melanogenesis dan penuaan dini

Upload: ricky-ozora

Post on 07-Mar-2016

172 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

penuaan dini

TRANSCRIPT

  • TESIS

    KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON

    NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA

    DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH

    PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT

    MARMUT (Cavia Porcelus) YANG DIPAPAR SINAR UVB

    INDIRADEWI HASTININGSIH

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2015

  • TESIS

    KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON

    NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA

    DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH

    PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT

    MARMUT (Cavia Porcelus) YANG DIPAPAR SINAR UVB

    INDIRADEWI HASTININGSIH

    NIM 1390761014

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2015

  • KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON

    NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA

    DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH

    PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT

    MARMUT (Cavia Porcelus) YANG DIPAPAR SINAR UVB

    Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

    pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

    Program Pascasarjana Universitas Udayana

    INDIRADEWI HASTININGSIH

    NIM 1390761014

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2015

  • Tesis Ini Telah Diuji pada

    Tanggal 30 Januari 2015

    Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

    No.029/UN4.4/HK/2015 Tanggal 2 Januari 2015

    Ketua : Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And, FAACS

    Anggota :

    1. Prof.Dr.dr.J.Alex Pangkahila.,M.SC.,Sp.And

    2. Prof.dr.IGM. Aman., Sp.FK

    3. Dr.dr.A.A.G.P.Wiraguna,SpKK(K), FINSDV, FAADV

    4. Dr.dr. Ida Iswari., Sp.MK., M.Kes

  • UCAPAN TERIMAKASIH

    Puji syukur dipajatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan

    berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

    Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan rasa hormat,

    penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp. And, FAACS, sebagai pembimbing I yang dengan

    penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan

    saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam menyelesaikan tesis

    ini.

    2. Dr.dr.A.A.G.P. Wiraguna, Sp. KK(K), FINSDV, FAADV, sebagai pembimbing II yang

    dengan sabar dan perhatian mau meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan

    kritik dan saran serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

    3. Prof.dr.IGM. Aman., Sp.FK sebagai pembimbing akademik (PA) yang dengan

    sabar dan penuh pengertian membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

    4. Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) sebagai Direktur Program Pascasarjana

    Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

    mengikuti program magister ilmu biomedik (AAM).

    5. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp. And, FAACS., Prof. Dr. dr. J. Alex

    Pangkahila.,M.SC, Sp.And., Prof.dr. I. G. M. Aman.,Sp.FK., Dr.dr.A.A.G.P.

    Wiraguna,Sp. KK(K), FINSDV, FAADV.,Dr.dr. Ida Iswari.,Sp.MK.,M.Kes sebagai

    penguji tesis ini atas semua masukan dan bimbingannya yang dengan penuh

  • kesabaran dan perhatian telah memberikan dorongan semangat, saran, sanggahan,

    dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud.

    6. Chief Executive Officer (CEO) RS. Pondok Indah dr. Yanwar Hadiyanto, MARS

    ,Associate Chief of Quality and Risk RS. Pondok Indah dr. Yuliana, MARS,

    Manager Executive Health Check up (HCU) RS. Pondok Indah dr. Dian Milasari,

    MKK ,Ketua Komite Medik RS. Pondok Indah dr. Adji Saptogino, Sp.

    Rad(K).Sp.(KN) atas ijin yang diberikan kepada penulis dalam mengikuti program

    magister ilmu biomedik ini.

    7. Teman sejawat di Bagian Excecutive Health Check Up RS. Pondok Indah (drg.

    Kristiani Halimun, dr.Siti Chsanah, dr. Hudiyati Agustini, MARS) atas kerjasama,

    kerelaan hati dan dukungann yang tulus menggantikan tugas-tugas yang menjadi

    beban pekerjaan penulis selama mengikuti pendidikan sehingga mendapat

    kesempatan untuk dapat menyelesaikan pendidikan magister ini.

    8. Para seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar

    hingga perguruan tinggi.

    9. Ayahanda I.J. Soeharno (Alm), dan Ibunda Theresia Wardini yang telah mengasuh

    dan membesarkan penulis, menanamkan nilai takut akan Allah, nilai kejujuran,

    berani untuk kebenaran dan intelektualitas, serta selalu mendoakan penulis pada

    saat penulis sedang menjalani ujian.

    10. Bapak Mertua Bp. H. Chusjairi dan Ibu Mertua IbuSunarti atas dorongan dan

    dukungan serta doanya kepada penulis dalam menempuh pendidikan ini.

  • 11. Suami tercinta Husni Ayub yang dengan penuh pengertian memberikan support

    secara moril dan materil, serta sabar dalam mendampingi penulis selama ini untuk

    lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.

    12. Eddy Suartana, Gek Wah, Gde Wiranata dan Bagian Tata Usaha Program Magister

    Ilmu Biomedik yang lain atas bantuan, kerjasaman serta motivasi, semangat dan

    kebersamaannya.

    13. Teman-teman Program Magister Ilmu Biomedik (AAM) Angkatan 2013 terutama

    dr. Marisa Riliyani dan Bagian Tata Usaha Program Magister Ilmu Biomedik atas

    motivasi, semangat dan kebersamaannya.

    Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan karunia-Nya kepada

    semua pihak yang telah membantu pelaksaan dan penyelesaian tesis ini.

    Denpasar, 30 Januari 2015

    Indiradewi Hastiningsih

  • ABSTRAK

    KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON NANGKA

    (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA DENGAN KRIM

    HIDROKUINON DALAM MENCEGAH PENINGKATAN JUMLAH

    MELANIN PADA KULIT MARMUT (Cavia porcelus) YANG

    DIPAPAR SINAR ULTRVIOLET B (UVB)

    Ekstrak etanol kulit batang pohon nangka (Artocarpus heterophillus)

    mengandung antioksidan, senyawa fenol, tannin, steroid, linoleic acid ethyl

    ester, vitamin C yang dapat menghambat peningkatan jumlah melanin pada

    jaringan epidermis. Hidrokuinon (HQ) digunakan sebagai pembanding karena

    HQ merupakan Gold Standard untuk terapi hiperpigmentasi. Penelitian ini

    untuk mengetahui pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dapat

    mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut yang dipapar sinar UVB

    serta membandingkan efektivitasnya dengan krim Hidrokuinon 4%.

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik

    menggunakan the randomized post test only control group design. Variabel

    bebas adalah dosis krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dan krim

    hidrokuinon 4%,. Variabel tergantung adalah jumlah melanin pada lapisan

    epidermis. 30 ekor marmut (Cavia Porcelus) jantan dibagi menjadi 3 kelompok,

    masing-masing 10 ekor, kelompok (kontrol), pemberian bahan dasar krim,

    kelompok 1, pemberian krim Hidrokuinon 4%.dan kelompok 2, pemberian krim

    ekstrak kulit batang pohon nangka 4%. Semua kelompok perlakuan dipapar

    sinar UVB dosis total 390 mJ/cm selama 2 minggu, setiap 3 kali seminggu,

    kemudian dibiopsi untuk pemeriksaan jumlah melanin pada lapisan epidermis.

    Untuk analisis adanya perbedaan tiap kelompok menggunakan One way

    ANOVA dan dilanjutkan dengan Least Significant Difference test (LSD) untuk

    membandingkan adanya perbedaan tiap kelompok setelah perlakuan p

  • ABSTRACT

    JACKFRUIT (Arthocarpus heterophilus) TREE BARK ETHANOL EXTRACT

    CREAM HAD THE SAME EFFECTIVENSS WITH HIDROQUINON CREAM

    WITHIN PREVENTED THE INCREASE OF MELANIN AMOUNT IN GUINEA

    PIG (Cavia porcelus) EXPOSED BY UV-B RAY

    Jackfruit (ArtocarpusHeterophillus) tree bark ethanol extract contains

    antioxidant, phenolic, tannin, steroid, linoleic acid ethyl ester and also vitamin C,it can

    inhibit the increase of melanin amount in melanocyte while hydroquinone is used as the

    gold standard for hyperpigmentation treatment until now. This research aimed to study

    whether the administration of jackfruit tree bark extract cream can inhibit the increase

    of melanin amount in guinea pig exposed by UV-B ray and compared the effectivity of

    jackfruittree bark extract cream 4% with hydroquinone cream 4%.

    This study was an experimental laboratory research by using randomized post

    test only group design. The independent variable is the jackfruittree bark extract cream

    dose and the hydroquinone cream, while the dependent variable is the melanin amount

    in epidermal layer. A total of thirty guinea pigs (CaviaPorcelus) used in this study were

    split into 3 groups consisted of 10 male guinea pigs in each group, which were one

    treatment control group administered with basic materials cream and two treatment

    administered with hydroquinone cream 4% and jackfruittree bark extract cream 4%. All

    of the treatment group were exposed by UV-B ray with total dose of 390 mJ/cm2 for 2

    weeks, and then biopsy was undergone to examine melanin amount in epidermal layer.

    One way ANOVA was used to analyze difference between control group and treatment

    group 1 and 2 and continued with Least significant Difference (LSD) was used to

    analyze the existence of treatment difference after treatement (p

  • DAFTAR ISI

    SAMPUL DALAM i

    PRASYARAT GELAR. ii

    LEMBAR PERSETUJUAN ........ iii

    PENETAPAN PANITIA PENGUJI .... iv

    SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT . v

    UCAPAN TERIMAKASIH......... vi

    ABSTRAK.... ix

    ABSTRACT.......... x

    DAFTAR ISI.... xi

    DAFTAR TABEL ........... xvi

    DAFTAR GAMBAR........... xvii

    DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH..... xviii

    DAFTAR LAMPIRAN.... xxii

    BAB I PENDAHULUAN.... 1

    1.1 Latar Belakang........... 1

    1.2 Rumusan Masalah...... 9

    1.3 Tujuan Penelitian ... 9

    1.3.1 Tujuan Umum... 9

    1.3.2 Tujuan Khusus....... 9

    1.4 Manfaat Penelitian ....... 10

  • 1.4.1 Manfaat Ilmiah ..... 10

    1.4.2 Manfaat Aplikasi .......... 10

    .

