laporan tpta tib program diploma ipb
DESCRIPTION
laporan praktikum TPTA Teknologi Industri Benih Program Diploma IPBTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENGELOLAAN TANAH DAN AIR
Disusun oleh:
Kelompok 4 – TIB B2
Rifky Ahmad Bachtiar J3G112093
Ika Novi Wahyuastuti J3G112108
Renzo Adimulya J3G112031
Mutiara Nurhikmawati J3G112074
May Lestari Butar Butar J3G112002
Ririn Asnetasia J3G112036
Dosen :
Dr. Ir. Eko Sulistyono, MS
Restu Puji Mumpuni, SP
Vitria Puspitasari Rahadi, SP, MSi.
Asisten :
Desty Dwi Sulistyowati, SP
Ismail Saleh, SP, MSi
Mutiara Dewi Puspitawati, SP, MSi
PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI INDUSTRI BENIH
PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatNya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum mata kuliah Teknik
Pengelolaan Tanah dan Air yang berjudul “Pengaruh Berbagai Perlakuan
Pengolahan Tanah Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Padi Gogo”.
Laporan Praktikum Teknik Pengelolaan Tanah dan Air ini membahas
tentang pengaruh perlakuan olah tanah penuh, olah tanah minimum, dan olah
tanah minimum dengan berbagai cara pemberian mulsa terhadap pertumbuhan dan
produktivitas padi gogo di lahan tadah hujan. Praktikum ini bertujuan untuk
memberikan rekomendasi terbaik pengolahan tanah yang sesuai untuk lahan yang
digunakan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar dan asisten dosen
yang telah membimbing kami dalam praktikum hingga penulisan laporan
praktikum ini. Terima kasih pula kepada teman-teman Teknologi Industri Benih
angkatan 49 yang telah saling bekerjasama dan mendukung dalam proses
pembuatan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu saran dan kritik kami harapkan untuk perbaikan dalam pembuatan laporan di
lain waktu. Semoga laporan ini dapat menjadi parameter penilaian pengajar bagi
penulis dan dapat menjadi bahan acuan mahasiswa dalam penulisan laporan
teknik pengelolaan tanah dan air dikemudian hari.
Bogor, Januari 2014
Penulis
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL ................................................................................................... 4
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 5
Latar Belakang .................................................................................................... 5
Lingkungan Tumbuh Padi Gogo .............................................................. 5
Pengolahan Tanah .................................................................................... 7
Mulsa ........................................................................................................ 9
Tujuan ................................................................................................................ 10
METODOLOGI ................................................................................................ 11
Waktu dan Tempat ............................................................................................ 11
Bahan dan Alat .................................................................................................. 11
Metode Penelitian .............................................................................................. 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 16
A. Kondisi Lahan dan Faktor yang Mempengaruhi ........................................ 16
B. Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Gogo 16
a. Pengamatan Vegetatif ............................................................................. 16
b. Pengamatan Panen .................................................................................. 23
C. Rekomendasi Pengolahan Tanah Pada Budi Daya Padi Gogo .................. 29
KESIMPULAN ..................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32
LAMPIRAN .......................................................................................................... 33
4
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Jumlah Anakan …………….. 16
Tabel 2 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Tinggi Tanaman…………….. 18
Tabel 3 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Panjang Akar………………... 19
Tabel 4 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Volume Akar ……………….. 20
Tabel 5 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Berat Kering Akar…………… 21
Tabel 6 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Berat Kering Tajuk ………… 22
Tabel 7 Pengamatan Panen ………………………………………………….. 23
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Jumlah Anakan Padi ……………………………………………..... 17
Grafik 2 Tinggi Tanaman …………………………………………………… 18
Grafik 3 Panjang Akar ……………………………………………………..... 19
Grafik 4 Volume Akar ………………………………………………………. 20
Grafik 5 Bobot Kering Akar ………………………………………………… 21
Grafik 6 Bobot Kering Tajuk ……………………………....………………... 22
Grafik 7 Jumlah malai ………………………………………………………. 24
Grafik 8 Panjang Malai ……………………………………………………... 25
Grafik 9 Bobot Gabah Dalam Satu Rumpun ……………………………….. 26
Grafik 10 Bobot Kering Seribu Butir ………………………………………. 27
Grafik 11 Kadar Air Gabah ……………………………………………....… 28
Grafik 12 Bobot Kering Ubinan …………………………………………… 29
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi gogo adalah padi yang ditanam di areal pertanian lahan kering tanpa
adanya pematang yang membatasi pertanaman padi (Nurmala, 2003). Pada saat
ini andalah produksi padi nasional berfokus pada lahan sawah (Anonim, 2012).
Padahal padi gogo juga berpotensi untuk memenuhi kebutuhan nasional. Lahan
kering di Indonesia mencapai 55.600.000 hektar, sedangkan hanya 1.100.000
hektar yang telah ditanami padi gogo (BPS, 2006). Menurut data BPS (2006)
disebutkan pula terjadi peningkatan produktivitas padi gogo dari 1,5-2,0 ton/ha
pada tahun 1980-1989 menjadi 2,1-2,6 ton/ha pada tahun 1990-2006. Berdasarkan
data tersebut dapat dihitung potensi produktivitas padi gogo secara nasional
mencapai 144,56 juta ton.
Lingkungan Tumbuh Padi Gogo
Padi gogo (Oryza sativa Linn.) adalah padi yang tumbuh baik pada lahan
datar atupun lahan miring, disiapkan dan ditanam pada kondisi kering dan
kelembapan bergantung pada curah hujan (De Datta, 1975). Menurut Greenland
(1997) padi gogo diartikan sebagai padi yang tumbuh pada tempat dimana tidak
ada usaha untuk menampung air dan tidak ada penggenangan dilahan secara
alami. Menurut Yosida (1975) tidak ada batasan perbedaan morfologi yang jelas
yang dapat digunakan untuk menggolongkan varietas padi bahkan dapat tumbuh
pada lahan kering ataupun lahan yang digenangi tetapi dari varieabel pertumbuhan
dan penampakan hasil menunjukan perbedaan. Menurut Ponnaperuma (1975) padi
gogo dapat tumbuh pada berbagai kondisi lahan.
