ketidakmampuan suami memberi nafkah - stain salatiga

64
KETIDAKMAMPUAN SUAMI MEMBERI NAFKAH DALAM KASUS PERCERAIAN (Studi Analisis Terhadap Keputusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor : 006/PDT.G2011/PA.SAL ) SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam ( S.H.I ) DISUSUN OLEH: AANG SETIAWAN 211 05 017 JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWALUS SYAKHSIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2012

Upload: fajar-fauzan

Post on 22-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

perceraian

TRANSCRIPT

Page 1: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

KETIDAKMAMPUAN SUAMI MEMBERI NAFKAH

DALAM KASUS PERCERAIAN

(Studi Analisis Terhadap Keputusan Pengadilan Agama Salatiga

Nomor : 006/PDT.G2011/PA.SAL )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam ( S.H.I )

DISUSUN OLEH:

AANG SETIAWAN

211 05 017

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWALUS SYAKHSIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2012

Page 2: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

KEMENTERIAN AGAMA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH Jl. Tentara Pelajar 02 Telp (0298) 323706 Fax (0298) 323433

Kode Pos 50721

Wesite: www.stainsalatiga.ac.id Email:

[email protected]

NOTA PEMBIMBING

Lampiran : 3 eksemplar

Hal : Naskah Skripsi Saudara Aang Setiawan

Kepada

Yth. Ketua STAIN Salatiga

Di Salatiga

Assalamu‟alaikum Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan, maka bersama ini kami

kirimkan naskah skripsi Saudara:

Nama : Aang Setiawan

NIM : 21105017

Jurusan : Syari‟ah

Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyah

Judul : KETIDAKMAMPUAN SUAMI MEMBERI NAFKAH

DALAM KASUS PECERAIAN (STUDI ANALISIS

TERHADAP KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA

SALATIGA NOMOR : 006/PDT.G2011/PA.SAL )

Dengan ini mohon agar skripsi saudara tersebut di atas segera dimunaqosyahkan.

Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu‟alikum Wr. Wb.

Salatiga, 14 September 2012

Pebimbing

Drs. Mubasirun, M.Ag

Nip: 195902021990031001

Page 3: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

SKRIPSI

KETIDAKMAMPUAN SUAMI MEMBERI NAFKAH DALAM KASUS

PECERAIAN

(STUDI ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA

SALATIGA NOMOR : 006/PDT.G2011/PA.SAL )

DISUSUN OLEH

Aang Setiawan

NIM: 21105017

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Syari‟ah

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal

September 2011 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar

sarjana SI Hukum Islam.

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Prof.Dr.Muh.Zhri.M.A __________________

Sekretaris Penguji : Ilya Muhsin.M.Si __________________

Penguji I : Beny Ridwan.M.Hum __________________

Penguji II : Luthfiana Zahriani.M.H __________________

Penguji III : Drs. Mubasirun.M.Ag __________________

Salatiga, 2 Oktober 2012

Ketua STAIN Salatiga

Dr. Imam Sutomo, M. Ag

NIP. 19580827 198303 1002

Page 4: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Aang Setiawan

NIM : 211 05 017

Jurusan : Syari’ah

Program Studi : Ahwal Al Syakhsiyyah

Judul skripsi : KETIDAKMAMPUAN SUAMI MEMBERI

NAFKAH DALAM KASUS PECERAIAN

(STUDI ANALISIS TERHADAP

KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA

SALATIGA NOMOR :

006/PDT.G2011/PA.SAL )

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Salatiga, 2 Oktober 2012

AANG SETIAWAN

Page 5: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

MOTTO

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah

diusahakannya,

Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya)

Kemudian akan diberi Balasan kepadanya dengan Balasan yang paling sempurna,

Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu),

Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis,

Dan bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan,

( QS. AN NAJM 39-44)

Page 6: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga
Page 7: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

1. Ayahnda RS. Sagimin tercinta yang selalu memberikan dorongan spiritual

dan moril dalam setiap hal.

2. Ibunda Dewi dan Adik Lion Hariyadi tercinta yang selalu medo‟akan dan

senantisa sabar menunggu keberhasilan dalam studi ini.

3. Dosen pembimbingku Drs. Mubasirun, M.Ag

4. Teman-temanku : Mustopa Lutfi, Agung Nugroho,Abdul Latif, Presiden

dema mahfud asyari, Dll yang telah memberi motifasi dan dorongan demi

terselesainya penulisan skripsi.

5. Segenap teman-temanku hmj tarbiyah dan hmj syari‟ah yang telah

memberikan perhatian dan dorongan demi terselesainya penulisan ini.

6. Segenap teman-temanku syari‟ah angkatan 2005.

7. Segenap teman-teman seperjuanganku yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu.

8. Para pembaca yang budiman.

Page 8: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

KATA PENGANTAR

Assalamu„alaikum wr.wb

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan taufik dan

hidayahnya kepada hamba-hambanya. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia

menuju jalan keilmuan dan keridhoan. Alhamdulilah, dengan rasa syukur skripsi

yang berjudul “ KETIDAKMAMPUAN SUAMI MEMBERI NAFKAH DALAM

KASUS PERCERAIAN ( STUDI ANALISA TERHADAP KEPUTUSAN

PENGADILAN AGAMA SALATIGA NOMOR : 006/PDT.G2011/P.SAL)“ telah

selesai. Skripsi ini dipenuhi untuk memenuhi kewajiban dan melengkapi syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I) dalam Ahwalus

Syakhisiyah ( AHS) STAIN Salatiga.

Penulis menyadari bahwa hingga selesainya penyususnan skripsi ini, tidak

terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis sangat berterima

kasih kepada :

1. Yth. Ketua STAIN Salatiga, DR. Imam Sutomo,M.ag

2. Yth. Ketua jurusan Syari‟ah STAIN Salatiga,

3. Yth. Ketua Program Studi AHS Salatiga, IIyya Muhsin, S.H.I., M.Si

4. Yth. Pebimbing Skripsi, Drs. Mubasirun, M.Ag selaku dosen pebimbing

yang telah berkenan memberikan waktunya untuk membimbing dan

mengarahkan penulis dalam penyusunan Skripsi ini dengan penuh

kesabaran dan keikhlasannya.

Page 9: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

5. Segenap Dosen STAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu dan

motivasi.

6. Bapak dan Ibu penulis tercinta, yang telah memberikan dorongan

moril,materiil, maupun spiritual.

7. Bapak/ibu karyawan Pengadilan Agama Salatiga yang telah memberikan

ijin untuk melakukan penelitian kasus perceraian di Pengadilan Agama

Salatiga.

8. Karyawan, karyawati Pengadilan Agama Salatiga yang telah membantu

peneliti dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

9. Kepada teman-teman yang telah memberi mendorongan dan motivasi

kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini telah dilakukan dengan seluruh daya dan upaya

seoptimal mungkin. Namun demikian, penulis menyadari sangat dimungkinkan

terjadinya kesalahan dan kekeliruan dalam beberapa isi, diluar sepengetahuan dan

kemampuan penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

Wassalamu‟alaikum Wr.Wb

Peneliti

AANG SETIAWAN

Nim. 2110501

Page 10: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

ABSTRAK

Aang Setiawan. 2012 Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah Dalam Kasus

Peceraian (Studi Analisis Terhadap Keputusan Pengadilan Agama Salatiga

Nomor : 006/PDT.G2011/PA.SAL ) Skripsi Jurusan Syariah. Program

Studi Al Ahwal Al Syakhsiyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

Salatiga. Pembimbing: Drs. Mubasirun M.Ag.

Kata Kunci: Ketidakmampuan, Suami, Nafkah, Perceraian

Perkawinan merupakan idaman setiap manusia yang di lahirkan

dimuka bumi untuk melangsungkan keturunan mereka. Di era globalisasi seperti

sekarang ini banyak sekali permasalahan-permasalahan yang terjadi di Pengadilan

Agama salatiga pada umumnya masalah perceraian yang di akibatkan ketidak

mampuan suami menafkahi istri. Oleh karena itu, penulis mencoba mengangkat “

Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah dalam Kasus Perceraian ( studi analisis

terhadap putusan Pengadilan Agama Salatiga) nomor : 006/PDT.G2011/ PA.SAL

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif jenis pustka. Data

yang diperoleh berupa hasil penemuan dokumentasi melalui data pustaka yang

dilakukan dengan jenis analisis dengan pola dekduktif yakni prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari apa yang diamati.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan perceraian disebabkan

percekcokan atas dasar suami tidak menafkahi dapat dipakai untuk mengajukan

permohonan bercerai di Pengadilan Agama. Ketentuan dalam Pasal 116 huruf h

Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa suami telah melanggar shigot taklik

talak yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga. Dalam

pertimbangan hukumnya hakim akan menilai apakah perkawinan telah menjadi

retak berdasarkan bukti-bukti, saksi-saksi serta keyakinan hakim mengenai

keadaan perkawinan tersebut. Perceraian membawa akibat terhadap pemeliharaan

anak dan pembagian harta dalam perkawinan, yang dapat diselesaikan/diputuskan

bersama-sama dengan putusan perceraian.

Dengan demikian, studi analisis terhadap keputusan pengadilan agama salatiga

nomor: 006/PDT.G.2011/PA.SAL tentang ketidakmampuan suami memberi

nafkah dalam kasus peceraian. Peran Pengadilan Agama Salatiga dalam

memutuskan perkara dalam kasus yang terjadi di Pengadilan Agama Salatiga.

Diantanya : peceraian, wakaf, pembagian harta gono gini dan perwalian nikah

bagi anak yang masih di bawah umur. Di sini Pengadilan Agama berperan sangat

penting dalam menyelesaikan perkara yang ada masuk di Pengedilan Agama.

Pengadilan agama salatiga selalu mengedepankan kode etit kehakiman:

Berperilaku adil, Berperilaku jujur dan mendengarkan kedua belah pihak,

Menunjukkan sikap yang arif dan bijaksana, Bersikap mandiri, Mempertahankan

dan menunjukkan integritas yang tinggi, Bertanggung jawab, Menjunjung tinggi

harga diri, Berdisiplin tinggi, Berprilaku rendah hati, Bersikap professional.

