menjaga kebersihan mulut dalam islam

Upload: sheilla-sahida

Post on 07-Mar-2016

235 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

menjaga kebersihan mulut dalam islam

TRANSCRIPT

Menjaga kebersihan mulut dalam islam

Bersiwak (membersihkan mulutdengan kayu dari pohon araak) merupakan perbuatan yang sangat disukai oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ada beberapa waktu yang sangat dianjurkan oleh syariat untuk kita bersiwak. Bila kita mampu menjalankan ajaran Rasulullah ini Shallallahu alaihi wa sallam, tidak hanya mulut kita yang menjadi bersih, namun pahala dan keridhaan Allah pun insya Allah bisa kita raih.

Kata siwak bukan lagi sesuatu yang asing di tengah sebagian kaum muslimin, meskipun sebagian orang awam tidak mengetahuinya disebabkan ketidaktahuan mereka tentang agama. Wallahul mustaan.Pengertian siwak sendiri bisa kembali pada dua perkara:Pertama, bermakna alat yaitu kayu/ranting yang digunakan untuk menggosok mulut guna membersihkannya dari kotoran. Asalnya adalah kayu dari pohon araak.Kedua, bermakna fiil atau perbuatan yaitu menggosok gigi dengan kayu siwak atau semisalnya untuk menghilangkan warna kuning yang menempel pada gigi dan menghilangkan kotoran, sehingga mulut menjadi bersih dan diperoleh pahala dengannya (Fathul Bari 1/462, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim 3/135, Subulus Salam 1/63, Taisirul Allam Syarhu Umdatil Ahkam, 1/62).Dengan demikian, disenangi bersiwak dengan kayu siwak dari araak atau dengan apa saja yang bisa menghilangkan perubahan bau mulut, seperti membersihkan gigi dengan kain perca atau sikat gigi. (Nailul Authar, 1/154)Namun tentunya bersiwak dengan menggunakan kayu siwak lebih utama. Karena, hal itulah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan ditunjukkan dalam hadits-hadits yang berbicara tentang siwak.Hukum bersiwak ini sunnah tidak wajib dalam seluruh keadaan, baik sebelum shalat ataupun selainnya. Dan ini merupakan pendapat yang rajih yang dipegangi oleh penulis. Ini juga merupakan pendapat jumhur ulama, menyelisihi sebagian ulama yang memandang wajibnya perkara ini. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullahu mengatakan: Kami tidak mengetahui ada seorang pun yang berpendapat bersiwak itu wajib kecuali Ishaq dan Dawud Azh-Zhahiri. (Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, bab As-Siwak wa Sunnatul Wudhu).Dalil tidak wajibnya bersiwak ini diisyaratkan dalam hadits: Seandainya aku tidak memberati umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu.Al-Imam Asy-Syafii rahimahullahu mengatakan: Dalam hadits ini ada dalil bahwa siwak tidaklah wajib. Seseorang diberi pilihan (untuk melakukan atau meninggalkannya, pent.). Karena, jika hukumnya wajib niscaya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam akan memerintahkan mereka, baik mereka merasa berat ataupun tidak. (Al-Umm, kitab Ath-Thaharah, bab As-Siwak).Kekhawatiran memberatkan umatnya merupakan sebab yang mencegah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam untuk mewajibkan bersiwak ini. (Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram, 1/195)Bersiwak merupakan ibadah yang tidak banyak membebani, sehingga sepatutnya seorang muslim bersemangat melakukannya dan tidak meninggalkannya. Di samping itu, banyak faedah yang didapatkan berupa kebersihan, kesehatan, menghilangkan aroma yang tak sedap, mewangikan mulut, memperoleh pahala dan mengikuti Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. (Taisirul Allam, 1/62)Banyak sekali hadits yang berbicara tentang siwak sehingga Ibnul Mulaqqin rahimahullahu dalam Al-Badrul Munir mengatakan: Telah disebutkan dalam masalah siwak lebih dari seratus hadits. (Subulus Salam, 1/63)Karena perkara bersiwak ini disenangi oleh Rasul kita yang mulia Shallallahu alaihi wa sallam dan tidak pernah beliau tinggalkan sampai pun menjelang ajalnya, sementara kita diperintah dalam Al-Qur`an untuk menjadikan beliau sebagai qudwah, suri teladan, maka pembahasan tentang siwak tidak patut kita abaikan. Ditambah lagi, bersiwak ini termasuk sunnah wudhu dan termasuk thaharah yang kita dianjurkan untuk melakukannya. Semoga apa yang kami tuliskan ini menjadi ilmu yang bermanfaat dan mudah-mudahan dapat diamalkan oleh kita semua. Amin!Kesenangan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam BersiwakRasulullah Shallallahu alaihi wa sallam demikian senang bersiwak. Beliau tidak melupakannya sampai pun pada detik-detik menjelang beliau dijemput kembali ke sisi Allah Subhanahu wa Taala. Aisyah radhiyallahu anha mengabarkan: : -- Abdurrahman bin Abi Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu anhuma masuk menemui Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan dadaku menjadi tempat sandaran beliau. Abdurrahman membawa siwak yang masih basah yang dipakainya untuk bersiwak. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengangkat pandangan mata beliau, melihat siwak itu. Aku pun mengambil siwak tersebut lalu mematahkan ujungnya (dengan ujung gigi) serta memperbaikinya dan membersihkannya, kemudian aku berikan pada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau kemudian bersiwak dengannya. Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersiwak sebagus yang kulihat kali itu. Tidak berapa lama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selesai dari bersiwak, beliau mengangkat tangannya atau jarinya kemudian berkata: Pada teman-teman yang tinggi (Ar-Rafiqil Ala)1. Lalu beliau pun wafat. (HR. Al-Bukhari no. 890, 4438)Dalam satu lafadz, Aisyah radhiyallahu anha mengatakan: . : Aku melihat beliau memandangi siwak tersebut dan aku tahu beliau menyukai bersiwak. Maka aku katakan: Apakah aku boleh mengambilkannya untukmu? Beliau mengisyaratkan iya, dengan kepala beliau (mengangguk untuk mengiyakan/sebagai persetujuan). (HR. Al-Bukhari no. 4449)2Bersiwak Membersihkan Mulut dan Diridhai Allah Subhanahu wa TaalaAisyah radhiyallahu anha mengabarkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Siwak itu membersihkan mulut, diridhai oleh Ar-Rabb. (HR. Ahmad, 6/47,62, 124, 238, An-Nasa`i no. 5 dan selainnya. Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya secara muallaq. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan An-Nasa`i, Al-Misykat no. 381, Irwa`ul Ghalil no. 65)Ibnu Umar radhiyallahu anhuma juga mengabarkan hal yang senada dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam: Seharusnya bagi kalian untuk bersiwak. Karena dengan bersiwak akan membaikkan (membersihkan) mulut, diridhai oleh Ar-Rabb tabaraka wa taala. (HR. Ahmad 2/109, lihat Ash-Shahihah no. 2517)Waktu-waktu Disunnahkannya BersiwakBersiwak adalah sunnah (mustahab) dalam seluruh waktu. Namun ada lima waktu yang lebih ditekankan bagi kita untuk melakukannya (Al-Minhaj 1/135, Al-Majmu 1/328, Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/225). Waktu-waktu tersebut adalah sebagai berikut:1. Setiap akan shalat dan wudhuAbu Hurairah radhiyallahu anhu mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Seandainya aku tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu. (HR. Ahmad 2/400, Malik dalam Al-Muwaththa` no. 143 dengan Syarh Az-Zarqani. Disebutkan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya secara muallaq. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil no. 70)Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya (no. 887) dan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya (no. 588) juga mengeluarkan hadits di atas, hanya saja lafadz akhirnya adalah: (setiap kali hendak mengerjakan shalat). Selengkapnya adalah: Seandainya aku tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali setiap kali hendak mengerjakan shalat.Permasalahan disunnahkannya bersiwak ketika hendak shalat dan berwudhu ini diriwayatkan dari sejumlah shahabat. Di antaranya Abu Hurairah, Zaid bin Khalid, Ali bin Abi Thalib, Al-Abbas bin Abdil Muththalib, Ibnu Umar, Abdullah bin Hanzhalah, dan selain mereka radhiyallahu anhum ajmain. (Sunan At-Tirmidzi, kitab Ath-Thaharah, bab Maa Jaa fis Siwak)Ibnu Daqiqil Ied rahimahullahu berkata: Rahasia dianjurkannya kita bersiwak saat hendak shalat adalah kita diperintahkan dalam setiap keadaan taqarrub (mendekatkan) diri kepada Allah Subhanahu wa Taala untuk berada dalam kesempurnaan dan kebersihan, dalam rangka menampakkan kemuliaan ibadah.Ada pula yang berpendapat bahwa perkaranya berkaitan dengan malaikat. Karena malaikat akan terganggu dengan aroma tidak sedap yang keluar dari mulut seseorang. (Ihkamul Ahkam, kitab Ath-Thaharah, bab As-Siwak)2. Ketika masuk rumahSyuraih bin Hani` pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu anha: : Apa yang mulai Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lakukan apabila beliau masuk rumah? Aisyah menjawab: Beliau mulai dengan bersiwak. (HR. Muslim no. 589)3. Saat bangun tidur di waktu malamHudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam apabila bangun di waktu malam beliau menggosok mulutnya dengan siwak. (HR. Al-Bukhari no. 245, 889, 1136 dan Muslim no. 592, 594)Ibnu Umar radhiyallahu anhuma mengabarkan: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidaklah tidur melainkan siwak berada di sisi beliau. Bila terbangun dari tidur, beliau mulai dengan bersiwak. (HR. Ahmad 2/117, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jamiush Shahih 1/503)Alasan disenanginya bersiwak pada saat seperti ini, kata Al-Imam Ibnu Daqiqil Ied rahimahullahu, adalah karena tidur menyebabkan berubahnya bau mulut. Sedangkan siwak merupakan alat untuk membersihkan mulut. Sehingga disunnahkan bersiwak tatkala terjadi perubahan bau mulut. (Ihkamul Ahkam, kitab Ath-Thaharah, bab As-Siwak)Dalam hal ini sama saja, baik bangunnya untuk mengerjakan shalat atau tidak. Auf bin Malik radhiyallahu anhu mengabarkan: Aku pernah bangkit bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam lalu beliau mulai bersiwak. Setelah itu beliau berwudhu. Kemudian beliau bangkit untuk mengerjakan shalat dan aku pun bangkit bersama beliau (HR. Ahmad 6/24, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jamiush Shahih 1/503,504)4. Ketika hendak membaca Al-Qur`anDengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam: Siwak itu membersihkan mulut, diridhai oleh Ar-Rabb. (HR. Ahmad 6/47,62, 124, 238, An-Nasa`i no. 5 dan selainnya. Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkannya dalam Shahih-nya secara muallaq. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan An-Nasa`i, Al-Misykat no. 381, Irwa`ul Ghalil no. 65)Sementara membaca Al-Qur`an tentunya menggunakan mulut.5. Saat bau mulut berubahPerubahan bau mulut bisa terjadi karena beberapa hal. Di antaranya: karena tidak makan dan minum, karena memakan makanan yang memiliki aroma menusuk/tidak sedap, diam yang lama/tidak membuka mulut untuk berbicara, banyak berbicara dan bisa juga karena lapar yang sangat, demikian pula bangun dari tidur. (Al-Hawil Kabir 1/85, Al-Minhaj, 1/135)Bersungguh-sungguh dalam BersiwakKetika seseorang bersiwak, hendaklah ia melakukannya dengan sungguh-sungguh, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Abu Musa Al-Asyari radhiyallahu anhu menceritakan: . : : . Aku pernah mendatangi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, ketika itu beliau sedang bersiwak dengan siwak basah. Ujung siwak itu di atas lidah beliau dan beliau mengatakan o, o3 sedangkan siwak di dalam mulut beliau, seakan-akan beliau hendak muntah. (HR. Al-Bukhari no. 244 dan Muslim no. 591)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam bersiwak, sampai-sampai hendak muntah karenanya. Selain itu, menunjukkan disenanginya bersiwak menggunakan siwak yang basah sebagaimana dalam hadits Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha yang telah lewat tentang bersiwaknya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjelang wafatnya. Di samping itu, hadits ini menunjukkan bahwa selain digunakan untuk membersihkan gigi, siwak dapat pula digunakan untuk membersihkan lidah. (Fathul Bari 1/463, Ihkamul Ahkam, kitab Ath-Thaharah, bab As-Siwak)Cara BersiwakKata Al-Imam Al-Mawardi rahimahullahu, disenangi menggunakan siwak secara melintang ketika menggosok permukaan gigi dan bagian dalamnya. Dan siwak dijalankan di atas ujung-ujung gigi dan pangkal gigi geraham agar semuanya bersih dari kotoran warna kuning dan perubahan bau yang ada. Dijalankan pula di atas langit-langit dengan perlahan untuk menghilangkan bau yang ada. (Al-Hawil Kabir, 1/85)Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu mengatakan tentang permasalahan cara menggunakan siwak, apakah memanjang atau melintang: Memungkinkan untuk dikatakan: cara penggunaannya kembali kepada apa yang dituntut oleh keadaan. Apabila keadaan menuntut untuk bersiwak dengan memanjang, maka dilakukan dengan memanjang. Apabila keadaan menuntut untuk bersiwak dengan melintang, maka dilakukan dengan melintang. Karena tidak adanya sunnah yang jelas dalam hal ini. (Asy-Syarhul Mumti, 1/105)

