kepentingan ekonomi rwanda dalam perang kongo

141
KEPENTINGAN EKONOMI RWANDA DALAM PERANG KONGO SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Oleh: ARINALDO HABIB PRATAMA 1010852001 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS 2015

Upload: arinaldo-habib

Post on 15-Apr-2017

109 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

KEPENTINGAN EKONOMI RWANDA DALAM PERANG KONGO

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat

Untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Andalas

Oleh:

ARINALDO HABIB PRATAMA

1010852001

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ANDALAS

2015

Page 2: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

ii

Page 3: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

iii

Page 4: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

iv

Page 5: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

v

Abstract

This research is conducted to understand how Rwanda is able to achieve

their economic interest in Congo War,using national interest and resource wars

as main concept . The result of research shows that Rwanda is able to achieve

their economy interest because either Democratic Republic of Congo was unable

to grasp political, security and also economy control. The emergences of mineral

world market during Congo War also contribute to Rwanda‘s economy interest

during Congo War. Although Rwanda‘s economic interest in DRC could be

categorized as form of illegal economy, Rwanda able to convince international

community and Rwanda‘s people because security threat that come from inside

Zaire or DRC.

Keyword : Rwanda, Congo War, economy interest, resource wars, mineral

exploitation

Page 6: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

vi

Abstrak

Penelitian ini ditujukan untuk memahami bagaimana Rwanda mampu untuk

mencapai kepentingan ekonomi mereka selama Perang Kongo, menggunakan

kepentingan nasional dan perang sumber daya sebagai konsep. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa alasan Rwanda mampu untuk mencapai kepentingan

ekonominya karena Republik Demokratik Kongo tidak mampu mengendalikan

situasi politik, keamanan dan juga politik di dalam negaranya. Tingginya

permintaan berbagai mineral di pasar dunia juga berkontribusi atas kepentingan

ekonomi Rwanda selama Perang Kongo. Meskipun kepentingan ekonomi Rwanda

di RDK bisa dikategorikan sebagai aktivitas ekonomi yang ilegal, Rwanda

berhasil meyakinkan komunitas internasional dan masyarakat Rwanda

dikarenakan klaim ancaman keamanan yang muncul dari Zaire atau RDK.

Kata Kunci: Rwanda, Perang Kongo, kepentingan ekonomi, eksploitasi mineral,

perang sumber daya

Page 7: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

vii

KATA PENGANTAR

Benua Afrika sebagai salah satu subjek kajian Hubungan Internasional

kurang mendapatkan perhatian oleh pengkaji dan akademisi HI di Indonesia.

Namun, banyak hal menarik yang bisa ditemukan dalam sistem negara-bangsa di

Afrika, terutama menyangkut konflik dan peperangan di benua tersebut.

Fenomena yang peneliti bahas di dalam karya tulis ini, Perang Kongo, termasuk

konflik terbesar yang berlangsung paska Perang Dingin berakhir

Perang Kongo sebelumnya berlangsung untuk menggulingkan dua

kediktatoran yang sebelumnya berkuasa di negara tersebut. Namun, perang

tersebut melibatkan intervensi yang berasal dari luar RDK, dimana Rwanda

sebagai pokok pembahasan karya tulis ini turut terlibat dalam invasi tersebut. hal

ini cukup menarik mengingat 2 tahun sebelum keterlibatan Rwanda di dalam

Perang Kongo, Rwanda mengalami apa yang dinamakan genosida, yang

kemudian menyebabkan negara tersebut mengalami krisis sosial, politik dan

ekonomi.

Perang ini selain berlangsung untuk mempertahankan keamanan Rwanda

dari ancaman pemberontakan yang berasal dari RDK, juga berlangsung atas

pertimbangan dan kepentingan yang bersifat ekonomis. Keterlibatan politikus dan

perwira Rwanda di dalam Perang Kongo dalam eksploitasi mineral secara ilegal

di RDK dapat ditemukan dalam karya tulis ini. Bahkan, eksploitasi tersebut

berlangsung atas sepengetahuan Paul Kagame, Presiden Rwanda ketika Perang

Kongo berlangsung.

Page 8: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

viii

Atas fenomena ini, peneliti kemudian tertarik untuk membahas segala aspek

yang berkaitan dengan eksploitasi dan upaya untuk memperoleh kepentingan

ekonomi di RDK oleh Rwanda sebagai negara, mulai dari alasan, kapabilitas

secara ekonomi dan politik untuk melancarkan perang, maupun kebijakan yang

diambil Rwanda selama Perang Kongo berlangsung.

Page 9: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Berkah dan petunjuk yang diberikan Allah swt, peneliti panjatkan setinggi-

tingginya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Apriwan S.Sos, MA selaku Dosen Pembimbing I, untuk kritik dan saran

yang diberikan kepada penulis, sekaligus “ketabahan” yang diberikan selama

proses bimbingan. Semoga di kehidupan depannya, penulis dapat memenuhi

ekspektasi yang penulis peroleh, seandainya penulis bisa menekuni dunia

akademis.

2. Bapak Virtuous Setyaka, S.IP, M.Si selaku Dosen Pembimbing II, yang telah

mengarahkan peneliti untuk mengerjakan skripsi ini melalui berbagai diskusi yang

membangun.

Selanjutnya, ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada segenap staf pengajar

HI UNAND, yang mengajarkan berbagai ilmu dan wawasan, yang mana membuat

peneliti semakin tertarik dan tekun mendalami Hubungan Internasional sebagai

bidang studi (semoga bisa dilanjutkan kedepannya).

Terpenting dan yang paling utama, terima kasih pada orangtuaku yang memandu

jalan penulis hingga sampai pada tahap ini, Mama dan Papa (yang mana penulis

dapat membahagiakan mereka), dan ketiga adik penulis, Adib, Abyan dan Afif,

semoga bersama-sama bisa menempuh masa depan yang lebih baik.

Terutama, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya dan

setulusnya kepada HI Angkatan 2010, yang bersama-sama telah menjalani 5 tahun

bersama. Terimakasih karena telah “menyerap” semua kegilaan dan semua

keambiguan yang sudah kita lalui bersama-sama, sehingga hubungan erat berhasil

kita jalani.

Terakhir, penulis mengucpakan terimakasih kepada Angkatan 2011, 2012 dan

2013 yang mendorong dan menyemangati penulis sehingga penulisan dan

penyelesaian skripsi ini menjadi menarik dan berwarna.

Page 10: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

SURAT PERNYATAAN

ABSTRACT

ASBTRAK

KATA PENGANTAR

UCAPAN TERIMA KASIH

Daftar Isi

Daftar Gambar

Daftar Tabel

Daftar Singkatan

BAB I

PENDAHULUAN

ii

iii

iv

v

vi

vii

ix

x

xii

xii

xiii

1

1.1 Latar Belakang

Rumusan Masalah

Pertanyaan Penelitian

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Studi Pustaka

Kerangka Konseptual

1

1.2 5

1.3 5

1.4 6

1.5 6

1.6 6

1.7 12

1.7.1

1.7.2

National Interest

Resource Wars

12

14

1.8 Batasan Masalah 19

1.9

1.10

Tingkat Analisa dan Unit Analisa

Teknik Pengumpulan Data

19

20

1.11

1.12

1.13

Teknik Pengolahan Data

Teknik Analisis Data

Sistematika Penulisan

20

21

21

BAB II

SEJARAH PERANG KONGO 23

2.1 Sejarah Perang Kongo Pertama (1996-1997) 23

2.2 Sejarah Perang Kongo Kedua (1998-2003) 27

2.3 Rwanda dalam Perang Kongo 33

2.3.1 Deskripsi Rwanda secara Umum

2.3.2 Rwanda dan Perang Kongo Pertama

2.3.3 Rwanda dan Perang Kongo Kedua

33

36

42

BAB III

POTENSI EKONOMI SELAMA PERANG KONGO 51

3.1 Industri Pertambangan di Zaire sebelum Perang Kongo Pertama 51

3.2 Penyelundupan Komoditas dan Mineral sebagai Ekonomi Informal di

Republik Demokratik Kongo

54

3.3 Konsesi Pertambangan dari Perusahaan Internasional setelah Perang 57

Page 11: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

xi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 119

5.1 Kesimpulan 119

5.2 Saran 122

DAFTAR PUSTAKA 123

Lampiran I 125

3.4

Kongo Pertama

Konsesi Pertambangan di RDK setelah Perang Kongo Kedua

58

BAB IV ANALISA KEPENTINGAN EKONOMI RWANDA DALAM

PERANG KONGO

61

4.1 Kepentingan Nasional Rwanda dilihat dari Perspektif Ekonomi 62

4.1.1 Sektor Pertambangan Rwanda dan Kesulitan yang

Mereka Alami

62

4.1.2 Kepentingan Nasional Rwanda dalam Perang

Kongo: Paul Kagame dan Self Financing War

63

4.1.3 Rwanda dan Monopoli Perdagangan Mineral

selama Perang Kongo Berlangsung

70

4.1.4 Capaian Rwanda secara Ekonomi dalam Perang

Kongo

73

4.1.5 Rwanda dan Pasar Mineral Dunia sebagai Tujuan

dari Eksploitasi Mineral RDK

78

4.3 Private Resource Diplomacy dan Warlordisme dalam Perang Kongo

Pertama

83

4.3.1 Private Resource Diplomacy dalam Perang Kongo Pertama 83

4.3.2 Warlordism dalam Perang Kongo Pertama 93

4.4 Private Resource Diplomacy dan Warlordisme dalam Perang Kongo

Kedua

102

4.4.1 Private Resource Diplomacy dalam Perang Kongo Kedua 102

4.4.2 Akazu 107

4.4.3 Congo Desk 110

4.4.4 Warlordism dan RCD sebagai proxy bagi kepentingan

ekonomi Rwanda

113

Page 12: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

xii

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tipologi Perang Sumber Daya Alam menurut

Philippe L. Billon

16

Tabel 2.1 Jumlah personil dari masing-masing negara yang

terlibat dalam Perang Kongo Kedua

45

Tabel 2.2 Kekuatan Militer Rwanda di Republik Demokratik

Kongo pada Perang Kongo Kedua

46

Tabel 2.3 Pemasukan dan Pengeluaran Militer Rwanda pada

Perang Kongo Kedua

49

Tabel 4.1 Produksi dan Ekspor Koltan Rwanda selama tahun

1996-2000

76

Tabel 4.2 Tabel Produksi Emas Rwanda dalam tahun 1994-

2000

77

Tabel 4.3 Tabel Impor Emas Belgia dari Rwanda 78

Tabel 4.4 Keuntungan Rwanda dan Uganda selama Perang

Kongo Kedua

96

Gambar 2.1 Peta Perang Kongo Pertama (1996-1997) 24

Gambar 2.2 Peta Perang Kongo Kedua pada tahun 2003 28

Gambar 2.3 Peta Rwanda 34

Gambar 4.1 Paul Kagame bersama Prajurit Rwanda di Stadium

Nasional Kigali

65

Gambar 4.2 Peta Kandungan Mineral di Zaire / Republik

Demokratik Kongo

74

Gambar 4.3 Grafik Perdagangan Koltan Republik Rakyat

Tiongkok dengan beberapa negara di Afrika

79

Gambar 4.4 Pasukan RCD di Kivu selama Perang Kongo Kedua 106

Page 13: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

xiii

DAFTAR AKRONIM

ADFL Alliance des Forces Démocratiques pour la libération du Congo-Zaire

ADP Alliance Démocratique des Peuples

AMF American Mineral Field

CNRD Conseil National de Résistance pour la Démocratie

DMI Department of Military Intelligence (Intelijen Militer Rwanda di RDK

sejak Perang Kongo Kedua

FAC Forces Armées Congolaises (Angkatan Bersenjata Kongo) (sejak 1997)

FAR Forces Armées Rwandaises (Angkatan Bersenjata Rwanda sebelum RPF

berkuasa)

FAZ Forces Armées Zaïroises (Angkatan Bersenjata Kongo Selama Perang

Kongo Pertama)

GECAMINES Générale des Carrières et des Mines

IMF International Monetary Fund

LDF Local Defense Force

MLC Mouvement pour la Libération du Congo (Movement for the Liberation of

Congo)

MRLZ Mouvement Révolutionnaire pour la Libération du Zaïre

RDK Republik Demokratik Kongo

RPF Rwanda Patriotic Front

RPA Rwanda Patriotic Army

SADC Southern Africa Development Commitee

SOMIGL Société Minière des Grands Lac

UMHK Union Miniere du Haut-Katanga

Page 14: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

xiv

Page 15: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kepentingan ekonomi Rwanda

sebagai negara yang melakukan invasi dalam Perang Kongo Pertama yang

berlangsung selama tahun 1996-1997 dan Perang Kongo Kedua, selama tahun

1998-20031. Sebagai salah satu negara yang turut berpartisipasi dalam Perang

Kongo, Rwanda sebetulnya tidak memiliki kapabilitas yang cukup dalam

melakukan invasi. Ketidakmampuan dari angkatan bersenjata Rwanda sebelum

Perang Kongo karena embargo persenjataan yang diberlakukan ke negara tersebut

selama genosida berlangsung2.

Sebelum dimulainya Perang Kongo pada tahun 1996, Rwanda mengalami

apa yang dinamakan genosida. Genosida di Rwanda berlangsung ketika milisi

Hutu dari yang berpihak pada Presiden Rwanda yang juga seorang Hutu, Juvenil

1 Sasha Lezhnev dan John Prendergast, Rwanda‘s Stake in Congo: Understanding Interests to

Achieve Peace, Enough ! Project, hal. 5 2 Sebenarnya, sebelum genosida berlangsung, Angkatan Bersenjata Rwanda di era Habyarimana

sendiri sempat membeli persenjataan dari Perancis, Afrika Selatan dan berbagai negara lainnya.

namun, berbagai Resolusi PBB yang ditandatangani sebelum genosida berlangsung terkait

embargo senjata ke Rwanda membuat Angkatan Bersenjata Rwanda harus menyelundupkan

persenjataan mereka dari Zaire, yang sayangnya seringkali dapat disabotase oleh Rwanda Patriotic

Front. Sumber: Damien Fruchart, United Nations Arms Embargoes:Their Impacts on Arms Flows

and Target Behavior in Rwanda 1994-Present, Stockholm: Stockholm International Peace

Research Institute

Page 16: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

2

Habyarimana, melakukan pembantaian terhadap etnis Tutsi karena dianggap telah

memberikan dukungan kepada Rwanda Patriotic Front (RPF)3.

RPF berhasil menggulingkan pemerintahan Rwanda yang didominasi oleh

etnis Hutu, namun Rwanda menghadapi berbagai masalah, terutama masalah

sosial, politik dan ekonomi. Situasi yang dihadapi oleh Rwanda pada waktu itu

seharusnya tidak memungkinkan negara tersebut untuk melakukan invasi ke

Republik Demokratik Kongo4. Namun hal yang sebaliknya terjadi, Rwanda secara

mengejutkan bisa terlibat dalam Perang Kongo dalam dua periode sekaligus,

yakni tahun 1996-1997 dan 1997-2003.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, Perang Kongo dibagi dalam dua

periode, 1996-1997 dan 1998-2003. Pada periode pertama, perang ini berlangsung

untuk menggulingkan diktator negara tersebut, Mobutu Sese Seko. Pada periode

kedua, orang yang sebelumnya memimpin pemberontakan pada Perang Kongo

Pertama, Laurent Kabila, memimpin negara itu dengan represif dan otoriter

sehingga selama kepemimpinannya sehingga terdapat berbagai milisi bersenjata

yang muncul untuk menggulingkan Kabila dari kekuasaannya.

Aktor-aktor yang terlibat dalam Perang Kongo Pertama dan Kedua terbagi

dalam dua kelompok, milisi bersenjata dan negara. Keterlibatan milisi bersenjata

muncul sebagai bentuk ketidakpuasan atau grievance terhadap kepemimpinan

kepala negara tersebut, apakah itu Mobutu Sese Seko maupun Laurent Kabila.

Sedangkan keterlibatan berbagai negara dalam perang ini dikarenakan negara-

3 Rwanda Patriotic Front (RPF) adalah kelompok bersenjata yang didirikan oleh pengungsi Tutsi

yang berdiam di berbagai negara yang berdekatan dengan Rwanda 4 Untuk selanjutnya, baik dalam penjelasan mengenai Perang Kongo Pertama dan Kedua, peneliti

akan menggunakan nama Republik Demokratik Kongo, atau dengan akronim negara tersebut,

RDK

Page 17: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

3

negara tersebut terlibat dalam berbagai pertempuran maupun mempersenjatai

milisi-milisi bersenjata yang memulai pemberontakan atau bekerjasama dengan

angkatan bersenjata Republik Demokratik Kongo. Pada Perang Kongo Pertama,

para aktor yang terlibat adalah ADFL( Alliance des Forces Démocratiques pour

la libération du Congo-Zaire), Zaire, Rwanda, Uganda dan Angola5. Sedangkan

pada Perang Kongo Kedua, para aktor yang terlibat adalah RDK, Rwanda,

Uganda, Zimbabwe, Angola, Namibia dan milisi bersenjata yang terdiri dari RCD

(Rassemblement Congolaise pour la Démocratie), MLC (Mouvement pour la

Libération du Congo) dan Mai-Mai6.

Rwanda sebagai salah satu negara yang melakukan invasi pada RDK,

adalah sebuah negara kecil yang tidak berbatasan dengan laut atau landlocked,

dan berbatasan dengan Uganda, Tanzania, Burundi dan RDK (Zaire pada Perang

Kongo Pertama). Secara ekonomi, 90% penduduknya bergantung pada hasil

pertanian. Rwanda memiliki lahan yang terlalu sempit sehingga seringkali

penduduk membuka lahan pertanian sampai taman nasional7. Secara politik,

Rwanda pernah mengalami genosida pada tahun 1994 atau 2 tahun sebelum

Perang Kongo Pertama dimulai. Negara tersebut mengalami genosida karena

kebencian etnis Hutu yang mayoritas terhadap etnis Tutsi sebagai minoritas

membuat masing-masing etnis mempersenjatai diri. Secara ekonomi, genosida

mempengaruhi harga teh dan kopi sebagai komoditas utama negara tersebut dan

pemerintahan Rwanda tidak mampu membiayai subsidi dengan membeli harga

5 John F. Clark, The African Stakes of Congo War,( Palgrave Macmillan : New York, 2002), hal.

109-125 6 Ibid 7 Jean Bigagaza, Carolyn Abong dan Cecile Mukarubuga, Land Scarcity, Distribution and Conflict

in Rwanda, (Pretoria: Institute for Security Studies), 2002, hal. 51.

Page 18: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

4

kopi dan teh yang dipetik petani dengan harga yang lebih mahal8. Ketika RPF

berkuasa, mereka menyadari tidak akan mampu mengembalikan ekonomi negara

dan memperkaya diri mereka sendiri jika hanya bergantung pada ekspor kopi dan

teh.

RPF dibawah pimpinan Paul Kagame langsung melakukan berbagai upaya

untuk memperkuat pengaruh angkatan bersenjata baru paska genosida, Rwanda

Patriotic Army atau RPA, di dalam pemerintahan. Berbagai posisi pemerintahan

berada di bawah pengawasan angkatan bersenjata dan intelijen, atau beberapa

peneliti menyebutnya dengan sinis sebagai „tutsifikasi‟9. Kebanyakan dari

petinggi militer dan intelijen paska genosida adalah orang-orang yang datang dari

berbagai pengungsian etnis Tutsi seperti di Uganda dan Tanzania. Kesamaan latar

belakang tersebut membuat Paul Kagame yakin akan loyalitas mereka untuk

memenuhi kepentingan Kagame dan golongan-golongan terdekatnya. Sebelum

RPF berkuasa, terdapat sistem Akazu10

dimana jaringan ini digunakan untuk

menjamin loyalitas pejabat dari etnis Hutu dengan pembayaran subsidi terhadap

ladang kopi di Rwanda. Sistem serupa juga dijalankan oleh Kagame yakni berupa

pembagian keuntungan terhadap pejabat terdekat atau patrimonialisme tidak

terbatas pada subsidi bagi ladang kopi, namun juga dengan bantuan keungan yang

didapatkan dari IMF dan Bank Dunia, dan juga eksploitasi sumber daya alam.

Invasi ke RDK adalah salah satu upaya Kagame untuk melanggengkan sistem ini,

8 Karol C. Boudreaux dan Puja Ahluwalia, Cautiously Optimistic: Economic Liberalization and

Reconciliation in Rwanda Coffee‘s Sector, hal.147 9 Bjorn Willum, Foreign Aid to Rwanda: Totally Beneficial or Contributing to War,

(Diss.,University of Copenhagen, 2001), Hal.74 10

Akazu adalah orang-orang yang dekat dengan Presiden Paul Kagame dan kedekatan tersebut

digunakan untuk memperoleh kepentingan politik atau kepentingan ekonomi tertentu

Page 19: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

5

dan para perwira militer maupun pejabat Rwanda akan diuntungkan dari kekayaan

alam RDK dan Kagame pun bisa melanggengkan kekuasaan11

.

1.2 Rumusan Masalah

Sebagai negara yang terbelakang secara ekonomi dan memiliki masalah

politik paska genosida, Rwanda tidak memiliki kapabilitas yang cukup untuk

menghadapi Zaire atau Republik Demokratik Kongo yang merupakan salah satu

negara terbesar di benua Afrika dari segi luas. Rwanda dapat dikatakan sebagai

salah satu aktor penting dalam berjalannya Perang Kongo Pertama dan Kedua

karena mampu menandingi angkatan bersenjata Zaire atau Republik Demokratik

Kongo. Kemudian, alasan berikutnya untuk menyatakan bahwa Rwanda adalah

aktor penting selama Perang Kongo berlangsung adalah kemampuan negara

tersebut untuk mengambil keuntungan secara ekonomi selama perang

berlangsung, melalui pengelolaan dan pengendalian mineral yang strategis di

Republik Demokratik Kongo

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang dapat dari rumusan masalah di atas adalah : “

bagaimana upaya Rwanda memperoleh kepentingan ekonomi dalam invasinya

terhadap Republik Demokratik Kongo?”

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan kepentingan ekonomi Rwanda di

Perang Kongo Pertama dan Kedua.

11

Pernyataan ini mengutip 2 literatur utama mengenai pemerintahan otoriter di Rwanda dibawah

Rwanda Patriotic Front, yakni David Booth dari UK Department of International Development

yang berjudul Developmental Patrimonialism? The Case of Rwanda dan Will Jones dari Refugee

Studies Center, University of Oxford yang berjudul Africa‘s Illiberal State Builders

Page 20: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

6

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang ingin peneliti berikan antara lain:

1. Memperkaya pemahaman terkait politik yang dapat ditemui di Benua

Afrika, terutama peristiwa Perang Kongo.

2. Menambahkan koleksi kepustakaan jurusan Hubungan Internasional

Universitas Andalas terkait ekonomi politik yang dapat ditemukan dalam

perang dan konflik.

1.6 Studi Pustaka

Studi Pustaka digunakan untuk membandingkan penelitian terdahulu yang

sebelumnya sudah dilakukan dan kontribusinya terhadap penelitian yang peneliti

lakukan. Umumnya, peneliti menggunakan buku-buku yang menggambarkan

kronologi berlangsungnya Perang Kongo. Penulis buku-buku tersebut

memperolehnya dari wawancara dengan pelaku terkait, kumpulan tulisan yang

dikumpulkan dalam satu buku dimana setiap kontributornya menggunakan

pendekatan kesejarahan untuk memahami motif dan kepentingan masing-masing

pelaku dalam Perang Kongo, dan jurnal-jurnal maupun laporan NGO yang

menjelaskan berbagai eksploitasi ekonomi yang dilakukan oleh Rwanda.

Buku pertama yang peneliti gunakan dalam studi pustaka adalah buku

yang berjudul The African Stakes of Congo War, merupakan kompilasi tulisan

yang disusun oleh John F. Clark12

. Buku ini memberikan pemahaman bagi

pembacanya mengenai keberlangsungan hidup Republik Demokratik Kongo

12

John F. Clark, The African Stakes of Congo War, (Palgrave Macmillan, New York: 2002)

Page 21: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

7

dalam Perang Kongo sangat bergantung pada motif, kepentingan dan minat yang

sudah dijalankan maupun yang akan dilakukan oleh negara-negara yang turut

serta dalam perang ini, baik ketika terjadinya penggulingan Mobutu Sese Seko

sampai ketika berdirinya pemerintahan transisi melalui Perjanjian Lusaka tahun

2003. Mengenai RDK, buku ini menyediakan 2 sub-bab untuk pemerintahan

Kabila dan pemberontak anti-Kabila.

Secara umum, buku ini menegaskan bahwa penggulingan Kabila tidak

datang dari kehendak rakyat, namun merupakan keinginan Rwanda dan Uganda.

Ketika Kabila menduduki kekuasaan, legitimasi sulit didapat karena

ketergantungan terhadap dua negara ini, seperti angkatan bersenjata yang diisi

oleh orang-orang Rwanda dan Uganda, dan kedudukan menteri yang diisi oleh

perwira dan pejabat kedua negara tersebut. Ketika Kabila mulai membelot karena

berbagai faktor dan alasan, maka Rwanda dan Uganda tinggal meluncurkan

pasukannya ke RDK atas nama kepentingan nasional. Bagi negara-negara lain

yang ikut serta, secara garis besar terdapat 3 motif utama yakni keamanan

,ekonomi dan ideologis.

Buku kedua yang akan peneliti gunakan adalah buku tulisan Francois

Ngolet yang berjudul Crisis in Congo: The Rise and Fall of Laurent Kabila13

.

Buku ini memberikan penekanan kepada kronologis berlangsungnya Perang

Kongo dan kontribusi yang diberikan masing-masing pihak, baik di dalam RDK

maupun di luar RDK, sehingga konflik dapat membesar sampai pada

pembentukan pemerintahan transisi di bawah Joseph Kabila. Dari buku ini kita

13

Francois Ngolet, Crisis in the Congo: The Rise and Fall of Laurent Kabila,(Palgrave Macmillan:

New York), 2011

Page 22: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

8

dapat mengetahui bahwa Laurent Kabila mengusir militer Rwanda dan Uganda

secara sepihak menjauhnya bantuan ekonomi dari PBB dan berbagai organisasi

internasional, disingkirkannya petinggi ADFL yang kemudian menggalang

perlawanan balik terhadap Kabila.

Berikutnya, keberadaan milisi di Perang Kongo semakin memperkuat apa

yang dinamakan Balkanisasi14

, berlangsung pada tahun 1999-2003 dimana operasi

pemerintah RDK untuk mengusir milisi anti RDK dianggap sebagai pelanggaran

proses gencatan senjata, padahal milisi-milisi ini bisa melakukan berbagai upaya

pengrusakan dan kekacauan berkat suplai dan pelatihan dari negara-negara seperti

Rwanda dan Uganda.

Ditemukannya berbagai unsur etnik yang berselisih dalam Perang Kongo,

seringkali dianggap merupakan faktor masuknya Rwanda dengan justifikasi untuk

membantu pemberontakan dan sebagainya, penulis temukan dari jurnal tulisan

Severine Autessere yang berjudul Hobbes and the Congo: Local Violence and

International Intervention15

. Auteserre menggunakan contoh konflik di Kivu yang

berada di sebelah timur RDK dan Ituri yang berada di utara RDK. Jenis-jenis

perselisihan etnik yang dapat ditemukan antara lain antara Tutsi (dan dalam

perang Kongo, juga terlibat warga Tutsi yang datang dari Rwanda ) dan etnis-

etnis pribumi di RDK seperti Bantu, Landu dan Hunde. Perselisihan ini sudah

berlangsung sejak RDK merdeka, dimana para etnik pribumi yang mengandalkan

14 Balkanisasi adalah sebuah istilah geopolitik, awalnya dipakai untuk menyebut proses

fragmentasi atau pembagian suatu wilayah atau negara menjadi beberapa wilayah atau negara kecil

yang sering bertentangan atau tidak kooperatif satu sama lain. Istilah balkanisasi merujuk pada

pembagian semenanjung Balkan, yang sebelumnya hampir seluruhnya dikuasai oleh Kekaisaran

Utsmaniyah, menjadi beberapa negara kecil antara 1817 dan 1912 15 Séverine Autesserre, Hobbes and the Congo: Local Violence and International

Intervention,(Columbia: International Organization Foundation), 2009

Page 23: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

9

hasil pertanian bersaing dengan etnik Tutsi yang beternak. Etnik Tutsi

dipermudah dalam kepemilikan tanah dalam memperluas lahan bagi ternaknya

sehingga menimbulkan rasa keterancaman etnik pribumi yang kesulitan mencari

lahan pertanian. Persaingan ini kemudian meningkat ke pembentukan berbagai

milisi-milisi, yang banyak dari mereka dipersenjatai oleh aktor di luar RDK.

Penggunaan milisi ini selain dilakukan untuk menghilangkan kepercayaan rakyat

dan legitimasi terhadap RDK, juga untuk memburu para pemberontak yang

bersembunyi di penjuru RDK, dan membentuk berbagai pemerintahan bayangan

di propinsi-propinsi RDK yang akan mengawasi pajak dan eksploitasi SDA

sehingga tidak jatuh ke tangan pemerintahan RDK.

Literatur yang menunjukkan bagaimana Rwanda memanfaatkan

gelombang pengungsi yang masuk ke RDK untuk membuat instabilitas di

dalamnya serta memperoleh keuntungan secara ekonomi darinya dalam Perang

Kongo, dapat melihat tesis dari Hanne Katherine Fieldstad yang berjudul Rwanda

in the DRC: Keeping the Pot Boiling ?16

. Tulisan ini menjelaskan bahwa

kedatangan pengungsi Hutu ke RDK, yang kemudian bersama-sama dengan

Interhamwe turut serta dalam pembantaian etnik Tutsi Banyarwanda mendorong

Rwanda untuk merekrut orang-orang dari etnik Tutsi Banyarwanda dan

membentuk milisi untuk menghadapi etnik Hutu. Seiring dengan semakin

masuknya pasukan Rwanda ke dalam wilayah RDK, milisi-milisi ini kemudian

difungsikan untuk mengawasi penambangan SDA yang dilakukan warga RDK

dan tahanan Rwanda yang dibuang ke RDK. Milisi-milisi ini dipimpin dan dilatih

oleh perwira militer Rwanda dan melalui program Congo Desk,sebuah program

16

Hanne Katherine Fieldstad , “ Rwanda in the DRC: Keeping the Pot Boiling”, Mastes diss., Oslo

University, 2010

Page 24: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

10

yang dipimpin oleh intelijen militer Rwanda untuk mengawasi pasokan mineral

dari RDK ke Rwanda. Keuntungan ekonomi yang didapat dari penambangan SDA

akan menjadi milik perwira-perwira militer Rwanda yang bebas menyelundupkan

ke luar RDK, tanpa transparansi dari pemerintah Rwanda itu sendiri.

