kosmologi ruang waktu dan gerak

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kosmologi atau yang juga dikenal dengan philosophy of nature (filsafat alam semesta), secara etimologis berasal dari akar kata bahasa Yunani, yakni kosmos yang berarti “susunan atau keteraturan”; dan logos yang berarti “telaah atau studi” (Siswanto, 2005: 1). Sedangkan secara terminologis, Runes mendefinisikannya sebagai a branch of philosophy which treats of the origin and the structure of the universe (Runes, 1971: 60). Yakni cabang filsafat yang membicarakan asal-usul dan struktur alam semesta. Louis Kattsoff mempergunakan istilah kosmologi dalam dalam dua pengertian, yaitu: pertama, penyelidikan filsafat mengenai istilah-istilah pokok yang terdapat dalam fisika, ruang, waktu, dan lain sebagainya. Kedua, praaggapan-praanggapan yang terdapat dalam fisika sebagai ilmu tentang jagat raya. Dan untuk membedakannya dengan ontologi, bidang ini disebut juga 1

Upload: rizal-fahmi

Post on 09-Jan-2017

734 views

Category:

Education


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kosmologi ruang waktu dan gerak

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kosmologi atau yang juga dikenal dengan philosophy of nature (filsafat

alam semesta), secara etimologis berasal dari akar kata bahasa Yunani, yakni

kosmos yang berarti “susunan atau keteraturan”; dan logos yang berarti “telaah

atau studi” (Siswanto, 2005: 1). Sedangkan secara terminologis, Runes

mendefinisikannya sebagai a branch of philosophy which treats of the origin and

the structure of the universe (Runes, 1971: 60). Yakni cabang filsafat yang

membicarakan asal-usul dan struktur alam semesta.

Louis Kattsoff mempergunakan istilah kosmologi dalam dalam dua

pengertian, yaitu: pertama, penyelidikan filsafat mengenai istilah-istilah pokok

yang terdapat dalam fisika, ruang, waktu, dan lain sebagainya. Kedua,

praaggapan-praanggapan yang terdapat dalam fisika sebagai ilmu tentang jagat

raya. Dan untuk membedakannya dengan ontologi, bidang ini disebut juga dengan

’filsafat fisika’ atau ’filsafat ilmu-ilmu alam’ (Kattsoff, 2004: 231-232).

A. F. Taylor dalam elements of metaphysic (1924: 3-30), memerikan

problem-problem kosmologi dalam beberapa aspek, yakni: ruang (space), waktu

(time), gerak (motion), jarak bintang (magnitude), gaya (force), materi (matter),

perubahan (change), interaksi (interaction), bilangan (number), kualitas (quality),

dan kausalitas (causality).

Jadi, dari deskripsi di atas, dapat disimpulkan istilah kosmologi secara

umum memiliki pengertian sebagai berikut, yakni: pertama, ilmu tentang alam

1

Page 2: Kosmologi ruang waktu dan gerak

semesta sebagai sistem yang rasional dan teratur. Kedua, merupakan cabang ilmu

pengetahuan, khususnya bidang astronomi yang berupaya membuat hipotesis

mengenai asal, struktur, ciri khas, dan perkembangan alam fisik berdasarkan

pengamatan dan metodologi ilmiah. Ketiga, ilmu yang memandang bahwa alam

semesta sebagai keseluruhan yang integral; dan bagian dari alam semesta itu

berdasarkan pengamatan astronomi, merupakan suatu bagian dari keseluruhan

tersebut. Keempat, secara tradisional kosmologi diposisikan sebagai cabang

metafisika yang menelaah mengenai asal dan susunan alam semesta, penciptaan

dan kekekalannya, vitalisme dan mekanisme, kodrat hukum, ruang, waktu, serta

kausalitas. Analisis kosmologi mencoba mencari apa yang berlaku bagi dunia ini,

dan ontologi berusaha mencari relasi-relasi dan diferensiasi-diferensiasi yang

mungkin berlaku dalam dunia (Bagus, 2002: 499).