    BAB II KAJIAN PUSTAKA ..... 11

    2.1 Proses Penuaan .. 11

    2.1.1 Penyebab Penuaan ........ 11

    2.1.2 Gejala Klinis Penuaan........ 15

    2.1.3 Penuaan Kulit..... 18

    2.2 Efek Sinar Ultraviolet ........ 19

    2.2.1 Efek Akut Sinar Ultraviolet .. 20

    2.2.1.1 Eritema ...... 20

    2.2.1.2 Pigmentasi... 21

    2.2.1.3 Kerusakan DNA ..... 23

    2.2.2 Efek Kronik Sinar Ultraviolet . 23

    2.2.2.1 Photoaging............ 23

    2.2.2.2 Fotokarsinogenesis........ 25

    2.3 Kulit... 26

    2.3.1 Lapisan Epidermis 26

    2.3.2 Lapisan Dermis .... 29

    2.3.3 Lapisan Subkutis........... 29

    2.4 Melanin ..... 30

    2.4.1 Sintesis Melanin.. 31

    2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Melanogenesis ... 33

  • 2.4.2.1 Sinar Ultraviolet terhadap produksi melanin . 33

    2.4.2.2 Penuaan memicu produksi melanin ... 36

    2.4.2.3 Obat-obat memicu produksi melanin .... 36

    2.4.2.4 Hormon memicu produksi melanin ... 37

    2.4.2.5 Inflamasi memicu produksi melanin ..... 38

    2.5 Kelainan Pigmentasi Kulit...... 39

    2.5.1 Lentigo.... 39

    2.5.2 Freckles (Efelid) ........ 39

    2.5.3 Melasma..... 39

    2.5.4 Melanoma maligna .... 40

    2.5.5 Hiperpigmentasi paska inflamasi .. 41

    2.5.6 Okronosis ....... 41

    2.6 Faktor-faktor yang menghambat melanogenesis .... 42

    2.6.1 Penghambat enzim tirosinase...... 42

    2.6.2 Penghambat transfer melanosom.... 44

    2.6.3 Antioksidan ... 44

    2.7 Kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus)... 47

    2.7.1 Norartocarpetin dan Artocrpetin ... 51

    2.7.2 Mekanisme flavonoid sebagai antioksidan 51

    2.7.3 Mekanisme flavonoid sebagaiThyrosinase Inhibitor ........ 52

    2.8 Krim .. 60

    2.9 Marmut (CaviaPorcelus).... 62

  • BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

    PENELITIAN .... 64

    3.1 Kerangka berpikir .. .... 64

    3.2 Konsep penelitian 65

    3.3 Hipotesis penelitian..... 66

    BAB IV METODE PENELITIAN.... 67

    4.1 Rancangan Penelitian ...... 67

    4.2 Parameter yang Diamati....... 68

    4.3 Tempat dan Waktu Penelitian...... 69

    4.4 Populasi dan Sampel Penelitian....... 69

    4.4.1 Populasi penelitian. ......... 69

    4.4.2 Kriteria Sampel.... 70

    4.4.2.1 Kriteria Inklusi.. 70

    4.4.2.2 Kriteria Drop Out . 70

    4.5 Besar dan cara pengambilans ampel ... 70

    4.6 Variabel Penelitian .. 71

    4.6.1 Klasifikasi Variabel.... 71

    4.6.2 Hubungan Antar Variabel ... 71

    4.6.3 Definisi Operasional Variabel .... 72

    4.7 Alat dan Bahan untuk Penelitian 74

    4.7.1 Alat untuk Penelitian 74

    4.7.2 Bahan untuk Penelitian ........ 75

  • 4.7.3 Hewan Percobaan .. 75

    4.8 Prosedur Penelitian... 76

    4.8.1 Pembuatan ekstrak kulit batang pohon nangka. 76

    4.8.1.1 Preparasi Simplisia.... 76

    4.8.1.2 Pembuatan ekstraksi . 77

    4.8.2 Pembuatan Krim ... 77

    4.8.3 Perlakuan Hewan Coba...... 77

    4.8.4 Alur Penelitian ... 82

    4.9 Analisis Data..... 83

    BAB V HASIL PENELITIAN 84

    5.1 Pemberian Perlakuan 84

    5.2 Gambaran Histologis ... 86

    5.3 Analisis Statistik 86

    5.3.1 Analisis Deskriptif . 86

    5.3.2 Uji Normalitas Data... 86

    5.3.3 Uji Homogenitas Data 88

    5.3.4 Jumlah Melanin . 88

    BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 91

    6.1 Subyek Penelitian 91

    6.2 Analisis Deskriptif .. 91

    6.3 Pengaruh UVB terhadap melanin ... 91

    6.4 Pengaruh Hidrokuinon terhadap melanin ... 93

  • 6.5 Pengaruh krim ekstrak kulit batang pohon nangka terhadap melanin.. 93

    BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .. 98

    7.1 Simpulan.... 98

    7.2 Saran .... 98

    DAFTAR PUSTAKA.... 100

    LAMPIRAN.... 112

  • DAFTAR TABEL

    2.1 Pigmentasi Kulit, Fitzpatrick Scale dan Resiko sinar UV. 23

    2.2 Kandungan Senyawa Kimia Kulit Batamg Artocarpus Heterophillus.. 49

    2.3 Hasil Analisis Fitokimia Kulit Batang Pohon Nangka (Artocarpus Heterophillus)

    .. 54

    2.4 Hasil Analisa GC-MS Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka .. 58

    5.1 Hasil Uji Deskriptif Rerata Jumlah Melanin antar Kelompok 87

    5.2 Hasil Uji Normalitas Data Melanin.. 87

    5.3 Homogenitas Data Melanin antar Kelompok Perlakuan 88

    5.4 Perbedaan Jumlah Melanin Antar Kelompok Sesudah Diberikan Paparan Sinar

    UVB dan Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka 88

    5.5 Analisis Komparasi Jumlah Melanin Sesudah Perlakuan Antar Kelompok .. 89

  • DAFTAR GAMBAR

    2.1 Proses terjadinya ROS. 20

    2.2 Perbedaan Gambaran Histologi Melanin pada lapisan epidermis dari beberapa ras

    kulit manusia . 23

    2.3 Proses terjadinya sunburn, kerusakan DNA oleh radiasi UV. 25

    2.4 Struktur Epidermis . 28

    2.5 Distribusi melanin pada epidermis .... 31

    2.6 Biosintesis Melanin 32

    2.7 Jalur sinyal keratinosit dan melanosit pada melanogenesis .. 34

    2.8 Mekanisme hiperpigmentasi oleh radiasi UV 35

    2.9 Mekanisme hiperpigmentasi oleh hormon estrogen ..... 38

    2.10 Resiko terjadinya kanker kulit akibat paparan sinar UV .... 41

    2.11 Struktur Kimia Norartocarpetin dan Artocarpesin...... 51

    2.12 Struktur Kimia berbagai flavonoid sebagai thyrosinase inhibitor ..... 53

    2.13 Efek Polifenol dari Tanaman .. 55

    2.14 Gambar klasifikasi Polyphenol ... 56

  • 2.15 Marmut (caviaporcelus) ......... 63

    4.2 Skema Hubungan Antar Variabel Penelitian . 72

    5.1 Warna Kulit Marmut Setelah Dipapar UVB Selama 2 Minggu . 85

    5.2 Gambaran Melanin Jaringan Epidermis Marmut dengan pemeriksaan Masson

    Fontana ... 86

    5.3 Perbandingan Jumlah Melanin antara kelompok Kontrol dengan Kelompok

    Perlakuan. 89

  • DAFTAR SINGKATAN

    ROS : Reactive Oxygen Species

    GSH : glutathione

    SOD : Superoxide dismutase

    TRP-1 : Tyrosinase Related Protein-1

    TRP-2 : Tyrosinase Related Protein-2

    TRY : Tyrosinase

    UVA : Ultra Violet A

    UVB : Ultra Violet B

    UVC : Ultra Violet C

    AAM : Anti Aging Medicine (AAM)

    DNA : DeoksiRiboNukleotida

    DHEA : DehydroEpiAndrostenedion

    MED : Minimal Erythema Doses

    DEJ : delayed epidermal junction

    TEWL : transepidermal water loss

    TRY : tirosinase

    TRYP-1 : Thyrosinase Related Pritein 1

    DCT : Dopachrometautomerase

    DOPA : 3,4dihidroksifenilalanin

    POMC : propriomelanocortin

    MSH : melanocyte stimulating hormone

    MC-1R : Melanocortin-1 Receptor

  • PKC : Protein kinase c

    ET-1 : endotelin-1

    ACTH : hormone adrenokortikotropik

    bFGF : basic fibroblast growth factor

    NGF : nerve growth hormone

    GM-CSF : granulocyte-macrophage colony-stimulating factor

    LIF : leukemia inhibitory factor

    HGF : Hormone growth factor

    PGE-2 : prostaglandin E2

    PAR-2 : protein activated receptor 2

    ER : estrogen receptor

    ER : estrogen receptor

    CPDs : cyclobutyl pyrimidine dimers

    NO : nitric oxide

    cGMP : cyclic guanosine monophosphate

    NSAID : anti inflammatory drugs

    LT : leukotrien

    PG : prostaglandin

    TXB : tromboksan

    PIH : post inflammatory hyperpigmentation

  • HQ : Hidrokuinon

    RNA : ribonucleic acid

    MAPK : mitogen activated protein kinase

    AP-1 : activator protein 1

    ALA : Alpha Lipoic Acid

    MITF : microphthalmia-associated transcription factor

    ASI : Air SusuIbu

    GAEAC: Garlic acid equivalent antioxidant capacity

    GAE : Garlic acid equivalent

    TAE : Tannic acid equivalent

    IC 50% : Inhibition concentration terhadapradikalbebas

    P : Populasi

    S : Sampel

    R : Random

    DPPH : Difenil-1-pikrilhidrazil

    IC 50 : Inhibition Concentration

    STI : soybean trypsin inhibitor

  • BBI : Bowman-Birk inhibitor

    TCA : Trichloro Acetic Acid

    LAMBANG

    : alfa

    : gama

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Hasil Analisis Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Pohon, Nangka...112

    Lampiran 2 Hasil CG MS...113

    Lampiran 3 Uji Normalitas Data Melanin.....115

    Lampiran 4 Uji Efek Perlakuan.....116

    Lampiran 5 Ethical Clearance ..118

    Lampiran 6 Foto Foto Penelitian ...119

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Penuaan merupakan masalah yang ingin dihindari oleh semua orang, baik laki-

    laki maupun perempuan, tapi usia yang makin bertambah memang tidak dapat dicegah.

    Banyak orang tidak masalah dengan meningkatnya usia, tapi perubahan yang terjadi

    pada penuaan itulah yang menjadi masalah dan ingin dihindari, seperti penurunan

    kemampuan dan kekuatan fisik maupun psikis, terjadi perubahan pada kulit wajah

    berupa hiperpigmentasi / bercak hitam, kusam, kerut, kering, keriput, kulit tipis. Hal-

    hal tersebut dapat terjadi oleh karena adanya perubahan pada tingkat seluler.

    Ilmu pengetahuan yang makin maju membuat manusia dapat mencegah,

    memperlambat bahkan mengobati terjadinya proses penuaan. Oleh karena itu,

    diharapkan manusia menjadi tua dengan kualitas hidup yang lebih baik (Pangkahila,

    2007).

    Banyak teori penuaan yang telah dikemukakan oleh banyak pakar di dunia

    seperti: Wear and Tear Theory yang mengatakan bahwa makin banyak sel yang

    terpakai, maka makin banyak sel pula yang rusak oleh August Weisman (1882).

    Adapula Teori Program yang berhubungan dengan terbatasnya replikasi sel. Teori

    Neuroendokrin oleh Vladimir Dilman, mengatakan pada usia muda kadar hormon

    masih baik, sedangkan makin bertambahnya usia kadar hormon makin berkurang,

    sehingga fungsi organ pun menurun (Pangkahila, 2007).

    Kulit adalah organ paling luar dan paling luas pada tubuh manusia serta sering

    terpapar oleh lingkungan seperti radiasi Ultra Violet (UV), obat, dan polusi udara

  • merupakan faktor-faktor yang berpengaruh dari luar tubuh (eksternal), sedangkan

    faktor dari dalam (endogen) yaitu faktor genetik, ras, hormonal serta terjadinya

    Reactive Oxygen Species (ROS) dan radikal bebas yang diproduksi terus menerus

    selama proses metabolisme sel. Faktor-faktor endogen tersebut merupakan proses

    fisiologi tapi bila tidak seimbang dapat menyebabkan kerusakan daripada sel dan dapat

    makin rusak apabila disertai dengan paparan dari luar. (Icihashi et al., 2009).

    Sinar UV dapat menyebabkan photoaging dan selalu menjadi musuh banyak

    wanita Asia terutama Indonesia. Sinar ultraviolet terdiri dari UVA, UVB serta UVC.

    Paparan sinar UV mempunyai kontribusi terhadap terjadinya photoaging seperti radiasi

    UVB (290-320 nm) memberikan efek pada kulit superfisial (epidermis) dan

    menyebabkan kulit terbakar (sun burn), paling sering terjadi kulit terbakar pada jam 10

    pagi sampai jam 2 siang. Paparan radiasi UVA (320-400 nm) mempunyai efek

    penetrasi sinar yang lebih dalam sampai di lapisan dermis sedangkan radiasi UVC

    (100-290 nm) hampir diserap sempurna oleh lapisan ozon sehingga tidak menimbulkan

    efek ke kulit (Pandel et al., 2013).

    Paparan UVA dan UVB pada kulit dapat menurunkan efek antioksidan endogen

    pada semua lapisan kulit seperti glutathione peroksidase (GSH), Superoxide dismutase

    (SOD), katalase, dan ubiquinol (Pandel et al., 2013). Paparan UVA dan UVB

    menghasilkan radikal bebas seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric

    Oxide sehingga dapat menyebabkan terjadinya reative oxygen species (ROS) (Itcihashi

    et al., 2009).

    Efek terjadinya ROS dapat menyebabkan berkurangnya antioksidan endogen

    yang dapat merusak membran sel sehingga dapat terjadi kerusakan DNA baik secara

  • langsung maupun tidak langsung serta dapat pula terjadi gangguan pada sintesis

    kolagen (Pandel et al., 2013), merangsang melanosit (Steiner et al., 2009). Kerusakan

    DNA yang timbul akibat ROS dapat menyebabkan terjadinya oksidasi basa guanine

    pada DNA sehingga menjadi bentuk 8-hydroxy-7,8-dihydroguanine (8-OHdG).

    Berdasarkan potensi mutageniknya, 8-OHdG dapat dijadikan biomarker kerusakan dan

    perbaikan DNA oksidatif. Frekuemsi mutasi pada kulit manusia tergantung dari

    akumulasi paparan sinar UV pada kulit (Pandel et al., 2013).

    Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung

    dari seberapa sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta jumlah melanin di kulit

    (tipe kulit seseorang). Orang yang tinggal didaerah yang secara geografis dan

    mempunyai riwayat tinggi tingkat paparan UV nya, dapat terjadi photoaging yang

    berat. Tanda klinis yang dapat terjadi di kulit karena photoaging seperti kerut,

    hiperpigmentasi, kulit kasar, kulit kering, kulit sagging, atrofi berat, telangiectasis,

    elastosis, actinic purpura, lesi precancer, kanker kulit, dan melanoma. Paparan sinar

    matahari sering terjadi di daerah sekitar wajah, leher, dada, tangan, dan lengan (Pandel

    et al., 2013).

    Salah satu faktor penuaan adalah timbulnya hiperpigmentasi pada wajah seperti

    melasma yang berupa bercak kehitaman. Melasma ini dapat menimbulkan masalah

    dalam penampilan (fisik), emosional dan sosial pada wanita (Soepardiman, 2010).

    Melasma sering dikeluhkan oleh semua wanita di seluruh dunia dan merupakan salah

    satu tanda penuaan.

    Perubahan pigmen lebih banyak dikeluhkan pada wanita dengan Fitzpatrick

    Phototype III-VI (Halder et al., 2003). Karakteristik melasma merupakan

  • hiperpigmentasi simetris yang berwarna coklat muda sampai coklat tua (Kauvar, 2012).

    Walaupun pembentukan melanin pada dasarnya merupakan salah satu mekanisme

    tubuh untuk melindungi jaringan kulit dibawahnya agar tidak rusak oleh paparan sinar

    UV, tapi melasma mempunyai efek yang signifikan terhadap kualitas hidup yang

    mengidapnya (Khultanan, 2005). Wanita yang menderita melasma menyatakan bahwa

    kelainan ini mempengaruhi penampilan, kehidupan sosial, kesejahteraan, emosional,

    dan aktivitas rekreasi mereka (Pawaskar et al., 2007).

    Penelitian pada pasien yang menderita melasma dihubungkan dengan kualitas

    hidup pernah dilakukan pada tahun 2014 di RS Abdul Moeloek, Lampung dengan hasil

    bahwa melasma memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup pasien dimana semakin

    besar derajat keparahan melasma, maka semakin besar efek terhadap kualitas hidupnya

    (Hadiyati et al., 2014).

    Pigmen melanin diproduksi oleh melanosom yang dihasilkan oleh melanosit,

    proses ini disebut dengan melanogenesis. Melanosit dapat dirangsang oleh faktor

    intrinsik seperti endokrin (hormonal), imun, inflamasi, dan sistem saraf pusat, serta juga

    faktor ekstrinsik seperti radiasi UV, obat, polusi, dan asap rokok (Ichihashi et al.,

    2009).

    Penanggulangan melasma yang sulit, membuat banyak orang mengambil

    tindakan lebih baik mencegah daripada mengobatinya. Salah satu cara untuk mencegah

    yaitu dengan menggunakan tabir surya selain untuk mencegah melasma, juga dapat

    mencegah terjadinya keriput dan kanker kulit (Bermann, 2012), pemberian antioksidan

    (Ramirez, 2013), serta vitamin dan nutrisi (Pandel et al., 2013).

  • Pengobatan melasma dapat secara tunggal atau kombinasi, dapat diberikan pula

    secara oral, topikal ataupun tindakan medis tertentu. Pengobatan secara topikal dapat

    dengan memberikan tabir surya, golongan tyrosinase inhibitor seperti hidrokuinon,

    retinoid, atau kombinasi keduanya (Jutley et al., 2014) atau kombinasi hidrokuinon

    dengan asam askorbat (Steiner et al., 2009). Sampai dengan saat ini hidrokuinon masih

    merupakan Gold Standard untuk terapi melasma, sebagai competitive tyrosinase

    inhibitory (Baumann dan Alleman, 2009) dengan mekanisme kerja menghambat kerja

    enzim tirosinase, merusak sel melanosit secara langsung, mempercepat degradasi

    melanosom, dan menghambat sintesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013) sehingga

    hidrokuinon dapat mencegah terbentuknya melanin yang baru, dan penghambatannya

    bersifat reversible (Chandra et al., 2011), tetapi hidrokuinon mempunyai efek samping

    toksik terhadap sel melanosit (sitotoksik) (Baumann dan Alleman, 2009).

    Tindakan medis dapat dilakukan dengan chemical peeling menggunakan

    glycolic acid, tricloroacetic acid (TCA), microdermabration atau intensive pulsed light

    (IPL) bahkan laser (Steiner et al., 2009), sedangkan secara oral dapat juga diberikan

    antioksidan (Baumann, 2005; Ramirez, 2013) dan vitamin (Pandel et al., 2013).

    Pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus) banyak terdapat di Indonesia.

    Ekstrak kulit batang pohon nangka berdasarkan literatur, setelah diisolasi kulit kayunya

    terdapat senyawa flavonoid seperti morusin, artonin E, sikloartobilosanton, dan artonol

    B. Bioaktivitasnya terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus, anti inflamasi,

    diuretik dan anti hipertensi (Ersam, 2001), serta mempunyai zat aktif norartocarpetin

    dan artocarpesin (Erwin, 2001) yang merupakan golongan flavones dari golongan

    flavonoid (Chang, 2009). Norartocarpetin dan artocarpesin mempunyai efek sebagai

  • competitive enzim tyrosinase inhibitor (Zwergel et al., 2011) yang menghambat Tirosin

    menjadi DOPA dan Dopakuinon, sehingga dapat menghambat peningkatan jumlah

    melanin pada sel melanosit serta juga menpunyai efek antioksidan yang dapat berfungsi

    melindungi kulit dari radikal bebas (Moini et al., 2002).

    Penelitian secara invitro, membuktikan tingkat inhibisi enzim tirosinase pada

    kulit batang pohon Artocarpus spp yaitu artocarpus heterophillus (nangka), atrocarpus

    altilis (sukun) dan artocarpus communis (kluwih), yang paling baik tingkat inhibisinya

    adalah artocarpus heterophillus (Supriyanti et al., 2010).

    Penelitian yang dilakukan oleh Hastiningsih (2014), didapatkan bahwa

    konsentrasi krim ekstrak kulit pohon nangka 4% bermakna dapat menghambat

    peningkatan jumlah melanin. Ekstrak kulit batang pohon nangka yang diambil dari desa

    Sibang ini pada uji fitokimia mengandung antioksidan, senyawa fenol, senyawa tannin

    dan vitamin C, sedangkan pada uji gas chromatography-mass spectrofotometry (GC-

    MS) mengandung senyawa hexadecanoate acid ethyl ester, estra-1,3,5(10)-trien-17-

    beta-ol, ethyl tridecanoate, linoleic acid ethyl ester, ethyl oleate, gamma sitosterol,

    senyawa-senyawa ini mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, steroid kecuali linoleic

    acid ethyl ester mempunyai aktivitas mendegradasi enzim tirosinase sehingga dapat

    menghambat proses melanogenesis dan mencegah meningkatnya jumlah melanin di

    lapisan epidermis.

    Senyawa polifenol (flavonoid) yang merupakan kelompok terbesar mempunyai

    efek dapat menghambat proses melanogenesis sebagai tyrosinase inhibitory. Polifenol

    juga mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi UV yang dapat mengakibatkan

    terjadinya kanker kulit. Polifenol memiliki efek anti inflamasi, imunomodulator,

  • memperbaiki DNA yang rusak, dan memperbaiki fungsi sel (Pandey et al., 2009), dapat

    pula sebagai fotoprotektif (Adhami et al., 2003). Polifenol merupakan kelompok

    tirosinase inhibitor terbesar sampai sekarang (Chang, 2009).

    Asam lemak rantai panjang serta steroid (Chang, 2009), mempunyai mekanisme

    terjadinya penurunan jumlah melanin dengan cara mengoksidasi enzim tirosinase secara

    enzimatik menjadi produk yang bersifat toksik pada melanosit sehingga terjadi

    degenerasi/ perusakan sel-sel pigmen dan dapat terjadi depigmentasi (Nnoruka, 2006).

    Antioksidan alamiah umumnya banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran

    dimana banyak mengandung vitamin A, C, E, -3 fatty acids, non-vitamin tertentu dan

    juga golongan flavonoid seperti green tea yang terdapat dalam tanaman yang berguna

    dapat mencegah kerusakan kulit karena penuaan, sinar matahari ataupun kanker.

    Banyak penelitian menemukan bahwa antioksidan dapat meningkatkan produksi

    kolagen, mencegah kerusakan kulit karena UVA dan UVB, mengoreksi masalah

    pigmentasi pada kulit, serta memperbaiki situasi radang pada kulit (Pandel et al.,

    2013).

    Antioksidan dalam bentuk topikal yang dioleskan pada permukaan kulit dapat

    mengurangi efek ROS dalam menimbulkan kerusakan kulit akibat paparan sinar UV

    (Pinnel, 2003). Akhir-akhir ini penggunaan antioksidan semakin meningkat, baik secara

    oral maupun topikal untuk mencegah dan mengobati penuaan kulit. Banyak produk

    perawatan kulit menggunakan bahan alami yang mengandung antioksidan, baik yang

    terdapat dalam buah, daun, bunga, akar, dan bagian-bagian lain dari tanaman

    (Baumann, 2008; Stalling dan Lupo, 2009). Beberapa zat yang mempunyai efek sebagai

  • antioksidan adalah vitamin C, vitamin E, selenium, zinc, silymarin, soy isoflavones, dan

    tea polyphenols, serta mempunyai efek lain sebagai anti kanker (Pinnel, 2003).

    Ekstrak kulit batang pohon nangka mengandung linoeic acid ethyl ester yang

    mempunyai cara kerja mendegradasi enzim tirosinase, sehingga jumlah melanin

    berkurang (Ando et al., 2010).

    Berdasarkan ulasan latar belakang tersebut, dimana Hidrokuinon dan ekstrak kulit

    batang pohon nangka mempunyai efek yang saama yaitu dapat mencegah peningkatan

    jumlah melanin maka penelitian ini dibuat untuk membuktikan efek tersebut.

    1.1 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dibuat rumusan masalah sebagai

    berikut :

    1. Apakah pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus

    Heterophllus) 4% dapat mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut

    yang dipapar oleh sinar UVB?.