Uichaco (1959) menyatakan, suhu rata – rata untuk pertumbuhan padi yang
sesuai adalah Antara 20-38oC, namun tanaman tumbuh kurang optimalketika suhu
utama selama periode pertumbuhan kurang dari 24o C. Grist (1975) juga
menyatakan selama suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman padi yaitu
Antara 20o C sampai 38o C. Yoshida (1959) menambahkan kenaikan suhu sebesar
1o C akan memperpendek jumlah hari pembungaan sejumlah kurang dari dua hari.
Hasil ini mengindikasikan bahwa suhu diatas 24o C lebih efektif dari pada suhu
6
dibawah 24o C. Menurut Uichaco (1959) terlalu banyak hujan pada saat
pembungaan akan menyebabkan sterelitas padi gogo dan kelembaban lebih dari
84% akan menyebabkan terjadinya sterelitas.
Kondisi tanah pada lahan kering berbeda dengan kondisi tanah pada sawah.
Pada tanah di lahan kering, ketersediaan air lebih rendah, kelarutan besi, fosfat
dan silica renda, nitrogen tersedia dalam bentuk nitrat yang mudah hilang dan
kemasaman atau kebasaan tanah akan menimbulkan masalah (Ponnamperuma,
1976). Kemasaman tanah akan menyebabkan tanaman mengalami keracunan Mg
dan Al sedangkan pada tanah basa akan terjadi defisiensi besi. Nitrogen yang
tersedia dalam bentuk nitrat, pada pH yang optimum akan sama baiknya dengan
ammonia yang tersedia pada lahan sawah sebagai sumber N untuk padi, namun
absorbs nitrat akan meningkatkan pH di sekitar perakaran sehingga tanaman dapat
mengalami defisiensi besi. (Yoshida, 1975).
Menurut De Datta dan Vergara (1975) faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan padi gogo adalah curah hujan, radiasi sinar matahari, panjang hari,
dan suhu. Ketersediaan air pada lahan kering lebih tidak menentu dari pada lahan
sawah karena lahan kering tidak digenangi. Pengairan pada lahan kering
bergantung pada air hujan maka jumlah dan distribusi curah hujan menjadi
penting. Curah hujan yang rendah selama masa pembungaan secara umum berarti
penurunan produktivitas padi. Yoshida (1975) menambahkan kompetisi terhadap
gulma, kurangnya ketersediaan unsur hara dan stres kelembapan sebagai faktor
utama yang membatasi pertumbuhan dan produktivitas pada lahan kering
sedangkan jika tersedia air yang cukup maka nitrogen akan menjadi faktor
pembatas yang utama. Karakter yang paling terlihat dari tanaman padi yang
berada pada kondisi stres kelembapan adalah pengurangan bobot tanaman,
penundaan pembungaan dan sterilitas yang tinggi. Sterilitas yang tinggi akan
menyebabkan rasio panicle dan jerami menjadi rendah. Menurut Greenland
(1997) definisi air adalah faktor pembatas yang paling umum tetapi kompetisi
gulma dan defisiensi hara juga memegang peranan penting.
Tekstur tanah pada lahan kering menjadi faktor yang harus diperhatikan .
menurut De Datta dan Feuer (1975) tekstur tanah mempengaruhi status
7
kelembapan tanah. Tekstur menjadi sangat penting pada lahan penanaman padi
gogo yang tidak digenangi untuk menjaga kelembapan tanah. Frekuensi dan lama
waktu terjadinya stres kelembapan disebabkan bukan hanya karena distribusi
curah hujan, namun juga oleh kemampuan untuk menahan air. Yoshida (1975)
menambahkan selama musim kemarau sumber air utama bagi tanamn adalah
kelembapan dari hujan yang ditahan oleh tanah dan air tanah.
Pengolahan Tanah
Sebagai tempat pertumbuhan tanaman, maka tidak mengherankan jika
perhatian manusia terhadap tanah mula-mula selalu dihubungkan dengan
pertumbuhan tanaman. Menurut Hardjowigeno (1993), tanah merupakan
kumpulan benda alam di permukaan bumi yang mengalami modifikasi atau
bahkan dibuat oleh manusia dari bahan bumi yang mengandung gejala-gejala
kehidupan, dan mampu menopang pertumbuhan tanaman yang didalamnya
meliputi horizon-horizon tanah yang terletak diatas bahan batuan.
Kondisi tanah pada suatu lahan memiliki tingkat kesuburan yang berbeda-
beda. Tingkat kesuburan tersebut dipengaruhi oleh factor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan tanah. Faktor-faktor pembentukan tanah,
diantaranya yaitu (Hardjowigeno, 1993):
1. Iklim, yang menentukan reaksi-reaksi kimia dan sifat fisis didalam tanah.
Iklim memiliki hubungan dengan kandungan bahan organik.
2. Jasad hidup, yang memegang peranan besar dalam pembentukan tanah yaitu
vegetasi bahwa kondisi lingkungan yang berbeda. Jenis vegetasi
mempengaruhi pula jumlah unsur hara.
3. Bahan induk, dimana perkembangan suatu tanah akan tergantung pula pada
jenis bahan induk yang mementukan sifat-sifat fisis dan kimia dari tanah
yang dihasilkan.
4. Topografi, yang mempengaruhi perkembangan pembentukan profil tanah
yaitu jumlah curah terabsorbsi dan penyimpanannya didalam tanah, tingkat
perpindahan tanah oleh erosi dan arah gerakan bahan-bahan dalam suspensi
atau larutan dari suatu tempat ketempat lain.
8
5. Waktu, jika waktu telah cukup maka tanah yang matang dapat memiliki
differensiasi profil yang mantap. Lama waktu yang dibutuhkan tanah untuk
pembentukan horizon-horizon tergantung pada faktor-faktor lain yang
berhubungan seperti iklim, sifat bahan induk, binatang-binatang dalam tanah
dan topografi.
Selain dari pada factor diatas, beberapa tindakan manusia juga ditujukan
untuk menjadikan kondisi tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman.
