laporan tetap praktikum koagulasi flokulasi 2003

21
PENENTUAN KONDISI PENGENDAPAN OPTIMUM DARI KOAGULASI-FLOKULASI I. TUJUAN Menentukan kondisi optimum pegendapan dari koagulasi dan flokulasi dengan metoda jar test Mendapatkan dosisi optimum dari koagulan II. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Yang Digunakan Jar test kit Kertas pH Turbidimeter Gelas kimia Pipet tetes Gelas ukur Labu ukur Spatula Pengaduk Kaca arloji Stopwatch 2. Bahan Yang Digunakan Air kolam penampungan 2 liter Tawas 1 % Aquadest

Upload: indahyolandaolivia

Post on 13-Jul-2016

273 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

fkjsfk

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

PENENTUAN KONDISI PENGENDAPAN OPTIMUM

DARI KOAGULASI-FLOKULASI

I. TUJUAN

Menentukan kondisi optimum pegendapan dari koagulasi dan flokulasi dengan

metoda jar test

Mendapatkan dosisi optimum dari koagulan

II. ALAT DAN BAHAN

1. Alat Yang Digunakan

Jar test kit

Kertas pH

Turbidimeter

Gelas kimia

Pipet tetes

Gelas ukur

Labu ukur

Spatula

Pengaduk

Kaca arloji

Stopwatch

2. Bahan Yang Digunakan

Air kolam penampungan 2 liter

Tawas 1 %

Aquadest

Page 2: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

III. DASAR TEORI

Proses pengendapan berkaitan dengan proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi

adalah peristiwa pembentukan atau penggumpulan partikel-partikel kecil

menggunakan zat koagulan. Flokulasi adalah peristiwa pengumpulan partikel-partikel

kecil hasil koagulasi menjadi flok yang lebih besar sehingga cepat mengendap. Tawas

dan kapur merupakan zat koagulan dan flokulan yangtelah banyak digunakan dalam

proses koagulasi (Putra, 2009).

Pengolahan konvensional yang berbasis pada teknologi konvensional seperti

koagulasi-flokulasi, sedimentasi dan filtrasi sering kali kurang efektif atau gagal untuk

mengolah dengan hasil sesuai dengan baku mutu yang diharapkan. Untuk itu

diperlukan teknologi alternatif untuk mengolah air baku tersebut. Membran

Ultrafiltrasi diduga mampu menurunkan parameter seperti zat organik dan

kekeruhanmenggunakan membran ultrafiltrasi untuk menyisihkan konsentrasi

senyawa organik dalam air gambut (Notodarmojo, 2004).

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi antara lain

sebagai berikut (Manurung, 2012) :

1. Suhu

Suhu berkaitan dengan pH optimal cairan, di mana proses koagulasi dinyatakan

dapat berjalan baik jika pH air baku olahan (ABO) berkisar 8-10. Jika ABO tidak

dalam kisaran tersebut maka penambahan koagulan ke dalam ABO tidak

ekonomis karena koagulan tidak bekerja optimal.

2.      Bentuk koagulan

Secara ekonomis, laju pencampuran akan lebih efektif jika koagulan diberikan

pada keadaan cair dibandingkan dalam bentuk padat.

3.      Tingkat kekeruhan

Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah

jika koagulasi dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi.

4.      Kecepatan pengadukan

Pengadukan bertujuan untuk mempercepat kontak antara kandungan suspensi

(koloid) dalam ABO dengan koagulan yang ditambahkan. Jika pengadukan

lambat, pengikatan akan berlangsung tepat sasaran sehingga flok yang terbentuk

juga sedikit dan akibatnya proses penjernihan tidak maksimal. Demikian halnya

Page 3: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

jika pengadukan berlangsung terlalu cepat, maka kemungkinan flok yang

terbentuk akan terurai kembali.

