kesederhanaan khalifah umar bin abdul aziz

Upload: dwi-sri-utami

Post on 10-Oct-2015

132 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

describe about how to be a true leader

TRANSCRIPT

Kesederhanaan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz

Usai dilantik menjadi khalifah, Umar bin Abdul Azizpulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isteri Apa yang Amirul Mukminin tangiskan? Beliau mejawabWahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya ramai, rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang aku tidak dapat jawab hujah-hujah mereka sebagai khalifah kerana aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah sawIsterinya juga turut mengalir air mata.Setelah menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz melakukan gebrakan yang tidak biasa dilakukan raja-raja Dinasti Umayyah sebelumnya.Para petugas protokoler kekhalifahan terkejut luar biasa. Umar menolak kendaraan dinas. Ia memilih menggunakan binatang tunggangan miliknya sendiri. Al-Hakam bin Umar mengisahkan, Saya menyaksikan para pengawal datang dengan kendaraan khusus kekhalifahan kepada Umar bin Abdul Aziz sesaat dia diangkat menjadi Khalifah. Waktu itu Umar berkata,Bawa kendaraan itu ke pasar dan juallah, lalu hasil penjualan itu simpan di Baitul Maal. Saya cukup naik kendaran ini hewan tunggangansaja.

Amir bin Muhajir menceritakan bahwaUmar bin Abdul Aziz akan menyalakan lampu milik umum jika pekerjaannya berhubungan dengan kepentingan kaum Muslimin. Ketika urusan kaum Muslimin selesai, maka dia akan memadamkannya dan segera menyalakan lampu miliknya sendiri.Yunus bin Abi Syaib berkata,Sebelum menjadi Khalifah tali celananya masuk ke dalam perutnya yang besar. Namun, ketika dia menjadi Khalifah, dia sangat kurus. Bahkan jika saya menghitung jumlah tulang rusuknya tanpa menyentuhnya, pasti saya bisa menghitungnya.Abu Jafar al-Manshur pernah bertanya kepada Abdul Aziz tentang kekayaan Umar bin Abdul Aziz, Berapa kekayaan ayahmu saat mulai menjabat sebagai Khalifah? Abdul Aziz menjawab, Empat puluh ribu dinar. Jafar bertanya lagi, Lalu berapa kekayaan ayahmu saat meninggal dunia? Jawab Abdul Aziz, Empat ratus dinar. Itu pun kalau belum berkurang.Bahkan suatu ketika Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar bin Abdul Aziz yang sedang sakit. Maslamah melihat pakaian Umar sangat kotor. Ia berkata kepada istri Umar, Tidakkah engkau cuci bajunya? Fathimah menjawab, Demi Allah, dia tidak memiliki pakaian lain selain yang ia pakai.

Ketika shalat Jumat di masjid salah seorang jamaah bertanya, Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah mengaruniakan kepadamu kenikmatan. Mengapa tak mau kau pergunakan walau sekedar berpakaian bagus? Umar bin Abdul Aziz berkata,Sesungguhnya berlaku sederhana yang paling baik adalah pada saat kita kaya dan sebaik-baik pengampunan adalah saat kita berada pada posisi kuat.Menjelang hari-hari terakhirnya, khalifahUmar bin Abdul-Azizditanya,Mengapa engkau tinggalkan anak-anakmu dalam keadaan tidak memiliki?Jika anak-anakku orang soleh, Allah lah yang menguruskan orang-orang soleh. Jika mereka orang-orang yang tidak soleh, aku tidak mau meninggalkan hartaku di tangan orang yang mendurhakai Allah lalu menggunakan hartaku untuk mendurhakai AllahAnak-anaknya ditinggalkan tidak berharta dibandingkan anak-anak gubernur lain yang kaya. Setelah kejatuhan Bani Umayyah dan masa-masa setelahnya, keturunan Umar bin Abdul-Aziz adalah golongan yang kaya berkat doa dan tawakkalnya.Fatimah sangat terkejut ketika mendengar berita bahwa telah diangkat khalifah baru, Umar bin Abdul Azis yang tak lain adalah suaminya sendiri. Namun ia lebih terkejut ketika tahu kalau Sang Raja baru dikabarkan menolak segala fasilitas istana.

Umar bin Abdul Aziz memilih menunggang keledai untuk kendaraan sehari-hari, membatalkan acara pelantikan dirinya sebagai khalifah yang akan diadakan besar-besaran dan penuh kemewahan.

Sungguh Fatimah heran dan tidak percaya mendengar berita tersebut karena ia sangat mengenal siapa suaminya. Sosok yang sangat identik dengan kemewahan hidup mengapa secara tiba-tiba ia hendak berpaling dari kemewahan, padahal tampuk kekuasaan kaum muslimin baru saja di anugerahkan kepadanya?

Keterkejutannya semakin bertambah tatkala melihat suaminya pulang dari dari kota Damaskus, tempat ia dilantik sebagai khalifah umat islam. Suaminya terlihat lebih tua tiga tahun dibandungkan tiga hari yang lalu tatkala ia berangkat ke kota Damaskus. Wajahnya terlihat sangat letih, tubuhnya gemetaran dan layu karena menanggung beban yang teramat berat.

Dengan suara lirih Umar bin Abdul Aziz berkata dengan lembut dan penuh kasih-sayang kepada sang isteri tercinta, Fatimah, isteriku...! Bukankah engkau telah tahu apa yang menimpaku? Beban yang teramat dipikulkan kepundakku, menjadi nakhoda bahtera yang dipenuhi, ditumpangi oleh umat Muhammad SAW. Tugas ini benar-benar menyita waktuku hingga hakku terhadapmu akan terabaikan. Aku khawatir kelak engkau akan meninggalkanku apabila aku akan menjalani hidupku yang baru, padahal aku tidak ingin berpisah denganmu hingga ajal menjemputku.

Lalu, apa yang akan engkau lakukan sekarang? tanya Fatimah.

Fatimah...! engkau tahu bukan, bahwa semua harta, fasilitas yang ada ditangan kita berasal dari umat Islam, aku ingin mengembalikan harta tersebut ke baitul mal, tanpa tersisa sedikitpun kecuali sebidang tanah yang kubeli dari hasil gajiku sebagai pegawai, disebidang tanah itu kelak akan kita bangun tempat berteduh kita dan aku hidup dari sebidang tanah tersebut. Maka jika engkau tidak sanggup dan tidak sabar terhadap rencana perjalanan hidupku yang akan penuh kekurangan dan penderitaan maka berterus-teranglah, dan sebaiknya engkau kembali ke orang tuamu! jawab Umar bin Abdul Aziz.

Fatimah kembali bertanya,Ya suamiku...apa yang sebenarnya membuat engkau berubah sedemikian rupa?

Aku memiliki jiwa yang tidak pernah puas, setiap yang kuinginkan selalu dapat kucapai, tetapi aku menginginkan sesuatu yang lebih baik lagi yang tidak ternilai dengan apapun juga yakni surga, surga adalah impian terakhirku, jawab Umar bin Abdul Aziz lagi.

Aneh. Fatimah yang notabene merupakan wanita yang terbiasa hidup mewah, dengan fasilitas yang disediakan dan pelayanan yang super maksimal, tidak kecewa mendengar keputusan suaminya ia. Ia tidak menunjukan kekesalan dan keputus asaan. Justeru dengan suara yang tegar, mantap ia menegaskan, Suamiku...! Lakukanlah yang menjadi keinginanmu dan aku akan setia disisimu baik dikala susah atau senang hinga maut memisahkan kita.

Fatimah merupakan satu-satunya anak perempuan dari lima bersaudara putra khalifah daulah Abbasyiah yang bernama Abdul Malik bin Marwan. Layaknya putri raja, fatimah pun mendapatkan kehormatan dan segala fasilitas yang mewah, hidup dengan penuh kasih sayang dan dimanja oleh kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya. Kebahagiannya menjadi sempurna dengan dipersunting oleh seorang lelaki yang terbaik pada zamannya, dari keluarga yang terhormat yang bernama Umar bin Abdul Aziz, yang hidup penuh dengan keglamoran dan kemewahan meskipun demikian ia merupakan sosok yang relegius dan sangat amanah.

Fatimah yang agung itu menjadi pendukung pertama gerakan perubahan yang akan dilakukan oleh suaminya yakni gerakan kesederhanan para pemimpin dalam kehidupan, demi bakti dan keridaan sang suami yang tercinta. Ia rela meninggalkan kemewahan hidup yang selama ini dinikmatinya, semuanya dilakukan dengan penuh kesadaran, keikhlasan atas pondasi keimanan yang kuat.

Di rumahnya yang baru, Fatimah hidup dengan penuh kesederhanaan. Pakaian yang dikenakan, makanan yang disantap tanpa ada kemewahan dan kelezatan semuanya tidak jauh dengan rakyat biasa padahal status yang mereka sandang adalah raja dan ratu seluruh umat Islam masa itu.

Begitu sederhananya konsep kehidupan yang mereka terapkan, orang yang belum mengenal tidak menyangka bahwa mereka adalah pasangan penguasa umat islam kala itu. Diceritakan, suatu hari datanglah wanita Mesir untuk menemui khalifah di rumahnya. Sesampai di rumah yang ditunjukkan, ia melihat seorang wanita yang cantik dengan pakaian yang sederhana sedang memperhatikan seseorang yang sedang memperbaiki pagar rumah yang dalam kondisi rusak.

Setelah berkenalan si wanita Mesir baru sadar bahwa wanita tersebut adalah Fatimah, isteri sang Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz. Tamu itu pun menanyakan sesuatu hal, Ya Sayyidati..., mengapa engkau tidak menutup auratmu dari orang yang sedang memperbaiki pagar rumah engkau? Seraya tersenyum Fatimah menjawab, Dia adalah amirul mukminin Umar bin Abdul Aziz yang sedang engkau cari.

Sunday, May 15, 2011

Kesederhanaan & Amanah Sang Pemimpin ( Umar bin Abdul Aziz )

Di masanya, Umar mencetak uang pecahan dan terdapat tulisan Amarollohu bilwafaa wal-adl artinyaAllah memerintahkan untuk menunaikan amanah dan berbuat adil.

Umar bin Abdul Aziz & Kesederhanaan

Kain terhalus & terkasar

Datang seorang pedagang kain kepada khlaifah Umar bin Abdul Aziz untuk menawarkan sepotong kain seharga 8 dirham.

Umar bin Abdul Aziz pun berkata :"Kain ini bagus, tetapi sayang masih agak halus."

Mendengarnya, pedagang tersebut berkata :"Dulu semasa Anda menjadi amir di Madinah, aku sering menjual kain dengan harga 5000 dirham kepada Anda. Itu pun Anda masih berkata bahwa kainnya bagus tetapi kain tersebut masih termasuk kasar."

Itulah kesederhanaan Umar bin Abdul Aziz setelah menjadi khalifah,dahulu kain seharga 5000 dirham, menurutnya masih agak kasar (dia masih menginginkan yang lebih bagus lagi),saat sudah menjadi khalifah, kain seharga 8 dirham masih terasa halus (kalau bisa dia mengharapkan yang lebih murah lagi)

Sepotong Pakaian

Saat Umar bin Abdul Aziz sakit, Maslamah saudara laki-laki Fatimah menjenguknya.Pakaian Umar terlihat kotor, sehingga Maslamah pun berkata kepada Fatimah :

"Hai Fatimah! tolong kau ganti pakaiannya itu.""Baik...", jawab Fatimah.

Esok harinya Maslamah bin Abdul Malik datang lagi.Dilihatnya pakaian Umar masih tetap seperti kemarin.Dia pun berkata lagi kepada Fatimah :

"Ya Fatimah! gantikan pakaian Amir mukminin dengan yang lebih baik, sebab banyak rakyat yang akan berkunjung!""Dia tidak mempunyai pakaian yang lain selain yang dipakainya itu,"jawab Fatimah.

Seorang Tukang Batu

Suatu hari seorang wanita Mesir ingin menemui khalifah Umar bin Abdul Aziz di rumahnya.Sesampainya di rumah yang sederhana, dia melihat seorang wanita cantik duduk dengan pakaian sederhana sedang memerintahkan seorang tukang batu memugar pagarnya yang runtuh.Wanita Mesir itu terkejut, saat menyadari wanita tersebut Fatimah binti Abdul Malik (istri Umar bin Abdul Aziz), wanita yang terkenal paling kaya.Wanita Mesir tersebut terlihat gugup, sehingga Fatimah segera menenangkannya dan menanyakan maksud kedatangannya.

Sebelum menjawab, wanita itu berkata :"Ya... sayyidati! mengapa engkau tidak menutup auratmu dari tukang batu itu?"

"Dia-lah amirul mukminin (pemimpin mukminin/khalifah --> Umar bin Abdul Aziz) yang sedang kau cari!," jawab Fatimah seraya tersenyum.

Umar bin Abdul Aziz & Amanah

Suatu hari menjelang malam datanglah seorang utusan dari salah satu kota kepada beliau.Setelah utusan itu masuk, Umar memerintahkan pelayan untuk menyalakan lilin yang besar.

Umar pun bertanya kepada utusan tersebut tentang keadaan penduduk & kaum muslimin di sana, bagaimana perilaku gubernur, bagaimana harga-harga barang, bagaimana anak-anak - orang muhajirin & Anshor - para ibnu sabil, & orang-orang miskin.Apakah hak-hak mereka sudah ditunaikan? Apakah ada pengaduan?Utusan tersebut menyampaikan segala yang diketahuinya tentang keadaan kota. Ketika semua pertanyaan Umar telah selesai dijawab, utusan tersebut balik bertanya kepada Umar.

"Ya Amirul Mukminin, bagaimana keadaanmu, dirimu, & badanmu?Bagaimana keluargamu, seluruh pegawai &orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu?

Umar pun kemudian meniup mematikan lilin, lalu berkata, "Wahai pelayan, nyalakan lampunya!"

Lalu dinyalakanlah sebuah lampu kecil yang hampir-hampir tidak bisa menerangi ruangan karena cahayanya yang teramat kecil.Umar melanjutkan perkataanya, "Sekarang bertanyalah apa yang kamu inginkan."

Utusan tersebut bertanya tentang keadaan Umar. Umar memberitahukan tentang keadaan dirinya, anak-anaknya, istri & keluarganya.Rupanya utusan tersebut sangat tertarik dengan tindakan Umar mematikan lilin.Lalu dia pun bertanya, "Ya Amirul Mukminin, aku melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah Anda lakukan.""Apa itu?", tanya Umar.

"Engkau mematikan lilin ketika aku menanyakan keadaanmu & keluargamu."

Umar berkata,"Wahai hamba Allah, lilin yang kumatikan itu adalah harta Allah, harta kaum muslimin.Ketika bertanya kepadamu tentang urusan mereka maka lilin itu dinyalakan demi kemaslahatan mereka.Begitu kamu membelokkan pembicaraan tentang keluarga & keadaanku, maka aku pun mematikan lilin milik kaum muslimin".Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan, Istri Umar bin Abdul Aziz

Ahad, 07 Jumadil Ula 1433H / April 1, 2012 inRest AreaOleh : Syaikh Muhibbuddin Al-Khatib

Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan (Khalifah Bani Umaiyah pada tahun 65 H) ketika menikah, ia merupakan puteri dari salah seorang Khalifah Islam terbesar yang menguasai negeri Syam, Irak, Hijaz, Yaman, Iran, Kaukasia, terus ke sebelah Timur. Tidak hanya itu, kekuasaan Khalifah juga termasuk Mesir, Sudan, Libia, Tunis, Aljazair, Madrid dan Spanyol.

Selain itu, Fatimah juga seorang saudara perempuan dari 4 orang tokoh khalifah Islam, yaitu Khalifah Al Walid (86 H), Khalifah Sulaiman (96 H) Khalifah Yazid (101 H), dan Khalifah Hisyam (105 H) putera dari Abdul Malik Bin Marwan. Tidak cukup sampai disitu kebesaran Fatimah, dia juga seorang istri dari Khalifah Islam terbesar dalam sejarah setelah Khulafaur Rasyidin, yaitu istri Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, Seorang Khalifah yang berkuasa di tahun 99 H.

Dialah puteri seorang kepala Negara Islam terbesar dalam sejarah, sekaligus saudara kandung dari 4 kepala Negara Islam. Malah ia seorang First Lady dari seorang kepala Negara Islam terkenal. Ia keluar dari istana ayahnya ke rumah suaminya dengan membawa banyak perhiasan emas permata yang tiada ternilai mahalnya. Di antara sekian banyak anting-anting yang dikenal dengan nama Anting Mariah yang terkenal dalam tejarah, yang merupakan sumber ilham para penyair dalam menggubah lagu.

Seorang penghuni istana seperti Fatimah pasti hidup bergelimang kenikmatan dan kemewahan. Sebelum menikah ia merupakan puteri Raja yang kaya, setelah menikah ia menjadi istri Raja. Kemewahan dan kenikmatan selalu menyertainya. Seorang yang bergelimang dalam kehidupan puncak pada suatu saat akan terbentur pada rasa kurang puas yang sulit untuk dipenuhinya, tetapi orang-orang yang hidup sederhana, dengan mudah memperoleh kepuasan hidupnya.

Fatimah merupakan istri seorang kepala Negara, dan suaminya Khalifah Umar bin Abdul Aziz mereka memilih lebih mengutamakan hidup sederhana dan menjauhkan diri dari perbudakan hawa nafsu kemewahan dunia. Baginda Umar bin Abdul Aziz menetapkan anggaran belanja rumah tangganya hanya beberapa Dirham sehari, padahal ketika itu dialah penguasa tertinggi di negara itu. Istrinya dengan tulus ikhlas menerima keputusan itu, karena ia merasa bahagia hidup dalam kesederhanaan.

Didampingi oleh seorang suami yang selalu mengajaknya memikirkan kesejahteraan umat, berfikir logis serta dewasa, membuat Fatimah semakin jauh meninggalkan hidup mewah. Dengan patuh ia jalankan anjuran sang suami untuk menanggalkan semua perhiasan yang menghias kedua telinga, rambut dan kedua lengannya untuk diserahkan kepada Baitul Mal, agar -jika keadaan mendesak- dapat dijual dan uangnya digunakan untuk keperluan rakyat yang miskin.