Selanjutnya, pendekatan Rwanda dalam Perang Kongo dilihat dari sudut

pandang kewilayahan (wilayah yang dimaksud adalah Great Lake Region),

penulis menggunakan tulisan Christopher Williams yang berjudul Explaining

Great War in Africa: How Conflict in the Congo Become a Continental Crisis17

.

Kontribusi tulisan ini adalah bagaimana peristiwa di negara-negara yang

berdekatan dengan Rwanda turut membentuk persepsi keamanan Rwanda dan

bagaimana Rwanda melihat RDK sebagai musuh. RDK yang menampung para

pemberontak yang anti pemerintahan Rwanda di daerah perbatasan Rwanda-

RDK, dan negara-negara seperti Uganda dan Angola yang terganggu dengan

permasalahan yang sama yakni pemberontak di wilayah RDK, membentuk aspek

kewilayahan di dalam Perang Kongo karena ketiga negara tersebut memutuskan

untuk menyerang RDK.

Peran mineral koltan sebagai komoditas yang diperebutkan dalam Perang

Kongo, peneliti menggunakan tulisan Celine Moyroud dan John Katungan yang

berjudul Coltan Exploration in Democratic Republic of Congo18

. Koltan yang

biasanya digunakan untuk pembuatan kapasitor elektronik di berbagai peralatan

elektronik, dapat dengan mudah ditemukan di daerah timur RDK, terutama daerag

17

Christopher Williams, “Explaining Great War in Africa:How Conflict in Congo become

Continental Crisis”, The Fletcher Forum of World Affairs Vol. 37 Issue 2 (Summer 2013), hal. 81,

http://www.fletcherforum.org/wp-content/uploads/2013/05/Williams-37-2.pdf 18

Celine Moyroud and John Katunga,”Coltan Exploration in Republic Democratic of Congo” in

Surface and Surfeit, ed. Jeremy Lind and Kathryn Sturman ,Pretoria: Institute for Security

Studies, 2002

Page 25: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

11

perbatasan Rwanda dan RDK. Koltan yang ditambang di RDK sendiri kemudian

transit atau singgah di negara-negara yang berdekatan seperti Rwanda, Burundi,

Uganda, Kenya dan Tanzania untuk kemudian diterbangkan atau dikapalkan ke

Eropa dan Amerika Serikat. Lemahnya kendali RDK atas wilayah ini kemudian

menguntungkan pemberontak yang didukung dan didanai oleh Rwanda dan

Uganda.

Peran mineral berikutnya, berlian, dalam perang Kongo, peneliti

menggunakan tulisan Ingrid Samset yang berjudul Conflict of Interest or Interest

of Conflict: Diamonds and War in the DRC19

. Rwanda adalah pihak yang paling

diuntungkan dengan keberadaan berlian di RDK karena Rwanda tidak memiliki

deposit sama sekali. Selama tahun 1998 sampai tahun 2002, terjadi peningkatan

ekspor berlian sampai 90 kali. Selanjutnya, ketiadaan transparansi dapat

menjelaskan mengapa jumlah ekspor Rwanda masih lebih kecil dibandingkan

berlian yang disetor oleh pemberontak yang berafiliasi dengan Rwanda. Berlian

yang belum diuangkan digunakan oleh para pemberontak untuk membeli senjata

dari makelar senjata yang merasa berlian sulit dilacak dibanding uang. Berlian

sendiri menjadi sumber pemasukan baru bagi Rwanda ketika harga koltan

mengalami penurunan pada tahun 2002, sehingga tidak terjadi deficit dan perang

di RDK dapat terus dilakukan.

19

Ingrid Samset, Conflict of Interest or Interest in Conflict: Diamonds and War in the DRC,

Review of African Political Economy, ROAPE Publishing, 2001

Page 26: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

12

1.7 Kerangka Konseptual

1.7 Kerangka Konseptual

1.7.1 National Interest

Konsep yang akan digunakan untuk menjelaskan bagaimana kepentingan

ekonomi Rwanda di Republik Demokratik Kongo selama Perang Kongo Pertama

dan Kedua, peneliti menggunakan kepentingan nasional atau national interest.

Karena itulah, peneliti menggunakan buku yang ditulis Paul R. Viotti dan Mark

V. Kauppi yang berjudul International Relations and World Politics20

.

Menurut Viotti dan Kauppi, negara yang berada di sistem internasional yang

tidak memiliki otoritas pusat untuk membawahi negara-negara tersebut, perlu

memobilisasi sumber daya yang mereka miliki untuk meraih apa yang dinamakan

kepentingan nasional. Kepentingan nasional sendiri dipenuhi oleh 4 hal yakni

kepentingan (interests), tujuan (objectives), ancaman (threats), dan kemampuan

(capabilities).

Dari perspektif realis, negara adalah aktor dengan kepentingan nasional

yang berbeda, tanpa otoritas terpusat untuk mengelola dan mengatut aktivtas dan

kepentingan berbeda tersebut. negara diasumsikan sebagai aktor yang rasional.

Asumsi tersebut dapat ditarik dari bagaimana negara memahami dan

memanfaatkan kesempatan yang muncul dari politik global dan menggunakan

kesempatan tersebut untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan negaranya,

bagaimana negara menangani ancaman yang datang dari luar negaranya dan

20

Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations and World Politics: 3rd Edition,

Prentice Hall, hal. 88-92

Page 27: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

13

berpotensi untuk menganggu keberadaan negara tersebut, dan bagaimana negara

menambah kapabilitasnya untuk menangani ancaman dan mengambil kesempatan

tersebut.

Gambar 1.2: Memahami Perilaku Negara Bangsa menurut Viotti dan Kauppi

Sumber: Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations and World

Politics: 3rd Edition, Prentice Hall, hal. 88

Menurut bagan diatas, kepentingan nasional dapat dihasilkan dari 4 faktor

berbeda, yakni kepentingan atau interests, ancaman atau threats, kesempatan atau

opportunities, dan kapabilitas atau capabilities. 4 faktor ini kemudian

digabungkan dan dijadikan kebijakan atau tindakan dari negara tersebut, atau

didalam bagan ini yaitu berupa tujuan atau objectives.

Kepentingan atau interest adalah bagaimana negara menentukan hal-hal

yang harus mereka capai untuk menjamin negara tersebut tetap berfungsi dengan

baik atau survival. Kepentingan bagi sebuah negara bisa berupa bagaimana negara

tersebut menginginkan kendali penuh atas wilayah yang dikuasainya, yakni

dengan status berdaulat yang mereka miliki, dan bagaimana negara tersebut

INTERESTS

OBJECTIVES

CAPABILITIES

OPPORTUNITIES THREATS

Page 28: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

14

menginginkan kemakmuran dan kekayaan bagi negara mereka, seperti eksploitasi

sumber daya alam, membangun pertanian atau membangun industri.

Ancaman atau threat yakni bagaimana negara semata-mata tidak

mengumpulkan kekuatan militer atau menambah kapabilitas lainnya, tanpa adanya

tindakan negara lain yang melakukan hal yang sama dan berupaya untuk

mengancam keberadaan negara yang lainnya.

Kesempatan atau opprtunities yakni bagaimana tindakan negara-negara lain

dapat membantu sebuah negara untuk mencapai tujuan nasionalnya. Tindakan

negara-negara lain ini bisa berupa investasi sebagai contoh kebijakan ekonomi

atau lumpuhnya perekonomian suatu negara paska invasi sebagai contoh dari

kebijakan militer.

Ketiga faktor yang disebutkan diatas yakni kepentingan, kesempatan dan

ancaman kemudian disusun menjadi sekelompok tujuan yang lebih spesifik atau

objective. Jika sebuah negara ingin untuk melindungi kedaulatan, maka tujuan

spesifik atau objectives bisa berupa menambah prajurit di daerah perbatasan atau

menambah patroli kapal laut di garis pantai negara bersangkutan.

1.7.2 Perang Sumber Daya ( Resource Wars)

Peneliti menggunakan konsep Perang Sumber Daya di dalam tulisan

Philippe L Billion yang berjudul The Geopolitical Economy of Resource Wars 21

.

Alasan penggunaan konsep Perang Sumber Daya oleh peneliti sumber daya alam

yang dikandung oleh Republik Demokratik Kongo semisal emas, berlian dan

21

Philippe L Billon, The Geopolitics of Resource Wars: Resource Dependence, Governance and

Violence, London: Frank Cass Publisher, 2007

Page 29: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

15

koltan mengalami eksploitasi oleh pihak-pihak yang bertikai untuk membiayai

berlangsungnya konflik dengan militer dari negara lain atau milisi-milisi.

Menempatkan pasukan militer pada lokasi-lokasi sumber daya alam, penumpukan

sumber daya alam yang strategis, menumpuk sumber daya alam yang dianggap

strategis, gunboat policy, perang proksi, atau mendukung upaya kudeta demi

penguasaan sumber daya alam oleh perusahaan asing adalah contoh

berlangsungnya Perang Sumber Daya..

Dalam Perang Sumber Daya, sumber daya alam dibedakan menjadi dua

jenis. Pertama adalah point resource yakni sumber daya alam yang terkonsentrasi

pada wilayah yang kecil dan membutuhkan kepemilikan serta penguasaan

teknologi tertentu seperti pengeboran minyak. Kedua, diffuse resource, adalah

sumber daya alam yang tersebar dalam wilayah yang luas dan dapat diperoleh

dengan penguasaan teknologi yang minim, seperti berlian22

.

Secara jarak sumber daya alam dengan pusat kekuasaan suatu negara,

sumber daya alam dibedakan menjadi dua yakni proximate resource dan distant

resource. Proximate resource adalah sumber daya alam yang dekat dengan

representasi negara seperti pemerintah daerah maupun militer. Sedangkan distant

resource adalah sumber daya alam yang terletak jauh dari pusat kekuasaan dan

umumnya dikelilingi oleh kelompok sosial tertentu yang dibiarkan atau diabaikan

oleh pemerintah23

.

22

Ibid, hal.8 23

Ibid, hal. 15

Page 30: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

16

Tabel 1.1 : Tipologi Perang Sumber Daya Alam menurut Philippe L. Billion

Sumber: Phillipe L. Billion, The Geopolitics of Resource Wars: Resource

Dependence, Governance and Violence,hal. 16

Mengikuti tabel 1.1 terdapat 4 jenis konflik atau perang yang terjadi

berdasarkan lokasi dan ketersebaran sumber daya alam yakni kudeta atau

intervensi asing, gerakan pemisahan diri atau secession, pemberontakan massa

atau petani dan warlordisme. Kudeta atau intervensi asing adalah semacam

gerakan popular atau persekongkolan perwira militer, yang dapat bergerak dengan

sendirinya maupun datang dari inisiatif negara lain, untuk menggulingkan atau

menggantikan pemerintahan yang dianggap korup dan tidak berpihak kepada

rakyat. Kudeta atau penggulingan kekuasaan terjadi pada negara dengan sumber

daya alam yang bersifat proximate ( dekat dengan instalasi militer) dan point

(terletak di satu daerah tertentu dan memerlukan mesin atau kapital yang canggih

untuk memperolehnya).

Pemisahan diri atau secession adalah membentuk negara berdaulat dari

suatu wilayah yang dahulunya dibawah kekuasaan negara terdahulu. Pemisahan

diri terjadi di negara dengan sumber daya alam yang bersifat distant (jauh dari

instalasi militer ataupun representasi pemerintah lainnya) dan point.

Pemberontakan petani atau massa adalah upaya untuk menghentikan

upaya produksi atau ekstraksi pada sumber daya alam atau tanaman tertentu

seperti mogok kerja, untuk mencapai tujuan politik tertentu selain merebut

Page 31: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

17

kekuasaan atau membentuk negara baru. Ini terjadi dalam negara atau wilayah

yang memiliki sumber daya alam yang dekat representasi militer atau proximate

namun letaknya tersebar dan jauh dari kota-kota atau pusat kekuasaan lainnya.

Dengan kata lain, diffuse.

Terakhir, warlordism, adalah konflik dimana milisi-milisi yang berkuasa

di wilayah yang berbeda di suatu negara dapat menetapkan regulasinya sendiri

dan merekrut prajuritnya sendiri dikarenakan angkatan bersenjata negara tersebut

tidak memiliki moril tempur yang baik untuk mengelola keamanan negara

tersebut. ini terjadi di negara dengan sumber daya alam yang bersifat distant atau

jauh dari instalasi militer maupun representasi pemerintah lainnya, dan bersifat

diffuse yakni tersebar di berbagai tempat dan sumber daya alam tersebut dapat

diperoleh dengan peralatan sederhana.

Keberadaan sumber daya alam sendiri bisa digunakan untuk

memperpanjang maupun memperpendek konflik. Sumber daya alam dapat

memperpanjang konflik dengan cara mendukung pihak yang dianggap lebih

lemah sehingga dapat terus bertempur, menciptakan suatu situasi yang dinamakan

comfortable conflict stalemate yakni situasi yang menggambarkan perang sebagai

satu-satunya sarana yang dapat menguntungkan semua pihak yang bertempur dari

pemasukan sumber daya alam dan dari ketiadaan keinginan dari masing-masing

pihak untuk mengakhiri perang.

Comfortable Conflict Stalemate kemudian membentuk apa yang

dinamakan Private Resource Diplomacy yakni fenomena yang dapat ditemukan

dalam Perang Sumber Daya. Secara umum, walaupun yang bertempur adalah

Page 32: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

18

aktor non negara, mereka dapat membeli persenjataan maupun memperoleh

dukungan dari negara lain,baik dukungan militer seperti persenjataan maupun

dukungan politik seperti menguasai wilayah tertentu dari sebuah negara. Private

Resource Diplomacy berbeda dengan diplomasi yang dilakukan antar negara

maupun antara pihak negara dan swasta. Proses „diplomasi‟ tidak berlangsung

dalam pertemuan resmi , melainkan pertemuan-pertemuan informal yang

diadakan oleh pejabat negara, pebisnis swasta maupun pihak pemberontak. Dalam

Perang Kongo, „diplomasi‟ yang berlangsung antara Rwanda dan pemberontak

yang mereka bantu terdiri dari pelatihan milisi, persenjataan, maupun melindungi

pejabat maupun pemberontak RDK yang pro-Rwanda.

Peneliti menganggap bahwa keterlibatan Rwanda di dalam Perang Kongo

Pertama dan Kedua lebih dipengaruhi oleh banyaknya milisi atau faksi bersenjata

yang terdapat di Republik Demokratik Kongo atau warlordisme, baik yang

merupakan inisiatif Rwanda, inisiatif dari Zaire atau Republik Demokratik

Kongo, maupun milisi yang datang dari inisiatif selain 2 negara tersebut. Pada

Perang Kongo Pertama atau saat ketika Republik Demokratik Kongo masih

bernama Zaire. Mobutu Sese Seko memberi perlindungan kepada para pengungsi

Hutu maupun eks-FAR atau angkatan bersenjata Rwanda. Para “pengungsi” ini

kemudian membentuk milisi bersenjata yang bernama FDLR (Forces

démocratiques delibération du Rwanda ). Rwanda kemudian menandingi milisi

ini dengan melatih dan mempersenjatai ADFL. Jika FDLR menjaga kamp

pengungsian para pengungsi Hutu, maka Rwanda dan ADFL saling bekerjasama

untuk menghancurkan kamp pengungsian tersebut sekaligus melindungi orang

Tutsi di Zaire. Sementara pada Perang Kongo Kedua, Rwanda melatih RCD

Page 33: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

19

sebagai milisi yang akan melindungi orang-orang Tutsi di RDK dari serangan

milisi pro pemerintah seperti Mai-Mai dan serangan pasukan negara lain,

sekaligus melindungi berbagai kepentingan strategis Rwanda di RDK.

1.8 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah motivasi Rwanda dalam

bagaimana negara tersebut memperoleh keuntungan ekonomi dari invasi yang

mereka lakukan ke Republik Demokratik Kongo tersebut. Penentuan batas ini

dilakukan agar penelitian tidak melebar dari rumusan masalah yang telah

ditetapkan sebelumnya. Untuk batasan waktu, penulis menetapkan waktu

penelitian yakni 1996-2003 atau lebih tepatnya selama keberlangsungan Perang

Kongo Pertama dan Kedua..

1.9 Tingkat Analisa dan Unit Analisa

Sebelum menentukan tingkat analisa dalam suatu penelitian terlebih dahulu

perlu dilakukan penetapan terhadap unit analisa dan unit ekplanasi.Unit analisa

adalah objek yang perilakunya hendak kita teliti. Unit ekplanasi adalah objek yang

mempengaruhi perilaku unit analisa yang akan digunakan24

. Unit analisa yang

akan peneliti teliti adalah Rwanda. Sedangkan, unit eksplanasi pada penelitian ini

adalah Republik Demokratik Kongo. Jadi tingkat analisa dalam penelitian ini

adalah sub-system regional, mengingat Rwanda adalah salah satu negara dari

banyak negara dan milisi yang terlibat dalam Perang Kongo .

24

Mochtar Mas‟oed.Ïlmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi”,( Jakarta:

LP3ES),1990, hal 35-39

Page 34: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

20

1.10 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik yang sudah

umum dilakukan dalam penelitian kualitatif, yakni melalui tinjauan dokumen

berupa catatan dan arsip yang terdapat pada masyarakat, komunitas dan

organisasi25

. Data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder berupa dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis gambar maupun

elektronik, dan berbagai laporan yang berkaitan dengan peristiwa, artikel, review

penelitian, media report, press released dan sebagainya. Berbagai penelitian-

penelitian sebelumnya yang membahas mengenai invasi Rwanda ke RDK, buku-

buku, jurnal-jurnal ilmiah yang terkait dengan penelitian ini serta artikel-artikel

tentang perilaku Rwanda di RDK sepanjang tahun 1996-2003 dan khususnya

bagaimana Rwanda memberi justifikasi dan legitimasi terhadap invasinya dan

kemudian memperoleh keuntungan ekonomi atasnya, dan juga beberapa situs

resmi terkait dan dianggap relevan dengan penelitian ini.

1.11 Teknik Pengolahan Data

Mengingat banyaknya sumber informasi yang diperoleh, maka dalam

penulisan ini dilakukan seleksi dan pemilihan atas sumber, dokumen dan

informasi yang dianggap paling relevan dengan tujuan penulisan dan kemudian

dokumen dan informasi di deskripsikan secara tekstual. Melalui prosedur

kualitatif, data-data dianalisis, menetapkan, menguraikan, dan

mendokumentasikan alur sebab/konteks dalam pengetahuan yang sedang

25 Catherine Marshall and Gretchen B. Rossman, “Designing Qualitative Research 3e”. California:

Sage Publication Inc, 1999, hal.117

Page 35: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

21

dipelajari beserta rincian-rinciannya untuk menilai ide-ide atau makna-makna

yang terkandung di dalamnya26

.

1.12 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif, Analisis data kualitatif

adalah identifikasi dan pencarian pola-pola umum hubungan dalam kelompok

data, yang menjadi dasar dalam penarikan kesimpulan. Interpretasi atas data-data

yang termasuk kedalam data-data objektif yang relevan untuk menambah

informasi atau bisa menjadi petunjuk untuk menjelaskan bagian-bagian dan

hubungan-hubungan antar bagian yang terdapat dalam model analisa. Penulis

melakukan analisis terhadap permasalahan yang digambarkan berupa fakta-fakta,

kemudian menghubungkan fakta tersebut dengan fakta lainnya sehingga

menghasilkan sebuah argumen yang tepat27

.

1.13 Sistematika Penulisan

BAB I

Pengantar yang berisi latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,teori dan konsep yang akan

dipakai dalam penelitian, metodologi penelitian, pembatasan masalah dan

sistematika penulisan. Menggambarkan secara keseluruhan tentang permasalahan

penelitian yang akan dilteliti.

Bab II

26 Catherine Marshall and Gretchen B. Rossman, “Designing Qualitative Research 3e”. California:

Sage Publication Inc, 1999, hal.117 27

Yanuar Ikbar. Metode Penelitian Sosial Kualitatif. (Bandung : PT Refika Aditama, 2012), hal.

103

Page 36: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

22

Bab ini berisikan kronologis Perang Kongo dan peran serta kepentingan ekonomi

Rwanda dalam Perang Kongo.

Bab III

Bab ini membahas peluang dan potensi Republik Demokratik Kongo, terutama

dari segi kepemilikan deposit mineral, yang kemudian menjadi kepentingan

ekonomi Rwanda selama Perang Kongo berlangsung

Bab IV

Bab ini membahas kepentingan ekonomi Rwanda di RDK selama Perang Kongo

berlangsung

Bab V

Bab ini membahas kesimpulan dari skripsi ini dan saran untuk menyelesaikan

permasalahan dan fenomena yang terdapat dalam skripsi ini

Page 37: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

23

Bab II

SEJARAH PERANG KONGO

Pada bab 2, akan dijelaskan bagaimana sejarah dan deskripsi Perang Kongo

secara umum, mulai dari negara atau kelompok pemberontak yang terlibat serta

kejadian-kejadian penting yang menentukan berlangsungnya Perang Kongo

Pertama dan Perang Kongo Kedua. Bab ini juga akan menjelaskan Rwanda

sebagai negara yang terlibat, dengan deskripsi secara umum dan deskripsi

mengenai peran yang mereka jalankan selama Perang Kongo berlangsung

2.1 Sejarah Perang Kongo Pertama (1996-1997)

Perang Kongo Pertama, yang berlangsung selama tahun 1996-1997, adalah

perang yang terjadi antara milisi pemberontak anti pemerintah Zaire yang

bernama ADFL dan pasukan pemerintah RDK. Perang ini juga melibatkan

negara-negara seperti Rwanda dan Uganda yang mendukung ADFL, dan Angola

yang mendukung rezim Mobutu Sese Seko yang waktu itu berkuasa di Zaire.

Perang Kongo Pertama berlangsung selama tahun 1996-1997. Secara

umum, ada 2 penyebab utama yang menjadi awal mula Perang Kongo Pertama ini

yaitu munculnya koalisi anti-Mobutu yang bernama ADFL yang dipimpin oleh

Laurent-Désiré Kabila, dan penyebab yang kedua adalah masuknya Rwanda ke

dalam wilayah RDK atas klaim bahwa Interhamwe dan beberapa perwira FAR

(Forces Armées Rwandaise28

) pro-Hutu, berdiam di wilayah RDK di sebelah

timur, tepatnya kota-kota yang berada di perbatasan RDK- Rwanda seperti Goma

28 FAR adalah angkatan bersenjata Rwanda ketika kepemimpinan Habyarimana, namun setelah

Rwanda Patriotic Front menguasai negara tersebut, angkatan bersenjata Rwanda berubah menjadi

RPA

Page 38: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

24

dan Bukavu. Rwanda mewaspadai Interhamwe yang berdiam di wilayah Zaire ini

akan melakukan serangan balik terhadap RPF .dan k mengambil alih

pemerintahan Rwanda.

Situasi RDK ketika munculnya ADFL sendiri dapat dijelaskan sebagai

berikut. Pada awal 1990an, RDK dibawah Mobutu sendiri sudah dianggap

semakin memburuk baik secara ekonomi maupun politik29

. Hal ini

menguntungkan ADFL yang ingin menjatuhkan Mobutu Sese Seko dengan

dukungan Rwanda dan Uganda.

Gambar 2.1 : Peta Perang Kongo Pertama (1996-1997)

Sumber: http://www.wilsoneday.com/uncategorized/the-congo-wars/

29 Secara ekonomi, pemerintahan RDK tidak mampu membayar gaji para pegawai negeri dan

semakin diperparah dengan tidak adanya bantuan keuangan dari IMF sejak tahun 1980.

Sedangkan secara politik, terjadi instabilitas keamanan, terutama di sebelah utara RDK, dimana

mereka yang menyebut diri mereka dengan pribumi seperti etnis Hunde, Nande, dan Nyanga,

menolak keberadaan etnis Banyarwanda, yaitu orang-orang Hutu dan Tutsi yang datang ke Zaire

ketika Rwanda masih berwujud kerajaan, dan posisi etnis Banyarwanda sendiri semakin terdesak

ketika orang-orang Hutu yang kabur dari Rwanda paska genosida dan masuk ke Zaire,

mempersenjatai diri mereka dan bersama-sama dengan etnis pribumi kemudian menghabisi etnis

Banyarwanda tersebut

Page 39: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

25

ADFL terbentuk pada tanggal 18 Oktober 1996 ketika 4 gerakan politik

terkemuka di RDK yakni Parti de la Révolution Populaire atau PRP yang

dipimpin oleh Laurent Desire Kabila, Conseil National de Résistance pour la

Démocratie atau CNRD yang dipimpin oleh Kisase Ngandu, Mouvement

Révolutionnaire pour la Libération du Zaïre atau MRLZ yang dipimpin oleh

Masasi Nindaga, dan Alliance Démocratique des Peuples atau ADP yang

dipimpin oleh Deo Bugera30

. Tujuan ADFL sendiri adalah menggulingkan

Mobutu Sese Seko yang dianggap bertanggung jawab atas eksploitasi sumber

daya alam besar-besaran dengan mengorbankan hak asasi dari rakyat RDK

sendiri. Orang-orang yang bertempur untuk ADFL sendiri terdiri dari tentara

yang membelot dari FAZ (Forces Armées Zaïroises), etnis Tutsi di RDK yang

disebut dengan Banyamulenge yang tidak senang dengan perlakuan semena-mena

dari pemerintah Zaire dan tentara bayaran dari Ethiopia, Serbia dan Belgia.

ADFL melakukan pemberontakan kepada Mobutu Sese Seko karena

diketahui bahwa FAZ dibawah kekuasaan Mobutu adalah kesatuan yang lemah

disiplinnya. Para perwiranya diketahui menjual senjata kepada pemberontak

sebelum menarik mundur pasukannya dan para prajuritnya tidak memiliki displin

yang dibutuhkan untuk bertempur karena banyak dari mereka yang desersi31

.

Serangan ADFL terhadap pasukan pemerintah sendiri dimulai pada November

199632

, dimana pada bulan tersebut ADFL berhasil menguasai kota Goma, yang

berada di provinsi Kivu. Setelah bertempur dengan 40.000 tentara pemerintah

30

Ibid, Hal. 102 31 Ibid., Hal. 108 32

Ibid Hal. 48

Page 40: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

26

beserta milisi dan diakhiri pada tanggal 17 Mei 1997 dimana pada akhirnya

ADFL menguasai Kinshasa dan menggulingkan Mobutu dari kekuasaannya33

.

Dalam Perang Kongo Pertama ini, pertempuran tidak hanya berlangsung

antara ADFL dan tentara RDK, namun juga melibatkan beberapa negara yang

berdekatan seperti Rwanda, Uganda dan Angola. Berbagai motif yang berbeda

ditunjukkan aktor regional ini dalam keterlibatan mereka dalam Perang Kongo

Pertama. Bagi Rwanda, keterlibatan mereka dalam perang ini karena keamanan

mereka yang terancam oleh pemberontak yang berdiam di RDK sejak tahun 1995.

Kemunculan kamp pengungsi yang menurut Pemerintah Rwanda adalah ancaman

dan semenjak Interhamwe dicurigai mempersenjatai para pengungsi di dalamnya,

membuat Rwanda harus memaksa para pengungsi tersebut untuk kembali ke

Rwanda atau membumihanguskan kamp-kamp pengungsi tersebut jika dirasa

perlu. Berikutnya, motif Uganda hampir mirip dengan motif yang dimiliki

Rwanda, dan dibawah pimpinan Presiden Museveni yang menjanjikan rakyatnya

untuk mewujudkan stabilitas keamanan yang terancam oleh berbagai ancaman

dari kelompok pemberontak seperti Lord Resistance Army, West Nile Bank Front

dan Allied Democratic Force, yang semuanya bersembunyi di RDK34

.

Angkatan Bersenjata RDK yang tidak memiliki motivasi, moril dan

seringkali kabur dari lokasi pertempuran memudahkan ADFL untuk menguasai

berbagai kota yang berdekatan dengan perbatasan Rwanda dan Burundi. Kota-

kota ini terdiri dari: Uvira pada tanggal 26 Oktober 1996, Bukavu pada tanggal 30

Oktober 1996, Goma pada tanggal 3 November 1996, Butembo pada tanggal 27

33

Ibid, Hal. 8 34

John F. Clark, The African Stakes of Congo War, (New York, Palgrave Macmillan:2002), Hal.

133-134

Page 41: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

27

November 1996, Beni pada tanggal 1 Desember 1996, Bunia pada tanggal 25

Desemeber 1996,Lulimaba pada tanggal 29 Januari 1997, dan Kalemie pada

tanggal 4 Februari 199735

.

Walaupun PBB telah memerintahkan untuk melakukan gencatan senjata

antara ADFL dan Pemerintah RDK melalui Resolusi 1097, namun Kabila tetap

bersikukuh untuk terus menyerang posisi Angkatan Bersenjata RDK. Bersamaan

dengan penolakan tersebut, ADFL terus mendekati Kinshasa, mulai dari

menguasai Kisangan pada tanggal 15 Maret 1997 dan menguasai kota berlian,

Mbuji Mayi, sekaligus menguasai industri berlian tersebut untuk dijual ke

berbagai pengusaha di luar RDK sebagai bagian dari pembiayaan perang. Pada

akhirnya. pada tanggal 20 Mei 1998, kemenangan ADFL ditandai dengan

keberhasilan mereka dalam menduduki ibukota RDK, Kinshasa, setelah Mobutu

yang sedang sakit kabur meninggalkan Kinshasa menuju Brussel untuk menerima

perawatan.36

.

2.2 Sejarah Perang Kongo Kedua (1998-2003)

Perang Kongo Kedua didorong oleh ketidakpuasan terhadap rezim Laurent

Kabila yang dianggap lebih buruh dibanding Mobutu Sese Seko. Pemberontakan

ini berjalan atas inisiatif angkatan bersenjata Republik Demokratik Kongo atau

FAC, dan beberapa aliansi politik yaitu RCD (Rassemblement Congolaise pour la

Démocratie) dan MLC (Mouvement pour la Libération du Congo).

