penatalaksanaan komprehensif penyakit infeksi pada hati
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif)
9. Menjelaskan komplikasi dan prognosis penyakit infeksi pada hati
10. Mengidentifikasi kasus yang memerlukan rujukan
34
TEORI
Definisi
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistematik yang dominan menyerang hati. Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yaitu : virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), hepatitis E (HEV). Jenis virus yang ditularkan pascatransfusi seperti virus hepatitis G dan virus TT telah dapat diidentifikasi akan tetapi tidak menyebabkan hepatitis. Semua jenis hepetitis virus yang menyerang manusia merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B, yang merupakan virus DNA. Walaupun virus-virus tersebut berbeda dalam sifat molekuler dan antigen, akan tetapi semua jenis virus tersebut memperlihatkan kesamaan dalam perjalanan penyakitnya.
Etiologi
Hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yaitu : virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), hepatitis E (HEV).
Agen penyebab hepatitis virus dapat di klasifikasikan kedalam dua grup yaitu hepatitis dengan transmisi secara enterik dan transmisi melalui darah.
1. Transmisi secara enterikTerdiri atas virus hepatitis A dan virus hepatitis E
Virus tanpa selubung Tahan terhadap cairan empedu Ditemukan ditinja Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier
intestinal
a. Hepatitis A Masa inkubasi 15-50 hari (rata-rata 30 hari) HAV diekresikan di tinja oleh orang yang terinfeksi selama 1-2
minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan penyakit Viremia muncul muncul singkat (tidak lebih dari 3 minggu), kadang-
kadang sampai 90 hari pada infeksi yang kambuh Fekal oral predominan diantara anggota keluarga. Kejadian luar biasa
yang dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan bersama, makanan terkontaminasi dan air.
Faktor resiko lain, meliputi paparan pada ;- Pusat perawatan sehari untuk bayi atau anak balita
- Pemakaian IVDU (intra vena drug user)
- Perilaku seks oral anal
b. Hepatitis E Masa inkubasi rata-rata 40 hari HEV RNA terdapat diserum dan tinja selama fase akut Penyakit epidemi dengan sumber penularan dari air
35
Viremia yang memanjang atau pengeluaran di tinja merupakan kondisi yang tidak sering dijumpai
2. Tranmisi melalui darahTerdiri atas hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D
Virus dengan selubung Rusak bila terpajan cairan empedu Tidak terdapat dalam tinja Dihubungkan dengan penyakit hati kronik Dihubungkan dengan viremia yang persisten
a. Hepatitis B Masa inkubasi 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari) Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah
infeksi akut Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis dan
kanker hati HBV ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal, saliva, cairan
tubuh lainnya Cara transmisi ;
- Melaui transfusi darah, IVDU, pasien hemodialisis
- Transmisi seksual
- Penetrasi jaringan perkutan atau permukosa : tertusuk jarum, penggunaan alat medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur dan silet, tato, jarum akupuntur,tindik, penggunaan sikat gigi bersama
b. Hepatitis C Masa inkubasi 50-160 hari (puncak pada sekitar 50hari)
Viremia yang berkepanjangan dan infeksi yang persisten Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis,
kanker hati Cara transmisi
- Melaui transfusi darah, IVDU
- Penetrasi jaringan perkutan atau permukosa : tertusuk jarum, penggunaan alat medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur dan silet, tato, jarum akupuntur,tindik, penggunaan sikat gigi bersama
c. Hepatitis D Masa inkubasi diperkirakan 4-7 minggu Viremia singkat (infeksi akut) atau memanjang (infeksi kronik) Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV
(koinfeksi atau superinfeksi)- IVDU
- Homoseksual atau biseksual
- Resipien donor darah
- Pasangan seksual Cara transmisi
- Melalui darah
36
- Transmisi seksual
Patofisiologi
a. Sistem imun bertanggung jawab untuk terjadinya kerusakan sel hati Melibatkan respon CD8 dan CD4 sel T Produksi sitokin di hati dan sistemik
b. Efek sitopatk langsung dari virus. Pada pasien imunnosupresi dengan replikasi tinggi, akan tetapi tidak ada bukti langsung.
Gejala hepatitis akut terbagi dlam 4 tahap yaitu :
1. Fase inkubasi, merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini.
2. Fase prodromal (pra ikterik), timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas, anoreksia, nausea, vormitus. Serum sickness dapat muncul pasa hepatitis B akut diawal infeksi. Demam ringan pada hepatitis A akut. Nyeri abdomen biasanya pada kuadran kanan atas atau epigastrium
3. Fase ikterus, ikterus muncul setelah 5-10 hari. Tatapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi .
4. Fase Konvalesen (Penyembuhan), diawali dengan hilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat kembalinya nafsu makan.keadaaan akut biasanya membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu pada hepatitis B.
Gambaran klinis
1. Spektrum penyakit mulai dari asimtomatik, infeksi yang tidak nyata sampai kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut.
2. Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari prodromal yang non spesifik dan gejala gastrointestinal seperti : malaise, anoreksia, nausea, vormitus, gejala flu, faringitis, batuk, sakit kepala, dam mialgia.
3. Awitan gejala cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV4. Demam jarang ditemukan kecuali pada HAV5. Gejala prodromal menghilang pada saat ikterus muncul, tetapi gejala malaise,
anoreksia, dan kelemahan dapat menetap.6. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap, pruritis muncul
ketika ikterus meningkat.7. Pemeriksaan fisik menunjukan adaya sedikit pembesaran organ hati dan nyeri
tekan pada hati.8. Spenomegali ringan dan limfadenopati pada sebagian pasien.
Pengobatan
37
Infeksi yang sembuh spontan
1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi.
2. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
Tidak ada rekomendasi diet khusus
Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang
paling baik di toleransi.
Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut
3. Aktivitas fifis yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
4. Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
5. Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A,E dan D. Pemberian
interferon-alfa pada hepatitis C akut dapat menurunkan risiko kejadian infeksi
kronik. Peran lamivudin adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas.
Kortikosteroid tidak bermanfaat.
6. Obat-obat yang tidak perlu harus di hentikan.
Gagal hati akut
1. Perawatan di RS
Segera setelah diagnosis ditegakan
Penanganan terbaik dapat dilakukan pada RS yang menyediakan
program transplantasi hati.
2. Belum ada terapi yang terbukti efektif
3. Tujuan
Sementara menunggu perbaikan infeksi spontan dan perbaikan fungsi
hati dilakukan monitoring kontinu dan terapi suportif.
Pengenalan dini dan terapi terhadap komplikasi yang mengancam
nyawa
Mempertahankan fungsi vital
Persiapan transplantasi bila tidak terdapat perbaikan
4. Angka survival mencapai 65-75% bila dilakukan transplantasi dini
Hepatitis Kolestasis
1. Perjalanan penyakit dapat dipersingkat dengan pemberian jangka pendek
prednison atau asam ursodioksikolat. Hasil penelitian masih belum tersedia.
2. Pruritus dapat di kontrol dengan kolestiramin.
Hepatitis Relaps
Penangan serupa dengan hepatitis spontan.
UNIT PEMBELAJARAN 4
38
SKENARIO 4. : “TN.DAVID MUNTAH DARAH”
Tn.David, 50 tahun, diantar oleh anaknya ke Puskesmas dengan keluhan
muntah darah dan berak berwarna hitam sejak 2 jam yang lalu. Dari anamnesis oleh
dokter puskesmas diketahui bahwa BAK Tn.David seperti air teh pekat sejak 2
minggu yang lalu, mata dan kulit terlihat kuning kadang-kadang disertai demam
ringan. Sejak 2 bulan terakhir, Tn.David merasakan berat badannya sangat menurun.
Tn.David adalah seorang peminum alkohol sejak muda.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 90/60 mmHg, Nadi 100
kali/menit, konjungtiva ikterik, palmar eritema, spider naevi (+), perut buncit, vena
colateral pada dinding abdomen. Pada palpasi abdomen ditemukan tanda-tanda
ascites (+) dan pada tungkai bawah ditemukan pitting edem. Pada pemeriksaan
laboratorium rutin Hb 8 g/dl. Setelah dipasang infus dan diberi anti perdarahan,
Tn.David akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit terdekat untuk pemeriksaan dan
penatalaksanaan lebih lanjut.
Sesampai di RS, dokter IGD melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kemudian merujuk Tn.David ke bagian radiologi untuk dilakukan USG hepar, karena
dicurigai adanya keganasan dan ke bagian laboratorium klinik untuk pemeriksaan faal
hepar,albumin dan globulin. Bagaimana anda menjelaskna apa yang dialami oleh
Tn.David?
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pembelajaran, mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan epidemiologi sirosis hepatis dan keganasan pada hepar
2. Menjelaskan faktor resiko dan etiologi sirosis hepatis dan keganasan pada hepar
3. Menjelaskan patogenesis sirosis hepatis dan keganasan pada hepar
4. Menjelaskan gambaran klinis sirosis hepatis dan keganasan pada hepar
5. Menjelaskan cara menegakkan diagnosis sirosis hepatis dan keganasan pada
hepar (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang)
6. Menjelaskan penatalaksanaan komprehensif sirosis hepatis dan keganasan pada
hepar( promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif )
7. Menjelaskan komplikasi dan prognosis sirosis hepatis dan keganasan pada hepar
TEORI
39
Sirosis Hati
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang mengambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distrosi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus regeneratif, yang terjadi akibat nekrosis hepatoselular
(Gambar 4). Akibatnya jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan
ikat, distrosi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkrim hati di mana
nodul-nodul ini dapat mikronodular (<3 mm) atau makronodular (>3 mm). Sirosis
dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut,
menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap.
Tahap akhir penyakit hati kronis (sirosis hati) memiliki 3 karakteristik, yaitu:
1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang
mengantikan lobulus.
2. Nodul parenkrim yang ternetuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran
bervariasi dari mikronodular sampai makronodular.
3. Kerusakan arsitektur hati keseluruhan.
Klasifikasi dan Etiologi
Secara klinis/fungsional maka sirosis hati dibagi menjadi:
1. Sirosis hati kompensata; merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan
pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya dengan klinis atau belum adanya
gejala klinis yang nyata (laten, sirosis dini).
2. Sirosis hati dekompensata; yang ditandai dengan gejala-gejala dan tanda klinis
yang jelas (aktif, disertai kegagalan hati dan hipertensi portal).
Secara morfologi maka sirosis terbagi menjadi:
1. Mikronodular (nodul <3 mm); ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di
dalam septa parenkrim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut di
seluruh nodul (Gambar 5), dan sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi
makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular (nodul >3mm); ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi, mengandunng nodul yang besarnya juga bervariasi, ada
nodul besar di dalamnya ada daerah luas dengan parenkrim yang masih baik atau
terjadi regenerasi parenkrim (Gambar 5).
3. Campuran; merupakan campuran mikro dan makronodular, sirosis hati umumnya
merupakan jenis campuran.
Sebagian besar jenis sirosis diklasifikasi secara etiologis dan morfologis menjadi:
40
1. Alkoholik
2. Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
3. Biliaris
4. Kardiak
5. Metabolik, keturunan dan terkait obat.
Adapun sebab-sebab sirosis dan/atau penyakit hati kronik, yaitu:
1. Penyakit infeksi: bruselosis, capillariasis, ekinokokus, skistosomiasis,
toksoplasmosis, hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D,
sitomegalivirus, Epstein-Barr), malaria.
2. Penyakit keturunan dan metabolik: defisiensi α-antitripsin, sindrom Alagille,
atresia biliaris, kolestasis intrahepatik familial tipe 1 dan 3, sindrom Fanconi,
galaktosemia, penyakit Gaucher, penyakit simpanan glikogen, hemokromatosis,
intoleransi fluktosa herediter, tirosinemia herediter, penyakit Wilson, dan pada
anak-anak dapat berupa kekurangan protein hewani (asam amino kolin dan
mentionin), vitamin B kompleks, kistein.
3. Obat dan toksik: alkohol, amiodaron, arsenik, obstruksi bilier, pyrrolidizine
alkaloid dan agen antineoplastik (penyakit venooklusif), penyakit perlemakan hati
non alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer, MTX, INH,
metildopa.
4. Penyakit lain atau tidak terbukti: penyakit biliaris kronik, fibrosis kistik, pintas
jejunoileal, sarkoidosis, kolestasis kronik/sirosis bilier sekunder, penyakit veno
oklusif, sindrom Budd Chairi (kontasepsi oral), perikarditis konstriktiva, payah
jantung kanan, hepatitis lupoid.
Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis, dan penyebab sebagian besar adalah
sirosis adalah penyakit hati alkoholik dan infeksi virus kronik. Perlemakan hati akan
mengakibatkan NASH dengan prevalensi 4% dan berakhir sirosis hati dengan
prevalensi 0,3%, sedangakan prevalensi sirosis hati akibat alkoholik steatohepatitis
dilaporkan 0,3%. Perbandingan pria dan wanita sekitar 2,2:1 dan hasil biopsi
menunjukan kekerapan sirosis mikro dan makronodular hampir sama sekitar 1,6:1,3.
Dan pada DM dialami 15-30% pasien sirosis akibat resistensi insulin dan tidak
adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Patogenesis dan Patologi
Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis adalah
kematian sel hati, regenerasi dan fibrosis progresif. Sewaktu terjadi peradangan akan
menyebabkan nekrosis yang luas, terkadi kolaps lobulus hati dan memicu timbulnya
41
regenerasi (jaringan parut) di mana ini adalah respons normal penjamu, yang diserta
timbulnnya fibrosis difus dan nodul sel hati.
Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati normal mengandung kolagen instestium (tipe I
pada lokasi sentral, tipe III pada jaringan retikulin seperti sinusoid dan porta, tipe IV
pada membran basal) di saluran porta dan sekitar vena sentral dan kadang-kadang
parenkrim dan di ruang antara sel endotel sinusoid dan hepatosit (ruang Disse)
terdapat rangka retikulin halus kolagen tipe IV.
Pada sirosis, sebelumnya terbentuk septa dari sel retikulum penyangga yang kolaps
dan berubah parut, di mana jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta
yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini
ditrosi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta dan akan
menimbulkan hipertensi portal.
Kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua
bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi
pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Yang pada
dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang-lubang dengan
pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi saluran vaskular terkanan
tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan
protein (misalnya albumin, faktor pembekuan, lipoprotein) antara hepatosit dan
plasma sangat terganggu.
Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tempaknya adalah sel stelata
perisinusoid penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara normal
berfungsi sebagai tempat penyimpan vitamin A dan lemak, sel ini mengalami
pengaktifan selama terjadinyya sirosis, kehilangan simpanan retinil ester, dan
berubah menjadi sel mirip miofibroblas. Rangsangan untuk sintesis dan pengendapan
kolagen dapat berasal dari peradangan kronis, disertai produksi sitokin peradangan
seperti faktor nekrosis tumor (TNF), limfotoksin, dan interleukin 1; pembentukan
sitokin oleh endogen yang cidera (sel Kupffer, sel endotel, hepatosit, dan sel epitel
saluran empedu); gangguan matriks ekstrasel; stimulasi langsung ekstrasel.
1. Sirosis Laënnec (sirosis alkoholik, portal, sirosis gizi)
Sirosis alkoholik ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus,
kehilangan hepatosit yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif (sirosis
mikronodular yang diakibatkan oleh cidera hati). Tiga lesi utama induksi alkohol
adalah perlemakan hati, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik
42
Hepatitis alkohol dapat ditemukan satu atau beberapa fokus pembengkakan
(degenerasi balon) akibat akumulasi lemak, air dan protein kemudian terjadi,
nekrosis hepatosit; ditemukan badan Mallory akibat akumulasi filamen
intermediat sitokeratin dan protein yang tampak sebagai badan inkulsi eosinofilik
di sitoplasma hepatosit yang mengalami degenerasi (pada sirosis biliar primer,
penyakit Wilson, sindrom kolestatik kronis dan tumor hepatoselular juga
ditemukan); reaksi neutofilik di mana neutrofil berkumpul di sekitar hepatosit
terutama yang mengandung badan Mallory adapun limfosit dan makrofag yang
masuk ke saluran porta dan tumpah ke dalam parenkrim; fibrosis sinusoid dan
perivenula dan kadang-kadang fibrosis periporta mendominasi.
2. Sirosis Pascanekrotik
Gambaran patologi hati biasany mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri
dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar
(gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik). Ukuran nodul
bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkrim
regenerasi yang susunannya tidak teratur.
Patogenesis sirosis hati memperlihatkan adanya peranan sel stelata di mana dalam
keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbanggan pembentukan
matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukan
perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung
teru-menerus (virus hepatitis atau bahan-bahan hepatotoksik) maka sel stelata
akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka
fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal
akan digantikan oleh jaringan hati.
Manifestasi klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual dan muntah (terutama pagi hari),
berat badan menurun, pengurangan masa otot terutama mengurangnya masa otot
daerah pektoralis mayor, kadang mencret atau konstipasi, kelemahan otot (akibat
deplesi dan penimbunan air pada otot), pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksual. Pada anak-anak dapat
pula ditemukan kelainan kulit seperti jerawat dan stria, infeksi saluran napas kronik
43
dan insufisiensi pankreas (pada fibrosis kistik), pruitis, ikterus, xantelasma (lempeng-
lempeng lunak yang berwarna kuning), malabsopsi dan defisiensi vitamin terutama D
dan K.
Sedangkan pada gejala sirosis dekompensata yang lebih menonjol terutama timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi, serta mungkin adanya gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan
air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan
mental (meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bigung, agitasi, sampai koma).
Temuan klinis sirosis hati meliputi:
1. Spider angioma-spiderangiomata (atau spider telangiektasi) dan spider nevi,
suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil yang mungkin
akibat peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas, yang sering pada bahu, muka
dan lengan atas (Gambar 10). Tanda ini juga ditemukan selama hamil, malnutrisi
berat, dan pada orang sehat (umumnya ukuran lesi kecil).
2. Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan,
yang dikaitan dengan perubahan metabolisme hormon esterogen. Juga ditemukan
pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
3. Kuku-kuku Muchrche, berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna
normal kuku, yang diperkirakan akibat hipoalbunemia. Tanda ini juga ditemukan
pada sindromnefrotik.
4. Clubing finger atau jari ganda (Gambar 11), yang sering ditemukan pada sirosis
bilier.
5. Osteoartropati hipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.
6. Kontraktur Dupuyten akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi
jari-jari berkaitan dengan alkoholisme dan sirosis (Gambar 12a). Tanda ini juga
ditemukan pada pasien DM, distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga
mengkonsumsi alkohol.
7. Gynecomastia secara histologi berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mamae laki-laki, kemungkinan akibat peningakatn androstenedion. Selain itu
ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-
laki mengalami perubahan ke arah fenimisme. Kebalikannya pada perempuan
mesntrual cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.
8. Atrofi testis hipogonadisme yang menyebabkan impotensi dan infertil, yang
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
9. Hepatomegali ukuran yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil dan bila
hati teraba maka akan teraba keras dan nodular.
44
10. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik, hal ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
11. Asites, adalah penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi
porta dan hipoalbunemia (Gambar 12b).
12. Caput medusa juga dapat ditemukan akibat hipertensi porta atau vena kolateral
pada dinding perut.
13. Fector hepatikum, adalah bau napas yang khas pada pasien sirosis akibat
peningkatan dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
14. Ikterus, pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia (kadar bilirubin <2-
3 mg/dl tidak terlihat) dan warna urin terlihat seperti air teh.
15. Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari
tangan, dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai berupa:
1. Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar.
2. Batu pada vesika felea akibat hemolisis.
3. Pembesaran kelenjar parotis, terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat
sekunder infiltrasi lemak, fibrosis dan edema.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan jasmani
Pada pemeriksaan awal dapat ditemukan manifestasi klinis yang ada pada sirosis
pada kompesata maupun yang dekompesata.
Pada pemeriksaan hati didapatkan hati membesar pada awal sirosis, bila hati
mengecil maka prognosis kurang baik. Besar hati normal selesar telapak tangan
sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal, pinggir hati
biasanya tumpul dan ada sakit tekanan pada perabaan hati.
Pembesaran limpa (splenomegali) diukur dengan dua cara yaitu Schüffner di
mana S I-IV dari medial ke bawah menuju umbilikus dan S V-VIII dari
umbulikus ke SIAS, atau cara Hacket bila limpa membesar ke arah bawah (H I-
IV).
2. Pemeriksaan laboratorium
Tes fungsi hati meliputi:
1. AST (SGOT) dan ALT (SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi, di mana
SGOT lebih meningkat daripada SGPT (bila transminase normal tidak
mengesampingkan adanya sirosis).
45
2. AF meningkat <2-3 kali dari normal (pada kolangitis sklerosis primer dan
sirosis bilier primer didapatkan kadar yang tinggi).
3. γ-GT sama dengan FA, kadanya tinggi tinggi pada penyakit hati alkoholik
kronis (karena menginduksi γ-GT mikrosomal hepatik dan juga bisa
menyebabkan kebocoran γ-GT dari hepatosit).
4. Bilirubin bisa normal pada sirosis kompensata dan bisa meningkat pada
sirosis yang lanjut.
5. Albumin menurun dan kadar globulin kadarnya meningkat pada sirosis.
Albumin menurun karena terjadi kerusakan hepatosit dan globulin meningkat
akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan
limfoid yang selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.
6. Waktu protrombin memanjang, yang mencerminkan derajat/tingkatan
disfungsi sintesis hati.
7. Kolinesterase (CHE) akan menurun dan pada perbaikan terjadi kenaikan CHE
menuju normal, sedangkan nilai CHE yang bertahan di bawah normal
mempunyai prognosis yang jelek.
8. Natrium serum menurun (<4 meq/l) terutama pada sirosis dengan asites
dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
9. Di dapatkan Hb rendah, anemia normokrom nomositer, hipokrom mikrositer
atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan
netropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan hipertensi
porta sehingga terjadi hipersplenisme.
10. Kolesterol darah selalu menurun menunjukan prognosis yang kurang baik.
11. Peninggian kadar gula darah akibat kurangnya kemampuan sel hati
membentuk glikogen dan bila kadarnya tetap meninggi menunjukan prognosis
kurang baik.
12. Biopsi hati guna melihat histopatologi dari sirosis dan dapat terjadi
komplikasi perdarahan dan rasa nyeri, dengan mortalitas yang dilaporkan
sekitar 0,001-0,003%.
3. Pemeriksaan pencitraan
1. Pemeriksan barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta (Gambar 14a).
2. Esofagoskopi (endoskopi) yang dapat melihat varises esofagus sebagai akibat
hipertensi portal. Bila tanda mengarah terjadinya perdarahan (red color
sign/RCS) berupa cherry red spot/red whale marking, kemungkinan
perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness.
3. USG yang menilai sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan
adanya massa. Pada sirosis lanjut maka hati mengecil dan nodular, permukaan
iregullar, ada peningkatan ekogenitas parenkrim hati. Selain itu USG dapat
46
melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta,
pelebaran saluran empedu, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL
(space occupying lesion) serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien
sirosis.
4. Tomografi komputerisasi di mana informasinya sama dengan USG, untuk
melihat kelainan fokal (tumor atau kista hidatid) dan dapat melihat besar,
bentuk dan homogenitas hati. Pada MRI tidak jelas mendiagnosis sirosis hati.
5. Sidikan hati, di mana liver scanning dengan radionukleid (teknitium-99m)
yang disuntikan secara intravena akan di ambil oleh parenkrim hati, sel
retikuloendotel dan limpa, sehingga bisa dilihat besar dan bentuk hati, limpa,
kelainan tumor hati, kista, filling defect. Pada sirosis terlihat pengambilan
radionukleid secara bertumpuk-tumpuk (patchy) dan difus.
6. Mungkin diperlukan angiograf untuk mengukur tekanan vena porta.
Diagnosis
Penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan
USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau perineoskopi
karena sulit membedakan membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan
sirosis hati dini.
Pada stadium dekompensata dapat ditegakkan sirosis hati dengan adanya:
1. Splenomegali.
2. Asites.
3. Edema pretibial.
4. Laboratorium bikomia khususnya albumin.
5. Tanda kegagalan hati berupa eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral.
Suharyono Soebandri menformulasikan bahwa 5 dari 7 tanda di bawah ini sudah
dapat menegakkan diagnosis sirosis hati dekompensata, yaitu:
1. Spider nevi.
2. Eritema palmaris.
3. Colateral vein atau vena kolateral.
4. Asites.
5. Splenomegali.
6. Insufisiensi albumin atau albumin yang merendah.
7. Hematemesis/Perdarahan varises.
47
Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis akibat komplikasi sirosis hati, dan komplikasi yang
sering dijumpai:
1. Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri
tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabdominal, biasanya tanpa gejala dan dapat
timbul demam dan nyeri abdomen.
2. Sindroma hepatorenal; terjadi gangguan fungsi ginjal berupa oliguria,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Jika berlanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
gluomerulus.
3. Hipertensi porta dengan manifestasi varises esofagus, 20-40% pasien sirosis
dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan dengan angka
mortalitas 1/3 akan meninggal dalam waktu 1 tahun.
4. Enselopati hepatik merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati, yang
mula-mula dengan gangguan tidur (insomia dan hipersomnia), selanjutnya dapat
timbul gangguan kesadaran ang berlanjut sampai koma.
5. Sindroma hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
6. Asites merupakan kumpulan kelebihan cairan di rongga peritoneum, dan biasanya
berupa cairan serosa dengan protein 3 g/dL (terutama albumin) seperti zat terlarut
dengan konsentrasi serupa, misalnya glukosa, natrium dan kalium seperti dalam
darah, terkadang mengandung sedikit sel mesotel dan leukosit mononukleus.
Patogenesis asites dapat melibatkan hipertensi sinusoid, pembesaran limfe hati ke
rongga peritoneum dan retensi natrium dan air.
Penatalaksanaan
Terapi ditujukan mengurangi progresif penyakit, menghindarikan bahan-bahan yang
bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bila tidak
ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1-1,5 g/kgBB dan kalori
sebanyak 2.000-3.000 kkal/hari, dan lemak yang secukupnya (DH III-IV), sedangkan
bila dengan ensefalopati maka protein dikurangi (DH I). Pada anak dengan kolestasis
berat dan malabsopsi lemak diberikan suplemen dan vitamin A, D, E dan K.
Terapi pasien sirosis kompensata ditujukan untuk mengurangi progresif kerusakan
hati, dengan menghilangkan etiologi, antara lain:
1. Pada pengguna alkohol dan bahan toksik lain yang dapat menciderai hati maka
harus dihentikan, dan pemberian asetaminofen, kolkisin, penicilamine dan obat
48
herbal yang bisa menghambat kolagenik. Diberikan diet tinggi kalori sebesar
3.000 kalori dan protein sekitar 70-90 g/hari.
