modul 1 karakterisasi spektrum sumber...

29
MODUL 1 KARAKTERISASI SPEKTRUM SUMBER CAHAYA 1.1 Pokok Bahasan Spektrum gelombang elektromegnetik Sumber-sumber cahaya 1.2 Tujuan Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan : Dapat melakukan karakterisasi spektrum dan menentukan lebar spektral sumber cahaya. 1.3 Dasar Teori 1.3.1 Spektrum Gelombang Elektromegnetik Susunan rentang gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya disebut dengan spektrum gelombang elektromagnetik. Spektrum gelombang elektromagnetik dipancarkan oleh transisi elektron, yaitu ketika elektron berpindah dari orbit satu ke orbit yang lain. Spektrum elektromagnetik dapat dibagi dalam beberapa daerah yang terentang dari gelombang radio sampai dengan sinar gamma. Hal ini dapat dilihat pada gambar spektrum gelombang elektromanetik di bawah ini. [1] Gambar 1.1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik Cahaya matahari yang tidak tampak berwarna ternyata dapat dipecahkan menjadi susunan cahaya berwarna yang tampak sebagai cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Artinya, cahaya putih merupakan gabungan dari beberapa cahaya berwarna. Jika spektrum cahaya tersebut dikumpulkan dan diloloskan kembali melalui sebuah prisma, cahaya tersebut kembali menjadi cahaya putih. Berikut ini spektrum warna cahaya tampak.

Upload: vuongkhanh

Post on 30-Jul-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MODUL 1

KARAKTERISASI SPEKTRUM SUMBER CAHAYA

1.1 Pokok Bahasan

Spektrum gelombang elektromegnetik

Sumber-sumber cahaya

1.2 Tujuan

Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan :

Dapat melakukan karakterisasi spektrum dan menentukan lebar spektral sumber cahaya.

1.3 Dasar Teori

1.3.1 Spektrum Gelombang Elektromegnetik

Susunan rentang gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan

frekuensinya disebut dengan spektrum gelombang elektromagnetik. Spektrum gelombang

elektromagnetik dipancarkan oleh transisi elektron, yaitu ketika elektron berpindah dari orbit

satu ke orbit yang lain. Spektrum elektromagnetik dapat dibagi dalam beberapa daerah yang

terentang dari gelombang radio sampai dengan sinar gamma. Hal ini dapat dilihat pada gambar

spektrum gelombang elektromanetik di bawah ini.[1]

Gambar 1.1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Cahaya matahari yang tidak tampak berwarna ternyata dapat dipecahkan menjadi susunan

cahaya berwarna yang tampak sebagai cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.

Artinya, cahaya putih merupakan gabungan dari beberapa cahaya berwarna. Jika spektrum

cahaya tersebut dikumpulkan dan diloloskan kembali melalui sebuah prisma, cahaya tersebut

kembali menjadi cahaya putih. Berikut ini spektrum warna cahaya tampak.

Gambar 1.2 Spektrum Warna Cahaya Tampak

1.3.2 Sumber Cahaya

Setiap sumber cahaya memiliki karakteristrik spektrum yang berbeda-beda. Pada

dasarnya terdapat 2 jenis sumber cahaya, yaitu cahaya alami dan cahaya buatan. Cahaya alami

merupakan cahaya yang berasal dari matahari, sedangkan cahaya buatan berasal dari lilin, lampu

gas, lampu minyak, dan lain-lain. Kedua sumber cahaya ini mempunyai kelebihan dan

kekurangan. Sumber cahaya alami memiliki sifat tidak menentu, tergantung pada iklim, musim,

dan cuaca. Sedangkan cahaya buatan membutuhkan biaya tertentu, namun peletakan dan

kestabilan cahaya dapat diatur. Berikut ini beberapa jenis sumber cahaya buatan.

1. Laser

LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) merupakan mekanisme

suatu alat yang memancarkan radiasi elektromagnetik, biasanya dalam bentuk cahaya yang

tidak dapat dilihat maupun dapat lihat dengan mata normal, melalui proses pancaran

terstimulasi. Pancaran LASER biasanya tunggal, memancarkan foton dalam pancaran

koheren. Komponen yang diperlukan adalah resonator untuk proses penguatan foton. Salah

satu jenis laser yang sering digunakan adalah laser He-Ne. Laser ini merupakan jenis laser

gas gabungan antara Helium dan Neon dengan perbandingan 10:1.[2]

Gambar 1.3 Laser

2. Lampu Pijar

Lampu pijar adalah sumber cahaya buatan yang dihasilkan melalui penyaluran arus listrik

melalui filamen yang kemudian memanas dan menghasilkan cahaya. Saat bola lampu pijar

dihidupkan, arus listrik akan mengalir dari electrical contact menuju filamen dengan

melewati kawat penghubung. Akibatnya akan terjadi pergerakan elektron bebas dari kutub

negatif ke kutub positif. Elektron di sepanjang filamen ini secara konstan akan menabrak

atom pada filamen. Energinya akan menggetarkan atom. Ikatan elektron dalam atom-atom

yang bergetar ini akan mendorong atom pada tingkatan tertinggi secara berkala. Saat

energinya kembali ke tingkat normal, elektron akan melepaskan energi ekstra dalam bentuk

foton. Atom-atom yang dilepaskan ini dalam bentuk foton-foton sinar infrared yang tidak

mungkin dilihat oleh mata manusia.

