ketokohan sawerigading di tana luwu (studi pustaka …

94
KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA PRINSIP HIDUP SAWERIGADING DALAM PERUBAHAN SOSIAL) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh SRI WAHYUNI 105381120016 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI JANUARI, 2021

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA

PRINSIP HIDUP SAWERIGADING DALAM PERUBAHAN SOSIAL)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana

Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

SRI WAHYUNI

105381120016

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI

JANUARI, 2021

Page 2: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …
Page 3: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

iii

Page 4: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

iv

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Alamat : Jalan Sultan Alauddin No. 259 Makassar Fax (0411) 860 132

Makassar 90221 www.fkip-unismuh-info

SURAT PERNYATAAN

Mahasiswa yang bersangkutan:

Nama : Sri Wahyuni

Stambuk : 105381120016

Jurusan : Pendidikan Sosiologi

DenganJudul : Ketokohan Sawerigading di Tana Luwu (Studi Pustaka

Prinsip Hidup Sawerigading Dalam Perubahan Sosial)

Dengan menyatakan bahwa Skripsi yang saya ajukan di depan Tim

Penguji adalah hasil karya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau

dibuatkan oleh siapapun. Demikian pernyataan ini saya buat da saya bersedia

menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, Februari 2021

Yang Membuat Pernyataan

Sri Wahyuni

Page 5: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

v

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Alamat : Jalan Sultan Alauddin No. 259 Makassar Fax (0411) 860 132

Makassar 90221 www.fkip-unismuh-info

SURAT PERJANJIAN

Mahasiswa yang bersangkutan:

Nama : Sri Wahyuni

Stambuk : 105381120016

Jurusan : Pendidikan Sosiologi

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai skripsi ini, saya akan

menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun)

2. Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan

pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam menyusun skripsi.

4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2 dan 3 saya

bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, Februari 2021

Yang Membuat Perjanjian

Sri Wahyuni

Page 6: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Sabar bukan tentang berapa lama kau bisa menunggu. Melainkan bagaimana

perilakumu saat menunggu

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Karya sederhana ini kupersembahkan untuk:

Kedua orang tuaku, keluargaku, dan sahabat yang telah memberi ku semangat,

motivasi serta doa dan keikhlasan nya dalam mendukung penulisan

mewujudkan harapan menjadi kenyataan.

Page 7: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

vii

ABSTRAK

Sri Wahyuni. 2021. Ketokohan Sawerigading Di Tana Luwu (Studi Pustaka

Prinsip Hidup Sawerigading Dalam perubahan Sosial) Skripsi. Program Studi

Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Makassar. Di bimbing oleh Kaharruddin sebagai pembimbing I

dan Indah Ainun Mutiara sebagai pembimbing II.

Skripsi ini bertujuan: 1).Untuk mengetahui Ketokohan Sawerigading di

Tana Luwu. 2).Untuk mengetahui bagaimana Prinsip Hidup Sawerigading dalam

Perubahan Sosial Masyarakat di Tana Luwu. Metode yang di gunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan kajian

pustaka dengan metode pengumpulan data melalui data primer dengan

pengumpulan dari buku, jurnal, skripsi dan lain-lain. Dengan menggunakan teori

warisan budaya dan teori perubahan sosial.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa Sawerigading adalah

tokoh dalam masyarakat dan sebagai perekat atau penghubung suku bangsa yang

ada di Sulawesi Selatan. Sawerigading tokoh dari peristiwa-peristiwa kultural

yang meliputi berbagai kejadian, dan memandangnya sebagai cikal bakal

pemimpin bagi kaumnya, Adapun empat sifat-sifat Sawerigading, yang pertama

sikap Getteng atau teguh dalam pendiriannya, yang kedua sifat Warani atau

berani, yang ketiga

Sawerigading juga memiliki prinsip hidup dalam perubahan sosial dalam

masyarakat, yaitu membangun nilai-nilai seperti nilai Religius, nilai kesatuan,

nilai etis, nilai keperkasaan, nilai estetis, dan nilai historis. Selain memiliki sifat

dan nilai-nilai utama dalam diri Sawerigading, Sawerigading juga memiliki nilai

kebudayaan, yaitu arif dan bijaksana, mengutamakan negeri dan nama baik,

mengutamakan keselamatan rakyat, Dermawan, nilai solidaritas, dan kemanusiaan

yang adil dan beradab.

Kata Kunci: Ketokohan Sawerigading dan Prinsip Hidup Sawerigading

Page 8: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

viii

ABSTRAC

Sri Wahyuni. 2021. Characteristics of Sawerigading in Tana Luwu

(Literature Study of the Principles of Life of Sawerigading in Social Change)

Thesis. Sociology Education Study Program, Teacher Training and Education

Faculty, Muhammadiyah University of Makassar. Guided by Kaharruddin as

mentor I and Indah Ainun Mutiara as mentor II.

This thesis aims: 1) To determine the character of Sawerigading in Tana

Luwu. 2) To find out how the Sawerigading Life Principles in Community Social

Change in Tana Luwu. The method used in this research is descriptive qualitative

research with a literature review approach with data collection methods through

primary data by collecting from books, journals, theses and others. By using the

theory of cultural heritage and social change theory.

Based on the results of the study, it shows that Sawerigading is a figure in

society and as a glue or a link between ethnic groups in South Sulawesi.

Sawerigading is a character from cultural events that includes various incidents,

and sees him as the forerunner of a leader for his people.

Sawerigading also has the principle of living in social change in society,

namely building values such as religious values, unity values, ethical values,

strength values, aesthetic values, and historical values. In addition to having the

main characteristics and values in Sawerigading, Sawerigading also has cultural

values, namely wisdom and wisdom, prioritizing the country and good name,

prioritizing the safety of the people, generosity, the value of solidarity, and just

and civilized humanity.

Keywords: Sawerigading Characteristics and Sawerigading Life Principles

Page 9: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

ix

KATA PENGANTAR

حيم حمن الره الره بسم الله

Alhamdulillah Puji Syukur Kehadiran Allah SWT yang senantiasa

memberi berbagai karunia dan nikmat yang tak terhingga kepada seluruh

makhluk-Nya terutama kita selaku hamba-Nya. Salam dan salawat kita haturkan

kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallalahu Alaihi Wasalam yang

merupakan panutan kita sampai akhir Zaman. Dengan keyakinan itu penulis dapat

menyelesaikan kewajiban akan demi dalam Skripsi penelitian. Meskipun upaya-

upaya untuk tersusunnya Skripsi penelitian baik telah dilakukan secara maksimal

akan tetapi sebagaimana manusia biasa tentu ada kekurangan-kekurangan yang

terdapat dalam proposal ini. Oleh karena itu, dengan terbuka saya mengaharapkan

adanya masukan-masukan yang dapat lebih menyempurnakan Skripsi penelitian

ini. Keberhasilan penyelesaian Skripsi penelitian ini ditentukan oleh berbagai

faktor. Oleh karena itu kami ucapkan terima kasih kepada:

Orangtua Ayahanda Abidin dan Ibunda Hj Rosiana yang tidak hentinya

memotivasi dan mendoakan anaknya , Terima kasih kepada saudara saya yang

tercinta terkhusus yang telah memberikan Pendidikan kedisiplinan, doa, dan

nasihat tiada hentinya memotivasi dalam pembuatan Skripsi ini sampai selesai,

Prof. Dr. H. Ambo Asse, M. Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar,

Erwin Akib, M. Pd., Ph.D. dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar,

Drs. H. Nurdin, M. Pd ketua Prodi Pendidikan Sosiologi Universitas

Muhammadiyah Makassar, Kaharuddin,S.Pd., M.Pd.,Ph.D. dosen pembimbing 1

dan Indah Ainun Mutiara, S, Pd., M. Pd dosen pembimbing 2 yang telah

Page 10: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

x

memberikan kritik dan saran yang senantiasa menjadi arah dan dorongan dalam

penyelesaian Skripsi penelitian ini, segenap Dosen Jurusan Pendidikan Sosiologi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

atas bekal ilmu yang telah diberikan kepada penulis sejak pertama menjadi

mahasiswa.

Akhir kata saya berharap agar Skripsi ini dapat menjadi masukan yang

bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Semoga segala

usaha penulis bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Aamiin ya Rabbal alamin

Makassar, 20 Januari 2021

Sri Wahyuni

Page 11: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii

SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iv

SURAT PERJANJIAN .................................................................................. v

MOTTO DAN PESEMBAHAN ................................................................... vi

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ............................................................. vii

ABSTRAK BAHASA INGGRIS .................................................................. viii

KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6

D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6

E. Definisi Operasional............................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8

A. Tinjauan Konsep ................................................................................ 8

1. Konsep Ketokohan ......................................................................... 8

2. Karakteristik Ketokohan ................................................................ 8

3. Sawerigading .................................................................................. 12

B. Tinjauan Teori .................................................................................... 13

1. Teori Warisan Budaya “Davidson” ................................................ 13

Page 12: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

xii

2. Teori Perubahan Sosial “Robert H. Lauer” .................................... 14

C. Kerangka Pikir .................................................................................. 14

D. Penelitian Relevan .............................................................................. 16

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 18

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian........................................................... 18

B. Waktu dan Tempat ............................................................................... 19

C. Fokus Penelitian ................................................................................... 19

D. Jenis Dan Sumber Data ........................................................................ 19

E. Instrumen Penelitian............................................................................. 20

F. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 20

G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 20

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI DAN OBJEK PENELITIAN .. 22

A. Sejarah Tana Luwu .............................................................................. 22

B. Kondisi Umum Tana Luwu .................................................................. 24

C. Keadaan Geografis ............................................................................... 24

D. Kepadatan Penduduk ............................................................................ 25

E. Keadaan Sosial Budaya ....................................................................... 26

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 29

A. Hasil Penelitian .................................................................................... 29

1. Ketokohan Sawerigading di Tanah Luwu ...................................... 29

2. Prinsip Hidup Sawerigading dalam perubahan Sosial Masyarakat 32

B. Pembahasan .......................................................................................... 40

1. Ketokohan Sawerigading di Tanah Luwu ...................................... 40

2. Prinsip Hidup Sawerigading dalam Perubahan Sosial Masyarakat 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 59

A. Kesimpulan .......................................................................................... 59

Page 13: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

xiii

B. Saran ..................................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 61

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

Page 14: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia memiliki banyak tokoh pejuang yang memiliki sikap,

perilaku, dan menjadi panutan bagi bangsanya atau masyarakatnya. Ketokohan

yaitu yang memiliki daya tarik, kekuasaan, sehingga menjadi pahlawan atau

kerajaan di masa lalu. Seorang pejuang atau tokoh pahlawan yang memiliki kisah

hidup yang dapat menimbulkan Mitos, Sejarah, dan Legenda. Bagi masyarakat

yang ingin mengetahui kisah tokoh pahlawan.

Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang

mempertahankan keseimbangan masyarakat misalnya perubahan dalam unsur

geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan. Hal ini dapat mengakibatkan suatu

pergeseran dalam pola hubungan diantara individu dengan individu atau

kelompok dengan kelompok dalam masyarakat atau unsur dalam suatu sistem

(Putra, 2018: 48). Masa yang telah menjadi sejarah dan memiliki dimensi kultural

yang telah menjadi pemahaman masyarakat pada masa Sawerigading.

Sawerigading digambarkan sebagai sosok pahlawan dan memiliki sifat kejantanan

dan keperkasaan yang menjadi ciri khasnya.

Kisah Sawerigading merupakan sumber sejarah lokal yang ada di daerah

Sulawesi, dan di dalam kisah Sawerigading terdapat nilai-nilai positif yang sangat

relevan di tengah kehidupan masyarakat diantaranya nilai kebersamaan, Nilai

Etika, Nilai Ekologis. Saat ini banyak perilaku remaja yang tidak sesuai dengan

nilai-nilai positif yang terdapat dalam kisah Sawerigading. Seperti membangkang

Page 15: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

2

kepada orang tua dan guru, tidak menjaga dan merusak lingkungan dan lain

sebagainya. Maka dari itu Remaja perlu dikenali nilai-nilai positif yang terdapat

dalam kisah Sawerigading sehingga dapat dijadikan pedoman dalam berperilaku

baik dalam kehidupan seharihari (Yusuf, 2018).

Sawerigading adalah nama seorang putra raja Luwu dari Kerajaan Luwu

Purba, Sulawesi selatan, Indonesia. Dalam bahasa setempat Sawerigading berasal

dari dua kata, yaitu sawe yang berarti menetas (lahir), dan ri gading yang berarti

di atas bambu betung. Jadi Nama Sawerigading berarti keturunan dari orang yang

lahir di atas bambu betung Sawerigading lahir pada tahun 564 M.

Sawerigading terlahir dari seorang Ibu Maddaratakku bernama We Datu

Senggeng dari Kerajaan Tompo Tikka dan Nama bapaknya ialah Batara Lattu

yang merupakan Pajung/Datu yang ke II di Kerajaan Luwu. Sawerigading

dilahirkan dalam keadaan kembar. Saudara kembarnya adalah seorang putri yang

diberi nama Etenri Abeng (We Tenri Abeng). Sawerigading termasuk pemuda

yang gagah perkasa dan tangkas, bentuk hidung dan sinar matanya yang menarik,

bentuk gigi dan bibirnya yang kemerah-merahan yang sangat mempesona.

Seluruh pasangan anggota badannya sangat serasi (Kern, 1989:108). Dalam kitab

Galigo bahwa pengembaraan Sawerigading kerap menggunakan perahu

(Wakkang).

Sawerigading merupakan sosok manusia yang mempunyai watak yang

berdimensi ganda yakni cinta dan dendam, benci dan sayang, tegar dan cengeng,

lembut dan kasar, halus dan keras sejauh mana sifat pribadi sawerigading,

tergantung dari rangsangan-rangsangan yang diterimanya dari luar ia tidak

Page 16: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

3

menerima kompromi hanya ada dua pilihan hitam atau putih. Karena itu,

gambaran tentang sawerigading tidaklah sesempurna dengan tokoh-tokoh

pangeran yang seperti kita dengar sebelumnya. Kadang-kadang ia sangatlah

cengeng sampai menangis terisak-isak lalu ia ditegur oleh pengawalnya agar ia

berhenti dan tegap menghadapi kenyataan hidup dengan tegar. Hal seperti ini

dapat dilihat ketika cinta sawerigading kepada adik kembarnya we tenriabeng

ditolak. Sawerigading juga memiliki sifat yang mudah tersinggung, emosional,

dan sering mengamuk sambil membabi buta bila perasaannya kurang baik,

sehingga ia tidak mempertimbangkan resiko nya. Namun sebagai seorang

pangeran ia juga memiliki sifat kejantanan dan keperkasaan. Sebagai putra

bangsawan sawerigading seorang tokoh yang besar sebagai salah satu tanda

kebesaran sawerigading ia selalu menggunakan pakaian kebesaran raja yang

semua terbuat dari emas, berupa payung kebesaran yang terbuat dari emas, cincin

emas yang semuanya turun dari langit yang dibawah oleh leluhurnya, di

pinggangnya selalu melekat keris emas sebagai symbol keberanian dan kejan

tangannya. Ada 4 sifat yang melekat pada diri Sawerigading yakni Getteng

(Teguh pendirian), Warani (Berani), Lempuq (Jujur), Macca (Pintar)

(Muslaini, 2019).

Keteguhan Sawerigading dalam mempertahankan Prinsipnya sangat lah

kuat ini dilihat ketika berbagai cobaan dan godaan yang datang tidak

menggetarkan semangatnya untuk tetap menggulung layar perahunya sebelum

sampai di tujuannya. Godaan-godaan tersebut bukannya menyulut kan hati

Sawerigading untuk pergi ke cina malahan cobaan-cobaan tersebutlah yang

Page 17: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

4

semakin membakar semangatnya untuk pergi ke cina. Maka dari itu Sawerigading

juga dipanggil dengan sebutan La mampu ara Elo (Orang yang tak terbantahkan).

Untuk mempertahankan sifat Getteng (Teguh pendirian) harus dibarengi sifat

Keberanian nya juga. Keberanian Sawerigading tertantang ketika Sewerigading

dihadapkan oleh dua ancaman yakni Ancaman dalam dirinya sendiri dan kekuatan

yang berasal dari luar diri manusia ketika iya dihadapkan bujukan, rayuan dan

sesuatu yang mempesona yang dapat melonggarkan dan melepaskan prinsip

hidupnya. Disini membutuhkan keberanian moral yang luar biasa ketika

mempertahankan yang mana dianggap benar dan dianggapnya salah (Kern, R.A

1993).

Keteguhan dan keberanian Sawerigading itu bukan saja terlihat dalam

beberapa peristiwa kepada musuh-musuh sawerigading melainkan dalam hal

mengungkapkan sejarah leluhurnya, perasaan hatinya, kebahagiaan nya, maupun

perasaan lain yang seharusnya di pendam dalam hati. Oleh karena itu sifat teguh

dan keberaniannya hanya dapat diiringi dengan kejujuran dalam bersikap,

berbicara, maupun dalam bertindak. Kejujuran yang dimaksudkan bukan saja jujur

sesama manusia tetapi juga kepada diri sendiri dan kepada Dewa. Kejujuran

Sawerigading terlihat saat Sawerigading berterus terang dan terbuka kepada

pengawal-pengawalnya dan musuh-musuhnya. Kejujuran yang paling dramatis

dalam kisah Sawerigading dalam epos la galigo yakni ketika sawerigading tidak

berdaya melawan perasaan cintanya kepada saudara kembarnya yakni we

Tenriabeng. Sawerigading harus mengungkapkannya walaupun ia mengetahui

risikonya sangatlah berat (Ahmad, 2009).

Page 18: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

5

Penokohan yang diperankan oleh Sawerigading menggambarkan

perwatakan dasar manusia berdasarkan proses penciptanya. Perwatakan dasar

manusia adalah segenap sifat alamiah manusia yang keturunan dari sifat-sifat

langit dan bumi yang menjadi sumber asal penciptaan manusia. Bagaimanapun

adanya keragaman kisah tentang proses penciptaan jagad raya dan manusia yang

dituturkan atau dibahasakan oleh Bangsa-Bangsa di dunia, ada benang merah

yang secara sinopsis dapat ditarik sebagai sebuah manolog tentang kehadiran

manusia di bumi. Uraian tersebut dalam bentuk benang merah itu berwujud telaah

atau tafsir (Pongsibanne, 2010:267).

Adapun peninggalan yang ditinggalkan Sawerigading yang masih dilihat

sampai sekarang, yaitu Museum La Galigo bertempat Benteng Ujung Pandang

(Fort Rotterdam), dan Istana Kedatuan Luwu yang sekarang menjadi museum

Kota Palopo.

Dari uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih

lanjut tentang ‘Ketokohan Sawerigading di Tana Luwu (Studi Pustaka Prinsip

Hidup Sawerigading Dalam Perubahan Sosial)”. Dengan harapan agar masyarakat

mengetahui sejarah Sawerigading di Tanah Luwu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas kajian yang dibahas oleh peneliti adalah:

1. Bagaimana Ketokohan Sawerigading di Tana Luwu?

2. Bagaimana Prinsip Hidup Sawerigading dalam Perubahan Sosial Masyarakat

di Tanah Luwu?

Page 19: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

6

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok masalah yang di sebutkan, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Ketokohan Sawerigading di Tana Luwu.

2. Untuk mengetahui bagaimana Prinsip Hidup Sawerigading dalam Perubahan

Sosial Masyarakat di Tanah Luwu.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

kepada parah ilmuwan yang akan meneliti dibidang Sejarah khususnya yang

bersangkutan dengan Ketokohan Sawerigading di Tana Luwu.

2. Manfaat Praktis

Sebagai peneliti sosial, Penelitian ini memberikan manfaat berupa

informasi tentang Ketokohan Sawerigading di Tana Luwu. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat digunakan sebagai berikut:

a. Memberikan pengetahuan tentang ketokohan Sawerigading di Tana Luwu.

b. Memberikan masukan kepada khususnya kepada masyarakat Luwu dapat

menjadikan bahan penuntun untuk memahami bagaimana Ketokohan

Sawerigading di Tana Luwu.

Page 20: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

7

E. Definisi Operasional

Pada penelitian ini, menggunakan beberapa istilah-istilah yang memiliki

definisi sebagai berikut:

1. Ketokohan Sawerigading adalah Putra Raja Luwu dari Kerajaan Luwu Purba,

dalam bahasa setempat Sawerigading berasal dari dua kata, yaitu Sawe yang

berarti menetas ( lahir), dan Ri Gading yang berarti diatas bambu betung.

Page 21: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep

1. Konsep Ketokohan

Ketokohan dalam perjalanan sejarah di Indonesia memiliki pengaruh kuat

dalam mempengaruhi masyarakat. Ketokohan Sawerigading merupakan salah

satu contoh rill adanya peran tokoh sebagai tokoh sejarah di masyarakat di Tanah

Luwu. Ketokohan terbentuk melalui latar sosial-budaya, keluarga, pendidikan,

karier dan pekerjaan, serta pengalaman hidup yang dilaluinya sejak lahir sampai

akhir hayatnya (Ekadjati, 1976).

Ketokohan berasal dari kata tokoh, yaitu artinya pemimpin yang baik yang

dapat dijadikan contoh dan dapat diteladani sifat-sifat baiknya. Ketokohan seperti

halnya dengan peristiwa dalam karya fiksi dalam kehidupan sehari-hari, selalu di

emban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu, pelaku yang mengembang cerita

dalam cerita fiksi sama sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.

2. Karakteristik Ketokohan

Ketokohan berasal dari kata tokoh, yaitu artinya pemimpin yang baik yang

dapat dijadikan contoh dan dapat diteladani sifat-sifat baiknya. Ketokohan seperti

halnya dengan peristiwa dalam karya fiksi dalam kehidupan sehari-hari, selalu di

emban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu, pelaku yang mengembang cerita

dalam cerita fiksi sama sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.

Ketokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan

karakter dan perwatakan-menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan

Page 22: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

9

watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh Jonnes,

penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

ditampilkan dalam sebuah cerita Nurgyantoro, (2005:165). Dengan kata lain,

ketokohan sama dengan ethos, yaitu gabungan antara kinerja seseorang yang bisa

di percaya dan di pertanggungan jawabkan, atraksi dan kekuasaan. Orang yang

memiliki ketokohan disebut juga sebagai pahlawan politik.

Penokohan yang diperankan oleh Sawerigading menggambarkan

perwatakan dasar manusia berdasarkan proses penciptanya. Perwatakan dasar

manusia adalah segenap sifat alamiah manusia yang berderivasi dari sifat-sifat

langit dan bumi yang menjadi sumber asal penciptaan manusia (Pongsibanne,

2010:267).

Sawerigading merupakan sosok manusia bugis yang mempunyai watak

yang berdimensi ganda yakni cinta dan dendam, benci dan sayang, tegar dan

cengeng, lembut dan kasar, halus dan keras sejauh mana sifat pribadi

sawerigading, tergantung dari rangsangan-rangsangan yang diterimanya dari luar

ia tidak menerima kompromi hanya ada dua pilihan hitam atau putih

(Muslaini,2019 ).

Karena itu, gambaran tentang Sawerigading tidaklah sesempurna dengan

tokoh-tokoh pangeran yang seperti kita dengar sebelumnya. Kadang-kadang ia

sangatlah cengeng sampai menangis terisak-isak lalu ia ditegur oleh pengawalnya

agar ia berhenti dan tegap menghadapi kenyataan hidup dengan tegar. Hal seperti

ini dapat dilihat ketika cinta Sawerigading kepada adik kembarnya We

Tenriabeng ditolak. Sawerigading juga memiliki sifat yang mudah tersinggung,

Page 23: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

10

emosional, dan sering mengamuk sambil membabi buta bila perasaan atau

sirihnya tanpa mempertimbangkan resiko nya.

Keteguhan Sawerigading dalam mempertahankan Prinsipnya sangatlah

kuat ini dilihat ketika berbagai cobaan dan godaan yang datang tidak

menggetarkan semangatnya untuk tetap menggulung layar perahunya sebelum

sampai di tujuannya. Godaan-godaan tersebut bukannya menyulut kan hati

Sawerigading untuk pergi ke cina malahan cobaan-cobaan tersebutlah yang

semakin membakar semangatnya untuk mencari cina. Maka dari itu Sawerigading

juga dipanggil dengan sebutan La mampu ara Elo (Orang yang tak terbantahkan).

Untuk mempertahankan sifat Getteng (Teguh pendirian) harus dibarengi sifat

Keberanian nya juga. Keberanian Sawerigading tertantang ketika Sewerigading

dihadapkan oleh dua ancaman yakni Ancaman dalam dirinya sendiri dan kekuatan

yang berasal dari luar diri manusia ketika iya dihadapkan bujukan, rayuan dan

sesuatu yang mempesona yang dapat melonggarkan dan melepaskan prinsip

hidupnya. Disini membutuhkan keberanian moral yang luar biasa ketika

mempertahankan yang mana dianggap benar dan dianggapnya salah (Kern, R.A

1993).

Keteguhan dan keberaniannya Sawerigading itu bukan saja terlihat dalam

beberapa peristiwa kepada musuh-musuh Sawerigading melainkan dalam hal

mengungkapkan sejarah leluhurnya, perasaan hatinya, kebahagiaan nya, maupun

perasaan lain yang seharusnya di pendalaman dalam hati. Karena itu sifat teguh

dan keberaniannya hanya dapat dilihat dengan kejujuran dalam bersikap,

berbicara, maupun dalam bertindak. Kejujuran yang dimaksudkan bukan saja jujur

Page 24: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

11

sesama manusia tetapi juga kepada diri sendiri dan kepada Dewa. Kejujuran

Sawerigading terlihat saat Sawerigading berterus terang dan terbuka kepada

pengawal-pengawalnya dan musuh-musuhnya. Kejujuran yang paling dramatis

dalam kisah Sawerigading dalam epos La Galigo yakni ketika Sawerigading tidak

berdaya melawan perasaan cintanya kepada saudara kembarnya yakni we

tenriabeng. Sawerigading harus mengungkapkannya walaupun ia mengetahui

resikonya sangatlah berat (Ahmad, 2009).

Peran Sawerigading sebagai tokoh magis terlihat saat para pasukan

sawerigading kewalahan menghadapi pasukan-pasukan la tenrinyiwiq,

sawerigading tumpuan terakhir dari mereka agar kiranya memohon kepada dewa

untuk menurunkan bantuan di dunia dalam waktu sekejap bantuan itu turun dari

langit dan menghancurkan pasukan-pasukan la tenrinyiwiq. Sedangkan peran

Sawerigading sebagai seorang keturunan dewa ketika Sawerigading

menghidupkan pasukan-pasukannya yang mati dalam peperangan, mendatangkan

dan memberhentikan bencana yang dibuat oleh alam dan dapat berbicara kepada

binatang-binatang.

Peran Sawerigading sebagai raja terlihat ketika ia menaklukkan para

pengawal dan pasukan-pasukan Sawerigading dalam perintahnya dialah penentu

kebijaksanaan diatas perahu yang dikendarai nya untuk mencari cina. Memerintah

dan menjalankan tradisi kekuasaan yang diwarisi oleh leluhurnya.

Meskipun demikian Sawerigading bukannya seorang raja yang otoriter,

segala sesuatu yang berhubungan dengan operasionalisasi kekuasaan dan

pelaksanaan kerajaan dilimpahkan kepada para pembantu-pembantunya.

Page 25: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

12

Sawerigading adalah Seorang raja yang besar dan tak tertandingi, perahunya besar

dan banyak perahu-perahu kecil yang mengiringinya, pasukan yang ribuan

sebagai bukti kekuasaannya. Tujuh kali pasukan Sawerigading berperang dalam

pencarian tanah cina enam pimpinan musuhnya semua mati dan kepalanya

digantung di perahu sawerigading sebagai tandak keperkasaan nya menumpas

musuh.

3. Sawerigading

Sawerigading yang merupakan seorang putra Raja Luwu dari Kerajaan

Luwu, Sulawesi Selatan, Indonesia. Dalam bahasa setempat Sawerigading berasal

dari dua kata, yaitu Sawe yang berarti menetas ( lahir ), dan Ri Gading yang

berarti di atas bambu betung. Jadi Sawerigading berarti keturunan dari orang yang

menetas (lahir) di atas bambu betung. Nama ini dikenal melalui cerita yang

termuat dalam Sureq Galigo (Kern, 1989).

Sawerigading merupakan sosok manusia bugis yang mempunyai watak

yang berdimensi ganda yakni cinta dan dendam, benci dan sayang, tegar dan

cengeng, lembut dan kasar, halus dan keras sejauh mana sifat pribadi

Sawerigading, tergantung dari rangsangan-rangsangan yang diterimanya dari luar

ia tidak menerima kompromi hanya ada dua pilihan hitam atau putih. Karena itu,

gambaran tentang Sawerigading tidaklah sesempurna dengan tokoh-tokoh

pangeran yang seperti kita dengar sebelumnya. Kadang-kadang ia sangatlah

cengeng sampai menangis terisak-isak lalu ia ditegur oleh pengawalnya agar ia

berhenti dan tegap menghadapi kenyataan hidup dengan tegar. Hal seperti ini

dapat dilihat ketika cinta Sawerigading kepada adik kembarnya We Tenriabeng

Page 26: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

13

ditolak. Sawerigading juga memiliki sifat yang mudah tersinggung, emosional,

dan sering mengamuk sambil membabi buta bila perasaannya kurang baik,

sehingga ia tidak mempertimbangkan resiko nya (Muslaini, 2019).

