laporan tpta tib program diploma ipb

33
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGELOLAAN TANAH DAN AIR Disusun oleh: Kelompok 4 TIB B2 Rifky Ahmad Bachtiar J3G112093 Ika Novi Wahyuastuti J3G112108 Renzo Adimulya J3G112031 Mutiara Nurhikmawati J3G112074 May Lestari Butar Butar J3G112002 Ririn Asnetasia J3G112036 Dosen : Dr. Ir. Eko Sulistyono, MS Restu Puji Mumpuni, SP Vitria Puspitasari Rahadi, SP, MSi. Asisten : Desty Dwi Sulistyowati, SP Ismail Saleh, SP, MSi Mutiara Dewi Puspitawati, SP, MSi PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI INDUSTRI BENIH PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

Upload: rifky-bachtiar

Post on 29-Nov-2014

898 views

Category:

Education


10 download

DESCRIPTION

laporan praktikum TPTA Teknologi Industri Benih Program Diploma IPB

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGELOLAAN TANAH DAN AIR

Disusun oleh:

Kelompok 4 – TIB B2

Rifky Ahmad Bachtiar J3G112093

Ika Novi Wahyuastuti J3G112108

Renzo Adimulya J3G112031

Mutiara Nurhikmawati J3G112074

May Lestari Butar Butar J3G112002

Ririn Asnetasia J3G112036

Dosen :

Dr. Ir. Eko Sulistyono, MS

Restu Puji Mumpuni, SP

Vitria Puspitasari Rahadi, SP, MSi.

Asisten :

Desty Dwi Sulistyowati, SP

Ismail Saleh, SP, MSi

Mutiara Dewi Puspitawati, SP, MSi

PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI INDUSTRI BENIH

PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 2: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatNya

sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum mata kuliah Teknik

Pengelolaan Tanah dan Air yang berjudul “Pengaruh Berbagai Perlakuan

Pengolahan Tanah Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Padi Gogo”.

Laporan Praktikum Teknik Pengelolaan Tanah dan Air ini membahas

tentang pengaruh perlakuan olah tanah penuh, olah tanah minimum, dan olah

tanah minimum dengan berbagai cara pemberian mulsa terhadap pertumbuhan dan

produktivitas padi gogo di lahan tadah hujan. Praktikum ini bertujuan untuk

memberikan rekomendasi terbaik pengolahan tanah yang sesuai untuk lahan yang

digunakan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar dan asisten dosen

yang telah membimbing kami dalam praktikum hingga penulisan laporan

praktikum ini. Terima kasih pula kepada teman-teman Teknologi Industri Benih

angkatan 49 yang telah saling bekerjasama dan mendukung dalam proses

pembuatan laporan ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena

itu saran dan kritik kami harapkan untuk perbaikan dalam pembuatan laporan di

lain waktu. Semoga laporan ini dapat menjadi parameter penilaian pengajar bagi

penulis dan dapat menjadi bahan acuan mahasiswa dalam penulisan laporan

teknik pengelolaan tanah dan air dikemudian hari.

Bogor, Januari 2014

Penulis

Page 3: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

DAFTAR TABEL ................................................................................................... 4

DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. 4

PENDAHULUAN .................................................................................................. 5

Latar Belakang .................................................................................................... 5

Lingkungan Tumbuh Padi Gogo .............................................................. 5

Pengolahan Tanah .................................................................................... 7

Mulsa ........................................................................................................ 9

Tujuan ................................................................................................................ 10

METODOLOGI ................................................................................................ 11

Waktu dan Tempat ............................................................................................ 11

Bahan dan Alat .................................................................................................. 11

Metode Penelitian .............................................................................................. 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 16

A. Kondisi Lahan dan Faktor yang Mempengaruhi ........................................ 16

B. Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Gogo 16

a. Pengamatan Vegetatif ............................................................................. 16

b. Pengamatan Panen .................................................................................. 23

C. Rekomendasi Pengolahan Tanah Pada Budi Daya Padi Gogo .................. 29

KESIMPULAN ..................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32

LAMPIRAN .......................................................................................................... 33

Page 4: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

4

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Jumlah Anakan …………….. 16

Tabel 2 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Tinggi Tanaman…………….. 18

Tabel 3 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Panjang Akar………………... 19

Tabel 4 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Volume Akar ……………….. 20

Tabel 5 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Berat Kering Akar…………… 21

Tabel 6 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Berat Kering Tajuk ………… 22

Tabel 7 Pengamatan Panen ………………………………………………….. 23

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Jumlah Anakan Padi ……………………………………………..... 17

Grafik 2 Tinggi Tanaman …………………………………………………… 18

Grafik 3 Panjang Akar ……………………………………………………..... 19

Grafik 4 Volume Akar ………………………………………………………. 20

Grafik 5 Bobot Kering Akar ………………………………………………… 21

Grafik 6 Bobot Kering Tajuk ……………………………....………………... 22

Grafik 7 Jumlah malai ………………………………………………………. 24

Grafik 8 Panjang Malai ……………………………………………………... 25

Grafik 9 Bobot Gabah Dalam Satu Rumpun ……………………………….. 26

Grafik 10 Bobot Kering Seribu Butir ………………………………………. 27

Grafik 11 Kadar Air Gabah ……………………………………………....… 28

Grafik 12 Bobot Kering Ubinan …………………………………………… 29

Page 5: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

5

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi gogo adalah padi yang ditanam di areal pertanian lahan kering tanpa

adanya pematang yang membatasi pertanaman padi (Nurmala, 2003). Pada saat

ini andalah produksi padi nasional berfokus pada lahan sawah (Anonim, 2012).

Padahal padi gogo juga berpotensi untuk memenuhi kebutuhan nasional. Lahan

kering di Indonesia mencapai 55.600.000 hektar, sedangkan hanya 1.100.000

hektar yang telah ditanami padi gogo (BPS, 2006). Menurut data BPS (2006)

disebutkan pula terjadi peningkatan produktivitas padi gogo dari 1,5-2,0 ton/ha

pada tahun 1980-1989 menjadi 2,1-2,6 ton/ha pada tahun 1990-2006. Berdasarkan

data tersebut dapat dihitung potensi produktivitas padi gogo secara nasional

mencapai 144,56 juta ton.

