laptah 2015

217
i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan anugerah sehingga Laporan Tahunan Badan POM Tahun 2015 dapat diselesaikan. Laporan Tahunan Badan POM merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban Badan POM dalam pelaksananaan anggaran pemerintah. Lingkungan strategis yang semakin dinamis disadari berimplikasi pada semakin luas dan kompleksnya tugas dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan yang harus dilakukan oleh Badan POM. Untuk itu, Badan POM tidak mungkin berperan sendiri. Jejaring kerjasama dan koordinasi yang efektif dan sinergis dengan berbagai pihak harus senantiasa dijalin, dibina dan dikembangkan agar memberikan kontribusi optimal bagi terlaksananya tugas dan tanggung jawab Badan POM. Peningkatan beban kerja serta kompleksnya permasalahan pengawasan Obat dan Makanan perlu diimbangi dengan perkuatan institusi terkait pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang konsisten, pemantapan sumber daya manusia yang profesional, serta dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Dalam buku ini ini disampaikan hasil pengawasan obat dan makanan yang dilakukan Badan POM selama tahun 2015, yang mencakup standardisasi, evaluasi pre-market dalam rangka pemberian persetujuan izin edar, pengawasan post-market setelah produk beredar dengan cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk obat dan makanan yang beredar, inspeksi cara produksi dan distribusi dalam rangka pengawasan implementasi Cara Produksi dan Cara Distribusi yang baik, pengawasan iklan dan penandaan, serta investigasi awal dan penyidikan berbagai kasus tindak pidana bidang obat dan makanan. Di samping itu, disampaikan pula upaya Badan POM dalam pemberdayaan masyarakat, baik yang dilakukan Badan POM sendiri maupun bermitra dengan pemangku kepentingan. Pengawasan oleh masyarakat merupakan salah satu pilar dari 3 pilar pengawasan, karena masyarakat yang cerdas akan mampu melindungi dirinya sendiri serta mampu memilih obat dan makanan yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kebutuhannya.

Upload: truongdan

Post on 31-Dec-2016

352 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang

Maha Kuasa yang telah memberikan anugerah

sehingga Laporan Tahunan Badan POM Tahun 2015

dapat diselesaikan. Laporan Tahunan Badan POM

merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban

Badan POM dalam pelaksananaan anggaran

pemerintah.

Lingkungan strategis yang semakin dinamis

disadari berimplikasi pada semakin luas dan

kompleksnya tugas dan tanggung jawab

pengawasan obat dan makanan yang harus

dilakukan oleh Badan POM. Untuk itu, Badan POM

tidak mungkin berperan sendiri. Jejaring kerjasama

dan koordinasi yang efektif dan sinergis dengan

berbagai pihak harus senantiasa dijalin, dibina dan dikembangkan agar memberikan

kontribusi optimal bagi terlaksananya tugas dan tanggung jawab Badan POM.

Peningkatan beban kerja serta kompleksnya permasalahan pengawasan Obat dan Makanan

perlu diimbangi dengan perkuatan institusi terkait pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang

konsisten, pemantapan sumber daya manusia yang profesional, serta dukungan sarana dan

prasarana yang memadai.

Dalam buku ini ini disampaikan hasil pengawasan obat dan makanan yang dilakukan Badan

POM selama tahun 2015, yang mencakup standardisasi, evaluasi pre-market dalam rangka

pemberian persetujuan izin edar, pengawasan post-market setelah produk beredar dengan

cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk obat dan makanan yang

beredar, inspeksi cara produksi dan distribusi dalam rangka pengawasan implementasi

Cara Produksi dan Cara Distribusi yang baik, pengawasan iklan dan penandaan, serta

investigasi awal dan penyidikan berbagai kasus tindak pidana bidang obat dan makanan. Di

samping itu, disampaikan pula upaya Badan POM dalam pemberdayaan masyarakat, baik

yang dilakukan Badan POM sendiri maupun bermitra dengan pemangku kepentingan.

Pengawasan oleh masyarakat merupakan salah satu pilar dari 3 pilar pengawasan, karena

masyarakat yang cerdas akan mampu melindungi dirinya sendiri serta mampu memilih

obat dan makanan yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kebutuhannya.

ii

Terima kasih kepada seluruh jajaran Badan POM serta mitra kerja atas hasil-hasil yang

dicapai selama tahun 2015. Semoga Laporan Tahunan ini bermanfaat sebagai bahan

evaluasi bagi pelaksana kegiatan agar terus berupaya meningkatkan kinerja pada masa

mendatang, dalam upaya melindungi masyarakat terhadap peredaran obat dan makanan

yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat/khasiat dan mutu.

Jakarta, Mei 2016

Badan Pengawas Obat dan Makanan

Kepala,

Dr. Roy A. Sparringa, M.App.Sc. NIP. 19620501 198703 1 002

iii

Daftar Isi

Sambutan Kepala Badan POM RI ...................................................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................................................................................. iii

Daftar Gambar ........................................................................................................................................................iv

Daftar Tabel .......................................................................................................................................................... viii

Executive Summary ............................................................................................................................................. xi

Ringkasan Eksekutif ......................................................................................................................................... xiv

I. Highlights 2015 ................................................................................................................................................... 1

II. Pendahuluan .................................................................................................................................................... 23

III. Keadaan Umum dan Tantangan Lingkungan ................................................................................... 43

IV. Hasil Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan Tahun 2015 .................................................... 57

4.1. Hasil Pengawasan Keamanan, Khasiat dan Mutu Produk Terapetik/Obat .............. 57

4.2. Hasil Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif .................... 76

4.3. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat Tradisional ........................... 81

4.4. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Suplemen Kesehatan .. 87

4.5. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Kosmetika ....................... 91

4.6. Hasil Pengawasan Keamanan dan Mutu Produk Pangan ................................................. 96

4.7. Hasil Investigasi Awal dan Penyidikan Kasus Tindak Pidana Bidang Obat

dan Makanan ............................................................................................................................................ 126

4.8. Hasil Pengawasan Iklan .............................................................................................................. 135

4.9. Hasil Pengawasan Penandaan dan Label ............................................................................. 136

4.10. Standardisasi ................................................................................................................................ 139

4.11. Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) ................................................................ 147

4.12. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ....................................................................... 148

4.13. Kerjasama Luar Negeri ............................................................................................................. 180

4.14. Pengembangan Obat Asli Indonesia .................................................................................... 182

4.15. Riset di Bidang Obat dan Makanan ...................................................................................... 183

4.16. Pengujian di Bidang Obat dan Makanan ............................................................................ 185

V. Pengelolaan Anggaran .............................................................................................................................. 189

VI. Penutup ......................................................................................................................................................... 193

iv

Daftar Gambar Gambar 2.1. Tiga Pilar dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan……………………….. 24

Gambar 2.2. Struktur Organisasi Badan POM…………………………………………..……………….. 25

Gambar 3.1. Kebutuhan SDM BPOM Tahun 2015-2019 Berdasarkan Analisa Beban

Kerja………………………………………………………………………………………………… 44

Gambar 3.2. Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun

2015………………………………………………………………………………………………… 46

Gambar 3.3. Komposisi Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia Tahun 2015…………. 49

Gambar 4.1. Profil Keputusan Registrasi Produk Terapetik/ObatTahun 2013-2015.. 60

Gambar 4.2. Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Terapetik/Obat

Tahun 2015…………………………………………………………………………………………………. 62

Gambar 4.3. Profil Persentase Obat Memenuhi Syarat Tahun 2013-2015………………… 62

Gambar 4.4. Jumlah Inspeksi Post Market Tahun 2015……………………………………………… 67

Gambar 4.5. Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Post Market Tahun 2015………………...……… 67

Gambar 4.6. Profil Sanksi Hasil Inspeksi Post Market Rutin Industri Farmasi Tahun

2015……………………………………………………………………………………………………. 67

Gambar 4.7. Profil Hasil Sertifikasi Industri Farmasi Tahun2015……………………………… 74

Gambar 4.8. Profil Hasil Pemeriksaan PBF (Produk Terapetik)Tahun 2015…………….. 69

Gambar 4.9. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2015…….. 70

Gambar 4.10. Profil Surat Keterangan Impor Tahun 2015………………………………………. 75

Gambar 4.11. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi (Narkotika, Psikotropika Dan

Prekursor) Tahun 2015…………………………………………………………………… 76

Gambar 4.12. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana PBF (Narkotika Dan Psikotropika)

Tahun 2015………………………………………………………………………………………………………... 77

Gambar 4.13 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2015….. 77

Gambar 4.14 Profil Rincian Hasil Pengujian Laboratorium Barang Bukti Tindak Pidana

Narkotika Dan Psikotropika Dari Polri Tahun 2015…………………………… 78

Gambar 4.15 Hasil Pengawasan Penerapan Pencantuman PHW pada kemasan Rokok di

Indonesia Periode 26 Juni 2014 – 31 Desember 2015………………………… 79

Gambar 4.16 Profil Pengawasan Iklan Rokok Post-Audit Tahun 2015……………………. 79

Gambar 4.17 Profil Hasil Pengawasan Label Rokok Tahun 2015……………………………. 80

Gambar 4.18 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2015…….. 81

Gambar 4.19 Profil Surat Keputusan Obat Tradisional Tahun 2013 – 2015…………… . 82

Gambar 4.20 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2011–

2015………………………………………………………………………………………………… 82

v

Gambar 4.21 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional

Tahun 2015……………………………………………………………………………………... 83

Gambar 4.22 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Impor

Tahun 2015……………………………………………………………………………………………………...…. 83

Gambar 4.23 Profil Sampling dan Pengujian LaboratoriumObat Tradisional Lokal

Tahun 2015…………………………………………………………………………………………….…… 84

Gambar 4.24 Profil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional Tahun 2015…. 85

Gambar 4.25 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat Tradisional

Tahun 2015………………………………………………………………………………………. 85

Gambar 4.26 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan

Tahun 2015………………………………………………………………………………….. 87

Gambar 4.27 Profil Surat Keputusan Suplemen Kesehatan Tahun 2013-2015…..….. 88

Gambar 4.28 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan

Tahun 2013-2015…………………………………………………………………………… 88

Gambar 4.29 Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Suplemen

Kesehatan Tahun 2014…………………………………………………………………….. 89

Gambar 4.30 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Suplemen Kesehatan

Tahun 2015……………………………………………………………………………………. 89

Gambar 4.31 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Notifikasi Kosmetika Tahun 2015…91

Gambar 4.32 Profil Notifikasi Kosmetika Tahun 2013–2015………………………………. 92

Gambar 4.33 Profil Persetujuan Nomor Ijin Edar/Notifikasi Kosmetika

Tahun 2013–2015………………………………………………………………………….. 92

Gambar 4.34 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Kosmetika

Tahun 2015………………………………………………………………………………………. 93

Gambar 4.35 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetika Tahun 2015……. 94

Gambar 4.36 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetika Tahun 2015…… 95

Gambar 4.37 Profil Persetujuan Pendaftaran Pangan Tahun 2015…………………………. 97

Gambar 4.38 Roadmap Pengembangan e-Registration 2010-2015…………………………. 98

Gambar 4.39 Profil Persetujuan Pengkajian Risiko Penggunaan Zat Gizi, Komponen

Makanan dan Klaim Baru Tahun 2012-2015………………………………….. 99

Gambar 4.40 Profil Persetujuan Pengkajian BTP dan Bahan Baku Dalam Produk

Pangan Tahun 2012-2015……………………………………………………………….. 100

Gambar 4.41 Profil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Pangan

Tahun 2015……………………………………………………………………………………. 102

vi

Gambar 4.42 Tren hasil pengawasan PJAS tahun 2010-2014………………………………….. 105

Gambar 4.43 Tren Persentase Penyumbang PJAS Tidak Memenuhi Syarat…………….. 105

Gambar 4.44 Parameter Mikrobiologi dan Jenis PJAS Penyumbang TMS Terbesar……..106

Gambar 4.45 Jenis PJAS dengan TMS Paling Tinggi Tahun 2015…………………………….. 106

Gambar 4.46 Analisis Pareto Parameter Uji Paling Tinggi TMS dari PJAS Tahun 2015.. 107

Gambar 4.47 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Tahun 2015…………. 107

Gambar 4.48 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Produk Pangan Tahun 2015. 109

Gambar 4.49 Profil Tenaga Penyuluhan Keamanan Pangan dan Distric Food Inspector

sampai dengan Tahun 2015………………………………………………………………….. 110

Gambar 4.50 IRTP yang Mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan sampai dengan

Tahun 2015……………………………………………………………………………...………….. 111

Gambar 4.51 Profil Hasil Pengujian Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun 2015…………….. 113

Gambar 4.52 Jenis Pangan yang Diuji pada Pengawasan Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun

2015……………………………………………………………………………………………….….. 113

Gambar 4.53 Profil Kejadian dan Kasus KLB Keracunan PanganTahun 2015…………….. 117

Gambar 4.54 Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2015………………………………….. 118

Gambar 4.55 Profil Asal Pangan Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2015……….. 119

Gambar 4.56 Notifikasi yang diterima dan ditindaklanjuti NCP Tahun 2015…………….. 124

Gambar 4.57 Import Refusal Produk Indonesia di Amerika Tahun 2015………………….. 125

Gambar 4.58 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Produk

Tahun 2015………………………………………………………………………………………. 127

Gambar 4.59 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Sarana

Tahun 2015……………………………………………………………………………………… 127

Gambar 4.60 Sebaran Berdasarkan Sarana Pada Operasi Gabungan Nasional

Tahun 2015……………………………………………………………………………………… 129

Gambar 4.61 Sebaran Berdasarkan Produk Pada Operasi Gabungan Nasional

Tahun 2015……………………………………………………………………………………… 129

Gambar 4.62 Tindak Lanjut Temuan Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015……….. 130

Gambar 4.63 Profil Temuan Opgabnas Berdasarkan Jenis KomoditiTahun 2015…… 130

Gambar 4.64 Profil Temuan Opgabda Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2015…….. 131

Gambar 4.65 Hasil Penilaian Iklan Sebelum Beredar Tahun 2015………………………… 135

Gambar 4.66 Hasil Pengawasan/Monitoring Iklan Yang Beredar Tahun 2015…..………. 136

Gambar 4.67 Realisasi BMDTP Tahun 2011-2015………………………………………………….. 148

vii

Gambar 4.68 Dinamika Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui

ULPK Tahun 2011–2015…………………………………………….……………………. 149

Gambar 4.69 Dinamika Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Per-Bulan

Tahun 2015……………………………………………………………………………………….. 149

Gambar 4.70 Profil Jumlah Pengaduan dan Informasi Konsumen Berdasarkan

Jenis Komoditi Tahun 2015………………………………………………………………. 150

Gambar 4.71 Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK Tahun 2015….. 151

Gambar 4.72 Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK dan Contact center

Berdasarkan Jenis Sarana yang Digunakan Tahun 2015……………………… 151

Gambar 4.73 Grafik Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui Akun

Twitter @HALOBPOM1500533 Periode Januari – Desember 2015..… 152

Gambar 4.74 Grafik Indeks Loyalitas Pelanggan ULPK……………………………………. 157

Gambar 4.75 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan

Jumlah Interaksi Tahun 2015…………………………………………………..………. 158

Gambar 4.76 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis

Sarana Kontak Tahun 2015………………………………………………………….. 158

Gambar 4.77 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis

Komoditi Tahun 2015……………………………………………………………….…. 159

Gambar 4.78 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis

Profesi Konsumen Tahun 2015…………………………………………………………. 159

Gambar 4.79 Profil Total Calls Contact Center Tahun 2015……………………………………. 160

Gambar 4.80 Profil Total Answer Calls Contact Center Tahun 2015……………………………. 160

Gambar 4.81 Profil Total Abandon Calls Contact Center Tahun 2015………………………. 160

Gambar 4.82 Peta Pemantapan Strategi Kehumasan…………………..…………………………. 161

Gambar 4.83 Diagram Topik Permohonan Wawancara Tahun 2015…………………. 164

Gambar 4.84 Diagram Pemberitaan BPOM oleh Media Tahun 2015………………………. 168

Gambar 4.85 Tampilan Sistem Elektronik untuk Monitoring Berita…………………………. 171

Gambar 4.86 Pemberitaan Badan Pengawas Obat dan Makanan menurut Komoditi tahun

2015…………………..………………………………………………………………….………. 172

Gambar 4.87 Grafik Tone Berita Pemberitaan terkait BPOM…………………….….……………. 172

Gambar 4.88 Grafik Media Televisi yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM…. 173

Gambar 4.89 Grafik Media Lokal yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM…..…. 173

Gambar 4.90 Grafik Media Nasional yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM…. 173

Gambar 4.91 Grafik Media online yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM…… 174

Gambar 4.92 Aktivitas Twitter @BPOM_RI…………………………….…..…………………………. 174

viii

Gambar 4.93 Aktivitas retweet Twitter @BPOM_RI…………………..…………………………. 175

Gambar 4.94 Profil Masyarakat yang Menghubungi PIONas Berdasarkan Kategori Pekerjaan

Tahun 2015…………………..………………………………………………..………………. 176

Gambar 4.95 Profil Masyarakat Yang Menghubungi SIKerNasBerdasarkan Profesi Tahun

2015…………………..………………………………………………………………………. 176

Gambar 4.96 Frekuensi Kasus Keracunan berdasarkan Kelompok Penyebab di Jabodetabek

Tahun 2015…………………..…………………………………………………..…………………. 177

Gambar 4.97 InfoPOM yang diterbitkan selama Tahun 2015………….………………. 178

Gambar 4.98 Jumlah sampel tiap Bidang/Laboratorium Tahun 2015………..……. 186

Gambar 5.1 Proporsi Anggaran Badan POM Pusat dan Balai Tahun 2015………………. 189

Gambar 5.2 Proporsi Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja

Tahun 2015……………………………………………………………………………………….. 190

xiv

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan

kesehatan di Indonesia. Dalam melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang

berisiko terhadap kesehatan, Badan POM melaksanakan pengawasan full spectrum yang

komprehensif dan sistematik, mulai dari standardisasi, evaluasi pre-market, hingga

pengawasan post-market dengan cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium

produk obat dan makanan yang beredar, inspeksi cara produksi dan distribusi dalam

rangka pengawasan implementasi Cara Produksi dan Cara Distribusi yang baik,

pengawasan iklan dan penandaan, serta investigasi awal dan penyidikan berbagai kasus

tindak pidana bidang obat dan makanan yang disertai dengan upaya penegakan hukum dan

pemberdayaan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Badan POM tidak

bertindak sebagai single player, melainkan juga melalui kerjasama dan koordinasi yang

efektif dan sinergis dengan lintas sektor dan masyarakat agar pelaksanaan pengawasan

obat dan makanan efektif.

Selain itu, Badan POM juga mendukung perkuatan ekonomi nasional melalui peningkatan

pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku secara internasional bagi obat dan

makanan yang diproduksi oleh industri obat dan makanan dalam negeri. Bimbingan teknis

pemenuhan regulasi bagi pelaku usaha bidang obat dan makanan merupakan kontribusi

Badan POM bagi peningkatan daya saing produk dalam negeri untuk dapat mengambil

peran dalam perdagangan regional dan global.

Pada tahun 2015, Badan POM telah menyusun 56 peraturan, pedoman, dan standar di

bidang obat dan makanan. Selain itu, Badan POM bersama dengan lintas sektor antara lain

Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Hukum dan HAM

telah membahas 7 Rancangan Undang-undang dan 11 Rancangan Peraturan Pemerintah.

Badan POM juga terlibat aktif dalam pembahasan 9 Rancangan Permenkes.

Selama tahun 2015, Badan POM telah melakukan evaluasi pre-market dan memberikan

persetujuan izin edar dan notifikasi terhadap 59.913 produk obat, obat tradisional,

kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan. Pengawasan post-market dilakukan dengan

cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium terhadap 76.209 sampel produk

obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan. Selain itu, Badan POM

juga melakukan pengujian sampel barang bukti kasus NAPZA dari Kepolisian sebanyak

3.048 sampel. Di tingkat produksi dan distribusi, telah dilakukan inspeksi terhadap 5.114

sarana produksi dan 43.077 sarana distribusi obat dan makanan. Terhadap berbagai

pelanggaran peraturan di bidang Obat dan Makanan, 277 pelanggaran di bidang obat dan

makanan ditindaklanjuti dengan pro-justisia, 52 perkara (18,77%) diantaranya telah

mendapat putusan pengadilan.

Untuk melindungi masyarakat dari klaim yang menyesatkan, Badan POM juga melakukan

pengawasan terhadap 55.643 iklan obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik

dan pangan yang beredar. Untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak lengkap,

tidak obyektif dan menyesatkan, Badan POM melakukan pengawasan terhadap 60.683

xv

penandaan obat, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik dan pangan yang beredar,

termasuk label halal pada produk pangan.

Sebagai salah satu pilar pengawasan obat dan makanan yang dilaksanakan oleh masyarakat,

pemberian komunikasi, informasi dan edukasi timbal balik dengan konsumen mempunyai

arti penting dalam pemberdayaan masyarakat agar dapat membentengi diri dari obat dan

makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Pemberdayaan masyarakat terus dilakukan

melalui berbagai cara, seperti membuka akses langsung melalui Unit Layanan Pengaduan

Konsumen (ULPK) dan Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM), mengeluarkan

Peringatan Publik (public warning), pameran, Iklan Layanan Masyarakat, Talk Show,

penerbitan buletin, penyuluhan langsung ke berbagai lapisan masyarakat, serta berbagai

tulisan di media cetak. Selama Tahun 2015, Badan POM telah menerima pengaduan dan

permintaan informasi mengenai Obat dan Makanan sejumlah 29.053 layanan ULPK di Pusat

dan 31 Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia serta Contact Center HALO BPOM 1500533.

Badan POM juga telah menerbitkan sebanyak 40 Siaran Pers termasuk Peringatan Publik,

dimana 12 siaran pers diterbitkan melalui konferensi pers. Selain itu, Badan POM juga

terlibat dalam 36 talkshow di media televisi serta 148 wawancara media kepada pimpinan

Badan POM.

Perkuatan jejaring kerja dengan instansi terkait dan pemerintah daerah provinsi maupun

kabupaten/kota melalui MoU terus ditingkatkan dalam rangka pengawasan obat dan

makanan. Selain itu, Badan POM juga mengintensifkan kerjasama luar negeri yang tidak

hanya ditujukan untuk mendukung tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan, namun

juga untuk mendukung Agenda Nawa Cita ke-6 dalam meningkatkan produktivitas rakyat

dan daya saing di pasar internasional. Pada tahun 2015, Badan POM telah melakukan 25

pengembangan kerjasama dan/atau kerjasama internasional di bidang obat dan makanan.

1

BAB 1

HIGHLIGHT 2015

JANUARI

Mengawali Tahun 2015, Kepala

Badan POM menyampaikan

capaian kinerja Badan POM

Tahun 2014 dan Fokus Tahun

2015 pada hari Senin, 12

Januari 2015. Kegiatan Badan

POM tahun 2015 difokuskan

pada dukungan terhadap 9

agenda prioritas pembangunan

Indonesia melalui: (1)

peningkatan kualitas layanan

publik; (2) peningkatan

kapasitas dan akuntabilitas

kinerja birokrasi; (3) membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat

daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan melalui peningkatan kinerja

Pos POM; (4) pemberian jaminan keamanan, khasiat, keamanan, mutu Obat dan

Makanan melalui perkuatan pengawasan berbasis risiko; (5) perlindungan kesehatan

anak sekolah melalui pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS); (6)

Peningkatan Penanggulangan Obat Tradisional mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)

serta Obat Tradisional ilegal; (7) perkuatan Gerakan Nasional Waspada Obat dan

Makanan Ilegal (GN-WOMI); serta (8) penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

(UMKM) Pangan.

Pada bulan Januari 2015, Badan POM sebagai Emergency Contact Point dari

International Food Safety Authorities Network (INFOSAN) dan National Contact Point

Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) telah menerima informasi

dari INFOSAN di Jenewa dan dari Kedutaan Besar Amerika di Indonesia terkait adanya

penarikan produk apel dan Caramel Apples yang terkontaminasi oleh Listeria

monocytogenes. Badan POM telah mengambil langkah-langkah, antara lain

berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan terkait

pengendalian peredaran serta Kementerian Kesehatan terkait antisipasi potensi KLB

keracunan pangan di Indonesia. Selain itu, Balai Besar / Balai POM di seluruh Indonesia

melakukan pengawalan di daerah melalui Jejaring Pengawasan Pangan di Daerah.

Sebagai tindak lanjut keberhasilan program Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak

Sekolah (AN-PJAS), pada tanggal 30 Januari 2015 Badan POM menginisiasi program

dan kegiatan di bidang keamanan pangan yang berbasis masyarakat yang disebut

2

Gerakan Keamanan Pangan Desa. Program tersebut akan dilaksanakan dari tahun 2015

sampai 2019 di 500 desa yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Faktor penting

dalam menunjang keberhasilan program ini adalah komitmen yang tinggi dari semua

pihak yang terlibat untuk mewujudkan kemandirian pangan, termasuk keamanan

pangan di wilayahnya. Desa Pangan Aman ini akan menjadi model atau replikasi bagi

Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya sebagai basis peningkatan keamanan pangan

hingga tingkat individu di wilayah masing-masing.

FEBRUARI

Pada tanggal 3 - 6 Februari 2015, diselenggarakan rangkaian acara Pekan Ilmiah

Inovasi dan Riset Badan POM yang bertujuan untuk membudayakan inovasi di

lingkungan Badan POM dan menegaskan Badan POM sebagai organisasi yang

mengutamakan Ilmu Pengetahuan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan dan

pelaksanaan program/kegiatan

(scientific based organization) serta

mendukung knowledge

management. Dalam acara tersebut,

dilaksanakan diseminasi dan

pameran hasil penelitian, proposal

inovasi alumni peserta tugas

belajar/izin belajar dan hasil

pelaksanaan proyek perubahan

peserta Diklat Kepemimpinan

Tahun 2014.

Dalam rangka meningkatkan

koordinasi Indonesia Rapid Alert

System for Food and Feed

(INRASFF) dilakukan pertemuan

pada tanggal 10 Februari 2015 di

Badan POM. Pertemuan dihadiri

oleh pemangku kepentingan di

bidang keamanan pangan dan

kesehatan masyarakat. Dengan kerangka INRASFF yang sudah dibangun, diharapkan

perlindungan masyarakat dari pangan yang tidak aman bisa lebih optimal. Selain itu,

INRASFF juga memiliki nilai ekonomis, terkait dengan daya saing produk nasional.

Edukasi kepada masyarakat juga perlu dilakukan, agar masyarakat memiliki persepsi

yang benar tentang isu-isu keamanan pangan. Perkuatan laboratorium juga perlu

dilakukan sehingga setiap notifikasi diterbitkan dengan dukungan data yang valid.

3

Pada hari Rabu, 11 Februari 2015,

diselenggarakan Peluncuran Program

Inovasi Kinerja Badan POM yang dihadiri

oleh Menko PMK, Puan Maharani; Menteri

Kesehatan, Nila F. Moeloek; stakeholder

lain, serta media. Inovasi tersebut antara

lain aplikasi “IONI versi mobile”,

aplikasi “Ayo Cek Gizi Pangan Jajanan

Anak Sekolah (PJAS) versi desktop dan

android”, serta aplikasi “E-SiAPIk

(Sistem Aplikasi Persetujuan Iklan).

Ketiga aplikasi tersebut diharapkan

dapat mempermudah masyarakat dan

pelaku usaha dalam mendapatkan

informasi terkait Obat dan Makanan.

Kamis, 12 Februari 2015, telah

ditandatangani Kesepakatan

Bersama Badan POM dan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,

untuk meningkatkan efektifitas dan

efisiensi pengawasan Obat dan

Makanan, meningkatkan kapasitas

fasilitas kefarmasian berupa

fasilitas distribusi dan pelayanan

yang baik. Hal ini agar memenuhi

ketentuan cara distribusi dan

pelayanan yang baik, meningkatkan

keamanan, mutu, dan gizi pangan industri rumah tangga pangan; serta meningkatkan

kesadaran masyarakat dalam memilih produk obat dan makanan yang aman,

berkhasiat/bermanfaat, dan bermutu.

Dengan mengusung slogan “Jamu

Warisan Budaya Kesehatan yang

Aman dan Oke (JAWARA Oke)”, pada

hari Jumat, 27 Februari 2015, Badan

POM mengajak seluruh masyarakat

untuk bersama-sama menjadikan

jamu aman, berkhasiat dan bermutu

sebagai bagian dari budaya atau gaya

hidup demi menciptakan bangsa

yang sehat dan berdaya saing. Acara

ini dihadiri antara lain oleh Menteri Kesehatan, Nila F. Moeloek; Menteri Komunikasi

dan Informatika, Rudiantara; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

4

Anak, Yohana Yembise dan Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa. Badan POM berupaya

mewujudkan kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat

dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan. Badan

POM juga mendukung pengembangan jamu gendong dan pelaku usaha mikro, kecil dan

menengah (UMKM) obat tradisional lainnya.

MARET

Kepala Badan POM menjadi salah satu pembicara pada Global Food Safety

Conference (GFSC) yang diselenggarakan oleh the Consumer Goods Forum pada tanggal

3-5 Maret 2015 di Kuala Lumpur Convention Center (KLCC) Malaysia. Food safety: a

Shared Responsibility adalah

tema besar yang diangkat pada

konferensi ini dengan semangat

mewujudkan keamanan pangan

sebagai tanggung jawab

bersama seluruh pihak di

sepanjang rantai pangan dan

bukan hanya beban salah satu

pihak saja. Paparan Kepala

Badan POM difokuskan

pada Elimination of Technical

Barriers to Food Trade in ASEAN.

Salah satu pesan dari GFSC 2015 adalah food safety is expected, not a competitive issue.

Oleh karenanya, keamanan pangan harus menjadi karakteristik suatu produk pangan

untuk dikonsumsi konsumen.

Sehubungan dengan adanya kejadian tidak diinginkan yang serius pada penggunaan

obat injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy 4 ml/5 (Bupivacaine HCl) produksi Industri

Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk. di Siloam Hospital Lippo Village Karawaci, pada tanggal

4 dan 23 Maret 2015, Badan POM memberikan penjelasan kepada masyarakat melalui

siaran pers.

Kepala Badan POM menjadi salah

satu pembicara pada seminar yang

diselenggarakan Food Review

Indonesia, Kamis, 12 Maret 2015.

Dengan mengusung tema "Food

Safety”, Kepala Badan POM

menyampaikan presentasi seputar

program keamanan pangan Badan

POM saat ini antara lain Gerakan

Nasional Waspada Obat dan

Makanan Ilegal (GN-WOMI),

5

perkuatan program pasar aman dari bahan berbahaya untuk mendukung 5.000 pasar

tradisional, penguatan UMKM pangan, perkuatan Gerakan Keamanan Pangan Desa

dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Keamanan Pangan, good regulatory dan code

of practice, regulasi keamanan pangan terbaru, dan fasilitasi/percepatan registrasi

produk pangan olahan IRTP menjadi MD (usaha mikro). Program-program tersebut

diharapkan dapat memberikan yang terbaik dalam keamanan pangan di seluruh

Indonesia.

Pada 16 s.d. 18 Maret 2015, Badan

POM menggelar kegiatan Rapat

Kerja Nasional (Rakernas) di

Jakarta. Rakernas yang dibuka oleh

Menteri Kesehatan RI, Nila A.

Moeloek didampingi Kepala Badan

POM, Roy A. Sparringa ini

mengusung tema “Penguatan

Kemitraan Pengawasan Obat dan

Makanan untuk Meningkatkan

Kualitas Hidup Manusia Indonesia

dan Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)”. Dalam sambutannya, Menteri

Kesehatan mengharapkan agar Badan POM dapat melakukan pengawasan lebih

optimal, dan terus menggalang kerja sama dengan pemangku kepentingan terkait.

Senada dengan hal tersebut, Kepala Badan POM meminta kepada seluruh jajaran Badan

POM baik di pusat maupun di daerah untuk terus meningkatkan upaya kerja sama dan

koordinasi yang baik dengan institusi terkait lainnya.

APRIL

Pentingnya keamanan pangan menjadi perhatian semua pihak termasuk Badan

Kesehatan Dunia (WHO) yang menjadikan “Keamanan Pangan” sebagai tema

peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) 2015. Di Indonesia, “Pilih dan Konsumsi

Pangan yang Aman dan Sehat” menjadi tema nasional HKS tahun ini. Turut

menyukseskan Hari Kesehatan

Sedunia tahun ini, Badan POM

berpartisipasi aktif sepanjang

bulan April 2015 dengan

menginisiasi kegiatan Bulan

Keamanan Pangan Nasional tahun

2015 dengan tema “Mewujudkan

Pangan Aman Hingga Tingkat

Perseorangan Melalui Edukasi

Keamanan Pangan Berbasis

Masyarakat”. Kegiatan ini

merupakan upaya untuk

6

meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya keamanan pangan di

Indonesia dan mendorong masyarakat/konsumen untuk secara mandiri mampu

memastikan bahwa pangan yang akan dikonsumsi aman, bermutu, dan bergizi.

Sebagai salah satu upaya Badan POM dalam implementasi Reformasi Birokrasi, pada

Selasa, 28 April 2015 dilakukan penandatanganan berita acara konsensus PMPRB

Badan POM oleh Kepala Badan POM, Sekretaris Utama, Deputi Bidang Pengawasan

Produk Terapetik dan NAPZA, Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional,

Kosmetik dan Produk Komplemen, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan

Bahan Berbahaya, Koordinator Tim pelaksana RB, dan Ketua Tim Asesor PMPRB.

Tujuan PMPRB antara lain untuk memudahkan Kementerian/Lembaga (K/L) dalam

menyediakan informasi mengenai

perkembangan pelaksanaan

reformasi birokrasi dan upaya-

upaya perbaikan yang perlu

dilakukan oleh K/L. Disamping itu

PPMRB diharapkan juga dapat

menyediakan data/informasi bagi

Kementerian Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi dalam rangka menyusun

profil nasional pelaksanaan

reformasi birokrasi.

MEI

Pada Kamis, 7 Mei 2015, bersama

Bareskrim POLRI, Badan POM

berhasil menggerebek rumah toko

yang dijadikan gudang

penyimpanan Obat dan Makanan

ilegal, beralamat di Jl. Pahlawan

Seribu Blok G2 No. 33 yang dikenal

dengan Ruko Golden Boulevard.

Ditemukan setidaknya 80 item

obat tradisional (OT) mengandung

BKO dan juga ilegal, 4 item pangan

tanpa izin edar (TIE) berupa kopi mengandung BKO, 4 item kosmetik TIE, 4 item obat

yg diduga palsu, serta 3 item obat ilegal. Dari temuan tersebut, beberapa diantaranya

merupakan produk yang sudah sering ditemukan pada operasi Badan POM

sebelumnya, seperti Jamu Tradisional Madu Klanceng, Kapsul Panjang Umur Antanan,

Kapsul Linu-Rat, dan Ponstan. Nilai keekonomian dari temuan tersebut ditaksir

mencapai 3 milyar rupiah.

7

Pada 7 Mei 2015, Badan POM dan Ikatan Apoteker Indonesia menandatangani nota

kesepahaman (MoU) dalam acara Rapat Kerja Nasional dan pertemuan ilmiah IAI tahun

2015 yang mengusung tema "Enhancing Pharmacist Competence in Sustainable

Health" , di Hotel The Hills dan Istana Bung Hatta, Bukittinggi, Sumatera Barat. Badan

POM dan IAI sepakat meningkatkan aktivitas pengawasan obat dan sediaan farmasi di

sarana produksi dan distribusi serta pelayanan farmasi, sehingga tidak ada produk

ilegal atau palsu, serta diversi

sediaan farmasi. Kerja sama ini

sangat bermakna untuk

meningkatkan komunikasi dan

peran masyarakat melalui

pemberian edukasi kepada

masyarakat. Dengan

pemberdayaan masyarakat yang

baik dan benar, diharapkan

masyarakat semakin cerdas

sehingga dapat menggunakan

obat dengan benar.

Pada 11 Mei 2015, Kepala Badan POM, menyampaikan sambutan pada pembukaan

Seminar on Understanding Consumer Science and Behaviour oleh ILSI SEA Region di

Hotel Pullman, Jakarta. Dalam sambutanya, Kepala Badan POM menekankan

pentingnya Keamanan Pangan yang saat ini menjadi perhatian publik. Globalisasi

perdagangan makanan

berkontribusi terhadap dinamika

pola sistem keamanan pangan.

Transportasi, komunikasi, dan

teknologi informasi modern

memungkinkan pendistribusi

pangan antar negara-negara di

seluruh dunia. Modernitas ini

menawarkan banyak pilihan

kepada konsumen dengan

menyediakan lebih banyak jenis

makanan dari produksi domestik maupun internasional. Namun demikian, kondisi ini

juga membuat kemungkinan masalah keamanan pangan. Tantangan utama dalam

keamanan pangan termasuk Food Borne Disease (FBD) outbreaks caused by unsafe food,

penyalahgunaan bahan kimia berbahaya yang dilarang untuk makanan, dan melebihi

batas maksimum kontaminan dan aditif makanan.

8

Terkait adanya laporan dugaan beredarnya beras yang mengandung plastik, pada

tanggal 26 Mei 2015, Kepala Badan POM bersama dengan Kapolri, Menteri

Perdagangan, Menteri Pertanian, dan Kepala Badan Intelejen Negara, ikut serta dalam

rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden RI. Sebelumnya, Badan POM, Kementerian

Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan POLRI telah menguji beberapa sampel beras

yang diduga mengandung plastik

dengan hasil uji negatif (tidak

mengandung plastik), sehingga

masyarakat dihimbau tenang dan

tidak khawatir. Selanjutnya, pada

Rabu, 27 Mei 2015, Kepala Badan

POM, juga turut serta dalam sidak

di Pasar Induk beras di Cipinang,

bersama Menteri Perdagangan dan

Kapolri yang didampingi Direktur

Food Station Tjipinang.

Dalam upaya mendorong dan memfasilitasi Koperasi dan UMKM untuk mampu

menghasilkan dan memasarkan produk sesuai dengan standar dan persyaratan yang

berlaku, Badan POM tidak mungkin berperan sendiri. Kerja sama dan koordinasi efektif

dan dinamis dengan berbagai pihak harus senantiasa dijalin, dibina dan dikembangkan

agar memberikan kontribusi positif bagi terlaksananya tugas dan tanggung jawab

Badan POM. Untuk itu, pada Kamis, 28 Mei 2015 di Jakarta dilakukan penandatanganan

nota kesepahaman antara Badan POM dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil

Menengah. Penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut merefleksikan komitmen

dalam membangun kerjasama dan kesatuan tindak dalam rangka pemberdayaan

Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui Pendampingan

Teknis dan Pengawasan di Bidang Obat Tradisional, Kosmetika dan Pangan sehingga

dapat bersaing di pasar domestik, regional, maupun international.

JUNI

Memperingati World Anti-

Counterfeiting Day2015, pada 1

Juni 2015, Badan POM menggelar

beberapa kegiatan yaitu

Sosialisasi Cara distribusi Obat

yang Baik kepada Apoteker dan

Pemilik Sarana Apotek di

kawasan Jatinegara dan Pasar

Pramuka, serta Peresmian

Forum Single Point of

Contact (SPOC). Kegiatan ini

9

dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari

kemungkinan risiko kesehatan yang timbul akibat konsumsi produk ilegal dan/atau

palsu. Menurut data Badan POM, praktek pemalsuan obat dapat terjadi pada merek dan

produk obat paten maupun generik dengan berbagai kriteria pemalsuan, yang dapat

menyebabkan memburuknya kesehatan pasien dan meningkatnya biaya pengobatan.

Pada kesempatan ini, Kepala Badan POM dan jajarannya melakukan aksi simpatik

dengan memberikan bunga mawar asli kepada pengguna jalan yang melintas di depan

kantor Badan POM. Pemberian bunga asli ini sebagai simbol bahwa masyarakat harus

memilih produk obat yang asli, bukan yang palsu, walaupun yang palsu lebih indah,

tetapi tidak mempunyai khasiat.

Upaya Badan POM dalam pengelolaan keuangan negara dan pelaporan keuangan

membuahkan hasil dengan diberikannya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas

Laporan Keuangan Badan POM Tahun 2014 oleh BPK. Hal ini disampaikan secara

langsung oleh Anggota VI BPK RI Prof. Dr. Bahrullah Akbar, MBA kepada Kepala Badan

POM, dalam acara Penyerahan

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

Atas Laporan Keuangan Badan

POM Tahun Anggaran 2014, pada

16 Juni 2015 di Auditorium

Gedung Tower BPK RI. Kepala

Badan POM memberikan apresiasi

kepada segenap jajaran Badan

POM atas pencapaian Opini WTP

dan mengharapkan untuk terus

melaksanakan pengelolaan

keuangan Badan POM dengan

transparan dan akuntabel.

Badan POM menggelar konferensi

pers untuk menginformasikan hasil

pelaksanaan Operasi Pangea VIII,

pada Kamis 25 Juni 2015. Operasi

Pangea merupakan operasi tingkat

Internasional yang bertujuan

memberantas penjualan produk

ilegal termasuk palsu yang diedarkan

secara online. Hadir dalam konferensi

pers antara lain perwakilan dari

Kementerian Kesehatan RI, NCB

Interpol Indonesia, Kementerian Perdagangan RI, serta Bareskrim Mabes POLRI.

Selama sepekan operasi Pangea VIII, 9 s.d. 16 Juni 2015, sebanyak 293 situs internet

teridentifikasi menjual obat dan alat kesehatan ilegal. Perolehan hasil sitaan berjumlah

10

lebih dari 3,4 juta kemasan produk dengan nilai keekonomian mencapai 27,6 milyar

rupiah.

JULI

Pada tanggal 6 Juli 2015 di Hotel Amaroossa Grande Bekasi dengan dihadiri perwakilan

seluruh unit eselon 2 di Pusat dan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia,

dilaksanakan internalisasi revolusi mental oleh Sekretaris Utama Badan POM dengan

menyampaikan pemaparan bertemakan “Revolusi Mental Badan POM dalam

Optimalisasi Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan”, mengingat Bulan Ramadhan

merupakan momentum yang baik

untuk melaksanakan revolusi

mental secara paripurna. Revolusi

mental sebagai perubahan

mendasar dalam cara berpikir dan

cara merasa yang diterjemahkan

dalam perilaku dan tindakan nyata

keseharian dalam kehidupan di

berbagai aspek baik perilaku

politik, perilaku ekonomi, perilaku

pendidikan, perilaku kerja, dan

perilaku sosial kemasyarakatan

pada akhirnya akan memberikan efek positif terhadap masyarakat. Sestama

menyampaikan langkah melakukan revolusi mental perlu dilakukan dengan strategi

yang tepat, konsisten, bertahap dan komprehensif melalui instrumen penerapan

sistem manajemen SDM aparatur yang berbasis sistem merit, penguatan

kepemimpinan pada masing-masing instansi, pemanfaatan teknologi informasi dan

komunikasi, transparansi pengelolaan pelayanan publik, dan penguatan fungsi

pengawasan.

Sebanyak 7 orang peserta yang

berasal dari kuliah profesi di

Sekolah Staf dan Pimpinan

Tingkat Tinggi (Sespimti)

Kepolisian Republik Indonesia

(POLRI) mengunjungi Badan POM

pada Jum’at, 10 Juli 2015.

Mewakili Kepala Badan POM,

Deputi Bidang Pengawasan

Produk Terapetik dan NAPZA, T.

Bahdar J. Hamid yang didampingi

oleh Kepala Pusat Penyidikan

Obat dan Makanan, Hendri Siswadi, menerima kunjungan dalam diskusi yang bertajuk

Penyidikan Obat dan Makanan tersebut. Dalam paparannya, T. Bahdar J. Hamid

11

menyampaikan bahwa obat dan makanan merupakan salah satu industri strategis yang

harus mendapat perhatian khusus karena menyangkut aspek kesehatan manusia dan

aspek perekonomian bangsa. Oleh karena itu pengawasan obat dan makanan penting

dilakukan untuk mengawal peredaran obat dan makanan yang aman. Dukungan lintas

sektor juga sangat dibutuhkan Badan POM, terutama POLRI dalam upaya penegakan

hukum terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan. Menanggapi hal itu

SESPIMTI POLRI sangat mendukung upaya Badan POM dalam pengawasan obat dan

makanan karena Badan POM memiliki peran yang signifikan terhadap kesehatan

masyarakat. Sinergitas dengan Kepolisian dapat diperkuat tidak hanya dengan

penindakan tetapi juga pencegahan, termasuk sosialisasi kepada masyarakat. Dalam

upaya pengawasan obat dan makanan khususnya peredaran produk ilegal dan palsu

melalui online, Badan POM bisa memanfaatkan kerjasama dengan

Divisi Cyber Crime Mabes POLRI untuk melakukan pengusutan pelaku guna proses

penegakan hukum.

Pada tanggal 13 Juli 2015, Kepala

Badan POM memaparkan hasil

intensifikasi pengawasan yang

dilakukan Badan POM selama

Ramadhan dan menjelang Lebaran

1436 H. Senilai lebih dari 21,4

milyar rupiah pangan ilegal

ditemukan Badan POM dalam

kurun waktu 25 Mei s.d. 10 Juli

2015 di hampir seluruh wilayah

Indonesia. Selain itu Badan POM

juga menemukan pangan

kedaluwarsa senilai 5,4 miliar rupiah; pangan rusak senilai 1,5 miliar rupiah;

kosmetika yang tidak terdaftar/ternotifikasi, mengandung bahan berbahaya dan

rusak/kedaluwarsa senilai lebih 4 milyar rupiah; obat tradisional ilegal, mengandung

bahan kimia obat dan rusak/kedaluwarsa senilai lebih dari 368 juta rupiah. Hasil ini

menunjukan upaya Badan POM dalam melakukan intervensi pengawasan obat dan

makanan dengan menyentuh akar masalahnya, yang antara lain dilakukan melalui

pengawasan yang lebih ketat di pintu masuk/perbatasan, pengawasan lebih

difokuskan pada temuan besar dan ke hulu, penguatan peran pelaku usaha dalam

penanganan produk sesuai cara ritel yang baik dan cara distribusi yang baik serta

pengawasan pangan dilaksanakan secara terpadu dan sinergis dengan lintas sektor di

sepanjang rantai pasokan. Dalam kesempatan ini juga Badan POM terus mengajak

masyarakat untuk lebih berpartisipasi secara aktif dalam pengawasan obat dan

makanan dengan menjadi konsumen cerdas yang teliti sebelum membeli dan

mengkonsumsi obat dan makanan, juga pro aktif dalam memberikan informasi adanya

Obat dan Makanan yang diduga melanggar peraturan, seperti pangan rusak,

kedaluwarsa, tanpa ijin edar atau pangan yang dicurigai mengandung bahan

berbahaya.

12

Pada hari Jumat, 24 Juli 2015,

Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Yuddy Chrisnandi

melakukan inspeksi mendadak ke

kantor Badan POM. Menpan RB

yang didampingi langsung oleh

Kepala Badan POM beserta

jajarannya melakukan sidak

secara acak dengan berkelliling

kebeberapa unit kerja, seperti

laboratorium dan gedung

pelayanan publik di Badan POM. Sidak kali ini dilaksanakan juga dalam rangka

silaturahmi setelah Hari Raya Idul Fitri dan untuk memantapkan perubahan mindset

Aparatur Sipil Negara yang lebih berdisiplin. Hal ini mengingat stigma masyarakat yang

berkata bahwa sehabis libur lebaran banyak kantor-kantor pemerintah kosong dan

stafnya tidak masuk. Inspeksi mendadak Di Badan POM membuktikan bahwa stigma

masyarakat tersebut tidak benar. Terbukti dari absensi dan aktifitas kegiatan di kantor

Badan POM sudah berjalan normal.

Mewakili Indonesia, delegasi Badan POM menghadiri pertemuan Technical

Consultation with National Regulatory Authorities to Review Dengue Vaccine Dossier

(Sanofi CYD-TDV) di kantor pusat WHO, Jenewa, pada 28 s.d. 30 Juli 2015. Pertemuan

ini bertujuan untuk pembahasan

bersama hasil evaluasi vaksin

dengue yang dilakukan oleh NRA

dari negara Brazil, Colombia,

Indonesia, Malaysia, Mexico,

Philippines, dan Thailand.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh tim

ahli untuk memberikan masukan

terkait pertukaran informasi sistem

evaluasi di negaranya, serta

interpretasi data-data dari dossier.

AGUSTUS

Kepala Badan POM menjadi salah satu pembicara pada International Seminar on

Pharmaceutics 2015 yang diselenggarakan oleh Sekolah Farmasi ITB bertempat di

Harris Hotel Bandung, 3 s.d. 5 Agustus 2015. Dalam paparannya, Kepala Badan POM

menyampaikan bahwa industri farmasi di Indonesia sangat potensial dengan market

terbesar di ASEAN. Tercatat sebanyak 208 industri farmasi berkiprah di Indonesia

13

dengan rincian 7 industri milik pemerintah/BUMN, 167 industri lokal, dan 34 industri

multinasional. Beberapa isu strategis yang perlu diperhatikan antara lain komitmen

negara-negara ASEAN, integrasi pasar, otorisasi pasar, pengawasan pre dan post

market, harmonisasi standar dan

regulasi, serta pengakuan penilaian

bersama dan hambatan teknis

perdagangan. Badan POM sebagai

institusi pemerintah yang

berwenang melakukan pengawasan

Obat dan Makanan sangat terbuka

kepada semua pihak baik akademisi

maupun industri untuk berdiskusi

dan terlibat aktif dalam

pengembangan obat di tanah air.

Badan POM melalui Kepala Balai

Besar Pengawas Obat dan

Makanan (BBPOM) di Jakarta,

Dewi Prawitasari dan Sekda DKI

Jakarta, Saefullah

menandatangani perjanjian kerja

sama pengawasan makanan di

wilayah Jakarta, Jumat, 7 Agustus

2015, disaksikan oleh Gubernur

DKI Jakarta, Basuki T Purnama,

Sekretaris Utama Badan POM,

Reri Indriani, serta Deputi Bidang

Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Suratmono. Perjanjian kerja

sama tersebut merupakan implementasi dari MoU yang telah ditandatangani Kepala

Badan POM dan Gubernur DKI Jakarta pada12 Februari 2015 lalu. Badan POM

mendukung penuh kegiatan dan kebijakan serta komitmen Gubernur DKI Jakarta

tentang keamanan pangan, mengingat Jakarta sebagai ibukota negara yang

menjadi role model bagi daerah-daerah lainnya. Agar program ini berhasil, maka

diperlukan kemitraan dengan SKPD di wilayah DKI Jakarta untuk memperkuat jejaring

pengawasan keamanan pangan terpadu. Dengan penandatanganan kerja sama ini,

Gubernur DKI Jakarta berharap dapat mengintegrasikan aplikasi Smart City yang akan

dibuat bekerja sama dengan Kominfo. Aplikasi yang berbasis mobile phone ini

diharapkan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk mengetahui hasil uji

keamanan suatu produk.

Pada tanggal 20 Agustus 2015, Badan POM hadir bersama Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan dalam peluncuran Gerakan Nusantara (Gerakan miNUm Susu tiAp hari

uNTuk Anak ceRdas aktif IndonesiA) tahun 2015 di SDN 11 Pagi Utara Kebayoran

Lama. Gerakan Nusantara yang diprakarsai oleh PT. Frisian Flag Indonesia ini

berkontribusi dalam upaya meningkatkan kualitas SDM melalui rangkaian kegiatan

14

peningkatan kebiasaan hidup

sehat anak Indonesia, melalui

kebiasaan minum susu, berolah

raga, dan membeli pangan jajanan

yang aman, bermutu, dan bergizi

di kantin sekolah. Dalam

sambutannya, Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan, Anis

Baswedan menyampaikan bahwa

pemenuhan gizi anak sekolah

baik melalui penyediaan

makanan yang bergizi di tingkat

keluarga termasuk pemberian susu dan juga melalui asupan pangan jajanan yang aman

dan bergizi merupakan hal yang perlu mendapat perhatian. Badan POM yang diwakili

oleh Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan menyampaikan bahwa

Gerakan Nusantara sejalan dengan program Badan POM dalam melindungi anak

sekolah dari pangan jajanan yang tidak aman. Diharapkan melalui Gerakan Nusantara

ini dapat mendukung kerjasama yang erat dan harmonis antara pemerintah dengan

pelaku usaha dan masyarakat untuk bersama-sama mendukung pembentukan

generasi muda Indonesia yang sehat, cerdas, dan aktif.

Dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan korupsi, kolusi, dan

nepotisme (KKN), Badan POM

bersama Asosiasi Gabungan

Pengusaha Obat dan Makanan

menandatangani pakta integritas

yang disaksikan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) dan

Ombudsman RI, pada tanggal 24

Agustus 2015 di Aula Gedung C

Badan POM. Pakta integritas ini

merupakan komitmen antara Badan

POM dengan pengusaha Obat dan Makanan sebagai upaya pencegahan KKN. Tujuan

penandatanganan pakta integritas ini guna mewujudkan prinsip tata kelola

pemerintahan yang baik, pelayanan publik yang bersih dan melayani masyarakat, serta

peningkatan pencegahan terjadinya tindak pidana KKN di Lingkungan Badan POM.

Revolusi mental melalui peningkatan kapasitas, akuntabilitas kinerja juga terus

diupayakan untuk mencipatakan Badan POM yang bersih dan bebas dari KKN.

Pada tanggal 24 Agustus 2015, Kepala Badan POM menyampaikan keterangan pers dan

public warning hasil pengawasan Badan POM terhadap Obat Tradisional dan Suplemen

Kesehatan Stamina Pria yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). Dari hasil

pengawasan Badan POM bulan November 2014 hingga Agustus 2015, ditemukan 50

jenis produk obat tradisional dan suplemen kesehatan stamina pria mengandung

15

bahan kimia obat (BKO), dimana 25

jenis diantaranya merupakan

produk obat tradisional yang tidak

memiliki izin edar. Nilai

keekonomian temuan obat

tradisional dan suplemen

kesehatan mengandung BKO ini

mencapai 59,8 milyar rupiah untuk

produk jadi dan 63,5 milyar rupiah

untuk bahan baku. Dari hasil

temuan tersebut, sebanyak 25 jenis

produk yang terdaftar di Badan

POM telah dibatalkan nomor izin edarnya. Selain itu, dalam dua tahun terakhir,

sejumlah 16 kasus peredaran OT mengandung BKO berhasil diungkap dan telah

diajukan ke pengadilan.

SEPTEMBER

Badan POM berpartisipasi dalam World Expo Milano (WEM) pada 30 Agustus s.d. 3

September 2015 di Milan, Italia. Pagelaran pameran terbesar di dunia yang

dilaksanakan 5 tahun sekali ini mengangkat tema “Feeding the Planet, Energy for Life”.

Wujud partisipasi Badan POM dalam World Expo Milano 2015 berupa Business

Forum dan pameran produk Obat dan Makanan yang melibatkan industri dan asosiasi

Obat dan Makanan di dalam negeri.

Tema besar yang diambil oleh

Badan POM adalah “The Richness of

Indonesian Biodiversity for the

World”. Kepala Badan POM, Roy

Sparringa beserta tim yang terdiri

dari delegasi Badan POM serta

asosiasi dan industri berupaya

mengangkat daya saing Indonesia

dengan memperkenalkan pangan,

kosmetika, dan obat tradisional

Indonesia di kancah dunia.

Pada tanggal 7 September 2015, Badan POM menerima tim evaluasi pelaksanaan

Reformasi Birokrasi (RB) di Badan POM dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB). Pada kesempatan tersebut, Plh. Kepala

Badan POM, Suratmono menegaskan bahwa Badan POM memiliki komitmen politik,

memiliki agenda RB yang jelas dan terukur, serta mampu melaksanakan agenda

reformasi birokrasi tersebut. Badan POM juga telah menyusun Road Map RB dan

melaksanakan agenda perubahan pada 8 (delapan) area perubahan. Pada kesempatan

tersebut, Sekretaris Utama Badan POM menyampaikan paparan tentang progress

16

pelaksanaan RB di Badan POM selama tahun 2014 dan triwulan I 2015. Dijelaskan pula

bahwa Badan POM telah melakukan

berbagai upaya peningkatan

perbaikan, antara lain adanya

subsite khusus RB sebagai sarana

penyebaran informasi terkait RB,

pengembangan e-

performance Badan POM, serta

pemberian reward sebagai

penghargaan dan sanksi terhadap

pegawai yang melakukan

pelanggaran.

Pada tanggal 16 September 2015,

Badan POM pusat dan seluruh Balai

Besar/Balai POM secara serentak

melaksanakan Pencanangan Tekad

Gerakan Nasional Revolusi Mental,

yang digagas oleh Kementerian

Koordinator Bidang Pembangunan

Manusia dan Kebudayaan. Kepala

Badan POM dalam amanatnya

menyampaikan bahwa ada tiga

nilai utama dalam revolusi mental

yaitu integritas, kerja keras, dan

gotong royong. Ketiga nilai tersebut tercermin dalam Budaya Organisasi Badan POM:

PIKKIR (Profesional, Integritas, Kredibel, Kerjasama, Inovatif, dan Responsif), yang

merupakan nilai-nilai luhur untuk diyakini, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh

pegawai Badan POM dalam melaksanakan tugasnya guna mewujudkan good

governance di bidang pengawasan Obat dan Makanan.

Pada tanggal 17 September 2015,

Badan POM melaksanakan

sosialisasi bahaya merokok di

Surabaya yang dibuka oleh

Walikota Surabaya Tri

Rismaharini dan Kepala Badan

POM Roy Sparringa. Peserta

terdiri dari siswa dan guru

pendamping dari 56 SMP/MTs

dan SMA/SMK/MA, lintas sektor

terkait dan organisasi profesi,

Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM). Pemerintah melalui Badan POM berupaya mengedukasi masyarakat akan

bahaya merokok salah satunya dengan penggunaan peringatan kesehatan bergambar

17

(Pictorial Health Warning/PHW) pada bungkus rokok. Pada kesempatan ini, Kepala

Badan POM memperkenalkan RIKO atau Remaja Indonesia Anti Rokok, maskot yang

menggambarkan pelajar yang tidak hanya pintar dan popular, tetapi juga selalu

berperilaku positif.

Pada tanggal 28 September 2015 Badan POM turut berpartisipasi dalam peringatan

International Right to Know Day melalui pameran dengan mengusung tema "Gunakan

Hak Anda Untuk Mendapatkan Informasi Tentang Obat dan Makanan".

Pengunjung booth Badan POM terlihat antusias bertanya dan memperhatikan

penjelasan pramujaga terkait

penggunaan Obat dan Makanan

yang benar serta dampak negatif

dari produk ilegal, palsu, maupun

yang mengandung bahan

berbahaya. Untuk menarik minat

pengunjung dilakukan demo uji

cepat menggunakan rapid test

kit terhadap pangan yang diduga

mengandung bahan berbahaya

seperti boraks, formalin, dan

pewarna non-pangan (rhodamin B,

metanil yellow). Masyarakat juga dapat melihat contoh obat, obat tradisional, dan

kosmetik ilegal, palsu, maupun yang mengandung bahan berbahaya. Dengan adanya

kegiatan komunikasi informasi edukasi (KIE) ini diharapkan hak untuk tahu setiap

orang dapat terpenuhi, sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk

lebih cermat dalam membeli dan menggunakan/mengonsumsi produk Obat dan

Makanan.

