lap kesuburan lapangan gol a1 siang kel 2

Upload: ari-schweigneizer

Post on 16-Oct-2015

107 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penelitian

TRANSCRIPT

  • LAPORAN RESMI

    PRAKTIKUM LAPANGAN

    KESUBURAN, PEMUPUKAN DAN KESEHATAN TANAH

    Disusun oleh:

    Gol/Kel:

    A1 Siang/2

    Asisten:

    Danny Utama Putra

    LABORATORIUM KIMIA DAN KESUBURAN TANAH

    JURUSAN TANAH

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    YOGYAKARTA

    2013

    Ibda Muflihah 12246

    Amanda Santi Devi 12248

    Andika Bayu Pradana 12253

    Hans Kristian Akar 12270

    Diestalia Anggraeni 12271

  • PRAKTIKUM LAPANGAN

    BAGIAN I: PEMBUATAN LUBANG BIOPORI

    ABSTRAKSI

    Praktikum ini dilaksanakan pada 12 Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah,

    Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada, Kuningan, Yogyakarta. Tujuannya yaitu

    untuk mengenal lebih jauh tentang pengertian biopori, cara pembuatan biopori, serta manfaat biopori

    dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam bidang pertanian. Alat yang digunakan adalah bor tanah,

    bor listrik, alat tulis, kamera, dan paralon, sedangkan bahan yang digunakan adalah sampah organik yang

    berasal dari daun-daun kering, potongan rumput atau tanaman, serta sampah organik rumah tangga.

    Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan lubang yang digali vertikal ke dalam tanah berbentuk

    silindris, dengan kedalaman tertentu (tidak melebihi muka air tanah). Lubang-lubang ini dapat berfungsi

    untuk mengurangi genangan, menambah cadangan air tanah, mengurangi volume sampah organik,

    menyerap air tanah, mengurai sampah organik, serta menjaga unsur hara pada tanah.Sehingga perlu

    adanya sosialisasi untuk memperkenalkan biopori serta manfaatnya kepada masyarakat.

    Kata kunci: Lubang Resapan Biopori, air tanah, sampah organik

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Permasalahan yang berhubungan dengan kebutuhan akan air bersih banyak terjadi

    di Indonesia, Penggunaan air yang sangat berlebihan serta kurangnya lahan resapan,

    menjadi penyebab utama menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya air tanah,

    terutama pada masyarakat perkotaan. Diikuti dengan jumlah penduduk yang semakin

    meningkat, air tanah akan semakin banyak dibutuhkan. Tetapi bila tidak diatasi

    ketersediaannya akan semakin menipis. Hal tersebut menjadi suatu permasalahan yang

    sangat vital dalam berlangsungnya kehidupan, karena kondisi kelestarian alam saat ini

    memiliki peranan yang cukup penting bagi keberlangsungan kehidupan yang akan

    datang. Saat ini salah satu cara penyelesaian masalah adalah, membuat biopori.

    Pembuatan lubang resapan biopori ke dalam tanah secara langsung akan

    memperluas bidang permukaan peresapan air, seluas permukaan dinding lubang.

    Secara alami, biopori adalah lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk akibat

    aktivitas organisme dalam tanah seperti cacing atau pergerakan akar-akar dalam tanah.

    Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air. Jadi air hujan

    tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah

    melalui lubang tersebut. Tetapi, di daerah perkotaan, keberadaan pepohonan semakin

    tergusur oleh bangunan-bangunan sehingga lubang biopori menjadi semakin langka.

    Lagi pula, banyaknya pepohonan tidak selalu mengartikan akan ada banyak air yang

  • terserap, karena permukaan tanah yang tertutup lumut membuat air tidak dapat meresap

    ke tanah.

    Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibuatlah lubang resapan atau sumur

    resapan buatan manusia yang sekarang dikenal dengan lubang biopori. Biopori dapat

    dibuat di halaman depan, halaman belakang atau taman dari rumah. Lubang biopori

    sendiri umumnya dibuat dengan lebar kira-kira 30 cm, jarak antar lubang sekitar 50 cm-

    100 cm.

    B. Tujuan

    Mengenal lebih jauh tentang pengertian biopori, cara pembuatan biopori, serta

    manfaat biopori dalam kehidupan sehari terutama dalam bidang pertanian.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    Menurut Brata dan Nelistya (2008) biopori (biophore) merupakan ruangan atau pori

    dalam tanah yang dibentuk oleh makhluk hidup, seperti fauna tanah dan akar tanaman. Bentuk

    biopori menyerupai liang (terowongan kecil) dan bercabang-cabang yang sangat efektif untuk

    menyalurkan air ke dan di dalam tanah. Liang pada biopori terbentuk oleh adanya pertumbuhan

    dan perkembangan akar tanaman di dalam tanah serta meningkatnya aktivitas fauna tanah,

    seperti cacing tanah, rayap, dan semut yang menggali liang di dalam tanah. Jumlah dan ukuran

    biopori akan terus bertambah mengikuti pertumbuhan akar tanaman serta peningkatan populasi

    dan aktivitas organisme tanah.

    Kelebihan biopori dibandingkan dengan pori makro di antara agregat tanah antara lain

    (1) lebih mantap karena dilapisi oleh senyawa organik yang dikeluarkan oleh tubuh cacing

    (Lee, 1985 dalam Brata dan Nelistya, 2008), (2) berbentuk lubang silindris yang bersinambung

    dan tidak mudah tertutup oleh adanya proses pengembangan karena pembasahan pada tanah

    yang bersifat vertik (mengembang/mengerut) sekalipun (Dexter, 1988 dalam Brata dan

    Nelistya, 2008), (3) dapat menyediakan liang yang mudah ditembus akar tanaman (Wang,

    Hesketh, dan Woolley, 1986 dalam Brata dan Nelistya, 2008), dan (4) menyediakan saluran

    bagi peresapan air (infiltrasi) yang lancar ke dalam tanah (Smettem, 1992 dalam Brata dan

    Nelistya, 2008).

    Aplikasi lubang resapan biopori pada saluran yang terdapat dalam microcatchment dapat

    meningkatkan daya serap tanah terhadap air sehingga dapat menekan aliran permukaan.

    Menurut Brata dan Nelistya (2008) sistem peresapan biopori merupakan sistem peresapan yang

    berdasarkan terhadap perbaikan kondisi ekosistem tanah untuk meningkatkan fungsi hidrologis

    pada tanah tersebut. Lubang resapan biopori dan penggunaan mulsa vertikal pada saluran

    merupakan beberapa bentuk penerapan dari sistem peresapan biopori.

    Lubang resapan biopori (LRB) merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar

    10 cm atau lebih yang digali di dalam tanah. Kedalamannya tidak melebihi muka air tanah,

    yaitu sekitar 100 cm dari permukaan tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam

    meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori yang menembus permukaan dinding LRB

    ke dalam tanah di sekitar lubang. Dengan demikian, akan menambah cadangan air dalam tanah

    serta menghindari terjadinya aliran air di permukaan tanah (Brata dan Nelistya, 2008).

    Peningkatan laju peresapan melalui lubang resapan biopori dapat mencegah terjadinya

    kerusakan lahan yang diakibatkan oleh aliran permukaan dan erosi, dapat digunakan untuk

    mengatasi sampah organik sehingga mencegah terjadinya genangan air serta dapat juga

  • dijadikan sebagai tempat pengomposan bagi sampah organik yang dimasukan ke dalam lubang

    (Brata dan Nelistya, 2008).

    Manfaat dan Keunggulan

    Lubang Resapan Biopori (LBR) adalah teknologi tepat guna yang bermanfaat untuk

    mengurangi genangan air dan sampah organik. Beberapa keunggulan LRB (Thioritz, 2012):

    1. Sistem pori dan terowongan dalam tanah yang dibentuk oleh cacing mampu

    meresapkan air lebih cepat.

    2. Pemilahan sampah dari sumber (rumah tangga) dimana sampah organik yang

    dimasukkan ke dalam LRB dapat menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik

    didaur ulang

    3. Memanfaatkan peran aktivitas cacing tanah dan akar tanaman

    4. Mengurangi dampak bencana akibat genangan air dan tumpukan sampahseperti

    mewabahnya penyakit dan demam berdarah dan malaria.

    5. Tersedianya cadangan air tanah di musim kemarau.

    6. Membantu mengurangi dampak pemanasan global.

    Lokasi Pembuatan dan Jumlah LRB yang Disarankan

    Lubang Resapan Biopori (LRB) dapat dibuat di dasar saluran, di dasar alur yang dibuat

    di sekeliling batang pohon, batas taman, paving block.Setiap lahan 100 m2 jumlah ideal LRB

    yang dibuat sebanyak 30 titik dengan jarak antar lubang 0,51 m. Bila lubang yang dibuat

    berdiameter 10 cm kedalaman100 cm, setiap lubang dapat menampung 7,8 liter sampah

    organik dari dapur, berartitiap lubang dapat diisi sampah organik dapur 2-3 hari dan akan

    menjadi komposdalam waktu 15 - 30 hari. Untuk sampah organik dari kebun (daun dan ranting)

    dapatmenjadi kompos dalam waktu 23 bulan. Hal ini dapat dipercepat dengan penambahan

    bioaktivator (Thioritz, 2012).

    Jumlah LRB (Lubang Resapan Biopori) yang disarankan

    Banyaknya lubang yang perlu dibuat dapat dihitung menggunakan persamaan (Maryati

    dkk, 2010):

    Jumlah LRB =

    Intensitas hujan (mm/jam) x Luas bidang kedap (m2) / Laju peresapan air (liter/jam)

    Contoh:

    untuk daerah dengan intensitas hujan 50mm/jam (hujan lebat), dengan laju peresapan air

    perlubang 3 liter/menit (180L/jam) pada 100m2

    bidang kedap perlu dibuat sebanyak : (50 x 100): 180 = 28 lubang.

  • Bila lubang yang dibuat berdiameter 10 cm kedalaman 100 cm, setiap lubang dapat

    menampung 7,8 L sampah organik, berarti tiap lubang dapat diisi sampah organik dapur 2-3

    hari. Dengan demikian 28 lubang baru dapat dipenuhi sampah organik yang dihasilkan selama

    56-84 hari, dimana dalam kurun waktu tersebut lubang perlu diisi kembali.

  • III. METODOLOGI PELAKSANAAN PRAKTIKUM

    Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2013 di Laboratorium Kuningan,

    Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. alat yang

    digunakan ialah paralon lengkap sengat tutup dan alat untuk melubangi tanah, peralatan tulis

    dan alat dokumentasi.

    Lubang silindris dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm.