35

Filip, op.cit, Hal. 58 36 Filip, op.cit, hal.177

Page 42: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

28

RCD dibentuk pada bulan Agustus 1998 dan terdiri dari orang-orang Tutsi

yang disingkirkan dari pemerintahan Laurent Kabila. RCD sendiri dipimpin oleh

Wamba dia Wamba, seorang akademisi yang merupakan kritikus utama terhadap

pemerintahan Kabila37

. MLC adalah kelompok paramiliter yang dipimpin oleh

Jean Pierre Bemba, yang merupakan pengusaha terkemuka yang memiliki akses

ke berlian dan emas di RDK38

. Fase setelah tahun 2000, ditandai dengan

munculnya pecahan dari gerakan RCD yakni RCD-N (N berarti Nacional) dan

RCD-ML (ML berarti Mouvement de libération)39

.

Gambar 2.2 : Peta Perang Kongo Kedua pada tahun 2003

Sumber: http://galleryhip.com/rwandan-civil-war

37 Tom Lansford (ed.), Political Handbook of the World 2014,(New York, SAGE

Publishing:2014) , Hal. 320 38 Tom Lansford (ed.), Ibid, Hal. 321 39

Filip, Ibid, hal. 238-244

Page 43: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

29

Perang Kongo Kedua dimulai pada tanggal 2 Agustus 1998, ketika Batalion

ke 10 yang bermarkas di Goma dan didominasi oleh etnis Banyamulenge,

mengumumkan di radio bahwa angkatan bersenjata Republik Demokratik Kongo

atau FAC menarik dukungan kepada Presiden Laurent Desire Kabila. Pasukan

yang loyal terhadap pemerintah memburu pasukan yang diketahui memiliki etnis

Tutsi, bahkan radio nasional RDK sendiri yakni Radio Télévision Nationale

Congolaise (RTNC) mengumumkan kepada setiap warga Kongo yang bukan

Tutsi dan Banyamulenge untuk mempersenjatai diri dan menyerang setiap orang

Tutsi dan Banyamulenge yang ditemukan di jalan-jalan40

. FAC mengalami

kekalahan dimana-mana, dimulai dari jatuhnya kota Goma, Bukavu dan Uvira

pada tanggal 4 Agustus 1998, kota Bunia pada tanggal 12 Agustus. FAC yang

hanya mampu mengendalikan situasi di Kinshasa menjelaskan bagaimana posisi

Laurent Kabila yang semakin terdesak41

.

Tidak hanya berbagai unsur dari FAC, terutama tentara pemerintah dari

etnis Tutsi yang ikut melakukan terhadap perlawanan terhadap Kabila, namun

juga berbagai faksi politik seperti RCD dan MLC. RCD sendiri muncul setelah

kegagalan RPA menyerang Kinshasa, dan pada Agustus 1998, berbagai akademisi

dan bekas aktivis politik dari ADFL dikumpulkan di Kigali, Rwanda. RCD

beroperasi di daerah perbatasan Rwanda-RDK, tepatnya di Kivu. Kekecewaan

yang datang baik dari anggota RCD maupun masyarakat kebanyakan membuat

RCD pecah menjadi 2 faksi, RCD-Goma yang pro Rwanda dan RCD-Kisangani

yang dipimpin oleh Wamba dia Wamba yang menyingkir karena petinggi militer

40 Francois Ngolet, Crisis in the Congo: The Rise and Fall of Laurent Kabila, ( New York,

Palgrave Macmillan, 2011), Hal. 23 41

Tom Cooper, Great Lake Conflagration: Second Congo War 1998-2003, (West Midland, Helion

and Company Limited,2013 ),Hal. 25

Page 44: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

30

Rwanda yang tidak menyukainya. RCD sendiri berkekuatan 17.000-20.000

prajurit42

. MLC adalah pasukan paramiliter yang dibuat oleh Jean Pierre Bemba,

dengan bantuan tentara Uganda. Berlokasi di Provinsi Orientale, RDK43

.

RCD dapat ditemukan dalam pertempuran menghadapi milisi Mai-Mai,

milisi anti-Tutsi dan Banyamulenge yang berpihak pada Laurent Kabila.

Pertempuran yang dilakukan RCD sendiri dilakukan di Provinsi Kivu, sebuah

provinsi yang berbatasan dengan Rwanda, dimana di provinsi tersebut, banyak

milisi etnis yang dipersenjatai FAC untuk menghadapi RCD disana. Sedangkan

MLC mengelola sebelah utara RDK, dimana mereka menggantikan pasukan

Uganda yang mulai kesulitan menghadapi pasukan RDK dan Rwanda44

.

Situasi yang bertambah sulit bagi tentara pemerintah mendorong Laurent

Kabila untuk mencari bantuan materi dan persenjataan. Melalui Southern Africa

Development Committee (SADC), Republik Demokratik Kongo memperoleh

bantuan keuangan dan persenjataan dari negara-negara seperti Zimbabwe dan

Angola. Tidak hanya itu, pasukan Zimbabwe dan Angola juga diturunkan di

beberapa wilayah di RDK untuk memukul mundur pasukan pemberontak45

.

Serangan balik oleh pasukan pemerintah dimulai pada bulan September

1998. Pasukan Pro-Kabila mulai mendapat bantuan pasukan yang bergabung

dengan SADC, seperti Sudan, Zimbabwe, Angola,dan Republik Afrika Tengah.

Bantuan pasukan yang datang ke pihak Pro-Kabila memulai operasi dari sektor

42

Democratic Republic of Congo Profile,(Vienna: UNHCR) 2003,

www.refworld.org/pdfid/402d00964.pdf, Hal. 81 43

Ibid, hal. 240 44 _____________, Scramble for the Congo: Anatomy of Dirty War, International Crisis Groups:

Brussels, 2000, hal.32 45

Elizabeth Schmidt, Foreign Intervention in Africa: From the Cold War to War on Terror, Hal.

211

Page 45: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

31

timur negara, seperti kota Kindu, Kalemie, Lubutu. Namun, pada bulan Oktober

1998, kota-kota yang sebelumnya dikuasai pasukan loyalis di sebelah timur RDK

kembali dikuasai oleh pemberontak RCD, dan akumulasi kekuatan ini

mengancam Mbuji Mayi, kota kedua terbesar RDK sekaligus kota dimana

perdagangan berlian terjadi. Kepanikan terjadi di Kinshasa sehingga Kabila mulai

merekrut milisi pemuda untuk mengawasi dan mengatasi mata-mata dari

pemberontak maupun negara yang bekerjasama dengan pemberontak. Namun,

serangan pasukan RCD ke kota-kota yang berdekatan dengan Kinshasa terhalang

oleh pasukan pemerintah dan koalisinya seperti Zimbabwe dan Angola. Selain

berhasil menahan pergerakan pasukan gabungan Rwanda dan Uganda beserta

milisi boneka milik mereka, pasukan pemerintah RDK diuntungkan dengan

berbagai perpecahan yang dialami oleh aliansi Rwanda dan Uganda. Pada

Agustus 1999, pasukan Rwanda dan Uganda bertempur memperebutkan kota

Kisangani46

.

Diplomasi dalam Perang Kongo Kedua mulai diusahakan untuk diselesaikan

dengan dua cara, perundingan yang dilaksanakan oleh masing-masing pihak yang

berperang dan kedatangan pasukan perdamaian PBB untuk RDK, yakni MONUC.

Upaya perundingan telah berlangsung sejak tahun 1998, melalui pertemuan-

pertemuan Uni Afrika dan SADC. Terdapat kemajuan dalam upaya perdamaian

tersebut, menghasilkan Perjanjian Lusaka dan Kerangka Sirtre. Perjanjian Lusaka

berlangsung pada bulan Desember 1998, dimana untuk pertama kalinya negara-

negara yang terlibat dalam perundingan memperoleh informasi bahwa kelompok

pemberontak yang bertempur memutuskan untuk ikut dalam perundingan. Namun

46

Filip, op.cit., hal. 241

Page 46: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

32

karena RCD mengalami perpecahan (RCD-Kisangani) dan Wamba dia Wamba

dengan cabangnya yang baru menolak untuk hadir, Kabila yang memutuskan

untuk tidak berunding dengan pemberontak, membuat pertemuan yang seharusnya

berlangsung pada Januari 1999, gagal dilaksanakan. Perjanjian dilanjutkan pada

April 1999, namun karena pihak pemberontak menganggap draft perjanjian

perdamaian sudah disusun oleh Kabila dan sekutunya, pihak pemberontak

memutuskan untuk walk out ditengah proses perjanjian. Untuk Kerangka Sirtre,

kemajuan yang bisa dicapai adalah disetujuinya penempatan pasukan perdamaian

PBB yang dinamai dengan MONUC (Mission de l'Organisation des Nations

Unies en République démocratique du Congo) pada Mei 1999. Gencatan senjata

baru dapat dicapai pada bulan Juli 1999, di kota yang sama yakni di Lusaka,

Zambia. Walau begitu, perjanjian ini masih dianggap lemah karena banyaknya

pelanggaran terhadap isi perjanjian47

.

Pada tanggal 16 Januari 2001, Kabila ditembak oleh seorang perwira FAC.

Dia kemudian digantikan oleh anaknya, Joseph Kabila, pada tanggal 25 Januari

2001. Joseph Kabila berhasil mengakhiri perang secara tertulis, dimana pada

Maret 2003, dia berhasil mendirikan pemerintah bersama dengan pemberontak.

Perjanjian ini sendiri berlangsung di Sun City, Afrika Selatan.

47

Ngolet, op.cit., hal. 60-79

Page 47: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

33

2.3 Rwanda dalam Perang Kongo

2.3.1 Deskripsi Rwanda secara Umum

Rwanda adalah negara yang berlokasi di sebelah timur Afrika, tepatnya di

regional Danau Besar atau Great Lake Region48

dimana Rwanda berbatasan

dengan negara-negara seperti Uganda, Burundi dan Republik Demokratik Kongo.

Negara ini sebelumnya mengalami apa yang dinamakan dengan genosida tahun

1994. Pada tahun 1994, etnis mayoritas Hutu yang dipimpin oleh beberapa

kelompok fanatik Hutu melakukan pembantaian terhadap etnis Tutsi. Kemudian,

kelompok pengungsi etnis minoritas Tutsi yang berdiam di beberapa negara yang

berdekatan dengan Rwanda, yakni milisi bersenjata Rwanda Patriotic Front

dibawah pimpinan Paul Kagame melakukan serangan terhadap pemerintahan

mayoritas Hutu dibawah pimpinan Juvenil Habyarimana.

Rwanda adalah negara yang tergolong miskin, dengan 90 % persen

populasinya bergantung pada kegiatan pertanian. Hanya ½ dari keseluruhan tanah

yang dimiliki oleh Rwanda yang subur sehingga banyaknya penduduk yang

terlibat dalam kegiatan pertanian membuat mereka tidak mampu memenuhi

kebutuhan sehari-hari karena harus bersaing dengan petani lain49

:

―After independence, increasing population pressure resulted in

changing economic circumstances, such as rapid decline in farm

sizes and available land per person. One response was a high rate

48 Penamaan Great Lake sendiri dikarenakan di wilayah ini terdapat 2 danau terbesar di dunia yang

menghubungkan negara-negara seperti Rwanda, Republik Demokratik Kongo, dan Burundi

dengan aliran sungai yang berasal dari danau tersebut. Danau-danau tersebut adalah Danau

Victoria dan Danau Tanganyika

49

Philip Verwimp, The political economy of coffee, dictatorship, and genocide,European Journal

of Political Economy, hal.174

Page 48: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

34

of out-migration from the areas experiencing the most pressure.

The destination of these migrants was influenced by political

factors; the government was interested in settling land previously

used for pastoral activities so it promoted organized settlement

schemes in the East.50

Gambar 2.3 :Peta Rwanda

Sumber: http://www.ezilon.com/maps/africa/rwanda-maps.html

Berikut ini dijelaskan bagaimana kelangkaan makanan yang terjadi di

Rwanda setelah genosida akibat tanah yang tidak subur dan dieksploitasi ssecara

berlebihan demi lahan pertanian sehingga kehilangan kesuburannya, sebagai bukti

ketidakmampuan sektor pertanian Rwanda untuk menopang perekonomian negara

tersebut. Sebanyak 52 % dari seluruh keluarga Rwanda tidak mampu untuk

memenuhi keamanan pangan dan 1 dari 3 orang Rwanda tidak bisa memenuhi

kebutuhan kalori minimal sebanyak 2500 kilokalori per hari51

. Kegiatan pertanian

50

Philip Verwimp, The 1990-1992 Massacres in Rwanda: A Case of Spatial and Social

Engineering?, University of Sussex,2011, hal. 10

51 Government of Rwanda. (2007, August). Vision 2020 Umurenge: An Integrated Local

Development Program to Accelerate Poverty Eradication, Rural Growth, and Social Protection.

Retrieved from Government of the Republic of Rwanda:

Page 49: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

35

yang paling utama di Rwanda adalah menanam kopi. Tanah yang ada di Rwanda

sendiri sangat cocok untuk pengembangan kopi arabica, yakni tanah vulkanik

yang terdapat di ketinggian. Namun sayangnya, kopi Rwanda sendiri kurang

mendapat perhatian dari dunia dikarenakan kualitasnya yang rendah. Pada tahun

1995, Bursa Efek New York menempatkan kopi yang berasal dari Rwanda

sebagai kopi dengan kualitas C, menggambarkan kualitas terendah dibandingkan

kopi yang berasal negara-negara lainnya52

. Perawatan yang kurang baik menjadi

penyebabnya dan Rwanda tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk

melakukan perawatan tersebut. Perawatan seperti pencucian dan pembersihan

kopi tidak dimiliki oleh negara ini sehingga kopi yang sampai di pasar dunia

adalah kopi yang dibersihkan secara manual atau semi washed coffee yang

memiliki harga jauh lebih rendah53

.

Stabilitas Rwanda dipengaruhi oleh harga kopi. Genosida Rwanda sendiri

terjadi 5 tahun setelah tahun 1989. Pada tahun 1989, harga kopi Rwanda

mengalami penurunan yang sangat tajam sehingga Rwanda mengalami krisis

ekonomi dan mulai mendapatkan bantuan keuangan dari IMF. Namun, bukannya

digunakan untuk mengembangkan sektor kopi, bantuan keuangan tersebut

digunakan untuk memperkuat rezim pro-Hutu dibawah pimpinan Juvenil

Habyarimana dengan persenjataan baru54

.

www.minaloc.gov.rw/IMG/pdf_VUP_final.pdf 52

Assessing USAID‟S Investments in Rwanda‟s Coffee Sector-Best Practices and Lessons

Learned to Consolidate Results and Expand Impact, USAID,2006, hal.11 53 Ibid. 54 Damien Fruchart, United Nations Arms Embargoes:Their Impacts on Arms Flows and Target

Behavior in Rwanda 1994-Present, Stockholm: Stockholm International Peace Research Institute,

hal.10

Page 50: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

36

Selanjutnya, PDB Rwanda juga banyak dihasilkan dari pertambangan. Yang

menarik dalam Perang Kongo adalah ketika Rwanda tidak memiliki deposit

mineral yang memadai sehingga dalam Perang Kongo, Rwanda mengambil

kesempatan di dalam konflik tersebut dengan melakukan eksploitasi di wilayah

yang mereka kuasai. Kementerian Energi dan Pertambangan Rwanda mengklaim

bahwa Rwanda memiliki deposit mineral dalam jumlah besar, seperti koltan dan

tembaga. Pemerintahan Rwanda mengaku terus melakukan pengembangan peta

tambang yang pertama kali dibuat pada tahun 1920. Namun dengan wilayah

Rwanda yang kecil, akan sulit untuk mencegah kerusakan lingkungan seperti erosi

akibat penggalian wilayah tambang, sedangkan Rwanda harus menjalankan

pertanian dan pertambangan sekaligus untuk terus memajukan ekonominya.

2.3.2 Rwanda dan Perang Kongo Pertama

Sub-bab ini menjelaskan alasan dan peran yang dapat ditemukan dari

keterlibatan Rwanda selama Perang Kongo Pertama. Secara umum, alasan yang

digunakan Rwanda dalam melakukan invasi ke RDK adalah alasan keamanan.

Peran Rwanda tidak hanya melakukan serangan secara langsung, namun juga

melatih milisi anti-pemerintah di Zaire.

Keterlibatan Rwanda dalam Perang Kongo Pertama terdiri dari banyak

faktor. Dari segi humanitarian, rezim Rwanda paska genosida 1994 yang dipimpin

oleh RPF memiliki perhatian besar terhadap orang-orang Tutsi yang berada di luar

Rwanda, mengingat banyak petinggi RPF yang besar di luar Rwanda selama

pemerintahan Juvenil Habyarimana yang pro-Hutu. Salah satu bukti yang

menguatkan alasan tersebut adalah banyak dari milisi Rwanda Patriotic Front

Page 51: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

37

datang dari suku Tutsi di RDK. Namun, seiring dengan berjalannya perang,

orang-orang Kongo Tutsi justru menjadi sasaran kemarahan oleh orang-orang

non-Tutsi yang menganggap mereka adalah mata-mata Rwanda, padahal

sebelumnya mereka hanya bermaksud memperjuangkan hak-hak mereka yang

diabaikan akibat kewarganegaraan mereka yang dibedakan oleh pemerintahan

Zaire.

Selanjutnya, alasan keamanan menjadi alasan Rwanda terlibat dalam Perang

Kongo Pertama. Wilayah Barat dan Selatan Kivu, dimana tempat bermukimnya

para pengungsi Hutu menjadi lokasi penyerbuan pasukan Rwanda dalam

invasinya ke RDK. Menurut laporan komisi investigasi Uni Eropa, estimasi

perkiraan dari pengungsi yang terindikasi anggota Interhamwe atau ex-FAR yang

berpihak ke Hutu kurang dari 10-15 %. PBB mencatat berbagai kejahatan

genosida di berbagai kamp pengungsian di Barat dan Selatan Kivu. Namun

seiring dengan berjalannya waktu, invasi Rwanda di Perang Kongo Pertama tidak

hanya menyerang kamp pengungsi, namun juga daerah-daerah yang tidak terdapat

kamp pengungsian korban genosida Rwanda. Rwanda pun mulai mengubah

alasan keamanan yang mereka gunakan untuk invasi, yakni menggulingkan

Mobutu Sese Seko sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap dukungannya

pada rezim Juvenil Habyarimana (presiden Rwanda sebelum serangan RPF)55

maupun dukungan terhadap keberadaan Interhamwe di dalam kamp pengungsian

korban genosida di RDK.

55 Habyarimana dan Mobutu Sese Seko adalah aliansi dekat. Tercatat bahwa terdapat kontingen

pasukan elit Zaire di Kigali ketika genosida pada tahun 1994 berlangsung. Mobutu Sese Seko juga

menerbangkan jenazah Habyarimana ke Kinshasa untuk penghormatan terakhir pada tanggal 12

Juli 1997.

Page 52: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

38

Invasi Rwanda tidak hanya dilakukan untuk menghilangkan ancaman bagi

keamanan Rwanda yang datang dari luar Rwanda, namun juga untuk

melenyapkan ancaman dari dalam negeri. Paska genosida tahun 1994 di Rwanda,

banyak orang-orang etnis Hutu yang ditangkap oleh RPF. Jumlah orang yang

ditangkap melebihi kapasitas sistem hukum Rwanda untuk diadili, sehingga

beberapa dari tahanan tersebut diberi kesempatan untuk menjadi pasukan

angkatan bersenjata Rwanda dan dikirim ke Zaire, lalu dibersihkan semua catatan

kejahatannya56

.

Secara ekonomi, pemerintahan Rwanda didominasi oleh orang-orang RPF

yang disaat yang bersamaan juga merupakan perwira militer Rwanda. Mereka

memiliki jaringan ekonomi bawah tanah mereka sendiri yang disebut dengan

Akazu57

. Akazu mendominasi kepemilikan BUMN di Rwanda, dan kemudian

mereka mendirikan berbagai perusahaan yang berkontribusi dalam eksploitasi

sumber daya alam di RDK.

Rwanda adalah salah satu negara dari banyak negara yang terlibat dalam

perang di Republik Demokratik Kongo yang memiliki motif yang paling

mencolok untuk melakukan invasi. Beberapa surat kabar dari Rwanda mencatat

berbagai deklarasi perang terhadap Zaire. Surat kabar Ukuri, pada edisi 4 Mei

1996, menuliskan:

56 Celine Moyroud and John Katunga, op.cit. 57

Lebih lanjut, Akazu sebelumnya sudah ada di Rwanda semenjak kepemimpinan Habyarimana,

dan sangat menonjol atas penguasaan lahan kopi di Rwanda. Namun, setelah RPF menggulingkan

Habyarimana, Akazu juga dijalankan oleh Presiden Kagame. Akazu pada masa presiden Kagame

terdiri dari petinggi militer RPF, yang biasanya adalah pengungsi Tutsi dari Burundi dan Uganda

sebelum genosida tahun 1994 terjadi. Pada masa ini, tidak hanya perkebunan kopi, namun juga

termasuk BUMN dan berbagai pertambangan di RDK.

Page 53: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

39

― Kigali berharap perang terhadap Zaire bisa dilaksanakan sehingga

ancaman dari pengungsi Hutu dapat diatasi‖.

Lalu, surat kabar Rwanda Liberation edisi 7 Juli 1996 menuliskan :

―Regional Danau Besar ( Great Lake Region) akan menyaksikan

kehancuran Mobutu‖.

Surat kabar yang ketiga, Le Potentiel edisi Agustus 1996, menusliskan

Parlemen Rwanda segera mengizinkan invasi terhadap Zaire58

.

Dari segi regional pun, Rwanda menolak untuk menandatangani perjanjian

anti agresi antara sesama negara Afrika Tengah pada Juli 1996. Embargo senjata

yang sebelumnya dikenakan pada Rwanda paska genosida 1994, dihapuskan pada

September 1996 oleh Amerika Serikat. Ini berarti Amerika Serikat mengizinkan

Rwanda untuk melakukan invasi, sebagian besar dikarenakan klaim Rwanda yang

mengatakan ingin mengejar pelaku genosida 1994 ke RDK59

.

Perang Kongo Pertama tidak didahului oleh invasi Rwanda mengingat pada

awal Perang Kongo Pertama, Rwanda hanya memiliki 5000 tentara yang terdiri

dari 10 batalion. Namun mereka mampu melatih ribuan orang yang berasal dari

etnis Banyamulenge. Pemberontakan dimulai dari pemberontakan etnis Tutsi yang

bernama di RDK. Untuk itu, Rwanda merekrut 2000 pemuda Banyamulenge

untuk dipersenjatai dan dilatih60

. Lalu, tujuan invasi Rwanda ke RDK, seperti

yang disebutkan PBB adalah pengejaran tanpa henti terhadap setiap bekas

Interhamwe dan Pasukan Rwanda era-Habyarimana ke wilayah RDK atau

Republik Demokratik Kongo selama tahun 1996-1998. Rwanda sendiri mulai

58

Filip, op.cit., hal. 45 59

Ibid, hal.47 60

Ibid, hal.48

Page 54: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

40

menempatkan pasukannya sebanyak 1.700 orang di Zaire pada Oktober 1996,

menyebabkan tentara RDK mulai membantai warga Tutsi yang berada di

perbatasan RDK-Rwanda, dengan harapan Rwanda akan menarik pasukannya61

.

Berbagai serangan yang diluncurkan oleh Rwanda ke Zaire membuat semakin

banyak etnis Tutsi di Zaire atau Banyamulenge yang melibatkan diri dalam

pemberontakan.

Aliansi ADFL didirikan atas inisiatif Rwanda. Rwanda-lah yang merekrut

Laurent Kabila, seorang pemberontak yang telah melawan Mobutu dari periode

1960-1970. Laurent Kabila diperkenalkan kepada Kagame, Presiden Rwanda saat

itu, oleh Presiden Uganda, Yoweri Museveni. Kagame membutuhkan ADFL

karena dia membutuhkan aliansi yang bisa menyamarkan invasi Rwanda ini

menjadi perjuangan membebaskan RDK dari cengkeraman Mobutu. 4 gerakan

politik yang bergabung dan membentuk ADFL memang berasal dari dalam RDK,

namun semua prajurit ADFL dipimpin atau dilatih oleh perwira Uganda dan

Rwanda. McNulty, salah seorang pengamat Perang Kongo Pertama, menuliskan:

“ Rwanda Patriotic Army adalah ujung tombak dari setiap

pergerakan ADFL. Perwira Rwanda lah yang menyusun

setiap pergerakan dan strategi ADFL. Perwira RPA

setidaknya terlibat dalam penguasaan 4 kota ( Lumumbashi,

Kisangani, Kenge dan Kinshasa). Rwanda sudah

menyediakan senjata bahkan jauh sebelum pemberontakan

dimulai62

.”

Selanjutnya, ADFL berkontribusi dalam membangun hubungan baik antara

Rwanda dan Amerika Serikat. ADFL dan Rwanda berhasil menghancurkan kamp

61

Ibid 62 McNulty dalam Steven E. Lobbell (ed.), Politik Etnis dan Politik Internasional: Memahami

Difusi dan Eskalasi, (Elex Media Komputindo, 2004) hal. 124

Page 55: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

41

pengungsi etnis Hutu dari RDK, dan Amerika Serikat sebagai salah satu anggota

tetap dari anggota Dewan Keamanan PBB menekan anggota PBB yang lain untuk

tidak menyetujui pengiriman pasukan perdamaian PBB ke RDK. Dengan ini,

Perancis sebagai aliansi utama Mobutu tidak bisa mengirimkan kontingen

pasukan Perancis untuk melindungi Mobutu dan kekuasaannya. Walaupun pada

akhirnya pasukan perdamaian memang dikirim pada November 1997, legitimasi

bagi mereka untuk berada di Zaire bisa dikatakan tidak ada karena semua kamp

pengungsian etnis Hutu di Zaire telah dikosongkan, apakah karena pengungsi

tersebut telah kembali ke Zaire maupun karena telah dibunuh oleh RPA dan

ADFL63

.

Rwanda memiliki berbagai kepentingan ekonomi selama Perang Kongo

Pertama. Rwanda bertanggung jawab untuk membiayai pemberontakan Laurent

Kabila dengan harapan bahwa Rwanda akan diberikan ruang gerak oleh Kabila

untuk mengeksploitasi berbagai mineral di Republik Demokratik Kongo paska

penggulingan Mobutu. Tahun 1998 ditandai dengan investasi besar-besaran oleh

satu perusahaan tambang Amerika Serikat yang bernama American Mineral Field,

yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat pada saat itu, Bill Clinton. Berkaitan

dengan keberadaan perusahaan tersebut, Rwanda dengan dukungan presiden Bill

Clinton berhasil mendapatkan bantuan citra satelit dari Bechtel Corporation.

Setelah kemenangan Kabila, Washington Post mencatat keberadaan wakil dari

perusahaan tersebut dengan militer Rwanda ketika menandatangani kontrak

senilai US$ 1 miliar dengan Laurent Kabila.

63

FIlip, op.cit. hal 71-95

Page 56: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

42

2.3.3 Rwanda dan Perang Kongo Kedua

Seperti sub-bab sebelumnya, sub-bab ini menjelaskan bagaimana alasan dan

peran Rwanda dalam Perang Kongo Kedua. Dalam Perang Kongo Kedua,

keinginan Laurent Kabila mengusir prajurit Rwanda dari RDK berakibat pada

ancaman keamanan bagi Rwanda karena tidak bisa mengawasi pergerakan

pemberontak anti Rwanda di dalam RDK serta terancamnya pengaruh Rwanda di

RDK.

Setelah berhasil mendudukkan Laurent Kabila dengan ADFL, Rwanda

menempatkan pasukannya di Republik Demokratik Kongo untuk menjamin

gerak-gerik Laurent Kabila agar dapat memenuhi ekspektasi Rwanda. Namun

secara sepihak, Laurent Kabila memutuskan untuk memulangkan seluruh pasukan

Rwanda yang berdiam di RDK pada tanggal 27 Juli 1998. Beberapa elemen dari

FAC memutuskan untuk memberontak sampai pada titik dimana hanya pasukan

FAC yang berdiam di Kinshasa yang terhitung loyal terhadap Kinshasa.

Mengetahui hal tersebut, tercatat pasukan Rwanda melatih pasukan FAC di

berbagai kota di RDK selama Perang Kongo Kedua berlangsung64

, mengingat

beberapa unsur dari FAC juga tidak menyenangi kepemimpinan Laurent Kabila.

Isu etnisitas kembali menjadi salah satu alasan keterlibatan Rwanda dalam

perang ini. Ketika Laurent Kabila mulai berkuasa, terjadi berbagai masalah

dengan keberadaan etnis Tutsi di RDK dikarenakan keberadaan pasukan Rwanda

di RDK. Kelompok-kelompok etnis yang dianggap pribumi dan non-Tutsi

kemudian membentuk pasukan milisi yang bernama Mai-Mai. Mereka mampu

64

Ngolet, op.cit. , hal 17-19

Page 57: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

43

untuk melakukan teror terhadap orang-orang Tutsi di RDK dikarenakan Mai-Mai

juga dipersenjatai oleh RDK.

Alasan ekonomi juga timbul kembali dalam motivasi Rwanda terlibat dalam

Perang Kongo Kedua. Bagi negara-negara yang berkonflik di RDK dalam perang

ini,meningkatnya penjualan alat-alat elektronik seperti komputer dan telepon

genggam membuat industri-industri besar dunia mencari mineral yang diperlukan

untuk produksi, semisal koltan. Sepanjang 2002-2003, PBB mengenakan sanksi

perdagangan terhadap Republik Demokratik Kongo karena penjualan mineral

yang dianggap turut mendanai milisi-milisi yang bertempur di RDK. Banyak

perusahaan-perusahaan yang bergerak di pertambangan ketika perang berlangsung

berafiliasi dengan negara-negara yang menempatkan angkatan bersenjata

Setelah Laurent Kabila berhasil menduduki kekuasaan dan mengubah nama

Zaire menjadi Republik Demokratik Kongo, pasukan Rwanda yang masih

terdapat di Republik Demokratik Kongo berkontribusi dalam melatih angkatan

bersenjata RDK yang baru. Bahkan, kepala staf angkatan bersenjata dari angkatan

bersenjata RDK yang baru adalah seorang Rwanda, Paul Kabarebe. Pengawal

pribadi dari Laurent Kabila sebagian besar berasal dari etnis Tutsi Rwanda. Dari

segi politik, semakin lemahnya ADFL karena beberapa petingginya dihilangkan

atau dibunuh atas perintah Kabila, membuat pengaruh Rwanda dalam

pemerintahan RDK sangat terasa. Gerak-gerik pasukan Rwanda sendiri selalu

dicurigai oleh warga RDK yang bukan berasal dari Banyamulenge, dan salah satu

titik terendah ketidakpercayaan warga RDK terhadap pasukan Rwanda terjadi

pada Agustus 1998, ketika pada saat kampanye ADFL, seorang perwira Rwanda

Page 58: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

44

ditangkap pasukan keamanan karena membawa senjata ketika duduk di belakang

Kabila65

. Hal tersebut dilihat sebagai percobaan kudeta.

Jumlah personil angkatan bersenjata Rwanda atau Rwanda Patriotic Army

ketika Perang Kongo Kedua berlangsung , baik yang berada di dalam Rwanda

maupun yang berada di Republik Demokratik Kongo, adalah sekitar 30.000-

40.000 personil pada pertengahan 1999, menurut laporan sebuah lembaga

penelitian yang berbasis di London. Pada Oktober 2000, lembaga yang sama

menunjukkan laporan bahwa terdapat peningkatan dalam jumlah personil militer

Rwanda menjadi 49.000- 64.000 personil. Untuk jumlah personil yang

ditempatkan Rwanda di dalam Republik Demokratik Kongo sendiri, organisasi

non pemerintah, International Crisis Group, mencatat bahwa ada sekitar 17.000-

25.000, sedangkan laporan PBB menyebutkan setidaknya ada 25.000 personil

militer Rwanda yang ditugaskan di Republik Demokratik Kongo.

65

Ibid, hal.15

Page 59: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

45

Tabel 2.1 : jumlah personil dari masing-masing negara atau faksi yang

bertempur dalam Perang Kongo Kedua.

Sumber: Scramble for the Congo: Anatomy of Ugly War,( Brussels, 2000,

International Crisis Group), Hal.4

Jumlah personil angkatan bersenjata Rwanda atau Rwanda Patriotic Army

ketika Perang Kongo Kedua berlangsung , baik yang berada di dalam Rwanda

maupun yang berada di Republik Demokratik Kongo, adalah sekitar 30.000-

40.000 personil pada pertengahan 1999, menurut laporan sebuah lembaga

penelitian yang berbasis di London. Pada Oktober 2000, lembaga yang sama

menunjukkan laporan bahwa terdapat peningkatan dalam jumlah personil militer

Rwanda menjadi 49.000- 64.000 personil. Untuk jumlah personil yang

ditempatkan Rwanda di dalam Republik Demokratik Kongo sendiri, organisasi

non pemerintah, International Crisis Group, mencatat bahwa ada sekitar 17.000-

25.000, sedangkan laporan PBB menyebutkan setidaknya ada 25.000 personil

militer Rwanda yang ditugaskan di Republik Demokratik Kongo66

.

66

Scramble for the Congo: Anatomy of Ugly War,( Brussels, 2000, International Crisis Group),

Hal.4

Nama faksi atau negara yang terlibat

dalam Perang Kongo Kedua

Estimasi jumlah personil (sebelum

perjanjian perdamaian Lusaka)

Angola 2.000-2.500

Burundi 2.000

Republik Demokratik Kongo 45.000-55.000

MLC(Movement for the Liberation of

Congo)

6.500- 9.000

Namibia 1.600-2.000

RCD (Rassemblement Congolaise pour

la Démocratie)

17.000-20.000

Rwanda 15.000-25.000

Uganda 10.000

Zimbabwe 10.000

Page 60: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

46

Tabel 2.2 : Kekuatan Militer Rwanda di Republik Demokratik Kongo selama

Perang Kongo Kedua67

Sumber: Scramble for the Congo: Anatomy of Ugly War,( Brussels, 2000,

International Crisis Group)

Selanjutnya, untuk persenjataan, Rwanda membeli berbagai persenjataan

dari Eropa Timur dengan menggunakan uang hasil eksploitasi sumber daya alam

di Republik Demokratik Kongo. Untuk persenjataan yang akan disuplai ke

berbagai pihak pemberontak yang menjadi perpanjangan tangan atau proxy

67

Ibid, hal. 115 68

AML-60 adalah kendaraan lapis baja yang dibuat oleh pabrikan Panhard, Perancis. Pertama kali

digunakan tahun 1959,kendaraan lapis baja ini memiliki panjang kanon 60 mm dan senjata

sekunder senjata mesin kaliber 7.62 mm 69

AML-245 dibuat oleh pabrikan Panhard, Perancis. Dibuat pada tahun 1960, memiliki panjang

kanon 60 mm dan mampu membawa amunisi berpeledak tinggi anti-tank ( high explosive anti tank

) 70

Mampu membawa kanon 90 mm

71 RG-31 atau biasa dipanggil “Nyala”, adalah kendaraan lapis baja yang anti ranjau, bertugas

untuk mengangkut personil infanteri ( Infantry Mobility Vehicle ). Dibuat oleh pabrikan Land

System OMC, Afrika Selatan 72

SA-7 dan SA-16 adalah senjata panggul anti udara ( man portable surface to air missile

launcher ) buatan pabrikan Kolomna, Uni Soviet

Jumlah personil 49.000-64.000 25.000 personil

diantaranya ada di RDK

Main Battle Tank 12 unit T-54/55

Armoured Fighting

Vehicle

15 unit AML-6068

AML-24569

AML-9070

16 unit VBL

BTR

16 unit RG-3171

Artillery 35 unit 105 mm dan 16

unit 122 mm

250 mortar

Anti Air Weapon 150 unit termasuk 14,5

mm, 23 mm, 37 mm, SA-

7 dan SA-1672

Aircraft 1 BN-2A Islander

Page 61: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

47

Rwanda, mereka menggunakan jasa Viktor Bout, seorang broker senjata bawah

tanah internasional, yang akan menerbangkan berbagai senjata tersebut bersama

maskapai penerbangan milik militer Rwanda di Republik Demokratik Kongo.

Negara-negara Eropa Timur tersebut bisa melakukannya karena senjata-senjata

yang akan mereka musnahkan karena modernisasi persenjataan yang umum

terjadi paska bubarnya Uni Soviet bisa dijual tanpa diketahui PBB.

Pemberontakan terhadap Kabila memang dimulai dari memberontaknya

sejumlah perwira angkatan bersenjata RDK, namun pemberontakan tersebut

terjadi karena doktrinasi dan pelatihan perwira angkatan bersenjata RDK

dilakukan oleh RDK. 4 Agustus 1998 sendiri menandakan membelotnya kepala

staf angkatan bersenjata RDK, Kabarebe, ke kota Kitona, yang mana terdapat

20.000 prajurit angkatan bersenjata RDK yang memutuskan membelot ke

Kabarebe, dengan membajak pesawat sipil Congo Airlines, tidak lupa membawa

beberapa perwira Rwanda.

Rwanda juga terlibat dalam pembentukan RCD. Wamba dia Wamba,

pendiri RCD, sebelumnya dihubungi oleh Rwanda dan dipertemukan dengan

berbagai pemimpin faksi politik RDK di Goma. Wamba dia Wamba bersama

dengan petinggi faksi RCD yang lain tidak bertemu di dalam RDK, namun lebih

tepatnya di Kigali, Rwanda dan pertemuan tersebut difasilitasi oleh militer

Rwanda. Berbagai saksi menyatakan bahwa banyak prajurit Tutsi yang berasal

dari Uganda dan Tutsi bertempur di pihak RCD baik dengan seragam RCD

maupun dengan pakaian sipil. Penempatan Wamba dia Wamba sebagai presiden

RDC pun dilakukan Rwanda hanya untuk mendapatkan simpati orang-orang yang

tidak termasuk golongan etnis Tutsi atau Banyamulenge, sedangkan RCD

Page 62: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

48

sebagian besar terdiri pejabat-pejabat Tutsi dan Banyamulenge yang disingkirkan

oleh Laurent Kabila

Sama seperti Perang Kongo Pertama, Rwanda melatih orang-orang

Banyamulenge atau Tutsi Kongo untuk melakukan pemberontakan bersama

perwira-perwira angkatan bersenjata RDK pro-Rwanda. Rwanda menggunakan

Banyamulenge yang mereka anggap sebagai saudara sebangsa. Serangan yang

muncul pada tahun 1996 dan tahun 1998 baik oleh pemerintahan Zaire maupun

pemerintahan RDK menjadi pembenaran oleh Rwanda bahwa etnis

Banyamulenge perlu pertolongan untuk mempertahankan eksistensi mereka73

.

Rwanda membentuk milisi-milisi dari orang-orang Banyamulenge ini untuk

menjaga lokasi tambang yang strategis bagi Rwanda serta untuk menghadapi

milisi lain yang dipekerjakan pemerintahan RDK74

.

Selama perang berlangsung, Rwanda mampu mengendalikan berbagai

perdagangan mineral strategis di RDK seperti koltan dan berlian. Dan demi tujuan

tersebut, Rwanda dapat melawan aliansinya sendiri. Ini terjadi di Kisangani,

dimana dalam Perang Kongo Kedua, Rwanda dan Uganda memperebutkan kota

kaya berlian tersebut pada Agustus 1999. Kota kaya berlian tersebut dikuasai oleh

adik Presiden Uganda Museveni, Jenderal Salim Saleh dan perantara-perantara

yang memperdagangkan berlian tersebut hanya ingin bertransaksi dengan pihak

Uganda. Padahal sebelum pertempuran berlangsung, kedua belah pihak telah

menandatangani Perjanjian Lusaka. Pertempuran ini sendiri membuktikan bahwa

73

John, op.cit.., Hal. 130 74

Frank A. Columbus (ed.), Politics and Economies in Africa: Volume 1, ( Nova Publisher, New

York: 2001), hal. 79

Page 63: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

49

negara yang beraksi di perang ini menekankan kepentingan ekonomi sebagai salah

satu yang utama.

Menurut laporan PBB, perang ini memungkinkan Rwanda mengekspor

mineral ataupun sumber daya alam yang tidak mereka miliki. Ketika RDK masih

bernama Zaire, Gecamines yang bergerak dalam penambangan tembaga berperan

dalam pembiayaan ekspedisi militer yang dilakukan oleh Mobutu, Rwanda

menggunakan Congo Desk yang dibuat oleh Presiden Kagame sendiri untuk

membiayai perang mereka di RDK dan memperkaya perwira dan politikus

Rwanda. Congo Desk kemudian akan memfasilitasi mineral tersebut agar seolah-

olah dihasilkan di negaranya, sehingga dapat melewati regulasi mineral konflik

yang terdapat di berbagai negara, seperti Amerika Serikat.

Tabel 2.3: Pemasukan dan Pengeluaran Militer Rwanda pada tahun 2000

Sumber: Timothy B. Reid, Killing Them Softly: Has Foreign Aid to Rwanda and

Uganda Contributed to The Humanitarian Tragedy in DRC?, hal. 5

Total Pemasukan Perdagangan dalam

juta dolar AS (2000)

Berlian 40.0

Pembayaran Izin Pertambangan 4.0

Emas 15.0

Koltan 191.0

Total 250.0

Total Pengeluaran Militer Rwanda di

RDK dalam juta dolar AS (2000)

Amunisi dan Pemeliharaan 8.4

Gaji Pasukan 30.0

Sewa Penerbangan 21.6

Total 60.0

Page 64: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

50

Tabel diatas menjelaskan bagaimana militer Rwanda diuntungkan dari

penguasaan tambang-tambang strategis di RDK. menurut Reid, mineral-mineral

tersebut diangkut dengan pesawat atau helikopter yang lepas landas dari tambang-

tambang tersebut. sejak tahun 1997, Rwanda menetapkan anggaran militernya

kurang dari US$ 100 juta setiap tahunnya dengan biaya kampanye militer di

Rwanda yang terdiri dari persenjataan, amunisi, logistik dan biaya penerbangan.

Pemasukan yang terlihat di dalam tabel menurut Panel PBB tidak hanya diperoleh

dari penjualan mineral melalui Congo Desk, namun juga melalui sumber lain

seperti pembayaran lisensi untuk memperjualbelikan mineral yang dimiliki

Rwanda, pajak dan pembayaran izin lainnya.

Page 65: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

51

BAB III

POTENSI EKONOMI SELAMA PERANG KONGO

Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana Rwanda bisa melakukan eksploitasi

ekonomi selama Perang Kongo Pertama dan Kedua dimulai pada saat RDK

sebagai sebuah negara berdaulat tidak bisa menggunakan kekayaan alamnya, dan

hal ini terjadi sebelum Perang Kongo Pertama. Privatisasi yang kemudian

berlanjut pada dijualnya berbagai hak konsesi pertambangan pada perusahaan

asing dan penyelundupan, adalah indikasi bahwa RDK sebagai negara berdaulat

tidak bisa mengelola ekonominya, dan hal ini berakibat pada terbukanya peluang

bagi pihak-pihak yang terlibat dalam Perang Kongo untuk memanfaatkan

kekayaan alam yang terdapat di RDK agar konflik tetap berlangsung, termasuk

Rwanda

3.1 Industri Pertambangan di RDK sebelum Berlangsungnya Perang Kongo

Pertama

Dalam memahami bagaimana eksploitasi sumber daya alam oleh Rwanda di

RDK bisa berlangsung, pertama perlu dipahami bagaimana sektor pertambangan

di RDK mengalami kelumpuhan akibat krisis ekonomi sebelum Perang Kongo

Pertama terjadi. Sektor pertambangan adalah sumber pemasukan ekonomi yang

terpenting bagi RDK. Pada awal kemerdekaannya, ekspor mineral dari RDK

berkontribusi bagi 85 persen dari seluruh valuta asing di negara in dan

Page 66: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

52

berkontribusi bagi 65 persen bagi seluruh penerimaan pemerintah.RDK sendiri

diketahui menghasilkan 6 persen dari seluruh tembaga yang ada di dunia dan

RDK termasuk produsen tembaga nomor 6 terbesar di dunia setelah Amerika

Serikat, Uni Soviet, Zambia, Cili dan Kanada. Selain itu, RDK juga menghasilkan

berbagai mineral seperti koltan, berlian, minyak bumi, perak, cassiterite dan

emas.Zaire termasuk produsen koltan terbesar di dunia, dan sebelum Perang

Kongo Pertama berlangsung, Amerika Serikat adalah importir terbesar dari koltan

yang dihasilkan oleh RDK..

Produksi dari sektor pertambangan di Zaire mayoritas berasal dari BUMN

milik RDK yang bernama GECAMINES (Générale des Carrières et des

Mines),didirikan tahun 1967 untuk menggantikan perusahaan kolonial Belgia

yang bergerak di bidang pertambangan , Union Miniere du Haut-Katanga

(UMHK). GECAMINES menghasilkan 90 persen dari seluruh tembaga, koltan,

zinc dan batu bara yang terdapat di negara tersebut. GECAMINES merupakan

perusahaan yang mempekerjakan orang-orang Zaire terbanyak, setelah

pemerintahan Zaire. Penerimaan pajak dari GECAMINES mencapai 25 % dari

seluruh anggaran belanja Zaire selama tahun 1984 sampai dengan tahun 198975

.

Terdapat beberapa alasan mengapa sektor pertambangan di RDK, yang

didominasi pemerintahan RDK, mengalami kelumpuhan sebelum Perang Kongo

Pertama berlangsung. Beberapa penyebab tersebut antara lain jatuhnya harga

tembaga dunia yang menyebabkan GECAMINES tidak mampu mendanai

operasionalnya, ketiadaan subsidi pemerintah yang disebabkan kesulitan

75

Bilenga Tshishlmbi dan Peter Glick, Economic Crisis and Adjustment in Zaire, 1993, (Cornell:

Cornell University), hal. 10

Page 67: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

53

pemerintah Zaire dalam memperoleh pinjaman dari negara lain setelah IMF

mengharuskan RDK melakukan restrukturisasi ekonomi.

Berbeda dengan mineral lain, tembaga pada umumnya sangat rentan

terhadap fluktuasi harga di pasar dunia dan krisis sendiri terjadi karena kurangnya

diversifikasi ekonomi RDK yang terlalu bertumpu pada pertambangan dan

pertanian. Pada tahun 1996-1997, harga tembaga mengalami penurunan dan

GECAMINES berupaya mengalihkan upaya produksi ke koltan yang pada saat itu

mengalami peningkatan permintaan. Namun, hak suara RDK yang dicabut IMF

sejak tahun 199476

dan penolakan institusi tersebut untuk memberikan pinjaman

baru pada negara tersebut memaksa GECAMINES untuk mengizinkan

berlangsungnya privatisasi sebagai bagian dari restrukturisasi ekonomi. Sebagai

hasilnya, sebelum dimulainya Perang Kongo Pertama GECAMINES hanya

memiliki saham sebanyak 51 % dan sisanya dimiliki oleh berbagai perusahaan

yang berasal dari Kanada dan Afrika Selatan.

Alasan berikutnya, infrastruktur yang tidak memadai sehingga mendorong

terjadinya penyelundupan mineral ke luar negara tersebut, selain dikarenakan

lemahnya kendali pemerintah di kota-kota yang terletak pada perbatasan RDK.

Sejak tahun 1975, Angola menutup rel kereta api Benguela yang menghubungkan

RDK dengan Pelabuhan Lobito, Angola. Akibatnya, Pemerintah Zaire terpaksa

membangun rel kereta baru yang terhubung dengan Pelabuhan Matadi, RDK dan

pelabuhan di Afrika Selatan. Namun, ketidakmampuan GECAMINES untuk

76

Hak suara di IMF sendiri memungkinkan negara anggotanya untuk mengambil suara terkait

kebijakan dan pemilihan direktur IMF. Hak suara di IMF berbeda masing-masing anggotanya, dan

untuk menambah kuota suara tersebut, negara anggota tersebut harus memperoleh apa yang

dinamakan Special Drawing Right yang didapatkan melalui donasi

Page 68: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

54

mengelola infrastruktur rel dan kereta yang sudah dibangun yang dimiliki

membuat GECAMINES tidak lagi mampu memasok mineral yang mereka

miliki77

.

3.2 Penyelundupan Komoditas dan Mineral sebagai Salah Satu Wujud

Ekonomi Informal dari RDK

Penyelundupan komoditas dan mineral di RDK merupakan salah satu

fenomena yang umum di RDK, dan mengingat bahwa nilai komoditas yang

diselundupkan dari RDK jauh lebih besar dari statistik resmi yang diberikan oleh

pemerintah RDK, salah satu laporan dari Universitas Cornell yang berjudul

Economic Crisis and Adjustment in Zaire menyebut aktivitas ini sebagai second

economy, yang menurut laporan ini disebabkan jumlah komoditas dan mineral

yang diselundupkan dari RDK sendiri bernilai 5 kali lipat dari statistik resmi yang

dikeluarkan Zaire78

.

Second economy di RDK, yakni penyelundupan memiliki sejarah yang

panjang di RDK, terutama selama dan setelah resesi ekonomi tahun 1989-1990

terjadi79

. Beberapa indikator ekonomi menunjukkan bahwa selama tahun 1974-

1975, aktivitas penyelundupan ini mencapai angka 19 persen. Kemudian,pada

tahun 1980 sebagia besar dari wilayah RDK berhasil melepaskan diri dari kendali

77

Ibid, hal. 81 78

Ibid, hal. 15 79 Penamaan dari second economy sebagai aktivitas ekonomi informal peneliti kutip dari tulisan

Economic Crisis and Adjustment in Zaire yang diterbitkan oleh Cornell University. Second

economy sendiri terinspirasi dari pasal 15 dari Konstitusi RDK yaitu Individual liberty shall be

guaranted. Menariknya, banyak warga RDK menafsirkan isi pasal ini secara longgar dan

menggunakan referensi ini sebagai „legalitas‟ atas aktivitas ekonomi informal mereka. Mobutu

Sese Seko yang berkuasa dahulunya mengingatkan rakyatnya untuk tidak bergantung pada

pemerintah jika ingin memenuhi kebutuhan mereka. “Feed Yourselves !‖ dan “Why should I

feed my prisoners when I don't have enough to feed my peasants?‖ adalah salah satu dari

pidatonya yang terkenal

Page 69: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

55

pemerintah dan berhasil mengorganisasikan penyelundupan kopi dan mineral,

yang mana aparatus pemerintahan juga terlibat dikarenakan ketidakmampuan

pemerintah RDKuntuk membayar gaji gaji pegawai negeri dan tentara selama

resesi ekonomi terjadi. Di beberapa kota perbatasan RDK, komunitas pedagang

atau merchant yang berasal dari RDK, Chad, Uganda, Rwanda and Mali

mendirikan apa yang dinamakan base, umumnya berada di pasar-pasar dan gereja,

dan di base mereka menjual alat-alat elektronik dan kendaraan yang dapat

diperoleh dengan menjual emas, koltan, kopi dan teh80

.

Menurut Hugues Leclerq81

, aktivitas ekonomi informal ini dapat ditemukan

di beberapa tempat di RDK. Tempat atau lokasi-lokasi tersebut adalah:

1. Pedagang kelas menengah atau urban dari ibukota RDK, yang memiliki

jaringan perdagangan yang menghubungan Republik Kongo atau Congo-

Brazzaville dengan 2 provinsi di Zaire, Bas-Zaire dan Bandundu. Perdagangan

dari Kinshasa sendiri ditandai dengan transportasi yang baik dikarenakan kualitas

jalanan di wilayah luar ibukota yang bisa dikatakan cukup baik dan komunikasi

yang lancar antara Kinshasa dan wilayah yang berdekatan.

2. Wilayah pertambangan Kasai, salah satu provinsi di RDK, terutama berpusat di

Tshikapa dan Mbujimayi, secara ekonomi bergantung pada eksploitasi berlian

yang kemudian diselundupkan ke Angola melalu jalur darat dan air (melalui

Sungai Kasai). Penyelundupan berlian dari wilayah ini mencapai setengah dari

pemasukan pajak yang diterima RDK dari perdagangan berlian.

80

J. C. Willame (ed.), Zaire: Predicament and Prospects, Washington: United States Institute of

Peace, hal. 11

81

Ibid

Page 70: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

56

3. Aktivitas ekonomi informal yang terdapat di Sud Kivu melibatkan ekploitasi

mineral seperti emas dan koltan, penyelundupan kopi, yang kemudian digunakan

untuk memperoleh kebutuhan sehari-hari, kendaraan, dan alat elektronik.

Kendaraan dan barang-barang manufaktur yang diselundupkan di wilayah ini

berasal dari Timur Tengah. Kota-kota yang terletak di Sud Kivu seperti Goma

merupakan kota yang terbilang strategis dikarenakan menghubungkan Rwanda

dan Republik Demokratik Kongo. Aktivitas ekonomi yang terdapat di kota ini

adalah perdagangan koltan, dan kemudian cakupan ekonomi dari Goma semakin

meluas selama Perang Kongo dikarenakan para pedagang yang memperoleh

keuntungan dari penjualan koltan ataupun barang-barang sekunder lainnya

membangun hotel dan berbagai hunian lainnya untuk organisasi kemanusiaan

yang datang di kota tersebut. selama Perang Kongo Kedua berlangsung, kota ini

dipengaruhi oleh 2 kelompok besar yang berdagang di sana, yakni kelompok

pedagang yang berdarah Tutsi atau Banyarwanda yang mendukung RCD dan

kelompok pedagang etnis Nande yang mendukung MLC.

4. tesis dari Raeymaeker yang berjudul The Power of Protection Governance and

Transborder Trade on Uganda- Congo Border akan peneliti gunakan untuk

membahas penyelundupan yang terjadi di Uganda dan RDK secara garis besar.

Penelitian dalam tesis ini dilakukan di kota Butembo, Provinsi Nord Kivu yang

langsung berbatasan dengan Uganda. Dalam tesis ini, aktivitas ekonomi yang

berlangsung dalam perang Kongo Kedua dijelaskan dalam tesis ini, dengan

penjelasan bagaimana pemberontak MLC dan pedagan dari etnis Nande saling

diuntungkan dengan penyelundupan berbagai komoditas, dengan melakukan

berbagai pemungutan pajak bagi kepentingan pemberontak yang perlahan

Page 71: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

57

menggantikan mekanisme pajak yang berlaku dalam rezim Laurent Kabila dan

kebijakan proteksi yang dilakukan pemberontak MLC untuk melindungi kargo

dan muatan para pedagang Nande dari milisi atau pemberontak yang merupakan

saingan dari MLC82

.

3.3 Konsesi Pertambangan dari Perusahaan-Perusahaan Internasional

Setelah Perang Kongo Pertama

Ketertarikan Rwanda terhadap kekayaan alam RDK muncul ketika Laurent

Kabila berhasil menerbitkan konsesi yang memberikan pengelolaan beberapa

tambang strategis di RDK kepada beberapa perusahaan pertambangan, sebagian

besar dari perusahaan-perusahaan tersebut berasal dari Amerika Serikat dan

Kanada.

Kontrak yang ditandatangani sendiri biasanya mencakup aktivitas ekplorasi

dan eksploitasi. Yang menarik dalam konsesi pertambangan dengan Laurent

Kabila sendiri selama Perang Kongo Pertama berlangsung, adalah para

perusahaan tersebut justru membutuhkan pemberitaan negatif dari media massa

untuk menarik investor untuk menanamkan uang mereka di perusahaan tersebut83

.

Privatisasi setelah Perang Kongo Pertama merupakan sesuatu yang umum setelah

bangkrutnya Gecamines, BUMN pertambangan RDK dibawah kekuasaan Mobutu

Sese Seko. Berikutnya, dengan dekrit presiden yang dinamakan ‗zone exclusive de

recherches‟

82

Timothy Raeymaekers, The Powerof Protection Governance and Transborder Trade

On the Congo-Ugandan Frontier, (Ghent:Ghent University), hal.10-15 83 Selama tahun 1996-1997, investasi besar-besaran di pertambangan lumrah ditemui dan

seringkali investasi tersebut tidak membuahkan hasil karena deposit mineral yang tidak sesuai

dengan harapan. Salah satu kasus adalah skandal Bre-X, sebuah perusahaan Kanada yang berhasil

melakukan penipuan investasi dengan klaim telah menemukan deposit emas terbesar di dunia,

tepatnya di Kalimantan. Perang sipil dimana pihak-pihak bersenjata berupaya merebut konsesi

pertambangan untuk mendanai pemberontakannya tentu akan memperkuat klaim bahwa deposit

yang diperebutkan tersebut sangat menjanjikan

Page 72: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

58

RDK di bawah Laurent Kabila berusaha membatalkan setiap perjanjian

untuk konsesi pertambangan yang berhubungan dengan Mobutu Sese Seko,

setelah runtuhnya Gecamines84

. Perusahaan-perusahaan besar yang sudah

mengikat perjanjian dengan rezim Zaire seperti De Beers dari Afrika Selatan,

menjadi tidak berlaku, dan kepemilikan mereka dialihkan kepada perusahaan-

perusahaan yang bisa dikatakan kecil dan kurang diketahui seperti American

Mineral Field dan Barrick. Konsesi pertambangan sendiri tidak hanya berkaitan

dengan ekplorasi dan eksploitasi sumber daya alam RDK, namun juga bantuan

militer serta politik, semenjak pejabat dari negara lain baik sipil atau militer

memiliki investasi diperusahaan ini85

.

3.4 Konsesi Pertambangan di RDK sebelum Perang Kongo Kedua

Konsesi pertambangan pada tahun 1998 atau tepatnya pada awal mula

Perang Kongo Kedua sendiri mengalami penurunan akibat berbagai penyebab.

Beberapa penyebab itu antara lain :

1. lamanya pemberian izin konsesi walaupun sudah diturunkan melalui

dekrit presiden,

2. keengganan bank-bank terkemuka dunia untuk mendanai investasi di

RDK selama Perang Kongo Kedua berlangsung

3. instabilitas keamanan terutama di wilayah pertambangan, dan bergantinya

mitra bisnis Laurent Kabila karena menganggap perusahaan-perusahaan yang

84 Stefaan Marysse and Filip Reyntjens, The Political Economy of the Great Lakes Region

in Africa : The Pitfalls of Enforced Democracy and Globalization, (New York: Routledge), hal.

163 85

Salah satu contoh bantuan militer yang dimaksud semisal kontribusi American Mineral Field

untuk merekrut tentara bayaran dari Serbia dan bahkan American Mineral Field merekrut seorang

jenderal Belgia untuk menjadi penasehat militer bagi Kabila

Page 73: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

59

sebelumnya bekerjasama dengannya dekat dengan Rwanda, sedangkan di sisi lain

Kabila harus memulihkan reputasinya dari yang sebelumnya dianggap sebagai

boneka asing oleh banyak rakyat RDK86

.

Alasan pertama, yakni lamanya pemberian izin konsesi, menjelaskan betapa

tidak efisiennya birokrasi RDK di bawah Laurent Kabila. Dari literatur yang

peneliti kutip menunjukkan bahwa perlu 1 tahun untuk menandatangani dekrit

presiden, dan administrasi yang tidak berjalan dengan semestinya berkontribusi

untuk memperpanjang waktu sebuah perusahaan untuk mendirikan perusahaan

lokal yang akan menjalankan operasi mereka. Belum lagi ketika wilayah tersebut

dikuasai pemberontak, pengelola pertambangan cenderung melakukan

pembayaran keamanan kepada pasukan maupun pemberontak apapun yang

menduduki wilayah tersebut. namun, jika milisi tersebut berseberangan dengan

pemerintah RDK, tindakan hukum akan diambil yang kemudian berujung pada

penghentian konsesi87

.

Alasan kedua, keengganan bank-bank terkemuka dunia untuk mendanai

investasi di RDK selama Perang Kongo Kedua berlangsung, dipicu oleh tingginya

resiko dalam melakukan investasi pertambangan di RDK selama perang

berlangsung. Selama perang berlangsung, opsi pembiayaan eksplorasi di RDK

menjadi terbatas. Bank besar seperti Chase Manhattan Bank88

, salah satu sumber

pembiayaan terbesar untuk sektor pertambangan pada tahun 1997, mengumumkan

86

Ibid, hal.150 87 Stefaan Marysse and Filip Reyntjens, op.cit., hal. 169 88 Chase Manhattan Bank sendiri adalah sebuah bank yang berbasis di Chicago dan sudah berdiri

semenjak tahun 1799 dan merupakan 4 bank terbesar di Amerika Serikat atau biasa disebut dengan

Big Four. Bank ini sendiri sudah banyak mendanai berbagai proyek dari pemerintah Zaire

semenjak tahun 1974 dan dana ini kemudian menjadi investasi awal untuk mendirikan

GECAMINES

Page 74: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

60

bahwa mereka tidak akan mendanai proyek apapun di RDK selama dua sampai

tiga tahun ke depan89

.