Gambar 1.4 Lampu Pijar

3. Lampu TL

Lampu TL (Fluorescent Lamp) adalah lampu listrik yang memanfaatkan gas Neon dan

lapisan fluorescent sebagai pemendar cahaya pada saat dialiri arus listrik. Tabung lampu TL

ini diisi oleh gas yang pada saat elektrodanya mendapat tegangan tinggi gas ini akan

terionisasi sehingga menyebabkan elektron-elektron pada gas bergerak dan memendarkan

fluorescent pada tabung lampu TL.[3]

Gambar 1.5 Lampu TL

4. LED

Light Emitting Diode (LED) adalah suatu semikonduktor yang memancarkan cahaya

monokromatik yang bekerja pada kondisi tegangan maju (forward bias). Warna yang

dihasilkan tergantung pada bahan semikonduktor yang dipakai. Berikut ini spectrum dari

LED putih dan LED berwarna.

1.3.3 Monokromator

Untuk mengamati karakteristik spektrum dari tiap sumber cahaya, digunakan

monokromator. Monokromator merupakan perangkat optik yang dapat mengubah gelombang

polikromatik menjadi monokromatik. Dengan menggunakan monokromator, maka karakteristik

dari suatu material dapat diketahui hanya dengan melihat spektrum dari sumber cahaya tersebut.

Prinsip kerja monokromator menggunakan salah satu fenomena optik, yaitu dispersi. Ketika

cahaya polikromatis sudah terdispersi, cahaya-cahaya monokromatis yang dihasilkan akan

diarahkan. Sehingga hanya panjang gelombang tertentu yang dapat keluar melalui exit slit.[4]

1.3.4 Lebar Spektral

Spektral adalah hasil interaksi antara energi elektromagnetik dengan suatu objek. Objek

yang ada di permukaan bumi mempunyai karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya.

Terdapat objek yang mempunyai sifat daya serap yang tinggi dan pantulannya rendah terhadap

elektromagnetik, dan sebaliknya. Pola pantulan dan absorpsi ini berbeda untuk panjang

gelombang (wavelength) yang berbeda. Cahaya tampak baik monokromatik maupun

polikromatik memiliki lebar spektral yang berbeda-beda.[5]

Lebar spektral diketahui melalui perpotongan antara daya rata-rata dari sumber cahaya dengan

panjang gelombang atau dikenal dengan FWHM (Full Wave of Half Maximum). Berikut ini

persamaan yang digunakan. [5]

1.4 Eksperimen : Karakterisasi Spektrum Laser He-Ne dan Laser Argon

1.4.1 Peralatan Eksperimen

Peralatan yang dibutuhkan pada praktikum modul 1 karakterisasi spektrum sumber

cahaya, antara lain:

1. Sumber Cahaya

Laser He-Ne 1 buah

Lampu Pijar 1 buah

LED (Warna Putih/ Warna lainnya) 1 buah

Lampu TL 1 buah

2. Monokromator 1 buah

3. Adaptor DC 1 buah

4. Optical power meter Thorlabs PM100D 1 buah

5. Laptop yang sudah terinstall program PMD100D Utility

Gambar 1.6 Set Up Eksperimen

1.4.2 Prosedur Percobaan

Prosedur percobaan yang harus dilakukan pada praktikum karakterisasi spektrum sumber cahaya

adalah sebagai berikut.

1. Peralatan disusun seperti Gambar 1.6.

2. Optical power meter dihubungkan dengan laptop melalui kabel USB.

3. Optical power meter dinyalakan dan jalankan program PMD100D Utility. Tunggu optical

power meter terhubung dengan laptop.

4. Sumber cahaya ditempatkan sesuai Gambar 1.6.

5. Sumber cahaya dinyalakan dengan jarak 3 cm dari detektor.

6. Panjang gelombang pada optical power meter diatur pada λ = 400 - 700 nm dengan kenaikan

tiap 10 nm.

7. Nilai daya optik yang terbaca diamati dan disimpan.

8. Ulangi langkah ke-5 untuk sumber cahaya lain.

9. Membuat grafik daya optik sebagai fungsi panjang gelombang untuk semua sumber cahaya.

10. Menentukan lebar spektral untuk tiap sumber cahaya.

Daftar Pustaka

[1] Léna, Pierre; François Lebrun, François Mignard (1998). Observational Astrophysics.

Springer-Verlag. ISBN 3-540-63482-7

[2] Conceptual physics, Paul Hewitt, 2002

[3] http://elektronika-dasar.web.id/teori-elektronika/karakteristik-dan-prinsip-kerja-lampu-tl-

fluorescent-lamp/

[4] http://chemtech.org/cn/cn212

[5] Evhy, Kumalasari. “Laporan Spektral”. 2013. Retrieved from

http://www.scribd.com/doc/169008326/LAPORAN-SPEKTRAL

MODUL 2

BENDING DAN PENGARUH SUHU PADA SERAT OPTIK

2.1 Pokok Bahasan

Prinsip-prinsip transmisi sinyal laser pada serat optik.

Pengaruh lekukan (bending) pada daya sinyal keluaran serat optik.

Pengaruh suhu pada daya sinyal keluaran serat optic.

2.2 Tujuan

Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan :

Mengetahui prinsip transmisi sinyal pada serat optik.

Mengetahui pengaruh perubahan lekukan (bending) terhadap nilai daya sinyal yang

ditransmisikan pada serat optik.

Mengetahui pengaruh suhu terhadap nilai daya sinyal yang ditransmisikan pada serat optic.

2.3 Dasar Teori Serat Optik

Serat optik adalah suatu pemandu gelombang dieletrik yang berbentuk silinder terbuat dari

material low-loss seperti kaca silika[6]

. Bagian utama dari serat optik terdiri dari core dan

cladding yang dilindungi oleh coating. Kedua bagian utama tersebut memiliki indeks bias yang

berbeda.

