laporan praktikum genetika hukum mendel

21
Laporan Praktikum Genetika Dasar Hukum Mendel I I. PENDAHULUAN 1.1 Dasar Teori Hukum Mendel I dikenal sebagai hukum Segregasi. Selama proses meiosis berlangsung, pasangan-pasangan kromosom homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi. Setiap set kromosom itu terkandung di dalam satu sel gamet. Proses pemisahan gen secara bebas dikenal sebagai segregasi bebas. Hukum Mendel I dikaji dari persilangan monohibrid. (Syamsuri, 2004:101) Hukum Mandel I berlaku pada gametogenesis F1. F1 itu memiliki genotif heterozigot. Baik pada bunga betina maupun benang sari, terbentuk 2 macam gamet. Maka kalau terjadi penyerbukan sendiri (F1 x F1) terdapat 4 macam perkawinan. (Wildan Yatim, 1996:76). Pada galur murni akan menampilkan sifat-sifat dominan (alel AA) maupun sifat resesif (aa) dari suatu karakter tertentu. Bila disilangkan, F1 akan mempunyai kedua macam alel (Aa) tetapi menampakkan sifat dominan (apabila dominant lengkap). Sedangkan individu heterozigot (F1) menghasilkan gamet-gamet, setengahnya mempunyai alele dominant A dan setengahnya mempunyai alele resesif a. Dengan rekomendasi antara gamet-gamet secara rambang populasi F2 menampilkan sifat-sifat dominant dan resesif dengan nisbah yang diramalkan. Nisbah fenotif yaitu 3 dominan (AA atau Aa) : 1 resesif (aa). Nisbah geneotif yaitu 1 dominan lengkap (AA) : 2 hibrida (Aa) : 1 resesif lengkap (aa). (L. V. Crowder, 1997:33) Sifat yang muncul pada F1 disebut sebagai sifat dominant (menang), sedangkan yang tidak muncul disebut sifat yang resesif (kalah). Oleh Mendel, huruf yang dominant homozigot diberi symbol dengan huruf pertama dari sifat dominan, dengan menggunakan huruf kapital yang ditulis dua kali. Sifat resesif diberi symbol dengan huruf kecil dari sifat dominant itu tadi. Symbol ditulis dua kali atau sepasang karena kromosom selalu berpasang. Setiap gen pada 1

Upload: dhaska-limitless

Post on 24-Apr-2015

2.835 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

e

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

Laporan Praktikum Genetika Dasar Hukum Mendel I

I. PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori

Hukum Mendel I dikenal sebagai hukum Segregasi. Selama

proses meiosis berlangsung, pasangan-pasangan kromosom

homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi. Setiap

set kromosom itu terkandung di dalam satu sel gamet. Proses

pemisahan gen secara bebas dikenal sebagai segregasi

bebas. Hukum Mendel I dikaji dari persilangan monohibrid.

(Syamsuri, 2004:101)

Hukum Mandel I berlaku pada gametogenesis F1. F1 itu

memiliki genotif heterozigot. Baik pada bunga betina maupun

benang sari, terbentuk 2 macam gamet. Maka kalau terjadi

penyerbukan sendiri (F1 x F1) terdapat 4 macam perkawinan.

(Wildan Yatim, 1996:76).

Pada galur murni akan menampilkan sifat-sifat dominan (alel

AA) maupun sifat resesif (aa) dari suatu karakter tertentu.

Bila disilangkan, F1 akan mempunyai kedua macam alel (Aa)

tetapi menampakkan sifat dominan (apabila dominant

lengkap). Sedangkan individu heterozigot (F1) menghasilkan

gamet-gamet, setengahnya mempunyai alele dominant A

dan setengahnya mempunyai alele resesif a. Dengan

rekomendasi antara gamet-gamet secara rambang populasi

F2 menampilkan sifat-sifat dominant dan resesif dengan

nisbah yang diramalkan. Nisbah fenotif yaitu 3 dominan (AA

atau Aa) : 1 resesif (aa). Nisbah geneotif yaitu 1 dominan

lengkap (AA) : 2 hibrida (Aa) : 1 resesif lengkap (aa). (L. V.

Crowder, 1997:33)

Sifat yang muncul pada F1 disebut sebagai sifat dominant

(menang), sedangkan yang tidak muncul disebut sifat yang

resesif (kalah). Oleh Mendel, huruf yang dominant homozigot

diberi symbol dengan huruf pertama dari sifat dominan,

dengan menggunakan huruf kapital yang ditulis dua kali.

Sifat resesif diberi symbol dengan huruf kecil dari sifat

dominant itu tadi. Symbol ditulis dua kali atau sepasang

karena kromosom selalu berpasang. Setiap gen pada

kromosom yang satu memiliki pasangan pada kromosom

homolognya. (Istamar Syamsuri, 2004)

1.2 Tujuan Pratikum

Mencari angka-angka perbandingan sesuai dengan Hukum

Mendel.

Menemukan nisbah teoritis sama atau mendekati nisbah

pengamatan.

Memahami pengertian dominan, resesif, genotif, fenotif.