Disiplin keilmuan kosmologi telah mengalami perkembangan pesat,

seiring dengan perjalanan sejarah sebagaimana cabang keilmuan lain. Berawal

dari tradisi pemikiran Yunani kuno, dipelopori oleh filsuf-filsuf alam, sampai

kekinian kita, telah lahir pelbagai corak pemikiran kosmologi yang beragam

sesuai dengan titik-pijak, orientasi, dan perspektifnya. Ditelaah dari watak dan

karakternya, pemikiran kosmologi dapat diklasifikasi dalam enam mainstream

(arus besar) pemikiran yakni; spekulatif, ilmiah, kritik, matematis, baru (pasca-

Einstein), dan sintesis.

Pertama, kosmologi spekulatif. Pemikiran kosmologi jenis ini dibangun

atas dasar kerangka epistemologi yang menitikberatkan pada kemampuan

kontemplasi yang bersifat spekulatif. Meskipun begitu, pada tahap pemikiran ini

2

Page 3: Kosmologi ruang waktu dan gerak

sudah dilakukan pengamatan langsung atau observasi dalam pengertian yang

paling sederhana. Misalnya pandangan Demokritos yang menegaskan bahwa

arkhe alam semesta ialah atom dan ruang kosong; ini jelas merupakan hasil olah

nalar spekulatif murni. Sejarah menuturkan bahwa waktu itu belum ditemukan

alat apa pun yang memungkinkan seseorang dapat mengetahui keberadaan atom

dan ruang kosong.

Kedua, kosmologi ilmiah. kosmologi model ini bekerja dengan alat dan

kerangka atau desain metode yang kerja dan produknya dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Ketiga, kosmologi kritik. Model kosmologi yang lahir sebagai jawaban

atas keberatan-keberatan terhadap kosmologi spekulatif. Tokoh yang

dikategorikan sebagai pemikir kosmologi kritik ialah Emmanuel Kant, karena ia

memiliki ciri yang unik dan berbeda dengan model pemikiran kosmologi lain. Ia

berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan kosmologi spekulatif dengan metode

kritisisme.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka di dapatkan rumusan masalahnya

sebagai berikut : bagaimana pembahasan pengenai ruang waktu dan gerak ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah

Tujuan dan manfaat penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan

menjelaskan mengenai kosmologi ruang waktu dan gerak.

3

Page 4: Kosmologi ruang waktu dan gerak

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kosmologi

Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari alam semesta, kosmos. Kosmos

adalah kata yang digunakan dalam pemikiran metafisik Yunani awal, yang berarti

‘harmoni’ atau ‘keteraturan’ (order) sebagai lawan ‘kekacauan’ (chaos). Dalam

salah satu teori penciptaan Yunani, chaos adalah materi acak (formless) dari

kosmos, atau keteraturan harmonis yang diciptakan (EP: ‘Kosmology’, II: 237-

244; ‘Chaos dan Cosmos’, II: 80 – 81). Dan waktu adalah salah satu masalah

paling mendasar dalam filsafat dan kosmologi, karena seluruh eksistensi tidak lain

adalah rangkaian peristiwa dalam waktu. Semua orang merasakan waktu, tetapi

kebanyakan orang tidak mempertanyakannya karena terbiasa dialami setiap hari

dalam banyak hal dan begitu lumrah. Namun, hal itu jauh lebih sulit untuk

memahami hakikat filosofis waktu dan karakteristiknya.

Sepanjang sejarah filsafat, banyak pandangan yang bertentangan telah

muncul untuk mendiskusikan dan menggambarkan aspek yang berbeda dari

waktu, dan beberapa hipotesis terbaru telah muncul dalam kosmologi modern.

Namun, masih merupakan impian setiap fisikawan untuk mengungkap realitas

waktu, terutama karena semua teori modern telah sampai pada kesimpulan bahwa

waktu adalah kuncinya.

