metode pengambilan keputusan hukum dalam bahtsul...

45
Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama’ Oleh: Akatina Mahasiswa Program Magister Ilmu Falak UIN Walisongo [email protected] Pendahuluan Nahdlatul Ulama‟ adalah sebagai gerakan Jam’iyah Diniyyah Ijtima’iyyah menggunakan paham Ahlussunnah wal jama‟ah dan menganut salah satu dari imam madzhab empat yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hanbali 1 , sebagai pegangan dalam berfiqih. Dengan mengikuti empat madzhab ini, menunjukkan bahwa elastisitas dan fleksibilitas serta memungkinkan bagi NU untuk pindah madzhab secara total atau beberapa hal yang dipandang sebagai kebutuhan (hajah). Dalam memutus hukum NU mempunyai wadah yang disebut dengan bahtsul masa’il, Bahtsul masa’il adalah forum yang membahas dan memecahkan masalah maudu’iyah (tematik) dan memecahkan masalah-masalah waqi’iyah (aktual) yang memerlukan kepastian hukum 1 Lihat AD NU Pasal 3 Ayat 1.

Upload: others

Post on 21-Nov-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam

Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama’

Oleh: Akatina

Mahasiswa Program Magister Ilmu Falak UIN Walisongo

[email protected]

Pendahuluan

Nahdlatul Ulama‟ adalah sebagai gerakan

Jam’iyah Diniyyah Ijtima’iyyah menggunakan paham

Ahlussunnah wal jama‟ah dan menganut salah satu dari

imam madzhab empat yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan

Hanbali1

, sebagai pegangan dalam berfiqih. Dengan

mengikuti empat madzhab ini, menunjukkan bahwa

elastisitas dan fleksibilitas serta memungkinkan bagi NU

untuk pindah madzhab secara total atau beberapa hal

yang dipandang sebagai kebutuhan (hajah).

Dalam memutus hukum NU mempunyai wadah

yang disebut dengan bahtsul masa’il, Bahtsul masa’il

adalah forum yang membahas dan memecahkan masalah

maudu’iyah (tematik) dan memecahkan masalah-masalah

waqi’iyah (aktual) yang memerlukan kepastian hukum

1 Lihat AD NU Pasal 3 Ayat 1.

Page 2: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

1

dan sebagai jawaban atas persoalan yang muncul maupun

respon dari keadaan yang ada dalam jam‟iyyah maupun

masyarakat.2

Begitu besar harapan masyarakat NU terhadap

peran dan fungsi bahtsul masa’il dalam upaya mencari

kepastian hukum. Beragam persoalan yang muncul, baik

yang menyangkut masa’il diniyyah maudu’iyyah

(masalah-masalah agama yang tematik) maupun masa’il

diniyyah waqi’iyyah (masalah-masalah agama sehari-

hari) oleh karena itu sudah barang tentu menjadi tugas

bahtsul masa’il untuk menerbitkan fatwa.

Namun seiring perkembangan dan mengalami

perubahan zaman yang makin deras memunculkan

masalah-masalah baru, aktivitas bahtsul masa’il mulai

dipertanyakan efektifitas dan kredibilitasnya dengan

banyaknya masa’il diniyyah (masalah-masalah

keagamaan) yang tidak tuntas atau bahkan mengalami

tawaqquf (kebuntuan). Kondisi inilah menuntut adanya

perbaikan terhadap metode penetapan atau pembahasan

2 Lihat ART NU Pasal 14 Ayat 4 Butir (L).

Page 3: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

2

masalah yang dipandang masih kurang sistematis dan

banyak kelemahannya.

Apa yang di ikhtiarkan NU dalam wadah

bahtsul masa’il adalah merujuk pada fiqih atau hukum-

hukum yang telah lalu. Bagaiamanapun juga rumusan

hukum yang telah di konstruksikan ratusan tahun yang

lalu, jelas tidak akan memadahi dalam keadaan zaman

sekarang, baik dalam situasi sosial, politik, dan kurtural

sangatlah jauh berbeda.

Sejarah dan Perkembangan Bahtsul Masa’il

Lajnah Bahtsul Masa’il adalah forum ilmiah

keagamaan tertinggi bagi warga NU dan juga merupakan

perangkat organisasi NU yang bertugas melaksanakan

program kerja NU dalam mengembangkan hukum Islam

(baca: fiqih). Pengembangan atau pembinaan hukum

yang dilakukan sebagaimana disebutkan dalam butir 7

fasal 16 ART NU3 bertugas menghimpun, membahas,

dan memecahkan masalah-masalah maudu’iyyah dan

3 AD/ART.

Page 4: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

3

waqi’iyyah untuk segera dicarikan kepastian hukumnya.4

Oleh karena itu, lembaga ini merupakan bagian

terpenting dalam organisasi NU, sebagai forum diskusi

alim ulama‟ (Syuriah) dalam menetapkan hukum suatu

masalah yang keputusannya merupakan fatwa dan

berfungsi sebagai bimbingan bagi warga NU dalam

mengamalkan agama sesuai dengan paham Ahlussunnah

Waljama‟ah.5

Secara historis, forum bahtsul masa’il sudah ada

sebelum NU berdiri. Saat itu sudah ada tradisi diskusi di

kalangan pesantren yang melibatkan kiai dan santri yang

hasilnya diterbitkan dalam buletin LINO (Lailatul Ijtima‟

Nahdlatul Oelama‟). Dalam buletin LINO, selain memuat

hasil, bahtsul masa’il juga menjadi ajang diskusi

interaktif jarak jauh antara para ulama. Seorang kiai

menulis ditanggapi kiai lain, begitu seterusnya.6 Dalam

4 M. Imdadun Rahmat (ED), Kritik Nalar Fiqih NU

Transformasi Paradigma Bahtsul Masa’il, (Jakarta : Lakpesdam,

2002), hlm 21. 5 H. Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, S.Sos,

Antologi NU : Sejarah – Istilah – Amaliah – Uswah, (Surabaya :

Khalista, 2007), hlm.35 6

Dokumentasi tentang LINO ini ada pada keluarga

(alm.) KH. Abdul Hamid, Kendal. Lewat LINO ini pula ayah saya

Page 5: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

4

civitas pesantren, forum bahtsul masa’il bukan suatu hal

yang asing bagi kalangan santri. Karena dari dulu hingga

sekarang ini bahtsul masa’il telah menjadi tradisi baku

dalam disiplin pendidiakan ilmu dipesantren.

Latar belakang munculnya Lajnah Bahtsul

Masa’il (pengkajian masalah-masalah agama), yaitu

adanya kebutuhan masyarakat terhadap hukum Islam,

terutama yang menyangkut kebutuhan praktis (‘amaly)

bagi kehidupan sehari-sehari. Hal ini mendorong para

ulama dan intelektual NU untuk mencari solusinya

dengan melakukan bahtsul masa’il.