    Kedalaman kurang lebih 100 cm atau tidak sampai melampaui muka air tanah bila air tanahnya

    dangkal. Jarak antar lubang antara 50 100 cm. Mulut lubang dapat diperkuat dengan cetakan

    dari semen/batako. Dinding lubang dapat diperkuat dengan paralon 20-100 cm dibuat lubang-

    lubang kecil di samping dan dilengkapi tutup di atasnya. Lubang diisi dengan sampah organik

    yang berasal dari sampah dapur, sisa tanaman, dedaunan atau pangkasan rumput. Sampah

    organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah berkurang dan menyusut

    akibat proses pelapukan. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir

    musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang resapan.

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Saat ini, belum banyak dilakukan pembuatan lubang resapan biopori di lapangan dan di

    lingkungan sekitar. Padahal, lubang resapan biopori sangat mudah untuk dibuat, teknologi

    sederhana tepat guna ini selain mudah, juga cukup murah dan ramah lingkungan. Hanya

    diperlukan satu kali langkah pembuatan dapat dimanfaatkan hingga bertahun-tahun ke depan.

    Tanpa dibuat oleh manusia, lubang biopori sebenarnya sudah ada di alam, terbentuk karena

    adanya aktivitas organisme-organisme kecil (bahkan sangat kecil, sehingga tidak dapat terlihat

    oleh kasa mata) yang hidup di dalam tanah, misalnya saja oleh cacing. Selain itu, biopori di

    alam juga terbentuk oleh adanya aktivitas oleh akar tanaman, sehingga ketika hujan air akan

    secara langsung mudah terserap, jadi tidak membentuk genangan.

    Peningkatan daya resap air pada tanah dapat dilakukan dengan membuat lubang pada

    tanah dan menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan kompos. Sampah

    organik yang ditimbunkan pada lubang ini kemudian dapat menghidupi organisme tanah, yang

    selanjutnya akan mampu menciptakan pori-pori di dalam tanah. Teknologi sederhana ini

    kemudian disebut dengan nama biopori. Tujuan / Fungsi / Manfaat / Peranan Lubang Resapan

    Biopori / LRB :

    1. Memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah sehingga menambah air

    tanah.

    Lubang resapan biopori yang dibuat, akan memudahkan meresapnya air ke dalam

    tanah, sehingga ketika turun hujan, penyerapan air akan lebih maksimal dan dapat

    meningkatkan ketersediaan air di dalam tanah.

    2. Membuat kompos alami dari sampah organik daripada dibakar.

    Masih banyak terdapat warga masyarakat yang memperlakukan sampah organik

    dengan dibakar, padahal sampah organik yang terdapat di lingkungan sekitar masih

    bisa dimanfaatkan untuk dijadikan kompos. Pembuatan kompos dalam lubang serapan

    biopori lebih murah karena tidak membutuhkan penambahan starter, karena

    memanfaatkan starter alami.

    3. Mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit.

    Air yang tidak langsung terserap ke dalam tanah akan membentuk genangan.

    Genangan inilah yang akan sangat mungkin menjadi sarang berkembangnya telur

    nyamuk penyebab penyakit demam berdarah dan malaria, selain itu juga dapat

    menjadi tempat berkembangnya bakteri yang dapat menyebabkan penyakit menular

    lainnya.

  • 4. Mengurangi air hujan yang dibuang percuma ke laut.

    Air hujan yang tidak langsung terserap ke dalam tanah, juga akan mengalir ke daerah

    yang lebih rendah, mengalami perkolasi, dan akan bermuara ke laut. Apabila dibuat

    Lubang Resapan Biopori di daratan yang lebih rendah, maka aliran air yang berasal

    dari hujan tidak akan terbuang percuma ke laut.

    5. Mengurangi resiko banjir di musim hujan.

    Peran ini akan terjadi apabila di lingkungan sekitar pembuatan Lubang Resapan

    Biopori masih terdapat pepohonan yang aktif menyerap air tanah, sehingga dapat

    mengurangi resiko terjadinya banjir.

    6. Maksimalkan peran dan aktivitas organisme tanah.

    Pembuatan kompos dengan LBR tidak menggunakan ragi kompos / starter buatan,

    tetapi menggunakan starter alami yang ada di dalam tanah, dengan begitu aktivitas

    organisme tanah dapat memaksimalkan perannya sebagai dekomposer.

    7. Mencegah terjadinya erosi tanah dan bencana tanah longsor.

    Peran ini juga lebih memungkinkan dapat terjadi apabila di lingkungan sekitar

    pembuatan lubang resapan biopori masih terdapat pepohonan yang besar, yang

    memiliki perakaran yang luas dan kokoh.

    Tempat yang dapat dibuat / dipasang lubang resapan biopori air, yaitu :

    1. Pada alas saluran air hujan di sekitar rumah, kantor, sekolah, dsb.

    2. Di sekeliling pohon.

    3. Pada tanah kosong antar tanaman / batas tanaman.

  • V. PENUTUP

    A. Kesimpulan

    1. Biopori (biophore) merupakan ruangan atau pori dalam tanah yang dibentuk oleh

    makhluk hidup, seperti organisme tanah dan akar tanaman.

    2. Lubang Resapan Biopori (LRB) dapat dimanfaatkan untuk menyerap air sekaligus

    untuk membuat kompos.

    3. LRB merupakan teknologi sederhana tepat guna yang bersifat ramah lingkungan,

    murah dan mudah.

    B. Saran

    Sebaiknya peralatan yang diperlukan untuk membuat lubang resapan biopori saat

    praktikum disediakan secara lengkap sehingga setiap anggota kelompok memiliki kesempatan

    untuk mencoba mempraktikannya.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Brata, K. R. 2008. Implementasi Sistem Peresapan Biopori Untuk Konservasi Sumber Daya

    Air . Makalah disampaikan pada Paparan Sistem Peresapan Biopori di Ruang Rapat Dit.

    Bina Pengelolaan Sumberdaya Air, Ditjen. SDA, Jl.Pattimura 20, Jakarta Selatan, 9

    Februari 2008.

    Maryati., Ekosari., dan Eko W. 2010. Lubang Resapan Biopori (LRB): Teknologi Tepat Guna

    Untuk Mengatasi Banjir dan Sampah serta Menjaga Kelestarian air Bawah Tanah. Tim

    PPM BIOPORI UNY, FMIPA, Yogyakarta.

    Thioritz, S. 2012. Eksperimentasi Lubang Resapan Biopori Sebagai Solusi Untuk Mengatasi

    Genangan Air di Kampus Universitas Atma Jaya, Makassar. Jurnal Pembangunan

    Wilayah dan Masyarakat Volume 12, No. 2. Hal 80 - 93.

  • LAMPIRAN

    Gambar 2 Paralon beserta tutup dan alat untuk membuat lubang

    Gambar 1 Pembuatan Lubang Vertikal

  • BAGIAN II DAN III: PEMBUATAN KOMPOS SERESAH DAUN DAN PUPUK

    KANDANG

    ABSTRAKSI

    Praktikum Lapangan Kesuburan Tanah Pembuatan Kompos Seresah Daun dan Pupuk Kandang,

    dilakukan pada Sabtu, 12 Oktober 2013 di Laboratorium Kuningan, Universitas Gadjah Mada,

    Yogyakarta. Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui cara pembuatan kompos. Bahan-bahan

    yang dipergunakan adalah kotoran sapi, stater, air, dan jerami, sedangkan alat yang dibutuhkan adalah

    cangkul atau garuk, gembor atau penyemprot, ember, cetakan kayu, dan karung plastik. Kompos

    merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia dengan hasil akhir berupa bahan yang

    memiliki nisbah C/N yang rendah (< 20). Dalam pembuatan kompos diperlukan beberapa penunjang,

    antara lain bahan organik yang dirombak, mikroorganisme dan keadaan lingkungan yang mendukung

    aktivitas mikroorganisme.Memahami dengan baik proses pengomposan sangat penting untuk dapat

    membuat kompos dengan kualitas baik yaitu kompos yang matang. Pembuatan kompos ini terdiri dari

    beberapalangkah. Seperti pembuatan lapisan bahan kompos dari kotoran ternak, pencatatan suhu

    kompos, pengadukan sampai dengan pemanenan.

    Kata kunci : kompos, pupuk, mutu kompos

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Jenis tanah bermacam-macam beberapa contoh jenis tanah yaitu ultisol, vertisol, dan

    inseptisol. Tidak hanya sifat fisik yang membedakan jenis-jenis tanah tersebut tetapi juga sifat

    kimia, kimia, biologi, kandungan lengas, dan juga kadar hara. Begitu pula untuk aplikasinya

    sebagai media tanam, jenis-jenis tanah tersebut membawa dampak yang beragam bagi

    produktivitas tanaman. Tanah yang mampu melengkapi kebutuhan internalnya akan

    menghasilkan produktivitas tanaman yang optimal sebaliknya tanaman yang kurang kebutuhan

    internalnya tidak akan mampu memberikan hara bagi tanaman sehingga tanaman menghasilkan

    produktivitas yang minimum.

    Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan hara tanah adalah dengan pemberian

    pupuk. Salah satu pupuk yang efektif untuk tanah adalah pupuk organik karena berfungsi

    sebagai pembenah tanah. Pupuk organik terdiri dari pupuk hijau, pupuk kandang, dan

    kombinasi dari indikator-indikator tersebut yang disebut kompos. Penggunaan kompos sebagai

    pembenah tanah mampu memberikan banyak keuntungan. Karena kompos merupakan hasil

    perombakan bahan organik oleh mikrobia.

    Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah untuk dilakukan,

    serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh

    mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan

    secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam

  • mendegradasi bahan organik. Selain itu kompos merupakan alternatif pupuk yang murah dan

    ramah lingkungan. Selain tidak mengandung bahan kimia, pupuk kompos relatif ramah

    lingkungan. Selain tidak mengandung bahan kimia, pupuk kompos relatif ramah lingkungan.

    Pemakaian dalam jumlah banyak dan jangka waktu yang lama tidak membahayakan bahkan

    meningkatkan kesuburan tanah.

    B. Tujuan

    Mengenal pembuatan kompos dan mengamati perombakan kompos dari berbagai

    sampah organik.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    Kompos merupakan bahan organik yang telah membusuk beberapa bagian (partially

    decomposed) sehingga berwarna gelap, mudah hancur (crumbled), dan memiliki aroma seperti

    tanah (earthy). Kompos dibuat melalui proses biologi, yaitu seperti penguraian pada jaringan

    tumbuhan oleh organisme yang ada dalam tanah (soil). Ketika proses pembusukan selesai,

    kompos akan berwarna coklat kehitaman dan menjadi material bubuk bernama humus.

    Pengerasan (crusting) tanah di permukaan dapat dicegah dengan pemberian kompos. Jika

    kompos mengandung sejumlah kecil tanah, maka kompos tersebut akan bermanfaat sebagai

    bagian dari media pertumbuhan untuk tanaman dan akan mengawali tumbuhnya buah dari

    tanaman tersebut (Starbuck, 2004).

    Kompos salah satu jenis pupuk alternatif yang berfungsi sebagai pembenah tanah.

