laporan praktikum bioteknologi hutan.pdf

Upload: ahmedbobzramadhan

Post on 05-Jul-2018

336 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    1/79

     

    LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN

    Disusun oleh :

    Fajar Ramadhan (201410320311009)

    Freda Bayu Kusnanto (201410320311025)

    Moh. Ali Mudhofir (201410320311026)

    Racha Pratama Supriadi (201410320311031)Riza Rahman Prihandoko (201410320311037)

    Chyntia Eka Pratiwi (201410320311048)

    LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI

    JURUSAN KEHUTANAN

    FAKULTAS PERTANIAN  –  PETERNAKAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

    2015

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    2/79

    1

    KATA PENGANTAR

     Assalamualaikum Wr.Wb

    Alhamdullilahirobbilalamin kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena

    atas berkat dan rahmat-Nyalah, Laporan akhir praktikum bioteknologi huta ini

    dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Laporan akhir bioteknologi hutan kami

    susun sebagai prasyarat dalam menyelesaikan praktikum bioteknologi huta pada

    semester ganjil ini.

    Tentunya dalam penyusunan laporan Fieldtrip ini tidak lepas dari bantuan

     berbagai pihak. Untuk itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :

    1.  Isnaeni nur laili selaku Instruktur praktikum bioteknologi hutan.

    2.  Indah puji hastuti selaku Assisten praktikum bioteknologi hutan .

    3.  Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang

    telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan akhir bioteknologi

    hutan.

    Kami mengharapkan semoga laporan yang kami susun dapat bermanfaat

     bagi pihak yang mau memanfaatkannya. Dan kami menyadari dalam penyusunan

    laporan laporan akhir bioteknologi hutan ini, kami banyak melakukan kesalahan.

    Untuik itu kami penyusun mengharap kritik dan saran yang sifatnya membangun.

    Wassalamualaikum Wr.Wb.

    Malang, 20 Desember 2015

    Penulis

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    3/79

    2

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ........................................................................................1

    DAFTAR ISI ......................................................................................................2

    BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................4

    1.1 Latar belakang ................................................................................4

    1.2 Tujuan ..............................................................................................6

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................7

    2.1 Kultur Kalus ....................................................................................7

    2.2 Kultur Pucuk tanaman berkayu ......................................................9

    2.3 Kultur organ daun ............................................................................11

    2.4 Aklimatisasi tanaman anggrek .........................................................12

    FASILITAS RUANG DAN PERALATAN ......................................................15

    1.1 Hasil dan pembahasan alat kultur jaringan ......................................16

    1.2 Hasil dan pembahasan ruang kultur jaringan .................................22

    1.3 Hasil pengamatan dan pembahasan bahan kultur jaringan ..............29

    PERSIAPAN PEMBUATA MEDIA...................................................................31

    1.1 Tabel stok ........................................................................................32

    1.2 Perhitungan ....................................................................................33

    KULTUR KALUS...............................................................................................40

    1.1 Hasil pengamatan .............................................................................41

    1.2 Pembahasan ....................................................................................50

    2.2 Kesimpulan ....................................................................................50

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    4/79

    3

    2.2 Saran ................................................................................................50

    DAFTAR PUSTAKA............................................................................51

    KULTUR PUCUK TANAMAN BERKAYU .....................................................52

    1.1 Hasil pengamatan .............................................................................52

    1.2 Pembahasan ....................................................................................56

    2.2 Kesimpulan ....................................................................................58

    2.2 Saran ................................................................................................58

    DAFTAR PUSTAKA............................................................................59

    KULTUR ORGA DAUN ....................................................................................60

    1.1 Hasil pengamatan .............................................................................61

    1.2 Pembahasan ....................................................................................68

    2.2 Kesimpulan ....................................................................................70

    2.2 Saran ................................................................................................70

    DAFTAR PUSTAKA............................................................................71

    AKLIMATISASI TANAMAN ANGGREK .......................................................72

    1.1 Hasil pengamatan .............................................................................73

    1.2 Pembahasan ....................................................................................75

    2.2 Kesimpulan ....................................................................................77

    2.2 Saran ................................................................................................77

    DAFTAR PUSTAKA............................................................................78

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    5/79

    4

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang

    Seiring dengan berkembangnya zaman yang makin pesat, berbagai bidang

    kehidupan manusia telah mengalami kemajuan akibat adanya peningkatan

     penguasaan IPTEK. Salah satu bidang yang kini turut berkembang pesat yaitu

     bidang pertanian-kehutanan , berbagai penemuan berkaitan dengan pertanian telah

    ditemukan untuk mempermudah dalam kegiatan produksi hasil pertanian dari

    sebuah tanaman atau pohon. Terdapat salah satu penemuan teknologi di bidang

     pertanian dan juga kehutanan mengenai perbanyakan tanaman secara vegetaif,

    mengingat perbanyakan tanaman atau pohon dahulu sering menggunakan biji

    dimana sering mengalami berbagai kendala diantaranya seperti dipengaruhi oleh

    iklim, sering terkontaminasi dengan baktei atau jamur. Namun kini berbagai bagai

    masalah perbanyakan secara vegatif dan generatif dapat di minimalisir dengan

    ditemukannya perbanyakan tanaman dengan menggunakan metode kultur jaringan.

    Kultur jaringan merupakan metode perbanyakan tanaman yang berpegang pada

     prinsip “totipotensi sel” yaitu kemampuan sel untuk tumbuh dan berkembang dalam

    suatu lingkungan steril dan aseptik bebas dari virus, jamur dan kontaminan lainya.

    Kultur jaringan merupakan perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan

    menggunakan bagian-bagian organ dari tumbuhan seperti daun, batang, akar dll.

    Kultur jaringan terus berkembang dari mengkulturkan biji berkembang dengan

     jaringan dan terus berkembang hingga mampu mengkulturkan satu sel dari

    tanaman. Penggunaan metode kultur jaringan mempunyai kelebihan yaitu mampu

    memproduksi bibit seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu relatif singkat.

    Kultur jaringan sering dijadikan salah satu solusi sebagai metode

     perbanyakan tanaman dan juga dapat digunakan sebagai metode penyimpanan

     plasma nutfah yang tidak membutuhkan tempat yang besar. Keberhasilan dari

    kultur jaringan sangat bergantung dari ketepatan konsentrasi nutrisi yang ada di

    dalam media kultur. Ketapatan konsentrasi ini menyangkut pada ketersediaan

    nutrisi bagi eksplan tanaman. Kelebihan nutrisi dari tanaman akan menyebabkan

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    6/79

    5

    tanaman mengalami keracunan unsur hara. Sehingga, pembuatan larutan stock dan

    sterilisasi media dianggap penting untuk diketahui sebagai sarana penunjang

    keberhasilan akan kultur jaringan. Pertumbuhan dan perkembangan eksplan kultur

     jaringan tidak akan berkembang dengan baik apabila komposisi media tidak sesuai

     persyaratan tumbuh eksplan dan tidak steril. Kultur jaringan memiliki beberapa

     jenis metode perbanyakan berdasarkan bahan tanaman yang digunakan yaitu

    diantaranya kultur kalus, kultur pucuk, kultur organ daun. Kultur kalus merupakan

    kultur yang menggunakan kumpulan sel tumbuhan yang terus menerus membelah

    secara in-vitro atau di dalam tabung. Untuk kultur pucuk sendiri pada prinsipnya

    menggunakan jaringan meristem yang aktif membelah khususnya pada hal ini

    menggunakan pucuk daun. Sedangkan kultur organ menggunakan bagian organ

    daun tumbuhan sebagai eksplan. Secara keseluruhan cara kerja berbagai jenis kultur

    hampirr sama yaitu pada prinsipnya menggunakan media sesuai dengan syarat

    tumbuh eksplan, steril terhadap kontaminan dan pengerjaan kultur di lingkungan

    aseptik. Yang membedakan dapat berasal dari perlakuan aklimatisasi di tiap jenis

    kultur karena setiap jenis tumbuhan terdapat tumbuhan yang memerlukan perlakuan

    khusus. Untuk dapat melakukan perbanyakan tanaman menggunakan metode kultur

     jaringan, maka harus mengerti akan berbagai fasilitas sarana dan prasarana yang

    diperlukan untuk tindakan kultur jaringan yang memegang prinsip aseptik,

    mengerti dan faham akan pembuatan media kultur dan tentunya tahap-tahap proses

     pengerjaan kultur jaringan tanaman mulai dari persiapan bahan sampai pembibitan

    ( Nursery) 

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    7/79

    6

    1.2 Tujuan

    Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil tujuan sebagai

     berikut

    1. 

    Mengetahui berbagai fasilitas ruang dan alat dalam proses pelaksanaan

    kultur jaringan

    2.  Mengetahui dan memahi proses pembuatan media dan larutan stok

    3.  Mengetahui dan memahami tata cara atau prosedur kultur kalus

    4. 

    Mengetahui faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan kultur

    kalus

    5.  Mengetahui dan memahami tata cara kultur pucuk

    6. 

    Mengetahui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh pada pertumbuhan

    dan perkembangan kultur pucuk

    7.  Mengetahui dan memahami tata cara kultur organ daun

    8. 

    Mengetahui berbagai manfaat dari berbagai macam jenis kultur jaringan

    9.  Mengetahui pengaruh aklimatisasi terhadap pertumbuhan tanaman hasil

    kultur jaringan (Tanaman anggrek)

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    8/79

    7

    BAB II

    TINJUAN PUSTAKA

    2.1 Kultur kalus

    Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi

     bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian

    tersebut dalam media buatan secara aspetik yang kaya nutrisi dan zat pengatur

    tumbuh dalam wadah tertutup yang tembuh cahaya sehingga bagian tanaman dapat

    memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama

    kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif

    tanaman, menggunakan media buatan teknik kultur in- vitro dengan teknik teknik

    kultur kalus atau kultur sel. Kultur kalus merupakan pemeliharaan sel yang belum

    terdeferensiasi yang membelah terus menerus dalam lingkungan buatan yang steril

    da kondisi yang terkontrol (Zulkarnain, 2009)

    Kultur kalus merupakan suatu kumpulan sel amorphous ( tidak terbentuk atau

    terdeferensiasi) yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus

    menerus  –   menerus secara in  –   vitro didalam tabung dan tidak terorganisasi

    sehingga memberikan penampilan sebagai massa yang bentuknya tidak teratur.