Bersiwak dengan Tangan Kanan atau Tangan Kiri?Manakah yang lebih utama bersiwak dengan menggunakan tangan kanan atau tangan kiri?Zainuddin Abul Fadhl Abdurrahim bin Al-Husain Al-Iraqi rahimahullahu berkata: Sebagian orang belakangan dari kalangan Hanabilah yang pernah aku lihat menyebutkan bahwa ia bersiwak dengan tangan kanannya. Karena terdapat dalam sebagian jalan hadits Aisyah radhiyallahu anha yang masyhur bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyenangi mendahulukan yang kanan ketika menyisir rambutnya, mengenakan sandal, bersuci, dan bersiwak.4Saya sendiri pernah mendengar dari sebagian guru kami dari kalangan Syafiiyyah bahwa perkaranya dibangun di atas permasalahan apakah siwak itu termasuk bab tath-hir (pensucian) dan tathyib (mewangi-wangikan), atau termasuk bab menghilangkan kotoran? Bila kita menganggapnya termasuk bab tath-hir dan tathyib maka disenangi menggunakan siwak dengan tangan kanan. Namun bila kita menganggapnya termasuk bab menghilangkan kotoran, maka disenangi menggunakannya dengan tangan kiri. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu anha yang menyatakan bahwa tangan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang kanan beliau gunakan untuk bersuci dan untuk makan, sedangkan tangan kiri beliau gunakan untuk cebok dan untuk perkara yang bersentuhan dengan kotoran. Haditsnya diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang shahih.5 Abu Dawud meriwayatkan pula dari hadits Hafshah bintu Umar radhiyallahu anhuma: Beliau menggunakan tangan kanan beliau untuk makannya, minumnya dan berpakaiannya. Sedangkan tangan kiri beliau gunakan untuk selain itu.6Namun sebenarnya dalil yang dijadikan sandaran oleh kalangan Hanabilah tersebut7 tidaklah mendukung pendapatnya (yaitu bersiwak menggunakan tangan kanan). Karena yang dimaukan dengan hadits tersebut adalah memulai bagian/belahan kanan dalam bersisir, memulai kaki kanan dalam memakai sandal, memulai dengan anggota kanan dalam bersuci/wudhu, memulai dengan sisi yang kanan dari mulut dalam bersiwak sebagaimana telah lewat. Adapun bila dinyatakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menggunakan tangan kanannya untuk melakukan hal itu, maka hal ini butuh penukilan (riwayat). Yang dzahir, bersiwak termasuk bab menghilangkan kotoran sebagaimana menghilangkan ingus dan semisalnya, maka dilakukan dengan tangan kiri.Abul Abbas Al-Qurthubi dari kalangan Malikiyyah secara jelas menyatakan pendapat ini. Beliau berkata dalam Al-Mufhim menghikayatkan dari Al-Imam Malik: Tidak boleh bersiwak dalam masjid karena bersiwak termasuk menghilangkan kotoran. Wallahu alam. (Tharhut Tatsrib 1/233)Namun larangan bersiwak dalam masjid ini tidak ada dalilnya, sehingga boleh dilakukan di dalam maupun di luar masjid bila memang diperlukan, berdasarkan keumuman hadits: Seandainya aku tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali setiap kali hendak mengerjakan shalat.Namun, sepantasnya seseorang tidak berlebih-lebihan dalam melakukannya, hingga sampai pada tingkat hendak muntah padahal berada di masjid. Karena khawatir dia akan muntah atau mengeluarkan darah sehingga mengotori masjid. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta`, no. 2432, 5/128)Ibnu Qudamah rahimahullahu menyatakan disenanginya tayammun (mendahulukan bagian yang kanan) dalam bersiwak dan disenangi mencuci siwak dengan air untuk menghilangkan kotoran yang mungkin menempel padanya. Sebagaimana Aisyah radhiyallahu anha mengabarkan: Nabiyullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersiwak, lalu memberiku siwak tersebut untuk kucuci. Lalu aku menggunakannya untuk bersiwak, kemudian mencucinya, setelahnya menyerahkannya kepada beliau8. (HR. Abu Dawud no. 52). (Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, fashl Al-Istiyak alal Asnan wal Lisan)Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata: Ulama berbeda pendapat, apakah bersiwak dilakukan dengan tangan kanan atau tangan kiri. Sebagian mereka mengatakan: dengan tangan kanan, karena siwak itu sunnah. Sementara sunnah merupakan ketaatan dan amalan qurbah (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Taala. Dengan demikian bersiwak tidak dilakukan dengan tangan kiri, karena tangan kiri itu digunakan untuk menghilangkan kotoran, berdasarkan kaidah bahwa tangan kiri digunakan untuk kotoran sedangkan tangan kanan untuk yang selainnya. Apabila siwak ini dianggap ibadah maka asalnya dilakukan dengan tangan kanan.Ulama yang lain mengatakan: Bersiwak menggunakan tangan kiri lebih utama. Ini pendapat yang masyhur dalam madzhab ini (Hanabilah). Karena siwak itu untuk menghilangkan kotoran, sedangkan menghilangkan kotoran dilakukan dengan tangan kiri seperti halnya istinja` (cebok) dan istijmar (bersuci dengan menggunakan batu).Sebagian Malikiyyah berkata: Dalam hal ini dirinci. Bila ia bersiwak untuk mensucikan mulut sebagaimana bila ia bangun dari tidurnya atau menghilangkan makanan yang tersisa maka dia bersiwak dengan tangan kiri, karena berkaitan dengan menghilangkan kotoran. Bila ia bersiwak untuk memperoleh amalan sunnah maka dilakukan dengan tangan kanan, karena ia bersiwak dengan tujuan untuk melakukan qurbah (mendekatkan diri pada Allah), sebagaimana bila ia baru saja berwudhu dan ia bersiwak ketika wudhu, kemudian ia hendak mengerjakan shalat. Maka ia bersiwak untuk memperoleh pahala amalan sunnah.(Namun yang benar, pent.) perkaranya lapang dan tidak dibatasi, karena tidak adanya nash yang jelas yang menetapkannya. (Asy-Syarhul Mumti, 1/105)Boleh Bersiwak saat BerpuasaDalam hal ini ada hadits dari Amir bin Rabiah radhiyallahu anhu: Aku melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam beberapa kali yang tidak bisa aku hitung, beliau bersiwak dalam keadaan beliau puasa.Namun hadits yang diriwayatkan oleh Ar-Tirmidzi, Abu Dawud dan lain-lainnya ini dhaif/lemah, karena adanya perawi yang lemah sebagaimana dijelaskan dalam Irwa`ul Ghalil (hadits no. 68). Karena dhaif, berarti hadits ini tidak bisa dijadikan sebagai sandaran/hujjah.Sehingga permasalahan bolehnya bersiwak ketika sedang puasa, kembali kepada dalil-dalil yang umum. Seperti hadits yang berisi anjuran untuk bersiwak ketika hendak shalat dan saat berwudhu.Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu menyatakan: Al-Imam Asy-Syafii berpandangan bahwa tidak mengapa bagi orang yang berpuasa untuk bersiwak pada awal dan akhir siang. Sementara Al-Imam Ahmad dan Ishaq memakruhkannya bila dilakukan di akhir siang. (Sunan At-Tirmidzi, kitab Ash-Shaum, bab Ma Jaa fis Siwak lish-Sha`im)Di antara yang berpendapat disunnahkannya bersiwak secara mutlak, saat puasa ataupun tidak, adalah Abu Hanifah dan Malik. Pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah. Dan pendapat ini yang penulis rajihkan. Al-Imam Asy-Syaukani berkata: Yang benar adalah disunnahkan siwak bagi orang yang puasa, baik di awal siang ataupun di akhirnya. Ini merupakan madzhab jumhur. (Nailul Authar, 1/159)Wallahu taala alam bish-shawab.1 Isyarat dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kepada firman Allah Subhanahu wa Taala: Siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka mereka itu bersama orang-orang yang Allah berikan kenikmatan kepada mereka dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih. Mereka itu adalah sebaik-baik teman. (An-Nisa`: 69)2 Hadits di atas menunjukkan beberapa hal: Disenanginya menggunakan siwak yang basah Sebelum digunakan sebaiknya siwak diperbaiki/dibaguskan terlebih dahulu Boleh menggunakan siwak milik orang lain setelah dibersihkan Boleh bersiwak di hadapan orang lain, yakni bersiwak bukan perkara yang harus dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Seorang pemimpin/tokoh tidaklah tercela bila melakukannya di hadapan orang yang dipimpinnya/bawahannya sebagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sebagai seorang rasul/imam dan pimpinan umat melakukannya di hadapan Abdurrahman bin Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu anhuma (Ihkamul Ahkam, kitab Thaharah, bab As-Siwak, Fathul Bari 1/464 )3 Yakni mengeluarkan suara seperti orang yang hendak muntah, karena bersungguh-sungguhnya beliau bersiwak. (Fathul Bari, 1/463)4 Haditsnya diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, namun tanpa penyebutan bersiwak, tambahan ini ada dalam riwayat Abu Dawud, no. 41405 Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Misykatul Mashabih, 1/3486 Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami Ash-Shaghir, 2/49127Yaitu hadits yang menyatakan: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyenangi mendahulukan yang kanan ketika menyisir rambutnya, mengenakan sandal, bersucinya, dan bersiwaknya.8 Dalam Aunul Mabud Syarah Abi Dawud disebutkan: Setelah beliau Shallallahu alaihi wa sallam menggunakan siwak untuk membersihkan mulutnya, beliau menyerahkan kepada Aisyah untuk dihilangkan kotoran yang mungkin menempel pada siwak tersebut agar tabiat itu tidak merasa jijik untuk menggunakannya pada kali yang lain. Aisyah pun menyatakan: Aku mencucinya, yakni mencuci siwak tersebut untuk mengharumkan dan membersihkannya. Aku menggunakannya, kata Aisyah, yakni memakai siwak tersebut pada mulutku sebelum dicuci agar mendapatkan barakah mulut Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. (Kitab Ath-Thaharah, bab Ghaslus Siwak)

Sumber: https://ackogtg.wordpress.com/2010/06/16/menjaga-kebersihan-mulut-dalam-islam/

Keistimewaan Bawang Putih dan Bawang Merah Dalam Al Quran

Allah Azza wa Jalla menciptakan segala sesuatunya memang tak pernah ada yang sia-sia. Bahkan selalu ada manfaat dibalik semua hasil ciptaan-Nya. Dan salah satunya adalah Bawang. iyap... Bawang, bumbu masakan yang satu ini mungkin tidak asing lagi di telinga kita. Bawang terdiri dari beragam jenis ada bawang merah, bawang putih, bawang kucai, bawang prei serta bawang bombai.

Sudah banyak olahan-olahan makanan yang memakai jenis bawang untuk penyedap rasa dan pelengkap makanan. Di indonesia sendiri bawang merah dan bawang putih adalah dua jenis bawang yang sering di temui, meskipun tidak jarang kita temui hasil olahan makanan yang menggunakan bawang bombai, prei dan kucai. Namun tetap saja bawang merah dan bawang putih merupakan dua jenis bawang yang cukup populer penggunaannya.

Tahukah anda tentang hukum memakan bawang merah dan bawang putih dalam Islam. Benarkah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam sangat menyukai keduanya? Apa saja khasiat yang terkandung dalam bawang merah dan bawang putih?

Bawang Merah dan Bawang Putih

Jika kita telusuri lebih dalam, bawang merah dan bawang putih adalah dua jenis umbi yang sangat terkenal sejak zaman Nabi.

Allah Azza wa Jalla bermifrman:"Agar dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya." (QS. Al-Baqarah:61)

Dimana dari maksud ayat tersebut adalah bawang merah dan bawang putih adalah makanan yang dianjurkan oleh Allah Azza wa Jalla untuk dimakan karena khasiat yang terkandung didalamnya sangat baik untuk kesehatan. Namun dalam Isalam kita dianjurkan untuk menyempurnakan proses memasaknya. seperti dalam sebuah hadist

"Barang siapa yang memakannya (bawang merah dan bawang putih), maka hendaklah ia menyempurnakan (proses) memasaknya" (HR. Abu Dhawud).

Asal-Usul Bawang MerahBawang Merah telah dikenal manusia sejak ribuan tahun lalu yang digunakan dalam berbagai kepentingan. Rekaman-rekaman kisah yang ditulis mengenai bawang merah juga memenuhi tempat-tempat Islam peninggalan Mesir kuno seperti di atas daun lontar dan dinding kuil ritual para firaun. Mereka juga meletakan bawang bersama jasad mumi raja sebagai tanda untuk bernafas saat sang raja dibangkitkan kembali.

Para tabib Mesir kuno kerap meresepkan bawang merah sebagai obat untuk memperlancar air seni, memperbaiki gizi dan nafsu makan. Bahkan dalam bahasa Mesir kuno kata tempat ibadah dikaitkan dengan kata bawang dan berderivasi menjadi kata 'basal' atau bawang merah dalam bahasa arab. Dalam salah satu rekaman-rekaman kisah dikatakan bahwa tumbuhan bawang ditemukan didekat jasad mumi firaun Ebris sejak masa 150 tahun SM. Para arkeolog pun menemukan dua butir bawang merah dekat jasad mumi firaun Rapses III . Satu butir ditemukan di rongga mata dan satu butir lagi di bawah ketiak kiri. Pada masa itu bawang merah adalah salah satu unsur dalam menu makanan harian para pekerja bangunan agar mereka sehat dan kuat untuk pembangunan piramid.

Khasiat Bawang MerahAllah Azza wa Jalla menyebut bawang di dalam Al-Quran. Karena mereka termasuk umbi yang diberkahi oleh Allah. Aisyah ra. pernah berkata:

"Makanan terakhir yang disantap Rasulullah mengandung bawang merah di dalamnya." (HR. Abu Dawud)

Dari hadist di atas jelas menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam menyukai bawang merah dan sering memakannya. Hal ini disebabkan karena bawang merah adalah sejenis makanan yang menyehatkan bagi tubuh dan Islam pun memperbolehkannya.

Dalam dunia medis modern bawang merah mengandung zat alisin yang terkenal dapat menurunkan kolestrol dan tekanan darah tinggi akibat penyempitan pembuluh nadi. Bawang merah pula diyakini dapat membunuh bakteri dimulut dan perut sehingga berdampak pada peluang pertumbuhan usia dan pencegahan kanker. Bahkan dalam sejumlah riset terkini di Universitas Newcastle Inggris, menyebutkan bahwa bawang merah dapat mengurangi pembekuan pembuluh darah, penumpukan trombosit dan penggumpalan dalam darah.