Sawerigading adalah urutan yang banyak disebut generasi yang ke empat

dari galib nya pemuda-pemuda yang mendapatkan istri yang banyak dan

merupakan benih dari langit dan bumi. Kisah Sawerigading menceritakan tentang

kisah langit dan bumi bawah serta bumi atas. Sawerigading dijuluki sebagai anak

Dewa dan memiliki legenda pada benda-benda alam di setiap daerah tempat

tinggal Sawerigading.

Cerita Sawerigading dapat mengungkapkan nilai budaya seperti

keagamaan yang menceritakan tentang dunia gaib dan konsep kejadian manusia,

seperti hanya yang digambarkan dunia Dewa-Dewa di langit, di bumi (Mulatau)

yang keturunan Dewa-Dewa.

B. Tinjauan Teori

1. Teori Warisan Budaya “Davidson”

Menurut Davidson warisan budaya merupakan produk atau hasil budaya

fisik dari tradisi-tradisi berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai

dari masa lalu yang kemudian menjadi elemen pokok bagi jati diri suatu

kelompok atau bangsa (Amalia: 2013)

Adapun alasan peneliti mengambil teori ini karena adanya warisan atau

peninggalan yang ditinggalkan oleh Sawerigading berupa Keris, kapal Pinisi dan

benda-benda bersejarah lainnya. Nilai-nilai yang menjadi landasan dan panutan

Page 27: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

14

sebagai bentuk warisan nilai dari sejarah Kerajaan Luwu (To Ciung Maccae ri

Luwu)

2. Teori Perubahan Sosial “Robert H. Lauer”

Menurut Robert H. Lauer perubahan sosial terlebih dahulu menjelaskan

definisi perubahan sosial dengan alasan bahwa teori-teori perubahan sosial di

masa lalu yang telah dibangun di atas mitos-mitos tentang perubahan sosial, mitos

membentuk pola pikir yang menyimpang, trauma dan ilusi yang merupakan

kendala memahami perubahan sosial sebagai hakekat kehidupan manusia

(Nursalam dkk:2016).

Adapun alasan peneliti mengambil teori ini karena Sawerigading memilki

tempat yang berpindah-pindah dan memiliki perubahan dari setiap daerah yang

ditempati sehingga menimbulkan teori-teori perubahan sosial atau peninggalan

Sawerigading. Maka dari itu menimbulkan mitos atau perspektif bagi masyarakat

yang menemukan peninggalan Sawerigading di Sulawesi Selatan.

C. Kerangka Pikir

Sawerigading adalah seorang putra raja Luwu dari Kerajaan Luwu Purba,

Sulawesi selatan, Indonesia. Dalam bahasa setempat Sawerigading berasal dari

dua kata, yaitu sawe yang berarti menetas (lahir), dan ri gading yang berarti di

atas bambu betung. Jadi Sawerigading berarti keturunan dari orang yang lahir di

atas bambu betung Sawerigading lahir pada tahun 564 M.

Perjalanannya pun di teruskan ke Barat mengarungi Laut Jawa dan

Singgah di Pulau Bali dan mendapat tantangan yang pertama dalam perjalanannya

dan berhasil dikalahkan oleh Sawerigading. Dari peristiwa itulah penamaan Bali

Page 28: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

15

diberikan dan jika diterjemahkan ke dalam bahasa Luwu, Bali berarti Lawan.

Seterusnya Sawerigading melanjutkan perjalanannya melalui Lautan Tiongkok

dan tiba di Benua Cina. Dalam perjalanan Sawerigading kembali ke tanah

kelahirannya banyak menurunkan anak buahnya di daerah Palu Sulawesi Tengah

karena daerah tersebut sangat subur yang dialiri sungai yang sangat jernih dan

kemudian melanjutkan kembali perjalanannya ke Luwu.

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir Analisis Ketokohan Sawerigading

Prinsip Hidup

Sawerigading dalam

Perubahan Sosial

Masyarakat di Tana Luwu

Ketokohan

Sawerigading

Sawerigading di Tana Luwu

Sawerigading tokoh

dari peristiwa-peristiwa

yang menghubungkan

suku bangsa.

Nilai kebersatuan, nilai

keperkasaan, nilai

religius, nilai etis, nilai

estetis, dan nilai

historis.

Page 29: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

16

D. Penelitian Relevan

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Analisis Ketokohan

Sawerigading sebagai berikut.

1. Siti Muazaroh (2016) mengkaji tentang Cultural Capital dan Kharisma Kiai

dalam dinamika politik (Studi Ketokohan K.H. Maimun Zubair). Hasil

penelitian, Cultural capital merupakan sebuah nilai ataupun budaya yang telah

diterima dan diyakini masyarakat maupun memberikan jaminan tertentu.

Metode nya yaitu penelitian kualitatif menggunakan metode deskriptif analytic.

Sumber data penelitian ini didapatkan dari pengamatan langsung melalui teknik

wawancara langsung dengan tokoh bersangkutan yaitu K.H Maimun beserta

orang-orang terdekat nya. Analisis data menggunakan analisis induktif. Hasil

dari penelitian ini menunjukkan tentang kepemimpinan seorang tokoh K.H.

Maimun Zubair dalam menyebarkan agamanya, sedangkan penelitian saya

tentang ketokohan sawerigading di Tana Luwu yang membahas tentang

seorang pemimpin.

2. Maimunah Zarkasyi (2012) meneliti tentang Sheikh Muhammad Arsyad Al-

Banjari, Ketokohan dan Sumbangannya. Hasil penelitian, Sheikh Muhammad

Arsyad Al-Banjari adalah seorang tokoh ulama fiqh mazhab Shafi` di Asia.

Beliau turut dikenali sebagai ahli dalam bidang Tauhid dan tasawuf.

Ketokohannya diakui dan dicatatkan dalam jaringan ulama dari Timur Tengah

dan Asia yang sangat berjasa dalam proses Islamisasi di pulau Kalimantan

Selatan.. Dalam bidang keagamaan beliau berjuang merubah kebodohan

masyarakat Islam menjadi Muslim yang taat. Beliau menyelamatkan aqidah

Page 30: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

17

masyarakat Islam daripada kepercayaan dan aliran yang menyimpang, seperti

kehidupan keagamaan yang dipengaruhi oleh ajaran tasawuf berpaham Wahdah

al-Wujud yang menyeleweng. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tentang

seorang tokoh ulama yang menyebarkan Islam di masyarakat di Asia.

Sedangkan penelitian saya tentang ketokohan sawerigading di Tana Luwu

membahas tentang seorang pemimpin yang memperjuangkan daerahnya.

3. Dedi Arliyanto Wibowo (2019) meneliti tentang Pengembangan Bahan Ajar

Ketokohan Raden Ajeng Kartini sebagai Pelopor Gerakan Emansipasi Wanita

Indonesia dalam Rangka Peningkatan Kesadaran Sejarah Peserta Didik SMAN

1 Pancangan Jepara. Hasil penelitian, Pembelajaran sejarah melalui

pengembangan bahan ajar ketokohan Raden Ajeng Kartini sebagai pelopor

gerakan emansipasi wanita Indonesia merupakan sebuah pembaharuan dalam

pengajaran Kesadaran sejarah generasi muda Indonesia sedikit demi sedikit

mulai terkikis dengan banyaknya pengaruh asing yang masuk ke Indonesia,

baik itu dalam hal kebudayaan, teknologi, maupun produk-produk luar negeri

yang membanjiri Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tentang

seorang pemimpin pelopor gerakan emansipasi wanita Indonesia. Sedangkan

penelitian saya tentang ketokohan Sawerigading di Tana Luwu membahas

tentang seorang pemimpin yang memperjuangkan daerahnya.

Page 31: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan

pendekatan kajian pustaka, Creswel (2010) mengemukakan bahwa kajian pustaka

yaitu menginformasikan kepada pembaca hasil-hasil penelitian yang lain

berkaitan erat dengan penelitian yang dilakukan saat itu, menghubungkan

penelitian dengan literatur-literatur yang ada, dan mengisi celah-celah dalam

penelitian-penelitian sebelumnya. Sementara menurut pandangan Suryabrata

(1983:19), penelitian kualitatif deskriptif merupakan penelitian yang

menggambarkan secara mendalam tentang situasi serta keadaan yang sebenarnya.

Sedangkan menurut pendapat Ratna (2013:53) dan Endraswara (2013:61)

mengartikan kualitatif deskriptif yaitu upaya untuk menafsirkan tentang suatu

objek atau peristiwa, seperti Ketokohan Sawerigading di Tana Luwu di antaranya:

pengaruh Ketokohan Sawerigading dan Prinsip kehidupan terhadap perubahan

sosial masyarakat di Tana Luwu.

Pendekatan kajian pustaka digunakan untuk menggambarkan terkait

peristiwa seperti Ketokohan Sawerigading di Tana Luwu di antaranya: Ketokohan

Sawerigading dan Prinsip hidup Sawerigading dalam perubahan sosial masyarakat

di Tana Luwu. Sebagaimana pendapat kajian pustaka yaitu bahan bacaan yang

mungkin pernah dibaca dan dianalisis, baik yang sudah dipublikasikan maupun

sebagai koleksi pribadi (Prastowo, 2012:80).

Page 32: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

19

B. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dalam waktu kurang lebih 2 bulan pada tahun

2020, peneliti melaksanakan tugasnya untuk menganalisis. Penelitian ini di

lakukan dengan menggunakan pendekatan kajian pustaka terkait peristiwa, seperti

Ketokohan Sawerigading di Tana Luwu di antaranya: pengaruh Ketokohan

Sawerigading dan Prinsip kehidupan terhadap perubahan sosial masyarakat di

Tana Luwu.

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada Ketokohan Sawerigading di Tana Luwu.

Legenda Sawerigading memiliki sejarah atau peninggalan serta sumpah

Sawerigading yang belum diketahui kebanyakan masyarakat. Maka dari itu objek

penelitian ini memfokuskan pada.

1. Ketokohan Sawerigading di Kabupaten Luwu.

2. Prinsip Hidup Sawerigading dalam Perubahan Sosial Masyarakat di

Tanah Luwu.

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder, dimana

data tersebut bersumber dari buku, jurnal dan blog yang dianggap ilmiah dan

relevan untuk menjawab rumusan masalah. Data yang dikumpul akan di analisis

secara kualitatif deskriptif.

Page 33: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

20

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian kualitatif ditujukan kepada peneliti, oleh

karena itu instrumen penelitian disini ialah peneliti sendiri. Adapun instrumen

penelitian sebagai berikut:

a) Pengumpulan data dokumen

b) Alat tulis sebagai kode data dokumen

c) Buku pencatatan data dokumen.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka, dengan kata lain

studi ini berkaitan dengan kepustakaan sebagai berikut:

1. Sumber data Sekunder berupa bahan-bahan pelengkap yang sesuai

dengan tema skripsi. Data ini didapat melalui buku dan artikel internet.

2. Memilih dan menganalisis bahan-bahan yang sudah dikumpulkan dan

dimasukkan ke dalam data pustaka.

3. Terakhir yang penulis lakukan adalah memberikan kesimpulan.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan peneliti dimulai dengan analisis konten

merupakan suatu proses yang dilakukan dengan cara mencari dan menyusun

secara rinci data yang telah diperoleh sebelumnya dari hasil data melalui buku dan

artikel, internet yang dilakukan dan catatan lainnya, sehingga mudah dipahami

dan dapat di informasikan kepada orang lain. Teknik analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik analisis data secara kualitatif, yang dilakukan

Page 34: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

21

dengan cara menggambarkan dan mendeskripsikan hasil yang didapat di

lapangan.

Page 35: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

22

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI DAN OBJEK PENELITIAN

A. Sejarah Tana Luwu

Sejarah Tanah Luwu sudah berawal jauh sebelum masa pemerintahan

Hindia Belanda bermula. Sebelumnya Luwu telah menjadi sebuah kerajaan yang

mewilayahi Tana Toraja (Makale, 45 Rantepao) Sulawesi Selatan, Kolaka

(Sulawesi Tenggara) dan Poso (Sulawesi Tengah). Sejarah Luwu ini dikenal pula

dengan nama Tanah Luwu yang dihubungkan dengan nama La Galigo dan

Sawerigading. Pada tahun 1905, pemerintah Hindia Belanda berhasil menduduki

pusat Kedatuan Luwu di Palopo. Hal ini membuat sistem pemerintahan di Luwu

dibagi atas dua tingkatan pemerintahan, yaitu:

1. Pemerintahan tingkat tinggi dipegang langsung oleh pihak Belanda.

2. Pemerintahan tingkat rendah dipegang oleh pihak Swapraja. Pada tahun 1942,

Jepang berhasil menghalau pemerintah Hindia Belanda dan menguasai Luwu.

Sistem pemerintahan yang diterapkan sama, hanya saja rakyat diberi kebebasan

berusaha, bercocok tanam dan nelayan.

Hal tersebut tentu saja membuat hasil- hasil bumi masyarakat Belopa dan

sekitarnya lebih meningkat, sehingga diberi julukan “pabbarasanna Tana Luwu”,

(lumbung pangan Tanah Luwu). Dalam masa pemerintahan Jepang, yaitu tentara

Dai Nippon, kedudukan Datu Luwu dalam sistem pemerintahan sipil, sedangkan

pemerintahan militer dipegang oleh Pihak Jepang. Dalam menjalankan

pemerintahan sipil, Datu Luwu diberi kebebasan, namun tetap diawasi secara

ketat oleh pemerintahan militer Jepang. Yang menjadi pemerintahan sipil atau

Page 36: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

23

Datu Luwu pada 46 masa itu ialah "Andi Kambo Opu Tenrisompa" kemudian

diganti oleh putranya "Andi Patiware" yang kemudian bergelar "Andi Djemma.”

Pada bulan April 1950 Andi Djemma dikukuhkan kembali kedudukannya sebagai

Datu/Pajung Luwu dengan wilayah seperti sediakala. Afdeling Luwu meliputi

lima onder Afdeling Palopo, Masamba, Malili, Tana Toraja atau Makale,

Rantepao dan Kolaka. Selanjutnya pada masa setelah Proklamasi Kemerdekaan

RI, secara otomatis Kerajaan Luwu berintegrasi masuk ke dalam Negara Republik

Indonesia. Hal itu ditandai dengan adanya pernyataan Raja Luwu pada masa itu

Andi Djemma yang antara lain menyatakan "Kerajaan Luwu adalah bagian dari

Wilayah Kesatuan Republik Indonesia.” Pemerintah Pusat mengeluarkan

Peraturan Pemerintah No.34 tahun 1952 tentang Pembubaran Daerah Sulawesi

Selatan bentukan Belanda/Jepang termasuk daerah yang berstatus Kerajaan.

Peraturan Pemerintah No.56 tahun 1951 tentang Pembentukan Gabungan

Sulawesi Selatan. Dengan demikian daerah gabungan tersebut dibubarkan dan

wilayahnya dibagi menjadi 7 (tujuh) daerah Swatantra. Satu di antaranya adalah

daerah Swatantra Luwu yang mewilayahi seluruh daerah Luwu dan Tana Toraja

dengan pusat Pemerintahan berada di Kota Palopo. Tahun 1953 Andi Djemma

Datu Luwu diangkat menjadi Penasehat Gubernur Sulawesi. Berselang 47

beberapa tahun kemudian, Pemerintah Pusat menetapkan beberapa Undang-

Undang Darurat, antara lain: 1. Undang-Undang Darurat No.2/1957 tentang

Pembubaran Daerah Makassar, Jeneponto dan Takalar. 2. Undang-Undang

Darurat No. 3/1957 tentang Pembubaran Daerah Luwu dan Pembentukan Bone,

Wajo dan Soppeng, serta penghapusan sistem pemerintahan Swpraja. Dengan

Page 37: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

24

dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No. 3/1957, maka daerah Luwu menjadi

daerah Swatantra dan terpisah dengan Tana Toraja, disertai berakhirnya pula

pemerintahan sistem kerajaan Luwu. Datu Luwu Andi Djemma langsung menjadi

Bupati/Datu Luwu kala itu. Dengan berlakunya UU No. 29 tahun 1959 tentang

terbentuknya daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi, sistem Swatantra dihapus.

Pada waktu itu, wilayah kabupaten Dati II Luwu dibentuk 16 kecamatan dan salah

satu diantaranya adalah Kecamatan Bajo dengan ibu kotanya Belopa.

B. Kondisi Umum Tana Luwu

Kabupaten Luwu merupakan salah satu daerah yang berada dalam

wilayah administratif Provinsi Sulawesi Selatan. Daerah Kabupaten Luwu terbagi

dua wilayah akibat pemekaran Kota Palopo yaitu Kabupaten Luwu Bagian

Selatan yang terletak di sebelah selatan Kota Palopo dan wilayah Kabupaten

Luwu Bagian Utara yang terletak di sebelah utara Kota Palopo. Kabupaten Luwu

memiliki luas wilayah sekitar 3.000,25 Km2 atau 3.000.250 Ha dengan jumlah

penduduk keseluruhan mencapai 359.209 jiwa pada tahun 2019, dengan mayoritas

mata pencaharian penduduknya bergerak pada sektor pertanian dan perikanan.

Secara umum karakteristik bentang alam Kabupaten Luwu terdiri atas kawasan

pesisir/pantai dan daratan hingga daerah pegunungan yang berbukit hingga terjal,

dimana berbatasan langsung dengan perairan Teluk Bone dengan panjang garis

pantai sekitar 116,161 Km (RTRW Kabupaten Luwu).

C. Keadaan Geografis

Ditinjau dari segi geografis, Kabupaten Luwu terletak di bagian utara

Provinsi Sulawesi Selatan, dimana posisi Kabupaten Luwu terletak 2º.34’.45” –

Page 38: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

25

3º.30’.30” LS dan 120º.21’.15” – 121º.43’.11” BT. Secara administratif,

Kabupaten Luwu memiliki batas sebagai berikut:

Sebelah Utara: Kabupaten Luwu Utara dan Kota Palopo Sebelah Timur:

Teluk Bone Sebelah Selatan: Kota Polopo dan Kabupaten Wajo Sebelah Barat:

Kabupaten Tanah Toraja, Kabupaten Toraja Utara, Kabupaten Enrekang dan

Kabupaten Sidrap. Dilihat dari letak geografis, Kabupaten Luwu cukup strategis.

Palopo, yang terletak di jalur Trans Sulawesi yang menghubungkan daerah

Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Pelabuhan Tanjung Ringit di Palopo

menjadikan Kabupaten Luwu sebagai pintu gerbang Sulwesi Selatan bagian utara,

pelabuhan ini merupakan salah satu pintu penghubung untuk mendistribusikan

hasil pertanian Luwu ke Luar daerah.

D. Kepadatan Penduduk

Kepadatan Penduduk di Kabupaten Luwu, dengan luas 3000,25 km2 ,

Kabupaten Luwu didiami oleh 359.209 jiwa atau dengan kepadatan sebesar 123

jiwa/ km2, kepadatan penduduk Kabupaten Luwu telah meningkat 49 dari 122

jiwa/km2 pada tahun 2018 menjadi 123 jiwa/km2 atau meningkat sebanyak 1 jiwa

km2 . Jika dilihat persebaran di setiap kecamatan nampak bahwa Kecamatan

Lamasi merupakan wilayah terpadat dengan kepadatan sebesar 535 jiwa/Km2

diikuti oleh Kecamatan Belopa Utara sebesar 478 jiwa/km2 , Kecamatan Belopa

sebesar 288 jiwa/km2 , Kecamatan Walenrang Timur sebesar 279 jiwa/km2 ,

Kecamatan Ponrang Selatan sebesar 271 jiwa/km2 , Kecamatan Ponrang sebesar

268 jiwa/km2 , Kecamtan Suli sebesar 260 jiwa/km2 , Kecamtan Lamasi Timur

sebesar 235 jiwa/km2 , Kecamatan Bajo sebesar 233 jiwa/km2 , Kecamatan

Page 39: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

26

Kamanre 210 jiwa/km2 , Kecamatan Bua sebesar 154 jiwa/km2 , Kecamatan bajo

Barat sebesar 147 jiwa/km2 , kecamatan Larompong Selatan sebesar 138

jiwa/km2 , Kecamatan Larompong sebesar 93 jiwa/km2 , Kecamatan Bua

Ponrang sebesar 86 jiwa/km2 , Kecamatan Walenrang Utara sebesar 78 jiwa/km2

, Kecamatan Basse Sangtempe Utara sebesar 66 jiwa/km2 , Kecamatan

Walenrang Barat sebesar 41 jiwa/km2 , sedangkan wilayah dengan kepadatan

penduduk terendah di Kecamatan Latimojong yaitu 13 jiwa/km2 .

E. Keadaan Sosial Budaya

Masyarakat di Kabupaten Luwu menggunakan bahasa Luwu sebagai

bahasa daerah utama karena mayoritas penduduknya adalah suku Luwu. Bahasa

Luwu ini digunakan oleh sebagian besar 52 penduduk dari Tana Luwu, dari empat

kabupaten dan kota, masing- masing Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur

dan kota Palopo. Bahasa Luwu, termasuk serumpun dengan bahasa Toraja.

Bahasa Luwu ini digunakan selaku bahasa percakapan penduduk setempat, mulai

dari Selatan perbatasan dengan Buriko Kabupatan Wajo sampai dengan daerah

Kabupaten Luwu Timur Malili. Kerajaan Luwu adalah kerajaan tertua, terbesar,

dan terluas di Sulawesi Selatan yang wilayahnya mencakup Tana Luwu, Tana

Toraja, Kolaka, dan Poso. Perkataan “Luwu” atau “Luu” itu sebenarnya berarti

“Laut”.

Luwu adalah suku bangsa yang besar yang terdiri dari 12 anak suku.

Kerajaan Luwu diperkirakan berdiri sekitar abad X yang dibangun oleh, sekaligus

sebagai raja pertama adalah Batara Guru (Tomanurung) yang dipercaya turun dari

langit diutus oleh ayahnya Dewa Patoto’e untuk turun mengisi kekosongan di

Page 40: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

27

dunia tengah. Raja terakhir dari kerajaan Luwu adalah Andi Djemma yang

bergelar Petta Matinro’e ri Amaradekanna yang memerintah mulai tahun 1935-

1965 Masehi. Beliau merupakan raja yang sangat dikagumi dan di bangga-

banggakan oleh rakyatnya bahkan raja-raja lain di Sulawesi Selatan karena

keberaniannya dalam menghadapi penjajah Belanda. Kerajaan Luwu merupakan

kerajaan pertama di Sulawesi Selatan yang menganut agama Islam. Agama Islam

sendiri di bawa ke Tana Luwu oleh Dato’ Sulaiman dan Dato’ri Bandang yang

berasal dari Aceh. Hal- 53 hal mistik banyak mewarnai proses awal masuknya

Islam di Luwu. Diyakini bahwa Dato Sulaiman dan Dato ri Bandang datang ke

Luwu dengan menggunakan kulit kacang. Mereka pertama kali tiba di Luwu

tepatnya di Desa Lapandoso, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu. Penduduk di

Kabupaten Luwu juga terdiri atas beberapa etnis lokal dan etnis pendatang yang

telah lama tinggal di Kabupaten Luwu dan masuk melalui akulturasi budaya

seperti melalui perdagangan dan nelayan. Sementara itu terdapat juga etnis

pendatang sebagai transmigran dengan latar belakang budaya yang berbeda,

antara lain: Bugis, Jawa dan Bali yang dominan terdapat di Kecamatan Lamasi.

Masyarakat Jawa datang secara transmigrasi yang diprakarsai oleh

pemerintah belanda, mereka datang dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur,

mereka telah menetap dan membangun kecamatan tersebut. Mata pencaharian

utama mereka adalah bertani, sawah dan berkebun, selain itu banyak juga diantara

mereka berprofesi sebagai pedagang. Jumlahnya telah berkembang dengan pesat,

selain perkawinan antara sesama suku jawa terjadi juga perkawinan antara suku

terutama suku Jawa dan Luwu yang merupakan suku pribumi. Sedangkan suku

Page 41: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

28

Bugis dan Toraja merupakan imigran yang datang dari wilayah lain yang masih

masuk dalam wilayah Sulawesi Selatan. Suku Bugis yang mendiami Lamasi

berprofesi sebagai pedagang sedangkan suku Toraja bertani adalah profesi utama

mereka. Oleh 54 karena keuletan dan kerja keras mereka akhirnya Kecamatan

Lamasi berkembang menjadi daerah lumbung pangan bagi Kabupaten Luwu.

Page 42: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

29

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka yaitu mencari informasi

dan membaca berbagai literatur yang berkaitan dengan tokoh Sawerigading yang

terdapat pada buku-buku, jurnal, skripsi dan beberapa artikel lainnya yang

berkaitan dengan Sawerigading. Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan

sebelumnya di berbagai sumber didapatkan hasil penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Ketokohan Sawerigading di Tanah Luwu

Beberapa pernyataan dalam buku, artikel, jurnal dan skripsi yang berisi

tentang Ketokohan Sawerigading di Tanah Luwu. Pernyataan pertama

dikemukakan oleh Zulkifli Yusuf dalam jurnal nya yang berjudul Perancangan

Desain Karakter Untuk Memperkenalkan Nilai-Nilai Dari Kisah Sawerigading

Bagi Remaja Di Sulawesi, berikut pernyataannya yaitu sebagai berikut:

Ampe Madecengna (Nilai moral/Sifat baik) Sawerigading

(Yusuf, 2018:5).

Dari kutipan di atas dapat di ketahui bahwa Ampe madecengna artinya

Sawerigading memiliki nilai moral dan sifat baik sebagai seorang pemimpin di

masyarakat. Dia tidak akan di jadikan sebagai tokoh di dalam masyarakat jika

Sawerigading tidak memiliki nilai-nilai yang positif dan sifat yang baik.

Pernyataan selanjutnya di kemukakan oleh Lebbe Pongsibanne dalam

bukunya Autentisitas Budaya Bugis: Jejak Sawerigading Sebagai Perekat Bangsa

dalam Epik I La Galigo berikut pernyataannya yaitu sebagai berikut:

Page 43: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

30

Sawerigading seorang pelaut yang ulung, keteguhan hatinya mampu

mengirim dia pada kepekaan mengatasi semua kesulitan di laut.

(Pongsibanne, 2010:7).

Dari kutipan tersebut dapat di uraikan bahwa Sawerigading seorang pelaut

yang ulung. Mengapa Sawerigading dikatakan pelaut ulung karena ada pepatah

mengatakan, tak ada pelaut ulung yang dilahirkan dari Samudra yang diam tapi

pasti di lahirkan dari sosok yang teguh menghadapi Samudra yang penuh dengan

badai. Dalam pengembaraan nya tersebut, ia digambarkan singgah di suatu tempat

yang memunculkan cerita-cerita yang berkaitan dengannya. Kehadirannya

tersebut selalu di kaitkan dengan asal usul raja setempat dan berdirinya daerah

tersebut, bahkan di daerah tersebut selalu terdapat benda-benda yang berhubungan

dengan Sawerigading. Contohnya di dekat Malili, terdapat Gunung Belah

(Bulupulo), yang terbelah akibat tertimpa pohon Welenreng yang di tebang oleh

Sawerigading untuk di jadikan perahu.

Kecerdasan dan ketangkasan nya yang luar biasa membuat Sawerigading

di segani dan di kagumi di setiap tempat (Pongsibanne, 2010:8).

Dari kutipan di atas dapat di ketahui bahwa Sawerigading memiliki

kecerdasan dan ketangkasan yang luar biasa dan ia di segani dan di kagumi di

setiap tempat yang ia datangi. Kecerdasan Sawerigading di lihat pada saat ia

memperbaiki perahu, menyambung kembali papan yang telah terlepas satu dari

yang lainnya, hingga utuh menjadi perahu. Kecerdasan inilah yang di warisi oleh

masyarakat, dan kembangkan hingga sekarang.

Pernyataan selanjutnya dikemukakan oleh Andini Perdana dalam jurnal

nya yang berjudul Naskah La Galigo: Identitas Budaya Sulawesi Selatan di

Museum La Galigo. Berikut pernyataannya yaitu:

Page 44: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

31

Sawerigading sebagai perekat atau penghubung suku bangsa di Sulawesi

Selatan, (Perdana, 2019:120).

Dari kutipan di atas dapat di uraikan bahwa Sawerigading dikatakan

sebagai perekat bangsa di Sulawesi Selatan karena cerita tentang Sawerigading

tidak hanya di kenal di Suku Bugis, melainkan di semua Suku di Sulawesi

Selatan. Maka dari itu Sawerigading di katakan perekat bangsa di Sulawesi

Selatan, karena menghubungkan suku bugis dengan suku-suku yang lain.

Pernyataan selanjutnya dikemukakan oleh Matulada dalam bukunya yang

berjudul Sawerigading Folkatle Sulawesi, berikut pernyataannya yaitu sebagai

berikut:

Sawerigading tokoh dari peristiwa-peristiwa kultural yang meliputi

berbagai kejadian, yang memandangnya sebagai cikal bakal

kepemimpinan kaumnya.

(Matulada, 1990:1).

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Sawerigading di anggap

sebagai tokoh di dalam masyarakat, karena adanya kultural atau budaya yang

meliputi kejadian, dan memandang sebagai cikal bakal kepemimpinan kaumnya.

Banyaknya kejadian atau peristiwa yang mendasarkan pada benda-benda alam,

seperti Bulupoloe di dekat Malili, dikatakan bahwa ini bekas tertimpa pohon

Welenrang yang rebah karena di tebang dan di jadikan perahu oleh Sawerigading.

Dikatakan juga bahwa di Gunung Kandora, daerah Mengkedek, Tana Toraja

terdapat batu yang di duga jelmaan We Pinrakati, yaitu istri Sawerigading yang

meninggal dalam keadaan hamil yang dijemput nya di dunia roh. Di Enrekang

terdapat batu di daerah Bambapuang, jika di lihat dari jauh nampak sebagai

anjungan perahu Sawerigading yang karam dan telah menjadi batu. Sedangkan di

Page 45: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

32

Selayar terdapat Gong Nekara yang selalu iya bawah pada saat berlayar dan di

bunyikan pada saat memasuki pelabuhan. Dan masih banyak lagi daerah-daerah

yang pernah di singgahi Sawerigading.

Pernyataan selanjutnya dikemukakan oleh Erli Yetti dalam jurnal nya yang

berjudul Legenda Danau Lindu Sulawesi Tengah, adapun pernyataannya sebagai

berikut:

Selama pelayaran nya Sawerigading memiliki 4 sifat utama yang melekat

pada diri Sawerigading yakni getteng (teguh pendirian), warani (berani),

lempuq (jujur), dan macca (pintar). (Yetti, 2016:292).

Dari pernyataan di atas dapat kita uraikan bahwa keteguhan dan

keberaniannya Sawerigading itu bukan saja terlihat dalam beberapa peristiwa

kepada musuh-musuh Sawerigading, melainkan dalam hal mengungkapkan

sejarah leluhurnya, perasaan hatinya, kebahagiaan nya, maupun perasaan lain

yang ia pendam dalam hatinya. Karena itu, sifat teguh dan keberaniannya hanya

dapat di lihat bila diiringi dengan kejujuran dalam bersikap, berbicara, maupun

dalam bertindak. Ke empat sifat Sawerigading inilah yang di kagumi oleh

Masyarakat dan menjadi prinsip hidup pada masa yang akan datang. Nah Di

sinilah ketokohan Sawerigading di kenal karena sifat-sifatnya yang di kagumi

oleh masyarakat setempat.

2. Prinsip Hidup Sawerigading dalam perubahan Sosial Masyarakat

Beberapa pernyataan dalam buku, artikel atau jurnal yang berisi tentang

Ketokohan Sawerigading di Tanah Luwu. Pernyataan pertama dikemukakan oleh

Matulada dalam bukunya yang berjudul Sawerigading Folkatle Sulaewesi, berikut

pernyataannya yaitu sebagai berikut:

Page 46: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

33

Sawerigading adalah seorang tokoh lagendaris yang dikenal oleh hampir

seluruh kelompok etnik di Sulawesi. (Matulada, 1990:7).

Dari kutipan di atas dapat di uraikan bahwa Sawerigading seorang tokoh

legendaris yang di kenal oleh hampir seluruh kelompok etnik di seluruh Sulawesi.

Ketokohan Sawerigading tersebut di lihat dari nilai-nilai religius nya, yang

menyebarkan Islam di seluruh Sulawesi. Sawerigading juga di kenal oleh

masyarakat karena memiliki sifat teguh dan keberanian dalam menyebarkan Islam

di Sulawesi. Maka dari itu Sawerigading tidak hanya di anggap tokoh masyarakat

di Luwu saja, tetapi ketokohannya menyebar hingga seluruh Sulawesi.

Sawerigading terdapat dalam bentuk tradisi lisan,(Matulada, 1990:8).

Dari pernyataan di atas dapat diuraikan bahwa Sawerigading di kenal

melalui opini yang di sebarkan melalui tradisi lisan. Melalui tradisi lisan kisah

Sawerigading di kenal dan di kagumi oleh masyarakat, karena adanya nilai luhur,

sikap, dan pandangan yang ada pada diri Sawerigading. Maka Sawerigading di

kenal oleh seluruh masyarakat dan menerapkan nilai-nilai luhur dan sikap pada

dirinya sendiri. Dan di Sulawesi selatan sendiri ia dikenal sebagai cikal bakal para

penguasa negeri-negeri Bugis, Makassar mandar. Maka Sawerigading

menyampaikan pada masa kini tentang peradaban masa lalu, yang diceritakannya

tentang masa lalu itu sangat menyentuh kehidupan nyata kelompok-kelompok

etnik atau lapisan tertentu masyarakat di banyak wilayah persebarannya, dan pada

waktu yang berbeda-beda. Sawerigading sendiri menyusup ke dalam peradaban,

untuk memperkaya lapisan-lapisan yang telah ada sebelumnya dan membawanya

ke dalam realitas Kultur, atau kenyataan budaya. Kenyataan budaya itu apabila

dihubungkan dengan realitas sosial dengan cara mengaktualisasikannya kedalam

Page 47: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

34

kenyataan, maka menjadilah dia pangkalan rujukan bagi peristiwa-peristiwa atau

silsilah sesuatu kaum tertentu.

Pernyataan selanjutnya dikemukakan oleh Zulkifli Yusuf dalam jurnal nya

yang berjudul Perancangan Desain Karakter Untuk Memperkenalkan Nilai-Nilai

dari Kisah Sawerigading Bagi Remaja, berikut pernyataannya yaitu sebagai

berikut:

Nilai kebersatuan, walaupun tokoh legendaris sawerigading

dikategorikan sebagai manusia yang berwatak keras dan sering

berperang, namun rasa kasih sayang dan maaf masih menggores bekas

perilaku Sawerigading luntur dari sumpahnya untuk tidak kembali lagi

ke kampung halaman setelah di tolak cintanya oleh saudara kandungnya

We/Tenriabeng, karena tidak sampai hati melihat istrinya sodai/We

Cudai berdua dengan anaknya Lagaligo untuk berlayar dari Tana Cina

untuk menemui mertuanya. Digarisbawahi lagi orang-orang kulawi

yang mengatakan ‘Sawerigadang datang bukan untuk berkelahi, tetapi

untuk menyelamatkan manusia” (Yusuf dan Aditya 2018:4).

Dari pernyataan di atas dapat diuraikan bahwa Sawerigading dikategorikan

sebagai manusia yang berwatak keras dan sering berperang, namun rasa kasih

sayang dan maaf masih menggores bekas perilakunya yang mengucap sumpah

untuk tidak akan kembali lagi ke Luwu, setelah di tolak cintanya oleh saudara

kandungnya sendiri, yaitu We Tenriabeng, karena tidak sampai hati melihat

istrinya, yaitu We Cudai dan anaknya I La Galigo ia nekat melanggar sumpahnya

sendiri untuk pergi berlayar dari tanah Cina untuk menemui orang tuanya. Maka

kembalilah Sawerigading ke tanah leluhurnya tanah tumpah darahnya walaupun

rasa kecewa nya masih menekan hatinya, dan resiko menghadapi adat ‘Ri

Lompangi Tana` karena sumpahnya. Dan kita bisa melihat bahwa sawerigading

lebih mementingkan persahabatan dan perdamaian daripada pertumpahan dara.

Dan Sawerigading bertujuan untuk menghubungkan suatu wilayah daratan dan

Page 48: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

35

kepulauan Luwuk Banggai. Digarisbawahi lagi orang-orang kulawi yang

mengatakan ‘Sawerigadang datang bukan untuk berkelahi, tetapi untuk

menyelamatkan manusia.

Pernyataan selanjutnya dikemukakan oleh Zulkifli Yusuf dalam jurnal nya

yang berjudul Perancangan Desain Karakter Untuk Memperkenalkan Nilai-Nilai

dari Kisah Sawerigading Bagi Remaja di Sulawesi, berikut pernyataannya yaitu

sebagai berikut:

Nilai `Keperkasaan` Ide, sarana, dan keperkasaan merupakan komponen

yang tak terpisahkan untuk merealisasikan suatu cita-cita. Semangat

keperkasaan inilah yang melekat pada diri sawerigading untuk

mengunjungi setiap sudut pelabuhan, antara lain Bima, Sunda, Singa

Raja, Tana Cina dan lain-lain. Perahu werenrengnge yang digelari I

Lattiwajo anging laloe merupakan symbol keperkasaan kebaharian yang

harus diteladani oleh generasi masa kini dan mendatang (Yusuf dan

Aditya, 2018:4).

Dari pernyataan di atas dapat diuraikan bahwa Sawerigading merupakan

laki-laki perkasa yang ingin mewujudkan cita-citanya. Semangat keperkasaan

inilah yang melekat pada diri Sawerigading untuk mengunjungi setiap pelabuhan,

antara lain Bima, Sunda, Singa Raja, Tana Cina dan pelabuhan lainnya. Adapun

perahu Werenrengnge yang di gelari Lattiwajo anging laloe yang merupakan

simbol keperkasaan kebaharian yang harus diteladani oleh generasi masa kini dan

mendatang. Kita bisa lihat bahwa laut merupakan potensi perhubungan dan

perekonomian dan laboratorium raksasa ilmu pengetahuan, dan merupakan tetesan

budaya Werenrengnge. Jadi tidak heran kalau Pinisi telah memukau dunia

pelayaran tradisional seluruh dunia.

Nilai Religius, tokoh sawerigading yang sering dianggap setengah dewa,

yang memiliki kekuatan supranatural, pernah mengakui dirinya sebagai

anak sang pencipta, ternyata sawerigading adalah manusia yang

Page 49: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

36

mengakui adanya tuhan tunggal pencipta yang harus di sembah (Yusuf

dan Aditya 2018:4).

Dari pernyataan di atas dapat diuraikan bahwa Sawerigading yang sering

di anggap setengah Dewa, yang memiliki kekuatan supranatural, dan ia pernah

mengakui dirinya sebagai anak sang pencipta. Dan ternyata Sawerigading adalah

manusia yang mengakui adanya Tuhan pencipta yang harus di sembah. Kita bisa

melihat bahwa Sawerigading dan keluarganya pergi berziarah dan mencari berkah

Tuhan di Tana Suci Mekah. Kemudian Sawerigading menganjurkan kepada

masyarakat untuk membangun tempat Ibadah yang di beri Nama mesjid, dan

sempat ada yang keliru tentang ucapan Sawerigading yang menganggap jika

mengunjungi mesjid di Tompo Tikka sama hal nya dengan menunaikan haji di

Baitullah. Padahal Sawerigading hanya mengharapkan kepada cucu-cucunya di

kemudian hari datang berkunjung di Tana Suci Mekah. Dan disini kita bisa lihat

keyakinan Sawerigading terhadap adanya Tuhan pencipta ketika ia gagal

menuntut ilmu.

Nilai Etis Sawerigading sebagai tokoh sentral, walaupun dia banyak

menentukan namun tetap taat terhadap nilai-nilai adat istiadat yang

disepakati, ia sangat menjunjung tinggi lembaga Institusional masyarakat.

(Yusuf dan Aditya, 2018:5).

Dari pernyataan di atas dapat di uraikan bahwa Sawerigading adalah

pribadi yang taat terhadap nilai-nilai adat istiadat yang di sepakati. Dan ia sangat

menjunjung tinggi lembaga Institusional masyarakat, dan rela di pisahkan dari

adiknya We Tenriabeng demi kemaslahatan umum. Sawerigading juga terlalu

mendengarkan nasehat ibunya, saudara kandungnya, bahkan sepupunya

Lapananreng dan orang-orang di sekelilingnya.

Page 50: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

37

Nilai Estetis, di dalam cerita sawerigading, disamping menyenangi

burung, ayam, anjing dan kuda, juga sangat gemar akan wanita-wanita

yang memiliki keindahan tubuh dan wajah cantik. Dari emosi estetikanya,

ia sebagai manusia kadang kala lupa daratan (Yusuf dan Aditya, 2018:5).

Dari pernyataan di atas dapat diuraikan bahwa Sawerigading mempunyai

hobi tersendiri yaitu menyenangi burung, ayam, anjing, dan kuda. Tidak hanya

menyenangi hewan-hewan saja, tetapi ia juga sangat gemar akan wanita-wanita

yang memiliki keindahan tubuh dan wajah cantik. Di lihat dari emosi estetikanya,

ia sebagai manusia kadang kala lupa daratan. Sawerigading juga mendapatkan

lingkungan yang indah dan harmonis. Dan salah satu kegemaran yang di senangi

Sawerigading yaitu mengadakan penghijauan dan menanam tumbuh-tumbuhan

yang bermanfaat bagi manusia seperti pepaya.

Nilai Historis, peristiwa-peristiwa masa lampau tidak semuanya

dikategorikan sejarah, tetapi masa lampau yang bisa hidup dihidangkan

setiap waktu (Yusuf dan Aditya, 2018:5).

Dari pernyataan di atas dapat kita lihat bahwa Nilai historis menurut Louis

Gottschalk merupakan peristiwa-peristiwa masa lampau yang bisa hidup dan

dihidangkan setiap waktu. Sedangkan menurut Sartono Kartodiharo, bahwa

sejarah adalah rekaman masa silang yang objektif yang terungkap oleh kehidupan

manusia melalui pengembangan informasi, tulisan, dokumen, parasasti, yang tidak

akan terulang. Hidup dan pengulangan nya itulah disebut sejarah dan sejarah pada

hakekatnya merupakan proses menelusuri eksistensi bangsa, masyarakat dan demi

seseorang itu sendiri secara ekstensional.

Pernyataan selanjutnya dikemukakan oleh Wiwik Pertiwi dalam bukunya

yang berjudul Kajian Nilai Budaya Naska Kuna Mapalina Sawerigading Ri

Saliweng Langi, adapun pernyataannya sebagai berikut:

Page 51: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

38

Dalam menjalankan kekuasaan sebagai pangeran mahkota disamping

kedudukannya sebagai pimpinan tertinggi dalam pelayaran Sawerigading

tidak mengambil keputusan dan bertindak sendiri. Melainkan sebagai dari

kewenangannya dilimpahkan kepada pembantu-pembantu utamanya

(Pertiwi dkk, 1998:163-164).

Kutipan di atas menunjukkan dua sikap dengan nilai berbeda dalam

menanggapi masalah yang sama. Sikap pertama ditampilkan oleh tokoh La

pananrang dan La massaguni, dimana keduanya ingin menghadapi kekasaran dan

penghinaan lawan dengan mengangkat senjata dalam pertarungan. Namun sikap

tersebut dipandang dengan kurang arif dan kurang bijaksana terutama karena

dapat menimbulkan pertempuran sengit yang diduga akan mengorbankan nyawa

para laskar Luwu. Demikianlah, maka tokoh La sinilele menampilkan sikap kedua

yang dianggap jauh lebih arif fan lebih bijaksana, yaitu sikap sabar dan tetap

berkepala dingin menghadapi rongrongan pihak musuhnya.

Mengutamakan kepentingan negeri dan nama baik (Pertiwi dkk,

1998:165-166).

Dari pernyataan di atas dapat di uraikan bahwa Sawerigading lebih

mengutamakan kepentingan dan nama baik keluarga dan Negeri Luwu daripada

harta benda dan kekayaan yang melimpah. Dan kita bisa lihat dimana sikap ini

tercermin dalam ketika berbicara dengan Guttu Tallemma, dia adalah Raja dari

Negeri Saliweng Langi. Disini Raja Guttu Tallemma menawarkan perdamaian

kepada pihak Sawerigading, dengan syarat Sawerigading harus melupakan

pertikaian terhadap pihak Kerajaan Saliweng Langi. Akan tetapi Sawerigading

menolak, walaupun di Tana Luwu termasuk melarat dan bukan orang kaya,

namun demikian ia pantang menerima pemberian yang berupa suap. Kita bisa

Page 52: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

39

melihat bahwa Sawerigading tidak sudi memanfaatkan kedudukannya sebagai

pangeran mahkota untuk mengambil keuntungan, terutama dari pihak musuh.

Mengutamakan keselamatan rakyat (Pertiwi dkk, 1998:166).

Dari pernyataan di atas dapat di uraikan bahwa Sawerigading lebih

mengutamakan rakyatnya daripada dirinya sendiri. Di lihat dari ketika laskar

pengawalnya berperang melawan laskar kerajaan Rumpa Mega yang ternyata

menampilkan sikap kesatria sejati. Saat berperang Sawerigading tidak hanya

bersembunyi di belakang kekuatan laskarnya, tetapi ia pun terjun ke pertempurang

bersama pengawal dan sepupu-sepupunya. Kita bisa lihat bahwa sawerigading

adalah seorang pangeran mahkota yang tidak segan membunuh ataupun terbunuh

untuk membela keselamatan rakyatnya.

Dermawan, Satu diantara nilai budaya luhur yang ditampilkan dalam

naskah kuno lontarak galigo ialah sifat kedermawanan raja (Pertiwi dkk,

1998:167).

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa Raja Luwu sangat memperhatikan

pemerataan pangan kepada para anggota keluarga, raja-raja sahabat, raja-raja

taklukkan serta rakyat banyak. Dalam hal ini pelaksanaan upacara selamatan

merupakan sat diantara media pemerataan bagi kesejahteraan semua pihak. Ini

sekaligus membuktikan bahwa dalam mengendalikan kekuasaan negeri/kerjaan,

sang raja berdaulat mendukung keberadaan nilai kedermawanan.

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Pertiwi dkk, 1998: 171).

Dari pernyataan di atas dapat di uraikan bahwa sejak masa silam leluhur

orang bugis di kawasan Luwu, telah menerapkan nilai kemanusiaan yang adil dan

Page 53: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

40

beradab. Dimana setiap orang mengharapkan sikap saling mencintai antara

sesama manusia tampah melihat perbedaan latar suku bangsa.

B. Pembahasan

1. Ketokohan Sawerigading di Tanah Luwu

Ketokohan dapat diartikan sebagai pemimpin yang baik yang dapat

dijadikan contoh dan dapat diteladani sifat-sifat baiknya. Ketokohan seperti

halnya dengan peristiwa dalam karya fiksi dalam kehidupan sehari-hari, selalu di

emban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu, pelaku yang mengembang cerita

dalam cerita fiksi sama sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.

Cerita ini sampai kepada warga Nelayan Bugis Pagutan dan sekaligus

menjadi dasar pijakan bagi sebagian mereka untuk melakukan ritual

Massorongritasi. Namun demikian, fakta sejarah tersebut masih diperlukan telaah

secara kritis dengan memilah-milih antara fakta sejarah sebenarnya dengan cerita

mitos yang telah diselipkan dalam penyusunan silsilah tersebut. Karena, nilai-nilai

mitos dan legenda dipandang masih sangat dominan dalam memberikan warna-

warni cerita tentang Sawerigading, terbukti dengan alur cerita, tokoh cerita,

tempat dan peristiwa cerita, sesuai ciri-ciri yang dikategorikan dengan mitos dan

legenda.

Sawerigading memiliki masa awal pengaruh dan persebarannya ke

wilayah-wilayah yang luas, sebagaimana yang ditunjukkan masa kini . Masa awal

pengaruh dan persebaran mite Sawerigading dalam suatu wilayah dan kebudayaan

tertentu. Pada wilayah persebaran mite Sawerigading di Sulawesi selatan yang

dapat di sebut “ masa Sawerigading” menempati waktu yang diperkirakan sekitar

Page 54: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

41

abad ke-sepuluh, sezaman dengan sriwijaya dan pengaruh persebaran ajaran

Hindu-Budha di Nusantara. Juga kehadiran pengaruh kebudayaan Cina pada

Zaman itu, menjadi dambaan yang diidealisasikan sebagai suatu nilai panutan.

Menurut Perdana (2019:14) di beberapa daerah di Sulawesi selatan,

Sawerigading memiliki symbol mitologis berupa kebudayaan materi yang bersifat

sacral. Dalam tradisi lisan La Galigo pelaut ulung yang pelayaran nya sampai ke

negeri Cina. Dalam penggambaran nya tersebut ia digambarkan singgah di suatu

tempat yang memunculkan cerita-cerita yang berkaitan dengannya. Kehadirannya

tersebut selalu dikaitkan dengannya. Kehadirannya tersebut selalu dikaitkan

dengan asal usul raja setempat dan berdirinya daerah tersebut selalu terdapat

benda-benda yang berhubungan dengan Sawerigading, contohnya di dekat Malili

terdapat gunung belah (bulupulo) yang terbelah akibat tertimpa pohon Walenreng

yang ditebang oleh Sawerigading untuk dijadikan perahu di Cerekang yang

disebut dengan kapal Pinisi. Selain itu, Peninggalan-peninggalan Sawerigading

lainnya berupa Kris atau benda-benda bersejarah lainnya

Hal ini dapat dikaitkan dengan teori yang dikemukakan oleh Davidson

mengenai warisan budaya. Menurut Davidson warisan budaya disini dapat

diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi berbeda dan

prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang kemudian

menjadi elemen pokok bagi jati diri suatu kelompok atau bangsa. Menurut

Davidson warisan budaya merupakan produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-

tradisi berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu

yang kemudian menjadi elemen pokok bagi jati diri suatu kelompok atau bangsa.

Page 55: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

42

Selain peninggalan benda-benda bersejarah terdapat pula peninggalan

nilai-nilai yang dapat mencerminkan sifat Sawerigading. Nilai-nilai yang menjadi

landasan dan panutan sebagai bentuk warisan nilai dari sejarah Kerajaan Luwu

(To Ciung Maccae ri Luwu) , nilai-nilai yang di maksud adalah:

a. Warani (Berani)

Seorang pemimpin seharusnya memiliki sifat ini, yang bermakna berani

mengambil tindakan untuk menjaga kestabilan pemerintahan karena apabila

seorang pemimpin tidak berani, maka dengan mudah di pengaruhi oleh orang lain

atau lebih jauh oleh bawahannya. Warani berarti berani bertindak dan berani

mengambil resiko.

b. Lempu’ (jujur)

Dalam perkataan bugis jujur di sebut lempuk. Menurut arti logatnya jujur

sama dengan lurus sebagai lawan dari bengkok. Dalam berbagai konteks, ada

kalanya kata ini berarti ikhlas, benar, baik, atau adil.

Jujur adalah sikap yang menyatakan sesuai dengan sesungguhnya dan apa

adanya, tidak ditambahi atau dikurangi. Adapun yang dimaksud dengan jujur

menurut pemikiran Maccae ri Luwu sebagai tolak ukur daripada nilai lempu

(jujur) tersebut, yaitu:

a. Orang yang bersalah padanya dimaafkan

b. Dia dipercaya dan tidak mengkhianati kepercayaan itu

c. Tidak serakah atau tidak menginginkan yang bukan haknya

d. Tidak dituntutnya suatu kebaikan, kalau hanya dia yang Menikmati nya, hanya

untuk kepentingan pribadinya.

Page 56: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

43

Jujur mengandung arti yang sangat luas karena kejujuran itu sumbernya

dari hati. Jujur merupakan kesesuaian antara hati, perkataan dan perilaku yang kita

tampilkan. Jika diantara ketiganya ada yang tidak sesuai maka itu merupakan sifat

yang sebaliknya yaitu bohong ataupun dusta. Berkata jujur dan berperilaku jujur

itu sangat susah kita temui saat ini, banyak orang sudah menggunakan jurus

kebohongan untuk mencapai sesuatu yang ia inginkan. Misalnya dalam hal

mengelola keuangan daerah dengan mencatat hal-hal yang tidak sesuai dengan

yang semestinya. Padahal perilaku jujur akan menjadikan kita sebagai seseorang

yang senantiasa di percaya oleh orang lain.

Orang yang beriman selalu mendasarkan tindakannya pada kebenaran dan

menyerukan melaksanakan kebaikan yang dalam istilah agama disebut amar

makruf, nahi Munkar. Perintah untuk melaksanakan kebaikan dan mencegah

kemungkaran diprioritaskan pada diri sendiri dan lingkungan keluarga, kemudian

kepada masyarakat umum.

Lempu’ (Kejujuran), berarti juga ikhlas, benar, baik, atau adil. Sehingga

kata-kata tersebut berlawanan dengan kata culas, curang, khianat, seleweng,

buruk, tipu, aniaya dan semacamnya (Ahmad, 2009). Lempu’ memiliki beberapa

indikator misalnya dapat dilihat dari nasehat Tociung seorang cendekiawan Luwu

yang disampaikan kepada calon raja (datu) Soppeng. La Manussa’

Toakkarangeng, beliau menyatakan empat indikasi perbuatan jujur:

Eppa’I gau’na Lempu’e: risalaie naddampeng, riparennuangie

temmaceko, bettuanna risanresi teppabbelang, temmangoangenngi Tania

olona, tennaseng deceng rekko nassamarini pudecengi.

Page 57: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

44

Artinya:

[Ada empat perbuatan yang disebut jujur, yakni memaafkan orang yang

berbuat salah kepadanya, dipercaya lalu tak curang, disandari lalu tak

berdusta, tidak serakah terhadap yang bukan haknya, tidak memandang

kebaikan kalau hanya buat dirinya, baginya baru dinamakan kebaikan jika

dinikmati bersama] (Rahim, 1985:145).

Perkataan jujur dalam konteks budaya Luwu merupakan penilaian perilaku

yang sangat terpuji dan dihormati. Perkataan orang dahulu, bahwa jika orang

harus merasa segan atau takut maka perasaan itu hanya patut diberikan kepada

orang yang jujur. Memang kadang-kadang orang yang jujur tidak laku di dalam

pasaran keadilan dan kebenaran, ada kalanya orang jujur tersingkir dalam

penderitaan. Kata Karaenta Icinara mengingatkan pula: jangan jenuh dalam

penderitaan. Usahakan sekuat-kuat daya menegakkan nilai kejujuran sebab orang

jujur meskipun tenggelam akan timbul juga.

3. Getteng (Teguh)

Getteng adalah salah satu paseng yang bisa bermakna keteguhan,

ketegasan serta kesetiaan pada keyakinan. Keteguhan hati adalah sifat penting

seorang yang beriman. Orang beriman tidak pernah kehilangan keteguhan,

ketegasan, serta kesetiaan pada keyakinan (Latif, 2012:105). Getteng atau

keteguhan yang dimaksud disini selain berarti teguh, kata ini pun dapat diartikan

sebagai pendirian yang tetap atau setia pada keyakinan, atau kuat dan tangguh

dalam pendirian, erat memegang sesuatu. Nilai keteguhan ini terikat pada makna

Page 58: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

45

yang positif. Ini dinyatakan dalam pappaseng to maccae ri Luwu (To ciung),

bahwa Eppa’I gau’na gettengnge iyanaritu (empat perbuatan nilai keteguhan):

a. Tessalaie janci (tak mengingkari janji)

b. Tessorosi ulu ada’ (tak mengkhianati kesepakatan)

c. Telluka anu pura, teppinra assituruseng (tak membatalkan keputusan, tak

Mengubah kesepakatan)

d. Mabbicarai naparapi, mabbinru’I teppupi napaja (jika berbicara dan berbuat,

tak berhenti sebelum rampung).

Ungkapan ini menggambarkan bahwa orang yang memiliki keteguhan,

ketegasan, serta kesetiaan pada keyakinan dapat menghargai tiga hal yaitu harga

diri yang tercermin dalam hal menghargai janji dan menghormati ikrar, keyakinan

yang tercermin dalam watak yang tidak mau berubah pada keputusan yang telah

disepakati, serta tanggungjawab yang tercermin dalam konsistensi dalam

menyelesaikan suatu urusan. Yang dimaksud dengan getteng merupakan suatu

perilaku yang memegang teguh prinsip-prinsip yang telah dibuatnya dan

berlandaskan pada nilai-nilai kebenaran (tongeng). Selain itu, sesuai dengan

pemikiran Maccae ri Luwu, ada beberapa bentuk perilaku yang dapat

mengindikasikan seseorang itu memiliki sifat getteng (teguh), yakni:

a. Tidak mengingkari janji dan tidak melangkahi (mengkhianati) perjanjian.

b. Tidak mengurai barang jadi.

c. Tidak mengubah keputusan.

d. Ketika mengadili, nanti telah putus barulah berhenti.

Page 59: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

46

Prinsip Getteng yang berarti ketegasan atau keteguhan berpegang pada

keyakinan yang benar. Nilai ini dapat ditelaah dari sikap yang ditunjukkan dewan

adat kerajaan Luwu dalam Paupau Rikadong Arung Masala Ulike, dalam suatu

dialog yang memberikan pilihan pada Datu Luwu. Dua pilihan itu berbentuk telur

sebutir yang rusak ataukah telur yang banyak. Pilihan itu bermakna apakah Datu

memilih mempertahankan kehadiran puteri tunggalnya yang berpenyakit kulit di

dalam istana ataukah memilih kepentingan, keselamatan, dan ketentraman rakyat

banyak. Bilamana Datu memilih putrinya, jelas dewan adat akan meninggalkan

Datu, atau menurunkan Datu dari tahtanya.

Dewan adat melakukan hal itu sebagai pertanda ketegasan dan keteguhan

nya berpegang pada prinsip adat kerajaan yang diyakininya, yaitu prinsip

pengayoman kepada rakyat. Datu Luwu yang juga berpegang pada prinsip adat

kerajaan, memahami bahwa dirinya pun harus menunjukkan sikap Getteng dengan

melawan perasaan subjektif nya sebagai seorang ayah dengan memilih “telur yang

banyak”. Hal itu berarti bahwa puteri raja harus ripali (disingkirkan) dari kerajaan

(Ahmad, 2009:101). Getteng atau teguh pada pendirian dalam Islam disebut

sebagai “Istiqamah” seorang yang Istiqamah dianalogikan seperti batu karang di

tengah-tengah lautan yang tidak bergeser sedikitpun walaupun dipukul oleh

gelombang yang besar.

4. Macca (pintar)

Sifat macca mutlak untuk dimiliki seorang pemimpin. Manakala bawahan

(yang dipimpin) lebih pintar daripada pemimpinnya, akibatnya pemimpin akan

jadi kurang/tidak berwibawa di hadapan bawahannya. Yang lebih berbahaya

Page 60: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

47

adalah ketika kepintaran seorang bawahan disalahgunakan untuk maksud

memenuhi ambisi/kepentingan pribadinya, sementara pemimpinnya sendiri tidak

mengetahui akan hal itu.

2. Prinsip Hidup Sawerigading dalam perubahan Sosial Masyarakat

Sawerigading seorang tokoh lagendaris yang dikenal oleh hampir seluruh

kelompok etnik di Sulawesi. Persebaran cerita Sawerigading merata di seluruh

Sulawesi. Sawerigading di pandang sebagai tokoh yang menghubungkan

matarantai tali kekerabatan di antara kelompok-kelompok etnik di Sulawesi, dan

sebagai peletak dasar peradaban (culture hero). Di Sulawesi Selatan ia dikenal

sebagai cikal bakal para penguasa negeri-negeri Bugis, Makassar Mandar. Di

beberapa daerah, Sawerigading terdapat dalam bentuk tradisi lisan, sebagai cerita

suci yang penuturannya hanya di lakukan pada waktu-waktu tertentu.

Sawerigading menyampaikan pada masa kini sulawesi, tentang peradaban masa

lalu. Masa lalu yang disampaikannya itu menyentuh kehidupan nyata kelompok-

kelompok persekutuan hidup kaum kelompok etnik atau lapisan tertentu

masyarakat dibanyak wilayah persebaran, dan pada banyak waktu yang berbeda-

beda. Sawerigading menyusup kedalam peradaban, menindih atau memperkaya

lapisan-lapisan yang telah ada sebelumnya dan membawanya ke dalam realitas

kultur, atau kenyataan budaya. Kenyataan budaya itu apabila dihubungkan dengan

realitas sosial dengan cara mengaktualisasikannya kedalam kenyataan, maka

menjadilah dia pangkalan rujukan bagi peristiwa-peristiwa atau silsilah sesuatu

kaum (Matulada, 1990:7).

Page 61: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

48

Mengungkapkan nilai legenda Sawerigading berarti meninjau Tokoh

utamanya dengan segala peristiwa yang berlaku kepadanya. Adapun nilai-nilai

utama yang sangat relevan di tengah kehidupan masyarakat yang sedang

membangun, yaitu:

1. Nilai Kebersatuan

Walaupun tokoh legendaris Sawerigading dikategorikan sebagai manusia

yang berwatak keras dan sering berperang, namun rasa kasih dan sayang dan maaf

masih menggores bekas perilaku Sawerigading luntur dari sumpahnya untuk tidak

kembali lagi ke kampung halamannya setelah ditolak cintanya oleh saudara

kandungnya We Tenriabeng. Setelah iya menjelaskan hubungan kekeluargaan dan

kekerabatan yang tidak terpisahkan. Digarisbawahi lagi orang-orang kulawi yang

mengatakan ‘Sawerigadang datang bukan untuk berkelahi, tetapi untuk

menyelamatkan manusia.

2. Nilai keperkasaan

Nilai keperkasaan merupakan komponen yang tak terpisahkan untuk

merealisasikan suatu cita-cita. Semangat keperkasaan inilah yang melekat pada

diri Sawerigading untuk mengunjungi setiap sudut pelabuhan, antara lain Bima,

Sunda, Singa Raja, Tana Cina dan lain-lain. Perahu werenrengnge yang digelari I

Lattiwajo anging laloe merupakan symbol keperkasaan kebaharian yang harus

diteladani oleh generasi masa kini dan mendatang. Mendarah daging kan

semangat dan kecintaan akan laut yang mendominasi kan Nusantara ini. Laut

merupakan potensi perhubungan dan perekonomian dan Laboratorium raksasa

ilmu pengetahuan.

Page 62: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

49

3. Nilai religius

Tokoh sawerigading yang sering dianggap setengah dewa, yang memiliki

kekuatan supranatural, pernah mengakui dirinya sebagai anak sang pencipta,

ternyata sawerigading adalah manusia yang mengakui adanya tuhan tunggal

pencipta yang harus di sembah. Nampak jelas dalam cerita sawerigading di

Bualemo pagimana Luwuk Banggai, “bahwa setelah sawerigading

memperistrikan so da yi di tanah cina, maka iya bersama dengan keluarganya (so

da yi dan anaknya galiligo) berziarah dan mencari berkah tuhan di tanah suci

mekah/baitullah”. Juga setelah kembali dari mekah dan menetap di Tompo tikka

ia sempat menganjurkan kepada masyarakat untuk membangun tempat ibadah

yang diberi nama masigi. Tempat ini jelas dapat dilihat Desa Nipa Kecamatan

pagimana. Sejergadi (Sawerigading) menganjurkan kepada cucunya pergi

berziarah ke mekah untuk menyaksikan bekas kunjungan nya di tanah suci.

Paham yang meyakini bahwa mengunjungi Masigi di Tompo’ tikka sama halnya

dengan menunaikan haji di baitullah, merupakan paham yang keliru. Justru

Sawerigading mengharapkan cucu-cucunya di kemudian hari datang berkunjung

di tanah suci mekah. Keyakinan Sawerigading terhadap adanya tuhan pencipta

yang tunggal, terlihat setelah iya gagal menuntut ilmu “agar selalu hidup abadi

dan mudah belia” (Tuo Temmate Malolo Pulana)” (Yusuf dan Aditya 2018:4).

4. Nilai etis

Sawerigading sebagai tokoh sentral, walaupun dia banyak menentukan

namun tetap taat terhadap nilai-nilai adat istiadat yang disepakati, ia sangat

menjunjung tinggi lembaga Institusional masyarakat. Dia rela di pisahkan dari

Page 63: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

50

adiknya We Tenriabeng demi kemaslahatan umum. Ia terlalu mendengar nasehat

ibunya, saudara kandungannya, bahkan sepupunya Lapananrang dan orang-orang

di sekelilingnya (Yusuf dan Aditya, 2018:5).

5. Nilai estetis

Di dalam cerita disamping menyenangi burung, ayam, anjing dan kuda,

juga sangat gemar akan wanita-wanita yang memiliki keindahan tubuh dan wajah

cantik. Dari emosi estetikanya, ia sebagai manusia kadang kala lupa daratan.

Saweigading juga mendapatkan lingkungan, yang indah dan harmonis. Salah satu

kesenangan sawerigading adalah mengadakan penghijauan, dan menanam

tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat langsung bagi manusia, seperti papaya (pulau

papaya di Kecamatan Banggai). (Yusuf dan Aditya, 2018:5).

6. Nilai Historis

Peristiwa-peristiwa masa lampau tidak semuanya dikategorikan sejarah,

tetapi masa lampau yang bisa hidup dihidangkan setiap waktu. Menurut Sartono

Kartodirdjo, bahwa sejarah adalah rekaman masa silang yang objektif yang

terungkap oleh kehidupan manusia melalui pengembangan informasi, tulisan,

dokumen, parasasti, tidak akan terulang. Hidup dan pengulangan nya itulah yang

disebut sejarah dan sejarah pada hakekatnya merupakan proses menelusuri

eksistensi bangsa, masyarakat dan demi seseorang itu sendiri secara esensional.

(Yusuf dan Aditya, 2018:5).

Demikianlah Sawerigading diterima persebarannya ke banyak wilayah

peradaban di Sulawesi dan sekitarnya. Setiap wilayah persebaran menampilkan

versi dan karakteristik yang menampilkan realitas budaya setempat bagi

Page 64: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

51

masyarakat Luwu. Tindakan maupun ucapan toko Sawerigading selaku pangeran

mahkota Kerajaan Luwu ternyata menampilkan cukup banyak nilai-nilai budaya

luhur antara lain:

a. Arif dan bijaksana

Dalam menjalankan kekuasaan sebagai pangeran mahkota disamping

kedudukannya sebagai pimpinan tertinggi dalam pelayaran sawerigading tidak

mengambil keputusan dan bertindak sendiri. Melainkan sebagai dari

kewenangannya dilimpahkan kepada pembantu-pembantu utamanya. Hal ini

terlihat ketika Raja rumpa mega bermaksud memaksakan kehendak sendiri untuk

merampas seluruh armada sawerigading yang sedang berlabuh di Saliweng Langi.

Menghadapi sikap bermusuhan dari baginda raja Rumpa Mega yaitu Guttu

Tallemma bersama putra-putranya. Sawerigading tidak bertindak gegabah,

melainkan dengan penuh kepercayaan, persoalan tersebut diserahkannya kepada

sepupu-sepupunya yaitu La Pananrang, La Massaguni dan La Sinilele. Kearifan

dan kebijaksanaan sang pangeran dilaksanakan dengan sungguh hati oleh ketiga

sepupu, sekaligus pembantu utamanya itu. Anggapan ini sesuai dengan informasi

lontarak sebagai berikut:

“Makkedde teri lapananrang lamassaguni appangarau lasinilel

mapatatumppu imenek wakkae le ri wirinna lepaloyange/neiyya Sa mattekaiwi La

rumpa langi/muita sai le orowane mattebba gajang dikessik e/masommenge

matteppa timu tonrong ngadai padanya datu/natallalo bacci la sinilele tuju mtae

sappo sisenna/nagiling ronnang lasinilele mamiccu lamppe tuncuki jari sappo

sisenna ronnang makkeda magi naiiyo La pananrang La Massaguni marakka

Page 65: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

52

rakka mappadiaolo temmu itai Le ri mundringmu napotouoe pengenmmerenna

Le luwue/kuwa uwani tori paremmak la pananrang, la massaguni sorok

macconkkong ripenpola na jonccongngenge.

Artinya:

Berkata dengan suara isak tangis La pananrang sera La massaguni

titakanlah wahai La sinilele untuk merapatkan perahu di pinggir sungai. Biar ku

seberangi/kaudatangi la Rumpa Langi dan Lihatlah yang namanya laki-laki

bertarung dengan Kris diatas pasir. Melawan orang yang lancing mulut,

Meremehkan sesamanya rajanya. Betapa marahnya laisinilele melihat sepupunya

maka iya pun meludah lalu menudingkan jari telunjuknya sambil berkata wahai

La pananrang dan La masaaguni mengapa engkau buru-buru memulai

(pertikaian), tanpa memikirkan keselamatannya orang-orang Luwu dan orang-

orang Ware. La Pananrang dan La massaguni bagaikan orang kena sirep lalu

kembali duduk di ruangan perahu.

Kutipan diatas menunjukkan dua sikap dengan nilai berbeda dalam

menanggapi masalah yang sama. Sikap pertama ditampilkan oleh tokoh La

pananrang dan La massaguni, dimana keduanya ingin menghadapi kekasaran dan

penghinaan lawan dengan mengangkat senjata dalam pertarungan. Namun sikap

tersebut dipandang dengan kurang arif dan kurang bijaksana terutama karena

dapat menimbulkan pertempuran sengit yang diduga akan mengorbankan nyawa

para laskar Luwu. Demikianlah, maka tokoh La sinilele menampilkan sikap kedua

yang dianggap jauh lebih arif fan lebih bijaksana, yaitu sikap sabar dan tetap

Page 66: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

53

berkepala dingin menghadapi rongrongan pihak musuhnya. Sikap serta kebijakan

yang ditempuh La sinilel ketika itu tertera dalam naskah Lontarak sebagai berikut:

“Killing makkeda La sini Lele keruk jiawamu tao marajae. Kusompa wali

alaebbi remmu/aga paiyyo naposanrenseng ininna wakku kutakkadapi pasore

wakka ri saliwiwenna le lenagi e naiya rituh toh maraja e ri maelok mu mala

rappawak masapposiseng/Iyana ritu kuwassimenagi tao marajae/alawo

riwuhbilakko ketti/soronggak riwu le sebbu kati.

Artinya:

Lalu Berkata La sinilele, Kur jiwamu paduka yang agung. Hamba

menghaturkan samba sujud di hadapan kemuliaanmu hanya dikau lah tumpuan

pengharapan ku maka aku berlabuh disaliweng langi ini. Adapun keinginanmu

wahai paduka Nan agung untuk menawan ku ber sepupu, ku mohonkan ampunan

dibawa keagungan mu. Ambillah harta benda yang banyak.

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa sang tokoh La sinilele menempuh

jalur diplomasi untuk menghadapi ancaman musuhnya yang bakal menimbulkan

pertempuran sengit. Kebijakan ini ditempuhnya, demi menjaga keselamatan jiwa

dari segenap lascar pengawal. Baik dari negeri luwu maupun negeri watampare.

Ini membuktikan, bahwa dalam Lontak Galilo terkandung nilai budaya luhur yang

berorientasi pada system kepemimpinan yang dilandasi nilai kearifan dan

kebijaksanaan.

b. Mengutamakan kepentingan negeri dan nama baik

Dalam mengendalikan orang banyak Sawerigading selaku pangeran

mahkota ternyata lebih mengutamakan kepentingan dan nama baik keluarga

Page 67: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

54

beserta Negeri Luwu daripada harta benda/kekayaan yang melimpah ruah. Sikap

ini tercermin dalam sikap tokoh Sawerigading ketika berdialog dengan Guttu

Tellemma, sang raja di negeri Saliweng Langi. Dalam dialog itu, Guttu Tellemma

menawarkan perdamaian kepada pihak Sawerigading, dengan syarat

Sawerigading mau melupakan pertikaian yang terjadi dengan pihak kerajaan

Saliweng Langi.

Menanggapi uluran perdamaian tersebut sawerigading menyatakan, bahwa

memang leluhurnya di Tana Luwu termasuk melarat dan bukan orang kaya,

namun demikian mereka sangat pantang menerima pemberian dari siapapun

dengan dali suap. Ini berarti bahwa sewerigading tidak sudi memanfaatkan

kedudukannya sebagai pangeran mahkota untuk mengambil keuntungan, terutama

dari pihak musuh.

c. Mengutamakan keselamatan rakyat

Sawerigading selaku pimpinan perang ketika laskar pengawalnya

berperang melawan laskar kerjaan Rumpa Mega ternyata menampilkan sikap

kesatria sejati. Dalam hubungan ini Sawerigading tidak hanya bersembunyi di

belakang kekuatan laskarnya, tetapi iya pun terjun ke panca pertempuran bersama

dengan segenap pengawal termasuk ke tujuh puluh enam sepupunya.

Pada saat laskar pengawal Sawerigading seluruhnya tewas di tengah

musuh, Sawerigading mengajukan tuntutan kepada Raja Rumpa Mega untuk

kembali menghidupkan segenap Laskar bersangkutan. Padahal ketika itu segenap

laskar dimaksud sudah ditelan oleh makhluk halus yang disebut “Paddengngeng”

untuk memuntahkan para laskar yang telah mereka telan. Berdasarkan uraian

Page 68: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

55

tersebut dijelaskan bahwa Sawerigading adalah seorang pangeran mahkota yang

tidak segan membunuh ataupun terbunuh untuk membela keselamatan rakyatnya.

d. Dermawan

Satu diantara nilai budaya luhur yang ditampilkan dalam naskah kuno

Lontarak Galigo ialah sifat kedermawanan raja. Sikap ini ditampilkan oleh tokoh

cerita Batara Lattu, ayahanda Sawerigading. Sebagaimana diceritakan dalam

serial Lontarak Galigo, ketika Sawerigading dengan seluruh pasukannya kembali

di negeri leluhurnya yaitu Tana Luwu, maka orangtuanya mengadakan upacara

selamatan. Upacara itu dimaksud untuk memberikan semangat hidup yang

tangguh kepada putranya

Upacara selamatan tersebut ternyata berlangsung secara ramai, dibarengi

dengan penyembelihan hewan kurban sebanyak ribuan ekor. Dalam pada itu,

upacara tidak hanya diramaikan secara terbatas diantara keluarga raja, melainkan

Batara Lattu selaku raja berdaulat telah menyebarkan undangan ke seluruh

penjuru, terutama di wilayah persahabatan dan wilayah kerajaan taklukan nya.

Sehubungan dengan itu segenap raja sahabat dan raja-raja taklukkan bersama

dengan rakyat banyak ikut menikmati segenap sajian yang ada.

Uraian singkat tersebut hal ini menunjukkan bahwa Raja Luwu sangat

memperhatikan pemerataan pangan kepada para anggota keluarga, raja-raja

sahabat, raja-raja taklukkan serta rakyat banyak. Dalam hal ini pelaksanaan

upacara selamatan merupakan sat diantara media pemerataan bagi kesejahteraan

semua pihak. Ini sekaligus membuktikan bahwa dalam mengendalikan kekuasaan

negeri/kerjaan, sang raja berdaulat mendukung keberadaan nilai kedermawanan.

Page 69: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

56

e. Nilai solidaritas

Hampir dalam setiap lembaran serial naskah kuno Lontak Galigo

ditonjolkan nilai solidaritas yang cukup tinggi. Nilai-nilai solidaritas tersebut

tercermin pada beberapa hal pokok yaitu Kehidupan gotong royong. Dalam

naskah Lontarak Galigo yang diceritakan antara lain bahwa pada saat perahu atau

armada perahu Gawerigading sedang mengalami.

g. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sejak Zaman silam leluhur orang bugis di kawasan Luwu telah

menerapkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, dimana setiap orang

mengharapkan mendukung sikap saling mencintai antara sesame manusia tampah

membedakan latar suku bangsa. Dalam serial naskah Galigo yang menjadi sasaran

pengkajian ini gagasan kemanusiaan tercermin pada dialog antara tokoh

Sawerigading dan Guttu Tallemma seperti tertera dalam kutipan di bawah ini.

“Berkata pula Punna Lipuwe ri Rumpa Mega, bahwa kur jiwamu wahai

Lasappe Wali Alebbi remmu/selamat sejahteralah wahai Datuk penakluk seluruh

kolong langit dan seluruh permukaan bumi. Janganlah hendaknya wahai Kati

Riluwu Lebbi ri Ware dikau merasa tersinggung karena engkau telah ku sambut

dengan senjata. Padahal engkau jugalah yang menyebut dirimu Datu Jawa,

sehingga paman mu percaya, Tampa mengetahui bahwa engkau adalah

keluarganya

Filsafat dasar ataupun nilai-nilai yang mengatur pranata hidup masyarakat

Sulawesi Selatan tetap mengacu pada kebiasaan lama, sebagaimana yang

dinarasikan oleh I la Galigo. Filsafat hidup secara fundamental, dipahami sebagai

Page 70: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

57

nilai-nilai sosiokultural yang dijadikan oleh masyarakat pendukungnya sebagai

patron (pola) dalam melakukan aktivitas keseharian. Demikian penting dan

berharganya nilai normatif ini, sehingga tidak jarang ia selalu melekat kental pada

setiap pendukungnya meski arus modernitas senantiasa menerpa dan menderanya.

Bahkan dalam implementasinya, menjadi roh atau spirit untuk menentukan pola

pikir dan menstimulasi tindakan manusia, termasuk dalam memberi motivasi

usaha.

Mengenai nilai-nilai motivasi yang terkandung dalam filsafat hidup, pada

dasarnya telah dikenal oleh manusia sejak masa lampau. Tatkala Zaman “ajaib”

berlangsung yakni Lima hingga enam ratus tahun sebelum masehi, di seluruh

belahan bumi muncul orang-orang bijak yang mengajari manusia tentang cara

hidup. Tak terkecuali orang Bugis, di masa lampau juga telah memiliki sederet

nama orang bijak yang banyak mengajari masyarakat tentang filsafat etika. Hal ini

tercermin melalui catatan sejarah bahwa perikehidupan manusia Bugis sejak

dahulu, merupakan bagian integral dan tidak dapat dipisahkan secara dikotomi

dari pengamalan aplikatif pengaderan. Makna pengaderan dalam konteks ini

adalah keseluruhan Norma yang meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah

laku terhadap sesama manusia dan ter-hadap pranata sosialnya yang membentuk

pola tingkah laku serta pandangan hidup.

Menurut Robert H. Lauer perubahan sosial terlebih dahulu menjelaskan

definisi perubahan sosial dengan alasan bahwa teori-teori perubahan sosial di

masa lalu yang telah dibangun di atas mitos-mitos tentang perubahan sosial, mitos

membentuk pola pikir yang menyimpang, trauma dan ilusi yang merupakan

Page 71: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

58

kendala memahami perubahan sosial sebagai hakekat kehidupan manusia.

Sawerigading memilki tempat yang berpindah-pindah dan memiliki perubahan

dari setiap daerah yang ditempati sehingga menimbulkan teori-teori perubahan

sosial atau peninggalan Sawerigading. Maka dari itu menimbulkan mitos atau

perspektif bagi masyarakat yang menemukan peninggalan Sawerigading Sulawesi

Selatan

Page 72: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

59

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang telah di paparkan pada bab sebelumnya yaitu

mengenai Ketokohan Sawerigading di Tana Luwu (Studi Pustaka Prinsip Hidup

Sawerigading Dalam Perubahan Sosial, maka penulis dapat menyimpulkan hasil

penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Ketokohan Sawerigading di Tana Luwu

Bahwa Sawerigading adalah tokoh dalam masyarakat dan sebagai perekat

atau penghubung suku bangsa yang ada di Sulawesi Selatan. Sawerigading tokoh

dari peristiwa-peristiwa kultural yang meliputi berbagai kejadian, dan

memandangnya sebagai cikal bakal pemimpin bagi kaumnya, Adapun empat sifat-

sifat Sawerigading, yang pertama sikap Getteng atau teguh dalam pendiriannya,

yang kedua sifat Warani atau berani, yang ketiga sifat Empuk atau jujur, yang ke

empat sifat Macca atau pintar.

2. Bagaimana Prinsip Hidup Sawerigading Dalam Perubahan Sosial

Masyarakat di Tana Luwu

Sawerigading juga memiliki prinsip hidup dalam perubahan sosial dalam

masyarakat, yaitu membangun nilai-nilai seperti nilai Religius, nilai kesatuan,

nilai etis, nilai keperkasaan, nilai estetis, dan nilai historis. Selain memiliki sifat

dan nilai-nilai utama dalam diri Sawerigading, Sawerigading juga memiliki nilai

kebudayaan, yaitu arif dan bijaksana, mengutamakan negeri dan nama baik,

Page 73: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

60

mengutamakan keselamatan rakyat, Dermawan, nilai solidaritas, dan kemanusiaan

yang adil dan beradab.

B. Saran

Adapun saran saya yaitu saya berharap bagi masyarakat khususnya

generasi-generasi muda saat ini. Luwu agar memperbanyak membaca mengenai

sejarah tentang Tokoh Sawerigading. Karna saya melihat masih banyak yang tidak

mengetahui tentang sejarah Sawerigading. Dan sebaiknya pembaca tidak

membaca saja karena dalam sejarah Sawerigading terdapat banyak pelajaran

mengenai nilai-nilai kehidupan yang dapat di aplikasikan dalam bermasyarakat.

Page 74: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

61

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. (2009). Mengenal Sosok Sawerigading Lebih jauh,

https://www.kompasiana.com/labolong/mengenal-sosok-sawerigading-

lebih-jauh_54fdda06a33311436550f86e, diakses 19 juli 2020.

Amalia. (2013). Kajian Sosial Budaya Tentang Warisan Budaya Masyarakat.

Universitas Pendidikan Indonesia

A. Rahman, Rahim, (1985). Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis, Ujung

Pandang: Lembaga Penerbitan UNHAS.

Creswel John w. (2016). Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif Dan

Campuran. Pustaka Pelajar

Endraswara, Suwardi. (2013). Metodologi Penelitian Sastra; Epistimologi, Model,

Teori, dan Aplikasi. Jakarta: Caps

Ekadjati, E.S. 1976. Sejarah Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan

Dedi Arliyanto Wibowo (2019) meneliti tentang Pengembangan Bahan Ajar

Ketokohan Raden Ajeng Kartini sebagai Pelopor Gerakan Emansipasi

Wanita Indonesia dalam Rangka Peningkatan Kesadaran Sejarah Peserta

Didik SMAN 1 Pancangan Jepara. Skripsi

Kern, R.A. (1989). I La Galigo Cerita Bugis Kuno Terjemahan La Side Dan

Sagimun M.D. Jakarta: Gadjah Mada University Press.

Latif Syarifuddin. (2012). Meretas Hubungan Mayoritas-Minoritas Dalam

Perspektif Nilai Bugis. Jurnal Al- Ulum. 12 (1)

Maimunah Zarkasyi (2012) meneliti tentang Sheikh Muhammad Arsyad Al-

Banjari, Ketokohan dan Sumbangannya. Skripsi

Matulada. (1990). Sawerigading Folktale Sulawesi. Departemen Pendidikan

Kebudayaan

Muslaini, Hidayat. (2019). Kisah Sejarah Sawerigading Terjadi Pada Abad Ke-17

(Online),

(https://www.indonesiasejarahbangsa.wordpress.com/2019/10/07/kisah-

sejarah-sawerigading-terjadi-pada-abad-ke-17/, diakses 18 Juli 2020.

Nursalam, Suardi dan Syarifuddin. (2016). Teori Sosiologi Klasik, Modern,

Posmodern, Saintifik, Hermeneutic, Kritis, Evaluatif dan Integratif.

Yogyakarta: Penerbit Writing Revolution

Page 75: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

62

Nurgyantoro, Burhan. (2005). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada.

Perdana Andini. (2019). Naskah La Galigo: Identitas Budaya Sulawesi Selatan Di

Meseum La Galigo. Pangadereng, 5 (1).

Pertiwi Wiwik, Hartati, Hamid Panrangi Dan Airlangga. (1998). Kajian Nilai

Budaya Naskah Kuna Mapalina Sawerigading Ri Saliweng Langi.

Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Pongsibanne, Lebba. (2010). Autentisitas Budaya Bugis Jejak Sawerigading

sebagai Perekat Bangsa dalam Epik I La Galigo. Yogyakarta: PT. INCO.

Putra Maharidiawan. (2018). Hukum Dan Perubahan Sosial (Tinjuan Terhadap

Modernisasi Dari Aspek Kemajuan Teknologi). Jurnal Morality, 4 (1). 48-

59.

Prastowo, A. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan

Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Ratna, Nyoman Kutha. (2013). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sartono Kartodirdjo. (1992) Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.

Jakarta: PT Grandmedia Pustaka Utama.

Suryabrata, S. (1983). Metodologi penelitian. Jakarta: Rajawali.

Siti Muazaroh (2016) mengkaji tentang Cultural Capital dan Kharisma Kiai dalam

dinamika politik (Studi Ketokohan K.H. Maimun Zubair). Skripsi

Wibowo, Arliyanto Dedi. (2019), Pengembangan Bahan Ajar Ketokohan

Raden.Ajeng Kartini Sebgai Pelopor Gerakan Emansipasi Wanita

Indonesia Dalam Rangka Peningktatan Kesadaran Sejarah Peserta Didik

SMAN 1 Pecangaan Jepara. Semarang.

Yetti Erli. (2016). Legenda Danau Lindu Sulawesi Tengah: Struktur Naratif.

Kandai. 12 (2)

Yusuf Zulkifli dan Aditya Krisna Dimas. (2018). Perancangan Desain Karakter

Untuk Memperkenalkan Nilai- Nilai Dari Kisah Sawerigading Bagi Remaja

di Sulawesi. Universitas Telkom. 5 (3).

Page 76: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

L

A

M

P

I

R

A

N

Page 77: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

DOKUMENTASI

( Buku I La Galigo )

Page 78: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

( Buku Sawerigading )

Page 79: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

( Buku Legacy Tana Luwu )

( Buku Kajian Nilai Budaya Naskah Kuna Mapalina Sawerigading Ri Saliweng

Langi )

Page 80: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

( Buku Kedatuan Luwu )

Barang peninggalan Sawerigading

Kris Emas

Page 81: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

Sarung Keris (Jonga-Jonga) model Perahu Layar dan Timpa Laja

Monumen (Toddopuli Temmalara) perjuangan wasiat sawerigading.

Page 82: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

Kapal Phinisi

Buku Sureq Galigo dari Abad Ke-19

Page 83: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

Foto Sawerigading

Page 84: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …
Page 85: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …
Page 86: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …
Page 87: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …
Page 88: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …
Page 89: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …
Page 90: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …
Page 91: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …
Page 92: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …
Page 93: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

RIWAYAT HIDUP

Sri Wahyuni, lahir di Cendana Kecamatan Burau

Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan

pada tanggal 21 Maret 1998, merupakan anak ketiga

dari 5 bersaudara. Peneliti lahir dari pasangan suami

istri Bapak Abidin dan Hj. Rosiana. Adapun riwayat

pendidikan yaitu peneliti menyelesaikan Sekolah Dasar

Negeri 103 Lumbewe tahun 2010, pada tahun itu peneliti melanjutkan pendidikan

di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Burau tamat pada tahun 2013 , kemudian

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Luwu Timur selesai

tahun 2016. Pada tahun 2016 peneliti melanjutkan pendidikan di perguruan

tinggi, tepatnya Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada program Studi Pendidikan Sosiologi. Selama

menjadi mahasiswa. Peneliti menyelesaikan kuliah Strata Satu (SI) pada tahun

2021.

Page 94: KETOKOHAN SAWERIGADING DI TANA LUWU (STUDI PUSTAKA …

20%SIMILARITY INDEX

20%INTERNET SOURCES

2%PUBLICATIONS

2%STUDENT PAPERS

1 6%

2 1%

3 1%

4 1%

5 1%

6 1%

7 1%

8 1%

9 1%

Sri Wahyuni 105381120016ORIGINALITY REPORT

PRIMARY SOURCES

repository.unhas.ac.idInternet Source

pettaamin.blogspot.comInternet Source

hasrumjaya.blogspot.comInternet Source

repository.uinjkt.ac.idInternet Source

lpdpvii.blogspot.comInternet Source

ejournal.stkipbbm.ac.idInternet Source

arifuddinali.blogspot.comInternet Source

eprints.ulm.ac.idInternet Source

libraryeproceeding.telkomuniversity.ac.idInternet Source