laporan biologi perikanan ikan kurisi

31
ABSTRAK NURHADI SATRIO. C24140083. Kajian Aspek Pertumbuhan, Reproduksi, Dan Kebiasaan Makan Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus),Bloch 1791) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh IFTITAH RAHMI. Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis. Jenis ini banyak ditemukan di Perairan Selat Sunda. Sampai sekarang penelitian aspek-aspek biologi terutama tentang pertumbuhan, reproduksi, dan kebiasaan makan ikan kurisi belum banyak dilakukan. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tingkat eksploitasi sumberdaya beserta aspek-aspek kehidupanya. Data analisa distribusi frekuensi panjang dengan membandingkan frekuensi panjang ikan dengan selang kelasnya, data panjang bobot menggunakan uji regresi, dan faktor kondisi menggunakan persamaan Ponderal Index. Hasil analisa menunjukkan sumberdaya ikan kurisi (Nempiterus japonicus) di Perairan Selat Sunda dan sekitarnya pertumbuhannya adalah allometric negative, yang ditunjukkan oleh nilai b<3 dan uji t menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hasil uji “chi-square” pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) terhadap nisbah kelamin menunjukkan hasil nyata bahwa nisbah kelamin ikan jantan dan betina adalah tidak seimbang dengan perbandingan sebesar 3:7. Indeks bagian terbesar makanan (Index preponderance) menggambarkan persentase suatu jenis organisme makanan tertentu terhadap semua organisme makanan yang dimanfaatkan oleh suatu jenis ikan contohnya ikan kurisi yang paling didominasi memakan jenis Nitzschia serrata Kata kunci: Ikan kurisi, pertumbuhan, reproduksi dan kebiasaan makanan. ABSTRACT Japanese threadfin bream (Nemipterus japonicus) is one of the small pelagic fish species that have economic and ecological value. This species is found in the waters of the Sunda Strait. Until now study biological aspects primarily on growth, reproduction and feeding habits of the fish kurisi has not been done. Practicum aims to determine the level of resource exploitation as well as aspects of his life. Data analysis length frequency distributions by comparing the frequency of fish with a hose length of class, length data using regression test weight, and condition factor using equation Ponderal Index. The analysis shows kurisi fish resources (Nempiterus japonicus) in the Sunda Strait and surrounding allometric growth is negative, indicated by the value of b <3 and t test showed that t <t table. The result of "chi-square" on a 95% confidence interval (α = 0.05) against the sex ratio showed tangible results that the sex ratio of male and female fish are not balanced with a ratio of 3: 7. The section index foods (Index preponderance) represents the percentage of a particular food type of organism against all organisms food utilized by some types of fish for example Japanese threadfin bream most predominantly consuming types Nitzschia serrata Keywords: Feeding habits, growth, apanese threadfin bream, and reproduction

Upload: nurhadi-satrio

Post on 08-Jul-2016

454 views

Category:

Documents


31 download

DESCRIPTION

Berikut tugas akhir dari mata kuliah Biologi Perikanan.

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

ABSTRAK

NURHADI SATRIO. C24140083. Kajian Aspek Pertumbuhan, Reproduksi, Dan

Kebiasaan Makan Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus),Bloch 1791) di Perairan

Selat Sunda. Dibimbing oleh IFTITAH RAHMI.

Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) merupakan salah satu jenis ikan pelagis

kecil yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis. Jenis ini banyak ditemukan di

Perairan Selat Sunda. Sampai sekarang penelitian aspek-aspek biologi terutama

tentang pertumbuhan, reproduksi, dan kebiasaan makan ikan kurisi belum banyak

dilakukan. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tingkat eksploitasi

sumberdaya beserta aspek-aspek kehidupanya. Data analisa distribusi frekuensi

panjang dengan membandingkan frekuensi panjang ikan dengan selang kelasnya,

data panjang bobot menggunakan uji regresi, dan faktor kondisi menggunakan

persamaan Ponderal Index. Hasil analisa menunjukkan sumberdaya ikan kurisi

(Nempiterus japonicus) di Perairan Selat Sunda dan sekitarnya pertumbuhannya

adalah allometric negative, yang ditunjukkan oleh nilai b<3 dan uji t menunjukkan

bahwa t hitung < t tabel. Hasil uji “chi-square” pada selang kepercayaan 95% (α =

0,05) terhadap nisbah kelamin menunjukkan hasil nyata bahwa nisbah kelamin ikan

jantan dan betina adalah tidak seimbang dengan perbandingan sebesar 3:7. Indeks

bagian terbesar makanan (Index preponderance) menggambarkan persentase suatu

jenis organisme makanan tertentu terhadap semua organisme makanan yang

dimanfaatkan oleh suatu jenis ikan contohnya ikan kurisi yang paling didominasi

memakan jenis Nitzschia serrata

Kata kunci: Ikan kurisi, pertumbuhan, reproduksi dan kebiasaan makanan.

ABSTRACT

Japanese threadfin bream (Nemipterus japonicus) is one of the small

pelagic fish species that have economic and ecological value. This species is found

in the waters of the Sunda Strait. Until now study biological aspects primarily on

growth, reproduction and feeding habits of the fish kurisi has not been done.

Practicum aims to determine the level of resource exploitation as well as aspects of

his life. Data analysis length frequency distributions by comparing the frequency of

fish with a hose length of class, length data using regression test weight, and

condition factor using equation Ponderal Index. The analysis shows kurisi fish

resources (Nempiterus japonicus) in the Sunda Strait and surrounding allometric

growth is negative, indicated by the value of b <3 and t test showed that t <t table.

The result of "chi-square" on a 95% confidence interval (α = 0.05) against the sex

ratio showed tangible results that the sex ratio of male and female fish are not

balanced with a ratio of 3: 7. The section index foods (Index preponderance)

represents the percentage of a particular food type of organism against all

organisms food utilized by some types of fish for example Japanese threadfin bream

most predominantly consuming types Nitzschia serrata

Keywords: Feeding habits, growth, apanese threadfin bream, and reproduction

Page 2: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN PRAKTIKUM DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan berjudul Kajian Aspek

Pertumbuhan, Reproduksi, Dan Kebiasaan Makanan Ikan Kurisi (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791) Di Perairan Selat Sunda adalah benar karya saya dengan

arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir laporan ini.

Bogor, Februari 2016

Nurhadi Satrio

NIM C24140083

Page 3: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

Laporan Ilmiah

sebagai salah satu syarat tugas

untuk memperoleh nilai praktikum mata kuliah

Biologi Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

KAJIAN ASPEK PERTUMBUHAN, REPRODUKSI, DAN

KEBIASAAN MAKANAN IKAN KURISI

(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

DI PERAIRAN SELAT SUNDA.

