makalah batu empedu kholil

Upload: kholil-sidik-al-ghozali

Post on 07-Mar-2016

288 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

belajar yaaaaa....

TRANSCRIPT

  • MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS BATU

    EMPEDU

    Ns. Ana Fitria Nusantara, S.Kep

    Kelompok : 1

    1; A.risky2; Ageng Tirtayasa

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

    PAJARAKAN PROBOLINGGO

    2012-2013

    Kata Pengantar

    1

  • Assalamualaikum Wr. Wb.

    Puji syukur Alhamdulillah pada Allah swt atas bimbingan dan

    pertolongan-Nya sehingga ini laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan

    pada penyakit Batu Empedu dapat disusun. Dan semoga sholawat dan salam

    tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, yang

    telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman terang akan

    pengetahuan seperti saat ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima

    kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan

    makalah ini, khususnya kepada :1; Ketua Yayasan Pesantren Zainul Hasan Genggong KH. Moch. Hasan

    Mutawakkil Alaallah, SH. MM.2; Direktur STIKES Hafshawati Zainul Hasan Genggong yaitu: Ns.Iin

    Aini Isnawati S.Kep.M.Kes3; Ketua program studi S1 Keperawatan STIKES Hafshawati Zainul

    Hasan genggong yaitu: Achmad Kusairi.S.Kep.Ns.,M.Kep4; Dosen pembimbing mata kuliah Sistem pencernaan yaitu: Ns. Ana

    Fitria Nusantara, S.Kep.

    5; Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telahmemberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.

    Dengan disusunnya laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan

    pada penyaki Batu Empedu diharapkan dapat membantu dalam proses

    pembelajaran dan menambah pengetahuan bagi pembaca. Makalah ini

    masih jauh dalam kesempurnaan, untuk itu kami mengharap kritik dan

    saran dari pembaca terutamanya dosen pembimbing.

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    Daftar IsiJudul.................................................................................................................iKata Pengantar..................................................................................................2Daftar Isi...........................................................................................................3BAB 1 PENDAHULUAN

    2

  • 1.1 Latar Belakang............................................................................................4

    1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................5

    1.3 Tujuan Makalah..........................................................................................5

    1.4 Manfaat.......................................................................................................5

    BAB 2 PEMBAHASAN2.1 Pengertian..................................................................................................62.3 Etiologi......................................................................................................62.4 Patofisiologi...............................................................................................92.5 Manifestasi Klinis......................................................................................112.6 Pemeriksaan penunjang.............................................................................142.7 Penatalaksanaan.........................................................................................182.8 Komplikasi.................................................................................................24BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN3.1 Pengkajian...................................................................................................283.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................293.3 Intervensi Keperawatan..............................................................................303.4 Implementasi Keperawatan........................................................................313.5 Evaluasi Keperawatan................................................................................33BAB 4 PENUTUP4.1 Kesimpulan................................................................................................344.2 Saran..........................................................................................................34

    DAFTAR PUSTAKA

    BAB 1PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di

    negaraBarat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,

    sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.Sebagian besar pasien

    dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu

    untuk mengalami gejala dan komplikasi realtif kecil. Walaupun demikian, sekali

    batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik makarisiko

    untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. Batu empedu

    umumnyaditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat

    bermigrasi melalui duktussistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran

    empedu dan disebut sebagai batusaluran empedu sekunder.

    3

  • Penyakit batu empedu saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat karena

    frekuensi kejadiannya yang tinggi yang menyebabkan beban finansial maupun

    beban sosial bagi masyarakat. Sampai saat ini di Indonesia belum ada data resmi

    angka kejadian penyakit ini. Di Inggris lebih dari 40.000 kolesistektomi dilakukan

    setiap tahun sedangkan di Amerika dilakukan kolesistektomi lebih dari

    500.000setiap tahun. Insiden batu pada saluran empedu 12% yang ditemukan

    sebelum atau pada saat kolesistektomi. Di Inggris sekitar 4000 pasien dilakukan

    pembersihan batu saluran empedu. Batu empedu dan saluran empedu terutama

    ditemukan di Barat, namun frekuensinya di negara-negara Afrika dan Asia terus

    meningkat selama abad ke 20. Di Tokyo angka k ejadian penyakit ini telah

    meningkat menjadi dua kali lipat sejak tahun 1940. Batu empedu mengandung

    komponen asam empedu yang sukar larut, yang mengendap pada matriks tiga

    dimensi musin dan protein. Dalam endapan ini terkandung juga kolesterol,

    calcium bilirubinates serta garam kalsium fosfat,karbonat atau palmitat.

    Sedangkan matriksnya terutama terdiri dari polymeric mucin glycoproteindan

    sejumlah kecil polipeptida.

    1.2 Rumusan Masalah

    1; Jelaskan tentang penyakit kantung empedu beserta asuhan keperawatanpada penyakit tersebut?

    1.3; Tujuan 1.3.1; Tujuan Umum1; Mampu Memahami tentang batu kantung empedu dan asuhan keperawatan

    pada pasien batu kantung empedu1.3.2; Tujuan Khusus1; Mengetahui tentang pengertian batu kantung empedu2; Mengetahui tentang etiologi batu kantung empedu3; Memahami tentang patofisiologi batu kantung empedu4; Memahami tentang manifiestasi batu kantung empedu5; Memahami pemeriksaan penunjang pada pasien batu kantung empedu 6; Memahami penatalaksanaan pada pasien batu kantung empedu7; Mengetahui komplikasi pada pasien batu kantung empedu8; Memahami asuhan keperawatan pada pasien batu kantung empedu

    1.4; Manfaat

    4

  • 1.4.1 Manfaat Teoritis1; Mampu memahami tentang penyakit batu kantung empedu

    1.4.2;Manfaat Klinik1; Dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan dan meng

    aplikasikannya pada penyakit batu kantung empedu.