2. Hepatitis autoimun diberikan steroid atau imunosupresif.
3. Hemokromatosis dilakukan flebotomi setiap minggu sampai kadar besi menjadi
normal dan diulang sesuai kebutuhan atau dilakukan terapi kelasi
(desferioxamine).
4. Pada penyakit Wilson diberikan D-penicilamine (chelating agent) 20
mg/kgBB/hari dengan mengikat kelebihan cuprum dan menambah eksresi melalui
urin.
5. Penyakit hati nonalkoholik, dengan menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis.
6. Hepatitis virus B, diberikan inteferon-α dan lamivudin (analog nukleosida), di
mana lamivudin diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama 1 tahun (dapat
menimbulkan mutasi YMDD sehingga resistensi obat) dan inteferon diberikan
dengan dosis 3 MIU sebanyak 3 kali seminggu selama 4-6 bulan.
7. Hepatitis C kronik diberikan kombinasi inteferon-α dengan ribavirin, di mana
inteferon dengan dosis 5 MIU selama 3 kali seminggu dan ribavirin sebanyak 0,8-
1 g/hari selama 6 bulan.
8. Pengobatan fibrosis hati dengan menempatkan sel stelata sebagai target
pengobatan dan mediator fibrogenik atau mengurangi aktivitas dari sel stelata,
maka dapat diberikan interferon (pengurangan aktivitas sel stelata), kolkisin (anti
peradangan dan mencegah pembentukan kolagen), metotreksat, vitamin A
maupun obat-obat herbal.
Sedangkan pengobatan pada sirosis dekompesata, yaitu:
1. Asites; tirah baring dan di awali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
g atau 90 mmol/hari (2 g NaCl) dengan total cairan 1,5 l/hari dan dikombinasi
dengan diuretik. Awalnya diberikan spironolakton dengan dosis 1 x 100-200
mg/hari, dengan memonitor penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa adanya
edema atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bila respons spironolakton
kurang, maka dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari, dan
bila masih kurang respons maka furosemid bisa ditambah dosisnya dengan
maksimal 160 mg/hari.
Pada anak-anak diet garam pada usia 1-4 tahun maka <5 mEq/hari, 5-11 tahun
maka <20 mEq/hari, dan 12-14 tahun maka <30 mEq/hari. Sedangkan obat
diuretik yang sesuai adalah aldokton (antagonis sprinolakton) dengan dosis dan
intial, sbb:
1. Umur 1-3 tahun: dosis 4 x 12,5 mg/hari.
2. Umur 4-7 tahun: dosis 4 x 25 mg/hari.
49
3. Umur 8-11 tahun: dosis 4 x 27,5 mg/hari.
4. Umur >12 tahun: dosis 4 x 50 mg/hari.
Bila diuresis tetap sedikit dan retensi natrium tetap tinggi, maka dosis aldokton
dapat dinaikkan setengahnya.
Parasentris dilakukan bila asites sangat besar dan pengeluaran asites bisa hingga
4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin 6-8 gr. Tindakan ini dilakukan
dengan indikasi mengurangi sakit, mengurangi sesak, mengurangi komplikasi
(perdarahan varises dan sindrom hepatorenal), untuk diagnosis dan tindakan
pembedahan.
2. Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia
diberikan oral dengan dosis 60-120 ml/hari (3 x 15-30 ml/hari) sampai terjadi
defekasi, dan pemberian neomisin digunakan untuk mengurangi bakteri usus
penghasil amonia dengan dosis 2-4 g/hari (0,5-1 g setiap 6 jam). Diet protein
dikurangi sampai 0,5 g/kgBB/hari (DH I), terutama diberikan yang kaya asam
amino rantai panjang.
3. Varises esofagus; dapat diberikan obat penyekat beta (propranolol dosis 2-3 x 40
mg/hari) sebelum dan sesudah perdarahan, sedangkan sewaktu perdarahan akut
maka diberikan preparat somatostatin (dosis 250 μg/jam) atau oktreotid (dosis 50-
100 μg/jam) dan diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
Dan perlu dilakukan pemasangan NGT untuk mengetahui asal perdarahan dan
untuk aspirasi cairan lambung yang berisi darah serta untuk mengetahui apakah
perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung. Dapat pula diberikan
vasopresin 2 amp. 0,1 g dalam 500 cc cairan D-5% atau salin pemberian selama 4
jam diulang 3 kali.
4. Peritonitis bakterial spontan; maka diberikan antibiotik seperti sefotaksim
intravena (dosis 2 g/8 jam), amoksilin atau aminoglikosida.
5. Sindrom hepatorenal (prognosis jelek, cepat menjadi ireversibel dan diakhiri
dengan kematian); mengatasi perubahan sirkulasi hati darah di hati mengatur
keseimbangan retensi garam dan air, atasi infeksi dengan pemberian antibiotik,
dicoba melakukan parasentesis abdominal dengan ekstra hati-hati untuk
memperbaiki aliran vena kava sehingga timbul perbaikan pada curah jantung dan
fungsi ginjal.
6. Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata.
Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan
penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis
50
pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabel meliputi kadar bilirubin,
albumin, dan ada tidaknya asites dan esefalopati dan status nutrisi.
Tabel Klasifikasi Chlid Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan
Fungsi Hati
Derajat Kerusakan Minimal Sedang Berat
1. Total serum
bilirubin
2. Serum albumin
3. Protrombin
(detik atau
International
Normalized
Ratio /INR)
4. Asites
5. Enselopati/PSE
6. Nutrisi
<2 mg/dl (<35
μmol/dl)
>3,5 g/dl (>35 g/l)
<4 detik/INR <1,7
Nihil
Nihil
Sempurna
2-3 mg/dl (35-50
μmol/dl)
2,8-3,5 g/dl (28-
35 g/l)
4-6 detik/INR 1,7-
2,3
Mudah dikontrol
Minimal (stage 1-
2)
Baik
>3 mg/dl (>50
μmol/dl)
<2,8 g/dl (<28 g/l)
>6 detik/INR >2,3
Sukar
Berat/koma (stage
3-4)
Kurang/kurus
Keterangan:
Tanpa masuk derajat kerusakan nutrisi, maka:
1. Child A : 5-6 poin, yang dikaitkan dengan angka kelangsungan hidup 1 tahun
pasien yaitu 100%, dengan mortalitas 10-15%.
2. Child B : 7-9 poin, yang dikaitkan dengan angka kelangsungan hidup 1 tahun
pasien yaitu 80%, dengan mortalitas 30%.
3. Child C : 10-15 poin, yang dikaitkan dengan angka kelangsungan hidup 1
tahun pasien yaitu 45%, , dengan mortalitas >60%1,2,3,4,5,7,9,10.
Penilaian prognosis terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD)
digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.
Tabel Model for End Stage Liver Disease (MELD)
51
UNIT PEMBELAJARAN 5
SKENARIO 5. : “4F”
52
Bu Fatty 45 tahun, bertubuh gemuk, sering mengeluh nyeri ulu hati sejak 6
tahun yang lalu. Berbagai pemeriksaan telah dilakukannya termasuk USG abdomen,
tapi tidak ditemukan adanya kelainan. Suatu hari ketika Bu Fatty sedang browsing
internet, dia menemukan kisah tentang kasus yang keluhan penderitanya sama
dengan Bu Fatty. Ternyata penderita dalam kasus tersebut didiagnosis dokter
mengalami cholesistitis dan sudah mengalami komplikasi cholelithiasis, sehingga
kandung empedunya harus diangkat. Bu Fatty sangat khawatir, jika hal tersebut juga
terjadi padanya. Apalagi kriteria “4F” itu ada pada dirinya.
Tetapi pada bagian yang lain, ada lagi kasus pankreatitis yang gejalanya juga
mirip dengan yang dialaminya. Bu Fatty jadi bingung dengan penyakitnya.
Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada Bu Fatty?
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pembelajaran, mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan epidemiologi penyakit pankreas dan kandung empedu
2. Menjelaskan jenis penyakit pankreas dan kandung empedu
3. Menjelaskan faktor resiko dan etiologi penyakit pankreas dan kandung
empedu
4. Menjelaskan patogenesis penyakit pankreas dan kandung empedu
5. Menjelaskan gejala klinis penyakit pankreas dan kandung empedu
6. Menjelaskan cara mendiagnosis penyakit pankreas dan kandung empedu
(anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang)
7. Menjelaskan diagnosis banding penyakit pankreas dan kandung empedu
8. Menjelaskan penatalaksanaan komprehensif( promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif ) penyakit pankreas dan kandung empedu
9. Menjelaskan komplikasi dan prognosis penyakit pankreas dan kandung
empedu
TEORI
53
KOLESISTITIS
Kolesistitis Akut
Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding
kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
demam.
Etiologi dan patogenesis
Respons inflamasi dapat disebabkan oleh tiga faktor:
1. Inflamasi mekanik yang dikarenakan oleh meningkatnya tekanan intraluminal dan
distensi yang dihasilkan karena iskemik dari mukosa dan dinding kandung
empedu.
2. Inflamasi kimia yang disebabkan oleh lisolesitin (akibat aksi fosfolipase pada
lesitin pada kandung empedu) dan faktor jaringan lainnya.
3. Inflamasi bakteri, organisme yang sering menyebabkan infeksi adalah
Escherichia coli, Klebsiella sp., Streptococcus sp., dan Clostridium sp.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang
terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan
sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus).
Statis di duktus sistikus mungkin dikarenakan kepekatan cairan empedu, kolesterol,
lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu
diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
Kolesistitis kalkulosa akut atau peradangan akut kandung empedu yang
mengandung batu yang dipicu oleh obstruksi leher kandung empedu atau duktus
sistikus. Hal ini terjadi pada awalnya akibat iritas kimiawi dan peradangan dinding
kandung empedu dan kaitannya dengan hambatan aliran keluar empedu. Fosfolipase
yang berasal dari mukosa menghidrolisis lesitin empedu menjadi lisolesitin yang
bersifat toksik bagi mukosa. Lapisan mukosa glikoprotein yang secara normal
bersifat protektif rusak, sehingga epitel mukosa terpajan langsung ke efek detergen
garam empedu. Prostaglandin yang dibebaskan di dalam dinding kandung empedu
yang teregangg ikut perperan dalam peradangan mukosa dan mural. Peregangan dan
peningkatan tekanan intralumen juga dapat menggangu aliran darah mukosa. Proses
ini terjadi tanpa ada infeksi bakteri, baru setelah proses berlangsing cukup lama
terjadi kontaminasi oleh bakteri.
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan
mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung
empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain
seperti, keadaan pascaoperasi mayor nonbiliaris, trauma berat (kecelakaan lalu lintas),
54
luka bakar luas, sepsis, demam tifoid dan diabetes melitus. Selain itu diperkirakan
terdapat banyak faktor yang berperan dalam kolesistitis akalkulosa akut, termasuk
dehidrasi, stasis dan pengendapan dalam kandung empedu, gangguan pembuluh
darah dan akhirnya kontaminasi bakteri.
Patologi
Pada kolesistitis akut, kandung empedu biasanya membesar (2-3 kali lipat) serta
tegang dan tampak merah terang atau memperlihatkan bercak-bercak keunguan
sampai hijau-hitam, akibat perdarahan subserosa. Serosa yang menutupi sering
dilapisi oleh fibrin atau eksudat supuratif.
Lumen kandung empedu terisi oleh empedu yang berkabut atau keruh yang mungkin
mengandung fibrin, perdarahan atau pus. Jika eksudat hampir seluruhnya terdiri atas
pus, keadaan ini disebut empiema kandung empedu (bakteri yang sering adalah
bakteri anaerob).
Pada kasus ringan, dinding empedu menebal dan edematosa serta hiperemik, dan
kasus yang lebih berat maka akan berubah menjadi organ nekrotik hijau-hitam yang
disebut kolesistitis gangrenosa. Secara histologis, reaksi peradangan tidak khas dan
terdiri atas edema, infiltrasi leukosit, kongesti vaskular, pembentukan abses, atau
nekrosis gangrenosa.
Gejala klinis
Keluhan yang agak khas adalah kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium
dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Sakit dapat menjalar ke pundak atau
skapula kanan dan kadang berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Pasien
kolesistitis akut dapat pula merasakan peningkatan rasa nyeri ketika mengeluarkan
suara menderu-deru atau bernapas dalam (tanda peritoneal), dapat pula terjadi
anoreksia, nause, dan muntah. Kadang dikatakan pasien kolesistitis akut adalah 3F
yaitu Female (perempuan), Fatty (gemuk) dan Fourty (usia di atas 40 tahun), namun
sering tidak sesuai.
Pemeriksaan fisis teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritonitis lokal (Murphy’s sign). Ikterus dijumpai pada 20% kasus dengan derajat
ringan (<4 mg/dl), dan apabila kadar bilirubin tinggi perlu dipikirkan adanya batu di
saluran empedu ekstrahepatik.
Pemeriksan laboratorium menunjukan leukositosis (10.000-15.000 sel/mikroliter)
serta kemungkinan peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila
keluhan bertambah nyeri bertambah berat, suhu tinggi dan menggigil, serta
55
leukositosis berat maka kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu
perlu diipertimbangkan.
Diagnosis
1. USG (kepekaan dan ketepatan mencapai 90-95%) yang dilakukan secara rutin dan
dapat memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu
dan salurann empedu ekstrahepatik (Gambar 1).
2. Skintigraf (sedikit lebih rendah dari USG) saluran empedu mempergunakan zat
radioaktif HIDA atau 99n Tc6 Iminodiacetic acid, yang dapat melihat gambaran
duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu.