Gambar 2.1 Struktur Serat optik[4]

Struktur dasar dari sebuah serat optik yang terdiri dari 3 bagian :

a. Core (inti) : sebuah batang silinder terbuat dari bahan dielektrik (bahan silika (SiO2),

biasanya diberi doping dengan germanium oksida (GeO2) atau fosfor penta oksida (P2O5)

untuk menaikan indeks biasnya) yang tidak menghantarkan listrik, inti ini memiliki jari-jari,

besarnya sekitar 8 – 200 µm dan indeks bias n1, besarnya sekitar 1,5.

b. Cladding (selimut) : merupakan bagian yang membungkus core sehingga pulsa-pulsa

cahaya yang akan keluar dari core terpantul ke dalam core kembali sehingga pulsa cahaya

tidak hilang di perjalanan. Cladding mempunyai diameter yang bervariasi antara 125 µm

(untuk siglemode dan multimode step index) dan 250 µm (untuk multimode graded index)

c. Coating (jaket) : terbuat dari bahan plastik yang elastis, berfungsi sebagai pelindung core dan

cladding dari gangguan luar.

Ada 3 jenis perambatan cahaya yang terjadi pada serat optik, yaitu:

Gambar 2.2 Perambatan Cahaya dalam Serat Optik

1. Sinar merambat lurus sepanjang sumbu serat tanpa mengalami refleksi atau refraksi.

2. Sinar mengalami refleksi total karena memiliki sudut datang yang lebih besar dari sudut

kritis dan akan merambat sepanjang serat melalui pantulan – pantulan.

3. Sinar akan mengalami refraksi dan tidak akan dirambatkan sepanjang serat karena memiliki

sudut datang yang lebih kecil dari sudut kritis.

Prinsip yang digunakan pada perambatan cahaya pada serat optik adalah hukum Snellius.

Snellius menyatakan bahwa „perbandingan sinus antara sudut datang dan sudut bias sebanding

ratio kecepatan cahaya pada dua media tersebut atau berbanding terbalik dengan ratio indeks

bias dari kedua.’

1

2

2

11

)2sin(

)sin(

n

n

v

v

(2.1)

Gambar 2.3 Hukum Snellius

Dari hukum snellius didapatkan bahwa jika sebuah cahaya merambat pada dua medium

yang indeks bias medium asal lebih tinggi dari pada indeks bias medium tujuannya maka cahaya

akan dapat terpantul sempurna ( Total Internal Reflection). Dari prinsip cahaya dipandu pada

serat optik dengan memanfaatkan total internal reflection.

2.4 Total Internal Reflection (TIR)

Total internal reflection (TIR) merupakan prinsip pemanduan cahaya pada serat optik

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4[8]

. Cahaya dapat ditransmisikan atau dipandu pada

serat optik disebabkan karena berkas cahaya datang dari medium yang mempunyai indeks bias

lebih besar ke medium yang mempunyai indeks bias lebih kecil. Jika sudut berkas cahaya datang

lebih kecil daripada sudut kritis, maka cahaya akan dibiaskan keluar dari serat optik.

Gambar 2.4 Skema Peristiwa Total Internal Reflection

[8]

Sedangkan jika sudut berkas cahaya datang lebih besar daripada sudut kritis, maka cahaya

akan dipantulkan lagi ke dalam serat optik. Sudut kritis adalah besar sudut datang yang

menghasilkan sudut bias sebesar 90°. Jika dituliskan dalam persamaan matematis, persamaan

sudut kritis dapat diturunkan dari persamaan Snellius yang mempunyai sudut bias sebesar 90°

menjadi persamaan (2.2).

(2.2)

c = sudut kritis

n1 = indeks bias medium yang lebih rapat (besar)

n2 = indeks bias medium cahaya yang lebih renggang (kecil)

TIR hanya terjadi pada berkas cahaya kedua dan ketiga. Berkas cahaya pertama tidak

terjadi TIR disebabkan karena sudut datangnya lebih kecil daripada sudut kritis. Oleh karena itu

berkas cahaya yang dimasukkan ke dalam core serat optik harus mempunyai sudut maksimal

yang dapat diterima agar menghasilkan sudut kritis yang minimal. Gambar 2.5 menjelaskan

berkas cahaya yang dimasukkan ke dalam core serat optik yang menghasilkan sudut kritis agar

terjadi pemanduan cahaya pada serat optik. Nilai θo maksimal yang dapat diterima dapat dicari

menggunakan persamaan (2.3).

(2.3)

dimana n adalah indeks bias medium di luar serat optik, n1 adalah indeks bias core, n2 adalah

indeks bias cladding, θo max adalah sudut penerimaan berkas cahaya maksimal agar terjadi total

internal reflection dan θc adalah sudut kritis.

Gambar 2.5 Skema pemanduan cahaya pada serat optik

[8]

Nilai sin θo maksimal dapat direpresentasikan dengan NA (Numerical Aperture), yaitu

angka yang merepresentasikan sudut penerimaan maksimal serat optik agar terjadi pemanduan

cahaya yang sempurna. Nilai NA selalu < 1. Persamaan matematis untuk mendapatkan NA dapat

diturunkan dari persamaan (2.3) menjadi persamaan (2.4).

(2.4)

dimana ∆ adalah perbedaan indeks core-cladding yang dapat dicari menggunakan persamaan

(2.5).

(2.5)

dimana n1 adalah indeks bias core dan n2 adalah indeks bias cladding.

