laporan praktikum genetika hukum mendel
DESCRIPTION
eTRANSCRIPT
Laporan Praktikum Genetika Dasar Hukum Mendel I
I. PENDAHULUAN
1.1 Dasar Teori
Hukum Mendel I dikenal sebagai hukum Segregasi. Selama
proses meiosis berlangsung, pasangan-pasangan kromosom
homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi. Setiap
set kromosom itu terkandung di dalam satu sel gamet. Proses
pemisahan gen secara bebas dikenal sebagai segregasi
bebas. Hukum Mendel I dikaji dari persilangan monohibrid.
(Syamsuri, 2004:101)
Hukum Mandel I berlaku pada gametogenesis F1. F1 itu
memiliki genotif heterozigot. Baik pada bunga betina maupun
benang sari, terbentuk 2 macam gamet. Maka kalau terjadi
penyerbukan sendiri (F1 x F1) terdapat 4 macam perkawinan.
(Wildan Yatim, 1996:76).
Pada galur murni akan menampilkan sifat-sifat dominan (alel
AA) maupun sifat resesif (aa) dari suatu karakter tertentu.
Bila disilangkan, F1 akan mempunyai kedua macam alel (Aa)
tetapi menampakkan sifat dominan (apabila dominant
lengkap). Sedangkan individu heterozigot (F1) menghasilkan
gamet-gamet, setengahnya mempunyai alele dominant A
dan setengahnya mempunyai alele resesif a. Dengan
rekomendasi antara gamet-gamet secara rambang populasi
F2 menampilkan sifat-sifat dominant dan resesif dengan
nisbah yang diramalkan. Nisbah fenotif yaitu 3 dominan (AA
atau Aa) : 1 resesif (aa). Nisbah geneotif yaitu 1 dominan
lengkap (AA) : 2 hibrida (Aa) : 1 resesif lengkap (aa). (L. V.
Crowder, 1997:33)
Sifat yang muncul pada F1 disebut sebagai sifat dominant
(menang), sedangkan yang tidak muncul disebut sifat yang
resesif (kalah). Oleh Mendel, huruf yang dominant homozigot
diberi symbol dengan huruf pertama dari sifat dominan,
dengan menggunakan huruf kapital yang ditulis dua kali.
Sifat resesif diberi symbol dengan huruf kecil dari sifat
dominant itu tadi. Symbol ditulis dua kali atau sepasang
karena kromosom selalu berpasang. Setiap gen pada
kromosom yang satu memiliki pasangan pada kromosom
homolognya. (Istamar Syamsuri, 2004)
1.2 Tujuan Pratikum
Mencari angka-angka perbandingan sesuai dengan Hukum
Mendel.
Menemukan nisbah teoritis sama atau mendekati nisbah
pengamatan.
Memahami pengertian dominan, resesif, genotif, fenotif.
II. BAHAN DAN METODE PRATIKUM
Bahan yang digunakan dalam pratikum:
1
1. Model gen (kancing genetic) warna merah sebanyak 15
pasang.
2. Model gen (kancing genetic) warna putih sebanyak 15
pasang.
Alat yang digunakan:
1. Dua buah stoples
Cara kerja:
1. Mengambil model gen merah dan putih, masing-masing 15
pasang atau 30 biji (15 jantan dan 15 betina).
2. Menyisisihkan 1 pasang model gen merah dan gen putih
dalam keadaan berpasangan. Ini dimisalkan individu merah
dan individu putih.
3. Membuka pasangan gen diatas (langkah 2), ini
memisalkan pemisahan gen pada pembentukan gamet, baik
oleh individu merah dan individu putih.
4. Menggabungkan model gen jantan merah dan model gen
betina putih dan sebaliknya. Ini menggambarkan hasil
silangan atau F1, keturunan individu merah dan individu
putih.
5. Memisahkan kembali model gen merah dan model gen
putih. Hal ini menggambarkan pemisahan gen pada
pembentukan gamet F1.
6. Selanjutnya memasukkan semua model gen jantan baik
merah maupun putih ke dalam stoples jantan dan model gen
betina baik merah maupun putih ke dalam stoples betina.
7. Dengan tanpa melihat dan sambil mengaduk/mencampur
gen-gen tersebut ambillah secara acak dari masing-masing
stoples, kemudian memasangkan.
8. Melakukan secara terus menerus pengambilan model gen
sampai habis dan mencatat setiap pasang gen yang terambil
ke dalam label pencatatan.
9. Bisa juga dengan mengembalikan model gen yang
terambil (langkah 8) ke dalam stoples masing-masing untuk
selanjutnya mendapat kesempatan terambil kembali.
Melakukan percobaan serupa untuk pengambilan 20x, 40x,
dan 60x.
III. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Pencatatan untuk pengambilan 20x
No Pasangan Tabulasi ijiran Jumlah
1 Merah-Merah 5
2 Merah-Putih 10
3 Putih-Putih 5
Tabel 2. Pencatatan untuk pengambilan 40x
No Pasangan Tabulasi ijiran Jumlah
2
1 Merah-Merah 11
2 Merah-Putih 20
3 Putih-Putih 9
Tabel 3. Pencatatan untuk pengambilan 60x
No Pasangan Tabulasi ijiran Jumlah
1 Merah-Merah 14
2 Merah-Putih 33
3 Putih-Putih 13
Tabel 4. Perbandingan/ nisbah fenotif pengamatan/observasi
(O) dan nisbah harapan/teoritis/expected (E) untuk
pengambilan 20x.
Fenotif Pengamatan
(Observasi = O) Harapan
(Expected) Deviasi
(O-E)
Merah 15 ¾ x 20 = 15 0
Putih 5 ¼ x 20 = 5 0
Total 20 20 0
Tabel 5. Perbandingan/ nisbah fenotif pengamatan/observasi
(O) dan nisbah harapan/teoritis/expected (E) untuk
pengambilan 40x.
Fenotif Pengamatan
(Observasi = O) Harapan
(Expected) Deviasi
(O-E)
Merah 31 ¾ x 40 = 30 -1
Putih 9 ¼ x 40 = 10 1
Total 40 40 0
Tabel 6. Perbandingan/ nisbah fenotif pengamatan/observasi
(O) dan nisbah harapan/teoritis/expected (E) untuk
pengambilan 60x.
Fenotif Pengamatan
(Observasi = O) Harapan
(Expected) Deviasi
(O-E)
Merah 47 ¾ x 60 = 45 2
Putih 13 ¼ x 60 = 15 -2
Total 60 60 0
IV. PEMBAHASAN
Dalam percobaan hukum Mendel I, dilakukan persilangan
monohibrid yaitu warna biji. Warna biji merah (MM) bersifat
dominan yang disimbolkan dengan kancing genetic warna
3
merah, dan warna biji putih (mm) bersifat resesif disimbolkan
dengan kancing genetic warna putih.
Persilangan antara kancing merah (MM) dengan kancing
putih (mm) diperoleh F1 yang 100% berwarna marah (Mm).
Karena kancing merah bersifat dominant. Jika F1 disilangkan
dengan sesamanya (F1), maka diperoleh tiga macam
fenotipe yaitu merah-merah, merah-putih, dan putih-putih.
Dengan genotif untuk merah (MM), merah-putih (Mm), dan
putih-putih (mm). Menurut hukum Mendel I, perbandingan
fenotipe untuk persilangan monohibrid pada F2 adalah 3:1.
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, untuk
pengambilan 20x diperoleh data, yaitu untuk warna merah-
merah sebanyak 7 kali, warna merah-putih sebanyak 10 kali,
dan warna putih-putih sebanyak 3 kali. Sehingga diperoleh
perbandingan 7:10:3 yang mendekati angka ratio 1:2:1.
Dengan deviasi 2 untuk merah, -2 untuk putih. Deviasi
menyatakan besarnya penyimpangan hasil pengamatan
terhadap besarnya harapan.
Untuk pengambilan 40x diperoleh data, yaitu untuk warna
merah-merah sebanyak 12 kali, warna merah-putih sebanyak
17 kali, dan warna putih-putih sebanyak 11 kali. Sehingga
diperoleh perbandingan 7:10:3 yang mendekati angka ratio
1:2:1. Dengan deviasi -1 untuk merah, dan 1 untuk putih.
Untuk pengambilan 60x diperoleh data, yaitu untuk warna
merah-merah sebanyak 18 kali, warna merah-putih sebanyak
25 kali, dan warna putih-putih sebanyak 17 kali. Sehingga
diperoleh perbandingan 18:25:17 yang mendekati angka
ratio 1:2:1. Dengan deviasi -2 untuk merah,dan 2 untuk
putih.
Kalau nilai deviasi mendekati angka 1 maka data yang
diharap makin bagus, dan pernyataan fenotif tentang
karakter yang diselidiki mendekati sempurna. Tapi kalau
perbangdingan o/e makin menjauhi angka 1, data itu buruk,
dan pernyataan fenotif tentang karakter yang diselidiki
berarti dipengaruhi oleh faktor lain.
Dari hasil percobaan yang dilakukan, didapat perbandingan
fenotif yaitu1:2:1 (1MM:2Mm:1mm). Kancing bergenotif MM
dan Mm katanya berfenotif sama, yaitu merah. Karakter m
untuk putih karena resesif, ditutupi oleh M yang
menumbuhkan karakter merah. Jadi karakter merah
dominant. Dengan demikian terbukti bahwa untuk
persilangan monohibrid diperoleh perbandingan fenotipe 3:1.
