laporan inventarisasi gas rumah kaca tahun … · 2014-12-29 · o. beban emisi total adalah...
TRANSCRIPT
REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA
TAHUN 2014
DESEMBER 2014
LAPORAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA
TAHUN 2014
Proses Industri dan Penggunaan Produk
1. Pendahuluan
Pada Sub-bagian ini disampaikan sumber-sumber utama emisi GRK yang tercakup di dalam
inventarisasi emisi GRK kegiatan terkait proses industri dan penggunaan produk (industrial
processes and production use, IPPU). Emisi GRK dari kegiatan IPPU mencakup(i) emisi
GRK yang terjadi selama proses/reaksi kimiadi industri, (ii) penggunaan gas-gas kategori
GRK di dalam produk, dan (iii) penggunaan karbon bahan bakar fosil untuk kegiatan (non-
energi), yaitu bukan untuk penyediaan energi namun untuk kegiatan produksi.
Pedoman mengenai penggunaan produk digabung dengan proses industri karena, dalam
banyak kasus, data produksi dan export/import dibutuhkan untuk perkiraan emisi pada
produk-produk dan juga karena penggunaan produk juga terjadi pada aktivitas industri, selain
penggunaan di sektor non-industri (rumah tangga, komersial dan lain-lain). Dengan demikian
adanya double counting juga dapat terhindarkan.
Emisi gas rumah kaca dari sektor industri mencakup CO2, CH4, N2O dan perfluorokarbon
(PFC) dalam bentuk CF4 dan C2F6. Emisi yang dihasilkan, terutama CO2, sebagian besar
berasal dari penggunaan energi dan kegiatan proses produksi. Pada bab ini pembahasan
hanya mencakup emisi yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi, sedangkan untuk emisi
yang berasal dari penggunaan energi dibahas pada sektor energi.
Berbagai macam sumber emisi GRK dari industri di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan
tipe industri. Berdasarkan IPCC GL 2006, tipe industri dikelompokkan menjadi industri
mineral, kimia, logam, penggunaan produk bahan bakar non-energi dan pelarut, elektronik
dan lain-lain. Dalam laporan ini inventarisasi GRK hanya mencakup emisi dari (i) produksi
mineral, seperti semen, kapur, kaca/gelas dan proses lain penggunaan karbonat (keramik dan
penggunaan soda abu), (ii) produksi kimia, seperti ammonia, asam nitrat, karbida, dan
petrokimia (methanol, etilen, etilen diklorida, dan carbon black), (iii) produski logam (besi
dan baja, alumunium, timbal, dan seng), (iv) penggunaan produk bahan bakar non-energi dan
pelarut (pelumas dan lilin parafin) dan (v) lain-lain yaitu penggunaan karbonat untuk industri
pulp dan kertas serta industri makanan dan minuman.
Emisi GRK dari kegiatan produksi kimia (seperti asam adipat, kaprolaktan, glyoxal, titanium
oksida dan industri soda abu) tidak termasuk dalam cakupan inventarisasi GRK karena
industri tersbut tidak beroperasi di Indonesia. Selain itu, sumber emisi GRK dari industri
ferroalloy, elektronik dan produk manufaktur lainnya (pelarut dan penggunaan produk lain)
juga tidak dihitung lagi karena sulitnya mendapatkan data.
2. Metodologi
Estimasi emisi Gas Rumah Kaca untuk sektor proses industri dan penggunaan produk
menggunakan metodologi yang tercantum pada Pedoman IPCC 2006. Ada tiga Tier dalam
menghitung estimasi emisi GRK yaitu Tier 1, 2 dan 3. Menurut pohon keputusan (decision
tree) pada pedoman IPCC 2006, perhitungan emisi GRK untuk sektor proses industri
menggunakan Tier 1. Tier 1 memerlukan data aktifitas berupa data agregat statistik produksi
produk industri, jumlah penggunaan karbona, pelumas, lilin dan lain-lain secara aktual skala
nasional. Pengumpulan data berdasarkan pada jenis industri yang pada salah satu proses atau
keseluruhan proses pembuatan produk mengemisikan atau berpotensi mengemiskan gas
rumah kaca.
Pengembangan menuju Tier 2 sudah dilakukan untuk industri semen dan alumunium. Kedua
industri tersebut mengembangkan faktor emisi lokal spesifik untuk industri mesin melalui
penelitian dan proyek Clean Mechanism Development (CDM).Adanya pengembangan nilai
faktor emisi ini akan mengakibatkan kualitas perhitungan emisi semakin baik sehingga
penurunan emisihingga 26% akan mudah tercapai. Pengembangan faktor emisi juga dapat
menurunkan nilai uncertainty untuk sistem inventarisasi sektor proses industri dan
penggunaan produk.
Mekanisme pengumpulan data dari stakeholder oleh Kementrian Perindustrian juga sudah
mulai dikembangkan. Proses perolehan data (periode pembaharuan data, dsb), sumber data
dan dokumen yang dibutuhkan diperlukan untuk mendapatkan kualitas data yang baik
terutama dalam meningkatkan akurasi serta meminimalkan tingkat ketidakpastian atau
uncertainty. Mekanisme data yang baikakan memberikan dampak kepada penurunan nilai
uncertainty untuk sektor proses industri dan penggunaan produk. Karena dalam proses
penilaian uncertainty selain sumber faktor emisi, sumber data memiliki nilai uncertainty
tertentu. Penurunan nilai uncertainty akan memberikan penilaian yang lebih tinggibagi
keseluruahan sistem inventarisasi sehingga akan didapat kualitas inventarisasi yang lebih
baik.