Khalifah yang shalih, adil dan sederhana itu tak lama memerintah. Allah memanggil kembali pada-Nya, dengan tidak meninggalkan sesuatu apapun untuk anak istrinya. Bendaraha Baitul Mal datang menemui istri almarhum seraya berkata, Perhiasan anda masih utuh kami simpan. Kami menganggap perhiasan-perhiasan itu sebagai barang titipan yang harus kamijaga, dan akan kami berikan kembali jika anda membutuhkan. Saya datang untuk meminta persetujuan, kalau anda berkenan menerima kembali perhiasan itu, saya segera akan membawanya ke sini!

Dengan tegas Fatimah menjawab bahwa, ia telah menyerahkan semu perhiasan itu kepada Baitul Mal (kas negara) karena patuh pada nasihat amirul mukminin, suaminya. Fatimah berkata lagi, Tidak mungkin saya patuh padanya pada waktu ia hidup, kemudian melanggarnya ketika ia sudah tiada.

Fatimah, istri mantan kepala Negara Islam itu dengan tegas menolak untuk menerima kembali perhiasan pribadinya yang bernilai jutaan Dirham, padahal saat itu ia sangat membutuhkan beberapa ribu Dirham. Oleh karena itu sejarah menempatkannya pada deretan orang-orang besar yang abadi dan dicatat dengan tinta emas, baik ia sebagai seorang wanita, seoran istri, seorang ibu yang shalihah, dan ibu yang lembut dan luhur hatinya. Semoga Allah Subhanahu Wata ala merahmatinya dan meninggikan kedudukan di sisi-Nya.

Sesungguhnya, kehidupan yang bahagia ialah kehidupan yang sederhana. Kebahagiaan yang sebenarnya terdapat dalam keridhaan (kepuasan), dan kebebasan yang hakiki itu ialah rasa bebas dari semua yang mungkin tidak diperlukan. Itulah harga kekayaan menurut Islam dan nilai kemanusiaan. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita hamba-hamba yang shalih, mencintai-Nya dan dicintai-Nya. (dikutip dari muqaddimah buku Adab Az-Zafaf fi As-Sunnah Al Muthahharah)

[sksd]

Oleh :Syaikh Muhibbuddin Al-KhatibFatimah binti Abdul Malik bin Marwan (Khalifah Bani Umaiyah pada tahun 65 H) ketika menikah, ia merupakan puteri dari salah seorang Khalifah Islam terbesar yang menguasai negeri Syam, Irak, Hijaz, Yaman, Iran, Kaukasia, terus ke sebelah Timur. Tidak hanya itu, kekuasaan Khalifah juga termasuk Mesir, Sudan, Libia, Tunis, Aljazair, Madrid dan Spanyol.

Selain itu, Fatimah juga seorang saudara perempuan dari 4 orang tokoh khalifah Islam, yaitu Khalifah Al Walid (86 H), Khalifah Sulaiman (96 H) Khalifah Yazid (101 H), dan Khalifah Hisyam (105 H) putera dari Abdul Malik Bin Marwan. Tidak cukup sampai disitu kebesaran Fatimah, dia juga seorang istri dari Khalifah Islam terbesar dalam sejarah setelah Khulafaur Rasyidin, yaitu istri Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, Seorang Khalifah yang berkuasa di tahun 99 H.

Dialah puteri seorang kepala Negara Islam terbesar dalam sejarah, sekaligus saudara kandung dari 4 kepala Negara Islam. Malah ia seorang First Lady dari seorang kepala Negara Islam terkenal. Ia keluar dari istana ayahnya ke rumah suaminya dengan membawa banyak perhiasan emas permata yang tiada ternilai mahalnya. Di antara sekian banyak anting-anting yang dikenal dengan nama Anting Mariah yang terkenal dalam tejarah, yang merupakan sumber ilham para penyair dalam menggubah lagu.

Seorang penghuni istana seperti Fatimah pasti hidup bergelimang kenikmatan dan kemewahan. Sebelum menikah ia merupakan puteri Raja yang kaya, setelah menikah ia menjadi istri Raja. Kemewahan dan kenikmatan selalu menyertainya. Seorang yang bergelimang dalam kehidupan puncak pada suatu saat akan terbentur pada rasa kurang puas yang sulit untuk dipenuhinya, tetapi orang-orang yang hidup sederhana, dengan mudah memperoleh kepuasan hidupnya.

Fatimah merupakan istri seorang kepala Negara, dan suaminya Khalifah Umar bin Abdul Aziz mereka memilih lebih mengutamakan hidup sederhana dan menjauhkan diri dari perbudakan hawa nafsu kemewahan dunia. Baginda Umar bin Abdul Aziz menetapkan anggaran belanja rumah tangganya hanya beberapa Dirham sehari, padahal ketika itu dialah penguasa tertinggi di negara itu. Istrinya dengan tulus ikhlas menerima keputusan itu, karena ia merasa bahagia hidup dalam kesederhanaan.

Didampingi oleh seorang suami yang selalu mengajaknya memikirkan kesejahteraan umat, berfikir logis serta dewasa, membuat Fatimah semakin jauh meninggalkan hidup mewah. Dengan patuh ia jalankan anjuran sang suami untuk menanggalkan semua perhiasan yang menghias kedua telinga, rambut dan kedua lengannya untuk diserahkan kepada Baitul Mal, agar -jika keadaan mendesak- dapat dijual dan uangnya digunakan untuk keperluan rakyat yang miskin.

Khalifah yang shalih, adil dan sederhana itu tak lama memerintah. Allah memanggil kembali pada-Nya, dengan tidak meninggalkan sesuatu apapun untuk anak istrinya. Bendaraha Baitul Mal datang menemui istri almarhum seraya berkata, Perhiasan anda masih utuh kami simpan. Kami menganggap perhiasan-perhiasan itu sebagai barang titipan yang harus kamijaga, dan akan kami berikan kembali jika anda membutuhkan. Saya datang untuk meminta persetujuan, kalau anda berkenan menerima kembali perhiasan itu, saya segera akan membawanya ke sini!

Dengan tegas Fatimah menjawab bahwa, ia telah menyerahkan semu perhiasan itu kepada Baitul Mal (kas negara) karena patuh pada nasihat amirul mukminin, suaminya. Fatimah berkata lagi, Tidak mungkin saya patuh padanya pada waktu ia hidup, kemudian melanggarnya ketika ia sudah tiada.

Fatimah, istri mantan kepala Negara Islam itu dengan tegas menolak untuk menerima kembali perhiasan pribadinya yang bernilai jutaan Dirham, padahal saat itu ia sangat membutuhkan beberapa ribu Dirham. Oleh karena itu sejarah menempatkannya pada deretan orang-orang besar yang abadi dan dicatat dengan tinta emas, baik ia sebagai seorang wanita, seoran istri, seorang ibu yang shalihah, dan ibu yang lembut dan luhur hatinya. Semoga Allah Subhanahu Wata ala merahmatinya dan meninggikan kedudukan di sisi-Nya.

Sesungguhnya, kehidupan yang bahagia ialah kehidupan yang sederhana. Kebahagiaan yang sebenarnya terdapat dalam keridhaan (kepuasan), dan kebebasan yang hakiki itu ialah rasa bebas dari semua yang mungkin tidak diperlukan. Itulah harga kekayaan menurut Islam dan nilai kemanusiaan. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita hamba-hamba yang shalih, mencintai-Nya dan dicintai-Nya. (dikutip dari muqaddimah buku Adab Az-Zafaf fi As-Sunnah Al Muthahharah)

Kesederhanaan Khalifah Umar bin Abdul AzizUmar bin Abdul Aziz bin Marwan lahir di Hulwan, sebuah desa di Mesir, tahun 61 H saat ayahnya menjadi gubernur di daerah itu. Ibunya, Ummu Ashim, putri Ashim bin Umar bin Khaththab. Jadi, Umar bin Abdul Aziz adalah cicit Umar bin Khaththab dari garis ibu.Umar bin Abdul Aziz dibesarkan di lingkungan istana. Keluarganya, seperti keluarga raja-raja Dinasti Umayyah lainnya, memiliki kekayaan berimpah yang berasal dari tunjangan yang diberikan raja kepada keluarga dekatnya. Perkebunan miliknya menghasilkan 50.000 dinar per tahun.

Meski demikian, orangtuanya tak tidak lupa memberi pendidikan agama. Sejak kecil Umar sudah hafal Al-Quran. Ayahandanya mengirim Umar ke Madinah untuk berguru kepada Ubaidillah bin Abdullah. Inilah salah satu titik balik dalam hidup Umar bin Abdul Aziz. Ia kini dikenal sebagai orang saleh dan meninggalkan gaya hidup suka berfoya-foya. Bahkan, Zaid bin Aslam berkata, Saya tidak pernah melakukan shalat di belakang seorang imam pun yang hampir sama shalatnya dengan shalat Rasulullah saw. daripada anak muda ini, yaitu Umar bin Abdul Aziz.

Dia sempurna dalam melakukan ruku dan sujud, serta meringankan saat berdiri dan duduk. (Zaid bin Aslam dari Anas).

Madinah bukan hanya membuat Umar bin Abdul Aziz saleh, tapi juga memberi perspektif tentang prinsip-prinsip dasar peradaban Islam di masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin. Umar memiliki pandangan yang berbeda dengan Bani Umayyah tentang sistem kekhalifahan yang diwariskan secara turun temurun.

Ketika ayahandanya meninggal, Khalifah Abdul Malik bin Marwan meminta Umar bin Abdul Aziz datang ke Damaskus untuk dinikahkan dengan anaknya, Fathimah. Abdul Malik wafat dan kekhalifahan diwariskan kepada Al-Walid bin Abdul Malik. Di tahun 86 H, Khalifah baru mengangkat Umar bin Abdul Aziz menjadi Gubernur Madinah. Namun, pada tahun 93 H Khalifah Al-Walid memberhentikannya karena kebijakan Umar tidak sejalan dengan kebijakannya.

Al-Walid juga berusaha mencopot kedudukan saudaranya, Sulaiman bin Abdul Malik, dari posisi Putra Mahkota. Ia ingin anaknya yang menjadi Putra Mahkota. Para pembesar dan pejabat negara menyetujui langkah Al-Walid. Tapi, Umar bin Abdul Aziz menolak.Di leher kami ada baiat, kata Umar diulang-ulang di berbagai forum dan kesempatan. Akhirnya, Al-Walid memenjarakannya di ruang sempit dengan jendela tertutup. Setelah dikurung tiga hari, ia dibebaskan dalam kondisi memprihatikan. Mengetahui kondisi itu, Sulaiman bin Abdul Malik berkata, Dia adalah pengganti setelah saya.

Di tahun 99 H, ketika berusia 37 tahun, Umar bin Abdul Aziz diangkat sebagai Khalifah berdasarkan surat wasiat Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Saat diumumkan sebagai pengganti Sulaiman bin Abdul Malik, Umar berkata, Demi Allah, sesungguhnya saya tidak pernah memohon perkara ini kepada Allah satu kali pun.Karena itu, di hadapan rakyat sesaat setelah dibaiat ia berkata, Saudara-saudara sekalian, saat ini saya batalkan pembaiatan yang saudara-saudara berikan kepada saya, dan pilihlah sendiri Khalifah yang kalian inginkan selain saya. Umar ingin mengembalikan cara pemilihan kekhilafahan seperti yang diajarkan Nabi, bukan diwariskan secara turun-temurun. Tapi, rakyat tetap pada keputusannya: membaiat Umar bin Abdul Aziz.

Setelah menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz melakukan gebrakan yang tidak biasa dilakukan arja-raja Dinasti Umayyah sebelumnya. Para petugas protokoler kekhalifahan terkejut luar biasa. Umar menolak kendaraan dinas. Ia memilih menggunakan binatang tunggangan miliknya sendiri. Al-Hakam bin Umar mengisahkan, Saya menyaksikan para pengawal datang dengan kendaraan khusus kekhalifahan kepada Umar bin Abdul Aziz sesaat dia diangkat menjadi Khalifah. Waktu itu Umar berkata, Bawa kendaraan itu ke pasar dan juallah, lalu hasil penjualan itu simpan di Baitul Maal. Saya cukup naik kendaran ini saja (hewan tunggangan).