Sebagai umbi yang banyak khasiatnya mungkin anda bisa mengkonsumsi olahan bawang merah atau bawang merah mentah untuk mengobati kanker hati, jantung, animea dan diabetes.

Namun, kita tidak disarankan mengkonsumsi bawang merah mentah apabila ingin memasuki masjid atau tempat-tempat ibadah. Karena bau menyengat yang ditimbulkan dari bawang merah dikhawatirkan akan mengganggu kekhusuan saat beribadah.

Subhanallah...sungguh luar biasa manfaat bawang merah dalam kehidupan.

Asal-Usul Bawang PutihPara ahli tidak tahu persis kapan bawang putih pertama kali digunakan dalam makanan. Namun bukti historis lain menyebutkan bahwa bangsa Sumeria telah menggunakan bawang putih sebagai obat sejak lebih dari 2600 tahun SM. Sekumpulan manuskrip tua berbahan daun lontar yang ditulis lebih dari 1500 tahun SM. menegaskan bahwa bangsa Mesir kuno sangat mengandalkan bawang putih dalam dunia pengobatan.

Pada abad pertengahan bawang putih disebar luaskan ke daratan Eropa dan mulai digunakan untuk mengobati penyakit ves atau sampan dan penyakit jantung. Selama beberapa abad bawang putih digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati sejumlah penyakit infeksi. Namun dalam beberapa tahun terakhir bawang putih semakin dikenal luas karena kemampuannya mengobati penyakit kanker dan jantung.

Khasiat Bawang PutihBawang Putih adalah ummbi dengan seribu khasiat. Bagaimana tidak? sejumlah penelitian mengatakan bahwa bawang putih dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

Dalam sebuah hadist disebutkan "Makanlah bawang putih dan gunakanlah ia sebagai obat karena ia mampu mengobati 70 macam penyakit. Kalaulah malaikat tidak datang hendak berbicara denganku pastilah aku pun memakannya" (HR. Abu Dawud).

Sebagai jenis umbi yang mengandung lebih dari 100 unsur kimiawi dan zat alisin para peneliti meyakini bahwa zat tersebutlah yang bertanggung jawab bagi efektivitas senyawa biologis pada bawang putih. Bawang putih juga banyak digunakan sebagai unsur obat yang diolah menjadi bentuk tablet dan beberapa unsur lainnya yang menggunakan olahan berbentuk ekstrak minyak bawang putih.

Bawang putih olahan tablet umumnya mengandung kadar zat alisi yang terbatas. Melalui analisis dan pengujian yang dilakukan oleh 13 riset dan dipublikasikan pada tahun 2002 para ahli menemukan bahwa penggunaan tablet ekstrak bawang putih ternyata mampu menurunkan kolestrol sampai 6% .

Dalam sebuah studi terhadap 146 orang relawan inggris menyatakan bahwa bawang putih juga dapat mengendalikan penyakit malaria, mengobati diabetes dan memperkuat tulang karena mengandung kalsium dan berguna bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan. Selain itu juga dapat menutrisi otak dan memperkuat memori karena mengandung faspor serta dapat mengobati radang sendi dan encok.

Apapun yang diciptakan Allah Azza wa Jalla pasti memiliki kegunaan bagi makhluknya seperti halnya bawang. Kita berpikir bahwa bawang hanyalah bumbu biasa yang tidak memiliki manfaat banyak kecuali sebagai penyedap dan pelengkap makanan. Tapi ternyata, menurut studi justru bawang memiliki banyak manfaat bahkan sangat berguna untuk kesehatan kita.

Mengenai hukum memakan bawang sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memakruhkan hukumnya perihal khasiatnya yang luar biasa. Namun disyariatkan untuk tidak memakan bawang ketika kita hendak beribadah dan memasuki masjid. Maka dari itu segala sesuatu yang diberikan oleh Allah Azza wa Jalla sepatutnya kita syukuri dan hargai.

Sumber: http://www.andriuye.com/2015/01/bawang-merah-dan-bawang-putih.html