Lingkungan Tumbuh Padi Gogo

Padi gogo (Oryza sativa Linn.) adalah padi yang tumbuh baik pada lahan

datar atupun lahan miring, disiapkan dan ditanam pada kondisi kering dan

kelembapan bergantung pada curah hujan (De Datta, 1975). Menurut Greenland

(1997) padi gogo diartikan sebagai padi yang tumbuh pada tempat dimana tidak

ada usaha untuk menampung air dan tidak ada penggenangan dilahan secara

alami. Menurut Yosida (1975) tidak ada batasan perbedaan morfologi yang jelas

yang dapat digunakan untuk menggolongkan varietas padi bahkan dapat tumbuh

pada lahan kering ataupun lahan yang digenangi tetapi dari varieabel pertumbuhan

dan penampakan hasil menunjukan perbedaan. Menurut Ponnaperuma (1975) padi

gogo dapat tumbuh pada berbagai kondisi lahan.

Uichaco (1959) menyatakan, suhu rata – rata untuk pertumbuhan padi yang

sesuai adalah Antara 20-38oC, namun tanaman tumbuh kurang optimalketika suhu

utama selama periode pertumbuhan kurang dari 24o C. Grist (1975) juga

menyatakan selama suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman padi yaitu

Antara 20o C sampai 38o C. Yoshida (1959) menambahkan kenaikan suhu sebesar

1o C akan memperpendek jumlah hari pembungaan sejumlah kurang dari dua hari.

Hasil ini mengindikasikan bahwa suhu diatas 24o C lebih efektif dari pada suhu

Page 6: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

6

dibawah 24o C. Menurut Uichaco (1959) terlalu banyak hujan pada saat

pembungaan akan menyebabkan sterelitas padi gogo dan kelembaban lebih dari

84% akan menyebabkan terjadinya sterelitas.

Kondisi tanah pada lahan kering berbeda dengan kondisi tanah pada sawah.

Pada tanah di lahan kering, ketersediaan air lebih rendah, kelarutan besi, fosfat

dan silica renda, nitrogen tersedia dalam bentuk nitrat yang mudah hilang dan

kemasaman atau kebasaan tanah akan menimbulkan masalah (Ponnamperuma,

1976). Kemasaman tanah akan menyebabkan tanaman mengalami keracunan Mg

dan Al sedangkan pada tanah basa akan terjadi defisiensi besi. Nitrogen yang

tersedia dalam bentuk nitrat, pada pH yang optimum akan sama baiknya dengan

ammonia yang tersedia pada lahan sawah sebagai sumber N untuk padi, namun

absorbs nitrat akan meningkatkan pH di sekitar perakaran sehingga tanaman dapat

mengalami defisiensi besi. (Yoshida, 1975).

Menurut De Datta dan Vergara (1975) faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan padi gogo adalah curah hujan, radiasi sinar matahari, panjang hari,

dan suhu. Ketersediaan air pada lahan kering lebih tidak menentu dari pada lahan

sawah karena lahan kering tidak digenangi. Pengairan pada lahan kering

bergantung pada air hujan maka jumlah dan distribusi curah hujan menjadi

penting. Curah hujan yang rendah selama masa pembungaan secara umum berarti

penurunan produktivitas padi. Yoshida (1975) menambahkan kompetisi terhadap

gulma, kurangnya ketersediaan unsur hara dan stres kelembapan sebagai faktor

utama yang membatasi pertumbuhan dan produktivitas pada lahan kering

sedangkan jika tersedia air yang cukup maka nitrogen akan menjadi faktor

pembatas yang utama. Karakter yang paling terlihat dari tanaman padi yang

berada pada kondisi stres kelembapan adalah pengurangan bobot tanaman,

penundaan pembungaan dan sterilitas yang tinggi. Sterilitas yang tinggi akan

menyebabkan rasio panicle dan jerami menjadi rendah. Menurut Greenland

(1997) definisi air adalah faktor pembatas yang paling umum tetapi kompetisi

gulma dan defisiensi hara juga memegang peranan penting.

Tekstur tanah pada lahan kering menjadi faktor yang harus diperhatikan .

menurut De Datta dan Feuer (1975) tekstur tanah mempengaruhi status

Page 7: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

7

kelembapan tanah. Tekstur menjadi sangat penting pada lahan penanaman padi

gogo yang tidak digenangi untuk menjaga kelembapan tanah. Frekuensi dan lama

waktu terjadinya stres kelembapan disebabkan bukan hanya karena distribusi

curah hujan, namun juga oleh kemampuan untuk menahan air. Yoshida (1975)

menambahkan selama musim kemarau sumber air utama bagi tanamn adalah

kelembapan dari hujan yang ditahan oleh tanah dan air tanah.

Pengolahan Tanah

Sebagai tempat pertumbuhan tanaman, maka tidak mengherankan jika

perhatian manusia terhadap tanah mula-mula selalu dihubungkan dengan

pertumbuhan tanaman. Menurut Hardjowigeno (1993), tanah merupakan

kumpulan benda alam di permukaan bumi yang mengalami modifikasi atau

bahkan dibuat oleh manusia dari bahan bumi yang mengandung gejala-gejala

kehidupan, dan mampu menopang pertumbuhan tanaman yang didalamnya

meliputi horizon-horizon tanah yang terletak diatas bahan batuan.

Kondisi tanah pada suatu lahan memiliki tingkat kesuburan yang berbeda-

beda. Tingkat kesuburan tersebut dipengaruhi oleh factor-faktor yang

mempengaruhi pembentukan tanah. Faktor-faktor pembentukan tanah,

diantaranya yaitu (Hardjowigeno, 1993):

1. Iklim, yang menentukan reaksi-reaksi kimia dan sifat fisis didalam tanah.

Iklim memiliki hubungan dengan kandungan bahan organik.

2. Jasad hidup, yang memegang peranan besar dalam pembentukan tanah yaitu

vegetasi bahwa kondisi lingkungan yang berbeda. Jenis vegetasi

mempengaruhi pula jumlah unsur hara.

3. Bahan induk, dimana perkembangan suatu tanah akan tergantung pula pada

jenis bahan induk yang mementukan sifat-sifat fisis dan kimia dari tanah

yang dihasilkan.