2.5 Jenis-Jenis Serat Optik

a. Singlemode Step Index

Gambar 2.6 Serat Optik Singlemode Step Index

[2]

Serat optik singlemode memiliki diameter core antara 2 – 10 mm dan sangat kecil

dibandingkan dengan ukuran cladding-nya. Cahaya hanya merambat dalam satu mode saja yaitu

sejajar dengan sumbu serat optik. Memiliki redaman yang sangat kecil, memiliki lebar pita

frekuensi yang sangat lebar, Digunakan untuk jarak jauh dan mampu menyalurkan data dengan

kecepatan bit rate yang tinggi.

b. Multimode Step Index

Gambar 2.7 Serat Optik Multimode Step Index

[2]

Serat optik ini pada dasarnya mempunyai diameter core yang besar (50 – 200 um)

dibandingkan dengan diameter cladding (125 – 400 um). Sama halnya dengan serat optik

singlemode, pada serat optik ini terjadi perubahan index bias dengan segera (step index) pada

batas antara core dan cladding. Diameter core yang besar (50 – 200 um) digunakan untuk

menaikkan efisiensi coupling pada sumber cahaya yang tidak koheren seperti LED. Karakteristik

penampilan serat optik ini sangat bergantung pada macam material/bahan yang digunakan.

Berdasarkan hasil penelitian, penambahan prosentase bahan silica pada serat optik ini akan

meningkatkan penampilan (performance). Tetapi jenis serat optik ini tidak populer karena

meskipun kadar silicanya ditingkatkan, kerugian dispersi sewaktu transmit tetap besar, sehingga

hanya baik digunakan untuk menyalurkan data atau informasi dengan kecepatan rendah dan jarak

relatif dekat. Perambatan gelombang cahaya pada multimode step index serat sebagai berikut :

Gambar 2.8 Perambatan Cahaya Pada Multimode Step Index[2]

Dalam multi mode step index mempunyai kelebihan diantaranya mudah terminasi, kopling

efisien serta tidak mahal sedangkan kerugiannya adalah dispersi lebar dan mempunyai

bandwidth minimum.

c. Multimode Graded Index

Gambar 2.9 Serat optik Grade Index Singlemode[2]

Pada Graded-index multimode terdapat lapisan pada inti kacanya sehingga index sinar yang

merambat tidak menabrak lapisan cladding. Sinar yang masuk dalam inti tidak dipantulkan

sepanjang melewati inti tersebut. Cahaya merambat lurus membentuk ”envelope” dengan

kombinasi interval biasa. Kecepatan perambatannya ditentukan oleh kerapatan index n1. Jenis

serat optik ini sangat ideal untuk menyalurkan informasi pada jarak menengah dengan

menggunakan sumber cahaya LED maupun LASER, di samping juga penyambungannya yang

relatif mudah.

2.6 Lekukan (Bending) Pada Serat Optik

Bending merupakan salah satu faktor (selain absorbtion, scattering) yang menyebabkan

terjadinya redaman (atenuasi) dalam proses transmisi sinyal pada serat optik. Redaman serat

optik merupakan karakteristik penting yang harus diperhatikan mengingat kaitannya dalam

menentukan jarak pengulang (repeater), jenis pemancar dan penerima optik yang harus

digunakan[1]

. Redaman sinyal cahaya yang merambat di sepanjang serat merupakan

pertimbangan penting dalam desain sebuah sistem komunikasi optik, karena menentukan peran

utama dalam menentukan jarak transmisi maksimum antara pemancar dan penerima.

Ada dua jenis bending (pembengkokan) yaitu macrobending dan microbending.

Macrobending adalah pembengkokan serat optik dengan radius yang panjang bila dibandingkan

dengan radius serat optik. Redaman ini dapat diketahui dengan menganalisis distribusi modal

pada serat optik. Microbending adalah pembengkokan-pembengkokan kecil pada serat optik

akibat ketidakseragaman dalam pembentukan serat atau akibat adanya tekanan yang tidak

seragam pada saat pengkabelan. Salah satu cara untuk menguranginya adalah dengan

menggunakan jacket yang tahan terhadap tekanan[6].

Redaman ( ) sinyal atau rugi-rugi serat optik didefenisikan sebagai perbandingan antara

daya output optik (Pout) terhadap daya input optik (Pin) sepanjang serat L, dimana dapat

ditunjukkan pada Persamaan 2.6.

(2.6)

Dimana:

L = Panjang serat optik (km)

Pin = Daya input optik (Watt)

Pout= Daya output optik (Watt)

= Redaman

Menurut rekomendasi ITU-T, kabel serat optik harus mempunyai koefisien redaman 0.5

dB/km untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0.4 dB/km untuk panjang gelombang 1550 nm.

Tapi besarnya koefisien ini bukan merupakan nilai yang mutlak, karena harus

mempertimbangkan proses pabrikasi, desain komposisi serat, dan desain kabel. Untuk itu

terdapat range redaman yang masih diijinkan yaitu 0.3 - 0.4 dB/km untuk panjang gelombang

1310 nm dan 0.17 - 0.25 dB/km untuk panjang gelombang 1550 nm.

2.7 Serat Optik Sebagai Sensor

Bahan-bahan untuk membuat serat optik terdiri dari banyak jenis, salah satunya adalah serat

optik plastik. Serat optik plastik adalah media transmisi cahaya yang dapat diaplikasikan

untuk sensor dan berkas cahaya yang ditransmisikan lebih dari satu sehingga dapat juga

disebut serat optik multimode. Beberapa aplikasi serat optik plastik sebagai sensor antara

lain sebagai sensor pergeseran, sensor suhu, sensor tekanan, sensor kelembaban, sensor

laju aliran fluida, sensor laju rotasi, sensor konsentrasi suatu zat, sensor medan Iistrik,

sensor medan magnet, serta sebagai sensor analisis kimia. (Gupta, 1998). Struktur dari serat

optik plastik secara umum sama dengan serat optik pada umumnya, yaitu terdiri dari

core, cladding dan coating seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Tetapi serat optik

plastik mempunyai ukuran fisik yang lebih besar dibandingkan dengan serat optik berbahan

kaca. Selain itu, serat optik plastik lebih fleksibel dan tidak mudah patah karena serat optik

plastik terbuat dari bahan polimer. Kekurangan dari serat optik jenis ini adalah kurang

cocok jika diaplikasikan untuk transmisi data pada sistem komunikasi serat optik karena

serat optik plastik mempunyai dispersi yang besar pada jarak yang pendek.

Sensor menggunakan serat optik pada umunya menggunakan metode adsorbsi gelombang

cahaya oleh cladding, yaitu dengan menggatikan cladding serat optik dengan spesimen yang

akan diukur, Perubahan spesimen cladding menyebabkan penyerapan pada cladding berubah

pula. Hal inilah yang menyebabkan intensitas cahaya yang ditransmisikan berbeda-beda jika

spesimen yang dijadikan cladding berbeda. Saat sinar ditransmisikan pada serat optik yang

sedikit energinya masuk ke dalam cladding dan menghilang (atenuasi)

2.8 Eksperimen : Bending Pada Serat Optik

2.8.1 Peralatan Eksperimen

Adapun peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut:

a. Laser

b. Serat optik multimode

c. Serat optik singlemode

d. Penggaris

e. Optical Power Meter (OPM) Thorlabs

2.8.2 Prosedur Eksperimen

Adapun langkah-langkah dalam melakukan eksperimen adalah sebagai berikut:

Gambar 2.10 Set Up Eksperimen 1 Modul 2[5]

a. Peralatan dirancang seperti pada gambar 2.10

b. Pengukuran dilakukan pada daya cahaya LASER yang keluar dari serat optik sebelum diberi

gangguan (bending) menggunakan OPM.

c. Serat optik diberi gangguan berupa lekukan (bending) dengan kelengkungan diameter 2cm

dan diukur daya cahayanya menggunakan OPM.

d. Dilakukan variasi kelengkungan diameter serat optik 2 cm, 1,5 cm, dan 1 cm, dan 0,5 cm

dengan 3 lilitan secara bertahap dan diukur daya cahayanya menggunakan OPM.

e. Dilakukan perbandingan data antara hasil keluaran cahaya laser terhadap jari-jari bending

yang diberikan menggunakan grafik.

Gambar 2.11 Set Up Eksperimen 2 Modul 2[5]

f. Serat optik dililitkan pada silinder seperti pada gambar 2.11 dan diukur daya

cahayanya menggunakan OPM (variasi jumlah lilitan sesuai arahan

asisten).

g. Dilakukan perbandingan data antara hasil keluaran cahaya laser terhadap

jumlah lilitan serat optik menggunakan grafik.

2.8.3 Tabel Eksperimen

Dalam Eksperimen serat optik ini data yang akan diambil adalah sebagai berikut:

Tabel Eksperimen 1

Tabel 2 . 1. Hasil Eksperimen

Percobaan ke- Jari-Jari

(cm) Pin Pout

1

2

:

:

:

2.9 Eksperimen : Pengaruh Suhu terhadap Daya Keluaran Serat Optik

2.9.1 Peralatan Eksperimen

Adapun peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut:

1. Serat Optik MultiMode

2. Magnetic Stirrer

3. Optical Power Meter

2.9.2 Prosedur Eksperimen

Adapun langkah-langkah dalam melakukan percobaan ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.12 Skema Percobaan

1. Menyusun peralatan percobaan seperti Gambar 2.5.

2. Atur suhu pada magnetic stirrer pada suhu 50⁰C.

3. Salah satu bagian serat optic diletakkan pada plat magnetic stirrer ( tidak menempel ) dan

ujung lainnya dihubungkan dengan Optical Power Meter.

4. Lakukan pengukuran sebanyak 3 kali pada masing-masing suhu dan catat daya yang

dihasilkan oleh Optical Power Meter.

5. Ulangi langkah 3-5 dengan suhu 100⁰C dan 150⁰C

6. Buat grafik hubungan antara daya yang dihasilkan akibat perubahan suhu yang dilakukan.

7. Analisa hasil percobaan tersebut.

Daftar Pustaka

[1] Chapter II, Serat optik. Universitas Sumatera Utara.

(repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II.pdf, diakses 24 Oktober 2014)

[2] Roychoudhuri, Chandrasekhar.Fundamental of Photonics. USA : SPIE Press. 2008.

[3] Ahmad,Imam. Sistem Transmisi Serat Optik (http://digilib.ittelkom

.ac.id/index.php?view=article&catid=11%3Asistem-komunikasi &id=681%3Asistem-

transmisi-serat-optik&option=com_content& Itemid=14, diakses 10 Oktober 2013)

[4] Smith,Graham.Optiks and Photonics:An Introduction. USA:John Wiley

& Sons, Ltd. 2007

[5] Wiley, John. 1990,” Principles Of Optical Engineering”. Departement of Electrical

Enginering The Pennslyvania University, New York.

[6] Saleh, Bahaa E., Teich, Malvin Carl, “Fundamental Of Photonics”. New York : John Wiley

& Sons, Inc. 1991

[7] Hukum Snellius. (http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Snellius, diakses 30 Oktober 2013)

[8] Keiser, Gerd. 2000. “Optical Fiber Communications Third Edition”. New York : McGraw-

Hill.

