melanogenesis dan penuaan dini
DESCRIPTION
penuaan diniTRANSCRIPT
-
TESIS
KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON
NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA
DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH
PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT
MARMUT (Cavia Porcelus) YANG DIPAPAR SINAR UVB
INDIRADEWI HASTININGSIH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
-
TESIS
KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON
NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA
DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH
PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT
MARMUT (Cavia Porcelus) YANG DIPAPAR SINAR UVB
INDIRADEWI HASTININGSIH
NIM 1390761014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
-
KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON
NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA
DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH
PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT
MARMUT (Cavia Porcelus) YANG DIPAPAR SINAR UVB
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
INDIRADEWI HASTININGSIH
NIM 1390761014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
-
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 30 Januari 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
No.029/UN4.4/HK/2015 Tanggal 2 Januari 2015
Ketua : Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And, FAACS
Anggota :
1. Prof.Dr.dr.J.Alex Pangkahila.,M.SC.,Sp.And
2. Prof.dr.IGM. Aman., Sp.FK
3. Dr.dr.A.A.G.P.Wiraguna,SpKK(K), FINSDV, FAADV
4. Dr.dr. Ida Iswari., Sp.MK., M.Kes
-
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur dipajatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan rasa hormat,
penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp. And, FAACS, sebagai pembimbing I yang dengan
penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan
saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam menyelesaikan tesis
ini.
2. Dr.dr.A.A.G.P. Wiraguna, Sp. KK(K), FINSDV, FAADV, sebagai pembimbing II yang
dengan sabar dan perhatian mau meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan
kritik dan saran serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Prof.dr.IGM. Aman., Sp.FK sebagai pembimbing akademik (PA) yang dengan
sabar dan penuh pengertian membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) sebagai Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti program magister ilmu biomedik (AAM).
5. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp. And, FAACS., Prof. Dr. dr. J. Alex
Pangkahila.,M.SC, Sp.And., Prof.dr. I. G. M. Aman.,Sp.FK., Dr.dr.A.A.G.P.
Wiraguna,Sp. KK(K), FINSDV, FAADV.,Dr.dr. Ida Iswari.,Sp.MK.,M.Kes sebagai
penguji tesis ini atas semua masukan dan bimbingannya yang dengan penuh
-
kesabaran dan perhatian telah memberikan dorongan semangat, saran, sanggahan,
dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud.
6. Chief Executive Officer (CEO) RS. Pondok Indah dr. Yanwar Hadiyanto, MARS
,Associate Chief of Quality and Risk RS. Pondok Indah dr. Yuliana, MARS,
Manager Executive Health Check up (HCU) RS. Pondok Indah dr. Dian Milasari,
MKK ,Ketua Komite Medik RS. Pondok Indah dr. Adji Saptogino, Sp.
Rad(K).Sp.(KN) atas ijin yang diberikan kepada penulis dalam mengikuti program
magister ilmu biomedik ini.
7. Teman sejawat di Bagian Excecutive Health Check Up RS. Pondok Indah (drg.
Kristiani Halimun, dr.Siti Chsanah, dr. Hudiyati Agustini, MARS) atas kerjasama,
kerelaan hati dan dukungann yang tulus menggantikan tugas-tugas yang menjadi
beban pekerjaan penulis selama mengikuti pendidikan sehingga mendapat
kesempatan untuk dapat menyelesaikan pendidikan magister ini.
8. Para seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar
hingga perguruan tinggi.
9. Ayahanda I.J. Soeharno (Alm), dan Ibunda Theresia Wardini yang telah mengasuh
dan membesarkan penulis, menanamkan nilai takut akan Allah, nilai kejujuran,
berani untuk kebenaran dan intelektualitas, serta selalu mendoakan penulis pada
saat penulis sedang menjalani ujian.
10. Bapak Mertua Bp. H. Chusjairi dan Ibu Mertua IbuSunarti atas dorongan dan
dukungan serta doanya kepada penulis dalam menempuh pendidikan ini.
-
11. Suami tercinta Husni Ayub yang dengan penuh pengertian memberikan support
secara moril dan materil, serta sabar dalam mendampingi penulis selama ini untuk
lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.
12. Eddy Suartana, Gek Wah, Gde Wiranata dan Bagian Tata Usaha Program Magister
Ilmu Biomedik yang lain atas bantuan, kerjasaman serta motivasi, semangat dan
kebersamaannya.
13. Teman-teman Program Magister Ilmu Biomedik (AAM) Angkatan 2013 terutama
dr. Marisa Riliyani dan Bagian Tata Usaha Program Magister Ilmu Biomedik atas
motivasi, semangat dan kebersamaannya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan karunia-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu pelaksaan dan penyelesaian tesis ini.
Denpasar, 30 Januari 2015
Indiradewi Hastiningsih
-
ABSTRAK
KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON NANGKA
(Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA DENGAN KRIM
HIDROKUINON DALAM MENCEGAH PENINGKATAN JUMLAH
MELANIN PADA KULIT MARMUT (Cavia porcelus) YANG
DIPAPAR SINAR ULTRVIOLET B (UVB)
Ekstrak etanol kulit batang pohon nangka (Artocarpus heterophillus)
mengandung antioksidan, senyawa fenol, tannin, steroid, linoleic acid ethyl
ester, vitamin C yang dapat menghambat peningkatan jumlah melanin pada
jaringan epidermis. Hidrokuinon (HQ) digunakan sebagai pembanding karena
HQ merupakan Gold Standard untuk terapi hiperpigmentasi. Penelitian ini
untuk mengetahui pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dapat
mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut yang dipapar sinar UVB
serta membandingkan efektivitasnya dengan krim Hidrokuinon 4%.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik
menggunakan the randomized post test only control group design. Variabel
bebas adalah dosis krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dan krim
hidrokuinon 4%,. Variabel tergantung adalah jumlah melanin pada lapisan
epidermis. 30 ekor marmut (Cavia Porcelus) jantan dibagi menjadi 3 kelompok,
masing-masing 10 ekor, kelompok (kontrol), pemberian bahan dasar krim,
kelompok 1, pemberian krim Hidrokuinon 4%.dan kelompok 2, pemberian krim
ekstrak kulit batang pohon nangka 4%. Semua kelompok perlakuan dipapar
sinar UVB dosis total 390 mJ/cm selama 2 minggu, setiap 3 kali seminggu,
kemudian dibiopsi untuk pemeriksaan jumlah melanin pada lapisan epidermis.
Untuk analisis adanya perbedaan tiap kelompok menggunakan One way
ANOVA dan dilanjutkan dengan Least Significant Difference test (LSD) untuk
membandingkan adanya perbedaan tiap kelompok setelah perlakuan p
-
ABSTRACT
JACKFRUIT (Arthocarpus heterophilus) TREE BARK ETHANOL EXTRACT
CREAM HAD THE SAME EFFECTIVENSS WITH HIDROQUINON CREAM
WITHIN PREVENTED THE INCREASE OF MELANIN AMOUNT IN GUINEA
PIG (Cavia porcelus) EXPOSED BY UV-B RAY
Jackfruit (ArtocarpusHeterophillus) tree bark ethanol extract contains
antioxidant, phenolic, tannin, steroid, linoleic acid ethyl ester and also vitamin C,it can
inhibit the increase of melanin amount in melanocyte while hydroquinone is used as the
gold standard for hyperpigmentation treatment until now. This research aimed to study
whether the administration of jackfruit tree bark extract cream can inhibit the increase
of melanin amount in guinea pig exposed by UV-B ray and compared the effectivity of
jackfruittree bark extract cream 4% with hydroquinone cream 4%.
This study was an experimental laboratory research by using randomized post
test only group design. The independent variable is the jackfruittree bark extract cream
dose and the hydroquinone cream, while the dependent variable is the melanin amount
in epidermal layer. A total of thirty guinea pigs (CaviaPorcelus) used in this study were
split into 3 groups consisted of 10 male guinea pigs in each group, which were one
treatment control group administered with basic materials cream and two treatment
administered with hydroquinone cream 4% and jackfruittree bark extract cream 4%. All
of the treatment group were exposed by UV-B ray with total dose of 390 mJ/cm2 for 2
weeks, and then biopsy was undergone to examine melanin amount in epidermal layer.
One way ANOVA was used to analyze difference between control group and treatment
group 1 and 2 and continued with Least significant Difference (LSD) was used to
analyze the existence of treatment difference after treatement (p
-
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM i
PRASYARAT GELAR. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........ iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI .... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT . v
UCAPAN TERIMAKASIH......... vi
ABSTRAK.... ix
ABSTRACT.......... x
DAFTAR ISI.... xi
DAFTAR TABEL ........... xvi
DAFTAR GAMBAR........... xvii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH..... xviii
DAFTAR LAMPIRAN.... xxii
BAB I PENDAHULUAN.... 1
1.1 Latar Belakang........... 1
1.2 Rumusan Masalah...... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.3.1 Tujuan Umum... 9
1.3.2 Tujuan Khusus....... 9
1.4 Manfaat Penelitian ....... 10
-
1.4.1 Manfaat Ilmiah ..... 10
1.4.2 Manfaat Aplikasi .......... 10
.
