laptah 2015
TRANSCRIPT
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa yang telah memberikan anugerah
sehingga Laporan Tahunan Badan POM Tahun 2015
dapat diselesaikan. Laporan Tahunan Badan POM
merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban
Badan POM dalam pelaksananaan anggaran
pemerintah.
Lingkungan strategis yang semakin dinamis
disadari berimplikasi pada semakin luas dan
kompleksnya tugas dan tanggung jawab
pengawasan obat dan makanan yang harus
dilakukan oleh Badan POM. Untuk itu, Badan POM
tidak mungkin berperan sendiri. Jejaring kerjasama
dan koordinasi yang efektif dan sinergis dengan
berbagai pihak harus senantiasa dijalin, dibina dan dikembangkan agar memberikan
kontribusi optimal bagi terlaksananya tugas dan tanggung jawab Badan POM.
Peningkatan beban kerja serta kompleksnya permasalahan pengawasan Obat dan Makanan
perlu diimbangi dengan perkuatan institusi terkait pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang
konsisten, pemantapan sumber daya manusia yang profesional, serta dukungan sarana dan
prasarana yang memadai.
Dalam buku ini ini disampaikan hasil pengawasan obat dan makanan yang dilakukan Badan
POM selama tahun 2015, yang mencakup standardisasi, evaluasi pre-market dalam rangka
pemberian persetujuan izin edar, pengawasan post-market setelah produk beredar dengan
cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk obat dan makanan yang
beredar, inspeksi cara produksi dan distribusi dalam rangka pengawasan implementasi
Cara Produksi dan Cara Distribusi yang baik, pengawasan iklan dan penandaan, serta
investigasi awal dan penyidikan berbagai kasus tindak pidana bidang obat dan makanan. Di
samping itu, disampaikan pula upaya Badan POM dalam pemberdayaan masyarakat, baik
yang dilakukan Badan POM sendiri maupun bermitra dengan pemangku kepentingan.
Pengawasan oleh masyarakat merupakan salah satu pilar dari 3 pilar pengawasan, karena
masyarakat yang cerdas akan mampu melindungi dirinya sendiri serta mampu memilih
obat dan makanan yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kebutuhannya.
ii
Terima kasih kepada seluruh jajaran Badan POM serta mitra kerja atas hasil-hasil yang
dicapai selama tahun 2015. Semoga Laporan Tahunan ini bermanfaat sebagai bahan
evaluasi bagi pelaksana kegiatan agar terus berupaya meningkatkan kinerja pada masa
mendatang, dalam upaya melindungi masyarakat terhadap peredaran obat dan makanan
yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat/khasiat dan mutu.
Jakarta, Mei 2016
Badan Pengawas Obat dan Makanan
Kepala,
Dr. Roy A. Sparringa, M.App.Sc. NIP. 19620501 198703 1 002
iii
Daftar Isi
Sambutan Kepala Badan POM RI ...................................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................................................................. iii
Daftar Gambar ........................................................................................................................................................iv
Daftar Tabel .......................................................................................................................................................... viii
Executive Summary ............................................................................................................................................. xi
Ringkasan Eksekutif ......................................................................................................................................... xiv
I. Highlights 2015 ................................................................................................................................................... 1
II. Pendahuluan .................................................................................................................................................... 23
III. Keadaan Umum dan Tantangan Lingkungan ................................................................................... 43
IV. Hasil Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan Tahun 2015 .................................................... 57
4.1. Hasil Pengawasan Keamanan, Khasiat dan Mutu Produk Terapetik/Obat .............. 57
4.2. Hasil Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif .................... 76
4.3. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat Tradisional ........................... 81
4.4. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Suplemen Kesehatan .. 87
4.5. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Kosmetika ....................... 91
4.6. Hasil Pengawasan Keamanan dan Mutu Produk Pangan ................................................. 96
4.7. Hasil Investigasi Awal dan Penyidikan Kasus Tindak Pidana Bidang Obat
dan Makanan ............................................................................................................................................ 126
4.8. Hasil Pengawasan Iklan .............................................................................................................. 135
4.9. Hasil Pengawasan Penandaan dan Label ............................................................................. 136
4.10. Standardisasi ................................................................................................................................ 139
4.11. Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) ................................................................ 147
4.12. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ....................................................................... 148
4.13. Kerjasama Luar Negeri ............................................................................................................. 180
4.14. Pengembangan Obat Asli Indonesia .................................................................................... 182
4.15. Riset di Bidang Obat dan Makanan ...................................................................................... 183
4.16. Pengujian di Bidang Obat dan Makanan ............................................................................ 185
V. Pengelolaan Anggaran .............................................................................................................................. 189
VI. Penutup ......................................................................................................................................................... 193
iv
Daftar Gambar Gambar 2.1. Tiga Pilar dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan……………………….. 24
Gambar 2.2. Struktur Organisasi Badan POM…………………………………………..……………….. 25
Gambar 3.1. Kebutuhan SDM BPOM Tahun 2015-2019 Berdasarkan Analisa Beban
Kerja………………………………………………………………………………………………… 44
Gambar 3.2. Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun
2015………………………………………………………………………………………………… 46
Gambar 3.3. Komposisi Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia Tahun 2015…………. 49
Gambar 4.1. Profil Keputusan Registrasi Produk Terapetik/ObatTahun 2013-2015.. 60
Gambar 4.2. Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Terapetik/Obat
Tahun 2015…………………………………………………………………………………………………. 62
Gambar 4.3. Profil Persentase Obat Memenuhi Syarat Tahun 2013-2015………………… 62
Gambar 4.4. Jumlah Inspeksi Post Market Tahun 2015……………………………………………… 67
Gambar 4.5. Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Post Market Tahun 2015………………...……… 67
Gambar 4.6. Profil Sanksi Hasil Inspeksi Post Market Rutin Industri Farmasi Tahun
2015……………………………………………………………………………………………………. 67
Gambar 4.7. Profil Hasil Sertifikasi Industri Farmasi Tahun2015……………………………… 74
Gambar 4.8. Profil Hasil Pemeriksaan PBF (Produk Terapetik)Tahun 2015…………….. 69
Gambar 4.9. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2015…….. 70
Gambar 4.10. Profil Surat Keterangan Impor Tahun 2015………………………………………. 75
Gambar 4.11. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi (Narkotika, Psikotropika Dan
Prekursor) Tahun 2015…………………………………………………………………… 76
Gambar 4.12. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana PBF (Narkotika Dan Psikotropika)
Tahun 2015………………………………………………………………………………………………………... 77
Gambar 4.13 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2015….. 77
Gambar 4.14 Profil Rincian Hasil Pengujian Laboratorium Barang Bukti Tindak Pidana
Narkotika Dan Psikotropika Dari Polri Tahun 2015…………………………… 78
Gambar 4.15 Hasil Pengawasan Penerapan Pencantuman PHW pada kemasan Rokok di
Indonesia Periode 26 Juni 2014 – 31 Desember 2015………………………… 79
Gambar 4.16 Profil Pengawasan Iklan Rokok Post-Audit Tahun 2015……………………. 79
Gambar 4.17 Profil Hasil Pengawasan Label Rokok Tahun 2015……………………………. 80
Gambar 4.18 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2015…….. 81
Gambar 4.19 Profil Surat Keputusan Obat Tradisional Tahun 2013 – 2015…………… . 82
Gambar 4.20 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2011–
2015………………………………………………………………………………………………… 82
v
Gambar 4.21 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional
Tahun 2015……………………………………………………………………………………... 83
Gambar 4.22 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Impor
Tahun 2015……………………………………………………………………………………………………...…. 83
Gambar 4.23 Profil Sampling dan Pengujian LaboratoriumObat Tradisional Lokal
Tahun 2015…………………………………………………………………………………………….…… 84
Gambar 4.24 Profil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional Tahun 2015…. 85
Gambar 4.25 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat Tradisional
Tahun 2015………………………………………………………………………………………. 85
Gambar 4.26 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan
Tahun 2015………………………………………………………………………………….. 87
Gambar 4.27 Profil Surat Keputusan Suplemen Kesehatan Tahun 2013-2015…..….. 88
Gambar 4.28 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan
Tahun 2013-2015…………………………………………………………………………… 88
Gambar 4.29 Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Suplemen
Kesehatan Tahun 2014…………………………………………………………………….. 89
Gambar 4.30 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Suplemen Kesehatan
Tahun 2015……………………………………………………………………………………. 89
Gambar 4.31 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Notifikasi Kosmetika Tahun 2015…91
Gambar 4.32 Profil Notifikasi Kosmetika Tahun 2013–2015………………………………. 92
Gambar 4.33 Profil Persetujuan Nomor Ijin Edar/Notifikasi Kosmetika
Tahun 2013–2015………………………………………………………………………….. 92
Gambar 4.34 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Kosmetika
Tahun 2015………………………………………………………………………………………. 93
Gambar 4.35 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetika Tahun 2015……. 94
Gambar 4.36 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetika Tahun 2015…… 95
Gambar 4.37 Profil Persetujuan Pendaftaran Pangan Tahun 2015…………………………. 97
Gambar 4.38 Roadmap Pengembangan e-Registration 2010-2015…………………………. 98
Gambar 4.39 Profil Persetujuan Pengkajian Risiko Penggunaan Zat Gizi, Komponen
Makanan dan Klaim Baru Tahun 2012-2015………………………………….. 99
Gambar 4.40 Profil Persetujuan Pengkajian BTP dan Bahan Baku Dalam Produk
Pangan Tahun 2012-2015……………………………………………………………….. 100
Gambar 4.41 Profil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Pangan
Tahun 2015……………………………………………………………………………………. 102
vi
Gambar 4.42 Tren hasil pengawasan PJAS tahun 2010-2014………………………………….. 105
Gambar 4.43 Tren Persentase Penyumbang PJAS Tidak Memenuhi Syarat…………….. 105
Gambar 4.44 Parameter Mikrobiologi dan Jenis PJAS Penyumbang TMS Terbesar……..106
Gambar 4.45 Jenis PJAS dengan TMS Paling Tinggi Tahun 2015…………………………….. 106
Gambar 4.46 Analisis Pareto Parameter Uji Paling Tinggi TMS dari PJAS Tahun 2015.. 107
Gambar 4.47 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Tahun 2015…………. 107
Gambar 4.48 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Produk Pangan Tahun 2015. 109
Gambar 4.49 Profil Tenaga Penyuluhan Keamanan Pangan dan Distric Food Inspector
sampai dengan Tahun 2015………………………………………………………………….. 110
Gambar 4.50 IRTP yang Mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan sampai dengan
Tahun 2015……………………………………………………………………………...………….. 111
Gambar 4.51 Profil Hasil Pengujian Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun 2015…………….. 113
Gambar 4.52 Jenis Pangan yang Diuji pada Pengawasan Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun
2015……………………………………………………………………………………………….….. 113
Gambar 4.53 Profil Kejadian dan Kasus KLB Keracunan PanganTahun 2015…………….. 117
Gambar 4.54 Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2015………………………………….. 118
Gambar 4.55 Profil Asal Pangan Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2015……….. 119
Gambar 4.56 Notifikasi yang diterima dan ditindaklanjuti NCP Tahun 2015…………….. 124
Gambar 4.57 Import Refusal Produk Indonesia di Amerika Tahun 2015………………….. 125
Gambar 4.58 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Produk
Tahun 2015………………………………………………………………………………………. 127
Gambar 4.59 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Sarana
Tahun 2015……………………………………………………………………………………… 127
Gambar 4.60 Sebaran Berdasarkan Sarana Pada Operasi Gabungan Nasional
Tahun 2015……………………………………………………………………………………… 129
Gambar 4.61 Sebaran Berdasarkan Produk Pada Operasi Gabungan Nasional
Tahun 2015……………………………………………………………………………………… 129
Gambar 4.62 Tindak Lanjut Temuan Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015……….. 130
Gambar 4.63 Profil Temuan Opgabnas Berdasarkan Jenis KomoditiTahun 2015…… 130
Gambar 4.64 Profil Temuan Opgabda Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2015…….. 131
Gambar 4.65 Hasil Penilaian Iklan Sebelum Beredar Tahun 2015………………………… 135
Gambar 4.66 Hasil Pengawasan/Monitoring Iklan Yang Beredar Tahun 2015…..………. 136
Gambar 4.67 Realisasi BMDTP Tahun 2011-2015………………………………………………….. 148
vii
Gambar 4.68 Dinamika Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui
ULPK Tahun 2011–2015…………………………………………….……………………. 149
Gambar 4.69 Dinamika Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Per-Bulan
Tahun 2015……………………………………………………………………………………….. 149
Gambar 4.70 Profil Jumlah Pengaduan dan Informasi Konsumen Berdasarkan
Jenis Komoditi Tahun 2015………………………………………………………………. 150
Gambar 4.71 Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK Tahun 2015….. 151
Gambar 4.72 Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK dan Contact center
Berdasarkan Jenis Sarana yang Digunakan Tahun 2015……………………… 151
Gambar 4.73 Grafik Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui Akun
Twitter @HALOBPOM1500533 Periode Januari – Desember 2015..… 152
Gambar 4.74 Grafik Indeks Loyalitas Pelanggan ULPK……………………………………. 157
Gambar 4.75 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan
Jumlah Interaksi Tahun 2015…………………………………………………..………. 158
Gambar 4.76 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis
Sarana Kontak Tahun 2015………………………………………………………….. 158
Gambar 4.77 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis
Komoditi Tahun 2015……………………………………………………………….…. 159
Gambar 4.78 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis
Profesi Konsumen Tahun 2015…………………………………………………………. 159
Gambar 4.79 Profil Total Calls Contact Center Tahun 2015……………………………………. 160
Gambar 4.80 Profil Total Answer Calls Contact Center Tahun 2015……………………………. 160
Gambar 4.81 Profil Total Abandon Calls Contact Center Tahun 2015………………………. 160
Gambar 4.82 Peta Pemantapan Strategi Kehumasan…………………..…………………………. 161
Gambar 4.83 Diagram Topik Permohonan Wawancara Tahun 2015…………………. 164
Gambar 4.84 Diagram Pemberitaan BPOM oleh Media Tahun 2015………………………. 168
Gambar 4.85 Tampilan Sistem Elektronik untuk Monitoring Berita…………………………. 171
Gambar 4.86 Pemberitaan Badan Pengawas Obat dan Makanan menurut Komoditi tahun
2015…………………..………………………………………………………………….………. 172
Gambar 4.87 Grafik Tone Berita Pemberitaan terkait BPOM…………………….….……………. 172
Gambar 4.88 Grafik Media Televisi yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM…. 173
Gambar 4.89 Grafik Media Lokal yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM…..…. 173
Gambar 4.90 Grafik Media Nasional yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM…. 173
Gambar 4.91 Grafik Media online yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM…… 174
Gambar 4.92 Aktivitas Twitter @BPOM_RI…………………………….…..…………………………. 174
viii
Gambar 4.93 Aktivitas retweet Twitter @BPOM_RI…………………..…………………………. 175
Gambar 4.94 Profil Masyarakat yang Menghubungi PIONas Berdasarkan Kategori Pekerjaan
Tahun 2015…………………..………………………………………………..………………. 176
Gambar 4.95 Profil Masyarakat Yang Menghubungi SIKerNasBerdasarkan Profesi Tahun
2015…………………..………………………………………………………………………. 176
Gambar 4.96 Frekuensi Kasus Keracunan berdasarkan Kelompok Penyebab di Jabodetabek
Tahun 2015…………………..…………………………………………………..…………………. 177
Gambar 4.97 InfoPOM yang diterbitkan selama Tahun 2015………….………………. 178
Gambar 4.98 Jumlah sampel tiap Bidang/Laboratorium Tahun 2015………..……. 186
Gambar 5.1 Proporsi Anggaran Badan POM Pusat dan Balai Tahun 2015………………. 189
Gambar 5.2 Proporsi Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja
Tahun 2015……………………………………………………………………………………….. 190
xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan
kesehatan di Indonesia. Dalam melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang
berisiko terhadap kesehatan, Badan POM melaksanakan pengawasan full spectrum yang
komprehensif dan sistematik, mulai dari standardisasi, evaluasi pre-market, hingga
pengawasan post-market dengan cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium
produk obat dan makanan yang beredar, inspeksi cara produksi dan distribusi dalam
rangka pengawasan implementasi Cara Produksi dan Cara Distribusi yang baik,
pengawasan iklan dan penandaan, serta investigasi awal dan penyidikan berbagai kasus
tindak pidana bidang obat dan makanan yang disertai dengan upaya penegakan hukum dan
pemberdayaan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Badan POM tidak
bertindak sebagai single player, melainkan juga melalui kerjasama dan koordinasi yang
efektif dan sinergis dengan lintas sektor dan masyarakat agar pelaksanaan pengawasan
obat dan makanan efektif.
Selain itu, Badan POM juga mendukung perkuatan ekonomi nasional melalui peningkatan
pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku secara internasional bagi obat dan
makanan yang diproduksi oleh industri obat dan makanan dalam negeri. Bimbingan teknis
pemenuhan regulasi bagi pelaku usaha bidang obat dan makanan merupakan kontribusi
Badan POM bagi peningkatan daya saing produk dalam negeri untuk dapat mengambil
peran dalam perdagangan regional dan global.
Pada tahun 2015, Badan POM telah menyusun 56 peraturan, pedoman, dan standar di
bidang obat dan makanan. Selain itu, Badan POM bersama dengan lintas sektor antara lain
Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Hukum dan HAM
telah membahas 7 Rancangan Undang-undang dan 11 Rancangan Peraturan Pemerintah.
Badan POM juga terlibat aktif dalam pembahasan 9 Rancangan Permenkes.
Selama tahun 2015, Badan POM telah melakukan evaluasi pre-market dan memberikan
persetujuan izin edar dan notifikasi terhadap 59.913 produk obat, obat tradisional,
kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan. Pengawasan post-market dilakukan dengan
cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium terhadap 76.209 sampel produk
obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan. Selain itu, Badan POM
juga melakukan pengujian sampel barang bukti kasus NAPZA dari Kepolisian sebanyak
3.048 sampel. Di tingkat produksi dan distribusi, telah dilakukan inspeksi terhadap 5.114
sarana produksi dan 43.077 sarana distribusi obat dan makanan. Terhadap berbagai
pelanggaran peraturan di bidang Obat dan Makanan, 277 pelanggaran di bidang obat dan
makanan ditindaklanjuti dengan pro-justisia, 52 perkara (18,77%) diantaranya telah
mendapat putusan pengadilan.
Untuk melindungi masyarakat dari klaim yang menyesatkan, Badan POM juga melakukan
pengawasan terhadap 55.643 iklan obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik
dan pangan yang beredar. Untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak lengkap,
tidak obyektif dan menyesatkan, Badan POM melakukan pengawasan terhadap 60.683
xv
penandaan obat, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik dan pangan yang beredar,
termasuk label halal pada produk pangan.
Sebagai salah satu pilar pengawasan obat dan makanan yang dilaksanakan oleh masyarakat,
pemberian komunikasi, informasi dan edukasi timbal balik dengan konsumen mempunyai
arti penting dalam pemberdayaan masyarakat agar dapat membentengi diri dari obat dan
makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Pemberdayaan masyarakat terus dilakukan
melalui berbagai cara, seperti membuka akses langsung melalui Unit Layanan Pengaduan
Konsumen (ULPK) dan Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM), mengeluarkan
Peringatan Publik (public warning), pameran, Iklan Layanan Masyarakat, Talk Show,
penerbitan buletin, penyuluhan langsung ke berbagai lapisan masyarakat, serta berbagai
tulisan di media cetak. Selama Tahun 2015, Badan POM telah menerima pengaduan dan
permintaan informasi mengenai Obat dan Makanan sejumlah 29.053 layanan ULPK di Pusat
dan 31 Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia serta Contact Center HALO BPOM 1500533.
Badan POM juga telah menerbitkan sebanyak 40 Siaran Pers termasuk Peringatan Publik,
dimana 12 siaran pers diterbitkan melalui konferensi pers. Selain itu, Badan POM juga
terlibat dalam 36 talkshow di media televisi serta 148 wawancara media kepada pimpinan
Badan POM.
Perkuatan jejaring kerja dengan instansi terkait dan pemerintah daerah provinsi maupun
kabupaten/kota melalui MoU terus ditingkatkan dalam rangka pengawasan obat dan
makanan. Selain itu, Badan POM juga mengintensifkan kerjasama luar negeri yang tidak
hanya ditujukan untuk mendukung tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan, namun
juga untuk mendukung Agenda Nawa Cita ke-6 dalam meningkatkan produktivitas rakyat
dan daya saing di pasar internasional. Pada tahun 2015, Badan POM telah melakukan 25
pengembangan kerjasama dan/atau kerjasama internasional di bidang obat dan makanan.
1
BAB 1
HIGHLIGHT 2015
JANUARI
Mengawali Tahun 2015, Kepala
Badan POM menyampaikan
capaian kinerja Badan POM
Tahun 2014 dan Fokus Tahun
2015 pada hari Senin, 12
Januari 2015. Kegiatan Badan
POM tahun 2015 difokuskan
pada dukungan terhadap 9
agenda prioritas pembangunan
Indonesia melalui: (1)
peningkatan kualitas layanan
publik; (2) peningkatan
kapasitas dan akuntabilitas
kinerja birokrasi; (3) membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan melalui peningkatan kinerja
Pos POM; (4) pemberian jaminan keamanan, khasiat, keamanan, mutu Obat dan
Makanan melalui perkuatan pengawasan berbasis risiko; (5) perlindungan kesehatan
anak sekolah melalui pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS); (6)
Peningkatan Penanggulangan Obat Tradisional mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)
serta Obat Tradisional ilegal; (7) perkuatan Gerakan Nasional Waspada Obat dan
Makanan Ilegal (GN-WOMI); serta (8) penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) Pangan.
Pada bulan Januari 2015, Badan POM sebagai Emergency Contact Point dari
International Food Safety Authorities Network (INFOSAN) dan National Contact Point
Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) telah menerima informasi
dari INFOSAN di Jenewa dan dari Kedutaan Besar Amerika di Indonesia terkait adanya
penarikan produk apel dan Caramel Apples yang terkontaminasi oleh Listeria
monocytogenes. Badan POM telah mengambil langkah-langkah, antara lain
berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan terkait
pengendalian peredaran serta Kementerian Kesehatan terkait antisipasi potensi KLB
keracunan pangan di Indonesia. Selain itu, Balai Besar / Balai POM di seluruh Indonesia
melakukan pengawalan di daerah melalui Jejaring Pengawasan Pangan di Daerah.
Sebagai tindak lanjut keberhasilan program Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak
Sekolah (AN-PJAS), pada tanggal 30 Januari 2015 Badan POM menginisiasi program
dan kegiatan di bidang keamanan pangan yang berbasis masyarakat yang disebut
2
Gerakan Keamanan Pangan Desa. Program tersebut akan dilaksanakan dari tahun 2015
sampai 2019 di 500 desa yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Faktor penting
dalam menunjang keberhasilan program ini adalah komitmen yang tinggi dari semua
pihak yang terlibat untuk mewujudkan kemandirian pangan, termasuk keamanan
pangan di wilayahnya. Desa Pangan Aman ini akan menjadi model atau replikasi bagi
Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya sebagai basis peningkatan keamanan pangan
hingga tingkat individu di wilayah masing-masing.
FEBRUARI
Pada tanggal 3 - 6 Februari 2015, diselenggarakan rangkaian acara Pekan Ilmiah
Inovasi dan Riset Badan POM yang bertujuan untuk membudayakan inovasi di
lingkungan Badan POM dan menegaskan Badan POM sebagai organisasi yang
mengutamakan Ilmu Pengetahuan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan dan
pelaksanaan program/kegiatan
(scientific based organization) serta
mendukung knowledge
management. Dalam acara tersebut,
dilaksanakan diseminasi dan
pameran hasil penelitian, proposal
inovasi alumni peserta tugas
belajar/izin belajar dan hasil
pelaksanaan proyek perubahan
peserta Diklat Kepemimpinan
Tahun 2014.
Dalam rangka meningkatkan
koordinasi Indonesia Rapid Alert
System for Food and Feed
(INRASFF) dilakukan pertemuan
pada tanggal 10 Februari 2015 di
Badan POM. Pertemuan dihadiri
oleh pemangku kepentingan di
bidang keamanan pangan dan
kesehatan masyarakat. Dengan kerangka INRASFF yang sudah dibangun, diharapkan
perlindungan masyarakat dari pangan yang tidak aman bisa lebih optimal. Selain itu,
INRASFF juga memiliki nilai ekonomis, terkait dengan daya saing produk nasional.
Edukasi kepada masyarakat juga perlu dilakukan, agar masyarakat memiliki persepsi
yang benar tentang isu-isu keamanan pangan. Perkuatan laboratorium juga perlu
dilakukan sehingga setiap notifikasi diterbitkan dengan dukungan data yang valid.
3
Pada hari Rabu, 11 Februari 2015,
diselenggarakan Peluncuran Program
Inovasi Kinerja Badan POM yang dihadiri
oleh Menko PMK, Puan Maharani; Menteri
Kesehatan, Nila F. Moeloek; stakeholder
lain, serta media. Inovasi tersebut antara
lain aplikasi “IONI versi mobile”,
aplikasi “Ayo Cek Gizi Pangan Jajanan
Anak Sekolah (PJAS) versi desktop dan
android”, serta aplikasi “E-SiAPIk
(Sistem Aplikasi Persetujuan Iklan).
Ketiga aplikasi tersebut diharapkan
dapat mempermudah masyarakat dan
pelaku usaha dalam mendapatkan
informasi terkait Obat dan Makanan.
Kamis, 12 Februari 2015, telah
ditandatangani Kesepakatan
Bersama Badan POM dan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pengawasan Obat dan
Makanan, meningkatkan kapasitas
fasilitas kefarmasian berupa
fasilitas distribusi dan pelayanan
yang baik. Hal ini agar memenuhi
ketentuan cara distribusi dan
pelayanan yang baik, meningkatkan
keamanan, mutu, dan gizi pangan industri rumah tangga pangan; serta meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam memilih produk obat dan makanan yang aman,
berkhasiat/bermanfaat, dan bermutu.
Dengan mengusung slogan “Jamu
Warisan Budaya Kesehatan yang
Aman dan Oke (JAWARA Oke)”, pada
hari Jumat, 27 Februari 2015, Badan
POM mengajak seluruh masyarakat
untuk bersama-sama menjadikan
jamu aman, berkhasiat dan bermutu
sebagai bagian dari budaya atau gaya
hidup demi menciptakan bangsa
yang sehat dan berdaya saing. Acara
ini dihadiri antara lain oleh Menteri Kesehatan, Nila F. Moeloek; Menteri Komunikasi
dan Informatika, Rudiantara; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
4
Anak, Yohana Yembise dan Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa. Badan POM berupaya
mewujudkan kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat
dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan. Badan
POM juga mendukung pengembangan jamu gendong dan pelaku usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) obat tradisional lainnya.
MARET
Kepala Badan POM menjadi salah satu pembicara pada Global Food Safety
Conference (GFSC) yang diselenggarakan oleh the Consumer Goods Forum pada tanggal
3-5 Maret 2015 di Kuala Lumpur Convention Center (KLCC) Malaysia. Food safety: a
Shared Responsibility adalah
tema besar yang diangkat pada
konferensi ini dengan semangat
mewujudkan keamanan pangan
sebagai tanggung jawab
bersama seluruh pihak di
sepanjang rantai pangan dan
bukan hanya beban salah satu
pihak saja. Paparan Kepala
Badan POM difokuskan
pada Elimination of Technical
Barriers to Food Trade in ASEAN.
Salah satu pesan dari GFSC 2015 adalah food safety is expected, not a competitive issue.
Oleh karenanya, keamanan pangan harus menjadi karakteristik suatu produk pangan
untuk dikonsumsi konsumen.
Sehubungan dengan adanya kejadian tidak diinginkan yang serius pada penggunaan
obat injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy 4 ml/5 (Bupivacaine HCl) produksi Industri
Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk. di Siloam Hospital Lippo Village Karawaci, pada tanggal
4 dan 23 Maret 2015, Badan POM memberikan penjelasan kepada masyarakat melalui
siaran pers.
Kepala Badan POM menjadi salah
satu pembicara pada seminar yang
diselenggarakan Food Review
Indonesia, Kamis, 12 Maret 2015.
Dengan mengusung tema "Food
Safety”, Kepala Badan POM
menyampaikan presentasi seputar
program keamanan pangan Badan
POM saat ini antara lain Gerakan
Nasional Waspada Obat dan
Makanan Ilegal (GN-WOMI),
5
perkuatan program pasar aman dari bahan berbahaya untuk mendukung 5.000 pasar
tradisional, penguatan UMKM pangan, perkuatan Gerakan Keamanan Pangan Desa
dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Keamanan Pangan, good regulatory dan code
of practice, regulasi keamanan pangan terbaru, dan fasilitasi/percepatan registrasi
produk pangan olahan IRTP menjadi MD (usaha mikro). Program-program tersebut
diharapkan dapat memberikan yang terbaik dalam keamanan pangan di seluruh
Indonesia.
Pada 16 s.d. 18 Maret 2015, Badan
POM menggelar kegiatan Rapat
Kerja Nasional (Rakernas) di
Jakarta. Rakernas yang dibuka oleh
Menteri Kesehatan RI, Nila A.
Moeloek didampingi Kepala Badan
POM, Roy A. Sparringa ini
mengusung tema “Penguatan
Kemitraan Pengawasan Obat dan
Makanan untuk Meningkatkan
Kualitas Hidup Manusia Indonesia
dan Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)”. Dalam sambutannya, Menteri
Kesehatan mengharapkan agar Badan POM dapat melakukan pengawasan lebih
optimal, dan terus menggalang kerja sama dengan pemangku kepentingan terkait.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Badan POM meminta kepada seluruh jajaran Badan
POM baik di pusat maupun di daerah untuk terus meningkatkan upaya kerja sama dan
koordinasi yang baik dengan institusi terkait lainnya.
APRIL
Pentingnya keamanan pangan menjadi perhatian semua pihak termasuk Badan
Kesehatan Dunia (WHO) yang menjadikan “Keamanan Pangan” sebagai tema
peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) 2015. Di Indonesia, “Pilih dan Konsumsi
Pangan yang Aman dan Sehat” menjadi tema nasional HKS tahun ini. Turut
menyukseskan Hari Kesehatan
Sedunia tahun ini, Badan POM
berpartisipasi aktif sepanjang
bulan April 2015 dengan
menginisiasi kegiatan Bulan
Keamanan Pangan Nasional tahun
2015 dengan tema “Mewujudkan
Pangan Aman Hingga Tingkat
Perseorangan Melalui Edukasi
Keamanan Pangan Berbasis
Masyarakat”. Kegiatan ini
merupakan upaya untuk
6
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya keamanan pangan di
Indonesia dan mendorong masyarakat/konsumen untuk secara mandiri mampu
memastikan bahwa pangan yang akan dikonsumsi aman, bermutu, dan bergizi.
Sebagai salah satu upaya Badan POM dalam implementasi Reformasi Birokrasi, pada
Selasa, 28 April 2015 dilakukan penandatanganan berita acara konsensus PMPRB
Badan POM oleh Kepala Badan POM, Sekretaris Utama, Deputi Bidang Pengawasan
Produk Terapetik dan NAPZA, Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan
Bahan Berbahaya, Koordinator Tim pelaksana RB, dan Ketua Tim Asesor PMPRB.
Tujuan PMPRB antara lain untuk memudahkan Kementerian/Lembaga (K/L) dalam
menyediakan informasi mengenai
perkembangan pelaksanaan
reformasi birokrasi dan upaya-
upaya perbaikan yang perlu
dilakukan oleh K/L. Disamping itu
PPMRB diharapkan juga dapat
menyediakan data/informasi bagi
Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi dalam rangka menyusun
profil nasional pelaksanaan
reformasi birokrasi.
MEI
Pada Kamis, 7 Mei 2015, bersama
Bareskrim POLRI, Badan POM
berhasil menggerebek rumah toko
yang dijadikan gudang
penyimpanan Obat dan Makanan
ilegal, beralamat di Jl. Pahlawan
Seribu Blok G2 No. 33 yang dikenal
dengan Ruko Golden Boulevard.
Ditemukan setidaknya 80 item
obat tradisional (OT) mengandung
BKO dan juga ilegal, 4 item pangan
tanpa izin edar (TIE) berupa kopi mengandung BKO, 4 item kosmetik TIE, 4 item obat
yg diduga palsu, serta 3 item obat ilegal. Dari temuan tersebut, beberapa diantaranya
merupakan produk yang sudah sering ditemukan pada operasi Badan POM
sebelumnya, seperti Jamu Tradisional Madu Klanceng, Kapsul Panjang Umur Antanan,
Kapsul Linu-Rat, dan Ponstan. Nilai keekonomian dari temuan tersebut ditaksir
mencapai 3 milyar rupiah.
7
Pada 7 Mei 2015, Badan POM dan Ikatan Apoteker Indonesia menandatangani nota
kesepahaman (MoU) dalam acara Rapat Kerja Nasional dan pertemuan ilmiah IAI tahun
2015 yang mengusung tema "Enhancing Pharmacist Competence in Sustainable
Health" , di Hotel The Hills dan Istana Bung Hatta, Bukittinggi, Sumatera Barat. Badan
POM dan IAI sepakat meningkatkan aktivitas pengawasan obat dan sediaan farmasi di
sarana produksi dan distribusi serta pelayanan farmasi, sehingga tidak ada produk
ilegal atau palsu, serta diversi
sediaan farmasi. Kerja sama ini
sangat bermakna untuk
meningkatkan komunikasi dan
peran masyarakat melalui
pemberian edukasi kepada
masyarakat. Dengan
pemberdayaan masyarakat yang
baik dan benar, diharapkan
masyarakat semakin cerdas
sehingga dapat menggunakan
obat dengan benar.
Pada 11 Mei 2015, Kepala Badan POM, menyampaikan sambutan pada pembukaan
Seminar on Understanding Consumer Science and Behaviour oleh ILSI SEA Region di
Hotel Pullman, Jakarta. Dalam sambutanya, Kepala Badan POM menekankan
pentingnya Keamanan Pangan yang saat ini menjadi perhatian publik. Globalisasi
perdagangan makanan
berkontribusi terhadap dinamika
pola sistem keamanan pangan.
Transportasi, komunikasi, dan
teknologi informasi modern
memungkinkan pendistribusi
pangan antar negara-negara di
seluruh dunia. Modernitas ini
menawarkan banyak pilihan
kepada konsumen dengan
menyediakan lebih banyak jenis
makanan dari produksi domestik maupun internasional. Namun demikian, kondisi ini
juga membuat kemungkinan masalah keamanan pangan. Tantangan utama dalam
keamanan pangan termasuk Food Borne Disease (FBD) outbreaks caused by unsafe food,
penyalahgunaan bahan kimia berbahaya yang dilarang untuk makanan, dan melebihi
batas maksimum kontaminan dan aditif makanan.
8
Terkait adanya laporan dugaan beredarnya beras yang mengandung plastik, pada
tanggal 26 Mei 2015, Kepala Badan POM bersama dengan Kapolri, Menteri
Perdagangan, Menteri Pertanian, dan Kepala Badan Intelejen Negara, ikut serta dalam
rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden RI. Sebelumnya, Badan POM, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan POLRI telah menguji beberapa sampel beras
yang diduga mengandung plastik
dengan hasil uji negatif (tidak
mengandung plastik), sehingga
masyarakat dihimbau tenang dan
tidak khawatir. Selanjutnya, pada
Rabu, 27 Mei 2015, Kepala Badan
POM, juga turut serta dalam sidak
di Pasar Induk beras di Cipinang,
bersama Menteri Perdagangan dan
Kapolri yang didampingi Direktur
Food Station Tjipinang.
Dalam upaya mendorong dan memfasilitasi Koperasi dan UMKM untuk mampu
menghasilkan dan memasarkan produk sesuai dengan standar dan persyaratan yang
berlaku, Badan POM tidak mungkin berperan sendiri. Kerja sama dan koordinasi efektif
dan dinamis dengan berbagai pihak harus senantiasa dijalin, dibina dan dikembangkan
agar memberikan kontribusi positif bagi terlaksananya tugas dan tanggung jawab
Badan POM. Untuk itu, pada Kamis, 28 Mei 2015 di Jakarta dilakukan penandatanganan
nota kesepahaman antara Badan POM dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah. Penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut merefleksikan komitmen
dalam membangun kerjasama dan kesatuan tindak dalam rangka pemberdayaan
Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui Pendampingan
Teknis dan Pengawasan di Bidang Obat Tradisional, Kosmetika dan Pangan sehingga
dapat bersaing di pasar domestik, regional, maupun international.
JUNI
Memperingati World Anti-
Counterfeiting Day2015, pada 1
Juni 2015, Badan POM menggelar
beberapa kegiatan yaitu
Sosialisasi Cara distribusi Obat
yang Baik kepada Apoteker dan
Pemilik Sarana Apotek di
kawasan Jatinegara dan Pasar
Pramuka, serta Peresmian
Forum Single Point of
Contact (SPOC). Kegiatan ini
9
dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari
kemungkinan risiko kesehatan yang timbul akibat konsumsi produk ilegal dan/atau
palsu. Menurut data Badan POM, praktek pemalsuan obat dapat terjadi pada merek dan
produk obat paten maupun generik dengan berbagai kriteria pemalsuan, yang dapat
menyebabkan memburuknya kesehatan pasien dan meningkatnya biaya pengobatan.
Pada kesempatan ini, Kepala Badan POM dan jajarannya melakukan aksi simpatik
dengan memberikan bunga mawar asli kepada pengguna jalan yang melintas di depan
kantor Badan POM. Pemberian bunga asli ini sebagai simbol bahwa masyarakat harus
memilih produk obat yang asli, bukan yang palsu, walaupun yang palsu lebih indah,
tetapi tidak mempunyai khasiat.
Upaya Badan POM dalam pengelolaan keuangan negara dan pelaporan keuangan
membuahkan hasil dengan diberikannya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas
Laporan Keuangan Badan POM Tahun 2014 oleh BPK. Hal ini disampaikan secara
langsung oleh Anggota VI BPK RI Prof. Dr. Bahrullah Akbar, MBA kepada Kepala Badan
POM, dalam acara Penyerahan
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
Atas Laporan Keuangan Badan
POM Tahun Anggaran 2014, pada
16 Juni 2015 di Auditorium
Gedung Tower BPK RI. Kepala
Badan POM memberikan apresiasi
kepada segenap jajaran Badan
POM atas pencapaian Opini WTP
dan mengharapkan untuk terus
melaksanakan pengelolaan
keuangan Badan POM dengan
transparan dan akuntabel.
Badan POM menggelar konferensi
pers untuk menginformasikan hasil
pelaksanaan Operasi Pangea VIII,
pada Kamis 25 Juni 2015. Operasi
Pangea merupakan operasi tingkat
Internasional yang bertujuan
memberantas penjualan produk
ilegal termasuk palsu yang diedarkan
secara online. Hadir dalam konferensi
pers antara lain perwakilan dari
Kementerian Kesehatan RI, NCB
Interpol Indonesia, Kementerian Perdagangan RI, serta Bareskrim Mabes POLRI.
Selama sepekan operasi Pangea VIII, 9 s.d. 16 Juni 2015, sebanyak 293 situs internet
teridentifikasi menjual obat dan alat kesehatan ilegal. Perolehan hasil sitaan berjumlah
10
lebih dari 3,4 juta kemasan produk dengan nilai keekonomian mencapai 27,6 milyar
rupiah.
JULI
Pada tanggal 6 Juli 2015 di Hotel Amaroossa Grande Bekasi dengan dihadiri perwakilan
seluruh unit eselon 2 di Pusat dan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia,
dilaksanakan internalisasi revolusi mental oleh Sekretaris Utama Badan POM dengan
menyampaikan pemaparan bertemakan “Revolusi Mental Badan POM dalam
Optimalisasi Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan”, mengingat Bulan Ramadhan
merupakan momentum yang baik
untuk melaksanakan revolusi
mental secara paripurna. Revolusi
mental sebagai perubahan
mendasar dalam cara berpikir dan
cara merasa yang diterjemahkan
dalam perilaku dan tindakan nyata
keseharian dalam kehidupan di
berbagai aspek baik perilaku
politik, perilaku ekonomi, perilaku
pendidikan, perilaku kerja, dan
perilaku sosial kemasyarakatan
pada akhirnya akan memberikan efek positif terhadap masyarakat. Sestama
menyampaikan langkah melakukan revolusi mental perlu dilakukan dengan strategi
yang tepat, konsisten, bertahap dan komprehensif melalui instrumen penerapan
sistem manajemen SDM aparatur yang berbasis sistem merit, penguatan
kepemimpinan pada masing-masing instansi, pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi, transparansi pengelolaan pelayanan publik, dan penguatan fungsi
pengawasan.
Sebanyak 7 orang peserta yang
berasal dari kuliah profesi di
Sekolah Staf dan Pimpinan
Tingkat Tinggi (Sespimti)
Kepolisian Republik Indonesia
(POLRI) mengunjungi Badan POM
pada Jum’at, 10 Juli 2015.
Mewakili Kepala Badan POM,
Deputi Bidang Pengawasan
Produk Terapetik dan NAPZA, T.
Bahdar J. Hamid yang didampingi
oleh Kepala Pusat Penyidikan
Obat dan Makanan, Hendri Siswadi, menerima kunjungan dalam diskusi yang bertajuk
Penyidikan Obat dan Makanan tersebut. Dalam paparannya, T. Bahdar J. Hamid
11
menyampaikan bahwa obat dan makanan merupakan salah satu industri strategis yang
harus mendapat perhatian khusus karena menyangkut aspek kesehatan manusia dan
aspek perekonomian bangsa. Oleh karena itu pengawasan obat dan makanan penting
dilakukan untuk mengawal peredaran obat dan makanan yang aman. Dukungan lintas
sektor juga sangat dibutuhkan Badan POM, terutama POLRI dalam upaya penegakan
hukum terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan. Menanggapi hal itu
SESPIMTI POLRI sangat mendukung upaya Badan POM dalam pengawasan obat dan
makanan karena Badan POM memiliki peran yang signifikan terhadap kesehatan
masyarakat. Sinergitas dengan Kepolisian dapat diperkuat tidak hanya dengan
penindakan tetapi juga pencegahan, termasuk sosialisasi kepada masyarakat. Dalam
upaya pengawasan obat dan makanan khususnya peredaran produk ilegal dan palsu
melalui online, Badan POM bisa memanfaatkan kerjasama dengan
Divisi Cyber Crime Mabes POLRI untuk melakukan pengusutan pelaku guna proses
penegakan hukum.
Pada tanggal 13 Juli 2015, Kepala
Badan POM memaparkan hasil
intensifikasi pengawasan yang
dilakukan Badan POM selama
Ramadhan dan menjelang Lebaran
1436 H. Senilai lebih dari 21,4
milyar rupiah pangan ilegal
ditemukan Badan POM dalam
kurun waktu 25 Mei s.d. 10 Juli
2015 di hampir seluruh wilayah
Indonesia. Selain itu Badan POM
juga menemukan pangan
kedaluwarsa senilai 5,4 miliar rupiah; pangan rusak senilai 1,5 miliar rupiah;
kosmetika yang tidak terdaftar/ternotifikasi, mengandung bahan berbahaya dan
rusak/kedaluwarsa senilai lebih 4 milyar rupiah; obat tradisional ilegal, mengandung
bahan kimia obat dan rusak/kedaluwarsa senilai lebih dari 368 juta rupiah. Hasil ini
menunjukan upaya Badan POM dalam melakukan intervensi pengawasan obat dan
makanan dengan menyentuh akar masalahnya, yang antara lain dilakukan melalui
pengawasan yang lebih ketat di pintu masuk/perbatasan, pengawasan lebih
difokuskan pada temuan besar dan ke hulu, penguatan peran pelaku usaha dalam
penanganan produk sesuai cara ritel yang baik dan cara distribusi yang baik serta
pengawasan pangan dilaksanakan secara terpadu dan sinergis dengan lintas sektor di
sepanjang rantai pasokan. Dalam kesempatan ini juga Badan POM terus mengajak
masyarakat untuk lebih berpartisipasi secara aktif dalam pengawasan obat dan
makanan dengan menjadi konsumen cerdas yang teliti sebelum membeli dan
mengkonsumsi obat dan makanan, juga pro aktif dalam memberikan informasi adanya
Obat dan Makanan yang diduga melanggar peraturan, seperti pangan rusak,
kedaluwarsa, tanpa ijin edar atau pangan yang dicurigai mengandung bahan
berbahaya.
12
Pada hari Jumat, 24 Juli 2015,
Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Yuddy Chrisnandi
melakukan inspeksi mendadak ke
kantor Badan POM. Menpan RB
yang didampingi langsung oleh
Kepala Badan POM beserta
jajarannya melakukan sidak
secara acak dengan berkelliling
kebeberapa unit kerja, seperti
laboratorium dan gedung
pelayanan publik di Badan POM. Sidak kali ini dilaksanakan juga dalam rangka
silaturahmi setelah Hari Raya Idul Fitri dan untuk memantapkan perubahan mindset
Aparatur Sipil Negara yang lebih berdisiplin. Hal ini mengingat stigma masyarakat yang
berkata bahwa sehabis libur lebaran banyak kantor-kantor pemerintah kosong dan
stafnya tidak masuk. Inspeksi mendadak Di Badan POM membuktikan bahwa stigma
masyarakat tersebut tidak benar. Terbukti dari absensi dan aktifitas kegiatan di kantor
Badan POM sudah berjalan normal.
Mewakili Indonesia, delegasi Badan POM menghadiri pertemuan Technical
Consultation with National Regulatory Authorities to Review Dengue Vaccine Dossier
(Sanofi CYD-TDV) di kantor pusat WHO, Jenewa, pada 28 s.d. 30 Juli 2015. Pertemuan
ini bertujuan untuk pembahasan
bersama hasil evaluasi vaksin
dengue yang dilakukan oleh NRA
dari negara Brazil, Colombia,
Indonesia, Malaysia, Mexico,
Philippines, dan Thailand.
Pertemuan ini juga dihadiri oleh tim
ahli untuk memberikan masukan
terkait pertukaran informasi sistem
evaluasi di negaranya, serta
interpretasi data-data dari dossier.
AGUSTUS
Kepala Badan POM menjadi salah satu pembicara pada International Seminar on
Pharmaceutics 2015 yang diselenggarakan oleh Sekolah Farmasi ITB bertempat di
Harris Hotel Bandung, 3 s.d. 5 Agustus 2015. Dalam paparannya, Kepala Badan POM
menyampaikan bahwa industri farmasi di Indonesia sangat potensial dengan market
terbesar di ASEAN. Tercatat sebanyak 208 industri farmasi berkiprah di Indonesia
13
dengan rincian 7 industri milik pemerintah/BUMN, 167 industri lokal, dan 34 industri
multinasional. Beberapa isu strategis yang perlu diperhatikan antara lain komitmen
negara-negara ASEAN, integrasi pasar, otorisasi pasar, pengawasan pre dan post
market, harmonisasi standar dan
regulasi, serta pengakuan penilaian
bersama dan hambatan teknis
perdagangan. Badan POM sebagai
institusi pemerintah yang
berwenang melakukan pengawasan
Obat dan Makanan sangat terbuka
kepada semua pihak baik akademisi
maupun industri untuk berdiskusi
dan terlibat aktif dalam
pengembangan obat di tanah air.
Badan POM melalui Kepala Balai
Besar Pengawas Obat dan
Makanan (BBPOM) di Jakarta,
Dewi Prawitasari dan Sekda DKI
Jakarta, Saefullah
menandatangani perjanjian kerja
sama pengawasan makanan di
wilayah Jakarta, Jumat, 7 Agustus
2015, disaksikan oleh Gubernur
DKI Jakarta, Basuki T Purnama,
Sekretaris Utama Badan POM,
Reri Indriani, serta Deputi Bidang
Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Suratmono. Perjanjian kerja
sama tersebut merupakan implementasi dari MoU yang telah ditandatangani Kepala
Badan POM dan Gubernur DKI Jakarta pada12 Februari 2015 lalu. Badan POM
mendukung penuh kegiatan dan kebijakan serta komitmen Gubernur DKI Jakarta
tentang keamanan pangan, mengingat Jakarta sebagai ibukota negara yang
menjadi role model bagi daerah-daerah lainnya. Agar program ini berhasil, maka
diperlukan kemitraan dengan SKPD di wilayah DKI Jakarta untuk memperkuat jejaring
pengawasan keamanan pangan terpadu. Dengan penandatanganan kerja sama ini,
Gubernur DKI Jakarta berharap dapat mengintegrasikan aplikasi Smart City yang akan
dibuat bekerja sama dengan Kominfo. Aplikasi yang berbasis mobile phone ini
diharapkan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk mengetahui hasil uji
keamanan suatu produk.
Pada tanggal 20 Agustus 2015, Badan POM hadir bersama Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dalam peluncuran Gerakan Nusantara (Gerakan miNUm Susu tiAp hari
uNTuk Anak ceRdas aktif IndonesiA) tahun 2015 di SDN 11 Pagi Utara Kebayoran
Lama. Gerakan Nusantara yang diprakarsai oleh PT. Frisian Flag Indonesia ini
berkontribusi dalam upaya meningkatkan kualitas SDM melalui rangkaian kegiatan
14
peningkatan kebiasaan hidup
sehat anak Indonesia, melalui
kebiasaan minum susu, berolah
raga, dan membeli pangan jajanan
yang aman, bermutu, dan bergizi
di kantin sekolah. Dalam
sambutannya, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Anis
Baswedan menyampaikan bahwa
pemenuhan gizi anak sekolah
baik melalui penyediaan
makanan yang bergizi di tingkat
keluarga termasuk pemberian susu dan juga melalui asupan pangan jajanan yang aman
dan bergizi merupakan hal yang perlu mendapat perhatian. Badan POM yang diwakili
oleh Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan menyampaikan bahwa
Gerakan Nusantara sejalan dengan program Badan POM dalam melindungi anak
sekolah dari pangan jajanan yang tidak aman. Diharapkan melalui Gerakan Nusantara
ini dapat mendukung kerjasama yang erat dan harmonis antara pemerintah dengan
pelaku usaha dan masyarakat untuk bersama-sama mendukung pembentukan
generasi muda Indonesia yang sehat, cerdas, dan aktif.
Dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN), Badan POM
bersama Asosiasi Gabungan
Pengusaha Obat dan Makanan
menandatangani pakta integritas
yang disaksikan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan
Ombudsman RI, pada tanggal 24
Agustus 2015 di Aula Gedung C
Badan POM. Pakta integritas ini
merupakan komitmen antara Badan
POM dengan pengusaha Obat dan Makanan sebagai upaya pencegahan KKN. Tujuan
penandatanganan pakta integritas ini guna mewujudkan prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik, pelayanan publik yang bersih dan melayani masyarakat, serta
peningkatan pencegahan terjadinya tindak pidana KKN di Lingkungan Badan POM.
Revolusi mental melalui peningkatan kapasitas, akuntabilitas kinerja juga terus
diupayakan untuk mencipatakan Badan POM yang bersih dan bebas dari KKN.
Pada tanggal 24 Agustus 2015, Kepala Badan POM menyampaikan keterangan pers dan
public warning hasil pengawasan Badan POM terhadap Obat Tradisional dan Suplemen
Kesehatan Stamina Pria yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). Dari hasil
pengawasan Badan POM bulan November 2014 hingga Agustus 2015, ditemukan 50
jenis produk obat tradisional dan suplemen kesehatan stamina pria mengandung
15
bahan kimia obat (BKO), dimana 25
jenis diantaranya merupakan
produk obat tradisional yang tidak
memiliki izin edar. Nilai
keekonomian temuan obat
tradisional dan suplemen
kesehatan mengandung BKO ini
mencapai 59,8 milyar rupiah untuk
produk jadi dan 63,5 milyar rupiah
untuk bahan baku. Dari hasil
temuan tersebut, sebanyak 25 jenis
produk yang terdaftar di Badan
POM telah dibatalkan nomor izin edarnya. Selain itu, dalam dua tahun terakhir,
sejumlah 16 kasus peredaran OT mengandung BKO berhasil diungkap dan telah
diajukan ke pengadilan.
SEPTEMBER
Badan POM berpartisipasi dalam World Expo Milano (WEM) pada 30 Agustus s.d. 3
September 2015 di Milan, Italia. Pagelaran pameran terbesar di dunia yang
dilaksanakan 5 tahun sekali ini mengangkat tema “Feeding the Planet, Energy for Life”.
Wujud partisipasi Badan POM dalam World Expo Milano 2015 berupa Business
Forum dan pameran produk Obat dan Makanan yang melibatkan industri dan asosiasi
Obat dan Makanan di dalam negeri.
Tema besar yang diambil oleh
Badan POM adalah “The Richness of
Indonesian Biodiversity for the
World”. Kepala Badan POM, Roy
Sparringa beserta tim yang terdiri
dari delegasi Badan POM serta
asosiasi dan industri berupaya
mengangkat daya saing Indonesia
dengan memperkenalkan pangan,
kosmetika, dan obat tradisional
Indonesia di kancah dunia.
Pada tanggal 7 September 2015, Badan POM menerima tim evaluasi pelaksanaan
Reformasi Birokrasi (RB) di Badan POM dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB). Pada kesempatan tersebut, Plh. Kepala
Badan POM, Suratmono menegaskan bahwa Badan POM memiliki komitmen politik,
memiliki agenda RB yang jelas dan terukur, serta mampu melaksanakan agenda
reformasi birokrasi tersebut. Badan POM juga telah menyusun Road Map RB dan
melaksanakan agenda perubahan pada 8 (delapan) area perubahan. Pada kesempatan
tersebut, Sekretaris Utama Badan POM menyampaikan paparan tentang progress
16
pelaksanaan RB di Badan POM selama tahun 2014 dan triwulan I 2015. Dijelaskan pula
bahwa Badan POM telah melakukan
berbagai upaya peningkatan
perbaikan, antara lain adanya
subsite khusus RB sebagai sarana
penyebaran informasi terkait RB,
pengembangan e-
performance Badan POM, serta
pemberian reward sebagai
penghargaan dan sanksi terhadap
pegawai yang melakukan
pelanggaran.
Pada tanggal 16 September 2015,
Badan POM pusat dan seluruh Balai
Besar/Balai POM secara serentak
melaksanakan Pencanangan Tekad
Gerakan Nasional Revolusi Mental,
yang digagas oleh Kementerian
Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan. Kepala
Badan POM dalam amanatnya
menyampaikan bahwa ada tiga
nilai utama dalam revolusi mental
yaitu integritas, kerja keras, dan
gotong royong. Ketiga nilai tersebut tercermin dalam Budaya Organisasi Badan POM:
PIKKIR (Profesional, Integritas, Kredibel, Kerjasama, Inovatif, dan Responsif), yang
merupakan nilai-nilai luhur untuk diyakini, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh
pegawai Badan POM dalam melaksanakan tugasnya guna mewujudkan good
governance di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
Pada tanggal 17 September 2015,
Badan POM melaksanakan
sosialisasi bahaya merokok di
Surabaya yang dibuka oleh
Walikota Surabaya Tri
Rismaharini dan Kepala Badan
POM Roy Sparringa. Peserta
terdiri dari siswa dan guru
pendamping dari 56 SMP/MTs
dan SMA/SMK/MA, lintas sektor
terkait dan organisasi profesi,
Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM). Pemerintah melalui Badan POM berupaya mengedukasi masyarakat akan
bahaya merokok salah satunya dengan penggunaan peringatan kesehatan bergambar
17
(Pictorial Health Warning/PHW) pada bungkus rokok. Pada kesempatan ini, Kepala
Badan POM memperkenalkan RIKO atau Remaja Indonesia Anti Rokok, maskot yang
menggambarkan pelajar yang tidak hanya pintar dan popular, tetapi juga selalu
berperilaku positif.
Pada tanggal 28 September 2015 Badan POM turut berpartisipasi dalam peringatan
International Right to Know Day melalui pameran dengan mengusung tema "Gunakan
Hak Anda Untuk Mendapatkan Informasi Tentang Obat dan Makanan".
Pengunjung booth Badan POM terlihat antusias bertanya dan memperhatikan
penjelasan pramujaga terkait
penggunaan Obat dan Makanan
yang benar serta dampak negatif
dari produk ilegal, palsu, maupun
yang mengandung bahan
berbahaya. Untuk menarik minat
pengunjung dilakukan demo uji
cepat menggunakan rapid test
kit terhadap pangan yang diduga
mengandung bahan berbahaya
seperti boraks, formalin, dan
pewarna non-pangan (rhodamin B,
metanil yellow). Masyarakat juga dapat melihat contoh obat, obat tradisional, dan
kosmetik ilegal, palsu, maupun yang mengandung bahan berbahaya. Dengan adanya
kegiatan komunikasi informasi edukasi (KIE) ini diharapkan hak untuk tahu setiap
orang dapat terpenuhi, sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
lebih cermat dalam membeli dan menggunakan/mengonsumsi produk Obat dan
Makanan.
OKTOBER
Pada tanggal 5 s.d. 9 Oktober di Nusa
Dua, Bali, untuk pertama kalinya
Indonesia menjadi tuan rumah
penyelenggaraan Pharmaceutical
Inspection Cooperation
Scheme (PIC/S) Committee Meeting
and Seminar 2015 yang mengambil
tema “Biopharmaceuticals
(Biotechnology and Biological): How
to Inspect”. Keanggotaan Badan POM
dalam PIC/S menunjukkan
kredibilitas sekaligus komitmen Indonesia dalam upaya menjamin produk obat yang
aman, bermutu, dan efektif demi kemajuan industri farmasi dalam negeri. Secara tidak
langsung, keanggotaan PIC/S ini juga memberi manfaat kepada industri karena
18
meningkatkan kepercayaan pasar. Dengan demikian, potensi ekspor industri obat dan
obat tradisional nasional meningkat, yang kemudian dapat meningkatkan nilai
ekonomi industri farmasi dalam negeri.
Sehubungan dengan peredaran produk Tembakau Super Cap Gorilla yang diduga
mengandung narkoba jenis baru, pada tanggal 12 Oktober 2015, Badan POM
menyampaikan keterangan pers terkait hal tersebut. Berdasarkan hasil koordinasi
dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), diperoleh informasi bahwa BNN telah
melakukan pengujian produk Tembakau Super Cap Gorilla, dengan hasil uji
menunjukkan adanya kandungan senyawa kimia New Psychoactive Substances/NPS
yaitu AB-CHMINACA yang termasuk jenis Cannabinoid Sintetis. Badan POM terus
berkoordinasi dengan pihak terkait dalam pemantauan dan tindak lanjut pengawasan
produk tembakau ini.
Sebagai leading sector Operasi
STORM VI di Indonesia, Badan
POM menggelar konferensi pers
di Aula Gedung C Badan POM
pada tanggal 27 Oktober 2015.
Operasi Storm merupakan sandi
operasi atas kerja sama Satuan
Tugas (Satgas) Pemberantasan
Obat dan Makanan Ilegal dengan
NCB-Interpol Indonesia yang
dilakukan di wilayah Asia
Tenggara dan Tiongkok. Pada
Agustus hingga September 2015, Badan POM dan Kepolisian, serta Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai melaksanakan Operasi Storm VI dan berhasil menemukan obat ilegal,
obat tradisional ilegal termasuk mengandung bahan kimia obat (BKO), dan kosmetika
ilegal, dengan nilai keekonomian mencapai 20,8 miliar rupiah. Selain konferensi pers,
dilakukan pemusnahan secara simbolis terhadap barang bukti berupa obat tradisional
tanpa izin edar dan mengandung BKO hasil operasi penegakan hukum Satgas
Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal selama periode tahun 2014 dan 2015.
NOVEMBER
Dalam rangka mendukung Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I yang diluncurkan
Presiden Joko Widodo pada September 2015, pada tanggal 2 November 2015, Badan
POM kembali melakukan terobosan layanan publik dengan meluncurkan Layanan
Importasi Prioritas Bahan Baku Obat dan Makanan yang bertujuan
menurunkan dwelling time pada tahap pre-custom clearance dan akhirnya
meningkatkan efisiensi arus barang di pelabuhan. Beberapa keunggulan dari Layanan
Importasi Prioritas berupa penyederhanaan prosedur importasi bahan baku Obat dan
19
Makanan, mengubah mekanisme
transaksional menjadi non-
transaksional. Dengan Layanan
Importasi Prioritas ini, maka rata-
rata Service Level Agreement
(SLA) Badan POM yang hanya 5,7
jam, akan jauh lebih cepat lagi.
Badan POM dinobatkan sebagai juara pertama dalam kepatuhan pelaporan barang
milik negara (BMN). Penyerahan penghargaan dari Kementerian Keuangan RI kepada
Badan POM dilakukan pada acara yang mengusung tema “Apresiasi Kinerja
Pengelolaan Barang Milik Negara pada Kementerian/Lembaga” di Gedung Dhanapala,
Kementerian Keuangan pada tanggal 2 November 2015. Penghargaan tersebut
merupakan bentuk apresiasi atas performa yang baik dari K/L dalam mengelola BMN,
yang penilaiannya meliputi ketepatan waktu, kelengkapan dalam penyampaian
laporan, serta rekonsiliasi data
BMN antara K/L dan Pengelola
Barang. Tahun 2015 merupakan
tahun keempat penyelenggaraan
acara Refleksi dan Apresiasi
Pengelolaan BMN untuk
mendorong K/L agar terus
meningkatkan kinerja
pengelolaan BMN yang semakin
tertib, baik tertib administrasi,
tertib fisik, maupun tertib hukum.
Pada tanggal 19 November 2015,
Badan POM meraih kembali
Sertifikat Sistem Manajemen Mutu
ISO 9001:2008.
20
Pada tanggal 23 s.d. 26 November 2015, Badan POM melaksanakan Rapat Evaluasi
Nasional (REN) tahun 2015 di Kendari, Sulawesi Tenggara dengan mengusung tema
“Peningkatan Kinerja Badan POM melalui Pengawasan Post Market Obat dan Makanan
dalam Memasuki Pasar Bebas ASEAN”. Rapat ini mengevaluasi pelaksanaan satu tahun
Renstra meliputi pencapaian indikator kinerja (sasaran strategis, sasaran program, dan
kegiatan) serta faktor-faktor kunci keberhasilan. Dalam pertemuan ini, Kepala Badan
POM menegaskan pentingnya upaya peningkatan kinerja pengawasan obat dan
makanan melalui pengawasan yang lebih ke hulu, kegiatan-kegiatan promotif-preventif
dan kemitraan, yang sejalan dengan perubahan paradigma watchdog control menjadi
proactive control. Pada sambutan pembukaan, Gubernur Sulawesi Tenggara yang
diwakili oleh Sekda menyampaikan bahwa pengawasan Obat dan Makanan merupakan
upaya yang strategis karena selain memberikan perlindungan kepada masyarakat, juga
berperan dalam meningkatkan daya saing produk. Badan POM diharapkan lebih
intensif membuat program dan kebijakan strategis yang mendukung UMKM agar
produknya mampu memenuhi standar dan memiliki daya saing.
Badan POM melaksanakan kegiatan “Public Awareness Gerakan Penanggulangan OT
mengandung BKO” yang bertemakan “Jamu Aman, Masyarakat Cerdas” dan dikemas
dalam berbagai rangkaian kegiatan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE). Pada tanggal
29 November 2015, KIE di area Car Free Day kawasan bisnis Sudirman mengawali
rangkaian kegiatan tersebut dan
di Balai Kartini Jakarta pada
tanggal 30 November 2015. Selain
itu, dilakukan juga
penandatanganan MoU antara
Badan POM dengan Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI),
Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Pelaku Usaha, dan
Pemerintah Daerah (Cilacap,
Banyuwangi, dan Sukoharjo).
DESEMBER
Pada tanggal 7 Desember 2015,
dilakukan penandatanganan
kesepakatan bersama antara Badan
POM dengan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (KPPPA) dan
Badan POM dengan Universitas
Negeri Jakarta (UNJ). Kepala Badan
POM menyampaikan bahwa
21
penandatanganan kesepakatan bersama ini merupakan bentuk kelanjutan kemitraan
antara Badan POM dengan KPPPA yang bertujuan untuk meningkatkan kemitraan
dalam bentuk komunikasi, advokasi, dan edukasi kepada masyarakat baik konsumen
maupun produsen utamanya usaha mikro, dimana peran perempuan sangat besar
dalam pengawasan Obat dan Makanan. Sementara itu kesepakatan bersama dengan
UNJ dinilai sangat penting mengingat peran strategis perguruan tinggi dalam
peningkatan pendidikan sumber daya manusia dan masyarakat, sehingga mampu
memilih produk yang dikonsumsi.
Pada tanggal 14 Desember 2015,
Badan POM meluncurkan buku
Pedoman Obat Pengembangan
Baru (OPB), Pedoman Biosimilar
dan Pedoman Cara Uji Klinik yang
Baik (CUKB) di Hotel Acacia,
Jakarta. Acara ini dihadiri oleh
perwakilan dari Kemenkes,
Kemerinstek, Akademisi, Industri
Farmasi. Dalam kesempatan ini
disampaikan bahwa Badan POM
mendukung pengembangan hasil riset menjadi produk dengan
bimbingan/pendampingan pemenuhan regulasi.
Pada tanggal 22 Desember 2015 di kantor Badan POM, Kepala Badan POM
menyampaikan keterangan pers hasil intensifikasi pengawasan pangan di sarana
distribusi menjelang Natal dan Tahun Baru yang berlangsung sejak 30 November s.d.
20 Desember 2015. Dalam paparannya, disampaikan bahwa pada intensifikasi
pengawasan pangan kali ini, jenis pangan kedaluwarsa yang paling banyak ditemukan
antara lain mi instan, susu kental manis, bumbu, teh, minuman serbuk, dan makanan
ringan. Badan POM menemukan 3.499 item (121.610 kemasan) pangan yang Tidak
Memenuhi Ketentuan dengan nilai keekonomian mencapai lebih dari Rp 4,8 milyar di
sarana retail dengan rincian 34.947 kemasan pangan TIE (28%), 76.156 kemasan
pangan kedaluwarsa (63%), dan 10.507 kemasan pangan rusak (9%). Diharapkan ke
depan pelaku usaha lebih patuh
dengan ketentuan, dan dapat
menerapkan Cara Ritel Pangan
yang baik dan konsisten,
melaksanakan self regulatory
control. Di samping itu masyarakat
juga diharapkan ikut melakukan
pengawasan dengan cerdas dalam
memilih produk dan memberi
informasi kepada Badan POM
apabila menemukan produk yang
tidak memenuhi ketentuan.
23
BAB 2
PENDAHULUAN
2.1 GAMBARAN UMUM ORGANISASI
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dibentuk berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun 2015, dengan
kedudukan, tugas pokok dan fungsi Badan POM sebagai berikut :
Kedudukan
a. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) adalah Lembaga Pemerintah Non
Kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan tugas Pemerintah tertentu dari
Presiden.
b. Badan POM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
c. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan.
d. Badan POM dipimpin oleh Kepala.
Tugas Pokok
Badan POM mempunyai tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan POM menyelenggarakan fungsi:
a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
b. pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
c. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM.
d. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi
pemerintah di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan
umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan,
hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Dalam mengemban tugas pemerintahan, Badan POM melakukan pengawasan Obat dan
Makanan dengan sistem tiga pilar sebagai berikut:
24
Gambar 2.1 Tiga Pilar dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
2.2 Struktur Organisasi
Badan POM memiliki 23 Unit Kerja di Pusat dan di 33 provinsi (Balai Besar/Balai POM)
sebagai unit pelaksana teknis di daerah. Organisasi dan tata kerja Badan POM Pusat disusun
berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 tahun 2004. Organisasi
dan tata kerja Balai Besar/Balai POM disusun berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM
Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
PILAR 3
Masyarakat
PILAR 2
Badan POM
PILAR 1
Pelaku
Usaha
Pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM
mencakup aspek yang sangat luas, mulai dari proses
penyusunan standar sarana dan produk, penilaian
produk yang didaftarkan (diregistrasi) dan
pemberian Nomor Izin Edar (NIE), pengawasan
penandaan dan iklan, pengambilan dan pengujian
contoh produk di peredaran/sarana distribusi,
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi,
pengawasan produk ilegal/palsu, hingga ke
investigasi awal dan proses penegakan hukum
terhadap berbagai pihak yang melakukan
penyimpangan cara produksi dan distribusi, maupun
pengedaran produk yang tidak sesuai ketentuan
yang berlaku.
Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat agar mampu melindungi diri dari produk yang berisiko
terhadap kesehatan. Untuk mencapai hal ini, Badan POM melakukan
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada
masyarakat.
Pengawasan yang dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu
menjamin Obat dan Makanan aman,
berkhasiat/bermanfaat dan bermutu serta kebenaran
informasi sesuai yang dijanjikan saat registrasi di Badan
POM.
25
sebagaimana tersebut di atas, dilakukan oleh unit kerja Badan POM di pusat, maupun oleh
Balai Besar/Balai POM yang ada di seluruh Indonesia.
Struktur organisasi Badan POM adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Badan POM
KEPALA
INSPEKTORAT
1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerja Sama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Hubungan
Masyarakat 4. Biro Umum
Balai Besar/Balai POM
SEKRETARIS UTAMA
PUSAT
PENGUJIAN
OBAT DAN
MAKANAN
NASIONAL
PUSAT
PENYIDIKAN
OBAT DAN
MAKANAN
PUSAT
RISET
OBAT DAN
MAKANAN
PUSAT
INFORMASI
OBAT DAN
MAKANAN
1. Dit. Penilaian Obat dan Produk Biologi
2. Dit. Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT
3. Dit. Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT
4. Dit. Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT
5. Dit. Pengawasan NAPZA
DEPUTI I
BIDANG PENGAWASAN
PRODUK TERAPETIK DAN
NAPZA
1. Dit. Penilaian OT, Suplemen Makanan dan Kosmetik
2. Dit. Standardisasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen
3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen
4. Dit. Obat Asli Indonesia
DEPUTI II
BIDANG PENGAWASAN OBAT
TRADISIONAL, KOSMETIK
DAN PRODUK KOMPLEMEN
1. Dit. Penilaian Keamanan Pangan
2. Dit.Standardisasi Produk Pangan
3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan
4. Dit. Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan
5. Dit.Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
DEPUTI III
BIDANG PENGAWASAN
KEAMANAN PANGAN DAN
BAHAN BERBAHAYA
26
Tugas dan fungsi Unit Eselon I yaitu:
1. Sekretariat Utama
Tugas Pokok
•Mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di lingkungan Badan POM
Fungsi
•Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM
•Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi penyusunan peraturan perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas Badan POM
•Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga
•Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM
•Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas Deputi di lingkungan Badan POM
•Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.
27
2. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA
Tugas Pokok
•Melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif
Fungsi
•Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif;
•Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian obat dan produk biologi;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standarisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif;
•Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif;
•Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif;
•Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.
28
3. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen
Tugas Pokok
•Melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen
Fungsi
•Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
•Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standarisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang obat asli Indonesia;
•Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
•Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
•Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
•Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.
29
4. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Tugas Pokok
•Melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya
Fungsi
•Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
•Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian keamanan pangan;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standarisasi keamanan pangan;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan;
•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya;
•Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
•Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
•Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
•Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.
30
Tugas dan fungsi Balai Besar/Balai POM sebagai unit pelaksana teknis di Daerah, yaitu:
5. Balai Besar/Balai POM
Tugas Pokok
•Melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya
Fungsi
•Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan;
•Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;
•Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi;
•Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi;
•Pelaksanaan investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum;
•Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan;
•Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen;
•Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;
•Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan;
•Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.
31
Tugas dan fungsi Pusat-Pusat dan Inspektorat, yaitu:
6. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
Tugas Pokok
•Melaksanakan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan
Fungsi
•Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan;
•Pelaksanaan pengujian laboratorium, dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;
•Pembinaan mutu laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional;
•Pelaksanaan sistem rujukan laboratorium pengawasan obat dan makanan;
•Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian;
•Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan;
•Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;
•Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional.
7. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
Tugas Pokok
•Melaksanakan kegiatan investigasi awal dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya
Fungsi
•Penyusunan rencana dan program investigasi awal dan penyidikan obat dan makanan;
•Pelaksanaan investigasi awal dan penyidikan obat dan makanan;
•Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan investigasi awal dan penyidikan obat dan makanan.
32
8. Pusat Riset Obat dan Makanan
Tugas Pokok
•Melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik
Fungsi
•Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan;
•Pelaksanaan riset obat dan makanan;
•Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan.
9. Pusat Informasi Obat dan Makanan
Tugas Pokok
•Melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat dan makanan, informasi keracunan dan teknologi informasi
Fungsi
•Penyusunan rencana dan program pelayanan informasi obat dan makanan;
•Pelaksanaan pelayanan informasi obat;
•Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan;
•Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi;
•Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan makanan;
•Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10. Inspektorat
Tugas Pokok
•Melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM
Fungsi
•Penyiapan rumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan fungsional;
•Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
•Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan Badan POM;
•Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat.
33
2.3 PERKEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA, ORGANISASI, DAN TATA
LAKSANA
Finalisasi Rencana Strategis BPOM Tahun 2015-2019
Tahun 2015 merupakan tahun terakhir pelaksanaan Renstra 2010-2014. Sesuai
Undang-Undang No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional dan Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, bahwa pada tahun terakhir periode
Renstra yang sedang berjalan, setiap Pimpinan Kementerian/Lembaga harus
menyiapkan rancangan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
yang disebut Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga (Renstra-KL)
periode berikutnya. Sesuai amanat
peraturan perundang-undangan tersebut,
Badan POM telah menyusun Renstra Badan
POM Tahun 2015-2019 yang ditetapkan
dengan Peraturan Kepala Badan POM
Nomor 2 Tahun 2015 pada tanggal 30 Maret
2015, yang memuat visi, misi, tujuan,
sasaran strategis, arah kebijakan dan
strategi dalam kurun waktu 2015-2019.
Penyusunan Renstra Badan POM Tahun
2015-2019 telah melalui 3 (tiga) proses
yaitu Proses Teknokratik, Proses Politik,
dan Proses Penetapan. Selain itu, proses
penyusunan Renstra juga
memperhatikan masukan, harapan, dan
aspirasi pemangku kepentingan
terhadap Badan POM. Hal ini mengacu
pada Peraturan Menteri PPN/Kepala
Bappenas Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penelaahan
Renstra K/L tahun 2015-2019.
Paralel dengan proses penyusunan Renstra Badan POM 2015-2019, setiap Unit kerja baik
mandiri sebagai Satker maupun bagian dari Satker memulai penyusunan Rancangan
Teknokratik Renstra Unit Kerja 2015-2019. Hal ini sangat penting agar pimpinan Unit kerja
mereviu permasalahan yang terjadi di periode Renstra berjalan dan membuat
permasalahan tersebut menjadi tantangan yang harus diselesaikan, menggunakan
kekuatan dan peluang pada periode Renstra 2015-2019.
34
Mempertimbangkan hal tersebut, maka penyusunan Renstra harus dikawal dengan
intervensi yang tepat sasaran. Untuk memberi pemahaman dan keterampilan staf
perencana di Unit Kerja dalam menyusun Renstra, maka diselenggarakan Workshop
Penyusunan Rencana Stategis Unit Kerja pada tanggal 3-6 Maret 2015. Workshop ini
menghadirkan narasumber praktisi maupun akademisi yang memberikan paparan
kebijakan pemerintah dalam RPJMN terkait bidang pengawasan Obat dan Makanan,
pentingnya penyusunan Renstra dalam meningkatkan kinerja suatu instansi pemerintah,
tata cara penyusunan Renstra, dan komponen penilaian Renstra sebagai bagian dari
penilaian SAKIP. Workshop ini juga melibatkan narasumber ahli yang memperkenalkan dan
melatih penggunaan berbagai instrumen analisis untuk pengembangan Rencana Strategis.
Sebagai bentuk sosialisasi Renstra Badan POM dan penyamaan persepsi multisektor yang
akan bekerjasama secara sinergi dalam rangka pengawasan Obat dan Makanan, Badan POM
telah melaksanakan kegiatan Diseminasi Renstra Badan POM 2015-2019 pada tanggal 14
Desember 2015 yang dihadiri oleh
berbagai pihak/pelaku, yaitu instansi
pemerintah (pusat dan daerah), kalangan
dunia usaha (asosiasi pelaku usaha),
akademisi, masyarakat yang diwakili oleh
YLKI serta media. Diharapkan Renstra
BPOM 2015-2019 dapat menjadi suatu
pedoman/acuan dalam penyelenggaraan
program dan kegiatan pembangunan di
bidang pengawasan Obat dan Makanan
sebagai bagian integral dari
pembangunan kesehatan Indonesia.
Pengembangan Sistem Manajemen Kinerja secara Elektronik (e-Performance Badan
POM)
Sejak periode renstra 2010–2014, pemantauan dan pengendalian capaian kinerja telah
dilakukan setiap triwulan melalui pertemuan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
program dan kegiatan yang difasilitasi oleh Biro Perencanaan dan Keuangan. Selain itu juga
dilakukan pelaporan triwulanan kepada Bappenas melalui aplikasi monitoring pelaksanaan
rencana pembangunan (e-Monev Bappenas) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39
Tahun 2006. Capaian per triwulan dilaporkan dalam Laporan Kinerja Triwulanan atau
Report to The Nation (RTN) dan Bappenas serta dijadikan masukan untuk melakukan
pengukuran pada akhir tahun.
35
Pada tahun 2015, Badan POM telah
melakukan upaya perbaikan
pengelolaan kinerja organisasi,
dengan membangun e-performance
Badan POM yang merupakan sistem
pengelolaan kinerja secara online
berbasis peta strategi Balanced
Scorecard (BSC). Hal ini dilakukan
untuk mengelola kinerja organisasi
secara terukur dan terstruktur
dengan penekanan pada tiga
perspektif yang saling berimbang
dan dilakukan “cascading”
(diturunkan) sampai level Eselon 3.
Selanjutnya secara bertahap e-performance Badan POM akan dikembangkan hingga
cascading ke Eselon 4 dan level staf. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mendukung
penguatan pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP) yang lebih baik. Pelaporan kinerja ke dalam e-performance
dilakukan oleh administrator Unit Kerja Eselon II setiap triwulan. Sedangkan monitoring
dan evaluasi kinerja dilakukan oleh Pimpinan Badan POM serta Pimpinan Unit Eselon I dan
Pimpinan Unit Eselon II.
Penataan Kelembagaan dan Tata Laksana
Untuk mewujudkan salah satu misi Badan POM berdasakan Keputusan Kepala Badan POM
Nomor HK.04.1.21.21.04.15.1740 Tahun 2015 tentang Penetapan Visi dan Misi Badan POM
Tahun 2015-2019, yaitu “Meningkatkan kapasitas kelembagaan Badan POM”, dilakukan
penataan dan penguatan kelembagaan. Penataan kelembagaan bertujuan untuk mencapai
struktur organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right-sizing) sesuai kebutuhan
organisasi untuk mencapai Visi dan Misi dengan mempertimbangkan posisi Badan POM
dimaksud dalam sistem pembangunan nasional. Sebagai langkah konkrit dan keseriusan
Badan POM dalam penataan kelembagaan, telah disusun kajian dalam bentuk naskah
akademis dan disampaikan kepada
Kementerian PAN dan RB pada
bulan Desember 2015.
Dalam penataan Tatalaksana Badan
POM telah dilakukan Audit
sertifikasi ISO 9001:2008 terhadap
55 (lima puluh lima) auditee, terdiri
atas Manajemen Puncak Badan POM,
23 (dua puluh tiga) unit kerja pusat,
dan 31 (tiga puluh satu) Unit
Pelaksana Teknis Balai Besar/Balai
36
POM dari tanggal 31 Agustus s.d. 11 November 2015.
Audit Sertifikasi ISO 9001:2008 merupakan kegiatan
resertifikasi terhadap sertifikat ISO 9001:2008 yang
telah habis masa berlakunya sejak diperoleh Badan
POM tahun 2012.
Berdasarkan hasil exit meeting Audit Sertifikasi ISO
9001:2008 tanggal 19 November 2015, dinyatakan
bahwa seluruh 55 (lima puluh lima) auditee di atas
mendapatkan Sertifikat ISO 9001:2008 atas
penerapan QMS secara konsisten.
Dalam Pemeliharaan dan Peningkatan QMS ISO 9001:2008 BPOM. Telah dilakukan
penyusunan peta proses bisnis, peta hubungan dan peta lintas fungsi atau Cross Functional
Map (CFM) Badan POM berdasarkan pengelompokkan kegiatan, bukan berdasarkan unit
kerja/struktur organisasi. Seluruh proses bisnis dirinci ke dalam subproses bisnis dan
dijabarkan dalam 95 SOP yang terdapat dalam Manual Mutu (Dokumen QMS Level I BPOM).
Dari gambar terlihat bahwa penjabaran subproses bisnis menjadi SOP harus melalui
tahapan penyusunan peta lintas fungsi atau Cross Functional Map (CFM). Penyusunan CFM
pada tanggal 21 September s.d. 15 Desember 2015 merupakan upaya evaluasi atau kaji
ulang terhadap efisiensi dan efektivitas peta proses bisnis yang telah disusun sekaligus
untuk melaksanakan tahapan yang belum dilaksanakan. Penyusunan CFM Badan POM
melibatkan Narasumber Ahli, perwakilan dari 23 (dua puluh tiga) unit kerja Pusat dan Balai
Besar POM di Jakarta sebagai perwakilan Unit Pelaksana Teknis Badan POM. Dari
penyusunan tersebut, diperoleh 15 (lima belas) peta proses bisnis, 74 (tujuh puluh empat)
peta subproses bisnis dan 100 (seratus) CFM.
Mengacu persyaratan ISO 9001:2008 klausul 5.1 Komitmen Manajemen, Manajemen
Puncak harus memberikan bukti atas komitmennya untuk pengembangan dan penerapan
sistem manajemen mutu dan secara berkelanjutan meningkatkan efektivitasnya dengan
melaksanakan Tinjauan Manajemen. Tinjauan manajemen merupakan bagian terintegrasi
dari proses monitoring dan evaluasi yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pelaksanaan
Rapat Evaluasi Nasional Badan POM Tahun 2015.
Peta Proses Bisnis
Peta Subproses
Bisnis
Peta Lintas Fungsi
Standar Operasional
Prosedur (SOP)
37
Tinjauan Manajemen Badan POM
dilaksanakan tanggal 25 November
2015. Kegiatan ini dihadiri oleh
Manajemen Puncak, Deputi
Manajemen Puncak, Tim Koordinator
Management Representative, Tim
Koordiator Auditor Internal, Kepala
Unit Kerja Pusat dan Kepala Balai
Besar/Balai POM selaku Ketua Tim
Quality Assurance serta seluruh
peserta Rapat Evaluasi Nasional.
Dalam kesempatan tersebut juga
dilakukan soft launching subsite Sistem
Manajemen Mutu Badan POM melalui
qms.pom.go.id yang terintegrasi
dengan website Badan POM. Subsite
ini merupakan upaya nyata dan
komitmen Badan POM dalam rangka
keterbukaan informasi publik melalui
ketersediaan akses informasi bagi
internal Badan POM, masyarakat dan
pemangku kepentingan sebagai
bentuk partisipasi publik dalam
mengawal pencapaian sasaran mutu
Badan POM.
Pengawasan Internal oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
1) Implementasi program Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi
Bersih dan Melayani (WBBM)
Implementasi program Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih
dan Melayani (WBBM) merupakan bagian dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Program
WBK dilaksanakan sejalan dengan pengembangan pelaksanaan reformasi birokrasi. Badan
POM menunjuk minimal 1 (satu) unit pelayanan publik untuk dijadikan role model
percontohan zona integritas menuju WBK/WBBM. Dalam hal ini, unit pelayanan
menerapkan secara ketat pencegahan terhadap kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Untuk bisa mengajukan usulan penilaian ke tingkat WBK dan WBBM, K/L harus memenuhi
nilai AKIP minimal “CC” dan opini BPK harus WTP.
Berdasarkan pengisian kuesioner penetapan wilayah tertib administrasi (WTA) tahun
2013, pemenangnya secara berturut-turut adalah BBPOM di Semarang (Juara I), BBPOM di
38
Pontianak (Juara II) dan BPOM di Gorontalo (Juara III) dan selanjutnya akan ditetapkan
sebagai Zona Integritas menuju WBK/WBBM.
Sedangkan di tahun 2015, sudah dikirimkan kuesioner untuk penetapan unit pelayanan
publik menuju WBK baik di pusat maupun Balai. Berdasarkan hasil evaluasi, unit yang
diusulkan sebagai pemenang adalah Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapeutik
dan PKRT, BBPOM di Semarang dan BBPOM di Yogyakarta. Selanjutnya Satuan Kerja dan
Unit Kerja tersebut harus memenuhi persyaratan penetapan K/L sebagai WBK/WBBM dan
didaftarkan ke Kementerian PAN dan RB untuk penetapan WBK/WBBM.
2) Implementasi SPIP
Tahapan SPIP tahun 2015 adalah pelaksanaan dan pemantauan-evaluasi implementasi SPIP
salah satunya dilaksanakan dengan menyelenggarakan pertemuan nasional untuk
pemantauan pengendalian intern dan manajemen risiko di Badan POM. Pertemuan nasional
dilaksanakan sebagai suatu forum yang mempertemukan manajemen dan semua anggota
Tim Satuan Tugas SPIP pada unit pusat serta unit Balai Besar dan Balai POM.
Pertemuan Nasional Evaluasi dan Implementasi SPIP dan WBK Badan POM diadakan pada
tanggal 10 s.d. 13 Agustus 2015 di Hotel Balairung, Jakarta. Penyelenggaraan kegiatan ini
merupakan salah satu bentuk upaya mengubah paradigma SPIP yang semula berorientasi
sekedar memenuhi peraturan menuju sebagai tindakan yang dapat mengukur akuntabilitas
operasional organisasi dari kinerja aparat birokrasi. Perubahan orientasi sistem
pengendalian intern harus mampu melaksanakan prinsip tata kelola pemerintah yang baik
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan sehingga sistem pengendalian
internal yang diperlukan harus merupakan sistem yang andal, menyeluruh, utuh dan efektif.
Untuk mewujudkan hal ini Inspektorat mengundang narasumber dari Kementerian
Keuangan RI yang telah menerapkan SPIP secara konsisten yang memaparkan tahapan
pelaksanaan pemantauan SPIP disesuaikan dengan kondisi Badan POM. Selain itu juga
terdapat paparan narasumber Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,
Asisten Deputi Bidang Pengawasan dan Reformasi Birokrasi, Auditor Utama VI Badan
Pemeriksa Keuangan RI serta dari internal Badan POM sendiri.
Pada acara pertemuan ini juga dilakukan Penandatanganan Pakta Integritas dalam Upaya
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Lingkungan Badan POM
oleh Kepala Badan POM, seluruh Pejabat Eselon I dan Pejabat eselon II di lingkungan Badan
POM serta Penandatanganan Piagam Audit Charter oleh Kepala Badan POM, Sekretaris
Utama Badan POM dan Inspektur Badan POM yang disaksikan oleh Kepala Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
39
3) Survei Indeks Kepuasan Masyarakat
Survei Indeks Kepuasan Kepuasan Masyarakat (IKM) dilakukan oleh Inspektorat Badan
POM untuk mengetahui kinerja pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat secara
berkala sebagai bahan evaluasi untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan
kualitas pelayanan publik serta informasi kepada masyarakat tentang kinerja pelayanan
unit terkait. Namun demikian perlu disadari oleh masyarakat bahwa pelayanan publik yang
dilakukan Badan POM tidak terlepas dari fungsi pengawasan pre market. Dengan demikian
tidak dapat disamaratakan dengan pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi lain yang
melakukan pelayanan kepada masyarakat pada umumnya.
Survei IKM dilakukan terhadap 8 (delapan) unit pelayanan publik Badan POM (Pusat) yang
memberikan layanan kepada masyarakat, yaitu: Direktorat Penilaian Obat dan Produk
Biologi, Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT, Direktorat
Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT, Direktorat Penilaian Obat Tradisional,
Suplemen Makanan dan Kosmetika (Sub Direktorat Penilaian Produk I (Obat Tradisional
dan Suplemen Makanan) dan Sub Direktorat Penilaian Produk II (Kosmetika)), Direktorat
Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional , Kosmetik dan Produk Komplemen, Direktorat
Penilaian Kemanan Pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, dan Pusat
Pengujian Obat dan Makanan Nasional. Survei dilaksanakan dari bulan April s.d Oktober
2015 dan finalisasi laporan IKM pada bulan November s.d. Desember 2015
Berdasarkan hasil survei IKM tahun 2015, telah diketahui nilai IKM yang menggambarkan
tingkat mutu pelayanan dan kinerja unit pelayanan di Badan POM (Pusat) secara
keseluruhan termasuk dalam kategori Baik (B) yaitu mendapatkan nilai 75,00 poin. Berikut
hasil penilaian survei IKM per unsur:
UNSUR IKM Nilai
U1 Persyaratan 74,83
U2 Prosedur 71.22
U3 Waktu Pelayanan 61.42
U4 Biaya/tariff 87.50
U5 Produk spesifikasi jenis pelayanan 72.12
U6 Kompetensi pelaksana 77.57
U7 Perilaku pelaksana 79.24
U8 Maklumat pelayanan 73.06
U9 Penanganan pengaduan, saran, dan masukan 72.78
U10 Kenyamanan 75.21
U11 Kedisiplinan 72.85
U12 Teknologi Informasi 82.26
40
4) Audit
Merupakan kegiatan utama sebagai aparatur pengawas intern. Audit operasional bertujuan
menilai kinerja penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan serta memberikan
rekomendasi untuk membantu manajemen atau pimpinan Balai Besar dan Balai POM dalam
meningkatkan kinerjanya. Tahun 2015 audit operasional dilaksanakan terhadap 25 Balai
Besar/Balai POM dan 6 unit pusat, sedangkan audit tujuan tertentu dilakukan pada 10
Balai/Balai Besar POM.
5) Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Dalam penerapan Reformasi Birokrasi APIP berperan dalam area perubahan penguatan
pengawasan, penguatan akuntabilitas, dan penilaian kinerja unit pelayanan publik. Dalam
PMPRB, Inpektorat Badan POM bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan tugas asesor,
melakukan survei kapasitas organisasi, mereviu hasil evaluasi Reformasi Birokrasi yang
telah dilaksanakan oleh asesor, mengkoordinasikan pelaksanaan consensus dan
bertanggungjawab untuk menginput hasil evaluasi yang telah dilakukan asesor ke portal
PMPRB Online.
Tahun 2015 dilaksanakan Bimbingan Teknis Teknis PMPRB dan Penguatan Pelaksanaan RB
yang telah dilaksanakan pada April 2015 di ruang rapat Badan POM yang bertujuan untuk
mengingat dan menyamakan persepsi tentang tata cara penilaian PMPRB dengan
narasumber:
a. Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yang mendapatkan hasil evaluasi RB
dengan nilai tertinggi untuk level Kementerian/Lembaga, sehingga Badan POM
dapat mengambil contoh atau acuan dalam rangka meningkatkan hasil evaluasi RB;
b. Evaluator RB dari Kementerian PAN dan RB yang menyampaikan materi berupa
kelemahan hasil evaluasi RB Badan POM tahun 2013, sehingga Badan POM dapat
memperbaiki kelemahan tersebut untuk meningkatkan hasil evaluasi RB.
Bimbingan teknis digelar sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi
birokrasi dalam rangka mewujudkan good governance yakni pemerintahan yang efektif,
efesien, transparan dan akuntabel serta menindaklanjuti Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PerMenpan-RB) RI Nomor 1
Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis PMPRB secara online.
Di samping itu juga dalam rangka membangun dan membentuk birokrasi di lingkungan
BPOM yang bersih, efisien, efektif dan produktif, transparan, serta akuntabel, sebagaimana
diamanatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.
Selain Bimbingan Teknis dilaksanakan pula kegiatan Sosialisasi Percepatan Reformasi
Birokrasi Badan POM dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 24 April 2015 bertempat di
Balai Pusat Pelatihan Kesehatan, Cilandak, Jakarta. Kegiatan sosialisasi disampaikan pada
Rapat Konsultasi Nasional lingkup Kedeputian Bidang Pengawasan Obat Tradisional,
41
Kosmetika, dan Produk Komplemen Badan POM. Kegiatan dihadiri oleh Kepala Balai Besar
Balai/Balai POM, Kepala Bidang/Seksi Pemeriksaan dan penyidikan BBPOM/BPOM atau
yang mewakili dari 31 (tiga puluh satu) Balai Besar/Balai POM dari seluruh Indonesia.
6) Perkembangan Whistleblowing System Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik
(Good Governance) di Lingkungan Badan POM
Dalam rangka menindaklanjuti evaluasi pelaksanaan kegiatan, Badan POM telah
mengeluarkan Surat Edaran yang ditandatangani oleh Sekretaris Utama No.
HK.05.2.01.15.0397 tanggal 30 Januari 2015 tentang Whistleblowing System dalam
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Lingkungan Badan POM yang disampaikan kepada
seluruh Pejabat Struktural Eselon I dan II di Lingkungan Badan POM serta para Kepala Balai
Besar/Balai POM diseluruh Indonesia agar pelaksanaan dan penerapan whistleblowing
system dalam pengadaan barang/jasa pemerintah di lingkungan Badan POM dapat berjalan
dengan baik untuk merwujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and
Clean Government).
Inspektorat Badan POM telah melakukan sosialisasi kembali atas penerapan
Whistleblowing System dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Lingkungan Badan
POM pada acara Workshop dan Pertemuan Nasional Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah tanggal 10 s.d. 14 Agustus 2015 di Hotel Balairung Jakarta yang dihadiri oleh
Pejabat Struktural Eselon II dan Satgas SPIP di Lingkungan Badan POM Pusat dan Balai
Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Inspektorat Badan POM bekerjasama dengan Pusat Informasi Obat dan Makanan pada
periode bulan September-Oktober 2015 untuk membangun sistem pelaporan
pengaduan/whistleblowing system secara online yang terintegrasi dengan website Badan
POM dengan tujuan memfasilitasi pelaporan pengaduan atas berbagai macam
permasalahan/pelanggaran/penyimpangan prosedur/ketentuan secara umum dari pihak
internal maupun eksternal, tidak hanya terbatas pada pengadaan barang/jasa yang terjadi
di lingkungan Badan POM.
Pada bulan November-Desember 2015 Inspektorat Badan POM telah menerapkan sistem
pelaporan pengaduan/whistleblowing system secara online yang terintegrasi dengan
website Badan POM. Sistem tersebut untuk sementara ini terdapat dalam subsite reformasi
birokrasi Badan POM dengan link http://rb.pom.go.id/content/delapan-area-
perubahan/penguatan-pengawasan/kirim-pengaduan.
Pengaduan juga dapat disampaikan ke alamat email [email protected] yang dikelola oleh
Inspektorat Badan POM. Verifikator akan menerima email dan mengolah pengaduan.
Apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka verifikator akan menindaklanjuti
dengan meneruskan ke penelaah untuk kemudian hasil telaahan akan dilaporkan ke
Inspektur. Namun apabila tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup memadai, maka
verifikator dapat berkomunikasi dengan pelapor/pengadu/whistleblower melalui e-mail
42
bahwa pengaduan tidak dapat dilanjutkan ke Penelaah kecuali bukti permulaan yang cukup
memadai dapat disampaikan/dilengkapi.
Sampai dengan periode tahun anggaran 2015 berakhir, belum terdapat pengaduan yang
disampaikan ke Inspektorat melalui sistem aplikasi tersebut.
7) Internal Audit Capability Model (IACM)
Peningkatan kapabilitas Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Inspektorat Badan
POM merupakan upaya terstruktur untuk memperkuat, meningkatkan, mengembangkan
kelembagaan, tata laksana/proses bisnis/manajemen dan sumber daya manusia APIP agar
dapat melaksanakan peran dan fungsi APIP yang efektif.
Kapabilitas APIP dapat diketahui dengan menggunakan model Internal Audit Capability
Model (IA-CM) yang dikembangkan BPKP. Pada tahun 2015, Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP) Badan POM telah berhasil meningkatkan kapabilitas dengan mencapai
level 2 (level infrastructure) pada Skema Internal Audit Capability Model (IA-CM). Badan
POM termasuk ke dalam 70 (15%) APIP Pusat dan Daerah yang mencapai level 2 dari total
474 APIP Pusat dan Daerah.
43
BAB 3
KEADAAN UMUM DAN TANTANGAN
LINGKUNGAN
3.1 KEADAAN UMUM
Tugas kepemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan mempunyai lingkup yang
luas dan kompleks, menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak dengan
sensitifitas publik yang tinggi serta berimplikasi luas pada keselamatan dan kesehatan
konsumen. Untuk itu pengawasan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya pada produk
akhir yang beredar di masyarakat, tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan
sistematik, mulai dari kualitas bahan baku dan kemasan yang digunakan, cara pembuatan,
distribusi, penyimpanan, produk tersebut siap dikonsumsi oleh masyarakat sampai produk
akhir yang beredar di masyarakat. Sejalan dengan kebijakan pasar global, pengawasan
harus dilakukan mulai dari produk masuk di entry point sampai beredar di pasar. Pada
seluruh mata rantai tersebut harus ada sistem yang dapat mendeteksi kualitas produk
sehingga secara dini dapat dilakukan pengamanan jika terjadi degradasi mutu, produk sub
standar, kontaminasi dan hal-hal lain yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Untuk menyelenggarakan tugas kepemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan
tersebut diperlukan institusi dengan infrastruktur pengawasan yang kuat, memiliki
integritas dan kredibilitas profesional yang tinggi serta memiliki kewenangan untuk
melaksanakan penegakan hukum, maka pemerintah memberi mandat kepada Badan
Pengawas Obat dan Makanan untuk melaksanakan tugas tersebut.
Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan
kesehatan maka harus dapat mengantisipasi dinamika lingkungan strategis terkait
kesehatan. Perubahan tersebut, baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak
langsung pada sistem pengawasan Obat dan Makanan, harus dapat diantisipasi secara cepat
dan tepat dalam rangka perlindungan kesehatan masyarakat dari risiko Obat dan Makanan
yang tidak memenuhi syarat, ilegal/palsu, substandar.
3.1.1 Internal
Sumber Daya Manusia (SDM)
Untuk mendukung tugas-tugas Badan POM sesuai dengan peran dan fungsinya, diperlukan
sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang mumpuni. SDM yang dimiliki
Badan POM untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan sampai
tahun 2015 sejumlah 3.907 orang, yang tersebar di Unit Kerja Pusat dan Balai Besar/Balai
POM di seluruh Indonesia.
44
Pada tahun 2015, Badan POM belum didukung dengan SDM yang memadai dan masih
kekurangan SDM sejumlah 1.101 orang, dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari
target yang ditetapkan. Kekurangan pegawai yang signifikan tersebut menyebabkan
beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal. Berikut ini
adalah profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisa beban kerja.
*) Tahun 2016 s.d. 2019 diasumsikan tidak ada penambahan pegawai (moratorium)
Gambar 3.1 Kebutuhan SDM Badan POM 2015-2019 berdasarkan Analisa Beban Kerja
Tabel 3.1. Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2015
Unit Kerja
Tingkat Pendidikan
Total Non Sarjana S1 Profesi S2 S3
Kepala Badan POM 0 0 0 0 1 1
Inspektorat 4 12 9 4 0 29
Sekretaris Utama 0 0 0 1 0 1
Biro Perencanaan dan Keuangan 12 15 11 7 0 45
Biro Kerjasama Luar Negeri 5 5 4 6 0 20
Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat 3 21 10 9 0 43
Biro Umum 45 31 17 12 0 105
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza
0 0 0 1 0 1
Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi 6 8 57 12 0 83
Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT
5 5 15 6 0 31
Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT
8 6 34 7 0 55
Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT
8 10 32 5 0 55
Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
9 1 29 4 0 43
2015 2016 2017 2018 2019
Standar Kebutuhan SDM(berdasarkan ABK 2013)
5018 5018 5018 5018 5018
SDM yang Tersedia 3921 3921 3921 3921 3921
SDM Pensiun, Pindah, dll 4 9 120 106 105
Kekurangan SDM 1101 1106 1217 1203 1202
5018 5018 5018 5018 5018
3921 3921 3921 3921 3921
4 9 120 106 105
1101 1106 1217 1203 1202
45
Unit Kerja
Tingkat Pendidikan
Total Non Sarjana S1 Profesi S2 S3
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
0 0 0 0 0 0
Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik
17 9 46 9 0 81
Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
3 2 12 7 0 24
Direktorat Inspeksi Dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
6 5 34 8 0 53
Direktorat Obat Asli Indonesia 5 4 11 5 0 25
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
0 0 0 1 0 1
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 6 26 26 15 0 73
Direktorat Standardisasi Produk Pangan 5 7 8 11 0 31
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan 8 16 26 6 0 56
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
2 10 9 17 0 38
Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
6 4 12 7 0 29
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional 43 41 44 31 1 160
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan 3 5 18 3 0 29
Pusat Riset Obat dan Makanan 3 9 8 10 2 32
Pusat Informasi Obat dan Makanan 11 12 10 8 0 41
JUMLAH KANTOR PUSAT 223 264 482 212 4 1185
Balai Besar POM Banda Aceh 30 11 28 15 0 84
Balai Besar POM Medan 58 23 39 7 0 127
Balai Besar POM Padang 48 18 32 8 0 106
Balai Besar POM Pekanbaru 44 15 26 11 0 96
Balai POM Jambi 31 10 30 0 0 71
Balai Besar POM Palembang 30 23 25 10 0 88
Balai POM Bengkulu 33 14 18 8 0 73
Balai Besar POM Bandar Lampung 51 14 33 9 0 107
Balai POM Batam 21 12 21 2 0 56
Balai POM Pangkalpinang 18 10 19 4 0 51
Balai Besar POM DKI Jakarta 40 16 49 6 0 111
Balai Besar POM Bandung 52 24 50 26 0 152
Balai Besar POM Semarang 45 45 46 9 0 145
Balai Besar POM Yogyakarta 40 27 36 12 0 115
Balai Besar POM Surabaya 34 49 58 3 0 144
Balai POM Serang 24 18 28 2 0 72
Balai Besar POM Denpasar 30 37 26 10 0 103
Balai Besar POM Mataram 33 17 26 3 0 79
Balai POM Kupang 21 18 24 6 0 69
46
Unit Kerja
Tingkat Pendidikan
Total Non Sarjana S1 Profesi S2 S3
Balai Besar POM Pontianak 34 14 31 5 0 84
Balai POM Palangkaraya 25 12 26 3 0 66
Balai Besar POM Banjarmasin 33 16 26 4 0 79
Balai Besar POM Samarinda 25 20 35 2 0 82
Balai Besar POM Manado 23 19 31 5 0 78
Balai POM Palu 25 9 23 6 0 63
Balai Besar POM Makassar 37 23 50 15 0 125
Balai POM Kendari 21 16 24 5 0 66
Balai POM Gorontalo 17 12 18 1 0 48
Balai POM Ambon 27 12 20 2 0 61
Balai Besar POM Jayapura 30 18 34 1 0 83
Balai POM Manokwari 7 9 23 2 0 41
Balai POM Sofifi 2 2 5 2 0 11
JUMLAH BB/BPOM 989 583 960 204 0 2736
TOTAL 1212 847 1442 416 4 3921
*Keterangan: data SIAP per 30 Desember 2015
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa 1.212 pegawai Badan POM (30,91%) adalah non
sarjana. Tiga unit kerja dengan persentase SDM non sarjana terbesar berturut-turut adalah
BBPOM di Bandar Lampung (47,66%), BBPOM di Pekanbaru (45,83%) dan BBPOM di
Medan (45,67%).
Gambar 3.2 Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2015
1212; 30,91%
847; 21,60%1442; 36,78%
416; 10,61%4; 0,10%
Non Sarjana
S1
Profesi
S2
S3
47
Dengan tantangan yang semakin kompleks, Badan POM harus melakukan peningkatan
kompetensi SDM dan memprediksikan kebutuhan SDM untuk memperkuat pengawasan
dengan lingkungan strategis yang semakin dinamis.
Perkuatan dan peningkatan kapasitas SDM adalah salah satu cara menghadapi perubahan
lingkungan yang tidak dapat diprediksikan. Kebijakan pengembangan SDM harus dilakukan
secara komprehensif, terarah, dan sistematis dalam kerangka Human Capital Management
(HCM). HCM harus mencakup pengadaan, pengembangan, dan pendayagunaan SDM sesuai
kebutuhan organisasi. Pengembangan kompetensi teknis dan manajerial harus mendapat
proporsi yang seimbang dengan kebutuhan organisasi. Pada tahun 2015, telah dilakukan
peningkatan kompetensi SDM melalui tugas dan izin belajar sebanyak 69 orang pegawai,
yang meliputi 45 orang tugas belajar dalam negeri, 10 orang tugas belajar luar negeri, dan
14 orang izin belajar dalam negeri.
Tabel 3.2. Jumlah Pegawai Badan POM Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Tahun 2015
Unit Kerja
< 2
5
25
- 3
0
31
- 3
5
36
- 4
0
41
- 4
5
46
- 5
0
51
- 5
5
> 5
5
Jum
lah
Kepala Badan POM 0 0 0 0 0 0 1 0 1
Inspektorat 2 12 6 3 0 1 4 1 29
Sekretaris Utama 0 0 0 0 0 0 1 0 1
Biro Perencanaan dan Keuangan 1 9 13 7 2 4 8 1 45
Biro Kerjasama Luar Negeri 1 2 2 3 0 5 3 4 20
Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat 3 9 6 9 5 3 6 2 43
Biro Umum 3 22 23 10 7 11 21 8 105
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza
0 0 0 0 0 0 0 1 1
Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi 6 26 21 14 4 8 3 1 83
Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT
0 5 6 2 6 5 5 2 31
Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT
1 21 18 5 3 3 4 0 55
Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT
1 18 12 5 3 2 10 4 55
Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
2 8 9 5 3 4 8 4 43
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik
4 27 16 15 5 2 9 3 81
Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
0 6 1 5 1 6 4 1 24
Direktorat Inspeksi Dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
4 22 9 5 3 4 5 1 53
Direktorat Obat Asli Indonesia 0 3 5 4 1 5 4 3 25
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
0 0 0 0 0 0 0 1 1
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 6 31 12 13 4 4 2 1 73
48
Unit Kerja
< 2
5
25
- 3
0
31
- 3
5
36
- 4
0
41
- 4
5
46
- 5
0
51
- 5
5
> 5
5
Jum
lah
Direktorat Standardisasi Produk Pangan 1 6 8 7 4 2 2 1 31
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan 1 19 19 4 2 2 6 3 56
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
0 10 12 5 2 4 1 4 38
Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
1 5 6 4 1 5 5 2 29
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional 4 28 41 15 16 17 27 12 160
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan 3 9 7 5 1 1 1 2 29
Pusat Riset Obat dan Makanan 0 5 11 2 2 6 4 2 32
Pusat Informasi Obat dan Makanan 4 11 9 1 6 3 4 3 41
JUMLAH KANTOR PUSAT 48 314 272 148 81 107 148 67 1185
Balai Besar POM Banda Aceh 2 18 15 18 8 4 13 6 84
Balai Besar POM Medan 0 15 25 10 18 13 30 16 127
Balai Besar POM Padang 2 15 15 8 13 25 21 7 106
Balai Besar POM Pekanbaru 2 12 19 7 12 19 18 7 96
Balai POM Jambi 2 10 14 7 10 14 11 3 71
Balai Besar POM Palembang 3 17 10 10 11 14 15 8 88
Balai POM Bengkulu 3 19 7 7 9 13 10 5 73
Balai Besar POM Bandar Lampung 4 9 16 8 16 18 27 9 107
Balai POM Batam 1 35 16 1 1 1 0 1 56
Balai POM Pangkalpinang 3 28 17 1 0 1 1 0 51
Balai Besar POM DKI Jakarta 1 20 25 12 13 19 14 7 111
Balai Besar POM Bandung 2 15 30 24 19 21 29 12 152
Balai Besar POM Semarang 2 18 35 17 16 23 19 15 145
Balai Besar POM Yogyakarta 0 5 31 28 14 20 12 5 115
Balai Besar POM Surabaya 2 16 22 13 15 35 33 8 144
Balai POM Serang 5 38 22 2 2 2 1 0 72
Balai Besar POM Denpasar 4 10 19 13 19 18 17 3 103
Balai Besar POM Mataram 1 15 14 11 8 10 16 4 79
Balai POM Kupang 2 19 19 13 5 4 2 5 69
Balai Besar POM Pontianak 3 19 20 11 7 3 18 3 84
Balai POM Palangkaraya 4 10 15 10 9 7 11 0 66
Balai Besar POM Banjarmasin 2 16 11 8 12 8 16 6 79
Balai Besar POM Samarinda 2 23 16 11 8 8 8 6 82
Balai Besar POM Manado 3 17 14 13 7 13 7 4 78
Balai POM Palu 4 16 10 9 4 8 10 2 63
Balai Besar POM Makassar 1 9 17 16 16 37 24 5 125
Balai POM Kendari 1 17 7 10 9 15 6 1 66
Balai POM Gorontalo 3 25 13 4 1 1 0 1 48
Balai POM Ambon 3 20 11 9 3 6 7 2 61
49
Unit Kerja
< 2
5
25
- 3
0
31
- 3
5
36
- 4
0
41
- 4
5
46
- 5
0
51
- 5
5
> 5
5
Jum
lah
Balai Besar POM Jayapura 3 21 18 14 5 6 10 6 83
Balai POM Manokwari 4 26 5 4 0 0 1 1 41
Balai POM Sofifi 0 2 2 2 1 3 0 1 11
JUMLAH BB / BPOM 74 555 530 331 291 389 407 159 2736
TOTAL 122 869 802 479 372 496 555 226 3921
Dari 3.921 orang pegawai Badan POM di tahun 2015, 781 (19,92%) di antaranya berusia di
atas 50 tahun dan 991 (25,27%) berusia di bawah 30 tahun.
Gambar 3.3 Komposisi Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia Tahun 2015
Jika melihat komposisi pegawai Badan POM berdasarkan usia, Badan POM harus
mempunyai strategi pengembangan pegawai yang tepat agar tidak terjadi kekosongan SDM
di posisi-posisi strategis. Mempersiapkan pemimpin lapis kedua (second layer leader),
terutama di Balai Besar/Balai POM, harus dimulai dari sekarang agar pada saat yang tepat
telah siap untuk memimpin organisasi. Peningkatan soft competency tidak kalah pentingnya
dengan peningkatan hard competency untuk menghasilkan SDM yang mampu menjadikan
Badan POM sebagai organisasi yang andal. Soft competency akan membentuk pribadi-
pribadi pemimpin yang matang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah serta
menjalin komunikasi dan koordinasi yang efektif, baik secara internal maupun eksternal.
Terkait dengan pengembangan SDM, selama tahun 2015 telah dilakukan berbagai kegiatan
pengembangan SDM yang menyangkut peningkatan kapabilitas dan kompetensi melalui
pendidikan dan pelatihan. Sebanyak 37 orang telah dikutsertakan dalam Diklat
122; 3,11%
869; 22,16%
802; 20,45%
479; 12,22%
372; 9,49%
496; 12,65%
555; 14,15%
226; 5,76%
< 25
25 - 30
31 - 35
36 - 40
41 - 45
46 - 50
51 - 55
> 55
50
Kepemimpinan, yaitu Diklat Kepemimpinan Tingkat I sebanyak 1 orang, Tingkat II sebanyak
2 orang, Tingkat III sebanyak 12 orang, dan Tingkat IV sebanyak 22 orang. Sebanyak 1.389
orang pegawai telah diikutkan dalam pelatihan teknis/manajemen. CPNS Badan POM yang
mengikuti Diklat Prajabatan sebanyak 134 orang, meliputi 91 orang CPNS dari formasi
umum mengikuti Diklat Prajabatan Golongan III, 27 orang CPNS dari formasi umum
mengikuti Diklat Prajabatan Golongan II, dan 17 orang CPNS dari formasi Honorer Kategori
2 yang mengikuti Diklat Prajabatan Golongan II.
Diklat Orientasi CPNS Tahun
Anggaran 2015 diikuti oleh sebanyak
372 (tiga ratus tujuh puluh dua)
orang CPNS yang direkrut pada
tahun 2014, terdiri dari 371 (tiga
ratus tujuh puluh satu) orang dari
Formasi Umum dari total alokasi
Formasi Umum yang diberikan oleh
Kementerian PANdan RB sebanyak
400 (empat ratus) formasi, dan 1
(satu) orang dari Formasi Khusus
Putra/Putri Papua. Adapun persentase
jumlah CPNS berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sejumlah 98 (sembilan puluh
delapan) orang atau 26% dan perempuan sebanyak 274 (dua ratus tujuh puluh empat)
orang atau 74%. Diklat Orientasi CPNS dilaksanakan selama 3 (tiga) minggu pada tanggal 4
s.d 21 Mei 2015.
Pada tahun 2015 Badan POM tidak mendapatkan tambahan formasi pegawai karena
kebijakan moratorium. Namun, Badan POM tetap mengusulkan penambahan formasi
sebanyak 1.493 formasi, dengan prioritas kebutuhan sebanyak 627 formasi.
Pada tahun 2015 juga telah dilakukan pengangkatan Jabatan Fungsional Pengawas Farmasi
dan Makanan sebanyak 1.163 orang melalui mekanisme Perpindahan Jabatan.
Peralatan Laboratorium
Pengujian laboratorium merupakan tulang punggung pengawasan yang dilaksanakan oleh
Badan POM. Laboratorium Badan POM yang tersebar di seluruh Indonesia harus terus
ditingkatkan kapasitasnya agar mampu mengawal kebijakan pengawasan Obat dan
Makanan. Untuk menunjang pengujian laboratorium, saat ini laboratorium Badan POM, baik
di pusat maupun di Balai Besar / Balai POM telah dilengkapi dengan peralatan laboratorium
yang mempunyai tingkat sensitivitas dan akurasi yang memadai agar dapat menghasilkan
hasil uji yang valid dan dapat dipercaya.
Dibandingkan terhadap Standar Minimum Laboratorium Balai POM, masih terdapat gap
yang signifikan pada alat laboratorium yang dimiliki Balai Besar/Balai POM. Untuk
51
mewujudkan laboratorium Badan POM yang andal, maka strategi Badan POM adalah
memenuhi Standar Minimum Laboratorium, baik SDM, bangunan, maupun peralatan
laboratorium agar memenuhi kaidah Good Laboratory Practices (GLP).
3.1.2 Eksternal
Sebaran Produk Obat dan Makanan
Seluruh obat dan makanan yang beredar harus terjamin aman dan memenuhi standar mutu
yang telah ditetapkan. Tugas Badan POM adalah mengawasi obat dan makanan yang
beredar agar terjamin aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Kinerja
Badan POM dalam melakukan pengawasan obat dan makanan ditentukan dengan suatu
indikator yaitu “persentase obat dan makanan yang memenuhi syarat”. Indikator ini diukur
dengan mengambil sampel obat dan makanan yang beredar untuk kemudian diuji di
laboratorium. Agar data persentase produk yang memenuhi syarat ini dapat dibandingkan
setiap tahunnya, maka proporsi berbagai jenis obat dan makanan di dalam populasi produk
yang diambil sampelnya harus konsisten. Dengan proporsi yang konsisten seperti ini maka
perubahan persentase produk yang memenuhi syarat, apakah naik atau turun, setiap
tahunnya dapat dijadikan dasar untuk mengukur kinerja tersebut.
Untuk dapat mengukur kinerja Badan POM, yaitu dengan cara membandingkan persentase
produk yang memenuhi syarat (MS) atau tidak memenuhi syarat (TMS) setiap tahunnya,
maka diperlukan cara sampling dengan memperhatikan proporsi jenis produk pada setiap
pengambilan sampel harus konsisten. Selain itu, pengambilan sampel harus berbasis risiko
(risk-based sampling) agar produk yang berisiko lebih tinggi sampelnya diambil lebih
banyak daripada produk yang berisiko rendah. Diharapkan penerapan risk-based sampling
dapat lebih melindungi konsumen dari produk TMS.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah pengelolaan kesehatan
yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Salah satu subsistem SKN adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan,
yang meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan,
khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar;
(ii) ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; (iii)
perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat
penggunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya kemandirian di bidang kefarmasian
melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Subsistem ini saling terkait dengan
subsistem lainnya sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil
guna dan berdaya guna.
52
Badan POM merupakan penyelenggara subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan
makanan, terutama untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat
dan Makanan yang beredar serta upaya kemandirian Obat dan Makanan. Pengawasan
sebagai salah satu unsur dalam subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya
secara komprehensif oleh Badan POM.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
JKN merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya
kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Program JKN diatur
dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam JKN
juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Implementasi JKN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap
pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah
permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri karena industri
obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain itu,
jenis obat pun akan sangat bervariasi dan mungkin terjadi overcapacity di Industri Farmasi
yang dapat mempengaruhi mutu obat. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand
terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak
langsung dari penerapan JKN adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah
maupun jenisnya.
Tingginya demand obat akan mendorong banyak industri farmasi melakukan
pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas produksi dengan perluasan sarana yang
dimiliki. Dengan adanya peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut, diasumsikan akan
terjadi peningkatan permohonan sertifikasi CPOB. Dalam hal ini tuntutan terhadap peran
BPOM akan semakin besar, antara lain adalah peningkatan pengawasan pre-market melalui
sertifikasi CPOB dan post-market melalui intensifikasi pengawasan obat pasca beredar
termasuk Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
3.2 TANTANGAN LINGKUNGAN
Dengan semakin gencarnya globalisasi dan era pasar bebas, maka ke depan tugas
pengawasan obat dan makanan akan semakin luas dan kompleks. Seiring dengan itu
ekspektasi masyarakat juga terus meningkat untuk mendapat perlindungan yang semakin
baik dari risiko obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu.
53
3.2.1 Sisi Permintaan
Transisi Demografi
Penduduk telah mengalami perubahan struktur. Usia muda (0-14 tahun) menurun dari
30,4% pada tahun 2000 menjadi 28,87% pada tahun 2010. Usia produktif (15-64 tahun)
dan usia lanjut (65 ke atas) meningkat, masing-masing dari 65% menjadi 66,09% dan 4,5%
menjadi 5,04% pada kurun waktu yang sama. Tren peningkatan usia harapan hidup dari
70,4 tahun pada 2007 dan terus meningkat menjadi 71,62 tahun pada 2012, mengakibatkan
pergeseran usia rata-rata penduduk ke arah yang lebih tua. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Menteri Kesehatan RI, Nila F. Moeloek, pada acara Rapat Kerja Nasional
Badan POM Tahun 2015 tanggal 16 Maret 2015 di Jakarta bahwa beban pembangunan
kesehatan menjadi bertambah dengan meningkatnya populasi dan pergeseran komposisi
penduduk serta pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak
menular akibat perubahan perilaku. Tantangan bidang kesehatan antara lain beban ganda
penyakit (penyakit menular, penyakit tidak menular, dan neglected tropical diseases),
ancaman baru kesehatan (flu burung, influenza pandemik), re-emerging diseases (TB,
malaria, HIV/AIDS, DB, yaws), dan agenda belum terselesaikan yaitu angka kematian ibu
dan anak yang masih tinggi.
Pada tahun 2014, Annual Parasite Incidence (API) Indonesia yaitu 0,99 atau sudah mencapai
target tahun 2015 yaitu angka API dapat ditekan hingga 1 per 1.000 atau kurang. Indikator
sebuah daerah bebas malaria adalah API di bawah 1 per 1.000 penduduk, tidak terdapat
kasus malaria pada penduduk lokal yang tidak pernah bepergian, dan adanya pengamatan
ketat keluar-masuknya penduduk di wilayah terkait. Banyak tantangan yang dihadapi
dalam upaya eliminasi malaria, antara lain belum adanya pengobatan efektif, bahkan terjadi
resistensi terhadap sejumlah obat antimalaria.
Hal tersebut menjadi tantangan bagi Badan POM untuk dapat mengawal dari aspek
keamanan, kemanfaatan, dan mutu produk terapetik/obat yang digunakan oleh masyarakat
dalam jangka waktu yang relatif lama.
Menteri Kesehatan RI juga menyampaikan bahwa tantangan pembangunan pasca 2015
yaitu mengakhiri kemiskinan, menjamin hidup sehat, menjamin ketahanan pangan dan gizi
baik, dan menjamin tersedianya akses air bersih dan sanitasi. Dalam mendukung ketahanan
pangan dan gizi yang baik, dimulai dari pengawalan pangan jajanan anak sekolah termasuk
pengawasan kantin, KIE yang holistik hingga terjadi perubahan mental dalam
mengkonsumsi makanan yang sehat. Dalam pembangunan kesehatan, Kementerian
Kesehatan akan memperkuat kesehatan dasar/pelayanan kesehatan primer sehingga dapat
menjaga kesehatan di dalam keluarga.
Transformasi Sosio-budaya
Teknologi informasi serta komunikasi tidak dapat dipungkiri telah membuka wawasan
masyarakat tentang pola hidup modern, yang menyebabkan terjadinya pergeseran budaya
54
bangsa ke arah kehidupan modern. Kehidupan modern juga memicu peningkatan aktifitas
masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Pengeluaran rata-rata per kapita
sebulan untuk makanan, termasuk konsumsi makanan dan minuman olahan, meningkat
sebesar 23,38% dari Rp 356.435 pada tahun 2013 menjadi Rp 439.770 pada 2014.
Transformasi budaya ini berakibat terjadinya perubahan perilaku sosial yang mendorong
pergeseran demand konsumen akan makanan ke arah jenis makanan yang siap saji (fast
food), penggunaan produk kecantikan yang berefek cepat, dan pembelian obat dan makanan
secara online. Selain itu, perubahan juga terlihat terhadap permintaan akan berbagai
suplemen makanan yang ditujukan untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, atau
yang dipercaya dapat mencegah penyakit. Tren perubahan demand ini semakin kuat, seiring
dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat perkotaan. Hal ini jika tidak diantisipasi
dengan pengawasan keamanan, manfaat dan mutu produk tersebut akan meningkatkan
potensi gangguan kesehatan sebagai akibat mengkonsumsi makanan siap saji dan
penggunaan yang meluas berbagai produk suplemen makanan.
Daya Beli Konsumen
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu
wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Ekonomi Indonesia tahun 2014
tumbuh 5,02%, melambat dibanding tahun 2013 (5,58%). Meskipun demikian, apabila
ditinjau dari pendapatan per kapita masyarakat, terjadi kenaikan yang signifikan pada
tahun 2014 yang mencapai Rp 41,8 juta dengan laju peningkatan sebesar 14,52%
dibandingkan dengan PDB per kapita pada tahun 2013 yang sebesar Rp. 36,5 juta.
Kenaikan pendapatan per kapita belum tentu mencerminkan perubahan dalam daya beli
masyarakat. Sebagian dari perubahan pendapatan tersebut diakibatkan oleh inflasi. Dengan
kata lain, pendapatan per kapita naik dengan cepat, tetapi disertai kenaikan biaya hidup
yang cepat pula. Hal ini juga menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat. Akibatnya
masyarakat tidak mampu menjangkau produk-produk yang memenuhi standar mutu, dan
cenderung menggantinya dengan mengkonsumsi obat dan makanan yang murah tetapi
berisiko tinggi terhadap kesehatan. Permintaan akan barang murah ini, pada gilirannya
membuka peluang bagi produsen untuk menyediakan barang murah melalui berbagai
strategi bisnis, termasuk yang melanggar ketentuan, dan tidak terjamin keamanan dan
mutunya. Hal ini merupakan tantangan bagi Badan POM, untuk di satu sisi meningkatkan
kesadaran produsen melalui pembinaan teknis agar tidak melakuan pelanggaran ketentuan
di bidang obat dan makanan, dan sisi lain meningkatkan pengetahuan konsumen agar
mampu membentengi diri dari produk yang berisiko terhadap kesehatan.
3.2.1. Sisi Penyediaan
Pertumbuhan Usaha Bidang Obat dan Makanan
Pasar farmasi nasional tumbuh rata-rata 12% per tahun pada periode 2010-2014. Besar
pasar farmasi nasional pada tahun 2015 diperkirakan sekitar Rp 62-65 Triliun dan akan
55
meningkat menjadi Rp 69 Triliun pada tahun 2016. Pada tahun 2015, Obat resep (ethical)
mendominasi sekitar 61% pasar farmasi nasional dan sisanya 39% adalah obat bebas (over
the counter/OTC). Obat resep sendiri terdiri dari obat patent (30%) dan obat generik (70%),
dimana obat generik terbagi lagi menjadi obat generik bermerek dan obat generik biasa
(OGB). Dalam hal ini pangsa OGB di Indonesia masih relatif kecil (<20% dari total pasar obat
generik). Potensi pertumbuhan obat resep ke depan, khususnya obat generik, diperkirakan
akan semakin tinggi seiring dengan implementasi SJSN dan JKN.
Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki industri obat tradisional dengan pangsa
pasar yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 87 Industri Obat Tradisional (IOT) dan
1.148 industri kecil obat tradisional termasuk di dalamnya Usaha Menengah Obat
Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), namun baru 61 IOT yang
mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisionalyang Baik (CPOTB) terdiri dari 34
industri berdasarkan CPOTB 2005 dan 27 industri berdasarkan CPOTB 2011.
Di bidang pangan, industri kecil makanan dan industri rumah tangga pangan (IRTP) tumbuh
dengan pesat, bahkan saat ini jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu. Menjamurnya
kelompok industri ini, meningkatkan potensi risiko kesehatan karena modal dan
profesionalisme dalam usaha ini sering tidak memadai dalam menjamin keamanan, manfaat
dan mutu produknya. Selain itu, mengingat pangsa pasar yang dituju terutama adalah
kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah, dan dengan meningkatnya jumlah
masyarakat miskin kota dengan berbagai kompleksitas perdagangan obat dan makanan
sektor informal, maka meningkatnya jumlah industri kecil di daerah perkotaan, menjadi
tantangan tersendiri bagi upaya pengawasan obat dan makanan, sekaitan dengan luasnya
persebaran risiko yang diakibatkan
Dalam upaya peningkatan kondisi sarana produksi IRTP, partisipasi pemerintah provinsi,
kabupaten dan kota sangat diperlukan, karena industri pangan kategori ini sertifikasi
produknya diberikan oleh pemerintah daerah setempat. Berdasarkan hasil monitoring
sarana produksi, masih banyak ditemukan sarana IRTP yang tidak terdaftar.
Memperhatikan hal tersebut, perlu koordinasi yang sinergi dengan pemerintah daerah
dalam pembinaan dan bimbingan IRTP untuk pemenuhan regulasi.
Kemajuan Teknologi Produksi
Kemajuan teknologi di bidang produksi telah memungkinkan industri farmasi dan makanan
untuk memproduksi dalam skala besar dengan range produk yang luas. Selain itu, dukungan
kemajuan teknologi informasi dan transportasi, memungkinkan persebaran produk dalam
waktu relatif singkat mencapai seluruh wilayah negeri ini hingga ke pelosok-pelosoknya.
Bagi pengawasan obat dan makanan, ini merupakan suatu potensi permasalahan, karena
bila terdapat produk yang substandar, peredarannya dapat menjangkau areal yang luas
dalam waktu yang relatif singkat.
Selain itu, tantangan yang signifikan adalah munculnya zat baru hasil inovasi teknologi
produksi bidang obat dan makanan. Keadaan ini menuntut peningkatan kompetensi
56
pengawas, utamanya pengetahuan dan teknologi laboratorium pengujian obat dan
makanan, dimana semua hasil pengawasan Badan POM didasarkan pada bukti ilmiah
(scientific based). Hasil pengujian laboratorium memastikan bahwa ada risiko nyata yang
dihadapi masyarakat dari obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat. Kapasitas dan
kemampuan laboratorium Badan POM yang terbatas memberi peluang tidak terawasinya
produk yang berisiko terhadap kesehatan.
Teknologi Promosi
Teknologi promosi telah terbukti sebagai sarana yang efektif memicu permintaan
masyarakat terhadap produk yang ditawarkan, bahkan seringkali tanpa disertai
pertimbangan yang rasional akan manfaatnya. Hal ini mengakibatkan semakin
meningkatnya penggunaan produk secara irasional. Kecanggihan teknologi promosi, dapat
menutupi berbagai kelemahan produk, sehingga kewaspadaan konsumen dapat menurun
akibat dorongan permintaannya. Selain itu, ada kecenderungan penggunaan misleading
information untuk meningkatkan permintaan.
Harmonisasi Perdagangan Dunia
Dengan berlakunya era perdagangan global mengakibatkan menipisnya entry barrier
sistem perdagangan internasional dan mengarah pada hilangnya penapisan komoditi antar
negara sehingga semakin membuka peluang ekspor produk dalam negeri dan impor produk
luar negeri untuk mengisi pasar Indonesia. Dengan bantuan kecanggihan sistem promosi
sebagaimana tersebut di atas, pasar produk impor semakin luas, bahkan mendorong
munculnya port d’entré ilegal di wilayah perbatasan. Perdagangan bebas juga merambah
kepada masalah penurunan derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan
pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat akan kesehatan. Hal tersebut menjadi tantangan bagi upaya perlindungan
konsumen. Selain itu, upaya pengawasan obat dan makanan juga ditujukan untuk
mengamankan pasar dalam negeri dari produk yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu,
sistem dan teknologi pengujian laboratorium harus diperkuat untuk menjamin obat dan
makanan yang beredar di Indonesia memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat, dan
mutu.
Badan POM juga harus aktif dalam pembahasan standard and conformance ASEAN dan
bahkan internasional agar dapat menyiapkan industri obat dan makanan untuk dapat
mendukung pemerataan, pemenuhan dan daya saing obat dan makanan produksi dalam
negeri.
57
BAB 4
HASIL KEGIATAN PENGAWASAN OBAT DAN
MAKANAN TAHUN 2015
Pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan POM mencakup aspek yang
sangat luas, mulai dari pengawasan pre market yaitu penyusunan standar sarana dan
produk, penilaian Obat dan Makanan yang didaftarkan/diregistrasi, pengawasan
penandaan dan iklan, sampling dan pengujian Obat dan Makanan yang beredar,
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, monitoring efek samping sediaan farmasi,
hingga ke investigasi awal dan proses penegakan hukum terhadap berbagai pihak yang
melakukan penyimpangan cara produksi dan distribusi, maupun pengedaran produk yang
tidak sesuai ketentuan termasuk ilegal/palsu.
4.1. HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, KHASIAT DAN MUTU
PRODUKTERAPETIK/OBAT
A. Pengawasan Pre-market
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat bahwa setiap obat yang beredar di
wilayah Republik Indonesia harus memiliki izin edar. Sebelum obat diizinkan untuk
diproduksi atau diimpor dan diedarkan di wilayah Republik Indonesia harus diregistrasi di
Badan POM untuk dievaluasi terlebih dahulu terhadap keamanan, khasiat dan mutu serta
penandaannya. Jika memenuhi persyaratan/standar maka diterbitkan surat persetujuan
untuk diedarkan/nomor izin edar. Tata cara registrasi dan evaluasi berdasarkan Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 dan
sebagaimana diubah menjadi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 3
Tahun 2013 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
Dalam melakukan evaluasi, Badan POM menerapkan mekanisme evaluasi yang obyektif
dengan membentuk Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ). Komite tersebut
merupakan Komite independen yang terdiri dari pakar dan berasal dari berbagai
universitas serta institusi terkait. Badan POM dan Komite melakukan pertemuan berkala
untuk membahas dan mengevaluasi keamanan, kemanfaatan dan mutu obat dari data
ilmiah yang diserahkan oleh industri farmasi. Data tersebut berupa data preklinik dan data
klinik serta data penunjang lain terkait keamanan untuk membuktikan keamanan dan
khasiat obat, data mutu untuk menjamin terpenuhinya spesifikasi dan standar zat aktif, zat
tambahan dan obat jadi serta bahan kemasan. Untuk menjamin mutu produk, Badan POM
mensyaratkan bahwa setiap obat jadi yang dihasilkan harus melalui proses produksi sesuai
58
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Evaluasi penandaan termasuk informasi
produk/brosur dan label pada kemasan obat jadi untuk memastikan agar konsumen
mendapat informasi yang lengkap dan obyektif, sehingga konsumen dapat menggunakan
obat yang tepat dan aman.
Selama tahun 2015, Badan POM telah menyelesaikan 10.239 berkas permohonan
registrasi obat dan produk biologi, terdiri dari 3.168 keputusan Hasil Pra Registrasi
(2.696 persetujuan, 49 pembatalan/penolakan dan 423 tambahan data), 7.071
keputusan registrasi terdiri dari:
241 keputusan untuk registrasi obat inovasi baru (51 persetujuan, 37
pembatalan/penolakan dan 153 tambahan data);
92 keputusan untuk registrasi produk biologi (12 persetujuan, 16
pembatalan/penolakan dan 64 tambahan data);
1.115 keputusan untuk registrasi obat copy/obat sejenis (415 persetujuan, 20
pembatalan/penolakan dan 680 tambahan data);
4.803 keputusan untuk registrasi variasi obat inovasi baru dan produk biologi dan obat
copy terdiri dari ;
2.392 keputusan untuk registrasi variasi obat inovasi baru dan produk biologi
(1.980 persetujuan, 118 pembatalan/penolakan dan 294 tambahan data);
2.411 keputusan untuk registrasi variasi obat copy (1.260 persetujuan, 40
pembatalan/penolakan dan 1.111 tambahan data);
820 keputusan registrasi ulang (renewal) obat dan produk biologi (579 persetujuan
dan 22 pembatalan dan 219 tambahan data).
59
Tabel 4.1 Profil Hasil Evaluasi Produk Terapetik/Obat Tahun 2015
NO JENIS PRODUK
PERMOHONAN*) HASIL PENILAIAN *) PROSES EVALUASI
Jumlah keputusan
yang diterbitkan tepat waktu
Persentase Pemenuhan
Timeline Registrasi
Carry over
Baru Jumlah Batal Tolak ACC
Jumlah keputusan
yang diterbitkan
% Surat
Permintaan TD
% TOTA
L %
Proses Evaluasi
%
Obat
1 Pra Registrasi 1708 2341 4049 48 1 2696 2745 67,79
% 423 10,45% 3168 78% 881 21,76% 756 27,54%
2 Registrasi Baru :
2.1 - Registrasi Obat Baru 244 118 362 12 25 51 88 24,31
% 153 42,27% 241 67% 121 33,43% 42 47,73%
2.2 - Registrasi Produk Biologi
81 56 137 5 11 12 28 20,44
% 64 46,72% 92 67% 45 32,85% 9 32,14%
2.3 - Registrasi Obat Copy 547 649 1196 12 8 415 435 36,37
% 680 56,86% 1115 93% 81 6,77% 246 56,55%
3 Registrasi Variasi 2684 3688 6372 124 34 3240 3398 53,33
% 1405 22,05% 4803 75% 1569 24,62% 1526 44,91%
4 Registrasi Ulang 506 432 938 11 11 579 601 64,07
% 219 23,35% 820 87% 118 12,58% 601 100,00%
Produk Terapetik Penggunaan Khusus
1 SAS 44 306 350 11 1 307 319 91,14
% 29 8,29% 348 99% 1 0,29% 284 89,03%
2 Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK)
18 24 42 8 0 18 26 61,90
% 16 38,10% 42 100% 0 0,00% 21 80,77%
3 Certificate of Pharmaceutical Product (CPP)
93 1066 1159 11 0 1130 1141 98,45
% 0 0,00% 1141 98% 18 1,55% 835 73,18%
Jumlah Keseluruhan 5925 8680 14605 242 91 8448 8781 60,12
% 2989 20,47% 11770 81% 2834 19,40% 4320 49,20%
Jumlah** 4062 4943 9005 164 89 4297 4550 50,53
% 2521 28,00% 7071 78,52% 1934 21,48% 2424 53,27%
Keterangan : *) : Perhitungan jumlah produk termasuk beda kekuatan, beda bentuk sediaan dan beda kemasan **) : Untuk perhitungan berkas yang diselesaikan tanpa menyertakan berkas pra registrasi, SAS, PPUK dan CPP
60
Total pemenuhan timeline registrasi obat dan produk biologi tahun 2015 sebesar 53,27%.
Pemenuhan timeline registrasi masing-masing kategori obat tahun 2015 adalah untuk
registrasi obat inovasi baru sebesar 47,73%, registrasi produk biologi sebesar 32,14%,
registrasi obat copy sebesar 56,55% dan registrasi variasi sebesar 44,91%. Untuk registrasi
renewal belum memiliki timeline. Total penyelesaian dokumen registrasi di tahun 2015
sebesar 78,52% meningkat dibanding tahun 2014 sebesar 72,23%. Peningkatan
penyelesaian sebesar 6,77% ini dipengaruhi oleh antara lain adanya pelaksanaan desk
konsultasi registrasi obat yang dilakukan lebih intensif, penyempurnaan aplikasi e-
registrasi obat dan adanya penambahan SDM pada pertengahan tahun 2015.
Keterangan : * Jumlah permohonan yang diselesaikan (NIE, surat penolakan, Finalisasi NIE)
Catatan : Perhitungan timeline tanpa menyertakan berkas pra registrasi
Gambar 4.1 Profil Keputusan Registrasi Produk Terapetik/Obat Tahun 2013 - 2015
Di samping itu, Badan POM juga melakukan evaluasi dan memberikan persetujuan sebagai
berikut :
pemasukan obat untuk penggunaan khusus melalui mekanisme yang disebut Special
Access Scheme (SAS). Persetujuan ini terdiri dari pemasukan obat untuk
pengembangan produk, uji Bio Ekivalensi , dan produk biologi
pemasukan obat untuk uji klinik
Persetujuan pelaksanaan Uji Klinik (PPUK)
Pada tahun 2015 telah diselesaikan sejumlah 1486 berkas evaluasi produk terapetik
penggunaan khusus (SAS, PPUK dan CPP) yang terdiri dari 19 keputusan pemasukan SAS
vaksin (17 disetujui, 2 pembatalan), 23 keputusan pemasukan obat untuk uji klinik (19
persetujuan, 4 pembatalan/penolakan), 277 keputusan SAS untuk sampel pengembangan
produk dalam rangka registrasi (271 persetujuan, 6 pembatalan), 18 Persetujuan
Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK), 8 keputusan pembatalan PPUK, serta 1141 CPP (1130
persetujuan dan 11 pembatalan). Terjadi penurunan PPUK tahun 2015 dibandingkan PPUK
yang diterbitkan tahun 2014 sejumlah 58 keputusan karena adanya penurunan jumlah
permohonan PPUK yang diterima.
2013 2014 2015
Tidak Tepat Waktu 31,38% 49,49% 46,73%
Tepat Waktu 68,62% 50,51% 53,27%
Jumlah permohonan* 6.208 5.226 4.297
Jumlah Berkas 13.816 10.721 9.005
6.2085.226
4.297
13.816
10.721
9.005
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
0
3.000
6.000
9.000
12.000
15.000
Ju
mla
h B
erk
as
61
Dalam rangka pengawasan pelaksanaan uji klinik yang telah mendapatkan PPUK, dilakukan
inspeksi ke pusat uji klinik (rumah sakit/puskesmas/klinik). Selama inspeksi dilakukan
pemeriksaan atau verifikasi terhadap penerapan sistem manajemen mutu, dokumen,
fasilitas dan rekaman uji klinik. Tujuan inspeksi untuk memastikan bahwa pelaksanaan uji
klinik mengikuti prinsip-prinsip CUKB, yaitu melindungi hak, keamanan dan kesejahteraan
subyek uji klinik. Selain itu memberi masukan kepada Peneliti/Sponsor/Organisasi Riset
Kontrak agar pusat uji klinik di Indonesia dapat menjadi tempat yang lebih kondusif dan
dipercaya oleh dunia internasional untuk pelaksanaan dan pengembangan uji klinik di masa
mendatang. Pada tahun 2015, telah dilakukan 15 kali (28,30%) inspeksi dari total 53 PPUK
yang diterbitkan pada tahun sebelumnya.
Kegiatan inspeksi uji klinik dalam tahun 2015 dilakukan ke center berikut :
1. Pusat Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2. Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung
3. Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Prof. Dr. HM Farid (Yayasan Dika), Makassar
4. Departemen Bedah – SMF Ilmu Bedah FK Universitas Airlangga, RSUD Dr. Soetomo
Surabaya
5. Departemen Bedah Onkologi RSUP Dr. Kariadi Semarang
6. Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU RSUP H.Adam Malik Medan
7. Lembaga Eijkman di Rumah Sakit Mitra Masyarakat Timika, Papua – Yayasan
Pengembangan Kesehatan Masyarakat Papua
8. Departemen Farmakologi dan Terapi Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin
Bandung
9. Departemen Mata Ilmu Kesehatan Mata FKUI/ RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
(RSCM Kirana)
10. Puskesmas Hanura, Kec. Teluk Pandan, Kab. Pesawaran, Prop. Lampung
11. Puskesmas Tanjung Leidong, Kec. Kualuh Leidong, Kab. Labuhanbatu Utara, Prov.
Sumatera Utara
12. Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Onkologi RSCM
13. Bagian Kebidanan RS Sanglah, Denpasar Bali
14. Poliklinik Kebidanan RSCM, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
15. Instalasi Kanker Terpadu Tulip RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Inspeksi Laboratorium Uji Bioekivalensi
Laboratorium uji BE harus memenuhi kriteria dan
standar yang ditentukan serta harus mempunyai
kompetensi dan dapat menunjukkan
independensinya. Untuk itu Badan POM
melakukan pengawasan dan pemantapan fungsi
laboratorium uji BE secara rutin terhadap
pelaksanaan uji BE di Indonesia dalam rangka
jaminan pemenuhan aspek klinik dan analitik sesuai standar yang berlaku (GCP dan GLP).
62
Pada tahun 2015, telah dilakukan 12 kali inspeksi ke 8 laboratorium uji BE di wilayah DKI
Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Surabaya. Tim Inspektur Laboratorium Uji BE Badan
POM juga mengikuti joint inspection dengan Tim WHO dan Tim USP sebagai observer dalam
kegiatan audit ke laboratorium uji BE yang terlibat dalam program Prequalification (PQ)
WHO.
B. Pengawasan Post-market
Sampling dan Pengujian Laboratorium
Jenis dan jumlah obat yang disampling dan diuji oleh Balai Besar/Balai POM di 31 provinsi
mengacu pada Pedoman sampling tahun 2015. Pada tahun 2015, telah dilakukan pengujian
laboratorium terhadap 13.260 sampel obat yang disampling dari sejumlah sarana distribusi
dan pelayanan kesehatan (termasuk narkotika dan psikotropika). Dari hasil pengujian yang
telah dilakukan, 177 sampel (1,33%) tidak memenuhi syarat (TMS) mutu dengan
parameter meliputi kadar, uji disolusi, keseragaman kandungan, pH, waktu hancur, susut
pengeringan, dan isi minimum.
Regulatory action terhadap produk yang TMS tersebut yaitu perintah penarikan kembali
dari peredaran (recall), dan tambahan sanksi administratif mulai dari Peringatan,
Peringatan Keras, serta Perintah larangan produksi obat terkait sampai dilakukan tindakan
perbaikan dan pencegahan yang efektif.
Pada tahun 2015 Badan POM melakukan sampling terhadap vaksin yang dilakukan oleh 30
Balai Besar/Balai POM, sebagai berikut:
Gambar 4.2 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk
Terapetik/Obat Tahun 2015
Gambar 4.3 Profil Persentase Obat Memenuhi Syarat Tahun 2013-2015
99,41%
99,20%
98,67%
98,20%
98,40%
98,60%
98,80%
99,00%
99,20%
99,40%
99,60%
2013 2014 2015
% S
am
pe
l o
ba
t M
S
0
3.000
6.000
9.000
12.000
15.000
18.000
Jumlah MS TMS
13.260 13.083 (98,67%)
177Jum
lah s
am
pel obat
Sampel obat
63
Tabel 4.2 Sampling Vaksin Oleh 30 Balai Besar/Balai POM Tahun 2015
NO BB/ Balai POM NAMA VAKSIN
1 BBPOM Banda Aceh Vaksin Campak Kering, Vaksin BCG
2 BBPOM Bandar Lampung
Vaksin Campak Kering, Engerix B 0,5 ml, Engerix B 20 mcg ( Adult)
3 BBPOM Bandung Pentabio Vaksin, Vaksin Campak Kering
4 BBPOM Banjarmasin Vaksin BCG
5 BBPOM Denpasar Vaksin Polio Oral, Vaksin Hepatitis B (Rekombinan), Vaksin Campak Kering, Euvax B Adult, Pediacel, Euvax B, Engerix X-B (Junior), Engerix B (Adult), Infanrix IPV Hib, Infanrix Hexa, Infanrix Hib
6 BBPOM Jakarta Vaksin BCG Kering
7 BBPOM Jayapura BCG Vaccine BP, Vaksin Campak Kering, Vaksin Euvax B 9 Adult)
8 BBPOM Makassar Vaksin Campak Kering, Vaksin Hepatitis B. Rekombinan 9 BBPOM Manado Vaksin Campak Kering, Vaksin Pentabio, Euvax
10 BBPOM Mataram Vaksin Poliomyelitis Oral, BCG Vaksin BP, Vaksin Campak Kering
11 BBPOM Medan Serum Anti Tetanus 1500 IU, Euvax B, Vaksin Campak, Vaksin BCG, Vaksin Polio, Vaksin DPT-Hb-Hib, Vaksin Hepatitis B, Engerix- B, Engerix-B Adult, Infanrix, Varilrix Injeksi 0,5 ml
12 BBPOM Padang Vaksin BCG, Vaksin Pentabio
13 BBPOM Palembang Euvax B 1 mL, BCG Vaccine BP, Vaksin Hepatitis B Rekombinan
14 BBPOM Pekanbaru Engerix B, Vaksin Poliomyelitis oral, Measles vaccine, Euvax B
15 BBPOM Pontianak Vaksin Campak Kering, Vaksin Poliomyelitis Oral, BCG Vaccine
16 BBPOM Samarinda Vaksin Campak Kering, BCG Vaccine BP 17 BBPOM Semarang Vaksin Euvax B 1 mL, Vaksin Engerix Pediatric, Vaksin
Engerix, Vaksin Poliomyelitis Oral, Vaksin BCG Green Signal, Vaksin Campak
18 BBPOM Surabaya Vaksin Campak Kering, BCG Vaccine SSI, Euvax B 1 mL 19 BBPOM Yogyakarta Imovax Polio 20 BPOM Ambon Engerix-B, Vaksin Campak Kering, Vaksin Hepatitis B
Rekombinan 21 BPOM Batam Vaksin Campak, Vaksin BCG BP, Vaksin Euvax B 22 BPOM Bengkulu Vaksin Poliomyelitis Oral, Pentabio, Tripacel, Trimovax
Mericux, Engerix-B 23 BPOM Gorontalo BCG Vaccine BP, Pentabio 24 BPOM jambi Vaksin BCG Kering, Pentabio
25 BPOM Kendari Vaksin Campak, Vaksin Poliomyelitis Oral 26 BPOM Manokwari BCG Vaccine SSI, Vaksin Campak Kering
27 BPOM Palangkaraya Vaksin Poliomyelitis Oral
64
NO BB/ Balai POM NAMA VAKSIN
28 BPOM Palu Vaksin Campak Kering, BCG Vaccine BP, Vaksin Euvax B 29 BPOM Pangkal Pinang Vaksin Campak Kering, Oral Poliomyelitis, Engerix B
(Paediatric) 30 BPOM Serang Infanrix – Hib, Engerix – B, Euvax B, Vaksin BCG
Pengujian vaksin dilakukan oleh Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN)
Badan POM. Tahun 2015 telah diuji 208 sampel vaksin, terdiri dari 105 sampel dari pihak
ketiga atau dari industri (PNBP), 100 sampel uji rujuk vaksin dari Balai Besar/Balai POM
dan 3 sampel kasus. Dari hasil pengujian, semua sampel vaksin tersebut memenuhi syarat.
Tabel 4.3 Pengujian Vaksin di Laboratorium PPOMN Badan POM Tahun 2015
Pengujian Laboratorium PPOMN Pengujian Rujukan Balai Besar/Balai
POM
No Nama vaksin Jumlah Sampel
No Nama vaksin Jumlah Sampel
1 Vaksin BCG 9 1 ATS 4
2 Vaksin BCG Green Signal 3 2 Vaksin BCG 18
3 Vaksin Bio TT 3 3 Vaksin Campak 10 ds fl 2 11
4 Vaksin bOPV 1 4 Vaksin Campak 10 ds fl 1 9
5 Vaksin Campak 10 ds fl 1 9 5 Vaksin Engerix B 14
6 Vaksin Campak 10 ds fl 2 3 6 Vaksin Euvax B 12
7 Vaksin DT 2 7 Vaksin tOPV 10 ds 5
8 Vaksin DTP 2 8 Vaksin Hepatitis B 5
9 Vaksin Pentabio 11 9 Vaksin Infanrix 1
10 Vaksin Hepatitis B 0,5 mL 6 10 Vaksin Infanrix Hexa 1 11 Vaksin Hepatitis B 1 mL 3 11 Vaksin Infanrix Hib 2
12 Vaksin Influenza (Flubio) 2 12 Vaksin Infanrix IPV Hib 1
13 Vaksin TOPV 10 ds 3 13 Vaksin Pediacel 1
14 Vaksin TOPV 20 ds 0 14 Vaksin Pentabio 7
15 Vaksin Td Jerap 14 15 Vaksin Trimovax 1 16 Vaksin TT 3 16 Vaksin Tripacel 1
17 Bulk Difteri 2 17 Vaksin Varilrix 0
18 Bulk Tetanus 1 18 Vaksin Imovax Polio 1
19 Bulk Pertusis 1 19 Vaksin MMR II 0
20 Bulk Hib 3 Jumlah 94 21 Bulk Polio tipe 1 1 Total 100
22 Bulk Polio tipe 2 1
23 Bulk Polio tipe 3 0
Jumlah Total 83
Selain itu PPOMN menerbitkan sertifikat pelulusan Uji vaksin baik produk lokal (BIO
Farma) maupun impor, juga telah diberikan sebanyak 1.064 sertifikat, dengan rincian: Bio
Farma 886 sertifikat dan Vaksin impor 178 sertifikat.
65
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi
Badan POM melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi produk
farmasi, utamanya untuk menjamin kepatuhan implementasi Cara Pembuatan Obat Yang
Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
Pada tahun 2015 telah dilakukan inspeksi sebanyak 175 kali terhadap 133 Industri
Farmasi (IF) meliputi inspeksi pre-market dan inspeksi post-market. Terdapat IF yang
diinspeksi lebih dari 1 kali sehubungan dengan kasus dan inspeksi terhadap beberapa jenis
fasilitas yaitu 1 IF diinspeksi 7 kali, 1 IF diinspeksi 5 kali, 1 IF diinspeksi 4 kali, 6 IF
diinspeksi 3 kali, serta 17 IF diinspeksi 2 kali.
Inspeksi pre-market
Inspeksi pre-market Tindak Lanjut (dalam rangka
sertifikasi)
- Sertifikasi 20 kali terhadap 20 IF; - Sertifikasi sekaligus rutin dalam
rangka resertifikasi 7 kali terhadap 7 IF;
- Pasca renovasi fasilitas produksi 5 kali terhadap 5 IF
- Dalam rangka rekomendasi Izin Industri Farmasi (IIF) sekaligus Sertifikasi CPOB sebanyak 2 kali terhadap 2 calon IF.
- Dalam rangka rekomendasi Izin Industri Farmasi (IIF) sekaligus Sertifikasi CPOB karena penambahan fasilitas produksi dilokasi yang berbeda sebanyak 4 kali terhadap 4 IF.
- Rekomendasi IIF, Persetujuan Penggunaan Fasilitas untuk penyiapan data registrasi diberikan kepada 2 calon IF;
- Rekomendasi IIF dan Persetujuan Penggunaan Fasilitas untuk penyiapan data registrasi diberikan kepada 4 IF yang melakukan penambahan fasilitas produksi dilokasi yang berbeda;
- Permintaan untuk menyampaikan perbaikan sebanyak 25 IF.
- Terdapat sanksi administratif diberikan kepada 2 IF berupa: Peringatan Keras dan Larangan
Menerima Kontrak Pembuatan terhadap 1 IF
Peringatan dan Larangan Distribusi Produk Trial untuk Dijual terhadap 1 IF.
Inspeksi post-market
Inspeksi pre-market Inspeksi post-market
- Inspeksi rutin 106 kali terhadap 99 IF; 5 IF diinspeksi sebanyak 2 kali, 1 IF diinspeksi 3 kali.
- Dalam rangka investigasi kasus 9 kali terhadap 4 IF; 1 IF diinspeksi sebanyak 5 kali, 1 IF diinspeksi sebanyak 2 kali.
- Monitoring sanksi dilakukan sebanyak 5 kali terhadap 4 IF, 1 IF diinspeksi sebanyak 2 kali.
- Inspeksi rutin: Tindak lanjut berupa perbaikan
sebanyak 95 IF; Perlu dilakukan inspeksi ulang karena
fasilitas dalam proses pembangunan sebanyak 2 IF
Diverifikasi pada inspeksi selanjutnya sebanyak 1 IF
Terdapat sanksi administratif diberikan kepada 11 IF berupa: Peringatan diberikan terhadap 6 IF
66
Inspeksi pre-market Inspeksi post-market - Dalam rangka penyegelan sarana
produksi sebanyak 3 kali terhadap 3 IF.
- Dalam rangka pengaktifan kembali kegiatan sebanyak 4 kali terhadap 4 IF.
- Dalam rangka pemusnahan sebanyak 8 kali terhadap 8 IF.
Peringatan Keras diberikan terhadap 2 IF
Peringatan Keras dan Recall terhadap 1 IF
Peringatan Keras (PK) dan Penghentian Sementara Kegiatan (PSK) diberikan terhadap 1 IF
Penghentian Sementara Kegiatan diberikan terhadap 1 IF
5 IF masih dalam proses - Berdasarkan hasil monitoring sanksi,
terhadap 1 IF diberikan tindak lanjut sanksi berupa Penghentian Sementara Kegiatan karena tidak mematuhi sanksi yang diberikan.
- Inspeksi dalam rangka investigasi kasus: 1 IF, 1 kali diberikan sanksi PSK, 1 kali
diinstruksikan untuk recall dan melakukan penghilangan risiko serta 1 kali diberikan persetujuan protokol penghilangan risiko produk. Selanjutnya berdasarkan inspeksi verifikasi CAPA sebanyak 2 kali, kepada IF diminta untuk melakukan perbaikan dan pengaktifan kembali kegiatan produksi.
I IF diberikan sanksi Peringatan Keras dan Larangan Melakukan Toll Manufacturing.
I IF diberikan sanksi Larangan memproduksi Suplemen Makanan di Fasilitas Produksi Obat.
I IF diberikan sanksi Pencabutan Sertifikat CPOB.
Terhadap 19 inspeksi tidak diberikan tindak lanjut, hasil inspeksi dijadikan data, yaitu inspeksi dalam rangka pemusnahan, penyegelan dan pengaktifan kembali sarana produksi serta monitoring kepatuhan IF terhadap sanksi yang diberikan.
67
Gambar 4.6 Profil Sanksi Hasil Inspeksi Post Market Rutin Industri Farmasi Tahun 2015
Tabel 4.4 Cakupan Pemeriksaan Industri Farmasi Tahun 2015
Lokasi Industri Farmasi
Jumlah Industri Farmasi
Jumlah Pemeriksaan
Jumlah Industri yang diperiksa
Sumatera Utara 6 4 4 Sumatera Barat 1 1 1 Sumatera Selatan 1 2 1 DKI Jakarta 34 23 17 Jawa Barat 78 65 49 Jawa Tengah 23 16 14 Jawa Timur 41 34 29 DI Yogyakarta 1 3 1 Banten 25 27 20 Total 210 175 136*
Sumber data : Ditwas Produksi Produk Terapetik & PKRT Keterangan: *) terdapat 3 Industri Farmasi yang memiliki 2 fasilitas yang berlokasi di provinsi yang berbeda
108
7
25
Rutin Kasus
Audit kompre Inspeksi gudang tambahan
Gambar 4.4 Jumlah Inspeksi Post Market Tahun 2015
Gambar 4.5 Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Post Market Tahun 2015
Tahun 2015
6
2
1 1
2
1
P PK PK & recall PK & PSK PSK Pencabutansertifikat
68
Pada tahun 2015, dari 210 Industri Farmasi
yang memproduksi obat 182 (86,67%)
Industri Farmasi yang telah memiliki
sertifikat CPOB terkini.
Kemandirian Industri Farmasi
Dalam rangka meningkatkan daya saing obat, pelaku usaha secara mandiri melaksanakan
pengawasan industri farmasi dalam penerapan ketentuan terkait pembuatan obat. Untuk
itu kemandirian atau tingkat kedewasaan industri farmasi harus ditingkatkan. Hal ini
sejalan dengan pergeseran paradigma pengawasan dari watchdog ke proactive. Salah satu
upayanya adalah melaksanakan “Peningkatan Peran Serta Pelaku Usaha Dalam
Menerapkan Ketentuan Yang Berlaku”. Kegiatan tersebut direncanakan dilakukan secara
berkesinambungan selama satu siklus Renstra Badan POM tahun 2015-2019.
Tahap awal kegiatan ini (tahun 2015) adalah pengembangan dan pembuatan assesment
tools kemandirian industri farmasi dalam menerapkan ketentuan tentang pembuatan obat.
Pengembangan dan pembuatan tools ini melibatkan Tenaga Ahli dan dilakukan uji coba
kepada 20 industri farmasi untuk penyempurnaan tools. Selanjutnya tools disebarkan
kepada 200 industri farmasi sebagai alat untuk melakukan self assesment.
Agar industri farmasi dapat melakukan self assessment secara benar, Badan POM
melaksanakan sosialisasi tools kepada seluruh IF di 4 wilayah (Bandung, Surabaya, Medan,
dan Semarang). Selain itu, juga dilaksanakan sosialisasi verifikasi self assessment kepada 9
Balai Besar/Balai POM yang memiliki industri farmasi di wilayahnya sebagai pembekalan
dalam melakukan verifikasi pada tahun berikutnya (Tahun 2016 – 2019).
Hasil self assesment dari industri farmasi, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi oleh Badan
POM untuk menilai tingkat kedewasaan (maturity level) yang dikategorikan dalam 5 level
yaitu Pathological, Reactive, Calculative, Proactive, dan Generative. Hasil penilaian tersebut
dijadikan dasar (baseline) untuk melakukan verifikasi dan intervensi secara tepat sesuai
level kemandirian dan kebutuhan industri farmasi. Terdapat 6 industri farmasi yang
meningkat tingkat kemandiriannya.
Pada sarana distribusi, telah dilakukan pemeriksaan terhadap Pedagang Besar Farmasi
(PBF), dari total 1049 PBF yang diperiksa pada tahun 2015, 257 (24,50%) PBF ditemukan
melakukan pelanggaran (Tidak Memenuhi Ketentuan). Tindak lanjut atas pelanggaran
tersebut yaitu:
Gambar 4.7 Profil Hasil Sertifikasi Industri Farmasi Tahun 2015
86,67%
13,33%
IF dengan sertifikat CPOB terkini
69
142 PBF diberi Peringatan Keras (PK), dengan temuan antara lain pengelolaan
administrasi tidak tertib, gudang tidak memenuhi persyaratan, menyalurkan obat
secara panel atau penanggung jawab tidak bekerja secara penuh.
50 PBF diberi sanksi Penghentian Sementara Kegiatan (PSK), dengan temuan antara
lain melakukan pengadaan obat dari jalur tidak resmi, menyalurkan obat keras ke
sarana tidak berwenang atau tidak dapat mempertanggungjawabkan penyaluran
obat keras dalam jumlah besar.
53 PBF Penghentian Kegiatan (PKe) dengan temuan antara lain belum memiliki izin
tetapi sudah beroperasi.
12 PBF diusulkan Pencabutan Izin (PI) dengan temuan antara lain telah beberapa kali
mendapat PSK atau tidak aktif/ tidak beroperasi.
Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 10 Februari 2016 jam 09.30 WIB
Gambar 4.8 Profil Hasil Pemeriksaan PBF (Produk Terapetik)Tahun 2015
Selain itu, selama tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 8.771 sarana
pelayanan kesehatan (Saryankes), meliputi apotek, toko obat, Instalasi Farmasi
Kabupaten/ Kota (IFK), instalasi farmasi rumah sakit, klinik/balai pengobatan serta
puskesmas yang ada di Indonesia. Terdapat 269 dari 1.397 toko obat dan 31 dari 368 IFK
yang TMK. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut antara lain:
a. Toko Obat : 239 Peringatan Keras; 9 Penghentian Sementara Kegiatan; 7 Pencabutan
Izin; dan 14 Penghentian Kegiatan
b. IFK : 31 Peringatan Keras
MK 75,50%
PK 13,54%
PSK 4,77%
Pke 5,05%
PI 1,14%
TMK 24,50%
70
Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 10 Februari 2016 jam 09.30 WIB
Gambar 4.9 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2015
Tabel 4.5 Cakupan Pemeriksaan PBF dan Sarana Pelayanan Kesehatan Pada Balai Besar/
Balai POM Tahun 2015
Balai Besar/ Balai POM
Jumlah Sarana yang Ada Cakupan Pemeriksaan
PBF Sarana
Pelayanan Kesehatan
PBF Sarana
Pelayanan Kesehatan1)
Banda Aceh 62 1.170 32 321
Medan 82 2.767 33 617 Pekanbaru 54 2.046 7 260
Jambi 31 625 18 282
Padang 41 1.050 33 496
Bengkulu 17 479 8 222
Palembang 68 850 68 453 B. Lampung 22 1.586 15 251
Jakarta 467 4.281 77 230
Bandung 450 9.944 82 479
Semarang 325 3.852 57 288
Surabaya 368 5.074 209 503
Yogyakarta 51 792 40 250
Mataram 29 1.067 12 142
Kupang 24 695 19 361
Denpasar 73 850 12 211
Ambon 10 475 8 150 Samarinda 49 878 47 173
Pontianak 45 839 38 497
Banjarmasin 47 1.033 9 211
Palangkaraya 9 564 9 247
Makassar 95 1.328 64 520
1) Sarana Pelayanan Kesehatan meliputi apotek, toko obat, IFK, instalasi farmasi rumah sakit, klinik/balai pengobatan serta puskesmas
1.128
337 269
31
1.397
368
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
Toko Obat IFK
MK TMK Total
71
Balai Besar/ Balai POM
Jumlah Sarana yang Ada Cakupan Pemeriksaan
PBF Sarana
Pelayanan Kesehatan
PBF Sarana
Pelayanan Kesehatan1)
Manado 46 524 14 35
Kendari 16 432 8 135
Palu 24 763 9 169
Jayapura 41 774 38 310
Serang 66 2.297 30 261
Batam 32 850 32 302 Pangkal Pinang 9 319 6 215
Gorontalo 7 244 7 110
Manokwari 16 476 8 70
TOTAL 2.676 48.924 1.049 8.771
Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 10 Februari 2016 jam 09.30 WIB
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Pengawasan keamanan produk terapetik, termasuk obat di peredaran merupakan salah
satu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan. Kegiatan yang telah dilakukan antara
lain : Evaluasi aspek keamanan, mutu, dan khasiat sebelum suatu obat diberi izin edar dan
pemantauan keamanan serta mutu obat beredar. Untuk pemantauan keamanan obat
beredar dilakukan melalui program Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Dalam melaksanakan program ini, Pusat MESO Nasional bekerjasama dan berkomunikasi
dengan mitra kerja antara lain tenaga kesehatan (dokter, apoteker, bidan), Rumah Sakit,
Akademisi, Organisasi Profesi di bidang kesehatan, WHO dan Drug Regulatory Authority
negara lain. Pelaksanaan Surveilan Keamanan produk terapetik pasca pemasaran
(Pharmacovigilance) di Indonesia tidak hanya merupakan tanggung jawab Badan POM,
tetapi juga merupakan tanggung jawab industri farmasi sebagai penyedia obat, dan perlu
peran aktif tenaga kesehatan sebagai penyedia pelayanan kesehatan dan juga sebagai
prescriber.
Upaya yang dilakukan Badan POM untuk meningkatkan program farmakovigilans dan
meningkatkan peran serta key players tenaga kesehatan, terutama yang bertugas di sarana
pelayanan kesehatan seperti di bawah ini.
Peningkatan Awareness Tenaga Kesehatan dalam Pemantauan dan Pelaporan
Efek Samping Obat.
Badan POM secara rutin mengadakan kegiatan Sosialisasi/Workshop terkait
farmakovigilans. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman sejawat
tenaga kesehatan tentang pentingnya aktifitas farmakovigilans sebagai bagian dari
jaminan keamanan pasien (patient safety) dan kepedulian sejawat tenaga kesehatan
untuk melakukan pemantauan dan pelaporan kejadian efek samping yang mungkin
ditemui atau teramati pada praktik klinik sehari-hari di sarana pelayanan kesehatan.
72
Untuk penyelenggaraan tahun 2015, telah dilakukan sosialisasi/workshop di 3 rumah
sakit yaitu RS Awal Bros Batam, RS Siloam Manado dan RSUD Kota Tangerang. Peserta
yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah dokter spesialis, dokter umum, farmasis
klinik, serta perawat.
Peningkatan Peran dan Tanggung Jawab Industri Farmasi dalam
Farmakovigilans.
Sesuai dengan pasal 9, Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, dinyatakan bahwa
Industri Farmasi wajib melaksanakan farmakovigilans. Sebagai tindak lanjut dari
diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI tersebut, Badan POM telah
menerbitkan Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.03.1.23.11.10690 Tahun 2011
tentang Penerapan Farmakovigilans bagi Industri Farmasi. Hal ini untuk menjamin
keamanan obat pasca pemasaran yang berdampak pada jaminan keamanan pasien
(ensuring patient safety) sebagai pengguna akhir suatu obat. Pada tahun 2015 telah
dilakukan asistensi penerapan farmakovigilans di 22 industri farmasi.
Pengkajian Laporan Efek Samping Obat
Badan POM melakukan evaluasi aspek keamanan obat beredar, terhadap seluruh
laporan efek samping obat yang diterima dan informasi aspek keamanan terkini yang
memerlukan pengkajian untuk penetapan tindak lanjut. Evaluasi tersebut bertujuan
untuk menilai benefit – risk ratio. Dalam melaksanakan evaluasi, Badan POM
membentuk Panitia MESO Nasional yang terdiri dari ahli farmakologi dan beberapa
tenaga ahli. Hasil evaluasi akan menjadi bahan pertimbangan dan rekomendasi
penetapan tindak lanjut regulatori terkait aspek keamanan obat pasca pemasaran.
Pada tahun 2015, laporan efek samping obat yang diterima sejumlah 23.746 laporan,
terdiri dari laporan dari tenaga kesehatan dan laporan dari industri farmasi pemegang
ijin edar. Badan POM memberikan feedback kepada semua pelapor baik tenaga
kesehatan maupun industri farmasi.
Tabel 4.6 Profil Laporan Spontan Efek Samping Obat dan KIPI Tahun 2015
Tenaga
Kesehatan
Industri Farmasi Jumlah
Laporan Local
Report
Foreign
Report
PSUR RMP KIPI
727 1.350 21.316 310 25 18 23.746
Keterangan :
PSUR = Periodic Safety Update Report
RMP = Risk Management Plan
KIPI = Kejadian Ikutan Paska Imunisasi
73
Secara keseluruhan jumlah laporan spontan ESO dan KIPI yang terjadi di Indonesia
yang diterima selama tahun 2015 adalah 2.095 laporan, namun tidak semua laporan
tersebut lengkap dan dapat dilakukan analisis kausalitas.
Sementara itu, Badan POM juga menerima laporan keamanan lainnya dari industri
farmasi berupa laporan spontan foreign, Periodic Safety Update Report (PSUR)/Periodic
Benefit Risk Evaluation Reports (PBRER)/Development Safety Update Report (DSUR),
dan juga Risk Management Plan (RMP).
Terhadap sejumlah laporan tersebut dilakukan evaluasi dan hasilnya digunakan untuk
input proses pengkajian atau analisis risiko (Risk Assessment) untuk dapat dilakukan
penetapan tindak lanjut regulatori yang tepat. Pengkajian risiko pada tahun 2015 telah
dilakukan terhadap 12 zat aktif obat. Tindak lanjut yang dilakukan antara lain berupa
perbaikan indikasi dan informasi produk. Beberapa tindak lanjut tersebut telah
dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan untuk menjadi perhatian dan
meningkatkan kewaspadaan, dalam bentuk safety alert yang disebut Informasi untuk
Dokter (Dear Doctor Letter). Semua informasi hasil kajian risiko dan profil laporan ESO
tahun 2015 serta kegiatan farmakovigilans lainnya dimuat dalam Buletin Berita MESO
dan subsite e-MESO: http://e-meso.pom.go.id.
Tabel 4.7 Tindak Lanjut Regulatori Hasil Kajian Risiko Aspek Keamanan Obat Post
Market Tahun 2015
No Kajian Isu Keamanan Tindak Lanjut Regulatori
1 Iopromide dan Sodium diatrizoate & Meglumine diatrizoate
Informasi dari Egypt Health Autority kepada profesional kesehatan di Mesir terkait dengan reaksi hipersensitivitas
• Safety Alert / Dear Doctor Letter
• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015
2 Agomelatine Informasi dari European Medicine Agency (EMA) yang menegaskan kembali pentingnya monitoring fungsi liver sebagai dasar keamanan penggunaan agomelatine
• Safety Alert / Dear Doctor Letter
• Surat kepada industri farmasi
• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015
3 Kodein Adanya risiko depresi pernapasan yang dapat berakibat fatal pada penggunaan kodein setelah operasi tonsillectomy atau adenoidectomy pada anak dengan obstructive sleep apnoea
• Safety Alert / Dear Doctor Letter
• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015
74
No Kajian Isu Keamanan Tindak Lanjut Regulatori
4 Ibuprofen Adanya risiko kardiovaskular pada penggunaan Ibuprofen dosis tinggi (2400 mg per hari atau lebih)
• Safety Alert / Dear Doctor Letter
• Surat kepada industri farmasi
• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015
5 Methylphenidate HCl
Adanya risiko priapism pada penggunaan stimulan (Methylphenidate HCl) pada pengobatan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
• Surat kepada industri farmasi terkait hasil evaluasi Dear Doctor Letter yang akan didistribusikan.
• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015
6 Ketorolac Trometamine, Ceftriaxone, Ranitidine
Adanya laporan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) serius berupa kematian
• Berkonsultasi dengan tim ahli MESO
• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015
7 Ketoconazole Adanya peningkatan risiko efek samping liver injury (Drug Induced Liver Injury) pada penggunaan ketokonazole (oral)
• Perbaikan penandaan berupa pembatasan indikasi dan lama penggunaan serta penambahan boxed warnings
• Safety Alert / Dear Doctor Letter
• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015 dan November 2015
8 Diklofenak Adanya peningkatan risiko efek samping kardiovaskular pada penggunaan diklofenak
• Perbaikan penandaan pada bagian posologi dan penambahan kontraindikasi
• Safety Alert / Dear Doctor Letter
• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015 dan November 2015
9 Bromocriptine Informasi keamanan terkait pembatasan penggunaannya dalam menghentikan produksi air susu
• Safety Alert / Dear Doctor Letter
• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015
75
No Kajian Isu Keamanan Tindak Lanjut Regulatori
10 Ustekinumab Adanya risiko efek samping berupa exfoliative dermatitis dan erythrodermic psoriasis serius
• Surat kepada industri farmasi terkait hasil evaluasi Dear Healthcare Professional Letter yang akan didistribusikan Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015
11 Bupivacain Adanya laporan kejadian tidak diinginkan (KTD) serius berupa kematian
• Safety Alert • Surat untuk industri
farmasi • Surat untuk Rumah Sakit • Surat untuk Balai/Balai
Besar POM
12 Donepezil HCl Informasi tindak lanjut regulatori Canada mengenai penambahan “New Warning” terkait dengan risiko rhabdomyolysis dan Neuroleptic Malignant Syndrome
• Safety Alert / Dear Doctor Letter
• Surat untuk industri farmasi
• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015
Sertifikasi Bahan Baku Obat dan Obat Jadi Impor
Untuk memantau peredaran dan mencegah penyimpangan dalam distribusi obat jadi impor
serta mencegah penyalahgunaan bahan baku obat, perlu dilakukan pengawasan sejak di
entry point, melalui sistem National Single Window (NSW) yang pelaksanaannya dilakukan
one day service.
Selama tahun 2015, Badan POM telah mengeluarkan 18.790 surat keterangan impor (SKI),
yang meliputi 4.549 SKI obat jadi, 7.171 SKI bahan baku obat, 171 SKI vaksin, 459 SKI bahan
baku tambahan, 369 SKI bahan baku pembanding, 190 SKI analisis laboratorium dan 3.351
SKI bahan kimia Obat dan Makanan (OM) dan 2.530 SKI bahan kimia Non Obat dan Makanan
(NOM).
Gambar 4.10 Profil Surat Keterangan Impor Tahun 2015
0
1.500
3.000
4.500
6.000
7.500
4.549
7.171
171 459 369 190
3.351
2.530
Jum
lah
SK
I
Obat Jadi
Bahan Baku Obat
Vaksin
Bahan Baku Tambahan
Bahan Baku Pembanding
Analisis Laboratorium
Bahan Kimia
NOM
76
4.2. HASIL PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, PREKURSOR
DAN ZAT ADIKTIF
Narkotika,Psikotropika dan Prekursor
Badan POM juga melaksanakan pengawasan pada mata rantai produksi dan distribusi yaitu
pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan sarana pelayanan kesehatan yang mengelola
narkotika, psikotropika dan prekursor. Pengawasan dilaksanakan oleh petugas pusat dan
Balai Besar/Balai POM.
Selama tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 49 industri farmasi, 10 (20,41%)
industri farmasi tidak memenuhi ketentuan (TMK). Terhadap sarana yang TMK tersebut
telah dilakukan tindak lanjut berupa pemberian sanksi peringatan keras kepada 8 sarana,
penghentian sementara kegiatan kepada 1 sarana, dan pencabutan izin edar kepada 1
sarana.
Gambar 4.11 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi (Narkotika, Psikotropika Dan
Prekursor) Tahun 2015
MK 79,59%
PK 16,33%
PSK 2,04%
PI 2,04%
TMK 20,41%
Badan POM melakukan pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor melalui
monitoring pelaksanaan impor/ ekspor dengan penerbitan Analisa Hasil Pengawasan
(AHP). Selama tahun 2015, Badan POM menerima permohonan AHP sejumlah 874, yang
terdiri dari 54 permohonan narkotika, 361 permohonan psikotropika dan 459
permohonan prekursor. Dari permohonan tersebut telah diterbitkan 682 rekomendasi,
yang terdiri dari 39 narkotika, 310 psikotropika dan 333 prekursor. Persentase
penyelesaian rekomendasi AHP tepat waktu untuk Narkotika 85,19 %, Psikotropika
96,40 % dan Prekursor 80,61 %.
77
Di tingkat distribusi, selama tahun 2015
telah dilakukan pemeriksaan terhadap 501
Pedagang Besar Farmasi (PBF), ditemukan
150 (29,94%) PBF TMK. Terhadap sarana
yang TMK tersebut telah dilakukan tindak
lanjut berupa peringatan keras terhadap
105 PBF, penghentian sementara kegiatan
terhadap 39 PBF, dan rekomendasi
pencabutan izin sarana kepada 6 PBF.
Hasil pemeriksaan terhadap 4.160 sarana
pelayanan kesehatan yang meliputi 529
rumah sakit, 517 puskesmas, 2 Lapas, 2.687
apotek, 204 gudang farmasi,162 klinik/balai
pengobatan, 13 praktek dokter dan 46 toko
obat. Berdasarkan hasil pemeriksaan, sarana
yang TMK adalah 927 sarana (22,28%).
Terhadap sarana TMK tersebut telah
dilakukan tindak lanjut berupa; peringatan
keras, penghentian sementara kegiatan dan
direkomendasikan tindak lanjutnya ke
Direktorat/instansi lain yang terkait.
Dalam rangka kerjasama lintas sektor antara Badan POM dengan Kepolisian Republik
Indonesia (POLRI), selama tahun 2015 Badan POM telah melakukan pengujian barang bukti
tindak pidana narkotika dan psikotropika yang dikirim oleh POLRI sebanyak 3.048 sampel
yang terdiri dari 2.864 sampel narkotika, 64 sampel psikotropika dan 120 sampel obat lain.
Hasil pengujian laboratorium, menunjukkan bahwa 2.863 (93,93%) sampel positif
mengandung narkotika, dan 64 (2,10%) sampel positif psikotropika. Dari hasil pengujian
ini dapat diketahui jenis narkotika dan psikotropika yang paling sering disalahgunakan,
yaitu narkotika golongan I2) sejumlah 2.839 sampel meliputi: Metamfetamin/Shabu 1.949
sampel (68,08 %), ganja 669 sampel (23,37%), MDMA/Ekstasi 201 sampel (7,02%) , kokain
14 sampel (0,49%), amfetamin 5 sampel (0,17%) dan Heroin 1 sampel (0,03%). Narkotika
golongan II sejumlah 2 sampel meliputi morfin 2 sampel (0,07%). Narkotika golongan III
meliputi kodein 22 sampel (0,77%). Psikotropika yang banyak disalahgunakan adalah
psikotropika golongan IV sejumlah 64 sampel yang terdiri atas: Alprazolam 32 sampel
2) Narkotika Golongan I dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 6 Ayat (1) Huruf a adalah narkotika yang hanya
dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Pada ketentuan penutup dalam Undang-Undang Narkotika tersebut ada perubahan beberapa jenis
psikotropika dimasukkan ke golongan narkotika golongan I yaitu Ekstasi (MDMA) dari golongan I psikotropika dan Shabu (metamfetamin)
dari golongan II psikotropika .
Gambar 4.12 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana PBF (Narkotika Dan Psikotropika)
Tahun 2015
Gambar 4.13 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun
2015
501
351
150
0
100
200
300
400
500
600
Total MK TMK
Ju
mla
h S
ara
na
4.160
3.233
927
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
Total MK TMK
Ju
mla
h S
ara
na
78
(50,00%), Diazepam 24 sampel (37,50%), Clonazepam 4 sampel (6,25%), dan
Nimetazepam 4 sampel (6,50%).
Gambar 4.14 Profil Rincian Hasil Pengujian Laboratorium Barang Bukti Tindak Pidana
Narkotika Dan Psikotropika Dari Polri Tahun 2015
Zat Adiktif/ Rokok
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah
Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa
Produk Tembakau Bagi Kesehatan memberikan amanat kepada Badan Pengawas Obat dan
Makanan untuk melaksanakan :
Pengawasan terhadap produk tembakau yang beredar terkait kebenaran kandungan
kadar nikotin dan tar, persyaratan pencantuman peringatan kesehatan bergambar
dan persyaratan label lainnya;
Pengawasan terhadap peredaran iklan dan promosi produk tembakau terkait dengan
pencantuman peringatan kesehatan dalam iklan dan persyaratan lain yang
ditentukan.
Dalam menjalankan amanat tersebut, industri dan/atau importir produk tembakau wajib
melaporkan hasil pengujian kandungan kadar Nikotin dan Tar, contoh kemasan yang sudah
mencantumkan PHW (Pictorial Health Warning) kepada Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Pada tahun 2015 telah dilakukan sampling terhadap 1.103 merek rokok yang beredar dari
183 industri/importir. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa 972 merek rokok yang berasal
dari 151 industri/importir rokok sudah mencantumkan PHW. Penerapan PHW
menunjukkan peningkatan kepatuhan produsen terhadap implementasi PP No 109 Tahun
2012 yang semakin baik. Pada awal pemberlakuan PHW (24 Juni 2015) baru mencapai
13,44%, sedangkan pada bulan Desember 2015 telah mencapai rata-rata 99,74% yang
mencantumkan PHW dari beberapa produsen.
68,08%
0,03%
23,37%0,49% 7,02%
0,17%
0,07%
0,77%
Metamfetamin Heroin
Ganja Kokain
MDMA Amphetamin
Morfin Kodein
93,93%
2,10%3,94%
0,03%
Positif Narkotika
Positif Psikotropika
Obat lain
Negatif Narkotika
50,00%
6,25%
37,50%
6,25%
Alprazolam Clonazepam
Diazepam Nimetazepam
79
Gambar 4.15 Hasil Pengawasan Penerapan Pencantuman PHW pada kemasan Rokok di
Indonesia Periode 26 Juni 2014 – 31 Desember 2015
Industri rokok yang telah melaporkan hasil pengujian kadar nikotin dan tar kepada Badan
POM sebanyak 216 industri dengan 1.123 merek, dan 183 industri dengan 1.014 merek
yang sudah melaporkan contoh kemasan.
Dalam rangka penguatan pengawasan iklan dan produk tembakau, telah dilakukan
pengawasan iklan rokok sejumlah 69.2103) iklan yang terdiri dari 173 iklan di media cetak
dengan 133 versi iklan , 55.463 iklan di media elektronik dengan 373 versi iklan, 13.149
iklan di media luar ruang dengan 6.110 versi iklan dan 425 iklan di media teknologi
informasi dengan 92 versi iklan. Hasil pengawasan menunjukan 18,69% iklan TMK, antara
lain; tidak mencantumkan peringatan kesehatan, mencantumkan gambar bungkus rokok,
atau mencantumkan peringatan kesehatan yang tidak proporsional/tidak jelas terbaca.
Terhadap produk rokok yang TMK iklan tersebut, Badan POM telah memberikan teguran
secara tertulis kepada produsen rokok.
Gambar 4.16 Profil Pengawasan Iklan Rokok Post-Audit Tahun 2015
3) Jumlah iklan yang diawasi yaitu jumlah/frekuensi tayang iklan, sedangkan jumlah versi iklan adalah jumlah variasi iklan.Satu versi dapat
ditayangkan beberapa kali pada setiap media.
0
7.500
15.000
Media Cetak MediaElektronik
Media Luarruang
MediaTeknologiInformasi
173
55.46313.149
42589
46.872
8.898
41484
8.591
4.251
11
Jumlah Iklan Yang Diawasi MK TMK
80
Hasil pengawasan label rokok terhadap 2.800
merek rokok menunjukkan 1.075 (38,39%)
label TMK label rokok antara lain; 424
(15,14%) label tidak mencantumkan
peringatan kesehatan (tidak mencantumkan
peringatan kesehatan berbentuk gambar dan
tulisan; jenis gambar dan tulisan peringatan
kesehatan tidak sesuai; persentase ukuran
peringatan kesehatan kurang dari 40% serta
warna dan kejelasan gambar peringatan
kesehatan tidak sesuai), 975 (34,82%) label
tidak memenuhi ketentuan pencantuman informasi kesehatan (tidak mencantumkan
tulisan kadar nikotin dan tar; letak tulisan kadar nikotin dan tar tidak di sisi samping/atas;
tulisan informasi kadar nikotin dan tar tidak sesuai; tidak mencantumkan tulisan “dilarang
menjual atau memberi kepada anak berusia di bawah 18 tahun dan perempuan hamil; tidak
mencantumkan kode produksi; tidak mencantumkan tanggal/bulan/tahun produksi; tidak
mencantumkan nama dan alamat produsen; serta tidak mencantumkan kata promotif dan
menyesatkan). Terhadap produk rokok yang TMK label tersebut, Badan POM telah
memberikan teguran secara tertulis dengan tembusan kepada Kementerian Perdagangan,
Kementerian Perindustrian dan Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan.
Pemeriksaan di Industri Rokok
Untuk memastikan industri rokok telah
melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur
dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 maka dilakukan
pemeriksaan ke industri rokok untuk melihat
kesiapan industri rokok dalam implementasi
pencantuman peringatan dan informasi kesehatan
pada kemasan produk tembakau. Selain itu juga
dilakukan pemeriksaan ke laboratorium pengujian
rokok untuk memverifikasi laporan hasil pengujian
kadar nikotin dan tar yang telah dikirimkan ke
Badan POM.
Pada tahun 2015, telah dilakukan pemeriksaan ke
beberapa industri/ importir rokok seperti PT. STTC -
Medan, PT. Gelora Djaja - Surabaya, PT. Rock
International - Batam, PT. Spencer Indonesia
International - Denpasar, PT. Mandiri Maha Mulia -
Pasuruan, PT. NTI-Kudus, PT. Gudang Garam, Tbk -
Kediri, PR. Sukun - Kudus, PR. Indo Kretek-Malang,
PR. Kramat dan PR. Manggis - Bandung.
Gambar 4.17 Profil Hasil Pengawasan Label Rokok Tahun 2015
Proses pencetakan kemasan rokok dengan Pictorial Health
Warning/PHW di industri rokok
Proses pembuatan rokok SKT (Sigaret Kretek Tangan) di PT.
Gudang Garam, Tbk.
0300600900
1.2001.500
Peringatankesehatan
Informasikesehatan
2.376 1.825
424
975
MK TMK
81
4.3. HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, MANFAAT DAN MUTU OBAT
TRADISIONAL
A. Pengawasan Pre-market
Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat
Tradisional, Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK 00.05.41.1384 tahun 2005 tentang
Kriteria dan Tatalaksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, maka obat tradisional yang diproduksi oleh Industri Obat Tradisional (IOT),
Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), UMOT dan diedarkan harus diregistrasi di Badan
POM, untuk dilakukan evaluasi keamanan, manfaat dan mutu serta penandaannya. Evaluasi
ini dilakukan oleh tim yang terdiri dari tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu. Keputusan
hasil evaluasi berupa surat persetujuan/nomor izin edar, surat penolakan dan permintaan
tambahan data.
Pada tahun 2015, Badan POM telah mengevaluasi berkas pendaftaran obat tradisional
sebanyak 2.184 berkas dari 2.449 berkas yang telah diterima. Sisanya sejumlah 265 produk
masih dalam tahap evaluasi dan akan dikerjakan ke dalam periode tahun 2016.
Keputusan yang diterbitkan sebanyak 2.184
produk obat tradisional (OT) yang terdiri
dari 1.923 Surat Persetujuan/NIE, 101
Tambahan Data (TD) dan 160 Surat
Penolakan. Surat Persetujuan/NIE yang
dikeluarkan berjumlah 1.923 produk terdiri
dari 1.605 OT Lokal, dan 316 OT Impor dan
2 OT Lisensi.
Persentase Penilaian yang diselesaikan
tepat waktu pada tahun 2015 mencapai
72%. Dibandingkan dengan tahun
sebelumnya terdapat kenaikan ketepatan
waktu registrasi yaitu sebesar 18 %, kenaikan ini disebabkan antara lain :
- Pengembangan sistem e-registrasi implementasi e-registrasi untuk jalur pendaftaran
ulang dan variasi minor, dimana kedua jenis pendaftaran tersebut memiliki jumlah
berkas yang paling banyak (16% dari total berkas setahun) dan timeline yang relatif
singkat yaitu 7 dan 10 hari kerja sehingga penggunaan e-registrasi tanpa dokumen
hard copy membuat proses evaluasi produk menjadi lebih efisien dan efektif di tiap
tahapan dari mulai berkas masuk hingga disetujui
- Adanya penambahan SDM di Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen
Makanan dan Kosmetik
Jika dibandingkan dengan berkas yang masuk tahun 2014 maka terjadi penurunan berkas
permohonan sebesar 8,7% yaitu dari 2683 berkas menjadi 2449 berkas di tahun 2015.
Gambar 4.18 Profil Persetujuan Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2015
-
500
1.000
1.500
2.000
Lokal Impor Lisensi
1.605
3162
82
Gambar 4.19 Profil Surat Keputusan Obat Tradisional Tahun 2013 - 2015
Gambar 4.20 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2011-2015
B. Pengawasan Post-market
Sampling dan pengujian laboratorium
Dalam rangka pengawasan mutu dan keamanan obat tradisional yang beredar, selama
tahun 2015 telah dilakukan pengujian laboratorium terhadap 12.243 sampel obat
tradisional, yaitu 1.245 sampel obat tradisional impor dan 10.998 sampel obat tradisional
lokal. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 2.353 (19,22%) sampel tidak
memenuhi syarat, yaitu 83 (0,68%) obat tradisional impor dan 2.270 (18,54%) obat
tradisional lokal.
2013 2014 2015
Jumlah berkaspermohonan
3.676 2.683 2.449
Jumlah NIE 2.625 2.411 2.184
Tepat Waktu 72% 54% 72%
Tidak Tepat Waktu 28% 46% 28%
3.676
2.6832.449
2.6252.411
2.184
72% 54%72%
28%46% 28%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
2011 2012 2013 2014 2015
1.395
956
2.319
1.8091.605
217 230 306 367 316
14 0 0 21 2
Obat Tradisional Lokal Obat Tradisional Impor Obat Tradisional Lisensi
83
Gambar 4.21 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Tahun 2015
Obat tradisional impor yang tidak memenuhi syarat (TMS), yaitu produk mengandung BKO
sebanyak 2 (0,16%) sampel, produk menggunakan ijin edar fiktif yang mengandung Bahan
Kimia Obat (BKO) sebanyak 13 (1,04%) sampel, sedangkan produk TMS farmasetik
meliputi: Angka Lempeng Total 13 (1,04%) sampel, kapang 1 (0,08 %) sampel, kadar air
11 (0,88 %) sampel, keseragaman bobot 15 (1,20%) sampel, waktu hancur 22 (1,77%)
sampel, etanol lebih dari 1% sebanyak 3 (0,24%) sampel, pengawet 1 (0,08%) sampel, dan
mengandung kafein 2 (0,16%) sampel.
Gambar 4.22 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Impor Tahun
2015
Obat tradisional lokal yang TMS, yaitu produk mengandung BKO sebanyak 28 (0,25%)
sampel, produk menggunakan ijin edar fiktif yang mengandung BKO sebanyak 87 (0,79%)
sampel, sedangkan produk yang TMS farmasetik 2155 (19,59 %) meliputi: Angka Lempeng
Total melebihi batas sebanyak 1370 (12,46%) sampel, Angka Kapang Khamir melebihi
batas 75 (0,68%) sampel, kadar air 175 (1,59%) sampel, keseragaman bobot 246 (2,24%)
sampel, waktu hancur 137 (1,25%) sampel, etanol > 1% sebanyak 21 (0,19%) sampel,
mengandung mikroba patogen 5 (0,05%) sampel, pengawet melebihi batas sebesar 55
(0,50%) sampel, sampel mengandung kafein sebesar 26 (0,24%) sampel dan kadar sineol
sebesar 45 (0,41%) sampel.
MS 80,78%
OT impor 0,68%
OT Lokal 18,54%
TMS 19,22%
MS 93,33%
Terdaftar mengandung BKO 0,16%
Tidak Terdaftar mengandung BKO 1,04%
ALT 1,04%
Kapang 0,08%
Kadar air 0,88%
Keseragaman Bobot 1,20%
Waktu hancur 1,77%
Etanol > 1% 0,24%
Pengawet 0,08%
Mengandung Kafein 0,16%
TMS 6,67%
84
Gambar 4.23 Profil Sampling dan Pengujian LaboratoriumObat Tradisional Lokal Tahun
2015
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa total sampel obat tradisional impor dan lokal
yang mengandung BKO adalah sejumlah 130 sampel obat tradisional terdaftar dan tidak
terdaftar. Terhadap temuan ini telah dilakukan pengamanan dengan penarikan produk
tersebut dari peredaran dan pemusnahan produk. Selain itu, juga dilakukan tindak lanjut
mulai dari pembinaan untuk memperbaiki proses produksi, sampai pembatalan nomor izin
edar dan tindakan pro-justisia serta public warning melalui berbagai media massa.
Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif sangat ringan, Badan POM terus
berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan obat tradisional yang mengandung
BKO.
Terkait dengan maraknya obat tradisional asing yang tidak terdaftar atau ilegal, Badan POM
meningkatkan kerjasama dengan Ditjen Bea dan Cukai untuk memperketat masuknya
produk obat tradisional ke Indonesia.
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Obat Tradisional
Dalam rangka pemeriksaan terhadap pemenuhan penerapan Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB), pada tahun 2015 telah dilakukan inspeksi terhadap 371
industri obat tradisional. Hasil inspeksi menunjukkan bahwa 69 (18,60%) industri obat
tradisional memenuhi ketentuan cara pembuatan yang baik, sedangkan 247 (66,58%)
sarana TMK dan 55 (14,82%) sarana tutup.
Pelanggaran yang dilakukan antara lain karena memproduksi OT mengandung BKO 5
(1,35%) sarana, memproduksi OT tanpa izin edar dan izin produksi sebanyak 51 (13,75%)
sarana, belum menerapkan CPOTB sebanyak 163 (43,94%) sarana, pelanggaran
administrasi sebanyak 19 (5,12%) sarana, dan TMK penandaan sebanyak 9 (2,43%) sarana.
Terhadap semua pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut, antara lain
pemusnahan terhadap produk mengandung BKO, pengamanan produk yang belum
terdaftar dan disarankan untuk segera mendaftarkan produk tersebut, serta peringatan dan
pembinaan.
MS 79,36%
Terdaftar mengandung BKO 0,25%Tidak Terdaftar mengandung BKO 0,79%
ALT 12,46%Kapang 0,68%Kadar air 1,59%
Keseragaman bobot 2,24%
Waktu Hancur 1,25%
Etanol >1% 0,19%
Mikroba patogen 0,05%
Pengawet 0,50%Mengandung Kafein 0,24%Kadar Sineol 0,41%
TMS 20,64%
85
Gambar 4.24 Profil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional Tahun 2015
Di tingkat distribusi, pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.737 sarana
distribusi obat tradisional. Hasil pemeriksaan menunjukkan 1.327 (48,48%) sarana TMK,
antara lain karena OT mengandung BKO sebanyak 402 (14,69%) sarana, OT tanpa izin edar
sebanyak 684 (23,68%) sarana, OT kadaluarsa/ED sebanyak 45 (1,64%) sarana, OT TMK
penandaan sebanyak 45 (1,64%) sarana dan pelanggaran administrasi sebanyak 187
(6,83%) sarana.
Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut pengamanan, pemusnahan
produk, peringatan, peringatan keras, dan pro-justisia.
Temuan obat tradisional yang ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 269.523
pieces dengan perkiraan nilai total Rp4.277.794.760,00 (empat milyar dua ratus tujuh
puluh tujuh juta tujuh ratus sembilan puluh ribu tujuh ratus enam puluh rupiah).
Gambar 4.25 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat Tradisional Tahun 2015
Sertifikasi Obat Tradisional
Dalam rangka mendorong ekspor obat tradisional, selama tahun 2015 Badan POM telah
mengeluarkan 109 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 107 SKE produk (68 SKE
Certificate of Free Sale, 15 SKE Certificate of Pharmaceutical Product, 10 SKE To Whom it May
MK 18,60%
Tutup 14,82%
OT-BKO 1,35%
OT-TIE 13,75%
Belum menerapkan CPOTB 43,94%
Administrasi 5,12%
Penandaan 2,43%
TMK 66,58%
MK 51,52%
BKO 14,69%
TIE 23,68%
Kadaluarsa 1,64%
Administrasi 6,83%
Penandaan 1,64%
TMK 48,48%
86
Concern, 6 SKE Health Certificate, dan 8 SKE Surat Keterangan GMP) serta 2 SKE bahan baku
(2 SKE To Whom it May Concern).
Untuk OT impor, Badan POM telah mengeluarkan 1.563 Surat Keterangan Impor (SKI) yang
terdiri dari 6 SKI produk melalui jalur manual, serta 761 SKI produk dan 796 SKI bahan
baku melalui jalur National Single Window (NSW).
Selain itu, Badan POM juga telah menerbitkan 2.996 Surat Keterangan Komoditas Non Obat
dan Makanan (SKK-NOM) melalui jalur NSW. SKK-NOM adalah surat keterangan untuk
pemasukan Bahan Baku yang peruntukannya bukan sebagai bahan obat, bahan obat
tradisional, bahan suplemen kesehatan dan bahan pangan.
Dalam rangka meningkatkan pemenuhan terhadap Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik (CPOTB), selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan denah
untuk 279 sarana produksi obat tradisional yang terbagi di 11 propinsi di Indonesia yang
terdiri dari 112 Industri Obat Tradisional (IOT), 18 Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA)
dan 149 Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT). Badan POM juga telah mengeluarkan
sertifikat CPOTB untuk 22 sarana produksi obat tradisional sehingga jumlah sarana
produksi OT yang telah memiliki sertifikat CPOTB tahun 2005-2015 adalah 94 sarana.
Pembinaan regulatory kepada industri obat tradisional dilakukan secara
berkesinambungan untuk meningkatkan daya saing industri obat tradisional baik di pasar
dalam negeri maupun luar negeri.
Sertifikasi Obat Quasi
Dalam rangka mendorong ekspor obat quasi, selama tahun 2015 Badan POM telah
mengeluarkan 87 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 23 SKE Certificate of Free
Sale, 54 SKE Certificate of Pharmaceutical Product 1 SKE To Whom it May Concern, dan 9
SKE Surat Keterangan GMP.
Terhadap obat quasi impor, Badan POM telah mengeluarkan 140 Surat Keterangan Impor
(SKI) produk jadi melalui jalur NSW.
Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT) dan Monitoring Efek Samping
Suplemen Makanan (MESSM)
Penggunaan obat tradisional dan suplemen kesehatan/suplemen makanan sangat luas oleh
berbagai kalangan masyarakat, maka risiko timbulnya efek yang tidak diinginkan tetap ada.
Oleh karena itu dilakukan Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT) dan
Monitoring Efek Samping Suplemen Makanan (MESSM). Dalam rangka MESOT dan MESSM,
tenaga kesehatan dan masyarakat diminta berpartisipasi secara sukarela dalam
melaporkan efek samping obat tradisional dan suplemen Kesehatan.
Sampai tahun 2015 telah diterima laporan sejumlah 48 laporan efek samping obat
tradisional dan suplemen kesehatan melalui sistem elektronik (e-reporting).
87
4.4. HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, MANFAAT DAN MUTU PRODUK
SUPLEMEN KESEHATAN
A. Pengawasan Pre-market
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan
pasal 3 bahwa suplemen makanan yang diproduksi dan atau diedarkan di wilayah
Indonesia harus memiliki izin edar dari Kepala Badan.
Dalam proses registrasi, Badan POM melakukan evaluasi keamanan, klaim manfaat, dan
mutu serta penandaan. Suplemen kesehatan yang memenuhi keamanan, klaim manfaat, dan
mutu serta penandaan diberikan persetujuan/nomor ijin edar.
Pada tahun 2015, Badan POM telah selesai
mengevaluasi berkas pendaftaran suplemen
kesehatan dan sebanyak 1.437 berkas telah
diterbitkan surat keputusan dari 1.632
berkas yang diterima, sedangkan sisanya
sejumlah 195 berkas masih dalam tahap
evaluasi dan akan dikerjakan ke dalam
periode tahun 2016.
Surat keputusan terdiri dari 1.277 Surat
Persetujuan/NIE, 82 Tambahan Data (TD)
dan 78 Surat Penolakan. Surat
persetujuan/NIE yang diterbitkan terdiri
dari suplemen kesehatan lokal 787 produk,
suplemen kesehatan impor 459 produk dan suplemen kesehatan lisensi 31 produk.
Jumlah keputusan pendaftaran suplemen kesehatan yang diselesaikan secara tepat waktu
adalah sebesar 59%. Dibandingkan dengan tahun 2014 terdapat kenaikan ketepatan waktu
sebesar 24% dimana tahun 2014 ketepatan waktu hanya mencapai 35%. Kenaikan ini
disebabkan antara lain :
- Pengembangan sistem e-registrasi implementasi e-registrasi untuk jalur pendaftaran
ulang dan variasi minor, dimana kedua jenis pendaftaran tersebut memiliki jumlah
berkas yang paling banyak (16% dari total berkas setahun) dan timeline yang relatif
singkat yaitu 7 dan 10 hari kerja sehingga penggunaan e-registrasi yang tanpa
dokumen hard copy membuat proses evaluasi produk lebih efisien dan efektif di tiap
tahapan dari mulai berkas masuk hingga disetujui
- Adanya penambahan SDM di Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen
Makanan dan Kosmetik
Jika dibandingkan tahun 2014 maka terjadi kenaikan jumlah berkas permohonan sebesar
44,6% yaitu dari 1128 berkas menjadi 1632 berkas di tahun 2015.
Gambar 4.26 Profil Persetujuan Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun
2015
0
100
200
300
400
500
Lokal Impor Lisensi
787459
31
88
Gambar 4.27 Profil Surat Keputusan Suplemen Kesehatan Tahun 2013-2015
Gambar 4.28 Profil Persetujuan Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 2013-2015
B. Pengawasan Post-market
Sampling dan Pengujian Laboratorium
Selama tahun 2015, telah dilakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium
terhadap 4.167 sampel suplemen kesehatan dari peredaran. Hasil pengujian laboratorium
menunjukkan 96 (2,30%) sampel tidak memenuhi syarat (TMS), antara lain TMS farmasetik
karena: mengandung BKO 4 (0,10%) sampel, keseragaman bobot 17 (0,41%) sampel, kadar
air 3 (0,07%) sampel, waktu hancur 18 (0,43%) sampel, kafein melebihi batas 15 (0,36%)
sampel, pengawet melebihi batas 27 (0,65%) sampel, vitamin sub standar 4 (0,10%)
sampel, angka lempeng total melebihi batas 7 (0,17%) sampel dan mengandung DNA babi
1 (0,02%) sampel. Tindak lanjut yang dilakukan yaitu peringatan keras, pembersihan OT
yang mengandung BKO di pasar, dan pemusnahan.
2013 2014 2015
Jumlah berkaspermohonan
1.393 1.128 1.632
Jumlah NIE 1.064 972 1.437
Tepat Waktu 70% 35% 59%
Tidak Tepat Waktu 30% 65% 41%
1.393
1.128
1.632
1.064972
1.437
70%
35%
59%
30%
65%
41%
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
0
100
200
300
400
500
600
700
800
2013 2014 2015
660
548
787
327271
459
0 29 31
Lokal Impor Lisensi
89
Gambar 4.29 Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Suplemen
Kesehatan Tahun 2015
Pemeriksaan Distribusi Suplemen kesehatan
Di tingkat distribusi, pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 696 sarana
distribusi suplemen kesehatan dan menunjukkan 153 (21,98%) sarana distribusi tidak
memenuhi ketentuan (TMK). TMK antara lain karena menjual produk mengandung BKO
sebanyak 15 (2,16%) sarana, tanpa izin edar sebanyak 44 (6,32%) sarana, kadaluarsa/ED
sebanyak 11 (1,58%) sarana, penandaan sebanyak 16 (2,30%) sarana dan administrassi
sebanyak 67 (9,63%) sarana. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut
pengamanan, pemusnahan produk, peringatan, peringatan keras dan pro-justisia.
Temuan suplemen kesehatan yang ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 7.938
pieces dengan perkiraan nilai total Rp810.552.550,00 (delapan ratus sepuluh juta lima
ratus lima puluh dua ribu lima ratus lima puluh rupiah).
Gambar 4.30 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Suplemen Kesehatan Tahun 2015
MS 97,70%
mengandung BKO 0,10%
keseragaman bobot 0,41%
kadar air 0,07%
waktu hancur 0,43%
Kafein melebihi batas 0,36%
Pengawet 0,65%
kadar vitamin substandar 0,10%
Mikrobiologi (ALT) 0,17%
DNA babi 0,02%
TMS 2,30%
MK 78,02%
Mengandung BKO2,16%
TIE 6,32%
Kadaluarsa 1,58%
Penandaan 2,30%
Administrasi9,63%
TMK 21,98%
90
Sertifikasi Suplemen kesehatan
Dalam rangka mendorong ekspor produk suplemen kesehatan, selama tahun 2015 Badan
POM telah mengeluarkan 356 SKE produk (135 SKE Certificate of Free Sale, 118 SKE
Certificate of Pharmaceutical Product, 82 SKE To Whom it May Concern, 4 SKE Health
Certificate, dan 17 SKE Surat Keterangan GMP) serta 21 SKE bahan baku (21 SKE To Whom
it May Concern).
Terhadap suplemen kesehatan impor, Badan POM telah mengeluarkan 3.486 Surat
Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari melalui jalur manual (13 SKI bahan baku dan 225
SKI produk) dan melalui jalur NSW (1.953 SKI bahan baku serta 1.295 SKI produk).
Surat Keterangan Special Access Scheme (SAS)
Disamping SKI dan SKE, Badan POM juga mengeluarkan Surat Keterangan untuk tujuan
tertentu atau Special Access Scheme (SAS).
Izin SAS sesuai Peraturan Kepala Badan POM No. 39 tahun 2013 adalah izin pemasukan
obat, obat tradisional, kosmetika dan suplemen makanan ke dalam wilayah Indonesia
melalui mekanisme jalur khusus untuk tujuan penelitian termasuk uji laboratorium,
pengembangan produk, sampel registrasi, pameran dan penggunaan sendiri/pribadi
(kecuali kosmetik).
Surat Keterangan SAS yang diterbitkan dimaksudkan untuk pemasukan produk jadi obat
tradisional dan produk jadi suplemen makanan dengan tujuan (i) konsumsi pribadi, (ii)
memiliki waktu pemakaian terbatas (maksimal 3 bulan untuk kondisi akut dan maksimal 6
bulan untuk kondisi kronis) dan (iii) setelah dinyatakan negatif terhadap pengujian
narkotik dan psikotropik. SAS ini tidak untuk pemasukan bahan baku dan atau produk
kosmetik serta bahan baku obat tradisional dan atau bahan baku suplemen makanan.
Badan POM telah mengeluarkan 357 Surat Keterangan SAS yang terdiri dari 127 SAS produk
jadi kosmetik (100 sampel riset, 24 sampel registrasi dan 3 pameran), 4 obat tradisional (4
sampel riset) dan 226 SAS produk jadi suplemen kesehatan (19 sampel riset, 2 sampel
registrasi, 1 pameran dan 204 pribadi/tentengan).
91
4.5. HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, MANFAAT DAN MUTU
KOSMETIKA
A. Pengawasan Pre-market
Pengawasan pre-market dilakukan evaluasi
terhadap keamanan, manfaat dan mutu
kosmetik dan pemberian nomor notifikasi
kosmetik melalui sistem e-notifikasi.
Pada tahun 2015, Badan POM telah
mengevaluasi 38.720 (98,09%) berkas
notifikasi kosmetik dari 39.471
permohonan notifikasi yang diterima.
Sisanya sejumlah 751 berkas masih dalam
tahap evaluasi notifikasi dan akan
dikerjakan ke dalam periode tahun 2016.
Dari 38.720 berkas tersebut yang telah
dievaluasi, 35.203 berkas telah diberikan Surat Persetujuan/Nomor Notifikasi (meliputi
15.064 kosmetika Lokal dan 20.139 kosmetika impor) , 2.603 berkas masih memerlukan
Tambahan Data (TD) dan 914 berkas diberikan Surat Penolakan.
Berdasarkan timeline penyelesaian berkas, sebanyak 29.523 berkas (76,25%) telah
diselesaikan tepat waktu. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi penurunan
sebesar 8.95%. Penurunan ketepatan waktu penerbitan nomor notifikasi disebabkan oleh
adanya permasalahan ketidaksesuaian data administrasi yaitu :
a. Surat penunjukan keagenan atau surat perjanjian kerjasama kontrak yang telah habis
masa berlakunya dan belum melakukan perpanjangan pada sistem notifikasi kosmetik
sehingga menyebabkan penerbitan nomor notifikasi harus ditunda sampai dengan
adanya surat penunjukan yang baru.
b. Nama produk atau merek yang belum tercantum pada surat penunjukan atau surat
perjanjian kerjasama kontrak sehingga harus diperbaharui dan melakukan update
pada sistem notifikasi yang menyebabkan penerbitan nomor notifikasi harus ditunda
sampai dengan adanya surat penunjuan atau surat perjanjan kerjasama kontrak yang
baru.
c. Sertifikat CPKB atau GMP yang telah habis atau akan habis masa berlakunya dan dalam
proses perpanjangan di Negara asal sehingga menyebabkan penerbitan nomor
notifikasi harus ditunda sampai dengan adanya sertifikat CPKB atau GMP yang baru.
d. Adanya merek perorangan yang dikuasakan ke beberapa pabrik yang belum jelas
pembagian produknya sehingga menyebabkan penerbitan nomor notifikasi harus
ditunda sampai dengan adanya surat pembagian produk yang dikuasakan dari pemilik
merek.
Gambar 4.31 Profil Persetujuan Nomor Izin Edar Notifikasi Kosmetika Tahun 2015
0
3.000
6.000
9.000
12.000
15.000
18.000
21.000
Lokal Impor
15.064
20.139
92
Jika dibandingkan dengan berkas yang masuk tahun sebelumnya, maka terjadi penurunan
berkas permohonan notifikasi dari tahun 2014 sebesar 11% yaitu dari 44.742 berkas
menjadi 39.471 berkas di tahun 2015. Namun jumlah persetujuan ijin edar/nomor
notifikasi yang diterbitkan meningkat.
Gambar 4.32 Profil Notifikasi Kosmetika Tahun 2013-2015
Gambar 4.33 Profil Persetujuan Ijin Edar/ Nomor Notifikasi Kosmetika Tahun 2013-2015
B. Pengawasan Post-market
Sampling dan Pengujian Laboratorium
Dalam rangka pengawasan keamanan, manfaat dan mutu kosmetika yang beredar di
Indonesia, selama tahun 2015 telah dilakukan sampling dan pengujian laboratorium
terhadap 24.578 sampel kosmetika. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 416
(1,69%) sampel tidak memenuhi syarat mutu, meliputi: mengandung bahan aktif melebihi
batas 68 (0,28%) sampel, cemaran mikroba 204 (0,83%) sampel dan mengandung bahan
dilarang 144 (0,59%).
2013 2014 2015
Jumlah berkas 32.793 44.742 39.471
Jumlah Notifikasi 28.661 36.642 38.720
Tepat Waktu 83% 85,2% 76,25%
Tidak Tepat Waktu 17% 14,8% 23,75%
32.793
44.742
39.471
28.661
36.64238.720
83%
85,2%
76,25%
17%
14,8%
23,75%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
0
3.000
6.000
9.000
12.000
15.000
18.000
21.000
24.000
2013 2014 2015
12.38614.849 15.064
16.275
21.793 20.139
Lokal Impor
93
Gambar 4.34 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Kosmetika Tahun 2015
Terhadap produk yang tidak memenuhi persyaratan tersebut telah dilakukan tindak lanjut
berupa pengamanan, penarikan dan pemusnahan produk. Selain itu, juga dilakukan
berbagai tindak lanjut mulai dari pembinaan untuk memperbaiki proses produksi, sampai
pembatalan nomor izin edar dan tindakan pro-justisia serta public warning melalui
berbagai media massa. Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif sangat
ringan, Badan POM terus berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan kosmetik
yang mengandung bahan berbahaya/ bahan dilarang.
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Kosmetika
Di tingkat produksi, selama tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 406 industri
kosmetika yang menunjukkan bahwa 60 (14,78%) sarana memenuhi ketentuan, 277
(68,23%) sarana tidak memenuhi ketentuan (TMK) dan 69 (17,00%) sarana tutup.
Sarana TMK terdiri dari 8 (1,97%) sarana memproduksi kosmetika yang mengandung
bahan berbahaya, 42 (10,34%) sarana tanpa ijin edar, 5 (1,23%) sarana TMK penandaan,
219 (53,94%) sarana belum menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB),
dan 3 (0,74%) sarana TMK administrasi.
Terhadap sarana produksi yang melakukan pelanggaran tersebut telah ditindaklanjuti
dengan memberikan pembinaan/peringatan kepada 243 sarana dan pengamanan/recall,
pemusnahan produk kepada 33 sarana dan pemberhentian sarana kegiatan (PSK) kepada
1 sarana.
MS 98,31%
Mengandung bahan aktif melebihi batas 0,28%
Mengandung mikroba0,83%
Mengandung bahan dilarang 0,59%
TMS 1,69%
94
Gambar 4.35 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetika Tahun 2015
Dalam rangka penerbitan ijin produksi dan sertifikat Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik
(CPKB), selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan denah untuk
132 sarana produksi kosmetika yang ada di 10 propinsi di Indonesia. Badan POM juga telah
mengeluarkan sertifikat CPKB untuk 22 sarana produksi kosmetika sehingga jumlah sarana
produksi kosmetika yang telah memiliki sertifikat CPKB tahun 2005-2015 adalah 164
sarana. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terlihat penurunan jumlah
kumulatif sarana produksi kosmetika yang telah memiliki sertifikat CPKB. Hal ini
disebabkan beberapa sarana produksi kosmetik tidak mengajukan perpanjangan sertifikat
CPKB yang telah habis masa berlakunya.
Sarana produksi kosmetik berdasarkan Permenkes Nomor 1175 tahun 2010, terdiri atas
golongan A dan B. Golongan A memiliki kewajiban untuk menerapkan ke-13 aspek CPKB
sedangkan golongan B cukup memenuhi sanitasi, higiene dan dokumentasi.Pada tahun
2015 terdapat 81 sarana produksi kosmetik yang telah memperoleh surat rekomendasi izin
produksi kosmetik yang terdiri dari 59 sarana produksi kosmetik termasuk golongan A dan
22 sarana produksi kosmetik termasuk golongan B.
Pengawasan kosmetika yang beredar juga dilakukan di sarana distribusi antara lain
importir, agen, distributor, retail kosmetika, klinik kecantikan, salon dan spa. Pengawasan
tersebut untuk memantau pemenuhan terhadap ketentuan dan persyaratan teknis
kosmetika beredar, termasuk ketentuan penandaan, iklan, persyaratan bahan kosmetika
yang digunakan.
Selama tahun 2015 telah diperiksa 6.192 sarana distribusi kosmetika. Hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa 2.321 (37,48%) sarana melakukan pelanggaran, antara lain karena:
72 (1,16%) sarana menjual kosmetika mengandung bahan yang dilarang untuk kosmetika,
2.112 (34,11%) sarana menjual kosmetika yang tidak terdaftar (termasuk kosmetika palsu)
dan 137 (2,21%) sarana distribusi kosmetika menjual kosmetik rusak/ kadaluarsa.
Terhadap sarana distribusi yang melakukan pelanggaran tersebut telah ditindaklanjuti
dengan memberikan pembinaan kepada 253 sarana, peringatan kepada 1.741, pengamanan
MK 14,78%
Tutup 17,00%
Mengandung bahan berbahaya 1,97%
Produksi Tidak terdaftar 10,34%
Belum sesuai CPKB53,94%
Penandaan 1,23%
Administrasi 0,74%
TMK 68,23%
95
kepada 268, pemusnahan kepada 54 sarana, dan 5 sarana ditindaklanjuti dengan
projustitia.
Temuan kosmetik tanpa ijin edar dan/atau mengandung bahan berbahaya yang
ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 1.003.782 pieces dengan perkiraan nilai total
Rp16.482.813.615,00 (enam belas milyar empat ratus delapan puluh dua juta delapan ratus
tiga belas ribu enam ratus lima belas rupiah).
Gambar 4.36 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetika Tahun 2015
Sertifikasi Kosmetika
Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk kosmetika, selama tahun 2015 Badan POM
telah mengeluarkan 406 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 370 SKE Certificate
of Free Sale (CFS), 1 SKE Health Certificate, 31 SKE to whom it may concern dan 4 surat
keterangan GMP.
Terhadap kosmetika impor, Badan POM juga telah mengeluarkan 9.116 Surat Keterangan
Impor (SKI) yang terdiri dari 126 SKI produk dan 1 SKI bahan baku melalui jalur manual,
serta 8.988 SKI produk dan 1 SKI Bahan baku melalui jalur National Single Window (NSW).
Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS)
Kosmetika pada umumnya aman, namun tidak berarti bebas risiko (risk-free). Jika
kosmetika digunakan tidak sesuai aturan maka dapat menjadi risiko yang membahayakan
pengguna dan terjadi efek samping dari penggunaan kosmetika tersebut.
Penggunaan kosmetik sangat luas oleh berbagai kalangan masyarakat, maka risiko
timbulnya efek yang tidak diinginkan tetap ada. Oleh karena itu dilakukan Monitoring Efek
Kosmetik (MESKOS). Dalam rangka pelaksanaan MESKOS, peran serta tenaga kesehatan
dan masyarakat untuk berpartisipasi secara sukarela dalam melaporkan efek samping
kosmetik.
MK 61,79%
Tutup 0,73% Bahan dilarang1,16%
Tidak Terdaftar34,11%
Rusak/Kadaluarsa2,21%
TMK 37,48%
96
Sampai dengan tahun 2015 telah diterima sejumlah 41 laporan efek samping kosmetik yang
terdiri dari 14 laporan melalui elektronik dan 6 laporan via rumah sakit serta 21 laporan
dari industri.
Post Market Alert System ASEAN (PMAS)
PMAS merupakan program inisiatif ASEAN Pharmaceutical Product Working Group (PPWG)
sebagai sarana pertukaran informasi antara negara ASEAN yang berkaitan dengan masalah
keamanan, mutu dan kemanfaatan obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik.
PMAS dapat digunakan untuk menotifikasi badan pengawas lainnya secara cepat terutama
untuk produk yang dilaporkan termasuk kategori keamanan utama yang harus ditarik dari
peredaran.
Sampai dengan tahun 2015 produk bermasalah yang ditemukan dan dilarang beredar di
ASEAN dari hasil jejaring PMAS adalah sebanyak 96 obat tradisional dan suplemen
kesehatan. Berdasarkan asal laporan dapat dibagi menjadi 36 produk berasal dari Amerika
Serikat, 5 produk berasal dari Kanada, 21 produk berasal dari Singapore dan 34 produk
berasal dari Australia. Kosmetik hasil jejaring PMAS adalah sebanyak 376 produk, dimana
berdasarkan asal laporan dapat dibagi menjadi 322 produk dari Malaysia, 34 produk
berasal dari Thailand, 6 produk berasal dari Laos, 9 produk berasal dari Brunei Darussalam
dan 5 produk berasal dari Singapore.
4.6. HASIL PENGAWASAN KEAMANAN DAN MUTU PRODUK PANGAN
A. Pengawasan Pre-market
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang No.
18 tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang
dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran,
sebelum diedarkan wajib memiliki Surat Persetujuan Pendaftaran yang ditetapkan oleh
Kepala Badan POM. Surat Persetujuan Pendaftaran (izin edar) tersebut diterbitkan
berdasarkan hasil penilaian evaluasi keamanan, mutu, gizi, dan label pangan olahan.
Pada tahun 2015, telah diterima 79.453 permohonan pendaftaran pangan olahan,
sedangkan keputusan yang diterbitkan sebanyak 70.237 (88,40%) yang terdiri dari 17.213
persetujuan pendaftaran, 6.603 persetujuan perubahan data (variasi), 1.013 penolakan
pendaftaran dan 54.483 permintaan tambahan data. Surat persetujuan pendaftaran
meliputi 1.027 persetujuan pendaftaran melalui pelayanan manual yang terdiri dari 723
untuk pangan olahan dalam negeri (MD) dan 304 untuk pangan olahan luar negeri (ML) dan
16.186 persetujuan pendaftaran secara elektronik yang terdiri dari 9.692 untuk pangan
olahan MD dan 6.494 untuk pangan olahan ML.
97
Gambar 4.37 Profil Persetujuan Pendaftaran Pangan Tahun 2015
Badan POM telah melakukan terobosan untuk meningkatkan pelayanan melalui
pengembangan sistem pendaftaran pangan olahan secara elektronik atau e-registration
yang dikembangkan sejak akhir tahun 2010 dan diimplementasikan secara mandatory pada
tanggal 1 Maret 2012. E-registration ini juga merupakan salah satu Quick Wins Badan POM
dalam rangka Reformasi Birokrasi, yang dimaksudkan untuk membangun kepercayaan
masyarakat (public trust building) dan untuk mewujudkan good governance dan clean
government. Tujuan e-registration adalah peningkatan pelayanan pendaftaran pangan
olahan menjadi lebih transparan, efisien, efektif, produktif, akuntabel, cepat, serta
profesional.
Implementasi e-registration pada tanggal 1 Maret 2012 dilakukan secara bertahap dengan
mempertimbangkan proporsi pangan olahan yang terdaftar dan tingkat kompleksitas
penilaian. Tahap pertama diberlakukan untuk pangan dengan tingkat kompleksitas
penilaian rendah, yang sebelumnya diproses melalui pelayanan cepat manual. Tahap kedua
yang diberlakukan pada tanggal 1 Maret 2013 untuk semua jenis pangan dengan tingkat
kompleksitas penilaian sedang meliputi penilaian yang diproses melalui pelayanan umum
manual yaitu pangan dengan karakateristik resiko tinggi seperti daging olahan, ikan olahan,
susu olahan dan sejenisnya. Pada tahap kedua ini telah dikembangkan juga fitur sistem
pendaftaran untuk perubahan data (variasi) dan pendaftaran single MD. Terobosan yang
dilakukan adalah penerapan sistem notifikasi untuk pendaftaran variasi minor yang
meliputi perubahan nama perusahaan/importir/distributor, nama dagang, perubahan
berat/isi bersih, pencantuman tulisan halal dan perubahan untuk kepentingan promosi.
Tahap ketiga diimplementasikan pada tanggal 1 Mei 2014 untuk pangan dengan tingkat
kompleksitas penilaian tinggi meliputi pangan berklaim, pangan hasil rekayasa genetika,
pangan iradiasi, pangan organik, pangan dengan herbal, formula bayi dan minuman
beralkohol dan penerapan sistem pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran (PNBP)
secara elektronik (e-payment).
Pada tahun 2015 ditetapkan fasilitator pendaftaran pangan olahan yang terdiri dari 29
petugas di Balai Besar/Balai POM sebagai upaya untuk mendekatkan akses konsultasi dan
fasilitasi perusahaan yang akan melakukan pendaftaran pangan olahan secara elektronik
yang berlokasi di daerah. Selain itu dilakukan penyempurnaan dalam hal pelaporan dan
master data e-registration.
21,70%
68,69%
8,33%
1,28%
Keputusan
Persetujuan Pendaftaran Permintaan Tambahan Data
Persetujuan Variasi Penolakan Pendaftaran
25,73%65,70%
8,57%
Permohonan
Pengajuan Baru
Pengajuan Tambahan Data
Pengajuan Variasi
98
Berikut tahap-tahap implementasi e-registration pangan olahan dalam Roadmap
Pengembangan e-Registration Pangan Olahan.
Gambar 4.38 Roadmap Pengembangan e-Registration 2010-2015
Pengkajian Risiko dalam rangka Pemberian Rekomendasi Permohonan
Komponen Bioaktif dan Klaim pada Produk Pangan dan Pengkajian Pangan
Rekayasa Genetik
Selama tahun 2015, Badan POM menerima 60 permohonan pengkajian risiko penggunaan
zat gizi, komponen makanan dan klaim baru dari Industri ataupun dari Direktorat Penilaian
Keamanan Pangan. Dari 60 permohonan tersebut terdapat 3 permohonan yang lebih dari 1
jenis pengkajian dalam 1 permohonan.
Untuk permohonan tersebut, rekomendasi pengkajiannya tetap dilakukan secara terpisah
sehingga jumlah rekomendasi akan melebihi jumlah permohonan yang diajukan (63
rekomendasi). Rekomendasi terdiri dari 9 rekomendasi persetujuan, 37 rekomendasi
penolakan, dan 4 rekomendasi permintaan tambahan data, serta 13 permohonan masih
dalam proses pengkajian.
2012• Implementasi e-Registration kategori pangan olahan tingkat kompleksitas penilaian rendah
2013• Pengembangan e-
Registration untuk kategori produk pangan tingkat kompleksitas penilaian sedang
• Penambahan fitur Perubahan Data dan Pendaftaran Single MD
2014•Pengembangan e-Registration untuk kategori produk pangan tingkat kompleksitas penilaian tinggi
•Penerapan sistem e-payment
2015•Penyempurnaan sistem pelaporan e-registration
•Penetapan fasilitator pendaftaran pangan olahan di daerah
99
Gambar 4.39 Profil Persetujuan Pengkajian Risiko Penggunaan Zat Gizi, Komponen
Makanan dan Klaim Baru Tahun 2012 - 2015
Pengkajian keamanan pangan produk rekayasa genetik (PRG) dilakukan berdasarkan
Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor : HK.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang
Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik. Pedoman ini merupakan
acuan dalam pengkajian keamanan pangan PRG. Pengkajian keamanan pangan PRG
meliputi pengkajian informasi genetik (deskripsi umum pangan PRG, deskripsi inang dan
penggunaannya sebagai pangan), deskripsi organisme donor, deskripsi modifikasi genetik,
dan karakterisasi modifikasi genetik); informasi keamanan pangan (kesepadanan
substansial, perubahan nilai gizi, alergenisitas, toksisitas, dan pertimbangan lain-lain);
informasi dan informasi produksi dan peredaran (post-market surveilance).
Pada tahun 2015, terdapat 5 permohonan pengkajian PRG yang diterima Badan POM.
Permohonan tersebut telah ditindaklanjuti sebagai berikut:
a. 2 event telah dibahas dalam rapat pleno TTKH Keamanan Pangan
Pengkajian Keamanan Pangan Kentang PRG Katahdin event SP951 dari BB Biogen,
Kementerian Pertanian; dan
Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event BPS-CV 127-9 dari PT. BASF.
b. 3 event masih dalam tahap pembahasan dengan TTKH Keamanan Pangan
Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event 3054238 dari PT. DuPont
Indonesia;
Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event SYHT0H2 dari PT. Syngenta Seed
Indonesia; dan
Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event A2704-12 dari PT. Bayer.
Pengkajian BTP dan Bahan Baku dalam produk pangan
Dalam proses produksi produk pangan yang aman, bermutu dan bergizi, bahan tambahan
pangan (BTP) dan bahan baku mempunyai peranan yang sangat penting. Untuk mencegah
penggunaan BTP dan bahan baku berbahaya pada produk pangan maka dilakukan
pengawasan.
0
10
20
30
40
50
60
70
disetujui ditolak disetujui ditolak disetujui ditolak disetujui ditolak
2012 2013 2014 2015
15
63
10
5046
58
9
37
100
Pengawasan penggunaan BTP pada produk pangan mengacu pada Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan yang merupakan
revisi dari Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan. Sesuai Pasal 4 dan 5 dalam Peraturan tesebut, penggunaan BTP yang
belum diatur memerlukan pengkajian terlebih dahulu. Untuk pengkajian bahan baku,
Badan POM melibatkan Tim Mitra Bestari yang kompeten yang berasal dari berbagai
institusi.
Pada tahun 2015 telah diterima 246 berkas pengajuan yang telah ditindaklanjuti dengan
penerbitan 114 surat persetujuan, 56 surat penolakan dan 76 berkas masih dalam proses
pengkajian sehingga menjadi carry over tahun 2015.
Gambar 4.40 Profil Persetujuan Pengkajian BTP dan Bahan Baku Dalam Produk Pangan
Tahun 2012 – 2015
Surat persetujuan penggunaan BTP mencakup tentang batas maksimum penggunaan BTP
berdasarkan kategori pangan, persyaratan jenis BTP dan bahan baku yang sesuai dengan
spesifikasi sebagaimana tercantum dalam Kodeks Makanan Indonesia atau Combined
Compendium of Food Additive Specifications Joint FAO/WHO Expert Committee on Food
Additives atau Commitee on Food Chemicals Codex, Food Chemicals Codex, Fourth Edition,
Food and Nutrition Board Institute of Medicine, National Academiy of Sciences, Institute of
Medicine. Khusus untuk BTP, pencantuman dalam label harus mengikuti ketentuan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan.
0
50
100
150
200
disetujui ditolak disetujui ditolak disetujui ditolak disetujui ditolak
2012 2013 2014 2015
137
35
109
28
164
105114
56
101
Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan untuk Kategori Pangan,
Label, dan Iklan Pangan
Badan POM telah menetapkan peraturan, standar dan pedoman dalam rangka penerapan
sistem pengawasan pangan yang efektif sebelum dan sesudah produk diedarkan. Namun,
sejalan dengan berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, industri
pangan pun semakin berkembang dan mengakibatkan meningkatnya jumlah serta jenis
produk pangan yang dihasilkan baik produksi dalam negeri maupun impor. Hal ini
menyebabkan banyaknya jenis produk pangan yang diproduksi, sementara definisi dan
karakteristik dasar belum diatur dalam Peraturan mengenai Kategori Pangan. Oleh karena
itu dilakukan pengkajian kategori pangan dengan sasaran, manfaat dan tujuan untuk
memudahkan proses penilaian produk pangan dan mengakomodir inovasi produk pangan
yang bervariasi baik produk pangan berbasis lokal maupun impor sesuai ketentuan
peraturan.
Selain permasalahan pada kategori pangan, juga terdapat permasalahan pada pelabelan dan
iklan pangan. Dalam rangka inovasi, produsen produk pangan selalu berusaha untuk
memperbaiki produk yang dihasilkan baik dari segi mutu, pelabelan, maupun iklan. Pada
proses penilaian produk pangan, label merupakan salah satu kewajiban yang harus dinilai
untuk mendapatkan persetujuan pendaftaran atau izin edar. Berbagai permasalahan tidak
jarang ditemui pada saat penilaian label produk pangan, seperti adanya beberapa
perusahaan yang menginginkan pencantuman keterangan, pernyataan atau pun gambar
pada label, akan tetapi ketentuan atau peraturannya belum ada atau belum jelas.
Permasalahan yang ditemui dalam pengawasan iklan pangan antara lain iklan yang
menyesatkan atau berlebihan. Konsumen perlu dilindungi dari iklan pangan yang tidak
benar/menyesatkan.
Pada tahun 2015 jumlah pengajuan yang diterima sebanyak 30 berkas dan sudah
seluruhnya diterbitkan surat hasil pengkajian.
B. Pengawasan Post-Market
Sampling dan Pengujian Laboratorium
Dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu produk pangan yang beredar di
masyarakat, selama tahun 2015 dilakukan pengambilan sampel dan pengujian
laboratorium sejumlah 13.974 sampel pangan olahan yang terdaftar di BPOM (MD/ML),
3.261 sampel pangan PIRT, dan 4.726 pangan tidak terdaftar.
102
Gambar 4.41 Profil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Pangan Tahun 2015
Sumber Data : Sistem Informasi Pelayanan Terpadu Badan POM tanggal 5 Januari 2016 jam 16.00 WIB
Dari seluruh hasil pengujian masih ditemukan produk pangan yang mengandung bahan
berbahaya yang disalahgunakan sebagai BTP, yaitu sebanyak 162 sampel mengandung
Boraks; 110 sampel mengandung Rhodamin B; 228 sampel mengandung Formalin dan 4
sampel mengandung Methanyl Yellow.
Higiene dan sanitasi masih menjadi masalah yang serius dalam produksi pangan. Hal ini
ditunjukkan dengan temuan kandungan mikroba dalam sampel pangan, yaitu sebanyak 399
sampel mengandung kapang khamir melebihi batas yang diizinkan, 536 sampel
mengandung ALT melebihi batas yang diizinkan, 340 sampel mengandung MPN Coliform
melebihi batas yang diizinkan, 81 sampel mengandung APM E coli melebihi batas yang
diizinkan, 22 sampel mengandung S Aureus melebihi batas yang diizinkan, dan 12 sampel
mengandung Pseudomonas aeroginosa melebihi batas yang diizinkan.
Selama tahun 2015, masih banyak produk pangan yang mengandung pemanis buatan,
pengawet dan kadar zat gizi melebihi batas yang diizinkan, serta parameter lain yang
ditetapkan pada peraturan.
Penggunaan pemanis buatan melebihi batas yang diizinkan yaitu sebanyak 439 sampel
menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan,146 sampel mengandung sakarin
melebihi batas yang diizinkan, 4 sampel mengandung acesulfame melebihi batas yang
diizinkan, 18 sampel mengandung aspartam melebihi batas yang diizinkan, Penggunaan
pengawet pangan melebihi batas yang diizinkan yaitu sebanyak 521 sampel mengandung
benzoat melebihi batas yang diizinkan, 86 sampel mengandung kalium sorbat melebihi
batas yang diizinkan.
Terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut berupa penarikan
produk dari peredaran dan pemusnahan produk, serta kepada produsen diberikan
peringatan dan pembinaan lainnya.
11.335
1.106
2.3773.521
1.434
99884 1.205
12.769
1.205
3.261
4.726
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
MD ML PIRT TTD
Ju
mla
h s
am
pe
l
MS TMS Jumlah
103
Sampling Dan Pengujian Produk Pangan Bertarget
Dari sampel pengujian pangan total tersebut dilakukan evaluasi terhadap beberapa produk
pangan bertarget yang dikelompokkan berdasarkan waktu sampling dimana produk
tersebut dipilih berdasarkan analisis resiko dari hasil pengujian sebelumnya, paparan
terhadap masyarakat dan temuan hasil pengujian TMS terhadap produk. Pada tahun 2015
telah dilakukan sampling dan pengujian produk pangan bertarget sebagai berikut :
Produk Pangan
Jumlah TMK Temuan
Air Minum dalam Kemasan
473 28 (5.92%)
pHnya tidak sesuai dengan persyaratan 12 sampel; PK nitrit melebihi batas 9 sampel; PK timbal melebihi ambang toleransi 6 sampel; P. aureginosa 5 sampel; APM Koliform 3 sampel; ALT 3 sampel; PK arsen 1 sampel; kapang 1 sampel; PK mineral 1 sampel
Kecap Manis/ Asin
366 48 (13,11%)
penggunaan BTP benzoate yang melebihi batas yang diizinkan 12 sampel; kadar protein kurang dari persyaratan 11 sampel; pemanis buatan siklamat 8 sampel; angka kapang khamir, kadar asam sorbat, kadar nipasol, kadar sakarin, kadar sakarosa, dan kadar sulfit masing-masing 1 sampel
Saus Cabe/ Tomat/ Sambal
473 132 (27,91%)
penggunaan BTP benzoate yang melebihi batas yang diizinkan 72 sampel; penggunaan pemanis buatan sakarin 37 sampel dan siklamat 32 sampel; PK pewarna 21 sampel; identifikasi merah allura 9 sampel; ALT 5 sampel; PK sorbat dan identifikasi siklamat masing-masing 4 sampel; angka kapang 3 sampel, total rasio pengawet, asam asetat dan identifikasi boraks masing-masing 1 sampel.
Selai buah 281 81 (28,83%)
PK asam benzoat 73 sampel; PK sorbat 18 sampel; ALT 5 sampel; identifikasi siklamat dan PK pewarna masing-masing 2 sampel; angka kapang khamir, PK timbal dan rasio total pengawet masing-masing 1 sampel.
Sosis sapi 167 20 (11,98%)
PK protein 7 sampel; PK nitrit 6 sampel; PK karbohifrat 4 sampel; ALT 3 sampel; PK formalin 2 sampel; angka kapang khamir, S. Aureus, PK logam dan PK benzoat masing-masing 1 sampel.
Kacang dan Hasil olahannya
408 41 (10,05%)
Identifikasi siklamat dan PK siklamat masing-masing 13 sampel; ALT 8 sampel; APM kolifirm, PK aflatoksin total, PK timbal masing-masng 4 sampel; PK benzoate 2 sampel; asam lemak bebas, identifikasi boraks, PK aflatoksin B1, PK asesulfam, dan PK sakarin masing-masing 1 sampel
Sirup berperisa
378 62 (16,40%)
PK siklamat 33 sampel; PK benzoate 32 sampel; PK sakarin 5 sampel; MPN coliform 4 sampel; Angka kapang khamir 3 sampel; PK asesulfam-K, PK tartrazine, salmonella sp masing-masing 2 sampel; ALT, rhodamine B, PK aspartam, PK pewarna, PK kuning FCF, PK ponceau 4R, PK sakarosa, PK sorbat, dan PK timbal masing-masing 1 sampel
104
Terhadap pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut berupa penarikan dari peredaran
dan pemusnahan produk, serta kepada produsen diberikan peringatan dan pembinaan
lainnya.
Sampling dan Pengujian Produk Pangan Fortifikasi
Selain pengambilan sampel rutin, juga dilakukan sampling dan pengujian terhadap pangan
fortifikasi, yaitu garam beryodium dan tepung terigu. Hal ini dilakukan dalam rangka
mendukung program nasional peningkatan gizi masyarakat yang melibatkan lintas sektor
dan kementrian/lembaga. Produk pangan ini wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI) yang pengawasannya di bawah kewenangan BPOM.
Garam Beryodium
Berdasarkan pengujian parameter mutu yang tercantum pada SNI 3556:2010 tentang
Garam Konsumsi Beryodium, yaitu kadar KIO3, kadar air dan kadar NaCl, pada tahun
2015 telah dilakukan sampling terhadap 2.747 sampel garam beryodium yang beredar.
Dari hasil pengujian diketahui sebanyak 2.013 (73,28%) sampel garam beryodium
memenuhi syarat dan 734 (26,72%) sampel garam beryodium tidak memenuhi syarat.
Tindak lanjut atas hasil pengujian tersebut dilakukan pemberian peringatan dan
pembinaan teknis kepada produsen.
Tepung Terigu
Berdasarkan pengujian parameter mutu yang tercantum pada SNI 3751:2009 tentang
Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan, yaitu kadar fortifikan (kadar Zn, vitamin B1,
vitamin B2, Fe), mikrobiologi (E. Coli, ALT, AKK), dan proksimat (kadar air, kadar
protein, kadar abu, keasaman), pada tahun 2015 telah dilakukan pengujian terhadap
172 sampel tepung terigu dengan hasil 133 (77,33%) sampel tepung terigu memenuhi
syarat dan 39 (22,67%) sampel tepung terigu tidak memenuhi syarat. Tindak lanjut
atas hasil pengujian tersebut dilakukan pemberian peringatan dan pembinaan teknis
kepada produsen.
Pada tahun 2015 telah dilakukan pengujian dan sampling terhadap minyak goreng
sawit dalam rangka mendukung pemberlakuan peraturan SNI wajib minyak goreng sawit
yang difortifikasi dengan vitamin A pada tahun 2018. Dari sampling dan pengujian
laboratorium terhadap 169 sampel minyak goreng sawit yang beredar diketahui 18
(10,65%) sampel minyak goreng sawit tidak memenuhi syarat (Bil Peroksida).
Aksi Nasional PJAS
Aksi Nasional PJAS telah berhasil meningkatkan persentase PJAS yang memenuhi syarat
keamanan pangan, dimana dalam kurun waktu 4 tahun, dari sekitar 56% pada tahun 2010
menjadi lebih dari 76% pada akhir tahun 2014.
105
Pengawasan PJAS dilakukan melalui pengambilan sampel dan pengujian laboratorium
terhadap adanya cemaran kimia serta cemaran mikrobiologi. Cemaran kimia pada PJAS
meliputi Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan dalam jumlah melebihi takaran
aman serta penyalahgunaan bahan kimia berbahaya seperti formalin, boraks, pewarna
tekstil.
Setelah pelaksanaan AN PJAS, persentase TMS akibat cemaran kimia mengalami penurunan
yang berarti. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya persentase PJAS tercemar bahan
berbahaya dari 18% pada tahun 2010 menjadi 9% pada tahun 2014. Penggunaan BTP yang
melebihi takaran pada PJAS juga menurun, dari 23% pada tahun 2010 menjadi 16% pada
tahun 2014.
Gambar 4.42 Tren hasil pengawasan PJAS tahun 2010-2014
Namun demikian, cemaran mikrobiologi pada PJAS masih menjadi tantangan. Meskipun
beberapa upaya telah dilaksanakan untuk meningkatkan praktek higiene dan sanitasi di
sepanjang rantai PJAS.
55,52%64,54%
76,11%80,79%
76,18%
44,48%
35,46%
23,89% 19,21%23,82%
0,00%
15,00%
30,00%
45,00%
60,00%
75,00%
90,00%
2010 2011 2012 2013 2014
Pers
en
tase
MS TMS
Pe
rse
nta
se
TM
S
Gambar 4.43 Tren Persentase Penyumbang PJAS Tidak Memenuhi Syarat
106
Parameter uji mikrobiologi yang berkontribusi paling besar dalam menyebabkan sampel
Tidak Memenuhi Syarat (TMS) adalah Angka Lempeng Total (ALT), MPN Coliform, dan
Angka Kapang Khamir (AKK).
Gambar 4.44 Parameter Mikrobiologi dan Jenis PJAS Penyumbang TMS Terbesar
Dari ketiga parameter di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa selama kurun waktu
2010-2014, diketahui bahwa cemaran mikrobiologi paling banyak ditemukan pada produk
es, minuman berwarna, dan sirup, yang diduga disebabkan rendahnya praktek higiene dan
sanitasi di sepanjang rantai suplai es dan minuman berwarna dan sirup.
Dari hasil pengujian PJAS tahun 2015 yang berasal dari 4 sampel jenis pangan paling
bermasalah selama kurun waktu 2010-2014, telah diambil sebanyak 526 sampel dengan
hasil pengujian 279 sampel (53%) Memenuhi Syarat (MS) dan 247 sampel (47%) Tidak
Memenuhi Syarat (TMS) dengan sebaran sebagai berikut:
Gambar 4.45 Jenis PJAS dengan TMS Paling Tinggi Tahun 2015
Secara umum, dari grafik di atas terlihat bahwa saat ini permasalahan terbesar masih
didominasi oleh produk minuman berwarna dan syrup serta produk Es, dengan hasil uji
kualitas mikrobiologi tidak memenuhi syarat (Angka Kapang Khamir, Angka Lempeng
Total, dan MPN Coliform) dan penggunaan Siklamat melebihi batas maksimal. Secara rinci
107
dapat disimak pada grafik berikut :
Gambar 4.46 Analisis Pareto Parameter Uji Paling Tinggi TMS dari PJAS Tahun 2015
Setelah program AN-PJAS tahun 2010-2014 selesai, Badan POM akan terus mengawal
pelaksanaan AN PJAS pada tahun 2015-2019. Fasilitator Keamanan Pangan Sekolah akan
terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya, melalui kegiatan Pemberdayaan Masyarakat
di bidang keamanan pangan dan Promosi keamanan pangan.
Setelah program AN-PJAS tahun 2010-2014 selesai, Badan POM akan terus mengawal
pelaksanaan AN PJAS pada tahun 2015-2019. Fasilitator Keamanan Pangan Sekolah akan
terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya, melalui kegiatan Pemberdayaan Masyarakat
di bidang keamanan pangan dan Promosi keamanan pangan.
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi
Di tingkat produksi pangan, pada tahun
2015 telah dilakukan pemeriksaan
terhadap 4.185 sarana industri yang terdiri
atas 1.759 industri pangan MD dan 2.426
industri rumah tangga pangan (IRTP) yang
sudah memiliki nomor pendaftaran PIRT.
Pemeriksaan sarana produksi ini
difokuskan pada penerapan Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) dan
kepatuhan terhadap perundang-undangan,
misal: produk pangan yang diproduksi
telah memiliki surat persetujuan
pendaftaran.
Gambar 4.47 Profil Hasil Pemeriksaan
Sarana Produksi Pangan Tahun 2015
0
400
800
1.200
1.600
2.000
MD IRT-P
1.032
871727
1.555
MK TMK
108
Hasil pemeriksaan sarana industri pangan MD memperlihatkan bahwa 1.032 sarana
(58,67%) sudah menerapkan CPPOB, sedangkan 727 sarana (41,33%) belum menerapkan
CPPOB secara konsisten. Jumlah sarana industri pangan MD yang tidak aktif
berproduksi/tutup/menolak untuk diperiksa sebanyak 152 sarana industri. Penyebab
utama industri pangan MD yang dinilai belum menerapkan CPPOB dalam aspek higiene
perorangan; sanitasi; pengelolaan lingkungan seperti pembuangan sampah, fasilitas pabrik
dan kebersihan, fasilitas produksi belum terbebas dari binatang serangga dan lain-lain,
peralatan dan suplai air bersih. Terhadap hasil pemeriksaan yang belum menerapkan
CPPOB tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan.
Hasil pemeriksaan IRTP diketahui bahwa 871 (35,90%) sarana telah menerapkan CPPOB
untuk IRTP, 1.555 (64,10%) sarana belum menerapkan CPPOB untuk IRTP. Jumlah sarana
IRTP tidak aktif berproduksi/tutup/menolak untuk diperiksa sebanyak 194 sarana.
Penyebab utama kekurangan pada sarana IRTP adalah rendahnya pengetahuan,
kemampuan dan kesadaran pengelolaan lingkungan seperti pembuangan sampah dan
kebersihan, higiene perorangan, fasilitas produksi belum bebas dari serangga, tikus dan
lain-lain, fasilitas peralatan dan suplai air. Terhadap sarana yang kurang tersebut, telah
dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan khusus, dengan
melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Menyadari pentingnya peran IRTP dalam perekonomian rakyat dengan penyerapan tenaga
kerja cukup besar, maka masalah peningkatan mutu produksi perlu ditangani secara
sungguh-sungguh terutama oleh Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab langsung.
Badan POM akan mendorong dan memfasilitasi program peningkatan keamanan dan mutu
produk pangan IRT-P secara sistematik dan terus menerus, dan bekerja sama dengan
Pemerintah Daerah.
Pada tahun 2015 Badan POM memiliki program untuk meningkatkan daya saing
UMKM/IRTP ini, yaitu melalui:
Bimbingan teknis terkait implementasi regulasi mutu dan keamanan pangan di 12
propinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, Kupang, Tangerang,
Kendari, Jawa Timur, Palu, Palangkaraya, Bangka-Belitung, Papua)
Bimbingan teknis terkait penerapan sistem jaminan halal bekerja sama dengan LP-
POM MUI
Penyebaran informasi, misal: modul terkait mutu dan keamanan pangan untuk
UMKM
Fasilitasi pemberian sertifikat halal bagi 300 sarana UMKM yang telah memiliki
nomor PIRT dan sudah menerapkan CPPOB.
109
Di tingkat ritel pangan, pada tahun 2015
telah dilakukan pemeriksaan secara rutin
terhadap 10.309 sarana ritel pangan,
dengan hasil 6.402 sarana MK dan 3.907
sarana TMK dalam penerapan Cara Ritel
Pangan yang Baik (CRPB). Penyebab TMK
antara lain sarana menjual : produk tidak
terdaftar (Tanpa Ijin Edar), produk dengan
label TMK, produk kadaluwarsa, produk
rusak, bahan berbahaya, dan produk tidak
memenuhi syarat lainnya, misalnya
penempatan produk babi tidak terpisah
(tanpa diberi keterangan), produk pangan
bercampur dengan produk non pangan
(misal Obat Nyamuk, detergen dan lain lain).
Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui satu sarana dapat melakukan beberapa jenis
pelanggaran. Terhadap pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut antara lain: penarikan
dan pemusnahan produk, peringatan, pro-justisia, pengembalian produk dan pembinaan.
Tabel 4.8 Distribusi Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) dan District Food Inspector
(DFI) Per Propinsi Tahun 2003-2015
NO PROPINSI PKP DFI
Badan POM PEMDA Badan POM PEMDA
1 Nangroe Aceh Darussalam 70 98 49 50
2 Sumatera Utara 49 165 39 56
3 Sumatera Barat 60 57 49 65
4 Riau 78 85 63 34
5 Kep Riau 62 60 64 67
6 Jambi 66 67 23 56
7 Sumatera Selatan 47 39 16 39
8 Kep Bangka Belitung 73 69 27 35
9 Bengkulu 19 23 13 23
Sehubungan dengan itu, sampai dengan tahun 2015 Badan POM telah melatih 3.290
orang tenaga penyuluh keamanan pangan (PKP), yang terdiri atas 1.484 petugas dari
Badan POM dan Balai Besar/Balai POM dan 1.806 petugas dari Pemda (Dinas Kesehatan
Kab/Kota, Puskesmas, Pemda, Pemprov, Perguruan Tinggi, Disperindag, Deptan, BKP
dan lain-lain). Selain itu, Badan POM juga telah melatih sebanyak 2.783 petugas tenaga
Pengawas Pangan Kab/Kota (Distric Food Inspector/ DFI), yang terdiri atas 1.225
petugas dari Badan POM dan Balai Besar/Balai POM dan 1.558 petugas dari Pemda
(Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Kelautan dan Perikanan).
Gambar 4.48 Profil Hasil Pemeriksaan
Sarana Distribusi Produk Pangan Tahun
2015
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
JUMLAH MK TMK
10,309
6,402
3,907
110
NO PROPINSI PKP DFI
Badan POM PEMDA Badan POM PEMDA
10 Lampung 41 40 23 56
11 DKI Jakarta 27 55 60 67
12 Jawa Barat 57 45 70 75
13 Banten 64 68 25 65
14 Jawa Tengah 59 60 54 55
15 DI Yogyakarta 28 52 28 58
16 Jawa Timur 39 49 37 56
17 Bali 35 50 29 45
18 Nusa Tenggara Barat 39 45 41 49
19 Nusa Tenggara Timur 39 49 41 49
20 Kalimantan Tengah 35 50 41 67
21 Kalimantan Selatan 39 45 18 46
22 Kalimantan Timur 45 65 58 55
23 Kalimantan Barat 49 46 35 61
24 Sulawesi Utara 19 44 35 50
25 Sulawesi Tengah 18 61 4 0
26 Sulawesi Selatan 60 50 52 50
27 Sulawesi Barat 25 55 46 46
28 Sulawesi Tenggara 52 51 10 21
29 Gorontalo 45 21 10 21
30 Maluku Utara 18 21 34 21
31 Maluku 18 20 19 20
32 Papua 71 56 56 50
33 Irian Jaya Barat 38 45 56 50
JUMLAH 1484 1.806 1225 1.558
TOTAL 3.290 2.783
Gambar 4.49 Profil Tenaga Penyuluhan Keamanan Pangan dan Distric Food Inspector
sampai dengan Tahun 2015
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
PKP DFI
1.484
1.225
1.8061.558
Badan POM PEMDA
111
Sampai dengan tahun 2015, telah terdata
di Badan POM RI 51.062 Industri Rumah
Tangga-Pangan (IRT-P). Dari jumlah
tersebut, yang sudah mengikuti
Penyuluhan Keamanan Pangan sebanyak
41.056 sarana, 33.450 (81,47%) sarana
diantaranya telah memperoleh Sertifikat
Produksi Pangan Industri Rumah Tangga
(SPP-IRT).
Sementara itu dalam pelaksanaan
program Piagam Bintang Keamanan
Pangan (PBKP), sampai tahun 2015
Badan POM telah melakukan audit dan
memberikan persetujuan untuk pemberian Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan
(PB1KP) kepada 780 industri pangan, tetapi 134 sudah dicabut sehingga tersisa 646
industri pangan. Piagam Bintang Dua Keamanan Pangan (PB2KP) diberikan kepada 41
industri pangan dan Piagam Bintang Tiga Keamanan Pangan (PB3KP) diberikan kepada 10
industri pangan, sedangkan untuk PBKP untuk kantin sekolah telah diberikan kepada 175
sekolah.
PBKP merupakan sistem sukarela yang ditujukan bagi industri pangan untuk mendorong
industri pangan menerapkan keamanan pangan dan sebagai pengakuan atas upaya
penerapan keamanan pangan.PB1KP merupakan implementasi pengetahuan keamanan
pangan dasar secara konsisten, PB2KP merupakan implementasi Cara Produksi Pangan
yang Baik (CPPB) dengan mengembangkan dan menerapkan prosedur dan lembar kerja
secara konsisten, sedangkan PB3KP merupakan implementasi Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) secara konsisten.
Intensifikasi Pengawasan Pangan Menjelang Idul Fitri 2015, Natal 2015 dan Tahun
Baru 2015
Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan menerapkan tindakan kehati-hatian
terhadap kemungkinan peredaran pangan olahan yang tidak memenuhi syarat keamanan,
mutu, gizi dan label serta produk Tanpa Ijin Edar (TIE), menjelang bulan suci Ramadhan
dan Hari Raya Idul Fitri 1436 H, Badan POM melakukan intensifikasi pengawasan pangan
di sarana distribusi toko, supermarket, hypermarket, dan pasar tradisional serta para
penjual jajanan buka puasa. Target pengawasan untuk pangan olahan adalah pangan TIE,
pangan kadaluarsa, pangan dalam kondisi rusak (penyok, kaleng berkarat, dan lain-lain)
dan pangan tidak memenuhi ketentuan label(TMK label). Kegiatan Intensifikasi ini
dilakukan oleh seluruh Balai Besar/Balai POM di Indonesia dan bekerjasama dengan lintas
sektor, assosiasi maupun pemberdayaan masyarakat.
Pengawasan menjelang Idul Fitri tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 4.911
sarana distribusi pangan, 1.912 (38,93%) sarana distribusi ditemukan tidak memenuhi
Gambar 4.50 IRTP yang Mengikuti Penyuluhan
Keamanan Pangan sampai dengan Tahun 2015
51.062
41.05633.450
(81,47%)
0
20.000
40.000
60.000
IRTP diIndonesia
mengikutiPKP
memperolehsertifikat
Ju
mla
h IR
TP
112
ketentuan (TMK) karena menjual produk pangan rusak, pangan kadaluarsa, dan pangan
TIE. Dari hasil intensifikasi pengawasan pangan yang dicurigai pada sarana distribusi
tersebut, ditemukan 6.091 item (546.166 kemasan) pangan tidak memenuhi syarat (TMS).
Dari sisi nilai ekonomi, temuan produk pangan TMS tersebut diperkirakan mencapai
Rp28.566.596.000,00 (dua puluh delapan miliar lima ratus enam puluh enam juta lima ratus
sembilan puluh enam ribu rupiah) dengan rincian sebagai berikut:
Produk Pangan
Jumlah (Kemasan) Nilai Ekonomi
(Rp) Dalam
Parcel
Di Luar
Parcel
Rusak 11 38.437 1.537.480.000
Kedaluwarsa 6 139.152 5.566.080.000
Tanpa Ijin Edar (TIE) 305 368.272 21.463.036.000
Total 322 545.844 28.566.596.000
Catatan : Estimasi nilai ekonomis berdasarkan harga sampel yaitu Rp. 40.000/sampel
Sedangkan Pengawasan menjelang Natal tahun 2015 dan Tahun Baru 2016 telah dilakukan
pemeriksaan terhadap 3.751 sarana distribusi pangan, dengan hasil 1.400 (37,32%) sarana
distribusi ditemukan TMK karena menjual produk pangan rusak, pangan kadaluarsa,
pangan TIE dan pangan TMK label.
Dari hasil intensifikasi pengawasan pangan yang dicurigai pada sarana distribusi tersebut,
ditemukan 5.352 item (165.332 kemasan) pangan yang tidak memenuhi ketentuan. Dari
sisi nilai ekonomi, temuan produk pangan TMS tersebut diperkirakan mencapai
Rp9.411.020.000,00 (Sembilan milyar empat ratus sebelas juta dua puluh ribu rupiah)
dengan rincian :
Produk Pangan
Jumlah (Kemasan) Nilai Ekonomi
(Rp) Dalam
Parcel
Di luar
Parcel
Rusak 0 12.699 507.960.000
Kedaluwarsa 40 86.346 3.455.440.000
Tanpa Ijin Edar (TIE) 0 66.247 5.447.620.000
Total 40 165.292 9.411.020.000
Catatan : Estimasi nilai ekonomis berdasarkan harga sampel yaitu Rp. 40.000/sampel
Bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran, Badan POM telah dan terus
melakukan beberapa tindakan, antara lain berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk
melakukan pembinaan terhadap industri kecil dan rumah tangga, serta penegakan hukum
berupa pemberian sanksi administratif yaitu peringatan, perintah pemusnahan produk dan
lain-lain dan jika perlu dilanjutkan pro-justisia terhadap pelaku usaha yang mengedarkan
produk pangan ilegal.
113
Selain melakukan pengawasan di sarana ritel
pangan, Badan POM melalui Balai
Besar/Balai POM di seluruh Indonesia juga
meningkatkan pengawasan terhadap pangan
jajanan selama bulan Ramadhan.
Pengambilan sampel dilakukan pada para
penjaja pangan jajanan buka puasa di pasar
tradisional, toko, swalayan dan tempat-
tempat yang khusus menjual pangan buka
puasa. Dari hasil pengujian 8.617 sampel,
terdapat 812 (9,42 %) sampel tidak
memenuhi syarat.
Jenis pangan yang diuji pada pengawasan Pangan Jajanan Buka Puasa meliputi bakso
(sebelum diseduh/disajikan), jelly,agar-agar atau produk gel lainnya, es (es cendol, es
campur, dan sejenisnya), bubur (kolak, bubur ketan hitam, bubur kacang hijau, bubur
kolang kaling, dll), mie (disajikan/siap dikonsumsi), bakso, minuman berwarna dan sirup,
kudapan (makanan gorengan seperti bakwan, tahu goreng, batagor, empek-empek, lontong,
dll), makanan ringan (kerupuk, keripik, dan sejenisnya), lauk pauk (sambal plecing, sate,
ikan goreng, dan sejenisnya) dengan rincian sebagai berikut :
Gambar 4.52 Jenis Pangan yang Diuji pada Pengawasan Pangan Jajanan Buka Puasa
Tahun 2015
Temuan pada pangan jajanan buka puasa yaitu penggunaan bahan tambahan yang dilarang
digunakan untuk pangan meliputi Formalin, Boraks, pewarna yang dilarang (Rhodamin B,
Methanyl yellow). Bahan Tambahan yang Dilarang Digunakan untuk Pangan (Boraks,
Formalin dan pewarna yang dilarang seperti Rhodamin Bdan Methanyl yellow). Hasil
pengujian menunjukkan bahwa dari 3.776 sampel yang diuji formalin, 227 sampel (6,01%)
4.082
461 644
1.363
801 471 450
167 178 221 144 127 121 87 67 23 16 6 -
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
Total sampel TMS
Gambar 4.51 Profil Hasil Pengujian
Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun 2015
8.6177.805
812
Jumlah MK TMK
114
positif mengandung formalin dan dari 4635 sampel yang diuji boraks, 170 sampel (3,67%)
positif mengandung boraks.
Pengujian terhadap parameter pewarna yang dilarang Rhodamin B menunjukkan bahwa
dari 3077 sampel yang diuji Rhodamin B, 334 sampel (10,85%) diantaranya positif
mengandung Rhodamin B. Sedangkan untuk pengujian terhadap parameter pewarna
dilarang Methanyl yellow dari 1850 sampel yang diuji, 6 sampel (0,32%) diantaranya positif
mengandung Methanyl yellow.
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Bahan Tambahan yang Dilarang Digunakan Pada Pangan
Tahun 2015
Bahan
tambahan yang
dilarang
Jumlah
sampel
TMS
(sampel) Jenis Pangan TMS
Formalin 3.776 227
(6,01%)
Bakso Kepiting, Cincau, Ikan, Cumi Asin, Mie,
Kolang Kaling, Tahu, Teri, Ayam, Sosis,
Siomay
Boraks 4.635 170
(3,67%)
Cincau, Candil Merah, Rumput laut, Dawet,
Bakwan, Bakso, Batagor, Siiomay, Kerupuk,
Rengginang, Lontong, Empek-empek, Mie,
Arem-arem, Otak-otak, Tahu
Rhodamin B 3.077 334
(10,85%)
Kerupuk, Agar-agar, Es Delima, Es Cendol, Es
Sirup Merah, Kue Ku, Kue Lapis, Kue Mutiara,
Pacar Cina, Terasi, Dodol, Wajik, Bolu Merah,
Ampyang, Gulali, Putu Mayang
Methanyl
Yellow
1.850 6
(0,32%)
Cendol, Pacar Cina, Srundeng
Terhadap temuan tersebut dilakukan tindak lanjut berupa koordinasi dengan Dinas terkait
setempat untuk melakukan pembinaan kepada produsen pangan jajanan buka puasa yang
melakukan pelanggaran.
Sertifikasi Pangan, Non Pangan dan Kemasan Pangan
Kegiatan sertifikasi produk pangan terdiri atas penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI)
dan Surat Keterangan Ekspor (SKE). SKI diterbitkan melalui sistem National Single Window
(NSW) terhadap pemasukan bahan baku dan bahan tambahan pangan (BTP) untuk
keperluan industri serta pangan olahan terdaftar yang telah memenuhi persyaratan. SKE
diterbitkan dalam bentuk Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) dan Sertifikat Bebas
Menjual (Certificate of Free Sale). Kegiatan sertifikasi sarana dilakukan dengan menerbitkan
Surat Keterangan Higiene dan Sanitasi.
Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk pangan, selama tahun 2015 Badan POM telah
mengeluarkan 12.161 SKE untuk 26.778 item produk yang diekspor. Berikut ini 10 jenis
115
pangan yang paling banyak diekspor dan 10 negara tujuan ekspor dengan nilai ekspor
tertinggi.
Negara Tujuan Nilai Value Ekspor Jenis Produk Total
Malaysia US $ 1,548,104,603.29 biskuit / wafer 2.992
China US $ 479,220,383.87 minyak dan hasil
olahannya 1.834
Sri Lanka US $ 131,017,324.37 btp (penguat rasa) 1.372
Brunei Darussalam US $ 98,367,529.24 mie instan 1.185
Nigeria US $ 70,861,228.14 cokelat dan olahannya 538
Myanmar US $ 48,251,807.70 es krim 536
Vietnam US $ 31,001,170.01 permen 435
USA US $ 30,477,885.39 minuman teh 427
Philippines US $ 25,536,557.73 btp (perisa) 419
Uni Emirat Arab US $ 22,611,260.64 minuman serbuk kopi 412
Badan POM telah mengeluarkan 36.265 SKI untuk 93.658 item produk, meliputi 15.031 SKI
untuk 21.745 item bahan baku,8.673 SKI untuk 22.230 item BTP, dan 9.196 SKI untuk
43.793 item pangan olahan serta 3.365 SKI untuk 5.890 item produk NOM (Non Obat dan
Makanan.
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara
Sertifikasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), dinyatakan bahwa pangan
olahan yang diproduksi dan diedarkan diwilayah Indonesia wajib memenuhi persyaratan
keamanan pangan. Sertifikat CPPOB berlaku dalam 5 (lima) tahun sepanjang sarana
produksi tersebut masih berproduksi dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pada tahun 2015 telah dilakukan audit terhadap 24 sarana
produksi yang mengajukan Sertifikasi CPPOB dan diterbitkan 54 sertifikat CPPOB untuk 21
sarana. Hal ini karena penerbitan sertifikat CPPOB berdasarkan jenis pangan yang
diproduksi oleh sarana sehingga 1 sarana bisa diterbitkan lebih dari 1 sertifikat.
Berdasarkan timelinenya, sebanyak 54 sertifikat (100,00%) telah diselesaikan tepat waktu.
Badan POM juga telah menerbitkan 129 surat keterangan hygiene dan sanitasi untuk 22
sarana produksi pangan, dengan rincian 15 sarana produksi memperoleh nilai A (masa
berlaku sertifikat 12 bulan), 7 sarana produksi memperoleh nilai B (masa berlaku sertifikat
6 bulan).
Wewenang penerbitan SKI dan SKE selain di Badan POM, juga telah didelegasikan ke 22
Balai Besar/ Balai POM. Dari 22 Balai Besar/ Balai POM tersebut, sejumlah 11 atau 50%
Balai Besar/ Balai POM yang telah melakukan pelayanan penerbitan SKI/ SKE pada tahun
2015 dengan jumlah 4.731 SKE dan 8.041 SKI untuk 15.369 item produk dengan rincian
7.844 item produk jadi, 6.068 item bahan baku dan 1.457 item BTP.
116
Tabel 4.10 Penerbitan SKI/SKE di 12 Balai Besar/Balai POM Tahun 2015
No
Balai
Besar/Balai
POM
Jenis Surat Jenis Produk (Impor)
SKE SKI Pangan BB BTP Non
Pangan NOM Total
1 B. Aceh 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Medan 218 1.218 3.551 288 274 53 61 4.227
3 Pekanbaru 1 16 44 0 0 0 1 45
4 B. Lampung 192 77 8 86 8 6 16 124
5 Palembang 3 5 0 2 0 1 1 4
6 Padang 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Bandung 605 0 0 0 0 0 0 0
8 Semarang 1.487 1.708 434 1.448 264 13 45 2.204
9 Yogyakarta 0 1 0 1 0 0 0 1
10 Surabaya 1.904 4.867 2.560 4.133 853 249 533 8.328
11 Denpasar 6 57 263 53 2 0 0 318
12 Pontianak 0 0 0 0 0 0 0 0
13 Banjarmasin 0 6 0 6 0 0 0 6
14 Samarinda 0 0 0 0 0 0 0 0
15 Manado 43 10 0 8 3 0 0 11
16 Makassar 94 71 0 42 49 5 0 96
17 Bengkulu 0 0 0 0 0 0 0 0
18 Jambi 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Palu 0 0 0 0 0 0 0 0
20 Kendari 0 0 0 0 0 0 0 0
21 Batam 178 5 0 1 4 0 0 5
total 4.731 8.041 6.860 6.068 1.457 327 657 15.369
Badan POM berwenang mengeluarkan Surat Rekomendasi Pemasukan Produk Pangan
Olahan Hewan. Pada tahun 2012 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 24/M-Dag/Per/9/2012 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor
Hewan dan Produk Hewan. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa untuk
mendapatkan persetujuan impor, perusahaan yang akan melakukan impor hewan dan/atau
produk hewan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri, dalam hal ini
Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan yang salah satunya yaitu rekomendasi
dari Kepala Badan POM atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Badan POM untuk impor
produk hewan olahan. Selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan 829 surat
Rekomendasi Pemasukan Pangan Olahan Asal Hewan.
Pada tahun 2012 dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
No.03/PERMENTAN/OT.140/1/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Holtikultura.
Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa untuk mendapatkan Rekomendasi Impor
Produk Holtikultura (RIPH), setiap orang yang mengajukan harus memenuhi persyaratan
administrasi dan persyaratan teknis. Salah satu persyaratan administrasi adalah Surat
117
Persetujuan Pemasukan dari Badan POM untuk pangan olahan holtikultura. Selama tahun
2015 Badan POM telah mengeluarkan 97 surat Rekomendasi Pemasukan Produk
Holtikultura Olahan untuk 26 perusahaan.
Dalam rangka penerbitan persetujuan pencantuman tulisan halal pada label, pada tahun
2015 Badan POM telah melakukan audit terhadap 214 sarana produksi. Dari hasil audit
dinyatakan bahwa 9.356 produk pangan memperoleh persetujuan pencantuman tulisan
HALAL pada label. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka pengawasan produk berlabel
halal, pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 11.243 produk berlabel halal,
693 (6,16%) produk diantaranya tidak memenuhi ketentuan.
Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan
Selama tahun 2015 Badan POM telah
mencatat 61 kejadian luar biasa (KLB)
keracunan pangan yang berasal dari 34
Propinsi. Dilaporkan jumlah orang yang
terpapar sebanyak 8.263 orang,
sedangkan kasus KLB keracunan pangan
(case) yang dilaporkan sebanyak 2.251
orang sakit dan 3 orang meninggal dunia.
Berdasarkan data tersebut diketahui nilai
Attack Rate (AR) sebesar 42,5% dan Case
Fatality Rate (CFR) sebesar 0,63%. Attack
Rate merupakan jumlah kasus pada
periode KLB dibagi dengan jumlah yang
mengkonsumsi dikalikan 100. Case Fatality Rate merupakan jumlah korban meninggal
dibagi jumlah kasus selama periode KLB dikali dengan 100. Adapun nilai Incident Rate (IR)
sebesar 0.95 Nilai IR dihitung dengan rumus jumlah kasus dibagi jumlah penduduk dikali
100.000. Nilai CFR maupun IR menunjukkan angka yang kecil.
Namun, angka CFR dan IR ini tidak selalu menggambarkan kondisi yang sebenarnya terjadi.
Kasus KLB keracunan pangan merupakan fenomena gunung es, dimana tidak semua kasus
atau kejadian terlaporkan. WHO menyebutkan bahwa setiap satu kasus yang berkaitan
dengan KLB keracunan pangan di suatu negara berkembang, maka paling tidak terdapat 99
kasus lain yang tidak dilaporkan.
KLB keracunan pangan dapat terjadi akibat kontaminasi mikroba patogen atau bahan kimia
berbahaya seperti toksin alami, pestisida, logam berat, dan lain-lain. Penyebab KLB
Keracunan Pangan dapat digolongkan sebagai confirm ataupun suspect. Dikatakan confirm
apabila hipotesa etiologi KLB keracunan pangan berdasarkan data epidemiologi
terkonfirmasi atau dapat dipastikan melalui pengujian di laboratorium, sedangkan suspect
bila etiologi KLB keracunan pangan berdasarkan data epidemiologi namun tidak bisa
dikonfirmasi di laboratorium.
Gambar 4.53 Profil Kejadian dan Kasus KLB Keracunan PanganTahun 2015
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
Terpapar Sakit Meninggaldunia
8.263
2.251
3
118
Ditinjau dari segi etiologi, penyebab KLB
Keracunan Pangan adalah mikroba
(confirmed) sebanyak 1 (1,64%) kejadian,
mikroba (suspect) sebanyak 26 (42,62%)
kejadian. Sedangkan KLB Keracunan Pangan
oleh yang disebabkan cemaran kimia
(suspect) sebanyak 7 (11,48%) kejadian,
tidak diketahui sebanyak 27 (44,26%)
kejadian. Tidak ada kejadian KLB Keracunan
Pangan dengan etiologi kimia (confirmed).
Salah satu permasalahan dalam penanggulangan dan investigasi KLB keracunan pangan
adalah tidak diketahuinya penyebab KLB keracunan pangan. Hal tersebut disebabkan
karena data epidemiologi yang diperoleh dari lapangan tidak lengkap, sampel tidak
representatif, hasil pengujian sampel negatif atau salah menetapkan hipotesis. Kelengkapan
data epidemiologi setiap korban terutama waktu paparan, gejala menonjol, gejala
menyertai, gejala spesifik, masa inkubasi dan pangan yang dikonsumsi sangat diperlukan
untuk menentukan hipotesa penyebab KLB keracunan pangan.
Tabel 4.11 Profil Agent Etiology KLB Keracunan Pangan Tahun 2015
Mikroba Kimia Confirm Jumlah Suspect Jumlah Suspect Jumlah
Bacillus cereus 1 Bacillus cereus 8 Histamin 3 Eschericia coli 5 Kadmium, Sianida,
Arsenik, Timbal, Seng, Tembaga
1
Staphylococcus aureus
3 Toksin jamur 1
Salmonella typhi
1 Nitrit 1
Salmonella sp 1 Kimia lainnya 1 Clostridium
perfringens 1
Mikroba lainnya 7
Penyebab KLB keracunan pangan sangat penting diketahui untuk menetapkan tindakan
penanggulangan yang tepat agar dapat mencegah KLB keracunan pangan serupa tidak
terulang lagi di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang menyebabkan
tidak terungkapnya penyebab KLB keracunan pangan harus dapat diatasi melalui
peningkatan kapasitas petugas untuk penyelidikan KLB keracunan pangan serta perbaikan
sarana dan prasarana yang diperlukan untuk penyelidikan dan pengujian sampel KLB
keracunan pangan.
Gambar 4.54 Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2015
1,64%42,62%
11,48%
44,26%
Mikroba (confirm) Mikroba (suspect)
Kimia (suspect) Tidak diketahui
119
Pangan yang dikonsumsi dapat menjadi media
pembawa mikroba atau bahan kimia berbahaya
yang dapat menyebabkan KLB Keracunan
Pangan. Jenis pangan penyebab KLB Keracunan
Pangan tahun 2015 adalah masakan rumah
tangga sebanyak 25 kejadian (40,98%), pangan
jajanan sebanyak 14 kejadian (22,95%), pangan
jasa boga sebanyak 13 kejadian (21,31%), dan
pangan olahan sebanyak 9 kejadian (14,75%).
Meskipun data belum tentu menunjukkan bahwa KLB keracunan pangan sebagian besar
terjadi akibat pangan rumah tangga, akan tetapi hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa
masyarakat masih belum memahami dan menerapkan praktek-praktek keamanan pangan,
sehingga promosi dan penyuluhan keamanan pangan kepada masyarakat umum
(konsumen) dan produsen menjadi hal penting.
Tabel berikut ini memperlihatkan bahwa frekuensi KLB keracunan pangan banyak
dilaporkan oleh Balai Besar POM di Bandung sebanyak 12 kejadian (19,67%), diikuti Balai
Besar POM di Semarang dan Balai Besar POM di Surabaya masing-masing sebanyak 6
kejadian (9,84%).
Tabel 4.12 Frekuensi KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Laporan Balai Besar/Balai POM
Tahun 2015
No Balai Besar/ Balai POM Frekuensi %
1 Aceh 2 3,28 2 Medan 0 0,00
3 Padang 1 1,64
4 Pekanbaru 0 0,00
5 Jambi 0 0,00
6 Palembang 1 1,64
7 Bengkulu 0 0,00
8 Lampung 0 0,00
9 Pangkal Pinang 1 1,64
10 Batam 1 1,64
11 DKI Jakarta 0 0,00 12 Bandung 12 19,67
13 Semarang 6 9,84
14 DIY Yogyakarta 5 8,20
15 Surabaya 6 9,84
16 Serang 3 4,92 17 Denpasar 3 4,92
18 Mataram 5 8,20
Gambar 4.55 Profil Asal Pangan Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2015
40,98%
22,95%
21,31%
14,75%
Masakan Rumah Tangga Pangan Jajanan
Jasa Boga Pangan Olahan
120
No Balai Besar/ Balai POM Frekuensi %
19 Kupang 3 4,92
20 Pontianak 0 0,00
21 Palangkaraya 1 1,64
22 Banjarmasin 5 8,20
23 Samarinda 3 4,92 24 Manado 0 0,00
25 Palu 0 0,00
26 Makassar 3 4,92
27 Kendari 0 0,00
28 Gorontalo 0 0,00
29 Ambon 0 0,00
30 Manokwari 0 0,00
31 Jayapura 0 0,00
JUMLAH 61 100,00
Selanjutnya, tabel dibawah memperlihatkan bahwa frekuensi KLB keracunan pangan yang
dilaporkan oleh Balai Besar/balai POM terjadi sepanjang tahun dengan frekuensi tertinggi
pada bulan Maret 2015.
Tabel 4.13 Frekuensi KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Bulan Kejadian Tahun 2015
No Nama Bulan Frekuensi %
1 Januari 5 8,20
2 Februari 6 9,84 3 Maret 10 16,39
4 April 5 8,20
5 Mei 7 11,48
6 Juni 4 6,56
7 Juli 1 1,64
8 Agustus 2 3,28
9 September 2 3,28
10 Oktober 7 11,48
11 November 3 4,92
12 Desember 9 14,75 JUMLAH 61 100,00
Berdasarkan tempat/ lokasi/locus KLB Keracunan Pangan, pada tabel di bawah ini terlihat
bahwa tempat tinggal menduduki urutan pertama, disusul lembaga pendidikan.
121
Tabel 4.14 Lokasi/Tempat Kejadian KLB Keracunan Pangan Tahun 2015
No TEMPAT/ LOKASI KEJADIAN %
1 Tempat Tinggal 20 32,79
2 Lembaga Pendidikan 17 27,87
3 Kantor/Pabrik 8 13,11
4 Tempat Terbuka 7 11,48 5 Asrama/Pesantren 4 6,56
6 Hotel 1 1,64
7 Masjid 1 1,64
8 Panti Asuhan 1 1,64
9 Restoran 1 1,64 10 Gedung Pertemuan 1 1,64
JUMLAH 61 100,00
KLB keracunan pangan di rumah tinggal pada umumnya terjadi pada saat pesta keluarga
seperti peristiwa pernikahan, khitanan, aqiqah, tahlilan, dan lain-lain. Pada acara tersebut
biasanya makanan yang disajikan dikelola sendiri oleh rumah tangga itu sendiri dengan
dibantu para tetangga. Makanan tersebut dikelola dalam jumlah banyak tanpa cara
pengolahan pangan yang baik, sesuai dengan prinsip-prinsip keamanan pangan. Suhu dan
waktu pengolahan yang tidak tepat merupakan faktor risiko yang paling sering
menyebabkan keracunan pangan di rumah tangga. Oleh karena itu penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai pengelolaan pangan pada saat pesta atau hajatan perlu diberikan
agar kejadian serupa tidak terulang kembali di waktu yangakan datang.
KLB keracunan pangan di Sekolah Dasar pada umumnya disebabkan oleh pangan jajanan
yang terkontaminasi bakteri patogen. Oleh karena itu pemberdayaan komunitas sekolah
meliputi kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa serta penjaja pangan jajanan perlu
ditingkatkan agar dapat melakukan pengawasan pangan jajanan di sekolah secara mandiri
dan optimal.
KLB keracunan pangan di tempat ibadah terjadi pada waktu perayaan keagamaan, yang
umumnya disebabkan oleh pangan jasa boga seperti nasi kotak atau nasi bungkus. Faktor
risiko KLB ini samahalnya penyebab keracunan pangan akibat masakan rumah tangga yaitu
suhu penyimpanan dan lamanya rentang waktu antara pengolahan dan konsumsi.
Dari tabel dibawah dapat memperlihatkan bahwa jumlah kasus tertinggi KLB terjadi di Jawa
Barat sebanyak 533 orang (23,68%) disusul berturut-turut D.I. Yogyakarta sebanyak 338
orang (15,02%) dan Jawa Timur sebanyak 208 orang (9,24%). Dilihat dari jumlah kematian,
Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah kematian tinggi, yaitu sebanyak 2 orang
(66,67%), disusul Nusa Tenggara Timur dengan jumlah sebanyak 1 orang (33,33%). Namun
perlu diperhatikan bahwa angka ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pelaporan KLB
keracunan pangan di setiap propinsi dan kabupaten/kota.
122
Tabel 4.15 Profil Proporsi Angka Kesakitan dan Angka Kematian Pada Kasus KLB
Keracunan Pangan Tahun 2015
No Propinsi Periode Januari-Desember 2015 Jumlah
Penduduk Frek. KLB Sakit Mati CFR IR
1 NAD 2 44 0 0 0,98 4.494.410 2 Sumatera Utara 0 0 0 0 0,00 12.982.204 3 Sumatera Barat 1 11 0 0 0,23 4.846.909 4 Riau 0 0 0 0 0,00 5.538.367 5 Jambi 0 0 0 0 0,00 3.092.265 6 Sumatera Selatan 1 5 0 0 0,07 7.450.394 7 Bengkulu 0 0 0 0 0,00 1.715.518 8 Lampung 0 0 0 0 0,00 7.608.405 9 Kep. Bangka Belitung 1 22 0 0 1,80 1.223.296 10 Kep. Riau 1 29 0 0 1,73 1.679.163 11 D K I Jakarta 0 0 0 0 0,00 9.607.787 12 Jawa Barat 12 533 0 0 1,24 43.053.732 13 Jawa Tengah 6 202 2 0,99 0,62 32.382.657 14 D I Yogyakarta 5 338 0 0 9,78 3.457.491 15 Jawa Timur 6 208 0 0 0,56 37.476.757 16 Banten 3 98 0 0 0,92 10.632.166 17 Bali 3 128 0 0 3,29 3.890.757 18 Nusa Tenggara Barat 5 183 0 0 4,07 4.500.212 19 Nusa Tenggara Timur 3 80 1 1,25 1,71 4.683.827 20 Kalimantan Barat 0 0 0 0 0,00 4.395.983 21 Kalimantan Tengah 1 19 0 0 0,86 2.212.089 22 Kalimantan Selatan 5 176 0 0 4,85 3.626.616 23 Kalimantan Timur 3 83 0 0 2,34 3.553.143 24 Sulawesi Utara 0 0 0 0 0,00 2.270.596 25 Sulawesi Tengah 0 0 0 0 0,00 2.635.009 26 Sulawesi selatan 3 92 0 0 1,15 8.034.776 27 Sulawesi Barat 0 0 0 0 0,00 1.158.651 28 Sulawesi Tenggara 0 0 0 0 0,00 2.232.586 29 Gorontalo 0 0 0 0 0,00 1.040.164 30 Maluku 0 0 0 0 0,00 1.533.506 31 Maluku Utara 0 0 0 0 0,00 1.038.087 32 Irian Barat Jaya 0 0 0 0 0,00 760.422 33 Papua 0 0 0 0 0,00 2.833.381 JUMLAH 61 2251 3 2,24 0,95 237.641.326
Agar penanganan KLB keracunan pangan dapat dilaksanakan secara maksimal, perlu
optimalisasi pelaporan melalui event based surveillance. Badan POM telah melakukan
integrasi pelaporan kasus keracunan dari Rumah Sakit maupun KLB keracunan pangan. Hal
123
ini dimaksudkan agar pelaporan KLB keracunan pangan dapat dilakukan lebih efektif dan
efisien. Koordinasi lintas Kementerian/Lembaga perlu lebih ditingkatkan agar tercipta
sinergisme aspek kesehatan masyarakat dan keamanan dalam penanganan KLB keracunan
pangan.
Gerakan Keamanan Pangan Desa
BPOM menginisiasi Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD) sejak tahun 2014. Sampai
dengan tahun 2015, telah diintervensi 390 desa di 31 provinsi dan menghasilkan ±3.600
Kader Keamanan Pangan Desa yang berasal dari PKK, Karangtaruna, Guru, tenaga Penyuluh
Keamanan Pangan (PKP) dan District Food Inspector (DFI) serta 10.800 komunitas
desa/kelurahan. Pada tahun 2015, BPOM memberikan anugerah Desa Pangan Aman (Desa
Paman) berupa apresiasi BPOM kepada desa/kelurahan yang telah berupaya meningkatkan
edukasi keamanan pangan di wilayahnya. Anugerah Desa Paman diberikan kepada 7
desa/kelurahan dari 7 wilayah yaitu Nagari Cupak di Kabupaten Solok-Sumatera Barat,
Kelurahan Lokatabat Selatan di Kota Banjarbaru-Kalimantan Selatan, Desa Kuala Secapah
di Kab Mempawah- Kalimantan Barat, Pekon Pujiharjo di Kabupaten Pringsewu-Lampung,
Wirogunan di Yogyakarta, Desa Mendalo Darat di Kabupaten Muaro Jambi dan Kelurahan
Cibubur di Jakarta Timur.
Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF)
Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) telah menunjukkan peranan
penting terutama untuk menindaklanjuti beberapa notifikasi terkait permasalahan
keamanan pangan. INRASFF merupakan sistem pertukaran informasi keamanan pangan
antara otoritas kompeten keamanan pangan baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga
tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diambil untuk mencegah meluasnya
permasalahan keamanan pangan tersebut. Pada tahun 2015, Tim INRASFF menindaklanjuti
43 kasus keamanan pangan sebagaimana gambar berikut:
124
Gambar 4.56 Notifikasi yang diterima dan ditindaklanjuti NCP Tahun 2015
Sebanyak 38 kasus merupakan produk ekspor Indonesia yang bermasalah diluar negeri,
sedangkan 5 kasus merupakan produk negara lain yang kemungkinan didistribusikan ke
Indonesia atau isu keamanan pangan global. Komoditas pala yang mengandung aflatoksin
melebihi persyaratan masih merupakan produk dengan notifikasi paling banyak. Rata-rata
kandungan aflatoksin B1 yang ditemukan di negara importir sebesar 60 µg/kg (min 13
µg/kg, max 180µg/kg). Nilai tersebut juga telah melampaui standar afflatoksin pada
rempah-rempah tang dietetapkan di Indonesia, yaitu sebesar 15 µg/kg B1aflatoksin dan 20
µg/kg untukTotal Aflatoksin.
Selain itu, notifikasi terbanyak kedua adalah karena perbedaan standar (siklamat dan sulfit)
antara Indonesia dan Malaysia, dimana penggunaan siklamat dan sulfit diperbolehkan
digunakan di Indonesia dengan batas maksimum yang telah ditetapkan, sedangkan di
Malaysia penggunaan siklamat dan sulfit dilarang berdasarkan regulasi negara Malaysia.
Beberapa produk ekspor keripik Indonesia ke Malaysia masih ditemukan menggunakan
salah satu/ kedua zat tersebut, sehingga terdapat penolakan produk tersebut oleh Malaysia.
Selain menerima notifikasi langsung dari kontak point di luar negeri, sekretariat INRASFF
juga melakukan pengolahan data berdasarkan website USFDA (Sumber:
http://www.accessdata.fda.gov/scripts/importrefusals/) sebagaimana terlihat pada
gambar berikut:
125
Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa produk Food Supplement dan produk
perikanan merupakan produk yang paling banyak mendapatkan import refusal. Selain itu,
masih terdapat penggunaan residu obat hewan yang ditemukan pada produk perikanan
dari Indonesia, serta masih terdapat produsen Low Acid Canned Food (LACF) belum
terdaftar secara resmi oleh petugas US-FDA.
Indonesia Risk Assessment Center (INARAC)
Kegiatan utama Indonesia Risk Assessment Center (INARAC) pada tahun 2015 berupa
kajian risiko aflatoksin B1 (AFB1) pada kacang tanah yang dilaksanakan oleh panel pakar
mikotoksin bersama dengan tim sekretariat INARAC. Kajian risiko terdiri dari empat tahap
yaitu identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, kajian paparan, dan karakterisasi risiko.
Identifikasi bahaya dan karakterisasi bahaya dilakukan dengan studi literatur atau
publikasi ilmiah nasional maupun internasional. Identifikasi bahaya mengkaji identitas
aflatoksin B1 (AFB1) yang dapat merugikan kesehatan serta jenis pangan dimana AFB1
banyak ditemukan (prevalensi AFB1 pada pangan). Penentuan karakterisasi bahaya
aflatoksin B1 dilakukan dengan studi literatur tentang dosis-respon aflatoksin B1 dan
dampak yang ditimbulkan terhadap kesehatan yang dapat diamati serta metabolisme
aflatoksin B1 di dalam tubuh. AFB1 merupakan senyawa karsinogenik sehingga tidak
memiliki nilai health reference yang dapat dibandingkan dengan hasil kajian paparan pada
tahapan karakterisasi risiko.
Data konsentrasi AFB1 pada kacang tanah diperoleh dari hasil survei yang dikoordinir
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan di wilayah Surabaya dan Manado
tahun 2013 serta data dari instansi lain seperti SEAMEO Biotrop dan Balai Besar Penelitian
Veteriner.Data konsumsi kacang tanah dan hasi lolahannya menggunakan data Survei Sosial
Gambar 4.57 Import Refusal Produk Indonesia di Amerika Tahun 2015
126
Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2011. Data berat badan berupa rata-rata berat badan
dalam satuan kg berdasarkan kelompok usia diperoleh dari Survei Konsumsi Makanan
Individu (SKMI) yang dilaksanakan oleh Balitbangkes Kementerian Kesehatan pada tahun
2014. Data-data ini diolah dan digunakan untuk menghitung perkiraan paparan AFB1
terhadap konsumen untuk kelompok umur yang berbeda.
Karakterisasi risiko aflatoksin b1 dihitung menggunakan hasil kajian paparan dan referensi
JECFA (1998) untuk potensi kanker hati karena aflatoksin B1 yaitu 0.3 kasus/100.000
populasi/tahun per ng aflatoksin per kg berat badan per hari untuk individu dengan antigen
hepatitis B positif (HbsAg+) dan 0.01 kasus/non 100.000 populasi/tahun per ng aflatoksin
per kg berat badan per hari untuk individu dengan antigen hepatitis B positif (HbsAg-).
Penyusunan laporan kajian risiko AFB1 pada kacang tanah oleh panel pakar mikotoksin
akan dilanjutkan pada tahun 2016.
4.7. HASIL INVESTIGASI AWAL DAN PENYIDIKAN KASUS TINDAK
PIDANA BIDANG OBAT DAN MAKANAN
Dalam rangka memberantas dan menertibkan peredaran obat dan makanan ilegal ataupun
palsu serta obat keras di sarana yang tidak berhak, Badan POM telah melakukan investigasi
awal dan penyidikan kasus tindak pidana bidang obat dan makanan, secara khusus
menindaklanjuti kasus pelanggaran bidang obat dan makanan termasuk yang dilakukan
oleh instansi penegak hukum lainnya. Selain itu, setiap tahun Badan POM juga melakukan
operasi gebrak kejut gabungan nasional (Opgabnas) dan operasi gabungan daerah
(Opgabda) serta SATGAS Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal dengan melibatkan
pihak terkait, antara lain Kepolisian Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, dan lain-lain.
Pada tahun 2015 ditemukan sejumlah 277 perkara pelanggaran di bidang obat dan
makanan yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia, 52 perkara (18,77%) diantaranya telah
mendapat putusan pengadilan.
Ditinjau dari jenis komoditi, pelanggaran terbanyak yaitu pelanggaran di bidang kosmetika
sebanyak 96 (34,66%) perkara, disusul pelanggaran di bidang obat tradisional sebanyak 71
(25,63%) perkara, di bidang obat sebanyak 63 (22,74%) perkara, dan di bidang pangan
sebanyak 47 (16,97%) perkara. Dari pelanggaran ini, sebagian besar merupakan
pelanggaran tanpa izin edar, dan tanpa kewenangan dan keahlian. Berikut adalah profil
penyidikan obat dan makanan berdasarkan jenis komoditi.
127
Gambar 4.58 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Produk Tahun 2015
Ditinjau dari tempat sarana terjadinya pelanggaran pidana bidang Obat dan Makanan,
pelanggaran terbanyak yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia yaitu pelanggaran di
sarana toko. Berikut adalah profil penyidikan obat dan makanan berdasarkan jenis sarana.
Gambar 4.59 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Sarana Tahun 2015
Yang masih menjadi keprihatinan Badan POM adalah bahwa keputusan pengadilan yang
dijatuhkan relatif ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran.
Bahkan, dari 277 perkara pro-justisia tahun 2015, 27 diantaranya merupakan perkara
Tipiring (tindak pidana ringan).
Berikut ini adalah kisaran putusan pengadilan terhadap tindak pidana bidang obat dan
makanan pada tahun 2015:
Obat TIE 13
Obat G 49
Obat Palsu 1
OT TIE 60
OT BKO 11
Kosmetik TIE 67
Kosmetik BB 29
Pangan TIE 32
Pangan BB 11
Pangan ED 4
3 16
19
3
16
4 1
43
121
36
1
23
0
20
40
60
80
100
120
140
128
Komoditi Ancaman Pidana Putusan Pengadilan
Terendah
Putusan Pengadilan
Tertinggi Obat
UU No.36/2009 tentang Kesehatan : Pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 Milyar
Pidana denda 150 ribu (mengedarkan obat G) – BBPOM Yogyakarta
Pidana Penjara 2 bulan dan denda Rp 4 juta (mengedarkan obat TIE) – BBPOM di Yogyakarta
Obat Tradisional
Percobaan 1 tahun (mengedarkan OT TIE) - BBPOM Pekanbaru
Pidana penjara 4 bulan 15 hari dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan (mengedarkan OT TIE) – BBPOM di Makassar
Kosmetik Pidana denda 500 ribu subsider 3 bulan (mengedarkan kos TIE) – BBPOM Semarang
Pidana penjara 2,5 tahun (mengedarkan kosmetik TIE) – BPOM di Serang
Pangan UU No.18/2012 tentang Pangan : Pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp10 Milyar
Percobaan 1 tahun (mengedarkan pangan TIE) – BBPOM Samarinda
Pidana Penjara 5 bulan dan denda Rp 25 juta (mengedarkan pangan TIE) – BBPOM di Pontianak
Operasi Gabungan Nasional
Opgabnas tahun 2015 digelar secara serentak pada tanggal 30 November 2015 oleh Balai
Besar/Balai POM seluruh Indonesia dan melibatkan lintas sektor seperti Kepolisian Daerah,
Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan maupun pemangku kepentingan lain khususnya
terkait penegakan hukum.
Pada Opgabnas telah diperiksa 157 sarana dan dimana 139 sarana (88,54%) diantaranya
melakukan pelanggaran yang terdiri dari 4 sarana produksi, 22 sarana
importir/distributor, 3 sarana apotek, 82 sarana toko, 9 sarana toko obat, 7 gudang, 3 salon,
dan 9 rumah.
129
Gambar 4.60 Sebaran Berdasarkan Sarana Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015
Berdasarkan jenis produk, dari 139 sarana yang ditemukan pelanggaran, terdiri dari 68
kasus kosmetik tanpa izin edar, 33 kasus pangan tanpa izin edar, 19 kasus obat tradisional
tanpa izin edar, 8 kasus obat diedarkan tanpa kewenangan dan keahlian, 5 kasus pangan
kedaluwarsa/ED, 3 kasus obat tradisional mengandung bahan kimia obat (BKO), 2 kasus
obat tanpa izin edar, dan 1 kasus suplemen makanan tanpa izin edar.
Gambar 4.61 Sebaran Berdasarkan Produk Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015
Temuan Opgabnas tahun 2015 ini ditindaklanjuti secara non-justisia sebanyak 98 kasus
(70,50%) dan pro-justisia sebanyak 41 kasus (29,50%) yang terdiri dari 8 (5,76%) kasus
terkait obat diedarkan tanpa kewenangan dan keahlian, 1 (0,72%) kasus terkait obat tanpa
izin edar, 8 (5,76%) kasus terkait obat tradisional tanpa izin edar, 20 (14,39%) kasus
kosmetik tanpa izin edar, dan 4 (2,88%) kasus terkait pangan tanpa izin edar.
Terhadap kasus yang ditindaklanjuti dengan non-justisia diberikan sanksi administratif
diantaranya pemusnahan terhadap produk yang ditemukan. Selain itu, juga dilakukan
investigasi awal dan penelusuran lanjutan sehingga ditemukan bukti yang cukup untuk
tindak lanjut pro-justisia.
MK 11,46%
Sarana Produksi 2,55%
Importir/ Distributor 14,01%
Apotek 1,91%
Toko 52,23%
Toko obat 5,73%
Gudang 4,46%Salon 1,91%
Rumah 5,73%
TMK 88,54%
MK 11,46%
Kosmetik TIE 43,31%
Pangan TIE 21,02%
OT TIE 12,10%
Mengedarkan obat tanpa kewenangan 5,10%
Pangan ED 3,18%
OT BKO 1,91%
Obat TIE 1,27%
SM TIE 0,64%
TMK 88,54%
130
Gambar 4.62 Tindak Lanjut Temuan Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015
Dalam Opgabnas tahun 2015 berhasil
diamankan sebanyak 5.119 item Obat dan
Makanan Ilegal dengan nilai yang ditaksir
mencapai Rp4.222.635.295,00. Produk
tersebut terdiri 666 item obat daftar G
(531.430 pieces), 41 item obat TIE (796
pieces), 7 item OT mengandung BKO (744
pieces), 1.780 item OT TIE (42.939 pieces),
2 item OT ED (3 pieces), 2.278 item
kosmetik TIE (72.251 pieces), 38 item
kosmetik ED (173 pieces), 261 item pangan
TIE (23.246 pieces), 27 item pangan
kedaluarsa/ rusak (630 pieces) dan 19 item
Suplemen Makanan TIE (267 pieces).
Operasi Gabungan Daerah
Opgabda merupakan operasi terpadu yang dilaksanakan Balai Besar/Balai POM sebanyak
3 kali setahun yang melibatkan lintas sektor seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan,
Dinas Perindustrian, maupun Kepolisian Daerah.
Pada tahun 2015, Opgabda dilakukan terhadap 452 sarana produksi maupun distribusi obat
dan makanan. Dari hasil operasi, ditemukan bahwa 84 (18,58%) sarana memenuhi
ketentuan (MK), sedangkan 368 (81,42%) sarana dinyatakan tidak memenuhi ketentuan
(TMK) karena melakukan pelanggaran terhadap peraturan di bidang Obat dan Makanan.
Terhadap sarana yang TMK tersebut, 122 (26,99%) sarana ditindaklanjuti dengan pro-
justisia, sedangkan 246 (54,42%) sisanya ditindaklanjuti dengan non-justisia/sanksi
administratif yang diantaranya berupa pemusnahan produk dan barang bukti. Adapun jenis
temuan kasus tersebut terdiri dari 31 kasus mengedarkan obat tanpa kewenangan, 81
kasus obat TIE, 11 kasus OT BKO, 68 kasus OT TIE, 5 kasus kosmetik mengandung BB, 131
kasus Kosmetik TIE, 2 kasus kosmetik ED, 25 kasus pangan TIE, 8 kasus pangan BB, dan 7
kasus pangan kadaluarsa.
Non justisia 70,50%
Obat TKK 5,76%
Obat TIE 0,72%
OT TIE 5,76%
Kosmetik TIE 14,39%
Pangan TIE 2,88%
Projustisia 29,50%
Gambar 4.63 Profil Temuan Opgabnas Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2015
131
Gambar 4.64 Profil Temuan Opgabda Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2015
Temuan produk ilegal dari hasil Opgabda tahun 2015 yaitu sebanyak 9.873 item (1.424.981
pieces) terdiri dari obat, obat tradisional, kosmetik, pangan dan suplemen makanan illegal
dengan nilai total Rp27.160.622.292,00 (dua puluh tujuh miliar seratus enam puluh juta
enam ratus dua puluh dua ribu dua ratus sembilan puluh dua rupiah).
Operasi Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal
Operasi Pangea
Dalam kerangka Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal, Badan POM
berkoordinasi dengan International Criminal Police Organization (ICPO),
melaksanakan Operasi Pangea VIII untuk memberantas penjualan produk ilegal
termasuk palsu yang dipasarkan secara online. Operasi Pangea VIII dilaksanakan di
115 negara.
Operasi Pangea VIII di Indonesia bertujuan selain untuk memberantas obat dan
makanan ilegal yang dipasarkan secara online, juga untuk memantapkan kerjasama
lintas sektor serta meningkatkan kesadaran masyarakat atas risiko produk tersebut
terhadap kesehatan.
Pada Operasi Pangea VIII yang dilaksanakan pada periode 19 Mei – 16 Juni 2015
berhasil diidentifikasi 293 situs internet yang memasarkan obat, obat tradisional,
suplemen kesehatan, kosmetika, dan pangan ilegal termasuk palsu. Dari hasil
operasi tersebut telah dilakukan pemeriksaan terhadap 69 sarana dan disita 1999
item/3.462.905 pieces obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika, dan
pangan ilegal dengan nilai keekonomian mencapai Rp27.610.267.860,00 (dua puluh
tujuh miliar enam ratus sepuluh juta dua ratus enam puluh tujuh ribu delapan ratus
enam puluh rupiah. Dibandingkan dengan Operasi Pangea sebelumnya, pada
Operasi Pangea VII tahun 2015 ini mengalami peningkatan yang signifikan baik
jumlah situs yang teridentifikasi memasarkan produk ilegal maupun luas wilayah
operasi, serta jumlah dan nilai temuan operasi.
132
Sebagai tindak lanjut dari hasil operasi tersebut, telah dilakukan penyitaan terhadap
seluruh barang bukti dan saat ini kasus masih dalam proses gelar perkara. Untuk
situs / website yang telah teridentifikasi menawarkan dan memasarkan obat ilegal
termasuk palsu tersebut, Kepala Badan POM selaku Ketua SATGAS Pemberantasan
Obat dan Makanan Ilegal telah mengajukan usulan kepada Kementerian Komunikasi
dan Informatika untuk memblokir website tersebut.
Tabel 4.16 Hasil Operasi Pangea IV - Pangea VIII Tahun 2011-2015
No Perbandingan Pangea IV 2011 Pangea V
2012 Pangea VI
2013 Pangea VII
2014 Pangea VIII
2015 1 Negara yang terlibat 81 negara 100 negara 99 negara 111 negara 115 negara 2 Situs yang terlibat 30 Situs 83 Situs 129 Situs 302 Situs 293 Situs 3 Wilayah operasi DKI Jakarta DKI Jakarta,
Yogyakarta DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa timur, Sumatera Utara dan Batam
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara
Seluruh Balai Besar /Balai POM di Indonesia
4 Sarana yang diperiksa/ digeledah
4 sarana 4 sarana 20 Sarana
58 Sarana 69 Sarana
5 Pelaku yang ditangkap 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang - 6 Ditindaklanjuti secara
pro-justitia 2 kasus (putusan pengadilan 2 tahun penjara)
4 kasus (1 kasus telah diputus dengan pidana penjara 1,5 tahun dan 3 kasus sudah tahap P21)
14 kasus (2 kasus telah dinyatakan lengkap oleh JPU)
58 kasus akan ditindaklanjuti secara pro justisia
Dalam proses gelar perkara
7 Penyidik yang menindaklanjuti
Polri Badan POM, Polri Badan POM, Polri Badan POM, Polri dan Bea Cukai
Badan POM, Polri dan Bea Cukai
8 Jenis temuan 57 item 66 item 721 item 1.255 item 1.999 item 9 Nilai temuan Rp 82.000.000 Rp 150.000.000 Rp 5.593.200.000 Rp 7.474.951.000 Rp. 27.610.267.860
Operasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Tingkat Wilayah
Pada tahun 2015, Operasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal telah
dilaporkan oleh 7 Balai Besar/Balai POM, yaitu BBPOM di Surabaya, BPOM di
Serang, BBPOM di Mataram, BBPOM di Pekanbaru, BBPOM di Semarang, BBPOM di
Samarinda, dan BPOM di Palu. Operasi ini dilakukan bersama-sama antara petugas
Balai Besar/Balai POM dengan petugas dari lintas sektor terkait dalam kerangka
Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal tingkat wilayah, diantaranya
Kepolisian Daerah, Kanwil Bea dan Cukai, serta Dinas Perindustrian dan
Perdagangan.
133
Hasil operasi tersebut, dari 51 sarana yang diperiksa ditemukan 35 (68,63%) sarana
produksi dan distibusi obat dan makanan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK).
Terhadap temuan operasi ini, akan dilakukan proses gelar kasus untuk menentukan
tindak lanjut yang akan diberikan.
Temuan pada Operasi tersebut sebanyak 980 item obat dan makanan ilegal yang
kemudian dimusnahkan, baik yang dilakukan sendiri oleh pemilik sebagai sanksi
administratif, maupun pemusnahan barang bukti terhadap temuan yang
ditindaklanjuti dengan pro-justisia.
Operasi Storm VI
Operasi Storm dimulai tahun 2007, merupakan operasi yang dilakukan dalam
memberantas obat malaria palsu yang banyak beredar di negara sekitar Sungai
Mekhong. Pada akhirnya target Operasi Storm berkembang menjadi kasus spesifik
di beberapa Negara Asia Tenggara.
Dalam kerangka Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal, pada Agustus-
September 2015 Badan POM melaksanakan Operasi Storm VI di seluruh Indonesia.
Dari operasi tersebut berhasil disita 3.670 item obat, obat tradisional dan kosmetika
ilegal dengan nilai ekonomi mencapai Rp20.087.388.377,00 (dua puluh milyar
delapan puluh tujuh juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu tiga ratus tujuh puluh
tujuh rupiah).
Operasi Terpadu Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal
Salah satu kegiatan pemberantasan produk ilegal adalah Operasi Terpadu
Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Tahun 2015 yang difokuskan pada
pemberantasan kosmetika illegal. Operasi dilaksanakan di 7 provinsi yaitu DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan
Banten. Dipilihnya daerah tersebut mengingat dari hasil pemantauan dan
penelusuran, kosmetik ilegal banyak diproduksi dan diperdagangkan di wilayah-
wilayah tersebut termasuk penyebaran ke berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Sebanyak 977 item yang terdiri dari 595.218 pieces kosmetika tanpa izin edar dan/
kosmetika mengandung bahan berbahaya berhasil diidentifikasi dan disita. Dari 977
item yang diidentifikasi, item produk yang sama dapat ditemukan di Balai Besar/
Balai POM yang berbeda.
Total nilai keekonomian produk temuan hasil Operasi Terpadu Pemberantasan
Kosmetik Ilegal tahun 2015 adalah Rp20.184.575.400,00 (dua puluh miliar seratus
delapan puluh empat juta lima ratus tujuh puluh lima ribu empat ratus rupiah).
134
Pemusnahan Produk Obat dan Makanan Ilegal
Sebagai salah satu upaya perlindungan masyarakat dari obat dan makanan ilegal, Badan
POM telah melaksanakan pemusnahan obat dan makanan ilegal dari hasil kegiatan
penyidikan. Pemusnahan dilakukan oleh Pusat Penyidikan Obat dan Makanan dan beberapa
Balai/ Balai Besar POM seluruh Indonesia sebagai berikut :
Tabel 4.17 Gambaran Pelaksanaan Pemusnahan Produk-Produk Obat dan Makanan Ilegal
Selama Tahun 2015
No Unit Tanggal Produk yang Dimusnahkan
Jumlah Item
Jumlah Pieces
Total Nilai (Rp)
1 Balam POM di Kendari ( Pos POM Bau bau)
2 Februari 2015 55.455 418.477.316
2 BBPOM di Semarang 10 Februari 2015 258 42.752 742.503.550 3 BBPOM di Lampung 25 Maret 2015 1.136 63.621 1.521.630.000 4 BBPOM di Medan 31 Juli 2015 244 317.564 2.644.822.765 30 November 2015 232 211.832 1.585.266.000 5 BBPOM di Denpasar 20 Mei 2015 1.129 16.652 411.103.283 6 BBPOM di
Palembang 28 Mei 2015 16.052 555.733.750
7 Pusdik (PPOM) 25 Juni 2015 105 365.100 6.000.000.000 8 BBPOM di
Pekanbaru 20 Agustus 2015 4.460
2.000.000.000
9 BPOM di Serang 25 Agustus 2015 191 8.201 9.340.414.500 10 BPOM di Kupang 2 Juli 2015 13 53 2.157.500
3 Juli 2015 66 254 10.788.500 9 Juli 2015 3 25 390.000 30 Juli 2015 72 242 3.393.000 31 Juli 2015 26 235 4.072.500 30 Oktober 2015 4 15 135.000 30 Oktober 2015 70 349 8.560.000
11 Pusdik (PPOM) 27 Oktober 2015 218 2.915.600 20.000.000.000 12
BBPOM di Mataram 26 s/d 30 Oktober 2015
208 64.953 141.572.500
13 BPOM di Batam 10 November 2015 1.539 16.225 718.606.300 14 BBPOM di Jakarta 7 Desember 2015 211 22.805 3.624.160.000 15 BBPOM di Bandung 11 Desember 2015 5.574 161.124 10.812.610.162 16 BBPOM di Surabaya 11 Desember 2015 2.490 512.410 5.685.855.351 17 BBPOM di Batam 10 November 2015 1.743 20.430 821.526.300
Jumlah 19.992 4.918.928 67.053.778.277
135
4.8. HASIL PENGAWASAN IKLAN
Untuk melindungi masyarakat dari klaim yang menyesatkan, Badan POM juga melakukan
pengawasan terhadap iklan obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan
pangan yang beredar. Khusus terhadap obat bebas, obat tradisional dan suplemen makanan
juga dilakukan pre-review terhadap kebenaran klaim iklan sebelum ditayangkan atau
diedarkan oleh Tim Penilai Iklan yang terdiri dari tenaga ahli berbagai disiplin ilmu.
Selama tahun 2015 telah dilakukan pre-review dan disetujui sebanyak 278 iklan obat dari
360 iklan obat (perbaikan sejumlah 76 iklan dan ditolak sejumlah 6 iklan), 329 iklan obat
tradisional dari 437 iklan obat tradisional (ditolak sejumlah 108 iklan) dan 336 iklan
suplemen kesehatan dari 424 iklan obat tradisional (ditolak sejumlah 88 iklan). Sebanyak
16,54% telah ditolak karena konsep tidak relevan atau tidak sesuai dengan indikasi yang
disetujui atau berlebihan dan cenderung menyesatkan.
Gambar 4.65 Hasil Penilaian Iklan Sebelum Beredar Tahun 2015
Hasil pengawasan/monitoring iklan yang beredar selama tahun 2015 menunjukkan bahwa
sebagian besar pelanggaran menyangkut produk-produk yang tidak terdaftar atau ilegal
dalam bentuk leaflet dan brosur-brosur. Berikut ini rincian hasil pengawasan/monitoring
iklan menurut jenis komoditinya:
Dari 2.516 iklan obat yang diawasi, 344 (13,67 %) iklan tidak memenuhi ketentuan
karena: iklan obat bebas/bebas terbatas beredar tanpa persetujuan, iklan obat
bebas/bebas terbatas beredar tidak sesuai dengan yang disetujui, iklan obat
bebas/bebas terbatas dengan menjanjikan pemberian hadiah yang dikaitkan dengan
penjualan obat, dan iklan obat keras kepada masyarakat umum. Terhadap
promosi/iklan obat yang TMK ditindaklanjuti dengan sanksi administratif yaitu
berupa peringatan sejumlah 337 (13,39%) iklan dan sanksi peringatan keras
sebanyak 7 (0,28%) iklan.
Dari 12.508 iklan obat tradisional yang dipantau, 9.746 (77,92%) iklan memenuhi
ketentuan, sedangkan 2.762 (22,08%) iklan obat tradisional tidak memenuhi
ketentuan (TMK) karena: mengiklankan produk tak terdaftar, iklan belum disetujui
(mencantumkan testimoni, menjanjikan hadiah, klaim yang berlebihan), klaim iklan
0
100
200
300
400
500
Obat Obat Tradisional Suplemen Makanan
360
437 424
278329 336
6
108 8876
Permohonan Disetujui ditolak Perbaikan
136
tidak sesuai dengan yang disetujui. Dari iklan yang TMK tersebut, 2.513 (20,09%)
merupakan produk tidak terdaftar dan tidak melalui pre-review Tim Penilai Iklan.
Dari 6.249 iklan produk suplemen kesehatan yang dipantau ditemukan 5.338
(85,42%) iklan TMK, sedangkan 911 (14,58%) iklan sudah memenuhi ketentuan. Dari
iklan yang TMK tersebut, 734 (11,75%) merupakan produk tidak terdaftar dan tidak
melalui pre-review Tim Penilai Iklan.
Dari 29.575 iklan kosmetika yang dipantau ditemukan 751 (2,54%) yang tidak
memenuhi ketentuan (TMK), mencakup: produk tidak terdaftar, diiklankan sebagai
obat, klaim yang berlebihan dan menyesatkan serta klaim mempengaruhi fungsi
fisiologis tubuh.
Dari 4.795 iklan produk pangan yang dipantau ditemukan sejumlah 3.160 iklan
(65,90%) telah memenuhi ketentuan, dan sebanyak 1.635 iklan (34,10%) tidak
memenuhi ketentuan, karena: memuat pernyataan bahwa pangan berkhasiat sebagai
obat, berlebihan dan menyesatkan.
Terhadap pelanggaran tersebut telah diambil langkah-langkah tindak lanjut seperti
pembinaan untuk mendaftarkan produk, peringatan dan penghentian iklan, peringatan
keras serta penarikan iklan.
Gambar 4.66 Hasil Pengawasan/Monitoring Iklan Yang Beredar Tahun 2015
4.9. HASIL PENGAWASAN PENANDAAN DAN LABEL
Untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak lengkap, tidak obyektif dan
menyesatkan, Badan POM melakukan pengawasan terhadap penandaan obat, obat
tradisional, suplemen makanan, kosmetik dan pangan yang beredar.
Penandaan adalah informasi yang dicantumkan pada etiket/label kemasan. Penandaan
dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara atau ketiganya atau bentuk
lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, atau merupakan
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Obat ObatTradisional
SuplemenMakanan
Kosmetika Pangan
2.516
12.508
6.249
29.575
4.795
13,67%
77,92%
14,58% 2,54% 34,10%
Total TMK
137
bagian dari wadah dan atau kemasannya. Pengawasan penandaan dilakukan sebelum
kemasan tersebut beredar (pre-market) kecuali kosmetik dan sesudah beredar di pasaran
(post-market).
A. Penandaan Obat
Pada tahun 2015, dilakukan evaluasi penandaan obat sebanyak 6.545 item obat atau
sejumlah 18.334 penandaan, dengan hasil 18.276 (99,68%) penandaan memenuhi
ketentuan (MK) dan 58 (0,32%) penandaan tidak memenuhi ketentuan (TMK). Untuk
penandaan yang TMK, ditindaklanjuti dengan dengan peringatan kepada industri farmasi.
No Jenis Penandaan Memenuhi
Ketentuan (MK) Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK)
1 Dus 6.293 13
2 Brosur 5.686 3
3 Strip/Blister 4.696 35
4 Etiket 1.267 5
5 Catch cover/amplop 157 1
6 Ampul/vial 177 1
Jumlah 18.276 58
B. Penandaan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik
Hasil pengawasan penandaan selama tahun 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar
pelanggaran adalah tidak mencantumkan nomor bets. Berikut ini adalah rincian hasil
pengawasan penandaan menurut jenis komoditi:
Dari 6.034 penandaan obat tradisional yang diawasi, 74,43% penandaan memenuhi
ketentuan, sedangkan 25,57% penandaan obat tradisional tidak memenuhi ketentuan
karena penandaan tidak lengkap, mencantumkan klaim tidak sesuai persetujuan, dan
tidak berbahasa Indonesia.
Dari 2.246 penandaan suplemen kesehatan yang beredar ditemukan sebanyak
90,56% tidak memenuhi ketentuan, sedangkan 9,44% penandaan sudah memenuhi
ketentuan. Penyimpangan penandaan terjadi karena penandaan tidak lengkap,
mencantumkan klaim tidak sesuai persetujuan, dan tidak berbahasa Indonesia.
Dari 14.106 penandaan kosmetika yang diawasi ditemukan sebanyak 19,98% tidak
memenuhi ketentuan (TMK), yaitu produk tidak mencantumkan nama kosmetika
sesuai dengan yang disetujui, nomor bets, netto, nama dan alamat
produsen/importir/distributor/pemberi lisensi, komposisi, kegunaan dan cara
penggunaan yang jelas, peringatan/perhatian, batas kedaluwarsa untuk kosmetika
ternotifikasi, nomor izin edar tidak sesuai dengan persetujuan; mencantumkan klaim
seolah-olah sebagai obat/berlebihan dan nomor notifikasi telah habis masa
berlakunya.
138
Terhadap TMK tersebut telah ditindak lanjut dengan peringatan untuk menarik dan
mengganti penandaan sesuai persetujuan pendaftaran, pengamanan produk dan
pemusnahan penandaan yang tidak memenuhi syarat.
C. Label Produk Pangan
Pada tahun 2015, pengawasan label pangan dilakukan terhadap 8.082 produk pangan yang
terdiri dari 6.812 produk pendaftaran MD/ML dengan TMK sebanyak 765 label dan 1.270
produk pendaftaran PIRT dengan TMK sebanyak 952 label.
Tabel 4.18 Pelanggaran Label Produk Pangan Tahun 2015
Jenis Pelanggaran Label MD/ML Label PIRT
Tidak Mencantumkan Nama dan Alamat
Produsen/ Importir
33 pelanggaran 96 pelanggaran
Tidak Mencantumkan Kode Produksi / No.
Batch
678 pelanggaran 847 pelanggaran
Tidak Mencantumkan Tanggal Kedaluwarsa 62 pelanggaran 283 pelanggaran
Komposisi Tidak Lengkap/ Tidak Sesuai 68 pelanggaran 226 pelanggaran
Berat Bersih / Netto 42 pelanggaran 349 pelanggaran
Tanpa Bahasa Indonesia 1 pelanggaran 0 pelanggaran
Klaim Menyesatkan 2 pelanggaran 3 pelanggaran
Catatan : pada satu label terdapat lebih dari satu pelanggaran
D. Label Halal Produk Pangan
Pada tahun 2015 Badan POM telah melakukan audit terhadap 214 sarana produksi. Dari
hasil audit dinyatakan bahwa 9.356 produk pangan memperoleh persetujuan pencantuman
tulisan HALAL pada label. Dalam rangka pengawasan produk berlabel halal, pada tahun
2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 11.939 produk berlabel halal, 693 (6%)
produk diantaranya tidak memenuhi ketentuan (TMK), dengan rincian dapat dilihat pada
tabel berikut :
Jenis Produk MK TMK Total Persentase
pelanggaran
MD 10.175 321 10.496 3%
ML 795 151 946 16%
PIRT 273 221 494 45%
Total 11.243 693 11.936 6%
Pelanggaran terbanyak ditemukan untuk kategori produk dengan persetujuan pendaftaran
MD namun secara persentase produk MD memiliki pelanggaran yang kecil yaitu 3% dari
keseluruhan jumlahnya, sebagian besar disebabkan habisnya masa berlaku sertifikat halal
sedangkan produsen tidak melakukan perpanjangan sertifikasi halal namun masih
139
mencantumkan tulisan/logo halal pada produknya. Produk dengan katagori produk luar
negeri (ML) memiliki persentase pelanggaran 16%, hal ini disebabkan oleh pencantuman
logo halal dari negara asal sedangkan logo halal yang berlaku di Indonesia adalah logo halal
MUI. Sedangkan untuk produk SP/PIRT pelanggaran secara persentase keseluruhancukup
besar yaitu 45% dikarenakan produk tersebut mencantumkan tulisan/logo halal tetapi
tidak memiliki sertifikat halal MUI dan persetujuan pencantuman tulisan/logo halal dari
Balai Besar/Balai POM setempat. Hal ini disebabkan ketidaktahuan industri kecil mengenai
sertifikasi halal. Maka dilakukan beberapa solusi untuk mengurangi produk yang tidak
memenuhi ketentuan dalam pencantuman logo halal.
Tabel 4.19 Jenis Pelanggaran dan Solusi terhadap Produk Pangan Berlabel Halal Tahun
2015
Jenis Produk Jenis Pelanggaran Solusi
MD
Perusahaan belum
mengajukan izin cantum ke
Badan POM
Perusahaan belum melakukan
perpanjangan masa izin
cantum
Memberikan surat teguran
kepada pelaku usaha untuk
mengajukan izin cantum Halal
Memberikan reminder 3 bulan
sebelum masa izin cantum akan
habis
ML
Mencantumkan Logo Halal
Negara Asal dan tidak
memiliki persetujuan izin
cantum Halal
Memberikan surat teguran dan
penjelasan kepada imoprtir
bahwa logo halal yang berlaku di
Indonesia adalah berasal dari
MUI.
PIRT
Mencantumkan logo halal
tanpa sertifikat halal dari MUI
dan tidak melakukan izin
cantum halal ke BPOM
Melakukan bimbingan teknis
kepada UMKM mengenai logo
halal dan memfasilitasi Sertifikat
halal kepada UMKM yang
memenuhi ketentuan
4.10. STANDARDISASI
Di Bidang Obat dan PKRT,
Dalam rangka mengawal mutu obat, telah disusun standar/regulasi/pedoman di Bidang
Obat dan PKRT, sebagai berikut :
Suplemen II Farmakope Indonesia Edisi V (64 monografi baru, 65 monografi revisi dan
3 lampiran revisi), sedangkan tahun 2014 telah diterbitkan Farmakope Indonesia Edisi
V. Suplemen II FI Edisi V diberlakukan dengan SK Menteri Kesehatan RI. Monografi
baru dipilih berdasarkan Prioritas Sampling Badan POM, sedangkan lampiran baru
disusun jika terdapat metode pengujian baru. Monografi dan lampiran revisi
merupakan revisi terhadap monografi dan lampiran yang telah ada di FI.
140
5 Standar Obat Baru (SOB) yaitu: Sirup multikomponen salbutamol dan guaifenesin;
Sirup multikomponen triprolidin, pseudoefedrin dan dekstrometorfan; Tablet
multikomponen metformin dan saksagliptin; Tablet lepas lambat multikomponen
feksofenadin dan pseudoefedrin; dan Tablet lepas lambat multikomponen
pramipeksol.
SOB merupakan rancangan monografi obat yang belum memiliki standar mutu baik
pada Farmakope Indonesia atau Farmakope negara lain. Obat yang sudah lama beredar
dan menjadi prioritas sampling serta obat kombinasi baru menjadi kriteria dalam
pemilihan SOB.
Regulasi/pedoman/standar di bidang pengawasan produk terapetik dan PKRT antara
lain :
Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman (POPP) Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) Untuk Unit Penyedia Darah.
Pedoman CPOB Produk Darah sangat penting untuk membangun sistem
pemastian mutu yang dapat diandalkan bagi seluruh rantai pengambilan darah,
pengolahan dan distribusi komponen darah di Unit Transfusi Darah dan Pusat
Plasmaferesis. Untuk melengkapi Pedoman CPOB Produk Darah, Badan POM
menyusun POPP yang memberi penjelasan lebih rinci dari persyaratan yang
ditetapkan dalam Pedoman CPOB Produk Darah antara lain Standar Prosedur
Operasional (SPO) dan Instruksi Kerja (IK). Banyaknya SOP dan IK yang harus
disiapkan maka direncanakan penyusunan POPP Produk darah bertahap selama 5
tahun. Pada tahun 2015 sudah menyelesaikan dua bab POPP yaitu Personalia serta
Bangunan, Fasilitas dan Peralatan yang telah dibahas bersama Palang Merah
Indonesia (PMI) dan Kementerian Kesehatan.
Pedoman Uji Bioekivalensi diberlakukan dengan
Peraturan Kepala Badan POM RI nomor HK.00.05.3.1818
Tahun 2014. Adanya perkembangan dan dinamika
regulasi uji BE di tingkat internasional, maka Pedoman
Uji BE tersebut direvisi dengan mengacu pada regulasi
uji BE internasional (WHO, European Medicine Agency
dan ASEAN).
Pedoman Uji BE ini digunakan sebagai acuan dalam
melaksanakan uji BE dan sebagai acuan evaluator dalam
melakukan penilaian protokol dan laporan uji BE.
Pedoman Uji BE ini merupakan salah satu pedoman
dalam melakukan penilaian obat berdasarkan pembuktian lengkap aspek khasiat,
keamanan dan mutu obat copy, berupa data ekivalensi obat copy. Hal ini dapat
memberikan perlindungan dan jaminan khasiat keamanan dan mutu obat copy
yang beredar.
141
Pedoman metodologi uji bioekivalensi spesifik zat aktif jilid
II : sangat bermanfaat bagi laboratorium uji BE maupun
bagi evaluator uji BE dalam menilai metodologi yang
digunakan dalam uji BE sehingga penilaian protokol dan
laporan uji BE konsisten dan lebih transparan.
Pada Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat
Aktif tahun 2011, terdapat informasi data farmakokinetik,
jenis studi, jumlah subyek, waktu sampling, analit dan
metode analisa uji BE untuk 31 zat aktif yang memerlukan
uji ekivalensi in vivo. Mengingat belum semua obat pada
daftar obat wajib uji BE tercakup pada buku pedoman tersebut, maka disusun
Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif Jilid II yang mencakup 20
zat aktif.
Standar Laboratorium Uji Bioekivalensi bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi laboratorium uji BA/BE dalam
pelaksanaan uji BE melalui pemenuhan Sistem Manajemen Mutu,
Good Clinical Practice (GCP), dan Good Laboratory Practice (GLP).
Sasaran yang ingin dicapai melalui penyusunan standar ini adalah
peningkatan jumlah laboratorium uji BE yang terakreditasi atau
mendapat pengakuan dari Badan POM, bahkan dapat diakui
secara internasional.
Standar laboratorium uji bioekivalensi berisi informasi tentang
persyaratan yang diperlukan oleh laboratorium uji BE, meliputi legalitas, organisasi,
kualifikasi dan tanggung jawab, bangunan, fasilitas dan peralatan, subyek, pengelolaan
obat uji dan obat komparator, pengumpulan dan penanganan sampel biologik, analisis
sampel, farmakokinetik dan analisis statistik, dokumen uji BE dan sistem manajemen
mutu. Buku ini dapat menjadi acuan bagi industri farmasi dalam memilih laboratorium
yang memenuhi kompetensi sesuai dengan ketentuan dan menjadi acuan bagi
inspektur uji BE dalam melakukan pengawasan pelaksanaan uji BE di laboratorium uji
BE.
Pemutakhiran Standar Informasi Obat (Template) berdasarkan prioritas kelas terapi.
Telah dilakukan revisi template obat flu dan batuk karena kombinasi zat aktif dan klim
penandaan obat tersebut yang beragam. Hasil kajian revisi tersebut adalah
merasionalisasi komposisi dan informasi labelling obat flu dan batuk. Berdasarkan
kebijakan dan peraturan yang berlaku, dari 427 produk obat flu dan batuk yang
terdaftar dengan komposisi dan kadar serta penandaan yang beragam, terdapat 30
template yang terdiri dari 2 template obat demam, 1 template obat batuk, 3 template
obat pilek, 3 template obat pilek dan batuk, 2 template obat batuk dan alergi dan 19
template obat pilek dengan demam.
Analisis klasifikasi pos tarif produk farmasi dan harmonized system (hs) code produk
farmasi
142
Dalam menghadapi globalisasi dan Free Trade Area (FTA), dimana diberlakukan
kebijakan harmonisasi tarif, Badan POM dalam fungsinya sebagai pembina industri
farmasi membantu menciptakan iklim perekonomian yang kondusif bagi kalangan
industri farmasi dengan memberikan proteksi maupun meningkatkan daya saing
industri farmasi dalam negeri, dengan tetap mempertimbangkan komitmen Indonesia
dalam forum internasional dan tetap memperluas akses obat bagi masyarakat luas
dengan mutu yang tinggi serta harga terjangkau.
Salah satu forum internasional yang diikuti adalah Regional Comprehensive Economic
Partnership (RCEP). RCEP merupakan kerjasama perdagangan antara negara-negara
ASEAN plus six (China, Korea, Jepang, India, Australia, New Zealand). Pada tahun 2015,
Direktorat Standardisasi PT dan PKRT membuat kajian mengenai tarif masuk untuk
komoditi binaan Badan POM HS Code 2936 s.d 3006, yang kemudian digunakan sebagai
masukan Indonesia terkait Initial Offer for Tariff Elimination. Mengingat dalam RCEP
ini akan diberlakukan Single Tariff Commitment untuk 16 negara, maka kajian lebih
lanjut untuk penyusunan offer list single schedule tersebut dilakukan dengan cermat,
sehingga posisi baru dalam RCEP tidak merugikan Indonesia terutama untuk HS yang
terkait dengan bidang kefarmasian dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah
untuk mengembangkan bahan baku obat lokal. Dalam Initial Offer for Tariff Elimination
terdapat 4 (empat) kategori kelompok pos tarif yaitu kategori A (Initial Offer pada saat
Entry Into Force/EIF adalah 0%), B (tarif 0% dicapai 10 tahun dari EIF), B* (tarif 0%
dicapai lebih dari 10 tahun dari EIF), atau Sensitive List. Posisi yang diberikan Badan
POM sebagai masukan adalah 50 pos tarif kategori A (35,4%), 37 pos tarif kategori B
(26,2%), 32 pos tarif kategori B* (22,6%), dan 22 pos tarif kategori SL (15,6%). Selain
kajian tarif masuk, juga dilakukan kajian terkait Product Specific Rules (PSRs), yaitu
syarat kriteria origin tertentu yang harus dipenuhi untuk pos-pos tarif tertentu.
Selain RCEP, Indonesia juga berpartisipasi dalam hubungan kerjasama bilateral ASEAN
Hong Kong Free Trade Agreement (AHKFTA). Kajian terhadap AHKFTA saat ini masih
terus dilakukan mengingat adanya AHKFTA tidak memberikan dampak positif
terhadap ekspor impor produk farmasi Indonesia. Hal ini disebabkan antara lain Hong
Kong sebagai special region of China tidak memenuhi syarat dapat diterima sebagai
mitra eksternal ASEAN, Industri lokal Hong Kong hanya 1%, serta pertimbangan
lainnya. Masukan sementara yang diberikan adalah mengikuti tarif MFN atau maksimal
sama dengan RCEP.
Database Bahan Baku Obat
Dalam rangka penerapan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang salah satu programnya merupakan jaminan
kesehatan, Industri Farmasi (IF) di Indonesia harus siap memproduksi obat yang
memiliki ketentuan ketersediaan, keterjangkauan selain jaminan keamanan, mutu dan
manfaat. Pemerintah selaku pembuat kebijakan dan regulasi telah berupaya mengatur
dan memperhatikan aspek-aspek penting dalam upaya pemenuhan pelayanan
kesehatan bagi setiap warga negaranya. Badan POM khususnya sebagai pembina
sektor Industri Farmasi memberi dukungan untuk memiliki ketentuan jaminan
143
keamanan, manfaat, mutu, dan pengadaan produk farmasi yang lebih kompetitif dalam
bersaing di pasar nasional, regional maupun internasional. Untuk mencapai tujuan
tersebut perlu dilakukan suatu kelayakan terhadap bahan baku obat yang digunakan
untuk produksi.
Permasalahan yang ada saat ini industri farmasi di Indonesia masih sangat tergantung
dengan bahan baku impor. Hampir 96% bahan baku yang digunakan Industri Farmasi
masih diimpor. Oleh karena itu pemilihan bahan baku obat yang berkualitas dari
produsen bahan baku obat menjadi hal yang sangat penting karena akan berpengaruh
terhadap kualitas produk jadinya. Salah satu kendala dalam hal pemenuhan bahan
baku obat yang berkualitas adalah kesulitan Industri Farmasi untuk melakukan
justifikasi sumber bahan baku obat (termasuk API source). Hal ini karena belum adanya
sistem yang terintegrasi yang memuat database bahan baku obat yang berkualitas.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Direktorat Standardisasi PT dan PKRT
membangun aplikasi database bahan baku obat yang dapat menjadi referensi bahan
baku obat yang telah terdaftar. Penggunaan aplikasi tersebut, selain untuk membantu
Industri Farmasi Bahan Baku Obat dan Pedagang Besar Bahan Baku Obat dalam
melakukan pemilihan bahan baku obat yang memenuhi persyaratan mutu, juga dapat
membantu Badan POM dalam memaksimalkan pengawasan bahan baku obat. Tahun
2015 telah dilakukan pengumpulan data yang meliputi informasi industri farmasi yang
memproduksi bahan baku aktif obat, bahan baku aktif obat impor dan database
narkotik, psikotropik dan prekursor.
Di Bidang Obat Tradisional;
Peraturan
1. Peraturan Kepala Badan POM No. 21 Tahun 2015 tentang Tata Laksana
Persetujuan Uji Klinik
2. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Penarikan dan Pemusnahan
Obat Tradisional yang Tidak Memenuhi Persyaratan
Pedoman
1. Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik di Indonesia Edisi II
2. Pedoman Keamanan Obat Tradisional di ASEAN
3. Pedoman Batasan Cemaran Obat Tradisional di ASEAN
4. Rancangan Pedoman Klaim dan Data Pendukung Klaim Obat Tradisional
5. Rancangan Pedoman Uji Stabilitas Obat Tradisional
6. Rancangan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Tradisional yang Baik (CDOTB)
Standar Di Bidang Obat Tradisional
1. Standar Monografi Tumbuhan yang Dilarang Digunakan Dalam Obat Tradisional
dan Suplemen Kesehatan di Indonesia: Adonis vernalis L., Catharanthus roseus
144
(L.) G. Don, Aspidospermae quebracho-banco Schltdl, Chondrodendron
tomentosum Ruiz & Pav., Citrullus colocynthis (L.) Schrader, Claviceps purpurea
(Fr.) Tul
2. Kajian tentang Pra Registrasi Obat Tradisional
Di Bidang Kosmetik;
Peraturan
1. Peraturan Kepala Badan POM No 18 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis
Bahan Kosmetika
2. Peraturan Kepala Badan POM No 19 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis
Kosmetika
3. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Pedoman Teknis Pengawasan
Iklan Kosmetika
4. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Kriteria dan Tata Cara
Pengajuan Notifikasi Kosmetika
5. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Perubahan Atas Peraturan
tentang Pedoman Dokumen Informasi Produk
6. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Pedoman Penerapan Higiene,
Sanitasi, dan Dokumentasi pada Industri Kosmetika Golongan B
Pedoman
1. Pedoman Penilaian Keamanan Bahan Baku Tumbuhan untuk Kosmetika
2. Pedoman untuk Konsumen: Kosmetika Anti Aging
3. Pedoman untuk Konsumen: Kosmetika Tabir Surya
4. Pedoman untuk Konsumen: Kosmetika Rias Mata
Standar
1. Kajian Keamanan Paraben sebagai Pengawet ASEAN
2. Kajian Keamanan Bahan Pewarna Rambut ASEAN
Di Bidang Suplemen Kesehatan;
Pedoman
1. Pedoman Penggunaan Asam Amino pada Suplemen Kesehatan
2. Pedoman Batasan Maksimum Vitamin dan Mineral di Kawasan ASEAN
3. Rancangan Pedoman Klaim dan Data Pendukung Klaim Suplemen Kesehatan
4. Rancangan Pedoman Uji Stabilitas Suplemen Kesehatan
145
Standar
1. Monografi Batas Maksimum Vitamin dan Mineral dalam Suplemen Kesehatan:
Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin C, Vitamin D, Vitamin E.
2. Kajian terhadap bahan tambahan pengawet Methyl-4-hydroxy benzoate dan
Propyl-4-hydroxy benzoate pada Suplemen Kesehatan
3. Kajian Persyaratan Kadar Air pada Sediaan Tablet dan Tablet Efervesen pada
Suplemen Makanan
Di Bidang Pangan;
1. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan terhadap standar
keamanan dan mutu minuman beralkohol
2. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Perisa
3. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan BTP Campuran
4. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Penggunaan Bahan Penolong
Golongan Enzim dan Golongan Penjerap Enzim dalam Pengolahan Pangan
5. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang MPASI
6. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Kategori Pangan 06
7. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Kategori Pangan 07
8. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Penetapan Batas Maksimum
Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan
9. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Pedoman Pengkajian Pangan
PRG
10. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Pengawasan Pangan Olahan
Organik
11. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Pedoman Uji Klinik
12. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Acuan Label Gizi
13. Pedoman FAQ Iklan
14. Pedoman Cara Menggoreng yang baik untuk UMKM
Disamping penyusunan standar pangan, Direktorat Standardisasi Produk Pangan mendapat
tugas untuk menyusun 2 Rancangan Peraturan Pemerintah yang merupakan amanah dari
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yaitu:
1. Rancangan Peraturan Pemerintah Keamanan Pangan
2. Rancangan Peraturan Pemerintah Label dan Iklan Pangan
Kedua Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut telah diusulkan untuk masuk dalam
Program Prioritas Penyusunan Peraturan Pemerintah tahun 2016 di BPHN, Kementerian
Hukum dan HAM, sehingga diharapkan kegiatan penyusun kedua Rancangan Peraturan
Pemerintah tersebut dapat diselesaikan pada Tahun 2016.
146
Perkuatan Peraturan Perundang-undangan Pengawasan Obat dan Makanan
Pada tahun 2015, Badan POM bersama dengan lintas sektor antara lain Kementerian
Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Hukum dan HAM telah
membahas 7 Rancangan Undang-undang dan 11 Rancangan Peraturan Pemerintah. Badan
POM juga terlibat aktif dalam pembahasan 9 Rancangan Permenkes. Secara internal, Badan
POM telah menyelesaikan 25 Rancangan Peraturan Kepala Badan POM, 210 Rancangan
Keputusan Kepala Badan POM dan 39 Rancangan MoU. Selain itu, Badan POM telah
melaksanakan kegiatan penyebaran informasi dan penyuluhan hukum mengenai peraturan
Obat dan Makanan, advokasi hukum terhadap stakeholder (pengacara dan LSM) serta
penyelesaian permasalahan hukum terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan.
Judul RUU
1. Rancangan Undang-Undang Sedian Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT
2. Rancangan Undang-Undang tentang Bahan Kimia
3. Rancangan Perubahan UU Nomor 8 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
4. Rancangan Undang-Undang Karantina Kesehatan
5. Rancangan Undang-Undang Merek 6. Rancangan Undang-Undang Paten 7. Rancangan Undang-Undang
Kedaulatan Pangan
Judul RPP
1. RPP tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional 2. RPP tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 48 Tahun 2010
3. RPP tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
4. RPP tentang Label dan Iklan Pangan
5. RPP Tata Cara Paten oleh Pemerintah
6. RPP Tentang Sistem Jaminan Mutu dan
Keamanan serta Peningkatan Nilai Tambah
Hasil Periklanan
7. RPP Jaminan Produk Halal
8. RPP Sarana dan Prasarana Industri
9. RPP Ketahanan Pangan
10. RPP Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
11. RPP tentang Penetapan Barang yang Dilarang
dan Dibatasi Perdagangannya serta Diawasi
Perdagangan dan Peredarannya
Judul Rancangan Permenkes
1. Rancangan Permenkes tentang Apotik 2. Rancangan Permenkes tentang Registrasi Penelitian Klinis 3. Rancangan Permenkes tentang Penyelenggaraan Program Terapi Buprenorfina 4. Rancangan Permenkes tentang SAS 5. Rancangan Permenkes tentang Peredaran dan Penyimpanan dan Pemusnahan Narkotik
Farmasi 6. Rancangan Permenkes tentang Plasma Darah 7. Rancangan Permenkes tentang Promosi Obat 8. Rancangan Permenkes tentang Obat Wajib Apotik 9. Rancangan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pelarangan Impor dan Peredaran Rokok
Elektrik
147
4.11. BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH (BMDTP)
Dalam rangka memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa untuk kepentingan umum dan
peningkatan daya saing industri farmasi tertentu di dalam negeri, pemerintah memberikan
insentif fiskal berupa BMDTP, yaitu bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah
dengan pagu anggaran tertentu. BMDTP diberikan terhadap impor barang dan bahan yang
dipergunakan untuk produksi barang dan/atau jasa.
Badan POM adalah salah satu lembaga yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai
pembina sektor industri farmasi yang bekerja sama dengan Kementerian Keuangan
terutama Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan dalam pelaksanaan pemberian BMDTP. Sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK), sejak tahun 2008 sampai batas waktu yang akan ditetapkan oleh
pemerintah sesuai dengan kebutuhan, BMDTP sektor farmasi diberikan kepada industri
farmasi pembuat kemasan infus dan/atau memproduksi infus.
Pagu tahun anggaran 2015 yang diberikan oleh Menteri Keuangan sebesar
Rp.14.173.967.000,- untuk sektor farmasi, meningkat 0,21 % dari tahun anggaran 2014.
Dari pagu tersebut Badan POM melakukan kajian kebutuhan terhadap Rencana Impor
Barang (RIB) yang diajukan oleh dua industri farmasi (IF). Berdasarkan kajian tersebut, RIB
yang disetujui oleh Badan POM untuk ke-2 IF tersebut sebesar Rp.9.133.998.016,-.
Realisasi BMDTP oleh industri farmasi T.A. 2015 senilai Rp. 6.268.716.000,- atau 44,23%
dari pagu anggaran. Realisasi ini mengalami penurunan sebesar 48,66% dibandingkan
dengan realisasi tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan antara lain:
1. Perubahan perencanaan oleh Industri Farmasi karena stok barang masih mencukupi
dan turunnya harga bahan baku dari importir.
2. Terlambat untuk pengajuan usulan DIPA ke Direktorat Jenderal Anggaran (DJA).
Tabel 4.20 Realisasi BMDTP Terhadap Pagu Anggaran Tahun 2011-2015
Tahun
Anggaran
Pagu
(Rp)
Realisasi
(Rp)
% Realisasi
Terhadap Pagu
Jumlah
IF
2011 1.840.000.000 1.685.576.000,00 91,61 1
2012 9.372.600.000 7.844.566.137,93 83,70 3
2013 10.309.360.000 9.770.565.000,00 94,77 3
2014 14.144.810.000 12.210.128.000,00 86,32 2
2015 14.173.967.000 6.2626.716.000,00 44,23 2
148
Gambar 4.67 Realisasi BMDTP Tahun 2011-2015
Pada tahun 2015, Kementerian Keuangan mengeluarkan kebijakan baru bahwa
implementasi dan pengawasan terhadap pemanfaatan fasilitas BMDTP setelah keluar dari
Bea dan Cukai diserahkan kepada masing-masing Pembina Sektor. Untuk menindaklanjuti
hal tersebut Badan POM telah membuat payung hukum yang dapat menjadi landasan dalam
pengawasan pemanfaatan BMDTP oleh Industri Farmasi, yaitu Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 15 Tahun 2015 tentang Tatacara Pelaksanaan Bea
Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang dan Bahan Tertentu di Lingkungan
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Payung hukum tesebut mengatur mulai dari tatacara
pengajuan permohonan persetujuan untuk memperoleh BMDTP sampai dengan sanksi
administrasi, termasuk didalamnya evaluasi terhadap kelayakan mendapat fasilitas
BMDTP. Adanya fasilitas BMDTP ini disosialisasikan kepada Industri Farmasi setelah
Kementerian Keuangan mengeluarkan PMK Sektor tahun berjalan beserta besaran pagu.
4.12. KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI (KIE)
Sebagai salah satu pilar pengawasan obat dan makanan yang dilaksanakan oleh masyarakat,
pemberian komunikasi, informasi dan edukasi timbal balik dengan konsumen mempunyai
arti yang penting untuk pemberdayaan konsumen agar untuk membentengi diri sendiri
terhadap penggunaan produk yang berisiko terhadap kesehatan. Pengaduan dan
pertanyaan masyarakat merupakan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat.
A. Unit Layanan Pengaduan Konsumen
Selama Tahun 2015 Badan POM telah menerima pengaduan dan permintaan informasi
mengenai Obat dan Makanan sejumlah 29.053 layanan melalui Unit Layanan Pengaduan
Konsumen (ULPK) di Pusat dan 31 Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia serta Contact
Center HALO BPOM 1500533.
2011 2012 2013 2014 2015
91,6183,7
94,7786,32
44,23
149
Berdasarkan data layanan
pengaduan dan informasi
konsumen nasional yang
diterima oleh ULPK dan
Contact Center (berdiri
sejak 2014) dari tahun
2011 sampai tahun 2015,
terlihat bahwa jumlah
pengaduan dan
permintaan informasi
cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Hal ini
diantaranya karena adanya
isu yang berkembang di masyarakat tentang Obat dan Makanan yang menjadi pengawasan
Badan POM serta semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas
Badan POM.
Pada tahun 2015, jumlah pengaduan dan informasi konsumen per-bulan mengalami
fluktuasi. Secara nasional, puncak pengaduan dan informasi konsumen ada pada bulan
Maret dan April. Pada bulan tersebut, pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh pelaku
usaha tentang legalitas beberapa produk pangan yang telah beredar di pasaran, proses
pendaftaran ulang pangan dan SKI/SKE, juga produk PIRT. Beberapa pertanyaan terkait
adanya kode E471 yang diduga mengandung babi, dugaan produk Pocky yang mengandung
babi, adanya isu produk nata de coco yang menggunakan pupuk urea dan kejadian tidak
diinginkan yang serius pada penggunaan obat injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy 4 ml/5
(Bupivacaine HCl) menyebabkan banyaknya masyarakat yang menghubungi ULPK dan
Contact Center HALO BPOM 1500533 untuk mengklarifikasi informasi tersebut.
Gambar 4.69 Dinamika Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Per-Bulan
Tahun 2015
1.183
1.035
1.4391.352
1.078 984
758918
1.201 1.410 1.507 1.410
1.075
1.247
1.5451.554
1.141 1.145
856
1.3181.144 1.126
1.314 1.313
2.282 2.282
2.984 2.906
2.219 2.129
1.614
2.2362.345
2.536
2.821 2.723
0
300
600
900
1.200
1.500
1.800
2.100
2.400
2.700
3.000
Pusat (ULPK + CC) Balai Nasional
Gambar 4.68 Dinamika Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui ULPK Tahun 2011 - 2015
2.279 2.126 3.115
8.870
14.275
8.997 9.471 11.504 11.690
14.778
11.276 11.597 14.619
20.560
29.053
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
2011 2012 2013 2014*) 2015*)
*) di pusat, Akses melalui ULPK dan Contact Center
Pusat Balai Nasional
150
Berdasarkan jenis komoditi, dapat dilihat bahwa kelompok pengaduan dan informasi
konsumen yang paling banyak adalah berkaitan dengan produk pangan
(makanan/minuman) sebanyak 12.948 layanan (44,56%), kemudian Kosmetika sebanyak
4.417 layanan (15,20%), informasi umum sebanyak 4.045 layanan (13,92%, yang mayoritas
terkait rekrutmen pegawai BPOM/nomor kontak unit kerja di BPOM), produk Obat
Tradisional sebanyak 2.809 layanan (9,67%), Obat sebanyak 2.348 layanan (8,08%) dan
Suplemen Kesehatan sebanyak 1.343 layanan (4,62%). Selain itu pengaduan dan informasi
konsumen tentang Bahan Berbahaya (BB), PKRT, Alat Kesehatan, dan NAPZA.
Gambar 4.70 Profil Jumlah Pengaduan dan Informasi Konsumen Berdasarkan Jenis
Komoditi Tahun 2015
Menurut kelompok informasi produk/klasifikasi pertanyaan, pengaduan dan informasi
konsumen terbanyak adalah mengenai legalitas sebanyak 19.488 layanan (67,06%)
terutama terkait dengan:
informasi produk obat dan makanan terdaftar;
informasi prosedur pendaftaran obat dan makanan;
sertifikasi (yaitu prosedur Surat Keterangan Impor obat dan makanan, prosedur
Surat Keterangan Komoditas Non Obat dan Makanan, dan permohonan rekomendasi
BPOM untuk pengeluaran obat dan makanan keperluan pribadi)
inspeksi yaitu pengaduan masyarakat tentang obat dan makanan ilegal/substandar
inspeksi yaitu pengaduan masyarakat tentang proses pendaftaran produk yang
sangat lama
Public Warning yaitu klarifikasi mengenai produk obat dan makanan yang masuk ke
dalam Daftar Public Warning yang dikeluarkan oleh BPOM
Periklanan, pengaduan mengenai over claim produk
Ditinjau dari profesi konsumen yang menghubungi ULPK dan Contact Center, dapat
diketahui bahwa konsumen terbanyak adalah dari profesi karyawan sebanyak 10.529
(36,23%) disusul berturut-turut dari kalangan pelaku usaha sebanyak 9.368 (32,24%),
masyarakat umum sebanyak 3.524 (12,13%), dan ibu rumah tangga sebanyak 1.987
-
3.000
6.000
9.000
12.000
15.000
12.1
85
3.8
14
3.8
85
2.3
93
2.2
36
1.2
46
572
189
178
163
763
603
160
416
112
97
23
3
4
11
12.9
48
4.4
17
4.0
45
2.8
09
2.3
48
1.3
43
595
192
182
174
Informasi Pengaduan Total
151
(6,84%), sisanya adalah dari berbagai profesi antara lain pelajar/mahasiswa, apoteker,
tenaga kesehatan lain, wartawan, dokter, sarjana hukum dan dari LSM.
Gambar 4.71 Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK Tahun
2015
Sarana terbanyak yang
digunakan untuk menghubungi
ULPK Badan POM adalah datang
langsung yaitu 12.641 layanan
(43.50%), kemudian melalui
sarana telepon sebanyak 12.064
layanan (41,52%), e-mail
sebanyak 1.923 layanan
(6,62%), pesan singkat/SMS
(Short Message Service)
sebanyak 1.621 layanan
(5,58%), media sosial (Twitter
@HaloBPOM1500533)
sebanyak 778 layanan (2,68%),
surat sebanyak 25 layanan (0,09%), dan fax sebanyak 1 layanan (0,01%).
Saat ini penggunaan internet sebagai media komunikasi semakin meluas dan semakin
mempermudah komunikasi, sehingga media luar ruang ini semakin diminati oleh
masyarakat. Selain itu, biaya penggunaan internet yang lebih murah, membuat masyarakat
lebih memilih media ini untuk berkomunikasi dibandingkan dengan telepon. Disamping
itu, perkembangan media sosial yang sangat pesat, menuntut Badan POM untuk membuka
akses melalui media sosial kepada masyarakat untuk menanyakan informasi dan
menyampaikan pengaduan tentang obat dan makanan. Dengan mulai aktifnya akun
@halobpom1500533, semakin memperluas cakupan layanan informasi dan pengaduan
tentang obat dan makanan.
0
2000
4000
6000
8000
10000
120009.687
9.068
3.130
1.638 1.751 780 298180 186 101 42842
300 394 349 151 66 17 27 15 16 15
10.5299.368
3.524
1.987 1.902846
315207 201 117 57
Informasi = 26.861 Pengaduan = 2.192 Total = 29.053
Gambar 4.72 Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK dan Contact Center
Berdasarkan Jenis Sarana yang Digunakan Tahun 2015
Langsung43,51%
Telepon 41,52%
E-mail 6,62%
SMS 5,58%
Media Sosial2,68%
Surat 0,09%Fax 0,003%
152
Sejak September 2014, Badan POM telah mengembangkan
media sosial untuk sosialisasi program BPOM yaitu melalui
twitter @bpom_ri, Facebook, Instagram, dan Mailchimp.
Dari berbagai media sosial yang dikembangkan tersebut,
layanan pengaduan dan permintaan Informasi melalui
media sosial dapat diakses melalui twitter
@HaloBPOM1500533. Setelah berjalan selama setahun
lebih, layanan ini mulai populer dan banyak digunakan masyarakat jumlah pengikut
(followers) akun Twitter @HaloBPOM1500533 hingga 31 Desember 2015 semakin
meningkat, yaitu sebanyak 1.770 pengikut (followers) dengan jumlah kicauan (tweets)
sebanyak 1.730. Peningkatan ini berbanding lurus dengan jumlah kumulatif layanan dan
jumlah tweet. Sedangkan total Jumlah Layanan Pengaduan dan Permintaan Informasi
Melalui Twitter @HaloBPOM1500533 selama Tahun 2015 sebanyak 751 layanan (608
layanan informasi dan 143 layanan pengaduan), dengan rincian Jenis Profesi terbanyak dari
Karyawan, Pelajar/Mahasiswa, Masyarakat Umum, Pelaku Usaha, dan Ibu Rumah Tangga
dan; Jenis komoditas tertinggi adalah Pangan, Obat Tradisional, Kosmetika, dan Suplemen
Makanan; dan informasi produk yang paling banyak ditanyakan adalah mengenai legalitas,
mutu, informasi lain tentang produk dan penandaan produk.
Gambar 4.73 Grafik Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui Akun
Twitter @HALOBPOM1500533 Periode Januari – Desember 2015
Upaya peningkatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi telah dilakukan baik di Pusat
maupun di Daerah melalui diseminasi dan promosi ke sekolah dan komunitas ibu-ibu PKK,
penyebaran informasi oleh Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Promosi
keberadaan ULPK juga dilakukan melalui Pameran, Iklan Layanan Masyarakat, Talk Show,
Siaran Pers dan website Badan POM.
Selain itu dilakukan BPOM ROAD SHOW dengan tujuan untuk lebih mencerdaskan
konsumen Indonesia serta memperkenalkan layanan pengaduan dan informasi konsumen
BPOM melalui ULPK dan Contact Center HALO BPOM 1500533. Kegiatan ini dilaksanakan
bersama dengan beberapa Unit Teknis di Lingkungan BPOM serta Balai Besar/Balai POM
setempat. Untuk sasaran Komunitas masyarakat umum (BPOM Goes To Community) materi
yang disampaikan adalah tentang pangan, kosmetika dan obat tradisional, untuk komunitas
6 12 19 213
12 13 8 5
36 3246
145
6550
68
2744
32 29 40
14 15 9
151
7769
89
3056
45 37 45 50 4755
Pengaduan Informasi Total
@HaloBPOM1500533
153
sekolah (BPOM Goes To School) materi yang disampaikan adalah tentang pangan terutama
pangan jajanan anak sekolah (PJAS) termasuk contoh-contoh untuk memperjelas dan
meningkatkan pemahaman siswa dan komunitas sekolah lainnya mengenai bahan
berbahaya dalam pangan, sedangkan untuk komunitas kampus (BPOM Goes To Campus)
materi yang disampaikan adalah mengenai obat, suplemen kesehatan serta kosmetika.
Secara lebih rinci, kegiatan yang dilakukan dalam tiap lokasi adalah sebagai berikut:
a) BPOM GOES TO COMMUNITY 1, pada tanggal 12 Mei 2015 di Pelataran Parkir
Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat yang
dilaksanakan pada puncak perayaan Hari
Konsumen Nasional yang dihadiri oleh Menteri
Perdagangan, para undangan dari institusi,
organisasi masyarakat serta pengunjung Monas.
BPOM berpartisipasi aktif dalam kegiatan dengan
membuka 2 booth, yaitu Contact Center
HaloBPOM1500533 dan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan serta
diramaikan dengan Tim dan Mobil Keliling dari Balai Besar POM di Jakarta. Jumlah
pengunjung yang berinteraksi di booth BPOM sekitar 100 orang peserta.
b) BPOM GOES TO COMMUNITY 2, pada tanggal 5 Juni 2015 di Aula BRI Kelurahan
Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih Jakarta Pusat.
Hadir 120 Orang warga RW.05 dan RW.06 Kelurahan
Rawasari yang terdiri atas Ibu Rumah Tangga, remaja
putri, karyawan serta siswa sekolah. Narasumber
yang hadir memberikan edukasi adalah Kepala Biro
Hukum dan Hubungan Masyarakat (Budi Djanu
Purwanto, SH., MH); Direktur Penilaian Obat
Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik (Dra. Frida Tri Hadiati, Apt); Kasie
Penyuluhan Institusi dan Masyarakat (Dra. Ratminah, S.Si., Apt., MP); dan Kepala
Bidang Informasi Keracunan (Atiek Supardiati ES, S.Si, Apt, MKM) dan melibatkan host
Veve Adeline dari Gen FM Radio. Acara ini diramaikan dengan Tim dan Mobil Keliling
dari Balai Besar POM di Jakarta dan booth konsultasi obat dan makanan Contact Center
HaloBPOM1500533.
c) BPOM GOES TO COMMUNITY 3, pada tanggal 6 Desember 2015 sejalan dengan
kegiatan Car Free Day di Jl. Sudirman, Jakarta
Pusat. Jumlah pengunjung yang berinteraksi
sekitar 100 orang yang terdiri atas warga
ibukota yang datang pada kegiatan rutin Car
Free Day tersebut. Edukasi disuguhkan dalam
bentuk pembukaan Booth konsultasi obat dan
makanan Contact Center HaloBPOM1500533 yang
dapat dimanfaatkan oleh setiap masyarakat yang hadir untuk
bertanya tentang berbagai hal terkait semua komoditas yang ada dalam pengawasan
BPOM.
154
d) BPOM GOES TO SCHOOL 1, pada tanggal 3 Juni 2015 di Gedung SMPN 76 Jakarta Pusat
dihadiri 150 orang komunitas sekolah yang terdiri
atas siswa dan staf pengajar/guru. Narasumber yang
hadir memberikan edukasi adalah Kepala Biro
Hukum dan Hubungan Masyarakat (Budi Djanu
Purwanto, SH., MH); Kepala Sub Direktorat Promosi
Kemanan Pangan (Drs. AA. Nyoman Merta Negara);
dan Kasie Penyuluhan Institusi dan Masyarakat (Dra.
Ratminah, S.Si., Apt., MP). Kegiatan yang melibatkan host
Veve Adeline dari Gen FM Radio. Demo Rapid Test Kit terhadap sampel pangan jajanan
oleh Balai Besar POM DKI Jakarta sehingga dapat diketahui hasil ujinya untuk
menambah wawasan peserta didik.
e) BPOM GOES TO SCHOOL 2, pada tanggal 12
November 2015 dalam rangka Peluncuran Gerakan
Konsumen Anak Cerdas Indonesia (Kick of G-KACI)
dengan tema “Cerdas Memilih Pangan Yang Baik
Serta Cerdas Kelola Sampah” di Ruang Theater
Gedung Nyi Ageng Serang, Jl. HR. Rasuna Said Kav. C
Kuningan, Jakarta Selatan.
Kegiatan yang disponsori oleh Indonesia Petroleum Association (IPA) bekerjasama
dengan SPEAK Indonesia ini dihadiri oleh sekitar 150 orang peserta yang terdiri atas
pelajar dan guru dari beberapa SD, SLTP, dan SLTA di Jakarta. Narasumber yang
terlibat terdiri dari narasumber Kementerian Lingkungan Hidup, Dokter Ahli Gizi, dan
Kepala Bagian Pengaduan Konsumen. Dalam kegiatan tersebut Tim dari ULPK juga
melakukan Uji cepat menggunakan Rapid Test Kit yang dilakukan terhadap sampel
pangan yang dibeli di lingkungan sekitar Gedung Nyi Ageng Serang. Tahu dan Baso,
memberikan hasil uji negatip terhadap test formalin dan borax sedangkan mie basah
dan Kerupuk memberikan hasil uji positif terhadap test Metanil yellow dan Rhodamin
B. Untuk lebih memperkenalkan ULPK dan sebagai sarana promosi kepada masyarakat,
dibagikan brosur dan produk informasi. Selain acara KIE diselenggarakan juga lomba
Pangan sehat dan bergizi serta Kebersihan Lingkungan.
f) BPOM GOES TO SCHOOL 3, pada tanggal 26 November 2015 di Kompleks SDS dan
SMP Unwanus Saadah Jl. Plumpang Semper
No. 3, Tanjung Priok, Jakarta, diikuti 150
peserta dari komunitas sekolah yang terdiri
dari siswa, dan staf pengajar. Edukasi
disampaikan dalam bentuk penyuluhan dan
diskusi interaktif tentang obat dan makanan
oleh Kepala Bagian Pengaduan Konsumen (Dra. Fauziah Amin, Apt) dan Kepala Sub
Bagian Layanan Pengaduan Konsumen (Dra. Nining Restu K, Apt., M.Si). Pada kegiatan
ini dilakukan pengujian menggunakan Rapid Test Kit mobil laboratorium keliling oleh
Tim ULPK BPOM terhadap produk pangan yang dijual di lingkungan sekolah.
155
g) BPOM GOES TO CAMPUS 1, pada tanggal 12 Juni 2015 di Gedung Auditorium
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. Haji
Juanda No. 95. Ciputat, Tangerang, Banten.
Acara ini dibuka oleh Rektor UIN, Prof. Dr.
Dede Rosyada dan dihadiri oleh 200
orang komunitas kampus yang terdiri
dari mahasiswa serta Dekan dan
Dosen pengajar di lingkungan
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Narasumber yang hadir memberikan edukasi adalah
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Budi Djanu Purwanto, SH., MH);
Kepala Sub Direktorat Penilaian Produk II (Kosmetik) (Dra. RR. Maya Gustina Andarini,
Apt., MSC); Kasie Penyuluhan Institusi dan Masyarakat (Dra. Ratminah, S.Si., Apt., MP);
dan Dosen Prodi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN (Zilhadia, M.SI., Apt). Acara ini
diramaikan dengan kehadiran Mobil Keliling dari Balai POM di Serang. Uji cepat
menggunakan Rapid Test Kit yang dilakukan oleh Tim dari Balai POM Serang terhadap
sampel pangan yang dibeli di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah memberikan hasil uji
negatif.
h) BPOM GOES TO CAMPUS 2, pada tanggal 16 Juni 2015 di Gedung C Rumpun
Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia, Depok.
Acara ini dibuka oleh Dekan Fakulas Farmasi
Universitas Indonesia (mewakili rektor) (Dr.
Mahdi Jufri, Apt., M.Si.) dan dihadiri oleh 200
orang peserta/komunitas kampus yang terdiri
dari mahasiswa serta dosen pengajar di
lingkungan Rumpun Ilmu Kesehatan
Universitas Indonesia. Narasumber yang hadir
memberikan edukasi adalah Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat
(Budi Djanu Purwanto, SH., MH.); Direktur Penilaian Obat Tradisional, Suplemen
Makanan, dan Kosmetik (Dra. Frida Tri Hadiati, Apt.); dan Kasie Penanggulangan
Produk Ilegal (Priharika Septyowati, S.Si, Apt, MKM). Tim dari Balai Besar POM di
Bandung bersama Mobil Laboratorium Kelilingnya ikut berpartisipasi dalam kegiatan
ini. Uji cepat menggunakan Rapid Test Kit yang dilakukan terhadap sampel pangan
yang dibeli di lingkungan sekitar Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan, Universitas
memberikan hasil uji negatif.
Hasil Evaluasi Kepuasan Konsumen terhadap Layanan ULPK secara Nasional Tahun
2015
Sesuai KEPMENPAN No. KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan
Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, semua unit pelayanan
instansi pemerintah baik yang langsung maupun tidak langsung memberikan pelayanan
kepada masyarakat, wajib menyusun indeks kepuasan masyarakat secara periodik di
156
lingkungan masing-masing dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanannya kepada
masyarakat. Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM merupakan unit yang
dibentuk guna memberikan akses kepada masyarakat/konsumen untuk menyampaikan
informasi atau pengaduan yang berkaitan dengan pengawasan produk obat dan makanan.
Untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen ULPK Pusat dan ULPK di Balai Besar/Balai
POM atas pelayanan yang diterimanya, yang meliputi dua dimensi, yaitu Produk ULPK
(Product dan Information) dan Cara Penyampaiannya (Delivery) serta untuk mengetaui
faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan konsumen
telah dilakukan Evaluasi Kepuasan Konsumen. Metodologi survey yang digunakan adalah
metode kuantitatif melalui telesurvey (Phone Interview) dan angket menggunakan
kuesioner yang memuat pertanyaan terstruktur serta metode kualitatif melalui Focus
Discussion Group (FGD). Metode penarikan sampel menggunakan teknik stratified random
sampling berdasar database konsumen ULPK dimana responden dikelompokkan
berdasarkan lokasi tempat tinggal responden, kemudian dari setiap lokasi itu dipilih
responden secara acak yang mewakili sampel. Total Responden 600 responden
telesurvei; 935 responden angket; dan 2 Grup FGD Error Sampling +/- 4,36 % pada interval
kepercayaan 95,0%. Evaluasi kali ini dilakukan di ULPK Pusat dan Balai Besar/Balai POM di
seluruh Indonesia dengan sampel masing-masing kota berbeda.
Terdapat tiga dimensi yang diperlukan untuk mengukur kepuasan seseorang terhadap
sebuah pelayanan jasa, yaitu: Accessibility, Delivery, dan Information. Masing-masing
dimensi tersebut dijabarkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh
responden.
Evaluasi kepuasan konsumen terhadap layanan pengaduan dan informasi konsumen
menunjukkan hasil yang sangat baik (very good) dengan Indeks Kepuasan Masyarakat
(IKM) sebesar 4,70 untuk Skala Likert (1-6), mengalami peningkatan sebesar 0.02 poin
dibandingkan dengan hasil evaluasi tahun 2014 yaitu sebesar 4.68. Sedangkan untuk Skala
0 – 100 adalah sebesar 74,13 atau mengalami peningkatan sebesar 3.09 poin dibandingkan
dengan hasil evaluasi tahun 2014 yaitu sebesar 73.65. Aspek yang mendapatkan tingkat
kepuasan tertinggi adalah kepuasan terhadap keramahan dan penampilan petugas ULPK.
157
Tabel 4.21 Hasil Evaluasi Kepuasan Konsumen ULPK Nasional per-Parameter
Parameter Hasil Survei
2014 Hasil Survei
2015
Requirements, Prosedure, Accessibility
1 Kemudahan Akses 4,64 4,63
2 Sarana Akses yang beragam 4,56 4,54
Accessibility Index 4,60 4,58
Delivery
3 Keramahan Petugas 4,80 4,87
4 Kejelasan dan Kepastian Petugas
4,75 4,71
5 Kedisiplinan Petugas 4,75 4,72
6 Tanggung jawab Petugas 4,74 4,72
7 Kecepatan Petugas 4,69 4,68
8 Kompetensi Petugas 4,68 4,68
9 Penampilan Petugas 4,94 4,84
10 Keadilan dalam pelayanan 4,58 4,77
11 Kondisi Ruangan 4,65 2,68
Delivery Index 4,73 4,75
Information
12 Akurasi Informasi 4,66 4,66
13 Kejelasan Informasi 4,64 4,69
14 Kecukupan Informasi 4,60 4,63
Information Index 4,64 4,66
Indeks Kepuasan Konsumen/Masyarakat 4,68 4,70
Net Promoter Score dengan hasil positif yang menunjukkan sebagian besar pelanggan
bersedia merekomendasikan ULPK BPOM sebagai rujukan mencari informasi tentang obat
dan makanan.
Gambar 4.74 Grafik Indeks Loyalitas Pelanggan ULPK
158
B. Progress Layanan Contact Center HALO BPOM 1500533
Sejak diluncurkan pada 5 Februari 2014, Contact Center HALO
BPOM 1500533 telah mendapat respon positif dari masyarakat,
terlihat dari banyaknya interaksi melalui telepon, SMS atau email.
Namun demikian, masih diperlukan pengembangan dan
peningkatan pelayanan, terutama dalam hal meningkatkan
kecepatan pelayanan informasi. Oleh karena itu, kerjasama dan
dukungan dari masyarakat sangat diperlukan untuk
mempromosikan program BPOM ini dalam rangka melindungi masyarakat dari obat dan
makanan yang berisiko terhadap kesehatan.
Pada tahun 2015, Contact Center HALO
BPOM 1500533 melayani 11.767 layanan
yang terdiri dari : 1040 (8,84%) layanan
pengaduan; 10.720 (91,1%) layanan
informasi dan 16 (0,25%) layanan
informasi keracunan. Jumlah layanan
Contact Center HALO BPOM 1500533
pada tahun 2015 meningkat sebanyak
84,41% dibanding tahun 2014 (sebanyak
6.381 layanan).
Konsumen menghubungi Contact Center HALO
BPOM 1500533 sebagian besar melalui telepon
sebanyak 9.104 (77,37%), melalui email
sebanyak 1.272 (10,81%), dan Short Message
Service (SMS) sebanyak 1.381 (11,82%).
Hingga saat ini, telepon masih menjadi sarana
komunikasi yang paling diandalkan untuk
melakukan pengaduan atau memperoleh
informasi dalam waktu yang singkat. Selain itu
penjelasan yang didapat melalui telepon dirasa
lebih lengkap dan jelas jika dibandingkan
dengan bertanya melalui sarana
kontak/komunikasi yang lainnya.
Gambar 4.75 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center
Berdasarkan Jumlah Interaksi Tahun 2015
Gambar 4.76 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center
Berdasarkan Jenis Sarana Kontak Tahun 2015
Telepon 77,37%
Email 10,81%
SMS 11,82%
-
3.000
6.000
9.000
12.000
15.000
Informasi Pengaduan InformasiKeracunan
10.720
1.040 7
Jumlah layanan = 11.767
159
Jenis komoditi yang paling
sering ditanyakan oleh
konsumen adalah mengenai
pangan (makanan & minuman)
terutama legalitas beberapa
produk pangan yang telah
beredar di pasaran, proses
pendaftaran ulang pangan dan
SKI/SKE. Komoditi kosmetika
menjadi komoditi kedua yang
banyak ditanyakan oleh
konsumen, karena semakin
maraknya penjualan kosmetika
yang dipasarkan secara online
melalui situs-situs tertentu,
social media, maupun broadcasting system, juga klinik kecantikan ataupun produk
kosmetika atas nama dokter. Dengan semakin kritis dan meningkatnya pengetahuan,
masyarakat banyak yang menanyakan kebenaran legalitas produk kosmetika tersebut ke
BPOM. Selain itu, adanya perubahan kode NIE dari nomor registrasi ke notifikasi,
menyebabkan meningkatnya pertanyaan masyarakat tentang kosmetika tersebut,
beberapa pengaduan tentang dugaan kosmetika palsu baik di sarana produksi maupun
distribusi. Informasi umum yang sering ditanyakan adalah mengenai informasi penerimaan
CPNS BPOM, konfirmasi surat ke Unit di BPOM, alamat dan nomor telp Unit di BPOM, dan
informasi magang di BPOM.
Karyawan dan pelaku usaha, Ibu
Rumah Tangga, dan
Pelajar/Mahasiswa merupakan
konsumen paling banyak yang
menghubungi Contact Center
HALO BPOM 1500533. Kalangan
pelaku usaha banyak
memanfaatkan layanan Contact
Center HALO BPOM 1500533 ini
dalam rangka permintaan
informasi prosedur registrasi dan
prosedur pemasukan/ impor obat
dan makanan (SKI). Sisanya dari
kalangan profesi apoteker,
sarjana hukum, tenaga kesehatan lain, LSM, dokter, wartawan, dan masyarakat umum
lainnya. Masyarakat umum yang dimaksud adalah masyarakat yang belum diklasifikasikan
profesinya atau masyarakat yang pada saat menghubungi Contact Center HALO BPOM
1500533 tidak menyebutkan profesinya.
Gambar 4.77 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis Komoditi
Tahun 2015
4.246
2.384
1.398 1.163 1.043 999 359
82 53 40 -
1.500
3.000
4.500
Jumlah Layanan = 11.767
- 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000
Pelaku Usaha
Karyawan
Ibu Rumah Tangga
Pelajar/Mahasiswa
Umum
Sarjana Hukum
Apoteker
Nakes Lain
Dokter
Wartawan
LSM
4.688
4.475
1.152
532
459
214
134
50
45
15
3 Jumlah Layanan = 11.767
Gambar 4.78 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis Profesi
Konsumen Tahun 2015
160
Total Calls, Answer Calls dan Abandon Calls HALO BPOM 1500533
Total Call adalah jumlah telepon yang masuk ke Contact Center.
Answer Call adalah jumlah telepon yang dapat diangkat oleh agent Contact Center untuk
dilayani.
Abandon Call adalah jumlah telepon yang tidak dapat diangkat oleh agent Contact Center
karena masih melayani pelanggan lain atau penelpon memutuskan sendiri panggilan
sebelum dijawab oleh agent.
Total Calls
Total Call yang masuk ke layanan Contact Center
HALO BPOM 1500533 sebanyak 11.257 yang
terdiri dari Total Answer Call sebanyak 10.636
dan Abandon Call sebanyak 621.
Total Answer Calls
Total answer calls yang masuk ke layanan
Contact Center HALO BPOM 1500533 adalah
10.636, dengan agent menjawab sejak telepon
mulai berdering kurang dari 20 detik sebanyak
10.442 dan lebih dari 20 detik sebanyak 194.
Total Abandon Calls
Pada grafik Abandon Calls, terlihat bahwa
abandon disebabkan karena while ringing
sebanyak 281, transfer sebanyak 165, dan
queue sebanyak 175.
Penjelasan abandon call (telepon yang belum
sempat diangkat/diterima agent):
While Ringing, yaitu pelanggan
mematikan telepon pada saat
mendengar penjelasan IVR dari mesin
Contact Center;
Transfer yaitu konsumen mematikan
telepon saat aplikasi Contact Center
sedang melakukan transfer call ke para agent, tetapi belum masuk nada tunggu;
Queue yaitu konsumen mematikan telepon pada saat aplikasi contact center
telah mentransfer call ke agent (dalam posisi nada tunggu Mars BPOM), tetapi
para agent belum bisa menerima telepon tersebut, karena sedang menerima
telepon dari konsumen lainnya.
Gambar 4.79 Profil Total Calls Contact Center Tahun 2015
Gambar 4.80 Profil Total Answer Calls Contact Center Tahun 2015
Gambar 4.81 Profil Total Abandon Calls Contact Center Tahun 2015
10.636
621
-
5.000
10.000
15.000
Total Answers Abandon
194
10.442
-
5.000
10.000
15.000
More 20s Less 20s
281
165 175
0
50
100
150
200
250
300
WhileRinging
Transfer Queue
161
C. Hubungan Masyarakat
Badan POM berupaya meningkatkan kepercayaan masyarakat, sekaligus meningkatkan
citra/reputasi positif di masyarakat. Masyarakat sangat membutuhkan informasi yang
benar tentang Obat dan Makanan secara terus menerus, sehingga Badan POM perlu
senantiasa mengomunikasikannya kepada publik. Kegiatan kehumasan di BPOM meliputi
fungsi pelaksanaan pengolahan dan penyajian berita, public warning dan pendapat umum,
pelaksanaan hubungan pers dan media masa, serta pelaksanaan publikasi dan
dokumentasi, termasuk pemberian pelayanan dan penyebarluasan pesan atau informasi,
sebagai komunikator dan mediator untuk menjembatani kepentingan BPOM dan
masyarakat/publik, serta turut berperan dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk
stabilitas dan keamanan politik.
Luasnya jangkauan wilayah pengawasan Obat dan Makanan oleh BPOM serta banyaknya
jumlah penduduk dan beragamnya masyarakat Indonesia, diperlukan strategi penyebaran
informasi Obat dan Makanan dengan sasaran masyarakat yang sesuai. Untuk itu, sebelum
menjalankan tugas kehumasan, maka dilakukan pemantapan strategi kehumasan tahun
2015 sebagai berikut.
Gambar 4.82 Peta Pemantapan Strategi Kehumasan
162
Selama tahun 2015, Badan POM sudah melaksanakan beberapa kegiatan kehumasan
sebagai berikut:
a) Penyebaran Informasi Melalui Penerbitan Siaran Pers
Siaran pers termasuk peringatan publik atau public warning merupakan salah satu
bentuk produk informasi tentang Obat dan Makanan yang diterbitkan BPOM sebagai
perlindungan kepada masyarakat. Penerbitan siaran pers dan public warning
ditujukan agar publik mengetahui berbagai informasi ter-update seputar hasil
pengawasan Obat dan Makanan oleh BPOM, sehingga masyarakat dapat menjadi
konsumen yang lebih cerdas dalam memilih Obat dan Makanan yang aman.
Selama tahun 2015, BPOM telah menerbitkan sebanyak 40 Siaran Pers, dimana 12
siaran pers diterbitkan melalui konferensi pers. Siaran pers tersebut terdiri atas
beberapa topik, antara lain topik umum sebanyak 18 kali, pangan sebanyak 12 kali,
obat tradisional sebanyak 4 kali, obat sebanyak 3 kali, kosmetika sebanyak 2 kali, dan
NAPZA sebanyak 1 kali.
Sekalipun beberapa siaran pers tidak disampaikan melalui pelaksanaan
konferensi/jumpa pers, BPOM tetap menginformasikan/ menyebarluaskan siaran
pers tersebut kepada media dan Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia melalui
email. Dengan demikian, rekan-rekan media tetap dapat menyebarluaskan informasi
dalam siaran pers tersebut kepada masyarakat luas. Selain disebarkan kepada
masyarakat melalui pemberitaan di media massa, siaran pers juga diunggah melalui
website BPOM www.pom.go.id dan disebarkan melalui akun resmi BPOM di twitter
maupun facebook.
Jika ditelaah lebih mendalam, siaran pers yang paling banyak mendapatkan perhatian
media dilihat dari banyaknya pemberitaan adalah siaran pers yang disertai public
warning, baik terkait Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat maupun
Kosmetika Mengandung Bahan Berbahaya, disusul dengan siaran pers Hasil
Intensifikasi Pengawasan Pangan Jelang Natal 2015 dan Tahun Baru 2016. Topik
mengenai hasil temuan pengawasan BPOM banyak diangkat di media karena memang
jenis informasi inilah yang sangat diminati dan secara langsung sangat bermanfaat
bagi masyarakat. Melalui pemberitaan mengenai produk-produk yang tidak
memenuhi ketentuan dan/atau berisiko terhadap kesehatan di media, masyarakat
dapat mengetahui mana saja produk yang aman untuk dikonsumsi dan mana yang
tidak.
Konferensi Pers 2 Agustus 2015 “Hasil
Pengawasan OT Mengandung BKO”
Konferensi Pers 27 Oktober 2015 “Perangi produk Ilegal Melalui Operasi Storm VI”
163
b) Penyebaran Informasi Melalui Talkshow di Media
Pada tahun 2015 telah dilakukan 36 talkshow di media televisi. Hasil monitoring
terhadap pelaksanaan talkshow tersebut menunjukkan bahwa materi yang dibahas
merupakan isu hangat yang sedang berkembang di masyarakat. Rata-rata permintaan
talkshow diajukan pada hari yang bersamaan dengan pelaksanaan talkshow atau satu
hari sebelumnya. Dengan demikian, BPOM harus menyiapkan diri dengan data dan
informasi yang lengkap, komprehensif dan up-to-date, sehingga BPOM akan selalu
siap ketika diperlukan menjadi narasumber talkshow. Talkshow merupakan
pemberian edukasi tentang Obat dan Makanan kepada masyarakat luas sekaligus
ajang promosi untuk BPOM.
c) Penyebaran Informasi Melalui Wawancara dengan Media
Kegiatan wawancara merupakan salah satu bentuk pemberian informasi kepada
masyarakat/ publik dengan memanfaatkan media, baik media
cetak/elektronik/online terkait permasalahan kesehatan pada umumnya maupun
Obat dan Makanan pada khususnya. Wawancara dengan media biasanya terjadi
karena keinginan media untuk mendapatkan informasi ataupun tanggapan atas
isu/permasalahan aktual di masyarakat.
Talkshow di Kompas TV, 27 November 2015
Talkshow di Kompas TV, 14 Juli 2015
Talkshow di I News TV, 27 Agustus 2015
Talkshow di Kompas TV, 20 November 2015
Talkshow di TV One, 8 Desember 2015
Talkshow di Kompas TV, 11 November 2015
164
Pada tahun 2015, dari 175
permohonan wawancara yang
diterima oleh BPOM, sebanyak 148
(84,57%) permohonan telah
terlaksana dan 27 (15,43%)
permohonan tidak terlaksana. Hal
ini disebabkan pembatalan oleh
pihak media karena sudah melewati
deadline atau karena tidak adanya
narasumber dari BPOM yang dapat
diwawancarai pada waktu yang
diajukan oleh media. Oleh karena
itu, ke depannya BPOM diharapkan dapat mengimbangi kecepatan arus kebutuhan
informasi ini, antara lain dengan selalu aware terhadap isu-isu yang berkembang di
masyarakat serta secara rutin melakukan update data-data pendukung yang dapat
mempermudah dalam merespons permohonan wawancara dari media. Topik
pertanyaan yang paling mendominasi adalah mengenai pangan, yaitu sebanyak 92
topik (62,16%). Hal ini sejalan dengan banyaknya isu hangat terkait pangan yang
beredar di tengah masyarakat selama tahun 2015 ini, misalnya isu mengenai apel
impor berbakteri atau kue kering yang mengandung ganja.
Dari semua media yang mengajukan permohonan wawancara ke BPOM, ada 2 media
dengan frekuensi permohonan wawancara cukup sering hingga lebih dari 15 kali,
yaitu TV One (18 permohonan) dan NET TV (18 permohonan). Kemudian berturut-
turut diikuti oleh Metro TV (9 permohonan), Gatra (9 permohonan), Harian Kompas,
dan Global TV dengan masing-masing sebanyak 7 permohonan.
Berdasarkan data timeline pelayanan wawancara oleh BPOM, waktu tercepat
penyelesaian wawancara adalah langsung dilayani pada hari yang sama dengan hari
diterimanya permohonan, sedangkan waktu terlama adalah 30 hari kerja. Rata-rata
waktu yang diperlukan dalam melayani permohonan wawancara, mulai dari
permohonan diterima hingga permohonan dipenuhi adalah 2 hari kerja.
Dari segi narasumber, yang paling sering menjadi narasumber dalam pelaksanaan
wawancara adalah Kepala BPOM, yaitu sebanyak 81 kali wawancara. Kemudian
diikuti dengan eselon 2 sebanyak 27 kali wawancara, Deputi III sebanyak 20 kali
wawancara, Deputi I (yang hingga Oktober 2015 sekaligus merangkap sebagai Plt.
Deputi II) sebanyak 16 kali wawancara, Deputi II sebanyak 2 kali, dan narasumber
lainnya sebanyak 2 kali wawancara.
Terkait dengan pemenuhan permohonan wawancara oleh media, hingga saat ini
belum ada juru bicara yang dapat menjadi perwakilan dari pejabat BPOM dalam
memberikan informasi kepada media. Keberadaan juru bicara perlu
dipertimbangkan untuk dapat mempersingkat response time wawancara, terutama di
Obat14,19%
Rokok3,38%
NAPZA1,35%
OT3,38%
Kosmetik6,76%
Pangan62,16%
Umum8,78%
Gambar 4.83 Diagram Topik Permohonan
Wawancara Tahun 2015
165
saat pejabat lain dari BPOM berhalangan untuk menerima permohonan wawancara
ataupun memberikan klarifikasi kepada media.
d) Penyebaran Informasi Melalui Iklan Layanan Masyarakat (ILM)
Sebagai salah satu sarana komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dalam rangka
menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi produk Obat dan
Makanan yang aman, diperlukan strategi penyebaran informasi yang mampu
menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan Badan
POM adalah melakukan penyebaran informasi melalui Iklan Layanan Masyarakat
(ILM).
Agar informasi dari ILM tersebut dapat tersampaikan kepada masyarakat luas,
diseminasi materi ILM dilakukan melalui berbagai media komersial, antara lain
melalui media TV Nasional, media online, media cetak, radio; di beberapa sarana
umum, yaitu bioskop, videotron, supermarket, Out of Home (Billboard), stasiun
kereta, dan bandara; serta dilakukan pula di sarana transportasi, yaitu pada
commuter line, bus Trans Jakarta, dan bus jemputan karyawan BPOM.
Penayangan ILM di Media Komersial
ILM yang ditayangkan di media TV Nasional adalah berupa video edukatif
berdurasi 30 detik yang mengangkat tema tentang jargon “Cek KIK” (Cek
Kemasan, Izin edar, dan Kedaluwarsa). Penayangan ILM dilakukan di 7 stasiun
TV Nasional yaitu Trans7, Trans TV, SCTV, Metro TV, TV One, RCTI, dan TVRI.
ILM yang ditayangkan pada media cetak adalah berupa materi advertorial. Kerja
sama pemuatan advertorial ini dilakukan dengan 4 media cetak yaitu Majalah
Keuangan Negara, Majalah Gatra, Tabloid Mom & Kiddie, dan Tabloid Genie.
Sementara informasi yang disebarkan melalui media online adalah berupa materi
advertorial dan banner dan ditayangkan pada 4 media yaitu okezone.com,
kompas.com, Republika OnLine (ROL), dan liputan6.com.
Media lain yang juga digunakan sebagai sarana publikasi ILM karena
jangkauannya yang cukup luas dan dapat merambah masyarakat di berbagai
wilayah adalah radio. Penayangan ILM di radio terdiri dari 2 versi materi spot
yaitu versi kosmetika dan versi obat herbal dengan topik informasi yang
diberikan adalah Cek KIK (Cek Kemasan, Cek Izin edar, dan Cek Kedaluwarsa).
Radio berjaringan nasional yang dipilih untuk penayangan ILM adalah radio RRI
Pro 3, radio Elshinta, dan radio Prambors.
Pemilihan ketiga radio tersebut dilakukan atas pertimbangan luas jaringan yang
dicakup oleh siarannya serta target pendengar yang diharapkan terpapar oleh
materi ILM yang diberikan. Radio RRI Pro 3 merupakan sarana siaran milik
pemerintah yang memiliki jaringan di lebih dari 60 radio di seluruh Indonesia,
serta pendengar yang loyal, sehingga sangat direkomendasikan dalam penyiaran
ILM maupun iklan komersial. Radio Elshinta hingga saat ini disiarkan di 8 kota
166
besar di Indonesia dan menjadi media rujukan yang efektif bagi pemerintah
dalam rangka menyosialisasikan kebijakan ataupun program baru. Hal ini
dibuktikan dengan data Nielsen yang selalu menjadikan Radio Elshinta di urutan
pertama untuk radio dengan kategori berita. Sementara, Radio Prambors sebagai
radio swasta nasional dengan segmentasi pendengar usia muda antara 16 tahun
hingga 25 tahun dan memiliki jaringan sebanyak 9 radio. Berdasarkan hasil
survei Nielsen, Radio Prambors menempati urutan ke-3 untuk radio dengan
pendengar remaja. Segmentasi ini sesuai dengan target pendengar ILM BPOM
yaitu tidak hanya menyasar usia dewasa, melainkan juga usia remaja.
Penayangan ILM di Sarana Umum
Penayangan ILM BPOM bertema “CekKIK” ditayangkan di berbagai sarana
umum, yaitu:
- 13 stasiun kereta di Jabodetabek dan Pulau Jawa yaitu stasiun Bogor, Pasar
Senen, Kota Beos, Tanah Abang, Jatinegara, Sudirman, Manggarai, Bandung
Kota, Gambir, Semarang Tawang, Solo Balapan, Surabaya Gubeng, Yogya
Tugu.
- TV Bandara Soekarno-Hatta terminal I dan II. Selain ILM di TV Bandara, juga
dipasang banner BPOM di terminal I dan II Bandara Soekarno-Hatta.
- 25 bioskop di wilayah Jabodetabek (ILM durasi 60”).
- Videotron di Bandara Soekarno-Hatta, Lenteng Agung dan di Seven Eleven
Matraman.
- 1500 minimarket Alfa Mart se-Jabodetabek.
- 20 billboard di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta
Timur, dan Jakara Selatan.
Penayangan ILM di Transportasi Umum
Kegiatan produksi dan penayangan ILM di transportasi umum dilakukan melalui
berbagai cara yaitu:
1. ILM di 8 gerbong Commuter Line di Jakarta (hanging alley dan wall
branding)
2. ILM berupa stiker belakang kaca 2 bis Trans Jakarta
3. ILM berupa stiker belakang kaca 9 bis jemputan Badan POM
4. ILM dan body branding di 50 mikrolet di Jakarta
ILM di Sarana Transportasi Umum
167
e) Penyebaran Informasi Melalui KIE Langsung ke Masyarakat
Selama tahun 2015, BPOM telah menyelenggarakan 17 kali penyuluhan langsung ke
masyarakat melalui berbagai kegiatan
Dialog Interaktif dengan Kepala Badan POM di Area Car Free Day Seputaran
Bundaran HI, Jl. Teluk Betung Jakarta Pusat
Talkshow “Badan POM Sahabat Ibu”
Selama tahun 2015 BPOM menyelenggarakan 6 kali kegiatan penyuluhan kepada
para ibu dalam format talkshow “Badan POM Sahabat Ibu”. Peserta penyuluhan
tersebut adalah Dharma Wanita Sekretariat Jenderal DPR RI, Dharma Wanita
Badan Pengembangan SDM Kemenhub (BPSDMP), Dharma Wanita
Persaudaraan Isteri Anggota DPR (PIA DPR), Dharma Wanita Persaudaraan Isteri
AURI Ardhya Garini, Dharma Wanita Kemenko PMK, serta pegawai Sekretariat
Kabinet dan Sekretariat Negara.
Penyuluhan “Goes to School”
BPOM juga melakukan penyuluhan kepada para ibu orang tua siswa Sekolah
Dasar di wilayah Jakarta, yaitu SDN Ragunan 10 Pagi Jakarta, SDN Slipi 01 Jakarta,
SDN Karet Tengsin Jakarta, SDN 01 Cipinang Jakarta, SDN 01 Pondok Kelapa
Jakarta, SDN 12 Rawamangun Jakarta, SDI Embun Pagi Jakarta, SDN 01 Pagi
Pancoran Triloka Jakarta.
Penyuluhan ini bertujuan mengedukasi para ibu orang tua siswa agar menjadi
konsumen Obat dan Makanan yang cerdas untuk melahirkan generasi muda
bangsa yang tangguh dan berkualitas.
Seputar Bundaran HI area Car Free
Day, 14 Juni 2015
Seputar Bundaran HI area Car Free
Day, 6 Desember 2015
Penyuluhan dengan peserta Dharma
Wanita Persaudaraan Istri Anggota
DPR RI, 20 Mei 2015
Penyuluhan dengan peserta Dharma
Wanita dan Pegawai Kemenko PMK,
16 September 2015
168
f) Penyebaran Informasi Melalui KIE Kepada Media
Tidak dapat dipungkiri media turut memegang peranan penting dalam penyebaran
informasi kepada media, untuk itu BPOM juga melakukan kegiatan KIE kepada media
(konferensi pers, media gathering dan media visit). Tujuan KIE kepada media adalah
untuk menjalin hubungan baik dengan rekan-rekan media, sehingga diharapkan
media dapat menjadi perpanjangan tangan BPOM dalam memberikan informasi yang
berguna seputar Obat dan Makanan. Selain itu juga dalam rangka memberikan citra
positif mengenai BPOM kepada masyarakat dengan menginformasikan terkait
pengawasan dan pelayanan yang dilakukan oleh BPOM.
Konferensi Pers
Selama tahun 2015, BPOM telah menyelenggarakan 12 kali konferensi pers.
Konferensi pers ini dilakukan dalam rangka diseminasi informasi mengenai
program kerja BPOM, klarifikasi atas isu terkait Obat dan Makanan yang beredar
di tengah masyarakat, atau penyampaian public warning terkait hasil
pengawasan BPOM.
Setidaknya terdapat 958 pemberitaan
mengenai kinerja pengawasan BPOM
yang termonitor setelah pelaksanaan
konferensi pers. Jumlah tersebut
terdiri dari 743 pemberitaan di media
online, 176 pemberitaan di media
cetak, dan 39 pemberitaan di media
elektronik. Media yang paling banyak
membuat pemberitaan adalah Metro
TV, Kompas, dan liputan6.com. Jika
dilihat dari nilai iklan secara kasar, pemberitaan selama 2015 tersebut mencapai
lebih dari 6 miliar rupiah.
Media Online77,56%
Media Cetak18,37%
Media Elektronik4,07%
Penyuluhan di SDN 01 Cipinang-
Jakarta Timur, 6 Mei 2015 Penyuluhan di SDN 01 Pondok
Kelapa-Jakarta Timur,7 Mei 2015
Gambar 4.84 Diagram Pemberitaan BPOM
oleh Media Tahun 2015
169
Media Gathering
Selama tahun 2015, kegiatan media
gathering terlaksana sebanyak 3 kali.
Media yang diundang adalah mereka yang
sering datang meliput atau mengajukan
permohonan wawancara kepada Badan
POM, seperti Kompas, Bisnis Indonesia,
Media Indonesia, Antara, liputan6.com,
detik.com, dan TV One.
Media Visit
Pada kegiatan ini, pihak BPOM melakukan kunjungan ke kantor media untuk
berkenalan dan berdialog secara langsung dengan media yang terkait. Pada
tahun 2015 BPOM telah melakukan kunjungan ke Net.TV dan The Jakarta Post.
g) Penyebaran Informasi Melalui Pameran
Salah satu bentuk kegiatan KIE BPOM langsung ke masyarakat adalah melalui
pameran. Kegiatan Pameran ini bertujuan untuk diseminasi Badan POM sebagai
institusi pengawas Obat dan Makanan serta memberikan tambahan wawasan kepada
masyarakat untuk mengenal lebih jauh tentang obat, obat tradisional, kosmetik,
suplemen, dan pangan. Selama tahun 2015, Badan POM telah berpartisipasi dalam 13
(tiga belas) kali pameran, yaitu Pameran di Bea Cukai dalam rangka Hari Ultah
Kepabeanan, Pameran dalam rangka Rakerkesnas 2015, Pameran dalam rangka
Rakernas BPOM, Pameran dalam rangka Rakernas Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) di
Padang, Pameran Produk UMKM Obat Tradisional, Pameran Jak Invest 2015, Pameran
dalam rangka Peringatan “Hari Hak Untuk Tahu Sedunia” (Right to Know Day),
Pameran dalam Rangka EU-Indonesia Clausure TSP II, Pameran Pekan Produk Kreatif
Indonesia (PPKI), Pameran Hari Kesehatan Nasional (HKN), Pameran Bakohumas,
Pameran Public Awarness Penanggulangan OT Mengandung BKO.
Materi KIE yang disajikan ketika pameran dapat berupa materi cetak, seperti leaflet
atau poster, materi elektronik berupa video, serta pemberian informasi secara
langsung oleh pramujaga pameran. Konten materi yang disajikan dapat berbeda-beda
menyesuaikan dengan tema acara dan target pengunjung yang diharapkan hadir,
namun tetap berfokus pada informasi terkait Obat dan Makanan serta informasi
Media Gathering, 4 November 2015
Media Visit ke NET., 10 Februari 2015 Media visit ke The Jakarta Post, 10
Maret 2015
170
layanan yang dilakukan oleh BPOM. Pada booth pameran juga ditampilkan display
produk-produk ilegal dan/atau tidak memenuhi ketentuan (TMK) hasil temuan
BPOM, sehingga pengunjung dapat melihat secara langsung dan mengetahui apa saja
produk ilegal dan/atau TMK yang tidak boleh digunakan karena dapat
membahayakan kesehatan. Produk display tersebut seringkali menjadi daya tarik
bagi pengunjung dan menarik mereka untuk bertanya lebih lanjut kepada pramujaga.
Hal lain yang sering pula menjadi pertanyaan di saat pameran adalah terkait
pelayanan BPOM, yaitu cara pendaftaran produk Obat dan Makanan ataupun
pengajuan pengaduan.
Mengingat pameran termasuk kegiatan yang berhubungan secara langsung dengan
masyarakat, maka tiap kali pelaksanaan kegiatan selalu diikuti dengan penyebaran
kuesioner untuk mengetahui tingkat kepuasan dan penilaian masyarakat, terutama
terhadap booth pameran serta konten yang disajikan oleh BPOM. Berdasarkan hasil
survei, pengunjung pameran merasa cukup puas dengan KIE BPOM yang disampaikan
melalui pameran. Masyarakat juga menyampaikan beberapa masukan untuk
perbaikan pelaksanaan pameran BPOM ke depannya, diantaranya dalam hal
penataan atau lay out booth agar dapat dibuat semenarik mungkin, sehingga dapat
menarik lebih banyak pengunjung. Dengan begitu akan meningkatkan pula jumlah
audience yang akan terpapar oleh materi informasi dari BPOM.
h) Pelatihan Virtual Ecosystem
Pelatihan (Workshop) Virtual Ecosystem diadakan untuk meningkatkan kemampuan
admin media sosial BPOM agar dapat menjadikan media sosial BPOM sebagai media
komunikasi alternatif bagi masyarakat untuk berinteraksi langsung dengan BPOM.
Selain juga sebagai media penyampaian informasi kepada masyarakat dalam rangka
Pameran dalam rangka Hari
Kepabeanan, 24 Januari 2015
Pameran Rakerkesnas 2015, di
Inna Bali Beach, Denpasar, 16-
18 Februari 2015
Pameran Rakernas Badan POM
2015, di Hotel Bidakara,
Jakarta, 16-19 Maret 2015
Pameran Rakernas IAI 2015, di
Padang, 7-10 Mei 2015
Pameran JAK-INVEST Expo, Jakarta
Utara, 27-30 Agustus 2015
171
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap keamanan produk Obat dan Makanan
sekaligus sebagai wadah untuk menyebarkan informasi mengenai kinerja
pengawasan yang dilakukan BPOM dalam rangka pembentukan citra positif BPOM di
masyarakat.
Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 10-12
Juni 2015 diikuti oleh 70 orang peserta dari
seluruh unit pusat dan Balai Besar/Balai POM
seluruh Indonesia, dan seluruh peserta menjadi
admin di unit masing-masing. Para admin
bertanggung jawab mengelola akun media sosial
masing-masing unit dan memberikan informasi
untuk menjawab isu-isu keamanan Obat dan Makanan yang timbul di masyarakat,
baik isu yang timbul melalui media sosial maupun isu melalui media mainstream,
seperti media cetak dan media elektronik.
i) Peliputan Kegiatan BPOM
Kegiatan peliputan bertujuan mendokumentasikan kegiatan BPOM dan
mempublikasikannya kembali melalui berbagai cara, antara lain dalam bentuk berita
aktual yang diunggah di website BPOM. Selain melalui berita aktual, hasil peliputan
juga dipublikasikan melalui berbagai bulletin BPOM (Warta POM, News Letter, Info
POM, dll.) dan juga kaleidoskop. Dokumentasi hasil peliputan juga dimanfaatkan
sebagai materi berbagai produk informasi antara lain video kinerja BPOM, spanduk,
banner, backdrop, leaflet, poster, dll. Selama tahun 2015, terlaksana sebanyak 107
kali peliputan, dengan 76 kali kegiatan peliputan dalam kota dan 31 kali peliputan di
luar kota.
j) Pemantauan Kinerja BPOM melalui Media Monitoring
Pemantauan Kinerja BPOM melalui media dilakukan oleh pihak ke-3 menggunakan
sistem elektronik dengan alamat http://pindai.co/badanpom. Namun keterbatasan
anggaran menyebabkan keterbatasan jumlah media yang dimonitor. Selama tahun
2015 dilakukan monitoring berita terhadap 94 media, terdiri dari 17 koran nasional,
26 koran regional, 30 media online, 4 majalah, 14 TV, 2 tabloid, dan 1 Radio.
Monitoring berita tersebut dilakukan secara
rutin setiap hari, termasuk hari Sabtu dan
Minggu. Selain monitoring yang rutin, juga
dilakukan monitoring khusus yang
dilakukan BPOM setelah penyelenggaraan
kegiatan yang melibatkan media.
Monitoring berita ini berguna sebagai ealy
warning system terkait isu-isu keamanan
Obat dan Makanan yang beredar di
masyarkat, sehingga Pimpinan mempunyai
guidance saat diminta informasi oleh media
Gambar 4.85 Tampilan Sistem
Elektronik untuk Monitoring Berita
172
maupun instansi terkait lainnya. Selain itu hasil media monitoring ini dapat
digunakan sebagai panduan dalam pengambilan kebijakan terkait isu-isu tertentu.
Sepanjang tahun 2015 terdapat 8.069 pemberitaan terkait pengawasan Obat dan
Makanan yang dilakukan BPOM dan pemberitaan mengenai kesehatan pada
umumnya.
Porsi pemberitaan terbesar
adalah terkait dengan
pengawasan keamanan pangan
dan bahan berbahaya. Hasil ini
berbanding lurus dengan
banyaknya isu yang beredar di
masyarakat terkait pangan dan
bahan berbahaya sejak awal
tahun 2015. Topik dengan
frekuensi pemberitaan tertinggi
adalah terkait hasil pengawasan
pangan oleh BPOM jelang Ramadhan, beras yang diduga mengandung plastik, dan isu
apel impor yang terkontaminasi bakteri Listeria monocytogenes.
Pemberitaan mengenai pengawasan produk terapetik dan napza menduduki posisi
kedua dengan hot issue terkait kejadian tidak diinginkan yang serius dari injeksi
Buvanest Spinal dan peredaran Tembakau Super Cap Gorilla. Lalu, diikuti dengan
pemberitaan terkait obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen yang dipicu
oleh adanya temuan produk kosmetika impor tanpa notifikasi dari BPOM/ilegal dan
produk kosmetika mengandung bahan berbahaya, disamping juga pemberitaan
terkait Operasi Pangea dan Operasi STORM.
Jika dilihat dari tone pemberitaannya, 5.604
pemberitaan bernuansa netral dan 2.438
pemberitaan memiliki tone positif, serta 25
pemberitaan dengan tone negatif.
Jika dilihat dari jenis media yang memuat/ menayangkan pemberitaan terkait
pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan BPOM, maka terlihat sebarannya di
berbagai media cetak dan elektronik sebagai berikut:
Gambar 4.86 Pemberitaan Badan Pengawas Obat dan
Makanan menurut Komoditi tahun 2015
Gambar 4.87 Grafik Tone Berita Pemberitaan terkait BPOM
1.930
1.069 4.199
277 594 Obat dan NAPZA
OT, Kosmetik & ProdukKomplementer
Pangan dan BahanBerbahaya
Kesektamaan
Lain-lain
Positif30,22%
Negatif0,31%
Netral69,47%
Positif Negatif Netral
173
Gambar 4.88 Grafik Media Televisi yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM
Gambar 4.89 Grafik Media Lokal yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM
Gambar 4.90 Grafik Media Nasional yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM
1
1
2
2
3
5
7
7
19
20
68
182
257
323
487
0 100 200 300 400 500 600
Sindo TV
ANTV
Rajawali TV
INews
Global TV
Berita Satu
Trans7
SCTV
Net TV
RCTI
Trans TV
TVRI
Kompas TV
Metro TV
TV One
20
23
40
46
54
57
58
65
85
88
156
209
229
241
339
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Cenderawasih Pos
Batam Pos
Serambi Aceh
Analisa Medan
Kedaulatan Rakyat
Inilah Koran
Fajar Makasar
Suara Merdeka
Bali Post
Koran Jakarta
Warta Kota
Pikiran Rakyat
Indo Pos
Jawa pos
Pos Kota
31
36
89
112
116
140
141
144
152
166
183
228
240
251
311
0 50 100 150 200 250 300 350
Neraca
The Jakarta Globe
Koran Sindo
Kontan Harian
The Jakarta Post
Investor daily
Suara Pembaruan
Sinar Harapan
Rakyat Merdeka
Koran Tempo
Suara Karya
Kompas
Bisnis Indonesia
Media Indonesia
Republika
174
Gambar 4.91 Grafik Media online yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM
k) Public Awareness Campaign Melalui Media Sosial
Public Awareness Campaign merupakan salah satu bentuk kegiatan penyebaran
informasi Obat dan Makanan yang dilakukan BPOM melalui media sosial, yaitu
Twitter, Facebook, dan Instagram. Informasi yang disebarkan melalui media sosial
tersebut bersumber dari website BPOM, bersifat rutin maupun khusus. Informasi
rutin adalah informasi Obat dan makanan yang bersifat umum dan disebarkan secara
rutin melalui media sosial sesuai agenda setting. Informasi khusus adalah informasi
penting terkait pengawasan post-market BPOM yang harus segera diketahui
masyarakat agar masyarakat terhindar dari Obat dan Makanan yang berisiko
terhadap kesehatan. Diharapkan melalui media sosial informasi yang disampaikan
dapat menjadi viral sehingga cakupan sebaran informasi semakin luas.
Selama tahun 2015, telah dilakukan beberapa pengembangan untuk memperluas
cakupan sebaran informasi melalui media sosial. Di akhir Desember 2015, follower
Twitter @BPOM_RI telah mencapai lebih dari 5400 followers dengan score klout
sebesar 52 dan aktivitas sebagai berikut:
Gambar 4.92 Aktivitas Twitter @BPOM_RI
Walaupun jumlah tweet terbatas, tetapi dengan adanya komunitas ekosistem virtual
yang melibatkan seluruh unit serta Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia, maka
aktivitas retweet yang dilakukan cukup tinggi seperti tergambar pada grafik di bawah
ini:
59
77
80
80
96
97
104
120
129
132
132
139
146
185
195
0 50 100 150 200 250
CNNIndonesia.com
Merdeka.com
Sindonews.com
Tribunnews.com
vivanews.com
Antaranews.com
Metrotvnews.com
Okezone.com
bisnis.com
tempointeraktif
Beritasatu.com
Kompas Cyber Media
Republika Online
Liputan6.com
Detik.com
175
Gambar 4.93 Aktivitas retweet Twitter @BPOM_RI
FanPage Facebook masih perlu dikembangkan dan sampai akhir Desember 2015,
jumlah follower mencapai 1128 followers. Sedangkan instagram sampai Desember
2015 diikuti oleh 548 followers.
D. Pelayanan Informasi Obat
Badan POM memberikan layanan informasi dan konsultasi obat yang ditujukan untuk
masyarakat dan pemangku kepentingan pengawasan obat dan makanan. Layanan
informasi dan konsultasi obat ini dapat dimanfaatkan melalui datang langsung ke
ruang konsultasi maupun menghubungi melalui telepon, short message service (sms),
faksimili maupun email. Layanan informasi obat ini menyediakan akses informasi
terstandar (approved label) dari semua obat yang beredar di Indonesia yang telah
disetujui oleh Badan POM.
Selama tahun 2015, Pelayanan Informasi Obat Nasional (PIONas) telah menerima
permintaan informasi obat sebanyak 175 layanan. Ditinjau dari kategori profesi
masyarakat yang memanfaatkan fasilitas PIONas, pengguna terbanyak adalah
Karyawan Swasta sebesar 58 layanan (33,14%) disusul berturut-turut Tenaga
Kesehatan (dokter/ perawat/apoteker/asisten apoteker/ tenaga kesehatan lainnya)
sebesar 32 layanan (18,29%), Pelajar/Mahasiswa sebesar 28 layanan (16,00%),
Pegawai Negeri (TNI/Polri/PNS) 14 layanan (8,00%) , Wiraswasta sebesar 8 layanan
(4,57%) dan Ibu Rumah Tangga sebesar 19 layanan (10,86%), dan penanya yang tidak
bekerja 5 layanan (2,86%), Tenaga Pendidikan (dosen/ guru/ pengajar lainnya) 9
layanan (5,14%) dan peneliti sebesar 1 layanan (0,57%), wartawan sebesar 1 layanan
(0,57%).
1.600 1.600 106 985 1.400
81.500 68.700
44.700 45.800 72.800
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
-
500
1.000
1.500
2.000
Jul Aug Sept Oct Nov
Re-Tweet Impression
176
Gambar 4.94 Profil Masyarakat yang Menghubungi PIONas Berdasarkan Kategori
Pekerjaan Tahun 2015
E. Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKerNas)
Tujuan dibentuknya SIKerNas adalah dapat ditanggulanginya masyarakat dari bahaya
yang ditimbulkan oleh produk yang dapat menyebabkan keracunan. Selama tahun
2015 terdapat 48 layanan yang membutuhkan informasi keracunan yang berdasar
klasifikasi pertanyaan 5 besar permintaan informasi mulai dari yang terbanyak
berturut-turut adalah layanan informasi keracunan 19 layanan, kimia industri 4
layanan, obat 5 layanan, produk kimia rumah tangga 9 layanan, dan makanan sebanyak
4 layanan. Profil penanya terdiri dari penanya umum sebesar 17, karyawan 9, pelajar/
mahasiswa sebesar 8, Ibu Rumah Tangga sebesar 10, medis/ Paramedis sebesar 2, dan
apoteker sebesar 2.
Gambar 4.95 Profil Masyarakat Yang Menghubungi SIKerNasBerdasarkan Profesi
Tahun 2015
Disamping membantu masyarakat yang membutuhkan informasi penanggulangan
keracunan, SIKer juga mengumpulkan data kasus keracunan di Rumah Sakit secara
Nasional dan khusus DKI Jakarta dengan data yang lebih lengkap.
33,14%
18,29%16,00%
8,00%
4,57%10,86%
2,86% 5,14%0,57% 0,57%
n=175 layanan Karyawan swasta
Tenaga Kesehatan
Pelajar/mahasiswa
Pegawai Negeri
Wiraswasta
Ibu Rumah Tangga
tidak bekerja
Tenaga Pendidikan
Peneliti
Wartawan
35,42%
18,75%16,67%
20,83%
4,17% 4,17%n=48 layanan umum
karyawan
Pelajar/mahasiswa
Ibu Rumah Tangga
Medis/Paramedis
Apoteker
177
Jumlah kejadian kasus keracunan tahun 2015 di wilayah Jabodetabek, yang dilaporkan
48 ke Rumah Sakit adalah 3.288 kasus, dengan penyebab utama kasus keracunan
adalah obat dan napza 500 kasus, binatang 723 kasus, minuman 482 kasus, obat 448
kasus, makanan 329 kasus, kimia 307 kasus, campuran 214 kasus, pestisida 196 kasus,
kosmetika 40 kasus, obat tradisional 21 kasus, pencemar lingkungan 17 kasus, produk
suplemen 8 kasus, dan tumbuhan 3 kasus.
Gambar 4.96 Frekuensi Kasus Keracunan berdasarkan Kelompok Penyebab di
Jabodetabek Tahun 2015
F. Pembuatan Buletin InfoPOM
Buletin InfoPOM merupakan salah satu alat Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
Badan POM kepada masyarakat untuk memberdayakan masyarakat agar mampu
melindungi diri dari Obat dan Makanan yang beresiko terhadap kesehatan.
InfoPOM adalah buletin yang dikelola oleh Pusat Informasi Obat dan Makanan yang
sudah terbit sejak tahun 1995 berisi artikel ilmiah populer. Mengingat InfoPOM
merupakan company image maka dipertahankan untuk menjaga isi InfoPOM, sehingga
tetap menggambarkan Badan POM pada masanya. Informasi terkini yang dimuat
adalah fungsi pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan POM, artikel
ilmiah popular terkait obat, obat tradisional, pangan, suplemen makanan dan kosmetik
serta informasi terkini mengenai kebijakan pengawasan obat dan makanan dari Badan
POM (public warning, press release, dll).
Buletin InfoPOM diterbitkan setiap dua bulan sekali, dan disebarluaskan kepada Unit
Kerja di Pusat dan Daerah serta pemangku kepentingan Pengawasan Obat dan
Makanan seperti Dinas Kesehatan, Perguruan Tinggi Jurusan Farmasi, Instalasi Obat di
Rumah Sakit, Puskesmas Kecamatan di Wilayah Provinsi DKI Jakarta serta melalui
berbagai kegiatan (pameran, kunjungan tamu dll).
15,21%
21,99%
14,66%
13,63%
10,01%
9,34%
6,51%
5,96%
1,22%
0,64%
0,52%
0,24%
0,09%
0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00%
obat dan napza
binatang
minuman
obat
makanan
kimia
campuran
pestisida
kosmetika
obat tradisional
pencemar lingkungan
produk suplemen
tumbuhan
178
Untuk penyusunan buletin telah dibentuk tim yang anggotanya terdiri dari wakil dari
semua unit kerja di Pusat, yang akan melakukan pembahasan, penyusunan
materi/artikel, editing, desain dan pencetakan buletin. Buletin juga dipublikasikan
dalam website Badan POM pada subsite perpustakaan dalam bentuk file pdf. Pada tahun
2015 InfoPOM menerbitkan berupa artikel utama, artikel pendukung, artikel Seri
Swamedikasi, Siaran Pers Kepala Badan POM serta Forum PIO Nas dan SIKerNas.
Gambar 4.97 InfoPOM yang diterbitkan selama Tahun 2015
G. Buletin Informasi Produk Terapetik
Buletin Informasi Produk Terapetik merupakan informasi ilmiah tentang Produk
Terapetik yang dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat dan praktisi
kesehatan. Pada tahun 2015 telah diterbitkan Buletin Informasi Produk Terapetik
Volume 25 pada November 2015 dan didistribusikan ke Balai Besar/Balai POM, Rumah
Sakit, Dinas Kesehatan Provinsi & Kabupaten/ Kota, dan Puskesmas di seluruh wilayah
Indonesia.
Buletin tersebut memuat artikel mengenai
Antibiotik/Antimikroba, Demam Berdarah Dengue,
Interaksi Obat dan Makanan dan monografi obat
baru Regorafenib. Disamping itu berisi informasi
obat baru yang disetujui periode Maret 2014 –
Maret 2015 yaitu ARCOXIA® tablet salut selaput
(mengandung etoricoxib 60 mg, 90 mg dan 120
mg); CYMBALTA® kapsul lepas tunda (mengandung duloksetin hidroklorida setara 30
mg dan 60 mg duloksetin); EXJADE® tablet dispersibel (mengandung deferasirox 125
mg, 250 mg, dan 500 mg); EVISTA® tablet salut selaput (mengandung raloxifen
179
hidroklorida 60 mg setara 56 raloxifen base); GALVUS® tablet (mengandung
vildagliptin 50 mg); ZYTIGA® tablet (mengandung abirateron asetat 250 mg);
NEUPRO® transdermal patch (mengandung rotigotin 2mg/24 jam dan 4 mg/24 jam);
SEROQUEL XR® tablet lepas lambat (mengandung quetiapin fumarat setara quetiapin
50 mg, 200 mg, 300 mg dan 400 mg). Selain itu terdapat pula daftar Obat Copy yang
telah disetujui bulan Maret 2014 – Maret 2015.
H. Penerbitan Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan diterbitkan dengan tujuan untuk
menyebarluaskan informasi keamanan pangan agar
pengetahuan masyarakat meningkat sehingga tergugah untuk
menerapkan keamanan pangan pada kehidupan sehari-hari.
Rubrik di dalam Majalah Keamanan Pangan antara lain Info
Utama, profil program, wawasan, regulasi, teknologi pangan,
peristiwa, dan cemaran.
Pada tahun 2015 telah diterbitkan 2 volume Majalah Keamanan Pangan yaitu volume
27 dengan tema utama Indonesia Risk Assesment Center (INARAC) Sebagai Pusat
Kajian Risiko Keamanan Pangan di Indonesia dan volume 28 dengan tema utama
ASEAN Expert Group on Food Safety (AEGFS) sebagai bentuk kerjasama ASEAN di
Bidang Keamanan Pangan. Majalah tersebut didistribusikan kepada lingkungan
internal Badan POM, Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia, kementerian terkait,
Gubernur di seluruh Indonesia, Dinas Kesehatan di seluruh Indonesia, institusi
pendidikan, industri pangan, media massa, asosiasi di bidang pangan, dan lain-lain.
I. Pengembangan KIE PJAS Berbasis Web
Pengembangan KIE PJAS berbasis web
dilakukan melalui subsite
klubpompi.pom.go.id. Subsite ini menjadi
penting karena digunakan sebagai
pembelajaran jarak jauh (e-learning)
terutama untuk 5 Kunci Keamanan pangan
Untuk Anak Sekolah. Dalam subsite ini
terdapat fitur baru yang dapat digunakan oleh tim Keamanan Pangan Sekolah dan
Fasilitator Keamanan Pangan Sekolah melaporkan kegiatannya. Selain itu,
klubpompi.pom.go.id sudah di interlink dengan website Rumah Belajar yang
dikembangkan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PUSTEKKOM) dari
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
180
J. Pameran KIE Keamanan Pangan
Sosialisasi keamanan pangan harus dilakukan secara berkesinambungan, agar
mencapai sasarannya, maka harus dilakukan secara terstruktur dan terarah. Pameran
adalah salah satu sarana penyebaran informasi untuk meningkatkan pengetahuan
kepada masyarakat. Disamping mempromosikan tentang keamanan pangan, dalam
pameran secara tidak langsung dapat memberikan informasi dan edukasi tentang
keamanan pangan kepada masyarakat luas sehingga diharapkan mampu mengubah
sikap mentalnya terhadap masalah keamanan pangan.
Kegiatan Pameran Keamanan Pangan tahun 2015 :
a. Pameran pada acara Car Free Day bertempat di Jl. Teluk Betung Jakarta pada
tanggal 3 Februari 2015
b. Pameran pada acara Rakernas Badan POM bertempat di Hotel Bidakara pada
tanggal 16-17 Maret 2015
c. Pameran pada Hari Kesehatan Sedunia bertempat di halaman Kantor Walikota di
Jakarta Utara pada tanggal 7 April 2015
d. Pameran pada acara Bulan Keamanan Pangan bertempat di Aula Gedung C BPOM
pada tanggal 9 April 2015
e. Pameran pada acara Hari Konsumen Nasional bertempat di area Monumen
Nasional pada tanggal 12 Mei 2015.
f. Pameran Pasar Jamu bertempat di Badan POM pada tanggal 28 dan 29 Mei 2015
g. Pameran pada acara Car Free Day bertempat di Jl. Teluk Betung pada tanggal 14
Juni 2015
h. Pameran Pembangunan Kesehatan Nasional Hari Kesehatan Nasional ke 51
bertempat di Jakarta International Expo Kemayoran pada tanggal 13-15
November 2015
i. Pameran pada acara Car Free Day bertempat di Jl. Teluk Betung pada tanggal 15
Desember 2015
4.13. KERJASAMA LUAR NEGERI
Kerjasama luar negeri Badan POM tidak hanya ditujukan untuk mendukung tugas dan
fungsinya dalam pengawasan obat dan makanan, namun juga untuk mendukung Agenda
Nawa Cita ke-6 dalam meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional. Pada tahun 2015, Badan POM telah melakukan 25 pengembangan kerjasama
dan/atau kerjasama internasional di bidang Obat dan Makanan.
Pada tingkat bilateral, selain aktif memberikan masukan posisi dalam perundingan
Indonesia-Jepang, Indonesia-Korea, Indonesia-Amerika, Indonesia-Selandia Baru,
Indonesia-Uni Eropa, Indonesia-Mesir, Indonesia Arab Saudi, Indonesia-China, Indonesia-
Republik Demokratik Timor Leste, Badan POM juga melakukan penjajakan kerjasama
dengan beberapa instansi luar negeri.
181
Tahun 2015, Kepala Badan POM melakukan kunjungan kerja ke Therapeutic Goods
Administration (TGA) Australia, Food Standard Australia New Zealand (FSANZ), Chinese
Food and Drug Administration (CFDA), The Associate Central of Quality, Supervision,
Inspection and Quarantine (AQSIQ) China, Vrije Universiteit Amsterdam (VUA) Belanda,
Netherland Food and Consumer Product Safety/Nederlandse Voedsel- en Warenautoriteit
(NVWA) Belanda, College ter Beoordeling van Geneesmiddelen (CBG)/Medicine Evaluation
Board (MEB) Belanda, Dutch Health Care Inspectorate (IGZ) Belanda, Food Safety Authority
(FSA) Inggris, dan European Medicines Agency (EMA) Inggris, Ditjen Kesehatan
Lingkungan dan Keamanan Pangan Jepang, Kementerian Kesehatan, Buruh dan
Kesejahteraan (MHLW) Jepang, Pharmaceutical and Medical Devices Agency (PMDA)
Jepang, Health Science Authority (HSA) Singapura, Centre of Regulatory Excellence (CoRE)
Singapura dan The Interpol Global Complex for Innovation (IGCI) Singapura, Kementerian
Perdagangan, Industri dan Lingkungan Hidup Teimur Leste serta Kementerian Kesehatan
Timor Leste.
Tahun 2015, Badan POM menandatangani dua perjanjian kerjasama luar negeri yaitu:
1) Dengan Rektor VUA, Belanda pada tanggal 3 September 2015 dalam bidang capacity
building yang meliputi kerjasama pelatihan, pendidikan dan penelitian di bidang
keamanan obat dan makanan, dan
2) Dengan Chief Representative Japan International Cooperation Agency (JICA)
Indonesia Office pada tanggal 27 Agustus 2015 dalam bidang Keamanan Obat dan
Makanan.
Selain itu, sebagai rangka tindak lanjut dari MoU tahun 2014 antara Badan POM dan
Ministry of Commerce, Industry and Environment Republik Demokratik Timor-Leste
(MCIE-RDTL), Badan POM memberikan konsultasi dalam rangka pengembangan
laboratorium pengujian pangan di Timor Leste.
Dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, Badan POM berpartisipasi aktif
dalam kerjasama regional ASEAN maupun kerjasama ASEAN dengan negara mitra terkait
harmonisasi standar serta kerjasama dalam menunjang perdagangan bebas. Badan POM
menjadi focal point dalam forum ASEAN Cosmetic Committee, Traditional Medicines and
Health Supplement Product Working (TMHS PWG), Pharmaceutical Product Working Group
(PPWG). Forum tersebut membahas harmonisasi standar di bidang obat dan makanan.
Dalam kerjasama ASEAN Mitra, Badan POM berpatisipasi pada pertemuan antara lain
ASEAN China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN Jepang Comprehensive Economic
Partnership (AJCEP), ASEAN Australia New Zealand FTA (AANZFTA). Pembahasan
kerjasama ASEAN Mitra terkait modalitas tarif, ketentuan asal barang, SPS, dan STRACAP.
Dalam kerjasama APEC, Badan POM selaku focal point APEC LSIF (Life Science Innovation
Forum), berpartisipasi aktif dalam pertemuan LSIF–Regulatory Harmonization Steering
Committee (RHSC). Tahun 2015, forum ini membahas mengenai Training Center of
182
Excellent (CoE) for regulatory Science; pembentukan CoE untuk topik Multi Regional
Clinical Trial (MRCT) dan Quality Supply Chain sebagai pilot project (proyek pemula).
Selain kerjasama regional ASEAN dan APEC, Badan POM juga berperan dalam forum
Regional Comprehensive Economic Partnership Trade Negotiating Committee (RCEP-TNC).
Forum ini melibatkan 16 negara yaitu 10 negara ASEAN serta 6 negara mitra seperti China,
India, Korea, Jepang, Australia, New Zealand. Forum ini terkait Badan POM juga membahas
modalitas tarif, STRACAP, SPS dan akses pasar.
4.14. PENGEMBANGAN OBAT ASLI INDONESIA
Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi keamanan dan khasiat/kemanfaatan obat asli
Indonesia, pada tahun 2015 telah dilakukan :
a. Telah disusun 7 dokumen yang memuat informasi tentang etnofarmakognosi,
keamanan, kemanfaatan/khasiat dan mutu dan penerapannya pada pelaku usaha
untuk tanaman obat : binahong, bawang putih, jahe, kelor, pegagan, sambiloto, sirih
merah. Selain itu telah tersusun kajian ramuan obat tradisional berasal dari naskah
kuno seperti Kitab Serat Centini, Tibb dan Jampi Jawa Pakualaman.
b. Sosialisasi dan bimbingan teknis dalam rangka terkait
peningkatan aspek mutu (sanitasi, higiene dan
dokumentasi)serta pemantapan usaha jamu gendong
dan jamu racik dalam rangka pengarusutamaan gender
yang dilaksanakan di Kabupaten Sukoharjo, Cilacap,
dan Banyuwangi pada 40 UMKM.
c. Kegiatan sosialisasi, komunikasi, informasi, dan edukasi tentang keamanan dan
kemanfaatan obat asli Indonesia yaitu :
Seminar ilmiah 3 tumbuhan obat yaitu
binahong, kelor dan pegagan.
Sosialisasi cara memilih obat
tradisional dan kosmetik yang baik
kepada komunitas ibu-ibu PKK.
Workshop peluang pasar bagi pelaku
usaha di bidang obat tradisional.
Pameran “Pasar Jamu 2015” dan “Pasar
Herbal”, serta mengikuti pameran
“Indogreen Forestry Expo 2015”,
pameran “Gelar Pemberdayaan
Masyarakat Berbasis Budaya Expo &
Awards 2015” dan pameran “Jamu
Festival 2015”.
183
4.15. RISET DI BIDANG OBAT DAN MAKANAN
Guna menunjang kebijakan Badan POM dalam mewujudkan laboratorium Badan POM yang
modern dan handal serta memperkuat sistem regulatori pengawasan Obat dan Makanan,
maka perlu dilakukan riset keamanan, khasiat/manfaat,dan mutu Obat dan Makanan
sebagai dukungan untuk perkuatan pengawasan pre-market dan post-market Obat dan
Makanan.Pemilihan topik riset didasarkan atas analisis kebutuhan pengawasan yang
ditetapkan oleh kedeputian 1, 2 dan 3 serta PPOMN atau Balai Besar/Balai POM, disamping
berdasarkan isu-isu tentang obat dan makanan yang sedang berkembang pada saat itu, baik
di dalam maupun di luar negeri.
Pada tahun 2015, Badan POM melalui Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) melaksanakan
kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik, yaitu riset
yang berbasis laboratorium dan non laboratorium, sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, publikasi, serta pengembangan jejaring lintas sektor dan kerjasama dengan
stakeholder. Kegiatan tersebut adalah :
1. Kegiatan kerjasama dengan Kedeputian III, terdiri dari :
a. Uji cepat identifikasi untuk membedakan pewarna azo dan non azo.
b. Uji cepat identifikasi Sudan I pada produk pangan.
c. Uji cepat identifikasi Auramin O pada produk pangan.
d. Identifikasi pewarna kuning yang tidak diizinkan pada kerupuk.
e. Pengembangan MA migrasi global zat kontak pangan dari kemasan kertas dan
karton.
f. Pengembangan MA migrasi dietil heksil ftalat (DEHP), dibutil ftalat (DBP),
diisononil ftalat (DINP) dan diisodesil ftalat (DIDP) dari kemasan kertas dan
karton ke dalam simulan pangan etanol 50% secara GCMS.
g. Analisis logam berat Pb dan Cd pada jus buah.
h. Pengembangan MA deteksi Vibrio cholera menggunakan multiplex PCR.
i. Pengembangan metode identifikasi dan pengujian DNA 16S E.coli menggunakan
PCR
j. Pengembangan metode identifikasi dan pengujian DNA 16S Salmonella
menggunakan PCR
k. Pengembangan metode validasi PRG dengan menggunakan Real Time PCR:
screening pangan PRG terhadap produk olahan kedelai
l. Pengembangan metode validasi PRG dengan menggunakan Real Time PCR:
screening pangan PRG terhadap produk olahan jagung.
2. Kegiatan kerjasama dengan PPOMN, terdiri dari :
a. Uji Profisiensi Identifikasi Bahan Kimia Obat dalam Obat Tradisional untuk Batuk
b. Uji Profisiensi Penetapan kadar Diazepam dalam sediaan tablet.
184
3. Kegiatan kerjasama dengan Kedeputian II
a. Pengembangan metode Analisis Kosmetik (8 Judul)
- Penetapan kadar diazolidinil urea dalam perawatan kulit
- Identifikasi methyldibromoglutaronitrile dalam sediaan lipstick
- Identifikasi 2-amino-4-nitrophenol dalam sediaan pewarna rambut bentuk
krim
- Identifikasi basic blue 26 dalam sediaan rias bibir
- Identifikasi 6-amino-o-cresol dalam sediaan pewarna rambut bentuk krim
- Identifikasi acid violet 43 (CI 60730) dalam sediaan mata bentuk cair dan
padat
- Identifikasi pigment yellow 1 (CI 11680) dalam sediaan rias bibir bentuk
lipstick
- Identifikasi Solvent Yellow 33 (CI 47000) dalam sediaan pewarna rambut
bentuk krim
b. Verifikasi metode Analisis (15 Judul)
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 14720 (Carmoisin,
Acid Red 14) Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 15850:1 (D & C Red
No.7, Lithol Rubine BK) Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 15985 (Kuning FCF,
Sunset Yellow FCF) Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 16035 (Allura Red
AC) Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 16185 (Amaranth)
Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 16255 (Ponceau 4R,
Acid Red 18) Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 19140 (Tartrazine)
Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 40800
(Betacarotene) Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 42051 (Patent Blue
V, Acid Blue 3) Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 44090 (Green S)
Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 45430 (Erythrosine
B) Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 73015 (Indigo
Carmine) Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 75300 (Curcumin)
Dalam Kosmetik
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 75470 (Carmine)
Dalam Kosmetik
185
- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 40850
(Canthaxanthin) Dalam Kosmetik
Publikasi Ilmiah
Untuk memberikan informasi hasil riset yang telah
dilakukan oleh PROM kepada masyarakat, maka
dilakukan kegiatan publikasi “Forum Diseminasi
Hasil Riset” tanggal 10 Juni 2015 yang dihadiri oleh
Balai Besar/Balai POM, LIPI, BPPT, Kemenristek,
Pihak Perguruan Tinggi dan Unit Eselon II
dilingkungan BPOM.
4.16. PENGUJIAN DI BIDANG OBAT DAN MAKANAN
Dalam rangka meningkatkan mutu pengujian obat dan makanan, seluruh laboratorium
Badan POM perlu dilakukan peningkatan pemenuhan Good Laboratory Practices (GLP),
untuk itu pada tahun 2015 dilakukan pemetaan di 31 Laboratorium BB/BPOM untuk
mengetahui kapasitas dan kapabilitas laboratorium terkait pemenuhan peralatan,
kompetensi staf, dan Standar Ruang Lingkup (SRL) Pengujian. Kegiatan dilakukan oleh Tim
Penyusun Baseline PPOMN dimulai pada Februari 2015 dengan pembuatan Tools
Pemetaan; assessment oleh tim ke BB/BPOM. Berdasarkan hasil pemetaan diperoleh
persentase pemenuhan GLP BB/BPOM sebesar 59,1%. Hasil pemetaan ini ditetapkan
menjadi baseline pemenuhan standar GLP. Baseline ini sangat penting karena merupakan
titik awal perencanaan untuk pelaksanaan Renstra 2015-2019 terkait pemenuhan GLP
BB/BPOM yang merupakan salah satu indikator kinerja utama PPOMN, dengan target pada
akhir tahun 2019 pemenuhannya 85%.
A. Pengujian sampel
Pengujian sampel yang dilakukan di Laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasional terdiri dari 5 jenis yaitu sampel uji absah/rujuk, sampel khusus, sampel kasus,
sampel pihak ketiga dan sampel uji profisiensi.
Jumlah sampel pada tahun 2015 sebanyak 3.997 sampel dan selesai diuji sebanyak 2.978
sampel sedangkan 1.019 sampel akan diuji pada Januari 2016. Rincian dan sebaran sampel
pada masing-masing bidang/laboratorium sebagai berikut :
186
Gambar 4.98 Jumlah sampel tiap Bidang/Laboratorium
Tahun 2015
B. Pengembangan Metode Analisa
Dalam menjalankan fungsi sebagai pengawas obat dan
makanan, PPOMN harus menjaga kompetensinya
sebagai laboratorium penguji dengan menerapkan
Sistem Manajemen Laboratorium berdasarkan
ISO/IEC17025 : 2005. Salah satu unsur penting dalam
penerapan sistem manajemen tersebut adalah
validasi/verifikasi metode uji, yang sangat penting
dilakukan agar didapat hasil uji yang valid dan dapat
dipercaya.
Disamping itu validasi/verifikasi metoda uji terhadap produk obat yang belum tercantum
dalam kompendia menuntut diperlukannya pengembangan Metoda Analisis (MA) agar
produk tersebut dapat diawasi. Demikian juga untuk produk lainnya yang secara resmi
belum mempunyai metoda untuk pengujian terhadap keamanan produk. Untuk itu
pengembangan metoda analisis dalam rangka pengawasan mutu dan keamanan produk
sangat diperlukan. Pengembangan MA ini dilakukan berdasarkan prioritas terhadap
produk yang dapat memberikan dampak negatif terhadap mutu dan keamanan pengguna
(masyarakat). Agar MA yang dikembangkan oleh PPOMN validitasnya terjamin, maka
PPOMN mengundang beberapa pakar di bidangnya untuk pembahasan hasil
pengembangan MA tersebut dan hasilnya diterbitkan sebagai kumpulan MA PPOMN yang
dapat digunakan oleh BB/BPOM.
Tujuan dari kegiatan ini adalah tersedianya MA sesuai perkembangan produk obat dan
makanan, serta dapat menjamin hasil analisis yang absah yaitu yang dapat dipercaya,
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan kesesuaian dengan tujuan pengujian yang dapat
meliputi identifikasi, kemurnian, penetapan kadar dan lain lain.
No Jenis Sampel Jumlah
1 Sampel absah/rujuk
905
2 Sampel Kasus 18
3 Sampel Khusus 844
4 Sampel pihak ketiga
2.207
5 Sampel uji profisiensi
23
Total 3.997
885
487 552 492
181
1.400
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
187
Hasil pengembangan metode analisa yang telah dilaksanakan tahun 2015 sebanyak 66 judul
Metode Analisis dan 5 hasil kolaborasi dengan Balai Besar/Balai POM. Hasil pengembangan
metode analisa yang telah dilaksanakan tahun 2015 terdapat pada lampiran 2.
C. Pembuatan Baku Pembanding
Target produksi baku pembanding tahun 2015 adalah 60 jenis, tetapi berhasil dilakukan
pengujian 80 jenis calon baku pembanding, termasuk di dalamnya 12 jenis calon baku
pembanding yang diuji oleh Laboratorium Unggulan Baku Pembanding BBPOM di
Yogyakarta dan 15 jenis diuji secara kolaborasi (19,23%).
Hasil uji calon baku pembanding kemudian dibahas dan adopsi baku pembanding dilakukan
di PPOMN pada 8-9 September 2015 dan 16-17 November 2015. Hasil pembahasan
tersebut menerima dan mengadopsi 78 jenis (97,5%) Baku Pembanding Farmakope
Indonesia (BPFI) dan Baku Pembanding Laboratorium (BPL). Selain itu juga terdapat
tambahan baku pembanding hasil uji kolaborasi ASEAN tahun 2015 sebanyak 4 jenis yaitu
Klaritromisin, Sefiksim trihidrat, Ibuprofen, dan Kloramfenikol. Indonesia terlibat dalam uji
kolaborasi ASEAN pada tahun 2015 sebagai partisipan untuk 2 jenis baku pembanding
ASEAN (Enalapril maleat dan Propil paraben) dan sebagai koordinator uji kolaborasi baku
pembanding ASEAN untuk Prazikuantel.
Merujuk pada ISO Guide 34:2009 tentang produksi baku pembanding, salah satu tahapan
pengujian baku pembanding adalah uji kolaborasi dengan laboratorium lain. Pada tahun
2015 persentase jumlah baku pembanding yang dikolaborasikan mencapai 19,23% dengan
jumlah kolaboran 14 BB/BPOM. Daftar Baku Pembanding produksi tahun 2015 dapat
dilihat pada lampiran 3.
D. Produksi dan Pengadaan Hewan
Hewan yang diproduksi di Laboratorium
Hewan Percobaan terdiri dari 3 (tiga) spesies
yaitu mencit (Mus musculus, galur ddY), tikus
(Rattus novergicus, galur Sprague Dawley) dan
kelinci (Oryctolagus cuniculi, galur Japanese
White). Produksi hewan disesuaikan dengan
kebutuhan pengujian dan permintaan dari
pihak eksternal.
Tabel 4.22 Produksi/Pengadaan
Hewan Percobaan Tahun 2015
No Jenis Hewan Percobaan
Produksi Hewan (ekor)
1 Mencit 39.590 2 Tikus 5.450 3 Kelinci 265 4 Marmut 306*) 5 Mencit 1.050*)
Keterangan : Penghitungan per 31 Desember 2015 *) Pengadaan dari instansi lain
188
E. Laboratorium Kalibrasi
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) disamping mempunyai
laboratorium pengujian mutu juga telah memiliki laboratorium kalibrasi dan telah
terakreditasi oleh KAN-BSN dengan No. LK - 47 -IDN. Ruang lingkup laboratorium kalibrasi
PPOMN meliputi kalibrasi alat laboratorium, suhu serta massa dan volume.
Tugas dan fungsi laboratorium kalibrasi PPOMN saat ini adalah melakukan kalibrasi
peralatan laboratorium (termasuk alat gelas) baik laboratorium pengujian PPOMN, Balai
Besar/Balai POM seluruh Indonesia dan sampel dari pihak ketiga. Apabila kalibrasi
peralatan laboratorium dilakukan secara berkesinambungan sesuai jadwal rekalibrasi
maka diharapkan ketepatan peralatan laboratorium tersebut tetap terjaga. Demikian juga
apabila terdapat penyimpangan pada alat tersebut dapat diketahui sejak dini, sehingga
kerusakan yang lebih parah dapat dihindari.
Pada tahun 2015 telah dilakukan rekalibrasi alat laboratorium Balai Besar/Balai POM dan
PPOMN dengan target 31 Balai /Balai Besar POM dan PPOMN, dengan jumlah alat yang
dikalibrasi adalah 1833 item, terdiri dari :
Alat Laboratorium : 1801 item
Alat Gelas : 32 item
Sampel tersebut belum termasuk sampel dari PNBP sejumlah 5 item yang semuanya
merupakan alat laboratorium.
F. Kegiatan Survei IKM di BPOM
Hasil survey Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap penyelenggaraan pelayanan
publik PPOMN pada tahun 2015 mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari nilai 67,16
pada tahun 2013 dan sempat mengalami penurunan menjadi 66,32 pada tahun 2014, tapi
kemudian menjadi 78,10 pada tahun 2015.
189
BAB 5
PENGELOLAAN ANGGARAN
Pada tahun 2015, Badan POM mendapat anggaran sebesar Rp1.239.570.164.000.000,00
untuk seluruh kegiatan di pusat maupun daerah. Anggaran tersebut terdiri dari: Belanja
Pegawai Rp409.249.454.000,00 (33,02%) (termasuk alokasi tunjangan kinerja
Rp156.846.123.000, -; Belanja Barang Rp578.884.987.000,00 (46,70%); dan Belanja Modal
Rp251.435.723.000,00 (20,28%). Anggaran tersebut tersebar untuk 9 Satker Pusat
Rp592.785.361.000,00 (47,82%) dan 31 Balai Besar/Balai POM Rp646.784.803.000,00
(52,18%).
Gambar 5.1 Proporsi Anggaran Badan POM Pusat dan Balai Tahun 2015
Realisasi anggaran tersebut sebesar Rp1.071.187.255.937,00 (86,42%) yang terdiri dari
realisasi anggaran untuk 9 Satker Pusat Rp496.562.326.239,00 dan realisasi anggaran
untuk seluruh Balai Besar/Balai POM Rp574.624.929.698,00, serta transaksi hibah non kas
sebesar Rp0,00.
Belanja Pegawai
Belanja Pegawai Badan POM terdiri dari Belanja Pegawai untuk 9 Satker Pusat adalah
Rp233.739.376.000,00 dan Belanja Pegawai untuk seluruh Balai Besar/Balai POM adalah
Rp175.510.078.000,00 Realisasi Belanja Pegawai tersebut berturut-turut adalah
Rp198.269.486.415,00 (84,83%) dan Rp158.735.131.266,00 (90,44%).
Belanja Barang
Belanja Barang terdiri dari Rp285.242.282.000,00 untuk 9 Satker Pusat dan
Rp293.642.705.000,00 untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasi Belanja
Barang berturut-turut adalah Rp232.827.919.660,00 (81,62%) dan Rp257.707.495.749,00
(87,76%).
47,82%52,18%
Pusat Balai
190
Belanja Modal
Belanja Modal Badan POM terdiri dari Rp73.803.703.000,00 untuk 9 Satker Pusat dan
Rp177.632.020.000,00 untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasinya
berturut-turut Rp65.464.920.164,00 (88,70%) dan Rp158.182.302.683,00 (89,05%).
Tabel 5.1 Alokasi dan Realisasi Anggaran Pusat dan Balai Tahun 2015
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal
Pusat Pagu 233.739.376.000 285.242.282.000 73.803.703.000
Realisasi 198.269.486.415 232.827.919.660 65.464.920.164
Daerah Pagu 175.510.078.000 293.642.705.000 177.632.020.000
Realisasi 158.735.131.266 257.707.495.749 158.182.302.683
Total Pagu 409.249.454.000 578.884.987.000 251.435.723.000
Realisasi 357.004.617.681 490.535.415.409 223.647.222.847
Gambar 5.2 Proporsi Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja
Tahun 2015
0
100.000.000.000
200.000.000.000
300.000.000.000
400.000.000.000
500.000.000.000
600.000.000.000
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal
87,23%
84,74%
88,95%
Ru
pia
h
Jenis Belanja
Alokasi Realisasi
191
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Selama tahun 2015, estimasi penerimaan negara Badan POM yang berasal dari PNBP
sebesar Rp70.000.000.000,00. Dari jumlah tersebut, realiasasi PNBP yang dapat dicapai
adalah Rp100.747.534.361,00 atau 143,93% dari target yang ditetapkan. Sedangkan,
estimasi penggunaannya adalah Rp64.765.983.000,00 dengan realisasi penggunaan PNBP
mencapai Rp53.580.589.343,00 atau 82,73%.
Dana Hibah
Selama tahun 2015, Badan POM menerima anggaran yang berasal dari hibah sebesar
Rp1.110.418.000,00 dari jumlah tersebut digunakan untuk belanja barang sebesar
Rp694.352.000,00 dan belanja modal sebesar Rp416.066.000,00. Donor dana hibah
tersebut adalah Global Fund, USP, dan WHO.
Sedangkan alokasi dan realisasi anggaran berdasarkan program pada tahun 2015 adalah
sebagai berikut:
Program Pagu Realisasi %
101. Program Dukungan
Manajemen dan Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya BPOM
350.896.061.000 290.860.877.477 82,89
102. Program Peningkatan Sarana
dan Prasaran Aparatur BPOM 28.916.300.000 25.710.489.869 88,91
106. Program Pengawasan Obat
dan Makanan 859.757.803.000 754.615.888.591 87,77
193
BAB 6
PENUTUP
Untuk mengatasi berbagai masalah yang masih ditemui dalam melaksanakan pengawasan
Obat dan Makanan di Indonesia demi melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang
tidak memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat dan mutu serta untuk meningkatkan
daya saing produk Obat dan Makanan di pasar lokal dan global, pada tahun 2016 Badan
POM harus melakukan berbagai upaya peningkatan kinerja, antara lain:
1. Perubahan paradigma pengawasan dari watch-dog control menjadi proactive control
melalui:
a. Pengawasan yang lebih ke hulu dan terintegrasi;
b. Mengedepankan tindakan pencegahan melalui pelaksanaan Program Manajemen
Risiko (PMR) oleh pelaku usaha yang diverifikasi oleh Badan POM selaku regulator;
dan
c. Mendorong peran aktif pelaku usaha dalam pemenuhan regulasi.
2. Kontribusi dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), melalui:
a. Penguatan sampling dan pengujian obat JKN serta pemeriksaan sarana berbasis
risiko;
b. Dukungan regulasi dan regulatory assistance oleh Badan POM kepada pelaku usaha;
dan
c. Percepatan proses registrasi obat generik yang aman, berkhasiat, bermutu.
3. Penguatan Pengawalan Badan POM dalam era globalisasi dan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA), melalui:
a. Peran aktif dalam forum ASEAN dan international dalam rangka penyusunan
standar dan regulasi yang efektif untuk melindungi kepentingan nasional;
b. Peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dan perkuatan
infrastruktur;
c. Peningkatan public awareness melalui intensifikasi kegiatan Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE);
d. Penguatan kerjasama lintas sektor dalam pengawasan obat dan makanan; dan
e. Peningkatan daya saing produk dalam negeri yang salah satunya yaitu dengan
memberikan iklim usaha yang baik melalui deregulasi, debirokratisasi, dan
regulatory assistance dalam pemenuhan ketentuan untuk meningkatkan kemanan,
mutu, dan khasiat/manfaat obat dan makanan.
4. Penguatan pemberantasan Obat dan Makanan yang mengandung bahan
berbahaya/dilarang, dan ilegal termasuk palsu, melalui program-program peningkatan
keterlibatan aktif masyarakat (community empowerment) yang di antaranya: Gerakan
Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GN POPA), Gerakan Nasional Waspada Obat
dan Makanan Ilegal (GN WOMI), Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (AN PJAS),
dan Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD).
194
5. Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui:
a. Peningkatan kepastian dan transparansi dalam bentuk pengembangan sistem
penilaian berbasis elektronik untuk obat copy tertentu, obat tradisional, dan
makanan;
b. Simplifikasi prosedur berbasis risiko; dan
c. Penguatan dan transparansi komunikasi G to G, G to B, dan G to C untuk peningkatan
persamaan persepsi.
195
Lampiran 1. Capaian Rencana Kerja Pemerintah Badan POM Tahun 2015
Program/Kegiatan Indikator Kinerja Satuan T R
I. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM
Capaian pelaksanaan Reformasi Birokrasi di BPOM
B BB (70,88) 101,26
Opini Laporan Keuangan BPOM dari BPK
WTP WTP 100
Nilai SAKIP BPOM dari MENPAN
B B 100
1.1 Koordinasi Kegiatan Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan, Bantuan Hukum, Layanan Pengaduan Konsumen dan Hubungan Masyarakat
Jumlah informasi obat dan makanan yang dipublikasikan
91 139 152,75%
Jumlah layanan pengaduan dan informasi konsumen yang ditindaklanjuti
9.000 14.275 158,61%
Jumlah bantuan hukum yang diberikan
150 380 253,33%
Jumlah rancangan peraturan perundang-undangan yang disusun
150 274 182,67%
1.2 Peningkatan Penyelenggaraan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri
Jumlah pengembangan kerjasama dan/atau kerjasama internasional di bidang Obat dan Makanan
25 25 100,00
1.3 Koordinasi Perumusan Renstra dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran, Keuangan serta Evaluasi dan Pelaporan
Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, keuangan dan monitoring evaluasi yang dihasilkan
15 15 100,00
Jumlah kajian Organisasi, Tata Laksana dan Reformasi Birokrasi
1 1 100,00
1.4 Peningkatan Kapasitas dan Kapabilitas SDM Aparatur BPOM
Persentase Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan S1, S2, S3
2 2,88 143,93
Jumlah dokumen Human Capital Management
7 7 100,00
Persentase pegawai yang memenuhi standar kompetensi
65 69,67 107,18
Persentase SDM Aparatur BPOM yang memiliki kinerja berkriteria baik
80 99,15 123,94
1.5 Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat dan Makanan
Hasil penilaian mandiri pelaksanaan reformasi birokrasi bidang penguatan pengawasan
10 10,67 106,70
Persentase laporan hasil pengawasan yang disusun tepat waktu
85 85,37 100,44
196
Program/Kegiatan Indikator Kinerja Satuan T R
Persentase penilaian mandiri evaluasi pengendalian intern tingkat entitas (PM-EPITE) degan kriteria baik
60 90,40 150,67
Persentase rekomendasi hasil pemeriksaan yang ditindaklanjuti BPOM
80 81,38 107,73
Persentase rekomendasi hasil pengawasan yang ditindaklanjuti dibandingkan total rekomendasi yang diberkan inspektorat
70 53,64 76,63
1.6 Pelayanan Informasi Obat dan Makanan, Informasi Keracunan dan Teknologi Informasi
Persentase infrastruktur TIK yang dikembangkan untuk optimalisasi e-gov bisnis proses BPOM
35 35 100,00
Jumlah informasi Obat dan Makanan yang up to date sesuai lingkungan strategis pengawasan obat dan makanan
675 693 102,67
II. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM
Persentase pemenuhan sarana dan prasarana penunjang kinerja sesuai standar
80 76 95,0
2.1 Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM
Jumlah dukungan teknis pengadaan barang dan jasa
5 5 100,00
2.2 Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM
Persentase pemenuhan sarana dan prasarana penunjang kinerja sesuai standar
80 76 95,00
Persentase satker yang mampu mengelola BMN dengan baik
100 75 75,00
III. Program Pengawasan Obat dan Makanan
Persentase obat yang memenuhi syarat
92,0 98,55 107,12
Persentase obat tradisional yang memenuhi syarat
80,0 80,94 101,18
Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat
89,0 98,22 110,36
Persentase Suplemen kesehatan yang memenuhi syarat
79,0 97,70 123,67
Persentase makanan yang memenuhi syarat
88,1 89,0 101,02
Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertfikat CPOTB
61 52 85,25
Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan
185 176 95,14
Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam
3 2 66,67
197
Program/Kegiatan Indikator Kinerja Satuan T R
rangka menjamin keamanan pangan Jumlah kerjasama yang diimplementasikan
10 5 50
3.1 Pengawasan Obat dan Makanan di 31 Balai Besar/Balai POM
Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis
82.632 80,525 97,45
Pemenuhan target sampling produk Obat di sektor publik (Instalasi Farmasi Kabupaten)
100 107,34 107,34
Persentase cakupan pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan
58 57,04 98,34
Persentase cakupan pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan
24 33,51 139,63
Jumlah perkara di bidang obat dan makanan
289 292 101,04
Persentase pemenuhan sarana prasarana sesuai standar
80 70,98 93,73
Jumlah layanan publik BB/BPOM 35.300 43.910 124,39 Jumlah Komunitas yang diberdayakan
450 451 100,22
Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu
310 308 99,35
3.2 Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
Persentase hasil Inspeksi sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang memerlukan pendalaman mutu dan/atau diverifikasi
20 19,00 101,25
Persentase obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dan produk kuasi tidak memenuhi syarat (TMS) yang dianalisis dan ditindaklanjuti
801 78,75 98,44
1 Target yang tercantum pada RKP adalah 30%
198
Program/Kegiatan Indikator Kinerja Satuan T R
Persentase berkas permohonan sertifikasi OT, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan dan Produk Kuasi yang mendapatkan keputusan tepat waktu
70 82,60 118,00
Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertfikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)
612 52 85,25
Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan
1853 176 95,14
3.3 Inspeksi dan Sertifikasi Pangan
Jumlah inspeksi sarana produksi dan distribusi pangan yang dilakukan dalam rangka pendalaman mutu dan sertifikasi
500 490 98,00
Persentase penyelesaian tindak lanjut pengawasan mutu dan keamanan produk pangan
90 85,77 95,30
Persentase berkas permohonan sertifikasi pangan yang mendapatkan keputusan tepat waktu
70 116 165,71
Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin keamanan pangan
3 2,70 90,00
3.4 Pengembangan Obat Asli Indonesia
Jumlah pedoman/publikasi informasi keamanan, kemanfaatan/khasiat dan mutu hasil pengembangan OAI
7 7 100,00
3.5 Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
Persentase peningkatan Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
78 86,49 110,88
Jumlah kajian farmakovigilance obat beredar yang dikomunikasikan
10 12 120,00
3.6 Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif
Persentase penyelesaian pemberian sanksi TL tepat waktu terhadap sarana pengelola NPP yang tidak memenuhi ketentuan
70 87,56 125,09
Persentase permohonan rekomendasi Analisa Hasil Pengawasan (AHP) untuk impor/ekspor narkotika, psikotropika dan prekursor yang diselesaikan tepat waktu
80 87,41 109,26
2 Belum dianggarkan pada DIPA 2015 3 Belum dianggarkan pada DIPA 2015
199
Program/Kegiatan Indikator Kinerja Satuan T R
Persentase label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan
45 80,55 179,00
3.7 Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Persentase sarana distribusi yang menyalurkan bahan berbahaya sesuai ketentuan
50 51,78 103,56
Persentase kemasan pangan yang memenuhi syarat keamanan
86 93,46 108,67
Jumlah pasar yang diintervensi menjadi pasar aman dari bahan berbahaya
77 77 100,00
3.8 Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti tepat waktu
60 61,54 102,56
Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya
10 6 60,00
3.9 Penilaian Makanan Persentase Keputusan Penilaian pangan olahan yang diselesaikan
85 99,82 117,44
3.10 Penilaian Obat dan Produk Biologi
Persentase keputusan penilaian obat yang diselesaikan
75
81,00 108,00
3.11 Penilaian Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen
Persentase keputusan penilaian Obat Tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetik yang diselesaikan
80 97,27 121,59
3.12 Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
Jumlah Standar Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan yang disusun
40 40 100,00
3.13 Standardisasi Makanan
Jumlah Standar pangan yang disusun
14 14 100,00
3.14 Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT
Jumlah Standar Obat yang disusun 10 12 120,00
3.15 Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Makanan
Jumlah hasil kajian profil risiko keamanan pangan
5 5 100,00
Jumlah Kabupaten/kota yang sudah menerapkan Peraturan Kepala BPOM tentang IRTP
100 100 100,00
Jumlah desa pangan aman yang menerima intervensi pengawasan keamanan pangan
100 100 100,00
3.16 Pemeriksaan secara Laboratorium, Pengujian dan Penilaian Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat dan Makanan serta Pembinaan Laboratorium POM
Persentase pemenuhan Laboratorium Balai Besar/Balai POM yang sesuai persyaratan Good Laboratorium Practices (GLP)
65 61,94 95,29
Persentase sampel uji yang ditindaklanjuti tepat waktu
70 56,63 80,90
3.17 Investigasi Awal dan Penyidikan Terhadap
Jumlah intervensi ke BB/BPOM dalam pelaksanaan Investigasi
51 51 100,00
200
Program/Kegiatan Indikator Kinerja Satuan T R
Pelanggaran Bidang Obat dan Makanan
Awal dan Penyidikan tindak pidana di bidang obat dan makanan Jumlah Perkara tindak Pidana di Bidang Obat dan Makanan yang ditangani Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
3 3 100,00
3.18 Riset Keamanan, Khasiat, dan Mutu Obat dan Makanan
Jumlah riset laboratorium dan kajian yang dimanfaatkan
69 69 100,00
201
Lampiran 2. Pengembangan Metode Analisa Tahun 2015
I. Metode Analisis
No. Judul Metode Analisis
Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya
1 Penetapan Kadar Flunarizin Hidroklorida dalam Tablet
2 Penetapan Kadar Fenilbutason dalam Kapsul
3 Penetapan Kadar Triklokarbanilida dalam Sediaan Sabun Cuci Tangan
4 Penetapan Kadar Deksametason dalam Tetes Mata Campuran dengan Neomisin Sulfat dan Polimiksin B Sulfat
5 Penetapan Kadar Kloramfenikol dalam Tetes mata campuran dengan Deksametason Natrium Fosfat
6 Penetapan Kadar Teofilin dalam Tablet Campuran dengan Salbutamol Sulfat
7 Penetapan Kadar Salbutamol Sulfat dalam Tablet Campuran dengan Teofilin
8 Penetapan Kadar Bromheksin Hidroklorida dan Guaifenesin dalam Sirup Secara Simultan.
9 Penetapan Kadar Nikotin dalam Cairan Rokok Elektrik
Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
10 Identifikasi Pewarna Oksidatif (2-Aminophenol, 4-Methyl-m-Phenylendiamine, 2-Amino-4-Nitrophenol, 3,4-Diaminotoluene) dalam Produk Kosmetik Sediaan Pewarna Rambut secara KCKT-PDA
11 Identifikasi Minoksidil dalam Produk Kosmetik Sediaan Rambut secara KCKT – PDA
12 Penetapan Kadar Camphora dan Menthol dalam Produk Kosmetik Sediaan Solida secara Kromatografi Gas
13 Identifikasi Acid Blue 1, Acid Green 1, Solvent Green 7, Fast Green FCF dalam Produk Kosmetik Sediaan Pewarna Rambut secara Kromatografi Lapis Tipis
14 Identifikasi Metil Dibromo Glutaronitril dalam Produk Kosmetik Sediaan Semisolida secara GCMS
15 Identifikasi Bahan Pewarna Dilarang Merah K3 dalam Produk Kosmetik Sediaan Solida secara LC-MS/MS
16 Identifikasi Clenbuterol HCl dalam Obat Tradisional Sediaan Padat secara LCMS/MS
17 Penetapan Kadar Hg dalam Obat Tradisional Sediaan Cair secara Spektrofotometri Serapan Atom dengan Tekhnik Uap Dingin
18 Penetapan Kadar Pb, Cd dan As dalam Obat Tradisional Sediaan Cair secara Spektrofotometri Serapan Atom dengan Tekhnik Graphite Furnace
19 Penetapan Kadar Pengawet Asam Benzoat, Asam Sorbat, Metil Paraben dan Etil Paraben dalam Obat Tradisional sediaan Padat secara KCKT
20 Identifikasi dan Penetapan Kadar Asam Benzoat dalam Obat Tradisional sediaan Cair secara KCKT-PDA
21 Identifikasi Metformin Hidroklorida dalam Obat Tradisional sediaan Padat secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotodensitometri
22 Identifikasi Vitamin B1, B2, B3, B6, B12 dan C dalam Obat Tradisional Sedian Padat secara KLT-Spektrofotodensitometri
23 Identifikasi dan Penetapan Kadar Vitamin B1, B2, B3, B6 dan C dalam Produk Komplemen sediaan Cair secara KCKT-PDA
24 Identifikasi dan Penetapan Kadar Asam Folat dalam Produk Komplemen sediaan Cair secara KCKT-PDA
202
No. Judul Metode Analisis
25 Identifikasi dan Penetapan Kadar Etanol dan Metanol dalam Obat Tradisional sediaan Cair secara Kromatografi Gas
Bidang Pangan
26 Penetapan Kadar Titanium (Ti) dalam Produk Bakeri secara Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS)
27 Penetapan Kadar Simultan Asam Maleat dan Asam Fumarat dalam Bubble Tea secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
28 Penetapan Kadar Simultan Pengawet Asam Benzoat, Asam Sorbat, Metil Paraben, Etil Paraben, Propil Paraben, Butil Paraben dalam Produk Pangan secara KCKT
29 Penetapan Kadar Kafein dalam Kopi Instan Bubuk Mengandung Susu secara KCKT
30 Penetapan Kadar Kafein dalam Kopi Instan Bubuk secara KCKT
31 Penetapan Kadar Kafein dalam Minuman Kopi Cair secara KCKT
32 Penetapan Kadar Pb, Cd dalam Cokelat Bubuk secara GFA AAS
33 Penetapan Kadar Cemaran Kobal (Co) dan Tembaga (Cu) dalam AMDK secara GFA AAS
34 Penetapan Kadar Benzo[a]piren dalam Ikan Asap secara KCKT
35 Penetapan Kadar Deoksinivalenol (DON) dalam Mi Instan secara KCKT
36 Penetapan Kadar Asam Propionat dalam Produk Bakeri secara KCKT
37 Penetapan Kadar Simultan Pewarna dalam Permen secara KCKT
38 Penetapan Kadar 3-MPCD dalam Kecap secara GCMS
39 Identifikasi dan Penetapan Simultan Kadar Pemanis Polialkohol (Silitol, Sorbitol dan Manitol dalam Permen Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi – Evaporative Light Scattering Detector (Kckt-Elsd)
40 Penetapan Kadar Residu Obat Salbutamol dan Klenbuterol dalam Daging dan Produk Olahan Daging secara LCMS MS
41 Penetapan Kadar Arsen dalam Gula secara GFA AAS
42 Penetapan Kadar Asam Sitrat dalam Jus Buah secara KCKT Penetapan Kadar 3-MPCD dalam Kecap secara GCMS
43 Penetapan Kadar Aflatoksin Total secara ELISA
44 Penetapan Kadar Hidroksi Metil Furfural (HMF) dalam Madu secara KCKT
Bidang Mikrobiologi
45 Uji sterilitas Injeksi dengan Metode Penyaringan Membran
46 Uji Potensi Antibiotik Kanamisin
47 Uji Pseudomonas aeruginosa dalam sediaan obat bentuk setengah padat
48 Uji Angka Kapang Khamir dalam obat tradisional bentuk serbuk
49 Uji Escherichia coli dalam obat tradisional bentuk serbuk
50 Uji Escherichia coli pada suplemen kesehatan bentuk cair
51 Uji Staphylococcus aureus pada kosmetikbentuk losion
203
No. Judul Metode Analisis
52 Uji Shigella pada Obat Tradisional untuk penggunaan obat dalam
53 Uji Vibrio cholerae pada bakso ikan
54 Uji Salmonella pada margarin
55 Uji sterilitas Injeksi dengan Metode Penyaringan Membran
Bidang Produk Biologi dan Laboratorium Hewan Percobaan
56 Uji Potensi Vaksin Japanese encephalitis Chimeric Menggunakan Metode Plaque Forming Unit
57 Penetapan Kadar Gugus O-asetil dalam Vaksin Thypoid (Vi) Polisakarida secara Spektrofotometri
58 Identifikasi Antigen Pertusis Aseluler dalam Vaksin Menggunakan Metode Double Immunodifussion
59 Uji Endotoksin Bakteri Sediaan Vaksin Flubio dengan Metode Turbidimetri
60 Uji Endotoksin Bakteri Sediaan Injeksi Sodium Chloride 0,9% dengan Metode Turbidimetri
61 Uji Identifikasi Salmonella spppada Hati Kelinci (Oryctolagus cuniculus) Galur Japanese White Menggunakan Kit Analytical Profile Index (API) 20E
62 Pemeriksaan Differensial Sel Darah Putih dari Darah Mencit (Mus Musculus) Galur ddY
63 Pemeriksaan Differensial Sel Darah Putih dari Darah Tikus (Ratus norvegicus) Galur Sparque Dawley
Laboratorium Bioteknologi
64 Amplifikasi Fragmen DNA Gen Sitokrom B (cytb) Babi dan Sapi pada Sediaan Padat dan Bahan Baku Enzim Pencernaan Menggunakan PCR Multipleks
65 Deteksi Fragmen DNASitokrom B (cytb) Tikus dan Sapi pada Produk Bakso Menggunakan PCR Multipleks
66 Amplifikasi Fragmen Gen Endogen hmg (High Mobility Group) pada Produk Olahan Jagung Menggunakan PCR
204
II. Kolaborasi Metode Analisis
No. Judul Metode Analisis
1 Penetapan Kadar Flunarizin Hidroklorida.
2 Penetapan Kadar Camphora dan Menthol dalam Kosmetik Sediaan Solida secara KG
3 Penetapan Kadar Asam Benzoat dalam Obat Tradisional Sediaan Cair secara KCKT
4 Penetapan Kadar Asam Propionat dalam Produk Bakeri secara Kromatografi Gas
5 Uji Vibrio cholerae dalam Bakso Ikan
Lampiran 3. Daftar Bahan Baku pembanding Produksi Tahun 2015
No. No. kontrol No. control Nama Baku Pembanding
1 B0115468 2-Hidroksi-1,4-Naptochinon BPL
2 B0115457 Acid Blue 74 CI 73015 BPL
3 B0115469 Acid Blue 9 CI 42090 BPL
4 B0115462 Acid Green 50 CI 44090 BPL
5 B0115459 Acid Orange 7 CI 15510 BPL
6 B0115464 Acid Red 52 CI 45100 BPL
7 B0115458 Acid Red 73 CI 27290 BPL
8 B0115465 Acid Red 88 CI 15620 BPL
9 B0315012 Asam glutamat BPFI
1 B0115451 Asam sitrat BPFI
2 B0215002 Atenolol BPFI
3 B0115461 Basic Blue 26 CI 44045 BPL
4 B0115471 Betacarotene CI 4255 BPL
5 B0115460 Carmine CI 75470 BPL
6 B0115467 Chlorazol Black E CI 30235 BPL
7 B0315116 Diazepam BPFI
8 B0315023 Etambutol hidroklorida BPFI
9 B0215385 Fast green FCF CI 42053 BPL
10 B0115453 Fenfluramin hidroklorida BPFI
11 B0215380 Fluosinolon asetonida BPFI
12 B0215390 Isosorbid dinitrat encer BPFI
13 B0115452 Klorheksidin BPFI
14 B0315087 Klorpropamid BPFI
15 B0115470 Kristal Violet CI 42555 BPL
16 B0115466 Leucomalachite green CI 75480 BPL
17 B0115454 Metamfetamin BPL
18 B0215020 Metanil Yellow CI 13065 BPL
19 B0315212 Metoklopramid hidroklorida BPFI
20 B0315224 Natrium siklamat BPL
21 B0115463 Orange GG CI 16230 BPL
22 B0315354 Pseudoefedrin hidroklorida BPFI
23 B0315078 Sefaleksin BPFI
24 B0115455 Setrimida BPFI
25 B0415109 Sianokobalamin BPFI
10 B0215284 Sunset Yellow CI 15985 BPL
205
No. No. kontrol No. control Nama Baku Pembanding
11 B0115456 Verapamil hidroklorida BPFI
12 B0215249 Asetilsistein BPFI
13 B0315017 Asam sorbat BPFI
14 B0315023 Asesulfam kalium BPL
15 B0215248 Asetazolamid BPFI
16 AB0115479 Cisaprid BPL
17 B0115474 Disulfiram BPL
18 B0315133 Efedrin hidroklorida BPFI
19 B0315253 Fenilefrin hidroklorida BPFI
20 B0315254 Fenilpropanolamin hidroklorida BPFI
21 B0315162 Haloperidol BPFI
22 AB0115481 Mekobalamin BPL
23 AB0115482 m-fenilendiamin BPL
24 B0215020 Metil paraben BPL
25 B0115468 2-Hidroksi-1,4-Naptochinon BPL
26 B0115457 Acid Blue 74 CI 73015 BPL
27 B0115469 Acid Blue 9 CI 42090 BPL
28 B0115462 Acid Green 50 CI 44090 BPL
29 B0115459 Acid Orange 7 CI 15510 BPL
30 B0115464 Acid Red 52 CI 45100 BPL
31 B0115458 Acid Red 73 CI 27290 BPL
32 B0115465 Acid Red 88 CI 15620 BPL
33 B0315012 Asam glutamat BPFI
34 B0115451 Asam sitrat BPFI
35 B0215002 Atenolol BPFI
36 B0115461 Basic Blue 26 CI 44045 BPL
37 B0115471 Betacarotene CI 4255 BPL
38 B0115460 Carmine CI 75470 BPL
39 B0115467 Chlorazol Black E CI 30235 BPL
40 B0315116 Diazepam BPFI
41 B0315023 Etambutol hidroklorida BPFI
42 B0215385 Fast green FCF CI 42053 BPL
43 B0115453 Fenfluramin hidroklorida BPFI
44 B0215380 Fluosinolon asetonida BPFI
45 B0215390 Isosorbid dinitrat encer BPFI
46 B0115452 Klorheksidin BPFI
47 B0315087 Klorpropamid BPFI
48 B0115470 Kristal Violet CI 42555 BPL
49 B0115466 Leucomalachite green CI 75480 BPL
50 B0115454 Metamfetamin BPL
51 B0415141 Natrium benzoat BPFI
52 AB0115484 Noretisteron BPFI
53 B0215385 Oksibenzon BPL
54 AB0415002 Parasetamol BPFI
55 B0115473 Feniltoloksamin sitrat BPL
45 B0115477 Ponceau SX CI 14700
46 B0115476 Risedronat natrium BPFI
47 B0315199 Sildenafil sitrat BPL
206
No. No. kontrol No. control Nama Baku Pembanding
48 AB0115485 Natrium tetraborat Boraks BPL
49 AB0115486 Steviosid BPL
50 AB0115487 Sudan I CI 12055 BPL
51 B0115478 Sulisobenzon BPL
52 AB0115488 Tetrabutilhidrokinon BPL
53 B0315342 Triprolidin hidroklorida BPFI
54 B0115472 2-nitro-1,4-fenielendiamuin BPL
55 B0115475 Klorosilenol BPL
56 B0315028 Alopurinol BPFI
57 B0415004 Asam folat BPFI
58 B0215312 Asam fumarat BPL
59 B0215072 Etiil estradiol BPFI
60 B0115489 Mehibdrolin napadisilat BPL
61 B0315229 Nifedipin BPFI
62 B0215386 Omeprazol BPFI
63 B0215027 Piroksikam BPFI
64 B0215023 Propifenazon BPL
65 B0315305 Salisilamida BPFI
66 B0215338 Sefaklor BPFI
67 B0115490 Ramipril BPFI
68 B0415141 Natrium benzoat BPFI
69 AB0115484 Noretisteron BPFI
70 B0215385 Oksibenzon BPL
71 AB0415002 Parasetamol BPFI
72 B0115473 Feniltoloksamin sitrat BPL
73 B0115477 Ponceau SX CI 14700
74 B0115476 Risedronat natrium BPFI
75 B0315199 Sildenafil sitrat BPL
76 AB0115485 Natrium tetraborat Boraks BPL
77 AB0115486 Steviosid BPL
78 AB0115487 Sudan I CI 12055 BPL
207
Lampiran 4. Stock Opname Hewan Percobaan Laboratorium Hewan Percobaan Tahun 2015
No. Tanggal Nama
barang Harga satuan
Saldo akhir 2014
Barang Masuk
Total
Pemakaian TotalAkhir
Sisa barang
Harga total (Rp)
Inte
rna
l
Ek
ste
rna
l
To
tal
Jan- Des 2015
Jan- Des 2015
A. MENCIT
1 30/1/2015 Mencit 2.200 2.922 5.122 764 0 764 2.051 2.307
2 27/2/2015 Mencit 3.122 5.429 275 122 397 2.936 2.096
3 27/3/2015 Mencit 3.948 6.044 1.547 30 1.577 1.656 2.811
4 30/4/2015 Mencit 4.171 6.982 3.482 40 3.522 1.152 2.308
5 29/5/2015 Mencit 3.289 5.597 1.538 188 1.726 1.135 2.736
6 30/6/2015 Mencit 4.036 6.772 1.325 50 1.375 2.280 3.117
7 31/7/2015 Mencit 2.840 5.957 760 0 760 2.237 2.960
8 28/8/2015 Mencit 2.786 5.746 1.537 440 1.977 1.525 2.244
9 25/9/2015 Mencit 1.723 3.967 400 0 400 1.325 2.242
10 30/10/2015 Mencit 4.036 6.278 125 220 345 3.534 2.399
11 27/11/2015 Mencit 3.015 5.414 500 50 550 2.008 2.856
12 31/12/2015 Mencit 10.000 3.702 6.558 50 0 50 4.313 2.195 21,950,000.00
B. TIKUS
1 30/1/2015 Tikus 442 684 1.126 35 323 358 377 391
2 27/2/2015 Tikus 649 1.040 12 201 213 410 417
3 27/3/2015 Tikus 602 1.019 0 262 262 362 395
4 30/4/2015 Tikus 372 767 0 88 88 273 406
5 29/5/2015 Tikus 313 719 0 220 220 250 249
6 30/6/2015 Tikus 571 820 1 106 107 299 414
208
No. Tanggal Nama
barang Harga satuan
Saldo akhir 2014
Barang Masuk
Total
Pemakaian TotalAkhir
Sisa barang
Harga total (Rp)
Inte
rna
l
Ek
ste
rna
l
To
tal
Jan- Des 2015
Jan- Des 2015
7 31/7/2015 Tikus 407 821 0 230 230 210 381
8 28/8/2015 Tikus 177 558 0 95 95 164 299
9 25/9/2015 Tikus 228 527 0 53 53 172 302
10 30/10/2015 Tikus 626 928 0 73 73 317 538
11 27/11/2015 Tikus 161 699 10 291 301 36 362
12 31/12/2015 Tikus 30.000 660 1.022 0 260 260 164 598 17.940.000
C. KELINCI
1 30/1/2015 Kelinci 117 13 130 0 0 0 30 100
2 27/2/2015 Kelinci 19 119 10 0 10 33 76
3 27/3/2015 Kelinci 7 83 0 0 0 0 83
4 30/4/2015 Kelinci 41 124 6 0 6 14 104
5 29/5/2015 Kelinci 0 104 0 0 0 0 104
6 30/6/2015 Kelinci 22 126 20 0 20 16 90
7 31/7/2015 Kelinci 45 135 0 0 0 24 111
8 28/8/2015 Kelinci 2 113 15 0 15 11 87
9 25/9/2015 Kelinci 31 118 19 0 19 8 91
10 30/10/2015 Kelinci 25 116 0 0 0 9 107
11 27/11/2015 Kelinci 24 131 16 0 16 10 105
12 31/12/2015 Kelinci 170.000 36 141 0 0 0 23 118 20.060.000
TOTAL HARGA (Rp)
59.950.000
209
Lampiran 5. Pembagian BB/BPOM Berdasarkan catchment area
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
- BBPOM Bandung - BBPOM Yogyakarta - BBPOM Palu
- BBPOM Semarang - BBPOM DKI Jakarta - BPOM Palangkaraya
- BBPOM Surabaya - BBPOM Banda Aceh - BPOM Bengkulu
- BBPOM Denpasar - BBPOM Padang - BPOM Jambi
- BBPOM Mataram - BBPOM Palembang - BPOM Kupang
- BBPOM Banjarmasin - BBPOM Pekanbaru - BPOM Kendari
- BBPOM Makasar - BBPOM Bandar Lampung - BPOM Ambon
- BBPOM Medan - BBPOM Pontianak - BPOM Gorontalo
- BBPOM Samarinda - BPOM Pangkalpinang
- BBPOM Manado - BPOM Batam
- BBPOM Jayapura - BPOM Manokwari
- BPOM Serang - BPOM Sofifi