MODUL 3

DESAIN OPTIK

3.1 Pokok Bahasan

Dasar desain divais optika geometri

Aplikasi pengolahan menggunakan OSLO

3.2 Tujuan

Adapun tujuan pada eksperimen kali ini adalah agar mahasiswa dapat :

Mendesain divais berbasis optika geometri

Melakukan optimasi untuk menurunkan aberasi pada divais

3.3 Dasar Teori

3.3.1 Desain Optik

Desain optik adalah suatu proses yang digunakan untuk membuat rancangan divais optik. Divais

optik yang didesain dapat berupa desain kamera, teropong, mikroskop dan lain-lain dengan

merekayasa peletakkan lensa-lensa dan komponen optik lainnya. Dengan membuat desain divais

optik maka dapat ditentukan titik fokus terbaik dalam sebuah sistem optik, dapat mengetahui

aberasi-aberasi berbagai titik di bidang gambar, dapat ditentukan ukuran apperture. Sehingga,

kecacatan-kecatatan yang mungkin timbul pada suatu divais optik dapat diminimalisir dan kerja

dari divais optik juga dapat lebih optimal. Yang perlu diperhatikan dalam membuat desain divais

optik adalah bahan divais optik, bentuk surface dari komponen-komponen optik yang dipakai,

panjang gelombang yang dipakai, serta bentuk berkas yang masuk dan yang dihasilkan.

3.3.2 Beam Expander

Beam expander adalah komponen pada optik yang digunakan untuk memperbesar beam. Beam

expander merupakan konsep dasar yang digunakan pada teleskop. Jenis beam expander ada 2

yaitu :

1. Galilean Beam Expander

Galilean beam expander terdiri dari lensa negatif dan lensa positif.

Gambar 3.1 Galilean Beam Expander

2. Keplerian Beam Expander

Keplerian beam expander terdiri dari 2 lensa positif.

Gambar 3.2 Keplerian Beam Expander

3.3.3 Prinsip Pembelokan Sinar pada Lensa

Pembelokan cahaya atau yang lebih dikenal dengan pembiasan cahaya ketika cahaya merambat

dari suatu medium ke medium lain yang memiliki indeks bias yang berbeda. Pembiasan cahaya

terjadi karena adanya perubahan kelajuan gelombang cahaya ketika gelombang cahaya tersebut

merambat di antara dua medium berbeda.

Gambar 3.3 Pembiasan Cahaya

v =

3.3.4 Pembentukan Bayangan pada Lensa

Untuk menganalisis pembentukan bayangan oleh lensa, dapat menggunakan konsep sinar-sinar

istimewa. Dikatakan istimewa karena membentuk suatu bentuk geometri yang sederhana dan

mudah dianalisis.

Sinar-sinar istimewa untuk lensa cembung:

Gambar 3.4 Sinar Istimewa Lensa Cembung

Sinar istimewa 1: sinar yang sejajar sumbu utama lensa akan dibiaskan menuju titik fokus (f2)

lensa.

Sinar istimewa 2: sinar yang menuju pusat lensa akan diteruskan.

Sinar Istimewa 3: (kebalikan dari sinar istimewa 1) sinar yang melewati titik fokus lensa (f1)

akan dibiaskan sejajar sumbu utama.

Sinar-sinar istimewa untuk lensa cekung:

Gambar 3.5 Sinar Istimewa Lensa Cekung

Sinar istimewa 1: sinar yang sejajar sumbu utama lensa akan dibiaskan seakan-akan dari titik

fokus (f1) lensa.

Sinar istimewa 2: sinar yang menuju pusat lensa akan diteruskan.

Sinar Istimewa 3: (kebalikan dari sinar istimewa 1) sinar yang menuju titik fokus lensa (f2) akan

dibiaskan sejajar sumbu utama.

3.3.5 Cacat Pembentukan Bayangan pada Lensa

Aberasi disebut juga kesesatan atau kecacatan lensa. Aberasi adalah kelainan bentuk bayangan

yang dihasilkan oleh lensa atau cermin (Tippler, 2001). Aberasi optik adalah degradasi kinerja

suatu sistem optik dari standar pendekatan paraksial optika geometri. Degradasi yang terjadi

dapat disebabkan sifat-sifat optik dari cahaya maupun dari sifat-sifat optik sebagai medium

terakhir yang dilalui sinar sebelum mencapai mata pengamatnya.

1. Aberasi Sferis

Aberasi sferis adalah gejala kesalahan terbentuknya bayangan yang diakibatkan pengaruh

kelengkungan lensa atau cermin. Aberasi semacam ini akan menghasilkan bayangan yang tidak

memenuhi hukum-hukum pemantulan atau pembiasan.

2. Aberasi Kromatik

Aberasi kromatik adalah pembiasan cahaya yang berbeda panjang gelombang pada titik fokus

yang berbeda. Prinsip dasar terjadinya aberasi kromatis oleh karena fokus lensa berbeda-beda

untuk tiap-tiap warna.

3. Aberasi Monokromatik

Aberasi monokromatik sering juga disebut aberasi tingkat ketiga adalah aberasi yang terjadi

walaupun sistem optik mempunyai lensa dengan bidang sferis yang telah sempurna dan tidak

terjadi dispersi cahaya.

4. Koma

Koma adalah gejala dimana bayangan sebuah titik sinar yang terletak diluar sumbu lensa tidak

berbentuk titik pula. Dapat dihindari dengan diafragma.

5. Distorsi

Distorsi adalah gejala bayangan benda yang berbentuk bujur sangkar tidak berbentuk bujur

sangkar lagi atau terjadi kerusakan bayangan benda. Dapat dihindari dengan lensa ganda dengan

diafragma ditengahnya.

6. Astigmatisme

Astigmatisme adalah gejala dimana bayangan benda titik tidak berupa titik tapi berupa ellips atau

lingkaran. Astigmatisme itu sama dengan koma namun koma terbentuk akibat penyebaran

gambar dari suatu titik pada suatu bidang yang tegak lurus pada sumbu lensa sedangkan

astigmatisme terbentuk sebagai penyebaran gambar dalam suatu arah sepanjang sumbu lensa.

3.3.6 Pengenalan OSLO

Gambar 3.6 Tampilan OSLO

OSLO (Optics Software for Layout Optimization) adalah software yang digunakan untuk

mendesain suatu divais optik. Umumnya layar permukaan OSLO terdiri dari dua surfaces yaitu

“object surface” di bagian kiri dan “image surface” di bagian kanan. Ada 4 parameter utama

dalam setiap surfaces yaitu jari-jari kelengkungan (ketebalan material), indeks refraksi (tipe

kaca), dan jari-jari apperture. Untuk lebih mudah dapat memanfaatkan graphic windows pada

setiap plot parameter sistem yang berbeda. Berikut masing-masing penjelasan dari toolbar

OSLO:

a. Command : kolom yang berfungsi untuk memasukkan nilai

b. Spreadsheet : lembar yang digunakan menampilkan data desain divais optik

c. Main Window : toolbar menu utama

d. Graphic Windows : jendela yang menampilkan visualisasi dari desain divais optik yang telah

dibuat

e. Status Bar : kolom yang menampilkan informasi operasi yang sedang dilakukan dan informasi

obyek yang sedang diaktifkan

f. Text Window : rekaman data berupa teks yang menampilkan desain divais optik

g. Slider-wheel Window : untuk menemukan bentuk optimal dari suatu desain divais optik

3.4 Eksperimen

3.4.1 Desain Divais Optik

Peralatan Eksperimen

Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan eksperimen desain divais optik, antara lain:

a. Laptop

b. Software OSLO

Langkah-Langkah Eksperimen

Pada praktikum desain optik adalah untuk mendesain beam expander (tipe keplerian, dengan dua

lensa cembung) yaitu:

Desain Divais Optik Menggunakan Software

a. Ditentukan perbesaran beam, dalam percobaan kali ini digunakan perbesaran 3x, dengan lensa

pertama memiliki panjang fokus 100 mm, sehingga lensa kedua panjang fokusnya 340 mm.

Bahan kaca yang digunakan adalah BK7.

b. Pilih “File” kemudian “New Lens” dari menu OSLO.

Gambar 3.10 Penamaan Desain

c. Diisikan nama “Landscape” pada kotak New File name. Pilih Custom lens pada File type dan

isikan “4” pada Number of Surfaces untuk jumlah permukaan lensa. Klik “OK”.

d. Selanjutnya akan muncul sheet baru.

Gambar 3.11 Tampilan Pengaturan Entrance Beam Radius dan Field Angle

Diisikan data sebagai berikut:

Lens : Landscape

Ent beam radius : 5

Field angle : 0

e. Selanjutnya menentukan bahan lensa pertama dengan memasukkan data “BK7” di kolom

GLASS pada surface 1 (baris kedua, setelah OBJ).

Gambar 3.12 Penentuan Bahan Lensa Pertama

f. Didesain lensa pertama dengan OSLO, yaitu lensa dengan panjang fokus 100 mm, dengan

mengisikan data sebagai berikut:

Radius (surface 1) : 100 mm

Radius (surface 2) : -100 mm

Thickness (surface 1) : 10 mm

Aperture Radius (surface 1) : 25 mm

Aperture Radius (surface 2) : 25 mm

Gambar 3.13 Pengaturan Bentuk Lensa Pertama

g. Selanjutnya menentukan bahan lensa kedua dengan memasukkan data “BK7” di kolom

GLASSS pada surface 3.

Gambar 3.14 Penentuan Bahan Lensa Kedua

h. Didesain lensa kedua dengan OSLO, yaitu lensa dengan panjang fokus 330 mm, dengan

mengisikan data sebagai berikut:

Radius (surface 3) : 340 mm

Radius (surface 4) : -340 mm

Thickness (surface 3) : 5 mm

Aperture Radius (surface 3) : 25 mm

Aperture Radius (surface 4) : 25 mm

Gambar 3.15 Pengaturan Bentuk Lensa Kedua

i. Untuk melihat hasil lensa yang didesain, pilih “Draw on”, sehingga muncul tampilan sebagai

berikut:

Gambar 3.16 Tampilan Draw on

j. Untuk melihat hasil sinar yang melalui divais optik yang didesain, maka ditambahkan surface

setelah surface 4 dan menambahkan nilai thickness pada surface 4.

Gambar 3.17 Tampilan Insert After

k. Jarak antar dua lensa pada beam expander dirubah sehingga sinar hasil beam expander sejajar.

Gambar 3.18 Tampilan Pengubahan Jarak Lensa

l. Lakukan analisa aberasi yang terjadi pada desain di OSLO.

3.4.2 Eksperimen Beam Expander

Peralatan Eksperimen

Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan eksperimen beam expander, antara lain:

1. Laser He-Ne

2. 2 lensa cembung dengan dioptri yang sama

3. Layar

Langkah-Langkah Eksperimen

a. Setelah selesai dengan mendesain divais, sekarang melakukan percobaan beam expander

dengan menggunakan laser He-Ne dan lensa.

b. Memasang kedua lensa cembung pada statif.

c. Lensa disusun dengan posisi sesuai perhitungan pada simulasi.

d. Hidupkan laser lalu ukur diameter beam dan gambar beam yang keluar langsung dari laser.

e. Ukur diameter beam dan gambar beam yang keluar dari lensa kedua.

f. Hitung perbesaran beam dan bandingkan dengan hasil desain optik dengan OSLO serta

lakukan analisa pada kedua hasil tersebut.

MODUL 4

INTERFEROMETER

4.1 Pokok Bahasan

Prinsip dasar interferometer michelson

Pengaruh perubahan jarak dengan jumlah pergeseran frinji

4.2 Tujuan

Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan :

Dapat mengetahui prinsip dasar interferometer michelson

Mengetahui pengaruh perubahan jarak dengan jumlah pergeseran frinji

4.3 Dasar Teori

4.3.1 Interferensi

Interferensi merupakan superposisi dua gelombang atau lebih. Apabila dua gelombang yang

berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama tapi berbeda fase bergabung, maka gelombang

yang dihasilkan merupakan gelombang yang amplitudonya tergantung pada perbedaan fasenya.