Atha al-Khurasani berkata, Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pelayannya untuk memanaskan air untuknya. Lalu pelayannya memanaskan air di dapur umum. Kemudian Umar bin Abdul Aziz menyuruh pelayannya untuk membayar setiap satu batang kayu bakar dengan satu dirham.

Amir bin Muhajir menceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz akan menyalakan lampu milik umum jika pekerjaannya berhubungan dengan kepentingan kaum Muslimin. Ketika urusan kaum Muslimin selesai, maka dia akan memadamkannya dan segera menyalakan lampu miliknya sendiri.

Yunus bin Abi Syaib berkata, Sebelum menjadi Khalifah tali celananya masuk ke dalam perutnya yang besar. Namun, ketika dia menjadi Khalifah, dia sangat kurus. Bahkan jika saya menghitung jumlah tulang rusuknya tanpa menyentuhnya, pasti saya bisa menghitungnya.

Abu Jafar al-Manshur pernah bertanya kepada Abdul Aziz tentang kekayaan Umar bin Abdul Aziz, Berapa kekayaan ayahmu saat mulai menjabat sebagai Khalifah? Abdul Aziz menjawab, Empat puluh ribu dinar. Jafar bertanya lagi, Lalu berapa kekayaan ayahmu saat meninggal dunia? Jawab Abdul Aziz, Empat ratus dinar. Itu pun kalau belum berkurang.

Bahkan suatu ketika Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar bin Abdul Aziz yang sedang sakit. Maslamah melihat pakaian Umar sangat kotor. Ia berkata kepada istri Umar, Tidakkah engkau cuci bajunya? Fathimah menjawab, Demi Allah, dia tidak memiliki pakaian lain selain yang ia pakai.

Ketika shalat Jumat di masjid salah seorang jamaah bertanya, Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah mengaruniakan kepadamu kenikmatan. Mengapa tak mau kau pergunakan walau sekedar berpakaian bagus? Umar bin Abdul Aziz berkata, Sesungguhnya berlaku sederhana yang paling baik adalah pada saat kita kaya dan sebaik-baik pengampunan adalah saat kita berada pada posisi kuat.

Seorang pelayan Umar, Abu Umayyah al-Khashy berkata, Saya datang menemui istri Umar dan dia memberiku makan siang dengan kacang adas. Saya katakan kepadanya, Apakah setiap hari tuan makan dengan kacang adas? Fathimah menjawab, Wahai anakku, inilah makanan tuanmu, Amirul Mukminin. Amr bin Muhajir berkata, Uang belanja Umar bin Abdul Aziz setiap harinya hanya dua dirham.

Suatu saat Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan Bani Marwan. Ia berkata, Sesungguhnya Rasulullah saw. memiliki tanah fadak, dan dari tanah itu dia memberikan nafkah kepada keluarga Bani Hasyim. Dan dari tanah itu pula Rasulullah saw. mengawinkan gadis-gadis di kalangan mereka. Suatu saat Fathimah memintanya untuk mengambil sebagian dari hasil tanah itu, tapi Rasulullah saw. menolaknya. Demikian pula yang dilakukan Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. Kemudian harta itu diambil oleh Marwan dan kini menjadi milik Umar bin Abdul Aziz. Maka, saya memandang bahwa suatu perkara yang dilarang Rasulullah saw. melarangnya untuk Fathimah adalah bukan menjadi hakku. Saya menyatakan kesaksian di hadapan kalian semua, bahwa saya telah mengembalikan tanah tersebut sebagaimana pada zaman Rasulullah saw. (riwayat Mughirah).

Wahib al-Wadud mengisahkan, suatu hari beberapa kerabat Umar bin Abdul Aziz dari Bani Marwan datang, tapi Umar tak bisa menemui mereka. Lalu mereka menampaikan pesan lewat Abdul Malik, Tolong katakan kepada ayahmu bahwa para Khalifah terdahulu selalu memberikan keistimewaan dan uang kepada kami, karena mereka tahu kedudukan kami. Sementara ayahmu kini telah menghapuskannya.Abdul Malik menemui ayahnya. Setelah kembali, Abdul Malik menyampaikan jawaban Umar bin Abdul Aziz kepada mereka, Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar, jika aku mendurhakai Tuhanku. Umar mengutip ayat 15 surat Al-Anam.

Umar bin Abdul Aziz pun pernah memanggil istrinya, Fathimah binti Abdul Malik, yang memiliki banyak perhiasan pemberian ayahnya, Khalifah Abdul Malik. Wahai istriku, pilihlah olehmu, kamu kembalikan perhiasan-perhiasan ini ke Baitul Maal atau kamu izinkan saya meninggalkan kamu untuk selamanya. Aku tidak suka bila aku, kamu, dan perhiasan ini berada dalam satu rumah. Fathimah menjawab, Saya memilih kamu daripada perhiasan-perhiasan ini.

Amr bin Muhajir meriwayatkan, suatu hari Umar bin Abdul Aziz ingin makan apel, kemudian salah seorang anggota keluarganya memberi apel yang diinginkan. Lalu Umar berkata, Alangkah harum aromanya. Wahai pelayan, kembalikan apel ini kepada si pemberi dan sampaikan salam saya kepadanya bahwa hadiah yang dikirim telah sampai.Amr bin Muhajir mempertanyakan sikap Umar itu, Wahai Amirul Mukminin, orang yang memberi hadiah apel itu tak lain adalah sepupumu sendiri dan salah seorang yang masih memiliki hubungan kerabat yang sangat dekat denganmu. Bukankah Rasulullah saw. juga menerima hadiah yang diberikan orang lain kepadanya?Umar bin Abdul Aziz menjawab, Celaka kamu, sesungguhnya hadiah yang diberikan kepada Rasulullah saw. adalah benar-benar hadiah, sedangkan yang diberikan kepadaku ini adalah suap.