II. BAHAN DAN METODE PRATIKUM

Bahan yang digunakan dalam pratikum:

1

Page 2: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

1. Model gen (kancing genetic) warna merah sebanyak 15

pasang.

2. Model gen (kancing genetic) warna putih sebanyak 15

pasang.

Alat yang digunakan:

1. Dua buah stoples

Cara kerja:

1. Mengambil model gen merah dan putih, masing-masing 15

pasang atau 30 biji (15 jantan dan 15 betina).

2. Menyisisihkan 1 pasang model gen merah dan gen putih

dalam keadaan berpasangan. Ini dimisalkan individu merah

dan individu putih.

3. Membuka pasangan gen diatas (langkah 2), ini

memisalkan pemisahan gen pada pembentukan gamet, baik

oleh individu merah dan individu putih.

4. Menggabungkan model gen jantan merah dan model gen

betina putih dan sebaliknya. Ini menggambarkan hasil

silangan atau F1, keturunan individu merah dan individu

putih.

5. Memisahkan kembali model gen merah dan model gen

putih. Hal ini menggambarkan pemisahan gen pada

pembentukan gamet F1.

6. Selanjutnya memasukkan semua model gen jantan baik

merah maupun putih ke dalam stoples jantan dan model gen

betina baik merah maupun putih ke dalam stoples betina.

7. Dengan tanpa melihat dan sambil mengaduk/mencampur

gen-gen tersebut ambillah secara acak dari masing-masing

stoples, kemudian memasangkan.

8. Melakukan secara terus menerus pengambilan model gen

sampai habis dan mencatat setiap pasang gen yang terambil

ke dalam label pencatatan.

9. Bisa juga dengan mengembalikan model gen yang

terambil (langkah 8) ke dalam stoples masing-masing untuk

selanjutnya mendapat kesempatan terambil kembali.

Melakukan percobaan serupa untuk pengambilan 20x, 40x,

dan 60x.

III. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Pencatatan untuk pengambilan 20x

No Pasangan Tabulasi ijiran Jumlah

1 Merah-Merah 5

2 Merah-Putih 10

3 Putih-Putih 5

Tabel 2. Pencatatan untuk pengambilan 40x

No Pasangan Tabulasi ijiran Jumlah

2

Page 3: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

1 Merah-Merah 11

2 Merah-Putih 20

3 Putih-Putih 9

Tabel 3. Pencatatan untuk pengambilan 60x

No Pasangan Tabulasi ijiran Jumlah

1 Merah-Merah 14

2 Merah-Putih 33

3 Putih-Putih 13

Tabel 4. Perbandingan/ nisbah fenotif pengamatan/observasi

(O) dan nisbah harapan/teoritis/expected (E) untuk

pengambilan 20x.

Fenotif Pengamatan

(Observasi = O) Harapan

(Expected) Deviasi

(O-E)

Merah 15 ¾ x 20 = 15 0

Putih 5 ¼ x 20 = 5 0

Total 20 20 0

Tabel 5. Perbandingan/ nisbah fenotif pengamatan/observasi

(O) dan nisbah harapan/teoritis/expected (E) untuk

pengambilan 40x.

Fenotif Pengamatan

(Observasi = O) Harapan

(Expected) Deviasi

(O-E)

Merah 31 ¾ x 40 = 30 -1

Putih 9 ¼ x 40 = 10 1

Total 40 40 0

Tabel 6. Perbandingan/ nisbah fenotif pengamatan/observasi

(O) dan nisbah harapan/teoritis/expected (E) untuk

pengambilan 60x.

Fenotif Pengamatan

(Observasi = O) Harapan

(Expected) Deviasi

(O-E)

Merah 47 ¾ x 60 = 45 2

Putih 13 ¼ x 60 = 15 -2

Total 60 60 0

IV. PEMBAHASAN

Dalam percobaan hukum Mendel I, dilakukan persilangan

monohibrid yaitu warna biji. Warna biji merah (MM) bersifat

dominan yang disimbolkan dengan kancing genetic warna

3

Page 4: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

merah, dan warna biji putih (mm) bersifat resesif disimbolkan

dengan kancing genetic warna putih.

Persilangan antara kancing merah (MM) dengan kancing

putih (mm) diperoleh F1 yang 100% berwarna marah (Mm).

Karena kancing merah bersifat dominant. Jika F1 disilangkan

dengan sesamanya (F1), maka diperoleh tiga macam

fenotipe yaitu merah-merah, merah-putih, dan putih-putih.

Dengan genotif untuk merah (MM), merah-putih (Mm), dan

putih-putih (mm). Menurut hukum Mendel I, perbandingan

fenotipe untuk persilangan monohibrid pada F2 adalah 3:1.

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, untuk

pengambilan 20x diperoleh data, yaitu untuk warna merah-

merah sebanyak 7 kali, warna merah-putih sebanyak 10 kali,

dan warna putih-putih sebanyak 3 kali. Sehingga diperoleh

perbandingan 7:10:3 yang mendekati angka ratio 1:2:1.