NURHADI SATRIO

BAGIAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 4: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

Judul Laporan : Kajian Aspek Pertumbuhan, Reproduksi, dan Kebiasaan Makan

Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch 1791) di Perairan Selat

Sunda

Nama : Nurhadi Satrio

NIM : C24140083

Disetujui oleh

Iftitah Rahmi

Asisten Pebimbing

Page 5: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... v

PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

Latar Belakang ..................................................................................................... 1

Tujuan .................................................................................................................. 1

Manfaat ................................................................................................................ 1

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 2

METODE ................................................................................................................ 5

Lokasi dan Waktu ................................................................................................ 5

Alat dan Bahan ..................................................................................................... 5

Prosedur Kerja ..................................................................................................... 5

Analisis Data ........................................................................................................ 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 11

Hasil ....................................................................................................................... 11

Pembahasan ....................................................................................................... 20

SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 22

Simpulan ............................................................................................................ 22

Saran .................................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 23

LAMPIRAN .......................................................................................................... 25

Page 6: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

DAFTAR TABEL

1 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi 8 2 Proporsi kelamin betina dan jantan 15 3 Relung makanan ikan kurisi jantan (Nemipterus japonicus) jantan dan

betina 19

4 Tumpang tindih ikan kurisi (Nemipterus japonicus) jantan dan betina 19

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram Hasil Distribusi Panjang Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus,

Bloch 1791) 11 2 Diagram Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Kurisi Betina (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791) 12 3 Diagram Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Kurisi (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791) 12 4 Faktor Kondisi Ikan Kurisi Betina (Nemipterus japonicus, Bloch

1791) 13 5 Faktor Kondisi Ikan Kurisi Jantan (Nemipterus japonicus, Bloch

1791) 13 6 Diagram Frekuensi Telur Yang dihasilkan Ikan Kurisi (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791) 14

7 Diagram Hubungan Fekuinditas dan Bobot Ikan Kurisi (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791) 14

8 Diagram Hubungan Fekuinditas dan Panjang Ikan Kurisi (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791) 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel Annova pertumbuhan hubungan panjang dan bobot ikan betina 25 2 Tabel Annova pertumbuhan hubungan panjang dan bobot ikan jantan 25

Page 7: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia secara geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua

pertiga luas lautan lebih besar daripada daratan. Hal ini dapat terlihat dengan adanya

garis pantai di hampir setiap pulau di Indonesia (± 81.000 km) yang menjadikan

Indonesia menempati urutan kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki

garis pantai terpanjang di dunia. Kekuatan inilah yang merupakan potensi besar

untuk memajukan perekonomian Indonesia. Selat Sunda merupakan perairan laut

dalam dengan kisaran kedalaman air 26 meter sampai 1800 meter. Berdasarkan

zonasi yang telah dibuat oleh (Boersma 1987) dalam (Rakhmani 2008). Paparan

Selat Sunda terdiri dari paparan dalam, paparan luar dan lereng. Selat Sunda

merupakan selat yang menghubungkan Pulau Jawa dengan selatan Pulau Sumatra.

Perairan Selat Sunda memiliki potensi perikanan yang meliputi sumberdaya ikan

dan non ikan. Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) merupakan salah satu ikan

demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di Perairan

Indonesia. Karena termasuk kelompok ikan demersal, salah satu kebiasaan ikan

kurisi ini adalah beruaya yang tidak terlalu jauh dan aktivitas gerak yang relatif

rendah (Aoyama 1973 dalam Triharyuni S et al 2013).

Potensi sumberdaya ikan kurisi yang besar ini belum dikelola secara optimal

(Handayani Y 2012). Sebagai ikan ekonomis penting, maka perlu upaya untuk

menjaga kelestarian sumberdaya Ikan Kurisi agar dapat memberikan hasil yang

optimum dan berkesinambungan melalui suatu pengelolaan, Diantaranya adalah

aspek makanan dan biologi reproduksi. Aspek Makanan Ikan reproduksi dan

biologi reproduksi ikan kurisi di Selat Sunda merupakan mata rantai penting dalam

siklus hidup ikan dan berperan dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Ukuran

ikan kurisi yang tertangkap dengan alat tangkap cantrang cenderung ukuranya kecil.

Hasil pengamatan sebaran panjang ikan kurisi di Blanakan berkisar antara 10-16

cm dan untuk ukuran ikan kurisi di Tegal didominansi ukuran 11,45 cm (Wahyuni

et al 2009). Ukuran ikan yang semakin kecil ini dapat diartikan adanya tekanan

besar dalam penangkapan dan dimungkinkan ukuran kecil ini merupakan ukuran

ikan yang masih muda atau juvenile (Hufiadi dan Mahiswara 2011).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek biologi reproduksi ikan

kurisi (Nemipterus japonicus) yaitu pertumbuhan, reproduksi, dan kebiasaan

makanan Ikan Kurisi.

Manfaat

Laporan ilmiah ini diharapkan berguna sebagai sumber informasi mengenai

sumberdaya ikan kurisi dengan aspek Pertumbuhan, Reproduksi, dan Kebiasaan

Makanan Ikan Kurisi di Perairan Selat Sunda. Selain itu, dapat dijadikan sebagai

bahan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai sumberdaya ikan kurisi.

Page 8: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

2

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi dan Klasifikasi Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus)

(Bloch, 1791)

Ikan Kurisi adalah ikan demersal dengan habitat di perairan estuari dan

perairan laut. Habitat tempat tinggal ikan kurisi sangat mempengaruhi

perkembangan ikan kurisi tersebut, tipe substrat pada habitat tempat tinggal ikan

kurisi sangat mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup di dalamnya dimana

organisme-organisme itu adalah makanan bagi ikan kurisi. Habitat ikan kurisi

biasanya hidup di dasar laut dengan jenis substrat berlumpur atau lumpur

bercampur pasir (Burhanuddin et al 1984 dalam Siregar 1997).

Gambar 1. Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus)

Sumber: Fishbase.org

Berikut keterangan dan klasifikasi ikan:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Famili : Nemipteridae

Genus : Nemipterus

Spesies : Nemipterus japonicus (Bloch, 1791)

Identifikasi ikan dilakukan di lembaran praktikum. Kajian biologi perikanan

ikan dilakukan dengan mengumpulkan data sebaran frekuensi panjang (LF),

panjang total (TL, Total Length), berat tubuh (W, Weight), jenis kelamin, tingkat

kematangan gonad (TKG) dan kebiasaan makanan.

Ikan yang dijadikan hasil pengamatan praktikum dikenal oleh masyarakat

sebagai ikan kerisi. Secara umum ikan ini disebut sebagai ikan kurisi. Ikan kurisi

mempunyai bentuk tubuh yang langsing dan padat (compressiform). Bentuk mulut

terletak agak ke bawah sehingga termasuk tipe mulut terminal. Ikan ini memiliki

warna merah kekuningan. Ciri khusus yang dimiliki ikan ini adalah warna badan

yang cerah, merah kekuningan. Selain itu, ciri khas lain ikan ini adalah sirip perut

dan sirip ekor bagian atas memanjang seperti benang. Berdasarkan ciri-ciri tersebut

menurut Saanin (1968), ikan kurisi tergolong kedalam famili Nemipteridae.

Pertumbuhan

Pengukuran panjang dilakukan dengan penggaris ketelitian 1 mm. Berat

ikan diukur dengan timbangan elektrik ketelitian 0.01 gram. Penentuan jenis

kelamin dilakukan dengan pembedahan spesimen. Jika gonad belum dapat

diidentifikasi, kode jenis kelaminnya = 0, untuk ikan jantan dan betina berturut-

Page 9: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

3

turut 1 dan 2. Penentuan tingkat kematangan gonad dilakukan secara visual dari

warna, bentuk dan ukuran gonad (Sumiono dan Jamali, 2001; Effendi 2002). TKG

I dan II termasuk dalam kategori belum matang (immature, kode =0) sedangkan

TKG III dan IV termasuk kategori sudah matang gonad (matured, kode= 1).

Hasil penelitian (Asriyana dan Syafei 2012 dalam Sutjipto et al 2013)

menunjukkan bahwa menu makanan Ikan Kurisi dapat berganti seiring dengan

perubahan ukuran tubuh. Ikan Kurisi berukuran kecil memakan fitoplankton,

Thallasiothrix; kemudian ketika tumbuh membesar (kelompok sedang dan besar),

beralih mengkonsumsi ikan teri (Stolephorus commersonii). Perubahan musim

dapat terjadi perubahan jenis makanan ikan kurisi.

Panjang ikan terkadang lebih cepat dan keakuratan perhitungan

dibandingkan berat. Ikan yang berumur muda memiliki laju pertumbuhan lebih

cepat dibandingkan ikan yang berumur tua ini karena ikan yang berumur tua

makanan yang dikonsumsi digunakan untuk pemeliharaan tubuh dan pergerakan

dibandingkan untuk pertumbuhan dirinya (Zamani et al 2011 dalam Nugroho E S

2013).

Reproduksi

Nisbah kelamin adalah jumlah individu jantan dibagi dengan jumlah

individu betina dalam satu spesies yang sama (Herskowit 1973 dalam Karwana IW

2010). Tingkat kematangan gonad adalah tahap-tahap perkembangan gonad

sebelum dan sesudah memijah. Tingkat kematangan gonad ikan dapat diamati dari

hasil analisa histologi. Pencatatan terhadap perubahan atau tahap perkembangan

gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan yang akan melakukan

reproduksi dan yang tidak, juga untuk mengetahui kapan ikan akan memijah

(Effendie 1997).

Feikunditas merupakan semua telur yang dikeluarkan pada waktu

pemijahan (Effendie 1997). Fekunditas total adalah jumlah telur yang terapat pada

ovarium Fekunditas berhubungan erat dengan lingkungan, ketersediaan makanan.

Kecepatan pertumbuhan dan tingkah laku ikan waktu pemijahan (Nykolsky 1969).

Ikan yang fekunditasnya tinggi, mortalitasnya tinggi terutama pada fase

larva dan embrio.Ikan memliki kebiasaan tidak menjaga telur-telurnya memiliki

fekunditas yang tinggi, terdapat kecenderungan bahwa semakin kecil butiran telur

maka makin tinggi pula fekunditasnya.

Kematangan gonad ikan adalah tahapan pada saat perkembangan gonad

sebelum dan sesudah ikan memijah (Utiah 2007 dalam Asyari dan Fatah K 2011).

Penentuan tingkat kematangan gonad dapat dilakukan secara morfologis dan

histologis. Secara morfologis, dapat dilihat dari bentuk, panjang, dan bobot, warna,

dan perkembangan gonad melalui fase perkembangan gonad, pada umumnya

pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat matang gonad (tingkat kematangan

gonad IV).

Indeks kematangan gonad adalah suatu nilai persentase hasil perbandingan

bobot gonad dengan bobot tubuh ikan secara keseluruhan, nilai indeks kematangan

gonad semakin besar dengan semakin berkembangnya gonad sampai ikan memijah

atau mengeluarkan telur. Nilai indeks kematangan gonad tertinggi sejalan dengan

perkembangan gonad, dan dicapai pada tingkat kematangan gonad IV (Nasution,

2005 dalam Asyari dan Fatah K 2011).

Page 10: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

4

Kebiasaan Makanan

Makanan adalah faktor yang menentukan populasi, pertumbuhan, dan

kondisi ikan, Macam makanan satu spesies ikan tergantung pada umur, tempat,

waktu, dan alat pencernaan dari ikan itu sendiri (Effendie 1992 dalam Asyari dan

Fatah K 2011). Makanan ikan adalah organisme hidup, tumbuhan, dan hewan yang

dapat dikonsumsi ikan di habitatnya, contoh makanan ikan antara lain tumbuhan

(makrofita), algae, plankton, ikan, udang, cacing, benthos, dan serangga atau larva

serangga (Asyari dan Fatah K 2011).

Dengan mengetahui aspek makanan atau kebiasaan makan satu jenis ikan

dapat dilihat hubungan ekologi antara ikan dengan organisme lain yang ada di suatu

perairan, misalnya bentuk-bentuk pemangsaan, saingan, dan rantai makanan

(Effendie 1992 dalam Asyari dan Fatah K 2011).

Ikan yang tergolong ikan herbivora memiliki saluran pencernaan yang lebih

panjang dibandingkan ikan omnivora dan karnívora karena jenis makanan yang

dimakan seperti tumbuh-tumbuhan dan lainnya lebih susah hancur sehingga

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencernanya. Pada ikan vegetaris

(herbivora) saluran pencernaan dapat tiga kali panjang tubuhnya (Mudjiman 1991

dalam Asyari dan Fatah K 2011).

Page 11: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

5

METODE

Lokasi dan Waktu

Waktu praktikum Biologi Perikanan dilakanakan pada Hari Sabtu Tanggal

20 Februari 2016 bertempat di Laboratorium Biologi Perikanan, Manajemen

Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor.

Alat dan Bahan

Pertumbuhan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kamera, alat tulis, alat

bedah, baki, sarung tangan, masker dan etc. Bahan praktikum yang diperlukan

berupa species ikan kurisi (Nemipterus japonicus) dan formalin.

Reproduksi

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop, timbangan

digital, kain lap/tissue, kamera digital, cawan petri, kertas label dan spidol

permanen, botol sampel, trash bag, gelas ukur, alat bedah dan kaca preparat. Bahan

praktikum yang diperlukan berupa formalin 10% dan ikan kurisi (Nemipterus

japonicus).

Kebiasaan Makanan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop, timbangan

digital, kain lap/tissue, kamera digital, cawan petri, kertas label dan spidol

permanen, botol sampel, trash bag, gelas ukur, alat bedah kaca preparat dan cover

glass. Bahan praktikum yang diperlukan berupa formalin 10% dan ikan kurisi

(Nemipterus japonicus).

Prosedur Kerja

Pertumbuhan

Metode kerja yang dilakukan pertama harus dilakukan untuk ditentukan

pertumbuhan ikan. Sampel ikan yang akan diamati anatomi dalamnya dimatikan

terlebih dahulu, untuk memudahkan dalam melakukan pengukuran dan

pembedahan. Pada saat melakukan penanganan sampel diwajibkan untuk

mengunakan sarung tangan dan masker. Setelah dilakukan penimbangan dan

pengukuran sampel ikan, data panjang dan berat ikan di catat pada kertas

pengamatan berdasarkan tabel yang tertera. Pembedahan dilakukan dengan

menggunakan gunting bedah, diawali dari lubang anus sampai kepala. Gunting

yang digunakan pada awal pembedahan adalah yang ujungnya tajam, selanjutnya

Page 12: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

6

menggunakan dengan yang ujungnya tumpul agar isi perut tidak tersobek dan rusak.

Kemudian bagian anatomi dalam ikan dipotong ujung dan pangkal isi perutnya

supaya isi anatomi dalam tidak keluar atau tercecer isinya dan dikeluarkan dengan

pinset.

Reproduksi

Tingkat Kematangan Gonad

Metode kerja yang dilakukan pertama harus dilakukan untuk ditentukanya

tingkat kematangan gonad adalah dikeringkan ikan yang sudah diukur dan beratnya.

Kemudia dilakukan pembedahan dengan cara ikan dipegang dengan tangan kiri,

lalu dibedah dengan gunting yang ujungnya runcing. Jika sudah mulai dapat dilihat

suatu celah, gunting dapat diganti dengan yang ujungnya tumpul. Kemudian

digunting dari anus hingga tutup insang.

Ketika digunting harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan diperhatikan

letak gonad ikan yang sedang dibedah. Jika gonad sudah dapat dilihat ikan yang

dibedah dapat ditentukan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad bedasarkan

tabel klarifikasi yang telah disediakan. Hal selanjutnya yang harus dikerjakan

adalah gonad diangkat dan dipisahkan dari usus dengan hati-hati, sehingga tidak

ada bagian gonad dan usus yang terputus. Selanjutnya adalah gonad yang sudah

dipisahkan dikeringkan dengan tissue, lalu ditimbang berat gonad (gram).

Kemudian diawetkan gonad yang sudah ditimbbang dengan formalin 10% dan

disimpan untuk praktikum reproduksi dua.

Fekuinditas dan Diameter Telur

Teknik diawetkanya telur dapat dilakukan terhadap ikan secara utuh atau

terhadap telurnya saja, diantaranya: menggunakan larutan formalin, teknik

pendinginan, dan menggunakan larutan larutan gilson.

Kebiasaan Makanan

Metode kerja yang dilakukan pertama adalah sampel usus dibersihkan dari

formalin. Kemudian usus diambil satu persatu untuk dihancurkan atau dikerik.

Pengerikan usus halus dilakukan untuk usus dipisahkan antara usus dengan daging

usus. Lalu diencerkan isi usus sekitar 100 cc atau 1 botol fim. Selanjurnya diambil

satu tetes dari usus yang sudah diencerkan dan diamati dibawah mikroskop.

Pengamatan dilakukan dengan minimal 3 kali ulangan dengan 5 lapang pandang.

Setelah diidentifikasi jenis lalu dicatat jumlah organisme yang ada dari setiap

lapang pandang dengan digunakan buku identifikasi.

Page 13: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

7

Analisis Data

Pertumbuhan

Hubungan Panjang dan Berat

Dalam perhitungan pertumbuhan dengan menggunakan parameter panjang

dan berat memiliki rumus Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Analisis

hubungan panjang berat menggunakan uji regresi, dengan rumus sebagai berikut

(Effendie 1979 dalam Syahrir MR 2013):

W = aLb

Keterangan: W = Berat tubuh ikan (gram)

L = Panjang ikan (mm),

a dan b = Konstanta

Persamaan tersebut dapat ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma dan

diperoleh persamaan linear sebagai berikut:

Log W = Log a + b Log L

Keterangan: W = Berat ikan contoh (gram)

L = Panjang ikan contoh (cm)

a dan b = Konstanta

Kriteria data hasil analisis hubungan panjang berat:

b = 3 : Pertumbuhan isometrik

b ≠ 3 : Pertumbuhan alometrik

Faktor Kondisi

Faktor kondisi cara perhitungannya dengan menggunakan persamaan

Ponderal Index, untuk pertumbuhan isometrik (b=3) faktor kondisi (KTL) dengan

menggunakan rumus (Effendie 1979 dalam Syahrir MR 2013):

KTL = W105 /L3

Keterangan: W = Berat tubuh ikan (gram)

L = Panjang ikan (mm).

Sedangkan jika pertumbuhan tersebut bersifat allometrik (b≠3), maka faktor

kondisi dapat dihitung dengan rumusny a (Effendie, 1979 Syahrir MR 2013):

Kn = W/aLb

Page 14: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

8

Keterangan: W = Berat tubuh ikan (gram)

L = Panjang ikan (mm),

a dan b = Konstanta

Faktor kondisi dapat naik dan dapat turun. Keadaan ini merupakan penilaian

dari musim pemijahan bagi ikan khususnya bagi ikan-ikan betina.

Reproduksi

Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin adalah perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah

ikan betina yang ditemukan dalam setiap bulan selama 9 bulan. Untuk melihat

kemerataan jenis digunakan uji 'Chi-Kuadrat' (Steel dan Torrie I993 dalam Hukom

FD 2006).

Nisbah kelamin dihitung dengan menggunakan rumus:

X =𝐽

𝐵

Keterangan: X = Nisbah kelamin

J = Jumlah ikan jantan (ekor)

B = Jumlah ikan betina (ekor)

Tingkat Kematangan Gonad (TKG).

Tingkat kematangan gonad memiliki beberapa tingkatan yaitu satu (testis

regresi) mempunyai dinding gonad yang dilapisi oleh spermatogenia awal dan

sekunder, mungkin masih terdapat sisa sperma. Tingkat kematangan dua

(perkembangan spermatogenia) proporsi spermatogenia dalam testis bertambah.

Tingkat kematangan gonad tiga (awal aktif spermatogenesis) dalam testis terdapat

telur spermatosit dan mulai terbentuknya telur spermatid dan spermatozoa. Pada

tingkat kematangan gonad empat dan ditandai dengan banyaknya semua tingkat

spermatogenesis dan spermatozoa bebas mulai terlihat dalam rongga semiferous

dan tingkat kematangan gonad lima (testis masak)

Tabel 1 Tingkat kematangan gonad ikan kurisi

No TKG Keterangan

1 I

Testis atau ovarium tampak transparan, panjang bervariasi antara

1/3-1/2, rongga perut (± 3-5 cm tergantung panjang rongga perut),

bentuk seperti benang berwarna agak putih, telur tidak terlihat

dengan mata biasa.

2 II

Panjang gonad antara 1/3-1/2 dari rongga perut, warna masih

transparan tetapi pembuluh darah sudah kelihatan, diameter gonad

kurang lebih sebesar rokok.

3 III

Panjang gonad bervariasi antara 2/3 - 3/4 dari rongga perut,

pembuluh darah masih kelihatan, butir telur sedah terlihat dengan

mata biasa (tanpa alat bantu).

Page 15: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

9

4 IV

Gonad hampir memenuhi seluruh rongga perut, butir telur kuning

kemerah merahan terlihat jelas dengan mata biasa (tanpa alat

bantu), telur siap dipijahkan.

5 V

Gonad berwarna kemerahan, dan jika dindingnya sedikit

mengkerut sebagai tanda telah terjadi pemijahan

Indeks Kematangan Gonad (IKG)

IKG adalah perbandingan dari berat gonad terhadap tubuh ikan didasarkan

pada berat gonad dan berat tubuh ikan contoh secara keseluruhan dapat dihitung

dengan menggunakan rumus (Effendie 1979 dalam Hukom FD 2006).

Penentuan IKG dilakukan secara kuantitatif sebagai berikut:

IKG= 𝐵𝐺

𝐵𝑇 x 100

Keterangan: BG = Berat gonad total (gram)

BT = Berat total tubuh (gram)

Fekuinditas

Penentuan fekunditas dapat dilakukan menggunakan metode gravimetrik,

volumetrik dan penjumlahan dapat dihitung dengan rumus (Efendie 1979), sebagai

berikut:

X: x = V: v

Keterangan: X = Jumlah telur yang akan dicari

x = Jumlah telur contoh

V = Volume seluruh gonad

v = Volume gonad contoh

𝐹 =𝐺𝑥𝑉𝑥𝑋

𝑄

Keterangan: F = Fekunditas yang dicari

G = Berat gonad total

V = Volume pengenceran

X = Jumlah telur yang ada dalam 1 cc

Q = Berat telur contoh

Page 16: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

10

Kebiasaan Makanan

Indeks Proponderence (indeks bagian terbesar)

Indeks Proponderence untuk mengevaluasi kebiasaan makan ikan dengan

rumus sebagai berikut (Natarajan dan Jhingran 1963):

IPi = 𝑉𝑖 𝑥 Oi

∑𝑉𝑖 𝑥 𝑂𝑖 𝑥 100%

Keterangan :

IPi = Indeks proponderence

Vi = Prosentase volume makanan jenis ke-i

Oi = Prosentase frekuensi kejadian makanan jenis ke-i

Tumpang Tindih

Tumpang tindih digunakan untuk penggunaan bersama suatu sumberdaya

oleh lebih dari satu spesies ikan atau tingkat kesamaan jenis makanan. Penentuan

tumpang tindih dengan rumus sebagai berikut :

CH = 2∑Pik 𝑥 Pij

∑(𝑃𝑖𝑗)2+ ∑(𝑃𝑖𝑘)2

Keterangan :

CH = Tingkat kesamaan jenis makanan

Pij = Proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-j

Pik = Proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-k

Pij2 = Kuadrat proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-j

Pik2 = Kuadrat proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-k

Luas Relung Makanan

Relung makan adalah adanya selektifitas kelompok ukuran ikan antar

spesies maupun antar individu dalam suatu spesies yang sama terhadap

pemanfaatan sumberdaya (habitat-pakan) tertentu. Penentuan luas relung makan

dengan rumus berikut (Krebs 1989 dalam Sari FW 2008):

Bi = 1

∑(𝑃𝑖𝑗)2

Ba = 𝐵𝑖−1

𝑛−1

Keterangan :

Bi = Lebar relung / luas relung ikan ke-i

∑Pij2 = Jumlah kuadrat proporsi spesis ke-i kelompok ikan ke-j

Ba = Standarisasi relung

n = Jumlah organisme pada selang yang akan dicari

Page 17: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pertumbuhan

Distribusi frekuensi panjang

Distribusi frekuensi panjang ikan kurisi jantan dan betina (Nemipterus

japonicus) yang diamati memiliki panjang tubuh yang bervariasi. Berikut

merupakan diagram distribusi panjang ikan kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch

1791)

Gambar 1 Diagram Hasil Distribusi Panjang Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus,

Bloch 1791)

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa distribusi panjang pada ikan

kurisi yang diamati memiliki panjang tubuh yang bervariasi. Ukuran panjang

minimum ikan kurisi betina dan jantan yang diamati yaitu 95 mm sedangkan

panjang maksimumnya 229 mm. Distribusi panjang pada ikan jantan lebih

bervariasi dibandingkan distribusi panjang pada ikan betina. Distribusi terbesar

terdapat pada dua selang kelas, yaitu pada 155-169 dan distribusi terkecil pada

selang kelas 200-214 dan 215-229. Sama halnya seperti distribusi panjang pada

ikan betina yang terkecil pada selang kelas 95-109. Distribusi panjang pada ikan

betina yang terbesar pada selang kelas 155-169.

Hubungan panjang dan bobot

Mengetahui hubungan panjang-bobot agar dapat mengetahui pola

pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter panjang dan bobot ikan jantan

dan betina. Perhitungan hubungan panjang-bobot antara ikan kurisi jantan dan

betina dipisahkan agar dapat terlihat perbedaan antara pola pertumbuhan ikan

betina dengan jantan.

0

10

20

30

40

50

60

70

Frek

uen

si

Selang KelasBetina Jantan

Page 18: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

12

Berikut merupakan diagram hubungan panjang dan bobot ikan kurisi betina

(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

Gambar 2 Diagram Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Kurisi Betina (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791)

Bedasarkan diagram hubungan panjang dan bobot jenis kelamin betina

dapat diketahui berupa informasi yaitu W = 0,001, konstanta a sebesar 0.00009588,

dan konstanta b sebesar 2.6004. R² menunjukan tingkat kepercayaan terhdap model

yang memiliki nilai sebesar 90.15%.

Berikut merupakan diagram hubungan panjang dan bobot ikan kurisi jantan

(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

Gambar 3 Diagram Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Kurisi (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791)

Bedasarkan Diagram Hubungan Panjang dan Bobot jenis kelamin jantan

dapat diketahui berupa informasi yaitu W = 0.0001L2.5773, konstanta a sebesar

0.0001107 dan konstanta b sebesar 2.5773. R² menunjukan tingkat kepercayaan

terhdap model yang memiliki nilai sebesar 88.39 %.

W = 0,001R² = 90,15%

n = 69

0

50

100

150

200

0 50 100 150 200 250

Bo

bo

t (g

ram

)

Panjang (mm)

W = 0.0001L2.5773

R² = 0.8839n = 180

0

20

40

60

80

100

120

140

0 50 100 150 200 250

Bo

bo

t (g

ram

)

Panjang (mm)

Page 19: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

13

Faktor Kondisi

Berikut merupakan diagram faktor kondisi ikan kurisi betina (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791)

Gambar 4 Faktor Kondisi Ikan Kurisi Betina (Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

Bedasarkan diagram di atas dapat diperoleh informasi bahwa pada selang

95-109 mm hingga selang kelas 215-229 mm fk rataanya antara 0.9446 sampai

1.1742. Standar deviasi yang diperoleh bekisar antara 0.0260 hingga 0.2565.

Berikut merupakan diagram faktor kondisi ikan kurisi jantan (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791)

Gambar 5 Faktor Kondisi Ikan Kurisi Jantan (Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

Bedasarkan diagram di atas dapat diperoleh informasi bahwa pada selang

95-109 mm hingga selang kelas 215-229 mm fk rataanya antara 0.9013 sampai

1.0516. Standar deviasi yang diperoleh bekisar antara 0.0583 hingga 0.1701.

cc

0,0000

0,5000

1,0000

1,5000

2,0000FK

Rat

aan

Selang Kelas

0,0000

0,2000

0,4000

0,6000

0,8000

1,0000

1,2000

1,4000

Fakt

or

Ko

nd

isi

Selang Kelas

Page 20: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

14

Reproduksi

Frekuensi Telur

Berikut merupakan diagram frekuensi telur yang dihasilkan ikan kurisi

(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

Gambar 6 Diagram Frekuensi Telur Yang dihasilkan Ikan Kurisi (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791)

Bedasarkan gambar 1 diagram frekuensi telur yang dihasilkan ikan kurisi

pada selang 0.3394-0.3917 memiliki frekuensi terbesar yaitu 216, sedangkan

fekuenditas terkecil terjadi pada selang 0.0774-0.1297 yaitu 1.

Fekuinditas dan Bobot

Berikut merupakan diagram hubungan fekuinditas dan bobot ikan kurisi

(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

Gambar 7 Diagram Hubungan Fekuinditas dan Bobot Ikan Kurisi (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791)

Bedasarkan gambar 2 diagram hubungan fekuinditas dan bobot telur ikan

kurisi pada bobot telur 50 gram memiliki fekuinditas terbesar yaitu 21452,

sedangkan pada bobot 149 gram memiliki fekuinditas terkecil yaitu 1787.

0

50

100

150

200

250

Fre

ku

ensi

Selang Kelas

F = 40405W-0.99

R² = 0.152%

n = 5

0

5000

10000

15000

20000

25000

0 50 100 150 200

Fek

un

dit

as

Bobot (gram)

Page 21: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

15

Fekuinditas dan Panjang

Berikut merupakan diagram hubungan fekuinditas dan panjang ikan kurisi

(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

Gambar 8 Diagram Hubungan Fekuinditas dan Panjang Ikan Kurisi (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791)

Bedasarkan gambar 3 diagram hubungan fekuinditas dan diameter telur ikan

kurisi pada diameter 155 mm memiliki fekuinditas terbesar yaitu 21452, sedangkan

pada diameter 218 mm memiliki fekuinditas terkecil yaitu 1787.

Nisbah Kelamin

Proporsi atau nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan umlah ikan

jantan dan ikan betina. Berikut proporsi atau rasio kelamin ikan kurisi (Nemipterus

japonicus) yang disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2 Proporsi kelamin betina dan jantan

TKG Jumlah Total

Rasio

Kelamin

(%)

Keterangan

Jantan Betina Jantan Betina

1 122 28 150 72.29 27.71 Tidak

Seimbang

2 42 36 78

3 13 4 17

4 3 1 4

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa nisbah kelamin betina yaitu 0.2771

sedangkan proporsi jantan yaitu 0.722891. Setelah dilakukan uji Chi-square,

didapatkan nilai Xhit sebesar 65.1329 dan Xtab sebesar 3.1824. Artinya Xhit>Xtab

yang berarti tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa nisbah jenis kelamin ikan kembung

jantan dan betina tidak seimbang. Dari data dapat terlihat bahwa nisbah ikan kurisi

jantan jauh lebih banyak dibandingkan ikan kurisi betina.

F = 6x1014

R² = 0.278%

n = 5

0

5000

10000

15000

20000

25000

0 50 100 150 200 250

Fek

un

dit

as

Panjang (mm)

Page 22: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

16

Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Berikut merupakan diagram tingkat kematangan gonad jantan ikan kurisi

(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

Gambar 4 Diagram Diagram Tingkat Kematangan Gonad Jantan

(Nemipterus japonicus, Bloch 1791).

Berdasarkan gambar 4 presentase tingkat kematangan gonad kurisi jantan

(Nemipterus japonicus) dapat diketahui bahwa terdapat 9 kelas ukuran panjang,

diperoleh informasi bahwa ikan jantan yang mulai memasuki TKG IV (matang

gonad) ada pada selang kelas ukuran panjang 155-169 dan 170-184 dengan

persentase matang gonad masing-masing sebesar 3.3333 dan 5.8823 Hal ini

menunjukkan bahwa pada ukuran kelas 170-184 mm ikan betina paling banyak

mencapai matang gonad.

Berikut merupakan diagram tingkat kematangan gonad betina ikan kurisi

(Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

Gambar 5 Diagram Tingkat Kematangan Gonad Betina (Nemipterus japonicus,

Bloch 1791)

Berdasarkan gambar 5 presentase tingkat kematangan gonad kurisi betina

(Nemipterus japonicus) dapat diketahui bahwa terdapat 9 kelas ukuran panjang,

diperoleh informasi bahwa ikan jantan yang mulai memasuki TKG IV (matang

gonad) ada pada selang kelas ukuran panjang 155-169 dengan persentase matang

0%20%40%60%80%

100%Fr

eku

ensi

Rel

atif

Selang Kelas

TKG 1 TKG 2 TKG 3 TKG 4

0%20%40%60%80%

100%

Frek

uen

si R

elat

if

Selang Kelas

TKG 1 TKG 2 TKG 3 TKG 4

Page 23: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

17

gonad masing-masing sebesar 5.2631 Hal ini menunjukkan bahwa pada ukuran

kelas 155-169 mm ikan betina paling banyak mencapai matang gonad.

Indeks Kematngan Gonad (IKG)

Berikut merupakan diagram hubungan IKG rata-rata dan TKG betina ikan

kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

Gambar 6 Diagram Hubungan IKG Rata-Rata dan TKG Betina (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791)

Berdasarkan gambar 6 dapat dilihat bahwa ikan kurisi betina Jantan

(Nemipterus japonicus) memiliki IKG rata-rata terendah pada TKG 1 sebesar

0,4378 dan IKG rata-rata tertinggi pada TKG 4 sebesar 3,841

Berikut merupakan diagram hubungan IKG rata-rata dan TKG jantan ikan

kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch 1791)

Gambar 7 Diagram Hubungan IKG Rata-Rata dan TKG Jantan (Nemipterus

japonicus, Bloch 1791)

Berdasarkan gambar 7 dapat dilihat bahwa ikan kurisi jantan Jantan

(Nemipterus japonicus) memiliki IKG rata-rata terendah pada TKG 1 sebesar

0.3854 dan IKG rata-rata tertinggi pada TKG 4 sebesar 6.9351.

-1

0

1

2

3

4

5

1 2 3 4

IKG

rat

a-ra

ta

TKG

0,0000

2,0000

4,0000

6,0000

8,0000

10,0000

1 2 3 4

IKG

rat

a-ra

ta

TKG

Page 24: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

18

Kebiasaan Makanan

Indeks bagian terbesar (Index preponderance)

Indeks bagian terbesar makanan (Index preponderance) menggambarkan

persentase suatu jenis organisme makanan tertentu terhadap semua organisme

makanan yang dimanfaatkan oleh suatu jenis ikan (Robiyanto 2006). Berikut indeks

bagian terbesar ikan kurisi (Nemipterus japonicus) jantan dan betina yang disajikan

dalam grafik di bawah ini:

Gambar 8 Grafik indeks bagian terbesar ikan kurisi jantan (Nemipterus

japonicus).

Gambar 9 Grafik indeks bagian terbesar ikan kurisi betina (Nemipterus

japonicus).

Luas relung makanan.

Analisis luas relung makanan dapat digambarkan berupa proporsi

sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh ikan (Robiyanti 2006). Berikut luas

42%

16%

11%

11%

4% 16% NitzschiaserrataNitzchia

Bacillaria

90,8271

9,1729

Nitzschia serrata

Lainnya

Page 25: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

19

relung makanan ikan kurisi jantan (Nemipterus japonicus) yang disajikan dalam

tabel di bawah ini:

Tabel 3 Relung makanan ikan kurisi jantan (Nemipterus japonicus) jantan dan

betina

Jantan Betina

Bi 8.816009 2.175106

Ba 0.20041 0.061848

Bedasrkan tabel 3 relung makanan ikan kurisi jantan yaitu 0.20041 pada nilai

Bi atau standardisasi luas relung 8.816009 pada nilai Ba. Sedangkan pada kurisi

betina memiliki luas relung sebesar 2.175106 pada nilai Bi atau stadardisasi luas

relung 0.061848 pada nilai Ba.

Tumpang Tindih.

Berikut tumpang tindih ikan kurisi (Nemipterus japonicus) yang disajikan

dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4 Tumpang tindih ikan kurisi (Nemipterus japonicus) jantan dan betina

Jantan Betina

Jantan 1 0.054

Betina 0.054 1

Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa nilai tumpang tindih ikan

kurisi jantan dan betina yaitu 0.054. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai tumpang

tindih lebih dari 1, artinya persaingan memperoleh makanan antara ikan kurisi

perempuan jantan dan betina rendah.

Page 26: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

20

Pembahasan

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran panjang atau berat dalam satu

ukuran waktu, sedangkan pada populasi adalah pertambahan jumlah ikan.

Pertumbuhan merupakan proses biologi yang kompleks, banyak aspek yang

mempengaruhinya, seperti kualitas air, ukuran, umur, jenis kelamin, ketersediaan

organisme-organisme makanan, serta jumlah ikan yang memanfaatkan sumber

makanan yang sama (Effendie 1997 dalam Sutrisna A 2011).

Proses Pertumbuhan adalah ketika ikan terlihat dari perubahan dalam

maupun perubahan dalam maupun perubahan pada luar ikan dan lama hidupnya ika

merupakan kriteria sehatnya individu maupun populasi (Brett 1979 dalam

Schludermanngrowth et al 2009). Efektivitas pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh

temperatur, ukuran ikan dan pemberian makan ikan. Temperatur dapat

meningkatkan konsumsi ikan. Ikan tumbuh dikaitkan dengan produksi ammonia

dan TOM, konsumsi oksigen, dan efek temperatur seperti energy yang didapat pada

pemberian pakan pada ikan (Nehemia A et al 2012).

Terjadinya perbedaan hasil diagram diduga disebabkan perbedaan umur

ikan atau pada saat masa pertumbuhan, di mana energi dari makanan dipakai untuk

pertumbuhan berat dari pada pertumbuhan panjang atau juga dikarenakan ikan yang

dijadikan sampel tersebut telah selesai memijah, di mana apabila telah memasuki

tahap matang gonad, berat tubuh akan melebihi berat sebagaimana biasanya

(Tuegeh 2012).

Hubungan panjang-berat dapat digunakan untuk mempelajari pertumbuhan.

Terdapat dua faktor yang berpengaruh dalam studi pertumbuhan yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya faktor keturunan, jenis

kelamin, penyakit, hormon, dan kemampuan memanfaatkan makanan. Adapun

faktor eksternal meliputi ketersediaan makanan, kompetisi dalam memanfaatkan

ruang, dan suhu perairan (Effendie 1979).

Hubungan fekunditas dengan panjang total pada penelitian ini menunjukkan

koefisien korelasi yang kecil. Proporsi atau rasio kelamin dihitung dengan cara

membandingkan jumlah ikan jantan dan ikan betina. Proporsi kelamin betina yaitu

27.71 % sedangkan proporsi jantan yaitu 72,29 % sehingga dapat disimpulkan

bahwa proporsi jantan dan proporsi betina tidak seimbang dengan nilai

perbandingan betina berbanding jantan yaitu 1:3. Hal ini diduga bahwa untuk

menjamin keberhasilan pemijahan ikan kurisi diperlukan jumlah ikan betina yang

lebih banyak dibandingkan ikan jantan. Terdapat penyimpangan pola perbandingan

1:1 disebabkan oleh perbedaan tingkah laku bergerombol, perbedaan laju

mortalitas, dan pertumbuhan ikan jantan maupun betina Febianto (2007) in Larasati

(2011)

Tingkat Kematangan Gonad merupakan tahap tertentu perkembangan gonad

sebelum dan sesudah ikan memijah. Berdasarkan grafik tingkat kematangan gonad

ikan kurisi (Nemipterus japonicus) jantan di atas dapat diketahui bahwa tingkat

kematangan gonad yang terbesar yaitu TKG I dengan frekuensi terbesar berada

pada selang kelas 200-214 mm dan 215-229 mm sedangkan yang terkecil yaitu

TKG 4 dengan frekuensi terbesar pada selang kelas 170-184 mm. Sedangkan

Page 27: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

21

berdasarkan grafik tingkat kematangan gonad ikan kurisi (Nemipterus japonicus)

betina di atas dapat diketahui bahwa tingkat kematangan gonad yang terbesar yaitu

TKG II dengan frekuensi terbesar berada pada selang kelas 95-109 sedangkan yang

terkecil yaitu TKG IV dengan frekuensi terbesar pada selang kelas 155-169. Hal ini

menunjukkan nilai TKG yang tersebar tidak berdasarkan perubahan panjang ikan.

Selang kelas 95-109 ikan betina sudah masuk TKG II, sedangkan jantan hanya

memiliki TKG II 16,67 % dan sisanya TKG I sebesar 83,33 % . Dapat disimpulkan

bahwa tingkat kematangan gonad ikan betina lebih cepat dibandingkan ikan jantan.

Menurut Mosse (1996) perbedaan tingkat kematangan gonad dapat dipengaruhi

oleh energi yang dibutuhkan dalam perkembangan gonad tersebut lebih diutamakan

untuk pertumbuhan panjang atau bobotnya, bukan untuk perkembangan gonad

(Mosse 1996).

Dari hubungan TKG dengan IKG rata-rata terlihat adanya kecenderungan

nilai IKG yang meningkat dengan meningkatnya TKG. Menurut Kagwade dalam

(Effendie 1997) dengan peningkatan pertumblrhan gonad (tingkat kematangan

gonad), nilai IKG akan bertambah besar sanpai mencapai maksimum ketika akan

terjadi pemijahan, dan akan turun kembali setelah ikan pemijahan.

Makanan ikan adalah organisme hidup baik tumbuhan ataupun hewan yang

dapat dikonsumsi ikan di habitatnya, dapat berupa tumbuhan (makrofita), algae,

plankton, ikan, udang, cacing, benthos, dan serangga atau larva serangga. Menurut

Nikolsky (1963) urutan kebiasaan makanan ikan dikategorikan ke dalam tiga

golongan yaitu pakan utama, pelengkap, dan tambahan. Sebagai batasan yang

dimaksud dengan pakan utama adalah jenis pakan yang mempunyai index of

preponderance lebih besar dari 25%, pakan pelengkap mempunyai index of

preponderance antara 4- 25%, sedangkan pakan tambahan memiliki index of

preponderance kurang dari 4%.