4. Topografi, yang mempengaruhi perkembangan pembentukan profil tanah

yaitu jumlah curah terabsorbsi dan penyimpanannya didalam tanah, tingkat

perpindahan tanah oleh erosi dan arah gerakan bahan-bahan dalam suspensi

atau larutan dari suatu tempat ketempat lain.

Page 8: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

8

5. Waktu, jika waktu telah cukup maka tanah yang matang dapat memiliki

differensiasi profil yang mantap. Lama waktu yang dibutuhkan tanah untuk

pembentukan horizon-horizon tergantung pada faktor-faktor lain yang

berhubungan seperti iklim, sifat bahan induk, binatang-binatang dalam tanah

dan topografi.

Selain dari pada factor diatas, beberapa tindakan manusia juga ditujukan

untuk menjadikan kondisi tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman.

Sehingga pada dasarnya kegiatan Tujuan pengolahan tanah yaitu untuk

menyiapkan tempat pesemaian (seed bed), memberantas gulma, memperbaiki

kondisi tanah untuk penetrasi akar, infiltrasi air dan peredaran atau aerasi dan atau

menyiapkan tanah untuk irigasi permukaan. Pengolahan tanah juga ditujukan

secara khusus seperti pengendalian hama, menghilangkan sisa-sisa tanaman yang

mengganggu permukaan tanah, pengendalian erosi dan penyampuran pupuk,

kapur dan pestisida dalam tanah.

Menurut intensitasnya, pengolahan tanah dapat dibedakan menjadi tiga

macam, yaitu (Aak, 1983):

1. No tillage (tanpa olah tanah),

Bentuk pengolahan ini sangat sederhana, dimana tanah yang akan kita

tanami tidak perlu diolah. Pada tanah gembur dapat diterapkan teknik aplikasi

Tanpa Olah Tanah (TOT), dengan aplikasi herbisida Polaris dengan dosis 3-4

ton/ha.

2. Minimum tillage (pengolahan tanah minimal, hanya pada bagian yang akan

ditanami)

Pengolahan tanah minimum adalah teknik konservasi tanah dimana

gangguan mekanis terhadap tanah diupayakan sesedikit mungkin. Dengan

cara ini kerusakan struktur tanah dapat dihindari sehingga aliran permukaan

dan erosi berkurang. Teknik ini juga mengurangi biaya dan tenaga kerja

untuk pengolahan tanah dan mengurangi biaya / tenaga kerja untuk

penyiangan secara mekanik. Pengolahan tanah minimum cukup efektif dalam

mengendalikan erosi, dan biasa dilakukan pada tanah-tanah yang berpasir dan

rentan terhadap erosi.

Page 9: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

9

Pengolahan tanah minimum hanya dapat dilakukan pada tanah yang

gembur. Tanah gembur dapat terbentuk sebagai hasil dari penggunaan mulsa

secara terus menerus dan / atau pemberian pupuk hijau / pupuk kandang /

kompos dari bahan organik yang lain secara terus menerus. Penerapan teknik

pengolahan tanah minimum selalu perlu disertai pemberian mulsa.

3. Maksimum tillage (pengolahan intensif, pada seluruh lahan yang akan

ditanami).

Pada olah tanah ini, pengolahan tanah dilakukan sebanyak tiga kali.

Pengolahan tanah yang pertama yaitu dengan menggunakan traktor sampai

kedalaman mata bajak 30 cm. Gunanya untuk membalik tanah agar sirkulasi

udara lebih baik dan mengingkap lapisan tanah bagian bawah yang biasanya

dalam kondisi kurang baik untuk pertumbuhan akar tanaman.

Mulsa

Ada berbagai macam cara penempatan mulsa yang biasa dilakukan yakni

dengan disebar merata, ditempatkan dalam jalur, dan ditempatkan dalam lajur.

Cara penempatan bahan mulsa dengan disebar merata dimaksudkan untuk

memperoleh efektivitas penutupan paling tinggi, sehingga dapat melindungi

permukaan tanah dari daya rusak butir hujan serta mengurangi aliran permukaan.

Adanya bahan mulsa, air hujan yang turun akan disebarkan kesekitarnya dengan

efisien pada saat kandungan air pada bagian yang terbuka mulai berkurang (Seta,

1987). Kandungan lignin tinggi pada mulsa jerami dapat mengakibatkan

lambatnya mulsa terdekomposisi, sehingga dapat melindungi permukaan tanah

lebih lama . Ukuran mulsa juga dapat menentukan keefektifan mulsa. Sisa

tanaman yang dipotong-potong sepanjang 20-35 cm, kemudian disebar merata di

permukaan tanah sangat efektif untuk menekan aliran permukaan tanah

(Suwardjo, 1981)

Fungsi mulsa jerami adalah untuk menekan pertumbuhan gulma,

mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi

permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari terpaan

sinar matahari. Mulsa juga dapat membantu memperbaiki sifat fisik tanah

Page 10: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

10

terutama struktur tanah sehingga memperbaiki stabilitas agregat tanah (Thomas et

al., 1993 dan Masnang, 1995).

Kelebihan mulsa organik yaitu dapat diperoleh secara bebas dan gratis, selain

itu mulsa ini memiliki efek menurunkan suhu tanah.mulsa organic juga mampu

mengonservasi tanah dengan menekan erosi. Mulsa ini juga dapat menghambat

pertumbuhan tanaman pengganggu. Dan juga dapat menambah bahan organik

tanah karena mudah lapuk setelah rentang waktu tertentu.

Mulsa organik tidak hanya memilki kelebihan tetapi mulsa organik juga

memiliki kekurangan yaitu tidak tersedia sepanjang musim tanam, tetapi hanya

saat musim panen tadi karena yang dipakai pada mulsa organik ini adalah jerami

padi. Mulsa organik ini hanya tersedia di sekitar sentra budidaya padi sehingga

daerah yang jauh dari pusat budidaya padi membutuhkan biaya ekstra untuk

transportasi. Mulsa organik juga tidak dapat digunakan lagi untuk masa tanam

berikutnya, yaitu hanya dapat digunakan untuk satu kali masa tanam.