    BAB 2

    PEMBAHASAN

    2.1; Pengertian

    Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu

    ataudi dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung

    empedu disebut kolelitiasis,sedangkan batu di dalam saluran empedu

    disebut koledokolitiasis.

    Batu empedu adalah penyakit yang paling sering ditemukan dalam

    saluran bilier. Beberapa keadaan lain yang menjadi predisposisi,diantaranya

    obesitas,kehamilan,factor diet, penyakit crohns,resek ileum terminal,

    kelainan hematologis seperti anemiasel sabit dan thalassemia. Wanita

    dibanding laki-laki adalah 2 : 1, dan bila terdapat riwayat anggota keluarga

    yang terkena dengan penyakit ini maka anggota keluarga lainnya memiliki

    risiko dua kali lipat untuk mengalami penyakit ini.

    Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung

    empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin

    dan Sari, 2011).

    2.2; Etiologi

    Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis

    dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin

    banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan

    untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:

    2.2.1; Jenis Kelamin

    5

  • Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena

    kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon

    esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh

    kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga

    meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi

    dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam

    kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung

    empedu.

    2.2.2; Usia

    Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan

    bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung

    untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang

    lebih muda.

    2.2.3; Obesitas

    Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum,

    resistensi insulin, diabetes militus tipe II, hipertensi dan

    hyperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol

    hepatica dan merupakan faktor resiko utama untuk pengembangan

    batu empedu kolesterol.

    2.2.4; Statis Bilier

    Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu

    empedu. Kondisi yang bisa meningkatkan kondisi statis, seperti cedera

    tulang belakan (medulla spinalis), puasa berkepanjangan, atau

    pemberian diet nutrisi total parenteral (TPN), dan penurunan berat

    badan yang berhubungan dengan kalori dan pembatasan lemak

    (misalnya: diet rendah lemak, operasi bypass lambung). Kondisi statis

    bilier akan menurunkan produksi garam empedu, serta meningkatkan

    kehilangan garam empedu ke intestinal.

    6

  • 2.2.5; Obat-obatan

    Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk

    pengobatan kanker prostat meningkatkan risiko batu empedu

    kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat hipolipidemik meningkatkan

    pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi bilier dan tampaknya

    meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog somatostatin

    muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu dengan

    mengurangi pengosongan kantung empedu.

    2.2.6; Diet

    Diet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder

    (seperti asam desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih

    litogenik. Karbohidrat dalam bentuk murni meningkatkan saturasi

    kolesterol empedu. Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol

    empedu.

    2.2.7; Keturunan

    Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi

    tampaknya adalah turun temurun, seperti yang dinilai dari penelitian

    terhadap kembar identik fraternal.

    2.2.8; Infeksi Bilier

    Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan

    sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi

    seluler dan pembentukan mucus. Mukus meningkatkan viskositas dan

    unsur seluler sebagai pusat presipitasi.

    2.2.9; Gangguan Intestinal

    Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko

    penurunan atau kehilangan garam empedu dari intestinal. Garam

    empedu merupakan agen pengikat kolesterol, penurunan garam

    7

  • pempedu jelas akan meningkatkan konsentrasi kolesterol dan

    meningkatkan resiko batu empedu.

    2.2.10; Aktifitas fisik

    Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan

    resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung

    empedu lebih sedikit berkontraksi.

    2.2.11; Nutrisi intravena jangka lama

    Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu

    tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/

    nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya

    batu menjadi meningkat dalam kandung empedu

    2.3; Epidimeologi

    Penyakit batu empedu saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat

    karena frekuensi kejadiannya yang tinggi yang menyebabkan beban finansial

    maupun beban sosial bagi masyarakat. Sampai saat ini di Indonesia belum

    ada data resmi angka kejadian penyakit ini. Di Inggris lebih dari 40.000

    kolesistektomi dilakukan setiap tahun sedangkan di Amerika dilakukan

    kolesistektomi lebih dari 500.000setiap tahun. Insiden batu pada saluran

    empedu 12% yang ditemukan sebelum atau pada saat kolesistektomi. Di

    Inggris sekitar 4000 pasien dilakukan pembersihan batu saluran empedu. Batu

    empedu dan saluran empedu terutama ditemukan di Barat, namun

    frekuensinya di negara-negara Afrika dan Asia terus meningkat selama abad

    ke 20. Di Tokyo angka k ejadian penyakit ini telah meningkat menjadi dua

    kali lipat sejak tahun 1940.

    2.4; Patofisiologi

    8

  • Batu ginjal terjadi karena zat tertentu dalam empedu yang hadir

    konsebtrasi yang mendekati batas ke larutan mereka .bila empedu tr

    konsentrasi di kandung empedu, larutan akan menjadi jenuh dengan bahan-

    bahan tersebut,kemudian endapan dari larutan akan membentuk kristal

    mikroskopis .kristal terperangkap dalm mukosa libier, akan menghasilkan

    suatu endapan .oklusi dari saluran endapan dan batu menghasilkan

    komplikasi penyakit batu empedu .

    padakondisi normal kolestrol tidak mengendap pada empedu

    mengandung garam empedu terkonjungsi dan kosfatidikolin (lesitin )dalam

    jumlah cukup agar kolesrtol berada dalam larutan misel .jika rasio konsentrasi

    kolestrol berbanding garam empedu dan lesitin ,maka larutan misel menjadi

    sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati

    memproduksi kolesrtol dalam bentuk konsentrasi .zat ini kemudian

    mengendap pada lindungan cairan dalam bentuk kristal kolesrtol .kristal ini

    merupakan prekursor batu empedu.b

    bilirubin,pikmen kuning yang berasal dari pecahan heme ,secara aktif

    di sekresi ke dalam empedu oleh sel hati .sebagian besar bilirubin dalam

    empedu adalah berada dalam bentuk konjukgat glukolorida yang larut dalm

    air dan setabil,tetapi sebagian kecil terdiri atas bilirubin tak ter konjungasi

    bilirubin konjungasi ,seperti asm lemak, fosfat,karbonat dan onion

    lain,cenderung untuk membentuk presipitat tak larut dengan kalsium.

    Kalsium memasuki empedu secara pasif bersama elokrolit lain.dalam situasi

    pergantian heme tinggi seperti hemolitis kronis atau sirosis,bilirubin tak

    terkonjungasi mungkin barada adalam empedu pada konsentrasi yang lebih

    tinggi dari biasanya.kalsium bilirubinate mungkin kemudian mengkristal dari

    larutan dan akhgirnaya membentuk batu seiring waktu,berbagai oksidasi

    menyebabkan bilirubi presipitat untuk mengambil jet warna hitam.batu yang

    di bentuk dengan cara ini yang di sebut batu pikmen hitam.Empedu biasnaya

    steril,tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak bisa (misalnya di atas striktur

    bilinier ),mungkin terkolonisasi dengan bakteri bilirubin ter konjungasi dan

    hasil peningatan bilirubin tak ter konjungasi dapat menyebabkan prisipitasi

    terbentuknya kristal kalsium bilirubin.bakteri hidrolisis lesitin menyababkan

    9

  • pelepasan asam lemak yang komplek dengan kalsium dan endapan dari

    larutan.konkresi yang di hasilkan memiliki konstensi di sebut batu pigmen

    coklat.tidak seperti kolestrol atau pigmen hitam batu,yang membentuk secara

    ekslusif di kandung empedu, batu pigmaen coklat kering bentuk de novo

    dalam saluran batu empedu.

    Batu empedu kolestrol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat

    menimbulkan mukosa kandung empedu .enzim dari bakteri dan leokosit

    menghidrolisis bilirubi konjungasi dean asam lemak .akibatnya,dari waktu ke

    waktu batu kolestrol bisa mengumpulkan proporsi kalsim bilirubinnate dan

    garam kalsium,lalau menghasilkan batu empedu .

    Kondisi batu kandung batu empedu memberikan berbagai manifestasi

    keluhan pada pasien dan menimbulkan berbagai masal keperawatan

    jika.tedapat batu yang menyumbat dektus sistikus atau diktus biliaris komunis

    untuk sementara waktu tekana di duktus akan meningkat dan peningkatan

    kontraksi pristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di

    daerah pigastrium,mungkin yang penjalaran di punggung.keluhan muntah

    dapat memberikan masal keperawatan nyeri dan resiko ketidak seimbangan

    cairan.respon cairan gangguan gastrointestinal akan miningkatkan penurunan

    intake nutrisi ,sedangkan anoreksia memberikan masalah keperawatan resiko

    ke tidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

    Respon komplikasi akut dengan peradangan akan manifestasi

    peningkatan suhu tubuh .respon kolik bilier sacara kronisakan meningkatkan

    kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung mengalamai kelelahan

    memberikan masalah intorelansi aktifitas.respon adanya batu akan di

    lakuakan interfensi medis pembedahan.intrfensi litotripsi,atau interfensi

    endoskopik memberikan respon psikologis kecemasan dan pemenuhan

    informasi.(arif muttaqin,kumala sari 2011)

    2.5; Pathway

    2.6; Maniefestasi Klinis

    10

  • Sebagian besar batu empedu dalam jangka waktu yang lama tidak

    menimbulkan gejala, terutama bila batu menetap di kandung empedu.

    Kadang-kadang batu yang besar secara bertahap akan mengikis dinding

    kandung empedu dan masuk ke usus halus atau usus besar, dan menyebabkan

    penyumbatan usus (ileus batu empedu). Gejala yang timbul yaitu:

    (Soeparman. 1990)

    2.6.1; Asimtomatik

    Sampai 50% dari semua pasien dengan batu empedu, tanpa

    mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari

    25% pasien yang benar-benar mempunyai batu asimtomatik, akan

    merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah lima

    tahun. Batu Empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak

    menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala

    gastrointestinal yang ringan. Batu itu mungkin ditemukan secara

    kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk

    gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.

    Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu

    dapat mengalami dua jenis gejala, yaitu gejala yang disebabkan

    oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang

    terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu.

    Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrum,

    seperti rasa penuh, distensi abdomen, dan nyeri yang samar pada

    kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi.

    2.6.2; Rasa Nyeri dan Kolik Bilier

    Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung

    empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan

    menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.

    Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada

    abdomen kuadran kanan atas. Nyeri pascaprandial kuadran kanan

    atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60

    menit setelah makan, berahir setelah beberapa jam dan kemudian

    11

  • pulih. Rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah,

    dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam setelah memakan

    makanan dalam jumlah besar. Sekali serangan kolik biliaris

    dimulai, serangan ini cenderung meningkat frekuansi dan

    intensitasnya. Pasien akan membolak-balik tubuhnya dengan

    gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang nyaman

    baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik

    melainkan presisten.

    Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh

    kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu

    keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan

    distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding

    abdomen pada daerah kartilago kosta Sembilan dan sepuluh bagian

    kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri tekan yang mencolok

    pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam,

    dam menghambat pengembangan rongga dada.

    Nyeri pada kolisistisi akut dapat berlangsung sangat hebat

    sehingga membutuhkan preparat analgesic yang kuat seperti

    meperdin. Pemberian morfin dianggap dapat meningkatkan spasme

    spingter oddi sehingga perlu dihindari.

    2.6.3; Ikterus

    Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung

    empedu dengan presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada

    obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke

    dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu getah

    empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh

    darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran

    mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan

    gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.

    2.6.4; Prubahan Warna Urin dan Feses

    12

  • Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin

    berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen

    empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut

    dengan clay-colored.

    2.6.5; Defisiensi Vitamin

    Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi

    vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat

    menunjukkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika defisiensi

    bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu

    proses pembekuan darah normal.

    Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat

    duktus sistikus, kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar

    dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif

    singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut,

    penyumbatan ini dapat mengakibatkan abses, nekrosis dan

    perforasi disertai peritonitis generalisata.

    2.7; Pemeriksaan Penunjang

    Adapun pemeriksaan penunjang pada penyakit batu nkantung empedu

    antara lain:

    2.7.1; Pemeriksaan Laboratorium

    Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak

    menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila

    terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi

    sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum

    akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin

    serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus

    koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar

    amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi

    serangan akut. Enzim hati AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak

    13

  • meningkat. Kadar protrombin menurun bila obstruksi aliran

    empedu dalam usus menurunkan absorbs vitamin K.

    2.7.2; Pemeriksaan sinar-X abdomen

    Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada

    kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk

    menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun demikian, hanya

    15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk

    dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.

    2.7.3; Foto polos abdomen

    Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran

    yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu

    yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang

    mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat

    dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu

    yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat

    sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan

    gambaran udara dalam usus besar di fleksura hepatika. Walaupun

    teknik ini murah, tetapi jarang dilakukan pada kolik bilier sebab

    nilai diagnostiknya rendah.

    2.7.4; Ultrasonografi (USG)

    Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral

    sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat

    dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada

    prndrita disfungsi hati dan icterus. Disamping itu, pemerikasaan

    USG tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini

    akan memberikan hasil paling akurat jika pasien sudah berpuasa

    pada malam harinya sehingga kandung empedunya dalam keadaan

    distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang

    suara yang dipantulkan kembali.

    14

  • Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan

    sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu

    dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik.

    Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang

    menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh

    peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus

    koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara

    didalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada

    batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada di

    palpasi biasa.

    USG (US) merupakan metode non-invasif yang sangat

    bermanfaat dan merupakan pilihan pertama untuk mendeteksi

    kolelitiasis dengan ketepatan mencapai 95%. Kriteria batu kandung

    empedu pada US yaitu dengan acoustic shadowing dari gambaran

    opasitas dalam kandung empedu. Walaupun demikian, manfaat US

    untuk mendiagnosis BSE relatif rendah. Pada penelitian kami yang

    mencakup 119 pasien dengan BSE sensitivitas US didapatkan

    sebesar 40%, spesifisitas 94%. Kekurangan US dalam mendeteksi

    BSE disebabkan :

    a) bagian distal saluran empedu tempat umumnya batu

    terletak sering sulit diamati akibat tertutup gas duodenum

    dan kolon

    b) saluran empedu yang tidka melebar pada sejumlah kasus

    BSE

    .

    2.7.5; Kolesistografi

    Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan

    utama, namun untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan

    kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup

    akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung

    jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral dapat digunakan untuk

    mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemempuan kandung

    15

  • empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,

    berkontraksi, serta mengosongkan isinya. Media kontras yang

    mengandung iodium yang diekresikan oleh hati dan dipekatkan

    dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu

    yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat

    batu empedu, bayangannya akan Nampak pada foto rontgen.

    Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,

    muntah, kehamilan, kadar bilirubin serum diatas 2mg/dl, obstruksi

    pilorus, ada reaksi alergi terhadap kontras, dan hepatitis karena

    pada keadaan-keadaan tertentu tersebut kontras tidak dapat

    mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna

    pada penilaian fungsi kandung empedu. Cara ini juga memerlukan

    lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi.

    Gambar 6: Hasil pemeriksaan kolesistografi

    2.7.6; Endoscopic Retrograde Cholangiopnacreatography (ERCP)

    Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur

    secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat melakukan

    laparotomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik

    yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum

    pasrs desenden.Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus

    koledokus dan duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras

    disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan

    visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga

    memungkinkan visualisasi langsung struktur ini dan memudahkan

    akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil

    batu empedu.

    16

  • Gambar 7: hasil ERCP pada kolelitiasis

    2.7.7; Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)

    Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan

    kontras secara langsung ke dalam percabangan bilier. Karena

    konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan relative besar, maka

    semua komponen dalam system bilier tersebut, yang mencakup

    duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan panjang doktus

    koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat garis

    bentuknya dengan jelas.

    2.7.8; Computed Tomografi (CT)

    CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat

    untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu

    dan koledokolitiasis. Walaupun demikian, teknik ini jauh lebih

    mahal dibanding US.

    2.7.9; Magnetic resonance imaging (MRI) with magnetic

    resonance cholangiopancreatography (MRCP)

    17

  • 2.8; Penatalaksanaan

    2.8.1; Penatalaksanaan Non-Pembedahan

    Sasaran utama terapi medikal adalah untuk mengurangi

    insiden serangan akut nyeri kandung empedu dan kolesistitis

    dengan penatalaksanaan suportif dan diit, dan jika memungkinkan,

    untuk menyingkirkan penyebab dengan farmakoterapi, prosedur-

    prosedur endoskopi, atau intervensi pembedahan.

    2.8.1.1; Penatalaksanaan Supotif dan Diet

    Sekitar 80% pasien dengan inflamasi akut kandung

    empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, pengisapan

    nasogastric, analgesic dan antibiotik. Intervensi bedah harus

    ditunda sampai gejala akut mereda dan evaluasi yang lengkap

    dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien semakin

    memburuk

    2.8.1.2; Farmakoterapi

    18

  • Asam Kenodeoksikolat. Dosisnya 12-15 mg/kg/hari

    pada orang yang tidak mengalami kegemukan. Kegemukan

    jelas telah meningkatkan kolesterol bilier, sehingga diperlukan

    dosis 18-20 mg/kg/hari. Dosis harus ditingkatkan bertahap

    yang dimulai dari 500 mg/hari. Efek samping pada pemberian

    asam kenodeoksikolat adalah diare. Asam ursodeoksikolat.

    Berasal dari beruang jepang berleher putih. Doasisnya 8-10

    mg/kg/hari, dengan lebih banyak diperlikan jika pasien

    mengalami kegemukan. Asam ursodeoksikolat melarutkan

    sekitar 30% batu radiolusen secara lengkap dan lebih cepat

    daripada menggunakan asam kenodeoksikolat. Efek

    sampingnya tidak ada. Kemungkinan kombinasi asam

    ursodeoksikolat 6,5 mg/kg/hari dangan 7,5 mg/kg/hari asam

    kenodeoksikolat lebih murah dan sama efektif.

    Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat

    (chenodiol, chenofalk) telah digunakan untuk mmelarutkan

    batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama

    tersusun dari kolesterol. Asam ursodeoksikolat dibandingkan

    dengan kenodeoksikolat jarang menimbulkan efek samping dan

    dapat diberikan dengan dosis yang lebih rendah untuk

    mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah

    menhambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya

    sehingga terjadi desaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada

    dapat dikurangi besarnya, batu yang kecil dilarutkan dan batu

    yang baru dicegah pembentukannya. Padabanyak pasien

    diperlukan pengobatan selama 6 hingga 12 bulan untuk

    melarutkan batu empedu, dan selama terapi keadaan pasien

    dipantau. Dosis yang efektif bergantung pada berat badan

    pasien. Terapi ini dilakukan pada pasien yang menolak terapi

    pembedahan atau dianggap terlalu beresiko untuk menjalani

    pembedahan.

    19

  • Pembentukan kembali batu empedu telah dilaporkan

    pada 20-50% pasien sesudah terapi dihentikan, dengan

    demikian pemberian obat ini dengan dosis rendah dapat

    dilanjutkan untuk mencegah kekambuhan tersebut. Jika gejala

    akut kolesistisis berlanjut atau timbul kembali, intervensi bedah

    atau litotropis merupakan indikasi.

    2.8.1.3; Pengangkatan batu tanpa pembedahan

    Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan

    batu empedu dengan menginfuskan suatu bahan pelarut

    (monooktanoin atau metil tertier butyl eter [MTBE]) ke dalam

    kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui

    selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam

    kandung empedu, atau melalui selang atau drain yang

    dimasukkan melaui T-tube untuk melarutkan batu yang belum

    dikeluarkan pada saat pembedahan, atau bisa juga melalui

    endoskop ERCP, atau kateter bilier transnasal.

    Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL).

    Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut

    berulang (repeated shock waves) yang diarahkan pada batu

    empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus

    dengan maksud untuk memecah batu tersebut menjadi

    sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media

    cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau muatan

    elektromagnetik. Energi ini disalurkan ke dalam tubuh lewat

    rendaman air atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut

    yang dkonvergensikan tersebut dialirkan kepada batu empedu

    yang akan dipecah. Setelah batu dipecah secara bertahap,

    pecahannya akan bergerak spontan dari kandung empedu atau

    duktus koledokus dan dikeluatkan melalui endoscop atau

    dilarutkan dengan pelarut asam empedu yang diberikan per

    oral.Litotripsi Intracorporeal. Batu yang ada dalam kandung

    20

  • empedu atau duktus koledokus dapat dipecah dengan

    menggunakan gelombang ultrasound, laser berpulsa atau

    litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoscop, dan diarahkan

    langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau debris

    dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi.

    2.8.2; Penatalaksanaan Pembedahan

    2.8.2.1; Koleksistektomi Terbuka

    Operasi ini merupakan standar terbaik untuk

    penanganan pasien dengan batu empedu simtomatik.

    Komplikasi yang paling bermakna, cidera duktus biliaris,

    terjadi dalam kurang dari 0,2% pasien. Angka mortalitas yang

    dilaporkan untuk prosedur ini telah terlihat dalam penelitian

    baru-baru ini, yaitu kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling

    umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,

    diikuti oleh kolesistisi akut. Praktik pada saat ini mencakup

    kolesistektomi segera dalam pasien dengan kolesistisi akut

    dalam masa perawatan di rumah sakit yang sama. Jika tidak

    ada bukti kemajuan setelah 24 jam penanganan medis, atau jika

    ada tanda-tanda penurunan klinis, maka kolesistektomi darurat

    harus dipertimbangkan.

    1; Mini Kolesistektomi

    Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan

    kandung empedu lewat luka insisi selebar 4cm. Jika

    diperlukan, luka insisi dapat diperlebar untuk

    mengeluarkan batu kandung empedu yang berukuran

    lebih besar. Drain mungkin dapat atau tidak digunakan

    pada mini kolasistektomi. Biaya yang ringan dan waktu

    rawat yang singkat merupakan salah satu alasan untuk

    meneruskan bentuk penanganan ini.

    21

  • 2; Kolesistektomi laparoskopi

    Indikasi awal hanya pasien dengan batu empedu

    simtomatik tanpa adanya kolesistisis akut. Karena

    semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah

    mulai untuk melakukan prosedur ini dalam pasien

    dengan kolesistisis akut dan dalam pasien dengan batu

    duktus koledokus. Keuntungan secara toritis dari

    prosedur ini dibandingkan dengan konvensional,

    kolesistektomi mengurangi perawatan di rumah sakit

    serta biaaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat bisa

    kembali bekerja, nyeri menurun, dan perbaikan

    kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah

    keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden

    komplikasi mayor, seperti misalnya cidera duktus

    biliaris, yang mungkin terjadi lebih sering selama

    kolisistektomi laparoskopik. Frekuensi dari cidera

    mungkin merupakan ukuran pengalaman ahli bedah dan

    merupakan manifestasi dari kurva pelatihan yang

    berkaitan dengan modalitas baru.

    3; Bedah Kolesistotomi

    Dikerjakan bila kondisi pasien tidak

    memungkinkan untuk dilakukan operasi yang lebih luas,

    atau bila reaksi inflamasi yang akut membuat system

    bilier tidak jelas. Kndung empedu dibuka melalui

    pembedahan, batu serta getah empedu atau cairan

    drainase yang purulen dikeluarkan, dan kateter untuk

    drainase diikat dengan jahitan kantung tembakau (purse-

    string-suture). Kateter itu dihubungkan dengan sistem

    drainase untuk mencegah kebocoran getah empedu

    disekitar kateter atau perembesan getah empedu ke

    dalam rongga peritoneal. Setelah sembuh dari serangan

    22

  • akut, pasien dapat kembali lagi untuk menjalani

    kolesistektomi. Maeskipu resikonya lebih rendah, bedah

    kolesistotomi memiliki angka moertalitas yang tinggi

    (yang dilaporkan sampai setinggi 20-30%) yang

    disebabkan oleh proses penyakit pasien yang

    mendasarinya.

    4; Kolesistotomi Perkutan

    Kolesistotomi perkutan telah dilakukan dalam

    penanganan dan penegakan diagnosis kolesistisis akut

    pada pasien-pasien yang beresiko jika harus menjalani

    tindakan pembedahan atau anastesi umum. Pasie-pasien

    ini mencakup para penderita sepsis atau gagal jantung

    yang berat dan pasien-pasien gagal ginjal, paru atau hati.

    Dibawah pengaruh anastesi local sebilah jarum yang

    halus ditusukkan lewat dinding abdomen dan tepi hati ke

    dalam kandung empedu dengan dipandu oleh USG atau

    pemindai CT. Getah empedu diaspirasi untuk

    memastikan bahwa penempatan jarum telah adekuat, dan

    kemudian sebuah kateter dimasukkan ke dalam kandung

    empedu tersebut untuk dekompresasi saluran empedu.

    Dengan prosedur ini hampir selalu dilaporkan bahwa

    rasa nyeri dan gejala serta tanda-tanda dari sepsis dan

    kolesistisi berkurang atau menghilang dengan segera.

    5; Koledokostomi

    Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada

    duktus koledokus untuk mengeluarkan batu. Setelah batu

    dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam

    duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai

    edema mereda. Kateter ini dihubungkan dengan selang

    drainase gravitas. Kandung empedu biasanya juga

    23

  • mngandung batu, dan umumnya koledokostomi

    dilakukan bersama-sama kolesistektomi.

    2.9; Komplikasi

    Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan

    mengakibatkan/menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang

    tadi ada dalam kandung empedu terdorong dna dapat menutupi duktus

    sistikus, batu dapat menetap ataupun terlepas lagi. Apabila batu menutupi

    duktus sistikus secara menetap makan mungkin dapat terjadi mukokel, bila

    terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya

    kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon,

    omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesitoduodenal.

    Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut

    yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding

    (dapat ditutupi alat sekitarnya) dan dapat membentuk suatu fistel

    kolesitoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang

    berakibat terjadi peritonitis generalisata.Batu kandung empedu dapat maju

    masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu.

    Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap

    asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di

    duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis,

    kolangiolitis, dan pankretitis.

    Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui

    terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat

    menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan

    menimbulkan ileus obstruksi. Berikut beberapa penjelasan tentang komplikasi

    kolelitiasis: (Soeparman. 1990)

    2.9.1; Hidrops

    Hidrops biasanya disebabkan oleh stenosis atau obstruksi

    duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi oleh empedu. Dalam

    keadaan ini tidak terdapat peradangan akut dan sindrom yang

    24

  • berkaitan dengannya, tetapi ada bukti peradangan kronis dengan

    adanya mukosa gundul. Kandung empedu berdinding tebal dan

    terdistensi oleh materi steril mukoid. Sebagian besar pasien

    mengeluh efek massa dalam kuadran kanan atas. Hidrops kandung

    empedu dapat menyebabkan kolesistisi akut.

    2.9.2; Kolesistitis akut

    Hampir semua kolesistisi akut terjadi akibat sumbatan

    duktus sistikus oleh batu yang terjebak dalam kantung empedu.

    Trauma mukosa kantung empedu oleh batu dapat menyebabkan

    pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin dalam empedu

    menjadi lisolesitin yang bersifat toksik yang memperberat proses

    peradangan. Pada awal penyakit, peran bakteri sangat sedikit, tetapi

    kemudian dapat terjadi supurasi. Komplikasi kolesistisis akut

    adalah empiema, nekrosis, dan perforasi.

    1; Empiema

    Empiema adalah lanjutan dari kolisistisis akut.

    Pada empiema atau kolesistisis supuratif, kandung empedu

    berisi nanah. Penderita menjadi semakin toksik, demam

    tinggi, menggigil dan leukositosis.

    2; Nekrosis dan Perforasi

    Kolesistisis akut bisa berlanjut ke nekrosis dinding

    kantung empedu dan perforasi. Batu empedu yang tertahan

    bias menggoresi dinding nekrotik, sinus Roktiansky-

    Aschoff terinfeksi yang berdilatasi bias memberika titik

    lemah bagi ruptura. Biasanya rupture terjadi pada fundus,

    yang merupakan bagian vesica biliaris yang paling kurang

    baik vaskularisasinya. Ruptur ke dalam cavitas peritonialis

    bebas jarang terjadi dan lebih bias memungkinkan

    terjadinya perlekatan dengan organ-organ yang berdekatan

    25

  • dengan pembentukan abses local. Ruptura ke dalam organ

    berdekatan menyebabkan fistula saluran empedu.

    3; Pritonitis

    Ruptura bebas empedu ke dalam cvitas peritonialis

    menyebabkan syok parah. Karena efek iritan garam

    empedu, peritoneum mengalami peradangan.

    2.9.3; Kolesistitis kronis

    1; Fistel bilioentrik

    Apabila kandung empedu yang mengandung batu

    besar menempel pada dinding organ di dekatnya seperti

    lambung, duodenum, atau kolon transversum, dapat terjadi

    nekrosis dinding kedua organ tersebut karena tekanan,

    sehingga terjadi perforasi ke dalam lumen saluran cerna.

    Selanjutnya terjadi fitsel antara kandung empedu dan organ-

    organ tersebut.

    2; Kolangitis

    Kolangitis dapat berkembang bila ada obstruksi

    duktus biliaris dan infeksi. Penyebab utama dari infeksi ini

    adalah organisme gram negatif, dengan 54% disebebkan

    oleh sepsis Klebesiella, dan 39% oleh Escherchia, serta

    25% oleh organisme Enterokokal dan Bacteroides. Empedu

    yang terkena infeksi akan berwarna coklat tua dan gelap.

    Duktus koledokus menebal dan terjadi dilatasi dengan

    diskuamasi atau mukosa yang ulseratif, terutama di daearah

    ampula vetri.

    3; Pankreatitis

    26

  • Radang pankreas akibat autodigesti oleh enzim yang

    keluar dari saluran pankreas. Ini disebebkan karena batu

    yang berada di dalam duktus koledokus bergerak menutupi

    ampula vetri.

    BAB 3

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH

    GANGGUAN BATU EMPEDU

    3.1; Pengkajian

    3.1.1; Identitas

    a; Identitas Klien

    Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,

    pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor

    register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien

    tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya

    .

    b; Identitas Penanggung Jawab

    Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan

    dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang

    27

  • terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan

    dengan klien dan alamat.

    3.2; Riwayat Kesehatan

    a; Keluhan utama

    Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh

    klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan

    adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas.

    b; Riwayat kesehatan sekarang

    Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui

    metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan

    klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan

    oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S)

    yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau

    klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan

    nyeri/gatal tersebut.

    (P): Nyeri setelah makan, terutama makanan yang berlemak

    (Q): Nyeri dirasakan hebat

    (R):Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan

    menjalar ke punggung atau bahu kanan.

    (S): Nyeri terasa saat melakukan inspirasi

    (T): Nyeri dirasakan sejak dua hari yang lalu

    c; Riwayat kesehatan yang lalu

    Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau

    pernah di riwayat sebelumnya.

    d; Riwayat kesehatan keluarga

    Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita

    penyakit kolelitiasis.

    28

  • 3.3; Diagnosa--NANDA 2012-2014

    1; Nyeri Akut b.d Agen Cedera Biologis: Obstruksi Kandung Empedu

    2; Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d

    Ketidakmampuan Pemasukan Nutrisi

    3; Mual b.d Iritasi Lambung

    4; Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Volume Cairan Aktif

    5; Hambatan Mobilitas Fisik b.d Nyeri

    6; Ansietas b.d Ancaman Kematian

    7; Kerusakan Integritas Kulit b.d Faktor mekanik

    8; Risiko Infeksi b.d Kerusakan Integritas Kulit: Prosedur Invasif

    3.4; Intervensi Keperawatan

    1; Nyeri berhubungan dengan Obstruksi Kandung Empedu. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam nyeri

    dapat teratasiKriteria Hasil :

    ; pasien tidak merasakan nyeri; wajah pasien tampak relax dan tenang.

