laporan praktikum koagulasi dan flokulasi

35
http://ichakks.blogspot.com/2014/04/acara-2-analisa-koagulasi- dan-flokulasi.html LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN LIMBAH INDUSTRI ACARA II ANALISA KOAGULASI DAN FLOKULASI TAHUN AJARAN 2013/2014 DISUSUN OLEH: Nama NIM Hari/Tanggal Kelompok Asisten : Nurul Hadiqah As- Sa’adah : 11/318960/TP/10200 : Selasa, 01 April 2014 : D1 : Budi Santoso LABORATORIUM REKA INDUSTRI DAN PENGENDALIAN PRODUK SAMPING JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014

Upload: indahyolandaolivia

Post on 13-Jul-2016

94 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

asdakdjakdwoehhu

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

http://ichakks.blogspot.com/2014/04/acara-2-analisa-koagulasi-dan-flokulasi.html

LAPORAN PRAKTIKUMPENGENDALIAN LIMBAH INDUSTRI

ACARA IIANALISA KOAGULASI DAN FLOKULASI

TAHUN AJARAN 2013/2014

DISUSUN OLEH:NamaNIMHari/TanggalKelompokAsisten

: Nurul Hadiqah As-Sa’adah: 11/318960/TP/10200: Selasa, 01 April 2014: D1: Budi Santoso

LABORATORIUM REKA INDUSTRI DANPENGENDALIAN PRODUK SAMPING

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA

 2014

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Judul Praktikum

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

Analisa Koagulasi dan Flokulasi

B.       Tujuan Praktikum

1.      Mahasiswa dapat mengetahui metode dan proses koagulasi dan flokulasi.

2.      Menentukan pemberian dosis koagulan yang optimum pada sampel limbah cair.

C.      Manfaat Praktikum

1.      Metode dan proses koagulasi serta flokulasi dapat diketahui sehingga mahasiswa dapat

melakukan analisa dengan tepat.

2.      Dosis koagulan yang optimum untuk limbah dapat diketahui sehingga nantinya dapat

diaplikasikan dalam skala yang lebih besar.

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

BAB II

DASAR TEORI

Proses pengendapan berkaitan dengan proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasiadalah

peristiwa pembentukan ataupenggumpulan partikel-partikel kecil menggunakan zat koagulan.

Flokulasi adalahperistiwa pengumpulan partikel-partikel kecilhasil koagulasi menjadi flok yang

lebih besarsehingga cepat mengendap. Tawas dan kapurmerupakan zat koagulan dan flokulan

yangtelah banyak digunakan dalam proses koagulasi (Putra, 2009).

Pengolahan konvensional yang berbasis pada teknologi konvensional seperti koagulasi-

flokulasi, sedimentasi dan filtrasi sering kali kurang efektif atau gagal untuk mengolah dengan

hasil sesuai dengan baku mutu yang diharapkan. Untuk itu diperlukan teknologi alternatif untuk

mengolah air baku tersebut. Membran Ultrafiltrasi diduga mampu menurunkan parameter seperti

zat organik dan kekeruhanmenggunakan membran ultrafiltrasi untuk menyisihkan konsentrasi

senyawa organik dalam air gambut (Notodarmojo, 2004).

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi antara lain sebagai

berikut (Manurung, 2012) :

1.      Suhu

Suhu berkaitan dengan pH optimal cairan, di mana proses koagulasi dinyatakan dapat berjalan

baik jika pH air baku olahan (ABO) berkisar 8-10. Jika ABO tidak dalam kisaran tersebut maka

penambahan koagulan ke dalam ABO tidak ekonomis karena koagulan tidak bekerja optimal.

2.      Bentuk koagulan

Secara ekonomis, laju pencampuran akan lebih efektif jika koagulan diberikan pada keadaan cair

dibandingkan dalam bentuk padat.

3.      Tingkat kekeruhan

Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah jika koagulasi

dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi.

4.      Kecepatan pengadukan

Pengadukan bertujuan untuk mempercepat kontak antara kandungan suspensi (koloid) dalam

ABO dengan koagulan yang ditambahkan. Jika pengadukan lambat, pengikatan akan

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

berlangsung tepat sasaran sehingga flok yang terbentuk juga sedikit dan akibatnya proses

penjernihan tidak maksimal. Demikian halnya jika pengadukan berlangsung terlalu cepat, maka

kemungkinan flok yang terbentuk akan terurai kembali.

Pengadukan campuran dibagi menjadi 2 berdasarkan kecepatan pengadukannya yaitu

pengadukan cepat dengan kecepatan 120 rpm dan pengadukan lambat dengan kecepatan 40 rpm.

Pengadukan cepat dilakukan selama 2 menit yang dihitung sejak penambahan koagulan.

Pengadukan cepat ini bertujuan untuk menghasilkan dispersi yang seragam dari partikel-partikel

koloid dan untuk meningkatkan kesempatan partikel untuk kontak dan bertumbukan satu sama

lain. Sedangkan pengadukan lambat dilakukan dengan waktu pengadukan yang divariasikan

mulai dari 5 hingga 25 menit, yang dimulai tepat setelah pengadukan cepat selesai. Pengadukan

lambat ini berujuan untuk menggumpalkan partikel-partikel terkoagulasi berukuran mikro

menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi dengan

partikel-partikel tersuspensi lainnya. Pengadukan pelan akan memperpendek jarak antar partikel

sehingga gaya tarik menarik antar partikel menjadi lebih besar dan dominan dibanding gaya

tolaknya, yang menghasilkan kontak dan tumbukan antar partikel yang lebih banyak dan lebih

sering. Kontak inilah yang menggumpalkan partikel-partikel padat terlarut terkoagulasi

berukuran mikro menjadi partikel flok yang lebih besar. Ketika pertumbuhan flok sudah cukup

maksimal massa dan ukurannya flok-flok ini akan mengendap ke dasar reservoir sehingga

terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air jernih pada bagian atas reservoir dan lapisan endapan flok

yang menyerupai lumpur pada dasar reservoir (Karamah, 2014).

Koagulasi adalah proses penambahan zat kimia (koagulan) yang memiliki kemampuan

untuk menjadikan partikel kolid tidak stabil sehingga partikel siap membentuk flok (gabungan

partikel-partikel kecil). Flokulasi adalah proses pembentukan dan penggabungan flok dari

partikel-partikel tersebut yang menjadikan ukuran dan beratnya lebih besar sehingga mudah

mengendap. Proses koagulasi dan flokulasi pada skala laboratorium dilakukan dengan peralatan

jar test. Beberapa senyawa koagulan yang biasa digunakan adalah tawas, senyawa besi, PAC

(poli alumunium klorida) dan lain-lain (Wagiman, 2014).

Koagulasi adalah penurunan daya larut molekul-molekul protein atau perubahan bentuk

dan cairan (sol) menjadi bentuk padat atau semi padat (gel). Koagulasi dapat disebabkan oleh

panas, pengocokan, garam, asam, basa, dan pereaksi lain seperti urea (Purwaningsih, 2007).

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

Koagulasi merupakan proses penggumpalan melalui reaksi kimia. Reaksi koagulasi dapat

berjalan dengan membutuhkan zat pereaksi (koagulan) sesuai dengan zat yang terlarut. Koagulan

yang banyak digunakan adalah tawas, kapur, dan kaporit. Dari hasil reaksi koagulan itu

selanjutnya endapan dipisahkan melalui filtrasi atau sedimentasi. Banyaknya koagulan

tergantung pada jenis dan konsentrasi ion-ion yang larut dalam air olahan serta konsentrasi yang

diharapkan sesuai dengan standar baku. Untuk mempercepat proses koagulasi dalam air limbah

maka dilakukan pengadukan dengan static mixer maupun rapid mixer (Kusnaedi, 2010).

Koagulasi adalah metode untuk menghilangkan bahan-bahan limbah dalam bentuk koloid,

dengan menambahkan koagulan. Dengan koagulasi, partikel-partikel koloid akan saling menarik

dan menggumpal membentuk flok. Flokulasi terjadi setelah koagulasi dan berupa pengadukan

pelan pada air limbah. Dengan mengendapnya koloid, diharapkan laju fouling yang terjadi pada

membran akan berkurang sehingga penggunaan mikrofiltrasi dalam proses pengolahan air bersih

menjadi layak untuk dilakukan (Karamah, 2014).

Proses koagulasi tidak berbeda dengan proses mekanis, tetapi pada proses ini ditambahkan

koagulan, yaitu bahan kimia yang dapat mempercepat proses pengendapan partikel dan

menurunkan kadar karbonat dalam air. Proses koagulasi merupakan proses penggumpalan

partikel yang larut dalam air (Subarnas, 2007).

Koagulasi terhadap air dilaksanakan karena beberapa alasan. Alasan utama adalah untuk

menghilangkan (Manurung, 2012):

1.      Kekeruhan, bahan organik dan anorganik

2.      Warna

3.      Bakteri

4.      Algae dan organisme lain sebagai plankton

5.      Rasa dan bahan-bahan penyebab rasa

6.      Fosfat, sebagai sumber makanan bagi algae

Koagulasi dapat terjadi karena pengaruh pemanasan, pendinginan, penambahan elektrolit,

pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan, atau karena elektroforesis.

Elektroforesis dapat menyebabkan koagulasi karena endapan pada salah satu elektrode semakin

lama semakin pekat dan akhirnya membentuk gumpalan. Beberapa proses koagulasi yang

sengaja dilakukan dalam kehidupan sehari-hari antara lain perebusan telur, pembuatan yoghurt,

pembuatan tahu, pembuatan lateks, dan penjernihan air sungai (Sutresna, 2007).

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

Mekanisme terjadinya koagulasi dikelompokkan atas teori kimia dan teori fisika. Teori

kimia menyatakan bahwa koloid memperoleh muatan listrik pada permukaannya oleh ionisasi

gugus kimia dan koagulasi terjadi karena interaksi kimia di antara partikel koloid dan koagulan.

Muatan partikel-partikel koloid penyebab kekeruhan di dalam air adalah sejenis, oleh karena itu

jika kekuatan ionik di dalam air rendah, maka koloid akan tetap stabil. Stabilitas merupakan daya

tolak koloid karena partikel-partikel mempunya permukaan muatan sejenis. Sedangkan teori

fisika menekankan terutama terhadap faktor fisik sebagai lapisan listrik ganda dan adsorbsi

counter ion di mana koagulasi terjadi melalui pengurangan gaya sebagaimana halnya beda

potensial. Partikel koloid menyerap ion-ion positif, ion-ion ini kemudian menyerap ion negatif

tetapi jumlahnya yang diserap lebih sedikit dari ion positif yang ada sehingga terjadi lapisan

listrik ganda. Antara permukaan partikel koloid dan larutan terjadi beda potensial elektrokinetik

sedangkan ion-ion positif dan negatif di luar lapisan listrik ganda dapat bergerak bebas di dalam

larutan (Manurung, 2012).

Koagulan yang sering digunakan untuk mengendapkan limbah adalah alum, feri sulfat, feri

klorida, dan kapur. Alum akan bereaksi dengan bahan yang bersifat basa dan membentuk

alumunium hidroksida yang tidak dapat larut dan mengkoagulasi partikel koloid. Kapur akan

bereaksi dengan bikarbonat dan membentuk kalsium karbonat yang akan mengendap. Kalsium

karbonat yang tidak larut akan terbentuk pada pH di atas 9,5. Garam-garam feri digunakan untuk

meningkatkan daya endap dari feri hidroksida yang akan membentuk endapan dalam limbah dan

meningkatkan laju sedimentasi dari partikel lainnya yang ada dalam limbah tersebut.

Penggunaan koagulan untuk mengendapkan fosfat pada limbah peternakan menunjukkan hasil

yang layak secara teknis dan ekonomis. Pada limbah-limbah peternakan setiap penambahan

padatan tersuspensi antara 0,5-1,0 mg/L akan meningkatkan kebutuhan bahan kimia koagulan 1

mg/L (Jenie, 1993).

Bahan kimia yang dapat mengendapkan disebut koagulan. Bahan ini dapat mengendapkan

partikel-partikel koloid. Dengan penambahan koagulan, partikel-partikel koloid yang

sebelumnya melayang-layang dalam air akan diikat menjadi partikel besar yang disebut flok.

Dengan ukuran partikelnya yang besar, flok dapat mengendap karena gaya gravitasi. Dalam

pemakaian bahan kimia koagulan disebut juga flokulan. Beberapa koagulan anorganik yang

banyak digunakan dalam pengolahan air atau limbah cair di antaranya alumunium sulfat (alum),

polialumunium klorida (PAC), besi sulfat (II), besi klorida (II), dan lain-lain. Selain koagulan

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

anorganik, tersedia pula alternatif lokal sebagai koagulan organik alami dari tanaman yang

mudah diperoleh. Koagulan alami ini biodegradable dan aman bagi kesehatan manusia. Biji kelor

telah dilaporkan efektif sebagai koagulan untuk menurunkan kekeruhan pada limbah cair kelapa

sawit. Biji kelor juga tidak mengandung senyawa toksik sehingga aman bagi kesehatan.

Pemanfaatan bahan-bahan koagulan alami seperti biji kelor dimungkinkan dapat menggantikan

bahan koagulan sintetis seperti alum sehingga permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan

industri dapat teratasi (Manurung, 2012).

Koagulan digunakan untuk menggumpalkan bahan-bahan yang ada dalam air limbah

menjadi flok yang mudah untukdipisahkan yaitu dengan cara diendapkan, diapungkan dan

disaring. Pada beberapa pabrikcara ini dilanjutkan dengan melewatkan air limbah melalui Zeolit

(suatu batuan alam) danarang aktif (karbon aktif). Cara koagulasi umumnya berhasil

menurunkan kadar bahanorganik (COD,BOD) sebanyak, 40-70 % Zeolit dapat menurunkan nilai

COD 10-40%,dan karbon aktif dapat menurunkan nilai COD 10-60 % (Risdianto, 2007).

Pada banyak koloid, partikel mempunyai muatan bersih positif atau negatif pada

permukaannya, diimbangi oleh muatan ion lawannya dalam larutan. Pemisahan koloid semacam

ini dipercepat oleh pelarutan garam dalam larutan itu. Proses tersebut dinamakan flokulasi

(Oxtoby, 2001).

Proses flokulasi adalah agregasi atau berkumpulnya partikel-partikel kecil dalam sebuah

suspensi, menjadi partikel-partikel yang lebih besar yang disebut flok. Flokulasi disebabkan oleh

adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang disebut sebagai flokulan. Flokulan dapat

dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu flokulan organik dan flokulan anorganik. Di antara flokulan-

flokulan anorganik, garam-garam dari berbagai logam seperti alumunium dan besi telah banyak

digunakan. Flokulan organik dapat dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu sintetik dan alami. Flokulan

sintetik umumnya merupakan polimer linear yang larut dalam air seperti polyacrylamide,

poly(acrylic acid), poly(diallyl dimethil ammonium chloride), poly(styrenic sulfonic acid), dan

sebagainya. Di sisi lain, pati, selulosa, alginic acid, guar gum, adalah polimer alami yang sangat

sering digunakan sebagai flokulan.

Tujuan dari flokulasi adalah untuk menciptakan partikel yang lebih besar yang kompatibel

dengan proses selanjutnya seperti menetap atau flotasi. Flokulasi objektif, sebagai proses unit

pengolahan air, adalah untuk menyebabkan tabrakan antara partikel kecil. Setelah pendinginan,

premis adalah bahwa partikel akan menempel satu sama lain dan dengan demikian menggumpal,

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

tumbuh beberapa ukuran yang diinginkan dan menjadi flok. Proses aglomerasi disebut flokulasi.

Pada prinsipnya, flokulasi merupakan kasus khusus pencampuran. Pada risiko beberapa

redundansi, flokulasi dianggap di sini sebagai topik yang terpisah untuk menyalahkan identitas

itu sendiri (Hendricks, 2006).

Dalam proses pemurnian air atau purifikasi dengan metode sand filter, terdapat beberapa

tahapan salah satunya adalah koagulasi dan flokulasi. Dalam proses koagulasi, air sungai yang

telah disedot diberi zat koagulasi kimia, misalnya alum dengan dosis bervariasi antara 5-40 mg/L

bergantung pada turbiditas, warna, suhu, dan pH airnya. Di dalam bak flokulasi, air yang telah

bercampur dengan alum diputar pelan-pelan selama 30 menit untuk mengendapkan alumunium

hidroksida yang berbentuk benda berwarna putih dalam air (Chandra, 2010).

Pemekatan terhadap sampel limbah dilakukan dengan beberapa jenis flokulan yaitu

AL2(SO4)3, I8H2O, Ca(OH)2, dan FeSO4. I8H2O dalam suasana basa akan membentuk flok

berwarna putih dari Al(OH)3 yang bersifat elektropositif (Sudiyati, 2014).

Kecepatan pengendapan dipengaruhi oleh berat jenis partikel, berat jenis cairan, gravitasi,

konstanta, dan viskositas. Pengaruh ini dinyatakan dalam formula sebagai berikut:

Di mana V = kecepatan pengendapan,  = berat jenis partikel,  = berat jenis cairan, K =

konstanta, dan  = viskositas (Anggreini, 2008).

Jar test telah digunakan selama puluhan tahun oleh operator pabrik pengolahan air untuk

mengembangkan informasi tentang dosis kimia yang harus digunakan untuk acheve koagulasi

yang efektif dan sedimentasi. Banyak utilitas air dengan menggunakan jar test telah

mengembangkan modifikasi atau variasi untuk beradaptasi prosedur ini dengan kondisi spesifik

yang dihadapi di pabrik mereka. Bagian dasar peralatan yang dibutuhkan untuk jar test adalah

multi-place stirrer. Jenis stirrer termasuk dayung persegi panjang dipasang pada poros panjang

dan didorong dari atas tabung dengan mekanisme roda gigi, dan dayung persegi panjang

dipasang pada berdiri dalam tabung uji dan diputar oleh magnet terletak di mekanisme driver di

mana tabung ditempatkan (Logsdon, 2002).

Operator dengan prosedur jar test yang sukses biasanyamenggunakan parameter teoritis sebagai titik awal dan kemudian membuat sedikit

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

penyesuaian dengan trial and error sampai hasil skala penuh secara akurat disimulasikan oleh jar test. Meskipun jar test sering dilakukan sebagai bagian dari "enhanced coagulation" persyaratan. Dalam hal ini, tidak ada usaha yang dibuat untuk mensimulasikan kondisi pabrik skala penuh. Jar test “enhanced coagulation” ini harus dilakukan dalam kondisi standar tertentu dan digunakan untuk menentukan alternatif total kebutuhan karbon organik (TOC) removal untuk tanaman tertentu (AWWA, 1992).

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

BAB IIIMETODOLOGI PRAKTIKUM

A.      Alat dan Bahan

Alat:

1.         Seperangkat alat jar test

2.         Buret dan statif

3.         Gelas beaker 1000 ml 4 buah

4.         Gelas beaker 500 ml 2 buah untuk wadah NaOH saat titrasi

5.         Gelas ukur 100 ml 8 buah untuk wadah NaOH dan tawas

6.         Pipet ukuran 10 ml dan pipet biasa

7.         Kertas indikator pH

8.         Kuvet 4 buah

9.         Tissue

10.     Spektrofotometer

Bahan:

1.         Larutan koagulan: Dilarutkan 10 gram koagulan tawas di dalam 1 liter aquadest

2.         NaOH 0,1 N

3.         Indikator PP

4.         Sampel limbah cair

B.       Cara Kerja

PROSEDUR HASIL

a.   Pengaturan pH sampel sebelum jar

test.

1.      Tawas bekerja optimum pada pH 6-

8.

Sampel yang digunakan memiliki pH

6-8.

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

2.      100 ml sampel dituangkan ke dalam

gelas beaker 250 ml.

 

3.      pH larutan diukur dengan indikator

pH.

4.      Jika larutan bersifat basa (pH>7),

larutan dititrasi dengan menggunakan

buret dengan larutan HCl 0,1 N sampai

pH 7. Jumlah titran dicatat.

5.      Jika larutan bersifat asam (pH<7),

larutan dititrasi dengan menggunakan

buret dengan larutan NaOH 0,1 N

sampai pH 7. Jumlah titran dicatat.

 

6.      Untuk sampel dalam jar test sebanyak

6000 ml, jumlah titran dikalikan 6.

3.      Terdapat 100 ml sampel dalam gelas

beaker 250 ml.

pH larutan diketahui bersifat asam.

Larutan tidak dititrasi dengan HCl

karena tidak bersifat basa.

Larutan dititrasi dan volume NaOH

yang digunakan terukur sebanyak 20

ml.

Jumlah NaOH (titran) yang

digunakan adalah 20x6 = 120 ml.

4 buah gelas beaker 1000 ml telah

siap  digunakan.

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

b.   Percobaan jar test.

1.      4 buah gelas beaker berukuran 1000

ml disiapkan dan ditempatkan pada alat

jar test.

2.      Sampel limbah cair dimasukkan ke

dalam masing-masing gelas beaker

sebanyak 600 ml.

 

3.      Stopwatch disiapkan.

4.      Alat jar test dinyalakan dengan

menekan tombol POWER.

 

5.      Pengatur waktu pada alat jar test

diputar pada angka 16 menit.

Dalam masing-masing gelas beaker

terdapat 600 ml sampel limbah cair

tahu.

Stopwatch siap digunakan untuk

melakukan pengukuran waktu.

Alat jar test telah menyala dan siap

digunakan.

Alat jar test tidak akan beroperasi

lebih dari 16 menit.

Jar test siap digunakan dalam

kecepatan 100 rpm.

Sampel dalam gelas beaker telah

berada dalam pH optimum yaitu 6-8.

Ketiga gelas sampel (yang 1 adalah

kontrol sehingga tidak diberi tawas)

telah bercampur tawas dengan

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

6.      Kecepatan putaran diset pada 100

rpm.

7.      Larutan NaOH/HCl yang dibutuhkan

kemudian dimasukkan supaya sampel

berada pada pH optimum untuk tawas

yaitu 6-8 (sesuai percobaan pH).

 

8.      Koagulan tawas 10; 20; dan 30 ml

dimasukkan ke dalam 3 beaker secara

bersamaan, lalu stopwatch dihidupkan.

Campuran diaduk dengan kecepatan

100 rpm selama 1 menit.

 

9.      Dilanjutkan pengadukan lambat

dengan kecepatan 20 rpm selama 15

menit. Diamati pembentukan flok yang

terjadi.

volume yang berbeda dan mengalami

pengadukan 100 rpm selama 1 menit.

Sampel mengalami pengadukan

lambat 20 rpm selama 15 menit dan

mulai terbentuk flok.

Flok mulai mengendap di dasar gelas

beaker.

4 buah kuvet terisi dengan 4 jenis

sampel dari 4 gelas beaker yang

berbeda yang berupa air jernih tanpa

endapan.

Nilai TSS diketahui sebagai berikut:

Sampel kontrol = >1000 mg/L

Sampel dengan 10 ml tawas = 801

mg/L

Sampel dengan 20 ml tawas = 786

mg/L

Sampel dengan 30 ml tawas = >1000

mg/L

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

10.  Setelah 15 menit, alat dihentikan dan

flok dibiarkan mengendap selama 30

menit.

11.  Cairan yang bening diambil dan

diukur TSS nya dengan menggunakan

portable spektrofotometer.

12.  Nilai TSS dicatat.

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

BAB IV

                                        HASIL DAN PEMBAHASAN

A.           Hasil

NO SAMPEL

VOLUME

TITRAN (NaOH)

(ml)

VOLUME

TAWAS (ml)

TSS (mg/L)

Ambang Batas TSS

(mg/L)

1 Limbah cair tahu 600 ml 27 0 >1000 1002 Limbah cair tahu 600 ml 27 10 801 1003 Limbah cair tahu 600 ml 27 20 786 1004 Limbah cair tahu 600 ml 27 30 >1000 100

B.            Pembahasan Praktikum Pengendalian  Limbah Industri acara 3 ini berjudul Analisa Koagulasi dan

Flokukasi. Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui metode dan

proses koagulasi dan flokulas, serta menentukan pemberian dosis koagulan yang optimum pada

sampel limbah cair.

Pengolahan konvensional yang berbasis pada teknologi konvensional seperti koagulasi-

flokulasi, sedimentasi dan filtrasi sering kali kurang efektif atau gagal untuk mengolah dengan

hasil sesuai dengan baku mutu yang diharapkan. Untuk itu diperlukan teknologi alternatif untuk

mengolah air baku tersebut. Membran Ultrafiltrasi diduga mampu menurunkan parameter seperti

zat organik dan kekeruhanmenggunakan membran ultrafiltrasi untuk menyisihkan konsentrasi

senyawa organik dalam air gambut.

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi antara lain sebagai

berikut :

1.      Suhu

Suhu berkaitan dengan pH optimal cairan, di mana proses koagulasi dinyatakan dapat berjalan

baik jika pH air baku olahan (ABO) berkisar 8-10. Jika ABO tidak dalam kisaran tersebut maka

penambahan koagulan ke dalam ABO tidak ekonomis karena koagulan tidak bekerja optimal.

2.      Bentuk koagulan

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

Secara ekonomis, laju pencampuran akan lebih efektif jika koagulan diberikan pada keadaan cair

dibandingkan dalam bentuk padat.

3.      Tingkat kekeruhan

Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah jika koagulasi

dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi.

4.      Kecepatan pengadukan

Pengadukan bertujuan untuk mempercepat kontak antara kandungan suspensi (koloid) dalam

ABO dengan koagulan yang ditambahkan. Jika pengadukan lambat, pengikatan akan

berlangsung tepat sasaran sehingga flok yang terbentuk juga sedikit dan akibatnya proses

penjernihan tidak maksimal. Demikian halnya jika pengadukan berlangsung terlalu cepat, maka

kemungkinan flok yang terbentuk akan terurai kembali.

Pengadukan campuran dibagi menjadi 2 berdasarkan kecepatan pengadukannya yaitu

pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Dalam praktikum ini, pengadukan cepat dilakukan

dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit saja sedangkan pengadukan lambat dilakukan dengan

kecepatan 20 rpm selama 15 menit, sehingga total waktu pengadukan adalah 16 menit.

Pengadukan lambat ini berujuan untuk menggumpalkan partikel-partikel terkoagulasi berukuran

mikro menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi

dengan partikel-partikel tersuspensi lainnya. Pengadukan pelan akan memperpendek jarak antar

partikel sehingga gaya tarik menarik antar partikel menjadi lebih besar dan dominan dibanding

gaya tolaknya, yang menghasilkan kontak dan tumbukan antar partikel yang lebih banyak dan

lebih sering. Kontak inilah yang menggumpalkan partikel-partikel padat terlarut terkoagulasi

berukuran mikro menjadi partikel flok yang lebih besar. Ketika pertumbuhan flok sudah cukup

maksimal massa dan ukurannya flok-flok ini akan mengendap ke dasar reservoir sehingga

terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air jernih pada bagian atas reservoir dan lapisan endapan flok

yang menyerupai lumpur pada dasar reservoir.

Koagulasi adalah proses penambahan zat kimia (koagulan) yang memiliki kemampuan

untuk menjadikan partikel kolid tidak stabil sehingga partikel siap membentuk flok (gabungan

partikel-partikel kecil). Flokulasi adalah proses pembentukan dan penggabungan flok dari

partikel-partikel tersebut yang menjadikan ukuran dan beratnya lebih besar sehingga mudah

mengendap. Proses koagulasi dan flokulasi pada skala laboratorium dilakukan dengan peralatan

jar test.

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

Koagulasi merupakan proses penggumpalan melalui reaksi kimia. Reaksi koagulasi dapat

berjalan dengan membutuhkan zat pereaksi (koagulan) sesuai dengan zat yang terlarut. Koagulan

yang banyak digunakan adalah tawas, kapur, dan kaporit. Dari hasil reaksi koagulan itu

selanjutnya endapan dipisahkan melalui filtrasi atau sedimentasi. Banyaknya koagulan

tergantung pada jenis dan konsentrasi ion-ion yang larut dalam air olahan serta konsentrasi yang

diharapkan sesuai dengan standar baku. Untuk mempercepat proses koagulasi dalam air limbah

maka dilakukan pengadukan dengan static mixer maupun rapid mixer .

Koagulan yang sering digunakan untuk mengendapkan limbah adalah alum, feri sulfat, feri

klorida, dan kapur. Alum akan bereaksi dengan bahan yang bersifat basa dan membentuk

alumunium hidroksida yang tidak dapat larut dan mengkoagulasi partikel koloid. Kapur akan

bereaksi dengan bikarbonat dan membentuk kalsium karbonat yang akan mengendap. Kalsium

karbonat yang tidak larut akan terbentuk pada pH di atas 9,5. Garam-garam feri digunakan untuk

meningkatkan daya endap dari feri hidroksida yang akan membentuk endapan dalam limbah dan

meningkatkan laju sedimentasi dari partikel lainnya yang ada dalam limbah tersebut.

Penggunaan koagulan untuk mengendapkan fosfat pada limbah peternakan menunjukkan hasil

yang layak secara teknis dan ekonomis. Pada limbah-limbah peternakan setiap penambahan

padatan tersuspensi antara 0,5-1,0 mg/L akan meningkatkan kebutuhan bahan kimia koagulan 1

mg/L.

Proses flokulasi adalah agregasi atau berkumpulnya partikel-partikel kecil dalam sebuah

suspensi, menjadi partikel-partikel yang lebih besar yang disebut flok. Flokulasi disebabkan oleh

adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang disebut sebagai flokulan. Flokulan dapat

dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu flokulan organik dan flokulan anorganik. Di antara flokulan-

flokulan anorganik, garam-garam dari berbagai logam seperti alumunium dan besi telah banyak

digunakan. Flokulan organik dapat dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu sintetik dan alami. Flokulan

sintetik umumnya merupakan polimer linear yang larut dalam air seperti polyacrylamide,

poly(acrylic acid), poly(diallyl dimethil ammonium chloride), poly(styrenic sulfonic acid), dan

sebagainya. Di sisi lain, pati, selulosa, alginic acid, guar gum, adalah polimer alami yang sangat

sering digunakan sebagai flokulan.

Polyacrylamide (PAM), poly alumunium chloride (PAC), dan kopolimernya merupakan

polimer yang baik untuk pengolahan limbah cair industri. PAC adalah flokulan anorganik yang

sering dipakai dalam pemurnian air limbah industri serta memiliki kemampuan dalam

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

memurnikan limbah industri percetakan dan pewarnaan. Kelompok PAC, PAM, dan

kopolimernya merupakan polimer yang sering digunakan dalam berbagai aplikasi. Umumnya

digunakan sebagai flokulan untuk menjernihkan air minum dan pengolahan air limbah. Dalam

praktikum ini, digunakan koagulan berupa tawas.

Tujuan dari flokulasi adalah untuk menciptakan partikel yang lebih besar yang kompatibel

dengan proses selanjutnya seperti menetap atau flotasi. Flokulasi objektif, sebagai proses unit

pengolahan air, adalah untuk menyebabkan tabrakan antara partikel kecil. Setelah pendinginan,

premis adalah bahwa partikel akan menempel satu sama lain dan dengan demikian menggumpal,

tumbuh beberapa ukuran yang diinginkan dan menjadi flok. Proses aglomerasi disebut flokulasi.

Pada prinsipnya, flokulasi merupakan kasus khusus pencampuran. Pada risiko beberapa

redundansi, flokulasi dianggap di sini sebagai topik yang terpisah untuk menyalahkan identitas

itu sendiri.

Kecepatan pengendapan dipengaruhi oleh berat jenis partikel, berat jenis cairan, gravitasi,

konstanta, dan viskositas. Pengaruh ini dinyatakan dalam formula sebagai berikut:

Di mana V = kecepatan pengendapan,  = berat jenis partikel,  = berat jenis cairan, K =

konstanta, dan  = viskositas (Anggreini, 2008).

Jar test telah digunakan selama puluhan tahun oleh operator pabrik pengolahan air untuk mengembangkan informasi tentang dosis kimia yang harus digunakan untuk acheve koagulasi yang efektif dan sedimentasi. Banyak utilitas air dengan menggunakan jar test telah mengembangkan modifikasi atau variasi untuk beradaptasi prosedur ini dengan kondisi spesifik yang dihadapi di pabrik mereka. Bagian dasar peralatan yang dibutuhkan untuk jar test adalah multi-place stirrer. Jenis stirrer termasuk dayung persegi panjang dipasang pada poros panjang dan didorong dari atas tabung dengan mekanisme roda gigi, dan dayung persegi panjang dipasang pada berdiri dalam tabung uji dan diputar oleh magnet terletak di mekanisme driver di mana tabung ditempatkan.

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

Pada praktikum ini yang pertama dilakukan adalah menyiapkan 600 ml sampel dalam 4 buah gelas beaker yang diberi label sampel 1, 2, 3, dan 4. Selanjutnya adalah mengecek pH dari sampel sebanyak 600 ml, tujuannya adalah mendapakan pH yang optimum agar tawas dapat bekerja dengan optimal. pH optimum untuk tawas adalah 6-8. Setelah dicek dengan kertas indikator pH diketahui bahwa sampel bersifat asam sehingga untuk mendapatkan pH optimum perlu diberi tambahan zat yang bersifat basa agar pHnya naik. Larutan yang digunakan adalah NaOH. Untuk mengetahui volume NaOH yang tepat perlu dilakukan titrasi. Sampel yang dititrasi cukup sebanyak 100 ml saja untuk menyingkat waktu menghemat NaOH yang digunakan. Nantinya akan digunakan perbandingan volume untuk mengetahui berapa volume NaOH yang harus digunakan untuk 600 ml sampel.

Prosedur berikutnya adalah melakukan titrasi pada sampel sebanyak 100 ml. Sampel ditambahi indikator PP agar diketahui perubahan warna saat NaOH mencapai volume optimalnya untuk menaikkan pH sampel. Setelah proses titrasi didapat volume NaOH untuk menetralkan 100 ml sampel adalah sebanyak 20 ml. Hal itu berarti bahwa untuk menetralkan 600 ml sampel dibutuhkan volume NaOH sebanyak 20x6 = 120 ml. Setelah itu, 120 ml NaOH tersebut dituangkan ke  dalam 4 buah gelas beaker berisi sampel limbah tahu.

Selanjutnya tawas disiapkan dalam 3 buah gelas ukur. Gelas ukur pertama diisi 10 ml, gelas kedua 20 ml, dan gelas ketiga 30 ml. Sampel yang nantinya diberi tawas hanya sampel 2-3 saja karena sampel 1 akan digunakan sebagai kontrol. Setelah gelas sampel yang sudah tercampur NaOH dan gelas ukur berisi tawas siap, maka alat jar test disiapkan dan diatur kecepatan putarannya serta lama waktu pengadukannya. Yang dilakukan lebih dulu adalah mengatur waktu total pengadukan yaitu 16 menit (1 menit pengadukan cepat dan 15 menit pengadukan lambat). Karena yang pertama dilakukan adalah pengadukan cepat, maka kecepatan putaran diatur pada angka 100 rpm.

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

Gelas-gelas sampel kemudian diletakkan pada tempatnya di alat jar test, kemudian pengaduk diturunkan. Setelah siap, alat jar test dinyalakan bersamaan dengan penuangan tawas sesuai ketentuan dan bersamaan dengan dinyalakannya stopwatch untuk mengukur waktu. Walaupun pada alat jar test sudah ada pengatur waktu, namun lebih akurat jika dilakukan pengukuran manual dengan menggunakan stopwatch. Setelah 1 menit, maka kecepatan putaran diganti ke 20 rpm. Selanjutnya adalah menunggu selama 15 menit sampai pengadukan lambat berakhir. Setelah pengadukan berakhir, maka sampel didiamkan selama 30 menit untuk menunggu endapan terbentuk dan tenggelam di dasar gelas.

Langkah selanjutnya adalah mengukur TSS dalam sampel dengan menggunakan spektrofotometer. Keempat sampel yang didiamkan selama 30 menit tadi kemudian menjadi terpisah antara endapan dan air jernih. Air jernih yang berada di bagian atas gelas inilah yang diambil sebagai sampel untuk diukur TSSnya. Dari masing-masing gelas sampel diambil 10 ml air dan dimasukkan ke dalam kuvet. Kemudian dengan metode standar spektrofotometri, nilai TSS dari keempat sampel diukur dan dicatat.

Hasil dari praktikum ini adalah berupa nilai TSS yang menunjukkan seberapa banyak partikel padat yang mengendap di dalam cairan sampel. Nilai TSS untuk sampel 1 atau sampel kontrol yang tidak diberi tawas menunjukkan kondisi overrange yang berarti bahwa nilai TSS melebihi 1000 mg/L. Sampel 2 yang ditambahi tawas sebanyak 10 ml menunjukkan nilai TSS sebesar 801 mg/L, sampel 3 dengan tawas sebanyak 20 ml memiliki nilai TSS sebesar 786 mg/L, sedangkan sampel 4 yang ditambah tawas sebanyak 30 ml menunjukkan hasil overrange yang berarti bahwa kandungan TSS nya

melebihi 1000 mg/L. Peraturan ambang batas TSS untuk Provinsi DIY adalah 400 mg/L,

sehingga keempat sampel ini dikatakan tidak memenuhi baku mutu yang ada karena melebihi

ambang batas yang ditetapkan.

Hasil TSS yang didapat sebenarnya tidak sesuai dengan teori. Volume koagulan yang

ditambahkan seharusnya berbanding lurus dengan nilai TSS, karena dengan banyaknya koagulan

yang diberikan, maka pengendapan semakin berlangsung optimal (makin banyak endapan yang

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

terbentuk karena pemisahan terjadi secara optimal). Semakin besar nilai TSS yang didapat

menunjukkan bahwa pengendapan berlangsung dengan optimal. Namun pada hasil praktikum

ini, didapat nilai TSS kontrol >1000 mg/L padahal sampel kontrol ini tidak diberi tawas sama

sekali. Selain itu, ketidaksesuaian juga terjadi pada sampel 2 dan 3, di mana sampel 3 yang diberi

tawas lebih banyak malah memiliki nilai TSS lebih kecil dari sampel 2. Kesalahan ini mungkin

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

1.      Pengambilan air sampel yang kurang hati-hati sehingga menyebabkan partikel padat ikut

terambil ke dalam kuvet dan meningkatkan nilai TSS.

2.      Botol kuvet tidak bersih sehingga ada bercak yang di dinding luarnya yang kenudian terhitung

sebagai absorben dan meningkatkan pembacaan nilai TSS.

3.      Alat spektrofotometer yang digunakan sedikit sudah rusak sehingga diragukan kevalidannya.

Dari hasil yang didapat apa adanya, disimpulkan bahwa dosis optimum koagulan tawas

untuk sampel limbah tahu ini adalah 30 ml karena menghasilkan nilai TSS paling besar. Sampel

kontrol tidak diperhitungkan karena walaupun nilai TSSnya melebihi 1000 mg/L namun

diketahui bahwa tidak ada penambahan tawas sama sekali ke dalamnya.

Terlepas dari kesalahan tersebut, nilai TSS yang didapat semuanya melebihi ambang batas

yang ditetapkan pemerintah DIY sehingga sudah jelas limbah ini tidak bisa digunakan untuk

konsumsi biasa, selain itu limbah ini juga tidak bisa langsung dibuang ke lingkungan. Limbah ini

harus melalui proses pemisahan terlebih dulu karena penanganan limbah cair dengan padat tentu

berbeda caranya, sehingga dengan dilakukan pemisahan akan didapat 2 fase zat yang berbeda

yaitu padat dan cair yang kemudian akan ditangani secara berbeda. Dengan mengetahui TSS

yang ternyata melebihi ambang batas ini juga dapat dilakukan pengolahan lebih lanjut berupa

pemanfaatan padatan yang mengendap menjadi pupuk atau hal lain yang masih bisa memiliki

nilai ekonomi.

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.           Kesimpulan

1.      Metode untuk melakukan koagulasi dan flokulasi ini adalah dengan metode jar test yang terdiri

dari 3 tahapan besar yaitu titrasi untuk penetralan pH, penambahan koagulan, pengadukan cepat

dan lambat, dan pengukuran TSS secara spektrofotometri. Koagulasi berlangsung setelah

penambahan koagulan berupa tawas dilakukan dan disertai dengan pengadukan cepat. Flokukasi

berlangsung setelah dilakukan pengadukan lambat dan akhirnya mengendap di dasar gelas

setelah didiamkan selama 30 menit.

2.      Dosis koagulan yang optimum untuk sampel limbah cair tahu ini adalah 30 ml dengan nilai TSS

sebesar >1000 mg/L

B.            Saran

Alat spektrofotometer sebaiknya diperbaiki atau diganti supaya proses pembacaan nilai yang

tertera di monitornya tidak sulit.

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Analisa Jar Test dalam Air. Dalam http://goelanzsaw.blogspot.com/2013/02/jart-test/

diakses pada Rabu 2 April 2014 pukul 15.05 WIB.

Anonim 2. 2014. Proses Pengolahan Air dengan Metoda Koagulasi dan Filtrasi. Dalam

http://ardra.biz/sain-teknologi/ilmu-dan-teknologi-terapan/pengolahan-air-limbah-cara-kimia-

koagulasi/ diakses pada Rabu 2 April 2014 pukul 15.12 WIB.

Anonim 3. 2012. Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi untuk Pengolahan Limbah Kimia. Dalam

https://jujubandung.wordpress.com/2012/09/04/koagulasi-flokulasi-sedimentasi-untuk-

pengolahan-limbah-kimia/ diakses pada Rabu 2 April 2014 pukul 15.14 WIB.

Anonim 4. 2014. Koagulasi dan Flokulasi. Dalam

http://alifcenter.wordpress.com/category/uncategorized/ diakses pada Rabu 2 April 2014 pukul

15.18 WIB.

Anggreini, Nora. 2008. Pengaruh Dosis Flokulan Terhadap Berat Jenis Endapan Pada Proses

Pemurnian Nira Mentah. Repository Universitas Sumatera Utara. Medan.

AWWA. 2012. Operational Control of Coagulation and Filtration Processes 3rd Edition. American

Water Works Association.

Bangun, Romel Sagel. 2013. Jenis Koagulan dan Flokulan. Dalam

http://bangunromel.blogspot.com/2013/04/jenis-koagulan-dan-flokulan/ diakses pada Rabu 2

April 2014 pukul 15.07 WIB.

Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Habib, Muhammad. 2012. Koagulasi. Dalam http://habibarsenal.blogspot.com/2012_10_01_archive/

diakses pada Rabu 2 April 2014 pukul 15.23 WIB.

Hendricks, David W. 2006. Water Treatment Unit Process: Physical and Chemical. CRC Press.

Florida.

Jenie, Betty Sri Laksmie, dan Winiati Pudji Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan.

Yogyakarta: Kanisius.

Karamah, Eva Fathul, dan Andrie Oktafauzan Lubis. 2007. Pralakuan Koagulasi Dalam Proses

Pengolahan Air Dengan Membran: Pengaruh Waktu Pengadukan Pelan Koagulan Alumunium

Sulfat Terhadap Kinerja Membran. Program Studi Teknik Kimia Departemen Teknik

Gas&Petrokimia. Universitas Indonesia. Depok.

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM Koagulasi Dan Flokulasi

Kusnaedi. 2010. Mengolah Air Kotor Untuk Air Minum. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Logsdon, Gary S. 2002. Filter Maintenance and Operations Guidance Manual. American Water Works

Association. Washington.

Manurung, Tambak, dkk. 2012. Efektivitas Biji Kelor (Moringa oleifera) Pada Pengolahan Air Sumur

Tercemar Limbah Domestik. Dalam Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’s. Vol 8, No.1: 37-41.

Muhammad, Gusti. 2009. Flokulator (Air Bersih). Dalam

http://gusti-muhammadh.blogspot.com/2012/05/flokulator-air-bersih.html/ diakses pada Rabu 2

April 2014 pukul 14.41 WIB.

Notodarmojo, Suprihanto, dan Anne Deniva. 2004. Penurunan Zat Organik dan Kekeruhan

Menggunakan Teknologi Membran Ultrafiltrasi dengan Sistem Aliran Dead-End (Studi Kasus :

Waduk Saguling, Padalarang). Dalam Jurnal Sains & Tek. Vol. 36 A No. 1: 63-82.

Oxtoby, David W. 2001. Principles Of Modern Chemistry. Jakarta: Erlangga.

Purwaningsih, Eko. 2007. Cara Pembuatan Tahu dan Manfaat Kedelai. Bandung: Ganeca Exact.

Putra, Sugili, dkk. 2009. Optimasi Tawas Dan Kapur Untuk Koagulasi Air Keruh Dengan Penanda I-

131. Dalam PROSIDING SEMINAR NASIONAL V SDM TEKNOLOGI NUKLIR ISSN 1978-

0176. Yogyakarta.

Sindhuwati, Titi. 2012. Jar Test. Dalam http://titi-sindhuwati.blogspot.com/2012/06/jar-test/ diakses

pada Rabu 2 April 2014 pukul 15.16 WIB.

Subarnas, Nandang. 2007. Terampil Berkreasi. Jakarta: Grafindo Media Pratama.

Sudiyati dan Sutoto. 2007. Penggunaan Flokulan Al2(SO4)3, I8H2O, dan Ca(OH)2 Dalam Pemekatan

Radionuklida Cs-137 dan Co-60. Dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolahan

Limbah VI. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN.

Sundus, Maria. 2009. Sifat-sifat Koloid. Dalam http://kimia-asyik.blogspot.com/2009/11/sifat-sifat-

koloid/ diakses pada Rabu 2 April 2014 pukul 15.16 WIB.

Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia untuk Kelas XI SMA. Jakarta: Grafindo Media Pratama.

Wagiman. 2014. Modul Praktikum Pengendalian Limbah Industri Program Studi Strata I   Jurusan

Teknologi Industri Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta