laporan biologi perikanan ikan kurisi
DESCRIPTION
Berikut tugas akhir dari mata kuliah Biologi Perikanan.TRANSCRIPT
ABSTRAK
NURHADI SATRIO. C24140083. Kajian Aspek Pertumbuhan, Reproduksi, Dan
Kebiasaan Makan Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus),Bloch 1791) di Perairan
Selat Sunda. Dibimbing oleh IFTITAH RAHMI.
Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) merupakan salah satu jenis ikan pelagis
kecil yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis. Jenis ini banyak ditemukan di
Perairan Selat Sunda. Sampai sekarang penelitian aspek-aspek biologi terutama
tentang pertumbuhan, reproduksi, dan kebiasaan makan ikan kurisi belum banyak
dilakukan. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tingkat eksploitasi
sumberdaya beserta aspek-aspek kehidupanya. Data analisa distribusi frekuensi
panjang dengan membandingkan frekuensi panjang ikan dengan selang kelasnya,
data panjang bobot menggunakan uji regresi, dan faktor kondisi menggunakan
persamaan Ponderal Index. Hasil analisa menunjukkan sumberdaya ikan kurisi
(Nempiterus japonicus) di Perairan Selat Sunda dan sekitarnya pertumbuhannya
adalah allometric negative, yang ditunjukkan oleh nilai b<3 dan uji t menunjukkan
bahwa t hitung < t tabel. Hasil uji “chi-square” pada selang kepercayaan 95% (α =
0,05) terhadap nisbah kelamin menunjukkan hasil nyata bahwa nisbah kelamin ikan
jantan dan betina adalah tidak seimbang dengan perbandingan sebesar 3:7. Indeks
bagian terbesar makanan (Index preponderance) menggambarkan persentase suatu
jenis organisme makanan tertentu terhadap semua organisme makanan yang
dimanfaatkan oleh suatu jenis ikan contohnya ikan kurisi yang paling didominasi
memakan jenis Nitzschia serrata
Kata kunci: Ikan kurisi, pertumbuhan, reproduksi dan kebiasaan makanan.
ABSTRACT
Japanese threadfin bream (Nemipterus japonicus) is one of the small
pelagic fish species that have economic and ecological value. This species is found
in the waters of the Sunda Strait. Until now study biological aspects primarily on
growth, reproduction and feeding habits of the fish kurisi has not been done.
Practicum aims to determine the level of resource exploitation as well as aspects of
his life. Data analysis length frequency distributions by comparing the frequency of
fish with a hose length of class, length data using regression test weight, and
condition factor using equation Ponderal Index. The analysis shows kurisi fish
resources (Nempiterus japonicus) in the Sunda Strait and surrounding allometric
growth is negative, indicated by the value of b <3 and t test showed that t <t table.
The result of "chi-square" on a 95% confidence interval (α = 0.05) against the sex
ratio showed tangible results that the sex ratio of male and female fish are not
balanced with a ratio of 3: 7. The section index foods (Index preponderance)
represents the percentage of a particular food type of organism against all
organisms food utilized by some types of fish for example Japanese threadfin bream
most predominantly consuming types Nitzschia serrata
Keywords: Feeding habits, growth, apanese threadfin bream, and reproduction
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN PRAKTIKUM DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan berjudul Kajian Aspek
Pertumbuhan, Reproduksi, Dan Kebiasaan Makanan Ikan Kurisi (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791) Di Perairan Selat Sunda adalah benar karya saya dengan
arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir laporan ini.
Bogor, Februari 2016
Nurhadi Satrio
NIM C24140083
Laporan Ilmiah
sebagai salah satu syarat tugas
untuk memperoleh nilai praktikum mata kuliah
Biologi Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
KAJIAN ASPEK PERTUMBUHAN, REPRODUKSI, DAN
KEBIASAAN MAKANAN IKAN KURISI
(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA.
NURHADI SATRIO
BAGIAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Laporan : Kajian Aspek Pertumbuhan, Reproduksi, dan Kebiasaan Makan
Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch 1791) di Perairan Selat
Sunda
Nama : Nurhadi Satrio
NIM : C24140083
Disetujui oleh
Iftitah Rahmi
Asisten Pebimbing
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... v
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................. 1
Manfaat ................................................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 2
METODE ................................................................................................................ 5
Lokasi dan Waktu ................................................................................................ 5
Alat dan Bahan ..................................................................................................... 5
Prosedur Kerja ..................................................................................................... 5
Analisis Data ........................................................................................................ 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 11
Hasil ....................................................................................................................... 11
Pembahasan ....................................................................................................... 20
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 22
Simpulan ............................................................................................................ 22
Saran .................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 23
LAMPIRAN .......................................................................................................... 25
DAFTAR TABEL
1 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi 8 2 Proporsi kelamin betina dan jantan 15 3 Relung makanan ikan kurisi jantan (Nemipterus japonicus) jantan dan
betina 19
4 Tumpang tindih ikan kurisi (Nemipterus japonicus) jantan dan betina 19
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram Hasil Distribusi Panjang Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus,
Bloch 1791) 11 2 Diagram Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Kurisi Betina (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791) 12 3 Diagram Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Kurisi (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791) 12 4 Faktor Kondisi Ikan Kurisi Betina (Nemipterus japonicus, Bloch
1791) 13 5 Faktor Kondisi Ikan Kurisi Jantan (Nemipterus japonicus, Bloch
1791) 13 6 Diagram Frekuensi Telur Yang dihasilkan Ikan Kurisi (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791) 14
7 Diagram Hubungan Fekuinditas dan Bobot Ikan Kurisi (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791) 14
8 Diagram Hubungan Fekuinditas dan Panjang Ikan Kurisi (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791) 15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel Annova pertumbuhan hubungan panjang dan bobot ikan betina 25 2 Tabel Annova pertumbuhan hubungan panjang dan bobot ikan jantan 25
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia secara geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua
pertiga luas lautan lebih besar daripada daratan. Hal ini dapat terlihat dengan adanya
garis pantai di hampir setiap pulau di Indonesia (± 81.000 km) yang menjadikan
Indonesia menempati urutan kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki
garis pantai terpanjang di dunia. Kekuatan inilah yang merupakan potensi besar
untuk memajukan perekonomian Indonesia. Selat Sunda merupakan perairan laut
dalam dengan kisaran kedalaman air 26 meter sampai 1800 meter. Berdasarkan
zonasi yang telah dibuat oleh (Boersma 1987) dalam (Rakhmani 2008). Paparan
Selat Sunda terdiri dari paparan dalam, paparan luar dan lereng. Selat Sunda
merupakan selat yang menghubungkan Pulau Jawa dengan selatan Pulau Sumatra.
