kelana laut wallacea

45

Upload: journalkinchan

Post on 05-Aug-2015

1.299 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Sebuah catatan perjalanan 30 hari menyusuri lautan Indonesia dengan KRI Surabaya 591. Merasakan hidup di kapal perang, mengikuti rutinitas ala TNI AL, berhari-hari di tengah lautan, dan melihat realita di Timur sana, kami mencoba membaginya di sini. Because seeing is traveling.

TRANSCRIPT

Page 1: Kelana Laut Wallacea
Page 2: Kelana Laut Wallacea
Page 3: Kelana Laut Wallacea

Salam bahari!

Akhirnya setelah hampir tiga minggu berkutat dengan laptop, buku digital “Kelana

Laut Wallacea” ini selesai jua. Ya, sepulangnya berlayar kami langsung disibukkan oleh

persiapan sidang skripsi yang melelahkan sehingga ide ini terbengkalai cukup lama. Rasa

malas juga menjadi alasan utama untuk kami tidak menulis atau memilah bergiga foto,

tetapi adanya dukungan (lebih tepatnya pertanyaan bertubi) dari teman-teman terdekat

membuat semangat kami terpompa kembali.

Kami memasukkan nama Wallacea, karena perjalanan ini mengingatkan kami akan

ekspedisi yang dilakukan oleh Alfred R. Wallace 1,5 abad yang lalu. Memang, pulau yang

kami singgahi tidak sebanyak Wallace, pun kami melakukan interaksi dengan masyarakat

lokal dalam jumlah yang sangat minim. Anggap saja ini sebagai sebuah awalan untuk

pelayaran-pelayaran selanjutnya di lautan kita yang sungguh kaya.

Inilah dia, rangkuman kisah pelayaran kami selama satu bulan mengarungi Indonesia

Timur bersama ratusan pemuda lain dari seantero nusantara. Buku ini tentu saja masih

jauh dari kata sempurna. Mungkin pula terlalu banyak kisah personal dengan bumbu

kritikan di sana-sini. Namun, besar harapan kami para pembaca dapat ikut merasakan

petualangan–yang nampaknya tidak akan kami dapatkan lagi–dan melihat langsung

ironisme yang jamak terjadi di pelosok negeri. Indonesia bukan hanya Jakarta atau Jawa,

Bung!

Selamat membaca!

dari penulis

Foto Cover

Dokumentasi LNRPB - KPN Sail Morotai 2012

Tulisan

Rifian Ernando | Maharsi Wahyu | Hikmah Cut

Foto

Rifian Ernando | Maharsi Wahyu | Retno Nuraini | Hikmah Cut | Fajar | Agus

Layout dan Gambar Peta

Maharsi Wahyu

Saran dan Kritik

[email protected] | [email protected]

Page 4: Kelana Laut Wallacea
Page 5: Kelana Laut Wallacea
Page 6: Kelana Laut Wallacea
Page 7: Kelana Laut Wallacea
Page 8: Kelana Laut Wallacea

Seeing is TravelingSebuah prolog oleh Rifian Ernando

Sore itu suara nyaring gaung KRI Surabaya 591

yang menandakan kapal akan segera bertolak

meninggalkan dermaga Tanjung Priok menyadar-

kan saya dari sebuah lamunan. Satu lagi lompatan kecil

dalam kehidupan akan saya jalani. Meninggalkan segala

bentuk kenyamanan yang didapatkan dari rutinitas berulang

dan terkadang mampu memabukkan serta menjadi candu

bagi siapa saja yang tak ingin mengenal keras kehidupan.

Tepat setahun yang lalu saya meninggalkan kenyamanan

Jogja dan bergabung dengan Tim Kuliah Kerja Nyata (KKN)

UGM Unit 43 yang melaksanakan program di Distrik Waibu,

Sentani Kabupaten Jayapura. Selang waktu berjalan, kali ini

saya kembali melakukan aksi serupa dengan mengikuti

program Kapal Pemuda Nusantara yang bersama-sama

dengan program lain akan berpartisipasi dalam rangkaian

acara Sail Morotai 2012. Selama satu bulan kami yang

tergabung dalam Satuan Tugas Lintas Nusantara Remaja dan

Pemuda Bahari (LNRPB)/Kapal Pemuda Nusantara (KPN)

akan mengarungi ganasnya perairan Indonesia Timur dengan

mengambil rute Jakarta-Ambon-Sorong-Raja Ampat-Morotai-

Ternate-Makassar.

Dalam suatu kehidupan, perpisahan adalah sebuah

keniscayaan.

Sedih karena akan berpisah dengan keluarga, sahabat,

dan segala bentuk kenyamanan lain cukup terasa, sekalipun

perjalanan ini tak akan memakan waktu lebih dari sebulan.

Masih terbayang bagaimana Ibu melepas kepergian dengan

mata berkaca-kaca, sahabat yang melambaikan tangan di

Stasiun Tugu Jogja, hingga pesan-pesan singkat dari orang-

orang terkasih yang tak turut mengantar kepergian.

Keputusan untuk mengikuti kegiatan ini diambil tidak

dalam kondisi yang serba mudah. Banyak hal yang

sebelumnya kerap menyurutkan niatan untuk melakukan

perjalanan panjang menyusuri perairan Indonesia Timur.

Page 9: Kelana Laut Wallacea

Pertimbangan urusan akademis hingga perasaan dalam kapal perang, merasakan kerasnya kehidupan

skeptis terhadap program-program yang digagas di laut, hingga bagian terbaik dari perjalanan ini,

pemerintah kerap datang dan meracuni pikiran. yaitu menyinggahi dan menikmati tempat-tempat

Sampai akhirnya saya putuskan: sekarang atau tidak terbaik yang bumi Indonesia tawarkan.

sama sekali. Bagi segelintir manusia, perjalanan yang keras

Begitu besar harapan yang saya titipkan pada dan menantang adalah sebuah kebutuhan.

kegiatan Sail Morotai 2012 ini. Berbagai persiapan Nyamannya kehidupan serta rutinitas yang berjalan

pun dilakukan. Membaca berita, memperkaya terlalu konstan terkadang membuat manusia lupa

pengetahuan tentang kemaritiman, hingga akan hakikat dan realitas kehidupan yang Tuhan

persiapan-persiapan teknis sebelum berlayar pun anugerahkan. Realitas maya yang kerap muncul

tak luput dari perhatian. Ada sebuah keinginan memerlukan konfirmasi nyata dengan pergi dan

sederhana yang muncul sebagai bentuk 'hutang melihat langsung fenomena yang terjadi di seputar

moral' atas semua fasilitas yang diberikan negara kehidupan manusia. Bepergian dari satu tempat ke

dalam rangka mendukung kegiatan pelayaran Sail tempat lain memiliki makna lebih dari sekedar

Morotai 2012. Keinginan untuk mengabadikan berekreasi atau menyegarkan pikiran, melainkan

sekaligus menceritakan pengalaman dalam sebuah menjadi cara terbaik untuk mengenal bumi pertiwi

tulisan menjadi penting mengingat tak semua orang tempat kita lahir dan dibesarkan secara lebih dekat

memiliki kesempatan ini. Menjalani hari-hari di dan nyata. Seeing is traveling.

Multifungsi | Kapal LCU yang biasa digunakan untuk pendaratan pasukan di tepi pantai menjadi alat

pengangkut utama peserta saat kapal lego jangkar atau tidak dapat merapat di pelabuhan. Saat tidak

digunakan, LCU berubah fungsi menjadi tempat menjemur pakaian.

Page 10: Kelana Laut Wallacea

SELAMAT tinggalJAKARTA!

Oleh: Maharsi Wahyu

Page 11: Kelana Laut Wallacea

Tepat di belakang KRI Surabaya, kapal

rumah sakit KRI Dr Soeharso 990 pun mela-

kukan hal yang sama. Peluit dari kedua kapal

memekik saling bergantian memenuhi

udara. Kapal Dr Soeharso ini akan melak-

sanakan misi pengobatan gratis di daerah

terpencil di Indonesia Timur bertajuk Operasi Bhakti

Surya Baskara Jaya. Nantinya kami akan bertemu lagi

dan berkumpul bersama puluhan kapal perang RI dan

negara-negara lain di Morotai dalam perhelatan Sail

Morotai 2012.

Asap keabuan nan pekat menyeruak liar dari

sebuah cerobong utama yang terhubung dengan

ruang mesin di geladak bawah. Mesin kapal menderu

keras dan perlahan kapal

bergerak menjauhi dermaga.

Kami mulai bersorak sorai dari

tiap dek tanpa menghiraukan

sinar matahari membakar pipi.

Sebuah kapal tunda oranye

bergerak perlahan bersisian

dengan KRI Surabaya, sesekali berputar atau

memimpin di depan memandu kapal keluar dari

pelabuhan. Akhirnya, tumpukan ribuan container di

pelabuhan terlihat makin mengecil seperti blok-blok

lego yang serupa. Warna air laut Teluk Jakarta yang

tadinya keruh mulai membiru seiring tingginya

ombak menghantam badan kapal. Kira-kira sepuluh

menit kemudian, kami tiba di laut lepas.

“Lima hari lagi kita akan tiba di Ambon. Ini waktu

Jakarta International Container Center, 28

Agustus 2012

Larik-larik cahaya sore menembus railing

helideck yang ramai oleh ratusan manusia berbaju

putih-merah. Udara panas membabi buta membuat

helideck yang begitu luas pun terasa sesak. Hari ini

Jakarta berbaik hati menampakkan langit birunya

sehingga perairan di sekitar kami pun memantulkan

warna yang cemerlang, tidak lagi berwarna keabuan

seperti kemarin. Tak ada pula awan

mendung atau kabut asap yang

menganggu pemandangan. Ah,

Jakarta seakan siap memberikan

salam perpisahan.

Menjel

peran muka belakang. Kami berlarian

menuju pos masing-masing, berjejeran di

tepi pagar helideck, di cardeck, dan di

anjungan kapal bergabung dengan ABK yang

telah siap lebih dahulu. Kapal ini benar-

benar akan berangkat!

ang pukul tiga sore,

suasana di dalam kapal menjadi

gaduh. Suara peluit yang ditiup dari anjungan tak

henti bersahutan dengan pengumuman preyen,

“Peran Muka Belakang! Peran Muka Belakang!” Pintu

samping tankdeck yang digunakan sebagai pintu

masuk utama sudah tertutup rapat. Sejenak terdengar

suara berdebam dari haluan kapal, rupanya jangkar

kapal telah selesai ditarik dan kini KRI Surabaya

mengapung bebas. Mayor Mahmud memerintahkan

kami segera menempati pos untuk melaksanakan

bebas, jangan lupa apel malam jam delapan!” suara kapal dan mati bosan. Di hari pertama, kami masih

tegas Mayor Mahmud membuyarkan lamunan saya kesulitan mengikuti ritme hidup ala TNI AL yang

yang asyik bersandar di pagar anjungan. Aroma laut serba disiplin. Ada apel dua kali sehari untuk menge-

yang harum asin segera menyergap hidung dan cek jumlah seluruh penghuni kapal. Pukul setengah

seketika perasaan aneh menyelimuti diri. Kami akan enam kami sudah harus bangun dan melakukan olah

tiba dengan selamat di Ambon kan? Bagaimana jika raga pagi di helideck yang berangin kencang. Saat

nanti kami melewati perairan Masalembo? mandi pertama kali, kami masih malu-malu untuk

Akan tetapi, melihat kapal seberat 7.300 ton ini membilas tubuh bersama di sebuah ruangan pengap

melenggang angkuh tanpa terganggu oleh hantaman berukuran 5x5 meter tanpa sekat dengan lima shower

gelombang sedikitpun, seketika hati saya menjadi bodong. Tapi lama-lama terbiasa juga, bahkan cende-

begitu tenang. Mari ucap salam perpisahan, selamat rung tidak tahu malu. Pagi hingga malam pun diisi

tinggal Jakarta! materi atau dinamika kelompok yang seakan dibuat

untuk membunuh hari-hari panjang di atas kapal.

Kepulauan Selayar, 31 Agustus 2012 Keributan akan selalu terjadi tiap waktu makan

Tiga hari berada di tengah samudera nampaknya datang. Beberapa hari pertama, tempat makan

sudah cukup bagi kami untuk memahami rutinitas peserta pria dan wanita disatukan di lounge room

Page 12: Kelana Laut Wallacea

pasukan. Ramainya bukan main dan banyak yang gemunung menghijau dan air laut sebening kaca yang

tidak kebagian tempat duduk. Antrian mengular ke beriak tenang. Beberapa teman bahkan berseloroh

lorong dan kami harus selalu siap berebutan piring ingin langsung menceburkan diri dengan melompat

ompreng basah yang dibawa penanting dari dapur. dari atas geladak. Sayang, hanya orang-orang tertentu

Nasi boleh ambil sebanyak mungkin, tapi untuk lauk? yang dapat menyeberang dan berpesiar di Selayar.

Tunggu dulu. Setiap anak hanya berhak atas satu Esoknya, kapal sudah angkat jangkar dan kembali

potong lauk dengan jenis yang sama tiap harinya: pagi berlayar. Ambon masih dua hari jauhnya. Kapal

telur, siang ayam, dan malam ikan. Sayur kuahnya perang pengangkut pasukan ini hanya berlayar

mungkin lebih tepat disebut kuah bersayur, saking dengan kecepatan 14 knot. Duh, tak terperi kebosan-

tidak ada isi di dalamnya. Menciduk sampai tangan an saya menghadapi rutinitas ketat pun berulang.

pegal pun tidak menghasilkan tumpukan sayur di atas Hiburan terbaik adalah pertunjukan musik oleh band

piring, yang ada justru kita kena omelan dari Armada Barat yang berisi para ABK. Saya tidak habis

belakang. pikir bagaimana para tentara kita mampu bertahan

Kemarin siang KRI Surabaya berlayar melewati berbulan-bulan berlayar di atas kapal dalam kondisi

Pulau Bawean. Dua hari tidak mendapatkan sinyal serba terbatas seperti ini, menghadapi lautan luas

sudah cukup menjadi alasan kami berlarian keluar setiap hari, tidak ada sinyal, makan dan mandi pun

kamar ketika terdengar pengumuman preyen bahwa harus antri.

sinyal handphone on di sekitaran pulau. Sayangnya Untungnya, hampir tiap hari kami dimanjakan

lima belas menit kemudian sinyal langsung hilang dengan pemandangan matahari terbenam langsung di

karena kapal terus bergerak mengarungi lautan. laut, seakan dimakan bulat-bulat oleh penguasa

Saat acara makan siang ini, saya tidak mendengar samudera. Terkadang rombongan lumba-lumba

raungan mesin kapal seperti biasa. Rupanya kami menyambut kami dengan berlompatan di sisi haluan

telah tiba di perairan Kepulauan Selayar dan kapal kapal.

lego jangkar agar tidak terlalu cepat tiba di Ambon. Ya, selalu ada ucapan syukur terselip di setiap

Duh, tak saya sangka bisa mengapung di tengah keterbatasan. Tetapi tetap tak sabar kaki ini ingin

destinasi impian ini. Saya tidak henti berdecak kagum kembali menjejakkan tanah keras bukannya benda

melihat lanskap Kepulauan Selayar dengan lekuk besi berongga macam begini. Ambon, katong datang!

di geladak heli

Sepatu-sepatu yang tengah

dijemur setelah dicuci.

Karena tiap hari digunakan,

sepatu yang lembab sering

menimbulkan masalah: bau kaki

menyeruak di sepanjang lorong.

Page 13: Kelana Laut Wallacea
Page 14: Kelana Laut Wallacea

s o r o n g

Page 15: Kelana Laut Wallacea

Sejurus kemudian kami semua tersadar prosesi

mandi khatulistiwa tengah dilaksanakan. Prosesi

pembaptisan para pelaut pemula yang dianggap jiwanya

masih kotor dan belum diterima sebagai warga laut ini

dilakukan saat kapal berlayar melintasi garis lintang 0̊.

Tiap kapal punya cara untuk melakukan mandi khatulis-

tiwa, ada yang tidak menggunakan prosesi khusus saat

melewati khatulistiwa, tetapi ada pula yang menerapkan

prosesi berat nan unik sebelum seorang awak diterima

sebagai warga laut. Salah satu prosesi mandi khatulistiwa

terberat dimiliki oleh KRI Dewaruci sehingga apabila

seorang pelaut telah ‘dimandikan’ di Dewaruci, ia tidak

perlu mengikuti prosesi di kapal lainnya.

KRI Surabaya 591 sebagai salah satu armada perang

yang dimiliki oleh TNI-AL juga memiliki tradisi khas

berkaitan dengan prosesi mandi khatulistiwa. Setelah

semalaman tidur kami tidak nyenyak akibat preyen yang

meraung-raung tanpa henti. lepas waktu subuh teror dari

pasukan Dewa Neptunus berlanjut. Kami yang sedari

malam sulit memejamkan mata kembali dikagetkan

dengan gedoran pintu dan teriakan yang memerintahkan

kami untuk segera menuju ke helideck. Dalam posisi gelap

gulita dan tingkat kesadaran yang belum sempurna, kami

semua dipaksa berlari melewati anak tangga kapal.

Sesampainya di helideck saya terkejut karena sudah

banyak peserta yang di sana ditemani dengan beberapa

punggawa berbusana khas Jawa kuno dan seorang kapten

bajak laut lengkap dengan dan tangan berkait besi. Para

punggawa tersebut berteriak-teriak memerintah kami

berjalan jongkok dan bergabung dengan peserta lain.

Sesaat setelah seluruh calon warga laut terkumpul di

helideck, selang-selang besar pun dikeluarkan oleh awak

kapal. Tanpa komando, selang-selang besar tersebut

kemudian mulai menyemprotkan air ke arah peserta yang

Teks oleh: Rifian Ernando | Foto oleh: Agus & Dok. LNRPB-KPN

BAPTIS PELAUT KOTOR di lintang nol

Page 16: Kelana Laut Wallacea

saat itu kebanyakan masih menggunakan sang ratu laut. Sekilas terlihat aneh memang, tujuh samudera, kami diperintahkan untuk

pakaian tidur seadanya. Bisa dibayangkan mengingat Neptunus dan Amphitrite melakukan ritual cium kaki Dewa Neptunus

bagaimana rasanya berada di dek terbuka, merupakan tokoh mitologi Yunani, namun dan Dewi Amphitrite. Sadar dengan

dengan angin laut yang berhembus kencang, saat muncul dalam prosesi mandi kecurangan peserta yang hanya menempel-

suhu udara pagi yang masih cukup dingin, khatulistiwa justru berpakaian khas raja dan kan dahi pada kaki kedua penguasa laut

ditambah dengan semprotan air yang sangat ratu Jawa. Bahkan setelah saya amati, orang tersebut, awak kapal kemudian memegangi

kencang. Setelah dirasakan air yang yang berperan sebagai Dewi Amphitrite kepala setiap orang yang akan mencium kaki

disemprotkan tersebut ternyata bukan ternyata juga seorang laki-laki lengkap Dewa Neptunus dan Dewi Amphitrite hingga

sembarang air. Jika diperhatikan secara dengan bulu kakinya yang panjang. mau tidak mau harus mencium kedua kaki

seksama, dari aroma dan warna air tersebut Setelah pasangan penguasa laut mereka. Beruntung saya sanggup menahan

kemungkinan besar merupakan campuran tersebut duduk di singgasana, seluruh nafas hingga beberapa detik sehingga tidak

antara air laut, oli, dan sisa-sisa kuah sayur peserta diminta berbaris dan meminum air perlu merasakan bau tidak sedap dari kaus

yang entah sudah disimpan berapa hari. tujuh samudera yang telah dipersiapkan. kaki Sang Dewa.

Semua lari kalang kabut Peserta diminta Akhirnya berakhir sudah rangkaian

berusaha menghindar maju satu persatu prosesi penuh penderitaan yang dijalani

namun tetap saja sia-sia dan dipaksa minum calon warga laut. Komandan KRI Surabaya

karena air disemprotkan air tujuh samudera yang dikisahkan menjadi sandera pasukan

dari segala penjuru. Bau sambil diawasi awak Dewa Neptunus akhirnya keluar. Tepuk

amis dan busuk yang kapal. Saat air tangan serta riuh sorak peserta terdengar

menyeruak segera berwarna cokelat membahana manakala komandan KRI

membuat kami mual. susu tersebut menyatakan bahwa kami semua telah resmi

Setelah para awak menyentuh lidah menjadi warga laut yang jiwanya telah

kapal merasa cukup saya, seketika mulut disucikan melalui mandi khatulistiwa.

dengan sesi awal, prosesi mandi khatulistiwa ini berontak tidak mau menerima dan Matahari terbit dan kami diperintahkan

pun berlanjut. Diiringi suara-suara aneh langsung memuntahkannya. Rasa ramuan ini untuk melihat gugusan kepulauan di

yang berasal dari preyen, serombongan sangat aneh. Jika boleh mendefinisikan, saya sekeliling KRI. Ternyata prosesi mandi

orang muncul dari bagian dalam kapal. rasa ramuan tersebut merupakan campuran khatulistiwa ini dilakukan di Kepulauan

Rombongan itu dipimpin oleh sepasang pria air laut serta beberapa jenis rempah dan dan Wayag, Raja Ampat! Gugusan pulau yang

dan wanita dengan pakaian khas jawa, kuah sayur basi. Menjijikkan. Bahkan ada menyembul membentuk perbukitan serta air

ditemani dengan pengawalnya yang beberapa peserta yang tidak makan seharian laut yang jernih menjadi saksi bagi kami

berpakaian mirip pemain reog. Ternyata setelah dilaksanakannya prosesi mandi semua. Saksi hidup bagaimana sulitnya

mereka adalah Dewa Neptunus sang khatulistiwa karena lidahnya masih trauma. untuk menjadi seorang pelaut tangguh yang

penguasa lautan beserta Dewi Amphitrite Selesai dengan prosesi meminum air siap mengarungi luasnya samudera.

Page 17: Kelana Laut Wallacea
Page 18: Kelana Laut Wallacea

RAJA ampat“Selamat datang di Karimun Jawa!” seorang lama tidak snorkeling sehingga saya hanya berputar-

teman berseloroh sarkas karena melihat situasi di putar di sekitar karang yang rusak.

Saonek Besar, Waigeo ini. Tadinya saya pikir kami Beberapa puluh meter dari bibir pantai

hanya transit sebentar sebelum melanjutkan ke terdapat perkampungan penduduk yang siang itu

Wayag, the real Raja Ampat. Tapi rupanya memang di terlihat sepi. Tak nampak aktivitas warga sehingga

sinilah kami akan berhenti dan dipersilakan bermain saya tidak tahu bagaimana kegiatan ekonomi

hingga sore hari sebelum LCU menjemput kembali. berjalan di pulau ini. Sedihnya, keindahan Saonek

Saya tidak habis pikir bahwa ternyata di Raja Ampat Besar tercemar oleh tumpukan sampah berserakan

ada pulau yang kondisi pesisirnya sudah cukup di bawah pohon, di pantai, dan di rerumputan. Selain

memprihatinkan seperti ini. sampah yang dihasilkan oleh

Terasa begitu ironis dibanding- pulau ini, banyak sampah dari

kan berita tentang kecantikan tempat lain yang terbawa arus

Raja Ampat yang digembor- laut hingga menumpuk di sini.

gemborkan di berbagai media. Ketika melihat aktivitas

“Kalo gini mah Pulau Menjangan di Karimun teman-teman di laut, seketika saya bersyukur kami

Jawa masih lebih bagus kali,” ungkapan kekecewaan tidak ke Wayag. Rupanya banyak peserta yang

lain segera menyeruak dari para peserta karena snorkeling atau diving tanpa memperhatikan kelesta-

gagal melihat pemandangan eksotis Wayag pun rian terumbu karang. Beberapa orang sengaja

Misool yang tersohor tersebut. menjadikan karang sebagai tempat berpijak, ada

“Kalau mau ke Wayag kalian pergi sendiri, kalau pula yang menyelam dan kaki kataknya menyambar

ke sana waktunya tujuh jam dan sewa boat delapan terumbu karang sekenanya. Ada lagi yang tak tahu

juta,” ujar Kapten Wendy dingin. Akhirnya daripada diri membawa bintang laut biru untuk dijadikan

tidak melakukan apapun, kami memilih untuk tetap kenang-kenangan. Duh, perilakunya sama sekali

snorkeling di tengah gelombang yang cukup tinggi tidak memperlihatkan responsibility sebagai pejalan

siang itu. Saya sendiri agak kesulitan untuk yang menghargai aturan. Seharusnya kita datang

mencapai tempat yang lebih dalam karena sudah bersih, pulang pun bersih. Saya berjengit memba

“I, ini Raja Ampat?”

Mata saya membelalak seolah tak percaya

ketika turun dari kapal LCU yang mengantar

kami ke sebuah pulau, siang itu. Saya berdiri

diam sementara teman-teman saya pun hanya

terduduk di tepi dermaga memandangi perair-

an di bawahnya. Pulau ini... kotor.jangan injak karangnya!

Page 19: Kelana Laut Wallacea

Dalam rangkaian kegiatan Sail Morotai 2012, para peserta KPN/LNRPB diberi kesempatan

untuk menikmati keindahan Raja Ampat dengan mengunjungi Pulau Saonek Besar di Waigeo. Para

peserta yang memiliki lisensi selam diperbolehkan menyelam di tempat ini secara bergantian dengan

diawasi oleh beberapa anggota TNI AL.

Sedikit kekecewaan ketika kami tiba di pulau ini. Kondisi perairan yang kami lihat tidak seindah yang kami bayangkan ketika kami mendengar sebutan Raja

Ampat. Memang pada saat itu kami tidak berada di Kepulauan Wayag yang menjadi primadona Raja Ampat ataupun

di tempat diving terindah, Misool.

Hamparan pasir putih masih dapat ditemukan di tempat ini, tetapi masih banyaknya sampah yang ditemukan

di pesisir pantai membuat pemandangan terganggu. Masih banyaknya patahan karang (rubble) yang ditemukan

pada bibir pantai hingga mendekati tubir mengindikasikan bahwa terjadi kerusakan terumbu karang di wilayah ini.

Berdasarkan perbincangan dengan warga sekitar, kerusakan karang ini disebabkan oleh penggunaan bom

oleh para nelayan untuk menangkap ikan. Akan tetapi, penggunaan bahan peledak tersebut mulai berkurang sejak

lima tahun belakangan karena para nelayan mulai merasakan kerugian dari rusaknya ekosistem terumbu karang.

Kerusakan terumbu karang tidak hanya menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan ikan, melainkan dapat

merusak tatanan kehidupan biota laut yang ada di dalamnya karena ekosistem mereka menjadi hilang.

Tipe dasar perairan yang landai (flat) dari pulau ini mengharuskan kita untuk berenang sekitar 100 meter

untuk mencapai daerah tubir. Sebelum mencapai tubir, perairan di dominasi oleh rubble, karang lunak dan karang

keras dengan tipe pertumbuhan bercabang. Penyelaman yang dilakukan oleh para peserta KPN/LNRPB dilakukan

pada kedalaman 7 meter, dekat dengan tubir. Pada lokasi penyelaman banyak ditemukannya jenis soft coral serta

hard coral dengan tipe petumbuhan massive dan submassive. Selain itu, berbagai jenis ikan baik yang soliter

maupun schooling dapat ditemukan di tempat ini.

RusaknyaKarang SaonekTeks dan Foto | Hikmah Cut Ramadhana

rubble

soft coral

schooling

diver’snote

yangkan jika 500 orang ini datang dan menyelam secara

bersamaan di Wayag, akan jadi apa tempat tersebut?

Komandan KRI Surabaya, Letkol Laut (P) Joni Sudiyanto

nampaknya paham akan kekecewaan kami. Memang, bebera-

pa anak masih nampak belum menerima keputusan satgas.

Malam harinya, beliau memberi kami penjelasan.

“Kita bisa saja ke Wayag, tapi kapal perang sebesar ini

gak mungkin masuk ke perairan yang dangkal penuh karang.

Kalau nekat kita bisa diprotes pecinta lingkungan sedunia.

Mau lego jangkar harus jauh-jauh dari Wayag, kemudian kita

harus bolak-balik mengantar kalian semua dengan LCU.

Butuh berapa jam? Tolong dipahami,” ujar Pak Joni. Tetiba

saya merasa bahwa kami ini begitu egois. Demi sebuah

pengalaman menginjakkan kaki di Wayag Raja Ampat, kami

mengabaikan kondisi dan memaksa satgas untuk tetap

sandar di sana.

Saya mengangkat topi untuk Komandan KRI. Rupanya

keesokan harinya KRI menuju Wayag demi memuaskan

hasrat ingin tahu para peserta. Akhirnya KRI Surabaya

berlayar di titik terdekat Wayag yang memungkinkan tanpa

merusak dan berputar-putar agar kami dapat melihat

kepulauan eksotis tersebut dengan jelas. Wayag, next time...

cacing laut

Page 20: Kelana Laut Wallacea
Page 21: Kelana Laut Wallacea

Perairan Ternate, 11 September 2012

“Ruangan-ruangan, selesai waktu istirahat malam…”

Bunyi preyen KRI yang merupakan 'alarm' bagi

seluruh penumpang tersebut sudah sangat lazim

terdengar. Perintah untuk mengakhiri waktu istirahat

malam selalu dibunyikan tepat pukul 05.30 waktu

kapal–waktu di kapal senantiasa berubah seiring dengan

perubahan lokasi terakhir kapal. Biasanya beberapa

penumpang sudah bangun lebih awal, terutama bagi

penumpang yang beragama muslim karena harus

melaksanakan sholat subuh. Pagi itu seperti biasa, setelah

melaksanakan ibadah sholat subuh saya pun bergegas

menuju kamar mandi untuk mandi dan melaksanakan

ritual pagi. Saya menggunakan fasilitas kamar mandi

sepagi mungkin agar tidak terjebak antrian mengingat

hanya ada empat kloset dan empat shower untuk 60 orang.

Selesai dengan rutinitas tersebut, saya pun bergegas

menuju cardeck karena berdasarkan jadwal perjalanan

seharusnya hari ini kapal bersandar di pelabuhan Ternate.

Sesampainya di cardeck saya terkesima memandang

hamparan pulau yang berjajar di sekeliling perairan

Ternate. Pulau berbukit-bukit raksasa (atau yang lebih

tepatnya disebut gunung) berjajar indah di sekeliling KRI

Surabaya. Saya berinisiatif menemui seorang ABK dan

menanyakan di mana letak Pulau Ternate diantara gugusan

kepulauan itu. “Itu Pulau Ternate, yang ada gunung besar,”

ujar sang ABK kepada saya. Seketika saya pun terkagum-

kagum pada Pulau Ternate. Bagi saya, Ternate lebih tepat

dikatakan sebagai gunung daripada sebuah pulau. Secara

kasat mata pulau ini memang memiliki kontur yang

berbentuk gunung dan hanya menyisakan sedikit dataran

landai yang sepenuhnya menjadi kawasan pemukiman.

Gunung Gamalama terlihat begitu gagah dengan kontur

punggungan yang kokoh.

“Peran pemanduan, peran pemanduan…”

Preyen KRI sekali lagi berbunyi menandakan

menempuh perjalanan panjang, ditambah hawa panas

dari Kota Ternate yang semakin memperparah keadaan,

akhirnya beberapa peserta pun berinisiatif mengambil bahwa kapal akan segera memasuki kawasan pelabuhan

makanan yang sebelumnya sudah disediakan di dan bersandar. Kami semua bergegas bersiap

belakang barisan, sekalipun panitia setempat belum melaksanakan peran muka belakang sebagai bentuk

mempersilakan. “Ah biar saja dianggap tidak sopan, penghormatan kepada warga masyarakat serta pejabat

daripada pingsan,” pikir saya yang juga ikut-ikutan daerah setempat yang sudah menanti dan akan

meringsek mundur untuk mengambil makanan.menyambut kehadiran rombongan KPN-LNRPB Sail

Selesai mengambil makanan saya pun bergegas Morotai 2012. Selang beberapa menit, akhirnya kapal

mencari tempat duduk di bagian belakang restoran yang bersandar di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate.

terbuka. Dan tebak pemandangan apa yang saya Selamat datang di Ternate, tanah yang begitu

dapatkan? Luar biasa indah! Sebuah wilayah perairan Berjaya di masa lalu. Kota penghasil rempah sekaligus

tenang dengan corak biru tosca yang begitu jernih serta pusat peradaban Islam di kawasan Indonesia Timur.

sebuah pulau nampak gagah berdiri. Sungguh

pemandangan tersebut menjadi 'penyembuh' bagi otak Berkeliling Ternate

yang hari itu rasanya hampir mendidih. Menginjakkan kaki di Pelabuhan Ahmad Yani,

Saat asik menyantap makan siang sambil menik-jadwal padat pun sudah menanti rombongan peserta

mati pemandangan tiba-tiba seorang peserta berujar, KPN-LNRPB Sail Morotai 2012. Terjadwal bahwa kami

“Eh itu kan pulau yang ada di duit seribuan.” Dan benar akan melakukan audiensi dengan Gubernur Maluku

saja, saat membalikkan badan ternyata di belakang saya Utara dan beberapa veteran Perang Dunia II yang

ada sebuah pigura cukup besar yang memajang replika sengaja diundang untuk memeriahkan acara Sail

pecahan uang seribu dalam ukuran lebih besar dan Morotai 2012.

memperlihatkan gambar pulau yang memang terdapat Kegiatan audiensi dilakukan di sebuah restoran

pada uang tersebut. Itulah Pulau Maitara, pulau pada yang berada di salah satu sudut Kota Ternante.

Sejujurnya tidak ada yang menarik dari kegiatan ini.

Padahal sejak awal saya sudah cukup tertarik begitu

mengetahui akan ada veteran Perang Dunia II yang

hadir, namun seketika saja hal tersebut sirna

manakala acara berjalan terlambat, ditambah dengan

kondisi psikis yang sudah lelah dan ketidakjelasan

materi acara yang justru diisi dengan pentas-pentas

budaya yang sejujurnya sedikit konyol.

Ketidakjelasan tersebut semakin diperparah

dengan keterlambatan panitia setempat untuk

menyuguhkan makan siang kepada peserta. Dengan

kondisi psikis yang sudah cukup lelah setelah

Page 22: Kelana Laut Wallacea

uang seribu yang melegenda dan menjadi salah satu

landmark keindahan panorama kepulauan Moloku Kie

Raha.

Sekitar pukul 14.00 WIT rombongan pun berge-

gas meninggalkan restoran untuk melaksanakan

kegiatan berikutnya. Matahari masih bersinar terik,

berada di dalam bus yang penuh sasak pun menjadi

hal yang sangat menyiksa. Tak lama setelah seluruh

peserta naik, bus pun segera meluncur. Destinasi yang

akan kami kunjungi berikutnya adalah situs sejarah

bernama Benteng Kalamata. Suasana hati yang sudah

buruk akhirnya membuat saya dan beberapa peserta

urung mengunjungi benteng. Sesampainya di komplek

Benteng Kalamata kami malah berjalan menuju

sebuah warung untuk sekedar membeli minuman

dingin. Mendengar saya dan beberapa teman

berbincang menggunakan bahasa jawa, ibu pemilik

warung pun menanyakan darimana kami berasal.

Serempak kami menjawab dari Jawa. Secara kebetulan

ternyata sang ibu berasal dari Temanggung, Jawa

Tengah. Ah, bertemu saudara se-daerah asal di daerah

perantauan yang jaraknya ribuan kilometer dari

Tanah Jawa selalu menyenangkan.

Perjalanan kembali dilanjutkan menuju keraton

Kesultanan Ternate. Alih-alih mengikuti rombongan

yang masuk ke dalam komplek keraton Kesultanan

Ternate, saya dan beberapa peserta lain justru

berkeliling untuk melihat suasana Kota Ternate

sembari mencari mushola untuk melaksanakan

ibadah sholat Ashar. Melihat tata kota dan suasana

Ternate, pikiran saya langsung tertuju pada kota

Temanggung. Tata kota yang rapi, suasana asri, dan

jalanan yang tidak terlalu ramai merupakan segelintir

gambaran mengenai kondisi kota ini. Panorama alam

Gemunung Hijau | Pemandangan a la postcard: perbukitan menghijau dan lautan biru adalah bentang alam khas Maluku Utara. Ternate, Tidore, Jailolo, dan Maitara adalah empat gunung besar di pulau-pulau yang tersebar di perairan ini.

Foto oleh: Dokumentasi LNRPB-KPN

Page 23: Kelana Laut Wallacea

yang mempesona pun tersaji manakala di antara

gedung-gedung yang berdiri megah, terlihat Gunung

Gamalama yang selama ini terkenal cukup galak.

Secara geografis, Kota Ternate memang terletak

mengitari kaki Gunung Gamalama. Dengan kondisi

demikian, mengitari Pulau Ternate dari satu titik

hingga ke kembali ke titik tersebut bukanlah suatu

hal yang sulit untuk dilakukan. Seorang warga yang

saya temui berseloroh bahwa mengelilingi Pulau

Ternate tidak akan menghabiskan waktu lebih dari

dua jam. Menarik bukan? Sayang, keterbatasan

waktu dan padatnya jadwal kegiatan membuat saya

tidak dapat merasakan pengalaman tersebut. Namun, seketika bayangan tersebut sirna manakala

bus yang kami tumpangi berhenti di sebuah di sebuah

Kampung Tafure, Ternate daerah yang cukup jauh dari kawasan pesisir. Alih-alih

Lelah mengelilingi (sebagian kecil) Kota ditempatkan di rumah-rumah keluarga nelayan, kami

Ternate, sesuai jadwal sore ini kami akan ditempatkan justru diinapkan di sebuah kawasan padat penduduk

pada homestay yang merupakan salah satu rangkaian yang berada di pinggiran Kota Ternate. Kecewa? Pasti.

kegiatan kami selama di Ternate. Kegiatan homestay Namun, pertunjukkan harus tetap berlanjut, bukan?

dilaksanakan di empat kecamatan, kebetulan saya Saya bersama seorang teman akhirnya

ditempatkan di Kecamatan Tafure. Bayangan akan ditempatkan pada sebuah keluarga besar yang sangat

lokasi homestay yang berada di kawasan pesisir pantai ramah dan baik. Walaupun kegiatan homestay hanya

dengan keluarga angkat yang berprofesi sebagai dilakukan selama satu hari satu malam, begitu banyak

nelayan sudah terbayang indah dalam angan –pada pelajaran berharga yang bisa saya dapatkan disini.

kegiatan sail sebelumnya, kegiatan homestay memang Saya belajar banyak tentang budaya, kebiasaan, dan

dilakukan di kawasan perkampungan nelayan. sifat dasar orang Ternate. Ada beberapa hal menarik

Sepanjang perjalanan menuju lokasi homestay yang saya temukan selama menjalani kegiatan

bayangan akan kehidupan keluarga nelayan benar- homestay di rumah keluarga angkat. Soal kemanan

benar mampu membuat saya senyum-senyum sendiri. misalnya. Bayangkan saja, rumah keluarga angkat saya

Tinggal d rumah panggung dengan halaman belakang berada di pinggir jalan besar dengan intensitas

berupa wilayah perairan, ikut pergi melaut, dan kendaraan yang lalu lalang cukup tinggi, tetapi

kegembiraan berenang bersama anak-anak dari kendaraan milik mereka tidak pernah sekalipun

keluarga angkat sudah terbayang indah dalam pikiran. dimasukkan ke dalam rumah. Kendaraan-kendaraan

Baju untuk renang dan peralatan snorkeling pun sudah tersebut dibiarkan berada di luar saat malam hari.

saya siapkan dalam ransel yang dibawa dari KRI. Padahal rumah kami tidak memiliki pintu gerbang

ataupun pagar yang mampu mencegah orang yang

berniat jahat untuk mengambil kendaraan-kendaraan

tersebut. Saat bertanya kepada salah seorang kakak

angkat ia justru mengatakan, “Di Ternate cuma orang

malas yang mencuri. Semua hal bisa dikerjakan

suasana kota yang asri, Ternate juga terkenal dengan

kekayaan kulinernya. Ada beberapa kuliner khas yang

sempat kami cicipi selama tinggal bersama keluarga

angkat. Kebetulan mama dan beberapa kakak perem-

di puan kami memang jago dalam urusan masak. Papeda,

Ternate, dari potong rumput sampai angkut pasir, ikan kuah kuning, gohu, ikan fufu, pisang sambal dabu-

semua bisa dikerjakan. Orang-orang pun tidak akan dabu dan air guraka adalah segelintir jenis kuliner

tega melihat orang lain yang tidak punya pekerjaan.” yang sempat saya rasakan kelezatan dan kenikmatan-

Saya takjub mendengar perkataan kakak angkat saya nya. Tak lupa sirih dan pinang juga disuguhkan

tersebut, bisa dibayangkan apa yang terjadi pada sebagai dessert khas Ternate.

kendaraan-kendaraan tersebut apabila kita tinggal di Selalu ada hal baru yang dapat ditemukan

Jawa misalnya. Di Jawa, kendaraan yang sudah dalam setiap perjalanan. Perkenalan dengan budaya,

dimasukkan ke dalam rumah saja bisa diambil apalagi kebiasaan, orang-orang baru, hingga kuliner khas

yang hanya dibiarkan di luar. Siapa yang menyangka adalah sesuatu yang tidak akan pernah didapatkan

pemberitaan media soal keamanan di kawasan hanya dengan diam dan tinggal di satu daerah. Sekali

Indonesia Timur yang rawan ternyata sama sekali lagi saya katakan bahwa bepergian dari satu tempat ke

tidak berlaku di Ternate. tempat lain memiliki makna lebih dari sekedar

Selain menawarkan keramahan penduduk dan berplesir atau melancong. Seeing is traveling.

Page 24: Kelana Laut Wallacea

Om Rob, bagaimana awalnya sampai Om memutuskan

berlayar dari California ke Bali?

Kapal seperti apa yang Om gunakan untuk berlayar?

Katanya, motivasi Om Rob berlayar ke Indonesia

karena rindu dengan Ibu? Seberapa dekat hubungan

dengan Ibu?

Indonesia, sempat tinggal di Jakarta lalu ke Medan.

Saya ingat ketika nenek meninggal waktu umur

Saya sudah lama hidup dan bekerja di San saya sembilan tahun. Sebelum dia meninggal ingin

Fransisco selama dua puluh tahun. Ada rasa bosan, bertemu anak-anaknya tetapi nggak bisa karena

jadi ibarat hidup ya seperti itu saja. Monoton sekali. semuanya di Eropa. Cuma saya yang ada di sini.

Bekerja, pulang, nyimpen duit. Kemudian tahun 2003 Padahal nenek sudah sudah support dan bantu segala

saya membaca buku tentang seorang perempuan yang macam buat anaknya tapi mereka nggak bisa datang,

umurnya baru 18 tahun sudah berlayar keliling dunia nenek sedih sekali.

sendirian. Saya pikir, wah ini menarik juga. Masa' saya Saya jadi kepikiran Ibu dan ingin minta maaf.

nggak bisa? Tapi baru pada tahun 2005, saya Saya dulu bandel, hidup pindah-pindah dan terakhir

memutuskan beli kapal ke Amerika Serikat lalu saya

layar. Lalu kebetulan lihat ganti nama jadi Rama Rambini.

di internet ada orang yang Tapi orang-orang tidak bisa

mau ngajarin. Kemudian sebut Rama, selalu Rob,

saya ambil kelas basic akhirnya nama saya jadi Rob

bulan Agustus sampai Rama Rambini. Waktu itu saya

Oktober dengan harga sudah hilang kontak dengan

USD 350. Selain itu, saya keluarga di Indonesia.

juga belajar dengan kapal Akhirnya bulan Agustus 2009

orang lain. Saya butuh saya kirim postcard ke

lima tahun untuk Indonesia, bilang kalau

mengatasi masalah mungkin saya akan pulang.

semangat dan nyali. Tapi kapannya itu nggak tahu

Sebenarnya ada rencana dan saya nggak bilang akan ke

berangkat tahun 2009, tapi Indonesia naik kapal layar,

saya undur karena ada rasa takut sehingga akhirnya hahaha.

benar-benar berangkat tahun 2010.

Saya pakai kapal fiber dan saya beri nama Kona.

Sebelum beli sudah riset dulu yang harganya nggak

mahal dan bisa jalan jauh. Harganya murah, sekitar

Iya, saya ke Bali karena mau ketemu Ibu saya. USD 10 ribu. Kapal ini dibuat tahun 1966, sudah lama

Saya nggak pernah bertemu ibu selama 25 tahun, dulu sekali tetapi saya pilih karena model baru nggak

bertengkar terus kemudian nggak ada komunikasi sekuat ini. Fiber glass zaman dulu lebih tebal (sambil

sama sekali. Saya lahir di Italia karena orangtua saya menunjukkan gambar Kona miliknya). Kapalnya

bekerja di kedutaan. Waktu kecil saya dibawa ke dibentuk dengan desain keamanan tapi untuk simpan

Rob Rama Rambini:

Seorang solo voyager peraih rekor Muri rupanya turut serta dalam pelayaran dari Ternate ke Morotai. Rob Rama adalah orang Indonesia pertama yang berlayar sendirian dari

California ke Bali pada Agustus 2010-Mei 2011 lalu. Perawakannya tegap dan wajahnya nampak segar, tak ada yang menyangka bahwa pria bernama asli Mahindra Wondowisastro

ini telah berusia 54 tahun. Dengan senang hati ia berbagi kisahnya kepada kami.

“Saya Berlayar Sendirian

Karena Rindu Ibu”“Saya Berlayar Sendirian

Karena Rindu Ibu”

Page 25: Kelana Laut Wallacea

barang tidak bisa. Kapal ini cuma 16 PK kekuatannya,

jadi saya benar-benar pakai layar. Saya nyalakan

mesin hanya untuk isi baterai, selebihnya dia mati.

Hanya pas waktu masuk ke Papua saya pakai mesin

karena tidak ada angin. Di kapal tidak ada GPS

canggih, untuk alat navigasi saya pakai laptop yang

terhubung dengan satelit.

Perizinannya nggak susah. Kalau pelaut, kita

bisa mendarat di mana saja. Tinggal bilang keadaan

darurat bisa berhenti.Kehabisan makanan juga

termasuk keadaan darurat kan, hahaha. Jadi kita

nggak perlu visa. Tapi perjalanan memang saya

lewatkan ke tempat yang tidak memerlukan surat-

surat.

Wah, kalau itu beda lagi, hahaha.. banget. Semua barang campur aduk di bawah, entah

makanan, pakaian, buku-buku, jatuh semuanya. Saya

coba masak kopi, ceretnya saya isi air eh dia terbang

gara-gara ombak dan airnya malah numpahin baju

Kalau pengalaman, semuanya berkesan. Tapi bersih yang mau saya pakai, hahaha. Layar saya juga

layar saya pernah sobek dan rusak waktu baru robek tiga-tiganya.

berlayar 100 mil dari San Fransisco. Waktu itu

pilihannya kembali ke darat atau lanjutkan

perjalanan. Saya lihat stok makanan masih cukup Di kapal, kerjaan saya membaca buku atau

sampai tiga bulan, akhirnya saya lanjutkan ke Hawaii. betulkan baut-baut kapal. Itu sudah bikin saya sibuk

Dua bulan berlayar sampai Hawaii, di sana saya beli lho. Kalau tidak saya menjahit layar. Teman saya cuma

tiga layar bekas dapat bonus satu layar. lumba-lumba dan burung camar, sekeliling saya

Saya juga pernah terkena ombak tinggi 12 meter semuanya laut. Saya tidur hanya empat jam sehari.

selama dua hari. Badai memang bisa terjadi di mana

saja kapan saja, tidak ada garansi. Waktu itu saya

pikir, ini mau ngapain? Mau keluar anginnya kencang Tidak pernah. Kadang hanya sakit kepala karena

Perjalanan ini kan lintas negara, bagaimana mengurus

perizinannya?

Perompak Indonesia berseragam ya Om?

Apa pengalaman paling berkesan saat berlayar

selama sebelas bulan itu?

Nggak bosen Om di kapal?

Selama 11 bulan itu pernah sakit?

optimis akan tiba di Bali.

Semuanya dari dana pribadi dan pelayaran ini

saya urus sendiri. Waktu itu saya memang tutup buku,

semua pekerjaan saya tinggalkan. Kalau mau jalan ya

jalan, nggak ada beban. Kan saya nggak ada istri dan

anak, jadi nggak ada tanggung jawab. Barang-barang

dijual saja buat biaya. Saya juga dibantu orang-orang

di pinggir jalan, waktu itu tidak ada hubungan sama

pemerintah Indonesia. Saya pernah ke konsulat di San

Fransisco, mereka beri makanan untuk dua bulan dan

vitamin untuk satu tahun. Tapi sebenarnya saya yakin

kalau mereka bisa bantu lebih banyak, hahaha.

Tentu saya mau keliling dunia, tapi dananya

serius juga. Sebenarnya bisa pakai dana minim, tapi

tujuannya harus jelas. Saya pikir-pikir, pemerintah

sendiri aja nggak mau bantu. Saya sudah bertemu terlalu banyak tidur, hahaha.

kementrian macam-macam, ngomongnya sih iya iya

tapi besoknya sudah lupa, hahaha.

Saya merasa putus asa kalau lagi nggak ada

angin. Kita di tengah laut kadang-kadang begitu

panas, tidak ada angin, makanannya pas-pasan, dan

Semua negara ada berkesan dan ada kita kayak duduk di atas kolam nggak bisa kemana-

kekhasannya sendiri-sendiri. Tapi waktu itu saya mana. Mau mancing, ikan cuma ngetawain dari

berhenti paling lama di Port Moresby (Papua Nugini, bawah, hahaha. Saya keluarin pancingnya, ikan sudah

red.) Biasanya hanya satu minggu berhenti, nanti tahu maksudnya apa ya mereka kabur aja. Tapi

jalan lagi. Selain isi bahan bakar dan makanan ya saya biasanya cuma dua hari nggak ada angin, teman saya

nikmatin negara tersebut. Saya juga sempat berhenti pernah cerita kalau biasanya sampai dua bulan.

di Solomon, bahkan diminta tinggal di sana. Di Bayangin aja dua bulan, makan apa kita?

Solomon lautnya jernih. Tujuh puluh meter ke bawah,

kita masih bisa lihat dasarnya dan ikan-ikan di

dalamnya. Bersih sekali.Tidak. Waktu saya berangkat, saya sudah

Lalu, darimana pembiayaan pelayaran ini?

Tidak terpikir untuk berlayar keliling dunia seperti

perempuan yang bikin Om terinspirasi?

Selama berlayar, pernahkah ada kondisi di mana Om

merasa sudah putus asa?

Dari negara-negara yang disinggahi, mana yang paling

berkesan?

Pernah ada pikiran siap mati?

“Teman saya hanya lumba-lumba dan ikan.”

Page 26: Kelana Laut Wallacea

Itu rutenya kemana aja di Indonesia

Timur?

Oh iya, Kona sekarang di mana? Nggak dibawa ke

Morotai aja?

Pertanyaan terakhir nih, apa makna ‘rumah’ dan Kalau Ekspedisi Kembara Bahari tujuannya apa Om?

‘pulang’ untuk seorang Rama Rambini?

Perjalanan ini saya mulai di Bali

dan selesai di Bali rencananya

selama lima bulan. Sekarang saya

sudah punya supporting team di

Jakarta dan sudah ada sponsor

(sambil menunjukkan logo sponsor

di bagian belakang kausnya). Tapi

saya tetap sendirian berlayar,

setelah dari Alor ke Wetar, mungkin

akan naik Maluku juga ke Morotai

lagi. Lanjut ke Bitung, Bawean,

kembali ke Bali. Nanti saya juga akan mengadakan

pertemuan dengan masyarakat lokal di sana. Sampai

sekarang, menurut saya laut Indonesia itu paling sulit Kona sekarang ada di Alor. Bulan depan (Oktober,

dan ganas dilewati. Di Indonesia kan banyak pulau, red.) saya sudah harus kembali ke Alor untuk

jadi arusnya di antara selat lumayan kencang. melanjutkan ekspedisi kembara bahari.

Saya punya misi khusus, menelusuri kembali

Rumah, dimana saya menggantung jaket saya. jalur pelayaran tradisional Indonesia Timur zaman

Dan pulang, dimana hati saya. Pulang juga bisa dulu. Indonesia kan negara maritim. Sekarang

kemana saja. Nothing fix.memang orang sudah kenal motor, tapi di Indonesia

Timur kapal masih jadi transportasi utama dan untuk

cari sumber penghidupan. Tapi saya lihat fakta,

meskipun hidup dari kelautan mereka tidak menjaga

tempat yang menjadi sumber di mana mereka hidup.

Jadi sedih, kita rusak makanan kita sendiri. Nanti

cucu-cucu kita makannya gimana? Harusnya mereka

tahu juga, dulu cuma beberapa meter dari darat sudah

dapat ikan sekarang makin jauh, makin ke tengah

nanti ketemu kapal Taiwan, hahaha.

Ingin mengikuti perkembangan Ekspedisi

Kembara Bahari Indonesia Timur? Anda dapat

mengakses tautan berikut:

Facebook

http://www.facebook.com/KembaraBahari

Twitter http://www.twitter.com/KembaraBahari

http://www.twitter.com/solovoyager

Tetap Ingat | Meski berada di tengah lautan, ibadah tidak

boleh ditinggalkan. Imam favorit kami adalah Mayor

Mahmud, yang saat apel senantiasa berteriak menggelegar

tapi menjadi pelantun ayat-ayat suci yang menenangkan

saat sembahyang.

Foto oleh: Retno Nuraini

Page 27: Kelana Laut Wallacea

h i n g a r b i n g a r s e s a atd i t e p i p a s i f i k

Catatan Kritis Sail Morotai 2012

Teks: Rifian Ernando | Foto: Dokumentasi LNRPB-KPN

Page 28: Kelana Laut Wallacea

Apa yang kira-kira akan muncul di benak Melihat pada fakta bahwa acara ini disokong

seseorang kala mendengar kata-kata Sail Morotai dengan dukungan biaya yang sangat besar, tentu

2012? Acara kelautan bertaraf internasional? Promosi ekspekstasi masyarakat dan saya pribadi seketika

wisata bahari Indonesia? Atau acara yang banyak melangit. Bagi saya bukan soal seberapa meriah acara

menghabiskan anggaran negara? Secara obyektif puncak atau seberapa banyak pejabat dan tamu

mungkin dapat dikatakan negara yang ikut menghadiri

ketiganya mewakili apa yang acara tersebut. Namun, sejauh apa

menjadi persepsi awal seseorang kegiatan ini mampu memberi

ketika mendengar kata Sail manfaat pada masyarakat lokal

Morotai. Saya yang dan pengembangan kawasan

berkesempatan berkunjung dan Morotai secara lebih luas. Dengan

melihat langsung prosesi acara dana sebesar itu rasanya terlalu

puncak Sail Morotai 2012 cukup naïf jika hanya mengaharapkan

dibuat terkagum-kagum sekaligus perubahan-perubahan kecil

prihatin dengan kemeriahan acara terjadi di Morotai. Sekedar

tersebut. sebagai pembanding, APBD

Acara tersebut memang provinsi Maluku Utara pada tahun

bukan sembarang acara. 2009 saja sudah mencapai 720

Gelontoran dana ratusan miliar Miliar. Sudah sepantasnya kita

mengalir dari kas negara demi semua mengharapkan

suksesnya acara yang rutin pembangunan dan perubahan

dilaksanakan setahun sekali ini. besar-besaran dapat terlaksana di

Berdasarkan catatatan, setidak- Morotai dengan gelontoran dana

nya ada dana sebesar 500 miliar yang sudah disebutkan di atas.

rupiah yang mengalir dari APBN dan 70 miliar dari Menginjakkan kaki pertama kali di Pelabuhan

APBD Provinsi Maluku Utara. Dana ratusan miliar Daruba, kesan kurang baik sudah mulai saya rasakan.

tersebut diperuntukan bagi pelaksanaan acara Pelabuhan Daruba yang sejatinya merupakan

sekaligus pembangunan infrastruktur penunjang yang pelabuhan utama di Morotai sekaligus lokasi yang

akan digunakan selama kegiatan Sail Morotai 2012 akan digunakan dalam acara puncak Sail Morotai

berlangsung. 2012 ternyata kondisinya tidak sesuai yang

“Menuju Era Baru Ekonomi Regional Pasifik” adalah tagline yang digadang-gadang oleh

pemerintah dalam perhelatan Sail Indonesia di Morotai tahun 2012 ini. Namun, melihat realita

saat di lapangan nampaknya semua itu masih terlalu muluk. Rifian Ernando menuliskan sebuah

opini untuk kita renungkan bersama.

dibayangkan. Sekalipun berdasarkan informasi Miangas banyak yang terbengkalai, sekalipun awalnya

panjang dermaga sudah ditambah dari yang semula pembangunan tersebut dimaksudkan untuk

hanya 50 meter menjadi 98 meter, namun bagi saya memajukan serta menyejahterakan daerah-daerah

tetap saja kondisinya tidak sesuai dengan tajuk terluar. Demikian pula dengan tema “Menuju Era Baru

perhelatan acara yang bertaraf internasional. Ekonomi Regional Pasifik” pada acara Sail Indonesia

Pembangunan infrastruktur memang secara kali ini. Kita patut optimis pada misi serta visi yang

siginifikan dilakukan. Berdasarkan beberapa catatan dicanangkan oleh pemerintah, namun kita juga tidak

setidaknya terdapat beberapa pembangunan yang boleh menutup mata atas kondisi riil sosial, ekonomi,

sifatnya cukup progresif seperti: perpanjangan dan pendidikan di Morotai. Sudah siapkah masyarakat

dermaga, pembangunan beberapa fasilitas publik, Morotai menghadapai ganasnya persaingan ekonomi

pelebaran dan perbaikan jalan raya, instalasi listrik global? Lantas apa jadinya jika Morotai tetap

yang menyala 24 jam, hingga perluasan bandara. dipaksakan sebagai kawasan ekonomi regional Pasifik

Semua itu dapat dilaksanakan karena besarnya padahal secara empiris masyarakat dan fasilitasnya

kucuran dana dari pemerintah pusat. Namun sekali belum mampu menunjang?

lagi kita patut bertanya, akankah semua itu dapat Kita patut berbangga hati dan memberikan

membawa kemanfaatan secara berkelanjutan bagi apresiasi setinggi-tingginya apabila pemerintah benar-

masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, dan benar serius menggarap potensi Morotai, dan Maluku

budaya? Ataukah sekedar hingar bingar sesaat yang Utara pada umumnya melalui acara Sail kali ini.

kemudian lenyap? Namun kita juga patut berduka dan bersikap kritis

Pembangunan infrastruktur dan promosi besar- manakala kegiatan Sail Morotai 2012 hanya dijadikan

besaran kawasan Morotai memang sebuah proyek prestisius yang semata-mata hanya bertujuan

keniscayaan bagi kemajuan serta perkembangan mengejar prosesi seremonial tanpa mengindahkan

masyarakat setempat. Tetapi kita perlu lebih kritis esensi dan tujuan diselenggarakanya acara ini.

dalam memahami isu ini. Masih segar dalam ingatan Terlebih jika kegiatan ini justru dijadikan sarana

bagaimana Presiden mencanangkan Maluku sebagai pemborosan keuangan negara serta ladang korupsi

lumbung ikan nusantara pada kegiatan Sail Banda dua bagi pihak-pihak terkait yang berkepentingan di

tahun silam, namun kini semakin redup gaungnya. dalamnya, sungguh tak ada yang perlu dibanggakan

Atau bagaimana misalnya infrastrukutr publik di dari perhelatan akbar bernama Sail Morotai 2012.

Parade kapal perang RI dan negara-negara undangan di Laut Morotai

Page 29: Kelana Laut Wallacea

Pertunjukan tari-tarian kolosal pada acara pembukaan Sail Morotai 2012. Para performer

harus berjibaku dengan terik matahari di Morotai yang memang sungguh menyengat.

Page 30: Kelana Laut Wallacea

d e s e r s i l o m p at k ata kSeperti Jenderal MacArthur yang menerapkan strategi lompat katak untuk mengalahkan Jepang pada masa

Perang Dunia II, pelarian kami kali ini pun hampir sama. Berpindah dari satu pulau ke pulau lain agar tetap

dapat menikmati panorama Kabupaten Morotai dalam waktu sangat singkat.

Teks dan Foto Oleh Maharsi Wahyu

Page 31: Kelana Laut Wallacea

“Hoi! Mau kemana?!” teriakan dari Marinir membuat kami

langsung lari berpencar dan

bersembunyi di kebun kosong. Ini

adalah pelarian kami, dalam arti

sebenarnya.

Ketidakjelasan agenda membuat kami

memilih berkejaran dengan marinir,

berkumpul kembali di Pasar Daruba,

kemudian menyewa sebuah speedboat

untuk kabur ke Pulau Dodola.

Page 32: Kelana Laut Wallacea

Biru. Dimana-mana biru. Pulau Dodola sebenarnya terdiri dari dua buah pulau yang dihubungkan oleh gosong

pasir panjang. Pulau Dodola Besar memiliki sebuah dermaga kecil dan beberapa pondok

untuk beristirahat. Sementara Pulau Dodola Kecil tidak begitu luas dan dipenuhi

rimbunnya pepohonan. Jika datang pada siang hari, panasnya pasir Dodola terasa begitu

menyengat kaki. Karena itu, jangan pernah tinggalkan sandal anda di speedboat!

Page 33: Kelana Laut Wallacea

Demi foto wisuda.Isti Fadatul (Geografi UGM 07) terpaksa tidak

mengikuti wisuda universitas karena

bertepatan dengan pelayaran. Meski hanya

seremoni, wisuda S1 adalah momen sekali

seumur hidup. Beruntung, dia mendapatkan

momen yang lebih cantik dari sekedar foto

studio.

Page 34: Kelana Laut Wallacea

MacArthur IslandSaat kami datang, Pulau Zumzum tengah berbenah. Meskipun esok harinya adalah

puncak perhelatan Sail Morotai 2012, siang itu patung Jenderal Mac Arthur nampak

belum selesai dibuat. Tangga monumen dan jalan berkonbloknya masih terlihat basah.

Padahal, pulau ini adalah salah satu tujuan utama wisatawan yang ingin mengetahui

sejarah panjang Pulau Morotai pada zaman Perang Dunia II.

Page 35: Kelana Laut Wallacea

diver’snotejernihnyaperairan dodolaTeks dan Foto | Hikmah Cut Ramadhana

Salah satu keindahan alam yang dapat pulau, kita dapat menemukan hamparan karang

dinikmati di Morotai adalah Pulau Dodola. Pulau yang begitu indah dan rapat dari kedalaman tiga

ini berjarak 5 mil dari Daruba, ibukota meter hingga sepuluh meter ke bawah. Hal ini

kabupaten Morotai. Dari pelabuhan Daruba membuktikan bahwa perairan Pulau Dodola

perjalanan menuju Pulau Dodola dapat masih terjaga dan jauh dari aktivitas yang dapat

dilakukan dengan menggunakan speedboat merusak lingkungan perairan tersebut.

dengan waktu tempuh sekitar 20 menit Karang dengan tipe pertumbuhan becabang

perjalanan. (branching), meja (tabulate), massive serta

Pulau Dodola dikelilingi oleh hamparan submassive dapat ditemukan di sini. Selain

pantai berpasir putih yang sangat luas serta karang, di perairan ini kita dapat menemukan

lautan biru yang menawan. Apabila kondisi berbagai jenis ikan terumbu yang berwarna-

perairan sedang surut (pukul 10.30-19.00 WIT), warni, bintang laut, anemon, softcoral, kima

kita dapat melihat dan melewati hamparan pasir (Tridacna sp.), serta biota lainnya yang tak kalah

yang seolah seperti jembatan penghubung indahnya.

antara Pulau Dodola Besar dengan Pulau Dodola Kondisi perairan yang jernih sangat

Kecil. mendukung para wisatawan yang ingin

Tidak hanya pantai dengan pasir putihnya, berkunjung ke pulau ini. Tidak hanya menikmati

akan tetapi kita akan menemukan pula diving ataupun snorkeling, sekedar untuk

keindahan bawah laut yang luar biasa di berenang saja, kita akan merasakan keindahan

perairan Pulau Dodola. Tidak jauh dari Pulau bawah laut Pulau Dodola.

Dodola, sekitar 500 meter dari bagian belakang

Page 36: Kelana Laut Wallacea

365 HARIMOROTAI

Inilah perbandingan keadaan di Pulau Morotai

sebelum dan saat dilaksanakan perhelatan akbar Sail

Morotai 2012. Apakah sebuah tempat harus menjadi

lokasi Sail Indonesia dulu agar pembangunan

infrastrukturnya diperhatikan pemerintah?

20112012

Page 37: Kelana Laut Wallacea
Page 38: Kelana Laut Wallacea

Peserta tengah berlatih flag cheers. Sayangnya, ketidakjelasan rundown membuat flag cheers ini gagal ditampilkan tiap kapal sandar.

“Allahuakbar Allahuakbar…..” Adzan subuh bergema saya selalu menyempatkan berolahraga walau sebentar.

melalui preyen KRI Surabaya. Di anjungan kapal, seorang Kehidupan di kapal yang serba teratur dan terjadwal terka-

muadzin yang merangkap sebagai awak kapal menguman- dang memang membuat tubuh menjadi kurang bergerak dan

dangkan adzan setiap harinya. Seperti biasa, hawa sejuk kabin olahraga menjadi satu-satunya cara untuk menggerakkan

pasukan yang berasal dari pendingin ruangan mampu tubuh secara aktif selama pelayaran.

membius dan membuat kami terlena untuk bangun dan Selesai berolahraga kami segera kembali ke barak

bergegas melaksanakan sholat berjamaah. masing-masing. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan acara

Preyen kembali berbunyi. Kali ini seluruh peserta 'mandi masal' dimana hanya tersedia empat shower dan

pelayaran diperintahkan untuk segera menuju helideck. Ya, empat kloset untuk dua barak pasukan yang jumlah penghuni-

kami semua selalu mengawali hari dengan olahraga. Kalau nya sekitar 60 orang. Tidak ada kata malas atau anda akan

ingat pesan Mayor Mahmud, “Orang yang sakit di kapal, pasti terlambat ikut kegiatan. Selesai mandi pagi dan sarapan,

nggak pernah ikut olaharaga pagi!”, itulah motivasi mengapa saatnya pertunjukan dimulai!

Sebagian besar kegiatan di atas kapal dilaksanakan di helideck. Angin laut yang terus menerpa membuat kami mudah flu.

Olahraga pagi di tengah lautan luas adalah pengalaman unik tak terlupakan. Tapi anginnya nggak nguatin bro...

Hari-Hari Si Manusia LautBersantai di haluan sambil menikmati semilir angin laut. Sayang tempat ini justru kerap dijadikan smoking area.

Di atas kapal raksasa ini, tali persaudaraan baru terjalin.

Page 39: Kelana Laut Wallacea

Para peserta dan pemuda-pemudi Ternate berlomba tarik tambang di tengah kegiatan homestay.

Barak dengan bunk bed sempit bertingkat dan jumlah penghuni yang terlalu banyak justru membuat kami lebih akrab.

Make-up, demi kesempurnaan penampilan dalam pentas seni yang ditampilkan hampir setiap malam. Kapal Pemuda (Budaya) Nusantara?

Apel dua kali sehari untuk mengecek jumlah peserta: tidak boleh lebih apalagi kurang.

“Sinyal on!” Menelpon orang terkasih sembari duduk menikmati pemandangan di cardeck adalah salah satu moment terbaik saat berlayar.

Persahabatan yang terjalin di atas kapal membuat hari ulang tahun terasa istimewa meski dirayakan secara sederhana.

Page 40: Kelana Laut Wallacea

Anjungan kapal menjadi lokasi foto favorit untuk kenang-kenangan.

Peserta pesiar di Saonek Besar dengan latar belakang KRI Surabaya 591.

Chasing Sunset.Seorang peserta tengah mengabadikan suasana senja di Raja Ampat. Pemandangan matahari terbit dan terbenam akan selalu menemani pelayaran kami.

Page 41: Kelana Laut Wallacea

Tanda mata paling terkenal dari Morotai adalah

kerajinan besi putih. Bahan baku kerajinan ini

diperoleh dari bangkai kapal dan pesawat perang

peninggalan Sekutu yang tersebar di seluruh penjuru

pulau. Bahkan saya pernah ditawari sebuah kalung

tentara AS asli yang diambil langsung dari

tengkoraknya di dasar laut.

Harga besi putih sangat bervariasi, dari lima ribu

hingga ratusan ribu rupiah pun tersedia. Besi putih

bisa diperoleh di Morotai, Tobelo, dan Ternate.

Selamat makan!Lauk seadanya. Mungkin ini alasan kami selalu lapar.

Mengantri hingga lorong, berebutan ompreng, dan merayu penanting agar mendapatkan dua lauk, jamak terjadi saat acara makan tiba.

Page 42: Kelana Laut Wallacea

B o n V o ya g e !Pelabuhan adalah tempat pertemuan dan perpisahan. Sambutan dari masyarakat yang berbeda di tiap kota

mengingatkan kami betapa menyenangkannya perjumpaan. Dan tiap kapal bertolak dari pelabuhan, ada

sebagian kecil hati kami yang tertinggal beserta janji untuk mengunjunginya kembali. Sorong adalah kota yang

memberikan kami sambutan dan salam perpisahan terhangat dari semua kota singgah. Dengan penuh

semangat mereka menampilkan tari-tarian Papua dan mendendangkan lagu Saputangan Biru yang sukses

membuat saya menangis haru saat kapal berlayar menjauh.

Dok. LNRPB-KPN

Dok. LNRPB-KPN

Maharsi Wahyu

Page 43: Kelana Laut Wallacea

Ada perasaan aneh ketika membalas pengalaman yang menguji idealisme kami sebagai Bugis. Si Kristen senantiasa berbagi cerita dengan si

lambaian tangan ratusan ABK yang berjajar rapi di generasi muda. Buddhis. Ah, tentu saja kami mengabaikan seluruh

tepian dek KRI Surabaya 591 pada siang yang terik Saya dan Edo bersepakat bahwa pelayaran ini atribut tersebut dan menyatu dalam semangat

itu. Sedih tapi bahagia. Kapal perang yang menjadi mungkin kurang cocok bagi para pejalan yang tenggang rasa di bawah bendera Indonesia. Bertemu

rumah kami selama sebulan penuh itu telah selesai mencari sebenar-benarnya petualangan. Bergelut ratusan pemuda ini, kecintaan saya pada Indonesia

mengantarkan kami ke Kolinlamil dan berlayar dengan ketidakpastian. Berbaur dengan masyarakat bertambah berkali-kali lipat.

kembali menuju Surabaya. lokal. Di sini kami tidak mendapatkannya. Inilah kali Akhirnya, tibalah kita pada bait perpisahan.

Di atas kapal dan mengarungi lautan lepas pertama saya menjadi bagian dari program pemerin- Tapi, bukankah perpisahan adalah awal dari perte-

membuat kami melihat sendiri betapa luasnya tah di mana kami telah kenyang oleh berbagai sele- Untungnya, saya mendapatkan kesempatan muan yang lain? Biarlah KRI Surabaya berlayar

negeri ini. Beribu pulau, beratus ribu kilometer, brasi penyambutan dan birokrasi ala tentara. Hidup bertemu dengan ratusan teman baru dari seluruh menjauh, tapi ada bagian kecil dari hati yang

menemui berbagai macam suku dan beragam di kapal penuh dengan peraturan. Atur atur atur. Indonesia. Teman-teman saya ini berasal dari tertinggal di antara dek besinya yang menanti kami

budaya yang rasanya tak akan habis dipelajari. Kami Lalu saya tertawa sendiri mengingat bisa-bisanya seluruh pelosok dan masing-masing punya kekhasan kembali.

juga banyak belajar mengenai angkatan laut saya bertahan dalam keteraturan tersebut. masing-masing. Pulau Weh hingga Merauke. Jakarta Sampai jumpa di pelayaran selanjutnya! Bon

Republik Indonesia serta merasakan banyaknya hingga Raja Ampat. Si Jawa berteman baik dengan si Voyage KRI Surabaya!

plung di laut? Nampaknya hidup dihabiskan di atas

kapal. Saya pun mempertanyakan hal yang sama.

Pada mulanya saya berpikir akan benar-benar

ditempa menjadi pemuda cinta laut yang handal

tentang kemaritiman. Ada banyak kritik yang perlu

diberikan demi perkembangan program kedepannya.

Tetapi satu yang saya pelajari: pentingnya membuka

mata dan melihat Indonesia dari dekat.

Mungkin ada yang bertanya, kok jarang nyem-

Sebuah epilog oleh Maharsi Wahyu

BA ITperp isahan

Page 44: Kelana Laut Wallacea

di balik layar

Page 45: Kelana Laut Wallacea