laporan akhir praktikum farmakologi p i & vi

30
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN I & VI PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT & EFEK SEDATIF Disusun oleh : Golongan 1 Kelompok I Ligia Oktapia S (G1F013002) Taradifa Nur Insi (G1F013004) Syifa Zakiyyah (G1F013006) Tri Budi Hastuti (G1F013008) Suci Baitul Sodiqomah (G1F013010) Dosen Pembimbing Praktikum : - Esti Dyah Utami - Heny Ekowati Asisten Praktikum : -Ariya Septiana - Galih Samodra JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: tri-tantne-chendrawasih

Post on 07-Dec-2015

384 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

farmakologi

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PERCOBAAN I & VI

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT & EFEK SEDATIF

Disusun oleh :

Golongan 1 Kelompok I

Ligia Oktapia S (G1F013002)

Taradifa Nur Insi (G1F013004)

Syifa Zakiyyah (G1F013006)

Tri Budi Hastuti (G1F013008)

Suci Baitul Sodiqomah (G1F013010)

Dosen Pembimbing Praktikum : - Esti Dyah Utami - Heny Ekowati

Asisten Praktikum : -Ariya Septiana - Galih Samodra

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2014

Page 2: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

PERCOBAAN I & VI

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT & EFEK SEDATIF

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Farmakologi mempelajari mekanisme kerja obat pada sistem tubuhtermasuk

menentukan toksisitasnya. Jalur pemakaian obat yang meliputisecara oral, rektal,

dan parenteral serta yang lainnya harus ditentukan dan ditetapkan

sebagai petunjuk tentang dosis-dosis yang dianjurkan bagipasien dalam

berbagai umur, berat dan status penyakitnya serta teknikpenggunaannya atau

petunjuk pemakaiannya.

Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam

memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan

efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsidan bioavailabilitas

(total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnyaobat mulai bekerja (onset of

action) , l amanya oba t beke r j a ( durationof action),intensitas kerja

obat,respon farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan

respon tertentu. Setiap cara pemberian obat memiliki keuntungan dan kerugian

masing-masing yang dimana tujuannya obat dapat mencapai reseptor kerja yang

diinginkan setelah diberikan melalui rute tertentu yang nyaman dan aman.

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain

(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain.

Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan

bersama-sama.Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas

dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila

menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah),

misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu

diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.

Oleh karena itu, setiap pusat pengobatan modern seperti rumah sakit,

puskesmas, praktek dokter pribadi, dan apotek, sebaiknya atau bahkan seharusnya

Page 3: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

memiliki akses paling tidak ke salah satu pusat data interaksi obat. Hal ini, bertujuan

untuk menghindari terjadinya interaksi antar  obat  yang diberikan kepada pasien dan

rasionalisasi penggunaan obat dapat tercapai.

B. . Tujuan Percobaan

Mengenal,mempraktekkan,dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya,menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukurnya.

Mempelajari dan mengamati pengaruh dari obat penekan syaraf pusat.

C. Dasar Teori

Abrobsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian kedalam

darah. Bergantungpada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran

cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. (Farmakologi dan

Terapi edisi revisi 5, 2008)

Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier absorbsi

adalah membran epitel saluran cerna yang seperti halnya semua membran sel epitel

saluran cerna , yang seperti halnya semua membran sel ditubuh kita, merupakan lipid

bilayer. Dengan demikian , agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat

harus memiliki kelarutan lemak (setelah terlebih dulu larut dalam air). (Farmakologi

dan Terapi edisi revisi 5, 2008).

Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan

biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda

karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis

yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah

obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda,

tergantung dari rute pemberian obat (Katzung, B.G, 1989).

Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta

kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti

berikut:

a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik

Page 4: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama

c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus

d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute

e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter

f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam

rute.

Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk

kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan

timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal

dan parenteral (Priyanto, 2008):

a. Jalur Enternal

Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI),

seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian melalui

oral merupakanjalur pemberianobat paling banyak digunakankarena paling murah,

paling mudah, dan paling aman.Kerugian dari pemberian melalui jalur enternal adalah

absorpsinya lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak

dapat menelan. Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain alasan di atas juga

alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan dianjurkan jika obat

dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan emergensi (obat segera

berefek), obat harus diberikan secara enteral.

b. Jalur Parenteral

Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral

adalahtransdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea

menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat

menimbulkan efek sistemik atau lokal (Priyanto,2008).

Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan

meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.

Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat ini diberikan pada siang

hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan

sedatif (Tjay, 2002).

Page 5: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP),

mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan , hingga yang

berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung

kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons

terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan

mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H.

Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995). 

Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin,

contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya:

fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat,

etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alkohol (Ganiswarna dkk,

1995). 

D. Pemerian

1. Aquabidest

Berat Molekul = 18,02. Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Penggunaannya yaitu

sebagai zat tambahan dan pelarut (Anonim, 1995).

2. Diazepam

Berat Molekul = 284, 74. Diazepam mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak

lebih dari101,0% C16H13C1N2O dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak berbau, rasa,mula mula

tidak mempunyai rasa kemudian pahit. Kelarutan agak sukar larut dalam air, larut

dalam etanol (95%), mudah larut dalam kloroform (Anonim,1995).

3. Alkohol

Berat Molekul = 46,068 g/mol. Pemerian cairan tidak berwarna, jernih, mudah

menguap, dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan

memberikan nyala biru yang tidak berasap. Kelarutan sangat mudah larut dalam

air, dalam kloroform P, dan dalam eter P. Penyimpanan dalam wadah tertutup

rapat ( Anonim, 1979).

Page 6: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

2. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Pada percobaan menggunakan alat : spuit injeksi (0,1-2 ml), jarum sonde/ujung

tumpul/membulat,labu ukur 10 ml,stop watch,timbangan tikus,neraca analitik,alat-alat

gelas,rotarod (batang berputar).

B. Bahan

Pada percobaan menggunakan bahan : aquabidest, diazepam, hewan coba (tikus),

kapas dan alkohol.

3. CARA KERJA

A. Pengaruh Cara Pemberian Obat Terhadap Absorbsi Obat

Peralatan disiapkan

Tikus ditimbang bobot badannya

Dilakukan perhitungan konversi dosis,konsentrasi larutan,jumlah obat yang harus diambil,volume

diazepam yang akan diberikan.

Diazepam diberikan pada hewan uji melalui cara pemberian (sesuai masing masing

kelompok).

Page 7: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

B. Efek Sedatif

Hewan uji setelah mendapat perlakuan,diamati,dan dicatat dengan seksama waktu mulai hilangnya reflek balik badan sampai dengan

reflek balik badan,dihitung onset dan durasi tidur diazepam,

Hasil

Peralatan disiapkan

Tikus diletakan dirotoard selama 5 menit

Mencit ditandai dan diberikan bahan uji

Percobaan dilakukan pada menit ke 15,30,45,60,90 dengan tikus

diletakan pada rotoard 2 menit.

Page 8: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

4. PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAAN

A. Perhitungan

Dosis obat = 10 mgDosis normal diazepam = 2-10 mgDosis konsumsi = faktor konversi x dosis obat = 0,018 x 10 mg = 0,18 mg / 200 gram tikus

Larutan stok = 0,18 2 x 5

= 0,18 10

= 0,018

Larutan diazepam = V1. M1 = V2. M225 . 0,018 = V2. 5 V2 = 25. 0,018

5 = 0,09 ml ad 25 ml

Volume pemberian =1. IP (intra peritonial) = BB tikus x ½ Vmax 100 gr

= 200 gr x ½. 5 100 gr= 5 ml

2. IV (intra vena) = BB tikus x ½ Vmax 100 gr

Diamati beberapa kali tikus jatuh,reflek balik badannya dan kornea,serta perubahan diameter pupil.

Dicatat jumlah dan ukur masing-masing pengamatan.

Page 9: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

= 160 gr x ½ . 1 100 gr

= 1,6 ml

3. PO (per oral) = BB tikus x ½ Vmax 100 gr = 140 gr x ½ . 5 100 gr = 3,5 ml

B. Hasil Percobaan :

PO(per oral)

IV(Intra Vena)

IP(Intra Peritonial)

Onset 20* 5* 7*

Durasi 35* 33* 25*

(*) dalam menit

Tabel jatuhnya tikus saat di rotarot

MenitPO

(per Oral)IV

(Intra Vena)IP

(Intra Peritonial)

15 3x 9x 5x

30 4x 9x 3x

45 2x 3x 9x

60 3x 4x 6x

90 0x 2x 3x

Page 10: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

5. PEMBAHASAN

Percobaan kali ini yaitu untuk mengetahui pengaruh cara pemberian terhadap absorpsi

obat dan efek sedatif pada tikus putih.