    2. Apakah krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) 4%

    memiliki efektivitas yang sama dengan hidrokuinon 4% dalam mencegah

    peningkatan jumlah melanin kulit marmut (Cavia Porcelus) yang dipapar sinar

    UVB ?

    1.2 Tujuan Penelitian

    1.2.1 Tujuan Umum

  • Untuk mengetahui efektivitas krim ekstrak kulit batang pohon nangka

    (Artocarpus Heterophillus) 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin

    pada kulit marmut yang dipapar sinar UVB.

    1.2.2 Tujuan Khusus

    1. Membuktikan krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus

    Heterophillus) 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut

    yang dipapar oleh sinar UVB.

    2. Membuktikan krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus

    Heterophillus) 4% memiliki efektivitas yang sama dengan krim hidrokuinon 4%

    dalam mencegah peningkatan jumlah melanin kulit marmut (Cavia Porcellus)

    yang dipapar sinar UVB.

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Manfaat Ilmiah

    Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang

    potensi krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus) 4%

    dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada Marmut yang dipapar oleh

    sinar UVB.

    1.4.2 Manfaat Aplikasi

    Hasil penelitian ini dapat diinformasikan kepada masyarakat bahwa krim

    ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus) 4% dapat

    digunakan untuk mencegah terjadinya melasma/hiperpigmentasi pada kulit

    setelah dilakukan Clinical Trial.

  • BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Proses Penuaan

    2.1.1 Penyebab Penuaan

    Proses penuaan merupakan proses alami yang akan terjadi pada semua orang.

    Pada umumnya, orang tidak pernah mempertanyakan mengapa kita menjadi tua, sakit

    dan akhirnya meninggal. Namun perkembangan Ilmu Kedokteran saat ini, telah

    membawa konsep baru tentang penuaan, dimana penuaan diperlakukan sebagai suatu

    penyakit yang dapat diobati bahkan dapat dicegah, sehingga usia harapan hidup menjadi

    lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik. Ilmu ini dikenal dengan Anti

    Aging Medicine (AAM) (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2011). Usia manusia

    dibedakan menjadi usia kronologis, sesuai dengan tahun kelahiran dan usia biologis,

    yang sesuai dengan fungsi organ tubuh. Mencegah proses penuaan dapat membuat usia

    biologis lebih muda daripada usia kronologis sehingga dapat terlihat usia dan kualitas

    hidup seseorang tampak lebih muda daripada usia sebenarnya (Pangkahila, 2011).

    Penuaan merupakan suatu proses penurunan fungsi biologis yang tidak dapat

    dihindari, dimana cepat lambatnya penurunan tergantung dari beberapa faktor, ada

    faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat mempercepat penuaan

    adalah radikal bebas, penurunan hormon, proses glikosilasi, proses metilasi, apoptosis,

    penurunan sistem imunitas, dan faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya

    hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan yang kurang baik, polusi

    lingkungan, stress, dan kemiskinan (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2014).

  • Banyak teori tentang proses penuaan, tetapi dari semua teori tersebut, pada

    dasarnya dikelompokan dalam teori pakai dan rusak (wear and tear theory) dan teori

    program. Teori pakai dan rusak meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal

    bebas. Teori program meliputi teori replikasi sel, proses imun, dan teori hormon

    (Pangkahila, 2011; Goldman dan Klatz, 2007).

    1. Teori pakai dan rusak (wear and tear theory)

    Teori ini diperkenalkan oleh Dr.August Weismann (1882), seorang ahli biologi

    yang berasal dari Jerman. Menurut teori ini bahwa tubuh dan sel menjadi cepat rusak

    karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Organ-organ tubuh seperti hati,

    lambung, ginjal, kulit dan organ lain dapat menurun fungsinya karena adanya toksin

    dalam makanan dan lingkungan yang ada di sekitar kita, konsumsi lemak, gula, kafein,

    alkohol, dan nikotin yang berlebihan, dapat pula disebabkan oleh sinar ultraviolet,

    stress fisik, dan emosional. Kerusakan yang dapat ditimbulkan, bukan saja pada organ

    tapi juga pada tingkat sel.

    Kendati seseorang tidak pernah minum alkohol maupun merokok, hanya

    mengkonsumsi makanan alami dan menggunakan organ tubuh secara biasa, pada

    akhirnya tetap akan terjadi kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh dapat mempercepat

    kerusakan organ, sehingga dapat mempercepat penuaan atau dapat membuat fungsi

    organ menurun, serta membuat seseorang menderita sakit.

    Pada usia muda, sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh mampu melakukan

    kompensasi terhadap pemakaian dan kerusakan organ normal serta berlebihan. Pada

    usia tua, tubuh kehilangan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan karena penyebab

    apapun. Oleh karena itu, banyak orang tua yang sakit bahkan meninggal karena

  • penyakit tertentu, yang pada masa mudanya dapat ditolak. Teori ini, meyakini bahwa

    pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tepat waktu dapat mencegah dan

    membantu mengembalikan proses penuaan. Cara kerjanya dengan merangsang tubuh

    untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan fungsi organ dan sel tubuh.

    2. Teori Neuroendokrin

    Teori ini dikembangkan oleh Vladimir Wilman, PhD, yang mengembangkan teori

    wear and tear yang mengutamakan peranan hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon

    dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar

    yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk suatu poros dengan hipofisis dan organ

    tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya.

    Pada usia muda, berbagai hormon bekerja dengan baik dalam mengendalikan

    fungsi organ tubuh. Oleh karena itu, pada usia muda fungsi berbagai organ tubuh sangat

    optimal, seperti kemampuan bereaksi terhadap panas dan dingin, kemampuan motorik,

    fungsi seksual, dan fungsi memori. Makin bertambah usia, jumlah hormon makin

    berkurang sehingga fungsi organ juga akan menurun dan menimbulkan banyak keluhan

    seperti menjadi tidak tahan terhadap suhu dingin, gerakan menjadi lambat, masa otot

    berkurang, lemak tubuh meningkat, daya ingat menurun, fungsi seksual menurun. Kerja

    hormon saling berkaitan satu sama lain, oleh karena itu, berkurangnya produksi

    hormon tertentu dapat mempengaruhi produksi hormon yang lain.

    3. Teori Kontrol Genetik

    Teori ini menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat jam biologik.

    Peristiwa ini dimulai dari proses konsepsi sampai kematian dalam suatu model yang

    terprogram. Walaupun manusia memiliki sistem jam biologik (biological clock), variasi

  • antar manusia sangatlah besar, dipengaruhi oleh bagaimana cara manusia tumbuh dan

    hidup (nature versus nuture). Peristiwa ini terprogram mulai dari sel embrio, janin,

    masa bayi, dan anak-anak, remaja, dewasa, menjadi tua, dan akhirnya meninggal.

    Pada ujung kromosom terdapat struktur khusus yang disebut telomere. Secara

    biokimia, telomere terdiri dari hexanucleotide. Pada setiap pembelahan sel, telomere

    akan memendek. Pada saat pembelahan sel berlangsung dan telomere telah terpakai

    semua, maka pembelahan sel akan berhenti dan peristiwa inilah yang disebut dengan

    kematian. Oleh karena itu, telomere sering dikenal sebagai jam biologik (biologic

    clock) (Ishikawa, 2000).

    Menurut Hayflick (1998) dalam Pangkahila (2011) menyatakan bahwa mekanisme

    pemendekan telomere tersebut yang menentukan rentang usia organisme sendiri. Pada

    penelitian diketahui bahwa setiap sel mempunyai kapasitas yang terbatas untuk

    melakukan pembelahan sel. Contohnya: pada sel dewasa membelah lebih sedikit

    dibandingkan dengan sel janin. Perkecualian pada sel ganas, terjadi pembelahan sel

    yang tidak terbatas .

    4. Teori Radikal Bebas

    Teori ini mulai menjadi perhatian, sejak antioksidan diyakini dapat menghambat

    kerusakan sel akibat radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu molekul yang

    mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas dihasilkan selama terjadi

    metabolisme seluler normal, seperti radikal superoksida, radikal hidroksil, purin, dan

    pirimidin.

    Radikal bebas mempunyai sifat reaktivitas tinggi, karena memiliki kecenderungan

    menarik elektron lain dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal bebas

  • oleh karena hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas

    akan merusak molekul yang elektronnya ditarik sehingga dapat menyebabkan

    kerusakan sel, gangguan fungsi sel dan akhirnya kematian sel. Molekul utama dalam

    tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, sehingga terjadi mutasi DNA,

    cleavage of DNA, dan agregasi biomolekul melalui cross-linking reaction.

    Makin bertambahnya usia akan terjadi akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas

    memegang peranan penting, sehingga mengganggu metabolisme sel, merangsang

    mutasi sel, dan akhirnya mengakibatkan terjadinya kanker, serta membawa kematian.

    Selain itu, radikal bebas juga mengakibatkan kerusakan kolagen dan elastin yang

    merupakan suatu protein untuk melindungi kulit agar tetap lembab, elastis, dan halus.

    Wajah adalah bagian yang paling mudah dilihat, dimana akibat radikal bebas akan

    timbul kerutan pada wajah (Goldmann dan Klatz, 2007).

    2.1.2 Gejala Klinis Penuaan

    Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai

    organ tubuh. Akibat menurunnya fungsi tersebut, maka muncul berbagai tanda dan

    gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dalam dua bagian yaitu (Pangkahila,

    2011):

    1. Tanda fisik, seperti masa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut,

    daya ingat berkurang, fungsi seksual, dan reproduksi terganggu, kemampuan kerja

    menurun, sakit tulang.

    2. Tanda psikis, seperti gairah hidup menurun, sulit tidur, mudah cemas, mudah

    tersinggung, merasa tidak berarti lagi.

  • Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan

    fisik dan psikis, antara lain seperti di atas. Proses penuaan berlangsung dalam 3 tahap

    sebagai berikut (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2014):

    1. Tahap subklinik (usia 25-35 tahun)

    Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu

    hormon testosteron, growth hormone, dan hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas

    yang dapat merusak sel dan DNA, mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya

    tidak tampak dari luar, sehingga pada tahap ini orang merasa dan tampak normal, tidak

    mengalami gejala dan tanda penuaan. Pada rentang usia ini dianggap usia muda dan

    normal, padahal sebenarnya sudah mulai terjadi proses penuaan.

    2. Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)

    Selama tahap ini level hormon menurun hingga 25 persen. Massa otot berkurang

    sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun, akibatnya kekuatan dan tenaga terasa

    hilang, sedangkan komposisi lemak terus bertambah. Keadaan ini sering menyebabkan

    resistensi insulin, meningkatnya resiko jantung, dan pembuluh darah, serta obesitas.

    Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan dan pendengaran menurun,

    rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual

    menurun. Pada tahap ini orang merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan

    akibat radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat menghasilkan

    penyakit, seperti kanker, arthritis (radang sendi), berkurangnya memori, penyakit

    jantung koroner, dan diabetes.

    3. Tahap klinik (usia lebih dari 45 tahun )

  • Pada tahap ini, penurunan kadar hormon terus menurun yang meliputi DHEA,

    melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Penurunan

    bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral juga

    terjadi. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga

    tahun, yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak

    tubuh, dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai

    mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama sehingga mengganggu

    keharmonisan banyak pasangan.

    Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu harus

    dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak

    mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Lebih

    jauh, hal ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi proses penuaan jangan

    menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 2011).

    2.1.3 Penuaan Kulit

    Proses penuaan kulit terbagi dua yaitu penuaan karena faktor intrinsik dan penuaan

    karena faktor ekstrinsik. Penuaan intrinsik terjadi seiring bertambahnya umur

    kronologis yang mencerminkan pengaruh genetik dan perubahan hormonal individu.

    Penuaan karena faktor ekstrinsik disebabkan oleh faktor eksternal seperti rokok, alkohol

    berlebihan, gizi buruk, dan paparan sinar matahari. Penuaan karena faktor ekstrinsik

    dapat dikurangi dengan usaha anti aging. Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa

    penuaan kulit dipercepat oleh faktor eksternal, sekitar 80% diakibatkan oleh paparan

    sinar matahari (Baumann dan Saghari, 2009a).

  • Penuaan karena faktor intrinsik atau penuaan dengan proses alamiah, dimulai

    sejak sekitar usia 20 tahun, yaitu dimulainya fase penuaan preklinis pada usia 25 tahun.

    Penuaan intrinsik terjadi karena akumulasi kerusakan endogen akibat pembentukan

    senyawa oksigen reaktif selama metabolisme oksidasi seluler. Pemendekan telomere

    pada pembelahan sel menurunkan faktor pertumbuhan, dan juga penurunan kadar

    hormon menyebabkan terjadinya penuaan intrinsik. Gambaran histologik yang tampak

    yaitu atrofi epidermis, pendataran epidermal rete ridges dan atrofi dermis.

    Penuaan ekstrinsik akan lebih terlihat pada daerah yang terbuka seperti wajah,

    leher, dada, dan bagian luar lengan. Ini diakibatkan akumulasi paparan sinar matahari

    sepanjang hidupnya. Secara klinis akan tampak kerutan yang lebih dalam dan lesi

    pigmentasi seperti frecle, lentigo, dan melasma, bahkan dapat juga terjadi lesi

    depigmentasi seperti hipomelanosis gutata (Baumann dan Saghari, 2009).

    2.2 Efek Sinar Ultraviolet

    Sinar ultraviolet dibagi dalam 3 spektrum yaitu UVC (270-290 nm), UVB (290-

    320 nm), dan UVA (320-400 nm). Paparan sinar UVC tidak akan sampai ke permukaan

    bumi karena diserap oleh lapisan ozon dan atmosfir, tetapi UVA dan UVB dapat

    mencapai permukaan bumi dan merupakan pengaruh lingkungan terbesar terhadap

    penuaan kulit. Walaupun rasio UVA : UVB adalah 20 : 1, sinar UVB memberikan efek

    samping lebih banyak daripada UVA (Alam dan Harvey, 2010).

    Paparan UVA dan UVB pada kulit dapat menurunkan antioksidan endogen pada

    semua lapisan kulit seperti glutathione (GSH), Superoxide dismutase (SOD), katalase,

    dan ubiquinol (Pandel et al., 2013). Sedangkan paparan UVA dan UVB menghasilkan

  • radikal bebas seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric Oxide sehingga

    dapat terjadi reative oxygen species (Icihashi et al., 2009).

    Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung

    dari seberapa sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta jumlah melanin di kulit

    (tipe kulit seseorang). Gejala klinis yang dapat terjadi karena Photoaging seperti kerut,

    hiperpigmentasi, kulit kasar, kulit kering, kulit sagging, atrofi berat, telangiectasis,

    elastosis, actinic purpura, lesi precancer, kanker kulit, dan melanoma (Pandel et al.,

    2013).

    2.2.1 Efek Akut Sinar Ultraviolet

    Oksigen

    Radikal

    Superoksid

    Superoksid

    Dismutase

    Hidrogen Peroksidase

    Katalase Air

    Air

    Reaksi

    Fenton Radikal

    Hidroksil

    Glutation

    Peroksidase

    Gambar 2.1 Proses terjadinya Reactive Oxygen Species (ROS). Photon UV berinteraksi dengan atom oksigen untuk membentuk radikal bebas seperti superoxide, hydrogen

    peroksidase dan radical hidrosil yang paling reaktif. Radikal bebas menyerang molekul besar

    seperti protein, lemak, RNA dan DNA, sehingga merusak struktur dan fungsinya. Enzim yang

    berfungsi untuk detoksifikasi dan proteksi seperti superoxide dismutase, katalase, dan glutation

    peroksidase melakukan detoksifikasi dan mengurangi kadar terjadinya ROS ke sel.(Orazio et al.,

    2013)

  • 2.2.1.1 Eritema

    Eritema atau sunburn adalah reaksi inflamasi akut pada kulit yang ditandai dengan

    kemerahan setelah paparan sinar matahari. Eritema yang terbentuk tergantung pada

    panjang gelombang. Jenis ultraviolet yaitu : ultraviolet A (320-340 nm) terbagi dua

    yaitu UVA 1 dn UVA 2. UVA 2 lebih meningkatkan eritema dibandingkan UVA 1.

    Efektifitas eritema menurun sebanding dengan panjang gelombang. Eritema juga dapat

    disebabkan oleh paparan sinar ultraviolet B (UVB), namun responnya jauh lebih lambat

    daripada UVA dan mencapai puncak setelah paparan 6-24 jam tergantung dosis

    (Taylor, 2005). Dosis UV yang menyebabkan kemerahan (eritema) minimal, dapat

    dilihat biasanya 24 jam setelah radiasi disebut minimal erythema doses (MED). Nilai

    MED bervariasi tergantung fototipe kulit, warna kulit dan lokasi anatomi individu,

    sedangkan standard erythemal dose (SED) adalah kemerahan yang terjadi dengan

    paparan UV 100 joule per meter persegi (J/m) (Autier et al., 2006).

    2.2.1.2 Pigmentasi

    Keluhan yang sering dikeluhan pasien adalah hiperpigmentasi seperti freckle,

    lentigo dan melasma (Bauman dan Saghari, 2009b). Respon pigmentasi kulit mengikuti

    paparan sinar matahari yang terdiri dari reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan

    melanin baru. Respon kecoklatan pada kulit tergantung panjang gelombang ultraviolet.

    Eritema yang diinduksi oleh UVB diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi yang terjadi

    akibat paparan kumulatif UVA bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang terjadi

    akibat paparan UVB. Perbedaan ini terjadi akibat lokalisasi pigmen yang diinduksi

    UVA lebih basal (Taylor, 2005).

  • Paparan sinar UVA menghasilkan intermediate pigmentary darkening. Pada proses

    tersebut terdapat peningkatan oksidasi dan distribusi dari melanin yang sudah terbentuk

    sebelumnya, terjadi beberapa menit setelah paparan dan bertahan selama 6-8 jam.

    Paparan sinar UVB dan sinar UVA menghasilkan delayed pigmentary darkening, pada

    proses ini terdapat peningkatan aktifitas tirosinase, pembentukan melanin,

    bertambahnya jumlah sel melanosit dan meningkatnya distribusi melanin ke keratinosit,

    mulai terjadi 2-3 hari setelah paparan dan bertahan selama 10-14 hari (Baumann dan

    Saghari, 2009b).

    Tabel 2.1

    Pigmentasi Kulit, Fitzpatrick Scale dan Resiko sinar UV (Orazio et al., 2013)

    Fitzpatrick

    Phototype

    Phenotype Epidermal

    Eumelanin

    Respon

    Cutaneus

    terhadap

    UV

    MED

    (mJ/cm)

    Resiko

    Kanker

    I

    Kulit putih terang, Mata

    biru/hijau, Sering

    terjadi Freckle, Eropa

    Utara/ British

    +/-

    Selalu

    terbakar,

    Peels, tidak

    pernah

    Tans

    15-30 ++++

    II

    Kulit berwarna putih,

    Mata Biru,Hazel atau

    Coklat, Rambut Merah,

    Pirang atau Coklat,

    Eropa/Scandinavia

    +

    Mudah

    terbakar,

    Peels,

    Minimal

    Tans

    25-40 +++/++++

    III Kulit putih , Mata

    Coklat, Rambut Gelap,

    Eropa Selatan / Eropa

    ++

    Terbakar

    Moderat,

    Tanning

    30-50 +++

    IV

    Kulit Coklat Terang,

    Mata Gelap, Rambut

    Gelap, Mediteerania,

    Asia atau Latin

    +++

    Jarang

    Terbakar,

    Mudah

    Tans

    40-90 ++

    V

    Kulit Coklat, Mata

    Gelap, Rambut Gelap,

    Indian Timur, America

    Asli, Latino atau Africa

    ++++

    Jarang

    Terbakar,

    Mudah

    Tans

    60-90 +

  • VI Kulit Hitam, Mata

    Gelap, Rambut Gelap,

    Afrika atau Aborigin

    +++++

    Hampir

    tidak

    pernah

    terbakar,

    Tans terjadi

    90-150 +/-

    Minimal erythemtous dose (MED) adalah jumlah radiasi UVB yang dapat menyebabkan terjadinya

    kemerahan dan inflamasi pada kulit 24-48 jam setelah terpapar. (misalnya dosis terendah UV yang dapat

    menyebabkan sunburn). Semakin sensitive UV seorang individu, semakin rendah MED nya.

    Gambar 2.2 Perbedaan gambaran histology melanin pada lapisan epidermis dari berbagai ras kulit manusia (Orazio et al., 2013)

    2.2.1.3 Kerusakan DNA

    Melanin merupakan pelindung bagi sel kulit, karena melanin akan mengelilingi

    permukaan inti sel, menyerap proton dan radikal bebas sebelum bereaksi dengan DNA

    dan sel-sel lainnya. Paparan sinar matahari yang berlebihan dan kronis akan menembus

    kemampuan proteksi kulit ini, sehingga dapat menyebabkan kerusakan hingga pada

    tingkat DNA. Kerusakan DNA dapat menyebabkan p53 mengaktifkan cell-cycle arrest

    dan memfasilitasi perbaikan DNA. Tetapi, apabila kerusakan DNA tidak dapat

    diperbaiki maka p53 akan menstimulasi jalur apoptosis (Baumann dan Saghari, 2009b).

    Radiasi UVA dapat juga mengakibatkan lesi pada DNA walaupun daya rusak lebih

    lemah dibandingkan UVB (Taylor, 2005; Krutmann, 2011).

    2.2.2 Efek Kronik Sinar Ultraviolet

    2.2.2.1 Photoaging

  • Kulit merupakan bagian tubuh manusia yang paling luas. Photoaging adalah

    kerusakan kulit yang disebabkan oleh seringnya terkena paparan sinar matahari.

    Photoaging mengakibatkan, kerusakan jaringan penyangga, kerusakan melanosit dan

    mikrovaskuler (Alam dan Havey, 2010).

    Paparan sinar matahari yang kronis dapat mengakibatkan terjadinya prematur

    aging (penuaan dini) yang ditandai oleh kerutan di kulit, dispigmentasi, warna pucat,

    perubahan tekstur, kehilangan elastisitas dan timbulnya prekanker pada kulit. Tanda

    perubahan epidermal yaitu gangguan pigmentasi seperti keratosis seboroik, lentigo, dan

    hiperpigmentasi luas (Alam dan Havey, 2010).

    Penuaan pada kulit manusia secara alami diakibatkan oleh faktor intrinsik dan

    faktor ekstrinsik, tapi diperberat oleh radiasi UVA dan UVB, maka disebut sebagai

    photoaging. Radiasi oleh sinar UVB lebih banyak diserap oleh jaringan epidermis, hal

    ini yang menyebabkan banyak perubahan pada keratinosit. Radiasi sinar UVA dapat

    mempengaruhi baik keratinosit epidermis maupun fibroblast di dermis. Pengaruh UVA

    terhadap penuaan kulit bersifat tidak langsung, yaitu dengan terbentuknya reactive

    oxygen species (ROS), kemudian akan merusak untai DNA, mengaktivasi faktor

    transkripsi dan peroksidase lipid. Sebaliknya, pengaruh UVB terhadap penuaan kulit

    bersifat langsung, yaitu terjadi cross-linking basa pirimidin maupun kerusakan-

    kerusakan DNA lainnya (Alam dan Havey, 2010).

    Pada kulit yang mengalami photoaging dapat memperlihatkan gambaran klinis

    berupa permukaan kasar, bernodus, kerutan halus, bercak kekuningan, kering, dan

    telangiektasis (Taylor, 2005; Yaar dan Glichrest, 2008; Krutmann, 2011).

    2.2.2.2 Fotokarsinogenesis

  • Kerusakan DNA akibat paparan kronis sinar matahari merupakan penyebab utama

    terjadinya kanker kulit. Data epidemiologi menunjukkan bahwa paparan kronis sinar

    UV merupakan penyebab 65% terjadinya melanoma dan 90% kanker kulit non-

    melanoma. Kanker kulit primer diklasifikasikan berdasarkan sel asal dari kanker

    tersebut, skuamous sel karsinoma dan basal sel karsinoma berasal dari keratinosit

    epidermis, sedangkan melanoma maligna berasal dari melanosit. Penelitian

    menunjukkan bahwa basal sel karsinoma terjadi akibat paparan sinar UV yang merubah

    jalur sinyal hedgehog, dimana sinyal hedgehog ini merupakan sinyal pertumbuhan sel

    (Brown dan Schleve, 2011). Pada kasus melanoma, kulit yang terpapar sinar UV secara

    intermiten akan mengalami mutasi pada gen B-raf, sedangkan pada kulit yang terpapar

    sinar UV kronis akan mengalami mutasi gen N-ras (Michael et al., 2011).

    Gambar 2.3. Proses terjadinya sunburn, kerusakan DNA oleh radisasi UV

    (Ichihashi et al., 2009)

  • 2.3 Kulit

    Secara mikroskopik struktur kulit manusia terdiri dari: epidermis, dermis, dan

    subkutis (Baumann dan Saghari, 2009a). Dua struktur yaitu epidermis dan dermis saling

    berhubungan dengan dermal epidermal junction.

    2.3.1 Lapisan Epidermis

    Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar. Ketebalan epidermis antara 0,04 mm

    (kulit kelopak mata) sampai 1,5 mm (kulit telapak tangan). Epidermis dibagi menjadi

    empat lapisan berdasarkan ciri-ciri bentuk sel dan protein intraseluler yaitu dari luar ke

    dalam, stratum korneum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale

    (germinativum) (Jain, 2012).

    Lapisan epidermis ini disusun oleh lapisan keratinosit, dimana keratinosit ini

    dihasilkan oleh stem cell yang berasal dari basal epidermis yang disebut dermal

    epidermal junction (DEJ). Sel keratinosit yang dihasilkan akan berkembang dan

    bermigrasi ke bagian atas epidermis, proses ini disebut keratinisasi (Baumann dan

    Saghari, 2009c). Berdasarkan proses keratinisasi dan pematangan keratinosit, maka

    epidermis dibagi sebagai berikut:

    a. Stratum Basal. Sel basal bertanggung jawab terhadap populasi sel epidermis.

    Lapisan ini terdiri dari 10% stem cells, 50% amplifiying cells dan 40% postmitotic

    cells. Secara normal, stem cell membelah perlahan, tetapi dalam kondisi tertentu

    seperti proses penyembuhan dan terpapar oleh growth factor, stem cells akan

    membelah dengan cepat. Amplifiying cells bertanggung jawab terhadap

  • pembelahan sel secara keseluruhan untuk menjadi postmitotic cells yang akan

    bermigrasi ke lapisan lebih atas.

    b. Stratum spinosum. Lapisan ini terdiri dari 5-12 lapisan mengandung granula

    lamelar, ceramids, cholesterol, beberapa enzim seperti protease, fosfatase, lipase

    dan glikosidase. Granula lamelar mengandung cathelicidin dan peptide

    antimikroba. Pada lapisan ini diikat oleh desmosom, yang berfungsi sebagai

    filament intermediet antar sel keratinosit.

    c. Stratum granulosum. Lapisan ini terdiri dari 1-3 lapisan sel granula

    keratohialin mengandung profilagrin yang merupakan precursor filagrin. Protein

    filagrin akan mengalami cross-link dengan filament keratin sehingga membentuk

    struktur yang kuat. Sel granula ini memiliki kemampuan anabolik untuk disolusi

    inti sel dan organel.

    d. Stratum korneum. Lapisan terdiri dari 15 lapisan yang sudah tidak mengndung

    organel sel. Bangunan lapisan ini disebut brick mortar, dimana brick

    merupakan sel keratinosit, sedangkan mortar merupakan lipid dan protein yang

    berasal dari granula lamelar. Lapisan ini banyak mengandung asam amino

    sehingga punya kemampuan mengikat air. Stratum korneum disebut juga lapisan

    mati, karena sel sudah tidak mensitesis protein dan tidak dapat menangkap sinyal

    sel. Fungsi dari lapisan ini sebagai pelindung transepidermal water loss (TEWL),

    kelembaban dan fleksibilitas kulit. Siklus keratinisasi ini berlangsung selama 26-

    46 hari (Baumann dan Saghari, 2009c).

  • Gambar 2.4 Struktur epidermis. Struktur kulit dalam potongan melintang terdiri dari 5 lapisan (dari yang paling luar): stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum,

    stratum basale.Stratum lucidum hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. (Baumann, 2009)

    Beberapa sel lainnya yang terdapat di lapisan epidermis adalah melanosit, yaitu sel

    dendritik di bagian stratum basal, berfungsi mensintesis melanin. Satu sel melanosit

    akan mendistribusikan melanin ke 36 lapisan keratinosit. Sel langerhans, berfungsi

    sebagai imunitas, dan sel merkel, fungsinya masih belum jelas, tetapi sel ini berkaitan

    dengan serabut saraf dan kelenjar endokrin (Scott dan Bennion, 2011).

    Membran basal merupakan lapisan homogen dengan ketebalan 0,5-1 mm

    mengandung banyak komponen pengikat antara stratum basal dengan lapisan dermis.

    Lapisan atas membran basal adalah tonofilamen sitoplasma dari sel basal yang akan

    mengikat membran basal oleh hemidesmosom. Hemidesmosom berikatan dengan lusida

    dan lamina densa dari membran basal. Membran ini akan mengeluarkan serat fibril

    yang dapat mengikat serat kolagen di lapisan dermis, sehingga lapisan ini akan

    membentuk struktur yang kuat mengikat lapisan epidermis dengan lapisan dermis (Scott

    dan Bennion, 2011).

  • 2.3.2 Lapisan Dermis

    Lapisan ini berada dibawah lapisan epidermis, terdiri dari struktur kolagen, folikel

    rambut, kelenjar sebasea, kelenjar apokrin, kelenjar ekrin, pembuluh kapiler, pembuluh

    limfatik dan pembuluh saraf. Sel utama pada lapisan ini adalah sel fibroblast, yang akan

    menghasilkan kolagen (70-80%) untuk kekenyalan, elastin (1-3%) untuk elastisitas dan

    proteoglikan untuk kelembaban (Scott dan Bennion, 2011).

    Kolagen pada kulit merupakan kolagen tipe I dan tipe III yang membentuk struktur

    horizontal di dermis, diselingi oleh serat elastin. Serat oksitalan adalah serat elastin

    yang ditemukan di papilla dermis membentuk struktur tegak lurus hingga ke permukaan

    kulit. Proteoglikan terutama asam hialuronat merupakan substansi amorf di

    sekelilingnya terdapat serat kolagen dan serat elastin. Fungsi lapisan dermis ini adalah

    sebagai regulasi suhu melalui pembuluh darah dan keringat, proteksi mekanis oleh serat

    kolagen dan asam hialuronat, serat sensoris yang diatur oleh persyarafan kulit (Scott

    dan Bennion, 2011).

    2.3.3 Lapisan Subkutis

    Lapisan ini berada dibawah lapisan dermis, disebut sebagai lemak subkutan karena

    terdiri dari sel-sel lemak. Lapisan ini memiliki tipe I, III dan V, pembuluh darah,

    pembuluh saraf, dan pembuluh limfe. Fungsi lapisan ini adalah sebagai cadangan lemak

    dan panas tubuh (Scott dan Bennion, 2011).

    2.4 Melanin

    Melanin adalah pigmen yang dihasilkan oleh sel melanosit, berfungsi sebagai

    penyerap sinar UV, penahan radikal bebas sehingga dapat melindungi kulit dari

  • kerusakan akibat sinar UV. Jumlah melanosit akan berkurang seiring dengan

    bertambahnya usia. Melanin terdiri dari dua tipe yaitu eumelanin, pigmen berwarna

    coklat kehitaman, dan pheomelanin, pigmen berwarna kuning kemerahan. Eumelanin

    berada dalam melanosom berbentuk elips, dimana sintesisnya akan meningkat apabila

    terpapar sinar UV. Pheomelanin lebih banyak mengandung sulfur dan asam amino

    sistein, terdapat dalam melanosom dalam bentuk sferis. Pada dasarnya pigmen melanin

    yang terdapat pada kulit, rambut dan mata adalah kombinasi antara eumelanin dan

    pheomelanin (Kindred et al., 2010).

    Distribusi melanosom berbeda berdasarkan ras. Pada ras kulit hitam melanosom

    berada di stratum basal, satu melanosit mengandung 200 melanosom berukuran 0,5-0,8

    mm, tidak memiliki membran sehingga satu sama lain saling berlekatan, dan distribusi

    secara individual. Sedangkan pada ras kulit putih, melanosom banyak terdapat di

    stratum korneum, satu melanosit hanya mengandung 20 melanosom, memiliki

    membran dan distribusi secara berkelompok. Pada ras kulit putih melanosom

    didegradasi lebih cepat daripada ras kulit hitam oleh karena itu akan sangat sedikit

    ditemukan melanin pada stratum korneum pada ras kulit putih (Kindred et al., 2010).

    Distribusi melanosit pada dasarnya memiliki jumlah rata-rata sama pada semua ras,

    terdapat 2000/mm2 melanosit pada kulit kepala dan lengan bawah, 1000/mm

    2 pada

    bagian tubuh lainnya (Woolery-Lloyd, 2009).

  • Gambar 2.5. Distribusi melanin pada epidermis

    (Baumann dan Saghari, 2009c)

    2.4.1 Sintesis Melanin

    Melanin disintesis di dalam sel melanosit dengan bantuan enzim tirosinase. Enzim

    tirosinase dibentuk di dalam ribosom, ditransfer ke dalam lumen retikulum endoplasma

    kasar, diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi. Proses sintesis ini

    terdiri dari empat tahap, yaitu :

    a. Tahap I, premelanosme ditandai dengan struktur sferis dan matriks protein amorf,

    sedikit aktifitas dari enzim tirosinase.

    b. Tahap II, stuktur mulai membentuk oval, aktifitas enzim tirosinase meningkat,

    melanin disimpan dalam matriks protein.

    c. Tahap III, terdapat peningkatan pembentukan melanin

    d. Tahap IV, melanin telah terbentuk sempurna dan matang, dengan panjang 1 m

    dan diameter 4 m.

    Melanosome kemudan ditransfer sepanjang mikrotubul membentuk struktur

    dendritik menuju keratinosit, disebut apocopation (Scott dan Beion, 2011). Pada

  • dasarnya terdapat tiga enzym yang bekerja dalam mesintesis melanin yaitu tyrosinase

    (TRY), Thyrosinase Related Pritein 1 (TRYP-1) dan Dopachrome tautomerase (DCT),

    tetapi enzim tirosinase memegang peranan paling besar diantara semua enzim. Proses

    ini dimulai oleh hidroksilasi tirosin menjadi 3,4 dihidroksifenilalanin (DOPA) oleh

    enzim tirosinase, kemudian oksidasi DOPA menjadi Dopakuinon. Dopakuinon

    kemudian mengalami satu dari dua tahap berikut, apabila dopakuinon berikatan dengan

    sistein, oksidasi sisteinildopa akan menghasilkan pheomelanin. Apabila tidak berikatan

    dengan sistein, dopakuinon secara spontan akan menjadi dopakrom, kemudian

    dopakrom akan mengalami dekarboksilasi dan tautomerisasi menjadi eumelanin

    (Kindred et al., 2010).

    Gambar 2.6. Biosintesis Melanin. Melanin merupakan pigmen yang memberi warna pada kulit,ada 2 bentuk coklat/hitam pigmen eumelanin melindungi sangat kuat dari UV dan merah/kuning pheomelanin kurang kuat melndungi dari UV. Kedua melanin, eumelanin dan pheomelanin berasal dari asam amino tirosin. Tirosinase merupakan enzim yang mengkatalisis

    terjadinya kedua melanin tersebut, apabila terjadi defek maka akan menyebabkan

    albinism.Ikatan antara pigmen pheomelanin dengan sistein terjadi karena hambatan sulfur masuk

    ke dalam pigmen, yang mengakibatkan warna lebih terang dan dapat menyebabkan kerusakan

  • kulit. Melanocyte Stimulating Hormone (MSH)-melanocortin 1receptor (MC1R) memberikan

    sinyal untuk menentukan jenis dan jumlah melanin yang akan dihasilkan oleh melanosit di kulit (Chang, 2009).

    2.4.2 Faktor faktor yang mempengaruhi melanogenesis

    Melanogenesis pada kulit manusia dipengaruhi oleh banyak hal dari faktor internal

    maupun eksternal. Faktor eksternal yang paling sering terjadi adalah paparan sinar UV,

    penuaan dan obat, sedangkan faktor internal adalah faktor hormon dan inflamasi

    (Costin dan Hearing, 2007).

    2.4.2.1 Sinar ultraviolet terhadap produksi melanin

    Radiasi sinar UV menyebabkan pigmentasi oleh beberapa cara yaitu meningkatkan

    kerja enzim melanogenik, kerusakan DNA yang akan menstimulasi melanogenesis,

    meningkatkan transfer melanosom menuju keratinosit dan meningkatkan aktifitas

    dendritik sel melanosit (Kindred et al., 2010).

    Melanosit dan keratinosit memiliki respon yang sangat cepat terhadap sinar UV,

    baik secara parakrin maupun autokrin. Paparan sinar UV meningkatkan ekspresi

    propriomelanocortin (POMC) yaitu precursor dari melanocyte stimulating hormone

    (MSH), beserta reseptor MSH yaitu Melanocortin-1 Receptor (MC1R), TYR, TYRP-1,

    protein kinase C (PKC), endotelin-1 (ET-1), hormon adrenokortikotropik (ACTH),

    basic fibroblast growth factor (bFGF), nerve growth hormone (NGF), granulocyte-

    macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), steel factor, leukemia inhibitory

    factor (LIF), hepatocyte growth factor (HGF) dan prostaglandin E2 (PGE-2). Sitokin,

    hormon dan growth factors tersebut disekresi oleh keratinosit kemudian bekerja sebagai

    sinyal parakrin untuk menstimulasi melanosit dan kemudian mensintesis dan

  • meningkatkan distribusi melanin (Costin dan Hearing, 2007). Pendistribusian melanin

    dipercepat dengan adanya reseptor di keratinosit yaitu protein activated receptor 2

    (PAR-2), setelah reseptor ini terstimulasi maka keratinosit akan menangkap melanosom

    yang sudah disintesis oleh melanosit (Baumann dan Saghari, 2009b).

    Gambar 2.7. Jalur sinyal keratinosit dan melanosit pada melanogenesis

    (Costin dan Hearing, 2007)

    Sinar UVA akan menstimulasi pigmentasi hingga terbentuk tanning, namun

    efeknya hanya sementara, dibandingkan UVB yang efeknya jauh lebih lama. Sinar

    UVA harus bereaksi terlebih dahulu dengan fotosensitiser endogen (flavin, porfirin,

    melanin), sedangkan UVB dengan kuinon dan flavin, menghasilkan ROS yang pada

    akhirnya dapat merusak untaian tunggal DNA. Sinar UVB menstimulasi pigmentasi

    tidak hanya menyebabkan tanning, tapi juga menyebabkan sunburn. Delayed tanning

    yang dihasilkan oleh sinar UVB akan meningkatkan jumlah sel melanosit dan proses

    melanogenesis. Seluruh spektrum sinar UV akan bereaksi dengan target molekul

  • didalam sel yaitu molekul kromofor. Molekul kromofor yang akan menyerap sinar UV

    ini adalah basa asam nukleat yaitu purin dan pirimidin, dan protein yaitu triptofan dan

    tirosin (Costin dan Hearing, 2007).

    Produk-produk yang disahihkan oleh DNA setelah terpapar UVB telah banyak

    diteliti karena efeknya terhadap kanker kulit. Produk-produk tersebut adalah cyclobutyl

    pyrimidine dimers (CPDs) dan (6-4) photo products. Proses sintesis secara langsung

    juga dapat disebabkan oleh nitric oxide (NO), telah diketahui bahwa NO adalah

    massanger molecule intraseluler dan interseluler, yang akan meningkatkan cyclic

    guanosine monophosphate (cGMP) sehingga menstimulasi proses sintesis melanin

    (Costin dan Hearing, 2007).

    Gambar 2.8. Mekanisme hiperpigmentasi oleh radiasi UV Radiasi sinar UV dapat memicu terjadinya ROS. ROS memicu keluarnya Nitrite Oxide (NO),

    Protein Kinase, Melanocyte Stimulating Hormone (MSH) yang dapat merangsang terjadinya

    proses melanogenesis.Melanogenesis dapat memicu terbentuknya melanin oleh melanosit.

    (Costin et al., 2007)

    2.4.2.2 Penuaan memicu produksi melanin

  • Dengan bertambahnya usia, jumlah sel melanosit akan berkurang 10-20% per

    dekade. Penurunan jumlah sel melanosit ini terdapat di area yang tidak terpapar sinar

    matahari maupun area yang terpapar. Proses ini juga diikuti dengan menurunnya

    vaskularisasi di kulit sehingga kulit terlihat lebih pucat. Tetapi, dengan akumulasi

    paparan sinar UV sepanjang hidupnya maka terdapat bagian-bagian tertentu dari sel

    melanosit yang mengalami peningkatan densitas, sehingga terjadi penumpukan

    sejumlah lesi yang menyebabkan berbagai kelainan (Taylor, 2005).

    2.4.2.3 Obat-obat yang memicu produksi melanin

    Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan hiperpigmentasi kulit, seperti antibiotik

    sulfonamide dan tetrasiklin, beberapa jenis diuretik, nonsteroid anti inflammatory drugs

    (NSAID) dan obat-obat psikosis. Kontrasepsi oral dalam jangka panjang akan

    menyebabkan lesi hiperpigmentasi yang terutama terdapat di bagian wajah, begitu pun

    obat epilepsi seperti hidantoin. Hasil suatu penelitian menunjukkan peningkatan

    aktivitas melanin pada orang-orang yang diberi pengobatan klorokuin. Levodopa, yaitu

    obat yang diberikan pada pasien Parkinson juga meningkatkan produksi melanin,

    karena telah diketahui bahwa DOPA secara normal dirubah menjadi melanin, walaupun

    hipotesis ini masih lemah karena kurang bukti penelitian ilmiah. Bahan-bahan metal

    seperti arsen, bismuth, emas dan perak akan berikatan dengan gugus sulfihidril, dimana

    gugus sulfihidril ini sebenarnya menghambat aktifitas enzim tirosinase, dengan

    terhambatnya kerja sulfihidril maka produksi melanin meningkat. Beberapa kemoterapi

    juga menyebabkan hiperpigmentasi, yaitu cyclophosphamide, 5-flouroursil,

    doxorubicin, dan bleomycin, mekanismenya belum jelas diketahui, tetapi kemungkinan

  • besar akibat toksisitas langsung bahan tersebut terhadap melanosit (Costin dan Hearing,

    2007).

    2.4.2.4 Hormon yang memicu produksi melanin

    Selama masa kehamilan terutama trimester terakhir, terdapat peningkatan hormon

    estrogen, progesteron, dan Melanin Stimulating Hormone (MSH). Hormon seks steroid

    dapat meningkatkan gen transkripsi yang mengkode enzim melanogenik yaitu TYR dan

    DCT. Sel melanosit memiliki reseptor estrogen baik di sitosol maupun di inti sel,

    sedangkan dari hasil sebuah penelitian menyatakan bahwa hormon estrogen dapat

    bekerja pada sel keratinosit melalui jalur genomik dan non genomic. Hormon estrogen

    bekerja dengan mengikat reseptornya yaitu estrogen receptor (ER) dan estrogen

    receptor (ER). ER terdapat pada jaringan reproduksi, tulang, kardiovaskuler dan

    otak, baik pada perempuan maupun laki-laki. ER juga terdapat di jaringan reproduksi,

    paru-paru, kandung kemih, jantung, ginjal dan kulit. Estrogen memiliki fungsi yang

    berbeda-beda berdasarkan tipe sel yaitu keratinosit, fibroblast dan melanosit. Pada

    keratinosit, estrogen akan menstimulasi proliferasi sel keratinosit, yang juga akan

    meningkatkan sekresi GM-CSF (Costin dan Hearing, 2007).

    Hiperpigmentasi atau melasma juga dapat terjadi dengan mengkonsumsi

    kontrasepsi oral, selain itu dapat terjadi pada penggunaan obat Photosensitizing, tumor

    ovarium ringan atau gangguan fungsi tiroid (Pangkahila, 2014) .

    Melasma merupakan suatu keadaan yang dapat sembuh sendiri, tapi akan kembali

    lagi apabila ada ketidakseimbangan hormon yang disebabkan oleh karena obat

    (Pangkahila, 2014) .

  • Gambar 2.9. Mekanisme hiperpigmentasi estrogen Membran dan sitosol sel melanosit mengandung banyak reseptor estrogen, sehingga hormone steroid (contohnya: estrogen) dapat memicu

    tanskripsi terbentuknya hormone tirosinase dan dopakrom tautomerase, sehingga terjadilah proses

    melanogenesis (Costin dan Hearing, 2007).

    2.4.2.5 Inflamasi yang memicu produksi melanin

    Proses inflamasi pada kulit akan menstimulasi keratinosit, melanosit dan sel-sel

    inflamasi lainnya untuk memproduksi sitokin dan mediator inflamasi, seperti leukotrien

    (LT), prostaglandin (PG) dan tromboksan (TXB). Mediator-mediator inflamasi ini akan

    meningkatkan sintesis melanin dan distribusi melanin. Mekanisme kerja mediator

    inflamasi ini belum jelas, namun terdapat penelitian yang menyatakan bahwa sel

    melanosit memiliki reseptor produk-produk inflamasi, hal inilah yang melatarbelakangi

    terjadinya post inflammatory hyperpigmentation (PIH) (Kindred dan Halder, 2010).

    2.5 Kelainan pigmentasi kulit

    2.5.1 Lentigo

    Lentigo disebut juga lentigo solaris atau liver spots. Lesi ini mengenai 60 % dari

    usia lanjut. Mekanisme kerja lentigo yaitu adanya proliferasi melanosit yang terdapat

    pada daerah dermo-epidermal junction. Mulamula tampak bercak kecil dengan

  • ukuran kurang dari 1 mm, berwarna coklat mudakehitaman, berbentuk bulat, semakin

    membesar, tersebar sampai ukuran beberapa centimeter. Biasanya timbul di daerah

    terpapar sinar matahari seperti wajah, punggung tangan, lengan dan punggung

    (Goichnik et al., 2008).

    2.5.2 Freckles ( Efelid )

    Bercak pigmentasi berwarna coklat terang dengan ukuran lebih kecil dari lentigo,

    permukaannya rata dengan kulit. Biasanya terdapat di daerah kulit yang terpapar sinar

    matahari. Perbedaannya dengan lentigo, pada freckles sel melanosit normal akan tetapi

    produksi pigmen melanin meningkat di lapisan basal epidermal (Lapeere et al., 2008).

    2.5.3 Melasma

    Melasma merupakan bercak hipermelanosis yang sering ditemukan, ditandai sering

    muncul di daerah terpapar sinar matahari di wajah, terutama ditemukan pada seseorang

    dengan tipe kulit fitzpatrick IV, V, VI. Wanita lebih sering terkena terutama usia

    produktif. Gambaran klinis berupa bercak ireguler di wajah, berwarna coklat muda

    sampai coklat tua dengan batas tegas dan biasanya simetris. Terdapat 3 macam pola

    distribusi melasma yaitu sentrofasial, (63% : dahi, hidung, dagu, di atas bibir), malar

    (21% : hidung dan pipi), dan mandibular (16% : ramus mandibula). Dengan

    pemeriksaan lampu Wood melasma diklasifikasikan sebagai tipe epidermal, dermal dan

    campuran, tetapi sebagian besar pasien melasma memiliki distribusi melanin di

    epidermis bagian basal dan dermis (Lapeere et al., 2008).

    2.5.4 Melanoma Maligna

  • Melanoma maligna merupakan tumor yang berasal dari sel melanosit. Faktor-

    faktor risiko yaitu adanya riwayat sunburn atau terpapar sinar matahari berlebih, banyak

    terjadi pada kulit putih. Tumor ini pada pria sering ditemukan pada daerah punggung

    dan tungkai bawah, sedang pada wanita sering ditemukan di daerah badan. Melanoma

    maligna mempunyai 3 bentuk yaitu lentigo maligna melanoma, superficial spreading

    melanoma, dan nodular melanoma (Lapeere et al., 2008).

    Gambar 2.10 Pengaruh Pigmentasi terhadap Resiko Kanker Kulit. Individu berkulit putih dengan rendahnya tingkat melanin di epidermis menampilkan fenotpe sensitif UV, cenderung terjadi su

    nburn daripada tan setelah terpapar UV. Data menunjukan bahwa terjadinya mutasi terkait dengan ketid

    ak seimbangan dan gangguan terjadinya tanning, khususnya gangguan sinyal pada MC1R, yang dihubun

    gkan dengan tidak efisiennya perbaikan DNA pada melanosit.

    (Orazio et al., 2013).

    2.5.5 Hiperpigmentasi Paska Inflamasi

    Hiperpigmentasi ini terjadi disebabkan oleh obat, reaksi fototoksis, infeksi, trauma

    dan alergi. Gambaran klinis berupa makula hiperpigmentasi. Gambaran histologi

    didapatkan timbunan pigmen dengan akumulasi melanophages dan peningkatan

    melanin di lapisan dermal atau epidermal (Laperee et al., 2008).

  • 2.5.6 Okronosis

    Okronosis disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang akan membentuk

    substansi lir asam homogentistik polimer selama metabolismenya. Tampak sebagai

    hiperpigmentasi asimtomatik pada wajah, leher, punggung dan tungkai. Pemeriksaan

    histopatologi ditemukan sekumpulan globul coklat kekuningan (ochronotic) pada pars

    papilaris dermis. Kelainan ini paling sering terjadi pada penggunaan jangka panjang

    hidrokuinon. Okronosis eksogen biasanya terjadi setelah penggunaan anti malaria,

    produk mengandung resorsinol, fenol, air raksa, dan picric acid (Lapeere et al., 2008).

    2.6 FaktorFaktor yang menghambat Melanogenesis

    Penghambat melanogenesis banyak digunakan sebagai bahan aktif dari produk-pro

    duk yang dapat merawat kelainan kulit berupa hiperpigmentasi. Mekanisme kerjanya da

    pat melalui penghambat enzim tirosinase, penghambat transfer melanosom, agen sititok

    sik terhadap melanosit dan antioksidan (Baumann dan Allemann, 2009).

    2.6.1 Penghambat Enzim Tirosinase

    Bahan-bahan penghambat enzim tirosinase yang sudah beredar selama ini antara lain:

    1. Hidrokuinon ( HQ ), merupakan gold standard untuk terapi hiperpigmentasi. Kons

    entrasi mulai dari 2% hingga kurang dari 10%, telah banyak digunakan untuk mela

    sma dan PIH. Hidrokuinon juga menghambat metabolisme sel secara reversibel de

    ngan mempengaruhi kerja sintesis ribonucleic acid (RNA) dan DNA. Efek yang di

    hasilkan agen ini dapat menurunkan lesi hiperpigmentasi hingga 90% (Baumann da

    n Alleman, 2009).

  • Hidrokuinon mempunyai mekanisme kerja menghambat kerja enzim tirosinase, me

    rusak sel melanosit langsung, mempercepat degradasi melanosom, menghambat sin

    tesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013).

    2. Aloesin, senyawa kimia C-glycosylated chromone ini berasal dari tanaman aloe ver

    a. Senyawa ini akan menghambat enzim tirosinase dengan dua cara, menghambat h

    idroksilasi tirosin menjadi DOPA dan oksidasi DOPA menjadi DOPAkinon. Aloesi

    n memiliki efek inhibisi lebih kuat dibanding arbutin dan asam kojik.

    3. Arbutin, senyawa kimia -D-glucopyranoside merupakan sebuah molekul hidrokui

    non yang berikatan dengan glukosa. Arbutin berasal dari berbagai tanaman seperti

    pohon pir, gandum dan bearberry, mekanisme kerjanya lebih kepada penghambat r

    eversibel aktivitas enzim tirosinase di dalam melanosit daripada menurunkan sintes

    is enzim tirosinase itu sendiri.

    4. Flavonoid, merupakan turunan benzopyrane yang memiliki cincin fenol dan cincin

    pyrane, lebih dari 4000 flavonoid telah diidentifikasikan dari berbagai tanaman. Pa

    da lapisan epidermis, sinar ultraviolet khususnya UVB dapat menghasilkan ROS te

    rutama dari proses lipid peroksidase membran keratinosit dan melanosit. Flavonoid

    dapat berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas ini, sehingga m

    enyebabkan terjadi gangguan proses melanogenesis dengan menghambat dan mene

    tralisir ROS.

    5. Hidrokumarin, merupakan senyawa kumarin yang bekerja langsung pada enzim tir

    osinase sehingga menghambat melanogenesis dan juga menghambat sintesis glutati

    on. Kombinasi antara senyawa ini dengan vitamin E dapat mencegah hiperpigment

    asi dengan bekerja sebagai penetralisir radikal bebas.

  • 6. Asam kojik, merupakan metabolit jamur seperti Aspergillus, Acetobacter dan Penic

    illium. Mekanisme kerjanya adalah dengan mengikat copper sehingga aktivitas enz

    im tirosinase terhambat. Keuntungan lain adalah asam kojik memiliki efek pengaw

    et dan antibiotik sehingga bahan ini lebih stabil sebagai produk (Baumann dan Alle

    man, 2009).

    2.6.2 Penghambat Transfer Melanosom

    1. Niasinamid, disebut juga sebagai nikotinamid merupakan zat aktif dari vitamin B3.

    Niasinamid selain bekerja sebagai penghambat transfer melanosom ke keratinosit, j

    uga memiliki efek anti inflamasi, antioksidan dan imunomodulator. Sebuah peneliti

    an menunjukkan efek inhibisi niasinamid hingga 68%.

    2. Kedelai, kedelai memiliki protein yang dapat mencerahkan kulit yaitu soybean

    trypsin inhibitor (STI) dan Bowman-Birk inhibitor (BBI). Mekanisme kerjanya

    adalah menghambat aktifasi PAR-2 sehingga melanosom tidak dapat ditransfer

    kedalam keratinosit (Baumann dan Alleman, 2009).

    2.6.3 Antioksidan

    Antioksidan merupakan molekul yang dapat menghambat atau menghentikan

    kerusakan oksidatif yang terjadi dengan cara memberikan senyawa elektron kepada

    molekul radikal bebas sehingga dapat meredam efek negatif dari radikal bebas tersebut

    (Halliwell dan Guttridge, 2007).

    Antioksidan dibedakan menjadi 2 golongan berdasarkan mekanisme pencegahan

    terhadap radikal bebas (Murray, 2009), yaitu:

  • 1. Antioksidan pencegah, yaitu antioksidan yang berfungsi mencegah terbentuknya

    radikal yang paling berbahaya bagi tubuh, antara lain:

    a. Super Oxide Dismutase (SOD), terdapat didalam mitokondria dan sitoplasma

    sel tubuh manusia.

    b. Katalase, yang bekerja sebagai katalisator H2O2 menjadi H2O dan O2.

    c. Glutation Peroksidase, dapat meredam H2O2 menjadi H2O melalui sistem

    siklus redoks glutation.

    d. Senyawa yang mengandung gugusan sulfhidril (glutation, sistein, kaptopril)

    dapat mencegah timbunan radikal hidroksil dengan mengkatalisir H2O.

    2. Antioksidan pemutus rantai (chain breaking)

    Antioksidan pemutus rantai adalah zat yang dapat memutuskan rantai reaksi

    pembentukan radikal bebas asam lemak pada membran sel untuk mencegah peroksidasi

    lemak. Contoh: antioksidan pemecah rantai antara lain vitamin C, vitamin E,

    betakaroten, glutation dan sistein.

    Antioksidan juga dapat dibedakan berdasarkan sumber atau asal antioksidan itu sendiri,

    yaitu:

    1. Antioksidan endogen, berasal dari dalam tubuh.

    a. Antioksidan enzimatis, yaitu SOD, katalase, glutation reduktase, glutation

    peroksidase.

    b. Antioksidan non-enzimatis, yaitu glutation, bilirubin, albumin, transferin,

    plasmin, feritin, sistein.

    2. Antioksidan eksogen, berasal dari luar tubuh.

    a. Mikronutrient.

  • b. Antioksidan sintetik (butylated hydroxyl anysol).

    Mekanisme kerja antioksidan dibedakan menjadi 3 macam (Moini et al., 2002), yaitu:

    1. Antioksidan primer

    Antioksidan primer bekerja dengan cara menetralisir radikal bebas dengan cara

    mendonasi satu elektronnya, contohnya adalah SOD, katalase dan glutation

    peroksidase. Antioksidan ini bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal

    bebas yang baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang

    dampak negatifnya kurang, yang selanjutnya akan dinetralisir oleh antioksidan lain

    seperti vitamin C, vitamin E, CoQ10 dan flavonoid.

    2. Antioksidan sekunder

    Antioksidan ini berfungsi untuk menangkap berbagai senyawa dan mencegah

    terjadinya reaksi berantai. Mekanisme ini bekerja dengan mengikat logam transisi

    pemicu ROS dan selanjutnya menyingkirkannya. Jenis antioksidan ini antara lain

    vitamin C, vitamin E, dan betakaroten.

    3. Antioksidan tertier

    Antioksidan tertier ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat

    reaktivitas radikal bebas, dimana kerja dari antioksidan ini sebagai sistem enzim DNA

    repair dan metionin sulfoksida reduktase, sehingga protein yang telah teroksidasi akan

    diproses oleh enzim lipase dan peroksidase.

    Antioksidan bekerja melalui 3 cara, yaitu:

    1. Mengikat / scavenging ( R + PH* RH + P* )

    2. Menghambat / inhibitory ( RO2 + PH* ROOH + P )

    3. Proteksi ( ROOH + PH* ROH + POH )

  • dimana R adalah komponen bervariasi, dan PH adalah antioksidan protektif yang

    mampu memberikan ion hidrogen (Wenk et al., 2001). Oleh karena itu antioksidan

    mempunyai fungsi mengikat ROS, menghambat terbentuknya radikal bebas dan

    memutuskan rantai aktivias metal chelation (Chen et al., 2005).

    2.7 Kulit batang pohon nangka

    Pohon nangka memp