Sehingga pada dasarnya kegiatan Tujuan pengolahan tanah yaitu untuk
menyiapkan tempat pesemaian (seed bed), memberantas gulma, memperbaiki
kondisi tanah untuk penetrasi akar, infiltrasi air dan peredaran atau aerasi dan atau
menyiapkan tanah untuk irigasi permukaan. Pengolahan tanah juga ditujukan
secara khusus seperti pengendalian hama, menghilangkan sisa-sisa tanaman yang
mengganggu permukaan tanah, pengendalian erosi dan penyampuran pupuk,
kapur dan pestisida dalam tanah.
Menurut intensitasnya, pengolahan tanah dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu (Aak, 1983):
1. No tillage (tanpa olah tanah),
Bentuk pengolahan ini sangat sederhana, dimana tanah yang akan kita
tanami tidak perlu diolah. Pada tanah gembur dapat diterapkan teknik aplikasi
Tanpa Olah Tanah (TOT), dengan aplikasi herbisida Polaris dengan dosis 3-4
ton/ha.
2. Minimum tillage (pengolahan tanah minimal, hanya pada bagian yang akan
ditanami)
Pengolahan tanah minimum adalah teknik konservasi tanah dimana
gangguan mekanis terhadap tanah diupayakan sesedikit mungkin. Dengan
cara ini kerusakan struktur tanah dapat dihindari sehingga aliran permukaan
dan erosi berkurang. Teknik ini juga mengurangi biaya dan tenaga kerja
untuk pengolahan tanah dan mengurangi biaya / tenaga kerja untuk
penyiangan secara mekanik. Pengolahan tanah minimum cukup efektif dalam
mengendalikan erosi, dan biasa dilakukan pada tanah-tanah yang berpasir dan
rentan terhadap erosi.
9
Pengolahan tanah minimum hanya dapat dilakukan pada tanah yang
gembur. Tanah gembur dapat terbentuk sebagai hasil dari penggunaan mulsa
secara terus menerus dan / atau pemberian pupuk hijau / pupuk kandang /
kompos dari bahan organik yang lain secara terus menerus. Penerapan teknik
pengolahan tanah minimum selalu perlu disertai pemberian mulsa.
3. Maksimum tillage (pengolahan intensif, pada seluruh lahan yang akan
ditanami).
Pada olah tanah ini, pengolahan tanah dilakukan sebanyak tiga kali.
Pengolahan tanah yang pertama yaitu dengan menggunakan traktor sampai
kedalaman mata bajak 30 cm. Gunanya untuk membalik tanah agar sirkulasi
udara lebih baik dan mengingkap lapisan tanah bagian bawah yang biasanya
dalam kondisi kurang baik untuk pertumbuhan akar tanaman.
Mulsa
Ada berbagai macam cara penempatan mulsa yang biasa dilakukan yakni
dengan disebar merata, ditempatkan dalam jalur, dan ditempatkan dalam lajur.
Cara penempatan bahan mulsa dengan disebar merata dimaksudkan untuk
memperoleh efektivitas penutupan paling tinggi, sehingga dapat melindungi
permukaan tanah dari daya rusak butir hujan serta mengurangi aliran permukaan.
Adanya bahan mulsa, air hujan yang turun akan disebarkan kesekitarnya dengan
efisien pada saat kandungan air pada bagian yang terbuka mulai berkurang (Seta,
1987). Kandungan lignin tinggi pada mulsa jerami dapat mengakibatkan
lambatnya mulsa terdekomposisi, sehingga dapat melindungi permukaan tanah
lebih lama . Ukuran mulsa juga dapat menentukan keefektifan mulsa. Sisa
tanaman yang dipotong-potong sepanjang 20-35 cm, kemudian disebar merata di
permukaan tanah sangat efektif untuk menekan aliran permukaan tanah
(Suwardjo, 1981)
Fungsi mulsa jerami adalah untuk menekan pertumbuhan gulma,
mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi
permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari terpaan
sinar matahari. Mulsa juga dapat membantu memperbaiki sifat fisik tanah
10
terutama struktur tanah sehingga memperbaiki stabilitas agregat tanah (Thomas et
al., 1993 dan Masnang, 1995).
Kelebihan mulsa organik yaitu dapat diperoleh secara bebas dan gratis, selain
itu mulsa ini memiliki efek menurunkan suhu tanah.mulsa organic juga mampu
mengonservasi tanah dengan menekan erosi. Mulsa ini juga dapat menghambat
pertumbuhan tanaman pengganggu. Dan juga dapat menambah bahan organik
tanah karena mudah lapuk setelah rentang waktu tertentu.
Mulsa organik tidak hanya memilki kelebihan tetapi mulsa organik juga
memiliki kekurangan yaitu tidak tersedia sepanjang musim tanam, tetapi hanya
saat musim panen tadi karena yang dipakai pada mulsa organik ini adalah jerami
padi. Mulsa organik ini hanya tersedia di sekitar sentra budidaya padi sehingga
daerah yang jauh dari pusat budidaya padi membutuhkan biaya ekstra untuk
transportasi. Mulsa organik juga tidak dapat digunakan lagi untuk masa tanam
berikutnya, yaitu hanya dapat digunakan untuk satu kali masa tanam.
Manfaat Terhadap Ketersediaan Air Tanah Teknologi pemulsaan dapat
mencegah evaporasi. Dalam hal ini air yang menguap dari permukaan tanah akan
ditahan oleh bahan mulsa dan jatuh kembali ke tanah. Akibatnya lahan yang
ditanam tidak kekurangan air karena penguapan air ke udara hanya terjadi melalui
proses transpirasi. Melalui proses transpirasi inilah tanaman dapat menarik air dari
dalam tanah yang didalamnya telah terlarut berbagai hara yang dibutuhkan
tanaman.
Tujuan
Tujuan percobaan ini yaitu untuk mengetahui pengaruh berbagai pengolahan
tanah dan pemberian mulsa terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi
gogo.
11
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama semester III dikebun
praktikum Gunung Gede Program diploma IPB.
