kelainan payudara pada masa nifas

20
KELAINAN PAYUDARA PADA MASA NIFAS Tujuan Instruksional Umum Memahami fisiologi dan beberapa perubahan patologik yang menyebabkan timbulnya kelainan payudara pada masa nifas. Tujuan Instruksional Khusus 1. Memahami definisi, penyebab, tanda dan gejala, penatalaksanaan, serta pencegahan bendungan payudara. 2. Memahami definisi, penyebab, tanda dan gejala, penatalaksanaan, serta pencegahan mastitis. 3. Memahami definisi, penyebab, tanda dan gejala, penatalaksanaan, serta pencegahan abses payudara. 4. Memahami definisi, penyebab, tanda dan gejala, penatalaksanaan, serta pencegahan puting lecet / cracked nipple. 5. Memahami definisi, penyebab, tanda dan gejala, serta penatalaksanaan puting rata / inverted nipple. Fisiologi Payudara Pada Masa Nifas Ada 2 peristiwa fisiologis utama yang terjadi selama masa nifas. Yang pertama adalah persiapan laktasi dan yang kedua adalah perubahan fisiologis organ-organ dari kondisi hamil ke kondisi non hamil. Selama 2 minggu pertama setelah melahirkan, perubahan-perubahan organ yang terjadi berlangsung cukup cepat, namun untuk pulih ke kondisi seperti sebelum hamil membutuhkan waktu sekitar 6-12 minggu. Selama masa nifas organ panggul kembali ke kondisi non- gravid, perubahan metabolik kembali ke kondisi non-gravid dan

Upload: chairun-nisa

Post on 23-Dec-2015

150 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Kelainan payudara pada masa nifas

TRANSCRIPT

Page 1: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

KELAINAN PAYUDARA PADA MASA NIFAS

Tujuan Instruksional Umum

Memahami fisiologi dan beberapa perubahan patologik yang menyebabkan timbulnya

kelainan payudara pada masa nifas.

Tujuan Instruksional Khusus

1. Memahami definisi, penyebab, tanda dan gejala, penatalaksanaan, serta pencegahan

bendungan payudara.

2. Memahami definisi, penyebab, tanda dan gejala, penatalaksanaan, serta pencegahan mastitis.

3. Memahami definisi, penyebab, tanda dan gejala, penatalaksanaan, serta pencegahan abses

payudara.

4. Memahami definisi, penyebab, tanda dan gejala, penatalaksanaan, serta pencegahan puting

lecet / cracked nipple.

5. Memahami definisi, penyebab, tanda dan gejala, serta penatalaksanaan puting rata / inverted

nipple.

Fisiologi Payudara Pada Masa Nifas

Ada 2 peristiwa fisiologis utama yang terjadi selama masa nifas. Yang pertama adalah

persiapan laktasi dan yang kedua adalah perubahan fisiologis organ-organ dari kondisi hamil

ke kondisi non hamil. Selama 2 minggu pertama setelah melahirkan, perubahan-perubahan

organ yang terjadi berlangsung cukup cepat, namun untuk pulih ke kondisi seperti sebelum

hamil membutuhkan waktu sekitar 6-12 minggu.

Selama masa nifas organ panggul kembali ke kondisi non-gravid, perubahan

metabolik kembali ke kondisi non-gravid dan proses menyusu dipersiapkan. Momen

fisiologis utama yang terjadi pada masa nifas adalah persiapan untuk laktasi. Beberapa ibu di

negara maju negara masih menolak untuk menyusu dan memilih pemberian makanan

pendukung walaupun bukti akan manfaat jangka pendek dan manfaat jangka panjang dari

menyusu semakin banyak. Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada

kelenjar kelenjar mammae untuk menghadapi masa laktasi. Perubahan yang terdapat pada

kedua mammae antara lain sebagai berikut:

Page 2: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

Proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dan alveolus mammae dan

lemak.

Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dapat dikeluarkan,

berwarna kuning (kolostrum).

Hipervaskularisasi terdapat pada permukaan maupun pada bagian dalam

mammae. Pembuluh-pembuluh vena berdilatasi dan tampak dengan jelas. Tanda

ini merupakan pula salah satu tanda tidak pasti untuk membantu diagnosa

kehamilan.

Setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan progesterone terhadap

hipofisis hilang. Timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis kembali, antara lain

lactogenic hormone (prolaktin) yang akan dihasilkan pula. Mammae yang telah

dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi, dengan akibat kelenjar-kelenjar

berisi air susu. Pengaruh oksitosin mengakibatkan mioepitelium kelenjar-

kelenjar susu berkontraksi, sehingga pengeluaran air susu dilaksanakan.

Umumnya produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke 2-3

postpartum. Selain pengaruh hormonal tersebut, salah satu rangsangan terbaik

untuk mengeluarkan air susu adalah dengan menyusui bayi itu sendiri. Kadar

prolaktin akan meningkat dengan perangsangan fisik pada puting mammae itu

sendiri.

Estrogen dan progesterone, ada dalam jumlah yang besar selama kehamilan, berturut-

turut merangsang sistem duktus dan alveolus payudara. Hal ini menyebabkan proliferasi dan

diferensisasi glandula mammae dan produksi kolostrum yang menyerupai serum, jernih, dan

encer mulai bulan ketiga kehamilan. Kolostrum terus disekresikan hingga kehamilan cukup

bulan. Namun, kadar estrogen yang tinggi selama kehamilan menghibisi pengikatan

prolaktin (hPL) dalam jaringan payudara, sehingga air susu tidak dihasilkan. Setelah

melahirkan, kadar estrogen, progesterone dan hCS (human chorionic somatotropin) turun

secara tajam, dan hPL merangsang alveoli mammae untuk memproduksi air susu. Yang

menarik, kadar hPL yang diperlukan untuk mempertahankan laktasi lebih rendah dari pada

kadar yang tercapai selama kehamilan.

Pengisapan oleh bayi tidak diperlukan untuk mengawali laktasi. Namun, menyusui

diperlukan untuk produksi air susu yang berkesinambungan (pengisapan merangsang sekresi

berkala hPL). Pengisapan juga merangsang pelepasan oksitosin dari hipofisis posterior

melalui reflex neural payudara ke hipofisis. Selain efeknya terhadap otot polos uterus,

oksitosin menimbulkan kontraksi serat otot periasinar payudara, menyebabkan pengeluaran

Page 3: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

air susu ke sinus-sinus pengumpul utama yang bertemu di puting susu. Keadaan ini disebut

pengeluaran susu atau pelepasan susu. Ketegangan dan keletihan akan menghambat proses

ini, tetapi tangisan bayi dan kegiatan menyusui akan merangsang refleks ini.

Selama beberapa hari setelah produksi awal susu (pengisian payudara), reflex

pengeluaran susu mungkin berkurang. Kemudian, payudara menjadi begitu teregang sehingga

puting susu tampak tertarik ke dalam, areola tidak terjangkau oleh upaya si penyusu dan bayi

tidak mendapat atau hanya sedikit mendapat susu.

Bendungan Payudara

a.       Definisi

      Bendungan payudara atau dikenal juga dengan bendungan ASI adalah pembendungan

air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar yang tidak dikosongkan

dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu. Payudara bengkak terjadi karena

hambatan aliran darah vena atau saluran kelenjar getah bening akibat ASI terkumpul dalam

payudara. Kejadian ini timbul karena produksi yang berlebihan, sementara kebutuhan bayi

pada hari pertama lahir masih sedikit.

b.      Penyebab

Penyebab bendungan itu sendiri adalah pengeluaran air susu yang tidak lancar karena

bayi tidak cukup sering menyusu, produksi meningkat, dapat diakibatkan oleh isapan bayi

pada payudara yang tidak adekuat, keterlambatan pengosongan payudara / pembatasan waktu

menyusui, kesalahan cara menyusui ataupun kelainan pada puting susu.

