lapangan terbang 2 sks (semester vi)ft.ummetro.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/bahan... ·...
TRANSCRIPT
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Definisi Lapangan Terbang menurut ilmu teknik
sipil :
Suatu kumpulan dari beberapa fasilitas pendukung
yang saling berhubungan dan melayani aktivitas
transportasi udara seperti landasan pacu (runway),
landasan penghubung (taxiway), apron, gedung
terminal, ATC-tower, dan hanggar
Rutinitas dari aktivitas penerbangan pada lapangan
terbang membentuk suatu sistem bandar udara
SISTEM BANDAR UDARA
Tujuan dari perencanaan sistem Bandar udara adalah untuk pengembangan komponen-komponen pendukung utama maupun tambahan dalam bandar udara secara terarah dan terpadu menurut konsep rencana induk bandar udara.
Rencana induk bandar udara (Airport Masterplan) merupakan pedoman jangka panjang dalam :
(i). Pengembangan fasilitas-fasilitas fisik dari suatu bandar udara
SISTEM BANDAR UDARA
(ii). Pengembangan lahan yang terletak di
dalam wilayah / kawasan otorita bandar udara
(iii). Penetapan kelayakan ekonomis lapangan
terbang
(iv).Penetapan jadwal prioritas dan pentahapan
bagi pemeliharaan dan perbaikan fasilitas fisik
bandar udara
(v). Penetapan kebutuhan perhubungan darat
untuk akses keluar-masuk wilayah bandar
udara.
SISTEM BANDAR UDARA
Yang termasuk dalam komponen pendukung utama dalam bandar udara adalah :
1. Gedung Terminal Utama yang terdiri atas terminal keberangkatan (Departure Terminal) untuk mengatur proses keberangkatan penumpang dan terminal kedatangan (Arrival Terminal) untuk mengatur proses kedatangan penumpang
2. Apron merupakan area parkir pesawat terbang dengan struktur perkerasan kaku (rigid pavement) pada masing-masing jalur terminal yakni terminal kedatangan maupun terminal keberangkatan.
SISTEM BANDAR UDARA
3. ATC (Air Traffic Control) Tower merupakan menara pengatur dan pengawasan lalu lintas udara, yang mengatur sistem keamanan penerbangan serta berwenang untuk memberikan ijin dalam proses tinggal landas (take-off) maupun pendaratan (landing) dari pesawat terbang.
4. Landasan pacu (runway) merupakan jalur utama dengan struktur perkerasan lentur (flexible pavement) bagi pesawat terbang untuk melakukan tinggal landas (take-off) dan pendaratan (landing).
SISTEM BANDAR UDARA
5. Landasan penghubung merupakan jalur penghubung untuk mobilitas pesawat terbang dari apron ke landasan pacu dan sebaliknya, yakni terdiri atas jalur penghubung masuk landasan pacu (entrance taxiway) dan jalur penghubung keluar landasan pacu (exit taxiway)
Yang termasuk dalam komponen pendukung tambahan dalam bandar udara :
1. Hanggar adalah tempat perawatan dan pemeliharaan pesawat terbang sebelum dan sesudah melakukan penerbangan.
SISTEM BANDAR UDARA
2. Airport Security and Safety Division atau divisi
keamanan dan keselamatan otorita bandar
udara berwenang untuk menjamin keamanan
dan keselamatan pengguna jasa transportasi
udara selama berada di bandar udara.
SISTEM BANDAR UDARA
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
perencanaan bandar udara :
a. tingkat kebutuhan pelayanan jasa transportasi
udara di daerah pada suatu negara.
b. pengembangan wilayah / daerah dalam
tinjauan aspek ekonomi dan kepentingan
otonomi regional
c. kepentingan strategis dari pemerintah daerah
setempat
d. kondisi geografis dari daerah setempat
SISTEM BANDAR UDARA
Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam
perencanaan lapangan terbang :
Peraturan-peraturan atau pedoman yang
disyaratkan/ direkomendasikan dalam
perencanaan lapangan terbang dari FAA
(Federal Aviation Administration) dan ICAO
(International Civil Aviation Organization) serta
dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Inventarisasi data tentang kondisi geografis
dan geologis daerah, curah hujan tahunan,
peta topografi daerah dan peta aliran angin
SISTEM BANDAR UDARA
Studi tentang perkiraan prospek eksistensi
bandar udara untuk jangka pendek (5 tahun)
menengah (10 tahun) dan jangka panjang (15-
20 tahun) berdasarkan kebutuhan pelayanan
transportasi udara.
Kebutuhan pengembangan dan pengadaan
fasilitas pendukung pada bandar udara.
SISTEM BANDAR UDARA
Pemilihan dan penentuan lokasi dari lapangan
terbang dipengaruhi oleh faktor :
a. Tipe pengembangan daerah di sekitar
lapangan terbang
b. Kondisi geologi, geografi dan klimatologi dari
daerah setempat, hal ini mempengaruhi dalam
desain geometris landasan pacu maupun
landasan penghubung dan perencanaan
drainase dari bandar udara.
SISTEM BANDAR UDARA
c. Kemudahan untuk dicapai dengan sarana
transportasi darat, hal ini dipengaruhi oleh
jumlah distribusi harian kendaraan bermotor,
alternatif penggunaan sarana transportasi
darat yang ada dan penentuan jumlah
kemungkinan cara penggunaan moda
transportasi darat yang tersedia.
d. Ketersediaan lahan untuk perluasan wilayah/
kawasan lapangan terbang
SISTEM BANDAR UDARA
e. Ada tidaknya bandar udara/ lapangan terbang lain dan tersedianya wilayah penerbangan/ jalur terbang, hal ini menentukan jarak antar lapangan terbang dan kapasitas dasar dari bandar udara yang dapat melayani pengguna jasa transportasi udara, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam proses operasional lapangan terbang
SISTEM BANDAR UDARA
f. Ada tidaknya halangan terhadap pandangan
dari pilot pesawat terbang maupun dari
pengawas menara ATC (sight obstruction)
secara alami (keadaan asli daerah yang
direncanakan untuk lapangan terbang berupa
pegunungan atau perbukitan) maupun buatan
(gangguan asap dari industri)
SISTEM BANDAR UDARA
g. Tersedianya sumber daya pendukung operasional lapangan terbang seperti suplai kebutuhan air, tenaga listrik, dan jangkauan distribusi bahan bakar untuk pesawat terbang dapat dicapai dengan mudah.
Rencana penggunaan lahan lapangan terbang dipengaruhi oleh 2 tipe pembagian wilayah lapangan terbang, yaitu :
(i). Pembagian wilayah menurut ketinggian daerah kawasan lapangan terbang dan kemungkinan bahaya kecelakaan pesawat terbang yang dapat terjadi.
(ii). Pembagian wilayah tata guna lahan lapangan terbang.
SISTEM BANDAR UDARA
Faktor-faktor yang mempengaruhi dimensi atau ukuran lapangan terbang :
a. Karakteristik dan spesifikasi pesawat terbang rencana berpengaruh pada perencanaan ukuran panjang dan lebar dari landasan pacu dan landasan penghubung
b. Kepadatan lalu lintas penerbangan yang dilayani mempengaruhi jumlah landasan pacu dan susunan landasan penghubung
c. Kondisi iklim dan cuaca pada lokasi lapangan terbang, aspek temperatur udara berpengaruh pada ukuran panjang landasan pacu dan aspek arah angin berpengaruh pada jumlah dan konfigurasi landasan pacu.
SKEMA SISTEM BANDAR UDARA
Sistem
Akses Bandar Udara
Area parkir dan
Sirkulasi kendaraan
Gedung Terminal Terminal
Keberangkatan Terminal
Kedatangan
Apron
Landasan Penghubung
Masuk (Entrance Taxiway)
Landasan Penghubung
Keluar (Exit Taxiway)
Landasan Pacu
(Runway)
Ruang udara
Terminal
Ruang udara
Perjalanan
Landasan Pacu
(Runway)
Sistem
Landasan Penghubung
Sistem
Landasan Penghubung
KARAKTERISTIK PESAWAT TERBANG
Karakteristik pesawat terbang yang dipertimbangkan dalam perencanaan lapangan terbang adalah :
1. Bentang sayap (wing span), jarak antar roda pendarat utama (wheel tread) dan panjang badan (fuselage) dari pesawat terbang rencana mempengaruhi ukuran lebar landasan pacu (runway), lebar landasan penghubung (taxiway), jarak antara landasan pacu dan landasan penghubung, dimensi apron, diameter manuver perputaran pesawat terbang (jejari putar) dan letak gedung terminal pada kompleks bandar udara.
KARAKTERISTIK PESAWAT TERBANG
2. Wheel base/ jarak antara roda pendarat utama (main gear) dan roda depan (nose gear) dan wheel tread/ jarak antara roda pendarat utama mempengaruhi perencanaan ukuran lebar landasan pacu (runway), lebar landasan penghubung (taxiway), jarak antara landasan pacu dan landasan penghubung, dan ukuran segmentasi plat beton untuk perkerasan apron
KARAKTERISTIK PESAWAT TERBANG
3. Berat pesawat terbang rencana
mempengaruhi ukuran panjang landasan
pacu (runway) yang diperhitungkan menurut
kondisi lepas landas (take off) dan pendaratan
(landing), ketebalan struktur lapisan
perkerasan pada landasan pacu dan landasan
penghubung, serta jenis perkerasan pada
apron.
KARAKTERISTIK PESAWAT TERBANG
Komponen berat pesawat terbang yang dipertimbangkan dalam perhitungan adalah : berat pesawat terbang maksimum terstruktur pada saat lepas landas (Maximum structural Take-Off Weight) yakni meliputi muatan penumpang, barang, bahan bakar utama dan cadangan dengan distribusi beban 5% pada roda depan (nose gear) dan 95% pada roda pendarat utama (main gear).
KARAKTERISTIK PESAWAT TERBANG
No. Konfigurasi Roda
Pendarat Utama
Distribusi
Beban pada
masing-masing
roda pendarat
utama
Tipe
Pesawat
terbang
rencana
Ukuran (m)
x y z
1. Single Wheel
Gear
47,5% DC-9
B-737
B-727
0,64
0,78
0,86
2. Dual Wheel Gear
47,5% DC-8
DC-10
B-720B
B-707-120B
B-707-320B
A-300B
0,80
1,40
0,80
0,86
0,86
0,89
1,40
1,62
1,24
1,40
1,40
1,40
KARAKTERISTIK PESAWAT TERBANG
No. Konfigurasi Roda
Pendarat Utama
Distribusi
Beban pada
masing-masing
roda pendarat
utama
Tipe
Pesawat
terbang
rencana
Ukuran (m)
x y z
3. Tandem Dual
Wheel
Gear
23,75%
B-747-300
B-747-400
B-747-SP
Airbus A-380
1,10
1,10
1,10
1,10
1,47
1,47
1,47
1,47
3,00
3,00
3,00
3,00
PERENCANAAN TAPAK BANDAR UDARA
Pesawat terbang Boeing B-747 yang tidak sukses mendarat dengan
aman di Bandar Udara Internasional Kai Tak - Hong Kong
Perencanaan Fasilitas Terminal pada Bandar Udara
Terminal pada bandar udara terdiri atas terminal
Keberangkatan (Departure Terminal) dan terminal
Kedatangan (Arrival Terminal) serta fasilitas-fasilitas
pendukung lainnya.
Terminal keberangkatan (Departure Terminal) adalah
Terminal yang mengatur proses keberangkatan
Penumpang mulai dari pemesanan tiket penerbangan
(seat reservation), pelayanan barang-barang penumpang,
Dan pengiriman barang melalui jasa transportasi udara
Perencanaan Fasilitas Terminal pada Bandar Udara
Terminal Kedatangan (Arrival Terminal) adalah terminal
Yang mengatur proses kedatangan penumpang pesawat terbang menuju bagian pemeriksaan administratif bandar udara dan fasilitas keluar bandar udara
( Airport Exit facilities)
Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam perencanaan terminal pada bandar udara/lapangan terbang :
1. Jumlah penumpang pengguna jasa transportasi udara.
Hal ini berpengaruh pada kapasitas penerimaan dan pelayanan penumpang pada terminal bandar udara, seperti perkiraan kebutuhan ruangan pelayanan pada terminal bandar udara (ruang tunggu keberangkatan,
Front-counter untuk pemesanan tiket, fasilitas pelayanan barang (baggage claim) dan koridor terminal)
Perencanaan Fasilitas Terminal pada Bandar Udara
2. Perencanaan jalur akses masuk kawasan bandar udara
dan pengembangannya.
3. Kebutuhan fasilitas pendukung pada terminal bandar
udara seperti : kapasitas tempat parkir kendaraan
(parking area), dimensi atau ukuran dari terminal
frontage, dan fasilitas keamanan pada gedung terminal
bandar udara
Pada terminal bandar udara terdapat sistem pelayanan
penumpang (passenger handling system), yaitu sistem
yang mengatur kemudahan penumpang dari mulai
masuk terminal hingga naik pesawat terbang (boarding)
Perencanaan Fasilitas Terminal pada Bandar Udara
Tujuan dari sistem pelayanan penumpang ini adalah untuk:
a. Pengaturan akses masuk penumpang ke kawasan
bandar udara
b. Pengaturan penumpang dalam proses keberangkatan
(departure process) dan proses kedatangan (arrival
process)
Sistem pelayanan penumpang ini terdiri dari :
1. Access interface, yaitu suatu fasilitas pada terminal
bandar udara yang mengatur kemudahan penumpang
masuk kawasan bandar udara hingga menuju terminal
frontage dan passenger reception service.
Fasilitas yang terdapat pada bagian ini adalah akses
keluar-masuk bandar udara dan kawasan parkir.
Perencanaan Fasilitas Terminal pada Bandar Udara
2. Processing, yaitu suatu fasilitas pada terminal bandar udara yang melayani pemesanan tiket, pengurusan barang-barang penumpang (baggage claim) dan pemeriksaan administratif dokumen kepabeanan (paspor, visa dsb)
3. Flight Interface, yaitu suatu fasilitas pada terminal bandar udara yang mengatur penumpang menuju ke pesawat terbang sesuai dengan tujuan penerbangan maupun untuk proses kedatangan penumpang.
Fasilitas yang terdapat pada bagian ini adalah gate (pintu penghubung untuk penumpang menuju ke pesawat terbang yang dilengkapi dengan passengers nose)
Perencanaan Fasilitas Terminal pada Bandar Udara
Ada 2 macam konsep dalam perencanaan terminal pada
Bandar udara, yaitu :
A. Konsep Distribusi Horisontal (Single Level Terminal)
Merupakan konsep pelayanan pada terminal bandar udara dengan pengaturan dan pendistribusian kegiatan proses keberangkatan dan kedatangan penumpang melalui satu tingkat terminal
Konsep distribusi ini terdiri atas:
1. Konsep Distribusi Linear
2. Konsep Distribusi Dermaga
3. Konsep Distribusi Satelit
Perencanaan Fasilitas Terminal pada Bandar Udara
1. Konsep Distribusi Linear
Konsep ini merupakan cara konvensional dalam
pengaturan letak pesawat terbang di terminal, yakni
posisi pesawat terbang berbaris memanjang dengan
arah ke dalam (nose-in)
Konsep ini digunakan untuk pelayanan penumpang
pesawat terbang sejumlah 200.000 per tahun
Perencanaan Fasilitas Terminal pada Bandar Udara
2. Konsep Distribusi Dermaga :
Konsep ini mengatur letak pesawat terbang pada
sepanjang jalur terminal secara sejajar dengan arah
ke dalam (nose-in)
Konsep ini digunakan untuk pelayanan penumpang
pesawat terbang sejumlah 200.000 – 1.000.000 per
tahun
Perencanaan Fasilitas Terminal pada Bandar Udara
3. Konsep Distribusi Satelit :
Konsep ini mengatur letak pesawat terbang mengelilingi
bagian ujung terminal (flight interface) dan memberikan
kemudahan dalam mobilitas / manuver pada apron
Konsep ini digunakan untuk pelayanan penumpang
pesawat terbang sejumlah 200.000 – 1.000.000 per
tahun
Perencanaan Fasilitas Terminal pada Bandar Udara
B. Konsep Distribusi Vertikal (Multilevel Terminal)
Merupakan konsep pelayanan pada terminal bandar
udara dengan tujuan untuk mendistribusikan aktivitas
proses keberangkatan dan kedatangan melalui
beberapa tingkat fasilitas pelayanan terminal.
Penentuan tentang jumlah tingkat fasilitas pelayanan
terminal tergantung pada jumlah penumpang yang
dilayani, tipe lalu lintas penerbangan, tingkat intensitas
penerbangan, dan rancangan induk terminal
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Landasan pacu (runway) adalah bagian dari
fasilitas utama pada lapangan terbang yang
digunakan untuk proses operasional pesawat
terbang untuk lepas landas (take-off) dan
pendaratan (landing). Faktor-faktor yang
mempengaruhi panjang landasan pacu adalah :
(i). persyaratan, tipe, dan spesifikasi pesawat
terbang rencana yang telah ditetapkan,
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
(ii). Lingkungan di sekitar lapangan terbang, berpengaruh terhadap kemungkinan pengembangan fasilitas-fasilitas utama pada lapangan terbang seperti landasan pacu dan landasan penghubung.
(iii). Hal-hal teknis dan non teknis yang menentukan kondisi pesawat terbang dalam melakukan proses operasional yakni lepas landas dan pendaratan.
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Hal-hal teknis dan non teknis tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hal teknis pesawat terbang : jika kondisi pesawat terbang baik maka dalam proses operasional lepas landas maupun pendaratan akan berjalan secara normal, sebaliknya jika pesawat terbang melakukan proses operasional lepas landas ataupun pendaratan dengan kondisi kegagalan mesin maka harus dipertimbangkan perencanaan landasan pacu yang memenuhi untuk dilakukan pendaratan darurat (emergency landing).
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
b. Hal non teknis : hal non teknis dalam proses operasional pesawat terbang banyak dipengaruhi oleh faktor manusia (human factor) seperti terjadinya kondisi poor approaches landing (pendekatan pada proses pendaratan pesawat terbang yang kurang sempurna) yang menyebabkan overshoot landing (pendaratan yang melebihi jarak yang ditentukan) maupun kondisi overshoot take off (lepas landas yang dilakukan melampaui persyaratan jarak normal lepas landas pesawat terbang di landasan pacu atau lepas landas yang terlambat)
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Komponen-komponen pada landasan pacu yang diperlukan untuk mengakomodasi kebutuhan proses operasional pesawat terbang secara aman adalah :
1. Take off Distance (TOD) merupakan jarak yang direncanakan bagi pesawat terbang untuk melakukan lepas landas secara normal. Ukuran panjang take off distance adalah 115% dari jalur landasan pacu dengan perincian 100% yaitu panjang jalur landasan pacu itu sendiri dan 15% berupa jarak tambahan yang direncanakan untuk mengatasi kemungkinan overshoot take-off dari pesawat terbang.
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
2. Landing Distance (LD) merupakan jarak yang diperlukan pesawat terbang untuk melakukan pendaratan secara sempurna dengan ‘fine approach landing’ yakni sepanjang 100% dari landasan pacu.
3. Stop Distance (SD) merupakan jarak yang direncanakan bagi pesawat terbang untuk berhenti setelah melakukan pendaratan secara normal pada jalur landasan pacu.
Ukuran panjang stop distance adalah 60% dari jarak pendaratan (landing distance / LD) dan stop distance direncanakan menggunakan perkerasan dengan kekuatan penuh (full-strength hardening pavement).
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
4. Clearway (CW) merupakan daerah bebas yang terletak di ujung jalur landasan pacu dan simetris terhadap perpanjangan garis tengah (centerline) jalur landasan pacu dan tidak boleh terdapat benda-benda yang menyilang kecuali penempatan lampu-lampu dari landasan pacu pada sepanjang sisi samping landasan pacu. Clearway ini berfungsi sebagai daerah aman yang diperlukan bagi pesawat terbang untuk kondisi : overshoot take-off, dan overshoot landing.
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
5. Stopway (SW) merupakan daerah yang terletak
di luar jalur landasan pacu termasuk pada
bagian dari clearway dan simetris terhadap
perpanjangan garis tengah (centerline) jalur
landasan pacu. Stopway ini berfungsi sebagai
jalur landasan untuk memperlambat laju
pesawat terbang jika terjadi kegagalan dalam
lepas landas (take-off failure) dan untuk
pendaratan darurat (emergency landing).
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
6.Take-Off Run (TOR) merupakan jarak yang
diperlukan oleh pesawat terbang untuk
melakukan lepas landas secara normal maupun
dengan kemungkinan kegagalan mesin. Ukuran
panjang take-off run ini adalah sepanjang jalur
landasan pacu. Take-Off Run direncanakan
menggunakan perkerasan dengan kekuatan
penuh (full-strength hardening pavement).
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
7. Lift-Off Distance (LOD) merupakan jarak yang
diperlukan oleh pesawat terbang dengan
karakteristik tertentu untuk melakukan
pengangkatan setelah kecepatan pesawat
terbang terpenuhi dari titik awal pergerakan.
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Perencanaan jalur landasan pacu dan komponen-komponennya harus dipertimbangkan terhadap keadaan dari pesawat terbang sebagai berikut :
a. pesawat terbang melakukan lepas landas dengan kondisi normal :
Untuk operasional lepas landas (take-off):
- Take-Off Distance Available / Take-Off Distance (TODA/ TOD) = 1,15 x panjang landasan pacu dasar rencana (basic length of runway design) dari pesawat terbang rencana
- Take-Off Run Available / Take-Off Run (TORA/ TOR) = panjang landasan pacu dasar rencana (basic length of runway design)
- Lift-Off Distance Available / Lift-Off Distance (LODA/ LOD) = 0,55 x Take-Off Distance
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Kebutuhan landasan pacu
untuk operasional pesawat terbang normal
(lepas landas)
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Untuk operasional pendaratan (landing):
- Landing Distance (LD) = Take-Off Distance
- Stop Distance (SD) = 0,6 x LD
- Clearway (CW) = 0,5 .(TOD – LOD)
- Stopway = 0,05 x LD
Panjang total dari jalur landasan pacu dengan perkerasan penuh (full strength hardening) yang dibutuhkan adalah :
Field Length (FL) = Take-Off Run (dengan Full Strength Hardening) + Clearway
= Take-Off Run + ( 0,5 .(TOD – LOD))
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Kebutuhan landasan pacu
untuk operasional pesawat terbang normal
(pendaratan)
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
b. pesawat terbang melakukan lepas landas dengan
kondisi overshoot take-off :
- Landing Distance (LD) = Take-Off Distance
- Lift-Off Distance (LOD) = 0,75 x TOD
- Clearway (CW) = 0,5 .(TOD – LOD)
- Stopway (SW) = 0,05 x LD
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
c. pesawat terbang melakukan lepas landas dengan kondisi kegagalan mesin :
- Landing Distance (LD) = Take-Off Distance
- Stop Distance (SD) = 0,6 x Landing Distance
- Clearway (CW) = 0,15 x Landing Distance
- Stopway (SW) = 0,05 x Landing Distance
- Untuk kondisi kegagalan mesin panjang jalur landasan pacu yang dibutuhkan :
Accelerate-Stop Distance (ASD) = Field Length
Field Length (FL) = Take-off Run + Stopway
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Kebutuhan landasan pacu
untuk operasional pesawat terbang dengan
kondisi kegagalan mesin (lepas landas)
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
d. pesawat terbang melakukan pendaratan
(landing) dengan kondisi ‘poor-approaches
landing’ :
- Landing Distance (LD) = Take-Off Distance
- Stop Distance (SD) = 0,6 x LD
- Clearway (CW) = 0,15 x LD
- Stopway (SW) = 0,05 x LD
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Kebutuhan landasan pacu
untuk operasional pesawat terbang dengan
kondisi ‘poor approaches landing’
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Contoh Soal :
Direncanakan suatu jalur landasan pacu melayani pesawat terbang B-747-300, tentukan kebutuhan untuk take-off distance available (TODA/TOD), lift-off distance available (LODA/LD), field length (FL), landing distance (LD), stop distance (SD), clearway (CW) dan stopway (SW) dengan kondisi :
a. operasional pesawat terbang normal
b. poor-approaches landing
c. overshoot take-off
d. kegagalan mesin pada pesawat terbang sehingga
harus melakukan ‘emergency landing’
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Jawab :
Untuk pesawat terbang rencana B-747-300, panjang landasan pacu rencana dasar (basic length runway) adalah 3506,50 m
Maka untuk kondisi :
a. operasional pesawat terbang normal :
Untuk operasional lepas landas :
Take-off Distance = 1,15 x panjang landasan pacu rencana B-747-300
= 1,15 x 3.506,50 m
= 4.032,475 m
= 4.032,475 x 3,281 ft
= 13.230,55 ft
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Take-off Run = panjang landasan pacu rencana
= 3.506,50 m
= 3.506,50 x 3,281 ft
= 11.504,83 ft
Lift-off Distance = 0,55 x Take-off Distance
LOD = 0,55 x 4.032,475 m
= 2.217,86 m
= 2.217,86 x 3,281 ft
= 7.276,80 ft
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Untuk operasional pendaratan (landing) :
Landing Distance (LD) = TOD
= 4.032,475 m
= 13.230,55 ft
Stop Distance (SD) = 0,6 x LD
= 0,6 x 4.032,475 m
= 2.419,485 m
= 2.419,485 x 3,281 ft
= 7.938,33 ft
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Periksa !
LD = SD
0,6
= 2.419,485 m
0,6
= 4.032,475 m -------- ( ok!)
Clearway (CW) = ( 0,5 .(TOD – LOD))
= (0,5 .(4.032,475 m – 2.217,86 m))
= 907,30 m
= 907,30 x 3,281 ft
= 2.976,876 ft
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Stopway (SW) = 0,05 x LD
= 0,05 x 4.032,475 m
= 201,624 m
= 201,624 x 3,281 ft
= 661,53 ft
Panjang total dari jalur landasan pacu dengan perkerasan penuh (full strength hardening) yang dibutuhkan adalah :
Field Length (FL) = Take-off Run + (0,5 .(TOD –LOD))
= 3.506,50 m + (0,5 .(4032,475 m – 2.217,86 m))
= 3506,50 m + 907,30 m
= 4413,80 m
= 4413,80 x 3,281 ft
= 14481,67 ft
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
b. Poor-approaches landing :
Landing Distance (LD) = TOD
= 4032,475 m
= 13230,55 ft
Stop Distance (SD) = 0,6 x LD
= 0,6 x 4032,475 m
= 2419,485 m
= 2419,485 x 3,281 ft
= 7938,33 ft
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Clearway (CW) = 0,15 x LD
= 0,15 x 4032,475 m
= 604,87 m
= 604,87 x 3,281 ft
= 1984,58 ft
Stopway (SW) = 0,05 x LD
= 0,05 x 4032,475 m
= 201,624 m
= 201,624 x 3,281 ft
= 661,53 ft
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
c. overshoot take-off :
Landing Distance (LD) = TOD
= 4032,475 m
= 13230,55 ft
Lift-off Distance = 0,75 x Take-off Distance
LOD = 0,75 x 4032,475 m
= 3024,356 m
= 3024,356 x 3,281 ft
= 9922,91 ft
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Clearway (CW) = 0,5 .(TOD – LOD)
= 0,5 .(4032,475 m – 3024,356 m)
= 504,059 m
= 504,509 x 3,281 ft
= 1653,82 ft
Stopway (SW) = 0,05 x LD
= 0,05 x 4032,475 m
= 201,624 m
= 201,624 x 3,281 ft
= 661,53 ft
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
d. pesawat terbang lepas landas dengan kondisi kegagalan mesin, sehingga harus melakukan emergency landing :
Landing Distance (LD) = TOD
= 4032,475 m
= 13230,55 ft
Stop Distance (SD) = 0,6 x LD
= 0,6 x 4032,475 m
= 2419,485 m
= 2419,485 x 3,281 ft
= 7938,33 ft
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Clearway (CW) = 0,15 x LD
= 0,15 x 4032,475 m
= 604,87 m
= 604,87 x 3,281 ft
= 1984,58 ft
Stopway (SW) = 0,05 x LD
= 0,05 x 4032,475 m
= 201,624 m
= 201,624 x 3,281 ft
= 661,53 ft
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Untuk kondisi kegagalan mesin pada pesawat terbang, panjang jalur landasan pacu yang dibutuhkan adalah :
Field Length (FL) = Take-off Run + Stopway
= 3506,50 m + 201,624 m
= 3708,124 m
= 3708,124 x 3,281 ft
= 12166,35 ft
Maka Accelerate-Stop Distance = Field Length
= 3708,124 m
= 12166,35 ft
DESAIN LANDASAN PACU DAN LANDASAN
PENGHUBUNG
Panjang landasan pacu yang dibutuhkan untuk kondisi
kegagalan mesin < panjang landasan pacu untuk kondisi
operasional pesawat terbang normal, maka yang
memenuhi untuk digunakan dalam perencanaan adalah
panjang landasan pacu untuk kondisi operasional
pesawat terbang normal yaitu 4313 m atau 14150,953 ft
PENGATURAN SISTEM LANDASAN PENGHUBUNG
Fungsi dari sistem landasan penghubung adalah untuk
mengatur proses pergerakan pesawat terbang dari
apron menuju landasan pacu yang akan melakukan
lepas landas (take-off) maupun pesawat terbang setelah
melakukan pendaratan (landing) dan meninggalkan
landasan pacu menuju apron. Hal yang mempengaruhi
ukuran dari landasan penghubung adalah panjang
bentang sayap (wing span), jarak antar roda pendarat
utama (wheel tread), dan panjang badan pesawat
terbang rencana.
PENGATURAN SISTEM LANDASAN PENGHUBUNG
Yang termasuk sistem landasan penghubung adalah :
- Exit Taxiway : landasan penghubung yang digunakan oleh pesawat terbang setelah melakukan pendaratan untuk meninggalkan landasan pacu menuju apron
- Entrance taxiway : landasan penghubung yang digunakan oleh pesawat terbang bergerak dari apron menuju landasan pacu untuk melakukan lepas landas
- Holding Apron (apron tunggu) : jalur yang terletak dekat dengan landasan pacu dan disediakan bagi pesawat terbang yang digunakan untuk pemeriksaan terakhir sebelum melakukan take-off atau menunggu ijin lepas landas dari menara ATC
PENGATURAN SISTEM LANDASAN PENGHUBUNG
- Holding Bay (anjungan tunggu) : jalur yang terletak di dekat
entrance taxiway yang disediakan bagi pesawat terbang dalam
menunggu giliran untuk melakukan take-off pada waktu jam
penerbangan sibuk (flight rush-hour).
Komponen-komponen pada sistem landasan penghubung
Fungsi dari pengaturan landasan pacu (runway) dan
landasan penghubung adalah untuk :
(i). Memberikan pemisahan yang aman dan efisien serta
mengurangi gangguan / hambatan sekecil mungkin
dalam pola lalu lintas operasional penerbangan (lepas
landas dan pendaratan)
(ii). Memberikan jarak landasan penghubung (taxiway)
sependek mungkin dari apron menuju landasan pacu
PENGATURAN SISTEM LANDASAN PENGHUBUNG
(iii). Merencanakan jumlah landasan penghubung yang
cukup, sehingga pesawat terbang yang melakukan
operasional penerbangan dapat bergerak sesegera
mungkin baik dari arah apron menuju landasan pacu
maupun sebaliknya
PENGATURAN SISTEM LANDASAN PENGHUBUNG
Konfigurasi bandar udara adalah implementasi dari
pengaturan dan penempatan letak landasan pacu dan
landasan penghubung seefisien mungkin terhadap
posisi gedung terminal yang didasarkan atas desain
geometris landasan pacu dan landasan penghubung
serta analisis angin (wind analysis)
KONFIGURASI LANDASAN PACU
KONFIGURASI LANDASAN PACU
Lay-out landasan pacu sejajar ambang tidak rata
(staggered parallel runway)
KONFIGURASI LANDASAN PACU
CONTOH LANDASAN PACU SEJAJAR AMBANG TIDAK RATA
(STAGGERED PARALLEL RUNWAY)
KONFIGURASI LANDASAN PACU
Lay-out landasan pacu sejajar ambang rata - ganda
(double-parallel runway)
PERENCANAAN APRON DENGAN ASPEK WING-TIP CLEARANCE
Menurut peraturan dari FAA Airport Design and
Engineering Advisory Circular 150/5300-13, wing-tip
clearance adalah jarak kebebasan dari ujung sayap
pesawat terbang terhadap ujung sayap pesawat terbang
yang lain dan berfungsi untuk memudahkan mobilitas
atau pergerakan pesawat terbang di apron maupun di
jalur taxiway agar tidak terjadi konflik dengan pesawat
terbang lain
PERENCANAAN APRON DENGAN ASPEK WING-TIP CLEARANCE
ASPEK
PERENCANAAN
AIRPLANE DESIGN GROUP
I II III IV V
Wing-tip clearance
Pada taxiway
20 ft
(6 m)
26 ft
(8 m)
34 ft
(10,5 m)
44 ft
(13,5 m)
53 ft
(16 m)
Wing-tip clearance
Pada apron /
taxilane
15 ft
(4,50 m)
18 ft
(5,50 m)
22 ft
(6,50 m)
27 ft
(8 m)
31 ft
(11 m)
PERENCANAAN APRON DENGAN ASPEK WING-TIP CLEARANCE
Menurut Peraturan FAA AC 150/5360-13 disyaratkan
bahwa jarak antara hidung pesawat terbang dengan
bagian depan gedung terminal adalah 4,5 – 9 m
tergantung dari kelompok pesawat terbang rencana
(Airplane Design Group)
Untuk kebutuhan manuver pesawat terbang pada apron
dan mobilitas dari dan menuju ke landasan pacu,
dibutuhkan separasi atau pemisahan posisi pesawat
terbang untuk menghindarkan pengaruh semburan jet
dari mesin pesawat ke arah gedung terminal sejarak 150
m
PERENCANAAN APRON DENGAN ASPEK WING-TIP CLEARANCE
Lay-out posisi pesawat terbang pada jalur taxilane pada apron (1)
PERENCANAAN APRON DENGAN ASPEK WING-TIP CLEARANCE
Lay-out posisi pesawat terbang pada jalur taxilane pada apron (2)
PERENCANAAN GEOMETRIK LANDASAN PACU DAN
LANDASAN PENGHUBUNG
Klasifikasi Pesawat Terbang Rencana
Klasifikasi Pesawat Terbang Rencana (Airplane
Design Group) dipakai sebagai acuan dalam
merencanakan landasan pacu (runway) dan
landasan penghubung (taxiway) secara geometrik.
Klasifikasi ini didasarkan atas karakteristik pesawat
terbang, yakni pada dimensi panjang sayap (wing
span), dapat dilihat pada tabel berikut :
Grup Tipe
Pesawat
Wing span
( m )
I Cessna, Piper Navajo, T-82 < 49 ft
(< 15 m)
II N-212, CN-235, STOL Sky-van, 49 ft < x < 79 ft
(15 m < x < 24 m)
III DC-9-32, DC-9-50, B-737-200, B-727-
200,
79 ft < x < 118 ft
(24 m < x < 36 m)
IV DC-10-A, DC-10-B, B-720B,
B-707-120B, B-707-320B
Airbus A-300
118 ft < x < 171 ft
(36 m < x < 52 m)
V B-747-300, B-747-400,
B-767, B-747 SP
171 ft < x < 214 ft
(52 m < x < 65 m)
Tabel Klasifikasi Pesawat Terbang Rencana
Perencanaan Geometrik pada landasan pacu
Bagian-bagian pendukung dari landasan pacu terdiri dari :
1. Perkerasan struktur (structural pavement) berupa perkerasan lentur (flexible pavement) dengan tipe perkerasan kekuatan penuh (full strength hardening) yang berfungsi untuk mendukung operasional pesawat terbang (kemampuan manuver, kendali dan stabilitas pergerakan)
2. Bahu landasan pacu (runway shoulder) adalah bagian yang berdekatan dengan landasan pacu dan merupakan perpanjangan arah melintang dari perkerasan struktur landasan pacu yang berfungsi untuk menempatkan instrumen navigasi, pelampuan landasan pacu dan peralatan pendukung operasional penerbangan.
Perencanaan Geometrik pada landasan pacu
3. Daerah aman landasan pacu (runway safety area) adalah daerah bebas halangan dan gangguan di sekitar landasan pacu yang difungsikan secara darurat untuk mengatasi kemungkinan kondisi pesawat terbang yang keluar (slip-off) dari landasan pacu karena berbagai sebab (permasalahan mesin, roda pesawat terbang selip, dsb). Menurut FAA (Federal Aviation Adminstration) ukuran daerah aman landasan pacu untuk pesawat terbang rencana kategori transport, panjang harus lebih besar dari 270 ft (90 m) dan lebar minimum 500 ft (152,4 m) dari setiap ujung landasan pacu.
Perencanaan Geometrik pada landasan pacu
4. Pelindung semburan (blast pad) adalah suatu bagian yang dirancang untuk mencegah erosi permukaan yang berdekatan dengan ujung-ujung landasan pacu yang menerima semburan jet secara terus menerus atau yang berulang dari pesawat terbang yang akan melakukan lepas landas. Dimensi atau ukuran blast pad ini tergantung pada rekomendasi FAA atau ICAO terhadap jenis pesawat terbang rencana yang dilayani oleh bandar udara.
Contoh soal perencanaan geometris landasan pacu
Dalam merencanakan ukuran panjang dan lebar
landasan pacu dapat dijelaskan melalui contoh soal
berikut :
Suatu bandar udara direncanakan akan melayani
pesawat terbang B-737-200, tentukan dimensi/ ukuran
dari landasan pacu (runway) tersebut !
Contoh soal perencanaan geometris landasan pacu
Jawab :
Diketahui : Pesawat Terbang rencana : B-737-200
Ukuran wing span B-737-200 : 28,35 m (93,016 ft), maka
Pesawat terbang rencana B-737-200 termasuk dalam
Airplane Design Group-III (Lihat : Tabel Klasifikasi
Pesawat Terbang Rencana)
Menurut Advisory Circular 150/5300-13 Airport Design
and Engineering dari FAA tentang desain landasan pacu
pada tabel berikut :
Komponen pd
Runway
Airplane Design Group
I II III IV V
Lebar Runway 75 ft
23 m
100 ft
30 m
100 ft
30 m
100 ft
30 m
150 ft
45 m
Lebar Bahu
Runway
10 ft
3 m
10 ft
3 m
10 ft
3 m
20 ft
6 m
25 ft
7.5 m
Lebar Blast Pad 95 ft
29 m
120 ft
36 m
120 ft
36 m
140 ft
42 m
200 ft
60 m
Panjang Blast
Pad
60 ft
18 m
100 ft
30 m
150 ft
45 m
200 ft
60 m
200 ft
60 m
Lebar Daerah
Aman
300 ft
90 m
300 ft
90 m
300 ft
90 m
400 ft
120 m
500 ft
150 m
Panjang daerah
aman
600 ft
180 m
600 ft
180 m
600 ft
180 m
800 ft
240 m
1000 ft
300 m
Tabel Ukuran Komponen pada Runway sesuai dengan Airplane Design Group
B-737-200 termasuk Airplane Design Group III (lihat tabel
Klasifikasi Pesawat Terbang Rencana) sehingga dari tabel Ukuran
Komponen pada Runway sesuai dengan Airplane Design Group
diperoleh :
Lebar landasan pacu : 100 ft (30 m)
Lebar bahu landasan pacu : 10 ft (3 m)
Lebar Blast pad : 120 ft (36 m)
Panjang Blast Pad : 150 ft (45 m)
Lebar Daerah aman : 300 ft (90 m)
Panjang Daerah aman : 600 ft (180 m)
Desain panjang runway :
Untuk pesawat terbang rencana B-737-200, panjang landasan pacu rencana
dasar (basic length runway) adalah 2.286 m
Maka untuk kondisi :
a. operasional pesawat terbang normal :
Untuk operasional lepas landas :
Take-off Distance = 1,15 x panjang landasan pacu rencana B-737-200
= 1,15 x 2.286 m
= 2.628,90 m
= 2.628,90 x 3,281 ft
= 8.625,42 ft
Take-off Run = panjang landasan pacu rencana
= 2.286 m
= 2.286 x 3,281 ft
= 7.500,366 ft
Lift-off Distance = 0,55 x Take-off Distance
LOD = 0,55 x 2.628,90 m
= 1.445,895 m
= 1.445,895 x 3,281 ft
= 4.743,98 ft
Untuk operasional pendaratan (landing) :
Landing Distance (LD) = TOD
= 2.628,90 m
= 8.625,42 ft
Stop Distance (SD) = 0,6 x LD
= 0,6 x 2.628,90 m
= 1.577,34 m
= 1.577,34 x 3,281 ft
= 5.175,25 ft
Clearway (CW) = ( 0,5 .(TOD – LOD))
= ( 0,5 .(2.628,90 m – 1.445,895 m))
= 591,50 m
= 591,50 x 3,281 ft
= 1.940,72 ft
Stopway (SW) = 0,05 x LD
= 0,05 x 2.628,90 m
= 131,445 m
= 131,445 x 3,281 ft
= 431,27 ft
Panjang total dari jalur landasan pacu dengan perkerasan penuh (full strength
hardening) yang dibutuhkan adalah :
Field Length (FL) = Take-off Run + (0,5 .(TOD –LOD))
= 2.286 m + (0,5 .(2.628,90 m – 1.445,895 m))
= 2.286 m + 591,50 m
= 2.877,50 m
= 2.877,50 x 3,281 ft
= 9.441,078 ft
DESAIN PANJANG LANDASAN PACU MENURUT ICAO
(INTERNATIONAL CIVIL AVIATION ORGANIZATION)
Menurut ICAO desain panjang landasan pacu dihitung
dengan pertimbangan terhadap faktor koreksi :
- Ketinggian / elevasi di atas muka air laut
- Perbedaan temperatur udara di atas 15° C
- Kemiringan arah memanjang (longitudinal gradient)
DESAIN PANJANG LANDASAN PACU MENURUT ICAO
(INTERNATIONAL CIVIL AVIATION ORGANIZATION)
Penjelasan:
1. Desain panjang landasan pacu berdasarkan faktor koreksi
elevasi di atas muka air laut:
Semakin tinggi ketinggian, maka kepadatan / densitas
udara menjadi berkurang dan berpengaruh terhadap gaya
angkat komponen pesawat terbang, sehingga berdampak
pada manuver pesawat terbang. Artinya harus dilakukan
perhitungan penambahan panjang landasan pacu.
Pertambahan landasan pacu dilakukan untuk setiap 300 m
di atas muka air laut rata-rata, yakni:
Panjang landasan pacu rencana = (panjang landasan pacu
dasar x 7%) + panjang landasan pacu dasar
DESAIN PANJANG LANDASAN PACU MENURUT ICAO
(INTERNATIONAL CIVIL AVIATION ORGANIZATION)
2. Desain panjang landasan pacu berdasarkan faktor koreksi perbedaan temperatur udara di atas 15° C :
Pertambahan landasan pacu dilakukan apabila terdapat perbedaan temperatur udara di atas 15° C , yakni:
- Tentukan suhu harian rata-rata pada bulan terpanas dalam 1 tahun = T1°
- Tentukan suhu maksimum rata-rata harian pada bulan yang sama = T2°, sehingga
Panjang landasan pacu rencana = ((panjang landasan pacu dasar x 7%) + panjang landasan pacu dasar) + (1/100 x
T1 + (T2 – T1) - 15°C))
3
DESAIN PANJANG LANDASAN PACU MENURUT ICAO
(INTERNATIONAL CIVIL AVIATION ORGANIZATION)
3. Desain panjang landasan pacu berdasarkan faktor koreksi kemiringan arah memanjang (longitudinal gradient):
Gradien efektif landasan pacu =
elevasi tertinggi – elevasi terendah
panjang landasan pacu dasar
sehingga :
Panjang landasan pacu rencana =
((panjang landasan pacu dasar x 7%) + panjang landasan pacu dasar) + (1/100 x
T1 + (T2 – T1) - 15°C)) / gradien efektif landasan pacu
3
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
Landasan penghubung (taxiway) didefinisikan sebagai
suatu jalur perkerasan yang digunakan oleh pesawat
terbang sebagai akses dari apron menuju landasan pacu
(runway) dan sebaliknya dari landasan pacu menuju
apron setelah melakukan pendaratan. Untuk akses dari
apron menuju landasan pacu disebut ‘entrance taxiway’
dan akses dari landasan pacu menuju apron disebut
‘exit taxiway’. Kedua jalur akses ini merupakan by-pass
taxiway.
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
1. Perencanaan tikungan dan lebar tambahan tikungan (fillet) pada taxiway
Keterangan:
F = Jari-jari tikungan tambahan (fillet)
terhadap taxiway centerline
L = panjang jalur tikungan tambahan
(fillet) hingga pada ujung belokan
taxiway
R = Jari-jari belokan taxiway
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
Keterangan:
F = Jari-jari tikungan tambahan (fillet)
terhadap taxiway centerline
L = panjang jalur tikungan tambahan
(fillet) hingga pada ujung belokan
taxiway
R = Jari-jari belokan taxiway
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
Keterangan:
F = Jari-jari tikungan tambahan (fillet)
terhadap taxiway centerline
L = panjang jalur tikungan tambahan
(fillet) hingga pada ujung belokan
taxiway
R = Jari-jari belokan taxiway
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
Dalam merencanakan desain geometrik pada landasan penghubung
digunakan referensi perencanaan dari FAA :
Komponen pd Taxiway Airplane Design Group
I II III IV V
Lebar taxiway (W) 25 ft
7,5 m
35 ft
10,5 m
50 ft
15 m
75 ft
23 m
75 ft
23 m
Jarak tepi aman taxiway
(M)
5 ft
1,5 m
7,5 ft
2,25 m
10 ft
3 m
15 ft
4,5 m
15 ft
4,5 m
Lebar bahu taxiway (S) 10 ft
3 m
10 ft
3 m
10 ft
3 m
15 ft
4,5 m
15 ft
4,5 m
Tabel ukuran komponen pada taxiway dengan referensi Airplane Design Group
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
Komponen pd Taxiway Airplane Design Group
I II III IV V
Jari-jari tikungan (R) 75 ft
22,5 m
75 ft
22,5 m
100 ft
30 m
150 ft
45 m
150 ft
45 m
Jari-jari tikungan
tambahan ( F)
60 ft
18 m
60 ft
18 m
60 ft
18 m
85 ft
25,5 m
85 ft
25,5 m
Panjang jalur tikungan
tambahan (L)
50 ft
15 m
50 ft
15 m
150 ft
45 m
250 ft
75 m
250 ft
75 m
Tabel ukuran komponen pada taxiway dengan referensi Airplane Design Group
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
Contoh perhitungan desain lebar jalur taxiway dan taxiway fillet :
Diketahui pesawat terbang rencana B-737-200 dengan wing span
32,92 m termasuk Airplane Design Group III (lihat tabel 3.1).
sehingga dari tabel 3.3 dan tabel 3.4 diperoleh :
- Lebar taxiway (W) = 50 ft (15 m)
- Jarak tepi aman taxiway (M) = 10 ft (3 m)
- Lebar bahu taxiway (S) = 10 ft (3 m)
- Jari-jari tikungan tambahan (fillet) terhadap taxiway centerline (F) =
60 ft (18 m)
- Panjang jalur tikungan tambahan (fillet) hingga pada ujung belokan
taxiway (L) = 150 ft (45 m)
- Jari-jari belokan taxiway (R) = 150 ft (45 m)
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
Perencanaan Tikungan pada Taxiway dengan pesawat terbang rencana B-737-200
Gambar
Rencana :
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
2. Perencanaan by-pass taxiway (exit taxiway dan entrance taxiway)
Dalam perencanaan by-pass taxiway (exit taxiway dan entrance taxiway) ini yang perlu untuk diperhatikan adalah penentuan kecepatan rencana dari pesawat terbang saat akan memasuki area sistem landasan penghubung. Penentuan kecepatan rencana ini dapat dihitung dengan persamaan berikut :
R = V^2____
(125.µ)
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
sehingga : V = √ (125 x R x µ)
= 11,18 √(R x µ)
dengan : V = kecepatan rencana pesawat terbang (km/jam)
R = jari-jari tikungan pada sistem taxiway sesuai dengan Airplane Design Group atau hasil perhitungan ( m )
µ = koefisien gesek antara ban dan struktur permukaan perkerasan (0,13)
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
Jika penentuan jari-jari tikungan dipertimbangkan berdasarkan ukuran wheel base (jarak antara roda pendarat utama/main gear dan roda depan/nose gear) dan komponen-komponennya maka dapat dihitung dengan persamaan berikut :
R = 0,388 . 2B_
((W/2) – D)
dengan : R = jari-jari tikungan pada taxiway yang direncanakan ( m )
B = ukuran wheel base dari pesawat terbang rencana ( m )
W = lebar jalur taxiway sesuai dengan Airplane Design Group ( m ) D = jarak antara titik tengah kelompok roda pendarat utama/main gear dan tepi jalur taxiway ( m )
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
Contoh perhitungan desain tikungan pada sistem by-
pass taxiway :
Diketahui pesawat terbang rencana B-737-200 dengan
wing span 32,92 m termasuk Airplane Design Group III
sehingga dari tabel perencanaan komponen taxiway dari
FAA diperoleh :
Lebar taxiway (W) = 50 ft (15 m)
Untuk pesawat terbang rencana B-737-200, maka
Ukuran wheel base (B) = 11,38 m
Jarak antara titik tengah kelompok roda pendarat
utama/main gear dan tepi jalur taxiway (D) = 3,75 m
PERENCANAAN GEOMETRIK PADA LANDASAN
PENGHUBUNG (TAXIWAY)
Maka : R = 0,388 . 2B_
((W/2) – D)
= 0,388 . 2(11,38)
((15/2) – 3,75)
= 13.399 m
≈ 14 m
Sehingga kecepatan rencana pesawat terbang saat memasuki tikungan adalah :
V = √ (125 x R x µ)
= 11,18 √(R x µ)
= 11,18 √(14 x 0,13)
= 15 m/dt
= 15 x 3,6
= 54 km/jam