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..... 11
2.1 Proses Penuaan .. 11
2.1.1 Penyebab Penuaan ........ 11
2.1.2 Gejala Klinis Penuaan........ 15
2.1.3 Penuaan Kulit..... 18
2.2 Efek Sinar Ultraviolet ........ 19
2.2.1 Efek Akut Sinar Ultraviolet .. 20
2.2.1.1 Eritema ...... 20
2.2.1.2 Pigmentasi... 21
2.2.1.3 Kerusakan DNA ..... 23
2.2.2 Efek Kronik Sinar Ultraviolet . 23
2.2.2.1 Photoaging............ 23
2.2.2.2 Fotokarsinogenesis........ 25
2.3 Kulit... 26
2.3.1 Lapisan Epidermis 26
2.3.2 Lapisan Dermis .... 29
2.3.3 Lapisan Subkutis........... 29
2.4 Melanin ..... 30
2.4.1 Sintesis Melanin.. 31
2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Melanogenesis ... 33
-
2.4.2.1 Sinar Ultraviolet terhadap produksi melanin . 33
2.4.2.2 Penuaan memicu produksi melanin ... 36
2.4.2.3 Obat-obat memicu produksi melanin .... 36
2.4.2.4 Hormon memicu produksi melanin ... 37
2.4.2.5 Inflamasi memicu produksi melanin ..... 38
2.5 Kelainan Pigmentasi Kulit...... 39
2.5.1 Lentigo.... 39
2.5.2 Freckles (Efelid) ........ 39
2.5.3 Melasma..... 39
2.5.4 Melanoma maligna .... 40
2.5.5 Hiperpigmentasi paska inflamasi .. 41
2.5.6 Okronosis ....... 41
2.6 Faktor-faktor yang menghambat melanogenesis .... 42
2.6.1 Penghambat enzim tirosinase...... 42
2.6.2 Penghambat transfer melanosom.... 44
2.6.3 Antioksidan ... 44
2.7 Kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus)... 47
2.7.1 Norartocarpetin dan Artocrpetin ... 51
2.7.2 Mekanisme flavonoid sebagai antioksidan 51
2.7.3 Mekanisme flavonoid sebagaiThyrosinase Inhibitor ........ 52
2.8 Krim .. 60
2.9 Marmut (CaviaPorcelus).... 62
-
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN .... 64
3.1 Kerangka berpikir .. .... 64
3.2 Konsep penelitian 65
3.3 Hipotesis penelitian..... 66
BAB IV METODE PENELITIAN.... 67
4.1 Rancangan Penelitian ...... 67
4.2 Parameter yang Diamati....... 68
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian...... 69
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian....... 69
4.4.1 Populasi penelitian. ......... 69
4.4.2 Kriteria Sampel.... 70
4.4.2.1 Kriteria Inklusi.. 70
4.4.2.2 Kriteria Drop Out . 70
4.5 Besar dan cara pengambilans ampel ... 70
4.6 Variabel Penelitian .. 71
4.6.1 Klasifikasi Variabel.... 71
4.6.2 Hubungan Antar Variabel ... 71
4.6.3 Definisi Operasional Variabel .... 72
4.7 Alat dan Bahan untuk Penelitian 74
4.7.1 Alat untuk Penelitian 74
4.7.2 Bahan untuk Penelitian ........ 75
-
4.7.3 Hewan Percobaan .. 75
4.8 Prosedur Penelitian... 76
4.8.1 Pembuatan ekstrak kulit batang pohon nangka. 76
4.8.1.1 Preparasi Simplisia.... 76
4.8.1.2 Pembuatan ekstraksi . 77
4.8.2 Pembuatan Krim ... 77
4.8.3 Perlakuan Hewan Coba...... 77
4.8.4 Alur Penelitian ... 82
4.9 Analisis Data..... 83
BAB V HASIL PENELITIAN 84
5.1 Pemberian Perlakuan 84
5.2 Gambaran Histologis ... 86
5.3 Analisis Statistik 86
5.3.1 Analisis Deskriptif . 86
5.3.2 Uji Normalitas Data... 86
5.3.3 Uji Homogenitas Data 88
5.3.4 Jumlah Melanin . 88
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 91
6.1 Subyek Penelitian 91
6.2 Analisis Deskriptif .. 91
6.3 Pengaruh UVB terhadap melanin ... 91
6.4 Pengaruh Hidrokuinon terhadap melanin ... 93
-
6.5 Pengaruh krim ekstrak kulit batang pohon nangka terhadap melanin.. 93
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .. 98
7.1 Simpulan.... 98
7.2 Saran .... 98
DAFTAR PUSTAKA.... 100
LAMPIRAN.... 112
-
DAFTAR TABEL
2.1 Pigmentasi Kulit, Fitzpatrick Scale dan Resiko sinar UV. 23
2.2 Kandungan Senyawa Kimia Kulit Batamg Artocarpus Heterophillus.. 49
2.3 Hasil Analisis Fitokimia Kulit Batang Pohon Nangka (Artocarpus Heterophillus)
.. 54
2.4 Hasil Analisa GC-MS Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka .. 58
5.1 Hasil Uji Deskriptif Rerata Jumlah Melanin antar Kelompok 87
5.2 Hasil Uji Normalitas Data Melanin.. 87
5.3 Homogenitas Data Melanin antar Kelompok Perlakuan 88
5.4 Perbedaan Jumlah Melanin Antar Kelompok Sesudah Diberikan Paparan Sinar
UVB dan Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka 88
5.5 Analisis Komparasi Jumlah Melanin Sesudah Perlakuan Antar Kelompok .. 89
-
DAFTAR GAMBAR
2.1 Proses terjadinya ROS. 20
2.2 Perbedaan Gambaran Histologi Melanin pada lapisan epidermis dari beberapa ras
kulit manusia . 23
2.3 Proses terjadinya sunburn, kerusakan DNA oleh radiasi UV. 25
2.4 Struktur Epidermis . 28
2.5 Distribusi melanin pada epidermis .... 31
2.6 Biosintesis Melanin 32
2.7 Jalur sinyal keratinosit dan melanosit pada melanogenesis .. 34
2.8 Mekanisme hiperpigmentasi oleh radiasi UV 35
2.9 Mekanisme hiperpigmentasi oleh hormon estrogen ..... 38
2.10 Resiko terjadinya kanker kulit akibat paparan sinar UV .... 41
2.11 Struktur Kimia Norartocarpetin dan Artocarpesin...... 51
2.12 Struktur Kimia berbagai flavonoid sebagai thyrosinase inhibitor ..... 53
2.13 Efek Polifenol dari Tanaman .. 55
2.14 Gambar klasifikasi Polyphenol ... 56
-
2.15 Marmut (caviaporcelus) ......... 63
4.2 Skema Hubungan Antar Variabel Penelitian . 72
5.1 Warna Kulit Marmut Setelah Dipapar UVB Selama 2 Minggu . 85
5.2 Gambaran Melanin Jaringan Epidermis Marmut dengan pemeriksaan Masson
Fontana ... 86
5.3 Perbandingan Jumlah Melanin antara kelompok Kontrol dengan Kelompok
Perlakuan. 89
-
DAFTAR SINGKATAN
ROS : Reactive Oxygen Species
GSH : glutathione
SOD : Superoxide dismutase
TRP-1 : Tyrosinase Related Protein-1
TRP-2 : Tyrosinase Related Protein-2
TRY : Tyrosinase
UVA : Ultra Violet A
UVB : Ultra Violet B
UVC : Ultra Violet C
AAM : Anti Aging Medicine (AAM)
DNA : DeoksiRiboNukleotida
DHEA : DehydroEpiAndrostenedion
MED : Minimal Erythema Doses
DEJ : delayed epidermal junction
TEWL : transepidermal water loss
TRY : tirosinase
TRYP-1 : Thyrosinase Related Pritein 1
DCT : Dopachrometautomerase
DOPA : 3,4dihidroksifenilalanin
POMC : propriomelanocortin
MSH : melanocyte stimulating hormone
MC-1R : Melanocortin-1 Receptor
-
PKC : Protein kinase c
ET-1 : endotelin-1
ACTH : hormone adrenokortikotropik
bFGF : basic fibroblast growth factor
NGF : nerve growth hormone
GM-CSF : granulocyte-macrophage colony-stimulating factor
LIF : leukemia inhibitory factor
HGF : Hormone growth factor
PGE-2 : prostaglandin E2
PAR-2 : protein activated receptor 2
ER : estrogen receptor
ER : estrogen receptor
CPDs : cyclobutyl pyrimidine dimers
NO : nitric oxide
cGMP : cyclic guanosine monophosphate
NSAID : anti inflammatory drugs
LT : leukotrien
PG : prostaglandin
TXB : tromboksan
PIH : post inflammatory hyperpigmentation
-
HQ : Hidrokuinon
RNA : ribonucleic acid
MAPK : mitogen activated protein kinase
AP-1 : activator protein 1
ALA : Alpha Lipoic Acid
MITF : microphthalmia-associated transcription factor
ASI : Air SusuIbu
GAEAC: Garlic acid equivalent antioxidant capacity
GAE : Garlic acid equivalent
TAE : Tannic acid equivalent
IC 50% : Inhibition concentration terhadapradikalbebas
P : Populasi
S : Sampel
R : Random
DPPH : Difenil-1-pikrilhidrazil
IC 50 : Inhibition Concentration
STI : soybean trypsin inhibitor
-
BBI : Bowman-Birk inhibitor
TCA : Trichloro Acetic Acid
LAMBANG
: alfa
: gama
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Analisis Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Pohon, Nangka...112
Lampiran 2 Hasil CG MS...113
Lampiran 3 Uji Normalitas Data Melanin.....115
Lampiran 4 Uji Efek Perlakuan.....116
Lampiran 5 Ethical Clearance ..118
Lampiran 6 Foto Foto Penelitian ...119
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan merupakan masalah yang ingin dihindari oleh semua orang, baik laki-
laki maupun perempuan, tapi usia yang makin bertambah memang tidak dapat dicegah.
Banyak orang tidak masalah dengan meningkatnya usia, tapi perubahan yang terjadi
pada penuaan itulah yang menjadi masalah dan ingin dihindari, seperti penurunan
kemampuan dan kekuatan fisik maupun psikis, terjadi perubahan pada kulit wajah
berupa hiperpigmentasi / bercak hitam, kusam, kerut, kering, keriput, kulit tipis. Hal-
hal tersebut dapat terjadi oleh karena adanya perubahan pada tingkat seluler.
Ilmu pengetahuan yang makin maju membuat manusia dapat mencegah,
memperlambat bahkan mengobati terjadinya proses penuaan. Oleh karena itu,
diharapkan manusia menjadi tua dengan kualitas hidup yang lebih baik (Pangkahila,
2007).
Banyak teori penuaan yang telah dikemukakan oleh banyak pakar di dunia
seperti: Wear and Tear Theory yang mengatakan bahwa makin banyak sel yang
terpakai, maka makin banyak sel pula yang rusak oleh August Weisman (1882).
Adapula Teori Program yang berhubungan dengan terbatasnya replikasi sel. Teori
Neuroendokrin oleh Vladimir Dilman, mengatakan pada usia muda kadar hormon
masih baik, sedangkan makin bertambahnya usia kadar hormon makin berkurang,
sehingga fungsi organ pun menurun (Pangkahila, 2007).
Kulit adalah organ paling luar dan paling luas pada tubuh manusia serta sering
terpapar oleh lingkungan seperti radiasi Ultra Violet (UV), obat, dan polusi udara
-
merupakan faktor-faktor yang berpengaruh dari luar tubuh (eksternal), sedangkan
faktor dari dalam (endogen) yaitu faktor genetik, ras, hormonal serta terjadinya
Reactive Oxygen Species (ROS) dan radikal bebas yang diproduksi terus menerus
selama proses metabolisme sel. Faktor-faktor endogen tersebut merupakan proses
fisiologi tapi bila tidak seimbang dapat menyebabkan kerusakan daripada sel dan dapat
makin rusak apabila disertai dengan paparan dari luar. (Icihashi et al., 2009).
Sinar UV dapat menyebabkan photoaging dan selalu menjadi musuh banyak
wanita Asia terutama Indonesia. Sinar ultraviolet terdiri dari UVA, UVB serta UVC.
Paparan sinar UV mempunyai kontribusi terhadap terjadinya photoaging seperti radiasi
UVB (290-320 nm) memberikan efek pada kulit superfisial (epidermis) dan
menyebabkan kulit terbakar (sun burn), paling sering terjadi kulit terbakar pada jam 10
pagi sampai jam 2 siang. Paparan radiasi UVA (320-400 nm) mempunyai efek
penetrasi sinar yang lebih dalam sampai di lapisan dermis sedangkan radiasi UVC
(100-290 nm) hampir diserap sempurna oleh lapisan ozon sehingga tidak menimbulkan
efek ke kulit (Pandel et al., 2013).
Paparan UVA dan UVB pada kulit dapat menurunkan efek antioksidan endogen
pada semua lapisan kulit seperti glutathione peroksidase (GSH), Superoxide dismutase
(SOD), katalase, dan ubiquinol (Pandel et al., 2013). Paparan UVA dan UVB
menghasilkan radikal bebas seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric
Oxide sehingga dapat menyebabkan terjadinya reative oxygen species (ROS) (Itcihashi
et al., 2009).