Dari sejumlah ikan kurisi yang telah diperiksa isi usus dan lambungnya,

diketahui bahwa pakan utama ikan kurisi adalah nitzschia serrate 42% jantan dan

91% betina. Pakan pelengkapnya terdiri atas Nitzchia (15.5822%), Bacillaria

(11.1020%), Coscinodiscus (10.9005%), dan Crustacea (4.3347%). Pakan

tambahannya atau lainya sebesar 16%. Dengan demikian ikan kurisi dapat

digolongkan ke dalam kelompok ikan herbivora atau pemakan tumbuhan. Makanan

yang paling banyak dikonsumsi ikan kurisi (Nitzchia serrate 42% dan Nitzhchia

15.5822%).

Page 28: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

22

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Distibusi ukuran panjang ikan kurisi (Nemipterus japonicus) di Selat Sunda

bervariasi, ukuran panjang minimum ikan kurisi betina yang diamati yaitu 95 mm

sedangkan panjang maksimumnya 229 mm. Pada ikan kurisi jantan dan betina

memiliki pola pertumbuhan yaitu pola allomterik negatif. Faktor kondisi rata – rata

ikan jantan lebih besar dibandingkan faktor kondisi rata – rata ikan betina. Nisbah

kelamin ikan kurisi jantan dan betina adalah tidak seimbang 1:1. Indeks bagian

terbesar makanan (Index preponderance) menggambarkan persentase suatu jenis

organisme makanan tertentu terhadap semua organisme makanan yang

dimanfaatkan oleh suatu jenis ikan contohnya ikan kurisi yang paling didominasi

memakan jenis Nitzschia serrata.

Saran

Alangkah baiknya praktikan biologi perikanan mampu mengetahui lanjutan

mengenai ikan kurisi agar kedepanya praktikan lebih memahami akan kehidupan

ikan kurisi secara utuh mulai dari dia memijah hingga ikan kurisi mati.

Page 29: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

23

DAFTAR PUSTAKA

Asyari dan Fatah K. 2011. Kebiasaan Makan Dan Biologi Reproduksi Ikan Motan

(Thynnichthys Polylepis) Di Waduk Kotopanjang, Riau. BAWAL 3(4).

Brojo M dan Sari RP. 2002. Biologi Reproduksi Ikan Kurisi (Nemipterus

Tambuloides Blkr.) yang Didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Labuan,

Pandeglang. Jurnal Iktiologi Indonesia 2 (l).

Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sartika

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka

Nusantara.

Handayani Y. Pola Musiman Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus, Bloach 1791) di

Perairan Selat Sunda, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi

Banten [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hufiadi dan Mahiswara. 2011. Kelolosan Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus)

Melalui Juvenile And Trash Exluder Devices pada Jaring Arad. Jl Lit.

Perikan. Ind. 17 (2):125-132

Hukom FD, Purnama DR, Rahardjo MF. 2006. Tingkat Kematangan Gonad, Faktor

Kondisi, Dan Hubungan Panjang-Berat Ikan Tajuk (Aphareus Rutilans

Cuvier, 1830) di Perairan Laut Dalam Palabuhanratu, Jawa Barat. Jurnal

Iktiologi Indonesia 6(1).

Karwana IW. 2010. Nisbah Kelamin Pada Persilangan Homogami D. Melanogaster

Strain Normal (N),White (W), Dan Sepia (Se). GaneÇ Swara 4(3).

Larasati DA. 2011. Kajian Biologi Reproduksi Ikan Kembung Perempuan

(Rastrelliger brachysoma Bleeker, 1851) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta

Utara [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Natarajan, A.V. dan Jhingran AG. 1961. Index of preponderance-a method of

grading the food elements in the stomach analysis of fishes. Indian J Fish.8

(1):54 59.

Nehemia A, Maganira JD, dan Rumisha C. 2012 Length-Weight relationship and

condition factor of tilapia species grown in marine and fresh water ponds.

Agriculture And Biology Journal Of North America 3(3): 117-124.

Nikolsky G V. 1963. The Ecology of Fishes. London and New York: Academic

Press

Nugroho E S,. Efrizal T, dan Zulfikar A. 2013. Faktor Kondisi dan Hubungan

Panjang Berat Ikan Selikur (Scomber australasicus) di Laut Natuna yang

Didaratkan di Pelantar Kud Kota Tanjungpinang. Jurnal umrah.

Nykolsky G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Portland Oregon (US): Academic

Press.

Rakhmani F. 2008. Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan Kabupaten

Pandeglang-Banten. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I. Bogor (ID) : Bina

Cipta

Sari FW. 2008. Studi Kebiasaan Makanan Ikan Layur (Superfamili Trichiuroidea)

di Perairan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 30: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

24

Schludermann E, Keckeis H dan Nemeschkal HL. 2009. Effect of initial size on

daily growth and survival in freshwater Chondrostoma nasus larvae: a field

survey. Journal of Fish Biology 74, 939–955

Siregar EB. 1997. Pendugaan Stok Ikan dan Parameter Biologi Ikan Kurisi

(Nemipterus japonicus) Di Perairan Teluk Lampung [Skripsi].. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan.

Sumiono dan Jamali. 2001. Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Perairan Indonesia.

Teknik Sampling Untuk Pengkajian Stok.. Jakarta (ID): Pusat Penelitian

Oceanografi – LIPI.

Sutjipto DO, Soemarno MS dan Marsoedi. 2013. Dinamika Populasi Ikan Kurisi

(Nemipterus hexodon) dari Selat Madura. Ilmu Kelautan 18(3).

Sutrisna A. 2011. Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)

Forsskal, 1775) di Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu [Skiripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Syahrir MR. 2013. Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan di Perairan Pedalaman

Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis 18(2).

Tuegeh S, Tilaar FF, dan Manu G D. 2012. Beberapa Aspek Biologi Ikan Beronang

(Siganus vermiculatus) Di Perairan Arakan Kecamatan Tatapaan Kabupaten

Minahasa Selatan. Jurnal Ilmiah Platax 1(1).

Triharyuni R, Hartati S T dan Anggawangsa RF. 2013. Produktivitas dan

Kerentanan Ikan Kurisi (Nemipterus Spp.) Hasil Tangkapan Cantrang di

Laut Jawa. J. Lit. Perikan. Ind 19 (4).

Wahyuni I S, Hartati S T dan Indarsyah. 2009. Informasi biologi perikanan ikan

kurisi (nemipterus japonicus) di Blanakan dan Tegal. Bawal. 2 (4): 171-176

Page 31: Laporan Biologi Perikanan Ikan Kurisi

25

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Annova pertumbuhan hubungan panjang dan bobot ikan betina

ANOVA

df SS MS F Significance F Ftab

Regression 1 2.6221 2.6221 613.3663 1.93077E-35 3.9840

Residual 67 0.2864 0.0043

Total 68 2.9085

Lampiran 2 Tabel Annova pertumbuhan hubungan panjang dan bobot ikan jantan

ANOVA

df SS MS F

Significance

F Ftab

Regression 1 4.4788 4.4788 1354.8096

3.81538E-

85 8.0795

Residual 178 0.5884 0.0033

Total 179 5.0672