P : MM x mm
(merah) (putih)
Gamet : M m
F1 : Mm
(merah)
4
F1 x F1 : Mm x Mm
Gamet : M, m M, m
F2 : MM Mm Mm mm
(merah) (merah) (merah) (putih)
V. KESIMPULAN
Deviasi menyatakan besarnya penyimpangan hasil
pengamatan terhadap besarnya harapan. Deviasi mendekati
angka 1 maka data yang diharap makin bagus, dan
pernyataan fenotif tentang karakter yang diselidiki mendekati
sempurna. Pada pengambilan 40x devisinya 1.
Gen merah bersifat dominant terhadap gen putih, sehingga
gen putih tertutupi oleh gen merah karena gen putih bersifat
resesif.
Pada F1 menghasilkan semuanya (100%) merah.
Sedangkan pada F2, persilangan antara F1xF1 maka
diperoleh tiga macam fenotipe yaitu merah-merah, merah-
putih, dan putih-putih. Dengan genotif untuk merah (MM),
merah-putih (Mm), dan putih-putih (mm). dengan
perdandingan fenotif 1:2:1.
Perbandingan fenotipe untuk persilangan monohibrid pada
F2 adalah 3:1. Karena gen merah dominant.
Pertanyaan:
2. Berapa macam pasangan genotif yang anda peroleh?
Jawaban:
Ada tiga macam, yaitu merah-merah (MM), merah-putih
(Mm), dan putih-putih (mm)
3. Berapa perbandingannya?
Jawaban:
1 : 2 : 1
Yaitu 1 MM : 2 Mm : 1 mm
4. Jika model gen merah dominan, berapa perbandingan
fenotif yang anda peroleh?
Jawaban:
3 dominan (MM atau Mm) : 1 resesif (mm) atau
3 merah : 1 putih
5. Apa yang dapat Anda simpulkan dari percobaan Model ini?
Jawaban:
Percobaan ini menghasilkan genotif yaitu merah-merah,
merah-putih dan putih-putih. Dan perbandingan fenotifnya
yaitu MM, Mm, mm (1:2:1) untuk F2. sedangkan pada F1
menghasilkan semuanya (100%) merah. Dapat disimpulkan
bahwa gen merah dominant, dan gen putih resesif.
Perbandingan fenotipe untuk persilangan monohibrid pada F2
adalah 3:1. Karena gen merah dominant.
VI. DAFTAR PUSTAKA
5
Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Suryati, Dotti. 2007. Penuntun Pratikum Genetika Dasar.
Bengkulu: Lab. Agronomi Universitas Bengkulu.
Syamsuri, Istamar, dkk. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Welsh, James R.. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan
Tanaman. Jakarta: Erlangga.
Yatim, Wildan. 1996. Genetika. Bandung: TARSITO.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1Alat :
-Kantong
3.2.2 Bahan :
- Kedelai Kuning
- Kacang hijau
3.3 Cara Kerja
1. Mengambil dua buah kantong kain, masing-masing diisi
dengan 200 biji kedelai kuning dan 200 biji kedelai hitam.
2. Mengocok kedua kantong tersebut sampai tercampur
merata.
3. Mengambil dari masing-masing kantong satu biji kedelai
secara bersamaan (kedelai kuning sebagai alel R sedang
kedelai hitam sebagai alel r).
4. mengembalikan biji kedelai setiap kali pengambilan.
5. melakukan pengambilan sebanyak 64 kali, 100 kali, dan
200 kali yang masing-masing diulang 3 kali.
6. mencatat hasil tiap-tiap pengamatan dalam suatu label.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Kegiatan
Tabel percobaan pengambilan pada 64 kali.
64 kali E O o-e (o−e )2 (o−e )2/e
AA 16 24 8 64 4
Aa 32 33 1 1 0,031
Aa 16 7 -9 81 5,062
∈ 64 64 0 146 9,093
Tabel percobaan pengambilan pada 100 kali.
100 kali E O o-e (o−e )2 (o−e )2/e
AA 25 42 17 289 11,526
Aa 50 49 -1 1 0,02
Aa 25 9 -16 256 10,24
∈ 100 100 0 546 21,82
Tabel percobaan pengambilan pada 200 kali.