Alasan ketiga, instabilitas keamanan terutama di wilayah pertambangan,

umum terjadi semenjak baik pasukan dari negara-negara yang bertikai maupun

para pemberontak memperebutkan wilayah-wilayah yang strategis secara

ekonomi, atau seperti apa yang Paul Kagame utarakan sebagai self-financing war.

Penambangan secara sederhana atau artisanal mining membuat pihak-pihak yang

bertikai berinisiatif untuk memperoleh pengaruh atas wilayah dan penduduk yang

akan mereka kuasai atau menguasai monopoli perdagangan mineral di wilayah

tersebut dengan membelinya dengan harga sangat murah. Sementara itu, bagi

perusahaan-perusahaan ini yang butuh perlindungan dan kepastian biasanya akan

menyetujui setiap perjanjian konsesi baru yang ditawarkan oleh pihak-pihak yang

berbeda.

Alasan terakhir dari penurunan investasi perusahaan pertambangan di RDK

paska membelotnya Kabila dari aliansi Rwanda adalah pergantian mitra bisnis

Laurent Kabila. Laurent Kabila sendiri segera memutuskan untuk memberikan

sejumlah besar hak konsesi pertambangan kepada perusahaan-perusahaan

Zimbabwe, dengan jaminan yang diberikan oleh Presiden Zimbabwe, Robert

Mugabe, bahwa negaranya akan memberikan bantuan militer yang dibutuhkan

untuk menghadapi angkatan bersenjata Rwanda dan milisi atau pemberontak yang

berafiliasi dengan mereka. Berbagai perjanjian bisnis tersebut merupakan bagian

dari berpisahnya Rwanda dan RDK. perjanjian-perjanjian bisnis ini berlangsung

setelah Rwanda mengusir perwira dan pasukan Rwanda yang berdiam di RDK.

89

Ibid, hal. 165

Page 75: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

61

BAB IV

ANALISA KEPENTINGAN EKONOMI RWANDA DALAM PERANG

KONGO

Bab ini adalah analisa dari kepentingan ekonomi Rwanda dengan

menggunakan kepentingan nasional dan Perang Sumber Daya Alam sebagai

konsep. Penggunaan kepentingan nasional dalam penelitian ini dengan

mempertimbangkan bahwa selain Rwanda dapat mencapai kepentingan

keamanannya dalam Perang Kongo, terdapat kontribusi pajak dari eksploitasi

mineral RDK, melalui perusahaan yang berafiliasi dengan partai berkuasa di

Rwanda, RPF.

Berikutnya, penggunaan Perang Sumber Daya Alam dalam penelitian ini

dikarenakan bahwa kekayaan alam RDK yang berada di perbatasan Rwanda dan

RDK kurang diawasi oleh angkatan bersenjata RDK, dan milisi yang dibentuk

oleh RDK mampu menandingi angkatan bersenjata RDK di wilayah tersebut.

keberadaan kekayaan alam RDK di perbatasan Rwanda-RDK yang sulit diawasi

sesuai dengan karakter distant dari konsep Perang Sumber Daya Alam dan

warlordisme sebagai konsekuensi dari konflik yang muncul untuk menguasai

sumber daya alam yang distant dan diffuse. Emas, koltan, dan berlian sebagai

beberapa mineral yang dimiliki oleh RDK cocok dengan karakter diffuse dan

distant. Diffuse karena mineral tersebut tersebar di seluruh RDK dan dapat

diperoleh dengan peralatan sederhana90

. Distant karena jarak Kinshasa dan

perbatasan darat Rwanda-RDK berjarak 3000 km dan angkatan bersenjata RDK

90

Blaine Harden, http://www.nytimes.com/2001/08/12/magazine/the-dirt-in-the-new-machine.html

, New York Times, diakses pada tanggal 10 April 2015, jam 1:47 WIB

Page 76: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

62

memiliki berbagai masalah dalam menjaga wilayah tersebut, semisal

penyelundupan senjata oleh perwira RDK dan ketidaksukaan warga sipil terhadap

keberadaan angkatan bersenjata RDK.

Terkait dengan situasi yang muncul selama Perang Sumber Daya

berlangsung, yakni Private Resource Diplomacy dan Comfortable Conflict

Stalemate, peneliti hanya akan membahas salah satunya yakni Private Resource

Diplomacy karena berlangsungnya eksploitasi mineral secara ilegal oleh Rwanda

tidak terlepas dari koneksi dan relasi yang Rwanda miliki, semisal pebisnis yang

datang dari berbagai negara dan pemberontak yang dipersenjatai oleh Rwanda.

4.1 Kepentingan Nasional Rwanda Dilihat dari Perspektif Ekonomi

4.1.1 Sektor Pertambangan Rwanda dan Kesulitan yang Mereka Hadapi

Sebelum memahami kepentingan ekonomi Rwanda dalam Perang Kongo,

ada baiknya memahami sektor pertambangan yang terdapat di Rwanda dan

bagaimana situasi sektor pertambangan di Rwanda dapat mempengaruhi

keputusan Rwanda dalam Perang Kongo.

Menurut United Nations Investment Policy Review, sektor pertambangan

Rwanda dikuasai oleh BUMN pertambangan Rwanda yang bernama REDEMI

(Régie d'Exploitation et de Développement des Mines). REDEMI sendiri

menguasai lahan konsesi seluas 1000 km. walaupun begitu, keengganan

pemerintah Rwanda untuk memberikan kapital dan mesin baru bagi REDEMI

Page 77: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

63

membuat kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan REDEMI menjadi

terhambat91.

Rwanda tidak memiliki data geologis yang selalu diperbaharui dari waktu

ke waktu, dan Rwanda hanya bergantung pada data geologis yang dihasilkan

sebelum kemerdekaan. Karakteristik geofisikal dari Rwanda dan negara-negara

tetangganya menunjukkan bahwa Rwanda memiliki deposit mineral yang

menjanjikan. Namun, Pemerintah Rwanda menyadari bahwa mereka tidak

memiliki kapabilitas untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi mineral secara

modern dan kontribusi dari pihak swasta dan investor asing sangat dibutuhkan

untuk menemukan deposit baru di Rwanda92

.4.1.2 Kepentingan Nasional Rwanda dalam Perang Kongo : Paul Kagame

dan Self-Financing War

Self-Financing War, ungkapan yang digunakan Presiden Rwanda Paul

Kagame untuk menggambarkan Perang Kongo, berkontribusi dalam menjelaskan

bagaimana kepentingan ekonomi juga termasuk dalam perhitungan Rwanda ketika

melakukan berbagai serangan ke berbagai wilayah di Republik Demokratik

Kongo. Ungkapan Self-Financing War sendiri muncul dalam sebuah laporan

panel PBB yang menguraikan bagaimana militer Rwanda mampu melangsungkan

perang dengan mineral yang mereka peroleh di RDK.:

91

United Nations Investment Policy Review adalah laporan yang diterbitkan PBB mengenai

potensi ekonomi, birokrasi dan regulasi dari sebuah Negara (sumber:

http://unctad.org/en/Pages/DIAE/Investment%20Policy%20Reviews/Investment-Policy-Reviews.aspx), hal. 60

92 Ibid

Page 78: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

64

“All military experts consulted suggested that the official defence

budget of Rwanda cannot alone cover the cost of their war and

presence in the Democratic Republic of the Congo. The Panel concurs

with President Kagame, who described the conflict in the Democratic

Republic of the Congo as ―a self-financing war93‖

Penggunaan istilah ini kemudian meluas, baik dalam berbagai buku maupun

artikel jurnal. Jason K. Stearn, penulis buku memoar Dancing in the Glory of

Monster: the Collapse of the Congo and the Great War of Africa menggunakan

kata Self- Sustaining yang memiliki makna yang hampir mirip dan menurut

peninjau dari New York Times, Adam Hoshchild, Stearn menggunakan kata

tersebut untuk menggambarkan bagaimana Rwanda mampu memperoleh

keuntungan ekonomi dari eksploitasi mineral di RDK dan bahkan untuk

melindungi kepentingan tersebut, Rwanda melakukan serangan terhadap negara

yang menjadi aliansinya, Uganda, atas penguasaan kota-kota yang kaya berlian

dan koltan di RDK94. Untuk jurnal dan artikel ilmiah, penggunaan kata Self-

Financing War dapat ditemukan dalam berbagai tulisan seperti Stolen Goods:

Coltan and Conflict in the Democratic Republic of Congo, tulisan dari Dena

Montague, World Policy Institute dan International Response to the Illegal

Exploitation of Resource in the DRC, tulisan dari Francois Gagnon, International

Crisis Group.

93 United Nations Security Council, Letter Dates 12 April 2001 from the Secretary General to

Presiden of the Security Counclis, hal.27 94

Adam Horshchild, Explaining Congo‘s Endless Civil War, New York Times,

http://www.nytimes.com/2011/04/03/books/review/book-review-dancing-in-the-glory-of-

monsters-the-collapse-of-the-congo-and-the-great-war-of-africa-by-jason-k-

stearns.html?pagewanted=all&_r=0

Page 79: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

65

Gambar 4.1 : Paul Kagame (tengah) bersama prajurit Rwanda di Stadium

Nasional Kigali

Sumber: http://www.inyenyerinews.org/justice-and-reconciliation/letter-from-the-north-

the-rwanda-a-country-without-general-real/

Sebagai kepala negara, Paul Kagame sendiri beranggapan bahwa tuduhan

yang menurutnya bersifat sepihak dari PBB sangat merugikan Rwanda, semisal

pemotongan bantuan keuangan dari negara-negara yang menjadi mitra Rwanda.

Bantahan-bantahan Paul Kagame atas tuduhan tersebut dapat ditemukan dalam

wawancara Majalah Times dengan Kagame di Kigali, ibukota Rwanda, pada

tanggal 14 September 201295. Dalam wawancara tersebut, Kagame menganggap

tuduhan atas eksploitasi ekonomi oleh Rwanda di RDK tersebut datang dari

orang-orang yang menganggap aneh kemajuan yang diperoleh negara tersebut

setelah genosida, dan menganggap semua kekacauan yang dapat ditemukan di

perbatasan Rwanda-RDK adalah kesalahan Rwanda:

―If you look at the size of wealth of Congo, the question is why should

it be like that? Why does Congo look like that? It shouldn‘t.

[Comparing us] becomes the false basis for making a judgment

95 Alex Perry, Q&A: Rwandan President Paul Kagame, Times, http://world.time.com/2012/09/14/qa-rwandan-president-paul-kagame/, (accessed July 7, 2015)

Page 80: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

66

against us. Some people try to explain the difference by saying

Rwanda must be exploiting the wealth of Congo. Do they think that‘s

what lights our streets and puts up all these buildings in our city and

builds our roads? That‘s a very shallow way of thinking. Maybe

people who raise these issues should be asking themselves a simple

question: why does Congo, that has this wealth, not thrive on it?96

Terkait dengan kepentingan ekonomi Rwanda di perbatasan Rwanda-RDK,

Kagame menganggap bahwa adalah suatu kesalahan untuk menuduh Rwanda

memperoleh kepentingan ekonomi selama perang berlangsung, sedangkan di satu

sisi, perusahaan-perusahaan yang berasal dari Amerika Serikat dan Tiongkok juga

memiliki investasi di RDK:

― What right do other companies from China, America and wherever

have to be in Congo that companies from Rwanda do not have? There

are companies there from all over the world. We are probably the first

country in the world to be accused of being guilty of having an

economic interest somewhere. That‘s common practice. How can we

be guilty of that?97

Terakhir,terkait tuduhan yang menyatakan Rwanda Patriotic Front memiliki

kepentingan bisnis di RDK, Kagame menjamin bahwa keuntungan yang diperoleh

perusahaan-perusahaan tersebut tidak digunakan untuk mempersenjatai tentara

Rwanda di RDK dan aktivitas tersebut sepenuhnya untuk bisnis dan pajak untuk

pembangunan negara:

―.......We only have to make sure there is no mix-up [between] what

belongs to the RPF and what belongs to the state, to avoid any conflict

of interest. And all along what we did was for them to invest in certain

areas where other people were shy to put their money so that we

achieve another objective: to really stimulate and start another

96

Ibid 97

Ibid

Page 81: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

67

activity which should benefit the country And if Rwanda‘s interest

really is economic, as people say, why not call Rwanda‘s bluff? Deal

with the security problem. Then Rwanda would have nothing to hide

behind. Our problem in Congo for 18 years has been a security

problem. You are saying we‘re interested because of economics. Deal

with the security so that it does not exist and then we can all see what

crimes we are committing in our economic interests.98

Selanjutnya, peneliti akan menjelaskan bagaimana aktivitas ekonomi

Rwanda di RDK diawasi secara penuh oleh Paul Kagame, dan bagaimana

perolehan tersebut digunakan untuk memperkaya pejabat RPF dan pembiayaan

pembangunan melalui pajak. Rwanda adalah sebuah negara otoriter dengan

Rwanda Patriotic Front sebagai partai politik yang dominan di segala aspek

kehidupan, apakah itu sosial, politik, dan ekonomi. Secara ekonomi sendiri,

pencarian rente atau rent seeking sendiri umum berlangsung di Rwanda dimana

partai berkuasa, RPF, terlibat di banyak sektor ekonomi melalui unit usaha

mereka yang mana sudah berlangsung paska genosida berakhir, dimana dana yang

dikumpulkan dari berbagai simpatisan RPF digunakan untuk rekonstruksi

ekonomi dari Rwanda. Namun selama Perang Kongo Kedua berlangsung, rent-

seeking dilakukan dengan eksploitasi sumber daya alam dari Republik

Demokratik Kongo, dimana selain untuk berkontribusi bagi negara tersebut

melalui pajak, hasil eksploitasi tersebut dapat digunakan untuk memperkaya

pejabat-pejabat dari partai berkuasa, terutama Presiden Rwanda Paul Kagame dan

kalangan terdekatnya yang dikenal dengan akazu.

98

Ibid

Page 82: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

68

Salah satu unit usaha RPF yang memanfaatkan situasi vakum dari

perusahaan pertambangan dunia akibat Perang Kongo Kedua adalah sebuah

perusahaan yang bernama Tri Star Company99.

Perusahaan terbesar yang dimiliki RPF, yang di Rwanda sebagai partai

berkuasa , adalah Tri-Star Company. Disebut terbesar karena bergerak di berbagai

bidang yang terdiri dari telekomunikasi, konstruksi, pertanian, perdagangan,

perbankan, dan termasuk pertambangan (anak perusahaannya, Rwanda Metals,

beroperasi di RDK selama Perang Kongo). Mengutip Willum, dibawah ini daftar

kepemilikan usaha yang dimiliki Tri-Star:

1. saham (41%) di MTN Rwandacell SARL, sebuah perusahaan telepon selular,

yang pada Februari 1998 memenangkan satu-satunya lisensi untuk menjual

telepon selular berbasis GSM di Rwanda

2. kepemilikan atas Intersec, sebuah perusahaan keamanan, yang menyediakan

jasa keamanan kepada bisnis, kedutaan besar, dan NGO internasional yang

beroperasi di Rwanda

3. kepemilikan Impremerie Nouvelle, sebuah industri percetakan, yang

sebelumnya adalah biro percetakan nasional di bawah kepemimpinan

Presiden Juvenil Habyarimana

4. kepemilikan atas Highland Flowers, sebuah perusahaan yang mengekspor

bunga mawar ke Eropa

5. kepemilikan atas Mutara Enterprises, sebuah perusahaan alat kantor dan

furniture yang bekerjasama dengan kementerian di Rwanda

99

Bjorn Willum, Foreign Aid to Rwanda: Purely Beneficial or Contributing to War?, University

of Copenhagen, hal. 123

Page 83: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

69

6. saham di Le Meridien, sebuah hotel bintang 4 di Kigali

7. saham di Banque de Commerce, du Développement et d‘Industrie (BCDI),100

yang mana menyediakan pinjaman ke RCD-Goma untuk membeli senjata

,menyediakan pinjaman untuk pengeluaran militer Rwanda yang kemudian

dilunasi dengan hasil dari perdagangan mineral

8. Rwanda Metals, sebuah perusahaan yang membeli koltan dari Republik

Demokratik Kongo101

Tri-Star dibentuk sebagai “Production Unit” untuk kepentingan ekonomi

RPF dalam melangsungkan pemberontakan terhadap pemerintah Rwanda yang

dahulunya merupakan mayoritas Hutu sampai tahun 1994, terus berkontribusi

untuk keberlangsungan Rwanda dan RPF sampai Perang Kongo Kedua

berakhir102. Menurut Booth, akumulasi ekonomi yang didapat oleh RPF paska

genosida tahun 1994 berasal dari 3 sumber:

1. Kontribusi keuangan yang diberikan oleh pendukung RPF yang kemudian

digunakan untuk rekonstruksi ekonomi Rwanda

2. Kelebihan laba yang didapat dari perdagangan mineral yang tidak dipajak dan

tidak diketahui dari RDK selama Perang Kongo Pertama dan Kedua berlangsung,

dan,

100

11.6% dari saham di BCDI dimiliki oleh Tri-Star, berdasarkan laporan dari organisasi

perdagangan yang bernama Common Market for Eastern and Southern Africa (Comesa). Common

Market for Eastern and Southern Africa, Rwandan Banking Information, memorandum, n.d., at

http://www.comesa.int/states/rwanda/qrwabact.htm 101

Willum, Ibid, hal. 102

Will Jones, Africa‘s illiberal state-builders,Oxford: Refugee Studies Centre, hal. 16

Page 84: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

70

3. Laba dari industri-industri yang mendapat proteksi dari pemerintah103.

Keberadaan Tri-Star dan Rwanda Metals yang diisi oleh kader dan

simpatisan RPF sendiri sangat menguntungkan pejabat RPF dan angkatan

bersenjata Rwanda, karena dalam Vision 2020 sendiri salah satu komitmen

Rwanda adalah kebijakan zero tolerance terhadap korupsi, dan RPF harus terlihat

seminimal mungkin dalam terlibat aktivitas seperti itu. Tri-Star serta Rwanda

Metals juga dapat dikatakan menguntungkan Rwanda karena 10 persen dari pajak

yang didapatkan oleh negara tersebut berasal dari Tri- Star, dan diantaranya yakni

6 persen berasal dari eksploitasi mineral di RDK.

4.1.3 Rwanda dan Monopoli Perdagangan Mineral selama Perang Kongo

Kedua Berlangsung

Kepentingan ekonomi Rwanda di RDK sendiri mulai muncul ketika

beberapa wilayah RDK di timur yang mana kaya akan deposit sumber daya alam,

seperti Kivu, berada di bawah pengaruh Rwanda baik karena keberadaan RCD

sebagai perpanjangan tangan negara tersebut maupun karena keberhasilan mereka

mengalahkan angkatan bersenjata RDK yang tidak disiplin dan tidak memiliki

semangat tempur. Kepentingan ekonomi Rwanda dalam Perang Kongo Kedua

sendiri dapat dilihat pernyataan-pernyataan yang dapat ditemukan dari pejabat

Rwanda maupun dari pengamatan beberapa ahli terkait Perang Kongo Kedua.

Untuk pernyataan-pernyataan yang merujuk pada kepentingan ekonomi Rwanda,

peneliti akan mengutip beberapa pernyataan dari Presiden Rwanda, Paul Kagame.

103

David Booth, Developmental patrimonialism? :The case of Rwanda,(London: Africa Power

and Politics Programme), hal.4

Page 85: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

71

Presiden Rwanda, Paul Kagame, menyebut perang Kongo sebagai self

financing war. Menurut Eriksen, pernyataan Kagame sendiri sesuai dengan

kondisi ekonomi Rwanda dikarenakan untuk Perang Kongo sendiri, basis

ekonomi yang terletak di dalam Rwanda sendiri tidak diperkuat, sedangkan

Rwanda sendiri terus menerus menambah anggaran militernya sehingga bersama-

sama dengan Angola dan Eritrea, Rwanda memiliki anggaran militer terbesar

ketiga di Afrika:

―Rwanda‘s military strength is also revealed by expenditure data.

According to the SIPRI yearbook, official expenditure as

percentage of GDP has stood between 4 and 5,5% over the last ten

years. In comparison with other African countries, this puts

Rwanda in third place, after Angola and Eritrea. Moreover, SIPRI

consider real expenditures to be significantly higher – perhaps as

high as twice the official figures. Notably, there has been no

significant increase in official defence expenditure after the

outbreak of the war. However, it is likely that the gap between

official and real expenditure has increased, as a result of profits

generated from exploitation of minerals in Congo. Most likely, at

least parts of the income generated in Congo have been used to

fund the campaign.104‖

Pemerintahan Rwanda sepertinya mengakui bahwa potensi sumber daya

alam RDK dapat berkontribusi ke dalam ekonomi Rwanda, walaupun di satu sisi

menolak segala tuduhan terkait eksploitasi sumber daya alam RDK oleh Rwanda.

Juru bicara pemerintahan Rwanda pada tahun 2000 mengatakan hal tersebut pada

suatu wawancara:

―Rwanda is not benefiting materially from any Congolese resources

whatsoever. Our budget this year [2000] was a shoestring budget,

104

Stein Sundstøl Eriksen, The Congo war and the Rwanda and Uganda compared prospects of

state formation, Oslo: Norwegian Institute of International Affairs, hal. 9

Page 86: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

72

worse than last year's. If the government was getting money from

Congo minerals, our budget would not be as miserable as it is105‖

Pemerintahan Rwanda menolak klaim ini dan menyebutkan beberapa pihak

berusaha memojokkan Rwanda dengan meremehkan kepentingan keamanan

Rwanda, seperti yang disebutkan perwakilan Rwanda di PBB, Patrick

Mazimpaka, terkait laporan yang dikeluarkan PBB pada tahun 2001:

―It is as if they are saying the Interahamwe militia are not there.

There are as many as 40,000 Interahamwe... [The content of the

report] is ... equivalent to saying that the genocide never happened in

Rwanda106‖

Namun, para pengamat Perang Kongo seperti Marysse menolak segala

klaim yang diberikan pemerintahan Rwanda atas penolakan mereka atas tuduhan

eksploitasi ekonomi oleh Rwanda di RDK. Menurut Marysse, selisih angka dari

jumlah ekspor mineral yang diumumkan dan jumlah ekspor mineral yang tidak

diumumkan sangat besar. Marysse sendiri melakukan penelitian terkait hal ini

yakni dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2000. Dengan berbagai sumber yang

dia kutip, Marysse menemukan bahwa jumlah ekspor yang dicantumkan oleh

Rwanda tidak mengikuti jumlah mineral yang mereka peroleh dari Republik

Demokratik Kongo. Menurut Marysse, ekploitasi yang dilakukan Rwanda di

RDK, utamanya dilakukan oleh Rwanda Patriotic Army, mencapai 7-8 % dari

total PDB dari Rwanda107.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, alasan keamanan menjadi salah satu

alasan mengapa perusahaan-perusahaan pertambangan yang sebelumnya

105

Johan Pottier, Everybody needs good neighbours: understanding the conflict(s) in Eastern

DRC,( Lisboa: Centro de Estudos Africanos do ISCTE), hal. 8

106 Ibid 107 Stefaan Marysse and Filip Reyntjens, Ibid, hal. 172

Page 87: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

73

melakukan investasi di RDK memutuskan untuk tidak melanjutkan investasinya.

Terlebih lagi, di wilayah yang dikendalikan oleh Rwanda pada Perang Kongo

Kedua dan sebelumnya juga diikuti pada Perang Kongo Pertama, Kivu, terdapat

satu gerakan politik yang kemudian menggantikan otoritas Republik Demokratik

Kongo,yakni RCD. RCD membuat perusahaan yang bernama SOMIGL dan

menjual banyak koltan kepada Rwanda.

4.1.4 Capaian Rwanda secara Ekonomi selama Perang Kongo

Selain Rwanda dapat menjamin keberlangsungan keamanan negaranya

dengan membuat Mobutu Sese Seko kabur dari negaranya karena bertanggung

jawab atas menampung Interhamwe yang merupakan aktor utama dari genosida di

Rwanda tahun 1994 pada Perang Kongo Pertama dan menjamin keberlangsungan

orang Tutsi di RDK atau Banyamulenge yang mengalami diskriminasi dan

pembunuhan besar-besaran oleh rezim Laurent Kabila selama Perang Kongo

Kedua, salah satu capaian yang dapat dilihat dari invasi Rwanda selama Perang

Kongo adalah capaian secara ekonomi. Secara ekonomi, partisipasi Rwanda

dalam membiayai pemberontak kontra Mobutu Sese Seko dan dan RDK serta

ikut melakukan eksploitasi sumber daya alam yang berada di RDK dapat

dikatakan sebagai kepentingan ekonomi Rwanda di RDK.

Page 88: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

74

Gambar 4.2 :Peta Kandungan Mineral di Zaire / Republik Demokratik

Kongo

Sumber: Coltan, Congo and Conflict, Polinares Case Study: Hague, hal. 20

Dalam Perang Kongo Pertama, sejauh yang ditemukan peneliti, Rwanda

tidak terlibat langsung dalam eksploitasi sumber daya alam yang berada di Zaire.

Namun, keberadaan Rwanda di Zaire sendiri sangat penting bagi perusahaan

pertambangan yang sebagian besar dari mereka berbasis di Amerika Serikat dan

Kanada. Kepentingan ini berwujud monopoli atas sumber daya yang dimiliki oleh

Zaire. Perusahaan-perusahaan seperti Banro Resource, American Mineral Field

108dan Microsoft sendiri berhasil mempengaruhi Kongres agar dapat memperoleh

komoditas yang berasal dari Afrika (termasuk Zaire) agar tidak dikenakan

108

2 perusahaan pertama yang disebut sangat dekat dengan Pemerintahan Amerika Serikat dan

Kanada. Pertama, American Mineral Field, perusahaan berbasis di Arkansas ini salah satu

pemegang sahamnya adalah Presiden Clinton yang berkuasa pada waktu itu.

Page 89: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

75

pajak109. Dani Nabudere sendiri dalam tulisannya Conflict Over Mineral Wealth:

Understanding the Second Invasion of the DRC, menyebut fenomena ini sebagai

Washington Consensus, dimana bagi Nabudere, Washington Consesnsus sendiri

adalah mengganti kepemimpinan lama di berbagai negara Afrika dengan

menggunakan pemimpin Afrika yang dikenal pro-Amerika Serikat. Untuk kasus

Zaire, karena pergantian dengan rezim baru akan melalui fase perang sipil ataupun

genosida, karena bagi Amerika Serikat hal-hal tersebut dibutuhkan sehingga

untuk pembiayaan perang, rezim baru terpaksa menjual aset yang mereka miliki,

termasuk mineral, dengan harga murah kepada perusahaan tambang tersebut.

Untuk tugas tersebut, Amerika Serikat menunjuk Rwanda dibawah pimpinan Paul

Kagame untuk melancarkan jalannya perang sipil tersebut. Secara ekonomi,

Rwanda memperoleh bantuan keuangan dari Amerika Serikat melalui Citibank

yang berbasis di Amerika Serikat ke Banque de commerce, du developpement et

d'industrie (BCDI) .

Pada Perang Kongo Kedua, Rwanda mulai mengambil peran langsung

dalam eksploitasi sumber daya alam di RDK melalui Rwanda Metals. Untuk

menutupi perdagangan mineral yang berasal dari RDK, Rwanda seringkali

menegaskan baik di dalam negeri maupun di luar negeri bahwa mereka berhasil

menemukan tambang baru dan menolak segala tuduhan mengenai eksploitasi

mineral secara ilegal di RDK. beberapa cara lainnya adalah melakukan manipulasi

data perdagangan .

109

Nama kebijakan ini adalah „African Growth and Opportunity Act,‟‟ sebuah regulasi yang

diperkenalkan oleh American Congress in October 1997. Bill atau regulasi ini merekomendasikan

pembebasan pajak bagi segala komoditi yang berasal dari Afrika, mendukung segala upaya

privatisasi terhadap sektor ekonomi Afrika oleh perusahaan Amerika Serikat, penghapusan segala

hambatan perdagangan , revisi segala perlindungan hak milik perusahan Amerika Serikat di Afrika

demi terciptanya zona perdagangan bebas antara Afrika dan Amerika Serikat.

Page 90: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

76

Contoh manipulasi data perdagangan yang akan peneliti kutip berkaitan

dengan data perdagangan emas dan koltan yang berasal dari Rwanda. Cara yang

sering digunakan untuk mengetahui manipulasi ini adalah dengan

membandingkan kapasitas tambang koltan yang berada di negara tersebut dengan

kapasitas tambang koltan yang dapat ditemukan di Republik Demokratik Kongo.

Selanjutnya, menemukan keganjilan statistik yang disediakan oleh Pemerintah

Rwanda dari instansi yang berbeda. Salah satu data yang akan peneliti kutip

adalah data yang berasal dari Kementerian Keuangan Rwanda dan Bank Nasional

Rwanda. Data yang disarikan oleh 2 instansi ini diperoleh dari tahun 1996-2000,

dan dalam jangka waktu itu ada kesenjangan yang sangat besar antara data yang

diberikan oleh Kementerian Keuangan Rwanda dan Bank Nasional Rwanda.

Tabel 4.1: Produksi dan Ekspor Koltan Rwanda selama tahun 1996-2000

Sumber: Bjorn Willum, Foreign Aid to Rwanda: Purely Beneficial or

Contributing to War ? , hal. 23

Source Item 1996 1997 1998 1999 2000

Rwandan

Ministry of

Finance (a)

Total

domestic

production

volume –

in tons

97.0 224.0 224.0 122.0 83.0

National

Bank of

Rwanda (b)

Total

export

volume –

in tons

97.0 228.0 199.0 329.7 603.0

National

Bank of

Rwanda (b)

Total

export

value – in

million

US$

1.3 2.7 2.5 4.6 11.4

Page 91: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

77

Seperti yang dapat dilihat, ada selisih yang sangat besar antara produksi

koltan di Rwanda, dimana data yang disediakan berasal dari Kementerian

Keuangan Rwanda, dan data ekspor koltan dari Rwanda, dimana data disediakan

oleh Bank Nasional Rwanda. Tercatat, nilai koltan yang diekspor dari Rwanda

mencapai 2 kali lipat dari produksi koltan yang berasal dari Rwanda.

