landasan bk

50
LANDASAN-LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING MAKALAH Untuk memenuhi tugas matakuliah Bahasa Indonesia Keilmuan yang dibina oleh Bapak Sutriono Hariadi Oleh Denik Hardika Sari 109 111 422 389 Ratna Dwi Lestari 209 111 421 324 Subekti Wahyu Tiara 209 111 421 327 Titik Kurniawati 209 111 421 326 Vita Riana 109 111 422 147

Upload: anaganeh

Post on 14-Jun-2015

6.005 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Landasan BK

LANDASAN-LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING

MAKALAHUntuk memenuhi tugas matakuliah

Bahasa Indonesia Keilmuan yang dibina oleh Bapak Sutriono Hariadi

Oleh

Denik Hardika Sari 109 111 422 389

Ratna Dwi Lestari 209 111 421 324

Subekti Wahyu Tiara 209 111 421 327

Titik Kurniawati 209 111 421 326

Vita Riana 109 111 422 147

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING DAN PSIKOLOGINovember 2009

Page 2: Landasan BK

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi ........................................................................................................ i

A. Pendahuluan .............................................................................................. 1

B. Landasan Historis Bimbingan dan Konseling ........................................... 2

C. Landasan Filosofis Bimbingan dan Konseling .......................................... 4

D. Landasan Sosial dan Budaya Bimbingan dan Konseling .......................... 10

E. Landasan Psikologis Bimbingan dan Konseling ....................................... 14

F. Landasan Religius Bimbingan dan Konseling .......................................... 25

G. Hubungan Antarlandasan Bimbingan dan Konseling .............................. 28

H. Saran ......................................................................................................... 29

Daftar Rujukan ............................................................................................... 29

Page 3: Landasan BK

Landasan-Landasan Bimbingan dan Konseling

A. Pendahuluan

Situasi global membuat kehidupan semakin kompetitif dan membuka

peluang bagi manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang lebih

baik. Dampak positif dari kondisi global telah mendorong manusia untuk terus

berpikir dan meningkatkan kemampuan. Adapun dampak negatif dari globalisasi

yaitu, 1) keresahan hidup di kalangan masyarakat karena terjadi berbagai konflik,

2) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin, kolusi, dan korupsi, makin sulit

diterapkannya ukuran baik-jahat dan benar-salah secara tegas, 3) adanya ambisi

kelompok yang dapat menimbulkan konflik, tidak saja konflik psikis tapi juga

fisik, dan 4) pelarian dari masalah melalui jalan pintas, yang bersifat sementara

dan adiktif seperti penggunaan obat-obatan terlarang.

Untuk menangkal dan mengatasi masalah tersebut perlu dipersiapkan

sumber daya manusia Indonesia yang bermutu. Menurut Prayitno dan Erman

Amti, manusia Indonesia yang bermutu yaitu manusia yang sehat jasmani dan

rohani, bermoral, berilmu pengetahuan, dan kreatif sesuai dengan visi dan misi

pendidikan nasional. Kemampuan yang seperti itu tidak hanya menyangkut aspek

akademis, tetapi juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial,

kematangan intelektual, dan sistem nilai.

Oleh karena itu, pendidikan yang bermutu merupakan pendidikan yang

seimbang, tidak hanya mampu menghantarkan peserta didik pada pencapaian

standar kemampuan akademis, tetapi juga mampu membuat perkembangan diri

yang sehat dan produktif. Pencapaian standar kemampuan akademis dan tugas-

tugas perkembangan peserta didik, memerlukan kerjasama yang harmonis antara

para pengelola atau manajemen pendidikan, pengajaran, dan bimbingan sebab

ketiganya merupakan bidang-bidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan.

Prayitno mengungkapkan, bimbingan dan konseling adalah serangkaian

tahapan bantuan yang sistematis antara dua orang yaitu konseli dan konselor

dalam rangka pengembangan diri, pemecahan masalah, dan pengambilan

keputusan oleh konseli. Pada praktiknya di lapangan, proses bimbingan dan

konseling sering ditafsirkan dengan makna yang berbeda; 1) bimbingan identik

Page 4: Landasan BK

dengan pendidikan, 2) bimbingan hanya untuk siswa yang salah suai, 3)

bimbingan berarti bimbingan jabatan/pekerjaan, 4) bimbingan diperuntukkan bagi

murid sekolah lanjutan, 5) bimbingan hanya usaha pemberian nasihat, 6)

bimbingan menghendaki kepatuhan dalam tingkah laku.

Oleh karena itu, makalah ini disusun untuk membahas landasan-landasan

bimbingan dan konseling, agar konselor memahami prinsip-prinsip bimbingan

dan konseling yang kokoh secara profesional agar dapat menepis segala persepsi

keliru tentang bimbingan dan konseling.

B. Landasan Historis Bimbingan dan Konseling

1. Pendahuluan

Secara umum, konsep bimbingan dan konseling telah lama dikenal

sebagian orang melalui sejarah. Ini terlihat dari sejarah Yunani kuno tentang

“Developing One’s Potensial “ yang artinya pengembangan potensi individu.

Dalam hal ini mereka menekankan tentang upaya-upaya untuk mengembangkan

dan memperkuat individu melalui pendidikan, sehingga mereka nanti mampu

mengisi peranannya di masyarakat. Terkait dengan perhatian yang diberikan

kepada masyarakat Yunani, Plato dapat dipandang sebagai “konselor “ Yunani

kuno pada masa itu. Karena dia telah menaruh perhatian begitu besar terhadap

pemahaman psikologis individu, seperti aspek isu-isu moral pendidikan,

hubungan dalam masyarakat, dan teologis.

Namun tidak cuma itu yang dilakukan oleh Plato (dalam Syamsu dan

Juntika, 2008:85), dia juga memberikan perhatian terhadap masalah-masalah yaitu

bagaimana membangun pribadi manusia yang baik melalui asuhan atau

pendidikan formal, bagaimana caranya supaya anak dapat berpikir lebih efektif,

dan teknik apa yang telah berhasil memengaruhi manusia dalam kemampuannya

mengambil keputusan dan mengembangkan keyakinannya.

Masalah “Developing One’s Potential “ atau lebih dikenal dengan

pengembangan potensi individu yang dikemukakan Plato diatas juga terjadi pada

abad 18. Pendapat ini dikemukakan oleh Jeans Jecques Rousseau (dalam Syamsu

dan Juntika, 2008:87) mengemukakan bahwa perkembangan individu dapat

berlangsung dengan baik, apabila dia bebas untuk mengembangkan belajar dan

Page 5: Landasan BK

belajar melalui berbuat (bekerja). Itulah sekilas perkembangan historis bimbingan

dan konseling dari zaman yunani kuno sampai abad 18.

2. Tonggak-Tonggak Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di

Amerika dan Indonesia

a) Perkembangan layanan bimbingan yang terjadi di Amerika

Menurut Prayitno dan Erman Amti pada saat itu pekerjaan-pekerjaan konselor

masih ditangani oleh para guru karena belum ada konselor disekolah. Mereka

memberi layanan informasi, layanan bimbingan pribadi, sosial, karir, dan

akademik. Pada tahun 1898, Jesse B.Davis seorang konselor sekolah di Detroit

memulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA.

Kemudian pada tahun 1907, dia diangkat menjadi kepala SMA di Grand Rapids

Michigan. Tujuan dari program bimbingan di sekolah tersebut di Amerika adalah

untuk membantu siswa agar mampu mengembangkan beberapa hal berikut ini :

1. Mengembangkan karakernya yang baik memiliki nilai moral,ambisi, bekerja

keras, dan kejujuran sebagai aset yang sangat penting bagi setiap siswa.

2. Mencegah dirinya dari perilaku yang bermasalah, dan

3. Menghubungkan minat pekerjaan dengan kurikulum (mata pelajaran ).

b) Perkembangan layanan bimbingan yang terjadi di Indonesia.

