konsepsi pengaturan mengenai kepemilikan atas kapal …

18
1 Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal Karam Bersejarah (Historic Shipwrecks) Berdasarkan Hukum Internasional Meike Rachmana, Melda Kamil Ariadno, Arie Afriansyah Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Transnasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia [email protected] Abstrak Artikel ini membahas mengenai Perkembangan teknologi yang telah mendorong pesatnya penemuan terhadap benda-benda budaya bawah air. Salah satunya yakni kapal karam bersejarah yang didalamnya terkandung nilai yang sangat tinggi baik secara historis, arkeologis ataupun ekonomis. Keberadaan kapal karam bersejarah yang sangat signifikan inilah yang menjadikan isu kepemilikan atasnya merupakan suatu hal yang penting. Benturan kepentingan terjadi antara Negara bendera kapal, penemunya, Negara dimana kapal karam bersejarah tersebut karam ataupun negara dari mana muatan didalamnya berasal. Oleh karena itu, dalam skripsi ini akan dibahas konsepsi pengaturan mengenai kepemilikan atas kapal karam bersejarah di tingkat internasional melalui konvensi dan hukum kebiasaan internasional terkait, di tingkat nasional melalui peraturan dan praktik di beberapa negara dunia serta pengaturan dan praktik penerapannya di Indonesia. Kata Kunci: Historic Shipwrecks, Benda budaya bawah air, Kapal Karam bersejarah, kepemilikan, Negara Pantai. The Conception on Regulation of Historic Shipwrecks Ownership in accordance with International Law Abstract This article discusses about Technology development that pushed forward an access to underwater cultural heritage. One of them is historic shipwrecks which contain historical, archaeological or economic value. The significance of this historic shipwrecks leads to an issue about ownership. The dispute over historic shipwrecks happen because there is a clash about jurisdiction over the historic shipwrecks among Flag-state country, Finder, Coastal state, or state origin of the cargo. Therefore, it is an important thing to see the conception on regulation of historic shipwrecks at international level through international convention, at national level through its regulation and practice in several countries and also the regulation and practice in Indonesia. Keyword: Historic Shipwrecks, Underwater Cultural Heritage, Ownership, Flag State, Coastal State. Pendahuluan Perhatian dunia internasional terhadap kekayaan peninggalan sejarah berupa warisan budaya bawah air dalam beberapa abad terakhir mulai meningkat. 1 Diperkirakan terdapat lebih 3 juta runtuhan kapal yang karam di bawah air yang membawa didalamnya beragam 1 Constance Johnson, For Keeping or for Keeps?An Australian Perspective on Challenges Facing the Development of a Regime for the Protection of Underwater Cultural Heritage, Melbourne Journal of International Law (Jurnal Hukum Internasional Melbourne), 2000. Hal.3. Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

1

Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal Karam Bersejarah (Historic Shipwrecks) Berdasarkan Hukum Internasional

Meike Rachmana, Melda Kamil Ariadno, Arie Afriansyah

Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Transnasional

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

[email protected]

Abstrak

Artikel ini membahas mengenai Perkembangan teknologi yang telah mendorong pesatnya penemuan terhadap benda-benda budaya bawah air. Salah satunya yakni kapal karam bersejarah yang didalamnya terkandung nilai yang sangat tinggi baik secara historis, arkeologis ataupun ekonomis. Keberadaan kapal karam bersejarah yang sangat signifikan inilah yang menjadikan isu kepemilikan atasnya merupakan suatu hal yang penting. Benturan kepentingan terjadi antara Negara bendera kapal, penemunya, Negara dimana kapal karam bersejarah tersebut karam ataupun negara dari mana muatan didalamnya berasal. Oleh karena itu, dalam skripsi ini akan dibahas konsepsi pengaturan mengenai kepemilikan atas kapal karam bersejarah di tingkat internasional melalui konvensi dan hukum kebiasaan internasional terkait, di tingkat nasional melalui peraturan dan praktik di beberapa negara dunia serta pengaturan dan praktik penerapannya di Indonesia. Kata Kunci: Historic Shipwrecks, Benda budaya bawah air, Kapal Karam bersejarah, kepemilikan, Negara Pantai.

The Conception on Regulation of Historic Shipwrecks Ownership in accordance with International Law

Abstract

This article discusses about Technology development that pushed forward an access to underwater cultural heritage. One of them is historic shipwrecks which contain historical, archaeological or economic value. The significance of this historic shipwrecks leads to an issue about ownership. The dispute over historic shipwrecks happen because there is a clash about jurisdiction over the historic shipwrecks among Flag-state country, Finder, Coastal state, or state origin of the cargo. Therefore, it is an important thing to see the conception on regulation of historic shipwrecks at international level through international convention, at national level through its regulation and practice in several countries and also the regulation and practice in Indonesia. Keyword: Historic Shipwrecks, Underwater Cultural Heritage, Ownership, Flag State, Coastal State. Pendahuluan

Perhatian dunia internasional terhadap kekayaan peninggalan sejarah berupa warisan

budaya bawah air dalam beberapa abad terakhir mulai meningkat.1 Diperkirakan terdapat

lebih 3 juta runtuhan kapal yang karam di bawah air yang membawa didalamnya beragam

1Constance Johnson, For Keeping or for Keeps?An Australian Perspective on Challenges Facing the

Development of a Regime for the Protection of Underwater Cultural Heritage, Melbourne Journal of International Law (Jurnal Hukum Internasional Melbourne), 2000. Hal.3.

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 2: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

2

benda seperti koin emas, guci dan benda-benda berharga serta bersejarah lainnya.2 Hal ini

terlihat dari ditemukannya The Mary Rose Shipwrecks, R.M.S. Titannic Shipwrecks, Belitung

Shipwreck ataupun situs bersejarah bawah laut seperti Alexandria lighthouse and Cleopatra’s

palace (Mesir), Ancient Carthage (Tunisia), dan Jamaica’s Port Royal yang dihancurkan

pada 1692.3

Semakin pesatnya penemuan terhadap benda-benda budaya bawah air ini tidak lepas

dari perkembangan teknologi yang telah membuka akses menuju Kapal Karam Bersejarah

serta Muatannya (Historic Shipwrecks) menjadi lebih terjangkau dibandingkan sebelumnya,

ketika ombak masih menjadi benteng alam yang sukar untuk ditembus yang mana telah

melindungi kapal karam dan reruntuhannya selama berabad-abad.4

Akses menuju kapal karam bersejarah serta muatannya selanjutanya disebut kapal

karam bersejarah menjadi lebih terbuka sejak Jacques Cousteau dan Emile Gagnan

menciptakan the aqualung5 di tahun 1942-1943,6 yang memungkinkan untuk menjangkau ke

area laut yang lebih dalam. Akses ini tidak hanya dapat digunakan oleh peneliti dan arkeolog

tetapi juga oleh pemburu harta karun dan pencari harta kapal karam.7 Selanjutnya, pada awal

abad ke-21 penyelam dengan Open Circuit8 telah dapat menyelam hingga kedalaman 100

meter dan dengan Closed circuit re-breathers9 dapat menyelam ke kedalaman lebih dari 140

meter.10

Kemajuan teknologi dalam bidang penyelaman ini, yang mana membuat akses

terhadap kapal karam bersejarah menjadi lebih mudah telah menyebabkan posisi kapal karam

2 UNESCOPRESS, UNESCO Press Release No. 97-2008(dapat diakses di http://www.ioc-

unesco.org/index.php) 3UNESCOPRESS, UNESCO Press Release No. 97-2008(dapat diakses di http://www.ioc-

unesco.org/index.php) 4Ibid. 5 Tabung udara atau Tangki oksigen adalah alat yang berbentuk tabung terbuat dari baja atau aluminium

bertekanan tinggi untuk menampung oksigen yang digunakan untuk membantu pernafasan pda saat menyelam.Biasanya dikenakan di punggung penyelam dengan sebuah selang yang menyalurkan udara dari tabung ke mulut. Aqualung merupakan salah satu dari anggota peralatan selam (dalam bahasa Inggris disebut "SCUBA", kepanjangan dari Self-Contained Underwater Breathing Apparatus dapat diartikan seperangkat alat bernafas di bawah air).