Dengan deviasi 2 untuk merah, -2 untuk putih. Deviasi

menyatakan besarnya penyimpangan hasil pengamatan

terhadap besarnya harapan.

Untuk pengambilan 40x diperoleh data, yaitu untuk warna

merah-merah sebanyak 12 kali, warna merah-putih sebanyak

17 kali, dan warna putih-putih sebanyak 11 kali. Sehingga

diperoleh perbandingan 7:10:3 yang mendekati angka ratio

1:2:1. Dengan deviasi -1 untuk merah, dan 1 untuk putih.

Untuk pengambilan 60x diperoleh data, yaitu untuk warna

merah-merah sebanyak 18 kali, warna merah-putih sebanyak

25 kali, dan warna putih-putih sebanyak 17 kali. Sehingga

diperoleh perbandingan 18:25:17 yang mendekati angka

ratio 1:2:1. Dengan deviasi -2 untuk merah,dan 2 untuk

putih.

Kalau nilai deviasi mendekati angka 1 maka data yang

diharap makin bagus, dan pernyataan fenotif tentang

karakter yang diselidiki mendekati sempurna. Tapi kalau

perbangdingan o/e makin menjauhi angka 1, data itu buruk,

dan pernyataan fenotif tentang karakter yang diselidiki

berarti dipengaruhi oleh faktor lain.

Dari hasil percobaan yang dilakukan, didapat perbandingan

fenotif yaitu1:2:1 (1MM:2Mm:1mm). Kancing bergenotif MM

dan Mm katanya berfenotif sama, yaitu merah. Karakter m

untuk putih karena resesif, ditutupi oleh M yang

menumbuhkan karakter merah. Jadi karakter merah

dominant. Dengan demikian terbukti bahwa untuk

persilangan monohibrid diperoleh perbandingan fenotipe 3:1.

P : MM x mm

(merah) (putih)

Gamet : M m

F1 : Mm

(merah)

4

Page 5: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

F1 x F1 : Mm x Mm

Gamet : M, m M, m

F2 : MM Mm Mm mm

(merah) (merah) (merah) (putih)

V. KESIMPULAN

Deviasi menyatakan besarnya penyimpangan hasil

pengamatan terhadap besarnya harapan. Deviasi mendekati

angka 1 maka data yang diharap makin bagus, dan

pernyataan fenotif tentang karakter yang diselidiki mendekati

sempurna. Pada pengambilan 40x devisinya 1.

Gen merah bersifat dominant terhadap gen putih, sehingga

gen putih tertutupi oleh gen merah karena gen putih bersifat

resesif.

Pada F1 menghasilkan semuanya (100%) merah.

Sedangkan pada F2, persilangan antara F1xF1 maka

diperoleh tiga macam fenotipe yaitu merah-merah, merah-

putih, dan putih-putih. Dengan genotif untuk merah (MM),

merah-putih (Mm), dan putih-putih (mm). dengan

perdandingan fenotif 1:2:1.

Perbandingan fenotipe untuk persilangan monohibrid pada

F2 adalah 3:1. Karena gen merah dominant.

Pertanyaan:

2. Berapa macam pasangan genotif yang anda peroleh?

Jawaban:

Ada tiga macam, yaitu merah-merah (MM), merah-putih

(Mm), dan putih-putih (mm)

3. Berapa perbandingannya?

Jawaban:

1 : 2 : 1

Yaitu 1 MM : 2 Mm : 1 mm

4. Jika model gen merah dominan, berapa perbandingan

fenotif yang anda peroleh?

Jawaban:

3 dominan (MM atau Mm) : 1 resesif (mm) atau

3 merah : 1 putih

5. Apa yang dapat Anda simpulkan dari percobaan Model ini?

Jawaban:

Percobaan ini menghasilkan genotif yaitu merah-merah,

merah-putih dan putih-putih. Dan perbandingan fenotifnya

yaitu MM, Mm, mm (1:2:1) untuk F2. sedangkan pada F1

menghasilkan semuanya (100%) merah. Dapat disimpulkan

bahwa gen merah dominant, dan gen putih resesif.

Perbandingan fenotipe untuk persilangan monohibrid pada F2

adalah 3:1. Karena gen merah dominant.

VI. DAFTAR PUSTAKA

5

Page 6: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.

Suryati, Dotti. 2007. Penuntun Pratikum Genetika Dasar.

Bengkulu: Lab. Agronomi Universitas Bengkulu.

Syamsuri, Istamar, dkk. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Welsh, James R.. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan

Tanaman. Jakarta: Erlangga.

Yatim, Wildan. 1996. Genetika. Bandung: TARSITO.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1Alat :

-Kantong

3.2.2 Bahan :

- Kedelai Kuning

- Kacang hijau

3.3 Cara Kerja

1. Mengambil dua buah kantong kain, masing-masing diisi

dengan 200 biji kedelai kuning dan 200 biji kedelai hitam.

2. Mengocok kedua kantong tersebut sampai tercampur

merata.

3. Mengambil dari masing-masing kantong satu biji kedelai

secara bersamaan (kedelai kuning sebagai alel R sedang

kedelai hitam sebagai alel r).

4. mengembalikan biji kedelai setiap kali pengambilan.

5. melakukan pengambilan sebanyak 64 kali, 100 kali, dan

200 kali yang masing-masing diulang 3 kali.

6. mencatat hasil tiap-tiap pengamatan dalam suatu label.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Kegiatan

Tabel percobaan pengambilan pada 64 kali.

64 kali E O o-e (o−e )2 (o−e )2/e

AA 16 24 8 64 4

Aa 32 33 1 1 0,031

Aa 16 7 -9 81 5,062

∈ 64 64 0 146 9,093

Tabel percobaan pengambilan pada 100 kali.

100 kali E O o-e (o−e )2 (o−e )2/e

AA 25 42 17 289 11,526

Page 7: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

Aa 50 49 -1 1 0,02

Aa 25 9 -16 256 10,24

∈ 100 100 0 546 21,82

Tabel percobaan pengambilan pada 200 kali.

200 kali E O o-e (o−e )2 (o−e )2/e

AA 50 76 29 841 16,82

Aa 100 88 -12 144 1,44

Aa 50 33 -17 289 5,78

∈ 200 200 0 1274 24,04

Tabel x2

db 0.05 0,01 0,001

1 3,84 6,64 19,83

2 5,99 9,21 13,82

3 7,82 11,35 16,27

4.2 Pembahasan

Praktikum membandingkan genetik tiruan dengan

random sampling ini merupakan simulasi untuk

memmbuktikan teori mendel, simulasi ini di lakukan dengan

menggunakan biji kedelai dengan 2 warna, warna kuning di

beri symbol R , menandakan sifat dominan, dan menutupi

sifat resesif pada biji kedelai warna hijau yang di lambangkan

dengan r. Percobaan ini di lakukan dengan pengambilan biji

kedelai kuning dan kacang hijau secara bersamaan dari 2

kantong yang mana kedua kantong tersebut berisi campuran

biji kedelai kuning dan kacang hijau sebanyak masing-masing

100 biji (dalam satu kantong berisi 200 biji kedelai)

Dari data hasil praktikum diperoleh bahwa pada ketiga

percobaan antara percobaan yang dilakukan 64 kali, 100 kali,

ataupun yang 200 kali pada jumlah x2 sama-sama tidak

kesesuaian dengan table x2 hukum mendel. Pada percobaan

yang dilakukan 64 kali menghasilkan jumlah x2 sejumlah

9,093. Dan percobaan 100 kali menghasilkan jumlah x2

sejumlah 21,82 , dan percobaan 200 kali menghasilkan x2

jumlah 24,04. Jadi diantara ketiga jumlah tersebut

mempunyai angka yang lebih besar dari ketetapan table x2 =

5,99.

TABEL X2

db 0,05 0,01 0,001

1 3,84 6,64 10,83

2 5,99 9,21 13,82

3 7,82 11,35 16,27

7

Page 8: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

Ada beberapa istilah yang perlu diketahui untuk

menjelaskan prinsip-prinsip pewarisan sifat. Seperti telah

disebutkan di atas, P adalah individu tetua, F1 adalah

keturunan generasi pertama, dan F2 adalah keturunan

generasi ke dua. Selanjutnya, gen A dikatakan sebagai gen

atau alel dominan, sedang gen a merupakan gen atau alel

resesif. Alel adalah bentuk alternatif suatu gen yang terdapat

pada lokus (tempat) tertentu. Gen A dikatakan dominan

terhadap gen a, karena ekpresi gen A akan menutupi

ekspresi gen a jika keduanya terdapat bersama-sama dalam

satu individu (Aa). Dengan demikian, gen dominan adalah

gen yang ekspresinya menutupi ekspresi alelnya. Sebaliknya,

gen resesif adalah gen yang ekspresinya ditutupi oleh

ekspresi alelnya.

Individu Aa dinamakan individu heterozigot, sedang

individu AA dan aa masing-masing disebut sebagai individu

homozigot dominan dan homozigot resesif. Sifat-sifat yang

dapat langsung diamati pada individu-individu tersebut, yakni

tinggi atau pendek, dinamakan fenotipe. Jadi, fenotipe

adalah ekspresi gen yang langsung dapat diamati sebagai

suatu sifat pada suatu individu. Sementara itu, susunan

genetik yang mendasari pemunculan suatu sifat dinamakan

genotipe. Pada contoh tersebut di atas, fenotipe tinggi (A)

dapat dihasilkan dari genotipe AA atau Aa, sedang fenotipe

pendek (aa) hanya dihasilkan dari genotipe aa. Nampak

bahwa pada individu homozigot resesif, lambang untuk

fenotipe sama dengan lambang untuk genotipe.

Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai

pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor

Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai

Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian:

1. Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga

dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel, dan

2. Hukum berpasangan secara bebas (independent

assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum

Kedua Mendel.

Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada

pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk

(Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah

sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya.

Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:

1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur

variasi pada karakter turunannya. Ini adalah konsep

mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu

nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil,

misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel

8

Page 9: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf

besar, misalnya R).

2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari

tetua jantan (misalnya ww dalam gambar di sebelah)

dan satu dari tetua betina (misalnya RR dalam gambar

di sebelah).

3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda

(Sb dan sB pada gambar 2), alel dominan (S atau B)

akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari

luar). Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu

terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet

yang dibentuk pada turunannya.

Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua

individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka

diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung

pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan

gen sifat yang berbeda tidak saling mempengaruhi. Hal ini

menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi

tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling

mempengaruhi.

Teori segregasi Mendel: pasangan gen berpisah

(bersegregasi) selama gametogenesis dan kemudian pada

waktu fertilisasi pasangan gen berpasangan kembali. Prinsip

Mendel merefleksikan aturan probabilitas atau teori

kemungkinan Prinsip-prinsip Mendel diterapkan untuk sifat

penurunan pada manusia, contoh sifat yang diatur oleh gen

dominan-resesif tunggal yaitu pada jari-jari, garis rambut

(lurus dan lancip di depan), bercak pigmen di muka dan

bentuk telinga (bebas atau melekat).

BAB 5. KESIMPULAN

1. Dari hasil praktikum dan pembahasan yang dilakukan,

maka dapat disimpulkan bahwa pembandingan genetika

tiruan menggunakan kedelai kuning dan kacang hijau

dapat diterima sebagai genetika tiruan karena pada

pengujian dengan pengambilan 64x, 100x, 200x

menunjukan bahwa, hasil perhitungan terbukti/diterima,

dimana hasil perhitungan x2 lebih besar di bandingkan Chi

Square tabel atau tabel x2 hukum mendel jadi tidak sesuai

dengan hukum mendel.

2. Pada waktu berlangsung pembentukan gamet, tiap

pasang gen akan disegregasi ke dalam masing-masing

gamet yang terbentuk.

DAFTAR PUSTAKA

9

Page 10: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

Chahal, G.S., S.S. Gosal. 2003. Principles and Procedures of

Plant Breeding. Biotechnological and Conventional

Approaches. Narosa Publishing House. New Delhi. 803 p.

Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development. Theory

and Technique. Vol. 1. MacMillan Pub. Co. New York. 536

p.

Grami, B., R.J. Baker, B.R. Stefansson. 1977. Genetics of

protein and oil content in summer rape: Heritability,

number of effective factors, and correlations. Can. J.

Plant Sci. 57:937-943.

Handayani, T. 2003. Pola pewarisan sifat toleran terhadap

intensitas cahaya rendah pada kedelai (Glycine max L.

Merr) dengan penciri spesifik karakter anatomi,

morfologi dan molekuler. Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor. Bogor. 175 hal.

Khumaida, N. 2002. Studies on adaptability of soybean and

upland rice to shade stresS. The University of Tokyo.

Tokyo. 98 p.

Kisman, N. Khumaida, Trikoesoemaningtyas, Sobir, D.

Sopandie. 2007. Karakter morfo-fisiologi daun, penciri

adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Bul.

Agron. 35:96-102.

Roy, D. 2000. Plant Breeding. Analysis and Exploitation of

Variation. Narosa Publishing House. New Delhi. 701 p.

Sopandie, D., Trikoesoemaningtyas, E. Sulistyono, N. Heryani.

2002. Pengembangan kedelai sebagai tanaman sela:

Fisiologi dan pemuliaan untuk toleransi terhadap

naungan. Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi.

Trikoesoemaningtyas, D. Sopandie, T. Takano. 2003. Genetic

and breeding of soybean for adaptation to shade stress.

In: Proceeding of the 2nd Seminar Toward Harmonization

between Development and Environmental Conservation

in Biological Production. Tokyo University, Tokyo,

February 15-16, 2003.

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

1. Penggaris

2. Alat tulis

3. Kalkulator

B. Bahan

1. Lembar pengamatan

2. Kantong plastik berisi kancing warna

IV. PROSEDUR KERJA

1. Satu kantong plastik berisi kancing warna diambil,

kemudian dikocok hingga homogen.

2. Satu butir kancing diambil, kemudian catat hasilnya.

10

Page 11: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

3. Pengambilan kancing dilakukan 90x dan 160x, kemudian

dicatat pada lembar pengamatan yang disediakan pada saat

praktikum.

4. Data dianalisis dengan uji Chi Square (X2)

5. Kode kantong plastic dicantumkan di bagian atas.

6. Lakukan beberapa kali hingga 6 buah kantong plastik yang

tersedia.

VI. PEMBAHASAN

Dalam praktikum ini, melakukan percobaan untuk

menentukan suatu hipotesis diterima atau ditolak dalam

suatu percobaan. Yaitu dengan melakukan percobaan

pengambilan kancing secara acak dalam kantong plastik

hitam dengan dua atau tiga fenotipe sebanyak 90x dan 160x.

Tujuan percobaan ini yaitu untuk mengetahui apakah

pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan (Epistasis

dominan, epistasis resesif, epistasis dominan resesif,

epistasis resesif duplikat, epistasis dominan duplikat, dan gen

duplikat dengan efek kumulatif) atau hipotisis diterima atau

ditolak. Penentuan hipotesis diterima atau ditolak yaitu

dengan menggunakan perhitunggan Chi Square atau X2.