Manfaat Terhadap Ketersediaan Air Tanah Teknologi pemulsaan dapat

mencegah evaporasi. Dalam hal ini air yang menguap dari permukaan tanah akan

ditahan oleh bahan mulsa dan jatuh kembali ke tanah. Akibatnya lahan yang

ditanam tidak kekurangan air karena penguapan air ke udara hanya terjadi melalui

proses transpirasi. Melalui proses transpirasi inilah tanaman dapat menarik air dari

dalam tanah yang didalamnya telah terlarut berbagai hara yang dibutuhkan

tanaman.

Tujuan

Tujuan percobaan ini yaitu untuk mengetahui pengaruh berbagai pengolahan

tanah dan pemberian mulsa terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi

gogo.

Page 11: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

11

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama semester III dikebun

praktikum Gunung Gede Program diploma IPB.

Bahan dan Alat

Alat – alat yang akan digunakan yaitu cangkul, kored, garu, meteran,

timbangan digital, tugal dan sprayer. Sedangkan bahan yang akan meliputi benih

padi gogo varietas situ patenggang dengan kebutuhan 8 kg/Ha ( 3 benih tiap

lubang tanam). Pupuk yang digunakan yaitu pupuk anorganik ( Urea: 125 kg/ha,

SP 36: 150 kg/ha dan KCL: 100 kg/ha). Mulsa yang digunakan adalah jerami

padi. Dan Pestisida digunakan yaitu insektisida (Curacron) 2 cc/l.

Metode Penelitian

Percobaan ini dilakukan dengan lima perlakuan yang terdiri dari :

M1 : Olah tanah penuh

M2 : Olah tanah minimum

M3 : Olah tanah minimum + mulsa diatas permukaan

M4 : Tanpa olah tanah + mulsa dibawah permukaan

M5 : Tanpa olah tanah + mulsa diatas dan dibawah permukaan

Masing – masing perlakuan terdiri dari empat ulangan (empat kelas praktikum).

Adapun kegiatan percobaan ini terdiri dari :

a. Persiapan lahan

Persiapan lahan, tanah pada lahan dibuat petak bedengan dengan ukuran 5,5 x

10 m, setelah petakan diukur tiap bedengan diolah berdasarkan perlakuannya

masing – masing.

Untuk perlakuan pada olah tanah penuh seluruh permukaan bedengan

dibersihkan, dicangkul dan dibalikkan tanahnya secara penuh dengan

menggunakan cangkul. Untuk olah tanah minimum, bedengan hanya dibersihkan

dari gulma, dan digemburkan di bagian alur tanam. Sedangkan pada perlakuan

Page 12: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

12

mulsa (baik mulsa di atas, di bawah, atau diatas dan bawah bedengan), bedengan

dibersihkan dan diolah minimum kemudian diberikan mulsa jerami pada masing –

masing perlakuan. Untuk perlakuan di bawah permukaan, jerami dibenamkan di

bawah dan di tutup dengan tanah, sedangkan untuk di atas permukaan, jerami

hanya di sebarkan diatas permukaan secara merata. Dosis mulsa jerami yang

digunakan yaitu 10 ton/ha.

b. Penanaman dan Penyulaman

Benih padi gogo ditanam pada lahan yang telah diberikan perlakuan (sesuai

ketentuan) dengan jarak tanam cm x cm dengan jumlah per lubang tanam 3 benih

(populasi ± 30.000 tanaman/ha). Penyulaman dilakukan pada satu minggu setelah

tanam dengan menyulam benih yang tidak tumbuh.

c. Pemeliharaan

Pada pemeliharaan padi gogo ini terdiri dari beberapa perlakuan yaitu :

Penyiangan

Penyiangan ini rutin dilakukan setiap minggu di permukaan bedengan dan di

saluran drainase, serta menaikkan tanah dari saluran drainase ke permukaan

bedengan.

Pemupukan dan Penyulaman

Pemupukan dengan dosis Urea: 125 kg/ha, SP 36: 150 kg/ha dan KCL: 100

kg/ha dilakukan pada saat penaanam. Aplikasi pupuk pada saat penanaman

dengan mencampur ketiga pupuk kemudian dibuat larikan kurang lebih 7 cm dari

larikan tanaman, pupuk ditabur sepanjang larikan kemudian ditutup kembali

dengan tanah.

Penyemprotan

Penyemprotan rutin dilakukan setelah padi berbunga sampai menjelang panen,

pestisida yang digunakan adalah curacron (insektisida) dengan dosis 2 cc/l.

Aplikasi penyemprotan pestisida ini dengan mencampurkan curacron dengan air

kemudian di sebarkan dengan menggunakan sprayer.

Page 13: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

13

d. Pemanenan

Pemanenan dilaksanakan setelah memasuki fase masak penuh (± tujuh hari

setelah fase masak kuning). Sepuluh tanaman sampel dan ubinan (2.5 x 2.5 m)

pada masing – masing bedengan dipanen terlebih dahulu untuk contoh

pengamatan dengan motong malai padi pada luasan ubinan, dan selanjutnya

dilakukan pemanenan secara keseluruhan pada masing – masing bedengan.

e. Pengamatan

Vegetatif

Pengamatan tanaman padi gogo dilakukan setiap minggu dari minggu ketiga

setelah tanam. Pengamatan vegetatif pada tanaman padi gogo terdiri dari:

1. Tinggi tanaman contoh, diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh.

2. Jumlah anakan dengan menghitung anakan yang tumbuh di samping

induknya.

Pengamatan Destruktif

Pengamatan destruktif terdiri dari pengamatan volume, panjang akar, dan

berat kering akar dan tajuk. Tanaman untuk pengamatan destruktif adalah tiga

rumpun padi yang bukan tanaman sampel maupun tanaman pinggir. Untuk

volume diukur dengan menggunakan gelas ukur, panjang akar dengan

menggunakan meteran, sedangkan untuk berat kering dilakukan pengovenan

selama ± 4 hari (sampai beratnya konstan).

Pengambilan Contoh Tanah

Contoh tanah diambil saat awal dan akhir percobaan untuk dilakukan

penghitungan kebutuhan air dengan menghitung KA kapasitas lapang dan KA

tanah dengan volume pengambilan contoh 125 cm3 tanah pada tiap petakan

percobaan. Caranya yaitu tanah digali sedalam 20 cm kemudian dibuat persegi

denagan panjang (5x5) cm kemudian diambil contoh tanah sedalam 5 cm sehingga

didapat tanah berbentuk kubus dengan isi (5 x 5 x 5) cm. Contoh tanah dibungkus

alumunium foil kemudian dioven untuk mendapatkan bobot kering mutlak tanah.