Perairan Selat Sunda memiliki potensi perikanan yang meliputi sumberdaya ikan
dan non ikan. Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) merupakan salah satu ikan
demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di Perairan
Indonesia. Karena termasuk kelompok ikan demersal, salah satu kebiasaan ikan
kurisi ini adalah beruaya yang tidak terlalu jauh dan aktivitas gerak yang relatif
rendah (Aoyama 1973 dalam Triharyuni S et al 2013).
Potensi sumberdaya ikan kurisi yang besar ini belum dikelola secara optimal
(Handayani Y 2012). Sebagai ikan ekonomis penting, maka perlu upaya untuk
menjaga kelestarian sumberdaya Ikan Kurisi agar dapat memberikan hasil yang
optimum dan berkesinambungan melalui suatu pengelolaan, Diantaranya adalah
aspek makanan dan biologi reproduksi. Aspek Makanan Ikan reproduksi dan
biologi reproduksi ikan kurisi di Selat Sunda merupakan mata rantai penting dalam
siklus hidup ikan dan berperan dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Ukuran
ikan kurisi yang tertangkap dengan alat tangkap cantrang cenderung ukuranya kecil.
Hasil pengamatan sebaran panjang ikan kurisi di Blanakan berkisar antara 10-16
cm dan untuk ukuran ikan kurisi di Tegal didominansi ukuran 11,45 cm (Wahyuni
et al 2009). Ukuran ikan yang semakin kecil ini dapat diartikan adanya tekanan
besar dalam penangkapan dan dimungkinkan ukuran kecil ini merupakan ukuran
ikan yang masih muda atau juvenile (Hufiadi dan Mahiswara 2011).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek biologi reproduksi ikan
kurisi (Nemipterus japonicus) yaitu pertumbuhan, reproduksi, dan kebiasaan
makanan Ikan Kurisi.
Manfaat
Laporan ilmiah ini diharapkan berguna sebagai sumber informasi mengenai
sumberdaya ikan kurisi dengan aspek Pertumbuhan, Reproduksi, dan Kebiasaan
Makanan Ikan Kurisi di Perairan Selat Sunda. Selain itu, dapat dijadikan sebagai
bahan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai sumberdaya ikan kurisi.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi dan Klasifikasi Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus)
(Bloch, 1791)
Ikan Kurisi adalah ikan demersal dengan habitat di perairan estuari dan
perairan laut. Habitat tempat tinggal ikan kurisi sangat mempengaruhi
perkembangan ikan kurisi tersebut, tipe substrat pada habitat tempat tinggal ikan
kurisi sangat mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup di dalamnya dimana
organisme-organisme itu adalah makanan bagi ikan kurisi. Habitat ikan kurisi
biasanya hidup di dasar laut dengan jenis substrat berlumpur atau lumpur
bercampur pasir (Burhanuddin et al 1984 dalam Siregar 1997).
Gambar 1. Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus)
Sumber: Fishbase.org
Berikut keterangan dan klasifikasi ikan:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Nemipteridae
Genus : Nemipterus
Spesies : Nemipterus japonicus (Bloch, 1791)
Identifikasi ikan dilakukan di lembaran praktikum. Kajian biologi perikanan
ikan dilakukan dengan mengumpulkan data sebaran frekuensi panjang (LF),
panjang total (TL, Total Length), berat tubuh (W, Weight), jenis kelamin, tingkat
kematangan gonad (TKG) dan kebiasaan makanan.
Ikan yang dijadikan hasil pengamatan praktikum dikenal oleh masyarakat
sebagai ikan kerisi. Secara umum ikan ini disebut sebagai ikan kurisi. Ikan kurisi
mempunyai bentuk tubuh yang langsing dan padat (compressiform). Bentuk mulut
terletak agak ke bawah sehingga termasuk tipe mulut terminal. Ikan ini memiliki
warna merah kekuningan. Ciri khusus yang dimiliki ikan ini adalah warna badan
yang cerah, merah kekuningan. Selain itu, ciri khas lain ikan ini adalah sirip perut
dan sirip ekor bagian atas memanjang seperti benang. Berdasarkan ciri-ciri tersebut
menurut Saanin (1968), ikan kurisi tergolong kedalam famili Nemipteridae.
Pertumbuhan
Pengukuran panjang dilakukan dengan penggaris ketelitian 1 mm. Berat
ikan diukur dengan timbangan elektrik ketelitian 0.01 gram. Penentuan jenis
kelamin dilakukan dengan pembedahan spesimen. Jika gonad belum dapat
diidentifikasi, kode jenis kelaminnya = 0, untuk ikan jantan dan betina berturut-
3
turut 1 dan 2. Penentuan tingkat kematangan gonad dilakukan secara visual dari
warna, bentuk dan ukuran gonad (Sumiono dan Jamali, 2001; Effendi 2002). TKG
I dan II termasuk dalam kategori belum matang (immature, kode =0) sedangkan
TKG III dan IV termasuk kategori sudah matang gonad (matured, kode= 1).
Hasil penelitian (Asriyana dan Syafei 2012 dalam Sutjipto et al 2013)
menunjukkan bahwa menu makanan Ikan Kurisi dapat berganti seiring dengan
perubahan ukuran tubuh. Ikan Kurisi berukuran kecil memakan fitoplankton,
Thallasiothrix; kemudian ketika tumbuh membesar (kelompok sedang dan besar),
beralih mengkonsumsi ikan teri (Stolephorus commersonii). Perubahan musim
dapat terjadi perubahan jenis makanan ikan kurisi.
Panjang ikan terkadang lebih cepat dan keakuratan perhitungan
dibandingkan berat. Ikan yang berumur muda memiliki laju pertumbuhan lebih
cepat dibandingkan ikan yang berumur tua ini karena ikan yang berumur tua
makanan yang dikonsumsi digunakan untuk pemeliharaan tubuh dan pergerakan
dibandingkan untuk pertumbuhan dirinya (Zamani et al 2011 dalam Nugroho E S
2013).
Reproduksi
Nisbah kelamin adalah jumlah individu jantan dibagi dengan jumlah
individu betina dalam satu spesies yang sama (Herskowit 1973 dalam Karwana IW
2010). Tingkat kematangan gonad adalah tahap-tahap perkembangan gonad
sebelum dan sesudah memijah. Tingkat kematangan gonad ikan dapat diamati dari
hasil analisa histologi. Pencatatan terhadap perubahan atau tahap perkembangan
gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan yang akan melakukan
reproduksi dan yang tidak, juga untuk mengetahui kapan ikan akan memijah
(Effendie 1997).
Feikunditas merupakan semua telur yang dikeluarkan pada waktu
pemijahan (Effendie 1997). Fekunditas total adalah jumlah telur yang terapat pada
ovarium Fekunditas berhubungan erat dengan lingkungan, ketersediaan makanan.