Koagulasi terhadap air dilaksanakan karena beberapa alasan. Alasan utama

adalah untuk menghilangkan (Manurung, 2012):

1.      Kekeruhan, bahan organik dan anorganik

2.      Warna

3.      Bakteri

4.      Algae dan organisme lain sebagai plankton

5.      Rasa dan bahan-bahan penyebab rasa

6.      Fosfat, sebagai sumber makanan bagi algae

Koagulasi dapat terjadi karena pengaruh pemanasan, pendinginan, penambahan

elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan, atau karena

elektroforesis. Elektroforesis dapat menyebabkan koagulasi karena endapan pada

salah satu elektrode semakin lama semakin pekat dan akhirnya membentuk gumpalan.

Beberapa proses koagulasi yang sengaja dilakukan dalam kehidupan sehari-hari antara

lain perebusan telur, pembuatan yoghurt, pembuatan tahu, pembuatan lateks, dan

penjernihan air sungai (Sutresna, 2007).

Mekanisme terjadinya koagulasi dikelompokkan atas teori kimia dan teori

fisika. Teori kimia menyatakan bahwa koloid memperoleh muatan listrik pada

permukaannya oleh ionisasi gugus kimia dan koagulasi terjadi karena interaksi kimia

di antara partikel koloid dan koagulan. Muatan partikel-partikel koloid penyebab

kekeruhan di dalam air adalah sejenis, oleh karena itu jika kekuatan ionik di dalam air

rendah, maka koloid akan tetap stabil. Stabilitas merupakan daya tolak koloid karena

partikel-partikel mempunya permukaan muatan sejenis. Sedangkan teori fisika

menekankan terutama terhadap faktor fisik sebagai lapisan listrik ganda dan adsorbsi

counter ion di mana koagulasi terjadi melalui pengurangan gaya sebagaimana halnya

beda potensial. Partikel koloid menyerap ion-ion positif, ion-ion ini kemudian

menyerap ion negatif tetapi jumlahnya yang diserap lebih sedikit dari ion positif yang

ada sehingga terjadi lapisan listrik ganda. Antara permukaan partikel koloid dan

larutan terjadi beda potensial elektrokinetik sedangkan ion-ion positif dan negatif di

luar lapisan listrik ganda dapat bergerak bebas di dalam larutan (Manurung, 2012).

Page 4: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

Koagulan yang sering digunakan untuk mengendapkan limbah adalah alum, feri

sulfat, feri klorida, dan kapur. Alum akan bereaksi dengan bahan yang bersifat basa

dan membentuk alumunium hidroksida yang tidak dapat larut dan mengkoagulasi

partikel koloid. Kapur akan bereaksi dengan bikarbonat dan membentuk kalsium

karbonat yang akan mengendap. Kalsium karbonat yang tidak larut akan terbentuk

pada pH di atas 9,5. Garam-garam feri digunakan untuk meningkatkan daya endap

dari feri hidroksida yang akan membentuk endapan dalam limbah dan meningkatkan

laju sedimentasi dari partikel lainnya yang ada dalam limbah tersebut. Penggunaan

koagulan untuk mengendapkan fosfat pada limbah peternakan menunjukkan hasil

yang layak secara teknis dan ekonomis. Pada limbah-limbah peternakan setiap

penambahan padatan tersuspensi antara 0,5-1,0 mg/L akan meningkatkan kebutuhan

bahan kimia koagulan 1 mg/L (Jenie, 1993).

Bahan kimia yang dapat mengendapkan disebut koagulan. Bahan ini dapat

mengendapkan partikel-partikel koloid. Dengan penambahan koagulan, partikel-

partikel koloid yang sebelumnya melayang-layang dalam air akan diikat menjadi

partikel besar yang disebut flok. Dengan ukuran partikelnya yang besar, flok dapat

mengendap karena gaya gravitasi. Dalam pemakaian bahan kimia koagulan disebut

juga flokulan. Beberapa koagulan anorganik yang banyak digunakan dalam

pengolahan air atau limbah cair di antaranya alumunium sulfat (alum), polialumunium

