lapangan terbang

57
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-1 Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Pesawat Terbang Sebelum merancang pengembangan sebuah lapangan terbang, dibutuhkan pengetahuan karakteristik pesawat terbang secara umum untuk merencanakan prasarananya. Karakteristik pesawat terbang antara lain : Berat (Weight) Berat pesawat diperlukan untuk merencanakan tebal perkerasan dan kekuatan landasan pacu. Ukuran (Size) Lebar dan panjang pesawat (Fuselag) mempengaruhi dimensi landasan pacu. Kapasitas Penumpang Kapasitas penumpang berpengaruh terhadap perhitungan perencanaan kapasitas landasan pacu. Panjang Landasan Pacu Berpengaruh terhadap luas tanah yang dibutuhkan suatu bandar udara. Anggapan bahwa makin besar pesawat terbang, makin panjang landasan tidak selalu benar. Bagi pesawat besar, yang sangat menentukan kebutuhan panjang landasan adalah jarak yang akan ditempuh sehingga menentukan berat lepas landas (Take Off Weight). Karakteristik dari beberapa pesawat terbang dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini :

Upload: albert-purba

Post on 14-May-2017

238 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-1

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Pesawat Terbang

Sebelum merancang pengembangan sebuah lapangan terbang, dibutuhkan

pengetahuan karakteristik pesawat terbang secara umum untuk merencanakan

prasarananya. Karakteristik pesawat terbang antara lain :

• Berat (Weight)

Berat pesawat diperlukan untuk merencanakan tebal perkerasan dan

kekuatan landasan pacu.

• Ukuran (Size)

Lebar dan panjang pesawat (Fuselag) mempengaruhi dimensi

landasan pacu.

• Kapasitas Penumpang

Kapasitas penumpang berpengaruh terhadap perhitungan perencanaan

kapasitas landasan pacu.

• Panjang Landasan Pacu

Berpengaruh terhadap luas tanah yang dibutuhkan suatu bandar udara.

Anggapan bahwa makin besar pesawat terbang, makin panjang landasan

tidak selalu benar. Bagi pesawat besar, yang sangat menentukan kebutuhan

panjang landasan adalah jarak yang akan ditempuh sehingga menentukan berat

lepas landas (Take Off Weight).

Karakteristik dari beberapa pesawat terbang dapat dilihat pada Tabel 2.1

dibawah ini :

Page 2: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-2

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Pesawat Terbang

Bentang Sayap

Panjang Pesawat

Berat Lepas

Landas (Pon)

Berat Pendaratan

(Pon)

Berat Kosong Operasi (Pon)

Berat Bahan Bakar (Pon)

Muatan Maximum

Penumpang

Panjang Landasan

Pacu (Kaki)

DC9-50 93’04’’ 132’00’’ 120.000 110.000 63.328 98.000 130 7.100

DC10-10 155’04’’ 182’03’’ 430.000 363.500 234.664 335.000 270-345 9.000

B737-200

93’00’’ 100’00’’ 100.500 98.000 59.958 85.000

86-125 5.600

B747-B 195’09’’ 229’02’’ 775.000 564.000 365.800 526.000 211-230 6.700

A-300 147’01’’ 175’11’’ 302.000 281.000 186.810 256.830 225-345 6.500

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 )

Tabel 2.1 Karakteristik Pesawat Terbang

2.2. Berat Pesawat Terbang

Beberapa komponen dari berat pesawat terbang yang paling menentukan

dalam menghitung panjang landas pacu dan kekuatan perkerasannya, yaitu :

• Operating Weight Empty

Adalah berat dasar pesawat terbang, termasuk di dalamnya crew dan

peralatan pesawat terbang, tetapi tidak termasuk bahan bakar dan

penumpang atau barang yang membayar.

• Pay Load

Adalah produksi muatan (barang atau penumpang) yang membayar,

diperhitungkan menghasilkan pendapatan bagi perusahaan.

Pertanyaan yang sering muncul, berapa jauh pesawat bisa terbang,

jarak yang bisa ditempuh pesawat disebut jarak tempuh (range).

Banyak faktor yang mempengaruhi jarak tempuh pesawat, yang

paling penting adalah pay load. Pada dasarnya pay load bertambah,

jarak tempuhnya berkurang atau sebaliknya pay load berkurang, jarak

tempuh bertambah.

Page 3: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-3

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

• Zero Fuel Weight

Adalah batasan berat, spesifik pada tiap jenis pesawat, di atas batasan

berat itu tambahan berat harus berupa bahan bakar, sehingga ketika

pesawat sedang terbang, tidak terjadi momen lentur yang berlebihan

pada sambungan.

• Maximum Structural Landing Weight

Adalah kemampuan struktural dari pesawat terbang pada waktu

melakukan pendaratan.

• Maximum Structural Take Off Weight

Adalah berat maximum pesawat terbang termasuk didalamnya crew,

berat pesawat kosong, bahan bakar, pay load yang diizinkan pabrik,

sehingga momen tekuk yang terjadi pada badan pesawat terbang, rata-

rata masih dalam batas kemampuan yang dimiliki oleh material

pembentuk pesawat terbang.

• Berat Statik Main Gear dan Nose Gear

Pembagian beban statik antara roda pendaratan utama (main gear)

dan nose gear, tergantung pada jenis/tipe pesawat dan tempat pusat

gravitasi pesawat terbang.

Batas-batas dan pembagian beban disebutkan dalam buku petunjuk

tiap-tiap jenis pesawat terbang, yang mempunyai perhitungan lain dan

ditentukan oleh pabrik.

2.3. Lingkungan Lapangan Terbang

Lingkungan lapangan terbang yang berpengaruh terhadap panjang

landasan yaitu :

a. Temperatur

Pada temperatur yang lebih tinggi, dibutuhkan landasan yang lebih

panjang, sebab pada temperatur yang tinggi tingkat density udara akan

Page 4: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-4

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

rendah, dengan menghasilkan output daya dorong pesawat terbang

yang rendah. Sebagai standar temperatur dipilih temperatur di atas

muka laut sebesar 59˚ F = 15˚ C, dengan perhitungan sebagai berikut :

Ft = 1 + ( )( )( )[ ]hT *0065,015*01,0 −−

dimana, Ft = Faktor koreksi temperatur

T = Aerodrome reference temperatur (°C)

h = Ketinggian (m)

b. Ketinggian Altitude

Rekomendasi dari ICAO, menyatakan bahwa harga ARFL bertambah

sebesar 7 % setiap kenaikan 300 m (1.000 ft) dihitung dari ketinggian

muka air laut, dengan perhitungan :

Fe = 1 + ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

300*07,0 h

dimana, Fe = Faktor koreksi elevasi

h = Ketinggian (m)

c. Kemiringan landasan (Runway Gradient)

Kemiringan keatas memerlukan landasan yang lebih panjang jika

dibanding terhadap landasan yang datar atau yang menurun. Kriteria

perencanaan lapangan terbang membatasi kemiringan landasan

sebesar 1,5 %.

Faktor koreksi kemiringan (Fs) sebesar 10 % setiap kemiringan 1 %,

berlaku untuk kondisi lepas landas.

Fs = 1 + ( )S*1,0

dimana, Fs = Faktor koreksi elevasi

S = Kemiringan landasan (%)

Page 5: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-5

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

d. Kondisi Permukaan Landas Pacu

Di permukaan landas pacu terdapat genangan tipis air (standing

water) sangat dihindari karena membahayakan operasi pesawat.

Standing water menghasilkan permukaan yang sangat licin bagi roda

pesawat membuat daya pengereman sangat jelek. Itulah sebabnya

drainase lapangan terbang harus baik untuk membuang air permukaan

landasan.

Bila landas pacu permukaan yang basah atau licin, panjang landasan

harus ditambah dengan 4,5 % sampai 9,5 %, sebagaimana tercantum

dalam FAA AC 150/5325-4.

e. Menghitung ARFL

ARFL (Aeroplane Reference Field Length) menurut ICAO adalah

landas pacu minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas, pada

maximum sertifikated take off weight, elevasi muka air laut, kondisi

standart atmosfir, keadaan tanpa ada angin bertiup, dan landas pacu

tanpa kemiringan. Setiap pesawat mempunyai ARFL berlainan yang

dikeluarkan pabrik pembuatnya. Untuk mengetahui panjang landas

pacu bila pesawat take off di ARFL, dipergunakan rumus :

ARFL = Fs.Ft.Fe

ncanaRedasanPacuPanjangLan

dimana, Fe = Ketinggian Altitude (m)

Ft = Faktor Koreksi Temperatur

Fs = Faktor Koreksi Kemiringan

f. Aerodrome Reference Code

Reference code dipakai oleh ICAO, untuk mempermudah membaca

antar beberapa spesifikasi pesawat, dengan berbagai karakteristik fisik

lapangan terbang. Code bisa dibaca untuk elemen yang berhubungan

Page 6: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-6

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

dengan karakteristik kemampuan pesawat terbang dan ukuran-ukuran

pesawat terbang.

Klasifikasi landasan pacu didasarkan pada amandemen ke-36 ICAO

hasil konferensi ke IX yang mulai efektif berlaku sejak 23 Maret

1983 (ICAO, 1990), maka dibuat tabel Aerodrome Reference Code

untuk menentukan kelas landasan pacu seperti pada Tabel 2.2 dan

Tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.2 Aerodrome Reference Code (Kode Angka)

Tabel 2.3 Aerodrome Reference Code (Kode Huruf)

Kode tersebut berupa kode huruf dan kode angka yang didapat dari

ARFL, wing span, dan outer main gear wheel span masing-masing

pesawat rencana.

Kode Angka Aerodrome Reference Field Length ( ARFL )

1 < 800 m

2 800 - 1200 m

3 1200 - 1800 m

4 > 1800 m

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 ), ICAO

Kode Huruf Lebar Sayap

( Wing Span ) Jarak Terluar Roda Pendaratan ( Outer Main Gear Wheel Span )

A 4.5 - 15 m < 4.5 m

B 15 - 24 m 4.5 - 6 m

C 24 - 36 m 6 - 9 m

D 36 - 52 m 9 - 14 m

E 52 - 60 m 9 - 14 m

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 ), ICAO

Page 7: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-7

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

2.4. Landasan Pacu Bandar Udara

2.4.1 Elemen-elemen Landasan Pacu

Landasan pacu digunakan untuk pendaratan (landing) dan lepas landas

(take off) pesawat udara. Elemen – elemen dasar landasan pacu antara lain :

a. Perkerasan struktural sebagai tumpuan pesawat udara.

b. Bahu landasan yang berbatasan dengan perkerasan struktural,

direncanakan sebagai penahan erosi akibat air dan semburan mesin

jet, serta melayani perawatan landasan.

c. Area keamanan landasan pacu (runway safety area) yang terdiri dari

struktur perkerasan, bahu landasan, dan area bebas halangan.

d. Blast pad, area yang direncanakan untuk mencegah erosi pada

permukaan yang berbatasan dengan ujung landasan pacu.

2.4.2 Konfigurasi Landasan Pacu

Konfigurasi dari landasan pacu ada bermacam-macam yang merupakan

kombinasi dari konfigurasi dasar (Basuki, 1986) yakni :

• Landasan Tunggal

Adalah konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas dalam kondisi

Visual Flight Rule (VFR) antara 45 – 100 gerakan tiap jam.

• Landasan Pararel

Kapasitas landasan sejajar terutama tergantung kepada jumlah

landasan dan pemisahan antara dua landasan, yang biasa adalah dua

landasan sejajar.

• Landasan Dua Jalur

Landasan dua jalur terdiri dari dua landasan sejajar dipisahkan

berdekatan (700 ft – 2499 ft).

Page 8: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-8

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

• Landasan Bersilangan

Landasan ini mempunyai dua atau tiga landasan dengan arah

berlainan, berpotongan satu sama lain.

• Landasan V Terbuka

Landasan dengan arah divergen, tetapi tidak saling berpotongan.

2.4.3 Karakteristik Landasan Pacu

Karakteristik Landasan pacu dapat dilihat sebagai berikut :

a. Lebar Perkerasan Landasan Pacu

Lebar landasan pacu sudah ditentukan dengan standar ICAO seperti

dalam Tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4

Lebar Minimal Perkerasan Struktural Berdasar Kode Landasan Pacu

b. Kemiringan Memanjang (Longitudinal Slope) Landasan Pacu

Kemiringan memanjang landasan pacu telah ditentukan dengan

standar ICAO seperti terlihat dalam Tabel 2.5 berikut :

No A B C D E

1 18 m 18 m 23 m - -

2 23 m 23 m 30 m - -

3 30 m 30 m 30 m 45 m -

4 - - 45 m 45 m 45 m

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 ), ICAO

Page 9: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-9

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Kriteria 1 2 3 4

Kemiringan efektif maksimum 1,0 % 1,0 % 1,0 % 1,0 %

Kemiringan memanjang maksimum 2,0 % 2,0 % 1,5 % 1,25 %

Perubahan kemiringan memanjang maksimum

2,0 % 2,0 % 1,5 % 1,5 %

Perubahan kemiringan per 30 m 0,4 % 0,4 % 0,2 % 0,1 %

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 )

Tabel 2.5 Kemiringan Memanjang Landasan Pacu Standar ICAO

c. Kemiringan Melintang (Transversal Slope) Landasan Pacu

Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada diatas

landasan pacu, perlu kemiringan melintang dengan standar ICAO

seperti terlihat dalam Tabel 2.6 berikut :

Kode Huruf Landasan Pacu Kemiringan Melintang

A 2,0 %

B 2,0 %

C 1,5 %

D 1,5 %

E 1,5 %

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 ), ICAO

Tabel 2.6 Standar ICAO dalam Kemiringan Melintang Landasan Pacu

2.4.4 Kapasitas Landasan Pacu

Untuk memperhitungkannya dapat dengan cara :

a. Cara Grafik

Dalam menentukan kapasitas operasi dari runway melalui cara

grafik adalah dengan berdasarkan grafik hubungan campuran

Page 10: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-10

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

pesawat dengan konfigurasi landasan pacu. Langkah pertama adalah

dengan menentukan Exit Rating. Cara menentukan Exit Rating

dapat dengan cara grafik berdasarkan FAA. Melalui konfigurasi

landasan pacu dan jenis exit taxiway, nilai exit rating dapat

ditentukan. Nilai exit rating dapat didapat dari Grafik 2.1 berikut :

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 ), ICAO

Grafik 2.1 Menentukan nilai Exit Rating berdasarkan FAA

Langkah kedua adalah dengan menentukan jenis campuran pesawat.

Jenis campuran pesawat ditentukan berdasar pada kelas jenis

pesawat masing-masing berdasarkan FAA. Penggolongan pesawat

udara tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.7 berikut :

Kelas Jenis Pesawat Udara

Page 11: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-11

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Tabel 2.7 Penggolongan Pesawat Terbang untuk cara-cara Kapasitas Praktis

Dari nilai exit rating yang keluar dan campuran kelas pesawat yang

didapatkan, maka kapasitas operasi per jam dari runway pada kondisi VFR

(Visual Flight Rules) dan pada Kondisi IFR (Instrument Flight Rules) dapat

ditentukan. Kapasitas per jam dapat dilihat pada Grafik 2.2 dan Grafik 2.3

berikut :

A Boeing 707 , 747 , 720 ; Douglas DC-8, DC-10 ; Lockhead L-1011

B Boeing 727 , 737 ; Douglas DC-9 ; BACI-11 ; semua pesawat penerbangan bermesin piston dan turboprop yang besar

C Pesawat terbang kecil yang digerakkan propeller untuk penerbangan seperti Fairchild F-27 dan pesawat jet bisnis

D Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeller bermesin ganda dan beberapa pesawat dengan mesin tunggal yang lebih besar

E Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeller bermesin tunggal

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 ), FAA

Page 12: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-12

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 ), ICAO

Grafik 2.2

Kapasitas per jam landas pacu tunggal dalam kondisi VFR untuk operasi-operasi campuran (FAA)

Page 13: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-13

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 ), ICAO

Grafik 2.3 Kapasitas per jam landas pacu tunggal, landasan pacu sejajar

berjarak rapat dan landasan pacu – V terbuka dalam kondisi IFR (FAA)

Karena campuran sebenarnya ini berbeda dari yang diberikan pada bagan

kapasitas, maka harus digunakan grafik untuk mendapatkan campuran

interpolasi. Grafik interpolasi tersebut dapat dilihat dengan Grafik 2.4

berikut :

Page 14: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-14

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 ), ICAO

Grafik 2.4

Interpolasi pesawat kelas C dengan pesawat kelas B Ekivalen (FAA)

b. Cara Model Lapangan

Perhitungan dengan menggunakan cara lapangan didasarkan pada

konfigurasi landasan yang sesungguhnya, termasuk didalamnya

dengan memperhatikan jarak dan bentuk lapangan. Beberapa asumsi

dapat diambil pada perhitungan dengan cara ini. Yang pertama adalah

pesawat-pesawat yang beroperasi mempunyai kebutuhan waktu dan

jarak penggunaan landasan yang relatif sama. Asumsi ini

memungkinkan aman dengan jalan memberikan prioritas pada

pesawat yang membutuhkan waktu terlama dan jangka panjang.

