kuliah antiepilepsiba
DESCRIPTION
antipilepsiqqqqmjklopoaalalakskskamznxnzmxnmznxmznxmznxmznmaaaaadadadjakhdjahdhajdjhagdjgajdgajgduiteiwieiwuwuwuuwuwuwhdhdsksjsjshsghgsgsgsssjsjddddkdkdkdkdkdkdkdkdkdkdkdkdkkdkita dkldkdkdkdkdkdkdbarengsksksksksksksksskskskskskskskskdskdksdkskdskdksdkskdskdskdksdkskd,,a,amannsa,bagaimana 'aaannansmansmanmsnjzxzxzddadhhhhhhhh,llooppTRANSCRIPT
ANTIEPILEPSI DAN
ANTIKONVULSI
Wawaimuli Arozal
PENDAHULUAN
Antikonvulsi (antikejang) digunakan untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure) dan bangkitan non-epilepsi.
Epilepsi adalah sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dan berulang dengan episoda singkat (bangkitan berulang atau recurrent seizure);
Gejala utama kesadaran menurun sampai hilang, disertai kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikis dan selalu disertai gambaran letupan EEG (abnormal dan eksesif)
KLASIFIKASI BANGKITAN EPILEPSI
I. Bangkitan umum primer (epilepsi umum) terdiri dari :
Bangkitan tonik-klonik (epilepsi grand mal)
Bangkitan lena (epilepsi petit mal atau absences)
Bangkitan lena yang tidak khas (atypical absences), bangkitan tonik, bangkitan klonik, bangkitan atonik, bangkitan infantil (spasme infantil)
II. Bangkitan parsial atau fokal atau lokal (epilepsi parsial atau fokal)
Bangkitan parsial sederhana
berasal dari lobus motor frontal: (tonik, klonik, tonik-klonik, Jacsonian’s)
berasal dari somatosensoris (visual, auditorik, olfaktorius, gustatorius, vertiginosa)
autonom
psikis murni
Bangkitan parsial kompleks, misalnya epilepsi psikomotor (epilepsi lobus temporalis)
Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum.
III. Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan I atau II), kejang demam dan status epileptikus.
MEKANISME KERJA OBAT
ANTIEPILEPSI
1. Peningkatan inhibisi (GABA-ergik)
2. Penurunan eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi ion: Na+, Ca2+,K+, dan Cl− atau aktivitas neurotransmitor, meliputi:
- Inhibisi kanal Na+ pada membran sel akson
- Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron talamus (yang berperan sebagai pace-maker untuk membangkitkan cetusan listrik umum di korteks).
- Peningkatan inhibisi GABA: langsung, menghambat degradasi
- Penurunan eksitasi glutamat : blok reseptor NMDA, blok reseptor AMPA
Molecular targets for antiseizure drugs at the excitatory, glutamatergic synapse. Presynaptic targets diminishing
glutamate release include 1, voltage-gated (VG) Na+ channels (phenytoin, carbamazepine, lamotrigine, and lacosamide);
2, VG-Ca2+ channels (ethosuximide, lamotrigine, gabapentin, and pregabalin); 3, K+ channels (retigabine); synaptic
vesicle proteins, 4, SV2A (levetiracetam); and 5, CRMP-2, collapsin-response mediator protein-2 (lacosamide).
Postsynaptic targets include 6, AMPA receptors (blocked by phenobarbital, topiramate, and lamotrigine) and 7, NMDA
receptors (blocked by felbamate). EAAT, excitatory amino acid transporter. Red dots represent glutamate.
Molecular targets for antiseizure drugs at the inhibitory, GABAergic synapse. These include "specific" targets: 1,
GABA transporters (especially GAT-1, tiagabine); 2, GABA-transaminase (GABA-T, vigabatrin); 3,
GABAA receptors (benzodiazepines); and potentially, 4, GABAB receptors. Effects may also be mediated by
"nonspecific" targets such as by voltage-gated (VG) ion channels and synaptic proteins. IPSP, inhibitory
postsynaptic potential. Blue dots represent GABA.
GOLONGAN HIDANTOIN
Fenitoin (dlfenilhidantoin), mefenitoin dan etotoin, fosfenotoin (injeksi).
Obat utama untuk hampir semua jenis epilepsi, kecuali bangkitan lena.
Hambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak
Juga mempengaruhi perpindahan ion melintasi membran sel; menggiatkan pompa Na+, K+, Ca2+ neuron dan mengubah neurotransmitor NEPI, asetilkolin, GABA.
Fenitoin
INTERAKSI OBAT. + kloramfenikol, disulfiram, INH, simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamid tertentu, karena obat-obat tersebut menghambat biotransformasi fenitoin.
Sedangkan sulfisoksazol, fenilbutazon, salisilat dan asam valproat akan mempengaruhi ikatan protein plasma fenitoin sehingga meninggikan juga kadarnya dalam plasma.
Interaksi fenitoin dengan fenobarbital dan karbamazepin kompleks. Fenitoin akan menurun kadarnya karena fenobarbital atau karbamazepin menginduksi enzim mikrozom hati, tetapi kadang-kadang kadar fenitoin dapat meningkat akibat inhibisi kompetitif dalam metabolisme.
Kombinasi harus dilakukan secara hati-hati, sebaiknya diikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma.
GOLONGAN BARBITURAT
Fenobarbital
Menekan letupan di fokus epilepsi.
Menghambat tahap akhir oksidasi mitokondria mengurangi pembentukan fosfat berenergi tinggi. Senyawa fosfat ini perlu untuk untuk sintesis neurotransmitor misalnya ACh, dan untuk repolarisasi membran sel neuron setelah depolarisasi.
Membatasi penjalaran aktivitas dan bangkitan dan menaikkan ambang rangsang.
Pilihan utama untuk terapi kejang dan kejang demam pada anak.
Efek samping: sedasi, psikosis akut dan agitasi
PRIMIDON.
Untuk terapi kejang parsial dan kejang
umum tonik klonik.
Efek samping pada SSP berupa kantuk,
ataksia, pusing, sakit kepala, dan mual
Selain itu dapat terjadi anoreksia,
impotensi, dan aktivasi psikotik, terutama
pada pasien epilepsi psikomotor
GOLONGAN SUKSINIMID
Etosuksimid, metsuksimid, dan
fensuksimid.
Etosuksimid, merupakan obat yang paling
selektif terhadap bangkitan lena.
ES mual, sakit kepala, kantuk dan ruam
kulit. Gejala yang lebih berat berupa agra-
nulositosis dan pansitopenia
KARBAMAZEPIN
Pertama-tama digunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia.
Efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik-klonik .
Efek samping yang terjadi setelah pemberian obat jangka lama berupa pusing, vertigo, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur.
mual, muntah, diskrasia darah yang berat (anemia aplastik, agranulositosis) dan reaksi alergi berupa dermatitis, eosinofilia, limpfadenopati, dan splenomegali.
Steven Johnson
Dianjurkan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulangan selama pengobatan.
GOLONGAN BENZODIAZEPIN
DIAZEPAM : terapi konvulsi rekuren, misalnya status epileptikus
Efektif pada bangkitan lena karena menekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam satu detik.
KLONAZEPAM. benzodiazepin dengan masa kerja panjang.
Tunggal atau sebagai tambahan bersama antiepilepsi lain, untuk terapi bangkitan mioklonik, bangkitan akinetik, dan spasme infantil, kecuali kejang tonik-klonik.
NITRAZEPAM. dimanfaatkan untuk mengendalikan hipsaritmia, spasme infantil dan bangkitan mioklonik
ASAM VALPROAT
terutama untuk terapi epilepsi umum, yakni bangkitan lena yang disertai oleh bangkitan tonik klonik dan kurang efektif terhadap epilepsi fokal.
meningkatnya kadar asam gama aminobutirat (GABA) di dalam otak
Toksisitas valproat berupa gangguan saluran cerna, sistem saraf, hati, ruam kulit, dan alopesia
Gangguan pada hati berupa peniggian aktivitas enzim-enzim hati, dan sesekali terjadi nekrosis hati yang sering berakibat fatal
VIGABATRIN
Inhibitor GABA aminotransferase. mekanisme
kerjanya adalah melalui peningkatan efek
GABA.
Penggunaannya terbatas untuk spasme infantil
dan bangkitan parsial yang refrakter terhadap
pengobatan lainnya.
Efek samping vigabatrin berupa pusing,
pertambahan berat badan, agitasi, psikosis dan
yang paling sering adalah berupa gangguan
atau defek lapangan penglihatan
LAMOTRIGIN
Mekanisme kerjanya adalah melalui inaktivasi kanal Na+, Ca+, dan mencegah pelepasan neurotransmiter glutamat dan aspartat.
Terapi bangkitan parsial dan terapi tambahan untuk pengobatan bangkitan lena dan bangkitan mioklonik
Efek samping: kulit kemerahan (terutama bila dikombinasikan dengan asam valproat), pusing, sakit kepala, diplopia, dan somnolen.
Pada anak-anak harus diwaspadai karena dapat terjadi dermatitis yang mengancam jiwa,
Efek teratogenik, yakni akibat efek anti folat yang dimilikinya
GABAPENTIN
Analog GABA.
Gabapentin tidak bekerja pada reseptor GABA,
tetapi berperan dalam metabolisme GABA.
Digunakan sebagai terapi tambahan untuk
kejang parsial dan kejang umum tonik klonik
Juga dipakai untuk mengobati nyeri neuropatik
seperti neuralgia pasca herpes.
Efek sampingnya berupa ataksia, pusing, sakit
kepala, somnolen, tremor.
TOPIRAMAT
Mekanisme kerjanya dalah melalui blok
kanal Na+, inhibisi efek GABA
Digunakan untuk terapi bangkitan parsial
dan bangkitan umum tonik-klonik. Juga
digunakan untuk Sindroma Lennox-
gestaut, sindroma West dan bangkitan
lena.
PRINSIP PEMILIHAN OBAT
PADA TERAPI EPILEPSI
• pengobatan kausal kalau perlu dengan
pembedahan; umpamanya pada tumor
serebri;
• menghindari faktor pencetus suatu
bangkitan, umpamanya minum alkohol,
emosi, kelelahan fisik maupun mental
• penggunaan antikonvulsi/antiepilepsi.
• Dosis yang efektif
• Diagnosis bangkitan harus tepat agar dipilih obat tunggal yang paling sesuai untuk jenis bangkitannya.
• Pasien perlu berobat secara teratur.
• Pasien atau keluarganya sangat dianjurkan untuk mem-buat catatan mengenai waktu datangnya bangkitan.
• Pemeriksaan neurologik, disertai EEG perlu dilakukan secara berkala.
• Deteksi timbulnya efek samping sedini mungkin yang dapat merugikan, antara lain pemeriksaan darah, kimia darah maupun kadar obat dalam darah.
PRINSIP PEMILIHAN OBAT
PADA TERAPI EPILEPSI
• Pengobatan awal harus dimulai dengan obat tunggal.
• dimulai dengan dosis kecil dan dinaikkan secara ber-tahap sampai efek terapi tercapai atau timbul efek samping yang tidak dapat ditoleransi lagi oleh pasien.
• Sebelum penggunaan obat kedua sebagai pengganti, bila fasilitas laboratorium memungkinkan, sebaiknya kadar obat dalam plasma diukur.
• Bila obat telah melebihi kadar terapi sedangkan efek terapi belum tercapai atau efek toksik telah muncul maka penggunaan obat pengganti merupakan keharusan. Obat pertama harus diturunkan secara bertahap untuk menghindarkan status epileptikus.
• Kegagalan terapi epilepsi paling sering disebabkan oleh ketidakpatuhan pasien
PRINSIP PEMILIHAN OBAT PADA
TERAPI EPILEPSI
Kegagalan terapi
(1) tidak tepatnya diagnosis bentuk epilepsi
(2) tidak tepatnya pilihan obat dan dosis yang digunakan
(3) terlalu sering mengganti obat tanpa memberi waktu cukup untuk peralihan keadaan penyakit setelah tiap kali tercapai taraf mantap kadar obat dalam darah
(4) gagal memanfaatkan sepenuhnya kelebihan terapi kombinasi
(5) kurang memperhatikan aspek yang berkaitan dengan penyakit dan pengobatan
(6) ketidakpatuhan pasien.
TERIMAKASIH