Page 11: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………….…………….. i

PERSETUJUAN PEBIMBING…………………………………………….…… ii

HALAM PENGERSAHAN…………………………………….……………….iii

HALAMAN PENYATAAN KEASLIAN TULISAN…………………………..iv

MOTTO……………………………………………...……………………………v

PERSEMBAHAN………………………………….……………………….……vi

KATA PENGANTAR…………………………………………………..………vii

ABSTRAK………………………………………………………………...……..ix

DAFTAR ISI…………………………………………………………………...…x

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG…………………………………………………….1

B. RUMUSAN MASALAH…….……………………………………………9

C. TUJUAN PENELITIAN…………………………………………………10

D. KEGUNAAN PENELITIAN…….………………………………………10

E. DEFINISI OPERASIONAL……………………………………………..11

F. METODE PENELITIAN…...……………………………………………12

G. SISTEMATIKA PENULISANSAN…………….……………………….13

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG NAFKAH

1. PENGERTIAN NFKAH……………………………………………..16

2. DASAR HUKUM NAFKAH……………………………………..…18

3. SEBAB-SEBAB NAFKAH…………………………………….……20

Page 12: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

4. SYARAT DAN RUKUN NAFKAH………………………………...27

B. TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN

1. PENGERTIAN PERCERAIAN…………………………………..….30

2. MACAM-MACAM PERCERAIAN……………………………..….30

3. HAK KHIYAR SUAMI ISTRI DALAM PERNIKAHAN………….33

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA SALATIGA

A. SKILAS TENTANG PENGADILAN AGAMA SALATIGA

1. PETA WILAYAH PENGADILAN AGAMA SALATIGA………....34

2. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN PENGADILAN AGAMA

SALATIGA…………………………………………………………..35

3. SEJARAH PEMBENTUKAN PENGADILAN AGAMA

SALATIGA…………………………………………………………..35

4. KETERANGAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA……...……42

B. PERKARA PELANGGARAN PERKARA CERAI GUGAT

NO/PDT.G/2011/PA.SAL………………………………………………..43

C. PERTIMBANGAN DAN DASAR PUTUSAN HAKIM MENGENAI

PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA

SALATIGA……………………………………………………..………..54

BAB IV ANALISA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA YANG

BERISI TENTANG PERKARA CERAI GUGAT NOMOR :

006/PDT.G/2011/PA.SAL

A. ANALISA HAKIM TERHADAP PUTUSAN PERKARA CERAI

GIGAT DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA……….………..….57

Page 13: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

1. DALAM PUTUSAN NOMOR 006/PDT.G/2011/PA.

SAL…………………………………………………………58

B. ANALISA PERTIMBANGAN DAN DASAR PUTUSAN HAKIM

MENGENAI PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA

SALATIGA…….…………………………………………..………….…59

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN…………………………..……………………………..68

B. SARAN……………………………………..…………………………..69

C. PENUTUP……………………………………………………………..…70

Page 14: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT telah menciptakan manusia dari jenis laki-laki dan

perempuan dimuka bumi ini dengan dibekali kesempurnaan akal dan hawa

nafsu. Dia tidak mau menjadikan manusia seperti mahluk lainya yang hidup

bebas mengikuti nalurinya, sehingga tidak mengenal adanya batas-batas yang

telah digariskan ajaran agama. Oleh karena itu, demi kehormatan dan

martabat serta demi kelestarian hidup manusia, Allah telah memberi jalan

yang terbaik bagi mahluk-Nya supaya merasakan kebahagiaan, karena setiap

manusia yang berada di atas pemukaan bumi ini pada umumnya selalu

menginginkan bahagia.

Salah satu jalan untuk mencapai bahagia dan memperoleh kehormatan

ialah dengan jalan perkawinan (Rohman, 2002:152). Perkawinan adalah suatu

ikatan yang mengandung serangkaian perjanjian yang sangat kuat diantara

dua pihak, yakni suami dan istri. Al-Qur‟an bahkan menyebutnya dengan

perjanjian yang kokoh („misaqun ghaliza‟), seperti dalam firman Allah dalam

surat An-Nisa‟ ayat 21:

Artinya: ”Dan mereka telah mengambil perjanjian darimu yang kuat “

(Departemen Agama RI: 2002:21).

Page 15: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Berkaitan dengan hidup berumah tangga, setiap orang pasti

mengharapkan kehidupan yang layak membina rumah tangga bahagia, hidup

rukun dan damai, harmonis dan ideal, memikul tanggung jawab, baik untuk

mereka berdua maupun untuk keturunan mereka (Ahmad,1992:23 ).

Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-rum ayat 21 :

Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah adalah Dia

menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri agar dapat hidup

damai bersamanya dan dijadikan rasa kasih sayang diantara kamu,

Sesungguhnya yang pada demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang-

orang yang berfikir.” (Departemen Agama RI, 2002:644).

Demi keberhasilan mewujudkan tujuan di atas, sangat diperlukan

adanya kebersamaan dan sikap saling berbagi tanggung jawab antara suami

dan istri, Al-Qur‟an menganjurkan kerja sama antara mereka. Sebagaimana

firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 195:

........

Page 16: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Artinya : “ Sesunguhnya Allah tiada menyia-nyiakan amalan orang

yang beramal diantara kamu baik laki- laki atau perempuan setengah dari

kamu dari yang lain (sebangsa)” (Departemen Agama RI, 2010:110).

Nabi SAW dalam sabda-Nya juga mengatakan:

النساء شقائق الرجال

Artinya : ”Perempuan adalah saudara sekandung laki-laki” ( sunan

Abu Dawud,t.th:61).

Al-Qur‟an juga menyebutkan di dalam surat Annisa‟ ayat 34 :

Artinya: “Kaum laki-laki adalah pelindung dan pemelihara (pemimpin)

kaum perempuan karena Allah melebihkan sebagian mereka (laki-laki)

atas sebagian yang lainnya (wanita) dan karena mereka (laki-laki)

menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (Departemen Agama RI,

2002:123).

Menegaskan tentang ayat di atas, Nabi menyatakan

وهو مسؤول عن رعيته, والرجال راع فى اهله

Artinya : “Setiap laki- laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan

akan di mintai pertanggung jawabannya” (Shaheh Bukhari,t.th:304).

Page 17: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Dari ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadis Nabi di atas, jelas terlihat bahwa

tanggung jawab nafakah istri dan keluarga adalah dibebankan kepada suami.

Kewajiban suami dalam hal ini memberikan yang terbaik bagi keluarganya

sejauh yang dimiliki dan diusahakannya. Sebagaimana firman Allah dalam

surat At-Tholaq ayat 7 :

Artinya ; “Hendaklah orang-orang yang mampu memberikan

nafkah sesuai dengan kemampuannya, sedangkan yang sempit rezekinya

hendaklah memberikan dari harta yang di karuniakan Allah”

(Departemen Agama RI, 2010:123).

Pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak sekali permasalahan-

permasalahan yang timbul, umumnya pada permasalahan perkawinan. Di

Pengadilan Agama (PA) Salatiga banyak pengajuan kasus perkawinan

khususnya dalam kasus penyelesaian perceraian. Dimana norma-norma dan

kaidah-kaidah yang ada dan mengatur masalah ini sudah dikesampingkan.

Dan hukum-hukum yang mengatur hal ini, sepertinya sudah tidak diindahkan

(dipedulikan) lagi. Walaupun ini hanya terjadi di kota-kota besar khususnya

seperti yang terjadi di Bandung, Jakarta, dan daerah khusus kota Salatiga.

Pada prinsipnya perkawinan itu bertujuan untuk selama hidup dan

untuk mencapai kebahagiaan yang kekal (abadi) bagi suami istri yang

Page 18: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

bersangkutan. Sehingga Rasulullah melarang keras terjadinya perceraian

antara suami istri, baik itu dilakukan atas inisiatif pihak laki-laki (suami)

maupun pihak perempuan (istri). Karena semua bentuk perceraian itu akan

berdampak buruk bagi masing-masing pihak.

Perceraian adalah perpisahan atau perpecahan antara suami istri yang

telah diikat dalam suatu pernikahan, dikarnakan oleh suatu sebab

(gilbert,2010:45). Kedua belah pihak yang telah mengadakan perceraian,

masing-masing masih mempunyai hak dan kewajiban antara keduanya.

Bila suami melalaikan kewajibannya maka akan timbul berbagai

permasalahan, misalnya si anak putus sekolahnya, sehingga anak tersebut

menjadi terlantar atau bahkan menjadi gelandangan. Sedangkan mantan

istrinya sendiri tidak menutup kemungkinan akan terjerumus ke lembah

hitam.

Bila suami melalaikan kewajiban ini, maka istri dapat mengajukan

gugatannya ke Pengadilan Agama. Gugatan tersebut dapat diajukan sewaktu

istri mengajukan berkas gugatan atau dapat pula gugatan tersebut diajukan di

kemudian. Akan tetapi ada pula kewajiban tersebut tidak dapat dibebankan

kepada mantan suami, misalnya pada waktu terjadi perceraian tersebut

disebabkan istri murtad atau sebab-sebab lainnya yang menjadi sebab suami

tidak wajib menunaikan hak istri dan bila telah ada kemufakatan bersama atas

putusan Pengadilan Agama tentang nafkah anak tersebut, maka dapat pula

nafkah si anak ditanggung bersama antara keduanya (suami-istri).

Page 19: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Pengadilan Agama adalah lembaga yang berwenang dalam

menyelesaikan masalah perceraian. Namun untuk menyelesaikan masalah-

masalah tersebut di atas para pencari keadilan yang selalu agresif mengajukan

permasalahannya ke Pengadilan Agama. Bila tidak mendapatkan kejelasan

dan kepastian hukum sudah barang tentu pengajuan perkara haruslah sesuai

dengan prosedur yang telah ditentukan oleh undang-undang.