Institut penelitian dari Belgia, Belgia African Museum, menyebutkan bahwa

tambang koltan yang berada di Rwanda tidak mampu menghasilkan volume

koltan lebih dari 100 ton , seperti yang diklaim 2 institusi di atas, namun rata-rata

hanya 24 ton sejak tahun 1994110.

Tabel 4.2 :Table Produksi Emas Rwanda dalam tahun 1994-2000

Cttn: Emas dihitung dengan kilogram

Sumber: Bjorn Willum, Foreign Aid to Rwanda: Purely Beneficial or

Contributing to War ?, hal.33

Selanjutnya adalah data perdagangan emas dari Rwanda. Seperti

ketidakcocokan data yang ditemukan pada perdagangan koltan, ketidakcocokan

datan juga dapat ditemukan pada perdagangan emas. Data yang akan digunakan

adalah data produksi emas dalam negeri Rwanda dan data impor emas oleh Belgia

dari Rwanda. Rwanda sendiri menghasilkan emas senilai US$ 150.000 pada

tahun 1997, US$ 170.000 pada tahun 1998, dan US$ 100.000 pada tahun 1999

dan 2000, untuk US$ 10.000 per kilogram.

110

Ibid, hal. 33

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

Emas ... ... ... 15.0 17.0 10.0 10.0

Page 92: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

78

Tabel 4.3:Tabel Impor Emas Belgia dari Rwanda

Sumber : Bjorn Willum, Foreign Aid to Rwanda: Purely Beneficial or

Contributing to War ?

Menariknya pada tahun 1997, Rwanda mampu melakukan ekspor emas ke

Belgia senilai US$ 35.000.000. For 1998, ekspor emas Rwanda mencapai US$

29.800.000. In 1999 and 2000,ekpor emas dari Rwanda ke Belgium mengalami

penurunan tajam menjadi US$ 2.600.000 and US$ 0.7 juta.

4.1.4 Rwanda dan Pasar Mineral Dunia sebagai Tujuan dari Eksploitasi

Mineral RDK

Walaupun Rwanda tidak pernah mengakui bahwa koltan ataupun mineral

lain yang mereka ekspor berasal dari wilayah yang mereka kuasai di Republik

Demokratik Kongo, namun Rwanda merasa perlu untuk melaksanakan berbagai

regulasi yang melarang mineral yang berasal dari daerah konflik, seperti Dodd-

Frank111. Regulasi yang melarang mineral conflict seperti Dodd Frank sendiri juga

berlaku untuk Rwanda karena semenjak tahun 2000, Rwanda mulai diakui sebagai

111

Dodd Frank Act adalah regulasi Amerika Serikat yang ditandatangani pada tanggal 21 Juli

2010 mengatur arus masuk mineral yang berasal dari daerah konflik, dan nama Dodd-Frank

sendiri diambil dari nama 2 anggota Kongres yang bertindak sebagai inisiator, Barney Frank dan

Chris Dodd. Dalam regulasi ini, diatur pelarangan mineral yang berasal dari daerah konflik,

termasuk Republik Demokratik Kongo dan bekerjasama dengan NGO di RDK untuk melacak

berbagai pelanggaran HAM dalam eksploitasi sumber daya alam di RDK

Sumber Mata Uang 1997 1998 1999 2000

National

Bank of

Belgium

Dolar

Amerika

Serikat

35,501,655 29,848,320 2,585,261 659,908

Page 93: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

79

salah satu negara eksportir terbesar di dunia, walaupun Republik Demokratik

Kongo sendiri diklaim memiliki salah satu sumber koltan terbesar di dunia112.

Menariknya, negara-negara besar seperti Republik Rakyat Tiongkok lebih

memilih Rwanda sebagai mitra dalam perdagangan koltan dibanding Republik

Demokratik Kongo.

Gambar 4.3 :Grafik Perdagangan Koltan Republik Rakyat Tiongkok dengan

beberapa Negara di Afrika

Sumber: Raimund Bleischwitz, Monika Dittrich, Chiara Pierdicca, Coltan from

Central Africa, international trade and implications for any certification, 2011,

hal. 12

112

Tim Worstall, Congo Does Not Have The World's Largest Deposits Of Tin And Coltan,

website Forbes, 5/17/2013

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

DR Congo Rwanda Congo Kenya Ethiopia

Mozambique Tanzania DR Congo Rwanda Kenya

Ethiopia Mozambique Tanzania

[metric tonnes,

vertical bares]

[US$ per kg

lines]

Page 94: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

80

Walaupun beberapa perusahaan besar yang merupakan pengguna akhir atau

end user113 seperti Samsung, Motorola, dan Intel dan perusahaan-perusahaan besar

yang merupakan pengguna tengah atau middle user114seperti Kernet

Manufacturer115, Ningxia dan H.C Starck116 dalam berbagai pernyataan

mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak menggunakan koltan yang berasal

dari daerah konflik, untuk kasus Perang Kongo Kedua mereka hanya mengatakan

bahwa koltan yang mereka gunakan tidak berasal dari Republik Demokratik

Kongo, tanpa mengutip Rwanda sebagai salah satu pihak yang diuntungkan atas

tingginya kebutuhan koltan.

Untuk memperkuat bukti yang peneliti ajukan, peneliti akan mengutip

berbagai pernyataan perwakilan perusahaan-perusahaan yang disebutkan

sebelumnya mengenai koltan yang berasal dari Republik Demokratik Kongo.

Samsung dalam acara Make IT Fair 2008, menyatakan bahwa tidak ada satupun

dari mineral koltan yang terdapat dalam perangkat elektronik milik mereka

berasal dari Republik Demokratik Kongo:

―We do not purchase coltan directly from the Congo nor from any

other source in the form of raw material. A limited number of our

component vendors do supply us with tantalum-based components; In

the cases when SAMSUNG does use tantalum-based components, the

company requires suppliers to take appropriate measures in order to

avoid using tantalum sourced from the Congo region; We request that

113

End user adalah perusahaan-perusahaan yang menggunakan kapasitor yang terdapat koltan di

dalamnya ke dalam produk mereka 114

Middle user adalah perusahaan yang mengolah koltan menjadi kapasitor yang akan digunakan

di berbagai perangkat elektronik 115

Kernet Manufacturer adalah salah satu perusahaan pengolah koltan terbesar di dunia dan

berbasis di Amerika Serikat 116 Menurut tulisan Miho Taka yang berjudul Conflict Coltan: Local and International Dynamics

in the Democratic Republic of Congo, Ningxia, Kernet dan H.C Starck dapat disebut sebagai “Big

Three” dari perusahaan-perusahaan yang tergolong sebagai middle user karena merupakan

pengguna koltan terbesar.

Page 95: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

81

all vendors refrain from purchasing tantalum powder mined in the

Congo and we regularly audit vendors to ensure compliance. Our

component vendors inform us that they obtain tantalum powder from

the U.S.A, Russia and Thailand, not from the Congo; [w]e are making

efforts to use substitutes for tantalum-based components where

possible117.

Sementara itu, Hewlett and Packard atau HP sebagai produsen terkemuka

menyampaikan hal yang sama dengan yang Samsung sampaikan terkait mineral

yang berasal dari RDK, ketika meresmikan Supply Chain Social and

Environmental Responsibility, sebuah program perusahaan ini untuk menjamin

segala mineral yang digunakan tidak berasal dari daerah konflik, pada tahun 2000:

“HP is working to ensure that our products do not contain metals

sourced from mineral trade financing the armed conflict in the DRC.

We will take further steps to educate our own supply chain and

develop an approach to validate the assurances from our suppliers.

We will continue to work with our sector and other industries using

minerals from the region to develop an effective, cross-industry

solution. In addition, HP will engage with groups with firsthand

experience of the situation in the Eastern DRC to gain further insight

into the specifics of the challenges ahead118

.”

Namun, walaupun terdapat regulasi yang disepakati secara internasional

mengenai mineral yang berasal dari daerah konflik, dengan memanfaatkan

berbagai kelemahan yang terdapat pada Republik Demokratik Kongo, Rwanda

masih bisa menjual koltan yang mereka peroleh dari eksploitasi di RDK.

kelemahan pertama adalah bagaimana Republik Demokratik Kongo sendiri bisa

dibilang sebagai negara yang rentan secara stabilitas dan banyaknya birokrasi

yang korup, seperti penjaga perbatasan atau border guard dan bea cukai

dikarenakan upah mereka yang jarang mereka terima. Dari opini yang saya kutip

117

Miho Taka, Conflict Coltan: Local and International Dynamics in the Democratic Republic of

Congo, (Conventry:Conventry University), 2008, hal. 203 118

Ibid, hal. 205

Page 96: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

82

mengenai penyeludupan koltan di RDK, bahkan pasukan perdamaian PBB disana

yakni MONUC (Mission de l'Organisation des Nations Unies en République

démocratique du Congo) juga turut terlibat dalam penyelundupan koltan:

―The situation in the eastern D.R. Congo could not be further from the

norm. It is not an exaggeration to say that it is possible to bribe

almost every border guard, customs official, and immigration

authority in the region. These officials are not paid regular salaries

and are dependent on money they can raise through bribery and the

imposition of made-up fees to provide for their livelihoods. This makes

smuggling very easy; indeed, it is obvious that a great deal of

smuggling is happening even as the de facto boycott continues. Border

officials intercepted a load of cassiterite in a MONUC vehicle in

August119, but it is likely that the ton they caught there is but a small

fraction of what is being smuggled out.120‖

Selanjutnya, kesulitan untuk mengetahui apakah mineral yang berasal dari

RDK menguntungkan milisi bersenjata dan negara-negara yang bertempur di

dalamnya dapat terjadi karena baik eksportir, trader maupun peleburan (smelter)

memperoleh koltan dari berbagai tempat, dan tidak hanya dari RDK. Untuk

koltan, koltan yang berasal dari tempat yang berbeda memiliki bobot dan

karakteristik kimiawi yang berbeda121. Namun tempat peleburan biasanya

menerima koltan dari trader secara anonim atau diambil begitu saja tanpa

disebutkan asal muasalnya dan setelah dileburkan, koltan tersebut tidak bisa

dilacak lagi asal usulnya. Untuk emas, wujudnya yang kecil membuatnya dapat

diselipkan melalui tas ataupun barang lainnya.

119

Yang dimaksud dengan Agustus adalah peristiwa ini terjadi pada tanggal 23 Agustus 2001,

menurut artikel BBC, ―DR Congo tin ‗smuggled by UN man.‟ 120 Laura E. Say, What‘s Wrong with Dodd-Frank 1502? Conflict Minerals, Civilian Livelihoods,

and the Unintended Consequences of Western Advocacy, Washington DC, Center for Global

Development, 2012, hal.20 121

Untuk melacak perbedaan antara koltan dari tambang yang berbeda, perusahaaan-perusahaan

tambang dapat menggunakan laboratorium khusus yang memiliki sampel koltan dari tambang

yang berbeda di RDK, seperti laboratorium

Page 97: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

83

Dengan begitu, Rwanda masih bisa menjalankan ekspor mineral yang

mereka diperoleh dari Republik Demokratik Kongo karena Rwanda memiliki

kemampuan untuk membawa mineral yang mereka peroleh dari Republik

Demokratik Kongo dan membuat dokumen yang menegaskan bahwa mineral

yang mereka ekspor datang dari tambang yang berasal dari Rwanda.

4.2 Private Resource Diplomacy dan Warlordism dalam Perang Kongo

Pertama

4.2.1 Private Resource Diplomacy dalam Perang Kongo Pertama

Sub-bab ini ditulis untuk menjelaskan bagaimana Rwanda mampu

menjalankan tugasnya sebagai jembatan antara kepentingan perusahaan

pertambangan terkemuka di dunia dengan kekayaan alam Zaire, yang mana

selama Mobutu Sese Seko berkuasa, para perusahaan pertambangan yang akan

disebutkan dalam sub-bab ini tidak dapat melakukan eksploitasi di Zaire karena

skema Zairenisasi yang diluncurkan oleh Mobutu membuat semua sektor tambang

di negara ini di nasionalisasi.

Private Resource Diplomacy dalam Perang Kongo Pertama ini dimulai

dengan hubungan Rwanda dan Amerika Serikat yang mulai menguat paska

genosida yang berlangsung tahun 1994. Saat itu, Paul Kagame yang memimpin

Rwanda Patriotic Front atau RPF berhasil menghentikan genosida terhadap

minoritas Tutsi di negara tersebut, dengan membuat Angkatan Bersenjata Rwanda

yang mayoritas berasal dari etnis Hutu menyingkir ke dalam Zaire untuk

bersembunyi. Keberhasilan RPF ini membuat Amerika Serikat senang karena,

Page 98: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

84

mengutip Washington Post, mereka tidak perlu mengirim pasukannya untuk

melakukan intervensi terhadap bencana kemanusiaan disana semenjak pasukan

mereka dipukul mundur di Somalia pada tahun 1992. Amerika Serikat yang

senang terhadap keberhasilan Rwanda tersebut memutuskan memberikan

dukungan militer terhadap Rwanda:

"....became increasingly close to the Rwandan government and

the army that backed it.... Washington pumped military aid into

Kagame s army and U. S. Army Special Forces and other

military personnel trained hundreds of Rwandan forces.122”

Berbagai dukungan militer ini sejalan dengan tujuan Amerika Serikat yang

menginginkan hegemoni di wilayah Afrika Timur. Seorang pejabat intelijen

Amerika Serikat menyebutkan bahwa Amerika Serikat menginginkan Rwanda

bersama-sama dengan negara-negara seperti Uganda, Burundi, Ethiopia dan

Eritrea untuk membentuk apa yang dinamakan military princedom :

―An African writer has referred to this zone of influence as a

confederation of military princedoms [which] have appeared in

Rwanda, Uganda, Burundi, and, to a lesser extent, in Ethiopia and

Eritrea. These U.S.-supported military regimes are characterized by

the repeated use of force in putting their internal and external policy

strategies into effect. They are obsessed with security and they clone

themselves by joining forces with their own diaspora123.‖

Untuk kepentingan perusahaan pertambangan dan kaitannya dengan

hubungan Amerika Serikat dan Rwanda, beberapa pengamat melihat Perang

Kongo Pertama sebagai upaya Amerika Serikat, dengan berbagai perusahaan

pertambangan yang mereka miliki untuk meliberalisasi sektor pertambangan Zaire

122

Ellen Ray, U.S Military and Corporate Colonization of Congo,

www.thirdworldtraveler.com/Africa/US_Recolonization_Congo.html 123 Ibid.

Page 99: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

85

setelah BUMN pertambangan Zaire, Gecamines, dinyatakan bangkrut. Dengan

Perang Kongo Pertama, diharapkan Laurent Kabila sebagai pemimpin ADFL dan

nantinya menjadi presiden RDK, lebih mengutamakan menjual konsesi hak

tambang kepada perusahaan-perusahaan ini dibandingkan melakukan

nasionalisasi untuk kedua kalinya Perusahaan-perusahaan pertambangan yang

akan dijelaskan dibawah ini memiliki kedekatan dengan Pemerintah Amerika

Serikat.

Perusahaan-perusahaan seperti Barrick, American Mineral

Fields (AMF), Banro Resources dan Bechtel merupakan penyokong dana utama

dari kampanye Presiden Bill Clinton yang berkuasa pada waktu itu. Selain itu,

bekas presiden Amerika Serikat George Bush dan bekas Perdana Menteri

Mulroney merupakan dewan penasihat dari perusahaan pertambangan Barrick124.

Ini merupakan ironi bagi Presiden AS Bill Clinton yang menyerukan terjadinya

Africa Rennaisance sebagai harapan agar negara-negara Afrika memperlakukan

hak asasi manusia dengan lebih baik lagi125.

Sebelum Perang Kongo Pertama berlangsung , Perdana Menteri RDK

Kengo Wa Dondo sudah menjual beberapa konsesi pertambangan yang

sebelumnya dimiliki GECAMINES kepada beberapa perusahaan sehingga bagi

Amerika Serikat perlu untuk mendukung invasi Rwanda di RDK sehingga mereka

mampu memperoleh mineral dengan harga yang sangat murah. Daripada itu, para

investor ini diuntungkan dengan keinginan Laurent Kabila untung membiayai

124 Wayne Madsen, US (under)mining Job, http://cryptome.org/us-africa-wm.htm 125 Africa Rennaisance adalah judul pidato yang disampaikan oleh Presiden AS Bill Clinton dalam

kunjungannya ke Ghana pada Maret 1998. Pada pidato tersebut, Clinton menekankan keberhasilan

dmokrasi dan hak asasi manusia di Afrika

Page 100: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

86

pemberontakannya dengan alasan kendali wilayah pertambangan di tangan militer

maupun pemberontak memungkinkan para investor untuk memperoleh mineral

dengan biaya yang lebih murah, semenjak para penambang bisa dipekerjakan

secara paksa dan. mudahnya memanipulasi asal muasal mineral yang datang dari

daerah konflik karena banyaknya aktor yang terlibat126. Perusahaan-perusahaan ini

merasa bahwa tidak ada gunanya untuk bernegosiasi dengan rezim Mobutu Sese

Seko yang dapat dipastikan kekalahannya, terlebih lagi karena instabilitas

keamanan adalah hal yang tidak disukai oleh investor. Terlebih ketika Kabila

berkuasa, ZER atau ‗zone exclusive de recherches‘, area khusus untuk

pertambangan hanya bisa diberikan melalui dekrit presiden127.

Rwanda sendiri memahami keinginan Amerika Serikat untuk tidak terlibat

dalam intervensi kemanusiaan, walaupun dalam pertemuan Paul Kagame dan Bill

Clinton pada Agustus 1996, lebih tepatnya 6 minggu sebelum pasukan Rwanda

dan ADFL memasuki wilayah RDK, Kagame memperlihatkan kekecewaannya

karena Amerika Serikat tidak ingin membantu Rwanda dalam mengatasi masalah

keamanan yang bersumber dari berdiamnya pemberontak Hutu di dalam Zaire.

Dukungan Amerika Serikat sendiri berupa pengumpulan data intelijen dan

penempatan pasukan bayaran bagi ADFL dan perusahaan-perusahaan

pertambangan yang sudah mendapatkan hak konsesi dari Laurent Kabila.

Perusahaan-perusahaan ini membutuhkan Rwanda sebagai jaminan bahwa

Laurent Kabila tidak akan memutuskan kontrak dengan mereka secara sepihak. Ini

126 Perusahaan besar yang membeli mineral yang mereka butuhkan biasanya tidak membeli

langsung ke daerah penghasil yang bersangkutan, namun melalui penampung atau trading house

yang berkedudukan di negara lain 127

Dengan berkuasanya Laurent Kabila, segala kontrak tambang yang diberlakukan oleh Perdana

Menteri Zaire, Kengo Wa Dondo, otomatis tidak berlaku lagi

Page 101: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

87

bisa dilihat dari pertemuan Presiden Paul Kagame pada Januari 1999 dengan

berbagai perusahaan pertambangan yang berminat dengan kekayaan alam di

Republik Demokratik Kongo:

―According to the Tanzania Daily Mail of 14 January 1999,

President Kagame and Major James Kabare – who was acting chief

of staff to Kabila before turning against him – have interests in a

number of mining. Since the outbreak of the first war in the Congo,

which led to the overthrow of Mobutu, several mining companies

have been named for funding military operations in exchange for

lucrative contracts in the east of the DRC: the American Barrick

Gold Corporation (whose shareholders include former President

George Bush)128, the Australian Russell Resources headed by David

Agmon a former Brigadier General in the Israeli army, the Austrian

company Krall, and the Canadian Banro American Resources129.

Some of these companies initially concluded agreements with

Comiex, an import-export company that belonged to Kabila and

enabled him to fund his rebel activities when he was still only a

resistance leader........130 ―

Menurut Braeckman dalam tulisannya Partition Poses as Protection:

Carve-up in the Congo, Rwanda mendapatkan izin dari Amerika Serikat untuk

melancarkan invasi yang kedua kalinya setelah Kabila memutuskan untuk

mengusir pasukan Rwanda dan perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan

Amerika Serikat:

128 Barrick Gold Corporation adalah salah satu produsen emas terbesar di dunia, dan seperti yang

disebutkan di atas, pemegang saham perusahaan ini termasuk mantan presiden George Bush dan

orang-orang terdekatnya (Brian MULRONEY, bekas perdana menteri Kanada, Paul

DESMARAIS, Presiden dari Canadian Power Corporation dan Karl OTTO POL, bekas Direktur

Bank Sentral Jerman)

129 Banro adalah perusahaan emas asal Kanada. Sempat berbisnis dengan Laurent Kabila dengan

memegang saham perusahaan tambang Sominki, namun karena terdapat permasalahan yang

berupa sengketa dengan Kabila, Banro mendirikan Sakima dengan menggunakan uang ganti rugi

yang mereka peroleh dari RDK. 130

David Moore dalam Naidoo (ed.), The War Economy in the Democratic Republic of Congo,

Institute for Global Dialogue, hal. 57

Page 102: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

88

―When he set about rebuilding the state, reviewing mining contracts,

raising taxes, establishing a strong national currency and banning the

use of foreign exchange for day-to-day transactions, the new president

was regarded as a traitor by his neighbours, who expected to continue

to receive some return for their military commitment. Some of the

president‘s actions were to make him an even more dubious

proposition in the eyes of the West and his supporters: take his

decisions to review the privileges originally granted to Rwandan and

Ugandan businessmen; to conclude substantial contracts with

Zimbabwe‘s defence industry; to hand over control of Gecamines to a

Zimbabwean; to allow Malaysian forestry interests to compete with

Ugandan businessmen (including President Museveni‘s half-brother);

and, worse still, to involve the Chinese ferrous metal company in the

mining of cobalt, and invite North Korea in 1999 to supply 350

military instructors in return for permission to mine uranium in

Katanga.The prospect of seeing the wealth of the Congo exploited by

states regarded as outcasts by the West, or frittered away in ‗South-

South‘ agreements with Zimbabwe, Namibia, Malaysia and even

Cuba, confirmed the US‘s worst suspicions. It had backed the

president in his bid for power, and now he appeared to be beyond its

control131.‖

4.2.2 Warlordism dalam Perang Kongo Pertama

Pembahasan Warlordisme dalam Perang Kongo Pertama berkaitan dengan

Laurent Kabila sebagai seorang gerilyawan, yang kemudian memimpin RDK

selama tahun 1997-1998. Laurent Kabila menjadi warlord dengan pasukannya

yang dinamakan dengan Parti de la Révolution Populaire atau PRP, kelompok

bersenjata yang dahulu dipimpin Kabila sebelum memimpin ADFL yang berhasil

menggulingkan Mobutu dari kekuasaannya. Laurent Kabila sendiri sebenarnya

tidak bisa dibilang sebagai pemimpin politik yang berpengaruh mengingat

caranya menjalankan peperangan dengan membunuhi warga sipil membuat Kabila

131 Ibid.

Page 103: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

89

tidak populer. Salah seorang relawan Red Cross yang beroperasi di RDK

menyaksikan hal ini dalam salah satu pertempuran yang dilakukan ADFL:

―ADFL soldier made them kneel on the embankment with their hands

behind their heads, and executed over a hundred of them. Many were

bludgeoned to death with rifle butts or clubs. A local priest saw AFDL

soldiers kill an infant by beating its head against a concrete

wall...workers buried some nine hundred bodies…Bodies of others

who had probably drowned were seen snagged in the floating clumps

of water hyacinth in the Congo River.132

Kemunculan Laurent Kabila yang menggulingkan Mobutu Sese Seko yang

sudah berkuasa selama 30 tahun cukup mengejutkan banyak orang, karena sampai

tahun 1996, pergerakan Laurent Kabila sebagai gerilyawan yang menentang

kekuasaan Mobutu Sese Seko dengan PRP tidak terlalu diperhatikan dikarenakan

kurangnya persenjataan dan Laurent Kabila hanya menggunakan PRP untuk

kepentingan pribadinya semata seperti komersialisasi berlian yang digali di

wilayah kekuasaannya.

Laurent Kabila menyelundupkan berlian dan emas ke Uganda dan Rwanda

sepanjang tahun 1970-1990, dan kegiatannya tersebut membuat Laurent Kabila

bertemu dengan Paul Kagame, yang masih berdiam di Uganda sebelum genosida

tahun 1994 terjadi. Perlawanan yang dipimpin oleh Laurent Kabila tidak

meninggalkan kesan baik, salah satunya menurut Che Guevara yang bertempur

dengannya bersama pasukan ekspedisi Kuba tahun 1965. Menurutnya, pasukan

yang dipimpinnya tidak populer di mata masyarakat dan sama sekali tida memiliki

semangat untuk berkorban bagi rakyat.

132

Shawn Russell dalam Small Wars Journal, Mao Zedong On Guerrilla Warfare and Joseph

Kabila Lost Opportunity, Small Wars Foundation, hal.5

Page 104: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

90

Bagi Paul Kagame, Laurent Kabila adalah figur yang tepat untuk

menegaskan dominasi Rwanda di RDK. Walaupun Kabila tidak populer di mata

rakyat, namun asal Rwanda dapat mempersenjatai Kabila dan ADFL untuk

menggulingkan Mobutu Sese Seko, makan Kabila dapat mengizinkan pasukan

Rwanda untuk beroperasi di RDK. Untuk membuktikan pada Kabila bahwa

Rwanda bersungguh-sungguh ingin membantu Kabila, Rwanda memanfaatkan

hubungan baik negara tersebut dengan Amerika Serikat untuk mempersenjatai

ADFL. Kedatangan Mike Murrough, teman Bill Clinton dan juga utusan dari

AMF dan berbagai perusahaan lainnya menambah pendanaan ADFL dalam

pertempuran melawan Mobutu Sese Seko133

.

Rwanda sendiri memiliki hubungan yang dekat dengan Amerika Serikat

semisal dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang bernama Enhanced

International Military Education and Training (E-IMET) berperan dalam

menyediakan pelatihan bagi pasukan Rwanda dan citra satelit yang menandakan

pemberontak Hutu dan angkatan bersenjata Zaire selama Perang Kongo Pertama.

Namun Amerika Serikat memiliki kontribusi untuk menguntungkan posisi

Rwanda dalam Perang Kongo Pertama dan menguntungkan American Mineral

Field dalam mengetahui posisi tambang yang strategis. Salah satu kontribusi

tersebut adalah menugaskan Bechtel, sebuah perusahaan yang berafiliasi dekat

dengan CIA dan bergerak di bidang penerbangan, untuk menggunakan satelit

133

Dena Montague , The Bussiness of War in Democratic Republic of Congo,

http://www.thirdworldtraveler.com/Africa/Business_War_Congo.html, diakses 10 April 2015 jam

3:11 WIB

Page 105: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

91

NASA dalam melacak lokasi tambang, pemberontak Hutu dan angkatan

bersenjata RDK134

.

American Mineral Field atau AMF sendiri adalah sebuah perusahaan yang

berbasis di Kanada dan memiliki saham di pasar saham Toronto. Pemiliknya

sendiri adalah seorang yang berasal dari Amerika Serikat yang bernama Jean

Pierre Boulle. Boulle sendiri sudah memutuskan untuk berpihak dengan Laurent

Kabila selama Perang Kongo Pertama berlangsung dengan menemui Kabila di

Goma, kota yang dijadikan sebagai markas ADFL selama perang berlangsung,

pada tanggal 27 Maret 1997. Seminggu sebelum jatuhnya ibukota RDK,

Kinshasa, ke tangan pemberontak ADFL, AMF bersama dengan para investor lain

bertemu dengan Laurent Kabila, dan rombongan tersebut diikuti oleh sekumpulan

pejabat Amerika Serikat135

.

Ketertarikan American Mineral Field terhadap kekayaan alam RDK, salah

satunya dapat dilihat pada tambang Kalwezi. Menurut hitungan dari AMF,

tambang Kolwezi sendiri bernilai US$ 20 miliar dengan perkiraan deposit 1.4 juta

ton tembaga and 270,000 ton koltan. Menurut pihak AMF, Kabila menunjukkan

kerjasama yang baik ketika mendengar proposal AMF yang ingin melakukan

privatisasi terhadap tambang Kolwezi, sesuai dengan keterangan Menteri

Keuangan pada rezim Laurent Kabila, Mawapanga Nanaga Mwan:

134

Menurut Robert Block untuk Wall Street Journal tahun 1997, Bechtel membayar semua operasi

satelit NASA di RDK, dan Block menyebut operasi ini sebagai berikut: ‗the most complete

mineralogical and geographical data of the former Zaire ever assembled, information worth a

fortune to any prospective mining or oil firm.‘ 135

Dalam sebuah hearing session di Gedung Putih tahun 2001, Wayne Madsen, seorang pengamat

RDK menyebut bahwa banyak pejabat Amerika Serikat dibawah Clinton seperti Albright, wakil

Amerika Serikat di PBB, yang menghambat penempatan pasukan PBB selama Perang Kongo,

terlibat dalam konspirasi untuk menempatkan korporasi pertambangan internasional di RDK.

Page 106: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

92

―We have to show that we have the guts to be able to manage

monetary institutions and to grind inflation down to zero by having a

very tight monetary policy136.

