laporan praktiku mikroalga
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
CRYPTOGAMAE 2
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah praktikum Cryptogamae
yang dibina oleh Rizal Maulana Hasby
Disusun oleh :
Murni Rahayu 1211702057
Kelompok III
Biologi IV B
Tanggal Praktikum: 09 Maret 2013
Tanggal Pengumpulan Laporan : 23 Maret 2013
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2013
I. Judul Praktikum
Menghitung Jumlah Sel Mikroalga Coelastrum sp dan Pengukuran Kadar Klorofil
Mikroalga
II. Pendahuluan
II.1 Tujuan Praktikum
Mengetahui pengaruh media terhadap jumlah sel Coelastrum sp
Mengetahui struktur tubuh (bentuk) Coelastrum sp
Memiliki keterampilan menghitung jumlah sel mikroalga
Mengetahui pengaruh media terhadap kandungan klorofil mikroalga
Memiliki keterampilan menghitung jumlah sel mikroalga
II.2 Teori Dasar
Ditinjau secara biologi, alga merupakan kelompok tumbuhan yang
berklorofil yang terdiri dari satu atau banyak sel dan berbentuk koloni. Di dalam
alga terkandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin,
mineral, dan juga senyawa bioaktif (Lakitan, 1993).
Alga hijau merupakan kelompok terbesar dari vegetasi alga. Alga hijau
berbeda dengan divisi lainnya karena memiliki warna hijau yang jelas seperti
tumbuhan tingkat tinggi karena mengandung pigmen klorofil a dan klorofil b
lebih dominan dibandingkan karoten dan xantofit (Bold, 1985).
Alga hijau merupakan kelompok alga terbesar dan yang paling beragam
karena ada yang bersel tunggal, koloni dan bersel banyak. warna hijau dari
klorofil a dan b yang sama dalam proporsi sebagai 'tinggi' tanaman serta c klorofil
tetapi dilaporkan terdapat di beberapa prasinophyceae; U-karoten, dan berbagai
karakteristik xanthophylls. Hasil asimilasi berupa amilum yang tersusun dalam
kloroplas, kloroplasnya beraneka bentuk dan ukurannya, ada yang seperti
mangkok, seperti busa, seperti jala, dan seperti bintang, penyusunnya sama seperti
pada tumbuhan tingkat tinggi yaitu amilase dan amilopektin (Salisbury, 1995).
Alga berperan sebagai produsen dalam ekosistem. Berbagai jenis alga
yang hidup bebas di air terutama yang tubuhnya bersel satu dan dapat bergerak
aktif merupakan penyusun pitoplankton. Sebagian fitolankton adalah alga hijau,
pigmen klorofil yang dimilikinya aktif melakukan fotosintesis sehingga alga hijau
merupakan produsen utama dalam ekosistem perairan. Beberapa anggota atau
bagian yang bergabung dalam divisi chlorophyta mempunyai persamaan pigmen,
tempat penyimpanan dan susunan kloroplas. Pigmen-pigmen fotosintesis alga
hijau berklarofil a dan b dan mengandung siphonaxanthin atau lutein. Dan tempat
penyimpanan cadangan makanan biasanya berupa pati (Krebs, 1989).
Salah satu anggota dari divisi chlorophyta yaitu Coelastrum sp.
Coelastrum sp merupakan organism uniseluler, hidup secara berkoloni,
mempunyai klorofil, hidup secara autotrof, tidak berflagel sehingga tidak bisa
bergerak, merupakan produsen primer, penyedia oksigen nomer 1 (Magurran,
1988).
Klorofil merupakan pigmen yang terdapat dalam kloroplast (butir hijau
daun) yang fungsinya menangkap cahaya matahari pada panjang gelombang
tertentu. Klorofil sangat berperan dalam proses fotosintesis. Klorofil disintesis
atau dibentuk di dalam kloroplas. Terbentuknya klorofil sangat bergantung pada
kondisi nutrisi yang terkandung dalam tumbuhan. Unsur Mg merupakan salah
unsur yang terpenting dalam pembentukan klorofil, karena Mg merupakan inti
dari klorofil itu sendiri. Bahan dasar pembentukan klorofil antara lain adalah : N,
H, C,O dan Mg (Basset, 1994).
Kandungan klorofil suatu organisme bisa dihitung menggunakan alat
spektrofotrometer. Spektrometer adalah alat yang menghasilkan sinar dari
spectrum dengan panjang gelombang tertentu. Prinsip dari spektrofotometer
adalah bagaimana molekul-molekul di dalam suatu larutan dapat menyerap
cahaya. Semakin banyak molekul di dalam larutan, berarti juga konsentrasi
larutan tersebut tinggi, maka semakin banyak cahaya yang akan diserap dan
absorbansi akan semakin tinggi. Berlaku pula sebaliknya. Kuvet adalah alat yang
digunakan untuk menempatkan larutan sampel ke dalamnya. Ekstrak dimasukkan
dalam kuvet dan diukur kandungan klorofilnya dengan spektrofotometer
(Khopkar, 1998).
III. Metode
III.1 Alat dan Bahan
Alat Bahan
1. Rak kultur
2. Botol kultur 2 buah
3. Selang
4. Aerator
5. Lampu TL 40 watt
6. Haemocytometer
7. Lux meter
8. Pipet tetes
9. Spektrofotometer
10. Centrifuge
11. Tabung centrifuge 2 buah
12. Gelas ukur
13. Tabung reaksi
14. Glass bead
15. Kuvet 2 buah
1. Isolat Coelastrum sp.
2. Media basal bold (MBB)
3. Kultur mikroalga
4. Etanol 96%
III.2 Prosedur Kerja
Penghitungan jumlah sel mikroalga jenis Coelastrum sp.
Dibuat media basal bold sesuai dengan panduan Bischoft 1963.
Diatur pencahayaan lampu TL maksimal 5000 lux.
Dipasang selang kultur pada aerator kemudian dimasukkan pada botol kultur.
Pengukuran kadar klorofil mikroalga
Diinokulasikan 10% Coelastrum sp. pada media.
Coelastrum sp. tersebut diisolat selama 1
minggu.
Dihitung pertambahan jumlah sel/hari menggunakan haemocytometer di bawah
mikroskop.
Diambil 8 ml sampel kultur mikroalga.
Sampel tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit.
Supernatan dibuang dan diambil endapannya.
Ditambahkan etanol 90% sehingga volum akhir menjadi 10 ml.
Dimasukkan beberapa butir glass bead, kemudian divorteks selama 10 menit dan
disentrifugasi kembali.
Supernatan diukur, lalu diukur menggunakan spektrofometer pada panjang gelombang 645 nm dan 663 nm.
Dihitung kadar klorofil tersebut dengan menggunakan rumus berdasarkan Arnon (1979).
IV. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Pertumbuhan Sel Coelastrum
Rumus Kerapatan = N x104.
Ket : N = Jumlah sel
Hari ke-
Jumlah Pertumbuhan
SelKerapatan
Aerator Kontrol Aerator Kontrol
1 - - - -
2 - - - -
3 - - - -
4 137 73 K = 1370000 sel/ml K = 730000 sel/ml
5 165 29 K = 1650000 sel/ml K = 290000 sel/ml
6 418 255 K = 4180000 sel/ml K= 2550000 sel/ml
Tabel 2. Kandungan Klorofil Coelastrum sp.
Rumus = Klorofil A = (12,7 A663) – (2,7 A645) Klorofil B = ( 22,9 A663) – (4,7 A645) Klorofil total (A + B) = (20,2 A645) + ( 8,0 A633)
Aerator
I645 = 0,315
663 = 0,583
A = (12,7 x 0, 583) – (2,7 x 0,315) = 7,4 – 0,85 = 6,55
A = A 1+ A 2
2=6,55+8,36
2=14,91
2=¿7,45 mg/l
B = (22,9 x 0,583) – (4,7 x 0,315) = 13,35 – 1,48 = 11,87
T = ( 20,2 x 0,315) + (8,0 x 0,583) = 6,36 + 4,66 = 11,02
B = B 1+B 2
2=11,87+15,12
2=27
2 = 13,5 mg/l
II645 = 0,348
663 = 0,732
A = (12,7 x 0,732) – ( 2,7 x 0,348) = 9,3 – 0,94 = 8,36
B = (22,9 x 0,732) – ( 4,7 x 0,348) = 16,76 – 1,64 = 15,12 T=T 1+T 272
=¿ 11,02+12,88
2=¿
24,082
=¿ 12,04
mg/lT = (20,2 x 0,348) + ( 8,0 x 0,732) = 7,03 + 5,85 = 12,88
Kontrol
I645 = 0,206
663 = 0,93
A = (12,7 x 0,93) – (2,7 x 0,206) = 11,81 – 0,55 = 11,26A =
A 1+ A 22
=11,26+1,962
=13,222
=¿ 6,61 mg/lB = (22,9 x 0,93) – (4,7 x 0,206) = 21,3 – 0.96 = 20,34
T = ( 20,2 x 0,206) + (8,0 x 0,93) = 4,16 + 7,44 = 11,6B =
B 1+B 22
=20,34+3,582
=¿ 23,92
2= 11,96 mg/l
II645 = 0,29
663 = 0,216
A = (12,7 x 0,216) – ( 2,7 x 0,29) = 2,74 – 0,78 = 1,96
B = (22,9 x 0,216) – (4,7 x 0,29) = 4,94 – 1,36 = 3,58T =
T 1+T 22
=11,6+7,5782
=¿ 19,17
2=¿9,59 mg/l
T = (20,2 x 0,29 + ( 8,0 x 0,216) = 5,85 + 1,728 = 7,578
Praktikum kali ini yaitu tentang penghitungan jumlah dan pengukuran
kadar klorofil dari jenis mikroalga Coelastrum sp. Pertumbuhan mikroalga pada
umumnya membutuhkan 3 faktor yaitu sinar matahari, nutrisi, dan CO2. Adapun
upaya untuk meningkatkan produksi biomasa mikroalga dapat dilakukan dengan
memanipulasi faktor lingkungan seperti bentuk wadah kultur dan media. Media
yang umum digunakan yaitu media sintetik dan alami. Media sintetik terdiri dari
senyawa-senyawa kimia yang komposisi dan jumlahnya sudah ditentukan. Salah
satunya dengan Medium basal bold (MBB), medium inilah yang digunakan pada
praktikum ini. MBB merupakan medium sintetik yang umum digunakan pada
kultur mikroalga.
Pada praktikum ini dibuat 2 perlakuan yaitu dengan aerator dan tanpa
aerator (kontrol). Untuk aerator dipasang selang kultur yang kemudian
dimasukkan ke dalam botol kultur. Selanjutnya pencahayaan diatur maksimal
5000 lux. Kemudian diinokulasikan Coelastrum sp. pada kedua media tersebut
(kontrol dan aerator), dan dikultur selama 1 minggu. Selanjutnnya dilakukan
perhitungan terhadap jumlah selnya dengan menggunakan haemocytometer yaitu
dengan cara meneteskan kultur sel Coelastrum sp. yang akan dihitung jumlah
selnya sebanyak 1 tetes ke masing-masing dua bagian haemocytometer. Tutup
dengan menggunakan cover glass. Kemudian dilihat di bawah mikroskop dan
difokuskan hingga terlihat kisi-kisi tempat perhitungan sel. Adapun penghitungan
jumlah selnya hanya dilihat pada 4 kotak besar.
Berdasarka hasil pengamatan diperoleh pertumbuhan sel Coelastrum sp.
pada hari ke-4 yaitu sebanyak 73 untuk kontrol dan 137 untuk aerator. Hari ke-5
diperoleh jumlah sel sebanyak 165 untuk aerator dan 29 untuk kontrol. Sedangkan
pada hari terakhir diperoleh sel sebanyak 418 untuk aerator dan 255 untuk
kontrol. Angka-angka tersebut merupakan jumlah dari keempat kotak yang
diamati. Sehingga diperoleh nilai kerapatan untuk masing-masing perlakuan yaitu
hari ke-4 diperoleh nilai kerapatan sebesar 1370000 sel/ml untuk aerator dan
730000 sel/ml untuk kontrol. Hari ke-5 diperoleh nilai kerapatan sebesar 1650000
sel/ml untuk aerator dan 290000 sel/ml untuk kontrol. Hari ke-6 diperoleh nilai
kerapatan sebesar 4180000 sel/ml untuk aerator dan 550000 sel/ml untuk kontrol.
Nilai kerapatan ini menunjukkan populasi sel per satuan luas. Kepadatan sel
dipengaruhi oleh beberapa fakor yaitu temperatur, aerasi, cahaya, dan pH (Boyd,
2004).
Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan dengan aerator dihasilkan
jumlah sel lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan dengan aerator
ini berfungsi untuk menggerakkan air di dalam labu erlenmeyer yang berisi kultur
alga sehingga akan menambah luas permukaan gas CO2 dengan air. Dengan cara
ini diharapkan semakin banyak gas CO2 yang akan terserap oleh air sehingga
pertumbuahn mikroalga di dalamnya akan lebih maksimal. Penggunaan
karbondioksida pada kultivasi mikroalga memberikan pengaruh yang baik bagi
pertumbuhan dan kelimpahan sel mikroalga. Hal ini dapat dilihat dari kelimpahan
sel mikroalga pada setiap harinya yang selalu mengalami kelimpahan tertinggi
bila dibandingkan dengan kultivasi tanpa aerasi (kontrol).
Menurut Benemann (1997), penggunaan karbondioksida pada kultivasi
mikroalga memiliki beberapa keuntungan yaitu mikroalga dapat tumbuh sangat
cepat dan mikroalga tidak membutuhkan tempat atau lahan yang sangat luas untuk
tumbuh. Untuk organisme seperti mikroalga, karbondioksida merupakan faktor
yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroalga
Selain CO2 faktor lainnya yaitu cahaya, nutrien, salinitas dan suhu. Faktor faktor
tersebut merupakan faktor penting dalam pertumbuhan mikroalga khususnya
untuk proses fotosintesis.
Berikut adalah kurva pertumbuahn sel mikroalga Coelastrum sp.
1 2 3 4 5 60
50000010000001500000200000025000003000000350000040000004500000
Pertumbuhan Sel Coelastrum sp.
Aerator
Kontrol
Umur kultivasi ( hari )
Kep
adat
an s
el (
sel/m
l)
Berdasarkan grafik di atas dapat terlihat fase pertumbuhan dari mikroalga.
Dari grafik tersebut terlihat bahwa pertumbuhan mikroalga Coelastrum sp.
tergolong cepat. Pada praktikum ini hanya teramati dari mulai hari ke-3,
sedangkan hari ke-1 dan ke-2 tidak teramati. Hal ini disebabkan karena pada hari
tersebut hanya terlihat sel- sel mikroalganya saja dengan jumlah yang sedikit dan
tidak terlihat adanya kisi-kisi tempat perhitungan sel sehingga kami sulit untuk
menghitungnya.
Berdasarkan literatur bahwa terdapat lima fase pertumbuhan mikroalga
yang terdiri dari fase lag (adaptasi atau istirahat), fase eksponensial, fase
penurunan kecepatan pertumbuhan (deklinasi), fase stationer dan fase kematian.
Fase lag merupakan fase adaptasi. Pada fase ini mikroalga masih mengalami
proses adaptasi sehingga belum terjadi proses pembalahan sel. Karena Fase
eksponensial merupakan fase dimana fase ini dimulai dengan pembelahan sel
dengan laju pertumbuhan yang meningkat secara intensif. Bila kondisi kultivasi
optimum maka laju pertumbuhan pada fase ini dapat mencapai nilai maksimum.
Fase deklinasi merupakan fase yang ditandai oleh pembelahan sel tetap terjadi,
namun tidak seintensif pada fase sebelumnya sehingga laju pertumbuhannya pun
menjadi menurun dibandingkan fase sebelumnya. Fase stasioner merupakan fase
yang ditandai oleh laju reproduksi dan laju kematian relatif sama sehingga
peningkatan jumlah sel tidak lagi terjadi atau tetap sama dengan sebelumnya
(stasioner). Fase kematian merupakan fase yang ditandai dengan angka kematian
yang lebih besar dari pada angka pertumbuhannya sehingga terjadilah penurunan
jumlah kelimpahan sel dalam wadah kultivasi (Kabinawa, 2001).
Berdasarkan literatur tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada hari ke-1 –
ke-3 termasuk fase lag, dengan adanya jumlah sel mikrolaga yang sangat sedikit
menunjukkan bahwa pada hari itu sel mikroalga masih beradaptasi dengan
lingkungannya, sehingga jumlahnya sedikit. Sedangkan pada hari ke-4 – ke-6
merupakan fase eksponensial, karena dari hari ke-4 hingga hari ke-6 terjadi
peningkatan jumlah sel yang signifikan. Dimana sel-sel mengalami pertumbuhan
2 kali lipat, karena sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan. Pada fase ini terjadi
aktivitas fotosintesis yang sangat tinggi yang berguna untuk pembentukan protein
dan komponen-komponen penyusun plasma sel yang dibutuhkan dalam
pertumbuhan. Meningkatnya aktivitas fotosintesis menyebabkan meningkatnya
kandungan klorofil dalam sel.
Setelah dilakukan penghitungan jumlah sel, selanjutnya yaitu pengukuran
kadar klorofil. Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil,
yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Dalam proses
fotosintesis ini terdapat 3 fungsi utama dari klorofil yaitu memanfaatkan energi
matahari, memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat dan menyediakan dasar
energetik bagi ekosistem secara keseluruhan. Pengukuran klorofil ini berfungsi
untuk mengetahui ukuran kelimpahan atau ketersediaan mikroalga dan ukuran
fotosintesis suatu perairan.
Pada pengukuran kadar klorofil ini digunakan beberapa alat yaitu
spektrofotometer, centrifuge, gelas ukur, tabung reaksi dan glass bead. Sedangkan
bahan yang digunakan yaitu masih dari kultur mikroalga yang sama yaitu
Coelastrum sp. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan yaitu, mikroalga yang
telah ditumbuhkan sebelumnya masing-masing (aerator dan kontrol) diambil
sebanyak 8 ml ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian sampel tersebut
disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 3000rpm. Lalu dibuang
supernatannya dan diambil endapannya. Kemudian ditambahkan etanol 90%
hingga volum akhir menjadi 10 ml. Dimasukkan beberapa butir glass bead
(diambil dari bubuk cover glas) dan dikocok selama 10 menit sebagai pengganti
dari vorteks, lalu disentrifugasi kembali dengan kecepatan dan waktu yang sama.
Kemudian supernatan diukur lalu dimasukkan ke dalam kuvet untuk diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 645 dan 663 nm. Setiap
sampel dilakukan dua pengukuran, sehingga didapat 4 hasil yaitu dua untuk
kontrol dan dua lagi untuk aerator.
Berdasarkaan hasil pengukuran diperoleh hasil untuk masing-masing- yaitu
aerator 1, diperoleh 0,315 pada panjang gelombang cahaya 645 dan 0,583 pada
panjang gelombang 663. Aerator 2 diperoleh hasil 0,348 pada gelombang cahaya
645 dan 0,732 pada gelombang cahaya 663. Sedangkan untuk kontrol diperoleh
kontrol 1 dengan hasil 0,206 pada gelombang cahaya 645 dan 0,93 pada
gelombang cahaya 663. Kontrol 2 diperoleh hasil 0,29 pada gelombang cahaya
645 dan 0,216 pada delombang cahaya 663. Dari ke-4 sampel tersebut, masing-
masing dihitung kadar klorofilnya dengan menggunakan rumus untuk klorofil A,
klorofil B dan total (A dan B). Hasil yang didapat dirata-ratakan sesuai dengan
jenis klorofilnya, sehingga diperoleh hasil rata-rata dari masing-masing klorofil
untuk kedua perlakuan yaitu kontrol dan aerator. Diperoleh hasil akhir untuk
aerator yaitu klorofil A = 7,45, klorofil B = 13,5, dan klorofil total (A dan B) =
12,04. Sedangkan untuk kontrol diperoleh klorofil A = 6,61, klorofil B = 11,96,
dan klorofil total = 9,59. Berikut adalah grafik pengaruh media terhadap kadar
klorofil mikroalga Coelastrum sp.
9.59
12.04
Pengaruh Media terhadap Kadar Klorofil Coelastrum sp.
Kontrol Aerator2
Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan aerator
diperoleh jumlah klorofil yang lebih banyak dibandingkan dengan kontrol, baik
itu klorofil A, klorofil B, maupun klorofil total. Hal ini juga menunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah sel didalam kultur tersebut maka kandungan klorofil akan
semakin meningkat. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa seiring
dengan kenaikan jumlah sel maka akan meningkatkan aktivitas fotosintesis
sehingga menyebabkan meningkatnya kandungan klorofil dalam sel. Sedangkan
klorofil jenis B selalu diperoleh jumlah terbanyak dari kedua jenis perlakuan
tersebut. Artinya bahwa klorofil B mendominasi sel coelastrum sp. sebagaimana
literatur bahwa klorofil B terdapat pada ganggang hijau chlorophyta dan
tumbuhan darat dengan rumus kimianya C55 H70 O6 N4 Mg. Pendapat APHA
(1982) juga menyatakan bahwa dalam proses fotosintesis ada beberapa jenis
klorofil yang berperan. Klorofil pada alga planktonik (fitoplankton) dan juga
terdapat di beberapa alga yang hidup di dalam tanah terbagi dalam tiga jenis yaitu
klorofil -a, klorofil -b dan klorofil -c. Klorofil a dan klorofil b paling kuat
menyerap cahaya bagian merah dan ungu spektrum. Grafiktersebut hanya
menunjukkan klorofil total, karena bisa mewakili secara keseluruhan.
V. Simpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa
Coelastrum sp. merupakan anggota dari divisi chlorophyta, dimana anggotanya
mempunyai klorofil atau zat hijau daun sehingga dapat berfotosintesis.
Coelastrum sp merupakan organism uniseluler, hidup secara berkoloni,
mempunyai klorofil, hidup secara autotrof, tidak berflagel sehingga tidak bisa
bergerak, merupakan produsen primer, penyedia oksigen nomer 1.
Media sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga ini. MBB
merupakan salah satu media sintetik yang umum digunakan pada kultur
mikroalga. Pada pertumbuhannya mikroalga umumnya membu tuhkan 3
faktor yaitu matahari, nutrisi dan CO2. Perlakuan dengan aerator dapat
memperluas permukaan gas CO2 dengan air, sehingga pertumbuahn mikroalga di
dalamnya akan lebih maksimal. seiring dengan kenaikan jumlah sel maka akan
meningkatkan aktivitas fotosintesis sehingga menyebabkan meningkatnya
kandungan klorofil dalam sel.
Pertumbuhan sel Coelastrum sp. terus mengalami peningkatan dari hari
ke-4 sampai ke -6 (Fase ekponensial), dan jumlah sel terbanyak diperoleh pada
kondisi aerator. Klorofil terbanyak juga diperoleh pada kondisi aerator dengan
jumlah klorofil total yaitu 12,04 mg/l, sedangkan pada kontrol diperoleh klorofil
dengan jumlah 9,59 mg/l.
DAFTAR PUSTAKA
A.E. Magurran. 1998. Ecological diversity and its measurement. Princeton
University Press, New Jersey.
APHA, AWWA, and WPC. 1982. Standard Methods of the Examination of Water
and Wastewater. American Public Health Association inc, New York.
Basset, J., R.C. Denney, G.H. Jeffery, J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik. Ed. 4. Jakarta: EGC
Boyd, J. 2004. Oceanography, Water, Seawater Ocean Circulation and Dinamics.
Chemical week, June 29. Pub Ink USA
C.J. Krebs. 1989. Ecological methodology, Harper Collins Publisher, New York
H.C. Bold, M.J. Wynne. 1985. Introduction to the algae structure and
reproduction, 2nd ed. Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs.
Kabinawa, I.N.K. 2001. Mikroalga sebagai Sumber Daya Hayati (SDH) Perairan
dalam Perspektif Bioteknologi. Bogor: Puslitbang Bioteknologi Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Khopkar, S.M. 1998. Basic Concepts of Analytical Chemistry. Ed. 2. USA: New
Age International. pp. 63–76
Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo
Persada. Jakarta
Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid Tiga Edisi
Keempat. ITB-Press, Bandung