kekerasan anak dalam dunia pendidikan

Upload: fika-lasabuda

Post on 07-Jul-2018

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    1/70

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    2/70

    PUSAT PELAYANAN TERPADU

    PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A)

    PROVINSI DKI JAKARTA 

     Jakarta, 2007

    PENCEGAHAN KEKERASAN TERHADAP

     ANAK DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    3/70

    kosong

    kosong

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    4/70

    PENCEGAHAN KEKERASAN TERHADAP

     ANAK DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN

    Penanggung Jawab

     Wien Ritola

    Koordinator Penulisan

    Margaretha Hanita

    Editor Ahli

    Dr. Bedjo Sujanto, M.Pd

    Tim Penulis

    Nahuda

    Gino Purnomo

    Niniek Agus Widjojo

    Febiana

    Suswandari

    Evita AdnanKanthi Lestari

    M. Rezfah Omar 

    Haryati

     Yayah Edi Tarmidi

    Diterbitkan oleh:

    PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAANPEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A)

    PROVINSI DKI JAKARTA 

     Jl. Raya Bekasi Timur Km. 18, Pulo Gadung,

     Jakarta Timur 13250

    Telp. (021) 4788.2898 Fax. (021) 4788.2899

    Hotline 0813 176 176 22

     Website: http://www.p2tp2a-dki.org

    Email: [email protected]

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    5/70

    kosong

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    6/70

    Kekerasan dalam Pendidikan

    Kekerasan terhadap anak dapat terjadi di mana saja, tidak terkecuali dilingkungan pendidikan. Salah satu upaya pencegahan terjadinya kekerasan

     terhadap anak di lingkungan pendidikan adalah melalui pengenalan hak-hak 

    anak dan bahaya kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan, yakni

    sekolah. Sebagai lingkungan terdekat dengan anak setelah keluarga, sekolah

    merupakan tempat perkembangan diri yang paling berperan dalam

    mempersiapkan seorang anak menjadi manusia dewasa yang sempurna.

    Buku ini disusun oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan

    dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta, untuk memberikan pemahaman

     tentang bahaya kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan dan cara-

    cara untuk mengatasinya. Tujuan penyusunan buku ini adalah agar para guru,

    orang tua dan pihak terkait mendapatkan gambaran tentang bahaya

    kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan dalam bentuk tanya jawab

     yang lebih mudah dipahami.

    P2TP2A Provinsi DKI Jakarta mengucapkan terima kasih yang sebesar-

    besarnya kepada narasumber, Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta

    dan semua pihak terkait yang telah membantu hingga penyusunan buku ini

    dapat berjalan dengan lancar. Semoga buku ini bermanfaat sebagai upaya

    pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan.

    KETUA PUSAT PELAYANAN TERPADU

    PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK 

    PROVINSI DKI JAKARTA 

     WIEN RITOLA, SH

    KATA PENGANTAR 

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    7/70

    kosong

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    8/70

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR 

    DAFTAR ISI

    BAB I MELINDUNGI ANAK DARI BAHAYA KEKERASAN........... 1

    BAB II KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM

    PENDIDIKAN ....................................................................... 9

    BAB III SANKSI HUKUM ATAS KEKERASAN DI

    SEKOLAH ............................................................................. 21

    BAB IV MENGATASI KEKERASAN DI SEKOLAH ........................... 27

    DAFTAR PUSTAKA 

    LAMPIRAN UU NOMOR 23 TAHUN 2002

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    9/70

    Kekerasan dalam Pendidikan

    kosong

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    10/70

    Melindungi Anak dariBahaya Kekerasan

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    11/70

    kosong

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    12/70

    Siapa yang disebut anak?

    Menurut Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2002, “Anak adalah

    seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun) termasuk anak 

     yang masih dalam kandungan”. Sedangkan menurut Pasal 1 KHA / Keppres

    No.36 Tahun 1990 “anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18

     tahun kecuali berdasarkan UU yang berlaku bagi yang ditentukan bahwausia dewasa dicapai lebih awal”. Disamping itu menurut pasal 1 ayat 5 UU

    No.39 Tahun 1999 Tentang HAM, “anak adalah setiap manusia yang berusia

    dibawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam

    kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”.

     Apa yang dimaksud perlindungan anak?

    Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

     Anak, perl indungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

    melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,

    dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

    kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

    Kemudian ada perlindungan khusus yakni perlindungan yang diberikan

    kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum,

    anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara

    ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi

    BAB I

    Melindungi Anak dariBahaya Kekerasan

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    13/70

    4 Kekerasan Pendidikan

    korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif 

    lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak 

    korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat,

    dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

     Apa yang dipertaruhkan dalam perlindungan anak?

    Pelanggaran terhadap perlindungan hak-hak anak, selain pelanggaran

     terhadap hak-hak azasi manusia juga menjadi penghalang sangat besar bagi

    kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Anak yang menjadi korban

    kekerasan, eksploitasi, abuse dan pengabaian, juga berisiko: hidup lebih

    pendek, memiliki kesehatan mental dan fisik yang buruk, mengalami

    masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikannya (termasuk putussekolah), memiliki keterampilan yang buruk sebagai orang tua, menjadi

     tunawisma, terusir dari tempat tinggalnya, dan tidak memiliki rumah. Di

    sisi lain, tindakan-tindakan perlidungan yang sukses akan meningkatkan

    peluang anak tumbuh sehat secara fisik dan mental, percaya diri dan

    memiliki harga diri, dan kecil kemungkinannya melakukan abuse atau

    eksploitasi terhadap orang lain, termasuk anak-anaknya sendiri

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    14/70

    Melindungi Anak dari Bahaya Kekerasan 5

    Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, aspek apa saja yang

    memperoleh perlindungan?

    Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

    berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabatkemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

    Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana

    pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan (termasuk lembaga

    pendidikan), berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: diskriminasi,

    eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman,

    kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.

     Apa itu Konvensi Hak Anak?

    Konvensi atau kovenan, adalah pakta (treaty , traktat) atau perjanjian

    di antara beberapa negara. Karena pakta bersifat mengikat (di antara

    beberapa negara) secara yuridis, pakta dirujuk juga sebagai hukum

    internasional. Konvensi Hak Anak disahkan pada 20 November 1989 oleh

    Majelis Umum PBB. Pada 2 September 1989 sesuai ketentuan pasal 49

    (ayat 1), KHA diberlakukan sebagai hukum internasional. Surat Keputusan

    Presiden No. 36/1990, tanggal 25 Agustus 1990 meratifikasi KHA 

    sehingga efektif berlaku sebagai instrumen hukum perlindungan anak di

    Indonesia.

    Bagaimana kedudukan anak yang dilindungi dalam KHA?

    Dalam KHA, anak-anak dikategorikan sebagai kelompok yang

    rentan (vulnerable groups), di samping kelompok rentan lainnya seperti:

    pengungsi (refugees), pengungsi dalam negeri (internally displaced persons/

    IDP’s), kelompok minoritas (national minorities), pekerja migran (migrant

    workers), penduduk asli pedalaman (indigenous peoples), dan perempuan

    (women). Pengkategorian serupa juga dilakukan oleh Komite PBB untuk 

    Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang  mengidentifikasi kelompok 

    rentan sebagai berikut: petani yang tidak memiliki tanah, pekerja di desa,

    pengangguran di desa, pengangguran di kota, kaum miskin kota, anak-

    anak, usia lanjut, dan kelompok khusus lainnya. KHA   menyatakan bahwa

    negara menjamin bahwa tidak ada anak yang akan dikenakan penyiksaan

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    15/70

    6 Kekerasan Pendidikan

    atau kekejaman lainnya, ketidakmanusiawian atau penghinaan atau hukuman.

    Tidak ada anak yang akan dihilangkan kebebasannya secara tidak sah atau

    sewenang-wenang.

     Apa yang dimaksud kekerasan terhadap anak?

    Kekerasan terhadap anak dalam arti kekerasan dan penelantaran anak adalah:

    Semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional,

     penyalahgunaan seksual, penelantaraan, eksploitasi komersial atau eksploitasi

    lain yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap

    kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabatanak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan

    atau kekuasaan.

    Di mana saja kekerasan terhadap anak terjadi?

    Berdasarkan identifikasi kasus-kasusnya, kekerasan terhadap anak 

     terjadi dalam lingkup rumah tangga (domestic violence), kekerasan dalam

    komunitas (community violence), dan kekerasan yang berbasis pada kebijakan/

     tindakan negara ( state violence). Komunitas termasuk sekolah, lingkungan,

    dan tempat pendidikan anak.

     Apa saja jenis kekerasan terhadap anak?

    Menurut WHO, ada beberapa jenis kekerasan pada anak, yaitu:

    a. Kekerasan Fisik adalah tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau

    potensi menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang lain, dapat terjadi sekali atau berulang kali. Kekerasan fisik dapat berupa:

    - Dipukuli/ditempeleng.

    - Ditendang.

    - Dijewer, dicubit.

    - Dilempar dengan benda-benda keras.

    - Dijemur dibawah terik sinar matahari.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    16/70

    Melindungi Anak dari Bahaya Kekerasan 7

    b. Kekerasan Seksual adalah keterlibatan anak dalam kegiatan seksual

     yang tidak dipahaminya. Kekerasan seksual ini dapat juga berupa:

    - Perlakuan tidak senonoh dari orang lain.

    - Kegiatan yang menjurus pada pornografi.- Perkataan-perkataan porno dan tindakan pelecehan organ seksual

    anak.

    - Perbuatan cabul dan persetubuhan pada anak-anak yang dilakukan

    oleh orang lain dengan tanpa tanggung jawab.

    - Tindakan mendorong atau memaksa anak terlibat dalam kegiatan

    seksual yang melanggar hukum seperti dilibatkannya anak pada

    kegiatan prostitusi.

    c. Kekerasan emosional adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan

     terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa:

    - Kata-kata yang mengancam

    - Menakut-nakuti.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    17/70

    8 Kekerasan Pendidikan

    - Berkata-kata kasar.

    - Mengolok-olok anak.

    - Perlakuan diskriminatif dari orang tua, keluarga, pendidik, dan

    masyarakat,- Membatasi kegiatan sosial dan kreasi anak pada teman dan

    lingkungannya.

    d. Tindakan Pengabaian dan Penelantaran adalah ketidakpedulian orang

     tua atau orang yang bertanggung jawab atas anak pada kebutuhan

    mereka, seperti:

    - Pengabaian pada kesehatan anak 

    - Pengabaian dan penelantaran pada pendidikan anak 

    - Pengabaian pada pengembangan emosi (terlalu dikekang)

    - Penelantaran pada pemenuhan gizi

    - Penelantaran dan pengabaian pada penyediaan perumahan

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    18/70

    Melindungi Anak dari Bahaya Kekerasan 9

    - Pengabaian pada kondisi keamanan dan kenyamanan

    e. Kekerasan ekonomi (eksploitasi komersial) adalah penggunaan tenaga

    anak untuk bekerja dan kegiatan lainnya demi keuntungan orang tuanya

    atau orang lain, seperti:

    - Menyuruh anak bekerja secara berlebihan.

    - Menjerumuskan anak pada dunia prostitusi untuk kepentingan

    ekonomi.

     Apa saja dampak kekerasan terhadap anak?

    Dampak kekerasan terhadap anak antara lain:

    a. Dampak langsung

    Kematian

    Patah tulang

    Luka bakar 

    Luka terbuka

    Kerusakan menetap pada susunan syaraf pusat yang dapat

    mengakibatkan retardasi mental, masalah belajar, kesulitan belajar,

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    19/70

    10 Kekerasan Pendidikan

    buta, tuli, gangguan motorik kasar dan halus, kejang, atalesia

    ataupun hidrocefalus.

    Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak 

    sebayanya.

    Perkembangan kejiwaan, mengalami gangguan:

    o Kecerdasan

    o Emosi

    o Konsep diri

    o Agresif  

    o Hubungan sosial

    b. Dampak jangka panjang

    Muncul perasaan, seperti merasa salah, malu, menyalahkan diri

    sendiri.

    Gangguan perasaan, seperti cemas atau depresi.

    Kehilangan minat untuk bersekolah seperti sering melamun atau

     tidak memperhatikan pelajaran, menghindari sekolah atau

    membolos, tidak perduli terhadap hasil ulangan atau ujian.

    Stres pasca-trauma seperti terus-menerus memikirkan peristiwa traumatis yang dialaminya, merasa gelisah dan cemas

    menghadapi lingkungan yang agak berubah.

    Masalah/problem diri sendiri, seperti melakukan isolasi terhadap

    diri sendiri, rasa dendam dan takut terhadap sikap ramah/

    kehangatan/kemesraan dari orang lain.

    Selain hak mendapatkan perlindungan apa saja kewajiban anak?

    Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, setiap anak wajib un-

     tuk: menghormati orang tua, wali, dan guru; mencintai keluarga,

    masyarakat, dan menyayangi teman; mencintai tanah air, bangsa, dan negara;

    menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan melaksanakan etika

    dan akhlak yang mulia.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    20/70

    Kekerasan terhadap Anakdalam Pendidikan

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    21/70

    kosong

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    22/70

     Apa yang dimaksud kekerasan?

    Kekerasan  menurut Black (1951)  adalah pemakaian kekuatan,

     force, yang tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan

    emosi yang hebat atau kemarahan yang tak terkendali, tiba-tiba, bertenaga,

    kasar, dan menghina. Kekuatan itu, biasanya kekuatan fisik, disalahgunakan

     terhadap hak-hak umum, terhadap aturan hukum dan kebebasan umum,sehingga bertentangan dengan hukum. Menurut UU Penghapusan Kekerasan

    Dalam Rumah Tangga Nomor 23 tahun 2004, pasal 1 ayat (1), kekerasan

    adalah perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan dan anak, yang

    berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis,

    dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan

    perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan

    hukum dalam lingkungan rumah tangga.

    Menurut KUHP, pasal 89, melakukan kekerasan  artinyamempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat

    mungkin, secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan

    segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya, sehingga

    orang yang terkena tindakan itu merasa sakit yang sangat.

    BAB 2

    Kekerasan terhadap Anakdalam Pendidikan

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    23/70

    14 Kekerasan Pendidikan

     Apa yang disebut kekerasan terhadap anak?

    Kekerasan terhadap anak menurut pasal 13 UU Perlindungan Anak 

    adalah perlakuan: diskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

    penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; danperlakuan salah lainnya. Dalam penjelasan pasal 13 ini diuraikan bahwa

    perlakuan diskriminasi, misalnya perlakuan yang membeda-bedakan suku,

    agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnis, budaya dan bahasa, status hukum

    anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Perlakuan

    eksploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan,

    atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau

     golongan. Perlakuan penelantaran, misalnya tindakan atau perbuatan

    mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, ataumengurus anak sebagaimana mestinya. Perlakuan yang kejam, misalnya

     tindakan atau perbuatan secara zalim, keji, bengis, atau tidak menaruh

    belas kasihan kepada anak. Perlakuan kekerasan dan penganiayaan, misalnya

    perbuatan melukai dan/atau mencederai anak, dan tidak semata-mata fisik,

     tetapi juga mental dan sosial. Perlakuan ketidakadilan, misalnya tindakan

    keberpihakan antara anak yang satu dan lainnya, atau kesewenang-wenangan

     terhadap anak. Perlakuan salah lainnya, misalnya tindakan pelecehan atau

    perbuatan tidak senonoh kepada anak.

     Apa saja bentuk-bentuk kekerasan dalam pendidikan?

    Bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan kepala sekolah, guru,

    pembina sekolah dan karyawan antara lain memukul dengan tangan kosong

    atau dengan benda tumpul seperti penggaris, melempar dengan

    penghapus, mencubit, menampar, mencekik, menyundut rokok, memarahi

    dengan ancaman kekerasan, menghukum berdiri dengan satu kaki di depan

    kelas, berlari mengelilingi lapangan, menjemur murid di lapangan sambil

    menghormat bendera merah putih, pelecehan seksual, serangan seksual,

    pembujukan untuk persetubuhan hingga perkosaan dan lain-lain. Ada

    sejumlah kasus kekerasan yang lebih spesifik misalnya kasus guru

    menusukkan paku panas ke tangan murid yang tidak mengerjakan tugas.

    Guru olah raga sebuah SMP menyuruh murid, karena terlambat, lari

    beberapa putaran dan murid tersebut meninggal sebab fisiknya lemah.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    24/70

    Kekerasan terhadap Anak dalam Pendidikan 15

    Guru SD menyuruh muridnya lari keliling lapangan tanpa busana. Pembina

    Pramuka melakukan perbuatan asusila selama camping.

    Siapa saja pelaku kekerasan di sekolah?

    Kepala sekolah, pembina sekolah, guru, karyawan dan siswa sendiri

    bahkan orang tua murid.

     Apakah bentuk kekerasan di sekolah hanya berupa kekerasan fisik?

    Tidak. Mencakup juga kekerasan psikis seperti diskriminasi

     terhadap murid yang mengakibatkan murid mengalami kerugian, baik 

    materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau

    penelantaran terhadap murid yang mengakibatkan murid mengalami

    penderitaan mental maupun sosial. Diskriminasi bisa berupa diskriminasi

     terhadap suku, agama, kepercayaan, golongan, ras dan status sosia l

    (pembedaan perlakuan murid dari keluarga berada dan murid dari keluarga tidak berada).

     Apa itu Bullying?

    Bullying  adalah perilaku agresif dan menekan dari seseorang yang

    lebih dominan terhadap orang yang lebih lemah dimana seorang siswa

    atau lebih secara terus menerus melakukan tindakan yang menyebabkan

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    25/70

    16 Kekerasan Pendidikan

    siswa lain menderita. Kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah ini dapat

    berbentuk antara lain, pertama, secara fisik, memukul, menendang,

    mengambil milik orang lain. Kedua, secara verbal mengolok-olok nama

    siswa lain, menghina, mengucapkan kata-kata yang menyinggung. Ketiga,

    secara tidak langsung menyebarkan cerita bohong, mengucilkan,

    menjadikan siswa tertentu sebagai target humor yang menyakitkan,

    mengirim pesan pendek atau surat yang keji. Mengolok-olok nama

    merupakan hal yang paling umum karena ciri-ciri fisik siswa, suku, etnis,

     warna kulit, dan lain-lain.

    Bagaimana mengidentifikasi kekerasan terhadap siswa yang lebih

    lemah?Mengidentifikasi kekerasan oleh siswa atau kelompok siswa yang

    lebih kuat terhadap yang kuat bukan hal yang mudah namun bisa ditelusuri

    dengan panduan sebagai berikut:

    Siswa yang diancam atau disakiti biasanya tidak mempunyai posisi untuk 

    menghentikan proses menyakiti atau mengancam tersebut sehingga

    patut diperhatikan siswa atau kelompok siswa mana yang rentan menjadi

    korban atau kelompok siswa mana yang berpotensi menjadi pelaku

    kekerasan.

    Kekerasan antar siswa ini tidak selalu terlihat jelas oleh guru atau siswa

    lain, maka memperhatikan perilaku siswa atau kelompok siswa secara

    jeli dan melakukan penelusuran yang lebih dalam bisa mengungkap

     terjadinya kekerasan tersembunyi ini.

    Biasanya, efek kekerasan ini yang menentukan bukan tindakan

    kekerasannya. Maka memperhatikan perilaku kelompok siswa yang

    menjadi penting untuk mencegah terjadinya kekerasan yangberkelanjutan.

    Kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah ini bukan tindakan sekali

    atau sekali-sekali tetapi di lakukan terus-menerus secara

    berkesinambungan. Karena berkesinambungan maka sebenarnya dengan

    mudah bisa diketahui jika para guru memiliki minat yang lebih untuk 

    mengendus kekerasan jenis ini.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    26/70

    Kekerasan terhadap Anak dalam Pendidikan 17

    Kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah bertujuan tidak hanya

    menyakiti secara fisik tetapi juga secara psikis dan sosial. Dengan

    demikian, perilaku korban dengan mudah bisa dikenali.

    Bagaimana Mencegah Bullying?

     Agar kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah ini tidak terjadi

    maka perlu dibuat aturan sekolah untuk melindungi siswa korban

    kekerasan. Tindakan pencegahan dan strategi mengelola kekerasan terhadap

    siswa yang lebih lemah ini juga perlu dibuat untuk melindungi korban agar 

     tindakan kekerasan tidak berlangsung terus-menerus.

    Selain itu sekolah harus terbuka mengenai isu kekerasan terhadap

    siswa yang lebih lemah ini. Semakin sekolah terbuka mengenai isu kekerasan

    ini, semakin mudah mencegah dan mengatasi kekerasan jenis ini.Selain itu, sekolah juga harus menyiapkan siswa agar bisa menangani

    sendiri jika terjadi bullying  pada yang bersangkutan. Jika siswa ternyata

     tidak mampu mengatasinya, sekolah harus campur tangan untuk 

    menyelesaikan. Jika tidak ada perubahan sikap dari pelaku bullying, maka

    sekolah melibatkan orang tua. Harus ada sanksi bertingkat yang diterapkan

     terhadap pelaku, dengan sanksi terberat dikeluarkan dari sekolah dan

    diserahkan ke penegak hukum.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    27/70

    18 Kekerasan Pendidikan

     Ada program anti Bulling yang disebut Network People dan Nursing.

    Bagaimana desain program tersebut?

    Di beberapa sekolah di Jakarta juga sudah diterapkan program

    anti bullying  di mana beberapa program didesain khusus. Salah satunyaadalah pengenalan apa yang disebut network people  (jaringan orang) dan

    program nursing  (pengasuhan/pendampingan). Network people  terutama

    difokuskan kepada siswa yang masih kecil (yunior).

    Dalam program network people siswa diminta menuliskan network

     people mereka siapa saja. Network people ini bisa orang-orang terdekat si

    anak, misalnya kerabat atau guru, kepada siapa anak merasa nyaman

    bercerita jika terjadi sesuatu kepada mereka. Jadi jaringan orang-orang

    dekat ini tidak harus dari lingkungan sekolah atau orang tua. Karena

    kebanyakan siswa tidak mau melibatkan orang tuanya.

    Program nursing  atau buddy system  adalah pendampingan oleh

    sesama siswa pada siswa baru atau adik kelas, terutama dalam rangka

    sosialisasi dengan kehidupan di sekolah. Untuk orientasi siswa baru sendiri,

    sama sekali tidak dikenal perpeloncoan atau ospek (orientasi studi dan

    pengenalan kampus) untuk mahasiswa. Perponcloan biasanya melahirkan

    kekerasan berikutnya sehingga untuk menghentikan rantai kekerasan di

    sekolah. Perploncoan yang menggunakan metode kekerasan harus diganti

    dengan induction program, yang intinya sama, yakni pengenalan siswa pada

    sistem dan lingkungan di sekolah. Seperti bagaimana menggunakan fasilitas

    perpustakaan, bagaimana mencari referensi untuk membuat tugas-tugas

    sekolah, program pengenalan kurikulum sekolah, metode penilaian siswa

     yang diberlakukan dan sebagainya.

     Ada lagi cara lain?

     Ada program-program lain untuk mencegah bullying, yakni dibuat kegiatan-kegiatan yang lebih mendekatkan semua siswa dalam satu keluarga, baik 

     yang sudah senior maupun yunior, seperti kegiatan camping bersama dan

    lain-lain. Dalam kegiatan-kegiatan itu diajarkan agar para siswa bisa lebih

    menghargai adanya perbedaan dan membangun teamwork guna mengatasi

    atau mencegah terjadinya bullying di antara mereka.

    Standar sistem belajar-mengajar juga harus diperhatikan. Bukan

    hanya standar akademik, tetapi juga standar dalam bersikap dan tingkah

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    28/70

    Kekerasan terhadap Anak dalam Pendidikan 19

    laku siswa. Dengan standar bersikap dan berperilaku itu maka  physical

    abuse  (pelecehan fisik) seperti memukul dan verbal abuse  seperti

    melecehkan dengan kata-kata tidak bisa ditolerir. Dengan demikian

    monitoring attittude  (perilaku), profil siswa, keterampilan sehari-hari

    menjadi sangat penting.

     Apa dampak kekerasan di sekolah?

    Murid akan menderita baik secara fisik maupun mental yang akan

    mengganggu kualitas belajarnya, pertumbuhan dan perkembangan

    hidupnya. Murid yang mengalami hukuman fisik akan memakai kekerasan

    di keluarganya kelak, sehingga siklus kekerasan makin kuat. Menurut

    Gershoff, yang meneliti kasus kekerasan selama 60 tahun sejak 1938,menemukan sejumlah perilaku negatif akibat kekerasan, seperti perilaku

    bermasalah dalam agresi, anti-sosial, dan gangguan kesehatan mental.

    Kekerasan tidak mengajar murid untuk bisa membedakan mana yang baik 

    dan mana yang buruk, dan tidak menghentikan perilaku keliru jika mereka

    ada di luar pantauan orang tua dan guru.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    29/70

    20 Kekerasan Pendidikan

     Apa dampak hukuman fisik pada siswa?

    Hukuman di sekolah dengan cara kekerasan bersifat destruktif dan tidak 

    mendidik. Efek pemberian hukuman kepada siswa sangat merugikan siswa.

    Perhatikan kompleksitas pemberian hukuman sebagai berikut:

    • Hukuman dapat membuat sakit baik secara fisik maupun

    psikologis;

    • Hukuman seperti pukulan atau teriakan yang ditujukan siswa

     tidak akan mengurangi /menghilangkan perilaku sa lah/

    menyimpang siswa;• Hukuman tidak menunjukkan kepada siswa bagaimana perilaku

     yang benar;

    • Pemberian hukuman seringkali menimbulkan efek samping

     yang tidak diharapkan seperti perasaan takut, khawatir, tidak 

    percaya, tidak merasa aman, perilaku agresif, dan tidak suka

    kepada guru dan sekolah secara umum;

    • Efek hukuman sering tidak terduga.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    30/70

    Kekerasan terhadap Anak dalam Pendidikan 21

    Bagaimana menerapkan hukuman atau sanksi yang mendidik?

    ♦ Sanksi hendaknya berkaitan secara logis dengan perilaku salah. Misalnya

    jika siswa merusakkan peralatan sekolah, maka dia harus memperbaiki

    atau mengganti. Jika siswa mengotori dia wajib membersihkan.♦ Sanksi yang moderat. Sanksi tidak perlu berat karena efeknya sama

    dengan sanksi yang berat. Untuk anak SD menghukum 5-10 menit

    akan sama efeknya dengan setengah jam.

    ♦ Prosedur sanksi hendaknya dalam rangka membantu siswa memahami

    masalahnya dan memperkuat komitmen untuk berperilaku yang lebih

    baik. Misalnya siswa diminta untuk menulis kesempatan untuk 

    mengubah perilaku salahnya dan ditandatangani oleh orang tuanya.

    ♦ Sanksi hendaknya tidak dilakukan secara berlebihan, terutama darisegi frekuensi dan tenggang masa pemberian sanksi.

    ♦ Konsisten, merupakan prinsip paling esensial. Guru tidak boleh

    mengenakan pinalti untuk suatu jenis pelanggaran dan mengabaikan di

    kemudian hari untuk hal yang sama. Ketidakkonsistenan tanpa penjelasan

    akan meningkatkan perilaku salah siswa. [Emmer, E.T. (1987).

    “Classroom management”. In M.J.Durkin (Ed.), The International

    Encyclopedia of Teaching and Techer Education,  (pp.437-452) Oxford]

     Apakah istilah hukuman atau sanksi tepat untuk anak didik?

    Beberapa ahli tidak setuju dengan istilah hukuman. Hukuman cenderung

    membuat guru tetap melakukan hukuman fisik dan verbal terhadap siswa

     yang berperilaku yang tidak diharapkan, tidak disiplin atau berperilaku salah

    dan menyimpang. Untuk mengubah persepsi seperti ini istilah hukuman bisa

    diganti dengan istilah risiko, tanggung jawab atau konsekuensi logis. Tentunya

    pemberian konsekuensi logis disini bukan dalam bentuk hukuman badan yang

    menyakitkan, tapi lebih edukatif, misalnya memberi tugas tambahan yang

    memberi pengalaman belajar yang berharga.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    31/70

    22 Kekerasan Pendidikan

    HUKUMAN KONSEKUENSI LOGIS

    1. Menitikberatkan kekuasaan orang dewasa

    2. Sembarangan dan tidak berkaitan dengan

      tindakannya

    3. Menitikberatkan pada perilaku salah yang

      telah lalu

    4. Ancaman dan sanksi

    5. Pemenuhan secara paksa

    1. Menitikberatkan pada realitas dari  aturan

    2. Secara logis berkaitan dengan perilaku

      salahnya

    3. Memperhatikan masa sekarang dan

      masa depan

    4. Berkomunikasi atas rasa hormat dan

      kemauan baik, mengancam siswa

      dengan harga dirinya

    5. Dihadapkan pada pilihan

    Perbedaan Hukuman dengan Konsekuensi Logis

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    32/70

    Sanksi Hukum

    atas Kekerasan di Sekolah

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    33/70

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    34/70

     Apakah kekerasan di sekolah bisa dipidana?

    Tentu saja bisa, karena apapun alasannya kekerasan di sekolah adalah

     tindakan pelanggaran hukum yang bisa dipidana dengan Kitab Undang

    Undang Hukum Pidana (KUHP). Ketentuan dalam KUHP tentang

    penganiayaan, fitnah, penghinaan, perbuatan asusila, perkosaan, pencemaran

    nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, bisa digunakan untuk mendakwapara pelaku dan membawanya ke penjara.

    Selain itu UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 

    memuat sanksi pidana bagi para pelaku kekerasan terhadap anak. Ketentuan

    pidana ini termuat dalam Bab XII dari pasal 77 hingga pasal 90. Berikut ini

    adalah pasal-pasal yang bisa digunakan untuk mendakwa para pelaku

    kekerasan di sekolah:

    Selain kekerasan fisik, apakah kekerasan psikis di sekolah juga bisa

    dipidana?

    Bisa. Menurut Pasal 77 UU No. 23 Tahun 2002 tentang

    Perlindungan Anak, setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan

    diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian,

    baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; dan

    penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau

    BAB 3

    Sanksi Hukum

    atas Kekerasan di Sekolah

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    35/70

    26 Kekerasan Pendidikan

    Pasal 80 (1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman

    kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara

    paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp

    72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). (2) Dalam hal anak sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara

    paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00

    (seratus juta rupiah). (3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

    mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)

     tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

    (4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

    ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut

    orang tuanya.

    Pasal 81 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau

    ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau

    dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)

     tahun dan paling singkat 3 (t iga) tahun dan denda pa ling banyak Rp

    300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00

    (enam puluh juta rupiah). (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam

    ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu

    muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan

    persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

    Pasal 82 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman

    kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau

    membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,

    dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling

    singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus

    juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

    Pasal 86 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat, rangkaian

    kebohongan, atau membujuk anak untuk memilih agama lain bukan atas

    kemauannya sendiri, padahal diketahui atau patut diduga bahwa anak tersebut

    belum berakal dan belum bertanggung jawab sesuai dengan agama yang

    dianutnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau

    denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    36/70

    Sanksi Hukum atas Kekerasan di Sekolah 27

    penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial dipidana dengan pidana

    penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp

    100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

     Apakah kekerasan di sekolah bisa digugat secara perdata?

    Secara yuridis bisa. Gugatan perdata bisa diajukan ke pengadilan

    negeri terhadap pelaku kekerasan di sekolah atau pihak sekolah sebagai

    lembaga berupa gugatan ganti rugi material dan imaterial dalam bentuk uang atau natura. Gugatan ini mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum

    Perdata dengan pasal-pasal sebagai berikut:

    Pasal 1365 "Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada

    seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

    mengganti kerugian tersebut.”

    Pasal 1366 "Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang

    disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan

    karena kelalaian, atau kurang hati-hatinya.”

    Pasal 1367 "Guru sekolah bertanggung-jawab tentang kerugian yang diterbitkan

    oleh murid selama waktu murid itu berada di bawah pengawasan mereka, kecuali,

    jika mereka dapat membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan

     yang mesti mereka seharusnya bertanggungjawab.”

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    37/70

    Mengatasi Kekerasan

    di Sekolah

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    38/70

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    39/70

    Mengatasi Kekerasan di Sekolah 31

    Bagaimana persepsi yang salah tentang kekerasan di sekolah?

    Berikut ini adalah persepsi salah di kalangan pendidik tentang kekerasan di

    sekolah:

    Murid pengacau dan kurang ajar, perlu dihukum agak keras agar tidak 

    mengulang kesalahan, kelas menjadi tertib, wibawa guru pulih, lingkungan

     tenteram.

    Murid diharuskan mengerjakan tugas rumah, tidak terlambat atau absen.

     Jika melanggar guru boleh memukul murid atau disuruh berdiri satu

    kaki dan memegang dua buku tebal dalam dua jam.

    Guru yang sulit mengelola kelas yang banyak muridnya wajar jika memberi

    sedikit deraan ringan pada telapak tangan.

    Karena orang tua meminta guru memukul anak mereka demi disiplin untuk 

    menghormati aturan, maka guru berdasarkan permintaan orang tua iniberhak melakukan aksi kekerasan.

    Bagaimana persepsi yang benar tentang kekerasan di sekolah?

    1. Hukuman kekerasan terhadap murid menjadi efek teladan bagi murid

    antara lain murid merasa benar ketika melakukan aksi kekerasan terhadap

     temannya yang lebih kecil atau lebih lemah.

    Bab IV 

    Mengatasi Kekerasan

    di Sekolah

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    40/70

    32 Kekerasan Pendidikan

    2. Kekerasan bisa menimbulkan cidera seperti memar, patah tulang, sampai

    korbannya meninggal dan menyeret pelakunya ke penjara. Pelaku maupun

    korban dirugikan karena pembolehan aksi kekerasan di sekolah.

    3. Memukul murid tidak memperbaiki perilaku mereka. Malahan menjadipenguatan bagi perbuatan yang salah. Dengan menghilangkan hukuman

    fisik, banyak kebaikan yang bisa diperoleh. Kebutuhan dasar sekolah yaitu

    menyibukkan murid dalam belajar. Takut akan rasa sakit bukan lagi

     tempatnya dalam proses belajar.

    4. Tiada kedewasaan bagi yang memukul anak-anak. Kekerasan adalah tanda

    pengecut.

    5. Dengan HAM, orang mulai melihat kekerasan sebagai tindakan biadab,

     terkait dengan kediktatoran, polisi negara, fundamentalis.

    6. Kekerasan bisa menciptakan anak pemberontak, pemalu, tidak tenang,

     galak, tidak ikhlas patuh pada orang yang sudah berlaku keras padanya.

    Elizabeth Gershoff, dalam studi meta-analitis tahun 2003, yang

    menggabungkan riset selama 60 tahun tentang hukuman fisik, menemukan

    bahwa satu-satunya hasil positif dari kekerasan yaitu kepatuhan sesaat.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    41/70

    Mengatasi Kekerasan di Sekolah 33

     Apa saja penyebab kekerasan di sekolah?

    Beberapa penyebab terjadinya kekerasan dalam pendidikan muncul

    akibat adanya pelanggaran yang disertai dengan penghukuman terutama

    fisik, akibat buruknya sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku, dimanamuatan kurikulum yang hanya menekankan kemampuan aspek kognitif dan

    mengabaikan pendidikan dengan kemampuan afektif, selain itu dipengaruhi

    perkembanngan kehidupan masyarakat yang mengalami pergeseran cepat

    sehingga menimbulkan sikap habitus jalan pintas dan kekerasan yang

    dipengaruhi oleh latar belakang sosial-ekonomi pelaku. Selain itu penyebab

    kekerasan dalam pendidikan dapat dilihat dari kondisi pendidikan saat ini,

     yaitu kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal merupakan faktor yang

    berpengaruh langsung bagi perilaku para pelajar dan tenaga pendidiknya.Pada kondisi internal sejauh ini dijumpai kesenjangan yang cukup dalam

    antara upaya pemerintah dalam memajukan pendidikan dengan kondisi riil

     yang dialami di lapangan. Sedangkan kondisi eksternal adalah kondisi non

    pendidikan yang merupakan faktor tidak langsung menimbulkan potensi

    kekerasan dalam pendidikan.

    Bagaimana mencegah dan mengatasi kekerasan dalam pendidikan?

    1. Adakan temu-wicara guru, orang tua dan murid, misalnya mengenalkan

     penance study  yakni murid yang bermasalah mengerjakan tugas tambahan,

     tidak usah libur, atau kunjungan rumah guna mencari latar belakang

    masalah.

    2. Psikolog sekolah atau petugas B&P bisa mengatasi masalah kekerasan di

    sekolah, atau mendorong Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan

    memantau dan mengarahkan pemakaian kekerasan terhadap peserta didik 

    dan mewujudkan program pelaksanaan disiplin yang efektif. Adakanprogram pengarahan orang tua murid demi pencegahan kekerasan dalam

    mengatasi perilaku bermasalah dari anak mereka.

    3. Alternatif pengganti hukuman fisik berikut ini bisa digunakan. (a) Sorotilah

    perbuatan murid yang negatif. (b) Jalankan aturan yang realistis secara

    konsisten. (c) Beri instruksi kepada semua murid tanpa kecuali. (d)

    Bahaslah perilaku positif bersama murid. (e) Bahaslah perilaku murid

     yang bermasalah dengan orang tuanya. (f) Gunakan psikolog dan petugas

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    42/70

    34 Kekerasan Pendidikan

    B&P. (g) Tahanlah murid yang bersalah di sekolah untuk beberapa waktu

    dan beri tugas akademik khusus; (h) Tempuhlah in-school suspension dan

    Saturday school. 

    4. Kiat disiplin kelas. (a) Susun rencana pembinaan disiplin setiap awal tahun.Buat “kontrak belajar”. Minta kesepakatan murid. Jangan ada yang ingkar,

    sebab, sukar memulainya dari awal. (b) Perlakukanlah semua murid secara

    sama. (c) Hindari konfrontasi dengan murid, agar ia tidak dipermalukan

     temannya. Layani dia secara pribadi. Jangan jadikan dia sebagai isu disiplin.

    (d) Pakailah humor yang sehat yang tidak menyinggung hati murid, dan

     tidak menjadikan murid sebagai obyek humor. (e) Jangan putus asa. Jangan

    pikir bahwa murid gemar mengacau kelas. (f) Pakailah pikiran positif. (g)

    Hindari waktu bebas. Susun kembali rencana kegiatan belajar-mengajar 

    kita. (h) Layani murid yang datang setiap saat dengan kasih sayang sejati.

    (i) Konsitenlah selalu. Tapi bijaksana. Murid ingin bahwa guru selalu sama

    setiap hari. (j) Buatlah aturan atau ketentuan yang mudah dimengerti

    dan dijalankan oleh murid. (i) Start Fresh Everyday . Murid pun selalu

    baru setiap pagi.

     Ada cara lainnya?

    Mengasuh anak dengan cinta tanpa syarat.

    Menumbuhkan kepercayaan terhadap anak dengan mengurangikontrol.

    Mengganti hukuman dengan kasih sayang.

    Mendorong anak tumbuh lebih bertanggung jawab.

    Menata pola-pola pendidikan holistis dengan paradigma

    pengembangan kepribadian dan bukan pembentukan kepribadian.

    Meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan disertai upaya dengan

    pendidikan agama yang baik. Hal ini diperlukan dalam upaya

    peningkatan kualitas kepribadian sebagai sumber ketahanan pribadi.

    Menerapkan pola-pola pendidikan yang dilandasi semangat

    kebersamaan yang atas dasar toleransi, saling pengertian, dan

    menghormati, didasari dengan kasih sayang dengan landasan-landasan

    kaidah-kaidah pendidikan agama yang tepat.

    Menyalurkan perilaku agresif kepada berbagai aktifitas yang berguna,

    sesuai dengan tata nilai yang berlaku.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    43/70

    Mengatasi Kekerasan di Sekolah 35

     Apakah kondisi lingkungan sekolah yang nyaman bisa mencegah

     terjadinya kekerasan?

    Bisa. Sekolah yang aman, nyaman dan disiplin adalah sekolah yang

     warga sekolahnya bebas dari rasa takut, kondusif untuk belajar danhubungan antar warga sekolahnya positif. Sekolah yang aman, nyaman,

    dan disiplin menyediakan lingkungan fisik (gedung, kelas, halaman) sekolah

     yang bersih dan aman. Selain aspek keamanan fisik, kenyamanan atau

    disebut iklim sekolah, yaitu menyangkut atmosfir, perasaan, lingkungan

    keseluruhan secara sosial dan emosional sekolah juga harus diciptakan

    secara positif. Faktor yang mempengaruhi kenyamanan atau iklim sekolah

    ini adalah hubungan atau keterikatan antar warga sekolah, interaksi antar 

     warga sekolah, rasa saling mempercayai dan saling menghargai antar  warga sekolah. Bila keadaan faktor-faktor tersebut tinggi maka semakin

    positif iklim sekolah tersebut. Keamanan, kenyamanan dan kedisiplinan

    suatu sekolah ditentukan oleh nilai-nilai dan sikap warga sekolah, termasuk 

    kepala sekolah, guru, siswa, orang tua, komite sekolah. Pada sekolah

     yang aman, warga sekolah mempunyai komitmen yang mendalam dalam

    menciptakan dan menjaga sekolah. Insiden intimidasi, kekerasan

    diselesaikan dengan cepat, efektif dan pemulihan hubungan antar warga

    sekolah cepat dipulihkan.

    Bagaiman menciptakan sekolah yang aman, nyaman dan disiplin agar

     terhindar dari perilaku kekerasan?

    Mengembangkan budaya sekolah yang positif.

    Bangun komunitas sekolah dengan cara saling menghargai, adil, dan

     terapkan azas persamaan dan terbuka.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    44/70

    36 Kekerasan Pendidikan

     Atur dan komunikasikan secara konsisten perilaku yang diharapkan.

    Dorong perilaku sosial yang bertanggung jawab yang memberi kontribusi

     terhadap komunitas sekolah.

    Memecahkan masalah secara damai, menghargai perbedaan danmengedepankan hak asasi manusia.

    Bertanggung jawab, dan bermitra dengan masyarakat, untuk memecahkan

    masalah-masalah penting.

    Berkerja sama untuk memahami bersama isu-isu tentang kekerasan

     terhadap siswa yang lebih lemah, hukuman fisik, rasisme, ketidakadilan

     gender, dan berbagai ketakutan lainnya.

    Merespon secara konsisten dan adil terhadap berbagai insiden dan

    menggunakan intervensi untuk memperbaiki kerusakan fisik maupun psikis

    dan memperkuat hubungan dan mengembalikan rasa percaya diri.

    Berpartisipasi dalam pengembangan kebijakan, prosedur, praktek-praktek 

     yang mempromosikan keamanan sekolah.

    Memonitor dan mengevaluasi lingkungan sekolah untuk bukti dan

    peningkatan keamanan sekolah.

    Memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap prestasi sekolah yang

    pencapaian sekolah yang aman, damai dan teratur sambil menyebutkan

    hal-hal yang masih perlu untuk ditingkatkan.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    45/70

    Mengatasi Kekerasan di Sekolah 37

     Mengapa perlu sekolah yang aman, nyaman dan disiplin?

    Sekolah yang aman, nyaman dan disiplin perlu diciptakan, agar anak 

    dapat belajar tidak hanya keterampilan akademik akan tetapi juga mencapai

    hal-hal non-akademik yang juga sangat penting bagi kehidupan.

     Apa ciri-ciri sekolah yang aman, nyaman dan disiplin?

     Warga sekolah saling mendukung dan menghargai.

    Semua warga sekolah menerapkan disiplin yang efektif.

    Sekolah memberikan pembelajaran terbaik.

     Warga sekolah mengembangkan sikap persamaan, keadilan, dan saling

    pengertian.

    Perilaku dan sikap yang baik diajarkan.

     Ada program penyembuhan/terapi.

     Ada perilaku dan sikap yang diharapkan dari semua staf sekolah.

     Adanya hubungan yang baik antara sekolah dan orang tua, komite sekolah

    dan masyarakat.

    Bagaimana meningkatkan keamanan lingkungan fisik sekolah?

    Untuk mewujudkan sekolah yang aman perlu dilakukan beberapa

    langkah. Pertama sekolah harus membentuk komite yang terdiri dari

    berbagai pemangku kepentingan ( stake holders), yaitu masyarakat sekitar 

    sekolah, orang tua, guru, kepala sekolah komite sekolah dan siswa. Dengan

    melibatkan semua pihak diharapkan komite dapat mempertajam pemahaman

    dan kesepakatan tentang apa yang perlu dilakukan. Melibatkan keahlian yang

     terdapat di masyarakat, seperti anggota kepol isian sangat lah pent ing.

    Keterlibatan orang tua juga sangat penting agar hal-hal yang menjadi

    keprihatinan siswa dapat didengar dan diselesaikan. Selain itu pemangku

    kepentingan yang lain perlu dilibatkan agar dapat didengar bagaimana

    pengalaman mereka sehubungan dengan mewujudkan sekolah yang aman.

    Tugas pertama dari komite ini adalah melakukan needs assessment

    mengenai keadaan sekolah saat ini ditinjau dari segi keamanan. Berdasarkan

    penilaian awal ini, komite dapat memperoleh pengetahuan mengenai kekuatan

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    46/70

    38 Kekerasan Pendidikan

    dan kelemahan sekolah dalam hal keamanan. Berdasarkan hal ini rencana

    untuk mewujudkan sekolah yang aman.

    Untuk meningkatkan keamanan sekolah, upaya harus difokuskan pada

    bangunan fisik sekolah, tata letak dan kebijakan dan prosedur yang ada untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari dan menyelesaikan masalah yang mungkin

     timbul. Bangunan sekolah, kelas, ruang lab, kantor, perpustakaan, lapangan

    olah raga dan halaman sekolah harus di-review . Selain itu, berbagai kebijakan

    dan prosedur juga akses masuk sekolah harus dinilai kembali. Penggunaan

     teknologi untuk mencegah orang masuk penyusup masuk dari luar seperti

    alarm, pagar, teralis harus dipertimbangkan. Pencegahan ini harus

    distandarkan oleh sekolah dan standar-standar lain untuk mencegah hal-hal

     yang tidak diinginkan harus dibuat seperti membawa benda-benda tajam

    atau benda-benda lain yang berbahaya. Jalur komunikasi dan prosedur yang

    harus diikuti bila terjadi kejadian pencurian atau pelanggaran lainnya harus

    dibuat.

    Berikut adalah contoh pertanyaan yang dapat digunakan dalam needs

    assessment untuk menilai sejauh mana keamanan sekolah.

    1 Apakah lingkungan fisik sekolah aman bagi siswa?

    2 Apakah ada aturan, kebijakan, prosedur untuk menjaga keamanan sekolah

    dan apakah semuanya diterapkan? Misalnya adanya buku tamu, akses satupintu, warga sekolah memakai kartu identitas, pengaturan lalu-lintas di

    depan sekolah, prosedur pengantaran dan penjemputan, dan lain-lain.

    3 Apakah ada penyusup/orang yang tidak berkepentingan datang ke sekolah?

    4 Apakah ada pencurian atau perusakan di sekolah?

    5 Apakah ada senjata tajam atau benda-benda berbahaya lain yang dibawa

    ke sekolah?

     Jawaban terhadap pertanyaan di atas dan frekuensi masalah yangmuncul dapat dijadikan dasar untuk menentukan seberapa aman lingkungan

    Bagaimana menumbuhkan minat, motivasi dan keriangan anak mengikuti

     proses belajar?

    Pertama, menumbuhkan niat belajar. Dalam proses belajar-mengajar, baik guru

    maupun siswa hendaknya dapat membangkitkan niat tersebut dalam dirinya

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    47/70

    Mengatasi Kekerasan di Sekolah 39

    sendiri. Kedua , menjalin rasa simpati dan saling pengertian untuk menumbuhkan

    kepedulian sosial, sikap toleransi dan saling menghargai diantara siswa. Beberapa

    langkah yang bisa ditempuh:

    a. Memperlakukan siswa sebagai manusia sederajatb. Mengetahui apa yang disukai siswa, cara berpikir mereka dan perasaan

    mereka mengenai hal-hal yang terjadi dalam kehidupan mereka.

    c. Membayangkan apa yang diharapkan siswa .

    d. Berbicara dengan jujur kepada siswa dengan cara yang membuat

    mereka mendengarkan dengan jelas dan halus.

    e. Melakukan kegiatan yang menyenangkan bersama para siswa.