    Kalus adalah jaringan meristematik yang merupakan wujud dari diferensiasi.

    Dalam kultur jaringan menginduksi terbentuknya kalus merupakan langkah

     penting. Setelah terbentuknya kalus, diberikan perlakuan atau rangsangan untuk

     berdiferensiasi membentuk akar atau tunas. Kalus terbentuk melalui tiga tahap yaitu

    induksi, pembelahan sel, dan diferensiasi. Pembentukan kalus ditentukan sumber

    eksplan, komposisi pada ,medium dan faktor  –   faktor lingkungan. Untuk

    memelihara kalus, maka perlu subkultur secara berkala misalnya setiap 30 hari

    (Yusnita, 2003).

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    9/79

    8

    Pada umumya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari

    hormon (ZPT) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang

    dikelompokkan ke dalam unsur makro dan unsur mikro. Hasil yang lebih baik di

    dapat apabila ke dalam media tanam ditambahkan vitamin, asam amino, dan

    hormone, agar, glukosa, bahan air destilata (Aquades) dan bahan organic

    (Gunawan, 2001). Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organic selain dari

    nutrient yang dalam jumlah sedikit dapat merangsang, menghambat, atau

    mengubah pola pertumbuha dan perkembangan tanaman (Abidin, 2000). Zat

     pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalika dan

    mengatur pertumbuhan kultur tanaman.

    Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis

    dalam kultur jaringan sel (kalus) dan organ. Zat pengatur tumbuh yang digunakan

    dalam kultur jaringan dibagi menjadi kelompok besar yaitu auksin, sitokinin, dan

    giberelin. Khusus untuk kultur kalus, zat pengatur tumbuh yang digunakan ialah

    auksi 2,4D dan IBA . Hormon auksin 2,4 D dalam kultur kalus berperan

    menginduksi kalus terjadinya kalus, menghamat kerja sitokinin membentuk

    klorofil dalam kalus, mendorong proses morforgenesis kalus membentuk akar atau

    tunas dan mendorong proses embryogenesis. Hormon IBA sendiri juga merupakan

    salah satu jenis auksin yang berperan untuk membesarkan sel , mempengaruhi

     protein membrane sehingga sintesis protein , asam nukleat lebih cepat. Penggunaan

    ZPT harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian karena jika terlalu banyak

    maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan berdampak negatif

    terhadap pertumbuhan kalus, karena interaksi antar hormon dalam suatu media

    sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel. (Suryowinoto, 2004)

    Teknik kultur kalus akan berhasil dengan baik apabila syarat yang di perlukan

    sudah terpenuhi dengan baik. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan

    sebagai bahan dasar pembentukan kalus, penggunaan medium yang sesuai, keadaan

    yang aseptik dan pengatur udara yang baik. Untuk eksplan tanaman yang baik

    digunakan adalah bagian tanaman yang masih muda yaitu bagia meristemnya

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    10/79

    9

    (Herawan, 2005). Menurut santoso dan F.nursandi ada faktor yang mempengaruhi

    keberhasilan kultur jaringan yaitu :

    1. Genotip

    Pada beberapa jenis tumuha embrio mudah tumbuh akan tetapi pada

     beberapa jenis tumbuhan lain sulit untuk tumbuh, hal ini disebabkan oleh

     perbedaan kultivar dari jaringan yang sama

    2. Komposisi media tanam

    Media untuk pertumbuhan embrio harus mengandung usur hara makro,

    mikro dan glukosa.

    3. Oksigen

    Supai oksigen yang cukup sangat menentukan laju mutlipikasi tunas dalam

    usaha perbanyakan secara invitro.

    4. Cahaya

    Kadang-kadang untuk perkembangan embrio membutuhkan tempat gelap

    kira-kira 7-14 hari. Baru dipindahkan ke tempat terang dengan tingkat

    intensistas cahaya yang cukup untuk pembentukan klorofil.

    5. Temperatur

    Temperature optimum yang dibutuhkan umumnya tergantung dari jenis

    tumbuhan yang digunakan. Secara normal temperature yang digunakan

    adalah 22 –  28 °C.

    6. Lingkungan

    Kondisi lingkungan sangat menentukan terhadap tingkat keberhasilan

     pembiakan tanaman denga cara kultur jaringan , kondisi lingkungan yang

    aseptik merupakan syarat utama untuk melakukan perbanyakan dengan

    mengguanakan metode kultur jaringan.

    2.2 Kultur pucuk tanaman berkayu

    Kultur meristem adalah salah satu teknik dalam kultur jaringan tanaman

    dengan menggunakan jaringan meristematik atau jaringan muda sebagai eksplanya.

    Jaringan meristem atau meristematik merupakan kumpulan sel  –   sel yang aktif

    membelah pada tempat tertentu pada tanaman, dimana sel-sel tersebut akan

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    11/79

    10

    membentuk sistem jaringan secara meristematik seperti akar, tunas, daun, bunga

    dan lain-lain. Sel-sel jaringan meristem mempunyai kemampuan embriotik yang

    dapat membelah tanpa batas untuk membentuk jaringan dewasa yang kemudian

    menjadi organ-organ tanaman. (Soebandi,2000)

    Kultur meristem sudah secara luas diterapkan untuk tujuan perbanyakan

    tanaman. Sel-sel meristem umumnya stabil karena mitosis pada sel-sel meristem

    terjadi bersama dengan pembelahan sel yang berkesinambungan sehingga ekstra

    duplikasi DNA dapat dihidarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan

    dengan tanaman induknya. Selain perbanyakan, aplikasi kultur meristem yang

    terutama adalah eleminasi virus dari bahan tanaman dan penyimpangan plasma

    nutfah yang bebas virus, degan teknik cryopreservation : preservasi rendah.

    Sekelompok tanaman berupa klon yang dihasilkan oleh kultur meristem yang

    disebut meriklon. Keberhasilan dari kultur meristem ini tergantung beberapa faktor,

    diantaranya media kultur, keadaan fisiologis eksplan dan lingkungan fisik tumbuh,

    salah satu kultur meristem yaitu kultur pucuk. (Untung, 2014)

    Perbanyakan bibit dalam pengembangan tanaman atau dalam suatu produksi

    merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Produksi skala besar seperti

     perkebunan akan memerlukan bibit dalam jumlah besar, varietas unggul, seragam,

     bebas hama dan penyakit dan penyediaan yag kontinyue. Dengan berkembangnya

    teknik kultur jaringan kendala multiplikasi untuk beberapa jenis tanaman dapat

    diatasi. Dalam perbanyakan secara in-vitro terdapat perkembangbiakan melalui

    kultur pucuk yang kemudian dibagi menjadi dua cara yaitu kultur pucuk (Shoot tip

    culture) dan kultur mata tunas (Single node culture).

    Melalui kultur pucuk, bagian tanaman yang digunakan adalah ujung tunas

    lateral atau terminal. Pengaruh dominasi meristem apical dapat dihilangkan denga

    menambahkan zat pengatur tumbuh sitokinin ke dalam medium. Hasil yang

    diperoleh adalah tunas dengan jumlah cabang yang lebih banyak. Melalui kultur

    mata tunas (Single node culture). Bahan yang digunakan sebagai eksplan adalah

    mata tunas aksiler. Teknik ini digunakan apabila ada pengaruh dominasi apical pada

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    12/79

    11

    kultur pucuk, sehingga pucuk aksiler menjadi dorman (tidak menghasilkan cabang-

    cabang) untuk mendapatkan eksplan yang banyak. (Mulyono, 2001)

    Guna memperoleh hasil yang memuaskan dalam pelaksanaan kultur jaringan,

    digunakalah zat pengatur tumbuh (ZPT). Tingkat keberhasilan dalam penggunaan

    ZPT ini pada dasarnya tergatung pada jenis dan konsentrasi yang digunakan. Pada

    umunya ZPT yang digunakan adalah merupakan campuran sitokinin dan auksin.

    Sitokinin seperti BAP berfugsi merangsang tumbuhya tunas-tunas aksilar,

    sedangkan auksin berfungsi untuk merangsang pembentukan akar tunas. (Royani,

    2003)

    Zat pengatur tumbuh NAA da BAP pada pertumbuhan kultur pucuk kalus berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel, intensitas DNA kromosom,

     pembentukan tunas, pembentukan batang , serta merangsag pertumbuhan akar,

    akan tetapi jika digunakan dalam dosis tinggi, maka menghalangi pertumbuhan

     bahkan membunuh (Dedysetiawan, 2002). Kombinasi konsentrasi BAP dan NAA

     berpengaruh nyata terhadap variable jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun.

    IAA juga termasuk auksi yang berfungsi untuk pembentukan akar (Tyas,2003)

    2.3 Kultur organ daun

    Dalam kultur jaringan terdapat beberapa macam kultur yang dikelompokkan

     berdasarkan jenis bahan tanamnya, salah satu macamnya yakni kultur organ. Kultur

    organ adalah salah satu metode pembiakan tanaman dengan mengisolasi eksplan

    seperti daun, batang, akar, atau organ lainnya yang ditumbuhkan dalam kondisi

    aseptik pada lingkungan yang sesuai. Dapat dikatakan pula bahwa kultur jaringan

    merupakan metode pembiakan tanaman yang diambil dari bagian atau organ

    tanaman, sehingga dapat beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap (Tatang,

    2014).

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    13/79

    12

    Secara umum kultur organ dikembangkan dari tanaman (organnya) yang

    memiliki respon pertumbuhan yang baik seperti daun muda, tunas dan yang lainnya.

    Adapun tahapan yang biasa dilakukan dalam kultur organ meliputi pembuatan

    media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi. Dalam kultur

    organ terdapat faktor  –   faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis

    organ tanaman dalam kultur jaringan dan kultur organ diantaranya yaitu: asal

     bahan, bagian organ yang digunakan, media, kondisi eksplan, kondisi lingkungan

    (Tyas, 2014).

    Dalam metode kultur jaringan khusunya kultur organ inibanyak sekali

    memberikan manfaat. Disamping karena eksplannya bisa berasal dari seluruh

     bagian tanaman dan menghasilkan tanaman yang bersifat sama dengan induknya.

    Juga menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat

    (Unswagati, 2014).