Tidak hanya American Mineral Field, umumnya para investor asing dan

berbagai negara yang melakukan investasi dengan Laurent Kabila menyukai

privatisasi yang dilakukan ADFL, dan ini tidak dapat ditemukan pada era Mobutu

Sese Seko. Pada era Mobutu Sese Seko, kepemilikan tambang terletak dalam

pengaruh Mobutu Sese Seko dan perwira militer kepercayaannya. Kepemilikan

tambang oleh perwira militer RDK dilakukan oleh Mobutu untuk mengendalikan

para perwiranya agar tidak memberontak dan berbagai infrastruktur yang rusak

membuat perwira militer kepercayaan Mobutu Sese Seko harus mengelola

tambang tersebut bersama dengan investor asing yang memiliki kemampuan

untuk membiayai penerbangan. Namun, bagi investor asing, ini merepotkan

karena harus membayar suap kepada Mobutu, pejabat dan perwira

kepercayaannya. Sementara itu, negara-negara besar seperti Amerika Serikat tidak

menyukai sikap Mobutu Sese Seko yang tidak mampu mengelola ekonominya,

terutama dari sektor pertambangan, dan seringkali melakukan upaya untuk

menekan RDK seperti memutus bantuan keuangan.:

―The companies—which included De Beers‘ Diamonds (South

Africa), American Mineral Fields (Arkansas, USA), Anglo-American

Corporation (South Africa), AMAX (formerly American Metals

Climax, USA), Phelps Dodge (USA), Barrick Gold (Canada), and

Lonrho (UK)—clamored for the removal of Mobutu because of his

interventionist approach to economic management. Mobutu had a

record of nationalizing natural resources, and was visibly reluctant to

136

Richard Freeman, Financiers Seeking Loot Prop Up Kabila‘s Nazi Rule, (Virginia: Larouche

Publisher), 1997, hal. 50

Page 107: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

93

embrace the IMF and the World Bank‘s structural adjustment

program137s‖

Sebagai gantinya, AMF sendiri menawarkan beberapa keuntungan pada

Kabila saat menyetujui perjanjian konsesi ini. Diantaranya adalah bantuan

pemetaan lokasi tambang dan pelatihan pasukan militer. AMF sendiri memiliki

hubungan baik dengan pemerintah Amerika Serikat, mengingat Boulle sendiri

mngenal secara pribadi Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton dan Boulle sendiri

adalah salah satu penyandang dana kampanyenya.

4.3 Private Resource Diplomacy dan Warlordism dalam Perang Kongo Kedua

4.3.1 Private Resource Diplomacy dalam Perang Kongo Kedua

Untuk pembahasan dalam sub-bab ini, peneliti akan menjelaskan beberapa

organisasi yang terlibat dalam eksploitasi Rwanda dan bagaimana eksploitasi

sumber daya alam RDK oleh Rwanda berkontribusi untuk kemajuan ekonomi

negara tersebut sehingga bisa terus menerima bantuan keuangan IMF walaupun

eksploitasi sumber daya alam dilakukan di dalam negara lain yang berdaulat dan

berlangsung dalam situasi konflik.

Sebelum genosida pada tahun 1994 berlangsung, ekonomi Rwanda

didominasi oleh ekspor kopi dan subsidi yang diberikan kepada petani kopi untuk

melindungi kekuasaan. Namun walau begitu, ekspor kopi tidak lagi cukup untuk

mengangkat ekonomi Rwanda karena sebelum genosida, harga kopi dunia turun

dengan sangat tajam dan pendapatan yang dihasilkan dari penjualan kopi

137 Ogenga Otunnu, . The Internal Causes of the Mobutu Regime‘s Collapse dalam Gerald

Prunier, Africa's World War Congo, The Rwandan Genocide, And The Making Of A Continental

Catastrophe

Page 108: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

94

digunakan untuk membeli senjata untuk melawan RPF. Setelah genosida berakhir,

RPF yang berkuasa memutuskan untuk melakukan upaya-upaya untuk

memperbaiki kualitas kopinya. usaha tersebut tetap gagal untuk memperbaiki

ekonomi negara tersebut karena produksi kopi negara tersebut mengalami

penurunan sebanyak 80 persen selama 1999-2001.

Sementara itu, Rwanda membutuhkan banyak mata uang asing agar dapat

meminjam bantuan keuangan dari IMF, yang menginginkan negara yang menjadi

mitra mereka untuk memiliki neraca perdagangan yang baik. Luas tanah mereka

yang sempit membuat penambangan kekayaan alam yang terdapat di Rwanda sulit

dilakukan, walaupun menurut klaim Pemerintah Rwanda dalam Vision 2020, visi

Rwanda dalam memperbaiki negaranya, negara mereka memiliki berbagai

mineral seperti koltan, berlian dan emas dan gas alam yang diperkirakan terdapat

di Rwanda sebanyak 60 miliar kubik meter di Danau Kivu138.. Maka dari itu,

untuk menutupi kekurangan Rwanda yang kesulitan melakukan eksploitasi

sumber daya alam, dalam invasi Rwanda ke Republik Demokratik Kongo dalam

Perang Kongo Kedua, menggunakan angkatan bersenjatanya Rwanda melakukan

apa yang dinamakan eksploitasi sumber daya alam secara ilegal.

Menurut panel PBB pada tahun 2001, eksploitasi alam secara ilegal adalah:

‗In the panel‘s view , the understanding of illegality is underpinned by

four elements all related to the rule of law, namely : (a) violation of

sovereignty…(b) respect by actors of the existing regulatory

framework …(c) The discrepancy between widely accepted practices

in trade and the way business is conducted...this includes forced

138

Republic of Rwanda, Vision 2020

Page 109: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

95

monopoly in trading, the unilateral fixing of prices of products by the

buyer…(d) the violation of international law…139‘

Menurut tulisan Celine Moyroud dan John Katungan dalam tulisan Coltan

Exploration in Eastern Democratic Republic of Congo, Rwanda memenuhi segala

aspek yang disebutkan oleh Panel PBB terkait eksploitasi sumber daya alam

secara ilegal. Aspek pertama sendiri sudah jelas karena angkatan bersenjata

Rwanda bersama RCD melakukan serangan terhadap angkatan bersenjata RDK.

Aspek kedua dari definisi ini dituduhkan oleh pemerintah RDK kepada Rwanda

dan RCD. Tuduhan tersebut adalah Rwanda dan RDK ingin membuat Kivu

melakukan pemisahan diri dari RDK dan membuat negara baru. Tuduhan ini

disampaikan oleh Joseph Kabila, presiden pengganti Laurent Kabila yang

terbunuh oleh pengawalnya sendiri, ketika dimintai pendapatnya mengenai

perjanjian perdamaian Inter Congolese Dialogue yang ditandatangani pada tahun

2001:

“Deep within Kivu and Katanga regions, Rwandans are occupying

positions formerly abandoned by the Forces Armées Congolaises

(FAC) in line with the disengagement plan, jumbo jets and military

aircraft are making regular return flights, depositing weapons,

ammunition and war equipment. ―

Aspek ketiga dari definisi ini, monopoli dan pengaturan harga secara

sepihak dapat terlihat dari eksploitasi koltan di RDK, tepatnya di RDK sebelah

timur. Para perantara atau comptoir diharuskan untuk menjual semua koltan yang

mereka peroleh ke perusahaan Rwanda, Rwanda Metals. Rwanda sendiri

menjalankan apa yang dinamakan 2 tier price. Yang dimaksud dengan 2 tier price

adalah harga yang dibayarkan untuk koltan sendiri terdiri dari dua jenis yakni

139

Panel PBB dalam Stefan Marysse, Plunder, Criminalization of the state and Decline in the

world System: the case of D.R.Congo, University of Antwerp,2002, hal. 14

Page 110: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

96

harga yang dibayarkan kepada penambang, yang biasanya sangat rendah dan

harga internasional dari koltan itu sendiri. Harga sangat rendah yang dibayarkan

kepada perantara asli Kongo oleh Rwanda mengundang kekesalan bagi para

perantara yang terpaksa menjual koltan yang mereka miliki ke Rwanda:

―Everything here is hidden, we believe we are selling our coltan to

Congolese but in reality we are selling it to Rwandans, the true

bosses. They are the ones who determine the price at leisure and we

have no other option than selling to them. They have the monopoly of

every- thing around the coltan business.140‖

Tabel 4.4 : Keuntungan Rwanda dan Uganda selama Perang Kongo Kedua

berlangsung dan Jumlah Ekspor Mineral yang Dimanipulasi kepada IMF

Catatan dalam (1): dalam tabel ini, Marysse telah memperkirakan nilai ekspor

emas dengan mengalikan total emas yang ditemukan dengan harga emas dunia

pada tanggal 30 April 2001 (8.300 USD/kilo)

140

Celine Mayroud dan John Katunga, Coltan Exploration in Eastern Democratic Republic of the

Congo (DRC), hal. 20

Page 111: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

97

(2): IMF, Rwanda Staff Report for the 2000 Article IV Consultation and

Requests for the Third Annual Arrangement Under the Poverty Reduction and

Growth Facility and for Extension of Commitment Period, Washington, IMF, 12

December 2000, p. 39; IMF, Uganda. Staff Report for the 2001 Article IV

Consultation, Second Review Under the Third Annual Arrangement Under the

Poverty Reduction and Growth Facility and Request for Waiver of Performance

Criteria, Washington, IMF, 19 Januari 2000, hal. 43.

(3) IMF, Uganda Staff Report for the … , op cit., 12 March 2001, p. 8, 37.

(4) IMF, Uganda Staff Report for the … , op cit., 12 March 2001, p. 8, 40.

Sumber: Stefaan Marysse dan Filip Reyntjens, The Political Economy of the

Great Lakes Region in Africa, Routledge, hal.139

Dalam tabel tersebut, Rwanda memiliki anggaran militer yang jauh lebih

banyak dari yang diizinkan IMF dalam program Structural Adjustment Program,

yakni sebanyak 0,4 %141. Selain itu, IMF juga terus memberikan bantuan

keuangan kepada Rwanda dengan mengabaikan bahwa mineral yang Rwanda

ekspor bisa saja dieksploitasi bukan dari wilayah Rwanda, namun dari wilayah

RDK:

―We are not able to police possible illegal exploitation from the

Congo. We can not exclude that resources are being taken away on

an individual basis. It is not the IMF‘s task to travel to Congo to

find out about this […] The view we have taken on [the level of]

military activities is that it was the same before and after the start

of he war. We cannot exclude that natural resources are financing

additional activities. [But] It is not our task to find it out.142

Kembali ke pembahasan bantuan keuangan, seperti negara-negara lain,

Rwanda dikenakan apa yang dinamakan donor-imposed condition oleh negara dan

141

Angka 0,4 % sendiri didasarkan pada perhitungan IMF yang merubah batas pengeluaran militer

yakni sebanyak 1,6 % dalam jangka waktu 1976-1985. 0,4 % sendiri berlaku dalam waktu 1985-

1994, dimana Perang Dingin sudah berakhir dan IMF menetapkan angka tersebut mengingat

banyaknya negara yang melakukan perubahan secara politik dan ekonomi, seperti negara bekas

blok timur. Perhitungan ini didasarkan apa yang dinamakan Doomsday Clock, yang berupa

kronologi persaingan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet (sumber: IMF Staff Paper, Military

Spending, the Peace Dividend, and Fiscal Adjustment, 2001) 142 Bjorn Willum, Ibid., hal. 107

Page 112: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

98

institusi keuangan donor. Kondisi-kondisi ini terdiri dari penghormatan terhadap

hak asasi manusia, memajukan demokrasi dan pembatasan anggaran militer.

Menurut Marysse, eksploitasi sumber daya alam Rwanda di Republik Demokratik

Kongo menguntungkan angkatan bersenjata Rwanda, mengingat secara resmi

Pemerintahan Rwanda hanya menganggarkan 6,1 % pada tahun 1999 dan 5,2 %

pada tahun 2000 bagi militer Rwanda.

Menurut Willum, IMF mengetahui ksenjangan yang dirasakan dari data

produksi mineral Rwanda dan eskpor mineral Rwanda ke berbagai negara. IMF

bahkan pernah menanyai seorang anggota Congo Desk mengenai ketimpangan

data ini. IMF tidak pernah merilis interogasi ini ke media massa. Ini lebih karena

bagaimana IMF, sebagaimana institusi keuangan lain seperti Bank Dunia, dan

negara-negara donor, melihat Rwanda sebagai negara yang tergolong ke dalam

special case dan lebih melihat bagaimana upaya Rwanda memperbaiki neraca

perdagangannya. Yang dimaksud dengan special case disini adalah Rwanda

adalah negara yang perlu memperbaiki situasi ekonomi dan keamanan paska

genosida yang berlangsung tahun 1994, sehingga memerlukan dukungan dari

komunitas internasional, termasuk dengan bantuan keuangan.

4.3.2 Akazu

Akazu bisa dikatakan sebagai sekumpulan orang-orang yang dekat dengan

Presiden Paul Kagame dan kedekatan tersebut digunakan untuk memperoleh

kepentingan politik atau kepentingan ekonomi tertentu143. Akazu memiliki arti

“rumah kecil” dalam bahasa asli Rwanda yakni bahasa Kinyarwanda.

143 Bjorn Willum, op.cit. hal. 71

Page 113: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

99

Sebelumnya, Akazu digunakan untuk kalangan terdekat dari Presiden yang berasal

dari etnis Hutu, Juvenil Habyarimana yang berasal dari angkatan bersenjata

Rwanda. Semenjak para perwira angkatan bersenjata Rwanda yang dekat dari

Habyarimana kebanyakan berasal dari keluarga istri Habyarimana, Agathe

Habyarimana, Akazu memiliki nama lain ‘la Clan du Madame‟.

Pada era Presiden Paul Kagame, Akazu terdiri dari bekas pengungsi Tutsi

yang berdiam di berbagai negara yang berdekatan dengan Rwanda seperti Uganda

dan Tanzania, yang kemudian menduduki berbagai posisi penting di Rwanda,

terutama perwira militer dalam pemerintahan Paul Kagame:

―Within the army, of the 45 main positions – Ministry of Defence,

RPA and Gendarmerie Chiefs of Staff, and unit commanders – 27

‗belong‘ to the ‗Ugandans‘, as against 10 to the ‗Burundians‘, and 5

to ex-FAR members, 3 to the ‗Rwandans‘ and just one to the

‗Zairians‘. Every on of the unit commanders of the RPA is ‗Ugandan‘,

as are three of the five Gendarmerie commanders. Among the five

existing Intelligence Services in Rwanda, the same ‗Ugandan‘

preponderance is present today. The head of the DMI [Department of

Military Intelligence], following a temporary ‗Burundian‘, is a

‗Ugandan‘. The head of the ESCO and his deputy are ‗Ugandans‘.

The head of the Gendarmerie Intelligence Service was born in the

Congo but educated in Uganda. There is also a ‗Ugandan‘ at the head

of Special Intelligence, with a ‗Burundian‘ deputy.144

Akazu dianggap sering melakukan berbagai pelanggaran atas persetujuan

Kagame sebagai orang yang paling berpengaruh dari Akazu. Salah satu contoh

yang memperlihatkan dominasi perwira militer Rwanda yang tergabung dalam

Akazu terhadap pemerintahan sipil terjadi pada tahun 1996, dimana seorang

144 Dorsey, p.327. See also Mugabe, „The Killings Resume…‟, at

http://www.strategicstudies.org/crisis/rwanda.htm#Uganda-Rwanda. Beberapa keterangan

tambahan dalam kutipan di atas adalah Gendermarie di Rwanda merujuk pada kesatuan polisi

nasional di Rwanda, „Ugandan‟ berarti bekas pengungsi Tutsi yang sebelumnya berdiam di

Uganda, berlaku selanjutnya untuk „Burundian‟ dan „Zairian‟

Page 114: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

100

kolonel RPA memaksa menteri keuangan Rwanda pada waktu itu, Marc

Ruganera, untuk memberikan sejumlah uang:

[In 1996] then Minister of Finance, Marc Ruganera, was asked

point blank by an RPA colonel to give him US$ 500,000 "to take

care of urgent matters". When asked to state in greater detail what

the money was for he said it was to pay his men. The Minister then

asked him for a detailed list of personnel for whom this money was

earmarked and what their salaries were. Whereupon the Colonel

exploded and told Ruganera that he would "hear about it". Later,

President Paul Kagame phoned Ruganera and told him to pay the

US$ 500,000 to the Colonel "for the good of the country".

Ruganera did not push the matter any further and arranged for

payment of the monies .This illustrates fairly well the relationship

between the Army and the civilian government.145‖

Kagame menggunakan Akazu untuk mencegah kelompok non-Akazu

yang terdapat dalam berbagai kementerian untuk melakukan penyelidikan

atas pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan Rwanda di Republik

Demokratik Kongo dan berbagai pemasukan ekonomi yang didapat secara

ilegal dari penjualan berbagai mineral. Congo Desk, sebuah badan yang

dibentuk oleh Biro Luar Negeri (External Security Department) yang

terdapat dalam DMI atau Department of Military Intelligence, adalah salah

satu wujud dari Akazu dalam invasi Rwanda ke Republik Demokratik

Kongo146.

4.3.3 Congo Desk

Menurut laporan Panel PBB dengan nomor S/PRST/2001/39, Congo Desk

adalah jaringan komersial dan perdagangan yang dimiliki oleh RPA. Congo Desk

145 Willum, Ibid, hal. 146

Kris Berwots, Cracks in the mirror as Rwanda prepares for 2010 elections, European Network

of Central Africa, hal.5

Page 115: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

101

sendiri diawasi oleh James Kabarebe, bekas Kepala Angkatan Bersenjata RDK

yang berasal dari RPA dan sekembalinya ke Rwanda langsung diangkat menjadi

Menteri Pertahanan oleh Paul Kagame. Menurut laporan Jordi Palau Loverdos

dalam laporannya untuk Material of Peace and Human Right, berbagai tambang

strategis di wilayah pengaruh Rwanda dilindungi oleh RPA, sedangkan untuk

masalah merebut koltan yang dikuasai oleh komunitas lokal maupun milisi yang

kontra Rwanda dan urusan transportasi mineral adalah tanggung jawab DMI.

semua eksploitasi yang dilakukan oleh prajurit Rwanda berlangsung atas

sepengetahuan intelijen militer Rwanda atau Directorate for Military Intelligence

yang bekerja untuk kepentingan Congo Desk147. PBB sendiri memiliki daftar

nama-nama perwira yang tergabung dalam Congo Desk dan merekomendasikan

kepada negara-negara anggota PBB untuk mengenakan larangan perjalanan

terhadap nama-nama tersebut148.

Beberapa perusahaan yang berafiliasi dengan Congo Desk dalam

perdagangan koltan adalah Rwanda Metals dan Grand Lac Metals. Pemegang

saham dari Rwanda Metals adalah Mayor Kazura, Kepala Keamanan RPA di

RDK, sedangkan Grand Lac Metals adalah Mayor Dan Munyuza, salah satu

petinggi Congo Desk di Kigali149. Perwakilan bisnis dari 2 perusahaan ini biasanya

dijaga oleh prajurit RPA dalam melakukan transaksi bisnis. Salah seorang saksi

memberitahukan kepada panel PBB terkait hal ini:

147 Jordi Palou Loverdos, International Justice, Plunder in War, Human Rights and

Multinationals(Material of Peace and Human Rights: Department of International Relations

Catalunya), hal. 20 148 Daftar nama terdapat pada lampiran 1 149

Supporting War Economy in DRC: European Companies and Coltan Trade, International Peace

Informatio Service Report, hal 20

Page 116: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

102

“In mid-January 2001, some very reliable sources met with the senior

management of Rwanda Metals in Kigali. During these discussions,

the Director told them that Rwanda Metals was a private company

with no relation to the army. He further explained that he was

expecting key partners that very morning for discussions. As

discussions continued, the so-called partners arrived as planned;

unfortunately they were in Rwandan army uniforms and were top

officers. This incident confirms accounts from various sources

indicating that Rwanda Metals is controlled by RPF. 150“

Semenjak semua koltan yang diperoleh oleh perantara atau comptoir di

Kivu dikuasai oleh RPA dan milisi yang menjadi proxy, RCD, semua koltan

tersebut dijual ke Rwanda Metals atau Grand Lacs Metals. Selanjutnya, Rwanda

harus mengangkut koltan yang mereka peroleh dari Kigali untuk sampai ke mitra

usaha mereka yang berada di berbagai negara. Tentunya, perusahaan

pengangkutan atau transport companies yang menjadi mitra usaha Rwanda dalam

pengangkutan koltan, sudah mengenal para perwira militer pada kedua perusahaan

tersebut dan menjalin hubungan baik. Chris Huber dan Viktor Bout adalah

beberapa nama yang dianggap memiliki kedekatan dengan militer Rwanda, dan

memiliki kontribusi dalam mengangkut mineral-mineral dan senjata untuk

Rwanda dan RCD sebagai proxy dari Rwanda.

Chris Huber adalah seorang pengusaha Swiss dan menurut salah satu NGO

yang terlibat dalam penyelidikan perdagangan koltan di Perang Kongo,

International Peace Information Service, Chris Huber telah berbisnis di Republik

Demokratik Kongo sejak tahun 1997. Dari tahun itu, Huber telah memiliki 2

perusahaan yang berbeda yakni Finconcord dan Finmining. Chris Huber memiliki

hubungan baik dengan Ulba Processing Plant, industri pengolah koltan untuk

dijadikan bubuk koltan, yang berbasis di Kazakhstan. Dengan kapasitas 250 juta 150 Willum, Ibid, hal 44

Page 117: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

103

ton per tahun, Chris Huber memanfaatkan hal ini untuk dapat menyuplai industri

itu dengan koltan yang berasal dari RDK. Untuk itu, Chris Huber menjalin

hubungan dengan Rwanda Metal, yang memberikannya fasilitas untuk

menggunakan gudang bandara yang berada di zona militer Bandara Kigali,

Rwanda. Untuk memberangkatkan koltan yang sudah dikumpulkan di Kigali,

Huber menggunakan pesawat Yakovlev dan Ilyushin, yang setengah dari semua

pesawat tersebut dipinjam dari seorang pedagang senjata bernama Viktor Bout151.

Viktor Bout bertanggung jawab atas pengangkutan senjata dan mineral dari

dan ke RDK. Sejak tahun 1990, tercatat bahwa Viktor Bout mengelola sekitar 50

maskapai penerbangan dengan berbagai bendera dan menurut panel PBB,

maskapai yang dimilikinya bertanggungjawab atas keberlangsungan konfil di

Afrika. Dalam perang ini, Viktor Bout tidak hanya melayani kepentingan Rwanda,

namun juga kepentingan Uganda dan RDK152. Rwanda sendiri mengenal Viktor

Bout dari mitra usaha yang merekomendasikan jasa Viktor Bout untuk

mengangkut koltan. Maskapai yang digunakan untuk kepentingan ini adalah Air

Cess. Keterlibatan pertama Air Cess dalam perdagangan senjata adalah

mempersenjatai faksi-faksi bersenjata di Liberia selama perang sipil tahun 1991

dan pilot dibayar US$10.000 untuk sekali pengantaran. Selama tahun 2000-2001,

tercatat bahwa maskapai tersebut menggunakan zona militer di dalam Bandara

Kigali untuk mendarat. Pada Desember 2003, Departemen Penerbangan Afrika

Selatan pada Desember 2003. Menurut pengakuan pilot pesawat dari maskapai

151 Supporting the War Economy in the DRC: European Companies and the coltan

trade,(International Peace Information Service: IPIS Antwerp), hal.21-23 152 Untuk kepentingan Uganda, Viktor Bout tercatat pernah melatih pilot-pilot berkebangsaan

Israel pada tahun 1998 untuk mengangkut mineral dan senjata bagi Uganda People Defense Force

(UPDF). Untuk kepentingan RDK tercatat bahwa maskapainya yang bermarkas di Liberia dan

Libya bertanggung jawab untuk memasok senjata bagi RDK.

Page 118: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

104

tersebut, pesawat tersebut mengangkut persenjataan bagi pasukan perdamaian

Afrika Selatan dan Burundi yang berada di RDK. Keanehan muncul ketika

pesawat tersebut mendarat di Kigali, dan pilot mengelak tuduhan tersebut dengan

alasan ingin mengambil suku cadang.

Selain bekerjasama dengan berbagai perusahaan penerbangan, yang mana

beberapa diantaranya adalah Chris Huber dan Viktor Bout , Congo Desk juga

bekerjasama dengan berbagai perusahaan yang membeli koltan atau international

trader. Kerjasama ini dilakukan agar proxy Rwanda di Kivu yakni RCD dapat

menarik pajak atau lisensi atas kepemilikan tambang-tambang koltan. Salah satu

diantaranya adalah Karl Heinz Albers, pemilik Masingiro dan sering memasok

koltan ke pabrik pengolah tantalum yang terkemuka seperti HC. Starck (Jerman),

Ningxia (Tiongkok) dan Cabot (Amerika Serikat).

Pengusaha Jerman ini mengenal dengan baik salah satu anggota Congo

Desk yang bernama Mayor Dan Nyarweza, dan atas koneksi tersebut dia

mendapatkan perlindungan dari RCD. Intelijen militer Rwanda bahkan membantu

Albers untuk menyelesaikan sengketa dengan pesaing usahanya. Salah satunya

adalah sengketa Albers dengan seorang pengusaha Austria yang bernama Edith

Krall. Tambang yang disengketakan adalah tambang koltan yang bernama

Lueshe, terletak di Kivu Utara. Pada tahun 2000, pemerintahan RDK memutuskan

untuk tidak melanjutkan kerjasama dengan Masingiro milik Albers dan sebagai

gantinya tambang tersebut dijual kepada Edith Krall. Ketika para tenaga ahli dari

pihak Krall datang untuk mengecek lokasi tambang tersebut, mereka dicegat oleh

pasukan RPA dan RCD di kota Goma. Intelijen Rwanda yang datang ke kota

tersebut kemudian mengatakan kepada tenaga ahli tersebut bahwa mereka tidak

Page 119: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

105

akan pulang hidup-hidup kecuali menarik tuntutan atas tambang tersebut. Krall

kemudian menjauhi tambang tersebut serta menarik tuntutan atas tambang

Lueshe, sampai tahun 2003153

.

4.3.4 Warlordism dan RCD sebagai Proxy bagi Kepentingan Ekonomi

Rwanda

Menurut Giustiozzi, fenomena warlord sendiri muncul dikarenakan

fragmentasi negara, dan warlord sendiri haruslah memiliki kemampuan untuk

mengelola wilayahnya dan setidaknya memberikan keamanan bagi orang-orang

yang dikuasainya, kemudian layanan lainnya seperti kesehatan dan pendidikan154

.

Bagi Reno, warlord adalah aktor atau pelaku yang bersifat pragmatis, dan lebih

cenderung untuk mempertahankan posisi politik dan ekonominya, seperti condong

untuk memberikan berbagai keuntungan politik dan ekonomi pada orang-orang

terdekatnya dibandingkan kepada rakyat kebanyakan155

.

Sub-bab ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana RCD menjalankan

fungsi pemerintahan di wilayah yang mereka kuasai, Kivu. Dalam menjalankan

fungsinya sebagai suatu pemerintahan yang terpisah dengan Kinshasa selama

Perang Kongo Kedua berlangsung, RCD lebih memusatkan upayanya kepada

mengendalikan para elit lokal atau para chief untuk dapat mengikuti kendali RCD

dibandingkan menyediakan layanan publik kepada masayarakat umum. Layanan

153

David Barouski, Blood Minerals in the Kivu Provinces of Democratic Republic of Congo,

http://www.raceandhistory.com/historicalviews/2007/2106.html , diakses pada 11 April 2015 154

Antonio Giustiozzi, The Resilient Oligopoly: A Political-Economy of Northern Afghanistan

2001 and Onwards,(Afghanistan Reseacrh and Evaluation Unit: Finland Embassy for

Afghanistan), hal. 20 155 Reno dalam Juddith Vorath, From War to Illicit Economies: Organized Crimes and State

Builidng in Liberia and Sierra Leone, (German Institute for International and Security Affairs,

Berlin), hal.7

Page 120: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

106

umum sendiri seperti kesehatan dan pendidikan di Kivu didominasi oleh gereja,

yang sudah ada sejak Belgia menjajah negara tersebut, dan NGO-NGO yang

datang ketika Perang Kongo Kedua berlangsung. Untuk kesehatan sendiri, 75%

dari seluruh layanan kesehatan didirikan dan didanai oleh gereja, belum lagi

kesulitan yang dialami rumah sakit milik negara yang dikuasai RCD, dimana 25

% dari staf mereka pindah ke NGO-NGO internasional yang menyediakan

bayaran yang lebih baik. Untuk pendidikan, RCD sendiri gagal menjalankan

pemeliharaan terhadap institusi-institusi pendidikan yang ada disana, namun

kedatangan NGO-NGO untuk menjalankan tugas di Kivu membuat fungsi

pendidikan di sana berpusat di NGO dan gereja, dan RCD bisa diuntungkan

terkait lapangan pekerjaan karena biasanya mereka akan bekerja pada gereja dan

NGO yang mendidiknya156

.

Gambar 4.4 : Pasukan RCD di Kivu selama Perang Kongo Kedua

Sumber: http://www.smh.com.au/news/World/Rwanda-accused-of-aiding-rebel-soldiers-

in-Congo/2004/12/21/1103391774645.html?from=moreStories

156

Dennis Tull, The Reconfiguration of Political Order in Africa: A Case of DRC, (Hamburg:

Hamburg African Studies), hal. 172

Page 121: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

107

Seperti yang disebutkan sebelumnya, RCD mempertahankan kekuasaannya

dengan mendekati para kepala suku atau chief dan menempatkan orang-orang

yang sebelumnya tertuduh sebagai pemberontak Hutu yang mengancam

keamanan Rwanda ke posisi-posisi strategis di dalam RCD. RCD sendiri

menggunakan taktik pecah belah dan mendukung salah satu anggota keluarga

suku yang berpihak kepada RCD dengan cara menuduh saingan kandidat kepala

suku yang didukung RCD dengan tuduhan membela otoritas Kinshasa.

Berikutnya, milisi Hutu yang dianggap mengancam keamanan Rwanda, dibawah

organisasi milik RCD yang bernama TPD atau Tous pour la paix et le

Developpement , para milisi ini diarahkan untuk kembali berintegrasi ke

masyarakat, menurut klaim RCD. Namun sebagian besar dari mereka direkrut

untuk menjadi anggota paramiliter yang bernama Local Defense Force atau LDF.

RCD bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran HAM selama perang

berlangsung. Pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan oleh RCD mencakup

pemindahan secara paksa atau Internal Displaced Person, pemerkosaan, tentara

anak, dan genosida. Serangan RCD ke berbagai tempat di Kivu menyebabkan

hampir 1.000.000 orang kehilangan tempat tinggalnya. RCD bertanggung jawab

atas pemerkosaan 2000-3000 wanita bersama dengan angkatan bersenjata Rwanda

dan Burundi di berbagai tempat di Kivu157.

RCD yang turut serta dalam Perang Kongo Kedua, dibentuk

mengatasnamakan kelompok etnis yang dianggap tertindas dibawah

kepemimpinan Laurent Kabila, seperti Banyamulenge. RCD dipimpin oleh

157

_________,The War Within War:Sexual Violence Against Women and Girls in Eastern

Congo,(New York:Human Right Watch), hal. 23-61

Page 122: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

108

Wamba dia Wamba, seorang akademisi yang diasingkan pada era Mobutu Sese

Seko dan mengajar di Universitas Dar es Salam, Sudan. Selain Wamba dia

Wamba,berbagai nama tahanan politik era Laurent Kabila dan eks perwira

angkatan bersenjata RDK.