Perhitungan KCA (Key Category Analysis) menggunakan metode level analisis. Perhitungan
KCA perlu dilakukan untuk mengetahui kategori terbesar yang mengemisi gas rumah kaca
dalam sektor tersebut sehingga apabila sektor ingin melangkah ke metode Tier 2 dan Tier 3,
kategori yang merupakan KCA yang terlebih dahulu dilakukan pengembangannya.
Menurut Pedoman IPCC 2006 hasil estimasi emisi setiap parameter tersebut memiliki unit
Gg-parameter gasnya misalkan Gg CO2, Gg CH4 dan Gg N2O. Untuk keperluan pelaporan,
maka perlu dikonversi satuan Gg CH4 dan Gg N2O menjadi Gg CO2equivalen dengan
mengalikan faktor konversi spesifik parameter dengan beban emisi yang dihasilkan. Faktor
konversi merupakan nilai GWP (Global Warming Potential) yang bernilai 21 untuk CH4 dan
310 untuk N2O. Beban emisi total adalah penjumlahan beban emisi dari CO2, CH4 dan N2O
dalam unit Gg CO2 equivalen.
2.1 Pengumpulan Data Aktivitas & Parameter
Data aktifitas untuk perhitungan emisi sektor proses industri dan penggunaan produk
diperoleh dari beberapa sumber yaitu:
Tabel 1. Sumber Data Aktivitas yang digunakan
Kode Kategori Sumber data/dokumen
Mineral
2A1 Semen Asosiasi Semen Indonesia (ASI) melalui
PPIHLH Kemenperin
2A2 Kapur Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
2A3 Kaca Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
2A4 Proses Lain Penggunaan Karbonat:
2A4a Keramik Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
2A4b Penggunaan lain soda abu Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
Kimia
2B1 Amonia PPIHLH Kementerian Perindustrian
2B2 Asam Nitrat PPIHLH Kementerian Perindustrian
Kode Kategori Sumber data/dokumen
2B5 Karbida PPIHLH Kementerian Perindustrian
Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
2B8 Petrokimia dan Carbon Black:
2B8a Metanol PPIHLH Kementerian Perindustrian
2B8b Etilen PPIHLH Kementerian Perindustrian
2B8c Etilen Diklorida dan VCM PPIHLH Kementerian Perindustrian
2B8f Carbon Black Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
Logam
2C1 Besi dan baja PPIHLH Kementerian Perindustrian
2C3 Aluminium PPIHLH Kementerian Perindustrian
2C5 Timbal Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
PPIHLH Kementerian Perindustrian
2C6 Seng Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
PPIHLH Kementerian Perindustrian
Penggunaan Produk Bahan Bakar Non-Energi dan Pelarut
2D1 Penggunaan Pelumas Handbook of Energy, Kementerian ESDM
2D2 Penggunaan Lilin Parafin Handbook of Energy, Kementerian ESDM
Lain-lain
2H1 Pulp dan Kertas Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
2H2 Makanan dan Minuman Dokumen Statistik Industri BPS / ISIC
Beberapa kategori, data diperoleh langsung dari Kementrian Perindustrian seperti data jumlah
produksi klinker, amonia, asam nitrat, karbida, metanol, etilen, etilen diklorida dancarbon
black. Dari Industri logam, data produksi besi dan baja dan alumunium juga diperoleh dari
Kementrian Perindustrian. Untuk kategori penggunaan pelumas dan lilin parafin diperoleh
dari Handbook of Energy Kementrian ESDM. Sedangkan untuk data lainnya diperoleh dari
dokumen Statistik Industri Manufaktur BPS melalui penelusuran kode Industrial Standard
International Classification (ISIC) untuk semua tipe produksi dari jenis industri yang
termasuk diatas.
2.2 Penetapan Faktor Emisi
Perhitungan emisi sektor Proses Industri dan Penggunaan Produk menggunakan Tier 1
sehingga sebagian besar faktor emisi yang digunakan masih menggunakan faktor emisi
default dari Pedoman IPCC 2006. Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
industri semen dan industri alumunium telah memiliki faktor emisi lokal yang diperoleh dari
pengembangan proyek CDM.
Faktor Emisi Lokal dari Industri Semen
Faktor emisi dan faktor koreksi emisi yang digunakan dalam perhitungan emisi gas rumah
kaca dari industri semen diperoleh dari dokumen proyek CDM milik PT Indocement, yang
merupakan produsen semen terbesar di Indonesia. Pengembangan faktor emisi ini dilakukan
dengan merubah proses dari yang awalnya tidak melakukan co-processing (AFR) menjadi
melakukan co-processing (AFR). Pada tahun 2008 perusahaan semen yang telah melakukan
perubahan tersebut adalah PT. Holcim dan PT. Indocement. Sedangkan PT. Semen Gresik
baru melakukannya pada tahun 2011.
Emisi gas rumah kaca dari pabrik semen adalah CO2yang dilepaskan dari proses kalsinasi dan
pembakaran bahan bakar. Faktor emisi CO2di industri ini adalah sekitar 0,869 ton CO2per ton
klinker yang dihasilkan. Rincian faktor emisi ini adalah sebagai berikut:
− Proses kalsinasi ~ 0,552 ton CO2per ton klinker
− Pembakaran batu bara untuk produksi klinker adalah ~0,298 ton CO2per ton klinker
− Pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik di industri adalah ~0,046 ton
CO2per ton klinker.
Dalam laporan ini, emisi GRK dari kegiatan proses di industri terpisah dengan emisi dari
pembangkit listrik. Oleh karena itu pada perhitungan ini faktor emisi yang digunakan adalah
faktor emisi dari proses kalsinasi saja yaitu 0,552 ton CO2per ton klinker.
Faktor Emisi Lokal Industri Alumunium
Faktor emisi gas rumah kaca yang digunakan dalam perhitungan emisi di industri aluminium
diperoleh dari dokumen proyek CDM milik PT. Indonesia Asahan Aluminium, yaitu satu-
satunya pabrik aluminium di Indonesia. Untuk mempersiapkan dokumen proyek CDM,
pengukuran dengan menggunakan metodologi Tier 3 telah dilakukan oleh perusahaan pada
Februari 2008. Pengukuran ini menghasilkanbeberapa faktor emisi gas rumah kaca sebagai
berikut: 1,56 ton CO2/ ton produksi Al, 0,253 kg CF4 dan 0.031 kg C2F6 per ton produksi Al
(C2F6 / CF4 = 0,121). The GWP Tingkat CF4 dan C2F6 digunakan dalam estimasi masing-
masing 6.500 dan 9.200.
2.3 Rencana Perbaikan
Bagian ini menjelaskan rencana untuk perbaikan faktor emisi mendatang, terutama untuk
sumber atau serapan yang masih menggunakan nilai default. Tabel 2 menyajikan
usulanperbaikan inventarisasi GRK di sektor industri, terutama penyertaan kegiatan sebagai
sumber emisi GRK dan pemanfaatan faktor emisi lokal.
Tabel 2. Rencana Perbaikan Inventarisasi GRK Sektor Industri
Laporan 2014 Perbaikan
Tipe emisi GRK CO2, CH4, N2O, PFC
Perhitungan untuk emisi lainnya sesuai
dengan IPCC GL 2006 seperti HFC,
SF6 dan lainnya.
Sumber Emisi
Proses Industri hanya mencakup
industri mineral, kimia, logam,
penggunaan produk non-energi dan
lain-lain.
Melengkapi sumber emisi lainnya dari
proses industri seperti elektronik,
penggunaan produk pengganti ODS dan
penggunaan produk lainnya
Metode Inventarisasi IPCC GL 2006 Implementasi penuh dari metodologi
yang dianjurkan oleh IPCC GL 2006
Metode
penghitungan emisi
GRK
Tier 1 dan Tier 2 berdasarkan IPCC
GL 2006
IPCC GL 2006
Metode detail (IPCC Tier 2 atau 3):
estimasi emisi berdasarkan
informasi detail dari setiap sumber
data aktivitas dan faktor emisi lokal
2.4 Pengaturan Kelembagaan
Untuk sektor proses industri dan penggunaan produk, Kementrian yang bertanggung jawab
sesuai dengan PP 71 tahun 2011 adalah Kementrian Perindustrian. Gambar 1 dibawah
menunjukkan hubungan antara Kementrian Perindustri dan Kementrian Lingkungan Hidup
dalam sistem Inventarisasi GRK Nasional.
Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup (PPIHLH) dibawah Kementrian
Perindustrian bertanggung jawab dalam pengumpulan data, penilaian data dan estimasi GRK.
Data yang dibutuhkan dikumpulkan dari asosiasi-asosiasi industri, industri-industri dan data
dari BPS. Hasil estimasi emisi Gas Rumah Kaca kemudian dilaporkan ke Kementrian
Lingkungan Hidup (KLH). KLH mengumpulkan semua hasil estimasi dari semua sektor lalu
mengkompilasi semua informasi di SIGN Center. Berikut adalah diagram mekanisme dari
pengaturan kelembagaan.
Gambar 1. Pengaturan Kelembagaan Inventarisasi GRK Sektor IPPU
3. Inventarisasi GRK Nasional Sektor Industri
3.1. Overview Sektor
Inventarisasiemisi GRKdarisektorindustriditetapkanhanyaemisi yang dihasilkandari
kegiatanproses produksi. Emisi darikegiatan yang berhubungan denganpenggunaan bahan
bakar dibahas pada sektor energi. Emisi dari kegiatan IPPU di sektor industri menhasilkan
emisi CO2, CH4, N2O. Total emisi GRK dari kegiatan industri mengalami peningkatan dari
41.586,35Ggram CO2-eq pada tahun 2000 menjadi 41.946,91Ggram CO2-eq pada tahun
2012. Perkembanganemisi GRKdari setiap jenisgas selama periodetersebutdapat dilihat pada
Tabel3. Dapat terlihat dari tabel tersebut bahwa CO2adalahkontributor utama pada
totalemisiGRK.
Tabel 3. Estimasi Emisi GRK dari Kegiatan Proses Produksi dan Penggunaan Produk
di Sektor Industri Tahun 2000-2012
Tipe GRK 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Ggram GHG
CO2 41.250,41 46.271,35 39.826,44 39.566,62 41.622,04 40.244,71
CH4 3,37 3,41 3,16 3,32 3,27 2,65
N2O 0,86 0,86 0,86 0,86 0,86 0,86
Ggram CO2-eq
CO2 41.250,41 46.271,35 39.826,44 39.566,62 41.622,04 40.244,71
CH4 70,67 71,62 66,33 69,69 68,74 55,60
N2O 265,28 265,28 265,28 265,28 265,28 265,28
Total 41.586,35 46.608,25 40.158,05 39.901,59 41.956,06 40.565,59
Tipe GRK 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ggram GHG
CO2 37.809,86 35.973,48 36.430,38 37.965,03 36.392,72 37.758,61 41.492,07
CH4 1,99 2,11 1,98 1,88 2,22 1,75 1,66
N2O 0,86 0,86 0,86 0,86 0,86 0,95 1,35
Ggram CO2-eq
CO2 37.809,86 35.973,48 36.430,38 37.965,03 36.392,72 37.758,61 41.492,07
CH4 41,73 44,34 41,58 39,47 46,55 36,71 34,84
N2O 265,28 265,28 265,28 265,28 265,28 294,56 420,00
Total 38.116,87 36.283,10 36.737,23 38.269,78 36.704,55 38.089,88 41.946,91
Sumber emisi GRK utama berasal dari industri semen, ammonia,dan penggunaan soda abu
lainnya (lihat Gambar 2). Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa emisi tertinggi dihasilkan
oleh industri semen yang menyumbang rata-rata 48% dari total Ggram CO2-eq, diikuti oleh
industri ammonia dan penggunaan soda abu lainnya masing-masing yaitu 19% dan 11% dari
total Ggram CO2-eq tahun 2000-2012. Pada tahun 2001 terjadi peningkatan emisi yang
cukup signifikan yaitu mencapai 46.608,25Ggram CO2-eq. Hal ini disebabkan tersebut
terjadi peningkatan jumlah produksi klinker pada industri semen dan produksi kapur pada
tahun tersebut.
Gambar 2. Estimasi Emisi GRKEstimasi Emisi GRK dari Kegiatan Proses Produksi dan
Penggunaan Produk di Sektor Industri Tahun 2000-2012
3.2. Industri Mineral
Industri Semen
Semen adalah kontributor utama emisi GRK di sektor IPPU. Emisi yang dilepaskan dari
industri semen adalah gas CO2 dari proses produksi klinker. Penghitungan emisi untuk total
inudstri semen di Indonesia berdasarkan produksi klinker nasional dan faktor emisi lokal
untuk produksi klinker dalam negeri. Tabel 4 memperlihatkan nilai produksi klinker dan
emisi CO2 yang dihasilkan.
Tabel 4. Produksi Klinker dalam Negeri dan Emisi CO2 yang dihasilkan Tahun 2000-2012
Tahun Produksi Klinker
dalam Negeri, Ton Emisi CO2, Ggram
2000 30.119.000 16.625,69
2001 33.880.000 18.701,76
2002 33.248.000 18.352,90
2003 32.628.781 18.011,09
2004 34.885.550 19.256,82
-
5,000.00
10,000.00
15,000.00
20,000.00
25,000.00
30,000.00
35,000.00
40,000.00
45,000.00
50,000.00
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Gg
ram
CO
2-e
q
Year
Makanan & Minuman
Pulp & Kertas
Penggunaan Parafin
Penggunaan Pelumas
Seng
Timbal
Alumunium
Besi & Baja
Carbon Black
Etilen Diklorida & VCM
Etilen
Metanol
Karbida
Asam Nitrat
Amonia
Penggunaan Karbonat lain
Keramik
Kaca/Gelas
Kapur
Semen
2005 34.004.262 18.770,35
2006 34.969.726 19.303,29
2007 35.913.764 19.824,40
2008 37.630.003 20.771,76
2009 35.598.687 19.650,48
2010 34.514.851 19.052,20
2011 37.491.411 20.695,26
2012 41.077.159 22.674,59
Industri Kapur, Kaca/Gelas, Keramik dan Proses Penggunaan Karbonat lainnya
Jenisemisi GRKyang dilepaskan dariprosesproduksikapur, kaca,
keramikdanprosespenggunaan karbonat lainnya adalahCO2. Perhitunganemisidari industri
inididasarkan padaangka produksinasional masing-masingindustridanmenggunakan faktor
emisidefault. Angkaproduksimasing-masing industridan angka penggunaan karbonat
diperolehdari datastatistiknasional. Perkembanganangka produksi nasionaluntuk industri
kapur, kaca/gelas, keramikdanprosespenggunaan karbonat
lainnyabesertaemisiCO2yangdihasilkantercantum pada Tabel 5, 6, 7 dan 8.
Tabel 5. Produksi Kapur Nasional dan Emisi CO2 yang dihasilkan Tahun 2000-2012
Tahun Produksi Kapur, Ton Emisi CO2, Ggram
2000 4.917.529 3.688,15
2001 9.382.146 7.036,61
2002 2.770.099 2.077,57
2003 2.744.891 2.058,67
2004 2.820.011 2.115,01
2005 2.827.930 2.120,95
2006 3.088.643 2.316,48
2007 3.349.356 2.512,02
2008 2.285.587 1.714,19
2009 1.221.818 916,36
2010 1.221.818 916,36
2011 1.221.818 916,36
2012 1.221.818 916,36
Tabel 6. Jumlah Penggunaan Karbonat di Industri Gelas dan Emisi CO2 yang dihasilkan
Tahun 2000-2012
Tahun Penggunaan Karbonat, Ton Emisi CO2, Ggram
2000 570.811 245,31
2001 340.575 147,42
2002 310.841 134,11
2003 388.969 168,72
2004 365.280 157,83
2005 422.014 184,61
2006 157.429 72,21
2007 123.772 57,12
2008 93.206 41,16
2009 95.589 42,71
2010 106.388 47,04
2011 85.240 37,48
2012 85.240 37,48
Tabel 7. Jumlah Penggunaan Karbonat di Industri Keramik dan Emisi CO2 yang dihasilkan
Tahun 2000-2012
Tahun Penggunaan Karbonat, Ton Emisi CO2, Ggram
2000 11.927,90 5,30
2001 11.927,90 5,30
2002 14.665,35 6,51
2003 11.577,99 5,16
2004 15.094,22 6,70
2005 13.133,16 5,84
2006 9.413,06 4,20
2007 9.803,11 4,37
2008 10.532,77 4,70
2009 10.532,77 4,70
2010 11.424,11 5,09
2011 12.792,05 5,69
2012 12.792,05 5,69
Tabel 8. Penggunaan Soda Abu Lainnya dan Emisi CO2 yang dihasilkan
Tahun 2000-2012
Tahun Penggunaan Karbonat, Ton Emisi CO2, Ggram
2000 19.284.030 8.410,39
2001 19.284.030 8.410,39
2002 17.139.718 7.520,67
2003 13.832.444 6.066,43
2004 17.066.404 7.444,60
2005 12.537.631 5.453,25
2006 6.601.239 2.977,80
2007 4.710.792 2.075,31
2008 4.726.013 2.082,00
2009 4.626.570 2.038,28
2010 4.618.938 2.034,92
2011 4.624.338 2.037,30
2012 4.624.338 2.037,30
3.3. Industri Kimia
MengacupadaPedomanIPCC 2006, proses produksidi industri kimiayang tercakup
dalaminventarisasi GRKadalah amonia, asam nitrat, karbida, asam adipat, kaprolaktam,
glioksal, danasam glioksilat, titaniumdioksida, produksi sodaabualami,
danpetrokimia(metanol, etilen, etilendiklorida, dankarbon hitam), pelumasdanparafin. Namun
dalam laporan initidak diestimasiemisi GRKdari industriasam adipat, kaprolaktam, glioksal,
asam glioksilat, titaniumdioksida, danindustrisoda abukarenaindustri tersebut tidakada
diIndonesia. Keberadaan dan penggunaan produk-produk tersebut di Indonesia berasal dari
impor. Estimasiemisi GRKdariindustri kimia yangdibahas dalamlaporan iniadalahindustri-
industriyang beradadiIndonesiadanmemilikidata adalahindustriamonia, asam nitrat, karbida,
metanol, etilen, etilendiklorida, karbon hitam, danpelumasdan parafin.
Perkembanganproduksi danemisi gas rumah kacaterkaitindustri-industritersebut terdapatpada
Tabel9 sampai 12.
Tabel 9. Produksi Amonia Nasional dan Emisi CO2 yang dihasilkan Tahun 2000-2012
Tahun Produksi Amonia, Ton Emisi CO2, Ggram
2000 4785000 8.092,32
2001 4406804 7.451,67
2002 4771416 8.068,16
2003 4860408 8.218,58
2004 4546260 7.686,37
2005 5125305 8.667,55
2006 4910000 8.297,89
2007 4070194 6.874,30
2008 4196986 7.089,20
2009 4579901 7.734,15
2010 4527846 7.647,86
2011 4181662 7.063,17
2012 4239005 7.156,48
Tabel 10. Produksi Asam Nitrat Nasional dan Emisi GRK yang dihasilkan Tahun 2000-2012
Tahun Produksi HNO3, Ton Emisi N2O, Ggram Emisi CO2-eq, Ggram
2000 92.000 0,85 264,60
2001 92.000 0,85 264,60
2002 92.000 0,85 264,60
2003 92.000 0,85 264,60
2004 92.000 0,85 264,60
2005 92.000 0,85 264,60
2006 92.000 0,85 264,60
2007 92.000 0,85 264,60
2008 92.000 0,85 264,60
2009 92.000 0,85 264,60
2010 100.000 0,93 287,61
2011 100.000 0,93 287,61
2012 184.232 1,71 529,87
Tabel 11. Produksi Karbida Nasional dan Emisi GRK yang dihasilkan Tahun 2000-2012
Tahun
Produksi Silikon
Karbida (SiC), Ton
Produksi Kalsium
Karbida (CaC2), Ton Emisi CO2-eq, Ggram
2000 NA 22.445 102,92
2001 NA 18.126 220,70
2002 NA 76.400 139,79
2003 NA 76.400 139,79
2004 NA 20.226 78,56
2005 NA 20.226 78,56
2006 NA 34.632 37,75
2007 NA 33.173 36,16
2008 NA 31.138 33,94
2009 NA 29.102 31,72
2010 NA 27.067 29,50
2011 NA 26.071 28,42
2012 NA 20.916 22,80
Tabel 12. Produksi IndustriPetrokimia Nasional dan Emisi CO2 yang dihasilkan
Tahun 2000-2012
Tahun
Metanol Etilen Etilen Diklorida &
VCM Carbon Black
Produksi,
Ton
Emisi
CO2,
Ggram
Produksi,
Ton
Emisi
CO2,
Ggram
Produksi,
Ton
Emisi
CO2,
Ggram
Produksi,
Ton
Emisi
CO2,
Ggram
2000 794.469 344,24 499.320 1.154,43 760.946 149,51 94.520 247,76
2001 931.356 403,56 397.584 919,21 787.887 154,80 98.179 257,35
2002 785.025 340,15 428.268 990,16 782.030 153,65 90.831 238,09
2003 792.326 343,31 476.280 1.101,16 798.913 156,97 95.647 250,72
2004 787.910 341,40 465.050 1.075,20 799.985 157,18 110.000 288,34
2005 845.542 349,07 487.220 1.126,45 727.986 143,03 123.000 322,41
2006 675.893 269,82 489.900 1.132,65 524.328 103,02 123.000 322,41
2007 675.496 269,66 531.920 1.229,80 434.000 85,27 123.000 322,41
2008 848.257 336,18 488.094 1.128,47 420.000 82,52 128.736 337,45
2009 684.623 273,18 454.580 1.050,99 425.000 83,50 130.483 342,03
2010 496.222 200,64 566.943 1.310,77 440.000 86,45 128.736 337,45
2011 509.709 202,33 467.435 1.080,71 401.000 78,79 87.938 230,51
2012 456.856 175,89 531.047 1.227,78 441.000 86,65 242.325 635,20
3.4. Industri Logam
Berdasarkan Pedoman IPCC 2006, inventarisasi GRK dari industri logam yang diestimasi
dalam laporan ini mencakup kegiatan produksi besi & baja, alumunium, timbal dan seng.
Industri Besi dan Baja
Proses produksi besi dan baja yang termasuk dalam laporan inventarisasi GRK tahun 2014 terdiri
dari kegiatan produksi direct reduced iron (DRI), pig iron, sinter dan basic oxygen furnace
(BOF). Kegiatan produksi DRI berasal dari PT. Krakatau Steel. Sedangkan untuk pig iron selain
dari PT. Krakatau Steel, terdapat perusahaan baru yang mulai beroperasi tahun 2009 yaitu PT.
Indoferro yang memproduksi nickel pig iron dalam skala besar. Oleh karena itu produksi pig iron
meningkat cukup signifikan sejak tahun 2009.
Kegiatan produksi BOF berasal dari PT. Krakatau Posco, namun baru produksi baru dimulai
tahun 2014 sehingga belum diikutsertakan dalam laporan ini. Kegiatan proses produksi besi dan
baja menghasilkan emisi CO2 dan CH4. Perkembangan data produksi besi dan baja beserta emisi
GRK yang dihasilkan dalan CO2-eq total dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Produksi Besi dan Baja Nasional dan Total Emisi GRK yang dihasilkan
Tahun 2000-2012
Tahun DRI, Ton Pig Iron, Ton Sinter, Ton Emisi GRK, Ggram CO2-eq
2000 1.355.686 286 241.363 1.026,46
2001 1.917.856 234 741.021 1.532,38
2002 859.417 2.400 646.493 753,13
2003 2.211.911 3.208 621.087 1.724,25
2004 2.425.266 2.630 588.675 1.870,77
2005 2.269.827 33.027 590.300 1.800,06
2006 1.817.213 33.027 590.300 1.473,72
2007 1.364.600 33.027 590.300 1.147,39
2008 1.304.000 33.027 590.300 1.103,70
2009 940.500 1.533.027 590.300 2.866,61
2010 1.083.600 1.533.027 590.300 2.969,79
2011 1.013.500 1.533.027 590.300 2.919,25
2012 1.166.300 1.533.027 590.300 3.029,42
Industri Alumunium (Al)
Estimasi emisi GRK dari industri alumunium dilakukan berdasarkan data aktivitas yang diperolah
dari PT. Indonesia Asahan Alumunium (PT. INALUM), yaitu satu-satunya industri alumunium di
Indonesia. PT. INALUM telah melakukan pengukuran faktor emisi lokal untuk proses produksi
alumunium melalui pengembangan proyek CDM. Teknologi yang digunakan dalam pabrik
peleburan alumunium ini adalah Centre-Worked Prebake (CWPB). Teknologi ini mengemisikan
CO2 dari konsumsi atau penggunaan karbon anoda dalam reaksi konversi alumunium oksida
menjadi logam alumunium dengan reaksi:
2 Al2O3(sat) + 3 C (s) 4 Al (l) + 3 CO2(g)
Selain ituproses konversi ini juga menhasilkan gas PFCs (CF4 dan C2F6) sebagai efek dalam
penggunaan anoda.
Faktor emisi yang digunakan untuk tahun 2000-2009 merupakan faktor emisi baseline yaitu
sebesar 1,122 t CO2-eq/t Al. Sedangkan mulai tahun 2010 sudah dilakukan aksi mitigasi melalui
pemasangan algoritma baru untuk Anoda Effects (AE) pada sistem kontrol otomatis smelter.
Dengan aksi mitigasi ini diharapkan dapat mengurangi emisi PFC yang terbentuk selama proses
peleburan Al. Faktor emisi lokal mulai tahun 2010 menjadi 0,26t CO2-eq/t Al. Jumlah produksi
Al beserta emisi GRK yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Produksi Alumunium Nasional dan Total Emisi GRK yang dihasilkan
Tahun 2000-2012
Tahun Produksi Al, Ton Total Emisi GRK,
Ggram CO2-eq
2000 240.000 269,28
2001 240.000 269,28
2002 240.000 269,28
2003 240.000 269,28
2004 240.000 269,28
2005 240.000 269,28
2006 250.069 280,58
2007 241.300 270,74
2008 242.400 271,97
2009 240.856 270,24
2010 236.702 51,13
2011 240.314 51,91
2012 241.332 52,13
Industri Timbal dan Seng
Kegiatan proses produksi dari industri timbal dan seng di Indonesia mengemisikan gas CO2.
Perkembangan jumlah produksi beserta emisi gas CO2 yang dihasilkan dari kedua industri
tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Produksi Timbal dan Seng Nasional beserta Emisi CO2 yang dihasilkan
Tahun 2000-2012
Tahun Produksi Timbal,
Ton
Emisi CO2,
Ggram
Produksi Seng,
Ton
Emisi CO2,
Ggram
2000 36.635 19,05 71.873 123,62
2001 32.249 16,77 98.743 169,84
2002 24.435 12,71 55.277 95,08
2003 27.236 14,16 56.621 97,39
2004 25.177 13,09 40.971 70,47
2005 27.364 14,23 61.816 106,32
2006 36.097 18,77 43.631 75,05
2007 44.831 23,31 29.842 51,33
2008 86.763 45,12 19.274 33,15
2009 54.486 28,33 16.023 27,56
2010 22.210 11,55 16.023 27,56
2011 25.059 13,03 12.267 21,10
2012 25.059 13,03 9.266 15,94
3.5 Penggunaan Pelumas dan Lilin (Parafin)
Pelumas sebagian besar digunakan dalam aplikasi industri dan transportasi. Pelumas yang
diproduksi di kilang-kilang melalui pemisahan dari minyak mentah atau di fasilitas petrokimia.
Sedangkan lilin (parafin) termasuk produk seperti minyak jelly, lilin parafin dan lilinlainnya,
termasu kozokerite (campuran dari hidrokarbon jenuh, padat pada suhu kamar). Emisi dari
penggunaan lilin berasal terutama ketika malam atau turunan dari paraffin yang dibakar selama
penggunaan (misalnya, lilin), dan ketika lilin dibakar dengan atau tanpa pemulihan panas atau di
pengolahan air limbah (untuk surfaktan). Baik pelumas dan lilin (parafin) mengemisikan gas CO2
selama proses penggunaannya dalam industri maupun transportasi. Jumlah penggunaan pelumas
dan lilin (parafin) serta emisi CO2 yang dihasilkan tertera pada Tabel 16.
Tabel 15. Jumlah Penggunaan Pelumas dan Lilin (Parafin) Nasional beserta Emisi CO2 yang
dihasilkan Tahun 2000-2012
Tahun Penggunaan
Pelumas, TJ
Emisi CO2-eq,
Ggram
Penggunaan Lilin
(Parafin), TJ
Emisi CO2-eq,
Ggram
2000 14.897 218,49 41.784 612,83
2001 14.276 209,38 40.506 594,09
2002 10.214 149,81 39.862 584,64
2003 12.208 179,05 58.315 855,29
2004 12.860 188,61 47.470 696,23
2005 13.025 191,03 49.260 722,48
2006 14.734 216,10 58.596 859,41
2007 15.621 229,11 62.390 915,05
2008 17.074 250,42 72.248 1.059,64
2009 15.431 226,32 157.873 2.315,47
2010 11.284 165,50 98.116 1.439,03
2011 16.698 244,90 140.606 2.062,22
2012 15.153 222,24 211.929 3.108,29
3.6. Penggunaan Soda Abu di Industri Pulp & Kertas dan Makanan & Minuman
Di industri pembuatan pulp, senyawa soda abu (sodium karbonat, Na2CO3) merupakan bahan
kimia yang ditambahkan bersama dengan soda kaustik (sodium hidroksida, NaOH) untuk
melarutkan komponen kayu yang tidak diinginkan. Sedangkan pada industri makanan dan
minuman digunakan sebagai bahan pengembang biasanya untuk roti. Pada prosesnya soda
abu bereaksi dengan senyawa lain membentuk gas CO2. Konsumsi soda abu di industri pulp
dan kertas diestimasi dari jumlah kebutuhan Na2CO3 dalam pembuatan pulp, yaitu 3%.
Sedangkan di penggunaan soda abu di industri makanan & minuman diperoleh dari Statistik
Industri Manufaktur, BPS. Jumlah penggunaan soda abu di industri Pulp & Kertas dan
Makanan & Minuman beserta emisi CO2 yang dihasilkan tersaji dalam Tabel 16.
Tabel 16. Jumlah Penggunaan Soda Abu di Industri Pulp & Kertas dan Makanan & Minuman
beserta Emisi CO2 yang dihasilkan Tahun 2000-2012
Tahun
Penggunaan
Na2CO3untuk Pulp &
Kertas
Emisi CO2-eq,
Ggram
Penggunaan Na2CO3
untuk Makanan &
Minuman
Emisi CO2-eq,
Ggram
2000 188.470 78,20 33.854 14,05
2001 188.470 78,20 13.208 5,48
2002 188.470 78,20 6.606 2,74
2003 188.470 78,20 2.595 1,08
2004 188.470 78,20 8.616 3,57
2005 188.470 78,20 1.966 0,82
2006 188.470 78,20 4.978 2,07
2007 188.470 78,20 2.486 1,03
2008 177.312 73,57 4.552 1,89
2009 195.753 81,22 1.948 0,81
2010 211.413 87,72 956 0,40
2011 214.216 88,88 2.612 1,08
2012 225.484 93,56 1.215 0,50
3.7. Analisis Ketidakpastian
Analisis ketidakpastian di inventarisasi GRK adalah untuk mengukur tingkat ketidakpastian
dalam estimasi emisi GRK sektor industri. Analisis menggunakan tingkat ketidakpastian
untuk data aktivitas dan faktor emisi berdasarkan IPCC GL 2006.
Kategori Tipe GRK Data
Aktivitas
Faktor
Emisi
2.A.1 - Cement production CO2 1-2%
2.A.2 - Lime production CO2 10% 2%
2.A.3 - Glass (Carbonate used)
2.A.4.a - Ceramics CO2 10% 10%
2.A.4.b - Other Uses of Soda Ash CO2 10% 10%
2.B.1 - Ammonia Production CO2
10% 6%
Urea Production
2.B.2 - Nitric Acid Production N2O 2% 10%
2.B.5 - Carbide Production CO2 10% 10
2.B.8.a - Methanol CO2
CH4 10% 10%
2.B.8.b - Ethylene CO2
CH4 10% 10%
2.B.8.c - Ethylene Dichloride CO2
CH4 10% 10%
Vinyl Chloride Monomer (VCM)
2.B.8.f - Carbon Black CO2
CH4 10% 10%
2.C.1 - Iron and Steel Production
CO2
CH4 10% 10%
DRI
Pig Iron
Sinter
2.C.3 - Aluminium production CO2
PFC 2% 5%
2.C.5 - Lead Production CO2 10% 10%
2.C.6 - Zinc Production CO2 10% 10%
2.D.1 - Lubricant Use CO2 10% 10%
2.D.2 - Paraffin Wax Use CO2 10% 10%
2.H.1 - Pulp and Paper Industry (Soda
Ash used) CO2 10% 10%
2.H.2 - Food and Beverages Industry
(Soda Ash used) CO2 10% 10%
3.8. QA dan QC
Perbandingan antara perbedaan pendekatan untuk estimasi emisi GRK tidak dapat dilakukan
karena penghitungan emisi sektor IPPU hanya menggunakan satu pendekatan yaitu
pendekatan top-down dimana semua data aktivitas berdasarkan agregat nasional. Kecuali
untuk industri alumunium dimana data hanya berdasarkan dari satu industri saja di Indonesia.
Perbandingan antara Tier juga tidak dapat dilakukan dikarenakan penghitungan hanya
berdasarkan satu jenis tier yaitu antara Tier 1, Tier 2 atau Tier ½.
4. Rencana Perbaikan Sektor IPPU (Plan of Improvement)
Adapun rencana perbaikan yang perlu dilakukan meliputi:
1. Melakukan improvement/pengembangan akurasi dan cakupan pada aktifitas data
Penggunaan data dari dokumen statistik industri manufaktur BPS perlu dilakukan
koreksi karena banyak kesalahan yang terjadi dalam data tersebut. Selain itu satuan
yang digunakan juga sangat beragam sedangkan tidak ada nilai konversinya.
Perlunya menambahkan kategori : other smelter (contoh: Nikel, emas, dan lain-lain)
dalam perhitungan.
Sumber data aktifitas berikut informasi proses dan atributnya perlu dicantumkan
dengan jelas dalam upaya mengetahui nilai uncertainty metode expert judgement
sehingga nilai uncertainty jelas dan kualitasnya baik.
2. Mencari dan menyusun data koleksi yang tidak terestimasi pada saat ini namun diestimasi
pada SNC. Data tersebut dapat diperoleh melalui penelusuran kode ISIC dalam Dokumen
Statistik Industri Manufaktur yang diterbitkan oleh BPS. Adapun data aktifitas yang
belum tersedia pada laporan ini namun tersedia pada SNC adalah sebagai berikut:
Kategori
SNC Laporan 2014
2A1 Produksi Semen v v
2A2 Produksi Kapur v v
2A3 Produksi Gelas v v
2A4a Produksi Keramik v v
2A4b Penggunaan lain soda abu v v
2B1 Produksi Amonia v v
2B2 Produksi Asam Nitrat v v
2B5 Produksi karbida v v
2B8a Metanol v v
2B8b Etilen v v
2Bbc Etilen diklorida dan
VCM
v v
2B8f Black Carbon v v
2C1 Produksi Besi dan Baja v v
2C2 Produksi Ferroalloys v x
2C3 Produksi Aluminium v v
2C5 Produksi Timbal v v
2C6 Produksi Seng v v
2D1 Penggunaan pelumas v v
2D2 Penggunaan parafin v v
2H1 Pulp dan Kertas x v
2H2 Makanan dan Minuman x v
Keterangan : v = terestimasi; x=tidak terestimasi
3. Menambahkan perhitungan emisi untuk kategori penggunaan produk, seperti:
Data ODS yang dapat diperoleh dari KLH
Data Industri elektronikyang dapat diperoleh dari Kementrian Perindustrian
Data Penggunaan SF6yang dapat diperoleh dari Data pembelian SF6 dari gardu PLN
4. Mengembangkan sistem pengumpulan yang mengutamakan Confidentiality data industri
5. Melakukan improvement terhadapa akurasi faktor emisi
Mencari faktor emisi spesifik lokal untuk industri-industri yang berada dalam kategori
Proses Industri dan Penggunaan Produk seperti pengembangan faktor emisi lokal
yang sudah dilakukan di industri semen dan industri alumunium.