    Selain itu, untuk menciptakan varietas baru melalui kultur jaringan sehingga

    menjadi tanaman baru yang berfungsi secara lengkap. Dalam memproduksi bibit

    dalam jumlah yang banyak akan tetap seragam baik ukuran maupun genotipnya.

    Selain itu kultur organ ini menjadikan tanaman yang bebas virus melalui teknik ini

    (Rahmadewi, 2010).

    2.4 Aklimatisasi anggrek

    Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur

     jaringan yang semula kondisinya terkendali berubah pada kondisi lapang yang

    kondisinya tidak terkendali lagi. Tanaman juga akan mengubah pola hidup dari

    tanaman heterotrof ke tanaman autrotof. Sebelum angrek diaklimatisasi, planlet

    anggrek diseleksi terlebih dahulu berdasarkan kelengkapan organ, warna dan

    ukuran. (Trubus, 2005)

    Planlet anggrek yang baik adalah memiliki organ lengkap, mempunyai pucuk

    dan akar, warna pun tidak tembus pandang dan pertumbuhan akar bagus. Ciri-ciri

     bibit anggrek berkualitas baik yaitu tampak sehat, tidak berjamur, ukuran planlet

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    14/79

    13

    seragam, berdaun hijau dan tidak menguning. Selain itu planlet tumbuh normal,

    tdak kerdil, komposisi daun dan akar seimbang. Aklimatisasi bertujuan untuk

    mempersiapkan planlet agar siap ditanam dilapangan. Tahap alkimatisasi mutlak

    dilakukan pada tanaman hasil kultur in vitro karena planlet akan mengalami

     perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami

    karena pembiakan in vitro semua faktor terkontrol sedangkan di lingkungan sulit

    dikontrol. (Herawan, 2006)

    Terdapat berbagai macam media aklimatisasi yang termasuk kategori organik

    umumnya berasal dari komponen organisme hidup antara lain: daun, batang, akar

    dan kulit tanaman. Media organik memiliki berbagai keunggulan diantaranya yaitu

    mempunyai pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang sehingga udara yang

    dihasilkan cukup banyak dan daya serap air tinggi. Media organik yang sering

    dipakai antara lain, arang kayu, arang sekam, moss dan akar pakis. (Rossa, 2011)

    Media moss berasal dari paku-pakuan atau kadaka. Media ini mempunyai

     banyak rongga, sehingga memungkinkan akar anggrek dapat tumbuh dengan

    leluasa. Media moss memiliki kelebihan yaitu dapat menyerap air dan

    mempertahankan air dengan baik, menjaga kelembapan media dan lingkungan

    sekitar anggrek, dapat menyerap dan menyimpan pupuk dengan pemupukan yang

    tidak intensif. Moss mengandung nitrogen dan sedikit fosfor yang berfungsi

    merangsang pertumbuhan tanaman dan mempercepat pembungaan pada anggrek.

    (Beni, 2007)

    Kesuksesan proses aklimatisasi bibit anggrek ditentukan oleh beberapa hal

     penting, diantaranya adalah jenis bibit anggrek, media in vitro, umur bibit, teknik

    aklimatisasi, dan kemampuan pelaksana. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan

    satu sama lain. Jenis anggrek yang mudah diaklimatisasikan akan menghasilkan

     prosentase hidup bibit yang tinggi, sedangkan jenis anggrek yang sulit

    diaklimatisasikan akan menghasilkan presentase hidup bibit yang rendah. Contoh

    anggrek yang susah diaklimatisasikan yaitu  Dendrobium johania. (Untung, 2013)

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    15/79

    14

    Media in vitro, media agar yang digunakan menanam bibit dalam botol sangat

    mempengaruhi sifat fisiologis tanaman yang pada akhirnya dapat mempengaruhi

    kemampuan hidup bibit pada saat aklimatisasi. Media yang hanya menggunakan

    hara yang tersedia seperti Mos tanpa penambahan bahan organik kompleks/pupuk

    akan menghasilkan produk bibit yang bagus tapi kemampuan aklimatisasinya akan

     jelek. Kemampuan pelaksana, bibit yang bagus ditangani oleh orang yang tidak

     berpengalaman pasti prosentase kematiannya tinggi. Prosentase kegagalan

    aklimatisasi bibit anggrek sering terjadi karena kecerobohan pelaksanaan.

    (Fatimah, 2013)

    Dalam kultur organ terdapat faktor  –   faktor yang mempengaruhi

     pertumbuhan dan morfogenesis organ tanaman dalam kultur jaringan diantaranya

    yaitu : genotip tanaman, asal eksplan ditentukan atas spesies, varietas, atau asal

    daerah. Bagian organ yang digunakan menghasilkan pertumbuhan yang berbeda,

    kondisi eksplan dan kondisi lingkungan dapat mempengaruhi karena dari faktor

    kelembaban, cahaya, suhu ,dll (Tyas, 2010).

    Selain faktor  –   faktor tersebut faktor media atau ZPT juga mempengaruhi

    morfogenesis. Dalam kultur jaringan ini ZPT yang biasanya dipakai adalah auksin

    yang bisa meningktkan kandungan asam nukleat sel, mempengaruhi protein

    membran. Sedangkan sitokinin dapat berperan dalam memacu pembentangan sel

    dan pembelahan sel, serta mengarahkan transpor zat hara (Santoso, 2009).

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    16/79

    15

    FASILTAS RUANG DAN PERLATAN

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    17/79

    16

    BAB I

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1.1 Hasil dan pembahasan alat kultur jaringan

     No Nama alat Deskripsi alat Fungsi Gambar

    1. Kompor

    gas/Mirowave

    Kompor gas memiliki

    tabung gas sebagai

     pemasok gas ke kompor

    dan memiliki pematik

    untuk menyelakan api.

    Micorwave memiliki

    tombol transformator

    untuk

    meningkatkan/menurunkan

    Tegangan . tombol

    magnetron berfungsi untuk

    mengubah tegangan tinggi

    ke gelombang mikro.

    Ruang masak sebagai

    tempat meletakkan bahan

    yang ingin dipanaskan,

    tombol control terdiri dari

    timer (pengatur waktu)

    Untuk

    memanaskan

     bahan

    2. Hotplate

    stirrer

    Memiliki pelat yang

    dipanaskan sehingga

    mampu mempercepat

     proses homogenisasi.

    Terdapat tombol “stir”

    untuk pengadukan.

    Tombol “Heat” untuk

    Miliki fungsi

    ganda yaitu untuk

    memanaskan

    suatu zat/larutan

    da bisa digunakan

    untuk

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    18/79

    17

    memanaskan, terdapat

    lampu indicator untuk

    memberi informasi apakah

    alat dalam keadaan hidup

    atau mati

    menghomogenkan

    larutan

    3. Timbangan

    analitik

    Timbangan analitik

    memiliki ketelitian cukup

    tinggi. Prinsip kerja

    menggunakan sumber

    listrik. Terdapat instrument

    tombol untuk

    menghidupkan/mematikan

    dan tombol zero untuk

    mereset ke angka “0”,

    dilengkapi layar monitor

    kecil untuk melihat dari

     perimbangan. Dilengkapi

    oleh penutup dari kaca

    agar penimbangan tidak

    terganggu oleh debu,

    angina dll.

    Untuk mengukur

    atau menentukan

    massa benda

    denga ketelitian

    cukup tinggi

    sampai 0,0001 g

    4. Autoklaf Memiliki tombol pengatur

    waktu mundur (Timer),

     pengukur tekanan, tombol

    on/off untukmenghidupkan dan

    mematikan, tombol lock-

    unclock untuk mengunci

    (pengaman), layar monitor

    Untuk

    mensterilisasi

    suatu benda

    menggunakan uap bersuhu dan

     bertekanan tinggi

    (121, 15 lbs).

    autoklav

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    19/79

    18

    kecil untuk melihat/ berisi

    tentang suhu dan tekanan.

    ditujukan untuk

    membunuh spora

    5. pH indaktor Terbuat dari kertas lakmus,

    dalam pengamatannya

    mengenai asam/basah

    dilihat pada perubahan

    warnanya kemudian warna

    hasil pencelupan

    dicocokkan dengan tabel

    indicator warna

    Untuk mengukur

     pH suatu benda,

    apakah bersifat

    asam, netral dan

     basa. Digunakan

     pada proses

     pembuatan media

    6. Laminar air

    flow (LAF)

    Disebut juga biological

    safety cabinet (BCS),

    mempunyai pola

     pengaturan dan

     penyaringan udara dengan

     blower serta aplikasi sinar

    UV-C dengan panjang

    gelombang 253,7 nm.

    Terdapat filter untuk

    menyaring udara yaitu pre-

    filter, HEPA filter. Biasa

    diletakkan ditempat steril

    dengan dinding dilengkapi

     porselen sehingga mudah

    untuk disetetilkan dengan

    menyemprot/ menggosok

    dengan alcohol

    Sebagai tempat

     pengerjaan kultur

     jaringan

    (Penamaan

    eksplan) dalam

    kondisi steril

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    20/79

    19

    7. Bunsen

     burner

    Memiliki cairan spiritus

    yang digunakan sebagai

     bahan bakar pembakaran

    terletak pada gelas

     berbentuk labu dan

    terdapat sumbu sebagai

    media pembakaran dan

     juga tutup untuk menutup

    sumbu dan sekaligus

    memadamkan api pada

    sumbu

    Untuk

    memanaskan

    larutan dan dapat

     pula digunakan

    sterilisasi dalam

     proses suatu

     proses seperti

     pada saat

     penanam eksplan

    untuk menghidari

    terjadinya

    kontaminasi

    8. Cawan petri Sebuah wadah yang

     berbentuk bundar dan

    terbuat dari kaca. Cawan

     petri selalu berpasangan,

    yang ukurannya agak kecil

    sebagai wadah da yang

    lebih besar merupakan

    tutupnya

    Untuk meletakan

    eksplan pada saat

    transfer kultur

    dilakukan

    9. Hand spayer Memiliki tangki sebagai

    wadah cairan yang

    kemdian terdapat tuas

     pompa untuk

    menyemprotkan cairandengan cara dipompa

    Sebagai wadah

    alcohol atau

    menyemprotkan

    alcohol pada LAF

    setelahmelakukan

     pekerjaan

     penanaman

    eksplan untuk

    sterilisasi

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    21/79

    20

    11. Beaker glass Terbuat dari kaca

     beberntuk silinder.