3. Pemeriksaan CT-scan abdomen kurang sensitif dan mahal, namun mampu
meperlihatkan abses perikolesistik yang masih kecil yang tidak dapat terlihat pada
USG.
4. Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut, dan
hanya 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang
(radiopak) oleh karena kalsium cukup banyak.
Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba perlu dipikirkan seperti
penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ di bawah diafragma seperti apendiks
yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus peptikum akut dan infak miokard.
Adapun beberapa penyulit pada penyakit ini, yaitu:
1. Superinfeksi bakteri berupa kolangitis atau sepsis.
2. Perforasi kandung empedu dan pembentukan abses lokal.
3. Ruptur kandung empedu disertai peritonitis difus.
4. Fistula enterik empedu (kolesistenterik), disertai drainase empedu ke organ di
dekatnya, masuknya udara dan bakteri ke dalam saluran empedu dan
kemungkinan obstruksi usus akibat batu empedu (ileus).
5. Bertambah parahnya penyakit medis yang sudah ada, disertai dekompensasi
jantung, paru dan hati atau ginjal.
Penatalaksanaan
Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral
(memperbaiki volume ekstarselular dan elektrolit abnormal), selang NGT mungkin
diindikasikan, diet ringan, obat penghilang nyeri dan antispasmodik (seperti petidin
dan morfin). Pemberian antibiotik fase awal untuk mencegah komplikasi peritonitis,
kolangitis, dan septisemia dengan pemberian ampisilin, sefalosporin generasi ketiga
dan metronidazol (untuk kuman E.coli, Strepcoccus faecalis dan Klebsiella).
56
Waktu tindakan kolesistektomi masih diperdepatkan, apakah dilakukan
secepatnya (<3 hari atau 24-72 jam) atau ditunggu 6-8 minggu setellah terapi
konservatif dan keadaan umum pasien lebih baik, dan sebanyak 50% kasus akan
membaik tanpa tindakan bedah. Dan komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan
ini adalah trauma saluran empedu, perdarahan dan kebocoran empedu, sedangkan
kelebihannya adalah mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka
kematian, secara kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan di RS dan
mepercepat aktivitas pasien.
Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung
empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi, serta
tidak jarang menjadi kolesistititis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut
berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema, dan perforasi kandung empedu,
fisistel, abses hatu atau peritonitis umum, yang dapat dicegah dengan pemberian
antibiotik pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75 tahun)
mempunyai prognosis yang jelek dan banyak menimbulkan komplikasi pasca
bedah1,2,3.
Kolesistitis Kronik
Kolesistitis kronik mungkin merupakan kelanjutan dari kolesistitis akut
berulang, tetapi pada umumnya keadaan ini timbul tanpa riwayat serangan akut.
Kolesistitis kronik juga berkaitan dengan batu empedu, namun batu empedu
tampaknya tidak berperan langsung dalam inisiasi peradangan atau timbulnya nyeri.
Supersaturasi empedu mempermudah terjadinya peradangan kronis dan pembentukan
batu, sedangakn mikroorganisme yang sering adalah E. coli dan enterokokus.
Patologi
Perubahan morfologik kolesistitis kronik seperti keberadaan batu di dalam
kandung empedu, bahkan tanpa adanya peradangan akut, sering dianggap sudah
memadai untuk menegakkan diagnosis. Kandung empedu mungkin mengalami
kontraksi, berukuran normal atau membesar. Ulerasi mukosa jarang terjadi,
submukosa dan subserosa sering mengalami penebalan akibat fibrosis. Tanpa adanya
kolesistitis akut, limfosit di dalam lumen adalah satu-satunya tanda peradangan.
Gejala klinis
Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat
minimal dan tidak menonjol, seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan nause
57
khusunya setelah makan-makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang
setelah bersendawa. Riwayat penyakit batu empedu di keluarga, ikterus, dan kolik
berulang, nyeri lokal di daerah empedu disertai Murphy positif, dapat menyokong
menegakkan diagnosis.
Diagnosis banding seperti intoleransi lemak, ulkus peptik, kolon spatik, karsinoma
kolon kanan, pankreatitis kronik, dan kelainan duktus koledokus perlu
dipertimbangkan sebelum diputuskan untuk melakukan kolesistektomi.
Diagnosis
Pemeriksaan kolesistografi oral, USG, dan kolangiograf dapat memperlihatkan
kolesistitis dan disfungsi kandung empedu. Endoscopic retrograde
choledochopancreaticography (ERCP) sangat berguna untuk memperlihatkan adanya
batu di kandung empedu dan duktus koledokus.
Penatalaksanaan
Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu kandung
empedu yang sistomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi dan akan sulit dilakukan
pada pasien dengan keluhan minimal atau disertai penyakit lain yang mempertinggi
resiko operasi.
Referensi
58
Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid II. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.
Dennis L. Kasper. 2005.Harrison’s Principles Of Internal Medicine, Edition 16th.
McGraw-Hill. New York.
Ganong, William F.2002. Buku Ajar Fisiologi. EGC : Jakarta
Guyton & Hall.2006. Text of Physiology . EGC: Jakarta
Sjamsuhidayat,R& Wim De Jong. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2 .EGC;
Jakarta.
Vinay Kumar. 2007.Buku Ajar Patologi Robbins, Edisi 7, Volume 2. EGC. Jakarta.
THE SEVEN JUMPS
59
No Langkah Uraian
1 Identifikasi istilah / konsep Agar dapat memahami, mahasiswa perlu
berusaha mencari istilah dan konsep yang
belum jelas atau asing, dari scenario kemudian
menjelaskannya untuk menyamakan persepsi.
2 Identifikasi masalah Mahasiswa berusaha mencari masalah inti dan
masalah tambahan dalam scenario.
3 Analisa masalah Brainstorming/curah pendapat dengan menggali
masalah dan berusaha menjelaskan konsep
dengan menjelaskan pengetahuan yang mereka
kuasai sebelumnya (walaupun konsep dan
penjelasannya masih salah, tutor tidak perlu
segera berkomentar).
4 Strukturisasi Berdasarkan langkah 2 dan 3, mahasiswa
mengelompokkan masalah dan konsep lalu
membentuk pola / skema yang sistematis dan
terangkai secara logis.
5 Identifikasi tujuan belajar Merumuskan hal-hal yang perlu dipelajari lebih
lanjut secara mandiri.
Masa belajar mandiri: perpustakaan, diskusi kelompok kecil kuliah, internet,
konsultasi pakar, dll.
6 Presentasi hasil belajar
mandiri
Melaporkan hasil belajar mandiri / temuan
informasi terkait dengan tujuan belajar yang
dirumuskan bersama langkah ke-5.
7 Sintesis Menyimpulkan pengetahuan yang telah
diperoleh.