Tiga komponen dasar dari pembengkakan payudara adalah penyumbatan /

peningkatan vaskularisasi, akumulasi air susu dan edema yang disebabkan oleh kemacetan

dan obstruksi drainase limfatik. Pada tahun 1951, sebuah penelitian menyatakan urutan

terjadinya pembengkakan payudara yakni retensi air susu pada alveoli obstruksi aliran air

susu kerusakan alveolus yang distensi kompresi meningkat. Kemudian terjadi edema

karena stasis vaskuler dan aliran limfe. Jika perbaikan tidak terjadi pada bagian yang rusak

tersebut, maka akan terjadi ganguan pruduksi air susu, dan selanjutnya terjadi rearbsorbsi

kembali dari residu air susu. Peningkatan tekanan intraduktus menyebabkan sisa susu yang

ada mengalami transformasi antar molekul, dan menyebakan duktus menjadi lebih tebal.

Page 4: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

Penting untuk membedakan pembengkakan payudara yang patologis dan fisiologis.

Pembedanya adalah adanya sekret dan tanda adanya produksi susu yang mengalir. Payudara

yang penuh (fisiologis) terasa panas, berat dan keras. Tidak terlihat mengkilap, edema atau

merah. ASI biasanya mengalir dengan lancar dan kadang-kadang menetes keluar secara

spontan. Bayi mudah menghisap dan mengeluarkan ASI. Hal ini tidak memerlukan

intervensi.

c.       Tanda dan Gejala

Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa

panas, berat dan keras, terlihat mengkilat tetapi tidak kemerahan. ASI biasanya mengalir

tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat

nyeri, puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit

mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan

hilang dalam 24 jam.

Pada kasus pembengkakan payudara yang bersifat patologis, ada distensi berlebihan

dari jaringan payudara, yang mengakibatkan ketidaknyamanan dan kadang disertai dengan

demam dan malaise. Payudara akan tampak lebih besar, nyeri, dengan area kemerahan

mengkilap yang difus dan edema. Puting susu menjadi rata, menghambat aliran air susu.

Pembengkakan dapat mempengaruhi areola saja (areolar engorgement), atau bagian utama

payudara (perifer engorgement) atau keduanya. Dalam kasus pembengkakan areolar,

penempelan mulut bayi pada payudara dapat terhambat, mencegah pengosongan payudara,

yang akan semakin meningkatkan pembengkakan dan rasa sakit.

d. Penatalaksanaan

Menyusui lebih sering, sesuai kebutuhan bayi dan dilakukan secara reguler.

Jika areola mengalami pembengkakan, sedikit air susu dikeluarkan secara manual

dengan pemijatan, sehingga areola cukup lunak untuk dikulum dengan baik oleh bayi.

ASI dikeluarkan dengan pompa, pemijatan dilakukan tetapi sering dirasakan sakit.

Pemijatan payudara dengan lembut berguna untuk mengalirkan air susu yang kental

dan menstimulasi reflex let down

Analgetik dan obat antiinflamasi, dapat membantu mengurangi rasa nyeri, inflamasi

dan edema.

Page 5: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

Menggunakan bra dengan ukuran yang sesuai dengan payudara dengan penampang

yang besar untuk mengurangi rasa nyeri dan untuk menjamin duktus dalam posisi

yang anatomis.

Kompres hangat untuk membantu pengeluaran air susu.

Kompres dingin setelah atau diantara proses menyusu untuk mengurangi edema dan

nyeri.

e. Pencegahan

Mulai menyusui sesegera mungkin.

Menyusui sesuai kebutuhan bayi.

Menyusui dengan teknik yang baik.

Hindari penggunaan suplementasi tambahan bagi bayi.

Mastitis

a.      Definisi

Mastitis adalah infeksi dan peradangan pada parenkim kelenjar mammae. Mastitis

biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan

setelah melahirkan. Sekitar 1% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu

pertama setelah melahirkan. Berdasarkan tempatnya infeksi dibedakan menjadi mastitis yang

menyebabkan abses dibawah areola mamae, mastitis ditengah-tengah mammae yang

menyebabkan abses ditempat itu, serta mastitis pada jaringan dibawah dorsal dari kelenjar-

kelenjar yang menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot dibawahnya.