OKTOBER

Pada tanggal 5 s.d. 9 Oktober di Nusa

Dua, Bali, untuk pertama kalinya

Indonesia menjadi tuan rumah

penyelenggaraan Pharmaceutical

Inspection Cooperation

Scheme (PIC/S) Committee Meeting

and Seminar 2015 yang mengambil

tema “Biopharmaceuticals

(Biotechnology and Biological): How

to Inspect”. Keanggotaan Badan POM

dalam PIC/S menunjukkan

kredibilitas sekaligus komitmen Indonesia dalam upaya menjamin produk obat yang

aman, bermutu, dan efektif demi kemajuan industri farmasi dalam negeri. Secara tidak

langsung, keanggotaan PIC/S ini juga memberi manfaat kepada industri karena

18

meningkatkan kepercayaan pasar. Dengan demikian, potensi ekspor industri obat dan

obat tradisional nasional meningkat, yang kemudian dapat meningkatkan nilai

ekonomi industri farmasi dalam negeri.

Sehubungan dengan peredaran produk Tembakau Super Cap Gorilla yang diduga

mengandung narkoba jenis baru, pada tanggal 12 Oktober 2015, Badan POM

menyampaikan keterangan pers terkait hal tersebut. Berdasarkan hasil koordinasi

dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), diperoleh informasi bahwa BNN telah

melakukan pengujian produk Tembakau Super Cap Gorilla, dengan hasil uji

menunjukkan adanya kandungan senyawa kimia New Psychoactive Substances/NPS

yaitu AB-CHMINACA yang termasuk jenis Cannabinoid Sintetis. Badan POM terus

berkoordinasi dengan pihak terkait dalam pemantauan dan tindak lanjut pengawasan

produk tembakau ini.

Sebagai leading sector Operasi

STORM VI di Indonesia, Badan

POM menggelar konferensi pers

di Aula Gedung C Badan POM

pada tanggal 27 Oktober 2015.

Operasi Storm merupakan sandi

operasi atas kerja sama Satuan

Tugas (Satgas) Pemberantasan

Obat dan Makanan Ilegal dengan

NCB-Interpol Indonesia yang

dilakukan di wilayah Asia

Tenggara dan Tiongkok. Pada

Agustus hingga September 2015, Badan POM dan Kepolisian, serta Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai melaksanakan Operasi Storm VI dan berhasil menemukan obat ilegal,

obat tradisional ilegal termasuk mengandung bahan kimia obat (BKO), dan kosmetika

ilegal, dengan nilai keekonomian mencapai 20,8 miliar rupiah. Selain konferensi pers,

dilakukan pemusnahan secara simbolis terhadap barang bukti berupa obat tradisional

tanpa izin edar dan mengandung BKO hasil operasi penegakan hukum Satgas

Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal selama periode tahun 2014 dan 2015.

NOVEMBER

Dalam rangka mendukung Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I yang diluncurkan

Presiden Joko Widodo pada September 2015, pada tanggal 2 November 2015, Badan

POM kembali melakukan terobosan layanan publik dengan meluncurkan Layanan

Importasi Prioritas Bahan Baku Obat dan Makanan yang bertujuan

menurunkan dwelling time pada tahap pre-custom clearance dan akhirnya

meningkatkan efisiensi arus barang di pelabuhan. Beberapa keunggulan dari Layanan

Importasi Prioritas berupa penyederhanaan prosedur importasi bahan baku Obat dan

19

Makanan, mengubah mekanisme

transaksional menjadi non-

transaksional. Dengan Layanan

Importasi Prioritas ini, maka rata-

rata Service Level Agreement

(SLA) Badan POM yang hanya 5,7

jam, akan jauh lebih cepat lagi.

Badan POM dinobatkan sebagai juara pertama dalam kepatuhan pelaporan barang

milik negara (BMN). Penyerahan penghargaan dari Kementerian Keuangan RI kepada

Badan POM dilakukan pada acara yang mengusung tema “Apresiasi Kinerja

Pengelolaan Barang Milik Negara pada Kementerian/Lembaga” di Gedung Dhanapala,

Kementerian Keuangan pada tanggal 2 November 2015. Penghargaan tersebut

merupakan bentuk apresiasi atas performa yang baik dari K/L dalam mengelola BMN,

yang penilaiannya meliputi ketepatan waktu, kelengkapan dalam penyampaian

laporan, serta rekonsiliasi data

BMN antara K/L dan Pengelola

Barang. Tahun 2015 merupakan

tahun keempat penyelenggaraan

acara Refleksi dan Apresiasi

Pengelolaan BMN untuk

mendorong K/L agar terus

meningkatkan kinerja

pengelolaan BMN yang semakin

tertib, baik tertib administrasi,

tertib fisik, maupun tertib hukum.

Pada tanggal 19 November 2015,

Badan POM meraih kembali

Sertifikat Sistem Manajemen Mutu

ISO 9001:2008.

20

Pada tanggal 23 s.d. 26 November 2015, Badan POM melaksanakan Rapat Evaluasi

Nasional (REN) tahun 2015 di Kendari, Sulawesi Tenggara dengan mengusung tema

“Peningkatan Kinerja Badan POM melalui Pengawasan Post Market Obat dan Makanan

dalam Memasuki Pasar Bebas ASEAN”. Rapat ini mengevaluasi pelaksanaan satu tahun

Renstra meliputi pencapaian indikator kinerja (sasaran strategis, sasaran program, dan

kegiatan) serta faktor-faktor kunci keberhasilan. Dalam pertemuan ini, Kepala Badan

POM menegaskan pentingnya upaya peningkatan kinerja pengawasan obat dan

makanan melalui pengawasan yang lebih ke hulu, kegiatan-kegiatan promotif-preventif

dan kemitraan, yang sejalan dengan perubahan paradigma watchdog control menjadi

proactive control. Pada sambutan pembukaan, Gubernur Sulawesi Tenggara yang

diwakili oleh Sekda menyampaikan bahwa pengawasan Obat dan Makanan merupakan

upaya yang strategis karena selain memberikan perlindungan kepada masyarakat, juga

berperan dalam meningkatkan daya saing produk. Badan POM diharapkan lebih

intensif membuat program dan kebijakan strategis yang mendukung UMKM agar

produknya mampu memenuhi standar dan memiliki daya saing.

Badan POM melaksanakan kegiatan “Public Awareness Gerakan Penanggulangan OT

mengandung BKO” yang bertemakan “Jamu Aman, Masyarakat Cerdas” dan dikemas

dalam berbagai rangkaian kegiatan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE). Pada tanggal

29 November 2015, KIE di area Car Free Day kawasan bisnis Sudirman mengawali

rangkaian kegiatan tersebut dan

di Balai Kartini Jakarta pada

tanggal 30 November 2015. Selain

itu, dilakukan juga

penandatanganan MoU antara

Badan POM dengan Komisi

Penyiaran Indonesia (KPI),

Kementerian Komunikasi dan

Informatika, Pelaku Usaha, dan

Pemerintah Daerah (Cilacap,

Banyuwangi, dan Sukoharjo).

DESEMBER

Pada tanggal 7 Desember 2015,

dilakukan penandatanganan

kesepakatan bersama antara Badan

POM dengan Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (KPPPA) dan

Badan POM dengan Universitas

Negeri Jakarta (UNJ). Kepala Badan

POM menyampaikan bahwa

21

penandatanganan kesepakatan bersama ini merupakan bentuk kelanjutan kemitraan

antara Badan POM dengan KPPPA yang bertujuan untuk meningkatkan kemitraan

dalam bentuk komunikasi, advokasi, dan edukasi kepada masyarakat baik konsumen

maupun produsen utamanya usaha mikro, dimana peran perempuan sangat besar

dalam pengawasan Obat dan Makanan. Sementara itu kesepakatan bersama dengan

UNJ dinilai sangat penting mengingat peran strategis perguruan tinggi dalam

peningkatan pendidikan sumber daya manusia dan masyarakat, sehingga mampu

memilih produk yang dikonsumsi.

Pada tanggal 14 Desember 2015,

Badan POM meluncurkan buku

Pedoman Obat Pengembangan

Baru (OPB), Pedoman Biosimilar

dan Pedoman Cara Uji Klinik yang

Baik (CUKB) di Hotel Acacia,

Jakarta. Acara ini dihadiri oleh

perwakilan dari Kemenkes,

Kemerinstek, Akademisi, Industri

Farmasi. Dalam kesempatan ini

disampaikan bahwa Badan POM

mendukung pengembangan hasil riset menjadi produk dengan

bimbingan/pendampingan pemenuhan regulasi.

Pada tanggal 22 Desember 2015 di kantor Badan POM, Kepala Badan POM

menyampaikan keterangan pers hasil intensifikasi pengawasan pangan di sarana

distribusi menjelang Natal dan Tahun Baru yang berlangsung sejak 30 November s.d.

20 Desember 2015. Dalam paparannya, disampaikan bahwa pada intensifikasi

pengawasan pangan kali ini, jenis pangan kedaluwarsa yang paling banyak ditemukan

antara lain mi instan, susu kental manis, bumbu, teh, minuman serbuk, dan makanan

ringan. Badan POM menemukan 3.499 item (121.610 kemasan) pangan yang Tidak

Memenuhi Ketentuan dengan nilai keekonomian mencapai lebih dari Rp 4,8 milyar di

sarana retail dengan rincian 34.947 kemasan pangan TIE (28%), 76.156 kemasan

pangan kedaluwarsa (63%), dan 10.507 kemasan pangan rusak (9%). Diharapkan ke

depan pelaku usaha lebih patuh

dengan ketentuan, dan dapat

menerapkan Cara Ritel Pangan

yang baik dan konsisten,

melaksanakan self regulatory

control. Di samping itu masyarakat

juga diharapkan ikut melakukan

pengawasan dengan cerdas dalam

memilih produk dan memberi

informasi kepada Badan POM

apabila menemukan produk yang

tidak memenuhi ketentuan.

23

BAB 2

PENDAHULUAN

2.1 GAMBARAN UMUM ORGANISASI

Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dibentuk berdasarkan Keputusan

Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan

Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun 2015, dengan

kedudukan, tugas pokok dan fungsi Badan POM sebagai berikut :

Kedudukan

a. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) adalah Lembaga Pemerintah Non

Kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan tugas Pemerintah tertentu dari

Presiden.

b. Badan POM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

c. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan.

d. Badan POM dipimpin oleh Kepala.

Tugas Pokok

Badan POM mempunyai tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Fungsi

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan POM menyelenggarakan fungsi:

a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan

Makanan.

b. pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan.

c. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM.

d. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi

pemerintah di bidang pengawasan Obat dan Makanan.

e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan

umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan,

hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Dalam mengemban tugas pemerintahan, Badan POM melakukan pengawasan Obat dan

Makanan dengan sistem tiga pilar sebagai berikut:

24

Gambar 2.1 Tiga Pilar dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan

2.2 Struktur Organisasi

Badan POM memiliki 23 Unit Kerja di Pusat dan di 33 provinsi (Balai Besar/Balai POM)

sebagai unit pelaksana teknis di daerah. Organisasi dan tata kerja Badan POM Pusat disusun

berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah

dengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 tahun 2004. Organisasi

dan tata kerja Balai Besar/Balai POM disusun berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM

Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di

Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi

PILAR 3

Masyarakat

PILAR 2

Badan POM

PILAR 1

Pelaku

Usaha

Pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM

mencakup aspek yang sangat luas, mulai dari proses

penyusunan standar sarana dan produk, penilaian

produk yang didaftarkan (diregistrasi) dan

pemberian Nomor Izin Edar (NIE), pengawasan

penandaan dan iklan, pengambilan dan pengujian

contoh produk di peredaran/sarana distribusi,

pemeriksaan sarana produksi dan distribusi,

pengawasan produk ilegal/palsu, hingga ke

investigasi awal dan proses penegakan hukum

terhadap berbagai pihak yang melakukan

penyimpangan cara produksi dan distribusi, maupun

pengedaran produk yang tidak sesuai ketentuan

yang berlaku.

Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat agar mampu melindungi diri dari produk yang berisiko

terhadap kesehatan. Untuk mencapai hal ini, Badan POM melakukan

Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada

masyarakat.

Pengawasan yang dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu

menjamin Obat dan Makanan aman,

berkhasiat/bermanfaat dan bermutu serta kebenaran

informasi sesuai yang dijanjikan saat registrasi di Badan

POM.

25

sebagaimana tersebut di atas, dilakukan oleh unit kerja Badan POM di pusat, maupun oleh

Balai Besar/Balai POM yang ada di seluruh Indonesia.

Struktur organisasi Badan POM adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Badan POM

KEPALA

INSPEKTORAT

1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerja Sama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Hubungan

Masyarakat 4. Biro Umum

Balai Besar/Balai POM

SEKRETARIS UTAMA

PUSAT

PENGUJIAN

OBAT DAN

MAKANAN

NASIONAL

PUSAT

PENYIDIKAN

OBAT DAN

MAKANAN

PUSAT

RISET

OBAT DAN

MAKANAN

PUSAT

INFORMASI

OBAT DAN

MAKANAN

1. Dit. Penilaian Obat dan Produk Biologi

2. Dit. Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT

3. Dit. Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT

4. Dit. Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT

5. Dit. Pengawasan NAPZA

DEPUTI I

BIDANG PENGAWASAN

PRODUK TERAPETIK DAN

NAPZA

1. Dit. Penilaian OT, Suplemen Makanan dan Kosmetik

2. Dit. Standardisasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen

3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen

4. Dit. Obat Asli Indonesia

DEPUTI II

BIDANG PENGAWASAN OBAT

TRADISIONAL, KOSMETIK

DAN PRODUK KOMPLEMEN

1. Dit. Penilaian Keamanan Pangan

2. Dit.Standardisasi Produk Pangan

3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan

4. Dit. Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan

5. Dit.Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

DEPUTI III

BIDANG PENGAWASAN

KEAMANAN PANGAN DAN

BAHAN BERBAHAYA

26

Tugas dan fungsi Unit Eselon I yaitu:

1. Sekretariat Utama

Tugas Pokok

•Mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di lingkungan Badan POM

Fungsi

•Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM

•Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi penyusunan peraturan perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas Badan POM

•Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga

•Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM

•Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas Deputi di lingkungan Badan POM

•Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.

27

2. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA

Tugas Pokok

•Melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif

Fungsi

•Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif;

•Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian obat dan produk biologi;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standarisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif;

•Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif;

•Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif;

•Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.

28

3. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen

Tugas Pokok

•Melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen

Fungsi

•Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;

•Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standarisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang obat asli Indonesia;

•Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;

•Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;

•Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;

•Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.

29

4. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

Tugas Pokok

•Melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya

Fungsi

•Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;

•Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian keamanan pangan;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standarisasi keamanan pangan;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan;

•Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya;

•Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;

•Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;

•Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;

•Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.

30

Tugas dan fungsi Balai Besar/Balai POM sebagai unit pelaksana teknis di Daerah, yaitu:

5. Balai Besar/Balai POM

Tugas Pokok

•Melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya

Fungsi

•Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan;

•Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;

•Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi;

•Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi;

•Pelaksanaan investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum;

•Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan;

•Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen;

•Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;

•Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan;

•Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.

31

Tugas dan fungsi Pusat-Pusat dan Inspektorat, yaitu:

6. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional

Tugas Pokok

•Melaksanakan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan

Fungsi

•Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan;

•Pelaksanaan pengujian laboratorium, dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;

•Pembinaan mutu laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional;

•Pelaksanaan sistem rujukan laboratorium pengawasan obat dan makanan;

•Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian;

•Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan;

•Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;

•Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional.

7. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan

Tugas Pokok

•Melaksanakan kegiatan investigasi awal dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya

Fungsi

•Penyusunan rencana dan program investigasi awal dan penyidikan obat dan makanan;

•Pelaksanaan investigasi awal dan penyidikan obat dan makanan;

•Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan investigasi awal dan penyidikan obat dan makanan.

32

8. Pusat Riset Obat dan Makanan

Tugas Pokok

•Melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik

Fungsi

•Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan;

•Pelaksanaan riset obat dan makanan;

•Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan.

9. Pusat Informasi Obat dan Makanan

Tugas Pokok

•Melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat dan makanan, informasi keracunan dan teknologi informasi

Fungsi

•Penyusunan rencana dan program pelayanan informasi obat dan makanan;

•Pelaksanaan pelayanan informasi obat;

•Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan;

•Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi;

•Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan makanan;

•Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

10. Inspektorat

Tugas Pokok

•Melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM

Fungsi

•Penyiapan rumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan fungsional;

•Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

•Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan Badan POM;

•Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat.

33

2.3 PERKEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA, ORGANISASI, DAN TATA

LAKSANA

Finalisasi Rencana Strategis BPOM Tahun 2015-2019

Tahun 2015 merupakan tahun terakhir pelaksanaan Renstra 2010-2014. Sesuai

Undang-Undang No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional dan Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006 tentang Tata Cara

Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, bahwa pada tahun terakhir periode

Renstra yang sedang berjalan, setiap Pimpinan Kementerian/Lembaga harus

menyiapkan rancangan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

yang disebut Rencana Strategis

Kementerian/Lembaga (Renstra-KL)

periode berikutnya. Sesuai amanat

peraturan perundang-undangan tersebut,

Badan POM telah menyusun Renstra Badan

POM Tahun 2015-2019 yang ditetapkan

dengan Peraturan Kepala Badan POM

Nomor 2 Tahun 2015 pada tanggal 30 Maret

2015, yang memuat visi, misi, tujuan,

sasaran strategis, arah kebijakan dan

strategi dalam kurun waktu 2015-2019.

Penyusunan Renstra Badan POM Tahun

2015-2019 telah melalui 3 (tiga) proses

yaitu Proses Teknokratik, Proses Politik,

dan Proses Penetapan. Selain itu, proses

penyusunan Renstra juga

memperhatikan masukan, harapan, dan

aspirasi pemangku kepentingan

terhadap Badan POM. Hal ini mengacu

pada Peraturan Menteri PPN/Kepala

Bappenas Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Pedoman Penyusunan dan Penelaahan

Renstra K/L tahun 2015-2019.

Paralel dengan proses penyusunan Renstra Badan POM 2015-2019, setiap Unit kerja baik

mandiri sebagai Satker maupun bagian dari Satker memulai penyusunan Rancangan

Teknokratik Renstra Unit Kerja 2015-2019. Hal ini sangat penting agar pimpinan Unit kerja

mereviu permasalahan yang terjadi di periode Renstra berjalan dan membuat

permasalahan tersebut menjadi tantangan yang harus diselesaikan, menggunakan

kekuatan dan peluang pada periode Renstra 2015-2019.

34

Mempertimbangkan hal tersebut, maka penyusunan Renstra harus dikawal dengan

intervensi yang tepat sasaran. Untuk memberi pemahaman dan keterampilan staf

perencana di Unit Kerja dalam menyusun Renstra, maka diselenggarakan Workshop

Penyusunan Rencana Stategis Unit Kerja pada tanggal 3-6 Maret 2015. Workshop ini

menghadirkan narasumber praktisi maupun akademisi yang memberikan paparan

kebijakan pemerintah dalam RPJMN terkait bidang pengawasan Obat dan Makanan,

pentingnya penyusunan Renstra dalam meningkatkan kinerja suatu instansi pemerintah,

tata cara penyusunan Renstra, dan komponen penilaian Renstra sebagai bagian dari

penilaian SAKIP. Workshop ini juga melibatkan narasumber ahli yang memperkenalkan dan

melatih penggunaan berbagai instrumen analisis untuk pengembangan Rencana Strategis.

Sebagai bentuk sosialisasi Renstra Badan POM dan penyamaan persepsi multisektor yang

akan bekerjasama secara sinergi dalam rangka pengawasan Obat dan Makanan, Badan POM

telah melaksanakan kegiatan Diseminasi Renstra Badan POM 2015-2019 pada tanggal 14

Desember 2015 yang dihadiri oleh

berbagai pihak/pelaku, yaitu instansi

pemerintah (pusat dan daerah), kalangan

dunia usaha (asosiasi pelaku usaha),

akademisi, masyarakat yang diwakili oleh

YLKI serta media. Diharapkan Renstra

BPOM 2015-2019 dapat menjadi suatu

pedoman/acuan dalam penyelenggaraan

program dan kegiatan pembangunan di

bidang pengawasan Obat dan Makanan

sebagai bagian integral dari

pembangunan kesehatan Indonesia.

Pengembangan Sistem Manajemen Kinerja secara Elektronik (e-Performance Badan

POM)

Sejak periode renstra 2010–2014, pemantauan dan pengendalian capaian kinerja telah

dilakukan setiap triwulan melalui pertemuan monitoring dan evaluasi pelaksanaan

program dan kegiatan yang difasilitasi oleh Biro Perencanaan dan Keuangan. Selain itu juga

dilakukan pelaporan triwulanan kepada Bappenas melalui aplikasi monitoring pelaksanaan

rencana pembangunan (e-Monev Bappenas) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39

Tahun 2006. Capaian per triwulan dilaporkan dalam Laporan Kinerja Triwulanan atau

Report to The Nation (RTN) dan Bappenas serta dijadikan masukan untuk melakukan

pengukuran pada akhir tahun.

35

Pada tahun 2015, Badan POM telah

melakukan upaya perbaikan

pengelolaan kinerja organisasi,

dengan membangun e-performance

Badan POM yang merupakan sistem

pengelolaan kinerja secara online

berbasis peta strategi Balanced

Scorecard (BSC). Hal ini dilakukan

untuk mengelola kinerja organisasi

secara terukur dan terstruktur

dengan penekanan pada tiga

perspektif yang saling berimbang

dan dilakukan “cascading”

(diturunkan) sampai level Eselon 3.

Selanjutnya secara bertahap e-performance Badan POM akan dikembangkan hingga

cascading ke Eselon 4 dan level staf. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mendukung

penguatan pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (SAKIP) yang lebih baik. Pelaporan kinerja ke dalam e-performance

dilakukan oleh administrator Unit Kerja Eselon II setiap triwulan. Sedangkan monitoring

dan evaluasi kinerja dilakukan oleh Pimpinan Badan POM serta Pimpinan Unit Eselon I dan

Pimpinan Unit Eselon II.

Penataan Kelembagaan dan Tata Laksana

Untuk mewujudkan salah satu misi Badan POM berdasakan Keputusan Kepala Badan POM

Nomor HK.04.1.21.21.04.15.1740 Tahun 2015 tentang Penetapan Visi dan Misi Badan POM

Tahun 2015-2019, yaitu “Meningkatkan kapasitas kelembagaan Badan POM”, dilakukan

penataan dan penguatan kelembagaan. Penataan kelembagaan bertujuan untuk mencapai

struktur organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right-sizing) sesuai kebutuhan

organisasi untuk mencapai Visi dan Misi dengan mempertimbangkan posisi Badan POM

dimaksud dalam sistem pembangunan nasional. Sebagai langkah konkrit dan keseriusan

Badan POM dalam penataan kelembagaan, telah disusun kajian dalam bentuk naskah

akademis dan disampaikan kepada

Kementerian PAN dan RB pada

bulan Desember 2015.

Dalam penataan Tatalaksana Badan

POM telah dilakukan Audit

sertifikasi ISO 9001:2008 terhadap

55 (lima puluh lima) auditee, terdiri

atas Manajemen Puncak Badan POM,

23 (dua puluh tiga) unit kerja pusat,

dan 31 (tiga puluh satu) Unit

Pelaksana Teknis Balai Besar/Balai

36

POM dari tanggal 31 Agustus s.d. 11 November 2015.

Audit Sertifikasi ISO 9001:2008 merupakan kegiatan

resertifikasi terhadap sertifikat ISO 9001:2008 yang

telah habis masa berlakunya sejak diperoleh Badan

POM tahun 2012.

Berdasarkan hasil exit meeting Audit Sertifikasi ISO

9001:2008 tanggal 19 November 2015, dinyatakan

bahwa seluruh 55 (lima puluh lima) auditee di atas

mendapatkan Sertifikat ISO 9001:2008 atas

penerapan QMS secara konsisten.

Dalam Pemeliharaan dan Peningkatan QMS ISO 9001:2008 BPOM. Telah dilakukan

penyusunan peta proses bisnis, peta hubungan dan peta lintas fungsi atau Cross Functional

Map (CFM) Badan POM berdasarkan pengelompokkan kegiatan, bukan berdasarkan unit

kerja/struktur organisasi. Seluruh proses bisnis dirinci ke dalam subproses bisnis dan

dijabarkan dalam 95 SOP yang terdapat dalam Manual Mutu (Dokumen QMS Level I BPOM).

Dari gambar terlihat bahwa penjabaran subproses bisnis menjadi SOP harus melalui

tahapan penyusunan peta lintas fungsi atau Cross Functional Map (CFM). Penyusunan CFM

pada tanggal 21 September s.d. 15 Desember 2015 merupakan upaya evaluasi atau kaji

ulang terhadap efisiensi dan efektivitas peta proses bisnis yang telah disusun sekaligus

untuk melaksanakan tahapan yang belum dilaksanakan. Penyusunan CFM Badan POM

melibatkan Narasumber Ahli, perwakilan dari 23 (dua puluh tiga) unit kerja Pusat dan Balai

Besar POM di Jakarta sebagai perwakilan Unit Pelaksana Teknis Badan POM. Dari

penyusunan tersebut, diperoleh 15 (lima belas) peta proses bisnis, 74 (tujuh puluh empat)

peta subproses bisnis dan 100 (seratus) CFM.

Mengacu persyaratan ISO 9001:2008 klausul 5.1 Komitmen Manajemen, Manajemen

Puncak harus memberikan bukti atas komitmennya untuk pengembangan dan penerapan

sistem manajemen mutu dan secara berkelanjutan meningkatkan efektivitasnya dengan

melaksanakan Tinjauan Manajemen. Tinjauan manajemen merupakan bagian terintegrasi

dari proses monitoring dan evaluasi yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pelaksanaan

Rapat Evaluasi Nasional Badan POM Tahun 2015.

Peta Proses Bisnis

Peta Subproses

Bisnis

Peta Lintas Fungsi

Standar Operasional

Prosedur (SOP)

37

Tinjauan Manajemen Badan POM

dilaksanakan tanggal 25 November

2015. Kegiatan ini dihadiri oleh

Manajemen Puncak, Deputi

Manajemen Puncak, Tim Koordinator

Management Representative, Tim

Koordiator Auditor Internal, Kepala

Unit Kerja Pusat dan Kepala Balai

Besar/Balai POM selaku Ketua Tim

Quality Assurance serta seluruh

peserta Rapat Evaluasi Nasional.

Dalam kesempatan tersebut juga

dilakukan soft launching subsite Sistem

Manajemen Mutu Badan POM melalui

qms.pom.go.id yang terintegrasi

dengan website Badan POM. Subsite

ini merupakan upaya nyata dan

komitmen Badan POM dalam rangka

keterbukaan informasi publik melalui

ketersediaan akses informasi bagi

internal Badan POM, masyarakat dan

pemangku kepentingan sebagai

bentuk partisipasi publik dalam

mengawal pencapaian sasaran mutu

Badan POM.

Pengawasan Internal oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

1) Implementasi program Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi

Bersih dan Melayani (WBBM)

Implementasi program Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih

dan Melayani (WBBM) merupakan bagian dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Program

WBK dilaksanakan sejalan dengan pengembangan pelaksanaan reformasi birokrasi. Badan

POM menunjuk minimal 1 (satu) unit pelayanan publik untuk dijadikan role model

percontohan zona integritas menuju WBK/WBBM. Dalam hal ini, unit pelayanan

menerapkan secara ketat pencegahan terhadap kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

Untuk bisa mengajukan usulan penilaian ke tingkat WBK dan WBBM, K/L harus memenuhi

nilai AKIP minimal “CC” dan opini BPK harus WTP.

Berdasarkan pengisian kuesioner penetapan wilayah tertib administrasi (WTA) tahun

2013, pemenangnya secara berturut-turut adalah BBPOM di Semarang (Juara I), BBPOM di

38

Pontianak (Juara II) dan BPOM di Gorontalo (Juara III) dan selanjutnya akan ditetapkan

sebagai Zona Integritas menuju WBK/WBBM.

Sedangkan di tahun 2015, sudah dikirimkan kuesioner untuk penetapan unit pelayanan

publik menuju WBK baik di pusat maupun Balai. Berdasarkan hasil evaluasi, unit yang

diusulkan sebagai pemenang adalah Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapeutik

dan PKRT, BBPOM di Semarang dan BBPOM di Yogyakarta. Selanjutnya Satuan Kerja dan

Unit Kerja tersebut harus memenuhi persyaratan penetapan K/L sebagai WBK/WBBM dan

didaftarkan ke Kementerian PAN dan RB untuk penetapan WBK/WBBM.

2) Implementasi SPIP

Tahapan SPIP tahun 2015 adalah pelaksanaan dan pemantauan-evaluasi implementasi SPIP

salah satunya dilaksanakan dengan menyelenggarakan pertemuan nasional untuk

pemantauan pengendalian intern dan manajemen risiko di Badan POM. Pertemuan nasional

dilaksanakan sebagai suatu forum yang mempertemukan manajemen dan semua anggota

Tim Satuan Tugas SPIP pada unit pusat serta unit Balai Besar dan Balai POM.

Pertemuan Nasional Evaluasi dan Implementasi SPIP dan WBK Badan POM diadakan pada

tanggal 10 s.d. 13 Agustus 2015 di Hotel Balairung, Jakarta. Penyelenggaraan kegiatan ini

merupakan salah satu bentuk upaya mengubah paradigma SPIP yang semula berorientasi

sekedar memenuhi peraturan menuju sebagai tindakan yang dapat mengukur akuntabilitas

operasional organisasi dari kinerja aparat birokrasi. Perubahan orientasi sistem

pengendalian intern harus mampu melaksanakan prinsip tata kelola pemerintah yang baik

dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan sehingga sistem pengendalian

internal yang diperlukan harus merupakan sistem yang andal, menyeluruh, utuh dan efektif.

Untuk mewujudkan hal ini Inspektorat mengundang narasumber dari Kementerian

Keuangan RI yang telah menerapkan SPIP secara konsisten yang memaparkan tahapan

pelaksanaan pemantauan SPIP disesuaikan dengan kondisi Badan POM. Selain itu juga

terdapat paparan narasumber Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,

Asisten Deputi Bidang Pengawasan dan Reformasi Birokrasi, Auditor Utama VI Badan

Pemeriksa Keuangan RI serta dari internal Badan POM sendiri.

Pada acara pertemuan ini juga dilakukan Penandatanganan Pakta Integritas dalam Upaya

Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Lingkungan Badan POM

oleh Kepala Badan POM, seluruh Pejabat Eselon I dan Pejabat eselon II di lingkungan Badan

POM serta Penandatanganan Piagam Audit Charter oleh Kepala Badan POM, Sekretaris

Utama Badan POM dan Inspektur Badan POM yang disaksikan oleh Kepala Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

39

3) Survei Indeks Kepuasan Masyarakat

Survei Indeks Kepuasan Kepuasan Masyarakat (IKM) dilakukan oleh Inspektorat Badan

POM untuk mengetahui kinerja pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat secara

berkala sebagai bahan evaluasi untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan

kualitas pelayanan publik serta informasi kepada masyarakat tentang kinerja pelayanan

unit terkait. Namun demikian perlu disadari oleh masyarakat bahwa pelayanan publik yang

dilakukan Badan POM tidak terlepas dari fungsi pengawasan pre market. Dengan demikian

tidak dapat disamaratakan dengan pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi lain yang

melakukan pelayanan kepada masyarakat pada umumnya.

Survei IKM dilakukan terhadap 8 (delapan) unit pelayanan publik Badan POM (Pusat) yang

memberikan layanan kepada masyarakat, yaitu: Direktorat Penilaian Obat dan Produk

Biologi, Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT, Direktorat

Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT, Direktorat Penilaian Obat Tradisional,

Suplemen Makanan dan Kosmetika (Sub Direktorat Penilaian Produk I (Obat Tradisional

dan Suplemen Makanan) dan Sub Direktorat Penilaian Produk II (Kosmetika)), Direktorat

Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional , Kosmetik dan Produk Komplemen, Direktorat

Penilaian Kemanan Pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, dan Pusat

Pengujian Obat dan Makanan Nasional. Survei dilaksanakan dari bulan April s.d Oktober

2015 dan finalisasi laporan IKM pada bulan November s.d. Desember 2015

Berdasarkan hasil survei IKM tahun 2015, telah diketahui nilai IKM yang menggambarkan

tingkat mutu pelayanan dan kinerja unit pelayanan di Badan POM (Pusat) secara

keseluruhan termasuk dalam kategori Baik (B) yaitu mendapatkan nilai 75,00 poin. Berikut

hasil penilaian survei IKM per unsur:

UNSUR IKM Nilai

U1 Persyaratan 74,83

U2 Prosedur 71.22

U3 Waktu Pelayanan 61.42

U4 Biaya/tariff 87.50

U5 Produk spesifikasi jenis pelayanan 72.12

U6 Kompetensi pelaksana 77.57

U7 Perilaku pelaksana 79.24

U8 Maklumat pelayanan 73.06

U9 Penanganan pengaduan, saran, dan masukan 72.78

U10 Kenyamanan 75.21

U11 Kedisiplinan 72.85

U12 Teknologi Informasi 82.26

40

4) Audit

Merupakan kegiatan utama sebagai aparatur pengawas intern. Audit operasional bertujuan

menilai kinerja penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan serta memberikan

rekomendasi untuk membantu manajemen atau pimpinan Balai Besar dan Balai POM dalam

meningkatkan kinerjanya. Tahun 2015 audit operasional dilaksanakan terhadap 25 Balai

Besar/Balai POM dan 6 unit pusat, sedangkan audit tujuan tertentu dilakukan pada 10

Balai/Balai Besar POM.

5) Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Dalam penerapan Reformasi Birokrasi APIP berperan dalam area perubahan penguatan

pengawasan, penguatan akuntabilitas, dan penilaian kinerja unit pelayanan publik. Dalam

PMPRB, Inpektorat Badan POM bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan tugas asesor,

melakukan survei kapasitas organisasi, mereviu hasil evaluasi Reformasi Birokrasi yang

telah dilaksanakan oleh asesor, mengkoordinasikan pelaksanaan consensus dan

bertanggungjawab untuk menginput hasil evaluasi yang telah dilakukan asesor ke portal

PMPRB Online.

Tahun 2015 dilaksanakan Bimbingan Teknis Teknis PMPRB dan Penguatan Pelaksanaan RB

yang telah dilaksanakan pada April 2015 di ruang rapat Badan POM yang bertujuan untuk

mengingat dan menyamakan persepsi tentang tata cara penilaian PMPRB dengan

narasumber:

a. Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yang mendapatkan hasil evaluasi RB

dengan nilai tertinggi untuk level Kementerian/Lembaga, sehingga Badan POM

dapat mengambil contoh atau acuan dalam rangka meningkatkan hasil evaluasi RB;

b. Evaluator RB dari Kementerian PAN dan RB yang menyampaikan materi berupa

kelemahan hasil evaluasi RB Badan POM tahun 2013, sehingga Badan POM dapat

memperbaiki kelemahan tersebut untuk meningkatkan hasil evaluasi RB.

Bimbingan teknis digelar sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi

birokrasi dalam rangka mewujudkan good governance yakni pemerintahan yang efektif,

efesien, transparan dan akuntabel serta menindaklanjuti Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PerMenpan-RB) RI Nomor 1

Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis PMPRB secara online.

Di samping itu juga dalam rangka membangun dan membentuk birokrasi di lingkungan

BPOM yang bersih, efisien, efektif dan produktif, transparan, serta akuntabel, sebagaimana

diamanatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang

Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.

Selain Bimbingan Teknis dilaksanakan pula kegiatan Sosialisasi Percepatan Reformasi

Birokrasi Badan POM dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 24 April 2015 bertempat di

Balai Pusat Pelatihan Kesehatan, Cilandak, Jakarta. Kegiatan sosialisasi disampaikan pada

Rapat Konsultasi Nasional lingkup Kedeputian Bidang Pengawasan Obat Tradisional,

41

Kosmetika, dan Produk Komplemen Badan POM. Kegiatan dihadiri oleh Kepala Balai Besar

Balai/Balai POM, Kepala Bidang/Seksi Pemeriksaan dan penyidikan BBPOM/BPOM atau

yang mewakili dari 31 (tiga puluh satu) Balai Besar/Balai POM dari seluruh Indonesia.

6) Perkembangan Whistleblowing System Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik

(Good Governance) di Lingkungan Badan POM

Dalam rangka menindaklanjuti evaluasi pelaksanaan kegiatan, Badan POM telah

mengeluarkan Surat Edaran yang ditandatangani oleh Sekretaris Utama No.

HK.05.2.01.15.0397 tanggal 30 Januari 2015 tentang Whistleblowing System dalam

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Lingkungan Badan POM yang disampaikan kepada

seluruh Pejabat Struktural Eselon I dan II di Lingkungan Badan POM serta para Kepala Balai

Besar/Balai POM diseluruh Indonesia agar pelaksanaan dan penerapan whistleblowing

system dalam pengadaan barang/jasa pemerintah di lingkungan Badan POM dapat berjalan

dengan baik untuk merwujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and

Clean Government).

Inspektorat Badan POM telah melakukan sosialisasi kembali atas penerapan

Whistleblowing System dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Lingkungan Badan

POM pada acara Workshop dan Pertemuan Nasional Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah tanggal 10 s.d. 14 Agustus 2015 di Hotel Balairung Jakarta yang dihadiri oleh

Pejabat Struktural Eselon II dan Satgas SPIP di Lingkungan Badan POM Pusat dan Balai

Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.

Inspektorat Badan POM bekerjasama dengan Pusat Informasi Obat dan Makanan pada

periode bulan September-Oktober 2015 untuk membangun sistem pelaporan

pengaduan/whistleblowing system secara online yang terintegrasi dengan website Badan

POM dengan tujuan memfasilitasi pelaporan pengaduan atas berbagai macam

permasalahan/pelanggaran/penyimpangan prosedur/ketentuan secara umum dari pihak

internal maupun eksternal, tidak hanya terbatas pada pengadaan barang/jasa yang terjadi

di lingkungan Badan POM.

Pada bulan November-Desember 2015 Inspektorat Badan POM telah menerapkan sistem

pelaporan pengaduan/whistleblowing system secara online yang terintegrasi dengan

website Badan POM. Sistem tersebut untuk sementara ini terdapat dalam subsite reformasi

birokrasi Badan POM dengan link http://rb.pom.go.id/content/delapan-area-

perubahan/penguatan-pengawasan/kirim-pengaduan.

Pengaduan juga dapat disampaikan ke alamat email [email protected] yang dikelola oleh

Inspektorat Badan POM. Verifikator akan menerima email dan mengolah pengaduan.

Apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka verifikator akan menindaklanjuti

dengan meneruskan ke penelaah untuk kemudian hasil telaahan akan dilaporkan ke

Inspektur. Namun apabila tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup memadai, maka

verifikator dapat berkomunikasi dengan pelapor/pengadu/whistleblower melalui e-mail

42

bahwa pengaduan tidak dapat dilanjutkan ke Penelaah kecuali bukti permulaan yang cukup

memadai dapat disampaikan/dilengkapi.

Sampai dengan periode tahun anggaran 2015 berakhir, belum terdapat pengaduan yang

disampaikan ke Inspektorat melalui sistem aplikasi tersebut.

7) Internal Audit Capability Model (IACM)

Peningkatan kapabilitas Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Inspektorat Badan

POM merupakan upaya terstruktur untuk memperkuat, meningkatkan, mengembangkan

kelembagaan, tata laksana/proses bisnis/manajemen dan sumber daya manusia APIP agar

dapat melaksanakan peran dan fungsi APIP yang efektif.

Kapabilitas APIP dapat diketahui dengan menggunakan model Internal Audit Capability

Model (IA-CM) yang dikembangkan BPKP. Pada tahun 2015, Aparat Pengawas Intern

Pemerintah (APIP) Badan POM telah berhasil meningkatkan kapabilitas dengan mencapai

level 2 (level infrastructure) pada Skema Internal Audit Capability Model (IA-CM). Badan

POM termasuk ke dalam 70 (15%) APIP Pusat dan Daerah yang mencapai level 2 dari total

474 APIP Pusat dan Daerah.

43

BAB 3

KEADAAN UMUM DAN TANTANGAN

LINGKUNGAN

3.1 KEADAAN UMUM

Tugas kepemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan mempunyai lingkup yang

luas dan kompleks, menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak dengan

sensitifitas publik yang tinggi serta berimplikasi luas pada keselamatan dan kesehatan

konsumen. Untuk itu pengawasan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya pada produk

akhir yang beredar di masyarakat, tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan

sistematik, mulai dari kualitas bahan baku dan kemasan yang digunakan, cara pembuatan,

distribusi, penyimpanan, produk tersebut siap dikonsumsi oleh masyarakat sampai produk

akhir yang beredar di masyarakat. Sejalan dengan kebijakan pasar global, pengawasan

harus dilakukan mulai dari produk masuk di entry point sampai beredar di pasar. Pada

seluruh mata rantai tersebut harus ada sistem yang dapat mendeteksi kualitas produk

sehingga secara dini dapat dilakukan pengamanan jika terjadi degradasi mutu, produk sub

standar, kontaminasi dan hal-hal lain yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Untuk menyelenggarakan tugas kepemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan

tersebut diperlukan institusi dengan infrastruktur pengawasan yang kuat, memiliki

integritas dan kredibilitas profesional yang tinggi serta memiliki kewenangan untuk

melaksanakan penegakan hukum, maka pemerintah memberi mandat kepada Badan

Pengawas Obat dan Makanan untuk melaksanakan tugas tersebut.

Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan

kesehatan maka harus dapat mengantisipasi dinamika lingkungan strategis terkait

kesehatan. Perubahan tersebut, baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak

langsung pada sistem pengawasan Obat dan Makanan, harus dapat diantisipasi secara cepat

dan tepat dalam rangka perlindungan kesehatan masyarakat dari risiko Obat dan Makanan

yang tidak memenuhi syarat, ilegal/palsu, substandar.

3.1.1 Internal

Sumber Daya Manusia (SDM)

Untuk mendukung tugas-tugas Badan POM sesuai dengan peran dan fungsinya, diperlukan

sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang mumpuni. SDM yang dimiliki

Badan POM untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan sampai

tahun 2015 sejumlah 3.907 orang, yang tersebar di Unit Kerja Pusat dan Balai Besar/Balai

POM di seluruh Indonesia.

44

Pada tahun 2015, Badan POM belum didukung dengan SDM yang memadai dan masih

kekurangan SDM sejumlah 1.101 orang, dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari

target yang ditetapkan. Kekurangan pegawai yang signifikan tersebut menyebabkan

beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal. Berikut ini

adalah profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisa beban kerja.

*) Tahun 2016 s.d. 2019 diasumsikan tidak ada penambahan pegawai (moratorium)

Gambar 3.1 Kebutuhan SDM Badan POM 2015-2019 berdasarkan Analisa Beban Kerja

Tabel 3.1. Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2015

Unit Kerja

Tingkat Pendidikan

Total Non Sarjana S1 Profesi S2 S3

Kepala Badan POM 0 0 0 0 1 1

Inspektorat 4 12 9 4 0 29

Sekretaris Utama 0 0 0 1 0 1

Biro Perencanaan dan Keuangan 12 15 11 7 0 45

Biro Kerjasama Luar Negeri 5 5 4 6 0 20

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat 3 21 10 9 0 43

Biro Umum 45 31 17 12 0 105

Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza

0 0 0 1 0 1

Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi 6 8 57 12 0 83

Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT

5 5 15 6 0 31

Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT

8 6 34 7 0 55

Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT

8 10 32 5 0 55

Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

9 1 29 4 0 43

2015 2016 2017 2018 2019

Standar Kebutuhan SDM(berdasarkan ABK 2013)

5018 5018 5018 5018 5018

SDM yang Tersedia 3921 3921 3921 3921 3921

SDM Pensiun, Pindah, dll 4 9 120 106 105

Kekurangan SDM 1101 1106 1217 1203 1202

5018 5018 5018 5018 5018

3921 3921 3921 3921 3921

4 9 120 106 105

1101 1106 1217 1203 1202

45

Unit Kerja

Tingkat Pendidikan

Total Non Sarjana S1 Profesi S2 S3

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

0 0 0 0 0 0

Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik

17 9 46 9 0 81

Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

3 2 12 7 0 24

Direktorat Inspeksi Dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

6 5 34 8 0 53

Direktorat Obat Asli Indonesia 5 4 11 5 0 25

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

0 0 0 1 0 1

Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 6 26 26 15 0 73

Direktorat Standardisasi Produk Pangan 5 7 8 11 0 31

Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan 8 16 26 6 0 56

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan

2 10 9 17 0 38

Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

6 4 12 7 0 29

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional 43 41 44 31 1 160

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan 3 5 18 3 0 29

Pusat Riset Obat dan Makanan 3 9 8 10 2 32

Pusat Informasi Obat dan Makanan 11 12 10 8 0 41

JUMLAH KANTOR PUSAT 223 264 482 212 4 1185

Balai Besar POM Banda Aceh 30 11 28 15 0 84

Balai Besar POM Medan 58 23 39 7 0 127

Balai Besar POM Padang 48 18 32 8 0 106

Balai Besar POM Pekanbaru 44 15 26 11 0 96

Balai POM Jambi 31 10 30 0 0 71

Balai Besar POM Palembang 30 23 25 10 0 88

Balai POM Bengkulu 33 14 18 8 0 73

Balai Besar POM Bandar Lampung 51 14 33 9 0 107

Balai POM Batam 21 12 21 2 0 56

Balai POM Pangkalpinang 18 10 19 4 0 51

Balai Besar POM DKI Jakarta 40 16 49 6 0 111

Balai Besar POM Bandung 52 24 50 26 0 152

Balai Besar POM Semarang 45 45 46 9 0 145

Balai Besar POM Yogyakarta 40 27 36 12 0 115

Balai Besar POM Surabaya 34 49 58 3 0 144

Balai POM Serang 24 18 28 2 0 72

Balai Besar POM Denpasar 30 37 26 10 0 103

Balai Besar POM Mataram 33 17 26 3 0 79

Balai POM Kupang 21 18 24 6 0 69

46

Unit Kerja

Tingkat Pendidikan

Total Non Sarjana S1 Profesi S2 S3

Balai Besar POM Pontianak 34 14 31 5 0 84

Balai POM Palangkaraya 25 12 26 3 0 66

Balai Besar POM Banjarmasin 33 16 26 4 0 79

Balai Besar POM Samarinda 25 20 35 2 0 82

Balai Besar POM Manado 23 19 31 5 0 78

Balai POM Palu 25 9 23 6 0 63

Balai Besar POM Makassar 37 23 50 15 0 125

Balai POM Kendari 21 16 24 5 0 66

Balai POM Gorontalo 17 12 18 1 0 48

Balai POM Ambon 27 12 20 2 0 61

Balai Besar POM Jayapura 30 18 34 1 0 83

Balai POM Manokwari 7 9 23 2 0 41

Balai POM Sofifi 2 2 5 2 0 11

JUMLAH BB/BPOM 989 583 960 204 0 2736

TOTAL 1212 847 1442 416 4 3921

*Keterangan: data SIAP per 30 Desember 2015

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa 1.212 pegawai Badan POM (30,91%) adalah non

sarjana. Tiga unit kerja dengan persentase SDM non sarjana terbesar berturut-turut adalah

BBPOM di Bandar Lampung (47,66%), BBPOM di Pekanbaru (45,83%) dan BBPOM di

Medan (45,67%).

Gambar 3.2 Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2015

1212; 30,91%

847; 21,60%1442; 36,78%

416; 10,61%4; 0,10%

Non Sarjana

S1

Profesi

S2

S3

47

Dengan tantangan yang semakin kompleks, Badan POM harus melakukan peningkatan

kompetensi SDM dan memprediksikan kebutuhan SDM untuk memperkuat pengawasan

dengan lingkungan strategis yang semakin dinamis.

Perkuatan dan peningkatan kapasitas SDM adalah salah satu cara menghadapi perubahan

lingkungan yang tidak dapat diprediksikan. Kebijakan pengembangan SDM harus dilakukan

secara komprehensif, terarah, dan sistematis dalam kerangka Human Capital Management

(HCM). HCM harus mencakup pengadaan, pengembangan, dan pendayagunaan SDM sesuai

kebutuhan organisasi. Pengembangan kompetensi teknis dan manajerial harus mendapat

proporsi yang seimbang dengan kebutuhan organisasi. Pada tahun 2015, telah dilakukan

peningkatan kompetensi SDM melalui tugas dan izin belajar sebanyak 69 orang pegawai,

yang meliputi 45 orang tugas belajar dalam negeri, 10 orang tugas belajar luar negeri, dan

14 orang izin belajar dalam negeri.

Tabel 3.2. Jumlah Pegawai Badan POM Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Tahun 2015

Unit Kerja

< 2

5

25

- 3

0

31

- 3

5

36

- 4

0

41

- 4

5

46

- 5

0

51

- 5

5

> 5

5

Jum

lah

Kepala Badan POM 0 0 0 0 0 0 1 0 1

Inspektorat 2 12 6 3 0 1 4 1 29

Sekretaris Utama 0 0 0 0 0 0 1 0 1

Biro Perencanaan dan Keuangan 1 9 13 7 2 4 8 1 45

Biro Kerjasama Luar Negeri 1 2 2 3 0 5 3 4 20

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat 3 9 6 9 5 3 6 2 43

Biro Umum 3 22 23 10 7 11 21 8 105

Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza

0 0 0 0 0 0 0 1 1

Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi 6 26 21 14 4 8 3 1 83

Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT

0 5 6 2 6 5 5 2 31

Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT

1 21 18 5 3 3 4 0 55

Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT

1 18 12 5 3 2 10 4 55

Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

2 8 9 5 3 4 8 4 43

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

0 0 0 0 0 0 0 0 0

Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik

4 27 16 15 5 2 9 3 81

Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

0 6 1 5 1 6 4 1 24

Direktorat Inspeksi Dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

4 22 9 5 3 4 5 1 53

Direktorat Obat Asli Indonesia 0 3 5 4 1 5 4 3 25

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

0 0 0 0 0 0 0 1 1

Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 6 31 12 13 4 4 2 1 73

48

Unit Kerja

< 2

5

25

- 3

0

31

- 3

5

36

- 4

0

41

- 4

5

46

- 5

0

51

- 5

5

> 5

5

Jum

lah

Direktorat Standardisasi Produk Pangan 1 6 8 7 4 2 2 1 31

Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan 1 19 19 4 2 2 6 3 56

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan

0 10 12 5 2 4 1 4 38

Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

1 5 6 4 1 5 5 2 29

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional 4 28 41 15 16 17 27 12 160

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan 3 9 7 5 1 1 1 2 29

Pusat Riset Obat dan Makanan 0 5 11 2 2 6 4 2 32

Pusat Informasi Obat dan Makanan 4 11 9 1 6 3 4 3 41

JUMLAH KANTOR PUSAT 48 314 272 148 81 107 148 67 1185

Balai Besar POM Banda Aceh 2 18 15 18 8 4 13 6 84

Balai Besar POM Medan 0 15 25 10 18 13 30 16 127

Balai Besar POM Padang 2 15 15 8 13 25 21 7 106

Balai Besar POM Pekanbaru 2 12 19 7 12 19 18 7 96

Balai POM Jambi 2 10 14 7 10 14 11 3 71

Balai Besar POM Palembang 3 17 10 10 11 14 15 8 88

Balai POM Bengkulu 3 19 7 7 9 13 10 5 73

Balai Besar POM Bandar Lampung 4 9 16 8 16 18 27 9 107

Balai POM Batam 1 35 16 1 1 1 0 1 56

Balai POM Pangkalpinang 3 28 17 1 0 1 1 0 51

Balai Besar POM DKI Jakarta 1 20 25 12 13 19 14 7 111

Balai Besar POM Bandung 2 15 30 24 19 21 29 12 152

Balai Besar POM Semarang 2 18 35 17 16 23 19 15 145

Balai Besar POM Yogyakarta 0 5 31 28 14 20 12 5 115

Balai Besar POM Surabaya 2 16 22 13 15 35 33 8 144

Balai POM Serang 5 38 22 2 2 2 1 0 72

Balai Besar POM Denpasar 4 10 19 13 19 18 17 3 103

Balai Besar POM Mataram 1 15 14 11 8 10 16 4 79

Balai POM Kupang 2 19 19 13 5 4 2 5 69

Balai Besar POM Pontianak 3 19 20 11 7 3 18 3 84

Balai POM Palangkaraya 4 10 15 10 9 7 11 0 66

Balai Besar POM Banjarmasin 2 16 11 8 12 8 16 6 79

Balai Besar POM Samarinda 2 23 16 11 8 8 8 6 82

Balai Besar POM Manado 3 17 14 13 7 13 7 4 78

Balai POM Palu 4 16 10 9 4 8 10 2 63

Balai Besar POM Makassar 1 9 17 16 16 37 24 5 125

Balai POM Kendari 1 17 7 10 9 15 6 1 66

Balai POM Gorontalo 3 25 13 4 1 1 0 1 48

Balai POM Ambon 3 20 11 9 3 6 7 2 61

49

Unit Kerja

< 2

5

25

- 3

0

31

- 3

5

36

- 4

0

41

- 4

5

46

- 5

0

51

- 5

5

> 5

5

Jum

lah

Balai Besar POM Jayapura 3 21 18 14 5 6 10 6 83

Balai POM Manokwari 4 26 5 4 0 0 1 1 41

Balai POM Sofifi 0 2 2 2 1 3 0 1 11

JUMLAH BB / BPOM 74 555 530 331 291 389 407 159 2736

TOTAL 122 869 802 479 372 496 555 226 3921

Dari 3.921 orang pegawai Badan POM di tahun 2015, 781 (19,92%) di antaranya berusia di

atas 50 tahun dan 991 (25,27%) berusia di bawah 30 tahun.

Gambar 3.3 Komposisi Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia Tahun 2015

Jika melihat komposisi pegawai Badan POM berdasarkan usia, Badan POM harus

mempunyai strategi pengembangan pegawai yang tepat agar tidak terjadi kekosongan SDM

di posisi-posisi strategis. Mempersiapkan pemimpin lapis kedua (second layer leader),

terutama di Balai Besar/Balai POM, harus dimulai dari sekarang agar pada saat yang tepat

telah siap untuk memimpin organisasi. Peningkatan soft competency tidak kalah pentingnya

dengan peningkatan hard competency untuk menghasilkan SDM yang mampu menjadikan

Badan POM sebagai organisasi yang andal. Soft competency akan membentuk pribadi-

pribadi pemimpin yang matang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah serta

menjalin komunikasi dan koordinasi yang efektif, baik secara internal maupun eksternal.

Terkait dengan pengembangan SDM, selama tahun 2015 telah dilakukan berbagai kegiatan

pengembangan SDM yang menyangkut peningkatan kapabilitas dan kompetensi melalui

pendidikan dan pelatihan. Sebanyak 37 orang telah dikutsertakan dalam Diklat

122; 3,11%

869; 22,16%

802; 20,45%

479; 12,22%

372; 9,49%

496; 12,65%

555; 14,15%

226; 5,76%

< 25

25 - 30

31 - 35

36 - 40

41 - 45

46 - 50

51 - 55

> 55

50

Kepemimpinan, yaitu Diklat Kepemimpinan Tingkat I sebanyak 1 orang, Tingkat II sebanyak

2 orang, Tingkat III sebanyak 12 orang, dan Tingkat IV sebanyak 22 orang. Sebanyak 1.389

orang pegawai telah diikutkan dalam pelatihan teknis/manajemen. CPNS Badan POM yang

mengikuti Diklat Prajabatan sebanyak 134 orang, meliputi 91 orang CPNS dari formasi

umum mengikuti Diklat Prajabatan Golongan III, 27 orang CPNS dari formasi umum

mengikuti Diklat Prajabatan Golongan II, dan 17 orang CPNS dari formasi Honorer Kategori

2 yang mengikuti Diklat Prajabatan Golongan II.

Diklat Orientasi CPNS Tahun

Anggaran 2015 diikuti oleh sebanyak

372 (tiga ratus tujuh puluh dua)

orang CPNS yang direkrut pada

tahun 2014, terdiri dari 371 (tiga

ratus tujuh puluh satu) orang dari

Formasi Umum dari total alokasi

Formasi Umum yang diberikan oleh

Kementerian PANdan RB sebanyak

400 (empat ratus) formasi, dan 1

(satu) orang dari Formasi Khusus

Putra/Putri Papua. Adapun persentase

jumlah CPNS berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sejumlah 98 (sembilan puluh

delapan) orang atau 26% dan perempuan sebanyak 274 (dua ratus tujuh puluh empat)

orang atau 74%. Diklat Orientasi CPNS dilaksanakan selama 3 (tiga) minggu pada tanggal 4

s.d 21 Mei 2015.

Pada tahun 2015 Badan POM tidak mendapatkan tambahan formasi pegawai karena

kebijakan moratorium. Namun, Badan POM tetap mengusulkan penambahan formasi

sebanyak 1.493 formasi, dengan prioritas kebutuhan sebanyak 627 formasi.

Pada tahun 2015 juga telah dilakukan pengangkatan Jabatan Fungsional Pengawas Farmasi

dan Makanan sebanyak 1.163 orang melalui mekanisme Perpindahan Jabatan.

Peralatan Laboratorium

Pengujian laboratorium merupakan tulang punggung pengawasan yang dilaksanakan oleh

Badan POM. Laboratorium Badan POM yang tersebar di seluruh Indonesia harus terus

ditingkatkan kapasitasnya agar mampu mengawal kebijakan pengawasan Obat dan

Makanan. Untuk menunjang pengujian laboratorium, saat ini laboratorium Badan POM, baik

di pusat maupun di Balai Besar / Balai POM telah dilengkapi dengan peralatan laboratorium

yang mempunyai tingkat sensitivitas dan akurasi yang memadai agar dapat menghasilkan

hasil uji yang valid dan dapat dipercaya.

Dibandingkan terhadap Standar Minimum Laboratorium Balai POM, masih terdapat gap

yang signifikan pada alat laboratorium yang dimiliki Balai Besar/Balai POM. Untuk

51

mewujudkan laboratorium Badan POM yang andal, maka strategi Badan POM adalah

memenuhi Standar Minimum Laboratorium, baik SDM, bangunan, maupun peralatan

laboratorium agar memenuhi kaidah Good Laboratory Practices (GLP).

3.1.2 Eksternal

Sebaran Produk Obat dan Makanan

Seluruh obat dan makanan yang beredar harus terjamin aman dan memenuhi standar mutu

yang telah ditetapkan. Tugas Badan POM adalah mengawasi obat dan makanan yang

beredar agar terjamin aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Kinerja

Badan POM dalam melakukan pengawasan obat dan makanan ditentukan dengan suatu

indikator yaitu “persentase obat dan makanan yang memenuhi syarat”. Indikator ini diukur

dengan mengambil sampel obat dan makanan yang beredar untuk kemudian diuji di

laboratorium. Agar data persentase produk yang memenuhi syarat ini dapat dibandingkan

setiap tahunnya, maka proporsi berbagai jenis obat dan makanan di dalam populasi produk

yang diambil sampelnya harus konsisten. Dengan proporsi yang konsisten seperti ini maka

perubahan persentase produk yang memenuhi syarat, apakah naik atau turun, setiap

tahunnya dapat dijadikan dasar untuk mengukur kinerja tersebut.

Untuk dapat mengukur kinerja Badan POM, yaitu dengan cara membandingkan persentase

produk yang memenuhi syarat (MS) atau tidak memenuhi syarat (TMS) setiap tahunnya,

maka diperlukan cara sampling dengan memperhatikan proporsi jenis produk pada setiap

pengambilan sampel harus konsisten. Selain itu, pengambilan sampel harus berbasis risiko

(risk-based sampling) agar produk yang berisiko lebih tinggi sampelnya diambil lebih

banyak daripada produk yang berisiko rendah. Diharapkan penerapan risk-based sampling

dapat lebih melindungi konsumen dari produk TMS.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah pengelolaan kesehatan

yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling

mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya. Salah satu subsistem SKN adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan,

yang meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan,

khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar;

(ii) ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; (iii)

perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat

penggunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya kemandirian di bidang kefarmasian

melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Subsistem ini saling terkait dengan

subsistem lainnya sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil

guna dan berdaya guna.

52

Badan POM merupakan penyelenggara subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan

makanan, terutama untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat

dan Makanan yang beredar serta upaya kemandirian Obat dan Makanan. Pengawasan

sebagai salah satu unsur dalam subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya

secara komprehensif oleh Badan POM.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

JKN merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat

dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya

kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Program JKN diatur

dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam JKN

juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Implementasi JKN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap

pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah

permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri karena industri

obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain itu,

jenis obat pun akan sangat bervariasi dan mungkin terjadi overcapacity di Industri Farmasi

yang dapat mempengaruhi mutu obat. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand

terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak

langsung dari penerapan JKN adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah

maupun jenisnya.

Tingginya demand obat akan mendorong banyak industri farmasi melakukan

pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas produksi dengan perluasan sarana yang

dimiliki. Dengan adanya peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut, diasumsikan akan

terjadi peningkatan permohonan sertifikasi CPOB. Dalam hal ini tuntutan terhadap peran

BPOM akan semakin besar, antara lain adalah peningkatan pengawasan pre-market melalui

sertifikasi CPOB dan post-market melalui intensifikasi pengawasan obat pasca beredar

termasuk Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

3.2 TANTANGAN LINGKUNGAN

Dengan semakin gencarnya globalisasi dan era pasar bebas, maka ke depan tugas

pengawasan obat dan makanan akan semakin luas dan kompleks. Seiring dengan itu

ekspektasi masyarakat juga terus meningkat untuk mendapat perlindungan yang semakin

baik dari risiko obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,

khasiat/manfaat, dan mutu.

53

3.2.1 Sisi Permintaan

Transisi Demografi

Penduduk telah mengalami perubahan struktur. Usia muda (0-14 tahun) menurun dari

30,4% pada tahun 2000 menjadi 28,87% pada tahun 2010. Usia produktif (15-64 tahun)

dan usia lanjut (65 ke atas) meningkat, masing-masing dari 65% menjadi 66,09% dan 4,5%

menjadi 5,04% pada kurun waktu yang sama. Tren peningkatan usia harapan hidup dari

70,4 tahun pada 2007 dan terus meningkat menjadi 71,62 tahun pada 2012, mengakibatkan

pergeseran usia rata-rata penduduk ke arah yang lebih tua. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Menteri Kesehatan RI, Nila F. Moeloek, pada acara Rapat Kerja Nasional

Badan POM Tahun 2015 tanggal 16 Maret 2015 di Jakarta bahwa beban pembangunan

kesehatan menjadi bertambah dengan meningkatnya populasi dan pergeseran komposisi

penduduk serta pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak

menular akibat perubahan perilaku. Tantangan bidang kesehatan antara lain beban ganda

penyakit (penyakit menular, penyakit tidak menular, dan neglected tropical diseases),

ancaman baru kesehatan (flu burung, influenza pandemik), re-emerging diseases (TB,

malaria, HIV/AIDS, DB, yaws), dan agenda belum terselesaikan yaitu angka kematian ibu

dan anak yang masih tinggi.

Pada tahun 2014, Annual Parasite Incidence (API) Indonesia yaitu 0,99 atau sudah mencapai

target tahun 2015 yaitu angka API dapat ditekan hingga 1 per 1.000 atau kurang. Indikator

sebuah daerah bebas malaria adalah API di bawah 1 per 1.000 penduduk, tidak terdapat

kasus malaria pada penduduk lokal yang tidak pernah bepergian, dan adanya pengamatan

ketat keluar-masuknya penduduk di wilayah terkait. Banyak tantangan yang dihadapi

dalam upaya eliminasi malaria, antara lain belum adanya pengobatan efektif, bahkan terjadi

resistensi terhadap sejumlah obat antimalaria.

Hal tersebut menjadi tantangan bagi Badan POM untuk dapat mengawal dari aspek

keamanan, kemanfaatan, dan mutu produk terapetik/obat yang digunakan oleh masyarakat

dalam jangka waktu yang relatif lama.

Menteri Kesehatan RI juga menyampaikan bahwa tantangan pembangunan pasca 2015

yaitu mengakhiri kemiskinan, menjamin hidup sehat, menjamin ketahanan pangan dan gizi

baik, dan menjamin tersedianya akses air bersih dan sanitasi. Dalam mendukung ketahanan

pangan dan gizi yang baik, dimulai dari pengawalan pangan jajanan anak sekolah termasuk

pengawasan kantin, KIE yang holistik hingga terjadi perubahan mental dalam

mengkonsumsi makanan yang sehat. Dalam pembangunan kesehatan, Kementerian

Kesehatan akan memperkuat kesehatan dasar/pelayanan kesehatan primer sehingga dapat

menjaga kesehatan di dalam keluarga.

Transformasi Sosio-budaya

Teknologi informasi serta komunikasi tidak dapat dipungkiri telah membuka wawasan

masyarakat tentang pola hidup modern, yang menyebabkan terjadinya pergeseran budaya

54

bangsa ke arah kehidupan modern. Kehidupan modern juga memicu peningkatan aktifitas

masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Pengeluaran rata-rata per kapita

sebulan untuk makanan, termasuk konsumsi makanan dan minuman olahan, meningkat

sebesar 23,38% dari Rp 356.435 pada tahun 2013 menjadi Rp 439.770 pada 2014.

Transformasi budaya ini berakibat terjadinya perubahan perilaku sosial yang mendorong

pergeseran demand konsumen akan makanan ke arah jenis makanan yang siap saji (fast

food), penggunaan produk kecantikan yang berefek cepat, dan pembelian obat dan makanan

secara online. Selain itu, perubahan juga terlihat terhadap permintaan akan berbagai

suplemen makanan yang ditujukan untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, atau

yang dipercaya dapat mencegah penyakit. Tren perubahan demand ini semakin kuat, seiring

dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat perkotaan. Hal ini jika tidak diantisipasi

dengan pengawasan keamanan, manfaat dan mutu produk tersebut akan meningkatkan

potensi gangguan kesehatan sebagai akibat mengkonsumsi makanan siap saji dan

penggunaan yang meluas berbagai produk suplemen makanan.

Daya Beli Konsumen

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu

wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Ekonomi Indonesia tahun 2014

tumbuh 5,02%, melambat dibanding tahun 2013 (5,58%). Meskipun demikian, apabila

ditinjau dari pendapatan per kapita masyarakat, terjadi kenaikan yang signifikan pada

tahun 2014 yang mencapai Rp 41,8 juta dengan laju peningkatan sebesar 14,52%

dibandingkan dengan PDB per kapita pada tahun 2013 yang sebesar Rp. 36,5 juta.

Kenaikan pendapatan per kapita belum tentu mencerminkan perubahan dalam daya beli

masyarakat. Sebagian dari perubahan pendapatan tersebut diakibatkan oleh inflasi. Dengan

kata lain, pendapatan per kapita naik dengan cepat, tetapi disertai kenaikan biaya hidup

yang cepat pula. Hal ini juga menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat. Akibatnya

masyarakat tidak mampu menjangkau produk-produk yang memenuhi standar mutu, dan

cenderung menggantinya dengan mengkonsumsi obat dan makanan yang murah tetapi

berisiko tinggi terhadap kesehatan. Permintaan akan barang murah ini, pada gilirannya

membuka peluang bagi produsen untuk menyediakan barang murah melalui berbagai

strategi bisnis, termasuk yang melanggar ketentuan, dan tidak terjamin keamanan dan

mutunya. Hal ini merupakan tantangan bagi Badan POM, untuk di satu sisi meningkatkan

kesadaran produsen melalui pembinaan teknis agar tidak melakuan pelanggaran ketentuan

di bidang obat dan makanan, dan sisi lain meningkatkan pengetahuan konsumen agar

mampu membentengi diri dari produk yang berisiko terhadap kesehatan.

3.2.1. Sisi Penyediaan

Pertumbuhan Usaha Bidang Obat dan Makanan

Pasar farmasi nasional tumbuh rata-rata 12% per tahun pada periode 2010-2014. Besar

pasar farmasi nasional pada tahun 2015 diperkirakan sekitar Rp 62-65 Triliun dan akan

55

meningkat menjadi Rp 69 Triliun pada tahun 2016. Pada tahun 2015, Obat resep (ethical)

mendominasi sekitar 61% pasar farmasi nasional dan sisanya 39% adalah obat bebas (over

the counter/OTC). Obat resep sendiri terdiri dari obat patent (30%) dan obat generik (70%),

dimana obat generik terbagi lagi menjadi obat generik bermerek dan obat generik biasa

(OGB). Dalam hal ini pangsa OGB di Indonesia masih relatif kecil (<20% dari total pasar obat

generik). Potensi pertumbuhan obat resep ke depan, khususnya obat generik, diperkirakan

akan semakin tinggi seiring dengan implementasi SJSN dan JKN.

Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki industri obat tradisional dengan pangsa

pasar yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 87 Industri Obat Tradisional (IOT) dan

1.148 industri kecil obat tradisional termasuk di dalamnya Usaha Menengah Obat

Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), namun baru 61 IOT yang

mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisionalyang Baik (CPOTB) terdiri dari 34

industri berdasarkan CPOTB 2005 dan 27 industri berdasarkan CPOTB 2011.

Di bidang pangan, industri kecil makanan dan industri rumah tangga pangan (IRTP) tumbuh

dengan pesat, bahkan saat ini jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu. Menjamurnya

kelompok industri ini, meningkatkan potensi risiko kesehatan karena modal dan

profesionalisme dalam usaha ini sering tidak memadai dalam menjamin keamanan, manfaat

dan mutu produknya. Selain itu, mengingat pangsa pasar yang dituju terutama adalah

kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah, dan dengan meningkatnya jumlah

masyarakat miskin kota dengan berbagai kompleksitas perdagangan obat dan makanan

sektor informal, maka meningkatnya jumlah industri kecil di daerah perkotaan, menjadi

tantangan tersendiri bagi upaya pengawasan obat dan makanan, sekaitan dengan luasnya

persebaran risiko yang diakibatkan

Dalam upaya peningkatan kondisi sarana produksi IRTP, partisipasi pemerintah provinsi,

kabupaten dan kota sangat diperlukan, karena industri pangan kategori ini sertifikasi

produknya diberikan oleh pemerintah daerah setempat. Berdasarkan hasil monitoring

sarana produksi, masih banyak ditemukan sarana IRTP yang tidak terdaftar.

Memperhatikan hal tersebut, perlu koordinasi yang sinergi dengan pemerintah daerah

dalam pembinaan dan bimbingan IRTP untuk pemenuhan regulasi.

Kemajuan Teknologi Produksi

Kemajuan teknologi di bidang produksi telah memungkinkan industri farmasi dan makanan

untuk memproduksi dalam skala besar dengan range produk yang luas. Selain itu, dukungan

kemajuan teknologi informasi dan transportasi, memungkinkan persebaran produk dalam

waktu relatif singkat mencapai seluruh wilayah negeri ini hingga ke pelosok-pelosoknya.

Bagi pengawasan obat dan makanan, ini merupakan suatu potensi permasalahan, karena

bila terdapat produk yang substandar, peredarannya dapat menjangkau areal yang luas

dalam waktu yang relatif singkat.

Selain itu, tantangan yang signifikan adalah munculnya zat baru hasil inovasi teknologi

produksi bidang obat dan makanan. Keadaan ini menuntut peningkatan kompetensi

56

pengawas, utamanya pengetahuan dan teknologi laboratorium pengujian obat dan

makanan, dimana semua hasil pengawasan Badan POM didasarkan pada bukti ilmiah

(scientific based). Hasil pengujian laboratorium memastikan bahwa ada risiko nyata yang

dihadapi masyarakat dari obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat. Kapasitas dan

kemampuan laboratorium Badan POM yang terbatas memberi peluang tidak terawasinya

produk yang berisiko terhadap kesehatan.

Teknologi Promosi

Teknologi promosi telah terbukti sebagai sarana yang efektif memicu permintaan

masyarakat terhadap produk yang ditawarkan, bahkan seringkali tanpa disertai

pertimbangan yang rasional akan manfaatnya. Hal ini mengakibatkan semakin

meningkatnya penggunaan produk secara irasional. Kecanggihan teknologi promosi, dapat

menutupi berbagai kelemahan produk, sehingga kewaspadaan konsumen dapat menurun

akibat dorongan permintaannya. Selain itu, ada kecenderungan penggunaan misleading

information untuk meningkatkan permintaan.

Harmonisasi Perdagangan Dunia

Dengan berlakunya era perdagangan global mengakibatkan menipisnya entry barrier

sistem perdagangan internasional dan mengarah pada hilangnya penapisan komoditi antar

negara sehingga semakin membuka peluang ekspor produk dalam negeri dan impor produk

luar negeri untuk mengisi pasar Indonesia. Dengan bantuan kecanggihan sistem promosi

sebagaimana tersebut di atas, pasar produk impor semakin luas, bahkan mendorong

munculnya port d’entré ilegal di wilayah perbatasan. Perdagangan bebas juga merambah

kepada masalah penurunan derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan

pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran

masyarakat akan kesehatan. Hal tersebut menjadi tantangan bagi upaya perlindungan

konsumen. Selain itu, upaya pengawasan obat dan makanan juga ditujukan untuk

mengamankan pasar dalam negeri dari produk yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu,

sistem dan teknologi pengujian laboratorium harus diperkuat untuk menjamin obat dan

makanan yang beredar di Indonesia memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat, dan

mutu.

Badan POM juga harus aktif dalam pembahasan standard and conformance ASEAN dan

bahkan internasional agar dapat menyiapkan industri obat dan makanan untuk dapat

mendukung pemerataan, pemenuhan dan daya saing obat dan makanan produksi dalam

negeri.

57

BAB 4

HASIL KEGIATAN PENGAWASAN OBAT DAN

MAKANAN TAHUN 2015

Pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan POM mencakup aspek yang

sangat luas, mulai dari pengawasan pre market yaitu penyusunan standar sarana dan

produk, penilaian Obat dan Makanan yang didaftarkan/diregistrasi, pengawasan

penandaan dan iklan, sampling dan pengujian Obat dan Makanan yang beredar,

pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, monitoring efek samping sediaan farmasi,

hingga ke investigasi awal dan proses penegakan hukum terhadap berbagai pihak yang

melakukan penyimpangan cara produksi dan distribusi, maupun pengedaran produk yang

tidak sesuai ketentuan termasuk ilegal/palsu.

4.1. HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, KHASIAT DAN MUTU

PRODUKTERAPETIK/OBAT

A. Pengawasan Pre-market

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat bahwa setiap obat yang beredar di

wilayah Republik Indonesia harus memiliki izin edar. Sebelum obat diizinkan untuk

diproduksi atau diimpor dan diedarkan di wilayah Republik Indonesia harus diregistrasi di

Badan POM untuk dievaluasi terlebih dahulu terhadap keamanan, khasiat dan mutu serta

penandaannya. Jika memenuhi persyaratan/standar maka diterbitkan surat persetujuan

untuk diedarkan/nomor izin edar. Tata cara registrasi dan evaluasi berdasarkan Peraturan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 dan

sebagaimana diubah menjadi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 3

Tahun 2013 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.

Dalam melakukan evaluasi, Badan POM menerapkan mekanisme evaluasi yang obyektif

dengan membentuk Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ). Komite tersebut

merupakan Komite independen yang terdiri dari pakar dan berasal dari berbagai

universitas serta institusi terkait. Badan POM dan Komite melakukan pertemuan berkala

untuk membahas dan mengevaluasi keamanan, kemanfaatan dan mutu obat dari data

ilmiah yang diserahkan oleh industri farmasi. Data tersebut berupa data preklinik dan data

klinik serta data penunjang lain terkait keamanan untuk membuktikan keamanan dan

khasiat obat, data mutu untuk menjamin terpenuhinya spesifikasi dan standar zat aktif, zat

tambahan dan obat jadi serta bahan kemasan. Untuk menjamin mutu produk, Badan POM

mensyaratkan bahwa setiap obat jadi yang dihasilkan harus melalui proses produksi sesuai

58

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Evaluasi penandaan termasuk informasi

produk/brosur dan label pada kemasan obat jadi untuk memastikan agar konsumen

mendapat informasi yang lengkap dan obyektif, sehingga konsumen dapat menggunakan

obat yang tepat dan aman.

Selama tahun 2015, Badan POM telah menyelesaikan 10.239 berkas permohonan

registrasi obat dan produk biologi, terdiri dari 3.168 keputusan Hasil Pra Registrasi

(2.696 persetujuan, 49 pembatalan/penolakan dan 423 tambahan data), 7.071

keputusan registrasi terdiri dari:

241 keputusan untuk registrasi obat inovasi baru (51 persetujuan, 37

pembatalan/penolakan dan 153 tambahan data);

92 keputusan untuk registrasi produk biologi (12 persetujuan, 16

pembatalan/penolakan dan 64 tambahan data);

1.115 keputusan untuk registrasi obat copy/obat sejenis (415 persetujuan, 20

pembatalan/penolakan dan 680 tambahan data);

4.803 keputusan untuk registrasi variasi obat inovasi baru dan produk biologi dan obat

copy terdiri dari ;

2.392 keputusan untuk registrasi variasi obat inovasi baru dan produk biologi

(1.980 persetujuan, 118 pembatalan/penolakan dan 294 tambahan data);

2.411 keputusan untuk registrasi variasi obat copy (1.260 persetujuan, 40

pembatalan/penolakan dan 1.111 tambahan data);

820 keputusan registrasi ulang (renewal) obat dan produk biologi (579 persetujuan

dan 22 pembatalan dan 219 tambahan data).

59

Tabel 4.1 Profil Hasil Evaluasi Produk Terapetik/Obat Tahun 2015

NO JENIS PRODUK

PERMOHONAN*) HASIL PENILAIAN *) PROSES EVALUASI

Jumlah keputusan

yang diterbitkan tepat waktu

Persentase Pemenuhan

Timeline Registrasi

Carry over

Baru Jumlah Batal Tolak ACC

Jumlah keputusan

yang diterbitkan

% Surat

Permintaan TD

% TOTA

L %

Proses Evaluasi

%

Obat

1 Pra Registrasi 1708 2341 4049 48 1 2696 2745 67,79

% 423 10,45% 3168 78% 881 21,76% 756 27,54%

2 Registrasi Baru :

2.1 - Registrasi Obat Baru 244 118 362 12 25 51 88 24,31

% 153 42,27% 241 67% 121 33,43% 42 47,73%

2.2 - Registrasi Produk Biologi

81 56 137 5 11 12 28 20,44

% 64 46,72% 92 67% 45 32,85% 9 32,14%

2.3 - Registrasi Obat Copy 547 649 1196 12 8 415 435 36,37

% 680 56,86% 1115 93% 81 6,77% 246 56,55%

3 Registrasi Variasi 2684 3688 6372 124 34 3240 3398 53,33

% 1405 22,05% 4803 75% 1569 24,62% 1526 44,91%

4 Registrasi Ulang 506 432 938 11 11 579 601 64,07

% 219 23,35% 820 87% 118 12,58% 601 100,00%

Produk Terapetik Penggunaan Khusus

1 SAS 44 306 350 11 1 307 319 91,14

% 29 8,29% 348 99% 1 0,29% 284 89,03%

2 Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK)

18 24 42 8 0 18 26 61,90

% 16 38,10% 42 100% 0 0,00% 21 80,77%

3 Certificate of Pharmaceutical Product (CPP)

93 1066 1159 11 0 1130 1141 98,45

% 0 0,00% 1141 98% 18 1,55% 835 73,18%

Jumlah Keseluruhan 5925 8680 14605 242 91 8448 8781 60,12

% 2989 20,47% 11770 81% 2834 19,40% 4320 49,20%

Jumlah** 4062 4943 9005 164 89 4297 4550 50,53

% 2521 28,00% 7071 78,52% 1934 21,48% 2424 53,27%

Keterangan : *) : Perhitungan jumlah produk termasuk beda kekuatan, beda bentuk sediaan dan beda kemasan **) : Untuk perhitungan berkas yang diselesaikan tanpa menyertakan berkas pra registrasi, SAS, PPUK dan CPP

60

Total pemenuhan timeline registrasi obat dan produk biologi tahun 2015 sebesar 53,27%.

Pemenuhan timeline registrasi masing-masing kategori obat tahun 2015 adalah untuk

registrasi obat inovasi baru sebesar 47,73%, registrasi produk biologi sebesar 32,14%,

registrasi obat copy sebesar 56,55% dan registrasi variasi sebesar 44,91%. Untuk registrasi

renewal belum memiliki timeline. Total penyelesaian dokumen registrasi di tahun 2015

sebesar 78,52% meningkat dibanding tahun 2014 sebesar 72,23%. Peningkatan

penyelesaian sebesar 6,77% ini dipengaruhi oleh antara lain adanya pelaksanaan desk

konsultasi registrasi obat yang dilakukan lebih intensif, penyempurnaan aplikasi e-

registrasi obat dan adanya penambahan SDM pada pertengahan tahun 2015.

Keterangan : * Jumlah permohonan yang diselesaikan (NIE, surat penolakan, Finalisasi NIE)

Catatan : Perhitungan timeline tanpa menyertakan berkas pra registrasi

Gambar 4.1 Profil Keputusan Registrasi Produk Terapetik/Obat Tahun 2013 - 2015

Di samping itu, Badan POM juga melakukan evaluasi dan memberikan persetujuan sebagai

berikut :

pemasukan obat untuk penggunaan khusus melalui mekanisme yang disebut Special

Access Scheme (SAS). Persetujuan ini terdiri dari pemasukan obat untuk

pengembangan produk, uji Bio Ekivalensi , dan produk biologi

pemasukan obat untuk uji klinik

Persetujuan pelaksanaan Uji Klinik (PPUK)

Pada tahun 2015 telah diselesaikan sejumlah 1486 berkas evaluasi produk terapetik

penggunaan khusus (SAS, PPUK dan CPP) yang terdiri dari 19 keputusan pemasukan SAS

vaksin (17 disetujui, 2 pembatalan), 23 keputusan pemasukan obat untuk uji klinik (19

persetujuan, 4 pembatalan/penolakan), 277 keputusan SAS untuk sampel pengembangan

produk dalam rangka registrasi (271 persetujuan, 6 pembatalan), 18 Persetujuan

Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK), 8 keputusan pembatalan PPUK, serta 1141 CPP (1130

persetujuan dan 11 pembatalan). Terjadi penurunan PPUK tahun 2015 dibandingkan PPUK

yang diterbitkan tahun 2014 sejumlah 58 keputusan karena adanya penurunan jumlah

permohonan PPUK yang diterima.

2013 2014 2015

Tidak Tepat Waktu 31,38% 49,49% 46,73%

Tepat Waktu 68,62% 50,51% 53,27%

Jumlah permohonan* 6.208 5.226 4.297

Jumlah Berkas 13.816 10.721 9.005

6.2085.226

4.297

13.816

10.721

9.005

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

0

3.000

6.000

9.000

12.000

15.000

Ju

mla

h B

erk

as

61

Dalam rangka pengawasan pelaksanaan uji klinik yang telah mendapatkan PPUK, dilakukan

inspeksi ke pusat uji klinik (rumah sakit/puskesmas/klinik). Selama inspeksi dilakukan

pemeriksaan atau verifikasi terhadap penerapan sistem manajemen mutu, dokumen,

fasilitas dan rekaman uji klinik. Tujuan inspeksi untuk memastikan bahwa pelaksanaan uji

klinik mengikuti prinsip-prinsip CUKB, yaitu melindungi hak, keamanan dan kesejahteraan

subyek uji klinik. Selain itu memberi masukan kepada Peneliti/Sponsor/Organisasi Riset

Kontrak agar pusat uji klinik di Indonesia dapat menjadi tempat yang lebih kondusif dan

dipercaya oleh dunia internasional untuk pelaksanaan dan pengembangan uji klinik di masa

mendatang. Pada tahun 2015, telah dilakukan 15 kali (28,30%) inspeksi dari total 53 PPUK

yang diterbitkan pada tahun sebelumnya.

Kegiatan inspeksi uji klinik dalam tahun 2015 dilakukan ke center berikut :

1. Pusat Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

2. Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung

3. Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Prof. Dr. HM Farid (Yayasan Dika), Makassar

4. Departemen Bedah – SMF Ilmu Bedah FK Universitas Airlangga, RSUD Dr. Soetomo

Surabaya

5. Departemen Bedah Onkologi RSUP Dr. Kariadi Semarang

6. Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU RSUP H.Adam Malik Medan

7. Lembaga Eijkman di Rumah Sakit Mitra Masyarakat Timika, Papua – Yayasan

Pengembangan Kesehatan Masyarakat Papua

8. Departemen Farmakologi dan Terapi Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin

Bandung

9. Departemen Mata Ilmu Kesehatan Mata FKUI/ RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

(RSCM Kirana)

10. Puskesmas Hanura, Kec. Teluk Pandan, Kab. Pesawaran, Prop. Lampung

11. Puskesmas Tanjung Leidong, Kec. Kualuh Leidong, Kab. Labuhanbatu Utara, Prov.

Sumatera Utara

12. Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Onkologi RSCM

13. Bagian Kebidanan RS Sanglah, Denpasar Bali

14. Poliklinik Kebidanan RSCM, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

15. Instalasi Kanker Terpadu Tulip RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Inspeksi Laboratorium Uji Bioekivalensi

Laboratorium uji BE harus memenuhi kriteria dan

standar yang ditentukan serta harus mempunyai

kompetensi dan dapat menunjukkan

independensinya. Untuk itu Badan POM

melakukan pengawasan dan pemantapan fungsi

laboratorium uji BE secara rutin terhadap

pelaksanaan uji BE di Indonesia dalam rangka

jaminan pemenuhan aspek klinik dan analitik sesuai standar yang berlaku (GCP dan GLP).

62

Pada tahun 2015, telah dilakukan 12 kali inspeksi ke 8 laboratorium uji BE di wilayah DKI

Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Surabaya. Tim Inspektur Laboratorium Uji BE Badan

POM juga mengikuti joint inspection dengan Tim WHO dan Tim USP sebagai observer dalam

kegiatan audit ke laboratorium uji BE yang terlibat dalam program Prequalification (PQ)

WHO.

B. Pengawasan Post-market

Sampling dan Pengujian Laboratorium

Jenis dan jumlah obat yang disampling dan diuji oleh Balai Besar/Balai POM di 31 provinsi

mengacu pada Pedoman sampling tahun 2015. Pada tahun 2015, telah dilakukan pengujian

laboratorium terhadap 13.260 sampel obat yang disampling dari sejumlah sarana distribusi

dan pelayanan kesehatan (termasuk narkotika dan psikotropika). Dari hasil pengujian yang

telah dilakukan, 177 sampel (1,33%) tidak memenuhi syarat (TMS) mutu dengan

parameter meliputi kadar, uji disolusi, keseragaman kandungan, pH, waktu hancur, susut

pengeringan, dan isi minimum.

Regulatory action terhadap produk yang TMS tersebut yaitu perintah penarikan kembali

dari peredaran (recall), dan tambahan sanksi administratif mulai dari Peringatan,

Peringatan Keras, serta Perintah larangan produksi obat terkait sampai dilakukan tindakan

perbaikan dan pencegahan yang efektif.

Pada tahun 2015 Badan POM melakukan sampling terhadap vaksin yang dilakukan oleh 30

Balai Besar/Balai POM, sebagai berikut:

Gambar 4.2 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk

Terapetik/Obat Tahun 2015

Gambar 4.3 Profil Persentase Obat Memenuhi Syarat Tahun 2013-2015

99,41%

99,20%

98,67%

98,20%

98,40%

98,60%

98,80%

99,00%

99,20%

99,40%

99,60%

2013 2014 2015

% S

am

pe

l o

ba

t M

S

0

3.000

6.000

9.000

12.000

15.000

18.000

Jumlah MS TMS

13.260 13.083 (98,67%)

177Jum

lah s

am

pel obat

Sampel obat

63

Tabel 4.2 Sampling Vaksin Oleh 30 Balai Besar/Balai POM Tahun 2015

NO BB/ Balai POM NAMA VAKSIN

1 BBPOM Banda Aceh Vaksin Campak Kering, Vaksin BCG

2 BBPOM Bandar Lampung

Vaksin Campak Kering, Engerix B 0,5 ml, Engerix B 20 mcg ( Adult)

3 BBPOM Bandung Pentabio Vaksin, Vaksin Campak Kering

4 BBPOM Banjarmasin Vaksin BCG

5 BBPOM Denpasar Vaksin Polio Oral, Vaksin Hepatitis B (Rekombinan), Vaksin Campak Kering, Euvax B Adult, Pediacel, Euvax B, Engerix X-B (Junior), Engerix B (Adult), Infanrix IPV Hib, Infanrix Hexa, Infanrix Hib

6 BBPOM Jakarta Vaksin BCG Kering

7 BBPOM Jayapura BCG Vaccine BP, Vaksin Campak Kering, Vaksin Euvax B 9 Adult)

8 BBPOM Makassar Vaksin Campak Kering, Vaksin Hepatitis B. Rekombinan 9 BBPOM Manado Vaksin Campak Kering, Vaksin Pentabio, Euvax

10 BBPOM Mataram Vaksin Poliomyelitis Oral, BCG Vaksin BP, Vaksin Campak Kering

11 BBPOM Medan Serum Anti Tetanus 1500 IU, Euvax B, Vaksin Campak, Vaksin BCG, Vaksin Polio, Vaksin DPT-Hb-Hib, Vaksin Hepatitis B, Engerix- B, Engerix-B Adult, Infanrix, Varilrix Injeksi 0,5 ml

12 BBPOM Padang Vaksin BCG, Vaksin Pentabio

13 BBPOM Palembang Euvax B 1 mL, BCG Vaccine BP, Vaksin Hepatitis B Rekombinan

14 BBPOM Pekanbaru Engerix B, Vaksin Poliomyelitis oral, Measles vaccine, Euvax B

15 BBPOM Pontianak Vaksin Campak Kering, Vaksin Poliomyelitis Oral, BCG Vaccine

16 BBPOM Samarinda Vaksin Campak Kering, BCG Vaccine BP 17 BBPOM Semarang Vaksin Euvax B 1 mL, Vaksin Engerix Pediatric, Vaksin

Engerix, Vaksin Poliomyelitis Oral, Vaksin BCG Green Signal, Vaksin Campak

18 BBPOM Surabaya Vaksin Campak Kering, BCG Vaccine SSI, Euvax B 1 mL 19 BBPOM Yogyakarta Imovax Polio 20 BPOM Ambon Engerix-B, Vaksin Campak Kering, Vaksin Hepatitis B

Rekombinan 21 BPOM Batam Vaksin Campak, Vaksin BCG BP, Vaksin Euvax B 22 BPOM Bengkulu Vaksin Poliomyelitis Oral, Pentabio, Tripacel, Trimovax

Mericux, Engerix-B 23 BPOM Gorontalo BCG Vaccine BP, Pentabio 24 BPOM jambi Vaksin BCG Kering, Pentabio

25 BPOM Kendari Vaksin Campak, Vaksin Poliomyelitis Oral 26 BPOM Manokwari BCG Vaccine SSI, Vaksin Campak Kering

27 BPOM Palangkaraya Vaksin Poliomyelitis Oral

64

NO BB/ Balai POM NAMA VAKSIN

28 BPOM Palu Vaksin Campak Kering, BCG Vaccine BP, Vaksin Euvax B 29 BPOM Pangkal Pinang Vaksin Campak Kering, Oral Poliomyelitis, Engerix B

(Paediatric) 30 BPOM Serang Infanrix – Hib, Engerix – B, Euvax B, Vaksin BCG

Pengujian vaksin dilakukan oleh Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN)

Badan POM. Tahun 2015 telah diuji 208 sampel vaksin, terdiri dari 105 sampel dari pihak

ketiga atau dari industri (PNBP), 100 sampel uji rujuk vaksin dari Balai Besar/Balai POM

dan 3 sampel kasus. Dari hasil pengujian, semua sampel vaksin tersebut memenuhi syarat.

Tabel 4.3 Pengujian Vaksin di Laboratorium PPOMN Badan POM Tahun 2015

Pengujian Laboratorium PPOMN Pengujian Rujukan Balai Besar/Balai

POM

No Nama vaksin Jumlah Sampel

No Nama vaksin Jumlah Sampel

1 Vaksin BCG 9 1 ATS 4

2 Vaksin BCG Green Signal 3 2 Vaksin BCG 18

3 Vaksin Bio TT 3 3 Vaksin Campak 10 ds fl 2 11

4 Vaksin bOPV 1 4 Vaksin Campak 10 ds fl 1 9

5 Vaksin Campak 10 ds fl 1 9 5 Vaksin Engerix B 14

6 Vaksin Campak 10 ds fl 2 3 6 Vaksin Euvax B 12

7 Vaksin DT 2 7 Vaksin tOPV 10 ds 5

8 Vaksin DTP 2 8 Vaksin Hepatitis B 5

9 Vaksin Pentabio 11 9 Vaksin Infanrix 1

10 Vaksin Hepatitis B 0,5 mL 6 10 Vaksin Infanrix Hexa 1 11 Vaksin Hepatitis B 1 mL 3 11 Vaksin Infanrix Hib 2

12 Vaksin Influenza (Flubio) 2 12 Vaksin Infanrix IPV Hib 1

13 Vaksin TOPV 10 ds 3 13 Vaksin Pediacel 1

14 Vaksin TOPV 20 ds 0 14 Vaksin Pentabio 7

15 Vaksin Td Jerap 14 15 Vaksin Trimovax 1 16 Vaksin TT 3 16 Vaksin Tripacel 1

17 Bulk Difteri 2 17 Vaksin Varilrix 0

18 Bulk Tetanus 1 18 Vaksin Imovax Polio 1

19 Bulk Pertusis 1 19 Vaksin MMR II 0

20 Bulk Hib 3 Jumlah 94 21 Bulk Polio tipe 1 1 Total 100

22 Bulk Polio tipe 2 1

23 Bulk Polio tipe 3 0

Jumlah Total 83

Selain itu PPOMN menerbitkan sertifikat pelulusan Uji vaksin baik produk lokal (BIO

Farma) maupun impor, juga telah diberikan sebanyak 1.064 sertifikat, dengan rincian: Bio

Farma 886 sertifikat dan Vaksin impor 178 sertifikat.

65

Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi

Badan POM melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi produk

farmasi, utamanya untuk menjamin kepatuhan implementasi Cara Pembuatan Obat Yang

Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

Pada tahun 2015 telah dilakukan inspeksi sebanyak 175 kali terhadap 133 Industri

Farmasi (IF) meliputi inspeksi pre-market dan inspeksi post-market. Terdapat IF yang

diinspeksi lebih dari 1 kali sehubungan dengan kasus dan inspeksi terhadap beberapa jenis

fasilitas yaitu 1 IF diinspeksi 7 kali, 1 IF diinspeksi 5 kali, 1 IF diinspeksi 4 kali, 6 IF

diinspeksi 3 kali, serta 17 IF diinspeksi 2 kali.

Inspeksi pre-market

Inspeksi pre-market Tindak Lanjut (dalam rangka

sertifikasi)

- Sertifikasi 20 kali terhadap 20 IF; - Sertifikasi sekaligus rutin dalam

rangka resertifikasi 7 kali terhadap 7 IF;

- Pasca renovasi fasilitas produksi 5 kali terhadap 5 IF

- Dalam rangka rekomendasi Izin Industri Farmasi (IIF) sekaligus Sertifikasi CPOB sebanyak 2 kali terhadap 2 calon IF.

- Dalam rangka rekomendasi Izin Industri Farmasi (IIF) sekaligus Sertifikasi CPOB karena penambahan fasilitas produksi dilokasi yang berbeda sebanyak 4 kali terhadap 4 IF.

- Rekomendasi IIF, Persetujuan Penggunaan Fasilitas untuk penyiapan data registrasi diberikan kepada 2 calon IF;

- Rekomendasi IIF dan Persetujuan Penggunaan Fasilitas untuk penyiapan data registrasi diberikan kepada 4 IF yang melakukan penambahan fasilitas produksi dilokasi yang berbeda;

- Permintaan untuk menyampaikan perbaikan sebanyak 25 IF.

- Terdapat sanksi administratif diberikan kepada 2 IF berupa: Peringatan Keras dan Larangan

Menerima Kontrak Pembuatan terhadap 1 IF

Peringatan dan Larangan Distribusi Produk Trial untuk Dijual terhadap 1 IF.

Inspeksi post-market

Inspeksi pre-market Inspeksi post-market

- Inspeksi rutin 106 kali terhadap 99 IF; 5 IF diinspeksi sebanyak 2 kali, 1 IF diinspeksi 3 kali.

- Dalam rangka investigasi kasus 9 kali terhadap 4 IF; 1 IF diinspeksi sebanyak 5 kali, 1 IF diinspeksi sebanyak 2 kali.

- Monitoring sanksi dilakukan sebanyak 5 kali terhadap 4 IF, 1 IF diinspeksi sebanyak 2 kali.

- Inspeksi rutin: Tindak lanjut berupa perbaikan

sebanyak 95 IF; Perlu dilakukan inspeksi ulang karena

fasilitas dalam proses pembangunan sebanyak 2 IF

Diverifikasi pada inspeksi selanjutnya sebanyak 1 IF

Terdapat sanksi administratif diberikan kepada 11 IF berupa: Peringatan diberikan terhadap 6 IF

66

Inspeksi pre-market Inspeksi post-market - Dalam rangka penyegelan sarana

produksi sebanyak 3 kali terhadap 3 IF.

- Dalam rangka pengaktifan kembali kegiatan sebanyak 4 kali terhadap 4 IF.

- Dalam rangka pemusnahan sebanyak 8 kali terhadap 8 IF.

Peringatan Keras diberikan terhadap 2 IF

Peringatan Keras dan Recall terhadap 1 IF

Peringatan Keras (PK) dan Penghentian Sementara Kegiatan (PSK) diberikan terhadap 1 IF

Penghentian Sementara Kegiatan diberikan terhadap 1 IF

5 IF masih dalam proses - Berdasarkan hasil monitoring sanksi,

terhadap 1 IF diberikan tindak lanjut sanksi berupa Penghentian Sementara Kegiatan karena tidak mematuhi sanksi yang diberikan.

- Inspeksi dalam rangka investigasi kasus: 1 IF, 1 kali diberikan sanksi PSK, 1 kali

diinstruksikan untuk recall dan melakukan penghilangan risiko serta 1 kali diberikan persetujuan protokol penghilangan risiko produk. Selanjutnya berdasarkan inspeksi verifikasi CAPA sebanyak 2 kali, kepada IF diminta untuk melakukan perbaikan dan pengaktifan kembali kegiatan produksi.

I IF diberikan sanksi Peringatan Keras dan Larangan Melakukan Toll Manufacturing.

I IF diberikan sanksi Larangan memproduksi Suplemen Makanan di Fasilitas Produksi Obat.

I IF diberikan sanksi Pencabutan Sertifikat CPOB.

Terhadap 19 inspeksi tidak diberikan tindak lanjut, hasil inspeksi dijadikan data, yaitu inspeksi dalam rangka pemusnahan, penyegelan dan pengaktifan kembali sarana produksi serta monitoring kepatuhan IF terhadap sanksi yang diberikan.

67

Gambar 4.6 Profil Sanksi Hasil Inspeksi Post Market Rutin Industri Farmasi Tahun 2015

Tabel 4.4 Cakupan Pemeriksaan Industri Farmasi Tahun 2015

Lokasi Industri Farmasi

Jumlah Industri Farmasi

Jumlah Pemeriksaan

Jumlah Industri yang diperiksa

Sumatera Utara 6 4 4 Sumatera Barat 1 1 1 Sumatera Selatan 1 2 1 DKI Jakarta 34 23 17 Jawa Barat 78 65 49 Jawa Tengah 23 16 14 Jawa Timur 41 34 29 DI Yogyakarta 1 3 1 Banten 25 27 20 Total 210 175 136*

Sumber data : Ditwas Produksi Produk Terapetik & PKRT Keterangan: *) terdapat 3 Industri Farmasi yang memiliki 2 fasilitas yang berlokasi di provinsi yang berbeda

108

7

25

Rutin Kasus

Audit kompre Inspeksi gudang tambahan

Gambar 4.4 Jumlah Inspeksi Post Market Tahun 2015

Gambar 4.5 Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Post Market Tahun 2015

Tahun 2015

6

2

1 1

2

1

P PK PK & recall PK & PSK PSK Pencabutansertifikat

68

Pada tahun 2015, dari 210 Industri Farmasi

yang memproduksi obat 182 (86,67%)

Industri Farmasi yang telah memiliki

sertifikat CPOB terkini.

Kemandirian Industri Farmasi

Dalam rangka meningkatkan daya saing obat, pelaku usaha secara mandiri melaksanakan

pengawasan industri farmasi dalam penerapan ketentuan terkait pembuatan obat. Untuk

itu kemandirian atau tingkat kedewasaan industri farmasi harus ditingkatkan. Hal ini

sejalan dengan pergeseran paradigma pengawasan dari watchdog ke proactive. Salah satu

upayanya adalah melaksanakan “Peningkatan Peran Serta Pelaku Usaha Dalam

Menerapkan Ketentuan Yang Berlaku”. Kegiatan tersebut direncanakan dilakukan secara

berkesinambungan selama satu siklus Renstra Badan POM tahun 2015-2019.

Tahap awal kegiatan ini (tahun 2015) adalah pengembangan dan pembuatan assesment

tools kemandirian industri farmasi dalam menerapkan ketentuan tentang pembuatan obat.

Pengembangan dan pembuatan tools ini melibatkan Tenaga Ahli dan dilakukan uji coba

kepada 20 industri farmasi untuk penyempurnaan tools. Selanjutnya tools disebarkan

kepada 200 industri farmasi sebagai alat untuk melakukan self assesment.

Agar industri farmasi dapat melakukan self assessment secara benar, Badan POM

melaksanakan sosialisasi tools kepada seluruh IF di 4 wilayah (Bandung, Surabaya, Medan,

dan Semarang). Selain itu, juga dilaksanakan sosialisasi verifikasi self assessment kepada 9

Balai Besar/Balai POM yang memiliki industri farmasi di wilayahnya sebagai pembekalan

dalam melakukan verifikasi pada tahun berikutnya (Tahun 2016 – 2019).

Hasil self assesment dari industri farmasi, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi oleh Badan

POM untuk menilai tingkat kedewasaan (maturity level) yang dikategorikan dalam 5 level

yaitu Pathological, Reactive, Calculative, Proactive, dan Generative. Hasil penilaian tersebut

dijadikan dasar (baseline) untuk melakukan verifikasi dan intervensi secara tepat sesuai

level kemandirian dan kebutuhan industri farmasi. Terdapat 6 industri farmasi yang

meningkat tingkat kemandiriannya.

Pada sarana distribusi, telah dilakukan pemeriksaan terhadap Pedagang Besar Farmasi

(PBF), dari total 1049 PBF yang diperiksa pada tahun 2015, 257 (24,50%) PBF ditemukan

melakukan pelanggaran (Tidak Memenuhi Ketentuan). Tindak lanjut atas pelanggaran

tersebut yaitu:

Gambar 4.7 Profil Hasil Sertifikasi Industri Farmasi Tahun 2015

86,67%

13,33%

IF dengan sertifikat CPOB terkini

69

142 PBF diberi Peringatan Keras (PK), dengan temuan antara lain pengelolaan

administrasi tidak tertib, gudang tidak memenuhi persyaratan, menyalurkan obat

secara panel atau penanggung jawab tidak bekerja secara penuh.

50 PBF diberi sanksi Penghentian Sementara Kegiatan (PSK), dengan temuan antara

lain melakukan pengadaan obat dari jalur tidak resmi, menyalurkan obat keras ke

sarana tidak berwenang atau tidak dapat mempertanggungjawabkan penyaluran

obat keras dalam jumlah besar.

53 PBF Penghentian Kegiatan (PKe) dengan temuan antara lain belum memiliki izin

tetapi sudah beroperasi.

12 PBF diusulkan Pencabutan Izin (PI) dengan temuan antara lain telah beberapa kali

mendapat PSK atau tidak aktif/ tidak beroperasi.

Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 10 Februari 2016 jam 09.30 WIB

Gambar 4.8 Profil Hasil Pemeriksaan PBF (Produk Terapetik)Tahun 2015

Selain itu, selama tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 8.771 sarana

pelayanan kesehatan (Saryankes), meliputi apotek, toko obat, Instalasi Farmasi

Kabupaten/ Kota (IFK), instalasi farmasi rumah sakit, klinik/balai pengobatan serta

puskesmas yang ada di Indonesia. Terdapat 269 dari 1.397 toko obat dan 31 dari 368 IFK

yang TMK. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut antara lain:

a. Toko Obat : 239 Peringatan Keras; 9 Penghentian Sementara Kegiatan; 7 Pencabutan

Izin; dan 14 Penghentian Kegiatan

b. IFK : 31 Peringatan Keras

MK 75,50%

PK 13,54%

PSK 4,77%

Pke 5,05%

PI 1,14%

TMK 24,50%

70

Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 10 Februari 2016 jam 09.30 WIB

Gambar 4.9 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2015

Tabel 4.5 Cakupan Pemeriksaan PBF dan Sarana Pelayanan Kesehatan Pada Balai Besar/

Balai POM Tahun 2015

Balai Besar/ Balai POM

Jumlah Sarana yang Ada Cakupan Pemeriksaan

PBF Sarana

Pelayanan Kesehatan

PBF Sarana

Pelayanan Kesehatan1)

Banda Aceh 62 1.170 32 321

Medan 82 2.767 33 617 Pekanbaru 54 2.046 7 260

Jambi 31 625 18 282

Padang 41 1.050 33 496

Bengkulu 17 479 8 222

Palembang 68 850 68 453 B. Lampung 22 1.586 15 251

Jakarta 467 4.281 77 230

Bandung 450 9.944 82 479

Semarang 325 3.852 57 288

Surabaya 368 5.074 209 503

Yogyakarta 51 792 40 250

Mataram 29 1.067 12 142

Kupang 24 695 19 361

Denpasar 73 850 12 211

Ambon 10 475 8 150 Samarinda 49 878 47 173

Pontianak 45 839 38 497

Banjarmasin 47 1.033 9 211

Palangkaraya 9 564 9 247

Makassar 95 1.328 64 520

1) Sarana Pelayanan Kesehatan meliputi apotek, toko obat, IFK, instalasi farmasi rumah sakit, klinik/balai pengobatan serta puskesmas

1.128

337 269

31

1.397

368

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

Toko Obat IFK

MK TMK Total

71

Balai Besar/ Balai POM

Jumlah Sarana yang Ada Cakupan Pemeriksaan

PBF Sarana

Pelayanan Kesehatan

PBF Sarana

Pelayanan Kesehatan1)

Manado 46 524 14 35

Kendari 16 432 8 135

Palu 24 763 9 169

Jayapura 41 774 38 310

Serang 66 2.297 30 261

Batam 32 850 32 302 Pangkal Pinang 9 319 6 215

Gorontalo 7 244 7 110

Manokwari 16 476 8 70

TOTAL 2.676 48.924 1.049 8.771

Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 10 Februari 2016 jam 09.30 WIB

Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Pengawasan keamanan produk terapetik, termasuk obat di peredaran merupakan salah

satu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan. Kegiatan yang telah dilakukan antara

lain : Evaluasi aspek keamanan, mutu, dan khasiat sebelum suatu obat diberi izin edar dan

pemantauan keamanan serta mutu obat beredar. Untuk pemantauan keamanan obat

beredar dilakukan melalui program Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Dalam melaksanakan program ini, Pusat MESO Nasional bekerjasama dan berkomunikasi

dengan mitra kerja antara lain tenaga kesehatan (dokter, apoteker, bidan), Rumah Sakit,

Akademisi, Organisasi Profesi di bidang kesehatan, WHO dan Drug Regulatory Authority

negara lain. Pelaksanaan Surveilan Keamanan produk terapetik pasca pemasaran

(Pharmacovigilance) di Indonesia tidak hanya merupakan tanggung jawab Badan POM,

tetapi juga merupakan tanggung jawab industri farmasi sebagai penyedia obat, dan perlu

peran aktif tenaga kesehatan sebagai penyedia pelayanan kesehatan dan juga sebagai

prescriber.

Upaya yang dilakukan Badan POM untuk meningkatkan program farmakovigilans dan

meningkatkan peran serta key players tenaga kesehatan, terutama yang bertugas di sarana

pelayanan kesehatan seperti di bawah ini.

Peningkatan Awareness Tenaga Kesehatan dalam Pemantauan dan Pelaporan

Efek Samping Obat.

Badan POM secara rutin mengadakan kegiatan Sosialisasi/Workshop terkait

farmakovigilans. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman sejawat

tenaga kesehatan tentang pentingnya aktifitas farmakovigilans sebagai bagian dari

jaminan keamanan pasien (patient safety) dan kepedulian sejawat tenaga kesehatan

untuk melakukan pemantauan dan pelaporan kejadian efek samping yang mungkin

ditemui atau teramati pada praktik klinik sehari-hari di sarana pelayanan kesehatan.

72

Untuk penyelenggaraan tahun 2015, telah dilakukan sosialisasi/workshop di 3 rumah

sakit yaitu RS Awal Bros Batam, RS Siloam Manado dan RSUD Kota Tangerang. Peserta

yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah dokter spesialis, dokter umum, farmasis

klinik, serta perawat.

Peningkatan Peran dan Tanggung Jawab Industri Farmasi dalam

Farmakovigilans.

Sesuai dengan pasal 9, Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, dinyatakan bahwa

Industri Farmasi wajib melaksanakan farmakovigilans. Sebagai tindak lanjut dari

diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI tersebut, Badan POM telah

menerbitkan Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.03.1.23.11.10690 Tahun 2011

tentang Penerapan Farmakovigilans bagi Industri Farmasi. Hal ini untuk menjamin

keamanan obat pasca pemasaran yang berdampak pada jaminan keamanan pasien

(ensuring patient safety) sebagai pengguna akhir suatu obat. Pada tahun 2015 telah

dilakukan asistensi penerapan farmakovigilans di 22 industri farmasi.

Pengkajian Laporan Efek Samping Obat

Badan POM melakukan evaluasi aspek keamanan obat beredar, terhadap seluruh

laporan efek samping obat yang diterima dan informasi aspek keamanan terkini yang

memerlukan pengkajian untuk penetapan tindak lanjut. Evaluasi tersebut bertujuan

untuk menilai benefit – risk ratio. Dalam melaksanakan evaluasi, Badan POM

membentuk Panitia MESO Nasional yang terdiri dari ahli farmakologi dan beberapa

tenaga ahli. Hasil evaluasi akan menjadi bahan pertimbangan dan rekomendasi

penetapan tindak lanjut regulatori terkait aspek keamanan obat pasca pemasaran.

Pada tahun 2015, laporan efek samping obat yang diterima sejumlah 23.746 laporan,

terdiri dari laporan dari tenaga kesehatan dan laporan dari industri farmasi pemegang

ijin edar. Badan POM memberikan feedback kepada semua pelapor baik tenaga

kesehatan maupun industri farmasi.

Tabel 4.6 Profil Laporan Spontan Efek Samping Obat dan KIPI Tahun 2015

Tenaga

Kesehatan

Industri Farmasi Jumlah

Laporan Local

Report

Foreign

Report

PSUR RMP KIPI

727 1.350 21.316 310 25 18 23.746

Keterangan :

PSUR = Periodic Safety Update Report

RMP = Risk Management Plan

KIPI = Kejadian Ikutan Paska Imunisasi

73

Secara keseluruhan jumlah laporan spontan ESO dan KIPI yang terjadi di Indonesia

yang diterima selama tahun 2015 adalah 2.095 laporan, namun tidak semua laporan

tersebut lengkap dan dapat dilakukan analisis kausalitas.

Sementara itu, Badan POM juga menerima laporan keamanan lainnya dari industri

farmasi berupa laporan spontan foreign, Periodic Safety Update Report (PSUR)/Periodic

Benefit Risk Evaluation Reports (PBRER)/Development Safety Update Report (DSUR),

dan juga Risk Management Plan (RMP).

Terhadap sejumlah laporan tersebut dilakukan evaluasi dan hasilnya digunakan untuk

input proses pengkajian atau analisis risiko (Risk Assessment) untuk dapat dilakukan

penetapan tindak lanjut regulatori yang tepat. Pengkajian risiko pada tahun 2015 telah

dilakukan terhadap 12 zat aktif obat. Tindak lanjut yang dilakukan antara lain berupa

perbaikan indikasi dan informasi produk. Beberapa tindak lanjut tersebut telah

dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan untuk menjadi perhatian dan

meningkatkan kewaspadaan, dalam bentuk safety alert yang disebut Informasi untuk

Dokter (Dear Doctor Letter). Semua informasi hasil kajian risiko dan profil laporan ESO

tahun 2015 serta kegiatan farmakovigilans lainnya dimuat dalam Buletin Berita MESO

dan subsite e-MESO: http://e-meso.pom.go.id.

Tabel 4.7 Tindak Lanjut Regulatori Hasil Kajian Risiko Aspek Keamanan Obat Post

Market Tahun 2015

No Kajian Isu Keamanan Tindak Lanjut Regulatori

1 Iopromide dan Sodium diatrizoate & Meglumine diatrizoate

Informasi dari Egypt Health Autority kepada profesional kesehatan di Mesir terkait dengan reaksi hipersensitivitas

• Safety Alert / Dear Doctor Letter

• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015

2 Agomelatine Informasi dari European Medicine Agency (EMA) yang menegaskan kembali pentingnya monitoring fungsi liver sebagai dasar keamanan penggunaan agomelatine

• Safety Alert / Dear Doctor Letter

• Surat kepada industri farmasi

• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015

3 Kodein Adanya risiko depresi pernapasan yang dapat berakibat fatal pada penggunaan kodein setelah operasi tonsillectomy atau adenoidectomy pada anak dengan obstructive sleep apnoea

• Safety Alert / Dear Doctor Letter

• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015

74

No Kajian Isu Keamanan Tindak Lanjut Regulatori

4 Ibuprofen Adanya risiko kardiovaskular pada penggunaan Ibuprofen dosis tinggi (2400 mg per hari atau lebih)

• Safety Alert / Dear Doctor Letter

• Surat kepada industri farmasi

• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015

5 Methylphenidate HCl

Adanya risiko priapism pada penggunaan stimulan (Methylphenidate HCl) pada pengobatan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)

• Surat kepada industri farmasi terkait hasil evaluasi Dear Doctor Letter yang akan didistribusikan.

• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015

6 Ketorolac Trometamine, Ceftriaxone, Ranitidine

Adanya laporan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) serius berupa kematian

• Berkonsultasi dengan tim ahli MESO

• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015

7 Ketoconazole Adanya peningkatan risiko efek samping liver injury (Drug Induced Liver Injury) pada penggunaan ketokonazole (oral)

• Perbaikan penandaan berupa pembatasan indikasi dan lama penggunaan serta penambahan boxed warnings

• Safety Alert / Dear Doctor Letter

• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015 dan November 2015

8 Diklofenak Adanya peningkatan risiko efek samping kardiovaskular pada penggunaan diklofenak

• Perbaikan penandaan pada bagian posologi dan penambahan kontraindikasi

• Safety Alert / Dear Doctor Letter

• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015 dan November 2015

9 Bromocriptine Informasi keamanan terkait pembatasan penggunaannya dalam menghentikan produksi air susu

• Safety Alert / Dear Doctor Letter

• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015

75

No Kajian Isu Keamanan Tindak Lanjut Regulatori

10 Ustekinumab Adanya risiko efek samping berupa exfoliative dermatitis dan erythrodermic psoriasis serius

• Surat kepada industri farmasi terkait hasil evaluasi Dear Healthcare Professional Letter yang akan didistribusikan Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015

11 Bupivacain Adanya laporan kejadian tidak diinginkan (KTD) serius berupa kematian

• Safety Alert • Surat untuk industri

farmasi • Surat untuk Rumah Sakit • Surat untuk Balai/Balai

Besar POM

12 Donepezil HCl Informasi tindak lanjut regulatori Canada mengenai penambahan “New Warning” terkait dengan risiko rhabdomyolysis dan Neuroleptic Malignant Syndrome

• Safety Alert / Dear Doctor Letter

• Surat untuk industri farmasi

• Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015

Sertifikasi Bahan Baku Obat dan Obat Jadi Impor

Untuk memantau peredaran dan mencegah penyimpangan dalam distribusi obat jadi impor

serta mencegah penyalahgunaan bahan baku obat, perlu dilakukan pengawasan sejak di

entry point, melalui sistem National Single Window (NSW) yang pelaksanaannya dilakukan

one day service.

Selama tahun 2015, Badan POM telah mengeluarkan 18.790 surat keterangan impor (SKI),

yang meliputi 4.549 SKI obat jadi, 7.171 SKI bahan baku obat, 171 SKI vaksin, 459 SKI bahan

baku tambahan, 369 SKI bahan baku pembanding, 190 SKI analisis laboratorium dan 3.351

SKI bahan kimia Obat dan Makanan (OM) dan 2.530 SKI bahan kimia Non Obat dan Makanan

(NOM).

Gambar 4.10 Profil Surat Keterangan Impor Tahun 2015

0

1.500

3.000

4.500

6.000

7.500

4.549

7.171

171 459 369 190

3.351

2.530

Jum

lah

SK

I

Obat Jadi

Bahan Baku Obat

Vaksin

Bahan Baku Tambahan

Bahan Baku Pembanding

Analisis Laboratorium

Bahan Kimia

NOM

76

4.2. HASIL PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, PREKURSOR

DAN ZAT ADIKTIF

Narkotika,Psikotropika dan Prekursor

Badan POM juga melaksanakan pengawasan pada mata rantai produksi dan distribusi yaitu

pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan sarana pelayanan kesehatan yang mengelola

narkotika, psikotropika dan prekursor. Pengawasan dilaksanakan oleh petugas pusat dan

Balai Besar/Balai POM.

Selama tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 49 industri farmasi, 10 (20,41%)

industri farmasi tidak memenuhi ketentuan (TMK). Terhadap sarana yang TMK tersebut

telah dilakukan tindak lanjut berupa pemberian sanksi peringatan keras kepada 8 sarana,

penghentian sementara kegiatan kepada 1 sarana, dan pencabutan izin edar kepada 1

sarana.

Gambar 4.11 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi (Narkotika, Psikotropika Dan

Prekursor) Tahun 2015

MK 79,59%

PK 16,33%

PSK 2,04%

PI 2,04%

TMK 20,41%

Badan POM melakukan pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor melalui

monitoring pelaksanaan impor/ ekspor dengan penerbitan Analisa Hasil Pengawasan

(AHP). Selama tahun 2015, Badan POM menerima permohonan AHP sejumlah 874, yang

terdiri dari 54 permohonan narkotika, 361 permohonan psikotropika dan 459

permohonan prekursor. Dari permohonan tersebut telah diterbitkan 682 rekomendasi,

yang terdiri dari 39 narkotika, 310 psikotropika dan 333 prekursor. Persentase

penyelesaian rekomendasi AHP tepat waktu untuk Narkotika 85,19 %, Psikotropika

96,40 % dan Prekursor 80,61 %.

77

Di tingkat distribusi, selama tahun 2015

telah dilakukan pemeriksaan terhadap 501

Pedagang Besar Farmasi (PBF), ditemukan

150 (29,94%) PBF TMK. Terhadap sarana

yang TMK tersebut telah dilakukan tindak

lanjut berupa peringatan keras terhadap

105 PBF, penghentian sementara kegiatan

terhadap 39 PBF, dan rekomendasi

pencabutan izin sarana kepada 6 PBF.

Hasil pemeriksaan terhadap 4.160 sarana

pelayanan kesehatan yang meliputi 529

rumah sakit, 517 puskesmas, 2 Lapas, 2.687

apotek, 204 gudang farmasi,162 klinik/balai

pengobatan, 13 praktek dokter dan 46 toko

obat. Berdasarkan hasil pemeriksaan, sarana

yang TMK adalah 927 sarana (22,28%).

Terhadap sarana TMK tersebut telah

dilakukan tindak lanjut berupa; peringatan

keras, penghentian sementara kegiatan dan

direkomendasikan tindak lanjutnya ke

Direktorat/instansi lain yang terkait.

Dalam rangka kerjasama lintas sektor antara Badan POM dengan Kepolisian Republik

Indonesia (POLRI), selama tahun 2015 Badan POM telah melakukan pengujian barang bukti

tindak pidana narkotika dan psikotropika yang dikirim oleh POLRI sebanyak 3.048 sampel

yang terdiri dari 2.864 sampel narkotika, 64 sampel psikotropika dan 120 sampel obat lain.

Hasil pengujian laboratorium, menunjukkan bahwa 2.863 (93,93%) sampel positif

mengandung narkotika, dan 64 (2,10%) sampel positif psikotropika. Dari hasil pengujian

ini dapat diketahui jenis narkotika dan psikotropika yang paling sering disalahgunakan,

yaitu narkotika golongan I2) sejumlah 2.839 sampel meliputi: Metamfetamin/Shabu 1.949

sampel (68,08 %), ganja 669 sampel (23,37%), MDMA/Ekstasi 201 sampel (7,02%) , kokain

14 sampel (0,49%), amfetamin 5 sampel (0,17%) dan Heroin 1 sampel (0,03%). Narkotika

golongan II sejumlah 2 sampel meliputi morfin 2 sampel (0,07%). Narkotika golongan III

meliputi kodein 22 sampel (0,77%). Psikotropika yang banyak disalahgunakan adalah

psikotropika golongan IV sejumlah 64 sampel yang terdiri atas: Alprazolam 32 sampel

2) Narkotika Golongan I dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 6 Ayat (1) Huruf a adalah narkotika yang hanya

dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Pada ketentuan penutup dalam Undang-Undang Narkotika tersebut ada perubahan beberapa jenis

psikotropika dimasukkan ke golongan narkotika golongan I yaitu Ekstasi (MDMA) dari golongan I psikotropika dan Shabu (metamfetamin)

dari golongan II psikotropika .

Gambar 4.12 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana PBF (Narkotika Dan Psikotropika)

Tahun 2015

Gambar 4.13 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun

2015

501

351

150

0

100

200

300

400

500

600

Total MK TMK

Ju

mla

h S

ara

na

4.160

3.233

927

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

Total MK TMK

Ju

mla

h S

ara

na

78

(50,00%), Diazepam 24 sampel (37,50%), Clonazepam 4 sampel (6,25%), dan

Nimetazepam 4 sampel (6,50%).

Gambar 4.14 Profil Rincian Hasil Pengujian Laboratorium Barang Bukti Tindak Pidana

Narkotika Dan Psikotropika Dari Polri Tahun 2015

Zat Adiktif/ Rokok

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah

Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa

Produk Tembakau Bagi Kesehatan memberikan amanat kepada Badan Pengawas Obat dan

Makanan untuk melaksanakan :

Pengawasan terhadap produk tembakau yang beredar terkait kebenaran kandungan

kadar nikotin dan tar, persyaratan pencantuman peringatan kesehatan bergambar

dan persyaratan label lainnya;

Pengawasan terhadap peredaran iklan dan promosi produk tembakau terkait dengan

pencantuman peringatan kesehatan dalam iklan dan persyaratan lain yang

ditentukan.

Dalam menjalankan amanat tersebut, industri dan/atau importir produk tembakau wajib

melaporkan hasil pengujian kandungan kadar Nikotin dan Tar, contoh kemasan yang sudah

mencantumkan PHW (Pictorial Health Warning) kepada Badan Pengawas Obat dan

Makanan.

Pada tahun 2015 telah dilakukan sampling terhadap 1.103 merek rokok yang beredar dari

183 industri/importir. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa 972 merek rokok yang berasal

dari 151 industri/importir rokok sudah mencantumkan PHW. Penerapan PHW

menunjukkan peningkatan kepatuhan produsen terhadap implementasi PP No 109 Tahun

2012 yang semakin baik. Pada awal pemberlakuan PHW (24 Juni 2015) baru mencapai

13,44%, sedangkan pada bulan Desember 2015 telah mencapai rata-rata 99,74% yang

mencantumkan PHW dari beberapa produsen.

68,08%

0,03%

23,37%0,49% 7,02%

0,17%

0,07%

0,77%

Metamfetamin Heroin

Ganja Kokain

MDMA Amphetamin

Morfin Kodein

93,93%

2,10%3,94%

0,03%

Positif Narkotika

Positif Psikotropika

Obat lain

Negatif Narkotika

50,00%

6,25%

37,50%

6,25%

Alprazolam Clonazepam

Diazepam Nimetazepam

79

Gambar 4.15 Hasil Pengawasan Penerapan Pencantuman PHW pada kemasan Rokok di

Indonesia Periode 26 Juni 2014 – 31 Desember 2015

Industri rokok yang telah melaporkan hasil pengujian kadar nikotin dan tar kepada Badan

POM sebanyak 216 industri dengan 1.123 merek, dan 183 industri dengan 1.014 merek

yang sudah melaporkan contoh kemasan.

Dalam rangka penguatan pengawasan iklan dan produk tembakau, telah dilakukan

pengawasan iklan rokok sejumlah 69.2103) iklan yang terdiri dari 173 iklan di media cetak

dengan 133 versi iklan , 55.463 iklan di media elektronik dengan 373 versi iklan, 13.149

iklan di media luar ruang dengan 6.110 versi iklan dan 425 iklan di media teknologi

informasi dengan 92 versi iklan. Hasil pengawasan menunjukan 18,69% iklan TMK, antara

lain; tidak mencantumkan peringatan kesehatan, mencantumkan gambar bungkus rokok,

atau mencantumkan peringatan kesehatan yang tidak proporsional/tidak jelas terbaca.

Terhadap produk rokok yang TMK iklan tersebut, Badan POM telah memberikan teguran

secara tertulis kepada produsen rokok.

Gambar 4.16 Profil Pengawasan Iklan Rokok Post-Audit Tahun 2015

3) Jumlah iklan yang diawasi yaitu jumlah/frekuensi tayang iklan, sedangkan jumlah versi iklan adalah jumlah variasi iklan.Satu versi dapat

ditayangkan beberapa kali pada setiap media.

0

7.500

15.000

Media Cetak MediaElektronik

Media Luarruang

MediaTeknologiInformasi

173

55.46313.149

42589

46.872

8.898

41484

8.591

4.251

11

Jumlah Iklan Yang Diawasi MK TMK

80

Hasil pengawasan label rokok terhadap 2.800

merek rokok menunjukkan 1.075 (38,39%)

label TMK label rokok antara lain; 424

(15,14%) label tidak mencantumkan

peringatan kesehatan (tidak mencantumkan

peringatan kesehatan berbentuk gambar dan

tulisan; jenis gambar dan tulisan peringatan

kesehatan tidak sesuai; persentase ukuran

peringatan kesehatan kurang dari 40% serta

warna dan kejelasan gambar peringatan

kesehatan tidak sesuai), 975 (34,82%) label

tidak memenuhi ketentuan pencantuman informasi kesehatan (tidak mencantumkan

tulisan kadar nikotin dan tar; letak tulisan kadar nikotin dan tar tidak di sisi samping/atas;

tulisan informasi kadar nikotin dan tar tidak sesuai; tidak mencantumkan tulisan “dilarang

menjual atau memberi kepada anak berusia di bawah 18 tahun dan perempuan hamil; tidak

mencantumkan kode produksi; tidak mencantumkan tanggal/bulan/tahun produksi; tidak

mencantumkan nama dan alamat produsen; serta tidak mencantumkan kata promotif dan

menyesatkan). Terhadap produk rokok yang TMK label tersebut, Badan POM telah

memberikan teguran secara tertulis dengan tembusan kepada Kementerian Perdagangan,

Kementerian Perindustrian dan Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan.

Pemeriksaan di Industri Rokok

Untuk memastikan industri rokok telah

melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur

dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 maka dilakukan

pemeriksaan ke industri rokok untuk melihat

kesiapan industri rokok dalam implementasi

pencantuman peringatan dan informasi kesehatan

pada kemasan produk tembakau. Selain itu juga

dilakukan pemeriksaan ke laboratorium pengujian

rokok untuk memverifikasi laporan hasil pengujian

kadar nikotin dan tar yang telah dikirimkan ke

Badan POM.

Pada tahun 2015, telah dilakukan pemeriksaan ke

beberapa industri/ importir rokok seperti PT. STTC -

Medan, PT. Gelora Djaja - Surabaya, PT. Rock

International - Batam, PT. Spencer Indonesia

International - Denpasar, PT. Mandiri Maha Mulia -

Pasuruan, PT. NTI-Kudus, PT. Gudang Garam, Tbk -

Kediri, PR. Sukun - Kudus, PR. Indo Kretek-Malang,

PR. Kramat dan PR. Manggis - Bandung.

Gambar 4.17 Profil Hasil Pengawasan Label Rokok Tahun 2015

Proses pencetakan kemasan rokok dengan Pictorial Health

Warning/PHW di industri rokok

Proses pembuatan rokok SKT (Sigaret Kretek Tangan) di PT.

Gudang Garam, Tbk.

0300600900

1.2001.500

Peringatankesehatan

Informasikesehatan

2.376 1.825

424

975

MK TMK

81

4.3. HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, MANFAAT DAN MUTU OBAT

TRADISIONAL

A. Pengawasan Pre-market

Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat

Tradisional, Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK 00.05.41.1384 tahun 2005 tentang

Kriteria dan Tatalaksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan

Fitofarmaka, maka obat tradisional yang diproduksi oleh Industri Obat Tradisional (IOT),

Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), UMOT dan diedarkan harus diregistrasi di Badan

POM, untuk dilakukan evaluasi keamanan, manfaat dan mutu serta penandaannya. Evaluasi

ini dilakukan oleh tim yang terdiri dari tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu. Keputusan

hasil evaluasi berupa surat persetujuan/nomor izin edar, surat penolakan dan permintaan

tambahan data.

Pada tahun 2015, Badan POM telah mengevaluasi berkas pendaftaran obat tradisional

sebanyak 2.184 berkas dari 2.449 berkas yang telah diterima. Sisanya sejumlah 265 produk

masih dalam tahap evaluasi dan akan dikerjakan ke dalam periode tahun 2016.

Keputusan yang diterbitkan sebanyak 2.184

produk obat tradisional (OT) yang terdiri

dari 1.923 Surat Persetujuan/NIE, 101

Tambahan Data (TD) dan 160 Surat

Penolakan. Surat Persetujuan/NIE yang

dikeluarkan berjumlah 1.923 produk terdiri

dari 1.605 OT Lokal, dan 316 OT Impor dan

2 OT Lisensi.

Persentase Penilaian yang diselesaikan

tepat waktu pada tahun 2015 mencapai

72%. Dibandingkan dengan tahun

sebelumnya terdapat kenaikan ketepatan

waktu registrasi yaitu sebesar 18 %, kenaikan ini disebabkan antara lain :

- Pengembangan sistem e-registrasi implementasi e-registrasi untuk jalur pendaftaran

ulang dan variasi minor, dimana kedua jenis pendaftaran tersebut memiliki jumlah

berkas yang paling banyak (16% dari total berkas setahun) dan timeline yang relatif

singkat yaitu 7 dan 10 hari kerja sehingga penggunaan e-registrasi tanpa dokumen

hard copy membuat proses evaluasi produk menjadi lebih efisien dan efektif di tiap

tahapan dari mulai berkas masuk hingga disetujui

- Adanya penambahan SDM di Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen

Makanan dan Kosmetik

Jika dibandingkan dengan berkas yang masuk tahun 2014 maka terjadi penurunan berkas

permohonan sebesar 8,7% yaitu dari 2683 berkas menjadi 2449 berkas di tahun 2015.

Gambar 4.18 Profil Persetujuan Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2015

-

500

1.000

1.500

2.000

Lokal Impor Lisensi

1.605

3162

82

Gambar 4.19 Profil Surat Keputusan Obat Tradisional Tahun 2013 - 2015

Gambar 4.20 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2011-2015

B. Pengawasan Post-market

Sampling dan pengujian laboratorium

Dalam rangka pengawasan mutu dan keamanan obat tradisional yang beredar, selama

tahun 2015 telah dilakukan pengujian laboratorium terhadap 12.243 sampel obat

tradisional, yaitu 1.245 sampel obat tradisional impor dan 10.998 sampel obat tradisional

lokal. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 2.353 (19,22%) sampel tidak

memenuhi syarat, yaitu 83 (0,68%) obat tradisional impor dan 2.270 (18,54%) obat

tradisional lokal.

2013 2014 2015

Jumlah berkaspermohonan

3.676 2.683 2.449

Jumlah NIE 2.625 2.411 2.184

Tepat Waktu 72% 54% 72%

Tidak Tepat Waktu 28% 46% 28%

3.676

2.6832.449

2.6252.411

2.184

72% 54%72%

28%46% 28%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

2011 2012 2013 2014 2015

1.395

956

2.319

1.8091.605

217 230 306 367 316

14 0 0 21 2

Obat Tradisional Lokal Obat Tradisional Impor Obat Tradisional Lisensi

83

Gambar 4.21 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Tahun 2015

Obat tradisional impor yang tidak memenuhi syarat (TMS), yaitu produk mengandung BKO

sebanyak 2 (0,16%) sampel, produk menggunakan ijin edar fiktif yang mengandung Bahan

Kimia Obat (BKO) sebanyak 13 (1,04%) sampel, sedangkan produk TMS farmasetik

meliputi: Angka Lempeng Total 13 (1,04%) sampel, kapang 1 (0,08 %) sampel, kadar air

11 (0,88 %) sampel, keseragaman bobot 15 (1,20%) sampel, waktu hancur 22 (1,77%)

sampel, etanol lebih dari 1% sebanyak 3 (0,24%) sampel, pengawet 1 (0,08%) sampel, dan

mengandung kafein 2 (0,16%) sampel.

Gambar 4.22 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Impor Tahun

2015

Obat tradisional lokal yang TMS, yaitu produk mengandung BKO sebanyak 28 (0,25%)

sampel, produk menggunakan ijin edar fiktif yang mengandung BKO sebanyak 87 (0,79%)

sampel, sedangkan produk yang TMS farmasetik 2155 (19,59 %) meliputi: Angka Lempeng

Total melebihi batas sebanyak 1370 (12,46%) sampel, Angka Kapang Khamir melebihi

batas 75 (0,68%) sampel, kadar air 175 (1,59%) sampel, keseragaman bobot 246 (2,24%)

sampel, waktu hancur 137 (1,25%) sampel, etanol > 1% sebanyak 21 (0,19%) sampel,

mengandung mikroba patogen 5 (0,05%) sampel, pengawet melebihi batas sebesar 55

(0,50%) sampel, sampel mengandung kafein sebesar 26 (0,24%) sampel dan kadar sineol

sebesar 45 (0,41%) sampel.

MS 80,78%

OT impor 0,68%

OT Lokal 18,54%

TMS 19,22%

MS 93,33%

Terdaftar mengandung BKO 0,16%

Tidak Terdaftar mengandung BKO 1,04%

ALT 1,04%

Kapang 0,08%

Kadar air 0,88%

Keseragaman Bobot 1,20%

Waktu hancur 1,77%

Etanol > 1% 0,24%

Pengawet 0,08%

Mengandung Kafein 0,16%

TMS 6,67%

84

Gambar 4.23 Profil Sampling dan Pengujian LaboratoriumObat Tradisional Lokal Tahun

2015

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa total sampel obat tradisional impor dan lokal

yang mengandung BKO adalah sejumlah 130 sampel obat tradisional terdaftar dan tidak

terdaftar. Terhadap temuan ini telah dilakukan pengamanan dengan penarikan produk

tersebut dari peredaran dan pemusnahan produk. Selain itu, juga dilakukan tindak lanjut

mulai dari pembinaan untuk memperbaiki proses produksi, sampai pembatalan nomor izin

edar dan tindakan pro-justisia serta public warning melalui berbagai media massa.

Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif sangat ringan, Badan POM terus

berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan obat tradisional yang mengandung

BKO.

Terkait dengan maraknya obat tradisional asing yang tidak terdaftar atau ilegal, Badan POM

meningkatkan kerjasama dengan Ditjen Bea dan Cukai untuk memperketat masuknya

produk obat tradisional ke Indonesia.

Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Obat Tradisional

Dalam rangka pemeriksaan terhadap pemenuhan penerapan Cara Pembuatan Obat

Tradisional yang Baik (CPOTB), pada tahun 2015 telah dilakukan inspeksi terhadap 371

industri obat tradisional. Hasil inspeksi menunjukkan bahwa 69 (18,60%) industri obat

tradisional memenuhi ketentuan cara pembuatan yang baik, sedangkan 247 (66,58%)

sarana TMK dan 55 (14,82%) sarana tutup.

Pelanggaran yang dilakukan antara lain karena memproduksi OT mengandung BKO 5

(1,35%) sarana, memproduksi OT tanpa izin edar dan izin produksi sebanyak 51 (13,75%)

sarana, belum menerapkan CPOTB sebanyak 163 (43,94%) sarana, pelanggaran

administrasi sebanyak 19 (5,12%) sarana, dan TMK penandaan sebanyak 9 (2,43%) sarana.

Terhadap semua pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut, antara lain

pemusnahan terhadap produk mengandung BKO, pengamanan produk yang belum

terdaftar dan disarankan untuk segera mendaftarkan produk tersebut, serta peringatan dan

pembinaan.

MS 79,36%

Terdaftar mengandung BKO 0,25%Tidak Terdaftar mengandung BKO 0,79%

ALT 12,46%Kapang 0,68%Kadar air 1,59%

Keseragaman bobot 2,24%

Waktu Hancur 1,25%

Etanol >1% 0,19%

Mikroba patogen 0,05%

Pengawet 0,50%Mengandung Kafein 0,24%Kadar Sineol 0,41%

TMS 20,64%

85

Gambar 4.24 Profil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional Tahun 2015

Di tingkat distribusi, pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.737 sarana

distribusi obat tradisional. Hasil pemeriksaan menunjukkan 1.327 (48,48%) sarana TMK,

antara lain karena OT mengandung BKO sebanyak 402 (14,69%) sarana, OT tanpa izin edar

sebanyak 684 (23,68%) sarana, OT kadaluarsa/ED sebanyak 45 (1,64%) sarana, OT TMK

penandaan sebanyak 45 (1,64%) sarana dan pelanggaran administrasi sebanyak 187

(6,83%) sarana.

Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut pengamanan, pemusnahan

produk, peringatan, peringatan keras, dan pro-justisia.

Temuan obat tradisional yang ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 269.523

pieces dengan perkiraan nilai total Rp4.277.794.760,00 (empat milyar dua ratus tujuh

puluh tujuh juta tujuh ratus sembilan puluh ribu tujuh ratus enam puluh rupiah).

Gambar 4.25 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat Tradisional Tahun 2015

Sertifikasi Obat Tradisional

Dalam rangka mendorong ekspor obat tradisional, selama tahun 2015 Badan POM telah

mengeluarkan 109 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 107 SKE produk (68 SKE

Certificate of Free Sale, 15 SKE Certificate of Pharmaceutical Product, 10 SKE To Whom it May

MK 18,60%

Tutup 14,82%

OT-BKO 1,35%

OT-TIE 13,75%

Belum menerapkan CPOTB 43,94%

Administrasi 5,12%

Penandaan 2,43%

TMK 66,58%

MK 51,52%

BKO 14,69%

TIE 23,68%

Kadaluarsa 1,64%

Administrasi 6,83%

Penandaan 1,64%

TMK 48,48%

86

Concern, 6 SKE Health Certificate, dan 8 SKE Surat Keterangan GMP) serta 2 SKE bahan baku

(2 SKE To Whom it May Concern).

Untuk OT impor, Badan POM telah mengeluarkan 1.563 Surat Keterangan Impor (SKI) yang

terdiri dari 6 SKI produk melalui jalur manual, serta 761 SKI produk dan 796 SKI bahan

baku melalui jalur National Single Window (NSW).

Selain itu, Badan POM juga telah menerbitkan 2.996 Surat Keterangan Komoditas Non Obat

dan Makanan (SKK-NOM) melalui jalur NSW. SKK-NOM adalah surat keterangan untuk

pemasukan Bahan Baku yang peruntukannya bukan sebagai bahan obat, bahan obat

tradisional, bahan suplemen kesehatan dan bahan pangan.

Dalam rangka meningkatkan pemenuhan terhadap Cara Pembuatan Obat Tradisional yang

Baik (CPOTB), selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan denah

untuk 279 sarana produksi obat tradisional yang terbagi di 11 propinsi di Indonesia yang

terdiri dari 112 Industri Obat Tradisional (IOT), 18 Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA)

dan 149 Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT). Badan POM juga telah mengeluarkan

sertifikat CPOTB untuk 22 sarana produksi obat tradisional sehingga jumlah sarana

produksi OT yang telah memiliki sertifikat CPOTB tahun 2005-2015 adalah 94 sarana.

Pembinaan regulatory kepada industri obat tradisional dilakukan secara

berkesinambungan untuk meningkatkan daya saing industri obat tradisional baik di pasar

dalam negeri maupun luar negeri.

Sertifikasi Obat Quasi

Dalam rangka mendorong ekspor obat quasi, selama tahun 2015 Badan POM telah

mengeluarkan 87 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 23 SKE Certificate of Free

Sale, 54 SKE Certificate of Pharmaceutical Product 1 SKE To Whom it May Concern, dan 9

SKE Surat Keterangan GMP.

Terhadap obat quasi impor, Badan POM telah mengeluarkan 140 Surat Keterangan Impor

(SKI) produk jadi melalui jalur NSW.

Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT) dan Monitoring Efek Samping

Suplemen Makanan (MESSM)

Penggunaan obat tradisional dan suplemen kesehatan/suplemen makanan sangat luas oleh

berbagai kalangan masyarakat, maka risiko timbulnya efek yang tidak diinginkan tetap ada.

Oleh karena itu dilakukan Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT) dan

Monitoring Efek Samping Suplemen Makanan (MESSM). Dalam rangka MESOT dan MESSM,

tenaga kesehatan dan masyarakat diminta berpartisipasi secara sukarela dalam

melaporkan efek samping obat tradisional dan suplemen Kesehatan.

Sampai tahun 2015 telah diterima laporan sejumlah 48 laporan efek samping obat

tradisional dan suplemen kesehatan melalui sistem elektronik (e-reporting).

87

4.4. HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, MANFAAT DAN MUTU PRODUK

SUPLEMEN KESEHATAN

A. Pengawasan Pre-market

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan

pasal 3 bahwa suplemen makanan yang diproduksi dan atau diedarkan di wilayah

Indonesia harus memiliki izin edar dari Kepala Badan.

Dalam proses registrasi, Badan POM melakukan evaluasi keamanan, klaim manfaat, dan

mutu serta penandaan. Suplemen kesehatan yang memenuhi keamanan, klaim manfaat, dan

mutu serta penandaan diberikan persetujuan/nomor ijin edar.

Pada tahun 2015, Badan POM telah selesai

mengevaluasi berkas pendaftaran suplemen

kesehatan dan sebanyak 1.437 berkas telah

diterbitkan surat keputusan dari 1.632

berkas yang diterima, sedangkan sisanya

sejumlah 195 berkas masih dalam tahap

evaluasi dan akan dikerjakan ke dalam

periode tahun 2016.

Surat keputusan terdiri dari 1.277 Surat

Persetujuan/NIE, 82 Tambahan Data (TD)

dan 78 Surat Penolakan. Surat

persetujuan/NIE yang diterbitkan terdiri

dari suplemen kesehatan lokal 787 produk,

suplemen kesehatan impor 459 produk dan suplemen kesehatan lisensi 31 produk.

Jumlah keputusan pendaftaran suplemen kesehatan yang diselesaikan secara tepat waktu

adalah sebesar 59%. Dibandingkan dengan tahun 2014 terdapat kenaikan ketepatan waktu

sebesar 24% dimana tahun 2014 ketepatan waktu hanya mencapai 35%. Kenaikan ini

disebabkan antara lain :

- Pengembangan sistem e-registrasi implementasi e-registrasi untuk jalur pendaftaran

ulang dan variasi minor, dimana kedua jenis pendaftaran tersebut memiliki jumlah

berkas yang paling banyak (16% dari total berkas setahun) dan timeline yang relatif

singkat yaitu 7 dan 10 hari kerja sehingga penggunaan e-registrasi yang tanpa

dokumen hard copy membuat proses evaluasi produk lebih efisien dan efektif di tiap

tahapan dari mulai berkas masuk hingga disetujui

- Adanya penambahan SDM di Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen

Makanan dan Kosmetik

Jika dibandingkan tahun 2014 maka terjadi kenaikan jumlah berkas permohonan sebesar

44,6% yaitu dari 1128 berkas menjadi 1632 berkas di tahun 2015.

Gambar 4.26 Profil Persetujuan Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun

2015

0

100

200

300

400

500

Lokal Impor Lisensi

787459

31

88

Gambar 4.27 Profil Surat Keputusan Suplemen Kesehatan Tahun 2013-2015

Gambar 4.28 Profil Persetujuan Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 2013-2015

B. Pengawasan Post-market

Sampling dan Pengujian Laboratorium

Selama tahun 2015, telah dilakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium

terhadap 4.167 sampel suplemen kesehatan dari peredaran. Hasil pengujian laboratorium

menunjukkan 96 (2,30%) sampel tidak memenuhi syarat (TMS), antara lain TMS farmasetik

karena: mengandung BKO 4 (0,10%) sampel, keseragaman bobot 17 (0,41%) sampel, kadar

air 3 (0,07%) sampel, waktu hancur 18 (0,43%) sampel, kafein melebihi batas 15 (0,36%)

sampel, pengawet melebihi batas 27 (0,65%) sampel, vitamin sub standar 4 (0,10%)

sampel, angka lempeng total melebihi batas 7 (0,17%) sampel dan mengandung DNA babi

1 (0,02%) sampel. Tindak lanjut yang dilakukan yaitu peringatan keras, pembersihan OT

yang mengandung BKO di pasar, dan pemusnahan.

2013 2014 2015

Jumlah berkaspermohonan

1.393 1.128 1.632

Jumlah NIE 1.064 972 1.437

Tepat Waktu 70% 35% 59%

Tidak Tepat Waktu 30% 65% 41%

1.393

1.128

1.632

1.064972

1.437

70%

35%

59%

30%

65%

41%

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

0

100

200

300

400

500

600

700

800

2013 2014 2015

660

548

787

327271

459

0 29 31

Lokal Impor Lisensi

89

Gambar 4.29 Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Suplemen

Kesehatan Tahun 2015

Pemeriksaan Distribusi Suplemen kesehatan

Di tingkat distribusi, pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 696 sarana

distribusi suplemen kesehatan dan menunjukkan 153 (21,98%) sarana distribusi tidak

memenuhi ketentuan (TMK). TMK antara lain karena menjual produk mengandung BKO

sebanyak 15 (2,16%) sarana, tanpa izin edar sebanyak 44 (6,32%) sarana, kadaluarsa/ED

sebanyak 11 (1,58%) sarana, penandaan sebanyak 16 (2,30%) sarana dan administrassi

sebanyak 67 (9,63%) sarana. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut

pengamanan, pemusnahan produk, peringatan, peringatan keras dan pro-justisia.

Temuan suplemen kesehatan yang ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 7.938

pieces dengan perkiraan nilai total Rp810.552.550,00 (delapan ratus sepuluh juta lima

ratus lima puluh dua ribu lima ratus lima puluh rupiah).

Gambar 4.30 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Suplemen Kesehatan Tahun 2015

MS 97,70%

mengandung BKO 0,10%

keseragaman bobot 0,41%

kadar air 0,07%

waktu hancur 0,43%

Kafein melebihi batas 0,36%

Pengawet 0,65%

kadar vitamin substandar 0,10%

Mikrobiologi (ALT) 0,17%

DNA babi 0,02%

TMS 2,30%

MK 78,02%

Mengandung BKO2,16%

TIE 6,32%

Kadaluarsa 1,58%

Penandaan 2,30%

Administrasi9,63%

TMK 21,98%

90

Sertifikasi Suplemen kesehatan

Dalam rangka mendorong ekspor produk suplemen kesehatan, selama tahun 2015 Badan

POM telah mengeluarkan 356 SKE produk (135 SKE Certificate of Free Sale, 118 SKE

Certificate of Pharmaceutical Product, 82 SKE To Whom it May Concern, 4 SKE Health

Certificate, dan 17 SKE Surat Keterangan GMP) serta 21 SKE bahan baku (21 SKE To Whom

it May Concern).

Terhadap suplemen kesehatan impor, Badan POM telah mengeluarkan 3.486 Surat

Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari melalui jalur manual (13 SKI bahan baku dan 225

SKI produk) dan melalui jalur NSW (1.953 SKI bahan baku serta 1.295 SKI produk).

Surat Keterangan Special Access Scheme (SAS)

Disamping SKI dan SKE, Badan POM juga mengeluarkan Surat Keterangan untuk tujuan

tertentu atau Special Access Scheme (SAS).

Izin SAS sesuai Peraturan Kepala Badan POM No. 39 tahun 2013 adalah izin pemasukan

obat, obat tradisional, kosmetika dan suplemen makanan ke dalam wilayah Indonesia

melalui mekanisme jalur khusus untuk tujuan penelitian termasuk uji laboratorium,

pengembangan produk, sampel registrasi, pameran dan penggunaan sendiri/pribadi

(kecuali kosmetik).

Surat Keterangan SAS yang diterbitkan dimaksudkan untuk pemasukan produk jadi obat

tradisional dan produk jadi suplemen makanan dengan tujuan (i) konsumsi pribadi, (ii)

memiliki waktu pemakaian terbatas (maksimal 3 bulan untuk kondisi akut dan maksimal 6

bulan untuk kondisi kronis) dan (iii) setelah dinyatakan negatif terhadap pengujian

narkotik dan psikotropik. SAS ini tidak untuk pemasukan bahan baku dan atau produk

kosmetik serta bahan baku obat tradisional dan atau bahan baku suplemen makanan.

Badan POM telah mengeluarkan 357 Surat Keterangan SAS yang terdiri dari 127 SAS produk

jadi kosmetik (100 sampel riset, 24 sampel registrasi dan 3 pameran), 4 obat tradisional (4

sampel riset) dan 226 SAS produk jadi suplemen kesehatan (19 sampel riset, 2 sampel

registrasi, 1 pameran dan 204 pribadi/tentengan).

91

4.5. HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, MANFAAT DAN MUTU

KOSMETIKA

A. Pengawasan Pre-market

Pengawasan pre-market dilakukan evaluasi

terhadap keamanan, manfaat dan mutu

kosmetik dan pemberian nomor notifikasi

kosmetik melalui sistem e-notifikasi.

Pada tahun 2015, Badan POM telah

mengevaluasi 38.720 (98,09%) berkas

notifikasi kosmetik dari 39.471

permohonan notifikasi yang diterima.

Sisanya sejumlah 751 berkas masih dalam

tahap evaluasi notifikasi dan akan

dikerjakan ke dalam periode tahun 2016.

Dari 38.720 berkas tersebut yang telah

dievaluasi, 35.203 berkas telah diberikan Surat Persetujuan/Nomor Notifikasi (meliputi

15.064 kosmetika Lokal dan 20.139 kosmetika impor) , 2.603 berkas masih memerlukan

Tambahan Data (TD) dan 914 berkas diberikan Surat Penolakan.

Berdasarkan timeline penyelesaian berkas, sebanyak 29.523 berkas (76,25%) telah

diselesaikan tepat waktu. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi penurunan

sebesar 8.95%. Penurunan ketepatan waktu penerbitan nomor notifikasi disebabkan oleh

adanya permasalahan ketidaksesuaian data administrasi yaitu :

a. Surat penunjukan keagenan atau surat perjanjian kerjasama kontrak yang telah habis

masa berlakunya dan belum melakukan perpanjangan pada sistem notifikasi kosmetik

sehingga menyebabkan penerbitan nomor notifikasi harus ditunda sampai dengan

adanya surat penunjukan yang baru.

b. Nama produk atau merek yang belum tercantum pada surat penunjukan atau surat

perjanjian kerjasama kontrak sehingga harus diperbaharui dan melakukan update

pada sistem notifikasi yang menyebabkan penerbitan nomor notifikasi harus ditunda

sampai dengan adanya surat penunjuan atau surat perjanjan kerjasama kontrak yang

baru.

c. Sertifikat CPKB atau GMP yang telah habis atau akan habis masa berlakunya dan dalam

proses perpanjangan di Negara asal sehingga menyebabkan penerbitan nomor

notifikasi harus ditunda sampai dengan adanya sertifikat CPKB atau GMP yang baru.

d. Adanya merek perorangan yang dikuasakan ke beberapa pabrik yang belum jelas

pembagian produknya sehingga menyebabkan penerbitan nomor notifikasi harus

ditunda sampai dengan adanya surat pembagian produk yang dikuasakan dari pemilik

merek.

Gambar 4.31 Profil Persetujuan Nomor Izin Edar Notifikasi Kosmetika Tahun 2015

0

3.000

6.000

9.000

12.000

15.000

18.000

21.000

Lokal Impor

15.064

20.139

92

Jika dibandingkan dengan berkas yang masuk tahun sebelumnya, maka terjadi penurunan

berkas permohonan notifikasi dari tahun 2014 sebesar 11% yaitu dari 44.742 berkas

menjadi 39.471 berkas di tahun 2015. Namun jumlah persetujuan ijin edar/nomor

notifikasi yang diterbitkan meningkat.

Gambar 4.32 Profil Notifikasi Kosmetika Tahun 2013-2015

Gambar 4.33 Profil Persetujuan Ijin Edar/ Nomor Notifikasi Kosmetika Tahun 2013-2015

B. Pengawasan Post-market

Sampling dan Pengujian Laboratorium

Dalam rangka pengawasan keamanan, manfaat dan mutu kosmetika yang beredar di

Indonesia, selama tahun 2015 telah dilakukan sampling dan pengujian laboratorium

terhadap 24.578 sampel kosmetika. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 416

(1,69%) sampel tidak memenuhi syarat mutu, meliputi: mengandung bahan aktif melebihi

batas 68 (0,28%) sampel, cemaran mikroba 204 (0,83%) sampel dan mengandung bahan

dilarang 144 (0,59%).

2013 2014 2015

Jumlah berkas 32.793 44.742 39.471

Jumlah Notifikasi 28.661 36.642 38.720

Tepat Waktu 83% 85,2% 76,25%

Tidak Tepat Waktu 17% 14,8% 23,75%

32.793

44.742

39.471

28.661

36.64238.720

83%

85,2%

76,25%

17%

14,8%

23,75%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

0

3.000

6.000

9.000

12.000

15.000

18.000

21.000

24.000

2013 2014 2015

12.38614.849 15.064

16.275

21.793 20.139

Lokal Impor

93

Gambar 4.34 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Kosmetika Tahun 2015

Terhadap produk yang tidak memenuhi persyaratan tersebut telah dilakukan tindak lanjut

berupa pengamanan, penarikan dan pemusnahan produk. Selain itu, juga dilakukan

berbagai tindak lanjut mulai dari pembinaan untuk memperbaiki proses produksi, sampai

pembatalan nomor izin edar dan tindakan pro-justisia serta public warning melalui

berbagai media massa. Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif sangat

ringan, Badan POM terus berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan kosmetik

yang mengandung bahan berbahaya/ bahan dilarang.

Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Kosmetika

Di tingkat produksi, selama tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 406 industri

kosmetika yang menunjukkan bahwa 60 (14,78%) sarana memenuhi ketentuan, 277

(68,23%) sarana tidak memenuhi ketentuan (TMK) dan 69 (17,00%) sarana tutup.

Sarana TMK terdiri dari 8 (1,97%) sarana memproduksi kosmetika yang mengandung

bahan berbahaya, 42 (10,34%) sarana tanpa ijin edar, 5 (1,23%) sarana TMK penandaan,

219 (53,94%) sarana belum menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB),

dan 3 (0,74%) sarana TMK administrasi.

Terhadap sarana produksi yang melakukan pelanggaran tersebut telah ditindaklanjuti

dengan memberikan pembinaan/peringatan kepada 243 sarana dan pengamanan/recall,

pemusnahan produk kepada 33 sarana dan pemberhentian sarana kegiatan (PSK) kepada

1 sarana.

MS 98,31%

Mengandung bahan aktif melebihi batas 0,28%

Mengandung mikroba0,83%

Mengandung bahan dilarang 0,59%

TMS 1,69%

94

Gambar 4.35 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetika Tahun 2015

Dalam rangka penerbitan ijin produksi dan sertifikat Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik

(CPKB), selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan denah untuk

132 sarana produksi kosmetika yang ada di 10 propinsi di Indonesia. Badan POM juga telah

mengeluarkan sertifikat CPKB untuk 22 sarana produksi kosmetika sehingga jumlah sarana

produksi kosmetika yang telah memiliki sertifikat CPKB tahun 2005-2015 adalah 164

sarana. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terlihat penurunan jumlah

kumulatif sarana produksi kosmetika yang telah memiliki sertifikat CPKB. Hal ini

disebabkan beberapa sarana produksi kosmetik tidak mengajukan perpanjangan sertifikat

CPKB yang telah habis masa berlakunya.

Sarana produksi kosmetik berdasarkan Permenkes Nomor 1175 tahun 2010, terdiri atas

golongan A dan B. Golongan A memiliki kewajiban untuk menerapkan ke-13 aspek CPKB

sedangkan golongan B cukup memenuhi sanitasi, higiene dan dokumentasi.Pada tahun

2015 terdapat 81 sarana produksi kosmetik yang telah memperoleh surat rekomendasi izin

produksi kosmetik yang terdiri dari 59 sarana produksi kosmetik termasuk golongan A dan

22 sarana produksi kosmetik termasuk golongan B.

Pengawasan kosmetika yang beredar juga dilakukan di sarana distribusi antara lain

importir, agen, distributor, retail kosmetika, klinik kecantikan, salon dan spa. Pengawasan

tersebut untuk memantau pemenuhan terhadap ketentuan dan persyaratan teknis

kosmetika beredar, termasuk ketentuan penandaan, iklan, persyaratan bahan kosmetika

yang digunakan.

Selama tahun 2015 telah diperiksa 6.192 sarana distribusi kosmetika. Hasil pemeriksaan

menunjukkan bahwa 2.321 (37,48%) sarana melakukan pelanggaran, antara lain karena:

72 (1,16%) sarana menjual kosmetika mengandung bahan yang dilarang untuk kosmetika,

2.112 (34,11%) sarana menjual kosmetika yang tidak terdaftar (termasuk kosmetika palsu)

dan 137 (2,21%) sarana distribusi kosmetika menjual kosmetik rusak/ kadaluarsa.

Terhadap sarana distribusi yang melakukan pelanggaran tersebut telah ditindaklanjuti

dengan memberikan pembinaan kepada 253 sarana, peringatan kepada 1.741, pengamanan

MK 14,78%

Tutup 17,00%

Mengandung bahan berbahaya 1,97%

Produksi Tidak terdaftar 10,34%

Belum sesuai CPKB53,94%

Penandaan 1,23%

Administrasi 0,74%

TMK 68,23%

95

kepada 268, pemusnahan kepada 54 sarana, dan 5 sarana ditindaklanjuti dengan

projustitia.

Temuan kosmetik tanpa ijin edar dan/atau mengandung bahan berbahaya yang

ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 1.003.782 pieces dengan perkiraan nilai total

Rp16.482.813.615,00 (enam belas milyar empat ratus delapan puluh dua juta delapan ratus

tiga belas ribu enam ratus lima belas rupiah).

Gambar 4.36 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetika Tahun 2015

Sertifikasi Kosmetika

Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk kosmetika, selama tahun 2015 Badan POM

telah mengeluarkan 406 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 370 SKE Certificate

of Free Sale (CFS), 1 SKE Health Certificate, 31 SKE to whom it may concern dan 4 surat

keterangan GMP.

Terhadap kosmetika impor, Badan POM juga telah mengeluarkan 9.116 Surat Keterangan

Impor (SKI) yang terdiri dari 126 SKI produk dan 1 SKI bahan baku melalui jalur manual,

serta 8.988 SKI produk dan 1 SKI Bahan baku melalui jalur National Single Window (NSW).

Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS)

Kosmetika pada umumnya aman, namun tidak berarti bebas risiko (risk-free). Jika

kosmetika digunakan tidak sesuai aturan maka dapat menjadi risiko yang membahayakan

pengguna dan terjadi efek samping dari penggunaan kosmetika tersebut.

Penggunaan kosmetik sangat luas oleh berbagai kalangan masyarakat, maka risiko

timbulnya efek yang tidak diinginkan tetap ada. Oleh karena itu dilakukan Monitoring Efek

Kosmetik (MESKOS). Dalam rangka pelaksanaan MESKOS, peran serta tenaga kesehatan

dan masyarakat untuk berpartisipasi secara sukarela dalam melaporkan efek samping

kosmetik.

MK 61,79%

Tutup 0,73% Bahan dilarang1,16%

Tidak Terdaftar34,11%

Rusak/Kadaluarsa2,21%

TMK 37,48%

96

Sampai dengan tahun 2015 telah diterima sejumlah 41 laporan efek samping kosmetik yang

terdiri dari 14 laporan melalui elektronik dan 6 laporan via rumah sakit serta 21 laporan

dari industri.

Post Market Alert System ASEAN (PMAS)

PMAS merupakan program inisiatif ASEAN Pharmaceutical Product Working Group (PPWG)

sebagai sarana pertukaran informasi antara negara ASEAN yang berkaitan dengan masalah

keamanan, mutu dan kemanfaatan obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik.

PMAS dapat digunakan untuk menotifikasi badan pengawas lainnya secara cepat terutama

untuk produk yang dilaporkan termasuk kategori keamanan utama yang harus ditarik dari

peredaran.

Sampai dengan tahun 2015 produk bermasalah yang ditemukan dan dilarang beredar di

ASEAN dari hasil jejaring PMAS adalah sebanyak 96 obat tradisional dan suplemen

kesehatan. Berdasarkan asal laporan dapat dibagi menjadi 36 produk berasal dari Amerika

Serikat, 5 produk berasal dari Kanada, 21 produk berasal dari Singapore dan 34 produk

berasal dari Australia. Kosmetik hasil jejaring PMAS adalah sebanyak 376 produk, dimana

berdasarkan asal laporan dapat dibagi menjadi 322 produk dari Malaysia, 34 produk

berasal dari Thailand, 6 produk berasal dari Laos, 9 produk berasal dari Brunei Darussalam

dan 5 produk berasal dari Singapore.

4.6. HASIL PENGAWASAN KEAMANAN DAN MUTU PRODUK PANGAN

A. Pengawasan Pre-market

Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang No.

18 tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang

Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang

dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran,

sebelum diedarkan wajib memiliki Surat Persetujuan Pendaftaran yang ditetapkan oleh

Kepala Badan POM. Surat Persetujuan Pendaftaran (izin edar) tersebut diterbitkan

berdasarkan hasil penilaian evaluasi keamanan, mutu, gizi, dan label pangan olahan.

Pada tahun 2015, telah diterima 79.453 permohonan pendaftaran pangan olahan,

sedangkan keputusan yang diterbitkan sebanyak 70.237 (88,40%) yang terdiri dari 17.213

persetujuan pendaftaran, 6.603 persetujuan perubahan data (variasi), 1.013 penolakan

pendaftaran dan 54.483 permintaan tambahan data. Surat persetujuan pendaftaran

meliputi 1.027 persetujuan pendaftaran melalui pelayanan manual yang terdiri dari 723

untuk pangan olahan dalam negeri (MD) dan 304 untuk pangan olahan luar negeri (ML) dan

16.186 persetujuan pendaftaran secara elektronik yang terdiri dari 9.692 untuk pangan

olahan MD dan 6.494 untuk pangan olahan ML.

97

Gambar 4.37 Profil Persetujuan Pendaftaran Pangan Tahun 2015

Badan POM telah melakukan terobosan untuk meningkatkan pelayanan melalui

pengembangan sistem pendaftaran pangan olahan secara elektronik atau e-registration

yang dikembangkan sejak akhir tahun 2010 dan diimplementasikan secara mandatory pada

tanggal 1 Maret 2012. E-registration ini juga merupakan salah satu Quick Wins Badan POM

dalam rangka Reformasi Birokrasi, yang dimaksudkan untuk membangun kepercayaan

masyarakat (public trust building) dan untuk mewujudkan good governance dan clean

government. Tujuan e-registration adalah peningkatan pelayanan pendaftaran pangan

olahan menjadi lebih transparan, efisien, efektif, produktif, akuntabel, cepat, serta

profesional.

Implementasi e-registration pada tanggal 1 Maret 2012 dilakukan secara bertahap dengan

mempertimbangkan proporsi pangan olahan yang terdaftar dan tingkat kompleksitas

penilaian. Tahap pertama diberlakukan untuk pangan dengan tingkat kompleksitas

penilaian rendah, yang sebelumnya diproses melalui pelayanan cepat manual. Tahap kedua

yang diberlakukan pada tanggal 1 Maret 2013 untuk semua jenis pangan dengan tingkat

kompleksitas penilaian sedang meliputi penilaian yang diproses melalui pelayanan umum

manual yaitu pangan dengan karakateristik resiko tinggi seperti daging olahan, ikan olahan,

susu olahan dan sejenisnya. Pada tahap kedua ini telah dikembangkan juga fitur sistem

pendaftaran untuk perubahan data (variasi) dan pendaftaran single MD. Terobosan yang

dilakukan adalah penerapan sistem notifikasi untuk pendaftaran variasi minor yang

meliputi perubahan nama perusahaan/importir/distributor, nama dagang, perubahan

berat/isi bersih, pencantuman tulisan halal dan perubahan untuk kepentingan promosi.

Tahap ketiga diimplementasikan pada tanggal 1 Mei 2014 untuk pangan dengan tingkat

kompleksitas penilaian tinggi meliputi pangan berklaim, pangan hasil rekayasa genetika,

pangan iradiasi, pangan organik, pangan dengan herbal, formula bayi dan minuman

beralkohol dan penerapan sistem pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran (PNBP)

secara elektronik (e-payment).

Pada tahun 2015 ditetapkan fasilitator pendaftaran pangan olahan yang terdiri dari 29

petugas di Balai Besar/Balai POM sebagai upaya untuk mendekatkan akses konsultasi dan

fasilitasi perusahaan yang akan melakukan pendaftaran pangan olahan secara elektronik

yang berlokasi di daerah. Selain itu dilakukan penyempurnaan dalam hal pelaporan dan

master data e-registration.

21,70%

68,69%

8,33%

1,28%

Keputusan

Persetujuan Pendaftaran Permintaan Tambahan Data

Persetujuan Variasi Penolakan Pendaftaran

25,73%65,70%

8,57%

Permohonan

Pengajuan Baru

Pengajuan Tambahan Data

Pengajuan Variasi

98

Berikut tahap-tahap implementasi e-registration pangan olahan dalam Roadmap

Pengembangan e-Registration Pangan Olahan.

Gambar 4.38 Roadmap Pengembangan e-Registration 2010-2015

Pengkajian Risiko dalam rangka Pemberian Rekomendasi Permohonan

Komponen Bioaktif dan Klaim pada Produk Pangan dan Pengkajian Pangan

Rekayasa Genetik

Selama tahun 2015, Badan POM menerima 60 permohonan pengkajian risiko penggunaan

zat gizi, komponen makanan dan klaim baru dari Industri ataupun dari Direktorat Penilaian

Keamanan Pangan. Dari 60 permohonan tersebut terdapat 3 permohonan yang lebih dari 1

jenis pengkajian dalam 1 permohonan.

Untuk permohonan tersebut, rekomendasi pengkajiannya tetap dilakukan secara terpisah

sehingga jumlah rekomendasi akan melebihi jumlah permohonan yang diajukan (63

rekomendasi). Rekomendasi terdiri dari 9 rekomendasi persetujuan, 37 rekomendasi

penolakan, dan 4 rekomendasi permintaan tambahan data, serta 13 permohonan masih

dalam proses pengkajian.

2012• Implementasi e-Registration kategori pangan olahan tingkat kompleksitas penilaian rendah

2013• Pengembangan e-

Registration untuk kategori produk pangan tingkat kompleksitas penilaian sedang

• Penambahan fitur Perubahan Data dan Pendaftaran Single MD

2014•Pengembangan e-Registration untuk kategori produk pangan tingkat kompleksitas penilaian tinggi

•Penerapan sistem e-payment

2015•Penyempurnaan sistem pelaporan e-registration

•Penetapan fasilitator pendaftaran pangan olahan di daerah

99

Gambar 4.39 Profil Persetujuan Pengkajian Risiko Penggunaan Zat Gizi, Komponen

Makanan dan Klaim Baru Tahun 2012 - 2015

Pengkajian keamanan pangan produk rekayasa genetik (PRG) dilakukan berdasarkan

Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor : HK.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang

Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik. Pedoman ini merupakan

acuan dalam pengkajian keamanan pangan PRG. Pengkajian keamanan pangan PRG

meliputi pengkajian informasi genetik (deskripsi umum pangan PRG, deskripsi inang dan

penggunaannya sebagai pangan), deskripsi organisme donor, deskripsi modifikasi genetik,

dan karakterisasi modifikasi genetik); informasi keamanan pangan (kesepadanan

substansial, perubahan nilai gizi, alergenisitas, toksisitas, dan pertimbangan lain-lain);

informasi dan informasi produksi dan peredaran (post-market surveilance).

Pada tahun 2015, terdapat 5 permohonan pengkajian PRG yang diterima Badan POM.

Permohonan tersebut telah ditindaklanjuti sebagai berikut:

a. 2 event telah dibahas dalam rapat pleno TTKH Keamanan Pangan

Pengkajian Keamanan Pangan Kentang PRG Katahdin event SP951 dari BB Biogen,

Kementerian Pertanian; dan

Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event BPS-CV 127-9 dari PT. BASF.

b. 3 event masih dalam tahap pembahasan dengan TTKH Keamanan Pangan

Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event 3054238 dari PT. DuPont

Indonesia;

Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event SYHT0H2 dari PT. Syngenta Seed

Indonesia; dan

Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event A2704-12 dari PT. Bayer.

Pengkajian BTP dan Bahan Baku dalam produk pangan

Dalam proses produksi produk pangan yang aman, bermutu dan bergizi, bahan tambahan

pangan (BTP) dan bahan baku mempunyai peranan yang sangat penting. Untuk mencegah

penggunaan BTP dan bahan baku berbahaya pada produk pangan maka dilakukan

pengawasan.

0

10

20

30

40

50

60

70

disetujui ditolak disetujui ditolak disetujui ditolak disetujui ditolak

2012 2013 2014 2015

15

63

10

5046

58

9

37

100

Pengawasan penggunaan BTP pada produk pangan mengacu pada Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan yang merupakan

revisi dari Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan

Tambahan Makanan. Sesuai Pasal 4 dan 5 dalam Peraturan tesebut, penggunaan BTP yang

belum diatur memerlukan pengkajian terlebih dahulu. Untuk pengkajian bahan baku,

Badan POM melibatkan Tim Mitra Bestari yang kompeten yang berasal dari berbagai

institusi.

Pada tahun 2015 telah diterima 246 berkas pengajuan yang telah ditindaklanjuti dengan

penerbitan 114 surat persetujuan, 56 surat penolakan dan 76 berkas masih dalam proses

pengkajian sehingga menjadi carry over tahun 2015.

Gambar 4.40 Profil Persetujuan Pengkajian BTP dan Bahan Baku Dalam Produk Pangan

Tahun 2012 – 2015

Surat persetujuan penggunaan BTP mencakup tentang batas maksimum penggunaan BTP

berdasarkan kategori pangan, persyaratan jenis BTP dan bahan baku yang sesuai dengan

spesifikasi sebagaimana tercantum dalam Kodeks Makanan Indonesia atau Combined

Compendium of Food Additive Specifications Joint FAO/WHO Expert Committee on Food

Additives atau Commitee on Food Chemicals Codex, Food Chemicals Codex, Fourth Edition,

Food and Nutrition Board Institute of Medicine, National Academiy of Sciences, Institute of

Medicine. Khusus untuk BTP, pencantuman dalam label harus mengikuti ketentuan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Pangan.

0

50

100

150

200

disetujui ditolak disetujui ditolak disetujui ditolak disetujui ditolak

2012 2013 2014 2015

137

35

109

28

164

105114

56

101

Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan untuk Kategori Pangan,

Label, dan Iklan Pangan

Badan POM telah menetapkan peraturan, standar dan pedoman dalam rangka penerapan

sistem pengawasan pangan yang efektif sebelum dan sesudah produk diedarkan. Namun,

sejalan dengan berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, industri

pangan pun semakin berkembang dan mengakibatkan meningkatnya jumlah serta jenis

produk pangan yang dihasilkan baik produksi dalam negeri maupun impor. Hal ini

menyebabkan banyaknya jenis produk pangan yang diproduksi, sementara definisi dan

karakteristik dasar belum diatur dalam Peraturan mengenai Kategori Pangan. Oleh karena

itu dilakukan pengkajian kategori pangan dengan sasaran, manfaat dan tujuan untuk

memudahkan proses penilaian produk pangan dan mengakomodir inovasi produk pangan

yang bervariasi baik produk pangan berbasis lokal maupun impor sesuai ketentuan

peraturan.

Selain permasalahan pada kategori pangan, juga terdapat permasalahan pada pelabelan dan

iklan pangan. Dalam rangka inovasi, produsen produk pangan selalu berusaha untuk

memperbaiki produk yang dihasilkan baik dari segi mutu, pelabelan, maupun iklan. Pada

proses penilaian produk pangan, label merupakan salah satu kewajiban yang harus dinilai

untuk mendapatkan persetujuan pendaftaran atau izin edar. Berbagai permasalahan tidak

jarang ditemui pada saat penilaian label produk pangan, seperti adanya beberapa

perusahaan yang menginginkan pencantuman keterangan, pernyataan atau pun gambar

pada label, akan tetapi ketentuan atau peraturannya belum ada atau belum jelas.

Permasalahan yang ditemui dalam pengawasan iklan pangan antara lain iklan yang

menyesatkan atau berlebihan. Konsumen perlu dilindungi dari iklan pangan yang tidak

benar/menyesatkan.

Pada tahun 2015 jumlah pengajuan yang diterima sebanyak 30 berkas dan sudah

seluruhnya diterbitkan surat hasil pengkajian.

B. Pengawasan Post-Market

Sampling dan Pengujian Laboratorium

Dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu produk pangan yang beredar di

masyarakat, selama tahun 2015 dilakukan pengambilan sampel dan pengujian

laboratorium sejumlah 13.974 sampel pangan olahan yang terdaftar di BPOM (MD/ML),

3.261 sampel pangan PIRT, dan 4.726 pangan tidak terdaftar.

102

Gambar 4.41 Profil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Pangan Tahun 2015

Sumber Data : Sistem Informasi Pelayanan Terpadu Badan POM tanggal 5 Januari 2016 jam 16.00 WIB

Dari seluruh hasil pengujian masih ditemukan produk pangan yang mengandung bahan

berbahaya yang disalahgunakan sebagai BTP, yaitu sebanyak 162 sampel mengandung

Boraks; 110 sampel mengandung Rhodamin B; 228 sampel mengandung Formalin dan 4

sampel mengandung Methanyl Yellow.

Higiene dan sanitasi masih menjadi masalah yang serius dalam produksi pangan. Hal ini

ditunjukkan dengan temuan kandungan mikroba dalam sampel pangan, yaitu sebanyak 399

sampel mengandung kapang khamir melebihi batas yang diizinkan, 536 sampel

mengandung ALT melebihi batas yang diizinkan, 340 sampel mengandung MPN Coliform

melebihi batas yang diizinkan, 81 sampel mengandung APM E coli melebihi batas yang

diizinkan, 22 sampel mengandung S Aureus melebihi batas yang diizinkan, dan 12 sampel

mengandung Pseudomonas aeroginosa melebihi batas yang diizinkan.

Selama tahun 2015, masih banyak produk pangan yang mengandung pemanis buatan,

pengawet dan kadar zat gizi melebihi batas yang diizinkan, serta parameter lain yang

ditetapkan pada peraturan.

Penggunaan pemanis buatan melebihi batas yang diizinkan yaitu sebanyak 439 sampel

menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan,146 sampel mengandung sakarin

melebihi batas yang diizinkan, 4 sampel mengandung acesulfame melebihi batas yang

diizinkan, 18 sampel mengandung aspartam melebihi batas yang diizinkan, Penggunaan

pengawet pangan melebihi batas yang diizinkan yaitu sebanyak 521 sampel mengandung

benzoat melebihi batas yang diizinkan, 86 sampel mengandung kalium sorbat melebihi

batas yang diizinkan.

Terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut berupa penarikan

produk dari peredaran dan pemusnahan produk, serta kepada produsen diberikan

peringatan dan pembinaan lainnya.

11.335

1.106

2.3773.521

1.434

99884 1.205

12.769

1.205

3.261

4.726

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

MD ML PIRT TTD

Ju

mla

h s

am

pe

l

MS TMS Jumlah

103

Sampling Dan Pengujian Produk Pangan Bertarget

Dari sampel pengujian pangan total tersebut dilakukan evaluasi terhadap beberapa produk

pangan bertarget yang dikelompokkan berdasarkan waktu sampling dimana produk

tersebut dipilih berdasarkan analisis resiko dari hasil pengujian sebelumnya, paparan

terhadap masyarakat dan temuan hasil pengujian TMS terhadap produk. Pada tahun 2015

telah dilakukan sampling dan pengujian produk pangan bertarget sebagai berikut :

Produk Pangan

Jumlah TMK Temuan

Air Minum dalam Kemasan

473 28 (5.92%)

pHnya tidak sesuai dengan persyaratan 12 sampel; PK nitrit melebihi batas 9 sampel; PK timbal melebihi ambang toleransi 6 sampel; P. aureginosa 5 sampel; APM Koliform 3 sampel; ALT 3 sampel; PK arsen 1 sampel; kapang 1 sampel; PK mineral 1 sampel

Kecap Manis/ Asin

366 48 (13,11%)

penggunaan BTP benzoate yang melebihi batas yang diizinkan 12 sampel; kadar protein kurang dari persyaratan 11 sampel; pemanis buatan siklamat 8 sampel; angka kapang khamir, kadar asam sorbat, kadar nipasol, kadar sakarin, kadar sakarosa, dan kadar sulfit masing-masing 1 sampel

Saus Cabe/ Tomat/ Sambal

473 132 (27,91%)

penggunaan BTP benzoate yang melebihi batas yang diizinkan 72 sampel; penggunaan pemanis buatan sakarin 37 sampel dan siklamat 32 sampel; PK pewarna 21 sampel; identifikasi merah allura 9 sampel; ALT 5 sampel; PK sorbat dan identifikasi siklamat masing-masing 4 sampel; angka kapang 3 sampel, total rasio pengawet, asam asetat dan identifikasi boraks masing-masing 1 sampel.

Selai buah 281 81 (28,83%)

PK asam benzoat 73 sampel; PK sorbat 18 sampel; ALT 5 sampel; identifikasi siklamat dan PK pewarna masing-masing 2 sampel; angka kapang khamir, PK timbal dan rasio total pengawet masing-masing 1 sampel.

Sosis sapi 167 20 (11,98%)

PK protein 7 sampel; PK nitrit 6 sampel; PK karbohifrat 4 sampel; ALT 3 sampel; PK formalin 2 sampel; angka kapang khamir, S. Aureus, PK logam dan PK benzoat masing-masing 1 sampel.

Kacang dan Hasil olahannya

408 41 (10,05%)

Identifikasi siklamat dan PK siklamat masing-masing 13 sampel; ALT 8 sampel; APM kolifirm, PK aflatoksin total, PK timbal masing-masng 4 sampel; PK benzoate 2 sampel; asam lemak bebas, identifikasi boraks, PK aflatoksin B1, PK asesulfam, dan PK sakarin masing-masing 1 sampel

Sirup berperisa

378 62 (16,40%)

PK siklamat 33 sampel; PK benzoate 32 sampel; PK sakarin 5 sampel; MPN coliform 4 sampel; Angka kapang khamir 3 sampel; PK asesulfam-K, PK tartrazine, salmonella sp masing-masing 2 sampel; ALT, rhodamine B, PK aspartam, PK pewarna, PK kuning FCF, PK ponceau 4R, PK sakarosa, PK sorbat, dan PK timbal masing-masing 1 sampel

104

Terhadap pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut berupa penarikan dari peredaran

dan pemusnahan produk, serta kepada produsen diberikan peringatan dan pembinaan

lainnya.

Sampling dan Pengujian Produk Pangan Fortifikasi

Selain pengambilan sampel rutin, juga dilakukan sampling dan pengujian terhadap pangan

fortifikasi, yaitu garam beryodium dan tepung terigu. Hal ini dilakukan dalam rangka

mendukung program nasional peningkatan gizi masyarakat yang melibatkan lintas sektor

dan kementrian/lembaga. Produk pangan ini wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia

(SNI) yang pengawasannya di bawah kewenangan BPOM.

Garam Beryodium

Berdasarkan pengujian parameter mutu yang tercantum pada SNI 3556:2010 tentang

Garam Konsumsi Beryodium, yaitu kadar KIO3, kadar air dan kadar NaCl, pada tahun

2015 telah dilakukan sampling terhadap 2.747 sampel garam beryodium yang beredar.

Dari hasil pengujian diketahui sebanyak 2.013 (73,28%) sampel garam beryodium

memenuhi syarat dan 734 (26,72%) sampel garam beryodium tidak memenuhi syarat.

Tindak lanjut atas hasil pengujian tersebut dilakukan pemberian peringatan dan

pembinaan teknis kepada produsen.

Tepung Terigu

Berdasarkan pengujian parameter mutu yang tercantum pada SNI 3751:2009 tentang

Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan, yaitu kadar fortifikan (kadar Zn, vitamin B1,

vitamin B2, Fe), mikrobiologi (E. Coli, ALT, AKK), dan proksimat (kadar air, kadar

protein, kadar abu, keasaman), pada tahun 2015 telah dilakukan pengujian terhadap

172 sampel tepung terigu dengan hasil 133 (77,33%) sampel tepung terigu memenuhi

syarat dan 39 (22,67%) sampel tepung terigu tidak memenuhi syarat. Tindak lanjut

atas hasil pengujian tersebut dilakukan pemberian peringatan dan pembinaan teknis

kepada produsen.

Pada tahun 2015 telah dilakukan pengujian dan sampling terhadap minyak goreng

sawit dalam rangka mendukung pemberlakuan peraturan SNI wajib minyak goreng sawit

yang difortifikasi dengan vitamin A pada tahun 2018. Dari sampling dan pengujian

laboratorium terhadap 169 sampel minyak goreng sawit yang beredar diketahui 18

(10,65%) sampel minyak goreng sawit tidak memenuhi syarat (Bil Peroksida).

Aksi Nasional PJAS

Aksi Nasional PJAS telah berhasil meningkatkan persentase PJAS yang memenuhi syarat

keamanan pangan, dimana dalam kurun waktu 4 tahun, dari sekitar 56% pada tahun 2010

menjadi lebih dari 76% pada akhir tahun 2014.

105

Pengawasan PJAS dilakukan melalui pengambilan sampel dan pengujian laboratorium

terhadap adanya cemaran kimia serta cemaran mikrobiologi. Cemaran kimia pada PJAS

meliputi Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan dalam jumlah melebihi takaran

aman serta penyalahgunaan bahan kimia berbahaya seperti formalin, boraks, pewarna

tekstil.

Setelah pelaksanaan AN PJAS, persentase TMS akibat cemaran kimia mengalami penurunan

yang berarti. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya persentase PJAS tercemar bahan

berbahaya dari 18% pada tahun 2010 menjadi 9% pada tahun 2014. Penggunaan BTP yang

melebihi takaran pada PJAS juga menurun, dari 23% pada tahun 2010 menjadi 16% pada

tahun 2014.

Gambar 4.42 Tren hasil pengawasan PJAS tahun 2010-2014

Namun demikian, cemaran mikrobiologi pada PJAS masih menjadi tantangan. Meskipun

beberapa upaya telah dilaksanakan untuk meningkatkan praktek higiene dan sanitasi di

sepanjang rantai PJAS.

55,52%64,54%

76,11%80,79%

76,18%

44,48%

35,46%

23,89% 19,21%23,82%

0,00%

15,00%

30,00%

45,00%

60,00%

75,00%

90,00%

2010 2011 2012 2013 2014

Pers

en

tase

MS TMS

Pe

rse

nta

se

TM

S

Gambar 4.43 Tren Persentase Penyumbang PJAS Tidak Memenuhi Syarat

106

Parameter uji mikrobiologi yang berkontribusi paling besar dalam menyebabkan sampel

Tidak Memenuhi Syarat (TMS) adalah Angka Lempeng Total (ALT), MPN Coliform, dan

Angka Kapang Khamir (AKK).

Gambar 4.44 Parameter Mikrobiologi dan Jenis PJAS Penyumbang TMS Terbesar

Dari ketiga parameter di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa selama kurun waktu

2010-2014, diketahui bahwa cemaran mikrobiologi paling banyak ditemukan pada produk

es, minuman berwarna, dan sirup, yang diduga disebabkan rendahnya praktek higiene dan

sanitasi di sepanjang rantai suplai es dan minuman berwarna dan sirup.

Dari hasil pengujian PJAS tahun 2015 yang berasal dari 4 sampel jenis pangan paling

bermasalah selama kurun waktu 2010-2014, telah diambil sebanyak 526 sampel dengan

hasil pengujian 279 sampel (53%) Memenuhi Syarat (MS) dan 247 sampel (47%) Tidak

Memenuhi Syarat (TMS) dengan sebaran sebagai berikut:

Gambar 4.45 Jenis PJAS dengan TMS Paling Tinggi Tahun 2015

Secara umum, dari grafik di atas terlihat bahwa saat ini permasalahan terbesar masih

didominasi oleh produk minuman berwarna dan syrup serta produk Es, dengan hasil uji

kualitas mikrobiologi tidak memenuhi syarat (Angka Kapang Khamir, Angka Lempeng

Total, dan MPN Coliform) dan penggunaan Siklamat melebihi batas maksimal. Secara rinci

107

dapat disimak pada grafik berikut :

Gambar 4.46 Analisis Pareto Parameter Uji Paling Tinggi TMS dari PJAS Tahun 2015

Setelah program AN-PJAS tahun 2010-2014 selesai, Badan POM akan terus mengawal

pelaksanaan AN PJAS pada tahun 2015-2019. Fasilitator Keamanan Pangan Sekolah akan

terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya, melalui kegiatan Pemberdayaan Masyarakat

di bidang keamanan pangan dan Promosi keamanan pangan.

Setelah program AN-PJAS tahun 2010-2014 selesai, Badan POM akan terus mengawal

pelaksanaan AN PJAS pada tahun 2015-2019. Fasilitator Keamanan Pangan Sekolah akan

terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya, melalui kegiatan Pemberdayaan Masyarakat

di bidang keamanan pangan dan Promosi keamanan pangan.

Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi

Di tingkat produksi pangan, pada tahun

2015 telah dilakukan pemeriksaan

terhadap 4.185 sarana industri yang terdiri

atas 1.759 industri pangan MD dan 2.426

industri rumah tangga pangan (IRTP) yang

sudah memiliki nomor pendaftaran PIRT.

Pemeriksaan sarana produksi ini

difokuskan pada penerapan Cara Produksi

Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) dan

kepatuhan terhadap perundang-undangan,

misal: produk pangan yang diproduksi

telah memiliki surat persetujuan

pendaftaran.

Gambar 4.47 Profil Hasil Pemeriksaan

Sarana Produksi Pangan Tahun 2015

0

400

800

1.200

1.600

2.000

MD IRT-P

1.032

871727

1.555

MK TMK

108

Hasil pemeriksaan sarana industri pangan MD memperlihatkan bahwa 1.032 sarana

(58,67%) sudah menerapkan CPPOB, sedangkan 727 sarana (41,33%) belum menerapkan

CPPOB secara konsisten. Jumlah sarana industri pangan MD yang tidak aktif

berproduksi/tutup/menolak untuk diperiksa sebanyak 152 sarana industri. Penyebab

utama industri pangan MD yang dinilai belum menerapkan CPPOB dalam aspek higiene

perorangan; sanitasi; pengelolaan lingkungan seperti pembuangan sampah, fasilitas pabrik

dan kebersihan, fasilitas produksi belum terbebas dari binatang serangga dan lain-lain,

peralatan dan suplai air bersih. Terhadap hasil pemeriksaan yang belum menerapkan

CPPOB tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan.

Hasil pemeriksaan IRTP diketahui bahwa 871 (35,90%) sarana telah menerapkan CPPOB

untuk IRTP, 1.555 (64,10%) sarana belum menerapkan CPPOB untuk IRTP. Jumlah sarana

IRTP tidak aktif berproduksi/tutup/menolak untuk diperiksa sebanyak 194 sarana.

Penyebab utama kekurangan pada sarana IRTP adalah rendahnya pengetahuan,

kemampuan dan kesadaran pengelolaan lingkungan seperti pembuangan sampah dan

kebersihan, higiene perorangan, fasilitas produksi belum bebas dari serangga, tikus dan

lain-lain, fasilitas peralatan dan suplai air. Terhadap sarana yang kurang tersebut, telah

dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan khusus, dengan

melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

Menyadari pentingnya peran IRTP dalam perekonomian rakyat dengan penyerapan tenaga

kerja cukup besar, maka masalah peningkatan mutu produksi perlu ditangani secara

sungguh-sungguh terutama oleh Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab langsung.

Badan POM akan mendorong dan memfasilitasi program peningkatan keamanan dan mutu

produk pangan IRT-P secara sistematik dan terus menerus, dan bekerja sama dengan

Pemerintah Daerah.

Pada tahun 2015 Badan POM memiliki program untuk meningkatkan daya saing

UMKM/IRTP ini, yaitu melalui:

Bimbingan teknis terkait implementasi regulasi mutu dan keamanan pangan di 12

propinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, Kupang, Tangerang,

Kendari, Jawa Timur, Palu, Palangkaraya, Bangka-Belitung, Papua)

Bimbingan teknis terkait penerapan sistem jaminan halal bekerja sama dengan LP-

POM MUI

Penyebaran informasi, misal: modul terkait mutu dan keamanan pangan untuk

UMKM

Fasilitasi pemberian sertifikat halal bagi 300 sarana UMKM yang telah memiliki

nomor PIRT dan sudah menerapkan CPPOB.

109

Di tingkat ritel pangan, pada tahun 2015

telah dilakukan pemeriksaan secara rutin

terhadap 10.309 sarana ritel pangan,

dengan hasil 6.402 sarana MK dan 3.907

sarana TMK dalam penerapan Cara Ritel

Pangan yang Baik (CRPB). Penyebab TMK

antara lain sarana menjual : produk tidak

terdaftar (Tanpa Ijin Edar), produk dengan

label TMK, produk kadaluwarsa, produk

rusak, bahan berbahaya, dan produk tidak

memenuhi syarat lainnya, misalnya

penempatan produk babi tidak terpisah

(tanpa diberi keterangan), produk pangan

bercampur dengan produk non pangan

(misal Obat Nyamuk, detergen dan lain lain).

Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui satu sarana dapat melakukan beberapa jenis

pelanggaran. Terhadap pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut antara lain: penarikan

dan pemusnahan produk, peringatan, pro-justisia, pengembalian produk dan pembinaan.

Tabel 4.8 Distribusi Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) dan District Food Inspector

(DFI) Per Propinsi Tahun 2003-2015

NO PROPINSI PKP DFI

Badan POM PEMDA Badan POM PEMDA

1 Nangroe Aceh Darussalam 70 98 49 50

2 Sumatera Utara 49 165 39 56

3 Sumatera Barat 60 57 49 65

4 Riau 78 85 63 34

5 Kep Riau 62 60 64 67

6 Jambi 66 67 23 56

7 Sumatera Selatan 47 39 16 39

8 Kep Bangka Belitung 73 69 27 35

9 Bengkulu 19 23 13 23

Sehubungan dengan itu, sampai dengan tahun 2015 Badan POM telah melatih 3.290

orang tenaga penyuluh keamanan pangan (PKP), yang terdiri atas 1.484 petugas dari

Badan POM dan Balai Besar/Balai POM dan 1.806 petugas dari Pemda (Dinas Kesehatan

Kab/Kota, Puskesmas, Pemda, Pemprov, Perguruan Tinggi, Disperindag, Deptan, BKP

dan lain-lain). Selain itu, Badan POM juga telah melatih sebanyak 2.783 petugas tenaga

Pengawas Pangan Kab/Kota (Distric Food Inspector/ DFI), yang terdiri atas 1.225

petugas dari Badan POM dan Balai Besar/Balai POM dan 1.558 petugas dari Pemda

(Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Kelautan dan Perikanan).

Gambar 4.48 Profil Hasil Pemeriksaan

Sarana Distribusi Produk Pangan Tahun

2015

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

JUMLAH MK TMK

10,309

6,402

3,907

110

NO PROPINSI PKP DFI

Badan POM PEMDA Badan POM PEMDA

10 Lampung 41 40 23 56

11 DKI Jakarta 27 55 60 67

12 Jawa Barat 57 45 70 75

13 Banten 64 68 25 65

14 Jawa Tengah 59 60 54 55

15 DI Yogyakarta 28 52 28 58

16 Jawa Timur 39 49 37 56

17 Bali 35 50 29 45

18 Nusa Tenggara Barat 39 45 41 49

19 Nusa Tenggara Timur 39 49 41 49

20 Kalimantan Tengah 35 50 41 67

21 Kalimantan Selatan 39 45 18 46

22 Kalimantan Timur 45 65 58 55

23 Kalimantan Barat 49 46 35 61

24 Sulawesi Utara 19 44 35 50

25 Sulawesi Tengah 18 61 4 0

26 Sulawesi Selatan 60 50 52 50

27 Sulawesi Barat 25 55 46 46

28 Sulawesi Tenggara 52 51 10 21

29 Gorontalo 45 21 10 21

30 Maluku Utara 18 21 34 21

31 Maluku 18 20 19 20

32 Papua 71 56 56 50

33 Irian Jaya Barat 38 45 56 50

JUMLAH 1484 1.806 1225 1.558

TOTAL 3.290 2.783

Gambar 4.49 Profil Tenaga Penyuluhan Keamanan Pangan dan Distric Food Inspector

sampai dengan Tahun 2015

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

PKP DFI

1.484

1.225

1.8061.558

Badan POM PEMDA

111

Sampai dengan tahun 2015, telah terdata

di Badan POM RI 51.062 Industri Rumah

Tangga-Pangan (IRT-P). Dari jumlah

tersebut, yang sudah mengikuti

Penyuluhan Keamanan Pangan sebanyak

41.056 sarana, 33.450 (81,47%) sarana

diantaranya telah memperoleh Sertifikat

Produksi Pangan Industri Rumah Tangga

(SPP-IRT).

Sementara itu dalam pelaksanaan

program Piagam Bintang Keamanan

Pangan (PBKP), sampai tahun 2015

Badan POM telah melakukan audit dan

memberikan persetujuan untuk pemberian Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan

(PB1KP) kepada 780 industri pangan, tetapi 134 sudah dicabut sehingga tersisa 646

industri pangan. Piagam Bintang Dua Keamanan Pangan (PB2KP) diberikan kepada 41

industri pangan dan Piagam Bintang Tiga Keamanan Pangan (PB3KP) diberikan kepada 10

industri pangan, sedangkan untuk PBKP untuk kantin sekolah telah diberikan kepada 175

sekolah.

PBKP merupakan sistem sukarela yang ditujukan bagi industri pangan untuk mendorong

industri pangan menerapkan keamanan pangan dan sebagai pengakuan atas upaya

penerapan keamanan pangan.PB1KP merupakan implementasi pengetahuan keamanan

pangan dasar secara konsisten, PB2KP merupakan implementasi Cara Produksi Pangan

yang Baik (CPPB) dengan mengembangkan dan menerapkan prosedur dan lembar kerja

secara konsisten, sedangkan PB3KP merupakan implementasi Hazard Analysis Critical

Control Point (HACCP) secara konsisten.

Intensifikasi Pengawasan Pangan Menjelang Idul Fitri 2015, Natal 2015 dan Tahun

Baru 2015

Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan menerapkan tindakan kehati-hatian

terhadap kemungkinan peredaran pangan olahan yang tidak memenuhi syarat keamanan,

mutu, gizi dan label serta produk Tanpa Ijin Edar (TIE), menjelang bulan suci Ramadhan

dan Hari Raya Idul Fitri 1436 H, Badan POM melakukan intensifikasi pengawasan pangan

di sarana distribusi toko, supermarket, hypermarket, dan pasar tradisional serta para

penjual jajanan buka puasa. Target pengawasan untuk pangan olahan adalah pangan TIE,

pangan kadaluarsa, pangan dalam kondisi rusak (penyok, kaleng berkarat, dan lain-lain)

dan pangan tidak memenuhi ketentuan label(TMK label). Kegiatan Intensifikasi ini

dilakukan oleh seluruh Balai Besar/Balai POM di Indonesia dan bekerjasama dengan lintas

sektor, assosiasi maupun pemberdayaan masyarakat.

Pengawasan menjelang Idul Fitri tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 4.911

sarana distribusi pangan, 1.912 (38,93%) sarana distribusi ditemukan tidak memenuhi

Gambar 4.50 IRTP yang Mengikuti Penyuluhan

Keamanan Pangan sampai dengan Tahun 2015

51.062

41.05633.450

(81,47%)

0

20.000

40.000

60.000

IRTP diIndonesia

mengikutiPKP

memperolehsertifikat

Ju

mla

h IR

TP

112

ketentuan (TMK) karena menjual produk pangan rusak, pangan kadaluarsa, dan pangan

TIE. Dari hasil intensifikasi pengawasan pangan yang dicurigai pada sarana distribusi

tersebut, ditemukan 6.091 item (546.166 kemasan) pangan tidak memenuhi syarat (TMS).

Dari sisi nilai ekonomi, temuan produk pangan TMS tersebut diperkirakan mencapai

Rp28.566.596.000,00 (dua puluh delapan miliar lima ratus enam puluh enam juta lima ratus

sembilan puluh enam ribu rupiah) dengan rincian sebagai berikut:

Produk Pangan

Jumlah (Kemasan) Nilai Ekonomi

(Rp) Dalam

Parcel

Di Luar

Parcel

Rusak 11 38.437 1.537.480.000

Kedaluwarsa 6 139.152 5.566.080.000

Tanpa Ijin Edar (TIE) 305 368.272 21.463.036.000

Total 322 545.844 28.566.596.000

Catatan : Estimasi nilai ekonomis berdasarkan harga sampel yaitu Rp. 40.000/sampel

Sedangkan Pengawasan menjelang Natal tahun 2015 dan Tahun Baru 2016 telah dilakukan

pemeriksaan terhadap 3.751 sarana distribusi pangan, dengan hasil 1.400 (37,32%) sarana

distribusi ditemukan TMK karena menjual produk pangan rusak, pangan kadaluarsa,

pangan TIE dan pangan TMK label.

Dari hasil intensifikasi pengawasan pangan yang dicurigai pada sarana distribusi tersebut,

ditemukan 5.352 item (165.332 kemasan) pangan yang tidak memenuhi ketentuan. Dari

sisi nilai ekonomi, temuan produk pangan TMS tersebut diperkirakan mencapai

Rp9.411.020.000,00 (Sembilan milyar empat ratus sebelas juta dua puluh ribu rupiah)

dengan rincian :

Produk Pangan

Jumlah (Kemasan) Nilai Ekonomi

(Rp) Dalam

Parcel

Di luar

Parcel

Rusak 0 12.699 507.960.000

Kedaluwarsa 40 86.346 3.455.440.000

Tanpa Ijin Edar (TIE) 0 66.247 5.447.620.000

Total 40 165.292 9.411.020.000

Catatan : Estimasi nilai ekonomis berdasarkan harga sampel yaitu Rp. 40.000/sampel

Bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran, Badan POM telah dan terus

melakukan beberapa tindakan, antara lain berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk

melakukan pembinaan terhadap industri kecil dan rumah tangga, serta penegakan hukum

berupa pemberian sanksi administratif yaitu peringatan, perintah pemusnahan produk dan

lain-lain dan jika perlu dilanjutkan pro-justisia terhadap pelaku usaha yang mengedarkan

produk pangan ilegal.

113

Selain melakukan pengawasan di sarana ritel

pangan, Badan POM melalui Balai

Besar/Balai POM di seluruh Indonesia juga

meningkatkan pengawasan terhadap pangan

jajanan selama bulan Ramadhan.

Pengambilan sampel dilakukan pada para

penjaja pangan jajanan buka puasa di pasar

tradisional, toko, swalayan dan tempat-

tempat yang khusus menjual pangan buka

puasa. Dari hasil pengujian 8.617 sampel,

terdapat 812 (9,42 %) sampel tidak

memenuhi syarat.

Jenis pangan yang diuji pada pengawasan Pangan Jajanan Buka Puasa meliputi bakso

(sebelum diseduh/disajikan), jelly,agar-agar atau produk gel lainnya, es (es cendol, es

campur, dan sejenisnya), bubur (kolak, bubur ketan hitam, bubur kacang hijau, bubur

kolang kaling, dll), mie (disajikan/siap dikonsumsi), bakso, minuman berwarna dan sirup,

kudapan (makanan gorengan seperti bakwan, tahu goreng, batagor, empek-empek, lontong,

dll), makanan ringan (kerupuk, keripik, dan sejenisnya), lauk pauk (sambal plecing, sate,

ikan goreng, dan sejenisnya) dengan rincian sebagai berikut :

Gambar 4.52 Jenis Pangan yang Diuji pada Pengawasan Pangan Jajanan Buka Puasa

Tahun 2015

Temuan pada pangan jajanan buka puasa yaitu penggunaan bahan tambahan yang dilarang

digunakan untuk pangan meliputi Formalin, Boraks, pewarna yang dilarang (Rhodamin B,

Methanyl yellow). Bahan Tambahan yang Dilarang Digunakan untuk Pangan (Boraks,

Formalin dan pewarna yang dilarang seperti Rhodamin Bdan Methanyl yellow). Hasil

pengujian menunjukkan bahwa dari 3.776 sampel yang diuji formalin, 227 sampel (6,01%)

4.082

461 644

1.363

801 471 450

167 178 221 144 127 121 87 67 23 16 6 -

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

Total sampel TMS

Gambar 4.51 Profil Hasil Pengujian

Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun 2015

8.6177.805

812

Jumlah MK TMK

114

positif mengandung formalin dan dari 4635 sampel yang diuji boraks, 170 sampel (3,67%)

positif mengandung boraks.

Pengujian terhadap parameter pewarna yang dilarang Rhodamin B menunjukkan bahwa

dari 3077 sampel yang diuji Rhodamin B, 334 sampel (10,85%) diantaranya positif

mengandung Rhodamin B. Sedangkan untuk pengujian terhadap parameter pewarna

dilarang Methanyl yellow dari 1850 sampel yang diuji, 6 sampel (0,32%) diantaranya positif

mengandung Methanyl yellow.

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Bahan Tambahan yang Dilarang Digunakan Pada Pangan

Tahun 2015

Bahan

tambahan yang

dilarang

Jumlah

sampel

TMS

(sampel) Jenis Pangan TMS

Formalin 3.776 227

(6,01%)

Bakso Kepiting, Cincau, Ikan, Cumi Asin, Mie,

Kolang Kaling, Tahu, Teri, Ayam, Sosis,

Siomay

Boraks 4.635 170

(3,67%)

Cincau, Candil Merah, Rumput laut, Dawet,

Bakwan, Bakso, Batagor, Siiomay, Kerupuk,

Rengginang, Lontong, Empek-empek, Mie,

Arem-arem, Otak-otak, Tahu

Rhodamin B 3.077 334

(10,85%)

Kerupuk, Agar-agar, Es Delima, Es Cendol, Es

Sirup Merah, Kue Ku, Kue Lapis, Kue Mutiara,

Pacar Cina, Terasi, Dodol, Wajik, Bolu Merah,

Ampyang, Gulali, Putu Mayang

Methanyl

Yellow

1.850 6

(0,32%)

Cendol, Pacar Cina, Srundeng

Terhadap temuan tersebut dilakukan tindak lanjut berupa koordinasi dengan Dinas terkait

setempat untuk melakukan pembinaan kepada produsen pangan jajanan buka puasa yang

melakukan pelanggaran.

Sertifikasi Pangan, Non Pangan dan Kemasan Pangan

Kegiatan sertifikasi produk pangan terdiri atas penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI)

dan Surat Keterangan Ekspor (SKE). SKI diterbitkan melalui sistem National Single Window

(NSW) terhadap pemasukan bahan baku dan bahan tambahan pangan (BTP) untuk

keperluan industri serta pangan olahan terdaftar yang telah memenuhi persyaratan. SKE

diterbitkan dalam bentuk Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) dan Sertifikat Bebas

Menjual (Certificate of Free Sale). Kegiatan sertifikasi sarana dilakukan dengan menerbitkan

Surat Keterangan Higiene dan Sanitasi.

Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk pangan, selama tahun 2015 Badan POM telah

mengeluarkan 12.161 SKE untuk 26.778 item produk yang diekspor. Berikut ini 10 jenis

115

pangan yang paling banyak diekspor dan 10 negara tujuan ekspor dengan nilai ekspor

tertinggi.

Negara Tujuan Nilai Value Ekspor Jenis Produk Total

Malaysia US $ 1,548,104,603.29 biskuit / wafer 2.992

China US $ 479,220,383.87 minyak dan hasil

olahannya 1.834

Sri Lanka US $ 131,017,324.37 btp (penguat rasa) 1.372

Brunei Darussalam US $ 98,367,529.24 mie instan 1.185

Nigeria US $ 70,861,228.14 cokelat dan olahannya 538

Myanmar US $ 48,251,807.70 es krim 536

Vietnam US $ 31,001,170.01 permen 435

USA US $ 30,477,885.39 minuman teh 427

Philippines US $ 25,536,557.73 btp (perisa) 419

Uni Emirat Arab US $ 22,611,260.64 minuman serbuk kopi 412

Badan POM telah mengeluarkan 36.265 SKI untuk 93.658 item produk, meliputi 15.031 SKI

untuk 21.745 item bahan baku,8.673 SKI untuk 22.230 item BTP, dan 9.196 SKI untuk

43.793 item pangan olahan serta 3.365 SKI untuk 5.890 item produk NOM (Non Obat dan

Makanan.

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara

Sertifikasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), dinyatakan bahwa pangan

olahan yang diproduksi dan diedarkan diwilayah Indonesia wajib memenuhi persyaratan

keamanan pangan. Sertifikat CPPOB berlaku dalam 5 (lima) tahun sepanjang sarana

produksi tersebut masih berproduksi dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan. Pada tahun 2015 telah dilakukan audit terhadap 24 sarana

produksi yang mengajukan Sertifikasi CPPOB dan diterbitkan 54 sertifikat CPPOB untuk 21

sarana. Hal ini karena penerbitan sertifikat CPPOB berdasarkan jenis pangan yang

diproduksi oleh sarana sehingga 1 sarana bisa diterbitkan lebih dari 1 sertifikat.

Berdasarkan timelinenya, sebanyak 54 sertifikat (100,00%) telah diselesaikan tepat waktu.

Badan POM juga telah menerbitkan 129 surat keterangan hygiene dan sanitasi untuk 22

sarana produksi pangan, dengan rincian 15 sarana produksi memperoleh nilai A (masa

berlaku sertifikat 12 bulan), 7 sarana produksi memperoleh nilai B (masa berlaku sertifikat

6 bulan).

Wewenang penerbitan SKI dan SKE selain di Badan POM, juga telah didelegasikan ke 22

Balai Besar/ Balai POM. Dari 22 Balai Besar/ Balai POM tersebut, sejumlah 11 atau 50%

Balai Besar/ Balai POM yang telah melakukan pelayanan penerbitan SKI/ SKE pada tahun

2015 dengan jumlah 4.731 SKE dan 8.041 SKI untuk 15.369 item produk dengan rincian

7.844 item produk jadi, 6.068 item bahan baku dan 1.457 item BTP.

116

Tabel 4.10 Penerbitan SKI/SKE di 12 Balai Besar/Balai POM Tahun 2015

No

Balai

Besar/Balai

POM

Jenis Surat Jenis Produk (Impor)

SKE SKI Pangan BB BTP Non

Pangan NOM Total

1 B. Aceh 0 0 0 0 0 0 0 0

2 Medan 218 1.218 3.551 288 274 53 61 4.227

3 Pekanbaru 1 16 44 0 0 0 1 45

4 B. Lampung 192 77 8 86 8 6 16 124

5 Palembang 3 5 0 2 0 1 1 4

6 Padang 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Bandung 605 0 0 0 0 0 0 0

8 Semarang 1.487 1.708 434 1.448 264 13 45 2.204

9 Yogyakarta 0 1 0 1 0 0 0 1

10 Surabaya 1.904 4.867 2.560 4.133 853 249 533 8.328

11 Denpasar 6 57 263 53 2 0 0 318

12 Pontianak 0 0 0 0 0 0 0 0

13 Banjarmasin 0 6 0 6 0 0 0 6

14 Samarinda 0 0 0 0 0 0 0 0

15 Manado 43 10 0 8 3 0 0 11

16 Makassar 94 71 0 42 49 5 0 96

17 Bengkulu 0 0 0 0 0 0 0 0

18 Jambi 0 0 0 0 0 0 0 0

19 Palu 0 0 0 0 0 0 0 0

20 Kendari 0 0 0 0 0 0 0 0

21 Batam 178 5 0 1 4 0 0 5

total 4.731 8.041 6.860 6.068 1.457 327 657 15.369

Badan POM berwenang mengeluarkan Surat Rekomendasi Pemasukan Produk Pangan

Olahan Hewan. Pada tahun 2012 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 24/M-Dag/Per/9/2012 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor

Hewan dan Produk Hewan. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa untuk

mendapatkan persetujuan impor, perusahaan yang akan melakukan impor hewan dan/atau

produk hewan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri, dalam hal ini

Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan yang salah satunya yaitu rekomendasi

dari Kepala Badan POM atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Badan POM untuk impor

produk hewan olahan. Selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan 829 surat

Rekomendasi Pemasukan Pangan Olahan Asal Hewan.

Pada tahun 2012 dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia

No.03/PERMENTAN/OT.140/1/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Holtikultura.

Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa untuk mendapatkan Rekomendasi Impor

Produk Holtikultura (RIPH), setiap orang yang mengajukan harus memenuhi persyaratan

administrasi dan persyaratan teknis. Salah satu persyaratan administrasi adalah Surat

117

Persetujuan Pemasukan dari Badan POM untuk pangan olahan holtikultura. Selama tahun

2015 Badan POM telah mengeluarkan 97 surat Rekomendasi Pemasukan Produk

Holtikultura Olahan untuk 26 perusahaan.

Dalam rangka penerbitan persetujuan pencantuman tulisan halal pada label, pada tahun

2015 Badan POM telah melakukan audit terhadap 214 sarana produksi. Dari hasil audit

dinyatakan bahwa 9.356 produk pangan memperoleh persetujuan pencantuman tulisan

HALAL pada label. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka pengawasan produk berlabel

halal, pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 11.243 produk berlabel halal,

693 (6,16%) produk diantaranya tidak memenuhi ketentuan.

Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan

Selama tahun 2015 Badan POM telah

mencatat 61 kejadian luar biasa (KLB)

keracunan pangan yang berasal dari 34

Propinsi. Dilaporkan jumlah orang yang

terpapar sebanyak 8.263 orang,

sedangkan kasus KLB keracunan pangan

(case) yang dilaporkan sebanyak 2.251

orang sakit dan 3 orang meninggal dunia.

Berdasarkan data tersebut diketahui nilai

Attack Rate (AR) sebesar 42,5% dan Case

Fatality Rate (CFR) sebesar 0,63%. Attack

Rate merupakan jumlah kasus pada

periode KLB dibagi dengan jumlah yang

mengkonsumsi dikalikan 100. Case Fatality Rate merupakan jumlah korban meninggal

dibagi jumlah kasus selama periode KLB dikali dengan 100. Adapun nilai Incident Rate (IR)

sebesar 0.95 Nilai IR dihitung dengan rumus jumlah kasus dibagi jumlah penduduk dikali

100.000. Nilai CFR maupun IR menunjukkan angka yang kecil.

Namun, angka CFR dan IR ini tidak selalu menggambarkan kondisi yang sebenarnya terjadi.

Kasus KLB keracunan pangan merupakan fenomena gunung es, dimana tidak semua kasus

atau kejadian terlaporkan. WHO menyebutkan bahwa setiap satu kasus yang berkaitan

dengan KLB keracunan pangan di suatu negara berkembang, maka paling tidak terdapat 99

kasus lain yang tidak dilaporkan.

KLB keracunan pangan dapat terjadi akibat kontaminasi mikroba patogen atau bahan kimia

berbahaya seperti toksin alami, pestisida, logam berat, dan lain-lain. Penyebab KLB

Keracunan Pangan dapat digolongkan sebagai confirm ataupun suspect. Dikatakan confirm

apabila hipotesa etiologi KLB keracunan pangan berdasarkan data epidemiologi

terkonfirmasi atau dapat dipastikan melalui pengujian di laboratorium, sedangkan suspect

bila etiologi KLB keracunan pangan berdasarkan data epidemiologi namun tidak bisa

dikonfirmasi di laboratorium.

Gambar 4.53 Profil Kejadian dan Kasus KLB Keracunan PanganTahun 2015

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

Terpapar Sakit Meninggaldunia

8.263

2.251

3

118

Ditinjau dari segi etiologi, penyebab KLB

Keracunan Pangan adalah mikroba

(confirmed) sebanyak 1 (1,64%) kejadian,

mikroba (suspect) sebanyak 26 (42,62%)

kejadian. Sedangkan KLB Keracunan Pangan

oleh yang disebabkan cemaran kimia

(suspect) sebanyak 7 (11,48%) kejadian,

tidak diketahui sebanyak 27 (44,26%)

kejadian. Tidak ada kejadian KLB Keracunan

Pangan dengan etiologi kimia (confirmed).

Salah satu permasalahan dalam penanggulangan dan investigasi KLB keracunan pangan

adalah tidak diketahuinya penyebab KLB keracunan pangan. Hal tersebut disebabkan

karena data epidemiologi yang diperoleh dari lapangan tidak lengkap, sampel tidak

representatif, hasil pengujian sampel negatif atau salah menetapkan hipotesis. Kelengkapan

data epidemiologi setiap korban terutama waktu paparan, gejala menonjol, gejala

menyertai, gejala spesifik, masa inkubasi dan pangan yang dikonsumsi sangat diperlukan

untuk menentukan hipotesa penyebab KLB keracunan pangan.

Tabel 4.11 Profil Agent Etiology KLB Keracunan Pangan Tahun 2015

Mikroba Kimia Confirm Jumlah Suspect Jumlah Suspect Jumlah

Bacillus cereus 1 Bacillus cereus 8 Histamin 3 Eschericia coli 5 Kadmium, Sianida,

Arsenik, Timbal, Seng, Tembaga

1

Staphylococcus aureus

3 Toksin jamur 1

Salmonella typhi

1 Nitrit 1

Salmonella sp 1 Kimia lainnya 1 Clostridium

perfringens 1

Mikroba lainnya 7

Penyebab KLB keracunan pangan sangat penting diketahui untuk menetapkan tindakan

penanggulangan yang tepat agar dapat mencegah KLB keracunan pangan serupa tidak

terulang lagi di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang menyebabkan

tidak terungkapnya penyebab KLB keracunan pangan harus dapat diatasi melalui

peningkatan kapasitas petugas untuk penyelidikan KLB keracunan pangan serta perbaikan

sarana dan prasarana yang diperlukan untuk penyelidikan dan pengujian sampel KLB

keracunan pangan.

Gambar 4.54 Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2015

1,64%42,62%

11,48%

44,26%

Mikroba (confirm) Mikroba (suspect)

Kimia (suspect) Tidak diketahui

119

Pangan yang dikonsumsi dapat menjadi media

pembawa mikroba atau bahan kimia berbahaya

yang dapat menyebabkan KLB Keracunan

Pangan. Jenis pangan penyebab KLB Keracunan

Pangan tahun 2015 adalah masakan rumah

tangga sebanyak 25 kejadian (40,98%), pangan

jajanan sebanyak 14 kejadian (22,95%), pangan

jasa boga sebanyak 13 kejadian (21,31%), dan

pangan olahan sebanyak 9 kejadian (14,75%).

Meskipun data belum tentu menunjukkan bahwa KLB keracunan pangan sebagian besar

terjadi akibat pangan rumah tangga, akan tetapi hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa

masyarakat masih belum memahami dan menerapkan praktek-praktek keamanan pangan,

sehingga promosi dan penyuluhan keamanan pangan kepada masyarakat umum

(konsumen) dan produsen menjadi hal penting.

Tabel berikut ini memperlihatkan bahwa frekuensi KLB keracunan pangan banyak

dilaporkan oleh Balai Besar POM di Bandung sebanyak 12 kejadian (19,67%), diikuti Balai

Besar POM di Semarang dan Balai Besar POM di Surabaya masing-masing sebanyak 6

kejadian (9,84%).

Tabel 4.12 Frekuensi KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Laporan Balai Besar/Balai POM

Tahun 2015

No Balai Besar/ Balai POM Frekuensi %

1 Aceh 2 3,28 2 Medan 0 0,00

3 Padang 1 1,64

4 Pekanbaru 0 0,00

5 Jambi 0 0,00

6 Palembang 1 1,64

7 Bengkulu 0 0,00

8 Lampung 0 0,00

9 Pangkal Pinang 1 1,64

10 Batam 1 1,64

11 DKI Jakarta 0 0,00 12 Bandung 12 19,67

13 Semarang 6 9,84

14 DIY Yogyakarta 5 8,20

15 Surabaya 6 9,84

16 Serang 3 4,92 17 Denpasar 3 4,92

18 Mataram 5 8,20

Gambar 4.55 Profil Asal Pangan Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2015

40,98%

22,95%

21,31%

14,75%

Masakan Rumah Tangga Pangan Jajanan

Jasa Boga Pangan Olahan

120

No Balai Besar/ Balai POM Frekuensi %

19 Kupang 3 4,92

20 Pontianak 0 0,00

21 Palangkaraya 1 1,64

22 Banjarmasin 5 8,20

23 Samarinda 3 4,92 24 Manado 0 0,00

25 Palu 0 0,00

26 Makassar 3 4,92

27 Kendari 0 0,00

28 Gorontalo 0 0,00

29 Ambon 0 0,00

30 Manokwari 0 0,00

31 Jayapura 0 0,00

JUMLAH 61 100,00

Selanjutnya, tabel dibawah memperlihatkan bahwa frekuensi KLB keracunan pangan yang

dilaporkan oleh Balai Besar/balai POM terjadi sepanjang tahun dengan frekuensi tertinggi

pada bulan Maret 2015.

Tabel 4.13 Frekuensi KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Bulan Kejadian Tahun 2015

No Nama Bulan Frekuensi %

1 Januari 5 8,20

2 Februari 6 9,84 3 Maret 10 16,39

4 April 5 8,20

5 Mei 7 11,48

6 Juni 4 6,56

7 Juli 1 1,64

8 Agustus 2 3,28

9 September 2 3,28

10 Oktober 7 11,48

11 November 3 4,92

12 Desember 9 14,75 JUMLAH 61 100,00

Berdasarkan tempat/ lokasi/locus KLB Keracunan Pangan, pada tabel di bawah ini terlihat

bahwa tempat tinggal menduduki urutan pertama, disusul lembaga pendidikan.

121

Tabel 4.14 Lokasi/Tempat Kejadian KLB Keracunan Pangan Tahun 2015

No TEMPAT/ LOKASI KEJADIAN %

1 Tempat Tinggal 20 32,79

2 Lembaga Pendidikan 17 27,87

3 Kantor/Pabrik 8 13,11

4 Tempat Terbuka 7 11,48 5 Asrama/Pesantren 4 6,56

6 Hotel 1 1,64

7 Masjid 1 1,64

8 Panti Asuhan 1 1,64

9 Restoran 1 1,64 10 Gedung Pertemuan 1 1,64

JUMLAH 61 100,00

KLB keracunan pangan di rumah tinggal pada umumnya terjadi pada saat pesta keluarga

seperti peristiwa pernikahan, khitanan, aqiqah, tahlilan, dan lain-lain. Pada acara tersebut

biasanya makanan yang disajikan dikelola sendiri oleh rumah tangga itu sendiri dengan

dibantu para tetangga. Makanan tersebut dikelola dalam jumlah banyak tanpa cara

pengolahan pangan yang baik, sesuai dengan prinsip-prinsip keamanan pangan. Suhu dan

waktu pengolahan yang tidak tepat merupakan faktor risiko yang paling sering

menyebabkan keracunan pangan di rumah tangga. Oleh karena itu penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai pengelolaan pangan pada saat pesta atau hajatan perlu diberikan

agar kejadian serupa tidak terulang kembali di waktu yangakan datang.

KLB keracunan pangan di Sekolah Dasar pada umumnya disebabkan oleh pangan jajanan

yang terkontaminasi bakteri patogen. Oleh karena itu pemberdayaan komunitas sekolah

meliputi kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa serta penjaja pangan jajanan perlu

ditingkatkan agar dapat melakukan pengawasan pangan jajanan di sekolah secara mandiri

dan optimal.

KLB keracunan pangan di tempat ibadah terjadi pada waktu perayaan keagamaan, yang

umumnya disebabkan oleh pangan jasa boga seperti nasi kotak atau nasi bungkus. Faktor

risiko KLB ini samahalnya penyebab keracunan pangan akibat masakan rumah tangga yaitu

suhu penyimpanan dan lamanya rentang waktu antara pengolahan dan konsumsi.

Dari tabel dibawah dapat memperlihatkan bahwa jumlah kasus tertinggi KLB terjadi di Jawa

Barat sebanyak 533 orang (23,68%) disusul berturut-turut D.I. Yogyakarta sebanyak 338

orang (15,02%) dan Jawa Timur sebanyak 208 orang (9,24%). Dilihat dari jumlah kematian,

Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah kematian tinggi, yaitu sebanyak 2 orang

(66,67%), disusul Nusa Tenggara Timur dengan jumlah sebanyak 1 orang (33,33%). Namun

perlu diperhatikan bahwa angka ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pelaporan KLB

keracunan pangan di setiap propinsi dan kabupaten/kota.

122

Tabel 4.15 Profil Proporsi Angka Kesakitan dan Angka Kematian Pada Kasus KLB

Keracunan Pangan Tahun 2015

No Propinsi Periode Januari-Desember 2015 Jumlah

Penduduk Frek. KLB Sakit Mati CFR IR

1 NAD 2 44 0 0 0,98 4.494.410 2 Sumatera Utara 0 0 0 0 0,00 12.982.204 3 Sumatera Barat 1 11 0 0 0,23 4.846.909 4 Riau 0 0 0 0 0,00 5.538.367 5 Jambi 0 0 0 0 0,00 3.092.265 6 Sumatera Selatan 1 5 0 0 0,07 7.450.394 7 Bengkulu 0 0 0 0 0,00 1.715.518 8 Lampung 0 0 0 0 0,00 7.608.405 9 Kep. Bangka Belitung 1 22 0 0 1,80 1.223.296 10 Kep. Riau 1 29 0 0 1,73 1.679.163 11 D K I Jakarta 0 0 0 0 0,00 9.607.787 12 Jawa Barat 12 533 0 0 1,24 43.053.732 13 Jawa Tengah 6 202 2 0,99 0,62 32.382.657 14 D I Yogyakarta 5 338 0 0 9,78 3.457.491 15 Jawa Timur 6 208 0 0 0,56 37.476.757 16 Banten 3 98 0 0 0,92 10.632.166 17 Bali 3 128 0 0 3,29 3.890.757 18 Nusa Tenggara Barat 5 183 0 0 4,07 4.500.212 19 Nusa Tenggara Timur 3 80 1 1,25 1,71 4.683.827 20 Kalimantan Barat 0 0 0 0 0,00 4.395.983 21 Kalimantan Tengah 1 19 0 0 0,86 2.212.089 22 Kalimantan Selatan 5 176 0 0 4,85 3.626.616 23 Kalimantan Timur 3 83 0 0 2,34 3.553.143 24 Sulawesi Utara 0 0 0 0 0,00 2.270.596 25 Sulawesi Tengah 0 0 0 0 0,00 2.635.009 26 Sulawesi selatan 3 92 0 0 1,15 8.034.776 27 Sulawesi Barat 0 0 0 0 0,00 1.158.651 28 Sulawesi Tenggara 0 0 0 0 0,00 2.232.586 29 Gorontalo 0 0 0 0 0,00 1.040.164 30 Maluku 0 0 0 0 0,00 1.533.506 31 Maluku Utara 0 0 0 0 0,00 1.038.087 32 Irian Barat Jaya 0 0 0 0 0,00 760.422 33 Papua 0 0 0 0 0,00 2.833.381 JUMLAH 61 2251 3 2,24 0,95 237.641.326

Agar penanganan KLB keracunan pangan dapat dilaksanakan secara maksimal, perlu

optimalisasi pelaporan melalui event based surveillance. Badan POM telah melakukan

integrasi pelaporan kasus keracunan dari Rumah Sakit maupun KLB keracunan pangan. Hal

123

ini dimaksudkan agar pelaporan KLB keracunan pangan dapat dilakukan lebih efektif dan

efisien. Koordinasi lintas Kementerian/Lembaga perlu lebih ditingkatkan agar tercipta

sinergisme aspek kesehatan masyarakat dan keamanan dalam penanganan KLB keracunan

pangan.

Gerakan Keamanan Pangan Desa

BPOM menginisiasi Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD) sejak tahun 2014. Sampai

dengan tahun 2015, telah diintervensi 390 desa di 31 provinsi dan menghasilkan ±3.600

Kader Keamanan Pangan Desa yang berasal dari PKK, Karangtaruna, Guru, tenaga Penyuluh

Keamanan Pangan (PKP) dan District Food Inspector (DFI) serta 10.800 komunitas

desa/kelurahan. Pada tahun 2015, BPOM memberikan anugerah Desa Pangan Aman (Desa

Paman) berupa apresiasi BPOM kepada desa/kelurahan yang telah berupaya meningkatkan

edukasi keamanan pangan di wilayahnya. Anugerah Desa Paman diberikan kepada 7

desa/kelurahan dari 7 wilayah yaitu Nagari Cupak di Kabupaten Solok-Sumatera Barat,

Kelurahan Lokatabat Selatan di Kota Banjarbaru-Kalimantan Selatan, Desa Kuala Secapah

di Kab Mempawah- Kalimantan Barat, Pekon Pujiharjo di Kabupaten Pringsewu-Lampung,

Wirogunan di Yogyakarta, Desa Mendalo Darat di Kabupaten Muaro Jambi dan Kelurahan

Cibubur di Jakarta Timur.

Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF)

Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) telah menunjukkan peranan

penting terutama untuk menindaklanjuti beberapa notifikasi terkait permasalahan

keamanan pangan. INRASFF merupakan sistem pertukaran informasi keamanan pangan

antara otoritas kompeten keamanan pangan baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga

tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diambil untuk mencegah meluasnya

permasalahan keamanan pangan tersebut. Pada tahun 2015, Tim INRASFF menindaklanjuti

43 kasus keamanan pangan sebagaimana gambar berikut:

124

Gambar 4.56 Notifikasi yang diterima dan ditindaklanjuti NCP Tahun 2015

Sebanyak 38 kasus merupakan produk ekspor Indonesia yang bermasalah diluar negeri,

sedangkan 5 kasus merupakan produk negara lain yang kemungkinan didistribusikan ke

Indonesia atau isu keamanan pangan global. Komoditas pala yang mengandung aflatoksin

melebihi persyaratan masih merupakan produk dengan notifikasi paling banyak. Rata-rata

kandungan aflatoksin B1 yang ditemukan di negara importir sebesar 60 µg/kg (min 13

µg/kg, max 180µg/kg). Nilai tersebut juga telah melampaui standar afflatoksin pada

rempah-rempah tang dietetapkan di Indonesia, yaitu sebesar 15 µg/kg B1aflatoksin dan 20

µg/kg untukTotal Aflatoksin.

Selain itu, notifikasi terbanyak kedua adalah karena perbedaan standar (siklamat dan sulfit)

antara Indonesia dan Malaysia, dimana penggunaan siklamat dan sulfit diperbolehkan

digunakan di Indonesia dengan batas maksimum yang telah ditetapkan, sedangkan di

Malaysia penggunaan siklamat dan sulfit dilarang berdasarkan regulasi negara Malaysia.

Beberapa produk ekspor keripik Indonesia ke Malaysia masih ditemukan menggunakan

salah satu/ kedua zat tersebut, sehingga terdapat penolakan produk tersebut oleh Malaysia.

Selain menerima notifikasi langsung dari kontak point di luar negeri, sekretariat INRASFF

juga melakukan pengolahan data berdasarkan website USFDA (Sumber:

http://www.accessdata.fda.gov/scripts/importrefusals/) sebagaimana terlihat pada

gambar berikut:

125

Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa produk Food Supplement dan produk

perikanan merupakan produk yang paling banyak mendapatkan import refusal. Selain itu,

masih terdapat penggunaan residu obat hewan yang ditemukan pada produk perikanan

dari Indonesia, serta masih terdapat produsen Low Acid Canned Food (LACF) belum

terdaftar secara resmi oleh petugas US-FDA.

Indonesia Risk Assessment Center (INARAC)

Kegiatan utama Indonesia Risk Assessment Center (INARAC) pada tahun 2015 berupa

kajian risiko aflatoksin B1 (AFB1) pada kacang tanah yang dilaksanakan oleh panel pakar

mikotoksin bersama dengan tim sekretariat INARAC. Kajian risiko terdiri dari empat tahap

yaitu identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, kajian paparan, dan karakterisasi risiko.

Identifikasi bahaya dan karakterisasi bahaya dilakukan dengan studi literatur atau

publikasi ilmiah nasional maupun internasional. Identifikasi bahaya mengkaji identitas

aflatoksin B1 (AFB1) yang dapat merugikan kesehatan serta jenis pangan dimana AFB1

banyak ditemukan (prevalensi AFB1 pada pangan). Penentuan karakterisasi bahaya

aflatoksin B1 dilakukan dengan studi literatur tentang dosis-respon aflatoksin B1 dan

dampak yang ditimbulkan terhadap kesehatan yang dapat diamati serta metabolisme

aflatoksin B1 di dalam tubuh. AFB1 merupakan senyawa karsinogenik sehingga tidak

memiliki nilai health reference yang dapat dibandingkan dengan hasil kajian paparan pada

tahapan karakterisasi risiko.

Data konsentrasi AFB1 pada kacang tanah diperoleh dari hasil survei yang dikoordinir

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan di wilayah Surabaya dan Manado

tahun 2013 serta data dari instansi lain seperti SEAMEO Biotrop dan Balai Besar Penelitian

Veteriner.Data konsumsi kacang tanah dan hasi lolahannya menggunakan data Survei Sosial

Gambar 4.57 Import Refusal Produk Indonesia di Amerika Tahun 2015

126

Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2011. Data berat badan berupa rata-rata berat badan

dalam satuan kg berdasarkan kelompok usia diperoleh dari Survei Konsumsi Makanan

Individu (SKMI) yang dilaksanakan oleh Balitbangkes Kementerian Kesehatan pada tahun

2014. Data-data ini diolah dan digunakan untuk menghitung perkiraan paparan AFB1

terhadap konsumen untuk kelompok umur yang berbeda.

Karakterisasi risiko aflatoksin b1 dihitung menggunakan hasil kajian paparan dan referensi

JECFA (1998) untuk potensi kanker hati karena aflatoksin B1 yaitu 0.3 kasus/100.000

populasi/tahun per ng aflatoksin per kg berat badan per hari untuk individu dengan antigen

hepatitis B positif (HbsAg+) dan 0.01 kasus/non 100.000 populasi/tahun per ng aflatoksin

per kg berat badan per hari untuk individu dengan antigen hepatitis B positif (HbsAg-).

Penyusunan laporan kajian risiko AFB1 pada kacang tanah oleh panel pakar mikotoksin

akan dilanjutkan pada tahun 2016.

4.7. HASIL INVESTIGASI AWAL DAN PENYIDIKAN KASUS TINDAK

PIDANA BIDANG OBAT DAN MAKANAN

Dalam rangka memberantas dan menertibkan peredaran obat dan makanan ilegal ataupun

palsu serta obat keras di sarana yang tidak berhak, Badan POM telah melakukan investigasi

awal dan penyidikan kasus tindak pidana bidang obat dan makanan, secara khusus

menindaklanjuti kasus pelanggaran bidang obat dan makanan termasuk yang dilakukan

oleh instansi penegak hukum lainnya. Selain itu, setiap tahun Badan POM juga melakukan

operasi gebrak kejut gabungan nasional (Opgabnas) dan operasi gabungan daerah

(Opgabda) serta SATGAS Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal dengan melibatkan

pihak terkait, antara lain Kepolisian Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan

Perdagangan, dan lain-lain.

Pada tahun 2015 ditemukan sejumlah 277 perkara pelanggaran di bidang obat dan

makanan yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia, 52 perkara (18,77%) diantaranya telah

mendapat putusan pengadilan.

Ditinjau dari jenis komoditi, pelanggaran terbanyak yaitu pelanggaran di bidang kosmetika

sebanyak 96 (34,66%) perkara, disusul pelanggaran di bidang obat tradisional sebanyak 71

(25,63%) perkara, di bidang obat sebanyak 63 (22,74%) perkara, dan di bidang pangan

sebanyak 47 (16,97%) perkara. Dari pelanggaran ini, sebagian besar merupakan

pelanggaran tanpa izin edar, dan tanpa kewenangan dan keahlian. Berikut adalah profil

penyidikan obat dan makanan berdasarkan jenis komoditi.

127

Gambar 4.58 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Produk Tahun 2015

Ditinjau dari tempat sarana terjadinya pelanggaran pidana bidang Obat dan Makanan,

pelanggaran terbanyak yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia yaitu pelanggaran di

sarana toko. Berikut adalah profil penyidikan obat dan makanan berdasarkan jenis sarana.

Gambar 4.59 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Sarana Tahun 2015

Yang masih menjadi keprihatinan Badan POM adalah bahwa keputusan pengadilan yang

dijatuhkan relatif ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran.

Bahkan, dari 277 perkara pro-justisia tahun 2015, 27 diantaranya merupakan perkara

Tipiring (tindak pidana ringan).

Berikut ini adalah kisaran putusan pengadilan terhadap tindak pidana bidang obat dan

makanan pada tahun 2015:

Obat TIE 13

Obat G 49

Obat Palsu 1

OT TIE 60

OT BKO 11

Kosmetik TIE 67

Kosmetik BB 29

Pangan TIE 32

Pangan BB 11

Pangan ED 4

3 16

19

3

16

4 1

43

121

36

1

23

0

20

40

60

80

100

120

140

128

Komoditi Ancaman Pidana Putusan Pengadilan

Terendah

Putusan Pengadilan

Tertinggi Obat

UU No.36/2009 tentang Kesehatan : Pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 Milyar

Pidana denda 150 ribu (mengedarkan obat G) – BBPOM Yogyakarta

Pidana Penjara 2 bulan dan denda Rp 4 juta (mengedarkan obat TIE) – BBPOM di Yogyakarta

Obat Tradisional

Percobaan 1 tahun (mengedarkan OT TIE) - BBPOM Pekanbaru

Pidana penjara 4 bulan 15 hari dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan (mengedarkan OT TIE) – BBPOM di Makassar

Kosmetik Pidana denda 500 ribu subsider 3 bulan (mengedarkan kos TIE) – BBPOM Semarang

Pidana penjara 2,5 tahun (mengedarkan kosmetik TIE) – BPOM di Serang

Pangan UU No.18/2012 tentang Pangan : Pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp10 Milyar

Percobaan 1 tahun (mengedarkan pangan TIE) – BBPOM Samarinda

Pidana Penjara 5 bulan dan denda Rp 25 juta (mengedarkan pangan TIE) – BBPOM di Pontianak

Operasi Gabungan Nasional

Opgabnas tahun 2015 digelar secara serentak pada tanggal 30 November 2015 oleh Balai

Besar/Balai POM seluruh Indonesia dan melibatkan lintas sektor seperti Kepolisian Daerah,

Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan maupun pemangku kepentingan lain khususnya

terkait penegakan hukum.

Pada Opgabnas telah diperiksa 157 sarana dan dimana 139 sarana (88,54%) diantaranya

melakukan pelanggaran yang terdiri dari 4 sarana produksi, 22 sarana

importir/distributor, 3 sarana apotek, 82 sarana toko, 9 sarana toko obat, 7 gudang, 3 salon,

dan 9 rumah.

129

Gambar 4.60 Sebaran Berdasarkan Sarana Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015

Berdasarkan jenis produk, dari 139 sarana yang ditemukan pelanggaran, terdiri dari 68

kasus kosmetik tanpa izin edar, 33 kasus pangan tanpa izin edar, 19 kasus obat tradisional

tanpa izin edar, 8 kasus obat diedarkan tanpa kewenangan dan keahlian, 5 kasus pangan

kedaluwarsa/ED, 3 kasus obat tradisional mengandung bahan kimia obat (BKO), 2 kasus

obat tanpa izin edar, dan 1 kasus suplemen makanan tanpa izin edar.

Gambar 4.61 Sebaran Berdasarkan Produk Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015

Temuan Opgabnas tahun 2015 ini ditindaklanjuti secara non-justisia sebanyak 98 kasus

(70,50%) dan pro-justisia sebanyak 41 kasus (29,50%) yang terdiri dari 8 (5,76%) kasus

terkait obat diedarkan tanpa kewenangan dan keahlian, 1 (0,72%) kasus terkait obat tanpa

izin edar, 8 (5,76%) kasus terkait obat tradisional tanpa izin edar, 20 (14,39%) kasus

kosmetik tanpa izin edar, dan 4 (2,88%) kasus terkait pangan tanpa izin edar.