    Terdapat skala angka

    untuk membantu

    mengukur/menakar larutan

    Sebagai tempat

    untuk melarutkan

    zat yang tidak

    membutuhkan

    ketelitian tinggi

    dan untuk

     pembuatan media

    12. Gelas ukur Terbuat dari boro silikat.

    Berbentuk silinder tapi

    tidak sebesar beaker glass.

    Terdapat skala angka

    dengan garis penanda

     penanda volume dibagian

    luarnya

    Berfungsi untuk

    mengukur

    volume/cairan

    13. Pipet tetes Berbentuk seperti tabung

    kecil yang ujung

     bawahnya meruncing dan

    terbuat dari kaca plastic,

    tetapi ujung atasnya

     berdiameter sama degan

     badan pipet da tertutup

    oleh karet yang berbentuk

     balon kecil. Prinsip pipet

    tetes apabila pada

     penerapan tekanan udaradalam ruang

    Berfungsi untuk

    memindahkan

    cairan dari tempat

    satu ke tempat

    yang lain dalam

    skala yang

    relative kecil,

    hanya ukuran

    tetes tanpa

    mengkontaminasi

    larutan lain

    16. Spatula Terbuat dari boro silikat,

    memilik bentuk seperti

    sendok

    Berfungsi untuk

    alat bantu

    mengambil bahan

     padat/kecil dalam

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    22/79

    21

    skala kecil da

     juga dapay

    digunakan untuk

    mengaduk larutan

    17. Alat diseksi

    (Scapel,

     pinset, cutter,

    gunting)

    Terbuat dari stainless steel,

    scapel blade memiliki

     bentuk seperti pisau,

    diujungnya terdapat mata

     pisau, pinset memiliki

    memiliki bentuk

     pejapit/pegangapit runcing

    ke bawah

    Scapel blade

     berfungsi untuk

    memotong

    eksplan. Pinset

    untuk menjepit da

    menggambil

    eksplan

    18. Mirkopipet Berbentuk dan berfungsi

    hamper sama dengan pipet

    tetes, memiliki instrument

    tombol press button untuk

    mengambil larutan, untuk

    mengeluarkan larutan

    dapat menekan tombol

    dibawah press button

    Berfungsi untuk

    memindahkan

    cairan dari satu

    tempat ke tempat

    yang lain dengan

    ketelitian tinggi.

    19. Botol kultur Terbuat dari kaca,

     berbentuk silindris,

    menyempit pada bagian

    leher dan terdapat tutup

    yang biasanya ditutupmenggunakan alumunium

    foil

    Berfungsi sebagai

    tempat media

    tumbuh eksplan

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    23/79

    22

    20. Rak kultur Terbuat dari

     besi/alumunium yang

     berbentuk susun atau

     bertingkat

    Berfungsi untuk

    menyimpan botol

    yang berisi

    eksplan sebagai

     penyimpan

    eksplan selama

     proses

     pertumbuhan

    eksplan sebelum

    di lepaskan ke

    lapang

    21. Alat destilasi Di dalam alat ini terdapat

    filter yang digunakan

    untuk menyaring air

    sehingga nantinya didapati

    air yang siap minum

    Berfungsi sebagai

     penyedia

    kebutuhan

    aquadest pada

    saat proses

     pembuatan media

    4.2 Hasil dan pembahasan ruang kultur jaringan

     No

    .

     Nama

    ruang

    Deskripsi ruang Fungsi Gambar

    1. Ruang

     persiapan

    Ruang persiapan

    dipergunakan

    sebagai tempat

    mempersiapkan

    eksplan, medium

    dan alat-alat.

    Persiapan

     pelaksanaan

    dalam kultur in-

    Berfungsi

    sebagai

    tempat

     persiapan

     pelaksanaan

     pekerjaan

    kultur in-

    vitro, mencuci

    alat-alat

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    24/79

    23

    vitro seperti

     pencucian alat-

    alat laboratotium,

     penyimpanan.alat

    , persiapan bahan

    tanaman,

     persiapan media,

    serta sterilisasi

    alat dan media.

    Terdapat berbagai

     peralatan di

    ruangan ini

    seperti

    microwave,

    timbangan

    analitik, hot plate,

    agar dispenser,

    autoclave, pH

    meter, alat

    destilasi, Bunsen

     burner, alat-alat

    gas, alat diseksi.

    Alat-alat untuk

    mencuci,

    mikropipet dan pipet tetes

    laboratorium

    dan tempat

    menyimpan

    alat-alat gelas.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    25/79

    24

    2. Ruang stok

    atau ruang

     bahan

    Merupakan

    ruangan yang

     berisi baha-baha

    yang diperlukan

    untuk kultur in-

    vitro, menyimpan

     bahan-bahan

    kimia yang belum

    dipergunakan,

     biasanya terdapat

    almari untuk

    menyimpan

     bahan dan almari

    ES untuk

    menyimpan

     bahan yang tidak

    tahan lama seperti

    larutan

    Berfungsi

    untuk

    menyimpan

     bahan-bahan

    yang

     berkaitan

    dengan kultur

     jaringan.

    Menyimpan

     bahan-bahan

    kimia yang

     belum

    dipergunakan

    disediakan

    (Larutan stok)

    3. Ruang

    transfer

    Ruang digunakan

    untuk isolasi,

    inokulasi dan

    subkultur

    (penjarangan)

     pada kondisi

    steril. Diruanganini terdapat LAF

    digunakan untuk

    transfer atau

     penanaman

    eksplan di dalam

    media, Bunsen

    Berfungsi

    sebagai

    tempat untuk

    isolasi bagian

    tanaman,

    sterilisasi

    eksplan, penanama

    atau inokulasi

    eksplan dalam

    media.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    26/79

    25

     burner, cawan

     petri, hand

    sprayer, alat

    diseksi.

    4. Ruang

    kultur

    Terdapat banyak

     botol kultur berisi

    eksplan yang

    dalam masa

     pertumbuhan di

    tempatkan pad

    arak kultur secara

    tersusun.

    Dilengkapi

    dengan AC untuk

    menjaga.

    Sterilisasi selalu

    terjaga dan

    tersekat dengan

    ruangan lain

    dengan pintu

     penghubung

    selalu tertutup

    Berfungsi

    sebagai

    tempat

    meletakkan

     botol-botol

    kultur dalam

    masa

     pertumbuhan

    eksplan.

    5. Ruang

    analisa

    Tempat

    menganalisis

    hasil perkerjaankultur in  –  vitro

    yang telah

    dilaksanakan,

    diperuntukan

    untuk keperluan

    Berfungsi

    sebagai

    tempatmenganalisi/

    meneliti hasil

     perkerjaan

    kultur in-vitro

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    27/79

    26

    riset, terdapat

    mikroskop, gelas

     preparat,

    mikrotom dan

     peralatan lain

    sesuai kebutuha

    untuk keperluan

    riset/ penelian

    6. Areal cuci Tempat mencuci

     bahan-bahan

    keperluan kultur

    in-vitro seperti

     botol kultur, botol

    tekontaminasi,

    serta bahan tanam

    yang baru diambil

    dari lapang

    sekaligus juga

    untuk mencuci

    tangan. Tempat

    ini dilengkapi

    dengan air yang

    mengalir dari

    kran dan terdapat

     peralatan- peralatan mencuci

    seperti ember,

    sikat dan sabun

    dll.

    Sebagai

    tempat untuk

    membersihka

    n berbagai

     peralatan dan

    tentunya juga

     bagian tubuh

    khususnya

    tangan setelah

    melakukan

     perkejaan

    kultur

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    28/79

    27

    7. Ruang

    aklimatisas

    i

    Suatu tempat

    yang terdapat rak

    sebagai tempat

    untuk melatakkan

     bibit hasil kultur

     jaringan setelah

    keluar dari botol

    untuk adaptasi

    terhadap

    lingkungan luar.

    Ruang ini

    dilengkapi

     peranet untuk

    mengatur

    intensistas cahaya

    yang masuk dan

    dilengkapi bak air

    untuk penyiraman

    dan menjaga

    kelembaban

    ruagan.

    Berfungsi

    sebagai

    tempat

    adaptasi bibit

    hasil kultur

     jaringan

    setelah keluar

    dari dalam

     botol kultur

    terhadap

    lingkungan

    luar.

    8. Ruang

     pembibitan

    / Nursery

    Terdapat rak

    sebagai tempat

    meletakkan bibit

    setelah keluardari ruang ruang

    aklimatisasi dan

    sudah cukup kuat

     berdaptasi

    terhadap

    lingkungan luar.

    Berfungsi

    sebagai

    temoat

    meletakkan bibit setelah

    keluar dari

    ruang

    aklimatisasi

    yang sudah

    cukup

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    29/79

    28

    Memiliki sumber

    air untuk

     penyiraman

     beradaptasi

    terhadap

    lingkungan

    luar.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    30/79

    29

    4.3 Hasil pengamatan dan pembahasan bahan kultur jaringan

     No. Nama bahan

    kimia

    Sifat Simbol Penanggulan

    1. Potasium nitrat

    (KNO3)

    Oksidator,

    dapat

    membakar

     bahan

    lain/penyebab

    timbulnya api

    dan penyabab

    sulitnya api

    dipandamkan

    Hindari

     panas serta

    ahan mudah

    terbakar dan

    konduktor

    2 Ammonium

    nitrat (NHNO3  

    Eksplosive,

     bersifat

    mudah

    meledak.

    Eksplosive

     pada keadaan

    tertentu

    Hindari

     benturan,

    gesekan,

    loncatan api

    dan panas

    3. Borid Acid

    H3BO3  

    Hazardous,

    sharp, and

    stingy smells

    (Bersifat

     berbahaya,

     berbau tajam,

    dan

    menyengat)

    Hindari

    kontak denga

    tubuh atau

    hindari

    menghirup

    zat kimia ini

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    31/79

    30

    4. Zinc Sulfate

    Heptadtty drate

    (ZnSO7H O 

    Dangerous

    for

    Eviromental,

     berbahaya

     bagi

    lingkungan,

    dan dapat

    menyebabkan

    gangguan

    ekologi

    Hindari

     pembuangan

    langsung ke

    lingkungan

    5. Iron (II) sulfate

    heptahydrate

    Hazardous,

    strap, and

    stingy smells.