RCD mengklaim bahwa perjuangan yang mereka lakukan adalah untuk

membebaskan RDK dari kediktatoran Laurent Kabila, namun anggaran yang RCD

miliki harus dikelola dan diketahui oleh Rwanda sebagai sponsor utama mereka

dan setiap operasi militer yang RCD lakukan diawasi oleh perwira Rwanda

membuat gerakan ini kurang mendapat simpati dari rakyat RDK pada umumnya.

Namun walaupun memiliki dukungan politik yang rendah, karena kontribusi

Rwanda secara materil membuat RCD bisa terus memperkuat diri melalui

kekuatan militer. Presiden Paul Kagame bahkan tidak malu mengakui kerjasama

Rwanda dengan RCD. Menurutnya, kerjasama Rwanda dan RCD dapat dilihat

sebagai bentuk persaudaraan, ketika ditanya oleh pejabat Bank Dunia mengenai

bagaimana Rwanda menghidupi pasukan mereka yang berada di Republik

Demokratik Kongo dengan anggaran resmi militer Rwanda:

―It is a brotherhood. … If the Rwandans come and they get col- tan

from Punia or Walikale158, it's up to them."

Suplai koltan yang berasal dari RCD dan kemudian dijual kepada Rwanda

dapat menjelaskan mengapa para perantara yang bekerjasama dengan RCD dan

Rwanda dapat memperbaiki kualitas hidup mereka, sedangkan 35.000 prajurit

158 Menurut artikel Vital ore funds Congo's war di Washington Post pada tanggal 19 Maret 2001, 2

wilayah tersebut memiliki koltan dengan kualitas tinggi.

Page 123: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

109

Rwanda pada tahun 2001 bisa dibilang memiliki perlengkapan yang memadai,

digaji secara tetap, dan memiliki kualitas hidup yang baik.

Seperti yang sebelumnya disebutkan, berkat dukungan dari Rwanda, RCD

memiliki kapabilitas untuk menolak berbagai perjanjian perdamaian yang

bertujuan untuk melucuti senjata pihak-pihak yang bertempur dalam Perang

Kongo Kedua. Ada berbagai perjanjian perdamaian sebelum Sun City Agreement

yang menyepakati adanya pemerintahan transisi, dan proses perdamaian

berlangsung lebih lama karena RCD turut menyumbang kontribusi dalam

menolak berbagai perjanjian tersebut. Perjanjian Sirtre dan Lusaka ditolak oleh

RCD karena berbagai alasan seperti tuduhan genosida kepada Rwanda, tidak

dilibatkannya perwakilan RCD dalam perjanjian tersebut, maupun berbagai

kepentingan strategis lainnya. Bagi Rwanda, RCD diperlukan sebagai kedok

dimana melalui RCD pemberontakan dibuat seolah-olah datang dari rakyat RDK.

Dennis Tull menuliskan ini mengenai kegunaan RCD bagi Rwanda:

― to help RCD establish a strong power base on both an elite level as

well as on the ground by forging close link between Kigali, RCD, and

the Banyarwanda,recruitment between Banyamulenge repatriatee to

Rwanda influence, and promoting humanitarian concern by protect

Banyarwanda, also able to channel international aid to financing

Kigali and allies in Congo.”159

Di berbagai tempat yang dikuasai oleh RCD, selalu ditemukan konglomerat

maupun perwira militer Rwanda. Seperti di kota Goma yang berbatasan langsung

dengan Rwanda, banyaknya perantara koltan yang berlalu lalang dari Goma ke

Rwanda dan sebaliknya, membuat banyak para pebisnis dari Rwanda

menginvestasikan uang yang mereka miliki ke berbagai sektor ekonomi di Goma

159 Tull,op.cit., hal. 183

Page 124: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

110

seperti perkebunan, asuransi, pertokoan dan telekomunikasi. Keberadaan RCD

juga membantu pebisnis Rwanda untuk memperoleh monopoli atas pebisnis yang

memang berasal dari RDK ataupun pebisnis yang dekat dengan Laurent Kabila

maupun Josep Kabila.

Kontribusi RCD bagi mobilisasi militer Rwanda bukannya tanpa imbalan.

Dibawah pengawasan perwira tinggi Rwanda dalam Congo Desk, RCD diberikan

hak untuk mengelola tambang-tambang strategis di sebelah timur RDK, termasuk

tambang koltan, semisal melalui proteksi dan mengenakan pajak pada setiap

penambang yang beroperasi di tambang milik mereka. Sampai tahun 1999, RCD

mewajibkan pada para perantara untuk membayar uang sebanyak US$ 15.000

pada otoritas RCD. Namun semua berubah pada tahun 2000, ketika RCD

mendirikan SOMIGL dan memungkinkan RCD untuk memiliki anggaran militer

mereka sendiri. SOMIGL membuat RCD bisa menjual koltannya ke berbagai

perusahaan ke berbagai negara.

SOMIGL berdiri pada tanggal 20 November 2000 sebagai reaksi atas

naiknya harga koltan dunia secara tajam. SOMIGL memungkinkan RCD untuk

memiliki pemasukan sendiri dengan menerbitkan izin kerja maupun mengenakan

pajak untuk setiap koltan yang digali160. Dengan SOMIGL, setiap kg koltan

dikenakan pajak sebesar 10 $. Selama Januari- Oktober 2000, wilayah yang di

bawah kendali SOMIGL mampu menghasilkan sebanyak 445.255 kg, atau

sebanyak 44.525 kilogram per bulan. Pada bulan Desember, naik secara drastis

160

Pada November 25 November 2000, RCD melalui Sekretaris Jenderalnya Azarias Ruberwa

menyatakan bahwa RCD memegang 80 % saham SOMIGL. Namun, turunnya harga koltan yang

diekspor oleh SOMIGL membuat RCD mengumumkan penghapusan monopoli RCD terhadap

perdagangan koltan di Kivu pada tanggal 25 Maret 2001

Page 125: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

111

menjadi 112 ton, lalu pada Januari 2001 turun menjadi 96 ton. Berdasarkan

hitungan ini, dalam 3 bulan beroperasi, mereka mampu meraup keuntungan

sebanyak 2,35 juta dolar.

Berikutnya, berdirinya SOMIGL tidak hanya datang dari inisiatif RCD

sendiri, namun juga melalui pengawasan dan arahan Rwanda. Menurut kesaksian

Patrick Karegeya, penasihat pribadi Presiden Paul Kagame, Rwanda melakukan

berbagai kebijakan penting untuk menjamin keberlangsungan SOMIGL seperti

penyerangan terhadap berbagai pos militer RDK dan mengirimkan tahanan dari

Rwanda ke berbagai tambang di Kivu untuk mencapai target produksi yang

diinginkan SOMIGL161.

Sebagai perusahaan milik RCD, SOMIGL sempat memiliki hubungan baik

dengan Rwanda. Hubungan baik ini dapat dilihat dari bagaimana pesawat yang

digunakan untuk mengangkut koltan milik RCD adalah pesawat yang disewa oleh

Rwanda dari berbagai sumber, semisal Viktor Bout162. Untuk menggunakan

pesawat tersebut, militer Rwanda mengenakan 3 US$ per kilo dari koltan yang

akan mereka angkut. Namun, bekas gubernur dari RCD, Benjamin Serukiza

seringkali mengeluhkan monopoli dari Rwanda:

― I had to mediate between local businessmen and Rwanda

brigade commander. He only wanted to only allow one Rwanda

161 Jeroen Cuvelier,Stefaan Marysse, Rwandan economic involvement in the conflict in the

Democratic Republic of Congo, Institute of Development Policy and Management: Antwerp, hal.

15 162 Pesawat-pesawat yang digunakan oleh RCD melalui SOMIGL untuk mengangkut koltan ke

Kigali terdiri dari Antonov 28, Antonov 26 dan lain-lain. Pesawat-pesawat ini pun memiliki kode

registrasi yang berbeda-beda seperti South Africa (ZS), UAE (3C), Australia (VH) dan terkadang

dari negara-negara seperti Republik Afrika Tengah dan Guinea Ekuatorial. Pada tahun 2000,

kepala penerbangan Republik Afrika Tengah ditangkap dan dari hasil pencarian ditemukan

pesawat dan helikopter dengan tanda 3C, kemungkinan besar milik Viktor Bout

Page 126: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

112

trader, who was close to the Rwandan Government, to have the

access to the mine.163‖

Rwanda memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap produksi koltan

RCD. Sebagian besar perantara yang bekerja sama dengan RCD adalah perantara

yang mendapatkan persetujuan untuk beroperasi oleh militer Rwanda di wilayah

kekuasaannya. RCD bermitra dengan Rwanda, dalam hal ini Rwanda

menggunakan maskapai ilegal milik Viktor Bout dan menyewa pesawat darinya

untuk mengangkut koltan yang ditambang RCD ke Rwanda. Tidak hanya dari

tambang milik RCD. Tercatat bahwa Rwanda menyerang beberapa tambang milik

milisi rival seperti Interhamwe dan Mai-Mai dan jeda waktu yang Rwanda miliki

digunakan untuk memuat koltan yang dimiliki tambang-tambang tersebut ke

pesawat milik Rwanda.

RCD harus melindungi tambang koltannya dari serangan Interhamwe dan

Mai-Mai. RCD memang memiliki angkatan bersenjatanya sendiri maupun milisi

seperti Local Defense Force (LDF). Namun, keberadaan RCD di Kivu tidak

terlalu diterima dengan baik karena mayoritas orang di Kivu tahu bahwa RCD

dipersenjatai Rwanda, dan terlebih lagi mereka sudah jenuh dengan keberadaan

Perang Kongo yang sudah berlangsung lebih dari 5 tahun berturut-turut. Salah

seorang tokoh yang berpengaruh di Kisangani, sebuah kota di Kivu,

menyampaikan ketidaksukaannya atas keberadaan RCD di kotanya:

“ If the Congolese soldier misbehaves, the population is hurt but

they can stomach it....because Congolese soldiers have been like

that from Mobutu‘s days. But we can‘t stand it if it‘s a foreigner

163 Jason Stearns, Dancing in the Glory of Monster,BS Public Affairs, hal. 216

Page 127: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

113

who came here saying he wanted to help us have freedom and

democracy164 !‖

Salah satu wakil presiden RCD yang bernama Ngoma mengakui bahwa

keberadaan RCD di Kivu tidak terlalu disukai. Ngoma mengutip peristiwa yang

terjadi pada tanggal 7 September 1998 dimana Interhamwe dan Mai-Mai yang

berhasil mengusir pasukan gabungan Rwanda dan RCD di kota Goma, dan

sebagian besar penduduk di kota tersebut menyambut mereka sebagai penyelamat:

“We are conscious of a certain unpopularity of our movement

among the population.165”

Menyadari hal tersebut dan mengetahui bahwa orang-orang yang tidak suka

dengan keberadaan RCD di Kivu bisa saja bergabung dengan Mai-Mai dan

Interhamwe. RCD memutuskan untuk mengambil tindakan yang menjamin

loyalitas para kepala suku di Kivu sehingga diharapkan dapat menjadi sumber

informasi dan komunikasi untuk mengetahui keberadaan milisi Mai-Mai maupun

Interhamwe dan siapa saja warga yang berada di bawah kekuasaan mereka yang

terindikasi bergabung dengan Interhamwe dan Mai-Mai. Mereka juga diharapkan

dapat menjalankan fungsi rekrutmen untuk angkatan bersenjata dan pasukan

paramiliter yang dimiliki RCD. Para kepala suku ini sering di undang untuk

jamuan di Kigali dan seringkali jamuan tersebut disertai dengan pemberian

barang-barang berharga seperti mobil dan perhiasan dengan harapan mereka akan

membantu kepentingan RCD166.

164

Dikutip oleh Aliro dan Ogen Kevin, dalam Dennis Tull, Ibid, hal.131 165

“Rebel- Held Territory to be “Showpiece of Good Management, Karaha says” BBC Monitoring

14 September 1998. Lihat juga “Rebel Leader on Foreign Armies, Rebel Recception in Conquered

Towns 166

Dennis M. Tull, The Reconfiguration of Political Order in Africa: Case Study North Kivu,

Hamburg: Institute of African Affair, hal 149

Page 128: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

114

RCD dan Mai-Mai167 tidak hanya memiliki perbedaan secara politik, namun

juga secara ekonomi. Rwanda sendiri bisa dan mampu membeli koltan dari Mai-

Mai, yang mana pergerakannya dibatasi karena keberadaan pasukan Rwanda dan

RCD dan pergerakannya pun hanya sebatas taman-taman nasional di RDK

sebelah timur, tepatnya di Kivu seperti Taman Nasional Kahuza-Biega dan

beberapa area terpencil yang berupa hutan di Kivu sebelah utara. PBB sendiri

mengutip kesaksian seorang pekerja NGO lokal di Kivu yang menyatakan bahwa

seorang komandan lapangan Mai-Mai melakukan transaksi koltan dengan seorang

komandan brigade RPA yang berdiam di Kivu. Beberapa dari pasukan Mai-Mai

yang menjadi pasukan pengawal dari beberapa kepala suku atau chief di Kivu

sehingga untuk mendapatkan loyalitas dari kepala-kepala suku tersebut, RCD

harus menghadapi Mai-Mai melalui kontak senjata atau dengan cara-cara yang

bersifat damai. Untuk melindungi tambang-tambang koltan yang mereka miliki,

Rwanda seringkali membujuk Mai-Mai dengan membeli koltan yang sebelumnya

mereka rebut dari RCD. Hal ini diharapkan akan mendorong Mai-Mai menyerang

kedudukan pasukan RDK, walaupun baik Laurent Kabila maupun Joseph Kabila

seringkali menjanjikan integrasi ke angkatan bersenjata RDK dengan gaji dan

kedudukan tinggi168

.

Selanjutnya, peneliti membahas bagaimana RCD mempertahankan

kepentingan ekonomi Rwanda dengan memperpanjang berlangsungnya konflik,

yakni melalui perjanjian gencatan senjata . RCD sendiri bisa terlibat dalam

167

Mai-Mai terdiri dari berbagai suku yang bermarkas di perbatasan Rwanda –RDK. menurut

laporan PBB pada tahun 2001,Mai-Mai berkekuatan 20.000-30.000. Mai-Mai sendiri menerima

dukungan persenjataan dari pemerintah RDK untuk menandingi keberadaan RCD yang didukung

Rwanda 168

Björn Aust dan Willem Jaspers, From Resource War to ‗Violent Peace‘ :Transition in the

Democratic Republic of the Congo (DRC), (Bonn: International Centre for Conversion), 2006, hal.

46

Page 129: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

115

berbagai perjanjian perdamaian selama Perang Kongo Kedua berlangsung

dikarenakan sebagai salah satu aktor dalam Perang Kongo Kedua, RCD memiliki

kemampuan untuk menyabotase perjanjian perdamaian karena perjanjian tersebut

tidak menyertakan mereka atau tidak memenuhi keinginan mereka maupun

keinginan Rwanda . selanjutnya, peneliti akan menjelaskan bagaimana RCD

berkontribusi dalam memperpanjang konflik di Perang Kongo Kedua sekaligus

berhasil membuat Rwanda semakin lama beroperasi di RDK, melalui perjanjian

Lusaka.

Perjanjian Lusaka sendiri berlangsung di ibukota Zambia, Lusaka pada

tanggal 10 Desember 1998. Perjanjian ini muncul sebagai tindak lanjut atas

gagalnya Perjanjian Sirtre yang berlangsung sebelumnya di Sirtre, Libya.

Perjanjian Sirtre mengalami kegagalan karena gagal mengajak pihak-pihak

pemberontak seperti RCD dan MLC untuk ikut berunding. Perjanjian Lusaka

sendiri menyepakati pembentukan Joint Military Committee yang mana

anggotanya berupa setiap perwakilan dari peserta perundingan ini dan bertugas

untuk :

1. mengawasi poin perjanjian yang mana menyatakan pihak yang bertikai tidak

akan menyerang warga sipil, 24 jam setelah perjanjian ini ditandatangani

2. melaporkan setiap pelanggaran terhadap gencatan senjata dan mengawasi

mundurnya pasukan asing dari Republik Demokratik Kongo

3. bekerjasama dengan PBB dibawah MONUC untuk mengawasi pelanggaran

gencatan senjata dan pelucutan senjata dari milisi-milisi. Dan,

Page 130: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

116

4. membentuk angkatan bersenjata RDK yang mencakup milisi yang berasal dari

RCD dan MLC.

Namun, sepertinya pihak-pihak yang bertikai dalam Perang Kongo Kedua

tidak terlalu tertarik untuk menjalankan perjanjian ini dan juga menjalankan Joint

Military Committee. Bagi RCD, pihak Laurent Kabila gagal menjalankan

perjanjian ini dikarenakan Kabila menggunakan FDLR dan Mai-Mai untuk

meneror warga sipil di wilayah yang dikuasai oleh RCD. Rwanda mendukung

tuduhan ini dengan menyatakan bahwa Kabila sedang mempersenjatai angkatan

bersenjatanya untuk menyerang posisi RCD di Kivu, menurut laporan intelijennya

pada tanggal 26 November 1999:

―Kabila has been purchasing military equipment and has reorganized

his forces. Kabila received two shiploads of arms and equipments

from China, India, and unknown countries, as well as purchasing six

modified MIG-21 fighters.169‖

Tidak hanya karena alasan keamanan, RCD dan Rwanda memutuskan untuk

tidak mematuhi Perjanjian Lusaka karena menganggap PBB mengeluarkan

laporan yang bersifat bias mengenai eksploitasi koltan yang dilakukan pihak RCD

dan keuntungan yang diterima pihak Rwanda terkait eksploitasi tersebut. laporan

tersebut dikeluarkan oleh Panel PBB pada tanggal 12 April 2001, dan secara

ringkas, IRIN atau Integrated Regional Information Networks meringkasnya sebagai

berikut:

―The report lists five key minerals — coltan, diamonds, copper, cobalt

and gold — as being exploited by foreign armies in the DRC in a

'systematic and systemic' way. It noted that plundering, looting,

racketeering and criminal cartels were commonplace in occupied

169

IRIN (Integrated Regional Information Networks) Update No. 792 for the Great Lakes,

November 2, 1999.

Page 131: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

117

territories............... 'Top military commanders from various countries

needed and continue to need this conflict for its lucrative nature and

for temporarily solving some internal problems in those countries, as

well as allowing access to wealth', the panel said. It recommends,

among other things, that the UN Security Council immediately declare

an embargo on the import and export of certain minerals from or to

Burundi, Rwanda and Uganda until their involvement in the

exploitation of the resources is 'made clear, and declared so», by the

Council, and that any country breaking the embargo should face

sanctions170.‖

Setelah keluarnya laporan ini, baik RCD dan Rwanda mengancam akan

keluar dari Perjanjian Lusaka. Menurut Rwanda, tuduhan yang dikeluarkan PBB

ini sama saja dengan menyebut genosida di Rwanda tidak pernah terjadi, dan

invasi Rwanda ke RDK berlangsung untuk mencegah hal yang sama terjadi,

menurut klaim mereka:

“It is as if they are saying the Interahamwe militia are not there.

There are as many as 40,000 Interahamwe... [The content of the

report] is ... equivalent to saying that the genocide never happened in

Rwanda.171‖

Sedangkan, menurut RCD hasil eksploitasi koltan sepenuhnya miliki

mereka dan digunakan untuk kemakmuran rakyat di wilayah yang mereka kuasai,

menurut wawancara mereka dengan BBC Radio pada tanggal 17 Juli 2001:

When I tell you we have exported forty tons of coltan, you can make

the calculation, and for $4 per kilo you realise how much money has

come into the government treasury. And the RCD, it has some public

obligations to cover and it is thanks to this money that RCD is able to

cover them. For instance, the RCD has to restore roads, also we have

to pay the salary of more than 30,000 civil servants, and we have

some social departments such as schools and hospitals, and we can

170 Johan Pottier, Everybody needs good neighbours: understanding the conflict(s) in Eastern

DRC, (Lisboa: Centro de Estudos Africanos), hal. 8 171

Ibid, hal.8

Page 132: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

118

work in those hospitals thanks to the money coming into the

treasury172.

172

Ibid

Page 133: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

119

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Pada bagian akhir ini, dapat ditarik kesimpulan berkenaaan dengan

kepentingan ekonomi Rwanda dalam Perang Kongo yaitu eksploitasi alam yang

dilakukan oleh Rwanda dipengaruhi oleh kurangnya infrastruktur dan lebih

cenderungnya tanah digunakan sebagai lokasi pertanian dibanding pertambangan .

Sumber daya alam yang dieksploitasi digunakan untuk memperbaiki situasi

ekonomi Rwanda yang sudah lama bergantung pada ekspor teh dan kopi,

memperbaiki neraca perdagangan yang menjadi syarat untuk meminjam bantuan

keuangan seperti dari IMF, dan secara laten adalah untuk memperkaya orang-

orang yang dekat dengan Presiden Paul Kagame.

Kepentingan ekonomi dari Rwanda sendiri mulai muncul ketika Laurent

Kabila, orang yang didukung Rwanda, mengusir pasukan Rwanda dari RDK

sekaligus memutus kontrak perusahaan-perusahaan yang berasal dari negara yang

dekat dengan Rwanda . Hal ini membuat Rwanda memutuskan untuk memiliki

proxy yang bisa mereka awasi gerak geriknya sekaligus mengambil keuntungan

dari eksplotasi yang proxy mereka lakukan. Rwanda sendiri dapat mengambil

keuntungan dari wilayah-wilayah yang pemberontak kuasai dan korupnya

birokrasi RDK selama perang berlangsung.

Untuk memperoleh kepentingan ekonomi tersebut, Rwanda memanfaatkan

lemahnya kendali tentara pemerintah RDK atas tambang-tambang yang berada di

Page 134: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

120

negara tersebut. Rwanda sendiri mampu memanfaatkan ketidaksenangan yang

terdapat di dalam RDK terkait pemerintahan otoriter, angkatan bersenjata yang

tidak kompeten, krisis ekonomi, dan masalah lainnya, sehingga berbagai milisi

yang dibentuk untuk menggulingkan pemerintahan berkuasa RDK, beberapa di

antara mereka berada di bawah pengawasan Rwanda, seperti ADFL dan RCD.

Milisi yang diawasi dan dibentuk oleh Rwanda terbukti dapat menandingi

keberadaan angkatan bersenjata RDK, terbukti dengan milisi ADFL pada Perang

Kongo Pertama yang mampu melakukan serangan langsung ke Kinshasa, ibukota

RDK, dan ADFL, yang mampu membentuk pemerintahan sendiri di wilayah

perbatasan Rwanda-RDK dan melakukan eksploitasi mineral untuk keuntungan

mereka sendiri.

Mineral yang Rwanda peroleh kemudian dijual ke luar negeri. Mineral

yang diperoleh oleh Rwanda di RDK mampu menjadikan negara tersebut sebagai

negara penghasil mineral yang terkemuka, walaupun seperti yang dijelaskan

sebelumnya, persediaan tanah di Rwanda semakin menyusut disebabkan

perkebunan kopi.

5.2 Saran

Mengingat kesulitan untuk melacak asal usul mineral yang berasal dari

RDK, dan kemunculan Rwanda sebagai negara eksportir mineral yang cukup

mengejutkan walaupun tidak memiliki deposit mineral yang melimpah terjadi

karena permintaan mineral yang tinggi tidak diikuti oleh kewaspadaan akan

kontribusi mineral terhadap konflik berdarah dan komunitas internasional yang

terus menerus memuji Rwanda sebagai kekuatan ekonomi baru walaupun sempat

Page 135: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

121

mengalami genosida. Menurut peneliti, embargo ekonomi terhadap Rwanda harus

dilakukan sehingga walaupun tidak ada perlawanan yang berarti dari angkatan

bersenjata RDK untuk membuat Rwanda mundur, tekanan dari dunia

internasional bisa digunakan agar Rwanda tidak terlibat dalam mengacaukan

stabilitas keamanan di RDK sekaligus memperoleh bantuan keuangan karena

berhasil menahan diri untuk tidak melakukan invasi ke RDK.

Page 136: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

122

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Clark, John F. (ed.), The African Stakes of Congo War, New York: Palgrave

Macmillan, 2004

Gebrewold, Belachew, Anatomy of Violence: Understanding the System of

Conflict and Violence in Africa, Burlington : Ashgate, 2009

Reyntjens, Filip, The Great African War, Congo and Regional Politics,

Cambridge: New York, 2009

Ngolet, François, Crisis in The Congo: The Rise and Fall of Laurent Kabila, New

York :Palgrave Macmillan, 2011

Maryssee, Stefan dan Filip Reyntjens, The Political Economy ofthe Great Lakes

Region in Africa The Pitfalls of Enforced Democracy and Globalization,

New York: Routledge, 2005

Straus, Scoot dan Lars Waldorf, Remaking Rwanda: State Building and Human

Rights after Mass Violence, London: University of Wisconsin Press, 2011

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2000

Alou, Abioudun, Natural Resources and Conflict in Africa : The Tragedy of

Endowment, New York: University of Rochester Press, 2007

Stearns, Jason K, Dancing in the Glory of Monster: The Collapse of the Congo

and Great War of Africa, Public Affairs Press, 2012

Lansford, Tom (ed.), Political Handbook of the World 2014,New York: SAGE

Publishing,2014

Cooper, Tom, Great Lake Conflagration: Second Congo War 1998-2003, West

Midland:Helion and Company Limited,2013

Schmidt, Elizabeth, Foreign Intervention in Africa: From the Cold War to the War

on Terror. New York: Cambridge University Press, 2013

Jurnal, Paper dan Laporan

Bigagaza, Jean, Carolyn Abong dan Cecile Mukarubuga, Land Scarcity,

Distribution and Conflict in Rwanda, Pretoria: Institute for Security Studies,

2002,

Page 137: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

123

Boudreaux, Karol C. dan Puja Ahluwalia, Cautiously Optimistic: Economic

Liberalization and Reconciliation in Rwanda Coffee‘s Sector, World Bank,

2010

Willum, Bjorn, Foreign Aid to Rwanda: Totally Beneficial or Contributing to

War, University of Copenhagen, 2001

Fieldstad, Hanne Katherine , Rwanda in the DRC: Keeping the Pot Boiling,

Mastes diss., Oslo University, 2010

Williams, Christopher, Explaining Great War in Africa:How Conflict in Congo

become Continental Crisis, The Fletcher Forum of World Affairs Vol. 37

Issue 2, 2013

Celine Moyroud and John Katunga,Coltan Exploration in Republic Democratic of

Congo ,Pretoria: Institute for Security Studies, 2002

Samset, Ingrid, Conflict of Interest or Interest in Conflict: Diamonds and War in

the DRC, Review of African Political Economy, ROAPE Publishing, 2001

Billon, Phillipe L., The Geopolitics of Resource Wars: Resource Dependence,

Governance and Violence, London: Frank Cass Publisher, 2007

Veerwimp, Philip, The 1990-1992 Massacres in Rwanda: A Case of Spatial and

Social Engineering, University of Sussex,2011

________, Assessing USAID‘S Investments in Rwanda‘s Coffee Sector-Best

Practices and Lessons Learned to Consolidate Results and Expand

Impact, USAID,2006

________, Scramble for the Congo: Anatomy of Ugly War, Brussels:

International Crisis Group, 2001

Columbus, Frank A. (ed.), Politics and Economies in Africa: Volume 1,New

York:Nova Publisher, 2001

Bizimana, Ladislas, Conflict in African Great Lake Region: A Critical Analysis

of Regional and International Involvement, ( University of Deusto, Bilbao), 1995

______, Coltan, Congo and Conflict, Polinares Case Study: Hague, 2013

Tshishlmbi , Bilenga dan Peter Glick, Economic Crisis and Adjustment in Zaire,

1993, Cornell: Cornell University

Willame (ed.), Zaire: Predicament and Prospects, Washington: United States

Institute of Peace, 1999

Page 138: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

124

Raeymaekers, Timothy, The Power of Protection Governance and Transborder

Trade on the Congo-Ugandan Frontier,Doctor thesis, Ghent University,

2007

Curtis, Marcus, Raison d‘État Unleashed: Understanding Rwanda‘s Foreign

Policy in the Democratic Republic of the Congo, Center for Contemporary

Conflict, 2005

Eriksen, Stein Sundstøl, The Congo war and the Rwanda and Uganda compared

prospects of state formation, Oslo: Norwegian Institute of International

Affairs, 2005

Pottier, Johan, Everybody needs good neighbours: understanding the conflict(s) in

Eastern DRC, Lisboa: Centro de Estudos Africanos do ISCTE, 2002

Jones, Will, Africa‘s Illiberal State-builders, Oxford: Refugee Studies Centre,

2013

Booth, David, Developmental patrimonialism? :The case of Rwanda,London:

Africa Power and Politics Programme

Naidoo (ed.), The War Economy in the Democratic Republic of Congo, Institute

for Global Dialogue, 2002

Hartung, William D.,Deadly Legacy: U.S. Arms to Africa & the Congo War, NY,

World Policy Inst. Jan. 2000

Kris Berwots, Cracks in the mirror as Rwanda prepares for 2010 elections,

European Network of Central Africa

________, The War Within The War:Sexual Violence Against Women and Girls in

Eastern Congo,New York:Human Right Watch

Tull, Dennis M. , The Reconfiguration of Political Order in Africa: Case Study

North Kivu, Hamburg: Institute of African Affair, 2005

Taka, Miho, Conflict Coltan: Local and International Dynamics in the

Democratic Republic of Congo, Conventry University, 2008

Say, Laura E., What‘s Wrong with Dodd-Frank 1502? Conflict Minerals, Civilian

Livelihoods, and the Unintended Consequences of Western Advocacy, Washington

DC, Center for Global Development, 2012

Page 139: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

125

Lampiran I

Daftar Nama-Nama Orang yang Dianggap Diuntungkan secara Ekonomi dalam

Perang Kongo Kedua, untuk Diberikan Larangan Transaksi Keuangan ( Financial

Restriction ) dan Larangan Perjalanan ( Travel Ban ), dalam laporan Panel PBB

dengan nomor seri (S/PRST/2001/39)

Page 140: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

126

Page 141: Kepentingan Ekonomi Rwanda Dalam Perang Kongo

127