Terhadap kasus yang ditindaklanjuti dengan non-justisia diberikan sanksi administratif

diantaranya pemusnahan terhadap produk yang ditemukan. Selain itu, juga dilakukan

investigasi awal dan penelusuran lanjutan sehingga ditemukan bukti yang cukup untuk

tindak lanjut pro-justisia.

MK 11,46%

Sarana Produksi 2,55%

Importir/ Distributor 14,01%

Apotek 1,91%

Toko 52,23%

Toko obat 5,73%

Gudang 4,46%Salon 1,91%

Rumah 5,73%

TMK 88,54%

MK 11,46%

Kosmetik TIE 43,31%

Pangan TIE 21,02%

OT TIE 12,10%

Mengedarkan obat tanpa kewenangan 5,10%

Pangan ED 3,18%

OT BKO 1,91%

Obat TIE 1,27%

SM TIE 0,64%

TMK 88,54%

130

Gambar 4.62 Tindak Lanjut Temuan Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015

Dalam Opgabnas tahun 2015 berhasil

diamankan sebanyak 5.119 item Obat dan

Makanan Ilegal dengan nilai yang ditaksir

mencapai Rp4.222.635.295,00. Produk

tersebut terdiri 666 item obat daftar G

(531.430 pieces), 41 item obat TIE (796

pieces), 7 item OT mengandung BKO (744

pieces), 1.780 item OT TIE (42.939 pieces),

2 item OT ED (3 pieces), 2.278 item

kosmetik TIE (72.251 pieces), 38 item

kosmetik ED (173 pieces), 261 item pangan

TIE (23.246 pieces), 27 item pangan

kedaluarsa/ rusak (630 pieces) dan 19 item

Suplemen Makanan TIE (267 pieces).

Operasi Gabungan Daerah

Opgabda merupakan operasi terpadu yang dilaksanakan Balai Besar/Balai POM sebanyak

3 kali setahun yang melibatkan lintas sektor seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan,

Dinas Perindustrian, maupun Kepolisian Daerah.

Pada tahun 2015, Opgabda dilakukan terhadap 452 sarana produksi maupun distribusi obat

dan makanan. Dari hasil operasi, ditemukan bahwa 84 (18,58%) sarana memenuhi

ketentuan (MK), sedangkan 368 (81,42%) sarana dinyatakan tidak memenuhi ketentuan

(TMK) karena melakukan pelanggaran terhadap peraturan di bidang Obat dan Makanan.

Terhadap sarana yang TMK tersebut, 122 (26,99%) sarana ditindaklanjuti dengan pro-

justisia, sedangkan 246 (54,42%) sisanya ditindaklanjuti dengan non-justisia/sanksi

administratif yang diantaranya berupa pemusnahan produk dan barang bukti. Adapun jenis

temuan kasus tersebut terdiri dari 31 kasus mengedarkan obat tanpa kewenangan, 81

kasus obat TIE, 11 kasus OT BKO, 68 kasus OT TIE, 5 kasus kosmetik mengandung BB, 131

kasus Kosmetik TIE, 2 kasus kosmetik ED, 25 kasus pangan TIE, 8 kasus pangan BB, dan 7

kasus pangan kadaluarsa.

Non justisia 70,50%

Obat TKK 5,76%

Obat TIE 0,72%

OT TIE 5,76%

Kosmetik TIE 14,39%

Pangan TIE 2,88%

Projustisia 29,50%

Gambar 4.63 Profil Temuan Opgabnas Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2015

131

Gambar 4.64 Profil Temuan Opgabda Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2015

Temuan produk ilegal dari hasil Opgabda tahun 2015 yaitu sebanyak 9.873 item (1.424.981

pieces) terdiri dari obat, obat tradisional, kosmetik, pangan dan suplemen makanan illegal

dengan nilai total Rp27.160.622.292,00 (dua puluh tujuh miliar seratus enam puluh juta

enam ratus dua puluh dua ribu dua ratus sembilan puluh dua rupiah).

Operasi Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal

Operasi Pangea

Dalam kerangka Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal, Badan POM

berkoordinasi dengan International Criminal Police Organization (ICPO),

melaksanakan Operasi Pangea VIII untuk memberantas penjualan produk ilegal

termasuk palsu yang dipasarkan secara online. Operasi Pangea VIII dilaksanakan di

115 negara.

Operasi Pangea VIII di Indonesia bertujuan selain untuk memberantas obat dan

makanan ilegal yang dipasarkan secara online, juga untuk memantapkan kerjasama

lintas sektor serta meningkatkan kesadaran masyarakat atas risiko produk tersebut

terhadap kesehatan.

Pada Operasi Pangea VIII yang dilaksanakan pada periode 19 Mei – 16 Juni 2015

berhasil diidentifikasi 293 situs internet yang memasarkan obat, obat tradisional,

suplemen kesehatan, kosmetika, dan pangan ilegal termasuk palsu. Dari hasil

operasi tersebut telah dilakukan pemeriksaan terhadap 69 sarana dan disita 1999

item/3.462.905 pieces obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika, dan

pangan ilegal dengan nilai keekonomian mencapai Rp27.610.267.860,00 (dua puluh

tujuh miliar enam ratus sepuluh juta dua ratus enam puluh tujuh ribu delapan ratus

enam puluh rupiah. Dibandingkan dengan Operasi Pangea sebelumnya, pada

Operasi Pangea VII tahun 2015 ini mengalami peningkatan yang signifikan baik

jumlah situs yang teridentifikasi memasarkan produk ilegal maupun luas wilayah

operasi, serta jumlah dan nilai temuan operasi.

132

Sebagai tindak lanjut dari hasil operasi tersebut, telah dilakukan penyitaan terhadap

seluruh barang bukti dan saat ini kasus masih dalam proses gelar perkara. Untuk

situs / website yang telah teridentifikasi menawarkan dan memasarkan obat ilegal

termasuk palsu tersebut, Kepala Badan POM selaku Ketua SATGAS Pemberantasan

Obat dan Makanan Ilegal telah mengajukan usulan kepada Kementerian Komunikasi

dan Informatika untuk memblokir website tersebut.

Tabel 4.16 Hasil Operasi Pangea IV - Pangea VIII Tahun 2011-2015

No Perbandingan Pangea IV 2011 Pangea V

2012 Pangea VI

2013 Pangea VII

2014 Pangea VIII

2015 1 Negara yang terlibat 81 negara 100 negara 99 negara 111 negara 115 negara 2 Situs yang terlibat 30 Situs 83 Situs 129 Situs 302 Situs 293 Situs 3 Wilayah operasi DKI Jakarta DKI Jakarta,

Yogyakarta DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa timur, Sumatera Utara dan Batam

Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara

Seluruh Balai Besar /Balai POM di Indonesia

4 Sarana yang diperiksa/ digeledah

4 sarana 4 sarana 20 Sarana

58 Sarana 69 Sarana

5 Pelaku yang ditangkap 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang - 6 Ditindaklanjuti secara

pro-justitia 2 kasus (putusan pengadilan 2 tahun penjara)

4 kasus (1 kasus telah diputus dengan pidana penjara 1,5 tahun dan 3 kasus sudah tahap P21)

14 kasus (2 kasus telah dinyatakan lengkap oleh JPU)

58 kasus akan ditindaklanjuti secara pro justisia

Dalam proses gelar perkara

7 Penyidik yang menindaklanjuti

Polri Badan POM, Polri Badan POM, Polri Badan POM, Polri dan Bea Cukai

Badan POM, Polri dan Bea Cukai

8 Jenis temuan 57 item 66 item 721 item 1.255 item 1.999 item 9 Nilai temuan Rp 82.000.000 Rp 150.000.000 Rp 5.593.200.000 Rp 7.474.951.000 Rp. 27.610.267.860

Operasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Tingkat Wilayah

Pada tahun 2015, Operasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal telah

dilaporkan oleh 7 Balai Besar/Balai POM, yaitu BBPOM di Surabaya, BPOM di

Serang, BBPOM di Mataram, BBPOM di Pekanbaru, BBPOM di Semarang, BBPOM di

Samarinda, dan BPOM di Palu. Operasi ini dilakukan bersama-sama antara petugas

Balai Besar/Balai POM dengan petugas dari lintas sektor terkait dalam kerangka

Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal tingkat wilayah, diantaranya

Kepolisian Daerah, Kanwil Bea dan Cukai, serta Dinas Perindustrian dan

Perdagangan.

133

Hasil operasi tersebut, dari 51 sarana yang diperiksa ditemukan 35 (68,63%) sarana

produksi dan distibusi obat dan makanan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK).

Terhadap temuan operasi ini, akan dilakukan proses gelar kasus untuk menentukan

tindak lanjut yang akan diberikan.

Temuan pada Operasi tersebut sebanyak 980 item obat dan makanan ilegal yang

kemudian dimusnahkan, baik yang dilakukan sendiri oleh pemilik sebagai sanksi

administratif, maupun pemusnahan barang bukti terhadap temuan yang

ditindaklanjuti dengan pro-justisia.

Operasi Storm VI

Operasi Storm dimulai tahun 2007, merupakan operasi yang dilakukan dalam

memberantas obat malaria palsu yang banyak beredar di negara sekitar Sungai

Mekhong. Pada akhirnya target Operasi Storm berkembang menjadi kasus spesifik

di beberapa Negara Asia Tenggara.

Dalam kerangka Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal, pada Agustus-

September 2015 Badan POM melaksanakan Operasi Storm VI di seluruh Indonesia.

Dari operasi tersebut berhasil disita 3.670 item obat, obat tradisional dan kosmetika

ilegal dengan nilai ekonomi mencapai Rp20.087.388.377,00 (dua puluh milyar

delapan puluh tujuh juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu tiga ratus tujuh puluh

tujuh rupiah).

Operasi Terpadu Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal

Salah satu kegiatan pemberantasan produk ilegal adalah Operasi Terpadu

Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Tahun 2015 yang difokuskan pada

pemberantasan kosmetika illegal. Operasi dilaksanakan di 7 provinsi yaitu DKI

Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan

Banten. Dipilihnya daerah tersebut mengingat dari hasil pemantauan dan

penelusuran, kosmetik ilegal banyak diproduksi dan diperdagangkan di wilayah-

wilayah tersebut termasuk penyebaran ke berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Sebanyak 977 item yang terdiri dari 595.218 pieces kosmetika tanpa izin edar dan/

kosmetika mengandung bahan berbahaya berhasil diidentifikasi dan disita. Dari 977

item yang diidentifikasi, item produk yang sama dapat ditemukan di Balai Besar/

Balai POM yang berbeda.

Total nilai keekonomian produk temuan hasil Operasi Terpadu Pemberantasan

Kosmetik Ilegal tahun 2015 adalah Rp20.184.575.400,00 (dua puluh miliar seratus

delapan puluh empat juta lima ratus tujuh puluh lima ribu empat ratus rupiah).

134

Pemusnahan Produk Obat dan Makanan Ilegal

Sebagai salah satu upaya perlindungan masyarakat dari obat dan makanan ilegal, Badan

POM telah melaksanakan pemusnahan obat dan makanan ilegal dari hasil kegiatan

penyidikan. Pemusnahan dilakukan oleh Pusat Penyidikan Obat dan Makanan dan beberapa

Balai/ Balai Besar POM seluruh Indonesia sebagai berikut :

Tabel 4.17 Gambaran Pelaksanaan Pemusnahan Produk-Produk Obat dan Makanan Ilegal

Selama Tahun 2015

No Unit Tanggal Produk yang Dimusnahkan

Jumlah Item

Jumlah Pieces

Total Nilai (Rp)

1 Balam POM di Kendari ( Pos POM Bau bau)

2 Februari 2015 55.455 418.477.316

2 BBPOM di Semarang 10 Februari 2015 258 42.752 742.503.550 3 BBPOM di Lampung 25 Maret 2015 1.136 63.621 1.521.630.000 4 BBPOM di Medan 31 Juli 2015 244 317.564 2.644.822.765 30 November 2015 232 211.832 1.585.266.000 5 BBPOM di Denpasar 20 Mei 2015 1.129 16.652 411.103.283 6 BBPOM di

Palembang 28 Mei 2015 16.052 555.733.750

7 Pusdik (PPOM) 25 Juni 2015 105 365.100 6.000.000.000 8 BBPOM di

Pekanbaru 20 Agustus 2015 4.460

2.000.000.000

9 BPOM di Serang 25 Agustus 2015 191 8.201 9.340.414.500 10 BPOM di Kupang 2 Juli 2015 13 53 2.157.500

3 Juli 2015 66 254 10.788.500 9 Juli 2015 3 25 390.000 30 Juli 2015 72 242 3.393.000 31 Juli 2015 26 235 4.072.500 30 Oktober 2015 4 15 135.000 30 Oktober 2015 70 349 8.560.000

11 Pusdik (PPOM) 27 Oktober 2015 218 2.915.600 20.000.000.000 12

BBPOM di Mataram 26 s/d 30 Oktober 2015

208 64.953 141.572.500

13 BPOM di Batam 10 November 2015 1.539 16.225 718.606.300 14 BBPOM di Jakarta 7 Desember 2015 211 22.805 3.624.160.000 15 BBPOM di Bandung 11 Desember 2015 5.574 161.124 10.812.610.162 16 BBPOM di Surabaya 11 Desember 2015 2.490 512.410 5.685.855.351 17 BBPOM di Batam 10 November 2015 1.743 20.430 821.526.300

Jumlah 19.992 4.918.928 67.053.778.277

135

4.8. HASIL PENGAWASAN IKLAN

Untuk melindungi masyarakat dari klaim yang menyesatkan, Badan POM juga melakukan

pengawasan terhadap iklan obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan

pangan yang beredar. Khusus terhadap obat bebas, obat tradisional dan suplemen makanan

juga dilakukan pre-review terhadap kebenaran klaim iklan sebelum ditayangkan atau

diedarkan oleh Tim Penilai Iklan yang terdiri dari tenaga ahli berbagai disiplin ilmu.

Selama tahun 2015 telah dilakukan pre-review dan disetujui sebanyak 278 iklan obat dari

360 iklan obat (perbaikan sejumlah 76 iklan dan ditolak sejumlah 6 iklan), 329 iklan obat

tradisional dari 437 iklan obat tradisional (ditolak sejumlah 108 iklan) dan 336 iklan

suplemen kesehatan dari 424 iklan obat tradisional (ditolak sejumlah 88 iklan). Sebanyak

16,54% telah ditolak karena konsep tidak relevan atau tidak sesuai dengan indikasi yang

disetujui atau berlebihan dan cenderung menyesatkan.

Gambar 4.65 Hasil Penilaian Iklan Sebelum Beredar Tahun 2015

Hasil pengawasan/monitoring iklan yang beredar selama tahun 2015 menunjukkan bahwa

sebagian besar pelanggaran menyangkut produk-produk yang tidak terdaftar atau ilegal

dalam bentuk leaflet dan brosur-brosur. Berikut ini rincian hasil pengawasan/monitoring

iklan menurut jenis komoditinya:

Dari 2.516 iklan obat yang diawasi, 344 (13,67 %) iklan tidak memenuhi ketentuan

karena: iklan obat bebas/bebas terbatas beredar tanpa persetujuan, iklan obat

bebas/bebas terbatas beredar tidak sesuai dengan yang disetujui, iklan obat

bebas/bebas terbatas dengan menjanjikan pemberian hadiah yang dikaitkan dengan

penjualan obat, dan iklan obat keras kepada masyarakat umum. Terhadap

promosi/iklan obat yang TMK ditindaklanjuti dengan sanksi administratif yaitu

berupa peringatan sejumlah 337 (13,39%) iklan dan sanksi peringatan keras

sebanyak 7 (0,28%) iklan.

Dari 12.508 iklan obat tradisional yang dipantau, 9.746 (77,92%) iklan memenuhi

ketentuan, sedangkan 2.762 (22,08%) iklan obat tradisional tidak memenuhi

ketentuan (TMK) karena: mengiklankan produk tak terdaftar, iklan belum disetujui

(mencantumkan testimoni, menjanjikan hadiah, klaim yang berlebihan), klaim iklan

0

100

200

300

400

500

Obat Obat Tradisional Suplemen Makanan

360

437 424

278329 336

6

108 8876

Permohonan Disetujui ditolak Perbaikan

136

tidak sesuai dengan yang disetujui. Dari iklan yang TMK tersebut, 2.513 (20,09%)

merupakan produk tidak terdaftar dan tidak melalui pre-review Tim Penilai Iklan.

Dari 6.249 iklan produk suplemen kesehatan yang dipantau ditemukan 5.338

(85,42%) iklan TMK, sedangkan 911 (14,58%) iklan sudah memenuhi ketentuan. Dari

iklan yang TMK tersebut, 734 (11,75%) merupakan produk tidak terdaftar dan tidak

melalui pre-review Tim Penilai Iklan.

Dari 29.575 iklan kosmetika yang dipantau ditemukan 751 (2,54%) yang tidak

memenuhi ketentuan (TMK), mencakup: produk tidak terdaftar, diiklankan sebagai

obat, klaim yang berlebihan dan menyesatkan serta klaim mempengaruhi fungsi

fisiologis tubuh.

Dari 4.795 iklan produk pangan yang dipantau ditemukan sejumlah 3.160 iklan

(65,90%) telah memenuhi ketentuan, dan sebanyak 1.635 iklan (34,10%) tidak

memenuhi ketentuan, karena: memuat pernyataan bahwa pangan berkhasiat sebagai

obat, berlebihan dan menyesatkan.

Terhadap pelanggaran tersebut telah diambil langkah-langkah tindak lanjut seperti

pembinaan untuk mendaftarkan produk, peringatan dan penghentian iklan, peringatan

keras serta penarikan iklan.

Gambar 4.66 Hasil Pengawasan/Monitoring Iklan Yang Beredar Tahun 2015

4.9. HASIL PENGAWASAN PENANDAAN DAN LABEL

Untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak lengkap, tidak obyektif dan

menyesatkan, Badan POM melakukan pengawasan terhadap penandaan obat, obat

tradisional, suplemen makanan, kosmetik dan pangan yang beredar.

Penandaan adalah informasi yang dicantumkan pada etiket/label kemasan. Penandaan

dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara atau ketiganya atau bentuk

lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, atau merupakan

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

Obat ObatTradisional

SuplemenMakanan

Kosmetika Pangan

2.516

12.508

6.249

29.575

4.795

13,67%

77,92%

14,58% 2,54% 34,10%

Total TMK

137

bagian dari wadah dan atau kemasannya. Pengawasan penandaan dilakukan sebelum

kemasan tersebut beredar (pre-market) kecuali kosmetik dan sesudah beredar di pasaran

(post-market).

A. Penandaan Obat

Pada tahun 2015, dilakukan evaluasi penandaan obat sebanyak 6.545 item obat atau

sejumlah 18.334 penandaan, dengan hasil 18.276 (99,68%) penandaan memenuhi

ketentuan (MK) dan 58 (0,32%) penandaan tidak memenuhi ketentuan (TMK). Untuk

penandaan yang TMK, ditindaklanjuti dengan dengan peringatan kepada industri farmasi.

No Jenis Penandaan Memenuhi

Ketentuan (MK) Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK)

1 Dus 6.293 13

2 Brosur 5.686 3

3 Strip/Blister 4.696 35

4 Etiket 1.267 5

5 Catch cover/amplop 157 1

6 Ampul/vial 177 1

Jumlah 18.276 58

B. Penandaan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik

Hasil pengawasan penandaan selama tahun 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar

pelanggaran adalah tidak mencantumkan nomor bets. Berikut ini adalah rincian hasil

pengawasan penandaan menurut jenis komoditi:

Dari 6.034 penandaan obat tradisional yang diawasi, 74,43% penandaan memenuhi

ketentuan, sedangkan 25,57% penandaan obat tradisional tidak memenuhi ketentuan

karena penandaan tidak lengkap, mencantumkan klaim tidak sesuai persetujuan, dan

tidak berbahasa Indonesia.

Dari 2.246 penandaan suplemen kesehatan yang beredar ditemukan sebanyak

90,56% tidak memenuhi ketentuan, sedangkan 9,44% penandaan sudah memenuhi

ketentuan. Penyimpangan penandaan terjadi karena penandaan tidak lengkap,

mencantumkan klaim tidak sesuai persetujuan, dan tidak berbahasa Indonesia.

Dari 14.106 penandaan kosmetika yang diawasi ditemukan sebanyak 19,98% tidak

memenuhi ketentuan (TMK), yaitu produk tidak mencantumkan nama kosmetika

sesuai dengan yang disetujui, nomor bets, netto, nama dan alamat

produsen/importir/distributor/pemberi lisensi, komposisi, kegunaan dan cara

penggunaan yang jelas, peringatan/perhatian, batas kedaluwarsa untuk kosmetika

ternotifikasi, nomor izin edar tidak sesuai dengan persetujuan; mencantumkan klaim

seolah-olah sebagai obat/berlebihan dan nomor notifikasi telah habis masa

berlakunya.

138

Terhadap TMK tersebut telah ditindak lanjut dengan peringatan untuk menarik dan

mengganti penandaan sesuai persetujuan pendaftaran, pengamanan produk dan

pemusnahan penandaan yang tidak memenuhi syarat.

C. Label Produk Pangan

Pada tahun 2015, pengawasan label pangan dilakukan terhadap 8.082 produk pangan yang

terdiri dari 6.812 produk pendaftaran MD/ML dengan TMK sebanyak 765 label dan 1.270

produk pendaftaran PIRT dengan TMK sebanyak 952 label.

Tabel 4.18 Pelanggaran Label Produk Pangan Tahun 2015

Jenis Pelanggaran Label MD/ML Label PIRT

Tidak Mencantumkan Nama dan Alamat

Produsen/ Importir

33 pelanggaran 96 pelanggaran

Tidak Mencantumkan Kode Produksi / No.

Batch

678 pelanggaran 847 pelanggaran

Tidak Mencantumkan Tanggal Kedaluwarsa 62 pelanggaran 283 pelanggaran

Komposisi Tidak Lengkap/ Tidak Sesuai 68 pelanggaran 226 pelanggaran

Berat Bersih / Netto 42 pelanggaran 349 pelanggaran

Tanpa Bahasa Indonesia 1 pelanggaran 0 pelanggaran

Klaim Menyesatkan 2 pelanggaran 3 pelanggaran

Catatan : pada satu label terdapat lebih dari satu pelanggaran

D. Label Halal Produk Pangan

Pada tahun 2015 Badan POM telah melakukan audit terhadap 214 sarana produksi. Dari

hasil audit dinyatakan bahwa 9.356 produk pangan memperoleh persetujuan pencantuman

tulisan HALAL pada label. Dalam rangka pengawasan produk berlabel halal, pada tahun

2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 11.939 produk berlabel halal, 693 (6%)

produk diantaranya tidak memenuhi ketentuan (TMK), dengan rincian dapat dilihat pada

tabel berikut :

Jenis Produk MK TMK Total Persentase

pelanggaran

MD 10.175 321 10.496 3%

ML 795 151 946 16%

PIRT 273 221 494 45%

Total 11.243 693 11.936 6%

Pelanggaran terbanyak ditemukan untuk kategori produk dengan persetujuan pendaftaran

MD namun secara persentase produk MD memiliki pelanggaran yang kecil yaitu 3% dari

keseluruhan jumlahnya, sebagian besar disebabkan habisnya masa berlaku sertifikat halal

sedangkan produsen tidak melakukan perpanjangan sertifikasi halal namun masih

139

mencantumkan tulisan/logo halal pada produknya. Produk dengan katagori produk luar

negeri (ML) memiliki persentase pelanggaran 16%, hal ini disebabkan oleh pencantuman

logo halal dari negara asal sedangkan logo halal yang berlaku di Indonesia adalah logo halal

MUI. Sedangkan untuk produk SP/PIRT pelanggaran secara persentase keseluruhancukup

besar yaitu 45% dikarenakan produk tersebut mencantumkan tulisan/logo halal tetapi

tidak memiliki sertifikat halal MUI dan persetujuan pencantuman tulisan/logo halal dari

Balai Besar/Balai POM setempat. Hal ini disebabkan ketidaktahuan industri kecil mengenai

sertifikasi halal. Maka dilakukan beberapa solusi untuk mengurangi produk yang tidak

memenuhi ketentuan dalam pencantuman logo halal.

Tabel 4.19 Jenis Pelanggaran dan Solusi terhadap Produk Pangan Berlabel Halal Tahun

2015

Jenis Produk Jenis Pelanggaran Solusi

MD

Perusahaan belum

mengajukan izin cantum ke

Badan POM

Perusahaan belum melakukan

perpanjangan masa izin

cantum

Memberikan surat teguran

kepada pelaku usaha untuk

mengajukan izin cantum Halal

Memberikan reminder 3 bulan

sebelum masa izin cantum akan

habis

ML

Mencantumkan Logo Halal

Negara Asal dan tidak

memiliki persetujuan izin

cantum Halal

Memberikan surat teguran dan

penjelasan kepada imoprtir

bahwa logo halal yang berlaku di

Indonesia adalah berasal dari

MUI.

PIRT

Mencantumkan logo halal

tanpa sertifikat halal dari MUI

dan tidak melakukan izin

cantum halal ke BPOM

Melakukan bimbingan teknis

kepada UMKM mengenai logo

halal dan memfasilitasi Sertifikat

halal kepada UMKM yang

memenuhi ketentuan

4.10. STANDARDISASI

Di Bidang Obat dan PKRT,

Dalam rangka mengawal mutu obat, telah disusun standar/regulasi/pedoman di Bidang

Obat dan PKRT, sebagai berikut :

Suplemen II Farmakope Indonesia Edisi V (64 monografi baru, 65 monografi revisi dan

3 lampiran revisi), sedangkan tahun 2014 telah diterbitkan Farmakope Indonesia Edisi

V. Suplemen II FI Edisi V diberlakukan dengan SK Menteri Kesehatan RI. Monografi

baru dipilih berdasarkan Prioritas Sampling Badan POM, sedangkan lampiran baru

disusun jika terdapat metode pengujian baru. Monografi dan lampiran revisi

merupakan revisi terhadap monografi dan lampiran yang telah ada di FI.

140

5 Standar Obat Baru (SOB) yaitu: Sirup multikomponen salbutamol dan guaifenesin;

Sirup multikomponen triprolidin, pseudoefedrin dan dekstrometorfan; Tablet

multikomponen metformin dan saksagliptin; Tablet lepas lambat multikomponen

feksofenadin dan pseudoefedrin; dan Tablet lepas lambat multikomponen

pramipeksol.

SOB merupakan rancangan monografi obat yang belum memiliki standar mutu baik

pada Farmakope Indonesia atau Farmakope negara lain. Obat yang sudah lama beredar

dan menjadi prioritas sampling serta obat kombinasi baru menjadi kriteria dalam

pemilihan SOB.

Regulasi/pedoman/standar di bidang pengawasan produk terapetik dan PKRT antara

lain :

Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman (POPP) Cara Pembuatan Obat yang

Baik (CPOB) Untuk Unit Penyedia Darah.

Pedoman CPOB Produk Darah sangat penting untuk membangun sistem

pemastian mutu yang dapat diandalkan bagi seluruh rantai pengambilan darah,

pengolahan dan distribusi komponen darah di Unit Transfusi Darah dan Pusat

Plasmaferesis. Untuk melengkapi Pedoman CPOB Produk Darah, Badan POM

menyusun POPP yang memberi penjelasan lebih rinci dari persyaratan yang

ditetapkan dalam Pedoman CPOB Produk Darah antara lain Standar Prosedur

Operasional (SPO) dan Instruksi Kerja (IK). Banyaknya SOP dan IK yang harus

disiapkan maka direncanakan penyusunan POPP Produk darah bertahap selama 5

tahun. Pada tahun 2015 sudah menyelesaikan dua bab POPP yaitu Personalia serta

Bangunan, Fasilitas dan Peralatan yang telah dibahas bersama Palang Merah

Indonesia (PMI) dan Kementerian Kesehatan.

Pedoman Uji Bioekivalensi diberlakukan dengan

Peraturan Kepala Badan POM RI nomor HK.00.05.3.1818

Tahun 2014. Adanya perkembangan dan dinamika

regulasi uji BE di tingkat internasional, maka Pedoman

Uji BE tersebut direvisi dengan mengacu pada regulasi

uji BE internasional (WHO, European Medicine Agency

dan ASEAN).

Pedoman Uji BE ini digunakan sebagai acuan dalam

melaksanakan uji BE dan sebagai acuan evaluator dalam

melakukan penilaian protokol dan laporan uji BE.

Pedoman Uji BE ini merupakan salah satu pedoman

dalam melakukan penilaian obat berdasarkan pembuktian lengkap aspek khasiat,

keamanan dan mutu obat copy, berupa data ekivalensi obat copy. Hal ini dapat

memberikan perlindungan dan jaminan khasiat keamanan dan mutu obat copy

yang beredar.

141

Pedoman metodologi uji bioekivalensi spesifik zat aktif jilid

II : sangat bermanfaat bagi laboratorium uji BE maupun

bagi evaluator uji BE dalam menilai metodologi yang

digunakan dalam uji BE sehingga penilaian protokol dan

laporan uji BE konsisten dan lebih transparan.

Pada Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat

Aktif tahun 2011, terdapat informasi data farmakokinetik,

jenis studi, jumlah subyek, waktu sampling, analit dan

metode analisa uji BE untuk 31 zat aktif yang memerlukan

uji ekivalensi in vivo. Mengingat belum semua obat pada

daftar obat wajib uji BE tercakup pada buku pedoman tersebut, maka disusun

Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif Jilid II yang mencakup 20

zat aktif.

Standar Laboratorium Uji Bioekivalensi bertujuan untuk

meningkatkan kompetensi laboratorium uji BA/BE dalam

pelaksanaan uji BE melalui pemenuhan Sistem Manajemen Mutu,

Good Clinical Practice (GCP), dan Good Laboratory Practice (GLP).

Sasaran yang ingin dicapai melalui penyusunan standar ini adalah

peningkatan jumlah laboratorium uji BE yang terakreditasi atau

mendapat pengakuan dari Badan POM, bahkan dapat diakui

secara internasional.

Standar laboratorium uji bioekivalensi berisi informasi tentang

persyaratan yang diperlukan oleh laboratorium uji BE, meliputi legalitas, organisasi,

kualifikasi dan tanggung jawab, bangunan, fasilitas dan peralatan, subyek, pengelolaan

obat uji dan obat komparator, pengumpulan dan penanganan sampel biologik, analisis

sampel, farmakokinetik dan analisis statistik, dokumen uji BE dan sistem manajemen

mutu. Buku ini dapat menjadi acuan bagi industri farmasi dalam memilih laboratorium

yang memenuhi kompetensi sesuai dengan ketentuan dan menjadi acuan bagi

inspektur uji BE dalam melakukan pengawasan pelaksanaan uji BE di laboratorium uji

BE.

Pemutakhiran Standar Informasi Obat (Template) berdasarkan prioritas kelas terapi.

Telah dilakukan revisi template obat flu dan batuk karena kombinasi zat aktif dan klim

penandaan obat tersebut yang beragam. Hasil kajian revisi tersebut adalah

merasionalisasi komposisi dan informasi labelling obat flu dan batuk. Berdasarkan

kebijakan dan peraturan yang berlaku, dari 427 produk obat flu dan batuk yang

terdaftar dengan komposisi dan kadar serta penandaan yang beragam, terdapat 30

template yang terdiri dari 2 template obat demam, 1 template obat batuk, 3 template

obat pilek, 3 template obat pilek dan batuk, 2 template obat batuk dan alergi dan 19

template obat pilek dengan demam.

Analisis klasifikasi pos tarif produk farmasi dan harmonized system (hs) code produk

farmasi

142

Dalam menghadapi globalisasi dan Free Trade Area (FTA), dimana diberlakukan

kebijakan harmonisasi tarif, Badan POM dalam fungsinya sebagai pembina industri

farmasi membantu menciptakan iklim perekonomian yang kondusif bagi kalangan

industri farmasi dengan memberikan proteksi maupun meningkatkan daya saing

industri farmasi dalam negeri, dengan tetap mempertimbangkan komitmen Indonesia

dalam forum internasional dan tetap memperluas akses obat bagi masyarakat luas

dengan mutu yang tinggi serta harga terjangkau.

Salah satu forum internasional yang diikuti adalah Regional Comprehensive Economic

Partnership (RCEP). RCEP merupakan kerjasama perdagangan antara negara-negara

ASEAN plus six (China, Korea, Jepang, India, Australia, New Zealand). Pada tahun 2015,

Direktorat Standardisasi PT dan PKRT membuat kajian mengenai tarif masuk untuk

komoditi binaan Badan POM HS Code 2936 s.d 3006, yang kemudian digunakan sebagai

masukan Indonesia terkait Initial Offer for Tariff Elimination. Mengingat dalam RCEP

ini akan diberlakukan Single Tariff Commitment untuk 16 negara, maka kajian lebih

lanjut untuk penyusunan offer list single schedule tersebut dilakukan dengan cermat,

sehingga posisi baru dalam RCEP tidak merugikan Indonesia terutama untuk HS yang

terkait dengan bidang kefarmasian dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah

untuk mengembangkan bahan baku obat lokal. Dalam Initial Offer for Tariff Elimination

terdapat 4 (empat) kategori kelompok pos tarif yaitu kategori A (Initial Offer pada saat

Entry Into Force/EIF adalah 0%), B (tarif 0% dicapai 10 tahun dari EIF), B* (tarif 0%

dicapai lebih dari 10 tahun dari EIF), atau Sensitive List. Posisi yang diberikan Badan

POM sebagai masukan adalah 50 pos tarif kategori A (35,4%), 37 pos tarif kategori B

(26,2%), 32 pos tarif kategori B* (22,6%), dan 22 pos tarif kategori SL (15,6%). Selain

kajian tarif masuk, juga dilakukan kajian terkait Product Specific Rules (PSRs), yaitu

syarat kriteria origin tertentu yang harus dipenuhi untuk pos-pos tarif tertentu.

Selain RCEP, Indonesia juga berpartisipasi dalam hubungan kerjasama bilateral ASEAN

Hong Kong Free Trade Agreement (AHKFTA). Kajian terhadap AHKFTA saat ini masih

terus dilakukan mengingat adanya AHKFTA tidak memberikan dampak positif

terhadap ekspor impor produk farmasi Indonesia. Hal ini disebabkan antara lain Hong

Kong sebagai special region of China tidak memenuhi syarat dapat diterima sebagai

mitra eksternal ASEAN, Industri lokal Hong Kong hanya 1%, serta pertimbangan

lainnya. Masukan sementara yang diberikan adalah mengikuti tarif MFN atau maksimal

sama dengan RCEP.

Database Bahan Baku Obat

Dalam rangka penerapan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang salah satu programnya merupakan jaminan

kesehatan, Industri Farmasi (IF) di Indonesia harus siap memproduksi obat yang

memiliki ketentuan ketersediaan, keterjangkauan selain jaminan keamanan, mutu dan

manfaat. Pemerintah selaku pembuat kebijakan dan regulasi telah berupaya mengatur

dan memperhatikan aspek-aspek penting dalam upaya pemenuhan pelayanan

kesehatan bagi setiap warga negaranya. Badan POM khususnya sebagai pembina

sektor Industri Farmasi memberi dukungan untuk memiliki ketentuan jaminan

143

keamanan, manfaat, mutu, dan pengadaan produk farmasi yang lebih kompetitif dalam

bersaing di pasar nasional, regional maupun internasional. Untuk mencapai tujuan

tersebut perlu dilakukan suatu kelayakan terhadap bahan baku obat yang digunakan

untuk produksi.

Permasalahan yang ada saat ini industri farmasi di Indonesia masih sangat tergantung

dengan bahan baku impor. Hampir 96% bahan baku yang digunakan Industri Farmasi

masih diimpor. Oleh karena itu pemilihan bahan baku obat yang berkualitas dari

produsen bahan baku obat menjadi hal yang sangat penting karena akan berpengaruh

terhadap kualitas produk jadinya. Salah satu kendala dalam hal pemenuhan bahan

baku obat yang berkualitas adalah kesulitan Industri Farmasi untuk melakukan

justifikasi sumber bahan baku obat (termasuk API source). Hal ini karena belum adanya

sistem yang terintegrasi yang memuat database bahan baku obat yang berkualitas.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Direktorat Standardisasi PT dan PKRT

membangun aplikasi database bahan baku obat yang dapat menjadi referensi bahan

baku obat yang telah terdaftar. Penggunaan aplikasi tersebut, selain untuk membantu

Industri Farmasi Bahan Baku Obat dan Pedagang Besar Bahan Baku Obat dalam

melakukan pemilihan bahan baku obat yang memenuhi persyaratan mutu, juga dapat

membantu Badan POM dalam memaksimalkan pengawasan bahan baku obat. Tahun

2015 telah dilakukan pengumpulan data yang meliputi informasi industri farmasi yang

memproduksi bahan baku aktif obat, bahan baku aktif obat impor dan database

narkotik, psikotropik dan prekursor.

Di Bidang Obat Tradisional;

Peraturan

1. Peraturan Kepala Badan POM No. 21 Tahun 2015 tentang Tata Laksana

Persetujuan Uji Klinik

2. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Penarikan dan Pemusnahan

Obat Tradisional yang Tidak Memenuhi Persyaratan

Pedoman

1. Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik di Indonesia Edisi II

2. Pedoman Keamanan Obat Tradisional di ASEAN

3. Pedoman Batasan Cemaran Obat Tradisional di ASEAN

4. Rancangan Pedoman Klaim dan Data Pendukung Klaim Obat Tradisional

5. Rancangan Pedoman Uji Stabilitas Obat Tradisional

6. Rancangan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Tradisional yang Baik (CDOTB)

Standar Di Bidang Obat Tradisional

1. Standar Monografi Tumbuhan yang Dilarang Digunakan Dalam Obat Tradisional

dan Suplemen Kesehatan di Indonesia: Adonis vernalis L., Catharanthus roseus

144

(L.) G. Don, Aspidospermae quebracho-banco Schltdl, Chondrodendron

tomentosum Ruiz & Pav., Citrullus colocynthis (L.) Schrader, Claviceps purpurea

(Fr.) Tul

2. Kajian tentang Pra Registrasi Obat Tradisional

Di Bidang Kosmetik;

Peraturan

1. Peraturan Kepala Badan POM No 18 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis

Bahan Kosmetika

2. Peraturan Kepala Badan POM No 19 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis

Kosmetika

3. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Pedoman Teknis Pengawasan

Iklan Kosmetika

4. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Kriteria dan Tata Cara

Pengajuan Notifikasi Kosmetika

5. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Perubahan Atas Peraturan

tentang Pedoman Dokumen Informasi Produk

6. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Pedoman Penerapan Higiene,

Sanitasi, dan Dokumentasi pada Industri Kosmetika Golongan B

Pedoman

1. Pedoman Penilaian Keamanan Bahan Baku Tumbuhan untuk Kosmetika

2. Pedoman untuk Konsumen: Kosmetika Anti Aging

3. Pedoman untuk Konsumen: Kosmetika Tabir Surya

4. Pedoman untuk Konsumen: Kosmetika Rias Mata

Standar

1. Kajian Keamanan Paraben sebagai Pengawet ASEAN

2. Kajian Keamanan Bahan Pewarna Rambut ASEAN

Di Bidang Suplemen Kesehatan;

Pedoman

1. Pedoman Penggunaan Asam Amino pada Suplemen Kesehatan

2. Pedoman Batasan Maksimum Vitamin dan Mineral di Kawasan ASEAN

3. Rancangan Pedoman Klaim dan Data Pendukung Klaim Suplemen Kesehatan

4. Rancangan Pedoman Uji Stabilitas Suplemen Kesehatan

145

Standar

1. Monografi Batas Maksimum Vitamin dan Mineral dalam Suplemen Kesehatan:

Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin C, Vitamin D, Vitamin E.

2. Kajian terhadap bahan tambahan pengawet Methyl-4-hydroxy benzoate dan

Propyl-4-hydroxy benzoate pada Suplemen Kesehatan

3. Kajian Persyaratan Kadar Air pada Sediaan Tablet dan Tablet Efervesen pada

Suplemen Makanan

Di Bidang Pangan;

1. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan terhadap standar

keamanan dan mutu minuman beralkohol

2. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Penggunaan Bahan

Tambahan Pangan Perisa

3. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan BTP Campuran

4. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Penggunaan Bahan Penolong

Golongan Enzim dan Golongan Penjerap Enzim dalam Pengolahan Pangan

5. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang MPASI

6. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Kategori Pangan 06

7. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Kategori Pangan 07

8. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Penetapan Batas Maksimum

Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan

9. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Pedoman Pengkajian Pangan

PRG

10. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Pengawasan Pangan Olahan

Organik

11. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Pedoman Uji Klinik

12. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Acuan Label Gizi

13. Pedoman FAQ Iklan

14. Pedoman Cara Menggoreng yang baik untuk UMKM

Disamping penyusunan standar pangan, Direktorat Standardisasi Produk Pangan mendapat

tugas untuk menyusun 2 Rancangan Peraturan Pemerintah yang merupakan amanah dari

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yaitu:

1. Rancangan Peraturan Pemerintah Keamanan Pangan

2. Rancangan Peraturan Pemerintah Label dan Iklan Pangan

Kedua Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut telah diusulkan untuk masuk dalam

Program Prioritas Penyusunan Peraturan Pemerintah tahun 2016 di BPHN, Kementerian

Hukum dan HAM, sehingga diharapkan kegiatan penyusun kedua Rancangan Peraturan

Pemerintah tersebut dapat diselesaikan pada Tahun 2016.

146

Perkuatan Peraturan Perundang-undangan Pengawasan Obat dan Makanan

Pada tahun 2015, Badan POM bersama dengan lintas sektor antara lain Kementerian

Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Hukum dan HAM telah

membahas 7 Rancangan Undang-undang dan 11 Rancangan Peraturan Pemerintah. Badan

POM juga terlibat aktif dalam pembahasan 9 Rancangan Permenkes. Secara internal, Badan

POM telah menyelesaikan 25 Rancangan Peraturan Kepala Badan POM, 210 Rancangan

Keputusan Kepala Badan POM dan 39 Rancangan MoU. Selain itu, Badan POM telah

melaksanakan kegiatan penyebaran informasi dan penyuluhan hukum mengenai peraturan

Obat dan Makanan, advokasi hukum terhadap stakeholder (pengacara dan LSM) serta

penyelesaian permasalahan hukum terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan.

Judul RUU

1. Rancangan Undang-Undang Sedian Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT

2. Rancangan Undang-Undang tentang Bahan Kimia

3. Rancangan Perubahan UU Nomor 8 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular

4. Rancangan Undang-Undang Karantina Kesehatan

5. Rancangan Undang-Undang Merek 6. Rancangan Undang-Undang Paten 7. Rancangan Undang-Undang

Kedaulatan Pangan

Judul RPP

1. RPP tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional 2. RPP tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 48 Tahun 2010

3. RPP tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan

4. RPP tentang Label dan Iklan Pangan

5. RPP Tata Cara Paten oleh Pemerintah

6. RPP Tentang Sistem Jaminan Mutu dan

Keamanan serta Peningkatan Nilai Tambah

Hasil Periklanan

7. RPP Jaminan Produk Halal

8. RPP Sarana dan Prasarana Industri

9. RPP Ketahanan Pangan

10. RPP Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

11. RPP tentang Penetapan Barang yang Dilarang

dan Dibatasi Perdagangannya serta Diawasi

Perdagangan dan Peredarannya

Judul Rancangan Permenkes

1. Rancangan Permenkes tentang Apotik 2. Rancangan Permenkes tentang Registrasi Penelitian Klinis 3. Rancangan Permenkes tentang Penyelenggaraan Program Terapi Buprenorfina 4. Rancangan Permenkes tentang SAS 5. Rancangan Permenkes tentang Peredaran dan Penyimpanan dan Pemusnahan Narkotik

Farmasi 6. Rancangan Permenkes tentang Plasma Darah 7. Rancangan Permenkes tentang Promosi Obat 8. Rancangan Permenkes tentang Obat Wajib Apotik 9. Rancangan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pelarangan Impor dan Peredaran Rokok

Elektrik

147

4.11. BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH (BMDTP)

Dalam rangka memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa untuk kepentingan umum dan

peningkatan daya saing industri farmasi tertentu di dalam negeri, pemerintah memberikan

insentif fiskal berupa BMDTP, yaitu bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah

dengan pagu anggaran tertentu. BMDTP diberikan terhadap impor barang dan bahan yang

dipergunakan untuk produksi barang dan/atau jasa.

Badan POM adalah salah satu lembaga yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai

pembina sektor industri farmasi yang bekerja sama dengan Kementerian Keuangan

terutama Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal

Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat Akuntansi dan

Pelaporan Keuangan dalam pelaksanaan pemberian BMDTP. Sesuai dengan Peraturan

Menteri Keuangan (PMK), sejak tahun 2008 sampai batas waktu yang akan ditetapkan oleh

pemerintah sesuai dengan kebutuhan, BMDTP sektor farmasi diberikan kepada industri

farmasi pembuat kemasan infus dan/atau memproduksi infus.

Pagu tahun anggaran 2015 yang diberikan oleh Menteri Keuangan sebesar

Rp.14.173.967.000,- untuk sektor farmasi, meningkat 0,21 % dari tahun anggaran 2014.

Dari pagu tersebut Badan POM melakukan kajian kebutuhan terhadap Rencana Impor

Barang (RIB) yang diajukan oleh dua industri farmasi (IF). Berdasarkan kajian tersebut, RIB

yang disetujui oleh Badan POM untuk ke-2 IF tersebut sebesar Rp.9.133.998.016,-.

Realisasi BMDTP oleh industri farmasi T.A. 2015 senilai Rp. 6.268.716.000,- atau 44,23%

dari pagu anggaran. Realisasi ini mengalami penurunan sebesar 48,66% dibandingkan

dengan realisasi tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan antara lain:

1. Perubahan perencanaan oleh Industri Farmasi karena stok barang masih mencukupi

dan turunnya harga bahan baku dari importir.

2. Terlambat untuk pengajuan usulan DIPA ke Direktorat Jenderal Anggaran (DJA).

Tabel 4.20 Realisasi BMDTP Terhadap Pagu Anggaran Tahun 2011-2015

Tahun

Anggaran

Pagu

(Rp)

Realisasi

(Rp)

% Realisasi

Terhadap Pagu

Jumlah

IF

2011 1.840.000.000 1.685.576.000,00 91,61 1

2012 9.372.600.000 7.844.566.137,93 83,70 3

2013 10.309.360.000 9.770.565.000,00 94,77 3

2014 14.144.810.000 12.210.128.000,00 86,32 2

2015 14.173.967.000 6.2626.716.000,00 44,23 2

148

Gambar 4.67 Realisasi BMDTP Tahun 2011-2015

Pada tahun 2015, Kementerian Keuangan mengeluarkan kebijakan baru bahwa

implementasi dan pengawasan terhadap pemanfaatan fasilitas BMDTP setelah keluar dari

Bea dan Cukai diserahkan kepada masing-masing Pembina Sektor. Untuk menindaklanjuti

hal tersebut Badan POM telah membuat payung hukum yang dapat menjadi landasan dalam

pengawasan pemanfaatan BMDTP oleh Industri Farmasi, yaitu Peraturan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 15 Tahun 2015 tentang Tatacara Pelaksanaan Bea

Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang dan Bahan Tertentu di Lingkungan

Badan Pengawas Obat dan Makanan. Payung hukum tesebut mengatur mulai dari tatacara

pengajuan permohonan persetujuan untuk memperoleh BMDTP sampai dengan sanksi

administrasi, termasuk didalamnya evaluasi terhadap kelayakan mendapat fasilitas

BMDTP. Adanya fasilitas BMDTP ini disosialisasikan kepada Industri Farmasi setelah

Kementerian Keuangan mengeluarkan PMK Sektor tahun berjalan beserta besaran pagu.

4.12. KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI (KIE)

Sebagai salah satu pilar pengawasan obat dan makanan yang dilaksanakan oleh masyarakat,

pemberian komunikasi, informasi dan edukasi timbal balik dengan konsumen mempunyai

arti yang penting untuk pemberdayaan konsumen agar untuk membentengi diri sendiri

terhadap penggunaan produk yang berisiko terhadap kesehatan. Pengaduan dan

pertanyaan masyarakat merupakan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat.

A. Unit Layanan Pengaduan Konsumen

Selama Tahun 2015 Badan POM telah menerima pengaduan dan permintaan informasi

mengenai Obat dan Makanan sejumlah 29.053 layanan melalui Unit Layanan Pengaduan

Konsumen (ULPK) di Pusat dan 31 Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia serta Contact

Center HALO BPOM 1500533.

2011 2012 2013 2014 2015

91,6183,7

94,7786,32

44,23

149

Berdasarkan data layanan

pengaduan dan informasi

konsumen nasional yang

diterima oleh ULPK dan

Contact Center (berdiri

sejak 2014) dari tahun

2011 sampai tahun 2015,

terlihat bahwa jumlah

pengaduan dan

permintaan informasi

cenderung meningkat dari

tahun ke tahun. Hal ini

diantaranya karena adanya

isu yang berkembang di masyarakat tentang Obat dan Makanan yang menjadi pengawasan

Badan POM serta semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas

Badan POM.

Pada tahun 2015, jumlah pengaduan dan informasi konsumen per-bulan mengalami

fluktuasi. Secara nasional, puncak pengaduan dan informasi konsumen ada pada bulan

Maret dan April. Pada bulan tersebut, pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh pelaku

usaha tentang legalitas beberapa produk pangan yang telah beredar di pasaran, proses

pendaftaran ulang pangan dan SKI/SKE, juga produk PIRT. Beberapa pertanyaan terkait

adanya kode E471 yang diduga mengandung babi, dugaan produk Pocky yang mengandung

babi, adanya isu produk nata de coco yang menggunakan pupuk urea dan kejadian tidak

diinginkan yang serius pada penggunaan obat injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy 4 ml/5

(Bupivacaine HCl) menyebabkan banyaknya masyarakat yang menghubungi ULPK dan

Contact Center HALO BPOM 1500533 untuk mengklarifikasi informasi tersebut.

Gambar 4.69 Dinamika Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Per-Bulan

Tahun 2015

1.183

1.035

1.4391.352

1.078 984

758918

1.201 1.410 1.507 1.410

1.075

1.247

1.5451.554

1.141 1.145

856

1.3181.144 1.126

1.314 1.313

2.282 2.282

2.984 2.906

2.219 2.129

1.614

2.2362.345

2.536

2.821 2.723

0

300

600

900

1.200

1.500

1.800

2.100

2.400

2.700

3.000

Pusat (ULPK + CC) Balai Nasional

Gambar 4.68 Dinamika Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui ULPK Tahun 2011 - 2015

2.279 2.126 3.115

8.870

14.275

8.997 9.471 11.504 11.690

14.778

11.276 11.597 14.619

20.560

29.053

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

2011 2012 2013 2014*) 2015*)

*) di pusat, Akses melalui ULPK dan Contact Center

Pusat Balai Nasional

150

Berdasarkan jenis komoditi, dapat dilihat bahwa kelompok pengaduan dan informasi

konsumen yang paling banyak adalah berkaitan dengan produk pangan

(makanan/minuman) sebanyak 12.948 layanan (44,56%), kemudian Kosmetika sebanyak

4.417 layanan (15,20%), informasi umum sebanyak 4.045 layanan (13,92%, yang mayoritas

terkait rekrutmen pegawai BPOM/nomor kontak unit kerja di BPOM), produk Obat

Tradisional sebanyak 2.809 layanan (9,67%), Obat sebanyak 2.348 layanan (8,08%) dan

Suplemen Kesehatan sebanyak 1.343 layanan (4,62%). Selain itu pengaduan dan informasi

konsumen tentang Bahan Berbahaya (BB), PKRT, Alat Kesehatan, dan NAPZA.

Gambar 4.70 Profil Jumlah Pengaduan dan Informasi Konsumen Berdasarkan Jenis

Komoditi Tahun 2015

Menurut kelompok informasi produk/klasifikasi pertanyaan, pengaduan dan informasi

konsumen terbanyak adalah mengenai legalitas sebanyak 19.488 layanan (67,06%)

terutama terkait dengan:

informasi produk obat dan makanan terdaftar;

informasi prosedur pendaftaran obat dan makanan;

sertifikasi (yaitu prosedur Surat Keterangan Impor obat dan makanan, prosedur

Surat Keterangan Komoditas Non Obat dan Makanan, dan permohonan rekomendasi

BPOM untuk pengeluaran obat dan makanan keperluan pribadi)

inspeksi yaitu pengaduan masyarakat tentang obat dan makanan ilegal/substandar

inspeksi yaitu pengaduan masyarakat tentang proses pendaftaran produk yang

sangat lama

Public Warning yaitu klarifikasi mengenai produk obat dan makanan yang masuk ke

dalam Daftar Public Warning yang dikeluarkan oleh BPOM

Periklanan, pengaduan mengenai over claim produk

Ditinjau dari profesi konsumen yang menghubungi ULPK dan Contact Center, dapat

diketahui bahwa konsumen terbanyak adalah dari profesi karyawan sebanyak 10.529

(36,23%) disusul berturut-turut dari kalangan pelaku usaha sebanyak 9.368 (32,24%),

masyarakat umum sebanyak 3.524 (12,13%), dan ibu rumah tangga sebanyak 1.987

-

3.000

6.000

9.000

12.000

15.000

12.1

85

3.8

14

3.8

85

2.3

93

2.2

36

1.2

46

572

189

178

163

763

603

160

416

112

97

23

3

4

11

12.9

48

4.4

17

4.0

45

2.8

09

2.3

48

1.3

43

595

192

182

174

Informasi Pengaduan Total

151

(6,84%), sisanya adalah dari berbagai profesi antara lain pelajar/mahasiswa, apoteker,

tenaga kesehatan lain, wartawan, dokter, sarjana hukum dan dari LSM.

Gambar 4.71 Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK Tahun

2015

Sarana terbanyak yang

digunakan untuk menghubungi

ULPK Badan POM adalah datang

langsung yaitu 12.641 layanan

(43.50%), kemudian melalui

sarana telepon sebanyak 12.064

layanan (41,52%), e-mail

sebanyak 1.923 layanan

(6,62%), pesan singkat/SMS

(Short Message Service)

sebanyak 1.621 layanan

(5,58%), media sosial (Twitter

@HaloBPOM1500533)

sebanyak 778 layanan (2,68%),

surat sebanyak 25 layanan (0,09%), dan fax sebanyak 1 layanan (0,01%).

Saat ini penggunaan internet sebagai media komunikasi semakin meluas dan semakin

mempermudah komunikasi, sehingga media luar ruang ini semakin diminati oleh

masyarakat. Selain itu, biaya penggunaan internet yang lebih murah, membuat masyarakat

lebih memilih media ini untuk berkomunikasi dibandingkan dengan telepon. Disamping

itu, perkembangan media sosial yang sangat pesat, menuntut Badan POM untuk membuka

akses melalui media sosial kepada masyarakat untuk menanyakan informasi dan

menyampaikan pengaduan tentang obat dan makanan. Dengan mulai aktifnya akun

@halobpom1500533, semakin memperluas cakupan layanan informasi dan pengaduan

tentang obat dan makanan.

0

2000

4000

6000

8000

10000

120009.687

9.068

3.130

1.638 1.751 780 298180 186 101 42842

300 394 349 151 66 17 27 15 16 15

10.5299.368

3.524

1.987 1.902846

315207 201 117 57

Informasi = 26.861 Pengaduan = 2.192 Total = 29.053

Gambar 4.72 Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK dan Contact Center

Berdasarkan Jenis Sarana yang Digunakan Tahun 2015

Langsung43,51%

Telepon 41,52%

E-mail 6,62%

SMS 5,58%

Media Sosial2,68%

Surat 0,09%Fax 0,003%

152

Sejak September 2014, Badan POM telah mengembangkan

media sosial untuk sosialisasi program BPOM yaitu melalui

twitter @bpom_ri, Facebook, Instagram, dan Mailchimp.

Dari berbagai media sosial yang dikembangkan tersebut,

layanan pengaduan dan permintaan Informasi melalui

media sosial dapat diakses melalui twitter

@HaloBPOM1500533. Setelah berjalan selama setahun

lebih, layanan ini mulai populer dan banyak digunakan masyarakat jumlah pengikut

(followers) akun Twitter @HaloBPOM1500533 hingga 31 Desember 2015 semakin

meningkat, yaitu sebanyak 1.770 pengikut (followers) dengan jumlah kicauan (tweets)

sebanyak 1.730. Peningkatan ini berbanding lurus dengan jumlah kumulatif layanan dan

jumlah tweet. Sedangkan total Jumlah Layanan Pengaduan dan Permintaan Informasi

Melalui Twitter @HaloBPOM1500533 selama Tahun 2015 sebanyak 751 layanan (608

layanan informasi dan 143 layanan pengaduan), dengan rincian Jenis Profesi terbanyak dari

Karyawan, Pelajar/Mahasiswa, Masyarakat Umum, Pelaku Usaha, dan Ibu Rumah Tangga

dan; Jenis komoditas tertinggi adalah Pangan, Obat Tradisional, Kosmetika, dan Suplemen

Makanan; dan informasi produk yang paling banyak ditanyakan adalah mengenai legalitas,

mutu, informasi lain tentang produk dan penandaan produk.

Gambar 4.73 Grafik Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui Akun

Twitter @HALOBPOM1500533 Periode Januari – Desember 2015

Upaya peningkatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi telah dilakukan baik di Pusat

maupun di Daerah melalui diseminasi dan promosi ke sekolah dan komunitas ibu-ibu PKK,

penyebaran informasi oleh Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Promosi

keberadaan ULPK juga dilakukan melalui Pameran, Iklan Layanan Masyarakat, Talk Show,

Siaran Pers dan website Badan POM.

Selain itu dilakukan BPOM ROAD SHOW dengan tujuan untuk lebih mencerdaskan

konsumen Indonesia serta memperkenalkan layanan pengaduan dan informasi konsumen

BPOM melalui ULPK dan Contact Center HALO BPOM 1500533. Kegiatan ini dilaksanakan

bersama dengan beberapa Unit Teknis di Lingkungan BPOM serta Balai Besar/Balai POM

setempat. Untuk sasaran Komunitas masyarakat umum (BPOM Goes To Community) materi

yang disampaikan adalah tentang pangan, kosmetika dan obat tradisional, untuk komunitas

6 12 19 213

12 13 8 5

36 3246

145

6550

68

2744

32 29 40

14 15 9

151

7769

89

3056

45 37 45 50 4755

Pengaduan Informasi Total

@HaloBPOM1500533

153

sekolah (BPOM Goes To School) materi yang disampaikan adalah tentang pangan terutama

pangan jajanan anak sekolah (PJAS) termasuk contoh-contoh untuk memperjelas dan

meningkatkan pemahaman siswa dan komunitas sekolah lainnya mengenai bahan

berbahaya dalam pangan, sedangkan untuk komunitas kampus (BPOM Goes To Campus)

materi yang disampaikan adalah mengenai obat, suplemen kesehatan serta kosmetika.

Secara lebih rinci, kegiatan yang dilakukan dalam tiap lokasi adalah sebagai berikut:

a) BPOM GOES TO COMMUNITY 1, pada tanggal 12 Mei 2015 di Pelataran Parkir

Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat yang

dilaksanakan pada puncak perayaan Hari

Konsumen Nasional yang dihadiri oleh Menteri

Perdagangan, para undangan dari institusi,

organisasi masyarakat serta pengunjung Monas.

BPOM berpartisipasi aktif dalam kegiatan dengan

membuka 2 booth, yaitu Contact Center

HaloBPOM1500533 dan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan serta

diramaikan dengan Tim dan Mobil Keliling dari Balai Besar POM di Jakarta. Jumlah

pengunjung yang berinteraksi di booth BPOM sekitar 100 orang peserta.

b) BPOM GOES TO COMMUNITY 2, pada tanggal 5 Juni 2015 di Aula BRI Kelurahan

Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih Jakarta Pusat.

Hadir 120 Orang warga RW.05 dan RW.06 Kelurahan

Rawasari yang terdiri atas Ibu Rumah Tangga, remaja

putri, karyawan serta siswa sekolah. Narasumber

yang hadir memberikan edukasi adalah Kepala Biro

Hukum dan Hubungan Masyarakat (Budi Djanu

Purwanto, SH., MH); Direktur Penilaian Obat

Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik (Dra. Frida Tri Hadiati, Apt); Kasie

Penyuluhan Institusi dan Masyarakat (Dra. Ratminah, S.Si., Apt., MP); dan Kepala

Bidang Informasi Keracunan (Atiek Supardiati ES, S.Si, Apt, MKM) dan melibatkan host

Veve Adeline dari Gen FM Radio. Acara ini diramaikan dengan Tim dan Mobil Keliling

dari Balai Besar POM di Jakarta dan booth konsultasi obat dan makanan Contact Center

HaloBPOM1500533.

c) BPOM GOES TO COMMUNITY 3, pada tanggal 6 Desember 2015 sejalan dengan

kegiatan Car Free Day di Jl. Sudirman, Jakarta

Pusat. Jumlah pengunjung yang berinteraksi

sekitar 100 orang yang terdiri atas warga

ibukota yang datang pada kegiatan rutin Car

Free Day tersebut. Edukasi disuguhkan dalam

bentuk pembukaan Booth konsultasi obat dan

makanan Contact Center HaloBPOM1500533 yang

dapat dimanfaatkan oleh setiap masyarakat yang hadir untuk

bertanya tentang berbagai hal terkait semua komoditas yang ada dalam pengawasan

BPOM.

154

d) BPOM GOES TO SCHOOL 1, pada tanggal 3 Juni 2015 di Gedung SMPN 76 Jakarta Pusat

dihadiri 150 orang komunitas sekolah yang terdiri

atas siswa dan staf pengajar/guru. Narasumber yang

hadir memberikan edukasi adalah Kepala Biro

Hukum dan Hubungan Masyarakat (Budi Djanu

Purwanto, SH., MH); Kepala Sub Direktorat Promosi

Kemanan Pangan (Drs. AA. Nyoman Merta Negara);

dan Kasie Penyuluhan Institusi dan Masyarakat (Dra.

Ratminah, S.Si., Apt., MP). Kegiatan yang melibatkan host

Veve Adeline dari Gen FM Radio. Demo Rapid Test Kit terhadap sampel pangan jajanan

oleh Balai Besar POM DKI Jakarta sehingga dapat diketahui hasil ujinya untuk

menambah wawasan peserta didik.

e) BPOM GOES TO SCHOOL 2, pada tanggal 12

November 2015 dalam rangka Peluncuran Gerakan

Konsumen Anak Cerdas Indonesia (Kick of G-KACI)

dengan tema “Cerdas Memilih Pangan Yang Baik

Serta Cerdas Kelola Sampah” di Ruang Theater

Gedung Nyi Ageng Serang, Jl. HR. Rasuna Said Kav. C

Kuningan, Jakarta Selatan.

Kegiatan yang disponsori oleh Indonesia Petroleum Association (IPA) bekerjasama

dengan SPEAK Indonesia ini dihadiri oleh sekitar 150 orang peserta yang terdiri atas

pelajar dan guru dari beberapa SD, SLTP, dan SLTA di Jakarta. Narasumber yang

terlibat terdiri dari narasumber Kementerian Lingkungan Hidup, Dokter Ahli Gizi, dan

Kepala Bagian Pengaduan Konsumen. Dalam kegiatan tersebut Tim dari ULPK juga

melakukan Uji cepat menggunakan Rapid Test Kit yang dilakukan terhadap sampel

pangan yang dibeli di lingkungan sekitar Gedung Nyi Ageng Serang. Tahu dan Baso,

memberikan hasil uji negatip terhadap test formalin dan borax sedangkan mie basah

dan Kerupuk memberikan hasil uji positif terhadap test Metanil yellow dan Rhodamin

B. Untuk lebih memperkenalkan ULPK dan sebagai sarana promosi kepada masyarakat,

dibagikan brosur dan produk informasi. Selain acara KIE diselenggarakan juga lomba

Pangan sehat dan bergizi serta Kebersihan Lingkungan.

f) BPOM GOES TO SCHOOL 3, pada tanggal 26 November 2015 di Kompleks SDS dan

SMP Unwanus Saadah Jl. Plumpang Semper

No. 3, Tanjung Priok, Jakarta, diikuti 150

peserta dari komunitas sekolah yang terdiri

dari siswa, dan staf pengajar. Edukasi

disampaikan dalam bentuk penyuluhan dan

diskusi interaktif tentang obat dan makanan

oleh Kepala Bagian Pengaduan Konsumen (Dra. Fauziah Amin, Apt) dan Kepala Sub

Bagian Layanan Pengaduan Konsumen (Dra. Nining Restu K, Apt., M.Si). Pada kegiatan

ini dilakukan pengujian menggunakan Rapid Test Kit mobil laboratorium keliling oleh

Tim ULPK BPOM terhadap produk pangan yang dijual di lingkungan sekolah.

155

g) BPOM GOES TO CAMPUS 1, pada tanggal 12 Juni 2015 di Gedung Auditorium

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. Haji

Juanda No. 95. Ciputat, Tangerang, Banten.

Acara ini dibuka oleh Rektor UIN, Prof. Dr.

Dede Rosyada dan dihadiri oleh 200

orang komunitas kampus yang terdiri

dari mahasiswa serta Dekan dan

Dosen pengajar di lingkungan

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Narasumber yang hadir memberikan edukasi adalah

Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Budi Djanu Purwanto, SH., MH);

Kepala Sub Direktorat Penilaian Produk II (Kosmetik) (Dra. RR. Maya Gustina Andarini,

Apt., MSC); Kasie Penyuluhan Institusi dan Masyarakat (Dra. Ratminah, S.Si., Apt., MP);

dan Dosen Prodi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN (Zilhadia, M.SI., Apt). Acara ini

diramaikan dengan kehadiran Mobil Keliling dari Balai POM di Serang. Uji cepat

menggunakan Rapid Test Kit yang dilakukan oleh Tim dari Balai POM Serang terhadap

sampel pangan yang dibeli di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah memberikan hasil uji

negatif.

h) BPOM GOES TO CAMPUS 2, pada tanggal 16 Juni 2015 di Gedung C Rumpun

Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia, Depok.

Acara ini dibuka oleh Dekan Fakulas Farmasi

Universitas Indonesia (mewakili rektor) (Dr.

Mahdi Jufri, Apt., M.Si.) dan dihadiri oleh 200

orang peserta/komunitas kampus yang terdiri

dari mahasiswa serta dosen pengajar di

lingkungan Rumpun Ilmu Kesehatan

Universitas Indonesia. Narasumber yang hadir

memberikan edukasi adalah Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat

(Budi Djanu Purwanto, SH., MH.); Direktur Penilaian Obat Tradisional, Suplemen

Makanan, dan Kosmetik (Dra. Frida Tri Hadiati, Apt.); dan Kasie Penanggulangan

Produk Ilegal (Priharika Septyowati, S.Si, Apt, MKM). Tim dari Balai Besar POM di

Bandung bersama Mobil Laboratorium Kelilingnya ikut berpartisipasi dalam kegiatan

ini. Uji cepat menggunakan Rapid Test Kit yang dilakukan terhadap sampel pangan

yang dibeli di lingkungan sekitar Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan, Universitas

memberikan hasil uji negatif.

Hasil Evaluasi Kepuasan Konsumen terhadap Layanan ULPK secara Nasional Tahun

2015

Sesuai KEPMENPAN No. KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan

Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, semua unit pelayanan

instansi pemerintah baik yang langsung maupun tidak langsung memberikan pelayanan

kepada masyarakat, wajib menyusun indeks kepuasan masyarakat secara periodik di

156

lingkungan masing-masing dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanannya kepada

masyarakat. Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM merupakan unit yang

dibentuk guna memberikan akses kepada masyarakat/konsumen untuk menyampaikan

informasi atau pengaduan yang berkaitan dengan pengawasan produk obat dan makanan.

Untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen ULPK Pusat dan ULPK di Balai Besar/Balai

POM atas pelayanan yang diterimanya, yang meliputi dua dimensi, yaitu Produk ULPK

(Product dan Information) dan Cara Penyampaiannya (Delivery) serta untuk mengetaui

faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan konsumen

telah dilakukan Evaluasi Kepuasan Konsumen. Metodologi survey yang digunakan adalah

metode kuantitatif melalui telesurvey (Phone Interview) dan angket menggunakan

kuesioner yang memuat pertanyaan terstruktur serta metode kualitatif melalui Focus

Discussion Group (FGD). Metode penarikan sampel menggunakan teknik stratified random

sampling berdasar database konsumen ULPK dimana responden dikelompokkan

berdasarkan lokasi tempat tinggal responden, kemudian dari setiap lokasi itu dipilih

responden secara acak yang mewakili sampel. Total Responden 600 responden

telesurvei; 935 responden angket; dan 2 Grup FGD Error Sampling +/- 4,36 % pada interval

kepercayaan 95,0%. Evaluasi kali ini dilakukan di ULPK Pusat dan Balai Besar/Balai POM di

seluruh Indonesia dengan sampel masing-masing kota berbeda.

Terdapat tiga dimensi yang diperlukan untuk mengukur kepuasan seseorang terhadap

sebuah pelayanan jasa, yaitu: Accessibility, Delivery, dan Information. Masing-masing

dimensi tersebut dijabarkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh

responden.

Evaluasi kepuasan konsumen terhadap layanan pengaduan dan informasi konsumen

menunjukkan hasil yang sangat baik (very good) dengan Indeks Kepuasan Masyarakat

(IKM) sebesar 4,70 untuk Skala Likert (1-6), mengalami peningkatan sebesar 0.02 poin

dibandingkan dengan hasil evaluasi tahun 2014 yaitu sebesar 4.68. Sedangkan untuk Skala

0 – 100 adalah sebesar 74,13 atau mengalami peningkatan sebesar 3.09 poin dibandingkan

dengan hasil evaluasi tahun 2014 yaitu sebesar 73.65. Aspek yang mendapatkan tingkat

kepuasan tertinggi adalah kepuasan terhadap keramahan dan penampilan petugas ULPK.

157

Tabel 4.21 Hasil Evaluasi Kepuasan Konsumen ULPK Nasional per-Parameter

Parameter Hasil Survei

2014 Hasil Survei

2015

Requirements, Prosedure, Accessibility

1 Kemudahan Akses 4,64 4,63

2 Sarana Akses yang beragam 4,56 4,54

Accessibility Index 4,60 4,58

Delivery

3 Keramahan Petugas 4,80 4,87

4 Kejelasan dan Kepastian Petugas

4,75 4,71

5 Kedisiplinan Petugas 4,75 4,72

6 Tanggung jawab Petugas 4,74 4,72

7 Kecepatan Petugas 4,69 4,68

8 Kompetensi Petugas 4,68 4,68

9 Penampilan Petugas 4,94 4,84

10 Keadilan dalam pelayanan 4,58 4,77

11 Kondisi Ruangan 4,65 2,68

Delivery Index 4,73 4,75

Information

12 Akurasi Informasi 4,66 4,66

13 Kejelasan Informasi 4,64 4,69

14 Kecukupan Informasi 4,60 4,63

Information Index 4,64 4,66

Indeks Kepuasan Konsumen/Masyarakat 4,68 4,70

Net Promoter Score dengan hasil positif yang menunjukkan sebagian besar pelanggan

bersedia merekomendasikan ULPK BPOM sebagai rujukan mencari informasi tentang obat

dan makanan.

Gambar 4.74 Grafik Indeks Loyalitas Pelanggan ULPK

158

B. Progress Layanan Contact Center HALO BPOM 1500533

Sejak diluncurkan pada 5 Februari 2014, Contact Center HALO

BPOM 1500533 telah mendapat respon positif dari masyarakat,

terlihat dari banyaknya interaksi melalui telepon, SMS atau email.

Namun demikian, masih diperlukan pengembangan dan

peningkatan pelayanan, terutama dalam hal meningkatkan

kecepatan pelayanan informasi. Oleh karena itu, kerjasama dan

dukungan dari masyarakat sangat diperlukan untuk

mempromosikan program BPOM ini dalam rangka melindungi masyarakat dari obat dan

makanan yang berisiko terhadap kesehatan.

Pada tahun 2015, Contact Center HALO

BPOM 1500533 melayani 11.767 layanan

yang terdiri dari : 1040 (8,84%) layanan

pengaduan; 10.720 (91,1%) layanan

informasi dan 16 (0,25%) layanan

informasi keracunan. Jumlah layanan

Contact Center HALO BPOM 1500533

pada tahun 2015 meningkat sebanyak

84,41% dibanding tahun 2014 (sebanyak

6.381 layanan).

Konsumen menghubungi Contact Center HALO

BPOM 1500533 sebagian besar melalui telepon

sebanyak 9.104 (77,37%), melalui email

sebanyak 1.272 (10,81%), dan Short Message

Service (SMS) sebanyak 1.381 (11,82%).

Hingga saat ini, telepon masih menjadi sarana

komunikasi yang paling diandalkan untuk

melakukan pengaduan atau memperoleh

informasi dalam waktu yang singkat. Selain itu

penjelasan yang didapat melalui telepon dirasa

lebih lengkap dan jelas jika dibandingkan

dengan bertanya melalui sarana

kontak/komunikasi yang lainnya.

Gambar 4.75 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center

Berdasarkan Jumlah Interaksi Tahun 2015

Gambar 4.76 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center

Berdasarkan Jenis Sarana Kontak Tahun 2015

Telepon 77,37%

Email 10,81%

SMS 11,82%

-

3.000

6.000

9.000

12.000

15.000

Informasi Pengaduan InformasiKeracunan

10.720

1.040 7

Jumlah layanan = 11.767

159

Jenis komoditi yang paling

sering ditanyakan oleh

konsumen adalah mengenai

pangan (makanan & minuman)

terutama legalitas beberapa

produk pangan yang telah

beredar di pasaran, proses

pendaftaran ulang pangan dan

SKI/SKE. Komoditi kosmetika

menjadi komoditi kedua yang

banyak ditanyakan oleh

konsumen, karena semakin

maraknya penjualan kosmetika

yang dipasarkan secara online

melalui situs-situs tertentu,

social media, maupun broadcasting system, juga klinik kecantikan ataupun produk

kosmetika atas nama dokter. Dengan semakin kritis dan meningkatnya pengetahuan,

masyarakat banyak yang menanyakan kebenaran legalitas produk kosmetika tersebut ke

BPOM. Selain itu, adanya perubahan kode NIE dari nomor registrasi ke notifikasi,

menyebabkan meningkatnya pertanyaan masyarakat tentang kosmetika tersebut,

beberapa pengaduan tentang dugaan kosmetika palsu baik di sarana produksi maupun

distribusi. Informasi umum yang sering ditanyakan adalah mengenai informasi penerimaan

CPNS BPOM, konfirmasi surat ke Unit di BPOM, alamat dan nomor telp Unit di BPOM, dan

informasi magang di BPOM.

Karyawan dan pelaku usaha, Ibu

Rumah Tangga, dan

Pelajar/Mahasiswa merupakan

konsumen paling banyak yang

menghubungi Contact Center

HALO BPOM 1500533. Kalangan

pelaku usaha banyak

memanfaatkan layanan Contact

Center HALO BPOM 1500533 ini

dalam rangka permintaan

informasi prosedur registrasi dan

prosedur pemasukan/ impor obat

dan makanan (SKI). Sisanya dari

kalangan profesi apoteker,

sarjana hukum, tenaga kesehatan lain, LSM, dokter, wartawan, dan masyarakat umum

lainnya. Masyarakat umum yang dimaksud adalah masyarakat yang belum diklasifikasikan

profesinya atau masyarakat yang pada saat menghubungi Contact Center HALO BPOM

1500533 tidak menyebutkan profesinya.

Gambar 4.77 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis Komoditi

Tahun 2015

4.246

2.384

1.398 1.163 1.043 999 359

82 53 40 -

1.500

3.000

4.500

Jumlah Layanan = 11.767

- 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000

Pelaku Usaha

Karyawan

Ibu Rumah Tangga

Pelajar/Mahasiswa

Umum

Sarjana Hukum

Apoteker

Nakes Lain

Dokter

Wartawan

LSM

4.688

4.475

1.152

532

459

214

134

50

45

15

3 Jumlah Layanan = 11.767

Gambar 4.78 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis Profesi

Konsumen Tahun 2015

160

Total Calls, Answer Calls dan Abandon Calls HALO BPOM 1500533

Total Call adalah jumlah telepon yang masuk ke Contact Center.

Answer Call adalah jumlah telepon yang dapat diangkat oleh agent Contact Center untuk

dilayani.

Abandon Call adalah jumlah telepon yang tidak dapat diangkat oleh agent Contact Center

karena masih melayani pelanggan lain atau penelpon memutuskan sendiri panggilan

sebelum dijawab oleh agent.

Total Calls

Total Call yang masuk ke layanan Contact Center

HALO BPOM 1500533 sebanyak 11.257 yang

terdiri dari Total Answer Call sebanyak 10.636

dan Abandon Call sebanyak 621.

Total Answer Calls

Total answer calls yang masuk ke layanan

Contact Center HALO BPOM 1500533 adalah

10.636, dengan agent menjawab sejak telepon

mulai berdering kurang dari 20 detik sebanyak

10.442 dan lebih dari 20 detik sebanyak 194.

Total Abandon Calls

Pada grafik Abandon Calls, terlihat bahwa

abandon disebabkan karena while ringing

sebanyak 281, transfer sebanyak 165, dan

queue sebanyak 175.

Penjelasan abandon call (telepon yang belum

sempat diangkat/diterima agent):

While Ringing, yaitu pelanggan

mematikan telepon pada saat

mendengar penjelasan IVR dari mesin

Contact Center;

Transfer yaitu konsumen mematikan

telepon saat aplikasi Contact Center

sedang melakukan transfer call ke para agent, tetapi belum masuk nada tunggu;

Queue yaitu konsumen mematikan telepon pada saat aplikasi contact center

telah mentransfer call ke agent (dalam posisi nada tunggu Mars BPOM), tetapi

para agent belum bisa menerima telepon tersebut, karena sedang menerima

telepon dari konsumen lainnya.

Gambar 4.79 Profil Total Calls Contact Center Tahun 2015

Gambar 4.80 Profil Total Answer Calls Contact Center Tahun 2015

Gambar 4.81 Profil Total Abandon Calls Contact Center Tahun 2015

10.636

621

-

5.000

10.000

15.000

Total Answers Abandon

194

10.442

-

5.000

10.000

15.000

More 20s Less 20s

281

165 175

0

50

100

150

200

250

300

WhileRinging

Transfer Queue

161

C. Hubungan Masyarakat

Badan POM berupaya meningkatkan kepercayaan masyarakat, sekaligus meningkatkan

citra/reputasi positif di masyarakat. Masyarakat sangat membutuhkan informasi yang

benar tentang Obat dan Makanan secara terus menerus, sehingga Badan POM perlu

senantiasa mengomunikasikannya kepada publik. Kegiatan kehumasan di BPOM meliputi

fungsi pelaksanaan pengolahan dan penyajian berita, public warning dan pendapat umum,

pelaksanaan hubungan pers dan media masa, serta pelaksanaan publikasi dan

dokumentasi, termasuk pemberian pelayanan dan penyebarluasan pesan atau informasi,

sebagai komunikator dan mediator untuk menjembatani kepentingan BPOM dan

masyarakat/publik, serta turut berperan dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk

stabilitas dan keamanan politik.

Luasnya jangkauan wilayah pengawasan Obat dan Makanan oleh BPOM serta banyaknya

jumlah penduduk dan beragamnya masyarakat Indonesia, diperlukan strategi penyebaran

informasi Obat dan Makanan dengan sasaran masyarakat yang sesuai. Untuk itu, sebelum

menjalankan tugas kehumasan, maka dilakukan pemantapan strategi kehumasan tahun

2015 sebagai berikut.

Gambar 4.82 Peta Pemantapan Strategi Kehumasan

162

Selama tahun 2015, Badan POM sudah melaksanakan beberapa kegiatan kehumasan

sebagai berikut:

a) Penyebaran Informasi Melalui Penerbitan Siaran Pers

Siaran pers termasuk peringatan publik atau public warning merupakan salah satu

bentuk produk informasi tentang Obat dan Makanan yang diterbitkan BPOM sebagai

perlindungan kepada masyarakat. Penerbitan siaran pers dan public warning

ditujukan agar publik mengetahui berbagai informasi ter-update seputar hasil

pengawasan Obat dan Makanan oleh BPOM, sehingga masyarakat dapat menjadi

konsumen yang lebih cerdas dalam memilih Obat dan Makanan yang aman.

Selama tahun 2015, BPOM telah menerbitkan sebanyak 40 Siaran Pers, dimana 12

siaran pers diterbitkan melalui konferensi pers. Siaran pers tersebut terdiri atas

beberapa topik, antara lain topik umum sebanyak 18 kali, pangan sebanyak 12 kali,

obat tradisional sebanyak 4 kali, obat sebanyak 3 kali, kosmetika sebanyak 2 kali, dan

NAPZA sebanyak 1 kali.

Sekalipun beberapa siaran pers tidak disampaikan melalui pelaksanaan

konferensi/jumpa pers, BPOM tetap menginformasikan/ menyebarluaskan siaran

pers tersebut kepada media dan Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia melalui

email. Dengan demikian, rekan-rekan media tetap dapat menyebarluaskan informasi

dalam siaran pers tersebut kepada masyarakat luas. Selain disebarkan kepada

masyarakat melalui pemberitaan di media massa, siaran pers juga diunggah melalui

website BPOM www.pom.go.id dan disebarkan melalui akun resmi BPOM di twitter

maupun facebook.

Jika ditelaah lebih mendalam, siaran pers yang paling banyak mendapatkan perhatian

media dilihat dari banyaknya pemberitaan adalah siaran pers yang disertai public

warning, baik terkait Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat maupun

Kosmetika Mengandung Bahan Berbahaya, disusul dengan siaran pers Hasil

Intensifikasi Pengawasan Pangan Jelang Natal 2015 dan Tahun Baru 2016. Topik

mengenai hasil temuan pengawasan BPOM banyak diangkat di media karena memang

jenis informasi inilah yang sangat diminati dan secara langsung sangat bermanfaat

bagi masyarakat. Melalui pemberitaan mengenai produk-produk yang tidak

memenuhi ketentuan dan/atau berisiko terhadap kesehatan di media, masyarakat

dapat mengetahui mana saja produk yang aman untuk dikonsumsi dan mana yang

tidak.

Konferensi Pers 2 Agustus 2015 “Hasil

Pengawasan OT Mengandung BKO”

Konferensi Pers 27 Oktober 2015 “Perangi produk Ilegal Melalui Operasi Storm VI”

163

b) Penyebaran Informasi Melalui Talkshow di Media

Pada tahun 2015 telah dilakukan 36 talkshow di media televisi. Hasil monitoring

terhadap pelaksanaan talkshow tersebut menunjukkan bahwa materi yang dibahas

merupakan isu hangat yang sedang berkembang di masyarakat. Rata-rata permintaan

talkshow diajukan pada hari yang bersamaan dengan pelaksanaan talkshow atau satu

hari sebelumnya. Dengan demikian, BPOM harus menyiapkan diri dengan data dan

informasi yang lengkap, komprehensif dan up-to-date, sehingga BPOM akan selalu

siap ketika diperlukan menjadi narasumber talkshow. Talkshow merupakan

pemberian edukasi tentang Obat dan Makanan kepada masyarakat luas sekaligus

ajang promosi untuk BPOM.

c) Penyebaran Informasi Melalui Wawancara dengan Media

Kegiatan wawancara merupakan salah satu bentuk pemberian informasi kepada

masyarakat/ publik dengan memanfaatkan media, baik media

cetak/elektronik/online terkait permasalahan kesehatan pada umumnya maupun

Obat dan Makanan pada khususnya. Wawancara dengan media biasanya terjadi

karena keinginan media untuk mendapatkan informasi ataupun tanggapan atas

isu/permasalahan aktual di masyarakat.

Talkshow di Kompas TV, 27 November 2015

Talkshow di Kompas TV, 14 Juli 2015

Talkshow di I News TV, 27 Agustus 2015

Talkshow di Kompas TV, 20 November 2015

Talkshow di TV One, 8 Desember 2015

Talkshow di Kompas TV, 11 November 2015

164

Pada tahun 2015, dari 175

permohonan wawancara yang

diterima oleh BPOM, sebanyak 148

(84,57%) permohonan telah

terlaksana dan 27 (15,43%)

permohonan tidak terlaksana. Hal

ini disebabkan pembatalan oleh

pihak media karena sudah melewati

deadline atau karena tidak adanya

narasumber dari BPOM yang dapat

diwawancarai pada waktu yang

diajukan oleh media. Oleh karena

itu, ke depannya BPOM diharapkan dapat mengimbangi kecepatan arus kebutuhan

informasi ini, antara lain dengan selalu aware terhadap isu-isu yang berkembang di

masyarakat serta secara rutin melakukan update data-data pendukung yang dapat

mempermudah dalam merespons permohonan wawancara dari media. Topik

pertanyaan yang paling mendominasi adalah mengenai pangan, yaitu sebanyak 92

topik (62,16%). Hal ini sejalan dengan banyaknya isu hangat terkait pangan yang

beredar di tengah masyarakat selama tahun 2015 ini, misalnya isu mengenai apel

impor berbakteri atau kue kering yang mengandung ganja.

Dari semua media yang mengajukan permohonan wawancara ke BPOM, ada 2 media

dengan frekuensi permohonan wawancara cukup sering hingga lebih dari 15 kali,

yaitu TV One (18 permohonan) dan NET TV (18 permohonan). Kemudian berturut-

turut diikuti oleh Metro TV (9 permohonan), Gatra (9 permohonan), Harian Kompas,

dan Global TV dengan masing-masing sebanyak 7 permohonan.

Berdasarkan data timeline pelayanan wawancara oleh BPOM, waktu tercepat

penyelesaian wawancara adalah langsung dilayani pada hari yang sama dengan hari

diterimanya permohonan, sedangkan waktu terlama adalah 30 hari kerja. Rata-rata

waktu yang diperlukan dalam melayani permohonan wawancara, mulai dari

permohonan diterima hingga permohonan dipenuhi adalah 2 hari kerja.

Dari segi narasumber, yang paling sering menjadi narasumber dalam pelaksanaan

wawancara adalah Kepala BPOM, yaitu sebanyak 81 kali wawancara. Kemudian

diikuti dengan eselon 2 sebanyak 27 kali wawancara, Deputi III sebanyak 20 kali

wawancara, Deputi I (yang hingga Oktober 2015 sekaligus merangkap sebagai Plt.

Deputi II) sebanyak 16 kali wawancara, Deputi II sebanyak 2 kali, dan narasumber

lainnya sebanyak 2 kali wawancara.

Terkait dengan pemenuhan permohonan wawancara oleh media, hingga saat ini

belum ada juru bicara yang dapat menjadi perwakilan dari pejabat BPOM dalam

memberikan informasi kepada media. Keberadaan juru bicara perlu

dipertimbangkan untuk dapat mempersingkat response time wawancara, terutama di

Obat14,19%

Rokok3,38%

NAPZA1,35%

OT3,38%

Kosmetik6,76%

Pangan62,16%

Umum8,78%

Gambar 4.83 Diagram Topik Permohonan

Wawancara Tahun 2015

165

saat pejabat lain dari BPOM berhalangan untuk menerima permohonan wawancara

ataupun memberikan klarifikasi kepada media.

d) Penyebaran Informasi Melalui Iklan Layanan Masyarakat (ILM)

Sebagai salah satu sarana komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dalam rangka

menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi produk Obat dan

Makanan yang aman, diperlukan strategi penyebaran informasi yang mampu

menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan Badan

POM adalah melakukan penyebaran informasi melalui Iklan Layanan Masyarakat

(ILM).

Agar informasi dari ILM tersebut dapat tersampaikan kepada masyarakat luas,

diseminasi materi ILM dilakukan melalui berbagai media komersial, antara lain

melalui media TV Nasional, media online, media cetak, radio; di beberapa sarana

umum, yaitu bioskop, videotron, supermarket, Out of Home (Billboard), stasiun

kereta, dan bandara; serta dilakukan pula di sarana transportasi, yaitu pada

commuter line, bus Trans Jakarta, dan bus jemputan karyawan BPOM.

Penayangan ILM di Media Komersial

ILM yang ditayangkan di media TV Nasional adalah berupa video edukatif

berdurasi 30 detik yang mengangkat tema tentang jargon “Cek KIK” (Cek

Kemasan, Izin edar, dan Kedaluwarsa). Penayangan ILM dilakukan di 7 stasiun

TV Nasional yaitu Trans7, Trans TV, SCTV, Metro TV, TV One, RCTI, dan TVRI.

ILM yang ditayangkan pada media cetak adalah berupa materi advertorial. Kerja

sama pemuatan advertorial ini dilakukan dengan 4 media cetak yaitu Majalah

Keuangan Negara, Majalah Gatra, Tabloid Mom & Kiddie, dan Tabloid Genie.

Sementara informasi yang disebarkan melalui media online adalah berupa materi

advertorial dan banner dan ditayangkan pada 4 media yaitu okezone.com,

kompas.com, Republika OnLine (ROL), dan liputan6.com.

Media lain yang juga digunakan sebagai sarana publikasi ILM karena

jangkauannya yang cukup luas dan dapat merambah masyarakat di berbagai

wilayah adalah radio. Penayangan ILM di radio terdiri dari 2 versi materi spot

yaitu versi kosmetika dan versi obat herbal dengan topik informasi yang

diberikan adalah Cek KIK (Cek Kemasan, Cek Izin edar, dan Cek Kedaluwarsa).

Radio berjaringan nasional yang dipilih untuk penayangan ILM adalah radio RRI

Pro 3, radio Elshinta, dan radio Prambors.

Pemilihan ketiga radio tersebut dilakukan atas pertimbangan luas jaringan yang

dicakup oleh siarannya serta target pendengar yang diharapkan terpapar oleh

materi ILM yang diberikan. Radio RRI Pro 3 merupakan sarana siaran milik

pemerintah yang memiliki jaringan di lebih dari 60 radio di seluruh Indonesia,

serta pendengar yang loyal, sehingga sangat direkomendasikan dalam penyiaran

ILM maupun iklan komersial. Radio Elshinta hingga saat ini disiarkan di 8 kota

166

besar di Indonesia dan menjadi media rujukan yang efektif bagi pemerintah

dalam rangka menyosialisasikan kebijakan ataupun program baru. Hal ini

dibuktikan dengan data Nielsen yang selalu menjadikan Radio Elshinta di urutan

pertama untuk radio dengan kategori berita. Sementara, Radio Prambors sebagai

radio swasta nasional dengan segmentasi pendengar usia muda antara 16 tahun

hingga 25 tahun dan memiliki jaringan sebanyak 9 radio. Berdasarkan hasil

survei Nielsen, Radio Prambors menempati urutan ke-3 untuk radio dengan

pendengar remaja. Segmentasi ini sesuai dengan target pendengar ILM BPOM

yaitu tidak hanya menyasar usia dewasa, melainkan juga usia remaja.

Penayangan ILM di Sarana Umum

Penayangan ILM BPOM bertema “CekKIK” ditayangkan di berbagai sarana

umum, yaitu:

- 13 stasiun kereta di Jabodetabek dan Pulau Jawa yaitu stasiun Bogor, Pasar

Senen, Kota Beos, Tanah Abang, Jatinegara, Sudirman, Manggarai, Bandung

Kota, Gambir, Semarang Tawang, Solo Balapan, Surabaya Gubeng, Yogya

Tugu.

- TV Bandara Soekarno-Hatta terminal I dan II. Selain ILM di TV Bandara, juga

dipasang banner BPOM di terminal I dan II Bandara Soekarno-Hatta.

- 25 bioskop di wilayah Jabodetabek (ILM durasi 60”).

- Videotron di Bandara Soekarno-Hatta, Lenteng Agung dan di Seven Eleven

Matraman.

- 1500 minimarket Alfa Mart se-Jabodetabek.

- 20 billboard di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta

Timur, dan Jakara Selatan.

Penayangan ILM di Transportasi Umum

Kegiatan produksi dan penayangan ILM di transportasi umum dilakukan melalui

berbagai cara yaitu:

1. ILM di 8 gerbong Commuter Line di Jakarta (hanging alley dan wall

branding)

2. ILM berupa stiker belakang kaca 2 bis Trans Jakarta

3. ILM berupa stiker belakang kaca 9 bis jemputan Badan POM

4. ILM dan body branding di 50 mikrolet di Jakarta

ILM di Sarana Transportasi Umum

167

e) Penyebaran Informasi Melalui KIE Langsung ke Masyarakat

Selama tahun 2015, BPOM telah menyelenggarakan 17 kali penyuluhan langsung ke

masyarakat melalui berbagai kegiatan

Dialog Interaktif dengan Kepala Badan POM di Area Car Free Day Seputaran

Bundaran HI, Jl. Teluk Betung Jakarta Pusat

Talkshow “Badan POM Sahabat Ibu”

Selama tahun 2015 BPOM menyelenggarakan 6 kali kegiatan penyuluhan kepada

para ibu dalam format talkshow “Badan POM Sahabat Ibu”. Peserta penyuluhan

tersebut adalah Dharma Wanita Sekretariat Jenderal DPR RI, Dharma Wanita

Badan Pengembangan SDM Kemenhub (BPSDMP), Dharma Wanita

Persaudaraan Isteri Anggota DPR (PIA DPR), Dharma Wanita Persaudaraan Isteri

AURI Ardhya Garini, Dharma Wanita Kemenko PMK, serta pegawai Sekretariat

Kabinet dan Sekretariat Negara.

Penyuluhan “Goes to School”

BPOM juga melakukan penyuluhan kepada para ibu orang tua siswa Sekolah

Dasar di wilayah Jakarta, yaitu SDN Ragunan 10 Pagi Jakarta, SDN Slipi 01 Jakarta,

SDN Karet Tengsin Jakarta, SDN 01 Cipinang Jakarta, SDN 01 Pondok Kelapa

Jakarta, SDN 12 Rawamangun Jakarta, SDI Embun Pagi Jakarta, SDN 01 Pagi

Pancoran Triloka Jakarta.

Penyuluhan ini bertujuan mengedukasi para ibu orang tua siswa agar menjadi

konsumen Obat dan Makanan yang cerdas untuk melahirkan generasi muda

bangsa yang tangguh dan berkualitas.

Seputar Bundaran HI area Car Free

Day, 14 Juni 2015

Seputar Bundaran HI area Car Free

Day, 6 Desember 2015

Penyuluhan dengan peserta Dharma

Wanita Persaudaraan Istri Anggota

DPR RI, 20 Mei 2015

Penyuluhan dengan peserta Dharma

Wanita dan Pegawai Kemenko PMK,

16 September 2015

168

f) Penyebaran Informasi Melalui KIE Kepada Media

Tidak dapat dipungkiri media turut memegang peranan penting dalam penyebaran

informasi kepada media, untuk itu BPOM juga melakukan kegiatan KIE kepada media

(konferensi pers, media gathering dan media visit). Tujuan KIE kepada media adalah

untuk menjalin hubungan baik dengan rekan-rekan media, sehingga diharapkan

media dapat menjadi perpanjangan tangan BPOM dalam memberikan informasi yang

berguna seputar Obat dan Makanan. Selain itu juga dalam rangka memberikan citra

positif mengenai BPOM kepada masyarakat dengan menginformasikan terkait

pengawasan dan pelayanan yang dilakukan oleh BPOM.

Konferensi Pers

Selama tahun 2015, BPOM telah menyelenggarakan 12 kali konferensi pers.

Konferensi pers ini dilakukan dalam rangka diseminasi informasi mengenai

program kerja BPOM, klarifikasi atas isu terkait Obat dan Makanan yang beredar

di tengah masyarakat, atau penyampaian public warning terkait hasil

pengawasan BPOM.

Setidaknya terdapat 958 pemberitaan

mengenai kinerja pengawasan BPOM

yang termonitor setelah pelaksanaan

konferensi pers. Jumlah tersebut

terdiri dari 743 pemberitaan di media

online, 176 pemberitaan di media

cetak, dan 39 pemberitaan di media

elektronik. Media yang paling banyak

membuat pemberitaan adalah Metro

TV, Kompas, dan liputan6.com. Jika

dilihat dari nilai iklan secara kasar, pemberitaan selama 2015 tersebut mencapai

lebih dari 6 miliar rupiah.

Media Online77,56%

Media Cetak18,37%

Media Elektronik4,07%

Penyuluhan di SDN 01 Cipinang-

Jakarta Timur, 6 Mei 2015 Penyuluhan di SDN 01 Pondok

Kelapa-Jakarta Timur,7 Mei 2015

Gambar 4.84 Diagram Pemberitaan BPOM

oleh Media Tahun 2015

169

Media Gathering

Selama tahun 2015, kegiatan media

gathering terlaksana sebanyak 3 kali.

Media yang diundang adalah mereka yang

sering datang meliput atau mengajukan

permohonan wawancara kepada Badan

POM, seperti Kompas, Bisnis Indonesia,

Media Indonesia, Antara, liputan6.com,

detik.com, dan TV One.

Media Visit

Pada kegiatan ini, pihak BPOM melakukan kunjungan ke kantor media untuk

berkenalan dan berdialog secara langsung dengan media yang terkait. Pada

tahun 2015 BPOM telah melakukan kunjungan ke Net.TV dan The Jakarta Post.

g) Penyebaran Informasi Melalui Pameran

Salah satu bentuk kegiatan KIE BPOM langsung ke masyarakat adalah melalui

pameran. Kegiatan Pameran ini bertujuan untuk diseminasi Badan POM sebagai

institusi pengawas Obat dan Makanan serta memberikan tambahan wawasan kepada

masyarakat untuk mengenal lebih jauh tentang obat, obat tradisional, kosmetik,

suplemen, dan pangan. Selama tahun 2015, Badan POM telah berpartisipasi dalam 13

(tiga belas) kali pameran, yaitu Pameran di Bea Cukai dalam rangka Hari Ultah

Kepabeanan, Pameran dalam rangka Rakerkesnas 2015, Pameran dalam rangka

Rakernas BPOM, Pameran dalam rangka Rakernas Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) di

Padang, Pameran Produk UMKM Obat Tradisional, Pameran Jak Invest 2015, Pameran

dalam rangka Peringatan “Hari Hak Untuk Tahu Sedunia” (Right to Know Day),

Pameran dalam Rangka EU-Indonesia Clausure TSP II, Pameran Pekan Produk Kreatif

Indonesia (PPKI), Pameran Hari Kesehatan Nasional (HKN), Pameran Bakohumas,

Pameran Public Awarness Penanggulangan OT Mengandung BKO.

Materi KIE yang disajikan ketika pameran dapat berupa materi cetak, seperti leaflet

atau poster, materi elektronik berupa video, serta pemberian informasi secara

langsung oleh pramujaga pameran. Konten materi yang disajikan dapat berbeda-beda

menyesuaikan dengan tema acara dan target pengunjung yang diharapkan hadir,

namun tetap berfokus pada informasi terkait Obat dan Makanan serta informasi

Media Gathering, 4 November 2015

Media Visit ke NET., 10 Februari 2015 Media visit ke The Jakarta Post, 10

Maret 2015

170

layanan yang dilakukan oleh BPOM. Pada booth pameran juga ditampilkan display

produk-produk ilegal dan/atau tidak memenuhi ketentuan (TMK) hasil temuan

BPOM, sehingga pengunjung dapat melihat secara langsung dan mengetahui apa saja

produk ilegal dan/atau TMK yang tidak boleh digunakan karena dapat

membahayakan kesehatan. Produk display tersebut seringkali menjadi daya tarik

bagi pengunjung dan menarik mereka untuk bertanya lebih lanjut kepada pramujaga.

Hal lain yang sering pula menjadi pertanyaan di saat pameran adalah terkait

pelayanan BPOM, yaitu cara pendaftaran produk Obat dan Makanan ataupun

pengajuan pengaduan.

Mengingat pameran termasuk kegiatan yang berhubungan secara langsung dengan

masyarakat, maka tiap kali pelaksanaan kegiatan selalu diikuti dengan penyebaran

kuesioner untuk mengetahui tingkat kepuasan dan penilaian masyarakat, terutama

terhadap booth pameran serta konten yang disajikan oleh BPOM. Berdasarkan hasil

survei, pengunjung pameran merasa cukup puas dengan KIE BPOM yang disampaikan

melalui pameran. Masyarakat juga menyampaikan beberapa masukan untuk

perbaikan pelaksanaan pameran BPOM ke depannya, diantaranya dalam hal

penataan atau lay out booth agar dapat dibuat semenarik mungkin, sehingga dapat

menarik lebih banyak pengunjung. Dengan begitu akan meningkatkan pula jumlah

audience yang akan terpapar oleh materi informasi dari BPOM.

h) Pelatihan Virtual Ecosystem

Pelatihan (Workshop) Virtual Ecosystem diadakan untuk meningkatkan kemampuan

admin media sosial BPOM agar dapat menjadikan media sosial BPOM sebagai media

komunikasi alternatif bagi masyarakat untuk berinteraksi langsung dengan BPOM.

Selain juga sebagai media penyampaian informasi kepada masyarakat dalam rangka

Pameran dalam rangka Hari

Kepabeanan, 24 Januari 2015

Pameran Rakerkesnas 2015, di

Inna Bali Beach, Denpasar, 16-

18 Februari 2015

Pameran Rakernas Badan POM

2015, di Hotel Bidakara,

Jakarta, 16-19 Maret 2015

Pameran Rakernas IAI 2015, di

Padang, 7-10 Mei 2015

Pameran JAK-INVEST Expo, Jakarta

Utara, 27-30 Agustus 2015

171

meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap keamanan produk Obat dan Makanan

sekaligus sebagai wadah untuk menyebarkan informasi mengenai kinerja

pengawasan yang dilakukan BPOM dalam rangka pembentukan citra positif BPOM di

masyarakat.

Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 10-12

Juni 2015 diikuti oleh 70 orang peserta dari

seluruh unit pusat dan Balai Besar/Balai POM

seluruh Indonesia, dan seluruh peserta menjadi

admin di unit masing-masing. Para admin

bertanggung jawab mengelola akun media sosial

masing-masing unit dan memberikan informasi

untuk menjawab isu-isu keamanan Obat dan Makanan yang timbul di masyarakat,

baik isu yang timbul melalui media sosial maupun isu melalui media mainstream,

seperti media cetak dan media elektronik.

i) Peliputan Kegiatan BPOM

Kegiatan peliputan bertujuan mendokumentasikan kegiatan BPOM dan

mempublikasikannya kembali melalui berbagai cara, antara lain dalam bentuk berita

aktual yang diunggah di website BPOM. Selain melalui berita aktual, hasil peliputan

juga dipublikasikan melalui berbagai bulletin BPOM (Warta POM, News Letter, Info

POM, dll.) dan juga kaleidoskop. Dokumentasi hasil peliputan juga dimanfaatkan

sebagai materi berbagai produk informasi antara lain video kinerja BPOM, spanduk,

banner, backdrop, leaflet, poster, dll. Selama tahun 2015, terlaksana sebanyak 107

kali peliputan, dengan 76 kali kegiatan peliputan dalam kota dan 31 kali peliputan di

luar kota.

j) Pemantauan Kinerja BPOM melalui Media Monitoring

Pemantauan Kinerja BPOM melalui media dilakukan oleh pihak ke-3 menggunakan

sistem elektronik dengan alamat http://pindai.co/badanpom. Namun keterbatasan

anggaran menyebabkan keterbatasan jumlah media yang dimonitor. Selama tahun

2015 dilakukan monitoring berita terhadap 94 media, terdiri dari 17 koran nasional,

26 koran regional, 30 media online, 4 majalah, 14 TV, 2 tabloid, dan 1 Radio.

Monitoring berita tersebut dilakukan secara

rutin setiap hari, termasuk hari Sabtu dan

Minggu. Selain monitoring yang rutin, juga

dilakukan monitoring khusus yang

dilakukan BPOM setelah penyelenggaraan

kegiatan yang melibatkan media.

Monitoring berita ini berguna sebagai ealy

warning system terkait isu-isu keamanan

Obat dan Makanan yang beredar di

masyarkat, sehingga Pimpinan mempunyai

guidance saat diminta informasi oleh media

Gambar 4.85 Tampilan Sistem

Elektronik untuk Monitoring Berita

172

maupun instansi terkait lainnya. Selain itu hasil media monitoring ini dapat

digunakan sebagai panduan dalam pengambilan kebijakan terkait isu-isu tertentu.

Sepanjang tahun 2015 terdapat 8.069 pemberitaan terkait pengawasan Obat dan

Makanan yang dilakukan BPOM dan pemberitaan mengenai kesehatan pada

umumnya.

Porsi pemberitaan terbesar

adalah terkait dengan

pengawasan keamanan pangan

dan bahan berbahaya. Hasil ini

berbanding lurus dengan

banyaknya isu yang beredar di

masyarakat terkait pangan dan

bahan berbahaya sejak awal

tahun 2015. Topik dengan

frekuensi pemberitaan tertinggi

adalah terkait hasil pengawasan

pangan oleh BPOM jelang Ramadhan, beras yang diduga mengandung plastik, dan isu

apel impor yang terkontaminasi bakteri Listeria monocytogenes.

Pemberitaan mengenai pengawasan produk terapetik dan napza menduduki posisi

kedua dengan hot issue terkait kejadian tidak diinginkan yang serius dari injeksi

Buvanest Spinal dan peredaran Tembakau Super Cap Gorilla. Lalu, diikuti dengan

pemberitaan terkait obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen yang dipicu

oleh adanya temuan produk kosmetika impor tanpa notifikasi dari BPOM/ilegal dan

produk kosmetika mengandung bahan berbahaya, disamping juga pemberitaan

terkait Operasi Pangea dan Operasi STORM.

Jika dilihat dari tone pemberitaannya, 5.604

pemberitaan bernuansa netral dan 2.438

pemberitaan memiliki tone positif, serta 25

pemberitaan dengan tone negatif.

Jika dilihat dari jenis media yang memuat/ menayangkan pemberitaan terkait

pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan BPOM, maka terlihat sebarannya di

berbagai media cetak dan elektronik sebagai berikut:

Gambar 4.86 Pemberitaan Badan Pengawas Obat dan

Makanan menurut Komoditi tahun 2015

Gambar 4.87 Grafik Tone Berita Pemberitaan terkait BPOM

1.930

1.069 4.199

277 594 Obat dan NAPZA

OT, Kosmetik & ProdukKomplementer

Pangan dan BahanBerbahaya

Kesektamaan

Lain-lain

Positif30,22%

Negatif0,31%

Netral69,47%

Positif Negatif Netral

173

Gambar 4.88 Grafik Media Televisi yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM

Gambar 4.89 Grafik Media Lokal yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM

Gambar 4.90 Grafik Media Nasional yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM

1

1

2

2

3

5

7

7

19

20

68

182

257

323

487

0 100 200 300 400 500 600

Sindo TV

ANTV

Rajawali TV

INews

Global TV

Berita Satu

Trans7

SCTV

Net TV

RCTI

Trans TV

TVRI

Kompas TV

Metro TV

TV One

20

23

40

46

54

57

58

65

85

88

156

209

229

241

339

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Cenderawasih Pos

Batam Pos

Serambi Aceh

Analisa Medan

Kedaulatan Rakyat

Inilah Koran

Fajar Makasar

Suara Merdeka

Bali Post

Koran Jakarta

Warta Kota

Pikiran Rakyat

Indo Pos

Jawa pos

Pos Kota

31

36

89

112

116

140

141

144

152

166

183

228

240

251

311

0 50 100 150 200 250 300 350

Neraca

The Jakarta Globe

Koran Sindo

Kontan Harian

The Jakarta Post

Investor daily

Suara Pembaruan

Sinar Harapan

Rakyat Merdeka

Koran Tempo

Suara Karya

Kompas

Bisnis Indonesia

Media Indonesia

Republika

174

Gambar 4.91 Grafik Media online yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM

k) Public Awareness Campaign Melalui Media Sosial

Public Awareness Campaign merupakan salah satu bentuk kegiatan penyebaran

informasi Obat dan Makanan yang dilakukan BPOM melalui media sosial, yaitu

Twitter, Facebook, dan Instagram. Informasi yang disebarkan melalui media sosial

tersebut bersumber dari website BPOM, bersifat rutin maupun khusus. Informasi

rutin adalah informasi Obat dan makanan yang bersifat umum dan disebarkan secara

rutin melalui media sosial sesuai agenda setting. Informasi khusus adalah informasi

penting terkait pengawasan post-market BPOM yang harus segera diketahui

masyarakat agar masyarakat terhindar dari Obat dan Makanan yang berisiko

terhadap kesehatan. Diharapkan melalui media sosial informasi yang disampaikan

dapat menjadi viral sehingga cakupan sebaran informasi semakin luas.

Selama tahun 2015, telah dilakukan beberapa pengembangan untuk memperluas

cakupan sebaran informasi melalui media sosial. Di akhir Desember 2015, follower

Twitter @BPOM_RI telah mencapai lebih dari 5400 followers dengan score klout

sebesar 52 dan aktivitas sebagai berikut:

Gambar 4.92 Aktivitas Twitter @BPOM_RI

Walaupun jumlah tweet terbatas, tetapi dengan adanya komunitas ekosistem virtual

yang melibatkan seluruh unit serta Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia, maka

aktivitas retweet yang dilakukan cukup tinggi seperti tergambar pada grafik di bawah

ini:

59

77

80

80

96

97

104

120

129

132

132

139

146

185

195

0 50 100 150 200 250

CNNIndonesia.com

Merdeka.com

Sindonews.com

Tribunnews.com

vivanews.com

Antaranews.com

Metrotvnews.com

Okezone.com

bisnis.com

tempointeraktif

Beritasatu.com

Kompas Cyber Media

Republika Online

Liputan6.com

Detik.com

175

Gambar 4.93 Aktivitas retweet Twitter @BPOM_RI

FanPage Facebook masih perlu dikembangkan dan sampai akhir Desember 2015,

jumlah follower mencapai 1128 followers. Sedangkan instagram sampai Desember

2015 diikuti oleh 548 followers.

D. Pelayanan Informasi Obat

Badan POM memberikan layanan informasi dan konsultasi obat yang ditujukan untuk

masyarakat dan pemangku kepentingan pengawasan obat dan makanan. Layanan

informasi dan konsultasi obat ini dapat dimanfaatkan melalui datang langsung ke

ruang konsultasi maupun menghubungi melalui telepon, short message service (sms),

faksimili maupun email. Layanan informasi obat ini menyediakan akses informasi

terstandar (approved label) dari semua obat yang beredar di Indonesia yang telah

disetujui oleh Badan POM.

Selama tahun 2015, Pelayanan Informasi Obat Nasional (PIONas) telah menerima

permintaan informasi obat sebanyak 175 layanan. Ditinjau dari kategori profesi

masyarakat yang memanfaatkan fasilitas PIONas, pengguna terbanyak adalah

Karyawan Swasta sebesar 58 layanan (33,14%) disusul berturut-turut Tenaga

Kesehatan (dokter/ perawat/apoteker/asisten apoteker/ tenaga kesehatan lainnya)

sebesar 32 layanan (18,29%), Pelajar/Mahasiswa sebesar 28 layanan (16,00%),

Pegawai Negeri (TNI/Polri/PNS) 14 layanan (8,00%) , Wiraswasta sebesar 8 layanan

(4,57%) dan Ibu Rumah Tangga sebesar 19 layanan (10,86%), dan penanya yang tidak

bekerja 5 layanan (2,86%), Tenaga Pendidikan (dosen/ guru/ pengajar lainnya) 9

layanan (5,14%) dan peneliti sebesar 1 layanan (0,57%), wartawan sebesar 1 layanan

(0,57%).

1.600 1.600 106 985 1.400

81.500 68.700

44.700 45.800 72.800

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

-

500

1.000

1.500

2.000

Jul Aug Sept Oct Nov

Re-Tweet Impression

176

Gambar 4.94 Profil Masyarakat yang Menghubungi PIONas Berdasarkan Kategori

Pekerjaan Tahun 2015

E. Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKerNas)

Tujuan dibentuknya SIKerNas adalah dapat ditanggulanginya masyarakat dari bahaya

yang ditimbulkan oleh produk yang dapat menyebabkan keracunan. Selama tahun

2015 terdapat 48 layanan yang membutuhkan informasi keracunan yang berdasar

klasifikasi pertanyaan 5 besar permintaan informasi mulai dari yang terbanyak

berturut-turut adalah layanan informasi keracunan 19 layanan, kimia industri 4

layanan, obat 5 layanan, produk kimia rumah tangga 9 layanan, dan makanan sebanyak

4 layanan. Profil penanya terdiri dari penanya umum sebesar 17, karyawan 9, pelajar/

mahasiswa sebesar 8, Ibu Rumah Tangga sebesar 10, medis/ Paramedis sebesar 2, dan

apoteker sebesar 2.

Gambar 4.95 Profil Masyarakat Yang Menghubungi SIKerNasBerdasarkan Profesi

Tahun 2015

Disamping membantu masyarakat yang membutuhkan informasi penanggulangan

keracunan, SIKer juga mengumpulkan data kasus keracunan di Rumah Sakit secara

Nasional dan khusus DKI Jakarta dengan data yang lebih lengkap.

33,14%

18,29%16,00%

8,00%

4,57%10,86%

2,86% 5,14%0,57% 0,57%

n=175 layanan Karyawan swasta

Tenaga Kesehatan

Pelajar/mahasiswa

Pegawai Negeri

Wiraswasta

Ibu Rumah Tangga

tidak bekerja

Tenaga Pendidikan

Peneliti

Wartawan

35,42%

18,75%16,67%

20,83%

4,17% 4,17%n=48 layanan umum

karyawan

Pelajar/mahasiswa

Ibu Rumah Tangga

Medis/Paramedis

Apoteker

177

Jumlah kejadian kasus keracunan tahun 2015 di wilayah Jabodetabek, yang dilaporkan

48 ke Rumah Sakit adalah 3.288 kasus, dengan penyebab utama kasus keracunan

adalah obat dan napza 500 kasus, binatang 723 kasus, minuman 482 kasus, obat 448

kasus, makanan 329 kasus, kimia 307 kasus, campuran 214 kasus, pestisida 196 kasus,

kosmetika 40 kasus, obat tradisional 21 kasus, pencemar lingkungan 17 kasus, produk

suplemen 8 kasus, dan tumbuhan 3 kasus.

Gambar 4.96 Frekuensi Kasus Keracunan berdasarkan Kelompok Penyebab di

Jabodetabek Tahun 2015

F. Pembuatan Buletin InfoPOM

Buletin InfoPOM merupakan salah satu alat Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)

Badan POM kepada masyarakat untuk memberdayakan masyarakat agar mampu

melindungi diri dari Obat dan Makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

InfoPOM adalah buletin yang dikelola oleh Pusat Informasi Obat dan Makanan yang

sudah terbit sejak tahun 1995 berisi artikel ilmiah populer. Mengingat InfoPOM

merupakan company image maka dipertahankan untuk menjaga isi InfoPOM, sehingga

tetap menggambarkan Badan POM pada masanya. Informasi terkini yang dimuat

adalah fungsi pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan POM, artikel

ilmiah popular terkait obat, obat tradisional, pangan, suplemen makanan dan kosmetik

serta informasi terkini mengenai kebijakan pengawasan obat dan makanan dari Badan

POM (public warning, press release, dll).

Buletin InfoPOM diterbitkan setiap dua bulan sekali, dan disebarluaskan kepada Unit

Kerja di Pusat dan Daerah serta pemangku kepentingan Pengawasan Obat dan

Makanan seperti Dinas Kesehatan, Perguruan Tinggi Jurusan Farmasi, Instalasi Obat di

Rumah Sakit, Puskesmas Kecamatan di Wilayah Provinsi DKI Jakarta serta melalui

berbagai kegiatan (pameran, kunjungan tamu dll).

15,21%

21,99%

14,66%

13,63%

10,01%

9,34%

6,51%

5,96%

1,22%

0,64%

0,52%

0,24%

0,09%

0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00%

obat dan napza

binatang

minuman

obat

makanan

kimia

campuran

pestisida

kosmetika

obat tradisional

pencemar lingkungan

produk suplemen

tumbuhan

178

Untuk penyusunan buletin telah dibentuk tim yang anggotanya terdiri dari wakil dari

semua unit kerja di Pusat, yang akan melakukan pembahasan, penyusunan

materi/artikel, editing, desain dan pencetakan buletin. Buletin juga dipublikasikan

dalam website Badan POM pada subsite perpustakaan dalam bentuk file pdf. Pada tahun

2015 InfoPOM menerbitkan berupa artikel utama, artikel pendukung, artikel Seri

Swamedikasi, Siaran Pers Kepala Badan POM serta Forum PIO Nas dan SIKerNas.

Gambar 4.97 InfoPOM yang diterbitkan selama Tahun 2015

G. Buletin Informasi Produk Terapetik

Buletin Informasi Produk Terapetik merupakan informasi ilmiah tentang Produk

Terapetik yang dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat dan praktisi

kesehatan. Pada tahun 2015 telah diterbitkan Buletin Informasi Produk Terapetik

Volume 25 pada November 2015 dan didistribusikan ke Balai Besar/Balai POM, Rumah

Sakit, Dinas Kesehatan Provinsi & Kabupaten/ Kota, dan Puskesmas di seluruh wilayah

Indonesia.

Buletin tersebut memuat artikel mengenai

Antibiotik/Antimikroba, Demam Berdarah Dengue,

Interaksi Obat dan Makanan dan monografi obat

baru Regorafenib. Disamping itu berisi informasi

obat baru yang disetujui periode Maret 2014 –

Maret 2015 yaitu ARCOXIA® tablet salut selaput

(mengandung etoricoxib 60 mg, 90 mg dan 120

mg); CYMBALTA® kapsul lepas tunda (mengandung duloksetin hidroklorida setara 30

mg dan 60 mg duloksetin); EXJADE® tablet dispersibel (mengandung deferasirox 125

mg, 250 mg, dan 500 mg); EVISTA® tablet salut selaput (mengandung raloxifen

179

hidroklorida 60 mg setara 56 raloxifen base); GALVUS® tablet (mengandung

vildagliptin 50 mg); ZYTIGA® tablet (mengandung abirateron asetat 250 mg);

NEUPRO® transdermal patch (mengandung rotigotin 2mg/24 jam dan 4 mg/24 jam);

SEROQUEL XR® tablet lepas lambat (mengandung quetiapin fumarat setara quetiapin

50 mg, 200 mg, 300 mg dan 400 mg). Selain itu terdapat pula daftar Obat Copy yang

telah disetujui bulan Maret 2014 – Maret 2015.

H. Penerbitan Majalah Keamanan Pangan

Majalah Keamanan Pangan diterbitkan dengan tujuan untuk

menyebarluaskan informasi keamanan pangan agar

pengetahuan masyarakat meningkat sehingga tergugah untuk

menerapkan keamanan pangan pada kehidupan sehari-hari.

Rubrik di dalam Majalah Keamanan Pangan antara lain Info

Utama, profil program, wawasan, regulasi, teknologi pangan,

peristiwa, dan cemaran.

Pada tahun 2015 telah diterbitkan 2 volume Majalah Keamanan Pangan yaitu volume

27 dengan tema utama Indonesia Risk Assesment Center (INARAC) Sebagai Pusat

Kajian Risiko Keamanan Pangan di Indonesia dan volume 28 dengan tema utama

ASEAN Expert Group on Food Safety (AEGFS) sebagai bentuk kerjasama ASEAN di

Bidang Keamanan Pangan. Majalah tersebut didistribusikan kepada lingkungan

internal Badan POM, Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia, kementerian terkait,

Gubernur di seluruh Indonesia, Dinas Kesehatan di seluruh Indonesia, institusi

pendidikan, industri pangan, media massa, asosiasi di bidang pangan, dan lain-lain.

I. Pengembangan KIE PJAS Berbasis Web

Pengembangan KIE PJAS berbasis web

dilakukan melalui subsite

klubpompi.pom.go.id. Subsite ini menjadi

penting karena digunakan sebagai

pembelajaran jarak jauh (e-learning)

terutama untuk 5 Kunci Keamanan pangan

Untuk Anak Sekolah. Dalam subsite ini

terdapat fitur baru yang dapat digunakan oleh tim Keamanan Pangan Sekolah dan

Fasilitator Keamanan Pangan Sekolah melaporkan kegiatannya. Selain itu,

klubpompi.pom.go.id sudah di interlink dengan website Rumah Belajar yang

dikembangkan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PUSTEKKOM) dari

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

180

J. Pameran KIE Keamanan Pangan

Sosialisasi keamanan pangan harus dilakukan secara berkesinambungan, agar

mencapai sasarannya, maka harus dilakukan secara terstruktur dan terarah. Pameran

adalah salah satu sarana penyebaran informasi untuk meningkatkan pengetahuan

kepada masyarakat. Disamping mempromosikan tentang keamanan pangan, dalam

pameran secara tidak langsung dapat memberikan informasi dan edukasi tentang

keamanan pangan kepada masyarakat luas sehingga diharapkan mampu mengubah

sikap mentalnya terhadap masalah keamanan pangan.

Kegiatan Pameran Keamanan Pangan tahun 2015 :

a. Pameran pada acara Car Free Day bertempat di Jl. Teluk Betung Jakarta pada

tanggal 3 Februari 2015

b. Pameran pada acara Rakernas Badan POM bertempat di Hotel Bidakara pada

tanggal 16-17 Maret 2015

c. Pameran pada Hari Kesehatan Sedunia bertempat di halaman Kantor Walikota di

Jakarta Utara pada tanggal 7 April 2015

d. Pameran pada acara Bulan Keamanan Pangan bertempat di Aula Gedung C BPOM

pada tanggal 9 April 2015

e. Pameran pada acara Hari Konsumen Nasional bertempat di area Monumen

Nasional pada tanggal 12 Mei 2015.

f. Pameran Pasar Jamu bertempat di Badan POM pada tanggal 28 dan 29 Mei 2015

g. Pameran pada acara Car Free Day bertempat di Jl. Teluk Betung pada tanggal 14

Juni 2015

h. Pameran Pembangunan Kesehatan Nasional Hari Kesehatan Nasional ke 51

bertempat di Jakarta International Expo Kemayoran pada tanggal 13-15

November 2015

i. Pameran pada acara Car Free Day bertempat di Jl. Teluk Betung pada tanggal 15

Desember 2015

4.13. KERJASAMA LUAR NEGERI

Kerjasama luar negeri Badan POM tidak hanya ditujukan untuk mendukung tugas dan

fungsinya dalam pengawasan obat dan makanan, namun juga untuk mendukung Agenda

Nawa Cita ke-6 dalam meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar

internasional. Pada tahun 2015, Badan POM telah melakukan 25 pengembangan kerjasama

dan/atau kerjasama internasional di bidang Obat dan Makanan.

Pada tingkat bilateral, selain aktif memberikan masukan posisi dalam perundingan

Indonesia-Jepang, Indonesia-Korea, Indonesia-Amerika, Indonesia-Selandia Baru,

Indonesia-Uni Eropa, Indonesia-Mesir, Indonesia Arab Saudi, Indonesia-China, Indonesia-

Republik Demokratik Timor Leste, Badan POM juga melakukan penjajakan kerjasama

dengan beberapa instansi luar negeri.

181

Tahun 2015, Kepala Badan POM melakukan kunjungan kerja ke Therapeutic Goods

Administration (TGA) Australia, Food Standard Australia New Zealand (FSANZ), Chinese

Food and Drug Administration (CFDA), The Associate Central of Quality, Supervision,

Inspection and Quarantine (AQSIQ) China, Vrije Universiteit Amsterdam (VUA) Belanda,

Netherland Food and Consumer Product Safety/Nederlandse Voedsel- en Warenautoriteit

(NVWA) Belanda, College ter Beoordeling van Geneesmiddelen (CBG)/Medicine Evaluation

Board (MEB) Belanda, Dutch Health Care Inspectorate (IGZ) Belanda, Food Safety Authority

(FSA) Inggris, dan European Medicines Agency (EMA) Inggris, Ditjen Kesehatan

Lingkungan dan Keamanan Pangan Jepang, Kementerian Kesehatan, Buruh dan

Kesejahteraan (MHLW) Jepang, Pharmaceutical and Medical Devices Agency (PMDA)

Jepang, Health Science Authority (HSA) Singapura, Centre of Regulatory Excellence (CoRE)

Singapura dan The Interpol Global Complex for Innovation (IGCI) Singapura, Kementerian

Perdagangan, Industri dan Lingkungan Hidup Teimur Leste serta Kementerian Kesehatan

Timor Leste.

Tahun 2015, Badan POM menandatangani dua perjanjian kerjasama luar negeri yaitu:

1) Dengan Rektor VUA, Belanda pada tanggal 3 September 2015 dalam bidang capacity

building yang meliputi kerjasama pelatihan, pendidikan dan penelitian di bidang

keamanan obat dan makanan, dan

2) Dengan Chief Representative Japan International Cooperation Agency (JICA)

Indonesia Office pada tanggal 27 Agustus 2015 dalam bidang Keamanan Obat dan

Makanan.

Selain itu, sebagai rangka tindak lanjut dari MoU tahun 2014 antara Badan POM dan

Ministry of Commerce, Industry and Environment Republik Demokratik Timor-Leste

(MCIE-RDTL), Badan POM memberikan konsultasi dalam rangka pengembangan

laboratorium pengujian pangan di Timor Leste.

Dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, Badan POM berpartisipasi aktif

dalam kerjasama regional ASEAN maupun kerjasama ASEAN dengan negara mitra terkait

harmonisasi standar serta kerjasama dalam menunjang perdagangan bebas. Badan POM

menjadi focal point dalam forum ASEAN Cosmetic Committee, Traditional Medicines and

Health Supplement Product Working (TMHS PWG), Pharmaceutical Product Working Group

(PPWG). Forum tersebut membahas harmonisasi standar di bidang obat dan makanan.

Dalam kerjasama ASEAN Mitra, Badan POM berpatisipasi pada pertemuan antara lain

ASEAN China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN Jepang Comprehensive Economic

Partnership (AJCEP), ASEAN Australia New Zealand FTA (AANZFTA). Pembahasan

kerjasama ASEAN Mitra terkait modalitas tarif, ketentuan asal barang, SPS, dan STRACAP.

Dalam kerjasama APEC, Badan POM selaku focal point APEC LSIF (Life Science Innovation

Forum), berpartisipasi aktif dalam pertemuan LSIF–Regulatory Harmonization Steering

Committee (RHSC). Tahun 2015, forum ini membahas mengenai Training Center of

182

Excellent (CoE) for regulatory Science; pembentukan CoE untuk topik Multi Regional

Clinical Trial (MRCT) dan Quality Supply Chain sebagai pilot project (proyek pemula).

Selain kerjasama regional ASEAN dan APEC, Badan POM juga berperan dalam forum

Regional Comprehensive Economic Partnership Trade Negotiating Committee (RCEP-TNC).

Forum ini melibatkan 16 negara yaitu 10 negara ASEAN serta 6 negara mitra seperti China,

India, Korea, Jepang, Australia, New Zealand. Forum ini terkait Badan POM juga membahas

modalitas tarif, STRACAP, SPS dan akses pasar.

4.14. PENGEMBANGAN OBAT ASLI INDONESIA

Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi keamanan dan khasiat/kemanfaatan obat asli

Indonesia, pada tahun 2015 telah dilakukan :

a. Telah disusun 7 dokumen yang memuat informasi tentang etnofarmakognosi,

keamanan, kemanfaatan/khasiat dan mutu dan penerapannya pada pelaku usaha

untuk tanaman obat : binahong, bawang putih, jahe, kelor, pegagan, sambiloto, sirih

merah. Selain itu telah tersusun kajian ramuan obat tradisional berasal dari naskah

kuno seperti Kitab Serat Centini, Tibb dan Jampi Jawa Pakualaman.

b. Sosialisasi dan bimbingan teknis dalam rangka terkait

peningkatan aspek mutu (sanitasi, higiene dan

dokumentasi)serta pemantapan usaha jamu gendong

dan jamu racik dalam rangka pengarusutamaan gender

yang dilaksanakan di Kabupaten Sukoharjo, Cilacap,

dan Banyuwangi pada 40 UMKM.

c. Kegiatan sosialisasi, komunikasi, informasi, dan edukasi tentang keamanan dan

kemanfaatan obat asli Indonesia yaitu :

Seminar ilmiah 3 tumbuhan obat yaitu

binahong, kelor dan pegagan.

Sosialisasi cara memilih obat

tradisional dan kosmetik yang baik

kepada komunitas ibu-ibu PKK.

Workshop peluang pasar bagi pelaku

usaha di bidang obat tradisional.

Pameran “Pasar Jamu 2015” dan “Pasar

Herbal”, serta mengikuti pameran

“Indogreen Forestry Expo 2015”,

pameran “Gelar Pemberdayaan

Masyarakat Berbasis Budaya Expo &

Awards 2015” dan pameran “Jamu

Festival 2015”.

183

4.15. RISET DI BIDANG OBAT DAN MAKANAN

Guna menunjang kebijakan Badan POM dalam mewujudkan laboratorium Badan POM yang

modern dan handal serta memperkuat sistem regulatori pengawasan Obat dan Makanan,

maka perlu dilakukan riset keamanan, khasiat/manfaat,dan mutu Obat dan Makanan

sebagai dukungan untuk perkuatan pengawasan pre-market dan post-market Obat dan

Makanan.Pemilihan topik riset didasarkan atas analisis kebutuhan pengawasan yang

ditetapkan oleh kedeputian 1, 2 dan 3 serta PPOMN atau Balai Besar/Balai POM, disamping

berdasarkan isu-isu tentang obat dan makanan yang sedang berkembang pada saat itu, baik

di dalam maupun di luar negeri.

Pada tahun 2015, Badan POM melalui Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) melaksanakan

kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik, yaitu riset

yang berbasis laboratorium dan non laboratorium, sumber daya manusia, sarana dan

prasarana, publikasi, serta pengembangan jejaring lintas sektor dan kerjasama dengan

stakeholder. Kegiatan tersebut adalah :

1. Kegiatan kerjasama dengan Kedeputian III, terdiri dari :

a. Uji cepat identifikasi untuk membedakan pewarna azo dan non azo.

b. Uji cepat identifikasi Sudan I pada produk pangan.

c. Uji cepat identifikasi Auramin O pada produk pangan.

d. Identifikasi pewarna kuning yang tidak diizinkan pada kerupuk.

e. Pengembangan MA migrasi global zat kontak pangan dari kemasan kertas dan

karton.

f. Pengembangan MA migrasi dietil heksil ftalat (DEHP), dibutil ftalat (DBP),

diisononil ftalat (DINP) dan diisodesil ftalat (DIDP) dari kemasan kertas dan

karton ke dalam simulan pangan etanol 50% secara GCMS.

g. Analisis logam berat Pb dan Cd pada jus buah.

h. Pengembangan MA deteksi Vibrio cholera menggunakan multiplex PCR.

i. Pengembangan metode identifikasi dan pengujian DNA 16S E.coli menggunakan

PCR

j. Pengembangan metode identifikasi dan pengujian DNA 16S Salmonella

menggunakan PCR

k. Pengembangan metode validasi PRG dengan menggunakan Real Time PCR:

screening pangan PRG terhadap produk olahan kedelai

l. Pengembangan metode validasi PRG dengan menggunakan Real Time PCR:

screening pangan PRG terhadap produk olahan jagung.

2. Kegiatan kerjasama dengan PPOMN, terdiri dari :

a. Uji Profisiensi Identifikasi Bahan Kimia Obat dalam Obat Tradisional untuk Batuk

b. Uji Profisiensi Penetapan kadar Diazepam dalam sediaan tablet.

184

3. Kegiatan kerjasama dengan Kedeputian II

a. Pengembangan metode Analisis Kosmetik (8 Judul)

- Penetapan kadar diazolidinil urea dalam perawatan kulit

- Identifikasi methyldibromoglutaronitrile dalam sediaan lipstick

- Identifikasi 2-amino-4-nitrophenol dalam sediaan pewarna rambut bentuk

krim

- Identifikasi basic blue 26 dalam sediaan rias bibir

- Identifikasi 6-amino-o-cresol dalam sediaan pewarna rambut bentuk krim

- Identifikasi acid violet 43 (CI 60730) dalam sediaan mata bentuk cair dan

padat

- Identifikasi pigment yellow 1 (CI 11680) dalam sediaan rias bibir bentuk

lipstick

- Identifikasi Solvent Yellow 33 (CI 47000) dalam sediaan pewarna rambut

bentuk krim

b. Verifikasi metode Analisis (15 Judul)

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 14720 (Carmoisin,

Acid Red 14) Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 15850:1 (D & C Red

No.7, Lithol Rubine BK) Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 15985 (Kuning FCF,

Sunset Yellow FCF) Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 16035 (Allura Red

AC) Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 16185 (Amaranth)

Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 16255 (Ponceau 4R,

Acid Red 18) Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 19140 (Tartrazine)

Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 40800

(Betacarotene) Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 42051 (Patent Blue

V, Acid Blue 3) Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 44090 (Green S)

Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 45430 (Erythrosine

B) Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 73015 (Indigo

Carmine) Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 75300 (Curcumin)

Dalam Kosmetik

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 75470 (Carmine)

Dalam Kosmetik

185

- Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 40850

(Canthaxanthin) Dalam Kosmetik

Publikasi Ilmiah

Untuk memberikan informasi hasil riset yang telah

dilakukan oleh PROM kepada masyarakat, maka

dilakukan kegiatan publikasi “Forum Diseminasi

Hasil Riset” tanggal 10 Juni 2015 yang dihadiri oleh

Balai Besar/Balai POM, LIPI, BPPT, Kemenristek,

Pihak Perguruan Tinggi dan Unit Eselon II

dilingkungan BPOM.

4.16. PENGUJIAN DI BIDANG OBAT DAN MAKANAN

Dalam rangka meningkatkan mutu pengujian obat dan makanan, seluruh laboratorium

Badan POM perlu dilakukan peningkatan pemenuhan Good Laboratory Practices (GLP),

untuk itu pada tahun 2015 dilakukan pemetaan di 31 Laboratorium BB/BPOM untuk

mengetahui kapasitas dan kapabilitas laboratorium terkait pemenuhan peralatan,

kompetensi staf, dan Standar Ruang Lingkup (SRL) Pengujian. Kegiatan dilakukan oleh Tim

Penyusun Baseline PPOMN dimulai pada Februari 2015 dengan pembuatan Tools

Pemetaan; assessment oleh tim ke BB/BPOM. Berdasarkan hasil pemetaan diperoleh

persentase pemenuhan GLP BB/BPOM sebesar 59,1%. Hasil pemetaan ini ditetapkan

menjadi baseline pemenuhan standar GLP. Baseline ini sangat penting karena merupakan

titik awal perencanaan untuk pelaksanaan Renstra 2015-2019 terkait pemenuhan GLP

BB/BPOM yang merupakan salah satu indikator kinerja utama PPOMN, dengan target pada

akhir tahun 2019 pemenuhannya 85%.

A. Pengujian sampel

Pengujian sampel yang dilakukan di Laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan

Nasional terdiri dari 5 jenis yaitu sampel uji absah/rujuk, sampel khusus, sampel kasus,

sampel pihak ketiga dan sampel uji profisiensi.

Jumlah sampel pada tahun 2015 sebanyak 3.997 sampel dan selesai diuji sebanyak 2.978

sampel sedangkan 1.019 sampel akan diuji pada Januari 2016. Rincian dan sebaran sampel

pada masing-masing bidang/laboratorium sebagai berikut :

186

Gambar 4.98 Jumlah sampel tiap Bidang/Laboratorium

Tahun 2015

B. Pengembangan Metode Analisa

Dalam menjalankan fungsi sebagai pengawas obat dan

makanan, PPOMN harus menjaga kompetensinya

sebagai laboratorium penguji dengan menerapkan

Sistem Manajemen Laboratorium berdasarkan

ISO/IEC17025 : 2005. Salah satu unsur penting dalam

penerapan sistem manajemen tersebut adalah

validasi/verifikasi metode uji, yang sangat penting

dilakukan agar didapat hasil uji yang valid dan dapat

dipercaya.

Disamping itu validasi/verifikasi metoda uji terhadap produk obat yang belum tercantum

dalam kompendia menuntut diperlukannya pengembangan Metoda Analisis (MA) agar

produk tersebut dapat diawasi. Demikian juga untuk produk lainnya yang secara resmi

belum mempunyai metoda untuk pengujian terhadap keamanan produk. Untuk itu

pengembangan metoda analisis dalam rangka pengawasan mutu dan keamanan produk

sangat diperlukan. Pengembangan MA ini dilakukan berdasarkan prioritas terhadap

produk yang dapat memberikan dampak negatif terhadap mutu dan keamanan pengguna

(masyarakat). Agar MA yang dikembangkan oleh PPOMN validitasnya terjamin, maka

PPOMN mengundang beberapa pakar di bidangnya untuk pembahasan hasil

pengembangan MA tersebut dan hasilnya diterbitkan sebagai kumpulan MA PPOMN yang

dapat digunakan oleh BB/BPOM.

Tujuan dari kegiatan ini adalah tersedianya MA sesuai perkembangan produk obat dan

makanan, serta dapat menjamin hasil analisis yang absah yaitu yang dapat dipercaya,

dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan kesesuaian dengan tujuan pengujian yang dapat

meliputi identifikasi, kemurnian, penetapan kadar dan lain lain.

No Jenis Sampel Jumlah

1 Sampel absah/rujuk

905

2 Sampel Kasus 18

3 Sampel Khusus 844

4 Sampel pihak ketiga

2.207

5 Sampel uji profisiensi

23

Total 3.997

885

487 552 492

181

1.400

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

187

Hasil pengembangan metode analisa yang telah dilaksanakan tahun 2015 sebanyak 66 judul

Metode Analisis dan 5 hasil kolaborasi dengan Balai Besar/Balai POM. Hasil pengembangan

metode analisa yang telah dilaksanakan tahun 2015 terdapat pada lampiran 2.

C. Pembuatan Baku Pembanding

Target produksi baku pembanding tahun 2015 adalah 60 jenis, tetapi berhasil dilakukan

pengujian 80 jenis calon baku pembanding, termasuk di dalamnya 12 jenis calon baku

pembanding yang diuji oleh Laboratorium Unggulan Baku Pembanding BBPOM di

Yogyakarta dan 15 jenis diuji secara kolaborasi (19,23%).

Hasil uji calon baku pembanding kemudian dibahas dan adopsi baku pembanding dilakukan

di PPOMN pada 8-9 September 2015 dan 16-17 November 2015. Hasil pembahasan

tersebut menerima dan mengadopsi 78 jenis (97,5%) Baku Pembanding Farmakope

Indonesia (BPFI) dan Baku Pembanding Laboratorium (BPL). Selain itu juga terdapat

tambahan baku pembanding hasil uji kolaborasi ASEAN tahun 2015 sebanyak 4 jenis yaitu

Klaritromisin, Sefiksim trihidrat, Ibuprofen, dan Kloramfenikol. Indonesia terlibat dalam uji

kolaborasi ASEAN pada tahun 2015 sebagai partisipan untuk 2 jenis baku pembanding

ASEAN (Enalapril maleat dan Propil paraben) dan sebagai koordinator uji kolaborasi baku

pembanding ASEAN untuk Prazikuantel.

Merujuk pada ISO Guide 34:2009 tentang produksi baku pembanding, salah satu tahapan

pengujian baku pembanding adalah uji kolaborasi dengan laboratorium lain. Pada tahun

2015 persentase jumlah baku pembanding yang dikolaborasikan mencapai 19,23% dengan

jumlah kolaboran 14 BB/BPOM. Daftar Baku Pembanding produksi tahun 2015 dapat

dilihat pada lampiran 3.

D. Produksi dan Pengadaan Hewan

Hewan yang diproduksi di Laboratorium

Hewan Percobaan terdiri dari 3 (tiga) spesies

yaitu mencit (Mus musculus, galur ddY), tikus

(Rattus novergicus, galur Sprague Dawley) dan

kelinci (Oryctolagus cuniculi, galur Japanese

White). Produksi hewan disesuaikan dengan

kebutuhan pengujian dan permintaan dari

pihak eksternal.

Tabel 4.22 Produksi/Pengadaan

Hewan Percobaan Tahun 2015

No Jenis Hewan Percobaan

Produksi Hewan (ekor)

1 Mencit 39.590 2 Tikus 5.450 3 Kelinci 265 4 Marmut 306*) 5 Mencit 1.050*)

Keterangan : Penghitungan per 31 Desember 2015 *) Pengadaan dari instansi lain

188

E. Laboratorium Kalibrasi

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) disamping mempunyai

laboratorium pengujian mutu juga telah memiliki laboratorium kalibrasi dan telah

terakreditasi oleh KAN-BSN dengan No. LK - 47 -IDN. Ruang lingkup laboratorium kalibrasi

PPOMN meliputi kalibrasi alat laboratorium, suhu serta massa dan volume.

Tugas dan fungsi laboratorium kalibrasi PPOMN saat ini adalah melakukan kalibrasi

peralatan laboratorium (termasuk alat gelas) baik laboratorium pengujian PPOMN, Balai

Besar/Balai POM seluruh Indonesia dan sampel dari pihak ketiga. Apabila kalibrasi

peralatan laboratorium dilakukan secara berkesinambungan sesuai jadwal rekalibrasi

maka diharapkan ketepatan peralatan laboratorium tersebut tetap terjaga. Demikian juga

apabila terdapat penyimpangan pada alat tersebut dapat diketahui sejak dini, sehingga

kerusakan yang lebih parah dapat dihindari.

Pada tahun 2015 telah dilakukan rekalibrasi alat laboratorium Balai Besar/Balai POM dan

PPOMN dengan target 31 Balai /Balai Besar POM dan PPOMN, dengan jumlah alat yang

dikalibrasi adalah 1833 item, terdiri dari :

Alat Laboratorium : 1801 item

Alat Gelas : 32 item

Sampel tersebut belum termasuk sampel dari PNBP sejumlah 5 item yang semuanya

merupakan alat laboratorium.

F. Kegiatan Survei IKM di BPOM

Hasil survey Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap penyelenggaraan pelayanan

publik PPOMN pada tahun 2015 mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari nilai 67,16

pada tahun 2013 dan sempat mengalami penurunan menjadi 66,32 pada tahun 2014, tapi

kemudian menjadi 78,10 pada tahun 2015.

189

BAB 5

PENGELOLAAN ANGGARAN

Pada tahun 2015, Badan POM mendapat anggaran sebesar Rp1.239.570.164.000.000,00

untuk seluruh kegiatan di pusat maupun daerah. Anggaran tersebut terdiri dari: Belanja

Pegawai Rp409.249.454.000,00 (33,02%) (termasuk alokasi tunjangan kinerja

Rp156.846.123.000, -; Belanja Barang Rp578.884.987.000,00 (46,70%); dan Belanja Modal

Rp251.435.723.000,00 (20,28%). Anggaran tersebut tersebar untuk 9 Satker Pusat

Rp592.785.361.000,00 (47,82%) dan 31 Balai Besar/Balai POM Rp646.784.803.000,00

(52,18%).

Gambar 5.1 Proporsi Anggaran Badan POM Pusat dan Balai Tahun 2015

Realisasi anggaran tersebut sebesar Rp1.071.187.255.937,00 (86,42%) yang terdiri dari

realisasi anggaran untuk 9 Satker Pusat Rp496.562.326.239,00 dan realisasi anggaran

untuk seluruh Balai Besar/Balai POM Rp574.624.929.698,00, serta transaksi hibah non kas

sebesar Rp0,00.

Belanja Pegawai

Belanja Pegawai Badan POM terdiri dari Belanja Pegawai untuk 9 Satker Pusat adalah

Rp233.739.376.000,00 dan Belanja Pegawai untuk seluruh Balai Besar/Balai POM adalah

Rp175.510.078.000,00 Realisasi Belanja Pegawai tersebut berturut-turut adalah

Rp198.269.486.415,00 (84,83%) dan Rp158.735.131.266,00 (90,44%).

Belanja Barang

Belanja Barang terdiri dari Rp285.242.282.000,00 untuk 9 Satker Pusat dan

Rp293.642.705.000,00 untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasi Belanja

Barang berturut-turut adalah Rp232.827.919.660,00 (81,62%) dan Rp257.707.495.749,00

(87,76%).

47,82%52,18%

Pusat Balai

190

Belanja Modal

Belanja Modal Badan POM terdiri dari Rp73.803.703.000,00 untuk 9 Satker Pusat dan

Rp177.632.020.000,00 untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasinya

berturut-turut Rp65.464.920.164,00 (88,70%) dan Rp158.182.302.683,00 (89,05%).

Tabel 5.1 Alokasi dan Realisasi Anggaran Pusat dan Balai Tahun 2015

Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal

Pusat Pagu 233.739.376.000 285.242.282.000 73.803.703.000

Realisasi 198.269.486.415 232.827.919.660 65.464.920.164

Daerah Pagu 175.510.078.000 293.642.705.000 177.632.020.000

Realisasi 158.735.131.266 257.707.495.749 158.182.302.683

Total Pagu 409.249.454.000 578.884.987.000 251.435.723.000

Realisasi 357.004.617.681 490.535.415.409 223.647.222.847

Gambar 5.2 Proporsi Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja

Tahun 2015

0

100.000.000.000

200.000.000.000

300.000.000.000

400.000.000.000

500.000.000.000

600.000.000.000

Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal

87,23%

84,74%

88,95%

Ru

pia

h

Jenis Belanja

Alokasi Realisasi

191

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Selama tahun 2015, estimasi penerimaan negara Badan POM yang berasal dari PNBP

sebesar Rp70.000.000.000,00. Dari jumlah tersebut, realiasasi PNBP yang dapat dicapai

adalah Rp100.747.534.361,00 atau 143,93% dari target yang ditetapkan. Sedangkan,

estimasi penggunaannya adalah Rp64.765.983.000,00 dengan realisasi penggunaan PNBP

mencapai Rp53.580.589.343,00 atau 82,73%.

Dana Hibah

Selama tahun 2015, Badan POM menerima anggaran yang berasal dari hibah sebesar

Rp1.110.418.000,00 dari jumlah tersebut digunakan untuk belanja barang sebesar

Rp694.352.000,00 dan belanja modal sebesar Rp416.066.000,00. Donor dana hibah

tersebut adalah Global Fund, USP, dan WHO.

Sedangkan alokasi dan realisasi anggaran berdasarkan program pada tahun 2015 adalah

sebagai berikut:

Program Pagu Realisasi %

101. Program Dukungan

Manajemen dan Pelaksanaan Tugas

Teknis Lainnya BPOM

350.896.061.000 290.860.877.477 82,89

102. Program Peningkatan Sarana

dan Prasaran Aparatur BPOM 28.916.300.000 25.710.489.869 88,91

106. Program Pengawasan Obat

dan Makanan 859.757.803.000 754.615.888.591 87,77

193

BAB 6

PENUTUP

Untuk mengatasi berbagai masalah yang masih ditemui dalam melaksanakan pengawasan

Obat dan Makanan di Indonesia demi melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang

tidak memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat dan mutu serta untuk meningkatkan

daya saing produk Obat dan Makanan di pasar lokal dan global, pada tahun 2016 Badan

POM harus melakukan berbagai upaya peningkatan kinerja, antara lain:

1. Perubahan paradigma pengawasan dari watch-dog control menjadi proactive control

melalui:

a. Pengawasan yang lebih ke hulu dan terintegrasi;

b. Mengedepankan tindakan pencegahan melalui pelaksanaan Program Manajemen

Risiko (PMR) oleh pelaku usaha yang diverifikasi oleh Badan POM selaku regulator;

dan

c. Mendorong peran aktif pelaku usaha dalam pemenuhan regulasi.

2. Kontribusi dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), melalui:

a. Penguatan sampling dan pengujian obat JKN serta pemeriksaan sarana berbasis

risiko;

b. Dukungan regulasi dan regulatory assistance oleh Badan POM kepada pelaku usaha;

dan

c. Percepatan proses registrasi obat generik yang aman, berkhasiat, bermutu.

3. Penguatan Pengawalan Badan POM dalam era globalisasi dan Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA), melalui:

a. Peran aktif dalam forum ASEAN dan international dalam rangka penyusunan

standar dan regulasi yang efektif untuk melindungi kepentingan nasional;

b. Peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dan perkuatan

infrastruktur;

c. Peningkatan public awareness melalui intensifikasi kegiatan Komunikasi,

Informasi, dan Edukasi (KIE);

d. Penguatan kerjasama lintas sektor dalam pengawasan obat dan makanan; dan

e. Peningkatan daya saing produk dalam negeri yang salah satunya yaitu dengan

memberikan iklim usaha yang baik melalui deregulasi, debirokratisasi, dan

regulatory assistance dalam pemenuhan ketentuan untuk meningkatkan kemanan,

mutu, dan khasiat/manfaat obat dan makanan.

4. Penguatan pemberantasan Obat dan Makanan yang mengandung bahan

berbahaya/dilarang, dan ilegal termasuk palsu, melalui program-program peningkatan

keterlibatan aktif masyarakat (community empowerment) yang di antaranya: Gerakan

Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GN POPA), Gerakan Nasional Waspada Obat

dan Makanan Ilegal (GN WOMI), Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (AN PJAS),

dan Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD).

194

5. Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui:

a. Peningkatan kepastian dan transparansi dalam bentuk pengembangan sistem

penilaian berbasis elektronik untuk obat copy tertentu, obat tradisional, dan

makanan;

b. Simplifikasi prosedur berbasis risiko; dan

c. Penguatan dan transparansi komunikasi G to G, G to B, dan G to C untuk peningkatan

persamaan persepsi.

195

Lampiran 1. Capaian Rencana Kerja Pemerintah Badan POM Tahun 2015

Program/Kegiatan Indikator Kinerja Satuan T R

I. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM

Capaian pelaksanaan Reformasi Birokrasi di BPOM

B BB (70,88) 101,26

Opini Laporan Keuangan BPOM dari BPK

WTP WTP 100

Nilai SAKIP BPOM dari MENPAN

B B 100

1.1 Koordinasi Kegiatan Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan, Bantuan Hukum, Layanan Pengaduan Konsumen dan Hubungan Masyarakat

Jumlah informasi obat dan makanan yang dipublikasikan

91 139 152,75%

Jumlah layanan pengaduan dan informasi konsumen yang ditindaklanjuti

9.000 14.275 158,61%

Jumlah bantuan hukum yang diberikan

150 380 253,33%

Jumlah rancangan peraturan perundang-undangan yang disusun

150 274 182,67%

1.2 Peningkatan Penyelenggaraan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri

Jumlah pengembangan kerjasama dan/atau kerjasama internasional di bidang Obat dan Makanan

25 25 100,00

1.3 Koordinasi Perumusan Renstra dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran, Keuangan serta Evaluasi dan Pelaporan

Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, keuangan dan monitoring evaluasi yang dihasilkan

15 15 100,00

Jumlah kajian Organisasi, Tata Laksana dan Reformasi Birokrasi

1 1 100,00

1.4 Peningkatan Kapasitas dan Kapabilitas SDM Aparatur BPOM

Persentase Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan S1, S2, S3

2 2,88 143,93

Jumlah dokumen Human Capital Management

7 7 100,00

Persentase pegawai yang memenuhi standar kompetensi

65 69,67 107,18

Persentase SDM Aparatur BPOM yang memiliki kinerja berkriteria baik

80 99,15 123,94

1.5 Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat dan Makanan

Hasil penilaian mandiri pelaksanaan reformasi birokrasi bidang penguatan pengawasan

10 10,67 106,70

Persentase laporan hasil pengawasan yang disusun tepat waktu

85 85,37 100,44

196

Program/Kegiatan Indikator Kinerja Satuan T R

Persentase penilaian mandiri evaluasi pengendalian intern tingkat entitas (PM-EPITE) degan kriteria baik

60 90,40 150,67

Persentase rekomendasi hasil pemeriksaan yang ditindaklanjuti BPOM

80 81,38 107,73

Persentase rekomendasi hasil pengawasan yang ditindaklanjuti dibandingkan total rekomendasi yang diberkan inspektorat

70 53,64 76,63

1.6 Pelayanan Informasi Obat dan Makanan, Informasi Keracunan dan Teknologi Informasi

Persentase infrastruktur TIK yang dikembangkan untuk optimalisasi e-gov bisnis proses BPOM

35 35 100,00

Jumlah informasi Obat dan Makanan yang up to date sesuai lingkungan strategis pengawasan obat dan makanan

675 693 102,67

II. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM

Persentase pemenuhan sarana dan prasarana penunjang kinerja sesuai standar

80 76 95,0

2.1 Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM

Jumlah dukungan teknis pengadaan barang dan jasa

5 5 100,00

2.2 Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM

Persentase pemenuhan sarana dan prasarana penunjang kinerja sesuai standar

80 76 95,00

Persentase satker yang mampu mengelola BMN dengan baik

100 75 75,00

III. Program Pengawasan Obat dan Makanan

Persentase obat yang memenuhi syarat

92,0 98,55 107,12

Persentase obat tradisional yang memenuhi syarat

80,0 80,94 101,18

Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat

89,0 98,22 110,36

Persentase Suplemen kesehatan yang memenuhi syarat

79,0 97,70 123,67

Persentase makanan yang memenuhi syarat

88,1 89,0 101,02

Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertfikat CPOTB

61 52 85,25

Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan

185 176 95,14

Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam

3 2 66,67

197

Program/Kegiatan Indikator Kinerja Satuan T R

rangka menjamin keamanan pangan Jumlah kerjasama yang diimplementasikan

10 5 50

3.1 Pengawasan Obat dan Makanan di 31 Balai Besar/Balai POM

Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis

82.632 80,525 97,45

Pemenuhan target sampling produk Obat di sektor publik (Instalasi Farmasi Kabupaten)

100 107,34 107,34

Persentase cakupan pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan

58 57,04 98,34

Persentase cakupan pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan

24 33,51 139,63

Jumlah perkara di bidang obat dan makanan

289 292 101,04

Persentase pemenuhan sarana prasarana sesuai standar

80 70,98 93,73

Jumlah layanan publik BB/BPOM 35.300 43.910 124,39 Jumlah Komunitas yang diberdayakan

450 451 100,22

Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu

310 308 99,35

3.2 Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Persentase hasil Inspeksi sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang memerlukan pendalaman mutu dan/atau diverifikasi

20 19,00 101,25

Persentase obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dan produk kuasi tidak memenuhi syarat (TMS) yang dianalisis dan ditindaklanjuti

801 78,75 98,44

1 Target yang tercantum pada RKP adalah 30%

198

Program/Kegiatan Indikator Kinerja Satuan T R

Persentase berkas permohonan sertifikasi OT, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan dan Produk Kuasi yang mendapatkan keputusan tepat waktu

70 82,60 118,00

Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertfikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)

612 52 85,25

Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan

1853 176 95,14

3.3 Inspeksi dan Sertifikasi Pangan

Jumlah inspeksi sarana produksi dan distribusi pangan yang dilakukan dalam rangka pendalaman mutu dan sertifikasi

500 490 98,00

Persentase penyelesaian tindak lanjut pengawasan mutu dan keamanan produk pangan

90 85,77 95,30

Persentase berkas permohonan sertifikasi pangan yang mendapatkan keputusan tepat waktu

70 116 165,71

Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin keamanan pangan

3 2,70 90,00

3.4 Pengembangan Obat Asli Indonesia

Jumlah pedoman/publikasi informasi keamanan, kemanfaatan/khasiat dan mutu hasil pengembangan OAI

7 7 100,00

3.5 Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)

Persentase peningkatan Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

78 86,49 110,88

Jumlah kajian farmakovigilance obat beredar yang dikomunikasikan

10 12 120,00

3.6 Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif

Persentase penyelesaian pemberian sanksi TL tepat waktu terhadap sarana pengelola NPP yang tidak memenuhi ketentuan

70 87,56 125,09

Persentase permohonan rekomendasi Analisa Hasil Pengawasan (AHP) untuk impor/ekspor narkotika, psikotropika dan prekursor yang diselesaikan tepat waktu

80 87,41 109,26

2 Belum dianggarkan pada DIPA 2015 3 Belum dianggarkan pada DIPA 2015

199

Program/Kegiatan Indikator Kinerja Satuan T R

Persentase label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan

45 80,55 179,00

3.7 Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

Persentase sarana distribusi yang menyalurkan bahan berbahaya sesuai ketentuan

50 51,78 103,56

Persentase kemasan pangan yang memenuhi syarat keamanan

86 93,46 108,67

Jumlah pasar yang diintervensi menjadi pasar aman dari bahan berbahaya

77 77 100,00

3.8 Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)

Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti tepat waktu

60 61,54 102,56

Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya

10 6 60,00

3.9 Penilaian Makanan Persentase Keputusan Penilaian pangan olahan yang diselesaikan

85 99,82 117,44

3.10 Penilaian Obat dan Produk Biologi

Persentase keputusan penilaian obat yang diselesaikan

75

81,00 108,00

3.11 Penilaian Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen

Persentase keputusan penilaian Obat Tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetik yang diselesaikan

80 97,27 121,59

3.12 Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Jumlah Standar Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan yang disusun

40 40 100,00

3.13 Standardisasi Makanan

Jumlah Standar pangan yang disusun

14 14 100,00

3.14 Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT

Jumlah Standar Obat yang disusun 10 12 120,00

3.15 Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Makanan

Jumlah hasil kajian profil risiko keamanan pangan

5 5 100,00

Jumlah Kabupaten/kota yang sudah menerapkan Peraturan Kepala BPOM tentang IRTP

100 100 100,00

Jumlah desa pangan aman yang menerima intervensi pengawasan keamanan pangan

100 100 100,00

3.16 Pemeriksaan secara Laboratorium, Pengujian dan Penilaian Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat dan Makanan serta Pembinaan Laboratorium POM

Persentase pemenuhan Laboratorium Balai Besar/Balai POM yang sesuai persyaratan Good Laboratorium Practices (GLP)

65 61,94 95,29

Persentase sampel uji yang ditindaklanjuti tepat waktu

70 56,63 80,90

3.17 Investigasi Awal dan Penyidikan Terhadap

Jumlah intervensi ke BB/BPOM dalam pelaksanaan Investigasi

51 51 100,00

200

Program/Kegiatan Indikator Kinerja Satuan T R

Pelanggaran Bidang Obat dan Makanan

Awal dan Penyidikan tindak pidana di bidang obat dan makanan Jumlah Perkara tindak Pidana di Bidang Obat dan Makanan yang ditangani Pusat Penyidikan Obat dan Makanan

3 3 100,00

3.18 Riset Keamanan, Khasiat, dan Mutu Obat dan Makanan

Jumlah riset laboratorium dan kajian yang dimanfaatkan

69 69 100,00

201

Lampiran 2. Pengembangan Metode Analisa Tahun 2015

I. Metode Analisis

No. Judul Metode Analisis

Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya

1 Penetapan Kadar Flunarizin Hidroklorida dalam Tablet

2 Penetapan Kadar Fenilbutason dalam Kapsul

3 Penetapan Kadar Triklokarbanilida dalam Sediaan Sabun Cuci Tangan

4 Penetapan Kadar Deksametason dalam Tetes Mata Campuran dengan Neomisin Sulfat dan Polimiksin B Sulfat

5 Penetapan Kadar Kloramfenikol dalam Tetes mata campuran dengan Deksametason Natrium Fosfat

6 Penetapan Kadar Teofilin dalam Tablet Campuran dengan Salbutamol Sulfat

7 Penetapan Kadar Salbutamol Sulfat dalam Tablet Campuran dengan Teofilin

8 Penetapan Kadar Bromheksin Hidroklorida dan Guaifenesin dalam Sirup Secara Simultan.

9 Penetapan Kadar Nikotin dalam Cairan Rokok Elektrik

Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

10 Identifikasi Pewarna Oksidatif (2-Aminophenol, 4-Methyl-m-Phenylendiamine, 2-Amino-4-Nitrophenol, 3,4-Diaminotoluene) dalam Produk Kosmetik Sediaan Pewarna Rambut secara KCKT-PDA

11 Identifikasi Minoksidil dalam Produk Kosmetik Sediaan Rambut secara KCKT – PDA

12 Penetapan Kadar Camphora dan Menthol dalam Produk Kosmetik Sediaan Solida secara Kromatografi Gas

13 Identifikasi Acid Blue 1, Acid Green 1, Solvent Green 7, Fast Green FCF dalam Produk Kosmetik Sediaan Pewarna Rambut secara Kromatografi Lapis Tipis

14 Identifikasi Metil Dibromo Glutaronitril dalam Produk Kosmetik Sediaan Semisolida secara GCMS

15 Identifikasi Bahan Pewarna Dilarang Merah K3 dalam Produk Kosmetik Sediaan Solida secara LC-MS/MS

16 Identifikasi Clenbuterol HCl dalam Obat Tradisional Sediaan Padat secara LCMS/MS

17 Penetapan Kadar Hg dalam Obat Tradisional Sediaan Cair secara Spektrofotometri Serapan Atom dengan Tekhnik Uap Dingin

18 Penetapan Kadar Pb, Cd dan As dalam Obat Tradisional Sediaan Cair secara Spektrofotometri Serapan Atom dengan Tekhnik Graphite Furnace

19 Penetapan Kadar Pengawet Asam Benzoat, Asam Sorbat, Metil Paraben dan Etil Paraben dalam Obat Tradisional sediaan Padat secara KCKT

20 Identifikasi dan Penetapan Kadar Asam Benzoat dalam Obat Tradisional sediaan Cair secara KCKT-PDA

21 Identifikasi Metformin Hidroklorida dalam Obat Tradisional sediaan Padat secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotodensitometri

22 Identifikasi Vitamin B1, B2, B3, B6, B12 dan C dalam Obat Tradisional Sedian Padat secara KLT-Spektrofotodensitometri

23 Identifikasi dan Penetapan Kadar Vitamin B1, B2, B3, B6 dan C dalam Produk Komplemen sediaan Cair secara KCKT-PDA

24 Identifikasi dan Penetapan Kadar Asam Folat dalam Produk Komplemen sediaan Cair secara KCKT-PDA

202

No. Judul Metode Analisis

25 Identifikasi dan Penetapan Kadar Etanol dan Metanol dalam Obat Tradisional sediaan Cair secara Kromatografi Gas

Bidang Pangan

26 Penetapan Kadar Titanium (Ti) dalam Produk Bakeri secara Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS)

27 Penetapan Kadar Simultan Asam Maleat dan Asam Fumarat dalam Bubble Tea secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

28 Penetapan Kadar Simultan Pengawet Asam Benzoat, Asam Sorbat, Metil Paraben, Etil Paraben, Propil Paraben, Butil Paraben dalam Produk Pangan secara KCKT

29 Penetapan Kadar Kafein dalam Kopi Instan Bubuk Mengandung Susu secara KCKT

30 Penetapan Kadar Kafein dalam Kopi Instan Bubuk secara KCKT

31 Penetapan Kadar Kafein dalam Minuman Kopi Cair secara KCKT

32 Penetapan Kadar Pb, Cd dalam Cokelat Bubuk secara GFA AAS

33 Penetapan Kadar Cemaran Kobal (Co) dan Tembaga (Cu) dalam AMDK secara GFA AAS

34 Penetapan Kadar Benzo[a]piren dalam Ikan Asap secara KCKT

35 Penetapan Kadar Deoksinivalenol (DON) dalam Mi Instan secara KCKT

36 Penetapan Kadar Asam Propionat dalam Produk Bakeri secara KCKT

37 Penetapan Kadar Simultan Pewarna dalam Permen secara KCKT

38 Penetapan Kadar 3-MPCD dalam Kecap secara GCMS

39 Identifikasi dan Penetapan Simultan Kadar Pemanis Polialkohol (Silitol, Sorbitol dan Manitol dalam Permen Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi – Evaporative Light Scattering Detector (Kckt-Elsd)

40 Penetapan Kadar Residu Obat Salbutamol dan Klenbuterol dalam Daging dan Produk Olahan Daging secara LCMS MS

41 Penetapan Kadar Arsen dalam Gula secara GFA AAS

42 Penetapan Kadar Asam Sitrat dalam Jus Buah secara KCKT Penetapan Kadar 3-MPCD dalam Kecap secara GCMS

43 Penetapan Kadar Aflatoksin Total secara ELISA

44 Penetapan Kadar Hidroksi Metil Furfural (HMF) dalam Madu secara KCKT

Bidang Mikrobiologi

45 Uji sterilitas Injeksi dengan Metode Penyaringan Membran

46 Uji Potensi Antibiotik Kanamisin

47 Uji Pseudomonas aeruginosa dalam sediaan obat bentuk setengah padat

48 Uji Angka Kapang Khamir dalam obat tradisional bentuk serbuk

49 Uji Escherichia coli dalam obat tradisional bentuk serbuk

50 Uji Escherichia coli pada suplemen kesehatan bentuk cair

51 Uji Staphylococcus aureus pada kosmetikbentuk losion

203

No. Judul Metode Analisis

52 Uji Shigella pada Obat Tradisional untuk penggunaan obat dalam

53 Uji Vibrio cholerae pada bakso ikan

54 Uji Salmonella pada margarin

55 Uji sterilitas Injeksi dengan Metode Penyaringan Membran

Bidang Produk Biologi dan Laboratorium Hewan Percobaan

56 Uji Potensi Vaksin Japanese encephalitis Chimeric Menggunakan Metode Plaque Forming Unit

57 Penetapan Kadar Gugus O-asetil dalam Vaksin Thypoid (Vi) Polisakarida secara Spektrofotometri

58 Identifikasi Antigen Pertusis Aseluler dalam Vaksin Menggunakan Metode Double Immunodifussion

59 Uji Endotoksin Bakteri Sediaan Vaksin Flubio dengan Metode Turbidimetri

60 Uji Endotoksin Bakteri Sediaan Injeksi Sodium Chloride 0,9% dengan Metode Turbidimetri

61 Uji Identifikasi Salmonella spppada Hati Kelinci (Oryctolagus cuniculus) Galur Japanese White Menggunakan Kit Analytical Profile Index (API) 20E

62 Pemeriksaan Differensial Sel Darah Putih dari Darah Mencit (Mus Musculus) Galur ddY

63 Pemeriksaan Differensial Sel Darah Putih dari Darah Tikus (Ratus norvegicus) Galur Sparque Dawley

Laboratorium Bioteknologi

64 Amplifikasi Fragmen DNA Gen Sitokrom B (cytb) Babi dan Sapi pada Sediaan Padat dan Bahan Baku Enzim Pencernaan Menggunakan PCR Multipleks

65 Deteksi Fragmen DNASitokrom B (cytb) Tikus dan Sapi pada Produk Bakso Menggunakan PCR Multipleks

66 Amplifikasi Fragmen Gen Endogen hmg (High Mobility Group) pada Produk Olahan Jagung Menggunakan PCR

204

II. Kolaborasi Metode Analisis

No. Judul Metode Analisis

1 Penetapan Kadar Flunarizin Hidroklorida.

2 Penetapan Kadar Camphora dan Menthol dalam Kosmetik Sediaan Solida secara KG

3 Penetapan Kadar Asam Benzoat dalam Obat Tradisional Sediaan Cair secara KCKT

4 Penetapan Kadar Asam Propionat dalam Produk Bakeri secara Kromatografi Gas

5 Uji Vibrio cholerae dalam Bakso Ikan

Lampiran 3. Daftar Bahan Baku pembanding Produksi Tahun 2015

No. No. kontrol No. control Nama Baku Pembanding

1 B0115468 2-Hidroksi-1,4-Naptochinon BPL

2 B0115457 Acid Blue 74 CI 73015 BPL

3 B0115469 Acid Blue 9 CI 42090 BPL

4 B0115462 Acid Green 50 CI 44090 BPL

5 B0115459 Acid Orange 7 CI 15510 BPL

6 B0115464 Acid Red 52 CI 45100 BPL

7 B0115458 Acid Red 73 CI 27290 BPL

8 B0115465 Acid Red 88 CI 15620 BPL

9 B0315012 Asam glutamat BPFI

1 B0115451 Asam sitrat BPFI

2 B0215002 Atenolol BPFI

3 B0115461 Basic Blue 26 CI 44045 BPL

4 B0115471 Betacarotene CI 4255 BPL

5 B0115460 Carmine CI 75470 BPL

6 B0115467 Chlorazol Black E CI 30235 BPL

7 B0315116 Diazepam BPFI

8 B0315023 Etambutol hidroklorida BPFI

9 B0215385 Fast green FCF CI 42053 BPL

10 B0115453 Fenfluramin hidroklorida BPFI

11 B0215380 Fluosinolon asetonida BPFI

12 B0215390 Isosorbid dinitrat encer BPFI

13 B0115452 Klorheksidin BPFI

14 B0315087 Klorpropamid BPFI

15 B0115470 Kristal Violet CI 42555 BPL

16 B0115466 Leucomalachite green CI 75480 BPL

17 B0115454 Metamfetamin BPL

18 B0215020 Metanil Yellow CI 13065 BPL

19 B0315212 Metoklopramid hidroklorida BPFI

20 B0315224 Natrium siklamat BPL

21 B0115463 Orange GG CI 16230 BPL

22 B0315354 Pseudoefedrin hidroklorida BPFI

23 B0315078 Sefaleksin BPFI

24 B0115455 Setrimida BPFI

25 B0415109 Sianokobalamin BPFI

10 B0215284 Sunset Yellow CI 15985 BPL

205

No. No. kontrol No. control Nama Baku Pembanding

11 B0115456 Verapamil hidroklorida BPFI

12 B0215249 Asetilsistein BPFI

13 B0315017 Asam sorbat BPFI

14 B0315023 Asesulfam kalium BPL

15 B0215248 Asetazolamid BPFI

16 AB0115479 Cisaprid BPL

17 B0115474 Disulfiram BPL

18 B0315133 Efedrin hidroklorida BPFI

19 B0315253 Fenilefrin hidroklorida BPFI

20 B0315254 Fenilpropanolamin hidroklorida BPFI

21 B0315162 Haloperidol BPFI

22 AB0115481 Mekobalamin BPL

23 AB0115482 m-fenilendiamin BPL

24 B0215020 Metil paraben BPL

25 B0115468 2-Hidroksi-1,4-Naptochinon BPL

26 B0115457 Acid Blue 74 CI 73015 BPL

27 B0115469 Acid Blue 9 CI 42090 BPL

28 B0115462 Acid Green 50 CI 44090 BPL

29 B0115459 Acid Orange 7 CI 15510 BPL

30 B0115464 Acid Red 52 CI 45100 BPL

31 B0115458 Acid Red 73 CI 27290 BPL

32 B0115465 Acid Red 88 CI 15620 BPL

33 B0315012 Asam glutamat BPFI

34 B0115451 Asam sitrat BPFI

35 B0215002 Atenolol BPFI

36 B0115461 Basic Blue 26 CI 44045 BPL

37 B0115471 Betacarotene CI 4255 BPL

38 B0115460 Carmine CI 75470 BPL

39 B0115467 Chlorazol Black E CI 30235 BPL

40 B0315116 Diazepam BPFI

41 B0315023 Etambutol hidroklorida BPFI

42 B0215385 Fast green FCF CI 42053 BPL

43 B0115453 Fenfluramin hidroklorida BPFI

44 B0215380 Fluosinolon asetonida BPFI

45 B0215390 Isosorbid dinitrat encer BPFI

46 B0115452 Klorheksidin BPFI

47 B0315087 Klorpropamid BPFI

48 B0115470 Kristal Violet CI 42555 BPL

49 B0115466 Leucomalachite green CI 75480 BPL

50 B0115454 Metamfetamin BPL

51 B0415141 Natrium benzoat BPFI

52 AB0115484 Noretisteron BPFI

53 B0215385 Oksibenzon BPL

54 AB0415002 Parasetamol BPFI

55 B0115473 Feniltoloksamin sitrat BPL

45 B0115477 Ponceau SX CI 14700

46 B0115476 Risedronat natrium BPFI

47 B0315199 Sildenafil sitrat BPL

206

No. No. kontrol No. control Nama Baku Pembanding

48 AB0115485 Natrium tetraborat Boraks BPL

49 AB0115486 Steviosid BPL

50 AB0115487 Sudan I CI 12055 BPL

51 B0115478 Sulisobenzon BPL

52 AB0115488 Tetrabutilhidrokinon BPL

53 B0315342 Triprolidin hidroklorida BPFI

54 B0115472 2-nitro-1,4-fenielendiamuin BPL

55 B0115475 Klorosilenol BPL

56 B0315028 Alopurinol BPFI

57 B0415004 Asam folat BPFI

58 B0215312 Asam fumarat BPL

59 B0215072 Etiil estradiol BPFI

60 B0115489 Mehibdrolin napadisilat BPL

61 B0315229 Nifedipin BPFI

62 B0215386 Omeprazol BPFI

63 B0215027 Piroksikam BPFI

64 B0215023 Propifenazon BPL

65 B0315305 Salisilamida BPFI

66 B0215338 Sefaklor BPFI

67 B0115490 Ramipril BPFI

68 B0415141 Natrium benzoat BPFI

69 AB0115484 Noretisteron BPFI

70 B0215385 Oksibenzon BPL

71 AB0415002 Parasetamol BPFI

72 B0115473 Feniltoloksamin sitrat BPL

73 B0115477 Ponceau SX CI 14700

74 B0115476 Risedronat natrium BPFI

75 B0315199 Sildenafil sitrat BPL

76 AB0115485 Natrium tetraborat Boraks BPL

77 AB0115486 Steviosid BPL

78 AB0115487 Sudan I CI 12055 BPL

207

Lampiran 4. Stock Opname Hewan Percobaan Laboratorium Hewan Percobaan Tahun 2015

No. Tanggal Nama

barang Harga satuan

Saldo akhir 2014

Barang Masuk

Total

Pemakaian TotalAkhir

Sisa barang

Harga total (Rp)

Inte

rna

l

Ek

ste

rna

l

To

tal

Jan- Des 2015

Jan- Des 2015

A. MENCIT

1 30/1/2015 Mencit 2.200 2.922 5.122 764 0 764 2.051 2.307

2 27/2/2015 Mencit 3.122 5.429 275 122 397 2.936 2.096

3 27/3/2015 Mencit 3.948 6.044 1.547 30 1.577 1.656 2.811

4 30/4/2015 Mencit 4.171 6.982 3.482 40 3.522 1.152 2.308

5 29/5/2015 Mencit 3.289 5.597 1.538 188 1.726 1.135 2.736

6 30/6/2015 Mencit 4.036 6.772 1.325 50 1.375 2.280 3.117

7 31/7/2015 Mencit 2.840 5.957 760 0 760 2.237 2.960

8 28/8/2015 Mencit 2.786 5.746 1.537 440 1.977 1.525 2.244

9 25/9/2015 Mencit 1.723 3.967 400 0 400 1.325 2.242

10 30/10/2015 Mencit 4.036 6.278 125 220 345 3.534 2.399

11 27/11/2015 Mencit 3.015 5.414 500 50 550 2.008 2.856

12 31/12/2015 Mencit 10.000 3.702 6.558 50 0 50 4.313 2.195 21,950,000.00

B. TIKUS

1 30/1/2015 Tikus 442 684 1.126 35 323 358 377 391

2 27/2/2015 Tikus 649 1.040 12 201 213 410 417

3 27/3/2015 Tikus 602 1.019 0 262 262 362 395

4 30/4/2015 Tikus 372 767 0 88 88 273 406

5 29/5/2015 Tikus 313 719 0 220 220 250 249

6 30/6/2015 Tikus 571 820 1 106 107 299 414

208

No. Tanggal Nama

barang Harga satuan

Saldo akhir 2014

Barang Masuk

Total

Pemakaian TotalAkhir

Sisa barang

Harga total (Rp)

Inte

rna

l

Ek

ste

rna

l

To

tal

Jan- Des 2015

Jan- Des 2015

7 31/7/2015 Tikus 407 821 0 230 230 210 381

8 28/8/2015 Tikus 177 558 0 95 95 164 299

9 25/9/2015 Tikus 228 527 0 53 53 172 302

10 30/10/2015 Tikus 626 928 0 73 73 317 538

11 27/11/2015 Tikus 161 699 10 291 301 36 362

12 31/12/2015 Tikus 30.000 660 1.022 0 260 260 164 598 17.940.000

C. KELINCI

1 30/1/2015 Kelinci 117 13 130 0 0 0 30 100

2 27/2/2015 Kelinci 19 119 10 0 10 33 76

3 27/3/2015 Kelinci 7 83 0 0 0 0 83

4 30/4/2015 Kelinci 41 124 6 0 6 14 104

5 29/5/2015 Kelinci 0 104 0 0 0 0 104

6 30/6/2015 Kelinci 22 126 20 0 20 16 90

7 31/7/2015 Kelinci 45 135 0 0 0 24 111

8 28/8/2015 Kelinci 2 113 15 0 15 11 87

9 25/9/2015 Kelinci 31 118 19 0 19 8 91

10 30/10/2015 Kelinci 25 116 0 0 0 9 107

11 27/11/2015 Kelinci 24 131 16 0 16 10 105

12 31/12/2015 Kelinci 170.000 36 141 0 0 0 23 118 20.060.000

TOTAL HARGA (Rp)

59.950.000

209

Lampiran 5. Pembagian BB/BPOM Berdasarkan catchment area

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

- BBPOM Bandung - BBPOM Yogyakarta - BBPOM Palu

- BBPOM Semarang - BBPOM DKI Jakarta - BPOM Palangkaraya

- BBPOM Surabaya - BBPOM Banda Aceh - BPOM Bengkulu

- BBPOM Denpasar - BBPOM Padang - BPOM Jambi

- BBPOM Mataram - BBPOM Palembang - BPOM Kupang

- BBPOM Banjarmasin - BBPOM Pekanbaru - BPOM Kendari

- BBPOM Makasar - BBPOM Bandar Lampung - BPOM Ambon

- BBPOM Medan - BBPOM Pontianak - BPOM Gorontalo

- BBPOM Samarinda - BPOM Pangkalpinang

- BBPOM Manado - BPOM Batam

- BBPOM Jayapura - BPOM Manokwari

- BPOM Serang - BPOM Sofifi