Efek terjadinya ROS dapat menyebabkan berkurangnya antioksidan endogen
yang dapat merusak membran sel sehingga dapat terjadi kerusakan DNA baik secara
-
langsung maupun tidak langsung serta dapat pula terjadi gangguan pada sintesis
kolagen (Pandel et al., 2013), merangsang melanosit (Steiner et al., 2009). Kerusakan
DNA yang timbul akibat ROS dapat menyebabkan terjadinya oksidasi basa guanine
pada DNA sehingga menjadi bentuk 8-hydroxy-7,8-dihydroguanine (8-OHdG).
Berdasarkan potensi mutageniknya, 8-OHdG dapat dijadikan biomarker kerusakan dan
perbaikan DNA oksidatif. Frekuemsi mutasi pada kulit manusia tergantung dari
akumulasi paparan sinar UV pada kulit (Pandel et al., 2013).
Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung
dari seberapa sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta jumlah melanin di kulit
(tipe kulit seseorang). Orang yang tinggal didaerah yang secara geografis dan
mempunyai riwayat tinggi tingkat paparan UV nya, dapat terjadi photoaging yang
berat. Tanda klinis yang dapat terjadi di kulit karena photoaging seperti kerut,
hiperpigmentasi, kulit kasar, kulit kering, kulit sagging, atrofi berat, telangiectasis,
elastosis, actinic purpura, lesi precancer, kanker kulit, dan melanoma. Paparan sinar
matahari sering terjadi di daerah sekitar wajah, leher, dada, tangan, dan lengan (Pandel
et al., 2013).
Salah satu faktor penuaan adalah timbulnya hiperpigmentasi pada wajah seperti
melasma yang berupa bercak kehitaman. Melasma ini dapat menimbulkan masalah
dalam penampilan (fisik), emosional dan sosial pada wanita (Soepardiman, 2010).
Melasma sering dikeluhkan oleh semua wanita di seluruh dunia dan merupakan salah
satu tanda penuaan.
Perubahan pigmen lebih banyak dikeluhkan pada wanita dengan Fitzpatrick
Phototype III-VI (Halder et al., 2003). Karakteristik melasma merupakan
-
hiperpigmentasi simetris yang berwarna coklat muda sampai coklat tua (Kauvar, 2012).
Walaupun pembentukan melanin pada dasarnya merupakan salah satu mekanisme
tubuh untuk melindungi jaringan kulit dibawahnya agar tidak rusak oleh paparan sinar
UV, tapi melasma mempunyai efek yang signifikan terhadap kualitas hidup yang
mengidapnya (Khultanan, 2005). Wanita yang menderita melasma menyatakan bahwa
kelainan ini mempengaruhi penampilan, kehidupan sosial, kesejahteraan, emosional,
dan aktivitas rekreasi mereka (Pawaskar et al., 2007).
Penelitian pada pasien yang menderita melasma dihubungkan dengan kualitas
hidup pernah dilakukan pada tahun 2014 di RS Abdul Moeloek, Lampung dengan hasil
bahwa melasma memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup pasien dimana semakin
besar derajat keparahan melasma, maka semakin besar efek terhadap kualitas hidupnya
(Hadiyati et al., 2014).
Pigmen melanin diproduksi oleh melanosom yang dihasilkan oleh melanosit,
proses ini disebut dengan melanogenesis. Melanosit dapat dirangsang oleh faktor
intrinsik seperti endokrin (hormonal), imun, inflamasi, dan sistem saraf pusat, serta juga
faktor ekstrinsik seperti radiasi UV, obat, polusi, dan asap rokok (Ichihashi et al.,
2009).
Penanggulangan melasma yang sulit, membuat banyak orang mengambil
tindakan lebih baik mencegah daripada mengobatinya. Salah satu cara untuk mencegah
yaitu dengan menggunakan tabir surya selain untuk mencegah melasma, juga dapat
mencegah terjadinya keriput dan kanker kulit (Bermann, 2012), pemberian antioksidan
(Ramirez, 2013), serta vitamin dan nutrisi (Pandel et al., 2013).
-
Pengobatan melasma dapat secara tunggal atau kombinasi, dapat diberikan pula
secara oral, topikal ataupun tindakan medis tertentu. Pengobatan secara topikal dapat
dengan memberikan tabir surya, golongan tyrosinase inhibitor seperti hidrokuinon,
retinoid, atau kombinasi keduanya (Jutley et al., 2014) atau kombinasi hidrokuinon
dengan asam askorbat (Steiner et al., 2009). Sampai dengan saat ini hidrokuinon masih
merupakan Gold Standard untuk terapi melasma, sebagai competitive tyrosinase
inhibitory (Baumann dan Alleman, 2009) dengan mekanisme kerja menghambat kerja
enzim tirosinase, merusak sel melanosit secara langsung, mempercepat degradasi
melanosom, dan menghambat sintesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013) sehingga
hidrokuinon dapat mencegah terbentuknya melanin yang baru, dan penghambatannya
bersifat reversible (Chandra et al., 2011), tetapi hidrokuinon mempunyai efek samping
toksik terhadap sel melanosit (sitotoksik) (Baumann dan Alleman, 2009).
Tindakan medis dapat dilakukan dengan chemical peeling menggunakan
glycolic acid, tricloroacetic acid (TCA), microdermabration atau intensive pulsed light
(IPL) bahkan laser (Steiner et al., 2009), sedangkan secara oral dapat juga diberikan
antioksidan (Baumann, 2005; Ramirez, 2013) dan vitamin (Pandel et al., 2013).
Pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus) banyak terdapat di Indonesia.
Ekstrak kulit batang pohon nangka berdasarkan literatur, setelah diisolasi kulit kayunya
terdapat senyawa flavonoid seperti morusin, artonin E, sikloartobilosanton, dan artonol
B. Bioaktivitasnya terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus, anti inflamasi,
diuretik dan anti hipertensi (Ersam, 2001), serta mempunyai zat aktif norartocarpetin
dan artocarpesin (Erwin, 2001) yang merupakan golongan flavones dari golongan
flavonoid (Chang, 2009). Norartocarpetin dan artocarpesin mempunyai efek sebagai
-
competitive enzim tyrosinase inhibitor (Zwergel et al., 2011) yang menghambat Tirosin
menjadi DOPA dan Dopakuinon, sehingga dapat menghambat peningkatan jumlah
melanin pada sel melanosit serta juga menpunyai efek antioksidan yang dapat berfungsi
melindungi kulit dari radikal bebas (Moini et al., 2002).
Penelitian secara invitro, membuktikan tingkat inhibisi enzim tirosinase pada
kulit batang pohon Artocarpus spp yaitu artocarpus heterophillus (nangka), atrocarpus
altilis (sukun) dan artocarpus communis (kluwih), yang paling baik tingkat inhibisinya
adalah artocarpus heterophillus (Supriyanti et al., 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Hastiningsih (2014), didapatkan bahwa
konsentrasi krim ekstrak kulit pohon nangka 4% bermakna dapat menghambat
peningkatan jumlah melanin. Ekstrak kulit batang pohon nangka yang diambil dari desa
Sibang ini pada uji fitokimia mengandung antioksidan, senyawa fenol, senyawa tannin
dan vitamin C, sedangkan pada uji gas chromatography-mass spectrofotometry (GC-
MS) mengandung senyawa hexadecanoate acid ethyl ester, estra-1,3,5(10)-trien-17-
beta-ol, ethyl tridecanoate, linoleic acid ethyl ester, ethyl oleate, gamma sitosterol,
senyawa-senyawa ini mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, steroid kecuali linoleic
acid ethyl ester mempunyai aktivitas mendegradasi enzim tirosinase sehingga dapat
menghambat proses melanogenesis dan mencegah meningkatnya jumlah melanin di
lapisan epidermis.
Senyawa polifenol (flavonoid) yang merupakan kelompok terbesar mempunyai
efek dapat menghambat proses melanogenesis sebagai tyrosinase inhibitory. Polifenol
juga mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi UV yang dapat mengakibatkan
terjadinya kanker kulit. Polifenol memiliki efek anti inflamasi, imunomodulator,
-
memperbaiki DNA yang rusak, dan memperbaiki fungsi sel (Pandey et al., 2009), dapat
pula sebagai fotoprotektif (Adhami et al., 2003). Polifenol merupakan kelompok
tirosinase inhibitor terbesar sampai sekarang (Chang, 2009).
Asam lemak rantai panjang serta steroid (Chang, 2009), mempunyai mekanisme
terjadinya penurunan jumlah melanin dengan cara mengoksidasi enzim tirosinase secara
enzimatik menjadi produk yang bersifat toksik pada melanosit sehingga terjadi
degenerasi/ perusakan sel-sel pigmen dan dapat terjadi depigmentasi (Nnoruka, 2006).
Antioksidan alamiah umumnya banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran
dimana banyak mengandung vitamin A, C, E, -3 fatty acids, non-vitamin tertentu dan
juga golongan flavonoid seperti green tea yang terdapat dalam tanaman yang berguna
dapat mencegah kerusakan kulit karena penuaan, sinar matahari ataupun kanker.
Banyak penelitian menemukan bahwa antioksidan dapat meningkatkan produksi
kolagen, mencegah kerusakan kulit karena UVA dan UVB, mengoreksi masalah
pigmentasi pada kulit, serta memperbaiki situasi radang pada kulit (Pandel et al.,
2013).
Antioksidan dalam bentuk topikal yang dioleskan pada permukaan kulit dapat
mengurangi efek ROS dalam menimbulkan kerusakan kulit akibat paparan sinar UV
(Pinnel, 2003). Akhir-akhir ini penggunaan antioksidan semakin meningkat, baik secara
oral maupun topikal untuk mencegah dan mengobati penuaan kulit. Banyak produk
perawatan kulit menggunakan bahan alami yang mengandung antioksidan, baik yang
terdapat dalam buah, daun, bunga, akar, dan bagian-bagian lain dari tanaman
(Baumann, 2008; Stalling dan Lupo, 2009). Beberapa zat yang mempunyai efek sebagai
-
antioksidan adalah vitamin C, vitamin E, selenium, zinc, silymarin, soy isoflavones, dan
tea polyphenols, serta mempunyai efek lain sebagai anti kanker (Pinnel, 2003).
Ekstrak kulit batang pohon nangka mengandung linoeic acid ethyl ester yang
mempunyai cara kerja mendegradasi enzim tirosinase, sehingga jumlah melanin
berkurang (Ando et al., 2010).
Berdasarkan ulasan latar belakang tersebut, dimana Hidrokuinon dan ekstrak kulit
batang pohon nangka mempunyai efek yang saama yaitu dapat mencegah peningkatan
jumlah melanin maka penelitian ini dibuat untuk membuktikan efek tersebut.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dibuat rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus
Heterophllus) 4% dapat mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut
yang dipapar oleh sinar UVB?.
2. Apakah krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) 4%
memiliki efektivitas yang sama dengan hidrokuinon 4% dalam mencegah
peningkatan jumlah melanin kulit marmut (Cavia Porcelus) yang dipapar sinar
UVB ?
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
-
Untuk mengetahui efektivitas krim ekstrak kulit batang pohon nangka
(Artocarpus Heterophillus) 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin
pada kulit marmut yang dipapar sinar UVB.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Membuktikan krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus
Heterophillus) 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut
yang dipapar oleh sinar UVB.