Perkembangan layanan bimbingan di Indonesia berbeda dengan di

Amerika. Layanan bimbingan dan konseling di Indonesia telah mulai dibicarakan

secara terbuka sejak tahun 1962. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan sistem

pendidikan di SMA, yaitu terjadinya perubahan nama menjadi SMA Gaya Baru,

dan berubahnya waktu penjurusan, yang awalnya di kelas 1 menjadi di kelas 2.

Program penjurusan merupakan respon akan kebutuhan untuk menyalurkan para

siswa ke jurusan yang tepat bagi dirinya secara perorangan. Dalam rencana

pelajaran yang ada di SMA Gaya Baru, ditegaskan sebagai berikut :

1. Di kelas 1 setiap pelajar diberi kesempatan untuk lebih mengenal bakat dan

minatnya dengan bimbingan penyuluhan yang di teliti dari para guru maupun

orang tua.

Page 6: Landasan BK

2. Dengan mempergunakan peraturan kenaikan kelas dan bahan-bahan catatan

dalam kartu pribadi setiap murid, para pelajar disalurkan ke kelas 2 pada

kelompok khusus.

3. Untuk kepentingan tersebut, maka pengisian kartu pribadi murid harus

dilaksanakan seteliti mungkin.

Dengan diperkenalkannya gagasan sekolah pembangunan pada tahun

1970-1971, peranan bimbingan kembali mendapat perhatian. Perkembangan

bimbingan dan konseling di Indonesia menjadi semakin mantap dengan terjadinya

perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi

Asosiasi BK Indonesia (ABKIN) pada tahun 2001. Pemunculan nama ini

dilandasi oleh pikiran bahwa bimbingan dan konseling harus tampil sebagai

profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan publik. Berdasarkan

penelahan yang cukup kritis terhadap perjalanan historis gerakan BK di Indonesia,

hal ini dikemukakan oleh Prayitno bahwa periodesasi perkembangan gerakan

bimbingan dan penyuluhan di Indonesia melalui lima periode yaitu periode

prawacana, pengenalan, pemasyarakatan, konsolidasi, dan tinggal landas. Hal

inilah yang menunjang pengembangan layanan bimbingan di Indonesia.

C. Landasan Filosofis Bimbingan dan Konseling

1. Makna, Fungsi dan Prinsip-prinsip Filosofis

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno philos dan sophia. Philos

berarti cinta dan sophia berarti kebijakan, kebaikan atau kebenaran, atau bisa juga

diartikan cinta atau hikmah (Arifin, 1993:1 dalam Jalllaludin dan Abdullah,

2007:9). Hasan Shadily (dalam Jalllaludin dan Abdullah, 2007:9) mengatakan

bahwa filsafat menurut asal katanya adalah cinta akan kebenaran. Dengan

demikian dapat ditarik pengertian bahwa filsafat adalah cinta pada ilmu

pengatahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang

yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengatahuan,

ahli hikmah dan bijaksana.

Dalam pengertian yang lebih luas, Harold Titus (dalam Jallaludin dan

Abdullah, 2007:11) mengemukakan pengertian filsafat sebagai berikut.

Page 7: Landasan BK

a. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan

alam yang biasanya diterima secara kritis.

b. Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan

sikap yang sangat kita junjung tinggi.

c. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.

d. Filsafat ialah analisis logis dari bahasan dan penjelasan tentang arti

konsep.

e. Filsafat ialah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat

perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat (Jalaluddin dan

Said, 1994:9 dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004:14).

Lebih luas, kamus Webster New Universal memberikan pengertian bahwa

filsafat merupakan ilmu yang mempelajari kekuatan yang didasari proses berpikir

dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum dasar yang

mengatur alam semesta serta mendasari semua pengetahuan dan kenyataan,

termasuk ke dalamnya studi tentang estetika, etika, logika, metafisika, dan lain

sebagainya. Dengan kata lain, filsafat merupakan pemikiran yang sedalam-

dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya, serta

setuntas-tuntasnya tentang sesuatu. Tidak ada lagi pemikiran yang lebih dalam,

lebih luas, lebih lengkap ataupun lebih tuntas daripada pemikiran filosofis.

Pemikiran yang paling dalam, paling luas, paling tiggi, dan paling tuntas

itu mengarah kepada pemahaman tentang sesuatu. Sesuatu yang dipikirkan itu

dikupas, diteliti, dikaji dan direnungkan segala seginya melalui proses pemikiran

yang selurus-lurusnya dan setajam-tajamnya sehingga diperoleh pemahaman

menyeluruh tentang hakikat keberadaan dan keadaan sesuatu itu. Hasil pemikiran

yang menyeluh itu selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk bertindak bertindak

berkenaan dengan sesuatu yang dimaksudkan itu. Hasil pemikiran yang

menyeluruh itu selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk bertindak berkenaan

dengan sesuatu yang dimaksudkan itu. Karena tindakan yang dilakukan itu

didasarkan atas pemahaman yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-

tingginya, selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya itu maka tindakan itu

tidak gegabah atau bersifat acak yang tidak tentu ujung pangkalnya, melainkan

merupakan tindakan yang terarah, terpilih, terkendali, teratur, dan dapat

Page 8: Landasan BK

dipertanggungjawabkan. Tindakan seperti itu teguh dan penuh dengan kehati-

hatian. Lebih jauh, oleh karena pemahaman berdasarkan pemikiran filosofis itu

akan dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan etis, serta dapat memenuhi

tuntutan estetika. Tindakan seperti itu tidak lain adalah tindakan bijaksana. Dalam

kaitan itu, tidaklah meleset apabila dikatakan bahwa istilah filosofi atau filsafat itu

mempunyai makna cinta bijaksana, karena orang-orang yang tindakannya

didasarkan atas hasil pemikiran filsafat adalah orang-orang yang bijaksana.

Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau

tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk

itu diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal yang bersangkut paut

dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran bimbingan dan konseling

pada umumnya yaitu membantu konselor dalam menghadapi situasi konseling

dalam membuat situasi yang tepat. Di samping itu pemikiran dan pemahaman

filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap,

lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya

(Belkin, 1975 dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004:138). Dalam hal ini konselor

harus merasa puas dalam membantu klien mengatasi masalahnya. Konselor

menggunakan keterampilannya untuk membantu klien dalam upaya

mengembangkan keterampilan klien dalam mengatasi masalah dan keterampilan

hidupnya.

John J. Pietrofesa et. al. (dalam Syamsu dan Juntika, 2007:107)

selanjutnya mengemukakan pendapat James Cribbin tentang prinsip-prinsip

filosofis dalam bimbingan sebagai berikut:

a. Bimbingan hendaknya didasarkan pada pengakuan akan kemuliaan dan harga

diri individu (konseli) dan atas hak-haknya mendapatkan bantuan.

b. Bimbingan merupakan proses pendidikan yang berkesinambungan. Artinya

bimbingan merupakan bagian integral dalam pendidikan.

c. Bimbingan harus respek terhadap hak-hak setiap klien yang meminta bantuan

dan pelayanan.

d. Bimbingan bukan prerogatif kelompok khusus profesi kesehatan mental.

Bimbingan dilaksanakan melalui kerjasama, yang masing-masing bekerja

berdasarkan keahlian atau kompetensinya sendiri.

Page 9: Landasan BK

e. Fokus bimbingan adalah membantu individu dalam merealisasikan potensi

dirinya.

f. Bimbingan merupakan elemen pendidikan yang bersifat individualisasi,

personalisasi, dan sosialisasi.

2. Hakikat Manusia

Pertanyaan filosofis yang setiap kali muncul seperti; “Apakah manusia

itu?” Menurut teori evolusi yang berdasarkan perkembangan biologis Charles

Darwin, seorang ilmuwan Bangsa Inggris, memberikan pada pemikiran dan

pemahaman manusia adalah hasil evolusi binatang yang lebih rendah. Semua cikal

bakal manusia tidak seperti keadaannya sekarang melainkan lebih menyerupai

kera. Nenek moyang manusia yang seperti kera itu berevolusi atau mengalami

perubahan secara perlahan-lahan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan

lingkungan selama berjuta-berjuta tahun, dan ahkirnya terwujudlah manusia

dalam bentuknya sekarang. Jika pola pemahaman Charles Darwin itu dilanjutkan,

maka manusia seperti manusia adanya sekarang terus berevolusi dan pada sekian

juta tahun yang akan datang bentuk manusia akan berubah, entah seperti apa.