Kecepatan pertumbuhan dan tingkah laku ikan waktu pemijahan (Nykolsky 1969).
Ikan yang fekunditasnya tinggi, mortalitasnya tinggi terutama pada fase
larva dan embrio.Ikan memliki kebiasaan tidak menjaga telur-telurnya memiliki
fekunditas yang tinggi, terdapat kecenderungan bahwa semakin kecil butiran telur
maka makin tinggi pula fekunditasnya.
Kematangan gonad ikan adalah tahapan pada saat perkembangan gonad
sebelum dan sesudah ikan memijah (Utiah 2007 dalam Asyari dan Fatah K 2011).
Penentuan tingkat kematangan gonad dapat dilakukan secara morfologis dan
histologis. Secara morfologis, dapat dilihat dari bentuk, panjang, dan bobot, warna,
dan perkembangan gonad melalui fase perkembangan gonad, pada umumnya
pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat matang gonad (tingkat kematangan
gonad IV).
Indeks kematangan gonad adalah suatu nilai persentase hasil perbandingan
bobot gonad dengan bobot tubuh ikan secara keseluruhan, nilai indeks kematangan
gonad semakin besar dengan semakin berkembangnya gonad sampai ikan memijah
atau mengeluarkan telur. Nilai indeks kematangan gonad tertinggi sejalan dengan
perkembangan gonad, dan dicapai pada tingkat kematangan gonad IV (Nasution,
2005 dalam Asyari dan Fatah K 2011).
4
Kebiasaan Makanan
Makanan adalah faktor yang menentukan populasi, pertumbuhan, dan
kondisi ikan, Macam makanan satu spesies ikan tergantung pada umur, tempat,
waktu, dan alat pencernaan dari ikan itu sendiri (Effendie 1992 dalam Asyari dan
Fatah K 2011). Makanan ikan adalah organisme hidup, tumbuhan, dan hewan yang
dapat dikonsumsi ikan di habitatnya, contoh makanan ikan antara lain tumbuhan
(makrofita), algae, plankton, ikan, udang, cacing, benthos, dan serangga atau larva
serangga (Asyari dan Fatah K 2011).
Dengan mengetahui aspek makanan atau kebiasaan makan satu jenis ikan
dapat dilihat hubungan ekologi antara ikan dengan organisme lain yang ada di suatu
perairan, misalnya bentuk-bentuk pemangsaan, saingan, dan rantai makanan
(Effendie 1992 dalam Asyari dan Fatah K 2011).
Ikan yang tergolong ikan herbivora memiliki saluran pencernaan yang lebih
panjang dibandingkan ikan omnivora dan karnívora karena jenis makanan yang
dimakan seperti tumbuh-tumbuhan dan lainnya lebih susah hancur sehingga
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencernanya. Pada ikan vegetaris
(herbivora) saluran pencernaan dapat tiga kali panjang tubuhnya (Mudjiman 1991
dalam Asyari dan Fatah K 2011).
5
METODE
Lokasi dan Waktu
Waktu praktikum Biologi Perikanan dilakanakan pada Hari Sabtu Tanggal
20 Februari 2016 bertempat di Laboratorium Biologi Perikanan, Manajemen
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Alat dan Bahan
Pertumbuhan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kamera, alat tulis, alat
bedah, baki, sarung tangan, masker dan etc. Bahan praktikum yang diperlukan
berupa species ikan kurisi (Nemipterus japonicus) dan formalin.
Reproduksi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop, timbangan
digital, kain lap/tissue, kamera digital, cawan petri, kertas label dan spidol
permanen, botol sampel, trash bag, gelas ukur, alat bedah dan kaca preparat. Bahan
praktikum yang diperlukan berupa formalin 10% dan ikan kurisi (Nemipterus
japonicus).
Kebiasaan Makanan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop, timbangan
digital, kain lap/tissue, kamera digital, cawan petri, kertas label dan spidol
permanen, botol sampel, trash bag, gelas ukur, alat bedah kaca preparat dan cover
glass. Bahan praktikum yang diperlukan berupa formalin 10% dan ikan kurisi
(Nemipterus japonicus).
Prosedur Kerja
Pertumbuhan
Metode kerja yang dilakukan pertama harus dilakukan untuk ditentukan
pertumbuhan ikan. Sampel ikan yang akan diamati anatomi dalamnya dimatikan
terlebih dahulu, untuk memudahkan dalam melakukan pengukuran dan
pembedahan. Pada saat melakukan penanganan sampel diwajibkan untuk
mengunakan sarung tangan dan masker. Setelah dilakukan penimbangan dan
pengukuran sampel ikan, data panjang dan berat ikan di catat pada kertas
pengamatan berdasarkan tabel yang tertera. Pembedahan dilakukan dengan
menggunakan gunting bedah, diawali dari lubang anus sampai kepala. Gunting
yang digunakan pada awal pembedahan adalah yang ujungnya tajam, selanjutnya
6
menggunakan dengan yang ujungnya tumpul agar isi perut tidak tersobek dan rusak.
Kemudian bagian anatomi dalam ikan dipotong ujung dan pangkal isi perutnya
supaya isi anatomi dalam tidak keluar atau tercecer isinya dan dikeluarkan dengan
pinset.
Reproduksi
Tingkat Kematangan Gonad
Metode kerja yang dilakukan pertama harus dilakukan untuk ditentukanya
tingkat kematangan gonad adalah dikeringkan ikan yang sudah diukur dan beratnya.
Kemudia dilakukan pembedahan dengan cara ikan dipegang dengan tangan kiri,
lalu dibedah dengan gunting yang ujungnya runcing. Jika sudah mulai dapat dilihat
suatu celah, gunting dapat diganti dengan yang ujungnya tumpul. Kemudian
digunting dari anus hingga tutup insang.
Ketika digunting harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan diperhatikan
letak gonad ikan yang sedang dibedah. Jika gonad sudah dapat dilihat ikan yang
dibedah dapat ditentukan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad bedasarkan
tabel klarifikasi yang telah disediakan. Hal selanjutnya yang harus dikerjakan
adalah gonad diangkat dan dipisahkan dari usus dengan hati-hati, sehingga tidak
ada bagian gonad dan usus yang terputus. Selanjutnya adalah gonad yang sudah
dipisahkan dikeringkan dengan tissue, lalu ditimbang berat gonad (gram).
Kemudian diawetkan gonad yang sudah ditimbbang dengan formalin 10% dan
disimpan untuk praktikum reproduksi dua.
Fekuinditas dan Diameter Telur
Teknik diawetkanya telur dapat dilakukan terhadap ikan secara utuh atau
terhadap telurnya saja, diantaranya: menggunakan larutan formalin, teknik
pendinginan, dan menggunakan larutan larutan gilson.
Kebiasaan Makanan
Metode kerja yang dilakukan pertama adalah sampel usus dibersihkan dari
formalin. Kemudian usus diambil satu persatu untuk dihancurkan atau dikerik.
Pengerikan usus halus dilakukan untuk usus dipisahkan antara usus dengan daging
usus. Lalu diencerkan isi usus sekitar 100 cc atau 1 botol fim. Selanjurnya diambil
satu tetes dari usus yang sudah diencerkan dan diamati dibawah mikroskop.
Pengamatan dilakukan dengan minimal 3 kali ulangan dengan 5 lapang pandang.
Setelah diidentifikasi jenis lalu dicatat jumlah organisme yang ada dari setiap
lapang pandang dengan digunakan buku identifikasi.
7
Analisis Data
Pertumbuhan
Hubungan Panjang dan Berat
Dalam perhitungan pertumbuhan dengan menggunakan parameter panjang
dan berat memiliki rumus Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Analisis
hubungan panjang berat menggunakan uji regresi, dengan rumus sebagai berikut
(Effendie 1979 dalam Syahrir MR 2013):
W = aLb
Keterangan: W = Berat tubuh ikan (gram)
L = Panjang ikan (mm),
a dan b = Konstanta
Persamaan tersebut dapat ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma dan
diperoleh persamaan linear sebagai berikut:
Log W = Log a + b Log L
Keterangan: W = Berat ikan contoh (gram)
L = Panjang ikan contoh (cm)
a dan b = Konstanta
Kriteria data hasil analisis hubungan panjang berat:
b = 3 : Pertumbuhan isometrik
b ≠ 3 : Pertumbuhan alometrik
Faktor Kondisi
Faktor kondisi cara perhitungannya dengan menggunakan persamaan
Ponderal Index, untuk pertumbuhan isometrik (b=3) faktor kondisi (KTL) dengan
menggunakan rumus (Effendie 1979 dalam Syahrir MR 2013):
KTL = W105 /L3
Keterangan: W = Berat tubuh ikan (gram)
L = Panjang ikan (mm).
Sedangkan jika pertumbuhan tersebut bersifat allometrik (b≠3), maka faktor
kondisi dapat dihitung dengan rumusny a (Effendie, 1979 Syahrir MR 2013):
Kn = W/aLb
8
Keterangan: W = Berat tubuh ikan (gram)
L = Panjang ikan (mm),
a dan b = Konstanta
Faktor kondisi dapat naik dan dapat turun. Keadaan ini merupakan penilaian
dari musim pemijahan bagi ikan khususnya bagi ikan-ikan betina.
Reproduksi
Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin adalah perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah
ikan betina yang ditemukan dalam setiap bulan selama 9 bulan. Untuk melihat
kemerataan jenis digunakan uji 'Chi-Kuadrat' (Steel dan Torrie I993 dalam Hukom
FD 2006).
Nisbah kelamin dihitung dengan menggunakan rumus:
X =𝐽
𝐵
Keterangan: X = Nisbah kelamin
J = Jumlah ikan jantan (ekor)
B = Jumlah ikan betina (ekor)
Tingkat Kematangan Gonad (TKG).
Tingkat kematangan gonad memiliki beberapa tingkatan yaitu satu (testis
regresi) mempunyai dinding gonad yang dilapisi oleh spermatogenia awal dan
sekunder, mungkin masih terdapat sisa sperma. Tingkat kematangan dua
(perkembangan spermatogenia) proporsi spermatogenia dalam testis bertambah.
Tingkat kematangan gonad tiga (awal aktif spermatogenesis) dalam testis terdapat
telur spermatosit dan mulai terbentuknya telur spermatid dan spermatozoa. Pada
tingkat kematangan gonad empat dan ditandai dengan banyaknya semua tingkat
spermatogenesis dan spermatozoa bebas mulai terlihat dalam rongga semiferous
dan tingkat kematangan gonad lima (testis masak)
Tabel 1 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi
No TKG Keterangan
1 I
Testis atau ovarium tampak transparan, panjang bervariasi antara
1/3-1/2, rongga perut (± 3-5 cm tergantung panjang rongga perut),
bentuk seperti benang berwarna agak putih, telur tidak terlihat
dengan mata biasa.
2 II
Panjang gonad antara 1/3-1/2 dari rongga perut, warna masih
transparan tetapi pembuluh darah sudah kelihatan, diameter gonad
kurang lebih sebesar rokok.
3 III
Panjang gonad bervariasi antara 2/3 - 3/4 dari rongga perut,
pembuluh darah masih kelihatan, butir telur sedah terlihat dengan
mata biasa (tanpa alat bantu).
9
4 IV
Gonad hampir memenuhi seluruh rongga perut, butir telur kuning
kemerah merahan terlihat jelas dengan mata biasa (tanpa alat
bantu), telur siap dipijahkan.
5 V
Gonad berwarna kemerahan, dan jika dindingnya sedikit
mengkerut sebagai tanda telah terjadi pemijahan
Indeks Kematangan Gonad (IKG)
IKG adalah perbandingan dari berat gonad terhadap tubuh ikan didasarkan
pada berat gonad dan berat tubuh ikan contoh secara keseluruhan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus (Effendie 1979 dalam Hukom FD 2006).
Penentuan IKG dilakukan secara kuantitatif sebagai berikut:
IKG= 𝐵𝐺
𝐵𝑇 x 100
Keterangan: BG = Berat gonad total (gram)
BT = Berat total tubuh (gram)
Fekuinditas
Penentuan fekunditas dapat dilakukan menggunakan metode gravimetrik,
volumetrik dan penjumlahan dapat dihitung dengan rumus (Efendie 1979), sebagai
berikut:
X: x = V: v
Keterangan: X = Jumlah telur yang akan dicari
x = Jumlah telur contoh
V = Volume seluruh gonad
v = Volume gonad contoh
𝐹 =𝐺𝑥𝑉𝑥𝑋
𝑄
Keterangan: F = Fekunditas yang dicari
G = Berat gonad total
V = Volume pengenceran
X = Jumlah telur yang ada dalam 1 cc
Q = Berat telur contoh
10
Kebiasaan Makanan
Indeks Proponderence (indeks bagian terbesar)
Indeks Proponderence untuk mengevaluasi kebiasaan makan ikan dengan
rumus sebagai berikut (Natarajan dan Jhingran 1963):
IPi = 𝑉𝑖 𝑥 Oi
∑𝑉𝑖 𝑥 𝑂𝑖 𝑥 100%
Keterangan :
IPi = Indeks proponderence
Vi = Prosentase volume makanan jenis ke-i
Oi = Prosentase frekuensi kejadian makanan jenis ke-i
Tumpang Tindih
Tumpang tindih digunakan untuk penggunaan bersama suatu sumberdaya
oleh lebih dari satu spesies ikan atau tingkat kesamaan jenis makanan. Penentuan
tumpang tindih dengan rumus sebagai berikut :
CH = 2∑Pik 𝑥 Pij
∑(𝑃𝑖𝑗)2+ ∑(𝑃𝑖𝑘)2
Keterangan :
CH = Tingkat kesamaan jenis makanan
Pij = Proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-j
Pik = Proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-k
Pij2 = Kuadrat proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-j
Pik2 = Kuadrat proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-k
Luas Relung Makanan
Relung makan adalah adanya selektifitas kelompok ukuran ikan antar
spesies maupun antar individu dalam suatu spesies yang sama terhadap
pemanfaatan sumberdaya (habitat-pakan) tertentu. Penentuan luas relung makan
dengan rumus berikut (Krebs 1989 dalam Sari FW 2008):
Bi = 1
∑(𝑃𝑖𝑗)2
Ba = 𝐵𝑖−1
𝑛−1
Keterangan :
Bi = Lebar relung / luas relung ikan ke-i
∑Pij2 = Jumlah kuadrat proporsi spesis ke-i kelompok ikan ke-j
Ba = Standarisasi relung
n = Jumlah organisme pada selang yang akan dicari
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pertumbuhan
Distribusi frekuensi panjang
Distribusi frekuensi panjang ikan kurisi jantan dan betina (Nemipterus
japonicus) yang diamati memiliki panjang tubuh yang bervariasi. Berikut
merupakan diagram distribusi panjang ikan kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch
1791)
Gambar 1 Diagram Hasil Distribusi Panjang Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus,
Bloch 1791)
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa distribusi panjang pada ikan
kurisi yang diamati memiliki panjang tubuh yang bervariasi. Ukuran panjang
minimum ikan kurisi betina dan jantan yang diamati yaitu 95 mm sedangkan
panjang maksimumnya 229 mm. Distribusi panjang pada ikan jantan lebih
bervariasi dibandingkan distribusi panjang pada ikan betina. Distribusi terbesar
terdapat pada dua selang kelas, yaitu pada 155-169 dan distribusi terkecil pada
selang kelas 200-214 dan 215-229. Sama halnya seperti distribusi panjang pada
ikan betina yang terkecil pada selang kelas 95-109. Distribusi panjang pada ikan
betina yang terbesar pada selang kelas 155-169.
Hubungan panjang dan bobot
Mengetahui hubungan panjang-bobot agar dapat mengetahui pola
pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter panjang dan bobot ikan jantan
dan betina. Perhitungan hubungan panjang-bobot antara ikan kurisi jantan dan
betina dipisahkan agar dapat terlihat perbedaan antara pola pertumbuhan ikan
betina dengan jantan.
0
10
20
30
40
50
60
70
Frek
uen
si
Selang KelasBetina Jantan
12
Berikut merupakan diagram hubungan panjang dan bobot ikan kurisi betina
(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)
Gambar 2 Diagram Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Kurisi Betina (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791)
Bedasarkan diagram hubungan panjang dan bobot jenis kelamin betina
dapat diketahui berupa informasi yaitu W = 0,001, konstanta a sebesar 0.00009588,
dan konstanta b sebesar 2.6004. R² menunjukan tingkat kepercayaan terhdap model
yang memiliki nilai sebesar 90.15%.
Berikut merupakan diagram hubungan panjang dan bobot ikan kurisi jantan
(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)
Gambar 3 Diagram Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Kurisi (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791)
Bedasarkan Diagram Hubungan Panjang dan Bobot jenis kelamin jantan
dapat diketahui berupa informasi yaitu W = 0.0001L2.5773, konstanta a sebesar
0.0001107 dan konstanta b sebesar 2.5773. R² menunjukan tingkat kepercayaan
terhdap model yang memiliki nilai sebesar 88.39 %.
W = 0,001R² = 90,15%
n = 69
0
50
100
150
200
0 50 100 150 200 250
Bo
bo
t (g
ram
)
Panjang (mm)
W = 0.0001L2.5773
R² = 0.8839n = 180
0
20
40
60
80
100
120
140
0 50 100 150 200 250
Bo
bo
t (g
ram
)
Panjang (mm)
13
Faktor Kondisi
Berikut merupakan diagram faktor kondisi ikan kurisi betina (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791)
Gambar 4 Faktor Kondisi Ikan Kurisi Betina (Nemipterus japonicus, Bloch 1791)
Bedasarkan diagram di atas dapat diperoleh informasi bahwa pada selang
95-109 mm hingga selang kelas 215-229 mm fk rataanya antara 0.9446 sampai
1.1742. Standar deviasi yang diperoleh bekisar antara 0.0260 hingga 0.2565.
Berikut merupakan diagram faktor kondisi ikan kurisi jantan (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791)
Gambar 5 Faktor Kondisi Ikan Kurisi Jantan (Nemipterus japonicus, Bloch 1791)
Bedasarkan diagram di atas dapat diperoleh informasi bahwa pada selang
95-109 mm hingga selang kelas 215-229 mm fk rataanya antara 0.9013 sampai
1.0516. Standar deviasi yang diperoleh bekisar antara 0.0583 hingga 0.1701.
cc
0,0000
0,5000
1,0000
1,5000
2,0000FK
Rat
aan
Selang Kelas
0,0000
0,2000
0,4000
0,6000
0,8000
1,0000
1,2000
1,4000
Fakt
or
Ko
nd
isi
Selang Kelas
14
Reproduksi
Frekuensi Telur
Berikut merupakan diagram frekuensi telur yang dihasilkan ikan kurisi
(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)
Gambar 6 Diagram Frekuensi Telur Yang dihasilkan Ikan Kurisi (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791)
Bedasarkan gambar 1 diagram frekuensi telur yang dihasilkan ikan kurisi
pada selang 0.3394-0.3917 memiliki frekuensi terbesar yaitu 216, sedangkan
fekuenditas terkecil terjadi pada selang 0.0774-0.1297 yaitu 1.
Fekuinditas dan Bobot
Berikut merupakan diagram hubungan fekuinditas dan bobot ikan kurisi
(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)
Gambar 7 Diagram Hubungan Fekuinditas dan Bobot Ikan Kurisi (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791)
Bedasarkan gambar 2 diagram hubungan fekuinditas dan bobot telur ikan
kurisi pada bobot telur 50 gram memiliki fekuinditas terbesar yaitu 21452,
sedangkan pada bobot 149 gram memiliki fekuinditas terkecil yaitu 1787.