    Intervensi1; Kaji nyeri dengan PQRST (monitoring)

    Rasional: dapat mempermudah intervensi selanjutnya2; Lakukan teknik relaksasi dengan menyuruh klien berendam air

    hangat (mandiri)Rasional: Rendam air hangat dapat mengurangi nyeri.

    3; Bantu klien menggunakan alat bantu (mandiri)Rasional: Alat Bantu berguna untuk memindahkan beban tubuhpada daerah yang nyeri

    4; Berikan obat analgesik (kolaborasi)Rasional: Dilakukan pemberian analgesik karena dapat

    mengatasi nyeri2; Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d

    Ketidakmampuan Pemasukan NutrisiTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

    2X24 jam kebutuhan nutrisi terpenuhiKriteria hasil : Keadekuatan zat gizi yang dikonsumsi tubuh

    29

  • Intervensi 1; Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.

    (Monitoring)2; Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan

    bagaimana memenuhinya.(Pend.kes)3; Tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi,

    secara tepat jumlah kalori dan jenis zat gizi yangdibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (khususnyauntuk pasien dengan kebutuhan energi tinggi, seperti pasienpascoperasi dna luka bakar, trauma, demam, dan luka.(Kolaborasi)

    4; Berikan pasien minuman dan camilan bergizi, tinggiprotein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi, bilamemungkinkan.(Kolaborasi)

    3 Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Volume Cairan AktifTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam

    pasien tidak kekurangan cairan (normal).Kriteria hasil : Elektrolit serum (misalnya, natrium, kaliun, kalsium, dan

    magnesium) dalam batas normal, Serum dan pH urinedalam batas normal, Tidak memiliki konsentrasi urine yangberlebihan. BJ urine normal: 1003-1030.

    Intervensi 1; Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan

    (misalnya, kadar hematokrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas

    serum, dan berat jenis urine).(Monitoring)

    2; Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus.

    (Pend.Kes)

    3; Berikan ketentuan penggantian nasogastrik berdasarkan haluaran,

    sesuai dengan kebutuhan.(kolaborasi)

    4; Pasang kateter urine, bila perlu.(Mandiri)

    3.4; Implementasi

    a; Nyeri berhubungan dengan inflamasi. 1; Mengkaji nyeri dengan PQRST (monitoring)2; Melakukan teknik relaksasi dengan menyuruh klien berendam

    air hangat (mandiri)3; Membantu klien menggunakan alat bantu (mandiri)4; Memberikan obat analgesik (kolaborasi)

    b; Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d

    Ketidakmampuan Pemasukan Nutrisi

    30

  • 1; Memantau Kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.(Monitoring).

    2; Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisidan bagaimana memenuhinya.(Pend.kes).

    3; Menentukandengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi,secara tepatjumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkanuntuk memenuhi kebutuhan nutrisi (khususnya untuk pasiendengan kebutuhan energi tinggi, seperti pasien pascoperasi dnaluka bakar, trauma, demam, dan luka.(Kolaborasi)

    4; Memberikan pasien minuman dan camilan bergizi, tinggiprotein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi, bilamemungkinkan.(Kolaborasi)

    c; Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Volume Cairan Aktif1; Memantau hasil laboratorium yang relevan dengan

    keseimbangan cairan (misalnya, kadar hematokrit, BUN,albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenisurine).(monitoring)

    2; Menganjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila

    haus.(pend.kes)

    3; Memberikan ketentuan penggantian nasogastrik berdasarkan

    haluaran, sesuai dengan kebutuhan.(kolaborasi)

    4; Memasang kateter urine, bila perlu.(mandiri)

    1.5; Evaluasi1; Klien tidak merasakan nyeri lagi2; Volume cairan didalam tubuh seimbang3; Nutrsi sesuai kebutuhan

    BAB 4

    PENUTUP

    4.1; KesimpulanBatu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung

    empedu atau di dalam saluran empedu. Penyebab dari batu kantungempedu yaitu dari penumpukan batu kolesterol di dalam kantungempedu yang berasal dari peningkatan kolesterol padapasien.Komplikasi kolelitiasis yaitu bisa menjadi hidrobs,Kolangitisbahkan bisa menyebabkan peradangan pada pancreas.

    Penatalaksanaan pada penyakit ini bisa menggunakanpembedahan kantung empedu dan non pembedahan kantung empedu.

    4.2; SaranHendaknya para tenaga kesehatan khususnya perawat dapat

    mengerti maupun memahami tentang penyakit batu kantung empedu

    31

  • sehingga selain mampu untuk melakukan tindakan keperawatankepada pasien, juga mampu mengerti mengenai asuhan keperawatanpada pasien batu kantung empedu.

    .

    DAFTAR PUSTAKA

    Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 3. Jakarta: EGC.Dangoes,Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:EGC.

    Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3.Jakarta:EGC.

    Lynda, Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

    Mansjoer, Arif.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media

    Aesculapis,.

    Sylvia, Anderson Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih

    Bahasa AdiDharma.Edisi II.P: 329-330.

    Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI.Jakarta:

    Balai Penerbit FKUI. P: 586-588.

    Sjaifoellah, Noer. 1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta: Monica Ester.

    32