    Ketiga, menciptakan suasana riang. Kegembiraan membuat siswa lebih mudah

    untuk belajar dan bahkan dapat mengubah sikap negatif. Keempat, menciptakan

    rasa saling memiliki. Sebab rasa saling memiliki membentuk kebersamaan,

    kesatuan, kesepakatan dan dukungan dalam belajar. Kelima, menunjukkan teladan

     yang baik. Perilaku nyata akan lebih berarti daripada seribu kata. Untuk itu

    sebaiknya mendahulukan bukti-bukti berupa sikap damai, kasih sayang, empati,

    disiplin dan lain-lain sebelum mengajarkan kepada orang lain tentang damai, kasih

    sayang dan seterusnya.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    48/70

    40 Kekerasan Pendidikan

    DAFTAR PUSTAKA 

     Assegaf, Abd Rahman (2004), Pendidikan tanpa Kekerasan, Yogyakarta, Tiara

     Wacana

    Emmer, E.T. (1987). “Classroom management”. In M.J.Durkin (Ed.), The

    International Encyclopedia of Teaching and Techer Education,  (pp.437-452)

    Oxford

    Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary , 4 th  edition, West Publishing

    Co., St.Paul,1951 Greydanus, Donald E., et al., “Corporal Punishment in

    School”, Journal of Adolescence Health, 2003;32:385-393, Elsvier Inc.,New

     York, 2003

    Human Right Watch, School Violence, 2004.

    Human Right Watch, Children’s Rights, 2004

    Indarwanto,Eko, “Kekerasan, Bahasa Disiplin a la Sekolah”, Kompas, 14

    September,2004

    Imron, Ali, Drs.,M.Pd., Pembinaan Guru Indonesia, Pustaka Jaya,Jakarta, 1995.

    Kalyanamita,  Menghadapi Pelecehan Seksual,  Kalyanamitra, Jakarta, 1999.

    Ngantung, Victor, Kekerasan Terhadap Peserta Didik, Sebuah Kajian Yuridis-

    Paedagogis, www.oaseonline.org.

    Paringadi, Djono, S.Pd, “Menciptakan Sekolah yang Aman, Nyaman dan

    Disiplin”, makalah, tanpa tahun.

    Prinst,Darwan, Hukum Anak Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,1997.

    Samhadi, Sri Hartati, “Budaya Kekerasan di Lembaga Pendidikan”, Kompas,

    14 April 2007.

    UNICEF dan Departemen Pendidikan Nasional RI, Pedoman Pelatihan untuk

    Guru tentang Pencegahan Kekerasan terhadap Anak di Sekolah, Jakarta 2006.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    49/70

    Lampiran

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    50/70

    42 Lampiran

    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002

    TENTANG

    PERLINDUNGAN ANAK 

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia;

    b. bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkatdan martabat sebagai manusia seutuhnya;

    c. bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memilikiperan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dannegara pada masa depan;

    d. bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapatkesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mentalmaupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkankesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanyaperlakuan tanpa diskriminasi;

    e. bahwa untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaandan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya;

    f. bahwa berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai anak dan secara khususbelum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak;

     g. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, c, d, e, dan f perlu ditetapkan Undang-undang tentang Perlindungan Anak;

    Mengingat :

    1. Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 28B ayat (2), dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Tahun 1979Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3143);

    3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadapPerempuan (Convention on The Elimination of all Forms of Discrimination Against Women) (LembaranNegara Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3277);

    4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Tahun 1997Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3668);

    5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun 1997Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670);6. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning

    Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia Minimum untuk 

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    51/70

    Lampiran 43

    Diperbolehkan Bekerja) (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3835);

    7. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);

    8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 ConcerningThe Prohibition and Immediate Action for The Elimination of The Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk PekerjaanTerburuk untuk Anak) (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3941);

    Dengan persetujuan :

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

    1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masihdalam kandungan.

    2. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat danmartabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

    3. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dananaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atasatau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.

    4. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibuangkat.

    5. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.

    6. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental,spiritual, maupun sosial.

    7. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehinggamengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.

    8. Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau memilikipotensi dan/atau bakat istimewa.

    9. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali

     yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak 

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    52/70

    44 Lampiran

     tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapanpengadilan.

    10. Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan,pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.

    11. Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina,melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan,bakat, serta minatnya.

    12. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi olehorang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.

    13. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasikemasyarakatan.

    14. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.

    15. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak  yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasisecara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaannarkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan,perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

    16. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

    17. Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

    BAB II

     ASAS DAN TUJUAN

    Pasal 2

    Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi :

    a. non diskriminasi;

    b. kepentingan yang terbaik bagi anak;

    c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan

    d. penghargaan terhadap pendapat anak.

    Pasal 3

    Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, sertamendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yangberkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    53/70

    Lampiran 45

    BAB III

    HAK DAN KEWAJIBAN ANAK 

    Pasal 4

    Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuaidengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

    Pasal 5

    Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

    Pasal 6

    Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

    Pasal 7

    (1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanyasendiri.

    (2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atauanak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atauanak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pasal 8

    Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik,mental, spiritual, dan sosial.

    Pasal 9

    (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinyadan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

    (2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacatjuga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan jugaberhak mendapatkan pendidikan khusus.

    Pasal 10

    Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan

    informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

    Pasal 11

    Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yangsebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannyademi pengembangan diri.

    Pasal 12

    Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    54/70

    46 Lampiran

    Pasal 13

    (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

    a. diskriminasi;

    b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

    c. penelantaran;

    d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

    e. ketidakadilan; dan

    f. perlakuan salah lainnya.

    (2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana

    dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

    Pasal 14

    Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturanhukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak danmerupakan pertimbangan terakhir.

    Pasal 15

    Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :

    a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

    b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;

    c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;

    d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan

    e. pelibatan dalam peperangan.

    Pasal 16

    (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhanhukuman yang tidak manusiawi.

    (2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

    (3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai denganhukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

    Pasal 17

    (1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :

    a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;

    b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum

     yang berlaku; dan

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    55/70

    Lampiran 47

    c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

    (2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan denganhukum berhak dirahasiakan.

    Pasal 18

    Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum danbantuan lainnya.

    Pasal 19

    Setiap anak berkewajiban untuk :

    a. menghormati orang tua, wali, dan guru;

    b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

    c. mencintai tanah air, bangsa, dan negara;

    d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan

    e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

    BAB IV 

    KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB

    Bagian Kesatu

    Umum

    Pasal 20

    Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadappenyelenggaraan perlindungan anak.

    Bagian Kedua

    Kewajiban dan Tanggung JawabNegara dan Pemerintah

    Pasal 21

    Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasisetiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa,status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.

    Pasal 22

    Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana danprasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    56/70

    48 Lampiran

    Pasal 23

    (1) Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak denganmemperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggungjawab terhadap anak.

    (2) Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.

    Pasal 24

    Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapatsesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.

    Bagian Ketiga

    Kewajiban dan Tanggung Jawab Masyarakat

    Pasal 25

    Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatanperan masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

    Bagian Keempat

    Kewajiban dan Tanggung JawabKeluarga dan Orang Tua

    Pasal 26

    (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

    a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;

    b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan

    c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

    (2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku.

    BAB V 

    KEDUDUKAN ANAK 

    Bagian Kesatu

    Identitas Anak

    Pasal 27

    (1) Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.

    (2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.

    (3) Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/ataumembantu proses kelahiran.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    57/70

    Lampiran 49

    (4) Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahuikeberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yangmenemukannya.

    Pasal 28

    (1) Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam pelaksanaannyadiselenggarakan serendah-rendahnya pada tingkat kelurahan/desa.

    (2) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan paling lambat 30(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan.

    (3) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenai biaya.

    (4) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksuddalam ayat (1), diatur dengan peraturan perundang-undangan.

    Bagian Kedua

     Anak yang Dilahirkan dariPerkawinan Campuran

    Pasal 29

    (1) Jika terjadi perkawinan campuran antara warga negara Republik Indonesia dan warga negara asing,anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut berhak memperoleh kewarganegaraan dari ayah atauibunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    (2) Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak 

    untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari keduaorang tuanya.

    (3) Dalam hal terjadi perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sedangkan anak belum mampumenentukan pilihan dan ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia, demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.

    BAB VI

    KUASA ASUH

    Pasal 30

    (1) Dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, melalaikan kewajibannya, terhadapnyadapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut.

    (2) Tindakan pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa asuh sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.

    Pasal 31

    (1) Salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai derajat ketiga, dapat mengajukanpermohonan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan tentang pencabutan kuasa asuhorang tua atau melakukan tindakan pengawasan apabila terdapat alasan yang kuat untuk itu.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    58/70

    50 Lampiran

    (2) Apabila salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai dengan derajat ketiga, tidak dapat melaksanakan fungsinya, maka pencabutan kuasa asuh orang tua sebagaimana dimaksud dalamayat (1) dapat juga diajukan oleh pejabat yang berwenang atau lembaga lain yang mempunyai kewenanganuntuk itu.

    (3) Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menunjuk orang perseorangan

    atau lembaga pemerintah/masyarakat untuk menjadi wali bagi yang bersangkutan.

    (4) Perseorangan yang melaksanakan pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harusseagama dengan agama yang dianut anak yang akan diasuhnya.

    Pasal 32

    Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) sekurang-kurangnya memuatketentuan :

    a. tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya;

    b. tidak menghilangkan kewajiban orang tuanya untuk membiayai hidup anaknya; dan

    c. batas waktu pencabutan.

    BAB VII

    PERWALIAN

    Pasal 33

    (1) Dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapatditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan.

    (2) Untuk menjadi wali anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapanpengadilan.

    (3) Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) agamanya harus sama dengan agama yangdianut anak.

    (4) Untuk kepentingan anak, wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mengelola harta milik anak yang bersangkutan.

    (5) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penunjukan wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 34

     Wali yang ditunjuk berdasarkan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dapatmewakili anak untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak.

    Pasal 35

    (1) Dalam hal anak belum mendapat penetapan pengadilan mengenai wali, maka harta kekayaan anak  tersebut dapat diurus oleh Balai Harta Peninggalan atau lembaga lain yang mempunyai kewenanganuntuk itu.

    (2) Balai Harta Peninggalan atau lembaga lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertindak sebagai

     wali pengawas untuk mewakili kepentingan anak.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    59/70

    Lampiran 51

    (3) Pengurusan harta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus mendapat penetapan

    Pasal 36

    (1) Dalam hal wali yang ditunjuk ternyata di kemudian hari tidak cakap melakukan perbuatan hukumatau menyalahgunakan kekuasaannya sebagai wali, maka status perwaliannya dicabut dan ditunjuk 

    orang lain sebagai wali melalui penetapan pengadilan.

    (2) Dalam hal wali meninggal dunia, ditunjuk orang lain sebagai wali melalui penetapan pengadilan.

    BAB VIII

    PENGASUHAN DAN PENGANGKATAN ANAK 

    Bagian Kesatu

    Pengasuhan Anak

    Pasal 37

    (1) Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembanganaknya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

    (2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh lembaga yang mempunyaikewenangan untuk itu.

    (3) Dalam hal lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlandaskan agama, anak yang diasuhharus yang seagama dengan agama yang menjadi landasan lembaga yang bersangkutan.

    (4) Dalam hal pengasuhan anak dilakukan oleh lembaga yang tidak berlandaskan agama, maka pelaksanaan

    pengasuhan anak harus memperhatikan agama yang dianut anak yang bersangkutan.

    (5) Pengasuhan anak oleh lembaga dapat dilakukan di dalam atau di luar Panti Sosial.(6) Perseorangan yang ingin berpartisipasi dapat melalui lembaga-lembaga sebagaimana dimaksuddalam ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).

    Pasal 38

    (1) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, dilaksanakan tanpa membedakan suku,agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahirananak, dan kondisi fisik dan/atau mental.

    (2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui kegiatan bimbingan,pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan secara berkesinambungan, serta dengan memberikan bantuanbiaya dan/atau fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh kembang anak secara optimal, baik fisik, mental,spiritual maupun sosial, tanpa mempengaruhi agama yang dianut anak.

    Bagian Kedua

    Pengangkatan Anak

    Pasal 39

    (1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukanberdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    60/70

    52 Lampiran

    (2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darahantara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.(3) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.

    (4) Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

    (5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritaspenduduk setempat.

    Pasal 40

    (1) Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya.

    (2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukandengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.

    Pasal 41

    (1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaanpengangkatan anak.

    (2) Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    BAB IX 

    PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

    Bagian Kesatu

     Agama

    Pasal 42

    (1) Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut agamanya.

    (2) Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang tuanya.

    Pasal 43

    (1) Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungananak dalam memeluk agamanya.

    (2) Perlindungan anak dalam memeluk agamanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputipembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran agama bagi anak.

    Bagian Kedua

    Kesehatan

    Pasal 44

    (1) Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyeleng-garakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    61/70

    Lampiran 53

    (2) Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) didukung oleh peran serta masyarakat.

    (3) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya promotif,preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan.

    (4) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan secaracuma-cuma bagi keluarga yang tidak mampu.

    (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pasal 45

    (1) Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalamkandungan.

    (2) Dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana

    dimaksud dalam ayat (1), maka pemerintah wajib memenuhinya.

    (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pasal 46

    Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar daripenyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.

    Pasal 47

    (1) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari upaya transplantasi organ

     tubuhnya untuk pihak lain.

    (2) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari perbuatan :

    a. pengambilan organ tubuh anak dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak;

    b. jual beli organ dan/atau jaringan tubuh anak; dan

    c. penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak.

    Bagian Ketiga

    Pendidikan

    Pasal 48

    Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.

    Pasal 49

    Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnyakepada anak untuk memperoleh pendidikan.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    62/70

    54 Lampiran

    Pasal 50

    Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diarahkan pada :

    a. pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampaimencapai potensi mereka yang optimal;

    b. pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi;

    c. pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri,nilai-nilai nasional di mana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri;

    d. persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab; dan

    e. pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.

    Pasal 51

     Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitasuntuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.

    Pasal 52

     Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikankhusus.

    Pasal 53

    (1) Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cumaatau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat

     tinggal di daerah terpencil.

    (2) Pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorongmasyarakat untuk berperan aktif.

    Pasal 54

     Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembagapendidikan lainnya.

    Bagian Keempat

    Sosial

    Pasal 55

    (1) Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembagamaupun di luar lembaga.

    (2) Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh lembagamasyarakat.

    (3) Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, lembaga pemerintah danlembaga masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat mengadakan kerja sama denganberbagai pihak yang terkait.

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    63/70

    Lampiran 55

    (4) Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial.

    Pasal 56

    (1) Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan

    membantu anak, agar anak dapat :

    a. berpartisipasi;

    b. bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya;

    c. bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan anak;

    d. bebas berserikat dan berkumpul;

    e. bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan

    f. memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.

    (2) Upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkatkemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak menghambat dan mengganggu perkembangan anak.

    Pasal 57

    Dalam hal anak terlantar karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya, maka lembagasebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, keluarga, atau pejabat yang berwenang dapat mengajukanpermohonan ke pengadilan untuk menetapkan anak sebagai anak terlantar.

    Pasal 58

    (1) Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sekaligus menetapkan tempatpenampungan, pemeliharaan, dan perawatan anak terlantar yang bersangkutan.

    (2) Pemerintah atau lembaga yang diberi wewenang wajib menyediakan tempat sebagaimana dimaksuddalam ayat (1).

    Bagian Kelima

    Perlindungan Khusus

    Pasal 59

    Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikanperlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yangdiperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zatadiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

    Pasal 60

     Anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 terdiri atas :

    a. anak yang menjadi pengungsi;b. anak korban kerusuhan;

  • 8/18/2019 Kekerasan Anak Dalam Dunia Pendidikan

    64/70

    56 Lampiran

    c. anak korban bencana alam; dan

    d. anak dalam situasi konflik bersenjata.

    Pasal 61

    Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi pengungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf adilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum humaniter.

    Pasal 62

    Perlindungan khusus bagi anak korban kerusuhan, korban bencana, dan anak dalam situasi konflik bersenjata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b, huruf c, dan huruf d, dilaksanakan melalui :

    a. pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan,belajar dan berekreasi, jaminan keamanan, dan persamaan perlakuan; dan

    b. pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak yang mengalami gangguan

    psikososial.

    Pasal 63

    Setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya danmembiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.

    Pasal 64

    (1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajibandan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

    (2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilaksanakan melalui :

    a. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;

    b. penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;

    c. penyediaan sarana dan prasarana khusus;

    d. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;

    e. pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan denganhukum;

    f. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan

     g. perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

    (3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalamayat (1) dilaksanakan melalui :

    a. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;

    b. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;