Asumsi lain adalah bahwa banyaknya operasi tinggal landas dengan

banyaknya operasi pendaratan adalah relatif sama. Asumsi ini bisa

diambil berdasarkan data jadwal penerbangan yang ada.

Page 15: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-15

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

c. Cara Analitis dan Grafik

Cara ini berdasarkan cara-cara kapasitas per jam ultimit. Yaitu sistem

landasan pacu yang didefinisikan sebagai jumlah operasi pesawat

maksimum yang dapat dilakukan pada landasan pacu tersebut dalam

satu jam. Parameter yang dibutuhkan antara lain. Index campuran

pesawat (MI) berdasarkan FAA MI dapat ditentukan dengan rumus

dibawah ini :

M = C + 3D

Dimana :

C = Prosentase pesawat terbang tipe C dalam campuran pesawat

yang menggunakan runway

D = Prosentase pesawat terbang tipe D dalam campuran pesawat

yang menggunakan runway

Kemudian kapasitas runway dapat dihitung dengan rumus :

C = Cb x ET

Dimana :

C = Kapasitas per jam konfigurasi pemakaian landasan pacu dalam

operasi-operasi per jam

Cb = Kapasitas ideal atau dasar konfigurasi pemakaian runway

E = Faktor penyesuaian exit taxiway untuk jumlah dan lokasi dari

exit taxiway runway

T = Faktor penyesuaian tak menentu (faktor keamanan)

2.4.5 Penundaan Pada Landasan Pacu

Penundaan terhadap pesawat didefinisikan sebagai perbedaan

waktu antara waktu sebenarnya yang dihabiskan pesawat untuk

Page 16: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-16

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

melakukan manuver pada landasan pacu dan waktu yang dihabiskan

pesawat untuk melakukan manuver tanpa diganggu pesawat lain.

Rumus-rumus yang digunakan :

CDADIADF =

dimana, ADF (Arrival Delay Fakto ) = Faktor Penundaan Kedatangan.

CDDDIDDF =

dimana, DDF (Departure Delay Faktor) = Faktor Penundaan

Keberangkatan.

Maka dari hasil ADF dan DDF melalui pemilihan faktor profil

permintaan penundaan rata-rata pesawat (dalam satuan menit) dapat

ditentukan.

2.4.6 PCN dan ACN

Setelah tebal perkerasan diketahui, maka dapat dicari nilai PCN

(Pavement Classification Number) dan ACN (Aircraft Classification

Number).

• PCN (Pavement Classification Number)

Adalah harga yang menyatakan daya dukung perkerasan untuk

operasi yang tidak terbatas. Faktor yang digunakan untuk menghitung

nilai PCN adalah :

Page 17: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-17

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

(a) Tipe Perkerasan

Tipe Perkerasan Kode

Perkerasan Rigid R

Perkerasan Fleksibel F

Sumber : Annex 14, ICAO

Tabel 2.8 Pengkodean Berdasarkan Tipe Perkerasan

(b) Daya Dukung Subgrade

Strenght CBR Kode

Tinggi 13% A

Menengah 8 % - 13 % B

Rendah 4 % - 8 % C

Sangat Rendah 4% D

Sumber : Annex 14, ICAO

Tabel 2.9 Pengkodean Berdasarkan Daya Dukung Subgrade

(c) Tekanan Ban Maksimum

Tekanan Kode

Tinggi, tanpa pembatasan tekanan W

Menengah, tekanan dibatasi sampai 1.50 Mpa X

Rendah, tekanan dibatasi sampai 1.00 Mpa Y

Sangat Rendah, tekanan dibatasi sampai 0.50 Mpa Z

Sumber : Annex 14, ICAO

Tabel 2.10 Pengkodean Berdasarkan Tekanan Ban Maksimum

Page 18: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-18

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

(d) Metode Evaluasi Metode Evaluasi Kode

Evaluasi Teknis, penelitian khusus karakteristik

perkerasan dengan menggunakan teknologi tinggi T

Menggunakan pengalaman pesawat dalam

penerbangan-penerbangan reguler U

Sumber : Annex 14, ICAO

Tabel 2.11 Pengkodean Berdasarkan Metode Evaluasi

Contoh :

Misal, diketahui nilai PCN = 33, jenis perkerasan lentur, daya dukung sub

grade rendah, tekanan ban maksimum dibatasi sampai 1 MPa, dan metode

evaluasi yang digunakan adalah evaluasi teknis.

Maka penulisan nilai PCN adalah : PCN 33 F/C/Y/T

• ACN (Aircraft Classification Number)

Adalah suatu angka yang menyatakan batasan dari pesawat tertentu

diatas perkerasan dengan spesifikasi standard subgrade. Nilai ACN

dikeluarkan oleh pabrik pembuat pesawat.

Nilai PCN maupun ACN sangat penting untuk mengetahui kinerja

perkerasan terhadap pesawat yang beroperasi, metode ini disebut Metode

PCN-ACN. ICAO telah merekomendasikan metode ini untuk dalam

mengevaluasi kekuatan landas pacu terhadap pesawat yang beroperasi

(Aerodrome Manual Design Part I, ICAO).

Dalam perancangan perkerasan landasan pacu, baik flexible

pavement maupun rigid pavement, nilai ACN tidak boleh melebihi nilai

PCN yang ada, atau dengan kata lain PCN ≥ ACN.

Page 19: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-19

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

2.4.7 Lapisan Pondasi Landasan Pacu

Kadang-kadang material base coarse dan subbase perlu

distabilisasi untuk mendapatkan lapisan yang lebih baik. Keuntungan

lapisan yang distabilisasi, terutama pada perkerasan fleksibel, yaitu

membagi tebal lapisan yang didapat dari grafik dengan faktor ekivalen

seperti tercantum dalam Tabel 2.12 dan Tabel 2.13 berikut :

Tabel 2.12

Faktor Equivalent untuk Subbase yang distabilisasi

Kode Nama Bahan Faktor ekivalen

P - 401 Bituminous Surface Course 1,2 - 1,6

P - 201 Bituminous Base Course 1,2 - 1,6

P - 215 Cold Laid Bituminous Base Course 1,0 - 1,2

P - 216 Mixed In-Place Base Course 1,0 - 1,2

Sumber : Merancang, Merencana Lapangan Terbang ( Heru Basuki,1990 ) Tabel 2.13

Faktor Equivalent untuk Base Course yang distabilisasi

Kode Nama Bahan Faktor ekivalen

P - 401 Bituminous Surface Course 1,7 - 2,3

P - 201 Bituminous Base Course 1,7 - 2,3

P - 215 Cold Laid Bituminous Base Course 1,5 - 1,7

P - 216 Mixed In-Place Base Course 1,5 - 1,7

P - 304 Cement Treated Base Course 1,6 - 2,3

P - 301 Soil Cement Base Course 1,5 - 2,0

P - 209 Crushed Agregate Base Course 1,4 - 2,0

P - 154 Subbase Course 1,0

Sumber : Merancang, Merencana Lapangan Terbang ( Heru Basuki,1990 )

Page 20: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-20

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

2.4.8 Pemarkaan Landasan Pacu

Pemarkaan berfungsi membantu penerbang (pilot) dalam

mengendalikan pesawat udara. Jenis-jenis pemarkaan tersebut adalah :

• Nomor landasan pacu (Runway Designation Marking)

Ditempatkan di ujung landasan sebagai nomor pengenal landasan itu,

terdiri dari dua angka, pada landasan sejajar harus dilengkapi dengan

huruf L atau R atau C. Dua angka tadi merupakan angka

persepuluhan terdekat dari utara magnetis dipandang dari arah

approach ketika pesawat akan mendarat (Heru Basuki, 1990). Misal,

landasan dengan azimuth magnetis 82 maka nomor landasan adalah

08, azimuth magnetis 86 nomor landasan 09. Nomor landasan ini

ditempatkan berlawanan dengan azimuthnya, landasan barat timur,

diujung timur ditempatkan nomor landasan 27, sedang diujung barat

dipasang nomor landasan 09.