Pengertian onset dan durasi

Onset adalah waktu dari obat untuk menimbulkan efek terapi. Sangat tergantung rute

pemberian dan farmakokinetik obat. Puncak, Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat

maka konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi puncak -

puncak respon. Durasi kerja adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi dalam tubuh

(Gunawan, 2009).

Pengertian Absorbsi

Absorbsi merupakan pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat-tempat

tertentu pada organ ke dalam aliran darah yang  dipengaruhi beberapa faktor yakni cara

pemberian obat dan bentuk sediaan. Ada beberapa cara pemberian obat yaitu sublingual, per

oral, per rectal, pemakaian pada permukaan epitel ( kulit, kornea, vagina, mukosa hidung ),

inhalasi, dan suntikan ( subkutan, intramuskuler, dan intratekal ). (Anonim,1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi suatu zat atau obat antara lain :

1. Cara pemberian obat

2. Sirkulasi darah ke tempat pemberian (semakin cepat alirandarah maka semakin cepat

obat tersebut dibawa untuk diabsorbsi)

3. Daya larut obat

4. Derajat ionisasi obat

5. Luas permukaan absorbsi obat

6. Ukuran partikel molekul obat (semakin kecil ukuran partikel obat maka semakin cepat

obat tersebut diabsorbsi).

7. Formulasi obat (apabila obat tersebut berikatan dengan zat-za tkimia lain di dalam

tubuh maka semakin sulit obat tersebut untuk diabsorbsi)

(Anonim,1995).

Macam-macam rute pemberian obat

Pada praktikum ini diujikan beberapa rute pemberian yaitu :

1. Intravena (IV) (Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, “onset of

action” cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang menyebabkan

Page 11: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

iritasi kalau diberikan dengan cara lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang

waktu-paruhnya (t1/2) pendek) (Joenoes, 2002).

2. Intramuskular (IM) (“Onset of action” bervariasi, berupa larutan dalam air yang lebih

cepat diabsorpsi daripada obat berupa larutan dalam minyak, dan juga obat dalam

sediaan suspensi, kemudian memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat

tergantung pada besar kecilnya partikel yang tersuspensi: semakin kecil partikel,

semakin cepat proses absorpsi) (Joenoes, 2002).

3. Subkutan (SC) (“Onset of action” lebih cepat daripada sediaan suspensi, determinan

dari kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan,

menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat

tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase, suatu

enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan) (Joenoes, 2002).

4. Intraperitonel (IP)   disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efek

yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat di

metabolisme serempak sehingga durasinya agak cepat.

5. Pemberian obat per oral merupakan pemberian obat paling umum dilakukan karena

relatif mudah dan praktis serta murah. Kerugiannya ialah banyak faktor dapat

mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor obat, faktor penderita, interaksi dalam

absorpsi di saluran cerna) (Ansel, 1989).

Tabel 1 merupakan deskripsi cara pemberian obat, keuntungan, dan kerugiannya.

Deskripsi Keuntungan Kerugian

Intramuskular

Obat dimasukkan ke dalam vena

Absorbsi cepat, dapat di berikan pada pasien sadar

atau tidak sadar

Perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi infeksi di

tempat injeksi

Intravena

Obat dimasukkan ke dalam

vena

Obat cepat masuk dan

bioavailabilitas 100%

Perlu prosedur steriil, sakit,

dapat terjadi iritasi di tempat

injeksi, resiko terjadi kadar

obat yang tinggi kalau

diberikan terlalu cepat.

Oral

Obat ditelan dan diabsorpsi

di lambung atau usus halus

Mudah, ekonomis, tidak

perlu steril

Rasa yang tidak enak dapat

mengurangi kepatuhan,

kemungkinan dapat

menimbulkan iritasi usus

Page 12: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

dan lambung, menginduksi

mual dan pasien harus dalam

keadaan sadar. Obat dapat

mengalami metabolisme

lintas pertama dan absorbsi

dapat tergganggu dengan

adanya makanan

Subkutan

Obat diinjeksikan dibawah

kulit

Pasien dapat dalam kondisi

sadar atau tidak sadar

Perlu prosedur steril, sakit

dapat terjadi iritasi lokal di

tempat injeksi

(Priyanto, 2008).

Praktikum kali ini dilakukan dengan membuat larutan obat dari diazepam yang akan

diinjeksikan ke hewan uji (tikus putih/mencit), kemudian mencit ditimbang dan dilakukan

perhitungan. Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang

kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau

sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan

genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor

ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip

kejadiannya pada manusia (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), intraperitonial melibatkan proses

penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui

intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat

langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site).Proses

penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau

kehilangan obat selama proses penyerapan akan memperngaruhi aktifitas obat dan

menyebabkan kegagalan pengobatan (Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995).

Setelah diinjeksikan diamati pada menit berapa mencit terlihat lemas dan dicatat

waktu tersebut sebagai onset. Diamati pula ketika mencit terlihat segar kembali,waktu

tersebut adalah durasi . Onset adalah waktu dari obat untuk menimbulkan efek terapi. Sangat

tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat. Puncak, Setelah tubuh menyerap semakin

banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi

puncak - puncak respon. Durasi kerja adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi dalam

tubuh (Gunawan, 2009).

Page 13: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

Berdasarkan perlakuan yang telah dilakukan, onset yang paling cepat ialah intravena

(i.v), intraperitoneal (i.p), dan per oral (p.o). Pada literature dijelaskan bahwa onset paling

cepat adalah intraperitonial, intramuscular, subkutan, peroral. Hal ini terjadi karena :

Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat langsung masuk ke

dalam pembuluh darah.

Subkutan mengandung lemak yang cukup banyak.

Peroral disini obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai reseptor karena

melalui saluran cerna yang memiliki banyak factor penghambat seperti protein plasma.

(Gunawan, 2009).

Sedangkan menurut durasinya yang paling cepat ialah intraperitoneal (i.p), intravena

(i.v) dan per oral (p.o). Menurut literatur durasi paling cepat adalah peroral, intraperitonial,

intramuscular, subkutan. Hal ini terjadi karena :

Peroral, karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang dan banyak

factor penghambat maka konsentrasi obat yang terabsorbsi semakin sedikit dan efek

obat lebih cepat.

 Intraperitonial, disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efek yang

dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat di

metabolisme serempak sehingga durasinya agak cepat.

 Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi lebih lama

dibanding intramuscular.

(Gunawan, 2009).

Pada percobaan terhadaf efek sedatif diazepam dengan rute yang berbeda-beda adalah

sebagai berikut:

Reaksi sedatif yang ditunjukkan hewan uji per oral berlangsung lama.

Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang umum dilakukan

karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah banyak faktor yang dapat

mempengaruhi bioavailabilitasnya seingga waktu onset yang didapat cukup lama

Reaksi sedatif yang ditunjukkan hewan uji subkutan berlangsung lama

Subkutan terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi lebih lama

dibandingkan intramuscular

Page 14: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

Reaksi sedatif yang ditunjukkan hewan uji peritonial berlangsung cepat.

Rute pemberiaan yang cukup efektif adalah intra peritonial karena memberikan hasil

kedua paling cepat setelah intravena. Namun suntikan i.p tidak dilakukan pada

manusia karena bahaya injeksi dan adhesi terlalu besar

Pada praktikum kali ini digunakn pula obat hipnotik sedatif yang merupakan golongan

obat depresan susunan saraf pusat (SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau

kantuk, menidurkan , hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran,

koma dan mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas,

menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan

kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis

(H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995). 

Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan emosi tanpa

menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur yang sulit dibangunkan disertai

penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot (Djamhuri, 1995). 

Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin, contohnya:

flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya: fenobarbital, tiopental,

butobarbital; hipnotik sedatif lain (Ganiswara,1995).

Kesalahan pada Praktikum

Praktikan kurang cermat dalam menentukan onset dan durasi dikarenakan panik.

Terjadi beberapa kesalahan sehingga tidak dapat dipastikan banyaknya dosis yang masuk

dalam hewan uji. Praktikan belum memahami dengan jelas refleks balik badan yang benar

pada pengujian hewan uji.

6. PENUTUP

.Kesimpulan

Absorbsi merupakan pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat-tempat

tertentu pada organ ke dalam aliran darah yang  dipengaruhi beberapa faktor yakni

cara pemberian obat dan bentuk sediaan.

Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP), mulai

yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan , hingga yang berat

(kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung

kepada dosis.

Page 15: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

Rute pemberian yang dilakukan pada praktikum kali ini meliputi per oral,subkutan,

intramuskular,intraperitoneal,dan intravena.

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil rute pemberian paling

cepat menurut onsetnya yaitu intravena (i.v), intraperitoneal (i.p), dan per oral (p.o),

sedangkan menurut durasinya yang paling cepat ialah intraperitoneal (i.p), intravena

(i.v) dan per oral (p.o).

Obat yang digunakan dalam praktikum kali ini mengenai pengaruh cara pemberian

obat terhadap absorbsi obat dan efek sedatif ialah diazepam.

Page 16: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI. Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.

Ansel, Howard.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Djamhuri, Agus., 1995. Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan Perawatan, Edisi 1, Cetakan Ketiga, Jakarta : Hipokrates.

Ganiswara, Sulistia G (Ed), 2008.Farmakologi dan Terapi, Edisi Revisi V, Jakarta: Balai Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Gunawan, 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Joenoes, Z. N., 2002.Ars Prescribendi Jilid 3.Surabaya : Airlangga University Press.

Katzung, Bertram. G., 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika.

Priyanto, 2008. Farmakologi Dasar Edisi II, Depok : Leskonfi

Sardjono, Santoso dan Hadi rosmiati D,1995. Farmakologi dan Terapi, Jakarta : Bagian Farmakologi FK-UI.

 Sulistia G. Ganiswarna, dkk., 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi Keempat. Jakarta : Gaya Baru.

Tjay, T. H. dan Rahardja K. (2002). Obat – Obat Penting. Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Elex Media Komputindo.

Page 17: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

Lampiran 1

(Tugas percobaan 1 dan 6)

Page 18: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

TUGAS PERCOBAAN 1

1) Jelaskan fator-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat dari saluran cerna.Jawab :

Bentuk sediaan: Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorpsi obat yang secara tidak langsung mempengaruhi intensitas respon biologis obat.dalam bentuk sediaan yang berbeda, maka proses absorpsi obat memerlukan waktu yang berbeda dan jumlah ketersediaan hayati yang berlainan.

Sifat fisik dan Kimia obat: Bentuk ester, asam dan garam kompleks dari bahan obat dapat mempengaruhi kelarutan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk kristal/poimorfi kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat ionisasi juga mempengaruhi proses absorpsi.

Faktor biologis: pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya pembuluh darah pada tempat absorpsi.

Faktor lain: Umur, makanan,adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan penyakit tertentu.

2) Jelaskan bagaimana caa obat dapat mempengaruhi onset dan durasi.Jawab :

Cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi dimana hubungannya dengan kecepatan dan kelengkapan absorbsi obat. Kecepatan absorbsi obat di sini berpengaruh terhadap onsetnya sedangkan kelengkapan absorbsi obat berpengaruh terhadap durasinya misalnya lengkap atau tidaknya obat yang berikatan dengan reseptor dan apakah ada faktor penghambatnya. Cara pemberian obat yang ideal adalah obat dengan onset cepat dan durasi panjang.

3) Jelaskan keuntungan dan kerugian dari masing-masing cara pemberian obat.Jawab :Deskripsi Keuntungan Kerugian

AerosolPartikel halus atau tetesan yang dihirup

Langsung masuk ke paru-paru

Iritasi pada mukosa paru-paru atau saluran pernafasan, memerlukan alat khusus, pasien harus sadar.

BukalObat diletakkan diantara pipi dengan gusiObat diabsorpsi menembus membran

Tidak sukar, tidak perlu steril, dan efeknya cepat

Tidak dapat untuk obat yang rasanya tidak enak, dapat terjadi iritasi di mulut, pasien harus sadar, dan hanya bermanfaat untuk obat yang sangat non polar

InhalasiObat bentuk gas diinhalasi

Pemberian dapat terus menerus walaupun pasien tidak sadar

Hanya berguna untuk obat yang dapat berbentuk gas pada suhu kamar, dapat terjadi iritasi saluran

Page 19: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

pernafasan

IntramuskularObat dimasukkan ke dalam vena

Absorbsi cepat, dapat di berikan pada pasien sadar atau tidak sadar

Perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi infeksi di tempat injeksi

IntravenaObat dimasukkan ke dalam vena

Obat cepat masuk dan bioavailabilitas 100%

Perlu prosedur steriil, sakit, dapat terjadi iritasi di tempat injeksi, resiko terjadi kadar obat yang tinggi kalau diberikan terlalu cepat.