Mungkin seperti yang digambarkan oleh pengarang cerita fiktif tentang makhluk

dari planet lain.

Berbeda dari pola pemikiran Charles Darwin tentang evolusi

perkembangan manusia, tokoh-tokoh abad ke-19 seperti Mill, Hegel, Wundt, dan

James meninjau keberadaan manusia dari segi psikologi (Robinson dalam

Prayitno dan Erman Amti, 2004:139), sumbangan pemikiran tokoh-tokoh tersebut

dianggap sebagai langkah yang alamiah menuju ke pemahaman tentang hakikat

manusia. Para tokoh tersebut mengupas dari sudut pandang psikologis,

perikehidupan manusia yang meliputi pola berpikir, persepsi, kesadaran

kepribadian, moral, kemauan, kepercayaan, dan sebagainya. Mereka sepertinya

telah menyusun sistem psikologi tertentu yang amat besar pengaruhnya, bahkan

mendasari perkembangan psikologis dewasa ini.

Meskipun uraian para tokoh abad ke-19 itu telah mengungkapkan secara

mendalam tentang manusia, bahkan oleh Robinson dianggap sebagai pemahaman

tentang hakikat manusia, namun itu semua belumlah lengkap sebagai pemahaman

filosofis tentang manusia. Penelaahan psikologis tentang manusia amatlah

Page 10: Landasan BK

penting, tetapi manusia jauh lebih luas, lebih dalam dan lebih tinggi daripada segi

psikologisnya semata. Pemahaman hakikat manusia yang utuh tidak boleh

dipecah-pecah dan dilihat dari satu seginya tersendiri, segi biologisnya saja, segi

psikologisnya saja, dan sebagainya.

Para penulis di Eropa dan Amerika telah banyak mencoba untuk

memberikan deskripsi tentang hakikat manusia (dalam Prayitno dan Erman Amti,

2004:140):

a. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berpikir dan mempergunakan

ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.

b. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang

dihadapinya khususnya apabila ia berusaha memanfaatkan kemampuan-

kemampuan yang ada pada dirinya.

c. Manusia berusaha terus-menerus mengembangkan dirinya dengan pendidikan.

d. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi lebih baik dan

buruk.

Sedangkan menurut Sigmund Freud (dalam Syamsu dan Juntika, 2008:

109) hakikat dari manusia:

a. Manusia pada dasarnya bersifat pesimistik, deterministik, mekainistik,

reduksionistik.

b. Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi

tak sadar, dorongan-dorongan biologis, dan pengalaman masa kecil.

c. Dinamika kepribadian berlangsung melalui pembagian energi psikis kepada id,

ego dan superego yang bersifat saling mendominasi.

d. Manusia memiliki naluri-naluri seksual (libido seksual) dan agresif; naluri

kehidupan (eros) dan kematian (tonatos).

e. Manusia bertingkah laku dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan

dan mneghindari rasa sakit (pleasure principle).

Menurut Virginia Satir (dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004:140)

memandang bahwa manusia pada hakikatnya positif. Setelah mempelajari ribuan

keluarga secara mendalam, Satir berkesimpulan bahwa pada setiap saat, dalam

suasana apapun juga, manusia berada dalam keadaan yang terbaik untuk menjadi

Page 11: Landasan BK

sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu. Diyakini juga bahasa

manusia pada dasarnya bersifat rasional dan memiliki kebebasan serta

kemampuan untuk membuat keputusan dalam hidupnya.

Deskripsi di atas telah memberikan gambaran secara mendasar tentang

manusia. Gambaran itu akan lebih lengkap jika ditambahkan hal-hal berikut:

a. Manusia adalah makhluk. Dari tinjauan agama, pengertian makhluk ini

memberikan pemahaman bahwa ia terikat kepada Tuhan, yaitu keterikatan

sebagaimana menjadi dasar penciptaan manusia itu sendiri. Untuk apa manusia

diciptakan? Yaitu untuk mengabdi kepada Tuhan demi kebahagiaannya.

b. Manusia adalah makhluk yang memiliki derajat tertinggi karena

dianugerahi akal serta dijadikan pemimpin bagi makhluk-makhluk lain diatas

bumi.

c.Keberadaan manusia dilengkapi dengan empat dimensi kemanusiaan yaitu

dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan. Keempat

dimensi tersebut dikembangkan secara menyeluruh, terpadu, selaras, serasi, dan

seimbang demi terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang seutuhnya.

Hakikat manusia sebagaimana tergambar di atas akan terwujud selama

manusia itu ada.. Namun untuk mengoptimalkan perwujudan kemanusiaan itu,

upaya-upaya pembudayaan, pendidikan dan konseling perlu didasarkan pada

pemahaman tentang hakikat manusia itu agar upaya-upaya tersebut lebih efektif

dan tidak menyimpang dari hakikat manusia itu sendiri.

3. Tujuan dan Tugas Kehidupan

Adler (1945) mengemukakan bahwa tujuan akhir dari kehidupan psikis

adalah “menjamin” terus berlangsungnya eksistensi kehidupan kemanusiaan di

bumi. Sedangkan Jung (1985) melihat bahwa kehidupan psikis manusia mencari

keterpaduan dan di dalamnya terdapat dorongan instinktual ke arah keutuhan dan

hidup sehat (dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004:142). Lebih jauh, sebagai

kesimpulan dari hasil studinya tentang ciri-ciri manusia yang hidup sehat, Maslow

(dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004:144) mengajukan suatu model tentang

kebahagiaan dan kesejahteraan hidup serta upaya mengembangkan dan

mempertahankannya sepanjang hayat. Kedua pemikir tersebut mengemukakan

ciri-ciri hidup sehat sepanjang hayat dalam lima kategori tugas kehidupan:

Page 12: Landasan BK

a. Spiritualitas

Dalam kategori ini terdapat agama sebagai sumber inti bagi hidup sehat.

Agama sebagai sumber moral, etika dan aturan-aturan formal berfungsi utnuk

melindungi dan melestarikan kebenaran dan kesucian hidup manusia. Karakter

dan gaya hidup perorangan dikembangkan dengan memperhatikan keharmonisan

dengan Sang Mahakuasa.

b. Pengaturan Diri

Seseorang yang mengamalkan hidup sehat pada dirinya terdapat sejumlah

ciri, termasuk rasa diri berguna, penegndalian diri, pandangan realistik spontanitas

dan kepekaan emosional, kemampuan rekayasa intelektual, pemecahan masalah,

dan kreativitas, kemampuan berhumor, dan lain-lain.

c. Bekerja

Dengan bekerja, seseorang mendapatkan keuntungan ekonomis,

psikologis, dan sosial.

d. Persahabatan

Persahabatan merupakan hubungan sosial baik antarindividu maupun

dalam masyarakat secara lebih luas, yang tidak melibatkan unsur-unsur

perkawinan dan keterikatan ekonomis. Hubungan sosial ini didasarkan pada apa

yang disebut Adler (1954) sebagai “social interest”atau “social feeling” dari hasil

risetnya.

e. Cinta

Dengan cinta, hubungan seseorang dengan orang lain cenderung menjadi

sangat intim, saling mempercayai, saling terbuka, saling bekerjasama, dan saling

memberikan komitmen yang kuat.

D. Landasan Sosial dan Budaya Bimbingan dan Konseling

1. Faktor-faktor Sosial Budaya yang Menimbulkan Kebutuhan akan Bimbingan

Kebutuhan akan bimbingan timbul karena adanya masalah-masalah yang

dihadap oleh inividu yang terlibat dala kehidupan masyarakat. Smakn rumit

struktur masyarakat dan keadannya, semakin banyak dan rumit pulalah maslah

yang dihadapi oleh individu yang terdapat dalam masyrakat itu.

Page 13: Landasan BK

Jadi kebutuhan akan bimbingan itu timbul karena terdapat faktor yang

menambah rumitnya keadaan masyarakat dimana individu itu hidup. Faktor-faktor

itu diantaranya adalah sebagai berikut. (John J. Pietrfesa dkk., 1980; M. Surya &

Rochman N., 1986; dalam Syamsu dan Juntika, 2008:119).

a. Perubahan Konstelasi Keluarga

Pada tahun 1970 keluarga di Amerika mengalami perubahan yang cukup

berarti, seperti; melemahnya otoritas pria (suami), meningkatnya tuntutan

kesamaan hak dan kewajiban kaum perempuan, dan meretaknya kedekatan

hubungan antar anggota keluarga. Masalah tersebut diikuti oleh permasalahan

lain, yaitu semakin meningkatnya angka perceraian dari tahun 1970 sampai tahun

1980, dan kecenderungan orangtua tunggal dalam keluarga.

Ketidakberfungsian keluarga melahirkan dampak negatif bagi kehidupan

moralitas anak. Bagi keluarga yang mengalami kondisi disfungsional seperti di

atas, seringkali dihadapkan kepada kebuntuan atau kesulitan mencari jalan keluar

atau pemecahan masalah yang dihadapinya, sehingga apabila tidak segera

mendapat bantuan dari luar, maka masalah yang dihadapinya akan semakin parah.

Salah satu bantuan yang dapat memfasilitasi keluarga memecahkan masalah yang

dihadapinya adalah layanan bimbingan dan konseling yang berupaya membantu

untuk memelihara kebutuhan atau keharmonisan keluarga.

b. Perkembangan Pendidikan

Demokrasi dalam bidang kenegaraan menyebabkan demokratisasi dalam

bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Hal ini berarti pemberian

kesempatan kepada setiap orang untuk menikmati pndidikan yang

diselenggarakan oleh pemerintah atau pun oleh badan swasta. Kesempatan yang

terbuka ini menyebabkan berkumpulnya murid-murid dari berbagai kalangan

yang berbeda-beda latar belakangnya antara lain: agama, etnis, keadaan sosial,

adat istiadat dan ekonomi. Hal semacam ini menimbulkan bertumpuknya masalah

yang dihadapi oleh orang yang terlibat dalam kelompok campuran itu. Pemecahan

ini dapat diperoleh dengan melakasanakan bimbingan bagi anggota kelompok

yang bersangkutan, dalam hal ini kelompok murid sekolah.

c. Dunia Kerja

Page 14: Landasan BK

Berbagai perubahan dalam dunia kerja menuntut keahlian khusus dari para

pekerja. Untuk itu perlu dipersiapkan tenaga-tenaga yang terampil dan memiliki

sikap mental yang tangguh dalam bekerja. Bimbingan dan konseling diperlukan

untuk membantu menyiapkan mental para pekerja yang tangguh itu.

d. Perkembangan Kota Metropolitan

Kecenderungan bertumbuhnya kota-kota di abad ke-21 akan

mendorong semakin meledaknya arus urbanisasi. Kondisi ini akan menimbulkan

dampak sosial yang buruk bagi kehidupan masyarakat di perkotaan. Kondisi

kehidupan di atas dapat menjadi sumber pemicu malapetaka kehdupan terutama

menyangkut masalah-masalah psikologis seperti gejala ”maladjustment” dan

”Pathologic” (gangguan sakit jiwa dan sakit jiwa. Bimbingan dan konseling

dibutuhkan untuk membantu masyarakat mengatasi masalah-masalah psikologis

sehingga meraka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

e. Perkembangan Komunikasi

Dampak media massa (terutama televisi) terhadap kehidupan manusia

sangatlah besar. Pengaruhnya seperti virus influensa yang mudah menyebar ke

tubuh manusia. Dewasa ini anak-anak dan para remaja rata-rata menghabiskan

waktu setiap harinya 6 jam untuk menonton televisi. Propaganda atau iklan yang

ditayangkan televisi telah mengembangkan sikap konsumerisme di kalangan

masyarakat.

Di samping itu, program-program yang ditayangkan tidak sedikit yang

telah merusak nilai-nilai pendidikan, karena banyak sekali adegan kekersan,

mistik dan amoral yang disuguhkan. Sehubungan dengan hal tersebut, sangatlah

penting bagi orangtua untuk membimbing anak dalam rangka mengembangkan

kemampuannya untuk menilai setiap tayangan yang ditontonnya secara kritis.

Dalam hal ini layanan bimbingan yang memfasilitasi berkembangnya kemampuan

ana dalam mengambil keputusan (decision-making skil) merupakan pendekatan

yang angat tepat.

f. Seksisme dan Rasisme

Seksisme merupakan paham yang mengunggulkan salah satu jenis kelamin

dari jenis kelamin lainnya. Sementara rasisme adalah paham yang mengunggulkan

ras yang satu dengan ras yang lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, program

Page 15: Landasan BK

bimbingan mempunyai peranan penting dalam upaya memberikan pemahaman

bahwa antara laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama dalam

melakukan segala hal tanpa ada batasan-batasan gender dan memberikan

pemahaman bahwa perlakuan diskriminatif terhadap ras-ras yang berbeda

bukanlah suatu pemecahan masalah yang baik. Semuanya hanya akan

menimbulkan permusuhan satu sama lain.

g. Kesehatan Mental

Masalah kesehatan mental di beberapa tempat di dunia ini semakin marak

saja, seperti orang-orang yang mengalami gangguan jiwa (neurotik), sakit jiwa

(psikosis), kepribadian anti sosial, gangguan emosional, orang dewasa atau remaja

yang melakukan tindak kejahatan yang serius, orang-orang yang kecanduan

minuman keras, menyalahgunakan obat-obatan terlarang dan lain-lain. Terkait

dengan masalah ini, maka sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga perusahaan

dituntut untuk menyelnggarakan program layanan bimbingan dan konseling dalam

upaya mengembangkan mental yang sehat dan mencegah serta menyembuhkan

mental yang tidak sehat.

h. Perkembangan Teknologi

Dengan perkembangan teknologi yang pesat, timbul dua masalah penting

yang menyebabkan kerumitan struktur dan keadaan masyarakat yaitu, (1)

penggantian skonan besar tenaga kerja manusia dengan mesin menyebabkan

jumlah pengangguran semakin meningkat, (2) bertambahnya jenis-jenis pekerjaan

dan jabatan baru yang menghendaki keahlian khusus dan memerlukan pendidikan

khusus pula bagi orang-orang yang hendak menjabatnya. Kedua masalah utama

ini menyebabkan orang-orang yang bersangkutan meminta bantuan kepada orang

lain atau badan yang berwenang untuk memecahkannya.Di sinilah kebutuhan

akan bimbingan dan konseling terasa sangat dibutuhkan.

i. Kondisi Moral dan Keagamaan

Kebebasan untuk menganut agama sesuai dengan keyakinan masing-

masing individu menyebabkan seorang individu berpikir dan menilai setiap agama

yang dianutnya. Kadang-kadang menilainya berdasarkan nilai moral umum yang

dianggapnya paling baik, kadang-kadang didasarkan pada kesenangan pribadi

yang nyata yang akan membawa pada perasaan tertekan oleh norma-norma agama

Page 16: Landasan BK

ataupun keraguan akan kepercayaan yang telah diwarisinya dari orangtua mereka.

Ini merupakan pilihan yang tidak mudah untuk ditentukan segera karena

menyangkut hal yang sangat mendasar dan peka. Oleh karena itu makin, terasalah

kebutuhan akan bimbingan yang baik untuk menanggulanginya.

j. Kondisi Sosial Ekonomi

Perbedaan yang besar dalam faktor ekonomi di antara anggota

kelompok campuran, menimbulkan masalah yang berat. Masalah ini terutama

sangat dirasakan oleh individu yang berasal dari golongan ekonomi lemah, tidak

mampu, atau golongan ”rendahan”. Di kalangan mereka, terutama anak-anak dari

sosial ekonomi lemah, tidak mustahil timbul kecmburuan sosial perasaan rendah

diri atau perasaan tidak nyaman untuk bergaul dengan anak-anak dari kelompok

orang-orang kaya. Untuk menanggulangi masalah ini dengan sendirinya

memerlukan adanya bimbingan, baik terhadap mereka yang datang dari golongan

yang kurang mampu atau pun mereka dari golongan sebaliknya

E. Landasan Psikologis Bimbingan dan Konseling

1. Motif

a) Pengertian Motif

Abin Syamsudin Makmun (dalam Syamsu dan Juntika, 2008: 159)

mengartikan motif sebagai “suatu keadaan yang kompleks (a complex state) dan

kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu (organism) untuk bergerak (to

move, motion, motive) ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak

disadari”. Dari pengertian tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa setiap

kegiatan (aktivitas individu selalu ada kekuatan yang mendorongnya dan selalu

mengarah kepada suatu tujuan. Kekuatan yang mendorong dan mengarahkan

perilaku itu disebut motif. Sebenarnya ada istilah lain yang mempunyai pengertian

yang hampir bersamaan dengan motif itu yaitu drive dan needs.

Untuk melihat perbedaan antara ketiga istilah tersebut Moh.Surya (dalam

Syamsu dan Juntika, 2008: 159) dan Nana Syaodih Sukmadinata memberikan

penjelasan sebagai berikut:

Page 17: Landasan BK

Drive terutama digunakan untuk dorongan-dorongan dasar atau kebutuhan dasar

seperti: makan,minum, perlindungan, seks, dan lain-lain. Needs digunakan dalam

pengertian bila pada individu adanya satu kekurangan.sedangkan motive (motif)

dipergunakan untuk dorongan-dorongan selain yang termasuk drives dan needs.

a) Pengelompokan Motif

Ada beberapa macam pengelompokan yang dikemukakan oleh beberapa

ahli. Meskipun penamaannya nampak berbeda, namun isinya mempunyai banyak

kesamaan antara satu sama yang lainnya. Pengelompokan itu di antaranya sebagai

berikut.

Pertama, pengelompokan motif primer dan sekunder.

1) Motif Primer

Motif primer disebut juga motif dasar (basic motif) atau biological drives (karena

berasal dari kebutuhan-kebutuhan biologis). Motif ini menunukan kepada motif

yang tidak dipelajari (unlearned motive). Dengan kata lain motif ini bersifat

naluriah (instinktif). Motif primer meliputi:

a). Dorongan fisiologis (physiological drive), motif inibersumber pada kebutuhan

organis (organic needs) yang meliputi:

(1) Dorongan untuk makan,minum dan bernapas;

(2) Dorongan untuk mengembanganketurunan (sex drives);

(3) Dorongan untukberistirahat dan bergerak, dan sebaganya.

b). Dorongan umum dan motif darurat.

Walaupun pada dasarnya motif ini telah ada sejak lahir, namun bentuk-bentuknya

yang sesuai dengan perangsang tertentu berkembang karena dipelajari. Yang

termasuk motif ini diantaranya meliputi:

a) Perasaan takut

b) Dorongan kasih sayang

c) Dorongan ingin tahu

d) Dorongan untuk melarikan diri (escapemotive)

e) Dorongan untuk menyerang (combat motive)

f) Dorongan untuk berusaha (effort motive)

g) Dorongan untuk mengejar (pursuit motive)

2) Motif Sekunder

Page 18: Landasan BK

Motif ini sering kali disebut juga motif yang disyaratkan secara sosial,

karena manusia hidup dalam lingkungan sosial. Motif sekunder (sosial) ini

merupakan motif yang dipelajari (learned motive), dalam arti motif ini

berkembang karena pengalaman.

Dalam perkembangannya motif ini dipengaruhi oleh tingkat peradaban,

adat istiadat, dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tempat individu itu

berada. Ke dalam golongan ini termasuk antara lain:

a. Dorongan untuk belajar ilmu pengetahuan

b. Dorongan untuk mengejar suatu kedudukan (status)

c. Dorongan berprestasi (achievement motive)

d. Motif-motif objektif (eksplorasi, manipulasi dan menaruh minat)

e. Dorongan ingin menerima, dihargai, persetujuan, merasa aman

f. Dorongan untuk dikenal, dan sebagainya

Kedua, pengelompokan motif menurut Woodwort dan marquis (dalam

Syamsu dan Juntika, 2008:161). Motif ini dapat dibedakan menjadi tiga macam,

yaitu sebagai berikut.

a. Motif atau kebutuhan organis, seperti: kebutuhan untuk makan, minum,

bernapas, seksual, beristirahat dan bergerak.

b. Motif darurat, seperti: motif untuk menyelamatkan diri, membalas,

memburu (mengejar), berusaha, dan menyerang.

c. Motif obyektif yaitu sebagai berikut:

1) Motif untuk melakukan eksplorasi atau motif untuk menyelidiki. Tujuan motif

ini adalah untuk memperoleh sesuatu kebenaran yang lebih obyektif.

2) Motif manipulasi, yaitu dorongan untuk menggunakan sesuatu dari

lingkungan, sehingga dapat berguna bagi dirinya dalam memelihara kelangsungan

hidupnya.

3) Motif interest (minat) yaitu dorongan untuk memusatkan kegiatan dan

perhatian terhadap suatu objek yang banyak bersangkutan dengan diri individu.

Ketiga, pengelompokan berdasarkan atas jalarannnya. Pengelompokan ini

dapat dibedakan ke dalam dua bagian, yaitu sebagai berikut.

1. Motif intrinsik, yaitu motif yang tidak usah dirangsang dari luar, karena

memang dalam diri individu sendiri telah ada dorongan itu.

Page 19: Landasan BK

2. Motif ekstrinsik, yaitu motif yang disebabkan oleh pengaruh rangsangan

dari luar.

Keempat, pengelompokan motif berdarkan isi atau persangkutpautannya,

yaitu sebagai berikut.

1) Motif jasmaniah, seperti reflek,instink, dan sebagainya.

2) Motif rohaniah, yaitu kemauan.

Kelima, menurut Abraham H. Maslow (dalam Syamsu dan Juntika,

2008:163) motif-motif itu mempunyai saling hubungan berjenjang, artinya suatu

motif timbul kalau motif yang mempunyai jenjang yang paling rendah telah

terpenuhi. Pengelompokan motif dari jenjang yang paling rendah ke jenjang

paling tinggi adalah sebagai berikut.

1) Kebutuhan biologis

2) Kebutuhan rasa aman

3) Kebutuhan sosial/afiliasi

4) Kebutuhan akan pemuasan akan harga diri

5) Kebutuhan aktualisasi diri

c. Pengukuran Motif

Motif bukan merupakan benda yang secara langsung dapat diamati, tetapi

merupakan suatu kekuatan dalam diri individu yang besifat abstrak. Oleh karena

itu, dalam mengukurnya yang dapat dilakukan adalh dengan mengidentifikasi

beberapa indikator, yaitu sebagai berikut.

1) Durasi kegiatannya (berapa lama kemampuan menggunakan waktunya untuk

melakukan kegiatan).

2) Frekuensi kegiatannya (sering tidaknya kegiatan itu dilakukan dalam periode

waktu tertentu).

3) Persistensinya (ketepatan atau kelekatannya) pada tujuan kegiatan yang

dilakukan.

4) Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran, bahkan

jiwanya) untuk mencapai tujuan.

5) Ketabahan, keuletan dan kemauannya dalam menghadapi rintangan dan

kesulitan untuk mencapai tujuan.

Page 20: Landasan BK

6) Tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita-citanya) yang hendak dicapai

dengan kegiatan yang dilakukan.

7) Tingkat kualifikasi dari prestasi, produk atau output yang dicapai dari

kegiatannya (berapabanyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak).

8) Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatannya (positif atau negatif).

d. Beberapa Usaha Untuk Membangkitkan atau Memperkuat Motif

1) Menciptakan situasi kompetisi yang sehat.

2) Adakan pacemaking, yaitu usaha untuk merinci tujuan jangka panjang

menjadi beberapa tujuan jangka pendek.

3) Menginformasikan tujuan yang jelas.

4) Memberikan ganjaran/hadiah.

5) Memberikan kesempatan untuk sukses. Keberhasilan suatu kegiatan (sukses)

dapat menimbulkan rasa puas, senang dan percaya diri.

Pemahaman konselor tentang motif, jenis motif, dan upaya untuk

mengembangkan motif merupakan salah satu dasar bagi konselor untuk

mengidentifikasi brbagai motif yang menasari perilaku siswa. Dengan

dipahaminya berbagai motif yang mendasari perilaku siswa, konselor akan

terbantu dalam mengidentifikasi berbagai alternative bantuan yang relevan dengan

motif siswa tersebut.

2. Konflik dan Frustasi

a) Konflik

Dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang individu menghadapi

beberapa macam motif yang saling bertentangan. Dengan demikian individu

berada dalam keadaan konflik psikis, yaitu suatu pertentangan batin, suatu

kebimbangan, suatu keragu-raguan, motif mana yang akan diambil. Motif-motif

yang dihadapi individu itu, mungkin semuanya posiif atau mungkin negatif, dan

mungkin juga campuran antara motif positif dan negatif. Sehubungan dengan hal

tersebut maka konflik itu dapat dibedakan tiga jenis:

1) Konflik mendekat- mendekat,yaitu kondisi psikis yang dialami individu,

karena menghadapi dua motif positif yang sangat kuat (motif yang disenangi atau

diinginkan individu)

Page 21: Landasan BK

2) Konflik menjauh- menjauh, yaitu kondisi psikis yang dialami individu karena

menghadapi dua motif negatif yang kuat (motif yang tidak disenangi individu)

3) Konflik mendekat- menjauh, yaitu kondisi yang dialami individu karena

menghadapi satu situasi mengandung motif positif dan negatif yang sama kuat

b) Frustasi

Frustasi dapat diartikan sebagai kekecewaan dalam diri individu yang

disebabkan oleh tidak tercapainya keinginan. Pengertian lain dari frustasi adalah

rasa kecewa yang mendalam karena tujuan yang dikehendaki tak kunjung

terlaksana.

1) Frustasi lingkungan, yaitu frustasi yang disebabkan oleh rintangan yang

terdapat dalam lingkungan.

2) Frustasi pribadi, yaitu frustasi yang timbul dari ketidakmampuan orang itu

mencapai tujuan. Dengan kata lain frustasi timbul karena adanya perbedaan antara

keinginan dan tingkat kemampuannya. Atau ada perbedaan antara ideal self

dengan real self.

3) Frustasi konflik, yaitu frustasi yang disebabkan oleh konflik dari berbagai

motif dalam diri seseorang. Dengan adanya motif-motif yang saling bertentangan,

maka pemuasan diri salah satunya akan menyebabkan frustasi bagi yang lain.

Reaksi individu terhadap frustasi yang dialaminya berbeda-beda. Hal ini

disebabkan oleh perbedaan pada struktur maupun fisik, sertaa perbedaan sosial

kultural dan nilai-nilai agama yang dianutnya. Adapun wujud dari cara-cara

individu dalam mereaksi frustasi itu, diantaranya adalah sebagai berikut.

1) Agresi marah

Akibat tujuan yang akan dicapainya mengalami kegagalan. Individu menjadi

agresif, marah-marah, dan merusak, baik terhadap dirinya maupun terhadap

sesuatu di luar dirinya.

2) Bertindak secara eksplosif

Yaitu dengan jalan melakukan perbuatan yang eksplosif, baik dengan perbuatan

jasmaniah maupun dengan ucapan-ucapan.

3) Dengan cara introversi

Page 22: Landasan BK

Yaitu dengan jalan menarik diri dari dunia nyata, dan masuk ke dunia khayal.

Dalam dunia khayal itu dia membayangkan seolah-olah sudah mencapai

tujuannya. Istilah lain reaksi ini adalah melamun (day dreaming).

4) Perasaan tak berdaya

Reaksi ini menunjukan sikap tak berdaya, patah hati, pasif, dan mungkin juga

menderita sakit.

5) Kemunduran

Reaksi frustasi yang menunjukkan kemunduran dalam tingkah laku, yaitu tingkah

laku yang kekanak-kanakan, seperti ngompol, dan mengisap ibu jari.

6) Fiksasi

Yaitu mengulang kembali sesuatu yang menyenangkan. Dapat juga diartikan

sebagai kemandegan dalam perkembangan berikutnya.

7) Penekanan

Yaitu reaksi frustasi dengan cara menekan pengalaman traumatis, keinginan,

kekesalan, atau ketidaksenangan ke alam tidak sadar. Reaksi ini dilakukan,karena

apabila hal itu dibiarkan berada di alam sadar, individu akan mengalami perasaan

cemas, atau perasaan menyakitkan.

8) Rasionalisasi

Yaitu usaha-usaha mencari-cari dalih pada orang lain untuk mentupi kesalahan

(kegagalan diri sendiri).

9) Proyeksi

Dalam reaksi ini individu melemparkan sebab kegagalannya kepada orang lain

atau sesuatu di luar dirinya.

10) Kompensasi

Dalam melakkan kompensasi, individu berusaha untuk menutupi kekurangan atau

kegagalannya dengan cara-cara lain yang dianggapnya memadai.

11) Sublimasi

Mengalihakan tujuan pada tujuan lain yang mempunyai nilai sosial atau etika

yang lebih tinggi.

3. Sikap

Konselor harus memahami tetang konsep sikap, karena sikap sangat

mewarnai perilaku individu (klien) atau dapat dikatakan bahwa perilaku individu

Page 23: Landasan BK

merupakan perwujudan dari sikapnya. Oleh karena itu untuk mengubah tingkah

laku individu terlebih dahulu harus diubah sikapnya. Dalam hal ini,konselor perlu

menyadari bahwa perubahan sikap (dari negatif menjadi positif) merupakan salah

satu tujuan dari bimbingan dan konseling. Agar konselor memiliki pemahaman

tentang konsep sikap ini, maka dalam uraian berikut dipaparkan tentang

pengertian, unsur, ciri-ciri, perubahan, dan pembentukan sikap.

a. Pengertian Sikap

Sikap adalah kondisi mental yang relatif menetap untuk merespon suatu

objek atau perangsang tertentu yang mempunyai arti, baik bersifat positif, netral

atau negatif, menyyangkut aspek-aspek kognisi, afeksi, dan kecenderungan untuk

bertindak.

b. Unsur (Komponen) Sikap

1. Unsur Kognisi

Unsur ini terdiri atas keyakinan atau pemahaman individu terhadap objek-objek

tertentu. Misalnya, sikap kita terhadap perjudian, minuman keras, dan sebagainya.

2. Unsur Afeksi

Unsur ini menunjukkan perasaan yang menyertai sikap individu terhadap suatu

objek. Unsur ini bisa bersifat positif (menyenangi, menyetujui, bersahabat),

negatif (tidak menyenangi, tidak mnyetujui, sikap bermusuhan).

3. Unsur Kecendrungan Bertindak

Unsur ini meliputi seluruh kesediaan individu untuk bertindak/mereaksi terhadap

objek tertentu. Bentuk dari kecenderungan bertindak ini sangat dipengaruhi oleh

unsu-unsur sebelumnya.

c. Ciri-ciri Sikap

Untuk membedakan sikap dengan aspek-aspek psikis lain, seperti motif,

kebiasaan, pengetahuan. Sarlito (dalam Syamsu dan Juntika:170-171)

mengungkapkan ciri-cirinya sebagai berikut. Dalam sikap selalu terdapat

hubungan antara subjek-subjek. Tidak ada sikap yang tanpa objek. Objek sikap itu

bisa berupa benda, orang, nilai-nilai, pandangan hidup, agama, hukum, lembaga

masyarakat, dan sebagainya.

Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui

pengalaman-pengalaman. Karena sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah

Page 24: Landasan BK

sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada

saat-saat yang berbeda. Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan.

Inilah yang membedakannya dengan pengetahuan. Sikap tidak menghilang

walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Jadi, berbeda dengan refleks atau dorongan.

d. Pembentukan Sikap

Menurut Sartain, dkk., (dalam Syamsu dan Juntika, 2008:171) ada empat

faktor yang memengaruhi terbentuknya sikap:

1. Faktor Pengalaman Khusus

Hal ini berarti, bahwa sikap terhadap suatu objek itu terbentuk melalui

pengalaman khusus.

2. Faktor Komunikasi dengan Orang Lain

Banyak sikap individu yang terbentuk disebabkan oleh adanya komunikasi

dengan orang lain.

3. Faktor Model

Banyak sikap terbentk terhadap sesuatu dengan melalui jalan mengimitasi

(meniru) suatu tingkah laku yang memadai model dirinya, seperti perilaku orang

tua, guru, pemimpin, bintang film, biduan, dan sebagainya.

e. Perubahan Sikap

Karena sikap merupakan aspek psikis yang dipelajari, maka sikap itu dapa

berubah. Perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi dipengaruhi oleh

faktor-faktor tertentu. McGuire (dalam Syamsu dan Juntika, 2008:172)

mengemukakan tentang teorinya mengenai perubahan sikap itu sbagai berikut.

1) Pendekatan teori belajar

Pendekatan ini beranggapan bahwa sikap itu berubah disebabkan oleh proses

belajar atau materi yang dipelajari.

2) Pendekatan teori persepsi

Pendekatan teori ini beranggapan bahwa sikap seseorang itu berubah bila

persepsinya tentang objek itu berubah.

3) Pendekatan teori konsistensi

Page 25: Landasan BK

Dasar pemikiran dari pendekatan ini adalah bahwa setiap orang akan berusaha

untuk memelihara harmoni intensional, yaitu keserasian atau keseimbangan

kenyamanan) dalam dirinya.

4) Pendekatan teori fungsi

Menurut pendekatan teori ini, bahwa sikap seseorang itu akan berubah atau tidak,

sangat bergantung pada fungsi hubungan fungsional (kemanfaaatan) objek itu

bagi dirinya atau pemenuhan kebutuhan akan dirinya.

4. Faktor yang memengaruhi individu

Setiap individu dilahirkan ke dunia ini membawa hereditas tertentu. Ini

berarti bahwa karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan dari pihak

orangtuanya. Karaktristik tersebut menyangkut fisik (sepeti struktur tubuh, warna

kulit, dan bentuk rambut) dan psikis atau sifat-sifat mental seperti emosi,

kecerdasan dan bakat).

Hereditas atau keturunan merupakan aspek individu yang bersifat bawaan

dan memiliki potensi untuk berkembang. Seberapa jauh perkembangan individu

itu terjadi dan bagaimana kualitas perkembangannya, bernaung pada kualitas

hereditas dan lingkungan yang memengaruhinya. Lingkungan merupakan faktor

penting di samping hereditas yang menentukan perkembanan individu.

Lingkungan itu meliputi fisik, psikis, sosial, dan religius.

a. Hereditas (keturunan)

Merupakan faktor pertama yang memengaruhi perkembangan individu.

Dalam hal ini herditas diartikan sebagai “totalitas karakteristik individu yang

diwariskan orangtua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis

yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (masa pembuahan ovum oleh sperma)

sebagai pewarisan dari pihak orangtua melalui gen-gen.”

Hal yang diturunkan orangtua kepada anak adalah sifat strukturnya, bukan

tingkah laku yang diperoleh ( hasil belaja atau pengalaman). Penurunan sifat-sifat

dari satu generasi ke generai berikutnya adalah melalui prinsip-prinsip berikut.

1. Reproduksi, yaitu penurunan sifat itu hanya berlangsung dengan melalui sel

benih.

Page 26: Landasan BK

2. Konformitas, yaitu proses penurunan sifat itu mengikuti pola dari jenis

(spesies) geneasi sebelumnya,misalnya manusia menurunkan sifat-sifat manusia

pada anaknya.

3. Variasi, yaitu proses penurunan sifat-sifat itu akan teradi beranka-aneka

(variasi).

4. Regresi filial, yaitu penurunan sifat atau ciri-ciri itu cenderung ke arah rata-

rata.

b. Lingkungan

Lingkungan adalah segala hal yang memengaruhi individu, sehingga

individu itu terlibat/terpengaruhi karenanya. Semenjak masa konsepsi dan masa-

masa selanjutnya, perkembangan individu dipengaruhi oleh mutu makanan yang

diterimanya, temperatur udara sekitarnya, suasana dalam keluarga, sikap-sikap

orang sekitar, hubungan dengan sekitarnya, suasana pendidikan (informal, formal,

nonformal). Dengan kata lain, individu akan menerima pengaruh dari lingkungan,

memberi respon kepada lingkungan, mencontoh atau belajar tentang berbagai hal

dari lingkungan.

Konsep lama tentang lingkungan perkembangan itu, memahaminya

sebagai seperangkat kekuatan yang membentuk manusia, karena manusia

dipandang seperti seonggok tanah liat yang dapat dicetak atau dibentuk. Sekarang

dipahami bahwa manusia di samping dipengaruhi, juga memengaruhi lingkungan

fisik dan sosialnya. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa hubungan antara

manusia dengan lingkungan iu bersifat saling memengaruhi.

Selanjutnya Urie Bronfrenbrenner (dalam Syamsu dan Juntika, 2008:176)

mengemukakan tentang lapisan lingkungan, yaitu sebagai berikut.

a. Microsystem, merupakan lingkungan yang paling dekat kepada individu, sperti

keluarga, sekolah, dan kelompok teman sebaya.

b. Mesosystem, merujuk kepada hubungan antar-microsystem, seperti

hubungan orang tua dengan guru, dan hubungan saudara anak dengan teman

tetangga.

c. Exosystem, sepeti tempat kerja orang tua, dan lembaga-lembaga

kemasyarakatan.

Page 27: Landasan BK

d. Macrosystem, yaitu lingkungan dalam konteks kebudayaan yang lebih

luas, seperti menyangkut keyakinan atau sistem kepercayan, sikap-sikap, dan

tradisi.

1) Lingkungan keluarga

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangakan

pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang, dan pendidikan

tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan

merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan

menjadi angota masyarakat yang sehat.

Mengkaji lebih jauh tentang fungsi keluarga ini, dapat dikemukakan

bahwa secara sosiopsikologis, keluarga berfungsi sebagai: (1) pemberi rasa aman

bagi anak dan anggota keluarga lainnya, (2) sumber pemenuhan kebutuhan, baik

fisik maupun psikis, (3) sumber kasih sayang dan penerimaan, (4) model pola

perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang

baik, (5) pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial

dianggap tepat, (6) pembantu anak dalam memecahkan masalah yang dihaapinya

dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan, (7) pemberi bimbingan

alam belajar keterampilan, motor, verbal, dan sosial yang dibutuhkan untuk

penyesuaian diri, (8) stimulator bagi perkembangan kemampuan anak untuk

mencapai prestasi, baik di ekolah maupun di masyarakat, (9) pembimbing dalam

mengembangakan aspirasi, dan (10) sumber persahabatan (teman bermain) anak,

sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah,atau apabiala

persahabatan di luar rumah tidak memungkinkan.

2) Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik

melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam membantu

siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek

moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.

3) Kelompok Teman Sebaya

Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial remaja (siswa)

mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya.

Peranannya itu semakin penting, terutama pada saat terjadinya perubahan dalam

Page 28: Landasan BK

struktur masyarakat pada beberapa dekade terakhir ini, yaitu (1) perubahan

struktur keluarga, dari keluarga besar ke keluarga kecil, (2) kesenjangan antara

generasi muda, (3) ekspansi jaringan komunkasi di antara kawula muda, dan (4)

panjangnya masa atau penundaan memasuki masyarakat orang dewasa.

c. Kematangan

Faktor ketiga yang dipandang memengaruhi perkembangan individu

adalah kematangan. Yang dimaksud dengan kematangan ini adalah “siapnya suatu

fungsi kehidupan, baik fisik maupun psikis untuk berkembang dan melakukan

tugasnya”.

F. Landasan Religius

Landasan religius bimbingan dan konseling ingin menetapkan klien

sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaanya menjadi fokus sentral upaya

bimbingan dan konseling. Pendekatan bimbingan dan konseling yang terintegrasi

di dalamnya dimensi agama, ternyata sangat disenangi oleh masyarakat Amerika

dewasa ini didasarkan oleh hasil polling Gallup (dalam Syamsu dan Juntika,

2008:133) pada tahun 1992 yang menunjukan:

1. Sebanyak 66 persen masyarakat menyenangi konselor yang professional, yang

memiliki nilai-nilai keyakinan dan spiritual.

2. Sebanyak 88 persen masyarakat menyenangi proses konseling yang

memperhatikan nilai-nilai keyakinan.

Terkait dengan berkembangnya konseling yang berbasis spiritual M. Surya

(dalam Syamsu dan Nurihsan, 2008:134) mengusulkan agar spiritualitas ini

dijadikan sebagai angkatan ke lima dalam konsseling dan psikoterapi. Selanjutnya

dijelaskan bahwa “spirituality includes conceps such as transcendence, self

actualization, purpose and meaning wholeness, balabce, sacredness, universality,

and a sense of high power."

Terkait dengan maksud tersebut, maka konselor dituntut memiliki

pemahaman tentang hakikat manusia menurut agama, peranan agama dalam

kehidupan umat manusia dan persyaratan konselor.

A. Hakikat Manusia Menurut Agama

Page 29: Landasan BK

Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama, yaitu makhluk

yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran

yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu

sebagai rujukan sikap dan perilakunya. Dahlil yang menunjukan bahwa manusia

mempunyai fitrah beragama adalah Qs. Al’Araf: 172 (dalam Juntika dan

Nurihsan, 2008:135), yang berbunyi “ Alastu birobbikum, qaaluu balaa

syahidinaa, yang artinya bukankah aku ini Tuhanmu? Meraka menjawab, ya kami

bersaksi bahwa enkau Tuhan kami.”

Sebagai hamba dan khalifah Allah, manusia mempunyai tugas suci yaitu

ibadah atau mengabdi kepada-Nya. Bentuk pengabdian itu bersifat ritual-personal

(shalat, shaum, dan berdoa) maupun ibadah sosial, yaitu menjalin silaturahim dan

menciptakan lingkungan yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia.

B. Peranan Agama

Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia yang telah memberikan

petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan dan

pengembangan mental (rohani) yang sehat. Sebagai petunjuk hidup bagi manusia

dalam mencapai mentalnya yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut.

1. Memelihara fitrah

2. Memelihara jiwa

3. Memihara akal

4. memelihara keturunan

Menurut Zakiah Darajat (dalam Syamsu dan Juntika, 2008:139) salah satu

peranan agam adalah sebagai terapi bagi gangguan kejiwaan. Semakin dekat

seseorang kepada Tuhan maka semakin banyak ibadahnya, maka akan tentramlah

jiwanya serta semakin mampu menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya.

Demikian pula sebaliknya, semakin jauh orang itu dari agama akan semakin

susahlah mencari ketentraman batin.

Terkait dengan dampak ditinggalkannya agama dalam kehidupan manusia,

Tarmizi Taher dalam ceramahnya yang berjudul “Peace, Prosperity, and Religious

Harmony in The 21 Century: Indonesian Muslim Perspectives” di Georgtown AS,

mengemukakan bahwa akibat disingkirkannya nilai-nilai agama dalam kehidupan

modern, kita menyaksikan semakin meluasnya kepincangan sosial, seperti;

Page 30: Landasan BK

1. Merebaknya kemiskinan

2. Gelandangan di kota-kota besar

3. Mewabahnya pornografi

4. HIV dan AIDS

5. Narkoba

6. Kejahatan

7. Kelaparan

Pemberian layanan bimbingan semakin diyakini kepentingannya bagi anak

atau siswa, mengingat dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini cenderung

lebih kompleks, terjadi perbenturan antara berbagai kepentingan yang bersifat

kompetitif, baik menyangkut aspek politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan

tetknologi, maupun aspek-aspek yang lebih khusus tentang pembenturan ideologi,

antara yang benar dan salah.

C. Persyaratan Konselor

Landasan religius dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan

bahwa konselor sebagai helper, pemberian bantuan dituntut untuk memiliki

pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan

nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususya dalam memberikan

layanan bimbingan dan konseling kepada klien atua perserta didik kaitannya

dengan hal tersebut, Prayitno dan Erman Amti mengemukakan persyaratan bagi

konselor:

1. Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik

keimanan dan ketakwaan sesuai dengan agamg yang dianutnya.

2. Konselor sedapat-dapatnya mampu menstranfer kaidah-kidah agama secara

garis besa yang relevan dengan masalah klien.

3. Konselor harus memperhatikan dan menghormati agama klien.

G. Hubungan Antarlandasan Bimbingan dan Konseling

Pelayanan bimbingan dan konseling memerlukan sejumlah landasan

sebagai dasar yang kokoh dalam penyelenggaraannya. Landasan-landasan itu

saling berkaitan dan berpengaruh satu sama lain. Landasan historis adalah

Page 31: Landasan BK

landasan yang mengawali penyebaran kegiatan bimbingan dan konseling di

dunia, sebagai suatu langkah sadar dalam meningkatkan sumber daya manusia.

Landasan filosofis memberikan sumbangan yang sangat berati dalam

pelayanan bimbingan dan konseling agar konselor dapat memahami hakikat,

tujuan dan tugas hidup manusia, Landasan sosial budaya adalah landasan yang

memengaruhi proses bimbingan konseling dalam ruang lingkup sosial budaya,

sebagai salah satu instrumen penting dalam pembentukan perilaku individu.

Landasan psikologis meninjau dasar keperluan bimbingan dan konseling dengan

konsep psikologis, yang menjelaskan tentang kepribadian manusia. Landasan

religius adalah landasan yang mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam proses

bimbingan dan konseling.

Landasan-landasan tersebut memberikan pondasi yang kokoh terhadap

penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam rangka peningkatan suber daya

manusia untuk mencapai hidup yang lebih sejahtera.

H. Saran

Sebagai tenaga profesional dalam layanan bimbingan dan konseling

konselor harus memahami landasan-landasan bimbingan dan konseling, agar

proses bimbingan dan konseling dapat berlangsung sesuai dengan ketentuan-

ketentuan dalam peningkatan sumber daya manusia atau tidak keluar dari jalur.

Selain itu konselor dapat menepis persepsi-persepsi yang salah tentang bimbingan

dan konseling, agar masyarakat pada umumnya memahami arti bimbingan dan

konseling secara baik hingga terwujudlah dukungan dan respon yang positif dari

masyarakat demi pengembangan diri seorang konseli yang mengemban tugas

menciptakan kehidupan selanjutnya menjadi lebih sejahtera.

DAFTAR RUJUKAN

Jalaluddin dan Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Group.

Page 32: Landasan BK

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-DasarBimbingan dan Konseling. Jakarta :

PT Rineka Cipta.

Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2008. Landasan Bimbingan dan

Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.