• Pemarkaan sumbu landasan pacu (runway center line marking)

Ditempatkan sepanjang sumbu landasan berawal dan berakhir pada

nomor landasan, kecuali pada landasan yang bersilangan, landasan

yang lebih dominan, sumbunya terus, yang kurang dominan

sumbunya diputus. Markanya berupa garis putus-putus, panjang garis

dan panjang pemutusan sama. Panjang strip bersama gapnya tidak

boleh kurang dari 50 m, tidak boleh lebih dari 75 m. Panjang strip =

panjang gap atau 30 m diambil yang terbesar. Lebar strip antara 0,3 m

atau 0,9 m tergantung kelas landasan.

• Pemarkaan threshold (threshold marking)

Ditempatkan diujung landasan sejauh 6 m dari tepi ujung landasan

membujur dengan panjang minimum 30 m dan lebar 1,8 m. Hubungan

Lebar landasan dan banyak strip dapat dilihat pada Tabel 2.14 berikut

Page 21: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-21

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Lebar landasan Banyaknya Strip

18 m 4

23 m 6

30 m 8

45 m 12

60 m 16

Sumber : Merancang, Merencana Lapangan Terbang ( Heru Basuki,1990 )

Tabel 2.14 Hubungan lebar landasan dan banyak strip Threshhold Marking

• Pemarkaan untuk jarak tetap ( fixed distance marking)

Berbentuk empat persegi panjang, berwarna menyolok biasanya

oranye. Ukurannya, panjang 45 m – 60 m, lebar 6 m – 10 m terletak

simetris kanan kiri sumbu landasan. Marka ini yang terujung berjarak

300 m dari threshold.

• Pemarkaan zona touchdown (touchdown zone marking)

Dipasang pada landasan dengan approach presisi, tapi bias juga

dipasang pada landasan non presisi atau landasan non instrumen yang

lebar landasannya lebih dari 23 m. Terdiri dari pasangan-pasangan

berbentuk segi empat di kanan kiri sumbu landasan dengan lebar 3 m

dan panjang 22,5 m untuk strip-strip tunggal, untuk strip ganda

ukuran 22,5 m x 1,8 m dengan jarak 1,5 m. Jarak satu sama lain 150

m diawali dari threshold, banyaknya tergantung panjang landasan.

Hubungan panjang landasan dan banyaknya pasangan marka dapat

dilihat pada Tabel 2.15 berikut :

Page 22: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-22

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Panjang Landasan Banyaknya Pasangan

< 90 m 1

900 m - 1200 m 2

1200 m - 1500 m 3

1500 m - 2100 m 4

> 2100 m 6

Sumber : Merancang, Merencana Lapangan Terbang ( Heru Basuki,1990 )

Tabel 2.15 Hubungan panjang landasan dan banyaknya pasangan marka

• Pemarkaan tepi landasan pacu (runway side stripe marking)

Merupakan garis lurus di tepi landasan, memanjang sepanjang

landasan dengan lebar strip 0,9 m bagi landasan yang lebarnya > 30 m

dan lebar strip 0,45 m bagi landasan yang lebarnya < 30 m. Marka ini

berfungsi sebagai batas landasan terutama apabila warna landasan

hampir sama dengan warna shoulder-nya.

Bentuk, warna, dan ukuran tiap-tiap pemarkaan landasan pacu

ditentukan berdasarkan pada klasifikasi landasan pacu yang ditentukan

oleh ICAO (ICAO, 1998).

2.5 Perkiraan Volume Lalu Lintas Udara

2.5.1 Peramalan Tingkat Pertumbuhan Penumpang

Rancangan induk lapangan terbang dikembangkan berdasarkan

kepada ramalan dan permintaan, yang dibagikan dalam ramalan jangka

pendek sekitar 5 tahun, menengah 10 tahun, dan panjang 20 tahun.

Analisa penumpang merupakan peninjauan tingkat demand yang

berpengaruh langsung terhadap kondisi eksisting suatu bandara. Melalui

Page 23: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-23

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

perhitungan korelasi antara pertumbuhan jumlah penumpang, faktor

ekonomi, sosial budaya, maka jumlah penumpang rencana dapat

diestimasi. Menurut Horonjeff, jangka ramalan makin jauh, ketepatan

dan ketelitiannya menyusut, sehingga perlu disadari bahwa ramalan

jangka panjang 20 tahun hanyalah pendekatan (Horonjeff, 1993).

2.5.2 Metode Peramalan

Metode yang dipakai dalam peramalan terhadap tingkat

permintaan penumpang adalah dengan menggunakan analisa regresi.

Suatu ubahan dapat dilukiskan dalam suatu garis yang disebut garis

regresi. Garis regresi mungkin linear mungkin juga lengkung.

Suatu garis regresi dapat dinyatakan dalam persamaan matematik

yang disebut persamaan regresi. Metode yang digunakan dalam

prakiraan ada beberapa antara lain :

a. Ekstrapolasi Linier Sederhana

Digunakan untuk pola permintaan yang menunjukkan suatu

hubungan linier historis dengan suatu peubah waktu.

Persamaannya adalah sbb :

Y = a + bx

ditaksir dari sampel {(Xi,Yi) ; I = 1,2,3,…,n}

Penaksiran parameter a dan b garis regresi :

b = ∑∑

∑ ∑ ∑−

−−22

)()(

Yin

YiXiXiYin

Xi

a = Y – bX

Page 24: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-24

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Grafik 2.5 Kecenderungan Siklus Yang Meningkat

b. Ekstrapolasi Linier Majemuk

Y = b0 + b1X1 + b2X2

∑ ∑ ∑ ∑−=n

YXYXyx

))(( 111 ∑ ∑ ∑−=

nX

Xyx2

121

21

)(

∑ ∑ ∑ ∑−=

nYXYX

yx))(( 22

2 ∑ ∑ ∑−=nX

Xyx2

222

22

)(

Persamaannya adalah sbb :

nY

Y ∑= nX

X ∑= 11

nX

X ∑= 22

Dimana :

b0 = Y – b1X1 – b2X2

∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑ ∑

−= 2

212

22

1

2212

12

21 )()()(

))(()()(XXXX

YXXXYXxb

∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑ ∑

−= 2

212

22

1

1212

22

12 )()()(

)))(()()(XXXX

YXXXYXXb

Y = a + bX

0

10

20

30

40

50

0 20 40 60 80 100

Page 25: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-25

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

c. Korelasi

Korelasi membahas tentang hubungan antara variabel – variabel yang

terdapat dalam regresi, sehingga kedua analisis ini saling terkait satu

dengan lainnya. Koefisien korelasi merupakan ukuran untuk

mengetahui derajat hubungan pada data kuantitatif.

Secara umum, pengamatan yang terdiri dari dua variabel X dan Y.

Misal persamaan regresi Y = f(X) tidak perlu linear. Jika linear Y = a

+ bX. Apabila Y menyatakan rata – rata untuk data variabel Y, maka

kita dapat membentuk jumlah kuadrat total, JK tot = ∑(Yi - Y)2 dan

jumlah kuadrat residu, JK res = ∑(Yi – Y)2 dengan menggunakan

harga Yi yang didapat dari regresi Y = f(X).