Seperti telah ditegaskan di atas, bahwa suami yang kewajiban

memberi nafkah itu ada yang mampu karena memang orang kaya, dan ada

Pula yang tidak mampu, maupun karena memang benar-benar orang miskin.

Dalam keadaan yang kedua ini, kemungkinan besar suami tidak memberikan

nafkah sama sekali sebagai suatu kewajiban yang harus diberikan kepada

istrinya. (Rafiq,2000:186-187).

Masalah atau persoalan putusnya perkawinan atau perceraian serta

akibat-akibatnya, diatur dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 41 undang-

undang perkawinan. Namun, tata cara perceraian diatur dalam Pasal 14

sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan

teknisnya diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975.

Selain rumusan hukum dalam Undang-Undang Perceraian tersebut,

Pasal 113 sampai dengan pasal 162 KHI merumuskan garis hukum yang lebih

rinci mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian,tata cara, dan akibat

hukumnya. Sebagai contah Pasal 113 KHI sama dengan Pasal 38 Undang-

Undang Perceraian. Pasal 114 mengenai putusnya perkawinan yang

disebabkan oleh perceraian dapat terjadi talak atau berdasarkan gugatan

Page 20: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

perceraian. Pasal 115 KHI mempertegas bunyi Pasal 39 Undang-Undang

Perceraian yang sesuai dengan konsern KHI, yaitu orang Ilsam : perceraian

hanya dapat dilakukan didepan Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama

tesebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Lain

halnya dengan alasan-alasan terjadinya perceraian yang penjelasannya dimuat

dalam Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 KHI :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-

turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

diluar kemampuannya‟

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjelankan kewajibannya sebagai suami/istri;

f. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Dalam

KHI terdapat tambahan mengenai alasan terjadinya perceraian yang

berlaku khusus kepada suami istri (pasangan perkawinan) yang memeluk

Agama Islam, yaitu:

Suami melanggar taklik talak;

Page 21: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

g. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak

rukunan dalam rumah tangga. (Zainuddin Ali:1999:73).

Sepertihalnya putusan perkara yang ada di Pengadilan Agama Salatiga

tentang perceraian antara suami istri warga gandingrejo No 253 RT 03/02

kelurahan Gendongan, kecamatan Tingkir, kota Salatiga. Bahwa penggugat

dan tergugat sering terjadi percecokkan yang mana tergugat tidak pernah

menafkahi kepada penggugat karena tergugat tidak bekerja dan untuk

memenuhi kebutuhan rumah tangga masih di tanggung sepenuhnya oleh

orang tua penggugat. Sedangkan di dalam Al-qur‟an surat al-baqarah ayat 233

sudah dijelaskan tentang tanggung jawab sebagai suami :

Artinya : kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada

Para ibu dengan cara ma'ruf. (Departemen Agama RI, 2002:35).

Dan tergugat sering melakukan tindakkan kekerasan terhadap

penggugat bahkan tergugat pergi tanpa seijin penggugat selama 1 tahun 4

bulan lamanya, tergugat tidak pernah pulang, tidak pernah mengirim kabar

kepada penggugat.

Jika dengan sengaja menelantarkan dan menzdahalimi istri dan

anaknya dengan tidak memberikan nafkah. Maka itu adalah kesalahan dan dia

berdosa karena telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami dan

ayah bagi anak-anaknya. Istri dapat menuntut hak-haknya. Jika nafkah

tersebut tidak dapat dipenuhi dan diberikan oleh suami maka istripun dapat

Page 22: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

menuntutnya dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama. Gugatan ini

dapat berakibat kepada perceraian. Yang disebut dengan tafriq qadha‟I (

peceraian melalui Pengadilan Agama). Sebagaimana tertuang dalam shiqhat

ta‟liq yang di ikrarkan oleh suami saat setelah akad nikah berlangsung.

Diantara poin-poinnya adalah sebagai berikut :

a. Meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut.

b. Atau tidak memberi nafkah wajib kepadanya selama tiga bulan lamanya.

c. Atau menyakiti badan/jasmani istri.

d. Atau membiarkan ( tidak memedulikan ) istri selama enam bulan.

Jika suami melakukan salah satu dari ke-empat poin tersebut dan istri

tidak ridha, maka istri dapat mengadukannya kepada Pengadilan Agama atau

petugas yang diberikan hak mengurus pengaduan itu. Pengaduan bisa

dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut dan istri

membayar uang ganti atau „iwadh kepada suami. Jika proses ini berjalan

dengan baik maka jatuh tak satupun kepadanya. Dalam masalah Nanda ini

belum jatuh talak. Karena yang memutuskannya adalah Pengadilan Agama

setelah melakukan proses persidangan. Jadi, sebaiknya Nanda

menyelesaikannya melalui Pengadilan Agama yang memang berhak

memperkarakannya sesuai pengaduan istri (www.ummi-online.com ).

Dari latar belakang masalah tesebut, maka penulis tertarik untuk

mengangkatnya ketidakmampuan suami memberi nafkah kepada istri, sebagai

alasan perceraian dalam sebuah kajian ilmiah dengan judul

“KETIDAKMAMPUAN SUAMI MEMBERI NAFKAH DALAM KASUS

Page 23: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

PECERAIAN (STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

AGAMA SALATIGA NOMOR : 006/PDT.G2011/PA.SAL ) “

B. Rumusan Masalah

Agar lebih praktis dan operasional, maka peneltian ini dapat di

rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana alasan ketidakmampuan suami memberi nafkah kepada

istri dalam kasus perceraian ?

2. Apa dasar diputuskannya gugat cerai ketidakmampuan suami

memberi nafkah istri ?

3. Bagaimana pandangan KHI tentang gugat cerai karena

ketidakmampuan suami memberi nafkah kepada istri ?

C. Tujuan penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian

ini, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana ketidakamampuan suami memberi

nafkah kepada istri, sebagai alasan perceraian.

2. Untuk mengetahui dasar diputuskannya gugat cerai

ketidakmampuan suami memberi nafkah istri.

3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan KHI tentang gugat carai

karena ketidakmampuan suami membari nafkah kepada istri.

D. Kegunaan penelitian

Page 24: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Manfaat peneliti dapat dirumuskan secara teoritis dan praktis. Secara

teoritis berhubungan dengan metodologi dan secara praktis berhubungan

dengan dampak hasil penelitian bagi user ( Endra, 2006 : 106 ).

1. Penelitian ini di harapkan dapat berguna bagi penulis untuk menabah

wawasan di bidang hukum, khususnya upaya perlindungan hukum

terhadap anak akibat perceraian di Pengadilan Agama Salatiga.

2. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana

sastra 1 (S1) di bidang Hukum Islam ( syari‟ah).

E. Definisi operasional

1. Ketidakmampuan Suami

Tidak adalah partikel untuk menyatakan pengingkaran, penolakan,

penyangkalan, dsb; tiada: tempat kerjanya jauh dari rumahnya; apa yang

dikatakannya itu benar (kamusbahasaindonesia. org). Mampu adalah kuasa

(bisa, sanggup) melakukan sesuatu; dapat: ia tidak-membayar biaya

pengobatan anaknya; kakeknya tidak-berdiri lagi karena sangat tua

(kamusbahasaindonesia. org). Ketidakmampuan adalah suatu kelemahan

dalam system manajemen yang bisanya terjadi akibat tidak ada pembatasan

antara hubungan pribadi dan hubungan professional. (design,1992 : 84).

Suami adalah pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang

wanita (istri) (kamusbahasaindonesia. org). Suami adalah pembimbing

terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan

Page 25: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami-istri secara

bersama (Abdullah,1994:101).

Maksud dari ketidakmampuan suami dalam penelitian ini adalah

ketidakmampuan suami dalam memenuhi kebutuhan istrinya baik berupa

materiel maupun non materiel.

2. Nafkah Istri

Nafkah adalah belanja untuk hidup; (uang) pendapatan: suami

wajib memberi -kepada istrinya. (kamusbahasaindonesia. org). nafkah adalah

semua kebutuhan dan keperluan yang berlaku menurut keadaan dan tempat,

seperti pakaian, makanan dan sebagainya. Banyaknya nafkah yang diwajibkan

adalah sekadar mencukupi keperluan dan kebutuhan serta mengingat keadaan

dan kemampuan yang berkewajiban menurut kebiasaan masing-masing tempat

(http://masdodod.wordpress.com).

Istri adalah wanita (perempuan) yang telah menikah atau yang

bersuami ; (kamusbahasa indonesia. org). Istri adalah salah seorang pelaku

pernikahan yang berjenis kelamin wanita. Seorang wanita biasanya menikah

dengan seorang pria dalam suatu upacara pernikahan sebelum diresmikan

statusnya sebagai seorang istri dan pasangannya sebagai seorang suami

(http://id.wikipedia).

Maksud dari nafkah istri dalam penelitian ini adalah memenuhi

kebutuhan sehari-hari seorang istri oleh seorang suami.

Page 26: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

F. Metode penelitian

1. Pendakatan dan jenis peneltian yuridis normatif

Penelitian yang penulis lakukan di Pengadilan Agama Salatiga

menggunakan metode analisis dengan pola pikir deduktif. yakni presedur

peneltian yang mengahasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari

apa yang di amati. Adapun yang dibahas dalam penelitian ini tidak

berkenaan dengan angka-angka, tetapi mendeskripsikan, dan menguraikan

putusan Pengadilan Salatiga dalam memutuskan tentang perkara cerai gugat.

2. Sumber Data

Dari data yang digali secara global, maka sumber datanya adalah;

a. Sumber primer, yang terdiri dari;.

1) Al -Qur‟an dan terjemahan tahun 2002.

2) Undang-undang Perkawinan Di Indonesia No 1 tahun 1974.

3) Kompilasi Hukum Islam tahun 1994.

4) Keputusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor: 006/PDT.G2011/

PA.SAL

b. Sumber Sekunder

Yaitu sumber data yang mendukung atau menunjang dengan

penulisan skripsi ini berupa buku-buku dan bacaan-bacaan.

3. Teknik penggalian data ( dokumen )

Page 27: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal yang variable

yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,prasasti, notulen

rapat, agenda dan sebagainya (Suharsimi, 1988: 236). Dokumentasi yang

dimaksud adalah mengambil sejumlah data berupa berkas gugat cerai di

Pengadilan Agama Salatiga.

4. Metode analisis data

Analisa data yaitu analisis pada tehnik pengelolaan datanya dan

melakukan uraian dan penafsiran pada suatu dokumen ( Hasan, 2004:30).

Analisis yang di maksud disini adalah menganalisis informasi yang

menitik beratkan pada penelitian dokumen, menganalisis peraturan dan

putusan-putusan hakim. Dalam penelitian ini penulis menggunakan

pendekatan :

a. Pendekatan Analisis ( Analicical Appoach) yaitu mengetahui makna yang

terkadang oleh istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-

undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam

praktek dan putusan-putusan hukum ( Ibrahim, 2006:310).

b. Pendekatan Kasus yaitu mempelajari pendekatan norma-norma atau

kaidah hukum yang di lakukan dalam praktek hukum (Ibid, hlm:321).

Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus yang dapat dilihat

dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus

penelitian.

Page 28: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

G. Sitematis penulisan

Penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi 5 bab, yaitu sebagai berikut;

BAB PERTAMA : PENDAHULUAN, yaitu gambaran umum yang memuat

pola dasar bagi kerangka pembahasan skripsi yang di dalamnya terdiri atas;

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, definisi operasional, metodologi penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB KEDUA : Landasan Teori yang berisi tentang tinjauan umum undang-

undang perkawinan dan kompilasi hukum islam tentang perkawinan, dan

kedudukkan suami sebagai kepala keluarga.

BAB KETIGA : Gambaran umum tentang Pengadilan Agama Salatiga berisi

tentang putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor

0006/PDT.G/2011/PA.SAL.

BAB KEEMPAT : Menganalisis putusan Pengadilan Agama Salatiga yang

berisi tentang perkara cerai gugat Nomor 0006/PDT.G/2011/PA.SAL.

BAB KELIMA : KESIMPULAN; yaitu bab terakhir yang memuat

kesimpulan dan saran.

Page 29: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Nafkah

1. Pengertian Nafkah

Menurut bahasa nafakah berasal dari kata nafaka ( فك ن - ي

فك :artinya nafkah barang yang di belanjakan (Abdul bin Nuh,1983 ( ن

254). Sedangkan menurut istilah nafkah adalah sejumlah uang atau barang

yang di berikan oleh seseorang untuk keperluan hidup orang lain, seperti

isrti, anak, orangtua, keluarga, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud

disini adalah pemberian nafkah untuk istri, demi memenuhi keperluannya

berupa makanan, pakaian, perumahan (termasuk perabotnya), pembantu

rumah tangga dan sebagainya, sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan

yang berlaku pada masyarat sekitar pada umumnya (Quraish

shihab,2008:136).

Abdurrahman Al-Jaziri mengatakan bahwa pengertian nafkah

adalah mengeluarkannya seseorang ongkos terhadap orang yang wajib

dinafkahinya dari roti, lauk-pauk, pakaian, tempat tinggal dan apa yang

mengikutinya dari harga air, lampu, minyak dan sebagainya (Abdurrahman

Al- Jaziri,t.th: 483).

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang

disebut dengan nafkah adalah semua biaya perbelanjaan atau pengeluaran

seseorang untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan pokok yang

Page 30: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

dibutuhkan. Adapun kebutuhan pokok yang dimaksud di atas pada

dasarnya dapat digolongkan dalam tiga macam, yaitu:

a. Kebutuhan pangan

Kebutuhan pangan (makanan) karena dengan pangan seseorang

menjadi sehat dan kuat badannya sehingga mampu untuk mengerjakan

sesuatu. Karena pada kenyataannya orang yang kurang atau tidak

makan sama sekali, maka orang tersebut akan merasa lemas sehingga

menjadikannya malas untuk melakukan sesuatu.

b. Kebutuhan sandang

Selain pangan, sandang atau pakaian juga merupakan unsur penting

dalam hidup. Selain sebagai pelindung tubuh dari sengatan matahari

maupun pelindung tubuh dari cuaca dingin (hujan), pakaian

merupakan cermin dari peradaban manusia.

c. Kebutuhan papan

Yang tak kalah pentingnya dari kedua kebutuhan tersebut adalah

tempat tinggal sehabis bekerja seseorang membutuhkan tempat untuk

beristirahat yang nyaman dan damai, agar pikiran dan badan yang

lelah dan capek menjadi segar kembali (Abidin,t.th 278).

Memang tidak diragukan lagi bahwasannya masalah nafkah adalah

masalah yang sangat pokok dalam kehidupan ini. Tanpa adanya nafkah

(pangan), maka tidak akan ada kehidupan. Dengan adanya pangan yang

cukup, maka akan tercipta suatu kebahagiaan, tetapi sebaliknya

kekurangan pangan akan menyebabkan terjadinya bermacam-macam

Page 31: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

kerusakan sehingga dampak dari adanya tindak kejahatan seperti

pencurian, perampokan, penodongan bahkan tidak jarang sampai terjadi

pembentukan yang sangat keji dan tak berprikemanusiaan. Bahkan bila

dihubungkan dengan ibadahpun, masalah nafkah besar sekali

pengaruhnya.

Dengan nafkah yang cukup, seseorang akan lebih tenang

menjalankan ibadahnya. Misalnya dengan makan yang cukup, badan akan

menjadi segar, sehat dan membuat lebih khusyu‟ dalam menjalankan

ibadah baik itu shalat, puasa, haji dan sebagainya. Dari sini terlihat betapa

pentingnya nafkah, karena nafkah merupakan suatu urat nadi kehidupan di

dunia untuk menuju kehidupan kekal di akhirat nanti.

2. Dasar Hukum Nafkah

Islam sebagai agama samawi, memiliki kitab suci Al-Qur'an

sebagai sumber utama. Al-Qur'an mengandung berbagai ajaran dan

sebagai suatu sistem hukum yang berdasarkan wahyu. Hukum Islam

memiliki tujuan mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan

kebahagiaan di akhirat. Perwujudan Islam sebagai agama samawi memiliki

kitab suci Al-Qur'an, sebagai sumber utama. Tujuan itu amat ditentukan

oleh harmonisasi hubungan antara manusia baik secara individu maupun

kolektif, serta hubungan manusia dengan alam sekitarnya.

Dalam rangka mewujudkan keharmonisan hubungan-hubungan

diatas, Allah memberikan tuntunan berupa aturan-aturan hukum

diantaranya adalah aturan hukum tentang hak dan kewajiban atas

Page 32: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

pemberian dan penerimaan nafkah. Bahwa yang menyebabkan diwajibkan

nafkah yaitu ada 3 hal, yaitu:

a. Karena kerabat.

b. Karena milik.

c. Karena istri.

Dari ketiga alasan tersebut kita dapat menemukan dasar hukum dari

nafkah. Dalam hal hubungan karena kekerabatan dan berbuat baik kepada

Ibu Bapak adalah dengan memberi nafkah kepadanya. Dalam hal

hubungan karena kekerabatan sesuai dengan firman Allah dalam surat al-

isra‟ ayat 22 yang berbunyi :

Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan

menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu

bapakmu dengan sebaik-baiknya (Departemen agama RI,

2002:422).

Selain ayat tersebut Allah juga berfirman dalam Surat Al-Isra‟ ayat

26:

Page 33: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Artinya: Dan berikanlah kepada keluargamu yang dekat akan

haknya kepada orang-orang yang miskin dan yang dalam

perjalanan dan janganlah menghambur-hamburkan harta secara

boros (Departemen Agama RI, 2002:428).

Dari dalil tersebut diwujudkan kewajiban orang tua untuk memberi

nafkah kepada anak, begitu juga sebaliknya dan kepada kerabat-kerabat

dekat yang lain. Kemudian dalam hubungan karena sebagai istri

(perkawinan) yaitu suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya sesuai

dengan firman Allah SWT dalam surat at-thalaq ayat 36:

Atinya : Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu

bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu

menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka

(Departemen Agama RI,2002: 627).

Demikian syariat Islam dengan jelas menerangkan tentang dasar

wajib nafkah sebagai undang-undang dan pedoman bagi umat manusia

yang harus ditaati dan dijalankan dengan penuh kesadaran dan keihlasan

agar dapat dicapai ketentraman dalam kehidupan sehari-hari.

3. Sebab-sebab Nafkah

Page 34: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Atas terjalinnya perkawinan maka timbullah suatu hak dan

kewajiban. Itu di didasarkan atas 3 hal yang menjadikan suatu hak dan

kewajiban diantara seseorang diantaranya adalah :

a. Karena Perkawinan

Wajib bagi seorang suami memberikan nafkah kepada istri dan

anak-anaknya sehingga terwujudlah keluarga yang sejahtera dan

bahagia. Jumlah nafkah yang harus diberikan kepada istri adalah

menurut kebutuhan yang pantas dan sesuai dengan kemampuan suami.

Nafkah yang diterima oleh seorang istri dari suaminya, adalah

tergantung dari ketaatan istri terhadap suaminya tetapi jika istri

membangkang terhadap suaminya, maka istri tidak berhak untuk

mendapatkan nafkah dari suami dan istri wajib untuk diberi pelajaran

dengan cara-cara yang islami sebagai mana yang telah diajarkan oleh

agama Islam .

b. Hubungan Kekerabatan atau keturunan

Maka wajib bagi seorang bapak atau ibu untuk memelihara

nafkah kepada anak-anaknya atau cucunya, kalau mereka tidak punya

bapak atau ibu, Syarat wajib memberikan nafkah kepada anak adalah

ketika anak masih kecil, miskin, tidak bekerja,atau sakit-sakitan atau

belum mendapatkan lapangan pekerjaan. Begitu pula sebaliknya,

wajib baginya untuk memberikan nafkah kepada kerabat karibnya.