Bila ditelusuri hasil-hasilnya, maka bahtsul masa’il

pertama dilaksanakan pada 1926, yakni beberapa bulan

setelah berdirinya NU.7

(KH. Mahfudh Salam) saat itu bertentangan dengan Kiai Murtadlo

Tuban mengenai hukum menerjemahkan khutbah ke dalam bahasa

Jawa atau Indonesia. Itu bukan berarti tukaran (konflik), tetapi hanya

sebatas berbeda pendapat dan saling menghormati. Kiai Mahfudh

membolehkan khutbah diterjemahkan sementara Kiai Murtadlo

tidak. Sampai sekarang tradisi khutbah di daerah Tuban tidak ada

yang diterjemahkan. Lihat KH. MA. Sahal Mahfudh, Bahtsul

Masa’il dan Istinbath Hukum dalam NU, dikutip dari

http://bahrudinonlinet.netne.net. (di akses 15 Mei 2019) 7

Baca Poetoesan-Poetoesan Congres Nahdlotoel

„Oelama‟, “Oetoesan Nahdlotoel ‘Oelama’ No. 3 Tahun I

(Soerabaia : tp., 1347 H), hlm. 3-50

Page 6: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

5

Meskipun kegiatan bahtsul masa’il sudah ada

sejak Kongres/ Muktamar I, namun institusi Lajnah

Bahtsul Masa‟il baru resmi ada pada Muktamar XXVIII

di Yogyakarta tahun 1989, pada waktu itu Komisi I

(Bahtsul Masa’il) merekomendasikan kepada PBNU

untuk membentuk “Lajnah Bahtsul Masa’il Diniyah”

(lembaga pengkajian masalah-masalah agama) sebagai

lembaga permanen yang khusus menangani persoalan

keagamaan. Hal ini didukung oleh halaqah (sarasehan)

Denanyar yang diadakan pada tanggal 26 – 28 Januari

1990 bertempat di Pondok Pesantren Mamba‟ul Ma‟arif

Denanyar Jombang yang juga merekomendasikan

dibentuknya “Lajnah Bahtsul Masa’il Diniyah”.

Harapannya waktu itu, kegiatan tersebut dapat

menghimpun para ulama dan Intelektual NU untuk

melakukan Istinbath Jam’iy (penggalian dan penetapan

hukum secara kolektif). Berkat desakan Muktamar

XXVIII dan halaqah Denanyar tersebut. Akhirnya pada

tahun 1990 terbentuklah Lajnah Bahtsul Masa’il Diniyah

Page 7: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

6

berdasarkan Surat Keputusan PBNU Nomor

30/A.I.05/5/1990.8

Kegiatan bahtsul masa’il pada mulanya

dilaksanakan setiap tahun, yaitu pada Muktamar I sampai

dengan Muktamar XVII (1946-1947) Muktamar XVIII

dan XIX (1950-1951) Muktamar XX dan XXI (1954-

1956). Namun, selama kurun waktu 1957-1979,

penyelenggaraan bahtsul masa’il tidak stabil. Pada

periode ini bahtsul masa’il hanya terlaksana delapan kali.

Baru pada periode 1980-1990an bahstul masa’il dapat

berlangsung secara periodik selama 2 sampai 3 tahun

sekali. Pelaksanaan silih berganti, yaitu bersamaan

dengan penyelenggaraan musyawarah nasional (munas)

dan muktamar. Sejak tahun 1926-

1999 telah diselenggarakan bahtsul masa’il tingkat

nasional sebanyak 39 kali. Namun karena ada beberapa

ada muktamar yang dokumennya belum atau tidak

ditemukan yaitu Muktamar XVII, XVIII, XIX, XXI,

8 Imam AZ dan Nasikh, Liputan : Dari Halaqah Denanyar, Jurnal

Santri No. 3, Tahun I (1990),

hlm. 22-26.

Page 8: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

7

XXII, dan XXIV, maka yang dapat dihimpun hanya 33

kali bahtsul masa’il yang menghasilkan 505 keputusan.9

Dalam memutuskan sebuah hukum,

sebagaimana dimaklumi, NU mempunyai forum bahtsul

masa’il yang dikoordinasi oleh Lembaga Syuriyah

(legislatif) Nahdlatul Ulama. Forum ini bertugas

mengambil keputusan tentang hukum-hukum Islam baik

yang berkaitan dengan masa’il fiqhiyah (masalah fiqih),

masalah ketauhidan, dan bahkan masalah-masalah

tasawuf (tarekat). Pesertanya adalah para anggota

Syuriyah, ulama-ulama NU yang berada di luar struktur

organisasi, juga pengasuh pesantren. Masalah-masalah

yang dibahas umumnya merupakan kejadian (waqi’ah)

yang diajukan masyarakat kepada Syuriyah, baik oleh

organisasi ataupun perorangan. Setelah di inventarisasi,

maka Syuriyah menentukan skala prioritas

pembahasannya. Jika terjadi kemacetan (mauquf) dalam

pembahasannya, maka akan diulang dan diajukan ke

tingkat organisasi yang lebih tinggi: dari Ranting ke

9 Asal-usul-bahtsul-masail,

http://salamelqoeds.blogspot.com/2011/03/ (diakses 5

Mei 2019)

Page 9: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

8

Cabang, dari Cabang ke Wilayah, dari Wilayah ke

Pengurus Besar dan dari PB ke Munas dan pada akhirnya

ke Muktamar.

Bahtsul masa’il NU menunjukkan sebuah forum

ijtihad yang dinamis, demokratis dan “berwawasan luas”.

Dikatakan dinamis sebab persoalan (masa’il) yang

dibahas selalu mengikuti perkembangan (trend) hukum

di masyarakat. Demoktratis karena dalam forum tersebut

semua peserta dianggap sama kedudukannya, tidak ada

perbedaan antara kiai, santri baik yang tua maupun muda.

Pendapat siapapun yang paling kuat itulah yang diambil.

Dikatakan “berwawasan luas” sebab dalam forum

bahtsul masa’il tidak ada dominasi madzhab dan selalu

sepakat dalam khilaf.10

10

Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat

dalam khilaf “ ini adalah mengenai status hukum bunga bank.

Dalam memutuskan masalah krusial ini tidak pernah ada

kesepakatan. Ada yang mengatakan halal, haram, subhat. Itu terjadi

sampai Muktamar NU tahun 1971 di Surabaya. Muktamar tersebut

tidak mengambil sikap. Keputusannya masih tiga pendapat: halal,

haram, subhat. Ini sebetulnya merupakan langkah antisipatif NU.

Sebab ternyata setelah itu berkembang berbagai bank dan lembaga

keuangan modern yang dikelola secara profesional. Orang pada

akhirnya tidak bisa menghindar dari persoalan bank.

Page 10: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

9

Ditinjau dari perspektif komparatif, jam‟iyyah

NU memiliki forum kajian ilmu keagamaan dan lembaga

fatwa yang disebut Lajnah Bahtsul masa’il maka

organisasi islam yang lain seperti SI (Sarekat Islam) ada

Majelis Syuro11

, Muhammadiyah ada Majelis Tarjih12

,

Persis (Persatuan Islam) ada Dewan Hisbah13

, al-

Jam‟iyatul Washilah ada Dewan

Fatwa14

, dan MUI (Majelis Ulama‟ Indonesia) ada

Komisi Fatwa15

. Tidak lain adalah sebagai wadah untuk

memberikan solusi atau memecahkan masalah

keagamaan.

Pemikiran atau fikih NU ini secara teoritis telah

menemukan performa bakunya berupa pola bermadzhab.

Namun, secara praktiknya, masih perlu pembenahan

11

Abdul Aziz Dahlan et al. (ed), Ensiklopedia Hukum

Islam, Jilid III (Jakarta : PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1999), hlm.