    Kompos yang merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia menghasilkan bahan

    yang memiliki nisbah C/N yang cukup rendah. Proses pembuatan kompos disebut dengan

    pengomposan. Pengomposan terjadi secara biologi. Teknik pengomposan ini dapat dilakukan

    secara konvensional dan fermentasi (Anonim, 2012).

    Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar

    mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Mikrobia tersebut adalah bakteri

    fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik untuk bahan baku kompos adalah jerami, sempah

    kota, limbah pertanian, kotoran hewan ternak dan sebagainya (Rahardja, 2002).

    Pengomposan adalah upaya untuk meningkatkan kegiatan mikrobia agar mampu

    mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Hal yang diperhatikan dalam proses

    pengomposan adalah kelembapan timbunan bahan kompos. Aerasi timbunan dan temperatur

    harus dijaga agar tidak terlampau tinggi (maksimum 60oC). Pembalikan timbunan mempunyai

    dampak netralisasi keasaman. Netralisasi keasaman dan kualitas kompos (Rosmarkam dan

    Yuwono, 2002).

    Kompos dapat menambah kandungan bahan organik dalam tanah yang dibutuhkan

    tanaman. Bahan organik yang terkandung dalam kompos dapat mengikat partikel tanah. Ikatan

    partikel tanah ini dapat meningkatkan penyerapan akar tanaman terhadap air, mempermudah

    penetrasi akar (root penetration) pada tanah, dan memperbaiki pertukaran udara (aeration)

    dalam tanah, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Kompos dapat mendukung

    berjalannya gerakan pertanian organik (organic farming) yang tidak menggunakan bahan

    kimia dan pestisida dalam pertanian (Soejono, 2004).

    Bahan-bahan untuk membuat kompos (BPPT, 2001 cit. Guntoro, 2004):

  • 1. Limbah yang mengandung bahan karbon (Carbonaceous wastes): jerami padi, jerami

    gandum, limbah serbuk gergaji, daun pucuk tebu, tangkai kacang tanah (peanut stems),

    tangkai/batang ubi jalar, daun-daun kering, batang pohon jagung yang sudah dicincang,

    tongkol jagung, batang sorgum/jewawut, jerami kering, sisa-sisa limbah kertas, dan lain-lain.

    2. Limbah yang mengandung Nitrogen (Nitrogenous wastes): kotoran ternak, tepung ikan

    (fish meal), kotoran ayam (chicken manure), kulit padi (rice hull), bungkil pembuatan minyak

    (oil cake), dedak padi (rice bran), kerak tapis (filter cake), potongan rumput hijau, rumput liar,

    limbah sayuran, sisa-sisa sampah dll.

    Bahan organik berperan besar dalam memperbaiki struktur tanah. Bahan organik mampu

    meningkatkan kemampuan menahan air, menyeimbangkan nisbah pori mikro dan makro guna

    memperbaiki aerasi tanah, meningkatkan kesuburan kimia tanah dan meningkatkan aktivitas

    biologi jasad mikroorganisme tanah dalam mendokomposisi bahan organik. Bahan organk

    dapat berasal dari kotoran cair dan padat dari hewan (pupuk kandang),sisa-sisa tanaman (pupuk

    hijau), sampah dan limbah organik (kompos), jasad penambat udara (Nelson and Tisdale,

    2006).

    Strategi yang lebih maju dalam pengomposan adalah dengan memanfaatkan organisme

    yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan

    misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang

    dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah

    mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Promi, OrgaDec, SuperDec,

    dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia

    (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan ini

    menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam

    mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp.,

    Trichoderma harzianum, Pholyota sp., Agraily sp., dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini

    bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPI tidak

    memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun,

    kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses

    pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu

    untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit

    dikomposkan (Isroi, 2008).

  • III. METODOLOGI PELAKSANAAN PRAKTIKUM

    Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2013 di Laboratorium Kuningan,

    Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang

    digunakan pada praktikum acara ini adalah kotoran sapi, jerami, seresah, ragi kompos, dan air,

    sedangkan alat yang digunakan ialah ember, pengaduk, peralatan tulis dan alat dokumentasi.

    a. Pembuatan Kompos Seresah Daun

    Kantong plastik disiapkan di kebun. Secara bertahap sampah dimasukkan ke dalam

    kantong, dengan ketebalan 10 cm. Kemudian disiramkan secara merata larutan inokulum 2%

    (1 sendok makan dan 1 L air). Selapis sampah dimasukkan kembali dan disiramkan kembali

    larutan inokulum, demikian sehingga kantong penuh (1 m), kemudian kantong plastik ditutup.

    Setelah satu bulan isi kantong diperiksa, kompos yang sudah jadi ditandai dengan struktur yang

    remah. Seresah daun yang belum terombak, dimasukkan kembali ke dalam kantong. Kompos

    yang sudah jadi dapat digunakan langsung, atau disimpan pada kantong yang lain.

    b. Pembuatan Kompos Pupuk Kandang

    Cetakan dari bilah kayu disiapkan dengan ukuran panjang 1 m, lebar 1 m, tebal 20 cm.

    Cetakan diletakkan pada tempat yang datar, diberi alas plastik/terpal. Bahan-bahan yang akan

    dikomposkan dimasukkan pada cetakan tersebut sampai merata, bahan yang terlalu kasar/besar

    perlu dirajang terlebih dahulu. Kemudian disiramkan secara merata larutan inokulum 2% (1

    sendok makan dalam 1 L air). Cetakan diangkat ke atas tumpukan yang sudah dibuat. Bahan

    lainnya dimasukkan ke dalam cetakan tersebut, dan disiramkan larutan inokulum. Pekerjaan

    ini dihentikan setelah tinggi gundukan sekitar 1 m. Gundukan ditutup dengan plastik/terpal.

    Setelah satu bulan gundukan dibongkar, kompos yang sudah jadi ditandai dengan struktur yang

    remah. Bahan yang belum terombak, dimasukkan kembali ke dalam cetakan. Kompos yang

    sudah jadi dapat digunakan langsung, atau disimpan pada kantong yang kedap.

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan

    organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam

    kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan

    pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis,

    khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber

    energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos

    dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang,

    pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.

    Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan

    mikroba maupun biotatanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami

    berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak

    dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi

    sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi

    pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami.

    Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan

    dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya

    terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah

    sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.

    Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara

    aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan

    yang sudah banyak beredar antara lain: PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec,

    ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective

    Microorganism) atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap

    aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.

    Sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi pada tanah, hasil dari

    pengomposan dapat digunakan untuk tanah-tanah yang kurang subur atau dapat digunakan

    untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai

    bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media

    tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.

    Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase

    bahan organik sampahmencapai 80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif

    penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin

  • tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan

    menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara.

    Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:

    1. Rasio C/N

    Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1.

    Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis

    protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N

    untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk

    sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.

    2. Ukuran Partikel

    Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih

    luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan

    berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas).

    Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel

    bahan tersebut.

    3. Aerasi

    Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi

    secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat

    keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh

    posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi

    proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan

    dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

    4. Porositas

    Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung

    dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi

    oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga

    dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan

    terganggu.

    5. Kelembaban (Moisture content)

    Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba

    dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat

    memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban

    40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah

    40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada

  • kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara

    berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik

    yang menimbulkan bau tidak sedap.

    6. Temperatur/suhu

    Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan

    suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi

    oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi

    dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC

    menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan

    membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan

    hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-

    benih gulma.

    7. pH

    Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk

    proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar

    antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan

    organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau

    lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari

    senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal

    pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

    8. Kandungan Hara

    Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di

    dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama

    proses pengomposan.

    9. Kandungan Bahan Berbahaya

    Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi

    kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan

    yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses

    pengomposan.

    10. Lama pengomposan

    Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan,

    metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator

    pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu

    sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

  • Selain itu hal yang perlu diperhatikan antara lain campuran kompos harus homogen agar

    kadar N dan kecepatan fermentasi dapat merata dan tetap. Temperatur awal harus tinggi untuk

    membunuh patogen dan lalat atau telur-telur dan larva hama lainnya serta penyakit (cendawan)

    yang terbawa ke dalam kotoran dan pada awal pembuatan kompos itu diperlukan air yang

    cukup banyak untuk mengimbangi penguapan dan untuk mengaktifkan jasad renik. Dalam

    pembuatan kompos, waktu yang diperlukan umumnya sekitar 3-4 bulan. Namun waktu ini

    dapat dipercepat menjadi 3-4 minggu dengan diberinya tambahan atau aktivator bagi bakteri

    pengurai.

    Pembalikan kompos dilakukan tiap 2 hari sekali serta dilakukan pemeriksaan terhadap

    suhu dan kadar lengasnya. Pembalikan ini bertujuan untuk memperbaiki aerasi sehingga gas-

    gas beracun yang dapat membunuh mikroba dapat dihilangkan, proses pengomposan

    kebanyakan menghasilkan asam-asam organik, sehingga menyebabkan pH turun yang dapat

    menghambat pertumbuhan mikroba.

    Kompos yang dapat digunakan untuk memupuk adalah kompos yang sudah matang.

    Kompos yang masih mentah tidak dapat digunakan untuk pemupukan. Kompos yang masih

    mentah mengandung nisbah C/N yang tinggi, dan bila digunakan untuk pemupukan justru akan

    merugikan tanaman, hal ini disebabkan karena bahan organik itu justru akan diserang oleh

    mikroba untuk memperoleh energi, dengan demikian populasi mikroba yang tinggi

    memerlukan juga hara tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Hara yang seharusnya

    digunakan oleh tanaman digunakan juga oleh mikroba tersebut, dengan kata lain terjadi

    persaingan antara mikroba dengan tanaman dalam menggunakan hara yang ada. Akibatnya

    adalah terjadi immobilisasi hara tanaman, yaitu hara menjadi tidak tersedia karena berubah dari

    senyawa anorganik menjadi senyawa organik jaringan mikroba. Dan juga bila nisbah C/N

    masih tinggi, proses penguraiannya terjadi dalam tanah. Bila penguraian terjadi dalam tanah

    penguraian bahan segar yang ada biasanya berjalan cepatkarena kandungan air dan udara

    cukupSelama proses pengomposan terjadi reaksi eksotermik sehingga akan timbul panas akibat

    pelepasan energi. Kenaikan temperatur dalam timbunan bahan organik akan menghasilkan

    temperatur yang menguntungkan bagi mikroorganisme termofilik dalam merombak bahan

    organik dalam hal ini bahan kompos. Suhu pada pengamatan tidak sampai tinggi sehingga tidak

    dikhawatirkan akan membunuh mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi.

    Indikator mutu dari kompos yang baik antara lain strukturnya remah dan lunak, tidak

    menggumpal atau melumpur, berwarna coklat kehitaman, jika terlalu hitam disebabkan

    suasana terlalu basah (anaerab), dan jika terlalu cerah disebabkan suasana terlalu kering

    (aerob). Selain itu, kadar airnya sekitar 30% jika diperas dengan tangan tak ada air yang

  • menetes, aromanya menyerupai humus tanah, yakni agak harum (tidak berbau busuk). Dari

    reaksinya, pH sekitar 6-7, jika terlalu rendah berarti kurang aerasi. Kadar bahan organiknya

    30-60%, dengan nisbah C/N sekitar 15.

  • V. PENUTUP

    A. Kesimpulan

    1. Kompos adalah pupuk yang bersal dari bahan-bahan organik seperi jerami, sedaunan,

    kotoran sapi, dan kotoran kambing.

    2. Pengomposan adalah proses pembuatan kompos dimana terjadi proses dekomposisi

    bahan organik oleh aktivitas mikroorganisme dalam kondisi panas, lembab dan

    beraerasi. Sehingga merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia.

    3. Kompos dibuat melalui proses biologi, yaitu seperti penguraian pada jaringan

    tumbuhan oleh organisme yang ada dalam tanah (soil). Ketika proses pembusukan

    selesai, kompos akan berwarna coklat kehitaman dan menjadi material bubuk bernama

    humus.

    B. Saran

    Dalam pembuatan kompos perlu diperhatikan beberapa aspek diantara faktor-faktor

    yang mempengaruhi, syarat lokasi, dan melihat indikator mutu kompos yang baik untuk

    memperoleh kompos yang matang dan siap digunakan. Sehingga dapat membantu

    tanaman dalam meningkatkan produktivitasnya. Karena kompos merupakan salah satu

    jenis pupuk alternatif yang memiliki banyak keuntungan selain berguna, aman, dan juga

    murah (berasal dari sampah organik).

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 2012. . Diakses tanggal 18 Oktober 2013

    Guntoro, W. 2004. Pengaruh bentuk bak pengompsan dan dosis EM4 terhadap pertumbuhan

    dan hasil tanaman sawi. Tropika 12: 74-84.

    Isroi. 2008. Kompos. . Diakses tanggal 18 Oktober 2013.

    Nelson, W and S. Tisdale. 2006. Soil fertility and fertilizers. Macmillan Publishing 19: 56-63.

    Rahardja, P. C. 2002. Mengenal Kompos dan Pupuk Hijau. Gramedia, Jakarta.

    Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta.

    Soedjono. 2004. Prospek pupuk organik dan pengelolaannya pada padi sawah di lahan tadah

    hujan.Tropika5: 47-49.

    Starbucks, Christoper. 2005. Basic principle for composting of biodegradable household

    wastes.

  • LAMPIRAN

    Gambar 1. Wadah untuk kompos seresah daun

    Gambar 2. Daun dan seresah lain dihancurkan

    Gambar 3. Ragi Kompos

  • Gambar 4. Wadah ditutup rapat dan ditunggu hingga 1 bulan

    Gambar 5. Kotoran sapi dilapisi jerami

    Gambar 6. Setelah diberi ragi kompos, kotoran

    sapi ditutupi lapisan jerami

  • BAGIAN IV: PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR

    ABSTRAKSI

    Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2013 di Laboratorium Kuningan, Jurusan

    Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan pada

    praktikum acara ini adalah pupuk organik dan air, sedangkan alat yang digunakan ialah ember, pengaduk,

    peralatan tulis dan alat dokumentasi. Manfaat pupuk organik cair antara lain untuk mengubah sifat fisik,

    kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman, meningkatkan sekaligus

    merangsang pertumbuhan tanaman karena mengandung unsur hara makro dan mikro, serta zat pembasah

    yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu dibandingkan pupuk padat pupuk organik cair

    mempunyai keunggulan, yang dimana pupuk organik cair ini lebih mudah di serap oleh tanaman.

    Kata kunci: Pupuk organik, pupuk cair

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pupuk merupakan bahan yang ditambahkan untuk menambah unsur-unsur hara

    dalam tanah. Pupuk biasanya diberikan pada tanah, tetapi dapat pula diberikan lewat daun

    atau batang sebagai larutan. Dengan menambahkan pupuk, diharapkan kebutuhan

    tanaman akan unsur hara makro maupun mikro dapat terpenuhi sehingga pertumbuhan

    tanaman lebih optimum. Pupuk dapat dibagi menjadi pupuk organik dan pupuk

    anorganik. Pupuk yang dijual di pasaran pada umumnya merupakan pupuk anorganik

    yang diproduksi oleh perusahaan tertentu. Di dalam pupuk anorganik umumnya

    terkandung bahan-bahan aktif yang mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman.

    Pada umumnya, pupuk yang dijual memiliki kandungan N, P, dan K karena unsur-unsur

    tersebutlah yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah banyak. Sebelum menggunakan

    pupuk, sebaiknya kita mengetahui sifat dari pupuk tersebut serta membaca petunjuk yang

    tercantum pada kemasan. Dengan begitu, diharapkan pemakaian pupuk dapat lebih

    efektif, efisien, serta aman bagi tanaman maupun penggunanya.

    Kualitas dan kuantitas hasil panen sangat ditentukan oleh kesuburan pada tanah.

    Kesuburan dapat ditingkatkan dengan melakukan pemupukan. Pupuk adalah suatu bahan

    yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia, atau biologi tanah sehingga menjadi

    lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Adanya pupuk yang bermacam jenisnya

    membantu petani dalam usaha peningkatan hasil pertaniannya. Pupuk organic cair

    adalah laruran dari pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman,

    kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsure haranya lebih dari satu unsure.

    Kelebihan dari pupuk organic ini adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara,

    tidak masalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara secara cepat.

  • Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organic cair umumnya tidak merusak

    tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga

    memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yamg diberikan ke permukaan tanah

    bisa langsung digunakan oleh tanaman. Dengan menggunakan pupuk organik cair dapat

    mengatasi masalah lingkungan dan membantu menjawab kelangkaan dan mahalnya

    harga pupuk anorganik saat ini.

    B. Tujuan

    Mengetahui cara pembuatan pupuk organik cair dan cara penggunaannya, serta

    pengaruhnya bagi pertumbuhan tanaman dan kesuburan tanah.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    Kesuburan tanah adalah salah satu faktor produksi pertanian, penurunan kesuburan tanah

    terjadi akibat penanaman yang tidak diimbangi dengan pemupukan yang tepat, penurunan

    bahan organik, kekeringan, kebanjiran, dan erosi. Di lain pihak, kecepatan dekomposisi bahan

    organik yang ditambahkan ke dalam tanah masih meragukan opara ahli dan praktisi pertanian.

    Kecepatan dekomposisi bahan organik tidak seiring dengan kecepatan peertumbuhan tanaman

    sehingga produksi yang diperoleh dari pertanian organik jauh lebih rendah daripada pertanian

    anorganik atau kimia (Wididana, 2004).

    Secara umum unsur pupuk hanya 3 macam yaitu N (nitrogen), P (fosfor), K (kalium).

    Namun sekarang oleh karena variasi pupuk sangat banyak serta adanya pengertian untuk

    menggunakan banyak unsur yang terkandung dalam tanah maka jaminan tentang hara dalam

    pupuk tidak dibatasi pada ketiga unsur tersebut, namun ada kecenderungan ditambah dan

    ditambah. Ada banyak unsur dalam pupuk terutama pupuk komplit (Gressel, 2000).

    Pemberian pupuk organik cair berpengaruh terhadap diameter umbi karena mengandung

    asam humat dan asam fulfat. Hal ini sesai dengan pendapat dari Hendrinova. 1990 yang

    mengemukakan kalau pembesaran umbi pada tanaman kentang diduga berkaitan langsung

    dengan terjadinya perubahan kondisi fisik tanah terutama dalam granulasi tanah sehingga akan

    memberikan ruang untuk pembelahan dan pembesaran sel sehingga umbi dapat berkembang

    lebih besar (Parman, 2007).

    Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi kedelai adalah dengan pemupukan dan

    pengendalian hama kedelai. Sebagai tanaman semusim, kedelai menyerap N, P, dan K dalam

    jumlah relatif besar. Untuk mendapatkan tingkat hasil kedelai yang tinggi diperlukan hara

    mineral dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman,

    selain pemberian pupuk anorganik juga diperlukan tambahan pupuk organik. Salah satu

    alternatif sebagai sumber bahan organik yang potensial adalah gulma siam (Chromolaena

    odorata). Gulma siam cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik

    karena produksi biomassanya tinggi. Pada umur 6 bulan C. odorata dapat menghasilkan

    biomassa sebesar 11,2 ton/ha, dan setelah umur 3 tahun mampu menghasilkan biomassa

    sebesar 27,7 ton/ha (Kasniari, 1996 cit. Suntoro et al., 2001). Biomassa gulma siam mempunyai

    kandungan hara yang cukup tinggi (2,65 % N, 0,53 % P dan 1,9 % K) sehingga biomassa gulma

    siam merupakan sumber bahan organik yang potensial (Kastono, 2005).

  • III. METODOLOGI PELAKSANAAN PRAKTIKUM

    Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2013 di Laboratorium Kuningan,

    Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang

    digunakan pada praktikum acara ini adalah pupuk organik dan air, sedangkan alat yang

    digunakan ialah ember, pengaduk, peralatan tulis dan alat dokumentasi.

    Sebanyak 10 kg kompos halus dimasukkan dalam drum 200 L. Kemudian ditambahkan

    air 100 L. Selanjutnya, ditambahkan inokulum 1 sendok makan. Pengadukan dilakukan pagi

    dan sore, selama 2 minggu. Cairan siap digunakan sebagai pupuk cair.

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pemupukan merupakan salah satu usaha pengelolaan kesuburan tanah. Dengan

    mengandalkan sediaan hara dari tanah asli saja, tanpa penambahan hara, produk pertanian akan

    semakin merosot. Hal ini disebabkan ketimpangan antara pasokan hara dan kebutuhan

    tanaman. Hara dalam tanah secara berangsur-angsur akan berkurang karena terangkut bersama

    hasil panen, pelindian, air limpasan permukaan, erosi atau penguapan. Pengelolaan hara

    terpadu antara pemberian pupuk dan pembenah akan meningkatkan efektivitas penyediaan

    hara, serta menjaga mutu tanah agar tetap berfungsi secara lestari.

    Pemupukan berfungsi untuk memperbaiki strutur tanah sesuai dengan yang dikehendaki

    oleh tanaman, menggantikan unsur hara yang hilang atau habis sehingga dapat

    mempertahankan keseimbangan unsur hara dalam tanah dan kesuburan tanah meningkat,

    meningkatkan daya ikat terhadap air sehingga kebutuhan tanaman terhadap air dapat tercukupi,

    mengikat fraksi tanah, mengurangi bahaya erosi karena tanaman tumbuh subur, meningkatkan

    produksi baik kuantitas maupun kualitas.

    Tujuan utama pemupukan adalah menjamin ketersediaan hara secara optimum untuk

    mendukung pertumbuhan tanaman sehingga diperoleh peningkatan hasil panen. Penggunaan

    pupuk yang efisien pada dasarnya adalah memberikan pupuk bentuk dan jumlah yang sesuai

    dengan kebutuhan tanaman, dengan cara yang tepat dan pada saat yang tepat sesuai dengan

    kebutuhan dan tingkat pertumbuhan tanaman tersebut. Tanaman dapat menggunakan pupuk

    hanya pada perakaran aktif, tetapi sukar menyerap hara dari lapisan tanah yang kering atau

    mampat. Efisiensi pemupukan dapat ditaksir berdasarkan kenaikan bobot kering atau serapan

    hara terhadap satuan hara yang ditambahkan dalam pupuk tersebut.

    Pupuk organik cair adalah laruran dari pembusukan bahan-bahan organik yang berasal

    dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsure haranya lebih dari satu

    unsure. Kelebihan dari pupuk organic ini adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara,

    tidak masalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara secara cepat.

    Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organic cair umumnya tidak merusak tanah

    dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan

    pengikat, sehingga larutan pupuk yamg diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan

    oleh tanaman. Dengan menggunakan pupuk organik cair dapat mengatasi masalah lingkungan

    dan membantu menjawab kelangkaan dan mahalnya harga pupuk anorganik saat ini.

    Macam macam pupuk organik:

    1. PUPUK HIJAU

  • Pupuk hijau terbuat dari tanaman atau komponen tanaman yang dibenamkan ke dalam tanah.

    Jenis tanaman yang banyak digunakan adalah dari familia Leguminoceae atau kacang-

    kacangan dan jenis rumput-rumputan (rumput gajah). Jenis tersebut dapat menghasilkan bahan

    organik lebih banyak, daya serap haranya lebih besar dan mempunyai bintil akar yang

    membantu mengikat nitrogen dari udara.

    Keuntungan penggunaan pupuk hijau antara lain:

    1. Mampu memperbaiki struktur dan tekstur tanah serta infiltrasi air

    2. Mencegah adanya erosi

    3. Dapat membantu mengendalikan hama dan penyakit yang berasal dari tanah dan gulma

    jika ditanam pada waktu tanah bero

    4. Sangat bermanfaat pada daerah-daerah yang sulit dijangkau untuk suplai pupuk

    inorganik

    Namun pupuk hijau juga memiliki kekurangan yaitu: Tanaman hijau dapat sebagai kendala

    dalam waktu, tenaga, lahan, dan air pada pola tanam yang menggunakan rotasi dengan tanaman

    legume dapat mengundang hama ataupun penyakit dapat menimbulkan persaingan dengan

    tanaman pokok dalam hal tempa, air dan hara pada pola pertanaman tumpang sari.

    2. PUPUK KOMPOS

    Pupuk kompos merupakan bahan-bahan organik yang telah mengalami pelapukan, seperti

    jerami, alang-alang, sekam padi, dan lain-lain termasuk kotoran hewan. Sebenarnya pupuk

    hijau dan seresah dapat dikatakan sebagai pupuk kompos. Tetapi sekarang sudah banyak

    spesifisikasi mengenai kompos. Biasanya orang lebih suka menggunakan limbah atau sampah

    domestik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan bahan yang dapat diperbaharui yang tidak

    tercampur logam dan plastik. Hal ini juga diharapkan dapat menanggulangi adanya timbunan

    sampah yang menggunung serta mengurangi polusi dan pencemaran di perkotaan.

    3. PUPUK KANDANG

    Para petani terbiasa membuat dan menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk karena murah,

    mudah pengerjaannya, begitu pula pengaruhnya terhadap tanaman. Penggunaan pupuk ini

    merupakan manifestasi penggabungan pertanian dan peternakan yang sekaligus merupakan

    syarat mutlak bagi konsep pertanian. Pupuk kandang mempunyai keuntungan sifat yang lebih

    baik daripada pupuk organik lainnya apalagi dari pupuk anorganik, yaitu pupuk kandang

  • merupakan humus banyak mengandung unsur-unsur organik yang dibutuhkan di dalam tanah.

    Oleh karena itu dapat mempertahankan struktur tanah sehingga mudah diolah dan banyak

    mengandung oksigen. Penambahan pupuk kandang dapat meningkatkan kesuburan dan

    produksi pertanian. Hal ini disebabkan tanah lebih banyak menahan air sehingga unsur hara

    akan terlarut dan lebih mudah diserap oleh buluh akar. Sumber hara makro dan mikro dalam

    keadaan seimbang yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur

    mikro yang tidak terdapat pada pupuk lainnya bisa disediakan oleh pupuk kandang, misalnya

    S, Mn, Co, Br, dan lain-lain. Pupuk kandang banyak mengandung mikroorganisme yang dapat

    membanru pembetukan humus di dalam tanah dan mensintesa senyawa tertentu yang berguna

    bagi tanaman, sehingga pupuk kandang merupakan suatu pupuk yang sangat diperlukan bagi

    tanah dan tanaman dan keberadaannya dalam tanah tidak dapat digantikan oleh pupuk lain.

    4. PUPUK SERESAH

    Pupuk seresah merupakan suatu pemanfaatan limbah atau komponen tanaman yang sudah tidak

    terpakai. Misal jerami kering, bonggol jerami, rumput tebasan, tongkol jagung, dan lain-lain.

    Pupuk seresah sering disebut pupuk penutup tanah karena pemanfaatannya dapat secara

    langsung, yaitu ditutupkan pada permukaan tanah di sekitar tanaman (mulsa). Peranan pupuk

    ini diantaranya:

    Dapat menjaga kelembaban tanah, mengurangi penguapan, penghematan pengairan

    Mencegah erosi, permukaan tanah yang tertutup mulsa tidak mudah larut dan terbawa

    air

    Menghambat adanya pencucian unsur hara oleh air dan aliran permukaan

    Menjaga tekstur tanah tetap remah

    Menghindari kontaminasi penyakit akibat percikan air hujan

    Memperlancar kegiatan jasad renik tanah sehingga membantu menyuburkan tanah dan

    sumber humus.

    5. PUPUK CAIR

    Pupuk organik bukan hanya berbentuk padat dapat berbentuk cair seperti pupuk anorganik.

    Pupuk cair sepertinya lebih mudah dimanfaatkan oleh tanaman karena unsur-unsur di dalamnya

    sudah terurai dan tidak dalam jumlah yang terlalu banyak sehingga manfaatnya lebih cepat

    terasa. Bahan baku pupuk cair dapat berasal dari pupuk padat dengan perlakuan perendaman.

  • Setelah beberapa minggu dan melalui beberapa perlakuan, air rendaman sudah dapat digunakan

    sebagai pupuk cair.

    Pupuk organik bukan hanya berbentuk padat dapat berbentuk cair seperti pupuk

    anorganik. Pupuk cair sepertinya lebih mudah dimanfaatkan oleh tanaman karena unsur-unsur

    di dalamnya sudah terurai dan tidak dalam jumlah yang terlalu banyak sehingga manfaatnya

    lebih cepat terasa. Bahan baku pupuk cair dapat berasal dari pupuk padat dengan perlakuan

    perendaman. Setelah beberapa minggu dan melalui beberapa perlakuan, air rendaman sudah

    dapat digunakan sebagai pupuk cair.

    Spesifikasi dan manfaat pupuk organik:

    Mengandung giberlin Manfaat:

    1. Merangsang pertumbuhan tunas baru.

    2. Mempebaiki sistem jaringan sel dan memperbaiki sel-sel rusak.

    3. Merangsang pertumbuhan sel-sel baru pada tumbuhan.

    4. Memperbaiki klorofil pada daun.

    5. Merangsang pertumbuhan kuncup bunga.

    6. Memperkuat tangkai serbuk sari pada bunga.

    7. Memperkuat daya tahan pada tanaman.

    Mengandung alcohol (alcohol) Manfaat:

    Sterilisasi pada tumbuhan (mengurangi dan menghentikan pertumbuhan mikroba pengganggu

    pada tumbuhan terutama pada daun dan batang, seperti, bercak daun (penyakit blas),

    jamur/khamir/cendawan serta spora organisme penyakit.

    Manfaat pupuk organik cair secara umum:

    1. Untuk menyuburkan tanaman.

    2. Untuk menjaga stabilitas unsure hara dalam tanah.

    3. Untuk mengurangi damapak sampah organic dilingkungan sekitar.

    Keunggulan pupuk organik cair:

    1. Mudah diserap tanaman.

    2. Murah.

    3. Tidak ada efek samping.

    Kekurangan pupuk cair organik:

    1. Perlu ketekunan dan kesabaran yang tinggi dalam perawatan menggunakan pupuk cair.

    2. Lebih mudah menguap jika terkena suhu tinggi.

    Aplikasi dari pupuk cair organik:

  • 10 cc pupuk cair organik untuk 1-1,4 liter air. Disemprotkan pada mulut daun dan

    batang

    Waktu yang dibutuhkan adalah pada pagi hari sebelum jam 10 pagi atau setelah jam 4

    sore.

    Dapat digunakan dengan sistem infuse.

    Khusus untuk perangsang buah pada kelapa sawit ditambahkan larutan NaCl 1 ons

    untuk 14 liter air.

  • V. PENUTUP

    A. Kesimpulan

    1. Tanaman membutuhkan pupuk supaya perkembangan dan pertumbuhannya

    lebih baik.

    2. Pupuk juga berdampak pada kesuburan tanah yang memperbaiki sifat kimia,

    biologi dan fisik tanah.

    3. Penggunaan pupuk organik memiliki resiko efek samping yang paling kecil di

    banding pupuk yang lain terhadap lingkungan.

    4. Pupuk organik cair adalah pupuk yang paling mudah diserap oleh tanaman dan

    paling efektif.

    B. Saran

    Sebaiknya pembuatan pupuk organik cair juga disosialisasikan juga ke para

    petani, agar mereka bisa menjadi mandiri.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Gressel, N. 2000. Soil testing and plant analysis. Journal of agriculture, 29 : 149-160.

    Wididana, G. N. 2004. Application efeffective microorganisms technology (EM) in Indonesia

    agriculture. Journal of agriculture, 5: 179 187.

    Kastono, Dody. 2005. Tanggapan pertumbuhan dan hasil kedelai hitam terhadap penggunaan

    pupuk organic dan biopestisida gulma siam (Chromolaena odorata). Ilmu pertanian,

    12: 103-116.

    Parman, Sarjana. 2007. Pengaruh pemberian pupuk organic cair terhadap pertumbuhan dan

    produksi hasil kentang (Solanum tuberosum L.). Buletin anatomi dan fisiologi, 15 :

    21-29.

  • LAMPIRAN

    Gambar 1. Pupuk dicampurkan dengan air

    Gambar 2. Bahan baku pupuk kandang murni

    Gambar 3. Diaduk hingga rata

  • BAGIAN V: KOLOM FERTIGASI (FERTILIZER + IRRIGATION)

    ABSTRAKSI

    Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2013 di Laboratorium Kuningan, Jurusan

    Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan pada

    praktikum acara ini adalah air dan pupuk cair, sedangkan alat yang digunakan ialah alat fertigasi tetes

    yang dibuat dari pipa paralon dan sumbu, peralatan tulis dan alat dokumentasi. Fertigasi tetes adalah

    teknologi irigasi dan teknologi pemupukan dimana pemakaian air dan pupuk langsung diberikan secara

    bersamaan secara lambat dan teratur yang langsung diberikan ke daerah perakaran melalui rancangan

    jaringan pipa plastik yang ekonomis dengan debit penetes yang rendah sehingga hemat dalam pemakaian

    air dan efisien dalam penggunaan pupuk. Manfaat sistem fertigasi tetes antara lain untuk efisiensi dan penghematan air dan pupuk, juga lebih intensif dalam pengairan maupun pemupukan terhadap

    kebutuhan tanaman. Selain itu dibandingkan cara pemupukan maupun pengairan lainnya sistem ini

    mempunyai keunggulan, yang dimana fertigasi tetes ini lebih mudah di serap oleh tanaman dan juga

    efektif digunakan untuk daerah yang kering.

    Kata kunci: Fertigasi, pemupukan, irigasi, kesuburan

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Cara pemupukan yang umum dilakukan adalah disebar dipermukaan tanah,

    dibenam di dalam tanah, disemprot pada daun, atau melalui air irigasi yang biasa disebut

    fertigasi. Cara terakhir dipandang lebih efisien mengingat pemupukan dengan cara

    ditebar dipermukaan tanah ternyata banyak terbuang dan pembenaman pupuk padatan

    memerlukan lebih banyak air dan waktu untuk dapat diserap tanaman. Fertigasi banyak

    dikembangkan melalui sistem irigasi curah, irigasi pancaran dan irigasi tetes dengan hasil

    yang memuaskan, yakni dapat menghemat pupuk, tenaga, dan jumlah serta waktu

    pemberian dapat disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi. Untuk pengembangan teknologi

    irigasi dan pengelolaan air di tingkat usahatani yang lebih efisien serta penggunaan

    sumber daya yang ramah lingkungan, telah dirancang sistem fertigasi mikro. Teknologi

    sistem fertigasi mikro adalah teknologi irigasi dan teknologi pemupukan dimana

    pemakaian air dan pupuk langsung diberikan secara bersamaan secara lambat dan teratur

    yang langsung diberikan ke daerah perakaran melalui rancangan jaringan pipa plastik

    yang ekonomis dengan debit penetes yang rendah sehingga hemat dalam pemakaian air

    dan efisien dalam penggunaan pupuk .

    Tantangan pembangunan pertanian sekarang dan masa mendatang adalah

    kelangkaan dan kompetisi air. Di Indonesia kelangkaan air telah dirasakan pada beberapa

    wilayah khususnya pada musim kemarau, sehingga petani tidak dapat bercocok tanam

    karena kekeringan, dan gagal panen karena air tidak tersedia lagi dari sumbernya.

  • Kompetisi air dapat dilihat dari permintaan akan air untuk tujuan selain irigasi seperti

    industri, tenaga hidro, penggunaan domestik, dan untuk perlindungan lingkungan, telah

    berkembang dengan cepat. Bahkan kebutuhan untuk sektor pertanian telah bergeser

    prioritasnya setelah kebutuhan sektor domestik dan sektor industri. Di samping itu juga

    sumber daya air sudah tercemar, baik sumber daya air permukaan maupun air tanah yang

    disebabkan oleh pemakaian kimia pertanian (pupuk buatan dan pestisida), limbah

    industri, dan limbah perkotaan. Salah satu jenis irigasi yang menggunakan pipa adalah

    irigasi tetes.

    B. Tujuan

    Mengetahui fertigasi tetes lebih dalam, cara aplikasi fertigasi tetes di lapangan,

    manfaat fertigasi, serta mempraktikkan fertigasi tetes di lingkungan sekitar.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    Fertigasi adalah penerapan pupuk melalui sistem irigasi, sistem telah digunakan dalam

    produksi jeruk sejak 1960. Awalnya , fertigasi digunakan di daerah kering untuk meningkatkan

    kelarutan pupuk di zona akar dan meningkatkan penyerapan efisien oleh pohon buah-buahan.

    Tanpa hujan maupun irigasi, pupuk kering sering tetap di permukaan tanah dan nutrisi yang

    hilang karena pencucian atau penguapan. Saat fertigasi sedang digunakan dalam banyak jeruk

    daerah berkembang termasuk Israel, wilayah Mediterania, Selatan Africa, dan Amerika

    Serikat. Namun demikian, banyak daerah di kami negara yang masih menggunakan pupuk

    kering karena tradisi, kurangnya fertigasi peralatan, teknik, topografi atau irigasi berkualitas

    buruk air (Shigure, 2013).

    Sistem fertigasi pengeluaran tanpa tanah merupakan tenologi terkini yang semakin

    meluas penggunaannya dikalangan pengusaha bidang pertanian, di mana ia menggabungkan

    pembajaan dan pengairan dalam satu sistem di bawah struktur pelindung tanaman bagi

    menjamin pengeluaran hasil tinggi serta berkualiti dan merupakan alternativ kepada sistem

    penanaman konvensional (Nordin, 2006).

    Dua prototipe alat fertigasi sudah dikembangkan yaitu prototipe sistem irigasi tetes

    sederhana dan prototipe alat fertigasi otomatis. Prototipe sistem irigasi tetes sederhana

    didasarkan pada prinsip gravitasi dan dilengkapi dengan tower penampung air setinggi 8 m.

    Pemberian air tanaman didasarkan pada jumlah kebutuhan air tanaman manggis yaitu sebanyak

    50 L/pohon/hari. Pemberian pupuk dilakukan secara manual di sekitar akar tanaman manggis.

    Sedangkan pada prototipe alat fertigasi otomatis dilengkapi dengan sensor lengas tanah dan

    sistem kontrol nilai EC dan timer sehingga pemberian pupuk dan air irigasi pada tanaman

    manggis dilakukan secara terkendali sesuai dengan dosis pemupukan dan kebutuhan air

    tanaman. Hasil pengujian di lapang menunjukkan bahwa ke dua prototipe baik yang sederhana

    maupun yang otomatis dapat berfungsi dan bekerja secara baik dalam pemberian air irigasi

    pada tanaman manggis. Prototipe alat fertigasi dengan sistem kontrol otomatis telah dapat

    berfungsi untuk mencampur larutan pupuk dan air irigasi secara otomatis sesuai dengan nilai

    tingkat konsentrasi pupuk (nilai EC) yang diinginkan. Tingkat keseragaman distribusi keluaran

    air dalam sistem jaringan irigasi tetes pada alat fertigasi sederhana dapat dikategorikan sangat

    baik, dengan nilai DU sebesar 89,66%. Sedangkan tingkat keseragaman distribusi keluaran air

    dalam sistem jaringan irigasi tetes pada alat fertigasi otomatis dapat dikategorikan baik, dengan

    nilai DU sebesar 80,8%. Pemberian air irigasi per hari sebanyak 30 L, 40 L, dan 50 L pada

    tanaman manggis selama pembungaan dapat menurunkan prosentase buah manggis yang

    terkena getah kuning rata-rata sebesar 59,64%. Tanaman manggis yang diberi air irigasi tetes

  • 40 L/hari menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain.

    Pemberian air irigasi tetes dengan alat irigasi tetes sederhana pada tanaman manggis dapat

    diberikan dalam dua kali sehari pada waktu pagi dan sore hari masing-masing selama 1 jam,

    sedangkan dengan alat fertigasi otomatis diberikan secara terkendali berdasarkan kandungan

    lengas tanah disekitar tanaman manggis (Sujarwo, 2012).

    Teknologi fertigasi merupakan suatu sistem dimana nutrisi (NPK dan unsur mikro) bagi

    pertumbuhan tanaman dilarutkan dalam air dan diberikan pada tanaman secara bersamaan

    dalam air irigasi melalui irigasi tetes. Sedangkan, salah satu cara pengendalian penyakit

    tanaman yang ramah lingkungan adalah dengan sterilisasi media pembibitan. Beberapa cara

    sterilisasi media pembibitan telah dikembangkan, salah satunya adalah dengan mengalirkan

    uap panas (100 oC) kedalam media tanah sehingga suhu didalam tanah mencapai 80 oC. Untuk

    mengatasi masalah tersebut dilakukan kegiatan rancang bangun dan pengembangan sistem

    fertigasi (melalui irigasi tetes) dan alsin aseptik untuk sterilisasi media tumbuh pembibitan

    kentang (Dani, 2012).

  • III. METODOLOGI PELAKSANAAN PRAKTIKUM

    Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2013 di Laboratorium Kuningan,

    Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang

    digunakan pada praktikum acara ini adalah air dan pupuk cair, sedangkan alat yang digunakan

    ialah alat fertigasi tetes yang dibuat dari pipa paralon dan sumbu, peralatan tulis dan alat

    dokumentasi.

    Kolom paralon dipersiapkan sepanjang 1 m. Bagian bawah ditutup rapat, diberi 2 buah

    lubang kecil, masing-masing dengan sumbu kompor sepanjang 1 m (sebagai kapiler). Paralon

    diletakkan dekat dengan bibit atau batang pohon, sumbu kompor dimasukkan pada perakaran,

    paralon diikat pada pada tiang penyangga atau batang pohon. Kompos halus 1 kg dimasukkan,

    diisikan air sampai penuh, tutup paralon agar air tidak menguap. Setiap Minggu sekali air dapat

    ditambahkan.

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Teknologi sistem fertigasi mikro adalah teknologi irigasi dan teknologi pemupukan

    dimana pemakaian air dan pupuk langsung diberikan secara bersamaan secara lambat dan

    teratur yang langsung diberikan ke daerah perakaran melalui rancangan jaringan pipa paralon

    yang ekonomis dengan debit penetes yang rendah sehingga hemat dalam pemakaian air dan

    efisien dalam penggunaan pupuk. Perkataan fertigasi berasal daripada perkataan fertilization

    dan irrigation. Dalam fertigasi, proses pembajaan dan pengairan diberikan serentak kepada

    tanaman. Fertigasi tergolong dalam kumpulan hidroponik iaitu pengeluaran tanaman tanpa

    menggunakan tanah. Secara umumnya, hanya beberapa jenis tanaman sahaja yang sesuai

    ditanam menggunakan kaedah fertigasi, antaranya tomato, cili, timun, terung, melon dan

    strawberi.

    Dengan menggunakan kaedah fertigasi, pengusaha boleh mengelakkan tanaman mereka

    daripada dijangkiti penyakit akar seperti Pythium, Fusarium, Rhizoctonia dan penyakit layu

    bakteria yang kebanyakannya dibawa oleh tanah. Selain daripada itu, tanaman tersebut dapat

    ditanam di mana sahaja asalkan cukup cahaya untuk tujuan fotosintesis dan mempunyai tempat

    untuk meletak polibeg.

    Kaedah titisan yang digunakan dalam sistem fertigasi mampu membekalkan air dan

    larutan baja kepada tanaman dengan berkesan tanpa pembaziran. Air dan larutan baja diberikan

    secara berkala setiap hari. Larutan baja yang mengandungi segala nutrien untuk keperluan

    peringkat pokok diberikan terus ke akar tanaman.

    Teknologi sistem fertigasi ini paling praktikal dibuat di bawah Struktur Pelindung

    Hujan (SPH) untuk mengelakkan tanaman yang ditanam tidak mudah dijangkiti oleh sebarang

    penyakit sama ada penyakit daun, pucuk dan buah yang disebabkan oleh percikan hujan. Selain

    daripada melindungi tanaman daripada jangkitan penyakit, SPH juga dapat mengelakkan

    larutan baja yang diberikan kepada pokok menjadi terlalu cair akibat air hujan dan

    mengakibatkan pertumbuhan pokok terjejas dan hasil merosot.

    Untuk membentuk sistem fertigasi, beberapa peralatan diperlukan.

    1. Penitis

    2. Pam

    3. Tangki

    4. Penapis

    5. Alat pengatur masa

    6. Polipaip

  • Selain daripada itu, EC meter juga diperlukan untuk mengukur kandungan baja agar

    bersesuaian dengan tahap tumbesaran pokok.

    Mengikut takrifan hidroponik, pokok diberi nutrien dan air tanpa menggunakan tanah.

    Oleh itu, dalam sistem fertigasi, medium yang mudah dicari dan murah akan digunakan di

    dalam sistem. Paling banyak digunakan oleh pengusaha tanaman sistem fertigasi adalah

    habuk sabut kelapa atau sekam bakar. Selain daripada itu, medium lain yang boleh digunakan

    adalah pasir, batu kerikil granit, perlite, vermiculite dan maidenwell diatomite.

    Sebaik-baiknya, campuran medium seperti habuk sabut kelapa dan juga sekam bakar

    (1:1) digunakan untuk memberi pengudaraan dan juga sebagai sokongan kepada akar untuk

    berpaut di dalam polibeg. Tetapi penggunaan habuk sabut kelapa sahaja atau sekam bakar

    sahaja juga diamalkan oleh sesetengah pengusaha bergantung kepada kawasan,

    memandangkan ada sesetengah kawasan yang tidak mempunyai habuk sabut kelapa dan ada

    sesetengah kawasan tidak mempunyai sekam bakar.

    Kelebihan & kekurangan sistem fertigasi:

    Kelebihan

    1) Tanaman akan lebih produktif.

    2) Mengurangkan risiko penyakit dibawah tanah

    3) Kos operasi dapat diminimakan

    3) Hasil yang berkualiti tinggi

    4) Bersih dan mesra alam

    5) Jadual tanam yang flxible

    6) Menjimatkan penggunaan air dan baja.

    Kekurangan

    1)Perlu ilmu dan kemahiran

    2)Kos permulaan yang tinggi

    3)Bekalan air bersih diperlukan

    4)Sumber tenaga elektrik diperlukan

    4)Tiada jaminan dari Risiko serangan virus

    Upaya melawan kemiskinan dan memenuhi kebutuhan hidup manusia di dunia yang

    telah mengalami kelangkaan sumber dayaair diperlukan pendekatan baru untuk pembangunan

    pertanian dan pembangunan ekonomi. Jutaan petani miskin, sulit untuk mengakses air dan

    teknologi irigasi untuk digunakan secara efisien dan produktif di lahannya yang sempit.

  • Sistem fertigasi mikro yang telah dirancang untuk berbagai kisaran ukuran lahan dan

    tingkat pendapat petani dapat digunakan sebagai pintu masuk ke sistem pertanian modern yang

    lebih menguntungkan. Sistem fertigasi mikro juga mempunyai prospek untuk meningkatkan

    produktivitas lahan dan pendapatan petani miskin. Prakarsa dari sistem fertigasi mikro sangat

    ambisius dan akan diperlukan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, lembaga penelitian,

    organisasi non pemerintah dan yayasan. Kami percaya prakarsa ini akan lebih konstruktif dan

    responsive untuk mengentaskan kemiskinan, kelaparan di daerah yang mengalami kelangkaan

    sumber daya air.

    Sistem fertigasi mikro yang telah dirancang dan dikembangkan ini mempunyai

    beberapa kriteria tambahan seperti menggunakan komponen lokal, murah sehingga terjangkau

    oleh petani dan cepat pengembalian modal investasi. Rancangannya sederhana dan tidak

    membutuhkan pengetahuan khusus untuk merakitnya karena tidak menggunakan komponen-

    komponen tambahan. Sistem fertigasi mikro yang dirancang dapat memberikan keseragaman

    debit air yang relatif sama ke masing-masing tanaman selama periode irigasi. Prospek

    pengembangan sistem fertigasi mikro terbuka luas untuk dipasarkan dengan perkembangan

    spectrum dari sistem fertigasi mikro pada berbagai tingkat pendapatan dan ukuran lahan.

    Ada dua paket teknologi yang telah dikembangkan dalam dan merangsang untuk lebih

    intensifnya bercocok tanam praktis sistem fertigasi mikro yaitu teknologi irigasi tetes

    sederhana yang hemat air dengan teknologi pupuk cair dari garam-garam mineral yang

    diformulasikan secara khusus untuk teknologi Fertigasi. Irigasi tetes sederhana dirancang

    untuk mendapatkan efisiensi irigasi yang tinggi, distribusi air dan hara yang lebih seragam

    dibandingkan dengan sistem irigasi yang lain.

    Rancangan yang dibangun terdiri dari sistem satu lajur, empat lajur, dan sistem multi

    lajur. Hasilnya, teknologi sistem fertigasi mikro ini setelah diaplikasikan terhadap tanaman

    cabai, tomat, semangka, melon dll sebagai kasus kajian, layak secara finansial. Selain

    keuntungan secara finansial dari menggunakan teknologi sistem fertigasi mikro keuntungan

    lain yang dapat diperoleh adalah terjangkau, karena komponen sistem fertigasi mikro tersedia

    secara lokal dengan harga yang lebih murah, dapat digunakan untuk lahan yang sempit, hemat

    air, hemat tenaga, menghemat pemakaian pupuk, menghemat energi, dapat digunakan pada

    lahan yang bergelombang dan tidak rata, dimana pada sistem irigasi tradisional sangat sukar

    diterapkan, tleran terhadap salinitasdapat memperbaiki pengendalian penyakit tanaman,

    pemakaian air seragam, seluruh tanaman, mengurangi biaya pengolahan, dapat digunakan pada

    berbagai jenis tanaman.

  • Hambatan yang muncul pada sistem fertigasi adalah semakin mahalnya harga pupuk

    dan bahan-bahan kimia pembuat pupuk cair yang digunakan serta diperlukan keterampilan

    khusus untuk memformulasikannya.The Farmer (nutrisi) tanaman mempunyai keunggulan

    larut dalam air 100% dan sangat cocok untuk diaplikasikan pada sistem irigasi mikro, karena

    tidak akan meninggalkan sedimen pada sistem jaringan irigasi.

    The Farmer mengandung semua unsur hara, baik unsur makro maupun unsur mikro,

    sehingga kebutuhan tanaman akan unsur hara dapat dipasok dari The Farmer nutrient.The

    Farmer nutrient dapat disimpan dalam jangka waktu lama dan tidak menimbulkan pengendapan

    yang berlebihan waktu dalam penyimpanannya. The Farmer nutrient (Stock solution)

    mengandung unsur hara dengan konsentrasi relatif tinggi sebaiknya tidak langsung diberikan

    ke tanaman, tapi harus diencerkan lebih dahulu.

    Adapun hambatan yang ditemui oleh petani yang terbatas modalnya untuk mengakses

    dan mendapatkan keuntungan finansial dari teknologi sistem fertigasi mikro adalah modal atau

    kredit untuk biaya investasi awal; masih terbatasnya pengertian dan pengalaman dalam teknis

    budidaya; kurang suka karena perhatiannya yang rendah, cash flow terbatas dan penggunaan

    input produksi yang kurang baik (bibit, pestisida dan penggunaan mulsa plastik perak hitam);

    infrastruktur di daerah perdesaan yang belum memadai khususnya sarana transportasi untuk

    membawa hasil pertanian ke pasar baik lokal maupun regional.

  • V. PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Fertigasi tetes sangat efektif penggunaannya dilahang kering.

    Fertigasi mempunyai sangat efisien dan efektif dalam penghematan dan penggunaan

    pemupupukan maupun pengairan.

    B. Saran

    Sebaiknya contoh penggunaan fertigasi yang digunakan dalam praktikum disertai

    dengan peralatan yang lebih lengkap.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Dani, Parto. 2012. Rekayasa alsinpertanian untuk fertigasibudidaya manggis guna mengurangi

    getah kuning buah sebesar 50%. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.

    Nordin, M. F. B. 2006. Penanaman cili menggunakan kaedah sitem fertigasi. Ilmu pertanian,

    6: 73-98.

    Shigure, P.S. 2013. Citrus fertigation-a technology of water fertilizers saving. Scientific

    Journal of Crop Sciene, 5: 56-66.

    Sujarwo, J. M. 2012. Pengembangan alat mesin fertigasi kentang di lahan kering dataran tinggi

    (2003). Balai Besar Pengembangan Mekanisme Pertanian.

  • LAMPIRAN

    Gambar 1. Paralon dipasangkan pada batang utama suatu tanaman

    Gambar 2. Sumbu dilingkarkan ke dalam, dekat perakaran

  • BAGIAN VI: VERTICAL CROPPING

    Abstraksi

    Praktikum lapangan yang berjudul Vertical Cropping ini di lakukan pada hari Sabtu 12 Oktober

    2013 di Laboratorium Kuningan, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Alat

    yang digunakan dalam praktikum ini adalah pipa paralon lengkap dengan tutupnya yang berdiameter 10

    cm, gergaji, bunsen, sekop, gunting, dan obeng. Sedangkan bahan yang digunakan adalah campuran

    pupuk kompos, tanah, dan pasir. Tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara bercocok

    tanam secara vertikultur sebagai system tanam alternative dilahan sempit. Pada praktikum ini diketahui

    bahwa vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat, baik

    indoor maupun outdoor. Vertkultur yang dibuat pada praktikum ini adalah vertikultur horizontal yang

    terbuat dari paralon, dengan tanaman yang ditanam adalah salah satu jenis sayuran daun yaitu bayam

    (Amaranthus sp.) dengan media tanamnya campuran pasir, tanah dan pupuk kompos 1:1:1.