klorida (PAC), besi sulfat (II), besi klorida (II), dan lain-lain. Selain koagulan

anorganik, tersedia pula alternatif lokal sebagai koagulan organik alami dari tanaman

yang mudah diperoleh. Koagulan alami ini biodegradable dan aman bagi kesehatan

manusia. Biji kelor telah dilaporkan efektif sebagai koagulan untuk menurunkan

kekeruhan pada limbah cair kelapa sawit. Biji kelor juga tidak mengandung senyawa

toksik sehingga aman bagi kesehatan. Pemanfaatan bahan-bahan koagulan alami

seperti biji kelor dimungkinkan dapat menggantikan bahan koagulan sintetis seperti

alum sehingga permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan industri dapat

teratasi (Manurung, 2012).

Koagulan digunakan untuk menggumpalkan bahan-bahan yang ada dalam air

limbah menjadi flok yang mudah untukdipisahkan yaitu dengan cara diendapkan,

diapungkan dan disaring. Pada beberapa pabrikcara ini dilanjutkan dengan

melewatkan air limbah melalui Zeolit (suatu batuan alam) danarang aktif (karbon

aktif). Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar bahanorganik

Page 5: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

(COD,BOD) sebanyak, 40-70 % Zeolit dapat menurunkan nilai COD 10-40%,dan

karbon aktif dapat menurunkan nilai COD 10-60 % (Risdianto, 2007).

Pada banyak koloid, partikel mempunyai muatan bersih positif atau negatif pada

permukaannya, diimbangi oleh muatan ion lawannya dalam larutan. Pemisahan koloid

semacam ini dipercepat oleh pelarutan garam dalam larutan itu. Proses tersebut

dinamakan flokulasi (Oxtoby, 2001).

Proses flokulasi adalah agregasi atau berkumpulnya partikel-partikel kecil

dalam sebuah suspensi, menjadi partikel-partikel yang lebih besar yang disebut flok.

Flokulasi disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang

disebut sebagai flokulan. Flokulan dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu flokulan

organik dan flokulan anorganik. Di antara flokulan-flokulan anorganik, garam-garam

dari berbagai logam seperti alumunium dan besi telah banyak digunakan. Flokulan

organik dapat dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu sintetik dan alami. Flokulan sintetik

umumnya merupakan polimer linear yang larut dalam air seperti polyacrylamide,

poly(acrylic acid), poly(diallyl dimethil ammonium chloride), poly(styrenic sulfonic

acid), dan sebagainya. Di sisi lain, pati, selulosa, alginic acid, guar gum, adalah

polimer alami yang sangat sering digunakan sebagai flokulan.

Tujuan dari flokulasi adalah untuk menciptakan partikel yang lebih besar yang

kompatibel dengan proses selanjutnya seperti menetap atau flotasi. Flokulasi objektif,

sebagai proses unit pengolahan air, adalah untuk menyebabkan tabrakan antara

partikel kecil. Setelah pendinginan, premis adalah bahwa partikel akan menempel satu

sama lain dan dengan demikian menggumpal, tumbuh beberapa ukuran yang

diinginkan dan menjadi flok. Proses aglomerasi disebut flokulasi. Pada prinsipnya,

flokulasi merupakan kasus khusus pencampuran. Pada risiko beberapa redundansi,

flokulasi dianggap di sini sebagai topik yang terpisah untuk menyalahkan identitas itu

sendiri (Hendricks, 2006).

Dalam proses pemurnian air atau purifikasi dengan metode sand filter, terdapat

beberapa tahapan salah satunya adalah koagulasi dan flokulasi. Dalam proses

koagulasi, air sungai yang telah disedot diberi zat koagulasi kimia, misalnya alum

dengan dosis bervariasi antara 5-40 mg/L bergantung pada turbiditas, warna, suhu,

dan pH airnya. Di dalam bak flokulasi, air yang telah bercampur dengan alum diputar

pelan-pelan selama 30 menit untuk mengendapkan alumunium hidroksida yang

berbentuk benda berwarna putih dalam air (Chandra, 2010).

Page 6: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

Pemekatan terhadap sampel limbah dilakukan dengan beberapa jenis flokulan

yaitu AL2(SO4)3, I8H2O, Ca(OH)2, dan FeSO4. I8H2O dalam suasana basa akan

membentuk flok berwarna putih dari Al(OH)3 yang bersifat elektropositif (Sudiyati,

2014).

Jar test merupakan media sumlasi proses koagulasi-flokulasi. Hal ini untuk

menentukan dosis koagulan dan kondisi lain, seperti pH, waktu pengendapan, dan

lain-lain ngaruh yang optimum. Tanpa adanya simulasi ini, biasanya penambahan

dosisi berlebih sekitar 30-40%, sehingga berpengaruh terhadap pengolahan air

berikutnya. Jar test telah digunakan selama puluhan tahun oleh operator pabrik

pengolahan air untuk mengembangkan informasi tentang dosis kimia yang harus

digunakan untuk acheve koagulasi yang efektif dan sedimentasi. Banyak utilitas air

dengan menggunakan jar test telah mengembangkan modifikasi atau variasi untuk

beradaptasi prosedur ini dengan kondisi spesifik yang dihadapi di pabrik mereka.

Bagian dasar peralatan yang dibutuhkan untuk jar test adalah multi-place stirrer. Jenis

stirrer termasuk dayung persegi panjang dipasang pada poros panjang dan didorong

dari atas tabung dengan mekanisme roda gigi, dan dayung persegi panjang dipasang

pada berdiri dalam tabung uji dan diputar oleh magnet terletak di mekanisme driver di

mana tabung ditempatkan (Logsdon, 2002).

Operator dengan prosedur jar test yang sukses biasanya menggunakan parameter

teoritis sebagai titik awal dan kemudian membuat sedikit penyesuaian dengan trial

and error sampai hasil skala penuh secara akurat disimulasikan oleh jar test. Meskipun

jar test sering dilakukan sebagai bagian dari "enhanced coagulation" persyaratan.

Dalam hal ini, tidak ada usaha yang dibuat untuk mensimulasikan kondisi pabrik skala

penuh. Jar test “enhanced coagulation” ini harus dilakukan dalam kondisi standar

tertentu dan digunakan untuk menentukan alternatif total kebutuhan karbon organik

(TOC) removal untuk tanaman tertentu (AWWA, 1992).

Page 7: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

IV. LANGKAH KERJA

1. Menyiapkan gelas kimia 600 ml sebanyak 4 buah

2. Membuat larutan tawas 1 % dengan menimbang tawas 1 gram dalam 100 ml

aquadest

3. Menyiapkan sampel air yang diambil dari kolam penampungan sebanyak 2 liter

4. Mengukur pH dan turbiditi pada sampel

5. Memasukkan sampel air masing-masing berisi 500 ml ke dalam 4 buah gelas

kimia yang telah disediakan

6. Menambahkan larutan tawas 1% dengan jumlah yang berbeda-beda pada tiap

gelas kimia yaitu 2 ml, 6 ml, 10 ml, dan 14 ml.

7. Untuk pengujian koagulasi, melakukan pengadukan dengan kecepatan 126 rpm

selama 6 menit

8. Setelah selesai, mendiamkan ± 1 menit sampai terbentuk flok-flok

9. Selanjutnya untuk pengujian flokulasi, melakukan pengadukan dengan kecepatan

45 rpm selama 10 menit

10. Setelah selesai, mendiamkan selama ± 1 menit sampai flok-flok mengendap

11. Mengamati perubahan warna yang terjadi

12. Mengukur pH, turbiditi, dan warna dari sampel.

Page 8: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

V. DATA PENGAMATAN

Pengamatan Secara Fisik

SampelVolume

Tawas 1%

Sebelum

Pengujian

Setelah Pengujian

Koagulasi Flokulasi

1 2 ml Keruh Agak Keruh Lebih Jernih

2 6 ml Keruh Sedikit Keruh Lebih Jernih

3 10 ml Keruh Jernih Lebih Jernih

4 14 ml Keruh Jernih Lebih Jernih

Air Olahan

Sampel

Volume

Tawas

1%

Sebelum Pengujian Setelah PengujianVolume

SampelpHKekeruhan

(ppm)pH

Kekeruhan

(ppm)

1 2 ml 7 10,816 6 1,0543 500 ml

2 6 ml 7 10,816 6 0,4485 500 ml

3 10 ml 7 10,816 6 0,6669 500 ml

4 14 ml 7 10,816 6 0,3172 500 ml

VI. PERHITUNGAN

Page 9: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

Menentukan Nilai Turbiditi (kekeruhan)

Sampel Sebelum Pengujian

Diketahui : Turbidity = 83,2 ntu

Jawab :

Turbidity = 83,2 ntu x

= 10, 816 ppm

Sampel Setelah Pengujian

Sampel 1

Diketahui : Turbiditi = 8,11 ntu

Jawab :

Turbdity = 8,11 ntu x

= 1,0543 ppm

Sampel 2

Diketahui : Turbiditi = 3,45 ntu

Jawab :

Turbidity = 3,45 ntu x

= 0,4485 ppm

Sampel 3

Diketahui : Turbiditi = 5,13 ntu

Jawab :

Turbidity = 5,13 ntu x

= 0,6669 ppm

Page 10: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

Sampel 4

Diketahui : Turbiditi = 2,44 ntu

Jawab :

Turbidity = 2,44 ntu x

= 0,3172 ppm

Page 11: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

VII. ANALISA DATA

Percobaan yang dilakukan kali ini ialah mengenai penentuan kondisi

pengendapan optimum dari koagulasi-flokulasi. Tujuan dari percobaan ini ialah untuk

mengetahui dosis optimum dari koagulan. Koagulasi adalah peristiwa pembentukan

atau penggumpalan partikel-partikel kecil menggunakan zat koagulan. Flokulasi

adalah peristiwa pengumpulan partikel-partikel kecil hasil koagulasi menjadi flok

yang lebih besar sehingga cepat mengendap.

Koagulan yang digunakan ialah tawas (alum). Bahan kimia ini dapat

mengendapkan partikel-partikel koloid. Dengan penambahan koagulan partikel-

partikel koloid yang sebelumnya melayang-melayang dalam air akan diikat menjadi

partikel besar yang disebut flok. Sebagai sampel air yang akan diujikan dosisi

optimum dengan koagulasi-flokulasi diambil dari air kolam penampungan. Air ini

berwarna kuning keruh dengan nilai pH yaitu 7. Kekeruhan ini terjadi karena adanya

ikatan antara air dan koloid. Maka dari itu pada percobaan ini akan dilakukan proses

penjernihan.

Terdapat 4 sampel dari air yang sama namun dibedakan jumlah volume

tawasnya. Pada sampel 1 ditambahkan tawas sebanyak 2 ml, sampel 2 ditambahkan

tawas sebanyak 6 ml, sampel 3 ditambahkan tawas sebanyak 10 ml, dan sampel 4

ditambahkan tawas sebanyak 14 ml. Keempat sampel air ini berjumlah sama yaitu

500 ml dan tawas yang digunakan yaitu tawas 1 %. Sebelum pengujian, nilai

kekeruhan pada sampel air 10,816 ppm.

Pada pengujian koagulasi, kecepatan stirrer yaitu sebesar 126 rpm dalam

waktu 1 menit. Tujuan dari pengadukan yang cepat ini adalah agar dapat

mendestabilisasikan koloid. Dari hasil koagulasi dapat dilihat perbedaannya dari

sebelum pengujian yaitu terlihat koloid berwarna kuning yang melayang-layang di

dalam air. Semakin lama didiamkan maka koloid tersebut akan semakin menyatu dan

membentuk flok. Selanjutnya ialah pengujian flokulasi, kecepatan stirrer yaitu sebesar

45 rpm dalam waktu 10 menit. Tujuan dari pengadukan dengan kecepatan yang

lambat ini adalah agar flok yang telah terbentuk tidak terurai kembali. Dari hasil

Page 12: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

flokulasi dapat terlihat perbedaan dari sebelumnya yaitu flok-flok yang telah

terbentuk bergabung menjadi berukuran lebih besar lagi. Dengan ukuran partikelnya

yang besar, flok dapat mengendap karena adanya gaya gravitasi. Sehingga setelah

didiamkan cukup lama, air yang tadinya kuning keruh menjadi bening dan jernih

dengan flok-flok yang telah mengendap dibagian bawah.

Penentuan kekeruhan ini menggunakan suatu alat yang dinamakan

turbidimeter. Kekeruhan pada sampel 1 yaitu 1,0543 ppm, sampel 2 yaitu 0,4485

ppm, sampel 3 yaitu 0,6669 ppm, dan sampel 4 yaitu 0,3172 ppm dengan pengukuran

pH yaitu 6. Dari hasil percobaan maka dapat dilihat bahwa kondisi pengendapan

optimum pada air dengan koagulasi-flokulasi ialah pada sampel 4 dengan jumlah

tawas sebanyak 14 ml. Hal ini dibuktikan dengan nilai turbiditynya yang paling kecil,

karena semakin kecil nilai turbidity maka semakin jernih air tersebut.

Page 13: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

VIII. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Koagulan yang digunakan adalah tawas (alum) 1 %

2. Sampel air diambil dari air kolam penampungan yang berwarna kuning keruh

dengan nilai pH 7 dan turbidity 10,816 ppm.

3. Jumlah volume tawas yang digunakan:

Sampel 1 = 2 ml

Sampel 2 = 6 ml

Sampel 3 = 10 ml

Sampel 4 = 14 ml

4. Setelah dilakukan koagulasi, terlihat koloid berwarna kuning melayang di air dan

semakin lama semakin menyatu membentuk flok.

5. Setelah dilakukan flokulasi, terlihat flok-flok yang telah terbentuk menjadi

berukuran lebih besar lagi dan semakin lama semakin mengendap hingga

dihasilkan air yang jernih.

6. Dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa kondisi optimum pada sampel air 500 ml

dengan koagulasi-flokulasi ialah sampel 4 dengan jumlah tawas sebanyak 14 ml.

Hal ini terbukti dengan nilai turbidity yang paling kecil yaitu 0,3172 ppm dan

dilihat dengan kasat mata lebih jernih daripada yang lain.

Page 14: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

DAFTAR PUSTAKA

Anzar, Erniati, 2015. Penuntun Praktikum Pengendalian Pencemaran. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya.

Hadiqah, Icha. 2014. Analisa Koagulasi dan Flokulasi. (online) (http://ichakks.blogspot.com/2014/04/acara-2-analisa-koagulasi-dan-flokulasi.html, diakses pada tanggal 07 Juni 2015)

Page 15: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM PENGENDALIAN PENCEMARANPENENTUAN KONDISI PENGENDAPAN OPTIMUM

DARI KOAGULASI-FLOKULASI

OLEH

Dimas Muhammad Furqon (061340411644)

Fatimah Shohina Putri (061340411645)

Fitriyani (061340411646)

Indah Yolanda (061340411650)

Ossy Dewinta Putri Pratiwi (061340411656)

Raden Innu Romi Fahlevi (061340411658)

Rahmadi Karsana Wijaya (061340411659)

Kelas : 4 EGB

Kelompok : III

Instruktur : Ir. KA Ridwan, M.T

TEKNIK KIMIA PRODI TEKNIK ENERGI

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

Page 16: Laporan Tetap Praktikum Koagulasi Flokulasi 2003

PALEMBANG

2015