Hukum Mendel I ( Hukum Segregasi Gen Secara Bebas )

menyatakan bahwa dalam pembentukan gamet, pasangan

alel akan memisah secara bebas. Berdasarkan hal ini,

persilangan dengan satu sifat beda ( Monohibrid ) akan

menghasilkan perbandingan fenotip F2, yaitu ekspresi gen

dominan : resesif adalah 3 : 1. ( Raven, 1996 ) Sementara itu,

di dalam hukum Mendel II ( Hukum Pengelompokan Gen

Secara Bebas ) dinyatakan bahwa Selama pembentukan

gamete, pembelahan allele dari satu gen adalah bebas dari

pembelahan allele dari gen yang lainnya dan terjadi

pengelompokan dengan gen lain yang bukan alelnya.

Berdasarkan hukum Mendel II ini, pada persilangan dengan

dua sifat beda (dihibrid) menghasilkan perbandingan fenotip

F2, yaitu 9 : 3 : 3 : 1 (Suparthana, 2008)

Jika allele dari gen yang lain berkelakuan bebas dengan cara

yang sama, maka kita memiliki penggabungan bebas

(Gambar 2-12). Tetapi, ini semua spekulasi pada tahap ini

dalam diskusi kita, karena ini adalah setelah penemuan

kembali penelitian Mendel. Mekanisme aktual yang dikenal

sekarang, dan dapat dilihat di Chapter 3 bahwa letak

kromosom dari gen yang bertanggung jawab terhadap

pembelahan seimbang (identik) dan penggabungan bebas.

(Suparthana, 2008)

Beberapa penelitian genetika menunjukan adanya

penyimpangan terhadap kedua hukum Mendel tersebut.

Beberapa perirtiwa yang menunjukan penyimpangn tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut :

11

Page 12: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

Untuk memperjelas permasalahan mengenai

penyimpanganpenyimpangan yang terjadi serta jenis

epistasisnya, Terdapat macam-macam epistasis yaitu:

1. Epistasis dominan (perbandingan 12:3:1)

Epistasis dominan merupakan peristiwa di mana gen

dominan menutupi gen dominan lain yang bukan alelnya.

Faktor pembawa sifat yang menutup disebut epistasis,

sedangkan sifat yang tertutup disebut hipostasis. Misalnya

pada labu summer squash (Curcubita pepo). E.W. Sinnot

menemukan adanya interaksi pada pertumbuhan warnanya.

Kalau ditinjau dari bentuk buahnya, interaksi itu berupa

komplementer, sedangkan bila ditinjau dari warnanya,

interaksi gen bersifat

epistasis. Seperti halnya bentuk, warna buah labu itu diatur

oleh 2 gen: Y-y dan W-w.

Y = Kuning

y = hijau

W = epistatis

w = tidak mengalahkan

Asalkan terdapat alel dominan W, fenotipe tak berwana

(putih), karena menghalangi pertumbuhan warna. Jika

disilangkan labu putih murni WWYY dengan hijau murni

wwyy, maka F1 WwYy berwarna putih, F2 terdiri dari 3 kelas,

dengan perbandingan putih: kuning: hijau = 12:3:1. (Yatim,

1986)

2. Epistasis resesif (modifying gen) (perbandingan

9:3:4)

Epistasi resesif atau lebih dikenal dengan istilah kriptomeri

adalah peristiwa pembastaran, yaitu adanya suatu faktor

dominan tersembunyi oleh suatu factor dominan lainnya dan

sifat tersebut baru akan tampak bila tidak bersama-sama

dengan faktor penutup itu. Seperti yang terjadi pada

pewarisan warna bulu tikus. Warna bulu tikus ditentukan oleh

gen-gen sebagai berikut:

a) Gen A menentukan warna hitam.

b) Gen a menentukan warna abu-abu.

c) Gen C menentukan enzim yang menyebabkan timbulnya

warna.

d) Gen c yang menentukan enzim penghambat munculnya

warna dan bersifat epistasis.

Jika disilangkan tikus hitam CCAA dengan tikus putih ccaa,

maka F1 tikus berwarna hitam CcAa, didapat F2 dengan

perbandingan antara tikus hitam: abuabu: putih = 9:3:4.

3. Epistasis dominan resesif (Inhibiting gen)

(perbandingan 13:3)

Epistasis dominan resesif adalah penyimpangan semu yang

terjadi karena terdapat dua gen dominan yang jika bersama-

12

Page 13: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

sama pengaruhnya akan menghambat pengaruh salah satu

gen dominan tersebut. Penyimpangan ini dapat dilihat dari

pola pewarisan pada ayam negeri.

C = gen yang menghasilkan warna.

c = gen yang tidak menghasilkan warna (ayam menjadi

putih).

I = gen yang menghalang-halangi keluarnya warna (gen ini

disebut juga gen penghalang atau inhibitor).

i = gen yang tidak menghalangi warna.

Ayam leghom adalah putih (IICC). Ayam white silkie adalah

putih (iicc). Jika keduanya disilangkan maka akan

mendapatkan F1 ayam berwarna putih IiCc.

Yang selanjutnya keturunan F2 menghasilkan perbandingan

antara ayam putih: ayam berwarna = 13:3.

4. Epistasis dominan duplikat (polimeri)

(perbandingan 15:1)

Epistasis dominan duplikat terjadi karena adanya gen dengan

banyak sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri, tetapi

mempengaruhi bagian yang sama dari suatu organisme.

Peristiwa polimeri pertama kali dilaporkan oleh Nilson-Ehle,

melalui percobaan persilangan antara gandum yang

mempunyai biji bersekam merah (MMMM) dengan gandum

yang mempunyai biji bersekam putih (mmmm).

Jika keduanya disilangkan maka akan mendapatkan F1

gandum yang mempunyai biji bersekam merah dengan

fenotipe MmMm. Didapat F2 sebagai berikut:

9 M_M_ = merah 3 mmM_ = merah

3 M_mm = merah 1 mmmm = putihJadi,

polimeri menghasilkan rasio fenotipe F2 merah: putih = 15:1.

5. Epistasis resesif duplikat (Complementary factor)

(perbandingan 9:7)

Epistasis resesip duplikat adalah interaksi antara dua gen

dominan, jika terdapat bersama-sama akan saling

melengkapi sehingga muncul fenotip alelnya. Bila salah satu

gen tidak ada maka pemunculan sifat terhalang. Seperti

halnya yang terjadi pada pemunculan suatu pigmen yang

merupakan hasil interaksi 2 gen, yaitu gen C dan gen P.

Gen C : mengakibatkan munculnya bahan mentah pigmen,

Gen c : tidak menumbuhkan pigmen,

Gen P : menimbulkan enzim pengaktif pigmen,

Gen p : tidak mampu menumbuhkan pigmen.

Jika P1 yaitu CCpp putih dan ccPP putih. Maka akan

mendapatkan keturunan F1 yaitu ungu CcPp. Didapat F2

sebagai berikut:

9 C_P_ = ungu 3 ccP_ = putih

3 C_pp = putih 1 ccpp = putih

13

Page 14: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

Jadi, epistasis resesif duplikat menghasilkan perbandingan

rasio fenotipe

F2 ungu: putih = 9:7.

6. Gen duplikat dengan efek kumulatif (perbandingan

(9:6:1)

Penyimpangan semu ini terjadi karena terdapat dua gen

dominan yang mempengaruhi bagian tubuh makhluk hidup

yang sama. Jiak berada bersamasama, fenotipnya merupakan

gabungan dari kedua sifat gen-gen dominan tersebut. Peneliti

berkebangsaan Jepang, Miyake dan Imai, menemukan bahwa

pada tanaman gandum (Hordeum vulgure) terdapat biji yang

kulitnya berwarna ungu tua, ungu, dan putih. Jika gen

dominan A dan B terdapat bersama-sama dalam genotipe,

kulit buah akan berwarna ungu tua. Bila terdapat salah satu

gen dominan saja (A atau B), kulit buah berwarna ungu.

Absennya gen dominan menyebabkan kulit buah berwarna

putih. Jika P1 yang disilangkan yaitu ungu tua AABB dan putih

aabb, maka akan didapatkan F1 ungu tua AaBb. Serta, akan

diperoleh keturunan F2 sebagai berikut:

9 A_B_ = ungu tua 3 aaB_ = ungu

3 A_bb = ungu 1 aabb = putih

Jadi, gen dominan dengan efek kumulatif akan menghasilkan

perbandingan antar rasio fenotipe F2 ungu tua: ungu: putih =

9:6:1.(Suryo, 1998)

Percobaan ke 1 yaitu kantong A, dengan menggunakan 3

fenotipe.

Perbandingan yang diharapkan antara Merah(M): Putih (P):

Hitam (Hi) = 12:3:1 yang merupakan Epistasis dominan. Pada

percobaan pengambilan sebanyak 90x X2 hitung (2.917) <

X2 tabel (5.99) maka, hipotesis tersebut diterima atau hasil

pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan. Pada

percobaan pengambilan sebanyak 160x X2 hitung (0.663) >

X2 tabel (5.99) maka, hipotesis diterima atau hasil

pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan teoritis.

Percobaan ke 2 yaitu kantong B, dengan menggunakan 3

fenotipe. Perbandingan yang diharapkan antara Kunuing(K):

Hijau(Hj): Coklat(C) = 9:3:4 yang merupakan epistasis resesif.

Pada percobaan pengambilan sebanyak 90x X2 hitung

(2.898) < X2 tabel (5.99) maka, hipotesis tersebut diterima

atau hasil pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan.