    Kata kunci: Vertikultur

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Saat ini, kebutuhan akan lahan pertanian semakin sempit terutama di kota-kota

    besar. Sedangkan jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun

    membuat kebutuhkan akan pangan semakin meningkat. Terdorong oleh keadaan yang

    demikian, maka banyak orang melakukan budidaya tanaman dengan sistem vertikultur.

    Vertikultur merupakan teknologi sederhana yang dapat dikembangkan pada skala

    rumah tangga. Untuk keperluan bisnis rancang bangun dapat dilengkapi dengan system

    pengairan yang diatur dan bersiklus.

    Vertikultur adalah budidaya tanaman secara vertical. Wadah untuk berdirinya

    tanaman berupa pipa PVC, bambu betung , atau bahan lain disusun secara bertingkat

    dengan syarat tanaman tidak saling menghalangi, sehingga jumlah tanaman per satuan

    luas lebih banyak. Teknologi ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan lahan sempit

    melalui cara pemanfaatan ruang secara maksimal untuk budidaya tanaman. Banyak

    jenis tanaman yang dapat dibudidayakan secara vertikultur, tetapi yang cocok dan

    umum digunakan adalah tanaman semusim baik itu tanaman sayuran daun maupun

    tanaman sayuran buah, tanaman hias, dan tanaman obat. Dalam pemilihan jenis

    tanaman yang perlu mendapat perhatian adalah sistem perakarannya. Tanaman berakar

    serabut ebih mudah ditanam dengan cara vertikultur karena tidak memerlukan ruang

    terlalu luas.

    B. Tujuan

    1. Mengetahui cara bercocok tanam secara vertikultur

  • 2. Memanfaatkan lahan sempit yang tidak produktif menjadi lahan sempit yang

    produktif dengan aplikasi vertikultur

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    Vertikultur adalah sistem tanam di dalam pot yang disusun atau dirakit secara

    horisontal dan vertikal atau bertingkat. Sistem tanam ini sangat cocok diterakan,

    khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki lahan sempit. Vertikultur

    dapat pula diterapkan pada bangunan-bangunan bertingkat, perumahan umum atau

    bahkan pada pemukiman di daerah padat yang tidak memiliki halaman sama sekali.

    Dengan metode vertikultur ini, kita dapat memanfaatkan lahan semaksimal mungkin.

    Usaha tani secara komersial dapat dilakukan secara vertikultur, apalagi kalau sekedar

    untuk memenuhi kebutuhan sendiri akan sayuran atau buah-buahan semusim. Jenis

    tanaman yang cocok untuk dibudidayakan secara vertikultur adalah jenis tanaman

    semusim seperti tomat, cabai, terong, kubis, sawi, seledri, dan daun bawang (Noverita,

    2005).

  • III. METODOLOGI PELAKSANAAN PRAKTIKUM

    Praktikum lapangan yang berjudul Vertical Cropping ini di lakukan pada hari Sabtu

    12 Oktober 2013 di Laboratorium Kuningan, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,

    Universitas Gadjah Mada. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pipa paralon

    lengkap dengan tutupnya yang berdiameter 10 cm, gergaji, bunsen, sekop, gunting, dan

    obeng. Sedangkan bahan yang digunakan adalah campuran pupuk kompos, tanah, dan

    pasir.

    Pipa paralon disiapkan sepanjang 1-2 m, dibuat lubang di kanan-kiri dengan cara

    dipotong dan dipanasi, jarak antar lubang 20-30 cm. Bagian bawah pipa ditutup,

    kemudian ke dalam pipa diisikan dengan media tanam (campuran kompos dan pasir

    halus). Pipa diletakkan pada tempat terbuka sehingga cukup mendapatkan cahaya

    matahari, pipa tersebut dapat dirangkai atau diikatkan pada tiang penyangga. Tanam bibit

    sayuran pada lubang yang sudah disiapkan. Penyiraman diberikan dari lubang atas pipa

    secara berkala, pasang tutup atas pipa. Air untuk menyiram dapat diperkaya dengan

    pupuk 1%.

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Bercocok tanam secara vertikultur sedikit berbeda dengan bercocok tanam di

    kebun atau di ladang. Vertikultur diartikan sebagai teknik budidaya tanaman secara

    vertikal sehingga penanamannya dilakukan dengan menggunakan sistem bertingkat dan

    tidak membutuhkan lahan yang banyak. Sistem vertikultur memiliki beberapa kelebihan

    dibandingkan sistem budidaya biasa. Kelebihan vertikultur adalah dapat menerapkan

    sistem ini pada lahan yang terbatas, dapat menghemat penggunaan pupuk dan air, kualitas

    produk lebih baik dan lebih bersih, kuantitas produksi lebih tinggi dan kontinuitas produk

    terjaga berupa efisiensi lahan, pupuk, air, benih dan tenaga kerja, menjadi lahan bisnis,

    baik langsung ataupun tidak langsung, mempercantik halaman dan berfungsi sebagai

    paru-paru kota. Adapun kekurangan dari sistem vertikultur antara lain rawan terhadap

    serangan jamur atau cendawan, sehingga pemantauan kondisi pertanaman harus sering

    dilakukan. Populasi tanaman yang tinggi menyebabkan kelembaban udara tinggi,

    sehingga memungkinkan serangan penyakit mudah menyebar. Penyiraman harus

    dilakukan secara kontinyu meskipun hujan, terutama bila tanaman ditanam pada sistem

    bangunan beratap.

    Pelaksanaan vertikultur dapat menggunakan bangunan khusus (modifikasi dari

    sistem green house) maupun tanpa bangunan khusus, misalnya di pot gantung dan

    penempelan di tembok-tembok. Wadah tanaman sebaiknya disesuaikan dengan bahan

    yang banyak tersedia di pasar lokal. Bahan yang dapat digunakan, misalnya kayu, bambu,

    pipa paralon, pot, kantong plastik dan gerabah. Bentuk bangunan dapat dimodifikasi

    menurut kreativitas dan lahan yang tersedia. Yang penting perlu diketahui lebih dahulu

    adalah karakteristik tanaman yang ingin dibudidayakan sehingga kita dapat merancang

    sistemnya dengan benar. Pada praktikum peralatan yang digunakan untuk membuat

    petanaman secara vertikultur menggunakan pipa paralon yang ditutup salah satu

    ujungnya kemudian pipa dilubangi diberbagai sisi dengan cara tersusun rapi sehingga

    tanaman tidak saling ternaungi sehingga distribusi cahayanya tidak merata. Jenis

    tanaman yang dapat dibudidayakan secara vertikultul adalah jenis tanaman semusim

    yang umumnya memiliki ukuran yang tidak terlalu besar, seperti sawi, selada, dan tomat.

  • V. PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Sistem pertanaman secara vertikultur merupakan salah satu cara budidaya

    yang efektif untuk dilaksanakan di daerah yang tidak memiliki lahan luas,

    seperti di perkotaan.

    B. Saran

    Sistem pertanaman secara vertikultur baiknya lebih dikembangkan lagi

    guna mengatasi permasalahan lahan pertanian yang semakin menyempit. Upaya

    sosialisasi mengenai sistem pertanaman secara vertikultur perlu digiatkan

    kepada masyarakat khususnya petani yang tidsk memiliki lahan yang luas agar

    dapat menerapkan sistem pertanaman ini.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Noverita, Sv. 2005. Pengaruh konsentrasi pupuk pelengkap cair nipka-plus dan jarak tanam

    terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bab kalam (Brassica oleraceae L.

    Var.Acephala DC.) secara vertikultur. Jurnal Penilitian Bidang Ilmu Pertanian 3: 1-10.

  • LAMPIRAN

    Gambar 1. Pipa paralon

    Gambar 2. Pembuatan lubang tanam pada dinding paralon

    Gambar 3. Bibit bayam yang akan ditanam

  • Gambar 4. Setelah diisi campuran tanah dan pupuk, bibit kemudian ditanamkan

  • BAGIAN VII: SOLUM TANAH

    Abstraksi

    Praktikum lapangan solum tanah dilaksanakan di Laboratorium Kuningan, Jurusan Tanah,

    Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada hari Sabtu 12 Oktober 2013. Metode

    pencuplikan tanah yang mampu mewakili keseluruhan area untuk uji kesuburan tanah adalah metode zig-

    zag sejumlah 16-20 titik sedalam 0-20 cm, kemudian hasil dari berbagai tempat pengambilan dijadikan

    satu untuk menjadi contoh komposit tanah. Untuk solum tanah metode yang digunakan pada tanah kasar

    adalah dengan membuat lubang 50 cm x 50 cm x 50 cm.

    Kata kunci: solum tanah, metode zig-zag-zag

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Permasalahan kesuburan tanah dan hal yang terkait di dalamnya merupakan

    salah satu hal yang harus diatasi, mulai dengan cara yang sederhana hingga rumit.

    Misalkan saja, dengan memanfaatkan limbah rumah tangga atau dedaunan untuk

    dijadikan pupuk, membuat mol untuk memperbanyak mikroba tanah, memanfaatkan

    lahan sempit sebagai tempat bercocok tanam melalui vertical cropping, dan masih

    banyak lagi. Dengan adanya solusi tersebut, usaha di bidang pertanian diharapkan dapat

    menghasilkan produk yang sesuai dengan harapan pelakunya.

    Di samping itu, ada beberapa macam hal yang perlu diperhatikan terkait

    pemanfaatan tanah sebagai medium tumbuhnya tanaman. Misalkan saja, mulai dari cara

    pengambilan cuplikan tanah, persiapan solum tanah pratanam, hingga metode

    pemupukan yang efektif untuk diaplikasikan. Dengan cara-cara tersebut dimaksudkan

    dapat memberi faedah dalam upaya mendapatkan hasil dari usaha penanaman

    komoditas tertentu. Dengan demikian, cara-cara memperbaiki maupun menjaga

    kesuburan dan kesehatan tanah tidak perlu menggunakan peralatan ataupun cara yang

    rumit, karena dengan cara yang sederhana saja sudah berguna dan mudah untuk

    diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

    B. Tujuan

    Mempelajari metode-metode pengelolaan dan perisapan solum tanah untuk

    kepentingan penanaman.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    Solum tanah merupakan kedalaman lapisan tanah dari permukaan hingga bahan induk

    tanah. Solum tanah adalah penampang tanah dimulai dari horizon A hingga horizon B.

    Kedalaman solum tanah sangat bervariasi tergantung perkembangan tanah, mulai dari 5 cm

    10an meter. Padahal sebenarnya, solum tanah merupakan bagian dari profil tanah. Adapun

    profil dari tanah yang berkembang lanjut biasanya memiliki horizon-horizon O A E B

    C R yang masin