Suatu ketika Abdul Malik, putra Umar, menemui ayahnya, dan berkata, Wahai Amirul Mukminin, jawaban apa yang engkau persiapkan di hadapan Allah swt. di hari Kiamat nanti, seandainya Allah menanyakan kepadamu, Mengapa engkau melihat bidah, tapi engkau tidak membasminya, dan engkau melihat Sunnah, tapi engkau tidak menghidupkannya di tengah-tengah masyarakat?Umar menjawab, Semoga Allah swt. mencurahkan rahmat-Nya kepadamu dan semoga Allah memberimu ganjaran atas kebaikanmu. Wahai anakku, sesungguhnya kaummu melakukan perbuatan dalam agama ini sedikit demi sedikit. Jika aku melakukan pembasmian terhadap apa yang mereka lakukan, maka aku tidak merasa aman bahwa tindakanku itu akan menimbulkan bencana dan pertumpahan darah, serta mereka akan menghujatku. Demi Allah, hilangnya dunia bagiku jauh lebih ringan daripada munculnya pertumpahan darah yang disebabkan oleh tindakanku. Ataukah kamu tidak rela jika datang suatu masa, dimana ayahmu mampu membasmi bidah dan menghidupkan Sunnah?

Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz sangat memprioitaskan kesejahtera rakyat dan tegaknya keadilan. Fathimah binti Abdul Malik pernah menemukan suaminya sedang menangis di tempat biaya Umar melaksanakan shalat sunnah. Fathimah berusaha membesarkan hatinya. Umar binAbdul Aziz berkata, Wahai Fathimah, sesungguhnya saya memikul beban umat Muhammad dari yang hitam hingga yang merah. Dan saya memikirkan persoalan orang-orang fakir dan kelaparan, orang-orang sakit dan tersia-siakan, orang-orang yang tak sanggup berpakaian dan orang yang tersisihkan, yang teraniaya dan terintimidasi, yang terasing dan tertawan dalam perbudakan, yang tua dan yang jompo, yang memiliki banyak kerabat, tapi hartanya sedikit, dan orang-orang yang serupa dengan itu di seluruh pelosok negeri. Saya tahu dan sadar bahwa Tuhanku kelak akan menanyakan hal ini di hari Kiamat. Saya khawatir saat itu saya tidak memiliki alasan yang kuat di hadapan Tuhanku. Itulah yang membuatku menangis.

Malik bin Dinar berkata, Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, para penggembala domba dan kambing berkata, Siapa orang saleh yang kini menjadi Khalifah umat ini? Keadilannya telah mencegah serigala memakan domba-domba kami.

Begitulah Umar bin Abdul Aziz, meski memerintah tidak sampai dua tahun, rakyatnya hidup sejahtera. Umar bin Usaid berkata, Demi Allah, Umar bin Abdul Aziz tidak meninggal dunia hingga seorang laki-laki datang kepada kami dengan sejumlah harta dalam jumlah besar dan berkata, Salurkan harta ini sesuai kehendakmu. Ternyata tak ada seorang pun yang berhak menerimanya. Sungguh Umar bin Abdul Aziz telah membuat manusia hidup berkecukupan.Kesederhanaan SangKhalifah

Ketika itu, Umar bin Abdul Aziz menyampaikan pidato. Di hadapan kaum Muslimin, beliau memaparkan kebijakannya sebagai khalifah. Pidato beliau sangat menarik, lugas, tegas, dan mudah dipahami oleh orang awam sekalipun. Banyak orang yang terpana mendengar pemaparannya.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz mempunyai kemampuan retorika yang bagus. Pidatonya mampu memukau hadirin. Kata-katanya sanggup membuat orang-orang terpana. Namun, kali ini ada sesuatu yang lain. Orang-orang memperhatikan gerak-gerik khalifah yang agak ganjil karena gerak-gerik ini sama sekali tidak berhubungan dengan materi pidato. Tidak seperti biasanya, khalifah sering memegang dan mengibas-ngibaskan bajunya saat berpidato. Kadang ke sebelah kanan, kadang ke sebelah kiri.

Usai berpidato, khalifah turun dari podium. Spontan, seseorang menanyakan tentang gerak-gerik khalifah yang ganjil tadi. Setelah diberikan penjelasan, tahulah mereka bahwa ternyata baju yang dipakai khalifah baru saja dicuci. Baju itu belum kering benar. Mau tak mau, khalifah mengenakan baju itu karena tidak mempunyai baju yang lain. Baju yang masih basah tentu saja kurang nyaman dipakai. Akibatnya, berkali-kali khalifah mengibas-ngibaskan baju yang dipakainya pada saat berpidato agar cepat kering.

Pada suatu hari, seorang wanita Mesir sengaja datang ke Damaskus. Si wanita ingin bertemu dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setiba di Damaskus, dia menanyakan tempat tinggal khalifah. Tentu saja, tempat tinggal khalifah bukan tempat yang asing bagi masyarakat sekitar. Beberapa orang memberitahu si wanita. Alhasil, dengan mudah si wanita dapat menemukan tempat yang hendak dituju.

Tiba di tempat yang dituju, si wanita bertemu dengan seorang perempuan yang berpakaian lusuh. Tidak jauh dari perempuan itu, terlihat seorang laki-laki belepotan dengan tanah. Rupanya, orang ini sedang memperbaiki rumahnya yang rusak.

Setelah bertegur sapa, wanita Mesir itu sangat terkejut. Ternyata, perempuan yang ada di dekatnya ini adalah Fathimah, istri khalifah. Wanita itu terkejut karena melihat seorang istri kepala negara mengenakan pakaian lusuh dan kumal seperti itu. Namun, di balik keterkejutannya itu, sesungguhnya si wanita merasa sangat kagum. Apalagi melihat sikap Fathimah yang demikian ramah dan sopan. Tidak heran kalau si wanita sangat menyukainya.

Kenapa sebagian aurat Nyonya tidak tertutup? Padahal, di dekat Nyonya ada seorang pria tukang kuli? tanya si wanita kepada Fathimah.

Tukang kuli itu adalah suami saya. Beliau adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz, jawab Fathimah sambil menyungging senyum.