Atau kepada orang tuanya, ketika keduanya sudah udzur (tak sanggup

bekerja lagi) atau tidak mempunyai harta.

Page 35: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

c. Karena Kepemilikan.

Hak dan kewajiban ini juga timbul dalam hal hak milik,

sebagaimana pembantu, karyawan ataupun binatang peliharaan, baik

itu binatang lembu, kerbau, kucing atau binatang lainnya. Oleh karena

itu perkawinan seorang istri terikat oleh suaminya. Ia berada di

kekuasaan suami, karena suami adalah sebagai kepala rumah tangga,

dan suami wajib memberikan nafkah kepada istri. Bahkan pada masa

iddah suami wajib memberikan nafkahnya, baik itu berupa tempat

tinggal, pakaian ataupun yang lainnya.

Hal ini didasarkan atas kaidah umum yang menyatakan bahwa

seorang yang telah menjadi milik orang lain dan diambil manfaatnya,

maka nafkahnya menjadi tanggungan orang yang menguasainya

(Muhaimin, 1993:124).

1) Hak dan kewajiban suami istri adalah

a) Suami istri harus menegakkan kewajiban yang luhur untuk

menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan

warahmah yang menjadi sendi dasar suatu perkawinan (Hadi

Mufaat,1992:23).

b) Suami istri wajib saling mencintai, menghormati, setia dan

memberikan bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

c) Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara

anak-anak mereka baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani

maupun kecerdasan dan pendidikan agamanya.

Page 36: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

d) Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

e) Suami istri harus mempunyai kediaman yang tetap.

f) Suami istri tidak boleh melalaikan kewajibannya.

2) Kedudukan suami istri

a) Suami adalah sebagai kepala rumah tangga dan istri adalah

sebagai ibu rumah tangga (Ibrahim,1982:413).

b) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan

kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan

hidup bersama dalam masyarakat.

c) Masing-masing pihak bersama berhak untuk melakukan

perbuatan hukum.

3) Kewajiban suami terhadap istri

a) Memberi Maskawin

Maskawin atau mahar merupakan hak murni seorang istri yang

diberikan dari suaminya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat

an-nisa‟ ayat 4:

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita

(yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh

kerelaan kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu

Page 37: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka

makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagaimana

makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (Departemen

Agama RI,2002:115).

Melihat dari ayat tersebut bahwa al Qur'an menerima hukum

memberikan maskawin atau mahar kepada istri yang telah

dipinangnya dan itu adalah tanggung jawab dan menjadikan

kewajiban seorang suami (Hassan Ayyub, 1994:270-271).

b) Memberi Nafkah

Al Qur'an menjelaskan dalam surat an Nisa‟ ayat 34 yaitu:

Artinya: “Kaum laki-laki dan perempuan adalah pemimpin

bagi wanita, kerena Allah Swt telah melebihkan sebagian

mereka atas bagian yang lain dan karena mereka (laki)

telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”

(Departemen Agama RI,2002:123).

Memberikan nafkah merupakan ke haruskan dalam ikatan

rumah tangga, karena akanlah tercapai kehidupan berumah tangga

jikalau terpenuhi kebutuhan lahir dan batin. Jikalau memang tidak

Page 38: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

memberikan nafkah maka istri diberi kehendak untuk menggunakan

cerai atau hak khiyar (Ibn Rosyd,t.th:38).

c) Melindungi Istrinya dan Keluarganya

Melindungi keluarganya adalah tanggung jawab seorang

suami, sebagai kepala keluarga (Ibrahim Lubis,t.th:416). Sebagai

seorang suami, berkewajiban melindungi istri dan keluarganya,

terutama dari kejelekan atau perbuatan yang maksiat atau jalan yang

dilarang oleh Allah Swt. sebagaimana Firman Allah Swt dalam surat

al-tahrim ayat 6 yang berbunyi:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman peliharalah

dirimu dari keluargamu dari api neraka” ( Departemen

Agama RI, ,2002:950).

d) Menggauli dengan baik

Setiap suami harus memperlakukan istrinya dengan lemah

lembut mengasihi dan bersabar menerima hal-hal yang menyakitkan

yang mereka lemparkan memperlakukan mereka dengan baik itu

hukumnya wajib.

Itulah diantara tanggung jawab seorang suami terhadap istrinya tetapi

masih banyak lagi mengenai tanggung jawab terhadap istri, sebagai suami

diantaranya adalah menegakkan agama, moralnya dan materialnya.

4) Kewajiban istri terhadap suami

Page 39: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

a) Harus setia dan patuh terhadap suami.

Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat an-nisa‟ ayat 34

yang berbunyi:

Artinya: Oleh karena itu perempuan yang sholehah adalah

yang patuh dengan ketulusan hati kepada Allah dan

memelihara dirinya ketika suaminya tidak ada oleh karena

Allah telah memelihara mereka (kemenag RI,1992:119).

Allah telah menggambarkan wanita yang sholehah adalah

perempuan yang patuh kepada suaminya serta menjadi wakil bagi

suaminya, maksudnya mereka memelihara kesucian dirinya dan harta

benda suaminya (Ibn Katsir,t.th:491). Tugas utama istri dengan

demikian adalah menaati suaminya dalam segala hal yang baik namun

apabila suaminya mengajak untuk melakukan hal yang bertentangan

dengan hukum dan menyebabkan murka Allah, maka tidak harus

menaatinya (Suyuti,t.th:68).

Seorang perempuan harus menjaga kepercayaan yang

dipercayakan kepadanya, mengurus rumah tangga dan melindungi

anak keturunannya, sebagaimana tanggung jawabnya, karena

semuanya akan dimintai pertanggung jawabannya. Perempuan

dimintai untuk patuh terhadap suaminya, demikian sebaliknya suami

harus patuh dan memperlakukan istrinya secara baik dan sesuai

dengan prinsip kesetaraan (Nasir, 1999:228).

Page 40: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

b) Harus memuaskan hasrat seksual suaminya

Kewajiban istri adalah wajib memenuhi tugas seksualnya

terhadap suaminya. Istri tidak berhak untuk menolak kecuali ada

alasan yang dapat diterima atau dilarang hukum.

Untuk menjalin adanya saling memenuhi hak ini antara suami

dan istri secara memuaskan dan menyenangkan, hukum Tuhan telah

memberikan banyak insentif untuk hal ini. Hikmah di balik semua ini

adalah masing-masing suami-istri harus saling menyenangkan, saling

memberi dan menerima kesenangan, kepuasan dan rasa syukur.

c) Harus selalu bersih, rapi, menarik dan tampak riang di hadapan

suami atau selalu tampil dan cantik di hadapan suami bukan di

hadapan orang lain.

Ini adalah salah satu tugas utama yang harus dipenuhi oleh

seorang istri ketika menggambarkan seorang istri yang ideal. Hal ini

supaya suaminya tidak jenuh terhadapnya. Salah satu jalan untuk

menyenangkan suaminya adalah dengan merawat wajah, tubuh, atau

seluruh badannya dan berhias.

d) Hendaklah menjalankan tugasnya mengatur rumah tangga Hukum

Islam yang bersifat toleran menetapkan suami dan istri harus

bekerja sama dalam manajemen keluarga sehari-hari, karena

suami sebagai penanggungjawab atas keluarga, maka istri

membantu menyiapkan makanan, membersihkan rumah,

Page 41: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

mengurus hal-hal yang berhubungan dengan rumah tangga dan

menjaga rumah tangganya.

Disamping itu bukan hanya itu saja tetapi juga ada hal yang

sangat penting lagi, yaitu terutama jangan membocorkan rahasia

masing-masing dan harus saling nasehat-menasehati dan mendorong

untuk berbuat baik dan mengikuti jalan Allah (Fatimah,t.th:239).

Melaksanakan dan mengatur rumah tangga itu adalah sangat penting

sebab di dalamnya tercakup mengatur segala hal yaitu mengenai

keindahan, menejemennya dan kebersihannya, sebab indah tidaknya

itu akan terlihat atas apa yang dia lakukan.

4. Syarat dan Rukun Nafkah

Kewajiban memberi nafkah merupakan salah satu perintah agama

kepada suami, namun kewajiban tersebut bisa hilang apabila tidak

terpenuhi syarat dan rukunnya. Adapun syarat wajibnya memberi nafkah

dan hak untuk menerima adalah sesuai dengan faktor penyebab adanya

nafkah, yaitu:

a. Karena adanya perkawinan syaratnya adalah:

1. Adanya akad perkawinan.

2. Istri menyerahkan diri sepenuhnya kepada suami.

3. Tidak menolak apabila diajak pindah ke tempat yang

dikehendaki suami.

Page 42: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Seorang istri selain memiliki hak untuk menerima nafkah. Juga

berkewajiban sebagaimana yang disebutkan dalam Kompilasi Hukum

Islam pasal 83 dan 84.

a. Kewajiban utama bagi seorang istri adalah terbukti lahir batin

kepada suami didalam batas-batas yang dibenarkan oleh hokum

Islam.

b. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga

sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

c.

Sedangkan pasal 84:

1) Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan

kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 pasal (1) kecuali

dengan alasan yang sah.

2) Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya

tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali

hal-hal untukkepentingan anak.

3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali

sesudah istri nusyuz.

4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus

berdasarka atas bukti yang sah.

Kewajiban nafkah suami terhadap istri itu bisa gugur atau hilang

jika istri nusyuz. Adapun berntuk-bentuk tindakan istri yang dapat

dikategorikan nusyuz antara lain: istri membangkang terhadap suami,

Page 43: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

tidak memenuhi ajukan atau perintahnya, menolak berhubungan intim

suami, istri tanpa ada alasan yang jelas dan sah atau istri meninggalkan

rumah tanpa persetujuan atau izin suami.

b. Karena adanya hubungan kerabat, syarat-syaratnya adalah:

(Mu‟amal Hamidi,1998: 177-178).

1) Adanya kekeluargaan yang menyebabkan saling mewarisi antara

yang memerlukan dan yang kaya.

2) Adanya kebutuhan (keperluan) terhadap nafkah. Jadi jika tidak

memerlukan lagi, maka tidak ada kewajiban nafkah.

3) Orang yang berkewajiban memberi nafkah adalah orang yang

mampu.

4) Adanya persamaan agama.

Adapun rukun nafkah ada 3, yaitu:

a. Adanya orang yang mengeluarkan nafkah atau pemberi nafkah

yang lazim disebut munfaq ( فك ن ( م

b. Adanya orang yang menerima nafkah atau munfaq alaih (يه ل ع

فك ن ( م

c. Adanya barang atau sesuatu yang dijadikan nafkah atau munfaq

fiih (يه فك ف ن ( م

B. Tinjauan Umum Tentang Perceraian

1. Pengertian Perceraian

Page 44: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Perceraian menurut bahasa berasal dari bahsa Arab لك yang ط

artinya cerai (Prijono,1953:172). Dengan kata lain رق yang artinya ف

pisah (Asad,1989:97). Menurut istilah dalam Kamus Bahasa Indonesia

perceraian dalam hukum Islam antara suami istri atau kehendak suami

sehingga tidak bias melanjutkan hubungan perkawinan (Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan,1990:163).

2. Macam-Macam Perceraian

Langgengnya kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan

yang diharapkan untuk selamanya hingga meninggal dunia, agar suami

istri bersama-sama mewujudkan rumah tangga sebagai tempat

berlindung, menikmati ruangan kasih sayang dan dapat memelihara anak-

anaknya hidup dalam pertumbuhan baik. Oleh karena itu ikatan antara

suami istri tersebut adalah ikatan yang suci dan kokoh, maka ikatan

tersebut tidak sepatutnya disepelekan dan diremehkan. Setiap usaha

untuk menyepelekan dan memutuskan hubungan perkawinan adalah

dibenci Tuhan karena merusak kebaikan dan kemaslahatan antara suami

istri.

Perceraian adalah pilihan hak antara suami istri yang telah

menikah, setelah tidak bisa menyatukan perbedaan yang timbul antara

keduanya. Jadi disyari‟atkannya talak dalam Islam adalah sebagai obat

dan sebagai jalan keluar bagi kesulitan yang tidak bisa dipecahkan

(Yusuf,t.th:296).

Page 45: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Disamping itu perceraian dapat dilaksanakan apabila disertai

dengan alasan-alasan yang dibenarkan oleh syariat, di antaranya adalah,

sebagai berikut :

a. Suami istri tidak dapat menjalankan fungsinya dalam hak Allah dan

hak suami istri dalam keluarga.

b. Istri tidak diberi nafkah bahkan bila suami tidak memberi nafkah

selama tiga hari berturut-turut maka hari keempatnya hakim dapat

memfasakh perkawinan atas dasar tuntutan istri.

c. Karena cacat

Yang dimaksud di sini adalah cacat jasad dan cacat rohani

yang tidak dapat dihilangkan dalam waktu relatif lama serta telah

diusahakan untuk berobat kepada dokter.

d. Perceraian karena penipuan (gharar)

Kalau seorang suami menipu calon istrinya dalam suatu

perkawinan, misalnya dengan mengatakan bahwa dirinya masih

jejaka, tetapi ternyata ia telah menduda atau masih dalam suatu

perkawinan dengan wanita lain, atau menipu dengan tidak akan

memberikan mas kawin. maka apabila telah terjadi akad nikah maka

seorang istri tersebut diberi hak memilih, apakah dia menerima

keadaan suami tersebut atau sebaliknya. Kalau istri tidak menerima

keadaan tersebut, ia boleh mengajukan gugatan perceraian kepada

hakim.

e. Perceraian dengan penganiayaan

Page 46: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Penganiayaan terhadap istri sangat dilarang dalam Islam

kecuali hanya sekedar memukul untuk memberikan pengarahan dan

pengajaran kepada istri.

Sedangkan yang dimaksud peceraian dengan penganiayaaan

adalah perceraian karena adanya aniaya dari suami, baik dengan

ucapan atau perbuatan. Jika seorang menduakan istrinya dan telah

berbuat aniaya sehingga istri tidak sanggup untuk hidup bersama

dengan suami, maka istri boleh menuntut perceraian kepada hakim

agar terhindar dari kejahatan suaminya. Apabila pengaduan istri itu

dapat dibuktikan maka hakim dapat menceraikan suami istri tersebut

setelah berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

f. Perceraian karena ghaib (suami pergi jauh)

Kalau seorang istri ditinggal pergi oleh suaminya dan ia

khawatir berbuat dosa, maka istri boleh mengajukan perceraian atau

gugatan.

g. Perceraian karena murtad

Murtad itu menyebabkan perceraian bahwa kekafiran

seseorang menyebabkan terhalangnya perkawinan dengan seseorang

muslim atau muslimah. Maka dalam hal ini dapat dibedakan menjadi

dua hal, jika yang murtad itu suami, maka istri boleh menuntut cerai

kepada hakim, akan tetapi jika yang murtad itu isterinya adalah

menasehatinya. Jika tetap tidak mau maka suami boleh

menceraikannya. Jika keduanya itu asalnya kafir, maka dilihat siapa

Page 47: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

yang masuk Islam terlebih dahulu. pertama suaminya, maka suami

mengajak isterinya agar masuk Islam. Tetapi jika isteri dahulu yang

masuk Islam, sedangkan suaminya tidak, maka isteri berhak

menuntut cerai kepada hakim (Mufa‟at,1992:206). Disebabkan

karena riddah (murtad) maka hubungan pernikahan menyebabkan

putus.

3. Hak Khiyar Suami Istri Dalam Pernikahan

Hak khiyar adalah hak untuk memilih dalam perkawinan, apakah

ingin tetap kepada suami atau istri atau ingin meminta cerai kepada

suaminya atau istrinya.

Ini diharuskan untuk menggunakan hak khiyar, apabila ada salah

satunya atau dari pihak suami atau istri tidak bisa melaksanakan

tanggung jawab atau kewajibannya. Menurut Ibn Rusyd perkara-perkara

yang dapat mengakibatkan hak khiyar itu ada 4 macam yaitu :

a. Karena ada „aib

b. Suami tidak memberi mahar dan nafkah

c. Meninggalkan tempat tidur atau bersama (mafqud)

d. Kemerdekaan bagi hamba perempuan yang kawin.

Page 48: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

BAB IV

ANALISA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA

YANG BERISI TENTANG PERKARA CERAI GUGAT

NOMOR 0006/PDT.G/2011/PA.SAL.

A. Analisa Putusan Hakim Terhadap Perkara Cerai Gugat di Pengadilan

Agama salatiga.

Perceraian sering dianggap suatu peristiwa tersediri dan menegangkan

dalam keluarga.Tetapi peristiwa ini sudah menjadi bagian kehidupan dalam

masyrakat.Kita boleh mengatakan bahwa inin bagian masalah yang perlu

direnungkan bagaimana akibat dan pengaruhnya dalam keluarga setelah

terjadinya perceraian.

Dalam sebuah keluarga yang semula memiliki cita-cita bersama untuk

mencipatkan keluarga yang bahagia dan sejahtera akan hancur apabila suami

istri didalam mengarungi kehidupan rumah tangga tidak dapat berjalan

dengan baik sebagaimana yang di cita-citakan. Dan mereka akan menganggap

bahwa bahwa sudah tidak ada gunanya lagi mereka untuk hidup bersama.

Untuk itulah mereka memilih jalan perceraian untuk mengakhiri

pernikahannya yang semua itu di timbulkan oleh dari beberapa masalah

diantaranya karena adanya perselingkuhan, percekcokan yang tidak pernah

berakhir, serta kurang bahkan tidak adanya rasa tanggung jawab seorang

suami kepada istrinya yang pada akhirnya timbul adanya gugatan perceraian

oleh istri.

Page 49: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

1. Dalam Putusan Nomor 0006/PDT.G/2011/PA.SAL

Pengadilan Agama Salatiga telah memeriksa dan memutuskan

perkara gugatan perceraian yang diajukan oleh SR sebagaimana

putusnya yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, maka penulis

dapat memberikan suatu analisa bahwa penggugat mengajukan gugatan

perkaranya karena :

a. Tergugat tidak bekerja sejak awal pernikahan.

b. Tergugat sering marah-marah jika Penggugat tidak memberi uang

dan Tergugat sering menganiaya badan Pengggugat.

c. Tergugat tidak pernah memberi nafkah kepada penggugat sejak

awal pernikahan.

d. Tergugat pergi tanpa ijin Penggugat.

e. Antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada komunikasi lagi.

f. Antara Penggugat dan Tergugat sudah pisah rumah selama 1 tahun

4 bulan dan selama pisah tersebut Tergugat tidak pernah pulang,

tidak pernah mengirim kabar, dan tidak pernah member nafkah

kepada Penggugat.

Atas perlakuan yang telah dilakukan tergugat tersebut diatas,

yaitu merupakan pelanggaran terhadap sighat taklik yang

mengakibatkan Penggugat mengajukan ke Pengadilan Agama Salatiga

untuk memperoleh kepastian hukum.

Gugatan Penggugat dianggap telah memenuhi pasal 39 UU No.1

Tahun 1974 huruf, pasal PP. No 9 tahun 1975 huruf f serta pasal 116

Page 50: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

huruf dan g, yang menyebutkan bahwa perceraian dapat terjadi dengan

alasan-alasan sebagai berikut :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau memjadi pemabuk, pemadat,

penjudi, dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-

turut tanpan izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena

hal lain di luar kemampuannya.

c. Salah satu pihak memdapat hukuman selama 5 tahun atau lebih

berat setelah perkawinannya berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat

yang membahayakan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat

tidak dapat menjalankan kewajiban suami istri.

f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan untuk rukun lagi dalam rumah

tangga.

Adapun huruf g Kompilasi hukum Islam berbunyi :

g. Suami melanggar taklik talak.

Page 51: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

B. Analisa Pertimbangan dan Dasar Putusan Hakim Mengenai Perkara

Cerai Gugat diPengadilan Agama Salatiga.

Para ahli filsafat hukum memang berbeda pendapat mengenai apakah

hakim punya peran untuk menemukan hukum, yang kadang kala atau selalu

bearti menyimpang dari undang-undang.

Menurut aliran klasik sebagaimana dianut oleh Emamanuel kant,

undang-undang adalah salah satunya sumber dari hukum positif(

Sudikno,1996:39-41).Artinya bahwa hakim hanya penyambung lidah atau

corong dari undang-undang itu sendiri, dan oleh karena itu hakim tidak boleh

menambah atau mengurangi kekuatan undang-undang. Akan tetapi menurut

penulis didalam memutuskan suatu perkara hakim pasti berdasarkan undang-

undang.

Menurut aliran Bebriffsjurisprudentz, berpendapat bahwa undang-

undang itu tidak lengkap, tetapi undang-undang itu sendiri memiliki daya

untuk memperluas pengertiannya sendiri. Kekurangan undang-undang tersebut

dapat dilengkapi oleh hakim dengan penggunaan hukum-hukum logika dan

memperluas pengertian undang-undang berdasarkan rasio (Ali,1996:136-137).

Aliran lain yang memperbolehkan penemuan hukum oleh hakim dalam

peruses peradilan adalah Freirechtbewegung. Aliran ini berpendapat bahwa

tidak seluruh hakim ada dalam undang-undang, karena disamping undang-

undang masih ada sumber-sumber hukum lainnya yang dapat digunakan

Page 52: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

hakim dalam penemuan hukum.Menurut aliran ini, hakim tidak semata-mata

mengabdi kepada kepastian hukum dan merealisasikan keadilan. Penemuan

hukum seperti ini disebut penemuan hukum bebas (sudikno,t.th:96-97).

Artinya hakim tidak memang harus menghormati undang-undang melainkan

harus menggunakan undang-undang sebagai sarana untuk menemukan

pemecahan hukum dari setiap peristiwa kongrit yang disodorkan kepadanya,

yang akhirnya dapat menjadi pedoman bagi pemecahan peristiwa konrit

serupa lainnya.

Dengan demikian hakim tidak sekedar menjadi penafsir undang-

undang melainkan juga sebagai pencipta hukum atau penemu hukum akan

tetapi hakim tidak bolehsekehendak hatinya melakukan penyimpangan

terhadap undang-undang atau member penafsiran terhadap undang-undang

seenaknya sendiri.

Yang dimaksud dengan proses penemuan hukum menurut penulis

adalah proses pembentukan hukum yang di lakukan oleh hakim atau aparat

hukum lainnya yang ditugaskan untuk menerapkan peraturan-peraturan

hukum umum pada peristiwa hukum konkrit. Dapat dikatakan juga bahwa

hukum adalah prosos konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum yang

bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa kongkrit tertentu.

Pada dasarnya hakim memang harus menerapkan hukum yang ada

dalam peraturan perundang-undang.Adanya hukum yang tertulis yang ada

dalam bentuk perundang-undangan sebagai wujud dari asas lgalitas, memang

lebih menjamin adanya kepastian hukum.Tetapi undang-undang sebagai

Page 53: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

produk politik, tidak mudah untuk diubah dengan cepat mengikuti perubahan

masyarakat. Di sisi yang lain, dalam kehidupan modern dan komplek serta

dinamis seperti sekarang ini, masalah-masalah hukum yang dihadapi

masyarakat semakin banyak dan beragam yang menuntut pemecahan yang

segera.

Dalam praktek hakim menghadapi dua kendala, yang sering kali kata

atau kalimat undang-udang tidak jelas atau undang-undang tidak lengkap

dalam arti belum secara tegas mengatur suatu kasus konkrit yang diajukan

kepada Hakim.Padahal disisi lain, hakim dilarang menolak mengadili suatu

perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih hukum tidak ada atau kurang

jelas, sebagaimana ditentukan dalam pasal 16 ayat (1) UU.Nomor 4 tahun

2004.

Kendala yang dihadapi ini menurut penulis dapat diatasi dengan dua

cara. Jika peraturannya tidak jelas, hakim melakukan penafsiran terhadap

bunyi undang-undang dengan berbagai metode penafsiran, seperti penafsiran

otentik, sistematis atapun sosiologis.Jika peraturannya tidak lengkap, hakim

dapat melakukan penalaran dan juga dapat dilakukan dengan berbagai metode

penalaran atau argumentasi tertentu seperti penyempitan hukum.

Akan tetapi dalam memutuskan perkara Nomor 0006/Pdt.G/2011/Pa.Sal.di

Pengadilan Agama Salatiga, hakim mengesampingkan aturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan dunia peradilan atau yang mengatur

kekuasaan kehakiman, yakni : UUD Tahun 1945, UU. No.4 Tahun 2004

tentang kekuasaan kehakiman dan UU No . 5 Tahun 2004 tentangMahkamah

Page 54: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Agung karena pada dasarnya ketiga peraturan perundang-undang tersebut

dapat ditemukan beberapa prinsip sebagai berikut :

1. Putusan peradilan adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia

serta memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan social

bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.

3. Prinsip kemandirian hakim, yaitu tidak saja bebas dari kekuasaan lain

diluar kekuasaan pengadilan, namun juga harus bebas dari pengaruh

kepentingannya sendiri.

4. Prinsip pengadilan tidak boleh menolak perkara.

5. Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai hukum dan rasa

keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Dalam UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman sebagai

revisi UU No. 4 tahun 1970 Bab IV tentang hakim dan kewajibannya, pasal 28

ayat (1) dinyatakan bahwa “hakim yang hidup dalam masyarakat” . Ketentuan

pasal 28 ayat (1) ini merupakan pengulangan dengan sedikit perubahan dari

pasal 27 UU No. 4 tahun 1970 yang digantikannya.

Dari ketentuan diatas tersirat makna secara juridis maupun filosofis

bahwa hakim Indonesia mempunyai kewajiban atau hak untuk melakukan

penemuan hukum dan penciptaan hukum, agar putusan yang diambilnya dapat

sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Page 55: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Dalam penjelasan pasal 30 ayat (1) UU No. 5 tahun 2004 tentang

Makamah Agung yang berbunyi : “ dalam memeriksa perkara, Mahkamah

Agung berkewajiban menggali, mengikuti dan memahami rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat “ pada hakekatnya mempunyai arti yang sama

dengan pasal 28 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 diatas. Yakni seorang Hakim

Agung karena keluhuran jabatannya harus dapat melakukan penemuan hukum

dalam upaya mewujudkan dan memenuhi rasa keadilan masyarakat melalui

putusan-putusan yang diambilnya dalam penyelesaian perkara yang

disodorkan kepadanya.

Dalam memeriksa suatu perkara maka hakim bertugas untuk

mengkonstatir, mengkualifisir, dan kemudian mengkonstituir.Mengkonstatir

artinya hakim harus menilai apakah peristiwa atau fakta-fakta yang

dikemukakan oleh para pihak itu adalah benar-benar terjadi.Hal ini hanya

dapat dilakukan melalui pembuktian.

Membuktikan yang dimaksud disini adalah mempertimbangkan secara

logis kebenaran suatu fakta atau peristiwa berdasarkan alat-alat bukti yang sah

dan hukum pembuktian yang berlaku.Dalam pembuktian itu, maka para pihak

member dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang

bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang

diajukan.

Fakta adalah keadaan, peristiwa atau perbuatan yang terjadi (dilakukan)

dalam dimensi ruang dan waktu.Suatu fakta dapat dikatakan terbukti apabila

telah diketahui kapan, dimana dan bagaimana terjadinya. Misalnya gugatan

Page 56: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

perceraian, fakta yang perlu dicari kebenarannya adalah dasar atau alasan

berdasarkan dalili-dalil gugatan yang diajukan oleh Penggugat yang dalam hal

ini adalah seorang istri, berdasarkan surat gugatannya yang telah diajukan ke

Pengadilan Agama. Yang secara detail dapat dicontohkan mengenai kebenaran

seorang suami atau Tergugat yang melakukan perselingkuhan dan

menterlantarkan istri atau Tergugat sebagaimana perkara No.006/Pdt.G/2011/

PA.Sal.

Dalam memutuskan perkara tersebut seharusnya Majelis Hakim

memeriksa terlebih dahulu dipersidangan melalui alat-alat bukti yang

diajukan, sehingga Majelis Hakim tidak akan salah dalam memutuskan

suatuperkara yang diajukan kepadanya sihingga berakibat pada ketidak adilan

hukum.

Kongkretnya dalam memberi putusan, para hakim tidak boleh keluar

dari koridor hukum yang mengatur tentang persoalan yang diperkarakan.

Putusan hakim akan menjadi kepastian hukum dan mempunyai kekuatan

mengikat untuk dijalankan, karena putusan hakim adalah pernyataan hakim

yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam

sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum, sebagaimana gugatan

Penggugat, apakah benar gugatan yang diajukan sesuai dengan kenyataan,

dalam hal ini hakim memiliki sebuah pertibangan-pertimbangan. Menurut

pendapat penulis, pertimbangan hakim ini diklasifikasikan memjadi dua

yaitu:

a. Petimbangan hukum

Page 57: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

Petimbangan hukum disini berarti ketika hakim menjatuhkan

putusannya harus sesuai dengan dalil-dalil dan bukti-bukti hukum yang

diajukan.Dalil maupun bukti-bukti yang bias disyaratkan menurut

Undang-undang adalah sebagai berikut :

1) Bukti surat

2) Bukti saksi

b. Pertimbangan sosial

Pertimbangan sosial disini berarti kitika hakim menjatuhkan

putusannya selain harus sesuai dengan dalil-dali dan bukti yang sesuai

dengan Undang-undang, hakim juga dituntut untuk mempertimbangkan

akibat yang akan diterima oleh pihak Penggugat dan Tergugat dari

putusannya tersebut. Karena pada hakekatnya seseorang yang mengajukan

perkaranya ke Pengadilan Agama adalah untuk memperoleh keadilan

hukum yang ideal.Untuk memdapatkan hasil yang ideal tersebut, dalam

penyelesaian perkara harus dipertimbangkan semua faktor yang

berpengaruh dalam proses penyelesaian suatu perkara. Dalam

penyelesaian suatu perkara, ternyata terdapat berbagai faktor yang

mempengaruhi proses penyelesaian perkara, baik pengaruh positif maupun

negatif.

Menurut pengamatan penulis, faktor yang mempengaruhi proses

penyelesaian perkara meliputi faktor pihak yang berperkara, faktor kuasa

hukum, faktor kesiapan alat bukti, faktor sarana dan pasarana, faktor budaya

hukum, faktor komunikasi dalam persidangan, faktor aparat pengadilan,

Page 58: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

faktor hakim. Kesemuanya itu harus dipertimbangkan dan dimanfaatkan

dengan efektif, efesien, tepat dan memuaskan bagi para pencari keadilan.

Menurut penulis, selain ideal putusan hakim juga memenuhi syarat

yuridis sehingga dapat dikatakan sebagai putusan yang dapat

dipertanggungjawabkan ilmiah. Hal ini berbeda dengan bentuk penyelesaian

non litigasi. Putusan yang tidak memenuhi syarat yuridis akan hilang nilainya

sebagai putusan. Adapun komponen syarat yuridis tersebut antar lain adalah :

1. Mempunyai dasar hukum, artinya harus disesuaikan dengan hukum

materiil (dasar putusan) dan hukum formil (hukum acara).

2. Memberi kepastian hukum, yaitu bahwa putusan tersebut tidak boleh

menggalkan rasa keadilan dan kemanfaatan. Artinya tidak terlalu

mementingkan kepastian hukum yang akan berakibat mengorbankanrasa

keadilan dan begitu juga sebaliknya, akan tetapi keduanya harus seimbang.

Tetapi dibalik itu ada beberapa hukum yang bersifat memaksa kepada

masing-masing pihak.

3. Memberi perlindungan hukum dan menjamin hak asasi manusia.

Page 59: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitiandananalisaterhadapputusanperkaraceraigugat

No.006/PDT.G2011/PA.Sal.penulisdapatmengambilkesimpulansebagaiberiku

t :

1. TergugattidakpernahmemberinafkahkepadaPenggugat, karena

a) Tergugattidakberkejadanuntukmencukupikebutuhanrumahtanggamas

ihditanggungsepenuhnyaoleh orang tuaPenggugat.

b) TergugattelahpergimeninggalkanPenggugattanpaijindansampaisekar

angsudah 1

tahun4lamanyatidakpernahpulangdantidakpernahmengirimkankabar

dannafkahkepadaPenggugatdanseoranganak.

c) Berdasarkanfakta-

faktahukumdiatasdapatdinyatakanTergugattelahmelalaikankewajiban

nyayaitutidakmemperdulikandantidakmemberinafkahkepadaPenggu

gatselama 1 tahun 4 bulan.

2. Bahwadasarpertimbangan hakim Pengadilan Agama

SalatigadalammemutuskanperkaranyaadalahdisesuaikandenganNomor :

428 Hakim

memberikanputusanmenerimagugatanPenggugatdanmemutuskanpercerai

Page 60: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

anberdasarkanketerangansaksidantakliktalakdenganalasantelahmemenuhi

pasal 19 PP No. 9/75.

3. Berdasarkan KHI Pasal116 huruf f dan g KHI

bahwaTergugattelahmelanggartakliktalak yangtelah di

ucapkanolehTergugatpadaawalpernikahan.

B. Saran

Denganadanyabebagaimacamputusan yang

dikeluarkanolehPengadilan Agama

Salatigamengenaiperkaraceraigugatmakapenulismenyarakan :

1. Hendaknyasetiapgugatanperkaraperceraian yang masukkepengadilan,

sebaiknyajanganlahterlalumudahuntukdikabulkan, kecualialasan yang

dikemukakanbetul-

betuldapatditerimasertaikatanperkawinanitudilanjutkanakanmenimbulka

nkesengsaraansalahataubahkankeduabelahpihak.

2. Kepada hakim Pengadilan Agama

untukdapatmenerapkanpemaknaanterhadapundang-

undangsebelummenerapkannyapadasuatuperkarasupayaPengadilan

Agama benar-benardapatmenegakkankeadilansebagaimana yang dicita-

citakandandinanti-nantikanolehmasyarakat,

tidakhanyasekedarmengikutiperintahdanprosedur yang

tercetakdalamundang-undangsajakarenaakantidakadagunanyabertahun-

tahunsusahpayahdansibukmencetakahlihukumjikakerjanyatidaklebihdar

Page 61: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

ikomputer yang hanyamemencet-

mencetpasaltanpamemperhatikankesadaranhukumparapihak.

3. Dalammemutuskanperkaraseharusnyatidakhanyadiukurdenganpendapat

, kenyakinandanperasaan hakim

secarasepihaksehinggaparapihaktidakdapatmemahamidanmenerimaputu

san hakim yang secarasubyaktifberadadiluarpendapat,

keyakinandanperasaanmereka. Karenaakibat yang

timbulsecarakasatmatadariputusantersebuthanyaakandirasakanoleh

yang berperkara.

4. Bahwaolehkarenaadanyaperbedaandalampemaknaanterhadapundang-

undangolehMajelis Hakim makadisarankankepadamasyarakat agar

dapatmengkhiripermasalahannyadenganperdamaiansecarakekeluargaan.

Page 62: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

DAFTAR PUSTAKA

- Abbas Kararah, BerbicaraDenganWanita, Gema Insane Press, 1998.

- Abdul Halim Abu Syuqqah.1998.KebebasanPerempuan, Gema Insane Press,

Jakarta.

- AchieSudiartiLuhulima. 2007. Bahan Ajar TentangHakPerempuan , UU

No.7 Tahun 1984

PengesahanKonvensiMengenaiPenghapusanSegalaBentukDiskriminasiTerha

dapPerempuan, YasanObor Indonesia, Jakarta.

- BadriyahHarun, S.H. 2009.Tata Cara MenghadapiGugatan, PustakaYustisa,

Yogyakarta.

- Dr. KH. Muslih Abdul Karim, MA.

2007.KeistimewaanNafkahSuami&KewajibanIstri, QultumMedia,Jakarta.

- Dr . Abdul Gani Abdullah, SH. 2002.Pengantar KompilasiHukum Islam

Dalam Tata Hukum Indonesia, Gema Insane Press, Jakarta.

- GusArifin, MenikahUntukBahagia. 2010.FiqhNikahdan Kama Sutra Islam,

PT Gramedia, Jakarta.

- Gilbert Lumoidong. 2010.MenangatasMasalahHidup, PT Gramedia, Jakarta.

- Gus arifin&suhendriabufaqih, 2010.al-qur‟an terjemah,PTElex Media

Komputindo, Jakarta.

- KompilasiHukum Islam. 2006.PustakaWidyatama, Yogyakarta.

- MewujudkanHidupBerimandalamMasyarakatdanLingkunganHidup.2006.Kan

isius, Yogyakarta.

- MeraihRizkiTakTerduga, Qultummedia, Jakarta,t.th.

- M. NashiruddinAlbani. 2008.RingkasanShahihBukhari, GemaInsani, Jakarta.

- MohamadZaka Al Farisi. 2008.When I Love You

MenujuSuksesHubunganSuamiIstri, GemaInsani Press.

- Prof. Dr. M. QuraishShihab. 2008.FIQIHPraktisJilid II Menurut Al-Qur‟an,

As-Sunnah, danPendapat Para Ulama, Karisma, Bandung.

- Prof. H. Mahmud Junus. 1989.kamusBahasa Indonesia Arab,

Pthidakaryaagung , Jakarta.

Page 63: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

- PanduanBantuanHukum Di Indoseia, Sentralisme Production.

2006.Jakartabarat.

- RedaksiBukune‟. 2010.Undang-Undang Dasar 1945 &Perubahannya,

Cinganjur – Jagakarsa, Jakarta Selatan.

- Syyidsabiq

- Seri Perundangan. 2004.Undang-Undang Perkawinan,Undang-

UndangRepublik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974

BesertaPenjelasannya,PustakaWidyatama, Yogyakarta.

- Seri Perundangan. 2008.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

1974 TentangPerkawinandanKompilasiHukum Islam, PustakaYustisa,

Yogyakarta.

- SuwardiEndrawara. 2006.MetodeTeori, TeknikPeneltianKebudayaan,

Ideologi, Epistemilogi, danAplikasi, PustakaWidyatama, Yogyakarta.

- Ustadz Muhammad ArifinIlham, MenikahlahDengankuatasnamaCintaIlahi,

Qultummedia, Jakarta, t.th.

- http://kamusbahasaindonesia.org/alasan: kamusbahasa Indonesia online

Page 64: Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah - Stain Salatiga

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : AANG SETIAWAN

Nim : 21105017

Tempat/ Tanggal Lahir : Serawai , 2 Febuari 1985

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Dusun Sungai Tapang RT 011/ Rw-

Kecatan Dedai Kabupaten Sintang

( Kalimantan Barat )

Riwayat Pendidikan : - SDN 13 sungai tapang tahun 1997

- SMPN 3 dedai tahun 200

- Ma Islamiyah AsSoorkaty tahun 2003

Demikian daftar riwayat hidup ini penulis dibaut dengan sebenar-benarnya.

Salatiga, 18 februari 2012

Penulis

AANG SETIAWAN

NIM. 21105017