175. 12

Fathurrahman Jamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih

Muhammadiyah, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1995). 13

Dede Rosyada, Metode Kajian Hukum Dewan Hisbah

Persis, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999). 14

Kholidah, Metode Ijtihad Dewan Fatwa al-Jam’iyatul

Washilah Periode 1988 – 1998* (Tesis MA, IAIN Sumatera Utara,

Medan, 2000). 15

Muhammad Atho Mudzhar, Fatwa-Fatwa Majelis

Ulama Indonesia : Sebuah Studi Tentang Pemikiran Hukum Islam di

Indonesia, 1975 – 1988 (Jakarta : INIS, 1993).

Page 11: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

10

dalam aspek konsistensinya dalam penggunaan prosedur

penyelesaian hokum.16

Metode Istinbath Hukum Lajnah Bahtsul Masa’il NU

Pengertian istinbath al-ahkam (istibanth hukum)

dikalangan NU tidak diartikan dengan mengambil hukum

secara langsung dari sumber aslinya, yaitu al-Qur‟an dan

asSunnah, tetapi sesuai dengan sikap dasar bermadzhab,

yaitu menتطبقkan (memberlakukan) secara dinamis nash-

nash fuqaha dalam konteks permasalahan yang dicari

hukumnya. Sedangkan istinbath dalam pengertian

pertama (menggali secara langsung dari al-Qur‟an dan

Hadits) cenderung ke arah perilaku ijtihad yang oleh para

ulama NU dirasa sangat sulit karena keterbatasan-

keterbatasan pengetahuan yang disadari oleh mereka,

terutama di bidang ilmu-ilmu penunjang dan pelengkap

yang harus diakui oleh seorang mujtahid. Sementara itu,

istinbath dalam pengertian kedua, selain praktis, dapat

dilakukan oleh semua ulama NU yang telah memahami

rujukan-rujukan kitab fiqih sesuai dengan terminologinya

16

Mahsun Mahfudz, “Membaca Nalar Hukum Nahdlatul

Ulama”, Jurnal Studi Islam Madinah 9 (2013), 20.

Page 12: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

11

yang baku.17

Oleh karena itu, kalimat istinbath di

kalangan NU, terutama dalam kerja bahtsul masa’il-nya

Syuriyah tidak populer karena kalimat itu telah populer

di kalangan ulama NU dengan konotasinya yang pertama

yaitu ijtihad, suatu hal yang oleh ulama Syuriyah tidak

dilakukan karena keterbatasan pengetahuan. Sebagai

gantinya dipakai kalimat bahtsul masa’il yang artinya

membahas masalah-masalah waqi’ah (yang terjadi)

melalui referensi (maraji’), yaitu kutub al-fuqaha’ (kitab-

kitab karya para ahli fiqih).

Dalam memahami Islam, NU terkesan sangat

berhati-hati dan tidak mau memecahkan persoalan

keagamaan yang dihadapi dengan merujuk langsung

kepada nas al-Qur‟an maupun as-Sunnah. Hal inilah

tidak terlepas dari pandangan bahwa matarantai

perpindahan ilmu agama Islam tidak boleh terputus dari

suatu generasi ke generasi berikutnya. Bahwa kemauan

manusia akan senantiasa berubah menuju sesuatu yang

17

KH. Sahal Mahfudh, Bahtsul Masa’il dan Istinbath

Hukum NU, dari Pengantar Buku Solusi Problematika Aktual Hukum

Islam: Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama

(1926-2010), Jakarta : LTNU PBNU – Khalista, 2011.

Page 13: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

12

baru, yang lebih baik.18

Yang dapat dilakukan adalah

menelusuri matarantai yang baik dan sah pada setiap

generasi.19

Dalam pengantar Anggaran Dasar NU tahun

1947, Ra‟is Akbar dan salah satu seorang pendiri NU,

Hadratussyekh KH. M.Hasyim Asy‟ari menyatakan:

دة الأتقياء ي أهم انست وانجاعت عافيا أيها انعهاء وانس

تى انعهىو ي قبهكى ذأهم يذاهب الأئت الأ ربعت أتى قد أخ

وي قبهكى ي قبهه با ئتصال انسد انيكى وتظزو ع

خزتها وابىابها ولا تؤتىا انبيىث الا ي تأخذو ديكى، فأتى

ها ي غيز أبىابها سى سارق.اأبىابها، ف أت20 Artinya:

Wahai para ulama’ dan tuan-tuan yang takut kepada Allah

dari golongan Ahlussunnah wal Jama’ah, golongan madzhab

imam yang empat. Engkau sekalian telah menuntut ilmu dari

orang-orang sebelum kalian dan begitu seterusnya secara

bersambung sampai kepada kalian. Dan engkau sekalian

tidak gegabah memperhatikan dari siapa mempelajari agama.

18

Mahsun, “Rekonstruksi Pemikiran Hukum Islam Melalui

Integrasi Metode Klasik dengan Metode Saintifik Modern”, al-

Ahkam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang 25

(2015), 1. 19

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi

tentang Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta : LP3ES, 1984), hlm. 149-

153. 20

Hadratussyekh KHM. Hasyim Asj‟ari, Ihya’ ‘Amal

al-Fudala’ : Muqaddimah Anggaran Dasar NU (Kendal : tp., 1969),

hlm. 37-38.

Page 14: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

13

Maka oleh karenanya kalianlah gudang bahkan pintu ilmu

tersebut. Janganlah memasuki rumah melainkan melalui

pintunya. Barang siapa memasuki rumah tidak melalui

pintunya, maka ia disebut pencuri.

Dari pernyataan yang tersebut diatas dapat

dipahami mengapa NU dalam memecahkan persoalan

keagamaan yang dihadapi merasa perlu berkonsultasi

dengan kitab-kitab yang dianggap mu’tabarah (diakui)

yang ditulis ulama madzhab empat. Demikian juga yang

dilakukan terhadap sebagian terbesar persoalan

keagamaan yang dibahas dan ditetapkan keputusan

hukumnya oleh Lajnah Bahtsul Masa’il, mulai yang

pertama (1926). Tradisi bermadzhab ini dilestarikan

melalui lembaga pendidikan pesantren yang berada di

bawah naungan NU. Lajnah Bahtsul Masa’il dalam

mengaplikasikan pendekatan madzhabiy menggunakan

tiga metode istinbath hukum yang diterapkan secara

berjenjang, yaitu:

a. Metode qauliy

Metode ini adalah suatu cara istinbath hukum

yang digunakan oleh ulama/ intelektual NU dalam

Lajnah Bahtsul Masa’il dengan mempelajari masalah

Page 15: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

14

yang dihadapi, kemudian mencari jawabannya pada

kitab-kitab fiqh dari madzhab empat, dengan mengacu

dan merujuk secara langsung pada bunyi teksnya.

Atau dengan kata lain, mengikuti pendapat-pendapat

yang sudah “jadi” dalam lingkup madzhab tertentu.21

Walaupun penerapan metode ini sudah berlangsung

sejak lama, yakni sejak pertama kali dilaksanakan

bahtsul masa’il (1926), namun hal ini baru secara

eksplisit dinyatakan dalam keputusan Munas Alim

Ulama di Bandar Lampung (21-25 Juni 1992):22

1. Untuk menjawab masalah yang

jawabannya cukup dengan menggunakan

‘ibarat kitab,23

2. Bila dalam menjawab masalah masih

mampu dengan menggunakan ‘ibarat

kitab, tapi ternyata ada lebih dari satu

qaul/wajah, maka dilakukan taqrir

jam’iy22

yang berfungsi untuk memilih

21

KH. Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan NU,

(SurabayaPPRMIdan Dinamika Press, 1997), hlm. 364. 22

Ibid.., hlm. 365. 23

‘Ibarat kitab adalah ungkapan atau bunyi tekstual

yang ada pada kitab-kitab rujukan Lajnah Bahtsul Masa’il.

