laporan tetes mata tetrasiklin hcl

19
I. Tujuan Praktikum 1. Mampu melakukan formulasi sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl steril dengan baik. 2. Mampu melakukan teknik pembuatan sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl secara steril dan aseptis. 3. Mampu melakukan evaluasi sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl steril. II. Tinjauan Pustaka 1. Definisi tetes mata Tetes mata (Guttae Ophthalmicae) adalah suatu sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. Sediaan ini ditujukan untuk obat dalam atau obat luar, diteteskan menggunakan penetes yang tetesannya setara dengan penetes baku dalam Farmakope Indonesia (1) . Sediaan tetes mata yang baik memiliki syarat sebagai berikut: a. Steril b. Jernih, bebas partikel asing dan serat halus. c. Sedapat mungkin isotonis, sama dengan 0,9% b/v NaCl. Rentang yang diterima yaitu 0.7-1.4% b/v atau 0.7-1.5% b/v. d. Sedapat mungkin isohidris, sama dengan pH air mata yaitu 7.4. Keuntungan sediaan tetes mata, antara lain lebih stabil dari pada salep (meskipun salep dengan obat yang larut dalam lemak diabsorpsi lebih baik dari larutan) dan tidak menganggu penglihatan ketika digunakan. Sedangkan kerugian dari sediaan tetes mata, antara lain waktu kontak yang relatif singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi yang mempengaruhi bioavailabilitas obat mata. 1

Upload: arin-widiastuti

Post on 17-Sep-2015

482 views

Category:

Documents


44 download

DESCRIPTION

memberikan penjelasan mengenai sediaan tetes mata tetrasiklin HCl

TRANSCRIPT

I. Tujuan Praktikum1. Mampu melakukan formulasi sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl steril dengan baik.2. Mampu melakukan teknik pembuatan sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl secara steril dan aseptis.3. Mampu melakukan evaluasi sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl steril.

II. Tinjauan Pustaka1. Definisi tetes mataTetes mata (Guttae Ophthalmicae) adalah suatu sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. Sediaan ini ditujukan untuk obat dalam atau obat luar, diteteskan menggunakan penetes yang tetesannya setara dengan penetes baku dalam Farmakope Indonesia(1).Sediaan tetes mata yang baik memiliki syarat sebagai berikut: a. Sterilb. Jernih, bebas partikel asing dan serat halus.c. Sedapat mungkin isotonis, sama dengan 0,9% b/v NaCl. Rentang yang diterima yaitu 0.7-1.4% b/v atau 0.7-1.5% b/v.d. Sedapat mungkin isohidris, sama dengan pH air mata yaitu 7.4.Keuntungan sediaan tetes mata, antara lain lebih stabil dari pada salep (meskipun salep dengan obat yang larut dalam lemak diabsorpsi lebih baik dari larutan) dan tidak menganggu penglihatan ketika digunakan. Sedangkan kerugian dari sediaan tetes mata, antara lain waktu kontak yang relatif singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi yang mempengaruhi bioavailabilitas obat mata.Sediaan tetes mata merupakan larutan steril, yang dalam pembuatannya memerlukan pertimbangan yang tepat terhadap pemilihan formulasi sediaan, seperti penggunaan bahan aktif, pengawet, agen pengisotonis, buffer/dapar, agen peningkat viskositas, dan pengemasan yang sesuai (2).2. Formula umum dalam sediaan tetes mataSediaan tetes mata umumnya terdiri dari(2):a. ZataktifSebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan tetes mata bersifat basa lemah, asam lemah, larut air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Bentuk garam yang biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan untuk zat aktifyang berupa asam lemah, biasanya digunakan garam natrium Sifat-sifat fisikokimia yang harus diperhatikan dalam memilih garam untuk formula larutan tetes mata, antara lain:1) Kelarutan 2) Stabilitas3) pH stabilitas dan kapasitas dapar4) Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.

b. Bahan pembantu, yaitu:1) PengawetPengawet yang dipilih seharusnya dapat mencegah dan membunuh pertumbuhan mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata hendaknya memiliki sifat antara lain bersifat bakteriostatik dan fungistatik, non iritan terhadap mata, kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai, tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi, serta dapat mempertahankan aktikvitasnya pada kondisi normal penggunaan sediaan.2) Pengisotonis Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan dapar. Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata yaitu 0.6-2.0%.3) PendaparSyarat pendapar pada sediaan tetes mata, antara lain dapat menstabilkan pH selama penyimpanan dan konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara signifikan dapat mengubah pH air mata. 4) Peningkat viskositasViskositas untuk larutan tetes mata dianggap optimal jika nilainya berkisar antara 15-25 cps. Pemilihan bahan peningkat viskositas didasarkan pada ketahanannya pada saat proses sterilisasi, kemungkinan dapat disaring, stabilitas, dan ketidakcampuran dengan bahan lain. Agen peningkat viskositas yang biasa digunakan dalam sediaan tetes mata, misalnya metilselulosa, hidroksipropilmetil-selulosa dan polivinil alcohol. 5) Antioksidan Zat aktif untuk sediaan tetes mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Oleh karena itu, dibutuhkan antioksidan sehingga oksidasi zat aktif dapat dicegah. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0.3%.6) SurfaktanPemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhi berbagai aspek, antara lain:a) Sebagai antimikroba (surfaktan golongan kationik).b) Menurunkan tegangan permukaan antara obat tetes mata dan kornea sehingga meningkatkan efek terapeutik zat aktif.c) Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairanlakrimal dan meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga meningkatkan penembusan dan penyerapan obat.d) Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak kornea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan surfaktan golongan lainnya.

3. Metode sterilisasi Sterilisasi adalah penghancuran atau pemusnahan terhadap semua mikroorganisme. Pada prinsipnya, sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu, secara mekanik, fisik dan kimiawi.a. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotik.b. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan, penyinaran, dan pemanasan.1) Pemijaran (dengan api langsung), yaitu membakar alat pada api secara langsung. Contoh alat: jarum inokulum, pinset, batang L, dll.2) Panas kering, yaitu sterilisasi dengan oven pada suhu 60-1800oC. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.3) Uap air panas, konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggunakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.4) Uap air panas bertekanan, contohnya menggunakan autoklaf.c. Sterilisasi secara kimiawi biasanya menggunakan senyawa desinfektan, antara lain alkohol.d. Sterilisasi dengan panas adalah unit operasi, dimana bahan dipanaskan dengan suhu yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama untuk merusak mikrobia dan aktivitas enzim. Sebagai hasilnya, bahan yang disterilkan akan memiliki daya simpan lebih dari enam bulan pada suhu ruang(2).

4. Klasifikasi ruangan kerja Klasifikasi area kerja berdasarkan CPOB dibagi menjadi white area (area kelas A,B,C dibawah LAF), Grey Area (Area kelas D), Black Area (Kelas E) dan yang terakhir Unclassified Area. Pembuatan sediaan steril tetes mata ini dilakukan dalam area kerja yang berdasarkan CPOB diklasifikasikan menjadi beberapa area, yaitu:a. Ruang kelas A Area yang terlokalisasi untuk aktivitas yang memiliki risiko tinggi, seperti area pengisian produk, area tempat tindakan aseptik dilakukan (pengujian sterilitas produk jadi) atau area yang berada di dalam LAF dengan kecepatan aliran yang homogen antara 0,36-0,54 m/s (nilai acuan) pada titik sekeliling kerja.b. Ruang kelas B Area yang melingkupi ruang besih kelas A terutama untuk proses produksi dengan sistem preparasi dan pengisian larutan produk secara aseptis. Namun jika digunakan metode sterilisasi akhir (terminally sterilized product) maka ruangan ini tidak perlu dikualifikasi.c. Ruang kelas CArea bersih untuk melakukan kegiatan dengan tingkat kekritisan yang lebih rendah di dalam suatu proses pembuatan produk steril.d. Ruang kelas D Area bersih untuk melakukan kegiatan dengan tingkat kekritisan yang lebih rendah di dalam suatu proses pembuatan produk steril. Meliputi:1) Area penimbangan bahan baku beserta ruang-ruang antaranya.2) Area preparasi larutan beserta ruang-ruang antaranya.3) Area yang melingkupi mesin pengisian larutan beserta ruang-ruang antaranya.4) Beberapa ruang antara luar di area yang melingkupi LAF untuk pengujian sterilitas produk dan pengujian batas mikroba sampel(3).

III. Identitas Zat Aktif1. Nama zat aktif: Tetrasiklin HCl2. Sinonim: (4S,4aS,5aS,6S,12aS)-4-(Dimethylamino)-3,6,10,12,12a-pentahydroxy-6-methyl-1,11-dioxo-1,4,4a,5,5a,6,11,12a-octahydrotetracene-2-carboxamide hydrochloride.3. Rumus molekul dan BM: C22H24N2O8.HCl / 480.9 gr/mol.4. Struktur molekul:

5. Pemerian: Serbuk kuning, tak berbau, higroskopis , kristal , amfoteryang berwarna gelap di udara lembab pada paparan sinar matahari yang kuat.6. Kelarutan: Larut 1 bagian dalam 10 bagian air dan 1 bagian dalam 100 bagian alkohol; praktis tidak larut dalam kloroform dan eter; larut dalam metanol dan dalam larutan air hidroksida alkali dan karbonat.7. pKa: 3.3, 7.7, 9.7 (25oC).8. Log (P Oktanol/pH 7.4): 1.49. Stabilitas: Stabil. Tidak kompatibel dengan agen pengoksidasi kuat.10. Penyimpanan: Suhu -15o hingga -25oC, pada wadah yang sangat sedikit mengandung air dan dihindarkan dari cahaya.

IV. Data Farmakodinamik1. IndikasiTetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang digunakan sebagai obat pilihan untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif, gram negatif, aerob, anaerob, spiroket, mikroplasma, riketsia, klamidia, legionela, dan protozoa tertentu.2. Mekanisme aksiTetrasiklin bekerja menghambat sintesis protein bakteri dengan cara berikatan dengan sub unit ribosom 30S dan 50S3. Efek sampingEfek samping yang paling sering muncul pada penggunaan tetrasiklin adalah mual, muntah, dan diare khususnya pada pemberian dosis tinggi. Disfungsi ginjal juga dilaporkan pernah terjadi akibat penggunaan tetrasiklin pada pasien dengan gangguan renal. Tetrasiklin juga dapat merubah warna gigi, kuku, abnormalitas pigmen kulit, konjungtiva, mukosa mulut, lidah serta menyebabkan hipoplasia enamel. Hipertensi intrakranial berupa sakit kepala, pusing, tinnitus, gangguan penglihatan, dan papilloedema juga pernah dilaporkan akibat penggunaan tetrasiklin.

4. Kontra indikasiTetrasiklin kontra indikasi pada pasien yang memiliki hipersensitivitas dan fotosensitivitas terhadap antibiotik golongan ini. Tetrasiklin sebaiknya tidak digunakan selama masa kehamilan karena dapat menyebabkan resiko hepatotoksitas bagi ibu dan juga janin. Ibu menyusui serta anak-anak