4

Page 5: Kosmologi ruang waktu dan gerak

B. Gambaran singkat dari Model Kosmologi Awal

Dimulai pada abad kedua belas, Imuwan Arab, ahli-ahli Taurat (scribes)

dan berbagai penerjemah secara bertahap yang memperkenalkan Eropa terhadap

ilmu astronomi seperti yang dikembangkan dalam peradaban Islam berdasarkan

model Helenistik sebelumnya (terutama Ptolemy dan Aristoteles). Tetapi begitu

Gereja Katolik telah memutuskan untuk mengadopsi model geocentric1[1]

Ptolemaic atau kosmologis Aristoteles sebagai prinsip teologis, ilmuwan yang

mengkritik model ini dianggap sebagai bid’ah (heretics). Oleh karena itu,

Ilmuwan Polandia Nicolai Copernicus (1473-1544 AD) yang mengemukakan

model heliosentris-nya secara anonim, dan bukunya De Revolutionibus orbium

Caelestium (On the Revolutions of the Heavenly Orbs), tidak dipublikasikan

sampai tahun 1543, hanya satu tahun sebelum kematiannya. Dalam model ini,

Copernicus mempostulatkan bahwa Matahari dan bintang-bintang diam

(stationary) dan bumi serta planet-planet beredar mengelilingi matahari dalam

orbits lingkaran.

Hal itu tidak sampai pada tahun 1609, ketika Galileo menemukan teleskop,

bahwa model geosentris Aristoteles dan Ptolemy alam semesta benar-benar tidak

digunakan oleh para peneliti berpengetahuan dan digantikan oleh model

heliosentris (Drake 1990: 145-163). Pada waktu yang hampir sama (1609-1619),

ilmuwan Johannes Kepler merumuskan tiga pernyataan matematis yang secara

akurat menggambarkan revolusi planet di sekitar Matahari. Pada tahun 1687,

dalam buku utamanya berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica,

Isaac Newton memberikan teori gravitasi yang terkenal, yang mendukung model

5

Page 6: Kosmologi ruang waktu dan gerak

Copernican dan menjelaskan bagaimana benda (bodies) secara umum bergerak

dalam ruang dan waktu (Hall 1992: 202).

Mekanika Newton cukup baik untuk diterapkan pada tata surya, tetapi

teori kosmologisnya sepenuhnya tidak benar sejauh ia masih menganggap, seperti

Aristoteles, bahwa bintang-bintang berposisi tetap dan alam semesta di luar tata

surya bersifat statis. Meskipun alam semesta yang dinamis dengan mudah dapat

diprediksi menurut teori gravitasi Newton, namun keyakinan pada alam semesta

statis Aristoteles begitu dalam dan kuat sehingga bertahan selama tiga abad

setelah Newton (Benih 1990: 86-107).

Pada tahun 1718, Edmund Halley membandingkan posisi bintang yang

dicatat oleh Babyilonians dan astronom kuno lainnya dengan pengamatan terbaru

dan dketahui bahwa posisi bintang-bintang tidak sama seperti possi ribuan tahun

sebelumnya. Kenyataannya, posisi bintang-bintang mengalami perpindahan

meskipun dengan jarak yang relatif kecil. Ini disebut ‘gerak semestinya’ (proper

motion)‘, yang merupakan gerakan bintang yang jelas (tegak lurus terhadap garis

pandang) sehubungan dengan latar belakang bintang-bintang yang sangat jauh.

Pada tahun 1783, William Herschel menemukan gerakan matahari, yakni gerak

relatif Matahari terhadap bintang-bintang di lingkungan galaksi tersebut. Herschel

juga menunjukkan bahwa Matahari dan bintang-bintang lainnya tersusun seperti

‘butiran kasar dalam gerinda’ (grains of abrasive in a grindstone) (Ferguson 1999:

162-165), yang sekarang disebut galaksi Bima Sakti. Lebih dari satu abad

kemudian, pada tahun 1924, Hubble mampu mengukur jarak untuk beberapa

bintang (berdasarkan ‘pergeseran merah’),[3] dan ia menunjukkan bahwa

6

Page 7: Kosmologi ruang waktu dan gerak

beberapa titik-titik terang yang kita lihat di langit sebenarnya galaksi-galaksi lain

seperti kita, meskipun mereka tampak begitu kecil karena sangat jauh (Hartmann

1990: 373-375).

Teori Aristoteles tentang alam semesta yang statis (yaitu semua bintang)

berakhir setelah Penemuan Hubble tentang pergeseran merah (redshift) dari

cahaya yang datang dari semua bintang yang jauh, yang menunjukkan bahwa

segala sesuatu di alam semesta sebenarnya bergerak, seperti Ibnu Arabi telah

katakan berabad-abad sebelumnya. Dalam buku best seller-nya tahun 1980-an,

Stephen Hawking mengatakan:

Bahkan ketika Einstein merumuskan teori Relativitas umum pada tahun

1915, begitu yakin bahwa alam semesta harus statis, ia memodifikasi teorinya

untuk membuat hipotesisnya menjadi mungkin dengan memperkenalkan

konstanta kosmologis ke dalam persamaannya. (Hawking 1998: 42)

Hipotesis Einstein ini tentu saja segera terbukti salah, dan semua orang

kini tahu bahwa kosmos bergerak secara terus menerus. Einstein sendiri kemudian

menganggap hipotesisnya menjadi salah satu kesalahan terbesar. Bagaimanapun,

Ibn ‘Arabi menyatakan dengan jelas bahwa posisi bintang-bintang tidak tetap

sama sekali, dan ia bahkan memberikan nomor dan satuan terhadap kecepatan

gerak bintang-bintang yang sebenarnya [III.548.28, II.441.33], yang konsisten

dengan pengukuran terbaru yang akurat.

Setelah perkembangan tersebut, dan dengan munculnya teknologi baru

yang digunakan dalam melakukan pengamatan yang lebih akurat, selain untuk

penelitian percepatan dalam fisika dan astronomi, pandangan baru keseluruhan

7

Page 8: Kosmologi ruang waktu dan gerak

kosmos akhirnya menggantikan beberapa pandangan klask yang singkat. Namun,

kita tidak pernah bisa mengklaim bahwa semua pertanyaan telah dijawab dan

bahwa kita dapat membuat gambaran yang sepenuhnya benar mengenai kosmos.

Sebaliknya, satuan baru dari pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendalam masih

menjadi teka-teki, seperti benda hitam (dark matter) dan paradoks Einstein-

Podolsky-Rosen (EPR) (lihat bagian 6.6).

Seiring dengan sejumlah besar data yang dikumpulkan oleh teleskop dan

pesawat ulang-alik dalam beberapa dekade terakhir, teori-teori baru telah

dihasilkan untuk mencoba menjelaskan pengamatan alam semesta. Hanya

Konsep-konsep dari ‘waktu’ dan ‘ruang’ yang menjadi focus, terutama setelah

ide-ide aneh dan berani dari Einstein tentang relativitas dan ruang-waktu yang

melengkung yang dibuktikan oleh Eddington melalui pengamatan gerhana

Matahari total pada tahun 1918 di Afrika Selatan. Sejak itu, teori-teori lain

termasuk Mekanika Quantum, Teori Medan, Teori superstring, dan Teori

Gravitasi Kuantum, telah mencoba untuk menemukan dan menggambarkan

hubungan yang sebenarnya antara obyek material dan energi di satu sisi, dan

antara ruang dan waktu di sisi lain. Namun, belum ada pandangan yang

sepenuhnya meyakinkan atas temuan yang dicapai.

B. Persoalan Ruang dan Waktu dalam Kosmologi

Salah satu persoalan yang menarik untuk dibicarakan di dalam konteks

kosmologi adalah persoalan mengenai ruang, yang pada akhirnya juga

mengarahkan manusia pada pemahaman mengenai ‘dimensi ruang yang lebih

8

Page 9: Kosmologi ruang waktu dan gerak

luas’ yaitu waktu. Dua persoalan tersebut bagaimanapun tidak dapat diabaikan

begitu saja dalam pembahasan kosmologi karena kenyataan menunjukkan bahwa

dalam kehidupannya, manusia selalu berada di dalam tempat dan waktu tertentu.

Bakker menunjukkan hubungan erat antara manusia dan dunia tersebut sebagai

kesatuan objektif dan kesatuan formal. Objektif dalam arti bahwa manusia hanya

menemui dirinya sendiri dalam korelasinya dengan alam; sedangkan formal dalam

arti bahwa refleksi mengenai kebersamaan manusia dan dunia adalah satu-satunya

hal yang mungkin (Bakker, 1994: 28-29).

Kesatuan di atas menunjukkan bahwa memang ada keterkaitan yang erat

antara dua persoalan kosmologi tersebut dengan manusia. Alam semesta, sebagai

objek kosmologi bisa dipahami sebagai sebuah ruang yang sangat luas bagi

manusia, yang di dalamnya terdapat sedemikian banyak ruang yang lebih spesifik.

Ruang, dalam definisi yang dikemukakan oleh Bakker merupakan keseluruhan

dunia sebagai kebersamaan atau kolegialitas antara pengkosmos-pengkosmos

kuantitatif-kualitatif, yang berelasi secara dimensional-intensif (Bakker, 1994:

165). Ada beberapa hal pokok yang bisa dikembangkan lebih lanjut dari gagasan

Bakker tersebut. Ruang dalam sudut pandang Bakker, bisa dikatakan identik

dengan dunia, namun dunia yang dimaksudkan di sini tentu saja adalah dunia

yang tidak hanya terbatas pada pengertian dunia fisik saja, tetapi mencakup semua

dunia sejauh yang dialami oleh manusia. Dunia tidak cukup dibatasi hanya

sebagai dunia biotik ataupun dunia fisik saja, namun juga mencakup dunia dengan

dimensi yang lain, misalnya saja dunia non-fisik (non-empiris), sejauh hal tersebut

dialami oleh manusia sebagai subjek yang mempertanyakan melalui kosmologi

9

Page 10: Kosmologi ruang waktu dan gerak

(Bakker, 1994: 28). Ruang juga dipahami sebagai berhubungan dalam

kebersamaan atau secara kolegial dengan pengkosmos atau penghuni ruang

tersebut. Hal ini mengisyaratkan bahwa ada semacam hubungan yang mengikat

antara ruang dengan penghuninya, dan ikatan ini tidak selalu berarti ikatan yang

memaksa, namun justru merupakan ikatan yang melahirkan kebersamaan

sehingga penghuni ruang merasa enggan untuk menyeberang ke ruang yang lain.

Ikatan keduanya adalah ikatan yang sekaligus bersifat kualitatif dan kuantitatif,

serta intensif secara dimensional. Kembali kepada pendapat Bakker, hubungan

yang saling mengingat tersebut sekaligus mengisyaratkan adanya kesatuan

objektif dan kesatuan formal. Kenyataannya memang demikian: yaitu bahwa

refleksi yang paling mungkin hanyalah refleksi manusia dengan dunia sebagai

ruang yang sangat besar. Ketika manusia memikirkan dirinya sendiri, hal itu juga

berarti memikirkan dunianya karena manusia adalah bagian dari dunia dan

sekaligus berada di dalamnya, di dalam ‘ruang dunia’. Inilah beberapa kenyataan

yang membuktikan bahwa munculnya diskursus mengenai ruang dan waktu,

adalah sesuatu yang niscaya ketika manusia membicarakannya dalam perpektif

kosmologi.

Dilihat dari sistematika besar filsafat, kosmologi atau sering disebut

dengan filsafat alam adalah salah satu bagian dari cabang filsafat ontologi yang

secara umum memiliki kesamaan dalam hal keinginannya untuk mencari norma

dan struktur mendasar bagi kesemestaan (Bakker, 1994: 5). Keterkaitan keduanya

membawa implikasi yang mendalam karena dengan demikian, pandangan

kosmologi suatu masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh cara pandang

10

Page 11: Kosmologi ruang waktu dan gerak

masyarakat tersebut terhadap realitas secara keseluruhan, baik manusia, alam,

maupun realitas adikodrati (misalnya Tuhan, ataupun dewa). Hal yang sama juga

dapat dijumpai dalam kehidupan masyarakat Batak. Mereka memiliki kosmologi

yang khas, meskipun dalam banyak hal menunjukkan identitasnya sebagai bagian

dari kosmologi Indonesia yang oleh Bakker dicirikan dengan koordinasi,

komplementasi, dan harmoni (Bakker, 1994: 161). Sebagai pendahuluan bisa

dikatakan bahwa, Batak memiliki corak pemikiran Indonesia tersebut, namun jelas

tidak bisa dipungkiri bahwa Batak memiliki corak yang berbeda dalam hal-hal

yang lain. Makalah kelompok ini, lebih jauh akan berusaha mengupas dengan

lebih rinci mengenai konsepsi ruang dan waktu dalam pemahaman masyarakat

Batak. Corak kosmologinya sangat jelas, yaitu kosmologi spekulatif yang

mungkin tidak cukup memuaskan ketika konsepsi dipertemukan dengan temuan-

temuan dalam ilmu fisika dan astronomi. Kosmologi spekulatif, meskipun

memiliki beberapa kelemahan, namun demikian tetap masih layak untuk dikaji

karena bagaimanapun ada wilayah-wilayah yang justru bisa dijangkau oleh corak

kosmologi spekulatif ini, yang dalam hal yang sama tidak mampu dijangkau

melalui kajian yang empiris logis. Terlepas dari persoalan tersebut, bagaimana

pun kajian ini akan memberikan kontribusi yang besar dalam upaya memetakan

pemikiran filsafat Nusantara yang pada gilirannya akan membantu

menginventarisasi local wisdom yang ada di Indonesia.

11

Page 12: Kosmologi ruang waktu dan gerak

BAB III

PENUTUP

Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari alam semesta, kosmos. Kosmos

adalah kata yang digunakan dalam pemikiran metafisik Yunani awal, yang berarti

‘harmoni’ atau ‘keteraturan’ (order) sebagai lawan ‘kekacauan’ (chaos). Dalam

salah satu teori penciptaan Yunani, chaos adalah materi acak (formless) dari

kosmos, atau keteraturan harmonis yang diciptakan (EP: ‘Kosmology’, II: 237-

244; ‘Chaos dan Cosmos’, II: 80 – 81). Dan waktu adalah salah satu masalah

paling mendasar dalam filsafat dan kosmologi, karena seluruh eksistensi tidak lain

adalah rangkaian peristiwa dalam waktu. Semua orang merasakan waktu, tetapi

kebanyakan orang tidak mempertanyakannya karena terbiasa dialami setiap hari

dalam banyak hal dan begitu lumrah. Namun, hal itu jauh lebih sulit untuk

memahami hakikat filosofis waktu dan karakteristiknya.

Sepanjang sejarah filsafat, banyak pandangan yang bertentangan telah

muncul untuk mendiskusikan dan menggambarkan aspek yang berbeda dari

waktu, dan beberapa hipotesis terbaru telah muncul dalam kosmologi modern.

Namun, masih merupakan impian setiap fisikawan untuk mengungkap realitas

waktu, terutama karena semua teori modern telah sampai pada kesimpulan bahwa

waktu adalah kuncinya.

12

Page 13: Kosmologi ruang waktu dan gerak

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Kaelan, M.S. 1998. Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

Koento Wibisono Siswomihardjo. 1996. Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

M. Thoyibi. 1999. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya. Surakarta: MUP Press.

Soepomo Poedjosoedarmo. 2001. Filsafat Bahasa. Surakarta: MUP Press.

Yuyun Suriasumantri. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Yuyun Suriasumantri. 2009. Ilmu dalam Perspektif: Kumpulan Karangan tentang Hakikat Ilmu. Jakarta: Gramedia.

13