Besaran yang ditentukan oleh rumus :

I = ( ) ( )

( )2

22

∑∑∑

−−−

YY

YYYY

i

ii

Atau

I =JKtot

JKresJKtot −

I dinamakan indeks determinasi yang mengukur derajat hubungan

antara variabel X dan Y, apabila X dan Y terdapat hubungan regresi

berbentuk Y=f(X). Sifat dari indeks determinasi ini adalah jika letak

titik – titik diagram pancar makin dekat dengan garis regresi maka

harga I akan semakin mendekati satu. sebaliknya, jika titik – titik itu

menjauh dari garis regresi, maka harga I mendekati harga nol.

Sehingga harga I antara 0 hingga 1.

Page 26: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-26

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Jika sekumpulan data yang garis regresinya berbentuk linear maka

derajat hubungannya akan dinyatakan dengan r yang disebut koefisien

korelasi. Sehingga I = r2 dan diperoleh :

r2 = ( ) ( )

( )∑∑ ∑

−−−2

22

YY

YYYY

i

ii

Berlaku untuk 0 ≤ r2≤ 1 sehingga untuk koefisien korelasi terdapat

hubungan -1 ≤ r2 ≤ +1. Harga korelasi negatif satu menunjukkan

bahwa hubungan antara X dan Y adalah linear sempurna tidak

langsung, artinya titik – titik yang dihasilkan oleh (Xi,Yi) berada pada

garis regresi seluruhnya, tetapi harga Y besar berpasangan dengan

harga X kecil dan sebaliknya. Sedangkan harga korelasi positif satu

menunjukkan adanya hubungan linear sempurna langsung antara X

dan Y. Pada garis regresi Y besar berpasangan dengan X besar dan Y

kecil dengan X kecil. r = 0 berarti tidak ada hubungan linear antara

variabel – variabel X dan Y.

Perhitungan koefisien korelasi berdasarkan sekumpulan data (Xi,Yi)

berukuran n dapat digunakan rumus :

r = ( )( )

( )( ) ( )( )∑ ∑∑ ∑∑ ∑∑

−−

−2222

iiii

iii

YYnXXn

YXYXn

Page 27: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-27

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

r Intepretasi

0

0.10 – 0.20

0.21 – 0.40

0.41 – 0.60

0.61 – 0.80

0.81 – 0.99

1

Tidak berkorelasi

Sangat rendah

Rendah

Agak rendah

Cukup

Tinggi

Sangat tinggi

Tabel 2.16

Koefisien Korelasi

d. Ekstrapolasi Eksponensial

Dipergunakan untuk keadaan dimana variabel yang tergantung pada yang

lain, memperlihatkan suatu laju pertumbuhan yang konstan terhadap

waktu. Gejala ini sering terjadi dalam dunia penerbangan untuk proyeksi-

proyeksi tingkat kegiatan yang telah memperlihatkan kecenderungan-

kecenderungan jangka panjang meningkat atau menurun dengan suatu

persentase tahunan rata-rata. Hal ini dapat dihitung dengan rumus dasar :

Y = ab CX

Page 28: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-28

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Grafik 2.6 Kurva Kecenderungan Eksponensial

2.6 Perkerasan

Perkerasan merupakan suatu struktur yang terdiri dari beberapa lapisan

yaitu kombinasi dari surface, base course dengan beberapa kekerasan dan daya

dukung yang berbeda. Struktur tersebut disusun sedemikian rupa diatas sub

grade dan berfungsi untuk menerima beban diatasnya yang kemudian

mendistribusikan ke lapisan sub grade. Karena itu tiap-tiap lapisan dari atas ke

bawah harus cukup kekerasan dan ketebalannya, sehingga tidak mengalami

perubahan karena tidak mampu menahan beban.

Seperti halnya perkerasan jalan raya, maka untuk lapangan terbang atau

bandar udara terdiri dari dua jenis perkerasan yaitu :

a. Perkerasan Lentur (Flexible pavement)

Merupakan perkerasan yang terbuat dari campuran aspal dan sgregat yang

terdiri dari surface, base course dan sub base course. Lapisan tersebut

digelar diatas lapisan tanah asli yang telah dipadatkan.

b. Perkerasan Kaku (Rigid pavement)

Merupakan struktur perkerasan yang terbuat dari campuran semen dan

agregat, terdiri dari slab-slab beton dengan ketebalan tertentu, dibawah

0

50

100

150

200

0 50 100 150 200 250

Page 29: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-29

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

lapisan beton adalah sub base course yang telah dipadatkan dan ditunjang

oleh lapisan grade (tanah asli).

2.6.1. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Flexible pavement)

Beberapa metode yang dipergunakan dalam perencanaan

perkerasan landasan pacu, diantaranya adalah :

2.6.1.1. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dengan Metode CBR

Metode ini dikembangkan oleh Corps of Engineering, US

Army. Kriteria dasar dalam penggunaan metode ini adalah :

• Prosedur-prosedur test yang dipergunakan untuk komponen-

komponen perkerasan yang ada cukup sederhana

• Metodenya telah menghasilkan perkerasan yang memuaskan.

• Dapat dipergunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan

perkerasan lapangan terbang dalam waktu yang relatif singkat.

• Penggunaan metode CBR dapat dipergunakan untuk menentukan

besarnya ketebalan lapisan-lapisan Subbase Course, Base Course

dan Surface Course yang diperlukan, dengan memakai kurva-

kurva design dan data-data test lapisan tanah yang ada.

Langkah-langkah penggunaan metode CBR adalah sbb :

• Menentukan pesawat rencana.

Penentuan didasarkan pada harga MTOW terbesar yang dimiliki

pesawat terbang yang akan dipergunakan pada landasan yang

direncanakan.

Penentuan pesawat rencana dipergunakan untuk mendapatkan

data-data mengenai harga MTOW (Maximum Take Off Weight),

data tentang spesifikasi roda pendaratan, seperti : beban satu roda

Page 30: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-30

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

(Pk), tekanan roda (pk), luas kontak area (A), jari-jari kontak (r)

dan panjang jarak antar roda (p).

• Menentukan harga ESWL (Equivalent Single Wheel Load)

Untuk dapat mencari harga ESWL, dicari telebih dahulu harga

pengimbang, dengan menggunakan rumus :

πAr =

Dimana, r = Radius bidang kontak (inchi)

A = Luas bidang kontak (inchi2)

Dengan memasukkan harga pengimbang pada kedalaman yang

tertentu dalam Grafik 2.7 diperoleh nilai faktor lenturan.

Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 )

Grafik 2.7 Faktor Lenturan

F

DEPTH

Page 31: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-31

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Nilai faktor lenturan pada masing-masing posisi spesifikasi roda

pendaratan dicari yang mempunyai harga tertinggi, baik untuk

roda tunggal maupun roda ganda.

Dari hasil tersebut, diperoleh rasio beban tunggal terhadap

keseluruhan roda dalam susunan. (lihat persamaan dibawah ini)

PdPs =

FsFd

Dimana, Ps = Rasio ESWL roda tunggal

Pd = Rasio ESWL roda ganda

Fd = Faktor lenturan roda ganda

Fs = Faktor lenturan roda tunggal

Harga rasio beban tunggal terhadap keseluruhan roda dalam

susunan dikalikan dengan harga beban total pesawat terbang pada

susunan roda, diperoleh harga ESWL pesawat terbang.

• Menentukan CBR Subgrade, Subbase Course dan Base Course.

Penentuan harga CBR pada masing-masing lapisan perkerasan ini,

dimaksudkan untuk dapat menentukan tebal masing-masing

lapisan yang akan dihitung.

• Menentukan jumlah Pergerakan Pesawat (Annual Departure).

Penentuan jumlah Pergerakan Pesawat yang ada di bandara

(Annual Departure), dimaksudkan untuk dapat memperoleh harga

faktor perulangan iα dari Grafik 2.8 dengan mengetahui jumlah

roda pesawat rencana.

• Menghitung total tebal perkerasan masing-masing lapisan.

Dengan menggunakan rumus dari Corp of Engineers :

πα A

CBRESWLit −=

)(1,8

Page 32: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-32

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Dimana, t = Tebal total perkerasan (inchi; cm)

αi = Harga faktor perulangan (diperoleh dengan

menggunakan Grafik 2.8)

ESWL = Equivalent Single Wheel Load (diperoleh

dengan cara seperti diatas)

A = Luas kontak area (inchi; cm)

Grafik 2.8 Faktor Pengulangan Beban

Dengan memasukkan harga CBR untuk masing-masing lapisan

perkerasan, maka harga ketebalan untuk masing-masing bagian

perkerasan (Subbase Course, Base Course dan Surface Course)

dapat diketahui harganya.

Page 33: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-33

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

2.6.1.2. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dengan Metode FAA

Metode ini adalah metode yang paling umum digunakan

dalam perencanaan lapangan terbang. Dikembangkan oleh badan

penerbangan federal Amerika. Merupakan pengembangan metode

CBR.

Perencanaan perkerasan lentur (flexible pavement) metode

FAA dikembangkan oleh badan penerbangan federal Amerika dan

merupakan pengembangan metode CBR yang telah ada.

Jenis dan kekuatan tanah dasar (subgrade) sangat

mempengaruhi analisa perhitungan. FAA telah membuat klasifikasi

tanah dengan membagi dalam beberapa kelompok, dengan tujuan

untuk mengetahui nilai CBR tanah yang ada.

Perhitungan tebal perkerasan didasarkan pada grafik-grafik

yang dibuat FAA, berdasarkan pengalaman-pengalaman dari Corps of

Enginners dalam menggunakan metode CBR. Perhitungan ini dapat

diuji sampai jangka waktu 20 tahun dan untuk menentukan tebal

perkerasan ada beberapa variabel yang harus diketahui :

• Nilai CBR Subgrade dan nilai CBR Subbase Course

• Berat maksimum take off pesawat (MTOW)

• Jumlah keberangkatan tahunan (Annual Departure)

• Type roda pendaratan tiap pesawat

Langkah-langkah penggunaan metode FAA adalah sbb :

• Menentukan pesawat rencana.

Dalam pelaksanaannya, landasan pacu harus melayani beragam

tipe pesawat dengan tipe roda pendaratan dan berat yang berbeda-

beda, dengan demikian diperlukan konversi ke pesawat rencana.

Page 34: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-34

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Sumber: Heru Basuki, 1984

Tabel 2.17 Konversi Type Roda Pesawat

• Menghitung Equivalent Annual Departure.

Equivalent Annual Departure terhadap pesawat rencana dihitung

dengan rumus :

21

1

221 )(*)(

WWLogRLogR =

Dimana, R1 = Equivalent annual departure pesawat rencana

R2 = Equivalent Annual Departure, jumlah annual

departure dari semua pesawat yang dikonversikan

ke pesawat rencana menurut type pendaratannya.

= Annual Departure * Faktor konversi (Tabel 2.17)

W2 = Beban Roda Pesawat Rencana

Konversi dari Ke Faktor Pengali

Single Wheel

Single Wheel

Dual Wheel

Dual Tandem

Dual Tandem

Dual tandem

Dual Wheel

Double Dual Tandem

Dual Wheel

Dual Tandem

Dual Tandem

Dual Tandem

Single Wheel

Dual Wheel

Single Wheel

Dual Tandem

0.8

0.5

0.6

1.0

2.0

1.7

1.3

1.7

Page 35: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-35

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

W1 = MTOW * 95% * 1/n

n = Jumlah roda pesawat pada main gear

Annual Departure terbatas hanya sampai 25.000 per tahun.

Untuk tingkat Annual Departure yang lebih besar dari 25.000, tebal

perkerasan totalnya harus ditambah menurut Tabel 2.18

Annual Departure % Tebal Departure 25.000

50.000

100.000

150.000

200.000

104

108

110

112

Sumber: Heru Basuki, 1984

Tabel 2.18 Perkerasan Bagi Tingkat Departure > 25.000

Berat pesawat dianggap 95% ditumpu oleh roda pesawat

utama (main gear) dan 5% oleh nose wheel. FAA hanya menghitung

berdasarkan annual departure, karena pendaratan diperhitungkan

beratnya lebih kecil dibanding waktu take off.

• Menghitung tebal perkerasan total.

Tebal perkerasan total dihitung dengan memplotkan data CBR

subgrade yang diperoleh dari FAA, Advisory Circular 150/5335-5,

MTOW ( Maximum Take Off Weight ) pesawat rencana, dan nilai

Equivalent Annual Departure ke dalam Grafik 2.9

Page 36: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-36

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Sumber : FAA AC 150/5320-6D

Grafik 2.9 Penentuan Tebal Perkerasan untuk Dual Wheel

• Menghitung tebal perkerasan Subbase.

Dengan nilai CBR subbase yang ditentukan, MTOW, dan

Equivalent Annual Departure maka dari grafik yang sama didapat

harga yang merupakan tebal lapisan diatas subbase, yaitu lapisan

Page 37: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-37

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

surface dan lapisan base. Maka, tebal subbase sama dengan tebal

perkerasan total dikurangi tebal lapisan diatas subbase.

• Menghitung tebal perkerasan permukaan ( surface )

Tebal surface langsung dilihat dari Grafik 2.10 yang berupa tebal

surface untuk daerah kritis dan non kritis.

Sumber : Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang, Ir Heru Basuki

Grafik 2.10 Penentuan Tebal Base Course Minimum

Page 38: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-38

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

• Menghitung tebal perkerasan Base Coarse.

Tebal Base Coarse sama dengan tebal lapisan diatas Subbase

Course dikurangi tebal lapisan permukaan (Surface Course). Hasil

ini harus dicek dengan membandingkannya terhadap tebal Base

Coarse minimum dari grafik. Apabila tebal Base Coarse

minimum lebih besar dari tebal Base Coarse hasil perhitungan,

maka selisihnya diambil dari lapisan Subbase Course, sehingga

tebal Subbase Course-pun berubahMetode ini adalah metode yang

paling umum digunakan dalam perencanaan lapangan terbang.

Dikembangkan oleh badan penerbangan federal Amerika. Jenis

dan kekuatan tanah dasar (subgrade) sangat mempengaruhi

analisa perhitungan.

2.6.1.3. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dengan Metode LCN

Metode LCN adalah metode perencanaan perkerasan dan

evaluasi landasan yang dirumuskan oleh United Kingdom Air Ministry

Directory of Work, kemudian prosedur perencanaannya diperbaiki

oleh Directorateof Civil Enginnering Development of United

Kingdom Departement of The Enviroment. Dalam prosedurnya

kapasitas daya dukung perkerasan dinyatakan dalam angka LCN.

Konsepnya adalah bila angka LCN perkerasan lapangan terbang lebih

besar daripada LCN pesawat, maka pesawat dapat aman mendarat di

lapangan tersebut.

Langkah-langkah penggunaan metode LCN adalah sbb :

1. Hitung harga ESWL (Equivalent Single Wheel Load).

Dalam menghitung harga ESWL ditentukan berdasarkan pada

pesawat rencana, dengan rumus :

ESWL = 95% x MTOW x 1/n

Page 39: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-39

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Dimana, MTOW = Maximum Take Off Weight

n = Jumlah roda pesawat main gear

2. Tentukan harga LCN (Load Classification Number)

Dengan harga ESWL dan tekanan roda pesawat rencana yang

sudah diketahui, diplotkan pada Grafik 2.11, sehingga didapat

harga LCN.

Sumber : Heru Basuki, 1984

Grafik 2.11 Hubungan Tekanan Roda dan ESWL

ESWL

TEKANAN RODA

LCN

Page 40: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-40

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

3. Hitung tebal perkerasan total.

Ketebalan total pekerasan dapat diketahui dengan memplotkan

harga LCN pesawat rencana dan nilai CBR Subgrade pada Grafik

2.12 Kurva Perencanaan Perkerasan Lentur Landasan.

4. Hitung tebal perkerasan Subbase Course.

Dengan menggunakan grafik yang sama, plotkan harga CBR

Subbase Course dan harga LCN pesawat rencana, didapat harga

ketebalan lapisan diatas Subbase Course (lapisan Surface Course

dan lapisan Base Course). Maka, tebal Subbase Course adalah

sama dengan tebal perkerasan total dikurangi dengan tebal lapisan

diatas Subbase Course.

5. Hitung tebal perkerasan Base Coarse.

Tebal Base Coarse sama dengan tebal lapisan diatas Subbase

Course dikurangi tebal lapisan permukaan (Surface Course).

Ketebalan lapisan Base Coarse dapat dicari dengan menggunakan

grafik yang sama,dengan cara memplotkan harga CBR Subbase

Course dan harga LCN pesawat rencana.

Sumber : Heru Basuki,1984

Grafik 2.12 Kurva Perencanaan Perkerasan Lentur Landasan

Page 41: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-41

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

2.7 Pengecekan Perhitungan Ketebalan Lapisan Perkerasan

Pengecekan dilakukan dengan menggunakan Grafik 2.13, dengan

terlebih dahulu memasukkan data Perbandingan Klasifikasi Tanah Subgrade

CBR-FAA Tabel 2.1 dan harga MTOW pesawat B737-400 (150.000 pounds =

68.039 kg).

Grafik 2.13 Kurva Pengecekan Perkerasan Lentur Landasan

Page 42: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-42

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Tabel 2.19 Perbandingan Klasifikasi Tanah Subgrade CBR-FAA

Langkah-langkah pengecekan adalah sbb :

Cek harga tebal total perkerasan :

1. Masukkan harga MTOW pesawat pada Grafik 2.13. arah sumbu

vertikal

2. Tarik garis arah horisontal dari langkah 1, sampai memotong

garis miring harga klasifikasi tanah subgrade FAA

3. Tarik garis arah vertikal dari langkah 2, sampai memotong harga

tebal total perkerasan.

Cek harga tebal lapisan base course :

1. Masukkan harga MTOW pesawat pada Grafik 2.13. arah sumbu

vertikal

2. Tarik garis arah horisontal dari langkah 1, sampai memotong

garis miring harga klasifikasi tanah subgrade FAA

3. Tarik garis sejajar dengan garis putus-putus, sampai memotong

harga tebal lapisan base course.

Cek harga tebal lapisan surface course :

1. Tetapkan harga ketebalan surface course,untuk daerah kritis

minimal 4 inchi dan daerah non kritis 3 inchi.

2. Cek tebal lapisan subbase course = Tebal Total Perkerasan –

Tebal Lapisan base course – Tebal Lapisan surface course.

CBR

FAA

Page 43: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-43

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

2.8. Perencanaan Drainase

2.8.1 Pola Pikir Perencanaan Drainase

Mengingat elevasi muka air tanah di kawasan Bandar udara

Ahmad Yani relatif tinggi, akibat elevasi kawasan bandar udara yang

relatif rendah dengan ketinggian ± 3,05 m di atas permukaan laut rata-

rata (MSL), maka peran drainase kawasan bandar udara sangat

penting.

Dengan adanya perpanjangan landas pacu akan merubah pola

pergerakan aliran air di kawasan bandar udara, disisi lain, sungai/kali

Silandak akan di relokasi dan saluran drainase di ujung landasan akan

dipindahkan., maka sistim drainase kawasan perlu dilakukan

penataan.

Sistem drainase bandara pada dasarnya mempunyai 3 fungsi

utama :

1. Mengalirkan dan membuang air permukaan dan bawah tanah yang

berasal dari tanah disekitar bandara.

2. Membuang air permukaan yang berasal dari bandara.

3. Membuang air bawah tanah yang berasal dari bandara.

Mempertimbangkan kondisi dan permasalahan tersebut di

atas, pola pikir penataan sistem drainase lingkungan tersebut adalah

sebagai berikut :

a. Mengingat kondisi muka air yang sangat tinggi, dan topografi

yang relatif datar, maka pembuangan air keluar dan sistem

drainase kawasan, tetap harus mengandalkan pompa air.

b. Perlu pembuatan saluran drainase baru dalam rangka perpanjangan

runway berawal dan berakhir menyambung saluran drainase lama.

Page 44: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-44

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

2.8.2 Kriteria Perencanaan Drainase

Kriteria yang digunakan untuk perencanaan drainase yang ada

pada bandar udara ada beberapa macam :

• Waktu Konsentrasi

Nilai waktu konsentrasi dihitung dengan rumus :

tc = t0 + td

Dimana : tc = Waktu konsentrasi (jam)

t0 = Waktu masuk (jam)

= 3

0

0)1,1(64,3S

LxCx −

C = Koefisien Run Off

L0 = Panjang saluran terjauh (m)

S0 = Slope lahan

= 0Lh∆

h∆ = Beda tinggi (m)

td = Waktu aliran (jam)

= rencana

saluran

VL

• Intensitas Hujan

Dihitung dengan rumus:

32

2424

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

ctRI

Dimana : I = Intensitas hujan (mm/jam)

R = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

tc = Waktu konsentrasi (jam)

Page 45: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-45

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

• Debit Limpasan

Untuk menghitung debit limpasan air hujan digunakan rumus:

Q = Cgab . Cs . I . A

Dimana : Q = Debit air hujan (m3/detik)

Cgab = Koefisien Run Off

Cs = Koefisien Tanah

= tdtc

tc+2

2

I = Intensitas hujan (m/detik)

A = Luas daerah tangkapan (m2)

• Kapasitas Saluran

Debit aliran suatu saluran dinyatakan sebagai hasil perkalian dari

kecepatan aliran dan luas penampang, yang dinyatakan dalam

persamaan Manning.

Persamaannya : Q = V . A

Dengan :

21

321 SR

nV =

dan

PAR =

Dimana : Q = Kapasitas saluran (m3/detik)

V = Kecepatan aliran di saluran (m/detik)

A = Luas penampang basah (m2)

P = Keliling basah saluran (m)

S = Kemiringan dasar saluran

n = Koefisien kekasaran Manning

Page 46: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-46

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Bila Q kapasitas saluran > Q yang mengalir, maka dimensi saluran

sudah memenuhi.

2.8.3 Perencanaan Saluran Drainase

Dalam perencanaan drainase diperlukan studi pustaka, untuk

mengetahui dasar–dasar teori yang akan digunakan.

Faktor–faktor hidrologi yang berpengaruh dalam perencanaan

saluran drainase adalah curah hujan dan intensitas curah hujan. Curah

hujan pada suatu daerah dataran merupakan salah satu faktor yang

menentukan besarnya debit limpasan air hujan yang akan terjadi pada

suatu dataran rendah atau yang menerimanya. Semakin besar curah

hujan yang terjadi pada suatu daerah dataran semakin besar pula

limpasan air hujan yang akan diterima daerah dataran tersebut.

Begitupun sebaliknya, semakin kecil curah hujan yang terjadi pada

suatu daerah dataran semakin kecil pula limpasan air hujan yang akan

terjadi.

2.8.4 Curah Hujan Rata-rata

Ada tiga macam metode yang umum dipakai untuk

mengetahui besarnya curah hujan rata-rata pada suatu DAS, yaitu

sebagai berikut :

a. Metode Rata – Rata Aljabar

Cara menghitung rata-rata aritmatis (arithmetic mean) adalah cara

yang paling sederhana. Metode rata-rata hitung dengan

menjumlahkan curah hujan dari semua tempat pengukuran selama

satu periode tertentu dan membaginya dengan banyaknya tempat

Page 47: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-47

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

pengukuran. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah

sebagai berikut :

nR ..... R R R n321 +++

=R

di mana :

R = curah hujan rata-rata (mm)

R1, R2.....Rn = besarnya curah hujan masing-masing pos (mm)

n = banyaknya pos hujan

Gambar 2.1

Sketsa stasiun curah hujan cara rata-rata hitung

Metode rata – rata aljabar dipilih dengan pertimbangan jumlah pos

penakaran hujan terbatas atau cukup (lebih dari satu), untuk luas

DAS kecil (<500 km2), topografi bisa berupa pegunungan.

b. Metode Poligon Thiessen

Cara ini dikenal juga sebagai metode rata – rata timbang

(weighted). Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh

pos penakar hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak.

Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis – garis

1

2

3

n4

Luas DAS <500 km2

Page 48: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-48

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos

penakar terdekat.

n

nn

AAARARARAR

+++++

=....

....

21

2211

total

nn

ARARARA +++

=....2211

di mana :

R = curah hujan rata-rata (mm)

R1, R2.....Rn = curah hujan masing-masing stasiun (mm)

A1, A2......An = luas areal poligon (km2)

Gambar 2.2

Pembagian daerah dengan cara Thiessen

Metode Poligon Thiesen dipilih dengan pertimbangan jumlah pos

penakaran hujan terbatas atau cukup (lebih dari satu), untuk luas

DAS sedang antara 500 s/d 5000 km2, topografi bisa berupa

dataran.

Luas DAS 500 s/d 5000 km2

1 2

3n

A2

A1

A3

An

Page 49: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-49

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

c. Metode Isohyet

Cara ini merupakan metode yang akurat untuk menentukan hujan

rata – rata namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini

memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap – tiap stasiun hujan.

121

11

322

211__

.......2

.......22

−−

+++

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

++⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

=n

nnn

AAA

RRA

RRARRA

R

=−

=

−− ⎥

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

= n

in

n

i

nnn

A

RRA

R

11

1

11__ 2

di mana :

R = curah hujan rata – rata (mm)

R1, R2.....Rn = curah hujan rata – rata antar isohyet (mm)

A1, A2......An = luas areal antar isohyet (km2)

Gambar 2.3 Pembagian daerah cara garis Ishohyet

1

2

3

n4

Luas DAS > 5000 km2

Page 50: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-50

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Metode Ishoyet dipilih dengan pertimbangan jumlah pos penakaran

hujan yang cukup, untuk luas DAS besar > 5000 km2, topografi

bisa berupa berbukit dan tidak beraturan.

2.8.5 Cara Memilih Metode

Dalam pemilihan metode yang akan digunakan dapat

ditentukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor berikut :

a. Jaring – jaring pos penakar hujan Jumlah pos penakar hujan cukup Metode Isohyet, Thiessen atau Rata – rata Aljabar

Jumlah pos penakar hujan terbatas Metode Rata – rata Aljabar atau Thiessen

Pos penakar hujan tunggal Metode hujan titik Sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, 2003.

b. Luas Daerah Aliran Sungai DAS besar ( >5000 km2 ) Metode Isohyet

DAS sedang ( 500 s/d 5000 km2 ) Metode Thiessen

DAS kecil ( <500 km2 ) Metode Rata – rata Aljabar Sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, 2003.

c. Topografi Daerah Aliran Sungai Pegunungan Metode Rata – rata Aljabar

Dataran Metode Thiessen

Berbukit dan tidak beraturan Metode Isohyet Sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, 2003

Page 51: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-51

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

2.8.6 Curah Hujan Rencana

Curah hujan rencana ditujukan untuk mengetahui besarnya

curah hujan maksimum dalam periode ulang tertentu untuk

merencanakan debit banjir rencana.

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa distribusi frekuensi dan

empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi

untuk menentukan curah hujan rencana, yaitu :

a. Distribusi Normal (Distribusi Gauss)

S*__

ΤΤ Κ+Χ=Χ

di mana :

XT = curah hujan rencana dalam periode ulang T tahun

(mm) __

Χ = curah hujan rata-rata hasil pengamatan (mm)

S = standar deviasi sampel

=

5,0

1

2__

1⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ Χ−Χ∑

=

n

n

ii

KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang

atau periode ulang dan tipe model matematik

distribusi peluang yang digunakan untuk analisis

peluang

Page 52: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-52

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Periode ulang,

T (tahun) Peluang KT

1,001 0,999 -3,05

1,005 0,995 -2,58

1,010 0,990 -2,33

1,050 0,950 -1,64

1,110 0,900 -1,28

1,250 0,800 -0,84

1,330 0,750 -0,67

1,430 0,700 -0,52

1,670 0,600 -0,25

2,000 0,500 0,00

2,500 0,400 0,25

3,330 0,300 0,52

4,000 0,250 0,67

5,000 0,200 0,84

10,000 0,100 1,28

20,000 0,050 1,64

50,000 0,020 2,05

100,000 0,010 2,33

200,000 0,005 2,58

500,000 0,002 2,88

1000,000 0,001 3,09

Sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, 2003.

Tabel 2.20 Nilai faktor frekuensi KT dalam Nilai Variabel Gauss

b. Distribusi Log Normal

S*loglog__

ΤΤ Κ+Χ=Χ

di mana :

XT = curah hujan rencana dalam periode ulang T tahun

(mm)

Page 53: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-53

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

__Χ = curah hujan rata-rata hasil pengamatan (mm)

KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang

atau periode ulang dan tipe model matematik

distribusi peluang yang digunakan untuk analisis

peluang (tabel Nilai faktor frekuensi KT dalam

Nilai Variabel Gauss )

S = standar deviasi sampel

=

5,0

1

2__

1⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ Χ−Χ∑

=

n

n

ii

c. Distribusi Log – Pearson III

Sk*loglog__

+Χ=ΧΤ

di mana :

XT = curah hujan rencana dalam periode ulang T tahun

(mm) __

Χ = curah hujan rata-rata hasil pengamatan (mm)

S = standar deviasi sampel

=

5,0

1

2__

1

loglog

⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ Χ−Χ∑

=

n

n

ii

k = variabel standar untuk X yang besarnya

tergantung koefisien kemencengan G

Page 54: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-54

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

G = koefisien kemencengan

= ( )( ) 3

3

1

__

21

loglog

snn

inn

i

−−

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ Χ−Χ∑

=

Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang)

1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100

Koef. G Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)

99 80 50 20 10 4 2 1

3,0 -0,667 -0,636 -0,396 0,420 1,.180 2,278 3,152 4,051

2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,469 1,.210 2,275 3,114 3,973

2,6 -0,769 -0,696 -0,368 0,490 1,238 2,267 3,071 3,889

2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800

2,2 -0,905 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705

2,0 -0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,192 3,605

1,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499

1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 2,388

1,4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 2,271

1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 2,149

1,0 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022

0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891

0,6 -1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755

0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615

0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472

0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326

-0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178

-0.4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029

-0,6 -2,755 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880

-0,8 -2,891 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733

-1,0 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588

.

Page 55: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-55

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang)

1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100

Koef. G Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)

99 80 50 20 10 4 2 1

-1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449

-1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318

-1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197

-1,8 -3,499 -0,643 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087

-2,0 -3,605 -0,609 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990

-2,2 -3,705 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905

-2,4 -3,800 -0,537 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832

-2,6 -3,889 -0,490 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769

-2,8 -3,973 -0,469 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714

-3,0 -4,051 -0,420 0,396 0,636 0,606 0,666 0,666 0,667

Sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, 2003.

Tabel 2.21 Nilai k untuk distribusi Log – Pearson III

d. Distribusi Gumbel

SSn

nr *__

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ Υ−Υ+Χ=Χ Τ

Τ

di mana :

XT = curah hujan rencana dalam periode ulang T tahun

(mm) __Χ = curah hujan rata-rata hasil pengamatan (mm)

Page 56: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-56

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

S = standar deviasi sampel

=

5,0

1

2__

1⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ Χ−Χ∑

=

n

n

ii

rΤΥ = reduced variate, atau dapat dihitung dengan

persamaan berikut ini

rΤΥ = ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

Τ−Τ

−−r

r 1lnln

Yn = reduced mean yang tergantung dari banyaknya

jumlah data (n)

Sn = reduced standard deviation, adalah fungsi dari

banyaknya data (n)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220

20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353

30 0,5363 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430

40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481

50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518

60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545

70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567

80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585

90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,8898 0,5599

100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611

Sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, 2003.

Tabel 2.22 Reduced Mean (Yn)

Page 57: lapangan terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-57

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI

SEMARANG

Periode Ulang Reduced Variate

2 0,3668

5 1,5004

10 2,2510

20 2,9709

25 3,1993

50 3,9028

75 4,3117

100 4,6012

200 5,2969

250 5,5206

500 6,2149

1000 6,9087

5000 8,5188

10000 9,2121 Sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan

Yang Berkelanjutan, 2003.

Tabel 2.23

Reduced Variate (rΤΥ )

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565

20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080

30 1,1124 1,1159 1,1193 1,2260 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388

40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590

50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734

60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844

70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930

80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001

90 1,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2046 1,2049 1,2055 1,2060

100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096

Sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, 2003.

Tabel 2.5

Reduced Standard Deviation (Sn)