Pada percobaan pengambilan sebanyak 160x X2 hitung

(2.055) < X2 tabel (5.99) maka, hipotesis diterima atau

hasil pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan

teoritis. Percobaan yang ke 3 yaitu kantong C, dengan

menggunakan 2 fetonip. Perbandingan fenotip antara Putih

14

Page 15: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

(P): Coklat (C) = 13:3 yang merupakan epistasis dominan

resesif. Pada percobaan pengambilan sebanyak 90x X2

hitung (0.154) < X2 tabel (3.84) maka, hipotesis tersebut

diterima atau hasil pengambilan kancing sesuai dengan

perbandingan. Pada percobaan pengambilan sebanyak 160x

X2 hitung (0.010) < X2 tabel (3.84) maka, hipotesis diterima

atau hasil pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan

teoritis. Percobaan ke 4 yaitu kantong D, dengan

menggunakan 2 fenotipe. Perbandingan yang diharapkan

antara Kuning (K): Hijau (Hj) = 15:1 yang merupakan

epistasis dominan duplikat. Pada percobaan pengambilan

sebanyak 90x X2 hitung (0.239) < X2 tabel (3.84) maka,

hipotesis tersebut diterima atau hasil pengambilan kancing

sesuai dengan perbandingan. Pada percobaan

pengambilan sebanyak 160x X2 hitung (0.0266) < X2 tabel

(3.84) maka, hipotesis diterima atau hasil pengambilan

kancing sesuai dengan perbandingan teoritis.

Percobaan ke 5 yaitu kantong E, dengan menggunakan 2

fenotipe.Perbandingan yang diharapkan antara Coklat(C):

Hijau (Hj) = 9:7 yangmerupakan epistasis resesif duplikat.

Pada percobaan pengambilan sebanyak 90xX2 hitung (0.034)

< X2 tabel (3.84) maka, hipotesis tersebut diterima atau

hasilpengambilan kancing sesuai dengan perbandingan. Pada

percobaan pengambilansebanyak 160x X2 hitung (0.057) <

X2 tabel (3.84) maka, hipotesis diterima atau hasil

pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan teoritis.

Percobaan ke 6 yaitu kantong F, dengan menggunakan 3

fenotipe.

Perbandingan yang diharapkan antara hitam (Ht): Merah

(M):Coklat (C) = 9:6:1 yang merupakan gen duplikat dengan

efek kumulatif. Pada percobaan pengambilan sebanyak 90x

X2 hitung (1.495) < X2 tabel (5.99) maka, hipotesis tersebut

diterima atau hasil pengambilan kancing sesuai dengan

perbandingan. Pada percobaan pengambilan sebanyak 160x

X2 hitung (0.516) < X2 tabel (5.99)

maka, hipotesis diterima atau hasil pengambilan kancing

sesuai dengan perbandingan teoritis.

Dari keenam percobaan pengambilan kancing yang dilakukan

secara acak dengan 2 atau 3 fenotipe tersebut semua nilai

X2 hitungnya lebih kecil dari pada X2 tabelnya sehingga

hipotesis diterima dan kesimpulannya yaitu hasil sesuai

dengan perbandingan yang diharapkan.

Penyimpangan dari teori yang sudah ditetepkan dengan apa

yang akan dihasilkannya dari persilangan tersebut

sesungguhnya dapat juga dipengaruhi oleh adanya faktor

alami. (Pai, 1992). Pada dasarnya, Kenampakan suatu

fenotipe tergantung dari sifat hubungan antara genotipe dan

15

Page 16: Laporan Praktikum Genetika Hukum Mendel

lingkungan. Dalam kenyataan, perkembangan suatu

organisme sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan

disekitarnya dan juga interaksi yang terjadi antar gen. Faktor-

faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi diantaranya:

1. Pengaruh Faktor Luar

a) Suhu yaitu mengatur kecepatan reaksi tertentu.

b) Sinar yaitu menyediakan energi kinetik untuk

pembentukan klorofil.

c) Gizi yatu organisme hidup membutuhkan bahan dalam

bentuk makanan.

d) Hubungan dengan induk.

2. Pengaruh Faktor Dalam

a) Umur yaitu proses penuaan dimulai dari saat pembuahan

dan berlangsung selama perkembangan organisme.

b) Jenis kelamin yaitu berhubungan dengan fungsi reproduksi

dan adanya sifat khusus dari jenis kelamin.

c) Hormon. Hormon berpengaruh dalam perangsangan suatu

aktifitas sel maupun aktifitas-aktifitas metabolic (Crowder,

1993)

VII. SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

1. Penyimpangan pola hereditas dari Hukum Mendel terjadi

dengan perubahannya perbandingan fenotipe keturunan

tidak sesuai dengan hukum Mendel. Beberapa jenis

penyimpangan darui hukum Mendel yang terjadi adalah

epistasis dominan, resesif, dominan resesif, dominan

duplikat, resesif duplikat, dan gen duplikat dengan efek

kumulatif.

2. semua macam-macam epistasis yang telah disebutkan

pada poin satu (1) telah dilakukan percobaan yang

dilanjutkan dengan uji chi square. Semua epistasis yang

terjadi pada pengamatan, sesuai dengan perbandingan

teoritis. Yaitu karena nilai X2 hitung memiliki nilai yang lebih

kecil dibandingkan dengan nilai X2 tabel. Sehingga hasil

pengambilan sesuai dengan besarnya perbandingan teoritis

masingmasing jenis epistasis.

16