Mastitis yang terjadi pada tahap awal dapat terjadi akibat drainase ASI yang buruk

yang diakibatkan oleh kesalahan teknik dalam menyusui, sehingga pemberian antibiotik pada

tahap ini tidak dianjurkan. Bila ASI tidak dikeluarkan dari sebagian atau seluruh payudara,

produksi ASI melambat dan akhirnya berhenti. Namun, proses ini mebutuhkan waktu

beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2-3 minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi

ASI dapat menyebabkan respon peradangan.

b.      Penyebab

      Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit

yang normal (Staphylococcus aureus). Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk

ke dalam saluran air susu melalui retakan di kulit (biasanya pada puting susu). Perubahan

Page 6: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel

kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami

infeksi. Faktor predisposisinya adalah payudara bengkak yang tidak disusukan secara

adekuat, bra yang terlalu ketat, puting susu lecet yang menyebabkan infeksi.

Sitokin, baik inflamasi dan antiinflamasi normal ditemukan dalam ASI. Sitokin

antiinflamasi dan faktor-faktor lain diduga marupakan pelindung bayi. Tetapi sitokin

inflamasi, seperti interleukin 8, (IL-8) mungkin lebih penting sebagai pelindung payudara

terhadap infeksi. Penigkatan kadar IL-8 ditemukan dalam payudara selama mastits dan

merupakan tanda respon inflamasi telah terjadi. Sebagai bagian dari respon inflamasi, jalur

paraseluler, yang berhubungan erat dengan sel pensekresi ASI di alveoli payudara, terbuka

sehingga manyebabkan bahan-bahan dari plasma masuk dalam ASI, terutama imunoprotein

dan natrium. Pada saat yang sama, peningkatan tekanan dalam saluran ASI dan alveoli dapat

menyebabkan substansi tersebut kembali masuk ke jaringan sekitar, dan sitokin juga

membantu komponen lain menginduksi reaksi antigen.

c.       Tanda dan Gejala

Tanda-tanda adanya mastitis adalah mengigil, penderita merasa lesu dan tidak ada

nafsu makan. Mammae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah,

membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Infeksi hampir selalu unilateral, dan ditandai

pembengkakan biasanya mendahului peradangan. Sekitar 10 persen wanita dengan mastitis

berlanjut menjadi abses.

Untuk membedakan gejala dan tanda antara mastitis infeksius dan non-infeksius

tidak selalu dapat dilakukan.Walaupun kemungkinan tetap ada, namun direkomendasikan

untuk melaukan penghitungan sel dan koloni pada air susu untuk mendapatkan diagnosis

pasti. Sampel dengan leukosit lebih dari 106 dan lebih dari 103 bakteri per milliliter susu

menunjukkan suatu infeksi bakteri; lebih dari 106 leukosit dan kurang dari 103 bakteri per

mililiter susu menunjukkan inflamasi non-infeksius; dan kurang dari 106 leukosit dan kurang

dari 103 bakteri per mililiter susu menunjukkan suatu stasis air susu.

d.       Penatalaksanaan

Page 7: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

Jangan berhenti menyusui, teruskan dengan mulai menyusui atau dipompa, jangan

masase/dipijat. Marshall dan kawan-kawan (1975) menunjukkan pentingnya terus

menyusui. Mereka melaporkan bahwa hanya tiga abses yang berkembang di 65 wanita

dengan mastitis dan terdapat pada 15 wanita yang berhenti menyusui. Ketika

menyusui secara bilateral, yang terbaik adalah untuk mulai menyusui pada payudara

yang tidak terlibat. Hal ini memungkinkan let-down untuk memulai sebelum pindah

ke payudara lembut. Teknik menyusui harus diperbaiki dan proses menyusui harus

terus dilanjutkan.

Istirahat

Kompres hangat/dingin. Kompres hangat sebelum menyusu dapat membantu

mengalirnya asi, sedangkan kompres dingin yang dilakukan setelah menyusu atau

pada waktu di antara menyusu dapat mengurangi gejala mastitis.

Pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup

Analgetik atau obat antiinflamsai non steroid, misalnya ibuprofen atau paracetamol.

Antibiotik

Pilihan antimikroba awal dipengaruhi oleh penyebab infeksi. Dicloxacillin,

500 mg per oral empat kali sehari. Eritromisin diberikan kepada perempuan yang peka

terhadap penisilin. Jika infeksi disebabkan oleh organisme yang resisten dengan

keduanya, sambil menunggu hasil kultur, maka vankomisin atau antimikroba lain

harus diberikan. Meskipun respon klinis mungkin cepat, pengobatan harus dilanjutkan

selama 10 sampai 14 hari. Antibiotik dapat digunakan jika dalam 12-24 jam perrtama

kondisi tidak membaik.

e. Pencegahan

Perawatan puting susu pada laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah

mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan puting susu sebelum dan sesudah menyusui

untuk menghilangkan kerak dan susu yang sudah mengering. Bila ada luka atau retak pada

puting sebaiknya bayi jangan menyusu pada mammae yang bersangkutan, dan air susu dapat

dikeluarkan dan diberikan dengan pijitan/masase pada payudara.

Abses payudara

Page 8: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

a. Definisi

Abses payudara adalah suatu kondisi pada payudara dimana terbentuk sawar jaringan

granulasi yang berbentuk kapsul dan berisi pus, sebagai akibat dari suatu proses radang atau

infeksi. Dalam sebuah studi berbasis populasi hampir 1,5 juta wanita Swedia, kejadian abses

payudara adalah 0,1 persen. Marshall dan kawan-kawan (1975) menunjukkan pentingnya

terus menyusui untuk mencegah abses. Mereka melaporkan bahwa hanya tiga abses yang

berkembang di 65 wanita dengan mastitis dan terdapat pada 15 wanita yang berhenti

menyusui.

b. Penyebab

Secara umum, abses mammae terjadi sekunder akibat mastitis yang tidak terobati,

pengobatan lambat atau mastitis dengan pengobatan yang tidak adekuat, atau obstructed

breast atau luka pada mammae yang terinfeksi.

Pengosongan yang tidak sempurna dari mammae yang terkena mastitis ketika ibu

menyusu bayinya, menjadi media yang sangat baik untuk berkembangnya suatu abses

mammae. Abses mammae dapat dikenali dengan adanya sensasi mengambang pada palpasi

mammae, namun hal ini tidak sepenuhnya dapat memastikan ataupun menyingkirkan

kemungkinan suatu abses mammae. Ultrasonografi dapat digunakan untuk mengkonfirmasi

suatu abses, dan membantu dalam menentukan sisi terbaik untuk melaukan insisi atau

aspirasi abses.

c. Tanda dan Gejala

Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.

Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.

Payudara yang tegang dan padat kemerahan.

Pembengkakan dengan adanya fluktuasi. Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.

d. Penatalaksanaan

Terapi abses adalah drainase yang biasanya membutuhkan anestesi umum. Sayatan

harus dibuat sesuai dengan garis-garis kulit untuk hasil kosmetik. Dalam kasus awal, sayatan

tunggal tergantung dari fluktuasinya biasanya cukup, tapi beberapa abses memerlukan

beberapa sayatan, kemudian nanah dikeluarkan sesudah itu dipasang pipa/handschoen drain

ketengah abses, agar nanah bisa keluar. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus

sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus. Sebuah alternatif yang lebih invasif

Page 9: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

adalah aspirasi jarum dipandu sonografi menggunakan lokal anestesi, yang memiliki tingkat

keberhasilan 80 sampai 90 persen. Berikan antibiotik kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari

selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari.

e. Pencegahan

Pencegahan abses mammae dilakukan dengan melakukan segala tindakan yang

mencegah mastitis karena perkembangan abses mammae berasal dari proses mastitis.

Puting Lecet / Cracked Nipple

a. Definisi

Cracked nipple berarti lecet pada puting susu, biasa juga disebut sore nipple. Pada

masa-masa awal menyusui, kebanyakan wanita merasa nyeri ringan atau merasa tidak

nyaman, dan hal ini dapat dianggap sebagai hal yang normal. Namun, jika ibu merasa sangat

nyeri saat menyusui atau puting menjadi rusak, walaupun hal ini juga sudah umum terjadi,

dapat dianggap sebagai hal yang tidak normal. Sebanyak 57% ibu yang menyusui dilaporkan

pernah mengalami lecet pada puting. Biasanya lecet pada puting terjadi karena posisi bayi

yang salah saat menyusui, yakni karena puting tidak masuk ke dalam rongga mulut bayi

sampai areola mammae sehingga bayi hanya menghisap pada bagian puting susu ibu saja.

b. Penyebab

Penyebab puting lecet diantaranya adalah:

Kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui sampai areola tertutup oleh mulut

bayi. Bila bayi hanya menyusui pada puting susu, maka bayi akan mendapat ASI sedikit,

karena gusi bayi tidak menekan pada sinus latiferus, sedangkan pada ibunya akan menjadi

nyeri/kelecetan pada puting susu.

Monoliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu.

Akibat dari pemakaian sabun, alkohol, krim, atau zat iritan lainnya untuk membersihkan

puting susu.

Bayi dengan tali lidah yang pendek atau biasa disebut frenulum lingual, sehingga

menyebabkan bayi sulit menghisap sampai ke areola payudara dan isapan hanya pada

puting susu saja.

Page 10: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

Dapat timbul apabila ibu menghentikan proses menyusui pada bayi dengan kurang

berhati-hati.

c. Tanda dan Gejala

Puting lecet ditandai dengan rasa nyeri pada payudara, disertai dengan adanya retakan

atau luka pada puting payudara, meliputi eritema, edema, fisura atau retakan, lecet, atau

bintik-bintik kuning atau gelap dan ekimosis.

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan puting lecet diantaranya sebagai berikut:

Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada puting yang normal yang lecetnya lebih

sedikit. Untuk menghindari tekanan lokal pad puting maka posisi menyusu harus

sering diubah, untuk puting yang sakit dianjurkan mengurangi frekuensi dan lamanya

menyusui. Di samping itu, kita harus yakin bahwa teknik menyusui yang digunakan

bayi benar, yaitu harus menyusu sampai ke kalang payudara. Untuk menghindari

payudara yang bengkak, ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa, kemudian

diberikan dengan sendok, gelas, dan pipet.

Setiap kali selesai menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tetapi diangin-

anginkan sebentar agar melembutkan puting sekaligus sebagai anti-infeksi.

Jangan menggunakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk membersihkan

payudara.

Pada puting susu bisa dibubuhkan minyak lanolin atau minyak kelapa.

Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak sampai

terlalu penuh dan bayi tidak begitu lapar juga tidak menyusu terlalu sering.

Periksakanlah apakah bayi tidak menderita moniliasis yang dapat menyebabkan lecet

pada puting susu ibu. Jika ditemukan gejala moniliasis dapat diberikan nistatin.

Sebaiknya untuk melepaskan puting dari isapan bayi pada saat bayi selesai menyusu,

tidak dengan memaksa menarik puting tetapi dengan menekan dagu atau dengan

memasukkan jari kelingking yang bersih ke mulut bayi.

e. Pencegahan

Jangan membersihkan puting dengan sabun dan zat pembersih lain, hanya dengan air.

Hindari produk yang dapat mengeluarkan proteksi natural dari puting payudara,

misalnya alkohol atau bahan pengering lainnya.

Page 11: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

Teknik menyusui harus benar.

Menyusu harus sesuai kebutuhan bayi, sesegera mungkin menyusu bayi ketika bayi

terlihat ingin menyusu.

Ketika menyusu harus dihentikan, selipkan jari tengah dan jari telunjuk dalam mulut

bayi di antara gusi bayi untuk menghentikan bayi menghisap sebelum mulut bayi

dilepaskan dari payudara.

Puting susu dan areola harus kering setelah menyusui.

Jangan memakai lapisan plastik pada pakaian dalam (bra).

Puting Rata / Inverted Nipple

a. Definisi

Puting rata (inverted / retracted / flat nipple) merupakan suatu kelainan familial, yang

terjadi sejak lahir dimana puting terlihat rata atau tertarik ke dalam. Hal ini menyebabkan

kemampuan bayi untuk mengulum puting dan menghisap menjadi berkurang.

b. Penyebab

Hal ini disebabkan oleh kegagalan perkembangan puting payudara untuk berelevasi

selama perkembangan fetus. Satu ataupun kedua puting dapat mengalami puting rata.

c. Tanda dan Gejala

Ada dua jenis puting rata:

1. Retraksi/umbilikasi, dimana puting masih dapat ditarik keluar

2. Invaginasi (true inverted), diamana puting tidak dapat ditarik keluar lagi

Puting tipe inversi retraktil biasanya kembali ke posisi normal dengan sendirinya

dari awal hingga akhir kehamilan. Pada banyak kasus, derajat inversi tidak mempengaruhi

kemampuan bayi untuk menggenggam jaringan areolar dan memasukkan puting ke

mulutnya,walaupun hal ini biasanya membutuhkan waktu yang lama.

d. Penatalaksanaan

Derajat puting rata dapat dipengaruhi oleh tindakan ibu yang tidak menyusui. Posisi

puting yang terlihat tidak masuk ke dalam mulut bayi tidak selalu mengukur seberapa baik

fungsi dari puting tersebut. Pada banyak kasus, selama ibu memposisikan bayi dengan

Page 12: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

baik pada perlekatan dengan areola sehingga puting berada pada posisi yang baik di dalam

mulut bayi, tidak ada alasan bagi ibu yang memiliki puting rata untuk tidak menyusui

bayinya. Selama bayi menghisap, puting akan bertambah panjang menjadi dua klai

dibanding dari posisi istrahatnya. Aktivitas menyusui ini membantu menjelaskan mengapa

tingkat puting rata atau puting inversi akan semakin berkurang beberapa minggu atau

beberapa bulan setelah berulang-ulang menyusui bayi

Puting datar dan tenggelam dapat diperbaiki dengan perasat Hoffman, yaitu

dengan meletakkan kedua jari telunjuk atau ibu jari didaerah gelanggung susu, kemudian

dilakukan urutan menuju kearah berlawanan. Pada true inverted nipple, perasat Hoffman

tidak dapat memperbaiki keadaan. Pada keadaan ini ASI harus dikeluarkan secara manual

dengan pijatan tangan atau masase pada payudara, atau dengan pompa susu dan diberikan

pada bayi dengan sendok, gelas, atau pipet.

Dengan pengurutan puting susu, posisi puting susu ini akan menonjol keluar

seperti keadaan normal. Jika dengan pengurutan posisinya tidak menonjol, usaha

selanjutnya adalah dengan memakai Breast Shield atau dengan pompa payudara (Breast

Pump). Jika dengan cara-cara tersebut diatas tidak berhasil (disebut True Inverted Nipple)

maka usaha koreksi selanjutnya adalah dengan tindakan pembedahan (operatif).

A B C

Gambar 8. Jenis-jenis pompa payudara

(A. Pompa manual, B. Pompa dua corong, C. Pompa elektrik)

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Kelainan Payudara Pada Masa Nifas

1. Prawiroharjo, Sarjono dan Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2007. Hal. 269-271

2. Maternal and Newborn Health, World Heath Organization. Postpartum Care of the Mother and Newborn:a practical guide. Geneva: Division of Reprodutive Health, WHO. 2000. Available from: http:// www.searo.who.int / . Accessed: October 4, 2012

3. Cunningham G. Obstetri Williams. Ed 23rd. Editor Pendit B. Texas: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2013

4. Word Health Organization. Mastitis, Penyebab dan Penatalaksanaannya. Alih Bahasa: dr. Bertha Sugiarto. Jakarta: Widya Medika. 2002. Available from: http:// whqlibdoc.who.int/hq/2000/WHO_FCH_CAH_00.13_ind.pdf . Accessed: October 4, 2012

5. Edmonds, D. Keith. Puerperium and Lactation in Dewhurst’s Textbook of Obstetrics and Gynaecology Seventh Edition. London: Blackwell Publishing. 2007. p. 69-79

6. Benson, Ralph C. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9. Alih bahasa: Susiani Wijaya. Jakarta: EGC, 2008. Hal. 281-282

7. Riordan, Jordan. Breastfeeding And Human Lactation 3rd Edition. School of Nursing Wichita State University, Wichita, Kansas: 2005. p. 247-254

8. Giugliani, Elsa R. J.. Common Problems During Lactation and Their Management in Journal de Pediatria. Rio J. 2004. P. S147-154. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15583765 / . Accessed: October 4, 2012

9. Sibuea, Daulat H. Problema Ibu Menyusui Bayi. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU. 2003.Hal 1-5. Available from: www. library. usu .ac.id/download/fk/obstetri- daulat.pdf / . Accessed: October 4, 2012