Subhaanallaah! Si wanita berseru kaget. Sekali lagi dia benar-benar terkejut. Terus, ke mana para pelayan?

Kami hanya mempunyai seorang pelayan. Itu pun masih remaja, ujar Fathimah seraya menunjuk ke arah seseorang yang berdiri tidak jauh dari tempat tersebut.

Kok, tubuhnya kurus? Kalau boleh tahu, makanan apa yang biasa diberikan kepadanya?

Setiap hari, kami memberinya makan kacang.

Pasti si pelayan bosan.

Benar. Bahkan, kerap kali dia menggerutu.

Wajar saja. Apa tidak ada makanan yang lebih baik untuknya?

Itulah makanan kami. Saya dan khalifah juga makan kacang setiap hari.

Hiduplah di dunia dengan berzuhud (bersahaja), maka kamu akan dicintai Allah, dan jangan tamak terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya kamu akan disenangi manusia.(HR. Ibnu Majah)(Sumber: Mohamad Zaka Al Farisi, Like Father Like Son, Untaian Kisah-kisah Penuh Hikmah, Bandung: MQ Gress, Cet. II, Maret 2008, hal. 176-179)

Tanggapan :* Khalifah ini beserta keluarganya amat zuhud dan sederhanaLuar biasa, khalifah hanya punya sepotong baju..* Beliau sangat mementingkan kemslahatan umat tapi sangat hati-hati kepada diri dan keluarganya.* Khalifah juga memperbaiki sendiri rumahnya, sebagaimana Rasul pun demikian.sepatutnya pemimpin tdk arogan, demikianlah yg dicontohkan salafus salih..* Keluarga khalifah sangat ramah dan menghormati setiap tamu.

Monggo dishare..

Meneladani Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz

Akhlak pemimpin seorang Khalifah Umar bin Abdul Aziz, sungguh jauh dari gaya perlente, berpakaian mahal, kendaraan mewah, apalagi makanan yang lezat. Seharusnya pejabat di negeri ini meneladani kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz.Tatkala Khalifah demi khalifah datang pergi silih berganti, disebut-sebutlah nama Umar bin Abdul Azir untuk menjadi penggantinya. Lalu apa kata Umar ketika namanya digadang-gadang menjadi calon khalifah yang baru. Jangan sebut-sebut nama saya, katakan bahwa saya tidak menyukainya. Dan jika tidak ada yang menyebut namanya, maka katakan, jangan mengingatkan nama saya, ujar Umar bin Abdul Aziz.

Suatu ketika dibuatlah rekayasa, berupa surat wasiat, seolah-olah khalifah sebelumnya menetapkan Umar sebagai penggantinya. Begitu diumumkan di depan publik, seluruh hadirin pun serentak menyatakan persetujuannya. Tapi tidak dengan Umar. Ia justru terkejut, seperti mendengar petir di siang bolong. Bukan hanya terkejut, Umar bin Abdul Aziz bahkan mengucapkan:Inna lillahi wa Inna ilaihi rajiuun,dan bukannyaAlhamdulillahseperti kebanyakan para pejabat di negeri ini. Bagi Umar, tahta yang disodorkan adalah musibah, bukan kenikmatan.

Sosok Umar bin Abdul Aziz bukanlah tipe manusia yang berambisi untuk menjadi pemimpin, apalagi mengejarnya. Demi Allah, ini sama sekali bukanlah atas permintaanku, baik secara rahasia ataupun terang-terangan, ujar Umar.

Di atas mimbar Umar berkata: Wahai manusia, sesungguhnya aku telah dibebani dengan pekerjaan ini tanpa meminta pendapatku lebih dulu, dan bukan pula atas permintaanku sendiri, juga tidak pula atas musyawarah kaum muslimin. Dan sesungguhnya aku ini membebaskan saudara-saudara sekalian dari baiat di atas pundak saudara-saudara, maka pilihlah siapa yang kamu sukai untuk dirimu sekalian dengan bebas!

Ketika semua hadirin telah memilihnya dan melantiknya sebagai Khalifah, Umar berpidato dengan ucapan yang menggugah. Taatlah kamu kepadaku selama aku taat kepada Allah. Jika aku durhaka kepada Allah, maka tak ada keharusan bagimu untuk taat kepadaku.

Jika kebanyakan pejabat berpesta ria saat kenaikan pangkat dan meraih kekuasaan, Umar bin Abdul Aziz malah berpesta air mata, ia takut pertanggungjawabanya di hadapan Allah pada hari kiamat kelak tak mampu dipikulnya.

Dan jika kebanyakan pejabat bermegah-megahan saat mendapat kedudukan, Umar justru hidup dalam kesederhanaan, bahkan amat sederhana, dan minim sekali. Zuhud dan wara sudah menjadi pribadi Umar sebelum ia menjadi Khalifah. Ketika ia disodori kendaraan dinas yang supermewah berupa beberapa ekor kuda tunggangan, lengkap dengan kusirnya, Umar menolak, dan malah menjual semua kendaraan itu, lalu uang hasil penjualannya diserahkan ke Baitul Mal. Termasuk semua tenda, permadani dan tempat alas kaki yang biasanya disediakan untuk khalifah yang baru.

Kesederhaan Umar dibuktikan ketika ia melepas pakaiannya yang mahal dan menggantinya dengan pakaian kasar hanya delapan dirham. Semua pakaian, minyak wangi, juga tanah perkebunan yang diwarisinya, juga dijual, lagi-lagi uangnya diserahkan ke Baitul Mal.

Istri pejabat umumnya memanfaatkan kedudukan suaminya untuk hidup mewah, tapi Umar justru menawarkan pilihan, antara hidup bersama dirinya dengan melepas semua harta perhiasan yang dikenakan, termasuk permata, mutiara, perabotan rumah tangga yang mahal harganya, atau berpisah. Akhinya, sang istri memilih hidup bersahaja bersama suaminya yang bertahtakan khilafah.

Itulah akhlak pemimpin seorang Umar bin Abdul Aziz, jauh dari gaya perlente, berpakaian mahal, kendaraan mewah, apalagi makanan yang lezat. Seharusnya pejabat di negeri ini meneladani kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz.