makalah resusitasi

7
BAB I PENDAHULUAN Resusitasi jantung paru merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang untuk mengem balikan sirkulas i darah ke otak apabila terjadi apneu (henti nafas) dan cardiac arrest (henti jantung). Pada ke adaan apneu dan cardiac arrest  sirkulasi darah dan oks ige n ya ng dibutuhkan ke org an- org an vit al aka n sang at ber kur ang . Kerusakan otak yang irreversibel bisa terjadi saat keadaan transport oksigen yang sangat rendah (pada syok berat atau hipoksemia) atau tidak ada sama sekali transport oksigen (gagalnya sirkulasi, pada henti jantung-mati klinis) yang berlangsung selama  beberapa menit. Wa ktu yang tepat masih daam penelitian. Penanganan resusitasi dapat dilakukan dimana saja, tanpa menggunakan alat, dengan seseorang yang sudah terlatih, baik itu orang biasa maupun dokter yang sudah spesialis sekalipun. !aam  beberapa kasus hanya bantuan hidup dasar saja yang diperluk an. "pneu ada lah hil ang nya per ger aka n naf as. #enti jantun g (cardiac arrest) adalah gambaran klinis gagalnya sirkulasi, termasuk penurunan kesadaran, apneu atau megap-megap, tiadanya pulsasi di arteri besar dan penampakan seperti orang mati. $ati klinis adalah koma, apneu dan tia danya pulsasi (henti jantung) dengan kerusakan serebral yang masih bisa reversibel. #enti jantung bisa terjadi se%ara primer, seperti fibrilasi ventrikel yang tiba- tiba atau asistol primer beberapa neuron serebral bisa selamat dari isk%mik sampai &' menit bahkan ' menit. "kan tetapi saat ini, sangat jarang kemampuan resusitasi unt uk seseora ng ya ng sudah men gal ami hen ti jantun g ya ng not motermik pri mer selama lebih dari menit, selama atau sesudah henti jantung yang bisa menurunkan harapan hidup. #enti jantung juga bisa tetjadi se%ara sekunder, mun%ul beberapa menit setelah anoksia alveolar, asfiksia atau perdarahan eksanguasi* mun%ul pula beberapa jam pada hi poksemia be rat pa da edema pulmona+ at au pneumo ni a, syok pa da tr auma (hi pov ole mia ), sepsis, gag al jantun g, obstru ksi pen gel uar an uda ra (pa da emboli  pulmonal masif) atau pada patologi intrakranial akut pada henti jantung sekunder,

Upload: renggasuhardijanto

Post on 12-Oct-2015

107 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Clinical Science Session tentang resusitasi Bagian Anestesi dan Reanimasi FK Unpad RSHS

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Resusitasi jantung paru merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang untuk mengembalikan sirkulasi darah ke otak apabila terjadi apneu (henti nafas) dan cardiac arrest (henti jantung). Pada keadaan apneu dan cardiac arrest sirkulasi darah dan oksigen yang dibutuhkan ke organ-organ vital akan sangat berkurang. Kerusakan otak yang irreversibel bisa terjadi saat keadaan transport oksigen yang sangat rendah (pada syok berat atau hipoksemia) atau tidak ada sama sekali transport oksigen (gagalnya sirkulasi, pada henti jantung-mati klinis) yang berlangsung selama beberapa menit. Waktu yang tepat masih daam penelitian. Penanganan resusitasi dapat dilakukan dimana saja, tanpa menggunakan alat, dengan seseorang yang sudah terlatih, baik itu orang biasa maupun dokter yang sudah spesialis sekalipun. Daam beberapa kasus hanya bantuan hidup dasar saja yang diperlukan.Apneu adalah hilangnya pergerakan nafas. Henti jantung (cardiac arrest) adalah gambaran klinis gagalnya sirkulasi, termasuk penurunan kesadaran, apneu atau megap-megap, tiadanya pulsasi di arteri besar dan penampakan seperti orang mati. Mati klinis adalah koma, apneu dan tiadanya pulsasi (henti jantung) dengan kerusakan serebral yang masih bisa reversibel.Henti jantung bisa terjadi secara primer, seperti fibrilasi ventrikel yang tiba-tiba atau asistol primer beberapa neuron serebral bisa selamat dari iskcmik sampai 20 menit bahkan 60 menit. Akan tetapi saat ini, sangat jarang kemampuan resusitasi untuk seseorang yang sudah mengalami henti jantung yang notmotermik primer selama lebih dari 3 menit, selama atau sesudah henti jantung yang bisa menurunkan harapan hidup.Henti jantung juga bisa tetjadi secara sekunder, muncul beberapa menit setelah anoksia alveolar, asfiksia atau perdarahan eksanguasi; muncul pula beberapa jam pada hipoksemia berat pada edema pulmona! atau pneumonia, syok pada trauma (hipovolemia), sepsis, gagal jantung, obstruksi pengeluaran udara (pada emboli pulmonal masif) atau pada patologi intrakranial akut pada henti jantung sekunder, kerusakan otak permanen kadang tetjadi setelah kurang dari 3 menit tiadanya aliran darah akibat hipoksia jaringan sebelum terjadinya henti jantung.INDIKASI RESUSITASI

Indikasi resusitasi terdapat dua hal yaitu apabila terjadi henti nafas (apneu) dan apabila terjadinya henti jantung (cardiac arrest) DIAGNOSIS HENTI NAFAS1. Pergerakan dinding dada tidak ada (look)2. Tidak terdengar suara nafas dari lubang hidung dan mulut atau dan auskultasi (listen)3. Tidak terasa hembusan nafas di pipi kiri kita bila dekatkan wajah ke wajah penderita sambil mengamati pergerakan dinding dada (feel)

Pada rescue breathing perlu diperhatikan berikut dibawah ini: Hanya sejumlah kecil resusitasi terhadap pernafasan hendaknya dirasakan (to be felt) selama ditemukan henti nafas dan tiap tindakan hendaknya diperhatikan selama 2 detik. Bila inflasi terlalu cepat, resistensi akan lebih besar dan hanya sedikit udara yang akan masuk ke daam paru Tidal Volume (TV) dapat diberikan 700-1000 ml pada orang dewasa yang biasanya dibutuhkan daam jumlah yang secara mata telanjang dapat terlihat pengangkatan dinding dada. Penolong hendaknya menunggu dan mengawasi dinding dan turun secara seksama selama masa ekspirasi sebelum pemberian bantuan nafas benkutnya. Biasanya secara normal membutuhkan waktu kira-kira 2-4 detik. Waktu ekspirasi yang tepat bukan hal kritis, dinding dada hendaknya turun terlebih dahulu sebelum bantuan nafas berikutnya diberikan.

Bagan 1.1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Udara Tidak Layak Hirup

Bagan 1.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Obstruksi Jalan Nafas

Bagan 1.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan HipoventilasiDIAGNOSIS HENTI JANTUNGPengecekan denyut nadi : tanda standar emas (Gold Standar) merupakan tanda henti jantung yaitu absennya pulsasi arteri karotis atau pada pembuluh arteri besar lainnya. Dapat diperhatikan meskipun penafsiran pulsasi (denyut nadi) arteri karotis memerlukan waktu dan menjurus ke arah suatu kesimpulan yang salah, ada atau tidaknya denyut nadi menyangkut lebih dari 50% kasus henti jantung. Untuk alasan inilah pelatihan mendeteksi denyut arteri karotis sebagai tanda mula henti jantung direkomendasikan tidak lebih lama merabanya untuk orang-orang atau penolong yang bukan dari tim health care.

l. Tanda-tanda henti jantung: Kesadaran hilang setelah terhentinya jantung selama 15 detik Tidak teraba denyut nadi pada arteri besar (karotis dan femoralis)

Pernafasan megap-megap (Gasping) dan henti nafas

Terlihat seperti mati Warna kulit pucat sampai ketabu Pupil dilatasi (midriasis) setelah 45 detik henti jantung 2. Diagnosis henti jantung dapat diketahui bila ditemukan ketidaksadaran penderita dan tidak terabanya denyut nadi pada arteri besar.Catatan : Tekanan darah sistolik dibawah 50 mmHg mungkin saja tidak teraba denyut nadi pada arteri Khusus pada asfiksia, biasanya tidak ada kontraksi mekanis, namun masih ada aktifitas EKG Dapat segera dimulai tindakan BHD-RJP

Cardiac arrest pula ialah tiadanya gerakan jantung spontan.Tanda-tanda cardiac arrest yang awalnya diperiksa ialah tiadanya pulsasi dari denyut nadi arteri besar (carotid dan femoralis) dan bunyi jantung. Tanda-tanda lain yang mengikuti cardiac arrest ialah pernafasan yang tercungap-cungap (gasping) dan apnoea, kesadaran hilang setelah arrest selama 15 detik, midriasis setelah 45 detik henti jantung dan warna kulit pucat sampai kelabu.Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan henti gerakan jantung antara lain ialah;1. penyakit kardiovaskuler, antara lain penyakit jantung iskemik, infark miokard akut, emboli paru, dan fibrosis pada system konduksi

2. kekurangan oksigen akut, antara lain karena henti nafas, benda asing di jalan nafas, atau sumbatan jalan nafas oleh sekresi

3. kelebihan dosis obat, misalnya karena digitalis, kuinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin, dan isoprenalin

4. gangguan asam basa dan elektrolit, misalnya pada abnormalitas nilai K, magnesium serum rendah, kalsium serum tinggi, dan asidosis

5. kecelakaan, misalnya syok listrik dan tenggelam

6. refleks vagal, misalnya pada peregangan sfingter ani atau penekanan/penarikan bola mata

7. anestesi dan pembedahan

Mekanisme cardiac arrest umumnya terjadi apabila adanya hypoxia berat. Hypoxia ini akan mencegah serat-serat otot dan konduksi dari kestabilan elektrolit membran sehingga mengganggu excitability sel, lalu menghilangkan ritme automatik jantung.

Tindakan resusitasi akan berhasil jika dilakukan dengan tepat, cepat, dan terarah, serta belum terjadi kerusakan sel-sel otak yang menetap akibat henti nafas dan jantung. Keberhasilan tindakan RJPO ini juga dapat mengembalikan fungsi normal organ-organ tubuh. Hal ini ditentukan oleh waktu terjadinya henti jantung atau henti nafas. Gold standar bagi RJP adalah dalam waktu 3 menit setelah henti jantung atau henti nafas.

RJP tidak dilakukan pada:

1. Kematian normal yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronis yang berat. Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat.

2. Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi.

3. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu setelah 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP

Tujuan Resusitasi 1. Memelihara sirkulasi dan respirasi agar tubuh tetap mendapatkan suplai oksigen dengan kata lain mencegah berhentinya sirkulasi darah dan berhentinya respirasi melalui tindakan atau intervensi Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Basic Life Support (BLS).2. Bantuan luar terhadap sirkulasi darah adan respirasi, sehingga ventilasi paru terjamin bagi penderita yang mengalami henti jantung dan henti nafas dengan intervensi RJP atau CPR.Dari hal-hal tersebut diatas, yang paling utama adalah suplai oksigen (O2) kepada organ-organ vital tubuh, terutama otak, jantung dan organ-organ lainnya. Tindakan ini dilakukan sampai datangnya pengobatan medik yang akurat dan definitif serta tepat untuk tingkat selanjutnya, yaitu bantuan hidup lanjut (BHL) yang biasa disebut Advance Life Support (ALS). Disini dipelajari peran, fungsi dan kompetensi untuk mengaktifkan jantung sebagai organ sirkulator darah dan paru untuk kembalinya pernafasan yang normal atau seperti sediakala.Keberhasilan tindakan RJP ini sangat menentukan suksesnya keaktifan kembali organ-organ tubuh. Hal ini terutama sangat ditentukan oleh waktu antara terjadinya henti jantung atau henti nafas atau kedua-duanya hingga tindakan yang dilakukan. Waktu 4 menit setelah henti jantung, para atau kedua-duanya, menunjukkan angka statistik yang tinggi bagi kesembuhan penderita bila langsung dilakukan tindakan RJP yang benar, akurat, cepat, tepat serta terarah. Dengan pelatihan mengenai RJP, sehingga akan menumnkan angka kematian atau meningkatkan angka statistik yang selamat serta perbaikan gejala saraf atau sequele.Tindakan utama RJP tidak lain adalah untuk mengaktifkan kembali pembagian substrat sementara yang kemudian akan memperbaiki pemulihan fungsi jantung untuk sirkulasi darah dan fungsi paru untuk sarana pemafasan secara spontan seperti sedia kala. Kecepatan waktu dari saat henti jantung sampai pemberian pertolongan dengan nijuan utama pemeliharaan perfusi ke sel-sel otak mi merupakan tujuan utama tindakan BHD-RJP.Henti jantung (cardiac arrest) dapat terjadi daam berbagai kegiatan manusia dimana saja dan kapan saja pada siapa saja, dengan demikian dipandang perlu adanya pelatihan pada berbagai masyarakat awam.