Page 14: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

14

Rumus yang digunakan yaitu :

Keterangan :

Ka KL : Kadar air Kapasitas Lapang BKM : Berat Kering Mutlak

Ka Tanah : Kadar air tanah BJ : Berat Jenis

bb : berat basah V : Volume

bk : berat kering L : Luas Lahan

Pengukuran Kapasitas Lapang

Kapasitas lapang diukur dengan mengambil sampel tanah secara acak.

Kemudian diletakkan dalam pot dan disiram. Ditunggu hingga tidak ada air

perkolasi lalu ditimbang sebagai berat basah (BB). Sampel tersebut

dikeringanginkan, kemudian dibungkus aluminium foil dan dioven hingga

konstan.

Perhitungan Kapasitas Lapang (KL) diperoleh dengan rumus sebagai

berikut:

Keterangan : KL = Kapasitas Lapang

BB = Berat Basah

BK = Berat Kering

Page 15: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

15

Produksi dan Komponen Produksi

Pengamatan produksi dan komponen produksi ini dilakukan pada saat

pemanenan yang terdiri dari :

1. Jumlah malai

2. Panjang malai

3. Bobot gabah per rumpun

4. Bobot basah dan bobot kering seribu butir

5. Presentase kadar air dari seribu butir

6. Bobot basah dan bobot kering ubinan

Page 16: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Lahan dan Faktor yang Mempengaruhi

Dalam petakan lahan yang memiliki luas 5,5 m × 10 m, kondisi gulma

terdapat banyak terutama pada area yang tidak memakai mulsa. Gulma yang

terdapat pada lahan adalah rumput yang menutupi daerah pertumbuhan tanaman,

kondisi lahan yang terdapat gulma dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi

gogo. Iklim pada saat penanaman kacang hijau adalah musim penghujan dengan

curah hujan sedang, serta menyebabkan pertumbuhan gulma yang meningkat

karena kondisi tanah yang lembab. Untuk curah hujan pada saat percobaan ini

dilakukan yaitu dari bulan oktober sampai pada bulan Desember terjadi hujan

selama 62 kali. (62 hari hujan dari 92 hari pengamatan).

Intensitas cahaya yang masuk secara penuh, sehingga sangat baik dalam

membantu proses pertumbuhan tanaman padi gogo, dan membantu proses

fotosintesis pada tanaman. Tanaman padi gogo yang terletak di daerah pinggiran

sangat rentan terkena erosi tanah, terutama apabila saluran drainase yang kurang

sesuai dengan ukurannya akan menyebabkan air hujan yang tinggi membuat

tanaman rebah dan terbawa arus air hujan. Untuk berat jenis tanah di lahan yang

di olah adalah 1,116 g/cm2.

B. Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi

Gogo

a. Pengamatan Vegetatif

Tabel 1 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Jumlah Anakan

PERLAKUAN

MINGGU KE

1 2 3 4 5 6 7 8 9

M1

2.25 6.20 7.88 9.48 12.35 12.80 13.50

M2

2.48 5.33 6.73 9.50 11.48 12.93 14.25

M3

5.00 9.58 10.08 10.53 11.90 13.65 14.43

M4

2.60 4.18 7.93 10.75 12.18 15.73 17.15

Page 17: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

17

M5

1.48 3.28 5.65 7.68 11.03 12.88 13.53

Grafik 1 Jumlah Anakan Padi

Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa pada awal pertumbuhan jumlah

anakan pada perlakuan M3 adalah terbanyak diikuti oleh perlakuan M1. Ini terjadi

pada minggu ketiga, minggu keempat, sampai minggu kelima setelah tanam.

Kemudian pada minggu kelima dan minggu keenam, jumlah anakan dari semua

perlakuan tidak berbeda nyata tetapi perlakuan M1 yang tertinggi. Perlakuan M1

menunjukkan peningkatan jumlah secara stabil. Pada akhir pengamatan vegetatif,

jumlah anakan perlakuan M4 adalah yang tertinggi.

Dengan demikian perlakuan M4 (olah tanah minimum + mulsa dibawah

permukaan) lebih baik dengan rata – rata jumlah 17,15 anakan, sedangkan yang

terendah adalah M1 dengan rata – rata hanya menghasilkan 13,50 anakan. Dengan

adanya mulsa dipermukaan mempermudah tanaman padi untuk menghasilkan

anakan.

Page 18: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

18

Tabel 2 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Tinggi Tanaman

PERLAKUA

N

MINGGU KE

1 2 3 4 5 6 7 8 9

M1

24.87 34.69 59.2

0

71.0

9

83.9

9

89.5

4

95.9

8

M2

28.30 40.49 53.5

8

71.9

6

85.7

8

92.7

5

97.4

5

M3

31.62 39.78 62.9

8

66.8

9

73.0

2

90.0

3

93.7

2

M4

26.81 35.53 49.4

4

63.4

8

73.5

9

88.2

9

91.9

3

M5

24.10 31.27 41.7

3

49.7

0

72.3

5

83.0

1

86.2

1

Grafik 2 Tinggi Tanaman

Secara umum pertumbuhan tinggi tanaman meningkat secara bertahap. M1

menunjukkan yang maksimal sejak minggu kelima. Sampai akhir pengamatan

yang menunjukkan tinggi maksimal adalah M1, M2, dan M4. M3 hanya sedikit

lebih tinggi dibanding perlakuan lain pada awal pertumbuhan, tetapi pertumbuhan

tingginya bertambah secara lambat. Sedangkan M5 menunjukkan hasil yang

paling rendah diantara perlakuan lain sejak awal hingga akhir pengamatan.

Page 19: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

19

Oleh karenanya perlakuan M1 (olah tanah penuh) merupakan perlakuan

terbaik untuk tinggi tanaman karena semakin dalam tanah itu diolah maka

tanaman kuat dan kokoh perakaran sehingga tanaman semakin tinggi dan tidak

mudah rebah.