Jika beda fasenya adalah 0 atau kelipatan 360o, maka gelombang akan sefase dan berinterferensi

saling menguatkan (konstruktif). Amplitudo yang dihasilkan merupakan penjumlahan dari

masing-masing gelombang. Jika perbedaannya 180o maka gelombang yang dihasilkan akan

saling melemahkan (destruktif). Amplitudo yang dihasilkan merupakan perbedaan amplitudo

masing-masing gelombang. Perbedaan fase antara dua gelombang sering disebabkan oleh adanya

perbedaan panjang lintasan yang ditempuh oleh kedua gelombang.

Gambar 4.1 Interferensi konstruktif dan destruktif

Interferensi gelombang tidak teramati kecuali sumbernya koheren, atau perbedaan fase

diantara gelombang konstan terhadap waktu. Koherensi dalam optika biasanya didapatkan

dengan membagi cahaya dari sumber tunggal menjadi dua berkas atau lebih yang kemudian

digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi. Pembagian ini dapat dicapai dengan

memantulkan cahaya dari dua permukaan yang terpisah.

Alat yang dirancang untuk menghasilkan pola interferensi dari perbedaan panjang lintasan

disebut interferometer optik. Interferometer dibagi menjadi 2 jenis, yaitu interferometer pembagi

muka gelombang dan interferometer pembagi amplitudo. Pada pembagi muka gelombang, muka

gelombang pada berkas cahaya pertama dibagi menjadi dua, sehingga menghasilkan dua buah

berkas sinar baru yang koheren, dan ketika jatuh di layar akan membentuk pola interferensi yang

berwujud garis gelap terang berselang-seling. Pada interferometer pembagi amplitudo, dapat

diumpamakan sebuah gelombang cahaya yang jatuh pada suatu lempeng kaca yang tipis.

Sebagian dari gelombang akan diteruskan dan sebagian lainnya akan dipantulkan. Kedua

gelombang memiliki amplitudo yang lebih kecil dari gelombang sebelumnya. Ini dapat

dikatakan bahwa amplitudo telah terbagi. Jika dua gelombang tersebut bisa disatukan kembali

pada sebuah layar maka akan dihasilkan pola interferensi.

4.3.2 Interferometer Michelson

Skema kerja interferometer seperti yang digambarkan pada Gambar 1. Sinar yang bersumber

dari sumber monokromatis dibelah/split menjadi dua berkas sinar oleh cermin M0 (beam splitter)

yang memiliki kemiringan 45o dari arah sinar yang datang. Beam splitter mentransmisikan

setengah dari cahaya yang datang menuju cermin M1 dan meneruskan sisanya ke cermin M2.

Sehingga masing masing berkas menempuh panjang lintasan yang berbeda (L1 dan L2). Setelah

terpantul dari cermin M1 dan M2, kedua berkas kembali bertemu dan terjadi superposisi yang

menghasilkan pola interferensi yang diamati lewat teleskop atau bisa juga dengan menggunakan

layar

Gambar 4.2 Skema Interferometer Michelson

Bentuk pola interferensi dari kedua berkas bergantung dari beda panjang lintasan yang telah

dilalui. Pergantian antara pola terang ke terang atau gelap ke gelap sesuai sebanding dengan

perbedaan fase sebesar 2π yang sebanding dengan selisih satu panjang gelombang antara dua

panjang lintasan yang ditempuh berkas. Ketika cermin M2 bergerak pada arah refleksi sinar,

panjang lintasannya akan berubah dan pola yang tertangkap pada layar akan menunjukkan

pergeseran frinji.

Jika Li mereprensentasikan panjang lintasan awal dari cermin M2 (L2), dan ΔL adalah

perubahan panjang L2, maka perubahan panjang lintasan dapat diekspresikan sebagai fungsi dari

panjang gelombang

Jumlah pergeseran frinji (cycle) dinotasikan sebagai n. Simbol λ merupakan panjang gelombang

sumber cahaya pembentuk interferensi.

4.4 Eksperimen : Interferometri

4.4.1 Peralatan Eksperimen

Pada eksperimen ini peralatan yang dibutuhkan antara lain:

a. Beam splitter 50:50

b. 2 buah cermin

c. Beam ekspander

d. Laser He-Ne

e. Micro displacement

f. Layar

g. Statif

h. Tuas

4.4.2 Prosedur Eksperimen

Prosedur pada eksperimen ini adalah sebagai berikut :

a. Peralatan disusun seperti pada gambar

Gambar 4.3 Set-up eksperimen

b. Salah satu cermin diletakkan diatas micro displacement sebagai measurement mirror

c. Micro displacement digerakkan menggunakan tuas sebesar 10 micron, pastikan tidak ada

getaran dari luar saat pergeseran dilakukan

d. Jumlah pergeseran frinji dicatat

e. Langkah c diulangi sebanyak 5 kali

f. Percobaan c sampai e diulangi dengan variasi perubahan jarak 20 dan 30 micron

g. Hasil percobaan dibandingkan dengan hasil perhitungan

Daftar Pustaka

[1] R. A. Serway, J. J. Jewett. “Wave Optics” in Physics for Scientists and Engineers with

Modern Physics, 8th

Ed. USA: Brooks/Cole 2010. pp 1097 – 1098

[2] Francon. M. 1968. Optical Interferometry. Academic Press Inc: London

[3] Hecht, E. 2002. Optics, 4th Edition. Pearson Education. San Francisco

[4] Falah, Masroatul. Analisis Pola Interferensi pada Interferometer untuk Menentukan Panjang

Gelombang Sumber Cahaya. Universitas Diponegoro