laporan mikro

15
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI “Uji Sensitivitas Antibiotik: Metode Kirby Bauer” Oleh: Kelompok 10 Anisa Nuraisa Djausal 1118011010 Annisa Ika 1118011009 Bertha Yolanda S 11180110 Diah Septia Liantari 1118011033 M Yogie Fadli 1118011083 Pratiwi Wulandari 1118011098 Ratih Siregar 1118011106 1

Upload: roseanemvs

Post on 07-Jul-2016

242 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asd

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Mikro

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

“Uji Sensitivitas Antibiotik: Metode Kirby Bauer”

Oleh:

Kelompok 10

Anisa Nuraisa Djausal 1118011010

Annisa Ika 1118011009

Bertha Yolanda S 11180110

Diah Septia Liantari 1118011033

M Yogie Fadli 1118011083

Pratiwi Wulandari 1118011098

Ratih Siregar 1118011106

Roseane Maria 1118011116

Rozi K Warganegara 1118011117

Sugma Epri 1118011128

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2013

1

Page 2: Laporan Mikro

PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah penyakit demam enterik yang disebabkan Salmonella sp.

terutama Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi. Demam tifoid juga merupakan penyakit

sistemik yang mengancam nyawa, karena menginvasi usus halus. Menurut World Health

Organization diperkirakan terjadi 17 juta kasus demam tifoid per tahun dan 600 ribu

diantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70% dari seluruh kasus kematian itu menimpa

penderita demam tifoid di Asia. Center for Disease Control and Prevention Indonesia

melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358-810/100.000 populasi pada tahun 2007

dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun dan angka mortalitasnya bervariasi

antara 3,1-10,4% pada pasien rawat inap.

Selain menggunakan kloramfenikol sebagai drug of choice, banyak pula antibiotik

lain yang digunakan untuk penyembuhannya. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional

menyebabkan peningkatan resistensi bakteri. Praktikum ini bermaksud mengetahui

sensitivitas Salmonella sp. terhadap beberapa antibiotik pilihan yang banyak digunakan di

Indonesia dengan tujuan memberi informasi pola resistensi guna terapi empiris.

2

Page 3: Laporan Mikro

CARA KERJA

1. Gunakan kapas steril yang telah disediakan untuk mengambil sediaan bakteri yang

telah diisolasi dari media agar yang telah disiapkan (Salmonella thypii)

2. Setelah mengambil sediaan bakteri, masukkan lidi kapas tersebut ke dalam larutan

NaCl, kemudian kocok sampai warna larutan NaCl+bakteri tersebut sama seperti

warna bahan acuan yang telah ada

3. Kemudian setelah warna larutan sama, celupkan lidi kapas steril ke dalam larutan

NaCl tersebut kemudian oleskan pada media Mueller Hinton Agar secara 3 arah.

4. Setelah itu, tunggu selama beberapa menit

5. Masukkan alcohol 70% ke dalam beaker glass, dan celupkan pinset ke dalamnya dan

lewatkan di atas api bunsen untuk sterilisasi

6. Ambil disc antibiotic dengan pinset tersebut dan letakkan diatas media yang telah

diinokulasi, tekan perlahan

7. Ulangi untuk disc antibiotik lainnya. Kemudian inkubasi pada suhu 35 derajat

Celcius.

8. Hasil inkubasi dibaca segera 16-18 jam, apabila tidak dapat, letakkan dulu di dalam

refrigerator

9. Lakukan pengukuran terhadap zona jernig yang terbentuk di sekitar disk

10. Bandingkan dengan standar acuan untuk menentukan sensitive-intermediate-resisten

3

Page 4: Laporan Mikro

HASIL

Jenis Bakteri: Salmonella sp.

No Disc Antibiotik yang

digunakan

Ukuran Zona Jernih

(mm)

Interpretasi*

1. Ampisilin 0 Resisten

2. Amoksisilin 0 Resisten

3. Ciprofloxaxin 22 Sensitif

4. Ceftriaxon 0 Resisten

Ket: *: bedasarkan sumber acuan Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI)

PEMBAHASAN

Pada praktikum mikrobiologi kali ini, kami melakukan uji sensitivitas antibiotik, yang

bertujuan untuk mengetahui suseptibilitas bakteri terhadap berbagai antibiotik. Prinsip

kerjanya adalah, ketika cakram kertas yang mengandung antibiotik diletakkan pada bakteri

yang tumbuh pada media agar plate, maka akan terbentuk zona jernih di sekitar cakram,

dimana bakteri jika sensitif terhadap antibiotik, tidak dapat tumbuh. Ukuran zona jernih

tergantung pada sensitivitas bakteri terhadap antibiotika spesifik.

Setelah melakukan prosedur inokulasi bakteri, kelompok kami menggunakan 4 disk

antibiotik yang berbeda, yaitu ampisilin, amoksisilin, ciprofloxaxin dan ceftriaxon. Masing-

masing disc diletakkan di atas media agar. Kemudian, media tersebut di inkubasi selama 1

malam dengan suhu 35 derajat celcius.

Setelah semalam, kemudian hasilnya diamati, yaitu zona jernih yang dihasilkan.

Kemudian, diameter zona jernih masing-masing disk dihitung menggunakan mistar dalam

satuan mm dan diperoleh hasil:

Ampisilin : 0mm (resisten)

Amoksisilin : 0mm (resisten)

Ciprofloxaxin : 22mm (Sensitif)

Ceftriaxon : 0mm (resisten)

4

Page 5: Laporan Mikro

Interpretasi suseptibilitas bakteri terhadap antibiotika diperoleh dari CLSI. Sehingga

diperoleh hasil bahwa bakteri tersebut telah resisten dengan antibiotika ampisilin, amoksisilin

dan ceftriaxone, tetapi masih sensitif terhadap ciprofloxaxin.

Data CLSI 2007:

no Antimicrobial Agent Disc Content R (mm) I (mm) S (mm)

1 Ampicillin 10µg ≤13 14-16 ≥17

2 Amoxicillin 10µg ≤13 14-16 ≥17

3 Ciprofloxaxin 30µg ≤15 16-20 ≥21

4 Ceftriaxon 30µg ≤13 14-20 ≥21

Sumber: http://www.microbiolab-bg.com/CLSI.pdf

Tatalaksana pada demam tifoid yang masih sering digunakan adalah istirahat,

perawatan, diet, terapi penunjang, serta pemberian antibiotik. Beberapa jenis antibiotik yang

sering digunakan dalam pengobatan demam tifoid adalah kloramfenikol, ampisilin,

amoksisilin, kotrimoksazol dan antibiotik lainnya yang sekarang banyak digunakan sebagai

alternatif obat seperti azitromisin, ciprofloksasin, asam nalidiksat dan cefixime.

Hasil survei di RSUD Ulin golongan-golongan antibiotik yang dipakai untuk

penanganan demam tifoid pasien anak diantaranya adalah kloramfenikol, amoksisilin,

kotrimoksazol, ceftriaxon, dan cefotaxim.

Kloramfenikol merupakan lini pertama pengobatan demam tifoid. Namun, karena

keterlibatan plasmid Salmonella menjadi resisten terhadap kloramfenikol. Hasil penelitian

tahun 2004 di Bagian Anak RSUD Ulin, Banjarmasin dilaporkan bahwa Salmonella resisten

terhadap kloramfenikol dan amoksisilin, serta memiliki sensitivitas menengah tehadap

kotrimoksazol. Hasil penelitian di Bagian Anak RSUD Ulin, Banjarmasin tahun 2005

memiliki hasil yang serupa dengan penelitian pada tahun 2004 di RSUD Ulin, Banjarmasin.

Hasil penelitian tahun 2011 di Bagian Anak RSUD Ratu Zaleha, Martapura dilaporkan

bahwa Salmonella resisten terhadap amoksisilin dan kotrimoksazol, tetapi sebagian

Salmonella typhi masih sensitif terhadap kloramfenikol.

Timbulnya resistensi bakteri bahkan multiresisten dari populasi bakteri terhadap

berbagai jenis antibiotik menimbulkan banyak masalah dalam pengobatan penyakit demam

tifoid. Pola resistensi yang terjadi sangat tergantung dari pola atau sifat bakteri dan

penggunaan antibiotik dan penatalaksanaan penyakit serta kecepatan resistensi bakteri

5

Page 6: Laporan Mikro

terhadap antibiotik. Tiap-tiap daerah mempunyai pola sensitivitas Salmonella yang berbeda,

sehingga perlu dilakukan uji sensitivitas secara berkala karena pola sensitivitas bakteri dapat

bervariasi pada waktu dan tempat yang berbeda.

Hasil penelitian ini menunjukan angka resistensi S. typhi terhadap amoksisilin lebih

besar dari angka sensitivitasnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya di RSUD

Ratu Zaleha, Martapura tahun 2011, yaitu sensitivitas sebesar 7,69% dan resistensi sebesar

92,31% (10). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian di RSUD Banjarbaru tahun 2009,

yaitu sensitivitas sebesar 70,38% dan resistensi sebesar 29,16% (12). Hasil penelitian di RSU

Bhayangkara, Banjarmasin tahun 2008, yaitu sensitivitas sebesar 59,09% dan resistensi

sebesar 40,91% (11). Hasil sensitivitas antibiotik amoksisilin yang berbeda pada tiap daerah

bisa disebabkan oleh kerasionalan dalam penggunaannya. Hal ini dikarenakan amoksisilin

merupakan obat pasaran yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat untuk dikonsumsi dan

juga karena harganya yang murah. Mekanisme resistensi terhadap obat ini terjadi karena

pembentukan enzim betalaktamase, tidak berkerjanya enzim autolisin sehingga bakteri

toleran terhadap obat, bakteri tidak mempunyai dinding sel (misalnya mikoplasma), serta

perubahan PBP atau obat tidak dapat mencapai PBP.

Sedangkan data yang didapat dari penderita demam tifoid di Rumah Sakit Immanuel

Bandung tahun 2004–2007, dan dilakukan uji resistensi dengan metode difusi cakram

menurut Kirby Bauer dengan standar NCCLS. Antibiotik uji terdiri dari amoksisilin,

amoksisilin-asam klavulanat, kloramfenikol, siprofloksasin, seftriakson, trimetoprim, dan

trimetoprim-sulfametoksazol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa golongan penisilin yaitu

amoksisilin dan gabungan amoksisilin-asam klavulanat memberikan sensitivitas terhadap

Salmonella sp. yang masih tinggi 99,36–99,68%. Kloramfenikol yang selama ini masih

dipertahankan sebagai drug of choice masih sensitif 99,05% walaupun ternyata ada 3 sampel

(0,95%) resisten. Karena sensitivitas tidak mencapai 100% berarti ada kemungkinan kurang

lebih 8% resisten, itu sebabnya walaupun data ini dapat digunakan sebagai terapi empiris,

disarankan untuk melakukan tes resistensi pada Salmonella sp. penyebab demam tifoid guna

terapi antibiotik yang rasional dan tepat guna.

Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya antibiotik yang paling sensitif terhadap Salmonella

typhi adalah Siprofloksasin dan Meropenem (100%) dan yang paling resisten adalah

Seftriakson, Sefotaksim, dan Amoksisilin (68,4%). Sedangkan di RSU Dr. Saiful Anwar

Malang antibiotik yang paling sensitif adalah Meropenem (92,3%) dan yang paling resisten

adalah Amoksisilin (84,6%). Antibiotik Kloramfenikol di RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang

6

Page 7: Laporan Mikro

masih sensitif terhadap Salmonella typhi sebanyak 63,2%, intermediet 5,3 % dan yang

mengalami resisten sebanyak 31,6% berbeda dengan sensitivitas Salmonella typhi terhadap

Kloramfenikol di RSU Dr. Saiful Anwar Malang yang sudah mengalami resisten sebanyak

76,9%, intermediet 0% dan yang masih sensitif sebanyak 23,1%. Seftriakson sebagai salah

satu pilihan kedua untuk pengobatan demam tifoid di kedua Rumah Sakit sudah mengalami

resistensi yaitu di RSUD Dr. Soetomo Surabaya sebanyak 68,4%, intermediet 0% dan yang

masih sensitif sebanyak 31,6%, sedangkan di RSU Dr. Saiful Anwar Malang Seftriakson

yang mengalami resisten sebanyak 53,8%, intermediet sebanyak 23,1% dan yang masih

sensitif sebanyak 23,1%.

Penelitian pada tahun 2002-2005 di FKUI melaporkan bahwa Ceftriacone masih

merupakan antibiotik yang sukses digunakan sebagai terapi untuk pengobatan penyakit

infeksi dengan jangkauan yang luas, walaupun resistensi obat tersebut dilaporkan meningkat

dari tahun 2002-2005. Untuk mencegah peningkatan resistensi obat tersebut, evaluasi

penggunaan obat Ceftriaxone sangat penting di Indonesia.

KESIMPULAN

7

Page 8: Laporan Mikro

Pada praktikum kali ini dilakukan uji sensitivitas beberapa antibiotik untuk

mengetahui suseptibilitas bakteri terhadap antibiotik menggunakan metode Kirby Bauer. Dari

hasil praktikum yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa bakteri Salmonella tersebut telah

mengalami resistensi terhadap antibiotik ampisilin, amoksisilin dan ceftriaxone, sedangkan

masih sensitif terhadap penggunaan ciprofloxaxin.

Penelitian melaporkan bahwa resistensi bakteri salmonella terhadap ampisilin,

amoksisilin dan ceftriaxone memang meningkat di beberapa tempat, seperti di Kalimantan

dan beberapa daerah lainnya di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, tapi di Bandung

antibiotik seperti amoksisilin masih memiliki tingkat resistensi yang rendah dan masih efektif

digunakan sebagai terapi pengobatan (sekitar 99%). Penggunaan Kloramfenikol sebagai lini

pertama pengobatan terhadap bakteri Salmonella sp. juga dilaporkan meningkat hampir di

sebagian besar daerah di Indonesia. Tingkat resistensi yang berbeda-beda pada tiap daerah,

biasanya paling sering disebabkan oleh kerasionalan penggunaan antibiotik. Sehingga,

penggunaan antibiotik yang rasional memang sangat diperlukan untuk mengurangi atau

mencegah terjadinya resistensi antibiotika.

LAMPIRAN

8

Page 9: Laporan Mikro

Inokulasi sebelum di inkubasi

9

Page 10: Laporan Mikro

Inokulasi setelah diinkubasi dalam suhu 35 derajat celcius selama 1 malam

10

Page 11: Laporan Mikro

DAFTAR PUSTAKAhttp://www.microbiolab-bg.com/CLSI.pdf diakses pada hari Senin, 11 November 2013 pada

pk. 21.03

http://ejournal.unlam.ac.id/index.php/bk/article/view/439 diakses pada hari Senin, 11

November 2013 pada pk. 21.16

http://www.mkb-online.org/index.php?view=article&catid=1%3Akumpulan-

artikel&id=263%3Asensitivitas-salmonella-sp-penyebab-demam-tifoid-terhadap-beberapa-

antibiotik-di-rs-immanuel-bandung&format=pdf&option=com_content&Itemid=55 diakses

pada hari Senin, 11 November 2013 pada pk. 21.32

http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/2499/

Vol_3_No_1_F_Sensitivitas%20Salmonella%20typhi%20terhadap%20Kloramfenikol

%20dan%20Seftriakson.pdf?sequence=1 diakses pada hari Senin, 11 November 2013 pada

pk 21.44

Jurnal FKUI Patterns of bacterial resistance against Ceftriaxone from 2002 to 2005 in the

Clinical Microbiology Laboratory of the Faculty of Medicine, University of Indonesia

diakses pada hari Senin, 11 November 2013 pada pk 21.58

11