2. Membuktikan krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus
Heterophillus) 4% memiliki efektivitas yang sama dengan krim hidrokuinon 4%
dalam mencegah peningkatan jumlah melanin kulit marmut (Cavia Porcellus)
yang dipapar sinar UVB.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang
potensi krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus) 4%
dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada Marmut yang dipapar oleh
sinar UVB.
1.4.2 Manfaat Aplikasi
Hasil penelitian ini dapat diinformasikan kepada masyarakat bahwa krim
ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus) 4% dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya melasma/hiperpigmentasi pada kulit
setelah dilakukan Clinical Trial.
-
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Proses Penuaan
2.1.1 Penyebab Penuaan
Proses penuaan merupakan proses alami yang akan terjadi pada semua orang.
Pada umumnya, orang tidak pernah mempertanyakan mengapa kita menjadi tua, sakit
dan akhirnya meninggal. Namun perkembangan Ilmu Kedokteran saat ini, telah
membawa konsep baru tentang penuaan, dimana penuaan diperlakukan sebagai suatu
penyakit yang dapat diobati bahkan dapat dicegah, sehingga usia harapan hidup menjadi
lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik. Ilmu ini dikenal dengan Anti
Aging Medicine (AAM) (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2011). Usia manusia
dibedakan menjadi usia kronologis, sesuai dengan tahun kelahiran dan usia biologis,
yang sesuai dengan fungsi organ tubuh. Mencegah proses penuaan dapat membuat usia
biologis lebih muda daripada usia kronologis sehingga dapat terlihat usia dan kualitas
hidup seseorang tampak lebih muda daripada usia sebenarnya (Pangkahila, 2011).
Penuaan merupakan suatu proses penurunan fungsi biologis yang tidak dapat
dihindari, dimana cepat lambatnya penurunan tergantung dari beberapa faktor, ada
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat mempercepat penuaan
adalah radikal bebas, penurunan hormon, proses glikosilasi, proses metilasi, apoptosis,
penurunan sistem imunitas, dan faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya
hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan yang kurang baik, polusi
lingkungan, stress, dan kemiskinan (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2014).
-
Banyak teori tentang proses penuaan, tetapi dari semua teori tersebut, pada
dasarnya dikelompokan dalam teori pakai dan rusak (wear and tear theory) dan teori
program. Teori pakai dan rusak meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal
bebas. Teori program meliputi teori replikasi sel, proses imun, dan teori hormon
(Pangkahila, 2011; Goldman dan Klatz, 2007).
1. Teori pakai dan rusak (wear and tear theory)
Teori ini diperkenalkan oleh Dr.August Weismann (1882), seorang ahli biologi
yang berasal dari Jerman. Menurut teori ini bahwa tubuh dan sel menjadi cepat rusak
karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Organ-organ tubuh seperti hati,
lambung, ginjal, kulit dan organ lain dapat menurun fungsinya karena adanya toksin
dalam makanan dan lingkungan yang ada di sekitar kita, konsumsi lemak, gula, kafein,
alkohol, dan nikotin yang berlebihan, dapat pula disebabkan oleh sinar ultraviolet,
stress fisik, dan emosional. Kerusakan yang dapat ditimbulkan, bukan saja pada organ
tapi juga pada tingkat sel.
Kendati seseorang tidak pernah minum alkohol maupun merokok, hanya
mengkonsumsi makanan alami dan menggunakan organ tubuh secara biasa, pada
akhirnya tetap akan terjadi kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh dapat mempercepat
kerusakan organ, sehingga dapat mempercepat penuaan atau dapat membuat fungsi
organ menurun, serta membuat seseorang menderita sakit.
Pada usia muda, sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh mampu melakukan
kompensasi terhadap pemakaian dan kerusakan organ normal serta berlebihan. Pada
usia tua, tubuh kehilangan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan karena penyebab
apapun. Oleh karena itu, banyak orang tua yang sakit bahkan meninggal karena
-
penyakit tertentu, yang pada masa mudanya dapat ditolak. Teori ini, meyakini bahwa
pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tepat waktu dapat mencegah dan
membantu mengembalikan proses penuaan. Cara kerjanya dengan merangsang tubuh
untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan fungsi organ dan sel tubuh.
2. Teori Neuroendokrin
Teori ini dikembangkan oleh Vladimir Wilman, PhD, yang mengembangkan teori
wear and tear yang mengutamakan peranan hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon
dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar
yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk suatu poros dengan hipofisis dan organ
tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya.
Pada usia muda, berbagai hormon bekerja dengan baik dalam mengendalikan
fungsi organ tubuh. Oleh karena itu, pada usia muda fungsi berbagai organ tubuh sangat
optimal, seperti kemampuan bereaksi terhadap panas dan dingin, kemampuan motorik,
fungsi seksual, dan fungsi memori. Makin bertambah usia, jumlah hormon makin
berkurang sehingga fungsi organ juga akan menurun dan menimbulkan banyak keluhan
seperti menjadi tidak tahan terhadap suhu dingin, gerakan menjadi lambat, masa otot
berkurang, lemak tubuh meningkat, daya ingat menurun, fungsi seksual menurun. Kerja
hormon saling berkaitan satu sama lain, oleh karena itu, berkurangnya produksi
hormon tertentu dapat mempengaruhi produksi hormon yang lain.
3. Teori Kontrol Genetik
Teori ini menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat jam biologik.
Peristiwa ini dimulai dari proses konsepsi sampai kematian dalam suatu model yang
terprogram. Walaupun manusia memiliki sistem jam biologik (biological clock), variasi
-
antar manusia sangatlah besar, dipengaruhi oleh bagaimana cara manusia tumbuh dan
hidup (nature versus nuture). Peristiwa ini terprogram mulai dari sel embrio, janin,
masa bayi, dan anak-anak, remaja, dewasa, menjadi tua, dan akhirnya meninggal.
Pada ujung kromosom terdapat struktur khusus yang disebut telomere. Secara
biokimia, telomere terdiri dari hexanucleotide. Pada setiap pembelahan sel, telomere
akan memendek. Pada saat pembelahan sel berlangsung dan telomere telah terpakai
semua, maka pembelahan sel akan berhenti dan peristiwa inilah yang disebut dengan
kematian. Oleh karena itu, telomere sering dikenal sebagai jam biologik (biologic
clock) (Ishikawa, 2000).
Menurut Hayflick (1998) dalam Pangkahila (2011) menyatakan bahwa mekanisme
pemendekan telomere tersebut yang menentukan rentang usia organisme sendiri. Pada
penelitian diketahui bahwa setiap sel mempunyai kapasitas yang terbatas untuk
melakukan pembelahan sel. Contohnya: pada sel dewasa membelah lebih sedikit
dibandingkan dengan sel janin. Perkecualian pada sel ganas, terjadi pembelahan sel
yang tidak terbatas .
4. Teori Radikal Bebas
Teori ini mulai menjadi perhatian, sejak antioksidan diyakini dapat menghambat
kerusakan sel akibat radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas dihasilkan selama terjadi
metabolisme seluler normal, seperti radikal superoksida, radikal hidroksil, purin, dan
pirimidin.
Radikal bebas mempunyai sifat reaktivitas tinggi, karena memiliki kecenderungan
menarik elektron lain dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal bebas
-
oleh karena hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas
akan merusak molekul yang elektronnya ditarik sehingga dapat menyebabkan
kerusakan sel, gangguan fungsi sel dan akhirnya kematian sel. Molekul utama dalam
tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, sehingga terjadi mutasi DNA,
cleavage of DNA, dan agregasi biomolekul melalui cross-linking reaction.
Makin bertambahnya usia akan terjadi akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas
memegang peranan penting, sehingga mengganggu metabolisme sel, merangsang
mutasi sel, dan akhirnya mengakibatkan terjadinya kanker, serta membawa kematian.
Selain itu, radikal bebas juga mengakibatkan kerusakan kolagen dan elastin yang
merupakan suatu protein untuk melindungi kulit agar tetap lembab, elastis, dan halus.
Wajah adalah bagian yang paling mudah dilihat, dimana akibat radikal bebas akan
timbul kerutan pada wajah (Goldmann dan Klatz, 2007).
2.1.2 Gejala Klinis Penuaan
Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai
organ tubuh. Akibat menurunnya fungsi tersebut, maka muncul berbagai tanda dan
gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dalam dua bagian yaitu (Pangkahila,
2011):
1. Tanda fisik, seperti masa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut,
daya ingat berkurang, fungsi seksual, dan reproduksi terganggu, kemampuan kerja
menurun, sakit tulang.
2. Tanda psikis, seperti gairah hidup menurun, sulit tidur, mudah cemas, mudah
tersinggung, merasa tidak berarti lagi.
-
Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan
fisik dan psikis, antara lain seperti di atas. Proses penuaan berlangsung dalam 3 tahap
sebagai berikut (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2014):
1. Tahap subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu
hormon testosteron, growth hormone, dan hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas
yang dapat merusak sel dan DNA, mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya
tidak tampak dari luar, sehingga pada tahap ini orang merasa dan tampak normal, tidak
mengalami gejala dan tanda penuaan. Pada rentang usia ini dianggap usia muda dan
normal, padahal sebenarnya sudah mulai terjadi proses penuaan.
2. Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Selama tahap ini level hormon menurun hingga 25 persen. Massa otot berkurang
sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun, akibatnya kekuatan dan tenaga terasa
hilang, sedangkan komposisi lemak terus bertambah. Keadaan ini sering menyebabkan
resistensi insulin, meningkatnya resiko jantung, dan pembuluh darah, serta obesitas.
Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan dan pendengaran menurun,
rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual
menurun. Pada tahap ini orang merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan
akibat radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat menghasilkan
penyakit, seperti kanker, arthritis (radang sendi), berkurangnya memori, penyakit
jantung koroner, dan diabetes.
3. Tahap klinik (usia lebih dari 45 tahun )
-
Pada tahap ini, penurunan kadar hormon terus menurun yang meliputi DHEA,
melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Penurunan
bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral juga
terjadi. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga
tahun, yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak
tubuh, dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai
mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama sehingga mengganggu
keharmonisan banyak pasangan.
Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu harus
dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak
mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Lebih
jauh, hal ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi proses penuaan jangan
menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 2011).
2.1.3 Penuaan Kulit
Proses penuaan kulit terbagi dua yaitu penuaan karena faktor intrinsik dan penuaan
karena faktor ekstrinsik. Penuaan intrinsik terjadi seiring bertambahnya umur
kronologis yang mencerminkan pengaruh genetik dan perubahan hormonal individu.
Penuaan karena faktor ekstrinsik disebabkan oleh faktor eksternal seperti rokok, alkohol
berlebihan, gizi buruk, dan paparan sinar matahari. Penuaan karena faktor ekstrinsik
dapat dikurangi dengan usaha anti aging. Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa
penuaan kulit dipercepat oleh faktor eksternal, sekitar 80% diakibatkan oleh paparan
sinar matahari (Baumann dan Saghari, 2009a).
-
Penuaan karena faktor intrinsik atau penuaan dengan proses alamiah, dimulai
sejak sekitar usia 20 tahun, yaitu dimulainya fase penuaan preklinis pada usia 25 tahun.
Penuaan intrinsik terjadi karena akumulasi kerusakan endogen akibat pembentukan
senyawa oksigen reaktif selama metabolisme oksidasi seluler. Pemendekan telomere
pada pembelahan sel menurunkan faktor pertumbuhan, dan juga penurunan kadar
hormon menyebabkan terjadinya penuaan intrinsik. Gambaran histologik yang tampak
yaitu atrofi epidermis, pendataran epidermal rete ridges dan atrofi dermis.
Penuaan ekstrinsik akan lebih terlihat pada daerah yang terbuka seperti wajah,
leher, dada, dan bagian luar lengan. Ini diakibatkan akumulasi paparan sinar matahari
sepanjang hidupnya. Secara klinis akan tampak kerutan yang lebih dalam dan lesi
pigmentasi seperti frecle, lentigo, dan melasma, bahkan dapat juga terjadi lesi
depigmentasi seperti hipomelanosis gutata (Baumann dan Saghari, 2009).
2.2 Efek Sinar Ultraviolet
Sinar ultraviolet dibagi dalam 3 spektrum yaitu UVC (270-290 nm), UVB (290-
320 nm), dan UVA (320-400 nm). Paparan sinar UVC tidak akan sampai ke permukaan
bumi karena diserap oleh lapisan ozon dan atmosfir, tetapi UVA dan UVB dapat
mencapai permukaan bumi dan merupakan pengaruh lingkungan terbesar terhadap
penuaan kulit. Walaupun rasio UVA : UVB adalah 20 : 1, sinar UVB memberikan efek
samping lebih banyak daripada UVA (Alam dan Harvey, 2010).
Paparan UVA dan UVB pada kulit dapat menurunkan antioksidan endogen pada
semua lapisan kulit seperti glutathione (GSH), Superoxide dismutase (SOD), katalase,
dan ubiquinol (Pandel et al., 2013). Sedangkan paparan UVA dan UVB menghasilkan
-
radikal bebas seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric Oxide sehingga
dapat terjadi reative oxygen species (Icihashi et al., 2009).
Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung
dari seberapa sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta jumlah melanin di kulit
(tipe kulit seseorang). Gejala klinis yang dapat terjadi karena Photoaging seperti kerut,
hiperpigmentasi, kulit kasar, kulit kering, kulit sagging, atrofi berat, telangiectasis,
elastosis, actinic purpura, lesi precancer, kanker kulit, dan melanoma (Pandel et al.,
2013).
2.2.1 Efek Akut Sinar Ultraviolet
Oksigen
Radikal
Superoksid
Superoksid
Dismutase
Hidrogen Peroksidase
Katalase Air
Air
Reaksi
Fenton Radikal
Hidroksil
Glutation
Peroksidase
Gambar 2.1 Proses terjadinya Reactive Oxygen Species (ROS). Photon UV berinteraksi dengan atom oksigen untuk membentuk radikal bebas seperti superoxide, hydrogen
peroksidase dan radical hidrosil yang paling reaktif. Radikal bebas menyerang molekul besar
seperti protein, lemak, RNA dan DNA, sehingga merusak struktur dan fungsinya. Enzim yang
berfungsi untuk detoksifikasi dan proteksi seperti superoxide dismutase, katalase, dan glutation
peroksidase melakukan detoksifikasi dan mengurangi kadar terjadinya ROS ke sel.(Orazio et al.,
2013)
-
2.2.1.1 Eritema
Eritema atau sunburn adalah reaksi inflamasi akut pada kulit yang ditandai dengan
kemerahan setelah paparan sinar matahari. Eritema yang terbentuk tergantung pada
panjang gelombang. Jenis ultraviolet yaitu : ultraviolet A (320-340 nm) terbagi dua
yaitu UVA 1 dn UVA 2. UVA 2 lebih meningkatkan eritema dibandingkan UVA 1.
Efektifitas eritema menurun sebanding dengan panjang gelombang. Eritema juga dapat
disebabkan oleh paparan sinar ultraviolet B (UVB), namun responnya jauh lebih lambat
daripada UVA dan mencapai puncak setelah paparan 6-24 jam tergantung dosis
(Taylor, 2005). Dosis UV yang menyebabkan kemerahan (eritema) minimal, dapat
dilihat biasanya 24 jam setelah radiasi disebut minimal erythema doses (MED). Nilai
MED bervariasi tergantung fototipe kulit, warna kulit dan lokasi anatomi individu,
sedangkan standard erythemal dose (SED) adalah kemerahan yang terjadi dengan
paparan UV 100 joule per meter persegi (J/m) (Autier et al., 2006).
2.2.1.2 Pigmentasi
Keluhan yang sering dikeluhan pasien adalah hiperpigmentasi seperti freckle,
lentigo dan melasma (Bauman dan Saghari, 2009b). Respon pigmentasi kulit mengikuti
paparan sinar matahari yang terdiri dari reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan
melanin baru. Respon kecoklatan pada kulit tergantung panjang gelombang ultraviolet.
Eritema yang diinduksi oleh UVB diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi yang terjadi
akibat paparan kumulatif UVA bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang terjadi
akibat paparan UVB. Perbedaan ini terjadi akibat lokalisasi pigmen yang diinduksi
UVA lebih basal (Taylor, 2005).
-
Paparan sinar UVA menghasilkan intermediate pigmentary darkening. Pada proses
tersebut terdapat peningkatan oksidasi dan distribusi dari melanin yang sudah terbentuk
sebelumnya, terjadi beberapa menit setelah paparan dan bertahan selama 6-8 jam.
Paparan sinar UVB dan sinar UVA menghasilkan delayed pigmentary darkening, pada
proses ini terdapat peningkatan aktifitas tirosinase, pembentukan melanin,
bertambahnya jumlah sel melanosit dan meningkatnya distribusi melanin ke keratinosit,
mulai terjadi 2-3 hari setelah paparan dan bertahan selama 10-14 hari (Baumann dan
Saghari, 2009b).
Tabel 2.1
Pigmentasi Kulit, Fitzpatrick Scale dan Resiko sinar UV (Orazio et al., 2013)
Fitzpatrick
Phototype
Phenotype Epidermal
Eumelanin
Respon
Cutaneus
terhadap
UV
MED
(mJ/cm)
Resiko
Kanker
I
Kulit putih terang, Mata
biru/hijau, Sering
terjadi Freckle, Eropa
Utara/ British
+/-
Selalu
terbakar,
Peels, tidak
pernah
Tans
15-30 ++++
II
Kulit berwarna putih,
Mata Biru,Hazel atau
Coklat, Rambut Merah,
Pirang atau Coklat,
Eropa/Scandinavia
+
Mudah
terbakar,
Peels,
Minimal
Tans
25-40 +++/++++
III Kulit putih , Mata
Coklat, Rambut Gelap,
Eropa Selatan / Eropa
++
Terbakar
Moderat,
Tanning
30-50 +++
IV
Kulit Coklat Terang,
Mata Gelap, Rambut
Gelap, Mediteerania,
Asia atau Latin
+++
Jarang
Terbakar,
Mudah
Tans
40-90 ++
V
Kulit Coklat, Mata
Gelap, Rambut Gelap,
Indian Timur, America
Asli, Latino atau Africa
++++
Jarang
Terbakar,
Mudah
Tans
60-90 +
-
VI Kulit Hitam, Mata
Gelap, Rambut Gelap,
Afrika atau Aborigin
+++++
Hampir
tidak
pernah
terbakar,
Tans terjadi
90-150 +/-
Minimal erythemtous dose (MED) adalah jumlah radiasi UVB yang dapat menyebabkan terjadinya
kemerahan dan inflamasi pada kulit 24-48 jam setelah terpapar. (misalnya dosis terendah UV yang dapat
menyebabkan sunburn). Semakin sensitive UV seorang individu, semakin rendah MED nya.
Gambar 2.2 Perbedaan gambaran histology melanin pada lapisan epidermis dari berbagai ras kulit manusia (Orazio et al., 2013)
2.2.1.3 Kerusakan DNA
Melanin merupakan pelindung bagi sel kulit, karena melanin akan mengelilingi
permukaan inti sel, menyerap proton dan radikal bebas sebelum bereaksi dengan DNA
dan sel-sel lainnya. Paparan sinar matahari yang berlebihan dan kronis akan menembus
kemampuan proteksi kulit ini, sehingga dapat menyebabkan kerusakan hingga pada
tingkat DNA. Kerusakan DNA dapat menyebabkan p53 mengaktifkan cell-cycle arrest
dan memfasilitasi perbaikan DNA. Tetapi, apabila kerusakan DNA tidak dapat
diperbaiki maka p53 akan menstimulasi jalur apoptosis (Baumann dan Saghari, 2009b).
Radiasi UVA dapat juga mengakibatkan lesi pada DNA walaupun daya rusak lebih
lemah dibandingkan UVB (Taylor, 2005; Krutmann, 2011).
2.2.2 Efek Kronik Sinar Ultraviolet
2.2.2.1 Photoaging
-
Kulit merupakan bagian tubuh manusia yang paling luas. Photoaging adalah
kerusakan kulit yang disebabkan oleh seringnya terkena paparan sinar matahari.
Photoaging mengakibatkan, kerusakan jaringan penyangga, kerusakan melanosit dan
mikrovaskuler (Alam dan Havey, 2010).
Paparan sinar matahari yang kronis dapat mengakibatkan terjadinya prematur
aging (penuaan dini) yang ditandai oleh kerutan di kulit, dispigmentasi, warna pucat,
perubahan tekstur, kehilangan elastisitas dan timbulnya prekanker pada kulit. Tanda
perubahan epidermal yaitu gangguan pigmentasi seperti keratosis seboroik, lentigo, dan
hiperpigmentasi luas (Alam dan Havey, 2010).
Penuaan pada kulit manusia secara alami diakibatkan oleh faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik, tapi diperberat oleh radiasi UVA dan UVB, maka disebut sebagai
photoaging. Radiasi oleh sinar UVB lebih banyak diserap oleh jaringan epidermis, hal
ini yang menyebabkan banyak perubahan pada keratinosit. Radiasi sinar UVA dapat
mempengaruhi baik keratinosit epidermis maupun fibroblast di dermis. Pengaruh UVA
terhadap penuaan kulit bersifat tidak langsung, yaitu dengan terbentuknya reactive
oxygen species (ROS), kemudian akan merusak untai DNA, mengaktivasi faktor
transkripsi dan peroksidase lipid. Sebaliknya, pengaruh UVB terhadap penuaan kulit
bersifat langsung, yaitu terjadi cross-linking basa pirimidin maupun kerusakan-
kerusakan DNA lainnya (Alam dan Havey, 2010).
Pada kulit yang mengalami photoaging dapat memperlihatkan gambaran klinis
berupa permukaan kasar, bernodus, kerutan halus, bercak kekuningan, kering, dan
telangiektasis (Taylor, 2005; Yaar dan Glichrest, 2008; Krutmann, 2011).
2.2.2.2 Fotokarsinogenesis
-
Kerusakan DNA akibat paparan kronis sinar matahari merupakan penyebab utama
terjadinya kanker kulit. Data epidemiologi menunjukkan bahwa paparan kronis sinar
UV merupakan penyebab 65% terjadinya melanoma dan 90% kanker kulit non-
melanoma. Kanker kulit primer diklasifikasikan berdasarkan sel asal dari kanker
tersebut, skuamous sel karsinoma dan basal sel karsinoma berasal dari keratinosit
epidermis, sedangkan melanoma maligna berasal dari melanosit. Penelitian
menunjukkan bahwa basal sel karsinoma terjadi akibat paparan sinar UV yang merubah
jalur sinyal hedgehog, dimana sinyal hedgehog ini merupakan sinyal pertumbuhan sel
(Brown dan Schleve, 2011). Pada kasus melanoma, kulit yang terpapar sinar UV secara
intermiten akan mengalami mutasi pada gen B-raf, sedangkan pada kulit yang terpapar
sinar UV kronis akan mengalami mutasi gen N-ras (Michael et al., 2011).
Gambar 2.3. Proses terjadinya sunburn, kerusakan DNA oleh radisasi UV
(Ichihashi et al., 2009)
-
2.3 Kulit
Secara mikroskopik struktur kulit manusia terdiri dari: epidermis, dermis, dan
subkutis (Baumann dan Saghari, 2009a). Dua struktur yaitu epidermis dan dermis saling
berhubungan dengan dermal epidermal junction.
2.3.1 Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar. Ketebalan epidermis antara 0,04 mm
(kulit kelopak mata) sampai 1,5 mm (kulit telapak tangan). Epidermis dibagi menjadi
empat lapisan berdasarkan ciri-ciri bentuk sel dan protein intraseluler yaitu dari luar ke
dalam, stratum korneum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale
(germinativum) (Jain, 2012).
Lapisan epidermis ini disusun oleh lapisan keratinosit, dimana keratinosit ini
dihasilkan oleh stem cell yang berasal dari basal epidermis yang disebut dermal
epidermal junction (DEJ). Sel keratinosit yang dihasilkan akan berkembang dan
bermigrasi ke bagian atas epidermis, proses ini disebut keratinisasi (Baumann dan
Saghari, 2009c). Berdasarkan proses keratinisasi dan pematangan keratinosit, maka
epidermis dibagi sebagai berikut:
a. Stratum Basal. Sel basal bertanggung jawab terhadap populasi sel epidermis.
Lapisan ini terdiri dari 10% stem cells, 50% amplifiying cells dan 40% postmitotic
cells. Secara normal, stem cell membelah perlahan, tetapi dalam kondisi tertentu
seperti proses penyembuhan dan terpapar oleh growth factor, stem cells akan
membelah dengan cepat. Amplifiying cells bertanggung jawab terhadap
-
pembelahan sel secara keseluruhan untuk menjadi postmitotic cells yang akan
bermigrasi ke lapisan lebih atas.
b. Stratum spinosum. Lapisan ini terdiri dari 5-12 lapisan mengandung granula
lamelar, ceramids, cholesterol, beberapa enzim seperti protease, fosfatase, lipase
dan glikosidase. Granula lamelar mengandung cathelicidin dan peptide
antimikroba. Pada lapisan ini diikat oleh desmosom, yang berfungsi sebagai
filament intermediet antar sel keratinosit.
c. Stratum granulosum. Lapisan ini terdiri dari 1-3 lapisan sel granula
keratohialin mengandung profilagrin yang merupakan precursor filagrin. Protein
filagrin akan mengalami cross-link dengan filament keratin sehingga membentuk
struktur yang kuat. Sel granula ini memiliki kemampuan anabolik untuk disolusi
inti sel dan organel.
d. Stratum korneum. Lapisan terdiri dari 15 lapisan yang sudah tidak mengndung
organel sel. Bangunan lapisan ini disebut brick mortar, dimana brick
merupakan sel keratinosit, sedangkan mortar merupakan lipid dan protein yang
berasal dari granula lamelar. Lapisan ini banyak mengandung asam amino
sehingga punya kemampuan mengikat air. Stratum korneum disebut juga lapisan
mati, karena sel sudah tidak mensitesis protein dan tidak dapat menangkap sinyal
sel. Fungsi dari lapisan ini sebagai pelindung transepidermal water loss (TEWL),
kelembaban dan fleksibilitas kulit. Siklus keratinisasi ini berlangsung selama 26-
46 hari (Baumann dan Saghari, 2009c).
-
Gambar 2.4 Struktur epidermis. Struktur kulit dalam potongan melintang terdiri dari 5 lapisan (dari yang paling luar): stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum,
stratum basale.Stratum lucidum hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. (Baumann, 2009)
Beberapa sel lainnya yang terdapat di lapisan epidermis adalah melanosit, yaitu sel
dendritik di bagian stratum basal, berfungsi mensintesis melanin. Satu sel melanosit
akan mendistribusikan melanin ke 36 lapisan keratinosit. Sel langerhans, berfungsi
sebagai imunitas, dan sel merkel, fungsinya masih belum jelas, tetapi sel ini berkaitan
dengan serabut saraf dan kelenjar endokrin (Scott dan Bennion, 2011).
Membran basal merupakan lapisan homogen dengan ketebalan 0,5-1 mm
mengandung banyak komponen pengikat antara stratum basal dengan lapisan dermis.
Lapisan atas membran basal adalah tonofilamen sitoplasma dari sel basal yang akan
mengikat membran basal oleh hemidesmosom. Hemidesmosom berikatan dengan lusida
dan lamina densa dari membran basal. Membran ini akan mengeluarkan serat fibril
yang dapat mengikat serat kolagen di lapisan dermis, sehingga lapisan ini akan
membentuk struktur yang kuat mengikat lapisan epidermis dengan lapisan dermis (Scott
dan Bennion, 2011).
-
2.3.2 Lapisan Dermis
Lapisan ini berada dibawah lapisan epidermis, terdiri dari struktur kolagen, folikel
rambut, kelenjar sebasea, kelenjar apokrin, kelenjar ekrin, pembuluh kapiler, pembuluh
limfatik dan pembuluh saraf. Sel utama pada lapisan ini adalah sel fibroblast, yang akan
menghasilkan kolagen (70-80%) untuk kekenyalan, elastin (1-3%) untuk elastisitas dan
proteoglikan untuk kelembaban (Scott dan Bennion, 2011).
Kolagen pada kulit merupakan kolagen tipe I dan tipe III yang membentuk struktur
horizontal di dermis, diselingi oleh serat elastin. Serat oksitalan adalah serat elastin
yang ditemukan di papilla dermis membentuk struktur tegak lurus hingga ke permukaan
kulit. Proteoglikan terutama asam hialuronat merupakan substansi amorf di
sekelilingnya terdapat serat kolagen dan serat elastin. Fungsi lapisan dermis ini adalah
sebagai regulasi suhu melalui pembuluh darah dan keringat, proteksi mekanis oleh serat
kolagen dan asam hialuronat, serat sensoris yang diatur oleh persyarafan kulit (Scott
dan Bennion, 2011).
2.3.3 Lapisan Subkutis
Lapisan ini berada dibawah lapisan dermis, disebut sebagai lemak subkutan karena
terdiri dari sel-sel lemak. Lapisan ini memiliki tipe I, III dan V, pembuluh darah,
pembuluh saraf, dan pembuluh limfe. Fungsi lapisan ini adalah sebagai cadangan lemak
dan panas tubuh (Scott dan Bennion, 2011).
2.4 Melanin
Melanin adalah pigmen yang dihasilkan oleh sel melanosit, berfungsi sebagai
penyerap sinar UV, penahan radikal bebas sehingga dapat melindungi kulit dari
-
kerusakan akibat sinar UV. Jumlah melanosit akan berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Melanin terdiri dari dua tipe yaitu eumelanin, pigmen berwarna
coklat kehitaman, dan pheomelanin, pigmen berwarna kuning kemerahan. Eumelanin
berada dalam melanosom berbentuk elips, dimana sintesisnya akan meningkat apabila
terpapar sinar UV. Pheomelanin lebih banyak mengandung sulfur dan asam amino
sistein, terdapat dalam melanosom dalam bentuk sferis. Pada dasarnya pigmen melanin
yang terdapat pada kulit, rambut dan mata adalah kombinasi antara eumelanin dan
pheomelanin (Kindred et al., 2010).
Distribusi melanosom berbeda berdasarkan ras. Pada ras kulit hitam melanosom
berada di stratum basal, satu melanosit mengandung 200 melanosom berukuran 0,5-0,8
mm, tidak memiliki membran sehingga satu sama lain saling berlekatan, dan distribusi
secara individual. Sedangkan pada ras kulit putih, melanosom banyak terdapat di
stratum korneum, satu melanosit hanya mengandung 20 melanosom, memiliki
membran dan distribusi secara berkelompok. Pada ras kulit putih melanosom
didegradasi lebih cepat daripada ras kulit hitam oleh karena itu akan sangat sedikit
ditemukan melanin pada stratum korneum pada ras kulit putih (Kindred et al., 2010).
Distribusi melanosit pada dasarnya memiliki jumlah rata-rata sama pada semua ras,
terdapat 2000/mm2 melanosit pada kulit kepala dan lengan bawah, 1000/mm
2 pada
bagian tubuh lainnya (Woolery-Lloyd, 2009).
-
Gambar 2.5. Distribusi melanin pada epidermis
(Baumann dan Saghari, 2009c)
2.4.1 Sintesis Melanin
Melanin disintesis di dalam sel melanosit dengan bantuan enzim tirosinase. Enzim
tirosinase dibentuk di dalam ribosom, ditransfer ke dalam lumen retikulum endoplasma
kasar, diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi. Proses sintesis ini
terdiri dari empat tahap, yaitu :
a. Tahap I, premelanosme ditandai dengan struktur sferis dan matriks protein amorf,
sedikit aktifitas dari enzim tirosinase.
b. Tahap II, stuktur mulai membentuk oval, aktifitas enzim tirosinase meningkat,
melanin disimpan dalam matriks protein.
c. Tahap III, terdapat peningkatan pembentukan melanin
d. Tahap IV, melanin telah terbentuk sempurna dan matang, dengan panjang 1 m
dan diameter 4 m.
Melanosome kemudan ditransfer sepanjang mikrotubul membentuk struktur
dendritik menuju keratinosit, disebut apocopation (Scott dan Beion, 2011). Pada
-
dasarnya terdapat tiga enzym yang bekerja dalam mesintesis melanin yaitu tyrosinase
(TRY), Thyrosinase Related Pritein 1 (TRYP-1) dan Dopachrome tautomerase (DCT),
tetapi enzim tirosinase memegang peranan paling besar diantara semua enzim. Proses
ini dimulai oleh hidroksilasi tirosin menjadi 3,4 dihidroksifenilalanin (DOPA) oleh
enzim tirosinase, kemudian oksidasi DOPA menjadi Dopakuinon. Dopakuinon
kemudian mengalami satu dari dua tahap berikut, apabila dopakuinon berikatan dengan
sistein, oksidasi sisteinildopa akan menghasilkan pheomelanin. Apabila tidak berikatan
dengan sistein, dopakuinon secara spontan akan menjadi dopakrom, kemudian
dopakrom akan mengalami dekarboksilasi dan tautomerisasi menjadi eumelanin
(Kindred et al., 2010).