Page 16: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

15

satu qaul/wajah. Pemilihan 24

qaul/wajah

ketika dalam suatu masalah dijumpai

beberapa qaul/wajah dilakukan dengan

memilih salah satu pendapat dengan

ketentuan:25

1. Mengambil pendapat yang lebih

maslahat dan/ atau yang lebih kuat

2. Sedapat mungkin dengan

melaksanakan ketentuan Muktamar I

(1926), bahwa perbedaan pendapat

diselesaikan dengan memilih:

a. Pendapat yang disepakati asy-

Syaikhain (Imam an-Nawawi dan

Imam ar-Rafi‟i).

b. Pendapat yang dipegang oleh an-

Nawawi saja

c. Pendapat yang dipegang oleh ar-

Rafi‟i saja

d. Pendapat yang didukung oleh

mayoritas ulama

24

Taqrir jam’iy adalah upaya secara kolektif untuk

menetapk شىpilihan terhadap satu di antara beberapa qaul/wajah.

Ibid 25

Ibid., hlm. 367.

Page 17: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

16

e. Pendapat ulama yang terpandai

f. Pendapat ulama yang paling wara’

Ini bisa dilihat dalam keputusan bahtsul

masail NU, pada muktamar I (21-23 September

1926), tentang boleh atau tidaknya harta dari zakat

digunakan untuk pendirian masjid, madrasah, atau

pondok pesantren, yang dianggap bisa disamakan

dengan sabilillah. Jawabnya adalah tidak boleh.

Karena yang dimaksud sabilillah adalah mereka

yang berperang untuk membela agama Allah.

Jawaban ini bersumber dari kitab Rahmatul Ummah.

Di sana dikatakan dengan redaksi yang jelas, “Para

ulama sepakat atas tidak bolehnya mengeluarkan

harta zakat untuk mendirikan masjid atau mengafani

mayat.26

b. Metode ilhaqiy

Metode ilhaqiy dalam prakteknya

menggunakan prosedur dan persyaratan mirip

qiyas. Ada perbedaan antara qiyas dengan ilhaq,

yaitu kalau qiyas adalah menyamakan hukum

26

Abu Hamdan Abdul Jalil Hamid Kudus , Ahkam al-

Fuqaha’, Juz I, Semarang: Toha Putra, tt, h. 9

Page 18: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

17

sesuatu yang belum ada ketetapannya dengan

sesuatu yang sudah ada kepastian hukumnya

berdasarkan nash al-Qur‟an dan/ atau as-Sunnah,

sedangkan ilhaq adalah menyamakan hukum

sesuatu yang belum ada ketetapannya dengan

sesuatu yang sudah ada kepastian hukumnya

berdasarkan teks suatu kitab (mu’tabar). Jadi, bila

suatu masalah tidak ditemukan redaksinya dalam

kitab-kitab kuning yang dianggap sudah

mu’tabar, maka jalan keluarnya adalah ilhaqu

masa’il binadhairiha, menyamakan hukum suatu

kasus yang belum dijawab oleh kitab dengan

kasus serupa yang telah dijawab oleh kitab.

Dalam penggunaan metode ini ada prosedur

ilhaq yang harus dipenuhi: mulhaq bih (perkara

yang belum ada ketetapan hukumnya), mulhaq

alaih (perkara yang sudah ada kepastian

hukumnya), dan wajh al-ilhaq (faktor keserupaan

antara mulhaq bih dan mulhaq alaih). Semua itu

ditentukan oleh para mulhiq (pelaku ilhaq) yang

sudah ahli.

Page 19: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

18

Contohnya dalam hukum jual beli petasan

untuk merayakan hari raya atau acaa pengantin.

Keputusan bahtsul masail pada Muktamar II (9-

11 Oktober 1927) menyatakan hukum jual beli

tersebut adalah sah. Karena ada maksud baik

yaitu membuat suasana ramai dan perasaan

gembira dengan adanya suara petasan.27

Pendapat ini didasarkan pada kitab I‟anah

al-Thalibin juz III/121-122. “Adapun

membelanjakan harta untuk bersedekah, aspek-

aspek kebaikan, makanan, pakaian, dan hadiah,

maka tidak termasuk tindakan yang sia-sia.

Menurut pendapat yang terkuat, mengapa

diperbolehkan ? karena didalamnya mengandung

tujuan besar, yaitu mendapatkan pahala atau

bersenang-senang. Karena itu dikatakan, dalam

hal kebaikan tidak ada yang dinamakan israf dan

tidak ada kebaikan dalam israf.”

Pada kitab Al-Bajuri (h.652-654)

diterangkan “Menjual sesuatu yang dapat dilihat

27

Khamid Kudus, Ahkam al-Fuqaha, juz II, h. 24-25.

Page 20: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

19

(dihadirkan) itu diperbolehkan asal memenuhi

persyaratan: barang itu suci, dapat dimanfaatkan,

dapat diserahkan dan dimiliki oleh pembeli.”

Dari rujukan diatas, tak ada yang

mengatakan secara eksplisit hukum jualbeli

petasan, yang ada hanya uraian singkat tentang

diperbolehkannya membelanjakan harta untuk

kebaikan dan kesenangan. Kemudian soal

keabsahan merujuk pada keabsahan jualbeli

benda-benda yang dapat dihadirkan, suci, dan

bermanfaat. Jadi wajh al-ilhaq adalah sama-sama

benda suci dan bermanfaat.

c. Metode manhajiy

Metode manhajiy adalah suatu cara

menyelesaikan masalah keagamaan yang

ditempuh Lajnah Bahtsul Masa’il dengan

mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan

hukum yang telah disusun imam madzhab.28

Sebagaimana metode qauliy dan ilhaqiy,

sebenarnya metode manhajiy juga sudah

28

KH. Aziz Masyhuri,........ hlm. 364.

Page 21: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

20

diterapkan oleh para ulama NU terdahulu,

walaupun tidak dengan istilah manhajiy dan tidak

pula diresmikan melalui sebuah keputusan.

Bahwa berdasarkan kriteria dan indentitasnya,

diyakini telah ada praktek penerapan metode

manhajiy bagi setidaknya enam keputusan Lajnah

Bahtsul Masa’il yang diselenggarakan sebelum

Munas Alim Ulama di Bandar Lampung.29

Contoh metode manhajiy dalam putusan

Muktamar XIII Nahdhlatul Ulama‟ Nomor :

03/MNU-28/1989 mengenai hukum menjual

barang dengan dua macam harga yang berlainan

antara cash dan kredit, antara kredit berjangka

pendek dan berjangka panjang.

Menjual barang dengan dua macam harga

jika dilakukan dalam satu aqad, hukumnya tidak

29

Keenam keputusan yang dimaksud adalah keputusan

Muktamar I (1926) tentang hukum bersedekah pada mayit,

Muktamar V (1930) tentang minuman yang disangka memabukkan,

Muktamar X (1935) tentang dana santunan anak yatim dan

sebagainya yang diperoleh dari pertunjukan, Muktamar XIV (1939)

mengenai suami yang mendapat nafkah dari istri, Muktamar XX

(1954) mengenai sandiwara untuk propaganda Islam, dan Munas

Alim Ulama NU (1987) mengenai uang administrasi koperasi

simpan pinjam.

Page 22: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

21

boleh/ tidak sah. Tetapi jika dilakukan dengan

aqad mustaqil (aqad terpisah), hukumnya boleh/

sah. Jawaban tersebut menggunakan metode

manhajiy karena dalam menghukumi masalah

tersebut langsung merujuk ke sumbernya (hadits),

dengan menggunakan metode ijtihad yang

digunakan ulama-ulama madzhab. Tertera dalam

kitab Tuhfatul Muhtaj Bi Hamisy Syarwani Juz.IV

hal. 294, Fathul Wahab Juz.I hal. 165.

Periode Pembaruan

Pada era 1980-an, forum-forum bahtsul masail

NU sering kali menemukan kebuntuan, masalah yang

mengemuka tak ditemukan qaulnya dalam kitab-kitab.

Karena itu, masalah-masalah pun terpaksa di-mauquf-

kan. Mengapa? Metode qauli nampaknya kurang

efektif menjawab tantangan zaman. Saatnya

pembenahan dan penyegaran metode istinbat dalam

lajnah bahtsul masail. Usulan pembaruan metode ini

lamat-lamat didengungkan oleh beberapa kalangan di

NU. Mereka umumnya menganggap penting

peninjauan ulang metode bahtsul masail yang selama

ini berjalan.

Page 23: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

22

Metode qauli saja dianggap tidak cukup untuk

membahas permasalahan kekinian yang membludak.

Perlu metode baru yang tidak kaku, lebih applicable,

dan kontekstual dalam pemahaman teks. Salah satu

tokoh yang perihatin dengan kondisi bahtsul masail

NU yang sedang mandeg ini adalah kiai Ma‟ruf Amin,

yang waktu itu menjabat sebagai Katib Aam PBNU.

Karena itu, pada Musyawarah Nasional Alim Ulama

(Munas) NU di Bandar Lampung, tahun 1992, ia

begitu bersemangat untuk merumuskan sistem baru

dalam pengambilan keputusan hukum dalam bahtsul

masail, yaitu metode manhaji.

Kalau ditelaah, istilah metode manhaji ini

tidak langsung ujug-ujug muncul di Munas Lampung.

Tapi ada proses pergulatan yang melatarbelakangi.

Bermula pada tahun 1988, atas restu Rais Syuriah NU

wilayah Jawa Tengah KH. MA. Sahal Mahfudh dan

Rais Syuriah NU wilayah Jawa Timur KH. Imran

Hamzah, halaqah yang bersifat nasional digelar di

pondok pesantren Watucongol Muntilan Magelang,

Page 24: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

23

Jawa Tengah. Tema yang diangkat adalah Telaah

Kitab Kuning secara Kontekstual.30

Pertemuan yang digelar dari tanggal 15-17

Desember ini ternyata mendapat sambutan yang luar

biasa, baik dari kiai-kiai sepuh maupun anak-anak

muda NU yang berbasis di kampus. Di penghujung

acara, halaqah ini merumuskan lima rekomendasi.

Pertama, Memahami teks kitab klasik harus

disertai dengan analisis terhadap konteks sosial

historisnya. Kedua, mengembangkan kemampuan

observasi dan analisis terhadap teks kitab kuning.

Ketiga, memperbanyak studi banding (muqabalah)

dengan kitab-kitab lain, baik dalam lingkup madzhab

Syafii maupun madzhab lainnya. Keempat,

meningkatkan intensitas diskusi dengan para

intelektual dan pakar, jika masalah yang dikaji

berkaitan dengan fenomena sosial di luar kitab

kuning. Terakhir, mampu menghadapkan kajian teks

30

Hasil Mudzakarah Pengembangan Ulum al-Diniyahn

Melalui Telaah Kitab secara Kontekstual, di PP Watucongol,

Muntilan, Magelang, 15-17 Desember 1988

Page 25: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

24

kitab kuning dengan wacana aktual dengan

menggunakan bahasa yang komunikatif.31

Rekomendasi ini terus didengungkan di

berbagai forum, terutama di halaqah-halaqah internal

pesantren. Dengan tujuan agar gagasan ini juga bisa

dimengerti dan dipahami oleh kalangan pesantren.

Pertengahan bulan Oktober 1989, menjelang

Muktamar XXVIII, forum serupa digelar. Halaqah

kali ini digelar di pondok pesantren al-Munawwir

Krapyak Yogyakarta, dengan tema yang lebih besar,

“Masa Depan NU”. Halaqah ini melakukan telaah

kembali tentang makna “bermadzhab” yang selama

ini berkembang di NU. Kesimpulan saat itu,

bermadzhab itu tidak semata-mata qauli, mengikuti

pendapat imam. Tapi bermadzhab juga bisa secara

manhaji, mengikuti metodologinya.32

Muktamar XXVII usai. Sayang, tak ada

perubahan mendasar yang dihasilkan pertemuan kiai-

kiai NU lima tahunan itu, terutama terkait metode

31

ibid 32

Ahmad Qodri Azizy, Islam dan Permasalahan Sosial,

Yogyakarta: LKIS, 2000, h. 50-54.

Page 26: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

25

istinbat bahtsul masail. Untuk kembali

mendengungkan metode manhaji, halaqah pengkajian

metode bahtsul masail kembali digelar. Kali ini

dilaksanakan di pondok pesantren Manbaul Maarif

Jombang. Pertemuan kali ini menghasilkan gagasan

penetapan hukum dalam bahtsul masail yang lebih

responsif.33

Pertama, memahami dan mengamalkan ajaran

Islam yang bersumber dari al-Qur‟an dan hadis

dengan menggunakan sistem bermadzhab adalah cara

yang terbaik. Kedua, bermadzhab itu ada dua model,

bermadzhab secara qauli dan manhaji. Ketiga, bagi

orang awam pilihannya adalah bermadzhab secara

qauli. Sedang bagi individu yang memiliki perangkat

keilmuan tapi belum mencapai derajat mujtahid

muthlaq mustaqil, mujtahid yang sepenuhnya mandiri,

maka bermanhaj dilakukan secara manhaji. Keempat,

bermadzhab manhaji dilakukan dengan cara istinbat

jama’i, penggalian dan penetapan hukum secara

kolektif. Ini bisa dilakukan bila ditemukan ayat aqwal

33

Majalah Santri, No. 3, th. I, 1990, h. 27.

Page 27: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

26

(beberapa pendapat) dari madzhab empat oleh para

ahlinya. Adapun terhadap hal-hal yang ditemukan

aqwalnya, namun masih berbeda (mukhtalaf fiha),

maka dilakukan taqrir jama’i, penetapan secara

kolektif. Kelima, bermadzhab baik manhaji maupun

qauli dilakukan dalam ruang lingkup madzhab empat.

Hasil dari rangkaian halaqah yang digelar di

pesantren-pesantren itulah yang kemudian diusung di

Munas Alim Ulama NU di Bandar Lampung, 1992.

Gagasan dan rekomendasi yang ditelorkan di halaqah

itu dibahas pada forum Munas Lampung. Akhirnya

usaha untuk memecah kebekuan metodologi bahtsul

masail di NU berbuah manis. Ini tak bisa dilepaskan

dari peran kiai Ma‟ruf Amin, yang saat itu bagian dari

kelompok “NU tua” dan struktural, yang begitu

bersemangat untuk menggolkan metode ini.