    Bersifat

     berbahaya,

     berbau tajam

    dan

    menyengat

    Hindari

    kontak

    dengan

    tubuh/

    hindari

    menghirup

    zat kimia ini.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    32/79

    31

    PERSIAPAN DAN PEMBUATAN MEDIA KULTUR

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    33/79

    32

    BAB I

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1.1 Tabel stok

    VI= 870 ml

    Hara Senyawa Media MS

    Mg/l Media (C1) 

    Stok (C2) V2

    Makro NH NO3  1650 16500 mg/100 ml 8,7 ml

    KNO3   1900 19000 mg/ 100

    ml

    8,7 ml

    CaCl2HO  440 4400 mg/ml 8,7 ml

    MgSO 7HO  370 3700 mg/100 ml 8,7 ml

    KHPO   170 1700 mg/100 ml 8,7 ml

    Mikro FeSO7HO  27,8 2780mg/ 100 ml 0,87 ml

    NaEDTA 37,3 3730mg/100 ml 0,87 ml

    MnSO4HO  22,3 2230mg/100ml 0,87 ml

    ZnSO7HO  8,6 860mg/100ml 0,87 ml

    H3 BO3  6,2 62mg/50ml 4,35 ml

    Kl 0,83 83mg/50ml 0,435 ml

    NaMo2HO  0,25 25mg/50ml 0,435 ml

    CuSO5HO  0,25 25mg/100ml 0,087 ml

    CaCl2HO  0,25 25mg/100ml 0,87 ml

    Vitamin Myonitoso l 100 2500 mg/50ml 1,74ml

     Niacin 0,5 50 mg/50ml 0,435 ml

    Proyidoxine-

    HCL

    0,5 50 mg/50ml 0,435 ml

    Thiamin-

    HCL

    0,1 50 mg/100 ml 0,174 ml

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    34/79

    33

    Sumber

    karbon

    Sukrosa 30.000 26,1 gr

    Bahan

     pemadat

    Bacto agar 7500 6,252gr

    1.2 Perhitungan

    Makro

       

    V1.C1 = V2.C2

    870 ml x160

    1000 =

    160

    100  

    8,7 ml x 165 = V2.165

    V2=8,16

    16 

    V2= 8,7 ml

     

     

    V1.C1 = V2.C2

    870 ml x1900

    1000 =

    1900

    100  

    87 ml x 19 = V2.190

    V2=819

    190 

    V2= 8,7 ml

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    35/79

    34

       

    V1.C1 = V2.C2

    870 ml x0

    1000 =

    00

    100  

    87 ml x 19 = V2.190

    V2=8,

     

    V2= 8,7 ml

       

    V1.C1 = V2.C2

    870 ml x30

    1000 =

    300

    100  

    8,7 ml x 37 = V2.190

    V2=819

    190 

    V2= 8,7 ml

       

    V1.C1 = V2.C2

    870 ml x10

    1000 =

    100

    100  

    8,7 ml x 17 = V2.17

    V2=8, .1

    V2= 8,7

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    36/79

    35

    Mikro

       

    V1.C1 = V2.C2

    870 ml x,8

    1000 =

    80

    100  

    V2 =80 ,8

    1000 ,8 

    V2= 0,87ml

      EDTA

    V1.C1 = V2.C2

    870 ml x3,3

    1000 =

    3,30

    100  

    V2 =803 ,3

    10003 ,3 

    V2= 0,87ml

     

     

    V1.C1 = V2.C2

    870 ml x,3

    1000 =

    ,3

    100  

    V2 =80 ,3

    1000 ,3 

    V2= 0,87ml

     

     

    V1.C1 = V2.C2

    870 ml x8,6

    1000 =

    860

    100  

    V2 =808,6

    10008,6 

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    37/79

    36

    V2= 0,87ml

       

    V1.C1 = V2.C2

    870 ml x6,

    1000 = V2.

    6,

    100  

    V2 =806,

    10006, 

    V2 =80

    1000 

    =30

    1000

     

    = 4,35 ml

      Kl

    V1.C1 = V2.C2

    870 ml x0,83

    1000 = V2.

    83

    0  

    870 ml. 0,00083 = V2. 1,66

    V2 =800,00083

    1,66 

    = 0,435

       

    V1.C1 = V2.C2

    870 ml x 0,1000

     = V2. 0

     

    870 ml. 0,00025 = V2. 0,5

    V2 =800,000

    0, 

    V2= 0,435 ml

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    38/79

    37

       

    V1.C1=V2.C2

    870 ml x 0,1000

     = V2. 100

     

    870 ml. 0,00025 = V2. 0,25

    V2 =800,000

    0, 

    V2= 0,087 ml

       

    V1.C1=V2.C2

    870 ml x0,0

    1000 = V2.

    100  

    870 ml. 0,00025 = V2. 0,25

    V2 =800,000

    0, 

    V2= 0,087 ml

      Myonositol

    V1.C1=V2.C2

    870ml x100

    1000 = V2.

    00

    V2 =8

    V2= 1,74 ml

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    39/79

    38

      Niacin

    V1.C1=V2.C2

    870ml x 0,1000

     = V2. 0 0

     

    V2 =8.0,

    V2= 0,435 ml

      Pridoxine HCL

    V1.C1=V2.C2

    870ml x0,

    1000 = V2.

    0

    V2 =8.0,

    V2= 0,435 ml

      Thiamin  –  HCL

    V1.C1=V2.C2

    870ml x0,1

    1000 = V2.

    0

    870. 0,0001 = V2 . 0,5

    V2 =8.0,0001

    0, 

    V2= 0,174 ml

     

    Sukrosa 

    30000

     =

    1000

    80 

    1000x = 30.000 x 870

    x=30000 .80

     

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    40/79

    39

    x =30.870= 26100

    x= 26,1 gr

     

    Bacto agar

    00

     =

    1000

    80 

    x=00.80

    1000 

    x = 6525

    x= 6,525 gr

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    41/79

    40

    KULTUR KALUS

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    42/79

    41

    BAB I

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1.1. Hasil pengamatan

    PERLAKUAN

    ZPT AUKSIN

     NO.

    BOTOL

    DAN

     NAMA

    SAAT

    INISIASI

    SAAT

    MUNCUL

     NYA

    TUNAS

    GAMBAR  

    2,4 D

    1MG/1 

    1.Laila:

      K1 H3 Bakteri (

    30-11-

    2105)

    2.Riza

      K1 H3 Jamur(17-

    11-2015)

    3.Chyntia

      K1 H3 (17-11-

    2015)

    (23-11-

    2015) 

    4.Rani

      K1 H3 Browning

    ( 23-11-

    2015)

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    43/79

    42

    2,4 D

    1MG/1 

    5.Asrul

      K1 H3 Jamur

    (17-11-

    2015)

    6.Racha

      K1 H3 Browning

    (20-11-

    2015)

    7.Ade

      K1 H3 Browning

    (17-11-

    2015)

    8.Ayu

      K1 H3 Browning

    (7-12-

    2015)

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    44/79

    43

    2,4 D

    1MG/1 

    2,4 D

    1MG/1 

    9.Ali

      K1 H3 Jamur (17-

    11-2015

    10.Fajar

      K1 H3 (20-11-

    2015)

    (23-11-

    2015)

    11.Rinda

      K1 H3 (17-11-

    2015)

    (23-11-

    2015) 

    12.Nanto

      K1 H3 (17-11-

    2015) 

    (23-11-

    2015) 

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    45/79

    44

    % Berkalus:

    .

    x100%

    = 1

    x100%=33.33%

    % Kontaminasi:

    .

    x100%

    8

    1X100%= 66,67% 

    PERLAKUAN

    ZPT AUKSIN

     NO.

    BOTOL

    DAN

     NAMA

    SAAT

    INISIASI

    SAAT

    MUNCUL

     NYA

    TUNAS

    GAMBAR  

    IBA

    1MG/1 

    1.Laila:

      K2 H3 Bakteri (

    30-11-

    2105)

    2.Riza

      K2 H3 Kalus(17-

    11-2015)

    (23-11-

    2015)

    3.Chyntia

      K2 H3 (17-11-

    2015)

    (23-11-

    2015) 

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    46/79

    45

    IBA

    1MG/1 

    4.Rani

      K2 H3 Browning

    ( 17-11-

    2015)

    5.Asrul

      K2 H3 Jamur

    (20-11-

    2015)

    6.Racha

      K2 H3 Browning

    (20-11-

    2015)

    7.Ade

      K2 H3 Browning

    (17-11-

    2015)

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    47/79

    46

    IBA

    1MG/1 

    8.Ayu

      K2 H3 Browning

    (7-12-

    2015)

    9.Ali

      K2 H3 Jamur

    (20-11-

    2015

    10.Fajar

      K2 H3 (20-11-

    2015)

    (23-11-

    2015)

    11.Rinda

      K2 H3 (17-11-

    2015)

    (23-11-

    2015) 

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    48/79

    47

    12.Nanto

      K2 H3 (17-11-

    2015) 

    (23-11-

    2015) 

    % Berkalus:

    .

    X100%

    1x100%=41,67

    % Kontaminasi:

    .

    X100%

    1X100%= 58,33%

    1.2 Pembahasan

    Pada praktikum kali ini yaitu menganai kultur kalus dengan menggunakan

    eksplan wortel. Kalus sendiri merupakan suatu kumpulan sel amorphous(belum

     berdifisiensi) yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus

    menerus secara in-vitro atau di dalam tabung dan tidak terorganisasi sehingga

    memberikan penampilan massa sel yang bentuknya tidak teratur. Dalam proses

     pembuartanya wortel terlebih dahulu dicuci dan dikupas kemudian diambil jaringan

    kambium , jaringan kambium inilah yang digunakan sebagai eksplan dalam proses

    kultur jaringan wortel. Sebelumya wortel terlebih dahulu direndam dalam larutan bakterisida agar steril dari kontaminasi bakteri dan kemudian direndam di larutan

    Clorox 10 dengan kadar berbeda 10%, 5 % sebagai disinfektan, setelah itu

    dilakukan sterilisasi sedang dengan menggunakan HgCl  untuk menghilangkan

     berbagai mikroba yang dapat mengakibatkan kontaminasi pada eksplan. Tujuan

     pemberian berbagai larutan yang telah disebutkan diatas sebenarnya sama yaitu

    untuk sterilisasi bahan dari kontaminan agar nantinya eksplan dapat tumbuh dengan

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    49/79

    48

     ba tanpa adanya kontaminasi yang dapat mengakibatkan eksplan menjadi mati.