Tabel 3 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Panjang Akar

Perlakuan

Minggu Ke

4 8 12

M1 9.06 17.11 22.12

M2 9.50 16.88 18.66

M3 8.76 12.91 21.00

M4 6.79 9.95 14.69

M5 6.86 14.86 17.47

Grafik 3 Panjang Akar

Pada pengamatan destruktif pertama, panjang akar semua perlakuan rata-

rata sama kecuali pada m4 yang menunjukkan nilai terendah. Pada pengamatan

kedua, nilai panjang akar M1 adalah yang tertinggi. Sedangkan pada pengamatan

Page 20: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

20

ketiga, nilai M3 yang tertinggi. Perlakuan M4 dalam tiga kali pengamatan

destruktif, nilainya terendah.

Dengan perlakuan olah tanah penuh dapat meningkatkan panjang akar,

karena tanah terolah secara optimal dengan kedalaman kurang lebih 20 cm

memperbaiki airasi tanah sehingga produktifitas dan aktifitas akar berjalan lancar.

Tabel 4 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Volume Akar

Perlakuan

Minggu ke

4 8 12

M1 1.27 17.95 38.10

M2 0.99 15.29 34.38

M3 2.54 10.10 23.06

M4 4.30 10.71 22.72

M5 3.29 10.09 21.78

Grafik 4 Volume Akar

Nilai volume akar dari setiap pengamatan mengalami peningkatan sesuai

dengan bertambahnya umur tanaman (pertumbuhan dan perkembangan). Nilai

Page 21: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

21

tertinggi rata-rata oleh M4 kecuali pada pengamatan terakhir, nilai M1 yang

tertinggi. Pada pengamatan kedua dan ketiga, nilai M5 adalah yang terendah.

nilainya sangat berbeda nyata dengan nilai tertinggi.

Dengan demikian perlakuan mulsa dibawah permukaan dan perlakuan

olah tanah maksimum merupakan perlakuan terbaik untuk pertumbuhan dan

perkembangan khususnya volume akar.

Tabel 5 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Berat Kering Akar

Perlakuan

Minggu ke

4 8

M1 0.44 2.97

M2 0.18 2.46

M3 0.29 1.92

M4 1.13 4.24

M5 0.30 2.30

Grafik 5 Bobot Kering Akar

Page 22: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

22

Nilai tertinggi berat kering akar rata-rata dari tiga pengamatan adalah M1.

Nilainya cukup berbeda dibanding perlakuan lain pada pengamatan pertama dan

ketiga. Sedangkan pada pengamatan kedua, nilai M1 hanya sedikit dibawah nilai

M4.

Tabel 6 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Berat Kering Tajuk

Perlakuan

Minggu ke

4 8

M1 0.46 8.82

M2 0.58 8.29

M3 0.41 8.33

M4 0.56 14.53

M5 0.90 9.04

Grafik 6 Bobot Kering Tajuk

Nilai berat kering tajuk dari ketiga pengamatan, rata-rata tidak berbeda

jauh pada semua perlakuan. Secara umum nilai tertinggi ditunjukkan oleh

perlakuan M3. Meskipun pada pengamatan kedua, nilainya hanya rata-rata.

Page 23: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

23

b. Pengamatan Panen

Panen padi dilaksanakan pada minggu keenam belas setelah tanam yaitu

pada saat padi berumur seratus sepuluh hari. Pelaksanaan panen pada pagi hari

saat cuaca cerah. Dari hasil panen ada beberapa komponen yang diamati antara

lain; jumlah malai, panjang malai, bobot gabah dalam satu rumpun, bobot basah

dan bobot kering seribu butir, kadar air, dan bobot basah serta bobot kering

ubinan.

Pengamatan jumlah malai, panjang malai, dan bobot gabah dalam satu

rumpun dilakukan terhadap masing-masing rumpun dari sepuluh tanaman sampel.

Sedangkan bobot seribu butir diperoleh dari gabungan tanaman sampel.

Selanjutnya, seribu butir ini untuk pengujian kadar air. Sedangkan bobot ubinan

diperoleh dari hasil panen padi dalam luasan 6,25 m2. Komponen pengamatan

panen ditampilkan dalam table berikut ini:

Tabel 7 Pengamatan Panen

PERLAKUAN jumlah

malai

panjang

malai

(cm)

bobot

gabah

dalam

1

rumpun

(gram)

bobot

basah

1000

butir

(gram)

bobot

kering

1000

butir

(gram)

KA

(%)

bobot

basah

ubinan

(Kg)

bobot

kering

ubinan

(Kg)

M1 10.15 24.54 40.08 25.87 23.16 17.78 2.98 2.05

M4 9.37 22.60 32.83 30.33 23.95 18.61 3.30 2.55

M3 9.23 22.60 31.73 27.77 25.48 18.62 2.31 1.63

M5 8.78 22.52 28.59 26.77 22.68 16.78 2.64 1.72

M2 9.30 24.00 28.10 25.53 23.44 14.16 3.18 2.65

Data dalam tabel tersebut ditampilkan berupa grafik-grafik berikut ini :

Page 24: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

24

.

Grafik 7 Jumlah malai

Berdasarkan grafik diatas, nilai jumlah malai tertinggi adalah perlakuan

M1 (10,15). Perlakuan M2, M3, dan M4, rata-rata jumlah malai tidak berbeda

nyata yaitu di kisaran 9,22 sampai 9,3. Sedangkan perlakuan M5, jumlah malainya

adalah yang terendah (8,78).

Jumlah malai menjadi komponen pengamatan saat panen karena

berhubungan dengan pengamatan jumlah anakan pada fase vegetatif. Semakin

banyak anakan akan semakin banyak malai karena malai muncul dari buku

terakhir pada tiap anakan (Purwono dan Purnamawati, 2007). Pada perlakuan M1

menghasilkan rata-rata jumlah anakan terbanyak diperkirakan karena perlakuan

olah tanah penuh memberikan iklim tanah yang sesuai untuk pertumbuhan

optimal tanaman padi. Sedangkan pada perlakuan olah tanah minimum dan

pemberian mulsa di atas dan di bawah tanah justru jumlah malai yang terendah

dibanding perlakuan lain. Hal ini diperkirakan dapat terjadi karena adanya mulsa

diatas yang berlebihan justru menghalangi sinar matahari yang diperlukan untuk

pertumbuhan anakan. Sedangkan jumlah anakan berkorelasi positif dengan jumlah

malai yang terbentuk.

Page 25: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

25

Grafik 8 Panjang Malai

Panjang malai perlakuan M1 memiliki nilai tertinggi diikuti perlakuan M2, M4,

M3, dan M5. Perlakuan M1 nilainya mencapai 24,5. Sedangkan rata-rata panjang

malai perlakuan M2 adalah 24,0. Jadi antara perlakuan M1 dan M2 tidak jauh

berbeda. Demikian pula untuk tiga perlakuan lain, nilai panjang malainya juga

tidak berbeda nyata. Nilai panjang malai ketiganya berada pada kisaran angka 22.

Panjang malai menjadi salah satu indikator penting dalam hasil

produktivitas padi. Pada malai inilah akan tumbuh bunga. Setiap bunga akan

berkembang menjadi bulir setelah penyerbukan berhasil. Kepadatan malai dapat

dihitung dari perbandingan antara banyaknya bunga per malai dengan panjang

malai (Nurmala, 2003). Setiap varietas akan berbeda kerapatan malainya, tetapi

pada umumnya semakin panjang malai semakin banyak jumlah bunganya.

Perlakuan olah tanah penuh, rata-rata panjang malai yang dihasilkan

adalah yang tertinggi. Namun dibandingkan hasil terendah pada perlakuan olah

tanah minimum dan mulsa di atas dan dibawah, selisihnya hanya dua cm.

Berdasarkan data ini, keseluruhan hasil produksi tidak akan banyak dipengaruhi

oleh panjang malai.

Page 26: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

26

Grafik 9 Bobot Gabah Dalam Satu Rumpun

Bobot gabah dalam satu rumpun nilainya bervariasi. Nilai minimum

diperoleh dari perlakuan M2 yaitu sebesar 28,1 gram. Sedangkan nilai maksimum

dihasilkan oleh perlakuan M1 yaitu sebesar 40,08 gram. Perlakuan M5 memiliki

nilai 28,6. Perlakuan M3 dan M4 nilainya berada pada kisaran 32 gram. Dengan

demikian perlakuan M1 adalah yang tertinggi dengan selisih nilai mencapai 8

gram.

Bobot gabah dalam satu rumpun dapat menjadi tolok ukur dalam

memperkirakan hasil produksi. Setelah mengetahui rata-rata bobot dalam satu

rumpun, kemudian mengetahui jumlah rumpun dalam lahan pertanaman dari

perhitungan luasan dibagi jarak tanam, maka mendapat proyeksi hasil panen.

Perkiraan produktivitas diperoleh dari perhitungan jumlah rumpun dikali bobot

gabah per rumpun. Jika berdasarkan rumusan tersebut, maka dapat dibuat

hipotesis bahwa diperkirakan M1 akan menghasilkan produktivitas tertinggi.

Grafik 10 Bobot Kering Seribu Butir

Page 27: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

27

Bobot kering seribu butir adalah bobot gabah setelah pengovenan selama

18 jam dengan suhu konstan 103±2oC. Nilai bobot kering ini untuk menghitung

kadar air gabah saat panen. Berdasarkan data yang diperoleh, grafik diatas dapat

dibahas sebagai berikut. Nilai bobot kering seribu butir berkisar antara 23,2 gram

hingga 25,5 gram. Nilai tertinggi berasal dari perlakuan M3, diikuti perlakuan M4,

M2, M1, dan yang terendah adalah M5.

Data bobot kering seribu butir belum dapat menggambarkan suatu keadaan

jika hanya berupa data tunggal. Data ini harus diolah bersama dengan data bobot

basah seribu butir untuk menilai kadar air gabah pada saat panen. Data kadar air

dijelaskan tersendiri pada grafik berikutnya.

Grafik 11 Kadar Air Gabah

Kadar air gabah saat panen dihitung dari bobot kering seribu butir

dibanding dengan bobot basah seribu butir dikali seratus persen. Berdasarkan hasil

perhitungan diperoleh data kadar air gabah saat panen. Kadar air tertinggi pada

hasil perlakuam M3 kemudian M4. Nilai keduanya berkisar pada 18,6 persen.

Selanjutnya 17,78 persen oleh hasil perlakuan M1. Perlakuan M5 memiliki kadar

air 16,8 persen. Dan gabah dengan kadar air panen yang terendah adalah

perlakuan M2 (14,16%).

Saat pemanenan biasanya kadar air gabah masih tinggi. Meskipun

demikian, jika sudah memenuhi kriteria, padi harus dipanen. Alasannya adalah

jika padi terlalu matang cenderung untuk mudah rontok dan rebah (Nurmala,

2003). Gabah yang mudah rontok, akan meningkatkan nilai kehilangan panen.

Page 28: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

28

Pengujian kadar air gabah saat panen perlu dilakukan untuk dapat menentukan

rekomendasi lama pengeringan sehingga gabah dapat disimpan dengan aman.

Kadar air aman simpan untuk gabah padi maksimal adalah empat belas persen

(Nurmala, 2003).

Grafik 12 Bobot Kering Ubinan

Bobot kering ubinan diperoleh dari bobot gabah hasil panen dalam ubinan

berukuran 2,5x2,5 m yang telah dikeringkan dalam box dryer selama dua belas

jam. Diperoleh data masing-masing perlakuan dari terendah hingga tertinggi

yaitu; M3 (1,63), M5 (1,72), M1(2,05), M4(2,55), dan M1 (2,65). nilai maksimal

dihasilkan oleh perlakuan olah tanah minimum dan diikuti oleh perlakuan olah

tanah minimum dengan pemberian mulsa di bawah. Selisih keduanya sangat

sedikit yaitu 0,1 kg.

Bobot kering ubinan ini dapat menjadi proyeksi produksi per hektar. Hasil

tersebut diperoleh dari luasan 6,25 m2 (ukuran ubinan 2,5x2,5 m). Sehingga

produksi per hektar dapat dihitung dengan cara bobot kering ubinan dikali sepuluh

ribu dibagi luas ubinan. Berdasarkan rumusan tersebut maka diperoleh nilai

maksimal yaitu .

Page 29: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

29

C. Rekomendasi Pengolahan Tanah Pada Budi Daya Padi Gogo

Berbagai komponen pengamatan telah dilakukan. Kombinasi hasil

komponen pengamatan tersebut menjadi suatu tolok ukur untuk menentukan

rekomendasi pengolahan tanah yang baik dalam budi daya padi gogo.

Berdasarkan pembahasan data di atas maka dijelaskan pengolahan tanah yang

direkomendasikan dalam paragraf selanjutnya.

Parameter pengamatan yang paling mewakili hasil produksi padi gogo

adalah bobot kering ubinan. Jika dalam penentuan menggunakan pertimbangan

tunggal tersebut, perlakuan olah tanah minimal paling direkomendasikan. Namun

parameter pengamatan lain perlu dipertimbangkan sebagai pembanding.

Jumlah malai terbanyak dihasilkan oleh perlakuan olah tanah penuh.

Sedangkan olah tanah minimum pada posisi kedua. Sedangkan panjang malai

tidak banyak mempengaruhi produksi karena nilai maksimum dan nilai

minimumnya tidak berbeda nyata.

Pada parameter bobot gabah per rumpun, perlakuan olah tanah penuh juga

menjadi yang tertinggi. Justru perlakuan olah tanah minimal nilainya adalah yang

terendah. Namun hal ini perlu dikaji ulang bahwa parameter tersebut dihitung

hanya dari tanaman sampel yang diamati fase vegetatifnya. Sehingga

kemungkinan sampel-sampel yang dipilih secara subjektif oleh pengamat kurang

dapat mewakili hasil keseluruhan.

Pertimbangan kedua, berdasarkan kadar airnya. Hal ini dapat dilakukan

karena kedua parameter ini dihitung dari sampel yang sama. Berdasarkan data

dibuktikan bahwa kadar air gabah dari sampel olah tanah penuh masih tinggi,

sedangkan kadar air gabah dari sampel olah tanah minimum adalah yang terendah.

Kadar air dipertimbangkan karena pada produk pertanian, bobotnya banyak

ditentukan oleh air yang terkandung dalam produk tersebut.

Bobot kering ubinan yang dihasilkan perlakuan olah tanah minimum

dengan pemberian mulsa jerami di bawah juga tinggi. Selisih dengan hasil

perlakuan olah tanah minimal juga sedikit yaitu sebesar 0,1 kg per luasan ubin.

Pemberian mulsa jerami di bawah tanah juga bermanfaat sebagai penambah bahan

Page 30: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

30

organik untuk memperbaiki struktur tanah. Hal ini yang menjelaskan produksi

pada lahan perlakuan pemberian mulsa bawah juga tinggi. Namun pengolahan

tanah mimumum dengan pemberian mulsa jerami di bawah perlu dipertimbangkan

nilai ekonomisnya. Karena penanaman mulsa di bawah membutuhkan waktu dan

tenaga lebih banyak. Selain itu jerami yang merupakan limbah budi daya padi

(Wahyuni, 2009) hanya akan tersedia setelah masa panen dan pasokan

terbanyaknya adalah di sentra budi daya padi. Sedangkan untuk lahan yang jauh

dari sentra budi daya padi, saat memutuskan menggunakan mulsa jerami maka

biaya produksinya bertambah karena biaya pengangkutannya

Page 31: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

31

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan baik itu pengamatan secara vegetatif dan

pengamatan hasil panen, perlakuan terbaik secara keseluruhan ada terdapat pada

M1 dan M2 (Olah Tanah Penuh dan Olah Tanah Minimum).

Dari dua perlakuan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing –

masing. Secara ekonomis olah tanah minimum dinilai lebih menguntungkan dari

olah tanah penuh, karena hasil pemanenan tidak jauh berbeda dengan olah tanah

penuh. Namun jika dilihat dari efisiensi penggunaan lahan, perlakuan olah tanah

penuh lebih diutamakan karena untuk untuk menjaga kesuburan dan keremahan

tanah. Oleh karenanya perlu adanya giliran perlakuan pengolahan setiap

musimnya selama satu tahun agar bisa mendapatkan keuntungan secara

maksimum dengan tetap menjaga kesuburan dan keremahan tanah.

Pada perlakuan mulsa organik tidak terlihat dampak nyata yang dihasilkan,

ini dikarenakan masih baru diaplikasikannya mulsa (jerami) pada tanah sehingga

untuk penguraiannya membutuhkan waktu yang lama, dan dari pengamatan

penggunaan mulsa organik ini masih kurang efisien serta lebih buruk dari

perlakuan tanpa mulsa dimungkinkan karena adanya faktor biotik (serangga, hama

padi sebelumnya, cendawan, bakteri dan patogen lainnya) yang terbawa bersama

mulsa organik ini sehingga mempengaruhi produktivitas padi. Dampak positif dari

penggunaan mulsa organik ini akan terasa setelah mulsa terurai secara alami oleh

mikrobiotik yang terdapat dalam tanah, sehingga bisa menggemburkan tanah

dalam budidaya selanjutnya.

Page 32: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

32

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1996 Agrispon Untuk Tanah PT. Agrispon Bogor 5 hal

BPS. 2006. Statistik Indonesia 2005/2006. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Hardjowigeno. H. S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 286 hal.

Henny. H. 1995. Efektivitas Sistem Strip Mengendalikan Aliran Permukaan dan

Erosi pada Usahatani Lahan Kering. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana.

http.//susel.litbang.deptan.go.id/ind/index.php. [4 Januari 2014]. Institut

Pertanian Bogor.

Nurmala T N. 2003. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Jakarta (ID): PT

Rineka Cipta diakses pada 10 Januari 2014.

http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itp_06.pdf

Sanchez. P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan anah Tropika. ITB Press. Bandung.

303 hal. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Peranian Bogor.

Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi Yogyakarta.

Yogyakarta. 207 hal.

Umboh, Andry Harits (1999). Petunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar Swadaya

Jakarta.

Widiyono. H. 1996. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pertanaman Terhadap

Erosi. Sifat Kimia Tanah dan Pendapatan Usahatani. Thesis. Program Pasca

Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Wiganda. S. 1994. Pengaruh Pemanfaatan Mulsa Sisa Tanaman untuk

Menanggulangi Kekurangan Air pada Pertanian Lahan Kering. Thesis.

(J. Ruijter dan F. Agus April 2004) cara mudah konservasi tanah. Jakarta.

Page 33: Laporan TPTA TIB Program Diploma IPB

33

LAMPIRAN

Pemanenan Secara Ubinan Kondisi Padi Memasuki Masak Panen