Hasil rumusan keputusan Munas yang dibidani

oleh kiai Ma‟ruf Amin, terkait dengan alur prosedur

penetapan hukum di bahtsul masail NU:

1. Dalam kasus ketika jawaban cukup dengan

ibarat kitab dan disana terdapat hanya satu

qaul/wajah, maka dipakailah qaul/wajah

Page 28: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

27

sebagaimana diterangkan dalam ibarat

mereka.

2. Dalam kasus ketika jawaban bias dicukupi

oleh ibarat kitab dan disana terdapat lebih

dari satu qaul/wajah, maka dilakukan

taqrir jama’i untuk memilih satu

qaul/wajah.

3. Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah

sama sekali yang memberikan

penyelesaian, maka dilakukan prosedur

ilhaqul-masail bi nazha’iriha secara jama’i

oleh para ahlinya.

4. Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah

sama sekali dan tidak mungkin dilakukan

ilhaq, maka bias dilakukan istinbat jama’i

dengan prosedur bermazhab secara

manhaji oleh para ahlinya.

Munas di Lampung saat itu juga menghasilkan

terobosan gagasan kerangka analisis masalah,

terutama dalam memecahkan masalah sosisal. Diawali

dengan analisa masalah dan dampaknya, analisa

hukum, dan analisa tindakan.

Page 29: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

28

Poin terobosan dan terbaru dari prosedur

penetapan hukum adalah penetapan metode manhaji,

jika metode qauli sudah tak lagi berkutik. Dengan

menggunakan metode ini, secara otomatis kerangka

analisis masalah juga harus dilakukan. Penerapan

metode ini, menurut kiai Ma‟ruf, harus mengikuti

secara hirarkis metode istinbat yang diterapkan oleh

empat imam madzhab. Berarti harus mengikuti jalan

pikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah

disusun oleh imam madzhab.

Munas di lampung, bagi kiai Ma‟ruf, adalah

masa tajdid di NU. Dulu yang hanya menggunakan

qauli saja, kini menggunakan qauli wa manhaji, dulu

tekstual kini kontekstual. Bentuk kemajuan dalam

penetapan hukum di bahtsul masail ini langsung

terlihat di forum Munas tersebut. Saat itu, tak ada lagi

kata mauquf. Pada Munas Lampung 1992, bahtsul

masail telah membahas hukum bunga bank.

Sebelum Munas di Lampung, pembahasan hukum

bunga bank ini sudah berkali-kali digelar, tapi belum

sampai pada titik klimak kesimpulan. Antara lain,

Muktamar II tahun 1927 yang memutuskan haramnya

Page 30: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

29

bunga gadai; Muktamar XIV tahun 1937 mengenai

keharaman bunga bank; Muktamar XIV tahun 1939

memutuskan bahwa bunga koperasi haram; Konbes

Syuriah NU tahun 1957 yang menegaskan keharaman

bunga bank; Muktamar XXV tahun 1971 mengharamkan

bunga deposito; Munas NU tahun 1987 menetapkan

bahwa uang administrasi bagi peminjam uang koperasi

itu sama dengan bunga, jadi hukumnya haram.

Riba secara bahasa berarti tumbuh dan tambah.

Sedangkan secara istilah, Abdurrahman Al-Jaziri dalam

kitab Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-

Arba’ah mengartikannya sebagai “bertambahnya salah

satu dari dua penukaran yang sejenis tanpa adanya

imbalan untuk tambahan ini”. Para ulama, baik ulama

salaf (mazhab empat) maupun ulama kontemporer,

semua sepakat akan keharaman riba. Bahkan ulama yang

membolehkan bunga bank, juga mengharamkan riba.34

Dengan demikian dapat dipahami bahwa

perbedaan pendapat ulama bukan soal hukum keharaman

34

Al-Mabsut juz 14 halaman 36, Al-Syarh al-Kabir juz 3

halaman 226, Nihayatul Muhtaj juz 4 halaman 230, Al-Mughni juz 4

halaman 240, Al-Tafsir al-Wasit juz 1 h. 513).

Page 31: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

30

riba, melainkan soal hukum bunga bank. Ulama yang

mengharamkan bunga bank menganggap bahwa bunga

bank termasuk riba, sedangkan ulama yang

membolehkannya meyakini bahwa ia tidak termasuk

riba.

Dalam kegiatan bank konvensional, terdapat dua

macam bunga: Pertama, bunga simpanan, yaitu bunga

yang diberikan oleh bank sebagai rangsangan atau balas

jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank,

seperti jasa giro, bunga tabungan, atau bunga deposito.

Bagi pihak bank, bunga simpanan merupakan harga

beli. Kedua, bunga pinjaman, yaitu bunga yang

dibebankan kepada para peminjam atau harga yang harus

dibayar oleh peminjam kepada bank, seperti bunga

kredit. Bagi pihak bank, bunga pinjaman merupakan

harga jual.

Bunga simpanan dan bunga pinjaman merupakan

komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank.

Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus

dikeluarkan kepada nasabah, sedangkan bunga pinjaman

merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah.

Selisih dari bunga pinjaman dikurangi bunga simpanan

Page 32: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

31

merupakan laba atau keuntungan yang diterima oleh

pihak bank.35

Para ulama kontemporer berbeda pendapat

tentang hukum bunga bank. Pertama, sebagian ulama,

seperti Yusuf Qaradhawi, Mutawalli Sya‟rawi, Abu

Zahrah, dan Muhammad al-Ghazali, menyatakan bahwa

bunga bank hukumnya haram, karena termasuk riba.

Pendapat ini juga merupakan pendapat forum ulama

Islam, meliputi: Majma‟ al-Fiqh al-Islamy, Majma‟ Fiqh

Rabithah al-„Alam al-Islamy, dan Majelis Ulama

Indonesia (MUI).

Adapun dalil diharamkannya riba adalah firman

Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat al-Baqarah ayat

275:

با م الر البيع وحر وأحل الل

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba.”

Dan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi

wasallam yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah:

35

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah,

h.503-504

Page 33: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

32

عليه وسلم آكل صلى الل عن جابر قال: لعن رسول الل

با وموكله وكاتبه وشاهد يه وقال هم سواء الر

Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah shallallahu

‘alaihi wasallam melaknat orang yang memakan

(mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua

orang yang menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka

berstatus hukum sama.” (HR. Muslim, nomor 2994)36

Kedua, sebagian ulama kontemporer lainnya, seperti

syaikh Ali Jum‟ah, Muhammad Abduh, Muhammad

Sayyid Thanthawi, Abdul Wahab Khalaf, dan Mahmud

Syaltut, menegaskan bahwa bunga bank hukumnya boleh

dan tidak termasuk riba. Pendapat ini sesuai dengan

fatwa yang dikeluarkan Majma‟ al-Buhus al-Islamiyyah

tanggal 23 Ramadhan 1423 H, bertepatan tanggal 28

November 2002 M.

Mereka berpegangan pada firman Allah subhanahu

wata‟ala Surat an-Nisa‟ ayat 29:

ياأيها الذين آمنوا ل تأكلوا أم والكم بينكم بالباطل إل أن تكون

تجارة عن تراض منكم

36

Yusuf Qaradhawi, Fawa’id al-Bunuk Hiya al-Riba al-

Haram, Kairo: Dar al-Shahwah, halaman 5-11; Fatwa MUI Nomor

1 tahun 2004 tentang bunga

Page 34: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

33

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,

kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan

suka sama suka di antara kamu.”

Pada ayat di atas, Allah melarang memakan harta

orang lain dengan cara yang batil, seperti mencuri,

menggasab, dan dengan cara riba. Sebaliknya, Allah

menghalalkan hal itu jika dilakukan dengan perniagaan

yang berjalan dengan saling ridha. Karenanya, keridhaan

kedua belah pihak yang bertransaksi untuk menentukan

besaran keuntungan di awal, sebagaimana yang terjadi di

bank, dibenarkan dalam Islam.

Di samping itu, mereka juga beralasan bahwa jika

bunga bank itu haram maka tambahan atas pokok

pinjaman itu juga haram, sekalipun tambahan itu tidak

disyaratkan ketika akad. Akan tetapi, tambahan

dimaksud hukumnya boleh, maka bunga bank juga

boleh, karena tidak ada beda antara bunga bank dan

tambahan atas pokok pinjaman tersebut.

Di dalam fatwa Majma‟ al-Buhus al-Islamiyyah

disebutkan:

ما بح أو العائد مقد د الر إن استثمار الموال لدى البنوك التي تحد

حلل شرعا ول بأس به

Page 35: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

34

Sesungguhnya menginvestasikan harta di bank-bank

yang menentukan keuntungan atau bunga di depan

hukumnya halal menurut syariat, dan tidak apa-apa.37

Pada Munas „Alim Ulama NU di Bandar

Lampung tahun 1992, terdapat tiga pendapat tentang

hukum bunga bank: Pertama, pendapat yang

mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara

mutlak, sehingga hukumnya adalah haram. Kedua,

pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank

dengan riba, sehingga hukumnya adalah boleh. Ketiga,

pendapat yang mengatakan bunga bank hukumya

syubhat. Meski begitu, Munas memandang perlu untuk

mencari jalan keluar menentukan sistem perbankan yang

sesuai dengan hukum Islam.

Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa

hukum bunga bank merupakan masalah khilafiyah. Ada

ulama yang mengharamkannya karena termasuk riba,

dan ada ulama yang membolehkannya, karena tidak

menganggapnya sebagai riba. Tetapi mereka semua

sepakat bahwa riba hukumnya haram.

37

Ali Ahmad Mar‟i, Buhus fi Fiqhil Mu’amalat, Kairo: Al-

Azhar Press, halaman 134-158; Asmaul Ulama al-ladzina Ajazu

Fawaidal Bunuk; Fatwa Majma' Buhuts al-Islam bi Ibahati

Fawaidil Masharif

Page 36: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

35

Terhadap masalah khilafiyah seperti ini, prinsip

saling toleransi dan saling menghormati harus

dikedepankan. Sebab, masing-masing kelompok ulama

telah mencurahkan tenaga dalam berijtihad menemukan

hukum masalah tersebut, dan pada akhirnya pendapat

mereka tetap berbeda. Karenanya, seorang Muslim diberi

kebebasan untuk memilih pendapat sesuai dengan

kemantapan hatinya. Jika hatinya mantap mengatakan

bunga bank itu boleh maka ia bisa mengikuti pendapat

ulama yang membolehkannya. Sedangkan jika hatinya

ragu-ragu, ia bisa mengikuti pendapat ulama yang

mengharamkannya. Rasul shallallahu ‘alaihi

wasallam bersabda:

ثإم ماحاك في ، والإ البر ما اطإمأن إليإه الن فإس واطإمأن إليإه الإقلإ ب

ك ر وإنإ أفإتاك الن اس وأفإت وإ دإ الن فإس وترد د في الص

"Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan

jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan

hati bimbang dan cemas meski banyak orang

mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan."

(HR. Ahmad)

Perbedaan Bahtsul Masail NU dengan Majlis Tarjih

Muhammadiyah

Page 37: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

36

1. Akar Pemikiran

Transmisi keilmuan Tarjih berhulu pada

konsep purifikasi Islam yang dibangun oleh Ahmad

bin Hanbal. Masa Imam Ahmad ini lebihnidentik

sebagai gerakan antitesis terhadap taqlid berlebihan

yang, oleh sebagian cendekiawan, disinyalir sebagai

salah satu faktor kemunduran Islam. Ide ini diteruksan

oleh al-Barbahari, dielaborasi oleh Ibnu Taimiyyah

dan Ibnu al-Qoyyim, Jamaluddin al-Afghani,

Muhammad Abduh, dan Muhammad bin Abdul

Wahhab serta diterjemahkan oleh Haji Miskin dan

KH. Ahmad Dahlan di bumi Indonesia. Adapun

Lajnah mewarisi tradisi keilmuannya dari ulama-

ulama abad pertengahan yang cenderung konservatif;

ulama syafi’iyyah hingga Syeikh Ahmad bin Zaini

Dahlan yang diteruskan pengikutnya hingga Syeikh

Nawawi al-Bantani, Syekh Mahfudz al-Tirmasy dan

diejawantahkan oleh KH. Hasyim Asy‟ari.

2. Sikap Bermadzhab

Hal paling mencolok dan sekaligus

mendasari sikap yang lain adalah pandangan dalam

bermadzhab. Tarjih sedari awal sudah menetapkan

Page 38: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

37

untuk tidak terikat pada satu dari sekian madzhab

yang ada. Meski, semua madzhab tersebut tetap

digunakan pertimbangan dalam proses istinbath.

Pendirian ini terwujudkan pada kenyataan bahwa

hampir semua keputusan yang dihasilkan Tarjih yang

terhimpun dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT)

selalu mencantumkan sumber pengambilan dari al-

Quran dan Sunnah.38

Berbeda dengan NU yang justru juga sedari

awal bersikap sebaliknya; bermadzhab kepada satu

atau lebih dari madzhab yang empat. Hampir semua

keputusan Lajnah juga merujuk pada fatwa para imam

madzhab. Sikap ini, sebagaimana dinyatakan KH.

Muchith Muzadi39

adalah wajar. Mengingat di

kehidupan yang serba modern ini, yang sudah

terlampau jauh dari zaman Rasulullah SAW, setiap

orang pasti membutuhkan panduan (baca:

38

Kasman, Ijtihad Muhammadiyah dalam Menentukan Ke-

huu jjahan Hadis: Studi tentang Manhaj dan Hadis-hadis bidang

Aqidah dan Ibadah dalam Putusan-putusan Majelis Tarjih

Muhammadiyah tahun 1929-1972, Disertasi Program Pasca Sarjana

IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010. 39

KH. Abdul Muchith Muzadi, Mengenal Nahdlatul

Ulama, Cetakan IV, (Surabaya: Khalista, 2006), h.25

Page 39: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

38

bermadzhab) untuk melaksanakan detail-detail ajaran

Islam dengan benar. Hampir tidak mungkin bagi

mereka untuk langsung mengambil dan

menyimpulkan hukum dari nash-nash primer yang

ada. Jika tidak hati-hati, justru akan membahayakan

Islam dan diri sendiri.

3. Perbedaan Nomenklatur

Ada 3 istilah di mana Tarjih dan Lajnah

saling berbeda pandangan, di antaranya adalah,

pertama, ijtihad dan istinbath. Bagi Tarjih, ijtihad

lebih pada usaha mencari hukum dari kandungan nash

yang kurang jelas (dzanni) bahkan yang tidak

ditunjukkan oleh nash sama sekali, baik oleh al-Quran

atau pun Sunnah. Adapun istinbath meliputi nash

yang qath’iy dan dzanni.40

Adapun bagi Lajnah,

ijtihad melingkupi nash yang qath’iy dan dzanni. Ia

memang terbuka, namun lebih diposisikan dalam

kerangka pemikiran madzhab. Karena saking sulitnya,

40

Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah:

Metodologi dan Aplikasi, Cetakan III, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2004),h. 195

Page 40: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

39

ia diyakini hanya layak bagi para mujtahidin

terdahulu.

Kedua, taqlid yang berarti mengikat atau

mengikut. Bagi Tarjih, taqlid adalah mengikuti

seorang imam tanpa mau tahu dasar pengambilan

hukumnya, mengikuti dengan membabi buta. Bagi

Lajnah, taqlid tidak selalu diidentikkan dengan hal

tersebut. Istilah ini meski memang mencakup definisi

taqlid menurut Tarjih, namun tidaklah dinamakan

taqlid orang yang memang terbatas pengetahuannya

dan ia berusaha untuk selalu meningkatkan diri

menuju derajat ittiba’ yaitu golongan yang mengikuti

imam madzhab tapi juga mengerti dari mana mereka

mengambil dasar istinbathnya. Bagi Bahtsul Masail,

derajat ijtihad, ittiba’, dan taqlid tidaklah bisa

dilepaskan satu per satu. Ketiganya adalah rangkaian

dan tahapan yang berjalan berkesinambungan dalam

proporsi yang tepat.

Ketiga, qiyas. Tarjih berpendapat ushul-nya

qiyas hanya berupa dalil dari al-Quran dan Sunnah.

Sementara bagi Lajnah, qiyas juga melingkupi ilhaq;

Page 41: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

40

analogi dengan komponen ushul-nya berupa pendapat

para imam madzhab.

4. Pandangan terhadap tertutup-bukanya pintu ijtihad

Sebagai konsekuensi logis terhadap sikap

bermadzhab, maka bagi Tarjih pintu ijtihad masih

terbuka lebar. Siapa saja dan kapan saja bias menjadi

mujtahid asalkan memenuhi syarat. Bagi Lajnah,

pintu ijtihad hampir tertutup (untuk tidak mengatakan

tertutup sama sekali). Yang bisa dilakukan sekarang

hanyalah istinbath dengan segala macam derivasinya.

Hal ini lantaran sulitnya menemukan orang dengan

kualifikasi seperti para mujtahidin terdahul.41

Kesimpulan

Bathsul Masail merupakan forum yang

membahas dan memecahkan masalah-masalah tematik

dan ajtual dalam NU yang memiliki 3 metode : Qouli,

Ilhaqi dan Manhaji. Keputusan bathsul masail sifatnya

tidak mengikat dari Pengurus cabang dengan Pengurus

Besar bisa saja berbeda maka akan diberi kebebasan

41

Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahtsul

Masail 1926- 1999, Cetakan I, (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. 117

Page 42: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

41

untuk memilih pendapat sesuai dengan kemampuan

hatinya.

Bahtsul masail memiliki perbedaan baik dari segi

akar pemikiran, sikap bermadzhab, perbedaan

nomenklatur, Pandangan terhadap tertutup-bukanya pintu

ijtihad.

Daftar Pustaka

Abdurrahman, Asjmuni, Manhaj Tarjih

Muhammadiyah: Metodologi dan Aplikasi, Cetakan III,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)

AD NU Pasal 3 Ayat 1.

ART NU Pasal 14 Ayat 4 Butir (L).

Asj‟ari, Hadratussyekh KHM. Hasyim, Ihya’

‘Amal al-Fudala’:Muqaddimah Anggaran Dasar NU

(Kendal : tp., 1969).

Atho Mudzhar, Muhammad, Fatwa-Fatwa

Majelis Ulama Indonesia : Sebuah Studi Tentang

Pemikiran Hukum Islam di Indonesia, 1975 – 1988

(Jakarta : INIS, 1993).

AZ, Imam dan Nasikh, Liputan : Dari Halaqah

Denanyar, Jurnal Santri No. 3, Tahun I (1990).

Page 43: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

42

Bahtsul Masa’il, (Jakarta : Lakpesdam, 2002).

Dahlan, Abdul Aziz, et al. (ed), Ensiklopedia

Hukum Islam, Jilid III (Jakarta : PT.

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Studi

tentang Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES, 1984).

Fadeli, H. Soeleiman dan Mohammad Subhan,

S.Sos, Antologi NU : Sejarah-IstilahAmaliah-Uswah,

(Surabaya : Khalista, 2007).

Hamdan Abdul Jalil Hamid, Abu, Kudus ,

Ahkam al-Fuqaha’, Juz I, Semarang: Toha Putra, tt

Ichtiar Baru van Hoeve, 1999).

Jamil, Fathurrahman, Metode Ijtihad Majlis

Tarjih Muhammadiyah, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,

1995).

Khamid, Kudus, Ahkam al-Fuqaha, juz II

Kholidah, Metode Ijtihad Dewan Fatwa al-

Jam’iyatul Washilah Periode 1988 – 1998* (Tesis MA,

IAIN Sumatera Utara, Medan, 2000).

Mahfudh, KH. Sahal, Bahtsul Masa’il dan

Istinbath Hukum NU, dari Pengantar Buku Solusi

Problematika Aktual Hukum Islam: Keputusan

Page 44: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

43

Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-

2010), Jakarta : LTNU PBNU – Khalista, 2011.

Mahsun, “Rekonstruksi Pemikiran Hukum Islam

Melalui Integrasi Metode Klasik dengan Metode

Saintifik Modern”, al-Ahkam, Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Walisongo Semarang 25 (2015).

Mahfudz, Mahsun, “Membaca Nalar Hukum

Nahdlatul Ulama”, Jurnal Studi Islam Madinah 9 (2013).

Masyhuri, KH. Aziz, Masalah Keagamaan NU,

(Surabaya : PP RMI dan Dinamika Press, 1997).

Muslich,___, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah

Poetoesan-Poetoesan Congres Nahdlotoel

„Oelama‟, “Oetoesan Nahdlotoel ‘Oelama’ No. 3 Tahun

I (Soerabaia : tp., 1347 H).

Qodri Azizy, Ahmad, Islam dan Permasalahan

Sosial, Yogyakarta: LKIS, 2000

Rahmat (ED), M. Imdadun , Kritik Nalar Fiqih

NU Transformasi Paradigma

Rosyada, Dede, Metode Kajian Hukum Dewan

Hisbah Persis, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999).

Yusuf Qaradhawi, ___, Fawa’id al-Bunuk Hiya

al-Riba al-Haram, Kairo: Dar al-Shahwah

Page 45: Metode Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul …if-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/Bahsul-Masail.pdf10 Salah satu contoh menunjukkan fenomena “sepakat ... “Membaca

44

Zahro, Ahmad Tradisi Intelektual NU: Lajnah

Bahtsul Masail 1926- 1999, Cetakan I, (Yogyakarta:

LKiS, 2004)

Zahro, Dr. Ahmad, Tradisi Intelektual NU :

Lajnah Bahtsul Masa’il 1926-1999, (Yogyakarta: LKis,

2004 )

Internet:

Asal-usul-bahtsul-masail,

http://salamelqoeds.blogspot.com/2011/03/

Majalah:

Majalah Santri, No. 3, th. I, 1990