0
50
100
150
200
250
Fre
ku
ensi
Selang Kelas
F = 40405W-0.99
R² = 0.152%
n = 5
0
5000
10000
15000
20000
25000
0 50 100 150 200
Fek
un
dit
as
Bobot (gram)
15
Fekuinditas dan Panjang
Berikut merupakan diagram hubungan fekuinditas dan panjang ikan kurisi
(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)
Gambar 8 Diagram Hubungan Fekuinditas dan Panjang Ikan Kurisi (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791)
Bedasarkan gambar 3 diagram hubungan fekuinditas dan diameter telur ikan
kurisi pada diameter 155 mm memiliki fekuinditas terbesar yaitu 21452, sedangkan
pada diameter 218 mm memiliki fekuinditas terkecil yaitu 1787.
Nisbah Kelamin
Proporsi atau nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan umlah ikan
jantan dan ikan betina. Berikut proporsi atau rasio kelamin ikan kurisi (Nemipterus
japonicus) yang disajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 2 Proporsi kelamin betina dan jantan
TKG Jumlah Total
Rasio
Kelamin
(%)
Keterangan
Jantan Betina Jantan Betina
1 122 28 150 72.29 27.71 Tidak
Seimbang
2 42 36 78
3 13 4 17
4 3 1 4
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa nisbah kelamin betina yaitu 0.2771
sedangkan proporsi jantan yaitu 0.722891. Setelah dilakukan uji Chi-square,
didapatkan nilai Xhit sebesar 65.1329 dan Xtab sebesar 3.1824. Artinya Xhit>Xtab
yang berarti tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa nisbah jenis kelamin ikan kembung
jantan dan betina tidak seimbang. Dari data dapat terlihat bahwa nisbah ikan kurisi
jantan jauh lebih banyak dibandingkan ikan kurisi betina.
F = 6x1014
R² = 0.278%
n = 5
0
5000
10000
15000
20000
25000
0 50 100 150 200 250
Fek
un
dit
as
Panjang (mm)
16
Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Berikut merupakan diagram tingkat kematangan gonad jantan ikan kurisi
(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)
Gambar 4 Diagram Diagram Tingkat Kematangan Gonad Jantan
(Nemipterus japonicus, Bloch 1791).
Berdasarkan gambar 4 presentase tingkat kematangan gonad kurisi jantan
(Nemipterus japonicus) dapat diketahui bahwa terdapat 9 kelas ukuran panjang,
diperoleh informasi bahwa ikan jantan yang mulai memasuki TKG IV (matang
gonad) ada pada selang kelas ukuran panjang 155-169 dan 170-184 dengan
persentase matang gonad masing-masing sebesar 3.3333 dan 5.8823 Hal ini
menunjukkan bahwa pada ukuran kelas 170-184 mm ikan betina paling banyak
mencapai matang gonad.
Berikut merupakan diagram tingkat kematangan gonad betina ikan kurisi
(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)
Gambar 5 Diagram Tingkat Kematangan Gonad Betina (Nemipterus japonicus,
Bloch 1791)
Berdasarkan gambar 5 presentase tingkat kematangan gonad kurisi betina
(Nemipterus japonicus) dapat diketahui bahwa terdapat 9 kelas ukuran panjang,
diperoleh informasi bahwa ikan jantan yang mulai memasuki TKG IV (matang
gonad) ada pada selang kelas ukuran panjang 155-169 dengan persentase matang
0%20%40%60%80%
100%Fr
eku
ensi
Rel
atif
Selang Kelas
TKG 1 TKG 2 TKG 3 TKG 4
0%20%40%60%80%
100%
Frek
uen
si R
elat
if
Selang Kelas
TKG 1 TKG 2 TKG 3 TKG 4
17
gonad masing-masing sebesar 5.2631 Hal ini menunjukkan bahwa pada ukuran
kelas 155-169 mm ikan betina paling banyak mencapai matang gonad.
Indeks Kematngan Gonad (IKG)
Berikut merupakan diagram hubungan IKG rata-rata dan TKG betina ikan
kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch 1791)
Gambar 6 Diagram Hubungan IKG Rata-Rata dan TKG Betina (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791)
Berdasarkan gambar 6 dapat dilihat bahwa ikan kurisi betina Jantan
(Nemipterus japonicus) memiliki IKG rata-rata terendah pada TKG 1 sebesar
0,4378 dan IKG rata-rata tertinggi pada TKG 4 sebesar 3,841
Berikut merupakan diagram hubungan IKG rata-rata dan TKG jantan ikan
kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch 1791)
Gambar 7 Diagram Hubungan IKG Rata-Rata dan TKG Jantan (Nemipterus
japonicus, Bloch 1791)
Berdasarkan gambar 7 dapat dilihat bahwa ikan kurisi jantan Jantan
(Nemipterus japonicus) memiliki IKG rata-rata terendah pada TKG 1 sebesar
0.3854 dan IKG rata-rata tertinggi pada TKG 4 sebesar 6.9351.
-1
0
1
2
3
4
5
1 2 3 4
IKG
rat
a-ra
ta
TKG
0,0000
2,0000
4,0000
6,0000
8,0000
10,0000
1 2 3 4
IKG
rat
a-ra
ta
TKG
18
Kebiasaan Makanan
Indeks bagian terbesar (Index preponderance)
Indeks bagian terbesar makanan (Index preponderance) menggambarkan
persentase suatu jenis organisme makanan tertentu terhadap semua organisme
makanan yang dimanfaatkan oleh suatu jenis ikan (Robiyanto 2006). Berikut indeks
bagian terbesar ikan kurisi (Nemipterus japonicus) jantan dan betina yang disajikan
dalam grafik di bawah ini:
Gambar 8 Grafik indeks bagian terbesar ikan kurisi jantan (Nemipterus
japonicus).
Gambar 9 Grafik indeks bagian terbesar ikan kurisi betina (Nemipterus
japonicus).
Luas relung makanan.
Analisis luas relung makanan dapat digambarkan berupa proporsi
sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh ikan (Robiyanti 2006). Berikut luas
42%
16%
11%
11%
4% 16% NitzschiaserrataNitzchia
Bacillaria
90,8271
9,1729
Nitzschia serrata
Lainnya
19
relung makanan ikan kurisi jantan (Nemipterus japonicus) yang disajikan dalam
tabel di bawah ini:
Tabel 3 Relung makanan ikan kurisi jantan (Nemipterus japonicus) jantan dan
betina
Jantan Betina
Bi 8.816009 2.175106
Ba 0.20041 0.061848
Bedasrkan tabel 3 relung makanan ikan kurisi jantan yaitu 0.20041 pada nilai
Bi atau standardisasi luas relung 8.816009 pada nilai Ba. Sedangkan pada kurisi
betina memiliki luas relung sebesar 2.175106 pada nilai Bi atau stadardisasi luas
relung 0.061848 pada nilai Ba.
Tumpang Tindih.
Berikut tumpang tindih ikan kurisi (Nemipterus japonicus) yang disajikan
dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4 Tumpang tindih ikan kurisi (Nemipterus japonicus) jantan dan betina
Jantan Betina
Jantan 1 0.054
Betina 0.054 1
Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa nilai tumpang tindih ikan
kurisi jantan dan betina yaitu 0.054. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai tumpang
tindih lebih dari 1, artinya persaingan memperoleh makanan antara ikan kurisi
perempuan jantan dan betina rendah.
20
Pembahasan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran panjang atau berat dalam satu
ukuran waktu, sedangkan pada populasi adalah pertambahan jumlah ikan.
Pertumbuhan merupakan proses biologi yang kompleks, banyak aspek yang
mempengaruhinya, seperti kualitas air, ukuran, umur, jenis kelamin, ketersediaan
organisme-organisme makanan, serta jumlah ikan yang memanfaatkan sumber
makanan yang sama (Effendie 1997 dalam Sutrisna A 2011).
Proses Pertumbuhan adalah ketika ikan terlihat dari perubahan dalam
maupun perubahan dalam maupun perubahan pada luar ikan dan lama hidupnya ika
merupakan kriteria sehatnya individu maupun populasi (Brett 1979 dalam
Schludermanngrowth et al 2009). Efektivitas pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh
temperatur, ukuran ikan dan pemberian makan ikan. Temperatur dapat
meningkatkan konsumsi ikan. Ikan tumbuh dikaitkan dengan produksi ammonia
dan TOM, konsumsi oksigen, dan efek temperatur seperti energy yang didapat pada
pemberian pakan pada ikan (Nehemia A et al 2012).
Terjadinya perbedaan hasil diagram diduga disebabkan perbedaan umur
ikan atau pada saat masa pertumbuhan, di mana energi dari makanan dipakai untuk
pertumbuhan berat dari pada pertumbuhan panjang atau juga dikarenakan ikan yang
dijadikan sampel tersebut telah selesai memijah, di mana apabila telah memasuki
tahap matang gonad, berat tubuh akan melebihi berat sebagaimana biasanya
(Tuegeh 2012).
Hubungan panjang-berat dapat digunakan untuk mempelajari pertumbuhan.
Terdapat dua faktor yang berpengaruh dalam studi pertumbuhan yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya faktor keturunan, jenis
kelamin, penyakit, hormon, dan kemampuan memanfaatkan makanan. Adapun
faktor eksternal meliputi ketersediaan makanan, kompetisi dalam memanfaatkan
ruang, dan suhu perairan (Effendie 1979).
Hubungan fekunditas dengan panjang total pada penelitian ini menunjukkan
koefisien korelasi yang kecil. Proporsi atau rasio kelamin dihitung dengan cara
membandingkan jumlah ikan jantan dan ikan betina. Proporsi kelamin betina yaitu
27.71 % sedangkan proporsi jantan yaitu 72,29 % sehingga dapat disimpulkan
bahwa proporsi jantan dan proporsi betina tidak seimbang dengan nilai
perbandingan betina berbanding jantan yaitu 1:3. Hal ini diduga bahwa untuk
menjamin keberhasilan pemijahan ikan kurisi diperlukan jumlah ikan betina yang
lebih banyak dibandingkan ikan jantan. Terdapat penyimpangan pola perbandingan
1:1 disebabkan oleh perbedaan tingkah laku bergerombol, perbedaan laju
mortalitas, dan pertumbuhan ikan jantan maupun betina Febianto (2007) in Larasati
(2011)
Tingkat Kematangan Gonad merupakan tahap tertentu perkembangan gonad
sebelum dan sesudah ikan memijah. Berdasarkan grafik tingkat kematangan gonad
ikan kurisi (Nemipterus japonicus) jantan di atas dapat diketahui bahwa tingkat
kematangan gonad yang terbesar yaitu TKG I dengan frekuensi terbesar berada
pada selang kelas 200-214 mm dan 215-229 mm sedangkan yang terkecil yaitu
TKG 4 dengan frekuensi terbesar pada selang kelas 170-184 mm. Sedangkan
21
berdasarkan grafik tingkat kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus)
betina di atas dapat diketahui bahwa tingkat kematangan gonad yang terbesar yaitu
TKG II dengan frekuensi terbesar berada pada selang kelas 95-109 sedangkan yang
terkecil yaitu TKG IV dengan frekuensi terbesar pada selang kelas 155-169. Hal ini
menunjukkan nilai TKG yang tersebar tidak berdasarkan perubahan panjang ikan.
Selang kelas 95-109 ikan betina sudah masuk TKG II, sedangkan jantan hanya
memiliki TKG II 16,67 % dan sisanya TKG I sebesar 83,33 % . Dapat disimpulkan
bahwa tingkat kematangan gonad ikan betina lebih cepat dibandingkan ikan jantan.
Menurut Mosse (1996) perbedaan tingkat kematangan gonad dapat dipengaruhi
oleh energi yang dibutuhkan dalam perkembangan gonad tersebut lebih diutamakan
untuk pertumbuhan panjang atau bobotnya, bukan untuk perkembangan gonad
(Mosse 1996).
Dari hubungan TKG dengan IKG rata-rata terlihat adanya kecenderungan
nilai IKG yang meningkat dengan meningkatnya TKG. Menurut Kagwade dalam
(Effendie 1997) dengan peningkatan pertumblrhan gonad (tingkat kematangan
gonad), nilai IKG akan bertambah besar sanpai mencapai maksimum ketika akan
terjadi pemijahan, dan akan turun kembali setelah ikan pemijahan.
Makanan ikan adalah organisme hidup baik tumbuhan ataupun hewan yang
dapat dikonsumsi ikan di habitatnya, dapat berupa tumbuhan (makrofita), algae,
plankton, ikan, udang, cacing, benthos, dan serangga atau larva serangga. Menurut
Nikolsky (1963) urutan kebiasaan makanan ikan dikategorikan ke dalam tiga
golongan yaitu pakan utama, pelengkap, dan tambahan. Sebagai batasan yang
dimaksud dengan pakan utama adalah jenis pakan yang mempunyai index of
preponderance lebih besar dari 25%, pakan pelengkap mempunyai index of
preponderance antara 4- 25%, sedangkan pakan tambahan memiliki index of
preponderance kurang dari 4%.