Gambar 2.6. Biosintesis Melanin. Melanin merupakan pigmen yang memberi warna pada kulit,ada 2 bentuk coklat/hitam pigmen eumelanin melindungi sangat kuat dari UV dan merah/kuning pheomelanin kurang kuat melndungi dari UV. Kedua melanin, eumelanin dan pheomelanin berasal dari asam amino tirosin. Tirosinase merupakan enzim yang mengkatalisis
terjadinya kedua melanin tersebut, apabila terjadi defek maka akan menyebabkan
albinism.Ikatan antara pigmen pheomelanin dengan sistein terjadi karena hambatan sulfur masuk
ke dalam pigmen, yang mengakibatkan warna lebih terang dan dapat menyebabkan kerusakan
-
kulit. Melanocyte Stimulating Hormone (MSH)-melanocortin 1receptor (MC1R) memberikan
sinyal untuk menentukan jenis dan jumlah melanin yang akan dihasilkan oleh melanosit di kulit (Chang, 2009).
2.4.2 Faktor faktor yang mempengaruhi melanogenesis
Melanogenesis pada kulit manusia dipengaruhi oleh banyak hal dari faktor internal
maupun eksternal. Faktor eksternal yang paling sering terjadi adalah paparan sinar UV,
penuaan dan obat, sedangkan faktor internal adalah faktor hormon dan inflamasi
(Costin dan Hearing, 2007).
2.4.2.1 Sinar ultraviolet terhadap produksi melanin
Radiasi sinar UV menyebabkan pigmentasi oleh beberapa cara yaitu meningkatkan
kerja enzim melanogenik, kerusakan DNA yang akan menstimulasi melanogenesis,
meningkatkan transfer melanosom menuju keratinosit dan meningkatkan aktifitas
dendritik sel melanosit (Kindred et al., 2010).
Melanosit dan keratinosit memiliki respon yang sangat cepat terhadap sinar UV,
baik secara parakrin maupun autokrin. Paparan sinar UV meningkatkan ekspresi
propriomelanocortin (POMC) yaitu precursor dari melanocyte stimulating hormone
(MSH), beserta reseptor MSH yaitu Melanocortin-1 Receptor (MC1R), TYR, TYRP-1,
protein kinase C (PKC), endotelin-1 (ET-1), hormon adrenokortikotropik (ACTH),
basic fibroblast growth factor (bFGF), nerve growth hormone (NGF), granulocyte-
macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), steel factor, leukemia inhibitory
factor (LIF), hepatocyte growth factor (HGF) dan prostaglandin E2 (PGE-2). Sitokin,
hormon dan growth factors tersebut disekresi oleh keratinosit kemudian bekerja sebagai
sinyal parakrin untuk menstimulasi melanosit dan kemudian mensintesis dan
-
meningkatkan distribusi melanin (Costin dan Hearing, 2007). Pendistribusian melanin
dipercepat dengan adanya reseptor di keratinosit yaitu protein activated receptor 2
(PAR-2), setelah reseptor ini terstimulasi maka keratinosit akan menangkap melanosom
yang sudah disintesis oleh melanosit (Baumann dan Saghari, 2009b).
Gambar 2.7. Jalur sinyal keratinosit dan melanosit pada melanogenesis
(Costin dan Hearing, 2007)
Sinar UVA akan menstimulasi pigmentasi hingga terbentuk tanning, namun
efeknya hanya sementara, dibandingkan UVB yang efeknya jauh lebih lama. Sinar
UVA harus bereaksi terlebih dahulu dengan fotosensitiser endogen (flavin, porfirin,
melanin), sedangkan UVB dengan kuinon dan flavin, menghasilkan ROS yang pada
akhirnya dapat merusak untaian tunggal DNA. Sinar UVB menstimulasi pigmentasi
tidak hanya menyebabkan tanning, tapi juga menyebabkan sunburn. Delayed tanning
yang dihasilkan oleh sinar UVB akan meningkatkan jumlah sel melanosit dan proses
melanogenesis. Seluruh spektrum sinar UV akan bereaksi dengan target molekul
-
didalam sel yaitu molekul kromofor. Molekul kromofor yang akan menyerap sinar UV
ini adalah basa asam nukleat yaitu purin dan pirimidin, dan protein yaitu triptofan dan
tirosin (Costin dan Hearing, 2007).
Produk-produk yang disahihkan oleh DNA setelah terpapar UVB telah banyak
diteliti karena efeknya terhadap kanker kulit. Produk-produk tersebut adalah cyclobutyl
pyrimidine dimers (CPDs) dan (6-4) photo products. Proses sintesis secara langsung
juga dapat disebabkan oleh nitric oxide (NO), telah diketahui bahwa NO adalah
massanger molecule intraseluler dan interseluler, yang akan meningkatkan cyclic
guanosine monophosphate (cGMP) sehingga menstimulasi proses sintesis melanin
(Costin dan Hearing, 2007).
Gambar 2.8. Mekanisme hiperpigmentasi oleh radiasi UV Radiasi sinar UV dapat memicu terjadinya ROS. ROS memicu keluarnya Nitrite Oxide (NO),
Protein Kinase, Melanocyte Stimulating Hormone (MSH) yang dapat merangsang terjadinya
proses melanogenesis.Melanogenesis dapat memicu terbentuknya melanin oleh melanosit.
(Costin et al., 2007)
2.4.2.2 Penuaan memicu produksi melanin
-
Dengan bertambahnya usia, jumlah sel melanosit akan berkurang 10-20% per
dekade. Penurunan jumlah sel melanosit ini terdapat di area yang tidak terpapar sinar
matahari maupun area yang terpapar. Proses ini juga diikuti dengan menurunnya
vaskularisasi di kulit sehingga kulit terlihat lebih pucat. Tetapi, dengan akumulasi
paparan sinar UV sepanjang hidupnya maka terdapat bagian-bagian tertentu dari sel
melanosit yang mengalami peningkatan densitas, sehingga terjadi penumpukan
sejumlah lesi yang menyebabkan berbagai kelainan (Taylor, 2005).
2.4.2.3 Obat-obat yang memicu produksi melanin
Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan hiperpigmentasi kulit, seperti antibiotik
sulfonamide dan tetrasiklin, beberapa jenis diuretik, nonsteroid anti inflammatory drugs
(NSAID) dan obat-obat psikosis. Kontrasepsi oral dalam jangka panjang akan
menyebabkan lesi hiperpigmentasi yang terutama terdapat di bagian wajah, begitu pun
obat epilepsi seperti hidantoin. Hasil suatu penelitian menunjukkan peningkatan
aktivitas melanin pada orang-orang yang diberi pengobatan klorokuin. Levodopa, yaitu
obat yang diberikan pada pasien Parkinson juga meningkatkan produksi melanin,
karena telah diketahui bahwa DOPA secara normal dirubah menjadi melanin, walaupun
hipotesis ini masih lemah karena kurang bukti penelitian ilmiah. Bahan-bahan metal
seperti arsen, bismuth, emas dan perak akan berikatan dengan gugus sulfihidril, dimana
gugus sulfihidril ini sebenarnya menghambat aktifitas enzim tirosinase, dengan
terhambatnya kerja sulfihidril maka produksi melanin meningkat. Beberapa kemoterapi
juga menyebabkan hiperpigmentasi, yaitu cyclophosphamide, 5-flouroursil,
doxorubicin, dan bleomycin, mekanismenya belum jelas diketahui, tetapi kemungkinan
-
besar akibat toksisitas langsung bahan tersebut terhadap melanosit (Costin dan Hearing,
2007).
2.4.2.4 Hormon yang memicu produksi melanin
Selama masa kehamilan terutama trimester terakhir, terdapat peningkatan hormon
estrogen, progesteron, dan Melanin Stimulating Hormone (MSH). Hormon seks steroid
dapat meningkatkan gen transkripsi yang mengkode enzim melanogenik yaitu TYR dan
DCT. Sel melanosit memiliki reseptor estrogen baik di sitosol maupun di inti sel,
sedangkan dari hasil sebuah penelitian menyatakan bahwa hormon estrogen dapat
bekerja pada sel keratinosit melalui jalur genomik dan non genomic. Hormon estrogen
bekerja dengan mengikat reseptornya yaitu estrogen receptor (ER) dan estrogen
receptor (ER). ER terdapat pada jaringan reproduksi, tulang, kardiovaskuler dan
otak, baik pada perempuan maupun laki-laki. ER juga terdapat di jaringan reproduksi,
paru-paru, kandung kemih, jantung, ginjal dan kulit. Estrogen memiliki fungsi yang
berbeda-beda berdasarkan tipe sel yaitu keratinosit, fibroblast dan melanosit. Pada
keratinosit, estrogen akan menstimulasi proliferasi sel keratinosit, yang juga akan
meningkatkan sekresi GM-CSF (Costin dan Hearing, 2007).
Hiperpigmentasi atau melasma juga dapat terjadi dengan mengkonsumsi
kontrasepsi oral, selain itu dapat terjadi pada penggunaan obat Photosensitizing, tumor
ovarium ringan atau gangguan fungsi tiroid (Pangkahila, 2014) .
Melasma merupakan suatu keadaan yang dapat sembuh sendiri, tapi akan kembali
lagi apabila ada ketidakseimbangan hormon yang disebabkan oleh karena obat
(Pangkahila, 2014) .
-
Gambar 2.9. Mekanisme hiperpigmentasi estrogen Membran dan sitosol sel melanosit mengandung banyak reseptor estrogen, sehingga hormone steroid (contohnya: estrogen) dapat memicu
tanskripsi terbentuknya hormone tirosinase dan dopakrom tautomerase, sehingga terjadilah proses
melanogenesis (Costin dan Hearing, 2007).
2.4.2.5 Inflamasi yang memicu produksi melanin
Proses inflamasi pada kulit akan menstimulasi keratinosit, melanosit dan sel-sel
inflamasi lainnya untuk memproduksi sitokin dan mediator inflamasi, seperti leukotrien
(LT), prostaglandin (PG) dan tromboksan (TXB). Mediator-mediator inflamasi ini akan
meningkatkan sintesis melanin dan distribusi melanin. Mekanisme kerja mediator
inflamasi ini belum jelas, namun terdapat penelitian yang menyatakan bahwa sel
melanosit memiliki reseptor produk-produk inflamasi, hal inilah yang melatarbelakangi
terjadinya post inflammatory hyperpigmentation (PIH) (Kindred dan Halder, 2010).
2.5 Kelainan pigmentasi kulit
2.5.1 Lentigo
Lentigo disebut juga lentigo solaris atau liver spots. Lesi ini mengenai 60 % dari
usia lanjut. Mekanisme kerja lentigo yaitu adanya proliferasi melanosit yang terdapat
pada daerah dermo-epidermal junction. Mulamula tampak bercak kecil dengan
-
ukuran kurang dari 1 mm, berwarna coklat mudakehitaman, berbentuk bulat, semakin
membesar, tersebar sampai ukuran beberapa centimeter. Biasanya timbul di daerah
terpapar sinar matahari seperti wajah, punggung tangan, lengan dan punggung
(Goichnik et al., 2008).
2.5.2 Freckles ( Efelid )
Bercak pigmentasi berwarna coklat terang dengan ukuran lebih kecil dari lentigo,
permukaannya rata dengan kulit. Biasanya terdapat di daerah kulit yang terpapar sinar
matahari. Perbedaannya dengan lentigo, pada freckles sel melanosit normal akan tetapi
produksi pigmen melanin meningkat di lapisan basal epidermal (Lapeere et al., 2008).
2.5.3 Melasma
Melasma merupakan bercak hipermelanosis yang sering ditemukan, ditandai sering
muncul di daerah terpapar sinar matahari di wajah, terutama ditemukan pada seseorang
dengan tipe kulit fitzpatrick IV, V, VI. Wanita lebih sering terkena terutama usia
produktif. Gambaran klinis berupa bercak ireguler di wajah, berwarna coklat muda
sampai coklat tua dengan batas tegas dan biasanya simetris. Terdapat 3 macam pola
distribusi melasma yaitu sentrofasial, (63% : dahi, hidung, dagu, di atas bibir), malar
(21% : hidung dan pipi), dan mandibular (16% : ramus mandibula). Dengan
pemeriksaan lampu Wood melasma diklasifikasikan sebagai tipe epidermal, dermal dan
campuran, tetapi sebagian besar pasien melasma memiliki distribusi melanin di
epidermis bagian basal dan dermis (Lapeere et al., 2008).
2.5.4 Melanoma Maligna
-
Melanoma maligna merupakan tumor yang berasal dari sel melanosit. Faktor-
faktor risiko yaitu adanya riwayat sunburn atau terpapar sinar matahari berlebih, banyak
terjadi pada kulit putih. Tumor ini pada pria sering ditemukan pada daerah punggung
dan tungkai bawah, sedang pada wanita sering ditemukan di daerah badan. Melanoma
maligna mempunyai 3 bentuk yaitu lentigo maligna melanoma, superficial spreading
melanoma, dan nodular melanoma (Lapeere et al., 2008).
Gambar 2.10 Pengaruh Pigmentasi terhadap Resiko Kanker Kulit. Individu berkulit putih dengan rendahnya tingkat melanin di epidermis menampilkan fenotpe sensitif UV, cenderung terjadi su
nburn daripada tan setelah terpapar UV. Data menunjukan bahwa terjadinya mutasi terkait dengan ketid
ak seimbangan dan gangguan terjadinya tanning, khususnya gangguan sinyal pada MC1R, yang dihubun
gkan dengan tidak efisiennya perbaikan DNA pada melanosit.
(Orazio et al., 2013).
2.5.5 Hiperpigmentasi Paska Inflamasi
Hiperpigmentasi ini terjadi disebabkan oleh obat, reaksi fototoksis, infeksi, trauma
dan alergi. Gambaran klinis berupa makula hiperpigmentasi. Gambaran histologi
didapatkan timbunan pigmen dengan akumulasi melanophages dan peningkatan
melanin di lapisan dermal atau epidermal (Laperee et al., 2008).
-
2.5.6 Okronosis
Okronosis disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang akan membentuk
substansi lir asam homogentistik polimer selama metabolismenya. Tampak sebagai
hiperpigmentasi asimtomatik pada wajah, leher, punggung dan tungkai. Pemeriksaan
histopatologi ditemukan sekumpulan globul coklat kekuningan (ochronotic) pada pars
papilaris dermis. Kelainan ini paling sering terjadi pada penggunaan jangka panjang
hidrokuinon. Okronosis eksogen biasanya terjadi setelah penggunaan anti malaria,
produk mengandung resorsinol, fenol, air raksa, dan picric acid (Lapeere et al., 2008).
2.6 FaktorFaktor yang menghambat Melanogenesis
Penghambat melanogenesis banyak digunakan sebagai bahan aktif dari produk-pro
duk yang dapat merawat kelainan kulit berupa hiperpigmentasi. Mekanisme kerjanya da
pat melalui penghambat enzim tirosinase, penghambat transfer melanosom, agen sititok
sik terhadap melanosit dan antioksidan (Baumann dan Allemann, 2009).
2.6.1 Penghambat Enzim Tirosinase
Bahan-bahan penghambat enzim tirosinase yang sudah beredar selama ini antara lain:
1. Hidrokuinon ( HQ ), merupakan gold standard untuk terapi hiperpigmentasi. Kons
entrasi mulai dari 2% hingga kurang dari 10%, telah banyak digunakan untuk mela
sma dan PIH. Hidrokuinon juga menghambat metabolisme sel secara reversibel de
ngan mempengaruhi kerja sintesis ribonucleic acid (RNA) dan DNA. Efek yang di
hasilkan agen ini dapat menurunkan lesi hiperpigmentasi hingga 90% (Baumann da
n Alleman, 2009).
-
Hidrokuinon mempunyai mekanisme kerja menghambat kerja enzim tirosinase, me
rusak sel melanosit langsung, mempercepat degradasi melanosom, menghambat sin
tesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013).
2. Aloesin, senyawa kimia C-glycosylated chromone ini berasal dari tanaman aloe ver
a. Senyawa ini akan menghambat enzim tirosinase dengan dua cara, menghambat h
idroksilasi tirosin menjadi DOPA dan oksidasi DOPA menjadi DOPAkinon. Aloesi
n memiliki efek inhibisi lebih kuat dibanding arbutin dan asam kojik.
3. Arbutin, senyawa kimia -D-glucopyranoside merupakan sebuah molekul hidrokui
non yang berikatan dengan glukosa. Arbutin berasal dari berbagai tanaman seperti
pohon pir, gandum dan bearberry, mekanisme kerjanya lebih kepada penghambat r
eversibel aktivitas enzim tirosinase di dalam melanosit daripada menurunkan sintes
is enzim tirosinase itu sendiri.
4. Flavonoid, merupakan turunan benzopyrane yang memiliki cincin fenol dan cincin
pyrane, lebih dari 4000 flavonoid telah diidentifikasikan dari berbagai tanaman. Pa
da lapisan epidermis, sinar ultraviolet khususnya UVB dapat menghasilkan ROS te
rutama dari proses lipid peroksidase membran keratinosit dan melanosit. Flavonoid
dapat berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas ini, sehingga m
enyebabkan terjadi gangguan proses melanogenesis dengan menghambat dan mene
tralisir ROS.
5. Hidrokumarin, merupakan senyawa kumarin yang bekerja langsung pada enzim tir
osinase sehingga menghambat melanogenesis dan juga menghambat sintesis glutati
on. Kombinasi antara senyawa ini dengan vitamin E dapat mencegah hiperpigment
asi dengan bekerja sebagai penetralisir radikal bebas.
-
6. Asam kojik, merupakan metabolit jamur seperti Aspergillus, Acetobacter dan Penic
illium. Mekanisme kerjanya adalah dengan mengikat copper sehingga aktivitas enz
im tirosinase terhambat. Keuntungan lain adalah asam kojik memiliki efek pengaw
et dan antibiotik sehingga bahan ini lebih stabil sebagai produk (Baumann dan Alle
man, 2009).
2.6.2 Penghambat Transfer Melanosom
1. Niasinamid, disebut juga sebagai nikotinamid merupakan zat aktif dari vitamin B3.
Niasinamid selain bekerja sebagai penghambat transfer melanosom ke keratinosit, j
uga memiliki efek anti inflamasi, antioksidan dan imunomodulator. Sebuah peneliti
an menunjukkan efek inhibisi niasinamid hingga 68%.
2. Kedelai, kedelai memiliki protein yang dapat mencerahkan kulit yaitu soybean
trypsin inhibitor (STI) dan Bowman-Birk inhibitor (BBI). Mekanisme kerjanya
adalah menghambat aktifasi PAR-2 sehingga melanosom tidak dapat ditransfer
kedalam keratinosit (Baumann dan Alleman, 2009).
2.6.3 Antioksidan
Antioksidan merupakan molekul yang dapat menghambat atau menghentikan
kerusakan oksidatif yang terjadi dengan cara memberikan senyawa elektron kepada
molekul radikal bebas sehingga dapat meredam efek negatif dari radikal bebas tersebut
(Halliwell dan Guttridge, 2007).
Antioksidan dibedakan menjadi 2 golongan berdasarkan mekanisme pencegahan
terhadap radikal bebas (Murray, 2009), yaitu:
-
1. Antioksidan pencegah, yaitu antioksidan yang berfungsi mencegah terbentuknya
radikal yang paling berbahaya bagi tubuh, antara lain:
a. Super Oxide Dismutase (SOD), terdapat didalam mitokondria dan sitoplasma
sel tubuh manusia.
b. Katalase, yang bekerja sebagai katalisator H2O2 menjadi H2O dan O2.
c. Glutation Peroksidase, dapat meredam H2O2 menjadi H2O melalui sistem
siklus redoks glutation.
d. Senyawa yang mengandung gugusan sulfhidril (glutation, sistein, kaptopril)
dapat mencegah timbunan radikal hidroksil dengan mengkatalisir H2O.
2. Antioksidan pemutus rantai (chain breaking)
Antioksidan pemutus rantai adalah zat yang dapat memutuskan rantai reaksi
pembentukan radikal bebas asam lemak pada membran sel untuk mencegah peroksidasi
lemak. Contoh: antioksidan pemecah rantai antara lain vitamin C, vitamin E,
betakaroten, glutation dan sistein.
Antioksidan juga dapat dibedakan berdasarkan sumber atau asal antioksidan itu sendiri,
yaitu:
1. Antioksidan endogen, berasal dari dalam tubuh.
a. Antioksidan enzimatis, yaitu SOD, katalase, glutation reduktase, glutation
peroksidase.
b. Antioksidan non-enzimatis, yaitu glutation, bilirubin, albumin, transferin,
plasmin, feritin, sistein.
2. Antioksidan eksogen, berasal dari luar tubuh.
a. Mikronutrient.
-
b. Antioksidan sintetik (butylated hydroxyl anysol).
Mekanisme kerja antioksidan dibedakan menjadi 3 macam (Moini et al., 2002), yaitu:
1. Antioksidan primer
Antioksidan primer bekerja dengan cara menetralisir radikal bebas dengan cara
mendonasi satu elektronnya, contohnya adalah SOD, katalase dan glutation
peroksidase. Antioksidan ini bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal
bebas yang baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang
dampak negatifnya kurang, yang selanjutnya akan dinetralisir oleh antioksidan lain
seperti vitamin C, vitamin E, CoQ10 dan flavonoid.
2. Antioksidan sekunder
Antioksidan ini berfungsi untuk menangkap berbagai senyawa dan mencegah
terjadinya reaksi berantai. Mekanisme ini bekerja dengan mengikat logam transisi
pemicu ROS dan selanjutnya menyingkirkannya. Jenis antioksidan ini antara lain
vitamin C, vitamin E, dan betakaroten.
3. Antioksidan tertier
Antioksidan tertier ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat
reaktivitas radikal bebas, dimana kerja dari antioksidan ini sebagai sistem enzim DNA
repair dan metionin sulfoksida reduktase, sehingga protein yang telah teroksidasi akan
diproses oleh enzim lipase dan peroksidase.
Antioksidan bekerja melalui 3 cara, yaitu:
1. Mengikat / scavenging ( R + PH* RH + P* )
2. Menghambat / inhibitory ( RO2 + PH* ROOH + P )
3. Proteksi ( ROOH + PH* ROH + POH )
-
dimana R adalah komponen bervariasi, dan PH adalah antioksidan protektif yang
mampu memberikan ion hidrogen (Wenk et al., 2001). Oleh karena itu antioksidan
mempunyai fungsi mengikat ROS, menghambat terbentuknya radikal bebas dan
memutuskan rantai aktivias metal chelation (Chen et al., 2005).
2.7 Kulit batang pohon nangka
Pohon nangka memp