60
MINGGU I (9 Jan – 14 Jan 2012) Modul XII : Pankreohepatobilier
JAM
KEGIATAN
SENIN/9 Jan SELASA/10 Jan RABU/11 Jan KAMIS/12 Jan JUMAT/13 Jan SABTU/14 Jan
08.00 - 10.00 Belajar Mandiri Belajar Mandiri Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1Belajar Mandiri
Skill Lab ( Evaluasi)
Kelompok I-V
Belajar Mandiri
10.00 – 12.00 Diskusi Tutorial 1
Skenario 1 Lantai 2
Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1Belajar Mandiri
Diskusi Tutorial 2
Skenario 1 Lantai 2
Skill Lab ( Eva;uasi)
Kelompok VI-X
12.00 – 14.00Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1
Skill Lab ( Demo)
Kelompok I-V
Skill Lab ( BM)
Kelompok I-V
Praktikum Histologi
Kelompok I-V
Lab. Histologi
Belajar Mandiri14.00 – 16.00 PraktikumAnatomi
Kelompok I - VLab.Anatomi
Skill Lab ( Demo)
Kelompok VI-X
Skill Lab ( BM)
Kelompok VI-X
Praktikum Histologi
Kelompok VI-X
Lab. Histologi
16.00 – 18.00 PraktikumAnatomi Kelompok VI - X
Lab.AnatomiBelajar Mandiri Belajar Mandiri Belajar Mandiri
61
MINGGU II (16 Jan – 21 Jan 2012) Modul XII : Pankreohepatobilier
JAM
KEGIATAN
SENIN/16 Jan SELASA/17 Jan RABU/18 Jan KAMIS/19 Jan JUMAT/20Jan SABTU/21 Jan
08.00 - 10.00 Belajar Mandiri Belajar Mandiri
Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1 Belajar Mandiri
Skill Lab I/E
Kelompok I-V
Ruang Skill lab Lt.1
Belajar Mandiri
10.00 – 12.00Diskusi Tutorial 1
Skenario 2 Lantai 2
Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1Belajar Mandiri
Diskusi Tutorial 2
Skenario 2 Lantai 2
Skill Lab I/E
Kelompok I-V
Ruang Skill lab Lt.1
12.00 – 14.00 Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1
Skill Lab I/Demo
Kelompok I-V
Ruang Skill lab Lt.1
Skill Lab I/BM
Kelompok I-V
Ruang Skill lab Lt.1
Praktikum Histologi
Kelompok I-V
Lab. Histologi
Belajar Mandiri14.00 – 16.00 PraktikumAnatomi
Kelompok I - VLab.Anatomi
Skill Lab I/Demo
Kelompok VI-X
Ruang Skill lab Lt.1
Skill Lab I/BM
Kelompok VI-X
Ruang Skill lab Lt.1
Praktikum Histologi
Kelompok VI-X
Lab. Histologi
16.00 – 18.00 PraktikumAnatomi Kelompok VI - X
Lab.Anatomi
Belajar Mandiri Belajar MandiriBelajar Mandiri
62
MINGGU III (23 Jan – 28 Jan 2012) Modul XII : Pankreohepatobilier
JAM
KEGIATAN
SENIN/23 Jan SELASA/24 Jan RABU/25 Jan KAMIS/26 Jan JUMAT/27 Jan SABTU/28 Jan
08.00 - 10.00 Belajar Mandiri Belajar Mandiri
Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1 Belajar Mandiri
Skill Lab II/E
Kelompok I-V
Ruang Skill lab Lt.1
Belajar Mandiri
10.00 – 12.00Diskusi Tutorial 1
Skenario 3 Lantai 2
Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1Belajar Mandiri
Diskusi Tutorial 2
Skenario 3 Lantai 2
Skill Lab II/E
Kelompok I-V
Ruang Skill lab Lt.1
12.00 – 14.00Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1
Skill Lab II/Demo
Kelompok I-V
Ruang Skill lab Lt.1
Skill Lab II/BM
Kelompok I-V
Ruang Skill lab Lt.1
Praktikum Histologi
Kelompok I-V
Lab. Histologi
Belajar Mandiri14.00 – 16.00 PraktikumAnatomi
Kelompok I - VLab.Anatomi
Skill Lab II/Demo
Kelompok VI-X
Ruang Skill lab Lt.1
Skill Lab II/BM
Kelompok VI-X
Ruang Skill lab Lt.1
Praktikum Histologi
Kelompok VI-X
Lab. Histologi
16.00 – 18.00 PraktikumAnatomi Kelompok VI - X
Lab.Anatomi
Belajar Mandiri Belajar MandiriBelajar Mandiri
63
MINGGU IV (30 Jan – 4 Feb 2012) Modul XII : Pankreohepatobilier
JAM
KEGIATAN
SENIN/30 Jan SELASA/31 Jan RABU/1 Feb KAMIS/2 Feb JUMAT/3 Feb SABTU/4 Feb
08.00 - 10.00 Belajar Mandiri Belajar Mandiri
Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1 Belajar Mandiri
Skill Lab III/E
Kelompok I-V
Ruang Skill lab Lt.1
Belajar Mandiri
10.00 – 12.00Diskusi Tutorial 1
Skenario 4 Lantai 2
Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1Belajar Mandiri
Diskusi Tutorial 2
Skenario 4 Lantai 2
Skill Lab III/E
Kelompok I-V
Ruang Skill lab Lt.1
12.00 – 14.00 Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1
Skill Lab III/Demo
Kelompok I-V
Ruang Skill lab Lt.1
Skill Lab III/BM
Kelompok I-V
Ruang Skill lab Lt.1
Belajar Mandiri Belajar Mandiri14.00 – 16.00 PraktikumAnatomi
Kelompok I - VLab.Anatomi
Skill Lab III/Demo
Kelompok VI-X
Ruang Skill lab Lt.1
Skill Lab III/BM
Kelompok VI-X
Ruang Skill lab Lt.1
16.00 – 18.00 PraktikumAnatomi Kelompok VI - X
Lab.Anatomi
Belajar Mandiri Belajar Mandiri
64
MINGGU V (6 Feb – 11 Feb 2012) Modul XII : Pankreohepatobilier
JAM
KEGIATAN
SENIN/6 Feb SELASA/7 Feb RABU/8 Feb KAMIS/9 Feb JUMAT/10 Feb SABTU/11 Feb
08.00 - 10.00 Belajar Mandiri Belajar Mandiri
Belajar Mandiri
Belajar Mandiri
Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1
PLENO
UJIAN MODUL
10.00 – 12.00Diskusi Tutorial 1
Skenario 5 Lantai 2
Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1
Diskusi Tutorial 2
Skenario 5 Lantai 2
12.00 – 14.00 Kuliah Pakar
Ruang Kuliah Lantai 1Belajar Mandiri Belajar Mandiri
14.00 – 16.00
Belajar Mandiri16.00 – 18.00
Lampoh Keudee, 7 Januari 2012Pembantu Dekan I Fakultas KedokteranUniversitas Abulyatama Aceh
Dr. H. Arif Fadillah, SpPD FINASIM
65
66