Dari sejumlah ikan kurisi yang telah diperiksa isi usus dan lambungnya,
diketahui bahwa pakan utama ikan kurisi adalah nitzschia serrate 42% jantan dan
91% betina. Pakan pelengkapnya terdiri atas Nitzchia (15.5822%), Bacillaria
(11.1020%), Coscinodiscus (10.9005%), dan Crustacea (4.3347%). Pakan
tambahannya atau lainya sebesar 16%. Dengan demikian ikan kurisi dapat
digolongkan ke dalam kelompok ikan herbivora atau pemakan tumbuhan. Makanan
yang paling banyak dikonsumsi ikan kurisi (Nitzchia serrate 42% dan Nitzhchia
15.5822%).
22
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Distibusi ukuran panjang ikan kurisi (Nemipterus japonicus) di Selat Sunda
bervariasi, ukuran panjang minimum ikan kurisi betina yang diamati yaitu 95 mm
sedangkan panjang maksimumnya 229 mm. Pada ikan kurisi jantan dan betina
memiliki pola pertumbuhan yaitu pola allomterik negatif. Faktor kondisi rata – rata
ikan jantan lebih besar dibandingkan faktor kondisi rata – rata ikan betina. Nisbah
kelamin ikan kurisi jantan dan betina adalah tidak seimbang 1:1. Indeks bagian
terbesar makanan (Index preponderance) menggambarkan persentase suatu jenis
organisme makanan tertentu terhadap semua organisme makanan yang
dimanfaatkan oleh suatu jenis ikan contohnya ikan kurisi yang paling didominasi
memakan jenis Nitzschia serrata.
Saran
Alangkah baiknya praktikan biologi perikanan mampu mengetahui lanjutan
mengenai ikan kurisi agar kedepanya praktikan lebih memahami akan kehidupan
ikan kurisi secara utuh mulai dari dia memijah hingga ikan kurisi mati.
23
DAFTAR PUSTAKA
Asyari dan Fatah K. 2011. Kebiasaan Makan Dan Biologi Reproduksi Ikan Motan
(Thynnichthys Polylepis) Di Waduk Kotopanjang, Riau. BAWAL 3(4).
Brojo M dan Sari RP. 2002. Biologi Reproduksi Ikan Kurisi (Nemipterus
Tambuloides Blkr.) yang Didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Labuan,
Pandeglang. Jurnal Iktiologi Indonesia 2 (l).
Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sartika
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusantara.
Handayani Y. Pola Musiman Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus, Bloach 1791) di
Perairan Selat Sunda, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hufiadi dan Mahiswara. 2011. Kelolosan Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus)
Melalui Juvenile And Trash Exluder Devices pada Jaring Arad. Jl Lit.
Perikan. Ind. 17 (2):125-132
Hukom FD, Purnama DR, Rahardjo MF. 2006. Tingkat Kematangan Gonad, Faktor
Kondisi, Dan Hubungan Panjang-Berat Ikan Tajuk (Aphareus Rutilans
Cuvier, 1830) di Perairan Laut Dalam Palabuhanratu, Jawa Barat. Jurnal
Iktiologi Indonesia 6(1).
Karwana IW. 2010. Nisbah Kelamin Pada Persilangan Homogami D. Melanogaster
Strain Normal (N),White (W), Dan Sepia (Se). GaneÇ Swara 4(3).
Larasati DA. 2011. Kajian Biologi Reproduksi Ikan Kembung Perempuan
(Rastrelliger brachysoma Bleeker, 1851) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta
Utara [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Natarajan, A.V. dan Jhingran AG. 1961. Index of preponderance-a method of
grading the food elements in the stomach analysis of fishes. Indian J Fish.8
(1):54 59.
Nehemia A, Maganira JD, dan Rumisha C. 2012 Length-Weight relationship and
condition factor of tilapia species grown in marine and fresh water ponds.
Agriculture And Biology Journal Of North America 3(3): 117-124.
Nikolsky G V. 1963. The Ecology of Fishes. London and New York: Academic
Press
Nugroho E S,. Efrizal T, dan Zulfikar A. 2013. Faktor Kondisi dan Hubungan
Panjang Berat Ikan Selikur (Scomber australasicus) di Laut Natuna yang
Didaratkan di Pelantar Kud Kota Tanjungpinang. Jurnal umrah.
Nykolsky G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Portland Oregon (US): Academic
Press.
Rakhmani F. 2008. Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan Kabupaten
Pandeglang-Banten. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I. Bogor (ID) : Bina
Cipta
Sari FW. 2008. Studi Kebiasaan Makanan Ikan Layur (Superfamili Trichiuroidea)
di Perairan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
24
Schludermann E, Keckeis H dan Nemeschkal HL. 2009. Effect of initial size on
daily growth and survival in freshwater Chondrostoma nasus larvae: a field
survey. Journal of Fish Biology 74, 939–955
Siregar EB. 1997. Pendugaan Stok Ikan dan Parameter Biologi Ikan Kurisi
(Nemipterus japonicus) Di Perairan Teluk Lampung [Skripsi].. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan.
Sumiono dan Jamali. 2001. Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Perairan Indonesia.
Teknik Sampling Untuk Pengkajian Stok.. Jakarta (ID): Pusat Penelitian
Oceanografi – LIPI.
Sutjipto DO, Soemarno MS dan Marsoedi. 2013. Dinamika Populasi Ikan Kurisi
(Nemipterus hexodon) dari Selat Madura. Ilmu Kelautan 18(3).
Sutrisna A. 2011. Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
Forsskal, 1775) di Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu [Skiripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syahrir MR. 2013. Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan di Perairan Pedalaman
Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis 18(2).
Tuegeh S, Tilaar FF, dan Manu G D. 2012. Beberapa Aspek Biologi Ikan Beronang
(Siganus vermiculatus) Di Perairan Arakan Kecamatan Tatapaan Kabupaten
Minahasa Selatan. Jurnal Ilmiah Platax 1(1).
Triharyuni R, Hartati S T dan Anggawangsa RF. 2013. Produktivitas dan
Kerentanan Ikan Kurisi (Nemipterus Spp.) Hasil Tangkapan Cantrang di
Laut Jawa. J. Lit. Perikan. Ind 19 (4).
Wahyuni I S, Hartati S T dan Indarsyah. 2009. Informasi biologi perikanan ikan
kurisi (nemipterus japonicus) di Blanakan dan Tegal. Bawal. 2 (4): 171-176
25
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel Annova pertumbuhan hubungan panjang dan bobot ikan betina
ANOVA
df SS MS F Significance F Ftab
Regression 1 2.6221 2.6221 613.3663 1.93077E-35 3.9840
Residual 67 0.2864 0.0043
Total 68 2.9085
Lampiran 2 Tabel Annova pertumbuhan hubungan panjang dan bobot ikan jantan
ANOVA
df SS MS F
Significance
F Ftab
Regression 1 4.4788 4.4788 1354.8096
3.81538E-
85 8.0795
Residual 178 0.5884 0.0033
Total 179 5.0672