Bahan dan Alat
Alat – alat yang akan digunakan yaitu cangkul, kored, garu, meteran,
timbangan digital, tugal dan sprayer. Sedangkan bahan yang akan meliputi benih
padi gogo varietas situ patenggang dengan kebutuhan 8 kg/Ha ( 3 benih tiap
lubang tanam). Pupuk yang digunakan yaitu pupuk anorganik ( Urea: 125 kg/ha,
SP 36: 150 kg/ha dan KCL: 100 kg/ha). Mulsa yang digunakan adalah jerami
padi. Dan Pestisida digunakan yaitu insektisida (Curacron) 2 cc/l.
Metode Penelitian
Percobaan ini dilakukan dengan lima perlakuan yang terdiri dari :
M1 : Olah tanah penuh
M2 : Olah tanah minimum
M3 : Olah tanah minimum + mulsa diatas permukaan
M4 : Tanpa olah tanah + mulsa dibawah permukaan
M5 : Tanpa olah tanah + mulsa diatas dan dibawah permukaan
Masing – masing perlakuan terdiri dari empat ulangan (empat kelas praktikum).
Adapun kegiatan percobaan ini terdiri dari :
a. Persiapan lahan
Persiapan lahan, tanah pada lahan dibuat petak bedengan dengan ukuran 5,5 x
10 m, setelah petakan diukur tiap bedengan diolah berdasarkan perlakuannya
masing – masing.
Untuk perlakuan pada olah tanah penuh seluruh permukaan bedengan
dibersihkan, dicangkul dan dibalikkan tanahnya secara penuh dengan
menggunakan cangkul. Untuk olah tanah minimum, bedengan hanya dibersihkan
dari gulma, dan digemburkan di bagian alur tanam. Sedangkan pada perlakuan
12
mulsa (baik mulsa di atas, di bawah, atau diatas dan bawah bedengan), bedengan
dibersihkan dan diolah minimum kemudian diberikan mulsa jerami pada masing –
masing perlakuan. Untuk perlakuan di bawah permukaan, jerami dibenamkan di
bawah dan di tutup dengan tanah, sedangkan untuk di atas permukaan, jerami
hanya di sebarkan diatas permukaan secara merata. Dosis mulsa jerami yang
digunakan yaitu 10 ton/ha.
b. Penanaman dan Penyulaman
Benih padi gogo ditanam pada lahan yang telah diberikan perlakuan (sesuai
ketentuan) dengan jarak tanam cm x cm dengan jumlah per lubang tanam 3 benih
(populasi ± 30.000 tanaman/ha). Penyulaman dilakukan pada satu minggu setelah
tanam dengan menyulam benih yang tidak tumbuh.
c. Pemeliharaan
Pada pemeliharaan padi gogo ini terdiri dari beberapa perlakuan yaitu :
Penyiangan
Penyiangan ini rutin dilakukan setiap minggu di permukaan bedengan dan di
saluran drainase, serta menaikkan tanah dari saluran drainase ke permukaan
bedengan.
Pemupukan dan Penyulaman
Pemupukan dengan dosis Urea: 125 kg/ha, SP 36: 150 kg/ha dan KCL: 100
kg/ha dilakukan pada saat penaanam. Aplikasi pupuk pada saat penanaman
dengan mencampur ketiga pupuk kemudian dibuat larikan kurang lebih 7 cm dari
larikan tanaman, pupuk ditabur sepanjang larikan kemudian ditutup kembali
dengan tanah.
Penyemprotan
Penyemprotan rutin dilakukan setelah padi berbunga sampai menjelang panen,
pestisida yang digunakan adalah curacron (insektisida) dengan dosis 2 cc/l.
Aplikasi penyemprotan pestisida ini dengan mencampurkan curacron dengan air
kemudian di sebarkan dengan menggunakan sprayer.
13
d. Pemanenan
Pemanenan dilaksanakan setelah memasuki fase masak penuh (± tujuh hari
setelah fase masak kuning). Sepuluh tanaman sampel dan ubinan (2.5 x 2.5 m)
pada masing – masing bedengan dipanen terlebih dahulu untuk contoh
pengamatan dengan motong malai padi pada luasan ubinan, dan selanjutnya
dilakukan pemanenan secara keseluruhan pada masing – masing bedengan.
e. Pengamatan
Vegetatif
Pengamatan tanaman padi gogo dilakukan setiap minggu dari minggu ketiga
setelah tanam. Pengamatan vegetatif pada tanaman padi gogo terdiri dari:
1. Tinggi tanaman contoh, diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh.
2. Jumlah anakan dengan menghitung anakan yang tumbuh di samping
induknya.
Pengamatan Destruktif
Pengamatan destruktif terdiri dari pengamatan volume, panjang akar, dan
berat kering akar dan tajuk. Tanaman untuk pengamatan destruktif adalah tiga
rumpun padi yang bukan tanaman sampel maupun tanaman pinggir. Untuk
volume diukur dengan menggunakan gelas ukur, panjang akar dengan
menggunakan meteran, sedangkan untuk berat kering dilakukan pengovenan
selama ± 4 hari (sampai beratnya konstan).
Pengambilan Contoh Tanah
Contoh tanah diambil saat awal dan akhir percobaan untuk dilakukan
penghitungan kebutuhan air dengan menghitung KA kapasitas lapang dan KA
tanah dengan volume pengambilan contoh 125 cm3 tanah pada tiap petakan
percobaan. Caranya yaitu tanah digali sedalam 20 cm kemudian dibuat persegi
denagan panjang (5x5) cm kemudian diambil contoh tanah sedalam 5 cm sehingga
didapat tanah berbentuk kubus dengan isi (5 x 5 x 5) cm. Contoh tanah dibungkus
alumunium foil kemudian dioven untuk mendapatkan bobot kering mutlak tanah.
14
Rumus yang digunakan yaitu :
Keterangan :
Ka KL : Kadar air Kapasitas Lapang BKM : Berat Kering Mutlak
Ka Tanah : Kadar air tanah BJ : Berat Jenis
bb : berat basah V : Volume
bk : berat kering L : Luas Lahan
Pengukuran Kapasitas Lapang
Kapasitas lapang diukur dengan mengambil sampel tanah secara acak.
Kemudian diletakkan dalam pot dan disiram. Ditunggu hingga tidak ada air
perkolasi lalu ditimbang sebagai berat basah (BB). Sampel tersebut
dikeringanginkan, kemudian dibungkus aluminium foil dan dioven hingga
konstan.
Perhitungan Kapasitas Lapang (KL) diperoleh dengan rumus sebagai
berikut:
Keterangan : KL = Kapasitas Lapang
BB = Berat Basah
BK = Berat Kering
15
Produksi dan Komponen Produksi
Pengamatan produksi dan komponen produksi ini dilakukan pada saat
pemanenan yang terdiri dari :
1. Jumlah malai
2. Panjang malai
3. Bobot gabah per rumpun
4. Bobot basah dan bobot kering seribu butir
5. Presentase kadar air dari seribu butir
6. Bobot basah dan bobot kering ubinan
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Lahan dan Faktor yang Mempengaruhi
Dalam petakan lahan yang memiliki luas 5,5 m × 10 m, kondisi gulma
terdapat banyak terutama pada area yang tidak memakai mulsa. Gulma yang
terdapat pada lahan adalah rumput yang menutupi daerah pertumbuhan tanaman,
kondisi lahan yang terdapat gulma dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi
gogo. Iklim pada saat penanaman kacang hijau adalah musim penghujan dengan
curah hujan sedang, serta menyebabkan pertumbuhan gulma yang meningkat
karena kondisi tanah yang lembab. Untuk curah hujan pada saat percobaan ini
dilakukan yaitu dari bulan oktober sampai pada bulan Desember terjadi hujan
selama 62 kali. (62 hari hujan dari 92 hari pengamatan).
Intensitas cahaya yang masuk secara penuh, sehingga sangat baik dalam
membantu proses pertumbuhan tanaman padi gogo, dan membantu proses
fotosintesis pada tanaman. Tanaman padi gogo yang terletak di daerah pinggiran
sangat rentan terkena erosi tanah, terutama apabila saluran drainase yang kurang
sesuai dengan ukurannya akan menyebabkan air hujan yang tinggi membuat
tanaman rebah dan terbawa arus air hujan. Untuk berat jenis tanah di lahan yang
di olah adalah 1,116 g/cm2.
B. Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi
Gogo
a. Pengamatan Vegetatif
Tabel 1 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Jumlah Anakan
PERLAKUAN
MINGGU KE
1 2 3 4 5 6 7 8 9
M1
2.25 6.20 7.88 9.48 12.35 12.80 13.50
M2
2.48 5.33 6.73 9.50 11.48 12.93 14.25
M3
5.00 9.58 10.08 10.53 11.90 13.65 14.43
M4
2.60 4.18 7.93 10.75 12.18 15.73 17.15
17
M5
1.48 3.28 5.65 7.68 11.03 12.88 13.53
Grafik 1 Jumlah Anakan Padi
Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa pada awal pertumbuhan jumlah
anakan pada perlakuan M3 adalah terbanyak diikuti oleh perlakuan M1. Ini terjadi
pada minggu ketiga, minggu keempat, sampai minggu kelima setelah tanam.
Kemudian pada minggu kelima dan minggu keenam, jumlah anakan dari semua
perlakuan tidak berbeda nyata tetapi perlakuan M1 yang tertinggi. Perlakuan M1
menunjukkan peningkatan jumlah secara stabil. Pada akhir pengamatan vegetatif,
jumlah anakan perlakuan M4 adalah yang tertinggi.
Dengan demikian perlakuan M4 (olah tanah minimum + mulsa dibawah
permukaan) lebih baik dengan rata – rata jumlah 17,15 anakan, sedangkan yang
terendah adalah M1 dengan rata – rata hanya menghasilkan 13,50 anakan. Dengan
adanya mulsa dipermukaan mempermudah tanaman padi untuk menghasilkan
anakan.
18
Tabel 2 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Tinggi Tanaman
PERLAKUA
N
MINGGU KE
1 2 3 4 5 6 7 8 9
M1
24.87 34.69 59.2
0
71.0
9
83.9
9
89.5
4
95.9
8
M2
28.30 40.49 53.5
8
71.9
6
85.7
8
92.7
5
97.4
5
M3
31.62 39.78 62.9
8
66.8
9
73.0
2
90.0
3
93.7
2
M4
26.81 35.53 49.4
4
63.4
8
73.5
9
88.2
9
91.9
3
M5
24.10 31.27 41.7
3
49.7
0
72.3
5
83.0
1
86.2
1
Grafik 2 Tinggi Tanaman
Secara umum pertumbuhan tinggi tanaman meningkat secara bertahap. M1
menunjukkan yang maksimal sejak minggu kelima. Sampai akhir pengamatan
yang menunjukkan tinggi maksimal adalah M1, M2, dan M4. M3 hanya sedikit
lebih tinggi dibanding perlakuan lain pada awal pertumbuhan, tetapi pertumbuhan
tingginya bertambah secara lambat. Sedangkan M5 menunjukkan hasil yang
paling rendah diantara perlakuan lain sejak awal hingga akhir pengamatan.
19
Oleh karenanya perlakuan M1 (olah tanah penuh) merupakan perlakuan
terbaik untuk tinggi tanaman karena semakin dalam tanah itu diolah maka
tanaman kuat dan kokoh perakaran sehingga tanaman semakin tinggi dan tidak
mudah rebah.
Tabel 3 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Panjang Akar
Perlakuan
Minggu Ke
4 8 12
M1 9.06 17.11 22.12
M2 9.50 16.88 18.66
M3 8.76 12.91 21.00
M4 6.79 9.95 14.69
M5 6.86 14.86 17.47
Grafik 3 Panjang Akar
Pada pengamatan destruktif pertama, panjang akar semua perlakuan rata-
rata sama kecuali pada m4 yang menunjukkan nilai terendah. Pada pengamatan
kedua, nilai panjang akar M1 adalah yang tertinggi. Sedangkan pada pengamatan
20
ketiga, nilai M3 yang tertinggi. Perlakuan M4 dalam tiga kali pengamatan
destruktif, nilainya terendah.
Dengan perlakuan olah tanah penuh dapat meningkatkan panjang akar,
karena tanah terolah secara optimal dengan kedalaman kurang lebih 20 cm
memperbaiki airasi tanah sehingga produktifitas dan aktifitas akar berjalan lancar.
Tabel 4 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Volume Akar
Perlakuan
Minggu ke
4 8 12
M1 1.27 17.95 38.10
M2 0.99 15.29 34.38
M3 2.54 10.10 23.06
M4 4.30 10.71 22.72
M5 3.29 10.09 21.78
Grafik 4 Volume Akar
Nilai volume akar dari setiap pengamatan mengalami peningkatan sesuai
dengan bertambahnya umur tanaman (pertumbuhan dan perkembangan). Nilai
21
tertinggi rata-rata oleh M4 kecuali pada pengamatan terakhir, nilai M1 yang
tertinggi. Pada pengamatan kedua dan ketiga, nilai M5 adalah yang terendah.
nilainya sangat berbeda nyata dengan nilai tertinggi.
Dengan demikian perlakuan mulsa dibawah permukaan dan perlakuan
olah tanah maksimum merupakan perlakuan terbaik untuk pertumbuhan dan
perkembangan khususnya volume akar.
Tabel 5 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Berat Kering Akar
Perlakuan
Minggu ke
4 8
M1 0.44 2.97
M2 0.18 2.46
M3 0.29 1.92
M4 1.13 4.24
M5 0.30 2.30
Grafik 5 Bobot Kering Akar
22
Nilai tertinggi berat kering akar rata-rata dari tiga pengamatan adalah M1.
Nilainya cukup berbeda dibanding perlakuan lain pada pengamatan pertama dan
ketiga. Sedangkan pada pengamatan kedua, nilai M1 hanya sedikit dibawah nilai
M4.
Tabel 6 Pengaruh Pemberian Mulsa Terhadap Berat Kering Tajuk
Perlakuan
Minggu ke
4 8
M1 0.46 8.82
M2 0.58 8.29
M3 0.41 8.33
M4 0.56 14.53
M5 0.90 9.04
Grafik 6 Bobot Kering Tajuk
Nilai berat kering tajuk dari ketiga pengamatan, rata-rata tidak berbeda
jauh pada semua perlakuan. Secara umum nilai tertinggi ditunjukkan oleh
perlakuan M3. Meskipun pada pengamatan kedua, nilainya hanya rata-rata.
23
b. Pengamatan Panen
Panen padi dilaksanakan pada minggu keenam belas setelah tanam yaitu
pada saat padi berumur seratus sepuluh hari. Pelaksanaan panen pada pagi hari
saat cuaca cerah. Dari hasil panen ada beberapa komponen yang diamati antara
lain; jumlah malai, panjang malai, bobot gabah dalam satu rumpun, bobot basah
dan bobot kering seribu butir, kadar air, dan bobot basah serta bobot kering
ubinan.
Pengamatan jumlah malai, panjang malai, dan bobot gabah dalam satu
rumpun dilakukan terhadap masing-masing rumpun dari sepuluh tanaman sampel.
Sedangkan bobot seribu butir diperoleh dari gabungan tanaman sampel.
Selanjutnya, seribu butir ini untuk pengujian kadar air. Sedangkan bobot ubinan
diperoleh dari hasil panen padi dalam luasan 6,25 m2. Komponen pengamatan
panen ditampilkan dalam table berikut ini:
Tabel 7 Pengamatan Panen
PERLAKUAN jumlah
malai
panjang
malai
(cm)
bobot
gabah
dalam
1
rumpun
(gram)
bobot
basah
1000
butir
(gram)
bobot
kering
1000
butir
(gram)
KA
(%)
bobot
basah
ubinan
(Kg)
bobot
kering
ubinan
(Kg)
M1 10.15 24.54 40.08 25.87 23.16 17.78 2.98 2.05
M4 9.37 22.60 32.83 30.33 23.95 18.61 3.30 2.55
M3 9.23 22.60 31.73 27.77 25.48 18.62 2.31 1.63
M5 8.78 22.52 28.59 26.77 22.68 16.78 2.64 1.72
M2 9.30 24.00 28.10 25.53 23.44 14.16 3.18 2.65
Data dalam tabel tersebut ditampilkan berupa grafik-grafik berikut ini :
24
.
Grafik 7 Jumlah malai
Berdasarkan grafik diatas, nilai jumlah malai tertinggi adalah perlakuan
M1 (10,15). Perlakuan M2, M3, dan M4, rata-rata jumlah malai tidak berbeda
nyata yaitu di kisaran 9,22 sampai 9,3. Sedangkan perlakuan M5, jumlah malainya
adalah yang terendah (8,78).
Jumlah malai menjadi komponen pengamatan saat panen karena
berhubungan dengan pengamatan jumlah anakan pada fase vegetatif. Semakin
banyak anakan akan semakin banyak malai karena malai muncul dari buku
terakhir pada tiap anakan (Purwono dan Purnamawati, 2007). Pada perlakuan M1
menghasilkan rata-rata jumlah anakan terbanyak diperkirakan karena perlakuan
olah tanah penuh memberikan iklim tanah yang sesuai untuk pertumbuhan
optimal tanaman padi. Sedangkan pada perlakuan olah tanah minimum dan
pemberian mulsa di atas dan di bawah tanah justru jumlah malai yang terendah
dibanding perlakuan lain. Hal ini diperkirakan dapat terjadi karena adanya mulsa
diatas yang berlebihan justru menghalangi sinar matahari yang diperlukan untuk
pertumbuhan anakan. Sedangkan jumlah anakan berkorelasi positif dengan jumlah
malai yang terbentuk.
25
Grafik 8 Panjang Malai
Panjang malai perlakuan M1 memiliki nilai tertinggi diikuti perlakuan M2, M4,
M3, dan M5. Perlakuan M1 nilainya mencapai 24,5. Sedangkan rata-rata panjang
malai perlakuan M2 adalah 24,0. Jadi antara perlakuan M1 dan M2 tidak jauh
berbeda. Demikian pula untuk tiga perlakuan lain, nilai panjang malainya juga
tidak berbeda nyata. Nilai panjang malai ketiganya berada pada kisaran angka 22.
Panjang malai menjadi salah satu indikator penting dalam hasil
produktivitas padi. Pada malai inilah akan tumbuh bunga. Setiap bunga akan
berkembang menjadi bulir setelah penyerbukan berhasil. Kepadatan malai dapat
dihitung dari perbandingan antara banyaknya bunga per malai dengan panjang
malai (Nurmala, 2003). Setiap varietas akan berbeda kerapatan malainya, tetapi
pada umumnya semakin panjang malai semakin banyak jumlah bunganya.
Perlakuan olah tanah penuh, rata-rata panjang malai yang dihasilkan
adalah yang tertinggi. Namun dibandingkan hasil terendah pada perlakuan olah
tanah minimum dan mulsa di atas dan dibawah, selisihnya hanya dua cm.
Berdasarkan data ini, keseluruhan hasil produksi tidak akan banyak dipengaruhi
oleh panjang malai.
26
Grafik 9 Bobot Gabah Dalam Satu Rumpun
Bobot gabah dalam satu rumpun nilainya bervariasi. Nilai minimum
diperoleh dari perlakuan M2 yaitu sebesar 28,1 gram. Sedangkan nilai maksimum
dihasilkan oleh perlakuan M1 yaitu sebesar 40,08 gram. Perlakuan M5 memiliki
nilai 28,6. Perlakuan M3 dan M4 nilainya berada pada kisaran 32 gram. Dengan
demikian perlakuan M1 adalah yang tertinggi dengan selisih nilai mencapai 8
gram.
Bobot gabah dalam satu rumpun dapat menjadi tolok ukur dalam
memperkirakan hasil produksi. Setelah mengetahui rata-rata bobot dalam satu
rumpun, kemudian mengetahui jumlah rumpun dalam lahan pertanaman dari
perhitungan luasan dibagi jarak tanam, maka mendapat proyeksi hasil panen.
Perkiraan produktivitas diperoleh dari perhitungan jumlah rumpun dikali bobot
gabah per rumpun. Jika berdasarkan rumusan tersebut, maka dapat dibuat
hipotesis bahwa diperkirakan M1 akan menghasilkan produktivitas tertinggi.
Grafik 10 Bobot Kering Seribu Butir
27
Bobot kering seribu butir adalah bobot gabah setelah pengovenan selama
18 jam dengan suhu konstan 103±2oC. Nilai bobot kering ini untuk menghitung
kadar air gabah saat panen. Berdasarkan data yang diperoleh, grafik diatas dapat
dibahas sebagai berikut. Nilai bobot kering seribu butir berkisar antara 23,2 gram
hingga 25,5 gram. Nilai tertinggi berasal dari perlakuan M3, diikuti perlakuan M4,
M2, M1, dan yang terendah adalah M5.
Data bobot kering seribu butir belum dapat menggambarkan suatu keadaan
jika hanya berupa data tunggal. Data ini harus diolah bersama dengan data bobot
basah seribu butir untuk menilai kadar air gabah pada saat panen. Data kadar air
dijelaskan tersendiri pada grafik berikutnya.
Grafik 11 Kadar Air Gabah
Kadar air gabah saat panen dihitung dari bobot kering seribu butir
dibanding dengan bobot basah seribu butir dikali seratus persen. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh data kadar air gabah saat panen. Kadar air tertinggi pada
hasil perlakuam M3 kemudian M4. Nilai keduanya berkisar pada 18,6 persen.
Selanjutnya 17,78 persen oleh hasil perlakuan M1. Perlakuan M5 memiliki kadar
air 16,8 persen. Dan gabah dengan kadar air panen yang terendah adalah
perlakuan M2 (14,16%).
Saat pemanenan biasanya kadar air gabah masih tinggi. Meskipun
demikian, jika sudah memenuhi kriteria, padi harus dipanen. Alasannya adalah
jika padi terlalu matang cenderung untuk mudah rontok dan rebah (Nurmala,
2003). Gabah yang mudah rontok, akan meningkatkan nilai kehilangan panen.
28
Pengujian kadar air gabah saat panen perlu dilakukan untuk dapat menentukan
rekomendasi lama pengeringan sehingga gabah dapat disimpan dengan aman.
Kadar air aman simpan untuk gabah padi maksimal adalah empat belas persen
(Nurmala, 2003).
Grafik 12 Bobot Kering Ubinan
Bobot kering ubinan diperoleh dari bobot gabah hasil panen dalam ubinan
berukuran 2,5x2,5 m yang telah dikeringkan dalam box dryer selama dua belas
jam. Diperoleh data masing-masing perlakuan dari terendah hingga tertinggi
yaitu; M3 (1,63), M5 (1,72), M1(2,05), M4(2,55), dan M1 (2,65). nilai maksimal
dihasilkan oleh perlakuan olah tanah minimum dan diikuti oleh perlakuan olah
tanah minimum dengan pemberian mulsa di bawah. Selisih keduanya sangat
sedikit yaitu 0,1 kg.
Bobot kering ubinan ini dapat menjadi proyeksi produksi per hektar. Hasil
tersebut diperoleh dari luasan 6,25 m2 (ukuran ubinan 2,5x2,5 m). Sehingga
produksi per hektar dapat dihitung dengan cara bobot kering ubinan dikali sepuluh
ribu dibagi luas ubinan. Berdasarkan rumusan tersebut maka diperoleh nilai
maksimal yaitu .
29
C. Rekomendasi Pengolahan Tanah Pada Budi Daya Padi Gogo
Berbagai komponen pengamatan telah dilakukan. Kombinasi hasil
komponen pengamatan tersebut menjadi suatu tolok ukur untuk menentukan
rekomendasi pengolahan tanah yang baik dalam budi daya padi gogo.
Berdasarkan pembahasan data di atas maka dijelaskan pengolahan tanah yang
direkomendasikan dalam paragraf selanjutnya.
Parameter pengamatan yang paling mewakili hasil produksi padi gogo
adalah bobot kering ubinan. Jika dalam penentuan menggunakan pertimbangan
tunggal tersebut, perlakuan olah tanah minimal paling direkomendasikan. Namun
parameter pengamatan lain perlu dipertimbangkan sebagai pembanding.
Jumlah malai terbanyak dihasilkan oleh perlakuan olah tanah penuh.
Sedangkan olah tanah minimum pada posisi kedua. Sedangkan panjang malai
tidak banyak mempengaruhi produksi karena nilai maksimum dan nilai
minimumnya tidak berbeda nyata.
Pada parameter bobot gabah per rumpun, perlakuan olah tanah penuh juga
menjadi yang tertinggi. Justru perlakuan olah tanah minimal nilainya adalah yang
terendah. Namun hal ini perlu dikaji ulang bahwa parameter tersebut dihitung
hanya dari tanaman sampel yang diamati fase vegetatifnya. Sehingga
kemungkinan sampel-sampel yang dipilih secara subjektif oleh pengamat kurang
dapat mewakili hasil keseluruhan.
Pertimbangan kedua, berdasarkan kadar airnya. Hal ini dapat dilakukan
karena kedua parameter ini dihitung dari sampel yang sama. Berdasarkan data
dibuktikan bahwa kadar air gabah dari sampel olah tanah penuh masih tinggi,
sedangkan kadar air gabah dari sampel olah tanah minimum adalah yang terendah.
Kadar air dipertimbangkan karena pada produk pertanian, bobotnya banyak
ditentukan oleh air yang terkandung dalam produk tersebut.
Bobot kering ubinan yang dihasilkan perlakuan olah tanah minimum
dengan pemberian mulsa jerami di bawah juga tinggi. Selisih dengan hasil
perlakuan olah tanah minimal juga sedikit yaitu sebesar 0,1 kg per luasan ubin.
Pemberian mulsa jerami di bawah tanah juga bermanfaat sebagai penambah bahan
30
organik untuk memperbaiki struktur tanah. Hal ini yang menjelaskan produksi
pada lahan perlakuan pemberian mulsa bawah juga tinggi. Namun pengolahan
tanah mimumum dengan pemberian mulsa jerami di bawah perlu dipertimbangkan
nilai ekonomisnya. Karena penanaman mulsa di bawah membutuhkan waktu dan
tenaga lebih banyak. Selain itu jerami yang merupakan limbah budi daya padi
(Wahyuni, 2009) hanya akan tersedia setelah masa panen dan pasokan
terbanyaknya adalah di sentra budi daya padi. Sedangkan untuk lahan yang jauh
dari sentra budi daya padi, saat memutuskan menggunakan mulsa jerami maka
biaya produksinya bertambah karena biaya pengangkutannya
31
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan baik itu pengamatan secara vegetatif dan
pengamatan hasil panen, perlakuan terbaik secara keseluruhan ada terdapat pada
M1 dan M2 (Olah Tanah Penuh dan Olah Tanah Minimum).
Dari dua perlakuan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing –
masing. Secara ekonomis olah tanah minimum dinilai lebih menguntungkan dari
olah tanah penuh, karena hasil pemanenan tidak jauh berbeda dengan olah tanah
penuh. Namun jika dilihat dari efisiensi penggunaan lahan, perlakuan olah tanah
penuh lebih diutamakan karena untuk untuk menjaga kesuburan dan keremahan
tanah. Oleh karenanya perlu adanya giliran perlakuan pengolahan setiap
musimnya selama satu tahun agar bisa mendapatkan keuntungan secara
maksimum dengan tetap menjaga kesuburan dan keremahan tanah.
Pada perlakuan mulsa organik tidak terlihat dampak nyata yang dihasilkan,
ini dikarenakan masih baru diaplikasikannya mulsa (jerami) pada tanah sehingga
untuk penguraiannya membutuhkan waktu yang lama, dan dari pengamatan
penggunaan mulsa organik ini masih kurang efisien serta lebih buruk dari
perlakuan tanpa mulsa dimungkinkan karena adanya faktor biotik (serangga, hama
padi sebelumnya, cendawan, bakteri dan patogen lainnya) yang terbawa bersama
mulsa organik ini sehingga mempengaruhi produktivitas padi. Dampak positif dari
penggunaan mulsa organik ini akan terasa setelah mulsa terurai secara alami oleh
mikrobiotik yang terdapat dalam tanah, sehingga bisa menggemburkan tanah
dalam budidaya selanjutnya.
32
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1996 Agrispon Untuk Tanah PT. Agrispon Bogor 5 hal
BPS. 2006. Statistik Indonesia 2005/2006. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
Hardjowigeno. H. S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 286 hal.
Henny. H. 1995. Efektivitas Sistem Strip Mengendalikan Aliran Permukaan dan
Erosi pada Usahatani Lahan Kering. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana.
http.//susel.litbang.deptan.go.id/ind/index.php. [4 Januari 2014]. Institut
Pertanian Bogor.
Nurmala T N. 2003. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Jakarta (ID): PT
Rineka Cipta diakses pada 10 Januari 2014.
http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itp_06.pdf
Sanchez. P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan anah Tropika. ITB Press. Bandung.
303 hal. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Peranian Bogor.
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi Yogyakarta.
Yogyakarta. 207 hal.
Umboh, Andry Harits (1999). Petunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar Swadaya
Jakarta.
Widiyono. H. 1996. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pertanaman Terhadap
Erosi. Sifat Kimia Tanah dan Pendapatan Usahatani. Thesis. Program Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Wiganda. S. 1994. Pengaruh Pemanfaatan Mulsa Sisa Tanaman untuk
Menanggulangi Kekurangan Air pada Pertanian Lahan Kering. Thesis.
(J. Ruijter dan F. Agus April 2004) cara mudah konservasi tanah. Jakarta.
33
LAMPIRAN
Pemanenan Secara Ubinan Kondisi Padi Memasuki Masak Panen