    Prinsip kultur jaringan sendiri yaitu harus steril dan tentunya dalam pembuatan

    media juga harus steril sebagai tempat eksplan untuk tumbuh dan berkembang, agar

    eksplan dapat tumbuh dengan baik dan optimal maka media yang dibuat harus dapat

    memenuhi kebutuhan unsur-unsur hara ensensial yang dibutuhkan eksplan untuk

    tumbuh dan berkembang, untuk memenuhi akan kebutuhan unsur hara eksplan

    tersebut, di dalam media ditambahkan berbagai zat seperti vitamin, asam amino,

    hormon dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Selain untuk memenuhi kebutuhan eksplan

    akan unsur hara, vitamin dan zat pengatur tumbuh (ZPT) digunakan untuk

    mempercepat pertumbuhan eksplan dan mengatur tumbuhnya eksplan. Namun

    dalam penggunaan zat pengatur tumbuh dalam pembuatan media jika terlalu tinggi

    dapat menghambat pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena interaksi

    antar hormone dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel. Zat

     pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogensis dalam kultur

    kalus. Untuk kultur kalus, zat pengatur tumbuh yang digunakan yaitu zat pengatur

    tumbuh dari kelompok auksin yaitu 2,4 D 1mg/1 dan IBA 1 mg/1. 2,4 D memiliki

    fungsi penting untuk pemanjangan sel dalam pembentukan kalus sedangkan IBA

    ( Indole butyric acid)  nantinya berfungsi untuk perpajangan akar. Berdasarkan

     praktikum kultur kalus wortel ( Daucus Carota L) dengan menggunakan 2

     perlakuan yaitu menggunakan zat pengatur tumbuh 2,4 D dan IBA, masing-masing

     perlakuan terdiri dari 12 botol kultur . Dari hasil praktikum penanaman eksplan

    wortel didapatkan eksplan yang ditanam dalam botol kultur terkena kontaminasi 1

    minggu setelah penanaman dengan munculnya jamur berwarna putih dengan ciri-

    ciri eksplan menjadi kering dan muncul hifa jamur pada tanaman yang terserang

    dan dicirikan dengan adanya garis-garis (seperti benang) yang berwarna putihsampai abu-abu, selain itu juga terdapat eksplan yang terkena bakteri dengan

    dicirikan terdapat lendir berwarna putih disekitar eksplan dan di dalam media.

    Kontaminasi itu terjadi di dua perlakuan baik itu perlakuan 2,4D dan IBA. Untuk

    di perlakuan 2,4 D terdapat 8 eksplan yang terkontaminasi jamur/bakteri dengan

    kadar (%) kontaminasi 66,67% sedangkan di perlakuan IBA terdapat 7 eksplan

    yang terkontaminasi jamur maupun bakteri dengan kadar kontaminasi (%) 58,33 %.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    50/79

    49

    Penyebab terjadinya kontaminasi bisa dapat diakibatkan karena kesalahan

     penaman, saat sterilisasi media dan eksplan atau bahkan pada saat pembuatan yang

    kurang steril. Eksplan dapat terkontaminasi oleh beragai mikroorganisme seperti

     jamur, bakteri, serangga, virus. Organisme-organisme tersebut secara universal

    terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat pantogenik, artinya

    menyebabkan tanaman menjadi rusak bahkan mati karena adanya aktivitas mikroba

    yang merusak sel atau jaringan eksplan. Dalam kondisi in-vitro mengandung

    sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu hangat

    sangat disukai oleh mikroorganisme, sehingga sering kali tumbuh dan berkembang

    cepat, mengalahkan eksplan jika pada proses saat kultur telah terkontaminasi.

    Sedangkan terdapat 4 eksplan yang tumbuh kalus pada perlakuan 2,4 D dengan

    kadar kalus (%) 33,33% dan terdapat 5 eksplan yang tumbuh kalus pada perlakuan

    IBA dengan kadar kalus (%) 41,67%. Terbentuknya kalus ini sebagai respon

    terhadap perlukaan (woulding ) yang dilakukan dalam pemotongan umbi wortel.

    Setelah terbentuknya kalus maka nantinya dapat menjadi tanaman utuh setelah

    melalui proses morfogenesis yang telah di induksi. Dalam proses induksi ini

    memerukan agen penginduksi yaitu berupa zat pengatur tumbuh dalam kultur kalus

    wortel kali ini menggunakan ZPT dari kelompok auksin yaitu 2,4 D dan IBA.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    51/79

    50

    BAB II

    KESIMPULAN

    2.1 Kesimpulan

    Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai

     berikut

    1. 

    Dalam melakukan kultur kalus wortel ( Daucus carota L) harus

    memegang keseterilan bahan maupun fasiltas dalam melakukan

     penanaman eksplan untuk menghidari kontaminasi dari berbagai macam

    mikroorganisme seperti jamur maupun bakteri

    2.  Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan unsur hara dalam media kultur

    kalus dilakukan penambahan vitamin, asam amino, hormon dan zat

     pengatur tumbuh (ZPT)

    3.  Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan dalam kultur kalus wortel

    yaitu dari golongan auksin 2,4 D untuk pemanjangan sel dalam

     pembentukan kalus dan IBA untuk pemajangan akar

    4.  Prosentase hidup kalus lebih besar pada perlakuan IBA dengan nilai

    41,67%

    5.  Terbentuknya kalus merupakan respon dari perlakuan perlukaan

    (Woulding)  dalam pemotongan umbi wortel

    6.  Penyebab terjadinya kontaminasi pada eksplan disebabkan karena

    kesalahan penaman, saat sterilisasi media dan eksplan atau bahkan pada

    saat pembuatan yang kurang steril

    1.2 Saran

    Untuk pelaksanaan praktikum sendiri berjalan lancar. Diharapkan

    kedapanya fasilitas laboratorium bioteknologi dapat ditingkatkan agar nantinya

     praktikan mudah untuk mengerti dan dapat berjalan lancar

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    52/79

    51

    DAFTAR PUSTAKA

    Abidin, Z. 2000. Dasar-dasar tentang zat pengatur tumbuh. PT. Angkasa.

    Bandung

    Gunawan, L.W . 2001. Teknik kultur jaringan in-vitro dalam hortikultura.

    Penebar Swadaya. Jakarta

    Herawan, T . 2004 . Protokol kultur jaringa tanaman hutan. Rajawali Press.

    Jakarta

    Santoso da F. nursandi. 2004. Kultur jaringan tanaman. Unibraw Press. Malang

    Yusnita. 2003. Buku petunjuk praktikum kultur jaringan. UNS press. Surakarta

    Zulkarnain. 2009 . Kultur jaringan tanaman. Bumi aksara. Jakarta

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    53/79

    52

    KULTUR PUCUK TANAMAN BERKAYU

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    54/79

    53

    BAB I

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1.1 Hasil pengamatan

    PERLAKUAN

    ZPT PADA

    MEDIA

    TANAM

     NO.

    BOTOL

    DAN

     NAMA

    SAAT

    INISIASI

    SAAT

    MUNCUL

     NYA

    TUNAS

    GAMBAR  

    1.Laila Jamur

    (26-11-

    2015)

    2.Riza Media

    Rusak

    (26-11-

    2015)

    3.Chyntia Bakteri

    (26-11-

    2015)

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    55/79

    54

    MSNAA

    0,3 mg/l

    BAP 1

    mg/l

    (P2H3)

    4.Rani Inisiasi (7-

    12-2015)

    26-12-2015

    5.Asrul Jamur

    (7-12-

    2015)

    6.Racha Jamur

    (7-12-

    2015)

    7.Ade Jamur

    (7-12-

    2015)

    8.Ayu Bakteri

    (7-12-2015)

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    56/79

    55

    9.Ali Inisiasi (7-

    12-2015)

    26-12-2015

    10.Fajar Jamur

    (26-11-

    2015)

    11.Rinda Inisiasi (7-

    12-2015)

    26-12-2015

    12.Nanto Inisiasi (7-

    12-2015)

    26-12-2015

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    57/79

    56

    % Berkalus:

    .

    X100%

    1X100%= 33,3% 

    % Kontaminasi:

    .

    X100%

    8

    1X100%= 66,7% 

    1.2 Pembahasan

    Praktikum kali ini mempelajari tentang bagaimana pertumbuhan dari

    tanaman. Kultur meristem ini sendiri memiliki dua cara berbeda dalam

     penumbuhannya sendiri. Yaitu ada cara kultur pucuk serta kultur mata tunas. Kultur

     pucuk sendiri yaitu proses penumbuhan tanaman menggunakan eksplan dari

    tumbuhan itu sendiri, khususnya dari pucuk muda tanaman yang akan dikulturkan.

    Untuk praktikum kali ini kita memakai kultur pucuk untuk proses

     pengkulturannya. Eksplan yang kita yang pakai yaitu tunas Gymelina. Untuk

     perlakuan ini sendiri harusnya memakai 2 ZPT yang berbeda, yaitu IBA dan BAP

    serta NAA dan BAP. Tetapi dikarenakan terjadi insiden dalam praktikum ini, yaitu

    media IBA dan BAP mencair, sehingga NAA dan BAP lah yang digunakan sebagaimedia utama. Fungsi penambahan zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dan

    sitokinin yaitu untuk merangsang pertumbuhan sel, sintesis DNA kromosom,

     pembentuk tunas, merangsang pertumbuhan akar , akan tetapi jika digunakan dalam

    dosis tinggi , maka akan menghalangi pertumbuhan bahkan membunuh.

    Untuk percobaannya sendiri digunakan pucuk tanaman muda dari eksplan,

    kemudian ditanam di media yang telah disediakan. Setelah itu dilakukan

     pengamatan di setiap 4 hari sekali. Berdasarkan tabel yang telah dicantumkan

    memberikan hasil bahwa kebanyakan dari pucuk yang ditumbuhkan mengalami

    kontaminasi.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    58/79

    57

    Mulai dari terkena bakteri maupun jamur serta ada yang medianya sendiri

    rusak, yaitu belum memadat. Untuk media sendiri terjadi karena adanya kesalahan

    teknis di ruangan penyimpanan, dimana AC dalam ruangan itu mati dan

    menyebabkan media tersebut mencair kembali dan kemungkinan dapat disebabkan

    oleh kesalahan dalam pembuatan komposisi awal . Untuk media maupun tanaman

    yang tercemar oleh bakteri serta jamur kali ini memiliki banyak alasan.

    Yang pertama bisa saja karena kurang sterilnya para pelaku praktikum. Hal

    ini bisa sangat membahayakan bagi tanaman tersebut, karena apabila jamur ataupun

     bakteri sudah menginvasi media maupun tumbuhan tadi maka dapat menyebabkan

    kematian apabila tanaman tersebut tak dapat bersaing. Selain itu penyebab eksplan

    tercemar juga bisa karena tak sengaja menjatuhkan eksplan, kemudian menaruhnya

    kembali dan menanamnya kembali pada media. Hal ini walau terlihat sepele tapi

    dapat mengakibatkan gagalnya penumbuhan tanaman.

    Karena apabila tanaman sudah jatuh, sapa tau tanaman tersebut membawa

     bibit-bibit jamur ataupun bakteri yang kemudian dibawa tumbuh di media tadi. Dan

    apabila kedua hal ini berhasil tumbuh, maka akan sangat membahayakan bagi

    kelangsungan hidup tanaman yang kita kulturkan di botol kultur. Sedangkan untuk

    tanaman yang telah tumbuh, membutuhkan waktu yang lumayan lama. Untuk mulai

    tumbuh sendiri kebanyakan mencapai waktu-waktu paling akhir di praktikum. Dan

     jumlah dari tanaman yang tumbuh ini sangatlah sedikit, karena kebanyakan eksplan

    yang kita pakai kontaminasi semua.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    59/79

    58

    BAB II

    PENUTUP

    2.1 Kesimpulan

    Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

     berikut.

    1. 

    Kultur pucuk adalah kultur jaringan yang menumbuhkan tanaman melalui

     pucuk muda dari tanaman itu sendiri

    2.  Kultur meristem ini terbagi menjadi dua, ada kultur pucuk serta kultur

    mata tunas

    3.  Dalam kultur organ pucuk mengguankan zat pengatur tumbuh dari

    kelompok auksin dan sitokinin yaitu IBA, NAA dan BAP

    4.  Rusaknya media dalam kultur pucuk yaitu dapat disebabkan oleh karena

    adanya kesalahan teknik matinya AC dalam ruangan yang menyebabkan

    media menjadi mencair kembali dan kesalahan dalam pembuata komposisi

    awal media juga bisa mempengaruhi.

    5.  Penyebab kontaminasi dalam eksplan kultur pucuk diantaranya dapat

    disebabkan oleh kurang sterilnya praktikan dan kesalaha praktikan dalam

     proses penanaman eksplan dalam media sehingga menyebabkan eksplan

    tidak steril

    6.  Fungsi penambahan zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dan

    sitokinin yaitu untuk merangsang pertumbuhan sel, sintesis DNA

    kromosom, pembentuk tunas, merangsang pertumbuhan akar , akan tetapi

     jika digunakan dalam dosis tinggi , maka akan menghalangi pertumbuhan

     bahkan membunuh

    2.2 Saran

    Mengingat rusaknya media karena kesalahan teknis fasilitas labaratorium,

    maka kedepanya fasilitas harus dapat ditingkatkan kembali.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    60/79

    59

    DAFTAR PUSTAKA

    Dewi, Intan Ratna. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan

    Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran.Bandung

    Gunawan, L.W. 2009. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur

    Jaringan, Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    P. 304

    Hardini, Yunita. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Online,

    http://dinhardini.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 21 november 2015

    Luri, Sepdian. 2009. Macam Macam Mikropropagasi. Online, http://kultur-

     jaringan.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 21 november 2015

    Sriyanti, D.P. dan A.Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yayasan

    Kansius.Yogyakarta. Hal. 18, 54, 57, 63, 67, 69, 82-83.

    Tanamaninvitro. 2012. Zat Pengatur Tumbuh. Onine,

    http://tanamaninvitro.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 21 November 2015

    http://dinhardini.blogspot.co.id/http://dinhardini.blogspot.co.id/http://kultur-jaringan.blogspot.co.id/http://kultur-jaringan.blogspot.co.id/http://kultur-jaringan.blogspot.co.id/http://tanamaninvitro.blogspot.co.id/http://tanamaninvitro.blogspot.co.id/http://tanamaninvitro.blogspot.co.id/http://kultur-jaringan.blogspot.co.id/http://kultur-jaringan.blogspot.co.id/http://dinhardini.blogspot.co.id/

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    61/79

    60

    KULTUR ORGAN DAUN

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    62/79

    61

    BAB I

    PEMBAHASAN

    1.1 Data pengamatan

    PERLAKUAN

    EKSPLAN

    NO.

    EKSPLAN

    SAAT

    INISIASI

    SAAT

    BERKALUS

    WARNA

    KALUS

    GAMBAR

    1.Riza Kalus (16-

    12-2015)

    Hijau

    2.Freda Kalus (16-

    12-2015)

    Hijau

    3.Fajar Jamur

    (3-12-

    2015)

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    63/79

    62

    MS IBA

    0,5 ppm

    BAP 0,7

    ppm

    4.Racha Jamur

    (3-12-

    2015)

    5.Ali Jamur

    (7-12-

    2015)

    6.Asrul Bakteri

    (7-12-

    2015)

    7.Ayu Jamur

    (3-12-

    2015)

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    64/79

    63

    8.Rani Inisiasi

    (7-12-

    2015)

    9.Ade Jamur

    (3-12-

    2015)

    10.Chyntia Jamur

    (3-12-

    2015)

    11.LaIla Kalus (16-

    12-2015)

    Hijau

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    65/79

    64

    12.Rinda Jamur

    (7-12-

    2015)

    %Tanaman Berkalus:

    .

     X100%

    :

     X100%= 33,3% 

    %Tanaman Kontaminasi:

    .

     X100%

    :

     X100%= 66,67% 

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    66/79

    65

    PERLAKUAN

    EKSPLAN

    NO.

    EKSPLAN

    SAAT

    INISIASI

    SAAT

    BERKALUS

    WARNA

    KALUS

    GAMBAR

    MS NAA

    0,5 ppm

    BAP 0,7

    ppm 

    1.Riza Jamur

    (7-12-

    2015)

    2.Freda Inisiasi

    (16-12-

    2015)

    3.Fajar Inisiasi

    (7-12-2015)

    4.Racha Inisiasi

    (26-12-

    2015)

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    67/79

    66

    MS NAA

    0,5 ppm

    BAP 0,7

    ppm

    5.Ali Jamur

    (7-12-

    2015)

    6.Asrul Kalus (16-

    12-2015)

    Hijau

    7.Ayu Bakteri+

    Jamur

    (3-12-

    2015)

    8.Rani Inisiasi

    (16-12-

    2015)

    9.Ade Jamur

    (7-12-

    2015)

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    68/79

    67

    10.Chyntia Jamur

    (7-12-

    2015)

    11.Layla Kalus (16-

    12-2015)

    Hijau

    12.Rinda Inisiasi

    (16-12-

    2015)

    %Tanaman Berkalus:

    .

     X100%

    :

     X100%= 58,3% 

    %Tanaman Kontaminasi:

    .

     X100%

    :

     X100%= 41,7% 

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    69/79

    68

    1.2 Pembahasan

    Praktikum kali ini yaitu berhubungan dengan kultur jaringan khususnya yaitu

    kultur organ dari suatu tanaman. Dan kultur organ yang dipakai pada kultur kali ini

    yaitu kultur organ daun. Praktikum kali ini yaitu akan menumbuhkan tanaman dari

     bagian daun tersebut. Dimana manfaat dari kultur daun sendiri yaitu untuk

    menumbuhkan tanaman dari bagian yang dimilikinya, khusunya yaitu bagian

    daunya sendiri. Secara umum kultur organ dikembangkan dari tanaman (organnya)

    yang memiliki respon pertumbuhan yang baik seperti daun muda, tunas dan yang

    lainnya. Adapun tahapan yang biasa dilakukan dalam kultur organ meliputi

     pembuatan media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisas i.

    Untuk eksplan yang kita pakai sendiri yaitu menggunakan daun dari

    tembakau yang sudah dikulturkan terlebih dahulu. Dan kita mengambil bagian dari

    tembakau ini sendiri untuk kita kulturkan kembali. Dan untuk media sendiri dibagi

    menjadi 2 dengan ZPT yang berbeda. Yang pertama menggunakan ZPT IBA dan

    BAP serta yang kedua menggunakan ZPT NAA dan BAP. Fungsi penambahan ZPT

    dari kelompok auksin dan sitokinin dalam kultur organ daun yaitu untuk

    merangsang pertumbuhan sel, pembentukan tunas dan BAP berfungsi untuk

    merangsang tumbuhya tunas aksiler. 

    Menurut tabel yang tercantum diketahui bahwa media kedua, yaitu media

     NAA dan BAP merupakan media yang terbanyak mengalami pertumbuhan

    tanaman daripada media yang pertama. Hal ini dibuktikan dengan jumlah daun

    yang mengalami inisiasi dan berkalus lebih banyak dari media pertama. Sehingga

     bisa ditarik hipotesis bahwa pada media yang kedua ini merupakan media yang

    ideal dan optimum bagi pertumbuhan dari organ daun itu sendiri.

    Hal ini bisa dikarenakan ZPT yang ada pada media kedua ini lebih dapat

    diterima oleh eksplan daun yang ditanam disini. Dimana ZPT pada media kedua

    dapat dengan mudah diserap dan dicerna oleh eksplan yang ditanam pada media

    kedua ini. Sehingga daun disini mengalami banyaknya pertumbuhan daripada daun

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    70/79

    69

    yang ditanam di media pertama tadi. Dan menjadikan ZPT pada media kedua

    merupakan ZPT yang optimal yang dapat diserap dengan cepat oleh tumbuhan dan

    dapat membantu proses pertumbuhan dari tanaman itu sendiri.

    Selain itu juga unsur kontaminasi juga tak lupa selalu ada pada setiap

     praktikum yang kita lakukan. Mulai dari eksplan yang terkena serangan jamur

    maupun dia terkena serangan bakteri. Hal ini semua bisa ditarik hipotesis,

    kontaminasi ini disebabkan kurang terjaga sterilisasi pada saat melakukan

     praktikum sendiri. Baik pelaku praktikan yang kurang menjaga kebersihannya

    ataupun pada saat pelaksanaannya praktikan melakukan hal yang cerobih seperti

    mengeluarkan tangan pada saat melakukan proses kultur di LAF atau mungkin saja

    menjatuhkan bahan eksplan yang akan dipakai. Hal ini walau terlihat sepele tapi

    sangat mempengaruhi proses dalam kita melakukan proses pengkulturan. Dimana

    apabila sampai tanaman yang kita kulturkan tadi sampai terkontaminasi maka

    dampaknya akan menghambat pertumbuhan dari tanaman tadi, bahkan bisa jadi

    membuat tanaman tersebut malah mati.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    71/79

    70

    BAB II

    PENUTUP

    2.1 Kesimpulan

    Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

     berikut

    1. 

    Kultur organ yaitu kultur jaringan yang memakai organ dari suatu tanaman

    khususnya itu daun.

    2.  Kultur organ daun sendiri berfungsi untuk menumbuhkan tanaman dari

     bagian tanaman itu sendiri, semisal dari daun tanaman itu.

    3.  Tahapan yang biasa dilakukan dalam kultur organ meliputi pembuatan

    media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi.

    4.  Fungsi penambahan ZPT dari kelompok auksin dan sitokinin dalam kultur

    organ daun yaitu untuk merangsang pertumbuhan sel, pembentukan tunas

    dan BAP berfungsi untuk merangsang tumbuhya tunas aksiler.

    5. 

    Perlakuan NAA dan BAP merupakan media yang terbanyak mengalami

     pertumbuhan tanaman daripada media yang pertama. Hal ini dibuktikan

    dengan jumlah daun yang mengalami inisiasi dan berkalus lebih banyak dari

    media pertama.

    6. 

    Faktor yang menyebabkan eksplan mengalami kontaminasi baik itu oleh

     bakteri maupun jamur yaitu praktikan dalam proses penanaman eksplan ke

    dalam media kurang hati-hati sehingga mengakibatkan eksplan

    terkontaminasi.

    7.  Eksplan yang terkontaminasi dapat menyebabkan pertumbuhan eksplan

    menjadi terhambat bahkan dapat mengalami kematian.

    2.2 Saran

    Agar praktikan dapat mengerti dan mendapatkan data yang benar-benar

    valid, maka berbagai fasilitas laboratorium harus lebih ditingkatkan.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    72/79

    71

    DAFTAR PUSTAKA

    Uswaganti, 2014. Manfaat kultur organ . PT. angkasa. Surabaya

    Rahmadewi, 2010. Kultur organ daun tanaman. PT. Erlangga . Jakarta

    Santoso, 2009. Pengaruh zat pengatur tumbuh dalam kultur in-vitro. Unibraw

     press. Malang

    Tatang, 2014. Kultur Organ daun tanaman hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    73/79

    72

    AKLIMATISASI TANAMAN ANGGREK

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    74/79

    73

    BAB I

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1.1 Data pengamatan

    NO MEDIA AKAR

    PAKIS

    MEDIA MOS GAMBAR/FOTO

    1. Akar Pakis 1

    kelompok 2: 90%

    2. Akar Pakis 2

    kelompok 2: 50%

    3. Akar Pakis 1

    kelompok 1: 70%

    4. Akar Pakis 2

    kelompok 1:

    100%

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    75/79

    74

    5. Akar Mos 1

    kelompok 1: 40%

    6. Akar Mos 2

    kelompok 1: 90%

    7. Akar Mos 1

    kelompok 2: 90%

    8. Akar Mos 2

    kelompok 2: 90%

    % Tanaman Hidup: ∑

     X 100% 

    :

    8 X100%= 87.5% 

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    76/79

    75

    1.2 Pembahasan

    Praktikum kali ini yaitu mengenali bagaimana proses aklimatisasi anggrek.

    Aklimatisasi sendiri adalah proses pemindahan planlet dari botol-botol kultur

     jaringan ke lahan dengan lingkungan yang terkendali, terutama terkendali akan

    ketersediaan cahaya dan kelembaban. Dilakukannnya aklimatisasi ini yaitu untuk

    mengenalkan tanaman pada lingkungan baru dan penyesuaian akan tanaman

    terhadap lingkungan luar.

    Untuk jenis anggrek yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu D.Savin

    White. Anggrek ini sendiri merupakan anggrek yang ditanam sebelumnya di dalam

     planlet, kemudian kita aklimatisasikan. Untuk umur anggrek yang kitaaklimatisasikan sendiri, anggrek ini berumur 6 bulan. Dan untuk aklimatisasi

    anggrek ini sendiri kita memakai media tanam yang berbeda-beda.

    Media yang digunakan untuk untuk pengaklimatisasian ini sendiri

    menggunakan media akar pakis beserta mos. Dengan penggunaan 2 media ini kita

    mengecek media manakah yang paling cocok untuk media aklimatisasi dari

    anggrek yang kita uji cobakan ini. Dan dari hasil yang didapat yaitu membuktikan

     bahwa menunjukkan bahwa kedua media ini bisa dibilang cocok untuk aklimatisasi

    tanaman anggrek.

    Karena dalam tabel yang telah tersedia, rasio tumbuh mereka juga sama.

    Hanya saja untuk pertumbuhan individu lebih bagus pada mos. Dimana anggrek

    yang diaklimatisasikan pada media mos 3 dari 4 yang ditanam mengalami

     pertumbuhan yang signifikan, dengan bagian yang tumbuh sekitar 90%. Hal ini

    dapat dibandingkan dengan media akar pakis yang hanya 2 dari 4 yang ditanam

    yang mengalami pertumbuhan signifikan. 2 dari tanaman lainnya pada media akar

     pakis sendiri mengalami pertumbuhan dibawah 50%.

    Hal ini bisa disebabkan karena pada media mos sendiri, media ini lebih

    menyerap banyak air daripada media akar pakis. Sehingga dengan banyaknya

    ketersediaan air dalam media, membuat anggrek sendiri bisa tumbuh berkembang

    karena kebutuhan airnya sendiri tercukupi. Selain itu juga media moss sendiri

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    77/79

    76

    memiliki kandungan nitrogen dan sedikit fosfor yang berfungsi untuk merangsang

     pertumbuhan tanaman dan mempercepat pertumbuhan dan pembungaan pada

    tanaman anggrek. Dan hal ini lah yang membuat nilai tambah dari moss sendiri

    karena 2 kandungan hara tadi dapat mempengarui pertumbuhan dari anggrek itu

    sendiri.

    Selain itu juga faktor penyebab kematian pada praktikum kali ini lebih banyak

    disebabkan oleh daun dari anggrek yang terserang bakteri. Dikarenakan daun yang

    terserang bakteri ini menyebabkan anggrek tak dapat tumbuh secara maksimal.

    Serta dapat diasumsikan bahwa anggrek yang diaklimatisasikan kali ini masih

     belum siap untuk dikeluarkan. Dimana kebanyakan anggrek yang kita

    aklimatisasikan terkena serangan bakteri. Sehingga membuat anggrek sendiri

    memiliki daya hidup yang rendah dan bisa saja anggrek tersebut mengalami

    kematian.

    Solusi yang bisa dilakukan pada praktikum kali ini yaitu dimana

    dilakukannya perawatan secara berkala dan dapat menyemprotkan bakterisida ke

    tanaman anggrek sesuai dengan dosis yang dianjurkan atau dapat menggunakan

     pestisida nabati yang tentunya ramah lingkungan. Serta juga kita harus mengetahui

    kesiapan dari planlet anggrek sendiri, apakah anggrek ini sudah siap untuk

    diaklimatisasikan atau tidak. Karena apabila anggrek masih belum waktu

    aklimatisasi, lalu kita paksa untuk aklimatisasi maka akan menimbulkan kematian

     pada tanaman itu sendiri. Sehingga diharapkan kita bisa lebih mengetahui seluk

     beluk dari tanaman yang akan kita aklimatisasi.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    78/79

    77

    BAB II

    PENUTUP

    2.1 Kesimpulan

    Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan

    sebagai berikut

    1. 

    Media yang digunakan pada aklimatisasi tanaman anggrek adalah akar

     pakis beserta moss

    2.  Faktor yang mempengaruhi keberhasilan Aklimatisasi sendiri antara

    lain ada cahaya, suhu, kelembapan serta ketersediaan air

    3.  Aklimatisasi sendiri berperan bagi penyesuaian anggrek pada

    lingkungan sekitarnya, sehingga bisa dibilang aklimatisasi yaitu cara

     pengenalan tanaman dari planlet ke lingkungan luar.

    4.  Terdapat solusi untuk mengatasi pencegahan anggrek mengalami

    kematian dan terkena kontaminasi yaitu dengan perawatan secara

     berkala dan penyemprotan tanaman anggrek menggunakan bakterisida

    sesuai dosis pemakaian atau menggunakan pestisida nabati yang ramah

    lingkungan.

    5.  Rasio tumbuh pada aklimatisasi tanaman anggrek terbesar yaitu

    dengan menggunakan media moss dengan nilai 90%, karena media ini

    lebih banyak menyerap air daripada media akar pakis dan memiliki

    kandungan nitrogen dan fosfor yang berfungsi untuk merangsang

     pertumbuhan tanaman dan mempercepat pertumbuhan dan

     pembungaan pada tanaman anggrek

    2.2 Saran

    Kedepannya untuk fasilitas untuk aklimatisasi dapat ditingkatkan, karena

    fasilitas yang sekarang begitu minum sehingga pengamatan tidak dapat

    menghasilkan data yang valid.

  • 8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf

    79/79

    DAFTAR PUSTAKA

    Beni , 2007. Macam-macam media akimatisasi kultur jaringan. PT. Angkasa.

    Bandung.

    Fatimah, 2013.  Media kultur jaringan . Unibraw Press. Malang

    Herawan, 2006. Kultur jaringan tanaman anggrek . Bumi aksara. Jakarta

    Rossa, 2011. Teknik kultur jaringan tanaman. UNS press. Surakarta

    Trubus, 2005. Aklimatisasi tanaman kultur jaringan. Penebar swadaya. Jakarta

    Untung, S. 2013. Aklimatisasi tanaman anggrek . UMM press. Malang