6 http://www.unesco.org/new/en/culture/themes/underwater-cultural-heritage/protection/ (Diakses pada 16 februari 2014, Pukul 20:08 WIB)

7 Ibid. 8 Alat penyelaman tradisional dimana penyelam menghirup udara dari tabung gas dan

mengeluarkannya. 9 Alat penyelaman yang menggunakan fungsi pengolahan kembali udara yang telah di hirup oleh

penyelam. 10 UNESCO Section of Museums and Cultural Objects Division of Cultural Objects and Intangible

Heritage, UNESCO Convention on protection of underwater cultural heritage 2001, 2007.(CLT/CIH/MCO/2007/PI/38).Hal.5.

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 3: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

3

bersejarah menjadi lebih rawan.11 Salah satunya, rawan akan konflik atas kepemilikannya

antara Negara bendera kapal, penemunya, Negara dimana kapal karam bersejarah tersebut

karam ataupun negara dari mana muatan didalamnya berasal.12

Perdebatan mengenai kepemilikan ini menjadikan posisi pencari harta karun di tempat

yang sulit, ketika berhadapan dengan klaim dari pemerintah.13 Lebih lanjut, bermunculan

gerakan yang mengadvokasikan konsep kapal karam bersejarah serta muatannya sebagai

“warisan budaya umat manusia (common heritage of mankind)” dengan mana kapal karam

bersejarah ini menjadi milik seluruh umat manusia ataupun negara dari mana kapal tersebut

berasal, dan hak dari penemu yang masih diperdebatkan.14

Sejarah telah menunjukan persoalan pengaturan hukum laut memang selalu dipenuhi

dengan perselisihan tentang akses dan kontrol terhadap kekayaan laut. Banyak yang percaya

bahwa ketika Konvensi Hukum Laut 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea

1982) telah diadopsi, perselisihan selama 50 tahun mengenai kepentingan negara pantai dan

negara dengan kekuatan maritim telah terselesaikan dengan baik.15 Kenyataannya, prediksi ini

tidak sepenuhnya benar.16 Sebuah perselisihan baru telah muncul dalam hal hak kepemilikan

atas kapal karam bersejarah.17 Pentingnya upaya yang serius bagi pengaturan kepemilikan

atas terhadap kapal karam bersejarah ini tidak terlepas dari keberadaannya yang tidak ternilai.

kapal karam bersejarah, mengemban ikatan eksistensi dan merupakan bukti dari kebudayaan

lampau yang memungkinkan masyarakat yang terlibat untuk memperkaya wawasannya

tentang peradaban yang belum diketahui.18

Sengketa kepemilikan atas kapal karam bersejarah bukanlah suatu fenomena yang

baru19 dan tidak sedikit yang mengambil jalur penyelesaian litigasi.20 Seperti kasus Sea Hunt

Inc. and the Commonwealth of Virginia V. The Unidentified Shipwrecked, La Galga dan Juno

11Ibid. 12 David Curfman, Thar Be Treasure Here: Rights to Ancient Shipwrecks in International Waters—A

New Policy Regime, 86 Wash. U. L. Rev.181, 2008. Hal.181. Dapat diakses di http://digitalcommons.law.wustl.edu/lawreview/vol86/iss1/4

13 Ibid. 14 Ibid. 15 David J. Bederman, Historic Salvage and the Law Of The Sea, University of Miami Inter-American

Law Review, 1998. Hal.2. 16 Ibid. 17Ibid. 18 Valentina Sara Vadi, Investing in Culture: Underwater Cultural Heritage and International

Investment Law,(This Article was presented at the UNESCO Conference IKUWA 3: Beyond Boundaries, Third International Congress on Underwater Archaeology which was held at University College of London, July 9–12, 2008),Vol.42, Vanderbilt Journal Of Transnational Law,2008. Hal.1.

19 Cathryn Henn, The Trouble With Treasure Historic Shipwrecks Discovered In International Waters, Vol.19, University of Miami Internasional Law and Comparative Law review, 2012. Hal.144.

20 Ibid.

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 4: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

4

dimana terjadi sengketa kepemilikan atas sebuah kapal karam bersejarah (Historic

Shipwrecks) antara Commonwealth of Virginia dan Spanyol. Selanjutnya, dalam kasus Black

Swan dimana terjadi sengketa antar Odyssey, Peru dan Spanyol. Hal serupa juga terjadi dalam

kasus Robinson V. Western Australian Museum.

Sengketa atas kapal karam bersejarah merupakan suatu problematika yang cukup

kompleks untuk diselesaikan. Hal ini mengingat adanya benturan kepentingan antar penemu,

Negara bendera kapal dengan pemilik muatan kapal yang bersangkutan.21

Wilayah Indonesia yang berada diantara benua Asia dan Australia serta diantara

samudera India dan Pasifik, menjadikan posisinya begitu strategis sebagai jalur lalu lintas

pelayaran internasional sejak ribuan tahun yang menghubungkan negara-negara di wilayah

Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan maupun Asia Timur. Kondisi geografis ini telah

membuat perairan Indonesia menjadi salah satu wilayah yang paling banyak dipenuhi oleh

kapal-kapal karam.22 Hingga saat ini, telah ditemukan 463 runtuhan kapal karam di Indonesia

menurut National Committee of Underwater Heritage, dan masih terdapat 10.000 runtuhan

kapal karam di bawah air Indonesia berdasarkan dokumen dari Cina mengenai kapal-kapal

yang tidak pernah kembali dari Indonesia.23

Berdasarkan kondisi inilah pengaturan mengenai kepemilikan kapal karam bersejarah

serta muatannya di Indonesia menjadi sangat penting karena dengan semakin berkembangnya

teknologi maka penemuan atas kapal karam bersejarah akan meningkat pula. Mengingat nilai

dari kapal karam bersejarah serta muatannya ini sangat tinggi merupakan suatu konsekuensi

logis bahwa akan banyak timbul konflik kepemilikan atas kapal karam bersejarah serta

muatannya tersebut. Dalam tingkat internasional telah terdapat konvensi-konvensi

internasional yang mengakomodir mengenai pengaturan atas kapal karam bersejarah

walaupun hanya secara umum, yakni Law of Find and Law of Salvage, The United Nations

Convention on the Means of Prohibiting and Preventing the Illicit Import, Export and

Transfer of Ownership of Cultural Property 1970, The Convention Concerning the Protection

of the World Cultural and Natural Heritage 197224, The United Nations Convention on the

21 Henn, Op. Cit. 22http://www.huffingtonpost.com/2012/03/31/indonesias-shipwrecks-html(Diakses pada 21 maret 2014) 23 Ibid. 24 The operational guidelines adopted by the World Heritage Committee for implementation of the

Convention state in paragraph 25 that “nomination of immovable property which are likely to become movable will not be considered”. Lihat O’keefee, P.J.2002.Shipwrecked Heritage: a commentary on the UNESCO Convention on Underwater Cultural Heritage. Great Britain: Institute of Art and Law.Hal.39.

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 5: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

5

Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982), dan juga dalam UNESCO Convention on the

Protection of Underwater Cultural heritage 2001.25

Pengaturan mengenai kepemilikan kapal karam bersejarah juga telah terdapat dalam

peraturan nasional beberapa Negara dunia seperti Amerika, Australia, Inggris dan Spanyol

yang mana dapat dijadikan acuan untuk legal framework bagi negara-negara lain untuk

mengatur mengenai kepemilkan atas kapal karam bersejarah yang berada dalam

yurisdiksinya.

Dalam peraturan nasional Indonesia telah terdapat pengaturan yang bersinggungan

dengan pengaturan kepemilikan atas kapal karam bersejarah. Seperti, Undang-undang Nomor

5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya digantikan oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun

2010 tentang Cagar Budaya, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang

Benda Cagar Budaya, Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1992 tentang Pembagian Hasil

Pengangkatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam antara Pemerintah dan

perusahaan, Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional

Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan kapal yang Tenggelam,

Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan

Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan kapal yang Tenggelam, Keputusan Presiden

Nomor 12 Tahun 2009 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda

Berharga Asal Muatan kapal yang Tenggelam, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

184/Pmk.06/2009 tentang Tata Cara Penetapan Status Penggunaan dan Penjualan Benda

Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam.

Secara umum peraturan Indonesia diatas mengartikan kapal karam bersejarah sebagai

kekayaan laut yang merupakan sumber daya sejarah, budaya, ilmu pengetahuan dan ekonomi

sehingga pemanfatannya perlu dikelola untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dan

pembangunan nasional. Dalam hal penanganan kapal karam beserta muatannya ini dibentuk

sebuah panitia nasional pengangkatan dan pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal

yang tenggelam (Pannas BKMT) yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab

langsung pada presiden.

25 Lihat O’keefee, P.J.2002.Shipwrecked Heritage: a commentary on the UNESCO Convention on

Underwater Cultural Heritage. Great Britain: Institute of Art and Law.Hal.32.

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 6: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

6

Sebagai sebuah Negara kepulauan dengan wilayah laut yang luas, tidak dapat

dipungkiri bahwa Indonesia memiliki banyak Kapal Karam bersejarah serta Muatannya yang

tidak ternilai harganya. Seperti Geldermalsen yang ditemukan oleh Michael hatcher pada

tahun 198526, Belitung Shipwreck yang ditemukan pada tahun 1998 di pulau belitung27,

ataupun Cirebon Shipwreck yang ditemukan di laut jawa28.

Konflik mengenai kepemilikan atas Kapal Karam Bersejarah serta Muatanya di

Indonesia pun bukanlah hal baru. Dalam Geldermalsen Shipwrecks Indonesia berselisih

dengan Belanda mengenai kepemilikannya.29 Pada 1985, Geldermalsen beserta muatannya di

angkat oleh Michael hatcher tanpa izin dari pemerintah Indonesia.30 Surat Kabar Indonesia,

Forum keadilan (No 26/II, 14 April 1994) menyebutkan usaha pengangkatan yang dilakukan

hatcher sebagai penjarahan.31 Selain itu terjadi juga konflik antara Indonesia dan Malaysia

atas kapal Flor de la Mar.32 Walaupun, kasus tidak diajukan oleh Malaysia kepada ICJ, tetapi

bukan tidak mungkin jika kedepannya Indonesia harus memantapkan posisinya dalam hal

klaim atas kapal beserjarah serta muatan Flor de la Mar untuk kedepannya.33

Pokok permasalahan yang diangkat dalam artikel ini adalah:

1. Bagaimana Konsepsi Pengaturan mengenai kepemilikan atas Kapal Karam bersejarah

beserta Muatannya berdasarkan Hukum Internasional?

2. Bagaimana Pengaturan Mengenai Kepemilikan atas kapal Karam Bersejarah beserta

Muatannya di beberapa Negara dan Praktik penyelesaian sengketa kepemilikan atas kapal

karam bersejarah serta muatannya?

3. Bagaimana Pengaturan mengenai Kepemilikan atas kapal Karam Bersejarah beserta

Muatannya di Indonesia serta Penerapannya?

26Michael hatcher and A. Thorncroft.1987.The Nangkin Cargo.London: HamishHamilton.Hal.166. 27 http://archaeology.about.com/od/bcthroughbl/qt/belitung_shipwreck.htm (diakses pada 19 Februari

2014, Pukul 09.00 WIB) 28 http://cirebon.musee-mariemont.be/project-history/an-untouched-wreck-an-exemplary-

excavation.htm?lng=en (diakses pda 19 Februari 2014, Pukul 09.45 WIB) 29 Arvin CC Mogot, Pengaruh Tenggelamnya Kapal Asing Beserta Isinya di Perairan Indonesia

terhadap Kedaulatan Indonesia atas Wilayah Perairannya: Studi tentang Kapal Geldermalsen yang Tenggelam di Perairan Indonesia Tahun 1752, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1993), Hal. 68-69.

30 Ibid. 31 Ibid. 32 Robert F Marx and Jenifer Marx, The Search for Sunken Treasure: Exploring the World’s Great

Shipwrecks, (Toronto: Key Porter Books, 1993), Hal.65-66. Lihat juga Singapore Journal of International law & Comparative Law (1998) dalam judul Ownership Rights Over Archaeological/ Historical Objects Found in Indonesian Waters: Republic Of Indonesia Act No 5 Of 1992 On Cultural Heritage Objects And Its Related Regulations. Hal. 142-143.

33 Ibid.

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 7: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

7

Tujuan umum dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui secara lebih

mendalam mengenai pengaturan mengenai perlindungan Kapal Karam bersejarah serta

Muatannya dalam hukum internasional. Tujuan ini juga untuk memberi pemahaman yang

lebih mendalam mengenai Pengaturan Kepemilikan atas Kapal Karam Bersejarah serta

Muatannya di beberapa negara dunia termasuk Indonesia.

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan artikel ini berbentuk

penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka

atau data sekunder.34 Dalam penulisan artikel ini, penulis memakai penelitian yuridis

normatif. Oleh karena itu, upaya untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan

dengan melakukan penelitian kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan data sekunder yang

terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.35 Dalam artikel ini, penulis

menggunakan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan

suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data yang tertulis36, mengenai hal-hal

yang berkaitan dengan penulisan artikel ini. Metode analisa data yang digunakan oleh penulis

dalam penulisan artikel ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan

kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa

yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan

perilaku nyata.37 Penulis menggunakan kombinasi antara bahan hukum primer,38 sekunder,39

dan tersier.40 Bahan Hukum Primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat, meliputi

peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi. Bahan hukum primer yang digunakan

dalam melakukan penelitian ini adalah ketentuan hukum internasional yang berkaitan dengan

Kapal Karam bersejarah serta Muatannya yaitu Law of Find and Law of Salvage, The United

Nations Convention on the Means of Prohibiting and Preventing the Illicit Import, Export and

34 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:

Raja Grafindo, 2001), hlm. 13-14. 35 Ibid. hlm. 13. 36 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-

Press), 2007), hlm. 21. 37 Sri Mamudji et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 67. 38 Soerjono Soekanto, op. cit., hlm. 52 menyatakan bahwa, “bahan hukum primer yaitu bahan-bahan

hukum yang mengikat.” 39 Ibid., dinyatakan bahwa, “bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer.” 40 Ibid., dinyatakan bahwa, “bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sumber sekunder.”

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 8: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

8

Transfer of Ownership of Cultural Property 1970, The United Nations Convention on the Law

of the Sea 1982 (UNCLOS 1982), dan juga dalam UNESCO Convention on the Protection of

Underwater Cultural heritage 2001. Ketentuan Hukum nasional beberapa Negara berupa

Abandoned Shipwreck Act 1987 (ASA) (Amerika); Historic Shipwreck Act 1976 (HSA)

(Australia); The Protection of wreck Act 1973 dan Merchant Shipping Act 1995 (Inggris); The

Spanish Historical Heritage law No. 16 of 1985 (Spanyol); serta Undang-undang Nomor 5

Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang

Cagar Budaya, Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Benda Cagar Budaya, Keputusan

Presiden Nomor 25 Tahun 1992 tentang Pembagian Hasil Pengangkatan Benda Berharga Asal

Muatan Kapal yang Tenggelam antara Pemerintah dan perusahaan, Keputusan Presiden

Nomor 107 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda

Berharga Asal Muatan kapal yang Tenggelam, Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2007

tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan kapal

yang Tenggelam, Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2009 tentang Panitia Nasional

Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan kapal yang Tenggelam, dan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/Pmk.06/2009 tentang Tata Cara Penetapan Status

Penggunaan dan Penjualan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (Indonesia).

Bahan Hukum Sekunder merupakan bahan yang menjelaskan bahan hukum primer, yang

isinya tidak mengikat.

Bahan sekunder tersebut antara lain meliputi buku, jurnal, majalah, artikel ilmiah,

surat kabar, serta karya ilmiah lainnya yang membahas mengenai masalah hukum laut. Data

lain yang diperoleh dari penelitian bahan kepustakaan tersebut akan dianalisa melalui

pendekatan kualitatif dan untuk mendukung data serta bahan, maka akan menggunakan alat

pengumpul data lain yaitu wawancara dengan narasumber. Bahan Hukum Tersier merupakan

bahan yang menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum

tersier memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopendia, dan lain-lain.

Pembahasan

konsep kepemilikan atas kapal karam bersejarah serta muatannya dalam tingkat

internasional, praktik negara-negara dunia dan tingkat nasional di Indonesia. Pertama, dalam

hal konsep kepemilikan atas kapal karam bersejarah dalam hukum internasional dilihat dari

pengaturan konvensi internasional seperti The United Nations Convention on the Law of the

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 9: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

9

Sea 1982 (UNCLOS) yang mana kepemilikan atas kapal karam bersejarah di bagi

berdasarkan zona maritim.

Di zona perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial UNCLOS

mengatur bahwa di laut teritorial Negara kepemilikan atas kapal kara bersejarah merupakan

jurisdiksi dari Negara pantai. Di zona laut tambahan UNCLOS tidak dibahas mengenai

kepemilikan ats kapal karambersejarah serta muatannya tetapi dikatakan bahwa kapal asing

tidak dapat melakukan pengangkatan kapal karam bersejarah tanpa izin dari Negara pantai

yang memiliki yurisdiksi atas jalur tambahan tersebut. Oleh karena itu, pengaturan yang lebih

spesifik akan diatur dalam hukum nasional Negara masing-masing. Di Landas Kontinen

UNCLOS tidak mengatur mengenai kepemilikan ats kapal karam bersejarah. Di wilayah Area

UNCLOS mengatur semua benda yang bersifat arkeologis dan bersejarah seperti kapal karam

bersejarah serta muatannya tidak berada dibawah jurisdiksi Negara manapun.

Dalam The United Nations Convention on the Means of Prohibiting and Preventing

the Illicit ImportExport and Transfer of Ownership of Cultural Property 1970 pengaturan

mengenai kepemilikan atas benda budaya dan bersejarah seperti karam bersejarah tunduk

pada keberlakuan hukum nasional tiap Negara.

Dalam UNESCO Convention on the Protection of Underwater Cultural Heritage 2001

(Konvensi UCH) yang mengedepankan prinsip perlindungan dan penghilangkan eksploitasi

komersial dari kepemilikan atas kapal karam bersejarah mengatur bahwa kapal karam

bersejarah harus dilindungi untuk kepentingan umat manusia sehingga kepemilikan oleh

pihak pribadi ataupun swasta tidak dimungkinkan.

Selanjutnya, Law of Finds memberikan hak atas properti yang telah hilang dan

ditelantarkan kepada seseorang yang secara sah dan adil menemukannya pertama kali dan

menjadikan properti bersangkutan miliknya dengan maksud untuk menjadi pemiliknya dan

Law of Salvage kepemilikan oleh pemilik aslinya tidak hilang tetapi penyelamat kapal karam

(salvor) diberikan imbalan berdasarkan persentase nilai dari kapal karam serta muatan yang

diselamatkan.

Kedua, jika dilihat dari peraturan negara-negara di dunia seperti Amerika Serikat,

Inggris, Australia dan Spanyol terlihat bahwa dalam negara-negara ini telah memiliki

pengaturan khusus mengenai kapal karam bersejarah. Amerika Serikat mengatur mengenai

kapal karam bersejarah dalam Abandoned Shipwrecks Act 1987 (ASA). Berdasarkan ASA

pada bagian 43 United State Code (U.S.C.) 2105, Rights of ownership sub-bagian 43 Chapter

39 U.S.C. 2105(a) Section 6, 28 April 1988 dikatakan Amerika Serikat menyatakan haknya

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 10: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

10

atas 3 jenis kapal yang ditelantarkan di wilayah laut teritorialnya sejauh 3 mil41 (saat ini 12

mil setelah dideklarasikan oleh presiden Ronald Reagan, Proclamation No. 5928, Territorial

Sea of the United States of America, 54 Fed. Reg. 777 (Jan. 9, 1989))42 dari tepi pantai dan

wilayah perairan Amerika Serikat.43 Inggris mengatur mengenai kapal karam bersejarah

dalam Protection of Wrecks Act 1973 dan untuk kapal militer diatur dalam Protection of

Military Remain Act 1986. Protection of Wrecks Act 1973 dibentuk untuk melindungi kapal

karam yang memiliki nilai sejarah, arkeologis ataupun kepentingan artistik. Hal ini diurus

oleh National heritage Organization atas kepentingan Department for Culture, Media and

Sport (DCMS). Protection of Military Remain Act 1986 dibentuk untuk melindungi kapal

militer yang tenggelam atau terdampar saat melaksanakan tugasnya. Hal ini diadministrasikan

oleh Ministry of Defence (MOD).44

Australia mengatur mengenai kapal karam bersejarah dalamThe Historic Shipwrecks

Act 1976 (HSA). Secara umum HSA memberikan kewenangan kepada menteri yang ditunjuk

untuk mendeklarasikan semua kapal karam serta muatannya yang berada di wilayah perairan

Australia atau perairan yang berada diatas landas kontinen dan berusia sekurang-kurangnya

75 tahun sebagai kapal karam bersejarah dan untuk mendeklarasikan wilayah disekitar kapal

karam bersejarah serta muatannya sebagai wilayah yang dilindungi (Protected Zone).45

41 Pada bagian 43 U.S. Code § 2106 - Relationship to other laws dikatakan bahwa keberlakuan dari peraturan ini tidak akan mengga“…(b) Laws of United States This chapter shall not change the laws of the United States relating to shipwrecks, other than those to which this chapter applies.”

42 The territorial sea is a maritime zone over which the United States exercises sovereignty. Sovereignty extends to the airspace above and to the seabed below the territorial sea. The U.S. territorial sea extends 12 nautical miles from the baseline di akses di website U.S. Maritime Limits & Boundaries http://www.nauticalcharts.noaa.gov/csdl/mbound.htm. President Thomas Jefferson created the U.S. Coast Survey in 1807 to provide nautical charts that would help the young nation with safe shipping, national defense, and maritime boundaries. Lembaga ini merupakan bagian dari National Oceanic and Atmospheric Administration, United States Department of Commerce.

43 In 1988, President Ronald Reagan extended the breadth of the territorial sea of the United States from three nautical miles to twelve. By Presidential Proclamation the United States asserted sovereignty and jurisdiction over the territorial sea extending from the baseline seaward a distance of twelve nautical miles. The presidential proclamation specifically stated that it did not extend or alter “existing Federal or State law or any jurisdiction, rights, legal interests, or obligations derived therefrom.” Some federal laws have not been updated to reflect this boundary change and the extension of the territorial sea has resulted in inconsistent definitions of the territorial sea in U.S. domestic law. Dikutip dari U.S. Commission On Ocean Policy, An Ocean Blueprint For The 21st Century: Final Report Of The U.S. Commission On Ocean Policy 43 (2004) oleh Joe Mathews dalam Redefining the Territorial Sea in the Clean Water Act: Replacing Outdated Terminology and Extending Regulatory Jurisdiction, Sea Grant Law and Policy Journal, Vol. 4, No. 1 (Summer 2011). Hal. 114.

44 Protected Wrecks, diakses pada 18 Mei 2014, 06:25 Wib http://www.english-heritage.org.uk/professional/advice/hpg/has/protectedwrecks/

45 Ibid., Historic Shipwrecks Act 1976 (Cth) ss 4A, 7; see also Navigation Act 1912 (Cth) s 302(b), which requires persons finding or taking possession of a wreck outside Australian territory and bringing it to Australia to notify the receiver of the wreck; s 308 provides that the Commonwealth is entitled to any unclaimed wrecks found in Australia.

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 11: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

11

Spanyol mengatur mengenai kepemilikan atas kapal karam bersejarah dalam The

Spanish Historical Heritage law No. 16 of 1985. The Spanish Historical Heritage law No. 16

of 1985 mengatur bahwa semua warisan budaya yang ditemukan secara tidak sengaja secara

otomatis berada dalam kontrol pemerintah; dengan perjanjian terhadap penemu dan pemilik

tanah.46 Berdasarkan peraturan ini preservation in situ merupakan pilihan utama.47 The

Spanish Historical Heritage law No. 16 of 1985 mengakomodir pemberian izin eskavasi

arkeologis semua warisan budaya yang berusia lebih dari 100 tahun, berada di wilayah laut

territorial dan perairan diatas landas kontinen Negara spanyol.

Dalam tataran praktik di negara-negara ini sengketa kepemilikan atas kapal karam

bersejarah bukanlah suatu perkara yang mudah untuk diputuskan. seperti terlihat dalam kasus

La Galga dan Juno yang mana melibatkan banyak pihak seperti negara bagian Virginia,

Pemerintah Federal Amerika Serikat, perusahaan pengangkat Sea Hunt dan Pemerintah

Spanyol.48 Berdasarkan putusan pengadilan maka Spanyol tetap memiliki hak atas Juno dan

klaim kepemilikan Spanyol atas La Galga diberikan pada Virginia sebagai pihak yang

berwenang dalam hal penerbitan izin sebagai negara pantai yang memiliki jurisdiksi.

Dalam kasus Black Swan Pengadilan Amerika memberikan kepemilikan juga kepada

Spanyol sebagai negara bendera kapal.49 Tetapi, pada kasus Titanic pengadilan menolak

permintaan dari RMST berdasarkan Law of salvagedan memutuskan bahwa kapal Titanic

merupakan bagian dari warisan budaya dasar laut sehingga semua tindakan yang dilakukan

pihak swasta dijaga ketat oleh pemerintah dengan menggunakan Titanic treaty.50

Selanjutnya, terlihat pada kasus Dodington Coins yang mana melibatkan Pemerintah

Afrika Selatan dan Pengadilan Inggris, sengketa kepemilikan diselesaikan dengan perjanjian

pembagian antara pengangkat dan pemerintah Afrika Selatan Karena pengadilan Inggris

menolak untuk mengadili sengketa bersangkutan.51 Dalam Kasus Robinson V. Western

Australian Museum sengketa kepemilikan atas kapal karam bersejarah justru yang

46 Mark Staniforth, Op. Cit. Hal.10. 47 Ibid. 48 Kevin Berean, Seahunt, INC. v. The Unidentified Shipwrecked Vessel or vessels: How the Fourth

Circuit Rocked the Boat, Brooklyn law review, 2002. Lihat juga http://www.admiraltylawguide.com/circt/4thseahunt.html.

49 Marian Keigh Miller, Underwater cultural heritage: is the Titanic still in peril as courts battle over the fuure of the historical vessel?, Emory international law review, 2006. Hal.16.

50 Ibid. 51 John Gribble and Craig Forrest, Underwater Cultural Heritage at Risk: The Case of the Dodington

Coins, Hal.313. di akses pada 18 Mei 2014 di http://books.google.co.id/books?id=yvXTcGC5CwQC&pg=PA303&lpg=PA303&dq=Robinson+v.+The+Western+Australian+Museum,&source=bl&ots=8ujp2NrKke&sig=f1g4BHAksje2GAmV_SPbzsNcflY&hl=en&sa=X&ei=xtV4U8jNNsmfkAXZlIGAAg&redir_esc=y#v=onepage&q=Robinson%20v.%20The%20Western%20Australian%20Museum%2C&f=true

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 12: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

12

berdampak pada perubahan legislasi di Australia dan perjanjian bilateral dengan Belanda

sebagai negara yang memiliki hubungan dengan kapal yang ditemukan oleh Robinson.52

Dalam pengaturan dan praktik nasional di Indonesia, isu kepemilikan atas kapal karam

bersejarah mengalami problematika yang berkepanjangan. Hal ini terjadi karena adanya

konflik antara peraturan yang berlaku yakni antara UU No. 11 Tahun 2010 Tentang cagar

Budaya dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2009 tentang Panitia Nasional

Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan kapal yang Tenggelam.

Konflik ini terjadi karena peraturan-peraturan tersebut memegang nilai yang berbeda dalam

hal pengangkatan dan kepemlikan atas kapal karam bersejarah.

Kapal karam bersejarah yang di tetapkan sebagai cagar budaya bawah air telah

dilarang untuk diangkat berdasarkan UU No. 10 Tahun 2011 kecuali untuk kepentingan

penelitian. Hal ini menyebabkan eksploitasi ekonomi terhadap kapal karam bersejarah serta

muatannya tidak dimungkinkan di Indonesia. Implikasinya maka semua kepemilikan atas

cagar budaya bawah air oleh individu sudah tidak dimungkinkan lagi di Indonesia. Tetapi

dalam Keppres No.12 Tahun 2009 justru memperlakukan kapal karam bersejarah kedalam

kategori semua kapal yang memiliki muatan yang berharaga dan dapat digunakan untuk

kepentingan komersial. Hal ini sejalan dengan UU No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang dikeluarkan oleh kementerian yang sama yakni

Kementerian kelautan dan Perikanan, yang mengategorikan kapal karam bersejarah sebagai

sumber daya. Hal ini berimplikasi pada kemungkinkan adanya eksploitasi ekonomi atas

sumber daya tersebut.

Tumpang tindih peraturan dan juga tumpang tinggi kepentingan antara kementerian

menyebabkan kepemilikan atas kapal karam serta muatannya di Indonesia sedang menemui

jalan buntu dalam hal pengimplementasiannya terbukti dengan adanya moratorium pemberian

izin pengangkatan di Indonesia sejak tahun 2010. Lebih lanjut, dalam UU cagar Budaya telah

dikatakan bahwa semua cagar budaya seperti kapal karam bersejarah di larang untuk di ekspor

ke luar negeri tetapi Indonesia tetap saja kehilangan cagar budaya berupa kapal karam

bersejarah serta muatannya karena walaupun moratorium terjadi tetap saja ada pihak-pihak

yang mengangkat dan mengeksploitasi kapal karam bersejarah. Oleh karena itu, kepastian

hukum mengenai hal ini perlu diciptakan melalui harmonisasi dari peraturan-peraturan terkait.

52 High Court of Australia, Robinson v. Western Australian Museum (1977) 138 CLR 283, 31 Agustus

1997, diakses di https://jade.barnet.com.au/Jade.html#!article=66681 (pada 19 Mei 2014, 23:40 Wib)

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 13: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

13

Kesimpulan

Dalam hal pengaturan mengenai kepemilikan atas kapal karam bersejarah di tingkat

internasional sampai saat ini belum ada kepastian mengenai pengaturannya. Belum di berikan

jawaban jelas mengenai siapakah pemilik dari kapal karam bersejarah yang ditemukan adalah

milik penemu, negara bendera kapal ataupun negara pantai dimana kapal tersebut karam.

Dalam tataran nasional negara-negara dunia seperti Amerika, Inggris, Australia dan Spanyol

telah terdapat legislasi nasional walaupun demikian dalam praktiknya keputusan yang

dihasilkanpun belum menciptakan suatu kepastian hukum. Di Indonesia sendiri pengaturan

nasional khusus mengenai kapal karam bersejarah belum ada tetapi terdapat beberapa

peraturan yang relevan seperti UU cagar budaya No. 11 Tahun 2010 dan Keputusan Presiden

Nomor 12 Tahun 2009 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda

Berharga Asal Muatan kapal yang Tenggelam. Sayangnya, peraturan ini tidak sinkron yang

mana akhirnya menciptakan ketidak pastian hukum.

Saran

Kesadaran Negara-negara Dunia mengenai perlunya pengaturan Internasional yang jelas

dalam hal pengaturan mengenai Kapal Karam Bersejarah serta muatannya (Historic

Shipwrecks) harus mulai di tingkatkan. Hal ini mengingat besarnya nilai kapal karam

bersejarah serta muatannya ini baik secara historis, arkeologis ataupun ekonomis serta

kecenderungan kasus kepemilikan yang melibatkan negara-negara berdaulat didalamnya.

Inkonsistensi antara peraturan Nasional dan Praktik mengenai kepemilikan atas kapal karam

bersejarah harus dikaji ulang oleh negara-negara bersangkutan sehingga dapat menciptakan

kepastian hukum mengenai kepemilikan atas kapal karam bersejarah. Dan Indonesia harus

segera melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangnya mengenai kepemilikan atas

kapal karam bersejarah secara konsisten dan bekesinambungan antara pihak-pihak yang

terkait seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kementerian kelautan dan Perikanan

dan kementerikan Politik, Hukum dan HAM agar dapat menciptakan kepastian hukum.

Daftar Referensi

Daftar referensi atau daftar acuan berisi daftar pustaka yang digunakan untuk menulis naskah ringkas atau artikel

ini.

BUKU

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 14: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

14

Alwi, Hasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Barbara T. Hoffman. Art and Cultural Heritage: Law, Policy, and Practice. Cambridge University Press, 2006. Baslar, Kemal. The Concept of the Common heritage of Mankind in International Law. Nijhoff Publisher, 1998. Black, Henry Campbell, et al. Black’s Law Dictionary, 6th ed. St. Paul: West Publishing, 1991. Blume, Kenneth J. Historical Dictionary of the U.S. Maritime Industry. Scarecrow Press, 2011. Borelli, Silvia dan Frederico Lenzerini. Cultural Heritage, Cultural Rights, Cultural Diversity: New

Developments in International Law. Martinus Nijhoff Publishers, 2012. Brice, Geoffrey. Brice on Maritime Law of Salvage. Sweet & Maxwell, 2011. Butler, Daniel Allen. Unsinkable: The Full Story of the RMS Titanic. Stackpole Books, 1998. Brownlie, Ian. Principles of Public International Law. Oxford University Press, 2003. C. Esposito dan Fraile C. The Unesco Convention on Underwater Cultural Heritage: A Spanish View. Leiden

dan Boston: Martinus Nijhoff Publishers, 2004. Churchill, R.R. dan A.V. Lowe. The Law of the Sea, 3rd edition. Inggris: Manchester University Press, 1999. Dromgoole, Sarah. Legal Protection of the Underwater Cultural Heritage: National and International

Perspectives. London: Kluwer Law International, 1999. Dromgoole, Sarah. Underwater CultuRAL Heritage and International Law. Cambridge; Cambridge University

Press, 2013. Dupuy, Rene Jean & Daniel Vignes, Underwater archaeological and Historical Object: a Handbook on the Law

of the Sea. Martinus Nijhoff, 1991. Forrest, J.S. International Law and the Preservation of Underwater Cultural Heritage. University of

Wolverhampton, 2000. Garabello, Roberta dan Tullio scovazzi. The Protection of the Underwater Cultural Heritage: Before and After

the 2001 UNESCO Convention. Boston: M. Nijhoff, 2003. Hatcher, Michael dan A. Thorncroft. “The Nangkin Cargo.” London: HamishHamilton. 1987. Hoffman, Barbara T. Art and Cultural Heritage: Law, Policy, and Practice. Cambridge University Press, 2006. Jameson, John H. dan Della A. Scott-Ireton. Out of the Blue: Public Interpretation of Maritime Cultural Resources. Springer, 2007. Jorg, C. J. A. The Geldermalsen: history and porcelain. Kemper Pub, 1986. Kusumaatmadja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional,. Bandung: Alumni, 2003. O’keefee, P.J. Shipwrecked Heritage: a commentary on the UNESCO Convention on Underwater Cultural

Heritage. Great Britain: Institute of Art and Law, 2002. Malanczuk, Peter. Akehurst’s Modern Introduction to International Law.London: Routledge,1997. Martin, C. Fullfathom five: Wrecks of the Spanish Armada. New York: Viking Press, 1981. Marx, Robert F. dan Jenifer Marx. The Search for Sunken Treasure: Exploring the World’s Great

Shipwrecks.Toronto: Key Porter Books, 1993. Meessen, Karl Matthias. Extraterritorial Jurisdiction in Theory and Practice. Martinus Nijhoff Publishers, 1996. Mogot, Arvin C. C. Pengaruh Tenggelamnya Kapal Asing Beserta Isinya di Perairan Indonesia terhadap

Kedaulatan Indonesia atas Wilayah Perairannya: Studi tentang Kapal Geldermalsen yang Tenggelam di Perairan Indonesia Tahun 1752. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1993.

Nijhoff, Martinus. UNCLOS 1982 Commentary: Supplementary Documents. Vol. 1. Center for Oceans Law and Policy University of Virginia: Martinus Nijhoff Publishers, 2012.

Nordquist, Myron dan Satya N. Nandan. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982, Volume VII: A

Commentary, Vol.7. Center for Oceans Law and Policy University of Virginia. Martinus Nijhoff Publishers, 2011.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja

Grafindo, 2001.

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 15: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

15

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2007. Staniforth, Mark dan Michael Nash. Maritime Archaeology: Australian Approaches. New York: Springer, 2006. Starke, G. Pengantar Hukum internasional. Jakarta: Sinar Grafika,1989. Stevens,Timothy T. “The Abandoned Shipwreck Act of 1987: Finding the Proper Ballast for the States.”

Villanova Law Review, Vol. 37. Issue 3. 1992. Strati, Anastasia. The Protection of the Underwater Cultural Heritage: an emerging Objective of the

Contemporary Law of the Sea. Boston: M. Nijhoff Publishers, 1995. Sri Mamudji et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2005. Toman, Jiri. The protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict. Paris: UNESCO,1996. JURNAL Allain, Jean. “Maritime Wrecks: Where The Lex Ferenda of The Underwater Cultural Heritage Collides With

The Lex Lata of The Law of The Sea Convention.” Virginia Journal of International law (1998). Bederman, David J. “Historic Salvage and the Law of the Sea.” University of Miami Inter-American Law Review

(1998). Bederman, David J. “Maritime Preservation Law: Old Challenges, New Trends.” Widener Law Symposium

Journal (2002). Berean, Kevin. “Seahunt, INC. v. The Unidentified Shipwrecked Vessel or vessels: How the Fourth Circuit

Rocked the Boat.” Brooklyn Law Review (2002). Bryant, Christopher R. “The Archaeological Duty of Care: The Legal, Professional, and Cultural struggle over

Salvaging Historic Shipwrecks.” Albany law review (2001). Coleman, Patrick. “UNESCO and The Belitung Shiwrecks: The need for a Permissive definition of “Commercial

Exploitation.” George Washinton International Law Review.Vol.45. (2013). Croome, A. “The United States' Abandoned Shipwreck Act Goes Into Action: A Report.” International Journal

of Nautical Archaeology (1992). Curfman, David. “Thar Be Treasure Here: Rights to Ancient Shipwrecks in International Waters—A New Policy

Regime.” Washington University Law Review (2008). Doran, Kevin. “Adrift on the High Seas: The Application of Maritime Salvage Law to Historic Shipwrecks in

International Waters.” South-western Journal of International Law (2012). Doyle, Megan B. “Ownership By Display: Adverse Possession To Determine Ownership Of Cultural Property.”

The George Washington International Law Review (2009). Forest, Craig. “Historic Wreck Salvage: An International Perspective.” Tulane Maritime Law Journal (2009). Forrest, Craig. “Strengthening the International Regime for the Prevention of the Illicit Trade in Cultural

Heritage.” Melbourne Journal of International Law (2003). Forrest, Craig. “A New International Regime for the Protection of The Underwater Cultural Heritage.”

International and comparative Law Quarterly. Vol. 51. (2002). Gleason, Linsey. “Possession” and the Abandoned Shipwreck Act: Promoting The Discovery Of Historic

Shipwrecks And Preventing an Unconstitutional Destruction Of Federal Admiralty Jurisdiction.” Michigan State Law Review (2007).

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 16: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

16

Henn, Cathryn. “The Trouble With Treasure Historic Shipwrecks Discovered In International Waters.” University of Miami International Law and Comparative Law Review. Vol.7 (2012).

Johnson, Constance. “For Keeping or for Keeps? An Australian Perspective on Challenges Facing the

Development of a Regime for the Protection of Underwater Cultural Heritage.”Melbourne Journal of International Law (2000).

Mcquown, Terence P. “An Archaeological Argument for the Inapplicability of Admiralty Law in the Disposition

Of Historic Shipwrecks.” William Mitchell Law Review (2000). Miller, Marian Keigh.”Underwater cultural heritage: is the Titanic still in peril as courts battle over the future of

the historical vessel.” Emory International Law Review (2006). Murphy, Russel G. “The Abandoned Shipwreck Act of 1987 in the Millennium: Incentives to High Tech

Piracy?.” Tulane Marine Law Journal (2003). Nayati, Pudak. “Ownership Rights Over Archaeological/Historical Objects Found In Indonesian Waters:

Republic Of Indonesia Act No 5 Of 1992 On Cultural Heritage Objects And Its Related Regulations.” Singapore Journal of International & Comparative Law (1998).

Oxman, Benard H. ”Marine Archaeology and the International Law of the Sea.” Columbia Law Review (1998). Peltz, Robert D. “Salvaging Historic Wrecks.” Tulane Marine Journal (2000). Peppetti, Jon D. “Building the Global Maritime Security Network: a Multinational legal Structure to Combat

Transnational Threats.” Naval Law Review (2008). Richmond, Allison Leigh. “Scrutinizing The Shipwreck Salvage Standard: Should A Salvor Be Rewarded For

Locating Historic Treasure?.” New York International Law Review (2010). Robol, Richard T. “Legal Protection for Underwater Cultural Resources: Can We Do Better?.” Journal of

Maritime and Comparative Law (1999). Segarra, Jonathan Joseph Beren. “Above Us the Waves: Defending The Expansive Jurisdictional Reach of

American Admiralty Courts In Determining The Recovery Rights to Ancient or Historic Wrecks.” Journal of Maritime Law and Commerce (2012).

Staniforth, Mark. “International Approaches to Underwater Cultural Heritage.” Department of Arhaeology,

School of Humanities, Flinders university, South Australia, (2009). Stern, Justin S. “Smart Salvage: Extending Traditional Maritime Law to Include Intellectual Property.” Fordham

Law Review. Vol. 68. Issue.6. (2000). Spencer, Paul R. “Broadcasting Video Online From 5000 Feet Underwater: A Proposal To Help Ensure An

Archaeological Duty Of Care For Historic Shipwrecks.” California Western Law Review (2012). Vadi, Valentina Sara. “Investing in Culture: Underwater Cultural Heritage and International Investment Law.”

Vanderbilt Journal of Transnational Law. Vol.42. (2008). Wright, Brooke. “Keepers,Weepers, or no finders at all: the effect of international trends on the exercise of U.S.

Jurisdiction and Substantive law in the salvage of historic wrecks”. Tulane Maritime Law Journal (2008).

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Indonesia. Undang-undang tentang Pelayaran, No.17 Tahun 2008, LN No. 64 Tahun 2008, TLN No.4849.

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 17: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

17

Indonesia. Undang-undang tentang Cagar Budaya, UU No. 11 Tahun 2010, LN No. 130 Tahun 2010, TLN

No.5168. Indonesia. Undang-undang tentang Benda Cagar Budaya, UU No.5 Tahun 1992, LN No. 27 Tahun 1992, TLN

3470. Indonesia. Undang-Undang Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 1 Tahun

2014. LN No.2 Tahun 2014, TLN No. 5490. Indonesia. Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, UU No.27 Tahun 2007, LN

No. 84 Tahun 2004, TLN No. 4739. Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Benda Cagar Budaya, PP No. 10 Tahun 1993 tentang. LN No. 14

tahun 1993. Indonesia. Keputusan Presiden tentang Pembagian Hasil Pengangkatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal

yang Tenggelam antara Pemerintah dan perusahaan, Keppres No. 25 Tahun 1992. Indonesia. Keputusan Presiden tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal

Muatan kapal yang Tenggelam, Keppres No. 107 Tahun 2000. Indonesia. Keputusan Presiden tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal

Muatan kapal yang Tenggelam, keppres, No. 19 Tahun 2007. Indonesia. Keputusan Presiden tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal

Muatan kapal yang Tenggelam, Keppres No. 12 Tahun 2009. Peraturan Menteri Keuangan No: 184/Pmk.06/2009 tentang Tata Cara Penetapan Status Penggunaan dan

Penjualan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam Amerika, Public Law No.100-298. Abandoned Shipwreck Act of 1987. Australia, Historic Shipwrecks Act 1976. Inggris, The protection of Wreck Act 1973. Spanyol, The Spanish Historical Heritage law No. 16 of 1985. KONVENSI INTERNASIONAL United Nations, United Convention on the Law of the Sea, 1982. United Nations, The United Nations Convention on the Means of Prohibiting and Preventing the Illicit Import,

Export and Transfer of Ownership of Cultural Property, 1970. UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization). UNESCO convention on the

protection of the Underwater Cultural Heritage 2001. DOKUMEN LAIN Aubry, Michele. “Federal and State Shipwreck Management in The United States Of America”. Bulletin Of The

Australian Institute For Maritime Archaeology, 1992. Burruman, Elizabeth. “From the President: The Belitung Shipwrecks.” Archaeology (September-Oktober 2011).

Encyclopedia Of Underwater And Maritime Archaeology. Edited By James P. Delgado. London: British

Museum Press, 1997.

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014

Page 18: Konsepsi Pengaturan Mengenai Kepemilikan Atas Kapal …

18

Junus Satrio A.(Ketua Ahli arkeologi Indonesia, Mantan wakil ketua I, Direktorat Pelestarian cagar Budaya dan

Permuseuman, kemendikbud).”Perlindungan Warisan Budaya Menurut Undang-undang Cagar Buaya.” http://iaaipusat.wordpress.com/2012/03/17/perlindungan-warisan-budaya-daerah-menurut-undang-undang-cagar-budaya/Odyssey press release, 18 Mei 2007.

UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization). Anastasia Strati: Draft

Convention on the Protection of Underwater Cultural Heritage: Commentary, UNESCO Doc CLT-99/WS/8 (drafted April 1999) 97 (‘Commentary’).

UNESCO, Annex of UNESCO convention on the protection of the Underwater Cultural Heritage 2001. UNESCO Section of Museums and Cultural Objects Division of Cultural Objects and Intangible Heritage.

UNESCO Convention on protection of underwater cultural heritage 2001, 2007.(CLT/CIH/MCO/2007/PI/38).

UNESCOPRESS, “UNESCO Press Release No. 97-2008”. United Nations, Document A/3159. Yearbook of the International Law Commission Vol. II. (1956). ______.International law assessment, report of the International Committee on the Cultural Heritage Law,

1990. _______.“Clive of India’s Gold Found in Pirate wrecks’.The Times of London. (Senin, 29 September 1997). WAWANCARA Junus Satrio Atmodjo. (6 Juni 2014). Tim ahli Cagar Budaya Nasional,Ketua Ahli Arkeologi Indonesia, Mantan wakil ketua I, Direktorat Pelestarian cagar Budaya dan Permuseuman, kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Desse Yussubrasta. (3 Juni 2014). Sub Direktorat Eksplorasi dan Dokumentasi Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Siti Zainab. (20 April 2014). Staff Kementerian Kelautan dan Perikanan bagian Panitia Nasional pengangkatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (PANNAS BMKT). KASUS SEA HUNT, Inc.and Commonwealth of Virginia v. The Unidentified Shipwrecked Vessel or Vessels, Their

Apparel, Tackle, Appurtenances,And Cargo Located Within Coordinates. Black Swan, Nuestra Señora de las Mercedes.Oddysey Marine Inc. V. Kingdom of Spain. Odyssey Marine

Exploration, Inc. V. Unidentified, Wrecked, And Abandoned Sailing Vessel, 727 F. Supp.2d 1341, 1344 (M.D. Fla. 2010).

Dodington Coins. Robinson V. Western Australian Museum. Treasure salvors, Inc. V. The Unidentified Wrecked and Abandoned Sailing Vessel 1978. R.M.S Titanic, Inc. v. haver, 171 F.3d 943, 961 (4th Cir1999) Mdm Salvage, Inc. V. The Unidentified, Wrecked And Abandoned Sailing Vessel, 631 F. Supp. 308, 311 (S.D.

Fla. 1986)). Bemis v. The R.M.S. Lusitania, 99 F.3d 1129, 1996. Treasure Salvors, Inc. V. Unidentified, Wrecked, And Abandoned Sailing Vessel546 F.Supp. 919, 1983 A.M.C.

2040 Florida South 11th Circuit, Atlanta 2-Jul-81 1981.

Konsepsi pengaturan…, Meike Rachmana, FH UI, 2014