200 kali E O o-e (o−e )2 (o−e )2/e
AA 50 76 29 841 16,82
Aa 100 88 -12 144 1,44
Aa 50 33 -17 289 5,78
∈ 200 200 0 1274 24,04
Tabel x2
db 0.05 0,01 0,001
1 3,84 6,64 19,83
2 5,99 9,21 13,82
3 7,82 11,35 16,27
4.2 Pembahasan
Praktikum membandingkan genetik tiruan dengan
random sampling ini merupakan simulasi untuk
memmbuktikan teori mendel, simulasi ini di lakukan dengan
menggunakan biji kedelai dengan 2 warna, warna kuning di
beri symbol R , menandakan sifat dominan, dan menutupi
sifat resesif pada biji kedelai warna hijau yang di lambangkan
dengan r. Percobaan ini di lakukan dengan pengambilan biji
kedelai kuning dan kacang hijau secara bersamaan dari 2
kantong yang mana kedua kantong tersebut berisi campuran
biji kedelai kuning dan kacang hijau sebanyak masing-masing
100 biji (dalam satu kantong berisi 200 biji kedelai)
Dari data hasil praktikum diperoleh bahwa pada ketiga
percobaan antara percobaan yang dilakukan 64 kali, 100 kali,
ataupun yang 200 kali pada jumlah x2 sama-sama tidak
kesesuaian dengan table x2 hukum mendel. Pada percobaan
yang dilakukan 64 kali menghasilkan jumlah x2 sejumlah
9,093. Dan percobaan 100 kali menghasilkan jumlah x2
sejumlah 21,82 , dan percobaan 200 kali menghasilkan x2
jumlah 24,04. Jadi diantara ketiga jumlah tersebut
mempunyai angka yang lebih besar dari ketetapan table x2 =
5,99.
TABEL X2
db 0,05 0,01 0,001
1 3,84 6,64 10,83
2 5,99 9,21 13,82
3 7,82 11,35 16,27
7
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui untuk
menjelaskan prinsip-prinsip pewarisan sifat. Seperti telah
disebutkan di atas, P adalah individu tetua, F1 adalah
keturunan generasi pertama, dan F2 adalah keturunan
generasi ke dua. Selanjutnya, gen A dikatakan sebagai gen
atau alel dominan, sedang gen a merupakan gen atau alel
resesif. Alel adalah bentuk alternatif suatu gen yang terdapat
pada lokus (tempat) tertentu. Gen A dikatakan dominan
terhadap gen a, karena ekpresi gen A akan menutupi
ekspresi gen a jika keduanya terdapat bersama-sama dalam
satu individu (Aa). Dengan demikian, gen dominan adalah
gen yang ekspresinya menutupi ekspresi alelnya. Sebaliknya,
gen resesif adalah gen yang ekspresinya ditutupi oleh
ekspresi alelnya.
Individu Aa dinamakan individu heterozigot, sedang
individu AA dan aa masing-masing disebut sebagai individu
homozigot dominan dan homozigot resesif. Sifat-sifat yang
dapat langsung diamati pada individu-individu tersebut, yakni
tinggi atau pendek, dinamakan fenotipe. Jadi, fenotipe
adalah ekspresi gen yang langsung dapat diamati sebagai
suatu sifat pada suatu individu. Sementara itu, susunan
genetik yang mendasari pemunculan suatu sifat dinamakan
genotipe. Pada contoh tersebut di atas, fenotipe tinggi (A)
dapat dihasilkan dari genotipe AA atau Aa, sedang fenotipe
pendek (aa) hanya dihasilkan dari genotipe aa. Nampak
bahwa pada individu homozigot resesif, lambang untuk
fenotipe sama dengan lambang untuk genotipe.
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai
pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor
Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai
Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian:
1. Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga
dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel, dan
2. Hukum berpasangan secara bebas (independent
assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum
Kedua Mendel.
Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada
pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk
(Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah
sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya.
Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:
1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur
variasi pada karakter turunannya. Ini adalah konsep
mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu
nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil,
misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel
8
dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf
besar, misalnya R).
2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari
tetua jantan (misalnya ww dalam gambar di sebelah)
dan satu dari tetua betina (misalnya RR dalam gambar
di sebelah).
3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda
(Sb dan sB pada gambar 2), alel dominan (S atau B)
akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari
luar). Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu
terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet
yang dibentuk pada turunannya.
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua
individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka
diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung
pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan
gen sifat yang berbeda tidak saling mempengaruhi. Hal ini
menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi
tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling
mempengaruhi.
Teori segregasi Mendel: pasangan gen berpisah
(bersegregasi) selama gametogenesis dan kemudian pada
waktu fertilisasi pasangan gen berpasangan kembali. Prinsip
Mendel merefleksikan aturan probabilitas atau teori
kemungkinan Prinsip-prinsip Mendel diterapkan untuk sifat
penurunan pada manusia, contoh sifat yang diatur oleh gen
dominan-resesif tunggal yaitu pada jari-jari, garis rambut
(lurus dan lancip di depan), bercak pigmen di muka dan
bentuk telinga (bebas atau melekat).
BAB 5. KESIMPULAN
1. Dari hasil praktikum dan pembahasan yang dilakukan,
maka dapat disimpulkan bahwa pembandingan genetika
tiruan menggunakan kedelai kuning dan kacang hijau
dapat diterima sebagai genetika tiruan karena pada
pengujian dengan pengambilan 64x, 100x, 200x
menunjukan bahwa, hasil perhitungan terbukti/diterima,
dimana hasil perhitungan x2 lebih besar di bandingkan Chi
Square tabel atau tabel x2 hukum mendel jadi tidak sesuai
dengan hukum mendel.
2. Pada waktu berlangsung pembentukan gamet, tiap
pasang gen akan disegregasi ke dalam masing-masing
gamet yang terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA
9
Chahal, G.S., S.S. Gosal. 2003. Principles and Procedures of
Plant Breeding. Biotechnological and Conventional
Approaches. Narosa Publishing House. New Delhi. 803 p.
Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development. Theory
and Technique. Vol. 1. MacMillan Pub. Co. New York. 536
p.
Grami, B., R.J. Baker, B.R. Stefansson. 1977. Genetics of
protein and oil content in summer rape: Heritability,
number of effective factors, and correlations. Can. J.
Plant Sci. 57:937-943.
Handayani, T. 2003. Pola pewarisan sifat toleran terhadap
intensitas cahaya rendah pada kedelai (Glycine max L.
Merr) dengan penciri spesifik karakter anatomi,
morfologi dan molekuler. Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 175 hal.
Khumaida, N. 2002. Studies on adaptability of soybean and
upland rice to shade stresS. The University of Tokyo.
Tokyo. 98 p.
Kisman, N. Khumaida, Trikoesoemaningtyas, Sobir, D.
Sopandie. 2007. Karakter morfo-fisiologi daun, penciri
adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Bul.
Agron. 35:96-102.
Roy, D. 2000. Plant Breeding. Analysis and Exploitation of
Variation. Narosa Publishing House. New Delhi. 701 p.
Sopandie, D., Trikoesoemaningtyas, E. Sulistyono, N. Heryani.
2002. Pengembangan kedelai sebagai tanaman sela:
Fisiologi dan pemuliaan untuk toleransi terhadap
naungan. Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.
Trikoesoemaningtyas, D. Sopandie, T. Takano. 2003. Genetic
and breeding of soybean for adaptation to shade stress.
In: Proceeding of the 2nd Seminar Toward Harmonization
between Development and Environmental Conservation
in Biological Production. Tokyo University, Tokyo,
February 15-16, 2003.
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Penggaris
2. Alat tulis
3. Kalkulator
B. Bahan
1. Lembar pengamatan
2. Kantong plastik berisi kancing warna
IV. PROSEDUR KERJA
1. Satu kantong plastik berisi kancing warna diambil,
kemudian dikocok hingga homogen.
2. Satu butir kancing diambil, kemudian catat hasilnya.
10
3. Pengambilan kancing dilakukan 90x dan 160x, kemudian
dicatat pada lembar pengamatan yang disediakan pada saat
praktikum.
4. Data dianalisis dengan uji Chi Square (X2)
5. Kode kantong plastic dicantumkan di bagian atas.
6. Lakukan beberapa kali hingga 6 buah kantong plastik yang
tersedia.
VI. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini, melakukan percobaan untuk
menentukan suatu hipotesis diterima atau ditolak dalam
suatu percobaan. Yaitu dengan melakukan percobaan
pengambilan kancing secara acak dalam kantong plastik
hitam dengan dua atau tiga fenotipe sebanyak 90x dan 160x.
Tujuan percobaan ini yaitu untuk mengetahui apakah
pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan (Epistasis
dominan, epistasis resesif, epistasis dominan resesif,
epistasis resesif duplikat, epistasis dominan duplikat, dan gen
duplikat dengan efek kumulatif) atau hipotisis diterima atau
ditolak. Penentuan hipotesis diterima atau ditolak yaitu
dengan menggunakan perhitunggan Chi Square atau X2.
Hukum Mendel I ( Hukum Segregasi Gen Secara Bebas )
menyatakan bahwa dalam pembentukan gamet, pasangan
alel akan memisah secara bebas. Berdasarkan hal ini,
persilangan dengan satu sifat beda ( Monohibrid ) akan
menghasilkan perbandingan fenotip F2, yaitu ekspresi gen
dominan : resesif adalah 3 : 1. ( Raven, 1996 ) Sementara itu,
di dalam hukum Mendel II ( Hukum Pengelompokan Gen
Secara Bebas ) dinyatakan bahwa Selama pembentukan
gamete, pembelahan allele dari satu gen adalah bebas dari
pembelahan allele dari gen yang lainnya dan terjadi
pengelompokan dengan gen lain yang bukan alelnya.
Berdasarkan hukum Mendel II ini, pada persilangan dengan
dua sifat beda (dihibrid) menghasilkan perbandingan fenotip
F2, yaitu 9 : 3 : 3 : 1 (Suparthana, 2008)
Jika allele dari gen yang lain berkelakuan bebas dengan cara
yang sama, maka kita memiliki penggabungan bebas
(Gambar 2-12). Tetapi, ini semua spekulasi pada tahap ini
dalam diskusi kita, karena ini adalah setelah penemuan
kembali penelitian Mendel. Mekanisme aktual yang dikenal
sekarang, dan dapat dilihat di Chapter 3 bahwa letak
kromosom dari gen yang bertanggung jawab terhadap
pembelahan seimbang (identik) dan penggabungan bebas.
(Suparthana, 2008)
Beberapa penelitian genetika menunjukan adanya
penyimpangan terhadap kedua hukum Mendel tersebut.
Beberapa perirtiwa yang menunjukan penyimpangn tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut :
11
Untuk memperjelas permasalahan mengenai
penyimpanganpenyimpangan yang terjadi serta jenis
epistasisnya, Terdapat macam-macam epistasis yaitu:
1. Epistasis dominan (perbandingan 12:3:1)
Epistasis dominan merupakan peristiwa di mana gen
dominan menutupi gen dominan lain yang bukan alelnya.
Faktor pembawa sifat yang menutup disebut epistasis,
sedangkan sifat yang tertutup disebut hipostasis. Misalnya
pada labu summer squash (Curcubita pepo). E.W. Sinnot
menemukan adanya interaksi pada pertumbuhan warnanya.
Kalau ditinjau dari bentuk buahnya, interaksi itu berupa
komplementer, sedangkan bila ditinjau dari warnanya,
interaksi gen bersifat
epistasis. Seperti halnya bentuk, warna buah labu itu diatur
oleh 2 gen: Y-y dan W-w.
Y = Kuning
y = hijau
W = epistatis
w = tidak mengalahkan
Asalkan terdapat alel dominan W, fenotipe tak berwana
(putih), karena menghalangi pertumbuhan warna. Jika
disilangkan labu putih murni WWYY dengan hijau murni
wwyy, maka F1 WwYy berwarna putih, F2 terdiri dari 3 kelas,
dengan perbandingan putih: kuning: hijau = 12:3:1. (Yatim,
1986)
2. Epistasis resesif (modifying gen) (perbandingan
9:3:4)
Epistasi resesif atau lebih dikenal dengan istilah kriptomeri
adalah peristiwa pembastaran, yaitu adanya suatu faktor
dominan tersembunyi oleh suatu factor dominan lainnya dan
sifat tersebut baru akan tampak bila tidak bersama-sama
dengan faktor penutup itu. Seperti yang terjadi pada
pewarisan warna bulu tikus. Warna bulu tikus ditentukan oleh
gen-gen sebagai berikut:
a) Gen A menentukan warna hitam.
b) Gen a menentukan warna abu-abu.
c) Gen C menentukan enzim yang menyebabkan timbulnya
warna.
d) Gen c yang menentukan enzim penghambat munculnya
warna dan bersifat epistasis.
Jika disilangkan tikus hitam CCAA dengan tikus putih ccaa,
maka F1 tikus berwarna hitam CcAa, didapat F2 dengan
perbandingan antara tikus hitam: abuabu: putih = 9:3:4.
3. Epistasis dominan resesif (Inhibiting gen)
(perbandingan 13:3)
Epistasis dominan resesif adalah penyimpangan semu yang
terjadi karena terdapat dua gen dominan yang jika bersama-
12
sama pengaruhnya akan menghambat pengaruh salah satu
gen dominan tersebut. Penyimpangan ini dapat dilihat dari
pola pewarisan pada ayam negeri.
C = gen yang menghasilkan warna.
c = gen yang tidak menghasilkan warna (ayam menjadi
putih).
I = gen yang menghalang-halangi keluarnya warna (gen ini
disebut juga gen penghalang atau inhibitor).
i = gen yang tidak menghalangi warna.
Ayam leghom adalah putih (IICC). Ayam white silkie adalah
putih (iicc). Jika keduanya disilangkan maka akan
mendapatkan F1 ayam berwarna putih IiCc.
Yang selanjutnya keturunan F2 menghasilkan perbandingan
antara ayam putih: ayam berwarna = 13:3.
4. Epistasis dominan duplikat (polimeri)
(perbandingan 15:1)
Epistasis dominan duplikat terjadi karena adanya gen dengan
banyak sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri, tetapi
mempengaruhi bagian yang sama dari suatu organisme.
Peristiwa polimeri pertama kali dilaporkan oleh Nilson-Ehle,
melalui percobaan persilangan antara gandum yang
mempunyai biji bersekam merah (MMMM) dengan gandum
yang mempunyai biji bersekam putih (mmmm).
Jika keduanya disilangkan maka akan mendapatkan F1
gandum yang mempunyai biji bersekam merah dengan
fenotipe MmMm. Didapat F2 sebagai berikut:
9 M_M_ = merah 3 mmM_ = merah
3 M_mm = merah 1 mmmm = putihJadi,
polimeri menghasilkan rasio fenotipe F2 merah: putih = 15:1.
5. Epistasis resesif duplikat (Complementary factor)
(perbandingan 9:7)
Epistasis resesip duplikat adalah interaksi antara dua gen
dominan, jika terdapat bersama-sama akan saling
melengkapi sehingga muncul fenotip alelnya. Bila salah satu
gen tidak ada maka pemunculan sifat terhalang. Seperti
halnya yang terjadi pada pemunculan suatu pigmen yang
merupakan hasil interaksi 2 gen, yaitu gen C dan gen P.
Gen C : mengakibatkan munculnya bahan mentah pigmen,
Gen c : tidak menumbuhkan pigmen,
Gen P : menimbulkan enzim pengaktif pigmen,
Gen p : tidak mampu menumbuhkan pigmen.
Jika P1 yaitu CCpp putih dan ccPP putih. Maka akan
mendapatkan keturunan F1 yaitu ungu CcPp. Didapat F2
sebagai berikut:
9 C_P_ = ungu 3 ccP_ = putih
3 C_pp = putih 1 ccpp = putih
13
Jadi, epistasis resesif duplikat menghasilkan perbandingan
rasio fenotipe
F2 ungu: putih = 9:7.
6. Gen duplikat dengan efek kumulatif (perbandingan
(9:6:1)
Penyimpangan semu ini terjadi karena terdapat dua gen
dominan yang mempengaruhi bagian tubuh makhluk hidup
yang sama. Jiak berada bersamasama, fenotipnya merupakan
gabungan dari kedua sifat gen-gen dominan tersebut. Peneliti
berkebangsaan Jepang, Miyake dan Imai, menemukan bahwa
pada tanaman gandum (Hordeum vulgure) terdapat biji yang
kulitnya berwarna ungu tua, ungu, dan putih. Jika gen
dominan A dan B terdapat bersama-sama dalam genotipe,
kulit buah akan berwarna ungu tua. Bila terdapat salah satu
gen dominan saja (A atau B), kulit buah berwarna ungu.
Absennya gen dominan menyebabkan kulit buah berwarna
putih. Jika P1 yang disilangkan yaitu ungu tua AABB dan putih
aabb, maka akan didapatkan F1 ungu tua AaBb. Serta, akan
diperoleh keturunan F2 sebagai berikut:
9 A_B_ = ungu tua 3 aaB_ = ungu
3 A_bb = ungu 1 aabb = putih
Jadi, gen dominan dengan efek kumulatif akan menghasilkan
perbandingan antar rasio fenotipe F2 ungu tua: ungu: putih =
9:6:1.(Suryo, 1998)
Percobaan ke 1 yaitu kantong A, dengan menggunakan 3
fenotipe.
Perbandingan yang diharapkan antara Merah(M): Putih (P):
Hitam (Hi) = 12:3:1 yang merupakan Epistasis dominan. Pada
percobaan pengambilan sebanyak 90x X2 hitung (2.917) <
X2 tabel (5.99) maka, hipotesis tersebut diterima atau hasil
pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan. Pada
percobaan pengambilan sebanyak 160x X2 hitung (0.663) >
X2 tabel (5.99) maka, hipotesis diterima atau hasil
pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan teoritis.
Percobaan ke 2 yaitu kantong B, dengan menggunakan 3
fenotipe. Perbandingan yang diharapkan antara Kunuing(K):
Hijau(Hj): Coklat(C) = 9:3:4 yang merupakan epistasis resesif.
Pada percobaan pengambilan sebanyak 90x X2 hitung
(2.898) < X2 tabel (5.99) maka, hipotesis tersebut diterima
atau hasil pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan.
Pada percobaan pengambilan sebanyak 160x X2 hitung
(2.055) < X2 tabel (5.99) maka, hipotesis diterima atau
hasil pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan
teoritis. Percobaan yang ke 3 yaitu kantong C, dengan
menggunakan 2 fetonip. Perbandingan fenotip antara Putih
14
(P): Coklat (C) = 13:3 yang merupakan epistasis dominan
resesif. Pada percobaan pengambilan sebanyak 90x X2
hitung (0.154) < X2 tabel (3.84) maka, hipotesis tersebut
diterima atau hasil pengambilan kancing sesuai dengan
perbandingan. Pada percobaan pengambilan sebanyak 160x
X2 hitung (0.010) < X2 tabel (3.84) maka, hipotesis diterima
atau hasil pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan
teoritis. Percobaan ke 4 yaitu kantong D, dengan
menggunakan 2 fenotipe. Perbandingan yang diharapkan
antara Kuning (K): Hijau (Hj) = 15:1 yang merupakan
epistasis dominan duplikat. Pada percobaan pengambilan
sebanyak 90x X2 hitung (0.239) < X2 tabel (3.84) maka,
hipotesis tersebut diterima atau hasil pengambilan kancing
sesuai dengan perbandingan. Pada percobaan
pengambilan sebanyak 160x X2 hitung (0.0266) < X2 tabel
(3.84) maka, hipotesis diterima atau hasil pengambilan
kancing sesuai dengan perbandingan teoritis.
Percobaan ke 5 yaitu kantong E, dengan menggunakan 2
fenotipe.Perbandingan yang diharapkan antara Coklat(C):
Hijau (Hj) = 9:7 yangmerupakan epistasis resesif duplikat.
Pada percobaan pengambilan sebanyak 90xX2 hitung (0.034)
< X2 tabel (3.84) maka, hipotesis tersebut diterima atau
hasilpengambilan kancing sesuai dengan perbandingan. Pada
percobaan pengambilansebanyak 160x X2 hitung (0.057) <
X2 tabel (3.84) maka, hipotesis diterima atau hasil
pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan teoritis.
Percobaan ke 6 yaitu kantong F, dengan menggunakan 3
fenotipe.
Perbandingan yang diharapkan antara hitam (Ht): Merah
(M):Coklat (C) = 9:6:1 yang merupakan gen duplikat dengan
efek kumulatif. Pada percobaan pengambilan sebanyak 90x
X2 hitung (1.495) < X2 tabel (5.99) maka, hipotesis tersebut
diterima atau hasil pengambilan kancing sesuai dengan
perbandingan. Pada percobaan pengambilan sebanyak 160x
X2 hitung (0.516) < X2 tabel (5.99)
maka, hipotesis diterima atau hasil pengambilan kancing
sesuai dengan perbandingan teoritis.
Dari keenam percobaan pengambilan kancing yang dilakukan
secara acak dengan 2 atau 3 fenotipe tersebut semua nilai
X2 hitungnya lebih kecil dari pada X2 tabelnya sehingga
hipotesis diterima dan kesimpulannya yaitu hasil sesuai
dengan perbandingan yang diharapkan.
Penyimpangan dari teori yang sudah ditetepkan dengan apa
yang akan dihasilkannya dari persilangan tersebut
sesungguhnya dapat juga dipengaruhi oleh adanya faktor
alami. (Pai, 1992). Pada dasarnya, Kenampakan suatu
fenotipe tergantung dari sifat hubungan antara genotipe dan
15
lingkungan. Dalam kenyataan, perkembangan suatu
organisme sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
disekitarnya dan juga interaksi yang terjadi antar gen. Faktor-
faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi diantaranya:
1. Pengaruh Faktor Luar
a) Suhu yaitu mengatur kecepatan reaksi tertentu.
b) Sinar yaitu menyediakan energi kinetik untuk
pembentukan klorofil.
c) Gizi yatu organisme hidup membutuhkan bahan dalam
bentuk makanan.
d) Hubungan dengan induk.
2. Pengaruh Faktor Dalam
a) Umur yaitu proses penuaan dimulai dari saat pembuahan
dan berlangsung selama perkembangan organisme.
b) Jenis kelamin yaitu berhubungan dengan fungsi reproduksi
dan adanya sifat khusus dari jenis kelamin.
c) Hormon. Hormon berpengaruh dalam perangsangan suatu
aktifitas sel maupun aktifitas-aktifitas metabolic (Crowder,
1993)
VII. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
1. Penyimpangan pola hereditas dari Hukum Mendel terjadi
dengan perubahannya perbandingan fenotipe keturunan
tidak sesuai dengan hukum Mendel. Beberapa jenis
penyimpangan darui hukum Mendel yang terjadi adalah
epistasis dominan, resesif, dominan resesif, dominan
duplikat, resesif duplikat, dan gen duplikat dengan efek
kumulatif.
2. semua macam-macam epistasis yang telah disebutkan
pada poin satu (1) telah dilakukan percobaan yang
dilanjutkan dengan uji chi square. Semua epistasis yang
terjadi pada pengamatan, sesuai dengan perbandingan
teoritis. Yaitu karena nilai X2 hitung memiliki nilai yang lebih
kecil dibandingkan dengan nilai X2 tabel. Sehingga hasil
pengambilan sesuai dengan besarnya perbandingan teoritis
masingmasing jenis epistasis.
16