OralObat ditelan dan diabsorpsi di lambung atau usus halus

Mudah, ekonomis, tidak perlu steril

Rasa yang tidak enak dapat mengurangi kepatuhan, kemungkinan dapat menimbulkan iritasi usus dan lambung, menginduksi mual dan pasien harus dalam keadaan sadar. Obat dapat mengalami metabolisme lintas pertama dan absorbsi dapat tergganggu dengan adanya makanan

SubkutanObat diinjeksikan dibawah kulit

Pasien dapat dalam kondisi sadar atau tidak sadar

Perlu prosedur steril, sakit dapat terjadi iritasi lokal di tempat injeksi

SublingualObat terlarut dibawah lidah dan diabsorpsi menembus membran

Mudah, tidak perlu steril dan obat cepat masuk ke sirkulasi sistemik

Tidak dapat untuk obat yang rasanya tidak ennak,dapat terjadi iritasi di mulut, pasien harus sadar, dan hanya bermanfaat untuk obat yang sangat larut lemak

TransdermalObat diabsorpsi menembus kulit

Obat dapat menembus kulit secara kontinyu, tidak perlu steril, obat dapat langsung ke pembuluh darah

Hanya efektif untuk zat yang sangat larut lemak, iritasi lokal dapat terjadi

Page 20: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

TUGAS PERCOBAAN 6

1) Apa tujuan mengadaptasikan mencit sebelum dilakukan percobaan?

Jawab : Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat, jantung terdiri dari empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih tebal. Dengan mengetahui sifat-sifat karakteristik hewan yang akan diuji diharapkan lebih menyesuaikan dan tidak diperlakukan tidak wajar. Tujuan mengadaptasikan mencit sebelum dilakukan percobaan itu agar mencit tidak dalam kondisi tegang atau stress.

2) Jelaskan mekanisme terjadinya efek sedatif dan apa bedanya dengan efek anastesi.

Jawab : Mekanisme terjadinya efek sedatif oleh aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek sedatif. Sedangkan mekanisme terjadinya efek anastesi berdasarkan penurunan permeabilitas membran terhadap ion natrium, pada konsentrasi tinggi, aliran kalium juga ditahan. Penurunan permeabilitas membran enstabilisasi potensial istirahat (menghindari depolarisasi).Hantaran rangsangan akan dikurangi atau diblokir.

3) Cari dan jelaskan cara uji daya sedatif yang lain berikut alat-alat yang digunakannya .

Jawab : Pengujiam dilakukan dengan menggunakan metode traction test dan fireplate test pada menit ke-0, 5, 10, 15, 30, 60, 90 dan 120 setiap metode setelah diberikan perlakuan. Perlakuan diberikan hanya pada saat akan dilakukan pengujian saja. Traction Test Lengan hewan uji digantungkan pada alat traction test secara horizontal. hewan abnormal akan memerlukan waktu yang lama untuk membalikkan badan bahkan akan terjatuh dibandingkan dengan hewan normal. Hal ini menunjukkan bahwa hewan tersebut berada dalam pengaruh efek sedatif. Sedangkan hewan normal setelah digantungkan pada alat akan segera membalikkan badan dengan cepat dalam waktu maksimal 5 detik.Pengamatan dilakukan dengan mengukur waktu jatuh dan balik badan hewan pada setiap rentang waktu pengamatan yang digunakan . Fireplace Test Hewan uji diletakkan kedalam tabung kaca, hewan normal akan berusaha lompat keluar dari tabung dalam waktu 30 detik sedangkan hewan abnormal yang telah memiliki efek sedatif akan keluar tabung kaca lebih dari 30 detik. Pengamatan dilakukan dengan melihat waktu lompat hewan keluar dari tabung setiap rentang waktu Pengujian. Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa maserator, rotary evaporator, waterbath dan alat pengujian efek sedatif, sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa diazepam dan daun kratom dengan tulang daun berwarna merah.

Page 21: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi p i & Vi

Lampiran 2

( Lembar laporan sementara )